Infeksi Luka Operasi-sumber

8
INFEKSI LUKA OPERASI Dr. Suparyanto, M.Kes INFEKSI LUKA OPERASI PENGERTIAN INFEKSI  Infeksi adalah proses invasif oleh mikroorganisme dan berpoliferasi di dalam tubuh yang menyebabkan sakit (Potter & Perry, 2005).  Dalam Kamus Keperawatan disebutkan bahwa infeksi adalah invasi dan multiplikasi mikroorganisme dalam jaringan tubuh, khususnya yang menimbulkan cedera seluler setempat akibat metabolisme kompetitif, toksin, replikasi intraseluler atau reaksi antigen-antibodi. Munculnya infeksi dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling berkaitan dalam rantai infeksi. Adanya patogen tidak berarti bahwa infeksi akan terjadi.  Menurut Utama 2006, Infeksi adalah adanya suatu organisme pada jaringan atau cairan tubuh yang disertai suatu gejala klinis baik lokal maupun sistemik. Infeksi yang muncul selama seseorang tersebut dirawat di rumah sakit dan mulai menunjukkan suatu gejala selama seseorang itu dirawat atau setelah selesai dirawat disebut infeksi nosokomial. Secara umum, pasien yang masuk rumah sakit dan menunjukkan tanda infeksi yang kurang dari 72 jam menunjukkan bahwa masa inkubasi penyakit telah terjadi sebelum pasien masuk rumah sakit, dan infeksi yang baru menunjukkan gejala setelah 72 jam pasien berada dirumah sakit baru disebut infeksi nosokomial.  Infeksi nosokomial ini dapat berasal dari dalam tubuh penderita maupun luar tubuh. Infeksi endogen disebabkan oleh mikroorganisme yang semula memang sudah ada didalam tubuh dan berpindah ke te mpat baru yang kita sebut dengan self infection atau auto infection, sementara infeksi eksogen (cross infection) disebabkan oleh mikroorganisme yang berasal dari rumah sakit dan dari satu pasien ke pasien lainnya. (Yudhityarasati, 2007). TANDA-TANDA INFEKSI a. Calor (panas)  Daerah peradangan pada kulit menjadi lebih panas dari sekelilingnya, sebab terdapat lebih banyak darah yang disalurkan ke area terkena infeksi/ fenomena panas lokal karena jaringan-jaringan tersebut sudah mempunyai suhu inti dan hiperemia lokal tidak menimbulkan perubahan. b. Dolor (rasa sakit)  Dolor dapat ditimbulkan oleh perubahan PH lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapat merangsang ujung saraf. pengeluaran zat kimia tertentu seperti histamin atau zat kimia bioaktif lainnya dapat merangsang saraf nyeri, selain itu pembengkakan jaringan yang meradang mengakibatkan peningkatan tekanan lokal dan menimbulkan rasa sakit. c. Rubor (Kemerahan)  Merupakan hal pertama yang terlihat didaerah yang mengalami peradangan. Waktu reaksi peradangan mulai timbul maka arteriol yang mensuplai daerah tersebut melebar, dengan demikian lebih banyak darah yang mengalir kedalam mikro sirkulasi lokal. Kapiler-kapiler yang sebelumnya kosong atau sebagian saja meregang, dengan cepat penuh terisi darah. Keadaan ini yang dinamakan hiperemia atau kongesti. d. Tumor (pembengkakan)  Pembengkakan ditimbulkan oleh karena pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah kejaringan interstisial. Campuran cairan dan sel yang tertimbun di daerah peradangan disebut eksudat. e. Functiolaesa   Adanya perubahan fungsi secara superficial bagian yang bengkak dan sakit disrtai sirkulasi dan lingkungan kimiawi lokal yang abnormal, sehingga organ tersebut terganggu dalam menjalankan fungsinya secara normal. (Yudhityarasati, 2007). FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INFEKSI LUKA OPERASI  Menurut Delay, 2005 faktor-faktor yang mempengaruhi infeksi luka operasi adalah : a. Enviroment 1. Lamanya waktu tunggu pre operasi di rumah sakit  Menurut Haley dalam Iwan 2008 mengatakan bahwa bertambah lama perawatan sebelum operasi akan meningkatkan resiko terjadinya infeksi nosokomial dimana perawatan lebih dari 7 hari pre operasi akan meningkatkan kejadian infeksi pasca bedah dan kejadian tertinggi didapat pada lama perawatan 7 - 13 hari (dikutip oleh Hadibrata, 1989 : 17). Hasil penelitian infection rate kira-kira 2 kali lebih besar setelah dirawat 2

Transcript of Infeksi Luka Operasi-sumber

 

INFEKSI LUKA OPERASIDr. Suparyanto, M.Kes

INFEKSI LUKA OPERASI

PENGERTIAN INFEKSI

  Infeksi adalah proses invasif oleh mikroorganisme dan berpoliferasi di dalam tubuh yang menyebabkansakit (Potter & Perry, 2005).

