Infrastruktur Kota Yogyakartaeditaaann

50
STUDI TENTANG PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PERSAMPAHAN DI YOGYAKARTA

Transcript of Infrastruktur Kota Yogyakartaeditaaann

Page 1: Infrastruktur Kota Yogyakartaeditaaann

STUDI TENTANG PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN

INFRASTRUKTUR PERSAMPAHAN DI YOGYAKARTA

Page 2: Infrastruktur Kota Yogyakartaeditaaann

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT. atas berkat dan rahmat-Nya

penulis dapat dapat menyelesaikan laporan akhir dengan judul “STUDI PENGELOLAAN

DAN PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PERSAMPAHAN DI YOGYAKARTA”.

Laporan akhir ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat penilaian dalam mata

kuliah Perencanaan Pembangunan Infrastruktur. Atas bantuan dan dukungan secara

langsung maupun tidak langsung yang telah kami terima, kami mengucapkan terima kasih

yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Ir. Achmad Djunaedi, MUP, Ph.D sebagai dosen pengampu mata kuliah

Perencanaan Pembangunan Infrastruktur.

2. Dr. Ir. Kawik Sugiana, M.Eng sebagai Sugiana dosen pengampu mata kuliah

Perencanaan Pembangunan Infrastruktur dan telah memberi kesempatan untuk

menulis laporan akhir ini.

3. Seluruh Pengelola TPST Piyungan yang telah memberikan bantuan dan menyediakan

waktunya untuk membantu kami dalam mendapatkan penjelasan.

4. Mbak Raisa sebagai asisten dosen mata kuliah Perencanaan Pembangunan

Infrastruktur yang telah bersedia membantu kami memberikan pengarahan

penulisan laporan akhir ini.

5. Mbak Andika sebagai asisten dosen mata kuliah Perencanaan Pembangunan

Infrastruktur yang telah bersedia membantu kami memberikan pengarahan

penulisan laporan akhir ini.

Dengan segala kemampuan yang ada dan mengingat terbatasnya pengalaman serta

pengetahuan, kami sepenuhnya menyadari bahwa laporan akhir ini masih jauh dari

sempurna, baik dalam pengungkapan, pokok pikiran, tata bahasa maupun kelengkapan

pembahasannya. Semoga laporan akhir ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Yogyakarta, Juni 2013

Penulis

Page 3: Infrastruktur Kota Yogyakartaeditaaann

Kata Pengantar.........................................................................................................................

Daftar Isi.....................................................................................................................................

BAB I. Pendahuluan................................................................................................................

I.1 Latar Belakang...........................................................................................................

I.2 Rumusan Masalah.....................................................................................................

I.3 Tujuan Penulisan .....................................................................................................

I.4 Ruang Lingkup Pembahasan.................................................................................

I.5 Sistematika Penulisan.............................................................................................

BAB II. Pembahasan................................................................................................................

II.1 Sistem Kelembagaan...............................................................................................

II.2 Sistem Operasional..................................................................................................

II.2.1 Sarana Prasarana Pengumpulan (Container)......................................

II.2.2 Pengangkutan (Arm Roll Truck)..............................................................

II.2.3 Pengolahan di Tempat Akhir.....................................................................

II.2.4 Penanganan Akhir.........................................................................................

II.3 Sistem Pengolahan...................................................................................................

II.3.1 Reduce...............................................................................................................

II.3.2 Recycling..........................................................................................................

II.3.3 Reuse.................................................................................................................

II.3.4 Recovery...........................................................................................................

II.4 Sistem Pembuangan Akhir....................................................................................

II.4.1 Open Dumping................................................................................................

II.4.2 Controlled Landfill........................................................................................

II.4.3 Sanitary Landfill.............................................................................................

II.5 Sistem Pembiayaan..................................................................................................

II.6 Sistem Pengaturan...................................................................................................

Page 4: Infrastruktur Kota Yogyakartaeditaaann

II.6.1 Kebijakan Pengaturan Pengelolaan Sampah.......................................

II.7 Sistem Perencanaan................................................................................................

II.7.1 Rencana Induk................................................................................................

II.7.2 Analisa Kebutuhan........................................................................................

II.8 Permasalahan dan Kebutuhan Pengembangan..............................................

II.8.1 Tingkat dan Cakupan Pelayanan yang Ada...........................................

II.8.2 Performa Pelayanan.....................................................................................

II.8.3 Pengembangan Jaringan Pelayanan atau Kapasitas Pengolahan..

II.8.4 Performa Keliembagaan, SDM, dan Keuangan....................................

II.9 Integrasi dengan Infrastruktur Lain

BAB III. Penutup

III.1 Kesimpulan...............................................................................................................

III.2 Saran

Daftar Pustaka..........................................................................................................................

Lampiran....................................................................................................................................

Page 5: Infrastruktur Kota Yogyakartaeditaaann

PENDAHULUAN

Akibat dari adanya pertumbuhan penduduk di perkotaan menyebabkan kota akan

semakin berkembang dan hal tersebut menyebabkan kebutuhan akan infrastruktur juga

akan meningkat. Terciptanya suatu kota yang berorientasi pada suistainable tidak hanya

terletak pada pembangunan fisik saja namun juga melihat bagaimana suatu lingkungan

mampu berkembang dan mendukung kehidupan suatu kota. Kehidupan suatu kota tidak

terlepas dari adanya man(manusia),activity(kegiatan) dan space(ruang). Manusia akan

terus dan terus melakukan kegiatan jika adanya ruang yang mendukung manusia tersebut

untuk melakukan aktifitasnya. Aktifitas ini berhubungan langsung dengan sifat konsumtif

manusia yang terus menerus terjadi dalam kehidupan kota. Perilaku konsumtif ini

berakibat langsung pada kebersihan kota karena sejatinya sifat konsumtif yang ada pada

manusia selalu berimplikasi terhadapa jumlah sisa kegiatan mereka atau yang disebut

sampah.

Masalah persampahan merupakan masalah yang sangat kompleks dan sangat sulit

untuk dicari solusinya. Solusi yang munculpun terkadang hanya menjadi solusi yang

sementara mengingat jumlah sampah yang ditimbulkan dari kegiatan manusia selalu

bertambah dari hari kehari. Fenomena ini akan membuat masalah sampah harus mendapat

perhatian khsusus dari setiap stakeholders masyarakat bahkan pemerintah juga.

KONDISI EKSISTING INFRASTRUKTUR PERSAMPAHAN YOGYAKARTA DAN

SEJARAH PENDIRIAN TPST PIYUNGAN

Sistem pengelolaan sampah adalah proses pengelolaan sampah yang meliputi 5

(lima) aspek/komponen yang saling mendukung dimana antara satu dengan yang lainnya

saling berinteraksi untuk mencapai tujuan (Dept. Pekerjaan Umum, SNI 19-2454-2002).

Kelima aspek tersebut meliputi: aspek teknis operasional , aspek organisasi dan

manajemen, aspek hukum dan peraturan, aspek bembiayaan, aspek peran serta masyarakat

. Teknik operasional pengelolaan sampah bersifat integral dan terpadu secara berantai

dengan urutan yang berkesinambungan yaitu: penampungan/pewadahan, pengumpulan,

pemindahan, pengangkutan, pembuangan/pengolahan. Penanganan persamasalahan

sampah di Provinsi Yogyakarta secara umum dibagi menjadi 3 yaitu :

1. Penanganan sampah Kota Yogyakarta

2. Penanganan sampah Sleman

Page 6: Infrastruktur Kota Yogyakartaeditaaann

3. Penanganan sampah Bantul

Ketiga penanganan tersebut di bagi berdasarkan wilayah administratif yaitu dengan adanya

kota Yogyakarta,Sleman dan Bantul. untuk kelembagaanya pun dibagi sesuai dengan

wilayah administratif. Lembaga yang menganani tersebut adalah :

1. Badan Lingkungan Hidup

Badan lingkungan hidup secara penuh menangani permasalahan sampah khsusus di

wilayah Kota Yogyakarta dan Bantul. Badan ini mengatur secara penuh untuk

perencanaan, teknis dan pendanaan. Yang berkaitan erat dengan Infrastruktur

persampahan Kota Yogyakarta dan Bantul. Sesuai dengan Perda Provinsi DIY No 2

tahun 2004, badan lingkungan hidup memiliki tugas sebagai berikut :

Menyusun program di bidang pengendalian dampak lingkungan sesuai

dengan rencana strategis pemerintah daerah.

