imunostimulan

17

Click here to load reader

Transcript of imunostimulan

Page 1: imunostimulan

Laporan Praktikum ke-4 Hari/Tanggal : Senin / 14 Maret 2011 m.k. Manajemen Kesehatan Akuakultur Asisiten : Traian Rizki F.

Shavika MirawatiIis WidianiYesy SartikaMuntamahSiti KhodijahNovi AriyantiHendar Kadarusman

PENCEGAHAN PENYAKIT DENGAN IMUNOSTIMULAN

Ahmad FauzanC14080007Kelompok 1

s

TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN BUDIDAYADEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTANINSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011

Page 2: imunostimulan

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit adalah terganggunya kesehatan ikan yang diakibatkan oleh

parasit, bakteri atau virus. Secara garis besar, penyakit dapat dikelompokkan

menjadi dua yaitu penyakit non-infeksius dan penyakit infeksius. Penyakit non-

infeksius adalah penyakit yang timbul akibat adanya faktor yang bukan patogen,

misalnya keracunan dan kekurangan gizi. Sedangkan penyakit infeksius adalah

penyakit yang disebabkan akibat adanya organisme patogen berupa parasit, jamur,

bakteri dan virus (Susanto & Amri 1998).

Penyakit dapat menyebabkan terjadinya penurunan produksi ikan, baik

secara kuantitas maupun kualitas. Salah satu cara untuk membantu mendiagnosa

adanya penyakit pada ikan yaitu melalui pemeriksaan darah. Adanya gangguan

yang bersifat infeksius maupun non-infeksius akan menyebabkan terjadinya

perubahan pada gambaran darah secara umum. Semua jaringan tubuh ikan

memerlukan asupan nutrisi termasuk oksigen agar dapat menjalankan fungsinya

dengan baik. Darah merupakan medium dalam sistem sirkulasi yang berfungsi

untuk mengangkut oksigen dan nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh, hormon serta

membawa sisa-sisa hasil metabolisme dan bahan-bahan patogen (Moyle & Cech

2004).

Untuk membantu diagnosa suatu penyakit pada ikan maka dilakukan

pemeriksaan darah. Komponen-komponen darah akan mengalami perubahan

apabila tejadi gangguan fisiologis ikan yang akan menentukan status kesehatan

ikan. Perubahan komponen darah akan terjadi, baik kuntitatif maupun kualitatif.

Oleh karena itu sangat penting untuk mengetahui gambaran darah ikan untuk

mengetahui status kesehatannya serta prediksi untuk dilakukannya pencegahan

penyakit dengan imunostimulan

1.2 Tujuan

Praktikan dapat mengetahui satatus kesehatan ikan lele (Clarias sp.)

dengan melihat gambaran darahnya.

Page 3: imunostimulan

II. METODE KERJA

2.1 Waktu dan Tempat

Pelaksanaan praktikum pencegahan penyakit dengan imunostimulan

dilakukan pada hari Senin, tanggal 7 Maret 2011 pukul 15.00-18.00 WIB WIB

bertempat di Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan,

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

2.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah alat suntik (syringe),

gelas objek, gelas tutup (cover glass), tabung evendorf, tabung perendam gelas

objek, baki, seperangkat alat metode Sahli, pipet Pasteur, sentrifugasi, tabung

mikrohematokrit (pipa kapiler berlapis heparin/ anti koagulan), penggaris,

Haemocytometer tipe Nieubaur, dan alat tulis.

Adapun bahan yang digunakan adalah darah ikan lele (Clarias sp.),

antikoagulan (Na-sitrat 3,8%), kapas berakohol, larutan methanol, pewarna

Giemsa, kertas penyerap/ tissue, larutan HCl 0,1 N, akuades, crytoceal, larutan

Hayem’s, dan larutan Turk’s.

2.3 Prosedur Kerja

2.3.1 Pengambilan Darah

Pengambilan darah dilakukan melalui vena caudalis dengan menggunakan

syringe yang telah dibasahi dengan heparin sebagai antikoagulan untuk mencegah

pembekuan darah. Vena caudalis berada di bawah tulang vertebrae, bila jarum tepat

mengenai vena akan terlihat percikan darah di dalam jarum suntik. Darah yang telah

diambil kemudian ditampung di dalam tabung. Selanjutnya dilakukan pengamatan

terhadap kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah sel darah merah, jumlah sel darah

putih total dan pembuatan preparat ulas untuk diferensial leukosit.

2.3.2 Preparat Ulas untuk Diferensial Leukosit

2.3.2.1 Pembuatan Preparat Ulas

Page 4: imunostimulan

Pertama-tama gelas objek dipegang dengan telunjuk dan ibu jari. Sedikit

darah diteteskan pada gelas objek bersih (A) dibagian sebelah kanan. Gelas objek

lain (B) diletakkan disebelah kiri tetesan darah dengan membentuk sudut 30

derajat. Gelas objek ditarik ke kanan hingga menyentuh darah. Setelah darah

disebar sepanjang tepi gelas objek B, gelas objek tersebut didorong ke kiri dengan

tetap membentuk 30 derajat. Kemudian ulasan dikeringkanudarakan.

2.3.2.2 Pewarnaan Darah dengan Giemsa

Darah yang baru diulas di gelas objek dikeringudarakan (fiksasi udara),

kemudian fiksasi dalam larutan methanol selama 10 menit. Genangi gelas objek

dengan zat pewarna berupa larutan giemsa (pengenceran 1:60) selama 60 menit.

Setelah itu, gelas objek dicuci atau dibilas dengan akuades dan keringkan.

2.3.2.3 Perhitungan diferensiasi Leukosit

Preparat yang telah jadi disimpan di bahah mikroskop. Darah yang diamati

sebanyak 100 sel. Jumlah masing-masing jenis leukosit dalam 100 sel dihitung

dalam satuan persen (%).

2.3.3 Perhitungan Kadar Hemoglobin

Konsentrasi haemoglobin darah diukur dengan menggunakan metode Sahli.

Metode ini didasarkan atas terbentuknya asam hematin (Hb darah dirombak menjadi

asam hematin oleh asam khlorida 0,1 N) dengan satuan pengukuran dalam gram %.

Tabung Sahli diisi dengan larutan HCl 0,1 N sampai batas tera 2. Darah dihisap

dengan pipet Sahli sampai skala 20 mm3. Ujung pipet yang digunakan dibersihkan

dari sisa-sisa darah dengan menggunakan tissue. Darah kemudian dipindahkan ke

dalam tabung sahli yang telah diisi dengan larutan HCl 0,1 N. Kedua bahan diaduk

dan didiamkan sebentar agar terbentuk asam hematin (berwarna kuning kecoklatan).

Kemudian ditambahkan akuades sehingga warna sampel sama dengan warna standar

pada tabung Sahli. Pembacaan dilakukan dengan melihat permukaan cairan dan

warna dicocokkan dengan warna pada skala tabung Sahli yang dilihat pada lajur g%

yang berarti banyaknya haemoglobin dalam gram per 100 ml darah.

2.3.4 Perhitungan Kadar Hematokrit

Pertama-tama salah satu ujung tabung mikrohematokrit dicelupkan

kedalam tabung yang berisi darah sehingga darah merambar secara kapiler hingga

Page 5: imunostimulan

¾ bagian tabung. Ujung tabung yang telah berisi darah ditutup dengan crytoceal

dengan cara ujung tabung ditancapkan ke dalam crytoceal kira-kira sedalam 1 mm

sehingga terbentuk sumbat crytoceal. Tabung mikrohematokrit tersebut di

sentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 5 menit dengan posisi tabung

yang bervolume sama berhadapan. Posisi tabung bagian yang bersumbat berada

dibagian luar agar putaran sentrifuge seimbang. Pengukuran dilakukan dengan

membandingkan bagian darah yang mengendap dengan seluruh bagian darah yang

ada di dalam tabung mikrohematokrit dan hasilnya dinyatakan dalam %.

2.3.5 Perhitungan Sel Darah Merah

Pertama-tama darah dihisap dengan pipet yang berisi bulir pengaduk

warna merah hingga skala 1. Kemudian ditambahkan larutan Hayem’s hingga

skala 101. Darah yang berada di dalam pipet diaduk dengan cara diayunkannya

tangan yang memegang pipet seperti membentuk angka delapan selama 5 menit

hingga darah tercampur rata. Dua tetes pertama pada pipet dibuang. Darah

diteteskan pada haemocytometer tipe Neubauer dan ditutup dengan gelas penutup.

Jumlah sel darah merah dihitung menggunakan bantuan mikroskop dengan

pembesaran 400x. Jumlah eritrosit dihitung sebanyak 5 kotak kecil. Total sel

darah merah dihitung dengan rumusan :

Jumlah SDM = (rataan jumlah sel terhitung x 1/ volume kotak kecil) x pengenceran

2.3.6 Perhitungan Sel Darah Putih

Pertama-tama darah dihisap dengan pipet yang berisi bulir pengaduk

warna putih hingga skala 0,5. Kemudian ditambahkan larutan Turk’s hingga skala

11. Darah yang berada di dalam pipet diaduk dengan cara diayunkannya tangan

yang memegang pipet seperti membentuk angka delapan selama 5 menit hingga

darah tercampur rata. Dua tetes pertama pada pipet dibuang. Darah diteteskan

pada haemocytometer tipe Neubauer dan ditutup dengan gelas penutup. Jumlah

Leukosit dihitung menggunakan bantuan mikroskop dengan pembesaran 400x.

Jumlah eritrosit dihitung sebanyak 5 kotak kecil. Total sel darah putih dihitung

dengan rumusan :

Jumlah SDP = (rataan jumlah sel terhitung x 1/ volume kotak kecil) x pengenceran

Page 6: imunostimulan

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan terhadap gambaran darah ikan

lele (Clarias sp.), didapatkan hasil sebagai berikut :

Tabel 1. Hasil Gambaran Darah Ikan lele Clarias sp.

Kel.Sel Darah

Merah (sel/ml)

Sel Darah Putih

(sel/ml)

Kadar Hematokrit

(%)

Kadar Haemoglobin

(gr %)

Differensial Leukosit (%)

Trombosit Monosit Netrofil Limposit

1 2,7x109 - 8,0 40,00 - - - -2 - 5,36x107 8,5 33,30 - - - -3 - 1,55x108 16,0 24,40 - - - -4 - - 10,0 27,27 2 13 65 20

Berdasarkan tabel diatas menunjukan jumlah sel darah merah adalah

2,7x109 sel/ml. jumlah sel darah putih berkisar antara 5,36x107 hingga 1,55x108

sel/ml. nilai hematokrit pada ikan lele yang diamati berkisar antara 8,0 % hingga

16,0 % sedangkan nilai kadar haemoglobin berkisar antara 24,40 gr % hingga

40,00 gr %. Hasil diferensial leukosit menunjukan bahwa dalam 100 sel darah

yang diamati, persentasi terbanyak yaitu neutrofil sebesar 64%, selanjutnya

limposit sebesar 20%, monosit sebesar 13%, dan persentasi terkecil yaitu

trombosit sebesar 2%.

3.2 Pembahasan

Darah merupakan medium dalam sistem sirkulasi, dimana fungsinya

mengedarkan nutrisi esensial ke seluruh tubuh dan membawa sisa-sisa hasil

metabolisme dan patogen sebelum mencapai konsentrasi yang berbahaya. Darah

ikan tersusun dari sel-sel darah yang tersuspensi di dalam plasma yang diedarkan

ke seluruh jaringan tubuh (Moyle & Cech 2004). Volume darah ikan teleostei,

heleostei, dan chondrostei sebanyak 3% dari bobot tubuh, sedangkan ikan

chondrocthyes 6.6% dari bobot tubuh (Randall 1970 dalam Affandi & Tang

2002).

Jumlah eritrosit pada ikan teleostei berkisar antara (1,05 - 3,0) x 106

sel/mm3 (Irianto 2005). Eritrosit berwarna kekuningan, berbentuk lonjong, kecil,

dengan ukuran berkisar antara 7 - 36 μm (Lagler et al. 1977). Eritrosit yang sudah

matang berbentuk oval sampai bundar, inti berukuran kecil dengan sitoplasma

Page 7: imunostimulan

besar. Ukuran eritrosit ikan lele (Clarias ssp) berkisar antara (10 x 11 μm) – (12 x

13 μm), dengan diameter inti berkisar antara 4 – 5 μm.

Gambar 1. Sel darah merah (Anonimus 2008)

Jumlah eritrosit ikan lele (Clarias ssp) adalah 3,18 x 109 sel/ml (Angka et

al., 1985). Berdasarkan hasil pengamatan jumlah sel darah merah atau eritrosit

yang didapatkan sebanyak 2,7x109 sel/ml. Jumlah tersebut merupakan jumlah

yang cukup rendah dari kisaran normal erotrosit yang terdapat pada ikan lele.

Oleh karena itu, keadaan ikan lele tersebut dapat diindikasikan dalam keadaan

kekurangan sel darah merah atau disebut anemia, dimana dalam keadaan tersebut

nilai eritrosit menurun. Hal tersebut diperkuat oleh penuturan Wedemeyer dalam

Dopongtonung (2008) yang menyatakan bahwa rendahnya jumlah eritrosit

merupakan indikator terjadinya penyakit anemia.

Menurut Moyle dan Chech (1988), leukosit atau sel darah putih berfungsi

sebagai sistem pertahanan tubuh yang akan dikirim secara khusus ke daerah yang

terinfeksi dan mengalami peradangan yang serius. Secara umum jumlah jumlah

sel darah putih tiap ml darah ikan teleostei berkisar antara 2x107 hingga 1,5x108

sel/ml. Berdasarkan haseil pengamatan jumlah sel darah putih berkisar antara

5,36x107 hingga 1,55x108 sel/ml. Jumlah tersebut lebih tinggi dari kisaran normal.

Sehingga ikan lele yang diamati dapat diindikasikan dalam keadaan yang tidak

normal. Hal ini dituturkan pula oleh Arry (2007) yang menyatakan bahwa

peningkatan jumlah leukosit total terjadi akibat adanya respon dari tubuh ikan

terhadap kondisi lingkungan pemeliharaan yang buruk, faktor stress dan infeksi

penyakit.

Hematokrit adalah persentase eritrosit di dalam darah (Guyton dalam

Dopongtonung 2008). Hematokrit digunakan untuk mengukur perbandingan

antara eritrosit dengan plasma, sehingga hematokrit memberikan rasio total

Page 8: imunostimulan

eritrosit dengan total volume darah dalam tubuh. Nilai hematokrit dipengaruhi

oleh ukuran dan jumlah eritrosit (Ganong dalam Dopongtonung 2008). Nilai

hematokrit pada ikan teleostei berkisar antara 20 - 30% dan pada ikan laut bernilai

sekitar 42% (Bond dalam Dopongtonung 2008). Presentase nilai hematokrit ikan

lele (Clarias spp) normal berkisar antara 30,8 - 45,5% (Angka et al., 1985).

Sedangkan berdasarkan hasil pengamatan menunjukan bahwa nilai hematokrit

ikan lele berkisar antara 8,0 hingga 16 %. Nilai tersebut sangat rendah dari kisaran

normal pada ikan lele. Sehingga ikan lele yang diamati dapat diindikasikan dalam

keadaan abnormal. Menurut Swenson dalam Dopongtonung (2008) melaporkan

bahwa nilai hematokrit berhubungan langsung dengan dengan jumlah eritrosit dan

konsentrasi hemoglobin. Oleh karena itu, kondisi eritrosit yang rendah

mengkibatkan jumlah hematokrit pun menjadi rendah. Hal tersebut dikarenakan

oleh infeksi bakteri, konsidi lingkungan.

Hemoglobin (Hb) merupakan pigmen eritrosit yang terdiri dari protein

kompleks terkonyugasi yang mengandung besi. Protein Hb adalah globin,

sedangkan warna merah hemoglobin disebabkan oleh adanya heme. Heme adalah

suatu senyawa metalik yang mengandung satu atom besi (Guyton dalam

Dopongtonung 2008). Berdasarkan hasil pengamatan menunjukan kadar

hemoglobin ikan lele berkisar antara 24,40 gr % hingga 40,00 gr %. Akan tetapi

menurut Angka et al. (1985) menunjukan bahwa konsentrasi hemoglobin ikan lele

normal berkisar antara 10,3 hingga 13,5 gr%. Oleh karena itu, kadar hemoglobin

hasil pengamatan lebih tinggi dari yang seharusnya. Tingginya nilai tersebut dapat

diindikasikan oleh habitat dari ikan uji berasal. Berdasarkan Angka et al. (1985)

mengungkapkan bahwa hemoglobin secara fisik mempunyai hubungan yang

penting dengan oksigen. Suhu tubuh pada ikan yang hidup di daerah kutub sangat

rendah, sehingga hemoglobin tidak diperlukan untuk mengangkut oksigen.

Sehingga tingginya kadar hemoglobin ikan lele uji diakibatkan tingginya suhu

lingkungan habitatnya.

Limfosit bersifat aktif dan mempunyai kemampuan berubah bentuk dan

ukuran. Limfosit mampu menerobos jaringan atau organ tubuh yang lunak untuk

pertahanan tubuh (Dellman dan Brown dalam Dopongtonung 2008). Ukuran rata

– rata limfosit berkisar antara 4,5 - 12 μm (Moyle dan Chech 1988).

Page 9: imunostimulan

Gambar 2. Limfosit (Anonimus 2008)

Persentase normal limfosit pada ikan teleostei berkisar antara 71,12 –

82,88% (Affandi dan Tang 2002). Berdasarkan hasil pengamatan menunjukan

presentase limposit adalah 20%. Rendahnya nilai tersebut menunjukan bahwa

keadaan lele yang diamati dalam kondisi abnormal. Hal tersebut dapat

diindikasikan bahwa lele tersebut terinfeksi penyakit ataupun dalam keadaan

stress.

Monosit berbentuk oval atau bundar, dengan diameter berkisar antara 6 -

15 mikron, memiliki inti berbentuk oval. Inti terletak berdekatan dengan tepi sel

dan mengisi sebagian isi sel.

Gambar 3. Monosit (Anonimus 2008)

Persentase monosit pada ikan teleostei sekitar 0,1% dari seluruh populasi

leukosit yang bersirkulasi. Berdasarkan hasil pengamatan presentasi monosit

sebesar 13%. Nilai tersebut sangat tinggi dari kisaran normal. Hal ini dapat

diindikasikan bahwa monosit sedang bekerja ekstra sehingga tubuh mengeluarkan

monosit dalam jumlah yang besar. Hal tersebut dijelaskan bahwa monosit

bersama makrofag akan memfagosit sisa-sisa jaringan dan agen penyakit (Nabin

dalam Dopongtonung 2008). Sehingga dapat disimpulkan bahwa ikan lele yang

diamati dalam keadaan sakit.

Page 10: imunostimulan

Heterofil berbentuk bundar dan berukuran besar (diameter 9-13 μm),

dengan sitoplasma yang besar dan mengandung granula. Sitoplasma berwarna

biru cerah atau ungu pucat, sedangkan inti berwarna biru gelap dan

memperlihatkan gumpalan kromatin (Chinabut et al. 1991). Secara morfologi,

heterofil ikan hampir mirip dengan neutrofil mamalia (Roberts dalam Mones

2008).

Gambar 4. Heterofil (Anonimus 2008)

Heterofil ikan teleost dibentuk di dalam organ ginjal dan limpa, sedangkan

pada jenis ikan elasmobranch (ikan hiu dan pari) dibentuk di organ leydig (Moyle

dan Cech 2004). Proporsi heterofil dalam populasi leukosit darah sangat rendah,

yaitu sekitar 6 – 8 % (Roberts dalam Mones 2008).

Eosinofil dilaporkan jarang ditemukan di dalam darah ikan. Kebanyakan

eosinofil ikan teleost ditemukan pada kulit, jaringan hemapoietik dan digesti

(Roberts dalam Mones 2008). Ukuran eosinofil berkisar antara 9 – 15 μm, inti

terletak memanjang di tepi sel, memiliki granula besar dan sitoplasma berwarna

merah (Robert 1989 dalam Affandi & Tang 2002).

Basofil berukuran 8 – 12 μm, sitoplasma berwarna biru dan memiliki

granula yang besar (Affandi & Tang 2002). Meskipun kehadiran eosinofil dan

basofil masih diperdebatkan, tapi sel darah putih jenis ini bisa ditemukan pada

beberapa spesies ikan tertentu dan mungkin ditemukan pada semua spesies.

Fungsi eosinofil dan basofil berhubungan dengan kepekaan antigen, gejala stress

dan fagositosis (Moyle & Cech 2004).

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

Page 11: imunostimulan

4.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari praktikum tersebut yaitu bahwa dengan beberapa

parameter gambaran darah yang telah diamati bahwa ikan lele (Clarias sp.) yang

dimati dalam kondisi sakit yang diakibatkan infeksi penyakit ataupun anemia. Hal

tersebut ditunjukan oleh jumlah sel darah merah sebesar 2,7x109 sel/ml, jumlah sel

darah putih berkisar antara 5,36x107 hingga 1,55x108 sel/ml, nilai hematokrit

berkisar antara 8,0 % hingga 16,0 %, kadar haemoglobin berkisar antara 24,40 gr

% hingga 40,00 gr %, persentasi neutrofil sebesar 64%, limposit sebesar 20%,

monosit sebesar 13%, dan persentasi trombosit sebesar 2%.

4.2 Saran

Saran untuk praktikum selanjutnya yaitu dilakukan pencegahan

imunostimulan terkait kondisi ikan yang telah diketahui berdasarkan gambaran

darahnya.

Page 12: imunostimulan

DAFTAR PUSTAKA

Affandi R dan Tang UM. 2002. Fisiologi Hewan Air. Riau: Uni press.

Angka SL, GT Wongkar, Karwani. 1985. Blood Picture and Bacteria Isolated From Ulcered and Crooked-Black Clarias Batrachus. Symposium On Pract. Measure for Preventing and Controlling Fish Disease. BIOTROP. 17 P.

Anonimus. 2008. Fish Haematology. http://www.aqualex.org/elearning.[12 Maret 2011].

Arry. 2007. Pengaruh Suplementasi Zat Besi (Fe) Dalam Pakan Buatan Terhadap Kinerja Pertumbuhan dan Imunitas Ikan Kerapu Bebek Cromileptes Altivelis. Skripsi Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Chinabut S, Limsuwan C, Kiswatat P. 1991. Histology of The Walking Catfish, Clarias bathracus. Canada :IDRC. hlm 40-44.

Dopongtonung, A. 2008. Gambaran Darah Ikan Lele (Clarias spp) yang Berasal Dari Daerah Laladon-Bogor.[Skripsi]. Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Lagler KF, Bardach JE, RR Miller, Passino DRM. 1977. Ichthyology. John Willey and Sons. Inc. new York-London. Hlm 506.

Mones, R.A. 2008. Gambaran Darah pada Ikan Mas (Cyprinus carpio Linn) Strain Majalaya yang Berasal Dari Daerah Ciampea Bogor.[Skripsi]. Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Moyle PB dan Cech Jr JJ. 2004. Fishes. An Introduction to Ichthyology. 5th ed. USA: Prentice Hall, Inc.

Susanto H dan Amri K. 1998. Budidaya Ikan Patin. Jakarta: Penebar Swadaya.