INFORMATION DAN COMMUNICATION TECHNOLOGY...

15
1 INFORMATION DAN COMMUNICATION TECHNOLOGY (ICT) DALAM PERSPEKTIF EKONOMI-POLITIK MEDIA Budi Santoso Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Gunadarma [email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan ICT dari perspektif ekonomi-politik media dan fenomena ICT di Indonesia dari perspektif politik- ekonomi komunikasi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan cara Diskriptif Analitis. Hasil penelitian ini didapat bahwa pandangan kaum developmentalistik setiap penemuan baru dalam ilmu pengetahuan dan teknologi akan dimanfaatkan untuk mengatasi berbagai permasalahan dalam upaya meningkatkan kualitas hidup manusia. Sementara pengembangan ICT di Indonesia, mengikuti asumsi-asumsi kaum developmentalistik. Bahwa dengan ICT diyakini akan mendorong terjadi pemerintahan demokratis, sementara di dunia perekonomian, adopsi ICT akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Kata kunci: perspektif, fenomena, developmentalistik PENDAHULUAN Kehadiran ICT bagi perkembangan media massa itu sendiri juga semakin fenomenal. Proliferasi komputer personal di industri media, baik di newsroom mapun di proses produksi, termasuk pula di media elektronik, besar pula peranannya dalam proses kerja. Sejak itu para pekerja media tidak lagi menggunakan mesin ketik manual, berangsur-angsur berganti menggunakan komputer, dan bahkan terhubung lewat jaringan sehingga jarak teritorial pun dapat dijembatani dengan pengiriman berita secara digital. Distribusi dan pengiriman surat kabar pun semakin cepat karena menggunakan prisip cetak jarak jauh. Sementara dalam hal isi, hampir semua media massa cetak juga membuka rubrik ICT, dan sekaligus penawaran iklan dalam bisnis ICT semakin meningkat seiring dengan meningkatnya volume bisnis ICT yang kian ekspansif. Bersamaan dengan itu, ketika Internet mulai familier bagi masyarakat, beberapa penerbit surat kabar telah mengintrodusir media online sebagai solusi kombinasi atas penetrasi kemajuan ICT. Kehadiran media online ini terus mengalami perkembangan luar biasa dan bahkan mulai mencemaskan eksistensi jurnalisme cetak itu sendiri. Media online itu kemudian menjadi unit bisnis tersendiri ditandai dengan kesediaan sejumlah vendor teknologi informasi memasang iklan di situs web. Bahkan kemudian para pemasang iklan hampir semua komoditas ekonomi juga bersedia menggunakan sebagai instrumen promisinya. Penelitian ini akan mencoba melihat fenomena ICT di Indonesia dari perspketif ekonomi politik komunikasi, dengan mengeksplorasi teori-teori kritis yang memang menjadi basis dari analisis ekonomi politik media. Tujuannya adalah agar

Transcript of INFORMATION DAN COMMUNICATION TECHNOLOGY...

Page 1: INFORMATION DAN COMMUNICATION TECHNOLOGY …budi_santoso.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/37438/UG+Jurnal... · 3 PEMBAHASAN Perspektif Kritis terhadap ICT Dari hasil beberapa

1

INFORMATION DAN COMMUNICATION TECHNOLOGY (ICT)

DALAM PERSPEKTIF EKONOMI-POLITIK MEDIA

Budi Santoso

Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Gunadarma

[email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan ICT dari perspektif

ekonomi-politik media dan fenomena ICT di Indonesia dari perspektif politik-

ekonomi komunikasi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan cara

Diskriptif Analitis. Hasil penelitian ini didapat bahwa pandangan kaum

developmentalistik setiap penemuan baru dalam ilmu pengetahuan dan teknologi

akan dimanfaatkan untuk mengatasi berbagai permasalahan dalam upaya

meningkatkan kualitas hidup manusia. Sementara pengembangan ICT di Indonesia,

mengikuti asumsi-asumsi kaum developmentalistik. Bahwa dengan ICT diyakini

akan mendorong terjadi pemerintahan demokratis, sementara di dunia perekonomian,

adopsi ICT akan mendorong pertumbuhan ekonomi.

Kata kunci: perspektif, fenomena, developmentalistik

PENDAHULUAN

Kehadiran ICT bagi perkembangan media massa itu sendiri juga semakin fenomenal.

Proliferasi komputer personal di industri media, baik di newsroom mapun di proses

produksi, termasuk pula di media elektronik, besar pula peranannya dalam proses

kerja. Sejak itu para pekerja media tidak lagi menggunakan mesin ketik manual,

berangsur-angsur berganti menggunakan komputer, dan bahkan terhubung lewat

jaringan sehingga jarak teritorial pun dapat dijembatani dengan pengiriman berita

secara digital. Distribusi dan pengiriman surat kabar pun semakin cepat karena

menggunakan prisip cetak jarak jauh. Sementara dalam hal isi, hampir semua media

massa cetak juga membuka rubrik ICT, dan sekaligus penawaran iklan dalam bisnis

ICT semakin meningkat seiring dengan meningkatnya volume bisnis ICT yang kian

ekspansif.

Bersamaan dengan itu, ketika Internet mulai familier bagi masyarakat, beberapa

penerbit surat kabar telah mengintrodusir media online sebagai solusi kombinasi atas

penetrasi kemajuan ICT. Kehadiran media online ini terus mengalami perkembangan

luar biasa dan bahkan mulai mencemaskan eksistensi jurnalisme cetak itu sendiri.

Media online itu kemudian menjadi unit bisnis tersendiri ditandai dengan kesediaan

sejumlah vendor teknologi informasi memasang iklan di situs web. Bahkan kemudian

para pemasang iklan hampir semua komoditas ekonomi juga bersedia menggunakan

sebagai instrumen promisinya.

Penelitian ini akan mencoba melihat fenomena ICT di Indonesia dari perspketif

ekonomi politik komunikasi, dengan mengeksplorasi teori-teori kritis yang memang

menjadi basis dari analisis ekonomi politik media. Tujuannya adalah agar

Page 2: INFORMATION DAN COMMUNICATION TECHNOLOGY …budi_santoso.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/37438/UG+Jurnal... · 3 PEMBAHASAN Perspektif Kritis terhadap ICT Dari hasil beberapa

2

berkembang pemikiran alternatif yang memberi perimbangan terhadap dominanya

pemikiran developmentalistik yang selama ini menjadi dasar bagi pengembangan ICT

di Indonesia. Lebih dari itu, ICT sebagai genre media baru, yang telah merambah

secara meluas di segala aspek kehidupan akan memperoleh penjelasan dan

pemahaman secara kritis.

METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi penelitian yang dipakai adalah Analisis Kritis dengan mengacu pada

teori ICT sebagai faktor yang dominan dan memiliki potensi besar sebagai variabel

independen terhadap perubahan sosial budaya masyarakat. Pandangan ini pula yang

sering dipakai oleh Pemerintah Indonesia sekarang dalam memanfaatkan ICT yang

diyakini akan mendorong upaya peningkatan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu

Pemerintah secara terus menerus memperluas dan meningkatkan anggaran

pembangunan infrastruktur bagi beroperasinya ICT.

Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, yang menurut Bogdan dan

Taylor (1974) adalah penelitian yang menggunakan prosedur penelitian yang

bertujuan mengumpulkan dan menganalisis data deskriptif yang berupa tulisan,

ungkapan lisan dari orang dan perilakunya yang dapat diamati. Sementara itu

menurut Mulyana, penelitian kualitatif merupakan penelitian yang bertujuan untuk

menggunakan sebuah fenomena sosial yang terjadi di masyarakat, penelitian ini tidak

mendasarkan pada bukti berdasar logika matematis, prinsip angka, atau analisa data

statistik. (Mulyana, 2001).

Lexi Moleong, menyatakan bahwa beberapa fungsi dan pemanfaatan

penelitian kualitatif adalah:

1. Digunakan untuk meneliti tentang hal-hal yang berkaitan dengan latar

belakang subyek penelitian

2. Digunakan untuk menemukan perspektif baru tentang hal-hal yang sudah

banyak diketahui.

3. Digunakan oleh peneliti dengan maksud untuk mendapatkan hasil yang lebih

mendalam. (Moleong, 1990).

Berdasarkan karakteristiknya, penelitian kualitatif bersifat deskriptif, yakni

data yang didapat berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka. Dengan

demikian laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi

gambaran penyajian laporan yang mungkin berasal dari naskah wawancara, catatan

lapangan dan dokumen resmi lainnya.

Teknik Analisis Data

Data yang terkumpul dianalisa berdasarkan konsep Moleong yang menjelaskan

bahwa metode penelitian kualitatif memiliki latar alamiah, manusia sebagai alat

instrumen, menelaah fenomena yang diteliti, analisa data secara induktif,

menggunakan teori dasar (grounded theory), bersifat deskriptif analisis, lebih

mementingkan konsep daripada hasil.

Page 3: INFORMATION DAN COMMUNICATION TECHNOLOGY …budi_santoso.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/37438/UG+Jurnal... · 3 PEMBAHASAN Perspektif Kritis terhadap ICT Dari hasil beberapa

3

PEMBAHASAN

Perspektif Kritis terhadap ICT

Dari hasil beberapa macam sumber di dalam wawancara „bahwa kaum ”Cyber-

pesimists” merupakan pendukung perspektif kritis berargumen sebaliknya. Dalam

pandangan mereka, penyebaran akses terhadap teknologi informasi (i.e. internet) akan

mengikuti pembelahan status sosial ekonomi. Mereka yang termasuk kalangan miskin

tetap tidak akan mampu membangun akses terhadap kemajuan teknologi informasi.

Akibatnya, berlawanan dari kaum ”cyber-optimists”, kelompok yang percaya pada

pandangan kedua ini berargumen bahwa gap informasi yang sudah muncul sebelum

jaman internet akan tetap lebar atau bahkan semakin melebar. Mereka yang kaya dan

mampu mengikuti perkembangan teknologi akan memiliki sumber daya baru, yakni

penguasaan informasi digital. Sedangkan mereka yang karena kondisi sosial

ekonominya tetap atau semakin tertinggal dan semakin jauh dari kemampuan untuk

menguasai informasi. Socio-economic divide, pembelahan sosial dan ekonomi yang

bisa menyebabkan problem demokrasi, dalam pandangan yang pesimistis ini, akan

dikuti dan diperkuat dengan munculnya digital divide atau pembelahan dan

”kesenjangan digital”

Di bidang politik, kaum ”cyber-optimists” yang merupakan penganut

developmentalistik yakin bahwa perkembangan teknologi informasi akan

menghasilkan pendataran piramida penguasaan informasi sehingga setiap

warganegara akan memiliki informasi yang memadai untuk mengambil keputusan

politik. Ada tiga alasan pokok yang menyertai optimisme ini. Pertama, teknologi

informasi ini akan membuka akses lebar-lebar pada semua lapisan masyarakat karena

teknologi informasi ini akan mengurangi secara drastis biaya untuk memperoleh

informasi. Harga komputer setiap tahun semakin murah dan akses terhadap internet

pun semakin mudah. Alasan kedua, sekali seseorang memiliki sambungan internet,

informasi yang diperlukan untuk keperluan pembuatan kebijakan politik dan

individual akan dengan mudah didapatkan melalui internet. Ketiga, sifat interaktif

media baru ini juga akan memperbaiki tingkat responsiveness dan akuntabilitas

berbagai lembaga politik (termasuk pemerintah) karena warga dan berbagai

kelompok sosial yang ada dalam masyarakat bisa berpartisipasi secara lebih efisien

dalamm berbagai bentuknya. Pandangan developmentalistik mempunyai keyakinan

bahwa berdasarkan asumsi tersebut maka gap informasi yang mengikuti dengan gap

sosial ekonomi antara lapisan yang kaya dan miskin akan menyurut dan akhirnya

menghilang. Pendeknya, internet secara revolusioner akan mengakibatkan pendataran

piramida penguasaan informasi; sehingga, dengan demikian, partisipasi politik akan

lebih efektif dan lebih bermakna. Kesetaraan dalam penguasaan informasi akan

menghasilkan perbaikan terhadap kualitas pengambilan keputusan berbagai lapisan

mkasyarakat. Jadi, kualitas demokrasi pun akan dengan dengan sendirinya mengikuti.

Sementara itu, asumsi kaum yang mendukung rezim transmisi juga menjadi bagian

dari kaum developmentalisme yang meyakini media berpengaruh besar terhadap

khalayak. Pendukung ini meyakini bahwa media dapat dipakai sebagai instrumen

Page 4: INFORMATION DAN COMMUNICATION TECHNOLOGY …budi_santoso.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/37438/UG+Jurnal... · 3 PEMBAHASAN Perspektif Kritis terhadap ICT Dari hasil beberapa

4

untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kemajuan pada

masyarakat.

Sedangkan mereka yang karena kondisi sosial ekonominya tetap atau semakin

tertinggal dan semakin jauh dari kemampuan untuk menguasai informasi. Socio-

economic divide, pembelahan sosial dan ekonomi yang bisa menyebabkan problem

demokrasi, dalam pandangan yang pesimistis ini, akan dikuti dan diperkuat dengan

munculnya digital divide atau pembelahan dan ”kesenjangan digital”.

Perspektif develomentalstik yang menempatkan teknologi sebagai faktor menentukan

juga mendapat perlawan dari apa yang dikenal sebagai perspektif social-determinism

atau social shaping. Pandangan ini mengatakan bahwa pada dasarnya teknologi

adalah merupakan bagian dari masyarakat itu sendiri, sebuah hasil konstruksi

rekayasa masyarakat, bukan sebuah fenomena yang terpisah dari konteks social.

Diterminisme social merupakan proses yang mutual di mana perkembangan teknologi

dan praktik social saling menentukan kehidupan social (Lievrouw dan Livingstone,

2006). Perspektif diterminisme social ini kemudian menjadi perpektif alternatif dalam

penelitian komunikasi, kajian budaya, dan kajian informasi sejak decade 1990-an, dan

bahkan kemudian menjadi perspektif yang dominant dalam kajian budaya.

Senada dengan itu bahwa pencapaian kemajuan masyarakat, demokratisasi, dan

percepatan pertumbuhan ekonomi ternyata tidak dengan serta merta berjalan seiring

dengan pemanfaatan ICT, terutama di Negara-negara berkembang, termasuk

Indonesia. Hasil studi Francois Fortier menemukan kenyataan yang berbeda dan

bahkan sebaliknya. Ia menguji sejumlah perspektif teoretik dalam hubungan antara

teknologi informasi dengan masyarakat, yang ia klasifikasikan ke dalam 4 kelompok,

yaitu fungtional neutrality, instrumentalis, ahistorical inherence, dan historical

inherence. Fortier menemukan bahwa ternyata kehadiran teknologi komunikasi dan

informasi dalam hubungan proses kerja tidak meningkatkan produktivitas, tetapi

justru pengaruhnya dalam produktivitas perlu dipertanyakan. Ia berpendapat bahwa

penekanan pada produktivitas, pada kenyataannya teknologi komunikasi dan

informasi juga merupakan alat mengontrol buruh dengan memasukkan tenaga kerja

dalam proses hubungan produksi, sehingga terjadi justru peningkatan perampasan

surplus-labour dan keuntungan, serta mengabaikan produktivitas.

Dalam berbagai kesempatan, teknologi komunikasi dan informasi dikatakan mampu

mengurangi ongkos transaksi dan memperkuat konsumen dengan memperbolehkan

friction-free capitalism. Akan tetapi Fortier menunjukan bahwa pola-pola pemasaran

dan perilaku monopolistik ekonomi kuno memproduksi secara penuh ke dalam

ekonomi baru, yang membuat pengguna ICT menjadi konsumen yang ditaklukan

daripada diberdayakan.

Dalam kaitan dengan penguatan demokratisasi, Fontier juga menemukan bahwa

terutama dalam penggunaan internet, terjadi peningkatan dominasi melalui nilai

tambah tinggi (high-value-added) media yang oligopolistik yang terus mengontrol

dan mengkondisikan terjadinya mekanisme perampingan peran media konvensional

sebelumnya. Akhirnya, diskusi santer mengklaim bahwa teknologi komunikasi dan

Page 5: INFORMATION DAN COMMUNICATION TECHNOLOGY …budi_santoso.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/37438/UG+Jurnal... · 3 PEMBAHASAN Perspektif Kritis terhadap ICT Dari hasil beberapa

5

informasi dan jaringan komputer mampu mencegah pensensoran dan monitoring

informasi, mengikis kemampuan negara yang otoriter, korporasi yang monopolistic

dan penjaga ideologi yang mengontrol wacana dan menekan perbedaan pendapat.

Pada kenyataannya klaim tersebut tidak terbukti, Fortier berpendapat bahwa memang

teknologi komunikasi dan informasi mampu membuat pengawasan yang lebih ketat

dan efisien, tetapi hasilnya, baik teknologi dan isi informasi jaringan komputer justru

telah disensor, diawasi, dan diatur oleh kekuatan dominan untuk memaksakan

ideologi politik dominan yang dikehendakinya.

Singkatnya, Fortier menunjukkan bahwa teknologi komunikasi dan informasi, dalam

konteks ekonomi politik tidak seperti yang dikatakan oleh banyak literatur yang

dengan penuh keyakinan bahwa teknologi komunikasi dan informasi akan banyak

membantu kemajuan umat manusia, seperti peningkatan produktivitas dalam proses

hubungan kerja, mempermudah dan bahkan melindungi konsumen, dan

memberdayakan rakyat. Dalam pandangan Fortier justru sebaliknya, pada

kenyataanya teknologi komunikasi dan informasi hanyalah pelayan kaum kapitalis

yang menundukan kaum buruh, merekayasa konsumen, menghegemoni wacana,

memperbudak warga masyarakat, dan merepresi adanya perbedaan pendapat. Oleh

karena itu, teknologi komunikasi dan informasi hanya sedikit memberikan kontribusi

terhadap persamaan dan demokrasi. Revolusi informasi dan teknologi komunikasi

dan informasi hanya menyengsarakan kaum miskin, menyebabkan ketidakadilan

social.Gramsci menyimpulkan bahwa budaya Barat sangat dominan terhadap budaya

di negara-negara berkembang, sehingga negara berkembang terpaksa mengadopsi

budaya Barat. Dalam konteks pembangunanisme, konsep Gramsci memang sangat

dekat dengan dasar pemikiran teori dependensi (Cardoso), termasuk imperialisme

struktural (Johan Galtung) dan imperialisme kultural (Herbert Schiller).

James D. Halloran, salah seorang penasehat komisi MacBride 20 tahun yang lalu,

berpendapat bahwa riset terhadap perkembangan di Dunia Ketiga cenderung justru

mempertajam ketergantungan negara-negara berkembang pada Barat. Lalu dia

bertanya, apakah imperialisme kultural dan imperialisme media diikuti imperialisme

penelitian? (Halloran, 1998).

Studi ekonomi politik berkembang sebagai respons atas ekspansi negara produsen,

distributor, konsumen dan regulator komunikasi. Kebanyakan aktivitasnya itu timbul

dari desakan untuk mengatur sektor penerimaan yang konfliktual dari pertumbuhan

domistik dan bisnis internasional. Hasilnya dapat digunakan dalam ekspansi intelijen

pemerintah, pengumpulan informasi, propaganda, penyiaran, dan sistem

telekomunikasi. Pada khususnya, hubungan antara militer dan media, telekomunikasi,

dan komputer telah menempatkan beberapa generasi ahli ekobomi politik (Mosco,

1996).

Perhatian studi ekonomi politik komunikasi tidak hanya tertuju pada perkembangan

di negara-negara maju, tetapi juga mempunyai perhatian pada fenomena

Page 6: INFORMATION DAN COMMUNICATION TECHNOLOGY …budi_santoso.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/37438/UG+Jurnal... · 3 PEMBAHASAN Perspektif Kritis terhadap ICT Dari hasil beberapa

6

perkembangan komunikasi di negara-negara dunia ketiga. Melalui perspektif kritis,

para ahli ekonomi politik komunikasi juga melakukan studi di berbagai negara

berkembang. Demikian pula dalam kaitannya dengan perkembangan ICT, melahirkan

sejumlah ahli ekonomi politik komunikasi yang cenderung menggunakan perspektif

kritis. Para pendukung perspektif kritis ini anatara lain adalah para teoretisi yang

mendasarkan analisisnya pada teori ketergantungan (depedency theory). Pelopor teori

ini antara lain Cardoso, Faleto, Ande Gunder Frank, Samir Amin, dan Dos Santos.

Kebanyakan mereka datang dari Amerika Latin. Dengan pendekatan teori

ketergantungan itu, para sarjana Amerika Latin menerpakan perspektif ekonomi

politik untuk melakukan studi struktur media. Misalnya termasuk studi-studi tentang

ekonomi politik periklanan (Janus, 1986), sistem berita internasional (Reyes Matta,

1979), televisi (Beltran dan Fox Carodona, 1980), dan peran umum media dalam

transformasi politik Amerika Latin (Fox, 1988).

Sekarang ini para sarjana Amerika Latin juga melakukan analisis ekonomi politik dari

perspektif teori ketergantungan terhadap fenomena maraknya perkemabangan

komputer dan teknologi komunikasi baru. Studi itu menarik sebab mereka

mendemonstrasikan bagaimana teknologi baru (ICT), adalah menjadi pusat

mengintegrasikan aktivita bisnis dan juga produksi budaya komersial.

Berdasarkan hasil studi di Brasil, Oleveira menyimpulkan bahwa sistem media

nasional dikontrol ooleh elite nasional yang ada hubungannya dengan kapital Barat,

bergantung pada teknologi Barat, danmengkondisikan berkembangnya nilai

konsumtif di mana penduduk Amerika Latin tidak dapat menghindarinya. Situasi ini

melahirkan hubungan ketergantungan, di mana posisi Amerika Latin hanya sebagai

pasar dari perluasan produk teknologi negara Barat (Mosco, 1996:126-128).

.Sementara itu, studi yang berangkat dari perspektif kritis juga dilakukan di negara-

negara Asia. Moris Suzuki misalnya, ia telah melakukan studi dari pandangan kritis

terhadap fenomena ekonomi politik komputerisasi. Studi Moris sangat penting untuk

mendiskusikan studi komunikasi di Dunia Ketiga sebab studi itu mengembangkan

pegangan penting pengaruh utama kedua pada pengembangan riset di Asia,

mengintegrasikan bangsa Asia yang miskin ke dalam pembagian kerja internasional

baru yang diatur oleh komunikasi komputer.

Moris Suzuki dan bebeapa sarjana ekonomi politik komunikasi Barat seperti John

Lent, Lenny Siegal, Mechael Traber, dan Gerald Sussman menyerang pandangan

kaun developmentalis yang yakin bahwa pembangunan ICT di negara-negara

berkembang akan mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pada akhirnya

meningkat kesejahteraan rakyatnya. Lent telah secara luas dan mendalam melakukan

studi dan menulis media di Asia dengan menggunakan perspektif kritis. Melalui pusat

studinya dan Global Elecronic Information Newsletter, Siegal telah

mendokumentasikan kemajuan industri mikroelektronik di Asia dan kaitannya

dengan kepentingan Amerika Serikat. Mealalui World Association for Christian

Communication di London, Traber mendukung karya kritis di Asia lewat tulisannya

di majalah Meida Development. Sementara itu, Sussman telah secara ekstensif

menulis komunikasi, informasi, dan perkembangan di Asia. Umumnya mereka ini

Page 7: INFORMATION DAN COMMUNICATION TECHNOLOGY …budi_santoso.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/37438/UG+Jurnal... · 3 PEMBAHASAN Perspektif Kritis terhadap ICT Dari hasil beberapa

7

sepakat bahwa dengan memanfaatkan ICT, memang mampu meningkatkan tingkat

pertumbuhan ekonomi, akan tetapi semua itu sangat rapuh, karena mereka tergantung

pada negara produsen inti, khususnya Jepang dan AS, terutama mereka sangat

tergantung pada produk teknologi canggih (Mosco, 1996).

Pandangan Developmentalistik

Perspektif develomentalstik, berpendapat bahwa, kaum develomentalistik

“menempatkan teknologi sebagai faktor menentukan juga mendapat perlawan dari

apa yang dikenal sebagai perspektif social-determinism atau social shaping.

Pandangan ini mengatakan bahwa pada dasarnya teknologi adalah merupakan bagian

dari masyarakat itu sendiri, sebuah hasil konstruksi rekayasa masyarakat, bukan

sebuah fenomena yang terpisah dari konteks social. Diterminisme social merupakan

proses yang mutual di mana perkembangan teknologi dan praktik social saling

menentukan kehidupan social . Perspektif diterminisme social ini kemudian menjadi

perpektif alternatif dalam penelitian komunikasi, kajian budaya, dan kajian informasi

sejak decade 1990-an, dan bahkan kemudian menjadi perspektif yang dominant

dalam kajian budaya. Senada dengan itu bahwa pencapaian kemajuan masyarakat,

demokratisasi, dan percepatan pertumbuhan ekonomi ternyata tidak dengan serta

merta berjalan seiring dengan pemanfaatan ICT, terutama di negara-negara

berkembang, termasuk Indonesia. Menemukan kenyataan yang berbeda dan bahkan

sebaliknya. Ia menguji sejumlah perspektif teoretik dalam hubungan antara teknologi

informasi dengan masyarakat, yang ia klasifikasikan ke dalam 4 kelompok, yaitu

fungtional neutrality, instrumentalis, ahistorical inherence, dan historical inherence.

Fortier menemukan bahwa ternyata kehadiran teknologi komunikasi dan informasi

dalam hubungan proses kerja tidak meningkatkan produktivitas, tetapi justru

pengaruhnya dalam produktivitas perlu dipertanyakan. Ia berpendapat bahwa

penekanan pada produktivitas, pada kenyataannya teknologi komunikasi dan

informasi juga merupakan alat mengontrol buruh dengan memasukkan tenaga kerja

dalam proses hubungan produksi, sehingga terjadi justru peningkatan perampasan

surplus-labour dan keuntungan, serta mengabaikan produktivitas.

Dalam berbagai kesempatan, teknologi komunikasi dan informasi dikatakan mampu

mengurangi ongkos transaksi dan memperkuat konsumen dengan memperbolehkan

friction-free capitalism. Akan tetapi Fortier menunjukan bahwa pola-pola pemasaran

dan perilaku monopolistik ekonomi kuno memproduksi secara penuh ke dalam

ekonomi baru, yang membuat pengguna ICT menjadi konsumen yang ditaklukan

daripada diberdayakan. Dalam kaitan dengan penguatan demokratisasi, Fontier juga

menemukan bahwa terutama dalam penggunaan internet, terjadi peningkatan

dominasi melalui nilai tambah tinggi (high-value-added) media yang oligopolistik

yang terus mengontrol dan mengkondisikan terjadinya mekanisme perampingan

peran media konvensional sebelumnya. Akhirnya, diskusi santer mengklaim bahwa

teknologi komunikasi dan informasi dan jaringan komputer mampu mencegah

pensensoran dan monitoring informasi, mengikis kemampuan negara yang otoriter,

korporasi yang monopolistic dan penjaga ideologi yang mengontrol wacana dan

menekan perbedaan pendapat. Pada kenyataannya klaim tersebut tidak terbukti,

Page 8: INFORMATION DAN COMMUNICATION TECHNOLOGY …budi_santoso.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/37438/UG+Jurnal... · 3 PEMBAHASAN Perspektif Kritis terhadap ICT Dari hasil beberapa

8

Fortier berpendapat bahwa memang teknologi komunikasi dan informasi mampu

membuat pengawasan yang lebih ketat dan efisien, tetapi hasilnya, baik teknologi

dan isi informasi jaringan komputer justru telah disensor, diawasi, dan diatur oleh

kekuatan dominan untuk memaksakan ideologi politik dominan yang

dikehendakinya.

Dalam pandangan kaum developmentalistik setiap penemuan baru dalam ilmu

pengetahuan dan teknologi akan dimanfaatkan untuk mengatasi berbagai

permasalahan dalam upaya meningkatkan kualitas hidup manusia. Lebih dari itu,

setiap produk penemuan baru harus terus-menerus dikembangkan melalui

serangkaian kegiatan penelitian pengembangan, dengan mengantisipasi berbagai

ekses negatif yang akan ditimbulkan. Secara ekonomi, produk penemuan baru akan

dipakai untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, dan menjadi komoditas yang

memasuki pasar dunia dalam sekala luas. Ini juga berlaku dalam bidang ICT,

khususnya Internet, dan bahkan telah mampu menggeser fondasi aktivitas ekonomi

secara fundamental, dengan berubahnya basis ekonomi dari ekonomi barang dan jasa,

menjadi ekonomi berbasis informasi yang menuju ekonomi kreatif. Potensi ICT yang

luar biasa dalam mendorong pertumbuhan ekonomi kemudian dimanfaatkan oleh

kaum pebisnis dan para pengambil kebijakan politik untuk terus mengembangkan

ICT melalui pembentukan organisasi internasional dan mengeluarkan kesepakatan-

kesepakatan baru. Sejumlah dana dalam jumlah besar terus dikucurkan untuk

membiaya riset-riset pengembangan, pembentukan kelembagaan, dan perluasan

industri ICT ke seluruh penjuru dunia. Hasilnya memang luar biasa, ICT kemudian

menjadi ikon baru dalam wilayah ekonomi, politik, dan kebudayaan yang bergerak

secara meyakinkan menuju ke masa depan peradaban baru. Sejumlah besar negara

maju, lembaga donor, dan swasta menguncurkan dana dan bermacam-macam sumber

daya lainnya bagai perluasan akses komputer dan internet, terutama bagi masyarakat

miskin pedesaan di negara-negara berkembang.

Pembelaan kaum developmentalistik

Kaum pendukung perspektif kritis senantiasa berangkat dari tesis bahwa kegagalan

pembangunan di negara berkembang senantiasa ada hubungannya dengan kesuksesan

di negara maju. Jadi tidak berdiri sendiri, dalam arti bahwa berbagai eksperimen

negara maju untuk memajukan negara berkembang melalui berbagai program

pembangunan yang disuplai pendanaannya dari Barat, bukanlah tanpa kepentingan.

Semuanya dilakukan dalam konteks perluasan pasar demi kepentingan Barat, melalui

pemeliharaan relasi yang hegemonik, sebagaimana yang dasar teoretiknya

menggunakan pandangan Marxian. Gramsci misalnya, menyimpulkan bahwa budaya

Barat sangat dominan terhadap budaya di negara-negara berkembang, sehingga

negara berkembang terpaksa mengadopsi budaya Barat. Dalam konteks

pembangunanisme, konsep Gramsci memang sangat dekat dengan dasar pemikiran

teori dependensi dari Cardoso, termasuk imperialisme strukturalnya Johan Galtung,

dan imperialisme kultural dari Herbert Schiller.

Kaum developmentalis memberikan tanggapan atas kritik dari kalangan yang

mendukung perspektif kritis. Jawaban kaum developentalis terhadap pendukung teori

Page 9: INFORMATION DAN COMMUNICATION TECHNOLOGY …budi_santoso.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/37438/UG+Jurnal... · 3 PEMBAHASAN Perspektif Kritis terhadap ICT Dari hasil beberapa

9

ketergantungan di seputar pembahasan gagalnya pembangunan di negara-negara

berkembang, tidak seperti yang diasumsikan oleh teori depedensi. Menurut kaum

developmentalis penerapan model-model pembangunan yang meniru sukses negara

maju yang kapitalis mengalami kegagalan penerapannya di negara berkembang

karena empat faktor: pertama , proses diferensiasi di dunia ketiga sendiri, terutama

kesuksesan ekonomi beberapa negara berkembang dengan menggunakan strategi

yang berorientasi pada pasar dunia, justru menentang kesimpulan-kesimpulan utama

teori hegemoni dan dependensi (Rullmann 1996). Kedua , teori-teori tersebut

memanfaatkan sebuah perspektif global dan dengan demikian tidak menyadari

adanya ketidakseimbangan sosial, struktur patrimonial dan eksploitasi di negara-

negara berkembang sendiri (Servaes, 1995). Ketiga , teori hegemoni dan dependensi

ternyata gagal dalam mengusulkan solusi-solusi yang bermanfaat dalam konteks

global. Keempat , referensi historis yang mengarah kepada masa penjajahan dan

hegemoni ekonomi global sebagai sebab kemacetan perkembangan di sebagian Dunia

Ketiga harus dilihat sebagai hal yang sangat problematis. Perlu kita ingat bahwa

Afghanistan misalnya, yang tidak pernah dijajah oleh negara Barat, sampai sekarang

tetap tidak mampu berkembang, dilihat tidak hanya dari perspektif model demokrasi

Barat (Hanitzsch, 2001).

Kaum developmentalis menilai bahwa perspektif kritis yang mengambil dari tradisi

pemikiran Antonio Gramsci sudah tidak relevan. Mereka menilai bahwa persepsi

terhadap Gramsci oleh pakar sosiologi di dunia ketiga yang sangat positif itu

barangkali terjadi karena mereka sering dengan mudah dan tidak kritis mengadopsi

model dan teori sosiologi Barat yang sudah ketinggalan jaman seperti modernisme,

dependensi dan hegemoni. Dengan demikian, tanggung jawab atas segala kegagalan

di Dunia Ketiga bisa dilempar ke negara-negara maju.

Dalam kaitannya dengan media, kaum developmentalistik memandang bahwa media

massa sebenarnya tidak berdiri sendiri, melainkan merupakan bagian dari masyarakat.

Dalam bahasa teori sistem sosial yang terus menerus dikembangkan di Jerman, fungsi

media massa adalah memungkinkan pengamatan diri masyarakat (Marcinkowski

1993). Fungsi media massa sebenarnya bukan 'merekonstruksikan realitas sosial',

Dengan kata lain, media massa merupakan cermin kebaikan dan keburukan

masyarakat, bukan mencerminkan (dalam arti meng- copy ) keadaan masyarakat.

Menurut pandangan kaum developmentalistik, sebagian besar pakar cultural studies

yang mendasarkan diri pada perspektif kritis, selama ini masih melihat konsumsi

media massa sebagai proses penciptaan budaya yang berkaitan dengan kuasa (Ang,

1999) dan mengandung bahaya hegemoni Barat (Hepp, 1999). Walaupun demikian,

suatu perubahan dalam pengertian cultural studies terhadap media massa sudah

terlihat. Douglas Kellner misalnya menuntut pendekatan metateoretis dan

multiperspektifis dalam menganalisis proses penyampaian pesan media (Kellner

1999).

Demikian juga pakar-pakar sosiologi yang memanfaatkan potensi teori sistem sosial

Page 10: INFORMATION DAN COMMUNICATION TECHNOLOGY …budi_santoso.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/37438/UG+Jurnal... · 3 PEMBAHASAN Perspektif Kritis terhadap ICT Dari hasil beberapa

10

pasca-Talcott Parsons. Proses penyampaian pesan dalam ilmu komunikasi kini

dipandang sebagai proses yang dinamis dan transaksional. Artinya, khalayak juga

aktif dalam proses tersebut. Publik tidak tinggal diam dan menerima pesan-pesan

media massa begitu saja, melainkan paling tidak memilih pesan yang layak diterima.

Sebaliknya, media juga sangat tergantung pada nilai-nilai kultural masyarakat pada

umumnya.

ICT di Indonesia

Merujuk pada berbagai perspektif sebagaimana diuraikan di atas, maka

perkembangan ICT, terutama yang dilakukan oleh pemerintah, mengikuti asumsi-

asumsi kaum developmentalistik. Semakin meluasnya jaringan internet, jaringan

telepon, kemudian menyusul mobilephone, dan bersamaan dengan itu terjadi

penemuan baru di bidang teknologi informasi secara susul-menyusul, maka kehadiran

ICT menjadi semakin imperatif. Hampir semua sektor tidak bisa menghindar dari

rambahan ICT, mulai dari sektor bisnis, politik, pertahanan, hingga kebudayaan.

Pola-pola interaksi di semua sektor tersebut mengalami perubahan secara cukup

signifikan sebagai konsekuensi perkembangan era jaringan.

Pemerintah merespons perkembangan baru ini dengan satu sikap optimistik, dan

menyambutnya secara terbuka kehadiran ICT dengan keyakinan penuh akan dapat

menjadi sarana bagi upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat. Pemerintah terus

meningkatkan anggaran untuk pembangunan infrastruktur yang mendukung

pemanfaatan ICT di berbagai bidang, dengan dibayangkan Indonesia akan siap

memasuki dalam apa yang dikenal sebagai masyarakat informasi. Kesiapan

memasuki masyarakat informasi didefinisikan sebagai kemampuan masyarakat untuk

menggunakan dan menarik manfaat dari ICT, yang didukung oleh: (1) knowledge,

yaitu pengetahuan minimal yang harus dimiliki untuk menjadi suatu masyarakat

informasi. Selain itu semakin banyaknya pengguna bahasa asing yang dipakai oleh

masyarakat, terutama Bahasa Inggris; (2) infrastruktur, yaitu ketersediaan sarana yang

mendukung masyarakat informasi; dan (3) affortability, yaitu kemampuan yang

kondusif dalam menggunakan berbagai teknologi

Pemerintah Indonesia terobsesi dapat masuk dalam era informasi, dengan

memperhatikan standar yang ditetapkan oleh International Telecommunication Union

(ITU). Lembaga ini menetapkan standar kesiapan masyarakat informasi yang diukur

dalam 100 orang penduduk dalam kaitannya dengan kepemilikan sambungan telepon,

pesawat radio, televisi, langganan surat kabar, akses internet dan lain-lain. Obsesi ini

mendorong terus meningkatkan anggaran bagi pembangunan ICT yang diarahkan

agar mencapai target masyarakat informasi Indonesia.

Pemerintah kemudian serius menyongsong kehadiran ICT ini terlihat pada kebijakan

yang telah ditetapkan. Pada aspek kelembagaan misalnya, sejak dibubarkannya

Departemen Penerangan, kemudian dihidupkan kembali dengan nama Departemen

Komunikasi dan Informatika yang mengurusi regulasi ICT dan pemanfaatannya.

Page 11: INFORMATION DAN COMMUNICATION TECHNOLOGY …budi_santoso.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/37438/UG+Jurnal... · 3 PEMBAHASAN Perspektif Kritis terhadap ICT Dari hasil beberapa

11

Setelah itu terbit Keputusan Presiden Nomor 20 Tahun 2006 tentang Dewan

Teknologi dan Komunikasi Nasional yang mempunyai tugas antara lain: (1)

merumuskan kebijakan umum dan arahan strategis pembangunan nasional, melalui

pendayagunaan ICT; (2) melakukan pengkajian dalam menetapkan langkah-langkah

penyelesaian permasalahan strategis yang timbul dalam rangka pengembangan ICT;

dan (3) memberikan persetujuan atas pelaksanaan program ICT yang bersifat lintas

departemen agar efektif dan efisien.

Pembangunan infrastruktur pun terus digalakan bekerjasama dengan berbagai pihak

yang dapat menanamkan investasi dalam pembangunan infrastruktur terutama fiber

optik. Melalui Depkominfo, pemerintah telah mencanangkan pembangunan

infrastruktur ICT baik infrastruktur teknis maupun jaringan. Secara umum

infrastruktur ICT yang bersifat teknis meliputi: (1) infrastruktur jaringan, mencakup

jaringan komunikasi fisik, teknis pendukung komunikasi data, sistem keamanan

jaringan, jaringan sosial, dan manajemen jaringan; (2) infrastruktur informasi

(content), mencakup struktur basis data, keamanan data, dan manajemen infrastruktur

informasi; (3) infrastruktur aplikasi mencakup aplikasi e-goverment, sistem informasi

keputusan (DSS); dan (4) infrastruktur media massa, yaitu media cetak, radio,

televisi, film, dan media on-line.

Sedangkan pengembangan infrastruktur jaringan, beberapa alternatif yang

dikembangkan meliputi: (1) pemanfaatan teknologi Vertical Blanking Interval (VBI)

dari sektor industri penyiaran, Power Line Communication (PLC), Internet/telepon

melalui jaringan listrik dan pemanfaatan Voice over Internet Protocol (VoIP) secara

lebih luas; (2) fasilitas peningkatan pengembangan Warnet, wartel, dan pusat-pusat

Multi Media Depkominfo dan program 1 sekolah satu komputer (OSOL); (3)

penggunaan teknologi tepat guna di bidang ICT untuk daerah-daerah terpencil dan

Usaha Kecil Menengah; (4) pendirian lembaga yang akan mendukung sistem

informasi nasional terutama terkait dengan keamanan, kendali jaringan, masalah

komputer, pemulihan data, pusat data, audit, dan sistem kendali; dan (5)

pembentukan organisasi yang melibatkan data provider, yaitu instansi-instansi terkait

yang bertanggung jawab atas tiga data primer yang meliputi data penduduk, wilayah,

dan pemerintah.

Dunia ekonomi juga terambah oleh kemajuan ICT, ditandai dengan tumbuhnya

berbagai bisnis yang dikemas dalam yargon new economy. Bisnis ini tidak

didasarkan dengan pada business plan yang riil, sehingga yang lalu tercipta bukan

new economy, tetapi buble economy, hingga bisnis internet atau sering disebut juga

bisnis dotcom mengalami booming di tahun-tahun awal 2000. Transaksi e-commerce

misalnya, telah menjadi bagian dari perniagaan nasional dan internasional. Sebagai

contoh misalnya, orang membayar zakat atau berkurban pada saat Idul Adha, atau

memesan obat-obatan yang bersifat sangat pribadi orang cukup melakukannya

melalui Internet. Bahkan untuk membeli majalah, membayar berbagai rekening

Page 12: INFORMATION DAN COMMUNICATION TECHNOLOGY …budi_santoso.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/37438/UG+Jurnal... · 3 PEMBAHASAN Perspektif Kritis terhadap ICT Dari hasil beberapa

12

pelayanan publik, membeli tiket pesawat orang bisa langsung dengan mendebit pulsa

telepon seluler melalui fasilitas SMS.

KESIMPULAN DAN SARAN

Merujuk pada berbagai perspektif sebagaimana diuraikan di atas, maka

pengembangan ICT di Indonesia, mengikuti asumsi-asumsi kaum developmentalistik.

Mengiringi maraknya perkembangan ICT itu, berbagai riset yang mengambil tema ini

juga semakin marak. Berbagai riset telah dilakukan, tetapi lebih banyak yang

menggunakan paradigma yang diterminisme teknologi, dengan menempatkan

teknologi memiliki pengaruh yang menentukan terhadap perubahan masyarakat.

Semua asumsi yang dibangun menuju ke satu kesimpulan, bahwa dengan mengadopsi

ICT akan membawa kemajuan di segala bidang, dan sebaliknya jika tidak, akan

menjadi ketinggalan. Kecenderungan seperti itu sangat terasa di kalangan lembaga

pendidikan yang dengan antusias menggunakan ICT untuk kepentingan

pengembangan kualitas pendidikan. Demikian pula yang terjadi dalam lingkungan

pemerintahan, ICT diyakini akan mendorong terjadi pemerintahan demokratis,

sementara di dunia perekonomian, adopsi ICT akan mendorong pertumbuhan

ekonomi. Bersamaan dengan itu, masih terasa minim studi yang melihat ICT dari

sudut pandang ekonomi politik yang menggunakan perspektif kritis. Sebagaimana

diketahui, kehadiran media massa, termasuk media genre baru yaitu media on-line,

kemudian melahirkan disiplin baru yang dikenal dengan ilmu komunikasi, dan

belakangan menyusul disiplin ekonomi politik media atau ekonomi politik

komunikasi. Yang terakhir ini memusatkan perhatiannya pada pertumbuhan produksi

dan bisnis media massa dan kaitannya dengan hubungan-hubungan sosial, ekonomi,

maupun politik yang dilihat dari perspektif ekonomi politik. Studi tentang

perkembangan komunikasi massa di Indonesia, masih belum terlalu banyak yang

menggunakan perspektif ekonomi politik media.

Begitulah, sikap pemerintah Indonesia yang sangat antusias terhadap pembangunan

ICT yang berkolaborasi dengan kalangan industri ICT di negara-negara maju untuk

menuju masyarakat informasi, merupakan indikasi dianutnya asumsi kaum

developentalistik. Berangkat dari kesimpulan tersebut, jika dilihat dari perspektif

kritis dapat diajukan proposisi sebagai berikut.

Pengembangan ICT di Indonesia merupakan implikasi logis dari ekspansi kekuatan

kapitalisme global yang mengendalikan pasar ICT, terutama yang berkaitan dengan

media online. Oleh karena itu, pembangunan ICT di Indonesia menjadi sasaran dari

strategi negara-negara kapitalisme global untuk perluasan pasar, yang membuat

semakin tergantung.

Memang harus diakui bahwa kehadiran ICT di Indonesia menyebabkan terjadinya

perubahan yang signifikan dalam berbagai sektor, baik politik, ekonomi, dan sosial-

budaya. Akan tetapi konstruksi perubahan itu terasa bias Barat, karena

Page 13: INFORMATION DAN COMMUNICATION TECHNOLOGY …budi_santoso.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/37438/UG+Jurnal... · 3 PEMBAHASAN Perspektif Kritis terhadap ICT Dari hasil beberapa

13

berkembangnya asumsi positivistik yang membayangkan masyarakat Indonesia akan

menjadi masyarakat ideal sebagaimana yang sekarang telah terjadi di Barat yang

merupakan produsen ICT. Sementara kenyataannya Indonesia lebih berada dalam

posisi tergantung, dan sekadar menjadi konsumen produk ICT yang datang dari

negara-negara produsen.

DAFTAR PUSTAKA

Afrizal dkk., 2007, Media Rakyat: Mengorganisasi Diri Melalui Informasi,

Yogyakarta: Combine Resource Institution.

Cardoso, Fernando Henrique/Enzo Falletto (1979): Dependency and Development in

Latin America , Berkeley.

Fortier, Francois, 2001, Virtuality Check: Power Relations and Alternatif Strategies

in Information Society, London:Verso.

Giddens, Anthony, 1994, The Consequences of Modernity, Cambridge: Polity Press.

Golding, Peter, dan Graham Murdock, 1997, The Political Economy of Media,

Volume II, Cheltenham: Edward Elgar Publishing Co.

Halloran, James D. (1998): "Social Science, Communication Research and the Third

World", in: MEDIA DEVELOPMENT (1998)2, 43-46.

Hanitzsch, Thomas, Realitas dan Kajian Media, Newsletter KUNCI No. 9, Maret

2001

Hepp, Andreas (1999): Cultural Studies und Medienanalyse, Eine Einführung,

Opladen.

Held, David, et.al., 1999, Global Transformations: Politics, Economy, and Culture.

Stanford, California: Stanford University Press.

Lievrouw, Leah and Sonia Livingstone, 2006, New Media, London: Sage

Publications.

Mosco, Vincent and Janet Wasko (1988), The Political Economy of Information,

Medison, University of Wisconsin Press, 1988, pada kontribusi ICT dalam

revolusi krisis Fordist.

Straubhaar, Joseph and Robert LaRose, 2006, Media Now, Understanding Media,

Culture, and Technology. United Stated, Australia: Thomson Wadswroth.

Page 14: INFORMATION DAN COMMUNICATION TECHNOLOGY …budi_santoso.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/37438/UG+Jurnal... · 3 PEMBAHASAN Perspektif Kritis terhadap ICT Dari hasil beberapa

14

INFORMATION DAN COMMUNICATION TECHNOLOGY (ICT)

DALAM PERSPEKTIF EKONOMI-POLITIK MEDIA

Oleh :

Budi Santoso, ST. MMSi. M.I.Kom

UNIVERSITAS GUNADARMA JAKARTA

OKTOBER 2012

Page 15: INFORMATION DAN COMMUNICATION TECHNOLOGY …budi_santoso.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/37438/UG+Jurnal... · 3 PEMBAHASAN Perspektif Kritis terhadap ICT Dari hasil beberapa

15