Merumuskan kebijaksanaan teknis di bidang pengendalian dampak

lingkungan.

Melaksanakan pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan,

pemulihan kualitas lingkungan.

Melaksanakan pelayanan penunjangan terhadap penyelenggaraan

pengendalian lingkungan oleh instansi di lingkungan pemerintah daerah.

Memfasilitasi penyelenggaran pengendalian lingkungan pemerintah

kabupaten / kota.

Memberdayakan aparatur dan menjalin hubungan kerja dengan mitra kerja

dibidang pengendalian lingkungan.

Menyelenggarakan kegiatan ketata-usahaan

2. Dinas PUP-ESDM

Dinas ini menangani khusus masalah sampah yang ada di wilayah Kota Sleman.

Sejatinya lembaga ini mengatur juga tentang tata ruang yang berkaitan erat dengan

pembangunan perumahan dsb. dinas PUP-ESDM menangani 31 persen sampah Kota

Sleman yang ada di TPST Piyungan . Ada beberapa fungsi dari dinas PUP-ESDM

yang berkaitan erat dengan masalah persampahan. Fungsi tersebut adalah :

pengelolaan sumber daya mineral, kegeologian, air tanah

pemberian fasilitasi, pembinaan, perlindungan dan pengembangan energi

dan sumber daya mineral

Page 7: Infrastruktur Kota Yogyakartaeditaaann

Secara umum setiap dinas diatas tergabung dalam satu kesatuan kerja yang bernama

SEKBER KARTAMANTUL (Sekretariat Bersama Yogyakarta, Sleman dan Bantul) dan

tanggung jawab pengelolaan TPST Piyungan dipegang secara bergilir setiap tiga tahun

sekali sehingga walaupun penanganannya sampah kota/kabupaten dibagi sesuai wilayah

administrasi masing-masing , namun secara umum dinas-dinas diatas saling berkoordinasi

dalam menangani permasalahan lingkungan yaitu sampah Provinsi Yogyakarta. Adapun

beberapa dinas yang ikut turut menangani sampah yaitu BAPPEDA DIY sebagai lembaga

perencanaan di Provinsi DIY dan Dinas Pekerjaan Umum untuk pembangunan

infrastrukturnya .

Sampai saat ini Bagian Kebersihan, Dinas Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta

melayani semua kelurahan yang ada di Kota Yogyakarta, sebanyak 45 kelurahan yang

tersebar di 14 kecamatan. Akan tetapi tingkat pelayanan yang diberikan berbeda-beda,

tergantung kondisi wilayahnya. Tingkat pelayanan yang rendah ada di daerah-daerah yang

sulit untuk dijangkau dengan sarana prasarana persampahan yang ada, seperti di daerah

bantaran sungai atau daerah dengan kemiringan lahan yang cukup tinggi (DLH Kota

Yogyakarta, 2008). Berdasarkan luas daerah pelayanan, jangkauan pelayanan pengelolaan

sampah di Kota Yogyakarta mencapai ±2.000 ha atau 80% dari luas Kota Yogyakarta. Hal ini

berarti ada 20% wilayah di Kota Yogyaarta yang belum mendapatkan layanan

persampahan. Daerah pelayanan dibagi menjadi 8 (delapan) sektor pelayanan, yaitu sektor

Page 8: Infrastruktur Kota Yogyakartaeditaaann

Malioboro, Gunung Ketur, Kotagede, Kranggan,Krasak, Gading dan Ngasem (DLH Kota

Yogyakarta, 2008) Pada tahun 2007 jumlah timbulan sampah di Kota Yogyakarta

mencapai1.571 m3/hari. Dari jumlah sampah tersebut, sanpah yang terkelola dengan

system yang ada sebanyak 1.334 m3/hari atau 85% dari total volume timbulan sampah.

Gambar di atas merupakan penggambaran teknik operasional pengelolaan sampah

di Yogyakarta, yang memiliki beberapa tahap. Untuk tahap awal ada pewadahan pada setiap

timbulan sampah yang ada. Tujuan pewadahan adalah untuk mencegah sampah

berserakan dan mempermudah proses pengumpulan. Sesuai Perda nomor 18 tahun 2002

tentang Pengelolaan Kebersihan, tahap pewadahan dan pengangkutan sampah dari sumber

hingga tempat pembuangan sampah sementara (TPSS) adalah tanggung jawab setiap

sumber sampah. Pada prakteknya, masyarakat menggunakan jasa tenaga penggerobak

sampah untuk memindahkan sampahnya dari rumah tangga ke TPSS Wadah yang dipakai

memiliki berbagai jenis dan bentuk, antara lain tong sampah, bak permanen, dan kantong

plastik.

Tahap berikutnya adalah tahap pengumpulan, dimana pengumpulan ini

menggunakan berbagai cara Berdasarkan sarana pemindahan yang digunakan, seperti:

TPSS, container, transfer depo, dikenal beberapa pola operasional pengumpulan /

pemindahan yaitu: pola individual langsung, pola individual tidak langsung, pola komunal

langsung dan pola komunal tidak langsung. Selanjutnya adalah tahap pemindahan. Berikut

adalah karakteristik pemindahan sampah yang ada saat ini :

1. TPSS ( Tempat Pembuangan Sampah Sementara)

Page 9: Infrastruktur Kota Yogyakartaeditaaann

yaitu bak dengan konstruksi dari bata tanpa atap yang diberi lubang pintu

dengan atau tanpa pintu. Ukuranrata-rata 3 m3. Penempatannya diupayakan

dekat dengan sumber timbulan sampah.

2. Container

yaitu bak dengan konstruksi dari kayu, besi atau baja yang diberi pintu dan

jendela, dengan volume 6 m3. Karakteristik container adalah : cocok digunakan

pada sumber sampah yang besar, dapat diletakkan pada banyak tempat dan

dapat dipindah-pindahkan, memerlukan lahan penempatan yang luas,

operasional pemindahan dan pengangkutan mudah dan cepat

3. Transfer Depo

yaitu tempat pertemuan alat pengumpul dan truck pengangkut dan bukan TPSS.

Kemudian setelah itu, sampah yang sudah terkumpul dalam TPSS, container atau

transfer depo diangkut ke tempat pembuangan akhir. Pengangkutan ini harus segera

dilakukan karena hal ini akan menambah beban pengangkutan berikutnya dan beresiko

Page 10: Infrastruktur Kota Yogyakartaeditaaann

menimbulkan gangguan kenyamanan lingkungan di sekitar tempat penyimpanan. Ada

beberapa jenis sarana pengangkutan sampah di Yogyakarta , yaitu dengan :

1. Truk biasa

Pemakaian truk biasa ini dirasa masih kurang praktis karena bongkar muat

sampah memerlukan waktu yang lama. Namun kelebihannya adalah

mempunyai kapasitas tampung yang besar dan juga harganya relatif lebih

murah.

2. Dump Truck

Kendaraan ini merupakan modifikasi dari truk biasa bak truck dapat

digerakkan secara hidrolik sehingga proses bongkar sampah bisa efektif,

sedangkan lama operasionalisasi sama dengan truck biasa. Bak terbuat daribaja

dengan kapasitas bervariasi 8 m3 , harganya relatif lebih mahal dari truck biasa

dengan kapasitas operasional adalah 2-3 rit perhari. Jenis kendaraan ini

digunakan pada pola operasional sistem door to door, jemput bola, transfer

depo, dan juga sistem TPSS atau container yang berfungsi sebagai TPSS

3. Arm roll truck

Yaitu truck tanpa bak dengan lengan hidrolik untuk menggerakkan container.

Dengan kendaraan ini, operasi pengangkutan dan pembuangan sampah menjadi

lebih praktis. Bentuk dan ukurannya bervariasi menurut container. Harga kendaraan

relatif lebih mahal dari dump truck.Kapasitas operasional adalah 4-6 rit perhari,

tergantung pada jarak pengangkutan. Jenis kendaraan ini digunakan pada pola

operasional sistem transfer depo dan container

Page 11: Infrastruktur Kota Yogyakartaeditaaann

4. Lain-lain ( pick up, motor roda 3, dan sepeda sampah)

Kendaraan ini digunakan untuk keadaan yang insidentaldan untuk melayani

eilayah yang sulit untuk dijangkau.

Setelah di angkut, sampah masuk ke tahap pemrosesan akhir di TPST/TPA. Untuk

pemrosesan sampah berada di TPST Piyungan. TPST (Tempat Pembuangan Sampah

Terpusat ) Piyungan pertama kali didirikan pada tahun 1996. TPSA berlokasi di Desa

Sitimulyo, Kecamatan Piyungan, Kabupaten Bantul, di area pegunungan bagian tenggara

dari pusat Yogyakarta dengan luas area 12,5 hektar. Lokasi tersebut ditentukan oleh

seorang ahli dari Swiss dengan berbagai pertimbangan yaitu :

a. Tanah untuk Lokasi TPST Piyungan ini mengandung gamping yang kedap air.

Dan sebelum digunakan tanah diberi lapisan tanah lempung setebal 30cm

b. Tanah tersebut adalah tanah tadah hujan dan tidak di gunakan.

c. Jauh dari permukiman warga

d. Jauh dari fasilitas umum seperti sekolah dan perkantoran

TPST Piyungan ini merupakan tempat pembuangan akhir untuk wilayah

Yogyakarta, Sleman, dan Bantul. Setiap harinya, jumlah sampah yang datang ke TPST

Piyungan mencapai 350-400 ton.

Setelah sampah sampai di TPST Piyungan proses pengelolaan selanjutnya yaitu

sampah datang dari sumber kemudian ditimbang dan dicatat untuk mengetahui laju

pertumbuhan sampah dan juga untuk menghitung biaya yang akan harus di sharing oleh

Kota Yogyakarta, Sleman, dan Bantul . Kemudian setelah di timbang truk pengangkut

sampah diberi informasi lokasi pembongkaran yang ditentukan apakah di zona I, zona II,

ataukah Zona III. Kemudian pengangkutan sampah ke lokasi pembongkaran yang

ditentukan. Sampah dibongkar dan dilakukan pemilahan sampah oleh pemulung untuk

selanjutnya diserahkan ke pengepul sedangkan sampah yang tidak dipilah dibiarkan atau

jika sampah organik mengelola sampah menjadi pupuk kompos. Lalu dilakukan perataan

menggunakan alat berat sampai benar-benar rata dan dipadatkan hingga padat dan stabil.

Page 12: Infrastruktur Kota Yogyakartaeditaaann

Terakhir penutupan dengan tanah ketika ketinggian sampah sudah mencapai 2,5 meter

dengan teknik Controlled Landfill.

Untuk optimalisasi dan mendukung kegiatan operasional pengolahan sampah di TPST ini,

disediakan sarana prasara penunjang seperti :

Page 13: Infrastruktur Kota Yogyakartaeditaaann

1. Pos Jaga

Untuk tempat menjaga keamanan area sekitar,

yang letaknya di dekat pintu masuk

2. Kantor Pengelola

Kantor ini digunakan sebagai pusat pemantau

kegiatan operasional, pusat pengelola secara

administratif, informasi dan pelayanan.

3. Garasi

Garasi tersebut digunakan sebagai tempat

penyimpanan truk pengangkut sampah dan

alat-alat berat.

4. Bengkel

Bengkel tersebut digunakan untuk pembenahan

alat-alat berat seperti excavator, bulldozer

ataupun kendaraan atau truk sampah yang

rusak

5. Pos Penimbangan

Truk sampah yang datang segera masuk ke

tempat penimbangan untu mengetahui volume

sampah. Penimbangan dilakukan sebagai upaya

pemantauan terhadap jumlah sampah yang

datang dan mengetahui usia TPA.

Page 14: Infrastruktur Kota Yogyakartaeditaaann

6. Sumur Pantau

Terdapat 6 titik sumur pantau yang terletak

tersebar di sekitar area TPA Piyungan untuk

memantau kualitas airtanah di sekitar TPA di

mana setiap 3 bulan dilakukan uji laboratorium

terhadap kualitas air tersebut.

7. Bak Komposting

Terletak di area pembongkaran sampah zona I.

Merupakan tempat untuk contoh pengomposan

saja, bukan untuk mengolah sampah organik

seluruhnya. Kompos yang telah jadi digunakan

untuk pupuk pada penghijauan.

8. Pagar Keliling

Pagar keliling ini mengitari lahan area TPA

Piyungan sehingga ada batas yang jelas antara

lokasi pembongkaran dengan yang bukan lokasi

pembongkaran.

9. Air Bersih

Air bersih disediakan untuk mencukupi

kebutuhan sehari-hari seperti mck, air minum

dan sebagainya.

10. Tanah Urug

Tanah disediakan untuk mengurug sampah.

Setiap bulan membutuhkan 1600 m3 tanah.

Page 15: Infrastruktur Kota Yogyakartaeditaaann

11. Alat Berat

Alat berat tersebut antara lain bulldozer dan

excavator. Alat berat digunakan untuk

meratakan, memadatkan dan menggali sampah

serta digunakan dalam proses pengurugan

sampah yang telah padat dengan tanah.

12. Drainase Keliling

Drainase disediakan di sekeliling area TPA

untuk menampung air hujan agar tidak

mengalir ke area pembongkaran sampah

sehingga mengurangi masuknya air ke dalam

tumpukan sampah. Air yang masuk dapat

menyebabkan sampah membusuk dan

menimbulkan masalah baru.

13. Pipa Gas

Pipa gas disediakan untuk pembuangan gas ke

alam yang dihasilkan dari dalam tumpukan

sampah yang terurug dengan tanah. Tujuannya

untuk menghindari terjadinya ledakan atau

kebakaran akibat gas yang terjebak.

14. Dermaga

Dermaga merupakan tempat yang disediakan

bagi kendaraan atau truk pengangkutsampah

untuk mempermudah pembongkaran.

Page 16: Infrastruktur Kota Yogyakartaeditaaann

15. Pengolahan Air Lindi

Disediakan 7 kolam untuk menampung air lindi

yang masuk. Ketika kolam pertama penuh maka

akan mengelir ke kolam kedua dan seterusnya.

Di samping itu ada pengolahan air lindi

menggunakan bahan seperti tawas, pk dan ada

alat yang disebut dengan water treatment

untuk mengolah air agar air lindi aman bagi

lingkungan.

Pada TPST ini juga dilakukan composting. Namun, tidak semua composting

dilakukan di TPST ini. Ada daerah yang melakukan composting. Selain itu, masing-masing

wilayah harus melakukan kegiatan 3R (Reduse, Reuse, dan Recycle) sebelum dibuang ke

Page 17: Infrastruktur Kota Yogyakartaeditaaann

TPST. TPST Piyungan mempunyai 3 zona yang dikelompokkan berdasar ketinggian

sampah. untuk penampungan sampah terdiri dari zona I, zona II, dan zona III Untuk zona I

sudah tidak beropeasi karena sudah penuh. Berikut adalah gambar zona –zona di TPST

piyungan.

Pengelolaan sampah di TPST Piyungan menggunakan sistem Controlled Landfill.

Sistem pengelolaan Controlled Landfill merupakan gabungan sistem pengelolaan sampah

Open dumping dan Sanitary Landfill. Open dumping adalah cara sederhana dalam

pembuangan sampah., yaitu sampah dibuang pada lokasi luas, terbuka, dan dibiarkan saja

pada tempat tersebut. Sedangkan sanitary landfill adalah metode yang lebih modern dari

sistem pengolahan sampah open dumping. Sampah dikumpulkan dan ditimbun dilahan

yang sebelumnya telah dilapisi oleh plastik kemudian ditambahkan tanah lempung lalu

sampah dimasukkan kemudian dipadatkan dan yang terakhir adalah pada permukaan atas

sampah ditaburi tanah tiap harinya. Pada sistem ini juga dilengkapi dengan saluran lindi.

Metode sanitary landfill in mempunyai kelebihan yaitu sampah tidak merembes ke dalam

lapisan tanah karena telah diberi plastik. Lapisan tanah yang diberikan tiap hari tersebut

dapat mencegah menyebarnya gas metan ke udara.

Bila pengelolaan sampah menggunakan sistem open dumping murni maka dapat

menimbulkan masalah visual dan lingkungan, yaitu merusak pemandangan, munculnya bau

busuk, tikus, lalat bahkan menimbulkan bahaya kebakaran dan pencemaran air. Sedangkan

Denah Pembagian Zona Penampung Sampah

Page 18: Infrastruktur Kota Yogyakartaeditaaann

kekurangan dari sistem pengelolaan sanitary landfill terletak pada lokasinya. Lokasi yang

tersedia harus basah dan berlumpur bahkan area yang cukup luas untuk menampung

sampah.

Sebelum memasuki area penampung sampah, truk-truk yang datang dari luar

wilayah tersebut harus melewati jembatan timbang terlebih dahulu untuk mengetahui

berapa muatan sampah yang diangkut (gambar jembatan timbang). Karena TPST Piyungan

menggunakan sistem pembuangan akhir Controlled Landfill (gabungan dari sistem

pengelolaan sampah open dumping dan sanitary landfill) maka berikut akan dijelaskan

plot-plot dari sistem pengelolaan sampah tersebut.

A. Open Dumping TPST Piyungan

Sistem pembuangan sampah akhir menggunakan metode open dumping ini

dengan menggunakan lahan yang cukup luas dan sampah ditampung pada tempat

tersebut. Sampah hanya dibiarkan saja menumpuk pada tempat tersebut. Hal

tersebut menarik perhatian pemulung untuk memilah sampah dan menjualnya

guna untuk menghidupi dirinya sendiri dan keluarga. Dan sekitar 300 orang

pemulung yang mencari nafkah di sana. Selain itu, banyak warga Bantul yang

mempunyai ternak sapi dan membiarkan ternaknya mencari makan di tempat

pembuangan akhir tersebut. Diperkirakan terdapat 600 ekor sapi yang mencari

makan di sana. Para pemulung dan hewan ternak memang diperbolehkan untuk

berada di TPST tersebut dengan syarat tidak mengganggu aktivitas alat berat yang

sedang bekerja di sana.

B. Sanitary Landfill

Sistem pembuangan sampah sanitary landfill pada TPST Piyungan

menggunakan alat berat misalnya katrol untuk meratakan sampah agar tidak

menggunung. Setiap harinya sampah di TPST Piyungan juga ditimbun dengan tanah.

Suasana di TPST Piyungan

Page 19: Infrastruktur Kota Yogyakartaeditaaann

Tanah tersebut disediakan oleh pihak ketiga yang memenangkan tender. Dan yang

berhak untuk menentukan tender pastilah perusahaan yang memenuhi syarat dan

hal tersebut merupakan wewenang dari sekber. Sampah-sampah tersebut dibuang

melalui dermaga dengan menggunakan truk.

C. Controlled Landfill

Telah disebutkan bahwa sistem ini merupakan gabungan dari sistem open

dumping dan sanitary landfill. Pengoperasian menggunakan metode ini mulai

memperhatikan syarat teknis (surat keputusan SNI) mengenai TPST. Terdapat

beberapa fasilitas yang diperlukan yaitu saluran drainase untuk mengendalikan

aliran air hujan, saluran pengumpul air lindi dan instalasi pengolahannya serta pos

pengendalian operasional bahkan fasilitas pengendalian gas metan dan alat berat.

Metode controlled landfill merupakan metode penimbunan sampah dalam suatu

TPST yang sebelumnya telah dipersiapkan secara teratur. Dibuatkanlah barisan dan

lapisan yang setiap harinya atau dalam kurun waktu tertentu timbunan sampah

tersebut diratakan dengan cara dipadatkan oleh alat berat seperti Buldozer maupun

Track Loader. Setelah rata dan padat timbunan sampah kemudian ditutup oleh

tanah.

Dermaga di TPST Piyungan

Page 20: Infrastruktur Kota Yogyakartaeditaaann

Sistem ini mempunyai kelebihan dan kekurangan. Berikut adalah

kekurangan dari sistem controlled landfill :

Masih bergantung pada alam

Sistem ini menggunakan alat berat dan alat berat tersebut harganya mahal.

Sehingga, saat ini TPST Piyungan kekurangan alat berat.

Sistem ini membutuhkan biaya yang cukup mahal.

Sedangakan untuk kelebihan yang didapatkan melalui sistem ini adalah

sebagai berikut :

Sistem ini telah memperhatikan aspek teknis dalam pengelolaan sampah

dan sesuai aturan.

Mengurangi pencemaran air tanah.

Untuk gas hasil pembusukan sampah tidak dikelola, hanya dibuang begitu saja.

Pembuangan gas yang terbentuk dari degradasi bahan organik di TPA dibantu dengan

penyediaan ventilasi gas dengan memasang pipa PVC yang terletak secara horizontal dan

bercabang-cabang dan berlubang-lubang sekitar berdiameter 100 mm untuk menampung

gas yang diproduksi dalam sampah. Gas akan masuk dalam pipa dan dikeluarkan dengan

pipa vertical ke udara bebas. Ketika volume sampah meningkat, pipa vertical tersebut

disambungsambung terus sehingga gas dapat keluar ke udara bebas. Hal ini karena gas

yang dihasilkan dan terjebak dalam sampah dapat menyebabkan kebakaran atau bahkan

ledakan.

Kemudian pada sistem pembuangan akhir di TPST Piyungan ada air yang keluar

akibat dari pembusukan sampah yang disebut air lindi.Air lindi ini harus diolah agar agar

Page 21: Infrastruktur Kota Yogyakartaeditaaann

mempunyai pH netral sehingga tidak menimbulan pencemaran terhadap tanah maupun air

di sekitarnya yang dapat membahayakan.

Air lindi yang dihasilkan dari pembusukan sampah tersebut dialirkan menggunakan

pipa-pipa yang berlubang-lubang yang dipasang dibawah untuk mengalirkan air ke bak

penampungan. Air yang dikelola oleh TPST ini ditampung dengan 7 bak, dan pengolahannya

menggunakan bahan- bahan kimia seperti tawas, soda api, kaporit, PK, soklir, dan TSP

dengan alat tertentu (water treatment) kemudian hasilnya dapat dialirkan ke sungai

ataupun digunakan untuk memelihara ikan sehingga tetap aman.

SISTEM PENGELOLAAN PERSAMPAHAN DIY

Menurut Istilah Lingkungan untuk Manajemen, Ecolink, 1996, bahwa sampah

merupakan suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber hasil aktivitas manusia

maupun proses alam yang belum memiliki nilai ekonomis. Berdasarkan asalnya, sampah

padat dapat digolongkan menjadi sampah organik yang berasal dari alam dan sampah

anorganik yang dapat berasal dari masyarakat.

Dewasa ini, jumlah penduduk khususnya di perkotaan, terus mengalami

peningkatan setiap tahunnya. Hal ini juga berdampak pada jumlah sampah buangan

masyarakat yang ikut mengalami peningkatan. Alhasil, untuk menangani jumlah sampah

yang tiap tahun semakin bertambah, maka dibutuhkan sebuah proses pengelolaan sampah

yang ramah lingkungan. Pada umumnya, cara penanganan pengelolaan sampah berupa

pengolahan sampah dapat dibedakan berdasarkan skala. Sesuai dengan metoda dan

penanggung jawabnya, maka skala pengolahannya antara lain sebagai berikut.

Skala Individu

Air Lindi dari TPST Piyungan

Page 22: Infrastruktur Kota Yogyakartaeditaaann

Pengolahan pada skala ini dilakukan secara langsung oleh pembuang sampahnya.

Contoh pengolahannya adalah pemilahan sampah dan sebagainya.

Skala Kawasan

Pengolahan ini dilakukan untuk melayani suatu lingkungan / kawasan (perumahan,

perkantoran, pasar, dll) saja. Lokasi pengolahan skala kawasan dilakukan di TPST.

Skala Kota

Pengolahan skala kota berarti pengolahan sampah yang dilakukan untuk melayani

sebagian atau seluruh wilayah kota dan dikelola oleh pengelola kebersihan kota.

menggunakan bantuan peralatan mekanis.

Gambar. Skematik Pengelolaan Sampah Skala Sumber, Pedoman Penanganan Sampah PU

Pengolahan sampah merupakan bagian penting dalam penanganan pengelolaan

sampah, yang berguna untuk merubah sampah menjadi bentuk yang tidak mencemari

lingkungan dan untuk mengurangi jumlah sampah yang harus ditimbun di TPA. Sehingga

sistem 3R atau reuse, reduce, dan recycle tersebut menjadi salah satu cara pengelolaan

sampah yang tepat, di samping mengolah sampah menjadi kompos atau memanfaatkan

sampah menjadi sumber listrik (PLTS, Pembangkit Listrik Tenaga Sampah). Penerapan

sistem 3R yang tepat adalah dilakukan pada skala individu dan kawasan. Sehingga

penerapan 3R ini tidak dilakukan pada skala kota di TPA, melainkan hanya dilakukan pada

skala tiap-tiap kawasan, seperti komunitas-komunitas lingkungan dan sebagainya.

Page 23: Infrastruktur Kota Yogyakartaeditaaann

Gambar. Reuse Reduce Recycle,

http://plantagama.wordpress.com/2012/07/09/konsep-reuse-reduce-recycle-repair/

Dalam implementasi penerapan pengolahan sampahnya di Kota Yogyakarta, salah

satu contoh kawasan yang menggunakan sistem 3R tersebut adalah Desa Wisata

Lingkungan Sukunan di Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Seperti kita ketahui bahwa Desa Sukunan merupakan desa wisata yang berhasil

memberdayakan masyrakatnya dalam hal mengelola sampah. Desa Sukunan terletak di

desa Banyuraden, Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman. Desa dengan penduduk 890

jiwa tersebut menjadi inspirasi desa-desa lain dalam pengelolaan sampah pada skala

kawasan. 

Dalam penerapan pengelolaan persampahan, langkah pertama yang dilakukan oleh

Desa Sukunan adalah sosialisasi konsep 3R (reduce, reuse and recycle). Menurut Iswanto,

salah satu pencetus pengelolaan sampah 3R Desa Sukunan, bahwa untuk membuat

masyarakat peduli terhadap sampah memang  harus dilakukan secara bertahap. Dimana

organisasi masyarakat harus jelas dan semua masyarakat harus ikut andil walaupun sekecil

apapun.

Page 24: Infrastruktur Kota Yogyakartaeditaaann

Gambar. Alur Pengelolaan Sampah ala Sukunan, Sosialisasi Pengelolaan Sampa Terpadu

Contoh Dusun Sukunan (KKN UGM Hargobinangun 2008)

Penanganan berbagai jenis sampah di Desa Sukunan, dilakukan dengan berbagai

cara seperti berikut di bawah ini. Penanganan sampah organik ditujukan pada pembuatan

kompos mandiri, yang dilakukan pada tiap rumah tangga dan tiap Rukun Tetangga (RT)

kampung. Kemudian sampah dapur dari tiap rumah diselesaikan di rumah masing-masing,

yang dimana tiap rumah diberikan 2 buah gentong untuk dipakai bergantian tiap kali

gentong penuh. Lalu penanganan sampah pekarangan seperti dedaunan kering, yaitu

dengan disatukan pada bak besar yang ditempatkan di lokasi yang strategis di tiap RT

untuk diolah menjadi kompos juga.

Dari penjelasan di atas, dapat dilihat bahwa langkah pertama yang dilakukan dalam

penanganan sampah adalah pengelolaan sampah yang dilakukan pada skala invidu, yaitu si

pembuang sampah sendiri. Disini, tugas tiap rumah tangga yaitu memisahkan sampah

plastik, logam dan kaca, serta kertas kemudian membuangnya ke tong-tong sampah sesuai

jenis sampah yang telah disediaan dusun untuk dikekola lebih jauh, telah selesai. Lalu

sejanjutnya, sampah-sampah ini akan dibawa ke tempat pengumpulan sampah sementara

dusun skala kawasan untuk dipilah mana yang masih dapat dijual mana yang tidak laku

dijual.

Page 25: Infrastruktur Kota Yogyakartaeditaaann

Gambar. Penerapan 3R di Desa Sukunan, http://ciptakarya.pu.go.id

Gambar. Hasil Penerapan 3R di Desa Sukunan,

http://lisaontheblog.wordpress.com/2008/09/01/menyelesaikan-sampah-ala-dusun-

sukunan/

Penerapan Sistem 3R dalam Pengolahan Sampah pada Desa Sukunan ini, yang juga

dapat diterapkan oleh kawasan lain pada umumnya, adalah sebagai berikut.

Reuse 

Reuse merupakan tindakan untuk yang memakai dan memanfaatkan kembali

barang-barang yang sudah tidak terpakai menjadi sesuatu yang baru. Tindakan reuse ini

dapat dilakukan dengan cara seperti berikut ini.

Menggunakan kembali sampah rumah tangga yang bisa digunakan untuk seperti

koran bekas, kardus bekas susu, kaleng susu, dsb. Sampah-sampah tersebut dapat

diolah menjadi sesuatu yang berguna, contohnya tempat tusuk gigi, tempat

perabotan rumah tangga, dan sebagainya.

Sampah-sampah tersebut juga dapat dimanfaatkan oleh anak-anak, misalnya

membuat tempat celengan, tempat pensil dari botol atau kaleng bekas, dan

sebagainya.

Sampah plastik yang susah diurai, dapat digunakan kembali menjadi kantong plastik

belanja, bungkus barang, dan sebagainya.

Page 26: Infrastruktur Kota Yogyakartaeditaaann

Reduce 

Reduce merupakan tindakan untuk mengurangi sampah dengan mengurangi

pemakaian barang atau benda yang tidak terlalu kita butuhkan. Tindakan reduce ini dapat

dilakukan dengan cara seperti berikut ini.

Kurangi pemakaian kantong plastik. Biasanya sampah rumah tangga yang paling

sering di jumpai adalah sampah dari kantong plastik yang dipakai sekali lalu

dibuang.

Membeli produk atau barang yang tahan lama.

Memperbaiki barang-barang yang rusak.

Mengutamakan membeli produk berwadah, dan sebagainya.

Recycle 

Recycle merupakan tindakan yang mendaur ulang kembali barang lama menjadi

barang baru. Tindakan recycle ini dapat dilakukan dengan cara seperti berikut ini.

Sampah organik dapat diolah kembali menjadi pupuk kompos.

Sampah anorganik bisa di daur ulang menjadi sesuatu yang bisa digunakan kembali.

Mengumpulkan sampah, lalu disetorkan ke bank sampah yang kemudian

dikonversikan ke tabungan, sehingga sampah dapat menjadi barang yang bernilai,

dan sebagainya

SISTEM PEMBIAYAAN

Aglomerasi perkotaan memunculkan beragam persoalan diantaranya adalah persoalan

dalam penyediaan pelayanan publik, dalam hal ini penyediaan Infrastruktur yang

berkualitas Berkaitan dengan pembiayaan, dalam Pasal 24 UU RI Nomor 18 Tahun 2008

disebutkan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah wajib membiayai penyelenggaraan

pengelolaan sampah yang bersumber dari APBN serta APBD. Sedangkan ketentuan lebih

lanjut mengenai pembiayaan tersebut diatur dengan peraturan pemerintah dan/atau

peraturan daerah. Dalam operasionalnya, pembangunan Infrastruktur persampahan

Yogyakarta seperti membangun TPA , Pengadaan alat-alat pendukung seperti alat berat dan

lain-lain ini memerlukan biaya yang tidak sedikit. Namun keterbatasan anggaran dari

alokasi pemerintah daerah dan pusat, maka untuk mengantisipasi keterbatasan tersebut

dukungan dan partisipasi masyarakat swasta serta lembaga donor baik lokal maupun

internasional sangat dibutuhkan. Dalam bidang persampahan ini, program terkait yang

dilakukan oleh Sekretariat Bersama Kartamantul (SEKBER KARTAMANTUL) yakni

Page 27: Infrastruktur Kota Yogyakartaeditaaann

pengelolaan TPST Piyungan. Adapun sumber pendanaan TPST ini dilakukan dengan cara

Development Sharing, yaitu dengan berbagi alokasi anggaran dan besarnya biaya

operasional didasarkan pada jumlah sampah yang dibuang pada TPST tersebut.

Biaya Operasional dan Maintenance

Pada tahun 2009, dana alokasi bersama untuk pengelolaan sampah ini terkumpul

sebanyak 1,7 miliar yang berasal dari Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, dan Bantul

dimana Yogyakarta sebagai penyumbang terbesar yang proporsinya didasarkan pada

volume sampah yang dibuang pada TPA Piyungan. Dalam pembiayaan ini, Sekber

Kartamantul tidak memiliki sumber dana sendiri melainkan menunggu anggaran

pembangunan dari ketiga daerah tersebut. Ketika alokasi anggara pembangunan tersebut

tidak ada, maka program yang disusun tidak akan berjalan, dalam hal mewujudkan

pembangunan TPST Piyungan. Inilah sebenarnya yang menjadi kendala pembiayaan

pembangunan TPST Piyungan. Adanya ketergantungan dana dari masing-masing daerah

membuat program yang dibuat tidak berjalan lancar. Kegiatan yang dilaksanakan oleh

Sekber Kartamantul tidak serta merta dilaksanakan oleh daerah mengingat daerah sendiri

memiliki keterbatasan anggaran dalam pembangunan.

Page 28: Infrastruktur Kota Yogyakartaeditaaann

STRATEGI PEMBIAYAAN

Strategi pembiayaan yang dilakukan untuk pembangunan infrastruktur persampahan

di Yogyakarta dalam pembangunan TPST Piyungan ini dilakukan dengan mengadakan

kerjasam dan perjanjian dengan donator asing, diantaranya penyediaan fasilitas publik:

Yogyakarta Urban Development Project. Namum kenyataannya, aspek hubungan antar

lembaga yang kuat tersebut kurang “merangkul” aspirasi masyarakat. Dalam hal ini,

aspirasi masyarakat yang digali secara terus menerus akan mewujudkan perencanaan

pembangunan yang benar-benar didasarkan pada analisis kebutuhan masyarakat.

SISTEM PENGATURAN

Hal yang melatar belakangi sistem pengaturan sampah yang memiliki cakupan

Yogyakarta, Sleman, dan Bantul adalah pasal 4 ayat (4) PP Nomor 79 Tahun 2005. Sistem

ini dipayungi perjanjian antara walikota/bupati yang terkait, dimana dalam pengelolaan

setiap Kota/Kabupaten yang bersangkutan diberi mandat untuk mengelola secara

bergiliran setiap 3 tahun.

Sistem Pengelolaan

A. DI Yogyakarta

Sistem persampahan di DI Yogyakarta diatur dalam Perda No 3 Tahun 2013. Di

peraturan tersebut dijelaskan mekanisme pengelolaan sampah seperti diagram berikut:

Page 29: Infrastruktur Kota Yogyakartaeditaaann

Pada sistem ini, masyarakat diharapkan dapat memilah sampah secara mandiri

apabila ingin langsung membuang ke TPA atau TPST.

a. Kota Yogyakarta

Peraturan mengenai persampahan di Kota Yogyakarta diatur dalam Perda No

18 Tahun 2002. Mekanisme pengelolaan sampah dapat dilihat seperti diagram

berikut:

`

Dari diagram ini dijelaskan bahwa fasilitas-fasilitas umum seperti jalan – jalan

arteri, fasilitas sosial seperti pasar dan instansi – instansi pemerintah

pengangkutan sampahnya diatur oleh instansi terkait seperti pasar maka

sampahnya akan dikelola oleh pengelola pasar sedangkan untuk rumah warga

diatur oleh masing – masing rumah tangga kemudian untuk diangkut ke TPS.

Setelah sampah sampai TPS pemerintah bertanggung jawab untuk

mengangkutnya ke TPA untuk diolah.

Dalam pola pengumpulan dan pengangkutan sampah dibagi menjadi beberapa bagian seperti:

Masyarakat

Dilakukan pemilahan bila belum dilakukan pemilahan dari rumah warga.

1. TPS 3R2. TPST

Pengolahan:

1. TPA2. TPST

Diangkut oleh:

1. Truk2. Motor

Rumah Warga

1. Fasilitas Umum2. Fasilitas Sosial3. Instansi pemerintah

Swasta

Instansi terkait

TPS

Truk Pengangkut

TPA

Page 30: Infrastruktur Kota Yogyakartaeditaaann

Pola Individual Langsung yaitu dari sumber sampah langsung dikumpulkan oleh

Dump Truck dan kemudian diangkut menuju TPA

Pola Individual Tidak Langsung yaitu dari sumber sampah dikumpulkan oleh

gerobak lalu ditampung di TPS(Transfer Depo) dan Container yang kemudian untuk

sampah yang berada di TPS diangkut oleh Dump Truck dan sampah yang berada di

Container diangkut oleh Arm Roll dan dibuang ke TPA

Pola Komunal Langsung yaitu dari sumber sampah dikumpulkan langsung ke

TPS(Transfer Depo) dan Conteiner kemudian untuk sampah yang berada di TPS

diangkut oleh Dump Truck dan sampah yang berada di Container diangkut oleh Arm

Roll, dan dibuang ke TPA

Pola Komunal Tidak Langsung yaitu dari sumber sampah dikumpulkan oleh

gerobak lalu ditampung di TPS(Transfer Depo) dan Container yang kemudian untuk

sampah yang berada di TPS diangkut oleh Dump Truck dan untuk sampah yang

berada di Conteiner diangkut oleh Arm Roll dan dibuang ke TPA.

b. Kabupaten Sleman

Kebijakan persampahan di Kabupaten Sleman diatur dalam Perda No 10 Tahun

2001. Dalam mekanisme pengelolaan di Kabupaten Sleman sama dengan Kota

Yogyakarta, dimana sampah dari Komunal, pengangkutannya diatur oleh

instansi terkait dan untuk rumah warga diatur oleh masing-masing rumah

tangga. Sampah yang telah masuk TPS pemerintah bertanggung jawab dalam

pengangkutannya ke TPA

c. Kabupaten Bantul

Kebijakan persampahan di Kabupaten Bantul diatur dalam Perda No 4 Tahun

2011. Mekanisme pengelolaan sampah di Kabupaten Bantul terdiri atas:

1. Pengelolaan cara setempat adalah pengelolaan di tingkat rumah tangga yang

meliputi pengurangan, pemilihan, dan pemilahan secara komunal maupun

pengolahan secara mandiri.

2. Pengelolaan cara komunal adalah pengangkutan dengan armada angkutan

sampah menuju ke pengolahan sampah akhir

3. pengolahan sampah mandiri yang dilakukan pada masing – masing rumah

tangga yang hanya dapat dilakukan apabila memiliki lahan yang luas dan

hanya untuk sampah organik sedangkan sampah non organik dikelola

secara komunal di pengolahan sampah akhir.

Page 31: Infrastruktur Kota Yogyakartaeditaaann

SISTEM PERENCANAAN

Sistem pengelolaan persampahan di wilayah Kartamantul telah dilakukan sejak

tahun 1995 yang dituangkan dalam Master Plan Persampahan APY. Kemudian dilakukan

pembangunan TPA Piyungan dan pemanfaatan secara bersama hingga sekarang. Master

Plan Persampahan APY berisi mengenai perumusan biaya operasional dan maintanance

(O&M) TPA Piyungan, kinerja pengelolaan TPA, penyediaan sarana dan prasarana,

pembentukan organisasi dan tata kerja, serta kaitan dengan pengelolaan lingkungan

hidup.Sistem pengelolaan sampah di wilayah Kartamantul yang dikelola oleh TPA Piyungan

dinilai masih perlu banyak perbaikan. Volume sampah yang begitu besar tidak sebanding

dengan daya tampung area pembuangan. Volume sampah terbesar dihasilkan oleh Kota

Yogyakarta, kemudian disusul oleh Kabupaten Bantul dan Kabupaten Sleman. Bahkan

pertumbuhan produksi sampah di Kota Yogyakarta lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan

penduduk kota. Saat ini kondisi TPA Piyungan mulai kritis, diperkirakan bahwa pada tahun

2015 TPA Piyungan akan penuh sehingga pemerintah harus segera mengambil solusi untuk

masalah ini.

Pada awal tahun 2005, melihat kondisi jumlah sampah yang semakin meningkat

membust pemerintah berencana memperbesar luas TPA Piyungan sebesar 4 hektar untuk

menambah daya tampung pembuangan akhir sampah DIY ini. Namun rencana perluasan ini

mengalami pro dan kontra. Masalah muncul terkait perijinan dengan masyarakat sekitar

dimana banyak yang tidak setuju dengan rencana tersebut. Dengan dibangunnya TPA

Piyungan di wilayah mereka saja mereka sudah merasa dirugikan, pasalnya penumpukan

sampah tersebut mencemari air tanah yang berada di sekitarnya sehingga masyarakat

menjadi sulit dalam mendapatkan air bersih. Ketika rencana pemerintah tersebut mulai

dicanangkan, muncul kenyataan lain dimana perkiraan volume sampah yang akan semakin

meningkat justru terjadi sebaliknya yaitu penurunan produksi volume sampah. Pada tahun

2005, produksi sampah yang masuk di TPA Piyungan mencapai 150.000 ton per tahun,

sedangkan pada tahun 2010 mengalami penurunan menjadi 111.000 ton per tahun.

Persentase volume sampah yang berasal dari Kota Yogyakarta pun juga menurun, awalnya

Kota Yogyakarta menyumbang sebesar 80% pada tahun 2005 yang kemudian menurun

menjadi 50 % pada tahun 2010. Hal ini bisa dipandang sebagai hal yang positif dimana

mulai muncul kesadaran masyarakat untuk mengolah sampahnya.

Rencana selanjutnya terkait pengolahan sampah di TPA Piyungan. Besarnya volume

sampah yang menumpuk di TPA Piyungan juga disebabkan kurang atau tidak adanya

Page 32: Infrastruktur Kota Yogyakartaeditaaann

sistem pengolahan sampah di TPA tersebut. Sistem pengolahan sampah yang telah

dilakukan di TPA Piyungan merupakan pengolahan sampah menjadi pupuk kompos.

Sistem pengolahan ini didukung dengan disediakannya area khusus penyimpanan

pupuk kompos dan area untuk menanam pohon dengan pupuk yang berasal langsung dari

TPA Piyungan. Namun, saat ini pengolahan sampah menjadi pupuk kompos tersebut sudah

tidak berlanjut. Pengolahan tersebut dinilai kurang maksimal dimana area yang disediakan

hanya kecil dan tidak dilakukan secara intensif. Padahal dengan dilakukannya pengolahan

sampah dapat mengurangi volume sampah secara signifikan. Contohnya pengolahan

sampah yang telah dilakukan oleh Kabupaten Bantul dimana 30% dari sampah yang

dihasilkan berhasil dikelola secara mandiri dan memiliki nilai ekonomis karena telah

diubah dalam berbagai bentuk kerajinan. Hal tersebut dapat menjadi contoh bagi wilayah

lainnya baik wilayah Kartamantul maupun wilayah DIY di luar Kartamantul.

Sistem pengolahan yang saat ini sedang direncanakan di TPA Piyungan saat ini

adalah pengolahan dengan teknologi Refuse Derived Fuel (RDF) dimana gas metana yang

dihasilkan dari timbunan sampah diolah menjadi sumber energi terbarukan. Untuk

pengolahan dengan teknologi RDF ini diperlukan tanah seluas 5 hektar di sekitar TPA

sehingga pemerintah berencana memperluas area TPA untuk membuat tempat pengolahan

bukan untuk menambah area penimbunan sampah yang telah ada. Rencana ini mulai

berjalan dengan dilakukannya pembebasan lahan oleh Dinas Pekerjaan Umum di Provinsi

DIY dengan anggaran APBD DIY 2012 sebesar Rp 5 Miliar. Dari 5 hektar lahan yang harus

dibebaskan, 2 hektar merupakan milik warga sedangkan 3 hektar sisanya milik Sri Sultan

Hamengkubuwono X. Dalam pengolahan sampah dengan teknologi RDF ini, pemerintah

perlu bekerjasama dengan beberapa pihak yaitu dari perguruan tinggi, pihak swasta, dan

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Pihak perguruan tinggi bertugas sebagai

peneliti dalam pengolahan gas metana menjadi sumber energi alternatif. Rencana

pengolahan sampah secara RDF ini banyak diminati oleh investor luar negeri diantaranya

berasal dari Perancis, Swiss, Inggris dan Jepang yang menawarkan diri melalui Departemen

Kementrian Luar Negeri.

Alternatif lain muncul dalam pengelolaan sampah di wilayah Kartamantul. Menurut

Manajer Sekretariat Bersama (Sekber) Kartamantul Ferry Anggoro Suryokusumo dalam

koran Radar Jogja tanggal 2 November 2012 disebutkan bahwa terdapat 2 alternatif

rencana pengelolaan sampah di wilayah Kartamantul. Alternatif pertama yaitu dengan pola

Intermediate Treatment Facility (ITF) atau pengolahan sampah modern dan ramah

lingkungan. Pola tersebut dapat mengurangi volume sampah yang diproduksi setiap

Page 33: Infrastruktur Kota Yogyakartaeditaaann

wilayah sehingga mengurangi beban sampah di TPA Piyungan. Kekurangan dari model ITF

ini adalah luas area yang diperlukan cukup besar dengan luas minimal 2 hektar. Namun

apabila tidak ada lahan seluas itu, pengelolaan sampah dapat disesuaikan dengan lokasinya.

Untuk saat ini sudah ada usulan lahan yaitu di Kota Yogyakarta ada sekitar 2000 meter

persegi di Nitikan, Kabupaten Sleman menyiapkan 3000 meter persegi di Tambak Boyo,

sedangkan Kabupaten Bantul menyediakan 1500 meter persegi di Banguntapan. Dari ketiga

area tersebut masih memerlukan kajian lebih lanjut. Alternatif yang kedua adalah

pengelolaan sampah menjadi energi terbarukan, salah satunya sebagai bahan bakar bagi

industri semen. Pengelolaan tersebut menggunakan teknologi Refuse Derived Fuel (RDF).

Untuk alternatif yang kedua ini pemerintah perlu bekerja sama dengan pihak swasta dalam

pengolahan sampah di TPA Piyungan.

Dari beberapa alternatif rencana baik perluasan area timbunan di TPA, perluasan area TPA

untuk tempat pengolahan dan pengolahan sampah secara mandiri oleh msyarakat. Dirasa

sistem pengolahan sampah menjadi solusi bagi besarnya volume sampah yang diproduksi

karena melihat potensi yang ada apabila dilakukan perluasan area pembungan pada

akhirnya lahan tersebut juga akan segera penuh sehingga sebaiknya mulai diprogramkan

kegiatan pengolahan sampah secara mandiri seperti yang dilakukan oleh Kabupaten Bantul.

Dalam hal ini pemerintah perlu turun tangan dan mendukung program-program

masyarakat dalam mengolah sampah.

Dalam pengelolaan sampah di TPA Piyungan masih banyak yang harus dievaluasi.

Ketersediaan sarana dan prasarana, teknologi, serta jumlah petugas dinilai pihak pengelola

TPA masih kurang. Selain kebutuhan akan area yang lebih luas, TPA Piyungan juga

memerlukan penambahan alat berat seperti bulldozer yang berfungsi sebagai alat

penghancur timbunan sampah sehingga proses pembusukan sampah dapat terjadi lebih

cepat. Saat ini ketersediaan alat berat bulldozer di TPA Piyungan sudah ada 4 namun

jumlah tersebut masih belum mencukupi ditambah kondisi alat yang sudah tua. Fasilitas

lain yang dibutuhkan yaitu eskavator, water treatment, garasi dan area pengolahan sampah.

Kebutuhan TPA Piyungan akan penggunaan teknoogi juga perlu mendapat perhatian

khusus, pasalnya penggunaan teknologi untuk pengolahan sampah di TPA Piyungan selama

ini masih belum dilakukan. Penggunaan teknologi dimana dilakukan pengolahan gas

metana hasil timbunan sampah menjadi sumber energi listrik masih belum dilakukan

hingga sekarang. Pengolahan tersebut masih dalam rencana yang memerlukan kerjasama

dengan pihak swasta.

Page 34: Infrastruktur Kota Yogyakartaeditaaann

PERMASALAHAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR

PERSAMPAHAN YOGYAKARTA

Permasalahan Peningkatan volume sampah

Volume sampah yang semakin meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan

semakin bertambahnya jumlah penduduk Kota Yogyakarta.

Biaya Operasional Pengelolaan sampah Menjadi semakin meningkat

Hal ini disebabkan karena pendapatan dalam bentuk retribusi masih sangat kecil

dan tidak sebanding dengan besaran anggaran yang digunakan untuk pengelolaan sampah.

Bagi Pemerintah Kota Yogyakarta, peningkatan biaya ini seiring dengan peningkatan

volume sampah yang dihasilkan masyarakat.

Partisipasi Masyarakat yang Masih rendah

Parisipasi masyarakat masih rendah, terutama dalam sub sistem teknis operasional.

Masih sedikit masyarakat yang mau mengelola sampahnya di tingkat sumber (rumah

tangga). Sedangkan partisipasi masyarakat dalam membayar retribusi sudah bagus.

Permasalahan Cakupan Pelayanan

TPST piyungan berada di Dusun Ngablak, Desa Sitimulyo, Kecamatan Piyungan

Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Dibawah ini adalah penampang TPST piyungan.

Page 35: Infrastruktur Kota Yogyakartaeditaaann

Secara fisik dapat dilihat berbagai macam aktifitas yang terjadi di tempat ini, dari

mulai sampah sampah datang, ditimbang lalu dibuang langsung di area ini dan para warga

yang notabene seorang pemulung turut mengais rezeki dari sampah ini, tidak kalah juga

para sapi sapi milik warga yang sengaja dibiarkan untuk memakan sampah sampah ini.

Dapat dilihat inilah peta lokasi TPST piyungan.

Berdasarkan sistem yang ada di TPST piyungan, sistem pengaturannya sudah

sangat baik. TPST ini bekerjasama dengan dinas-dinas terkait di karmantul (Jogjakarta,

Sleman, Bantul) contohnya PUP Sleman, UPTKP3 Bantul, BLH Kota untuk mengoperasikan

sistem pelayanan persampahan di Jogja, Sleman, Bantul. Tetapi permasalahan pertama yang

muncul disini adalah tidak semua wilayah itu dapat tercakupi dengan baik. Masih ada TPS -

TPS yang tidak terlayani. Volume sampah terbanyak bersumber dari Kota Jogja. Dan di Kota

Jogja masih banyak pengolahan pengolahan sampah yang masih secara mandiri, bisa

langsung di bakar oleh warga atau dimanfaatkan untuk produk baru lain, dll.

Page 36: Infrastruktur Kota Yogyakartaeditaaann

Masalah Performa Layanan

Definisi umum mengenai performa yang ada di TPST piyungan, TPST piyungan

memiliki 3 zona, zona 1 memiliki luasan 4 hektar, zona 2 dan zona 3 memiliki luasan 3

hektar. Dan dari keseluruhan luasan TPST piyungan ini zona 3 lah yang sedang aktif

menampung keseluruhan sampah sampah yang ada di KARTAMANTUL. TPST ini perhari

bisa menampung sebanyak 350-400 ton/hari. Dengan fakta ini tentunya TPST piyungan

harus didukung dengan fasilitas fasilitas layanan yang baik seperti contohnya alat alat berat

seperti contoh gambar dibawah ini.

Alat ini sangat berperan dalam mengatur pemerataan sampah yang masuk dan

untuk mendukung program composting dan sanitary landfill. Sanitary landfill adalah suatu

program dimana hanya alat berat yang beraktifitas di area TPST, para warga dan binatang

binatang ternak tidak boleh masuk ketika sanitary landfill. Sesuai hasil wawancara

langsung dengan pihak kantor TPST piyungan, fasilitas pendukung yang sangat penting

seperti alat berat diatas hanya memiliki 2 unit alat berat, dan kondisinya sudah buruk,

pihak kantor TPST ini mengharapkan pihak pemerintah yang mengatur TPST piyungan

mampu menambah alat berat ini guna mendukung performa pelayanan. Pihak TPST juga

menjelaskan bahwa ternyata sapi sapi disekitar area ini sangat membantu dalam

pengurangan volume sampah, sekitar 5 ton/hari/ekor dapat mengurangi volume sampah di

TPST ini sangat membantu kapasitas layanan TPST ini.

Pengembangan Jaringan Pelayanan Kapasitas Pengolahan

Pengembangan pelayanan dan kapasitas pengolahan di TPST sangat sungguh

dibutuhkan, karena permasalahan sampah ini tidak dapat dipandang sebelah mata, sampah

adalah hal kronis permasalahan kota kota besar yang jika tidak diolah dengan baik akan

mengakibatkan kerusakan lingkungan, maka pengembangan pelayanan dan kapasitas ini

perlu ditingkatkan. Kondisi eksisting pelayanan TPST piyungan ini melayani wilayah Jogja,

Page 37: Infrastruktur Kota Yogyakartaeditaaann

Sleman, Bantul. Menurut saya hal ini perlu dikembangkan lagi, perlu di cek lagi cakupan

pelayanannya, karena menurut laporan banyak wilayah-wilayah di Jogja, Sleman, Bantul

yang belum terlayani dengan baik, mungkin karena susahnya akses atau masalah

kelembagaan lain. Kemudian pengembangan lain yang perlu dicermati adalah rencana dari

TPST piyungan ini yang akan menambah luas wilayahnya 5 hektar lagi. Tetapi hal ini yang

masih terkendala oleh masalah perizinan pembebasan lahan. Pengembangan lain yang

sudah terbilang baik adalah masalah infrastruktur fisik pendukung di TPST ini seperti

kerjasama dengan PU mengenai jaringan irigasi air bersih dan sanitasi dan jaringan

jaringan lain seperti telefon, listrik itu sudah terhubung dengan baik.

Masalah Performa Kelembagaan, SDM, dan Keuangan

Kondisi eksisting hubungan antar daerah yang diwakili oleh sekber kartamantul ini

sangat baik, karena hubungan simbiosis mutualisme antar daerah Jogja, Sleman dan Bantul

saling terintegrasi masalah Infrastruktur, baik infrastruktur sampah ini sendiri maupun

infrastruktur lain seperti pengelolaan air bersih, air limbah, dll. Yang menjadi masalah

adalah akan adanya rasa kecemburuan daerah daerah yang menjadi tempat pengelolaan

seperti Bantul yang mengelola sampah piyungan dan IPAL Sewon. Antisipasi dari

pemerintah sangat dibutuhkan untuk mediator dari masalah masalah ini agar tidak terjadi

masalah kecemburuan sosial antar daerah seperti yang dijelaskan diatas, ini juga

menyinggung masalah SDM nya tiap daerah, perlu diadakan sosialisasi supaya masyarakat

setempat legowo untuk keberlangsungan sistem pengelolaan ifrastruktur khususnya yang

menjadi kajian disini adalah persampahan. Masalah yang terjadi juga di lapangan adalah

sistem keuangannya yang tidak transparan, menurut pihak kepala lapangan TPST ini

mereka hanya mendapat mandat dari atas tidak ada pembicaraan mengenai seluk beluk

keuangan. Dan diharapkan dari pemerintah pusat memang memberikan dana yang terbaik,

yang dimaksudkan terbaik disini adalah tidak adanya penyelewengan dana, atau

kecurangan kecurangan keuangan lain agar seluruh program yang ada di TPST ini dapat

didukung dengan sangat baik agar meningkatkan taraf hidup masyarakat di kartamantul

ini.

INTEREGRASI INFRASTRUKTUR PERSAMPAHAN DENGAN INFRASTRUKTUR

LAIN

Penanganan sampah di kota yogyakarta tidak mutlak hanya pada penanganan

sampah yang ada di TPA saja namun juga di daerah pinggiran sungai. Integrasi antara

infrastruktur ini membuat adanya hubungan timbal balik antara sampah dan air bersih

yang ada di kota yogyakarta. Jika penanganan sampah berjalan baik maka akan

Page 38: Infrastruktur Kota Yogyakartaeditaaann

meningkatkan kualitas dari air tanah yang ada di kota yogya pun akan baik begitupun

sebaliknya. Penanganan sampah yang terintegrasi dengan air bersih di kota yogyakarta

telah berjalan dengan cukup baik yaitu dengan adanya evakuasi sampah dari badan-badan

sungai yang ada di kota yogyakarta seperti sungai progo,code,opak dan winongo.evakuasi

sampah ini akan berakibat pada kebersihan sungai yang berimplikasi langung pada

kenaikan kualitas kebersihan air.Evakuasi juga di lakukan di daerah pantai sehingga akan

menambah nilai visual atau citra pantai yang lebih baik.Evakuasi sampah yang telah

berlangsung saat awalnya dilakukan mulai dari gembira loka sampai dengan pantai

parangtritis yaitu dengan menangkat semua sampah yang berceceran di pinggiran sungai

dan pinggiran pantai. Dengan interegasi ini diharapkan akan menaikan kualitas lingkungan

yang lebih baik yaitu kebersihan kota dan kebersihan air.

Page 39: Infrastruktur Kota Yogyakartaeditaaann

DAFTAR PUSTAKA

1. http://www.slideshare.net/mrizkigabrielfc/limbah-padat-part-1

2. http://www.google.com/url?

sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=5&cad=rja&ved=0CEwQFjAE&url=http

%3A%2F%2Fejurnal.bppt.go.id%2Findex.php%2FJTL%2Farticle%2Fview

%2F399%2F511&ei=r5ykUZerFsPhkAWmm4HIBw&usg=AFQjCNENQE9aDLoK6dc

4X1uy4kAcUX-tYA&bvm=bv.47008514,d.bmk

3. http://digilib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jbptitbpp-gdl-

wiraafrian-27773

4. http://muhammad_agus-fkm10.web.unair.ac.id/artikel_detail-49663-kuliah%20-

Pengelolaan%20Limbah%20Sampah%20%28Open%20Damping%20&

%20Controlled%20Landfill%29.html

5. PP Nomor 79 Tahun 2005

6. Perda No 4 Tahun 2011

7. Perda No 10 Tahun 2001.

8. Perda No 18 Tahun 2002