Info Kegiatan Pengurangan Risiko Bencana · depan harus jelas dan memberi manfaat bagi orang...
Transcript of Info Kegiatan Pengurangan Risiko Bencana · depan harus jelas dan memberi manfaat bagi orang...
BULETIN SIAGA Info Kegiatan Pengurangan Risiko Bencana
2 6 J U N E 2 0 0 9 V O L U M E 1
FORMALISASI SATLINMAS
Satuan Perlindungan Masyarakat Penanganan Banjir dan Pengungsi (SATLINMAS PBP) dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Propinsi
DKI Jakarta No. 96 tahun 2002 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Satuan Koordinasi Pelaksana Penanggulangan Bencana dan
Penanganan Pengungsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Berdasarkan Bab V SK Gubernur Propinsi DKI Jakarta tersebut, SATLIMAS PBP adalah
unsur pelaksana penanggulangan bencana pada tingkat kelurahan, namun optimalisasi SATLINMAS PBP masih dirasa kurang, dikarenakan
beberapa hal antara lain ; Pemahaman yang keliru mengenai SATLIMAS PBP, penanggulangan bencana yang selama ini terfokus pada
pemerintah dan ketua-ketua RW, serta masyarakat yang belum dilibatkan secara maksimal.
Untuk mewujudkan SATLINMAS PBP yang mampu menjalankan tugas dan fungsinya, maka ACF mencoba memfasilitasi 3 kelurahan, yaitu
Kampung Melayu, Cipinang Besar Utara, dan Penjaringan untuk memiliki gerakan penanggulangan bencana yang terlembaga dan mampu
melakukan kegiatan secara terencana, terpadu dan menyeluruh dengan cara penguatan kepada SATLINMAS PBP di masing-masing kelurahan
tersebut. Sedangkan dengan kesepakatan bersama, Kelurahan Cipinang Besar Utara membentuk Satuan Tugas Penanggulangan Bencana
kelurahan CBU, disingkat dengan STPB-CBU.
Pelatihan, workshop, FGD, dan berbagai kegiatan penguatan kapasitas lainnya di fasilitasi oleh ACF untuk mencapai visi dan misi SATLINMAS
PBP dan STPB-CBU. Adapun visi daripada SATLINMAS PBP adalah untuk dapat melakukan penanggulangan bencana secara terpadu, sedangkan
misi yang diusung meliputi ; Penyelamatan masyarakat dari bencana, meminimalisir resiko bencana, peduli terhadap warga dan lingkungan,
mengelola bencana, serta menyelamatkan pengungsi. Kedepannya diharapkan organisasi penanganan bencana yang telah terbentuk di 3
Kelurahan tersebut dapat mandiri dan melakukan tugas dan tanggung jawabnya sebagai garda terdepan dalam menghadapi bencana dengan
maksimal.
KEKUATAN TANGAN—TANGAN LOKAL MENGHADAPI BENCANA
ACF Memasuki Masa Akhir Program Kerja
Kegiatan ACF dalam mendampingi Satlinmas melalui penguatan
organisasi dan peningkatan kapasitas manajemen bencana
berlangsung dari tahun 2007 sampai pada saat ini. Misi ini akan
berakhir pada pertengahan November 2009, oleh karena itu,
setahap demi setahap ACF mulai menyerahkan kendali program
kepada Satlinmas dan masyarakat di tiga kelurahan dampingan
ACF, yaitu Cipinang Besar Utara, Kampung Melayu, dan
Penjaringan. Di kemudian hari Satlinmas diharapkan untuk dapat
menyokong kegiatan-kegiatan Pengurangan Risiko Bencana di
kelurahnnya masing-masing.
Indikasi keberhasilan Satlinmas sebagai suatu organisasi
masyarakat yang swadaya dapat dilihat dari keberhasilan
pemimpin-pemimpinnya. Pengurus Satlinmas yang telah dibekali
dengan kemampuan dasar manajemen bencana adalah para
motivator yang akan terus membangkitkan anggota-
anggotanya. Tidak hanya pengurus, anggota-anggota
Satlinmas yang merupakan orang-orang unggulan
masyarakat juga turut berperan dalam ketahanan
masyarakat terhadap bencana di tingkat lokal.
Satlinmas yang digolongkan berhasil juga mampu
mempromosikan dirinya sendiri sehingga mendapat
dukungan penuh dari pemerintah lokal dan
masyarakat. Relasi dengan beberapa organisasi dan
institusi lain juga penting untuk dijaga dan diperluas;
ACF hanyalah salah satu dari banyaknya organisasi
yang bergerak dalam Pengurangan Risiko Bencana
(PRB).
Kegiatan yang di-inisiasikan oleh Satlinmas
merupakan kegiatan-kegiatan bakti dan jasa bagi
masyarakat, kampanye-kampanye waspada bencana
dan kebersihan, serta peduli terhadap lingkungan
hidup merupakan beberapa dari tugas Satlinmas.
Satlinmas di tiga kelurahan juga telah berjasa dalam memberikan
peringatan bencana kepada masyarakat agar masyarakat dapat
segera bertindak menghindari bencana. Dalam satu tahun
masyarakat menderita kerugian akibat banjir sebanyak tiga
sampai empat kali, setinggi sampai setengah meter. Disinilah
Satlinmas memberikan pelayanan respon bencana kepada
masyarakat, tidak hanya membantu memberikan peringatan,
tetapi juga dalam menanggulangi masalah kesehatan dampak
banjir. Dengan melakukan antisipasi dan memperkuat kapasitas
masyarakat terhadap bencana, Satlinmas membantu mengurangi
kerentanan bencana masyarakat di daerahnya masing-masing.
Dipercaya dalam siklus lima tahun sekali banjir besar akan
melanda Jakarta, walaupun masyarakat dan pemerintah telah
melakukan berbagai upaya untuk mengurangi risiko ini, namun
kenyataannya bencana banjir besar masih terjadi. Satlinmas
menyatakan siap menghadapi banjir ini, pelatihan penyelamatan
di air serta berbagai keahlian mendirikan tenda pengungsian,
mendaftar pengungsi dan mendistribusikan bantuan telah
mereka miliki.
Setelah masa tugas ACF berakhir untuk pendampingan tiga
kelurahan tersebut, para Satlinmas akan terus menjalankan
mandat sebagai pelayan masyarakat yang berbakti tanpa pamrih,
sebagai pemimpin-pemimpin masyarakat dalam penguatan terhadap
bencana.
Di kemudian hari Satlinmas secara swadaya juga akan mencari
pendanaan-pendanaan untuk tetap menghidupkan usaha PRB demi
kebaikan seluruh masyarakat. Cara yang paling manjur untuk mencari
pendanaan adalah dengan bertindak, melakukan, beraksi,
merealisasikan, tidak sekedar membuat perencanaan. Program ke
depan harus jelas dan memberi manfaat bagi orang banyak. Setelah
hasil karya Satlinmas dikenal dan dipercaya, langkah Satlinmas
menggandeng tangan organisasi/institusi atau bahkan perusahaan
melalui kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan akan lebih lancar.
Selain Satlinmas, penggerak masyarakat dalam usaha ketahanan
terhadap bencana dan pengurangan risiko juga termasuk para guru.
Sekolah sebagai institusi pendidikan bagi masyarakat memiliki peran
besar dalam membangun moral dan mental
masyarakat yang peduli lingkungan dan siaga
bencana.
Mengetahui kekuatan sekolah dan terutama guru
dalam penguranan risiko bencana, ACF
memberikan pelatihan kepada guru-guru SD, SMP,
dan SMA di tiga kelurahan dampingan ACF. Para
guru dengan semangat tinggi berusaha
menelurkan siswa-siswi yang dapat dijadikan
tunas harapan dan penggerak bangsa.
Masyarakat dampingan ACF telah menorehkan
bukti-bukti kepedulian dan keberhasilan mereka
sendiri. ACF merasa terhormat dapat bekerja di
tiga kelurahan tersebut, yang telah membuktikan
bahwa masyarakat merupakan elemen yang
sangat penting dan berdaya dalam usaha
pengurangan risiko bencana dan mengantisipasi
perubahan iklim dunia.
Masyarakat Cipinang Besar Utara, Kampung Melayu, dan Penjaringan
telah memulai usaha PRB, melalui Satlinmas dan STPB, namun
perjalanan masih panjang, masih banyak kendala yang harus diatasi.
Sering kali penghambat utama keberhasilan organisasi masyarakat
adalah terlalu sedikitnya pemimpin yang visioner, atau sedikitnya
anggota yang benar-benar peduli nasib orang banyak. Terkadang
organisasi masyarakat juga terlalu bergantung pada bantuan luar
sehingga seolah-olah tidak berdaya dan hanya mengulurkan tangan
menunggu sumbangan. Namun demikian, semangat Satlinmas dan
STPB menumbuhkan harapan ACF bahwa organisasi masyarakat sedikit
demi sedikit terlihat lebih kuat dan maju, sudah saatnya kita bertindak
dan menjadi pelaku utama perubahan.
Di akhir program, ACF berharap masyarakat di tiga kelurahan dapat
melanjutkan keberhasilan-keberhasilan mereka, dengan lebih terbuka
lagi membantu kelurahan-kelurahan lain untuk juga menghasilkan
pemimpin-pemimpin yang peduli bencana.
P A G E 2
“Ben, Satlinmas ini milik
s a y a d a n o r a n g
Penjaringan. Terima kasih
ACF sudah membantu
meningkatkan kapasitas
kita, tetapi kalau ACF ngga
ada bukan berarti kita
bubar!” (Darwis, Satlinmas
Penjaringan, kepada Ben,
CO Penjaringan, Juni, 2009)
PETA RISIKO
V O L U M E 1
Pemetaan Risiko Berbasis Masyarakat
Masyarakat yang siaga terhadap bencana merupakan
masyarakat yang siap dan mampu mengurangi kerentanan
dengan meningkatkan kapasitas terhadap risiko bencana yang
dihadapi. Dalam membangun kesiapsiagaan terhadap bencana,
peningkatan pengetahuan dan pengenalan terhadap
karakteristik ancaman perlu dilakukan, selain itu pengenalan
masyarakat akan raung atau wilayah tempat tinggal mereka
sendiri. Pengetahuan akan wilayahnya sendiri sebenarnya telah
ada dan berkembang seiring dengan kehidupan mereka yang
selalu dinamis atau beraktivitas di dalam atau disekitar
wilayahnya. Untuk meningkatkan pemahaman menyeluruh dan
lebih waspada terhadap daerah yang lebih rentan dari pada
daerah lain, diperlukan sebuah media berupa peta yang mudah
dibaca dan ditafsirkan oleh seluruh lapisan masyarakat.
Ketersediaan peta risiko bencana di tingkat pemerintahan
administrasi Kelurahan biasanya sedikit jumlahnya bahkan tidak
ada dan kurang akurat serta kurang update. Disamping itu peta
tersebut kurang mengenai sasaran, oleh karena itu diperlukan
suatu Peta Resiko Bencana yang sederhana dan mudah dibaca.
Dengan inisiatif ini, ACF mendukung kegiatan pembuatan peta
risiko bencana di tiga kelurahan, Cipinang Besar Utara, Kampung
Melayu, dan Penjaringan.
Peran anggota masyarakat dalam pemetaan partisipatif
sangatlah penting. Masyarakat menjadi pelaku pemetaan dan
informasi yang disajikan bersumber dari informasi masyarakat
sendiri. Masyarakat mengidentifikasi, mengumpulkan,
memproses, dan menyajikan data yang berkaitan dengan
ancaman / bahaya di lingkungannya menjadi sebuah sistem
informasi. Semakin banyak masyarakat yang terlibat dalam
proses pemetaan akan semakin mendalam informasi yang
diperoleh. Masyarakat akan semakin mengenali wilayah tempat
tinggalnya dan dapat mengenali ancaman/bahaya yang sewaktu
-waktu dapat mangancam kehidupan.
Dalam pembuatan peta risiko, perlu kita ketahui terlebih dahulu
apa komponen-komponen yang mempengaruhi risiko. Berikut
penjabarannya:
Semakin besar potensi ancaman, semakin tinggi kerentanan,
dan rendah kapasitas yang dimiliki komunitas, maka semakin
besar pula risiko bencana yang akan dihadapi sebuah komunitas.
Pada tahun 2007, Action Contre la Faim (ACF) melakukan
pemetaan resiko bencana di tiga Kelurahan yaitu Kampung
Melayu, Cipinang Besar Utara, dan Penjaringan. Kemudian pada
bulan April-Mei 2009, ACF bersama KERTAKAYU memperbaharui
peta risiko banjir di tiga kelurahan tersebut. Berikut adalah
hasilnya (Laporan Kegiatan Kertakayu, 2009):
• Pada tahun 2007, tingkat resiko banjir di Kelurahan
Cipinang Besar Utara mencapai 26% tingkat resiko tinggi
dan sangat tinggi, 29% tingkat resiko sedang, dan 45%
tingkat resiko rendah. Pada tahun 2009, tingkat resiko
berubah menjadi 55% tingkat resiko sedang dan 45%
tingkat resiko rendah. Hal tersebut membuktikan bahwa resiko bencana
banjir di Kelurahan Cipinang Besar Utara telah berkurang
• Pada tahun 2007, tingkat resiko banjir di Kelurahan Penjaringan mencapai
21% tingkat resiko tinggi dan sangat tinggi, 41% tingkat resiko sedang, 36%
tingkat resiko rendah, dan 2% tingkat resiko sangat rendah. Pada tahun 2009,
tingkat resiko berubah menjadi 62% tingkat resiko sedang, 36% tingkat resiko
rendah, dan 2% tingkat resiko sangat rendah. Hal tersebut membuktikan
bahwa resiko bencana banjir di Kelurahan Penjaringan telah berkurang
• Pada tahun 2007, tingkat resiko banjir di Kelurahan Kampung Melayu
mencapai 46% tingkat resiko tinggi dan sangat tinggi, 39% tingkat resiko
sedang, dan 15% tingkat resiko rendah. Pada tahun 2009, tingkat resiko
berubah menjadi 85% tingkat resiko sedang, 15% tingkat resiko rendah. Hal
tersebut membuktikan bahwa resiko bencana banjir di Kelurahan Kampung
Melayu telah berkurang
Daerah yang semula pada tahun 2007 tingkat resikonya sangat tinggi, saat ini pada
tahun 2009 telah berubah tingkat resikonya menjadi tingkat resiko sedang.
Sebagian daerah tersebut tingkat resikonya berubah dikarenakan saat ini terdapat
Tiang Pancang, Sirine, Signboard, Sensor Air didaerah tersebut, dan terdapatnya
kapasitas organisasi penanggulangan bencana.
Sedangkan daerah yang semula pada tahun 2007 tingkat resikonya sedang dan
rendah pada tahun 2009 tingkat resikonya tidak berubah, tetapi hanya mengalami
peningkatn nilai kapasitas dengan adanya kapasitas organisasi penanggulangan
bencana di wilayah Kelurahan Kampung Melayu.
