Impor Hortikultura

11
PENDAHULUAN Telah dibukanya perdagangan bebas pada masa sekarang ini, setiap negara harus membuka pasar dalam negerinya untuk dimasuki negara lain. Semua hambatan tarif dan non tarif pada semua komoditi pada akhirnya akan dihapuskan kecuali beberapa komoditi penting, seperti makanan pokok. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya persaingan yang ketat dalam pasar di Indonesia. Indonesia mengimpor beberapa komoditas pertanian dari negara atau kelompok negara seperti Jepang, USA, ASEAN, APEC antara lain dikelompokkan ke dalam kelompok serealia, kelompok peternakan, kelompok ikan, kelompok hortikultura, kelompok perkebunan dan kelompok bahan pakan ternak. Beberapa kelompok produk pertanian tersebut memiliki trend yang meningkat misalnya kelompok peternakan khususnya daging beku, kelompok perkebunan khususnya gula dan kelompok hortikultura terutama buah-buahan (Agroindonesia, 2004). Tingginya impor komoditas pangan merupakan konsekuensi dari peningkatan jumlah penduduk yang besar sehingga menjadi sasaran bagi negara lain untuk memasukkan produknya. disamping itu peningkatan pendapatan per kapita dapat dipandang sebagai salah satu pemicu (trigger) meningkatnya permintaan impor barang konsumsi, apalagi bila peningkatan pendapatan tersebut tanpa diikuti dengan pertumbuhan tingkat menabung (saving rate) yang memadai. (Suryana, 1997). Ketergantungan pangan yang sangat tinggi pada pasokan luar negeri akan dapat mengancam ketahanan (ketersediaan) pangan dalam negeri, terutama apabila pasokan dalam negeri dan

description

m

Transcript of Impor Hortikultura

Page 1: Impor Hortikultura

PENDAHULUAN

Telah dibukanya perdagangan bebas pada masa sekarang ini, setiap negara harus

membuka pasar dalam negerinya untuk dimasuki negara lain. Semua hambatan tarif dan non

tarif pada semua komoditi pada akhirnya akan dihapuskan kecuali beberapa komoditi

penting, seperti makanan pokok. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya persaingan yang

ketat dalam pasar di Indonesia. Indonesia mengimpor beberapa komoditas pertanian dari

negara atau kelompok negara seperti Jepang, USA, ASEAN, APEC antara lain

dikelompokkan ke dalam kelompok serealia, kelompok peternakan, kelompok ikan,

kelompok hortikultura, kelompok perkebunan dan kelompok bahan pakan ternak. Beberapa

kelompok produk pertanian tersebut memiliki trend yang meningkat misalnya kelompok

peternakan khususnya daging beku, kelompok perkebunan khususnya gula dan kelompok

hortikultura terutama buah-buahan (Agroindonesia, 2004).

Tingginya impor komoditas pangan merupakan konsekuensi dari peningkatan jumlah

penduduk yang besar sehingga menjadi sasaran bagi negara lain untuk memasukkan

produknya. disamping itu peningkatan pendapatan per kapita dapat dipandang sebagai salah

satu pemicu (trigger) meningkatnya permintaan impor barang konsumsi, apalagi bila

peningkatan pendapatan tersebut tanpa diikuti dengan pertumbuhan tingkat menabung

(saving rate) yang memadai. (Suryana, 1997).

Ketergantungan pangan yang sangat tinggi pada pasokan luar negeri akan dapat

mengancam ketahanan (ketersediaan) pangan dalam negeri, terutama apabila pasokan dalam

negeri dan pasar dunia sangat tipis. Bagi Indonesia, apabila tidak segera dilakukan langkah

antisipasi yang tepat, hal tersebut akan mengakibatkan krisis pangan yang serius serta

meningkatnya jumlah tenaga penganggur dan penduduk miskin yang semula bekerja di

bidang pertanian akan memicu kerawanan sosial.

Page 2: Impor Hortikultura

PEMBAHASAN

Perkembangan impor buah-buahan Indonesia dari negara-negara ekportir selama lima

tahun memiliki kecenderungan yang meningkat. Permintaan buah-buahan juga dipengaruhi

adanya unsur musiman. Hal ini menyebabkan permintaan buah-buahan cenderung

berfluktuatif dalam satu tahunnya.

Penguasaan pasokan oleh negara-negara pengekspor buah-buahan pada umumnya

dikuasai oleh negara China, Australia dan Amerika Serikat. Persentase dari ketiga negara

tersebut kurang lebih sekitar 80 persen. Hasil peramalan menunjukkan bahwa permintaan

impor buah mengalami peningkatan di masa yang akan datang. Penurunan hanya terjadi pada

permitaan impor apel dan anggur dari China. Hal ini menunjukkan adanya ekspekstasi untuk

melakukan mengimpor dari jumlah impor yang pada waktu sebelumnya dan pada saat negara

pengekspor mengalami pucak musim panen permintaan impor untuk buah-buahan mengalami

peningkatan. Nilai tukar dan harga buah itu sendiri secara keseluruhan tidak berpengaruh

nyata terhadap permintaan buah impor, akan tetapi terdapat dugaan permintaan impor buah

mengalami penurunan ketika nilai tukar melemah terhadap Dollar USA dan harga buah impor

meningkat. Untuk buah lokal secara umum masih dapat mensubstisuti dari buah impor.

1. Contoh kasus

a. Permintaan Impor Apel

Apabila diurutkan berdasarkan negara asalnya maka selama tahun 2001 – 2005 rata-

rata impor Apel Indonesia terbesar pertama berasal dari negara China. Amerika

Serikat, New Zealand, Perancis dan Australia. Rata-rata impor apel Indonesia dari

China adalah sebesar 42.007 ton. Impor apel Indonesia terbesar dari negara China

terjadi pada tahun 2004, yaitu sebesar 73.153 ton.

China merupakan negara asal impor apel Indonesia terbesar. Selama tahun 2001–

2005, impor apel Indonesia dari China menunjukkan trend yang meningkat. Pada

tahun 2001 permintaan impor apel Indonesia dari China sebesar 27.202 ton.

Kemudian meningkat 24,81 persen menjadi 27.942 ton pada tahun 2002. Pada tahun

2003 terjadi penurunan sebesar 0,67 persen dari tahun 2002, menjadi sebesar 28.310

ton. Tahun 2004 meningkat sebesar 116,93 persen dari tahun 2003 menjadi 34.927

ton dan pada tahun 2005 meningkat 21,12 persen menjadi 41.996 ton. Rata-rata

pertumbuhan impor apel dari China dari tahun 2001 sampai 2005 adalah sebesar

40,55 persen.

Page 3: Impor Hortikultura

b. Permintaan Impor Anggur

Apabila diurutkan berdasarkan negara asalnya maka sepanjang tahun 2001 - 2005,

rata-rata impor anggur Indonesia terbesar pertama berasal dari negara Australia.

Amerika Serikat, China, Chili,dan Afrika Selatan berturut-turut merupakan negara

asal impor anggur Indonesia terbesar kedua, ketiga, keempat dan kelima.

Australia merupakan negara asal impor anggur Indonesia terbesar. Secara umum

Indonesia tidak pernah tidak mengimpor anggur dari Austalia. Umumnya impor

anggur dari Austalia akan memuncak di awal tahun dan akhir tahun. Terjadi

peningkatan tajam permintaan anggur dari tahun 2001 sampai 2003 yaitu sebesar

65,13 persen. Pada tahn 2001 permitaan anggur impor dari Australia sebesar 4.443

ton menjadi 7.337 pada tahun 2002. Pada tahun 2003 menurun sebesar 46,75 persen

menjadi 3.907 ton. Terjadi peningkatan tajam pada tahun 2004 yaitu meningkat

sebesar 169,92 persen dari tahun 2003 menjadi sebesar 10.546 ton. Tahun 2005

menurun sebesar 28,08 persen menjadi sebesar 7.796 ton.

2. Penyebab Kecenderungan Impor

Kecenderungan lebih menghargai produk impor mengindikasikan beberapa

kemungkinan antara lain:

1 produksi domestik yang belum dapat mengimbangi permintaan

2) jenis dan kualitas komoditas pertanian tidak sesuai dengan preferensi konsumen

3) bahan yang diperlukan untuk bahan baku dan olahannya tidak dapat diproduksi

sendiri

4) harga barang impor cukup bersaing dengan produk dalam negeri, sebagai akibat

adanya kebijakan untuk mengurangi atau menghilangkan hambatan non tarif-

barrier dan penurunan besarnya tarif sejalan dengan liberalisasi perdagangan dunia.

3. Fluktuasi Harga Sayuran dan Buah-Buahan

Fluktuasi harga yang tinggi merupakan salah satu isu sentral yang sering muncul

dalam pemasaran komoditas hortikultura. Misalnya pada bulan Januari 2006 harga pisang

naik sekitar 128 persen dibanding bulan sebelumnya, sedangkan harga jeruk naik sebesar 83

persen dan harga bawang merah naik paling tinggi yaitu sebesar 190 persen (Irawan et al.,

2006). Fluktuasi harga yang tinggi menyebabkan penerimaan dan keuntungan usaha yang

diperoleh petani dari hasil kegiatan usahataninya sangat berfluktuasi. Kondisi demikian tidak

kondusif bagi pengembangan agribisnis hortikultura karena keuntungan yang diperoleh dari

Page 4: Impor Hortikultura

kegiatan agribisnis hortikultura menjadi tidak stabil padahal tingkat keuntungan yang tinggi

dan stabil umumnya justru merupakan daya tarik utama bagi pelaku bisnis untuk melakukan

investasi dan memperluas usahanya.

Berdasarkan koefisien variasi harga bulanan sayuran, buah, padi dan palawija

menurut provinsi, terlihat bahwa koefisien variasi harga tersebut umumnya lebih tinggi pada

komoditas sayuran dibanding buah. Pada pasar konsumen koefisien variasi harga bawang

merah, cabai merah, kentang dan kubis berkisar antara 14,54 persen hingga 33,85 persen

sedangkan untuk komoditas pisang dan jeruk hanya sebesar 6,73 persen dan 8,96 persen. Hal

ini menunjukkan bahwa fluktuasi harga atau ketidakstabilan harga sayuran lebih tinggi

daripada buah. Fluktuasi harga tertinggi terjadi pada cabai merah yang memiliki koefisien

variasi harga sebesar 27,43 persen di pasar produsen dan 33,85 persen di pasar konsumen.

Dibanding komoditas padi dan palawija nilai koefisien variasi harga sayuran juga lebih besar,

dengan kata lain harga sayuran lebih berfluktuasi dibanding harga padi dan palawija. Pada

pasar konsumen koefisien variasi harga padi, jagung, ubikayu dan kacang tanah hanya sekitar

7,39-11,35 persen, artinyak estabilan harga keempat komoditas tersebut sekitar 3 hingga 4

kali lipat dibanding harga cabai merah. Begitu pula pada pasar produsen koefisien variasi

harga padi dan palawija (6,63-10,20%) juga lebih rendah dibanding sayuran (11,67-27,43%)

tetapi sedikit lebih tinggi dibanding buah (6,25% dan 8,32%).

Fluktuasi harga komoditas pada dasarnya terjadi akibat ketidakseimbangan antara

kuantitas pasokan dan kuantitas permintaan yang dibutuhkan konsumen. Jika terjadi

kelebihan pasokan maka harga komoditas akan turun, sebaliknya jika terjadi kekurangan

pasokan. Dalam proses pembentukan harga tersebut perilaku petani dan pedagang memiliki

peranan penting karena mereka dapat mengatur volume penjualannya yang disesuaikan

dengan kebutuhan konsumen. Berdasarkan hal tersebut maka dapat dikatakan bahwa

fluktuasi harga yang relatif tinggi pada komoditas sayuran pada dasarnya terjadi akibat

kegagalan petani dan pedagang sayuran dalam mengatur volume pasokannya sesuai dengan

kebutuhan konsumen.

Kondisi demikian dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu :

a. Pertama, produksi sayuran cenderung terkonsentrasi di daerah-daerah tertentu saja,

misalnya sekitar 90 persen produksi bawang merah nasional hanya dihasilkan di 6

provinsi dan 82 persen produksi cabai dihasilkan di 7 provinsi. Struktur produksi

demikian tidak kondusif bagi stabilitas harga karena jika terjadi anomali produksi

Page 5: Impor Hortikultura

(misalnya gagal panen akibat hama atau lonjakan produksi akibat pengaruh iklim) di

salah satu daerah sentra produksi maka akan berpengaruh besar terhadap

keseimbangan pasar secara keseluruhan.

b. Kedua, struktur produksi yang terkonsentrasi secara regional diperparah pula oleh

pola produksi yang tidak sinkron antar daerah produsen. Setiap daerah produsen

sayuran umumnya memiliki pola produksi bulanan yang relatif sama sehingga total

produksi sayuran cenderung terkonsentrasi pada bulan-bulan tertentu. Konsentrasi

produksi secara temporer tersebut misalnya dapat disimak pada pola produksi kentang

dan kubis di Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur yang

menyumbang sekitar 90 persen dan 78 persen produksi nasional. Di keempat provinsi

tersebut sekitar 60-65 persen produksi kentang dan kubis hanya dihasilkan pada bulan

Januari hingga Mei sehingga pada bulan-bulan tersebut harga kedua komoditas

tersebut cenderung mengalami penurunan tajam.

c. Ketiga, permintaan komoditas sayuran umumnya sangat sensitif terhadap perubahan

kesegaran produk. Sementara itu komoditas sayuran umumnya relatif cepat busuk

sehingga petani dan pedagang tidak mampu menahan penjualannya terlalu lama

dalam rangka mengatur volume pasokan yang sesuai dengan kebutuhan pasar, karena

hal itu dapat berdampak pada penurunan harga jual yang disebabkan oleh penurunan

kesegaran produk. Konsekuensinya adalah pengaturan volume pasokan yang

disesuaikan dengan kebutuhan konsumen tidak mudah dilakukan karena setelah

dipanen petani cenderung segera menjual hasil panennya agar sayuran yang

dipasarkan masih dalam keadaan segar.

d. Keempat, untuk dapat mengatur volume pasokan yang sesuai dengan kebutuhan

konsumen maka dibutuhkan sarana penyimpanan yang mampu mempertahankan

kesegaran produk secara efisien. Namun ketersediaan sarana penyimpanan tersebut

umumnya relatif terbatas akibat kebutuhan investasi yang cukup besar sedangkan

teknologi penyimpanan sederhana yang dapat diterapkan oleh petani sangat terbatas.

Dalam rangka meningkatkan efisiensi pemasaran dan meningkatkan daya saing

agribisnis sayuran diperlukan beberapa upaya yaitu:

1) Mengembangkan teknologi penyimpanan yang efisien dan kebutuhan biaya investasi

cukup rendah agar dapat diterapkan oleh petani. Hal ini dibutuhkan agar petani dapat

mengatur penjualannya dengan tujuan mendapatkan harga yang lebih

menguntungkan, dengan kata lain meningkatkan posisi tawar petani.

Page 6: Impor Hortikultura

2) Meningkatkan aksesibilitas petani terhadap lembaga modal untuk mengurangi

desakan kebutuhan modal petani. Upaya ini tidak hanya dapat meningkatkan posisi

tawar petani tetapi berguna pula untuk mengurangi kekuatan pedagang dalam

mengendalikan harga beli dari petani (kekuatan monopsoni/oligopsoni) yang

seringkali dibangun dengan memberikan pinjaman modal kepada petani dengan

ketentuan petani harus menjual sayurannya kepada pedagang pemberi pinjaman. Di

samping itu upaya ini juga berguna untuk menekan marjin pemasaran yang

disebabkan oleh keuntungan pedagang yang berlebihan akibat adanya kekuatan

monopsoni pada pedagang.

3) Mengembangkan sinkronisasi produksi secara lintas daerah produsen sayuran untuk

mengurangi fluktuasi harga yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara volume

pasokan dan kebutuhan konsumen. Upaya ini diperlukan untuk mengurangi risiko

usaha petani disamping merangsang investasi baru.

4) Mengembangkan daerah sentra produksi baru yang lebih tersebar secara regional. Di

samping dapat mengurangi fluktuasi harga yang disebabkan oleh anomali produksi

upaya ini diperlukan pula untuk memperkecil marjin pemasaran yang disebabkan

oleh biaya pengangkutan yang tinggi akibat jarak pemasaran yang relatif jauh.

Page 7: Impor Hortikultura

DAFTAR PUSTAKA

Irawan, Bambang. 2007. Fluktuasi Harga, Transmisi Hargs dan Marjin Pemasaran Sayuran

Dan Buah. Analisis Kebijakan Pertanian. 5(4) : 358-373. [Online]. Tersedia:

http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/ART5-4c.pdf. (Diakses pada tanggal 20

April 2014)

Nusantara, Taufan. 2006. Peramalan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Impor buah

Indonesia.[Online].Tersedia:http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/

123456789/1349/A06tsn_abstract.pdf?sequence=1. (Diakses pada tanggal 20 April

2014)