indrayudha (artikel)_unlocked.pdf
-
Upload
wagiono-suparan -
Category
Documents
-
view
218 -
download
0
Transcript of indrayudha (artikel)_unlocked.pdf
-
8/15/2019 indrayudha (artikel)_unlocked.pdf
1/90
1
KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM MALPRAKTIK
KEDOKTERAN BAGI PERLINDUNGAN HUKUM
ANTARA PASIEN DAN DOKTER
Oleh : Indra Yudha Koswara
Head legal di PT. Pondok Kalimaya Putih dan Dosen Fakultas Hukum Universitas
Suryakancana (UNSUR). Alumni Program S2 Ilmu Hukum di UNSUR dan Alumni S3
Program Doktor Ilmu Hukum di UNISBA.
Abstract
The doctors says that code of conduct Indonesian Medical (KODEKI) is good enough to oversee the doctors when they on duty, so the faultof medical malpractice is often assumed contravention ethical norms not
supposed to be given criminal threats. Otherwise the patients or their family feelsdifficult to prove medical malpractice in legal proceedings, because the meaningof medical malpractice that isn’t written clearly in the laws so it can have somany senses of medical malpractice. The purpose of the research is the problemidentification is to know and understand : How does the criminal lay policy aboutmedical malpractice in the code of Penal (Criminal Code) and act 29 of 2004
about practice of medicine that is related with medical malpractice? And How toapply the code of Penal (Criminal Code) and act 29 of 2004 about practice ofmedicine that is related with code of conduct IndonesianMedical (KODEKI) in the order to human rights protection of the doctors andthe patients? And How does the function and the role of Indonesian Medical
Disciplinary Board (MKDKI) when they solve the medical malpractice incriminal charges? This study used a normative approach, analysis descriptivelythat uses secondary data. The source of secondary data is doing literature reviewby law’s source, that primary, secondary or tertiary. Then it is analysed byqualitative analysis. The conclution is: The criminal law policy that made by thelaw’s rule act 1 of 1946 about the code of Penal (Criminal Code) and act 29 of2004 about practice of medicine can punish the- medical-malpractice by the legal
proceedings, but it so hard if it is related with Circular Letter Republic Indonesian Supreme Court of 1982 (SEMA RI) 1982, is recommended that thedoctors’s cases or medical worker doesn’t by legal channels before, but by codeof conduct Board(MKEK)’s opinions that n ow become Indonesian Medical
Disciplinary Board(MKDKI) and the duty of MKDKI is enforcement disciplinary for doctor or dentist in medical practice.
Keywords : protection , malpractice , code of conduct .
-
8/15/2019 indrayudha (artikel)_unlocked.pdf
2/90
2
A. PENDAHULUAN
Kesehatan sebagai bagian pemenuhan hak asasi manusia harusdiwujudkan dalam bentuk pemberian berbagai upaya kesehatan kepada seluruh
lapisan masyarakat melalui penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang
berkualitas dan terjangkau oleh masyarakat.
Pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang dalam rangka
mewujudkan derajat kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur
kesejahteraan umum yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsaIndonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Penyelenggaraan praktik kedokteran yang merupakan inti dari berbagai
kegiatan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan harus dilakukan oleh dokter
dan dokter gigi yang memiliki etik dan moral yang tinggi, keahlian dan
kewenangan yang secara terus – menerus harus ditingkatkan mutunya melalui
pendidikan dan pelatihan berkelanjutan, sertifikasi, registrasi, lisensi, serta
pembinaan, pengawasan, dan pemantaun agar penyelenggaraan praktik
kedokteran sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Sebagaimana tertulis dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang telah
diamandemen sebanyak 4 (empat) kali dalam Pasal 28A yang berbunyi: “Setiap
orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan
kehidupannya“, dan Pasal 28H ayat (1) yang berbunyi: “Se tiap orang berhak
hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan
hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”, serta
Pasal 34 ayat (3) yang berbunyi: “Negara bertanggung jawab atas penyediaan
fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak”. 1
Menjadi hak setiap orang mendapatkan pelayanan kesehatan, karena itu
dalam suatu tatanan masyarakat di mana pun, sudah merupakan kewajiban dokter
1
Undang-Undang Dasar 1945, Amandemen Ke 1–
Ke 4 (1999–
2002) , Eska Media,Jakarta,2004, hlm 22 – 28.
-
8/15/2019 indrayudha (artikel)_unlocked.pdf
3/90
3
melalui pelayanan kesehatan profesi kedokteran untuk mengobati orang sakit.
Oleh sebab itu, menurut Imam Al Gazali, mengobati orang sakit adalah “ Fardhu
Kifayah “.2
Jika dokter melakukan pembedahan kepada pasiennya dengan pisau bedah
dan pasiennya meninggal dunia, tetapi terkena mata dari pasiennya, maka sebagai
hukumannya, tangan dokter tersebut harus dipotong. (Ketentuan dalam Kitab
Undang-Undang Hammurabi dibuat pada tahun 1780 sebelum masehi). Demikian
juga Hippocrates sudah meletakkan dasar agar dokter terhindar dari tindakan
malpraktik , yang tersebut dalam “Sumpah Hippocrates ” yang sangat terkenal itu.Maka jika tidak ada malpraktik dokter saat itu, tentu tidak pernah ada yang
namanya Sumpah Hippocrates tersebut. 3
Dengan demikian tindakan medik yang menyimpang yang dilakukan
tenaga kesehatan terhadap pasien pada saat itu telah terjadi, sehingga diperlukan
suatu kaidah yang menjadi pedoman bagi tenaga kesehatan dalam mengobati
pasiennya.
“ Dalam hubungan antara dokter dan pasien, walaupun pasien dari
pihak yang kurang memahami tentang masalah kesehatan, tetapi
hendaknya pihak dokter dan rumah sakit dapat memenuhi kewajibannya
untuk memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan,
standar profesi, dan standar operasional prosedur kepada pasien baik
diminta maupun tidak diminta” . 4
Dalam era globalisasi profesi kedokteran merupakan salah satu profesi
yang banyak mendapat perhatian masyarakat karena sifat pengabdiannya dan
pelayanannya kepada masyarakat cukup kompleks. Meningkatnya perhatian
masyarakat tersebut disebabkan oleh banyak faktor perubahan antara lain
kemajuan bidang ilmu dan teknologi kedokteran, perubahan sosial budaya dan
pandangan hidup termasuk karakteristik masyarakat sumber daya manusia yang
2Munir Fuady, Sumpah Hippocrates , Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005, hlm 1.3 Ibid, hlm 15.4
Desriza Ratman, Mediasi Non Litigasi Terhadap Sengketa Medik Dengan Konsep Win-WinSolution , Elex Media Komputindo, Jakarta, 2012, hlm 2.
-
8/15/2019 indrayudha (artikel)_unlocked.pdf
4/90
4
berkecimpung di bidang kedokteran dan kesehatan sebagai pihak pemberi
pelayanan publik.
Begitu pula sebaliknya adanya perubahan masyarakat pengguna jasa di
bidang kesehatan yang pengetahuannya semakin bertambah menyebabkan
kesadaran akan hak-haknya cukup tinggi sehingga sangat kritis dalam menerima
penyelenggaraan pelayanan jasa yang diberikan oleh para pemberi jasa dibidang
kedokteran dan kesehatan.
“ Namun berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap dokter,
banyaknya tuntutan hukum oleh masyarakat pada dewasa ini disebabkanoleh kegagalan upaya penyembuhan oleh dokter. Walaupun kegagalan
penerapan ilmu pengetahuan kedokteran tidak selalu identik dengan
gagalnya dalam tindakan pelayanan “. 5
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
menjelaskan malpraktik tidak secara eksplisit, tetapi dijelaskan pada Pasal 66 ayat
(1) yang berbunyi :
“ Setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan
atas tindakan dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik
kedokteran dapat mengadukan secara tertulis kepada Ketua Majelis
Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia” dan ayat (3) yaitu
“Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2 ) tidak
menghilangkan hak setiap orang untuk melaporkan adanya dugaan tindak
pidana kepada pihak yang berwenang dan/atau menggugat kerugian
perdata ke pengadilan” .6
Bahwa ketentuan ini telah dikuatkan berdasarkan keputusan Mahkamah
Konstitusi melalui Putusan No.14/PUU-XII/2014, setelah sebelumnya MK
5 S.Soetrisno, Malpraktek Medik dan Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa ,Telaga Ilmu, Tangerang, 2010, hlm 1.
6 Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) adalah suatu lembaga yangdibentuk dan juga bertanggung jawab kepada Konsil Kedokteran Indonesia (KKI), MKDKI inibertugas sebagai penegak keadilan yang tugasnya bersifat independen terhadap pengaduan
dugaan pelanggaran disiplin keilmuan terhadap dokter dan dokter gigi dalam menjalankanpraktik kedokterannya.
-
8/15/2019 indrayudha (artikel)_unlocked.pdf
5/90
5
menolak permohonan uji materi terhadap ketentuan Pasal 66 ayat (3) UU No. 29
Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran mengenai Laporan Pidana yang diajukan
oleh dr.Agung Sapta Adi, Sp.An, dkk, dalam putusan tersebut MK menegaskan
bahwa laporan Pidana adalah bertujuan untuk melindungi Pasien. 7 Dengan
demikian dikalangan dokter sendiri masih ada penolakan atas penegakan hukum
kasus malpraktik kedokteran. Padahal di dunia modern ini dokter tidak harus takut
dengan ancaman hukum selama dokter bekerja dengan tulus iklas berkomunikasi
baik dan sesuai dengan kaidah ilmu kedokteran. 8
Tembok besar yang dihadapi masyarakat dalam mencari keadilan hukumdalam menghadapi permasalahan malpraktik kedokteran telah menjadi
permasalahan hukum tersendiri di Indonesia.
Pada awalnya, dokter dan dokter gigi dibekali dengan peraturan Kode Etik
Kedokteran (KODEKI), namun KODEKI ini tidak mempunyai kekuatan yang
mengikat, karena bukan merupakan peraturan pemerintah. Tetapi dengan
dikeluarkannya Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :
554/Men.Kes/Per/XII/1982 tentang Panitia Pertimbangan dan Pembinaan EtikKedokteran, maka Etik Kedokteran ini mempunyai kekuatan hukum bagi profesi
dokter dan dokter gigi.Walaupun terhadap dokter yang melakukan pelanggaran
etika profesi sudah ada sanksi, tetapi Permenkes ini belum mengatur sanksi
pidana bagi dokter yang melakukan tindak pidana kejahatan, yang diatur baru
sebatas pelanggaran.
Oleh karena itu untuk kejadian malpraktik pidana, Pemenkes ini belum
bisa menjawab persoalan yang menyangkut malpraktik pidana. KODEKI ini
hanya bersifat petunjuk perilaku yang berisi kewajiban – kewajiban yang harus
dipenuhi oleh seorang dokter. 9
7 Mahkamah Konstitusi Tegaskan Pidana Kedokteran untuk Lindungi Pasien,http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5534d20leb847/, diakses 4 April 2015, 12:14 PM
8 3 (tiga) Penyebab Utama Terjadinya Malpraktik Medis,http://dokterindonesiaonline.com/2013/12/02/, diakses 5 Mei 2015, 1:29 PM
9
Harjo Wisnoewardono, Tanggungjawab Dokter Dalam Hal Pengguguran KandunganMenurut Hukum Pidana , Arena Hukum FH Unibraw, Malang, Juli 2002. ,hlm. 165
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5534d20leb847/http://dokterindonesiaonline.com/2013/12/02/http://dokterindonesiaonline.com/2013/12/02/http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5534d20leb847/
-
8/15/2019 indrayudha (artikel)_unlocked.pdf
6/90
6
Kasus-kasus yang menjadi perhatian masyarakat Indonesia yang berkaitan
dugaan malpraktik kedokteran adalah kasus Prita Mulyasari dengan pihak RS
OMNI Internasional pada tahun 2009 (korban justru dilaporkan oleh pihak RS
OMNI Internasional dengan tuntutan pidana dan perdata dengan alasan
pencemaran nama baik) dan kasus dokter Dewa Ayu Sasiary Prawani dan kawan-
kawan pada saat melakukan operasi cito secsio sesaria terhadap Siska Makatey
yang berujung dengan kematian di RS Prof. Dr.RD Kandou Manado pada tahun
2010 (dokter yang dilaporkan oleh keluarga korban dituntut secara pidana
walaupun pada akhirnya dibebaskan dalam putusan Peninjauan Kembali di
Mahkamah Agung RI) serta kasus lainya seperti yang dapat penulis sampaikan
dalam bentuk tabel sebagai berikut :
Tabel 1
Beberapa Kasus Yang Diduga Sebagai Malpraktik
Kedokteran Rentang Waktu 2002 - 2003 10
No Korban Kasus Tempat Tahun
1 Sherly Cacat setelah persalinan RSB Libra
Citeurep
2002
2 Yoseviana Meninggal dunia akibat
obat perangsang kelahiran
RS. Permata
Bunda
Kupang
2003
Sumber Data : Gatra, 2004.
Tabel 2
Pengaduan Malpraktik Ke LBH Kesehatan 11
No Korban Kasus Tempat Tahun
10 Arie Kelana, dkk, Laporan Khusus : Susahnya Menyeret Dokter ke Meja Hijau , Gatra2004.
11
Baku Tuding Malpraktek, http://tempo.co.id/hg/narasi/2004/08/05/nrs,20040805-01,id.html, diakses 17 Maret 2015, 11:00 WIB.
http://tempo.co.id/hg/narasi/2004/08/05/nrs,20040805-01,id.htmlhttp://tempo.co.id/hg/narasi/2004/08/05/nrs,20040805-01,id.htmlhttp://tempo.co.id/hg/narasi/2004/08/05/nrs,20040805-01,id.htmlhttp://tempo.co.id/hg/narasi/2004/08/05/nrs,20040805-01,id.html
-
8/15/2019 indrayudha (artikel)_unlocked.pdf
7/90
7
3 Herly Hutauruk Pendarahan Otak RS. Budi
Lestari RS.Hermina
2004
4 Mindo Hernia RS.
Persahabatan
2004
Sumber : Tempo, 2004.
Tabel 3
Kasus Malpraktik di RS Omni Internasional 12
No Korban Kasus Tempat Tahun
1 Prita Mulyasari Adanya perbedaan hasil
Lab terkait thrombosit
mengalami pembengkakan
pada leher kiri dan mata
kiri
RS. Omni
Internasional
2008
2 Jared dan Jayden Mengalami kebutan
karena pemasangan
ventilasi khusus yang
mendorong pemutusan
saraf mata
RS. Omni
Internasional
2008
Sumber data: News.detik.com, Jakarta, 2010.
Tabel 4
Kasus Malpraktik di RS Krian Husada Sidoarjo Jatim 13
12 SP3 Kasus Malpraktek, Bayi Kembar Jared & Jayden, Polisi di Kecam ,http://news.detik.com/read/2010/04/26/210126/1345916/10/, diakses 12 Maret 2015, 11:24WIB.
13
Dokter Indonesia Online, Dokter Wida Dibui 10 bulan Pasien Anak HiperkalemiaMeninggal, http://dokterindonesiaonline.com/2013/12/02 / , diakses 5 Mei, 1:25 PM.
http://news.detik.com/read/2010/04/26/210126/1345916/10/http://dokterindonesiaonline.com/2013/12/02/http://dokterindonesiaonline.com/2013/12/02/http://dokterindonesiaonline.com/2013/12/02/http://dokterindonesiaonline.com/2013/12/02/http://news.detik.com/read/2010/04/26/210126/1345916/10/
-
8/15/2019 indrayudha (artikel)_unlocked.pdf
8/90
8
No Korban Kasus Tempat Tahun
1 Deva Chayanata
(3 Tahun)
Mengalami kematian
akibat suntikan
penyuntikan KCL 12,5 ml,
yang dilakukan oleh
dr.Wida dan dituntut pasal
359 KUHP serta di putus
bersalah dijatuhi hukuman
10 bulan berdasarkan
putusan MA (Website MA
tgl 22 Maret 2013)
RS. Krian
Husada
Sidoarjo Jawa
Timur
28 April
2010
Tabel 5
Kasus Malpraktik di RSUD dr. Soebandi 14
No Korban Kasus Tempat Tahun
1 Wagiman
Riyanto ( 60
Tahun )
Didiagnosa penyakit
prostat dan diharusksn
operasi selalnjutnya
dilakukan pembiusan
selang 15 menit pasien
kejang-kejang dan dirawatdi ICU selama 7 hari lalu
meninggal.
RS. Krian
Husada
Sidoarjo Jawa
Timur
28 April
2013
Tabel 6
14
Dokter di Jember Dituduh Malpraktek,http://www.tempo.co/read/news/2013/ 12/02/058534064, diakses 5 Mei 1:53 PM.
http://www.tempo.co/read/news/2013http://www.tempo.co/read/news/2013
-
8/15/2019 indrayudha (artikel)_unlocked.pdf
9/90
9
Kasus Malpraktik di RS Cipto Mangunkusumo 15
No Korban Kasus Tempat Tahun
1 Harun (35
Tahun)
Korban mengalami
kecelakaan sepeda motor
kemudian di operasi
untuk mengangkat pen
oleh dr. Wahyu Widodo,
karena merasa sakit
dikakinya pasien
memeriksa ke RS
Bhineka Bakti Husada
Bogor setelah dipindai
ternyata ada sisa pen besi
sepanjang 5 cm kemudian
dilakukan operasi
lanjutan.
RS. Cipto
Mangunkusumo
1 April
2014
Tabel 7
Kasus Malpraktik di RS di Kota Cimahi Jabar 16
No Korban Kasus Tempat Tahun
15 Besi Tertinggal di Kaki Pasien Somasi Dokter RSCM,http://www.tempo.co/read/news/2014/05/30/064581233/, diakses 5 Mei 1:49 PM.
16 Dugaan Malpraktek, Bayi 18 Bulan Divonis Buta,
http://www.tempo.co/read/news/2014/08/18/058600316/, diakses 5 Mei 1:44 PM.
-
8/15/2019 indrayudha (artikel)_unlocked.pdf
10/90
10
1 Sepia Rizkiani
(18 bulan)
Setelah dirawat selama 12
hari dan pemasangan infusdi kening sepia akhirnya
bayi mungil tersebut
mengalami kebutaan
RS di Kota
Cimahi
2014
Tabel 8
Kasus Malpraktik di Klinik Metropole17
No Korban Kasus Tempat Tahun
1 Dua Pasien Pasien mengaku telah
dirugikan setelah berobat
di Klinik tersebut di duga
melakukan malpraktik
sehingga korban
mengalami pendarahan
dan kerugian materi yang
cukup besar. Penyidik
Polres Jakarta Barat telah
menetapkan ES sebagai
penanggung jawab klinik
dan JP sebagai direktur
klinik sebagai tersangka.
Klinik
Metropole
Jakarta Barat
2014
17 Malpraktek 2 Pengelola Klinik Metropole Tersangka,http://www.tempo.co/read/news/2014/10/01/06461121686/, diakses 5 Mei 1:47 PM.
-
8/15/2019 indrayudha (artikel)_unlocked.pdf
11/90
11
Banyak pasien yang juga kerap mengadukan kasus malpraktik, hari demi
hari pengaduan semakin banyak, hal ini dipicu oleh kualitas pelayanan kesehatan
yang dirasa semakin merugikan pasien.
“ Ke depan, tuntutan seperti ini akan makin banyak menurut Ketua
Departemen Hukum Pusat Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia
(Persi), dokter Herkuntanto,SH, FACLM kepada Pusat Data Persi,
sedangkan menurut Iskandar Sitorus, Pendiri LBH Kesehatan tidak pernah
ada angka resmi secara nasional mengenai kasus malpraktik, bahkan kasus
malpraktik jarang diselesaikan sampai tingkat pengadilan karena Polisimasih tidak paham tentang masalah kesehatan, sehingga penanganannya
kurang optimal” 18
Tabel 9
Data permasalahan yang diadukan di YPKKI.
No Tahun Cacat Meninggal
1 2005 2 3
2 2006 6 -
3 2007 - 2
4 2008 2 -
5 2009 - 2
6 2010 1 -
7 2011 - 1
8 2012 3 -
Jumlah 14 8
18 SP3 Kasus Malpraktek, Op.cit.
-
8/15/2019 indrayudha (artikel)_unlocked.pdf
12/90
12
Sumber data: Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia Indonesia
(YPKKI) Jakarta, 2013.
Bahwa dari tabel 9 memperlihatkan pengaduan kepada YPKKI yang
diadukan oleh masyarakat. 19 Berdasarkan data dari Ketua Yayasan Pemberdayaan
Konsumen Kesehatan Indonesia (YPKKI) Jakarta oleh Marius Widjajarta
menyampaikan bahwa tingkat dugaan malpraktik hingga tahun 2013 sangat
tinggi, namun masyarakat tidak mengetahui jalur apa yang harus ditempuh
apabila mendapatkan masalah malpraktik kedokteran, masyarakat selalu pasrahterhadap nasib yang diterima, bahkan apabila kasus ini dimajukan ke meja hijau
pihak korban atau keluarga korban menghadapi kesulitan untuk membuktikan
adanya kejadian malpraktik. 20
Kejadian ini menandakan kejenuhan masyarakat dalam melaporkan
adanya dugaan pelanggaran malpraktik kepada pihak berwajib maupun kepada
Majelis Kehormatan Disiplin Kodekteran Indonesia, karena tidak adanya tindak
lanjut apalagi efek jera yang dihasilkan oleh proses peradilan maupun oleh
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) dalam pencegahan
malpraktik, masalah ini menandakan keadaan yang kurang baik dalam
pembangunan kesehatan.
Terlebih proses penegakan disiplin yang dilakukan MKDKI masih banyak
belum diketahui oleh hakim, polisi, dan masyarakat bahkan dokter atau dokter
gigi belum mengetahui juga. 21Pemberitaan yang selalu menyudutkan pihak dokter
dalam kasus malpraktik semacam ini telah menimbulkan keresahan atau paling
tidak kekhawatiran kalangan dokter, karena profesi dokter ini bagaikan makan
buah simalakama, dimakan bapak mati tidak dimakan ibu mati. Tidak menolong
19 Nur Alim, Putusan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) Sebagai Alat Bukti Awal Dalam Penegakan Hukum Kesehatan , FH Universitas Hasanuddin, Makassar,2013, hlm 3.
20 Ibid, hlm 4.21
http://www.tempo.co/read/news/2013/12/23/173539526/Ketua-MKDKI: Kami TakMengenal Istilah Malpaktek/-nasional. Diakses 24 Januari 2015, 11:07 WIB.
http://www.tempo.co/read/news/2013/12/23/173539526/Ketua-MKDKIhttp://www.tempo.co/read/news/2013/12/23/173539526/Ketua-MKDKI
-
8/15/2019 indrayudha (artikel)_unlocked.pdf
13/90
13
dinyatakan salah menurut hukum, ditolong berisiko dituntut pasien atau
keluarganya jika tidak sesuai dengan harapannya. 22
Memperhatikan kasus-kasus di atas telah terbentuk posisi yang saling
berhadapan antara pasien dan dokter dalam rangka pelayanan kesehatan kepada
masyarakat masing-masing pihak merasa benar dengan tindakannya sehingga
menimbulkan prasangka yang kurang baik diantara pasien dan dokter, yang
sebenarnya hal ini tidak perlu terjadi karena telah ada perundang-undangan yang
mengatur hubungan dokter dan pasien, dan Kode Etik Kedokteran (KODEKI)
serta sesuai dengan standar profesi , Standart Operating Procedure (SOP)dan/atau standar pelayanan medik yang baik.
“ Namun dari kejadian seperti kasus-kasus di atas, menimbulkan
kekhawatiran di masyarakat, kemungkinan menurunya tingkat pengaduan
yang masuk di MKDKI, menandakan kejenuhan masyarakat melaporkan
adanya dugaan pelanggaran malpraktik, karena tidak adanya tindak lanjut
apalagi efek jera yang dihasilkan MKDKI dalam pencegahan malpraktik,
hal seperti ini menandakan keadaan yang buruk dalam pembangunankesehatan”. 23
Tuntutan hukum berawal dari rasa ketidakpuasan pasien terhadap tindakan
dokter (dokter umum, dokter gigi, dokter spesialis dan dokter gigi spesialis)
dalam menjalankan praktik kedokterannya serta meluas kepada tingkat rumah
sakit. Rumah sakit memiliki kewajiban dalam menyediakan sarana dan prasarana
dalam rangka pelayanan kesehatan serta mengatur segala hal yang berhubungan
dengan pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, anti diskriminalisasi dan efektifdengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan
rumah sakit. 24
22 Syahrul Machmud, Penegakan Hukum Dan Perlindungan Hukum Bagi Dokter YangDiduga Melakukan Medikal Malpraktek , KPD, Bandung, 2012, hlm. 3.
23 Veronica Kolamawati, Peranan Informed Consent Dalam Transaksi Traupeutik , Citra
Aditya Bakti, Bandung, 1989, hlm 5.24 Desriza Ratman, Op.cit, hlm 6
-
8/15/2019 indrayudha (artikel)_unlocked.pdf
14/90
14
Sementara pada tataran operasional dalam pelayanan kesehatan kepada
masyarakat masih saja diketemukan pelayanan kesehatan yang menimbulkan
kerugian bagi pasien baik itu rasa sakit , cacad fisik bahkan menyebabkan
kematian. Dengan demikian, upaya penegakan hukum dalam rangka perlindungan
atas hak dan kewajiban terhadap pasien dan dokter telah di atur dalam Undang-
Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, namun terkait masalah
Malpraktik Kedokteran pasien masih belum terlindungi.
B. PEMBAHASAN.
1. Pengertian Malpraktik Kedokteran.
Untuk pemahaman yang dapat memberikan arahan yang jelas tentang
pengertian malpraktik, dapat disampaikan beberapa pendapat sarjana tentang
terminologi malpraktik sebagai berikut :
a. Veronica menyatakan bahwa istilah malpraktik berasal dari “ malpractice ”
yang pada hakekatnya adalah kesalahan dalam menjalankan profesi yang
timbul sebagai akibat adanya kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan
dokter. 25
b. Hermien Hadiati menjelaskan malpractice secara harfiah berarti bad
practice , atau praktik buruk yang berkaitan dengan praktik penerapan ilmu
dan teknologi medik dalam menjalankan profesi medik yang mengandung
cirri-ciri khusus. Karena malpraktik berkaitan dengan “ how to practice the
medical scien ce and technology” , yang sangat erat hubungannya dengan
sarana kesehatan atau tempat melakukan praktik dan orang yang
melaksanakan praktik, maka Hermien lebih cenderung untuk menggunakanistilah “ maltreatment ”.26
25 D.Veronica Komalawati (1), Op.Cit, hlm 87.26
Hermien Hadiati Koeswadji, Hukum Kedokteran (Studi tentang Hubungan Hukum dalammana Dokter Sebagai Salah Satu Pihak) , Citra Aditya Bakti, Bandung, 1998, hlm.124.
-
8/15/2019 indrayudha (artikel)_unlocked.pdf
15/90
15
c. Danny Wiradharma memandang malpraktik dari sudut tanggungjawab
dokter yang berada dalam suatu perikatan dengan pasien, yaitu dokter
tersebut melakukan praktik buruk. 27
d. Ngesti Lestari mengartikan malpraktik secara harfiah sebagai “ p elaksanaan
atau tindakan yang salah “. 28
Dari keempat pendapat di atas, pada umumnya cenderung menggunakan
istilah yang langsung dikaitkan dengan praktek dokter, hanya Ngesti Lestari saja
yang tidak menghubungkan dengan praktik dokter secara langsung. Sedangkan
Hermien, walaupun menghubungkan istilah malpraktik dengan praktek dokter
yang jelek, namun sebenarnya Hermien lebih cenderung untuk memakai istilah
“maltreatment ” daripada istilah “malpraktik”.
Berdasarkan pengertian istilah di atas, beberapa sarjana sepakat untuk
merumuskan penggunaan istilah medical malpractice (malpraktik medik)
sebagaimana disebutkan dibawah ini :
a. John D. Blum memberikan rumusan tentang medical malpractice sebagai “ a
form of professional negligence in which measurable injury occurs to a
plaintiff patient as the direct result of act or omission by the defendant
practitioner ” (malpraktik medik merupakan bentuk kelalaian profesi dalam
bentuk luka atau cacat yang dapat diukur yang terjadinya pada pasien yang
mengajukan gugatan sebagai akibat langsung dari tindakan dokter). 29
b. Black Law Dictionary merumuskan malpraktik sebagai “any professional
misconduct, unreasonable lack of skill or fidelity in professional or judiacry
duties, evil practice, or illegal or immoral conduct……” (perbuatan jahat
dari seorang ahli, kekurangan dalam ketrampilan yang di bawah standar,
atau tidak cermatnya seorang ahli dalam menjalankan kewajibannya secara
27 Danny Wiradharmairadharma, Penuntun Kuliah Kedokteran dan Hukum Kesehatan ,Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1999, hlm.124.
28 Ngesti Lestari, Masalah Malpraktek Etik dalam Praktek Dokter (Jejaring Bioeta danHumaniora ), Kumpulan Makalah Seminar tentang Etika dan Hukum Kedokteran diselenggarakan
oleh RSUD Dr.Saiful Anwar, Malang, 2001. hlm.2.29 Hermien Hadiati Koeswadji, Op.Cit , hlm. 122-123.S
-
8/15/2019 indrayudha (artikel)_unlocked.pdf
16/90
16
hukum, praktik yang jelek atau illegal atau perbuatan yang tidak
bermoral). 30
c. Rumusan yang berlaku di dunia kesehatan adalah “ Professional misconduct
or lack of ordinary skill in the performance of professional act. A practioner
is liabel for damages or injuries caused by malpractice ”. “ Malpractice
requires that the patient demonstrate some injury and that the injury be
negligently caused………… ”.
d. Junus Hanafiah mendefinisikan malpraktik medik adalah kelalaian seorang
dokter untuk mempergunakan tingkat ketrampilan dan ilmu pengetahuan
yang lazim dipergunakan dalam mengobati pasien atau orang yang terluka
menurut ukuran di lingkungan yang sama. 31
e. Veronica memberikan pengertian bahwa medical malpractice. atau
kesalahan profesional dokter adalah kesalahan dalam menjalankan profesi
medis yang tidak sesuai dengan standar profesi medis dalam menjalakan
profesinya.
f. Munir Fuady , yang dimaksud dengan malpraktik dokter adalah setiap
tindakan medis yang dilakukan oleh dokter atau orang-orang di bawah
pengawasannya, atau oleh penyedia jasa kesehatan yang dilakukan terhadap
pasiennya, baik dalam hal diagnosis, terapeutik , atau manajemen penyakit,
yang dilakukan secara melanggar hukum, kepatutan, kesusilaan, dan
prinsip-prinsip professional, baik dilakukan dengan kesengajaan, atau
ketidakhati-hatian, menyebabkan salah tindak, rasa sakit, luka, cacat,
kematian, kerusakan pada tubuh dan jiwa, atau kerugian lainnya dari pasien
dalam perawatannya, yang menyebabkan dokter harus bertanggung jawab
baik secara administrasi dan atau secara perdata dan atau secara pidana. 32
g. Menurut Anny Isfandyahrie bahwa setiap malpraktik yuridik sudah pasti
malpraktik etik, tetapi tidak semua malpraktik etik merupakan malpraktik
30 H.M. Soedjatmiko, Masalah Medik Dalam Malpraktek Yuridik , Kumpulan MakalahSeminar tentang Etika dan Hukum Kedokteran diselenggarakanoleh RSUD Dr Saiful Anwar,Malang, 2001, hlm 3.
31 M.Jusuf Hanafiah dan Amri Amir , Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan , Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jkarta, 1999, hlm.87.32 Munir Fuady, Op Cit ……. hlm. 2.
-
8/15/2019 indrayudha (artikel)_unlocked.pdf
17/90
17
yuridik. Berikut akan di jelaskan mengenai malpraktik etik dan malpraktik
yuridik di bawah ini :
1) Malpraktik Etik.
Malpraktik etik adalah dokter melakukan tindakan yang
bertentangan dengan etika kedokteran.Misalnya efek samping dari
kemajuan teknologi antara lain :komunikasi antara dokter dengan pasien
semakin berkurang, etika kedokteran terkontaminasi dengan kepentingan
bisnis, harga pelayanan medis semakin tinggi, dan sebagainya.
2) Malpratik Yuridik.
Ada (3) tiga bentuk malpraktik yuridik, yaitu :
a. Malpraktik Perdata.
b. Malpraktik Pidana.
c. Malpraktik Administratif.
Melakukan praktik tanpa adanya ijin praktik yang sah, ijin praktik yang
kadaluarsa, menjalankan praktek tanpa membuat catatan medis.33
Makna malpraktik sebagaimana telah diuraikan secara panjang lebar di
atas maka dapat disimpulkan sebagai berikut, dari berbagai pendapat diatas maka
dapat disimpulkan bahwa, seorang dokter atau dokter gigi dikatakan telah
melakukan praktik yang buruk atau malpraktik manakala dalam melakukan
pelayanan medik, dia tidak memenuhi persyaratan-persyaratan atau standar-
standar yang telah ditentukan seperti : dalam kode etik kedokteran, standar
profesi, standar pelayanan medik maupun dalam standar operasional prosedur.34
Untuk mengetahui apakah seorang dokter atau dokter gigi telah profesional
dalam melaksanakan pelayanan kesehatannya, ada beberapa ukuran yang dapat
dipakai sebagai patokan yaitu apakah pelayanan kesehatan atau pelayanan medis
tersebut sudah memenuhi :
33 Anny Isfandyahrie, Malpraktik & Resiko Medik , Prestasi Pustaka, Jakarta, 2005, hlm. 33-35.
34
Syahrul Machmud, Op-Cit, hlm. 161.
-
8/15/2019 indrayudha (artikel)_unlocked.pdf
18/90
18
1) Standar Profesi.
2) Standar Pelayanan.
