Imunisasi Pada Anak.2

22
1 BAB I PENDAHULUAN Vaksinasi telah lama digunakan untuk mencegah penyakit, pada abad ke 7 orang India mencoba melindungi dari bisa ular dengan meminum bisa ular. Sedangkan di Cina terdapat dokumen yang membuktikan bahwa upaya untuk mencegah variola telah dilakukan pada tahun 1695 dengan memaparkan bahan yang berasal dari vesikel variola ke hidung orang sakit. Pada tahun 1721 Lady montagu yang pulang dari konstantinopasi memperkenalkan cara vaksinasi yang dilakukan oleh dokter muslim di negeri tersebut di Inggris. Edward jenner pada tahun 1798 melaporkan hasil vaksinasi cowpox dan laporan ini menarik perhatian dunia kedokteran. Louis Pasteur melakukan vaksinasi rabies pada tahun 1885. Imunisasi berasal dari kata imun yang berarti kebal atau resisten, imunisasi terhadap penyakit hanya akan memberikan kekebalan atau resistensi pada penyakit itu saja, sehingga untuk terhindar dari penyakit lain diperlukan imunisasi lainnya. Imunisasi biasanya lebih fokus pada anak-anak karena sistem kekebalan tubuh mereka masih belum sebaik orang dewasa, sehingga rentan terhadap serangan penyakit berbahaya. Imunisasi tidak cukup hanya

description

materi imunisasi anak

Transcript of Imunisasi Pada Anak.2

1

BAB I

PENDAHULUAN

Vaksinasi telah lama digunakan untuk mencegah penyakit, pada abad ke 7 orang India mencoba melindungi dari bisa ular dengan meminum bisa ular. Sedangkan di Cina terdapat dokumen yang membuktikan bahwa upaya untuk mencegah variola telah dilakukan pada tahun 1695 dengan memaparkan bahan yang berasal dari vesikel variola ke hidung orang sakit.

Pada tahun 1721 Lady montagu yang pulang dari konstantinopasi memperkenalkan cara vaksinasi yang dilakukan oleh dokter muslim di negeri tersebut di Inggris. Edward jenner pada tahun 1798 melaporkan hasil vaksinasi cowpox dan laporan ini menarik perhatian dunia kedokteran. Louis Pasteur melakukan vaksinasi rabies pada tahun 1885.

Imunisasi berasal dari kata imun yang berarti kebal atau resisten, imunisasi terhadap penyakit hanya akan memberikan kekebalan atau resistensi pada penyakit itu saja, sehingga untuk terhindar dari penyakit lain diperlukan imunisasi lainnya.

Imunisasi biasanya lebih fokus pada anak-anak karena sistem kekebalan tubuh mereka masih belum sebaik orang dewasa, sehingga rentan terhadap serangan penyakit berbahaya. Imunisasi tidak cukup hanya dilakukan satu kali tetapi harus dilakukan secara bertahap dan lengkap terhadap berbagai penyakit yang sangat membahayakan kesehatan dan hidup anak.

BAB II

IMUNISASI PADA ANAK

A. Pengertian

Imunisasi berasal dari kata imun, kebal atau resisten. Anak diimunisasi, berarti diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Anak kebal atau resisten terhadap suatu penyakit tetapi belum tentu kebal terhadap penyakit yang lain. Karena itu imunisasi harus diberikansecara lengkap (www. Surabaya-health.org).

Imunisasi berasal dari kata imun, kebal atau resisten. Anak diimunisasi, berarti diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tetapi belum tentu kebal terhadap penyakit yang lain (Notoadmodjo, 2003).

Imunisasi berasal dari kata imun, kebal atau resisten. Jadi Imunisasi adalah suatu tindakan untuk memberikan kekebalan dengan cara memasukkan vaksin ke dalam tubuh manusia. Sedangkan kebal adalah suatu keadaan dimana tubuh mempunyai daya kemampuan mengadakan pencegahan penyakit dalam rangka menghadapi serangan kuman tertentu, Kebal atau resisten terhadap suatu penyakit belum tentu kebal terhadap penyakitlain (Depkes RI, 1994).

B. Tujuan Imunisasi

1. Memberikan kekebalan pada bayi agar dapat mencegah penyakit dan kematian bayi serta anak yang disebabkan oleh penyakit.