  Dalam Kamus Keperawatan disebutkan bahwa infeksi adalah invasi dan multiplikasi mikroorganismedalam jaringan tubuh, khususnya yang menimbulkan cedera seluler setempat akibat metabolisme kompetitif,toksin, replikasi intraseluler atau reaksi antigen-antibodi. Munculnya infeksi dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling berkaitan dalam rantai infeksi. Adanya patogen tidak berarti bahwa infeksi akan terjadi.

  Menurut Utama 2006, Infeksi adalah adanya suatu organisme pada jaringan atau cairan tubuh yangdisertai suatu gejala klinis baik lokal maupun sistemik. Infeksi yang muncul selama seseorang tersebut dirawat dirumah sakit dan mulai menunjukkan suatu gejala selama seseorang itu dirawat atau setelah selesai dirawatdisebut infeksi nosokomial. Secara umum, pasien yang masuk rumah sakit dan menunjukkan tanda infeksi yangkurang dari 72 jam menunjukkan bahwa masa inkubasi penyakit telah terjadi sebelum pasien masuk rumah sakit,dan infeksi yang baru menunjukkan gejala setelah 72 jam pasien berada dirumah sakit baru disebut infeksinosokomial.

  Infeksi nosokomial ini dapat berasal dari dalam tubuh penderita maupun luar tubuh. Infeksi endogendisebabkan oleh mikroorganisme yang semula memang sudah ada didalam tubuh dan berpindah ke tempat baruyang kita sebut dengan self infection atau auto infection, sementara infeksi eksogen (cross infection) disebabkanoleh mikroorganisme yang berasal dari rumah sakit dan dari satu pasien ke pasien lainnya. (Yudhityarasati,2007).

TANDA-TANDA INFEKSI

a. Calor (panas)

  Daerah peradangan pada kulit menjadi lebih panas dari sekelilingnya, sebab terdapat lebih banyakdarah yang disalurkan ke area terkena infeksi/ fenomena panas lokal karena jaringan-jaringan tersebut sudahmempunyai suhu inti dan hiperemia lokal tidak menimbulkan perubahan.

b. Dolor (rasa sakit)

  Dolor dapat ditimbulkan oleh perubahan PH lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapatmerangsang ujung saraf. pengeluaran zat kimia tertentu seperti histamin atau zat kimia bioaktif lainnya dapatmerangsang saraf nyeri, selain itu pembengkakan jaringan yang meradang mengakibatkan peningkatan tekananlokal dan menimbulkan rasa sakit.

c. Rubor (Kemerahan)

  Merupakan hal pertama yang terlihat didaerah yang mengalami peradangan. Waktu reaksi peradanganmulai timbul maka arteriol yang mensuplai daerah tersebut melebar, dengan demikian lebih banyak darah yangmengalir kedalam mikro sirkulasi lokal. Kapiler-kapiler yang sebelumnya kosong atau sebagian saja meregang,dengan cepat penuh terisi darah. Keadaan ini yang dinamakan hiperemia atau kongesti.

d. Tumor (pembengkakan)

  Pembengkakan ditimbulkan oleh karena pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah kejaringaninterstisial. Campuran cairan dan sel yang tertimbun di daerah peradangan disebut eksudat.

e. Functiolaesa

   Adanya perubahan fungsi secara superficial bagian yang bengkak dan sakit disrtai sirkulasi danlingkungan kimiawi lokal yang abnormal, sehingga organ tersebut terganggu dalam menjalankan fungsinyasecara normal. (Yudhityarasati, 2007).

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INFEKSI LUKA OPERASI

  Menurut Delay, 2005 faktor-faktor yang mempengaruhi infeksi luka operasi adalah :

a. Enviroment

1. Lamanya waktu tunggu pre operasi di rumah sakit

  Menurut Haley dalam Iwan 2008 mengatakan bahwa bertambah lama perawatan sebelum operasi akanmeningkatkan resiko terjadinya infeksi nosokomial dimana perawatan lebih dari 7 hari pre operasi akanmeningkatkan kejadian infeksi pasca bedah dan kejadian tertinggi didapat pada lama perawatan 7 - 13 hari(dikutip oleh Hadibrata, 1989 : 17). Hasil penelitian infection rate kira-kira 2 kali lebih besar setelah dirawat 2

 

minggu dan 3 kali lebih besar setelah dirawat selama 3 minggu dibandingkan bila dirawat 1-3 hari sebelumoperasi. Lamanya operasi mempengaruhi resiko terkena infeksinosokomial, semakin lama waktu operasi makintinggi resiko terjadinya infeksi nosokomial.

  Menurut Iwan 2008, lingkungan rumah sakit adalah reservoir mikroorganisme dan merupakan salahsatu sumber infeksi. Resiko peningkatan infeksi terjadi pada waktu rawat yang panjang. Hasil penelitian infectionrate kira-kira 2 kali lebih besar setelah dirawat 2 minggu dan 3 kali lebih besar setelah dirawat 3 minggudibandingkan dirawat 1-3 hari sebelum operasi. Menurut Cruse dan Foord terdapat hubungan antara lamahospitalisasi sebelum operasi dengan insiden infeksi luka operasi. Angka infeksi mencapai 1,2 % pada klien yangdirawat 1 hari, 2,1 % pada klien yang dirawat 1 minggu, dan 3,4 % pada klien yang dirawat 2 minggu (Malangoni,1997 : 142).

2. Teknik septik antiseptik

  Menurut Iwan 2008, transmisi penyakit melalui tangan dapat diminimalisasi dengan menjaga higienedari tangan. Selain itu, penggunaan sarung tangan sangat dianjurkan bila akan melakukan tindakan ataupemeriksaan pada pasien dengan penyakit-penyakit infeksi. Hal yang perlu diingat adalah memakai sarungtangan ketika melakukan tindakan dan mengambil atau menyentuh darah, cairan tubuh, atau keringat, tinja, urin,membran mukosa dan bahan yang kita anggap telah terkontaminasi, dan segera mencuci tangan setelahmelepas sarung tangan.

  Baju khusus juga harus dipakai untuk melindungi kulit dan pakaian selama kita melakukan suatutindakan untuk mencegah percikan darah, cairan tubuh, urin dan feses.

Menurut Rondhianto 2008, terdapat prinsip umum teknik aseptik ruang operasi yaitu :

a). Prinsip asepsis ruangan

   Antisepsis dan asepsis adalah suatu usaha agar dicapainya keadaan yang memungkinkan terdapatnyakuman-kuman pathogen dapat dikurangi atau ditiadakan, baik secara kimiawi, mekanis atau tindakan fisik.Termasuk dalam cakupan tindakan antisepsis adalah selain alat-alat bedah, seluruh sarana kamar operasi,semua implan, alat-alat yang dipakai personel operasi (sandal, celana, baju, masker, topi dan lain-lainnya) dan juga cara membersihkan/melakukan desinfeksi kulit.

b). Prinsip asepsis personel

  Teknik persiapan personel sebelum operasi meliputi 3 tahap, yaitu : Scrubbing (cuci tangan steril),Gowning (teknik peggunaan gaun operasi), dan Gloving (teknik pemakaian sarung tangan steril), hal inidiperlukan untuk menghindarkan bahaya infeksi yang muncul akibat kontaminasi selama prosedur pembedahan(infeksi nosokomial).

  Di samping sebagai cara pencegahan terhadap infeksi nosokomial, teknik-teknik tersebut jugadigunakan untuk memberikan perlindungan bagi tenaga kesehatan terhadap bahaya yang didapatkan akibatprosedur tindakan yang di lakukan.

c). Prinsip asepsis pasien

  Pasien yang akan menjalani pembedahan harus diasepsiskan. Maksudnya adalah dengan melakukanberbagai macam prosedur yang digunakan untuk membuat medan operasi steril. Prosedur-prosedur itu antaralain adalah kebersihan pasien, desinfeksi lapangan operasi dan tindakan draping.

d). Prinsip asepsis instrumen

  Instrumen bedah yang digunakan untuk pembedahan pasien harus benar-benar berada dalam keadaansteril.

3. Ventilasi ruang operasi

  Untuk mencegah kontaminasi udara pada kamar operasi, direkomendasikan ventilasi mekanik. System AC diatur 20-24 per jam. Dengan desain yang benar dan kontrol yang baik dari pergerakan staff makakontaminasi udara dapat ditekan dibawah 100 cfu/m3 selama operasi j ika ditemukan kebersihan udara.

b.Pasien

1. Umur 

  Menurut Purwandari 2006, bayi mempunyai pertahanan yang lemah terhadap infeksi, lahir mempunyaiantibody dari ibu, sedangkan sistem imunnya masih imatur. Dewasa awal sistem imun telah memberikanpertahanan pada bakteri yang menginvasi. Pada usia lanjut, karena fungsi dan organ tubuh mengalamipenurunan, system imun juga mengalami perubahan. Peningkatan infeksi nosokomial juga sesuai dengan umur dimana pada usia 65 tahun kejadian infeksi tiga kali lebih sering daripada usia muda.

 

2. Nutrisi dan berat badan

  Menurut Williams & Barbul, 2003 dalam Dealay 2005 bahwa ada hubungan yang bermakna antarapenyembuhan luka operasi dengan status nutrisi.

  Sedangkan menurut Rondhianto 2008, Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badandan berat badan, lipat kulit trisep, lingkar lengan atas, kadar protein darah (albumin dan globulin) dankeseimbangan nitrogen. Kondisi gizi buruk dapat mengakibatkan pasien mengalami berbagai komplikasi pascaoperasi dan mengakibatkan pasien menjadi lebih lama dirawat di rumah sakit. Komplikasi yang paling seringterjadi adalah infeksi pasca operasi, dehisiensi, demam dan penyembuhan luka yang lama. Pada kondisi yangserius pasien dapat mengalami sepsis yang bisa mengakibatkan kematian.

3. Penyakit

  Menurut Perry & Potter 2005, pada pasien dengan diabetes mellitus terjadi hambatan terhadap sekresiinsulin akan mengakibatkan peningkatan gula darah, nutrisi tidak dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal tersebut juga akan terjadi penurunan protein-kalori tubuh yang berakibat rentan terhadap infeksi.

  Menurut Nawasasi 2008, Pasien dengan operasi usus, jika ia juga memiliki penyakit lain seperti TBC,DM , malnutrisi dan lain-lain maka penyakit-penyakit tersebut tentu saja amat sangat berpengaruh terhadap dayatahan tubuh sehingga akan mengganggu proses penyembuhan luka operasi.

  Iwan 2008, menyampaikan bahwa Faktor daya tahan tubuh yang menurun dapat menimbulkan resikoterkena infeksi nosokomial. Pasien dengan gangguan penurunan daya tahan: immunologik. Usia muda dan usiatua berhubungan dengan penurunan resistensi tubuh terhadap infeksi.

4. Obat-obat yang digunakan

  Menurut Iwan 2008, di dalam tubuh manusia, selain ada bakteri yang patogen oportunis, ada pulabakteri yang secara mutualistik yang ikut membantu dalam proses fisiologis tubuh. Pengetahuan tentangmekanisme ketahanan tubuh orang sehat yang dapat mengendalikan jasad renik oportunis perlu diidentifikasisecara tuntas. Dengan demikian bahaya infeksi dengan bakteri oportunis pada penderita penyakit berat dapatdiatasi tanpa harus menggunakan antibiotika.

  Menurut Iwan 2008, Pencegahan infeksi pasca bedah pada klien dengan operasi bersih terkontaminasi,terkontaminasi, dan beberapa operasi bersih dengan penggunaan antimikroba profilaksis diakui sebagai prinsipbedah. Pada pasien dengan operasi terkontaminasi dan operasi kotor, profilaksis bukan satu-satunyapertimbangan. Penggunaan antimikroba di kamar operasi, bertujuan mengontrol penyebaran infeksi pada saatpembedahan. Pada pasien dengan operasi bersih terkontaminasi, tujuan profilaksis untuk mengurangi jumlahbakteri yang ada pada jaringan mukosa yang mungkin muncul pada daerah operasi.

  Tujuan terapi antibiotik profilaksis untuk mencegah perkembangan infeksi dengan menghambatmikroorganisme. CDC merekomendasikan parenteral antibiotik profilaksis seharusnya dimulai dalam 2 jamsebelum operasi untuk menghasilkan efek terapi selama operasi dan tidak diberikan lebih dari 48 jam. Pada lukaoperasi bersih dan bersih terkontaminasi tidak diberikan dosis tambahan post operasi karena dapat menimbulkanresistensi bakteri terhadap antibiotik .Bernard dan Cole, Polk Lopez-Mayor membuktikan keefektifan antibiotikprofilaksis sebelum operasi dalam pencegahan infeksi post operasi efektif bersih terkontaminasi dan antibiotikyang diberikan setelah operasi tidak mempunyai efek profilaksis (Bennet, J.V, Brachman, P, 1992 : 688).(Yudhityarasati, 2007).

PENCEGAHAN INFEKSI LUKA OPERASI

1. Pengertian Infeksi Luka Operasi

  Infeksi Luka Operasi (ILO) atau Infeksi Tempat Pembedahan (ITP)/ Surgical Site Infection (SSI) adalahinfeksi pada luka operasi atau organ/ruang yang terjadi dalam 30 hari paska operasi atau dalam kurun 1 tahunapabila terdapat implant. Sumber bakteri pada ILO dapat berasal dari pasien, dokter dan tim, lingkungan, dantermasuk juga instrumentasi (Hidayat NN, 2009).

2. Klasifikasi

  Klasifikasi SSI menurut The National Nosocomial Surveillence Infection (NNIS) terbagi menjadi dua jenis yaitu insisional dibagi menjadi superficial incision SSI yang melibatkan kulit dan subkutan dan yangmelibatkan jaringan yang lebih dalam yaitu, deep incisional SSI.

  Lebih jauh, menurut NNSI, kriteria untuk menentukan jenis SSI adalah sebagai berikut :

a. Superficial Incision SSI (ITP Superfisial)

  Merupakan infeksi yang terjadi pada kurun waktu 30 hari paska operasi dan infeksi tersebut hanyamelibatkan kulit dan jaringan subkutan pada tempat insisi dengan setidaknya ditemukan salah satu tandasebagai berikut :

1. Terdapat cairan purulen.

 

2. Ditemukan kuman dari cairan atau tanda dari jaringan superfisial.

3. Terdapat minimal satu dari tanda-tanda inflammasi

4. Dinyatakan oleh ahli bedah atau dokter yang merawat.

b. Deep Insicional SSI ( ITP Dalam )

  Merupakan infeksi yang terjadi dalam kurun waktu 30 hari paska operasi jika tidak menggunakan implanatau dalam kurun waktu 1 tahun jika terdapat implan dan infeksi tersebut memang tampak berhubungan denganoperasi dan melibatkan jaringan yang lebih dalam (contoh, jaringan otot atau fasia ) pada tempat insisi dengansetidaknya terdapat salah satu tanda :

1. Keluar cairan purulen dari tempat insisi.

2. Dehidensi dari fasia atau dibebaskan oleh ahli bedah karena ada tanda inflammasi.

3. Ditemukannya adanya abses pada reoperasi, PA atau radiologis.

4. Dinyatakan infeksi oleh ahli bedah atau dokter yang merawat

c. Organ/ Space SSI ( ITP organ dalam)

  Merupakan infeksi yang terjadi dalam kurun waktu 30 hari paska operasi jika tidak menggunakan implanatau dalam kurun waktu 1 tahun jika terdapat implan dan infeksi tersebut memang tampak berhubungan denganoperasi dan melibatkan suatu bagian anotomi tertentu (contoh, organ atau ruang) pada tempat insisi yang dibukaatau dimanipulasi pada saat operasi dengan setidaknya terdapat salah satu tanda :

1. Keluar cairan purulen dari drain organ dalam.

2. Didapat isolasi bakteri dari organ dalam.

3. Ditemukan abses.

4. Dinyatakan infeksi oleh ahli bedah atau dokter.

  Pencegahan ILO harus dilakukan, karena jika tidak, akan mengakibakan semakin lamanya rawat inap,peningkatan biaya pengobatan, terdapat resiko kecacatan dan kematian, dan dapat mengakibatkan tuntutanpasien. Pencegahan itu sendiri harus dilakukan oleh pasien, dokter dan timnya, perawat kamar operasi, perawatruangan, dan oleh nosocomial infection control team.

3. Prinsip pencegahan ILO adalah dengan :1. Mengurangi resiko infeksi dari pasien.

2. Mencegah transmisi mikroorganisme dari petugas, lingkungan, instrument dan pasien itusendiri.

  Kedua hal di atas dapat dilakukan pada tahap pra operatif, intra operatif, ataupun paska operatif.Berdasarkan karakteristik pasien, resiko ILO dapat diturunkan terutama pada operasi terencana dengan caramemperhatikan karakteristik umur, adanya diabetes, kebiasaan merokok, obsesitas, adanya infeksi pada bagiantubuh yang lain, adanya kolonisasi bakteri, penurunan daya tahan tubuh, dan lamanya prosedur operasi.

MEMPERCEPAT PENYEMBUHAN LUKA

  Luka bedah mengalami stres selama masa penyembuhan. Stres akibat nutrisi yang tidak adekuat,gangguan sirkulasi, dan perubahan metabolisme akan meningkatkan risiko lambatnya stres fisik. Regangan jahitan akibat batuk, muntah, distensi, dan gerakan bagian tubuh dapat mengganggu lapisan luka. Perawat harusmelindungi luka dan mempercepat penyembuhan. Waktu kritis penyembuhan luka adalah 24 sampai 72 jamsetelah pembedahan. Jika luka mengalami infeksi, biasanya infeksi terjadi 3 sampai 6 hari setelah pembedahan.Luka bedah yang bersih biasanya tidak kuat menghadapi stres normal selama 15 sampai 20 hari setelahpembedahan. Perawat menggunakan teknik aseptik saat mengganti balutan dan merawat luka. Drain bedahharus tetap paten sehingga akumulasi sekret dapat keluar dari dasar luka. Observasi luka secara terus-menerusdapat mengidentifikasi adanya tanda dan gejala awal terjadinya infeksi. Klien lansia terutama berisiko mengalamiinfeksi luka pascaoperatif, sehingga perawat preoperatif menurunkan risiko ini dengan cara memberi lingkunganyang aman dan asuhan keperawatan yang komprehensif (Potter, 2006).

1. Pembersihan Luka

  (AHCPR, 1994) Proses pembersihan luka terdiri dari memilih cairan yang tepat untuk membersihkanluka dan menggunakan cara-cara mekanik yang tepat untuk memasukkan cairan tersebut tanpa menimbulkancedera pada jaringan luka. Pertama-tama mencuci luka dengan air yang mengalir, membersihkan dengan sabunyang lembut dan air, serta dapat memberikan antiseptik yang dibeli di luar apotik (Potter, 2006).

2. Balutan

  Menggunakan balutan yang tepat perlu disertai pemahaman tentang penyembuhan luka. Apabilabalutan tidak sesuai dengan karakteristik luka, maka balutan tersebut dapat mengganggu penyembuhan Luka(Erwin-Toth dan Hocevar, 1995; Krasner, 1995; Motta, 1995). Balutan juga harus dapat menyerap dirainase

 

untuk mencegah terkumpulnya eksudat yang dapat meningkatkan pertumbuhan bakteri dan maserasi disekeliling kulit akibat eksudat luka (Potter, 2006).

a. Tujuan pembalutan1. Melindungi luka dari kontaminasi mikroorganisme.

2. Membantu hemostasis.

3. Mempercepat penyembuhan dengan cara menyerap drainase dan untuk melakukandebredemen luka.

4. Menyangga atau mengencangkan tepi luka.

5. Melindungi klien agar tidak melihat keadaan luka (bila luka terlihat tidak menyenangkan).

6. Meningkatkan isolasi suhu pada permukaan luka.

7. Mempertahankan kelembaban yang tinggi diantara luka dengan balutan. (Potter, 2006).

b. Jenis-jenis balutan

  Balutan terdiri dari berbagai jenis bahan dan cara pemakaiannya (basah dan kering). Balutan harusdapat digunakan dengan mudah, nyaman, dan terbuat dari bahan yang mempercepat penyembuhan luka.Pedoman klinik dari ACHPR (1994) dapat membantu memilih jenis balutan yang sesuai dengan tujuanperawatan luka (Potter, 2006).

  Rekomendasi Balutan dari AHCPR 1994 :

1. Gunakan balutan yang dapat menjaga dasar luka tepat lembab. Balutan basa-kering hanyaboleh digunakan untuk debridemen dana jangan menggunakan balutan yang dilembabkan oleh salinsecara terus-menerus.

2. Gunakan penilaian klinik untuk memilih jenis balutan luka lembab yang sesuai untuk ulkus.Penelitian terhadap beberapa jenis balutan luka lembab menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan hasilakibat penyembuhan dekubitus.

3. Pilih balutan yang menjaga permukaan kulit yang utuh (periulkus) di sekitarnya tetap keringsambil menjaga dasar luka tetap lembab.

4. Pilih balutan yang dapat mengontrol eksudat tetapi tidak menyebabkan desikasi dasar luka.

5. Saat memilih jenis balutan, pertimbangkan waktu yang dimiliki oleh pemberian perawatan.

6. Hilangkan daerah luka yang mati dengan cara mengisi seluruh rongga dengan bahan balutan.Hindarkan pembalutan yang berlebihan.

7. Monitor balutan yang terdapat di dekat anus, karena keutuhan balutan sulit dijaga.(Potter,2006)

3. Kondisi Stabil

  Jika kondisi klien stabil (misalnya setelah operasi atau tindakan) perawat mengkaji luka untukmenentukan kemajuan penyembuhan luka yang dialami oleh klien. Jika luka tertutup balutan dan dokter belummeminta untuk menggantinya, perawat tidak boleh menginspeksi luka secara langsung kecuali jika perawatmencurigai adanya komplikasi serius pada luka. Pada situasi seperti itu perawat hanya menginspeksi balutandan semua drain eksternal. Jika dokter memutuskan untuk mengganti balutan, dokter akan mengkaji lukaminimal 1 kali sehari. Saat sedang mengganti balutan, perawat menghindarkan terbuang atau terangkatnya dariyang ada di bawahnya. Karena penggantian balutan dapat menimbulkan nyeri, pemberian analgesik 30 menitsebelum melakukan tindakan dapat membantu mengurangi nyeri klien.

Penampakan luka :

  Perawat mencatat apakah tepi luka telah menutup. Insisi bedah harus memiliki tepi insisi yang bersihdan saling berdekatan. Sepanjang pinggir luak seringkali terbentuk kerak yang berada dari eksudat. Luka tusukbiasanya berupa luka kecil yang nelingakr dengan tepi luka menyatu ke arah tengah. Jika terbuka, tetapi lukaterpisah dan perawat harus menginspeksi kondisi jaringan adiposa dan jaringan penyambung yang berada dibawah luka. Perawat juga melihat adanya komplikasi seperti dehisens dan eviserasi. Tepi luka bagian luar secara normal terlihat mengalami inflamasi pada hari ke-2 sampai hari ke-3, tetapi lama kelamanan inflamasi iniakan menghilang. Dalam waktu 7-10 hari, luka dengan penyembuhan normal akan terisi sel epitel dan bagianpinggirnya akan menutup. Apabila terjadi infeksi, tepi luka akan terlihat bengkak dan meradang.

  Perubahan warna kulit terjadi akibat memarnya jaringan intestisial atau terbentuknya hematom. Padaawalnya darah yang berkumpul di antara lapisan kulit akan terlihat berwarna kebiruan atau keunguan. Perlahan-lahan, bersamaan dengan hancurnya bekuan darah pada kulit, akan mencul warna coklat atau kuning. (Potter,2006)

4. Sterilisasi

 

  Kecepatan penyembuhan luka tergantung dari steril permukaan kulit selama proses pembersihan lukasebelum pembalutan dan kecepatan membunuh mikroorganisme pada pemberian teknik antiseptik. Saifuddin(2005) selama sekurang-kurangnya 20 menit untuk instrumen tidak terbungkus, 30 menit untuk instrumenterbungkus.

  Dengan demikian berdasarkan uraian di atas betadine-alkohol yang paling efektif, karena kecepatanmembunuh bakteri membutuhkan waktu 10-20 menit untuk betadine, 10-15 menit untuk alkohol. Sedangkanbetadine-savlon memerlukan waktu membunuh kuman 10-20 menit untuk betadine, 20-30 menit untuk savlon.Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa betadine-alkohol memerlukan waktu rentang membunuh bakteri 10-20menit, sedangkan betadine-savlon 10-30 menit sebelum pembalutan. Luka dalam kondisi pembalutan sudahdinyatakan steril, karena sesuai dengan tujuan pembalutan yaitu salah satunya melindungi luka dari kontaminasimikroorganisme.

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYEMBUHAN LUKA

1. Usia

   Anak dan dewasa penyembuhannya lebih cepat daripada orang tua. Orang tua lebih sering terkenapenyakit kronis, penurunan fungsi hati dapat mengganggu sintesis dari faktor pembekuan darah (Yusuf , 2009).

2. Nutrisi

  Penyembuhan luka secara normal memerlukan nutrisi yang tepat. Proses fisiologi penyembuhan lukabergantung pada tersedianya protein, vitamin (terutama vitamin A dan C) dan mineral renik zink dan tembaga.Kolagen adalah protein yang terbentuk dari asam amino yang diperoleh fibroblas dari protein yang dimakan.Vitamin C dibutuhkan untuk mensintasi kolagen. Vitamin A dapat mengurangi efek negatif steroid padapenyembuhan luka. Elemen renik zink diperlukan untuk pembentukan epitel, sintesis kolagen (zink) danmenyatukan serat-serat kolagen (tembaga) (Potter, 2006).

  Terapi nutrisi sangat penting untuk klien yang lemah akibat penyakit. Klien yang telah menjalani operasidan diberikan nutrisi yang baik masih tepat membutuhkan sedikitnya 1500 Kkal/hari. Pemberian makan alternatif seperti melalui enteral dan parenteral dilakukan pada klien yang tersedia mampu mempertahankan asupanmakanan secara normal (Potter, 2006).

3. Infeksi

  Infeksi luka menghambat penyembuhan. Bakteri sumber penyebab infeksi (Yusuf , 2009).

4. Sirkulasi (hipovolemia) dan oksigenasi

  Sejumlah kondisi fisik dapat mempengaruhi penyembuhan luka. Adanya sejumlah besar lemaksubkutan dan jaringan lemak (yang memiliki sedikit pembuluh darah). Pada orang-orang yang gemukpenyembuhan luka lambat karena jaringan lemak lebih sulit menyatu, lebih mudah infeksi, dan lama untuksembuh. Aliran darah dapat terganggu pada orang dewasa dan pada orang yang menderita gangguan pembuluhdarah perifer, hipertensi ataudiabetes millitus. Oksigenasi jaringan menurun pada orang yang menderita anemiaatau gangguan pernapasan kronik pada perokok. Kurangnya volume darah akan mengakibatkan vasokonstriksidan menurunnya ketersediaan oksigen dan nutrisi untuk penyembuhan luka (Yusuf , 2009).

5. Hematoma

  Hematoma merupakan bekuan darah. Seringkali darah pada luka secara bertahap diabsorbsi olehtubuh masuk kedalam sirkulasi. Tetapi jika terdapat bekuan yang besar, hal tersebut memerlukan waktu untukdapat diabsorbsi tubuh, sehingga menghambat proses penyembuhan luka (Yusuf , 2009).

6. Iskemia

  Iskemia merupakan suatu keadaan dimana terdapat penurunan suplai darah pada bagian tubuh akibatdari obstruksi dari aliran darah. Hal ini dapat terjadi akibat dari balutan pada luka terlalu ketat. Dapat juga terjadiakibat faktor internal yaitu adanya obstruksi pada pembuluh darah itu sendiri (Yusuf, 2009).

7. Diabetes 

  Hambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan peningkatan gula darah, nutrisi tidak dapatmasuk ke dalam sel. Akibat hal tersebut juga akan terjadi penurunan protein-kalori tubuh (Yusuf , 2009).

8. Keadaan luka

  Keadaan khusus dari luka mempengaruhi kecepatan dan efektifitas penyembuhan luka. Beberapa lukadapat gagal untuk menyatu.

9. Obat

 

  Obat anti inflamasi (seperti steroid dan aspirin), heparin dan anti neoplasmik mempengaruhipenyembuhan luka.

  Penggunaan antibiotik yang lama dapat membuat seseorang rentan terhadap infeksi luka.

  Steroid : akan menurunkan mekanisme peradangan normal tubuh terhadap cedera.

   Antikoagulan : mengakibatkan perdarahan

   Antibiotik : efektif diberikan segera sebelum pembedahan untuk bakteri penyebab kontaminasi yangspesifik. Jika diberikan setelah luka pembedahan tertutup, tidak akan efektif akibat koagulasi intravaskular.(Yusuf , 2009).

KOMPLIKASI

a. Komplikasi dini

1. Infeksi

  Invasi bakteri pada luka dapat terjadi pada saat trauma, selama pembedahan atau setelahpembedahan. Gejala dari infeksi sering muncul dalam 2 – 7 hari setelah pembedahan. Gejalanya berupa infeksitermasuk adanya purulent, peningkatan drainase, nyeri, kemerahan dan bengkak di sekeliling luka, peningkatansuhu, dan peningkatan jumlah sel darah putih.

2. Perdarahan

  Perdarahan dapat menunjukkan suatu pelepasan jahitan, sulit membeku pada garis jahitan, infeksi, atauerosi dari pembuluh darah oleh benda asing (seperti drain). Hipovolemia mungkin tidak cepat ada tanda.Sehingga balutan (dan luka di bawah balutan) jika mungkin harus sering dilihat selama 48 jam pertama setelahpembedahan dan tiap 8 jam setelah itu. Jika perdarahan berlebihan terjadi, penambahan tekanan balutan lukasteril mungkin diperlukan. Pemberian cairan dan intervensi pembedahan mungkin diperlukan.

3. Dehiscence dan Eviscerasi

  Dehiscence dan eviscerasi adalah komplikasi operasi yang paling serius. Dehiscence adalahterbukanya lapisan luka partial atau total. Eviscerasi adalah keluarnya pembuluh melalui daerah irisan. Sejumlahfaktor meliputi, kegemukan, kurang nutrisi, ,multiple trauma, gagal untuk menyatu, batuk yang berlebihan,muntah, dan dehidrasi, mempertinggi resiko klien mengalami dehiscence luka. Dehiscence luka dapat terjadi 4 – 5 hari setelah operasi sebelum kolagen meluas di daerah luka. Ketika dehiscence dan eviscerasi terjadi lukaharus segera ditutup dengan balutan steril yang lebar, kompres dengan normal saline. Klien disiapkan untuksegera dilakukan perbaikan pada daerah luka.

b. Komplikasi Lanjut

  Keloid dan jaringan parut hipertrofik timbul karena reaksi serat kolagen yang berlebihan dalam prosespenyembuhan luka. Serat kolagen disini teranyam teratur. Keloid yang tumbuh berlebihan melampaui batas luka,sebelumnya menimbulkan gatal dan cenderung kambuh bila dilakukan intervensi bedah.

  Parut hipertrofik hanya berupa parut luka yang menonjol, nodular, dan kemerahan, yang menimbulkanrasa gatal dan kadang  – kadang nyeri. Parut hipertrofik akan menyusut pada fase akhir penyembuhan lukasetelah sekitar satu tahun, sedangkan keloid tidak.

  Keloid dapat ditemukan di seluruh permukaan tubuh. Tempat predileksi merupakan kulit, toraksterutama di muka sternum, pinggang, daerah rahang bawah, leher, wajah, telinga, dan dahi. Keloid agak jarangdilihat di bagian sentral wajah pada mata, cuping hidung, atau mulut.

  Pengobatan keloid pada umumnya tidak memuaskan. Biasanya dilakukan penyuntikan kortikosteroidintrakeloid, beban tekan, radiasi ringan dan salep madekasol (2 kali sehari selama 3-6 bulan). Untuk mencegahterjadinya keloid, sebaiknya pembedahan dilakukan secara halus, diberikan beban tekan dan dihindarikemungkinan timbulnya komplikasi pada proses penyembuhan luka. (Yusuf, 2009)

DAFTAR PUSTAKA

1. Almatsier, Sunita. 2005. Penuntun Diet. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

2. Arikunto, S. 2008. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Yogya : Rineka Cipta.

3. Ensiklopedia, 2010. Bedah Sesar. (Online),(http://www.wikipedia.ensiklopedia.com/2010/09/01/bedah-sesar.html/diakses tanggal, 20-09-2010, jam03.58 WIB)

4.

5. Hidayat Alimul Aziz, 2007. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data. Jakarta :Salemba Medika.

 

6. Iqbal, 2010. Sectio Sesarea II. (Online), (http://www.Iqbalbaldctr2002.co.cc/2010/04/17/serctio-sesarea-II.html/diakses tanggal, 01-10-2010, jam 17.00 WIB)

7. Mochtar, Rustam, 2005. Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC.

8. Notoatmodjo Soekidjo, 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

9. Nursalam, 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Keperawatan. Jakarta :Salemba Medika.

10. Nunung, 2009. Seputar Sectio saesar. (Online),(http://www.nunung.himapid.blogspot.com/2009/08/01/seputar-sectio-saesar.html/diakses tanggal, 24-10-2010, jam 17.58 WIB)

11. Pratiknya, 2007. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada.

12. Potter, 2006. Fundamental Keperawatan. Jakarta EGC.

13. Sugiyono, 2009. Statistika Untuk Penelitian. Bandung : Alfebeta.

14. Santoso, 2009. Penyembuhan Luka. (Online),(http://[email protected]/2009/10/28/penyembuhan-luka.html/diakses tanggal,30-10-2010, jam 15.40WIB)

15. Saifuddin, 2005. Panduan Pencegahan Infeksi untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan denghanSumber Daya Terbatas. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

16. Tjahyono Sigit A, 2009. Penyembuhan Bedah Caesar. (Online),(http://www.Dr.A.Sigit.Tjahyono,Sp.B,Sp.BTKV(K).detikhealth.com/2009/07/17/penyembuhan-bedah-saesar.html/diakses tanggal, 25-09-2010, jam 15.10 WIB)

17. Yusuf, 2009. Penyembuhan Luka. (Online),(http://www.sinagayusuf.com/2009/04/19/penyembuhan-luka.html./diakses tanggal, 20-10-2010, jam19.00 WIB)

18. Signaterdadie’s, 2009. Desinfektan. (Online),(http://www.signaterdadie’s.com/2009/10/04/desinfektan.html./diakses tanggal, 20-10-2010, jam 19.30WIB)