3) Standar Opersional Prosedur. 35
Standar Profesi menurut Permenkes Nomor 2052 Tahun 2011 tentang
Izin Praktek dan Pelaksanaan Kedokteraan adalah batasan kemampuan minimal
berupa knowledge, skill , dan professional attitude yang harus dikuasai oleh
seorang dokter atau dokter gigi untuk dapat melakukan kegiatan profesionalnya
pada masyarakat secara mandiri yang dibuat oleh organisasi profesinya.36
Sedangkan menurut Leenen Standar Profesi Medis adalah berbuat secara
teliti/seksama menurut ukuran medik, sebagai dokter yang memiliki kemampuan
rata-rata ( average) dibanding dengan dokter dari kategori keahlian medik yang
sama, dalam situasi kondisi yang sama dengan sarana upaya ( middelen ) yang
sebanding/proprosional dengan tujuan konkrit tindakan/perbuatan yang
dimaksud. 37 Adapun unsur Standar Profesi Medis yang terdapat dalam rumusan
Leenen 38:
a. Berbuat secara teliti/seksama ( zorgvulding handelen ), hal ini dikaitkan
dengan kelalaian ( culpa ).
b. Sesuai ukuran ilmu medik ( volgen de medische standard ), ini dimaksudkan
kalau dokter umum harus dibandingkan dengan dokter umum dan dokter
spesialis dibandingkan dengan dokter spesialis yang sejenis.
c. Kemampuan rata-rata (average) dibanding kategori keahlian medik yang
sama ( gemiddelde bewaamheid van gelijke medische categorie).
d. Situasi dan kondisi yang sama.
e. Sarana upaya yang sebanding/proprosional dengan tujuan konkret tindakan
medik tersebut ( tot het concrete handelingsdoel ).
35 Syahrul Macmud, Penegakan Hukum Dan Perlindungan Hukum Bagi Dokter YangDiduga Melakukan Medikal Malpraktik , Mandar Maju, Bandung, 2008, hlm. 135.
36 Desriza Ratman, Aspek Hukum Penyelenggaraan Praktek Kedokteran Dan MalpraktekMedik , Keni Media, Bandung, 2014, hlm. 8.
37 Ameln, Fred, Kapita Selekta Hukum Kedokteran , Grafikatama Jaya, Jakarta, 1991, hlm.
14. 38 Ibid, hlm. 87.
-
8/15/2019 indrayudha (artikel)_unlocked.pdf
19/90
19
Standar Pelayanan menurut Permenkes Nomor 1438 Tahun 2010 tentang
Izin Standar Pelayanan Kedokteraan adalah pedoman yang harus diikuti oleh
dokter dan dokter gigi dalam menyelenggarakan Praktik Kedokteran. 39 Dokter
merupakan salah satu profesi yang dituntut untuk bekerja secara professional
dengan ciri-ciri yang harus dimiliki seperti keahlian, tanggung jawab dan
kesejawatan. 40 Standar Pelayanan Kedokteran meliputi Pedoman Nasional
Pelayanan Kedokteran (PNPK) dan Standar Prosedur Operasional (SPO). PNPK
ini harus bersifat nasional yang dibuat oleh organisasi profesi dan disahkan oleh
Menteri Kesehatan.
Standar Prosedur Operasional/SPO adalah suatu perangkat
instruksi/langkah-langkah yang dibakukan untuk meyelesaikan suatu proses kerja
rutin tertentu yang memberikan langkah yang benar dan terbaik berdasarkan
consensus bersama untuk melaksanakan berbagai kegiatan dan fungsi pelayanan
yang dibuat fasilitas kesehatan berdasarkan Standar Profesi (PMK No. 1438/2010
Tentang Standar Pelayanan Kedokteran pasal 1 angka 2 (dua) ). 41 SPO ini dibuat
dengan tujuan agar berbagai proses kerja rutin terlaksana dengan efisien, efektif,
seragam dan aman dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan melalui standar
yang berlaku.
Berdasarkan Permenkes No. 1438/2010 Tentang Standar Pelayanan
Kedokteran, SPO yang dibuat harus berdasarkan PNPK yang ada. Selanjutnya
SPO disusun dalam bentuk Panduan Praktik Klinik/PPK ( Clinic Practice
Guidelines ) yang dapat dilengkapi dengan Alur Klinis ( Clinical Pathway ),
Algoritme, Protocol, Procedure atau Standing Order.
SPO yang dibuat harus selalu ditinjau kembali sekurang-kurangnya 2
(dua) tahun sekali sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
kedokteran atau ada perubahan pada PNPK.
39 Ibid, hlm. 11.40 Ikatan Dokter Indonesia, Standar Pelayanan Medis, Dirjen Pelayanan Medik , Jakarta,
1996, hlm. 1.41 Desriza Ratman, Op.cit, hlm. 14.
-
8/15/2019 indrayudha (artikel)_unlocked.pdf
20/90
20
Atas dasar itu, ukuran profesional dari dokter harus disesuaikan dengan
perkembangan dan perubahan masyarakat. Setiap perubahan masyarakat yang
tidak diikuti oleh perkembangan hukum akan mubajir, terutama dalam proses
penegakan hukum. Penegakan hukum adalah suatu proses untuk mewujudkan
keinginan-keinginan hukum menjadi kenyataan. 42
“Adapun yang dimaksud denga n keinginan-keinginan hukum
adalah pikiran-pikiran badan pembuat undang-undang yang dirumuskan
dalam peraturan-peraturan hukum itu. Proses penegakan hukum
menjangkau pula proses pembuatan hukum, yang merupakan perumusan pikiran pembuat hukum yang dituangkan dalam peraturan hukum akan
turut menentukan bagaimana pelaksanaan penegakan hukum. Oleh karena
itu, penegakan hukum sebenarnya dimulai sejak peraturan hukum yang
harus dijalankan dibuat. Muladi kemudian menyebutkan adanya hubungan
antara penegakan hukum dengan politik kriminal, dan politik sosial, atau
penegakan hukum pidana merupakan bagian dari penanggulangan
kejahatan (politik kriminal)”. 43
Beberapa hal yang harus diketahui oleh dokter maupun pasien pada hal
ini adalah:
a. Hubungan Hak dan Kewajiban antara Dokter dan Pasien.
Menurut Bahder Johan Nasution 44, hubungan dokter-pasien disebut
sebagai “transaksi terapeutik” atau “kontrak terapeutik” atau “perjanjian
terapeutik”, yaitu hubungan hukum yang melahirkan hak dan kewajiban yang
sama bagi kedua belah pihak. Berbeda dengan perjanjian pada umumnya di
masyarakat, perjanjian terapeutik memiliki sifat dan cirri khas tersendiri, yaitu
berbeda pada objek perjanjiannya.
42 Satjipto Rahardjo, Masalah Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis, Sinar Baru,Bandung, Tanpa tahun, hlm.24.
43 Muladi dan Barda Nawawi Arief, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana , BP UniversitasDiponegoro, Semarang,1995, hlm.11.
44
Bahder Johan Nasution, Hukum Kesehatan Pertanggungjawaban Dokter , Rineka Cipta,Jakarta, 2005, hlm.11.
-
8/15/2019 indrayudha (artikel)_unlocked.pdf
21/90
21
Pada hukum perdata terdapat dua jenis perjanjian 45, yaitu resultaats
verbintenis yang merupakan perjanjian berdasarkan hasil serta inspannings
verbintenis di mana objek perjanjiannya adalah upaya maksimal dan perjanjian
terapeutik termasuk di dalam inspannings verbintenis sehingga pada pengobatan
atau perawatan kesehatan, sembuh atau tidak sembuhnya pasien bukanlah suatu
prestasi(objek yang dijanjikan), tetapi dilihat dari proses atau upaya yang telah
dilakukan oleh dokter, apakah sudah sesuai dengan standar pelayanan, standar
profesi serta standar operasional prosedur. Apabila seorang dokter sudah
melakukan semuanya dengan benar, maka bila hasilnya negatif atau buruk dan
tidak sesuai dengan yang diharapkan oleh pasien, maka dokter tidak dapat
dipersalahkan dan tidak bisa dikatakan telah melakukan suatu kelalaian atau
kesalahan. Yang perlu diketahui oleh soerang pasien, bahwa setiap penyakit yang
diderita oleh seseorang pasien cukup banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor
sehingga tidak ada hasil yang sama terhadap dua penyakit yang sama.
Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi hasil pengobatan atau
tindakan seorang dokter antara lain:
1. Pasien(usia, jenis kelamin, ras, sosial, ekonomi, budaya, agama).
2. Penyakit(akut, kronis, reversible, irreversible, herediter, degenerative ,
jenis kumannya, tersedianya obat-obatan).
3. Sarana(alat kesehatan, pemeriksaan penunjang, pemeriksaan laboratorium,
ruang operasi, alat bantu kehidupan).
4. Dokter( skills , pengalaman, daya tahan/stamina, ketelitian).
Jadi bila terjadi hasil yang tidak sesuai dengan harapan pasien, maka
pasien harus membuktikan bahwa dokter benar-benar tidak menjalankan
tugasnya( duty) dengan benar sesuai standar profesinya.
Dasar hubungan hukum antara dokter-pasien dan pasien-rumah sakit
adalah berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku III
tentang ( Van Verbintennisen )46. Dokter, pasien dan rumah sakit disebut
45 Ibid, hlm.11,46
Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional , Intermasa, Jakarta,2008, hlm.30.
-
8/15/2019 indrayudha (artikel)_unlocked.pdf
22/90
-
8/15/2019 indrayudha (artikel)_unlocked.pdf
23/90
23
6. Menyelenggarakan kendali mutu dan kendali biaya(Pasal 49 ayat 1
Undang-Undang No.29 Tahun 2004).
7. Memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar
operasional prosedur serta sesuai dengan kebutuhan medis, merujuk
pasien ke fasilitas yang lebih tinggi, merahasiakan segala sesuatu yang
diketahui tentang pasien sampai pasien meninggal dunia, melakukan
pertolongan darurat atas dasar perikemanusian, dan menambah ilmu(Pasal
51 Undang-Undang No.29 Tahun 2004) 49.
Sementara prestasi atau kewajiban pasien berdasarkan Undang-Undang
No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Pasal 53 adalah:
1. Memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya.
2. Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter.
3. Mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan.
4. Memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.
Bahwa dalam kenyataannya keawaman atau kondisinya, pasien berada
dalam keadaan tidak memiliki kemampuan untuk dapat menilai secara obyektif,
sejauh mana pemberi pelayanan kesehatan telah menjalankan peran dan
kewajiban sesuai dengan tuntutan keahlian dan etika profesi. Dalam hubungan ini,
maka pasien berada dalam posisi tergantung pada pihak pemberi pelayanan
kesehatan. Sebab, dalam keadaan sakit, normaliter, orang tidak mempunyai
pilihan, ia memerlukan pertolongan pemberi pelayanan kesehatan.
Pasien berada dalam posisi harus menerima tindakan-tindakan
professional pemberi pelayanan kesehatan, yang dalam hakikatnya menyentuh
integritas pribadinya, sedangkan ia tidak dapat mengetahui sejauh mana hal itu
diperlukan untuk kesembuhannya. Ini berarti bahwa hubungan pemberi-penerima
pelayanan kesehatan dalam intinya adalah hubungan kepercayaan in optima forma
49
Desriza Ratman, op.cit, hlm. 24.
-
8/15/2019 indrayudha (artikel)_unlocked.pdf
24/90
24
(een vertrouwensrelatie bij uitstek ), yang merupakan landasan bagi keberadaan
etika profesi medis. 50
Namun, karena tindakan medis itu di satu pihak menyentuh dan dapat
membawa akibat terhadap integritasnya dan di satu pihak menuntut pengerahan
keahlian dan upaya pada pihak pemberi pelayanan kesehatan, maka dalam
hubungan pemberi-penerima pelayanan kesehatan tersebut, pasien maupun
pemberi pelayanan kesehatan juga memerlukan perlindungan dan dengan itu
pengaturan hukum. Dengan demikian, hubungan etik-profesional itu juga pada
hakikatnya merupakan hubungan hukum, setidaknya mempunyai aspek hukum. 51
“ Hubungan antara dokter dan pasien terjadi suatu kontrak (doktrin social-
contract ), yang memberi masyarakat profesi hak untuk melakukan self-regulating
(otonomi profesi ) dengan kewajiban memberikan jaminan bahwa professional
yang berparktik hanyalah professional yang kompeten dan yang melaksanakan
prakrik profesinya sesuai dengan standar. Sikap profesionalisme adalah sikap
yang bertanggung jawab, dalam arti sikap dan perilaku yang akuntabel kepada
masyarakat, baik masyarakat profesi maupun masyarakat luas (termasuk klien ).
Beberapa ciri professional tersebut merupakan ciri profesi itu sendiri, seperti
kompetensi dan kewenangan yang selalui “sesuai dengan tempat dan waktu”,
sikap yang etis sesuai dengan etika profesinya, bekerja sesuai dengan standar
yang ditetapkan oleh profesinya, dan khusus untuk profesi kesehatan ditambah
dengan sikap altrus (rela berkorban).” 52
2. Informed Consent.
Salah satu hak pasien adalah mendapatkan informasi sejelas-jelasnya dan
selengkap-lengkapnya dari dokter yang menanganinya terhadap penyakitnya,
yaitu hak atas informasi yang merupakan bagian dari hak untuk menentukan
dirinya sendiri( the rights of self-determination ). Definisi informed consent
50 B. Arief Sidharta, Aspek Yuridis Hubungan Rumah Sakit Dokter Dan Pasien, Makalah,Bandung, 1998, hlm 2.
51 Ibid, hlm 2.52 3 (Tiga) Penyebab Utama Terjadinya Malpraktik Medis,
http://dokterindonesiaonline.com/2013/12/02/, diakses 5 Mei 2015, 1:29 PM.
http://dokterindonesiaonline.com/2013/12/02/http://dokterindonesiaonline.com/2013/12/02/
-
8/15/2019 indrayudha (artikel)_unlocked.pdf
25/90
25
menurut Komalawati 53 adalah suatu kesepakatan/persetujuan pasien atas upaya
medis yang akan dilakukan oleh dokter terhadap dirinya, disertai informasi
mengenai segala risiko yang mungkin terjadi. Melakukan informed consent sesuai
yang diamanatkan dalam Pasal 45 Undang-Undang No.29 Tahun 2004.
Dokter tidak boleh memaksakan kehendaknya kepada pasien, walaupun
dianggap hal tersebut adalah terbaik tetapi bila pasien menolak, maka dokterharus
menghormati pilihan paien tersebut. Karena yang membedakan seorang dokter
dengan pelanggaran tindakan pidana umum adalah informed consent sehingga ada
baiknya untuk seorang dokter selalu melakukan komunikasi dengan pasien
tentang semua keluhan pasien yang akan berpedoman pada Permenkes Nomor
290 Tahun 2008 tentang Persetuuan Tindakan Kedokteran yang memuat
bagaimana caranya melakukan informed consent dengan benar. Jadi yang
dijelaskan pada saat melakukan informed consent adalah:
1. Diagnosis penyakit.
2. Diagnosis banding.
3. Jenis pemeriksaan:tujuan, tata cara.
4. Jenis pengobatan/tindakan dan komplikasi.
5. Alternatif pengobatan/tindakan dan komplikasi.
6. Risiko pengobatan/tindakan.
7. Pronosis penyakit.
8. Harga/biaya.
3. Rekam Medis.
Rekam medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang
identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan yang lain
yang telah diberikan kepada pasien sesuai Permenkes Nomor 269 Tahun 2008
tentang Rekam Medis, pasal 1 huruf I.
Rekam medis menurut Joint Commission on Acrreditation of
Hospitals(JCAH) pada tahun 1984 adalah “Its generally the respo nsibility
of the individual practioner and the hospital’s medical staff organization
53 Anny Isfandyarie, Op. cit, hlm.127.
-
8/15/2019 indrayudha (artikel)_unlocked.pdf
26/90
26
to ensure that patient record are complete within a reasonable time after
the patient’s discharge from the hospital ”54.
Dengan dibuatnya rekam medis dapat menghindari terjadinya konflik
antara dokter dan pasien, di mana rekam medis ini mencatat dan
mendokumentasikan tentang pasien yang berisi identitas, pemeriksaan,
pengobatan, tindakan medis pada suatu sarana pelayanan kesehatan. Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran membuat
rekam medis sesuai Pasal 46 ayat 1, Peraturan Pemerintah RI Nomor 32 Tahun
1996 tentang Tenaga Kesehatan serta Permenkes Nomor 269 Tahun 2008 tentang
Rekam Medis, diwajibkan semua fasilitas kesehatan baik rawat jalan maupun
rawat inap untuk membuatnya karena terdapat sanksi pidana maupun denda serta
saksi administratif bagi fasilitas kesehatan yang tidak membuatnya.
Salah satu fungsi rekam medis adalah untuk pembuktian saat terjadi
tuntutan atau gugatan di pengadilan tentang apa yang telah dikerjakan oleh dokter,
apakah sudah sesuai dengan wewenang dan kompetensinya saat menangani
pasien. Tidak lengkapnya berkas rekam medis dapat diinterprestasikan oleh pihak
pasien, bahwa telah terjadi kelalaian atau keteledoran yang dilakukan oleh dokter,
atau hilangnya berkas rekam medis di fasilitas kesehatan juga dapat diduga ada
unsur pidana penghilangan barang bukti sehingga rekam medis merupakan salah
satu komponen penting untuk mencegah terjadinya tuntutan hukum 55.
1.1. Akibat Hukum Malpraktik.
Dalam memahami hakekat kesalahan dalam menjalankan profesi atau
malpraktik, bahwa harus meletakkannya berhadapan dengan kewajiban dalam
menjalankan profesi. Sebab kesalahan itu timbul karena adanya kewajiban-
kewajiban yang harus dilakukan dokter. Berdasarkan pengertian malpraktik
sebagaimana dijelaskan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa malpraktik
terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut :
54
Anny Isfandyarie, Op.cit .hlm.164-165.55 Desriza Ratman, Op.cit , hlm.32.
-
8/15/2019 indrayudha (artikel)_unlocked.pdf
27/90
27
1. Adanya unsur kesalahan/kelalaian dokter dalam menjalankan profesinya.
2. Adanya wujud perbuatan tertentu (mengobati pasien).
3. Adanya akibat luka berat atau matinta orang lain, yaitu pasien.
4. Adanya hubungan kausal bahwa luka berat atau kematian tersebut
merupakan akibat dari perbuatan dokter yang mengobati pasien dengan
tidak sesuai standar pelayanan medik. 56
Keempat unsur tersebut di atas memenuhi rumusan Pasal 359 dan Pasal
360 KUHP. Bila pasien dan atau penegak hukum dapat membuktikan adanya ke-
empat unsur tersebut, sedangkan alasan penghapus pidana tidak diketemukan,
maka Pasal 359 dan 360 KUHP dapat diterapkan kepada dokter yang melakukan
malpraktek. 57
Dan dalam rumusan tersebut, tersimpul bahwa kesalahan dalam
menjalankan profesi terjadi karena adanya kewajiban-kewajiban yang merupakan
keharusan dalam menjalankan profesi. Hal ini didasarkan pada ketentuan-
ketentuan professional maupun ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang
mengatur tentang pelaksanaan profesi.Kewajiban pokok dokter dalam
menjalankan profesinya adalah memberikan pelayanan medis sesuai dengan
standar profesi medis. Dengan demikian medical malparaktik atau kesalahan
professional dokter adalah kesalahan dalam menjalankan profesi medis yang tidak
sesuai dengan standar profesi medis. Bahwa permasalahan malpraktik di
Indonesia dapat ditempuh melalui 2 (dua) jalur, yaitu litigasi (peradilan) dan atau
jalur non litigasi (diluar peradilan). Untuk penanganan bukti-bukti hukum tentang
kesalahan atau kealpaan atau kelalaian dokter dalam melaksanakan profesinya
dan cara penyelesaian banyak kendala yuridis yang dijumpai dalam pembuktian
kesalahan atau kelalaian tersebut.
56
Anny Isfandyarie ,Op.cit , hlm 128.57Ibid, hlm 128.
-
8/15/2019 indrayudha (artikel)_unlocked.pdf
28/90
28
Seperti yang diungkapkan Danny, beliau menyebutkan bahwa ada 2 dasar
peniadaan kesalahan dokter, yaitu alasan pembenar dan alasan pemaaf yang
dijelaskannya sebagai berikut :
1. Alasan Pembenar, merupakan alasan yang yang meniadakan sifat melawan
hukum dari suatu perbuatan, sehingga yang dilakukan pelaku menjadi
perbuatan yang patut dan benar. Alasan pembenar yang dapat dipakai
untuk meniadakan kesalahan dokter adalah :
a. Melaksanakan ketentuan Undang-undang (Pasal 50 KUHP),
misalnya: dokter membuka rahasia jabatan karena melaksanakan
ketentuan Undang-undang tentang keharusan melapor adanya
kasus penyakit AIDS kepada pihak yang berwenang.
b. Melaksanakan perintah jabatan yang sah (Pasal 51 ayat (1) KUHP),
misalnya: dalam rangka mengajar mahasiswa, dokter
menvceritakan penyakit seseorang kepada mahasiswanya.
c. Adanya efek samping yang merupakan resiko pengobatan,
misalnya: resiko hipersensitif seperti yang terjadi pada kasus dr.
Setianingrum.
d. Contributory negligence yaitu pasien memberikan penjelasan yang
tidak benar tentang penyakitnya kepada dokter, sehingga dokter
kaliru dalam menentukan diagnose dan terapi atas diri pasien
tersebut.
e. Volenti non fit iniura, assumption of risk (Pasien menghendaki
pulang paksa, lalu meninggal dunia tak lama kemudian). 58
2. Alasan Pemaaf : alasan yang menghapuskan kesalahan pelaku, perbuatan
yang dilakukan tetap bersifat melawan hukum, tetapi karena orangnya
dimaafkan, maka ia tidak dihukum. Yang termasuk dalam alasan pemaaf
ini antara lain :
a. Daya Paksa, adanya ancaman dalam membuat surat keterangan
medis, sehingga dokter membuat surat keterangan medis palsu
58 Danny Wiradharmaiaradharma, Op.cit, hlm. 106-107
-
8/15/2019 indrayudha (artikel)_unlocked.pdf
29/90
29
tidak dihukum, karena Pasal 48 KUHP memaafkan kesalahan
tersebut.
b. Non-negligenty clinical error of judgement (kekeliruan penilaian
klinis). Sebagai manusia biasa dokter dapat juga melakukan
kesalahan dalam penilaian klinis pasiennya. Misalnya: pada waktu
dokter melakukan tindakan melahirkan bayi, ia mengalami
kesulitan, sehingga bayinya cacat.
c. Accident (kecelakaan), dokter sudah berhati-hati, tetapi operasi
memang sangat sulit, sehingga akibat yang fatal tidak bias
dihindari.
Dari pendapat Danny Wiradharma tersebut, dapat diartikan bahwa resiko
pengorbanan di dalam hukum pidana dapat digunakan sebagai alasan pembenar
yang meniadakan sifat melawan hukum dari perbuatan dokter, sehingga dokter
yang mengalami resiko pengobatan tidak dapat dipidana. Di samping itu,
terjadinya accident (kecelakaan) pada operasi yang sulit dapat digunakan sebagai
alas an pemaaf yang menghapuskan kesalahan dokter yang melakukan operasi
tersebut. Dengan demikian, agar suatu tindakan medis tidak bersifat melawan
hukum, maka tindakan tersebut harus :
1. Dilakukan sesuai dengan standar profesi kedokteran atau dilakukan secara
lege artis, yang tercermin dari :
a. Adanya indikasi medis yang sesuai dengan tujuan perawatan yang
konkrit.
b. Dilakukan sesuai dengan prosedur ilmu kedokteran yang baku.2. Dipenuhinya hak pasien mengenai informedconsent .59
Perlu disadari bahwa tindakan medis dokter kadang-kadang memang
menghasilkan akibat yang tidak diinginkan baik oleh dokter maupun pasien,
meskipun dokter telah berusaha maksimal. Namun akibat negatif ini tidak selalu
59
Ibid, hlm 106-107
-
8/15/2019 indrayudha (artikel)_unlocked.pdf
30/90
30
merupakan kesalahan dokter karena hamper semua tindakan medis hakekatnya
adalah penganiayaan yang dibenarkan Undang-undang, sehingga kemungkinan
timbulnya risiko cidera atau bahkan kematian sangat sulit untuk dihindari,
terutama yang berkaitan dengan tindakan pembiusan dan pembedahan.
1.2. Malpraktik Dihubungkan Dengan Kode Etik Kedokteran.
Bahwa pada awalnya, KODEKI ini tidak mempunyai kekuatan yang
mengikat, karena bukan merupakan peraturan pemerintah. Tetapi dengan
dikeluarkannya Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :
554/Men.Kes/Per/XII/1982 tentang Panitia Pertimbangan dan Pembinaan Etik
Kedokteran, maka Etik Kedokteran ini mempunyai kekuatan hukum bagi profesi
dokter maupun dokter gigi.
Di dalam Permenkes Nomor : 554/Men.Kes/Per/XII/1982, antara lain
disebutkan sebagai berikut :
1. Yang dimaksud dengan etik Kedokteran ialah norma yang berlaku bagi
dokter dan dokter gigi dalam menjalankan profesinya sebagai tercantum
dalam kode etik masing – masing yang telah ditetapkan oleh Menteri
Kesehatan. ( Pasal 1 ayat (1))
2. Pelaksanaan Kode Etik oleh Kedokteran dan Kedokteran Gigi diawasi oleh
P3EK ( Panitia Pertimbangan dan Pembinaan Etik Kedokteran ) Propinsi
( Pasal 17 ayat (1) sub b )
3. Setiap ada pelanggaran Kode Etik oleh dokter ataupun dokter gigi, Kepala
Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Provinsi, dapat mengambil
tindakan berupa peringatan atau tindakan administratif terhadap dokter
yang bersangkutan, atas usulan P3EK, setelah P3EK mendapat masukan
dari Ikatan Dokter Indonesia Provinsi atau Persatuan Dokter Gigi Provinsi
dan cabang – cabangnya. ( Pasal 20, Pasal 22 ayat (1) dan (2 ).
Walaupun terhadap dokter yang melakukan pelanggaran etika profesi
sudah ada sanksi, tetapi Permenkes ini belum mengatur sanksi pidana bagi dokter
-
8/15/2019 indrayudha (artikel)_unlocked.pdf
31/90
31
yang melakukan tindak pidana kejahatan, yang diatur baru sebatas pelanggaran.
Oleh karena itu untuk kejadian malpraktik pidana, Pemenkes ini belum bisa
menjawab persoalan yang menyangkut malpraktek pidana. KODEKI ini hanya
bersifat petunjuk perilaku yang berisi kewajiban – kewajiban yang harus dipenuhi
oleh seorang dokter. 60
Diharapkan dengan petunjuk perilaku yang tertuang didalam KODEKI ini,
dokter dapat mengerti kewajibannya sebagai anggota masyarakat, baik kewajiban
umum, kewajiban terhadap penderita, kewajiban terhadap teman sejawat, maupun
kewajiban terhadap dirinya sendiri. Dengan kesadarannya terhadap kewajiban
tersebut, bila si dokter dapat melaksakannya dengan penuh rasa tanggung jawab
sesuai petunjuk KODEKI, maka Ikatan profesi dan P3EK akan dapat membantu
dokter yang bersangkutan pada saat dokter tersebut mengalami tuntutan dugaan
malpraktik.
Dalam kaitannya dengan tuduhan malpraktik, kiranya yang perlu betul –
betul diketahui oleh dokter adalah kewajibannya umum dan kewajiban dokter
terhadap penderita ( pasien ) yang didalam KODEKI dicantumkan didalam pasal
1 sampai dengan Pasal 13 yang antara lain sebagai berikut :
Pasal 7d : Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajibannya
melindungi hidup makhluk insani. 61
Pasal 7d ini mempunyai makna bahwa segala perbuatan dan tindakan
dokter harus selalu ditujukan kepada perlindungan terhadap pasiennya. Oleh
karena itu, bila dokter melakukan pengguguran kandungan tanpa indikasi medis
yang jelas, berarti dokter tersebut telah melakukan pelanggaran terhadap
KODEKI. Ikatan profesi jelas tidak bisa melindungi dokter tersebut, bila yang
bersangkutan harus berhadapan dengan aparat penegak hukum.
Pasal 10 : Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala
ilmu dan keterampilannya untuk kepentingan penderita. Dalam hal ia
tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, maka
60
Harjo Wisnoewardono, Op.cit, hlm. 16561 M. jusuf Hanafiah & Amri Amir , Op.Cit., hal. 16
-
8/15/2019 indrayudha (artikel)_unlocked.pdf
32/90
32
ia wajib merujuk penderita kepada dokter lain yang mempunyai
keahlian dalam bidang penyakit tersebut.
Dalam menangani pasien, dokter harus berusaha menggunakan seluruh
ilmunya dan keterampilannya, semata – mata untuk kepentingan penderita.
Apabila ia tidak mampu menolong pasien tersebut, maka demi kepentingan
pasien, dokter yang bersangkutan harus dapat bersikap tulus ikhlas pula untuk
merujuk pasien tersebut kepada sejawatnya yang mempunyai keahlian dalam
bidang penyakit tersebut. Demikian juga sebaliknya, bagi dokter konsultan, bila
pasien telah berhasil ditanganinya sampai sembuh, harus dengan sikap tulus
ikhlas pula dikembalikan kepada sejawat yang mengirim pasien tersebut. 62
Pasal 12 : Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang
diketahuinya tentang seorang penderita, bahkan juga setelah
penderita itu meninggal dunia.
Dokter yang menceritakan rahasia pasiennya, berarti melanggar Pasal 12
KODEKI ini, selain dikenakan sanksi sebagaimana yang di atur didalam
Permenkes, masih juga dapat dikenakan sanksi pidana berdasar pasal 322 KUHP.
Pasal 13 : Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu
tugas perikemanusiaan, kecuali ia yakin ada orang lain yang bersedia
dan lebih mampu memberikannya. Dokter yang tidak mau
melakukan pertolongan darurat terhadap pasien yang
membutuhkannya, padahal dia mampu, dapat terkena sasaran
tuntutan malpraktik juga.
Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 434/Menkes/SK.X/1983
ditindaklanjuti oleh pengurus Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dalam Surat
Keputusan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia No. 221/PB/A.4/2002 tentang
Penerapan Kode Etik Kedokteran Indonesia, dengan demikian Kode Etik
Kedokteran Indonesia (KODEKI) merupakan pedoman bagi dokter Indonesia
anggota IDI dalam melaksankan praktik kedokteran.
62 Ibid, hlm. 22-23.
-
8/15/2019 indrayudha (artikel)_unlocked.pdf
33/90
33
2. Kebijakan Hukum Pidana tentang Malpraktik Kedokteran Berdasarkan
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana(KUHP) dan Undang-Undang
Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.
Sebagai Negara Hukum, Indonesia seharusnya menegakan supremesi
hukum untuk menegakan kebenaran dan keadilan dan tidak ada kekuasaan yang
tidak dipertanggungjawabkan. 63 Berdasarkan makna tersebut maka yang
dimaksud dengan Negara Hukum adalah Negara yang berdiri di atas hukum, yang
menjamin keadilan kepada warga negaranya. 64
Berdasarkan asas kesamaan hukum ( equality before the law ) yang menjadi
salah satu ciri Negara hukum, korban tindak pidana dalam proses peradilan
pidana juga harus diberi jaminan perlindungan hukum. 65
Kebijakan hukum pidana terkait dalam malpraktik kedokteran dapat
mengacu kepada peraturan perundang-undangan di bawah ini, yaitu :
1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
2. Undang – Undang No.29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.
1. Kitab Undang – Undang Hukum Pidana (KUHP).
Terhadap tindakan dokter yang selalu berkaitan dengan tubuh seseorang,
maka tuduhan atau penuntutan yang dilakukan penegak hukum kepada dokter
pada umumnya berupa tuduhan penyerangan terhadap kepentingan hukum atas
tubuh dan nyawa manusia yang di dalam KUHP tercantum dalam :
63 Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, Panduan PermusyawaratanUndang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (Sesuai dengan Urutan Bab, Pasal danayat) , Sekertaris Jendral MPR RI, Jakarta, 2010, hlm.46.
64 Moch. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Hukum Tata Negara Indonesia, Sinar Bakti,Jakarta, 1988, hlm. 153.
65
Konsideran Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 2008 Tentang Pemberian Kompensasi,Restitusi, dan Bantuan Kepada Saksi dan Korban.
-
8/15/2019 indrayudha (artikel)_unlocked.pdf
34/90
34
a. Bab XX KUHP tentang penganiayaan adalah kejahatan terhadap tubuh
yang dilakukan dengan sengaja(Pasal 351) dan Bab XXI KUHP tentang
menyebabkan mati atau luka-luka karena kealpaan (Khususnya Pasal 360)
merupakan bentuk kejahatan terhadap tubuh yang terjadi karena kelalaian
yang mengakibatkan luka berat (tanpa kesengajaan).
b. Bab XIX KUHP untuk kejahatan terhadap nyawa yang dilakukan dengan
sengaja (Pasal 344, Pasal 349) dan Bab XXI KUHP (Khusus Pasal 359)
matinya seseorang yang dilakukan tanpa sengaja (karena kelalaian). 66
Bagan 1
Kejahatan Terhadap Tubuh dan Nyawa
66 Anny Isfandyarie, Op.Cit, hlm129.
Aborsi (Pasal 349 dan Pasal194 UU Kesehatan No.36tahun 2009)
Euthanasia (Pasal 344
KUHP)Kesengajaaan
MelakukanPenganiayaan denganrencana menyebabkanmatinya orang (Pasal 353KUHP)
Menimbulkankematian (Pasal 359 jo361 KUHP)
Kejahatan TerhadapTubuh dan Nyawa
Menimbulkanluka berat (Pasal 360jo361 KUHP
Kelalaian
-
8/15/2019 indrayudha (artikel)_unlocked.pdf
35/90
35
Selain itu uraian lebih lengkap yaitu Pasal – Pasal dalam KUHP yang
relevan dengan tanggungjawab pidana yang berhubungan dengan tindakan dokter
adalah Pasal 267, 299, 322, 344, 346, 347, 348, 349, 351, 359, 360 dan 361
KUHP.
Pasal – pasal tersebut dapat dibagi menjadi 2 (dua) kelompok perbuatan
pidana, yaitu yang termasuk katagori kesengajaan dan yang lain termasuk
katagori kealpaan. Pasal – pasal dimaksud adalah sebagai berikut 67:
a. Yang dapat dikatagorikan termasuk dalam unsur kesengajaan adalah :
Pasal 267, 294 ayat ( 2 ), 304 dan 531, 299, 346, 347, 348 dan 349, 344 dn
345 KUHP. 68
b. Sedangkan pasal – pasal yang dapat dikatagorikan termasuk unsur
kealpaan atau kelalaian adalah : Pasal 359, 360 dan 361 KUHP. 69
a) Pemalsuan Surat Keterangan Dokter .
Pasal 267 KUHP adalah pasal yang khusus dikenakan bagi dokter, yang
menyebutkan bahwa:
1. Seorang dokter yang dengan sengaja memberikan surat keterangan palsu
tentang ada atau tidaknya penyakit, kelemahan atau cacat, diancam dengan
pidana penjara paling lama empat tahun.
2. Jika keterangan diberikan dengan maksud untuk memasukkan seseorang
ke dalam rumah sakit jiwa atau untuk menahannya di situ, dijatuhkan
pidana penjara paling lama delapan tahun enam bulan..
3. Diancam dengan pidana yang sama barang siapa dengan sengaja memakai
surat keterangan palsu itu seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran.
67 Syahrul Machmud, Penegakan Hukum Dan Perlindungan Hukum Bagi Dokter yangDiduga Melakukan Medikal Malapraktek , Karya Putra Darwati, Bandung, 2012, hlm.303
68 Ibid , hlm. 303.
-
8/15/2019 indrayudha (artikel)_unlocked.pdf
36/90
36
Untuk dapat dinyatakan bahwa perbuatan dokter merupakan kesengajaan
harus dibuktikan bahwa palsunya keterangan dalam surat merupakan perbuatan
yang dikehendaki, disadari, dan dituju oleh dokter tersebut. Dengan perkataan
lain, dokter memang menghendaki perbuatan membuat palsu dan atau memalsu
surat dan mengetahui bahwa keterangan yang diberikan dalam surat itu adalah
bertentangan dengan yang sebenarnya 70.
b) Memberikan Harapan Pengguguran Kehamilan.
Dalam hal memberikan harapan pengguguran kehamilan kepada seorang
wanita hamil, Pasal 299 KUHP menyebutkan bahwa:
1. Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruh
supaya diobati, dengan diberitahu atau ditimbulkan harapan bahwa karena
pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana
penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat
puluh lima ribu rupiah.
2. Jika yang bersalah berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau
menjadikan perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan, atau jika
dia seorang dokter, bidan atau juru obat, pidananya ditambah sepertiga.
c) Rahasia Kedokteran.
Berkaitan dengan rahasia kedokteran, maka Pasal 322 KUHP telah
menjelaskan sebagai berikut:
1. Barang siapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpan
karena jabatan atau pekerjaannya, baik yang sekarang maupun yang
dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama Sembilan bulan atau
denda paling banyak enam ratus rupiah.
2. Jika kejahatan dilakukan terhadap seseorang tertentu maka perbuatan itu
hanya dapat dituntut atas pengaduan orang itu.
70 Anny Isfandyarie, op.cit, hlm.126.
-
8/15/2019 indrayudha (artikel)_unlocked.pdf
37/90
37
Menurut HAK. Moch. Anwar 71, rahasia tersebut dipercayakan dalam
jabatannya atau pekerjaannya, termasuk juga rahasia yang diketahui dengan cara
lain daripada yang dipercayakan.
Ada perbedaan antara rahasia jabatan dengan rahasia pekerjaan. Rahasia
jabatan merupakan sesuatu rahasia yang diketahui karena jabatan atau kedudukan
seseorang, seperti pegawai negeri. Adapun rahasia pekerjaan merupakan rahasia
yang diketahui karena pekerjaan. Ko Tjai Sing 72 membedakan jabatan sebagai
pekerjaan pekerjaan pegawai negeri, dan pekerjaan untuk pekerjaan non-pegawai
negeri, seperti rohaniawan, advokat, dan dokter.
Apabila rahasia pekerjaan tersebut di bidang kedokteran maka disebut
rahasia kedokteran(rahasia medis). Rahasia kedokteran(rahasia medis) merupakan
sesuatu yang diketahui berdasarkan informasi yang disampaikan pasien(termasuk
oleh orang yang mendampingi pasien ketika berobat), termasuk juga segala
sesuatu yang dilihat(diketahui) ketika memeriksa pasien. Menurut Guwandi 73,
asal mulanya rahasia medis adalah dari pasien sendiri yang menceritakannya
kepada dokter sehingga sewajarnyalah pasien itu sendiri adalah dan diangggap
sebagai pemilik rahasia medis atas dirinya sendiri, bukannya dokter.
Kewajiban menyimpan rahasia pasien juga diatur di dalam Pasal 48
Undang-undang No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran yang
diberlakukan sejak Oktober 2005. Pada Pasal 48 ayat (1) dinyatakan: setiap dokter
atau dokter gigi dalam melaksanakan ptakrik kedokteran wajib menyimpan
rahasia kedokteran. Sementara itu ayat (2) menyatakan: rahasia kedokteran dapat
dibuka hanya untuk kepentingan pasien, memenuhi permintaan aparatur penegak
hukum dalam rangka penegakan hukum, permintaan pasien sendiri, atau
berdasarkan ketentuan perundang-undangan.
Ketentuan Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tersebut tidak
mengkriminalisasi perbuatan menyimpan rahasia kedokteran. Namun hal ini
bukan berarti ketentuan Pasal 322 KUHP tidak berlaku lagi terhadap pekerjaan
71 H.A.K. Moch. Anwar, Hukum Pidana Bagian Khusus , Alumni, Bandung, 1980, hlm.148.72 Ko Tjai Sing, .Rahasia Jabatan Dokter dan Advokat , Gramedia, Jakarta, 1985, hlm.3 dan
6 73 J. Guwandi, Rahasia Medis , Balai Penerbit FK UI, Jakarta, 2005, hlm. 11.
-
8/15/2019 indrayudha (artikel)_unlocked.pdf
38/90
38
dokter(rahasia kedokteran), karena ketentuan Undang-Undang No. 29 Tahun 2004
ini tidak menganulir(mengecualikan) Pasal 322 KUHP terhadap rahasia
kedokteran.
Dalam perspektif hukum pidana formal(hukum acara pidana), telah
disediakan hak undur diri( verschoningrecht) sebagai saksi atau ahli sebagaimana
terdapat dalam Pasal 170 KUHAP, yang menyatakan:
1. Mereka yang karena pekerjaannya, harkat martabat, atau jabatannya
diwajibkan menyimpan rahasia, dapat minta dibebaskan dari kewajiban
untuk member keterangan sebagai saksi, yaitu tentang hal yang
dipercayakan kepada mereka.
2. Hukum menentukan sah tidaknya segala alasan untuk permintaan tersebut.
Atas dasar hak undur diri sebagai saksi atau ahli tersebut, seorang dokter
tetap dapat menyimpan rahasia kedokteran, namun hak tersebut tidaklah bersifat
mutlak, karena permintaan mundur sebagai saksi atau ahli tergantung pada
penilaian hakim. Artinya, apabila hakim memandang kesaksian atau keterangan
ahli dari dokter tersebut sangat penting(menentukan) dalam memutus perkara itu,
maka hakim dapat menolak permintaan mundur sebagai saksi atau ahli 74.
d) Eutanasia.
Euthanasia berasal dari kata eu dan thanatos(Yunani). Eu artinya baik dan
thanatos artinya mati, mayat. Dengan demikian euthanasia secara harfiah berarti
kematian yang baik atau kematian yang menyenangkan. Seutinius dalam bukunya
Vitaceasarum merumuskan bahwa euthanasia adalah mati cepat tanpa derita.
Menurut Richard Lamerton, euthanasia pada abad ke-20 ditafsirkan sebagai
pembunuhan atas dasar belas kasihan( mercy killing ). Juga diartikan sebagai
perbuatan membiarkan seseorang mati dengan sendirinya( mercy dead ), atau tanpa
berbuat apa-apa membiarkan orang mati. Pengertian tersebut tampaknya semata-
mata dilihat dari sudut sifat kematian(tanpa penderitaan) atau dari sudut perbuatan
pasif berupa membiarkan orang mati tanpa usaha untuk mempertahankan
74 Ari Yunanto dan Helmi, Op.cit, hlm.56.
-
8/15/2019 indrayudha (artikel)_unlocked.pdf
39/90
39
kehidupannya. Pengertian seperti itu tidak menggambarkan yang sesungguhnya
terjadi karena belum menggambarkan kehendak orang yang mau mati itu. Padahal
kehendak itulah yang maha penting dan menjadi unsure esensieel dari euthanasia.
Oleh karena itu sebaiknya istilah euthanasia diartikan sebagai membunuh atas
kehendak korban sendiri 75.
Di dalam penjelasan Kode Etik Kedokteran Indonesia, istilah euthanasia
dipergunakan dalam tiga arti, yaitu: 76
1. pindah ke alam baka dengan tenang dan aman, tanpa penderitaan,
untuk yang beriman dengan nama Allah di bibir.
2. ketika hidup berakhir, penderitaan si sakit diringankan dengan
memberikan obat penenang, dan.
3 mengakhiri penderitaan dan hidup seseorang yang sakit dengan
sengaja atas permintaan pasien sendiri dan keluarganya.
Hukum Indonesia tidak mengenal dan tidak dapat membenarkan alasan
atau motivasi euthanasia . Pasal 344 KUHP melarang segala bentuk pengakhiran
hidup manusia walaupun atas permintaan sendiri dengan rumusan sebagai berikut:
“Brangsiapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang
jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati diancam dengan pidana penjara paling
lama 12(dua belas) tahun”.
Nilai kejahatan pembunuhan atas permintaan korban ini sedikit lebih
ringan daripada pembunuhan biasa(Pasal 338 KUHP) yang diancam pidana
penjara setinggi-tingginya 15(lima belas) tahun penjara dan jauh lebih berat
daripada kelalaian yang menyebabkan matinya orang(Pasal 359 KUHP) yang
diancam pidana setinggi-tingginya 5(lima) tahun penjara.
e) Aborsi.
75 Adami Chazawi, Op.cit, hlm.92.76 Ratna Suprapti Samil, Etika Kedokteran Indonesia , Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, Jakarta, 2001, hlm.92.
-
8/15/2019 indrayudha (artikel)_unlocked.pdf
40/90
40
Istilah popular lainya adalah pengguguran kandungan. Walaupun dari
sudut hukum menggugurkan kandungan tidak sama persis artinya dengan praktik
aborsi karena dari sudut hukum(pidana) pada praktik aborsi terdapat dua bentuk
perbuatan. Pertama, perbuatan menggugurkan(afdrijven) kandungan. Kedua,
perbuatan mematikan(dood’doen) kandungan 77.
Di Indonesia sekarang ini terdapat 2(dua) aturan hukum yang mengatur
tentang aborsi, yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana(KUHP) dan Undang-
Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan .
Dalam persepektif KUHP, pengaturan aborsi ada di Pasal 346, 347, 348,
dan 349 KUHP.
- Pasal 346 KUHP menyatakan:
Seorang perempuan yang sengaja mengugurkan atau mematikan
kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu maka diancam dengan
pidana paling lama enam tahun.
Dalam hal pasal ini yang menjadi subjek (pelaku delik) adalah seorang
perempuan, yaitu perempuan yang menggugurkan atau mematikan kandungannya
atau menyuruh orang untuk mematikan kandungannya. Subjek delik tidak bersifat
umum (yang biasanya menggunakan kata barangsiapa/setiap orang), yang mana
pada delik ini terhadap unsure keadaan yang menyertai berupa subjek, sehingga
tidak dapat diterapkan terhadap orang yang tidak memenuhi kualifikasi subjek
ini78.
Dalam konstruksi delik ini ditentukan akibat, yaitu mengakibatkan
gugurnya kandungan dan mengakibatkan matinya kandungan si perempuan
tersebut. Untuk timbulnya suatu akibat, baik gugur kandungan atau mati
kandungan, tentu ada perbuatan ysng dilakukan, sehingga ada hubungan kausal
antara perbuatan dengan akibat.
77 Ari Yunanto dan Helmi, Op.cit, hlm.59.78 Dalam hukum pidana, delik yang subjeknya bersifat umum (menggunakan kata
barangsiapa/setiap orang) disebut delik communia . Sedangkan subjek yang bersifat khusus
(misalnya seorang perempuan, pegawai negeri) disebut delik propria, yaitu delik yang dapatdilakukan oleh orang – orang yang mempunyai sifat tertentu.
-
8/15/2019 indrayudha (artikel)_unlocked.pdf
41/90
41
Di samping itu, adanya unsur sengaja ( dolus ), sehingga dengan melakukan
suatu perbuatan itu pelaku menghendaki dan dapat mengetahui adanya akibat
tersebut. Menurut vsn Bemmelen, harus dapat dibuktikan kandungan perempuan
itu dalam keadaan hidup pada waktu abortusprovocatus dilakukan 79, namun ia
tidak disyaratkan mengetahui keadaan itu. Hal ini misalnya sebagaimana
tercantum dalam arrest Hoge Raad tanggal 29 Juli 1907 mengenai penerapan
Pasal 348 ayat (1) KUHP, yang dikenal sebagai abortus-arrest .
Suatu persoalan normatif muncul, yaitu pada usia kandungan berapa lama
aborsi itu dilarang. Dengan tidak diaturnya persoalan ini, maka tidak ada acuan
yang pasti bagi penegak hukum pidana dalam menerapkan ketentuan ini. Selain
itu, persoalan lain adalah dengan di sebutnya perbuatan “ menyuruh “ dalam Pasal
346 KUHP , apakah “menyuruh” disini pengertiannya sama dengan “menyuruh”
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. Terhadap orang yang
disuruh dalam Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP, tidaklah dapat
dipertanggungjawabkan, karena orang yang disuruh hanyalah sebagai “instrumen”
untuk mewujudkan kehendak dari orang yang menyuruh.
- Pasal 347 KUHP menyatakan :
1. Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan
seseorang perempuan tanpa persetujuannya diancam dengan pidana
penjara paling lama dua belas tahun.
Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya perempuan tersebut maka
diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
- Pasal 348 KUHP menyatakan :
1. Barangsiapa dengan sengaja mengugurkan atau mematikan kandunganseorang perempuan dengan persetujuannya diancam dengan pidana
penjara paling lama lima tahun enam bulan.
2. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya perempuan tersebut maka
diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
79
J.M. van Bemmelen (Trans). Hukum Pidana 3, Bagian Khusus Delik–
Delik Khusus. Binacipta, Bandung.1986, hlm. 22.
-
8/15/2019 indrayudha (artikel)_unlocked.pdf
42/90
-
8/15/2019 indrayudha (artikel)_unlocked.pdf
43/90
43
menderita penyakit genetic berat dan/atau cacat bawaan, maupun
yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut
hidup di luar kandungan; atau.
b. Kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma
psikologis bagi korban perkosaan.
(3) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan
setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri
dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang
kompeten dan berwenang.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan
perkosaan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
f) Kelalaian yang Menyebabkan Kematian, Cacat Atau Luka.
Dalam upaya penyembuhan, sangat jarang atau bahkan hampir tidak ada
dokter yang dengan sengaja melakukan kesalahan terhadap pasien. Apabila terjadi
kematian/cacat/luka dan keadaan tersebut diduga atau patut diduga karena
kesalahan dokter, maka yang paling penting adalah membuktikan adanya grove
schuld atau sikap kurang hati – hati yang besar atau sangat sembrono dalam upaya
penyembuhan ( culpa lata ), sedangkan suatu kesalahan ringan/biasa tidak dapat
dijadikan dasar untuk meminta pertanggungjawaban hukum. 80
g) Kelalaian yang Menyebabkan Kematian.
Pasal 359 KUHP :
“Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain
mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana
kurungan paling lama satu tahun.”
Pasal 359 KUHP dapat menampung semua perbuatan yang dilakukan
yang mengakibatkan kematian, dimana kematian bukanlah yang dituju atau
dikehendaki.
80 Safitri Hariyani, Op.cit. hlm.72
-
8/15/2019 indrayudha (artikel)_unlocked.pdf
44/90
44
Adanya hubungan kausal telah lazim dikenal dengan istilah akibat
langsung yang tidak berbeda dengan akibat yang ditimbulkan oleh sebab – sebab
yang masuk akal dan menurut kelayakan. Hal itu dapat dipikirkan sebagai akibat
dari suatu sebab. Khusus dalam hal mencari causalverband antara tindakan medik
dengan akibat yang timbul sesudah tindakan medik maka digunakan ilmu
kedokteran sendiri.
Adanya akibat kematian, apakah dari sebab diberikan suntikan obat
tertentu dengan dosis tertentu, tidak cukup dengan akal orang awam, tetapi harus
menggunakan ilmu kedokteran. Akan tetapi, adakalanya cukup digunakan akal
orang awam sekalipun. Contoh kasus tertinggalnya benda di badan pada suatu
pembedahan. Adanya benda tertinggal dalam badan sudah cukup membuktikan
akibat dari pembedahan yang ketika menjahit luka bekas pembedahan yang tidak
teliti. 81
Dalam hal ini, disamping adanya sikap batin, culpa , harus ada tiga unsur
lagi yang merupakan rincian dari kalimat “menyebabkan orang lain mati”, yaitu :
1. Harus ada wujud perbuatan.
2. Adanya akibat berupa kematian.
3. Adanya causal verband antara wujud perbuatan dengan akibat kematian.
Tiga unsur ini tidak berbeda dengan unsur perbuatan menghilangkan
nyawa dari pembunuhan (Pasal 338 KUHP). Bedanya dengan pembunuhan
hanyalah terletak pada unsur kesalahannya, yakni pada pasal 359 ini adalah
kesalahan dalam bentuk kurang hati – hati ( culpa). 82
h) Kelalaian yang Menyebabkan Luka.
Bahwa dalam Pasal 360 KUHP menguraikan dan menyebutkan terkait
dengan kelalaian yang menyebabkan luka yaitu :
1. Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain
mendapatkan luka – luka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama
lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.
81 Adami Chazawi, 2007.Op.cit.hlm.112.82
Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Tubuh & Nyawa . PT Raja Grafindo Persada,Jakarta, 2004, hlm.109.
-
8/15/2019 indrayudha (artikel)_unlocked.pdf
45/90
45
2. Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain
luka – luka sedemikian rupa sehingga timbul penyakit atau halangan
menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian selama waktu tertentu, diancam
dengan pidana penjara paling lama Sembilan bulan atau pidana kurungan
paling lama enam bulan atau pidana denda paling tinggi empat ribu lima ratus
supiah.
Ada dua macam tindak pidana menurut Pasal 360. Dari rumusan ayat (1)
dapat dirinci unsur – unsur yang ada, yaitu :
1. Adanya kelalaian.
2. Adanya wujud perbuatan.
3. Adanya akibat luka berat.
4. Adanya hubungan kausalitas antara luka berat dan wujud perbuatan .
Rumusan ayat (2) mengandung unsur – unsur :
1. Adanya kelalaian
2. Adanya wujud perbuatan
3. Adanya akibat : luka yang menimbulkan penyakit; dan luka yang
menimbulkan halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian
selama waktu tertentu
4. Adanya hubungan kausalitas antara perbuatan dan akibat.
Menurut Pasal 90 KUHP, luka berat berarti :
1. Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh
sama sekali atau menimbulkan bahaya maut;
2. Tidak mampu terus – menerus untuk menjalani tugas jabatan atau pekerjaan pencaharian;
3. Kehilangan salah satu panca indera;
4. Menderita sakit lumpuh;
5. Terganggu daya pikirnya selama 4 minggu lebih;
6. Gugurnya atau matinya kandungan seorang perempuan.
-
8/15/2019 indrayudha (artikel)_unlocked.pdf
46/90
46
Sebagai alternatif, luka yang mendatangkan penyakit adalah luka yang
menjadi halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian. Ukuran
jenis luka ini bukan pada penyakit, tetapi pada halangan menjalankan pekerjaan
jabatan atau pencarian. Ukurannya lenih mudah, yakni terganggunya pekerjaan
yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter bahwa orang itu perlu istirahat
karena adanya gangguan pada fungsi organ tubuh karena luka yang dideritanya.
Diperlukan istirahat oleh karena luka – luka tersebut. 83
Perihal unsur kelalaian yang terdapat Pasal 359 maupun 360 KUHP
mensyaratkan adanya perbuatan tidak berhati – hati. Untuk menilai perbuatan
seseorang berhati – hati atau sebaliknya, perbuatan seseorang itu haruslah
dibandingkan dengan perbuatan orang lain.
i) Pemberatan Pidana dan Pidana Tambahan.
Bahwa Pasal 361 KUHP terkait dengan pemberatan pidana dan pidana
tambahan dapat diuraikan atau digambarkan sebagai berikut:
“ Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini dilakukan dalam
menjalankan sesuatu jabatan atau pekerjaan, maka pidana itu boleh
ditambah sepertiganya, dan dapat dijatuhkan pencabutan hak melakukan
pekerjaan, yang dipergunakan untuk menjalankan kejahatan itu, dan hakim
dapat memerintahkan pengumuman putusannya.”
Berdasarkan Pasal tersebut, dokter yang telah menimbulkan cacat atau
kematian yang berkaitan dengan tugas atau jabatan atau pekerjaannya, maka Pasal
361 KUHP memberikan ancaman pidana sepertiga lebih berat. Di samping itu
hakim dapat menjatuhkan hukuman berupa pencabutan hak melakukan pekerjaan
yang dipergunakan untuk menjalankan kejahatan serta memerintahkan
pengumuman keputusannya itu.
2. Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran.
83 Adami Chazawi. 2007. Op.cit hlm.116.
-
8/15/2019 indrayudha (artikel)_unlocked.pdf
47/90
47
Pada dasarnya norma hukum yang tercantum dalam Undang-Undang
No.29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran merupakan norma hulum
administrasi. Namun dalam undang-undang ini juga tercantum ketentuan pidana
di dalam Pasal 75 sampai dengan Pasal 80. Pencantuman sanksi pidana pada
Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 ini tidak lepas dari fungsi hukum pidana
secara umum, yakni ultimum remudium .
Makna yang terkandung dari asas ultimum remudium adalah bahwa sanksi
pidana merupakan upaya (sanksi) yang paling akhir diancamkan kepada
pelanggaran suatu norma hukum, manakala sanksi hukum lainnya sudah dianggap
tidak signifikan dengan bobot norma hukum yang dilanggar. Dalam konteks
Undang-Undang Praktik Kedokteran yang pada dasarnya memuat norma-norma
hukum administrasi, dengan dicantumkannya sanksi pidana pada pelanggaran
norma hukum administrasi tertentu, berarti pembuat undang-undang ini menilai
sanksi administrasi saja tidak cukup signifikan sehingga diperlukan sanksi pidana.
2.1 Tindak Pidana Praktik Kedokteran tanpa Surat Tanda Registrasi(STR).
Bahwa Pasal 75 sebagai berikut:
1. Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik
kedokteran tanpa memiliki surat tanda registrasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 29 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3
(tiga) tahun atau denda paling banyak 100.000.000,-(seratus juta rupiah).
2. Setiap dokter atau dokter gigi atau dokter gigi warga negara asing yang
dengan sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki surat tanda
registrasi sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat 1 dengan
pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling