indrayudha (artikel)_unlocked.pdf

download indrayudha (artikel)_unlocked.pdf

of 90

Transcript of indrayudha (artikel)_unlocked.pdf

  • 8/15/2019 indrayudha (artikel)_unlocked.pdf

    1/90

    1

    KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM MALPRAKTIK

    KEDOKTERAN BAGI PERLINDUNGAN HUKUM

    ANTARA PASIEN DAN DOKTER

    Oleh : Indra Yudha Koswara

    Head legal di PT. Pondok Kalimaya Putih dan Dosen Fakultas Hukum Universitas

    Suryakancana (UNSUR). Alumni Program S2 Ilmu Hukum di UNSUR dan Alumni S3

    Program Doktor Ilmu Hukum di UNISBA.

    Abstract

    The doctors says that code of conduct Indonesian Medical (KODEKI) is good enough to oversee the doctors when they on duty, so the faultof medical malpractice is often assumed contravention ethical norms not

    supposed to be given criminal threats. Otherwise the patients or their family feelsdifficult to prove medical malpractice in legal proceedings, because the meaningof medical malpractice that isn’t written clearly in the laws so it can have somany senses of medical malpractice. The purpose of the research is the problemidentification is to know and understand : How does the criminal lay policy aboutmedical malpractice in the code of Penal (Criminal Code) and act 29 of 2004

    about practice of medicine that is related with medical malpractice? And How toapply the code of Penal (Criminal Code) and act 29 of 2004 about practice ofmedicine that is related with code of conduct IndonesianMedical (KODEKI) in the order to human rights protection of the doctors andthe patients? And How does the function and the role of Indonesian Medical

    Disciplinary Board (MKDKI) when they solve the medical malpractice incriminal charges? This study used a normative approach, analysis descriptivelythat uses secondary data. The source of secondary data is doing literature reviewby law’s source, that primary, secondary or tertiary. Then it is analysed byqualitative analysis. The conclution is: The criminal law policy that made by thelaw’s rule act 1 of 1946 about the code of Penal (Criminal Code) and act 29 of2004 about practice of medicine can punish the- medical-malpractice by the legal

    proceedings, but it so hard if it is related with Circular Letter Republic Indonesian Supreme Court of 1982 (SEMA RI) 1982, is recommended that thedoctors’s cases or medical worker doesn’t by legal channels before, but by codeof conduct Board(MKEK)’s opinions that n ow become Indonesian Medical

    Disciplinary Board(MKDKI) and the duty of MKDKI is enforcement disciplinary for doctor or dentist in medical practice.

    Keywords : protection , malpractice , code of conduct .

  • 8/15/2019 indrayudha (artikel)_unlocked.pdf

    2/90

    2

    A. PENDAHULUAN

    Kesehatan sebagai bagian pemenuhan hak asasi manusia harusdiwujudkan dalam bentuk pemberian berbagai upaya kesehatan kepada seluruh

    lapisan masyarakat melalui penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang

    berkualitas dan terjangkau oleh masyarakat.

    Pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran,

    kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang dalam rangka

    mewujudkan derajat kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur

    kesejahteraan umum yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsaIndonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar

    Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

    Penyelenggaraan praktik kedokteran yang merupakan inti dari berbagai

    kegiatan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan harus dilakukan oleh dokter

    dan dokter gigi yang memiliki etik dan moral yang tinggi, keahlian dan

    kewenangan yang secara terus – menerus harus ditingkatkan mutunya melalui

    pendidikan dan pelatihan berkelanjutan, sertifikasi, registrasi, lisensi, serta

    pembinaan, pengawasan, dan pemantaun agar penyelenggaraan praktik

    kedokteran sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

    Sebagaimana tertulis dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang telah

    diamandemen sebanyak 4 (empat) kali dalam Pasal 28A yang berbunyi: “Setiap

    orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan

    kehidupannya“, dan Pasal 28H ayat (1) yang berbunyi: “Se tiap orang berhak

    hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan

    hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”, serta

    Pasal 34 ayat (3) yang berbunyi: “Negara bertanggung jawab atas penyediaan

    fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak”. 1

    Menjadi hak setiap orang mendapatkan pelayanan kesehatan, karena itu

    dalam suatu tatanan masyarakat di mana pun, sudah merupakan kewajiban dokter

    1

    Undang-Undang Dasar 1945, Amandemen Ke 1–

    Ke 4 (1999–

    2002) , Eska Media,Jakarta,2004, hlm 22 – 28.

  • 8/15/2019 indrayudha (artikel)_unlocked.pdf

    3/90

    3

    melalui pelayanan kesehatan profesi kedokteran untuk mengobati orang sakit.

    Oleh sebab itu, menurut Imam Al Gazali, mengobati orang sakit adalah “ Fardhu

    Kifayah “.2

    Jika dokter melakukan pembedahan kepada pasiennya dengan pisau bedah

    dan pasiennya meninggal dunia, tetapi terkena mata dari pasiennya, maka sebagai

    hukumannya, tangan dokter tersebut harus dipotong. (Ketentuan dalam Kitab

    Undang-Undang Hammurabi dibuat pada tahun 1780 sebelum masehi). Demikian

    juga Hippocrates sudah meletakkan dasar agar dokter terhindar dari tindakan

    malpraktik , yang tersebut dalam “Sumpah Hippocrates ” yang sangat terkenal itu.Maka jika tidak ada malpraktik dokter saat itu, tentu tidak pernah ada yang

    namanya Sumpah Hippocrates tersebut. 3

    Dengan demikian tindakan medik yang menyimpang yang dilakukan

    tenaga kesehatan terhadap pasien pada saat itu telah terjadi, sehingga diperlukan

    suatu kaidah yang menjadi pedoman bagi tenaga kesehatan dalam mengobati

    pasiennya.

    “ Dalam hubungan antara dokter dan pasien, walaupun pasien dari

    pihak yang kurang memahami tentang masalah kesehatan, tetapi

    hendaknya pihak dokter dan rumah sakit dapat memenuhi kewajibannya

    untuk memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan,

    standar profesi, dan standar operasional prosedur kepada pasien baik

    diminta maupun tidak diminta” . 4

    Dalam era globalisasi profesi kedokteran merupakan salah satu profesi

    yang banyak mendapat perhatian masyarakat karena sifat pengabdiannya dan

    pelayanannya kepada masyarakat cukup kompleks. Meningkatnya perhatian

    masyarakat tersebut disebabkan oleh banyak faktor perubahan antara lain

    kemajuan bidang ilmu dan teknologi kedokteran, perubahan sosial budaya dan

    pandangan hidup termasuk karakteristik masyarakat sumber daya manusia yang

    2Munir Fuady, Sumpah Hippocrates , Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005, hlm 1.3 Ibid, hlm 15.4

    Desriza Ratman, Mediasi Non Litigasi Terhadap Sengketa Medik Dengan Konsep Win-WinSolution , Elex Media Komputindo, Jakarta, 2012, hlm 2.

  • 8/15/2019 indrayudha (artikel)_unlocked.pdf

    4/90

    4

    berkecimpung di bidang kedokteran dan kesehatan sebagai pihak pemberi

    pelayanan publik.

    Begitu pula sebaliknya adanya perubahan masyarakat pengguna jasa di

    bidang kesehatan yang pengetahuannya semakin bertambah menyebabkan

    kesadaran akan hak-haknya cukup tinggi sehingga sangat kritis dalam menerima

    penyelenggaraan pelayanan jasa yang diberikan oleh para pemberi jasa dibidang

    kedokteran dan kesehatan.

    “ Namun berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap dokter,

    banyaknya tuntutan hukum oleh masyarakat pada dewasa ini disebabkanoleh kegagalan upaya penyembuhan oleh dokter. Walaupun kegagalan

    penerapan ilmu pengetahuan kedokteran tidak selalu identik dengan

    gagalnya dalam tindakan pelayanan “. 5

    Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran

    menjelaskan malpraktik tidak secara eksplisit, tetapi dijelaskan pada Pasal 66 ayat

    (1) yang berbunyi :

    “ Setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan

    atas tindakan dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik

    kedokteran dapat mengadukan secara tertulis kepada Ketua Majelis

    Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia” dan ayat (3) yaitu

    “Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2 ) tidak

    menghilangkan hak setiap orang untuk melaporkan adanya dugaan tindak

    pidana kepada pihak yang berwenang dan/atau menggugat kerugian

    perdata ke pengadilan” .6

    Bahwa ketentuan ini telah dikuatkan berdasarkan keputusan Mahkamah

    Konstitusi melalui Putusan No.14/PUU-XII/2014, setelah sebelumnya MK

    5 S.Soetrisno, Malpraktek Medik dan Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa ,Telaga Ilmu, Tangerang, 2010, hlm 1.

    6 Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) adalah suatu lembaga yangdibentuk dan juga bertanggung jawab kepada Konsil Kedokteran Indonesia (KKI), MKDKI inibertugas sebagai penegak keadilan yang tugasnya bersifat independen terhadap pengaduan

    dugaan pelanggaran disiplin keilmuan terhadap dokter dan dokter gigi dalam menjalankanpraktik kedokterannya.

  • 8/15/2019 indrayudha (artikel)_unlocked.pdf

    5/90

    5

    menolak permohonan uji materi terhadap ketentuan Pasal 66 ayat (3) UU No. 29

    Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran mengenai Laporan Pidana yang diajukan

    oleh dr.Agung Sapta Adi, Sp.An, dkk, dalam putusan tersebut MK menegaskan

    bahwa laporan Pidana adalah bertujuan untuk melindungi Pasien. 7 Dengan

    demikian dikalangan dokter sendiri masih ada penolakan atas penegakan hukum

    kasus malpraktik kedokteran. Padahal di dunia modern ini dokter tidak harus takut

    dengan ancaman hukum selama dokter bekerja dengan tulus iklas berkomunikasi

    baik dan sesuai dengan kaidah ilmu kedokteran. 8

    Tembok besar yang dihadapi masyarakat dalam mencari keadilan hukumdalam menghadapi permasalahan malpraktik kedokteran telah menjadi

    permasalahan hukum tersendiri di Indonesia.

    Pada awalnya, dokter dan dokter gigi dibekali dengan peraturan Kode Etik

    Kedokteran (KODEKI), namun KODEKI ini tidak mempunyai kekuatan yang

    mengikat, karena bukan merupakan peraturan pemerintah. Tetapi dengan

    dikeluarkannya Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :

    554/Men.Kes/Per/XII/1982 tentang Panitia Pertimbangan dan Pembinaan EtikKedokteran, maka Etik Kedokteran ini mempunyai kekuatan hukum bagi profesi

    dokter dan dokter gigi.Walaupun terhadap dokter yang melakukan pelanggaran

    etika profesi sudah ada sanksi, tetapi Permenkes ini belum mengatur sanksi

    pidana bagi dokter yang melakukan tindak pidana kejahatan, yang diatur baru

    sebatas pelanggaran.

    Oleh karena itu untuk kejadian malpraktik pidana, Pemenkes ini belum

    bisa menjawab persoalan yang menyangkut malpraktik pidana. KODEKI ini

    hanya bersifat petunjuk perilaku yang berisi kewajiban – kewajiban yang harus

    dipenuhi oleh seorang dokter. 9

    7 Mahkamah Konstitusi Tegaskan Pidana Kedokteran untuk Lindungi Pasien,http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5534d20leb847/, diakses 4 April 2015, 12:14 PM

    8 3 (tiga) Penyebab Utama Terjadinya Malpraktik Medis,http://dokterindonesiaonline.com/2013/12/02/, diakses 5 Mei 2015, 1:29 PM

    9

    Harjo Wisnoewardono, Tanggungjawab Dokter Dalam Hal Pengguguran KandunganMenurut Hukum Pidana , Arena Hukum FH Unibraw, Malang, Juli 2002. ,hlm. 165

    http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5534d20leb847/http://dokterindonesiaonline.com/2013/12/02/http://dokterindonesiaonline.com/2013/12/02/http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5534d20leb847/

  • 8/15/2019 indrayudha (artikel)_unlocked.pdf

    6/90

    6

    Kasus-kasus yang menjadi perhatian masyarakat Indonesia yang berkaitan

    dugaan malpraktik kedokteran adalah kasus Prita Mulyasari dengan pihak RS

    OMNI Internasional pada tahun 2009 (korban justru dilaporkan oleh pihak RS

    OMNI Internasional dengan tuntutan pidana dan perdata dengan alasan

    pencemaran nama baik) dan kasus dokter Dewa Ayu Sasiary Prawani dan kawan-

    kawan pada saat melakukan operasi cito secsio sesaria terhadap Siska Makatey

    yang berujung dengan kematian di RS Prof. Dr.RD Kandou Manado pada tahun

    2010 (dokter yang dilaporkan oleh keluarga korban dituntut secara pidana

    walaupun pada akhirnya dibebaskan dalam putusan Peninjauan Kembali di

    Mahkamah Agung RI) serta kasus lainya seperti yang dapat penulis sampaikan

    dalam bentuk tabel sebagai berikut :

    Tabel 1

    Beberapa Kasus Yang Diduga Sebagai Malpraktik

    Kedokteran Rentang Waktu 2002 - 2003 10

    No Korban Kasus Tempat Tahun

    1 Sherly Cacat setelah persalinan RSB Libra

    Citeurep

    2002

    2 Yoseviana Meninggal dunia akibat

    obat perangsang kelahiran

    RS. Permata

    Bunda

    Kupang

    2003

    Sumber Data : Gatra, 2004.

    Tabel 2

    Pengaduan Malpraktik Ke LBH Kesehatan 11

    No Korban Kasus Tempat Tahun

    10 Arie Kelana, dkk, Laporan Khusus : Susahnya Menyeret Dokter ke Meja Hijau , Gatra2004.

    11

    Baku Tuding Malpraktek, http://tempo.co.id/hg/narasi/2004/08/05/nrs,20040805-01,id.html, diakses 17 Maret 2015, 11:00 WIB.

    http://tempo.co.id/hg/narasi/2004/08/05/nrs,20040805-01,id.htmlhttp://tempo.co.id/hg/narasi/2004/08/05/nrs,20040805-01,id.htmlhttp://tempo.co.id/hg/narasi/2004/08/05/nrs,20040805-01,id.htmlhttp://tempo.co.id/hg/narasi/2004/08/05/nrs,20040805-01,id.html

  • 8/15/2019 indrayudha (artikel)_unlocked.pdf

    7/90

    7

    3 Herly Hutauruk Pendarahan Otak RS. Budi

    Lestari RS.Hermina

    2004

    4 Mindo Hernia RS.

    Persahabatan

    2004

    Sumber : Tempo, 2004.

    Tabel 3

    Kasus Malpraktik di RS Omni Internasional 12

    No Korban Kasus Tempat Tahun

    1 Prita Mulyasari Adanya perbedaan hasil

    Lab terkait thrombosit

    mengalami pembengkakan

    pada leher kiri dan mata

    kiri

    RS. Omni

    Internasional

    2008

    2 Jared dan Jayden Mengalami kebutan

    karena pemasangan

    ventilasi khusus yang

    mendorong pemutusan

    saraf mata

    RS. Omni

    Internasional

    2008

    Sumber data: News.detik.com, Jakarta, 2010.

    Tabel 4

    Kasus Malpraktik di RS Krian Husada Sidoarjo Jatim 13

    12 SP3 Kasus Malpraktek, Bayi Kembar Jared & Jayden, Polisi di Kecam ,http://news.detik.com/read/2010/04/26/210126/1345916/10/, diakses 12 Maret 2015, 11:24WIB.

    13

    Dokter Indonesia Online, Dokter Wida Dibui 10 bulan Pasien Anak HiperkalemiaMeninggal, http://dokterindonesiaonline.com/2013/12/02 / , diakses 5 Mei, 1:25 PM.

    http://news.detik.com/read/2010/04/26/210126/1345916/10/http://dokterindonesiaonline.com/2013/12/02/http://dokterindonesiaonline.com/2013/12/02/http://dokterindonesiaonline.com/2013/12/02/http://dokterindonesiaonline.com/2013/12/02/http://news.detik.com/read/2010/04/26/210126/1345916/10/

  • 8/15/2019 indrayudha (artikel)_unlocked.pdf

    8/90

    8

    No Korban Kasus Tempat Tahun

    1 Deva Chayanata

    (3 Tahun)

    Mengalami kematian

    akibat suntikan

    penyuntikan KCL 12,5 ml,

    yang dilakukan oleh

    dr.Wida dan dituntut pasal

    359 KUHP serta di putus

    bersalah dijatuhi hukuman

    10 bulan berdasarkan

    putusan MA (Website MA

    tgl 22 Maret 2013)

    RS. Krian

    Husada

    Sidoarjo Jawa

    Timur

    28 April

    2010

    Tabel 5

    Kasus Malpraktik di RSUD dr. Soebandi 14

    No Korban Kasus Tempat Tahun

    1 Wagiman

    Riyanto ( 60

    Tahun )

    Didiagnosa penyakit

    prostat dan diharusksn

    operasi selalnjutnya

    dilakukan pembiusan

    selang 15 menit pasien

    kejang-kejang dan dirawatdi ICU selama 7 hari lalu

    meninggal.

    RS. Krian

    Husada

    Sidoarjo Jawa

    Timur

    28 April

    2013

    Tabel 6

    14

    Dokter di Jember Dituduh Malpraktek,http://www.tempo.co/read/news/2013/ 12/02/058534064, diakses 5 Mei 1:53 PM.

    http://www.tempo.co/read/news/2013http://www.tempo.co/read/news/2013

  • 8/15/2019 indrayudha (artikel)_unlocked.pdf

    9/90

    9

    Kasus Malpraktik di RS Cipto Mangunkusumo 15

    No Korban Kasus Tempat Tahun

    1 Harun (35

    Tahun)

    Korban mengalami

    kecelakaan sepeda motor

    kemudian di operasi

    untuk mengangkat pen

    oleh dr. Wahyu Widodo,

    karena merasa sakit

    dikakinya pasien

    memeriksa ke RS

    Bhineka Bakti Husada

    Bogor setelah dipindai

    ternyata ada sisa pen besi

    sepanjang 5 cm kemudian

    dilakukan operasi

    lanjutan.

    RS. Cipto

    Mangunkusumo

    1 April

    2014

    Tabel 7

    Kasus Malpraktik di RS di Kota Cimahi Jabar 16

    No Korban Kasus Tempat Tahun

    15 Besi Tertinggal di Kaki Pasien Somasi Dokter RSCM,http://www.tempo.co/read/news/2014/05/30/064581233/, diakses 5 Mei 1:49 PM.

    16 Dugaan Malpraktek, Bayi 18 Bulan Divonis Buta,

    http://www.tempo.co/read/news/2014/08/18/058600316/, diakses 5 Mei 1:44 PM.

  • 8/15/2019 indrayudha (artikel)_unlocked.pdf

    10/90

    10

    1 Sepia Rizkiani

    (18 bulan)

    Setelah dirawat selama 12

    hari dan pemasangan infusdi kening sepia akhirnya

    bayi mungil tersebut

    mengalami kebutaan

    RS di Kota

    Cimahi

    2014

    Tabel 8

    Kasus Malpraktik di Klinik Metropole17

    No Korban Kasus Tempat Tahun

    1 Dua Pasien Pasien mengaku telah

    dirugikan setelah berobat

    di Klinik tersebut di duga

    melakukan malpraktik

    sehingga korban

    mengalami pendarahan

    dan kerugian materi yang

    cukup besar. Penyidik

    Polres Jakarta Barat telah

    menetapkan ES sebagai

    penanggung jawab klinik

    dan JP sebagai direktur

    klinik sebagai tersangka.

    Klinik

    Metropole

    Jakarta Barat

    2014

    17 Malpraktek 2 Pengelola Klinik Metropole Tersangka,http://www.tempo.co/read/news/2014/10/01/06461121686/, diakses 5 Mei 1:47 PM.

  • 8/15/2019 indrayudha (artikel)_unlocked.pdf

    11/90

    11

    Banyak pasien yang juga kerap mengadukan kasus malpraktik, hari demi

    hari pengaduan semakin banyak, hal ini dipicu oleh kualitas pelayanan kesehatan

    yang dirasa semakin merugikan pasien.

    “ Ke depan, tuntutan seperti ini akan makin banyak menurut Ketua

    Departemen Hukum Pusat Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia

    (Persi), dokter Herkuntanto,SH, FACLM kepada Pusat Data Persi,

    sedangkan menurut Iskandar Sitorus, Pendiri LBH Kesehatan tidak pernah

    ada angka resmi secara nasional mengenai kasus malpraktik, bahkan kasus

    malpraktik jarang diselesaikan sampai tingkat pengadilan karena Polisimasih tidak paham tentang masalah kesehatan, sehingga penanganannya

    kurang optimal” 18

    Tabel 9

    Data permasalahan yang diadukan di YPKKI.

    No Tahun Cacat Meninggal

    1 2005 2 3

    2 2006 6 -

    3 2007 - 2

    4 2008 2 -

    5 2009 - 2

    6 2010 1 -

    7 2011 - 1

    8 2012 3 -

    Jumlah 14 8

    18 SP3 Kasus Malpraktek, Op.cit.

  • 8/15/2019 indrayudha (artikel)_unlocked.pdf

    12/90

    12

    Sumber data: Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia Indonesia

    (YPKKI) Jakarta, 2013.

    Bahwa dari tabel 9 memperlihatkan pengaduan kepada YPKKI yang

    diadukan oleh masyarakat. 19 Berdasarkan data dari Ketua Yayasan Pemberdayaan

    Konsumen Kesehatan Indonesia (YPKKI) Jakarta oleh Marius Widjajarta

    menyampaikan bahwa tingkat dugaan malpraktik hingga tahun 2013 sangat

    tinggi, namun masyarakat tidak mengetahui jalur apa yang harus ditempuh

    apabila mendapatkan masalah malpraktik kedokteran, masyarakat selalu pasrahterhadap nasib yang diterima, bahkan apabila kasus ini dimajukan ke meja hijau

    pihak korban atau keluarga korban menghadapi kesulitan untuk membuktikan

    adanya kejadian malpraktik. 20

    Kejadian ini menandakan kejenuhan masyarakat dalam melaporkan

    adanya dugaan pelanggaran malpraktik kepada pihak berwajib maupun kepada

    Majelis Kehormatan Disiplin Kodekteran Indonesia, karena tidak adanya tindak

    lanjut apalagi efek jera yang dihasilkan oleh proses peradilan maupun oleh

    Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) dalam pencegahan

    malpraktik, masalah ini menandakan keadaan yang kurang baik dalam

    pembangunan kesehatan.

    Terlebih proses penegakan disiplin yang dilakukan MKDKI masih banyak

    belum diketahui oleh hakim, polisi, dan masyarakat bahkan dokter atau dokter

    gigi belum mengetahui juga. 21Pemberitaan yang selalu menyudutkan pihak dokter

    dalam kasus malpraktik semacam ini telah menimbulkan keresahan atau paling

    tidak kekhawatiran kalangan dokter, karena profesi dokter ini bagaikan makan

    buah simalakama, dimakan bapak mati tidak dimakan ibu mati. Tidak menolong

    19 Nur Alim, Putusan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) Sebagai Alat Bukti Awal Dalam Penegakan Hukum Kesehatan , FH Universitas Hasanuddin, Makassar,2013, hlm 3.

    20 Ibid, hlm 4.21

    http://www.tempo.co/read/news/2013/12/23/173539526/Ketua-MKDKI: Kami TakMengenal Istilah Malpaktek/-nasional. Diakses 24 Januari 2015, 11:07 WIB.

    http://www.tempo.co/read/news/2013/12/23/173539526/Ketua-MKDKIhttp://www.tempo.co/read/news/2013/12/23/173539526/Ketua-MKDKI

  • 8/15/2019 indrayudha (artikel)_unlocked.pdf

    13/90

    13

    dinyatakan salah menurut hukum, ditolong berisiko dituntut pasien atau

    keluarganya jika tidak sesuai dengan harapannya. 22

    Memperhatikan kasus-kasus di atas telah terbentuk posisi yang saling

    berhadapan antara pasien dan dokter dalam rangka pelayanan kesehatan kepada

    masyarakat masing-masing pihak merasa benar dengan tindakannya sehingga

    menimbulkan prasangka yang kurang baik diantara pasien dan dokter, yang

    sebenarnya hal ini tidak perlu terjadi karena telah ada perundang-undangan yang

    mengatur hubungan dokter dan pasien, dan Kode Etik Kedokteran (KODEKI)

    serta sesuai dengan standar profesi , Standart Operating Procedure (SOP)dan/atau standar pelayanan medik yang baik.

    “ Namun dari kejadian seperti kasus-kasus di atas, menimbulkan

    kekhawatiran di masyarakat, kemungkinan menurunya tingkat pengaduan

    yang masuk di MKDKI, menandakan kejenuhan masyarakat melaporkan

    adanya dugaan pelanggaran malpraktik, karena tidak adanya tindak lanjut

    apalagi efek jera yang dihasilkan MKDKI dalam pencegahan malpraktik,

    hal seperti ini menandakan keadaan yang buruk dalam pembangunankesehatan”. 23

    Tuntutan hukum berawal dari rasa ketidakpuasan pasien terhadap tindakan

    dokter (dokter umum, dokter gigi, dokter spesialis dan dokter gigi spesialis)

    dalam menjalankan praktik kedokterannya serta meluas kepada tingkat rumah

    sakit. Rumah sakit memiliki kewajiban dalam menyediakan sarana dan prasarana

    dalam rangka pelayanan kesehatan serta mengatur segala hal yang berhubungan

    dengan pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, anti diskriminalisasi dan efektifdengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan

    rumah sakit. 24

    22 Syahrul Machmud, Penegakan Hukum Dan Perlindungan Hukum Bagi Dokter YangDiduga Melakukan Medikal Malpraktek , KPD, Bandung, 2012, hlm. 3.

    23 Veronica Kolamawati, Peranan Informed Consent Dalam Transaksi Traupeutik , Citra

    Aditya Bakti, Bandung, 1989, hlm 5.24 Desriza Ratman, Op.cit, hlm 6

  • 8/15/2019 indrayudha (artikel)_unlocked.pdf

    14/90

    14

    Sementara pada tataran operasional dalam pelayanan kesehatan kepada

    masyarakat masih saja diketemukan pelayanan kesehatan yang menimbulkan

    kerugian bagi pasien baik itu rasa sakit , cacad fisik bahkan menyebabkan

    kematian. Dengan demikian, upaya penegakan hukum dalam rangka perlindungan

    atas hak dan kewajiban terhadap pasien dan dokter telah di atur dalam Undang-

    Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, namun terkait masalah

    Malpraktik Kedokteran pasien masih belum terlindungi.

    B. PEMBAHASAN.

    1. Pengertian Malpraktik Kedokteran.

    Untuk pemahaman yang dapat memberikan arahan yang jelas tentang

    pengertian malpraktik, dapat disampaikan beberapa pendapat sarjana tentang

    terminologi malpraktik sebagai berikut :

    a. Veronica menyatakan bahwa istilah malpraktik berasal dari “ malpractice ”

    yang pada hakekatnya adalah kesalahan dalam menjalankan profesi yang

    timbul sebagai akibat adanya kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan

    dokter. 25

    b. Hermien Hadiati menjelaskan malpractice secara harfiah berarti bad

    practice , atau praktik buruk yang berkaitan dengan praktik penerapan ilmu

    dan teknologi medik dalam menjalankan profesi medik yang mengandung

    cirri-ciri khusus. Karena malpraktik berkaitan dengan “ how to practice the

    medical scien ce and technology” , yang sangat erat hubungannya dengan

    sarana kesehatan atau tempat melakukan praktik dan orang yang

    melaksanakan praktik, maka Hermien lebih cenderung untuk menggunakanistilah “ maltreatment ”.26

    25 D.Veronica Komalawati (1), Op.Cit, hlm 87.26

    Hermien Hadiati Koeswadji, Hukum Kedokteran (Studi tentang Hubungan Hukum dalammana Dokter Sebagai Salah Satu Pihak) , Citra Aditya Bakti, Bandung, 1998, hlm.124.

  • 8/15/2019 indrayudha (artikel)_unlocked.pdf

    15/90

    15

    c. Danny Wiradharma memandang malpraktik dari sudut tanggungjawab

    dokter yang berada dalam suatu perikatan dengan pasien, yaitu dokter

    tersebut melakukan praktik buruk. 27

    d. Ngesti Lestari mengartikan malpraktik secara harfiah sebagai “ p elaksanaan

    atau tindakan yang salah “. 28

    Dari keempat pendapat di atas, pada umumnya cenderung menggunakan

    istilah yang langsung dikaitkan dengan praktek dokter, hanya Ngesti Lestari saja

    yang tidak menghubungkan dengan praktik dokter secara langsung. Sedangkan

    Hermien, walaupun menghubungkan istilah malpraktik dengan praktek dokter

    yang jelek, namun sebenarnya Hermien lebih cenderung untuk memakai istilah

    “maltreatment ” daripada istilah “malpraktik”.

    Berdasarkan pengertian istilah di atas, beberapa sarjana sepakat untuk

    merumuskan penggunaan istilah medical malpractice (malpraktik medik)

    sebagaimana disebutkan dibawah ini :

    a. John D. Blum memberikan rumusan tentang medical malpractice sebagai “ a

    form of professional negligence in which measurable injury occurs to a

    plaintiff patient as the direct result of act or omission by the defendant

    practitioner ” (malpraktik medik merupakan bentuk kelalaian profesi dalam

    bentuk luka atau cacat yang dapat diukur yang terjadinya pada pasien yang

    mengajukan gugatan sebagai akibat langsung dari tindakan dokter). 29

    b. Black Law Dictionary merumuskan malpraktik sebagai “any professional

    misconduct, unreasonable lack of skill or fidelity in professional or judiacry

    duties, evil practice, or illegal or immoral conduct……” (perbuatan jahat

    dari seorang ahli, kekurangan dalam ketrampilan yang di bawah standar,

    atau tidak cermatnya seorang ahli dalam menjalankan kewajibannya secara

    27 Danny Wiradharmairadharma, Penuntun Kuliah Kedokteran dan Hukum Kesehatan ,Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1999, hlm.124.

    28 Ngesti Lestari, Masalah Malpraktek Etik dalam Praktek Dokter (Jejaring Bioeta danHumaniora ), Kumpulan Makalah Seminar tentang Etika dan Hukum Kedokteran diselenggarakan

    oleh RSUD Dr.Saiful Anwar, Malang, 2001. hlm.2.29 Hermien Hadiati Koeswadji, Op.Cit , hlm. 122-123.S

  • 8/15/2019 indrayudha (artikel)_unlocked.pdf

    16/90

    16

    hukum, praktik yang jelek atau illegal atau perbuatan yang tidak

    bermoral). 30

    c. Rumusan yang berlaku di dunia kesehatan adalah “ Professional misconduct

    or lack of ordinary skill in the performance of professional act. A practioner

    is liabel for damages or injuries caused by malpractice ”. “ Malpractice

    requires that the patient demonstrate some injury and that the injury be

    negligently caused………… ”.

    d. Junus Hanafiah mendefinisikan malpraktik medik adalah kelalaian seorang

    dokter untuk mempergunakan tingkat ketrampilan dan ilmu pengetahuan

    yang lazim dipergunakan dalam mengobati pasien atau orang yang terluka

    menurut ukuran di lingkungan yang sama. 31

    e. Veronica memberikan pengertian bahwa medical malpractice. atau

    kesalahan profesional dokter adalah kesalahan dalam menjalankan profesi

    medis yang tidak sesuai dengan standar profesi medis dalam menjalakan

    profesinya.

    f. Munir Fuady , yang dimaksud dengan malpraktik dokter adalah setiap

    tindakan medis yang dilakukan oleh dokter atau orang-orang di bawah

    pengawasannya, atau oleh penyedia jasa kesehatan yang dilakukan terhadap

    pasiennya, baik dalam hal diagnosis, terapeutik , atau manajemen penyakit,

    yang dilakukan secara melanggar hukum, kepatutan, kesusilaan, dan

    prinsip-prinsip professional, baik dilakukan dengan kesengajaan, atau

    ketidakhati-hatian, menyebabkan salah tindak, rasa sakit, luka, cacat,

    kematian, kerusakan pada tubuh dan jiwa, atau kerugian lainnya dari pasien

    dalam perawatannya, yang menyebabkan dokter harus bertanggung jawab

    baik secara administrasi dan atau secara perdata dan atau secara pidana. 32

    g. Menurut Anny Isfandyahrie bahwa setiap malpraktik yuridik sudah pasti

    malpraktik etik, tetapi tidak semua malpraktik etik merupakan malpraktik

    30 H.M. Soedjatmiko, Masalah Medik Dalam Malpraktek Yuridik , Kumpulan MakalahSeminar tentang Etika dan Hukum Kedokteran diselenggarakanoleh RSUD Dr Saiful Anwar,Malang, 2001, hlm 3.

    31 M.Jusuf Hanafiah dan Amri Amir , Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan , Penerbit

    Buku Kedokteran EGC, Jkarta, 1999, hlm.87.32 Munir Fuady, Op Cit ……. hlm. 2.

  • 8/15/2019 indrayudha (artikel)_unlocked.pdf

    17/90

    17

    yuridik. Berikut akan di jelaskan mengenai malpraktik etik dan malpraktik

    yuridik di bawah ini :

    1) Malpraktik Etik.

    Malpraktik etik adalah dokter melakukan tindakan yang

    bertentangan dengan etika kedokteran.Misalnya efek samping dari

    kemajuan teknologi antara lain :komunikasi antara dokter dengan pasien

    semakin berkurang, etika kedokteran terkontaminasi dengan kepentingan

    bisnis, harga pelayanan medis semakin tinggi, dan sebagainya.

    2) Malpratik Yuridik.

    Ada (3) tiga bentuk malpraktik yuridik, yaitu :

    a. Malpraktik Perdata.

    b. Malpraktik Pidana.

    c. Malpraktik Administratif.

    Melakukan praktik tanpa adanya ijin praktik yang sah, ijin praktik yang

    kadaluarsa, menjalankan praktek tanpa membuat catatan medis.33

    Makna malpraktik sebagaimana telah diuraikan secara panjang lebar di

    atas maka dapat disimpulkan sebagai berikut, dari berbagai pendapat diatas maka

    dapat disimpulkan bahwa, seorang dokter atau dokter gigi dikatakan telah

    melakukan praktik yang buruk atau malpraktik manakala dalam melakukan

    pelayanan medik, dia tidak memenuhi persyaratan-persyaratan atau standar-

    standar yang telah ditentukan seperti : dalam kode etik kedokteran, standar

    profesi, standar pelayanan medik maupun dalam standar operasional prosedur.34

    Untuk mengetahui apakah seorang dokter atau dokter gigi telah profesional

    dalam melaksanakan pelayanan kesehatannya, ada beberapa ukuran yang dapat

    dipakai sebagai patokan yaitu apakah pelayanan kesehatan atau pelayanan medis

    tersebut sudah memenuhi :

    33 Anny Isfandyahrie, Malpraktik & Resiko Medik , Prestasi Pustaka, Jakarta, 2005, hlm. 33-35.

    34

    Syahrul Machmud, Op-Cit, hlm. 161.

  • 8/15/2019 indrayudha (artikel)_unlocked.pdf

    18/90

    18

    1) Standar Profesi.

    2) Standar Pelayanan.

    3) Standar Opersional Prosedur. 35

    Standar Profesi menurut Permenkes Nomor 2052 Tahun 2011 tentang

    Izin Praktek dan Pelaksanaan Kedokteraan adalah batasan kemampuan minimal

    berupa knowledge, skill , dan professional attitude yang harus dikuasai oleh

    seorang dokter atau dokter gigi untuk dapat melakukan kegiatan profesionalnya

    pada masyarakat secara mandiri yang dibuat oleh organisasi profesinya.36

    Sedangkan menurut Leenen Standar Profesi Medis adalah berbuat secara

    teliti/seksama menurut ukuran medik, sebagai dokter yang memiliki kemampuan

    rata-rata ( average) dibanding dengan dokter dari kategori keahlian medik yang

    sama, dalam situasi kondisi yang sama dengan sarana upaya ( middelen ) yang

    sebanding/proprosional dengan tujuan konkrit tindakan/perbuatan yang

    dimaksud. 37 Adapun unsur Standar Profesi Medis yang terdapat dalam rumusan

    Leenen 38:

    a. Berbuat secara teliti/seksama ( zorgvulding handelen ), hal ini dikaitkan

    dengan kelalaian ( culpa ).

    b. Sesuai ukuran ilmu medik ( volgen de medische standard ), ini dimaksudkan

    kalau dokter umum harus dibandingkan dengan dokter umum dan dokter

    spesialis dibandingkan dengan dokter spesialis yang sejenis.

    c. Kemampuan rata-rata (average) dibanding kategori keahlian medik yang

    sama ( gemiddelde bewaamheid van gelijke medische categorie).

    d. Situasi dan kondisi yang sama.

    e. Sarana upaya yang sebanding/proprosional dengan tujuan konkret tindakan

    medik tersebut ( tot het concrete handelingsdoel ).

    35 Syahrul Macmud, Penegakan Hukum Dan Perlindungan Hukum Bagi Dokter YangDiduga Melakukan Medikal Malpraktik , Mandar Maju, Bandung, 2008, hlm. 135.

    36 Desriza Ratman, Aspek Hukum Penyelenggaraan Praktek Kedokteran Dan MalpraktekMedik , Keni Media, Bandung, 2014, hlm. 8.

    37 Ameln, Fred, Kapita Selekta Hukum Kedokteran , Grafikatama Jaya, Jakarta, 1991, hlm.

    14. 38 Ibid, hlm. 87.

  • 8/15/2019 indrayudha (artikel)_unlocked.pdf

    19/90

    19

    Standar Pelayanan menurut Permenkes Nomor 1438 Tahun 2010 tentang

    Izin Standar Pelayanan Kedokteraan adalah pedoman yang harus diikuti oleh

    dokter dan dokter gigi dalam menyelenggarakan Praktik Kedokteran. 39 Dokter

    merupakan salah satu profesi yang dituntut untuk bekerja secara professional

    dengan ciri-ciri yang harus dimiliki seperti keahlian, tanggung jawab dan

    kesejawatan. 40 Standar Pelayanan Kedokteran meliputi Pedoman Nasional

    Pelayanan Kedokteran (PNPK) dan Standar Prosedur Operasional (SPO). PNPK

    ini harus bersifat nasional yang dibuat oleh organisasi profesi dan disahkan oleh

    Menteri Kesehatan.

    Standar Prosedur Operasional/SPO adalah suatu perangkat

    instruksi/langkah-langkah yang dibakukan untuk meyelesaikan suatu proses kerja

    rutin tertentu yang memberikan langkah yang benar dan terbaik berdasarkan

    consensus bersama untuk melaksanakan berbagai kegiatan dan fungsi pelayanan

    yang dibuat fasilitas kesehatan berdasarkan Standar Profesi (PMK No. 1438/2010

    Tentang Standar Pelayanan Kedokteran pasal 1 angka 2 (dua) ). 41 SPO ini dibuat

    dengan tujuan agar berbagai proses kerja rutin terlaksana dengan efisien, efektif,

    seragam dan aman dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan melalui standar

    yang berlaku.

    Berdasarkan Permenkes No. 1438/2010 Tentang Standar Pelayanan

    Kedokteran, SPO yang dibuat harus berdasarkan PNPK yang ada. Selanjutnya

    SPO disusun dalam bentuk Panduan Praktik Klinik/PPK ( Clinic Practice

    Guidelines ) yang dapat dilengkapi dengan Alur Klinis ( Clinical Pathway ),

    Algoritme, Protocol, Procedure atau Standing Order.

    SPO yang dibuat harus selalu ditinjau kembali sekurang-kurangnya 2

    (dua) tahun sekali sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

    kedokteran atau ada perubahan pada PNPK.

    39 Ibid, hlm. 11.40 Ikatan Dokter Indonesia, Standar Pelayanan Medis, Dirjen Pelayanan Medik , Jakarta,

    1996, hlm. 1.41 Desriza Ratman, Op.cit, hlm. 14.

  • 8/15/2019 indrayudha (artikel)_unlocked.pdf

    20/90

    20

    Atas dasar itu, ukuran profesional dari dokter harus disesuaikan dengan

    perkembangan dan perubahan masyarakat. Setiap perubahan masyarakat yang

    tidak diikuti oleh perkembangan hukum akan mubajir, terutama dalam proses

    penegakan hukum. Penegakan hukum adalah suatu proses untuk mewujudkan

    keinginan-keinginan hukum menjadi kenyataan. 42

    “Adapun yang dimaksud denga n keinginan-keinginan hukum

    adalah pikiran-pikiran badan pembuat undang-undang yang dirumuskan

    dalam peraturan-peraturan hukum itu. Proses penegakan hukum

    menjangkau pula proses pembuatan hukum, yang merupakan perumusan pikiran pembuat hukum yang dituangkan dalam peraturan hukum akan

    turut menentukan bagaimana pelaksanaan penegakan hukum. Oleh karena

    itu, penegakan hukum sebenarnya dimulai sejak peraturan hukum yang

    harus dijalankan dibuat. Muladi kemudian menyebutkan adanya hubungan

    antara penegakan hukum dengan politik kriminal, dan politik sosial, atau

    penegakan hukum pidana merupakan bagian dari penanggulangan

    kejahatan (politik kriminal)”. 43

    Beberapa hal yang harus diketahui oleh dokter maupun pasien pada hal

    ini adalah:

    a. Hubungan Hak dan Kewajiban antara Dokter dan Pasien.

    Menurut Bahder Johan Nasution 44, hubungan dokter-pasien disebut

    sebagai “transaksi terapeutik” atau “kontrak terapeutik” atau “perjanjian

    terapeutik”, yaitu hubungan hukum yang melahirkan hak dan kewajiban yang

    sama bagi kedua belah pihak. Berbeda dengan perjanjian pada umumnya di

    masyarakat, perjanjian terapeutik memiliki sifat dan cirri khas tersendiri, yaitu

    berbeda pada objek perjanjiannya.

    42 Satjipto Rahardjo, Masalah Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis, Sinar Baru,Bandung, Tanpa tahun, hlm.24.

    43 Muladi dan Barda Nawawi Arief, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana , BP UniversitasDiponegoro, Semarang,1995, hlm.11.

    44

    Bahder Johan Nasution, Hukum Kesehatan Pertanggungjawaban Dokter , Rineka Cipta,Jakarta, 2005, hlm.11.

  • 8/15/2019 indrayudha (artikel)_unlocked.pdf

    21/90

    21

    Pada hukum perdata terdapat dua jenis perjanjian 45, yaitu resultaats

    verbintenis yang merupakan perjanjian berdasarkan hasil serta inspannings

    verbintenis di mana objek perjanjiannya adalah upaya maksimal dan perjanjian

    terapeutik termasuk di dalam inspannings verbintenis sehingga pada pengobatan

    atau perawatan kesehatan, sembuh atau tidak sembuhnya pasien bukanlah suatu

    prestasi(objek yang dijanjikan), tetapi dilihat dari proses atau upaya yang telah

    dilakukan oleh dokter, apakah sudah sesuai dengan standar pelayanan, standar

    profesi serta standar operasional prosedur. Apabila seorang dokter sudah

    melakukan semuanya dengan benar, maka bila hasilnya negatif atau buruk dan

    tidak sesuai dengan yang diharapkan oleh pasien, maka dokter tidak dapat

    dipersalahkan dan tidak bisa dikatakan telah melakukan suatu kelalaian atau

    kesalahan. Yang perlu diketahui oleh soerang pasien, bahwa setiap penyakit yang

    diderita oleh seseorang pasien cukup banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor

    sehingga tidak ada hasil yang sama terhadap dua penyakit yang sama.

    Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi hasil pengobatan atau

    tindakan seorang dokter antara lain:

    1. Pasien(usia, jenis kelamin, ras, sosial, ekonomi, budaya, agama).

    2. Penyakit(akut, kronis, reversible, irreversible, herediter, degenerative ,

    jenis kumannya, tersedianya obat-obatan).

    3. Sarana(alat kesehatan, pemeriksaan penunjang, pemeriksaan laboratorium,

    ruang operasi, alat bantu kehidupan).

    4. Dokter( skills , pengalaman, daya tahan/stamina, ketelitian).

    Jadi bila terjadi hasil yang tidak sesuai dengan harapan pasien, maka

    pasien harus membuktikan bahwa dokter benar-benar tidak menjalankan

    tugasnya( duty) dengan benar sesuai standar profesinya.

    Dasar hubungan hukum antara dokter-pasien dan pasien-rumah sakit

    adalah berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku III

    tentang ( Van Verbintennisen )46. Dokter, pasien dan rumah sakit disebut

    45 Ibid, hlm.11,46

    Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional , Intermasa, Jakarta,2008, hlm.30.

  • 8/15/2019 indrayudha (artikel)_unlocked.pdf

    22/90

  • 8/15/2019 indrayudha (artikel)_unlocked.pdf

    23/90

    23

    6. Menyelenggarakan kendali mutu dan kendali biaya(Pasal 49 ayat 1

    Undang-Undang No.29 Tahun 2004).

    7. Memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar

    operasional prosedur serta sesuai dengan kebutuhan medis, merujuk

    pasien ke fasilitas yang lebih tinggi, merahasiakan segala sesuatu yang

    diketahui tentang pasien sampai pasien meninggal dunia, melakukan

    pertolongan darurat atas dasar perikemanusian, dan menambah ilmu(Pasal

    51 Undang-Undang No.29 Tahun 2004) 49.

    Sementara prestasi atau kewajiban pasien berdasarkan Undang-Undang

    No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Pasal 53 adalah:

    1. Memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya.

    2. Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter.

    3. Mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan.

    4. Memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.

    Bahwa dalam kenyataannya keawaman atau kondisinya, pasien berada

    dalam keadaan tidak memiliki kemampuan untuk dapat menilai secara obyektif,

    sejauh mana pemberi pelayanan kesehatan telah menjalankan peran dan

    kewajiban sesuai dengan tuntutan keahlian dan etika profesi. Dalam hubungan ini,

    maka pasien berada dalam posisi tergantung pada pihak pemberi pelayanan

    kesehatan. Sebab, dalam keadaan sakit, normaliter, orang tidak mempunyai

    pilihan, ia memerlukan pertolongan pemberi pelayanan kesehatan.

    Pasien berada dalam posisi harus menerima tindakan-tindakan

    professional pemberi pelayanan kesehatan, yang dalam hakikatnya menyentuh

    integritas pribadinya, sedangkan ia tidak dapat mengetahui sejauh mana hal itu

    diperlukan untuk kesembuhannya. Ini berarti bahwa hubungan pemberi-penerima

    pelayanan kesehatan dalam intinya adalah hubungan kepercayaan in optima forma

    49

    Desriza Ratman, op.cit, hlm. 24.

  • 8/15/2019 indrayudha (artikel)_unlocked.pdf

    24/90

    24

    (een vertrouwensrelatie bij uitstek ), yang merupakan landasan bagi keberadaan

    etika profesi medis. 50

    Namun, karena tindakan medis itu di satu pihak menyentuh dan dapat

    membawa akibat terhadap integritasnya dan di satu pihak menuntut pengerahan

    keahlian dan upaya pada pihak pemberi pelayanan kesehatan, maka dalam

    hubungan pemberi-penerima pelayanan kesehatan tersebut, pasien maupun

    pemberi pelayanan kesehatan juga memerlukan perlindungan dan dengan itu

    pengaturan hukum. Dengan demikian, hubungan etik-profesional itu juga pada

    hakikatnya merupakan hubungan hukum, setidaknya mempunyai aspek hukum. 51

    “ Hubungan antara dokter dan pasien terjadi suatu kontrak (doktrin social-

    contract ), yang memberi masyarakat profesi hak untuk melakukan self-regulating

    (otonomi profesi ) dengan kewajiban memberikan jaminan bahwa professional

    yang berparktik hanyalah professional yang kompeten dan yang melaksanakan

    prakrik profesinya sesuai dengan standar. Sikap profesionalisme adalah sikap

    yang bertanggung jawab, dalam arti sikap dan perilaku yang akuntabel kepada

    masyarakat, baik masyarakat profesi maupun masyarakat luas (termasuk klien ).

    Beberapa ciri professional tersebut merupakan ciri profesi itu sendiri, seperti

    kompetensi dan kewenangan yang selalui “sesuai dengan tempat dan waktu”,

    sikap yang etis sesuai dengan etika profesinya, bekerja sesuai dengan standar

    yang ditetapkan oleh profesinya, dan khusus untuk profesi kesehatan ditambah

    dengan sikap altrus (rela berkorban).” 52

    2. Informed Consent.

    Salah satu hak pasien adalah mendapatkan informasi sejelas-jelasnya dan

    selengkap-lengkapnya dari dokter yang menanganinya terhadap penyakitnya,

    yaitu hak atas informasi yang merupakan bagian dari hak untuk menentukan

    dirinya sendiri( the rights of self-determination ). Definisi informed consent

    50 B. Arief Sidharta, Aspek Yuridis Hubungan Rumah Sakit Dokter Dan Pasien, Makalah,Bandung, 1998, hlm 2.

    51 Ibid, hlm 2.52 3 (Tiga) Penyebab Utama Terjadinya Malpraktik Medis,

    http://dokterindonesiaonline.com/2013/12/02/, diakses 5 Mei 2015, 1:29 PM.

    http://dokterindonesiaonline.com/2013/12/02/http://dokterindonesiaonline.com/2013/12/02/

  • 8/15/2019 indrayudha (artikel)_unlocked.pdf

    25/90

    25

    menurut Komalawati 53 adalah suatu kesepakatan/persetujuan pasien atas upaya

    medis yang akan dilakukan oleh dokter terhadap dirinya, disertai informasi

    mengenai segala risiko yang mungkin terjadi. Melakukan informed consent sesuai

    yang diamanatkan dalam Pasal 45 Undang-Undang No.29 Tahun 2004.

    Dokter tidak boleh memaksakan kehendaknya kepada pasien, walaupun

    dianggap hal tersebut adalah terbaik tetapi bila pasien menolak, maka dokterharus

    menghormati pilihan paien tersebut. Karena yang membedakan seorang dokter

    dengan pelanggaran tindakan pidana umum adalah informed consent sehingga ada

    baiknya untuk seorang dokter selalu melakukan komunikasi dengan pasien

    tentang semua keluhan pasien yang akan berpedoman pada Permenkes Nomor

    290 Tahun 2008 tentang Persetuuan Tindakan Kedokteran yang memuat

    bagaimana caranya melakukan informed consent dengan benar. Jadi yang

    dijelaskan pada saat melakukan informed consent adalah:

    1. Diagnosis penyakit.

    2. Diagnosis banding.

    3. Jenis pemeriksaan:tujuan, tata cara.

    4. Jenis pengobatan/tindakan dan komplikasi.

    5. Alternatif pengobatan/tindakan dan komplikasi.

    6. Risiko pengobatan/tindakan.

    7. Pronosis penyakit.

    8. Harga/biaya.

    3. Rekam Medis.

    Rekam medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang

    identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan yang lain

    yang telah diberikan kepada pasien sesuai Permenkes Nomor 269 Tahun 2008

    tentang Rekam Medis, pasal 1 huruf I.

    Rekam medis menurut Joint Commission on Acrreditation of

    Hospitals(JCAH) pada tahun 1984 adalah “Its generally the respo nsibility

    of the individual practioner and the hospital’s medical staff organization

    53 Anny Isfandyarie, Op. cit, hlm.127.

  • 8/15/2019 indrayudha (artikel)_unlocked.pdf

    26/90

    26

    to ensure that patient record are complete within a reasonable time after

    the patient’s discharge from the hospital ”54.

    Dengan dibuatnya rekam medis dapat menghindari terjadinya konflik

    antara dokter dan pasien, di mana rekam medis ini mencatat dan

    mendokumentasikan tentang pasien yang berisi identitas, pemeriksaan,

    pengobatan, tindakan medis pada suatu sarana pelayanan kesehatan. Berdasarkan

    Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran membuat

    rekam medis sesuai Pasal 46 ayat 1, Peraturan Pemerintah RI Nomor 32 Tahun

    1996 tentang Tenaga Kesehatan serta Permenkes Nomor 269 Tahun 2008 tentang

    Rekam Medis, diwajibkan semua fasilitas kesehatan baik rawat jalan maupun

    rawat inap untuk membuatnya karena terdapat sanksi pidana maupun denda serta

    saksi administratif bagi fasilitas kesehatan yang tidak membuatnya.

    Salah satu fungsi rekam medis adalah untuk pembuktian saat terjadi

    tuntutan atau gugatan di pengadilan tentang apa yang telah dikerjakan oleh dokter,

    apakah sudah sesuai dengan wewenang dan kompetensinya saat menangani

    pasien. Tidak lengkapnya berkas rekam medis dapat diinterprestasikan oleh pihak

    pasien, bahwa telah terjadi kelalaian atau keteledoran yang dilakukan oleh dokter,

    atau hilangnya berkas rekam medis di fasilitas kesehatan juga dapat diduga ada

    unsur pidana penghilangan barang bukti sehingga rekam medis merupakan salah

    satu komponen penting untuk mencegah terjadinya tuntutan hukum 55.

    1.1. Akibat Hukum Malpraktik.

    Dalam memahami hakekat kesalahan dalam menjalankan profesi atau

    malpraktik, bahwa harus meletakkannya berhadapan dengan kewajiban dalam

    menjalankan profesi. Sebab kesalahan itu timbul karena adanya kewajiban-

    kewajiban yang harus dilakukan dokter. Berdasarkan pengertian malpraktik

    sebagaimana dijelaskan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa malpraktik

    terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut :

    54

    Anny Isfandyarie, Op.cit .hlm.164-165.55 Desriza Ratman, Op.cit , hlm.32.

  • 8/15/2019 indrayudha (artikel)_unlocked.pdf

    27/90

    27

    1. Adanya unsur kesalahan/kelalaian dokter dalam menjalankan profesinya.

    2. Adanya wujud perbuatan tertentu (mengobati pasien).

    3. Adanya akibat luka berat atau matinta orang lain, yaitu pasien.

    4. Adanya hubungan kausal bahwa luka berat atau kematian tersebut

    merupakan akibat dari perbuatan dokter yang mengobati pasien dengan

    tidak sesuai standar pelayanan medik. 56

    Keempat unsur tersebut di atas memenuhi rumusan Pasal 359 dan Pasal

    360 KUHP. Bila pasien dan atau penegak hukum dapat membuktikan adanya ke-

    empat unsur tersebut, sedangkan alasan penghapus pidana tidak diketemukan,

    maka Pasal 359 dan 360 KUHP dapat diterapkan kepada dokter yang melakukan

    malpraktek. 57

    Dan dalam rumusan tersebut, tersimpul bahwa kesalahan dalam

    menjalankan profesi terjadi karena adanya kewajiban-kewajiban yang merupakan

    keharusan dalam menjalankan profesi. Hal ini didasarkan pada ketentuan-

    ketentuan professional maupun ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang

    mengatur tentang pelaksanaan profesi.Kewajiban pokok dokter dalam

    menjalankan profesinya adalah memberikan pelayanan medis sesuai dengan

    standar profesi medis. Dengan demikian medical malparaktik atau kesalahan

    professional dokter adalah kesalahan dalam menjalankan profesi medis yang tidak

    sesuai dengan standar profesi medis. Bahwa permasalahan malpraktik di

    Indonesia dapat ditempuh melalui 2 (dua) jalur, yaitu litigasi (peradilan) dan atau

    jalur non litigasi (diluar peradilan). Untuk penanganan bukti-bukti hukum tentang

    kesalahan atau kealpaan atau kelalaian dokter dalam melaksanakan profesinya

    dan cara penyelesaian banyak kendala yuridis yang dijumpai dalam pembuktian

    kesalahan atau kelalaian tersebut.

    56

    Anny Isfandyarie ,Op.cit , hlm 128.57Ibid, hlm 128.

  • 8/15/2019 indrayudha (artikel)_unlocked.pdf

    28/90

    28

    Seperti yang diungkapkan Danny, beliau menyebutkan bahwa ada 2 dasar

    peniadaan kesalahan dokter, yaitu alasan pembenar dan alasan pemaaf yang

    dijelaskannya sebagai berikut :

    1. Alasan Pembenar, merupakan alasan yang yang meniadakan sifat melawan

    hukum dari suatu perbuatan, sehingga yang dilakukan pelaku menjadi

    perbuatan yang patut dan benar. Alasan pembenar yang dapat dipakai

    untuk meniadakan kesalahan dokter adalah :

    a. Melaksanakan ketentuan Undang-undang (Pasal 50 KUHP),

    misalnya: dokter membuka rahasia jabatan karena melaksanakan

    ketentuan Undang-undang tentang keharusan melapor adanya

    kasus penyakit AIDS kepada pihak yang berwenang.

    b. Melaksanakan perintah jabatan yang sah (Pasal 51 ayat (1) KUHP),

    misalnya: dalam rangka mengajar mahasiswa, dokter

    menvceritakan penyakit seseorang kepada mahasiswanya.

    c. Adanya efek samping yang merupakan resiko pengobatan,

    misalnya: resiko hipersensitif seperti yang terjadi pada kasus dr.

    Setianingrum.

    d. Contributory negligence yaitu pasien memberikan penjelasan yang

    tidak benar tentang penyakitnya kepada dokter, sehingga dokter

    kaliru dalam menentukan diagnose dan terapi atas diri pasien

    tersebut.

    e. Volenti non fit iniura, assumption of risk (Pasien menghendaki

    pulang paksa, lalu meninggal dunia tak lama kemudian). 58

    2. Alasan Pemaaf : alasan yang menghapuskan kesalahan pelaku, perbuatan

    yang dilakukan tetap bersifat melawan hukum, tetapi karena orangnya

    dimaafkan, maka ia tidak dihukum. Yang termasuk dalam alasan pemaaf

    ini antara lain :

    a. Daya Paksa, adanya ancaman dalam membuat surat keterangan

    medis, sehingga dokter membuat surat keterangan medis palsu

    58 Danny Wiradharmaiaradharma, Op.cit, hlm. 106-107

  • 8/15/2019 indrayudha (artikel)_unlocked.pdf

    29/90

    29

    tidak dihukum, karena Pasal 48 KUHP memaafkan kesalahan

    tersebut.

    b. Non-negligenty clinical error of judgement (kekeliruan penilaian

    klinis). Sebagai manusia biasa dokter dapat juga melakukan

    kesalahan dalam penilaian klinis pasiennya. Misalnya: pada waktu

    dokter melakukan tindakan melahirkan bayi, ia mengalami

    kesulitan, sehingga bayinya cacat.

    c. Accident (kecelakaan), dokter sudah berhati-hati, tetapi operasi

    memang sangat sulit, sehingga akibat yang fatal tidak bias

    dihindari.

    Dari pendapat Danny Wiradharma tersebut, dapat diartikan bahwa resiko

    pengorbanan di dalam hukum pidana dapat digunakan sebagai alasan pembenar

    yang meniadakan sifat melawan hukum dari perbuatan dokter, sehingga dokter

    yang mengalami resiko pengobatan tidak dapat dipidana. Di samping itu,

    terjadinya accident (kecelakaan) pada operasi yang sulit dapat digunakan sebagai

    alas an pemaaf yang menghapuskan kesalahan dokter yang melakukan operasi

    tersebut. Dengan demikian, agar suatu tindakan medis tidak bersifat melawan

    hukum, maka tindakan tersebut harus :

    1. Dilakukan sesuai dengan standar profesi kedokteran atau dilakukan secara

    lege artis, yang tercermin dari :

    a. Adanya indikasi medis yang sesuai dengan tujuan perawatan yang

    konkrit.

    b. Dilakukan sesuai dengan prosedur ilmu kedokteran yang baku.2. Dipenuhinya hak pasien mengenai informedconsent .59

    Perlu disadari bahwa tindakan medis dokter kadang-kadang memang

    menghasilkan akibat yang tidak diinginkan baik oleh dokter maupun pasien,

    meskipun dokter telah berusaha maksimal. Namun akibat negatif ini tidak selalu

    59

    Ibid, hlm 106-107

  • 8/15/2019 indrayudha (artikel)_unlocked.pdf

    30/90

    30

    merupakan kesalahan dokter karena hamper semua tindakan medis hakekatnya

    adalah penganiayaan yang dibenarkan Undang-undang, sehingga kemungkinan

    timbulnya risiko cidera atau bahkan kematian sangat sulit untuk dihindari,

    terutama yang berkaitan dengan tindakan pembiusan dan pembedahan.

    1.2. Malpraktik Dihubungkan Dengan Kode Etik Kedokteran.

    Bahwa pada awalnya, KODEKI ini tidak mempunyai kekuatan yang

    mengikat, karena bukan merupakan peraturan pemerintah. Tetapi dengan

    dikeluarkannya Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :

    554/Men.Kes/Per/XII/1982 tentang Panitia Pertimbangan dan Pembinaan Etik

    Kedokteran, maka Etik Kedokteran ini mempunyai kekuatan hukum bagi profesi

    dokter maupun dokter gigi.

    Di dalam Permenkes Nomor : 554/Men.Kes/Per/XII/1982, antara lain

    disebutkan sebagai berikut :

    1. Yang dimaksud dengan etik Kedokteran ialah norma yang berlaku bagi

    dokter dan dokter gigi dalam menjalankan profesinya sebagai tercantum

    dalam kode etik masing – masing yang telah ditetapkan oleh Menteri

    Kesehatan. ( Pasal 1 ayat (1))

    2. Pelaksanaan Kode Etik oleh Kedokteran dan Kedokteran Gigi diawasi oleh

    P3EK ( Panitia Pertimbangan dan Pembinaan Etik Kedokteran ) Propinsi

    ( Pasal 17 ayat (1) sub b )

    3. Setiap ada pelanggaran Kode Etik oleh dokter ataupun dokter gigi, Kepala

    Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Provinsi, dapat mengambil

    tindakan berupa peringatan atau tindakan administratif terhadap dokter

    yang bersangkutan, atas usulan P3EK, setelah P3EK mendapat masukan

    dari Ikatan Dokter Indonesia Provinsi atau Persatuan Dokter Gigi Provinsi

    dan cabang – cabangnya. ( Pasal 20, Pasal 22 ayat (1) dan (2 ).

    Walaupun terhadap dokter yang melakukan pelanggaran etika profesi

    sudah ada sanksi, tetapi Permenkes ini belum mengatur sanksi pidana bagi dokter

  • 8/15/2019 indrayudha (artikel)_unlocked.pdf

    31/90

    31

    yang melakukan tindak pidana kejahatan, yang diatur baru sebatas pelanggaran.

    Oleh karena itu untuk kejadian malpraktik pidana, Pemenkes ini belum bisa

    menjawab persoalan yang menyangkut malpraktek pidana. KODEKI ini hanya

    bersifat petunjuk perilaku yang berisi kewajiban – kewajiban yang harus dipenuhi

    oleh seorang dokter. 60

    Diharapkan dengan petunjuk perilaku yang tertuang didalam KODEKI ini,

    dokter dapat mengerti kewajibannya sebagai anggota masyarakat, baik kewajiban

    umum, kewajiban terhadap penderita, kewajiban terhadap teman sejawat, maupun

    kewajiban terhadap dirinya sendiri. Dengan kesadarannya terhadap kewajiban

    tersebut, bila si dokter dapat melaksakannya dengan penuh rasa tanggung jawab

    sesuai petunjuk KODEKI, maka Ikatan profesi dan P3EK akan dapat membantu

    dokter yang bersangkutan pada saat dokter tersebut mengalami tuntutan dugaan

    malpraktik.

    Dalam kaitannya dengan tuduhan malpraktik, kiranya yang perlu betul –

    betul diketahui oleh dokter adalah kewajibannya umum dan kewajiban dokter

    terhadap penderita ( pasien ) yang didalam KODEKI dicantumkan didalam pasal

    1 sampai dengan Pasal 13 yang antara lain sebagai berikut :

    Pasal 7d : Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajibannya

    melindungi hidup makhluk insani. 61

    Pasal 7d ini mempunyai makna bahwa segala perbuatan dan tindakan

    dokter harus selalu ditujukan kepada perlindungan terhadap pasiennya. Oleh

    karena itu, bila dokter melakukan pengguguran kandungan tanpa indikasi medis

    yang jelas, berarti dokter tersebut telah melakukan pelanggaran terhadap

    KODEKI. Ikatan profesi jelas tidak bisa melindungi dokter tersebut, bila yang

    bersangkutan harus berhadapan dengan aparat penegak hukum.

    Pasal 10 : Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala

    ilmu dan keterampilannya untuk kepentingan penderita. Dalam hal ia

    tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, maka

    60

    Harjo Wisnoewardono, Op.cit, hlm. 16561 M. jusuf Hanafiah & Amri Amir , Op.Cit., hal. 16

  • 8/15/2019 indrayudha (artikel)_unlocked.pdf

    32/90

    32

    ia wajib merujuk penderita kepada dokter lain yang mempunyai

    keahlian dalam bidang penyakit tersebut.

    Dalam menangani pasien, dokter harus berusaha menggunakan seluruh

    ilmunya dan keterampilannya, semata – mata untuk kepentingan penderita.

    Apabila ia tidak mampu menolong pasien tersebut, maka demi kepentingan

    pasien, dokter yang bersangkutan harus dapat bersikap tulus ikhlas pula untuk

    merujuk pasien tersebut kepada sejawatnya yang mempunyai keahlian dalam

    bidang penyakit tersebut. Demikian juga sebaliknya, bagi dokter konsultan, bila

    pasien telah berhasil ditanganinya sampai sembuh, harus dengan sikap tulus

    ikhlas pula dikembalikan kepada sejawat yang mengirim pasien tersebut. 62

    Pasal 12 : Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang

    diketahuinya tentang seorang penderita, bahkan juga setelah

    penderita itu meninggal dunia.

    Dokter yang menceritakan rahasia pasiennya, berarti melanggar Pasal 12

    KODEKI ini, selain dikenakan sanksi sebagaimana yang di atur didalam

    Permenkes, masih juga dapat dikenakan sanksi pidana berdasar pasal 322 KUHP.

    Pasal 13 : Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu

    tugas perikemanusiaan, kecuali ia yakin ada orang lain yang bersedia

    dan lebih mampu memberikannya. Dokter yang tidak mau

    melakukan pertolongan darurat terhadap pasien yang

    membutuhkannya, padahal dia mampu, dapat terkena sasaran

    tuntutan malpraktik juga.

    Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 434/Menkes/SK.X/1983

    ditindaklanjuti oleh pengurus Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dalam Surat

    Keputusan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia No. 221/PB/A.4/2002 tentang

    Penerapan Kode Etik Kedokteran Indonesia, dengan demikian Kode Etik

    Kedokteran Indonesia (KODEKI) merupakan pedoman bagi dokter Indonesia

    anggota IDI dalam melaksankan praktik kedokteran.

    62 Ibid, hlm. 22-23.

  • 8/15/2019 indrayudha (artikel)_unlocked.pdf

    33/90

    33

    2. Kebijakan Hukum Pidana tentang Malpraktik Kedokteran Berdasarkan

    Kitab Undang-Undang Hukum Pidana(KUHP) dan Undang-Undang

    Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.

    Sebagai Negara Hukum, Indonesia seharusnya menegakan supremesi

    hukum untuk menegakan kebenaran dan keadilan dan tidak ada kekuasaan yang

    tidak dipertanggungjawabkan. 63 Berdasarkan makna tersebut maka yang

    dimaksud dengan Negara Hukum adalah Negara yang berdiri di atas hukum, yang

    menjamin keadilan kepada warga negaranya. 64

    Berdasarkan asas kesamaan hukum ( equality before the law ) yang menjadi

    salah satu ciri Negara hukum, korban tindak pidana dalam proses peradilan

    pidana juga harus diberi jaminan perlindungan hukum. 65

    Kebijakan hukum pidana terkait dalam malpraktik kedokteran dapat

    mengacu kepada peraturan perundang-undangan di bawah ini, yaitu :

    1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

    2. Undang – Undang No.29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.

    1. Kitab Undang – Undang Hukum Pidana (KUHP).

    Terhadap tindakan dokter yang selalu berkaitan dengan tubuh seseorang,

    maka tuduhan atau penuntutan yang dilakukan penegak hukum kepada dokter

    pada umumnya berupa tuduhan penyerangan terhadap kepentingan hukum atas

    tubuh dan nyawa manusia yang di dalam KUHP tercantum dalam :

    63 Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, Panduan PermusyawaratanUndang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (Sesuai dengan Urutan Bab, Pasal danayat) , Sekertaris Jendral MPR RI, Jakarta, 2010, hlm.46.

    64 Moch. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Hukum Tata Negara Indonesia, Sinar Bakti,Jakarta, 1988, hlm. 153.

    65

    Konsideran Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 2008 Tentang Pemberian Kompensasi,Restitusi, dan Bantuan Kepada Saksi dan Korban.

  • 8/15/2019 indrayudha (artikel)_unlocked.pdf

    34/90

    34

    a. Bab XX KUHP tentang penganiayaan adalah kejahatan terhadap tubuh

    yang dilakukan dengan sengaja(Pasal 351) dan Bab XXI KUHP tentang

    menyebabkan mati atau luka-luka karena kealpaan (Khususnya Pasal 360)

    merupakan bentuk kejahatan terhadap tubuh yang terjadi karena kelalaian

    yang mengakibatkan luka berat (tanpa kesengajaan).

    b. Bab XIX KUHP untuk kejahatan terhadap nyawa yang dilakukan dengan

    sengaja (Pasal 344, Pasal 349) dan Bab XXI KUHP (Khusus Pasal 359)

    matinya seseorang yang dilakukan tanpa sengaja (karena kelalaian). 66

    Bagan 1

    Kejahatan Terhadap Tubuh dan Nyawa

    66 Anny Isfandyarie, Op.Cit, hlm129.

    Aborsi (Pasal 349 dan Pasal194 UU Kesehatan No.36tahun 2009)

    Euthanasia (Pasal 344

    KUHP)Kesengajaaan

    MelakukanPenganiayaan denganrencana menyebabkanmatinya orang (Pasal 353KUHP)

    Menimbulkankematian (Pasal 359 jo361 KUHP)

    Kejahatan TerhadapTubuh dan Nyawa

    Menimbulkanluka berat (Pasal 360jo361 KUHP

    Kelalaian

  • 8/15/2019 indrayudha (artikel)_unlocked.pdf

    35/90

    35

    Selain itu uraian lebih lengkap yaitu Pasal – Pasal dalam KUHP yang

    relevan dengan tanggungjawab pidana yang berhubungan dengan tindakan dokter

    adalah Pasal 267, 299, 322, 344, 346, 347, 348, 349, 351, 359, 360 dan 361

    KUHP.

    Pasal – pasal tersebut dapat dibagi menjadi 2 (dua) kelompok perbuatan

    pidana, yaitu yang termasuk katagori kesengajaan dan yang lain termasuk

    katagori kealpaan. Pasal – pasal dimaksud adalah sebagai berikut 67:

    a. Yang dapat dikatagorikan termasuk dalam unsur kesengajaan adalah :

    Pasal 267, 294 ayat ( 2 ), 304 dan 531, 299, 346, 347, 348 dan 349, 344 dn

    345 KUHP. 68

    b. Sedangkan pasal – pasal yang dapat dikatagorikan termasuk unsur

    kealpaan atau kelalaian adalah : Pasal 359, 360 dan 361 KUHP. 69

    a) Pemalsuan Surat Keterangan Dokter .

    Pasal 267 KUHP adalah pasal yang khusus dikenakan bagi dokter, yang

    menyebutkan bahwa:

    1. Seorang dokter yang dengan sengaja memberikan surat keterangan palsu

    tentang ada atau tidaknya penyakit, kelemahan atau cacat, diancam dengan

    pidana penjara paling lama empat tahun.

    2. Jika keterangan diberikan dengan maksud untuk memasukkan seseorang

    ke dalam rumah sakit jiwa atau untuk menahannya di situ, dijatuhkan

    pidana penjara paling lama delapan tahun enam bulan..

    3. Diancam dengan pidana yang sama barang siapa dengan sengaja memakai

    surat keterangan palsu itu seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran.

    67 Syahrul Machmud, Penegakan Hukum Dan Perlindungan Hukum Bagi Dokter yangDiduga Melakukan Medikal Malapraktek , Karya Putra Darwati, Bandung, 2012, hlm.303

    68 Ibid , hlm. 303.

  • 8/15/2019 indrayudha (artikel)_unlocked.pdf

    36/90

    36

    Untuk dapat dinyatakan bahwa perbuatan dokter merupakan kesengajaan

    harus dibuktikan bahwa palsunya keterangan dalam surat merupakan perbuatan

    yang dikehendaki, disadari, dan dituju oleh dokter tersebut. Dengan perkataan

    lain, dokter memang menghendaki perbuatan membuat palsu dan atau memalsu

    surat dan mengetahui bahwa keterangan yang diberikan dalam surat itu adalah

    bertentangan dengan yang sebenarnya 70.

    b) Memberikan Harapan Pengguguran Kehamilan.

    Dalam hal memberikan harapan pengguguran kehamilan kepada seorang

    wanita hamil, Pasal 299 KUHP menyebutkan bahwa:

    1. Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruh

    supaya diobati, dengan diberitahu atau ditimbulkan harapan bahwa karena

    pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana

    penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat

    puluh lima ribu rupiah.

    2. Jika yang bersalah berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau

    menjadikan perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan, atau jika

    dia seorang dokter, bidan atau juru obat, pidananya ditambah sepertiga.

    c) Rahasia Kedokteran.

    Berkaitan dengan rahasia kedokteran, maka Pasal 322 KUHP telah

    menjelaskan sebagai berikut:

    1. Barang siapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpan

    karena jabatan atau pekerjaannya, baik yang sekarang maupun yang

    dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama Sembilan bulan atau

    denda paling banyak enam ratus rupiah.

    2. Jika kejahatan dilakukan terhadap seseorang tertentu maka perbuatan itu

    hanya dapat dituntut atas pengaduan orang itu.

    70 Anny Isfandyarie, op.cit, hlm.126.

  • 8/15/2019 indrayudha (artikel)_unlocked.pdf

    37/90

    37

    Menurut HAK. Moch. Anwar 71, rahasia tersebut dipercayakan dalam

    jabatannya atau pekerjaannya, termasuk juga rahasia yang diketahui dengan cara

    lain daripada yang dipercayakan.

    Ada perbedaan antara rahasia jabatan dengan rahasia pekerjaan. Rahasia

    jabatan merupakan sesuatu rahasia yang diketahui karena jabatan atau kedudukan

    seseorang, seperti pegawai negeri. Adapun rahasia pekerjaan merupakan rahasia

    yang diketahui karena pekerjaan. Ko Tjai Sing 72 membedakan jabatan sebagai

    pekerjaan pekerjaan pegawai negeri, dan pekerjaan untuk pekerjaan non-pegawai

    negeri, seperti rohaniawan, advokat, dan dokter.

    Apabila rahasia pekerjaan tersebut di bidang kedokteran maka disebut

    rahasia kedokteran(rahasia medis). Rahasia kedokteran(rahasia medis) merupakan

    sesuatu yang diketahui berdasarkan informasi yang disampaikan pasien(termasuk

    oleh orang yang mendampingi pasien ketika berobat), termasuk juga segala

    sesuatu yang dilihat(diketahui) ketika memeriksa pasien. Menurut Guwandi 73,

    asal mulanya rahasia medis adalah dari pasien sendiri yang menceritakannya

    kepada dokter sehingga sewajarnyalah pasien itu sendiri adalah dan diangggap

    sebagai pemilik rahasia medis atas dirinya sendiri, bukannya dokter.

    Kewajiban menyimpan rahasia pasien juga diatur di dalam Pasal 48

    Undang-undang No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran yang

    diberlakukan sejak Oktober 2005. Pada Pasal 48 ayat (1) dinyatakan: setiap dokter

    atau dokter gigi dalam melaksanakan ptakrik kedokteran wajib menyimpan

    rahasia kedokteran. Sementara itu ayat (2) menyatakan: rahasia kedokteran dapat

    dibuka hanya untuk kepentingan pasien, memenuhi permintaan aparatur penegak

    hukum dalam rangka penegakan hukum, permintaan pasien sendiri, atau

    berdasarkan ketentuan perundang-undangan.

    Ketentuan Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tersebut tidak

    mengkriminalisasi perbuatan menyimpan rahasia kedokteran. Namun hal ini

    bukan berarti ketentuan Pasal 322 KUHP tidak berlaku lagi terhadap pekerjaan

    71 H.A.K. Moch. Anwar, Hukum Pidana Bagian Khusus , Alumni, Bandung, 1980, hlm.148.72 Ko Tjai Sing, .Rahasia Jabatan Dokter dan Advokat , Gramedia, Jakarta, 1985, hlm.3 dan

    6 73 J. Guwandi, Rahasia Medis , Balai Penerbit FK UI, Jakarta, 2005, hlm. 11.

  • 8/15/2019 indrayudha (artikel)_unlocked.pdf

    38/90

    38

    dokter(rahasia kedokteran), karena ketentuan Undang-Undang No. 29 Tahun 2004

    ini tidak menganulir(mengecualikan) Pasal 322 KUHP terhadap rahasia

    kedokteran.

    Dalam perspektif hukum pidana formal(hukum acara pidana), telah

    disediakan hak undur diri( verschoningrecht) sebagai saksi atau ahli sebagaimana

    terdapat dalam Pasal 170 KUHAP, yang menyatakan:

    1. Mereka yang karena pekerjaannya, harkat martabat, atau jabatannya

    diwajibkan menyimpan rahasia, dapat minta dibebaskan dari kewajiban

    untuk member keterangan sebagai saksi, yaitu tentang hal yang

    dipercayakan kepada mereka.

    2. Hukum menentukan sah tidaknya segala alasan untuk permintaan tersebut.

    Atas dasar hak undur diri sebagai saksi atau ahli tersebut, seorang dokter

    tetap dapat menyimpan rahasia kedokteran, namun hak tersebut tidaklah bersifat

    mutlak, karena permintaan mundur sebagai saksi atau ahli tergantung pada

    penilaian hakim. Artinya, apabila hakim memandang kesaksian atau keterangan

    ahli dari dokter tersebut sangat penting(menentukan) dalam memutus perkara itu,

    maka hakim dapat menolak permintaan mundur sebagai saksi atau ahli 74.

    d) Eutanasia.

    Euthanasia berasal dari kata eu dan thanatos(Yunani). Eu artinya baik dan

    thanatos artinya mati, mayat. Dengan demikian euthanasia secara harfiah berarti

    kematian yang baik atau kematian yang menyenangkan. Seutinius dalam bukunya

    Vitaceasarum merumuskan bahwa euthanasia adalah mati cepat tanpa derita.

    Menurut Richard Lamerton, euthanasia pada abad ke-20 ditafsirkan sebagai

    pembunuhan atas dasar belas kasihan( mercy killing ). Juga diartikan sebagai

    perbuatan membiarkan seseorang mati dengan sendirinya( mercy dead ), atau tanpa

    berbuat apa-apa membiarkan orang mati. Pengertian tersebut tampaknya semata-

    mata dilihat dari sudut sifat kematian(tanpa penderitaan) atau dari sudut perbuatan

    pasif berupa membiarkan orang mati tanpa usaha untuk mempertahankan

    74 Ari Yunanto dan Helmi, Op.cit, hlm.56.

  • 8/15/2019 indrayudha (artikel)_unlocked.pdf

    39/90

    39

    kehidupannya. Pengertian seperti itu tidak menggambarkan yang sesungguhnya

    terjadi karena belum menggambarkan kehendak orang yang mau mati itu. Padahal

    kehendak itulah yang maha penting dan menjadi unsure esensieel dari euthanasia.

    Oleh karena itu sebaiknya istilah euthanasia diartikan sebagai membunuh atas

    kehendak korban sendiri 75.

    Di dalam penjelasan Kode Etik Kedokteran Indonesia, istilah euthanasia

    dipergunakan dalam tiga arti, yaitu: 76

    1. pindah ke alam baka dengan tenang dan aman, tanpa penderitaan,

    untuk yang beriman dengan nama Allah di bibir.

    2. ketika hidup berakhir, penderitaan si sakit diringankan dengan

    memberikan obat penenang, dan.

    3 mengakhiri penderitaan dan hidup seseorang yang sakit dengan

    sengaja atas permintaan pasien sendiri dan keluarganya.

    Hukum Indonesia tidak mengenal dan tidak dapat membenarkan alasan

    atau motivasi euthanasia . Pasal 344 KUHP melarang segala bentuk pengakhiran

    hidup manusia walaupun atas permintaan sendiri dengan rumusan sebagai berikut:

    “Brangsiapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang

    jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati diancam dengan pidana penjara paling

    lama 12(dua belas) tahun”.

    Nilai kejahatan pembunuhan atas permintaan korban ini sedikit lebih

    ringan daripada pembunuhan biasa(Pasal 338 KUHP) yang diancam pidana

    penjara setinggi-tingginya 15(lima belas) tahun penjara dan jauh lebih berat

    daripada kelalaian yang menyebabkan matinya orang(Pasal 359 KUHP) yang

    diancam pidana setinggi-tingginya 5(lima) tahun penjara.

    e) Aborsi.

    75 Adami Chazawi, Op.cit, hlm.92.76 Ratna Suprapti Samil, Etika Kedokteran Indonesia , Yayasan Bina Pustaka Sarwono

    Prawirohardjo, Jakarta, 2001, hlm.92.

  • 8/15/2019 indrayudha (artikel)_unlocked.pdf

    40/90

    40

    Istilah popular lainya adalah pengguguran kandungan. Walaupun dari

    sudut hukum menggugurkan kandungan tidak sama persis artinya dengan praktik

    aborsi karena dari sudut hukum(pidana) pada praktik aborsi terdapat dua bentuk

    perbuatan. Pertama, perbuatan menggugurkan(afdrijven) kandungan. Kedua,

    perbuatan mematikan(dood’doen) kandungan 77.

    Di Indonesia sekarang ini terdapat 2(dua) aturan hukum yang mengatur

    tentang aborsi, yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana(KUHP) dan Undang-

    Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan .

    Dalam persepektif KUHP, pengaturan aborsi ada di Pasal 346, 347, 348,

    dan 349 KUHP.

    - Pasal 346 KUHP menyatakan:

    Seorang perempuan yang sengaja mengugurkan atau mematikan

    kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu maka diancam dengan

    pidana paling lama enam tahun.

    Dalam hal pasal ini yang menjadi subjek (pelaku delik) adalah seorang

    perempuan, yaitu perempuan yang menggugurkan atau mematikan kandungannya

    atau menyuruh orang untuk mematikan kandungannya. Subjek delik tidak bersifat

    umum (yang biasanya menggunakan kata barangsiapa/setiap orang), yang mana

    pada delik ini terhadap unsure keadaan yang menyertai berupa subjek, sehingga

    tidak dapat diterapkan terhadap orang yang tidak memenuhi kualifikasi subjek

    ini78.

    Dalam konstruksi delik ini ditentukan akibat, yaitu mengakibatkan

    gugurnya kandungan dan mengakibatkan matinya kandungan si perempuan

    tersebut. Untuk timbulnya suatu akibat, baik gugur kandungan atau mati

    kandungan, tentu ada perbuatan ysng dilakukan, sehingga ada hubungan kausal

    antara perbuatan dengan akibat.

    77 Ari Yunanto dan Helmi, Op.cit, hlm.59.78 Dalam hukum pidana, delik yang subjeknya bersifat umum (menggunakan kata

    barangsiapa/setiap orang) disebut delik communia . Sedangkan subjek yang bersifat khusus

    (misalnya seorang perempuan, pegawai negeri) disebut delik propria, yaitu delik yang dapatdilakukan oleh orang – orang yang mempunyai sifat tertentu.

  • 8/15/2019 indrayudha (artikel)_unlocked.pdf

    41/90

    41

    Di samping itu, adanya unsur sengaja ( dolus ), sehingga dengan melakukan

    suatu perbuatan itu pelaku menghendaki dan dapat mengetahui adanya akibat

    tersebut. Menurut vsn Bemmelen, harus dapat dibuktikan kandungan perempuan

    itu dalam keadaan hidup pada waktu abortusprovocatus dilakukan 79, namun ia

    tidak disyaratkan mengetahui keadaan itu. Hal ini misalnya sebagaimana

    tercantum dalam arrest Hoge Raad tanggal 29 Juli 1907 mengenai penerapan

    Pasal 348 ayat (1) KUHP, yang dikenal sebagai abortus-arrest .

    Suatu persoalan normatif muncul, yaitu pada usia kandungan berapa lama

    aborsi itu dilarang. Dengan tidak diaturnya persoalan ini, maka tidak ada acuan

    yang pasti bagi penegak hukum pidana dalam menerapkan ketentuan ini. Selain

    itu, persoalan lain adalah dengan di sebutnya perbuatan “ menyuruh “ dalam Pasal

    346 KUHP , apakah “menyuruh” disini pengertiannya sama dengan “menyuruh”

    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. Terhadap orang yang

    disuruh dalam Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP, tidaklah dapat

    dipertanggungjawabkan, karena orang yang disuruh hanyalah sebagai “instrumen”

    untuk mewujudkan kehendak dari orang yang menyuruh.

    - Pasal 347 KUHP menyatakan :

    1. Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan

    seseorang perempuan tanpa persetujuannya diancam dengan pidana

    penjara paling lama dua belas tahun.

    Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya perempuan tersebut maka

    diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.

    - Pasal 348 KUHP menyatakan :

    1. Barangsiapa dengan sengaja mengugurkan atau mematikan kandunganseorang perempuan dengan persetujuannya diancam dengan pidana

    penjara paling lama lima tahun enam bulan.

    2. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya perempuan tersebut maka

    diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

    79

    J.M. van Bemmelen (Trans). Hukum Pidana 3, Bagian Khusus Delik–

    Delik Khusus. Binacipta, Bandung.1986, hlm. 22.

  • 8/15/2019 indrayudha (artikel)_unlocked.pdf

    42/90

  • 8/15/2019 indrayudha (artikel)_unlocked.pdf

    43/90

    43

    menderita penyakit genetic berat dan/atau cacat bawaan, maupun

    yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut

    hidup di luar kandungan; atau.

    b. Kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma

    psikologis bagi korban perkosaan.

    (3) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan

    setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri

    dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang

    kompeten dan berwenang.

    (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan

    perkosaan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur

    dengan Peraturan Pemerintah.

    f) Kelalaian yang Menyebabkan Kematian, Cacat Atau Luka.

    Dalam upaya penyembuhan, sangat jarang atau bahkan hampir tidak ada

    dokter yang dengan sengaja melakukan kesalahan terhadap pasien. Apabila terjadi

    kematian/cacat/luka dan keadaan tersebut diduga atau patut diduga karena

    kesalahan dokter, maka yang paling penting adalah membuktikan adanya grove

    schuld atau sikap kurang hati – hati yang besar atau sangat sembrono dalam upaya

    penyembuhan ( culpa lata ), sedangkan suatu kesalahan ringan/biasa tidak dapat

    dijadikan dasar untuk meminta pertanggungjawaban hukum. 80

    g) Kelalaian yang Menyebabkan Kematian.

    Pasal 359 KUHP :

    “Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain

    mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana

    kurungan paling lama satu tahun.”

    Pasal 359 KUHP dapat menampung semua perbuatan yang dilakukan

    yang mengakibatkan kematian, dimana kematian bukanlah yang dituju atau

    dikehendaki.

    80 Safitri Hariyani, Op.cit. hlm.72

  • 8/15/2019 indrayudha (artikel)_unlocked.pdf

    44/90

    44

    Adanya hubungan kausal telah lazim dikenal dengan istilah akibat

    langsung yang tidak berbeda dengan akibat yang ditimbulkan oleh sebab – sebab

    yang masuk akal dan menurut kelayakan. Hal itu dapat dipikirkan sebagai akibat

    dari suatu sebab. Khusus dalam hal mencari causalverband antara tindakan medik

    dengan akibat yang timbul sesudah tindakan medik maka digunakan ilmu

    kedokteran sendiri.

    Adanya akibat kematian, apakah dari sebab diberikan suntikan obat

    tertentu dengan dosis tertentu, tidak cukup dengan akal orang awam, tetapi harus

    menggunakan ilmu kedokteran. Akan tetapi, adakalanya cukup digunakan akal

    orang awam sekalipun. Contoh kasus tertinggalnya benda di badan pada suatu

    pembedahan. Adanya benda tertinggal dalam badan sudah cukup membuktikan

    akibat dari pembedahan yang ketika menjahit luka bekas pembedahan yang tidak

    teliti. 81

    Dalam hal ini, disamping adanya sikap batin, culpa , harus ada tiga unsur

    lagi yang merupakan rincian dari kalimat “menyebabkan orang lain mati”, yaitu :

    1. Harus ada wujud perbuatan.

    2. Adanya akibat berupa kematian.

    3. Adanya causal verband antara wujud perbuatan dengan akibat kematian.

    Tiga unsur ini tidak berbeda dengan unsur perbuatan menghilangkan

    nyawa dari pembunuhan (Pasal 338 KUHP). Bedanya dengan pembunuhan

    hanyalah terletak pada unsur kesalahannya, yakni pada pasal 359 ini adalah

    kesalahan dalam bentuk kurang hati – hati ( culpa). 82

    h) Kelalaian yang Menyebabkan Luka.

    Bahwa dalam Pasal 360 KUHP menguraikan dan menyebutkan terkait

    dengan kelalaian yang menyebabkan luka yaitu :

    1. Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain

    mendapatkan luka – luka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama

    lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.

    81 Adami Chazawi, 2007.Op.cit.hlm.112.82

    Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Tubuh & Nyawa . PT Raja Grafindo Persada,Jakarta, 2004, hlm.109.

  • 8/15/2019 indrayudha (artikel)_unlocked.pdf

    45/90

    45

    2. Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain

    luka – luka sedemikian rupa sehingga timbul penyakit atau halangan

    menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian selama waktu tertentu, diancam

    dengan pidana penjara paling lama Sembilan bulan atau pidana kurungan

    paling lama enam bulan atau pidana denda paling tinggi empat ribu lima ratus

    supiah.

    Ada dua macam tindak pidana menurut Pasal 360. Dari rumusan ayat (1)

    dapat dirinci unsur – unsur yang ada, yaitu :

    1. Adanya kelalaian.

    2. Adanya wujud perbuatan.

    3. Adanya akibat luka berat.

    4. Adanya hubungan kausalitas antara luka berat dan wujud perbuatan .

    Rumusan ayat (2) mengandung unsur – unsur :

    1. Adanya kelalaian

    2. Adanya wujud perbuatan

    3. Adanya akibat : luka yang menimbulkan penyakit; dan luka yang

    menimbulkan halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian

    selama waktu tertentu

    4. Adanya hubungan kausalitas antara perbuatan dan akibat.

    Menurut Pasal 90 KUHP, luka berat berarti :

    1. Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh

    sama sekali atau menimbulkan bahaya maut;

    2. Tidak mampu terus – menerus untuk menjalani tugas jabatan atau pekerjaan pencaharian;

    3. Kehilangan salah satu panca indera;

    4. Menderita sakit lumpuh;

    5. Terganggu daya pikirnya selama 4 minggu lebih;

    6. Gugurnya atau matinya kandungan seorang perempuan.

  • 8/15/2019 indrayudha (artikel)_unlocked.pdf

    46/90

    46

    Sebagai alternatif, luka yang mendatangkan penyakit adalah luka yang

    menjadi halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian. Ukuran

    jenis luka ini bukan pada penyakit, tetapi pada halangan menjalankan pekerjaan

    jabatan atau pencarian. Ukurannya lenih mudah, yakni terganggunya pekerjaan

    yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter bahwa orang itu perlu istirahat

    karena adanya gangguan pada fungsi organ tubuh karena luka yang dideritanya.

    Diperlukan istirahat oleh karena luka – luka tersebut. 83

    Perihal unsur kelalaian yang terdapat Pasal 359 maupun 360 KUHP

    mensyaratkan adanya perbuatan tidak berhati – hati. Untuk menilai perbuatan

    seseorang berhati – hati atau sebaliknya, perbuatan seseorang itu haruslah

    dibandingkan dengan perbuatan orang lain.

    i) Pemberatan Pidana dan Pidana Tambahan.

    Bahwa Pasal 361 KUHP terkait dengan pemberatan pidana dan pidana

    tambahan dapat diuraikan atau digambarkan sebagai berikut:

    “ Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini dilakukan dalam

    menjalankan sesuatu jabatan atau pekerjaan, maka pidana itu boleh

    ditambah sepertiganya, dan dapat dijatuhkan pencabutan hak melakukan

    pekerjaan, yang dipergunakan untuk menjalankan kejahatan itu, dan hakim

    dapat memerintahkan pengumuman putusannya.”

    Berdasarkan Pasal tersebut, dokter yang telah menimbulkan cacat atau

    kematian yang berkaitan dengan tugas atau jabatan atau pekerjaannya, maka Pasal

    361 KUHP memberikan ancaman pidana sepertiga lebih berat. Di samping itu

    hakim dapat menjatuhkan hukuman berupa pencabutan hak melakukan pekerjaan

    yang dipergunakan untuk menjalankan kejahatan serta memerintahkan

    pengumuman keputusannya itu.

    2. Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran.

    83 Adami Chazawi. 2007. Op.cit hlm.116.

  • 8/15/2019 indrayudha (artikel)_unlocked.pdf

    47/90

    47

    Pada dasarnya norma hukum yang tercantum dalam Undang-Undang

    No.29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran merupakan norma hulum

    administrasi. Namun dalam undang-undang ini juga tercantum ketentuan pidana

    di dalam Pasal 75 sampai dengan Pasal 80. Pencantuman sanksi pidana pada

    Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 ini tidak lepas dari fungsi hukum pidana

    secara umum, yakni ultimum remudium .

    Makna yang terkandung dari asas ultimum remudium adalah bahwa sanksi

    pidana merupakan upaya (sanksi) yang paling akhir diancamkan kepada

    pelanggaran suatu norma hukum, manakala sanksi hukum lainnya sudah dianggap

    tidak signifikan dengan bobot norma hukum yang dilanggar. Dalam konteks

    Undang-Undang Praktik Kedokteran yang pada dasarnya memuat norma-norma

    hukum administrasi, dengan dicantumkannya sanksi pidana pada pelanggaran

    norma hukum administrasi tertentu, berarti pembuat undang-undang ini menilai

    sanksi administrasi saja tidak cukup signifikan sehingga diperlukan sanksi pidana.

    2.1 Tindak Pidana Praktik Kedokteran tanpa Surat Tanda Registrasi(STR).

    Bahwa Pasal 75 sebagai berikut:

    1. Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik

    kedokteran tanpa memiliki surat tanda registrasi sebagaimana dimaksud

    dalam Pasal 29 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3

    (tiga) tahun atau denda paling banyak 100.000.000,-(seratus juta rupiah).

    2. Setiap dokter atau dokter gigi atau dokter gigi warga negara asing yang

    dengan sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki surat tanda

    registrasi sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat 1 dengan

    pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling