Impetigo Krustosa
-
Upload
seltri-ceti-septiani -
Category
Documents
-
view
78 -
download
1
Transcript of Impetigo Krustosa
IMPETIGO KRUSTOSA
I. Pendahuluan
Impetigo ialah pioderma superfisialis (terbatas pada epidermis)1 atau infeksi piogenik superfisialis
yang mudah menular yang terdapat di permukaan kulit dan disebabkan oleh Staphylococcus dan/atau
Streptococcus2,3. Nama impetigo berasal dari bahasa latin yaitu impetere (menyerang)4.
Berdasarkan fakta tahun 2005 bahwa S.aureus umumnya patogen terbanyak antara kedua
impetigo bulosa dan nonbulosa pada United States dan Eropa, meskipun S.pyogenes umumnya terdapat di
beberapa negara. Pada umumnya infeksi berawal sebagai infeksi streptokokal, tetapi setelah itu
stafilokokus selalu menggantikan streptokokus12.
Walaupun impetigo dapat merupakan pioderma primer, tapi dapat juga timbul sebagai infeksi
sekunder yang mengikuti penyakit kulit atau trauma kulit yang telah ada (secondary infection) dan itu
dikenal sebagai dermatitis impetigenisata12. Penyakit kulit yang biasa menyertai adalah pedikulosis,
skabies, infeksi jamur, dan pada insect bites5.
Pioderma memiliki banyak bentuk, diantaranya impetigo, folikulitis, furunkel, eritrasma,
erisipelas, selulitis, abses dll. Namun dalam kepustakaan ini hanya akan dibahas tentang impetigo, karena
impetigo merupakan bentuk pioderma yang paling sering dijumpai disamping folikulitis6. Khususnya
yang akan lebih dibahas mendalam adalah impetigo non-bulosa (impetigo krustosa).
Impetigo krustosa juga dikenal sebagai impetigo kontagiosa, impetigo vulgaris, atau impetigo
Tillbury Fox1.Impetigo krustosa merupakan bentuk pioderma yang paling sederhana. Menyerang
epidermis, dimana gambaran yang dominan ialah krusta yang khas, berwarna kuning kecoklatan seperti
madu yang berlapis-lapis8. Impetigo krustosa terkadang terdapat berbagai ukuran (inch) diameter, tapi
biasanya kecil dan dalam beberapa kasus hanya beberapa bagian tubuh yang terkena (wajah, telinga,
leher, dan kadang tangan)9. Impetigo krustosa biasanya tanpa gelembung cairan dengan
krusta/keropeng/koreng10.
Secara umum, penyakit pioderma merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri, oleh karena itu ditatalaksana dengan menggunakan antibiotik. Antibiotik yang diberikan pada pioderma bisa berupa antibiotik topikal dan atau sistemik, tergantung dari berat ringannya penyakit6
2. Etiologi atau penyebabnya
Impetigo krustosa umumnya disebabkan oleh Staphylococcus aureus dan jarang disebabkan oleh
grup A streptococcus tapi untuk negara berkembang, impetigo krustosa umumnya disebabkan oleh
Streptococcus ß hemolyticus grup A (Streptococcus pyogenes)1,6.
Gambar 2.1 Staphylococcus aureus
Gambar 2.2 Streptococcus pyogenes
Staphylococcus grup II dalam jumlah yang banyak lebih sering menyebabkan impetigo bulosa
dibandingkan dengan impetigo non-bulosa2.
Pada dasarnya keberadaan impetigo streptokokal (pioderma streptokokal) tidak diragukan.
Organisme grup A biasanya merupakan penyebabnya, tapi Streptococcus grup C dan grup G kadang ikut
terlibat2.
Streptococcus merupakan bakteri gram positif berbentuk bulat, yang mempunyai karakteristik
dapat berbentuk pasangan atau rantai selama pertumbuhannya. Lebih dari 20 produk ekstraseluler yang
antigenik termasuk dalam grup A (Streptococcus pyogenes) diantaranya adalah Streptokinase,
streptodornase, hyaluronidase, eksotoksin pirogenik, disphosphopyridine nucleotidase, dan hemolisin5.
III. Epidemiologi atau penyebarannya
Impetigo terjadi di seluruh negara di dunia dan angka kejadiannya selalu meningkat dari tahun ke
tahun. Di Amerika Serikat impetigo merupakan 10% dari masalah kulit yang dijumpai pada klinik anak
dan terbanyak pada daerah yang jauh lebih hangat, yaitu pada daerah Amerika tenggara5. Di Inggris
(1995) kejadian impetigo pada anak sampai usia 4 tahun sebanyak 2,8% pertahun dan 1,6% pada anak
usia 5-15 tahun. Sekitar 70% merupakan impetigo krustosa10,12.
Impetigo krustosa adalah infeksi kulit yang mudah menular dan terutama mengenai anak-anak
yang belum sekolah (antara umur 2-5 tahun). Penyakit ini mengenai kedua jenis kelamin, laki-laki dan
perempuan, sama banyak. Selain itu dapat mengenai semua bangsa. Lebih sering pada daerah tropis8,10,12.
Biasanya Streptokokus tumbuh dalam suasana yang hangat dan lembab, maka paling sering ditemukan
saat musim panas2. Impetigo merupakan penyakit yang sangat menular. Penyakit ini bisa tertular secara
kontak langsung dengan kulit yang terinfeksi atau kontak dengan benda-benda yang sudah terinfeksi7.
Selain itu juga, dapat ditularkan melalui nafas penderita. Masa inkubasi 1-3 hari. Streptokokus kering
yang terdapat di udara tidak menginfeksi kulit yang normal. Tetapi dengan gesekan dapat memperberat
lesi11.
Pada orang dewasa, impetigo ini sering terdapat pada mereka yang tinggal bersama-sama dalam
satu kelompok, seperti asrama dan penjara. Faktor predisposisi terjadinya ialah kebersihan yang kurang,
higiene yang jelek (anemia dan malnutrisi), tempat tinggal yang padat penduduk, panas dan terdapatnya
penyakit kulit (terutama yang disebabkan oleh parasit)2,8. Bakteri Stafilokokus dan Streptokokus dapat
melalui pertahanan kulit yang utuh jika kulit rusak, seperti robek (terpotong), gigitan, atau penyakit cacar
air (chickenpox)7. Selain itu, dapat juga terjadi melalui kontak tidak langsung melalui handuk, selimut,
atau pakaian pasien impetigo; cuaca panas maupun kondisi lingkungan yang lembab; kegiatan/olahraga
dengan kontak langsung antar kulit seperti rugby, gulat, dll; pasien dengan dermatitis, terutama dermatitis
atopik5.
Gigitan serangga mungkin dapat menularkan penyakit ini, tapi dengan gigitan yang kecil dari binatang genus Hippelates dapat menularkan infeksi streptokokus dalam daerah tropis dan subtropis2
IV. Etiopatofisiologi/Patofisologi
Impetigo non-bulosa merupakan jenis impetigo yang paling sering dan timbul hampir 70% pada
anak-anak di bawah usia 15 tahun dengan infeksi. Streptococcus ß hemolyticus grup A (GABHS) dan
Staphylococcus aureus timbul dengan frekuensi yang sama sebagai agen kausatif pada impetigo non-
bulosa, sekarang ini S.aureus merupakan patogen utama untuk impetigo non-bulosa, telah dilaporkan
sebanyak 50-60% kasus. Pada kenyataannya, hampir 20-45% kasus terdapat kombinasi S.aureus dan
S.pyogenes. Pada negara yang sedang berkembang, GABHS ( hidup Bersih dan sehat) tetap merupakan
penyebab utama. S.aureus memproduksi racun bakteriotoksin pada streptococcus. Bakteriotoksin inilah
yang menjadi alasan mengapa hanya S.aureus yang terisolasi pada lesi tersebut walaupun disebabkan oleh
bakteri Streptococcus.
Jika seorang individu mengadakan kontak dekat dengan yang lainnya (anggota keluarga, teman
satu kelas, teman sekelompok) yang mempunyai infeksi kulit karena GABHS atau yang membawa
organisme ini, maka individu yang mempunyai kulit utuh dapat terkontaminasi oleh bakteri ini. Jika pada
kulit yang terkolonisasi oleh bakteri ini, maka pada luka yang kecil, seperti luka lecet atau tergigit
serangga akan timbul lesi impetigo antara 1-2 minggu.
GABHS dapat ditemukan pada hidung dan tenggorokan pada beberapa individu 2-3 minggu
setelah timbul lesi, meskipun mereka tidak terdapat gejala-gejala dari faringitis streptococcal. Hal ini
disebabkan karena perbedaan rantai pada bakterinya. Impetigo biasanya merupakan rantai D, sedangkan
faringitis disebabkan rantai A,B, dan C.
I. Gejala Klinis
Terdapat 2 bentuk klinik yang dapat dikenali, yaitu impetigo non-bulosa (impetigo krustosa) dan
impetigo bulosa. Impetigo bulosa disebabkan oleh Staphylococcus. Sedangkan impetigo non-bulosa
mungkin disebabkan oleh Staphylococcus aureus, Streptococcus, atau kedua organisme tersebut bersama-
sama2. Penyakit ini lebih sering terjadi pada anak-anak dan timbul saat bakteri tersebut digaruk dan
gigitan serangga. Impetigo sering muncul pada musim panas7.
Kelainan kulit didahului warna kemerahan pada kulit (makula) atau papul (penonjolan padat
dengan diameter < 0.5 cm) yang berukuran 2-5 mm. Kemudian segera terbentuk vesikel atau pustul
(papul yang berwarna keruh/mengandung nanah/pus) berdinding tipis yang mudah pecah dan menjadi
papul dengan krusta/keropeng/koreng berwarna kuning madu, lembut tetapi tebal dan lengket yang
berukuran < 2 cm (honey colored) dengan kulit di sekitar dan di bawah krusta berwarna kemerahan dan
basah, biasanya disertai lesi satelit. Jika krusta dilepas tampak erosi di bawahnya. Sering krusta menyebar
ke perifer dan sembuh di bagian tengah. Walaupun tidak jarang terlihat, lesi paling dini ditandai vesikel
dengan halo eritematus1,3,6,10. Lesi tersebut akan bergabung membentuk daerah krustasi yang lebar.
Eksudat dengan mudah menyebar ke daerah sekitarnya dengan sendirinya secara autoinokulasi5,10.
Gambar 1 impetigo nonbulosa (krusta)
Biasanya mengenai anak yang belum sekolah. Gatal dan rasa tidak nyaman dapat terjadi, tetapi
tidak disertai gejala konstitusi (demam, malaise, mual), kecuali bila kelainan kulitnya berat3,5.
Lesi dapat muncul pada kulit yang normal atau kulit yang kena trauma sebelumnya atau
mengikuti kelainan kulit sebelumnya (skabies, varisela, dermatitis atopi) dan dapat menyebar dengan
cepat. Jika dibiarkan tidak diobati maka lesi dapat menyebar terus karena tindakan diri sendiri (digaruk
lalu tangan memegang tempat lain sehingga menegenai tempat lain). Lalu dapat sembuh dengan
sendirinya dalam beberapa minggu tanpa jaringan parut. Kadang kelenjar getah bening dapat membesar
dan dapat nyeri pada wajah atau leher7,10. Pembesaran kelenjar limfe regional lebih sering disebabkan oleh
Streptococcus5.
Tempat predileksi tersering pada impetigo krustosa adalah di muka, yakni di sekitar lubang
hidung dan mulut karena dianggap sumber infeksi dari daerah tersebut. Tempat lain yang mungkin
terkena, yaitu daerah tubuh yang sering terbuka (tungkai dan lengan, kecuali telapak tangan dan kaki),
daerah belakang telinga, leher dan badan (dada bagian atas)1,2,3,7,10,13.
Gambar 2. Impetigo krustosa pada: a. Mulut. b. Belakang telinga. c. Lutut. d. Wajah. e. Lubang hidung.
Pemeriksaan Penunjang untuk memastikan diagnosa
1. Gram-stain
Bila diperlukan dapat memeriksa isi vesikel dengan pengecatan gram untuk menyingkirkan
diagnosa banding dengan gangguan infeksi gram negatif. Bisa dilanjutkan dengan tes katalase dan
koagulase untuk membedakan antara Staphylokokus dan Streptokokus. Pada pewarnaan gram akan
memperlihatkan neutrofil dengan kuman gram-positif di dalam rantai atau kelompok3,4,5,14.
2. Kultur bakteri
Kultur akan memperlihatkan S.aureus, kebanyakan merupakan kombinasi dengan S.pyogenes
atau GABHS yang lain, tetapi kadang timbul sendiri4,14. Kultur bakteri juga dapat dilakukan untuk
mengidentifikasi methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA), jika lesi imeptigo pecah, jika ada
glomerulonefritis poststreptokokus. Eksudat diambil dari bawah krusta untuk dilakukan kultur. Kultur
bakteri pada lubang hidung terkadang dibutuhkan untuk menentukkan seseorang S.aureus karier atau
bukan. Jika pada kultur tersebut negatif dan penderita persisten terhadap timbulnya impetigo, maka kultur
bakteri harus dilakukan pada aksila, faring dan perineum. Pada penderita dengan status S.aureus karier
yang negatif dan tidak mempunyai faktor predisiposisi dapat dilakukan pemeriksaan level serum IgM.
Pemeriksaan level serum IgA, IgM, dan IgG juga dapat dilakukan untuk mengetahui imunodefisiensi
yang lain12.
3. Pemeriksaan Laboratorium
Pada darah tepi terdapat leukositosis pada hampir 50% kasus impetigo, terutama pada infeksi
yang disebabkan streptokok. Level Anti DNAase (Antideoksiribonuklease) B meningkat cukup signifikan
pada pasien impetigo streptokok. Urinalisis perlu dilakukan untuk mengevaluasi glomerulonefritis
poststreptokokus jika pada pasien timbul edema dan hipertensi. Hematuria, proteinuria, cylindruria
merupakan indikator terlibatnya ginjal12.
4. Pemeriksaan lainnya
Selain itu dapat juga dilakukan biakan bakteriologis eksudat besi; biakan sekret dalam media agar
darah, dilanjutkan dengan tes resistensi. Biopsi dapat diindikasikan8.
Tes yang lainnya berupa :
- Titer Antistreptolysin-O (ASO) memberikan positif lemah terhadap streptokokus, tapi ini jarang
dilakukan.
- Streptozyme : positif untuk Streptokokus, tapi jarang dilakukan4
5. Gambaran HistopatologiBerupa peradangan superfisial folikel pilosebasea bagian atas. Terbentuk bula atau vesikopustula
subkornea yang berisi kokus serta debris berupa leukosit dan sel epidermis. Pada lapisan dermis
didapatkan reaksi peradangan ringan berupa dilatasi pembuluh darah, edema, dan infiltrasi PMN.
Gambar Histopatologi Impetigo
3. Diagnosis
Diagnosis didasarkan pada umur penderita, yang biasanya anak-anak, dan krusta yang melekat ke
dasarnya, berwarna kuning madu, dengan erupsi vesikel yang mengeluarkan sekret, serta distribusi di
muka, lengan dan tungkai. Untuk menegakkan diagnosis impetigo di samping temuan klinik juga perlu
dilakukan pewarnaan Gram (Gram-stain), kultur, sediaan apus, biakan dan tes resistensi kuman.
4. Diagnosis Banding atau penyakit yang mirip
1. Ektima : predileksi di tungkai bawah, dasarnya ialah ulkus. Lesi lebih besar, lebih dalam dan
peradangan lebih hebat ditutupi krusta yang keras (luka dengan dasar dan dinding), jika diangkat akan
berdarah secara difus, dapat menetap selama beberapa minggu dan sembuh dengan jaringan parut bila
infeksi sampai jaringan kulit dalam (dermis). Lebih sering menimbulkan limfadenitis dan kadang
merupakan komplikasi dari impetigo
Gambar Ektima 2. Dermatitis atopik : keluhan gatal yang berulang atau berlangsung lama (kronik) dan kulit yang kering; penebalan pada lipatan kulit terutama pada dewasa (likenifikasi); pada anak seringkali melibatkan daerah wajah atau tangan bagian dalam.
Gambar Dermatitis atopik
3. Kandidiasis (infeksi jamur candida) : Dengan gambaran klinisnya berupa :papul merah, basah; umumnya di daerah selaput lendir atau daerah lipatan.
Gambar 8.3 Kandidiasis
4. Dermatitis kontak : gatal pada daerah sensitif yang kontak dengan zat-zat yang mengiritasi
Gambar Dermatitis kontak
5. Diskoid lupus eritematosa : lesi datar (plak) berbatas tegas yang mengenai sampai folikel rambut.
Gambar Diskoid lupus eritomatosa 6. Herpes simplex : vesikel berkelompok dengan dasar kemerahan yang pecah menjadi lecet tertutupi oleh krusta, biasanya pada bibir dan kulit.
Gambar Herpes simpleks
7. Gigitan serangga : terdapat papul pada daerah gigitan, dapat nyeri.
Gambar Insect bite 8. Skabies : vesikel yang menyebar, kecil, terdapat terowongan, pada sela-sela jari, gatal pada malam hari.
Gambar Skabies
9. Varisela : vesikel pada dasar kemerahan bermula di badan dan menyebar ke tangan, kaki dan wajah; vesikel pecah dan membentuk krusta; lesi terdapat pada beberapa tahap (vesikel, krusta) pada saat yang sama. Lesi lebih kecil, berbatas tegas, umbilikasi vesikel.
Gambar Varisela
10. Impetigenisasi : pioderma sekunder, prosesnya menahun sering masih tampak penyakit dasarnya.
Terdapat pus, pustul, krusta berwarna kuning kehijauan, pembesaran KGB regional, leukositosis, dapat
pula disertai demam.
11. Pemfigus foliaseus : mempunyai gambaran klinik dan histopatologi yang serupa dengan impetigo. Serum
dan krusta yang kadang bersamaan dengan vesikel, biasanya dimulai pada wajah dengan bentuk/distribusi
seperti kupu-kupu atau pada kepala, dada, dan punggung bagian atas dengan gambaran klinik eritema,
skuama, krusta atau terkadang terdapat bula. Pemfigus foliaseus sering terdapat pada orang dewasa.
Gambar Pemfigus foliaseus
12. Sweet’s syndrome : timbul/onset tiba-tiba dengan konsistensi lembut disertai plak atau nodul yang nyeri dan kadang-kadang timbul vesikel atau pustul.
Gambar Sweet’s Syndrome
PENGOBATAN IMPEGTIGO KRUSTOSA
Tujuan pengobatan impetigo adalah menghilangkan rasa tidak nyaman dan memperbaiki
kosmetik dari lesi impetigo, mencegah penyebaran infeksi ke orang lain dan mencegah
kekambuhan. Pengobatan harus efektif, tidak mahal dan memilki sedikit efek samping.
Antibiotik topikal (lokal) menguntungkan karena hanya diberikan pada kulit yang terinfeksi
sehingga meminimalkan efek samping. Kadangkala antibiotik topikal dapat menyebabkan reaksi
sensitifitas pada kulit orang-orang tertentu. Maka dari itu, antibiotik oral disimpan untuk kasus
dimana pasien sensitif terhadap antibiotik topikal, lesi lebih luas atau dengan penyakit penyerta
yang berat. Penggunaan desinfektan topikal tidak direkomendasikan dalam pengobatan impetigo.
1. Terapi non Medika mentosa/perawatan tanpa obat
Dapat dilakukan kompres dengan menggunakan larutan Sodium kloride 0,9%.
Menghilangkan krusta dengan cara mandikan anak selama 20-30 menit, disertai mengelupaskan krusta dengan handuk basah
Jika krusta banyak, dilepas dengan mencuci dengan H2O2 dalam air, lalu diberi salep
antibiotik Mencegah anak untuk menggaruk daerah lecet. Dapat dengan menutup daerah yang lecet
dengan perban tahan air (kasa) dan memotong kuku anak. Lanjutkan pengobatan sampai semua luka lecet sembuh Tindakan yang bisa dilakukan guna pencegahan impetigo diantaranya
a. Cuci tangan segera dengan menggunakan air mengalir bila habis kontak dengan pasien, terutama apabila terkena luka b. Mandi teratur dengan sabun dan air ( sabun antiseptik dapat digunakan, namun dapat mengiritasi pada sebagian kulit orang yang sensitif) c. Higiene yang baik, mencakup cuci tangan teratur, menjaga kuku jari tetap pendek dan bersih d. Jangan menggunakan pakaian yang sama dengan penderita. e. Jauhkan diri dari orang dengan impetigo. f. Orang yang kontak dengan orang yang terkena impetigo segera mencuci tangan dengan sabun dan air yang mengalir g. Cuci pakaian, handuk, dan sprei dari anak dengan impetigo terpisah dari yang lainnya. Cuci dengan air panas dan keringkan di bawah sinar matahari atau pengering yang panas. Mainan yang dipakai dapat dicuci dengan desinfektans h. Gunakan sarung tangan saat mengoleskan antibiotik topikal di tempat yang
terinfeksi dan cuci tangan setelah itu. i. Pada orang yang terinfeksi agar lukanya diperban dengan perban yang steril
(kasa)
j. Penderita sebaiknya tinggal di dalam rumah/ruangan untuk beberapa hari untuk menghindari masuknya bakteri ke dalam luka.
2. Terapi medikamentosa
Pengobatan yang diberikan pada impetigo krustosa terdiri dari pengobatan topikal dan
pengobatan secara sistemik
TERAPI LOKAL
Obat-obat topikal ini mempunyai potensi yang lebih rendah dibandingkan dengan antibiotik
sistemik atau obat oral, tapi obat topikal ini hanya digunakan pada kasus dengan lesi yang kecil
atau tidak terlalu banyak jumlahnya.
Mupirocin (Bactroban)
mupirocin (dalam bentuk salap) merupakan salah satu antibiotik yang sudah mulai digunakan sejak tahun 1980an. Mupirocin ini bekerja dengan menghambat sintesis RNA dan protein dari bakteri. Obat ini digunakan untuk beberapa lesi yang kecil tanpa limfadenopati. Dan obat ini sudah dibuktikan dimana lebih unggul dibandingkan polymiksin B dan neomisin topikal dan keefektifannya sama dengan obat cephalexin (oral). Kombinasi mupirocin dan obat cephalexin lebing unggul daripada bacitracin. Sayangnya, S.aureus dan MRSA resisten terhadap mupirocin dengan penafsiran antara 5-10%.Penggunaan mupirocin topikal dapat dilihat di bawah ini :
Dewasa Mupirocin 2% cream/salap 5/10 gOleskan tipis pada daerah yang terkena 3-5 kali /hari, selama 1 minggu, sebelumnya di bersihkan lukanya.Jika penyakit tinbul kembali atau recurens maka oleskan pada lubang atau cuping hidung 2x/hari untuk 5 hari selama sebulan
Anak -AnakPengobatannya di gunakan sama seperti orang dewasa
Retamapulin (Altabax)
Retamapulin ini sudah terbukti pada US Food and Drug Administration (FDA) tahun 2007 untuk
digunakan sebagai pengobatan impetigo secara topikal pada orang dewasa dan anak-anak (>9
bulan) yang disebabkan oleh S.aureus dan methicillin-susceptible S aureus. Retamapulin
mempunyai spektrum aktifitas yang luas, jauh melebihi mupirocin. Obat ini digunakan untuk
mencegah kembalinya aktifitas bakteri dimana sudah resisten terhadap banyak obat antibiotik,
seperti metisilin, eritromisin, fusidic acid, mupirocin, azithromycin, and levofloxacin. Pada
penelitian yang dilakukan terhadap 1900 pasien, retamapulin terbukti sama efektifnya dengan
fusidic acid dan cephalexin oral, dengan sedikit efek samping. Penelitian yang lain, retamapulin
1% (salap) ternyata lebih efektif dibandingkan fusidic acid 2% (salap) untuk pengobatan
impetigo.
Retapamulin berikatan dengan subunit 50S ribosom pada protein L3 dekat dengan peptidil
transferase yang pada akhirnya akan menghambat protein sintesis dari bakteri. Obat ini
merupakan kelas antibiotik baru yang pertama kali disebut pleuromutilins. Indikasinya untuk
impetigo yang disebabkan oleh S.aureus atau S.pyogenes.
Penggunaan retamapulin topikal dapat dilihat di bawah ini :
Dewasa
Oleskan tipis pada daerah yang terkena ± 5 hari untuk total area < 100 cm2 ;
daerah yang terkena harus ditutup dengan penutup yang steril setelah
pemakaian
Anak Digunakan pada anak umur > 9 bulan; gunakan sama seperti orang dewasa;
total area untuk pengobatan harus < 2% dari total BSA pada pasien usia 9 bulan sampai 18
tahun.
Fusidic acid
Fusidic acid sekarang ini tidak tersedia di United States, tapi diakui sebagai terapi first-line
di Eropa dan negara bagian lainnya. Fusidic acid telah dilaporkan dapat mengakibatkan resisten
yang tinggi dengan persentase 32,5-50%.
Penggunaan fusidic acid topikal dapat dilihat di bawah ini :
Dewasa
Fusidic acid 2% cream/salap 5 g 2-3 x sehari selama 7 hari.
Anak- Anak
Sama seperti orang dewasa
Dicloxacillin (Peridex)
Penggunaan dicloxacillin merupakan First line untuk pengobatan impetigo, namun akhir-
akhir ini penggunaan dicloxacillin mulai tergeser oleh penggunaan retamapulin topikal karena
diketahui retamapulin memiliki lebih sedikit efek samping bila dibandingkan dengan
dicloxacillin.
Clindamycin 1% cream, lotion, foam dan gel 10 g 2-3 kali sehari. Obat ini digunakan pada beberapa infeksi MRSA.
Gentamisin 0,1% salap atau krim 10 g 2-3 kali sehari selama ≤ 4 minggu. Obat ini telah banyak digunakan di beberapa negara untuk infeksi gram-positif oleh spesies Staphylococcus, termasuk impetigo dan pioderma
Hidrogen peroksida 1% krim, tersedia di banyak negara, dan telah dibandingkan mempunyai sifat bekterisidal tetapi masa kerjanya lebih panjang daripada hydrogen peroksida 1% larutan encer in vitro. Obat ini digunakan 2-3 x sehari selama 3 minggu. Meskipun potensi sensitisasinya rendah, tapi reaksi hipersensitifitas telah dilaporkan pada beberapa produk dengan campuran yang lainnya.
Tetrasiklin 3% salep 15 g 1 kali atau lebih per hari. Obat ini telah digunakan untuk lokal impetigo, tetapi jarang dianjurkan karena mempunyai potensi risiko terjadinya reaksi fotosensitifitas pada kulit.
Basitrasin atau Neosporin 250 iu salep 5 g beberapa kali sehari. Sekarang obat ini tidak begitu efektif. Meskipun kelihatannya obat ini bekerja, disebabkan kondisi yang tidak infeksi pada awalnya.
Neomisin 0,5% krim 5 g 2-3 kali sehari. Obat ini berkhasiat untuk kuman negatif-Gram. Di negara Barat dikatakan sering menyebabkan sensitisasi, menurut pengalaman penulis jarang
TERAPI SISTEMIK ATAU SECARA ORAL
Pengobatan antibiotik sistemik diindikasikan untuk penyakit-peyakit kulit. Sefalosporin,
penisilin semisintetik, atau kombinasi inhibitor ß laktamase umumnya merupakan digunakan
sebagai terapi First line.
1) Penisilin
· Penisilin V (fenoksimetil penisilin)
Dewasa : 250-500 mg 3-4 x sehari a.c. selama 10 hari
Anak : 7,5-12,5 mg/dosis 4 kali/hari a.c.
· Penisilin G
Dewasa : 600.000-1,2 juta U IM 1-2 x hari selama 7 hari
Anak : 25.000-50.000 U IM 1-2 x sehari
Obat ini jarang dipakai karena tidak praktis, diberikan i.m. dengan dosis tinggi, dan makin sering
terjadi syok anafilaktif.
· Benzathine penisilin G
Anak-anak < 6 tahun : 600.000 U IM
Anak-anak > 7 tahun : 1,2 juta U
2) Penisilin semisintetik (untuk Staphlococci yang kebal Penisilin)
· Cloxacillin
Dewasa : 250-500 mg 4 kali sehari a.c. selama 10 hari
Anak : 10-25 mg/kgBB/dosis 4 x sehari a.c.
· Dicloxacillin (Dycill, Dynapen)
Dewasa : 250-500 mg 3-4 kali sehari a.c. selama 10 hari
Anak : 4-8 mg/kg/dosis (neonatus).
<40 kg : 12,5-50 mg/kg/hari
>40 kg : 125-500 mg/hari
Mengikat satu atau lebih penisilin dengan protein, selain itu juga menghambat sintesis dinding
sel. Digunakan untuk pengobatan infeksi akibat penisilin-produksi staphlococcus; kadang
digunakan sebagai terapi jika diduga infeksi staphylococcus. Obat ini sangat efektif tapi kurang
toleransi daripada cephalexin.
3) Aminopenicililins
· Amoksisilin
Dewasa : 250-500 mg 3 kali/hari selama 8 hari.
Anak : 20 mg/kgBB
Kelebihan obat ini dapat diberikan setelah makan. Juga cepat diabsorbsi dibandingkan ampisilin
sehingga konsentrasi dalam plasma lebih tinggi.
· Amoxicillin plus asam klavulanat (ß-laktamase inhibitor)
Dewasa : 875/125 mg 2 kali/hari selama 10 hari
Anak : 20 mg/kgBB/hari 3 kali/hari
· Ampicillin
Dewasa : 250-500 mg 4 kali/hari (sejam sebelum makan) selama 7-10 hari
Anak : 125-250 mg (5-10 tahun); 125 mg (2-5 tahun) 4 kali/hari.
4) Sefalosporin
· Cephalexin (Keflex)
Dewasa : 250-500 mg 4 kali/hari selama 10 hari
Anak : 40-50 mg/kgBB selama 10 hari
Obat ini menghambat pertumbuhan bakteri dengan menghambat sintesis dinding sel; bersifat
bakterisidal dan efektif melawan secara cepat pembentukan dinding sel. Terutama aktif
melawan bakteri di kulit; sering digunakan untuk memperbaiki stuktur kulit dan sebagai
profilaksis pada prosedur minor. Merupakan obat pilihan untuk kasus yang banyak menimbulkan
lesi, daerah yang terkena luas, atau terdapat limfadenopati regional.
· Cephradine
Dewasa : 250-500 mg 4 kali/hari selama 7-14 hari; tidak lebih dari 4g/hari.
Anak : 25-50 mg/kgBB selama 7-14 hari; tidak lebih dari 3g/hari.
· Sefadroksil ( dosis : 2 x 500 mg sehari per os).
5) Eritromisin (EES, Erythrocin, Ery-Tab)
Dewasa : 250-500 mg 4 kali/hari p.c. selama 10 hari
Anak : 30-50 mg/kgBB 4 kali/hari p.c. selama 7-14 hari; dosis ganda jika penyakit bertambah
berat.
Menghambat pertumbuhan bakteri, diduga menghalangi uraian t-RNA peptida dari ribosom,
menyebabkan sintesis protein dependen-RNA berhenti. Digunakan untuk pengobatan infeksi
Staphylococcus dan Streptococcus. Biasanya terjadi resisten dan sering memberi rasa tak enak di
lambung. Pada anak-anak, umur, berat badan, dan hebatnya infeksi menentukkan dalam hal
pemberian dosis. Obat ini juga diberikan pada orang alergi terhadap penisilin.
6) Klindamisin (Cleocin)
Dewasa : 150 mg/hari untuk 3 bulan (profilaksis)
150-300 mg/hari selama 7-10 hari (treatment)
Anak-anak lebih dari 1 bulan : 8-20 mg/kgBB/hari 3-4 kali/hari selama 10 hari.
Efektif untuk infeksi kulit; mengikat subunit 50S ribosom serta mengganggu sintesis protein.
Selain itu juga dapat digunakan untuk profilaksis impetigo.
Antihistamin
Jika gatal / pruritus sangat dikeluhkan, maka antihistamin dapat diberikan untuk
meminimalkan terjadinya garukan. Menghindarkan trauma pada kulit dapat mencegah atau
membatasi penyebaran impetigo secara autoinokulasi.
· Loratadin (Claritin)
Nonsedatif dan secara selektif menghambat reseptor histamin H1.
Dewasa : 10 mg/hari po
Anak : <2 tahun : tidak dianjurkan
2-6 tahun : 5 mg/hari po
>6 tahun : gunakan sama seperti orang dewasa.
· Desloratadin (Clarinex)
Obat ini merupakan antagonis selektif histamin trisiklik untuk reseptor H1 yang long-acting.
Dapat menyembuhkan kongesti nasal dan efek sistemik pada alergi musim. Metabolisme utama
dari loratadin adalah secara luas untuk mengaktifkan metabolit 3-hydroxydesloratadine.
Dewasa : 5 mg/hari po
Anak : <12 tahun : tidak dianjurkan
>12 tahun : gunakan sama seperti orang dewasa.
· Cetrizine (Zyrtec)
Obat ini merupakan long acting selektif histamin H1 reseptor antagonis.
Dewasa : 5-10 mg/hari po
Anak : 6 bln-2 tahun : 2,5 mg/hari po
2-5 tahun : 2,5-5 mg/hari po
6-11 tahun : 5-10 mg/hari po
· Hidroksin (Atarax, Vistaril)
Merupakan reseptor H1 antagonis. Obat ini dapat menekan aktifitas histamin di area subkortikal
pada CNS. Sering digunakan sebelum tidur karena mempunyai efek sedatif.
Dewasa : 25-100 mg po
Anak : <6 tahun : 2 mg/kgBB/hari po dibagi menjadi 3-4 dosis
6-12 tahun : 12,5-25 mg po dibagi menjadi 3-4 dosis.
Prognosis impetigo krustosa
Impetigo biasanya sembuh tanpa penyulit dalam dua minggu walaupun tidak diobati.
Namun, dapat timbul komplikasi sistemik berupa glomerulonefritis (radang ginjal) pasca infeksi
streptokokus dengan sero tipe tertentu terjadi pada 2-5% pasien terutama usia 2-6 tahun dan hal
ini tidak dipengaruhi oleh pengobatan antibiotik. Gejala berupa bengkak pada kaki dan tekanan
darah tinggi, pada sepertiga terdapat urin seperti warna teh. Keadaan ini umumnya sembuh
secara spontan walaupun gejala-gejala tadi muncul.
Komplikasi lainnya yang jarang terjadi adalah infeksi tulang (osteomielitis), radang paru-
paru (pneumonia), selulitis, psoriasis, Staphylococcal scalded skin syndrome (SSSS), radang
pembuluh limfe atau kelenjar getah bening, scarlet fever, urtikaria, dan eritema multiformis.