INDAH MUSTIKA-FISIP.pdf

80
UPAYA UNICEF MELALUI JOINT ACTION PLAN DALAM MENGATASI PERMASALAHAN TENTARA ANAK DI MYANMAR TAHUN 2012-2013 Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos) Oleh : Indah Mustika 108083000036 PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2015

Transcript of INDAH MUSTIKA-FISIP.pdf

Page 1: INDAH MUSTIKA-FISIP.pdf

UPAYA UNICEF MELALUI JOINT ACTION PLAN DALAM

MENGATASI PERMASALAHAN TENTARA ANAK DI

MYANMAR TAHUN 2012-2013

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh :

Indah Mustika

108083000036

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2015

Page 2: INDAH MUSTIKA-FISIP.pdf
Page 3: INDAH MUSTIKA-FISIP.pdf
Page 4: INDAH MUSTIKA-FISIP.pdf
Page 5: INDAH MUSTIKA-FISIP.pdf

i

ABSTRAKSI

Skripsi ini menganalisis upaya yang dilakukan UNICEF dalam mengatasi

permasalahan tentara anak di Myanmar melalui kerangka Joint Action Plan

periode 2012-2013. Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan upaya

UNICEF sebagai organisasi internasional dan terdiri dari beberapa negara anggota

dalam menyelesaikan permasalahan tentara anak di Myanmar dalam kerangka

Joint Action Plan periode 2012-2013. Penelitian ini dilakukan melalui studi

pustaka dengan data sekunder. Peneliti menemukan bahwa Joint Action Plan yang

dijalankan oleh UNICEF sebagai aktor internasional bertujuan untuk menegakkan

dengan mereformasi kembali tatanan kehidupan sosial di Myanmar yang selama

ini masih belum mampu menegakkan asas-asas HAM. Pelanggaran yang terjadi

seperti perekrutan, pelecehan seksual, pembunuhan dan penculikan menjadi

perhatian UNICEF untuk segera mengentaskan masalah tentara anak ini.

Argumen ini dirumuskan melalui tahapan analisa yakni dengan melihat

bagaimana strategi umum UNICEF dalam menyelesaikan masalah tentara anak,

keterlibatan UNICEF dalam masalah tentara anak di Myanmar, perekrutan tentara

anak yang dilakukan oleh Tatmadaw Kyi dan Border Guard Forces (BGFs) serta

pelanggaran yang terjadi selama masa perekrutan dan penerapan tentara anak.

Kerangka teori yang digunakan dalam skripsi ini adalah konsep organisasi

internasional dan human security. Dari hasil analisis ditemukan bahwa UNICEF

melakukan berbagai pendekatan agar Myanmar mau secara bertahap

menghentikan perekrutan tentara anak. UNICEF bersama dengan organisasi

internasional lain menggalang kesatuan untuk menyelesaikan masalah tentara

anak ini meskipun pada kenyataannya terdapat hambatan yang berarti karena

pasca penandatanganan Joint Action Plan, Myanmar menutup akses pemantauan

perekrutan tentara anak. Dapat disimpulkan bahwa upaya UNICEF ini berjalan

baik dalam melepaskan tentara anak tetapi belum efektif untuk membuat

Myanmar melakukan penghentian perekrutan tentara anak.

Keyword: UNICEF, Tentara Anak, Joint Action Plan, Myanmar, Organisasi

Internasional, Human Security.

Page 6: INDAH MUSTIKA-FISIP.pdf

ii

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah, segala puji syukur bagi Allah SWT yang telah

memberikan berkah nikmat dan kemudahannya yang maha besar sehingga penulis

dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Shalawat dan salam dilimpahkan

kepada Baginda Rasulullah SAW, makhluk Allah paling mulia yang telah

membuka gerbang ilmu pengetahuan kepada umatnya.

Dalam proses mengemban pendidikan dan perjalanan penyelesaian skripsi

di Universitas Negeri Syarif Hidayatullah (UIN) Jakarta, banyak pihak yang telah

mendukung dan memberikan dukungan kepada penulis baik berupa do’a, moril

maupun materil. Dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan

terimakasih kepada:

1. Ibu Debbie Affianty, M.Si selaku Ketua Program Studi Hubungan

Internasional yang telah mendukung dan memberikan arahan

2. Bapak M. Adian Firnas, M.Si selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang

telah dengan ikhlas dan sabar memberikan bimbingan dan waktu untuk

membaca serta mengoreksi skripsi ini

3. Bapak Jajang Saprijal dan Bapak Amali selaku staf FISIP UIN yang

senantiasa sabar melayani dan memberikan informasi kemahasiswaan

4. Bapak-Ibu Dosen Program Studi Hubungan Internasinal yang tiada lelah

berbagi pengalaman dan ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi penulis

selama masa perkuliahan

Page 7: INDAH MUSTIKA-FISIP.pdf

iii

5. Bapak Armein Daulay, M.Si yang senantiasa meluangkan waktu untuk

berdiskusi data dan sharing pengalaman hidup

6. Secara utama kepada kedua orang tua yakni, Papah H. Rohis Adiwijaya

dan Mamah Hj. Ruyati. Ini hanya sebagian kecil ucapan terima kasih dan

rasa syukur kepada papah dan mamah yang senantiasa dengan ikhlas

memanjatkan do’a dan memberikan ridhonya, mengajarkan kesabaran dan

memberikan nasihat yang penulis selalu ingat

7. Semua kakak dan kakak ipar tersayang, H. Taufik Abdurrahman,

Manzillah, H. Hendra Heruyanto, Hj. Windi Yulianingsih, Laila Sari

Saumi, Risa Rismiati, Saryono yang secara moril selalu memberikan

semangat dan do’a yang luar biasa besarnya

8. Sabahat-sahabat tercinta, Tita Miftahul Jannah, Novi Sri Rahmawati,

Hilda Fitriani, Asri Ulfah Ramadhani yang berkenan berbagi pengalaman,

suka duka bersama dalam masa perkuliahan dan proses penyelesaian

skripsi ini. Terima kasih telah memberikan semangat dan do’a terbaik

9. Ahmad Zarkasyi. Terima kasih selalu mendo’akan, menyemangati dan

menghibur penulis

10. Nurhayati, Asri Hairani, Kristin Suharyati, Nur Septia Wilda Pohan, Risky

Nopiar, Hikmah Nasution. Terima kasih atas do’a, semangat serta canda

tawanya menghibur penulis ketika keadaan tidak memungkinkan untuk

tersenyum

11. Terima kasih kepada teman-teman seperjuangan HI UIN kelas A angkatan

2008 yang telah memberikan kehangatan tali silaturahmi selama masa

Page 8: INDAH MUSTIKA-FISIP.pdf

iv

perkuliahan. Teman-teman HI kelas B dan C angkatan 2008 dan kakak-

kakak HI UIN angkatan 2006-2007 yang telah berbagi pengalaman selama

masa perkuliahan

12. Saudara/Saudari RM. BERKAH yang senantiasa mendo’akan dan

menyemangati penulis

13. Seluruh pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terima kasih banyak

atas do’a, dukungan, dan bantuan kepada penulis. Semoga Allah SWT

melimpahkan rahmat dan membalas kebaikan hamba-Nya. Aamiin

Jakarta, 19 Juni 2015

Indah Mustika

Page 9: INDAH MUSTIKA-FISIP.pdf

v

DAFTAR ISI

ABSTRAKSI........................................................................................................................i

KATA PENGANTAR........................................................................................................ii

DAFTAR ISI.......................................................................................................................v

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Pernyataan Masalah.......................................................................................................1

1.2 Pertanyaan Penelitian.....................................................................................................6

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian......................................................................................6

1.4 Tinjauan Pustaka.....................................................................................……………..7

1.5 Kerangka Pemikiran………………………...….………………………….…………..9

1.6 Metode Penelitian........................................................................................................ 16

1.7 Sistematika Penulisan...................................................................................................17

BAB II UNICEF DAN STRATEGI PERLINDUNGAN TENTARA ANAK

2.1 Gambaran Umum Organisasi Internasional UNICEF…………………...………..….18

2.2 Strategi UNICEF Pada Perlindungan Tentara Anak……………...………….…..…..25

BAB III PERKEMBANGAN KASUS TENTARA ANAK DI MYANMAR

3.1 Gambaran Umum Tentara Negara Myanmar Tatmadaw Kyi………..……….……...32

3.2 Gambaran Umum Border Guard Forces…………………………………………….35

3.3 Perekrutan Anak Ke Dalam Tentara dan Pelanggaran HAM oleh Tatmadaw Kyi dan

Border Guard Forces……………..………………………………………….............37

BAB IV PERAN UNICEF MELALUI JOINT ACTION PLAN DALAM

MENGATASI TENTARA ANAK DI MYANMAR TAHUN 2012-2013

4.1Upaya Penanganan Masalah Tentara Anak di Myanmar Sebelum Joint Action Plan..46

4.2 Upaya UNICEF Melalui Joint Action Plan Dalam Mengatasi Perekrutan dan

Penggunaan Anak Ke Dalam Tentara…………..……………………………………51

4.3 Hambatan UNICEF Dalam Pengimplentasian Joint Action Plan di Myanmar…...…61

BAB V KESIMPULAN………………...….…………………………………………....65

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………...67

LAMPIRAN

Page 10: INDAH MUSTIKA-FISIP.pdf

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Pernyataan Masalah

United Nations Children’s Fund (UNICEF) merupakan organisasi

internasional yang bertugas mendorong kesadaran para pembuat keputusan dalam

memformulasi ide hak-hak anak menjadi suatu tugas yang bersifat praktikal.Salah

satu tugas UNICEF lainnya adalah memberikan perlindungan terhadap anak yang

terlibat dalam situasi konflik bersenjata di berbagai negara, salah satunya

Myanmar.1

Myanmar merupakan negara yang terbilang sering mengalami konflik

etnis dan konflik bersenjata yang melibatkan anak di dalamnya. Anak terlibat

dalam konflik bersenjata dan kerap menjadi sasaran rekrut oleh tentara. Di suatu

daerah konflik, perempuan dan anak-anak adalah korban yang paling rentan

mengalami tindakan yang tidak manusiawi. Hal ini tidak mengenal gender

ataupun usia. Hal tersebut secara jelas menggambarkan adanya pelanggaran hak

asasi manusia.

Tentara anak adalah anak- anak yang berusia di bawah 18 tahun yang

terlibat dalam kelompok militer negara Myanmar. Kelompok militer Myanmar

atau yang dikenal sebagai Tatmadaw Kyi merekrut anak muda yang berstatus

1http://www.unicef.org/protection/57929_58007.html diakses pada tanggal 16 Maret 2015

Page 11: INDAH MUSTIKA-FISIP.pdf

2

yatim piatu, pengungsi melalui paksaan ataupenculikan. Para tentara anak tersebut

diberikan seragam militer dan mendapatkan pelatihan militer.2

Pada masa pelatihan militer, anak-anak tersebut diperlakukan

layaknyatentara pada umumnya. Tidak ada pembeda antara tentara dewasa dan

tentara di bawah umur dalam hal perlakuannya. Keadaan ini bukanlah sesuatu

yang wajar terjadi, mengingat bahwa anak-anak membutuhkan perlindungan serta

perlakuan khusus dari keluarga, lingkungan maupun pemerintah. Selain itu, anak-

anak tersebut juga mengalami penculikan, kekerasan fisik, pelecehan dan

pembatasan komunikasi yang dialami anak-anak di kelompok militer Myanmar.

Perekrutan tentara anak di Myanmar dilakukan oleh dua pihak. Antara lain

kelompok militer non-negara atau Border Guard Forces (BGFs) dan kelompok

militer negara atau Tatmadaw. Tatmadaw telah berkembang menjadi kekuatan

militer yang terstruktur untuk mengendalikan penduduk sipil. Sebagai kelompok

militer negara, Tatmadaw melakukan perekrutan tentara anak untuk mengatur dan

memenuhi kebutuhan personel militer negara. Praktik perekrutan anak di bawah

umur dilakukan karena minimnya jumlah relawan militer yang berusia di atas 18

tahun.3

Praktek perekrutan tersebut melibatkan banyak anak di bawah umur yang

diambil ketika anak-anak jauh dari orang tua.4 Mereka diancam oleh perekrut

2Human Rights Watch, “My Gun Was As Tall As Me” Child Soldiers in Burma, 2002, h 18.[Jurnal

Online] tersedia di http://www.hrw.org/reports/2002/burma/Burma0902.pdf; internet; diakses pada

tanggal 16 Maret 2015 3Ibid, diakses pada 8 September 2013.

4Human Rights Watch, Burma: Sold to be Soldiers, The Recruitment and us of Child Soldiers in

Burma, 2007, h. 41

Page 12: INDAH MUSTIKA-FISIP.pdf

3

untuk ikut ke dalam kelompok militer Myanmar dengan cara paksa maupun

dengan ancaman pemberian hukuman penjara apabila mereka enggan mematuhi

paksaan tersebut.5 Luasnya kegiatan perekrutan tersebut menyadarkan Myanmar

untuk perlu membuat suatu peraturan untuk mencegah perekrutan anak ke dalam

kelompok militer.

Sebagai bentuk aturan pengendalian perekrutan anak ke dalam kelompok

militer, Myanmar merumuskan beberapa peraturan nasional, antara lain Child

Law (1993),6 Hukum Nasional Myanmar dibawah pengawasan Myanmar Defense

Services dan War Office Council instruksi No. 13/73 (1974)7 dan National

Committee on the Rights of the Child (NCRC) atau Komite Nasional Hak Anak

tahun 1993 sebagai mekanisme pengimplementasian Child Law. Hingga pada

tahun 2004 State Peace and Development Council (SPDC)8 mendirikan

Committee for the Prevention of Military Recruitment of Underage Children atau

Komite Pencegahan Perekrutan Militer Anak di Bawah Umur.9

Praktek penggunaan anak di bawah umur dalam kelompok militer menarik

perhatian PBB. PPB yang diwakili oleh UNICEF membuat program-program

5Child Soldiers International, Chance for Change: Ending the Recruitment and Use of Child

Soldiers in Myanmar, 2013, h 14 6http://www.humanrights.asia/news/ahrc-news/AHRC-STM-208-2009/?searchterm=; diakses pada

tanggal 24 Oktober 2013. Child Law merupakan partisipasi Myanmar dalam usahanya

mengimplementasikan Konvensi Hak-Hak Anak tahun 1989. Di dalam Child Law terdapat

undang-undang hak anak dan kewajiban negara dalam memelihara peradilan anak serta wewenang

otoritas-otoritas negara atas perlindungan anak 7http://www.Myanmargeneva.org/statement&speech/Recruiting%20Child%20Soldiers%2007.htm

diakses pada tanggal 11 Maret 2014 8Pada tahun 1988-1997 bernama State Law and Order Restoration Council (SLORC) hingga pada

tahun 1997 berganti nama menjadi State Peace and Development Council (SPDC). SPDC

merupakan nama resmi dari rezim militer Myanmar 9Human Rights Watch, Burma: Sold to be Soldiers, The Recruitment and us of Child Soldiers in

Burma, h, 69-70

Page 13: INDAH MUSTIKA-FISIP.pdf

4

untuk menghentikan dan mencegah praktek perektrutan yang mungkin terjadi di

masa depan. UNICEF adalah pelopor dalam melindungi anak dari perekrutan

sebuah instansi militer, penculikan anak, dan penolakan akses kemanusiaan.10

UNICEF merupakan salah satu organisasi internasional yang diberikan mandat

oleh komunitas internasional untuk memberi perlindungan terhadap hak-hak asasi

anak, termasuk hak kelangsungan hidup, hak keamanan, hak pengembangan diri,

dan hak berpartisipasi dan menyatakan pendapat. Keterlibatan anak-anak dalam

konflik bersenjata merupakan pelanggaran hak asasi anak.

Atas pertimbangan asas-asas yang diproklamasikan dalam Piagam PBB

bahwa pengakuan atas martabat manusia yang melekat serta hak kesetaraan dan

hak yang tidak dapat dicabut. Serta mengingat Deklarasi Universal Hak Asasi

Manusia yang menyebutkan bahwa masa kanak-kanak memerlukan perawatan

dan pendampingan secara khusus. Maka Majelis Umum PBB menyetujui

Konvensi Hak-Hak Anak tahun 1989.11

Menyadari meluasnya kasus keterlibatan anak pada situasi konflik

bersenjata, Dewan Keamanan PBB menyelenggarakan pertemuan yang ke 5235.

Pada pertemuan ini Dewan Keamanan PBB mengeluarkan Monitoring and

Reporting Mechanism (MRM) atau Mekanisme Pengawasan dan Pelaporan.12

Melalui mekanisme ini yang berada di bawah mandat Dewan Keamanan PBB

melalui resolusi 1612 tahun 2005 menjadi kunci PBB untuk memperoleh akses

10

http://www.unicef.org/media/media_27787.html diakses pada tanggal 8 April 2015 11

Konvensi Hak-Hak Anak yang Disetujui oleh Majelis Umum PBB Pada Tanggal 20 November

1989 12

http://www.un.org/press/en/2005/sc8458.doc.htm diakses pada tanggal 19 April 2015

Page 14: INDAH MUSTIKA-FISIP.pdf

5

mencari dan mendapatkan informasi pelanggaran hak-hak anak yang terjadi di

badan militer Myanmar.13

Resolusi 1612 tahun 2005 yang disebut Children and Armed Conflict

Resolution merupakan norma internasional yang dirumuskan PBB untuk

melindungi hak-hak anak, khususnya pada keadaan konflik bersenjata yang

berdampak pada pelanggaran hak anak yaitu berupa perekrutan dan penggunaan

anak ke dalam militer. Resolusi ini mengajak negara-negara anggota dan

masyarakat internasional untuk ikut melaporkan pelanggaran dan penyalahgunaan

hak-hak anak yang terkena dampak konflik bersenjata.14

Atas mandat Dewan Keamanan PBB, akhirnya pada tahun 2007 telah

terjadi kesepakatan antara pemerintah Myanmar dan Perwakilan Khusus PBB

untuk Anak dan Konflik Bersenjata (UN Special Representative on Children and

Armed Conflict) untuk membuat mekanisme pengawasan dan pelaporan atas

pelanggaran berat terhadap anak-anak di Myanmar. Hal ini tentunya menjadi

harapan baik karena peerintah Myanmar yang sekaligus berperan sebagai pihak

yang sering melakukan perekrutan tentara anak mau menyepakati kesepakatan

tersebut. Respon baik dari pemerintah Myanmar ini ditunjukkan dengan

memfasilitasi dan memberikan akses pemantauan di negaranya. Melalui hal ini

Myanmar memberikan kesan pada dunia internasional bahwa negaranya bersedia

secara transparan dipantau dalam hal perekrutan tentara anak.

13

Human Rights Watch, Burma: Sold to be Soldiers, The Recruitment and us of Child Soldiers in

Burma,2007,h.21.[Jurnal Online] tersedia di

http://www.hrw.org/sites/default/files/reports/burma1007webwcover.pdf; internet; diakses pada

tanggal 7 September 2013. 14

http://www.un.org/en/ga/search/view_doc.asp?symbol=S/RES/1612(2005) diakses pada tanggal

22 April 2014

Page 15: INDAH MUSTIKA-FISIP.pdf

6

Selanjutnya, titik tolak upaya penyelesaian masalah tentara anak dinilai

mengalami perkembangan yang berarti karena pada Juni 2012, pemerintah

Myanmar dan PBB menandatangani Joint Action Plan15

yang merupakan hasil

negosiasi tahunan antara pemerintah Myanmar dengan UNICEF dan organisasi

yang berkepentingan di Country Task Force on Monitoring and Reporting

(CTFMR) terhadap pelanggaran berat hak-hak anak dalam situasi konflik

bersenjata.16

1.2 Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan uraian permasalahan di atas, maka pertanyaan penelitian yang

akan menjadi pokok permasalahan di dalam kajian ini, yaitu:

Bagaimana upaya UNICEF melalui Joint Action Plan mengatasi

perekrutan dan penggunaan anak ke dalam kelompok militer Myanmar tahun

2012-2013?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1. Tujuan Penelitian

15

Perwakilan Khusus PBB Tentang Anak-Anak dan Konflik Bersenjata mengadakan kunjungan

kerja dan bertemu dengan pemerintah Myanmar pada tahun 2007 untuk membahas wacana

rencana aksi (action plan) terkait masalah perlindungan anak dalam situasi konflik bersenjata.

Dialog ini menginstruksikan militer Myanmar atau Tatmadaw dan militer non pemerintah untuk

terlibat dengan CTFMR dan mempersiapkan rencana aksi untuk menghentikan perekrutan anak-

anak dan mengembangkan program reintegrasi. Hasil dialog ini yang menentukan terlahirnya Joint

Action Plan (Rencana Aksi Bersama) terhadap kasus tentara anak di Myanmar.

16Country Task Force on Monitoring and Reportingyang terdiri dari beberapa badan-badan khusus

dan agen-agen khusus PBB yaitu United Nations Development Programme (UNDP), United

Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), United Nations Office for the Coordination

of Humanitarian Affairs (UNOCHA), United Nations Population Fund (UNFPA), World Food

Programme (WFP), dan International Labour Organization (ILO), United Nations Education,

Scientific, and Cultural Organizaton (UNESCO), Save the Children dan organisasi lainnya yang

berkepentingan dan relevan di negara Myanmar terkait dengan perlindungan anak

Page 16: INDAH MUSTIKA-FISIP.pdf

7

Kajian ini bertujuan untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai

upaya UNICEF sebagai organisasi internasioanl yang beranggotakan negara-

negara di dunia dalam mengatasi masalah tentara anak di Myanmar. Selain itu,

kajian ini bertujuan untuk menyediakan informasi yang komprehensif mengenai

fenomena global non tradisional yaitu masalah tentara anak di Myanmar.

Selanjutnya bagian analisa kajian ini akan menunjukkan efektifitas upaya

UNICEF dalam menyelesaikan masalah tentara anak di Myanmar.

Secara akademis, kajian ini bertujuan untuk memenuhi persyaratan untuk

memperoleh gelar Sarjana Sosial di program studi Hubungan Internasional,

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Selain

itu, kajian ini diharapkan memberikan referensi yang valid mengenai isu tentara

anak pada umumnya.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan isu tentara anak di Myanmar

yang telah berlangsung semenjak rezim militer berkuasa. Selanjutnya, diharapkan

dapat memberikan referensi data mengenai upaya UNICEF dalam mengatasi

masalah tentara anak di Myanmar. Secara akademis, manfaat yang didapatkan

dalam penelitian ini adalah memberikan informasi yang komprehensif dalam

pengembangan pemahaman mengenai isu non tradisional, khususnya tentara anak.

1.4 Tinjauan Pustaka

Dalam penelitiannya yang berjudul “Peran UNICEF Dalam Mengatasi

Masalah Perekrutan Serdadu Anak di Wilayah Konflik Studi Kasus: Sierra

Page 17: INDAH MUSTIKA-FISIP.pdf

8

Leone”, Hanan Rianastashia yang merupakan mahasiswa program studi hubungan

internasional Universitas Pembangunan Nasional Jakarta, menjelaskan sejumlah

langkah UNICEF untuk mengatasi masalah serdadu anak di Sierra Leone. Daerah

yang berkonflik ini melibatkan anak di bawah umur terlibat dalam situasi konflik

dan menjadi serdadu. UNICEF menunjukkan perannya dalam mengatasi masalah

tersebut melalui Disarmament, Demobilizaton, and Re-Integration (DDR).

Fungsinya adalah menarik pasukan tentara anak dari ranah militer.

Kerangka pemikiran yang digunakan dalam kajian ini adalah Human

Security dan organisasi internasional. Melalui konsep tersebut, PBB sebagai

organisasi internasional memiliki kewajiban untuk menerapkan peranannya dalam

mengatasi masalah tentara anak yang bertentangan dengan Human Security.

Selanjutnya, penelitian mahasiswi Universitas Mulawarman, Lista

Waladeri berjudul “Peran UNICEF Dalam Mengatasai Milisi Anak di Afrika

Tengah”. Dalam penelitian ini, penulis menjabarkan permasalahan milisi anak

yang ada di Afrika Tengah. Untuk menganalisa permasalahan tersebut, penulis

menggunakan kerangka teori organisasi internasional menurut Coulombis dan

Wolfe, konsep tentara anak, dan human security. Hasil dari penelitiannya

menjelaskan secara umum bagaimana UNICEF dengan didampingi beberapa

organisasi di kawasan Afrika menyelesaikan masalah milisi anak ini melalui

program penguatan sistem perlindungan anak nasional di Afrika Tengah dan juga

pengadaan pelatihan serta kegiatan kemanusiaan. Penelitian ini juga fokus pada

konvensi hak-hak anak dan HAM negara-negara Afrika.

Page 18: INDAH MUSTIKA-FISIP.pdf

9

1.5 Kerangka Pemikiran

Dalam membahas permasalahan yang ada, penulis akan menggunakan

konsep yang sesuai dalam menganalisa upaya UNICEF melalui Joint Action Plan

dalam mengatasi permasalahan tentara anak di Myanmar tahun 2012-2013.

Konsep yang digunakan untuk menganalisa pokok masalah tersebut adalah

Konsep Organisasi Internasional dan Human Security.

1.5.1 Konsep Organisasi Internasional

Organisasi internasional pada hakekatnya sebagai kelanjutan dan

pengembangan serta pelembagaan dari pertemuan-pertemuan dan konsultasi antar

negara yang dilakukan secara spontan atau tidak terencana dan bersifat ad-hoc

(sementara), yang kemudian dengan persetujuan bersama (agreement) di antara

peserta pertemuan ditetapkan suatu bentuk kerjasama dengan sistem dan

mekanisme tertentu guna mencapai tujuan bersama. Dengan demikian sifat-sifat

dasar suatu organisasi internasional yang bersifat publik adalah keanggotaannya,

yaitu terdiri dari negara-negara atau pemerintah, atas dasar sukarela, mempunyai

sistem dan mekanisme serta tata kerja tertentu dan fungsinya sebagai wadah

kerjasama.17

Bagi para anggotanya, organisasi internasional merupakan alat untuk

mencapai tujuan nasional atau wadah untuk memperjuangkan kepentingan

nasional masing-masing. Maka keanggotaan suatu negara di dalam organisasi

internasional didahului dengan suatu kajian yang meliputi azas, fungsi dan tujuan.

17

Aiyub, Mohsin.Diktat Organisasi dan Administrasi Internasional.2009.hal.4

Page 19: INDAH MUSTIKA-FISIP.pdf

10

Dengan demikian keputusan untuk menjadi anggota organisasi internasional

didasarkan kepada motivasi tertentu seperti prospek kepentingan nasional dan

timbal balik, keharusan geo-politik, ekonomi dan aspirasi mayoritas rakyat serta

adanya persamaan pandangan dalam hal-hal tertentu.18

Adapun prinsip-prinsip umum yang menjadi dasar kerjasama dalam

organisasi internasional meliputi persamaan kedaulatan, hak dan derajat; tidak

mencampuri urusan dalam negeri masing-masing; tidak menggunakan kekerasan

dan ancaman kekerasan; hidup berdampingan secara damai; penyelesaian

sengketa secara damai; menghormati kedaulatan, kemerdekaan dan keutuhan

wilayah masing-masing; serta saling menguntungkan. Selain prinsip-prinsip

umum tersebut, organisasi internasional juga memiliki perannya dalam sistem

internasional.19

Peran organisasi internasional meliputi tiga hal, yaitu instrumen, arena dan

aktor.20

Pertama, organisasi interasional memiliki peran sebagai instrumen dalam

arti bahwa organisasi internasional menjadi alat negara-negara anggota yang

bergabung di dalamnya untuk mencapai kebijakan nasionalnya atau untuk

mencapai kepentingan negaranya. Peran yang kedua adalah organisasi

internasional sebagai arena. Hal tersebut berkaitan dengan pengadaan forum untuk

mengambil suatu tindakan. Peran ini menggambarkan organisasi internasional

sebagai penyedia sarana untuk anggota organisasi untuk berdiskusi, berdialog,

18

ibid 19

Ibid. hal 5 20

Clive Archer, International Organizations; third edition(New York: Routledge, 2001), h. 68.

[Buku Online]; tersedia di http://en.bookfi.org/book/1030183; internet; diakses pada tanggal 10

September 2013

Page 20: INDAH MUSTIKA-FISIP.pdf

11

bekerjasama dan menentang.21

Peran organisasi internasional sebagai suatu arena

ini bersifat lebih netral. Organisasi internasional merumuskan kebijakan yang

bersifat menyeluruh demi tercapainya solusi dan keputusan bersama.

Peran yang ketiga adalah organisasi internasional sebagai aktor. Menurut

Arnold Wolfers di dalam buku Clive Archer bahwa22

:

“Kapasitas aktor dari sebuah organisasi internasional tergantung dari

’resolusi, rekomendasi, atau perintah yang berasal dari organ atau badan

tersebut’ yang memaksakan beberapa atau semua anggota pemerintahan untuk

bertindak berbeda dari cara yang mana seharusnya mereka bertindak”.

Keberadaan organisasi internasional sebagai aktor internasional dapat

dikatakan sebagai aktor yang dependen terhadap anggota negaranya. Tidak ada

satupun organisasi internasional yang tidak membutuhkan rekomendasi kebijakan

dari anggota-anggota negaranya. Tindakan yang dilakukan suatu organisasi

internasional tidak lepas dari tujuan-tujuan organisasi itu sendiri. Sehingga

tindakan tersebut terarah dan mencapai tujuan dasar organisasi internasional.

Organisasi internasional dapat didefinisikan menurut tujuan-tujuan yang

diinginkannya. Pada umumnya organisasi internasional dibentuk dalam rangka

mencapai semua atau beberapa dari tujuan-tujuan berikut ini.23

Pertama regulasi

hubungan internasional terutama melalui teknik-teknik penyelesaian pertikaian

21

Ibid, h 69- 73 22

ibid, h 79 23

Theodore a Couloumbis and James H Wolfe alih bahasa Mecedes Marbun, Pengantar Hubungan

Internasional Keadilan dan Power edisi ketiga, Bandung: Abardin. 1986, h. 279

Page 21: INDAH MUSTIKA-FISIP.pdf

12

antar negara secara damai, meminimalkan, atau paling tidak, mengendalikan

konflik atau perang internasional, memajukan kerjasama dan pembangunan

antarnegara demi keuntungan-keuntungan sosial dan ekonomi di kawasan tertentu

atau untuk manusia pada umumnya serta pertahanan kolektif sekelompok negara

untuk menghadapi ancaman eksternal

Tujuan organisasi internasional pada poin meminimalkan atau

mengendalikan konflik berbanding lurus dengan perannya menjembatani dan

menyediakan sarana bagi anggota negara dalam berdiskusi dan bekerjasama pada

isu-isu yang terjadi. Peran organisasi internasional bersifat netral sehingga proses

mengendalikan suatu konflik internal suatu negara dapat dilakukan secara

kondusif.

1.5.2 Konsep Human Security

Menurut Komisi Keamanan Manusia, Human Security adalah keselamatan

bagi orang-orang dari ancaman kekerasan dan non-kekerasan. Hal ini adalah suatu

kondisi atau keadaan yang ditandai dengan kebebasan dari ancaman luas untuk

hak-hak rakyat, keselamatan, atau bahkan nyawa mereka. Dari perspektif

kebijakan luar negeri, keamanan manusia dipahami sebagai perubahan cara

pandang atau orientasi. Pengertian ini merupakan cara alternatif melihat dunia,

menjadikan manusia sebagai titik acuan selain memfokuskan pada keamanan

wilayah atau pemerintah saja.24

24

S. Neil Macfarlane and Yuen Foong Khong.Human Security and the UN: A Critical

History.2006.hal 11

Page 22: INDAH MUSTIKA-FISIP.pdf

13

Pendekatan Human Security merupakan pendekatan yang lebih luas dari

suatu analisis keamanan (security). Pendekatan keamanan teritori beralih ke

keamanan manusia merupakan hasil dari tuntutan globalisasi. Isu global

kontemporer yang berkembang pada abad 21 seperti kemiskinan, epidemik

penyakit, isu lingkungan hidup, pelanggaran hak asasi manusia, serta konflik

bersenjata berkontribusi mengancam keamanan manusia.25

Menurut The United Nations Development Programme’s (UNDP) 1994

Human Development Report, New Dimensions of Human Security bahwa Human

Security mempunyai beberapa karakteristik, antara lain:26

1. Human Security merupakan permasalahan universal. Permasalahan ini

menyentuh persoalan individu di seluruh dunia, baik bangsa yang miskin

maupun yang kaya

2. Komponen Human Security bersifat interdependen

3. Human Security lebih mudah dilihat melalui pencegahan dini daripada

mengambil tindakan intervensi

4. Human Security adalah people-centred. Hal ini berkaitan dengan

bagaimana seorang individu hidup dan bertahan di dalam masyarakat,

bagaimana individu bebas mendapatkan banyaknya pilihan hidup, dan

berapa banyak akses mereka pada pemenuhan kebutuhan dan peluang

sosial serta apakah mereka hidup dalam kondisi konflik atau kedamaian.

25

John Baylis, Steve Smith, Patricia Owens.The Globalization of World Politics: An Introduction

to International Relations.Oxford University Press. 2008.hal 492 26

Sabina Alkire, Centre for Research on Inequality, Human Security and Ethnicity,

CRISE.Working Paper 2: A Conceptual Framework for Human Security.2003.hal 13

Page 23: INDAH MUSTIKA-FISIP.pdf

14

Konsep Human Security dibutuhkan untuk tujuan perdamaian, stabilitas

internasional dan perlindungan individu dan masyarakat. Menurut Claudia

Fuentes dan Franciso Rojas Aravena, konsep Human Security mencakup

komponen hak asasi manusia, termasuk sosial, budaya dan ekonomi, akses

terhadap pendidikan dan kesehatan, kesempatan yang sama, serta good

governance.27

Human Security bersifat lintas batas atau transnasional. Maka

berbagai ancaman terhadap Human Security tidak hanya menjadi persoalan

domestik suatu negara, akan tetapi juga merupakan masalah dalam hubungan

internasional.28

Human Security bersifat integratif, yaitu mengakui universalisme. Hal ini

terdapat pada gagasan solidaritas antar individu. Konsep Human Security tidak

dapat diterapkan secara paksa, antara kekuatan militer melawan militer maupun

terbatas pada wilayah tertentu.29

Sehingga upaya menangani ancaman terhadap

Human Security perlu meningkatkan kerjasama antarnegara dan antara aparat

negara maupun aktor-aktor non-negara, seperti masyarakat, LSM, akademisi, serta

organisasi regional dan internasional dalam merumuskan strategi keamanan secara

global. Tercapainya Human Security tidak hanya tergantung pada negara saja,

namun juga sangat ditentukan oleh kerjasama transnasional di antara aktor non-

negara.

27

UNESCO.Human Security: Approches and Challenges.2008.diakses dari hal 3 28

UNDP.Human Development Report 1994.New York:Oxford University Press.(Jurnal Online)

tersedia di http://hdr.undp.org/sites/default/files/reports/255/hdr_1994_en_complete_nostats.pdf

hal 24 diakses pada tanggal 2 Mei 2015 29

ibid

Page 24: INDAH MUSTIKA-FISIP.pdf

15

Aktor non-negara seperti organisasi internasional mempunyai peran

penting dalam melindungi keamanan manusia. Organisasi internasional

merupakan alat untuk mengatasi berbagai isu Human Security seperti pelanggaran

Hak Asasi Manusia (HAM) yang terjadi di beberapa negara. Negara harus

menanggalkan kedaulatannya apabila isu perlindungan keamanan manusia sudah

mencapai status krisis. Peran organisasi internasional akan dibutuhkan dalam

tahapan krisis ini.

Berkembangnya isu global sekarang ini, khususnya mengenai keamanan

manusia tidak dapat dipisahkan dari isu HAM. Human Security mengkaji masalah

HAM yang harus dimiliki dan dijaga oleh individu. Human Security dapat

dikatakan pendekatan konseptual yang memperjuangkan masalah HAM.

Penjaminan HAM ini berguna bagi kelangsungan hidup individu. HAM menurut

Declaration of Vienna adalah…

“Hak-hak tersebut meliputi hak kebebasan, pengajaran, hak

perlindungan, hak berekspresi, beragama dan melakukan perkumpulan dalam

suatu organisasi. Apabila hak-hak tersebut telah terpenuhi, maka pencapaian

keadaan manusia dalam suatu keamanan sudah tercapai. Hal tersebut yang dikaji

dalam Human Security.”

Komisi Hak Asasi Manusia menyebutkan bahwa “protecting the vital core

of all human lives in ways that enhance human freedom and human fulfillment”.

(Human Security sebagai perlindungan terhadap kehidupan utama manusia

dengan menjunjung tinggi kebebasan dan pemenuhan kebutuhan manusia).

Page 25: INDAH MUSTIKA-FISIP.pdf

16

Human Security juga diartikan sebagai memberikan perlindungan terhadap

manusia dari sejumlah ancaman dan memberikan hak kepada individu tersebut

untuk mengembangkan kemampuan dalam membuat pilihan dan bertindak.30

1.6 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif,

yaitu penelitian yang menggunakan data deskriptif atau menjelaskan secara rinci

berupa tulisan atau lisan dari masalah tertentu. Metode ini bisa dalam bentuk

pengertian, konsep, definisi maupun deskripsi dari suatu masalah. Dengan cara

mengumpulkan, menyusun, menginterpretasikan data yang kemudian dianalisa

sehingga menghasilkan suatu pembahasan yang jelas dan tersusun.31

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data-data yang bersifat

sekunder. Data diperoleh dari sumber-sumber dasar yang merupakan bukti atau

saksi utama dari kejadian yang lalu yaitu melalui publikasi yang dikeluarkan oleh

website resmi UNICEF dalam kasus Child Protection from Violence,

Exploitation, and Abuse. Selain itu, data diperoleh dari instansi-instansi penerbit,

baik buku dan jurnal yang bersifat soft copy atau hard copy.32

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu

dengan menggunakan studi kepustakaan. Penulis mengumpulkan sejumlah data,

30

Sadako Ogata dan Johan Cels, “Human Security: Protecting and Empowering the People,”

Global Insight, Vol 9, No 3, Juli-September 2003 [Jurnal Online]; tersedia di

http://search.proquest.com/docview/213730347/fulltextPDF/1406C2DFDC215E999E4/4?accounti

d=31533; internet; diakses pada tanggal 10 September 2013 31

Bruce L. Berg, Qualitative Research Methods For The Social Sciences Fourth Edition.2001 2003

[Buku Online]; tersedia di http://en.bookfi.org/book/1201445; internet; diakses pada tanggal 1

Januari 2014 32

Nazir, Moh. 2005. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia.h. 50

Page 26: INDAH MUSTIKA-FISIP.pdf

17

kemudian melakukan analisa pada data tersebut untuk kemudian diklasifikasi

pada bagian-bagian spesifik dalam penelitian ini. Selanjutnya, penulis melakukan

analisa data yang sesuai untuk menjawab pertanyaan penelitian sesuai dengan

kerangka teori dan membuat kesimpulan.

1.7 Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Pernyataan Masalah

1.2 Pertanyaan Penelitian

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.4 Tinjauan Pustaka

1.5 Kerangka Pemikiran

1.6 Metode Penelitian

1.7 Sistematika Penulisan

1.8 Daftar Pustaka

BAB II UNICEF DAN STRATEGI PERLINDUNGAN TENTARA ANAK

2.1 Gambaran Umum Organisasi Internasional UNICEF

2.2 Strategi UNICEF Pada Perlindungan Tentara Anak

BAB III PERKEMBANGAN KASUS TENTARA ANAK DI MYANMAR

3.1 Gambaran Umum Tentara Negara Myanmar Tatmadaw Kyi

3.2 Gambaran Umum Border Guard Forces

3.3 Perekrutan Anak Ke Dalam Tentara dan Pelanggaran HAM oleh

Tatmadaw Kyi dan Border Guard Forces

BABIV UPAYA UNICEF MELALUI JOINT ACTION PLAN DALAM

MENGATASI TENTARA ANAK DI MYANMAR TAHUN 2012-

2013

4.1 Upaya-Upaya Penanganan Masalah Tentara Anak di Myanmar

Sebelum Joint Action Plan

4.2 Upaya UNICEF Melalui Joint Action Plan Dalam Mengatasi

Perekrutan dan Penggunaan Anak ke Dalam Tentara

4.3 Hambatan UNICEF Dalam Pengimplentasian Joint Action Plan di

Myanmar

BAB V KESIMPULAN

Page 27: INDAH MUSTIKA-FISIP.pdf

18

BAB II

UNICEF DAN STRATEGI PERLINDUNGAN ANAK

Bab II ini akan menyajikan data mengenai strategi-strategi UNICEF pada

perlindungan anak. Sub bab pertama yaitu membahas gambaran umum organisasi

internasional UNICEF. Sub bab kedua mengenai strategi UNICEF pada

perlindungan anak dan upaya apa yang dilakukan dalam implementasi strateginya

tersebut.

2.1 Gambaran Umum Organisasi Internasional UNICEF

United Nations of Children’s Fund (UNICEF) merupakan Inter-

Governmental Organisation (IGO) yang berada di bawah naungan Perserikatan

Bangsa-Bangsa (PBB). UNICEF dibentuk oleh Majelis Umum PBB pada tanggal

11 Desember 1946. Pembentukan UNICEF didasarkan pada resolusi 57 pasal 1

yang direkomendasikan oleh Economic and Social Council (ECOSOC).33

Perlu

adanya penyediaan dana bagi kesejahteraan anak-anak dan perlindungan hak-hak

anak nampaknya menjadi salah satu pendorong terbentuknya organisasi

internasional ini.

UNICEF merupakan organisasi yang mengurusi permasalahan seputar

anak, wanita dan hak asasi manusia. Dengan standar internasional dan Konvensi

PBB tentang Hak-Hak Anak, 155 negara telah didukung oleh UNICEF untuk

33

Yves, Beigbeder. New Challenges for UNICEF: Children, Women, and Human Rights. 2002.

Hal 11

Page 28: INDAH MUSTIKA-FISIP.pdf

19

menerapkan norma serta hukum internasional yang bergerak pada isu hak anak.34

Konvensi PBB tentang Hak Anak tersebut telah menjadi suatu tolak ukur dan

hukum universal yang bersifat wajib untuk diterapkan oleh semua negara demi

kesejahteraan dan perlindungan hak-hak anak.

Susunan kerja UNICEF pada penerapan Konvensi Hak-Hak Anak antara

lain mendukung pembaharuan undang-undang hak-hak anak; peningkatan sistem

keadilan bagi anak-anak; perlucutan senjata, pemulangan dan penyatuan

(reintegrasi) kembali anak kepada keluarganya dari angkatan bersenjata;

pemantauan dan pelaporan pelanggaran HAM berat yang dialami oleh anak sesuai

resolusi Dewan Keamanan PBB 1612 tahun 2005 yaitu mengenai anak dan

konflik bersenjata; serta perlindungan terhadap penyalahgunaan, eksploitasi dan

kekerasan termasuk perdagangan dan kekerasan seksual yang berbasis gender.35

Ketentuan hukum kerja dari UNICEF secara jelas menggambarkan adanya

prioritas dalam perbaikan hukum tentang hak-hak anak. Selain itu, UNICEF

menaruh fokus yang besar pada peningkatan mutu terhadap implementasi hak-hak

anak, pencegahan keadaan bahaya yang mungkin dialami oleh anak, serta

pengawasan diterapkannya aturan atau konvensi yang berhubungan dengan hak

anak. UNICEF mencoba untuk menunjukkan peranan besarnya dalam menjaga

hak-hak anak untuk menjunjung tinggi hak asasi manusia dalam sistem

internasional.

34

The United Nations Chldren’s Fund (UNICEF), http://www.unrol.org/article.aspx?article_id=15

diakses pada tanggal 5 november 2014. Konvensi internasional yang mengatur hak-hak sipil,

politik, ekonomi, sosial, dan kultural anak-anak. Negara-negara yang meratifikasi konvensi

internasional ini terikat untuk menjalankannya sesuai dengan hukum internasional 35

ibid,

Page 29: INDAH MUSTIKA-FISIP.pdf

20

Dalam menjalankan ketentuan hukum kerja yang dimilikinya, UNICEF

berupaya untuk meyakinkan pemerintah bahwa mereka harus mengubah hukum

mereka dan prakteknya mengenai hak-hak anak. UNICEF, dalam perannya

sebagai advokat untuk hak anak-anak, menegaskan bahwa diperlukan investasi

mengenai kesejahteraan anak dan melindungi hak-hak mereka untuk

pengembangan dan perubahan sosial. UNICEF terkadang mempengaruhi

pemerintah dengan melakukan hubungan kerja bersama para politisi, yang

memiliki kekuatan untuk membuat dan menegakkan undang-undang yang

melindungi anak-anak dan memastikan bahwa tersedia dana untuk memenuhi

kebutuhan anak-anak.

Terdapat lima fokus tugas dari UNICEF,36

yaitu pertama, kelangsungan

hidup dan perkembangan anak, pengobatan penyakit yang dapat dicegah seperti

campak dan malaria. Seperti aksi UNICEF di Afrika Sub-Sahara. UNICEF

mendistribusikan kelambu berinsektisida di berbagai rumah. Karena kelambu

berinsektisida memiliki perlindungan lebih tinggi dari pada kelambu biasa.

Kelambu berinsektisida ini berfungsi dari gigitan pertama nyamuk. Penggunaan

kelambu berinsektisida ini dapat mencegah penularan malaria hingga 50 persen

dan memberikan perlindungan terhadap anak-anak hingga 20 persen.

Kedua, HIV/AIDS dan anak-anak: mencegah penyebaran penyakit dan

mendukung anak-anak yang telah menderita dampak HIV/AIDS, termasuk yatim

piatu. Seperti yang dilakukan UNICEF di Burundi, Kongo dan Haiti. Upaya yang

36

Ada Verloren, ed;Peggy Kahn, Global Organization; The United Nations Children’s Fund

(UNICEF), 2009, New York:Chelse Public House, Hal 23

Page 30: INDAH MUSTIKA-FISIP.pdf

21

dilakukan UNICEF ini merupakan pencegahan meluasnya penyakit HIV/AIDS

dengan menggunakan obat-obatan juga memberikan penyuluhan pada anak-anak

tentang bahaya dan cara penularan HIV/AIDS.37

Ketiga, pendidikan dasar dan

kesetaraan gender yaitu memastikan bahwa semua anak-anak di seluruh dunia

memiliki akses pendidikan. Seperti program UNICEF di Afrika Selatan yaitu the

Boys and Girls Education Movement. Pada gerakan ini UNICEF menyediakan

wadah pemuda dan pemudi Afrika Selatan untuk membantu mereka menggali

potensi mereka, memberikan mereka akses informasi, membantu mereka

memobilisasi masyarakat untuk mendukung hak-hak perempuan. Tahun 2011,

gerakan ini mempromosikan pendidikan dengan tema “Back to School” dan

konseling terhadap HIV/AIDS.38

Keempat, perlindungan anak dari kekerasan, eksploitasi, dan pelanggaran:

melindungi kaum muda dari sistem buruh anak, konflik bersenjata, dan situasi

berbahaya lainnya. UNICEF berupaya untuk mengurangi tingkat pekerja anak di

India dengan mengurangi beban hutang keluarga melalui pembentukan kelompok

swadaya dan meningkatkan pendaftaran sekolah pada anak, pendidikan

keterampilan berikan kepada remaja perempuan dan pekerja anak di Andhra

Pradesh dan Maharashtra.39

Kelima, advokasi kebijakan dan kemitraan untuk hak-

37

Machel Study 10 Years Strategic Review. Children and Armed Conflict in a Changing World.

https://childrenandarmedconflict.un.org/publications/MachelStudy-10YearStrategicReview_en.pdf

hal 143 diakses pada 8 Juli 2015

38 UNICEF. Girls and Boys Education Movement in South Africa.

http://www.unicef.org/southafrica/education_4718.html diakses pada 8 Juli 2015

39 UNICEF. Child Labour. http://www.unicef.org/chinese/protection/files/Child_Labour.pdf

diakses pada 8 Juli 2015

Page 31: INDAH MUSTIKA-FISIP.pdf

22

hak anak: bekerja untuk menjaga perhatian pada hak-hak anak. Upaya UNICEF

mempengaruhi kebijakan suatu negara untuk memperbaiki isi perundang-

undangan tentang hak anak agar sesuai dengan standar internasional.

Lima fokus kerja UNICEF tersebut menunjukkan bahwa UNICEF tidak lagi

hanya sebagai organisasi yang bergelut pada masalah pendanaan terkait masalah

anak saja, tetapi memiliki visi yang lebih besar dan meluas, misalnya kesehatan,

pendidikan, dan perlindungan hak.

Sebagai organisasi internasional, UNICEF memiliki struktur badan di

dalamnya yang disebut struktur formal dan terdiri dari Executive Board dan

Secretariat. Excutive Board terdiri dari 36 negara yang ditentukan oleh Majelis

Umum. Negara-negara tersebut adalah; 8 negara Afrika, 7 negara Asia, 4 negara

Eropa Timur, 5 negara Amerika Latin dan Karibia serta 12 negara Eropa Barat

dan negara lainnya.40

Ketiga puluh enam negara ini bertugas untuk

memformulasikan kebijakan, otoritas program dan persetujuan finansial.41

Executive Board sebagai badan dari UNICEF bertanggung jawab

menyediakan dukungan inter-governmental dan mengawal kegiatan-kegiatan

UNICEF berdasarkan keseluruhan arahan kebijakan dari Majelis Umum dan

Dewan Ekonomi dan Sosial PBB. Selain Executive Board, struktur formal

UNICEF juga terdiri dari The Secretariat, yang merupakan perwakilan UNICEF

di suatu negara dan bertanggung jawab juga untuk membantu dalam merumuskan

40

Yves, Beigbeder. New Challenges for UNICEF: Children, Women, and Human Rights. 2002. H.

45 41

Ibid, hal 20

Page 32: INDAH MUSTIKA-FISIP.pdf

23

konsep dan rancangan program serta pengawasan anak-anak, evaluasi dan

pendokumentasian kegagalan dan keberhasilan program, tidak hanya

menyediakan sarana pra sarana untuk program anak-anak.42

Kedua badan formal UNICEF tersebut bersinergi dalam menjalankan

tanggung jawabnya masing-masing.Nampak adanya sistem hierarki yang kuat

pada pembahasan struktur UNICEF ini. PBB menaungi UNICEF di bawah

Dewan Ekonomi dan Sosialnya, kemudian di dalam badan UNICEF terdapat

hierarki antara Executive Director yang membawahi Executive Board yang terdiri

dari 36 negara di dunia.

Dilihat sebagai organisasi internasional yang dinilai efektif di bidangnya,

UNICEF telah memiliki kekuatan demi mencapai kesuksesannya. Hal tersebut

dikarenakan oleh UNICEF memiliki sistem desentralisasi struktur yang

memberikan otonomi yang luas kepada kantor-kantor perwakilan di suatu

negara.UNICEF menekankan pada pemusatan program negara-negara melalui

pembangunan kemampuan lokal.43

Disamping struktur formal, UNICEF memiliki partner dengan beberapa

pihak yang disebut sebagai The National Committee. National Committee ini

memilki peran besar dalam mengadvokasi dan mengedukasi dengancara

meningkatkan kesadaran masyarakat di negara tersebut termasuk anak-anak,

tentang situasi yang dihadapi anak-anak dinegara yang dibantu oleh UNICEF,

42

Yves, Beigbeder. New Challenges for UNICEF: Children, Women, and Human Rights. 2002. H.

48 43

Ibid, hal 48

Page 33: INDAH MUSTIKA-FISIP.pdf

24

serta tentang hak-hak anak dan tentang program-program UNICEF.44

Keberadaan

National Committe ini menjadi kepanjangan tangan UNICEF untuk melakukan

operasional kerja secara menyeluruh di setiap negara yang menjadi bagian

National Committe tersebut. National Committe juga memiliki peran besar dalam

penggalangan dana UNICEF. Sepertiga dana yang menjadi sumber dana UNICEF

diperoleh dari penggalangan dana dari National Committe ini. Sebagai salah satu

organisasi kemanusiaan yang berada dibawah naungan PBB yang peduli terhadap

masalah anak-anak.

Selama masa pembentukannya, UNICEF memberikan peranannya yang

maksimal untuk kehidupan anak-anak terkait dengan perlindungan hak dan

keamanan mereka. Hasil kerja UNICEF ini setidaknya dapat dilihat dari adanya

deklarasi PBB pada tahun 1976 yang menetapkan tahun tersebut sebagai

International Years of Children (Tahun Anak Internasional). Selain itu, hal

tersebut juga menjadikan UNICEF sebagai badan utama PBB untuk

mengkoordinasikan dukungan-dukungan demi berlangsungnya kegiatan Tahun

Anak Internasional yang sebagian besar diselenggarakan pada tingkat nasional.

Pada tahun 1979, Majelis Umum PBB memberikan tanggung jawab kepada

UNICEF untuk menarik perhatian dunia pada kebutuhan dan masalah-masalah

umum yang dihadapi anak-anak, baik di negara-negara industri maupun di negara-

negara berkembang.45

44

Ibid, hal 51 45

Ibid, hal 31-33

Page 34: INDAH MUSTIKA-FISIP.pdf

25

2.2 Strategi UNICEF Pada Perlindungan Tentara Anak

Perlindungan anak merupakan isu yang menjadi perhatian di setiap negara

dan prioritas tinggi bagi UNICEF. Dalam menjalankan tugas, UNICEF

mempunyai pendekatan tersendiri pada perlindungan anak. Berdasarkan Konvensi

Hak-Hak Anak dan perjanjian internasional lainnya, semua anak memiliki hak

untuk dilindungi dari bahaya. Kegiatan UNICEF ini dipandu oleh kerangka

normatif internasional untuk hak-hak anak serta keputusan dan kebijakan yang

disepakati oleh badan antar pemerintah di PBB dan juga kerjasama dengan

pemerintah negara.46

Pendekatan UNICEF dalam melindungi hak anak yaitu dengan mencegah

dan merespon kekerasan, ekploitasi dan pelecehan yang dialami anak-anak. Hal

ini untuk memastikan anak-anak dapat melanjutkan kelangsungan hidup,

mengembangkan dan mendapatkan kesejahteraan hidup. UNICEF berusaha

menciptakan lingkungan yang protektif, dimana anak perempuan dan laki-laki

bebas dari kekerasan, eksploitasi dan pemisahan yang tidak perlu di dalam

keluarga. Usaha UNICEF melalui norma dan hukum internasional ikut

mendukung kapasitas nasional suatu negara untuk menekankan pencegahan dan

mendorong negara menerapkan tanggung jawabnya melindungi anak. Karena

anak-anak merupakan agents of change (aktor perubahan).47

Anak-anak memiliki

perannya untuk membangun negara dengan keahliannya dan diharapkan dapat

46

UNICEF Executive Board.Annual Report: Children’s Protection

Strategy.http://www.unicef.org/protection/CP_Strategy_English%281%29.pdf hal 1diakses pada 2

Mei 2015 47

Ibid hal 2

Page 35: INDAH MUSTIKA-FISIP.pdf

26

mengubah kesejahteraan bangsa. Sehingga negara wajib melindungi hak-hak anak

sejak mereka dilahirkan.

Perlindungan anak yang sukses dimulai dari pencegahan dan sebuah

lingkungan yang bersifat melindungi. UNICEF bekerja untuk mengamankan

lingkungan tersebut yang sejalan dengan pemeliharaan hak asasi manusia yaitu

dengan mengurangi kesenjangan dalam mengakses informasi, sarana dan layanan.

Tindakan pencegahan dapat melalui perbaikan pendidikan, kesehatan dan cara

mengatasi diskriminasi gender.48

The Protective Environment Framework (PEF) atau kerangka lingkungan

yang bersifat melindungi telah diatur di dalam UNICEF Operational Guidance

Note (Panduan Operasional UNICEF) yang mendefinisikan delapan elemen yang

sangat penting untuk perlindungan anak yang lebih baik. Elemen-elemen ini

dilaksanakan baik secara individu maupun kolektif demi memperkuat

perlindungan dan mengurangi kerentanan pelanggaran pada anak.49

Delapan elemen dari The Protective Environment Framework (PEF)

adalah50

pertama, komitmen pemerintah untuk memenuhi hak-hak perlindungan,

yaitu kepentingan pemerintah berkomitmen terhadap perlindungan anak

merupakan suatu elemen penting bagi lingkungan yang bersifat melindungi ini.

Hal ini mencakup pemerintah menjamin sumber-sumber daya yang tersedia

tercukupi, misalnya anggaran yang memadai, pengakuan publik dan ratifikasi

48

Ibid, hal 1

49ibid, hal 3

50Ibid hal 4

Page 36: INDAH MUSTIKA-FISIP.pdf

27

instrumen internasional. Kedua, peraturan perundang-undangan dan penegakkan

hukum, yaitu kerangka legislatif yang memadai, penerapannya yang konsisten,

bertanggungjawab, dan penegakkan hukum yang tidak pandang bulu merupakan

elemen yang penting dari suatu lingkungan yang protektif.

Ketiga, sikap, tradisi, adat istiadat, perilaku dan praktek tradisional, yaitu

sikap dan tradisi yang memudahkan terjadinya kekerasan meliputi penerapan

praktek tradisional misalnya kepatutan hukuman fisik yang berat, perbedaan

gender dalam memandang status anak laki-laki dan anak perempuan serta

pelecehan seksual yang kerap terjadi pada anak di bawah umur. Keempat, diskusi

terbuka dan keterlibatan pihak-pihak lain terhadap masalah perlindungan anak, hal

ini termasuk keterlibatan media dan masyarakat yang ikut andil terhadap

perlindungan anak. Sehingga kemitraan antar pihak-pihak tersebut saling

bersinergi dan efektif. Hal ini juga tidak menutup kemungkinan peran anak sendiri

untuk menyuarakan hak berbicaranya tentang perlindungan hak mereka

Kelima, keterampilan hidup, pengetahuan dan partisipasi anak, yaitu anak

harus dibekali dengan informasi dan pengetahuan tentang perlindungan diri

mereka. Sehingga mereka berpartisipasi untuk dapat menghindar dari hal-hal yang

merugikan dan bahaya kekerasan yang akan terjadi. Anak diberikan pembekalan

konseling, psikologi, dan pendidikan. UNICEF telah menerapkannya secara fokus

di Afghanistan.51

51

Ozen Gufen, Amy Kapit-Spitalny dan Dana Burde. The Education Former Child Soldiers:

Finding A Way Back to Civilian Identity.

Page 37: INDAH MUSTIKA-FISIP.pdf

28

Keenam, kapasitas pada masyarakat yang kontak langsung dengan anak,

yaitu orang tua, pekerja sosial, guru, pekerja kesehatan, polisi, dan mereka yang

mempunyai keterlibatan dalam melindungi anak harus dibekali dengan

keterampilan, motivasi dan kewenangan untuk mengidentifikasi dan merespon

masalah-masalah perlindungan anak

Ketujuh, pelayanan pemulihan dan reintegrasi, yaitu anak yang menjadi

korban kekerasan dan eksploitasi berhak mendapatkan layanan pemulihan secara

psikologis dan fisik kemudian pemerintah bertanggung jawab memberikan

pendidikan yang layak tanpa adanya diskriminasi. Pelayanan ini berfungsi untuk

memotivasi dan mendorong meningkatnya kesehatan, martabat serta harga diri

seorang anak. Seperti yang terjadi di Siera Leone pada rentang waktu 2000-2003,

reintegrasi melalui pelatihan, pendidikan, mediasi keluarga, dan penyediaan akses

kesehatan difasilitasi oleh UNICEF.52

Kedelapan, pemantauan dan pelaporan, yaitu suatu lingkungan yang

protektif bagi anak memerlukan sistem pemantauan yang efektif yang mencatat

kejadian dan sifat sistem perlindungan yang sesuai agar dapat diterapkan secara

kondusif. Tidak seperti yang terjadi di Myanmar, pemantauan oleh UNICEF

terjadi lebih fleksibel di Sri Lanka tahun 2008. Pemerintah Sri Lanka memberikan

http://educationandconflict.org/sites/default/files/publication/Burde-

Education%20of%20Former%20Child%20Soldiers.pdf diakses pada 8 Juli 2015

52 USAID From The American People: Reintegration of Child Soldiers in Sierra Leone.

http://pdf.usaid.gov/pdf_docs/PDACH599.pdf diakses pada 8 Juli 2015

Page 38: INDAH MUSTIKA-FISIP.pdf

29

akses kepada UNICEF untuk mengawasi dan bernegosiasi dengan pihak rekrut

tentara anak.53

UNICEF memiliki peran untuk mempengaruhi kerangka normatif tersebut.

UNICEF berusaha untuk mengadvokasi perbaruan perundang-undangan,

perbaikan kebijakan, serta penetapan standar kebijakan suatu negara. Upayanya

diharapkan dapat membangun pemahaman pemerintah dalam melindungi anak-

anak di bawah Konvensi Hak-Hak Anak dan instrumen internasional lainnya.

Sehingga negara dapat memenuhi tanggungjawabnya memelihara hak-hak anak.

UNICEF juga mendukung penyelenggaraan penelitian, pengumpulan dan

analisis data untuk memperluas bukti tentang perlindungan anak. Data dan bukti

juga digunakan untuk menginformasikan program, intervensi kebijakan,

pengawasan dan evaluasi program. Hal ini untuk memastikan bahwa intervensi

mencapai tujuan dan memiliki dampak positif pada kehidupan anak.

Dalam kerangka Protection Environment terdapat beberapa poin yang

dijadikan landasan agar perlindungan terhadap anak bisa dilakukan secara optimal

54yaitu: pertama, membangun sistem perlindungan nasional yaitu dengan

memasukkan perlindungan anak ke dalam perencanaan nasional dan proses

desentralisasi termasuk strategi perlindungan sosial, mempromosikan keadilan

53

ICRC. Sri Lanka Practices Relating to Rule 13.5 Children Section E.

https://www.icrc.org/customary-ihl/eng/docs/v2_rul_rule135_sectione diakses pada 8 Juli 2015

54UNICEF Executive Board.Annual Report: Children’s Protection

Strategy.http://www.unicef.org/protection/CP_Strategy_English%281%29.pdf hal 1diakses pada 2

Mei 2015 hal 4-18

Page 39: INDAH MUSTIKA-FISIP.pdf

30

bagi anak dalam agenda hukum, memperkuat koordinasi antar aktor sistem

perlindungan anak, memperkuat sektor kesejahteraan sosial.

Kedua, mendukung perubahan sosial yaitu dengan meningkatkan data

pengetahuan, memperkuat peran perlindungan dari keluarga, memperkuat sistem

perlindungan komunitas, mendukung edukasi publik dan dialog sosial. Ketiga,

memperkuat perlindungan anak dalam konflik bersenjata dan bencana alam

melalui cara dukung perubahan sosial yang positif, membangun sistem

perlindungan anak secara nasional.

Selain dari upaya Protective Environment, UNICEF juga menggalakkan

strategi terkait dengan prioritas daerah lintas sektoral melalui beberapa sistem

yaitu: pertama, UNICEF berusaha untuk memperkuat dan menyelenggarakan

penelitian, pembentukan pengetahun dan bukti dengan cara memperkuat kapasitas

analisa, dan meningkatkan pengawasan isu perlindungan anak. Kedua,

menciptakan agen perubahan melalui mendorong kolaborasi sektor khusus,

mencari keuntungan yang besar untuk perlindungan anak dengan kerjasama dan

memperkuat advokasi.

Melalui strategi-strategi ini UNICEF mencoba mengatasi permasalahan

tentara anak secara lebih komprehensif. Perhatian UNICEF dalam menyelesaikan

masalah tentara anak di Myanmar tidak hanya terpusat pada proses rekrutmennya

saja, tetapi juga memerhatikan penciptaan lingkungan yang protektif bagi anak,

menjamin kesejahteraan dan membangun sistem nasional yang lebih serius dalam

menangani masalah tentara anak.

Page 40: INDAH MUSTIKA-FISIP.pdf

31

Selain itu UNICEF akan membantu Myanmar memenuhi komitmen

mereka mencegah dan menghentikan pelanggaran berat hak-hak anak termasuk

perekrutan anak ke dalam militer. UNICEF dan Departemen Kesejahteraan Sosial

Myanmar juga mendukung dan menyelenggarakan proses reintegrasi anak kepada

keluarganya serta UNICEF akan terus mengadvokasi dalam hal revisi Child

Law.55

Hal ini karena isi dari Child Law masih belum sesuai dengan standar

Konvensi Hak-Hak Anak tahun 1989.

55

UNICEF.Annual Report: Myanmar 2012.

http://www.unicef.org/about/annualreport/files/Myanmar_COAR_2012.pdfdiakses pada 19 Juni

2015

Page 41: INDAH MUSTIKA-FISIP.pdf

32

BAB III

PERKEMBANGAN KASUS TENTARA ANAK DI MYANMAR

Pada bab ini, kajian akan menjelaskan mengenai gambaran umum dari tentara

negara Tatmadaw Kyi beserta penjelasan mengenai struktur Tatmadaw Kyi dan

juga tujuan-tujuannya. Bahasan yang kedua akan membahas seputar profil dari

Border Armed Forces dan proses terbentuknya sekutu dari Tatmadaw Kyi ini.

Bahasan yang ketiga adalah membahas cara Tatmadaw Kyi merekrut anak ke

dalam militer dan pelanggaran hak anak yang dilakukan selama anak direkrut dan

selama anak-anak tersebut berada di markas militer.

3.1 Gambaran Umum Tentara Negara Myanmar Tatmadaw Kyi

Pertahanan sebuah negara sangat ditentukan oleh elemen yang

menjalankan fungsi tersebut. Pada umumnya, pertahanan dan keamanan negara

diidentikkan dengan keberadaan dan peran dari sebuah angkatan militer. Hal

tersebut yang menjadi alasan bahwa setiap negara harus memiliki kekuatan militer

yang baik. Sejumlah tekanan dari dalam maupun luar negeri akan mengancam

pertahanan dan keamanan suatu negara. Hal tersebut menjadi sebuah tuntutan

untuk militer mampu membentengi negaranya.

Keberadaan militer di suatu negara biasanya memiliki ruang yang khusus

dan bebas nilai secara politik dan ekonomi. Ruang khusus yang mengharuskan

militer terlepas dari aspek politik ini ditujukan agar militer bergerak sesuai dengan

fungsinya yaitu menjaga pertahanan keamanan negara. Dengan jaminan bahwa

fungsi militer ini diawasi oleh perundang-undangan yang berlaku di negara

tersebut.

Page 42: INDAH MUSTIKA-FISIP.pdf

33

Angkatan militer di Myanmar dikenal sebagai Tatmadaw. Tatmadaw

merupakan organisasi militer, terutama yang bertanggungjawab mengamankan

teritorial dan pertahanan Myanmar.56

Tatmadaw didirikan pada tahun 1948

bertepatan dengan kemerdekaan Myanmar. Tatmadaw terdiri dari Tatmadaw Kyi

(angkatan darat), Tatmadaw Yay (angkatan laut), dan Tatmadaw Lay (angkatan

udara).57

Namun demikian, kekuatan militer terbesar didominasi oleh Tatmadaw

Kyi.

Pada tahun 1958, Tatmadaw Kyi berupaya untuk mengembalikan stabilitas

politik yang terjadi setelah kemerdekaan.Selanjutnya, pada tahun 1960 diadakan

pemilu yang dimenangkan oleh sipil di bawah kepemimpinan U Nu.58

Akan tetapi

hal tersebut tidak berlangsung lama karena pemerintah sipil dianggap tidak

mampu mengontrol pemerintahan untuk mengatasi ancaman nasional. Pada tahun

1962 dan 1988, militer melakukan kudeta dan berhasil merebut kembali

kekuasaan pemerintahan.59

Melalui kesepakatan kiprahnya di dalam pemerintahan, Tatmadaw

memiliki tujuan yaitu untuk melakukan konsolidasi penyatuan Myanmar dan

melindungi kedaulatan Myanmar. Tujuan ini juga memiliki agenda khusus yaitu

56

http://www.burmalibrary.org/show.php?cat=411&lo=d&sl=1 diakses pada tanggal 10 Desember

2014 57

Child Soldiers International.Chance for Change: Ending The Recruitment and Use of Child

Soldiers in Myanmar. January 2013. 9 Marshallsea Road: London. Hal 13 58

Konsam Shakila Devi. International Research Journal of Social Sciences.Myanmar under the

Military Rule 1962-1988Vol. 3(10), 46-50, October (2014) www.isca.in/IJSS/.../8.ISCA-IRJSS-

2014-173.pdfHal 46 59

Maung Aung Myoe. Building Tatmadaw: Myanmar Armed Forces Since 1948.2009

http://bookshop.iseas.edu.sg diakses pada 8 April 2015. Sejak junta militer memimpin militer,

perekrutan anak ke dalam militer mulai marak dilakukan.

Page 43: INDAH MUSTIKA-FISIP.pdf

34

untuk melawan kelompok-kelompok etnis bersenjata yang sedang

memperjuangkan status otonomi yang lebih besar dan hak-hak demokrasi.60

Hal ini menjelaskan bahwa Tatmadaw mempunyai kekhawatiran adanya

pergolakkan atau pertentangan yang lebih besar dari kelompok etnis bersenjata

untuk menggulingkan kekuasaannya dalam pemerintahan. Tatmadaw Kyi

melakukan upaya-upaya untuk menghadapi tantangan tersebut dan mulai

merancang kembali upaya untuk memperbesar dan memperluas pengaruh serta

kekuatan militernya. Jumlah personel militer Tatmadaw Kyi itu sendiri tidak

pernah diketahui secara pasti.61

Pada saat memegang kendali pemerintahan, Tatmadaw Kyi memiliki

tujuannya yang terkait dengan pembangunan nasional yang damai, modern dan

sejahtera dan juga pertahanan negara. Berdasarkan tujuan nasional ini Tatmadaw

mendeklarasikan misi organisasinya, yaitu:62

pertama, Tatmadaw berusaha

melibatkan pasukan tambahan demi meningkatkan kemampuan dan kekuatannya

yaitu untuk mewujudkan penyatuan Myanmar, kedaulatan nasional, dan

penyatuan solidaritas nasional; kedua, Tatmadaw berusaha melibatkan seluruh

rakyat pada angkatan militer untuk membentuk sistem pertahanan masyarakat

yang moderntanpa ada campur tangan pihak asing.

Ketiga, demi pembangunan berkelanjutan, Tatmadaw berkewajiban

mematuhi ketetapan konstitusi negara dan menjaga bangsa baru yang akan

60

Ibid, Hal 13 61

Child Soldiers International.Chance for Change: Ending The Recruitment and Use of Child

Soldiers in Myanmar. January 2013. 9 Marshallsea Road: London. Hal 14

62 Maung Aung Myoe. Building Tatmadaw: Myanmar Armed Forces Since 1948.2009

http://bookshop.iseas.edu.sg diakses pada 8 April 2015Hal 4

Page 44: INDAH MUSTIKA-FISIP.pdf

35

muncul di masa depan; keempat, dalam rangka berpartisipasi dalam

kepemimpinan politik nasional di masa depan, Tatmadaw memililki tugas untuk

melatih dan mengembangkan kekuatan pertahanan yang kuat pada bidang politik,

militer, ekonomi dan administarasi negara; kelima, Tatmadaw menjamin

kepentingan nasional, ekonomi, kebebasan dan kesetaraan serta keamanan warga

negara dengan selalu mengutamakan dan menjaga dua belas tujuan negara.

Dalam menjalankan peranannya di pemerintahan, Tatmadaw Kyi

melakukan perluasan dan penambahan power secara internal yaitu dengan

melakukan perekrutan anggota militernya guna menambahjumlah pasukan.

Perekrutan anggota militer ini menjadi momok tersendiri bagi negara Myanmar.

Tatmadaw Kyi melegalkan perekrutan anak untuk bergabung dalam angkatan

militernya yang kemudian sering disebut sebagai tentara anak.

Perekrutan tentaran anak oleh Tatmadaw Kyi ini dimulai tahun 1988

dengan berdasarkan kepada misi Tatmadaw untuk menguasai pemerintahan secara

menyeluruh. Tatmadaw Kyi mulai melakukan perekrutan untuk meningkatkan

jumlah personelnya dan menjadikan anak-anak di bawah umur sebagai sasaran

perekrutan.

3.2 Gambaran Umum Border Guard Forces

Seiring dengan kemerdekaannya, Myanmar tidak terlepas dari konflik

internal, salah satunya adalah adanya kelompok pemberontak dan perlawanan

terhadap rezim yang berkuasa di Myanmar. Kelompok-kelompok ini pada

umumnya terbentuk atas dasar kesamaan etnis yang mencari otonomi bagi

Page 45: INDAH MUSTIKA-FISIP.pdf

36

etnisnya. Kelompok pemberontak ini memiliki kekuatan masing-masing layaknya

kekuatan militer yang dimiliki oleh Tatmadaw Kyi.

Angkatan bersenjata non pemerintah ini memiliki tujuan untuk

mendapatkan otonomi dan hak demokrasi yang lebih besar dari rezim militer yang

berkuasa. Pada tahun 2009, terdapat beberapa kelompok militer pemberontak

yang melakukan gencatan senjata yang kemudian dikenal sebagai Border Guard

Forces (BGF). BGF ini merupakan kelompok militer yang melakukan perjanjian

gencatan senjata dengan rezim dan berada di bawah komando State Peace and

Development Council (SPDC).63

BGF ini terdiri dari beberapa kelompok militer pemberontak yang

berdomisili di berbagai daerah di Myanmar. Kelompok militer ini yaitu Karen

Peace Force (KPF), The Lasang Awng Wa Peace Grup (LAWPG), Karenni

National People’s Liberation Front (KNPLF), National Democratic Army-Kachin

(NDA-K), Kachin Defence Army (KDA), Kokang Region Provisional Leading

Committee, Shan State East (kota kecil Mongton dan Mongyawng), SSA-N dan

Lahu Militia Unit,64

Democratic Karen Buddhist Army (DKBA), Palaung State

Liberation Front (PSLF), Myanmar National Democratic Alliance Army

(MNDAA), Lahu Democratic Front (LDF).65

63

Child Soldiers International. Chance for Change: Ending The Recruitment and Use of Child

Soldiers in Myanmar. January 2013. 9 Marshallsea Road: London. Hal23 64

Human Rights Watch. 2002. “My Gun Was As Tall As Me” Child Soldiers inBurma.h

110.(http://www.hrw.org/reports/2002/burma/Burma0902.pdf)Diakses pada 8 September 2013

65Burma Centre for Ethnic Studies.The Border Guard Force: The Nedd to Reassess the Policy. Hal

1 http://www.burmalibrary.org/docs15/BCES-BP-15-BGF-red.pdf Diakses pada 19 Juni 2015

Page 46: INDAH MUSTIKA-FISIP.pdf

37

Selain itu, terdapat beberapa kelompok pemberontak lainnya yang tidak

melakukan gencatan senjata dan masih berasumsi bahwa rezim militer yang ada di

Myanmar sebagai musuh.

3.3 Perekrutan Anak Ke Dalam Tentara dan Pelanggaran HAM oleh

Tatmadaw Kyi dan Border Guard Forces

Praktek perekrutan anak ke dalam tentara yang dilakukan oleh Tatmadaw

Kyi dan Border Guard Forces telah berlangsung sejak kurangnya kuota personel

angkatan bersenjata dan tidak adanya prosedur perekrutan yang ketat. Anak-anak

menjadi target rekrut paling mudah karena mereka rentan akan tekanan dan

mudah dikelabui. Perekrutan dan penggunaan anak ke dalam tentara biasanya

terjadi pada anak-anak yang miskin dan tidak berpendidikan, yang mana rata-rata

dari mereka belum menyelesaikan sekolah.66

Pelanggaran berat terjadi pada proses perekrutan dan penggunaan tentara

anak. Monitoring and Reporting Mechanism (MRM) mengklasifikasikan 6

kekerasan yang tergolong pelanggaran berat terhadap anak yaitu pembunuhan dan

penyanderaan anak, perekrutan tentara anak, pemerkosaan atau kekerasan seksual

terhadap anak, penculikan anak, penolakan pemberian akses interavensi

kemanusiaan, penyerangaan sekolah dan rumah sakit.67

Pelanggaran berat ini

menentukan pelanggaran HAM yang terjadi di dalam Tatmadaw Kyi dan Border

Guard Forces. Kedua belah pihak antara Tatmadaw Kyi dan Border Guard Forces

berpeluang besar melakukan pelanggaran berat yang telah diklasifikasikan oleh

MRM tersebut.

66

Ibid h 25 67

http://www.unicef.org/protection/57929_57997.html diakses pada 8 Juli 2015

Page 47: INDAH MUSTIKA-FISIP.pdf

38

3.3.1 Perekrutan Anak Ke Dalam Tentara dan Pelanggaran HAM oleh

Tatmadaw Kyi

Mayoritas anak yang direkrut ke dalam tentara yaitu melalui proses

perekrutan desentralisasi atau dapat disebut dengan Unit Jaringan Perekrutan.68

Unit Jaringan Perekrutan akan melaporkan hasil rekrut kepada empat pusat

perekrutan utama yang dikomandoi oleh letnan kolonel atau kolonel. Sehingga

calon tentara tersebut dikirim ke pusat pelatihan militer melalui pusat utama

perekrutan.69

Unit Jaringan Perekrutan terdiri dari dua personel tentara yang dipimpin

oleh kapten atau mayor. Tugas Unit Jaringan Perekrutan adalah mencari calon

rekrut yang akan dijadikan tentara, mengatur dokumen calon tentara tersebut yang

kemudian diserahkan kepada Dewan Pemeriksaan Komandan Daerah dan

membawa mereka ke pusat perekrutan.70

Tatmadaw Kyi terus melancarkan perekrutan dengan cara intimidasi,

pemaksaan, dan janji-janji palsunya termasuk menjanjikan gaji yang besar kepada

anak di bawah umur sehingga anak-anak tersebut berkeinginan masuk menjadi

tentara. Pada saat terjadi kesepakatan di antara perekrut dengan anak-anak

tersebut maka selanjutnya mereka dikirim ke batalion atau pusat perekrutan

terdekat sebelum dikirim ke tempat pelatihan tentara Myanmar.71

68

Perekrutan ke dalam militer telah dilakukan melalui batalion yang disalurkan melalui ke pusat-

pusat perekrutan. Unit Jaringan Perekrutan ini diberi wewenang untuk merekrut calon tentara yang

nanti akan ditempatkan ke empat pusat perekrutan utama. 69

http://www.childsoldiers.org/user_uploads/pdf/undertheradarongoingrecruitmentanduseofchildre

nbythemyanmararmy23jan1525065.pdf diakses pada tanggal 12 Juni 2015 Hal 15 70

ibid 71

ibid

Page 48: INDAH MUSTIKA-FISIP.pdf

39

Cara lain yang dijalankan Tatmadaw Kyi adalah dengan memalsukan umur

anak-anak di bawah 18 tahun. Perekrut mengganti umur anak menjadi 18 atau di

atas 18 tahun dengan memalsukan dokumen registrasi di tempat perekrutan.

Selain itu perekrut juga mengubah biografi anak seperti mengubah nama orang

tua sehingga orang tua kesulitan mencari anaknya. Berdasarkan kajian Child

Soldiers International, pemalsuan umur terjadi di setiap tahap perekrutan.72

Anak-anak yang dipalsukan umurnya ini diperlakukan sama dengan

tentara dewasa lainnya. Perlakuan ini dialami selama masa pelatihan dan tugas di

lapangan. Anak-anak tersebut ditempatkan di situasi pertempuran yang mana

mereka digunakan untuk meledakkan ranjau darat, membawa senjata, dan

mengangkut barang dan persedian senjata.73

Situasi pertempuran bukan tempat yang kondusif bagi anak-anak yang

sedang berkembang. Anak-anak tersebut dilingkupi oleh ancaman kematian,

cidera dan menghadapi trauma fisik serta mental karena kurangnya pengalaman.

Keadaan ini mengganggu pertumbuhan anak secara normal. Menurut Konvensi

Hak-Hak Anak tahun 1989 Pasal 17 negara harus mengambil langkah legislatif,

administratif, sosial dan pendidikan untuk melindungi anak dari semua bentuk

kekerasan fisik dan mental serta cidera.74

Myanmar sudah seharusnya mengambil

langkah preventif dengan cara mengidentifikasi, melaporkan, memeriksa, hingga

72

Child Soldiers International. Chance for Change: Ending The Recruitment and Use of Child

Soldiers in Myanmar. January 2013. 9 Marshallsea Road: London. Hal18 73

http://www.childsoldiers.org/user_uploads/pdf/undertheradarongoingrecruitmentanduseofchildre

nbythemyanmararmy23jan1525065.pdf diakses pada tanggal 12 Juni2015 74

Konvensi Hak-Hak Anak Tahun 1989

Page 49: INDAH MUSTIKA-FISIP.pdf

40

merawat dan mengadili tindakan kekerasan yang dialami anak yang terkena

dampak konflik bersenjata.

Dalam situasi ini mereka mengalami pertempuran aktif. Tercatat, 10

korban meninggal dari 14 divisi yang ada di Myanmar. Selain itu, terdapat tiga

korban akibat terkena tembakan ranjau darat yang berasal dari kalangan anak

dibawah umur.75

Hak hidup seorang anak terancam. Banyak anak-anak yang

berada di depan pertempuran mengalami luka serius dan mematikan. Hidup

mereka terancam karena dituntut oleh keadaan dan komandan mereka. Dari

keadaan yang mencekam tersebut beberapa anak memilih untuk melarikan diri.

Sejumlah anak yang melarikan diri dari Tatmadaw Kyi akan ditangkap dan

ditahan di penjara. Anak-anak ini ditahan dengan orang dewasa. Di penjara pun

tidak lebih baik dari markas militer Myanmar. Di penjara, anak-anak yang

ditangkap karena melarikan diri tersebut mengalami pelecehan seksual sesama

tahanan, penyiksaan dan perlakuan buruk lainnya oleh staf penjara.76

Hal ini tentu melanggar hak asasi seorang anak. Berdasarkan kerangka

normatif internasional, Kovensi Hak-Hak Anak tahun 1989 Pasal 32 bahwa

negara mengakui untuk melindungi hak anak dari setiap pekerjaan yang mungkin

membahayakan fisik, mental serta moral pada anak.77

Sebagai bagian dari sistem

internasional yang mengakui legalitas konvesi tersebut, Myanmar turut

berkewajiban untuk menjamin hak-hak tersebut karena anak-anak merupakan

75

Forgotten future : child and armed conflict in burma

https://www.essex.ac.uk/armedcon/story_id/childrenandarmedconburma.pdf 76

Child Soldiers International. Chance for Change: Ending The Recruitment and Use of Child

Soldiers in Myanmar. January 2013. 9 Marshallsea Road: London. Hal21 77

Konvensi Hak-Hak Anak 1989

Page 50: INDAH MUSTIKA-FISIP.pdf

41

individu yang paling rentan menjadi korban eksploitasi pada situasi konflik

bersenjata yang terjadi di berbagai wilayah Myanmar.

Direktorat Kekuatan Militer bertanggung jawab untuk mengawasi

perekrutan tentara, termasuk juga mengawasi semua aspek yang berkaitan dengan

perekrutan angkatan bersenjata, seperti unit operasi perekrutan angkatan

bersenjata dan pusat rekrutmen. Tanggung jawab Direktorat Kekuatan Militer

adalah memenuhi kebutuhan perekrutan Tatmadaw Kyi dan persyaratan minimum

untuk direkrut. Dengan demikian, Direktorat Kekuatan Militer bersama dengan

Kantor Ajudan Jenderal merupakan titik fokus militer Myanmar untuk

mengimplementasikan larangan perekrutan di bawah umur.

Seorang perwira senior dari Direktorat Kekuatan Militer memimpin

Komite Pencegahan Rekrutmen Anak Bawah Umur ke dalam militer yang

didirikan pada tahun 2004.78

Namun kurangnya pemantauan nasional yang

sistematis di Myanmar dan dengan langkah-langkah terbatas telah gagal

mencegah perekrutan di bawah umur.Sejak tahun 2007, pemerintah Myanmar

telah mengambil tindakan disipliner terhadap 207 personel militer yang diduga

terlibat dalam perekrutan anak di bawah umur.79

Tindakan ini bertujuan untuk

menertibkan perekrutan tentara anak yang dilakukan oleh pihak di luar

pemerintahan Myanmar.

Laporan Sekretaris Jenderal PBB tahun 2012 tentang Anak-Anak dan

Konflik Bersenjata menyatakan bahwa laporan atau keluhan masyarakat tentang

perekrutan di bawah umur terus meningkat. Pada tahun 2010 terdapat 194 keluhan

78

http://www.childsoldiers.org/user_uploads/pdf/undertheradarongoingrecruitmentanduseofchildre

nbythemyanmararmy23jan1525065.pdf halaman 15 diakses pada tanggal 12 Juni 2015 79

ibid

Page 51: INDAH MUSTIKA-FISIP.pdf

42

dan meningkat menjadi 243 keluhan pada tahun 2011. Hingga 21 November 2012

International Labour Organization (ILO) telah menerima 237 keluhan. Keluhan-

keluhan ini seputar kesaksian masyarakat mengenai adanya perekrutan tentara

anak di lingkungannya. Dilihat dari bilangan tersebut, praktek perekrutan anak ke

dalam tentara masih saja dilaksanakan oleh Tatmadaw Kyi.80

Sejak ditandatanganinya Joint Action Plan pada Juni 2012, Tatmadaw

melakukan upaya pembebasan pada sejumlah anak. Tetapi di sisi lain, Tatmadaw

menutup akses bagi UNICEF dan pihak pemantau yaitu Country Task Force

untuk melakukan pengawasan secara internal. Joint Action Plan yang semula

menjadi titik terang kerjasama Myanmar dan UNICEF dalam penyelesaian

masalah tentara anak, secara terang-terangan tidak dipenuhi secara tetap oleh

Myanmar karena penutupan akses intervensi kemanusiaan. Penutupan akses ini

menghambat proses penyelesaian masalah tentara anak. Kemungkinan besar akan

terdapat lebih banyak lagi anak yang direkrut kedalam tentara anak sehingga

Tatmadaw enggan secara terbuka melaporkan dan diawasi oleh UNICEF.

Keadaan internal Myanmar yang bergejolak karena konflik antara

Tatmadaw dengan angkatan bersenjata non-pemerintah memberikan dampak

buruk bagi lingkungan. Persaingan kekuatan dalam perekrutan tenatara anak

diantara kedua belah pihak menjadikan masyarakat sipil sebagai korban.

Setidaknya 7 anak dibunuh dan 6 lainnya terluka, seorang bayi berusia 2 bulan

mengalami luka, 4 anak laki-laki dengan kisaran usia 13-17 tahun meninggal, 5

anak laki-laki usia 10-16 tahun terluka. Kerusakan fasilitas umum pun terjadi

80

Ibid

Page 52: INDAH MUSTIKA-FISIP.pdf

43

yakni beberapa sekolah dan rumah sakit dilaporkan mengalami kerusakan.

Laporan lainnya terkait dengan adanya kekerasan seksual terhadap anak dan

pemerkosaan anak perempuan berusia 14 tahun. 81

3.3.2 Perekrutan Anak Ke Dalam Tentara dan Pelanggaran HAM oleh

Border Guard Forces

Pada tahun 2011 untuk pertama kalinya, Sekretariat Jenderal PBB pada

laporannya bahwa BGF adalah yang ikut serta merekrut dan mengekploitasi anak

dalam konflik bersenjata.82

Bukti perekrutan anak yang dilakukan oleh BGF yaitu

dengan menjauhkan anak-anak dari program pelatihan bersama dengan Tatmadaw

Kyi untuk menyembunyikan fakta adanya perekrutan anak. Dalam konteks ini,

komandan BGF secara rutin melakukan pemaksaan dalam kegiatan perekrutan

anak, dengan mengabaikan prosedur verifikasi umur dan kurangnya kesadaran

standar internasional dan undang-undang domestik.83

Prosedur perekrutan anak oleh BGF bahwa BGF merekrut dalam jumlah

yang lebih sedikit dibandingkan dengan Tatmadaw Kyi. Banyak anak yang

bersedia menjadi relawan karena keluarganya tidak mendukung pilihannya. Anak-

anak tersebut ingin berpartisipasi pada sebuah pertempuran bersenjata atau

mereka ingin melawan kembali tentara-tentara yang telah menyerang keluarga dan

kampungnya demi nilai hak asasi manusia.84

81

https://childrenandarmedconflict.un.org/countries/Myanmar/ 82

Child Soldiers International. Chance for Change: Ending The Recruitment and Use of Child

Soldiers in Myanmar. January 2013. 9 Marshallsea Road: London. Halhal 24 83

Ibid, h 26 84

Human Rights Watch. 2007. Burma: Sold to be Soldiers, The Recruitment and Use of

ChildSoldiers in Burma.h 95. Diakses pada 7 September 2013

(http://www.hrw.org/sites/default/files/reports/burma1007webwcover.pdf)

Page 53: INDAH MUSTIKA-FISIP.pdf

44

Pada tahun 2010 program perekrutan paksa skala besar di dalam BGF

telah dimulai. Hal ini dipicu oleh menipisnya jumlah tentara akibat dari

pembelotan dan perintah dari Tatmadaw Kyi untuk membuang tentara dengan

umur lebih dari lima puluh tahun. Selama pemutihan tentara berdasarkan umur

ini, kehadiran calon tentara di bawah 18 tahun dipastikan dalam proses

perekrutan.85

Mayoritas anak-anak yang direkrut oleh BGF berasal dari kalangan

miskin, latar belakang pedesaan dan memiliki keterbatasan akses pendidikan.

Perekrutan oleh BGF sebagian besar dilakukan secara paksa. Ketika BGF gagal

mendapatkan calon rekrut di pedesaan, maka BGF memaksa agar warga pedesaan

membayar sebesar 30.000-50.000 Kyat. Keadaan ekonomi masyarakat yang

terbilang rendah dijadikan senjata oleh BGF untuk merekrut paksa tentara anak.

Para orang tua dan masyarakat diberikan pilihan yang bersifat dilematis. Di satu

sisi, harus menghindari anaknya agar tidak direkrut sebagai tentara , namun di sisi

lain jika hal tersebut tidak ingin terjadi, para orang tua dan masyarakat harus

memberikan uang dalam jumlah yang sangat besar dalam keadaan ekonomi yang

terhimpit. Paksaan yang dilakukan BGF seringkali menuntut warga pedesaan

untuk mengirim anak-anaknya sebagai rekrutan BGF demi tidak membayar denda

berupa uang.86

Dalam lingkungan militer yang mana wilayah tersebut mayoritas

masyarakat miskin, BGF memanfaatkan kekuasaan dan hak istimewanya untuk

85

Child Soldiers International.2013.Chance for Change: Ending the Recruitment and Use of Child

Soldiers in Myanmar. h 26. Diakses pada 7 September 2013. (http://www.child-

soldiers.org/research_report_reader.php?id=624) 86

Ibid h 28

Page 54: INDAH MUSTIKA-FISIP.pdf

45

mengekploitasi anak-anak di bawah umur. Penggunaan anak di bawah umur ini

tidak melalui proses verifikasi umur pada perekrutan oleh BGF. Beberapa anak

diberi identitas dewasa oleh pembelot pada saat proses perekrutan dan anak

tersebut resmi terdaftar sebagai tentara dewasa. Setelah direkrut anak-anak ini

dipekerjakan di BGF dengan peran yang sama seperti orang dewasa. Anak-anak

rekrutan ini ditugaskan sebagai kombatan, penjaga, dan tukang angkut.87

Hal

tersebut banyak terjadi dalam perekrutan anak kedalam angkatan bersenjata.

Identitas usia mereka dipalsukan dengan tujuan para perekrut mendapatkan

legalitas meskipun palsu.

87

Ibid hal 27

Page 55: INDAH MUSTIKA-FISIP.pdf

46

BAB IV

UPAYA UNICEF MELALUI JOINT ACTION PLAN DALAM MENGATASI

TENTARA ANAK DI MYANMAR TAHUN 2012-2013

4.1 Upaya Penanganan Masalah Tentara Anak di Myanmar Sebelum Joint

Action Plan

UNICEF melalui strategi yang telah dijelaskan sebelumnya menaruh

perhatian yang besar dalam penyelesaian masalah tentara anak. Strategi UNICEF

tersebut diimplementasikan melalui berbagai rancangan program. UNICEF

bersama dengan organisasi internasional lainnya melalukan koordinasi agar ada

kesinambungan tugas demi penyelesaian dan penghentian rekrutmen tentara anak

di Myanmar ini.

Permasalahan tentara anak yang menjadi sorotan UNICEF menyadarkan

Myanmar bahwa harus ada sistem yang mengontrol dan mengawasi proses

perekrutan tentara anak tesebut. Oleh karena itu, Myanmar mencanangkan

peraturan nasional yang disebut dengan Child Law. Inti dari Child Law adalah

instruksi No. 13/73 (1974), dan Committee for the Prevention Military

Recruitment of Underage Children yang menjelaskan bahwa usia di bawah 18

tahun belum cukup umur untuk direkrut menjadi seorang tentara.88

Child Law ini

secara praktis bertolak belakang dengan apa yang selama ini dilakukan oleh

Myanmar. Mengingat bahwa Child Law dan Committee for the Prevention

88

Coalition To Stop The Use of Child Soldiers, Myanmar: Report to the Committee on the Rights

of the Child in advance of the Examination of Myanmar’s Report on the Convention on the Rights

of the Child, h.5. [Jurnal Online] tersedia di www.child-

soldiers.org/user_uploads/pdf/Myanmarshadowreportfinalmay20116435831.pdf\; internet; diakses

pada tanggal 7 September 2013.

Page 56: INDAH MUSTIKA-FISIP.pdf

47

Military Recruitment of Underage Children ini dibuat oleh SPDC, maka hal ini

dapat dianggap sebagai kunci penting bagi penyelesaian masalah perekrutan

tentara anak di Myanmar. Adanya itikad baik dari Myanmar dalam pembuatan

Child Law ini pada awalnya menunjukkan keseriusan Myanmar untuk

menghentikan perekrutan tentara anak. Melalui kedua aturan tersebut, SPDC

membatasi kekuasaan dan kepentingannya dalam perekrutan tentara anak. Namun

pada akhirnya tidak secara benar diimplementasikan oleh Myanmar.

Penerapan Child Law di lapangan pada akhirnya tidak berjalan dengan

lancar. Hal ini disebabkan oleh sistem verifikasi usia seorang warga negara yang

tidak tepat sasaran. Pada umur 10 tahun seorang warga negara telah memenuhi

syarat untuk memiliki National Registration Card (NRC) sementara atau Kartu

Penduduk Sementara yang kemudian Kartu Penduduk tersebut menjadi permanen

pada usia 18 tahun. Namun pembuatan Kartu Penduduk sementara membutuhkan

biaya yang mahal yaitu sekitar 35.000 Kyat atau setara dengan US$40, dengan

biaya yang bervariasi sesuai dengan keadaan pemohon. Alasan lainnya adalah

jarak jauh yang ditempuh pemohon untuk membuat Kartu Penduduk ke kantor

pemerintah kota. Warga negara yang berdomisili di pedesaan banyak yang tidak

mendapat kartu penduduk sehingga pemalsuan usia mudah terjadi dan hal ini

beresiko meningkatnya praktek perekrutan secara paksa oleh militer Myanmar.89

Upaya penyelesaian tentara anak ini juga diformulasikan oleh PBB dengan

objek negara tidak hanya Myanmar. Upaya ini ditunjukkan melalui Resolusi

89

Child Soldiers International, Chance for Change: Ending the Recruitment and Use of Child

Soldiers in Myanmar, 2013, h. 17-18

Page 57: INDAH MUSTIKA-FISIP.pdf

48

Dewan Keamanan 1612 tahun 2005 yang disebut Children and Armed Conflict

Resolution. Resolusi ini bertujuan untuk melindungi hak-hak anak dalam keadaan

konflik bersenjata90

sekaligus berfungsi sebagai anjuran pada masyarakat

internasional untuk melapor jika mengetahui terdapat pelanggaran hak-hak anak

yang dijelaskan dalam resolusi ini.

Selanjutnya, selain adanya Child Law aturan terikat yang membahas

mengenai larang pengunaan anak dibawah umur ke dalam angkatan dan konflik

bersenjata adalah Konvensi Hak-Hak Anak Pasal 38 yang berisi tentang

perlindungan anak pada situasi konflik bersenjata termasuk perlindungan

keterlibatan anak pada pertempuran.91

Konvensi ini menuangkan gagasan yang

lebih spesifik bahwa larangan secara keras ditujukan bukan hanya kepada

tindakan perekrutan tentara anak, tetapi juga lebih spesifik pada penggunaaan

anak dalam konflik bersenjata.

Konvensi ini pun diratifikasi oleh Myanmar untuk melindungi hak anak.

Namun PBB dalam misinya meningkatkan perlindungan anak pada situasi konflik

bersenjata mengeluarkan Optional Protocol (Protokol Tambahan) yang hingga

sekarang protokol ini belum diratifikasi oleh Myanmar.92

Protokol Tambahan ini

memfokuskan pada undang-undang yang mengatur hak-hak anak khususnya

pengaturan hak-hak anak pada situasi konflik bersenjata. Optional Protocol on the

Rights of the Child (Protokol Tambahan pada Konvensi Hak-Hak Anak) yang

90

http://www.un.org/en/ga/search/view_doc.asp?symbol=S/RES/1612%282005%29 diakses pada

tanggal 17 Juni 2015 91

portal.mahkamahkonstitusi.go.id/.../2283fffa05d61c18b570ea8ae6e6e8e diakses pada tanggal 17

juni 2015 92

Child Soldiers International, Chance for Change: Ending the Recruitment and Use of Child

Soldiers in Myanmar, 2013, h.12

Page 58: INDAH MUSTIKA-FISIP.pdf

49

mulai berlaku tahun 2002 yang berisi tentang perluasan kewajiban negara untuk

mengakhiri perekrutan yang tidak legal dan penggunaan tentara anak. PBB

melakukan inisiasi protokol tersebut sebagai langkah lanjut untuk mengikat

Myanmar dalam aturan internasional dalam penyelesaian tentara anak di

negaranya.

Selain itu, perihal perlindungan anak juga tercantum pada International

Labour Organization Convention (Konvensi ILO) No. 182 yang berisi tentang

the Prohibition and Immediate Action for the Elimination of the Worst Forms of

Child Labour (Pelarangan dan Tindakan Segera Terhadap Penghapusan Bentuk

Pekerjaan Terburuk Pada anak). Konvensi ILO No. 182 ini berisi tentang

pelarangan perekrutan anak secara paksa atau diwajibkan, yang nanti anak

tersebut akan diikutsertakan ke dalam konflik bersenjata.93

Seperti yang

diprediksi, Myanmar tidak bersedia meratifikasi konvensi ini khususnya No. 182.

Myanmar menunjukkan respon tegas untuk menolak pelarangan dan penghapusan

bentuk pekerjaan terburuk pada anak. Penolakan Myanmar ini menjelaskan bahwa

pihaknya masih tetap melakukan perekrutan tentara anak.

Meskipun beberapa upaya tersebut telah dilakukan, nyatanya tidak

membuat Myanmar meminimalisir perekrutan tentara anak karena berdasarkan

laporan Country Task Force on Monitoring and Reporting bahwa dari April 2009

sampai Desember 2012, TatmadawKyi telah merekrut kurang lebih 448 anak di

bawah umur. Pada tahun 2009 jumlah anak yang direkrut sebanyak 148, tahun

93

http://www.ohchr.org/EN/ProfessionalInterest/Pages/OPACCRC.aspx diakses pada tanggal 18

April 2015

Page 59: INDAH MUSTIKA-FISIP.pdf

50

2011 sebanyak 63 dan tahun 2012 setidaknya ada 18 anak. Sedangkan 67 kasus

perekrutan dilakukan sebelum adanya kesepakatan mekanisme pelaporan. Untuk

sisanya ada 135 kasus namun informasi mengenai periode perekrutan tidak

tersedia. Disamping itu sedikitnya 12 kasus perekrutan di bawah umur juga

dilaporkan kepada Country Task Force on Monitoring and Reporting pada tahun

2012.94

Hal inilah yang kemudian mendasari UNICEF untuk melakukan

pembaharuan Joint Action Plan yang telah ada sejak 2007 dan melakukan

negosiasi kembali dengan Myanmar.

Pada akhirnya, Myanmar bersedia menandatangani Joint Action Plan

tersebut pada bulan Juni 2012. Penandatanganan Joint Action Plan ini dipimpin

oleh UNICEF dan dihadiri oleh Special Representative on Children and Armed

Conflict untuk berkomitmen mengakhiri dan mencegah kembali perekrutan dan

penggunaan anak-anak dikelompok militer Tatmadaw Kyi dan BGFs. Kedua belah

pihak sepakat untuk dapat mengatasi masalah ini selama 18 bulan setelah

perencanaan ditandatangani.95

Joint Action Plan ini ditandatangani di ibukota Nay Pyi Taw oleh Mayor

Jenderal Ngwe Thein (Kepala Direktorat Kekuatan Militer dari Kementerian

Pertahanan), Mayor Jenderal Tin Maung Win (Wakil Ajudan Jenderal angkatan

bersenjata Myanmar), Koordinator kependudukan PBB di Myanmar, Ashok

Nigam dan Perwakilan PBB yaitu Mr. Ramesh Shrestha. Penandatanganan ini

94

http://daccess-dds-ny.un.org/doc/UNDOC/GEN/N13/283/64/PDF/N1328364.pdf?OpenElement

diakses pada tanggal 7 Mei 2014 95

http://daccess-dds-ny.un.org/doc/UNDOC/GEN/N13/283/64/PDF/N1328364.pdf?OpenElement

diakses pada tanggal 8 Mei 2014

Page 60: INDAH MUSTIKA-FISIP.pdf

51

disaksikan oleh Letnan Jenderal Hla Min, dan Radhika Coomaraswamy,

Perwakilan Khusus Sekretaris Jenderal PBB perihal anak dan konflik bersenjata.96

Penandatanganan Joint Action Plan ini menandakan adanya itikad baik

dari Myanmar untuk bekerjasama menghentikan dan mencegah perekrutan tentara

anak. Kedua belah pihak menyetujui sejumlah gagasan dalam Joint Action Plan

yang akan mempercepat penyelesaian masalah tenatara anak.

4.2 Upaya UNICEF Melalui Joint Action Plan Dalam Mengatasi Perekrutan

dan Penggunaan Anak Ke Dalam Tentara

Penandatanganan Joint Action Plan pada tahun 2012 seperti yang telah

dijelaskan sebelumnya merupakan titik pencerahan untuk penyelesaian perekrutan

tentara anak di Myanmar yang telah berlangsung sejak lama.UNICEF dan

Country Task Force on Monitoring and Reporting (CTFMR) yang terdiri dari

beberapa badan-badan khusus dan agen-agen khusus PBB yaitu United Nations

Development Programme (UNDP), United Nations High Commissioner for

Refugees (UNHCR), United Nations Office for the Coordination of Humanitarian

Affairs (UNOCHA), United Nations Population Fund (UNFPA), World Food

Programme (WFP), dan International Labour Organization (ILO), United

Nations Education, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO), Save the

Children sepakat untuk bekerja sama dengan Myanmar bahwa anak tidak

seharusnya dan tidak akan lagi menjadi sasaran rekrut oleh Tatmadaw Kyi dan

BGFs.97

96

Myanmar and UN sign landmark plan of action to release children from armed forces

http://www.unicef.org/media/media_65180.html 97

http://www.unicef.org/media/media_65180.html diakses pada tanggal 19 Maret 2014

Page 61: INDAH MUSTIKA-FISIP.pdf

52

Kedua belah pihak juga setuju untuk melakukan pembebasan anak dari

tentara dan mengembalikan anak-anak tersebut kepada keluarga dan

komunitasnya sehingga mereka dapat melakukan aktivitas anak pada umumnya,

seperti sekolah dan merasakan hidup yang layak. Karena aktivitas militer yang

melibatkan anak di bawah umur merupakan pelanggaran HAM berat termasuk

penculikan, pelecehan, dan kekerasan yang terjadi di dalamnya.

Joint Action Plan ini merupakan kepanjangan tangan program UNICEF

untuk segera menyelesaikan masalah tentara anak di Myanmar secara khusus.

Penandatanganan Joint Action Plan ini bersifat prospektif dalam menengahi

segala bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia secara khusus yang terjadi pada

anak di bawah umur. Di dalam kerangka Joint Action Plan ini UNICEF

menerapkan strateginya untuk melakukan reintegrasi tentara anak dan

bekerjasama dengan berbagai organisasi internasional untuk turut serta membantu

dalam rangka penghentian perekrutan tentara anak. Dalam Joint Action Plan ini

pula ditekankan bahwa Myanmar harus bersedia dipantau dan diawasi segala

bentuk kegiatan di dalam angkatan militernya. Hal ini tentunya menunjukkan

bahwa Joint Action Plan bekerja sebagai kerangka dan sekaligus media bagi

upaya UNICEF.

Sebagai organisasi internasional, UNICEF memiliki tanggung jawab besar

tidak hanya memonitor permasalahan tentara anak tetapi juga untuk

menyelesaikan kemudian mencegah kembali perekrutan tentara anak di negara

anggotanya. Upaya UNICEF dalam masalah tentara anak menentukan prospek

kehidupan yang bersifat humanis dan manusiawi bagi anak di bawah umur.

Page 62: INDAH MUSTIKA-FISIP.pdf

53

Terdapat hak-hak yang sudah seharusnya diperoleh oleh anak di bawah umur

untuk hidup layak, bebas dari ancaman, berpendidikan dan mendapat

perlindungan.

Peristiwa-peristiwa perekrutan, penggunaan, pembunuhan, penculikan

anak merupakan bukti bahwa terjadi pelanggaran hak asasi manusia secara masif

di Myanmar. Perampasan hak individu selalu menjadi pusat perhatian

internasional karena isu kemanusiaan bersifat universal. Keamanan kemanusiaan

sudah menjadi tanggung jawab bersama masyarakat internasional sehingga

penyelesaian masalah kemanusiaan ini memerlukan campur tangan pihak lain

diluar negara.

Seperti yang dijelaskan dalam konsep Human Security bahwa Human

Security ini mencakup adanya jaminan kehidupan dengan adanya hak asasi terkait

dengan sosial, politik, ekonomi, hak memperoleh pendidikan, kesehatan dan

keamanan. Pelanggaran dan kekerasan yang terjadi di Myanmar secara jelas

menunjukkan bahwa jaminan hidup masyarakat Myanmar masih tergolong kritis.

Keadaan Myanmar secara internal tidak menyediakan rasa aman dan sejahtera

bagi rakyatnya. Secara dominan, masyarakat akan selalu merasa terancam dengan

kekerasan dan pelanggaran yang sering terjadi. Disaat yang bersamaan, prospek

Myanmar untuk menjadi negara yang aman dan jauh dari konflik belum terwujud.

Adanya rasa tidak aman dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat dan

bernegara di Myanmar menghasilkan suatu pola pelanggaran Hak Asasi Manusia.

Negara sebagai penyelenggara pemerintahan sudah seharusnya menjamin hak

Page 63: INDAH MUSTIKA-FISIP.pdf

54

asasi manusia rakyatnya bukan menjadi sumber dari pelanggaran hak asasi

manusia itu sendiri.

Penegakkan Human Security ini tentunya tidak dapat dilakukan secara

paksa. Kekuatan militer dan senjata bukan cara terbaik untuk menerapkan Human

Security. Perlu adanya kepanjangan tangan aktor internasional, misalnya

organisasi internasional untuk ikut serta menyelesaikan masalah kemanusiaan

yang universal ini. Korban dari kekerasan dan pelanggaran di Myanmar memang

bersifat individual, tetapi konsep Human Security menegaskan bahwa

kemanusiaan bersifat People-Centred, namun bukan berarti penyelesaiannya pun

bersifat individualis.

Kajian ini memfokuskan kembali poin penting upaya UNICEF sebagai

organisasi internasional. Seperti yang dijelaskan dalam kerangka pemikiran,

organisasi internasional memiliki 3 fungsi yaitu salah satunya sebagai aktor.

Dalam sistem internasional, aktor memegang peran penting untuk menjalankan

hubungan dengan aktor lainnya. Eksistensi dan tindakan aktor dalam sistem

internasional; dalam hal ini adalah organisasi internasional, tidak terlepas dari

tujuan organisasi tersebut.

Dilihat dari tujuannya, UNICEF memiliki tujuan besar yakni mereformasi

standar kualitas hidup anak-anak khususnya di negara berkembang sesuai dengan

isi yang tertera pada Konvensi Hak-Hak Anak 1989. UNICEF juga memiliki

otoritas yang bersifat persuasif untuk secara mendasar mempengaruhi proses

formulasi kebijakan atau keputusan pemerintah suatu negara. Selain permasalahan

Page 64: INDAH MUSTIKA-FISIP.pdf

55

anak, tujuan UNICEF lainnya yang memiliki kesinambungan secara kuat terhadap

kehidupan anak-anak adalah bekerja menangani masalah kemiskinan, kekerasan,

dan diskriminasi.98

Peranannya sebagai aktor internasional, tidak menjadikan UNICEF

mengabaikan keberadaan dan pengaruh negara anggotanya, hal inilah yang

dilakukan secara jelas oleh UNICEF dalam mencetuskan Joint Action Plan yang

juga ikut dipelopori oleh Country Task Force. Dalam menjalankan perannya,

UNICEF merekomendasikan bahkan mengikat anggotanya untuk melakukan

tindakan atau memformulasi kebijakan yang sesuai dan sejalan dengan tujuan

UNICEF itu sendiri melalui peraturan-peraturan yang mengikat. Mekanisme yang

biasanya dilakukan adalah melalui pembentukan resolusi, yakni permasalahan

tentara anak.

Joint Action Plan yang dijalankan oleh UNICEF merupakan salah satu

cara untuk mengikat Myanmar secara hukum internasional agar taat pada norma

dan hukum internasional terkait dengan masalah tentara anak. Hal ini didasarkan-

pihak yang terlibat didalamnya. Joint Action Plan tidak hanya kerangka yang

bersifat regional tetapi global bagi setiap permasalahan, secara khusus dalam

masalah ini adalah perekrutan tentara anak. Pihak-pihak yang menandatangani

kerangka tersebut memiliki kewajiban yang mengikat untuk patuh pada ketentuan

yang ada. Joint Action Plan ini bertujuan untuk mencegah perekrutan anak di

bawah umur oleh angkatan militer Myanmar dan juga untuk melakukan

pembebasan serta identifikasi para anak. Pemerintah Myanmar telah setuju untuk

98

About UNICEF: Who we are, http://www.unicef.org/about/who/index_introduc

tion.html

Page 65: INDAH MUSTIKA-FISIP.pdf

56

memfasilitasi proses untuk mencari penyelesaian perekrutan tentara anak oleh

BGFs.99

Terdapat beberapa ketentuan atau mekanisme yang ada dalam Joint Action

Plan,100

yaitu mengidentifikasi semua anak di dalam angkatan bersenjata

Tatmadaw dan memastikan pembebasan tanpa syarat, memfasilitasi reintegrasi

anak yang dilepaskan dari Tatmadaw pada keluarga dan masyarakat,

memfasilitasi proses untuk mengakhiri perekrutan anak-anak oleh Non-State

Armed Groups atau BGFs, mengambil langkah-langkah tepat untuk meningkatkan

perlindungan terhadap seluruh anak yang terkena dampak konflik bersenjata,

mengambil langkah-langkah pencegahan untuk kedepannya dari Tatmadaw dan

mengambil tindakan terhadap mereka yang terlibat dalam perekrutan anak di

bawah umur, meningkatkan kesadaran bagi Tatmadaw dan masyarakat umum

terhadap isi dari ini, termasuk melaporkan perekrutan anak-anak ke dalam tentara

Myanmar melalui telpon hotline yang tersedia, serta memfasilitasi kerja PBB dan

Country Task Force on Monitoring and Reporting (CTFMR) dalam

mengimplementasikan Joint Action Plan.

Selama masa rezim militer, angkatan bersenjata di Myanmar kurang lebih

telah merekrut 5.000 anak di bawah umur.101

Semenjak penandatanganan Joint

Action Plan, dilaporkan bahwa jumlah anak yang direkrutsepanjang tahun 2012

99

http://www.iseas.edu.sg/documents/publication/iseas_perspective2013_52-

prospects_for_ending_child_soldiering_in_Myanmar1.pdf 100

http://www.unicef.org/Myanmar/media_20449.html diakses pada tanggal 19 Maret 2014 101

http://uscampaignforburma.org/about-burma/conflict-and-human-rights/child-

soldiers.htmldiakses pada 3 Juli 2015

Page 66: INDAH MUSTIKA-FISIP.pdf

57

sebanyak 167 anak102

dan sepanjang tahun 2013 setidaknya sebanyak 723 anak

yang mana 474 diantaranya berada dibawah Joint Action Plan.103

Angka ini

memang tidak lebih masif dari perekrutan yang terjadi di Republik Afrika

Selatan.Terdapat 6.000 anak berhasil direkrut oleh angkatan bersenjata Republik

Afrika Selatan.104

Melalui Joint Action Plan ini, Tatmadaw Kyi membebaskan 68 tentara

anak pada 7 Agustus 2012, pembebasan dalam jumlah terbesar dari 4 proses

pelepasan sejak Joint Action Plan disetujui untuk mengakhiri perekrutan anak

dibawah umur.105

Selanjutnya, Tatmadaw Kyi juga membebaskan pekerja yang

direkrut di bawah umur sebanyak 42 orang dan telah dipulangkan di bawah

kerangka Joint Action Plan pada September 2012. Sementara 45 orang

dipulangkan di bawah mekanisme pengaduan tenaga kerja yang diselenggarakan

oleh ILO.

102

http://www.hrw.org/news/2013/05/28/briefing-security-council-working-group-children-and-

armed-conflict-regarding diakses pada 3 Juli 2015

103http://www.childsoldiers.org/user_uploads/pdf/undertheradarongoingrecruitmentanduseofchildr

enbythemyanmararmy23jan1525065.pdf diakses pada tanggal 12 Juni 2015 Hal 10

104http://www.unicefusa.org/mission/emergencies/conflict/central-african-republic diakses pada 3

Juli 2015

105http://www.child-soldiers.org/news_reader.php?id=696 diakses pada 18 Juni 2015

Page 67: INDAH MUSTIKA-FISIP.pdf

58

106

Pada Oktober 2012, CTFMR menyerahkan 25 kasus baru perekrutan anak

di bawah umur yang diterima melalui mekanisme pengaduan ILO kepada senior

perhubungan angkatan bersenjata negara dalam hal verifikasi yang berada di

bawah kerangka Joint Action Plan. Selain itu, pemerintah Myanmar juga telah

menolak 538 calon anggota baru pada tahap penyaringan karena para calon

anggota tersebut termasuk di bawah umur.107

Terdapat 66 anak yang telah

dibebaskan dari pemerintah dalam 6 bulan antara 2012 sampai 2013.108

Pada

106

http://metro.co.uk/2013/03/18/forced-into-fighting-the-battle-to-rid-burma-of-its-child-soldiers-

3525856/ diakses pada 8 Juli 2015 107

http://childrenandarmedconflict.un.org/countries/Myanmar/?contentonly=1 diakses pada tanggal

7 Mei 2014 108

Burma: Failing to Demobilize Child Soldiers

www.hrw.org/news/2013/05/28/burma-failing-demobilize-child-soldiers

Page 68: INDAH MUSTIKA-FISIP.pdf

59

Agustus 2013, Tatmadaw membebaskan sekitar 68 anak.109

Kemudian tahun 2013

tepatnya pada bulan Februari, 24 anak telah dikembalikan ke keluarganya.110

Tertutupnya informasi dan akses dari angkatan bersenjata militer terhadap

UNICEF dan CTFMR mempersulit proses perolehan data untuk melakukan

ulasan laporan perkembangan perekrutan tentara anak di Myanmar.

Setelah pelepasan sejumlah anak tersebut, UNICEF dan CTFMR kembali

mendapatkan tantangan untuk menyelesaikan masalah tentara anak ini. Pasalnya,

Tatmadaw menolak entitas PBB yang tergabung dalam Country Task Force untuk

melakukan pengawasan ke daerah basis militer mengenai verifikasi usia dan

demobilisasi.111

Tindakan Tatmadaw ini menunjukkan bahwa komitmen

Myanmar untuk menyelesaikan masalah tentara anak di bawah kerangka Joint

Action Plan tidak secara utuh diimplementasikan.

Upaya UNICEF dalam kerangka Joint Action Plan tidak terbatas pada

pembebasan dan penghentian perekrutan tentara anak saja, tetapi secara lebih jauh

upaya UNICEF ini juga dibutuhkan dalam proses reintegrasi anak-anak tersebut

dan pemulihan keadaan hidup mereka sebagai anak-anak pada umumnya. Pasca

pembebasan tentara anak di bawah Joint Action Plan, langkah UNICEF

selanjutnya adalah melakukan pemulihan secara psikologis dengan memberikan

konseling. Hal ini juga didukung oleh Save the Children. Organisasi Save the

Children ini bekerjasama dengan UNICEF dalam menyediakan pelatihan dasar

109

Child soldiers released under Joint Action Plan, http://www.mmtimes.com/index.php/national-

news/7762-child-soldiers-released-under-joint-action-plan.html 110

http://daccess-dds-ny.un.org/doc/UNDOC/GEN/N13/283/64/PDF/N1328364.pdf?OpenElement

diakses pada tanggal 8 Mei 2014 111

http://uscampaignforburma.org/images/documents/Burma_Non-

compliant_in_Child_Soldiers.pdf

Page 69: INDAH MUSTIKA-FISIP.pdf

60

bagi anak-anak. Selain itu, UNICEF juga bekerjasama dengan ILO untuk melatih

mantan tentara anak dan kelompok rentan lainnya dalam praktek bisnis secara

dasar dan keterampilan yang menghasilkan uang.112

Pada Agustus 2013, seperti yang tertera pada strategi UNICEF dalam

menyelesaikan masalah tentara anak, Myanmar dianjurkan untuk meningkatkan

sistem pencatatan kelahiran atau Birth Registration sebagai langkah kunci untuk

mencegah perekrutan di masa depan dan penggunaan anak-anak ke dalam

militer.113

Sistem Birth Registration ini bertujuan untuk memperketat pengawasan

terhadap anak dibawah umur yang akan dicatat secara legal dan mendapatkan

perlindungan hukum. Upaya ini nampaknya sebagai langkah melindungi anak-

anak dari perekrutan atau dari pemalsuan identitas usia mereka agar terhindar dari

perekrutan tentara anak yang marak terjadi.

Upaya yang diambil oleh UNICEF melalui Joint Action Plan ini

setidaknya dapat membuat Direktorat Kekuatan Militer pada Oktober 2012

mengeluarkan arahan yang berisi langkah-langkah untuk implementasi dari Joint

Action Plan. Arahan ini termasuk prosedur untuk mengidentifikasi dan

memverifikasi usia perekrutan, penyediaan kerangka waktu untuk prosedur yang

akan dilaksanakan dan menetapkan langkah-langkah yang akan diambil terhadap

pihak-pihak yang gagal mematuhi arahan dan masih melanjutkan proses

perekrutan anak-anak.

112

External News Child Soldiers: Graduating From the School of Hard Knocks Isn’t Easy

http://www.child-soldiers.org/news_reader.php?id=731 113

http://www.child-soldiers.org/news_reader.php?id=724Press ReleaseMyanmar: Step up efforts

to end & prevent child recruitment, implement Working Group recommendations

Page 70: INDAH MUSTIKA-FISIP.pdf

61

Pada prosesnya, Joint Action Plan tidak berjalan sesuai mekanisme karena

pemerintah Myanmar tidak konsisten dalam menjalankan rencana tersebut. Pada

tahun 2013, Tatmadaw Kyi membentuk Dewan Pengawasan di 14 daerah perintah

militer untuk memberikan pelaporan data perekrutan militer dalam batalion. Akan

tetapi, tidak ada publikasi secara umum mengenai hal tersebut sehingga tidak

terdapat bukti yang menunjukkan bahwa Dewan Pengawasan telah benar-benar

melakukan penolakan terhadap proses perekrutan yang berpotensial terjadi.114

Tatmadaw seolah membentuk sistem pertahanan yang tertutup agar

kegiatan perekrutan tentara anaknya tidak diintervensi oleh UNICEF.

Ketidakterbukaan Tatmadaw dalam melaporkan kegiatan perekrutan tentara anak

ini bertolak belakang dengan isi dari Joint Action Plan bahwa pemerintah

Myanmar akan bersedia memberikan akses UNICEF dan badan lainnya untuk

melakukan pemantauan kegiatan perekrutan tentara anak.

4.3 Hambatan UNICEF Dalam Pengimplementasian Joint Action Plan di

Myanmar

Tidak berbeda dari proses penerapan hasil negosiasi antara dua pihak

selalu menemukan hambatan. Begitu pula yang terjadi dengan Joint Action Plan.

Diawali dengan persetujuan kedua belah pihak yang berjalan lambat hingga

memerlukan waktu negosiasi selama 5 tahun. Selama itu, Pemerintah Myanmar

menolak untuk menandatangani Joint Action Plan terkait penyelesaian perekrutan

tentara anak. Negosiasi ini berjalan sangat alot namun kemudian membuahkan

114

Press Release Myanmar: Further steps needed to end army’s recruitment and use of children

http://www.child-soldiers.org/news_reader.php?id=803

Page 71: INDAH MUSTIKA-FISIP.pdf

62

hasil pada bulan Juni 2012, UNICEF dan pemerintah Myanmar sepakat untuk

menyelesaikan masalah perekrutan tenatar anak dalam kerangka Joint Action Plan

ini.

Hambatan selanjutnya adalah adanya konflik internal yang masih bergulir

sehingga fokus pemerintah Myanmar tidak lagi pada penghentian perekrutan

tetapi sebaliknya, yaitu memperluas perekrutan dengan tujuan memperbesar

kekuatan militer mereka guna melawan pihak pemberontak. Momentum konflik

internal ini mengakibatkan banyak kerugian secara nasional karena infrastruktur

mengalami kerusakan, terjadi pelanggaran HAM, dan stabilitas keamanan negara

semakin terganggu. Pemerintah Myanmar masih terfokus pada upaya pencapaian

kekuasaan secara masif di Myanmar daripada pihak pemberontak. Terlebih lagi

Tatmadaw dan BGFs secara aktif masih melakukan invasi dan gerilya untuk

memperluas kekuasaan geopolitik.

Selain secara konflik internal, hambatan penerapan Joint Action Plan juga

datang dari sistem peraturan di Myanmar yang belum secara konsisten dijalankan

dan dipertimbangkan secara matang. Joint Action Plan merupakan suatu upaya

melakukan penghentian perekrtuan tentara anak dan juga mencegah terjadi

kembali perekrutan di masa yang akan datang. Pemerintah Myanmar pernah

menerapkan sistem kepemilikan kartu penduduk untuk anak usia 10 tahun, hal ini

bertujuan agar ada legalitas yang melindungi hak mereka hidup sebagai anak.

Namun demikian, pada penerapannya terdapat hambatan secara teknis

yakni terkait dengan biaya pembuatan kartu juga jarak masyarakat daerah ke pusat

Page 72: INDAH MUSTIKA-FISIP.pdf

63

kota, sehingga masyarakat lebih memilih tidak memiliki kartu tersebut. Hal ini

sering menyebabkan adanya pemalsuan usia oleh Tatmadaw Kyi ataupun BGFs

sehingga kedua pihak ini memiliki legalitas untuk merekrut anak menjadi tentara.

Pengaruh kuat yang dimiliki oleh Tatmadaw di Myanmar harus diakui

memang belum bisa dihentikan. Dalam prosesnya, Tatmadaw menjalankan roda

pemerintahan secara otoriter. Hal inilah yang menyebabkan intervensi UNICEF

sebagai organisasi internasional belum bisa membawa perubahan yang berarti.

Berbenturan dengan prinsip otoriter yang dianut oleh pemegang kekuasaan di

Myanmar, Joint Action Plan pun seolah mengalami kebuntuan sebelum tahun

2012.

Setelah penandatangan Joint Action Plan pada Juni 2012, harapan yang

lebih prospektif muncul dari UNICEF untuk dapat menghentikan perekrutan

tentara anak dan mencegah perekrutan kembali di masa yang akan datang. Namun

harapan ini tidak berlangsung lama, meskipun Tatmadaw dan BGFs melakukan

pembebasan tentara anak dan mengembalikan mereka pada keluarga masing-

masing, implementasi Joint Action Plan ini terbentur dengan adanya penutupan

akses yang dilakukan oleh pemerintah Myanmar. Salah satu poin dari Joint Action

Plan adalah memberikan akses pada UNICEF dan CTFMR untuk melakukan

pengawasan, namun hal ini yang secara terang-terangan dilanggar oleh Myanmar.

Pemerintah Myanmar tetap melakukan pembebasan tentara anak secara

bertahap namun juga tetap tidak membuka akses bagi pengawasan dari UNICEF.

Hal ini menunjukkan bahwa masih ada proses perekrutan yang dilakukan

Page 73: INDAH MUSTIKA-FISIP.pdf

64

Myanmar dibalik tindakan menutup diri tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa

Joint Action Plan secara implementasi sudah efektif karena mampu membuat

Myanmar membebaskan tentara anak meksipun bertahap. Namun secara regulasi,

belum bisa mengikat dan memberikan efek jera terhadap Myanmar jika masih

melakukan perekrutan dan melakukan pelanggaran terhadap Joint Action Plan

sehingga Myanmar secara mudah menutup akses untuk pengawasan dari

UNICEF.

Page 74: INDAH MUSTIKA-FISIP.pdf

65

BAB V

KESIMPULAN

Keadaan internal suatu negara biasanya berdampak pada sistem kehidupan

berbangsa dan bermasyarakat di dalamnya. Dampak ini dapat mengarah pada

penerapan sistem yang bertentangan dengan asas Hak Asasi Manusia, lebih jauh

lagi dapat berdampak pada terjadinya pelanggaran. Keadaan internal Myanmar

yang bergejolak dengan konflik internal menyulut permasalahan lain. Ketegangan

yang terjadi menuntut adanya keseimbangan kekuatan secara personel dan militer.

Hal ini terjadi di Myanmar karena Tatmadaw masih berupaya agar menjadi satu-

satunya kekuatan militer di ranah politik.

Keadaan ini menuntut Tatmadaw untuk melakukan penguatan angkatan

militernya salah satunya dengan memperbanyak personel militernya, tidak

terkecuali kalangan anak-anak. Setelah memberlakukan perekrutan tentara anak

selama beberapa tahun, Myanmar menarik perhatin UNICEF yang fokus pada

masalah anak. Proses rekrutmen yang dilakukan angkatan militer Myanmar diikuti

oleh adanya tindak kekerasan dan pelanggaran HAM.

UNICEF bertanggung jawab untuk segera menyelesaikan permasalahan

ini dengan mencanangkan kerangka Joint Action Plan. Kerangka ini dijalankan

pada tahun 2012 dengan tujuan menghentikan proses rekrutmen tentara anak dan

juga mencegah terjadi perekrutan kembali. Namun implementasi tujuan ini

terhambat karena Myanmar secara sadar membatasi ruang gerak UNICEF untuk

mengawasi proses perekrutan tentara anak yang ada di dalam sistem birokrasi

Page 75: INDAH MUSTIKA-FISIP.pdf

66

Tatmadaw itu sendiri. Pada kesimpulannya, UNICEF dibantu oleh beberapa

organisasi internasional lainnya menjalankan beberapa program diawali dengan

pemberian arahan agar Myanmar membebaskan tentara anak, pemulihan pasca

pembebasan tahun 2012-2013 dalam bentuk konseling dan pelatihan. Hal ini

dilatarbelakangi oleh kesadaran UNICEF dan CTFMR bahwa harus ada

pemulihan secara psikologis terlebih dahulu bagi anak-anak mantan tentara

tersebut. Hingga dengan pembatasan periode pada kajian ini, Joint Action Plan

berjalan dalam keterbatasan karena penutupan diri Myanmar terhadap

pengawasan UNICEF.

Page 76: INDAH MUSTIKA-FISIP.pdf

67

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Baylis, John, Steve Smith, Patricia Owens. 2008. The Globalization of World

Politics: An Introduction to International Relations. New York: Oxford

University Press

Beigbeder, Yves. 2001. New Challenges for UNICEF: Children, Women, and

Human Rights. New York: Palgrave Macmillan

Child Soldiers International. 2012. Louder Than Words: An Agenda For Action

To End State Use of Child Soldiers. London: Child Soldiers International

Couloumbis, Theodore A dan James H Wolfe. 1986. Pengantar Hubungan

Internasional: Keadilan dan Power /Introduction to International

Relations: Power and Justice diterjemahkan oleh Macedes Marbun.

Bandung: Abardin.

Holsti, K.J. 1988. Politik Internasional: Kerangka untuk Analisis/International

Politics: A Framework for Analysis Fourth Edition diterjemahkan oleh M.

Tahir Azhary. Jakarta: Erlangga.

Konvensi Hak-Hak Anak yang Disetujui oleh Majelis Umum PBB pada Tanggal

20 November 1989

Mohsin, Aiyub.2009.Diktat Organisasi dan Administrasi Internasional.Jakarta

Nazir, Moh. 2005. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia

Verloren, Ada, ed;Peggy Kahn. 2009. Global Organization: The United Nations

Children’s Fund (UNICEF).New York:Chelsea Public House

Buku, Jurnal dan Artikel Online

Alkire, Sabina, Centre for Research on Inequality, Human Security and Ethnicity,

CRISE.2003.Working Paper 2: A Conceptual Framework for Human

Security. Diakses pada 2 Mei 2015

(http://www3.qeh.ox.ac.uk/pdf/crisewps/workingpaper2.pdf)

Archer, Clive.2001. International Organization Third Edition. Diakses pada 10

September 2013. (http://en.bookfi.org/book/1030183)Asian Human Rights

Commission.2009.Burma: Amend The Child Law. Diakses pada 24

Oktober 2013.(http://www.humanrights.asia/news/ahrc-news/AHRC-

STM-208-2009/?searchterm=)

Berg, Bruce L.2001.Qualitative Research Methods For The Social Sciences

Fourth Edition. Diakses pada 1 Januari 2014.

(http://en.bookfi.org/book/1201445)

Page 77: INDAH MUSTIKA-FISIP.pdf

68

Child Soldiers International.2013.Chance for Change: Ending the Recruitment

and Use of Child Soldiers in Myanmar. Diakses pada 7 September

2013.(http://www.child-soldiers.org/research_report_reader.php?id=624)

Child Soldiers International.External News Child Soldiers: Graduating From the

School of Hard Knocks Isn’t Easy. Diakses pada 17 Juni

2015(http://www.child-soldiers.org/news_reader.php?id=731)

Child Soldiers International.External News Child Soldiers Released Under Joint

Action Plan Sourcr: Myanmar Times. Diakses pada 17 Juni 2015

(http://www.child-soldiers.org/news_reader.php?id=696)

Child Soldiers International.Press Release Myanmar: Further Steps Needed to End

Army’s Recruitment and Use of Children. Diakses pada 17 Juni 2015

(http://www.child-soldiers.org/news_reader.php?id=803)

Coalition To Stop The Use of Child Soldiers. 2011. Myanmar: Report to the

Committee on the Rights of the Child in advance of the Examination of

Myanmar’s Report on the Convention on the Rights of the Child. Diakses

pada 7 September 2013(www.child-

soldiers.org/user_uploads/pdf/myanmarshadowreportfinalmay2011643583

1.pdf)

Gufen, Ozen, Amy Kapit-Spitalny dan Dana Burde. The Education Former Child

Soldiers: Finding A Way Back to Civilian Identity. Diakses pada 8 Juli

2015 (http://educationandconflict.org/sites/default/files/publication/Burde-

Education%20of%20Former%20Child%20Soldiers.pdf)

Human Rights Education Institute of Burma.Forgotten Future :Child and Armed

Conflictin Burma. Diakses pada 15 Juni 2015

(https://www.essex.ac.uk/armedcon/story_id/childrenandarmedconburma.

pdf)Human Rights Watch. 2002. “My Gun Was As Tall As Me” Child

Soldiers in Burma. Diakses pada 8 September 2013

(http://www.hrw.org/reports/2002/burma/Burma0902.pdf)

Human Rights Watch. 2007. Burma: Sold to be Soldiers, The Recruitment and

Use of Child Soldiers in Burma. Diakses pada 7 September 2013

(http://www.hrw.org/sites/default/files/reports/burma1007webwcover.pdf)

Human Rights Watch.Briefing for the Security Council Working Group on

Children and Armed Conflict Regarding the Recruitment and Use of Child

Soldiers in Burma (Myanmar) and Implementation of the Joint Action

Plan. Diakses pada 3 Juli 2015

(http://www.hrw.org/news/2013/05/28/briefing-security-council-working-

group-children-and-armed-conflict-regarding)

ICRC. Sri Lanka Practices Relating to Rule 13.5 Children Section E. Diakses

pada 8 Juli 2015 (https://www.icrc.org/customary-

ihl/eng/docs/v2_rul_rule135_sectione)

Page 78: INDAH MUSTIKA-FISIP.pdf

69

Kovenan Intenasional Hak-Hak Sipil dan Politik Ditetapkan oleh Resolusi

Majelis Umum PBB 2200 A (XXI) Tertanggal 16 Desember 1966 diakses

melalui

http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=4

&cad=rja&uact=8&ved=0CC0QFjAD&url=http%3A%2F%2Fwww.huku

monline.com%2Fpusatdata%2Fdownloadfile%2Flt4c3c7b6791fa4%2Fpar

ent%2F24213&ei=66oyVa_iFISQuAS874CoCg&usg=AFQjCNFKXOKa

0Z2X-E2GVtPu-voQpC1kJg&sig2=fUtdiC4YGOvljvw1dw9uRA

Machel Study 10 Years Strategic Review. Children and Armed Conflict in a

Changing World. Diakses pada 8 Juli 2015

(https://childrenandarmedconflict.un.org/publications/MachelStudy-

10YearStrategicReview_en.pdf)

Maung Myoe, Aung.2009.Building Tatmadaw: Myanmar Armed Forces Since

1948. Diakses pada 8 April 2015 (http://bookshop.iseas.edu.sg)

Myanmar Times.Child Soldiers Released Under Joint Action Plan. Diakses pada

17 Juni 2015 (http://www.mmtimes.com/index.php/national-news/7762-

child-soldiers-released-under-joint-action-plan.html)

Neil, S Macfarlane, Yuen Foong Khong.2006.Human Security and the UN: A

Critical History. Diakses pada 28 April 2015

(http://en.bookfi.org/book/833156)

Ogata, Sadako, Johan Cels. 2003. Human Security: Protecting and Empowering

the People Vol.9 No.3. Diakses pada 10 September 2013.

(http://search.proquest.com/docview/213730347/fulltextPDF/1406C2DFD

C215E999E4/4?accountid=31533)

OHCHR (Office of the High Commissioner for Human Rights). What Are Human

Rights. Diakses pada 10 April 2015

(http://www.ohchr.org/EN/Issues/Pages/WhatareHumanRights.aspx)

OHCHR (Office of the High Commissioner for Human Rights). Optional Protocol

to the Convention on the Rights of the Child on the Involvement of

Children in Armed Conflict. Diakses pada 18 April 2015

(http://www.ohchr.org/EN/ProfessionalInterest/Pages/OPACCRC.aspx)

Permanent Mission of the Union of Myanmar to the United Nations and Other

International Organizations in Geneva, Switzerland. Diakses pada 11

Maret

2014.(http://www.myanmargeneva.org/statement&speech/Recruiting%20

Child%20Soldiers%2007.htm)

Press Conference on Action Plan To End Recruitment of Child Soldiers in

Myanmar. 5 July 2012. Diakses pada 1 Januari 2014

(http://www.un.org/News/briefings/docs/2012/120705_Guest.doc.htm)

Page 79: INDAH MUSTIKA-FISIP.pdf

70

Press Realease from Office of the Special Representative of the Secretary-General

For Children and Armed Conflict. 22 Juni 2007. Diakses pada 18 Maret

2014. (http://childrenandarmedconflict.un.org/press-release/22Jun07/)

Press ReleaseMyanmar.Step Up Efforts to End &Prevent Child Recruitment,

Implement Working Group Recommendations. Diakses pada tanggal 17

Juni 2015 (http://www.child-soldiers.org/news_reader.php?id=724)

Security Council Report. Cross-Cutting Report No. 1: Children and Armed

Conflict. Diakses pada 1 Januari 2014.

(http://www.securitycouncilreport.org/cross-cutting-report/lookup-c-

glKWLeMTIsG-b-5099181.php?print=true#ProgressintheApplication)

Singapore’s Institute of Southeast Asian Studies. Prospects for Ending Child

Soldiering in Myanmar. Diakses pada 11 Maret 2014.

(http://www.iseas.edu.sg/documents/publication/iseas_perspective2013_5

2_prospects_for_ending_child_soldiering_in_myanmar1.pdf)

Steinberg, David I. 2010. Burma/Myanmar: What Everyone Needs To Know.

Diakses pada 4 November 2013. (http://en.bookfi.org/book/657686)The

Universal Declaration of Human Rights. Diakses pada 10 Maret 2014.

(http://www.un.org/en/documents/udhr/index.shtml#ap)

UNDP.1994.Human Development Report 1994. Diakses pada 2 Mei 2015.

(http://hdr.undp.org/sites/default/files/reports/255/hdr_1994_en_complete_

nostats.pdf)

UNESCO.2008.Human Security: Approches and Challenges. Diakses pada 1 Mei

2015 (http://unesdoc.unesco.org/images/0015/001593/159307e.pdf)

United Nations. Hailing Release of Child Soldiers, US Call on Myanmar to

Accelerate Discharge Efforts. Diakses pada 31 Oktober 2013.

(http://www.un.org/apps/news/story.asp?NewsID=45359)

United Nations.The Universal Declaration of Human Rights: History of the

Document. Diakses pada 11 April 2015

(http://www.un.org/en/documents/udhr/history.shtml)

United Nations.The Universal Declaration of Human Rights. Diakses pada 17

April 2015 (http://www.un.org/en/documents/udhr/index.shtml)

United Nations Economic and Social Council.Unicef’s Child Protection Strategy.

Diakses pada 10 Juni 2015

(http://www.unicef.org/protection/CP_Strategy_English%281%29.pdf)

United Nations. Security Council Establishes Monitoring, Reporting Mechanism

on Use of Child Soldiers, Unanimously Adopting Resolution 1612 (2005).

Diakses pada 19 April 2015

(http://www.un.org/press/en/2005/sc8458.doc.html)

UNICEF. Konvensi Hak-Hak Anak. Diakses pada 12 September 2013

(http://www.unicef.org/magic/media/documents/CRC_bahasa_indonesia_

version.pdf)

Page 80: INDAH MUSTIKA-FISIP.pdf

71

UNICEF. UNICEF Welcomes the Release of 24 Children of the Tatmadaw, Calls

for Acceleration of Discharges. Diakses pada 19 Maret 2014.

(http://www.unicef.org/myanmar/media_20449.html)

UNICEF. Myanmar and UN Sign Landmark Plan of Action to Release Children

from Armed Forces. Diakses pada 19 Maret 2014.

(http://www.unicef.org/media/media_65180.html)

UNICEF. Official Statement on the Security Council Resolution on Children in

Armed Conflict. Diakses pada 8 April 2015

(http://www.unicef.org/media/media_27787.html)

UNICEF. Who we are. Diakses pada 17 Juni 2015

(http://www.unicef.org/about/who/index_introduce)

UNICEF.Annual Report: Myanmar 2012. Diakses pada 19 Juni 2015

(http://www.unicef.org/about/annualreport/files/Myanmar_COAR_2012.p

df)

UNICEF USA.Children in Conflict: Central African Republic. Diakses pada 3

Juli 2015 (http://www.unicefusa.org/mission/emergencies/conflict/central-

african-republic)

UNICEF. Girls and Boys Education Movement in South Africa. Diakses pada 8

Juli 2015 (http://www.unicef.org/southafrica/education_4718.html)

UNICEF. Child Labour. Diakses pada 8 Juli 2015

(http://www.unicef.org/chinese/protection/files/Child_Labour.pdf)

USAID From The American People. Reintegration of Child Soldiers in Sierra

Leone. Diakses pada 8 Juli 2015

(http://pdf.usaid.gov/pdf_docs/PDACH599.pdf)

US Campaign For Burma. Child Soldiers. Diakses pada 3 Juli 2015

(http://uscampaignforburma.org/about-burma/conflict-and-human-

rights/child-soldiers.html)