2. Mengurangi kemungkinan penyakit yang menular melalui virus

3. Merangsang sistem imunologi tubuh untuk membentuk antibody spesifik sehingga dapat melindungi tubuh dari serangan penyakit.

C. Jenis-jenis Imunisasi

Pada saranya ada 2 jenis imunisasi, yaitu :

1. Imunisasi Pasif (Pasive Imunization)

Imunisasi pasif ini adalah immunoglobulin. Jenis imunisasi ini merupakan penyuntikan sejumlah antibody sehingga kadar antibody dalam tubuh meningkat.

Contoh : ATS (anti tetanus serum) pada orang kecelakaan.

2. Imunisasi Aktif (Active Immunization)

Pemberian kuman atau racun kuman yang sudah dilemahkan atau dimatikan dengan tujuan untuk merangsang tubuh memproduksi antibodi sendiri.

Contoh : Imunisasi polio dan campak.

Imunisasi yang diberikan pada anak adalah :

1. BCG untuk mencegah penyakit TBC

2. DPT untuk mencegah penyakit-penyakit defter, pertusis, dan tetanus.

3. Polio untuk mencegah penyakit poliomyelitis

4. Campak untuk mencegah penyakit campak (measles)

Imunisasi pada ibu hamil dan calon pengantin adalah imunisasi tetanus toksoid. Imunisasi ini untuk mencegah terjadinya tetanus pada bayi yang dilahirkan.

D. Macam Imunisasi Vaksin Wajib Pada Anak

1. Vaksinasi BCG

Vaksinasi BCG diberikan pada bayi umur 0-12 bulan secara suntikan intrakutan dengan dosis 0,05 ml. Vaksin BCG dinyatakan berhasil apabila terjadi tuberkulin konversi pada tempat suntikan. Ada tidaknya tuberkulin konversi tergantung pada potensi vaksin dan dosis yang tepat serta cara penyuntikan yang benar. Kelebihan dosis dan suntikan yang terlalu dalam akan menyebabkan terjadinya abses ditempat suntikan. Untuk menjaga potensinya, vaksin BCG harus disimpan padas suhu 20 oC (Depkes RI, 2005).

2. Vaksinasi DPT

Kekebalan terhadap penyakit difteri, pertusis dan tetanus adalah dengan pemberian vaksin yang terdiri dari toksoid difteri dan toksoid tetanus yang telah dimurnikan ditambah dengan bakteri bortella pertusis yang telah dimatikan. Dosis penyuntikan 0,5 ml diberikan secara subkutan atau intramuscular pada bayi yang berumur 2-12 bulan sebanyak 3 kali dengan interval 4 minggu. Reaksi spesifik yang timbul setelah penyuntikan tidak ada. Gejala biasanya demam ringan dan reaksi lokal tempat penyuntikan. Bila ada reaksi yang berlebihan seperti suhu yang terlalu tinggi, kejang, kesadaran menurun, menangis yang berkepanjangan lebih dari 3 jam, hendaknya pemberian vaksin DPT diganti dengan DT (Depkes RI, 2005).

3. Vaksinasi Polio

Untuk kekebalan terhadap polio diberiakan 2 tetes vaksin polio oral yang mengandung virus polio tipe 1, 2 dan 3 dari Sabin. Vaksin yang diberikan melalui mulut pada bayi umur 2-12 bulan sebanyak 4 kali dengan jarak waktu pemberian 4 minggu. (Depkes RI, 2005).

4. Vaksinasi Campak

Vaksin yang diberikan berisi virus campak yang sudah dilemahkan dan dalam bentuk bubuk kering atau freezeried yang harus dilarutkan dengan bahan pelarut yang telah tersedia sebelum digunakan. Suntikan ini diberikan secara sukutan denga dosis 0,5 ml pada anak umur 9-12 bulan. Di Negara berkembang imunisasi campak dianjurkan diberikan lebih awal dengan maksud memberikan kekebalan sedini mungkin, sebelum terkena infeksi virus campak secara alami. Pemberian imunisasi lebih awal rupanya terbentur oleh adanya zat anti kebal bawaan yang berasal dari ibu (maternal antibody), ternyata dapat menghambat terbentuknya zat kebal campak dalam tubuh anak, sehingga imunisasi ulangan masih diberikan 4-6 bulan kemudian. Maka untuk Indonesia vaksin campak diberikan mulai anak berumur 9 bulan (Depkes RI, 2005).

5. Vaksinasi Hepatitis B

Perlindungan penyakit infeksi hati/kanker hari mematikan. Waktu pemberian : Ketika bayi baru lahir atau tidak lama setelahnya, tergantung situasi dan kondisi I dan kondisi II dan III (tenggang bulan). Imunisasi ulang diberikan 5 tahun setelah pemberian imusasi dasar.

E. Macam-macam Imunisasi Yang dianjurkan Pada Anak

1. MMR

Perlindungan penyakit : Campak, gondongan dan campak Jerman. Waktu pemberian : I. Umur 1 tahun 3 bulan dan II. Umur 4-6 tahun.

2. Hepatitis A

Perlindungan terhadap penyakit hepatitis A (penyakit hati) yang disebabkan oleh virus hepatitis A. Waktu pemberian : I. Tergantung situasi dan kondisi I, II. Tergantung situasi dan kondisi 2 (keduanya selang 2-4 minggu)

3. Typoid dan Parathypoid

Perlindungan terhadap penyakit demam typoid yang disebabkan oleh bakteri salmonella typhi. Waktu pemberia : Tergantung situasi dan kondisi.

4. Varicella (cacar air)

Perlindungan terhadap penyakit cacar air yang disebabkan oleh virus varicella-zoster. Waktu pemberian : Umur 10 s/d 12 tahun 1 kali dan diatas 13 tahun 2 kali dengan selang waktu 4 s/d 8 minggu.

F. Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi

Adalah semua kejadian sakit dan kematian yang terjadi dalam masa 1 bulan setelah imunisasi. Merupakan factor resiko yang selalu ada pada setiap tindakan medic imunisasi. KIPI dibagi menjadi 5 jenis :

1. Reaksi yang pasti berhubungan dengan imunisasi disertai dengan bukti-bukti.

2. Ada bukti yang memperkuat bahwa kejadian tersebut memang karena imunisasi.

3. Ada bukti yang kuat untuk menolak bahwa itu bukan karena imusasi.

4. Ada bukti tidak cukup kuat untuk menolak maupun menerima kejadian itu sebagai akibat imunisasi.

5. Tidak terdapat bukti bahwa itu akibat imunisasi.

Menurut Komite Nasional Pengkajian dan Penanggulangan KIPI (KN PP KIPI), KIPI adalah semua kejadian sakit dan kematian yang terjadi dalam masa 1 bulan setelah imunisasi. Pada keadaan tertentu lama pengamatan KIPI dapat mencapai masa 42 hari (arthritis kronik pasca vaksinasi rubella), atau bahkan 42 hari (infeksi virus campak vaccine-strain pada pasien imunodefisiensi pasca vaksinasi campak, dan polio paralitik serta infeksi virus polio vaccine-strain pada resipien non imunodefisiensi pasca vaksinasi polio).

Pada umumnya reaksi terhadap obat dan vaksin dapat merupakan reaksi simpang (adverse events) atau kejadian lain yang bukan terjadi akibat efek langsung vaksin. Reaksi simpang vaksin antara lain dapat berupa efek farmakologi, efek samping (side effects), interaksi obat, intoleransi, reaksi idoisinkrasi, dan reaksi alergi yang umumnya secara klinis sulit dibedakan efek farmakologi, efek samping, serta reaksi idiosinkrasi umumnya terjadi karena potensi vaksin sendiri, sedangkan reaksi alergi merupakan kepekaan seseorang terhadap unsure vaksin dengan latar belakang genetic. Reaksi alergi dapat terjadi terhadap protein telur (vaksin campak, gondong, influenza, dan demam kuning), antibiotik, bahan preservative (neomisin, merkuri), atau unsure lain yang terkandung dalam vaksin.

Kejadian yang bukan disebabkan efek langsung vaksin dapat terjadi karena kesalahan teknik pembuatan, pengadaan dan distribusi serta penyimpanan vaksin, kesalahan prosedur da teknik pelaksanaan imusisasi, atau semata-mata kejadian yang timbul secara kebetulan. Sesuai telaah lapora n KIPI oleh Vaccine Safety, Institute of Medicine (IOM) USA menyataka bahwa sebagian besar KIPI terjadi karena kebetulan saja. Kejadian yang memang akibat imunisasi adalah akibat kesalahan prosedur dan teknik pelaksanaan (pragmatic errors).

Etiologi

Tidak semua kejadian KIPI disebabkan oleh imunisasi karena sebagian besar ternyata tidak ada hubungannya dengan imunisasi. Oleh karena itu untuk menentukan KIPI diperlukan keterangan mengenai :

1. besar frekuensi kejadian KIPI pada pemberian vaksin tertentu

2. sifat kelainan tersebut local atau sistemik

3. derajat sakit resipien

4. apakah penyebab dapat dipastikan, diduga, atau tidak terbukti

5. apaka dapat disimpulkan bahwa KIPI berhubungan dengan vaksin, kesalahan produksi, atau kesalahan prosedur.

KN PP KIPI membagi KIPI menjadi 5 kelompok factor etiologi menurut klasifikasi lapangan WHO Western Pacific (1999), yaitu :

1. Kesalahan program/teknik pelaksanaan (programmic errors)

Sebagian kasus KIPI berhubungan dengan masalah program dan teknik pelaksanaan imunisasi yang meliputi kesalahan program penyimpanan, pengelolaan, dan tata laksana pemberian vaksin. Kesalahan tersebut dapat terjadi pada berbagai tingkatan prosedur imunisasi, misalnya :

a. Dosis antigen (terlalu banyak)

b. Lokasi dan cara menyuntik

c. Sterilisasi semprit dan jarum suntik

d. Jarum bekas pakai

e. Tindakan aseptic dan antiseptic

f. Kontaminasi vaksin dan peralatan suntik

g. Penyimpanan vaksin

h. Pemakaian sisa vaksin

i. Jenis dan jumlah pelarut vaksin

j. Tidak memperhatikan petunjuk produsen

Kecurigaan terhadap kesalahan tata laksana perlu diperhatikan apabila terdapat kecenderungan kasus KIPI berulang pada petugas yang sama.

2. Reaksi suntika

Semua gejala klinis yang terjadi akibat trauma tusuk jarum suntik baik langsung maupun tidak langsung harus dicatat sebagai reaksi KIPI. Reaksi suntikan langsung misalnya rasa sakit, bengkak dan kemerahan pada tempat suntikan, sedangkan suntikan tidak langsung misalnya rasa takut, pusing, mual, sampai sinkope.

3. Induksi vaksin (reaksi vaksin)

Gejala KIPI yang disebabkan induksi vaksin umumnya sudah dapat diprediksi, terlebih dahulu karena merupakan reaksi simpang vaksin dan secara klinis biasanya ringan. Walaupun demikian dapat saja terjadi gejala klinis hebat seperti reaksi anafilaksis sistemik dengan resiko kematian. Reaksi simpang ini sudah teridentifikasi dengan baik dan tercantum dalam petunjuk pemakaian tertulis oleh produsen sebagai indikasi kontra, indikasi khusus, perhatian khusus, atau berbagai tindakan dan perhatian spesifik lainnya termasuk kemungkinan interaksi obat atau vaksin lain. Petunjuk ini harus diperhatika dan ditanggapi dengan baik oleh pelaksana imunisasi.

4. Faktor kebetulan (koinsiden)

Seperti telah disebutkan di atas maka kejadian yang timbul ini terjadi secara kebetulan saja setelah diimunisasi. Indikator factor kebetulan ini ditandai dengan ditemukannya kejadian yang sama disaat bersamaan pada kelompok populasi setempat dengan karakteristik serupa tetapi tidak mendapatkan imunisasi.

5. Penyebab tidak diketahui

Bila kejadian atau masalah yang dilaporkan belum dapat dikelompokkan kedalam salah satu penyebab maka ntuk sementara dimasukkan kedalam kelopok ini sambil menunggu informasi lebih lanjut. Biasanya dengan kelengkapan informasi tersebut akan dapat ditentukan kelompk penyebab KIPI.

Gejala Klinis KIPI

Gejala klinis KIPI dapat timbul secara cepat maupun lambat dan dapat dibagi menjadi gejala local, sistemik, reaksi susunan saraf pusat, serta reaksi lainnya. Pada umumnya makin cepat KIPI terjadi makin cepat gejalanya.

Reaksi KIPI

Gejala KIPI

Lokal

Abses pada tempat suntikan

Limfadenitis

Reaksi local lain yang berat, misalnya selulitis, BCG-itis

SSP

Kelumpuhan akut

Ensefalopati

Ensefalitis

Meningitis

Kejang

Lain-lain

Reaksi alergi : urtikaria, dermatitis, edema

Reaksi anafilaksis

Syok anafilaksis

Artralgia

Demam tinggi > 38,5oC

Episode hipotensif-hiporesponsif

Osteomielitis

Menangis menjerit yang terus menerus (3 jam)

Sindrom syok septik

Dikutip dari R Chen,1999

Mengingat tidak ada satupun jenis vaksin yang aman tanpa efek samping, maka apabila seoran anak telah mendapatkan imunisasi perlu diobservasi beberapa saat, seingga tidak terjadi KIPI (reaksi cepat). Berapa lama ovservasi sebenarnya sulit ditentukan , tetapi pada umumnya setelah pemberian setiap jenis imunisasi haru dilakukan observasi selama15 menit untuk menghindarkan keracunan maka gejala klinis yang dianggap sebagai KIPI dibatasi dalam jangka waktu tertentu timbulnya gejala kinis.

Jenis Vaksin

Gejala Klinis

Saat timbul KIPI

Toksoid Tetanus (DPT, DT,TT)

Syok anafilaksis

Neuritis Brakhial

Komplikasi akut termsuk kecacatan dan kematian

4 jam

2-18 hari

Tidak tercatat

Pertusis whole cell

(DPwT)

Syok anafilaksis

Ensefalopati

Komplikasi akut termasuk kecacatan dan kematian.

4 jam

72 jam

Tidak tercatat

Campak

Syok anafilaksis

Ensefalopati

Komplikasi akut termasuk kecacatan dan kematian.

Trombositopenia.

Klinis campak pada resipien imunokompromais.

Komplikasi akut termasuk kecacatan dan kematian.

4 jam

5-15 hari

Tidak tercatat

7-30 hari

6 bulan

Tidak tercatat

Polio hidup (OPV)

Polio paralisis.

Polio paralisis pada resipien imuokompromais.

Komplikasi akut termasuk kecacatan dan kematian

30 hari

6 bulan

Hepatitis B

Syok anafilaksis

Komplikasi akut termasuk kecacatan dan kematian.

4 jam

Tidak tercatat

BCG

BCG-it is

4-6 minggu

Dikutip dengan modifikasi dari RT Chen, 1999

Angka Kejadian KIPI

KIPI yang paling serius terjadi pada anak adalah reaksi anafilaksis. Angka kejadian reaksi anafilaktoid diperkirakan 2 dalam 100.000 dosis DPT, tetapi yang benar-benar reaksi anafilaksis hanya 1-3 kasus diantara 1 juta dosis. Anak yang lebih besar dan orang dewasa lebih banyak mengalami sinkope, segera atau lambat. Episode hipotonik/hiporesponsif juga tidak jarang terjadi, secara umum dapat terjdi 4-24 jam setelah imunisasi.

Imunisasi Pada Kelompok Resiko

Untuk mengurangi resiko timbulnya KIPI maka harus diperhatikan apakah resipien termasuk dalam kelompok resiko. Yang dimaksud dengan kelompok resiko adalah :

1. Anak yang mendapat reaksi simpang pada imunisasi terdahulu.

Hal ini harus segera dilaporkan kepada Pokja KIPI setempat dan KN PP KIPI dengan mempergunakan formulir pelaporan yang telah tersedia untuk penanganan segera.

2. Bayi berat lahir rendah

Pada dasarnya jadwal imunisasi bayi kurang bulan sama dengan bayi cukup bulan. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada bayi kurang bulan adalah :

a. Titer imunitas pasif melalui transmisi maternal lebih rendah daripada bayi cukup bulan

b. Apabila berat badan bayi sangat kecil (