IMPLEMENTASI PROGRAM POS SAHABAT ANAK OLEH …repository.fisip-untirta.ac.id/706/1/Untitled -...
Transcript of IMPLEMENTASI PROGRAM POS SAHABAT ANAK OLEH …repository.fisip-untirta.ac.id/706/1/Untitled -...
IMPLEMENTASI PROGRAM POS SAHABAT ANAK OLEH DINAS SOSIAL PROVINSI
BANTEN DI KOTA SERANG
SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial pada Konsentrasi Kebijakan Publik
Program Studi Ilmu Administrasi Negara
Oleh: Gema Nugraha
NIM. 6661110628
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
SERANG, Agustus 2016
IMPLEMENTASI PROGRAM POS SAHABAT ANAK OLEH DINAS SOSIAL PROVINSI
BANTEN DI KOTA SERANG
SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial pada Konsentrasi Kebijakan Publik
Program Studi Ilmu Administrasi Negara
Oleh: Gema Nugraha
NIM. 6661110628
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
SERANG, Juni 2016
PERSEMBAHAN
Ada saatnya hal yang tidak mungkin menjadi mungkin
Ada saatnya hal yang tidak masuk akal menjadi masuk akal
Tetap optimis dan yakin adalah kuncinya
Memupuk derita tidak akan ada ujungnya
Mulailah belajar menanam kepercayaan pada diri sendiri dan percaya mampu
melakukan sesuatu, kita bisa karena kita pernah mau mencoba
Skripsi ini kupersembahkan untuk,
Papah, Mamah, dan Kakak-kakakku
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT
yang telah memberi rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Implementasi Program Pos Sahabat
Anak Oleh Dinas Sosial Provinsi Banten di Kota Serang”. Skripsi ini di susun
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ilmu Sosial pada konsentrasi
Kebijakan Publik, Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis melibatkan banyak pihak yang
senantiasa memberikan bantuan, baik berupa bimbingan, dukungan moral dan
materil, maupun keterangan-keterangan yang sangat berguna hingga tersusunnya
skripsi ini. Oleh karena itu, dengan rasa hormat penulis mengucapkan terimakasih
kepada:
1. Prof. Dr. H. Sholeh Hidayat, M.Pd., Rektor Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa.
2. Dr. Agus Sjafari, M.Si., Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
3. Rahmawati, S.Sos, M.Si., Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
4. Imam Mukhroman, S.Sos, M.Si., Wakil Dekan II Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
vi
5. Kandung Sapto Nugroho, M.Si., Wakil Dekan III Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
6. Listyaningsih, S.Sos, M.Si., Ketua Program Studi Ilmu Administrasi
Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa.
7. Ipah Ema Jumiati S.IP., M.Si., Dosen Pembimbing Skripsi I dan
Pembimbing Akademik yang terus menyemangati dan membimbing
peneliti dalam menyusun skripsi ini.
8. AnisFuad, S.Sos., M.Si., Dosen Pembimbing Skripsi II yang juga
telah menyemangati dan membimbing peneliti dalam menyusun
skripsi ini.
9. Seluruh Dosen dan Staf Program Studi Ilmu Administrasi Negara,
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa.
10. Drs. H. Nahrawi, M.Si., Kasi Perlindungan Anak dan Lansia Dinas
Sosial Provinsi Banten.
11. Abdullah Alamudin. S.Sos.I M.Si., Staff Pelaksana Seksi
Perlindungan Sosial Anak dan Lansia.
12. Hendri Sudiani, S.Sos., Kasi Pelayanan dan Perlindungan Sosial Anak
dan Lansia Dinas Sosial Kota Serang.
13. Bambang Gartika S.E Kabid Penegakan Peraturan Perundang-
undangan Daerah (PPUD) SATPOL PP Kota Serang.
vii
14. Sahari Banong, SE, MM., Kasubid Perlindungan Perempuan dan
Anak BPMPKB Kota Serang.
15. Iip Syafruddin, S.HI., Ketua Lembaga Perlindungan Anak Provinsi
Banten.
16. Holis, Petugas SATPOL PP dan Petugas Pos Sahabat Anak.
17. A.Ayi Asya’ari Petuagas SATPOL PP dan Petugas Pos Sahabat Anak.
18. Kedua Orang Tua, Ibuku Rohanah S.Pd dan Ayah ku Surya Jaya
Terimakasih banyak untuk segalanya.
19. Kedua saudara kandung, Kakakku Dian Yuana S.Pd dan Brigadir
Fajar Gumelar.
20. Teman-teman seperjuangan seluruh Mahasiswa Ilmu Administrasi
Negara Reguler dan Non-Reguler Angkatan 2011, Khususnya teman-
teman Administasi Negara Kelas C yang selama 4 tahun lebih telah
banyak mengisi cerita dan kehidupan peneliti selama di bangku
perkuliahan.
21. Lisa Rosalina, SP., yang telah banyak sekali membantu peneliti.
22. Sahabat sejati Gia Prasetya, SE, Abdillah Lutfi, Krisna Kristianning
Effendi, Ariawan Lesmana, Gesti Resti Fitri, Muhammad Amri
Pahlevi (alm), Metta Miftahul Jannah, Bima Yudha Saputra, dll.
23. Keluarga KKM 2014 Kelompok 123 Desa Cikedung Kec. Kasemen
yang penuh makna dan pengalaman.
24. Serta pihak lain yang membantu mendukung penelitian ini yang tidak
dapat peneliti ucapkan satu per satu. Peneliti ucapkan terimakasih.
viii
Peneliti berharap skripsi yang telah peneliti tulis ini dapat bermanfaat bagi
seluruh stakeholder, dosen, mahasiswa, maupun pihak lain yang membacanya.
Akhir kata, peneliti ucapkan terimakasih.
Serang, 20 Juli 2016
Gema Nugraha
ix
ABSTRAK
Gema Nugraha. 6661110628. Implementasi Program Pos Sahabat Anak oleh Dinas Sosial Provinsi Banten di Kota Serang.Program Studi Ilmu Administrasi Negara. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Pembimbing I: Ipah Ema Jumiati S.IP., M.Si dan Pembimbing II: Anis Fuad, S.Sos., M.Si
Program Pos Sahabat Anak di Kota Serang bertujuan untuk menekan jumlah anak jalanan di Kota Serang. Masalah anak jalanan adalah masalah yang sulit diselesaikan, karena anak jalanan muncul karena berbagai faktor. Pos Sahabat Anak merupakan solusi dari pemerintah daerah Provinsi Banten khusunya Dinas Sosial Provinsi Banten dalam mengatasi masalah anak jalanan di Kota Serang. Pos Sahabat Anak sudah dibangun di dua Kota, 3 di Kota Serang, dan 1 di Kota Cilegon. Kota Serang menjadi lokasi tujuan kebijakan atau pembangunan Pos Sahabat Anak karena Kota Serang adalah Ibu Kota Dari Provinsi Banten. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pelaksanan Program Pos Sahabat Anak di Kota Serang. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan melakukan wawancara mendalam kepada narasumber-narasumber yang berkaitan. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan model analisis data yang dikembangkan oleh Miles dan Hubberman yang mencangkup 4 kegiatan bersamaan antara lain pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan verifikasi data. Hasil dari penelitian ini adalah menunjukan bahwa program Pos Sahabat Anak di Kota Serang belum efektif hal ini ditunjukan dengan Pelaksanaan program pos sahabat anak di Kota Serang memiliki beberapa hambatan, Dari mulai kurangnya saranan dan prasarana dilapangan, tidak adanya rumah singgah untuk anak jalanan, kurangnya penanganan yang lebih intensif kepada anak jalanan, tidak melibatkan lembaga diluar pemerintah, para petugas Pos Sahabat Anak yang belum kompeten dan belum memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi dan rasa empati kepada anak jalanan, dan kondisi sosial ekonomi dilingkungan anak jalanan masih belum mendukung program Pos Sahabat Anak di Kota Serang ini.
Kata Kunci: Implementasi Program Pos Sahabat Anak oleh Dinas Sosial Provinsi Banten di Kota Serang
x
ABSTRACT
Gema Nugraha. 6661110628.Program Implementation of SA POS by Social
Service in Serang City of Banten. Departement of Public Administration. Social
and political science faculty. Sultan ageng tirtayasa university . advisor I: Ipah
Ema Jumiati S.IP., M.Si dan Advisor II: Anis Fuad, S.Sos., M.Si
SA POS program in serang city aims to reduce of street children in Serang city. The problem of street children is a difficult to be solved. Pos SA is a solution of the Banten provincial government especially Banten Provincial Social Service in addressing street children in the city of Serang. Pos SA have been built in two cities. three in Serang city, and one in the Cilegon. Serang city is a destination location or development policies Post SA because Serang City is the Capital Of Banten. The purpose of this study was to determine how the implementation of the Program of Post Sahabat Anak Kota Serang. The method used is descriptive method with qualitative approaches. depth interview was used in data collection techniques. In this study, the researcher used data analysis model developed by Miles and Hubberman which consists of four concurrent activities include data collection, data reduction, data presentation and verification of data. the results of this study showed the program Pos Sahabat Anak Kota Serang not effective yet. this is shown by the implementation of the program which has some problems such as the lack of involvement of institutions outside government, lack of proposition and infrastructure, the lack of a shelter for street children, the lack of handling more intensive to street children, the Post officer Sahabat Anak were not competent and do not have a sense of high responsibility and a sense of empathy for street children, and the socio-economic conditions in the environment.
Keywords: POS Sahabat Anak Implementation Friends of Children by Social
Service Banten in Serang
xi
DAFTAR ISI
COVER ................................................................................................................... i
PERNYATAAN ORISINALITAS ....................................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ................................................................ iii
HALAMAN PERSEMBAHAN .......................................................................... iv
KATA PENGANTAR ............................................................................................ v
ABSTRAK ............................................................................................................ ix
ABSTRACT ............................................................................................................. x
DAFTAR ISI ......................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xvii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xviii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xix
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ................................................................................................ 1
1.2. Identifikasi Masalah...................................................................................... 14
1.3. Batasan Masalah ........................................................................................... 15
1.4. Rumusan Masalah ......................................................................................... 15
1.5. Tujuan Penelitian .......................................................................................... 15
1.6. Manfaat Penelitian ........................................................................................ 15
1.7. Ssitematika Penulisan ................................................................................... 16
xii
BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN ASUMSI
DASAR PENELITIAN
2.1. Pengertian Kebijakan .................................................................................... 19
2.1.1. Pengertian Kebijakan Publik ............................................................ 20
2.1.2. Tahap-tahap Kebijakan Publik .......................................................... 22
2.1.3. Implementasi Kebijakan Publik ........................................................ 23
2.1.4. Model-model Implementasi Kebijakan ............................................ 27
2.1.4.1. Model Daniel Mazmanian dan Paul Sabtier ....................... 27
2.1.4.2. Model Implementasi Kebijakan George C. Edward III ...... 29
2.1.4.3. Model Implementasi Kebijakan Merilee S. Grindle ........... 29
2.1.4.4. Model Donald Van Metter dan Carl Van Horn .................. 32
2.1.5. Program Pos Sahabat Anak (PSA) .................................................... 35
2.1.5.1. Definisi Program Pos Sahabat Anak................................... 35
2.1.5.2. Tujuan dan Program Pos Sahabat Anak ............................. 37
2.1.5.3. Landasan Hukum Pos Sahabat Anak Provinsi Banten ....... 38
2.1.5.4. Tahapan Penanganan Pos Sahabat Anak ............................ 38
2.1.6. Anak Jalanan ..................................................................................... 40
2.2. Penelitian Terdahulu ..................................................................................... 42
2.3. Kerangka Pemikiran Penelitian .................................................................... 45
2.4. Asumsi Dasar ................................................................................................ 47
xiii
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian ......................................................................................... 48
3.2. Ruang Lingkup Penelitian ............................................................................ 50
3.3. Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................................ 50
3.3.1. Lokasi Penelitian ............................................................................... 50
3.3.2. Waktu Penelitian ............................................................................... 50
3.4. Fenomena yang Diamati ............................................................................... 51
3.5. Instrumen Penelitian ..................................................................................... 51
3.6. Informan Penelitian ...................................................................................... 52
3.7. Teknik Pengumpulan Data dan Analisis Data .............................................. 55
3.7.1. Teknik Pengumpulan Data ................................................................ 55
3.7.2. Analisis Data ..................................................................................... 65
3.8. Lokasi dan Jadwal Penelitian........................................................................ 68
BAB IV PEMBAHASAN
4.1. Deskripsi Kota Serang .................................................................................. 70
4.1.1. Geografis Kota Serang ...................................................................... 71
4.1.2. Administratif Kota Serang ................................................................ 71
4.1.3. Kondisi Demografis Kota Serang ..................................................... 73
4.2. Pos Sahabat Anak ......................................................................................... 77
4.2.1. Definisi Program Pos Sahabat Anak ................................................. 77
4.2.2. Tujuan Program Pos Sahabat Anak .................................................. 80
4.2.3. Landasan Hukum Pos Sahabat Anak Provinsi Banten ..................... 80
xiv
4.2.4. Tahapan Penanganan Pos Sahabat Anak ............................................ 81
4.3. Profil dan Struktur Organisasi Dinas Sosial Provinsi Banten ...................... 83
4.3.1. Visi-Misi Dinas Sosial Provinsi Banten ........................................... 83
4.3.2. Struktur Organisasi Dinas Sosial Provinsi Banten ........................... 86
4.3.3. Tugas dan Fungsi Dinas Sosial Provinsi Banten .............................. 86
4.4. Profil dan Struktur Organisasi Dinas Sosial Kota Serang ............................ 95
4.4.1. Profil Dinas Sosial Kota Serang ....................................................... 95
4.4.1.1. Kelembagaan ...................................................................... 95
4.4.1.2. Kedudukan dan Visi Misi Dinas Sosial Kota Serang ......... 95
4.4.1.3. Tugas Pokok dan Fungsi ..................................................... 96
4.4.1.4. Susunan Organisasi Dinas Sosial Kota Serang ................... 97
4.4.2. Struktur Organisasi Dinas Sosial Kota Serang ................................. 99
4.5. Profil SATPOL PP Kota Serang ................................................................. 100
4.5.1. Visi Satuan Polisi Pamong Praja (SATPOL PP Kota Serang) ...... 101
4.5.2. Misi Satuan Polisi Pamong Praja (SATPOL PP) Kota Serang ....... 102
4.6. Struktur Organisasi Lembaga Perlindungan Anak Provinsi Banten .......... 102
4.6.1. Peran Lembaga Perlindungan Anak Provinsi Banten ..................... 104
4.6.2. Fungsi Lembaga Perlindungan Anak Provinsi Banten ................... 105
4.7. Deskripsi dan Analisis data ........................................................................ 106
4.7.1. Informan Penelitian ......................................................................... 109
4.8. Deskripsi Hasil Penelitian........................................................................... 113
4.9. Implementasi Program Pos Sahabat Anak Oleh Dinas Sosial Provinsi
Banten di Kota Serang ................................................................................ 113
xv
4.9.1. Ukuran dan Tujuan Kebijakan ........................................................ 113
4.9.2. Sumber-sumber Kebijakan ............................................................. 121
4.9.2.1. Sumber Daya Manusia ...................................................... 121
4.9.2.2. Sumber Daya Anggaran .................................................... 127
4.9.2.3. Sumber Daya Sarana dan Prasarana ................................. 130
4.9.2.4. Sumber Daya Waktu ......................................................... 134
4.9.3. Komunikasi Antar Organisasi ......................................................... 138
4.9.4. Karakteristik Agen Pelaksana ......................................................... 145
4.9.5. Sikap/Kecenderungan Agen Pelaksana .......................................... 151
4.9.5.1. Inisiatif .............................................................................. 151
4.9.5.2. Partisipatif ...................................................................... 155
4.9.6. Lingkungan Ekonomi, Sosial, dan Politik ...................................... 158
4.10. Pembahasan ................................................................................................ 169
4.10.1. Ukuran dan Tujuan Kebijakan...................................................... 170
4.10.2. Sumber-sumber Kebijakan ........................................................... 173
4.10.3. Komunikasi Antar Organisasi ...................................................... 177
4.10.4. Karakteristik Agen Pelaksana....................................................... 179
4.10.5. Sikap dan Kecenderungan Agen Pelaksana ................................. 180
4.10.5.1. Inisiatif ............................................................................. 180
4.10.5.2. Partisipatif ........................................................................ 180
4.10.6. Lingkungan Ekonomi, Sosial, dan Politik .................................... 181
xvi
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ................................................................................................. 183
5.2 Saran ........................................................................................................... 186
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Jumlah Anak Jalanan Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Banten
(jiwa), Tahun 2012 – 2014 .................................................................... 10
Tabel 1.2 Daftar Nama-nama Petugas Pos Sahabat Anak di Kota Serang ............ 12
Tabel 3.1 Deskripsi Informan Penelitian ............................................................... 53
Tabel 3.2 Pedoman Wawancara Penelitian ........................................................... 59
Tabel 3.3 Jadwal Penelitian ................................................................................... 69
Tabel 4.1 Luas Daerah dan Pembagian Administratif di Kota Serang Tahun
2014 ....................................................................................................... 72
Tabel 4.2 Banyaknya Penduduk Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin di Kota
Serang, Tahun 2014 ............................................................................... 73
Tabel 4.3 Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Kota Serang,
Tahun 2014 ............................................................................................ 74
Tabel 4.4 Anak Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial di Provinsi Banten
(jiwa), tahun 2014 .................................................................................. 76
Tabel 4.5 Jumlah Anak Jalanan Menurut Jenis Kelamin di Kota Serang Tahun
2013 – 2016 ........................................................................................... 82
Tabel 4.6 Spesifikasi Informan Penelitian ........................................................... 110
Tabel 4.7 Daftar Nama Petugas Pos Sahabat Anak di Kota Serang .................... 123
xviii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Sekuensi Implementasi Kebijakan .................................................... 26
Gambar 2.2 Model Implementasi Kebijakan Daniel Mazmanian dan Paul
Sabatier ............................................................................................. 28
Gambar 2.3 Model Implementasi Kebijakan George C. Edward III .................... 39
Gambar 2.4 Model Implementasi Kebijakan Merilee S. Grindle ......................... 31
Gambar 2.5 Model Implementasi Kebijakan Van Metter dan Van Horn ............. 34
Gambar 2.6 Tahapan Penanganan ........................................................................ 39
Gambar 2.7 Kerangka Berfikir Penelitian ............................................................ 46
Gambar 3.1 Siklus Teknis Analisis Data Menurut Miles dan Huberman ............ 68
Gambar 4.1 Tahapan Penanganan ........................................................................ 81
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Izin Penelitian
Lampiran 2 Surat Persetujuan Penelitian
Lampiran 3 Pedoman Umum Wawancara
Lampiran 4 Matirks Hasil Wawancara
Lampiran 5 Dokumentasi Penelitian
Lampiran 6 Catatan Lapangan
Lampiran 7 Catatan Bimbingan
Lampiran 8 Peraturan Daerah Provinsi Banten No 8 Tahun 2010
Lampiran 9 Form Pendataan Anak Jalanan
Lampiran 10 Data Anak Jalanan di Kota Serang Tahun 2016
Lampiran 11 Uraian Pos Sahabat Anak
Lampiran 12 Daftar Riwayat Hidup
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara berkembang yang pada dasarnya didirikan untuk
mensejahterakan rakyat, Negara berkembang seperti Indonesia secara berkelanjutan
melakukan pembangunan secara fisik, maupun mental untuk mencapai tujuan seperti
yang tertera pada Undang-Undang Dasar 1945 yakni melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk mensejahterakan umum,
mencerdaskan kehidupan Bangsa. Secara garis besar Manusia sebagai Masayarakat
dalam suatu Negara berhak medapatkan kesejahteraan sebagaimana yang tertera
pada Undang-Undang di atas.
Manusia pada dasarnya adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang
diciptakan oleh sang Pencipta dalam keadaan yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut
antara lain dan ditunjukan supaya antarmanusia dapat saling mengenal dan tolong-
menolong, hal ini tidak terlepas dari manusia adalah makhluk sosial yang
membutuhkan satu dengan yang lainya. Laki-laki membutuhkan perempuan,
perempuan membutuhkan laki-laki, dan seorang pemimpin membutuhkan bawahan,
dan begitupun sebaliknya. Tidak seorang pun sanggup hidup secara individu tanpa
ada komunikasi dan bersosialiasi meskipun seluruh isi dunia diberikan kepadanya.
Perbedaan keadaan manusia ternyata tidak hanya terletak pada warna kulit,
suku, ras, bangsa ataupun agama. Tetapi juga dalam kehidupan dan ekonomi yang
mereka alami. Di samping terdapat orang yang beruntung dalam memiliki kehidupan
2
ekonomi yang mapan, terdapat pula manusia yang kurang beruntung dalam memiliki
ekonomi di kehidupanya. Masyarakat seperti fakir miskin, anak jalanan, pengemis,
yang tidak memiliki tempat tinggal adalah sebagian contoh orang-orang yang
kurang beruntung dalam hal ekonomi di kehidupanya. Salah satu tujuan Negara
Indonesia adalah mensejahterakan dan memberikan keadilan kepada rakyat tanpa
memandang perbedaan dalam segala hal termasuk masyarakat yang kurang
beruntung dalam memiliki ekonomi dikehidupanya, selama mereka masih warga
Negara Indonesia mereka berhak menerima kesejahteraan dan keadilan yang
diberikan oleh Negara Indonesia. Begitu besarnya perhatian para perumus Undang-
Undang Dasar 1945 terhadap masalah ketimpangan ekonomi, sampai terdapat ayat
yang berbunyi “Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara”. Bunyi
ayat tersebut terdapat pada pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945.
Masyarakat fakir, miskin, dan anak-anak yang terlantar di anggap sebagai kondisi
yang cukup memperihatinkan dalam kondisi perekonomian seseorang sehingga
Negara harus memberikan perhatian khusus bagi mereka. Hal ini dilakukan Negara
dengan melakukan pemeliharaan terhadap masyarakat fakir miskin dan anak-anak
jalanan. (sumber:http/www.bppk.kemenkeu.co.id, di akses pada 27 November 2015)
Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota yang seharusnya bisa melihat lebih
dekat kondisi dan keberadaan mereka tidak banyak melakukan tindakan nyata guna
mengatasi masalah mereka dari kehidupan nestapa tersebut. Jumlah pengemis,
pengamen, dan anak jalanan semakin mengalami peningkatan. Sebagaimana
diuraikan di atas, kondisi mereka yang terus bertambah tersebut seolah-olah menjadi
hal yang sudah di anggap wajar dan biasa bagi pemerintah. Seiring datangnya era
otonomi daerah pemerintah mengatur regulasinya dalam Undang – Undang Nomor
3
32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian diganti dengan
Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, maka
setiap daerah memiliki hak untuk mengelola sendiri segala urusan pemerintahannya
dalam memenuhi kebutuhan masyarakat di daerahnya. Maka pemerintah daerah juga
memiliki kewenangan dalam mengelola fenomena sosial yang terjadi di Daerahnya
dan termasuk masalah anak jalanan yang menjadi salah satu masalah dalam setiap
Daerah otonom bahkan menjadi masalah di Indonesia.
Pada umumnya fenomena yang muncul di perkotaan seiring dengan berbagai
permasalahaan pembangunan yang dihadapi di era otonomi adalah kemiskinan dan
masalah sosial di masing-masing Daerah. Hal ini dapat dilihat dengan meningkatnya
jumlah anak jalanan, jumlah anak jalanan dari tahun ke tahun selalu mengalami
peningkatan. Juwartini (2004) menyebutkan bahwa terjadinya krisis ekonomi di
Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 diyakini banyak pihak sangat berpengaruh
terhadap peningkatan anak jalanan di Indonesia. Senada dengan pernyataan tersebut,
Taufik (2007) menyebutkan bahwa krisis moneter yang melanda Indonesia berlanjut
dengan krisis ekonomi dan menjadi krisis multidimensi mengakibatkan semakin
banyak anak-anak usia sekolah terkena dampak dampaknya. Banyak diantara mereka
yang tidak bersekolah lagi karena orang tua terkena pemutusan hubungan kerja
ataupun kesulitan mencari pekerjaan. Banyak diantara mereka yang melakukan
kegiatan di jalanan ketika jam pelajaran sekolah sedang berlangsung. Mereka berada
di jalanan untuk hidup bebas, kegiatan anak jalanan biasanya dilakukan dengan
mengamen, mengemis, menjual koran, bahkan menjadi pemulung, dan masih banyak
lagi kegiatan anak jalanan yang dilakukan di jalan.
4
Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa
harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat dan hak-hak sebagai
manusia yang harus dijunjung tinggi. Anak adalah masa depan bangsa dan generasi
penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan hidup,
tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak
kekerasan dan diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 menegaskan bahwa pertanggung
jawaban orang tua, keluarga dan masyrakat, pemerintah dan Negara merupakan
kegiatan yang dilaksanakan secara terus-menerus dan terlindungnya hak-hak anak.
Rangkaian kegiatan tersebut harus berkelanjutan dan terarah guna menjamin
pertumbuhan dan perkembangan anak, baik fisik, mental, spiritual maupun sosial.
Hal ini dimaksudkan untuk mewujudkan kehidupan terbaik bagi anak yang di
harapkan sebagai penerus bangsa yang potensial, tangguh, mandiri, memiliki
nasionalisme yang dijiwai akhlak dan nilai-nilai pancasila. Dan Undang-Undang
Tahun 1945 pasal 34 ayat (1) menegaskan bahwa fakir miskin, dan anak-anak
terlantar di pelihara oleh Negara. dalam pasal tersebut jelas menegaskan bahwa
Negara bertanggung jawab penuh dalam pemeliharaan dan pertanggung jawaban atas
masalah sosial yang di hadapi oleh Negara dan masyarakatnya, sehingga masalah
kemiskinan dan anak jalanan yang pada dasarnya adalah masalah sosial menjadi
salah satu tanggung jawab dari pemerintah dalam menyelesaikan tugas dan tanggung
jawabnya sebagai Negara.
Anak jalanan adalah anak yang berusia 6 – 18 Tahun yang menghabiskan
waktu di jalanan maupun di tempat-tempat umum (Panduan Pendataan PMKS dan
PSKS, 2007). Pada awalnya terdapat dua kategori anak jalanan yaitu Children On
5
The Street dan Children Of The Street namun pada perkembangannya ada
penambahan kategori, yaitu Children In The Street atau sering disebut juga Children
From Families Of The Street. Pengertian untuk Children On The Street adalah anak-
anak yang mempunyai kegiatan ekonomi dijalanan yang masih memilikki hubungan
dengan keluarga. Ada dua kelompok anak jalanan dalam kategori ini, yaitu anak-
anak yang tinggal bersama orangtuanya dan senantiasa pulang ke rumah setiap hari ,
dan anak-anak yang melakukan kegiatan ekonomi dan tinggal dijalanan namun
masih mempertahankan hubungan dengan keluarga dengan cara pulang baik berkala
ataupun dengan jadwal yang tidak rutin. Children Of The Street adalah anak-anak
yang menghabiskan seluruh atau sebagaian besar waktunya dijalanan dan tidak
memilikki hubungan atau ia memutuskan hubungan dengan keluarganya. Children
In The Street atau Children From The Families Of The Street adalah anak-anak yang
menghabiskan seuluruh waktunya di jalanan yang berasal dari keluarga yang hidup
atau tinggalnya juga dijalanan. Umumnya aktivitas yang dilakukan anak jalanan
biasanya dengan mengemis ataupun mengamen di jalanan, di daerah perkotaan yang
menurut mereka tepat untuk melakukan aktivitas mengemis ataupun mengamen
dikarenakan roda perekonomian di Kota lebih besar di banding Kabupaten.
(sumber:http//www.rahamtullah.net, diakses pada 12 Desember 2015)
Keberadaan dan bertambahnya jumlah anak jalanan merupakan persoalan yang
perlu mendapat perhatian, mengingat anak-anak yang melakukan kegiatan atau
tinggal di jalanan senantiasa berhadapan dengan situasi buruk. Seperti yang
diungkapkan oleh Kushartati (2004) yang menyebutkan bahwa anak jalanan sangat
rentan untuk mendapatkan situasi yang buruk seperti menjadi korban dari berbagai
perlakuan salah satu eksploitasi, diantaranya adalah kekerasan fisik, penjerumusan
6
ketindakan kriminal, penyalahgunaan narkoba, objek sosial dan sebagainya. Dari
dahulu sampai sekarang masalah sosial yang selalu dihadapi oleh Bangsa dan Negara
ini adalah kemiskinan yang menjadi salah satu faktor adanya anak jalanan dan
kebijakan yang diambil untuk mengatasinya melalui berbagai program
penanggulangan kemiskinan yang menyebabkan meningkatnya jumlah anak jalanan.
Terdapat beberapa peraturan pemerintah terkait dengan upaya penanganan anak
jalanan ataupun pemulihan keberfungsian hak-hak anak, diantaranya:
1. Undang-undang Dasar tahun 1945, setiap anak berhak atas kelangsungan
hidup Tumbuh dan berkembang, serta berhak atas perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi (pasal 28 B ayat (2))
2. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak
3. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
4. Undang-undang Nomor 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial
5. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 1990 Tentang
Pengesahan Convention On The Rights Of The Child (Konvensi Tentang
hak-hak Anak)
6. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2002 Tentang
Rencana Aksi Nasional Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial Anak
7. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 88 Tahun 2002 Tentang
Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan (Trafiking) Perempuan
dan Anak
8. Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 8 Tahun 210, Tentang
Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial
7
9. Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 2 Tahun 2010, Tentang
Pencegahan, Pemberantasan dan Penanggulangan Penyakit Masyarakat.
Fenomena anak jalanan di Kota Serang saat ini sangat memprihatinkan, ini
dilihat dari semakin banyaknya jumlah anak jalanan yang berada dijalanan atau
tempat umum yang menggantungkan nasib di jalanan bahkan hanya sekedar untuk
mencari uang jajan tambahan. Hampir di setiap lampu merah dan tempat tempat
umum lainya di Kota Serang, dapat dijumpai sejumlah anak jalanan yang
beraktivitas dan dapat dibilang menggangu aktivitas masyarakat umum. Aktivitas
anak jalanan di kota serang pada umumnya sering dapat kita jumpai pada waktu
malam hari, dengan bebas dan leluasa mereka melakukan aktivitasnya dijalanan
walaupun tidak sering juga kita jumpai anak jalanan pada waktu pagi dan sore hari,
karena pada dasarnya sejumlah anak jalanan di Kota Serang melakukan aktivitas di
jalanan setelah selelsai sekolah ataupun pada malam hari karena menghindari
panasnya terik sinar matahar,. Dan menghindari para petugas satpol PP dan petugas
Pos Sahabat Anak. Anak jaanan di Kota Serang dapat kita jumpai di alun-alun Kota
Serang, Di tempat tempat makan, taman kota, lampu merah ciceri, lampu merah
kebon jahe, lampu merah sempu, dan lampu merah palima. Tempat tempat tersebut
yang biasanya sering kita jumpai anak jalanan yang melakukan aktivitasnya terutama
pada malam hari.
Berdasarkan Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2002, Peratutan Daerah
Provinsi Banten No 8 Tahun 2010, dan peraturan Daerah Kota Serang No 2 Tahun
2010 maka Dinas Sosial Provinsi Banten berupaya mencari jalan keluar baik melalui
kegiatan maupun program yang diharapkan pelan namun pasti mampu mengurangi
8
jumlah anak jalanan, yang tujuanya mewujudkan kesejahteraan dengan melibatkan
berbagai pihak, mengingat semakin banyaknya jumlah anak jalanan di kota serang,
Dinas Sosial Provinsi Banten mengharapkan dapat mengurangi jumlah anak jalanan
di kota Serang. Berdasarkan hasil observasi awal yang peneliti laukan pada bulan
September 2015, kebijakan yang dibuat Pemerintah Dinas Sosial Provinsi Banten
untuk mengurangi jumlah anak di kota Serang adalah dengan membangun Pos
Sahabat Anak.
Pos Sahabat Anak adalah salah satu program Dinas Sosial Provinsi Banten,
Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Banten No 8 Tahun 2010, Tentang
Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial. Dinas Sosial Provinsi Banten mencari jalan
keluar untuk mengatasi jumlah anak jalanan di Provinsi Banten terutama di Kota
Serang, dan berdasarkan Peraturan Derah Kota Serang Nomor 2 Tahun 2010
Provinsi Banten dalam pelaksanaanya melibatkan Dinas Sosial Kota Serang sebagai
salah satu Dinas yang mempunyai wewenang dalam daerahnya dalam mengatasi
masalah anak jalanan di Kota Serang dan salah satu bentuk koordinasi dan
memaksimalkan program Pos Sahabat Anak.
Pos Sahabat Anak adalah salah satu upaya Dinas Sosial Provinsi Banten dalam
menangani masalah sosial dijalanan terutama masalah anak jalanan yang ada di
Provinsi Banten, program Pemerintah Daerah ini mulai berjalan pada tahun 2013
dengan membangun beberapa pos yang di sebut dengan Pos Sahabat Anak,
Pembangunan Pos Sahabat anak dilakukan di beberapa titik di pinggir jalan di kota
Serang dan Cilegon yang di yakini banyak aktivitas anak jalanan disekitar daerah
tersebut, pembangunan Pos Sahabat Anak ini berlokasi di daerah Kota Serang seperti
Ciceri Kota Serang, Kebon Jahe , Dan Alun-Alun Timur Kota Serang, di Cilegon
9
sendiri berlokasi di dekat gerbang tol Cilegon timur. Dalam pelaksanaanya program
Pos Sahabat Anak ini melibatkan secara langsung masyarakat dan beberapa lembaga
sosial dalam program ini, hal ini dapat dilihat dengan para petugas yang berjaga di
Pos Sahabat Anak yang terdiri dari Tokoh Masyarakat (RT), anggota TKSK Kota
Serang, dan Satpol PP Kota Serang. Dalam pelaksanaanya disetiap pos di tempati
oleh masing-masing empat orang petugas disetiap Pos Sahabat Anak. Pembangunan
Pos Sahabat Anak ini dimaksudkan untuk mengawasi setiap aktivitas dan kegiatan
anak jalanan di kota Serang, dengan melakukan tindakan langsung berupa
penjaringan, pendekatan dan pendataan kepada setiap anak jalanan yang terlihat
melakukan aktivitas di jalanan Kota Serang, setiap anak jalanan yang terjaring akan
di data untuk di evaluasi oleh dinas Sosial Kota Serang dan Provinsi Banten. Untuk
setiap anak jaanan yang berasal dari Kota Serang akan di Kembalikan kepada
keluarga / walinya, sedangkan untuk anak yang sudah tidak memiliki orang tua / wali
akan di tawarkan untuk menjalani hidup di panti asuhan / pondok pesantren, dan jika
adapun anak jalanan yang bukan berasal dari kota Serang akan di data di dinas sosial
provinsi Banten untuk di kembalikan ke Kota asalnya karena tindakan dan aktivitas
mereka di jalanan di anggap menggangu ketertiban umum dan keindahan kota
Serang.
Dinas sosial provinsi dan kota mengakui masih banyak kekurangan dalam
program Pos Sahabat Anak ini mulai dari SDM untuk petugas yang berjaga dan
pengawas yang memantau kegiatan para agen pelaksana di lapangan, Anggaran
untuk gaji para petugas yang masih dalam kategori honorer dan untuk menindak
lanjuti setiap anak jalanan yang terjaring operasi petugas, dan Kondisi Pos yang
terbilang kurang layak sehingga fungsi dari Pos Sahabat Anak tidak berjalan dengan
10
baik, tidak ada petugas yang berjaga di dalam pos sehingga pos yang tadinya
diharapakan sebagai tempat untuk para petugas memantau setiap kegiatan dan
aktivitas anak jalanan sekarang kondisinya menjadi tidak terawatt dan kumuh. Selain
itu juga dalam implementasinya masih ada beberapa masalah yang membuat
program Pos Sahabat Anak ini masih belum bisa di katakan optimal.
Ada beberapa faktor yang membuat program Pos Sahabat Anak masih belum
bisa dikatakan berjalan dengan optimal, diantaranya:
Pertama, masih banyaknya jumlah anak jalanan di Kota Serang, hal ini dilihat
dari jumlah anak jalanan yang ada di antara Kota/Kabupaten yang ada di Provinsi
Banten. Jumlah anak jalanan di Kota Serang masih menempati urutan pertama pada
Tahun 2014 dengan jumlah 309 anak jalanan, jumlah ini paling terbesar dari setiap
masing masing Kota/Kabupaten di Provinsi Banten pada Tahun 2014. Dari data
tersebut dapat dilihat bahwa masalah anak jalanan di Kota Serang sudah semakin
memprihatinkan.
Tabel 1.1
Jumlah Anak Jalanan Menurut Kabupaten/Kota
di Provinsi Banten (jiwa), Tahun 2012 - 2014
Kabupaten/Kota 2012 2013 2014
Kabupaten / Regency
1. Pandeglang 8 33 19
2. Lebak 212 212 47
3. Tangerang 34 146 131
4. Serang 42 3 201
Kota / Municipality
11
5. Tangerang 110 109 49
6. Cilegon 120 34 37
7. Serang 192 393 309
8. Tangerang Selatan 163 146 96
Sumber : Dinas Sosial Provinsi Banten, 2015
Dari Tabel 1.1 di atas dapat dilihat pada Tahun 2012 Kota Serang menempati
urutan kedua setelah Kabupaten Lebak dengan jumlah anak jalanan 192 Jiwa. Pada
Tahun 2013 Kota Serang menempati urutan pertama dengan jumlah anak jalanan
393 Jiwa. Dan pada tahun 2014 Kota Serang menempati urutan pertama dengan
jumlah anak jalanan 309 Jiwa. Selama 3 tahun berturut-turut jumlah anak jalanan di
Kota Serang mengalami Fluktuatif dengan jumlah anak jalanan terbanyak pada
Tahun 2013 dan terkecil pada Tahun 2012. Berdasarkan tabel 1.1 di atas menjadi
dasar pertimbangan penelitian menjadikan Kota Serang sebagai objek penelitian,
diantaranya adalah Kota Serang menduduki peringkat pertama dalam jumlah anak
jalanan di antara kota-kota lain yang ada di Provinsi Banten pada satu tahun terakhir.
Kedua, menurut hasil wawancara dengan Bapak Hasanudin S.pd.I selaku
petugas Pos Sahabat Anak di Alun-alun Timur Kota Serang, tidak adanya petugas
yang berjaga di Pos Sahabat Anak. Hal ini terjadi dikarenakan masih kurang
efektifnya lokasi pos sahabat anak yang di bangun untuk di tempati oleh empat
petugas dalam satu pos, dan masih kurangnya fasilitas yang memadai di dalam pos
sehingga rata-rata petugas mengawasi dari daerah sekitar pos seperti di warung-
warung atau tempat tempat lain untuk mengawasi aktivitas anak jalanan, dan tidak
jarang juga petugas memiih untuk berkeliling di sekitar area yang menurut mereka
banyak aktivitas anak jalanan.
12
Tabel 1.2
Daftar Nama-Nama Petugas Pos Sahabat Anak Di Kota Serang
No Nama Tempat Tugas Pos Sahabat Anak Jabatan
1 Nita Rusdamayanti,
S.Si Kebon Jahe Kota Serang Sakti Peksos
2 Wahyu Sukinta Kebon Jahe Kota Serang
Tokoh
Masyarakat
(RT)
3 Agus Dini R Kebon Jahe Kota Serang Tokoh
Masyarakat
4 Budi Setiawan Kebon Jahe Kota Serang SATPOL PP
Kota Serang
5 Holis Alun-alun Timur Kota Serang SATPOL PP
Kota Serang
6 Jupri Alun-alun Timur Kota Serang Tokoh
Masyarakat
7 Hasannudin, S.Pd.I Alun-alun Timur Kota Serang TKSK
8 Sinta Alun-alun Timur Kota Serang Sakti Peksos
9 A.Ayi Asya’ari Ciceri Kota Serang SATPOL PP
Kota Serang
10 Siti Rukamana P Ciceri Kota Serang Sakti Peksos
11 Novi Ciceri Kota Serang TKS Kota
Serang
12 Tatang Ciceri Kota Serang Tokoh
Masyarakat
Sumber : Dinas Sosial Provinsi Banten, 2015
Dari tabel 1.2 diatas dapat dilihat dari total 3 Pos Sahabat Anak yang terletak
di Kota Serang memiliki jumlah petugas sebanyak 12 orang, masing-masing setiap
13
Pos Sahabat Anak memiliki jumlah petugas 4 orang yang berjaga disetiap Pos. Tugas
pokok dari setiap petugas yang berjaga di pos adalah mengamati aktivitas anak
jalanan yang berada dijalanan dan langsung melakukan tindakan dengan melakukan
pendekatan kepada anak jalanan dan pendataan secara langsung kepada setiap anak
jalanan yang mendapati sedang melakukan aktivitas dijalanan seperti mengamen,
dan meminta-minta. Dari tabel 1.2 diatas juga menjadi dasar perimbangan penelitian
karena pada kenyataanya dari setiap pos yang sudah didirikan tidak ada satupun
petugas yang berjaga di dalam Pos Sahabat Anak. Para Petugas Pos Sahabat Anak
yang berjaga di Pos Sahabat Anak merupakan honorer yang setiap bulan diberikan
upah sebesar lima ratus ribu rupiah dalam satu bulan yang diberikan dari APBD.
Ketiga, menurut hasil wawancara dengan Bapak Drs.H.Nahrawi.M.Si selaku
Kasi Perlindungan Anak Dan Lanjut Usia Dinas Sosial Provinsi Banten tidak adanya
penanganan lebih lanjut atau tempat seperti rumah singgah untuk setiap anak jalanan
yang di data oleh para petugas, rumah singgah yang dimaksud adalah seperti rumah
penampungan untuk setiap anak jalanan yang tertangkap atau setiap anak jalanan
yang didapati melakukan ativitas dijalanan dan diberikan pengarahan dan pelatihan
secara langsung menurut bakat dan hobi yang mereka suka, seperti pelatihan
membuat kerajinan tangan, kesenian, dan cara bekerja dengan baik dan benar untuk
anak jalanan yang berusia 17 sampai dengan 18 Tahun, Dan terkadang diberikan
uang santunan bagi anak jalanan yang sudah tidak memilik Ayah/Ibu ataupun
Tempat tinggal. sehingga anak jalanan tidak akan kembali lagi ke jalanan dan
bekerja untuk mendapatkan uang. Tetapi masalah rumah singgah sudah menjadi
pertimbangan bagi Dinas Sosial Provinsi Banten untuk secepatnya membangun
rumah singgah supaya program pos sahabat anak tidak terkesan sia-sia.
14
Keempat, dari hasil wawancara dengan Bapak Wahyu selaku Petugas Pos
Sahabat Anak di Kebon Jaher Kota Serang yang ditemui dirumah beliau di daerah
Kebon Jahe Kota Serang, kurangnya sarana dan prasarana dalam pelaksanaan
program Pos Sahabat Anak ini, kondisi Pos Sahabat Anak yang kecil dan tidak ada
fasilitas yang mendukung untuk kinerja para petugas sehingga pelaksanaan program
Pos Sahabat Anak dilapangan tidak sesuai dengan yang direncanakan. Dalam hal ini
masalah sarana dan prasarana yang kurang memadai dan kurang mendukung menjadi
salah satu faktor yang membuat para petugas tidak ada yang standby di Pos Sahabat
Anak. Dalam masalah ini memperkuat indikasi bahwa tidak adanya petugas yang
berjaga di Pos Sahabat Anak adalah tidak memadainya sarana dan prasarana untuk
Atas dasar latar belakang pemikiran diatas, penulis tertarik untuk melakukan
penelitian Skripsi dengan Judul : Implementasi Program Pos Sahabat Anak Oleh
Dinas Sosial Provinsi Banten di Kota Serang.
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, Maka peneliti mencoba mengidentifikasi
masalah yang terkait dengan pengimplementasian Program Pos Sahabat Anak (PSA)
oleh Dinas Sosial Provinsi Banten di Kota Serang serta yang berkaitan dengan
permasalahan-permasalahan lain nya sebagai berikut :
1. Jumlah anak jalanan di Kota Serang menempati urutan terbesar dari 8
Kabupaten/Kota di Provinsi Banten.
2. Tidak adanya petugas yang berjaga di dalam Pos Sahabat Anak.
3. Tidak adanya penanganan lebih lanjut atau rumah singgah untuk anak
jalanan.
15
4. Kurangnya sarana dan prasanarana dilapangan untuk mendukung program
Pos Sahabat Anak di Kota Serang
1.3. Batasan Masalah
Batasan dari penelitian berusaha untuk mengetahui Bagaimana Implementasi
Dinas Sosial Kota Serang dalam menjalankan program Pos Sahabat Anak.
1.4. Rumusan Masalah
Rumusan masalah terkait penelitian ini maka peneliti memberikan rumusan
masalah sebagai berikut : Bagaimana Implementasi Program Pos Sahabat Anak yang
dilakukan oleh Dinas Sosial Kota Serang?
1.5. Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui sampai sejauh mana
implementasi program Pos Sahabat Anak yang dilakukan oleh Dinas Sosial Kota
Serang.
1.6. Manfaat penelitian
Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
baik secara teoritis maupun praktis :
1. Manfaat Teoritis
Memberikan penilaian dan perbandingan yang baik dari perkembangan
teori sectorkeilmuan yang diperoleh di bangku kuliah dengan
perkembangan di sector praktek yang terjadi di lapangan, serta
16
mendapatkan gambaran baru selama penelitian dapat di jadikan
pemahaman untuk penelitian selanjutnya. Selain itu untuk menambah
khasanah keilmuan tentang teori-teori organisasi public dan non public
sebagai usaha memperkaya teori keilmuan tentang keadministrasinegaraan
bagi mahasiswa FISIP Ilmu Administrasi Negara.
2. Manfaat Praktis
Dapat memberikan masukan yang berguna bagi Dinas Sosial Provinsi
Banten dalam pencapaian kinerja pengimplementasian program Pos
Sahabat Anak. Dan berguna bagi para lembaga dan dinas dinas lain untuk
bekerjasama dalam mengatasi masalah anak jalanan di Kota Serang.
1.7. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan merupakan garis besar penyusunan penelitian ini yang
berujuan untuk memudahkan dalam memahami secara keseluruhan isi dari
penyusunan penelitian ini. Adapun sistematika penulisan penelitian mengenai
“Implementasi program Pos Sahabat Anak oleh Dinas Sosial Provinsi Banten di
Kota Serang”, tersusun atas sistematika sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini terdiri dari latar belakang yang menerangkan secara jelas mengenai
ruang lingkup dan kedudukan masalah yang akan diteliti dalam bentuk deduktif (dari
umum ke khusus). Kemudian bab ini membahas tentang identifikasi masalah untuk
mendeteksi aspek permasalahan yang muncul dan berkaitan dari judul penelitian atau
dengan masalah penelitian. Pembatasan dan perumusan masalah ditetapkan sebagai
17
fokus dari penelitian yang akan dilakukan demi mencapai hasil penelitian yang
diharapkan dalam tujuan penelitian. Dan selanjutnya, bab ini juga membahas
mengenai manfaat penelitian, baik manfaat teoritis dan praktis yang berguna bagi
peneliti, pembaca, dan instansi terkait. Serta sistematika penulisan yang digunakan
untuk mempermudah pembaca mengetahui isi dari penelitian secara keseluruhan.
BAB II DESKRIPSI TEORI
Bab ini akan membahas mengenai teori-teori relevan yang digunakan untuk
mengkaji permasalahan-permasalahan yang muncul dalam penelitian ini. Penelitian
terdahulu dipaparkan sebagai bahan perbandingan antara penelitian yang dilakukan
dengan penelitian sebelumnya, sehingga dapat diketahui kesamaan atau perbedaan
dari masing-masing penelitian yang dilakukan. Selanjutnya, kerangka teori
menggambarkan alur penelitian yang dikaji dengan teori yang relevan dalam
penelitian, sehingga peneliti dapat merumuskan kesimpulan penelitian sementara.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini terdiri dari pendekatan dan metode penelitian yang digunakan. Ruang
lingkup penelitian dan lokasi dilakukannya penelitian. Definisi variabel penelitian
yang menjelaskan mengenai variabel penelitian itu sendiri. Instrumen penelitian
menjelaskan tentang proses penyusunan dan jenis alat pengumpulan data. Informan
penelitian menjelaskan orang-orang yang terkait dengan informasi yang dibutuhkan
dalam penelitian. Teknik pengolahan dan uji keabsahan data yang menjelaskan
tentang teknik dan rasionalisasinya. Serta tentang jadwal yang memaparkan waktu
penelitian ini dilakukan.
18
BAB IV HASIL PENELITIAN
Bab ini terdiri dari deskripsi obyek penelitian yang meliputi lokasi penelitian
secara jelas. Kemudian terdapat deskripsi data dari hasil penelitian yang diolah dari
data mentah dengan menggunakan teknik analisis data yang relevan sebagaimana
dengan penggunaan teori dalam penelitian ini. Selanjutnya data yang sudah
dianalisis, peneliti uji validitas dengan menggunakan teknik triangulasi untuk
mendapatkan hasil penelitian yang diharapkan. Kemudian melakukan pembahasan
lebih lanjut terhadap persoalan dan pada akhir pembahasan peneliti dapat
mengemukakan berbagai keterbatasan pelaksanaan penelitian, terutama untuk
penelitian eksperimen dan ketebatasan ini dapat dijadikan rekomendasi terhadap
penelitian lebih lanjut dalam bidang yang menjadi obyek penelitian.
BAB V PENUTUP
Bab ini menjelaskan secara jelas mengenai jawaban dari tujuan penelitian.
Kesimpulan dibuat dari hasil penelitian yang dilakukan secara singkat, jelas dan
mudah dipahami oleh pembaca. Selanjutnya, peneliti memberikan saran yaitu berisi
tindak lanjut dari sumbangan penelitian terhadao bidang yang diteliti secara praktis
agar dapat direalisasikan dalam kehidupan nyata.
19
BAB II
KAJIAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN ASUMSI
DASAR PENELITIAN
2.1. Pengertian Kebijakan
Kebijakan (policy) adalah suatu kumpulan keputusan yang diambil oleh
seorang pelaku atau kelompok politik dalam usaha memilih tujuan dan cara untuk
mencapai tujuan itu. Pada prinsipnya, pihak yang membuat kebijakan-kebijakan itu
mempunyai kekuasaan untuk melaksanakannya. Bagi para pemegang kekuasaan
yang berwenang dalam membuat kebijakan-kebijakan, tentu perlu pertimbangan
serta peninjauan secara seksama. Karena kebijakan-kebijakan yang dibuat memiliki
dampak yang luas, tidak hanya oleh kelompok tertentu, namun masyarakat juga
dapat merasakan dampak tersebut.
Pada dasarnya, kebijakan dibuat untuk melakukan tindakan pencegahan dan
bukan saat telah terjadi atau sudah terjadi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
kebijakan didefinisikan sebagai rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar
dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, serta cara
bertindak (tentang pemerintah, organisasi, dan sebagainya). Sementara itu,
Perserikatan Bangsa-Bangsa memberikan definisinya secara lebih terperinci pada
makna kebijakan,
“Kebijakan ialah pedoman untuk bertindak. Pedoman itu bisa saja amat sederhana atau kompleks, bersifat umum atau khusus, luas atau sempit, kabur atau jelas, longgar atau terperinci, bersifat kualitatif atau kuantitatif, publik atau privat. Kebijakan dalam maknanya seperti itu mungkin berupa suatu deklarasi mengenai suatu dasar pedoman bertindak, suatu arah tindakan
20
tertentu, suatu program mengenai aktivitas-aktivitas tertentu, atau suatu rencana” (United Nation, 1975).
Dengan banyaknya definisi kebijakan yang telah diberikan para pakar ahli,
memaknakan bahwa kebijakan memang melekat dalam kehidupan sehari-hari,
karena seringkali dipergunakan dalam konteks tindakan-tindakan atau kegiatan-
kegiatan. James Anderson sebagaimana dikutip oleh Solichin (2012: 8), menyatakan
bahwa kebijakan ialah suatu langkah tindakan yang secara sengaja dilakukan oleh
seorang aktor atau sejumlah aktor berkenaan dengan adanya masalah atau persoalan
tertentu yang dihadapi.
2.1.1.Pengertian Kebijakan Publik
Kebijakan publik dalam kepustakaan internasional disebut public policy.
Dengan adanya tujuan yang ingin direalisasikan dan adanya masalah publik yang
harus diatasi, maka pemerintah perlu membuat suatu kebijakan publik. Kebijakan
yang merupakan sekumpulan keputusan-keputusan yang ditetapkan, yang bertujuan
dalam melindungi serta membatasi perilaku atau tindakan masyarakat sesuai dengan
norma-norma yang berlaku di dalam masyarakat. Karena para pembuat kebijakan
perlu mencari tahu dan meninjau terlebih dulu terkait isu-isu masalah apa yang
terjadi di masyarakat. Masyarakat adalah sumber utama dalam penyusunan kebijakan
publik. Kebijakan ini untuk keberhasilannya tidak hanya didasarkan atas prinsip-
prinsip ekonomis, efisiensi dan administratif, akan tetapi juga harus didasarkan atas
pertimbangan etika dan moral.
21
Frederick (1963: 79), mendefinisikan kebijakan publik sebagai serangkaian
tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok, atau pemerintah dalam suatu
lingkungan tertentu, dengan ancaman peluang yang ada. Kebijakan yang diusulkan
tersebut ditujukan untuk memanfaatkan potensi sekaligus mengatasi hambatan yang
ada dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Sedangkan menurut Harold Laswell dan
Abraham Kaplan (1970: 71), kebijakan publik adalah suatu program yang
diproyeksikan dengan tujuan-tujuan tertentu, nilai-nilai tertentu, dan praktik-praktik
tertentu. Anderson (1978) sebagaimana dikutip Tachjan (2006: 16), mengemukakan
bahwa, “Public policies are those policies developed by governmental bodies and
officials”. Maksudnya, kebijakan publik adalah kebijakan-kebijakan yang
dikembangkan oleh badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah. Adapun tujuan
penting dari kebijakan tersebut dibuat pada umumnya dimaksudkan untuk:
1. Memelihara ketertiban umum (negara sebagai stabilisator)
2. Melancarkan perkembangan masyarakat dalam berbagai hal (negara
sebagai perangsang, stimulator)
3. Menyesuaikan berbagai aktivitas (negara sebagai koordinator)
4. Memperuntukkan dan membagi berbagai materi (negara sebagi pembagi,
alokator).
Udoji (dalam Solichin, 2012), seorang pakar dari Nigeria (1981), telah
mendefinisikan kebijakan publik sebagai “an sanctioned course of action addressed
to a particular problem or group of related problems that affect society at large”
(suatu tindakan bersanksi yang mengarah pada suatu tujuan tertentu yang saling
berkaitan dan memengaruhi sebagian besar warga masyarakat).
22
Dari definisi-definisi di atas terkait kebijakan publik, dapat disimpulkan
beberapa karakteristik dari konsep kebijakan publik. Pertama, pada umumnya
kebijakan publik perhatiannya ditujukan pada tindakan yang mempunyai maksud
atau tujuan tertentu daripada perilaku yang berubah atau acak. Kedua, kebijakan
publik pada dasarnya mengandung bagian atau pola kegiatan yang dilakukan oleh
pejabat pemerintah daripada keputusan yang terpisah-pisah.
Ketiga, kebijakan publik merupakan apa yang sesungguhnya dikerjakan oleh
pemerintah dalam mengatur perdagangan, mengontrol inflasi, atau menawarkan
perumahan rakyat, bukan apa maksud yang dikerjakan atau yang akan dikerjakan.
Keempat, kebijakan publik dapat berbentuk positif maupun negatif. Kelima,
kebijakan publik, paling tidak secara positif, didasarkan pada hukum dan merupakan
tindakan yang bersifat memerintah. Kebijakan publik yang bersifat memerintah
kemungkinan besar mempunyai sifat yang memaksa secara sah, yang mana hal ini
tidak dimiliki oleh kebijakan-kebijakan organisasi swasta.
Sebagaimana yang dikatakan Inu Kencana (2010) dalam bukunya Pengantar
Ilmu Pemerintahan, bahwa public policy dapat menciptakan situasi dan dapat pula
diciptakan oleh situasi.
2.1.2.Tahap-tahap Kebijakan Publik
Tahap-tahap pembuatan kebijakan publik menurut Dunn (2000 : 24), ialah
sebagai berikut.
23
a. Penyusunan Agenda (Agenda Setting)
Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda
publik. Banyak masalah tidak disentuh sama sekali, sementara lainnya
ditunda untuk waktu lama.
b. Formulasi Kebijakan
Para pejabat merumuskan alternatif kebijakan untuk mengatasi masalah.
Alternatif kebijakan melihat perlunya membuat perintah eksekutif,
keputusan peradilan, dan tindakan legislatif.
c. Adopsi/Legitimasi Kebijakan
Alternatif kebijakan yang diadopsi dengan dukungan dari mayoritas
legislatif, konsensus di antara direktur lembaga, atau keputusan peradilan.
d. Implementasi Kebijakan
Kebijakan yang telah diambil, dilaksanakan oleh unit-unit administrasi
yang memobilisasi sumber daya finansial dan manusia.
e. Penilaian/Evaluasi Kebijakan
Unit-unit pemeriksaan dan akuntansi dalam pemerintahan menentukan
apakah badan-badan eksekutif, legislatif, dan peradilan memenuhi
persyaratan undang-undang dalam pembuatan kebijakan dan pencapaian
tujuan.
2.1.3. Implementasi Kebijakan Publik
Adanya kebijakan publik yang dibuat oleh aktor kebijakan, tentu bukan
semata-mata hanya menjadi “kumpulan lembaran kertas”. Namun juga perlu adanya
“tindakan nyata” dalam kebijakan-kebijakan tersebut. Implementasi kebijakan
24
merupakan salah satu tahapan penting dalam siklus kebijakan publik. Dengan
implementasi atau penerapan, serangkaian keputusan yang disusun berdasarkan
analisis pada apa yang diharapkan untuk menuju keadaan yang lebih baik, dalam
proses pelaksanaan mencapai tujuan tersebut. Menjelaskan makna implementasi
dengan mengatakan bahwa:
“Memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan fokus perhatian implementasi kebijakan, yakni kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan yang timbul sesudah disahkannya pedoman-pedoman kebijakan publik yang mencakup baik usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat/dampak nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian.”
Sementara Meter danHorn (1975), mendefiniskan implementasi kebijakan,
sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu atau pejabat-
pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada
tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan.
Dapat disimpulkan bahwa implementasi merupakan suatu proses yang
dinamis, dimana pelaksana kebijakan melakukan suatu aktivitas atau kegiatan,
sehingga pada akhirnya akan mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan tujuan
atau sasaran kebijakan itu sendiri. Dalam proses kebijakan publik, implementasi
kebijakan merupakan tahapan yang bersifat praktis dan dibedakan dari formulasi
kebijakan yang dapat dipandang sebagai tahapan yang bersifat teoritis.
Pada praktiknya, implementasi kebijakan publik tidak selalu sejalan dengan
apa yang sudah direncanakan dalam tahap formulasi kebijakan, atau antara visi
dengan realitas. Keadaan demikian oleh Hogwood dan Gunn (1986) disebut
unsuccessful implementation (implementasi yang tidak berhasil). Kegagalan
implementasi dapat terjadi dalam setiap kebijakan selama proses pelaksanaannya.
25
Dimana kebijakan tersebut tidak berhasil dalam mewujudkan dampak atau hasil
akhir yang dikehendaki. Grindle (1980) (dalam Tachjan, 2006) menyebutkan 3 (tiga)
hambatan besar yang seringkali muncul dalam pelaksanaan suatu kebijakan publik,
yakni: (1) ketiadaan kerjasama vertikal, antara atasan dengan bawahan; (2) hubungan
kerja horizontal yang tidak sinergis; dan (3) masalah penolakan terhadap perubahan
yang datang dari publik maupun kalangan birokrasi sendiri.
Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan
dapat mencapai tujuannya, tidak lebih dan tidak kurang digunakan untuk
mengimplementasikan suatu kebijakan publik. Untuk mengimplementasikan
kebijakan publik, ada dua pilihan langkah yang ada, yaitu langsung
mengimplementasikan dalam bentuk program atau melalui formulasi kebijakan
derivate atau turunan dari kebijakan publik tersebut. Secara umum dapat
digambarkan sebagai berikut.
26
Gambar 2.1
Sekuensi Implementasi Kebijakan
(Sumber: Riant Nugroho. 2009. Public Policy)
Terdapat dua model pendekatan implementasi kebijakan dalam sejarah
perkembangan studi implementasi kebijakan, yaitu pendekatan top-down dan
bottom-up. Dalam bahasa Lester dan Stewart (2000: 108) istilah top-down
dinamakan dengan “the command and control approach” (pendekatan kontrol dan
komando) dan istilah bottom-up dinamakan “the market approach” (pendekatan
pasar).
1. Pendekatan top-down
Pendekatan ini mengasumsikan bahwa kita dapat memandang proses
kebijakan sebagai suatu rangkaian perintah dimana para pemimpin politik
mengartikulasikan suatu preferensi kebijakan yang jelas yang akan
KEBIJAKAN PUBLIK
Kebijakan Publik Penjelas
Program
Proyek
Kegiatan
Pemanfaat (Beneficiaries)
27
dilaksanakan dengan cara semakin spesifik seiring dengan perjalanan
kebijakan tersebut melalui mesin administratif yang melayaninya.
Pendekatan ini menekankan pada sampai sejauh mana keberhasilan
mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dan pada aktivitas-aktivitas
dari mesin implementasi yang diberi mandat secara legal yang
menawarkan indikasi-indikasi jelas mengenai apa yang harus dipahami
oleh pelaksana dan mengenai apa tujuan yang ingin dicapai.
2. Pendekatan bottom-up
Pendekatan ini dimulai dari semua publik dan para aktor swasta yang
terlibat dalam pelaksanaan program-program dan pengkajian tujuan-tujuan
pribadi dan organisasi mereka, strategi-strategi mereka, dan jaringan dari
kontak yang telah mereka bangun.Keunggulan terpenting dari pendekatan
„bottom-up‟ adalah mengarahkan perhatian pada hubungan-hubungan
formal dan informal yang membentuk jaringan kebijakan yang terlibat
dalam pembuatan dan pelaksanaan kebijakan.
2.1.4.Model-model Implementasi Kebijakan
2.1.4.1. Model Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier
Model dari kedua pakar kebijakan ini dikenal dengan istilah A Framework for
Policy Implementation Analysis. Mazmanian dan Sabatier (1983) berpendapat bahwa
peran penting dari implementasi kebijakan publik adalah kemampuannya dalam
mengidentifikasikan variabel-variabel yang mempengaruhi tercapainya tujuan-tujuan
formal pada keseluruhan proses implementasi. Keduanya mengklasifikasikan proses
implementasi kebijakan ke dalam tiga variabel.
29
2.1.4.2. Model Implementasi Kebijakan George C. Edward III
Edward III (1980) (dalam Riant Nugroho, 2009), menegaskan bahwa masalah
utama administrasi publik adalah lack of attention to implementation (kurangnya
perhatian pada implementasi). Model yang ia namakan dengan Direct and Indirect
Impact on Implementation, menyarankan untuk memerhatikan empat isu pokok agar
implementasi kebijakan menjadi efektif, diantaranya: 1) Komunikasi, 2)
Sumberdaya, 3) Disposisi, dan 4) Struktur Birokrat.
Gambar 2.3
Model Implementasi Kebijakan George C. Edward III
(Sumber: Agustino, Leo. 2008. Dasar-Dasar Kebijakan Publik)
2.1.4.3.Model Implementasi Kebijakan Merilee S. Grindle
Pendekatan Grindle (1980) dikenal dengan Implementation as A Political and
Administrative Process. Kerangka pemikiran dari model ini berdasarkan jawaban
KOMUNIKASI
IMPLEMENTASI
STRUKTUR BIROKRASI
SUMBER DAYA
DISPOSISI
30
atas dua pertanyaan pokok, khususnya di negara berkembang, bahwa keberhasilan
implementasi ditentukan oleh derajat implementability dari kebijakan tersebut, yaitu:
Content dan Context.
1. Content of Policy (Isi Kebijakan), mencakup hal-hal sebagai berikut:
a. Interest affected (Kepentingan-kepentingan yang mempengaruhi)
b. Type of benefits (Tipe manfaat)
c. Extent of change envision (Derajat perubahan yang ingin dicapai)
d. Site of decision making (Letak pengambilan keputusan)
e. Program implementer (Pelaksana program)
f. Resources commited (Sumber-sumber daya yang digunakan)
2. Context of Policy(Konteks Implelementasi), terdiri dari poin-poin sebagai
berikut:
a. Power, interest, and strategy of actor involved(Kekuasaan,kepentingan-
kepentingan, dan strategi dari aktor yang terlibat)
b. Institution and regime characteristic (Karakteristik lembaga dan rezim
yang berkuasa)
c. Compliance and responsiveness (Tingkat kepatuhan dan adanya respon
dari pelaksana)
31
Gambar 2.4
Model Implementasi Kebijakan Merilee S. Grindle
(Sumber: Anggara, 2014. Kebijakan Publik)
32
2.1.4.4.Model Donald Van Metter dan Carl Van Horn
Pendekatan top-down yang pada bahasan sebelumnya telah dijelaskan,
membuat dua pakar kebijakan untuk mengembangkan pendekatan tersebut, yakni
Metter dan Horn (1975). Model yang disebut dengan A Model of The Policy
Implementation, merupakan sebuah abstraksi atau performansi suatu implementasi
kebijakan yang pada dasarnya secara sengaja dilakukan untuk meraih kinerja
implementasi kebijakan publik yang tinggi yang berlangsung dalam hubungan
berbagai variabel.
Adapun variabel-variabel yang mempengaruhi selama proses implementasi
kebijakan publik, diantaranya:
1. Ukuran dan Tujuan Kebijakan Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur tingkat keberhasilannya jika-dan hanya-jika ukuran dan tujuan dari kebijakan memang realistis dengan sosio-kultur yang berada di level pelaksana kebijakan. Ketika ukuran kebijakan atau tujuan kebijakan terlalu ideal (bahkan terlalu utopis) untuk dilaksanakan di level warga, maka agak sulit memang merealisasikan kebijakan publik hingga titik yang dapat dikatakan berhasil.
2. Sumberdaya Keberhasilan proses implementasi kebijakan sangat tergantung dari kemampuan memanfaatkan sumberdaya yang tersedia. Manusia merupakan sumberdaya yang terpenting dalam menentukan suatu keberhasilan proses implementasi. Tahap-tahap tertentu dari keseluruhan proses implementasi menuntut adanya sumberdaya manusia yang berkualitas sesuai dengan pekerjaan yang diisyaratkan oleh kebijakan yang telah ditetapkan secara politik. Tetapi ketika kompetensi dan kapabilitas dari sumberdaya-sumberdaya itu nihil, maka kinerja kebijakan publik sangat sulit untuk diharapkan.Tetapi di luar sumberdaya manusia, sumberdaya-sumberdaya lain yang perlu diperhitungkan juga, ialah sumberdaya finansial dan sumberdaya waktu. Karena, mau tidak mau ketika sumberdaya manusia yang kompeten dan kapabel telah tersedia sedangkan kucuran dana melalui anggaran tidak tersesia, maka menjadi perosalan pelik untuk merealisasikan apa yang hendak dituju oleh kebijakan publik. Demikian pula halnya dengan sumberdaya waktu, saat sumberdaya manusia giat bekerja dan kucuran dana berjalan dengan baik, tetapi terbentur dengan persoalan waktu yang terlalu ketat, maka hal ini pun dapat menjadi penyebagian ketidakberhasilan
33
implementasi kebijakan. Karena itu sumberdaya yang diminta dan dimaksud oleh Metter dan Horn adalah ketiga bentuk sumber daya tersebut.
3. Krakteristik Agen Pelaksana Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal dan organisasi informal yang akan terlibat pengimplementasian kebijakan publik. Hal ini sangat penting karena kinerja kebijakan (publik) akan sangat banyak dipengaruhi oleh ciri-ciri yang tepat serta cocok dengan para agen pelaksananya. Selain itu, cakupan atau luas wilayah implementasi kebijakan perlu juga diperhitungkan manakala hendak menentukan agen pelaksana. Semakin luas cakupan implementasi kebijakan, maka seharusnya semakin besar pula agen yang dilibatkan.
4. Sikap atau Kecenderungan Sikap penerimaan atau penolakan dari (agen) pelaksana akan sangat banyak mempengaruhi keberhasilan atau tidaknya kinerja kebijakan publik. Hal ini sangat mungkin terjadi oleh karena kebijakan yang dilaksanakan bukanlah hasil formulasi warga setempat yang mengenal betul persoalan dan permasalahan yang mereka rasakan. Tetapi kebijakan yang akan implementor laksanakan adalah kebijakan ”dari atas” (top-down) yang sangat mungkin para pengambil keputusannya tidak pernah mengetahui (bahkan tidak mampu menyentuh) kebutuhan, keinginan, atau permasalahan yang warga ingin selesaikan.
5. Komunikasi Antarorganisasi dan Aktivitas Pelaksana
Koordinasi merupakan mekanisme yang ampuh dalam implementasi kebijakan publik. Semakin baik koordinasi komunikasi di antara pihak-pihak yang terlibat dalam suatu proses implementasi, maka asumsinya kesalahan-kesalahan akan sangat kecil untuk terjadi. Dan, begitu pula sebaliknya.
6. Lingkungan Ekonomi, Sosial, dan Politik
Hal terakhir yang perlu juga diperhatikan guna memenuhi kinerja implementasi kebijakan publik dalam perspektif yang ditawarkan oleh Metter dan Horn adalah, sejauh mana lingkungan eksternal turut mendorong keberhasilan kebijakan publik yang telah ditetapkan. Lingkungan sosial, ekonomi, dan politik yang tidak kondusif dapat menjadi biang keladi dalam kegagalan kinerja implementasi kebijakan. Karena itu, upaya untuk mengimplementasikan kebijakan harus pula memperhatikan kekondusifan kondisi lingkungan eksternal.
34
Gambar 2.5
Model Implementasi Kebijakan Van Metter dan Van Horn
(Sumber: Anggara, 2014. Kebijakan Publik)
Atas dasar pertimbangan penelitian, peneliti memilih teori dari Metter dan
Horn sebagai alat analisis dari penelitian Implementasi Program Pos Sahabat Anak
oleh Dinas Sosial Provinsi Banten Di Kota Serang, peneliti memilih teori dari Van
Metter dan Van Horn dikarenakan dalam teorinya Van Metter dan Van Horn
memperhatikan beberapa faktor keberhasilan dalam implementasi suatu kebijakan
seperti : standar atau ukuran kebijakan, sumber-sumber kebijakan, komunikasi antar
organisasi dan aktivitas pelaksana, krakteristik agen pelaksana, sikap atau
kecenderungan (disposition) para pelaksana, lingkungan ekonomi, sosial, dan politik.
Yang masih kurang diperhatikan oleh para pembuat kebijakan dan para agen
pelaksana dalam Implementasi Program Pos Sahabat Anak Oleh Dinas Sosial
Provinsi Banten Di Kota Serang sehingga dalam pelaksanaanya masih belum efektif.
Asumsi dasar peneliti ini berdasarkan dari fakta hasil observasi yang peneliti
temukan di lapangan.
35
2.1.5 Pengertian Pos Sahabat Anak
2.1.5.1 Definisi Program Pos Sahabat Anak
Permasalahan anak semakin hari semakin kompleks, khususnya permasalahan
anak jalanan di kota-kota besar, tidak terkecuali di Provinsi Banten. Sebagai daerah
penyangga Ibu Kota Jakarta, Provinsi Banten rentan sekali dimasuki limpahan anak
jalanan baik dari DKI ataupun daerah sekitarnya. Perlu antisipasi yang serius
menghadapi permasalahan ini, sehingga perlu adanya koordinasi yang sinergis antara
pemerintah provinsi dan kab/kota dalam penanganan anjal.
Salah satu upayanya adalah mengembangkan uji coba penanganan anak
jalanan berbasis masyarakat, dimana dalam hal ini masyarakat juga ikut berperan
aktif dalam rangka penanganan anak jalanan. Uji coba penanganan anak jalanan
berbasis masyarakat merupakan salah satu komitmen pemerintah dalam
meminimalisir kegiatan anak di jalanan.Salah satu bentuk kegiatan dalam
mengembangkan uji coba penanganan anak jalanan berbasis masyarakat, adalah
mendirikan Pos Sahabat Anak.Pos Sahabat Anak(PSA) merupakan salah satu
program pemerintah Daerah Provinsi Banten untuk menangani penyakit masyarakat
di jalanan.Pos sahabat anak didirikan dengan tujuan menghalau atau pun dapat
meminimalisir kegiatan anak di jalanan. Berbeda dengan pos pada umumnya pos
sahabat dalam melakukan penghalauan dengan metode bersahabat dengan anak,
sehingga tidak muncul konsep menyeramkan bagi anak.
Petugas pos sahabat anak terdiri dari unsur:
1. Satpol PP 2. Dinas Sosial Kabupaten/Kota 3. Sakti Peksos/Pendamping Masyarakat 4. Tokoh Masyarakat/Ketua RT sekitar
36
Dalam memberikan kesan bersahabat dengan anak, para petugas diberikan
bekal pelatihan penanganan sehingga apa yang dilakukan nanti tidak bertentangan
dengan Hak Azazi ataupun bertentangan dengan UU. No. 11 tahun 2012 tentang
Sistem Peradilan Pidana Anak selain itu petugas jaga akan dibuatkan seragam
khusus yang bersahabat dan tidak menggunakan atribut seragam masing-masing.
Di tahun 2013, pembangunan untuk pos sahabat anak sudah dilaksanakan
dengan konsep percontohan di 2 wilayah, yaitu Kota Serang dan Kota Cilegon.
Untuk wilayah Kota Serang didirikan 3 titik yang banyak anak jalanan melakukan
aktifitasnya yaitu:
1. Lampu merah Ciceri 2. Lampu Merah Kebon Jahe 3. Alun-alun Serang Barat (depan Ramayana)
Sedangkan untuk wilayah Kota Cilegon di bangun di 1 titik yaitu di
perempatan PCI. Pada pos sahabat anak tersebut akan dipasangkan CCTV yang
berfungsi untuk memonitor aktifitas keseharian terutama aktifitas anak di jalanan
yang terhubung langsung ke Dinas Sosial Kota dan Dinas Sosial Provinsi Banten.
Dengan bantuan CCTV ini, diharapkan dapat membantu Dinas Sosial masing-
masing wilayah untuk mengambil kebijakan selanjutnya.Pada tahun 2014 ini
pembangunan pos sahabat anak akan dikembangkan di beberapa wilayah
Kabupaten/Kota dengan kesiapannya masing-masing. Kesiapan berkaitan dengan
SDM dan pendukung lainnya, sehingga pos sahabat anak bisa berjalan secara
optimal.
Pos Sahabat Anak (PSA) mampu menjadi solusi bagi pemerintah daerah dan
masyarakat dalam menangani anak jalanan, meyelesaikan masalah anak jalanan di
37
Provinsi Banten. Sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan kenyamanan
masyarakat di jalan dan meningkatkan harkat dan martabat anak jalanan dan
memberikan hak-hak anak jalanan yang seharusnya mereka dapatkan selayaknya
anak-anak seusia mereka. Secara psikologi, aktivitas anak jalanan yang dilakukan di
jalanan tidak dapat di biarkan karena akan berdampak jangka panjang sehingga
generasi Indonesia menjadi terbiasa melakukan hal yang tidak seharusnya dilakukan
di jalanan dan tidak mampu produktif di masa yang akan datang.
Keberadaan Pos Sahabat Anak (PSA) sangat penting dalam menangani anak
jalanan di Provinsi Banten, karena :
1. Pos Sahabat Anak (PSA) diperuntukan bagi mereka anak jalanan yang memiliki keterbatasan hal, seperti: pendapatan, tempat tinggal, kesehatan, pendidikan, keterampilan, dan komunikasi.
2. Memudahkan dalam melakukan monitoring dan pembinaan sehingga penanganan penyakit masyarakat di jalanan dapat lebih efektif dan efisien baik dari segi pembiayaan, tenaga, dan waktu yang digunakan.
3. Dapat meningkatkan moral anak-anak jalanan di Provinsi Banten. 4. Dapat meningkatkan kualitas anak jalanan dengan melakukan pembinaan
atau pelatihan life skill. 5. Mampu memberikan kenyamanan dan ketertiban kepada para masyarakat
yang menggunakan fasilitas di jalan dan memberikan kenyamanan dalam berkendara di jalanan.
2.1.5.2 Tujuan Program Pos Sahabat Anak (PSA)
A. Untuk menghalau atau pun dapat meminimalisir kegiatan anak jalanan di
jalanan.
B. Tujuan Khusus:
1. Meningkatkan moral dan status sosial anak-anak jalanan yang berada di Provinsi Banten dengan melakukan pendekatan dan pendataan dan memberikan motivasi dan bantuan kepada mereka atau keluarganya.
2. Memberikan kenyamanan berkendara kepada para pengguna jalan.
38
3. Meningkatkan kemandirian dan kemampuan anak jalanan dengan memberikan life skill sehingga para anak jalanan dapat bersaing di dunia kerja dan tidak kembali di jalanan.
2.1.5.3 Landasan Hukum Pos Sahabat Anak Provinsi Banten
Terdapat beberapa peraturan pemerintah terkait dengan upaya penanganan
anak jalanan ataupun pemulihan keberfungsian hak-hak anak, diantaranya:
1. Undang-undang Dasar tahun 1945, setiap anak berhak atas kelangsungan hidup Tumbuh dan berkembang,serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi ( pasal 28 B ayat (2) ).
2. Undang-undang Nomor 4 tahun 1979 tengang Kesejahteraan Anak 3. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002, tentang Perlindungan Anak 4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial 5. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 1990 Tentang
Pengesahan Convention On The Rights Of The Child (Konvensi Tentang Hak-Hak Anak)
6. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2002 Tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial Anak.
7. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 88 Tahun 2002 Tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan (Trafiking) Perempuan Dan Anak.
8. Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 8 Tahun 2010, Tentang Kesejahteraan Sosial.
2.1.5.4 Tahapan Penanganan Pos Sahabat Anak
Tahapan dalam penanganan anak jalanan mulai dari penyiapan sumber daya,
infrastruktur, hingga intervensi sasaran digambarkan dalam matriks sebagai berikut :
39
Gambar 2.6 Tahapan Penanganan
Tahapan Penangan Program Pos Sahabat Anak
(Sumber Dinas Sosial Provinsi Banten)
40
2.1.6. Anak Jalanan
Anak jalanan merupakan mahluk sosial sama halnya dengan orang dewasa.
Anak juga membutuhkan orang lain untuk bisa membantu mengembangkan
kemampuanya, karena pada dasarnya anak lahir dengan segala kelemahanya
sehingga tanpa orang lain anak tidak mungkin mencapai taraf kemanusiaan yang
normal. Anak-anak tidaklah sama dengan orang dewasa, anak-anak
mempunyaikecenderungan untuk menyimpang dari hokum dan ketertiban yang
disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dan pengertian terhadap realita
kehidupan, anak-anak lebih mudah belajar dengan contoh-contoh yang diterimanya
dari aturan-aturan yang bersifat memaksa.
Menurut Undang-undang nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak,
yang dimaksud dengan anak adalah seorang yang belum berusia 18 tahun termasuk
anak yang masih dalam kandungan. Anak-anak biasanya terbentuk dari
lingkunganya, hal ini dikarenakan anak-anak lebih mudah belajar dari lingkungan
dan perilaku orang-orang sekitarnya sehingga untuk membentuk pribadi yang baik
anak-anak perlu di jauhkan dari lingkungan atau keadaan yang mebawa dampak
negative atau hal-hal yang menimbulkan traumatik karena trauma yang berlebihan
dapat terbawa sampai dewasa. Seperti halnya anak jalanan yang umumnya berasal
dari keluarga yang ekonominya lemah. Anak jalanan tumbuh dan berkembang
dengan latar belakang kehidupan jalanan dan akrab dengan kemiskinan dan
kriminalitas, dan hilangnya rasa kasih sayang. Sehingga membuat mental dari anak
jalanan cenderung melakukan beberapa hal negatif, maka dari itu anak jalanan di
golongkan ke dalam salah satu penyandang masalah kesejahteraan sosial.
41
Penyandang masalah kesejahteraan sosial merupakan seseorang, keluarga atau
kelompok masyarakat yang karena suatu hambatan, kesulitan atau gangguan tidak
dapat melaksanakan fungsi sosialnya sehingga terpenuhi kebutuhan hidupnya baik
jasmani, rohani maupun sosial dengan baik. Hambatan kesulitan dan gangguan
tersebut dapat berupa kemiskinan, keterlantaran, kecacatan, keterbelakangan,
keterasingan/ketertinggalan dan bencana alam maupun bencana sosial. Berdasarkan
data dari departemen sosial penyandang masalah kesejahteraan sosial terbagi atas 22
jenis diantaranya yaitu anak balita terlantar, anak terlantar, anak nakal, anak jalanan,
wanita rawan sosial ekonomi, keluarga berumah tidak layak huni, keluarga
bermasalah sosial psikologis, komunitas adat terpencil, korban bencana alam, orang
dengan korban bencana sosial atau pengungsi, pekerja migran terlantar, orang
dengan HIV/AIDS, keluarga rentan, berikut ini adalah definisi mengenai anak
jalanan yaitu, anak yang berusia 5 sampai 18 tahun yang menghabiskan sebagian
besar waktunya untuk mencari nafkah dan beraktivitas di jalan-jalan maupun
tempay-tempat umum. Dengan kriteria sebagai berikut:
1. Anak (laki-laki/perempuan) usia 5 sampai 18 tahun. 2. Melakukan kegiatan tidak menentu, tidak jelas kegiatanya dan atau
berkeliaran di jalanan tempat umum minimal 4 jam/hari dalam kurun waktu 1 bulan, seperti : pedagang asongan, pengamen, ojek paying, porter, pengelap mobil dan pekerjaan lainya.
3. Kegiatanya dapat membahayakan diri sendiri atau menggangu keteriban umum.
Menurut peraturan daerah kota Serang nomor 2 tahun 2010 tentang
pencegahan, pemberantasan dan penanggulangan penyakit masyarakat menjelaskan
bahwa anak jalanan adalah anak-anak yang menghabiskan sebagian waktunya untuk
bekerja atau hidup di jalanan dan tempat-tempat umum, seperti jalanan umum,
42
terminal, pasar, stasiun dan taman kota. Banyak faktor penyebab seorang anak pada
akhirnya menjadi anak jalana, diantaranya: kemiskinan, keretakan rumah tangga,
keinginan sendiri, kekerasan keluarga, pengaruh lingkungan sekitar, hingga
kecendeungan ingin hidup bebas. Selain terdapat beberapa faktor penyebab juga
terdapat beberapa resiko yang dihadapi anak jalanan dengan kehidupan di jalanan,
diantaranya rawan mendapatkan pelecehan, kekerasan, berpotensi tidak melanjutka
pendidikan, rawan terkena penyakit, berpotensi menjadi pengkonsumsi minuman
keras dan narkoba, dan berpotensi melakukan tindakan kekerasan dan kriminal.
2.2. Penelitian Terdahulu
Anak jalanan menjadi suatu fenomena yang menarik untuk diteliti. Topik anak
jalanan memang banyak menjadi sorotan karena jumlah anak jalanan yang setiap
tahunnya mengalami peningkatan selain itu masalah anak jalanan masih menjadi
masalah sosial di setiap daerah yang belum dapat di selesaikan, kegiatan anak
jalanan yang di khawatirkan dapat melakukan beberapa hal negatif seperti
melakukan tindakan kekerasan, kecenderungan untuk menggunakan narkoba dan
minuman keras serta mengganggu ketertiban umum. Sehingga tidak sedikit
masyarakat yang menyoroti topik ini. Tidak jarang pula, peneliti menemukan hasil
penelitian-penelitian berkaitan dengan anak jalanan.
Dengan banyaknya referensi hasil penelitian-penelitian yang peneliti temukan
terkait anak jalanan, maka peneliti memutuskan untuk memilih dua hasil penelitian
yang dapat dijadikan referensi sekaligus pembanding bagi penelitian yang peneliti
lakukan.
43
Hasil penelitian pertama oleh Chyntia Dewi Aryanti Supardjo dan Dwi
Harsono, MPA., MA (2013) Universitas Negeri Yogyakarta. Penelitian berjudul
Implementasi Kebijakan Perlindungan Anak Jalanan di Kota Yogyakarta. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui implementasi kebijakan perlindungan anak jalanan di
Kota Yogyakarta dan untuk mengetahui hambatan serta upaya mengatasi hambatan
implementasi kebijakan perlindungan anak jalanan. Desain penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Pengumpulan
data dilakukan dengan teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teknik
triangulasi digunakan untuk mengecek keabsahan data penelitian. Analisis data
dalam penelitian ini menggunakan model metode perbandingan tetap yaitu proses
analisis dengan menggunakaan beberapa komponen yang terdiri dari reduksi data,
kategorisasi data, sintesisasi, dan hipotesis kerja.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi kebijakan perlindungan
anak jalanan di Kota Yogyakarta mengacu pada Peraturan Daerah No. 6 Tahun 2011
belum berjalan optimal. Implementasi masih mengahadapi hambatan yang mendasar,
antara lain : belum terpenuhinya hak-hak anak, proses komunikasi belum berjalan
dengan baik, penyampaian informasi belum jelas dan perbedaan kemampuan
implementor dalam menjalankan tugasnya. Hambatan lainnya keterbatasan sumber
daya manusia dan sumber daya anggaran. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi
hambatan implementasi yaitu Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota
Yogyakarta bekerja sama dengan Ikatan Pekerja Sosial Masyarakat melaksanakan
kegiatan pemasangan papan himbauan, sosialisasi melalui media elektronik dan
media cetak, melakukan pendekatan dan penyadaran dengan keluarga anak jalanan
serta melakukan kegiatan pembinaan terhadap anak jalanan.
44
Dan penelitian kedua oleh Tjutjup Purwoko (2013), Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Mulawarman. Penelitian berjudul Analisis Faktor-Faktor
Penyebab Keberadaan Anak Jalanan di Kota Balikpapan, suatu kasus di Kota
Balikpapan. Tujuan peneliti adalah untuk mengetahui faktor-faktor penyebab
keberadaan anak jalanan di Kota Balikpapan dan menganalisis aktifitas kehidupan
sehari-hari anak jalanan di Kota Balikpapan. Dengan menggunakan pendekatan
penelitian kualitatif, dimana penelitian ini lebih menekankan pada pengungkapan
makna dan proses yang merupakan hal yang emosional, latar belakang alami
digunakan sebagai sumber data langsung dari peneliti sendiri sebagai instrumen
kunci (Lincolin dan Guba, 1985). Penelitian ini sering disebut sebagai penelitian
terpancing atau lebih populer disebut sebagai penelitian studi kasus. Sumber data
yang digunakan adalah sumber data primer dan sekunder yang berkaitan dengan
situasi dan kondisi, sumber data yang diperoleh peneliti dengan melakukan
wawancara langsung dengan informan kunci dalam hal ini anak jalanan agar dapat
mengetahui faktor mengapa mereka bekerja di jalanan dan apa saja aktifitas
keseharian yang mereka lakukan di jalan, sedangkan data sekunder diperoleh dari
data Badan Pusat Statistik (BPS) dan Dinas Tenaga Kerja Dan Dinas Sosial Kota
Balikpapan. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori tindakan sosial
Weber (Sosial Action), tindakan sosial dapat digolongkan menjadi empat kelompok
(tipe), yaitu tindakan rasional instrumental atau murni, tindakan rasional berorientasi
nilai, tindakan tradisional, dan tindakan afeksi.
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dalam penelitian ini, faktor yang
menyebabkan anak jalanan tersebut adalah faktor ekonomi, faktor pendidikan yang
rendah baik dari orangtua maupun anak, kesadaran dari diri pribadi si anak yang
45
ingin membantu orang tua. Aktivitas yang mereka lakukan sehari-harinya adalah
beragam antara lain dari pagi hari hingga petang berjualan koran, pengemis,
pengamen jalanan, buruh angkut dipasar, dan ada juga anak yang bekerja sebagai
pengamen dan tukang minta-minta di area tempat hiburan warga kota Balikpapan di
malam hingga dini hari.
2.3. Kerangka Pemikiran Penelitian
Menurut Fuad dan Nugroho (2012:72) bahwa kerangka berpikir penelitian,
ialah untuk menjelaskan tentang logika berpikir dalam penelitian atau semacam
dengan desain penelitian. Kerangka teoritik tidak ditempatkan sebagai “border atau
batas atau pagar” yang membatasi penelitian, namun ditempatkan sebagai titik
berangkat (entry point) dan landasan untuk menganalisis dan memahami realitas
yang diteliti secara lebih ilmiah, sehingga kerangka penelitian pada proposal
penelitian (Bab I sampai dengan Bab III) bisa mengalami modifikasi pada saat ke
lapangan dikarenakan adanya temuan-temuan lapangan yang berujung pada
penemuan konsep-konsep dan atau teori-teori baru.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan model implementasi milik Donald
van Metter dan Carl van Horn (1975). Teori yang disebut dengan A Model of The
Policy Implementation, memiliki 6 variabel yang mempengaruhi dalam proses
implementasi, yaitu 1) standar atau ukuran tujuan kebijakan, 2) sumberdaya, 3)
karakteristik agen pelaksana, 4) sikap atau kecenderungan para pelaksana, 5)
komunikasi antarorganisasi dan aktivitas pelaksana, dan 6) lingkungan ekonomi,
sosial, dan politik.
46
Untuk lebih mudah dan jelas memahami alur berpikir peneliti, maka di bawah
ini peneliti menggambarkan kerangka berpikir penelitian sebagai berikut.
Gambar 2.7
Kerangka Berfikir Penelitian
Sumber: Peneliti,2015
Implementasi Program Pos Sahabat Anak Di Kota Serang
Identifikasi Masalah
1. Jumlah anak jalanan di Kota Serang Pada Tahun 2014 menempati urutan terbesar dari 8 Kabupaten/Kota di Provinsi Banten
2. Tidak adanya petugas yang berjaga di dalam Pos Sahabat Anak 3 Tidak adanya tempat penampungan atau rumah singgah untuk anak
jalanan
4. Kurangnya sarana dan prasarana dilapangan untuk mendukung program Pos Sahabat Anak
Menurut Van Metter & Van Horn, ada 6 variabel yang mempengaruhi proses implementasi, yaitu: 1. Standar/ukuran tujuan kebijakan 2. Sumber-sumber kebijakan 3. Komunikasi antarorganisasi dan aktivitas pelaksana 4. Karakteristik agen pelaksana 5. Sikap/kecenderungan para pelaksana 6. Lingkungan ekonomi, sosial & politik
Implementasi Program Pos Sahabat Anak Di Kota Serang Berjalan Dengan Baik
47
2.4. Asumsi Dasar
Asumsi dasar dalam penelitian kualitatif adalah kesimpulan sementara yang
diambil berdasarkan atas pada saat penelitian awal (pre-liminary research) dengan
kajian teoritis dan sifat dari asumsi dasar ini adalah tidak untuk diuji kebenarannya.
Maka peneliti berasumi ”Implementasi Program Pos Sahabat Anak Di Kota Serang”
dapat dikatakan belum berjalan optimal atau bisa dikatakan belum berjalan dengan
baik.
48
48
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian
Metodologi berhubungan dengan cara (metode). Metodologi adalah
pengetahuan tentang cara-cara (sience of methods). Menurut Arikunto (2002:136)
metode penelitian adalah cara yang digunakan peneliti dalam mengumpulkan data
penelitiannya. Dalam arti umum dan awam, metodologi biasa digunakan dalam
konteks apa saja, misalnya berpikir, metodologi pendidikan, atau metodologi
pengajaran. Menurut Irawan (2005:42) metodologi adalah “totalitas cara” untuk
meneliti dan menemukan kebenaran. Disebut totalitas cara, sebab metodologi
tidak hanya mengacu pada metode penelitian, tetapi juga paradigma, pola pikir,
metode pengumpulan dan analisis data, sampai dengan metode penafsiran temuan
penelitian itu sendiri.
Dalam penelitian sosial, masalah penelitian, tema, topik, dan judul
penelitian berbeda secara kuantitatif maupun kualitatif. Baik substansial maupun
materil kedua penelitian itu berbeda berdasarkan filosofis dan metodologis.
Masalah kuantitatif lebih umum memiliki wilayah yang luas, tingkat variasi yang
kompleks namun berlokasi dipermukaan. Akan tetapi masalah-masalah kualitatif
berwilayah pada ruang yang sempit dengan tingkat variasi yang rendah namun
memiliki kedalaman bahasan yang tidak terbatas. Dalam penelitian Implementasi
Program Pos Sahabat Anak oleh Dinas Sosial Provinsi Banten Di Kota Serang,
49
berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian, maka penelitian ini
menggunakan metode penelitian kualitatif, sedangkan bentuknya yaitu dengan
menggunakan penelitian eksploratif kualitatif merupakan metode yang tertuju
pada pemecahan masalah yang ada pada masa sekarang. Dalam prakteknya tidak
terbatas pada pengumpulan dan penyusunan klasifikasi data saja tetapi juga
menganalisis dan menginterprestasikan tentang arti data tersebut. Itulah alasan
mengapa peneliti mengambil penelitian eksploratif-kualitatif.
Penelitian eksploratif kualitatif ini berusaha untuk mencari atau menggali
informasi mengenai permasalahan yang ada dalam kaitannya dengan
Implementasi Program Pos Sahabat Anak oleh Dinas Sosial Provinsi Banten Di
Kota Serang.
Bogdan dan Taylor dalam Moleong (2006:4) mendefinisikan metodologi
kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa
kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.
Pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik (utuh).
Sejalan dengan definisi tersebut, Kirk dan Miller dalam Moleong (2006:4)
mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu
pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung dari pengamatan pada
manusia baik dalam kawasannya maupun dalam peristilahannya.
Selanjutnya menurut Denzin dan Lincoln dalam Moleong (2006:5)
menyatakan penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar
alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan
dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada.
50
Berdasarkan definisi-definisi tersebut, Moleong dalam bukunya Metodologi
Penelitian Kualitatif (2006:6) mensintesiskan bahwa Penelitian kualitatif adalah
penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami
oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi dan tindakan yang
secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada
suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode
alamiah.
3.2. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian menjelaskan substansi materi kajian penelitian
yang akan dilakukan. Dalam penelitian ini ruang lingkup penelitian adalah bagian
lingkungan sosial khususnya Aktivitas Anak Jalanan Di Kota Serang.
3.3. Lokasi dan Waktu Penelitian
3.3.1. Lokasi Penelitian
Lokasi Penelitian menjelaskan tempat (locus) penelitian, serta alasan
memilih lokasi penelitian tersebut. Penelitian yang dilakukan pada Pos Sahabat
Anak di tiga tempat di Kota Serang.
3.3.2.Waktu Penelitian
Waktu penelitian menjelaskan waktu penelitian. Penelitian ini dilaksanakan
pada bulan agustus 2015 sampai dengan bulan Juni 2016.
51
3.4. Fenomena yang Diamati
Dalam penelitian ini, fenomena yang diamati adalah Pelaksanaan program
Pos Sahabat Anak oleh Dinas Sosial Provinsi Banten di Kota Serang.
3.5. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian kualitatif, kualitas instrumen penelitian berkenaan dengan
validitas dan reliabilitas instrumen dan kualitas pengumpulan data berkenaan
ketepatan cara-cara yang digunakan untuk mengumpulkan data. Oleh kerena itu
instrumen yang telah teruji validitas dan reliabilitasnya, belum tentu dapat
menghasilkan data yang valid dan realibel, apabila instrumen tersebut tidak
digunakan secara tepat dalam pengumpulan datanya. Instrumen dalam penelitian
kualitatif dapat berupa test, pedoman wawancara dan pedoman observasi.
Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat penelitian
adalah peneliti itu sendiri. Oleh karena itu peneliti sebagai instrumen juga harus
divalidasi seberapa jauh peneliti kualitatif siap melakukan penelitian yang
selanjutnya terjun kelapangan. Validasi tersebut meliputi pemahaman metode
kualitatif, penguasaan wawasan terhadap bidang yang diteliti sampai kesiapan
peneliti untuk memasuki obyek penelitian. Dan yang pasti adalah peneliti itu
sendiri lah yang melakukan validasi, melalui evaluasi diri.
Hal ini sejalan dengan pendapat Moleong (2006:17) peneliti dalam
pengumpulan data lebih banyak bergantung pada dirinya sendiri sebagai alat
pengumpulan data. Oleh karena itu, instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti
sendiri dengan membuat pedoman wawancara dan pedoman observasi dalam
52
rangka mempermudah proses pengumpulan data dan analisis data. Sehingga
peneliti dapat mengumpulkan data secara lebih utuh dan alamiah dalam rangka
memperoleh hasil penelitian yang lebih mendalam.
3.6. Informan Penelitian
Informan penelitian yaitu menggambarkan secara umum informan-informan
yang diambil sebagai narasumber yang memiliki hubungan sangat dekat dengan
objek yang diteliti dan sesuai dengan kebutuhan penelitian sehingga data dan
informasi yang diambil mencapai taraf jenuh. Dalam sebuah penelitian sosial
dengan dengan metode kualitatif, informan menjadi salah satu hal yang sangat
penting untuk memenuhi kebutuhan data yang diperlukan. Dalam menentukan
informan pada penelitian ini, peneliti menggunakan teknik Purposive, yaitu
menetapkan informan dari awal.
Untuk memudahkan penelitian, peneliti juga menetapkan kategori masing-
masing informan dengan menggunakan Kode Informan. Kode tersebut yaitu I₁-1
Kasi Perlindungan Anak dan Lanjut Usia Dinas Sosial Provinsi Banten, I1-₂ Staff
Pelaksana Seksi Perlindungan Sosial Anak dan Lanjut Usia, I₂ Kasi Pelayanan
dan Perlindungan Sosial Anak dan Lansia Dinas Sosial Kota Serang, I₃-1 Kabid
Penegakan Peraturan Perundang-undangan daerah (PPUD) SATPOL PP Kota
Serang, I3-2 Petugas SATPOL PP yang bertugas di Pos Sahabat Anak Kota
Serang, I3-3 Petugas SATPOL PP yang bertugas di Pos Sahabat Anak Kota
Serang, I4-1 petugas Pos Sahabat Anak Kebon Jahe Kota Serang, I4-2 petugas Pos
Sahabat Anak Alun-alun Timur Kota Serang, I4-3 petugas Pos Sahabat Anak Ciceri
53
Kota Serang, I4-4 petugas Pos Sahabat Anak Ciceri Kota Serang, I5-1 anak jalanan
Ciceri Kota Serang, I5-2 anak jalanan Ciceri Kota Serang, I5-3 anak jalanan Ciceri
Kota Serang, I5-4 anak jalanan Alun-alun Timur Kota Serang, I5-5 anak jalanan
Kebon Jahe Kota Serang, I6 Kasubid Perlindungan Perempuan dan Anak, I7 Ketua
Lembaga Perlindungan Anak Provinsi Banten, I8-1 Masyarakat, I8-2 Masyarakat
Dalam penelitian ini yang akan menjadi informan adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1
Deskripsi Informan Penelitian
Kode Informan
Kategori Informan Spesifikasi Informan Keterangan
I₁-1 Dinas Sosial
Provinsi Banten
Kasi Perlindungan Anak dan Lansia Dinas Sosial
Provinsi Banten Key Informan
I₁-2 Dinas Sosial Provinsi Banten
Staff Pelaksana seksi Perlindungan Anak dan
Lansia Dinas Sosial Provinsi Banten
Key Informan
I2 Dinas Sosial Kota Serang
Kasi Pelayanan dan Perlindungan Sosial anak
dan Lansia Key Informan
I3-1 SATPOL PP Kota
Serang
Kabid Penegakan Peraturan Perundang-undangan
Daerah (PPUD)
Key Informan
I3-2 SATPOL PP Kota
Serang Petugas Pos Sahabat Anak Key Informan
I3-3 SATPOL PP Kota
Serang Petugas Pos Sahabat Anak Key Informan
I4-1 Petugas Pos
Sahabat Anak Petugas Pos Sahabat Anak Kebon Jahe Kota Serang Key Informan
54
I4-2 Petugas Pos Sahabat Anak
Petugas Pos Sahabat Anak Alun-alun Timur Kota
Serang Key Informan
I4-3 Petugas Pos Sahabat Anak
Petugas Pos Sahabat Anak Ciceri Kota Serang Key Informan
I4-4 Petugas Pos Sahabat Anak
Petugas Pos Sahabat Anak Ciceri Kota Serang Key Informan
I5-1 Anak Jalanan Anak Jalanan Ciceri Kota Serang Key Informan
I5-2 Anak Jalanan Anak Jalanan Ciceri Kota Serang Key Informan
I5-3 Anak Jalanan Anak Jalanan Ciceri Kota Serang Key Informan
I5-4 Anak Jalanan Anak Jalanan Alun-alun Timur Kota Serang Key Informan
I5-5 Anak Jalanan Anak Jalanan Kebon Jahe Kota Serang Key Informan
I6 BPMPKB Kota Serang
Kasubid Perlindungan Perempuan dan Anak
Secondary Informan
I7
Lembaga Perlindungan Anak Provinsi
Baten
Ketua Lembaga Perlindungan Anak Provinsi
Banten
Secondary Informan
I8-1 Masyarakat Masyarakat Secondary Informan
I8-2 Masyarakat Masyarakat Secondary Informan
Sumber : Peneliti, 2016
55
3.7 Teknik Pengumpulan Data dan Analisis Data
3.7.1 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam
penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa
mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data
yang memenuhi standar data yang ditetapkan.
Teknik yang digunakan peneliti dalam pengumpulan data penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Sumber Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya dan
masih bersifat mentah karena belum diolah. Data ini diperoleh melalui:
a. Pengamatan/Observasi
Observasi biasa diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan
dengan sistematis terhadap fenomena-fenomena yang diteliti.
Dalam penelitian ini peneliti langsung terjun ke lokasi penelitian
dan melakukan pengamatan langsung terhadap obyek-obyek yang
diteliti, kemudian dari pengamatan tersebut melakukan pencatatan-
pencatatan data-data yang diperoleh yang berkaitan dengan aktivitas
penelitian.
Selain itu, observasi merupakan kegiatan yang meliputi
pencatatan secara sistematik kejadian-kejadian perilaku, objek-
objek yang dilihat dan hal-hal lain yang diperlukan dalam
mendukung penelitian yang sedang dilakukan. Konsep yang
56
dikemukakan oleh Faisal dalam sugiyono (2007:64) yang
mengklasifikasikan observasi, yaitu:
a. Observasi berpartisipasi (participant observation)
b. Observasi yang secara terang-terangan dan tersamar (overt
observation and convert observation), dan
c. Observasi yang tidak terstruktur (unstructured observation)).
Maka, observasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
observasi terang-terangan, dimana peneliti dalam melakukan
pengumpulan data menyatakan terus terang kepada sumber data,
bahwa peneliti sedang melakukan penelitian. Sehingga mereka
yang diteliti mengetahui sejak awal sampai akhir tentang aktivitas
peneliti. Dan juga peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari yang
menjadi sumber data penelitian. Sehingga diperlukan data yang
akurat lengkap, tajam dan terpercaya.
b. Wawancara
Wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang,
melibatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi dari
seseorang lainnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan,
berdasarkan tujuan tertentu (Mulyana, 2008:180). Sedangkan
menurut Bugin dalam Satori dan Komariah (2001:88) wawancara
dalam suatu penelitian bertujuan untuk mengumpulkan keterangan
tentang kehidupan manusia dalam suatu masyarakat serta pendirian-
57
pendirian itu merupakan suatu pembantu utama dari metode utama
(pengamatan).
Selain itu pengertian lain dari wawancara adalah percakapan
dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak,
yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan
terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas
pertanyaan itu.
Maksud mengadakan wawancara, seperti ditegaskan oleh
Lincoln dan Guba (1985:266), antara lain: mengkonstruksi
mengenai orang, kejadian, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan,
kepedulian, dan lain-lain kebulatan, merekonstruksi kebulatan-
kebulatan demikian sebagai yang dialami masa lalu,
memproyeksikan kebulatan-kebulatan sebagai yang diharapkan
untuk dialami pada masa yang akan datang, memverifikasi,
mengubah dan memperluas informasi yang diperoleh dari orang lain
baik manusia maupun bukan manusia (triangulasi) dan
memverifikasi, mengubah dan memperluas kontruksi yang akan
dikembangkan oleh sipeneliti sebagai pengecekan anggota.
Wawancara mendalam adalah teknik pengolahan data yang
pengumpulan data yang didasarkan percakapan secara intensif
dengan suatu tujuan tertentu untuk mencari informasi sebanyak-
banyaknya. Wawancara dilakukan dengan cara mendapat berbagai
informasi menyangkut masalah yang diajukan dalam penelitian,
58
wawancara dilakukan pada informan yang dianggap menguasai
penelitian. Adapun yang digunakan adalah wawancara terstruktur
yang pewawancaranya menetapkan sendiri masalah dan pertanyaan
yang akan diajukan oleh peneliti.
Wawancara dilakukan dengan cara mempersiapkan terlebih
dahulu berbagai keperluan yang dibutuhkan yaitu sampel informan
kriteria informan dan pedoman wawancara yang disusun dengan
rapih dan terlebih dahulu dipahami peneliti, sebelum melakukan
wawancara peneliti terlebih dahulu melakukan hal-hal sebagai
berikut:
a. Menerangkan kegunaan serta tujuan dari penelitian.
b. Menjelaskan alasan informan terpilih untuk diwawancarai.
c. Menentukan strategi dan taktik berwawancara.
d. Mempersiapkan pencatat data wawancara.
Hal-hal tersebut bertujuan untuk memberikan motivasi kepada
informan untuk melakukan wawancara dengan menghindari
keasingan serta rasa curiga informan untuk memberikan keterangan
dengan jujur, selanjutnya peneliti mencatat keterangan-keterangan
yang diperoleh dengan cara pendekatan kata-kata dan merangkainya
kembali dalam bentuk kalimat (nazir, 1985:234-242).
59
Pada penelitian ini, peneliti telah menyusun pedoman wawancara yang
isinya mengenai hal-hal yang nantinya akan dipertanyakan kepada para informan
untuk mendapatkan informasi yang akurat. Adapun secara garis besar, pedoman
wawancara yang digunakan untuk memperoleh informasi, yaitu sebagai berikut:
Tabel 3.2
Pedoman Wawancara Penelitian
Dimensi Kisi-Kisi Pertanyaan Informan
Ukuran dan Tujuan Kebijakan
a) Awal mula kebijakan program PSA b) Kejelasan ukuran dan tujuan PSA c) Langkah- Langkah pengembangan
PSA d) Ukuran Keberhasilan Program PSA
1. Kasi Perlindungan Anak dan Lansia Dinas Sosial Provinsi Banten
2. Staff Kasi Perlindungan Anak dan Lansia Dinas Sosial Provinsi Banten
3. Kasi Perlindungan Anak dan Lansia Dinas Sosial Kota Serang
Sumberdaya a) Kondisi Sumber Daya Manusia implementor kebijakan program PSA
b) Kondisi sumber daya finansial dalam pengimplementasian PSA
c) Kondisi sumber daya waktu dalam pengimplementasian kebijakan program PSA
1. Kasi Perlindungan Anak dan Lansia Dinas Sosial Provinsi Banten
2. Kasi Perlindungan Anak dan Lansia Dinas Sosial Kota Serang
3. Petugas Pos Sahabat Anak
Komunikasi Antar Organisasi dan Aktivitas Pelaksana
a) Komunikasi antar organisasi yang terlibat dalam implementasi kebijakan program PSA
b) Koordinasi antar organisasi yang terlibat dalam implementasi program PSA
1. Kasi Perlindungan Anak dan Lansia DInas Sosial Provinsi Banten
2. Kasi Perlindungan Anak dan Lansia Dinas Sosial Kota Serang
3. Staff Kasi Dinas Sosial Provinsi Banten
60
4. Petugas PSA 5. Satpol PP Kota
Serang 6. Tokoh Masyarakat
Karakteristik Agen Pelaksana
a) Hambatan umum dalam implementasi kebijakan program PSA
b) Tingkat pengawasan yang dilakukan oleh pembuat kebijakan terhadapa implementor kebijakan program PSA
1. Kasi Perlindungan Anak dan Lansia DInas Sosial Provinsi Banten
2. Kasi Perlindungan Anak dan Lansia DInas Sosial Kota Serang
3. Petugas Pos Sahabat Anak
Sikapatau Kecenderungan
a) Sejauh mana pemahaman para implementor dalam memahami maksud dan tujuan kebijakan program PSA
b) Tanggapan para agen pelaksana mengenai program PSA
1. Kasi Perlindungan Anak dan Lansia Dinas Sosial Provinsi Banten
2. Kasi Perlindungan Anak dan Lansia Dinas Sosial Kota Serang
3. Petugas PSA 4. Satpol PP Kota
Serang 5. Staff Kasi
Perlindungan Anak dan Lansia Dinas Sosial Provinsi Banten
Lingkungan Ekonomi, Sosial, dan Politik
a) Kondisi ekonomi lingkungan dalam implementasi kebijakan program PSA
b) Kondisi sosial lingkungan dalam implementasi kebijakan program PSA
c) Dukungan kelompok-kelompok elite politik dalam implementasi kondisi ekonomi lingkungan dalam implementasi kondisi ekonomi lingkungan dalam implementasi program PSA
d) Dukungan para partisipan kebijakan program PSA (stakeholder dan masyarakat), yakni menolak atau mendukung
e) Sifat opini publik yang ada di lingkungan implementasi kebijakan program PSA
1. Kasi Perlindungan Anak dan Lansia Dinas Sosial Provinsi Banten
2. Kasi Perlindungan Anak dan Lansia DInas Sosial Kota Serang
3. Staff Kasi Dinas Sosial Provinsi Banten
4. Petugas Pos Sahabat Anak
5. Satpol PP Kota Serang 6. Tokoh Masyarakat 7. Anak Jalanan
Sumber: Peneliti, 2016
61
Pedoman wawancara ini disusun dengan fokus penelitian berdasarkan apa
yang akan peneliti kaji dan temukan saat dilapangan, kemudian akan diolah dan
dikembangkan sesuai data yang diperoleh menjadi satu rangkaian informasi yang
dijabarkan dalam bentuk deskriptif sehingga menjadi suatu hasil penelitian yang
paten dan dapat dipertanggungjawabkan keabsahan datanya.
2. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder ini merupakan sumber data yang diperoleh melalui
kegiatan studi literatur atau studi kepustakaan dan dokumentasi mengenai data
yang diteliti.
a. Studi Kepustakaan
Pengumpulan data ini diperoleh dari berbagai referensi yang relevan
dengan penelitian yang dijalankan dan teknik ini berdasarkan text books
maupun jurnal ilmiah.
b. Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi, yakni pengumpulan data yang bersumber dari
dokumen yang resmi dan relevan dengan penelitian yang sedang
dilakukan. Dokumen yang diperoleh tersebut dapat berupa tulisan, gambar,
atau karya-karya monumental dari seseorang.
Adapun alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini,
khususnya dalam melakukan wawancara adalah:
1. Buku catatan: untuk mencatat pencatatan dengan sumber data.
62
2. Recorder: untuk merekam semua percakapan karena jika hanya
menggunakan buku catatan, peneliti sulit untu mendapatkan informasi
yang telah diberikan oleh informan.
3. Handphone camera: untuk memotret/mengambil gambar semua
kegiatan yang berkaitan dengan penelitian. Hal ini dimaksudkan untuk
meningkatkan keabsahan dari suatu penelitian.
Selanjutnya sumber data yang diperlukan dalam penelitian ini terbagi atas
data primer dan data skunder. Data primer diambil langsung dari informan
penelitian. Dalam hal ini data primer ini diambil melalui wawancara (interview).
Sedangkan data skunder adalah data yang tidak langsung berasal dari informan.
Oleh karena itu dalam penelitian ini, data skunder diperoleh melalui data-data dan
dokumen-dokumen yang relevan mengenai masalah yang diteliti. Data-data
tersebut merupakan data yang diperlukan dalam menyelesaikan masalah yang
dibahas dalam penelitian ini.
a. Uji Keabsahan Data
Yang dimaksud dengan keabsahan data adalah bahwa setiap keadaan
harus memenuhi: 1) Mendemostrasikan nilai yang benar, 2) Menyediakan
dasar agar hal itu dapat diterapkan, dan 3) Memperbolehkan keputusan
luar yang dapat dibuat tentang konsistensi dari prosedurnya dan kenetralan
dari temuan dan keputusan-keputusannya. (Moleong, 2006:320) isu dasar
dari hubungan keabsahan data pada dasarnya adalah sederhana. Bagaimana
peneliti membujuk agar pesertanya (termasuk dirinya) bahwa temuan-
temuan penelitian dapat dipercaya. Untuk menguji keabsahan data, dapat
63
dilakukan dengan tujuh teknik, yaitu perpanjangan keikutsertaan,
ketekunan pengamatan, triangulasi, pengecekan sejawat, kecukupan
referensial, kajian kasus negatif, pengecekan anggota (member check).
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan uji keabsahan data dengan
teknik triangulasi dan pengecekan anggota (member check).
1. Triangulasi
Moleong (2006 :330) menjelaskan bahwa triangulasi merupakan teknik
pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar
data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap
data itu. Denzin (Prastowo, 2011 :269) membedakan teknik ini menjadi 5
macam yaitu :
1. Triangulasi sumber yaitu suatu teknis pengecekan kredibilitas data
yang dilakukan dengan memeriksa data yang didapatkan melalui
beberapa sumber. Triangulasi dengan sumber berarti membandingkan
dan mengecek balik derajat kepercayaan atau informasi yang diperoleh
melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif.
2. Triangulasi teknik yaitu suatu tekhnik pengecekan kredibilitas
dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama
dengan teknik yang berbeda yaitu melalui wawancara, observasi dan
studi dokumentasi.
3. Triangulasi waktu yaitu suatu teknik pengecekan kredibilitas dilakukan
dengan cara melakukan pengecekan dengan wawancara, observasi atau
tekhnik lain dalam waktu atau situasi yang berbeda.
64
4. Triangulasi penyidik, suatu teknik pengecekan kredibilitas dilakukan
dengan cara memanfaatkan pengamat lain untuk pengecekan derajat
kepercayaan data.
5. Triangulasi teori, suatu tekhnik pengecekan kredibilitas dilakukan
dengan cara menggunakan lebih dari satu teori untuk memeriksa data
temuan penelitian.
Adapun untuk menguji keabsahan data pada penelitian ini dilakukan melalui
teknik Triangulasi Sumber dan Triangulasi Teknik. Hal tersebut dapat tercapai
dengan cara:
1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara;
2. Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang
dikatakan secara pribadi;
3. Membandingkan apa yang dikatakan orang tentang situasi peneliti dengan
apa yang dikatakannya sepanjang waktu;
4. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai
pendapat dan pandangan orang seperti masyarakat biasa, kalangan yang
berpendidikan menengah atau tinggi, orang pemerintahan;
5. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang
berkaitan.
2. Member Check
Selain itu peneliti pun melakukan membercheck, yaitu proses pengecekan
data yang diperoleh peneliti kepada pemberi data. Tujuan membercheck adalah
mengetahui seberapa jauh data yang diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan
65
oleh pemberi data. Selain itu, membercheck adalah agar informasi yang diperoleh
dan akan digunakan dalam penulisan laporan sesuai dengan apa yang dimaksud
sumber data atau informan. Setelah membercheck dilakukan, maka pemberi data
dimintai tandatangan sebagai bukti otentik bahwa peneliti telah melakukan
membercheck dalam Moelong (2005: 276).
3.7.2. Analisis Data
Proses analisa data dilakukan secara terus menerus sejak awal data
dikumpulkan sampai dengan penelitian berakhir. Untuk memberikan makna
terhadap data yang telah dikimpulkan, dilakukan analisis data dan interpretasi.
Mengingat ini dilaksanakan melalui pendekatan kualitatif, maka analisis
dilakukan sejak data pertama sampai penelitian berakhir.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teknik
analisa data dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung, dan setelah
selesai pengumpulan data dalam waktu tertentu. Dalam menganalisis selama
dilapangan peneliti menggunakan model Miles dan Huberman yang
mengemukakan bahwa aktifitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara
interaktif yang berlangsung secara terus menerus sampai tuntas. Proses datanya
mencakup :
1. Data Collection (Pengumpulan Data)
Pengumpulan data yaitu proses memasuki lingkungan penelitian dan
melakukan pengumpulan data penelitian. Ini merupakan tahap awal yang
66
harus dilakukan oleh peneliti agar peneliti dapat memperoleh informasi
mengenai masalah-masalah yang terjadi di lapangan.
2. Data Reduction (Reduksi data)
Reduksi data merupakan suatu proses pemilihan, pemusatan perhatian
pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data “kasar” yang
muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan (Prastowo, 2011: 242).
Reduksi data ini berlangsung secara terus-menerus selama proyek yang
berorientasi kualitatif berlangsung. Reduksi data dengan demikian
merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan,
mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasi data dengan
cara sedemikian rupa hingga kesimpulan-kesimpulan finalnya dapat ditarik
dan diverifikasi (Prastowo, 2011:243). Tujuan utama dari penelitian
kualitatif adalah pada temuan. Oleh karena itu, jika peneliti dalam
melakukan penelitian menemukan segala sesuatu yang terlihat aneh, asing,
tidak dikenal dan belum memiliki pola, justru inilah yang harus dijadikan
perhatian peneliti dalam melakukan reduksi data.
3. Data Display (Penyajian Data)
Setelah data direduksi, langkah selanjutnya adalah mendisplaykan
data, penyajian data di sini merupakan sekumpulan informasi tersusun yang
memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan
tindakan. Beberapa jenis bentuk penyajian data adalah matriks, grafik,
jaringan, bagan dan lain sebagainya yang semuanya dirancang untuk
menggabungkan informasi tersusun dalam suatu bentuk yang padu
67
(Prastowo, 2011:244). Kemudian penyajian data dapat dilakukan dalam
bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori dan selanjutnya, yang
paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif
adalah dengan teks yang bersifat naratif. Dengan mendisplay data, maka
akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja
selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami.
4. Conclusion Drawing /verification (Penarikan Kesimpulan)
Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles dan
Huberman adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Sementara itu,
dalam penjelasan Sugiyono (Prastowo, 2011:250) kesimpulan awal yang
dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak
ditemukan bukti-bukti kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data
berikutnya. Akan tetapi, jika kesimpulan yang dikemukakan pada tahap
awal telah didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat kita
kembali ke lapangan mengumpulkan data, kesimpulan yang kita kemukakan
adalah kesimpulan yang terpercaya. Dengan demikian, kesimpulan dalam
penelitian ini mungkin dapat menjawab rumusan masalah yang telah
dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin juga tidak karena masalah dan
rumusan masalah pada penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan
akan berkembang setelah peneliti berada di lapangan.
68
Gambar 3.1
Siklus Teknis Analisis Data Menurut Miles dan Huberman
( Sumber : Miles dan Huberman, 2009:16 )
3.8. Lokasi dan Jadwal Penelitian
Lokasi ini akan dilakukan di empat lokasi di Kota Serang, yang berlamat di
Ciceri Kota Serang, Kebon Jahe Kota Serang, dan Alun-alun Timur Kota Serang,
Banten. Adapun jadwal penelitian adalah berikut ini :
Data Reduction
Conclution Drawing & Verifying
Data Colection
Data Display
69
Tabel 3.3
Jadwal Penelitian
Sumber: Peneliti, 2016
No. Kegiatan
Waktu Penelitian
Agu
2015
Sep
2015
Okt
2015
Nov
2015
Des
2015
Jan
2016
Feb
2016
Mar
2016
Apr
2016
Mei
2016
1. Pengajuan Judul
2. Observasi Awal
3. Penyusunan Proposal Skripsi
4. Bimbingan BAB I – BAB III
5. Seminar Proposal Skripsi
6. Revisi Proposal Skripsi
7. Pengumpulan Data di Lapangan
8. Reduksi Data dari Lapangan
9. Penyajian Data
10. Menarik Kesimpulan
11. Penyusunan Hasil Penelitian
12. Bimbingan BAB IV dan BAB V
13. Sidang Skripsi
70
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1. Deskripsi Kota Serang
Kota Serang adalah wilayah baru hasil pemekaran, Kabupaten Serang
Provinsi Banten. Sebagai ibukota provinsi, kehadirannya adalah sebuah
konsekuensi logis dari keberadaan Provinsi Banten. Terdiri dari 6 (enam)
kecamatan yaitu; Kecamatan Serang, Kecamatan Kasemen, Kecamatan
Walantaka, Kecamatan Curug, Kecamatan Cipocok Jaya dan Kecamatan
Taktakan. Kota Serang memiliki luas wilayah 266,74 km2. Batas wilayah Kota
Serang sebelah utara yaitu Teluk Banten Sebelah Timur yaitu Kecamatan
Pontang, Kecamatan Ciruas dan Kecamatan Kragilan Kabupaten Serang, Sebelah
Selatan yaitu Kecamatan Cikeusal, Kecamatan Petir dan Kecamatan Baros
Kabupaten Serang, serta Sebelah Barat yaitu Kecamatan Pabuaran, Kecamatan
Waringin Kurung dan Kecamatan Kramatwatu Kabupaten Serang. Dari 6 (enam)
Kecamatan tersebut terdiri dari 20 Kelurahan dan 46 Desa. Kota ini diresmikan
pada tanggal 2 November 2007 berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2007 tentang
Pembentukan Kota Serang, setelah sebelumnya RUU Kota Serang disahkan pada
17 Juli 2007 kemudian dimasukan dalam lembaran Negara Nomor 98 Tahun 2007
dan tambahan lembaran Negara Nomor 4748, tertanggal 10 Agustus 2007.
71
4.1.1. Geografis Kota Serang
Kota Serang secara geografis terletak antara 5°99’ – 6°22’ Lintang Selatan
dan 106°07’ – 106°25’ Bujur Timur. Apabila memakai koordinat sistem UTM
(Universal Transfer Mercator) Zone 48E wilayah Kota Serang terletak pada
koordinat 618.000 m sampai dengan 638.600 m dari Barat ke Timur dan
9.337.725 m sampai dengan 9.312.475 m dari Utara ke Selatan. Jarak terpanjang
menurut garis lurus dari utara ke selatan adalah sekitar 21,7 Km dan jarak
terpanjang dari Barat ke Timur adalah sekitar 20 km. Sebelah utara Kota Serang
berbatasan dengan Laut Jawa, dan sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten
Serang, begitu juga di sebelah selatan dan di sebelah barat berbatasan dengan
Kabupaten Serang. Kota Serang mempunyai kedudukan sebagai pusat
pemerintahan Provinsi Banten, juga sebagai daerah alternatif dan penyangga
(hinterland) Ibukota Negara, karena dari Kota Jakarta hanya berjarak sekitar 70
km. Kota Serang yang luasnya sebesar 266,74 km², sebagian besar wilayahnya
terletak di dataran rendah yang memiliki ketinggian kurang dari 500 mdpl.
Sepanjang tahun 2014, di Kota Serang terjadi 182 hari hujan dengan rata‐rata
curah hujan sebesar 8,00 mm per bulan dan rata‐rata suhu udara sebesar 27,1°
Celcius.
4.1.2. Administratif Kota Serang
Kota Serang semenjak awal didirikan hingga saat ini pada tahun 2014 terdiri
dari enam kecamatan, yaitu kecamatan Curug, Walantaka, Cipocok Jaya, Serang,
Taktakan, dan Kasemen. Keenam kecamatan tersebut dibagi menjadi 66
72
kelurahan. Berikut ini Tabel 4.1 yang menjelaskan tentang luas daerah dan
pembagian daerah administrasi di Kota Serang tahun 2014.
Tabel 4.1
Luas Daerah dan Pembagian Daerah Administrasi di Kota Serang Tahun
2014
Kecamatan Luas Area (Km2) Ibukota Banyaknya Kelurahan
Curug 49,60 Curug 10
Walantaka 48,48 Pipitan 14
Cipocok Jaya 31,54 Cipocok Jaya 8
Serang 25,88 Kaligandu 12
Taktakan 47,88 Taktakan 12
Kasemen 63,36 Kasemen 10
Kota Serang 266,74 66
Sumber: Pemerintahan Kota Serang, 2015
Berdasarkan Tabel 4.1 dapat dilihat kecamatan Kasemen merupakan
kecamatan dengan wilayah terluas yaitu 63,36 Km2 sedangkan kecamatan Serang
merupakan kecamatan dengan luas wilayah paling kecil yaitu 25,88 Km2.
Kelurahan terbanyak dimilikki oleh kecamatan Walantaka dengan jumlah 14
kelurahan dan kecamatan Cipocok Jaya memilikki kelurahan paling sedikit
dengan jumlah 8 kelurahan.
73
4.1.3. Kondisi Demografis Kota Serang
Jumlah penduduk Kota Serang Pada tahun 2014 sebesar 631.101 jiwa,
dengan penduduk laki‐laki sebanyak 323.701 jiwa dan lebih banyak dibanding
penduduk perempuan yang sebesar 307.400 jiwa. Jumlah penduduk menurut
Kecamatan dan Jenis Kelamin di Kota Serang Tahun 2014 dapat dilihat pada
Tabel 4.2 berikut.
Tabel 4.2
Banyaknya Penduduk Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin
di Kota Serang Tahun 2014
Kecamatan Jenis Kelamin
Jumlah Laki-laki Perempuan
Curug 25.728 23.937 49.665
Walantaka 43.459 41.931 85.390
Cipocok Jaya 49.789 47.339 97.128
Serang 112.130 107.922 220.052
Taktakan 44.296 41.582 85.878
Kasemen 48.299 44.689 92.988
Jumlah 323.701 307.400 631.101
Sumber: BPS Kota Serang, 2015
74
Berdasarkan Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa jumlah penduduk laki-laki
disetiap kecamatan lebih besar dibandingkan dengan jumlah penduduk
perempuan. Total jumlah penduduk laki-laki pun lebih banyak dibandingkan
dengan jumlah penduduk perempuan.
Selain banyaknya jumlah penduduk menurut jenis kelamin, ada pula jumlah
penduduk menurut kelompok umur dan jenis kelamin di Kota Serang. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.3 berikut.
Tabel 4.3
Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin
di Kota Serang Tahun 2014
Kelompok Umur Jenis Kelamin
Jumlah Laki-Laki Perempuan
0-4 35.305 34.007 69.312
5-9 33.280 31.350 64.630
10-14 31.711 30.007 61.718
15-19 31.481 30.343 61.824
20-24 30.713 28.716 59.429
25-29 28.452 26.797 55.249
30-34 27.754 27.146 54.900
35-39 26.040 25.508 51.548
40-44 23.428 21.249 44.677
45-49 18.585 16.868 35.453
75
50-54 14.140 12.402 26.542
55-59 9.901 8.955 18.856
60-64 5.927 5.544 11.471
65+ 6.984 8.508 15.492
Jumlah 323.701 307.400 631.101
Sumber: BPS Kota Serang, 2015
Berdasarkan tabel 4.3 dapat dilihat bahwa kelompok umur 0-4 tahun
memilikki jumlah paling besar dibandingkan dengan kelompok umur lainnya.
Jumlah penduduk menurut kelompok umur 0-4 tahun untuk laki-laki adalah
35.305 jiwa dan untuk perempuan 34.007 jiwa. Sedangkan jumlah penduduk yang
paling kecil menurut kelompok umur yaitu kelompok umur 60-64 tahun dengan
jumlah penduduk laki-laki 5.927 jiwa dan perempuan 5.544 jiwa.
Provinsi Banten yang merupakan provinsi yang terletak diujung pulau Jawa
membuat keberadaannya menjadi daerah strategis yang banyak didatangi oleh
penduduk dari daerah manapun, selain keberadaannya yang tidak terlalu jauh dari
Ibukota Negara, juga sebagai salah satu provinsi yang terdapat banyak pabrik. Hal
ini membuat banyak masalah salah satunya masalah kesejahteraan sosial anak.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.4
76
Tabel 4.4
Anak Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial
di Provinsi Banten (jiwa) Tahun 2014
No Jenis PMKS Usia Anak Jumlah
1 Balita Terlantar 1.152
2 Anak Terlantar 8.339
3 Anak yang memerlukan perlindungan khusus 366
4 Anak berhadapan dengan hukum 374
5 Anak Jalanan 889
6 Anak dengan Kedisabi 4.721
7 Anak yang menjadi KTK/diperlakukan salah 118
Total 15.959
Sumber: Dinas Sosial Provinsi Banten, 2015
Berdasarkan tabel 4.4 dapat dilihat bahwa masalah anak terlantar merupakan
masalah anak yang memilikki jumlah paling banyak yaitu 8.839. Sedangkan
masalah anak yang menjadi KTK/diperlakukan salah memilikki jumlah paling
sedikit yaitu 118. Masalah anak jalanan sendiri menempati urutan ke 4 dengan
jumlah 889.
77
4.2. Pos Sahabat Anak
4.2.1 Definisi Program Pos Sahabat Anak
Permasalahan anak semakin hari semakin kompleks, khususnya
permasalahan anak jalanan di kota-kota besar, tidak terkecuali di Provinsi Banten.
Sebagai daerah penyangga Ibu Kota Jakarta, Provinsi Banten rentan sekali
dimasuki limpahan anak jalanan baik dari DKI ataupun daerah sekitarnya. Perlu
antisipasi yang serius menghadapi permasalahan ini, sehingga perlu adanya
koordinasi yang sinergis antara pemerintah provinsi dan kab/kota dalam
penanganan anjal.
Salah satu upayanya adalah mengembangkan uji coba penanganan anak
jalanan berbasis masyarakat, dimana dalam hal ini masyarakat juga ikut berperan
aktif dalam rangka penanganan anak jalanan. Ujicoba penanganan anak jalanan
berbasis masyarakat merupakan salah satu komitmen pemerintah dalam
meminimalisir kegiatan anak di jalanan. Salah satu bentuk kegiatan dalam
mengembangkan uji coba penanganan anak jalanan berbasis masyarakat, adalah
mendirikan Pos Sahabat Anak. Pos Sahabat Anak (PSA) merupakan salah satu
program pemerintah Daerah Provinsi Banten untuk menangani penyakit
masyarakat di jalanan. Pos sahabat anak didirikan dengan tujuan menghalau atau
pun dapat meminimalisir kegiatan anak di jalanan. Berbeda dengan pos pada
umumnya pos sahabat dalam melakukan penghalauan dengan metode bersahabat
dengan anak, sehingga tidak muncul konsep menyeramkan bagi anak. Petugas pos
sahabat anak terdiri dari unsur:
78
1. Satpol PP 2. Dinas Sosial Kabupaten/Kota 3. Sakti Peksos/Pendamping Masyarakat 4. Tokoh Masyarakat/Ketua RT sekitar
Dalam memberikan kesan bersahabat dengan anak, para petugas diberikan
bekal pelatihan penanganan sehingga apa yang dilakukan nanti tidak bertentangan
dengan Hak Azazi ataupun bertentangan dengan UU. No. 11 tahun 2012 tentang
Sistem Peradilan Pidana Anak selain itu petugas jaga akan dibuatkan seragam
khusus yang bersahabat dan tidak menggunakan atribut seragam masing-masing.
Di tahun 2013, pembangunan untuk pos sahabat anak sudah dilaksanakan
dengan konsep percontohan di 2 wilayah, yaitu Kota Serang dan Kota Cilegon.
Untuk wilayah Kota Serang didirikan 3 titik yang banyak anak jalanan melakukan
aktifitasnya yaitu:
1. Lampu merah Ciceri 2. Lampu Merah Kebon Jahe 3. Alun-alun Serang Barat (depan Ramayana)
Sedangkan untuk wilayah Kota Cilegon di bangun di 1 titik yaitu di
perempatan PCI. Pada pos sahabat anak tersebut akan dipasangkan CCTV yang
berfungsi untuk memonitor aktifitas keseharian terutama aktifitas anak di jalanan
yang terhubung langsung ke Dinas Sosial Kota dan Dinas Sosial Provinsi Banten.
Dengan bantuan CCTV ini, diharapkan dapat membantu Dinas Sosial masing-
masing wilayah untuk mengambil kebijakan selanjutnya. Pada tahun 2014 ini
pembangunan pos sahabat anak akan dikembangkan di beberapa wilayah
Kabupaten/Kota dengan kesiapannya masing-masing. Kesiapan berkaitan dengan
79
SDM dan pendukung lainnya, sehingga pos sahabat anak bisa berjalan secara
optimal.
Pos Sahabat Anak (PSA) mampu menjadi solusi bagi pemerintah daerah dan
masyarakat dalam menangani anak jalanan, meyelesaikan masalah anak jalanan di
Provinsi Banten.Sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan kenyamanan
masyarakat di jalan dan meningkatkan harkat dan martabat anak jalanan dan
memberikan hak-hak anak jalanan yang seharusnya mereka dapatkan selayaknya
anak-anak seusia mereka. Secara psikologi, aktivitas anak jalanan yang dilakukan
di jalanan tidak dapat di biarkan karena akan berdampak jangka panjang sehingga
generasi Indonesia menjadi terbiasa melakukan hal yang tidak seharusnya
dilakukan di jalanan dan tidak mampu produktif di masa yang akan datang.
Keberadaan Pos Sahabat Anak (PSA) sangat penting dalam menangani anak
jalanan di Provinsi Banten,karena :
1. Pos Sahabat Anak (PSA) diperuntukan bagi mereka anak jalanan yang memiliki keterbatasan hal, seperti: pendapatan, tempat tinggal, kesehatan, pendidikan, keterampilan, dan komunikasi.
2. Memudahkan dalam melakukan monitoring dan pembinaan sehingga penanganan penyakit masyarakat di jalanan dapat lebih efektif dan efisien baik dari segi pembiayaan, tenaga, dan waktu yang digunakan.
3. Dapat meningkatkan moral anak-anak jalanan di Provinsi Banten. 4. Dapat meningkatkan kualitas anak jalanan dengan melakukan pembinaan
atau pelatihan life skill. 5. Mampu memberikan kenyamanan dan ketertiban kepada para
masyarakat yang menggunakan fasilitas di jalan dan memberikan kenyamanan dalam berkendara di jalanan.
80
4.2.2 Tujuan Program Pos Sahabat Anak (PSA)
A. Untuk menghalau atau pun dapat meminimalisir kegiatan anak jalanan
di jalanan.
B. Tujuan Khusus:
1. Meningkatkan moral dan status sosial anak-anak jalanan yang berada di Provinsi Banten dengan melakukan pendekatan dan pendataan dan memberikan motivasi dan bantuan kepada mereka atau keluarganya.
2. Memberikan kenyamanan berkendara kepada para pengguna jalan. 3. Meningkatkan kemandirian dan kemampuan anak jalanan dengan
memberikan life skill sehingga para anak jalanan dapat bersaing di dunia kerja dan tidak kembali di jalanan.
4.2.3 Landasan Hukum Pos Sahabat Anak Provinsi Banten
Terdapat beberapa peraturan pemerintah terkait dengan upaya penanganan
anak jalanan ataupun pemulihan keberfungsian hak-hak anak, diantaranya:
1. Undang-undang Dasar tahun 1945, setiap anak berhak atas kelangsungan hidup Tumbuh dan berkembang,serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi ( pasal 28 B ayat (2) ).
2. Undang-undang Nomor 4 tahun 1979 tengang Kesejahteraan Anak 3. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002, tentang Perlindungan Anak 4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial 5. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 1990 Tentang
Pengesahan Convention On The Rights Of The Child (Konvensi Tentang Hak-Hak Anak)
6. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2002 Tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial Anak.
7. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 88 Tahun 2002 Tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan (Trafiking) Perempuan Dan Anak.
8. Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 8 Tahun 2010, Tentang Kesejahteraan Sosial.
81
4.2.4 Tahapan Penanganan Pos Sahabat Anak
Tahapan dalam penanganan anak jalanan mulai dari penyiapan sumber daya,
infrastruktur, hingga intervensi sasaran digambarkan dalam matriks sebagai
berikut :
Gambar 4.1 Tahapan penanganan
Tahapan Penangan Program Pos Sahabat Anak
(Sumber Dinas Sosial Provinsi Banten)
82
Tabel 4.5
Jumlah Anak Jalanan Menurut Jenis Kelamin di Kota Serang
Tahun 2013 - 2016
No Tahun Jenis Kelamin
Jumlah Laki-laki Perempuan
1 2013 226 11 237
2 2014 208 25 233
3 2015 274 36 310
4 2016 126 24 150
Sumber: Peneliti, 2016
Berdasarkan Tabel 4.5 diatas dapat diketahui bahwa jumlah anak jalanan
dari tahun 2013 sampai 2016 mengalami fluktuatif. Jumlah anak jalanan terbesar
yaitu pada tahun 2015 dengan jumlah 310 jiwa. Sedangkan pada tahun 2016
jumlah anak jalanan sejumlah 150 jiwa. menurunya jumlah anak jalanan pada
tahun 2016 dikarenakan usia anak jalanan sudah menginjak usia di atas 18 tahun,
sehingga anak yang usianya menginjak 18 tahun atau lebih sudah tidak masuk
dalam kategori anak jalanan dan tidak masuk dalam kategori untuk sasaran dan
tujuan dari program Pos Sahabat Anak, dan anak jalanan yang sudah berusia 18
tahun ke atas masuk dalam kategori gepeng bukan dalam kategori anak jalanan.
83
4.3. Profil dan Struktur Organisasi Dinas Sosial Provinsi Banten
4.3.1. Visi-Misi Dinas Sosial Provinsi Banten
Visi merupakan rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan pada
akhir periode perencanaan (Pasal 1 ayat (12) Undang - Undang Nomor 25 Tahun
2004). Visi harus menggambarkan bagaimana wujud akhir yang diinginkan oleh
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) pada 5 tahun mendatang (akhir periode
perencanaan). Visi memegang peranan penting dalam menentukan kemana arah
yang akan dituju oleh SKPD dimasa mendatang.
Memasuki era pembangunan lima tahun kedua, Dinas Sosial Provinsi
Banten sebagai salah satu perangkat daerah Provinsi Banten memiliki kewajiban
untuk turut serta dalam mewujudkan Visi Pembangunan Banten 2012 - 2017,
yaitu : "´Bersatu Mewujudkan Rakyat Banten Sejahtera Berlandaskan Iman
dan Taqwa´´
“Bersatu Mewujudkan” Merupakan wujud betapa besarnya komitmen
rakyat banten untuk selalu menumbuhkembangkan suasana kemasyarakatan yang
rukun, damai, dan harmonis antar seluruh pemangku kepentingan dan seluruh
lapisan masyarakat tanpa membedakan suku, agama, ras, dan aliran atau golongan
untuk secara bersama-sama mewujudkan rakyat banten yang lebih sejahtera.
“Rakyat Banten Sejahtera” Merupakan cerminan dari suatu keadaan,
dimana telah berkurangnya jumlah masyarakat miskin, meningkatnya pendapatan
dan daya beli masyarakat, terpenuhinya sarana dan prasarana pendidikan,
kesehatan, dan perekonomian serta ditemukannya jati diri masyarakat banten yang
maju dan mandiri.
84
“Berlandaskan Iman dan Taqwa” Merupakan do’a kita bersama, yaitu
sebagai persyaratan mutlak untuk dapat terwujudnya kehidupan yang agamis,
serta untuk menjadikan masyarakat yang saleh dan taat pada tuntunan ajaran
agama yang diyakini. Keberhasilan pembangunan pada bidang atau sektor apapun,
tidak akan mendatangkan kemaslahatan dan keberkahan, tanpa dilandasi oleh
keimanan dan ketaqwaan.
Misi adalah rumusan umum mengenai upaya-upaya yang akan dilaksanakan
untuk mewujudkan visi (Pasal 1 ayat (13) Undang - Undang Nomor 25 Tahun
2004). Misi merupakan pernyataan secara luas dan komprehensif tentang tujuan
instansi yang diekspresikan dalam produk dan pelayanan yang akan diberikan atau
dilaksanakan, kebutuhan masyarakat yang dapat dipenuhi, kelompok masyarakat
yang dilayani, serta nilai-nilai yang dapat diperoleh.
Berkaitan dengan perumusan Misi Dinas Sosial Provinsi Banten Tahun
2012 - 2017 maka perlu diperhatikan relevansi dan keterkaitannya dengan upaya
pencapaian Misi Pembangunan Daerah Provinsi Banten 2012 - 2017, yaitu :
1. Peningkatan Pembangunan Infrastruktur Wilayah
2. Pemantapan Iklim Investasi yang Kondusif
3. Peningkatan Kualitas Sumberdaya Manusia
4. Penguatan Semangat Kebersamaan Antar-Pelaku Pembangunan
5. Meningkatkan Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Untuk
Pembangunan yang Berkelanjutan
6. Peningkatan Mutu dan Kinerja Pemerintahan Daerah
85
Peningkatan Pembangunan Infrastruktur Wilayah Mendukung
Pengembangan Wilayah/Kawasan Berwawasan Lingkungan ditujukan untuk
konektivitas pengembangan wilayah/kawasan guna percepatan dan perluasan
pembangunan ekonomi Banten serta meningkatkan layanan dasar masyarakat dan
peningkatan daya saing daerah dengan prinsip pembangunan
berkelanjutan (prioritas RPJPD Nomor 4+5+7).
Pemantapan Iklim Investasi yang Kondusif untuk Mendorong Pertumbuhan
Ekonomi Daerah dan Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat ditujukan untuk
meningkatkan kualitas pertumbuhan dan pemerataan perekonomian daerah dalam
rangka mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat(prioritas RPJPD
Nomor 3)
Peningkatan Kualitas Sumberdaya Manusia yang sehat, cerdas, religius dan
berdaya saing dalam kerangka penguatan NKRI ditujukan untuk mewujudkan
Sumber Daya Manusia yang sehat, cerdas, agamis dan berdaya saing (prioritas
RPJPD Nomor 1+2)
Penguatan Semangat Kebersamaan Antar-Pelaku Pembangunan dan
sinergitas pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota yang selaras, serasi dan
seimbang ditujukan untuk mewujudkan Banten rukun damai, membangun
kebersamaan yang sinergis antara Pusat, -Daerah, beserta stakeholders dalam
menjalankan peran dan fungsinya masing-masing secara terintergrasi membangun
Banten.
86
4.3.2.Struktur Organisasi Dinas Sosial Provinsi Banten
Sekertariat
Kepala Dinas Sosial : Dr. H. Ino S Rawita M.Pd
Sekretaris : Hj. Dede Siti Eka Murtianingsih, SH, M.Si
Kabag Umum dan Kepegawaian : Emboy Iskandar, S.Sos, M.Si
Kabag Keuangan : Dima Suryaman, SE
Kabag Program, Evaluasi dan Pelaporan : Dra. Kufti Eka Prastia, M.Si
Bidang Rehabilitasi Sosial
Kepala Bidang : Anda Suhanda, S.Sos, M.Si
Kasi. Napza : Drs. H. Asep Saepudin, M.Si
Kasi. Seksi Paca : M Noor
Kasi. Anak dan Lansia : Nahrawi
Bidang Perlindungan dan Jaminan Sosial
Kepala Bidang : Drs. Sunardi, M.Si
Kasi. PSKB : Moch. Bangkit, S.Ip, MM
Kasi. Seksi KTKPMB : Sumarno
Kasi. Seksi PSDS : Yiyi Buchori, S.Sos, M.Si
Bidang Pengembangan Potensi Kesejahteraan Sosial
Kepala Bidang : Drs. Sudarto, M.Pd
Kasi. Penyuluhan Kesos : Entin Oliantini, S.AG
Kasi. Pengembangan Kelembagaan Sosial : Bambang Dwi Janarko, S.Sos
Kasi. Seksi NK3 : Zaenal Arifin A.Ks
87
Bidang Pemberdayaan Sosial
Kepala Bidang : Wawan Gunawan, S.Sos, M.Si
Kasi. Pemberdayaan Komunitas Masyarakat Tertinggal : Adang Saepudin, S.IP,
M.Si
Kasi. Keluarga & Perempuan : Dra. Hj. Henniya Alief A., M.Si
Kasi. Seksi FM : Drs. Haerudin, M.Si
Balai Pemulihan Sosial (BPS)
Kepala Bidang : Drs. H. Emed Hamami, M.Si
Seksi Subbag TU : Drs. Muzimi Efendi, M.Si
Seksi pelayanan dan perawatan : Tarcius Agus Trianto, S.Pd, M.Si
Seksi Penerimaan & Penyaluran : Iin Irawati S.Sos, M.Si
Balai Pemulihan dan Pengembangan Sosial (BPPS)
Kepala Bidang : Drs. H. Ali Rahman, S.Pd, M.Si, MM
Seksi Subbag TU : Nandang Gunawan A.Ks
Seksi Pemulihan : Hj. Rosmini, SE
Seksi Penerimaan & Penyaluran : Ujang Ungkandar, BA
4.3.3.Tugas dan Fungsi Dinas Sosial Provinsi Banten
Tugas dan Fungsi Dinas Sosial Provinsi Banten berdasarkan Peraturan
Daerah Provinsi Banten Nomor 3 Tahun 2012 tentang Pembentukan Organisasi
Perangkat Daerah Provinsi Banten. Dinas Sosial merupakan unit kerja
dilingkungan Pemerintah Provinsi Banten yang mempunyai tugas membantu
88
Gubernur dalam melaksanakan kewenangan Desentralisasi dan Dekonsentrasi
dibidang sosial, maka mempunyai tugas pokok dan fungsi struktur kelembagaan
sebagai berikut :
1. Kepala Dinas
Kepala dinas mempunyai fungsi sebagai berikut:
a. Penyusunan Rencana Strategis Dinas berdasarkan Rencana Strategis
Pemerintah Daerah
b. Perumusan kebijakan teknis dibidang sosial sesuai Rencana Strategis
Dinas
c. Pembinaan dan penyelenggaraan serta koordinasi bidang Pengembangan
Potensi Kesejahteraan Sosial
d. Pembinaan dan penyelenggaraan serta koordinasi bidang Pemberdayaan
Sosial
e. Pembinaan dan penyelenggaraan serta koordinasi bidang Pelayanan dan
Rehabilitasi Sosial
f. Pembinaan dan penyelenggaraan serta koordinasi bidang Bantuan dan
Jaminan Sosial
g. Pelaksanaan dan koordinasi kegiatan Dinas
h. Pembinaan dan penyelenggaraan administrasi ketatausahaan
i. Pembinaan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas lingkup Dinas Sosial
j. Pelaksanaan tugas lain sesuai tugas dan fungsinya.
89
2. Sekretaris
Sekretaris mempunyai fungsi sebagai berikut :
a. Penyusunan rencana program dan kegiatan sesuai dengan bidang
tugasnya
b. Perumusan kebijakan, pedoman, standarisasi, koordinasi, pembinaan dan
pengembangan administrasi umum dan kepegawaian, keuangan serta
evaluasi dan pelaporan
c. Perumusan pengaturan, pembinaan, pengembangan pelaksanaan
administrasi umum dan kepegawaian, keuangan serta evaluasi dan
pelaporan
d. Pelaksanaan evaluasi, supervisi dan pelaporan kebijakan standarisasi
program administrasi umum dan kepegawaian, keuangan serta evaluasi
dan pelaporan
e. Penyiapan data dan bahan urusan administrasi umum dan kepegawaian,
keuangan serta evaluasi dan pelaporan
f. Pengelolaan urusan administrasi umum dan kepegawaian, keuangan
serta evaluasi dan pelaporan
g. Pelaksanaan tugas lain sesuai tugas dan fungsinya
3. Bidang Pengembangan Potensi Kesejahteraan Sosial
Kepala Bidang Pengembangan Potensi Kesejahteraan Sosial mempunyai
fungsi sebagai berikut :
90
a. Perumusan kebijakan teknis operasional bidang penyuluhan
kesejahteraan sosial, pelestarian nilai-nilai kepahlawanan, keperintisan
dan kejuangan serta pengembangan kelembagaan sosial
b. Penyusunan pedoman pengaturan standarisasi penyuluhan kesejahteraan
sosial, pelestarian nilai-nilai kepahlawanan, keperintisan dan kejuangan
serta pengembangan kelembagaan sosial
c. Pembinaan, pengembangan dan pelaksanaan penyuluhan kesejahteraan
sosial, pelestarian nilai-nilai kepahlawanan, keperintisan dan kejuangan
serta pengembangan kelembagaan sosial
d. Pengkoordinasikan dan sinkronisasi kegiatan bidang penyuluhan
kesejahteraan sosial, pelestarian nilai-nilai kepahlawanan, keperintisan
dan kejuangan serta pengembangan kelembagaan sosial
e. Pelaksanaan program dan kegiatan bidang penyuluhan kesejahteraan
sosial, pelestarian nilai-nilai kepahlawanan, keperintisan dan kejuangan
serta pengembangan kelembagaan sosial
f. Pelaksanaan evaluasi, supervisi dan pelaporan kebijakan standarisasi
program dan kegiatan bidang penyuluhan kesejahteraan sosial,
pelestarian nilai-nilai kepahlawanan, keperintisan dan kejuangan serta
pengembangan kelembagaan sosial
g. Pelaksanaan tugas lain sesuai tugas dan fungsinya.
4. Bidang Pemberdayaan Sosial
Kepala Bidang Pemberdayaan Sosial mempunyai fungsi sebagai berikut :
91
a. Perumusan kebijakan teknis operasional bidang pemberdayaan keluarga
dan fakir miskin, pemberdayaan komunitas dan masyarakat tertinggal
serta pemberdayaan keluarga dan perempuan
b. Penyusunan pedoman pengaturan pemberdayaan keluarga dan fakir
miskin, pemberdayaan komunitas dan masyarakat tertinggal serta
pemberdayaan keluarga dan perempuan
c. Pembinaan, pengembangan dan pelaksanaan kegiatan dibidang
pemberdayaan keluarga dan fakir miskin, pemberdayaan komunitas dan
masyarakat tertinggal serta pemberdayaan keluarga dan perempuan
d. Pengkoordinasikan dan sinkronisasi kegiatan bidang pemberdayaan
keluarga dan fakir miskin, pemberdayaan komunitas dan masyarakat
tertinggal serta pemebrdayaan keluarga dan perempuan
e. Pelaksanaan program dan kegiatan bidang pemberdayaan keluarga dan
fakir miskin, pemberdayaan komunitas dan masyarakat tertinggal serta
pemberdayaan keluarga dan perempuan
f. Pelaksanaan evaluasi, supervisi dan pelaporan kebijakan standarisasi
program dan kegiatan bidang pemberdayaan keluarga dan fakir miskin,
pemberdayaan komunitas dan masyarakat tertinggal serta pemberdayaan
keluarga dan perempuan
g. Pelaksanaan tugas lain sesuai tugas dan fungsinya
5. Bidang Rehabilitasi Sosial
Kepala Bidang Rehabilitasi Sosial mempunyai fungsi sebagai berikut :
92
a. Perumusan kebijakan teknis operasional bidang perlindungan sosial
anak dan lanjut usia, rehabilitasi sosial penyandang cacat, rehabilitasi
tuna sosial dan eks korban penyalahgunaan napza
b. Penyusunan pedoman pengaturan standarisasi perlindungan sosial anak
dan lanjut usia, rehabilitasi sosial penyandang cacat, rehabilitasi tuna
sosial dan eks korban penyalahgunaan napza
c. Pembinaan, pengembangan dan pelaksanaan kegiatan dibidang
perlindungan sosial anak dan lanjut usia, rehabilitasi sosial penyandang
cacat, rehabilitasi tuna sosial dan eks korban penyalahgunaan napza
d. Pengkoordinasikan dan sinkronisasi kegiatan bidang perlindungan sosial
anak dan lanjut usia, rehabilitasi sosial penyandang cacat, rehabilitasi
tuna sosial dan eks korban penyalahgunaan napza
e. Pelaksanaan program dan kegiatan bidang perlindungan sosial anak dan
lanjut usia, rehabilitasi sosial penyandang cacat, rehabilitasi tuna sosial
dan eks korban penyalahgunaan napza
f. Pelaksanaan evaluasi, supervisi dan pelaporan kebijakan standarisasi
program dan kegiatan bidang perlindungan sosial anak dan lanjut usia,
rehabilitasi sosial penyandang cacat, rehabilitasi tuna sosial dan eks
korban penyalahgunaan napza
g. Pelaksanaan tugas lain sesuai tugas dan fungsinya
6. Bidang Perlindungan dan Jaminan Sosial
Kepala Bidang Perlindungan dan Jaminan Sosial mempunyai fungsi sebagai
berikut :
93
a. Perumusan kebijakan teknis operasional bidang Perlindungan sosial
korban bencana, Perlindungan sosial korban tindak kekerasan dan
pekerja migran, pengelolaan sumber dana sosial dan jaminan sosial
b. Penyusunan pedoman pengaturan standarisasi dibidang Perlindungan
sosial korban bencana, Perlindungan sosial korban tindak kekerasan dan
pekerja migran, pengelolaan sumber dana sosial dan jaminan sosial
c. Pembinaan dan pengelolaan kegiatan dibidang Perlindungan sosial
korban bencana, Perlindungan sosial korban tindak kekerasan dan
pekerja migran, pengelolaan sumber dana sosial dan jaminan sosial
d. Pengkoordinasikan dan sinkronisasi kegiatan bidang Perlindungan sosial
korban bencana, Perlindungan sosial korban tindak kekerasan dan
pekerja migran, pengelolaan sumber dana sosial dan jaminan sosial
e. Pelaksanaan program dan kegiatan bidang Perlindungan sosial korban
bencana, Perlindungan sosial korban tindak kekerasan dan pekerja
migran, pengelolaan sumber dana sosial dan jaminan sosial
f. Pelaksanaan evaluasi, supervisi dan pelaporan kebijakan standarisasi
program dan kegiatan bidang Perlindungan sosial korban bencana,
Perlindungan sosial korban tindak kekerasan dan pekerja migran,
pengelolaan sumber dana sosial dan jaminan sosial
g. Pelaksanaan tugas lain sesuai tugas dan fungsinya
7. Kelompok Jabatan Fungsional
Dilingkungan Dinas Daerah dapat ditetapkan Jabatan Fungsional tertentu
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan :
94
a. Kelompok Jabatan Fungsional terdiri dari sejumlah tenaga fungsional
yang terbagi dalam berbagai kelompok sesuai dengan bidang
keahliannya
b. Setiap kelompok dipimpin oleh seorang tenaga fungsional senior yang
diangkat oleh Gubernur dan bertanggungjawab kepada Kepala Dinas.
8. Unit Pelaksana Teknis Dinas terdiri dari :
a. Balai Perlindungan Sosial (BPS)
Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Balai Perlindungan Sosial
(BPS) pada Dinas Sosial Provinsi Banten yang melaksanakan
Pelayanan Kesejahteraan Sosial kepada lanjut usia terlantar, anak
balita terlantar, wanita korban tindak kekerasan dan penyandang cacat
grahita, dengan struktur organisasi sebagai berikut: 1) Kepala BPS, 2)
Kasubag. Tata Usaha, 3) Seksi Pelayanan dan Perawatan, 4) Seksi
Penerimaan dan Penyaluran.
b. Balai Pemulihan dan Pengembangan Sosial (BP2S)
Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Balai Pemulihan dan
Pengembangan Sosial (BP2S) pada Dinas Sosial Provinsi Banten yang
melaksanakan Pemulihan dan Pengembangan Sosial bagi remaja putus
sekolah, wanita tuna susila, gelandangan/pengemis dan eks napza,
dengan struktur sebagai berikut: 1) Kepala BP2S, 2) Kasubag. Tata
Usaha, 3) Seksi Pemulihan dan Pengambangan Sosial, 4) Seksi
Penerimaan dan Penyaluran.
95
4.4 Profil dan Struktur Organisasi Dinas Sosial Kota Serang
4.4.1.Profil Dinas Sosial Kota Serang
4.4.1.1. Kelembagaan
Dinas Sosial Kota Serang berdiri berdasarkan Peraturan Daerah Kota serang
Nomor 5 Tahun 2014 tentang perubahan Atas Perda Nomor 14 Tahun 2010
Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 9 Tahun 2008,
Tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi Daerah Dinas Daerah Kota
Serang. Dinas Sosial Kota Serang, mempunyai tugas melaksanakan urusan
pemerintahan daerah berdasarkan asas otonomi daerah dan tugas pembantuan di
bidang sosial.
4.4.1.2. Kedudukan dan Visi Misi Dinas Sosial Kota Serang
Dinas Sosial merupakan unsur pelaksana otonomi daerah, yang dipimpin
oleh Kepala Dinas yang berkedudukan dibawah dan bertanggungjawab kepada
Walikota melalui Sekretaris Daerah.
Visi : “Terwujudnya Kemandirian Bagi Penyandang Masalah
Kesejahteraan Sosial”
Misi
1. Meningkatkan kualitas sumber daya aparatur dan infrastruktur dalam
penataan kelembagaan
2. Meningkatkan akses pelayanan sosial dalam aspek: rehabilitasi sosial,
jaminan sosial, pemberdayaan sosial dan perlindungan sosial bagi
penyandang masalah kesejahteraan sosial.
96
3. Memperkuat kelembagaan dan Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial untuk
mendorong inisiatif dan partisipasi aktif masyarakat, organisasi sosial,
karang taruna, TKSM dan lembaga sosial keagamaan agar terjalin hubungan
kemitraan yang baik dalam pembangunan kesejahteraan sosial.
4. Meningkatkan sistem informasi pelaporan
4.4.1.3. Tugas Pokok dan Fungsi
Dinas Sosial mempunyai tugas melaksanakan urusan Pemerintahan Daerah
berdasarkan azas otonomi daerah dan tugas pembantuan di Bidang Sosial.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, Dinas Sosial
menyelenggarakan fungsi:
1. Penyusunan perencanaan Bidang Sosial
2. Perumusan kebijakan teknis Bidang Sosial
3. Pelaksanaan urusan pemerintahan dan pelayanan Bidang Sosial
4. Pembinaan, Koordinasi, pengendalian dan fasilitasi pelaksanaan kegiatan
Bidang Sosial
5. Pelaksanaan kegiatan penatausahaan Dinas
6. Pelaksana tugas lain yang diberikan oleh Walikota sesuai dengan tugas dan
fungsinya
97
4.4.1.4. Susunan Organisasi Dinas Sosial Kota Serang
Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 5 Tahun 2014 tentang
Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 14 Tahun 2010 Tentang
Pembentukan Susunan Organisasi Dinas Daerah Kota Serang.
Struktur organisasi Dinas Sosial Kota Serang, terdiri dari:
1. Unsur Pimpinan Kepala Dinas.
2. Unsur pembantu pimpinan adalah Sekretariat, terdiri dari:
- Sub Bagian Umum dan Kepegawaian;
- Sub Bagian Keuangan;
- Sub Bagian Program, Evaluasi dan Pelaporan.
3. Unsur Pelaksana adalah Bidang, terdiri dari:
1) Bidang Pengembangan Potensi Kesejahteraan Sosial
2) Bidang Pemberdayaan Sosial
3) Bidang Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial
4) Seksi Rehabilitasi Tuna Sosial dan Eks Korban Penyalahgunaan Napza
5) Bidang Perlindungan dan Jaminan Sosial
6) Unit Pelaksana Teknis
Program dan Kegiatan
a. Program Pelayanan dan Rehabilitasi Kesejahteraan Sosial
b. Program Pembinaan Anak Terlantar
c. Program Pembinaan Para Penyandang Cacat dan Trauma
d. Program Pembinaan Eks Penyandang Penyakit Sosial
e. Program Pembinaan Panti Asuhan/ Panti Jompo
98
f. Program Pemberdayaan Fakir Miskin
g. Program Pelayanan dan Rehabilitasi Kesos
h. Program Pemberdayaan Kelembagaan Sosial
99
4.4.2 Struktur Organisasi Dinas Sosial Kota Serang
100
4.5 Profil Satuan Polisi Pamong Praja (SATPOL PP) Kota Serang
Satuan Polisi Pamong Praja Kota Serang dibentuk berdasarkan Peraturan
Daerah Nomor 10 Tahun 2010 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Satuan Polisi
Pamong Praja Kota Serang yang mempunyai tugas pokok membantu walikota
dalam memelihara dan menyelenggarakan ketentraman dan ketertiban umum serta
menegakkan Peraturan Daerah, Peraturan Walikota dan Keputusan Walikota.
Terdapat permasalahan yang terlihat kasat mata diantaranya adalah
pelanggaran hukum yang tertuang dalam Peraturan Daerah yang merupakan
kebijakan Pemerintah Daerah. Yang perlu ditegakkan antara lain, maraknya PKL,
becak, gelandangan dan pengemis. Beredarnya minuman keras dan adanya warung
remang-remang yang identik dengan tempat mangkalnya pekerja seks komersial
dan pelanggaran-pelanggaran peraturan perijinan lainnya.
Dengan teridentifikasinya permasalahan-permasalahan tersebut di atas, maka
Satuan Polisi Pamong Praja Kota Serang telah melaksanakan langkah baik secara
prevensi maupun representative dalam menyelesaikan permasalahan baik sebelum
terjadi, saat terjadi, maupun sesudah terjadi sehingga diharapkan masalah-masalah
tersebut dapat diselesaikan dengan komprehensif.
Penyelesaian masalah tidaklah mudah karena banyak faktor-faktor yang
menjadi kendala baik yang berasal dari faktor internal maupun eksternal. Faktor
internal seperti masih kurangnya personil,belum maksimalnya waktu dalam
sosialisasi serta minimnya sosialisasi kepada masyarakat tentang peraturan-
peraturan yang diberlakukan di Kota Serang. Sedangkan dari faktor eksternalnya
minimnya tingkat pendidikan dan pendapatan masyarakat, dan terbatasnya lokasi
101
untuk area pedagang informal dan belum tersedianya tempat rehabilitasi sosial bagi
penyakit masyarakat.
Disamping kelemahan yang menjadi penghambat juga terdapat faktor
kekuatan yang menjadi peluang, kemudian faktor-faktor itu dituangkan dalam
Renstra Satuan Kerja Perangkat Daerah yang didalamnya terkandung visi, misi,
kebijakan, program dan kegiatan yang kemudian hal-hal tersebut dapat menjadi
cerminan kinerja Satuan Polisi Pamong Praja Kota Serang.
4.5.1. Visi Satuan Polisi Pamong Praja (SATPOL PP) Kota Serang
Visi merupakan cara pandang jauh ke depan, kemana suatu organisasi
dibawa agar tetap dapat eksis. Visi organisasi harus merupakan gambaran yang
menentang tentang keadaan masa depan yang diinginkan oleh organisasi di tahun
yang akan datang, sesuai dengan sifat Perencanaan Strategis Manajemen Satuan
Polisi Pamong Praja yang merupakan perencanaan jangka panjang, selain itu juga
peran Satuan Polisi Pamong Praja agar diarahkan untuk mendukung pencapaian
visi dan misi Kota Serang. Seiring dengan upaya tersebut, maka visi dari Satuan
Polisi Pamong Praja Kota Serang adalah “Terwujudnya Aparatur Daerah Kota
Serang Yang Berkualitas Dalam Penegakan Peraturan Daerah Dan Keputusan
Kepala Daerah”.
102
4.5.2. Misi Satuan Polisi Pamong Praja (SATPOL PP) Kota Serang
Misi merupakan sesuatu yang harus dilaksanakan agar tujuan organisasi
dapat terlaksana dan berhasil dengan baik dan sesuai dengan apa yang ditetapkan.
Adapun misi Kantor Satuan Polisi Pamong Praja Kota Serang adalah sebagai
berikut:
1. Meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap aturan norma hukum, norma
agama, hak asasi manusia, dan norma-norma sosial lainnya yang hidup dan
berkembang di masyarakat.
2. Meningkatnya partisipasi masyarakat menyelesaikan perselisihan warga
masyarakat yang dapat mengganggu ketentraman dan ketertiban umum.
3. Meningkatnya pemeliharaan dan penyelenggaraan ketentraman dan
ketertiban daerah.
4. Menigkatnya kesadaran masyarakat dalam mematuhi dan mentaati Peraturan
Daerah dan Keputusan Daerah.
4.6. Struktur Organisasi Lembaga Perlindungan Anak Provinsi Banten
Struktur organisasi atau kepengurusan LPA Prov. Banten periode 2015 -
2018 adalah sebagai berikut:
Pelindung : Gubernur Banten
Dewan Konsultatif : Kepala Dinas Sosial Provinsi Banten
: Kepala BPPMD Provinsi Banten
Dewan Pembina : Agus Setiawan SH.
: Dr. Suwaib Amiruddin, M.Si
103
: Boyke Pribadi, Ssi, MM., MBA
Dewan pakar : M. Uut Lutfi, SH., MH.
: Iron Fajrul Aslami, SH., MH.
Pengurus
Ketua : Iip Syafruddin, S.HI
Sekretaris : Dede Kodrat Alwajir, S.AP
Bendahara : Ade Jahran
Bidang-bidang
Kesekretariatan, Seni dan Kreatifitas Anak
Ketua : Suhroji Adha, SE
Anggota : Asti Sri Yunistianingsih, SP.
: Dede Eka Toharotul Hasanah
Promosi dan Sosialisasi Hak Anak
Ketua : Yayuk Sri Rahayu, S.Mn
Anggota : Ahmad Subhan, S.IP
: Ika Indah Siswiati, S.Psi
: Yudhi ramdhani, S.Hi
Advokasi Hak Anak dan Analisis Standar Pelayanan Anak
Ketua : Jaja Juweni, SH.
Anggota : Gina Nurwinda, S.Psi
: Tubagus Nuruzaman
: Rizki Irawan
104
Riset, Data dan Informasi
Ketua : Gugun Gunawan, M.Kom
Anggota : Rijal Fauzi, S.Pd.I., M.Pd
: Siska Purnama Dewi, AMd
Penguatan Kelembagaan dan Kerjasama Antar Lembaga
Ketua : Mohammad Suswaidi, S.Pd.I, MM
Anggota : Atmawijaya, S.Pd.I
: Ade Sofyan, S.Pd.I., M.Pd
Satuan Pekerja Sosial : Wahyu Atmaja
: M. Toharudin
4.6.1. Peran Lembaga Perlindungan Anak Provinsi Banten
Peran LPA Provinsi Banten adalah sebagai berikut:
1. Melakukan pemantauan dan pengembangan perlindungan anak.
2. Melakukan advokasi dan pendampingan pelaksanaan hak anak.
3. Menerima pengaduan pelanggaran hak-hak anak.
4. Melakukan kajian strategis terhadap berbagai kebijakan yang
menyangkut kepentingan terbaik bagi anak.
5. Melakukan koordinasi antar lembaga, baik tingkat regional, nasional
maupun international.
6. Memberikan pelayanan bantuan hukum untuk beracara di pengadilan
mewakili kepentingan anak
7. Melakukan rujukan untuk pemulihan dan penyatuan kembali anak.
105
8. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan, pengenalan dan
penyebarluasan informasi tentang hak anak.
4.6.2. Fungsi Lembaga Perlindungan Anak Provinsi Banten
Adapun fungsi dari LPA Prov. Banten adalah sebagai berikut:
1. Melakukan pengumpulan data, informasi dan investigasi terhadap
pelanggaran hak anak.
2. Melakukan kajian hukum dan kebijakan regional dan nasional yang
tidak memihak pada kepentingan terbaik anak.
3. Memberikan penilaian dan pendapat kepada pemerintah dalam rangka
mengintegrasikan hak-hak anak dalam setiap kebjakan.
4. Memberikan pendapat dan laporan independen tentang hukum dan
kebijakan berkaitan dengan anak.
5. Menyebarluaskan, publikasi dan sosialisasi tentang hak-hak anak dan
situasi anak di Indonesia.
6. Menyampaikan pendapat dan usulan tentang pemantauan pemajuan
dan kemajuan, dan perlindungan hak anak kepada parlemen,
pemerintah dan lembaga terkait.
7. Mempunyai mandat untuk membuat laporan alternatif kemajuan
perlindungan anak di tingkat nasional.
8. Melakukan perlindungan khusus.
106
4.7. Deskripsi dan Analisis Data
Deskripsi data merupakan penejelasan mengenai data yang didapatkan dari
hasil penelitian lapangan. Peneliti menggunakan teori implementasi kebijakan
Meter dan Horn (1975) yang menyatakan bahwa untuk meraih kinerja
implementasi kebijakan publik dalam prosesnya harus memperhatikan beberapa
variabel yang satu dengan lainya saling berhubungan untuk mencapai kinerja
implementasi dengan baik. Adapun variabel yang dimaksud antara lain:
1. Standar atau Ukuran dan Tujuan Kebijakan
Untuk mengukur kinerja implementasi program Pos Sahabat Anak
oleh dinas sosial Provinsi Banten di Kota Serang perlu memperhatikan
standar dan sasaran tertentu yang harus dicapai oleh para pelaksana, kinerja
kebijakan pada dasarnya merupakan penilaian atas tingkat ketercapaian
standar dan sasaran tersebut. Pemahaman tentang maksud umum tujuan dari
suatu standard suatu tujuan kebijakan sangatlah penting. Implementasi
kebijakan yang berhasil bisa menjadi gagal ketika para pelaksana tidak
memahami sepenuhnya mengenai standard an tujuan dari suatu kebijakan
tersebut.
2. Sumber-sumber Kebijakan
Sumber-sumber yang dimaksud dalam hal ini adalah sumber daya
manusia, sumber daya finansial dan waktu, dalam tahap implementasi
kebijakan sumber daya manusia yang berkualitas dan sesuai dengan
bidangnya sangat mempengaruhi keberhasilan dalam implementasi suatu
kebijakan. Sumber daya finansial juga penting dalam tahap implementasi
107
kebijakan, sumber daya ini terdiri atas dana atau intensif lain yang dapat
memperlancar suatu kebijakan. Kurangnya atau terbatasnya dana atau
intensif lain dalam implementasi kebijakan, merupakan salah satu faktor
besar terhadap kegagalan suatu implementasi kebijakan. Sumber daya waktu
juga tidak kalah pentingnya dengan sumber sumber yang lain dalam tahap
implementasi kebijakan, karena sumber daya waktu berpengaruh terhadap
bagaimana kelancaran dan ketepatan adminsitrasi dalam suatu implementasi
kebijakan, maka dari itu untuk mecapai keberhasilan dalam implementasi
program Pos Sahabat Anak oleh dinas sosial Provinsi Banten di Kota Serang
harus memperhatikan sumber-sumber yang ada.
3. Komunikasi Antar Organisasi
Komunikasi antar organisasi yang terlibat dalam pelaksanaan program
Pos Sahabat Anak sangat perlu diperhatikan untuk mencapai keberhasilan
kebijakan Pos Sahabat Anak. Para individu (implementor) harus memahami
maksud dan tujuan dari kebijakan Pos Sahabat Anak. Komunikasi dari para
petugas Pos Sahabat Anak, Dinas Sosial Kota Serang, dan Dinas Sosial
Provinsi harus berjalan dengan baik dan tidak terjadinya komunikasi yang
buruk (miss communication).
4. Karakteristik Agen Pelaksana
Dalam tahap implementasi program Pos Sahabat Anak diperlukan
agen pelaksana yang demokratis dan persuasif. Dan pada beberapa konteks
kebijakan yang akan dilaksanakan dituntut untuk para pelaksana kebijakan
yang ketat dan disiplin supaya kebijakan berjalan sesuai dengan yang
108
diharapkan atau efektif. Dan adapun organisasi formal yang terlibat dalam
pelaksanaan program Pos Sahabat Anak adalah (Dinas Sosial Kota Serang,
Satuan polisi Pamong Praja Kota Serang)
5. Sikap atau Kecenderungan (disposition) Para Pelaksana
Sikap penolakan dan penerimaan dari agen pelaksana kebijakan sangat
mempengaruhi suatu keberhasilan atau kegagalan implementasi program
Pos Sahabat Anak oleh dinas sosial Provinsi Banten di Kota Serang. Hal ini
sangat mungkin terjadi karena kebijakan yang dilaksanakan bukanlah hasil
dari formulasi warga setempat yang mengenal betul permasalahan dan
persoalan yang mereka rasakan. Yang dimaksud dalam sikap dari agen
pelaksana yaitu (dinas sosial Kota Serang, & Petugas Pos Sahabat Anak)
6. Lingkungan Ekonomi, Sosial, dan Politik
Hal terakhir yang perlu diperhatikan untuk menilai kinerja
implmenetasi program Pos Sahabat Anak adalah sejauh mana lingkungan
eksternal turut mendorong keberhasilan kebijakan program Pos Sahabat
Anak. Lingkungan sosial, ekonomi, dan politik yang tidak kondusif dapat
menjadi sumber masalah dari kegagalan kinerja implementasi program Pos
Sahabat Anak. Karena itu perlu adanya dorongan atau dukungan dari
masyarakat dan lingkungan disekitar untuk ikut membantu dalam proses
implementasi kebijakan.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian kualitatif sehingga data yang diperoleh bersifat deskriptif berbentuk
kata dan kalimat dari hasil wawancara, hasil observasi lapangan, dan
109
dokumentasi. Untuk menganalisa data kuaitatif tersebut, peneliti menggunakan
teori Metter & Horn (Sumber: Anggara, 2014. Kebijakan Publik) yang terdiri dari
empat kegiatan utama yaitu penumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan
verivikasi data.
Untuk mempermudah peneliti dalam menganalisis data, peneliti melakukan
reduksi data dengan memberikan kode pada aspek tertentu, yaitu:
1. Kode Q1,2,3 dan seterusnya yang menandakan daftar urutan pertanyaan
2. Kode I1.2.3 dan seterusnya menandakan urutan informan
Langkah selanjtunya adalah menyajikan data dalam bentuk teks naratif,
bagan, matriks, hubungan antar kategori, network, flowchart, dan sejenisnya.
Penarikan kesimpulan apabila peneliti sudah mendapatkan data jenuh, artinya
telah ada pengulangan informasi, maka kesimpulan tersebut dapat dijadikan
jawaban masalah penelitian.
4.7.1. Informan Penelitian
Dalam penelelitian ini peneliti menggunakan teknik purposive. Informan
yang telah ditentukan peneliti adalah semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan
Program Pos Sahabat Anak oleh Dinas Sosial Provinsi Banten di Kota Serang.
Dengan adanya klasifikasi key informan dan secondary informan yang peneliti
lakukan bisa mempermudah dalam mencari data yang dibutuhkan peneliti sesuai
dengan latar belakang jabatan dari informan tersebut.
Adapun informan-informan yang dibutuhkan selama peneltian ini adalah
sebagai berikut :
110
Tabel 4.6
Spesifikasi Informan Penelitian
No. Kategori
Informan
Kode
Informan
Nama
Informan
Jabatan
Informan
Peran/Fungsi
Informan
1.
Dinas Sosial
Provinsi
Banten
I₁₋₁
Drs.
H.Nahrawi,
M.Si
Kasi
Perlindungan
Anak dan
Lanjut Usia
Penyelenggara
Program Pos
Sahabat Anak
2. I₁₋₂
Abdullah
Alamudin.
S.Sos.I
M.Si
Staff
Pelaksana
Seksi
Perlindungan
Sosial Anak
dan Lanjut
Usia
Staff
Pelaksana
Program Pos
Sahabat Anak
3. Dinas Sosial
Kota Serang I₂
Hendri
Sudiarni,
S.Sos
Kasi
Pelayanan
dan
Perlindungan
Sosial Anak
dan Lansia
Pelaksana
Program Pos
Sahabat Anak
Kota Serang
4. Satpol PP Kota
Serang I₃₋₁
Bambang
Gartika S.E
Kabid
Penegakan
Peraturan
Perundang-
undangan
Daerah
(PPUD)
Pelaksana
Program Pos
Sahabat Anak
111
5. I₃₋₂ Holis
Petugas
Satpol PP
Kota Serang
Pelaksana
Program Pos
Sahabat Anak
6. I3₋3 A.Ayi
Asya’ari
Petugas
Satpol PP
Kota Serang
Petugas Pos
Sahabat Anak
Kebon Ciceri
Kota Serang
7.
Petugas Pos
Sahabat Anak
I₄₋₁ Wahyu
Sukinta
Tokoh
Masyarakat
(RT)
Petugas Pos
Sahabat Anak
Kebon Jahe
Kota Serang
8. I₄₋₂ Hasannudin
, S.Pd.I
TKSK Kota
Serang
Petugas Pos
Sahabat Anak
Alun-alun
Timur Kota
Serang
9. I4₋3 Novi TKSK Kota
Serang
Petugas Pos
Sahabat Anak
Ciceri Kota
Serang
10. I4₋4 Tatang
Ketua
Pemuda
Ciceri Kota
Serang
Petugas Pos
Sahabat Anak
Ciceri Kota
Serang
11.
Anak Jalanan
I₅₋₁ Dela
Anak Jalanan
Ciceri Kota
Serang
Narasumber
Program Pos
Sahabat Anak
12. I₅₋₂ Bella
Anak Jalanan
Ciceri Kota
Serang
Narasumber
Program Pos
Sahabat Anak
112
13. I₅₋3 Putri
Anak Jalanan
Ciceri Kota
Serang
Narasumber
Program Pos
Sahabat Anak
14. I₅₋4 Rifal
Anak Jalanan
Alun-alun
Timur Kota
Serang
Narasumber
Program Pos
Sahabat Anak
15. I₅₋5 Adit
Anak Jalanan
Kebon Jahe
Kota Serang
Narasumber
Program Pos
Sahabat Anak
16. BPMPKB
Kota Serang I6
Sahari
Banong,
SE, MM
Kasubid
Perlindungan
Perempuan
dan Anak
Narasumber
Program Pos
Sahabat Anak
17.
Lembaga
Perlindungan
Anak Provinsi
Banten
I7
Iip
Syafruddin,
S.HI
Ketua
Lembaga
Perlindungan
Anak
Provinsi
Banten
Narasumber
program Pos
Sahabat Anak
18.
Masyarakat
I8₋1 Muslih Masyarakat
Narasumber
Program Pos
Sahabat Anak
19. I8₋2 Wawan Masyarakat
Narasumber
Program Pos
Sahabat Anak
113
4.8 Deskripsi Hasil Penelitian
Deskripsi hasil penelitian ini merupakan suatu data dan fakta yang peneliti
dapatkan langsung dari lapangan serta disesuaikan dengan teori yang peneliti
gunakan yaitu menggunakan teori implementasi menurut Van Metter dan Van
Horn (Agustino, 2006 : 141-144). Dalam teori Van Metter dan Van Horn, proses
implementasi ini merupakan sebuah abstraksi atau performansi suatu
implementasi kebijakan yang pada dasarnya secara sengaja dilakukan untuk
meraih kinerja implementasi kebijakan publik yang tinggi yang berlangsung
dalam hubungan berbagai variabel. Menurut Metter dan Horn ada beberapa
variabel yang perlu diperhatikan dalam proses implementasi kebijakan, 1) Ukuran
dan Tujuan Kebijakan 2) Sumber-Sumber Kebijakan 3) Komunikasi Antar
Organisasi 4) Karakteristik Agen Pelaksana 5) Sikap atau Kecenderungan
(disposition) para pelaksana dan 6) Lingkungan Sosial, Ekonomi, dan Politik.
4.9. Implementasi Program Pos Sahabat Anak Oleh Dinas Sosial Provinsi
Banten di Kota Serang
4.9.1. Ukuran dan Tujuan Kebijakan
Kinerja Implementasi kebijakan dapat diukur tingkat keberhasilanya jika
ukuran dan tujuan dari kebijakan memang realistis dengan sosio kultur yang
berada di level pelaksana kebijakan dan pengawas kebijakan. Ketika ukuran
kebijakan atau tujuan kebijakan terlalu ideal (bahkan terlalu utopis) untuk
dilaksanakan di level warga, maka agak sulit memang merealisasikan kebijakan
publik hingga bisa dikatakan efektif atau berhasil.
114
Kebijakan program Pos Sahabat Anak lahir karena meningkatnya jumlah
anak jalanan di Provinsi Banten terutama di Kota Serang yang sebagai Ibu Kota
dari Provinsi Banten, khususnya anak yang berusia 6-18 Tahun yang menggangu
aktivitas pengguna jalan, tempat umum, dan keindahan kota Serang. Pemerintah
Dinas Sosial Provinsi Banten berupaya mengatasi masalah anak jalanan yang
sudah menjadi masalah di berbagai provinsi dan kota di seluruh Indonesia
terutama di provinsi Banten dan khusunya di Kota Serang dengan membuat
kebijakan Pos Sahabat Anak yang diharapkan dapat mengurangi jumlah anak
jalanan di kota Serang. Dalam permasalahan ukuran atau tujuan kebijakan
program Pos Sahabat Anak ini sebetulnya sudah cukup realistis diterapkan di Kota
Serang karena kebijakan program Pos Sahabat Anak ini memang sangat
dibutuhkan di Kota Serang.
Hal tersebut seperti yang dikemukakan oleh Kasi Perlindungan Anak dan
Lanjut Usia Dinas Sosial Provinsi Banten. Beliau mengungkapkan sebagai
berikut:
“Ukuran dari kebijakan program Pos Sahabat Anak ini adalah sampai sejauh mana kami Dinas Sosial Provinsi Banten dan lembaga pemerintah terkait mampu meminimalisir jumlah anak jalanan di Kota Serang dan tujuanya untuk memberikan kenyamanan kepada masyarakat dan keindahan Kota Serang dengan tidak adanya anak jalanan serta mampu memberikan solusi bagi anak-anak jalanan di Kota Serang”.(wawancara dengan informan I1-1 di Kantor Dinas Sosial Provinsi Banten, 21 Agustus 2015).
Berdasarkan pernyataan I1-1 tersebut, kebijakan program Pos Sahabat Anak
di buat untuk meminimalisir jumlah anak jalanan yang semakin banyak di
Provinsi Banten khusunya di Kota Serang. Dan kebijakan program Pos Sahabat
Anak ini dirasa cukup realistis untuk diterapkan di Kota Serang karena melihat
115
semakin meningkatnya jumlah anak jalanan di Kota Serang dari Tahun ke Tahun.
Program Pos Sahabat Anak ini juga menjadi salah satu upaya dari Dinas Sosial
Provinsi Banten dalam mengatasi masalah anak jalanan di Provinsi Banten
khususnya di Kota Serang. Ukuran dari kebijakan ini dilihat sampai sejauh mana
Dinas Sosial Provinsi Banten dan Kota Serang mampu mengatasi masalah anak
jalanan di Kota Serang, Sehingga anak-anak di provinsi Banten khususnya Kota
Serang mendapatkan hak yang semestinya mereka dapatkan bukan di jalanan dan
memberikan rasa aman dan nyaman bagi masyarakat di Kota Serang.
Hal serupa juga ungkapkan oleh Kasi Pelayanan dan Perlindungan Sosial
Anak dan Lansia Dinas Sosial Kota Serang, beliau mengatakan :
“Ukuran dari kebijakan ini kami Dinas Sosial Kota Serang sebagai agen pelaksana dalam program Pos Sahabat Anak bekerjasama degan Dinas Sosial Provinsi Banten sebagai leading sector dan dinas-dinas lain yang terkait mampu meminimalisir jumlah anak jalanan di Kota Serang”. (Wawancara dengan informan I2 di Kantor Dinas Sosial Kota Serang, 22 Agustus 2015) Berdasarkan pernyataan I2 tersebut, sebagai bentuk koordiasi Dinas Sosial
Kota Serang melakukan tugasnya sebagai pelaksana dari kebijakan Pos Sahabat
Anak yang dibuat oleh Dinas Sosial Provinsi Banten. Dan karena memang
kebijakan Pos Sahabat Anak yang di buat oleh dinas sosial Provinsi Banten masih
berhubungan dengan peraturan daerah Kota Serang Nomor 2 Tahun 2010 tentang
pencegahan, pemberantasan, dan penanggulangan penyakit masyarakat, maka dari
itu kebijakan program Pos Sahabat Anak ini dirasa cocok dan realisitis untuk di
Kota Serang. Dan ukuran dari kebijakan ini adalah untuk meminimalisir jumlah
anak jalanan di Kota Serang dan dapat menjadi solusi bagi permasalahan ini.
Terkait bentuk dari kebijakan ini Staff Pelaksana Seksi Perlindungan Sosial Anak
116
dan Lanjut Usia Dinas Sosial Provinsi Banten, memberikan pernyataan sebagai
berikut :
“Bentuk dari kebijakan ini adalah, dengan kita membangun pos di beberapa titik di daerah yang memang pada dasarnya banyak anak jalanan beraktivitas disana. Untuk saat ini kita membangun 4 Pos Sahabat Anak yang berada di 2 Kota, tiga di Kota Serang, dan satu lagi di Kota Cilegon. Fungsi dari pos ini adalah untuk para petugas berjaga di dalamnya, untuk setiap pos ada empat petugas yang berjaga, dan jika ada anak jalanan terlihat melakukan aktivitasnya di jalanan maka akan langsung di tindak dengan cara pendekatan dan dilakukan pendataan”.(Wawancara dengan informan I1-2 di Kantor Dinas Sosial Provinsi Banten, 24 Agustus 2015). Pernyataan I1-2 juga dibenarkan oleh Kasi Pelayanan dan Perlindungan
Sosial Anak dan Lansia Dinas Sosial Kota Serang, beliau mengatakan :
“Bentuk kebijakanya dengan dibangunya Pos Sahabat Anak, kalau Kota Serang sendiri ada tiga pos, bisa dilihat sendiri yang pertama ada di daerah Ciceri samping halte kampus IAIN, yang kedua ada di Kebon Jahe samping Pos Polisi, dan yang ketiga ada di Alun-Alun Timur Kota Serang, setiap masing-masing pos ini di tempatkan empat petugas lapangan.”(Wawancara dengan infroman I2 di Kantor Dinas Sosial Kota Serang, 27 Agustus 2015).
Berdasarkan pernyataan I1-1 dan I2 tersebut, bentuk dari kebijakan PSA yang
dibuat oleh dinas sosial Provinsi Banten ini adalah dengan dibangunnya beberapa
pos di daerah yang memang banyak aktivitas anak jalanan, pembangunan Pos
Sahabat Anak saat ini baru ada Empat Pos, Tiga di Kota Serang dan Satu lagi di
Kota Cilegon. Untuk Kota Serang lokasi dari Pos Sahabat Anak yang pertama ada
di daerah Ciceri samping halte kampus IAIN, kedua di Kebon Jahe samping pos
polisi, dan yang ketiga ada di Alun-Alun Timur Kota Serang. Untuk di masing-
masing pos ada empat petugas yang berjaga disana untuk memantau setiap
aktivitas anak jalanan dan melakukan pendekatandan pendataan kepada anak
jalanan yang di dapati sedang melakukan aktivitasnya.
117
Hal serupa juga dinyatakan oleh Ketua Lembaga Perlindungan Anak
Provinsi Banten :
“Agar dalam penanganan masalah anak jalanan bisa ditanggapi dengan lebih serius lagi, maka dari itu dinas Sosial Provinsi Banten membuat program Pos Sahabat Anak ini. Kebijakanya sangat bagus, untuk mengurangi jumlah anak jalanan, dan sehingga anak-anak terutama anak jalanan dapat di perhatikan lebih serius lagi oleh pemerintah daerah dan mereka tidak kembali lagi di jalan”. (Wawancara dengan informan I7 di Kantor Lembaga Perlindungan Anak Provinsi banten, 4 April 2016).
Berdasarkan pernyataan I-7 tersebut, diharapkan program Pos Sahabat Anak
ini dapat menjadi solusi untuk mengatasi masalah dan jumlah anak jalanan di
Kota Serang dan menanggapi serius masalah anak jalanan sehingga anak jalanan
tidak kembali lagi kejalanan sehingga diharapkan pemerintah daerah dapat
memberikan hak-hak anak yang semestinya mereka dapatkan bukan dijalanan.
Selain itu, terkait tujuan dari kebijakan Pos Sahabat Anak ini dinyatakan juga oleh
Kasi Pelayanan dan Perlindungan Sosial Anak dan Lansia Dinas Sosial Kota
Serang :
“Tujuannya untuk mengurangi jumlah anak jalanan yang ada di jalanan, tempat-tempat makan, lampu merah, pasar, taman kota, dan tempat lainnya di Provinsi Banten terutama di Kota Serang, memperbaiki mental dan pola fikir anak jalanan supaya tidak kembali ke jalanan.dan memberikan rasa aman dan nyaman bagi pengguna jalan dan masyarakat umum di Kota Serang”.(Wawancara dengan informan I2 di Kantor Dinas Sosial Kota Serang, 14 November 2015). Hal tersebut juga dibenarkan oleh Staff Pelaksana Perlindungan Sosial Anak
dan Lanjut Usia Dinas Sosial Provinsi Banten :
“Tujuanya memang benar untuk mengurangi jumlah anak jalanan di Provinsi Banten terutama di Kota Serang yang semakin banyaknya jumlah anak jalanan di tiga tahun terakhir, selain itu juga dengan program Pos Sahabat Anak ini masyarakat khususnya pengguna jalan dapat merasa nyaman dan Kota Serang menjadi lebih indah dengan tidak adanya anak
118
jalanan beraktivitas di jalanan”.(Wawancara dengan informan I1-2 di Kantor Dinas Sosial Provinsi Banten, 6 April 2016) Berdasarkan pernyataan I2 dan I1.2 diatas dengan adanya program Pos
Sahabat Anak ini sangat membantu dalam hal menekan jumlah anak jalanan di
Kota Serang yang seiring berjalannya waktu semakin banyaknya anak-anak asli
daerah Kota Serang maupun dari luar Kota Serang yang singgah dan melakukan
aktivitasnya dijalanan. Dan dari pernyataan di atas tersebut dapat dilihat
bagaimana keseriusan Dinas Sosial Provinsi Banten dalam menekan jumlah anak
jalanan di Provinsi Banten terutama di Kota Serang. Selain itu, terkait dampak
dari kebijakan ini untuk masyarakat Kasi Perlindungan Anak dan Lanjut Usia
Dinas Sosial Provinsi Banten mengatakan :
“Dampak untuk masyarakatnya adalah, masyarakat tidak akan lagi merasa terganggu dan akan merasa nyaman dengan tidak adanya lagi anak jalanan yang beraktivitas di lampu merah, tempat makan, dan taman-taman Kota Serang, dan mengembalikan kembali keindahan Kota Serang”.(Wawancara dengan informan I1-1 di Kantor Dinas Sosial Provinsi Banten, 2 November 2015). Berdasarkan pernyataan I1-1 tersebut, dengan adanya program Pos Sahabat
Anak ini diharapkan dapat mengembalikan kembali keindahan Kota Serang
dengan tidak adanya anak jalanan yang beraktivitas di tempat umum maupun di
jalanan, dan memberikan rasa aman dan nyaman kepada masyarakat umum
terutama pengguna jalan. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Kasi Pelayanan
dan Perlindungan Sosial Anak dan Lansia Dinas Sosial Kota Serang.
“Dampaknya menurut saya dengan adanya kebijakan program pos sahabat anak ini adalah tidak ada lagi aktivitas anak jalanan di Kota Serang, menjadikan Kota Serang lebih indah tanpa adanya anak jalanan, dan mengembalikan mental anak jalanan yang seharusnya mendapatkan haknya di sekolah dan bermain layaknya anak bukan di jalanan”.(Wawancara dengan I2 di Kantor Dinas Sosial Kota Serang, 14 November 2015)
119
Berdasarkan pernyataan I2 tersebut, di harapakan dengan adanya program
Pos Sahabat Anak ini Kota Serang dapat terlihat lebih indah dan nyaman dengan
tidak adanya lagi aktivitas anak jalanan, dan anak jalanan mendapatkan haknya
sebagai anak bukan di jalanan. Program Pos Sahabat Anak ini juga di harapkan
dapat merubah mental anak jalanan untuk tidak kembali ke jalanan, sehingga anak
anak yang akan menjadi generasi penerus bangsa ini mendapatkan pendidikan dan
perhatian dari pemerintah daerah dengan serius.
Selain berdampak pada keindahan Kota Serang dan berkurangnya jumlah
anak jalanan di Kota Serang, program Pos Sahabat Anak ini juga diharapkan dapat
memperbaiki mental anak jalanan dan generasi penerus bangsa. Hal ini
dikemukakan oleh salah satu petugas Pos Sahabat Anak di Kebon Jahe Kota
Serang, beliau mengatakan :
“Selain berdampak pada keindahan dan kenyamanan kota program ini diharapkan dapat meperbaiki mental anak jalanan, dengan diberikan arahan dan diberikan pelatihan bagi anak yan memang ingin berwirausaha namun hanya untuk anak sudah berusia 17-18 tahun, jika untuk anak yang masih ingin sekolah kita bantu dengan pengarahan dan bantuan supaya dia bisa sekolah kembali”.(Wawancara dengan informan I1-4 di Rumah informan, 24 mei 2016).
Berdasarkan pernyataan I4-1 tersebut, program Pos Sahabat Anak ini
diharapakan menjadi program yang benar-benar dapat mengatasi masalah anak
jalanan di Kota Serang yang sudah amat sangat memperihatinkan. Bagi
pemerintah daerah setempat masalah anak jalanan memang sudah menjadi
masalah yang cukup sulit untuk di selesaikan.
Indikator ukuran dan tujuan kebijakan dapat diukur dari tingkat keberhasilan
implementasi kebijakan tersebut. Mengenai implementasi program Pos Sahabat
120
Anak di Kota Serang. Dikemukakan oleh Staff pelaksana Perlindungan Sosial
Anak dan Lanjut Usia Dinas Sosial Provinsi Banten beliau mengungkapkan :
“Sudah berjalan program ini sejak akhir sekitar 2013 atau awal 2014, terbukti dengan dibangunya pos sahabat anak di 2 kota, Serang dan Cilegon, dengan jumlah 4 pos sahabat anak. Ada 3 di Kota Serang dan 1 di Kota Cilegon. Memang program ini belum berjalanan dengan optimal, dikarenakan masih ada beberapa kekurangan untuk menindak lanjuti anak jalanan seperti rumah singgah kita belum ada, dan pembinaan secara lebih mendalam lagi”.(Wawancara dengan informan I1-2 di Kantor Dinas Sosial Provinsi Banten, 6 April 2016).
Hal lain juga diungkapkan oleh Ketua Lembaga Perlindungan Anak
Provinsi Banten beliau mengungkapkan :
“Program Pos Sahabat Anak ini sudah bagus konsepnya, tapi selama tiga tahun terakhir belum terlihat efektif, salah satu faktornya karena petugas di lapangannya belum kompeten dibidangnya, belum memiliki jiwa sosial yang tinggi. Sehingga pada tahap pelaksanaannya belum maksimal dan efektif”.(Wawancara dengan informan I7 di Kantor Lembaga Perlindungan Anak Provinsi Banten, 4 April 2016)
Berdasarkan pernyataan I1-2 dan I7 tersebut, bahwa program Pos Sahabat
Anak yang dibuat oleh Dinas Sosial Provinsi Banten untuk mengurangi jumlah
anak jalanan di Provinsi Banten sudah berjalan sejak tiga tahun terakhir, program
Pos Sahabat Anak ini baru membangun 4 Pos Sahabat Anak yang ada di dua kota,
yaitu Kota Serang dan Kota Cilegon. Dalam pelaksanaan program Pos Sahabat
Anak ini baik dari Dinas Sosial Provinsi / Kota mengakui masih belum berjalan
optimal, dikarenakan belum adanya rumah singgah yang di khususkan untuk anak
jalanan untuk mendapatkan pembinaan secara langsung dan lebih mendalam dan
ketua Lembaga Perlindungan Anak Provinsi Banten juga menambahkan bahwa
perlu adanya sumberdaya manusia yang berkompeten dibidangnya dan memiliki
121
jiwa sosial yang tinggi untuk melaksanakan program ini dengan baik dan berjalan
dengan efektif.
Dapat dilihat bahwa dalam indikator implementasi kebijakan program Pos
Sahabat Anak yang di buat oleh Dinas Sosial Provinsi Banten di Kota Serang
yaitu untuk mengatasi dan mengurangi jumlah anak jalanan di Provinsi Banten
terutama di Kota Serang karena pada tiga tahun terakhir jumlah anak jalanan di
kota serang meningkat berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Sosial Provinsi
Banten tahun 2015, selain untuk mengurangi jumlah anak jalanan program Pos
Sahabat Anak ini diharapkan dapat memperbaiki mental calon calon generasi
penerus bangsa dan dapat memberikan kenyamanan dan keamanan di jalan untuk
para pengguna jalan dan masyarakat umum di Kota Serang, serta menjadikan
Kota Serang lebih indah tanpa adanya aktivitas anak jalanan di jalan raya, taman
kota, rumah makan, pasar, dan tempat umum lainnya.
4.9.2 Sumber – Sumber Kebijakan
4.9.2.1.Sumber Daya Manusia
Keberhasilan dari implementasi kebijakan sangat bergantung dari
kemampuan memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Manusia merupakan
sumber daya yang terpenting dalam menentukan keberhasilan dalam proses
implementasi suatu kebijakan, karena untuk melaksanakan suatu kebijakan supaya
berjalan dengan apa yang diharapakan memerlukan sumber daya manusia yang
kompeten dan yang memahami maksud dan tujuan dari kebijakan tersebut. Jika
122
kompetensi dan kapabilitas dari sumber-sumber daya itu nihil, maka kinerja suatu
kebijakan publik sulit untuk diharapakan berjalan dengan efektif.
Tetapi selain dari sumber daya manusa, sumber-sumber daya lain yang perlu
diperhatikan dalam tahap implementasi suatu kebijakan adalah sumber daya
finansial dan sumber daya waktu. Karena jika sumber daya manusia sudah
kompeten dan berkapabilitas telah tersedia sedangkan sumber daya finansial tidak
tersedia atau kurang (anggaran), maka memang menjadi persoalan peli untuk
merealisasikan apa yang hendak dituju oleh suatu kebijakan public. Demikian
pula halnya dengan sumber daya waktu, saat sumber daya manusia giat bekerja
dengan sumber daya finansial yang baik, tetapi terbentur dengan persoalan waktu
yang ketat, maka hal ini pun yang menjadi salah satu faktor penyebab
ketidakberhasilan implementasi suatu kebijakan.
Karena itu sumber daya yang dimaksud oleh Metter dan Horn adalah ketiga
bentuk sumber daya tersebut. Maka bila dilihat dari sumber daya yang dimaksud
tersebut, dalam pelaksanaan program Pos Sahabat Anak oleh Dinas Sosial
Provinsi Banten di Kota Serang, ketiga bentuk sumber daya tersebut memang
sangat berpengaruh.
Bila dilihat dari sumber daya manusia maka dalam pelaksanaan kebijakan
program Pos Sahabat Anak di Kota Serang melibatkan beberapa unsur yang ikut
terlibat dalam pelaksanaanya, mulai dari lembaga pemerintah, masyarakat, dan
lembaga yang relevan. Sumber daya manusia yang melaksanakan kebijakan
program Pos Sahabat Anak di Kota Serang di katakan sudah mencukupi
jumlahnya untuk petugas lapangan, hal ini dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
123
Tabel 4.7
Daftar Nama Petugas Pos Sahabat Anak di Kota Serang
No Nama Tempat Tugas Pos Sahabat Anak Jabatan
1 Nita Rusdamayanti,
S.Si Kebon Jahe Kota Serang Sakti Peksos
2 Wahyu Sukinta Kebon Jahe Kota Serang
Tokoh
Masyarakat
(RT)
3 Agus Dini R Kebon Jahe Kota Serang Tokoh
Masyarakat
4 Budi Setiawan Kebon Jahe Kota Serang SATPOL PP
Kota Serang
5 Holis Alun-alun Timur Kota Serang SATPOL PP
Kota Serang
6 Jupri Alun-alun Timur Kota Serang Tokoh
Masyarakat
7 Hasannudin, S.Pd.I Alun-alun Timur Kota Serang TKSK
8 Sinta Alun-alun Timur Kota Serang Sakti Peksos
9 A.Ayi Asya’ari Ciceri Kota Serang SATPOL PP
Kota Serang
10 Siti Rukamana P Ciceri Kota Serang Sakti Peksos
11 Novi Ciceri Kota Serang TKS Kota
Serang
12 Tatang Ciceri Kota Serang Tokoh
Masyarakat
Sumber: Dinas Sosial Provinsi Banten
124
Berdasarkan tabel 4.7, dapat dilihat jumlah petugas Pos Sahabat Anak di
Kota Serang berjumlah 12 orang petugas, yang masing-masing dibagi menjadi 4
petugas pada setiap Pos, petugas Pos Sahabat Anak ini terdiri dari 3 orang Satuan
Polisi Pamong Praja, 3 orang Sakti Peksos, 2 Orang TKS Kota Serang, dan 4
Orang Tokoh Masyarakat, para petugas ini dilibatkan dan dipilih langsung oleh
Dinas Sosial Provinsi Banten. Terkait masalah jumlah petugas yang sudah
mencukupi untuk para petugas Pos Sahabat Anak dilapangan, masih dirasa kurang
cukup untuk sumber daya manusia untuk pengawas petugas dan belum
kompetennya beberapa petugas Pos Sahabat Anak dilapangan. Hal ini terlihat dari
Hasil observasi lapangan dan peryataan yang di sampaikan oleh Kasi
Perlindungan Anak dan Lansia Dinas Sosial Provinsi Banten
“Sumber daya manusia sudah dibilang mencukupi dalam jumlahnya, kami sediakan 4 petugas untuk di setiap masing-masing Pos Sahabat Anak, jadi total ada 16 petugas untuk petugas Pos Sahabat Anak yang di bagi 4 Pos, 3 pos di Kota Serang dan 1 pos di Kota Cilegon. dalam pelaksanaan kebijakan ini kita tidak hanya melibatkan lembaga pemerintah saja, kita juga melibatkan masyarakat yang berada disekitaran bangunan Pos Sahabat Anak, karena kami berfikir perlunya melibatkan masyarakat juga dalam hal ini karena mereka mungkin lebih tau aktivitas anak jalan disekitaran daerah tersebut dan diharapkan dapat lebih bisa memantau aktivitas anak jalanan setiap saat”.(Wawancara dengan informan I1-1 di Kantor Dinas Sosial Provinsi Banten, 20 April 2016).
Hal ini juga ditambahkan oleh Staff Pelaksana Perlindungan Sosial Anak
dan Lansia Dinas Sosial Kota Serang
“Dalam pelaksanaan program Pos Sahabat Anak di Kota Serang kita memiliki 12 petugas di lapangan, yang terdiri dari masyarakat, satuan polisi pamong praja (SATPOL PP), dan dari orang dinas kami juga ada, dari 12 petugas dilapangan kita bagi menjadi 3, untuk masing masing pos dijaga oleh 4 petugas, dan ada dari masyarakat, satuan polisi pamong praja (SATPOL PP), dan lembaga pemerintah, maupun organisasi”.(Wawancara dengan I1-2 di Kantor Dinas Sosial Provinsi Banten, 20 April 2016).
125
Berdasarkan hasil wawancara I1-1 dan I1-2 tersebut, terlihat bahwa sumber
daya manusia dalam pelaksanaan program Pos Sahabat Anak di Kota Serang
sudah bisa dikatakan cukup untuk jumlahnya masing masing pos di tempati oleh 4
petugas dan melibatkan dari berbagai unsur. Namun, sumber daya manusia untuk
pengawasan kepada para petugas masih belum ada, dan belum berjiwa sosial
tinggi dan kompeten sehingga kegiatan dan aktivitas para petugas pos dilapangan
tidak berjalan efektif dan tidak dapat dipastikan berjalan ataupun melakukan
tugasnya sesuai dengan prosedur yang sudah di tentukan, Hal ini dilihat dari hasil
observasi lapangan dan hasil wawancara oleh Kasi Pelayanan dan Perlindungan
Sosial Anak dan Lansia Dinas Sosial Kota Serang.
“Kalau untuk pengawasan terhadap para petugas pos sahabat anak kita memang belum ada, karena kita memang masih kekurangan sumber daya manusia untuk pengawasan kepada petugas, jadi kita melihat petugas itu melakukan tugasnya atau tidak dengan laporan setiap bulan dari hasil pendataan anak jalanan yang dilakukan oleh mereka”.(Wawancara dengan informan I2 di Kantor Dinas Sosial Kota Serang, 21 April 2016).
Hal serupa juga dinyatakan oleh salah satu petugas pos sahabat anak di
Ciceri Kota Serang :
“Pengawasan untuk kita para petugas tidak ada, tapi biasanya memang ada peninjauan dadakan dari kepala Dinas Sosial Provins dan Kota, itu juga kalau kepala dinasnya baru, dan kita biasanya di telepon di suruh standby di pos, mereka biasanya ingin tau lokasi pos, aktivitas di Pos Sahabat Anak, dan mengenal para petugasnya langsung. Tetapi kita juga diwajibkan memberikan laporan data anak jalanan yang kita dapati melakukan aktivitasnya dijalanan setiap bulannya, tapi kadang juga dua bulan sekali”.(Wawancara dengan informan I4-4 di Pos Sahabat Anak Ciceri Kota Serang, 9 Mei 2016).
Berdasarkan wawancara I2 dan I4-4 diatas, terlihat bahwa sumber daya
manusia dalam program Pos Sahabat Anak di Kota Serang untuk para petugas di
setiap masing-masing pos sudah mencukupi dan sudah sesuai juklak juknis dari
126
pembuat kebijakan Dinas Sosial Provinsi Banten. Tetapi untuk sumber daya
manusia dalam hal pengawasan terhadap para petugas Pos Sahabat Anak
dilapangan belum ada dan harus segera diadakan, sehingga dapat di pantau
langsung kinerja para petugas Pos Sahabat Anak supaya mereka melakukan tugas
dan fungsinya dengan baik dan benar. Terkait sumber daya manusia yang belum
kompeten pada kebijakan program Pos Sahabat Anak di Kota Serang berdasarkan
hasil wawancara oleh Ketua Lembaga Perlindungan Anak Provinsi Banten beliau
mengatakan :
“Menurut saya salah satu faktor penyebab program Pos Sahabat Anak ini belum efektif adalah Sumber daya manusia untuk petugas pos dilapangan, karena untuk menjalankan program terkait anak terutama anak jalanan dibutuhkan sumber daya manusia yang berjiwa sosial tinggi dan sesuai dengan bidangnya selain itu juga paham bagaimana cara menghadapi anak jalanan. pada petugas Pos Sahabat Anak ini saya belum melihatnya, belum ada jiwa sosial yang tinggi dan tanggung jawab dari para petugas Pos Sahabat Anak yang sekarang, sehingga program ini belum efektif sampai sekarang”.(Wawancara dengan informan I7 di Kantor Lembaga Perlindungan Anak Provinsi Banten, 4 April 2016).
Hal serupa juga dibenarkan oleh Kasi Pelayanan dan Perlindungan Sosial
Anak dan Lansia Dinas Sosial Kota Serang :
“Kalau untuk petugas dibidangnya kita sudah melibatkan satuan polisi pamong praja sebagai penegak perda, dan melibatkan tokoh masyarakat di lingkungan sekitar Pos Sahabat Anak, namun memang belum ada jiwa sosial dan tanggung jawab yang tinggi dari para petugas, mau bagaimana lagi, kita juga tidak bisa memaksakan karena minimnya anggaran, dan mereka juga harus bekerja tidak bisa mengandalkan gaji dari uang menjaga pos saja, selan itu juga kita kesulitan mencari orang / relawan yang berjiwa sosial yang tinggi, dan mau bagaimana lagi juklak juknis dari pusat Dinas Sosial Provinsi sudah seperti itu”.(Wawancara dengan informan I2 di Kantor Dinas Sosial Kota Serang, 5 April 2016).
Berdasarkan hasil dari wawancara I7 dan I2 tersebut, terlihat bahwa sumber
daya manusia dilapangan yaitu petugas yang berjaga di Pos Sahabat Anak belum
127
kompeten, belum memiliki jiwa sosial yang tinggi dan tanggung jawab tugasnya.
Sehingga pelaksanaan dilapangan belum bisa dikatakan maksimal, masih sulitnya
menemukan sumber daya manusia yang berkompeten dan berjiwa sosial tinggi
untuk dilibatkan dalam pelaksanaan program Pos Sahabat Anak ini, sehingga
dalam pelaksanaan program ini hanya menggunakan sumber daya manusia yang
bisa dikatakan seadanya saja.
4.9.2.2. Sumber Daya Anggaran
Dalam suatu pelaksanaan kebijakan, sumber daya anggaran dalam suatu
kebijakan sangat berperan besar dalam pelaksanaan dan keberhasilan suatu
kebijakan. Dengan adanya anggaran yang memadai dan tercukupi untuk
melaksanakan suatu kebijakan maka besar harapan suatu kebijakan berjalan
dengan efektif. Adanya anggaran dalam tahap implementasi akan menggerakan
suatu lembaga dan bisa menjalankan dengan cepat, anggaran yang dibutuhkan
untuk pelaksanaan program Pos Sahabat Anak di Kota Serang ini membutuhkan
cukup banyak anggaran dalam pelaksanaannya, karena jika program program Pos
Sahabat Anak ini ingin berjalan efektif tidak cukup hanya untuk menekan jumlah
anak jalanan dengan mendata dan memberikan arahan semata, melainkan
menyediakan rumah singgah, pelatihan, dan memfasilitasi anak jalanan yang ingin
berwirausaha untuk membuat mereka tidak kembali lagi kejalanan.
Seperti yang dikatakan oleh Metter dan Horn bahwa sumber daya kebijakan
(policy resources) tidak kalah pentingnya dengan komunikasi. Sumber daya
kebijakan ini juga harus tersedia dalam rangka untuk memperlancar administrasi
128
implementasi suatu kebijakan. Sumber daya ini terdiri atas dana atau insentif lain
yang dapat memperlancar pelaksanaan suatu kebijakan. Kurangnya dana atau
insentif lain dalam implementasi kebijakan adalah merupakan sumbangan besar
terhadap gagalnya implementasi kebijakan.
Sementara itu, terkait sumber daya finansial, anggaran untuk kebijakan
program Pos Sahabat Anak di Kota Serang berasal dari APBD Provinsi dan
ABPD Kota. Seperti yang disampaikan oleh Kasi Perlindungan Anak dan Lanjut
Usia Dinas Sosial Provinsi Banten beliau mengatakan bahwa :
“Anggaran untuk kebijakan program ini kita dari APBD Provinsi, dari mulai pembangunan Pos Sahabat Anak, dan gaji untuk para petugas pos juga kita dari APBD. Untuk jumlah total pembangunan Pos Sahabat Anak kurang lebih menghabiskan dana sekitar 90 juta untuk pembangunan 4 pos, jumlah pastinya ada di RAD. Dan untuk gaji para petugas pos kita berikan 500 ribu rupiah untuk perorang dalam satu bulan dan diberikan dalam jangka waktu tiga bulan sekali”.(Wawancara dengan informan I1-1 di Kantor Dinas Sosial Provinsi banten, 27 April 2016). Hal yang sama juga dinyatakan oleh kasi Pelayanan dan Perlindungan Sosial
Anak dan Lansia Dinas Sosial Kota Serang, beliau mengatakan:
“Kalau anggaran pembangunan Pos Sahabat Anak dari APBD Provinsi, dan gaji petugasnya juga dari Provinsi, tetapi kita juga memakai APBD Kota Serang untuk ikut menunjang gaji petugas sebesar 150 ribu. Jadi dari Dinas Sosial Provinsi 500 di tambah dari kita 150 totalnya 650 untuk masing-masing petugas dalam satu bulan dan diberikan per tiga bulan sekali”.(Wawancara dengan informan I2 di Kantor Dinas Sosial Kota Serang, 28 April 2016). Berdasaran hasil wawancara I1-1 dan I2 tersebut, sumber daya finansial untuk
program Pos Sahabat Anak ini berasal dari APBD Provinsi Banten untuk
pembangunan dan gaji para prtugas Pos Sahabat Anak, tetapi Dinas Sosial Kota
Serang juga ikut menunjang gaji para masing-masing petugas dengan APBD Kota
untuk gaji para petugas Pos Sahabat Anak. Terkait kecukupan dalam sumber daya
129
finansial dalam program Pos Sahabat Anak ini dinyatakan oleh Staff Pelaksana
Seksi Perlindungan Sosial Anak dan Lanjut Usia Dinas Sosial Provinsi Banten,
beliau mengatakan:
”Kalau masalah cukup tidaknya di cukup-cukupi, untuk anggaran pembanggunan pos saya kira sudah cukup, program ini kan awalnya uji coba dulu di Kota Serang dan Cilegon, dan kalo untuk gaji para petugas saya kira sudah cukup kita keluarkan anggaran untuk mereka 500 ribu perorang dan total ada 16 petugas jadi perbulan 8 juta untuk petugas saja”.(Wawancara dengan informan I1-2 di Kantor Dinas Sosial Kota Serang, 5 Mei 2016).
Hal lain juga disampaikan oleh Kasi Pelayanan dan Perlindungan Sosial
Anak dan Lansia Dinas Sosial Kota Serang, beliau mengatakan:
“Kalau masalah anggaran pembangunan itu urusannya pusat, tanggung jawabnya Dinas Sosial Provinsi, tapi kalau menurut saya untuk anggaran pembangunan tidak cukup, bisa dilihat kondisi bangunan posnya seperti apa, kecil sempit begitu, dan kalau masalah anggaran untuk gaji petugas menurut saya masih kurang, maka dari itu kami dari Dinas Sosial Kota ikut menunjang gaji mereka walaupun masih kurang, karena petugas disana juga butuh rokok dan makan, untuk gaji 500 ribu perbulan saya kira kurang. Karena kurangnya gaji ini juga yang membuat kita tidak bisa memaksakan para petugas berjaga di pos atau dilapangan setiap hari, karena kita juga sadar dengan gaji segitu tidak cukup untuk kebutuhan mereka sehari hari”.(Wawancara dengan informan I2 di Kantor Dinas Sosial Kota Serang, 8 Mei 2016).
Berdasarkan dari hasil wawancara I1-2 dan I2 di atas terkait kecukupan
sumber daya finansial dalam pelaksanaan program Pos Sahabat Anak dikatakan
masih terbentur masalah anggaran, khususnya untuk anggaran gaji para pelaksana
kurangnya sumber daya finansial dalam program Pos Sahabat Anak ini menjadi
salah satu faktor yang menyebabkan program ini belum berjalan efektif. Metter
dan Horn juga menjelaskan bahwa salah satu faktor yang menghambat tahap
pelaksanaan kebijakan adalah sumber daya finansial, karena jika sumber daya
finansial tidak mendukung atau menunjang suatu kebijakan maka kebijakan
130
tersebut tidak akan efektif pada tahap pelaksanaanya. Dan untuk bangunan pada
kebijakan program Pos Sahabat Anak sendiri masih kurang layak, karena ukuran
bangunan yang kecil dan sempit sehingga petugas pelaksana masih jarang yang
berada di pos, dan terkait sumber daya finansial untuk gaji para petugas pelaksana
dilapangan juga masih belum cukup, karena dengan gaji seperti yang disampaikan
pada hasil wawancara diatas petugas maupun Dinas Sosial Kota Serang masih
merasa kurang dengan anggaran untuk gaji para petugas pelaksana karena
masalah anggaran gaji juga yang membuat Dinas Sosial Provinsi atau Kota tidak
bisa menekan kinerja para petugas dilapangan supaya lebih baik lagi.
4.9.2.3 Sumber Daya Sarana dan Prasarana
Sumber Daya Sarana dan Prasarana adalah bukan lagi sekedar indikator
kesuksesan suatu pelaksanaan suatu kebijakan, melainkan suatu kebutuhan bagi
para pelaksana, dan sasaran kebijakan, untuk mendorong semangat dalam
melaksanakan tugas dan menjadikan pelaksanaan suatu kebijakan berjalan efektif
khusunya untuk para agen pelaksana dan anak jalanan di Kota Serang.
Dalam pelaksanaan suatu kebijakan jika ingin pelaksanaan dan hasilnya
sesuai dengan yang diinginkan maka pembuat kebijakan dan dinas-dinas terkait
harus memiliki sarana dan prasanan yang medukung dan memadai dalam
pelaksanaan suatu kebijakan. Dalam pelaksanaan program Pos Sahabat Anak di
Kota Serang, Dinas Sosial Provinsi Banten umembangun Pos di tiga daerah di
Kota Serang yang disebut dengan Pos Sahabat Anak, hal tersebut diungkapkan
131
oleh Staff Pelaksana Seksi Perlindungan Sosial Anak dan Lanjut Usia Dinas
Sosial Provinsi Banten, beliau mengatakan:
“Untuk sarana dan prasarana yang kami buat untuk program Pos Sahabat Anak ini, kami membangun pos yang kami berinama Pos Sahabat Anak sesuai dengan nama dari kebijakanya, di Kota Serang Sendiri sudah ada tiga pos, yaitu di Ciceri Kota Serang, Kebon Jahe Kota Serang, dan Alun-Alun Timur Kota Serang. Tujuan dengan dibangunnya pos ini tidak lain untuk mempermudah para petugas dilapangan mengawasi aktivitas anak jalanan dan melakukan pendataan bagi mereka khusunya anak jalanan yang di Kota Serang”.(Wawancara dengan informan I1-2 di Kantor Dinas Sosial Provinsi Banten, 5 Mei 2016).
Seperti yang di ungkapakan staff Pelaksana Seksi Perlindungan Anak dan
Lansia Dinas Sosial Provinsi Banten, Dinas Sosial Provinsi Banten menyediakan
fasilitas berupa pos yang diberi nama Pos Sahabat Anak di tiga titik di Daerah
Kota Serang, lokasi pembangunan Pos Sahabat Anak ini berdasarkan dari hasil
fakta dilapangan yang memiliki aktivitas anak jalanan terbanyak di Kota Serang.
Selain itu pembangunan Pos Sahabat Anak ini dimaksudkan untuk memfasilitasi
para petugas Pos Sahabat Anak dalam melaksanakan tugasnya untuk mengamati
aktifitas anak jalanan di Kota Serang. Namun sarana yang didapatkan oleh para
petugas Pos Sahabat Anak ini dirasa masih belum cukup untuk memaksimalkan
pelaksanaan program ini karena terlalu sempit dan hanya disediakan kursi dan
meja seadanya. Seperti yang diungkapkan oleh salah satu petugas Pos Sahabat
Anak Alun-Alun Timur Kota Serang, beliau mengatakan:
“Bisa dilihat sendiri kondisi posnya, bisa dikatakan kurang manusiawi, sempit, kecil dan cuma ada kursi dan meja, kipas angin saja tidak ada, gimana kami mau betah di pos. Maka dari itu kami lebih memilih untuk berkeliling mencari anak jalananya”.(Wawancara dengan informan I4-2 di Kantor Sekertariat TKSK Ciceri Kota Serang, 19 Desember 2015).
132
Hal serupa juga dibenarkan oleh petugas Pos Sahabat Anak Kebon Jahe
Kota Serang, beliau mengatakan:
“Bisa dilihat sendiri menurut mas bagaimana? Kalau itu ditempati dua orang tidak usah empat orang. Kipas angin saja tidak ada, maka dari itu kami lebih memilih mengamati dari warung atau tempat lain di sekitar Pos Sahabat Anak, dan saya rasa pemerintah tidak hanya perlu membenahi sarana pos bagi kami para petugas saja, tetapi harus ada rumah singgah atau tempat untuk pembinaan mental dan pelatihan buat anak jalanannya, supaya tidak hanya di data lalu balik lagi ke jalan anak-anaknya”.(Wawancara dengan Informan I4-1 di Rumah beliau di Kebon Jahe Kota Serang, 1 januari 2016).
Terkait pernyataan I4-.2 dan I4-1, hal ini juga dibenarkan oleh Staff
Pelaksana Seksi Perlindungan Sosial Anak dan Lanjut Usia Dinas Sosial Provinsi
Banten, beliau mengatakan:
“Memang benar para petugas Pos Sahabat Anak jarang yang berjaga di pos, mereka biasanya lebih memilih berkeliling atau memantau di warung sekitaran pos itu saja, dan biasanya posnya hanya digunakan pada saat mendata anak jalanan saja. Terkait rumah singgah kami memang belum ada rumah singgah untuk anak jalanan, tapi kalau pembinaan seperti motivasi dan pembinaan life skill kami juga kadang melakukanya satu tahun dua kali kurang lebihnya”.(Wawancara dengan informan I1-2 di Kantor Dinas Sosial Provinsi Banten, 26 Mei 2016). Berdasarkan hasil wawancara dengan I1-2, sarana dan prasarana untuk
pelaksanaan program Pos Sahabat Anak masih dikatakan kurang cukup dan
memadai untuk menunjang kesuksesan program Pos Sahabat Anak di Kota
Serang. Selain sarana bagi para petugas Pos Sahabat Anak yang dirasa kurang
cukup dan memadai, sarana seperti rumah singgah dan untuk anak jalanan yang
terdata belum ada supaya anak-anak mendapat pembinaan, motivasi, dan pelatihan
life skill sehingga anak-anak tidak kembali lagi kejalan. Terkait sarana dan
prasarana yang belum memdai untuk menunjang pelaksanaan program Pos
133
Sahabat Anak Khususnya di Kota Serang, Kasi Pelayanan dan Perlindungan Anak
dan Lansia Dinas Sosial Provinsi Banten juga mengatakan:
“Kalau terkait sarana dan prasarana untuk membuat program ini lebih efektif lagi saya rasa masih kurang, terkait rumah singgah kami sudah pikirkan dan pertimbangkan dan insya allah rencana kedepan kami akan adakan rumah singgah yang dikhusukan untuk anak-anak jalanan di Kota Serang. Selain itu kedepan kami juga rencananya akan menambah jumlah pos di Kota Serang, seperti di lampu merah Palima, lampu merah Warung Pojok, dan Sempu. Dan kami pertimbangkan lagi untuk bangunan pos berikutnya supaya lebih efektif lagi”.(Wawancara dengan informan I1-1 di Kantor Dinas Sosial Provinsi Banten, 28 Mei 2016).
Terkait pernyataan I1-1 di atas, salah satu petugas Pos Sahabat Anak Kebon
Jahe Kota Serang juga menambahkan:
“Saya rasa seharusnya ditambah lagi bangunan posnya, seperti di lampu merah Palima, dan lampu merah sempu yang sekarang banyak aktivitas anak jalanan disana. Malah terkadang saya sempatkan untuk ke lampu merah Sempu untuk melihat dan mendata anak jalanan disana”.(Wawancara dengan informan 14-1 di Rumah beliau di Kebon Jahe Kota Serang, 1 Januari 2016).
Berdasarkan hasil I4-1 pernyataan diatas dan dari beberapa infroman yang
peneliti wawancari terkait dengan sarana dan prasarana dalam pelaksanaan
program Pos Sahabat Anak di Kota Serang dapat di tarik kesimpulan sementara
bahwa sarana dan prasarana dalam pelaksanaan program Pos Sahabat Anak di
Kota Serang masih belum maksimal dan kurang memadai. Bangunan Pos Sahabat
Anak yang dirasa masih kurang memadai untuk para petugas Pos Sahabat Anak di
Kota Serang dan tidak adanya rumah singgah untuk pembinaan dan pelatihan bagi
anak-anak jalanan yang terdata juga belum ada. Tetapi menaggapi masalah ini,
Pemerintah Daerah sekaligus pembuat kebijakan yaitu Dinas Sosial Provinsi
Banten segera menanggapi serius masalah ini dengan akan segera kedepannya
membuat rumah singgah bagi anak-anak jalanan dan menambah beberapa Pos
134
Sahabat Anak di beberapa titik lagi di Kota Serang yang banyak aktivitas anak
jalanan disana, dan hal ini membuktikan bahwa sarana dan prasarana untuk
pelaksanaan Program Pos Sahabat Anak ini masih belum maksimal dan belum
mencukupi.
4.9.2.4 Sumber Daya Waktu
Dalam sebuah kebijakan memiliki waktu yang harus dijadwalkan,
Pemerintah Daerah harus bisa mengatur jadwal tersebut agar tidak saling tumpang
tindih dengan kebijakan daerah lainnya. Sumber daya waktu adalah merupakan
indikator penting dalam sebuah pelaksanaan kebijakan, dengan adanya sumber
daya waktu, pemerintah daerah bisa mengetahui kapan kebijakan itu harus
dilakukan dan kapan kebijakan itu sudah harus selesai.
Menurut Meter dan Horn, sumber daya waktu merupakan indikator penentu
pemerintah dalam merencanakan dan melaksanakan kebijakan. Dalam kebijakan
program Pos Sahabat Anak di Provinsi Banten khusunya di Kota Serang,
pemerintah daerah provinsi maupun kota sudah mulai melakukan tindakan berupa
pendekatan dan pendataan kepada anak jalanan di Kota Serang, seperti yang
dikatakan oleh Staff Pelaksana Seksi Perlindungan Sosial Anak dan Lanjut Usia
Dinas Sosial Kota Serang, beliau mengatakan:
“Kalau masalah waktu, kami selalu mencoba memaksimalkan waktu yang ada dan yang sudah ditentukan, kami juga selalu berkoordinasi dengan dinas sosial Kota Serang jika ada kegiatan penanganan lebih lanjut untuk anak jalanan yang terdata, saya rasa sudah cukup”.(Wawancara dengan informan I1-2 di Kantor Dinas Sosial Provinsi Banten, 27 April 2016).
135
Hal tersebut dibenarkan oleh Kasi Pelayanan dan Perlindungan Sosial Anak
dan Lansia Kota Serang, beliau mengatakan:
“Kami selaku pelaksana program Pos Sahabat Anak, sudah memaksimalkan waktu yang ada, dengan koordinasi untuk menangani lebih lanjut anak jalanan yang terdata dan kami juga memberikan hasil laporan dari para petugas Pos Sahabat Anak terkait pendataan anak jalanan di Kota Serang setiap bulannya kepada Dinas Sosial Provinsi Banten”.(Wawancara dengan informan I2 di Kantor Dinas Sosial Kota Serang, 10 Mei 2016).
Berdasarkan hasil wawancara dengan I1-2 dan I2 dengan waktu yang ada,
Dinas Sosial Kota Serang selalu mencoba memaksimalkan waktu yang ada sesuai
dengan waktu yang ditentukan. Dengan faktanya, selama berjalanya program Pos
Sahabat Anak ini Dinas Sosial Provinsi Banten dan Kota Serang selalu mendapat
pendataan anak jalanan dari masing masing pos di Kota Serang dan selalu
melakukan koordinasi untuk penanganan lebih lanjut.
Dalam pelaksanaanya di lapangan, waktu yang dibutuhkan harus lebih lama
lagi, atau bisa dirubah lagi untuk jam operasional para petugas dilapangan yang
awalnya mulai dari jam 08.00-16.00 menjadi 16.00-22.00 karena memang
aktivitas anak jalanan tidak bisa di tentukan kapan dia ada dijalan dan kapan dia
memulai aktivitasnya. Meskipun hanya melakukan pemantauan, pendekatan, dan
pendataan dilapangan karena target kita anak jalanan tidak bisa dipastikan waktu
aktivitasnya sehingga memang dibutuhkan waktu yang lebih lama lagi untuk
memaksimlakan kebijakan ini. Seperti yang dikatakan oleh Kabid Penegakkan
Peraturan Perundang-undangan Daerah (PPUD) Satuan Polisi Pamong Praja
(SATPOL PP) Kota Serang, beliau mengatakan:
“Kalau masalah waktu pelaksanaan dilapangan sudah cukup memang benar, tapi sekarang kita bisa lihat sendiri aktivitas anak jalanan tidak bisa ditentukan, kapan dia keluar atau memulai aktivitasnya. Sekarang anak
136
jalanan mulai ramainya dari sore sampai malam, bukan dari pagi. Jadi saran saya sebaiknya jam operasionalnya dirubah”.(Wawancara dengan I3-1 di Kantor Satpol PP Kota Serang, 5 Februari 2016). Hal ini dibenarkan oleh Kasi Pelayanan dan Perlindungan Sosial Anak dan
Lansia Dinas Sosial Kota Serang, beliau mengatakan :
“Memang benar, aktivitas anak jalanan sekarang ramainya mulai dari sore sampai malam, kalo dari pagi sampai siang biasanya mereka sekolah atau panas tidak keluar di siang hari, selain itu juga anak jalanan sekarang sudah pintar mencari waktu yang pas untuk menghindari para petugas, biasanya malam hari karna pada jam-jam tersebut petugas sudah tidak pada jam operasionalnya”.(Wawancara dengan I2 di Kantor Dinas Sosial Kota Serang, 9 Februari 2016). Menurut hasil wawancara I3-1 dan I2 di atas, waktu yang diberikan untuk
jam operasional petugas dilapangan sudah cukup, hanya saja perlu ditata dan
dirubah jam operasionalnya, terkait aktivitas anak jalanan yang tidak menentu dan
biasanya dimulai sejak sore sampai malam bukan sejak pagi sampai sore. Selain
itu terkait masalah waktu anak jalanan melakukan aktivitasnya mereka
membenarkan seperti apa yang di sampaikan pada hasil wawancara diatas. Salah
satu anak jalanan yang ditemui dan diwawancara langsung di Ciceri Kota Serang
mengatakan :
“Kalau pagi sampai siang saya sekolah, saya keluar dari sore jam tiga atau empat, kalau sudah tidak panas, kadang sampai malam kadang juga sampai magrib aja”.(Wawancara dengan informan I5-1 di Pos Sahabat Anak Ciceri Kota Serang, 15 Mei 2016).
Berdasarkan pernyataan dari I5-1 , hal tersebut juga dibenarkan oleh anak
jalanan Ciceri Kota Serang , dia mengatakan :
“Kalau pagi kami sekolah, kami baru ke jalan pada sore hari biasanya sampai magrib dan terkadang kami juga sampai malam hari melakukan aktivitas mengamen dijalanan lampu merah Ciceri”.(Wawancara dengan informan I5-2 di Pos Sahabat Anak Ciceri Kota Serang, 15 Mei 2016).
137
Berdasarkan hasil wawancara I5-1 dan I5-2 aktivitas anak jalanan dimulai
sejak sore sampai malam karena anak jalanan ketika pagi sampai siang bersekolah
dan memulai aktivitasnya ketika sudah tidak ada lagi terik matahari. Terkait
waktu aktivitas anak jalanan dan jam operasional Hal serupa juga dibenarkan oleh
salah satu petugas Pos Sahabat Anak Kebon Jahe, beliau mengatakan :
“Perlu adanya perubahan jadwal dan jam operasional untuk para petugas jika program ini ingin efektif, karena yang saya tau berdasarkan fakta dilapangan anak jalanan kebanyakan keluar pada sore kadang sampai malam, kalu pagi mereka sekolah, dan bahkan saya dan rekan rekan petugas Pos Sahabat Anak Kebon Jahe berinisiatif sendiri merubah jam operasional dari pagi menjadi sore, karena kalau pagi percuma, sia-sia tidak ada anak jalanan jadi apa yang di pantau?”.(Wawancara dengan informan I4-1 di Rumah Beliau, 1 Januari 2016). Hal serupa juga dibenarkan oleh Kasi Pelayanan dan Perlindungan Sosial
Anak dan Lansia Dinas Sosial Kota Serang, beliau mengatakan:
“Memang jam operasional petugas dirasa kurang tepat karena anak jalanan kalau pagi sampai siang itu mereka sekolah, terkait inisiatif perubahan jadwal yang dilakukan oleh salah satu Pos Sahabat Anak di Kebon Jahe bagus tidak apa apa artinya mereka paham dan mengerti kondisi dilingkungan mereka bekerja, yang penting ada laporanya ke kami”.(Wawancara dengan informan I2 di Kantor Dinas Sosial Kota Serang, 6 Januari 2016).
Berdasarkan hasil wawancara I4-1 dan I2 , perlunya perubahan waktu jam
operasional untuk para petugas di lapangan terkait waktu dimulainya anak jalanan
melakukan aktivitasnya, karena jika jam operasionalnya mengikuti peraturan yang
sudah ditentukan terkesan sia-sia karena pada jam tersebut tidak ada anak jalanan
yang melakukan aktivitasnya dijalanan.
Setelah peneliti melakukan wawancara dengan beberapa informan terkait
sumber daya ini terutama terkait sumber daya waktu peneliti dapat menarik
kesimpulan bahwa dengan waktu yang diberikan untuk melaksanakan program
138
Pos Sahabat Anak harus mempertimbangkan kembali masalah jam operasional
para petugas dilapangan karena jika masih mengikuti aturan jam operasional yang
sudah ditentukan program ini tidak akan berjalan efektif.
4.9.3 Komunikasi Antar Organisasi
Komunikasi adalah cara yang paling ampuh dalam suatu pelaksanaan,
pelaksanaan kebijakan publik bisa berjalan dengan baik jika di dalamnya terdapat
kegiatan komunikasi yang lancar. Menurut Metter dan Horn (dalam agustino
2012) kebijakan publik bisa berjalan dengan baik dan efektif jika implementor
bisa memahami standard dan tujuan dari kebijakannya. Komunikasi dalam
kerangka penyampaian informasi kepada para pelaksana kebijakan tentang apa
yang menjadi standard dan tujuan harus konsisten dan seragam dari berbagai
sumber informasi. Disamping itu koordinasi juga merupakan mekanisme yang
ampuh dalam implementasi kebijakan. Semakin baik koordinasi komunikasi di
antara pihak-pihak yang terlibat dalam implementasi kebijakan, maka kesalahan
akan semakin kecil, demikian sebaliknya. Komunikasi yang dilakukan untuk
kebijakan ini sudah sesuai, antar dinas ada yang berinteraksi langsung kepada
dinas pelaksana yang terkait, seperti yang dikatakan oleh Kasi Perlindungan Anak
dan Lanjut Usia Dinas Sosial Provinsi Banten, beliau mengatakan:
“Kami melakukan komunikasi dengan dinas-dinas terkait melalui cara mendatangi dinas-dinas terkait, atau biasanya kita undang ke kantor Dinas Sosial Provinsi Banten untuk membahas pelaksanaan dari kebijakanya.” (Wawancara dengan informan I1-1 di Kantor Dinas Sosial Provinsi Banten, 21 Maret 2016)
139
Berdasarkan hasil wawancara dengan I-1 , bahwa komunikasi dilakukan
dengan cara mendatangi dinas-dinas terkait atau dengan mengundang mereka
untuk rapat dan membicarakan pelaksanaan dari kebijakanya. Pernyataan tersebut
diperkuat oleh Kasi Pelayanan dan Perlindungan Sosial Anak dan Lansia Dinas
Sosial Kota Serang, beliau mengatakan:
“Komunikasi kita berjalan dengan baik sampai saat ini, kita bisa langsung berkoordinasi dengan Dinas Sosial Provinsi Banten, Satuan Polisi pamong Praja (SATPOL PP) Kota Serang, maupun petugas Pos Sahabat Anak dilapangan.”(Wawancara dengan I2 di Dinas Sosial Kota Serang, 22 Maret 2016)
Berdasarkan hasil wawancara dengan I2 dapat diketahui bahwa komunikasi
yang berjalan baik dan bisa langsung berkoordinasi dengan Dinas Sosial Provinsi
Banten, Satuan Polisi Pamong Praja (SATPOL PP) Kota Serang, dan Petugas Pos
Sahabat Anak dilapangan. Pernyataan tersebut dibenarkan oleh Petugas Pos
Sahabat Anak Alun-Alun Timur Kota Serang, beliau mengatakan:
“Kita koordinasi terkait pelaksanaan program Pos Sahabat Anak ini dengan cara mendatangi dinas terkait,dan biasanya juga ada dari Dinas Sosial Provinsi atau Kota yang datang kemari untuk meninjau langsung kelapangan, atau biasanya kami yang diundang ke kantor dinas-dinas terkait”.(Wawancara dengan I4-2 di Alun-alun Timur Kota Serang, 25 Maret 2016)
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Petugas Pos Sahabat Anak Kebon
Jahe Kota Serang, beliau mengatakan:
“Koordinasinya kami ke dinas biasanya, atau diundang kesana. Tapi kadang juga dari dinas ada yang langsung kelapangan.”(Wawancara dengan I4-1 di Kebon Jahe Kota Serang, 25 Maret 2016) Berdasarkan hasil wawancara dengan I4-2 dan I4-1, dapat diketahui bahwa
koordinasi terkait pelaksanaan program Pos Sahabat Anak ini dengan cara
mendatangi dinas-dinas terkait atau Petugas Pos Sahabat Anak diundang ke dinas-
140
dinas terkait. dan petugas Pos Sahabat Anak juga sering kedatangan dari Dinas
Sosial Provinsi Banten dan Dinas Sosial Kota Serang. Hal serupa juga dikatakan
oleh Kasi Perlindungan Anak dan Lanjut Usia Dinas Sosial Provinsi Banten,
beliau mengatakan:
“Selain dinas terkait yang kita kunjungi atau kami undang kemari, kami juga mengunjungi petugas Pos Sahabat Anak di lapangan, dan biasanya juga mereka kami undang kemari terkait pelaksanaan Pos Sahabat Anak ini. (Wawancara dengan I1-1 di Dinas Sosial Provinsi Banten, 28 Maret 2016)
Hal serupa juga dibenarkan oleh Kasi Pelayanan dan Perlindungan Sosial
Anak dan Lansia Dinas Sosial Kota Serang, beliau mengatakan:
“Selain dari dinas terkait yang kami undang atau kami kunjungi, dan dari kami Dinas Sosial Kota Serang atau Provinsi juga turut mengundang dan mengunjungi para petugas Pos Sahabat Anak di lapangan.”(Wawancara dengan I2 di Dinas Sosial Kota Serang, 29 Maret 2016) Berdasarkan hasil wawancara dengan I1-1 dan I2, dapat kita ketahui bahwa
Dinas Sosial Provinsi dan Dinas Sosial Kota Serang sering mengundang para
petugas Pos Sahabat Anak untuk membahas pelaksanaan program ini, dan
melakukan kunjungan ke Pos Sahabat Anak dilapangan melihat situasi dan
kondisi para petugas Pos Sahabat Anak dan aktivitas anak jalanan, dan
komunikasi itu berjalan dengan lancar. Terkait bentuk dari komunikasi yang
dilakukan oleh Dinas Sosial Provinsi Banten kepada dinas-dinas terkait dan para
petugas Pos Sahabat Anak dilapangan, Kasi Perlindungan Anak dan Lanjut Usia
Dinas Sosial Provinsi Banten mengatakan:
“Kami kunjungi mereka kita bahas soal pelaksanaan dan permasalah apa saja yang menghambat dalam proses pelaksanaan.”(Wawancara dengan I1-1 30 Maret 2016)
141
Hal serupa juga dinyatakan oleh Kasi Pelayanan dan Perlindungan Sosial
Anak dan Lansia Dinas Sosial Kota Serang, beliau mengatakan:
“Biasanya dari pihak Dinas Sosial Provinsi Banten datang ke kantor untuk menemui saya terkait program ini dan terkait permasalahan di lapangan, tapi tidak jarang juga saya diundang kesana untuk membahas hal serupa, selama ini komunikasi berjalan dengan baik. Namun terkait bentuk komunikasi yang kami lakukan dengan para petugas di lapangan selain mengundang mereka ka kantor, biasanya kami hubungi melalui telepon atau sms untuk menanyakan masalah dilapangan.”(Wawancara dengan I2 di Dinas Sosial Kota Serang, 1 April 2016)
Berdasarkan hasil wawancara dengan I1-1 dan I2, komunikasi yang dilakukan
oleh Dinas Sosial Provinsi, Dinas Sosial Kota Serang, dan Petugas Pos Sahabat
Anak berjalan dengan baik, dengan selalu berkoordinasi antara pembuat kebijakan
dan para petugas pelaksana untuk selalu mengetahui kondisi di lapangan atau di
lokasi kebijakan program Pos Sahabat Anak, sehingga setiap ada masalah atau
hambatan di lapangan dapat segera diatasi. Selain komunikasi dengan para
pelaksana dari organiasi pemerintah, koomunikasi dan koordinasi dengan pihak
eksternal atau organiasi informal dibutuhkan supaya dalam suatu kebijakan dapat
berjalan dengan baik. Terkait hal komunikasi dengan pihak eksternal atau
organiasi informal. Kasi Perlindungan Anak dan Lanjut Usia Dinas Sosial
Provinsi mengatakan:
“Kita menjalin komunikasi dengan masyarakat sekitar, kita datangi ketua pemuda di lingkungan sekitar pos atau tokoh masyarakatnya untuk ikut membantu mensukseskan program ini(Wawancara dengan I1-1 di Dinas Sosial Provinsi Banten, 4 April 2016)
Hal yang diungkapkan oleh I1-1 , dibenarkan oleh salah Satu Tokoh
Masyarakat/RT dilingkungan Kebon Jahe Kota Serang, beliau mengatakan:
“Waktu itu ada dari Dinas datang kerumah saya, terkait program Pos Sahabat Anak dan meminta saya untuk ikut terlibat dalam pelaksanaanya
142
sebagai petugas.” (Wawancara dengan I8-1 di Kebon Jahe Kota Serang, 5 April 2016)
Berdasarkan hasil wawancara dengan I8-1 , bahwa komunikasi yang terjalin
antara lembaga pemerintah dan masyarakat dalam hal ini cukup baik dan lancar.
Dengan menemui langsung tokoh masyarakat atau orang yang berpengaruh
dilingkungan sekitar Pos Sahabat Anak untuk dimintai keterlibatanya dalam
pelaksanaan pogram Pos Sahabat Anak. Seperti yang diungkapkan oleh petugas
Pos Sahabat Anak, beliau mengatakan:
“Komunikasinya lancar-lancar saja, hanya dalam tahap pelaksaanya terkadang dinas meminta kami standby di sekitar pos berdasarkan jam operasional yang sudah ditentukan, padahal saya sudah pernah bilang anak jalanan adanya ketika sore bukan pagi, dan saya juga sudah pernah mengusulkan untuk dirubah jam kerjanya”(Wawancara dengan I4-3 di pos Sahabat Anak Ciceri, 5 April 2016) Hal tersebut juga dibenarkan oleh Staff Pelaksana Seksi Perlindungan Anak
dan Lansia Dinas Sosial Provinsi Banten, beliau mengatakan:
“Kalau masalah jam operasional kami sedang mempertimbangkan lagi untuk dirubah jam kerjaanya, walaupun memang benar kalau anak jalanan sekarang beraktivitas dimulai pada sore hari bukan pagi hari.”(Wawancara dengan I1-2 di Dinas Sosial Provinsi Banten, 7 April 2016) Berdasarkan hasil wawancara dengan I4-3 dan I1-2, komunikasi yang
dilakukan pembuat kebiajakan dan pemerintah daerah terkait program ini dengan
pihak eksternal atau dengan masyrakat adalah dengan mengunjungi tokoh
masyarakat dilingkungan sekitar bangunan Pos Sahabat Anak, sehingga
pemerintah dan masyarakat dapat berkoordinasi untuk memaksimalkan program
Pos Sahabat Anak ini. Namun masalah komunikasi oleh para petugas dilapangan
masih kurang maksimal karena jam operasional petugas tidak sesuai dengan
aktivitas anak jalanan. Hal ini sebaiknya cepat diperbaiki sehingga program Pos
143
Sahabat Anak ini dapat efektif. Terkait komunikasi dengan pihak eksternal atau
organisasi diluar pemerintah Ketua Lembaga Perlindungan Anak Provinsi Banten
menegaskan tidak adanya keterlibatan Lembaga Perlindungan Anak Provinsi
Banten dalam pelaksanaan program Pos Sahabat Anak di Kota Serang, beliau
mengatakan:
“Saya sudah pernah katakan kami tidak terlibat dalam pelaksanaan program Pos Sahabat Anak ini, adapun komunikasinya hanya sebatas koordinasi saja. Waktu itu kami diundang ke Dinas Sosial Provinsi Banten hanya sebagai tamu dalam yang membahas mengenai program Pos Sahabat Anak ini.”(Wawancara dengan I7 di Lembaga Perlindungan Anak Provinsi Banten. 4 April 2016) Berdasarkan hasil wawancara dengan I7 , bahwa komunikasi yang dilakukan
oleh pembuat kebijakan dan agen pelaksanan pemerintah kepada Lembaga
Perlindungan Anak Provinsi Banten yang dalam hal ini sebagai organiasi
eksternal hanya dalam tahap koordinasi saja, tidak ada komunikasi yang memang
menjurus kepada keterlibatan Lembaga Perlindungan Anak untuk ikut
mensukseskan program ini. Hal serupa juga dibenarkan oleh Kasi Pelayanan dan
Perlindungan Sosial Anak dan Lansia Dinas Sosial Kota Serang, beliau
mengatakan:
“Kalau dengan Lembaga Perlindungan Anak hanya dalam tahap koordinasi saja. Sama halnya seperti BPMPKB Kota Serang, mereka masih masuk dalam organisasi pemerintah tapi hanya dalam tahap koordinasi saja, jika mereka butuh anak PMKS (penyandang masalah kesejahteraan sosial) mereka mintanya ke kami jika mereka akan mengadakan sosialisasi untuk anak-anak PMKS.”(Wawancara dengan I2 di Dinas Sosial Kota Serang, 11 April 2016)
Hal serupa juga dibenarkan oleh Kasubid Perlindungan Perempuan dan
Anak BPMPKB Kota Serang, beliau mengatakan:
144
“Kalau program Pos Sahabat Anak wewenangnya Dinsos Provinsi Banten dan Kota Serang, keterlibatan kami hanya dalam tahap koordinasi saja. Dan jika memang kami membutuhkan anak-anak PMKS untuk di ikut sertakan dalam sosialisasi atau program kami, kami juga kadang minta bantuan kepada Dinas Sosial Kota Serang.”(Wawancara dengan I6 di BPMPKB Kota Serang, 12 April 2016)
Berdasarkan hasil wawancara dengan I2 dan I6 komunikasi yang terjadi
dengan pihak organisasi diluar pemerintah atau eksternal dalam hal ini Lembaga
Perlindungan Anak Provinsi Banten hanya dalam tahap koordinasi. Bisa dikatakan
kurang baik, karena pada dasarnya Lembaga Perlindungan Anak bergerak pada
bidang yang sama yaitu menangani tentang anak yang seharusnya bisa menjalin
komunikasi dengan lebih baik lagi terkait masalah program yang melibatkan anak
anak di Provinsi Banten khususnya di Kota Serang.
Berdasarkan hasil wawancara dengan semua infroman terkait komunikasi
dan koordinasi, peneliti menarik kesimpulan bahwa pelaksanaan program Pos
Sahabat Anak di Kota Serang masih kurang maksimal, dikarenakan masih belum
terjalinnya komunikasi dengan baik dengan pihak eksternal dan pelaksana di
lapangan terkait jam pelaksanaan yang tidak sesuai dengan keadaan dilapangan
dan keterkaitan lembaga diluar pemerintah yang tidak dilibatkan dalam
pelaksanaan program Pos Sahabat Anak yang seharusnya dilibatkan karena pada
dasarnya bergerak sama dibidang penganganan masalah anak-anak di Provinsi
Banten dan Kota Serang.
145
4.9.4. Karakteristik Agen Pelaksana Birokrasi/Lembaga
Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal dan
organisasi informal yang akan terlibat dalam pengimplementasian kebijakan. Hal
ini penting karena kinerja implementasi kebijakan akan sangat dipengaruhi oleh
ciri yang tepat dan cocok dengan para agen pelaksananya. Hal ini berkaitan
dengan konteks kebijakan yang akan dilaksanakan, pada beberapa kebijakan
dituntut pelaksana yang ketat dan disiplin. Pada konteks lain diperlukan agen
pelaksana yang demokratis dan persuasif. Selain itu, cakupan atau luas wilayah
menjadi pertimbangan penting dalam menentukan agen pelaksana kebijakan.
Dalam Kebijakan program Pos Sahabat Anak di Provinsi Banten Khusunya di
Kota Serang ini, semua dinas yang terkait sudah sesuai, seperti yang dikatakan
oleh Staff Pelaksana Seksi Perlindungan Anak dan Lansia Dinas Sosial Provinsi
Banten, beliau mengatakan:
“Kalau untuk SKPD yang terlibat dalam pelaksanaan ini sudah sesuai, karena sesuai dengan tupoksinya masing-masing dan memang sudah bagiannya”(Wawancara dengan I1-2 di Dinas Sosial Provinsi Banten, 21 Mei 2016)
Berdasarkan hasil wawancara dengan I1-2 , dilihat dari SKPD yang terlibat
dalam pelaksanaan program Pos Sahabat Anak ini sudah sesuai. Dengan tugas
yang sudah ada, yaitu dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit
masyarakat di Kota Serang sudah sesuai. Sama halnya seperti yang diungkapkan
Kasi Pelayanan dan Perlindungan Sosial Anak dan Lansia Dinas Sosial Kota
Serang, beliau mengatakan:
“Menurut saya sudah setiap dinas yang terait dalam pelaksanaan program Pos Sahabat Anak ini sudah sesuai dengan tugasnya masing-masing, jadi
146
pasti sudah tau apa yang mesti dilakukan”(Wawancara dengan I2 di Dinas Sosial Kota Serang, 22 Maret 2016)
Hal serupa juga sesuai dengan yang diungkapkan oleh Kabid Penegakan
Peraturan Perundang-undangan Daerah (PPUD) Satuan Polisi Pamong Praja Kota
Serang, beliau mengatakan :
“Dengan instansi yang terlibat saya rasa sudah cukup, dan sesuai dengan tugasnya masing-masing, dari kami Satuan Polisi Pamong Praja (SATPOL PP) sebagai penegak perda sudah sesuai, dari Dinas Sosial Kota/Provinsi juga sudah sesuai mereka bergerak dibidang masalah kesejahteraan sosial, saya rasa sudah sesuai dan benar.” (wawancara dengan I6 di Kantor Satuan Polisi Pamong Praja (SATPOL PP) Kota Serang, 30 Maret 2016) Dari hasil wawancara oleh I2 dan I3-1, dapat diketahui bahwa semua
pelaksana yang sudah ada sesuai dengan tugasnya, serta dari segi anggotanya di
masing-masing pelaksanaanya juga sudah sesuai. Seperti yang di ungkapkan oleh
Anggota Satuan Polisi Pamong Praja sekaligus Agen Pelaksana dilapangan, beliau
mengatakan:
“Dari SKPD yang terkait saya rasa sudah sesuai, dari kami Satuan Polisi Pamong Praja (SATPOL PP) sekaligus penegak perda sudah ada anggota yang ditunjuk langsung oleh atasan untuk terlibat langsung dalam program ini yang memang sudah kompeten dalam bidangnya.” (Wawancara dengan I3-3 di Kantor Satuan Polisi Pamong Praja (SATPOL PP) Kota Serang, 30 Maret 2016)
Senada dengan pernyataan diatas. Kabid Penegakkan Peraturan Perundang-
undangan Daerah (PPUD) Satuan Polisi Pamong Praja Kota Serang juga
menyatakan hal yang sama, beliau mengatakan:
“Kalau dari kami sudah ada anggota yang kompeten dibidang masalah penanganan anak jalanan, jadi dari tiga anggota kami yang ditugaskan memang sudah berkompeten dibidangnya. Jadi kami juga dari pihak penegak perda tidak sembarangan menunjuk anggota kami yang akan dilibatkan dalam program Pos Sahabat Anak ini.” (Wawancara dengan I3-1 di Kantor Satuan Polisi Pamong Praja (SATPOL PP) Kota Serang, 30 Maret 2016)
147
Dari pernyataan I3-3 dan I3-1 bisa diketahui bahwa para pelaksana untuk
organisasi formal sudah sesuai dengan kriteria yang dibutuhkan, terutama
menangani masalah anak jalanan di Kota Serang, selain itu juga anggota yang
terlibat langsung dalam program Pos Sahabat Anak ini sudah dipilih yang
berkompeten dibidangnya.
Terkait organisasi informal yang terlibat dan kesiapanya dalam pelaksana
program Pos Sahabat Anak ini sudah sesuai dengan petunjuk pelaksana dan
petunjuk teknis dari Dinas Sosial Provinsi, tetapi memang belum semua
berkompeten di bidangnya. Hal ini disampaikan oleh Kasi Pelayanan dan
Perlindungan Sosial Anak dan Lansia Dinas Sosial Kota Serang, beliau
mengatakan:
“Kalau untuk organisasi informal kita melibatkan tokoh masyarakat/masyarakat dilingkungan sekitar Pos Sahabat Anak. Karena kita mau masyarakat juga terlibat langsung dan bekerjasama dengan pemerintah provinsi ataupun kota untuk menangani masalah anak jalanan di Kota Serang. Dan sudah sesuai sebenarnya karena memang dari juklak juknis dari pembuat kebijakan harus melibatkan masyarakat.”(Wawancara dengan I2 di Dinas Sosial Kota Serang, 1 April 2016)
Berdasarkan pernyataan dari I2, bahwa organisasi informal yang terlibat
dalam pelaksanaan program Pos Sahabat Anak ini mereka melibatkan masyarakat
sekitar wilayah pos untuk ikut mendukung dan melaksanakan program Pos
Sahabat Anak ini, dan sudah sesuai dengan juklak juknis dari pembuat kebijakan.
Terkait hal organisasi informal yang terlibat dalam pelaksanaan program Pos
Sahabat Anak di Kota Serang, Lembaga Perlindungan Anak Provinsi Banten tidak
dilibatkan langsung dalam pelaksanaan program PSA di Kota Serang, hal ini
148
diungkapkan oleh ketua Lembaga Perlindungan Anak Provinsi Banten, beliau
mengatakan:
“Terkait organisasi informal yang dilibatkan dalam pelaksanaan program Pos Sahabat Anak di Kota Serang menurut saya sudah bagus dan sesuai melibatkan masyarakat secara langsung, tetapi saya katakan sekali lagi harus lebih selektif lagi untuk memilih masyrakat / relawan yang lebih kompeten dan siap menjalankan program ini sehingga program ini dapat berjalan dengan baik dan efektif. tetapi sampai sejauh ini untuk Lembaga Perlindungan Anak sendiri tidak dilibatkan dalam tahap pelaksanaan program Pos Sahabat Anak. Hanya dalam tahap koordinasi saja, tetapi tidak terlibat langsung dalam pelaksanaanya.”(Wawancara dengan I7 di Lembaga Perlindungan Anak Provinsi Banten, 4 April 2016) Dari hasil wawancara dengan I7 , sudah bagus dan sesuai turut melibatkan
masyarakat dalam pelaksanaan program Pos Sahabat Anak ini, tetapi harus lebih
selektif lagi dan memilih agen pelaksana yang lebih kompeten lagi untuk agen
pelaksana dilapangan, harus lebih kompeten lagi. Organisasi informal Lembaga
Perlindungan Anak yang juga bergerak dibidang anak tidak dilibatkan langsung
dalam pelaksanaan program Pos Sahabat Anak. Hanya dalam tahap koordinasi
saja. Selain itu juga ketua Lembaga Perlindungan Anak Provinsi Banten
menambahkan pernyataan terkait Lembaga Perlindungan Anak yang tidak
dilibatkan langsung dalam pelaksanaan program Pos Sahabat Anak di Kota
Serang, beliau mengatakan:
“Kita memang tidak dilibatkan sampai sejauh ini, kenapa? Bisa ditanyakan langsung ke dinas terkait, sebenarnya kalau dari kami sangat siap jika turut dilibatkan langsung dalam program ini, tetapi kami tidak punya wewenang dan tidak di tunjuk untuk terlibat langsung dalam program ini sehingga kita hanya bisa melihat dan memantau saja.”(Wawancara dengan I7 di Lembaga Perlindungan Anak Provinsi Banten, 4 April 2016)
149
Hal yang dinyatakan oleh I7, dibenarkan oleh Kasi Pelayanan dan
Perlindungan Sosial Anak dan Lansia Dinas Sosial Kota Serang, beliau
mengatakan:
“Kami memang tidak melibatkan Lembaga Perlindungan Anak Provinsi Banten dalam pelaksanaan program ini, karena juklak juknis dari pusatnya memang sudah seperti itu, kalaupun kami melibatkan paling ditahap penanganan lebih lanjut / ditahap pembinaan kepada anak jalananya untuk tugas LPA itu sendiri”.(Wawancara dengan I2 di Dinas Sosial Kota Serang, 6 April 2016) Berdasarkan hasil wawancara dengan I7 dan I2, dalam pelaksanaan kebijakan
program Pos Sahabat Anak di Kota Serang untuk organisasi informal Lembaga
Perlindungan Anak Provinsi Banten yang bergerak dibidang anak tidak dilibatkan
oleh pembuat kebijakan, meskipun dari pihak Lembaga Perlindungan Anak
Provinsi Banten sendiri siap dan sanggup jika diberi wewenang dan ditunjuk
untuk terlibat langsung dalam tahap pelaksanaanya. Senada dengan pernyataan
diatas Kasi Perlindungan Anak dan Lanjut Usia Dinas Sosial Provinsi Banten Juga
menyatakan hal terkait ketidak terlibatan Lembaga Perlindungan Anak Provinsi
Banten dalam pelaksanaan program Pos Sahabat Anak di Kota Serang, beliau
mengatakan:
“Kami tidak melibatkan Lembaga Perlindungan Anak Provinsi Banten, ini karena kami fikir dengan SKPD yang sudah ada dan terlibat sudah cukup untuk menjalankan program ini tidak perlu banyak banyak karena anggaran kita juga minim untuk gaji para implementornya, kalaupun dilibatkan mungkin ditahap lebih lanjut/pembinaanya.” (Wawancara dengan I1-1 di Dinas Sosial Provinsi Banten, 7 April 2016) Hal ini juga ditanggapi oleh ketua Lembaga Perlindungan Anak Provinsi
Banten, beliau mengatakan:
“Kalau dari kami, dengan anggaran minim ataupun tanpa anggaran juga kami insya allah siap melaksanakan dan menjalankan program dengan
150
maksimal, tidak perlu bicara soal anggaran atau bayaran buat kami, masih banyak diluar sana atau anggota kami yang memiliki jiwa relawan tinggi terkait dengan anak dan berkompeten di bidangnya, walaupun kami juga tidak munafik jika ada anggaran untuk kami minimal untuk transportlah lebih bagus, jika tidak ada juga kami siap untuk dilibatkan, karena kami melihat para petugas yang sekarang di Pos Sahabat Anak belum memiliki jiwa relawan yang tinggi dan tidak berkompeten di bidangnya.”(Wawancara dengan I7 di Lembaga Perlindungan Anak Provinsi Banten, 4 April 2016)
Berdasarkan hasil wawancara dengan I1-1 dan I7, ketidak terlibatan Lembaga
Perlindungan Anak Provinsi Banten dalam pelaksanaan program Pos Sahabat
Anak di Kota Serang karena minimnya anggaran dan sudah tercukupinya jumlah
implementor dari pemerintah maupun diluar pemerintah. Walaupun memang dari
Lembaga Perlindungan Anak siap untuk dilibatkan dalam program ini dengan
anggaran yang minim ataupun tanpa anggaran. Selain itu dari pihak pemerintah
daerah sendiri jkia melibatkan Lembaga Perlindungan Anak dalam program ini
mungkin dalam tahap pembinaan lebih lanjut kepada anak jalanan bukan dalam
tahap pelaksanaanya atau dilapanganya.
Setelah peneliti melakukan wawancara langsung dengan beberapa informan
terkait kesesuaian, kesiapan, dan ketepatan organisasi formal ataupun organisasi
informal dalam pelaksanaan kebijakan program Pos Sahabat Anak di Kota Serang
peneliti menarik kesimpulan bahwa organisasi formal / pemerintah daerah sudah
tepat dan sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing dan sudah sesuai
dengan petunjuk pelaksana dari pembuat kebijakan. Sedangkan untuk organisasi
informal / diluar pemerintah perlunya melibatkan lebih banyak lagi organisasi
informal dalam pelaksanaan program Pos Sahabat Anak ini seperti, Lembaga
Perlindungan Anak Provinsi ataupun Kota, Forum Anak Kota Serang, dan pihak
Swasta, agar terciptanya sinegritas yang baik dan program Pos Sahabat Anak
151
berjalan dengan Efektif. Dan harus lebih selektif, memiliki jiwa relawan yang
tinggi, dan berkompeten dibidangnya untuk para petugas Pos Sahabat Anak diluar
pemerintah.
4.9.5 Sikap/Kecenderungan Para Pelaksana
4.9.5.1 Inisiatif
Sikap penerimaan atau penolakan dari agen pelaksana kebijakan sangat
mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan implementasi kebijakan publik. Hal
ini sangat mungkin terjadi karena kebijakan yang dilaksanakan bukanlah hasil
formulasi warga setempat yang mengenal betul permasalahan dan persoalan yang
mereka rasakan. Tetapi kebijakan biasanya bersifat top down yang sangat
mungkin para pengambil keputusan tidak mengetahui bahkan tak mampu
menyentuh kebutuhan, keinginan atau permasalahan yang harus diselesaikan.
Dalam indikator Sikap/Kecenderungan Para Pelaksana ini, terdapat variabel
tentang inisiatif. Variabel inisiatif dalam arti inisiatif dari para pelaksana yang
langsung terjun ke lapangan dan melihat kondisi di sekitar wilayah tempat
beraktivitas anak jalanan yang sudah ada dalam permasalahan penanganan anak
jalanan di Kota Serang ini. Inisiatif yang dimaksud adalah meliputi insiatif para
pelaksana dalam mencari lokasi yang pas untuk pembagunan Pos Sahabat Anak
dan tidak menggangu fasilitas publik, misalnya para pelaksana memilih tempat
yang tidak mengesampingkan lingkungan atau merusak lingkungan alam sekitar.
Seperti yang diungkapkan oleh Kasi Perlindungan Anak dan Lanjut Usia Dinas
Sosial Provinsi Banten,beliau mengatakan :
152
“Pasti kita sangat memperhatikan pembangunan Pos Sahabat Anak ini, kita tidak sembarangan memilih lokasi pembangunan, kita lihat titik-titik daerah yang banyak aktivitas anak jalananya, Dan untuk lokasi pembangunanya memang kita yang menentukan.”(Wawancara dengan I1-1 di Dinas Sosial Provinsi Banten, 28 Maret 2016) Menurut I1-1, sudah melihat dan meninjau untuk pembangunan Pos Sahabat
Anak, pembangunan dilihat dari daerah yang memang banyak aktivitas anak
jalanan. Seperti yang dikatakan Kasi Pelayanan dan Perlindungan Anak dan
Lansia Dinas Sosial Kota Serang, beliau mengatakan :
“Sebenarnya kalau masalah lokasi pembangunan itu wewenangnya Dinas Sosial Provinsi, tapi kami berkoordinasi dengan mereka terkait daerah yang memang banyak aktivitas anak jalananya, walaupun memang ada beberapa Pos Sahabat Anak yang dibangun tidak tepat lokasinya seperti yang di Ciceri.” (Wawancara dengan I2 di Dinas Sosial Kota Serang, 29 Maret 2016) Berdasarkan pernyataan I1-1 dan I2, dalam pembangunan Pos Sahabat Anak
yang mempunyai wewenang dalam pemilihan lokasi pembangunanya adalah
Dinas Sosial Provinsi, terkait pemlihian lokasinya Dinas Sosial Kota Serang
berkoordinasi dengan Dinas Sosial Provinsi untuk daerah Kota Serang yang
memang banyak aktivitas anak jalananya, dan ada beberapa Pos Sahabat Anak
yang memang pembangunan lokasinya tidak tepat karena jaraknya jauh dari lokasi
dimana anak jalanan melakukan aktivitasnya. Seperti yang diungkapakan oleh
salah satu petugas Pos Sahabat Anak Ciceri yang lokasinya jauh dari aktivitas
anak jalanan, beliau mengatakan:
“Lokasinya kurang tepat kalau menurut saya, bisa dilihat sendiri kalau kita berjaga didalam pos sia-sia, karena aktivitas anak jalanan tidak terpantau dari sini, kita kesulitan memantau mereka. Mangkanya kami biasanya berkeliling atau tidak berjaga di pos. Seharusnya menurut saya lebih dekat lagi dengan lampu merah, karena kebanyakan anak jalanan disini beraktivitasnya dilampu merah.”(Wawancara dengan I4-4 di Pos sahabat Anak Ciceri, 29 Maret 2016)
153
Hal serupa juga dibenarkan oleh Kasi Pelayanan dan Perlindungan Sosial
Anak dan Lansia Dinas Sosial Kota Serang, beliau mengatakan:
“Memang benar kalau untuk Pos Sahabat Anak yang di Ciceri pembangunan lokasinya kurang tepat, tidak seperti pos yang lainya. Jaraknya jauh dari aktivitas anak jalanan, mangkanya petugas Pos Sahabat Anak disana biasanya berkeliling untuk memantaunya atau berada di warung-warung. Kalau terkait masalah lokasi pembangunanya bisa ditanyakan langsung ke Dinas Sosial Provinsi karena mereka yang mempunyai wewenang dalam lokasi pembangunan Pos Sahabat Anak.” (Wawancara dengan I2 di Dinas Sosial Kota Serang, 31 Maret 2016)
Berdasarkan hasil dari wawancara dengan I4-4 dan I2, pembangunan Pos
Sahabat Anak yang berada di daerah Ciceri Kota Serang dirasa masih kurang
tepat, karena jarak bangunan pos dan tempat anak jalanan beraktivitas masih
terbilang jauh. Sehingga para anak jalanan tidak terpantau, dan para petugas Pos
Sahabat Anak di Ciceri Kota Serang lebih memilih bekeliling atau memantau dari
warung untuk melihat aktivitas anak jalanan. Terkait masalah pembangunan Pos
Sahabat Anak di Ciceri yang dirasa masih kurang tepat Staff Pelaksana Seksi
Perlindungan Anak dan Lansia Dinas Sosial Provinsi, mengatakan:
“Kalau untuk Pos Sahabat Anak yang di daerah Ciceri kami merasa memang masih kurang tepat untuk pembangunan lokasinya, tapi dilihat dari letak geografis daerahnya kita juga kesulitan untuk memilih lokasi pembangunanya, maka dari itu kita memilih di samping halte kampus IAIN karena memang sudah tidak ada tempat lagi, dan kami rasa dengan jarak yang sekarang juga petugas Pos Sahabat Anak masih bisa memaksimalkan tugasnya di lapangan.”(Wawancara dengan I1-2 di Dinas Sosial Provinsi Banten, 1 April 2016)
Berdasarkan hasil wawancara dengan I1-2 , terkait lokasi pembangunan Pos
Sahabat Anak di daerah Ciceri Kota Serang yang dirasa masih kurang tepat
dikarenakan faktor letak geografis didaerah tersebut yang memang sulit mencari
lokasi pembangunan Pos Sahabat Anak seperti yang diharapakan oleh Dinas
154
Sosial Provinsi Banten. Namun diharapkan dengan pembangunan lokasi Pos
Sahabat Anak yang kurang tepat diharapakan tidak menjadi alasan petugas untuk
tidak memaksimalkan program Pos Sahabat Anak ini sehingga program ini tetap
berjalan dan efektif. Terkait masalah lokasi pembangunan Pos Sahabat Anak yang
dirasa belum tepat, Ketua Lembaga Perlindungan Anak juga memberikan
komentarnya, beliau mengatakan:
“Gimana mau efektif programnya, pembangunanya saja jauh dari jangkauan aktivitas anak jalanan. Petugasnya sulit memantau, iya kalau benar mereka berkeliling untuk memantau anak jalanan, kalau tidak? Seharusnya pemerintah lebih serius lagi menanggapi hal ini dan tidak sembarangan membangun posnya, harus dilihat dan dipertimbangkan lagi, supaya programnya bisa lebih maksimal.” (Wawancara dengan I7 di Lembaga Perlindungan Anak Provinsi Banten, 4 April 2016) Hal serupa ditanggapi oleh Kasi Perlindungan Anak dan Lanjut Usia Dinas
Sosial Provinsi Banten, beliau mengatakan:
“Memang benar dirasa masih jauh jaraknya, karena memang sulit mencari pembangunan untuk Pos Sahabat Anak ini, apalagi di daerah Ciceri sangat sulit mencari lokasi yang pas karena letak geografisnya, karena disana sudah penuh dengan bangunan tidak ada celah lagi. Dan saya rasa dengan lokasi yang sekarang juga tidak terlalu jauh, dengan jalan beberapa menit sudah sampai ke lokasi tempat biasa anak jalanan melakukan aktivitasnya.” (Wawancara dengan I1-1 di Dinas Sosial Provinsi Banten, 8 April 2016)
Menurut I7 dan I1-1, masalah lokasi pembangunan Pos Sahabat Anak yang
kurang tepat karena letak geografis di daerah yang akan dibangun Pos Sahabat
Anak tidak mendukung dan sulit untuk mencari lokasi yang tepat dan sesuai
dengan tujuan program. Dan jika ingin program Pos Sahabat Anak ini lebih
maksimal lagi, pemerintah atau pembuat kebijakan harus lebih serius lagi
menanggapi lokasi pembangunan Pos Sahabat Anak yang sesuai dengan rencana
dan dapat menjangkau setiap aktivitas anak jalanan di jalan, sehingga Pos Sahabat
155
Anak digunakan sesuai dengan fungsinya dan terkesan tidak sia-sia untuk
pembangunanya. Dan harus berkoordinasi lebih baik lagi dengan dinas-dinas
terkait, serta masyarakat sekitar untuk lokasi pembangunan pos.
Dari semua informan diatas yang peneliti wawancarai yang memiliki
wewewenang dalam pemilihan lokasi pembangunan Pos Sahabat Anak adalah
Dinas Sosial Provinsi Banten sebagai pembuat kebijakan, dari beberapa Pos
Sahabat Anak yang sudah di bangun di Kota Serang ada satu pos yaitu Pos
Sahabat Anak di daerah Ciceri Kota Serang yang dirasa kurang tepat dalam
pemilihan tempat pembangunannya, hal ini dikarenakan sulitnya mencari lokasi
yang tepat dan sesuai dengan maksud dan tujuan dari kebijakan Program Pos
Sahabat Anak ini. Terkait hal ini pemerintah daerah terutama Dinas Sosial
Provinsi Banten selaku pembuat kebijakan diharapkan dapat menanggapi dengan
serius masalah ketepatan pembangunan lokasi Pos Sahabat Anak sehingga
pembangunan Pos Sahabat Anak dapat dimkasimalkan dan sesuai dengan
fungsinya. dan Dinas Sosial Provinsi Banten harus lebih meningkatkan koordinasi
dengan dinas-dinas terkait untuk mencari lokasi pembangunan yang sesuai dan
tepat dengan maksud dan tujuan dari program Pos Sahabat Anak ini.
4.9.5.2 Partisipatif
Dalam pelaksanaannya, implementor harus mengetahui betul tentang
kondisi di lokasi yang akan dilakukan penataan karena dengan memahami situasi
di sekitar lokasi, pelaksanaan kebijakan bisa dipastikan berhasil dan tanpa
mengalami kendala. Dalam pelaksanaannya juga, implementor seharusnya bisa
156
ikut partisipasi dalam pelaksanaan penataan dan pemberdayaannya. Selain dari
implementor, partisipasi juga harusnya datang dari warga sekitar yang membantu
dalam pelaksanaannya. Seperti yang dikatakan oleh Kabid Penegakan Peraturan
Perundang-undangan Daerah (PPUD) Satuan Polisi Pamong Praja (SATPOL PP)
Kota Serang, beliau mengatakan:
“Tentu ada dari masyarakat, karena Dinas Sosial Provinsi Banten melibatkan masyarakat dalam pelaksanaanya.”(Wawancara dengan I3-1 di Satuan Polisi Pamong Praja (SATPOL PP) Kota Serang, 11 April 2016) Sama halnya seperti yang dikatakan oleh Kasi Perlindungan Anak dan
Lanjut Usia Dinas Sosial Provinsi Banten, beliau mengatakan:
“Biasanya ada kita libatkan Satuan Polisi Pamong Praja (SATPOL PP) Kota Serang, masyarakat setempat yang berada disekitaran lingkungan Pos Sahabat Anak, dan dari pengamen senior disana.” (Wawancara dengan I1-1 di Dinas Sosial Provinsi Banten, 13 April 2016) Dari hasil wawancara I3-1 dan I1-1, bisa diketahui bahwa adanya bantuan
eksternal selain dari Satuan Polisi Pamong Praja (SATPOL PP) Kota Serang,
yaitu bantuan dari masyarakat dan pengamen senior di daerah tersebut. Sesuai
dengan yang dikatakan oleh Kasi Pelayanan dan Perlindungan Sosial Anak dan
Lansia Dinas Sosial Kota Serang, beliau mengatakan:
“Kami meminta bantuan dari warga sekitar Pos Sahabat Anak atau tokoh masyarakatnya untuk pelaksanaan dilapangan atau sebagai petugas Pos Sahabat Anak.” (Wawancara dengan I2 di Dinas Sosial Kota Serang, 14 April 2016)
Ada juga pernyataan dari Petugas Pos Sahabat Anak Ciceri Kota Serang,
beliau mengatakan:
“Kami juga biasanya dibantu oleh pengamen senior disana untuk membantu mencari anak jalanan untuk di data atau dinasehati.”(Wawancara dengan I4-4 di Pos Sahabat Anak Ciceri, 18 April 2016)
157
Berdasarkan wawancara I2 dan I4-4, pemerintah dalam pelaksanaanya
bekerjasama dengan masyarakat dan pengamen senior untuk mengatasi masalah
anak jalanan di Kota Serang. Seperti yang di katakan oleh staff Pelaksana Seksi
Perlindungan Anak dan Lansia Dinas Sosial Provinsi Banten, beliau mengatakan:
“Dari internal ada, begitu juga dari eksternal kami dibantu masyarakat yang kita minta keterlibatanya dilapangan.”(Wawancara dengan I1-2 di Dinas Sosial Kota Serang, 20 April 2016)
Ada juga pernyataan dari petugas Satuan Polisi Pamong Praja (SATPOL
PP) Kota Serang yang terlibat langsung dalam pelaksanaan program Pos Sahabat
Anak ini, beliau mengatakan:
“Ada, kita juga biasanya dibantu oleh pengamen senior disana, karena biasanya kita kesulitan mencari anak jalanan, jadi pengamen senior inilah biasanya yg membawa anjal kepada kami untuk di data.”(Wawancara dengan I3-2 di Satuan Polisi Pamong Praja (SATPOL PP) Kota Serang, 21 April 2016) Berdasarkan hasil wawancara dengan I1-2 dan I3-2, adanya bantuan dari pihak
eksternal dari masyarakat sekitar dan gepeng atau pengamen senior yang memang
membantu ketika dimintai bantuanya untuk mencari dan mengumpulkan anak
jalanan. Seperti yang dikatakan oleh Kasi Pelayanan dan Perlindungan Sosial
Anak dan Lansia Dinas Sosial Kota Serang, beliau mengatakan:
“Alhamdulillah disini semua ikut membantu, dari masyarakat sekitar Pos Sahabat Anak, gepeng senior disana juga ikut membantu saat dimintai tolong untuk ikut mengumpulkan anak jalanan.”(Wawancara dengan I2 di Dinas Sosial Kota Serang, 25 April 2016)
Hal ini juga diperkuat oleh pernyataan gepeng atau pengamen senior di
daerah Ciceri Kota Serang, beliau mengatakan:
“Saya yang kadang selalu membantu bapak dan ibu dari dinas ini untuk mengumpulkan para anak jalanan, karena saya dari kecil disini bisa dibilang senior disni. Biasanya saya cari anak jalanannya dan saya panggil untuk
158
ketemu bapak/ibu dari dinas untuk di data”.(Wawancara dengan I8-2 di Ciceri Kota Serang, 28 April 2016)
Berdasarkan hasil wawancara dengan I2 dan I8-2, dapat diketahui bahwa
bantuan dalam pelaksanaan program Pos Sahabat Anak dilapangan tidak hanya
ada dari masyarakat sekitar juga, tetapi dari gepeng/ pengamen senior di daerah
tersebut yang ikut membantu mengumpulkan anak jalanan untuk di data oleh para
petugas Pos Sahabat Anak di Kota Serang.
Partisipasi dari implementor sangat penting dalam pelaksanaannya, karena
dengan cara itu implementor bisa memahami kondisi di sekitar lokasi yang akan
dilakukan penataan dan pemberdayaan. Selain itu juga dengan cara partisipasi,
implementor bisa mengenal sekaligus bisa mengetahui tokoh-tokoh setempat
seperti Ketua RT setempat atau bahkan keluarga dari anak jalanan tersebut yang
berdomisili di wilayah tersebut yang akan dijadikan sebagai perantara atau
penyambung informasi sosialisasi tentang pelaksanaan program Pos Sahabat
Anak, selain itu juga tokoh-tokoh tersebut bisa diberdayakan untuk membantu
dalam pelaksanaan program Pos Sahabat Anak supaya bisa lebih maksimal lagi.
4.9.6 Lingkungan Ekonomi, Sosial dan Politik
Hal terakhir yang perlu diperhatikan guna menilai kinerja implementasi
kebijakan adalah sejauh mana lingkungan eksternal turut mendorong keberhasilan
kebijakan publik. Lingkungan ekonomi, sosial dan politik yang tidak kondusif
dapat menjadi sumber masalah dari kegagalan kinerja implementasi kebijakan.
Karena itu, upaya implementasi kebijakan mensyaratkan kondisi lingkungan
eksternal yang kondusif.
159
Jika dilihat dari lingkungan ekonomi dalam implementasi kebijakan
program Pos Sahabat Anak di Kota Serang secara umum memang belum
kondusif. Tingkat ekonomi di Kota Serang berada dibawah angka garis
kemiskinan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kota Serang jumlah keluarga
miskin di Kota Serang mencapai 17.121 pada tahun 2014. Dilihat dari beberapa
lingkungan yang ada disekitaran Pos Sahabat Anak masih banyak masyarakat
yang masuk dalam kategori tidak mampu. Hal ini yang menjadi salah satu pemicu
anak-anak turun kejalan untuk membantu kebutuhan ekonomi keluarganya dan
menjadi salah satu faktor yang menyebabkan meningkatnya jumlah anak jalanan
di Kota Serang. Seperti yang diunkapkan oleh Kasi Pelayanan dan Perlindungan
Sosial Anak dan Lansia Dinas Sosial Kota Serang, beliau mengatakan:
“Kondisi lingkungan di Kota Serang sendiri memang tidak bisa dipungkiri masih ada masyarakat atau daerah yang memang masuk dalam kategori dibawah garis kemiskinan, sehingga tidak jarang ada anak-anak yang turun ke jalan untuk membantu kebutuhan ekonomi keluarganya.”(Wawancara dengan I2 di Dinas Sosial Kota Serang, 23 Maret 2016) Hal tersebut juga dibenarkan oleh Kasi Perlindungan Anak dan Lanjut Usia
Dinas Sosial Provinsi Banten, beliau mengatakan:
“Memang masalah kemiskinan menjadi faktor yang paling berpengaruh terhadap meningkatnya jumlah anak jalanan di Kota Serang khusunya, maka dari itu kami merasa agak kesulitan menangani masalah anak jalanan ini, karena memang mereka turun kejalan rata-rata alasanya membantu ekonomi keluarga.(Wawancara dengan I1-1 di Dinas Sosial Provinsi Banten, 24 Maret 2016)
Berdasarkan hasil wawancara dengan I2 dan I1-1 kondisi lingkungan ekonomi
di Kota Serang memang masih belum kondusif, kondisi ekonomi yang cenderung
masih belum kondusif menjadi salah satu faktor yang membuat anak-anak turun
kejalan dan meningkatnya jumlah anak jalanan di Kota Serang. Sehingga dalam
160
hal ini pemerintah daerah dan pembuat kebijakan harus bekerja lebih ekstra untuk
menangani masalah anak jalanan di Kota Serang. Seperti yang diungkapkan salah
satu Ketua RT di lingkungan Kebon Jahe Kota Serang, beliau mengatakan:
“Kalau kondisi ekonomi dilingkungan Kebon Jahe ini masih terbilang lemah apalagi daerah Ciawi, rata-rata masyarakatnya tidak mampu. Dan kebanyakan anak jalanan yang saya data dan temui dari daerah san, walaupun ada memang beberapa yang bukan dari daerah sana, tapi kebanyakan dari daerah Ciawi.”(Wawancara dengan I8-1 di Kebon Jahe Kota Serang, 25 Mei 2016)
Hal tersebut juga dibenarkan oleh salah satu anak jalanan di daerah Kebon
Jahe, dia mengatakan:
“Saya terpaksa ke jalanan, soalnya untuk membantu kebutuhan ekonomi keluarga, bapak kerja kuli dan ibu hanya ibu rumah tangga, jadi saya kejalan untuk membantu mereka.”(Wawancara dengan I5-5 di Kebon Jahe Kota Serang, 25 Mei 2016)
Berdasarkan hasil wawancara dengan I8-1 dan I5-5, bahwa lingkungan
ekonomi dibeberapa daerah di Kota Serang memang menjadi salah satu faktor
yang menghambat kebijakan program Pos Sahabat Anak di Kota Serang yang
bertujuan menekan jumlah anak jalanan, karena pada dasarnya anak-anak yang
menjadi anak jalanan adalah anak anak yang ekonomi keluarganya tidak mampu
sehingga mereka terpaksa turun kejalan untuk membantu ekonomi keluarganya.
Namun terkait lingkungan ekonomi pada kebijakan program Pos Sahabat Anak
tidak semua daerah yang menjadi sasaran dari program Pos Sahabat Anak berada
di garis angka kemiskinan. Seperti yang diungkapakan oleh salah satu petugas Pos
Sahabat Anak di daerah Ciceri Kota Serang, beliau mengatakan:
“Kondisi lingkungan ekonomi di Daerah Ciceri dan Alun-alun bisa dibilang cukup kondusi, sudah dibilang rata rata cukup kebutuhan ekonominya, tapi tidak jarang ada saja warga yang masuk kategori tidak mampu di satu desa, mungkin di desa mas juga adalah beberapa warganya yang kurang mampu
161
kan? Nah dari keluarga yang tidak mampu inilah biasanya anak-anak jalanan itu berasal.”(Wawancara dengan I4-4 di Ciceri Kota Serang, 26 Mei 2016) Hal yang diungkapakan juga dibenarkan oleh salah satu petugas Pos Sahabat
Anak di Daerah Alun-Alun Timur Kota Serang, beliau mengatakan:
“Kalau di daerah Alun-alun dan Ciceri memang beda dengan di Kebon Jahe, disini alhamdulilah kondisi ekonomi lingkunganya sudah baik, terutama di alun-alun, karena disini dari hasil pendataan anak jalanan keluarganya mampu sebenarnya, hanya karena anak-anaknya ke jalan untuk menambah uang jajan dan main warnet biasanya, dan tidak jarang kalau disini pendatang anak jalananya dari daerah lain.”(Wawancara dengan I4-2 di Alun-alun Timur Kota Serang, 27 Mei 2016)
Berdasarkan hasil wawancara dengan I4-4 dan I4-2, dapat diketahui bahwa
kondisi lingkungan ekonomi disetiap daerah pembangunan Pos Sahabat Anak dan
tujuan dari sasaran kebijakan berbeda beda walaupun berada dalam satu kota yang
sama di Kota Serang. Tidak kondusifnya kondisi lingkungan ekonomi menjadi
salah satu faktor yang menghambat pelaksanaan kebijakan Pos Sahabat Anak di
Kota Serang, karena pada dasarnya anak anak yang menjadi anak jalanan di Kota
Serang adalah anak-anak yang kondisi ekonominya kurang beruntung, sehingga
mereka turun kejalan untuk ikut memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya dan
kebutuhan diri sendiri. Dan tidak jarang ada anak-anak yang turun kejalan untuk
memnuhi kebutuhan hidupnya sendiri dank arena pergaulan. Hal serupa juga
dibenarkan oleh Kasi Pelayanan dan Perlindungan Sosial Anak dan Lansia Dinas
Sosial Kota Serang, beliau mengatakan:
“Kondisi lingkungan ekonomi pada sasaran kebijakan sangat berpengaruh sekali, dan kalau untuk daerah Ciceri dan Alun-Alun Timur Kota Serang kondisi lingkungan ekonominya rata-rata sudah kondusif tidak seperti di daerah sekitar Pos Sahabat Anak yang di Kebon Jahe, karena di daerah Ciceri masuk daerah perkotaan yang sudah berkembang, bisa dilihat sudah banyak bangunan tempat makan, dan supermarket, tetapi semua itu juga tidak menjamin warga disekitarnya ikut terdorong perekonomianya, ada saja
162
warga tidak mampu di ciceri juga mas.(Wawancara dengan I2 di Dinas Sosial Kota Serang, 27 Mei 2016) Berdasarkan hasil wawancara dengan I2 bahwa lingkungan ekonomi sangat
berpengaruh dalam keberhasilan ataupun menjadi hambatan kebijakan program
Pos Sahabat Anak. Karena di Kota Serang masih ada masyarakat yang masuk
kategori tidak mampu yang menjadi faktor meningkatnya jumlah anak jalanan di
Kota Serang. Karena anak jalanan pada dasarnya muncul karena kebutuhan
ekonomi keluarga yang kurang beruntung, sehingga mereka mau tidak mau ikut
membantu perekonomian keluarga. Dalam hal ini pemerintah daerah dan pembuat
kebijakan harus bekerjasama untuk bisa membuat solusi menangani maslah
lingkungan ekonomi di daerah sasaran kebijakan program Pos Sahabat Anak di
Kota Serang, sehingga program Pos Sahabat Anak berjalan efektif. Seperti yang
diungkapakan Kabid Penegakan Peraturan Perundang-undangan Daerah (PPUD)
Satuan Polisi Pamong Praja (SATPOL PP) Kota Serang, beliau mengatakan:
“Pemerintah juga harus memperhatikan kondisi lingkungan ekonomi di daerah yang akan menjadi sasaran kebijakan, bagaimana kondisi disana dan harus mencari solusinya supaya anak-anak tidak turun lagi kejalan karena alasan ekonomi keluarga dan lain sebagaianya. Walaupun ada juga yang memang menjadi anak jalanan karena pergaulan dan pengaruh lingkungan sosial di daerahnya.”(Wawancara dengan I3-1 di Satuan Polisi Pamong Praja (SATPOL PP) Kota Serang, 12 April 2016)
Berdasarkan hasil wawancara dengan I3-1 , Pemerintah Daerah harus mencari
solusi yang terbaik menanggapi masalah lingkungan ekonomi di daerah yang
menjadi sasaran kebijakan. Sehingga tidak ada lagi anak-anak yang turun
kejalanan karena ekonomi keluarga yang kurang beruntung. Dalam masalah
pelaksanaan suatu kebijakan lingkungan ekonomi yang kurang kondusif atau tidak
mendukung untuk ikut membuat kebijakan itu efektif menjadi salah satu faktor
163
yang sangat harus diperhatikan oleh pembuat kebijakan dan pemerintah daerah.
Terkait solusi untuk menanggapi masalah lingkungan ekonomi pada pelaksanaan
program Pos Sahabat Anak, Kasi Pelayanan dan Perlindungan Sosial Anak dan
Lansia Dinas Sosial Kota Serang menanggapi hal tersebut, beliau mengatakan:
“Kami sudah mencari solusi menanggapi masalah ini, kami pernah mendatangi salah satu keluarga dari anak jalanan yang terdata oleh kami untuk diberikan bantuan, kami buatkan usaha seperti warung kecil supaya bisa ikut mendorong ekonomi keluarga tersebut. Tapi tetap saja orang tua mereka membiarkan anak-anaknya kembali ke jalanan.”(Wawancara dengan I2 di Dinas Sosial Kota Serang, 15 April 2016) Berdasarkan hasil wawancara dengan I2 , dapat diketahui pemerintah daerah
sudah menanggapi masalah lingkungan ekonomi di daerah yang memang menjadi
penghambat pada pelaksanaan program Pos Sahabat Anak, karena lingkungan
Sosial disekitar sasaran kebijakan tidak mendukung juga maka yang terjadi anak-
anak kembali kejalanan. Dengan demikian, kondisi ekonomi di Kota Serang
dalam beberapa aspek dan di beberapa daerah sasaran kebijakan masih belum
kondusif untuk mendukung pelaksanaan Program Pos Sahabat Anak di Kota
Serang.
Sementara Terkait kondisi sosial lingkungan di Kota Serang dalam
pelaksanaan kebijakan program Pos Sahabat Anak juga sangat mempengaruhi
efektif atau tidaknya kebijakan ini. Seperti yang diungkapkan oleh Kasi
Perlindungan Anak dan Lanjut Usia Dinas Sosial Provinsi Banten, beliau
mengatakan:
“Jelas sangat berpengaruh, sejauh ini terkait lingkungan sosial di Kota Serang dan sekitaran Pos Sahabat Anak belum mendukung kebijakan program ini.”(Wawancara dengan I1-1 di Dinas Sosial Provinsi Banten 5 April 2016)
164
Berdasarkan hasil wawancara dengan I1-1 , dapat kita ketahui bahwa selain
lingkungan ekonomi yang menjadi faktor keberhasilan atau kegagalan program
Pos Sahabat Anak di Kota Serang, ada juga faktor lingkungan sosial pada sasaran
kebijakan. Jika lingkungan pada sasaran kebijakan tidak ikut mendukung
pelaksanaan program ini maka sulit bagi pemerintah daerah atau pembuat
kebijakan untuk membuat kebijakan menjadi efektif. Seperti yang diungkapkan
oleh Kasi Pelayanan dan Perlindungan Sosial Anak dan Lansia Dinas Sosial Kota
Serang:
“Jelas sangat berpengaruh apalgai untuk kebijakan Pos Sahabat Anak ini yang sasaran kebijakanya anak jalanan, anak jalanan itu biasanya mereka kejalan selain karna faktor ekonomi keluarga karena faktor sosial dilingkunganya, ada yang karena ikut ikutan temannya, dan karena dilingkunganya tidak ada yang menegor atau melarang dia untuk tidak kejalan. (Wawancara dengan I2 di Dinas Sosial Kota Serang, 11 Mei 2016) Berdasarkan hasil wawancara dengan I2 , dapat diketahui bahwa kondisi
sosial lingkungan di Kota Serang menjadi salah satu faktor yang menyebabkan
anak-anak menjadi anak jalanan dan meningkatnya jumlah anak jalanan di Kota
Serang. Pergaulan yang bebas dan sikap para orang tua dan orang orang
disekitarnya yang seakan tidak mencegah menjadi faktor yang membuat
pelaksanaan program Pos Sahabat Anak ini menjadi tidak efektif, kurangnya
sosialisasi dari pemerintah daerah terkait program Pos Sahabat Anak ini juga
menjadikan pelaksanaan program Pos Sahabat Anak ini tidak maksimal. Seperti
yang diungkapkan oleh salah satu Petugas Pos Sahabat Anak di Kebon Jahe Kota
Serang, beliau mengatakan:
“Kondisi sosial dilingkungan Kebon Jahe ini masih belum mendukung untuk kebijakan program ini, rata-rata anak jalanan disini bahkan hampir di setiap Pos Sahabat Anak yang lain juga dibiarkan oleh orang tuanya turun
165
kejalan, dan biasanya juga karena ikut-ikutan, karena melihat temannya mendapat uang dengan mudah dari hasil dijalan menimbulkan anak-anak yang lain ikut ikutan kejalan. Selain itu juga, ada beberapa anak yang memang korban dari perceraian atau broken home, ini yang lebih miris, dari pihak orang tua sudah tidak ada yang peduli dengan apa yang dilakukan oleh anaknya, apalagi dari tetangga atau lingkungan sekitarnya, mereka tidak ada yang mencegah. Seharusnya pemerintah memberikan solusi bagi anak anak yang korban dari perceraian seperti ini.”(wawancara dengan I4-1 di Pos Sahabat Anak Kebon Jahe, 17 Mei 2016)
Hal serupa juga dibenarkan oleh Staff Pelaksana Seksi Perlindungan Anak
dan Lansia Dinas Sosial Kota Serang sekaligus petugas Pos Sahabat Anak, beliau
mengatakan:
“Sudah sering kami himbau orang tuanya untuk tidak membiarkan anak anaknya kejalanan lagi, tapi yang ada balik lagi kejalan. Dan masyarakat sekitarnya juga tidak ada yang ikut mencegah. Karena faktor inilah yang membuat anak-anak kembali lagi kejalan”(Wawancara dengan I1-2 di Dinas Sosial Provinsi Banten, 23 Mei 2016)
Berdasarkan hasil wawancara dengan I4-1 dan I1-2, bahwa masih minimnya
tingkat kepedulian orang tua dan masyarakat untuk ikut mencegah dan
menghimbau anak anak untuk tidak turun kejalan. Terlepas dari Kota Serang yang
sebagai Ibu Kota dari Provinsi Banten, masyarakatnya cenderung individualis dan
kurang peduli dengan kondisi masyarakat dilingkungan sekitarnya. Sehingga
berdampak kepada anak anak yang tidak mendapatkan perhatian dan himbauan
tentang larangan menjadi pengemis atau anak jalanan. Karena dalam tahap
pelaksanaan kebijakan program Pos Sahabat Anak diperlukanya partisipasi
masyrakat dilingkungan sekitar untuk ikut mensukseskan kebijakan program Pos
Sahabat Anak dengan cara peduli kepada kondisi sosial lingkungan disekitar,
menghimbau, serta mecegah anak anak untuk kembali kejalan supaya program
Pos Sahabat Anak menjadi efektif.
166
Terlepas dari faktor lingkungan ekonomi, dan lingkungan sosial dalam
pelaksanaan kebijakan program Pos Sahabat Anak dukungan eksternal dari elite
politik juga menjadi faktor penentu keberhasilan dan kegagalan suatu kebijakan.
Unsur politik pada dasaranya tidak bisa dilepaskan dari suatu kebijakan.
Dukungan stakolder juga menjadi faktor penting terkait masalah menekan jumlah
anak jalanan di Kota Serang, seperti yang dikatakan oleh Staff Pelaksana Seksi
Perlindungan Sosial Anak dan Lansia Dinas Sosial Provinsi Banten Beliau
mengatakan:
“Jelas mempengaruhi, bahkan awal mulanya dibentuk program ini karena pada waktu itu kepala dinas kami berbincang dengan bapak sekda Provinsi Banten, terkait pemanfaatan anggaran untuk masalah kesejahteraan sosial khususnya untuk anak. Karena memang pada waktu itu kedekatan beliau jadi kami Dinas Sosial Provinsi Banten diberikan anggaran untuk membuat program penanganan masalah kesejahteraan sosial, dan disitu kami memilih untuk membuat program Pos Sahabat Anak, singkatnya seperti itu. Dan itu masuk kedalam unsur politik karena mereka mempunyai kedekatan sehingga memperlancar terkait masalah anggaran dan pemberian kewenangan.” (Wawancara dengan informan I1-2, di Kantor Dinas Sosial Provinsi Banten, 8 April 2016)
Dari hasil wawancara dengan I1-2, dapat diketahui bahwa unsur politis tidak
dapat dipisahkan dari suatu kebijakan, seperti diketahui dari hasil wawancara
diatas adanya kedekatan antara Sekda Provinsi Banten dan Kepala Dinas Provinsi
Banten pada masa itu membuat hal ini sedikit banyakanya mampu memperlancar
urusan anggaran dan pemeberian kewenangan kepada Dinas Sosial Provinsi
Banten untuk program Pos Sahabat Anak. Selain dukungan dari elite politik,
dukungan dari partisipan kebijakan seperti stakeholder dan masyarakat juga
dibutuhkan untuk mendukung kebijakan program Pos Sahabat Anak ini. Seperti
167
yang disampaikan oleh Staff Pelaksana Seksi Perlindungan Sosial Anak dan
Lansia Dinas Sosial Provinsi Banten, beliau mengatakan:
“Sampai sejauh ini dukungan dari DPRD terhadap program ini sangat baik, buktinya program ini masih berjalan sampai sekarang. Dan rencananya akan kami hibahkan kepada Dinas Sosial dimasing-masing Kota untuk mengurus langsung program Pos Sahabat Anak ini, dan dari masyarakat juga mendukung, dengan ikut terlibat langsung untuk menekan jumlah anak jalanan di Kota Serang”. (Wawancara dengan informan I1-2, di Kantor Dinas Sosial Provinsi Banten, 8 April 2016) Hal senada juga disampaikan oleh Kasi Pelayanan dan Perlindungan Sosial
Anak dan Lansia Dinas Sosial Kota Serang, beliau mengatakan:
“Sampai sejauh ini dukungan dari masyarakat sangat bagus merespone kebijakan program ini, dengan mau ikut terlibat langsung dengan para tokoh masyarakat menjadi petugas Pos Sahabat Anak. Untuk ikut terlibat langsung terkait kebijakan ini”.(Wawancara dengan informan I2, di Kantor Dinas Sosial Kota Serang, 13 April 2016).
Berdasarkan hasil wawancara dengan I1-2 dan I2, dapat diketahui bahwa
dukungan dari elite politik yaitu DPRD terkait pelaksanaan program Pos Sahabat
Anak di Kota Serang sangat baik, dengan masih berjalanya program ini sampai
sekarang. Dan dukungan dari stakeholder dan tokoh masyarakat dilingkungan
kebijakan juga mendukung untuk ikut mensukseskan pelaksanaan program Pos
Sahabat Anak di Kota Serang dengan terlibat secara langsung menjadi petugas Pos
Sahabat Anak. Terkait dukungan dari tokoh masyarakat selaku stakeholder dalam
kebijakan program Pos Sahabat Anak ini, tokoh masyarakat dilingkungan
kebijakan daerah Kebon Jahe Kota Serang mengatakan:
“Kalau saya sangat mendukung program ini, melihat semakin banyaknya jumlah anak jalanan di Kota Serang, khusunya di lingkungan Kebon Jahe, tetapi saya rasa pemerintah perlu meingkatkan lagi sosialisasi ke masyarakat terkait masalah anak jalanan dan larangan menjadi anjal supaya masyarakat yang lain juga bisa ikut mendukung program ini, karena yang saya tahu masyarakat masih banyak yang belum mengetahui tentang program ini dan
168
tujuan dari program ini.”(Wawancara dengan I4-1, di Kediaman beliau, 14 April 2016). Hal serupa juga dinyatakan oleh Ketua Lembaga Perlindungan Anak, beliau
mengatakan:
“Kalau saya jelas sangat mendukung terkait program yang bertujuan mensejahterakan anak, namun pemerintah daerah terkait seharusnya bisa meningkatkan lagi sosialisasi kepada masyarakat untuk ikut mendukung program ini karena masih banyak orang tua dari anak jalanan yang membiarkan anaknya menjadi anjal, dan lingkungan disekitar terkesan tidak peduli sehingga membiarkan anak-anak menjadi anjal. Dan pemerintah juga harus lebih banyak melibatkan stakeholder untuk mendukung dan mensukseskan program ini.”(Wawancara dengan informan I7, di Kantor Lembaga Perlindungan Anak Provinsi Banten, 16 Mei 2016). Hal senada juga dinyatakan oleh masyarakat sekitar Daerah Ciceri Kota
Serang, beliau mengatakan:
“Memang benar saya rasa juga kurang memaksimalkan sosialisasi kepada masyarakat yang lain dilingkungan sekitar untuk mendukung kebijakan ini, karena saya masih banyak menemui keluarga dan para tetangga yang membiarkan anak-anak menjadi anak jalanan”.(Wawancara dengan I8-2, di Kediaman beliau, 21 April 2016).
Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa kondisi
eksternal lingkungan sosial,ekonomi,politik dalam pelaksanaan kebijakan program
Pos Sahabat Anak masih belum kondusif, khusunya terkait lingkungan sosial dan
ekonomi. Karena kondisi sosial masyarakat dilingkungan sasaran kebijakan masih
terbilang individualis untuk ikut mencegah para anak jalanan kembali kejalanan,
kondisi sosial ini yang menjadi salah satu faktor sulitnya mengatasi jumlah anak
jalanan di Kota Serang. Selain itu Kondisi ekonomi dilingkungan sasaran
kebijakan juga menjadi faktor penghambat kebijkan program Pos Sahabat Anak
ini, kondisi ekonomi dilingkungan sasaran kebijakan memaksa para anak jalanan
kembali kejalanan, karena ekonomi dilingkungan sekitar masih masuk kategori
169
tidak mampu sehingga banyak anak jalanan yang kembali kejalanan karena faktor
lingkungan ekonomi disekitar mereka memaksa mereka kembali kejalanan.
4.10. Pembahasan
Kebiajakan Program Pelaksanaan Pos Sahabat Anak pada di Kota Serang ini
dibuat oleh pemerintah Daerah Provinsi Banten dengan tujuan untuk menekan dan
mengurangi jumlah anak jalanan di Kota Serang. Masalah anak jalanan di Kota
Serang yang semakin meningkat dan marak keberadaanya menjadi masalah serius
yang harus diperhatikan khususnya oleh Pemerintah Daerah setempat. Dengan
bertujuan untuk menekan jumlah anak jalanan Sekaligus mewujudkan kota yang
bersih, indah, tertib dan aman dengan tanpa adanya anak jalanan yang beraktivitas
dijalanan Dinas Sosial Provinsi Banten bekerja sama dengan Dinas Sosial Kota
Serang dan dinas-dinas terkait untuk melaksanakan program Pos Sahabat Anak
ini.
Dalam penelitian ini peneliti akan fokus pada pelaksanaan Program Pos
Sahabat Anak di Kota Serang, dimana berdasarkan mekanisme implementasi
kebijakan menurut Donald Van Metter dan Carl Van Horn ada enam faktor yang
mempengaruhi agar implementasi kebijakan bisa berjalan dengan baik, yaitu:
1. Ukuran dan Tujuan Kebijakan: Ukuran dan Tujuan Kebijakan.
2. Sumber-sumber Kebijakan: Manusia, Anggaran, Sarana dan Prasaran,
Waktu.
3. Komunikasi Antar Organisasi
4. Karakteristik Agen Pelaksana: Birokrasi/Lembaga.
170
5. Sikap/Kecenderungan Para Pelaksana: Inisiatif, Partisipatif.
6. Lingkungan Ekonomi, Sosial dan Politik: Ekonomi, Sosial, Politik.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti mengenai
pelaksanaan Program Pos Sahabat Anak di Kota Serang masih belum optimal,
Dari hasil observasi dan didukung dengan hasil wawancara peneliti dari berbagai
sumber dan informan terdapat masalah-masalah teknis dalam pelaksanaan
program Pos Sahabat Anak di Kota Serang. Hal ini berdasarkan dari pambahasan
dimensi-dimenasi yang peneliti gunakan sebagai pedoman penelitian, yaitu:
4.10.1.Ukuran dan Tujuan Kebijakan
Ukuran dan Tujuan Kebijakan, Ukuran dan Tujuan Kebijakan dalam
program Pos Sahabat Anak adalah bagaimana pembuat kebijakan yaitu Dinas
Sosial Provinsi Banten menetukan ukuran dari program Pos Sahabat Anak dan
Tujuan yang jelas dengan diadakanya program Pos Sahabat Anak khusunya di
Kota Serang ini. Pelaksanaan kebijakan sangat membutuhkan perencanaan
pelaksanaan dan perencanaan pencapaian yang baik, dimana implementor yang
bertugas sudah seharusnya mengetahui ukuran pelaksanaan dan tujuan dari
pelaksanaan tersebut agar bisa berjalan dengan sesuai perencanaan dalam
pelaksanaannya maupun tujuannya. Dalam indikator ukuran dan tujuan disini
memiliki variabel yang sama, yaitu ukuran dan tujuan kebijakan.
Dalam penelitian ini, ukuran dari kebijakan ini adalah bagaimana para
implementor memahami dan mengetahui ukuran dan maksud tujuan dari
diadakanya program Pos Sahabat Anak di Kota Serang itu sendiri. Dalam
171
penelitian ini, peneliti melakukan wawancara dengan beberapa lembaga
pemerintah, lapisan masyarakat, maupun lembaga non pemerintah yang terkait
dan mengetahui serta paham denga maksud dan tujuan dari kebijakanprogram Pos
Sahabat Anak di Kota Serang. Dari indikator tujuan kebijakanya adalah
bagaimana pemerintah Daerah Provinsi Banten dan Pemerintah Daerah Kota
Serang serta dinas-dinas terkait dan masyarakat bisa menekan jumlah anak jalanan
di Kota Serang dan bisa memberikan solusi untuk anak jalanan yang pada tiga
tahun terkhir semakin meningkat dan marak keberadaanya di jalana-jalan, tempat
makan, taman kota, pasar, dan tempat-tempat umum lainnya di Kota Serang. Dari
hasil penelitian menunjukan bahwa ukuran dan tujuan kebijakan sangat positif
untuk menekan jumlah anak jalanan dan berdampak baik untuk masyarakat dan
anak-anak jalanan di Kota Serang dan mendapat respone positif dari masyarakat
dan lembaga lemabaga non pemerintah yang terkait dengan masalah anak. Dengan
tujuan untuk mengatasi jumlah anak jalanan yang semakin meningkat di Kota
Serang program Pos Sahabat Anak ini diharapakan dapat menjadi solusi untuk
menangani masalah anak jalanan di Kota Serang.
Inisiatif dinas Sosial Provinsi Banten dalam keseriusan menanggapi masalah
anak jalanan di Kota Serang ini bisa dilihat dengan dibangunya Pos Sahabat Anak
dibeberapa ttitik di daerah Kota Serang, yang lokasinya berada di Ciceri Kota
Serang, Kebon Jahe Kota Serang, dan Alun-Alun Timur Kota Serang. Pos Sahabat
Anak ini dibentuk untuk menekan jumlah anak jalanan di Provinsi Banten
khususnya di Kota Serang, selain itu bertujuan untuk menciptakan generasi
penerus bangsa yang lebih baik dan berkompeten, dan meciptkana Kota Serang
172
yang aman dan tertib dengan tidak adanya lagi anak-anak yang menjadi anak
jalanan atau melakukan aktivitas anak jalanan di jalan-jalan Kota Serang. Namun
terkait menangani masalah anak jalanan yang sudah menjadi problematika
diseluruh perkotaan di Indonesia tidak semudah membalikan telapak tangan, maka
dari itu Dinas Sosial Provinsi Banten dan dinas-dinas terkait butuh bekerja dengan
extra dan waktu yang lumayan lama untuk mengatasi masalah anak jalanan di
Kota Serang ini.
Dari indikator ukuran dan tujuan kebijakan tersebut, peneliti dapat
mengambil kesimpulan bahwa dalam pelaksanaan program Pos Sahabat Anak
oleh Dinas Sosial Provinsi Banten di Kota Serang sudah jelas namun belum
terperinci dan membutuhkan waktu yang lebih lama terkait menekan jumlah anak
jalanan di Kota Serang.
Dalam melaksanakan program Pos Sahabat Anak di Kota Serang,
seharusnya dijalanakan tidak hanya dijalankan secara jelas namun juga harus
dijalankan secara teperinci. Maksud dari menjalankan program Pos Sahabat Anak
secara terperinci adalah Dinas Sosial Provinsi Banten selaku pembuat kebijakan
Program Pos Sahabat Anak dan SKPD yang terkait hanya melakukan pendataan
para anak-anak jalanan tanpa adanya tindak lanjut. Seharusnya, untuk
menyelesaikan masalah ini Dinas Sosial Provinsi Banten merumuskan ulang
program Pos Sahabat Anak ini sampai pada tingkat penanganan lebih lanjut tidak
hanya sebatas pendataan untuk anak-anak jalanan sehingga mereka tidak kembali
kejalanan dan mendapatkan manfaat dari program Pos Sahabat Anak.
173
4.10.2.Sumber-sumber Kebijakan
Indikator yang kedua yang juga mempengaruhi keberhasilan dari
implementasi kebijakan adalah sumber daya. Sumber daya merupakan hal yang
penting, seperti yang diungkapkan oleh Van Metter dan Van Horn bahwa sumber
daya kebijakan harus juga tersedia dalam rangka untuk memperlancar administrasi
implementasi suatu kebijakan. Sumber daya ini terdiri dari sumber daya manusia,
sumber daya anggaran, sumber daya saran dan prasarana, sumber daya waktu.
Pertama yaitu sumber daya manusia, seluruh pelaksana atau sumber daya
yang terkait dalam kebijakan ini dipilih sesuai dengan bidang dan tugasnya selama
ini agar dalam pelaksanaannya tidak menemukan permasalahan di lapangan,
karena pelaksanaan kebijakan ini menyangkut masyarakat publik.
Dalam penelitian ini, peneliti menemukan masalah terkait sumber daya
manusia dalam pelaksanaan program Pos Sahabat Anak di Kota Serang. Terdapat
kekurangan personil untuk pemantauan kepada para petugas Pos Sahabat Anak di
lapangan khusunya di Kota Serang, dan kurang kompeten dan kurang memiliki
rasa empati yang tinggi untuk para petugas dilapangan terkait penanganan
masalah anak jalanan dilapangan.
Dalam petunjuk pelaksanaan program Pos Sahabat Anak yang disusun oleh
Dinas Sosial Provinsi Banten, petugas Pos Sahabat Anak pada masing-masing Pos
Sahabat Anak harus memiliki empat petugas. yang mana empat petugas tersebut
dibagi menjadi dua waktu kerja pada setiap harinya, pembagian waktu tersebut
merupakan inisiatif dari para petugas Pos Sahabat Anak mengingat tidak
kondusifnya Pos Sahabat Anak yang terlalu sempit, padahal Dinas Sosial Provinsi
174
Banten menetapkan empat petugas per pos sudah merupakan standar yang telah
ditetapkan pada petunjuk pelaksana program ini. Solusi dalam permasalahan ini
adalah penambahan petugas dimasing-masing Pos Sahabat Anak untuk memantau
dan mengawasi aktivitas para petugas Pos Sahabat Anak dilapangan sehingga para
petugas dilapangan dapat bekerja dengan sesuai dengan tugas dan fungsi yang
tercantum dalam petunjuk pelaksanaan program Pos Sahabat Anak di Kota
Serang. Dan terkait sumber daya manusia para petugas pos yang kurang
berkompeten dan kurang memilik rasa empati, seharunya Dinas Sosial Provinsi
Banten lebih selektif lagi dengan melihat kualitas para calon petugas apakah
sesuai dengan yang dibutuhkan untuk melaksanakan kebijakan ini, dan pada tahap
seleksi juga harus menguji rasa empati yang dimiliki oleh para calon petugas guna
menghasilkan petugas pos sahabat anak yang berkompeten dan memiliki rasa
empati yang tinggi untuk menangani para anak-anak jalanan dilapangan.
Kedua,dalam keterangan yang ada di lembaran peraturan daerah sudah
tertuang bahwa anggaran di dapat dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD), tidak hanya dari APBD Provinsi Banten yang digunakan dalam
pelaksanaan program Pos Sahabat Anak, namun ikut menggunakan APBD Kota
Serang untuk ikut membantu pelaksanaan program Pos Sahabat Anak di Kota
Serang khusunya untuk pmebinaan dan gaji para petugas Pos Sahabat Anak di
Kota Serang.
Dari semua lembaga pemerintah dan para petugas pelaksana yang peneliti
wawancara terkait anggaran dalam pelaksanaan program Pos Sahabat Anak di
Kota Serang, masih dirasa kurang mencukupi untuk melaksanakan program Pos
175
Sahabat Anak di Kota Serang. Ini dilihat berdasarkan hasil wawancara dengan
Kasi Dinas Sosial Kota Serang dan petugas Pos Sahabat Anak yang membenarkan
kurang mencukupinya gaji untuk petugas dan terkait masalah bangunan Pos
Sahabat Anak di Kota Serang, sehingga pemerintah tidak dapat menekan para
pelaksana dilapangan untuk bekerja maksimal dengan gaji yang minim. Dan para
petugas tidak bisa memaksimalkan tugasnya karena kondisi pos yang kecil.
Berdasarkan penjelasan diatas terkait anggaran dalam pelaksanaan program
Pos Sahabat Anak di Kota Serang, seharusnya Dinas Sosial Provinsi Banten
selaku pembuat kebijakan Pos Sahabat Anak merumuskan kembali masalah terkait
kurang mencukupinya anggaran dalam pelaksanaan Pos Sahabat Anak di Kota
Serang sehingga tidak ada lagi alasan petugas yang mengeluh terkait masalah gaji
petugas dan bangunan dari pos sahabat anak yang kecil dan ltidak layak.Sehingga
Dinas Sosial Provinsi Banten dan Dinas Sosial Kota bisa menekan kinerja para
petugas dilapangan untuk memaksimalkan tugasnya,dan program Pos Sahabat
Anak berjalan dengan efektif.
Ketiga yaitu sarana dan prasarana, yang dimaksud dalam penelitian ini
peneliti mendefinisikan sarana dan prasarana yaitu fasilitas yang tersedia untuk
pelaksanaan yang dimiliki oleh para pelaksana dan fasilitas untuk para sasaran
kebijakan yaitu anak jalanan. Dari sarana dan prasarana yang dimiliki oleh
petugas Pos Sahabat Anak dilapangan peneliti menarik kesimpulan bahwa sarana
untuk para petugas dilapangan masih kurang memenuhi standart terkait bangunan
Pos Sahabat Anak yang kecil, dan tidak adanya rumah singgah untuk para anak
176
jalanan terkait penanganan lebih lanjut untuk mereka dan untuk pembentukan
mental, pemberian motivasi, dan pelatihan life skill
Solusi terkait masalah sarana dan prasarana untuk mendukung pelaksanaan
program Pos Sahabat Anak adalah yang pertama, merumuskan kembali program
Pos Sahabat Anak ini terkait sarana dan prasarana. Anatara lain, Pos Sahabat
Anak yang tidak memenuhi standar terlihat dari ukurang bangunan pos yang
terlalu kecil untuk ditempati oleh empat petugas. Ukuran pos yang tersedia kurang
lebih hanya cukup untuk ditempati oleh satu sampai dua orang. Ukuran pos yang
dimaksud memenuhi standar seharusnya dapat ditempati oleh empat orang pada
tiap pos dan memiliki fasilitas yang dibutuhkan oleh para petugas seperti kipas
angin dan lain-lain.Selain itu Solusi terkait permasalahan tidak adanya rumah
singgah untuk para anak jalanan. Seharusnya Dinas Sosial Provinsi Banten
merumuskan kembali dengan menyediakan rumah singgah yang layak yang di
khusukan untuk para anak jalanan untuk digunakan sebagai tempat pembinaan dan
pelatiha life skill bagi anak-anak jalanan yang terjaring oleh para petugas Pos
Sahabat Anak dilapangan.
Keempat yaitu waktu ,Pelaksanaan suatu kebijakan membutuhkan waktu
yang fungsinya untuk memacu pelaksanaan kebijakan berjalan sesuai dengan
perencanaan. Dari semua informan terkait waktu pelaksanaan program Pos
Sahabat Anak di Kota Serang yang peneliti wawancarai, dapat dikatakan waktu
yang diberikan sudah cukup jika hanya dalam pelaksanaan, namun kendalanya
hanya pada waktu yang masih kurang sesuai terkait jam operasional yang
diberikan kepada petugas Pos Sahabt Anak dilapangan, waktu jam operasional
177
yang harus dirubah yang awal mulanya dari pukul 08.00-16.00 harus dirubah
menjadi pukul 16.00-22.00, perubahan ini diperlukan terkait jam aktivitas anak
jalanan yang memang dimulai pada pukul 16.00 sore karena pada pagi hari anak
jalanan sekolah dan karena pada sore hari aktivitas jalan raya sedang ramai.
Solusi terkait masalah waktu dalam pelaksanaan program Pos Sahabat Anak
di Kota Serang adalah, Dinas Sosial Provinsi Banten selaku pembuat kebijakan
harus kembali merumuskan dan merubah jam operasional para petugas
dilapangan. karena jam operasional petugas yang sekarang tidak tepat karena tidak
pada jam anak jalanan melakukan kegiatan dan aktivitasnya sehingga para petugas
dilapangan kesulitan mencari anak jalanan dan melakukan pendataan kepada
mereka.
4.10.3. Komunikasi Antar Organisasi
Komunikasi Antar Organisasi dalam pelaksanaan program Pos Sahabat
Anak adalah bagaimana Dinas Sosial Provinsi Banten sebagai pembuat kebijakan
melakukan komunikasi dan koordinasi dengan Dinas Sosial Kota Serang, Satuan
Polisi Pamong Praja dan para agen pelaksana lainya yang terlibat dalam
pelaksanaan program Pos Sahabat Anak di Kota Serang. dalam kerangka
penyampaian informasi kepada para pelaksana kebijakan tentang apa yang
menjadi standard dan tujuan harus konsisten dan seragam dari berbagai sumber
informasi. Disamping itu koordinasi juga merupakan mekanisme yang ampuh
dalam implementasi kebijakan. Semakin baik koordinasi komunikasi di antara
178
pihak-pihak yang terlibat dalam implementasi kebijakan, maka kesalahan akan
semakin kecil, demikian sebaliknya.
Dalam pelaksanaan Program Pos Sahabat Anak ini komunikasi internal
antara dinas-dinas yg terkait sudah baik, koordinasinya juga sudah baik. Mereka
melakukan komunikasi dengan cara diundang ke kantor Dinas Sosial Kota Serang,
terkadang didatangi langsung ke lapangan oleh orang dari Dins Sosial Kota
Serang, bahkan terkadang petugas pos sahabat anak juga di sms untuk
menanyakan permasalahan-permasalahan apa yang ada di lapangan. Jika ada
masalah maka semua dinas-dinas yang terkait akan langsung saling
berkomunikasi dan berkoordinasi. Tetapi untuk komunikasi dengan lembaga
eksternal misalkan swasta dan Lembaga Perlindungan Anak Provinsi Banten,
komunikasi dan koordinasinya masih sangat kurang. Lembaga Perlindungan Anak
tidak dilibatkan dalam pelaksanaan program pos sahabat anak, padahal lembaga
perlindungan anak merupakan lembaga yang khusus menangani masalah anak.
Komunikasi yang terjalin hanya pada saat awal pembentukan program pos sahabat
anak, lembaga perlindungan anak di undang dan di beritahu, tetapi hanya sampai
pada tahap itu saja. Selain itu juga pelaksanaan jam kerja petugas pos yang tidak
sesuai dengan keadaan di lapangan, karena aktifitas anak jalanan yang dilakukan
pada sore sampai malam hari padahal jam operasional petugas dari pagi hingga
sore hari saja.
Untuk soulusinya Dinas Sosial Provinsi Banten sebagai pembuat dan
pengatur kebijakan Program Pos Sahabat Anak harus lebih melibatkan pihak
ekternal misalkan swasta, Lembaga Perlindungan Anak, dan lembaga-lembaga
179
lainnya yang sesuai dengan program pos sahabat anak ini agar dapat ikut
mensukseskan program pos sahabat anak imi. Kemudian perlunya evaluasi atau
perubahaan jam kerja petugas pos sahabat anak supaya dapat mengikuti aktifitas
anak jalanan yang beraktifatas pada sore dan malam hari.
4.10.4.Karakteristik Agen Pelaksana
Beberapa informan terkait kesesuaian, kesiapan, dan ketepatan organisasi
formal ataupun organisasi informal dalam pelaksanaan kebijakan program Pos
Sahabat Anak di Kota Serang peneliti menarik kesimpulan bahwa organisasi
formal / pemerintah daerah sudah tepat dan sesuai dengan tugas dan fungsinya
masing-masing dan sudah sesuai dengan petunjuk pelaksana dari pembuat
kebijakan. Sedangkan untuk organisasi informal / diluar pemerintah perlunya
melibatkan lebih banyak lagi organisasi informal dalam pelaksanaan program Pos
Sahabat Anak ini seperti, Lembaga Perlindungan Anak Provinsi ataupun Kota,
Forum Anak Kota Serang, dan pihak Swasta, agar terciptanya sinegritas yang baik
dan program Pos Sahabat Anak berjalan dengan Efektif.
Untuk solusinya pemerintah harus merumuskan kembali untuk melibatkan
pihak-pihak lain lembaga diluar pemerintah, memanfaatkan kondisi lingkungan
sekitar misalnya memanfaatkan pihak swasta, Lembaga Perlindungan Anak, dan
organisasi non pemerintah, dan diharapakan lebih selektif dalam pemilihan
petugas Pos Sahabat Anak, petugas Pos Sahabat Anak haruslah memilikki jiwa
relawan yang tinggi.
180
4.10.5.Sikap dan Kecenderungan Agen Pelaksana
4.10.5.1.Inisiatif
Kesimpulan untuk indikator inisiatif lebih kepada pemilihan lokasi tempat
pembangunan Pos Sahabat Anak yang kurang tepat, contohnya ada satu pos yaitu
Pos Sahabat Anak di daerah Ciceri Kota Serang yang dirasa kurang tepat dalam
pemilihan tempat pembangunannya, karena jauh dari jangkauan aktifitas anak
jalanan hal itu disebabkan karena letak geografis yang kurang mendukung dari
Kota Serang. Hal ini juga dikarenakan sulitnya mencari lokasi yang tepat dan
sesuai dengan maksud dan tujuan dari kebijakan Program Pos Sahabat Anak ini.
Petugas Pos Sahabat Anak biasanya berkeliling ke warung-warung atau ke lampu
merah supaya bisa menjangkau aktifitas anak jalanan. Karena jika hanya diam
didalam pos saja itu tidak cukup, aktifitas anak jalanan jauh dari pos sahabat anak
di Ciceri.
Untuk solusinya pemerintah harus mempertimbangkan kembali jika akan
membangun Pos Sahabat Anak lagi, terkait lokasi pembangunan Pos Sahabat
Anak, supaya pembangunan Pos Sahabat anak tersebut sesuai dan tepat agar dapat
menjangkau aktifitas anak jalanan.
4.10.5.2. Partisipatif
Kesimpulannya dapat diketahui bahwa bantuan dalam pelaksanaan program
Pos Sahabat Anak dilapangan tidak hanya dari masyarakat sekitar, tetapi dari
gepeng dan pengamen senior di daerah tersebut yang ikut membantu
mengumpulkan anak jalanan untuk di data oleh para petugas Pos Sahabat Anak di
181
Kota Serang. Masyarakat dan tokoh masyarakat pun ikut membantu petugas Pos
dalam mendata anak jalanan yang beraktifitas di sekitar Pos Sahabat Anak.
Bahkan orangtua/wali dari si anak jalanan yang tinggal didaerah sekitarpun ikut
membantu supaya anak tersebut tidak kembali ke jalanan.
Untuk solusinya harus lebih menjaga dan memaksimalkan koordinasi yang
sudah terjalin dengan masyarakat, tokoh-tokoh setempat seperti Ketua RT,
pengamen dan gepeng senior yang ikut membantu atau bahkan keluarga dari anak
jalanan yang berdomisili di wilayah tersebut.
4.10.6. Lingkungan Ekonomi, Sosial, dan Politik
Kesimpulan dalam pelaksanaan program Pos Sahabat Anak di Kota Serang
terkait lingkungan ekonomi, sosial, dan politik dapat disimpulkan bahwa kondisi
eksternal lingkungan sosial,ekonomi,politik dalam pelaksanaan kebijakan program
Pos Sahabat Anak masih belum kondusif, khusunya terkait lingkungan sosial dan
ekonomi. Karena kondisi sosial masyarakat dilingkungan sasaran kebijakan masih
terbilang individualis untuk ikut mencegah para anak jalanan kembali kejalanan,
kondisi sosial ini yang menjadi salah satu faktor sulitnya mengatasi jumlah anak
jalanan di Kota Serang karena masih kurangnya sosialisasi kepada masyarakat
secara menyeluruh. Selain itu Kondisi ekonomi dilingkungan sasaran kebijakan
juga menjadi faktor penghambat kebijkan program Pos Sahabat Anak ini, kondisi
ekonomi dilingkungan sasaran kebijakan memaksa para anak jalanan kembali
kejalanan, karena ekonomi dilingkungan sekitar masih masuk kategori tidak
182
mampu sehingga banyak anak jalanan yang kembali kejalanan karena faktor
lingkungan ekonomi disekitar mereka memaksa mereka kembali kejalanan.
Solusinya Pemerintah Daerah terkait perlu melakukan sosialisasi lebih
menyeluruh kepada masyarakat dilingkungan sasaran kebijakan untuk ikut
berperan aktif mendukung pelaksanaan dan tujuan dari program Pos Sahabat Anak
di Kota Serang, selain itu Pemerintah Daerah setempat harus dapat mencari solusi
untuk mengatasi masalah ekonomi dilingkungan sasaran kebijakan supaya anak-
anak tidak kembali kejalanan.
183
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan dan temuan lapangan yang telah peneliti
uraikan pada BAB IV, berikut peneliti simpulkan hasil penelitian peneliti terkait
Implementasi Program Pos Sahabat Anak oleh Dinas Sosial Provinsi Banten di
Kota Serang. Dari ukuran dan tujuan kebijakan, peneliti menarik kesimpulan
bahwa ukuran dan tujuan kebijakan program Pos Sahabat Anak di Kota Serang
sudah jelas tetapi belum terperinci, terkait menekan jumlah anak jalanan di Kota
Serang menjadi masalah yang tidak mudah di selesaikan, dalam hal ini Dinas
Sosial Provinsi Banten bersama Dinas Sosial Kota Serang dan Lembaga terkait
mencari solusi untuk menekan jumlah anak jalanan di Kota Serang dengan
membuat program Pos Sahabat Anak khususnya di Kota Serang, namun dalam hal
ini belum terperincinya pemerintah dalam merumuskan kebijakan program ini
sehingga program ini belum maksimal dan efektif, karena dari hasil temuan
dilapangan perlunya penanganan dan pembinaan lebih lanjut dan lebih intensif
sehingga anak jalanan tidak kembali kejalanan.
Untuk aspek ukuran dan tujuan kebijakan, peneliti menemukan bahwa
ukuran dan tujuan kebijakan ini sudah jelas yaitu untuk menekan jumlah anak
jalanan di Kota Serang, dan para pelaksana sudah memahami maksud dan tujuan
dari diadakannya program Pos Sahabat Anak khususnya di Kota Serang. Namun,
184
peneliti juga menemukan kurang terperincinya kebijakan program Pos Sahabat
Anak ini dalah tahap penanganan lebih lanjut untuk anak jalanan yang terdata oleh
para petugas Pos Sahabat Anak. Tidak adanya penanganan lebih lanjut untuk
membuat anak jalanan tidak kembali lagi kejalanan membuat program ini masih
belum efektif sampai sekarang.
Untuk sumber-sumber kebijakan pemerintah seharusnya lebih
memperhatikan lebih serius lagi terkait sumber-sumber kebijakan dalam
pelaksanaan program Pos Sahabat Anak di Kota Serang, dalam hal ini peneliti
menarik kesimpulan bahwa pemerintah Dinas Sosial Provinsi Banten sebagai
pembuat kebijakan dan dinas-dinas terkait masih belum memaksimalkan sumber-
sumber kebijakan, terutama dalam hal sumber daya manusia, sumber daya
anggaran, sumber daya saranan dan prasarana, dan sumber daya waktu. Kualitas
sumber daya manusia dilapangan belum kompeten dan memiliki empati yang
tinggi terhadap anak jalanan dan belum memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi
dalam melaksanakan tugasnya, selain itu sumber daya anggaran juga menjadi
faktor yang membuat program ini belum efektif minimnya anggaran yang tersedia
terutama untuk menunjangan sarana dan prasarana dan menunjang gaji para agen
pelaksana dilapangan. Terkait sumber daya sarana dan prasarana pemerintah
belum memperhatikan sarana dan prasarana untuk para petugas di lapangan,
belum adanya rumah singgah atau pembinaan yang intesif untuk para anak jalanan
yang menjadi faktor program ini belum efektif. Untuk sumber daya waktu
pelaksanaan dilapangan pemerintah harus merumuskan ulang lagi untuk jadwal
para agen pelaksana dilapangan yang kurang tepat dengan aktivitas anak jalanan.
185
Berikutnya komunikasi antar organisasi, dalam pelaksanaan program Pos
Sahabat Anak di Kota Serang ini Komunikasi yang terjalin antara lembaga
pemerintah dan para pelaksana di lapangan sudah terjalin dengan baik, tetapi
dalam komunikasi dengan para lembaga noninformal atau dliuar pemerintah harus
lebih ditingatkan lagi dengan menjalin komunikasi yang baik dengan lembaga
atau organisasi diluar pemerintah sehingga program ini bisa lebih maksimal lagi
dengan melibatkan berbagai lembaga formal maupun informal.
Karakteristik agen pelaksana dalam pelaksanaan program Pos Sahabat Anak
di Kota Serang, kesiapan, dan kesesuaian para pemerintah dan agen pelaksana
sudah sesuai dengan bidangnya masing-masing, tetapi dalam hal ini Dinas Sosial
Provinsi Banten sebagai pembuat kebijakan tidak melibatkan lembaga di luar
pemerintah atau lembaga informal dan pihak swasta untuk ikut terlibat dalam
kebijak program Pos Sahabat Anak di Kota Serang ini, seperti lembaga-lembaga
informal yang di bidang anak seperti Lembaga Perlindungan Anak contohnya.
Sikap/kecenderungan agen pelaksana ada 2 yaitu inisiatif dan partisipatif.
inisiatif lebih kepada pemilihan lokasi tempat pembangunan Pos Sahabat Anak
yang kurang tepat, contohnya ada satu pos yaitu Pos Sahabat Anak di daerah
Ciceri Kota Serang yang dirasa kurang tepat dalam pemilihan tempat
pembangunannya, karena jauh dari jangkauan aktifitas anak jalanan. Untuk
partisipatif kesimpulannya dapat diketahui bahwa bantuan dalam pelaksanaan
program Pos Sahabat Anak dilapangan tidak hanya dari masyarakat sekitar,
gepeng dan pengamen senior, masyarakat, tokoh masyarakat, bahkan
186
orangtua/wali dari anak jalanan yang tinggal didaerah sekitarpun ikut membantu
supaya anak tersebut tidak kembali ke jalanan.
Berikutnya Kondisi lingkungan sosial, ekonomi dan politik, Dalam
pelaksanaan program Pos Sahabat Anak di Kota Serang ini, peneliti menemukan
bahwa salah satu penyebab belum maksimalnya program ini adalah kondisi sosial
di daerah sasaran kebijakan yang belum mendukung sepenuhnya program ini, dan
kondisi ekonomi di daerah sasaran kebijakan yang memang masih berada di garis
kemiskinan sehingga anak jalanan terpaksa turun kejalan dan orang tuanya tidak
melarang karena anak tersebut membantu perekonomian keluarga.
5.2. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah peneliti berikan, maka peneliti
memberikan beberapa saran sebagai bahan masukan untuk stakeholder terkait
sebagai berikut:
1. Dinas Sosial Provinsi Banten sebagai pembuat kebijakan perlu kembali
merumuskan program ini lebih terperinci, terkait pelaksanaan dan
penanganan lebih lanjut program Pos Sahabat Anak di Kota Serang
yang bertujuan untuk menekan jumlah anak jalanan khususnya di Kota
Serang, perlunya rumah singgah untuk anak jalanan dan pelatihan life
skill dan pembinaan yang lebih intensif kepada mereka.
2. Pembuat kebijakan harus lebih memperhatikan para petugas Pos
Sahabat Anak sebagai pelaksana di lapangan, pemerintah harus lebih
selektif lagi memilih para petugas Pos Sahabat Anak, para petugas Pos
187
Sahabat Anak harus dipilih sesuai dengan bidangnya, dan pemerintah
harus melihat background mereka dan melakukan tes untuk melihat
jiwa sosial dan yang memiliki rasa empati yang tinggi. Dan perlunya
meningkatkan saran dan prasarana di lapangan untuk lebih
memaksimalkan lagi fungsi dari Pos Sahabat Anak.
3. Dinas Sosial Provinsi Banten perlu merumuskan kembali kebijakan
program Pos Sahabat Anak terkait komunikasi dengan organisasi atau
lembaga nonformal dan melibatkan lebih banyak lagi lembaga diluar
pemerintah terutama lembaga yang bergerak di bidang anak, melibatkan
pihak swasta untuk ikut bekerjasama dan mendukung program ini.
4. Dinas Sosial Provinsi Banten perlu membentuk petugas khusu untuk di
bidang pengawasan terhadap para petugas Pos Sahabat Anak
dilapangan. Agar para petugas dapat memaksimalkan tugas mereka dan
lebih bertanggung jawab lagi.
5. Pembuat Kebijakan harus lebih memperhatikan lokasi penentuan
pembangunan Pos Sahabat Anak yang sesuai dan tepat. Sehingga anak
jalanan dapat terpantau lebih merata lagi.
6. Pemerintah harus melakukan sosialiasi lebih intensif kepada para
masyarakat, dan para pengguna jalan untuk tidak memberi uang kepada
anak jalanan. Jika sosialisasi dilakukakn dengan intensif dan merata,
maka masyarakat akan mengetahui bahwa dengan memberi dan
membiarkan anak jalanan adalah sesuatu yang salah. Dan mencari
solusi terkait permasalahan ekonomi keluarga anak jalanan.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT
Rineka Cipta.
Badan Pusat Statistik (BPS). 2015. Banten Dalam Angka 2015. Banten.
Dinas Sosial provinsi Banten. 2015. Data Anak Jalanan 2015. Banten.
Moeleong, Lexy J. 2006. Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
Mulyana, Deddy. 2008. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: Remaja Posda
Karya.
Nugroho, Riant. 2012. Public Policy Edisi 4. Jakarta: PT. Elex Media
Komputindo.
Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif
dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Wahab, Solichin Abdul. 2012. Analisis Kebijakan; dari Formulasi ke Penyusunan
Model-Model Implementasi Kebijakan Publik. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Winarno, Budi. 2014. Kebijakan Publik (Teori, Proses dan Studi Kasus). Jakarta:
Centre of Academic Publishing Service (CAPS).
Dokumen :
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 B ayat (2).
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 34 ayat (1).
Undang-Undang No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak.
Unang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Undang-undang No. 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial.
Keputusan Presiden RI No. 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Convention On
Likes Off The Child (Konvensi tentang Hak-Hak Anak).
Keputusan Presiden RI No. 87 Tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional
Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial Anak.
Keputusan Presiden RI No. 88 Tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional
Penghapusan Perdagangan (Trafiking) Perempuan dan Anak.
Peraturan Daerah Kota Serang No. 2 Tahun 2010 tentang Pencegahan,
Pemberantasan dan Penanggulangan Penyakit Masyarakat.
Sumber Lain:
Dr. Achmad Subekan, S.E., M Si. 2014. Fakir Miskin dan Anak-anak Terlantar
Dipelihara Oleh Negara. http://www.bppk.kemenkeu.go.id. Diakses
pada 27 November 2015.
Juwartini, Wahyu. 2004. Profil Kehidupan Anak Jalanan Perempuan (Studi Kasus
Anak Jalanan Di Komplek Tugu Muda Semarang. Skripsi S1. Semarang:
Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang.
Rahmatullah. 2012. Model Penanganan Anak Jalanan di Kota Serang Melalui
Kegiatan Mentoring. http://www.rahmatullah.net. Diakses pada 5
Desember 2015.
PETUNJUK UMUM WAWANCARA PENELITIAN SKRIPSI
(PEDOMAN WAWANCARA)
IMPLEMENTASI PROGRAM POS SAHABAT ANAK OLEH DINAS SOSIAL PROVINSI BANTEN DI KOTA SERANG
Penelitian ini dilakukan dalam rangka penyusunan proposal skripsi dan
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Ilmu Sosial pada
Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Untuk memperoleh data yang berkaitan
dengan masalah penelitian, maka disusunlah pedoman wawancara seperti di
bawah ini.
Informan:
Dinas Sosial Provinsi Banten
Dinas Sosial Kota Serang
Staff Dinas Sosial Kota Serang
Pertanyaan:
A. Pertanyaan Umum Dimensi Ukuran dan Standar Kebijakan
1. Siapa Leading Sector pelaksanaan program pos sahabat anak?
2. Apa tujuan dan manfaat pelaksanaan program pos sahabat anak di
Kota Serang?
3. Apakah ada syarat dan ketentuan untuk anak jalanan yang menjadi
tujuan kebijakan program pos sahabat anak?
4. Apa ukuran keberhasilan pelaksanaan program pos sahabat anak?
5. Siapa saja organisasi yang ditunjuk untuk melaksanakan program?
6. Apakah ada keterlibatan pihak lain dalam menjalankan program pos
sahabat anak? Siapa saja?
7. Bagaimana mekanisme melaksanakan program pos sahabat anak dalam
perumusan kebijakan public?
8. Bagaimana pemantauan pelaksanaan program di lakukan?
9. Apakah program telah berhasil dijalankan sesuai dengan tujuan yang
hendak di capai?
10. Bagaimana koordinasi antar lembaga pelaksana dilakukan?
11. Apakah ada perda dan/kebijakan lainya tentang pemenuhan hak-hak
anak?
12. Bagaimana tanggapanan mengenai kebijakan tersebut?
Informan:
Petugas Pos Sahabat Anak
Dinas Sosial Provinsi Banten
Dinas Sosial Kota Serang
Satpol PP Kota Serang
Tokoh Masyarakat
B. Pertanyaan Umum Dimensi Sumberdaya
1. Bagaimana sifat dari tenaga pelaksana yang dibutuhkan untuk
menjalankan program?
2. Apakah Sumberdaya implementor sudah paham dengan tujuan,
maksud dan sasaran kebijakan?
3. Terkait sumberdaya finansial, berapa anggaran untuk pelaksanaan
kebijakan program PSA?
4. Siapa saja pihak yang terlibat dalam pelaksanaan program PSA?
5. Apakah SOP pelaksanaan program telah tersedia, jelas, dan mudah
dipahami?
6. Apakah anak jalanan sudah paham mengenai maksud dan tujuan dari
program pos sahabat anak ini?
7. Bagaimana sumberdaya masyarakat digerakan untuk mendukung
pelaksanaan program PSA ini?
8. Bagaimana dukungan sarana dan prasarana untuk menunjang kinerja
para implementor dalam melaksanakan tugas?
9. Darimana sumber pendanaan program berasal?
10. Apakah Sumber Daya Manusia untuk mendukung pelaksanaan
program PSA sudah mencukupi?
11. Apakah pihak eksternal mengetahui tentang program PSA?
12. Bagaimana Sosialisasi yang dilakukan terhadap masyarakat mengenai
Program PSA?
Informan:
Petugas Pos Sahabat Anak
Dinas Sosial Provinsi Banten
Dinas Sosial Kota Serang
Satpol PP Kota Serang
Tokoh Masyarakat
C. Pertanyaan Umum Dimensi Karakteristik Agen Pelaksana
1. Apakah para implementor sudah paham maksud dan tujuan dari
program PSA?
2. Bagaimana tingkat pengawasan yang dilakukan kepada implementor?
3. Apakah ada penolakan terhadapa kebijakan yang di lakukan oleh agen
pelaksana?
4. Bagaimana tanggapan agen pelaksana terhadap program PSA?
5. Siapa saja yang terlibatdalam program PSA?
6. Apakah ada penolakan atau dukungan dari pembuat kebijakan atau
pelaksana kebijakan?
7. Bagaimana pengawasan yang dilakukan untuk para implementor?
8. Apakah para agen pelaksana di lapangan sudah melaksanakan
tugasnya sesuai aturan dari kebijakan?
Informan:
Dinas Sosial Provinsi Banten
Dinas Sosial Kota Serang
BPMPKB Kota Serang
Forum Anak Kota Serang
Satpol PP Kota Serang
Tokoh Masyarakat
D. Pertanyaan Umum Dimensi Komunikasi Antar Organisasi dan
Aktivitas Pelaksana
1. Bagaimana komunikasi antar organisasi yang dilakukan dalam
pelaksanaan program PSA?
2. Bagaimana Koordinasi yang dilakukan dalam pelaksanaan program
PSA?
3. Bagaiaman peraturan yang di tetapkan untuk para agen pelaksana?
4. Apakah komunikasi antara pembuat kebijakan dan pelaksana berjalan
dengan baik?
5. Apakah koordinasi yang dilakukan antara pembuat kebijakan dan
pelaksana berjalan dengan baik?
6. Siapa yang menjadi penanggung jawab program PSA?
7. Apakah ada tindakan tegas terhadap agen pelaksana yang melanggar
aturan kebijakan?
8. Bagaimana pemantauan untuk para agen pelaksana di lapangan
dilakukan?
9. Apakah para pelaksana sudah paham dengan tujuan dan maksud
kebijakan?
10. Apakah pihak eksternal dilibatkan dalam pelaksanaan program PSA?
Informan:
Dinas Sosial Provinsi Banten
Dinas Sosial Kota Serang
Petugas Pos Sahabat Anak
Tokoh Masyarakat
E. Pertanyaan Umum Dimensi Lingkungan Ekonomi, Sosial, danPolitik
1. Bagaiaman kondisi ekonomi di lingkungan implementasi kebijakan
program PSA?
2. Bagaimana Kondisi sosial di lingkungan implmenetasi kebijakan
program PSA?
3. Bagaimana kondisi masyarakat dalam implementasi kebijakan
program PSA?
4. Apakah masyarakat mengetahui tentang kebijakan program PSA?
5. Bagaimana tanggapan masyarakat mengenai kebijakan program PSA?
6. Bagaimana kondisi masyarakat dalam mendukung kebijakan program
PSA?
7. Bagaimana dukungan elite politik dan kelompok dunia usaha terkait
kebijakan program PSA?
8. Apakah masyarakat sekitar dilibatkan secara langsung dalam
pelaksanaan kebijakan program PSA?
Matriks Hasil Wawancara
1. Ukuran dan tujuan kebijakan Q
I
Seperti apa ukuran dan tujuan kebijakan program Pos Sahabat
Anak di Kota Serang? Dan apa dampak bagi masyarakat dan
lingkungan? Dan bagaimana bentuk dari kebijakannya?
I1-1 Ukuran dari kebijakan program Pos Sahabat Anak ini adalah
sampai sejauh mana kami Dinas Sosial Provinsi Banten dan
lembaga pemerintah terkait mampu meminimalisir jumlah
anak jalanan di Kota Serang dan tujuanya untuk memberikan
kenyamanan kepada masyarakat dan keindahan Kota Serang
dengan tidak adanya anak jalanan serta mampu memberikan
solusi bagi anak-anak jalanan di Kota Serang
I1-2 Ukuran dari kebijakan ini kami Dinas Sosial Kota Serang
sebagai agen pelaksana dalam program Pos Sahabat Anak
bekerjasama degan Dinas Sosial Provinsi Banten sebagai
leading sector dan dinas-dinas lain yang terkait mampu
meminimalisir jumlah anak jalanan di Kota Serang
I1-2 Bentuk dari kebijakan ini adalah, dengan kita membangun pos
di beberapa titik di daerah yang memang pada dasarnya
banyak anak jalanan beraktivitas disana. Untuk saat ini kita
membangun 4 Pos Sahabat Anak yang berada di 2 Kota, tiga
di Kota Serang, dan satu lagi di Kota Cilegon. Fungsi dari pos
ini adalah untuk para petugas berjaga di dalamnya, untuk
setiap pos ada empat petugas yang berjaga, dan jika ada anak
jalanan terlihat melakukan aktivitasnya di jalanan maka akan
langsung di tindak dengan cara pendekatan dan dilakukan
pendataan
I-2 Bentuk kebijakanya dengan dibangunnya Pos Sahabat Anak,
kalau Kota Serang sendiri ada tiga pos, bisa dilihat sendiri
yang pertama ada di daerah Ciceri samping halte kampus
IAIN, yang kedua ada di Kebon Jahe samping Pos Polisi, dan
yang ketiga ada di Alun-Alun Timur Kota Serang, setiap
masing-masing pos ini di tempatkan empat petugas lapangan
I-7 Agar dalam penanganan masalah anak jalanan bisa ditanggapi
dengan lebih serius lagi, maka dari itu Dinas Sosial Provinsi
Banten membuat program Pos Sahabat Anak ini.
Kebijakannya sangat bagus, untuk mengurangi jumlah anak
jalanan, dan sehingga anak-anak terutama anak jalanan dapat
di perhatikan lebih serius lagi oleh pemerintah daerah dan
mereka tidak kembali lagi di jalan
I-2 Tujuannya untuk mengurangi jumlah anak jalanan yang ada di
jalanan, tempat-tempat makan, lampu merah, pasar, taman
kota, dan tempat lainnya di Provinsi Banten terutama di Kota
Serang, memperbaiki mental dan mainset anak jalanan supaya
tidak kembali ke jalanan.dan memberikan rasa aman dan
nyaman bagi pengguna jalan dan masyarakat umum di Kota
Serang
I1-2 Tujuannya memang benar untuk mengurangi jumlah anak
jalanan di Provinsi Banten terutama di Kota Serang yang
semakin banyaknya jumlah anak jalanan di tiga tahun terakhir,
selain itu juga dengan program Pos Sahabat Anak ini
masyarakat khususnya pengguna jalan dapat merasa nyaman
dan Kota Serang menjadi lebih indah dengan tidak adanya
anak jalanan beraktivitas di jalanan
I1-1 Dampak untuk masyarakatnya adalah, masyarakat tidak akan
lagi merasa terganggu dan akan merasa nyaman dengan tidak
adanya lagi anak jalanan yang beraktivitas di lampu merah,
tempat makan, dan taman-taman Kota Serang, dan
mengembalikan kembali keindahan Kota Serang
I-2 Dampaknya menurut saya dengan adanya kebijakan program
Pos Sahabat Anak ini adalah tidak ada lagi aktivitas anak
jalanan di Kota Serang, menjadikan Kota Serang lebih indah
tanpa adanya anak jalanan, dan mengembalikan mental anak
jalanan yang seharusnya mendapatkan haknya di sekolah dan
bermain layaknya anak bukan dijalanan
I4-1 Selain berdampak pada keindahan dan kenyamanan kota
program ini diharapkan dapat memperbaiki mental anak
jalanan, dengan diberikan arahan dan diberikan pelatihan bagi
anak yang memang ingin berwirausaha namun hanya untuk
anak sudah berusia 17-18 tahun, jika untuk anak yang masih
ingin sekolah kita bantu dengan pengarahan dan bantuan
supaya dia bisa sekolah kembali
I1-2 Sudah berjalan program ini sejak akhir sekitar 2013 atau awal
2014, terbukti dengan dibangunnya Pos Sahabat Anak di 2
Kota, Serang dan Cilegon, dengan jumlah 4 Pos Sahabat
Anak. Ada 3 di Kota Serang dan 1 di Kota Cilegon. Memang
program ini belum berjalanan dengan optimal, dikarenakan
masih ada beberapa kekurangan untuk menindak lanjuti anak
jalanan seperti rumah singgah kita belum ada, dan pembinaan
secara lebih mendalam lagi
I-7 Program PSA ini sudah bagus konsepnya, tapi selama tiga
tahun terakhir belum terlihat efektif, salah satu faktornya
karena petugas dilapanganya beum kompeten dibidangnya,
belum memiliki jiwa sosial yang tinggi. Sehingga pada tahap
pelaksanaanya belum maksimal dan efektif
2. Sumber-sumber Kebijakan
Sumberdaya Manusia Q
I
Apakah sumber daya masyarakat dalam pelaksanaan /
implementasi program Pos Sahabat Anak di Kota Serang ini
sudah sesuai?
I1-1 Ssumber daya manusia sudah dibilang mencukupi dalam
jumlahnya, kita sediakan 4 petugas untuk disetiap masing-
masing Pos Sahabat Anak, jadi total ada 16 petugas untuk
petugas Pos Sahabat Anak yang di bagi 4 Pos, 3 pos di Kota
Serang dan 1 pos di Kota Cilegon. dalam pelaksanaan
kebijakan ini kita tidak hanya melibatkan lembaga pemerintah
saja, kita juga melibatkan masyarakat yang berada disekitaran
bangunan Pos Sahabat Anak, karena kita berfikir perlunya
melibatkan masyarakat juga dalam hal ini karena mereka
mungkin lebih tau aktivitas anak jalan disekitaran daerah
tersebut dan diharapkan dapat lebih bisa memantau aktivitas
anak jalanan setiap saat.
I1-2 Dalam pelaksanaan program Pos Sahabat Anak di Kota
Serang kita memiliki 12 petugas di lapangan, yang terdiri dari
masyarakat, satuan polisi pamong praja, dan dari orang dinas
kami juga ada, dari 12 petugas dilapangan kita bagi menjadi 3,
untuk masing masing pos dijaga oleh 4 petugas, dan ada dari
masyarakat, satuan polisi pamong praja, dan lembaga
pemerintah, maupun organisasi
I2 Kalau untuk pengawasan terhadap para petugas pos sahabat
anak kita memang belum ada, karena kita memang masih
kekurangan sumber daya manusia untuk pengawasan kepada
petugas, jadi kita melihat petugas itu melakukan tugasnya atau
tidak dengan laporan setiap bulan dari hasil pendataan anak
jalanan yang dilakukan oleh mereka
I4-4 Pengawasan untuk kita para petugas tidak ada, tapi biasanya
memang ada peninjauan dadakan dari kepala Dinas Sosial
Provinsi dan Kota, itu juga kalau kepala dinasnya baru, dan
kita biasanya di telepon di suruh standby di pos, mereka
biasanya ingin tau lokasi pos, aktivitas di Pos Sahabat Anak,
dan mengenal para petugasnya langsung. Tetapi kita juga
diwajibkan memberikan laporan data anak jalanan yang kita
dapati melakukan aktivitasnya dijalanan setiap bulanya, tapi
kadang juga dua bulan sekali
I7 Menurut saya salah satu faktor penyebab program Pos
Sahabat Anak ini belum efektif adalah sumber daya manusia
untuk petugas pos dilapangan, karena untuk menjalankan
program terkait anak terutama anak jalanan dibutuhkan
sumber daya manusia yang berjiwa sosial tinggi dan sesuai
dengan bidangnya selain itu juga paham bagaimana cara
menghadapi anak jalanan. Pada petugas Pos Sahabat Anak ini
saya belum melihatnya, belum ada jiwa sosial yang tinggi dan
tanggung jawab dari para petugas Pos Sahabat Anak yang
sekarang, sehingga program ini belum efektif sampai sekarang
I2 Menurut saya salah satu faktor penyebab program Pos Sahabat
Anak ini belum efektif adalah sumber daya manusia untuk
petugas pos dilapangan, karena untuk menjalankan program
terkait anak terutama anak jalanan dibutuhkan sumber daya
manusia yang berjiwa sosial tinggi dan sesuai dengan
bidangnya selain itu juga paham bagaimana cara menghadapi
anak jalanan. Pada petugas Pos Sahabat Anak ini saya belum
melihatnya, belum ada jiwa sosial yang tinggi dan tanggung
jawab dari para petugas Pos Sahabat Anak yang sekarang,
sehingga program ini belum efektif sampai sekarang
Sumberdaya Anggaran Q
I
Darimana sumber anggaran yang didapat untuk pelaksanaan
program Pos Sahabat Anak ini? Apakah sudah cukup dengan
anggaran yang ada untuk melaksanakan program Pos Sahabat
Anak ini?
I1-1 Anggaran untuk kebijakan program ini kita dari APBD
Provinsi, dari mulai pembangunan Pos Sahabat Anak, dan gaji
untuk para petugas pos juga kita dari APBD. Untuk jumlah
total pembangunan Pos Sahabat Anak kurang lebih
menghabiskan dana sekitar 90 juta untuk pembangunan 4 pos,
jumlah pastinya ada di RAD. Dan untuk gaji para petugas pos
kita berikan 500 ribu rupiah untuk perorang dalam satu bulan
dan diberikan dalam jangka waktu tiga bulan sekali
I2 Kalau anggaran pembangunan pos Pos Sahabat Anak dari
APBD Provinsi, dan gaji petugasnya juga dari Provinsi, tetapi
kita juga memakai APBD Kota Serang untuk ikut menunjang
gaji petugas sebesar 150 ribu. Jadi dari Dinas Sosial Provinsi
500 di tambah dari kita 150 totalnya 650 untuk masing-masing
petugas dalam satu bulan dan diberikan per tiga bulan sekali
I1-2 Kalau masalah cukup atau tidaknya ya di cukup-cukupi, untuk
anggaran pembangunan pos saya kira sudah cukup, program ini
kan awalnya uji coba dulu di Kota Serang dan Cilegon, dan
kalo untuk gaji para petugas saya kira sudah cukup kita
keluarkan anggaran untuk mereka 500 ribu perorang dan total
ada 16 petugas jadi perbulan 8 juta untuk petugas saja
I2 Kalau masalah anggaran pembangunan itu urusannya pusat,
tanggung jawabnya Dinas Sosial Provinsi, tapi kalau menurut
saya untuk anggaran pembangunan tidak cukup, bisa liat
sendirilah kondisi bangunan posnya kaya apa, kecil sempit
begitu, dan kalau masalah anggaran untuk gaji petugas menurut
saya masih kurang, maka dari itu kami dari Dinas Sosial Kota
ikut menunjang gaji mereka walaupun masih kurang, karena
kan petugas disana juga butuh rokok dan makan, untuk gaji 500
ribu perbulan ya saya kira kurang. Karena kurangnya gaji ini
juga yang membuat kita tidak bisa memaksakan para petugas
standby di pos atau dilapangan setiap hari, karena kita juga
sadar dengan gaji segitu tidak cukup untuk kebutuhan mereka
sehari hari
Sumberdaya Sarana Dan Prasarana
Q
I
Bagaimana dengan sarana dan prasarana, apakah sudah cukup
untuk fasilitas dalam pelaksanaan program Pos Sahabat Anak
di Kota Serang?
I1-2 Untuk sarana dan prasarana yang kami buat untuk program Pos
Sahabat Anak ini, kami membangun pos yang kami berinama
Pos Sahabat Anak sesuai dengan nama dari kebijakanya, di
Kota Serang sendiri sudah ada tigas pos, yaitu di Ciceri Kota
Serang, Kebon Jahe Kota Serang, dan Alun-Alun Timur Kota
Serang. Tujuan dengan dibangunya pos ini tidak lain untuk
mempermudah para petugas dilapangan mengawasi aktivitas
anak jalanan dan melakukan pendataan bagi mereka khusunya
anak jalanan yang di Kota Serang
I4-2 Bisa lihat sendiri deh kondisi posnya, bisa dikatakan kurang
manusiawi, sempit, kecil dan cuma ada kursi dan meja, kipas
angin saja tidak ada, gimana kami mau betah di pos.
Mangkanya kami lebih memilih untuk berkeliling mencari anak
jalanannya
I4-1 Lihat sendiri deh menurut mas bagaimana? Kalau itu ditempati
dua orang deh ga usah empat dulu. Kipas angin aja tidak ada,
mangkanya kami lebih memilih standby di warung atau tempat
lain, dan saya rasa pemerintah tidak hanya perlu membenahi
sarana pos bagi kami para petugas saja, tetapi harus ada rumah
singgah atau tempat untuk pembinaan mental dan pelatihan
buat anak jalananya, supaya gak cuma di data terus balik lagi
ke jalan anak-anaknya
I1-2 Memang benar para petugas Pos Sahabat Anak jarang yang
stanby di pos, mereka biasanya lebih memilih berkeliling atau
standby di warung sekitaran pos itu saja, dan biasanya posnya
hanya digunakan pada saat mendata anak jalanan saja. Terkait
rumah singgah kami memang belum ada rumah singgah untuk
anak jalanan, tapi kalau pembinaan seperti motivasi dan
pembinaan lifeskill kami juga kadang melakukanya satu tahun
dua kali kurang lebihnya
I1-1 Kalau terkait sarana dan prasarana untuk membuat program ini
lebih efektif lagi saya rasa masih kurang, terkait rumah singgah
kami sudah pikirkan dan pertimbangkan dan insya allah
rencana kedepan kami akan adakan rumah singgah yang
dikhusukan untuk anak-anak jalanan di Kota Serang. Selain itu
kedepan kami juga rencananya akan menambah jumlah pos di
Kota Serang, seperti di lampu merah Palima, lampu merah
Warung Pojok, dan Sempu. Dan kami pertimbangkan lagi
untuk bangunan pos berikutnya supaya lebih efektif lagi
I4-1 Saya rasa seharusnya ditambah lagi bangunan posnya, seperti
di lampu merah Palima, dan lampu merah sempu yang
sekarang banyak aktivitas anak jalanan disana. Malah
terkadang saya sempatkan untuk ke lampu merah Sempu untuk
melihat dan mendata anak jalanan disana
Sumberdaya Waktu Q
I
Apakah waktu yang diberikan sudah cukup membantu? Dan
apakah waktu operasional dilapangan sudah sesuai dengan
kondisi dilapangan?
I1-2 Kalau masalah waktu, kami selelu mencoba memaksimalkan
waktu yang ada dan yang sudah ditentukan, kami juga selalu
berkoordinasi dengan Dinas Sosial Kota Serang jika ada
kegiatan penanganan lebih lanjut untuk anak jalanan yang
terdata, saya rasa sudah cukup
I2 Kami selaku pelaksana program Pos Sahabat Anak, sudah
memaksimalkan waktu yang ada, dengan koordinasi untuk
menangani lebih lanjut anak jalanan yang terdata dan kami juga
memberikan hasil laporan dari para petugas Pos Sahabat Anak
terkait pendataan anak jalanan di Kota Serang setiap bulannya
kepada Dinas Sosial Provinsi Banten
I3-1 Kalau masalah waktu pelaksanaan dilapangan sudah cukup
memang benar, tapi sekarang kita bisa lihat sendiri aktivitas
anak jalanan tidak bisa ditentukan, kapan dia keluar atau
memulai aktivitasnya. Sekarang anak jalanan mulai ramainya
dari sore sampai malam, bukan dari pagi. Jadi saran saya
sebaiknya jam operasionalnya diubah
I2 Memang benar, aktivitas anak jalanan sekarang ramainya mulai
dari sore sampai malam, kalo dari pagi sampai siang biasanya
mereka sekolah atau panas tidak keluar di siang hari, selain itu
juga anak jalanan sekarang sudah pintar mencari waktu yang
pas untuk menghindari para petugas, biasanya malam hari karna
pada jam-jam tersebut petugas sudah tidak pada jam
operasionalnya
I5-1 Kalau pagi sampai siang saya sekolah, saya keluar dari sore
jam tiga atau empat, kalau sudah tidak panas, kadang sampai
malam kadang juga sampai magrib saja
I5-2 Kalau pagi kami sekolah, kami baru kejalan pada sore hari
biasanya sampai magrib dan terkadang kami juga sampai
malam hari melakukan aktivitas mengamen dijalanan lampu
merah Ciceri
I4-1 Perlu adanya perubahan jadwal dan jam operasional untuk para
petugas jika program ini ingin efektif, karena yang saya tau
berdasarkan fakta dilapangan anak jalanan kebanyakan keluar
pada sore kadang sampai malam, kalau pagi mereka sekolah,
dan bahkan saya dan rekan rekan petugas Pos Sahabat Anak
Kebon Jahe berinisiatif sendiri merubah jam operasional dari
pagi menjadi sore, karena kalau pagi percuma, sia-sia tidak ada
anak jalanan jadi apa yang di pantau?
I2 Memang jam operasional petugas dirasa kurang tepat karena
anak jalanan kalau pagi sampai siang itu mereka sekolah,
terkait inisiatif perubahan jadwal yang dilakukan oleh salah
satu Pos Sahabat Anak di Kebon Jahe bagus tidak apa-apa
artinya mereka paham dan mengerti kondisi dilingkungan
mereka bekerja, yang penting ada laporannya ke kami
3. Komunikasi Antar Organisasi Q
I
Apakah komunikasi dan koordinasi yang terjalin antara Dinas
terkait, petugas Pos Sahabat Anak, dan lembaga lainnya sudah
terjalin dengan baik?
I1-1 Kami melakukan komunikasi dengan dinas-dinas terkait
melalui cara mendatangi dinas-dinas terkait, atau biasanya
kita undang ke kantor Dinas Sosial Provinsi Banten untuk
membahas pelaksanaan dari kebijakannya
I2 Komunikasi kita berjalan dengan baik sampai saat ini, kita
bisa langsung berkoordinasi dengan Dinas Sosial Provinsi
Banten, Satuan Polisi Pamong Praja (SATPOL PP) Kota
Serang, maupun petugas Pos Sahabat Anak dilapangan
I4-2 Kita koordinasi terkait pelaksanaan program Pos Sahabat
Anak ini dengan cara mendatangi dinas terkait,dan biasanya
juga ada dari Dinas Sosial Provinsi atau Kota yang datang
kemari untuk meninjau langsung kelapangan, atau biasanya
kami yang diundang ke kantor dinas-dinas terkait
I4-1 Koordinasinya kami ke dinas biasanya, atau diundang kesana.
Tapi kadang juga dari dinas ada yang langsung kelapangan
I1-1 Selain dinas terkait yang kita kunjungi atau kami undang
kemari, kami juga mengunjungi petugas Pos Sahabat Anak
dilapangan, dan biasanya juga mereka kami undang kemari
terkait pelaksanaan Pos Sahabat Anak ini
I2 Benar, selain dari dinas terkait yang kami undang atau kami
kunjungi, dan dari kami Dinas Sosial Kota Serang atau
Provinsi juga turut mengundang dan mengunjungi para
petugas Pos Sahabat Anak dilapangan
I1-1 Kami kunjungi mereka kita bahas soal pelaksanaan dan
permasalah apa saja yang menghambat dalam proses
pelaksanaan
I2 Biasanya dari pihak Dinas Sosial Provinsi Banten datang ke
kantor untuk menemui saya terkait program ini dan terkait
permasalahan dilapangan, tapi tidak jarang juga saya
diundang kesana untuk membahas hal serupa, selama ini
komunikasi berjalan dengan baik. Namun terkait bentuk
komunikasi yang kami lakukan dengan para petugas
dilapangan selain mengundang mereka ka kantor, biasanya
kami hubungi melalui telepon atau sms untuk menanyakan
masalah dilapangan
I1-1 Kita menjalin komunikasi dengan masyarakat sekitar, kita
datangi ketua pemuda dilingkungan sekitar pos atau tokoh
masyrakatnya untuk ikut membantu mensukseskan program
ini
I8-1 Waktu itu ada dari Dinas datang kerumah saya, terkait
program Pos Sahabat Anak dan meminta saya untuk ikut
terlibat dalam pelaksanaanya sebagai petugas
I4-3 Komunikasinya lancar lancar saja, hanya dalam tahap
pelaksaanya terkadang dinas meminta kami standby di sekitar
pos berdasarkan jam operasional yang sudah ditentukan,
padahal kan saya sudah pernah bilang anak jalanan adanya
ketika sore bukan pagi, dan saya juga sudah pernah
mengusulkan untuk dirubah jam kerjanya
I1-2
Kalau masalah jam operasional kami sedang
mempertimbangkan lagi untuk dirubah jam kerjaanya,
walaupun memang benar kalau anak jalanan sekarang
beraktivitas dimulai pada sore hari bukan pagi hari
I7
Kan saya sudah pernah katakan kami tidak terlibat dalam
pelaksanaan program Pos Sahabat Anak ini, adapun
komunikasinya hanya sebatas koordinasi saja. Waktu itu kami
diundang ke Dinas Sosial Provinsi Banten hanya sebagai tamu
dalam yang membahas mengenai program Pos Sahabat Anak
ini
I2
Kan saya sudah bilang, kalau dengan Lembaga Perlindungan
Anak hanya dalam tahap koordinasi saja. Sama halnya seperti
BPMPKB Kota Serang, cuma mereka masih masuk dalam
organisasi pemerintah tapi hanya dalam tahap koordinasi saja,
jika mereka butuh anak PMKS (penyandang masalah
kesejahteraan sosial) mereka mintanya ke kami jika mereka
akan mengadakan sosialisasi untuk anak-anak PMKS
I6
Kalau program Pos Sahabat Anak wewenangnya Dinas Sosial
Provinsi Banten dan Kota Serang, keterlibatan kami hanya
dalam tahap koordinasi saja. Dan jika memang kami
membutuhkan anak-anak PMKS untuk diikut sertakan dalam
sosialisasi atau program kami, ya kami juga kadang minta
bantuan kepada Dinas Sosial Kota Serang
4. Karakteristik Agen Pelaksana Birokrasi/Lembaga Q
I
Apakah karakteristik dari implementor sudah sesuai untuk
kebijakan ini?
I1-2 Kalau untuk SKPD yang terlibat dalam pelaksanaan ini sudah
sesuai, karena sesuai dengan tupoksinya masing-masing dan
memang sudah bagiannya
I2 Menurut saya sudah setiap dinas yang terait dalam
pelaksanaan program Pos Sahabat Anak ini sudah sesuai
dengan tugasnya masing-masing, jadi pasti sudah tau apa yang
mesti dilakukan
I6 Dengan instansi yang terlibat saya rasa sudah cukup, dan
sesuai dengan tugasnya masing-masing, dari kami Satuan
Polisi Pamong Praja (SATPOL PP) sebagai penegak perda
sudah sesuai, dari Dinas Sosial Kota/Provinsi juga sudah
sesuai mereka bergerak dibidang masalah kesejahteraan sosial,
saya rasa sudah sesuai dan benar
I3-3 Dari SKPD yang terkait saya rasa sudah sesuai, dari kami
Satuan Polisi Pamong Praja (SATPOL PP) sekaligus penegak
perda sudah ada anggota yang ditunjuk langsung oleh atasan
untuk terlibat langsung dalam program ini yang memang
sudah kompeten dalam bidangnya
I3-1 Benar, kalo dari kami sudah ada anggota yang kompeten
dibidang masalah penanganan anak jalanan, jadi dari tiga
anggota kami yang ditugaskan memang sudah berkompeten
dibidangnya. Jadi kami juga dari pihak penegak perda tidak
sembarangan menunjuk anggota kami yang akan dilibatkan
dalam program Pos Sahabat Anak ini
I2 Kalau untuk organisasi informal kita melibatkan tokoh
masyarakat/masyrakat dilingkungan sekitar Pos Sahabat
Anak. Karena kita mau masyarakat juga terlibat langsung dan
bekerjasama dengan pemerintah Provinsi ataupun Kota untuk
menangani masalah anak jalanan di Kota Serang. Dan sudah
sesuai sebenarnya karena memang dari juklak juknis dari
pembuat kebijakan harus melibatkan masyarakat
I7 Terkait organisasi informal yang dilibatkan dalam
pelaksanaan program Pos Sahabat Anak di Kota Serang
menurut saya sudah bagus dan sesuai melibatkan masyarakat
secara langsung, tetapi saya katakan sekali lagi harus lebih
selektif lagi untuk memilih masyarakat/relawan yang lebih
kompeten dan siap menjalankan program ini sehingga
program ini dapat berjalan dengan baik dan efektif. tetapi
sampai sejauh ini untuk Lembaga Perlindungan Anak sendiri
tidak dilibatkan dalam tahap pelaksanaan program Pos
Sahabat Anak. Hanya dalam tahap koordinasi saja, tetapi tidak
terlibat langsung dalam pelaksanaanya.
I7 Kita memang tidak dilibatkan sampai sejauh ini, kenapa? Bisa
ditanyakan langsung ke dinas terkait, sebenarnya kalau dari
kami sangat siap jika turut dilibatkan langsung dalam program
ini, tetapi kami tidak punya wewenang dan tidak di tunjuk
untuk terlibat langsung dalam program ini sehingga kita hanya
bisa melihat dan memantau saja
I2 Kami memang tidak melibatkan Lembaga Perlindungan Anak
Provinsi Banten dalam pelaksanaan program ini, karena juklak
juknis dari pusatnya memang sudah seperti itu, kalaupun kami
melibatkan paling ditahap penanganan lebih lanjut / ditahap
pembinaan kepada anak jalananya untuk tugas Lembaga
Perlindungan Anak itu sendiri
I1-1 Iya benar kami tidak melibatkan Lembaga Perlindungan Anak
Provinsi Banten, ini karena kami fikir dengan SKPD yang
sudah ada dan terlibat sudah cukup untuk menjalankan
program ini tidak perlu banyak banyak karena anggaran kita
juga minim untuk gaji para implementornya, kalaupun
dilibatkan mungkin ditahap lebih lanjut/pembinaanya
I7 Kalau dari kami, dengan anggaran minim ataupun tanpa
anggaran juga kami insya allah siap melaksanakan dan
menjalankan program dengan maksimal, ga perlu bicara soal
anggaran atau bayaran buat kami, masih banyak diluar sana
atau anggota kami yang memiliki jiwa relawan tinggi terkait
dengan anak dan berkompeten dibidangnya, walaupun kami
juga tidak munafik jika ada anggaran untuk kami minimal
untuk transportlah ya lebih bagus, jika tidak ada juga kami
siap untuk dilibatkan, karena kami melihat para petugas yang
sekarang di Pos Sahabat Anak belum memiliki jiwa relawan
yang tinggi dan tidak berkompeten dibidangnya
5. Sikap atau Kecenderungan Para Pelaksana
Inisiatif Q
I
Apakah pembangunan Pos Sahabat Anak sudah
memperhatikan lingkungan sekitar? Dan apakah
pembangunannya sudah tepat?
I1-1 Pasti kita sangat memperhatikan pembangunan Pos Sahabat
Anak ini, kita ga sembarangan memilih lokasi pembangunan,
kita lihat titik-titik daerah yang banyak aktivitas anak
jalananya, dan untuk lokasi pembangunannya memang kita
yang menentukan
I2 Sebenarnya kalau masalah lokasi pembangunan itu
wewenangnya Dinas Sosial Provinsi, tapi kami berkoordinasi
dengan mereka terkait daerah yang memang banyak aktivitas
anak jalananya, walaupun memang ada beberapa Pos Sahabat
Anak yang dibangun tidak tepat lokasinya seperti yang di
Ciceri
I4-4 Lokasinya kurang tepat kalau menurut saya, bisa dilihat
sendiri kalau kita berjaga didalam pos sia-sia, karena aktivitas
anak jalanan tidak terpantau dari sini, kita kesulitan memantau
mereka. Mangkanya kami biasanya berkeliling atau tidak
standby di pos. Seharusnya menurut saya lebih dekat lagi
dengan lampu merah, karena kebanyakan anak jalanan disini
beraktivitasnya dilampu merah
I2 Memang benar kalau untuk Pos Sahabat Anak yang di Ciceri
pembangunan lokasinya kurang tepat, tidak seperti pos yang
lainya. Jaraknya jauh dari aktivitas anak jalanan, mangkanya
petugas Pos Sahabat Anak disana biasanya berkeliling untuk
memantaunya atau standby di warung-warung. Kalau terkait
masalah lokasi pembangunanya bisa ditanyakan langsung ke
Dinas Sosial Provinsi karena mereka yang mempunyai
wewenang dalam lokasi pembangunan Pos Sahabat Anak
I1-2 Kalau untuk Pos Sahabat Anak yang di daerah Ciceri kami
merasa memang masih kurang tepat untuk pembangunan
lokasinya, tapi dilihat dari letak geografis daerahnya kita juga
kesulitan untuk memilih lokasi pembangunanya, maka dari itu
kita memilih di samping halte kampus IAIN karena memang
sudah tidak ada tempat lagi, dan kami rasa dengan jarak yang
sekarang juga petugas Pos Sahabat Anak masih bisa
memaksimalkan tugasnya dilapangan
I7 Gimana mau efektif programnya, pembangunanya saja jauh
dari jangkauan aktivitas anak jalanan. Petugasnya sulit
memantau, iya kalau benar mereka berkeliling untuk
memantau anak jalanan, kalau tidak? Seharusnya pemerintah
lebih serius lagi menanggapi hal ini dan tidak sembarangan
membangun posnya, harus dilihat dan dipertimbangkan lagi,
supaya programnya bisa lebih maksimal
I1-1 Memang benar dirasa masih jauh jaraknya, karena memang
sulit mencari pembangunan untuk Pos Sahabat Anak ini,
apalgi di daerah Ciceri sangat sulit mencari lokasi yang pas
karena letak geografisnya, karena disana sudah penuh dengan
bangunan tidak ada celah lagi. Dan saya rasa dengan lokasi
yang sekarang juga tidak terlalu jauh, dengan jalan beberapa
menit sudah sampai ke lokasi tempat biasa anak jalanan
melakukan aktivitasnya
Partisipatif Q
I
Adakah partisipasi dari lingkungan internal dan eksternal?
I3-1 Tentu ada dari masyrakat, karena Dinas Sosial Provinsi Banten
melibatkan masyarakat dalam pelaksanaanya
I1-1 Biasanya ada kita libatkan Satuan Polisi Pamong Praja
(SATPOL PP) Kota Serang, masyarakat setempat yang berada
disekitaran lingkungan Pos Sahabat Anak, dan dari pengamen
senior disana
I2 Kami meminta bantuan dari warga sekitar Pos Sahabat Anak
atau tokoh masyarakatnya untuk pelaksanaan dilapangan atau
sebagai petugas Pos Sahabat Anak
I4-4 Kami juga biasanya dibantu oleh pengamen senior disana
untuk membantu mencari anak jalanan untuk di data atau
dinasehati
I1-2 Dari internal ada, begitu juga dari eksternal kami dibantu
masyarakat yang kita minta keterlibatanya dilapangan
I3-2 Ada, kita juga biasanya dibantu oleh pengamen senior disana,
karena biasanya kita kesulitan mencari anak jalanan, jadi
pengamen senior inilah biasanya yg membawa anjal kepada
kami untuk di data
I2 Alhamdulillah disini semua ikut membantu, dari masyrakat
sekitar Pos Sahabat Anak, gepeng senior disana juga ikut
membantu saat dimintai tolong untuk ikut mengumpulkan
anak jalanan
I8-2 Saya kadang membantu bapak dan ibu dari dinas ini untuk
mengumpulkan para anak jalanan, saya dari kecil disini bisa
dibilang senior disni. biasanya saya cari anak jalanannya dan
saya panggil untuk ketemu bapak/ibu dari dinas untuk di data
6. Lingkungan Ekonomi, Sosial dan Politik Q
I
Apakah kondisi ekonomi, sosial dan politik turut
mempengaruhi kebijakan program Pos Sahabat Anak ini?
I2 Kondisi lingkungan di Kota Serang sendiri memang tidak bisa
dipungkiri masih ada masyarakat atau daerah yang memang
masuk dalam kategori dibawah garis kemiskinan, sehingga
tidak jarang ada anak-anak yang turun ke jalan untuk
membantu kebutuhan ekonomi keluarganya
I1-1 Memang masalah kemiskinan menjadi faktor yang paling
berpengaruh terhadap meningkatnya jumlah anak jalanan di
Kota Serang khususnya, maka dari itu kami merasa agak
kesulitan menangani masalah anak jalanan ini, karena memang
mereka turun kejalan rata-rata alasanya membantu ekonomi
keluarga
I8-1 Kalau kondisi ekonomi dilingkungan Kebon Jahe ini masih
terbilang lemah apalagi daerah Ciawi, rata-rata masyarakatnya
tidak mampu. Dan kebanyakan anak jalanan yang saya data
dan temui dari daerah sana, walaupun ada memang beberapa
yang bukan dari daerah sana, tapi kebanyakan dari daerah
Ciawi
I5-5 Saya terpaksa ke jalanan, soalnya untuk membantu kebutuhan
ekonomi keluarga, bapak kerja kuli dan ibu hanya ibu rumah
tangga, jadi saya kejalan untuk membantu mereka
I4-4 Kondisi lingkungan ekonomi di Daerah Ciceri dan Alun-alun
bisa dibilang cukup kondusif, rata rata cukup kebutuhan
ekonominya, tapi tidak jarang ada warga yang masuk kategori
tidak mampu di satu desa, mungkin di desa mas juga adalah
beberapa warganya yang kurang mampu. Dari keluarga yang
tidak mampu inilah biasanya anak-anak jalanan itu berasal
I4-2 Kalau di daerah Alun-alun dan Ciceri memang beda dengan di
Kebon Jahe, disini alhamdulilah kondisi ekonomi
lingkunganya sudah baik, terutama di Alun-alun, karena disini
dari hasil pendataan anak jalanan keluarganya mampu
sebenarnya, cuma karena anak-anaknya ke jalan untuk
menambah uang jajan dan main warnet biasanya, dan tidak
jarang kalau disini pendatang anak jalananya dari daerah lain
I2 Kondisi lingkungan ekonomi pada sasaran kebijakan sangat
berpengaruh sekali, dan kalau untuk daerah Ciceri dan Alun-
Alun Timur Kota Serang kondisi lingkungan ekonominya rata-
rata sudah kondusif tidak seperti di daerah sekitar Pos Sahabat
Anak yang di Kebon Jahe, karena di daerah Ciceri masuk
daerah perkotaan yang sudah berkembang, bisa dilihat sudah
banyak bangunan tempat makan, dan supermarket, tetapi
semua itu juga tidak menjamin warga disekitarnya ikut
terdorong perekonomianya, ada saja warga tidak mampu di
Ciceri juga
I3-1 Pemerintah juga harus memperhatikan kondisi lingkungan
ekonomi di daerah yang akan menjadi sasaran kebijakan,
bagaimana kondisi disana dan harus mencari solusinya supaya
anak-anak tidak turun lagi kejalan karena alasan ekonomi
keluarga dan lain sebagaianya. Walaupun ada juga yang
memang menjadi anak jalanan karena pergaulan dan pengaruh
lingkungan sosial di daerahnya
I2 Kami sudah mencari solusi menanggapi masalah ini, kami
pernah mendatangi salah satu keluarga dari anak jalanan yang
terdata oleh kami untuk diberikan bantuan, kami buatkan
usaha seperti warung kecil supaya bisa ikut mendorong
ekonomi keluarga tersebut. Tapi tetap saja orang tua mereka
membiarkan anak-anaknya kembali ke jalanan
I1-1 Jelas sangat berpengaruh, sejauh ini terkait lingkungan sosial
di Kota Serang dan sekitaran Pos Sahabat Anak belum
mendukung kebijakan program ini
I2 Jelas sangat berpengaruh apalagi untuk kebijakan Pos Sahabat
Anak ini yang sasaran kebijakannya anak jalanan, anak jalanan
itu biasanya mereka kejalan selain karna faktor ekonomi
keluarga karena faktor sosial dilingkunganya, ada yang karena
ikut-ikutan temannya, dan karena dilingkungannya tidak ada
yang menegor atau melarang dia untuk tidak kejalan
I4-1 Kondisi sosial dilingkungan Kebon Jahe ini masih belum
mendukung untuk kebijakan program ini, rata rata anak
jalanan disini bahkan hampir di setiap pos Pos Sahabat Anak
yang lain juga dibiarkan oleh orang tuanya turun kejalan, dan
biasanya juga karena ikut-ikutan, karena melihat temannya
mendapat uang dengan mudah dari hasil dijalan menimbulkan
anak-anak yang lain ikut ikutan kejalan. Selain itu juga, ada
beberapa anak yang memang korban dari perceraian atau
broken home, ini yang lebih miris, dari pihak orang tua sudah
tidak ada yang peduli dengan apa yang dilakukan oleh
anaknya, apalagi dari tetangga atau lingkungan sekitarnya,
mereka tidak ada yang mencegah. Seharusnya pemerintah
memberikan solusi bagi anak anak yang korban dari perceraian
seperti ini
I1-2 Susah, sudah sering kami himbau orang tuanya untuk tidak
membiarkan anak anaknya kejalanan lagi, tapi yang ada balik
lagi kejalan. Dan masyarakat sekitarnya juga tidak ada yang
ikut mencegah. Karena faktor inilah yang membuat anak anak
kembali lagi kejalan
I1-2 Jelas mempengaruhi, bahkan awal mulanya dibentuk program
ini karena pada waktu itu kepala dinas kami berbincang
dengan bapak sekda Provinsi Banten, terkait pemanfaatan
anggaran untuk masalah kesejahteraan sosial khususnya untuk
anak. Karena memang pada waktu itu kedekatan beliau jadi
kami Dinas Sosial Provinsi Banten diberikan anggaran untuk
membuat program penanganan masalah kesejahteraan sosial,
dan disitu kami memilih untuk membuat program Pos Sahabat
Anak, singkatnya seperti itu. Dan itu masuk kedalam unsur
politik karena mereka mempunyai kedekatan sehingga
memperlancar terkait masalah anggaran dan pemberian
kewenangan
I1-2 Sampai sejauh ini dukungan dari DPRD terhadap program ini
sangat baik, buktinya program ini masih berjalan sampai
sekarang. Dan rencananya akan kami hibahkan kepada Dinas
Sosial dimasing-masing Kota untuk mengurus langsung
program Pos Sahabat Anak ini, dan dari masyarakat juga
mendukung, dengan ikut terlibat langsung untuk menekan
jumlah anak jalanan di Kota Serang
I2 Sampai sejauh ini dukungan dari masyarakat sangat bagus
merespone kebijakan program ini, dengan mau ikut terlibat
langsung dengan para tokoh masyarakat menjadi petugas Pos
Sahabat Anak. Untuk ikut terlibat langsung terkait kebijakan
ini
I4-1 Kalau saya sangat mendukung program ini, melihat semakin
banyaknya jumlah anak jalanan di Kota Serang, khususnya di
lingkungan Kebon Jahe, tetapi saya rasa pemerintah perlu
meingkatkan lagi sosialisasi ke masyarakat terkait masalah
anak jalanan dan larangan menjadi anjal supaya masyarakat
yang lain juga bisa ikut mendukung program ini, karena yang
saya tahu masyarakat masih banyak yang belum mengetahui
tentang program ini dan tujuan dari program ini.
I7 Kalau saya jelas sangat mendukung terkait program yang
bertujuan mensejahterakan anak, namun pemerintah daerah
terkait seharusnya bisa meningkatkan lagi sosialisasi kepada
masyarakat untuk ikut mendukung program ini karena masih
banyak orang tua dari anak jalanan yang membiarkan anaknya
menjadi anjal, dan lingkungan disekitar terkesan tidak peduli
sehingga membiarkan anak-anak menjadi anjal. Dan
pemerintah juga harus lebih banyak melibatkan stakeholder
untuk mendukung dan mensukseskan program ini
I8-2 Memang benar saya rasa juga kurang memaksimalkan
sosialisasi kepada masyarakat yang lain dilingkungan sekitar
untuk mendukung kebijakan ini, karena saya masih banyak
menemui keluarga dan para tetangga yang membiarkan anak-
anak menjadi anak jalanan
Wawancara dengan Kasi Perlindungan Anak dan lanjut Usia Dinas Sosial
Provinsi Banten, 8 November 2015
Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2016
Wawancara dengan Kasi Perlindungan Anak dan lanjut Usia Dinas Sosial
Provinsi Banten, 8 November 2015
Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2016
Wawancara dengan Kasi Pelayanan dan Perlindungan Sosial Anak dan
Lansia Dinas Sosial Kota Serang, 7 Januari 2015
Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2016
Wawancara dengan Kasi Pelayanan dan Perlindungan Sosial Anak dan
Lansia Dinas Sosial Kota Serang, 7 Januari 2016
Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2016
Wawancara dengan Kabid Penegakan Peraturan Perundang-undangan
Daerah (PPUD) Satuan Polisi Pamong Praja Kota Serang, 16 Maret 2106
Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2016
Wawancara dengan Kabid Penegakan Peraturan Perundang-undangan
Daerah (PPUD) Satuan Polisi Pamong Praja Kota Serang, 16 Maret 2016
Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2016
Wawancara dengan Ketua Lembaga perlindungan Anak, Provinsi Banten,
16 Mei 2016
Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2016
Wawancara dengan Ketua Lembaga perlindungan Anak, Provinsi Banten,
16 Mei 2016
Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2016
Wawancara dengan Kasubid Perlindungan Perempuan dan Anak
BPMPKB, Kota Serang, 20 Februari 2016
Sumber: Dokumentasi Penulis, 2016
Wawancara dengan Kasubid Perlindungan Perempuan dan Anak
BPMPKB, Kota Serang, 20 Februari 2016
Sumber: Dokumentasi Penulis, 2016
Wawancara dengan Bapak Wahyu Petugas Pos Sahabat Anak Kebon Jahe,
Kota Serang, 7 April 2016
Sumber: Dokumentasi Penulis, 2016
Wawancara dengan Bapak Wahyu Petugas Pos sahabat Anak Kebon Jahe,
Kota Serang, 7 April 2016
Sumber: Dokumentasi Penulis, 2016
Wawancara dengan Bapak Hasannudin Petugas Pos Sahabat Anak Alun-
alun Timur Kota Serang, 9 Februari 2016
Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2016
Wawancara dengan Bapak Tatang Petugas Pos Sahabat Anak Ciceri Kota
Serang, 25 Mei 2016
Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2016
Wawancara dengan Bapak A. Ayi Petugas SATPOL PP Kota Serang yang
Bertugas Sebagai Petugas Pos Sahabat Anak Ciceri Kota Serang, 25 Mei
2016
Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2016
Wawancara dengan Bapak A. Ayi Petugas SATPOL PP Kota Serang yang
Bertugas Sebagai Petugas Pos Sahabat Anak Ciceri Kota Serang, 25 Mei
2016
Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2016
Kunjungan Lokasi Bangunan Pos Sahabat Anak Ciceri Kota Serang, 25
Mei 2016
Sumber: Peneliti 2016
Kunjungan Lokasi Bangunan Pos Sahabat Anak Ciceri Kota Serang, 25
Mei 2016
Sumber: Peneliti 2016
Wawancara dengan Pengamen Senior di Daerah Ciceri Kota Serang, 25
Mei 2016
Sumber: Dokumentasi Penulis, 2016
Kegiatan Pendataan Anak Jalanan oleh Petugas Pos Sahabat Anak Ciceri
Kota Serang, 25 Mei 2016
Sumber: Dokumentasi Penulis, 2016
Wawancara dengan Anak Jalanan Ciceri Kota Serang, 25 Mei 2016
Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2016
Wawancara dengan Anak Jalanan Alun-alun Timur Kota Serang, 26 Mei
2016
Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2016
Bangunan Pos Sahabat Anak Kebon Jahe Kota Serang, 15 April 2016
Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2016
Bangunan Pos Sahabat Anak Kebon Jahe Kota Serang, 15 April 2016
Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2016
Bangunan Pos Sahabat Anak Alun-Alun Timur Kota Serang, 15 April
2016
Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2016
Bangunan Pos Sahabat Anak Alun-Alun Timur Kota Serang, 15 April
2016
Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2016
Bangunan Pos Sahabat Anak Ciceri Kota Serang, 15 April 2016
Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2016
Bangunan Pos Sahabat Anak Ciceri Kota Serang, 15 April 2016
Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2016
CATATAN LAPANGAN
NO TANGGAL WAKTU TEMPAT HASIL INFORMAN
1. 20 November
2015 10.00 WIB
Dinas Sosial Provinsi
Banten Wawancara
Kasi Perlindungan Anak
dan Lansia Dinas Sosial
Provinsi Banten
2. 22 November
2015 15.00 WIB
Sekretariat TKSK Kota
Serang Wawancara
Petugas Pos Sahabat Anak
Alun-Alun Timur Kota
Serang
3. 7 Desember
2015 09.30 WIB
Kantor Dinas Sosial Kota
Serang Wawancara
Kasi Pelayanan dan
Perlindungan Sosial Anak
dan Lansia Dinas Sosial
Kota Serang
4. 10 Desember
2015 10.00 WIB
Kantor Dinas Sosial
Provinsi Banten
Wawancara
Jumlah Anak Jalanan di
Provinsi Banten
Data anak jalanan yang
Staff Pelaksana Program
Pos Sahabat Anak Dinas
Sosial Provinsi Banten
terdata oleh petugas PSA
Daftar nama petugas Pos
Sahabat Anak
5. 18 Desember
2015 09.00 WIB
Kantor Dinas Sosial Kota
Serang
Jumlah Anak Jalanan di
Kota Serang
Wawancara
Kasi Pelayanan dan
Perlindungan Sosial Anak
dan Lansia Dinas Sosial
Kota Serang
6. 2 Januari 2016 13.00 WIB Kantor Satpol PP Kota
Serang Wawancara
Kabid Penegakan
Peraturan Perundang-
undangan Daerah (PPUD)
7. 16 Januari 2016 14.00 WIB Kantor BPS Provinsi Banten Data anak jalanan di Provinsi
Banten dan Kota Serang
Perpustakaan BPS
Provinsi Banten
8. 5 Maret 2016 15.00 WIB Pos Sahabat Anak Ciceri
Kota Serang
Wawancara
Melakukan kegiatan
pendataan anak jalanan
Petugas Pos Sahabat Anak
Ciceri Kota Serang
9. 13 Maret 2016 16.15 WIB Rumah Petugas Pos Sahabat
Anak Kebon Jahe Wawancara
Petugas Pos Sahabat Anak
Kebon Jahe Kota Serang
10. 16 Mei 2016 09.15 WIB
Kantor Lembaga
Perlindungan Anak Provinsi
Banten
Wawancara
Ketua Lembaga
Perlindungan Anak
Provinsi Banten
11. 17 Mei 2016 10.10 WIB Kantor BPMPKB Kota
Serang Wawancara
Kasubid Perlindungan
Perempuan dan Anak
12. 19 Mei 2016 20.00 WIB Alun-Alun Timur Kota
Serang Wawancara
Anak Jalanan Alun-Alun
Timur Kota Serang
1
PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTENNOMOR 8 TAHUN 2010
TENTANG
PENYELENGGARAANKESEJAHTERAAN SOSIAL
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR BANTEN
Menimbang : a. Bahwa untuk melaksanakan salah satu urusan wajib yang menjadi tujuan Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial sesuai dengan Pasal 27 dan Pasal 28 Undang–undang 11 Tahun 2009 tentang kesejahteraan sosial, daerah diberi tanggungjawab dan kewenangan untuk melaksanakan penyelenggaraan kesejahteraan sosial;
b. bahwa untuk melaksanakan tanggungjawab dan kewenangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, dan untuk menjadikan kehidupan yang layak dan bermartabat, serta untuk memenuhi hak atas kebutuhan dasar warga negara demi tercapainya kesejahteraan sosial, pelaksanaannya harus dilakukan secara terarah, terencana, berkelanjutan dan taat asas;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang kesejahteraan sosial;
Mengingat : 1. Pasal 34 Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang - Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 1979 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3143);
3. Undang - Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3670);
4. Undang - Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 190, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3796);
2
5. Undang - Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Azasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886);
6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Banten (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4010);
7. Undang - Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235);
8. Undang - Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
9. Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah Terakhir dengan Undang – Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
10. Undang - Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4967);
11. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 95, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4419);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1980 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3177);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1980 tentang Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1980 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3175);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1980 tentang Usaha Kesejahteraan Sosial Penderita Cacat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1980 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3179);
3
15. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1981 tentang Pelayanan Kesejahteraan Sosial Bagi Fakir Miskin (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3206);
16. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1988 tentang Kesejahteraan Anak yang Bermasalah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1988 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3367);
17. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1988 tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat (LembaranNegara Republik Indonesia Tahun 1988 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3754);
18. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI BANTEN
dan
GUBERNUR BANTEN
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :1. Daerah adalah Provinsi Banten.
2. Pemerintah Daerah adalah Gubernur dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
3. Gubernur adalah Gubernur Banten.
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Banten.
5. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah satuan kerja di lingkungan Pemerintah Daerah yang memiliki tugas dan kewenangan dalam penyelengaraan kesejahteraan sosial
4
6. Pejabat yang ditunjuk adalah Pejabat di lingkungan Pemerintah Daerah yang berwenang di bidang penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial dan mendapat pendelegasian wewenang dari Gubernur.
7. Kesejahteraan Sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.
8. Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial adalah upaya yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara, yang meliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial.
9. Tenaga Kesejahteraan Sosial adalah seseorang yang dididik dan dilatih secara profesional untuk melaksanakan tugas-tugas pelayanan dan penanganan masalah sosial dan/atau seseorang yang bekerja, baik dilembaga pemerintah maupun swasta yang ruang lingkup kegiatannya di bidang kesejahteraan sosial.
10. Pekerja sosial profesional adalah seseorang yang bekerja, baik di lembaga pemerintah maupun swasta yang memiliki kompetensi dan profesi pekerja sosial, dan kepedulian dalam pekerjaan sosial yang diperoleh melalui pendidikan, pelatihan, dan/atau pengalaman praktek pekerjaan sosial untuk melaksanakan tugas-tugas penanganan masalah sosial.
11. Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial adalah potensi dan kemampuan yang ada dalam masyarakat baik manusiawi, sosial maupun alam, yang dapat digali dan didayagunakan untuk menangani, mencegah, timbul dan atau berkembangnya permasalahan sosial, dan meningkatnya taraf kesejahteraan sosial.
12. Potensi Sumber Dana Kesejahteraan Sosial adalah potensi masyarakat untuk menghimpun dan menyediakan dana bagi penyelenggaraan kesejahteraan sosial, berupa kemampuan perseorangan, kelompok sosial, pengusaha, yayasan perkumpulan sosial dan atau sumber alam setempat yang dapat dijadikan dana kesejahteraan sosial.
13. Organisasi Sosial adalah organisasi/perkumpulan yang berbentuk yayasan atau lembaga yang pembentukannya di prakarsai oleh sekelompok masyarakat baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum, yang berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam melaksanakan kegiatankesejahteraan sosial yang mempunyai wilayah kerja dan berdomisili di Provinsi Banten.
14. Lembaga Kesejahteraan Sosial adalah organisasi sosial atau perkumpulan sosial yang melaksanakan penyelenggaraan kesejahteraan sosial yang dibentuk oleh masyarakat, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.
15. Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial adalah perorangan, keluarga atau sekelompok masyarakat yang karena sebab-sebab tertentu tidak dapat melaksanakan fungsi dan peran sosialnya sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan minimum baik jasmani, rohani, maupun sosialnya.
16. Relawan Sosial adalah seseorang dan/atau kelompok masyarakat, baik yang berlatar belakang pekerjaan sosial maupun bukan berlatar belakang pekerjaan sosial, tetapi melaksanakan kegiatan penyelenggaraan di bidang sosial bukan di instansi sosial pemerintah atas kehendak sendiri dengan atau tanpa imbalan.
5
17. Pelaku Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial adalah individu, kelompok, lembaga kesejahteraan sosial, dan masyarakat yang terlibat dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial.
18. Rehabilitasi Sosial adalah proses refungsionalisasi dan pengembangan untuk memungkinkan seseorang mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan masyarakat.
19. Perlindungan Sosial adalah semua upaya yang diarahkan untuk mencegah dan menangani resiko dari guncangan dan kerentanan sosial.
20. Pemberdayaan Sosial adalah semua upaya yang diarahkan untuk menjadikan warga negara yang mengalami masalah sosial mempunyai daya, sehingga mampu memenuhi kebutuhan dasarnya.
21. Jaminan Sosial adalah semua upaya yang melembaga untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial dilakukan berdasarkan asas :
a. kesetiakawanan;
b. keadilan;
c. kemanfaatan;
d. keterpaduan;
e. kemitraan;
f. keterbukaan;
g. akuntabilitas;
h. partisipasi;
i. profesionalitas; dan
j. keberlanjutan.
Pasal 3
Penyelenggaraan kesejahteraan sosial bertujuan :
a. meningkatkan taraf kesejahteraan, kualitas dan kelangsungan hidup;
b. memulihkan fungsi sosial dalam rangka mencapai kemandirian;
c. meningkatkan ketahanan sosial masyarakat dalam mencegah dan menangani masalah kesejahteraan sosial ;
d. meningkatkan kemampuan, kepedulian dan tanggung jawab sosial dunia usaha dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial secara melembaga dan berkelanjutan;
e. meningkatkan kemampuan dan kepedulian masyarakat dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial secara melembaga dan berkelanjutan ;
6
f. meningkatkan kualitas manajemen penyelenggaraan kesejahteraan sosial
BAB III
PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 4
Penyelenggaraaan Kesejahteraan sosial di Daerah, wajib dilakukan oleh Pemerintah Daerah bersama-sama dengan masyarakat melalui program terpadu dan lintas sektor dengan pendekatan menyeluruh, termasuk didalamnya pengembangan potensi dan sumber dana kesejahteraan sosial .
Pasal 5
(1) Penyelenggaraan kesejahteraan sosial ditujukan kepada :
a. perseorangan;
b. keluarga
c. kelompok; dan/atau
d. masyarakat.
(2) Penyelenggaraan kesejahteraan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diprioritaskan kepada mereka yang memiliki kehidupan yang tidak layak secara kemanusiaan dan memiliki kriteria masalah sosial sebagai berikut :
a. kemiskinan;
b. keterlantaran;
c. kecacatan;
d. keterpencilan ;
e. ketunaan sosial dan penyimpangan perilaku;
f. korban bencana; dan/atau
g. korban tindak kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi.
Pasal 6Ruang Lingkup penyelenggaraan kesejahteraan sosial meliputi penanganan :
a. Anak Balita Terlantar;
b. Anak Terlantar;
c. Anak Nakal;
d. Anak Jalanan;
e. Wanita Rawan Sosial Ekonomi;
f. Korban Tindak Kekerasan;
7
g. Lanjut Usia Terlantar;
h. Penyandang Cacat;
i. Tuna Susila;
j. Pengemis;
k. Gelandangan;
l. Bekas Warga Binaan Lembaga Kemasyarakatan;
m. Keluarga Fakir Miskin;
n. Keluarga Berumah Tak Layak Huni;
o. Keluarga Bermasalah Sosial Psikologis;
p. Komunitas Adat Terpencil;
q. Pekerja migran bermasalah sosial;
r. Keluarga Rentan;
Pasal 7Penyelenggaraan kesejahteraan sosial meliputi :
a. rehabilitasi sosial;
b. jaminan sosial;
c. pemberdayaan sosial; dan
d. perlindungan sosial.
Bagian Kedua
Rehabilitasi Sosial
Pasal 8
(1) Rehabilitasi sosial dimaksudkan untuk memulihkan dan mengembangkan kemampuan sesorang yang mengalami disfungsi sosial agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar;
(2) Rehabilitasi Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan secara persuasif, motivatif, dan koersif, baik dalam keluarga, masyarakat maupun lembaga pelayanan kesejahteraan sosial;
(3) Rehabilitasi Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) , dapat dilakukan dalam bentuk:
a. motivasi dan diagnosis psikososial;
b. perawatan dan pengasuhan;
c. pelatihan vokasional dan pembinaan kewirausahaan;
d. bimbingan mental spiritual;
e. bimbingan fisik;
f. bimbingan sosial dan konseling psikososial;
g. pelayanan aksesibilitas;
8
h. bantuan dan asistensi sosial;
i. bimbingan resosialisasi;
j. bimbingan lanjut; dan/atau
k. rujukan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan rehabiltasi sosial diatur dalam Peraturan Gubernur.
Bagian Ketiga
Jaminan Sosial
Pasal 9
(1) Jaminan sosial sebagaimana dimaksudkan untuk :
a. menjamin fakir miskin, anak yatim piatu terlantar, lanjut usia terlantar, penyandang cacat fisik, cacat mental, cacat fisik dan mental, eks penderita penyakit kronis yang mengalami masalah ketidakmampuan sosial-ekonomi agar kebutuhan dasarnya terpenuhi.
b. menghargai pejuang, perintis kemerdekaan dan keluarga pahlawan atas jasa-jasanya.
(2) Jaminan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat diberikan dalam bentuk asuransi kesejahteraan sosial dan bantuan sosial sesuai dengan kemampuan keuangan daerah.
(3) Tata cara pemberian jaminan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Gubernur.
Bagian Keempat
Pemberdayaan Sosial
Pasal 10
(1) Pemberdayaan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c, dimaksudkan untuk :
a. memberdayakan seseorang, keluarga, kelompok, dan masyarakat yang mengalami masalah kesejahteraan sosial agar mampu memenuhi kebutuhannya secara mandiri.
b. meningkatkan peran serta lembaga dan/atau perseorangan sebagai potensi dan sumber daya dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial.
(2) Pemberdayaan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui :
a. peningkatan kemauan dan kemampuan;
b. penggalian potensi dan sumber daya;
c. penggalian nilai-nilai dasar;
d. pemberian akses; dan/atau
e. pemberian bantuan usaha.
9
(3) Pemberdayaan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan dalam bentuk :
a. diagnosis dan pemberian motivasi;
b. pelatihan keterampilan;
c. pendampingan;
d. pemberian stimulan modal, peralatan usaha dan tempat usaha;
e. peningkatan akses pemasaran hasil usaha;
f. supervisi dan advokasi sosial;
g. penguatan keserasian sosial;
h. penataan lingkungan; dan/atau
i. bimbingan lanjut.
(4) Pemberdayaan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dalam bentuk:
a. diagnosis dan pemberian motivasi;
b. penguatan kelembagaan masyarakat;
c. kemitraan dan penggalangan dana; dan/atau
d. pemberian stimulan.
Bagian Kelima
Usaha Perlindungan
Pasal 11
(1) Usaha Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal (7) huruf d, diarahkan untuk mencegah dan menangani resiko dari guncangan dan kerentanan sosial, seseorang, keluarga, kelompok, dan/atau masyarakat agar kelangsungan hidupnya dapat dipenuhi sesuai dengan kebutuhan dasar minimal.
(2) Usaha Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui :
a. bantuan sosial;
b. advokasi sosial; dan/atau
c. bantuan hukum.
Pasal 12(1) Bantuan Sosial dimaksudkan agar seseorang, keluarga, kelompok, dan/atau
masyarakat yang mengalami guncangan dan kerentanan sosial dapat tetap hidup secara wajar.
(2) Bantuan Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat sementara dan atau berkelanjutan dalam bentuk ;
a. bantuan langsung.
b. penyediaan aksesibilitas ; dan/atau
c. Penguatan lembaga
10
Pasal 13(1) Advokasi Sosial dimaksudkan untuk melindungi dan membela seseorang,
keluarga, kelompok, dan/atau masyarakat yang dilanggar haknya.(2) Advokasi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam bentuk
penyadaran hak dan kewajiban, pembelaan, dan pemenuhan hak.
Pasal 14
(1) Bantuan Hukum diselenggarakan untuk mewakili kepentingan penyandang masalah yang menghadapi masalah hukum dalam pembelaan atas hak, baik di dalam maupun diluar pengadilan.
(2) Bantuan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam bentuk pembelaan dan konsultasi hukum.
BAB IV
UPAYA PENANGANAN
Bagian Kesatu
Upaya penanganan keluarga fakir miskin, keluarga rentan, keluarga berumah tidak layak huni atau kumuh dan wanita rawan sosial ekonomi.
Pasal 15
(1) Penanganan keluarga fakir miskin,keluarga rentan dan wanita rawan sosial ekonomi dapat dilakukan melalui bantuan langsung maupun tidak langsung berupa barang atau uang baik dari pemerintah, pemerintah daerah maupun masyarakat;
(2) Melalui program pemberdayaan masyarakat miskin bidang pemberdayaan perempuan dan masyarakat desa, kesehatan, sosial, pendidikan, pertanian dan peternakan, kelautan dan perikanan;
(3) Penanganan terhadap keluarga miskin yang berumah tidak layak huni atau kumuh dapat diberikan bantuan berupa bedah rumah kumuh dari pemerintah daerah, BUMN, BUMD dan masyarakat;
Pasal 16
Upaya penanaganan sebagaimana dimaksud Pasal 15 dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Gubernur.
Bagian kedua
Upaya penanganan balita terlantar, anak terlantar, dan lanjut usia terlantar
Pasal 17
(1) Penanganan balita terlantar, anak terlantar, dan lanjut usia terlantar dapat dilakukan melalui unit instalansi rehabilitasi sosial, pemberdayaan individu, keluarga dan masyarakat;
11
(2) Penanganan balita terlantar, anak terlantar dan lanjut usia dilakukan dalam bentuk perlindungan sosial;
(3) penanganan anak dan orang terlantar diperjalanan, melalui :
a. rekomendasi surat perjalanan ketempat asal;
b. rujukan ke lembaga terkait;
c. pemberian bantuan stimulan.
Pasal 18
Upaya penanganan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Gubernur.
Bagian ketiga
Penanganan Penyandang Cacat
Pasal 19
(1) Setiap penyandang cacat mempunyai kesamaan kesempatan dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan;
(2) Setiap orang wajib mengakui, menghormati dan memenuhi kesamaan kesempatan bagi penyandang cacat dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan;
Pasal 20
(1) Kesamaan kesempatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, diarahkan untuk mewujudkan kesamaan kedudukan, hak, kewajiban dan peran penyandang cacat agar dapat berintegrasi secara proposional, fungsional dan wajar dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan.
(2) Kesamaan kesempatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan melalui pendidikan, kesempatan kerja dan penghidupan sosial.
(3) Penanganan penyandang cacat dapat dilakukan dalam bentuk rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bagian Keempat
Penanganan Korban Tindak Kekerasan, Keluarga Bermasalah Sosial Psikologis,dan Pekerjaan Migran Bermasalah
Pasal 21
Penanganan Korban Tindak Kekerasan, Keluarga Bermasalah Sosial Psikologis, dan Pekerja Migran Bermasalah dapat dilakukan dalam bentuk perlindungan sosial , yang dilaksanakan oleh SKPD dan lembaga terkait.
Pasal 22
Upaya penanganan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
12
Bagian Kelima
Penanganan Komunitas Adat Terpencil
Pasal 23
Penanganan Komunitas Adat Terpencil dapat dilakukan dalam bentuk pemberdayaan dan perlindungan sosial, yang dilaksanakan oleh SKPD dan lembaga terkait.
Pasal 24Upaya penanganan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
Bagian Keenam
Penanganan Gelandangan, Pengemis, Anak Nakal, Anak Jalanan, Bekas Warga Binaan Lembaga Kemasyarakatan, dan Tuna Susila
Pasal 25
(1) Penanganan Gelandangan, Pengemis,Anak Nakal, Anak Jalanan, Bekas Warga Binaan Lembaga Kemasyarakatan dan Tuna Susila dapat dilakukan dalam bentuk rehabilitasi sosial, dan pemberdayaan sosial yang dilaksanakan oleh SKPD dan lembaga terkait.
(2) Mekanisme dan tata cara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh peraturan Gubernur.
Bagian Ketujuh
Larangan
Pasal 26(1) Setiap orang dilarang mengkoordinir, mengeksploitasi atau menjadikan
gelandangan,pengemis dan tuna susila sebagai alat untuk mencari keuntungan bagi kepentingan diri sendiri ataupun orang/kelompok lain.
(2) Setiap orang dilarang memberikan uang atau barang kepada gelandangan dan pengemis di jalan atau ditempat-tempat umum.
BAB V
TANGGUNG JAWAB DAN KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH
Pasal 27
Tanggung jawab pemerintah provinsi dalam menyelenggarakan kesejahteraan sosial meliputi :
a. mengalokasikan anggaran untuk penyelenggaraan kesejahteraan sosial dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah ;
b. melaksanakan penyelenggaraan kesejahteraan sosial lintas kabupaten/kota, termasuk dekosentrasi dan tugas perbantuan ;
13
c. memberikan bantuan sosial sebagai stimulan kepada masyarakat yang menyelenggarakan kesejahteraan sosial;
d. memelihara taman makam pahlawan; dan
e. melestarikan nilai kepahlawanan, keperintisan, dan kesetiakawanan sosial.
Pasal 28
Wewenang pemerintah provinsi dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial meliputi:a. penetapan kebijakan penyelenggaraan kesejahteraan sosial yang bersifat lintas
kabupaten/kota selaras dengan kebijakan pembangunan nasional di bidang kesejahteraan sosial;
b. penetapan kebijakan kerja sama dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial dengan lembaga kesejahteraan sosial nasional;
c. pemberian izin dan pengawasan pengumpulan sumbangan dan penyaluran bantuan sosial sesuai kewenangannya;
d. koordinasi pelaksanaan program penyelenggaraan kesejahteraan sosial;
e. pemeliharaan taman makam pahlawan ; dan
f. pelestarikan nilai kepahlawanan, keperintisan, dan kesetiakawanan sosial.
Pasal 29
Pemerintah Provinsi dan pemerintah kabupaten/kota melakukan koordinasi dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian penyelenggaraan kesejahteraan sosial.
BAB VI
SUMBER DAYA PENYELENGGARAAN SOSIAL
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 30
Sumber daya penyelenggaraan kesejahteraan sosial meliputi :
a. Sumber daya Manusia ;
b. Sarana dan prasarana ; serta
c. Sumber pendanaan.
Bagian Kedua
Sumber Daya Manusia
Pasal 31
(1) Sumber daya Manusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf a terdiri atas:a. tenaga kesejahteraan sosial;
14
b. pekerja sosial profesional;
c. relawan sosial ; dan
d. penyuluh sosial.
(2) Tenaga kesejahteraan sosial, pekerja sosial profesional dan penyuluh sosialsebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf d, sekurang-kurangnya memiliki kualifikasi :
a. pendidikan di bidang kesejahteraan sosial;
b. pelatihan dan keterampilan pelayanan sosial; dan/atau
c. pengalaman melaksanakan pelayanan sosial.
Pasal 32
(1) Tenaga kesejahteraan sosial, pekerja sosial profesional, dan penyuluh sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c dapat memperoleh :
a. pendidikan;
b. pelatihan;
c. promosi;
d. tunjangan; dan/atau
e. penghargaan.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketiga
Sarana dan Prasarana
Pasal 33(1) Sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf b meliputi :
a. Panti sosial ;
b. Pusat rehabilitasi sosial;
c. Pusat Pendidikan dan Pelatihan ;
d. Pusat kesejahteraan sosial ;
e. Rumah singgah ;
f. Rumah perlndungan sosial
(2) Pemerintah Daerah melakukan upaya terhadap sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menurut skala prioritas kebutuhan dalam penanganan penyandang masalah kesejahteraan sosial,.
(3) Penyediaan sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan.
(4) Usaha penyediaan sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat pula dilaksanakan dengan cara rujukan antar lembaga penyelenggara kesejahteraan sosial.
15
BAB VII
SUMBER PENDANAAN
Pasal 34(1) Sumber Pendanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf c meliputi:
a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
c. Sumbangan masyarakat ;
d. Dana yang disisihkan dari badan usaha sebagai kewajiban dan tanggung jawab sosial dan lingkungan (Corporate Social Responsibility) ;
e. Sumber pendanaan yang sah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan ;
(2) Pengalokasian sumber pendanaan dimaksud ayat (1) huruf a diilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan ;
(3) Pengumpulan dan penggunaan sumber pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c dan f dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 35Usaha pengumpulan dan penggunaan sumber pendanaan yang berasal dari masyarakat bagi kepentingan kesejahteraan sosial selain sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 34 ayat (3) dilaksanakan oleh Gubernur sesuai dengan kewenangannya.
BAB VIII
PERAN MASYARAKAT
Pasal 36
(1) Masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk berperan dalam Penyelenggaraan kesejahteraan sosial.
(2) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh :
a. perseorangan;
b. keluarga;
c. organisasi keagamaan;
d. organisasi sosial kemasyarakatan antara lain organisasi kepemudaan, yayasan dan paguyuban;
e. lembaga swadaya masyarakat;
f. organisasi profesi;
g. badan usaha;
h. lembaga kesejahteraan sosial; dan
i. lembaga kesejahteraan sosial asing.
(3) Peran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan untuk mendukung keberhasilan penanggulangan masalah sosial
16
Pasal 37(1) Organisasi profesi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) huruf f,
terdiri atas :a. ikatan pekerja sosial profesional;b. lembaga pendidikan pekerjaan sosial; danc. lembaga kesejahteraan sosial.
(2) Untuk menjaga dan menegakkan profesionalisme, organisasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menetapkan kode etik.
BAB IX
ORGANISASI SOSIAL
Bagian Kesatu
Pendaftaran
Pasal 38
Setiap organisasi sosial atau lembaga sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37yang berkedudukan dan menjalankan penyelenggaraan kesejahteraan sosial di Daerah wajib mempunyai tanda daftar organisasi sosial dari Gubernur atau SKPD yang ditunjuk.
Pasal 39
(1) Setiap organisasi yang memohon tanda daftar organisasi sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 wajib melampirkan :a. salinan akta pendirian dan/atau salinan Anggaran Dasar dan Anggaran
Rumah Tangga;b. salinan struktur kepengurusan;c. program kerja;
(2) Tata cara dan persyaratan pendaftaran tanda daftar organisasi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh Gubernur.
Bagian kedua
Pembinaan
Pasal 40
Pemerintah Daerah memberikan pembinaan kepada setiap organisasi sosial atau lembaga sosial yang melakukan kegiatan di Daerah.
Pasal 41(1) Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 dilakukan melalui :
a. orientasi;b. pemberian bimbingan;c. fasilitas pendidikan dan latihan baik dari dalam maupun dari Luar Negeri;d. pemberian bantuan keuangan, peralatan dan fasilitas-fasilitas tertentu,
sesuai dengan kemampuan keuangan Daerah.
17
(2) Tata cara pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dalam Peraturan Gubernur.
Bagian Ketiga
Larangan Organisasi Sosial
Pasal 42Setiap organisasi sosial dan/atau lembaga sosial dilarang :a. menerima bantuan dari Luar Negeri tanpa mengikuti tata cara penerimaan
berdasarkan peraturan perundang-undangan;b. menyelenggarakan usaha pengumpulan dana dengan cara-cara memaksa atau
yang mengandung unsur paksaan/penipuan;c. menyelenggarakan kegiatan yang menyimpang dari Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga organisasi sosial atau lembaga sosial yang bersangkutan;
d. melakukan kegiatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
BAB X
PEMBINAAN, PENGAWASAN, PEMANTAUAN DAN EVALUASI
Pasal 43
(1) Pemerintah Daerah melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap aktivitas pelaku penyelenggaraan kesejahteraan sosial.
(2) Masyarakat dapat melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap aktivitas pelaku penyelenggaraan kesejahteraan sosial.
Pasal 44
(1) Pemerintah Daerah melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap penyelenggaraan kesejahteraan sosial.
(2) Pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebagai bentuk akuntabilitas dan pengendalian mutu penyelenggaraan kesejahteraan sosial.
Pasal 45Pembinaan dan pengawasan, serta pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB XI
SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 46(1) Setiap orang dan/atau badan yang melanggar ketentuan Pasal 42 dikenakan
sanksi administratif.
18
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa :a. membekuan dan/atau pencabutan izin;b. denda administratif;c. sanksi polisional.
(3) Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan cara :a. pemberian teguran tertulis pertama;b. pemberian teguran tertulis kedua disertai pemanggilan;c. pemberian teguran tertulis ketiga;d. penindakan atau pelaksanaan sanksi polisional dan/atau pencabutan izin.
(4) Denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b disetorkan ke Kas Umum Daerah.
(5) Sanksi polisional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dapat berupa :a. penyegelan;b. pembongkaran.
(6) Tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh Gubernur.
BAB XIIKETENTUAN PENUTUP
Pasal 47Peraturan Gubernur tentang teknis pelaksanaan Peraturan Daerah ini paling lambat ditetapkan 1 (satu) tahun sejak diundangkannya Peraturan Daerah ini.
Pasal 48Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Banten.
Disahkan di Serangpada tanggal 29 Desember 2010
GUBERNUR BANTEN,
ttd.
RATU ATUT CHOSIYAH
Diundangkan di Serangpada tanggal 30 Desember 2010
SEKRETARIS DAERAHPROVINSI BANTEN,
ttd.
M U H A D I
LEMBARAN DAERAH PROVINSI BANTEN TAHUN 2010 NOMOR 8
19
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN
NOMOR 8 TAHUN 2010
TENTANG
PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL
I. UMUM
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada Bab XIV Perekonomian dan Kesejahteraan Sosial Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) yang berbunyi : ayat (1) Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara dan pada ayat (2) Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan. Sebagai tindakan implemantif secara umum, tugas pemerintah dalam pembangunan Nasional di ejawantahkan untuk mencapai kesejahteraan sosial. Salah satu program pembangunan di daerah Provinsi Banten dalam upaya mewujudkan kesejahteraan sosial yaitu telah di canangkan dan dilaksanakannya program penanganan masalah-masalah sosial seperti program untuk mengurangi angka pengangguran, kemiskinan dan ketertinggalan. Sampai saat ini pelayanan sosial belum terarah dan terfokus, hal ini disebabkan akar masalah-masalah sosial belum di temu kenali secara konseptual.
Masih rendahnya tingkat pencapaian dalam bidang kesejahteraan sosial mengundang respon, responsible dan responsibility Gubernur Banten. Untuk menggunakan methode pendekatan dan pengenalan terhadap akar masalah kesejahteraan sosial melalui visinya sebagaimana tertuang dalam RPJMD dan RPJPD Provinsi Banten. Yang berbunyi ” Rakyat Banten sejahtera berlandaskanIman dan Takwa ”.Perhatian masyarakat Provinsi Banten atas upaya dan langkah-langkah penanggulangan masalah sosial kian meningkat terbukti dengan semakin tajamnya kritikal masyarakat terhadap Pemerintah Daerah dan semakin menguatnya peran masyarakat secara gotong royong dalam menangani permasalahan sosial baik secara individual , kelompok, maupun golongan yang terhimpun dalam lembaga sosial, organisasi sosial dan organisasi kepemudaan.Permasalahannya adalah agak sulit untuk membedakan mana tanggung jawabpemerintah dan mana yang menjadi tanggung jawab masyarakat. Oleh karena itu di pandang perlu untuk di padukan dan di rinci secara sistematis tugas dan tanggung jawab antara Pemerintah dan masyarakat melalui tatanan Legislasi. Dalam bentuk Peraturan Daerah sebagai penjabaran dari pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dimana bunyi ayat (1) huruf g sebagai berikut : ”Penanggulangan Masalah Sosial lintas Kabupaten/kota perlu segera diwujudkan”.
Dalam rangka menanggulangi masalah sosial baik yang akan menjadi beban dan tanggung jawab pemerintah daerah maupun tanggung jawab masyarakat, DPRD Provinsi Banten berinisiatif untuk merumuskan kebijakan strategis dalam Peraturan Daerah penanggulangan masalah sosial yang
20
berorientasi pada visi misi Provinsi Banten, yang titik tumpunya pada pemberdayaan masyarakat.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Cukup jelas
21
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas
Pasal 32
Cukup jelas
22
Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34
Cukup jelas
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas
Pasal 37
Cukup jelas
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Cukup jelas
Pasal 44
Cukup jelas
Pasal 45
Cukup Jelas.
Pasal 46
Cukup jelas
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 30
NO POKOK BAHASAN URAIAN LANGKAH-LANGKAH TINDAK LANJUT KETERANGAN
A. Sarana dan Prasarana 1. Pos Sahabat Anak
Kota Serang a. Perempatan Carrefour b. Perempatan Kebon Jahe c. Perempatan Sumur
Pecung
Kota Cilegon a. Perempatan PCI
1. Bangunan
a. Bentuk bangunan b. Ukuran c. Titik lokasi (sepadan jalan nasional,
provinsi, kab/kota) 2. Interior dan Kelengkapan
a. Meubeler b. Kelengkapan lainnya
1. Spesifikasi dan gambar
- Ukuran bangunan 2 x 2 2. RAB 3. Ijin lokasi
- Menunggu dari Kota Serang dan Kota Cilegon
2. CCTV
Kota Serang a. Perempatan Carrefour b. Perempatan Kebon Jahe c. Perempatan Sumur
Pecung
Kota Cilegon Perempatan PCI
1. Sistem 2. Kelengkapan perangkat hardware
a. Titik Pos Sahabat Anak b. Titik Dinas Sosial Kota Serang, Kota
Cilegon, dan Dinas Sosial Provinsi
- Tergantung spesifikasi yang diinginkan
- Bisa di akses di Dinas Sosial Kota Serang dan Kota Cilegon
- Masing-masing Dinas Sosial menyiapkan perangkat pendukung (software dan hardware) yang memadai; Internet dan komputer server
B. Kesiapan SDM
1. Rapat koordinasi
- Menghasilkan mekanisme atau langkah-langkah tahapan yang akan dilaksanakan oleh masing-masing wilayah ujicoba dalam rangka penanganan anak jalanan
2. Pelatihan penanganan anak jalanan 3. Coaching clinic anak jalanan
4. Sosialisasi 5. Honor petugas Pos Sahabat Anak
6. Penelusuran keluarga anak jalanan
- Dilaksanakan pada tanggal 9 Desember 2013
- Melibatkan stakeholder dan atau tokoh masyarakat calon petugas di Pos Sahabat Anak
- Mendata dan memetakan profil anak
jalanan di Kota Serang dan Kota Cilegon
- Menghasilkan langkah-langkah atau upaya yang tepat dalam penanganan permasalahan anak jalanan
- Hasil coaching clinic akan ditindaklanjuti dengan pelatihan bimbingan dan motivasi kerja di tahun 2014
- Dilaksanakan setelah semua tahapan ujicoba dilaksanakan
- Melibatkan seluruh stakeholder yang terkait dalam penanganan anak jalanan di tingkat Provinsi ataupun Kab/Kota se-Provinsi Banten
- Peserta 40 orang - Setelah pelaksanaan Rapat koordinasi - Setelah pembuatan Pos Sahabat Anak - 3 Orang x 4 Lokasi
- Prioritas untuk peserta coaching clinic
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENELITI
Nama : Gema Nugraha
NIM : 6661110628
Tempat, Tanggal Lahir : Serang, 06 April 1993
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat
: Jalan Raya Pandeglang Km 03 Karundang BPLKI
RT/RW 003/001 Kelurahan Tembong Kecamatan
Cipocok Jaya Kota Serang Provinsi Banten
E-mail : [email protected]
No Hp : 089625446659
Pendidikan Formal
1998 – 2005 : SD Negeri Sempu 2 Serang
2005 – 2008 : SMP Negeri 9 Kota Serang
2008 – 2011 : SMA Negeri 6 Kota Serang
2011 – 2016 : Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa