SKRIPSI RIDHA TUNNISA - Copy.pdf

60
KERAGAMAN GEN IGF-1 PADA POPULASI KAMBING KACANG DI KABUPATEN JENEPONTO SKRIPSI Oleh: RIDHA TUNNISA I 111 09 259 FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2013

Transcript of SKRIPSI RIDHA TUNNISA - Copy.pdf

Page 1: SKRIPSI RIDHA TUNNISA - Copy.pdf

KERAGAMAN GEN IGF-1 PADA POPULASI KAMBING KACANG

DI KABUPATEN JENEPONTO

SKRIPSI

Oleh:

RIDHA TUNNISA

I 111 09 259

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2013

Page 2: SKRIPSI RIDHA TUNNISA - Copy.pdf

KERAGAMAN GEN IGF-1 PADA POPULASI KAMBING KACANG

DI KABUPATEN JENEPONTO

SKRIPSI

Oleh:

RIDHA TUNNISA

I 111 09 259

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas

Peternakan Universitas Hasanuddin

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2013

Page 3: SKRIPSI RIDHA TUNNISA - Copy.pdf

PERNYATAAN KEASLIAN

1. Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Ridha Tunnisa

NIM : I 111 09 259

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa:

a. Karya skripsi yang saya tulis adalah asli

b. Apabila sebagian atau seluruhnya dari karya skripsi, terutama dalam Bab

Hasil dan Pembahasan tidak asli atau plagiasi maka bersedia dibatalkan

atau dikenakan sanksi akademik yang berlaku.

2. Demikian pernyataan keaslian ini dibuat untuk dapat dipergunakan

sepenuhnya.

Makassar, Juli 2013

TTD

Ridha Tunnisa

Page 4: SKRIPSI RIDHA TUNNISA - Copy.pdf

Judul Penelitian : Keragaman Gen IGF-1 Pada Populasi Kambing

Kacang Di Kabupaten Jeneponto

Nama : Ridha Tunnisa

No. Pokok : I 111 09 259

Program Studi : Produksi Ternak

Jurusan : Produksi Ternak

Fakultas : Peternakan

Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui oleh:

Pembimbing Utama

Prof. Dr. Ir. Lellah Rahim, M.Sc

NIP. 19630501 198803 1 004

Dekan Fakultas Peternakan

Prof. Dr. Ir. Syamsuddin Hasan, M.Sc.

NIP. 19520923 197903 1 002

Tanggal Lulus : Juli 2013

Pembimbing Anggota

Dr. Muhammad Ihsan A. Dagong, S.Pt, M.Si

NIP. 19770526 200212 1 003

Ketua Jurusan Produksi Ternak

Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Baco, M.Sc.

NIP. 19641231 198903 1 025

Page 5: SKRIPSI RIDHA TUNNISA - Copy.pdf

ABSTRAK

RIDHA TUNNISA (I 111 09 259). Keragaman Gen IGF-1 Pada Populasi Kambing

Kacang Di Kabupaten Jeneponto. Dibawah bimbingan oleh Lellah Rahim sebagai

Pembimbig Utama dan Muhammad Ihsan A. Dagong sebagai pembimbing anggota.

Penelitian ini bertujuan untuk Mengetahui keragaman gen IGF-1 pada populasi

kambing Kacang dengan metode PCR- RFLP dan mengetahui distribusi alel dan

frekuensi alel / genotipe serta heterosigositas gen IGF-1 pada populasi kambing

Kacang di Kabupaten Jeneponto. Gen IGF-1 merupakan protein pengangkut dalam

darah. Gen ini diindikasikan sebagai gen yang dapat mengontrol sifat pertumbuhan

pada ternak yang berpusat pada sel somatik. PCR digunakan untuk mengamplifikasi

fragmen DNA dari gen IGF-1 exon 4. Keragaman genetik pada IGF-1 dideteksi

dengan memotong amplimer dengan enzim retriksi HaeIII. Hasil penelitian ini

menunjukkan ada keragaman genetik ( polimorfik ) karena ditemukan dua alel pada

populasi tersebut. Frekuensi Alel A 0.09574 dan Alel B 0.0426. Nilai Heterozigositas

harapan (He) rendah karena frekuensi genotip AB rendah. Nilai chi- square 0.068 (P<

0,05) menunjukkan bahwa IGF-1|HaeIII berada dalam kesetimbangan Hardy-

Weinberg.

Kata kunci : keragaman genetik, IGF-1|HaeIII, Kambing Kacang

Page 6: SKRIPSI RIDHA TUNNISA - Copy.pdf

ABSTRACT

RIDHA TUNNISA ( I11109 259). IGF-1 gene diversity in Kacang goat populations

from Jenneponto. Under guidance by Lellah Rahim as main supervisor and

Muhammad Ihsan A Dagong as co- supervisor.

The aim of this study to indentify IGF -1 gene diversity in Kacang goat with PCR-

RFLP methods and to determine the distribution of alleles, genotype frequency and

heterozigosity of IGF-1 gene. IGF-1 was a carrier protein in the blood. The gene that

encode IGF-1 roles the growth of somatic cells. A PCR-RFLP method was used to

amplify DNA fragment of the IGF-1 gene (exon 4). To indentify the polymorphisms

in IGF-1 gene the amplycon were cut by HaeIII restriction enzyme. The result of the

research identify polymorphisms in IGF-1 (exon 4) and found two alleles in the

Kacang goat populations. The Allele A frequency was 0.9574 while B 0.0426. The

value of expected heterozigosity (He) was low due to the low frequency of AB

genotype. Chi- square value 0.068 (P<0,05) showed that IGF-1|HaeIII were in Hardy-

Weinberg equilibrium.

Key words : Genetic polymorphisms, IGF-1|HaeIII, Kacang goat

Page 7: SKRIPSI RIDHA TUNNISA - Copy.pdf

KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirahim…..

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan

hidayah-Nya sehingga Tugas Akhir / Skripsi ini dapat diselesaikan dengan tepat

waktu. Skripsi dengan judul “ Keragaman Gen IGF-1 (Insulin like growth factor 1)

Pada Populasi Kambing Kacang Di Kabupaten Jeneponto ” Sebagai Salah Satu

Syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Peternakan Universitas

Hasanuddin, Makassar.

Ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya penulis hanturkan

dengan penuh rasa hormat kepada :

1. Secara khusus penulis mengucapkan banyak terima kasih yang sebesar- besarnya

kepada kedua orang tua tercinta Rusli Hanreng dan Fatmawty, S.Pd atas segala

doa yang tak henti-hentinya dihanturkan, segala kasih sayang, motivasi serta

materi yang diberikan kepada penulis, dan saudara- saudara, kakak tersayang

Rezki Tunnisa, S.KM dan adik-adik tercinta Rahmat Maulana, Nurul Fahmi

dan Wahyu Ahmadi yang telah menceriakan penulis selama ini.

2. Prof. Dr. Ir. Lellah Rahim, M.Sc selaku pembimbing utama dan Dr.

Muhammad Ihsan A. Dagong, S.Pt, M.Si selaku pembimbing anggota yang tak

hentinya membagi ilmunya, meluangkan waktunya serta segala keikhlasanya

untuk memberikan bimbingan, nasehat dan saran mulai dari awal penelitian

sampai penulisan skripsi ini.

Page 8: SKRIPSI RIDHA TUNNISA - Copy.pdf

3. Bapak Prof. Dr. Ir. Sjamsuddin Garantjang, M.Sc. selaku Penasehat

Akademik.

4. Prof. Dr. Samsuddin Hasan, M.Sc selaku Dekan Fakultas Peternakan dan

seluruh Staf Pegawai Fakultas Peternakan, terima kasih atas segala bantuan kepada

penulis selama menjadi mahasiswa.

5. Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Baco, M,Sc selaku ketua Jurusan Produksi Ternak

beserta seluruh Dosen dan Staf jurusan Produksi Ternak atas segala bantuan

kepada penulis selama menjadi mahasiswi.

6. Ibu Dosen drh. Farida Nur Yuliati, M.Si sebagai Koordinator Laboratorium

Ilmu Kesehatan Ternak, dan drh. Kusumandari Indah Prahesti Terima kasih

atas bimbingan, nasehat-nasehat, dan dukungannya kepada Penulis

7. Sahabat-sahabat ”Merpati 09”, tanpa terkecuali terima kasih yang setinggi-

tingginya serta penghargaan yang sebesar-besarnya atas segala cinta,

pengorbanan, bantuan, pengertian, canda tawa serta kebersamaan selama ini,

waktu yang dilalui sungguh merupakan pengalaman hidup yang berharga dan tak

mungkin untuk terlupakan dan terima kasih telah memberiku sedikit tempat di

hatimu untuk menjadikanku sahabat dan teriring dengan doa semoga rekan dan

sahabatku sukses selalu.

8. Teman KKN Posko XI Salokaraja, Andi Evan, Farel, Bustanil Yasir, Nurul

Husin, Andi Putri L, Herin, Dian dan Yuli terima kasih atas pertemuan singkat

tapi untuk persahabatan selamanya.

Page 9: SKRIPSI RIDHA TUNNISA - Copy.pdf

9. Terima kasih kepada Rekan-Rekan Asisten Mikrobiologi Hewan ( Milo, k’ Pury,

Andi, Wheny, Khy2) dan asisten Ilmu Kesehatan Ternak ( K’ Tury, k’ Nhu2,

Milo, Jahid, Amril ) atas bantuan dan canda tawa selama penulis kuliah di Fakultas

Peternakan.

10. Terima kasih kepada semua teman –teman sepenelitian (K’ Nurul, Yuli, K’ Yuli)

dan K’ Try di Laboratorium terpadu atas kesempatan yang diberikan untuk

melakukan penelitian.

11. Sahabat- sahabat terdeka atas segala bantuannya kepada penulis, yang telah

menerima dan mendengar segala curahan hati penulis.

12. Kepada Senior- Junior Lebah 05, Colagen 06, Rumput 07, Bakteri 08, Antraks

09, dan Lion 10.

13. Saudara Hendra Setiawan yang telah menjadi sahabat, kekasih dan Insya Allah

menjadi teman hidup kelak. Amin

14. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu persatu, Terimah Kasih atas

bantunnya.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih terdapat kekurangan

dan kesalahan. Penulis mengharapkan kritikan dan saran yang sifatnya membangun

demi kesempurnaan skripsi ini.

Makassar, Juli 2013

Ridha Tunnisa

Page 10: SKRIPSI RIDHA TUNNISA - Copy.pdf

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL ................................................................................... i

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... ii

PERNYATAAN KEASLIAN ........................................................................ iii

HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iv

ABSTRAK ...................................................................................................... v

ABSTRACT .................................................................................................... vi

KATA PENGANTAR .................................................................................... vii

DAFTAR ISI ................................................................................................... x

DAFTAR TABEL .......................................................................................... xii

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiii

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiv

PENDAHULUAN ........................................................................................... 1

TINJAUAN PUSTAKA

A. Sistematika dan Klasifikasi Kambing ............................................ 4

B. Karakteristik Kambing Kacang ...................................................... 5

C. Keragaman Genetik ........................................................................ 6

D. Penanda DNA Terciri (Marker Assisted Selection) ....................... 9

E. Kandidat Gen untuk Sifat Produksi ................................................ 11

F. Insulin Like Growth Factor 1 (IGF-1) ............................................ 13

G. Analisa DNA dan Polymerase Chain Reaction –Restriction Fragment

Lenght Polymorphisims (PCR-RFLP) ............................................ 15

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat ............................................................................... 21

Materi Penelitian ................................................................................. 21

Tahapan Penelitian ............................................................................... 21

Analisa data ......................................................................................... 24

Page 11: SKRIPSI RIDHA TUNNISA - Copy.pdf

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Amplifikasi Gen IGF-1 pada Kambing Kacang ............................. 26

B. Identifikasi varian Gen IGF-1 exon 4 pada Kambing dengan metode

PCR-RFLP……………………………………………………… 27

C. Frekuensi Genotip, Alel dan Kesetimbangan Hardy- Weinberg… 28

D. Nilai Heterosigozitas …………………………………………….. 31

PENUTUP

Kesimpulan ..................................................................................................... 33

Saran ................................................................................................................. 33

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 34

LAMPIRAN .................................................................................................... 40

RIWAYAT HIDUP

Page 12: SKRIPSI RIDHA TUNNISA - Copy.pdf

DAFTAR TABEL

No. Teks Halaman

1. Tekhnik Molekuler yang sering digunakan dalam molekuler ..... 18

2. Squend primer beserta enzim restriksi endoneklease untuk

PCR- RFLP ................................................................................... 23

3. Frekuensi Genotip gen IGF-1 | HaeIII…………………………... 26

4. Frekuensi Alel dan Kesetimbangan Hardy-Weinberg…………… 29

Page 13: SKRIPSI RIDHA TUNNISA - Copy.pdf

DAFTAR GAMBAR

No. Teks Halaman

1. Visualisasi hasil amplifikasi Gen IGF-1 exon 4 pada mesin PCR dalam

gel agarose 1,5 %. M: marker 100bp, 1-9 : sampel kambing Kacang.. 26

2. Visualisasi PCR-RFLP gen IGF-1 pada gel agarose 2%, M: marker

100bp,baris 1,3,5,7 genotip homozigot AA dan baris 2,4,6,8 genotip

heterozigotAB………………………………………………………… 27

3. Letak squend primer forward dan reverse IGF-1 exon……………….. 29

Page 14: SKRIPSI RIDHA TUNNISA - Copy.pdf

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

Teks

1. Sequen Gen IGF-1 Lengkap ........................................................................ 40

2. Genotip Kambing Kacang ........................................................................... 42

3. Analisis Genetik Populasi ......................................................................... 44

Page 15: SKRIPSI RIDHA TUNNISA - Copy.pdf

PENDAHULUAN

Kambing (Capra hircus) merupakan salah satu jenis ternak yang pertama

dibudidayakan oleh manusia untuk keperluan sumber daging, susu, kulit dan bulu

(Chen et al., 2005). Bukti arkeologi menemukan bahwa kambing merupakan hewan

yang pertama didomestikasi di kawasan Asia Barat sekitar 10.000 tahun lalu (Zeder

and Hesse, 2000).

Kambing merupakan ternak ruminansia kecil yang banyak dipelihara petani

peternak di pedesaan maupun diperkotaan dengan berbagai tujuan, antara lain sebagai

tabungan yang sewaktu-waktu dapat dijual. Ternak ini sangat potensial untuk

dikembangbiakkan dan dimanfaatkan produksi dagingnya, selain dari itu keberadaan

ternak kambing di Indonesia khususnya di Sulawesi Selatan dapat dijadikan sebagai

penyangga kebutuhan konsumsi daging dari banyaknya isu tentang mahalnya harga

daging sapi.

Jenis kambing lokal sangat beragam tergantung tempat kambing tersebut

beradaptasi. Seperti halnya pada kambing Marica dan kambing Kacang yang

merupakan jenis kambing lokal yang ada di Sulawesi Selatan. Termasuk juga

kambing PE (Peranakan Etawa) yang banyak dipelihara di Sulawesi Selatan untuk

menghasilkan susu.

Kambing lokal merupakan sumber daya genetik yang perlu untuk

dikembangbiakkan. Beberapa kelebihan kambing lokal antara lain kemampuan

bertahan hidup (adaptasi) pada lahan tandus dengan ketersediaan pakan yang terbatas,

serta daya tahan terhadap penyakit. Namun, di antara kelebihan tersebut terdapat

Page 16: SKRIPSI RIDHA TUNNISA - Copy.pdf

juga beberapa kelemahannya antara lain performa bobot badan dan laju

pertumbuhan yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan kambing lokal lainnya.

Keragaman performa tubuh kambing disebabkan oleh beberapa faktor

diantaranya perbedaan genetik yang ada pada ternak tersebut. Maka untuk

meningkatkan performa kambing dapat di identifikasi keragaman dengan gen

pertumbuhan seperti IGF-1 (Insulin Like Growth Faktor). IGF-1 merupakan gen yang

mengontrol pertumbuhan pada kambing yang berpusat pada pertumbuhan sel somatik

setelah kelahiran dan stimulasi proses anabolik (Rotwein et al., 1994).

Kambing adalah sumber daya genetik yang potensial untuk dikembangkan

sebagai ternak alternatif penghasil daging merah. Namun, salah satu kendala dalam

pengembangan kambing adalah masih beragamnya performa pertumbuhan seperti

karakteristik bobot badan dan dimensi tubuh yang ditemukan di lapangan. Variasi

tersebut kemungkinan besar disebabkan oleh adanya variasi pada gen-gen yang

mengontrol sifat pertumbuhan (kelompok gen pertumbuhan). Salah satu gen yang

terlibat dalam mengontrol sifat pertumbuhan adalah gen IGF-1, dengan

mengidentifikasi keragaman gen IGF-1 diharapkan dapat memberikan informasi

yang dapat digunakan dalam program seleksi untuk mendapatkan kambing dengan

sifat pertumbuhan yang unggul.

Berdasarkan uraian tersebut di atas maka perlu dilakukan penelitian untuk

mengindentifikasi keragaman gen yang mengontrol sifat pertumbuhan dan produksi

pada kambing lokal sebagai dasar informasi genetik yang dapat dimanfaatkan untuk

mengembangkan strategi seleksi untuk meningkatkan mutu genetik kambing lokal

yang ada di Sulawesi Selatan khususnya di Kabupaten Jeneponto.

Page 17: SKRIPSI RIDHA TUNNISA - Copy.pdf

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keragaman (polimorfisme)

gen IGF-1 dan distribusi alel dan frekuensi alel / genotipe serta heterosigositas gen

IGF-1 pada populasi kambing Kacang di Kabupaten Jeneponto. Kegunaan dari

penelitian ini untuk memberikan informasi awal kepada peneliti, peternak dan

pengambil kebijakan dalam program seleksi untuk mendapatkan kambing dengan

sifat pertumbuhan yang unggul.

Page 18: SKRIPSI RIDHA TUNNISA - Copy.pdf

TINJAUAN PUSTAKA

A. Sistematika dan Klasifikasi Kambing

Menurut Devandra dan Mcleroy (1982), sistematika kambing adalah sebagai

berikut :

Kingdom : Animals

Phylum : Chordata

Group : Cranita (Vertebrata)

Class : Mammalia

Order : Artiodactyla

Sub Order : Ruminantia

Famili : Bovidae

Sub Famili : Caprinae

Genus : Capra

Spesies : Capra hircus, Capra ibex, Capra caucasica, dll.

Kambing termasuk sub order ruminansia (karena memilik 4 bagian perut dan

mengunyah makanannya). Kambing betina biasanya bertanduk lebih kecil dari

kambing jantan. Kambing adalah salah satu hewan ruminansia terkecil yang

didomestikasi, dijinakkan dan dipelihara oleh manusia paling awal atau paling tidak

nomor dua setelah anjing. Berdasarkan informasi sisa fosil, kambing merupakan

hewan berkuku yang dijinakkan hampir bersamaan dengan domba bahkan lebih

dahulu dibandingkan sapi (Rahma, 2007).

Page 19: SKRIPSI RIDHA TUNNISA - Copy.pdf

Beberapa breed kambing di dunia dipelihara dengan cara domestikasi, seperti

Capra hircus (merupakan keturunan dari kambing bezoar). Kambing didomestikasi

dan dijadikan hewan ternak. Kambing juga merupakan hewan pemenuh kebutuhan

protein, serat dan kulit di dunia (Rahma, 2007).

Di Indonesia ada beberapa bangsa kambing yang sudah dikarakterisasi

fenotipenya. Dari bangsa kambing lokal Indonesia tersebut yang termasuk kategori

besar adalah kambing Peranakan Etawa (PE) dan kambing Muara, kategori sedang

adalah kambing Kosta, Gembrong dan kategori kecil adalah kambing Kacang,

kambing Samosir dan kambing Marica. Diperkirakan masih banyak lagi bangsa

kambing lokal Indonesia yang belum dapat dikarakterisasi dan sebagian mungkin

sudah hampir punah atau jumlah populasinya sudah mendekati punah yang belum

sempat dieksplorasi potensi keragaman genetiknya untuk dimanfaatkan sebagai

sumber peningkatan mutu genetik kambing di Indonesia (Anonim, 2007).

B. Karakteristik Kambing Kacang

Kambing Kacang merupakan kambing lokal Indonesia, memiliki daya

adaptasi yang tinggi terhadap kondisi alam setempat serta memiliki daya reproduksi

yang sangat tinggi. Kambing Kacang jantan dan betina keduanya merupakan tipe

kambing pedaging. Kambing Kacang sangat cepat berkembang biak, pada umur 15-

18 bulan sudah bisa menghasilkan keturunan. Kambing ini cocok sebagai penghasil

daging dan kulit dan bersifat prolifik, sifatnya lincah, tahan terhadap berbagai kondisi

dan mampu beradaptasi dengan baik di berbagai lingkungan yang berbeda termasuk

dalam kondisi pemeliharaan yang sangat sederhana (Anonim, 2007).

Page 20: SKRIPSI RIDHA TUNNISA - Copy.pdf

Kambing Kacang memiliki ukuran tubuh yang relatif kecil dengan bobot

badan kambing jantan dapat mencapai 36 kg dan betina mencapai 30 kg. Persentase

karkas berkisar antara 47,40 – 51,30 %. Reproduksi ternak kambing bersifat prolifik

dengan rata-rata jumlah anak perkelahiran 1,78 ekor pada kondisi laboratorium dan

berkisar antara 1,45 – 1,76 pada kondisi usaha peternakan di pedesaan ( Rahim dkk,

2012). Umur pubertas kambing jantan adalah 7 bulan, sedangkan betina 6 bulan.

Umur beranak pertama berkisar antara 12 - 13 bulan. Jumlah kelahiran kembar pada

kambing Kacang tergolong tinggi dimana kelahiran kembar tiga umum terjadi dan

kelahiran kembar empat (Herman et al.,1983).

C. Keragaman Genetik

Pengertian keragaman hayati atau biodiversitas mengacu pada macam dan

kelimpahan spesies, komposisi genetik, komunitas, ekosistem dan bentang alam

tempat hidupnya. Biodiversitas mencakup tumbuhan, binatang, jamur, bakteri dan

mikroorganisme yang lain. Biodiversitas juga mengacu pada keragaman gen, spesies

dan ekosistem. Keragaman genetik mencakup variasi dalam material genetik, seperti

gen dan kromosom. Keragaman spesies (taksonomi) kebanyakan diintepretasikan

sebagai variasi di antara dan di dalam spesies, mencakup variasi satuan taksonomi

seperti filum, famili, genus dan sebagainya (Indrawan dkk., 2007).

Keragaman genetik terdapat dalam empat level organisasi: antar spesies, antar

populasi, antar individu,dalam populasi dan dalam individu. Keragaman antar spesies

sebagai manifestasi dari keragaman genetik walaupun pembedaan spesies dengan

mudah tanpa mengetahui komposisi gennya (Indrawan dkk., 2007). Keragaman

genetik dalam sebuah populasi organisme terutama dihasilkan oleh tiga mekanisme;

Page 21: SKRIPSI RIDHA TUNNISA - Copy.pdf

mutasi, perpasangan alel secara bebas atau rekombinasi dan migrasi gen dari satu

tempat ketempat lain (Suryanto, 2003; Elrod dan Stansfield, 2007).

Keragaman genetik di antara populasi dari suatu spesies bisa sangat besar.

Demikian juga dalam populasi kebanyakan populasi alami, perbedaan genetik di

antara individu sering juga besar. Akhirnya keragaman genetik terdapat di dalam

suatu individu bilamana ada dua alel untuk gen yang sama merupakan perbedaan

konfigurasi DNA yang menduduki lokus yang sama pada suatu kromosom

(Sufro,1994).

Besarnya keragaman di dalam suatu spesies tergantung pada jumlah individu,

kisaran penyebaran geografinya, tingkat isolasi dari populasi dan sistem genetiknya.

Peran penting juga dilakukan oleh proses-proses seleksi alami dan antropogenik, serta

juga faktor-faktor yang berpengaruh pada perubahan spasial dan temporal pada

komposisi genetik dari spesies atau populasi. Keragaman genetik penting bagi

kemampuan spesies dan populasi beradaptasi terhadap perubahan kondisi lingkungan

dan karena itu merupakan persyaratan bagi kelangsungan hidupnya. Keragaman yang

bersifat genetik juga dapat bermanfaat dalam usaha memperbaiki suatu spesies yang

dibudidayakan melalui kegiatan seleksi dan pemuliaan (Sugama et al., 1998)

Pada spesies yang berkembang biak secara seksual, setiap populasi lokal

mengandung kombinasi gen tertentu. Jadi, suatu spesies merupakan kumpulan

populasi yang berbeda secara genetik satu sama lain. Perbedaan genetik ini

diwujudkan sebagai perbedaan di antara populasi dalam sifat morfologi, fisiologi,

kelakuan, dan sejarah hidup (life history). Sifat-sifat genetik (genotipe)

mempengaruhi sifat-sifat yang diekspresikan (fenotipe) (Indrawan dkk., 2007).

Page 22: SKRIPSI RIDHA TUNNISA - Copy.pdf

Seleksi alami pada awalnya bekerja pada level fenotipik, memihak kepada

atau tidak menguntungkan untuk sifat-sifat yang diekspresikan (fenotipe). Lukang

gen (gene pool) yaitu agregat total gen pada suatu populasi pada suatu waktu, akan

berubah ketika organisme dengan fenotipe yang kompatibel dengan lingkungan akan

lebih mampu bertahan hidup dalam jangka lama dan akan berkembang biak lebih

banyak dan meneruskan gen-gennya lebih banyak pula ke generasi berikutnya (Elrod

dan Stansfield, 2007).

Besarnya keragaman genetik dalam populasi lokal sangat beragam. Populasi

kecil yang berbiak secara aseksual dan terisolasi, sering memiliki keragaman genetik

yang kecil di antara individu, sedangkan pada populasi besar dan berbiak secara

seksual sering memiliki variasi yang besar. Dua faktor utama yang bertanggung

jawab kepada adanya variasi ini, yaitu cara bereproduksi (seksual atau aseksual) dan

ukuran populasi (Indrawan dkk, 2007).

Pada populasi seksual, gen direkombinasi pada setiap generasi, menghasilkan

genotipe baru. Kebanyakan keturunan spesies seksual mewarisi separuh gennya dari

induk betina dan separuhnya lagi dari induk jantan, dengan demikian susunan

genetiknya berbeda dengan kedua induknya atau dengan individu yang lain di dalam

populasi (Elrod dan Stansfield, 2007).

Adanya mutasi yang menguntungkan, yang pada awalnya muncul pada suatu

individu dapat direkombinasi dalam kurun waktu tertentu pada populasi seksual.

Sebaliknya, keturunan individu aseksual secara genetik identik dengan induknya.

Satu-satunya sumber kombinasi gen dalam populasi aseksual adalah mutasi dimana

Page 23: SKRIPSI RIDHA TUNNISA - Copy.pdf

yang dimaksud adalah perubahan dalam material genetik yang diwariskan ke

keturunannya (Indrawan dkk, 2007).

Mutasi mungkin terjadi spontan (kekeliruan dalam replikasi material genetik)

atau terjadi karena pengaruh faktor eksternal (misal radiasi dan bahan kimia tertentu).

Mutasi terjadi di dalam gen yang terdapat pada molekul DNA (Deoxyribonucleic

acid). Populasi aseksual mengakumulasi keragaman genetiknya hanya pada laju

mutasi gennya. Mutasi yang menguntungkan pada individu aseksual yang berbeda

tidak mungkin mengalami rekombinasi gen dan muncul pada suatu individu seperti

layaknya pada populasi seksual. Kombinasi gen yang menguntungkan akan lebih

besar pada populasi seksual daripada populasi aseksual (Indrawan dkk, 2007).

Dalam jangka panjang, keragaman genetik akan lebih lestari dalam populasi

besar daripada dalam populasi kecil. Melalui efek damparan genetik (genetic drift)

yaitu perubahan dalam gen dari suatu populasi kecil yang berlangsung semata-mata

karena proses kebetulan, suatu sifat genetik dapat hilang dari populasi kecil dengan

cepat (Indrawan dkk., 2007).

D. Penanda DNA Terciri ( Marker Assisted Selection)

Salah satu tahapan penting dalam pemuliaan ternak adalah seleksi terhadap

keturunan yang membawa sifat-sifat tertentu yang diinginkan. Pemanfaatan penanda

molekuler DNA dalam proses seleksi ternak terbukti telah memberikan hasil yang

lebih baik dibandingkan cara-cara konvensional. Penanda molekuler DNA (marker

genetik) yang sudah teridentifikasi berassosiasi dengan QTL (Quantitative Trait Loci)

yang bernilai ekonomis dapat digunakan untuk meningkatkan akurasi, kecepatan dan

intensitas seleksi (Van der Werf, 2000).

Page 24: SKRIPSI RIDHA TUNNISA - Copy.pdf

Pada pemuliaan ternak secara konvensional, seleksi terhadap keturunan yang

membawa gen tertentu dilakukan pada level fenotipik pada tiap-tiap generasi. Dari

segi pengaruh ekonomi dan waktu, seleksi terhadap ternak yang memiliki keunggulan

genetik berdasarkan sifat fisik yang dapat diamati secara langsung adalah sangat tidak

efektif dan efisien. Walaupun demikian, metode ini telah banyak digunakan terutama

dalam kasus-kasus tertentu seperti diagnosa untuk pembawa penyakit-penyakit

genetik tertentu. Kebutuhan untuk pemuliaan ternak telah mendorong perkembangan

penanda genetik (Marker Assisted Selection/MAS), (Nicholas, 1996).

Penggunaan Marker Assisted Selection (MAS) didasarkan pada gagasan

bahwa terdapat gen yang memegang peranan utama dan menjadi sasaran atau target

secara spesifik dalam seleksi (Van der Werf, 2000). Beberapa sifat yang dikendalikan

oleh gen tunggal seperti warna bulu merupakan pola pewarisan sifat yang sederhana,

namun beberapa sifat utamanya sifat produksi yang kompleks (kuantitatif) dikontrol

oleh banyak gen (polygenes) (Nicholas 1996; Noor 2008). Gen-gen sifat kuantitatif

yang memiliki pengaruh besar merupakan gen-gen yang disebut sebagai gen utama

(major gene) yang terletak pada lokus sifat kuantitatif (QTL). Marker gen telah

banyak digunakan untuk mengidentifikasi ternak sapi yang memiliki performa lebih

bagus pada beberapa sifat komersial seperti kualitas daging (keempukan) (Barendse et

al. 2008).

Implementasi MAS yang dikombinasikan dengan teknologi reproduksi dalam

industri peternakan telah menguasai pasaran genetik dalam bisnis global. Hal ini telah

memungkinkan plasma nutfah dari suatu individu menghasilkan keturunan dalam

jumlah besar untuk kemudian dievaluasi secara genetik dalam berbagai manajemen

Page 25: SKRIPSI RIDHA TUNNISA - Copy.pdf

dan lingkungan. Kombinasi seleksi menggunakan Marker DNA Terciri (Marker

Assisted Selection/MAS) dengan Teknologi reproduksi dapat memperpendek interval

generasi sekitar 45 – 69 bulan pada sapi. (Bishop et al., 1995) dan mempercepat

kemajuan genetik yang diinginkan pada ternak.

E. Kandidat Gen untuk Sifat Produksi

Strategi kandidat gen adalah salah satu teknik biologi molekuler untuk

mengidentifikasi variasi sifat genetik pada lokus spesifik dan assosiasi antara variasi

pada lokus sifat kuantitatif (Quatitatif Traits Loci/QTL) dengan sifat produksi pada

ternak. Beberapa kandidat gen telah diketahui berhubungan dengan pertumbuhan

pada ternak, yaitu : myostatin, insulin-like growth factor-1 (IGF-1), Pit-1, growth

hormone dan growth hormone receptor (GHR). Mutasi atau polimorfisme nukleotida

tunggal (single nucleotide polymorphisms/SNP) pada gen-gen tersebut akan

mempengaruhi proses metobolisme dalam tubuh ternak yang kemudian berpengaruh

terhadap laju pertumbuhan pada ternak.

Hormon pertumbuhan (GH) berperan sebagai regulator utama metabolisme

dan pertumbuhan setelah kelahiran pada hewan menyusui dan mempengaruhi laju

pertumbuhan, komposisi tubuh, kesehatan, produksi susu, dan lama mengeram

melalui modulasi banyak gen termasuk insulin-like growth factor I (IGF-I)

(Sumantran et al., 1992; Ho dan Hoffman, 1993; Lincoln et al., 1995).

Growth hormone receptor (GHR) memediasi aktivitas biologi hormon

pertumbuhan pada sel target melalui transduksi myogenic-stimulating signal melewati

membran sel dan menginduksi beberapa gen termasuk IGF-1 (Rotwein et al., 1994;

Argetsinger dan Carter-Su, 1996). Mutasi pada GHR gen dapat menyebabkan

Page 26: SKRIPSI RIDHA TUNNISA - Copy.pdf

keterlambatan pertumbuhan pada manusia dikenal sebagai GH resisten atau GH

insensitif (Rosenbloom et al., 1997). Oleh karena itu, GH dan GHR gen adalah

kandidat gen yang penting untuk mengidentifikasi penanda genetik pertumbuhan,

karkas, dan produksi susu pada ternak.

Growth hormone factor-1/pituitary-specific transcription factor Pit-1 gen juga

merupakan salah satu kandidat gen yang telah teruji sebagai sebagai marker genetik.

Pit-1 merupakan suatu faktor transkripsi spesifik-pituitary yang bertanggung jawab

terhadap pengembangan pituitary dan ekspresi hormon pada mammalia (Cohen et al.,

1997). Hal ini menunjukkan adanya pengontrolan transkripsi terhadap hormon

pertumbuhan, prolactin (Nelson et al., 1988; Mangalam et al.,1989), thyroid-

stimulation hormon, ß- subunit (Simmons et al., 1990; Steinfelder et al., 1991),

GHRH receptor gen (Lin et al., 1992), dan Pit-1 gen itu sendiri (Rhodes et al., 1993).

Leptin adalah regulator penting metabolisme energi, konsumsi pakan,

pertumbuhan adiposa dan sifat reproduksi pada sapi. Leptin juga terlibat dalam

regulasi berat badan dan dapat dijadikan sebagai salah satu penanda biologi terbaik

untuk sifat kegemukan pada binatang dan manusia (Oprzadek et al., 2003; Münzberg

et al., 2005). Beberapa penelitian telah melaporkan assosiasi antara konsentrasi

serum leptin dengan depot adipose karkas dan karakteristik karkas pada sapi ( Minton

et al., 1998; Geary et al., 2003). Polimorfisme gen leptin dapat mempengaruhi

pengaturan gen dan mempengaruhi pertambahan berat badan. Beberapa mutasi pada

sapi FH berassosiasi dengan produksi susu, konsumsi pakan dan konsentras plasma

leptin selama kehamilan (Liefers et al., 2005).

Page 27: SKRIPSI RIDHA TUNNISA - Copy.pdf

F. Insulin - Like Growth Factor 1 (IGF-1)

Insulin-like growth factors adalah protein pengangkut di (dalam) darah. Nama

Insulin-like growth factors diberikan kepada molekul ini karena persamaan struktural

dengan hormon insulin. Saat ini, IGF-I merupakan subjek riset dibidang peternakan

dalam kaitan dengan pengaruhnya terhadap berbagai proses metabolisme di dalam

tubuh. Insulin-like growth factor-I (IGF-I) adalah suatu polipeptida yang

meningkatkan perkembangbiakan sel (Svoboda dan Van Wyk, 1983) dan

pengambilan gula oleh sel (Poggi et al., 1979).

Beberapa peneliti telah melaporkan korelasi antara konsentrasi IGF-I dengan

berbagai sifat kuantitatif, diantaranya adalah berat sapih, berat pasca-sapih (Davis

dan Simmen, 1997), laju pertumbuhan pada babi (Buonomo et al., 1987),

pertumbuhan janin pada domba (Gluckman et al., 1983), ukuran tubuh, berat janin,

total berat placental, dan berat kelenjar susu pada tikus (Kroonsberg et al., 1989), dan

dengan pertumbuhan pada manusia (Merimee et al., 1982).

Insulin-like Growth Factor 1 (IGF1) adalah peptida kecil dari 70 asam amino

dengan massa molekul 7649 Da (Laron, 2001) yang muncul pada tahap sangat awal

dalam evolusi vertebrata dari gen insulin-jenis tetuanya (Chang et al. 1990). IGF 1

pertama kali diidentifikasi pada tahun 1950 dan bernama sulphation faktor (Salmon

dan Daughaday 1957). IGF 1 juga dikenal sebagai non-insulin-suppressible (Froesch

et al. 1963) dan somatomedin C (Daughaday et al. 1972). Nama IGF 1 diadopsi pada

tahun 1970 karena kesamaan struktur dengan insulin dan mempromosikan kegiatan

pertumbuhan (Rinderknecht dan Humbel 1976).

Page 28: SKRIPSI RIDHA TUNNISA - Copy.pdf

IGF-1 dan IGF-2 diatur oleh keluarga protein yang dikenal sebagai IGF-

Binding Protein. Protein ini membantu untuk memodulasi kerja IGF dengan cara

yang rumit yang melibatkan tindakan IGF menghambat dengan mencegah mengikat

reseptor IGF-1 serta mempromosikan tindakan IGF dengan membantu dalam

pengiriman ke reseptor dan meningkatkan waktu paruh IGF. Saat ini, ada 6 IGF-

Binding Protein yang telah ditandai (IGFBP1-6). Saat ini data yang signifikan

menunjukkan bahwa IGFBPs memainkan peran penting selain kemampuan mereka

untuk mengatur IGFs (Anonim, 2012)d.

Insulin like growth factors (IGFs) memiliki struktur dan fungsi yang sama

seperti insulin, dan dapat dibagi menjadi IGF-1 dan IGF-2, yang keduanya

mengerahkan tindakan biologis pada perkembangan embrio dan pertumbuhan. IGF1

adalah salah satu dari dua ligan dari sistem IGF. Sistem IGF juga mencakup dua

reseptor, enam afinitas tinggi IGF binding protein (IGFBPs) dan protease IGFBP

(Hwa et al, 1999). IGF 1 mengerahkan dampaknya pada proliferasi sel, diferensiasi,

dan kelangsungan hidup melalui reseptor sendiri (Benito et al, 1996;. Vincent and

Feldman 2002).

Pada vertebrata, insulin-like growth factor 1 (IGF1) atau gen somatomedin

memainkan peran kunci dalam berbagai proses fisiologis dan metabolisme, di mana

IGF1 dan hormon pertumbuhan atau somatotrophin terlibat dalam poros

somatotropik. IGF1 adalah mediator berbagai pengaruh biologi, misalnya,

meningkatkan penyerapan glukosa, merangsang myogenesis, menghambat apoptosis,

berpartisipasi dalam aktivasi genetik siklus sel, meningkatkan sintesis lipid,

merangsang produksi progesteron dalam sel granular, dan intervensi dalam sintesis

Page 29: SKRIPSI RIDHA TUNNISA - Copy.pdf

DNA, protein, RNA, dan dalam proliferasi sel (Etherton, 2004). IGF-1 telah terbukti

untuk meningkatkan tingkat dan jangkauan perbaikan otot setelah cedera dan

meningkatkan laju pertumbuhan otot dari pelatihan (Anonim, 2012)b.

IGF-1 terutama diproduksi oleh hati sebagai hormon endokrin, serta dalam

jaringan target parakrin / otokrin. Produksi IGF-1 dirangsang oleh hormon

pertumbuhan (GH) dan dapat dihambat oleh kekurangan gizi, ketidakpekaan hormon

pertumbuhan, kurangnya reseptor hormon pertumbuhan, atau kegagalan jalur sinyal

pasca reseptor GH hilir, termasuk SHP2 dan STAT5B. Sekitar 98% dari IGF-1 selalu

terikat ke salah satu dari 6 protein mengikat (IGF-BP). IGFBP-3, protein yang paling

berlimpah, menyumbang 80% dari semua yang mengikat IGF. IGF-1 mengikat ke

IGFBP-3 dalam molar rasio 1:1 (Anonim, 2012)c.

G. Analisa DNA dan Polymerase Chain Reaction –Restriction Fragment

Lenght Polymorphisims (PCR-RFLP)

Semua benda hidup, baik tumbuhan maupun hewan, disusun oleh satuan

terkecil yang disebut sel. Sel terdiri dari tiga bagian utama, yaitu : sitoplasma,

nukleus dan membran sel. Nukleus mengandung bahan genetik sel, yang disebut

kromatin pada sel yang tidak membelah, dan disebut kromosom pada sel yang sedang

membelah. Pada nukleus sel somatik terdapat informasi yang diperlukan untuk

menentukan bentuk serta struktur sel-sel baru, sedangkan nucleus sel-sel kelamin

mengandung informasi-informasi yang diperlukan untuk menentukan karakteristik

individu baru (Frandson, 1996). Fungsi dari inti sel adalah mengatur semua aktivitas

(kegiatan) sel. Hal ini karena di dalam inti sel terdapat kromosom yang berisi DNA

(Deoksiribo Nucleic Acid) yang mengatur sintesis protein (Anonim, 2012)a.

Page 30: SKRIPSI RIDHA TUNNISA - Copy.pdf

Di dalam kromosom terdapat suatu bentukan yang disebut gen. Gen tersebut

berjajar sepanjang kromosom, sehingga kromosom merupakan suatu jajaran gen yang

berderet secara linier seperti kalung manik-manik. Gen merupakan unit pewaris sifat

yang keberadaannya dapat diketahui dari pengaruhnya terhadap sifat fenotipiknya.

Posisi gen di dalam kromosom adalah tertentu, sehingga dapat dikatakan bahwa gen

membentuk suatu pola tertentu sepanjang kromosom. Gen menentukan urutan-urutan

pertama dari susunan asam amino yang akan membentuk protein. Ada hubungan

secara linier antara susunan sebuah gen dengan susunan polipeptida yang disusunnya,

atau dengan kata lain bahwa struktur primer dari protein sebuah sel merupakan

cerminan langsung dari struktur linier dari gen yang ada pada sel tersebut

(Hardjesubroto, 1998).

Komponen utama dari gen adalah DNA (Deoxyribo Nucleic Acid ) dan histon,

suatu protein bermuatan positif yang basanya dinetralkan oleh keasaman DNA. DNA

merupakan kandungan utama inti. Apabila asam nukleat dipisahkan dari proteinnya,

akan terpisah menjadi komponen yang lebih kecil, yang disebut sebagai nukleotida

(nucleotides). Setiap nukleotida terdiri atas tiga komponen yaitu basa nitrogen yang

merupakan turunan purin dan pirimidin, gula pentose dan satu sampai sampai tiga

gugus fosfat. Gula pentose mengandung lima karbon dan disebut ribose. Apabila

salah satu karbonnya tidak ada, disebut deoksiribosa. Akibat ada dua macam asam

nukleat, yaitu ribonukleat (RNA) yang terdapat di dalam sitoplasma, dan

deoksiribonukleat (DNA) yang terutama terdapat di dalam inti sel. Turunan pirimidin

yang terdapat di dalam DNA adalah sitosin (C) dan timin (T), sedangkan di dalam

RNA adalah sitosin (C) dan Urasil (U). RNA mengandung derivat pirimidin urasil

Page 31: SKRIPSI RIDHA TUNNISA - Copy.pdf

(U) sebagai pengganti timin (T), yang mempunyai sifat kimia dan fisik mirip dengan

timin. Adapun turunan purin yang utama adalah adenine (A) dan guanine (G)

(Hardjesubroto, 1998).

Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah suatu teknik sintesis dan

amplifikasiDNA secara in vitro. Teknik ini pertama kali dikembangkan oleh Karry B.

Mullis pada tahun 1985. Teknik PCR dapat digunakan untuk mengamplifikasi

segmen DNA dalam jumlah jutaan kali hanya dalam beberapa jam. Dengan

ditemukannya teknik PCR di samping juga teknik-teknik lain seperti sekuensing

DNA, telah merevolusi bidang sains dan teknologi khususnya di bidang diagnosa

penyakit genetik, kedokteran forensik dan evolusi molecular (Muladno, 2001).

Prinsip dasar PCR dimulai dengan melakukan denaturasi DNA cetakan

sehingga rantai DNA yang berantai ganda akan terpisah menjadi rantai tunggal.

Denaturasi DNA dilakukan dengan menggunakan suhu panas (95 ºC) selama 1-2

menit, kemudian suhu diturunkan menjadi 55 ºC sehingga primer akan menempel

pada cetakan yang telah terpisah menjadi rantai tunggal. Primer akan membentuk

jembatan hydrogen dengan cetakan pada daerah sekuen yang komplementer dengan

sekuen primer. Suhu 55 ºC yang dipergunakan untuk menempelkan primer pada

dasarnya merupakan kompromi. Amplifikasi akan lebih efisien jika dilakukan pada

suhu yang lebih rendah (37 ºC), tetapi biasanya akan terjadi mispriming yaitu

penempelan primer pada tempat yang salah. Pada suhu yang lebih tinggi (55 ºC),

spesifikasi reaksi amplifikasi akan meningkat, tetapi secara keseluruhan efisiensinya

akan menurun (Yuwono, 2006).

Page 32: SKRIPSI RIDHA TUNNISA - Copy.pdf

Teknik molekuler memungkinkan kita untuk mempelajari DNA secara

langsung. Teknik molekuler yang dipilih untuk analisis DNA tergantung kepada

tujuan dan tingkat variasi DNA dari organisme yang ingin dipelajari. Informasi

molekuler yang telah diperoleh sebelumnya tentang organisme yang akan dipelajari

sangat membantu untuk menentukan teknik molekuler yang tepat untuk menganalisis

DNA organisme tersebut. Teknik molekuler yang biasanya digunakan untuk

memperlajari molekuler ekologi adalah random amplified polymorphism DNA

(RAPD), amplified fragment length polymorphism (AFLP), resctriction fragment

length polymorphism (RFLP) dan perunutan DNA (DNA sequencing). Keempat

teknik tersebut dikembangkan bedasarkan polymerase chain reaction (PCR-based),

(Kusumadarma, 2011).

Teknik molekuler yang akan digunakan untuk analisis adalah RFLP. Teknik

ini dapat digunakan untuk analisis variasi genetik baik pada DNA mitokondria

maupun DNA kromosom. Pola pita DNA yang dihasilkan dapat bervariasi tergantung

pada jenis enzim restriksi yang digunakan dan sekuens DNA target yang akan

dianalisis. RFLP membutuhkan DNA yang benar-benar bersih dalam jumlah yang

relatif banyak. Teknik PCR-RFLP dilakukan dalam dua prosedur, sehingga lebih

mahal dan memakan lebih banyak waktu (Kusumadarma, 2011). Berikut ini terdapat

beberapa teknik molekuler yang sering digunakan dalam genetika molekuler :

Page 33: SKRIPSI RIDHA TUNNISA - Copy.pdf

Tabel 1. Teknik molekuler yang sering digunakan dalam molekuler ekologi

Teknik

molekuler Tingkat diskriminasi Keunggulan dan keterbatasan

RAPD – PCR Perbedaan satu

nukleotida dalam

DNA kromosom

Keunggulan : bermanfaat untuk

spesies dengan informasi genetik

yang terbatas, efisien, relatif murah,

membutuhkan hanya sedikit DNA

Keterbatasan : sensitif terhadap

konsentrasi DNA, hasilnya tidak

memberikan informasi genetik,

produk yang dihasilkan tidak

spesifik hanya berdasarkan

ukurannya sehingga dapat terjadi

mis interprestasi

AFLP – PCR

Dapat mendeteksi

perbedaan dalam

individu dan populasi

Keunggulan : lebih handal

daripada RAPD-PCR, lebih aman

dibandingkan RFLP, tidak

membutuhkan informasi sekuen

DNA

Keterbatasan : membutuhkan

DNA yang bersih dalam jumlah

banyak, banyak tahapan (prosedur)

RFLP – PCR

Dapat membedakan

satu nukleotida dalam

sekuen DNA yang

dikenali oleh enzim

restriksi

Keunggulan : membutuhkan

sedikit DNA dan relatif murah

Keterbatasan : membutuhkan

primer spesifik, membutuhkan

waktu lebih lama karena dilakukan

dengan dua prosedur yang terpisah

Sequencing –

PCR

perbedaan pada satu

nukleotida termasuk

daerah gen (coding)

maupun bukan gen

(non-coding)

Keunggulan : membutuhkan

sedikit DNA, resolusinya tinggi,

tersedia banyak primer universal

Keterbatasan : butuh waktu dan

relatif mahal

Sumber: Kusumadarma, 2011.

Hasil PCR dapat dilihat dengan melakukan elektroforesis pada gel agarose.

Elektroforesis merupakan metode standar untuk memisahkan dan mengidentifikasi

fragmen DNA sesuai dengan ukurannya. Prinsip dasarnya adalah jika molekul DNA

yang bermuatan negative ditempatkan pada penghantar listrik (buffer), molekul

Page 34: SKRIPSI RIDHA TUNNISA - Copy.pdf

tersebut akan bergerak menuju ke muatan positif. Molekul DNA yang bermuatan

kecil akan bergerak lebih cepat dari pada yang berukuran besar. Ukuran fragmen

DNA hasil elektroforesis dapat diketahui dengan menggunakan penanda ukuran

(marker) yang salah satunya didapat dari lambda yang telah dipotong oleh enzim

restriksi (Muladno, 2001).

Selanjutnya untuk dapat melihat dan menganalisa hasil elektroforesis, DNA di

dalam gel agarose diwarnai (staining) dengan menggunakan ethidium bromide

(EtBr), yaitu zat pewarna yang dapat berfluoresensi di bawah sinar ultraviolet. EtBr

dapat menyisip di antara basa-basa DNA serta membuat rantai DNA menjadi kaku.

DNA hasil amplifikasi tampak sebagai pita yang jelas dan terang apabila gel agarose

yang membawa DNA tersebut ditempatkan di atas sinar ultraviolet (Sambrook et al.,

dalam Muladno, 2001).

Pemanfaatan PCR dalam bidang peternakan yaitu :

1. Membantu dalam proses pemetaan gen, terutama gen terkait sifat kuantitatif

(Quantitative Trait Loci; QTL),

2. Membantu dalam mengidentifikasi penyakit ternak secara cepat dan tepat,

3. Membantu dalam mengidentifikasi adanya mutasi genetik pada individu ternak,

4. Membantu dalam mengetahui frekuensi gen tertentu dalam populasi ternak dan

mengetahui adanya variasi genetik dalam populasi atau antar populasi ternak,

5. Membantu dalam mengidentifikasi adanya kontaminasi produk lain dalam bahan

makanan atau makanan olahan hasil ternak.

Page 35: SKRIPSI RIDHA TUNNISA - Copy.pdf

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan selama bulan April - Mei 2013 bertempat di

Laboratorim Biotekhnologi Terpadu, Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin,

Makassar.

Materi Penelitian

Bahan utama dari penelitian ini adalah sampel darah kambing Kacang yang

berjumlah 47 sampel dari Kabupaten Jeneponto. Bahan pendukung antara lain:

Primer (primer gen IGF-1), Enzim retriksi HaeIII, bahan ekstraksi DNA (Kit DNA

ekstraksi (Thermo Scientific), Proteinase K, ethanol 96% ), bahan PCR (dNTP mix,

Enzim Taq DNA polymerase, 10x buffer, 10x TBE buffer), bahan elektoforesis (

agarose, Ethidium bromide, Marker DNA 100pb, Loading dye), tissue dan plastik

mika.

Alat yang digunakan yaitu : venoject, tabung vakuttainer, mesin PCR

(sensoQuest Germany), centrifuge, alat pendingin, tabung eppendorf besar kecil, gel

documention, mikropipet, tip, rak tabung, elektroforesis, autoclave, timbangan,

sarung tangan.

Tahapan Penelitian

Koleksi Sampel Darah

Sampel darah diperoleh dari Kabupaten Jeneponto. Pengambilan darah

melalui vena jugularis ditampung pada tabung vacutainer yang telah berisi

antikoagulan EDTA untuk mencegah penggumpalan darah.

Page 36: SKRIPSI RIDHA TUNNISA - Copy.pdf

Ekstraksi DNA

DNA diisolasi dan dimurnikan dengan menggunakan Kit DNA ekstraksi

Genjet Genomic DNA Extraction (Thermo Scientific) dengan mengikuti protocol

ekstraksi yang disediakan. Sebanyak 200 µl sampel darah dilisiskan dengan

menambah 400 µl larutan lysis buffer dan 20 µl proitenase K (10 mg/ml),

dicampurkan kemudian diinkubasi pada suhu 56 ºC selama 60 menit di dalam

waterbath shaker. Setelah inkubasi larutan kemudian ditambahkan 200 µl Ethanol

absolute 96% dan disentrifugasi 6.000 x g selama 1 menit.

Pemurnian DNA kemudian dilakukan dengan metode spin column dengan

penambahan 500 µl larutan pencuci wash buffer I yang kemudian dilanjutkan dengan

sentrifugasi pada 8.000 x g selama 1 menit. Setelah supernatannya dibuang, DNA

kemudian dicuci lagi dengan 500 µl wash buffer II dan disentrifugasi pada 12.000 x g

selama 3 menit. Setelah supernatannya dibuang, DNA kemudian dilarutkan dalam

200 µl elution buffer dan disentrifugasi pada 8.000 x g untuk selanjutnya DNA hasil

ekstraksi ditampung dan disimpan pada suhu -20 ºC.

Tekhnik PCR-RFLP

Komposisi reaksi PCR dikondisikan pada volume reaksi 25 ul yang terdiri

atas 100 ng DNA, 0.25 mM masing-masing primer, 150 uM dNTP, 2.5 mM Mg2+

, 0.5

U Taq DNA polymerase dan 1x buffer. Kondisi mesin PCR dimulai dengan

denaturasi awal pada suhu 94 oC x 2 menit, diikuti dengan 35 siklus berikutnya

masing-masing denaturasi 94 oC x 45 detik, dengan suhu annealing yaitu : 60

oC x 30

detik, yang dilanjutkan dengan ekstensi : 72 oC x 60 detik, yang kemudian diakhiri

dengan satu siklus ekstensi akhir pada suhu 72 oC selama 5 menit dengan

Page 37: SKRIPSI RIDHA TUNNISA - Copy.pdf

menggunakan mesin PCR (SensoQuest, Germany). Produk PCR kemudian

dielektrofhoresis pada gel agarose 1.5 % dengan buffer 1x TBE (89 mM Tris, 89 mM

asam borat, 2 mM Na2EDTA) yang mengandung 100 ng/ml ethidium bromide.

Kemudian divisualisasi pada UV transiluminator (gel documentation system). Alel

ditentukan dengan cara menginterpretasi pita (band) yang terbentuk paling jauh

migrasinya ke kutub anoda sebagai Alel A dan seterusnya.

Produk PCR yang diperoleh dari masing-masing gen target kemudian

dianalisis menggunakan RFLP melalui pemotongan menggunakan enzim restriksi

yang memiliki situs pemotongan GG|CC pada gen IGF-1. Sebanyak 5 l DNA

produk PCR ditambahkan 0,3 l enzim restriksi (5U) ; 0,7 l buffer enzim dan 1 l

aquabides sampai volume 7 l, Selanjutnya dilakukan inkubasi selama 17 jam pada

suhu 37oC. Berikut ini sequen primer Forward dan Reverse dari gen IGF-1 exon 4

dapat dilihat pada Tabel. 2.

Table 2. Sequen primer beserta enzim restriksi endonuklease untuk PCR-RFLP

Primer Sekuen DNA

Enzim

restriksi Sumber

IGF-I F : 5’-CACAGCGTATTATCCCAC-3’

R: 5’-GACACTATGAGCCAGAAG-3’ HaeIII

Liu, et al

2010

Analisa Data

Keragaman genotype tiap-tiap individu dapat ditentukan dari pita-pita DNA

gen yang ditemukan. Masing-masing sampel dibandingkan berdasarkan ukuran

(marker) yang sama dan dihitung frekuensi alelnya.

Page 38: SKRIPSI RIDHA TUNNISA - Copy.pdf

Frekuensi alel bisa dihitung dengan menggunakan rumus Nei dan Kumar

(2000) :

Keterangan :

Xi = frekuensi alel ke -i

nii = jumlah sampel yang bergenotif ii ( homozigot)

nij = jumlah sampel yang bergenotif ij ( heterozigot)

n = jumlah sampel

Nilai heterozigositas pengamatan (Ho) dan heterozigositas harapan (He)

berdasarkan rumus heterozigositas Nei dan dihitung dengan menggunakan software

PopGene32 versi 1.31 (Yeh et al. 1999).

Keterangan:

Ho = heterozigositas pengamatan di antara populasi,

He = heterozigositas harapan di antara populasi,

= ukuran relatif populasi,

Xkij (i≠j) = frekuensi AiAj pada populasi ke-k.

Page 39: SKRIPSI RIDHA TUNNISA - Copy.pdf

Test keseimbangan Hardy-Weinberg (HWE) dengan uji chi-square (Hartl,

1988) sebagai berikut :

Keterangan :

χ² = chi-square ,

Obs = jumlah genotype ke-ii atau ke-ij hasil pengamatan,

Exp = jumlah genotipe ke-ii atau ke-ij yang diharapkan.

Page 40: SKRIPSI RIDHA TUNNISA - Copy.pdf

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Amplifikasi Gen IGF-1 pada Kambing Kacang

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan bahwa Gen IGF-1 exon 4

berhasil di amplifikasi pada mesin PCR SensQuest Germany dengan suhu annealing

60º C. Hasil amplifikasi ruas gen dapat divisualisasikan pada gel agarose 1,5 % dapat

dilihat pada Gambar 1. Panjang produk hasil amplifikasi gen IGF-1 exon 4 adalah

363 pb.

Gambar.1. Visualisasi hasil amplifikasi Gen IGF-1 exon 4 pada mesin PCR dalam gel

agarose 1,5 %. M: marker 100bp, 1-9 : sampel kambing Kacang

Panjang fragmen yang dihasilkan dari PCR setelah divisualisasi dibawah sinar

ultraviolet (UV) menunjukkan bahwa target sepanjang yang sesuai dengan yang

diprediksikan adalah 363 pb. Hal ini sesuai dengan penelitian Liu, et al (2010) bahwa

amplifikasi produk PCR untuk Kambing gen IGF-1 exon 4 adalah 363 pb.

400pb

100 pb

363 pb

zz363 bp 300 pb

200 pb

1 2 3 4 5 6 7 8 9 M

Page 41: SKRIPSI RIDHA TUNNISA - Copy.pdf

B. Identifikasi varian Gen IGF-1 exon 4 pada Kambing dengan metode

PCR-RFLP

Penentuan genotip gen IGF-1 exon 4 pada kambing Kacang dalam penelitian

ini menggunakan metode PCR- RFLP (polymerase chain reaction-restriction

fragmen length polymorphism) dengan HaeIII sebagai enzim pemotong. Enzim

HaeIII mengenali situs pemotongan GG|CC.

Genotip gen IGF-1 pada sampel kambing Kacang didapatkan melalui

pengukuran panjang fragmen ruas gen IGF-1 hasil pemotongan dengan enzim HaeIII.

Hasil visualisasi menggunakan gel agarose 2% menunjukkan bahwa panjang

fragmen yang didapatkan adalah 363 pb, 264 pb, dan 99 pb (tidak tervisualisasi

dengan jelas). Hasil tersebut menunjukkan bahwa lokus gen IGF-1 pada kambing

Kacang yang diamati adalah beragam. Genotip yang ditemukan pada kambing

Kacang dapat dilihat pada Gambar.2

Gambar 2. Visualisasi PCR-RFLP gen IGF-1 pada gel agarose 2%, M: marker

100bp, baris 1,3,5,7 genotip homozigot AA dan baris 2,4,6,8 genotip

heterozigot AB.

8 7 6 5 4 3 2 1 M

363 pb

264 pb

99 pb

Page 42: SKRIPSI RIDHA TUNNISA - Copy.pdf

Genotip yang dihasilkan dalam penelitian ini dengan sampel kambing Kacang

dapat dilihat dari banyaknya pita yang muncul dan laju migrasi dari DNA. Genotip

tersebut adalah genotip homozigot AA yang dihasilkan dari satu fragmen (363 pb)

dan genotip heterozigot AB dari tiga fragmen ( 363 pb, 264 pb dan 99 pb). Hasil

tersebut sesuai dengan penelitian Liu et al (2010) yang menemukan tiga genotip pada

kambing Chasmere yaitu genotip AA yang membawa alel A, genotip AB yang

membawa alel keduanya serta genotip BB yang membawa alel B.

Ge et al, (2003) menciptakan sebuah situs pembatasan SnaBI baru

polimorfisme pada sapi Angus dapat dianalisis dengan menggunakan teknik RFLP.

Panjang produk PCR menggunakan gen IGF-1 adalah 249 pb dengan enzim SnaBI

nuklease menghasilkan dua pita DNA (223 dan 26 pb) untuk homozigot AA (TT) dan

tiga band (249, 223 dan 26 pb) untuk AB (CT) heterozigot. DNA diamplifikasi dari

homozigot BB (CC) hewan tetap tercerna dengan retriksi SnaBI.

C. Frekuensi Genotip, Alel dan Kesetimbangan Hardy- Weinberg

Hasil analisa frekuensi genotip gen IGF-1 pada kambing Kacang dapat dilihat

pada Tabel 3. Polimorfisme atau keragaman dapat ditunjukkan dengan adanya dua

alel atau lebih dalam satu populasi. Gen dikatakan polimorfik apabila salah satu

alelnya mempunyai frekuensi kurang dari 99% (Nei dan Kumar 2000).

Tabel 3. Frekuensi Genotip gen IGF-1 | HaeIII

Bangsa

Kambing

Lokasi Genotipe Total Frekuensi Genotipe

AA AB BB AA AB BB

Kacang Jeneponto 43 4 0 47 0.914 0,086 0

Page 43: SKRIPSI RIDHA TUNNISA - Copy.pdf

Berdasarkan data pada Tabel. 3 dapat dilihat bahwa frekuensi genotip

homozigot AA adalah 0.914 dan frekuensi heterozigot AB adalah 0.086. Nilai ini

sangat terlihat kecil, akan tetapi nilai ini bisa saja muncul atau terjadi karena jumlah

sampel yang diteliti jumlahnya sedikit.

Letak sequen IGF-1 exon 4 yang diamati dari primer yang dipakai dapat

dilihat pada Gambar. 3

Gambar 3. Letak squend primer forward dan reverse IGF-1 exon 4

Frekuensi alel adalah proporsi ataupun perbandingan keseluruhan kopi gen

yang terdiri dari suatu varian gen tertentu (alel). Kesetimbangan Hardy- Weinberg

berhubungan erat dengan frekuensi genotip dan frekuensi alel. Frekuensi alel dihitung

berdasarkan Nei dan Kumar (2000) dan HWE dengan Uji Chi- Square, nilainya dapat

dilihat pada Tabel 4.

Page 44: SKRIPSI RIDHA TUNNISA - Copy.pdf

Tabel 4. Frekuensi Alel dan Kesetimbangan Hardy-Weinberg

Bangsa kambing Lokasi N Frekuensi alel X2 (HWE)

A B

Kacang Jeneponto 47 0.9574 0.0426 0.068tn

tn

: tidak nyata pada taraf 0.05

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil yaitu frekuensi

alel untuk alel A adalah 0,9574 dan frekuensi alel untuk alel B adalah 0.0426. Dilihat

dari data frekuensi alel A lebih tinggi dari alel B, yang artinya alel B dalam populasi

hanya 4%. Data ini menunjukkan bahwa populasi yang diamati beragam. Hal ini

sesuai dengan pendapat Nei dan Kumar (2000) bahwa gen dikatakan polimorfik

apabila salah satu alelnya kurang dari 99%. Keragaman dapat ditunjukkan dengan

adanya dua alel atau lebih dalam satu populasi.

Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Rosa et al (2010) pada sapi potong

Meksiko, pada populasi Beefmaster, yang menguntungkan alel B ditemukan pada

frekuensi tinggi (0,97). Dua populasi Charolais menunjukkan perbedaan frekuensi

sesuai dengan lingkungan geografisnya. Dalam indukan dari Coahuila, yang

menguntungkan alel B (0,74) memiliki frekuensi tinggi, sementara dalam kelompok

Charolais betina (Nuevo Léon), frekuensi adalah 0,21, 0,50 dan 0,29 untuk AA, AB

dan BB genotipe. Dalam populasi terakhir ini, frekuensi alel adalah ap-proximately

yang diharapkan untuk populasi dalam kesetimbangan (alel A = 0,46 dan alel B =

0,54).

Nilai chi-square 0,068 (P> 0.05) dapat dilihat pada Tabel 4 dimana F.hitung

lebih kecil daripada F.Tabel artinya nilai tersebut berada dalam kesetimbangan

Hardy- Weinberg. Suatu populasi dikatakan dalam kesetimbangan Hardy- Weinberg

Page 45: SKRIPSI RIDHA TUNNISA - Copy.pdf

yaitu jika frekuensi genotip dan frekuensi alel selalu konstan dari generasi ke generasi

berikutnya. Hal- hal yang dapat mempengaruhi kesetimbangan Hardy- Weinberg

menurut Hardjesubroto (1998) adalah mutasi, gene flow, migrasi, seleksi, genetic

drift dan tidak terjadi perkawinan secara acak.

Penelitian yang dilakukan oleh Liu et al, (2010) pada dua bangsa kambing di

China yaitu kambing Xinjiang 220 ekor dan kambing Chasmere 330 ekor dengan

metode PCR- RFLP menggunakan gen IGF-1 exon 4 dengan enzim retriksi HaeIII.

Hasil yang diperoleh adalah ada dua alel yaitu alel A dan alel B yang didapatkan dari

kedua bangsa kambing tersebut dan tiga genotip yaitu AA, AB dan BB. Genotip yang

paling berpengaruh terhadap bobot badan dari kedua bangsa kambing tersebut adalah

BB.

D. Nilai heterozigositas

Keragaman genetik suatu populasi dapat diukur dengan nilai heterozigositas

(Nei, 2000). Nilai heterozigositas pengamatan (Ho) dan heterozigositas harapan (He)

dihitung berdasarkan rumus Nei dan Kumar (2000) dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Nilai heterozigositas pengamatan (Ho) dan heterozigositas harapan (He)

Lokus Jumlah sampel Nilai heterozigositas

Ho He

IGF-1 | HaeIII 47 0,9176 0,0824

Nilai Heterozigositas pengamatan(Ho) dan heterozigositas pengamatan (He)

digunakan untuk menduga keragaman genetik. Heterozigositas harapan merupakan

penduga keragaman genetik pada populasi ternak lebih tepat karena perhitungannya

dilihat berdasarkan frekuensi alel. Nilai Ho pada Tabel.5 lebih tinggi dibandingkan

Page 46: SKRIPSI RIDHA TUNNISA - Copy.pdf

nilai He, hal ini bisa diartikan pada populasi kambing kacang di Jeneponto

diindikasikan bahwa belum ada kegiatan seleksi yang dilakukan secara intensif

menggunakan pejantan tertentu, hal ni bisa diihat dari genotip AA lebih banyak

dibandingkan dengan AB.

Page 47: SKRIPSI RIDHA TUNNISA - Copy.pdf

PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang diakukan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai

berikut:

1. Terdapat keragaman Gen IGF-1 pada populasi kambing Kacang di Kabupaten

Jeneponto, dengan adanya keragaman tersebut dapat dijadikan data awal

program seleksi.

2. Pada lokus IGF-1 | HaeIII di temukan 2 alel yaitu alel A dan alel B dengan 2

genotip yaitu AA dan AB, tidak ditemukan genotip BB karena frekuensi alel

B dalam populasi rendah. Frekuensi alel A 0,9574 lebih tinggi dari frekuensi

alel B 0,0426. Hasil uji chi square terhadap genotip lokus IGF-1 | HaeIII

menunjukkan bahwa frekuensi genotype gen IGF-1 dalam keadaan seimbang

pada hukum Hardy- Weinberg.

Saran

Berdasarkan kesimpulan yang didapat, maka bisa dilakukan seleksi pada

kambing Kacang karena bersifat polimorfik. Dan disarankan juga untuk dilakukan

penelitian lanjutan yang berhubungan dengan pertumbuhan kambing Kacang, selain

itu disarankan pada petani peternak untuk melengkapi recording untuk setiap ternak

yang dimiliki.

Page 48: SKRIPSI RIDHA TUNNISA - Copy.pdf

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2007. Tujuh Plasma Nutfah Kambing Lokal Indonesia. Edisi 25 April – 1

Mei.

Anonim 2012a.Genetik Penanda .http://en.wikipedia.org/wiki/genetik_marker diakses

9 Februari 2013.

Anonim, 2012b. IGF-1 A Body Builder's Dream. http://www. Self growth. Com /

articles/igf-1-a-body-builder-dream. Diakses tanggal 9 Februari 2013.

Anonim, 2012c. Insulin-like Growth Factor 1. http://en.wikipedia.org/wiki/Insulin-

like_growth_factor_1. diakses 9 Februari 2013.

Anonim, 2012d. Insulin-Like Growth Factor. http://en.wikipedia.org/wiki/Insulin-

like_growth_factor. Diakses tanggal 29 Maret 2012.

Argetsinger, L. S., and C. Carter-Su. 1996. Mechanism of signaling by growth

hormone receptor. Physiol. Rev.76:1089–1107.

Barendse W, B.E. Harrison, R.J. Bunch, and M.B. Thomas. 2008. Variation at the

calpain 3 gene is associated with meat tenderness in Zebu and composite

breeds of cattle. BMC Genet 9:41.

Benito, M., A. M. Valverde and M. Lorenzo, 1996. IGF-1: A Mitogen Also Involved

in Differentiation Processes in Mammalian Cells. Int. J. Biochem. Cell Biol.

28, 499-510.

Bishop, M.D., G.A. Hawkins and C.L. Keener. 1995. Use of DNA markers in animal

selection. Theriogenology 43:61.

Buonomo, F.C., T.J. Lauterio, C.A. Baile, and D.R. Champion. 1987. Determination

of insulin-like growth factor-I and IGF binding protein levels in swine. Dom.

Anim. Endocrinol. 4:23.

Chang, S. J., Q. P. Cao and D. F. Steiner, 1990. Evolution of the Insulin Superfamily:

Cloning of a Hybrid Insulin/ Insulin-like Growth Factor cDNA from

Amphioxus. Proc. Natl. Acad. Sci. USA 87, 9319-9323.

Chen, S. Y., Y. H. Su, S. F. Wu, T. Sha and Y. P. Zhang. 2005. Mitochondrial

diversity and phylogeographic structure of Chinese domestic goats. Molecular

phylogenetics and Evolution. 37: 804–814

Page 49: SKRIPSI RIDHA TUNNISA - Copy.pdf

Cohen, L. E., F. E. Wondisford, and S. Radovick. 1997. Role of pit-1 in the gene

expression of growth hormone, prolactin, and thyrotropin. Endocrinol. Metab.

Clin. N. Am. 25:523–540

Daughaday, W. H., K. Hall, M. S. Raben, W. D. Jr. Salmon, J. L. Van Den Brande

and J.J. Van Wik, 1972, Somatomedin: Proposed Designation for Sulphation

Factor. Nature 235, 107.

Davis, M.E., and R. C. M. Simmen. 1997. Genetic parameter estimates for serum

insulin-like growth factor I concentration and performance traits in Angus

beef cattle. J. Anim. Sci.75:317–324.

Devandra, C. and G.B. McLeroy. 1982. Goat and Sheep Production in the Tropics.

Longman Group Limited, Harlow, Essex, UK.

Elrod, S. dan W. Stansfield. 2007. Genetika. (Damaring Tyas W. Pentj). Jakarta:

Erlangga.

Etherton T.D. 2004. Somatotropic Function: the Somatomedin Hypothesis Revisited.

J. Anim. Sci. 82 (E-Suppl): E239-E244.

Frandson R. D., 1996. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Gadjah Mada University Press,

Yogyakarta.

Froesch, E. R., H. Bürgi, E. B. Ramseier, P. Bally and A. Labhart, 1963. Antibody-

Suppressible and non-Suppressible Insulin-like Activities in Human Serum

and Their Physiologic Significance. An Insulin Assay with Adipose Tissue of

Increased Precision and Specificity. J. Clin. Invest. 42, 1816-1834.

Geary, T.W., E.L. McFadin, M.D. MacNeil, E.E. Grings, R.E. Short, R.N. Funston

and D.H. Keisler. 2003. Leptin as a predictor of carcass composition in beef

cattle. J. Animal Sci. 8 : 1–8.

Ge W. Davis M.E., Hines H.C., Irvin K.M., Simmen R.C. 2003., Association of

genetic marker with blood serum insulin-like growth factor I concentration

and growth traits in Angus cattle. J. Anim. Sci., 79, 1757 – 1762.

Gluckman, P. D., Johnson-Barrett, J. J., Butler, J. H., Edgar, B. W., and Gunn, T. R.

1983. Studies of insulin-like growth factor-I and -II by specific radioligand

assays in umbilical cord blood. Clin. Endocrinol. 19:405.

Hardjesubroto W, 1998. Pengantar Genetika Hewan. Fakultas Peternakan Universitas

Gadjah Mada, Yogyakarta.

Hartl, D.L. 1988. Principle of Population Genetic. Sunderland. Sinauer Associates,

Inc. Publisher.

Page 50: SKRIPSI RIDHA TUNNISA - Copy.pdf

Herman, R. Duljaman, M., Sugama, N. 1983. Perbaikan Produksi Daging Kambing

Kacang. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Ho, K. K. Y., and D. M. Hoffman. 1993. Aging and growth hormone. Horm.

Res.40:80–86.

Hwa, V., Y. Oh and R. G. Rosenfeld, 1999. The Insulin-like Growth Factor-binding

Protein (IGFBP) Superfamily. Endocr. Rev. 20, 761-787.

Indrawan, M., R. B. Primack dan J. Supriatna. 2007. Biologi Konservasi. Yayasan

Obor Indonesia. Jakarta.

Kroonsberg, C., McCutcheon, S. N., Siddiqui, R. A., Mackenzie, D. D. S., Blair, H.

T., Ormsby, J. E., Breier, B. H., and Gluckman, P. D. 1989. Reproductive

performance and fetal growth in female mice from lines divergently selected

on the basis of plasma IGF-I concentrations. J. Reprod. Fert. 87:349.

Kusumadarma, 2011, Teknik Molekuler dalam Analisis Keragaman DNA.

http://kusumadarma17.blogspot.com/2011/07/teknik-molekuler-dalam-

analisis.html. Diakses Tanggal 11 Februari 2013.

Laron, Z. 2001. Insulin-like Growth Factor 1 (IGF-1): a Growth Hormone. Mol

Pathol 54 :311-316.

Liefers, S.C., R.F. Veerkamp, M.F.W. Te Pas, C. Delavaud, Y. Chilliard, M. Platje,

T. van der Lende. 2005. Leptin promoter mutations affect leptin levels and

performance traits in dairy cows. Animal Genetics. 36 : 111 – 118.

Lin, C. Y.; Sabour, M. P.; Lee, A. J., 1992: Direct typing of milk proteins as an aid

for genetic improvement of dairy bulls and cows: a review. Anim. Breed.

Abst. 60: 1–10.

Lincoln, D. T., F. Sinowatz, E. el-Hifnawi, R. L. Hughes, and M. Waters. 1995.

Evidence of a direct role for growth hormone (GH) in mammary gland

proliferation and lactation. Anat. Histol. Embryol. 24:107–115.

Liu Wu-jun, Fang Guang-Xin, Fang Yi, Tian Ke-Chuan, Huang Xi-Xia and Chen

Hong. 2010. The Polymorphism of a mutation of IGF-1 gene on two goat

breeds in China. Jurnal of animal and veterinary 9(4) : 790-794

Mangalam, H. J., V. R. Albert, H. A. Ingraham, M. Kapiloff, L.Wilson, C. Nelson, H.

Elsholtz, and M. G. Rosenfeld. 1989. A pituitary POU-domain protein, Pit-1,

activates both growth hormone and prolactin promoters transcriptionally.

Genes Dev. 3:946–958.

Page 51: SKRIPSI RIDHA TUNNISA - Copy.pdf

Merimee, T. J., Zapf, J., and Froesch, E. R. 1982. Insulin-like growth factors in

pygmies and subjects with the pygmy trait: Characterization of the metabolic

actions of IGF-I and IGF-II in man. J. Clin. Endocrinol. Metab. 55:1081

Minton J.E., D.J. Bindel, J.S. Drouillard, E.C. Titgemeyer, D.M. Grieger, and C.M.

Hill. 1998. Serum leptin is associated with carcass traits in finishing cattle. J.

Anim. Sci. 76: 231.

Muladno, 2001. Dasar-Dasar Teknik DNA dan beberapa Aplikasinya. Balai

Penelitian dan Pengembangan Zoologi, Pusat Penelitian dan Pengembangan

Biologi LIPI, Bogor.

Münzberg H., M. Björnholm, S.H. Bates, M.G. Myers. 2005. Leptin receptor action

and mechanisms of leptin resistance. Cell Mol Life Sci. 62 : 642-52.

Nei M, and Kumar S. 2000. Molecular Evolutian and Phylogenetics. New York :

Oxford University Press.

Nelson, C., V. R. Albert, H. P. Elsholtz, L. I. Lu, and M. G. Rosenfeld. 1988.

Activation of cell-specific expression of rat growth hormone and prolactin

gene by a common transcription factor. Science 239:1400–1405.

Nicholas, F.W. 1996. Introduction to Veterinary Genetics. New York : Oxford

University Press.

Noor, R.R. 2008. Genetika Ternak. Ed ke-2. Jakarta : Penebar Swadaya.

Oprzadek, J., K. Flisikowski, L. Zwierzchowski and E. Dymnicki. 2003.

Polymorphisms at loci of leptin (LEP), Pit-1, and STAT5A and their

association with growth, feed conversion and carcass quality in Blackand-

White bulls. Anim. Sci. Papers Rep. 21: 135-145.

Poggi, C., Le-Marchand, B., and Zapf, J. 1979. Effects of binding of insulin-like

growth factor-I in the isolated soleus muscle of lean and obese mice:

Comparison with insulin. Endocrinology 105:723.

Rahim L, Sri Rahma RR, Dagong, M.I.A dan Kusumandari I.P. 2012. Keragaman

kelompok gen pertumbuhan (GH, GHR, IGF-1, Leptin dan Pit-1) dan

hubungannya dengan karakteristik tumbuh kembang dan karkas pada ternak

kambing Marica dan Kacang. Makassar. Laporan Penelitian.

Rahma, A.B. 2007. Pengantar Ilmu Peternakan. Fakultas Peternakan. Universitas

Hasanuddin. Makassar

Page 52: SKRIPSI RIDHA TUNNISA - Copy.pdf

Rhodes, S. J., R. Chen, G. E. DiMattia, K. M. Scully, K. A. Kalla, S. C. Lin, V. C.

Yu, and M. G. Rosenfeld. 1993. A tissue-specific enhancer confers Pit-1-

dependent morphogen inducibility and autoregulation on the Pit-1 gene.

Genes Dev. 7:913–932.

Rinderknecht, E. and R. E. Humbel, 1976. Polypeptides with Nonsuppressible

Insulin-like and Cell-Growth-Promoting Activities in Human Serum:

Isolation, Chemical Characterization, and some Biological Properties of

Forms I and II. Proc. Natl. Acad. Sci. USA 73, 2365-2369.

Rosa Reyna, H.M. Muntoya, V.V. Castrellon, A.M.S. Rincon, M.P Bracamonte and

W.A. Vera. 2010. Polymorphism in the IGF1 gene and their effect on growth

traits in Mexican beef cattle. Genetic and molecular research. ISSN 1676-

5680. 9 (2): 875-883.

Rosenbloom, A. L., R. G. Rosenfeld, and J. Guevara-Aguirre. 1997. Growth hormone

insensitivity. Pediatr. Clin. North Am.44:423–442

Rotwein, P., A. M. Gronowski, and M. J. Thomas. 1994. Rapid nuclear actions of

growth hormone. Horm. Res.42:170–175.

Salmon, W. D. Jr. and W. H. Daughaday, 1957. A Hormonally Kontrolled Serum

Factor which Stimulates Sulfate Incorporation by Cartilage In Vitro. J. Lab.

Clin. Med. 149, 825-836.

Simmons, D. M., J. W. Voss, H. A. Ingraham, J. M. Holloway, R. S. Broide, M. G.

Rosenfeld, and L. W. Swanson. 1990. Pituitary cell phenotypes involve cell-

specific Pit-1 mRNA translation and synergistic interactions with other

classes of transcription factors. Genes Dev. 4:695–711

Sofro, A. S. M. 1994. Keanekaragaman Genetik. Andi Offset. Yogyakarta

Sugama. K., T. Wardoyo, K. Matsuda and S. Kumagai. 1998. Present Status of

grouper (Cromileptes altivelis) Seed Production in Indonesia. 5th

Asian

Fisheries Forum Chiang Mai. Thailand.

Steinfelder, H. J., P. Hauser, Y. Nakayama, S. Radovick, J. H. McClaskey, T. Taylor,

B. D. Weintraub, and F. E. Wondisford. 1991. Thyrotropin-releasing

hormone regulation of human TSHβ expression: role of a pituitary-specific

transcription factor (Pit-1/GHF-1) and potential interaction with a thyroid

hormone-inhibitory element. Proc. Nat. Acad. Sci. USA 88:3130–3134.

Sumantran, V. N., M. L. Tsai, and J. Schwartz. 1992. Growth hormone induces c-fos

and c-jun expression in cells with varying requirements for differentiation.

Endocrinology. 30:2016–2024.

Page 53: SKRIPSI RIDHA TUNNISA - Copy.pdf

Suryanto. D. 2003. Melihat Keanekaragaman Organisme Melalui Beberapa Teknik

Genetika Molekuler. Program Studi Biologi Fakultas Matematika Dan Ilmu

Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. ©2003 Digitized By Usu

Digital Library.

Svoboda, M. E. and Van Wyk, J. J. 1983. Purification of somatomedin-C/insulin-like

growth factor I. Methods in Enzymology. 109:798.

Van der Warf J. 2000. An overview of animal breeding programs. Di dalam :

Kinghorn B, Van der Werf J, editor. QTL course : Identifiying and

Incorporating Genetic Markers and Major Genes in Animal Breeding

Programs. Armidale, Australia : University of New England.

Vincent, A. M. and E. L. Feldman, 2002, Kontrol of Cell Survival by IGF Signaling

Pathways. Growth Hormon. IGF Res. 12, 193-197.

Yeh FC, Yang RC, and Boyle T. 1999. POPGENE version 1.31 : Microsoft

Window-based Freeware for Population Genetic Analysis. Edmonton, AB.

Canada : University of Alberta Canada.

Yuwono T. 2006. Teori dan Aplikasi Polymerase Chain Reaction. CV. Andi Offset,

Yogyakarta.

Zeder, M.A. and B. Hesse. 2000. The initial domestication of goats (Capra hircus) in

the Zagros Mountain 10,000 years ago. Science 287: 2254-2257.

Page 54: SKRIPSI RIDHA TUNNISA - Copy.pdf

LAMPIRAN 1. Sequen Gen IGF-1 Lengkap

LOCUS D26119 6784 bp DNA linear MAM

08-MAR-2005

ORIGIN

1 gatctttcaa cccatgagac aatctgtatc ttcaaagtcc atgagaggag gctgggcttt

61 tttcacaaaa ggtgtgatgc gctgaagctg aaggaaattt taaaaaataa ataaacccaa

121 accccagatt tttagtgaac aattcctaag gttaaatgca tgaagtgggg ctcattaaag

181 gaggtcttgg attcttctca aagtacagga cttgccccca cacctgaaga tgccccccca

241 ccccgcctac ctcttgatga tgtgtatctc ttcaggtcaa aacacatccc ctgaaacttc

301 ccaactttgc atttcaaagc tcctcatgac acacccctcc tcctccatcc tggattctca

361 gtagtttcac ttccctgact ttccagagaa agtgtgcact tttcatattt ttaaaagcgc

421 atcccaccac gtgacagtgc tgttttcctc tctgcctctg ccacttagtt gaaaggccct

481 gtggtgtgtg taactgagca cacagtagga gcgcactcac tgaatgcgca atatagtgca

541 ctgttggaat ggcatcactc ctcgtgtcta acttgtcttt cttaaaggta aacactgccc

601 caagtttaat cacagagaag gcttgagcga actcaacccc ctttcaaaac caatcaggtt

661 ttcctttaag ggcacccacc tctgcaacag cttcctggcc atggccataa agacctagac

721 aagagtttca agcaaacctt tgtttatagt cgaagcatca ggatcactgt gtcccctgag

781 aatcaagagg gagaaataca aggtccaggc tactcccacc attccagaaa accatgcccc

841 aatagacccc agggaaagtg ggatgtctaa gctgggcttt tgcaatctta tttcataatc

901 cactttctta tcgcctcctt cacaaaactg atgagaaatt ggtacaaact ctatcgacaa

961 aagatcacaa cttgatcctc aatggcaaag gcaagtatac attataaata gcaaaacagc

1021 tggcttggac catgttgctg gccactcatc ctgctgagag atttgaatga catcataacc

1081 cttgagaggg tattgctagc cagctggtgt tatttagaat acacaaaaag gggggaaaga

1141 aaatgcactc acgtgcacac acacacaaat acacacacac acacacaggt tcaagttatg

1201 cagaaaaata tgaacagtgg gaaaatcatt tgcccctcag atgcccttcc cctggtgtgg

1261 ggtgggggtc ggggtggggg ccaagcagca gagtagagga aggaagaaag agattcgatt

1321 ttattttttc agttggcttt acagctcagc aaaatctttg ccctgtcgtg ggcaaaaagc

1381 atgagacagt gtcctgaggg gagccaatta caaagctgcc tgcccctttc caggttctag

1441 gaaatgagat cattcccctc acttggcaac caggacgagg ggtcatccca gcgccgtctt

1501 ccagtctagt ttaccccagt cgtttgaggg ttaaaatcat agagtatgct tgagatgtct

1561 ttttttcatt tcttgttttt taaattttgt cttggctctg gaatataaaa ttgctcgccc

1621 atcctccacg aatattcctt tcatacgggt aaggtgtatt agcagatgtg tgtgtcttca

1681 tgcccggtag aaagttaatc agaggacagc atcaggattt taatgtctgc tcctcttgtc

1741 actaacacac attcttttaa gggaaaaaaa tgcttctgtg ctctagtttt aaaatgcaaa

1801 ggtatgatgt tatttgtcac catgcccaaa aaagtcctta ctcgataact ttgccagaag

1861 agggagagag agagaaggca agcgttcccc cagctgtttc ctgtctacag tgtctgtgtt

1921 ttgtagataa atgtgaggat tttctctaaa tccctcttct gtttgctaaa tctcactgtc

1981 actgctaaat tcagagcaga tagagcctgc gcaatggaat aaagtcctca aaattgaaat

2041 gtgacattgc tctcaacatc tcccatctcc ctggatttct ttttgcctca ttattcctgc

2101 taaccaattc atttccagac tttgcacttc agaagcaatg ggaaaaatca gcagtcttcc

2161 aacccaatta tttaagtgct gcttttgtga tttcttgaag gtaaatattt cttactcttt

2221 gaagtcattg gggaattttc tttaaattgt gtactgcttg cttctgctta gaaatgttct

2281 tcactttaga attttcattg tttcggcact gggagttatt tataaattgc tgaatatgca

2341 attctgtggg atctgaaaaa atagctccgg gagataaatg cctttgcaca gatatctgta

2401 tgagtaaaaa ctattgcaag gtacttatgc taaatcctcc acttccttca gagcttgagt

2461 ggtgtcatta tagaagattc ctttaaatcc tgtctatggt taagggctat agggcatgga

2521 tatgaacttt tggatttttt ttgcaggtgc agatgtttta tttttaagac catgttcatg

2581 tgtatgtagg actgtgtggt gtgtgtgtgt gcgtgtgtgt aactggccag gacttttgat

2641 tacaaggcat gccacatacg aagagttaca ttttaaatga tattaaagct tttaaatatg

2701 atctttggag ctaaggtccc ggaactctct gcacttatga ccagagagtc aaagttagag

2761 tgaagtttcg tttgctcttc tgaaaaagaa ctccttaaga actcctgctg accctgcata

2821 ttcggataaa tttaaacaaa tgcacactgt atatgggaag cggcaacttt ctagcaactg

2881 ctatttccaa gttttttctt tttgaagagg actctcaggg gcgaagtttg gacttggggt

2941 tttgtgttgt aaaacacgga ttttgtattt gggattgtaa agtctcttta ggtaaatttg

3001 gctagcgttg tcaatgcact gacttcggcc tttccaataa ctgggcccta ggttcaaagt

3061 ttcccattct cagcaaaaat tatatctttc aagacttgta atttttccca atttgcaagc

3121 atttttaagc tgctgtaact ggccccccga tgcaaattgc ctgtgggctc aattcatgat

3181 ccgtccctac cgcttagtcc aacactcatt tgccgctttc aagcactcca ccactaggac

3241 gttccttagt caagtcagtg gcttagggag ttaagaatac atcccttgtc gggcacctga

Page 55: SKRIPSI RIDHA TUNNISA - Copy.pdf

3301 ccctgccacc cttgagaagc caagatgcac actcccaacc ttgcttttaa aagaaatgaa

3361 gccagtatac acatatgcta tgtggtctga cagctgggga ttttgtctcc ctacttagag

3421 gatcctaaaa ggggctgtgt agtgttatct ctgcattaat tacaagtttg gaaaactcca

3481 aatgaacttt ccatgctgtg tatgctgaac ttttcagaag tagagctagc tagccataag

3541 ttgttgcttt ttcctgtact tgaagcagga agtggtttca gggagctacg tggttctttc

3601 aaatgtaaat caatgagtaa aggtgtctgc caggcagagc tcacaagctg attgtactgt

3661 gagtctcaag atatttccaa gtgtttgagt cagagggaag agggcacagg ggaggactgg

3721 agcttcggtc cttgtccagg acggctacaa taggcacacg atggaaatca gtggcttgat

3781 tgggaggaaa agattgactc agatcccagc cgtgcaattt gtttgttgtc tgaatggaca

3841 aaaggcagtt tacccaggct cgtagcatac ctgcctgggt gtccaaatgt aactagatgc

3901 tttcacaaac cccacccaca aagcagcaca tgtttttaag tcctcagttt tctattcaca

3961 tcagtctcat aatacccacc ctgacctgct gtaaaagatc tggaacaaac aaaaatggtt

4021 acacctacag tgagtatttt cttatgactg ttgccctcaa attttgctgg gcatttttat

4081 tataacccag acatctggaa ccaattgata ttccatttat ttaagataaa aagaaaggtt

4141 tttaaaattt tggatttgtg aatgattttt gagaaagagt gctctggaat tttttttttg

4201 ctcgtctctt tctagttctt ctttcatttc tttctttcag atct

[gap 100 bp] Expand Ns

4345 ccaatt tgagagaatt taaattaata aaacatatct

4381 ggtcccaagt ctggactgag cacaaattaa cctttgatga ttccaaaggt ttaccaggac

4441 ctctgagtgg tgtgcaataa gagcatcttt caccttcgca cattaaatgt ttcaggacat

4501 ttatctcatt gaattgtaat aggaacccat aaagaaaggg ttcaagaagg acttccccaa

4561 ggtttcacag tagcaagagg attaaagtca gatagcatga tgccaagacc tgctcagagg

4621 tcactcacac accttgttgc actcctgagg ggatagtttt gattaataac aggaatgcag

4681 agctgggcta aaggcaccct tgccttgctc ccgctcccct ggcaaggacc caggaggaag

4741 atgaccctcc ttctgctctt tcagcaggtg aagatgccag tcacatcctc ctcgcatctc

4801 ttctatctgg ccctgtgctt gctcgccttc accagctctg ccacggcggg acccgagacc

4861 ctctgcgggg ctgagttggt ggatgctctc cagttcgtgt gtggagacag gggcttttat

4921 ttcagtaagt agcctccctc tcgctgctct gtggatttac aactgcgggg agtgtgtgaa

4981 gaactgaatg actgcctgtg gctggcagcc atcctcagcc tccgagattc ctcaccttaa

5041 tgcgagccta gtgtttccag cgg

[gap 100 bp] Expand Ns

5164 ttaagga catggaaaac atgctctttt aattaatttt cctagcagtc tctcaattaa

5221 gccaatatat aaggagcggt gaggattggc catagacaag atcctcgact acaggtggct

5281 aagaatttga ggacaattaa tacaaatgaa tgatgaatga gctattgcca gtgagagtag

5341 cactgactgc tggagatata ctggaatctg gaaaaatctg ggagggtcaa gagttgttgg

5401 aggagcttca aaagaagact aacttatgaa ggtgtgggtt gacatggtat ggggagagga

5461 gttttcaggg gctgggtgta gcagtgaaca cagcgtatta tcccactcta aaactaggcc

5521 tctctctgat ttgaacagac aagcccacgg ggtacggctc gagcagtcgg agagcgcccc

5581 agacaggaat cgtggatgag tgctgcttcc ggagctgtga tctgaggagg ctggagatgt

5641 actgtgcgcc tctcaagccc accaagtcag cccgctcagt ccgtgcccag cgccacaccg

5701 acatgcccaa ggctcagaag gtaagcccac caggggcggc ggtgagggtc ggccatcttc

5761 gcgagatctg agttatgcgg ctgaagcaac ttagtagcag cagcatccga atagtaatta

5821 ataccctcat agacttctgg ctcatagtgt caaaagagct c

[gap 100 bp] Expand Ns

5962 cccaagttg tctattaaac tgactggtga gacataaggt

6001 atgaaggttg agatccagtg ttagaaatag ataggttgga tacataaaca ttcatcaaat

6061 taatgtcatt tttctccctt atttttagga agtacatttg aagaacacaa gtagagggag

6121 tgcaggaaac aagaactaca gaatgtagga agaccttcct aaagagtgaa gaatgacatg

6181 ccaccggcag gatccttcgc tctgcacgag ttacctgttc aacaccagaa gacctaccaa

6241 aaataagttt gataacattt caaaagatgg gcatttcccc caatgaaata agtaaacatt

6301 ccaacattgt ctttaggagt gattgttcaa agctttgcac cttgcaaaaa tgaccctgga

6361 gttggtagat tgctgttgat cctttatcaa taatgttcta tagagaaaat atatatatag

6421 atcttagtcc ctgcctctca aggagccaca aatgcatggg tgttgtatag atccagttgc

6481 actaaattta tctctgaatc ttggctgcta gtgacattca ttcagcaggc ttgtctaagt

6541 ggtttataaa tttttttatt tgcacttctt tctacgcaac acaggctatt tggtttacag

6601 tgtctgataa tcttgttcct ctatcccact cccttctcca tcacctttat atttgctgaa

6661 tttggcctcc taaacagcag caggcaagca gttaagtagc acaccagttt ttaacccaca

6721 agattccatc tgtggcatgt gtaccaaata taagttggat gcatttattt tagacacaaa

6781 gctt

Page 56: SKRIPSI RIDHA TUNNISA - Copy.pdf

LAMPIRAN 2. Genotip Kambing Kacang

No.

Sampel

Hasil PCR Hasil RFLP Genotip

A.001 1 1 AA

A.002 1 1 AA

A.003 1 1 AA

A.004 1 1 AA

A.005 1 1 AA

A.006 1 1 AA

A.007 1 1 AA

A.008 1 1 AA

A.009 1 1 AA

A.010 1 1 AA

A.011 1 1 AA

A.012 1 1 AA

A.013 1 1 AA

A.014 1 1 AA

A.015 1 1 AA

A.016 1 1 AA

A.017 1 1 AA

B.009 1 1 AA

B.010 1 1 AA

C.001 1 1 AA

C.002 1 1 AA

F.001 1 1 AA

F.002 1 1 AA

F.003 1 1 AA

F.004 1 1 AA

G.001 1 1 AA

G.002 1 1 AA

G.004 1 1 AA

G.005 1 1 AA

H.001 1 1 AA

H.002 1 1 AA

H.003 1 1 AB

H.005 1 1 AA

H.007 1 1 AA

H.008 1 1 AB

H.009 1 1 AA

H.011 1 1 AA

H.012 1 1 AA

H.013 1 1 AA

Page 57: SKRIPSI RIDHA TUNNISA - Copy.pdf

H.014 1 1 AA

H.015 1 1 AA

H.016 1 1 AB

H.019 1 1 AA

H.020 1 1 AA

I.003 1 1 AA

I.004 1 1 AB

Page 58: SKRIPSI RIDHA TUNNISA - Copy.pdf

LAMPIRAN 3. POPULATION GENETIC ANALYSIS

Data Description : Test Data Set II: Diploid Data population ID : 1 population name : none * Population : 1 @ Locus : IGF * ============================================================ Genotypes Obs. (O) Exp. (E) (O-E)²/E 2*O*Ln(O/E) ============================================================ (A, A) 43 43.0645 0.0001 -0.1289 (B, A) 4 3.8710 0.0043 0.2623 (B, B) 0 0.0645 0.0645 0.0000

Chi-square test for Hardy-Weinberg equilibrium : Chi-square : 0.068914 Degree of freedom : 1 Probability : 0.792925 Likelihood ratio test for Hardy-Weinberg equilibrium : G-square : 0.133383 Degree of freedom : 1 Probability : 0.714950 Allele Frequency of population 1 : ============================== Allele \ Locus IGF ============================== Allele A 0.9574 Allele B 0.0426 ============================== ============================== Locus Sample Size na* ============================== IGF 94 2.0000 Mean 94 2.0000 St. Dev 0.0000 ============================== * na = Observed number of alleles

Page 59: SKRIPSI RIDHA TUNNISA - Copy.pdf

=============================================================================== Locus Sample Size Obs_Hom Obs_Het Exp_Hom* Exp_Het* Nei** Ave_Het ============= =================================================================== IGF 94 0.9149 0.0851 0.9176 0.0824 0.0815 0.0815 Mean 94 0.9149 0.0851 0.9176 0.0824 0.0815 0.0815 St. Dev 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 ================================================================================ * Expected homozygosty and heterozygosity were computed using Levene (1949) ** Nei's (1973) expected heterozygosity

Page 60: SKRIPSI RIDHA TUNNISA - Copy.pdf

RIWAYAT HIDUP

Ridha Tunnisa ( I 111 09 259 ) , lahir di Takalala,

Kabupaten Soppeng pada tanggal 13 Februari 1991 dari

pasangan Rusli dan Fatmawaty, S.Pd. Penulis menyelesaikan

Pendidikan Taman Kanak- Kanak Di TK Mariopulanae pada

tahun 1996. Kemudian Melanjutkan ke tingkat Sekolah

Dasar di SD 266 Bakunge selesai pada tahun 2003, kemudian melanjutkan ke

Sekolah Menengah Pertama di SMPN 1 Marioriwawo selesai pada tahun 2006 dan

melanjutkan ke Sekolah Menegah Atas di sekolah kejuruan pertanian SPP N Rappang

Kabupaten Sidenreng Rappang dengan program studi kesehatan hewan selesai pada

tahun 2009. Penulis melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi dan alhamdulillah

diterima di Universitas Hasanuddin Makassar, Fakultas Peternakan, jurusan Produksi

Ternak melalui jalur SNMPTN pada tahun 2009. Selama kuliah penulis pernah

menjadi Asisten MIkrobiologi Hewan dan Ilmu Kesehatan Ternak. Penulis juga

merupakan Anggota Himpunan Mahasiswa Produksi Ternak (HIMAPROTEK) tahun

2009 dan sebagai Pengurus HIMAPROTEK pada tahun 2010- 2011 dan pernah

menjabat sebagai Dewan Pertimbangan Organisasi (DPO) pada priode 2011-2012 di

HIMAPROTEK. Penulis juga menjabat sebagi Pengurus Senat Mahasiswa

Peternakan (SEMA-FAPET) tahun 2012-2013, juga sebagai Pengurus di Ikatan

Mahasiswa Pelajar Soppeng (IMPS) tahun 2010-2011.