Ternyata teknologi canggih yang disebut teknik Penginderaan Jauh dengan
interpretasi/penafsiran citra satelit dan Sistem Informasi Geografis (GIS) dapat
dimanfaatkan dengan baik untuk kepentingan masyarakat, yang penting adalah
masyarakat dapat memanfaatkan hasil-hasilnya dengan baik, sehingga
meningkatkan pengetahuan, kewaspadaan dan kesiapsiagaan untuk mengurangi
risiko bencana di wilayah tmpat tinggalnya.
P A G E 3
RISIKO = Ancaman x Kerentanan
Kapasitas
236 41
21236
62
00
50
100
Tin
gk
at R
isik
o B
an
jir
(%
)
Penjaringan
2007
2009
1539 46
15
85
00
50
100
Tin
gka
t R
isik
o B
an
jir
(%) Kampung Melayu
2007
2009
45
29 26
4555
00
1020
3040
5060
rendah sedang tinggi/sangat
tinggi
Tin
gka
t R
isik
o B
an
jir (
%)
Cipinang Besar Utara
2007
2009
P A G E 4
PERTEMUAN PRA—BANJIR
MONIKA Nama Monika yang indah merupakan sebuah singkatan, yaitu Alat Monitor Informasi Ketinggian Air. Alat ini
dipasang di bendungan Katulampa, Bogor pada bulan April 2008 lalu. Monika memiliki peran penting dalam
kesiapsiagaan bencana, teknologi canggih ini digunakan untuk mengetahui seberapa tinggi air di Katulampa,
sehingga warga dapat mengantisipasi terjadinya banjir.
Pembuat Monika Ahmad Witjaksono dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menjelaskan
cara kerja Monika. Sistem Monika melibatkan pemasangan sensor air di bendungan, sensor ini berwarna
biru, untuk mengetahui level siaga (siaga empat sampai siaga satu). Info ini akan masuk ke komputer, yang
akan mengirimkan signal ke kelurahan, satlinmas, dan media massa. Untuk kelurahan dan media massa,
pihaknya akan memberikan informasi gratis. Pihak kelurahan dan media massa dapat mengirimkan nomor
HP yang akan disimpan pada data base Monika. Mereka selanjutnya akan mendapat informasi mengenai
ketinggian air secara otomatis. Sedangkan bagi warga lain di DKI Jakarta yang memerlukan info ketinggian
air, dapat mengirimkan SMS dengan mengetik Monika ke sebuah nomor telepon, yang kemudian akan
dijawab oleh sistem komputer otomatis SMS info ketinggian air. (Harian Umum Pelita, Juni 09)
Pada saat ini Sistem Monika sedang tidak berfungsi akibat sambaran petir beberapa waktu lalu. Tidak hanya
Monika, sistem lain di DKI juga ikut terkena imbas sambaran petir ini. Menurut keterangan penjaga pintu
air, Andi Sudirman, alat ini sedang diperbaiki dan akan kembali berfungsi pada bulan September 2009.
Diharapkan sistem ini dapat berfungsi kembali dan memberikan manfaat bagi warga sekitar.
Pertemuan pra-banjir yang diadakan di Kampung
Melayu, Penjaringan, dan Cipinang Besar Utara
dilakukan untuk mempersiapkan masyarakat dalam
menangani banjir yang wajib datang setiap tahun.
Pertemuan ini ditujukan untuk melihat kembali dan
mengukur kesiapan Satlinmas/STPB dan
masyarakatnya dalam menghadapi banjir. Untuk
menghadapi banjir, idealnya Satlinmas/STPB dan
masyarakat telah mempunyai tim yang kompeten,
peralatan yang cukup, dan prosedur tetap yang siap
untuk dipakai.
Masing – masing pertemuan yang diadakan di tiap
kelurahan membawa agenda yang berbeda.
Pertemuan pra-banjir yang diadakan di Penjaringan
bertujuan untuk meningkatkan kesiapsiagaan
Satlinmas terhadap bencana, meningkatkan
koordinasi di setiap pelaku masyarakat, dan
mengidentifikasi kebutuhan untuk strategi
penanganan banjir tahun 2009. Pertemuan ini
menghasilkan struktur baru Satlinmas PBP
Penjaringan yang lebih efektif sehingga setiap unit
Satlinmas PBP mempunyai rencana kerja yang jelas
untuk kesiapsiagaan banjir. Untuk itu, Satlinmas PBP
bermaksud untuk mengadakan pertemuan bulanan
yang diadakan pada minggu ketiga setiap bulannya.
Empat RW di Penjaringan juga telah bersedia untuk
berkoordinasi dalam penanganan banjir.
Di Cipinang Besar Utara, agenda pertemuan pra-banjir fokus pada
4 hal yaitu: keterkaitan sistem penanganan bencana yang sudah
ada dengan Protap, kapasitas masyarakat untuk menolong dirinya
sendiri sewaktu terjadi bencana, kecukupan peralatan, dan
koordinasi di antara pelaku penanganan bencana. Hasilnya STPB
bersama dengan Kelurahan dan RT/RW akan berkoordinasi
bersama untuk mengurangi risiko bencana. Kelurahan juga telah
membangun pusat banjir dan mengadakan gerakan kebersihan di
setiap RW. Sebagai upaya penanganan banjir juga, sistem
peringatan dini akan disebarkan melalui ulama dan RT/RW.
Lain halnya dengan Cipinang Besar Utara dan Penjaringan,
pertemuan pra-banjir yang diadakan di Kampung Melayu diawali
dengan mendiskusikan struktur Satlinmas yang baru dan kemudian
mendiskusikan peran – peran setiap unit yang ada di Satlinmas
dalam penanganan banjir.
SEMINAR GURU
V O L U M E 1
Siswa di sekolah merupakan salah satu kelompok yang paling rentan
sewaktu bencana terjadi. Bencana bukan saja menyebabkan kerugian
harta benda dan kehilangan akses kepada pendidikan tapi juga
menyebabkan hilangnya nyawa siswa di sekolah. Karena alasan itulah
pendidikan pengurangan risiko bencana untuk guru dan siswa menjadi hal
yang sangat penting.
Seminar guru yang diadakan oleh ACF mengundang 20 guru dari 10
sekolah di 3 kelurahan, yaitu Kampung Melayu, Cipinang Besar Utara, dan
Penjaringan. Dalam seminar ini, guru diajak untuk berpartisipasi bersama
dalam mengembangkan aksi pengurangan risiko bencana dan turut
menggandakan hasil terbaik pengurangan risiko bencana dari sekolah lain.
Seminar ini menghasilkan desain tindakan pengurangan risiko bencana
yang dapat dilakukan di tingkat sekolah sebelum, saat, dan setelah
terjadinya bencana yang terdiri dari daftar masalah yang teridentifikasi,
solusi alternatif, Siapa melakukan Apa, jadwal, dan sumber dana dari
setiap sekolah.
tang Jakarta sebagai pusat pemban-
gunan nasional yang memberikan pen-
garuh positif dan negatif, kedua adalah
kampanye masyarakat mengenai kesa-
daran terhadap tata ruang kota.
Diskusi radio tahap pertama membi-
carakan tentang tata kota vs banjir per-
kotaan di DKI Jakarta. Topik ini diangkat
untuk melihat pengaruh perkembangan
kota Jakarta sebagai pusat pemban-
gunan nasional terhadap banjir perko-
taan dan antisipasi yang telah dipersiap-
kan oleh pemerintah DKI Jakarta. Dalam
diskusi yang diadakan di Radio Sonora
ini, ACF mengundang narasumber dari
BAPPEDA DKI Jakarta sebagai pakar
pembangunan perkotaan.
Diskusi ini mencakup dua topik besar,
yang pertama adalah mendidik
masyarakat melalui materi diskusi ten-
Karena keterbatasan waktu, tidak semua
pembahasan topik kedua terselesaikan.
Namun tanggapan dari masyarakat cukup
baik terhadap kedua topik di atas. Hal ini
menandakan bahwa masih ada masyarakat
yang peduli dan ingin mengubah keadaan
lingkungan sekitarnya.
mempraktekkan hasil pelatihannya dengan menjadi pasukan yang
terlibat aktif dalam kegiatan – kegiatan sebelum, saat, dan sesudah
bencana.
Proses pelatihan respon tanggap darurat pun berjalan dengan baik dan
meningkatkan kapasitas masyarakat dalam menghadapi bencana. Para
peserta menjalani pelatihan dengan semangat tinggi sehingga tidak
merasa lelah. Kerja sama antar tim yang dilakukan oleh peserta juga
berjalan dengan baik dan peserta terlihat kompak dalam menjalankan
tugas – tugasnya selama pelatihan berlangsung.
ACF mengadakan program pelatihan respon tanggap darurat dalam
rangka melatih pasukan siap siaga menangani bencana banjir yang
terjadi di 3 kelurahan, yaitu Kampung Melayu, Cipinang Besar Utara,
dan Penjaringan. Sebelum program pelatihan respon tanggap darurat
dilaksanakan, ACF terlebih dahulu melakukan perekrutan para
peserta yang dapat mengikuti program pelatihan ini.
Tujuan dari perekrutan ini adalah untuk menyaring peserta pelatihan
yang mempunyai komitmen kuat untuk membantu masyarakat dalam
kesiapsiagaan dan berbadan sehat serta masih muda. Peserta yang
telah terrpilih untuk mengikuti program ini diharapkan dapat
PELATIHAN RESPON TANGGAP DARURAT
RADIO TALK SHOW TAHAP 1
P A G E 5
”Dinas tata kota telah melakukan
pemeliharaan serta pengembangan sarana
dan prasarana drainase dan pengendali
banjir, namun ada kendala seperti hunian
liar di bantaran sungai dan waduk-
waduk” (Bappeda, 2009)
ACTION CONTRE LA FAIM—MISI INDONESIA
PROGRAM PENGURANGAN RISIKO BENCANA
BULETIN SIAGA #1
TIM PENYUSUN :
Nina Rossiana, Fredy Chandra, Patricia Dwi
Wulandari, Ervin Ayu, Putri Sortaria
KONTAK KAMI :
Jl. Dharmawangsa IX no. 120
Kebayoran Baru
Jakarta Selatan, 12160
Tel. +62 21 7257 320, 7220 775
Fax. +62 21 7248 768
Email : [email protected]
www.actioncontrelafaim.org
www.drracfjktind.wordpress.com
www.drracfjkteng.wordpress.com
SEJARAH ACTION CONTRE LA FAIM—INDONESIA
ACF Internasional
Action contre la Faim (ACF) adalah organisasi non pemerintah yang didirikan di
Perancis untuk memberikan bantuan kepada negara-negara di seluruh dunia.
Sasaran ACF adalah melawan kelaparan dan penyakit yang mengancam hidup
manusia.
Dalam menjalani setiap kegiatan, ACF menghormati prinsip-prinsip: kebebasan,
netral, non diskriminasi, akses bebas dan langsung kepada korban,
profesionalisme, dan transparansi.
ACF di Indonesia
ACF – Indonesia berdiri sejak tahun 1998 atas permintaan dari Menteri Kesehatan
kepada ACF – Perancis untuk meningkatkan akses air bersih dan gizi di Irian Jaya.
Sejak itu, ACF – Indonesia menyediakan bantuan kepada lebih dari 350.000 orang
yang terkena dampak krisis kemanusiaan di daerah Maluku, Aceh, Jawa, dan
Sumatra.
ACF – Indonesia menjalankan programnya di 4 bidang yaitu gizi, ketahanan
pangan, air dan sanitasi, dan pengurangan risiko bencana. Di wilayah DKI Jakarta,
ACF menjalankan program pengurangan risiko bencana.
Latar Belakang Berdirinya ACF di DKI Jakarta
Jakarta merupakan wilayah yang rawan banjir karena adanya sejumlah sungai
yang melintasi kota Jakarta dan karena ada sebagian wilayah Jakarta yang
permukaannya rendah. Di samping itu, perilaku manusia dan pengaturan tata air
yang kurang baik juga merupakan penyebab utama banjir ini.
Akibat paling buruk yang pernah dialami Jakarta adalah banjir yang terjadi tahun
2002 dan 2007. Kerugian yang dialami saat banjir tahun 2002 adalah sebesar Rp.
9.9 triliun dan pada banjir tahun 2007 adalah sebesar Rp. 8.8 triliun.
ACF Indonesia 2002—2007
Untuk menindaklanjuti banjir tahun 2002, ACF dengan memperoleh dana dari
DIPECHO melaksanakan program kesiapsiagaan bencana di Kampung Melayu
yang saat itu dinilai rawan terhadap banjir.
Pada tahun 2006, ACF melakukan perpanjangan program hingga tengah tahun
2008 dan memilih tiga kelurahan yaitu Kampung Melayu, Cipinang Besar Utara,
dan Penjaringan sebagai wilayah dampingannya.
ACF Indonesia 2008—sekarang
Menjelang berakhirnya program di tengah tahun 2008, ACF telah melakukan
survey lebih lanjut dalam rangka perpanjangan program. Survey tersebut
menghasilkan program yang dimulai dari tengah tahun 2008—sekarang.
Judul Program
Memperkuat integrasi pengurangan risiko bencana tingkat lokal di kelurahan
Kampung Melayu, Cipinang Besar Utara, dan Penjaringan.
Tujuan Program
Berkontribusi dalam pengurangan kerentanan bahaya dari masyarakat yang
tinggal di daerah perkampungan DKI Jakarta melalui sistem penanggulangan
bencana yang terintegrasi.
Jangkauan Program
• · Meningkatkan efektivitas penanggulangan risiko bencana pada tingkat
lokal melalui perencanaan/pengamatan & evaluasi yang lebih baik
• Mempromosikan pengetahuan mengenai risiko & kesadaran masyarakat
menuju kapasitas respon banjir & bahaya lainnya yang lebih baik
• Meningkatkan keamanan masyarakat & mengurangi kerugian pada level
komunitas melalui sistim peringatan dini yang terintegrasi
Hasil Program
• Menguatnya sistem pengurangan risiko bencana tingkat lokal di 3 kelurahan
• Meningkatnya pengetahuan risiko tingkat lokal (institusi dan populasi) di 3
kelurahan
• Meningkatnya kemitraan/koordinasi dan bantuan dari pemerintah lokal,
daerah, dan pemerintah terhadap inisiatif pengurangan risiko bencana
tingkat lokal
• Meningkatnya keamanan dan kesiapsiagaan masyarakat di 3 kelurahan
KOMISI BANTUAN KEMANUSIAAN UNI
EROPA (ECHO)
Komisi Bantuan Kemanusiaan Uni Eropa
(ECHO) mendanai kegiatan bantuan untuk
korban bencana alam dan konflik di luar Uni
Eropa. Bantuan disalurkan secara tidak
berpihak, langsung kepada korban, tidak
memandang ras, kelompok etnis, jenis
kelamin, usia, kebangsaan atau paham politik.
Uni Eropa adalah pendonor terbesar untuk
p e n d a n a a n o p e r a s i o n a l b a n t u a n
kemanusiaan.
Publikasi ini diterbitkan
dengan bantuan Uni
Eropa. Isi dari publikasi
ini tidak merefleksikan
pandangan Uni Eropa.