Impaksi Bolus Makanan

30
IMPAKSI BOLUS MAKANAN I. PENDAHULUAN Impaksi bolus makanan merupakan keadaan akut yang kebanyakan dapat dengan mudah dikenali pada pasien.Kebanyakan impaksi bolus makanan dapat teratasi dengan manuver abdominal thrust atau langsung dimuntahkan. Ketika gejala obstruksi menetap dan atau disertai dengan rasa tidak nyaman pada daerah dada, maka pasien memerluan perhatian medis. Pasien utamanya mengalami sensasi nyeri dada seperti rasa tertekan pada dada, hal ini sangat sulit dibedakan dengan nyeri pada jantung. Namun, impaksi bolus makanan biasanya berkaitan dengan sialorrhea atau saliva yang berlebihan, yang disertai dengan obstruksi pada esofagus. Pasien juga tidak dapat makan dan minum seperti biasanya jika sedang mengalami sebuah impaksi. 1 Sangat penting untuk membedakan antara impaksi dan tersedak. Pasien dengan impaksi bolus makanan tidak memiliki gangguan pernapasan. Mereka dapat berbicara dan batuk, lain halnya dengan pasien yang tersedak, cenderung untuk tidak melakukan hal tersebut. 1 Impaksi benda asing esofagus adalah kasus darurat umum yang menempati urutan ketiga setelah 1

description

refarat tht refarat tht refarat tht refarat tht refarat tht refarat tht refarat tht refarat tht refarat tht refarat tht refarat tht refarat tht refarat tht refarat tht refarat tht refarat tht refarat tht refarat tht refarat tht refarat tht refarat tht refarat tht refarat tht refarat tht refarat tht refarat tht refarat tht refarat tht

Transcript of Impaksi Bolus Makanan

Page 1: Impaksi Bolus Makanan

IMPAKSI BOLUS MAKANAN

I. PENDAHULUAN

Impaksi bolus makanan merupakan keadaan akut yang kebanyakan

dapat dengan mudah dikenali pada pasien.Kebanyakan impaksi bolus makanan

dapat teratasi dengan manuver abdominal thrust atau langsung dimuntahkan.

Ketika gejala obstruksi menetap dan atau disertai dengan rasa tidak nyaman

pada daerah dada, maka pasien memerluan perhatian medis. Pasien utamanya

mengalami sensasi nyeri dada seperti rasa tertekan pada dada, hal ini sangat

sulit dibedakan dengan nyeri pada jantung. Namun, impaksi bolus makanan

biasanya berkaitan dengan sialorrhea atau saliva yang berlebihan, yang

disertai dengan obstruksi pada esofagus. Pasien juga tidak dapat makan dan

minum seperti biasanya jika sedang mengalami sebuah impaksi.1

Sangat penting untuk membedakan antara impaksi dan tersedak.

Pasien dengan impaksi bolus makanan tidak memiliki gangguan pernapasan.

Mereka dapat berbicara dan batuk, lain halnya dengan pasien yang tersedak,

cenderung untuk tidak melakukan hal tersebut.1

Impaksi benda asing esofagus adalah kasus darurat umum yang

menempati urutan ketiga setelah perdarahan saluran cerna atas dan bawah.

Memiliki kejadian tahunan 13:100.000 antara populasi umum yang lebih

predominan pada laki-laki berbanding perempuan dengan rasio 1,7:1. Tingkat

kejadian meningkat dengan usia, khususnya pada pasien lebih dari tujuh puluh

tahun. Impaksi bisa dibedakan menjadi dua jenis: (a) impaksi benda asing

benar disebabkan oleh benda seperti benda tumpul atau benda runcing dan

dalam kaitannya dengan benda-benda lain-lain yang dapat menutup jalan

lumen; (B) impaksi makanan karena materi nonsolid di esofagus. Hal ini

dikelola dengan endoskopi baik dengan mendorong atau mengekstraksi bahan

berdampak pada kerongkongan menggunakan endoskopi rigid atau fleksibel.

Namun, survei yang dilakukan antara praktisi Inggris menunjukkan bahwa

mayoritas biasanya tidak segera melanjutkan esofagoskopi rigid untuk

1

Page 2: Impaksi Bolus Makanan

menghilangkan impaksi bolus makanan secara mekanis; namun, mereka lebih

suka menggunakan obat antispasmodic (83%), yang paling umum adalah

hyoscine butylbromide (buscopan) dan diazepam, untuk mencoba supaya

obstruksi bergerak secara spontan. Keterampilan endoskopi untuk melakukan

endoskopi atas bervariasi, dan setiap upaya untuk mengendali sebuah impaksi

esofagus berbahaya jika endoscopist kurang berpengalaman mengelola lesi

esofagus distal yang belum diketahui. Intervensi yang ditunda setelah 24 jam

dari onset gejala sering dikaitkan dengan lama waktu terapi endoskopi dan

lebih banyak lebih gejala ulserasi esofagus dengan odinofagi.1

II. EMBRIOLOGI SALURAN PENCERNAAN BAGIAN ATAS

Rongga mulut, faring, dan esofagus berasal dari foregut embrionik.

Ketika mudigah berusia kurang lebih 4 minggu, sebuah divertikulum

respiratorium (tunas paru) nampak di dinding ventral usus depan, di perbatasan

dengan faring. Divertikulum ini akan berangsur-angsur terpisah dari bagian

dorsal usus depan melalui sebuah pembatas, yang dikenal dengan septum

esofagotrakealis. Dengan cara ini, usus depan terbagi menjadi bagian ventral,

yaitu primordium pernapasan, dan bagian dorsal, yaitu esofagus.2

Pada mulanya esofagus tersebut pendek, tetapi karena jantung dan

paru-paru bergerak turun, bagian ini memanjang dengan cepat.Lapisan otot,

yang dibentuk oleh mesenkim di sekitarnya bercorak serat lintang pada dua

pertiga bagian atasnya dan dipersarafi oleh nervus vagus, lapisan otot sepertiga

bawah adalah otot polos dan dipersarafi oleh pleksus splangnikus.2

2

Page 3: Impaksi Bolus Makanan

Gambar 1. Embriologi esofagus2

III. ANATOMI

Rongga mulut, faring, laring dan esofagus merupakan daerah yang

terlibat dalam proses menelan. Organ-organ yang terlibat dalam rongga mulut

adalah bibir, gigi geligi, palatum durum dan molle, uvula, tulang mandibula,

dasar mulut, lidah, arkus faring dan sulkus giginvobukal. Atap mulut dibentuk

oleh palatum durum, palatum molle dan uvula. Pallatum molle bergerak ke

bawah dan depan oleh m. Palatoglossus, bergerak ke atas dan retraksi pada

penutupan vellofaring oleh tarikan m. Palatofaring, levator palatum dan serat

otot konstriktur faring superior. Maksilla merupakan komponen utama dari

rahang atas. Palatum durum menyatu dengan rahang dan membentuk rongga

kavum oral. Persarafan untuk gigi bagian atas berasal dari nervus maksilaris

berjalan dengan nervus alveolar posteriosuperior dan anterosuperior.

Mandibular merupakan rahang bawah yang terdiri dari tooth-bearing body dan

ramus yang berasal dari sudut mandibular. Ramus, termasuk sudut mandibular,

ditutupi oleh m. masseter, yang menyilang diatas nervus fasialis dan kelenjar

parotid.3

3

Page 4: Impaksi Bolus Makanan

Gambar 2. Palatum

Dinding faring terdiri dari mukosa dan m. voluntary.Struktur mukosa

dari faring bervariasi.Pada bagian nasal terdiri dari silia dan menyerupai

mukosa pada hidung.Pada farig bagian bawah, terdiri dari epitel

squamous.bagian dari faring adalah nasofaring, orofaring dan hipofaring.

Nasofaring merupakan lanjutan daerah anterior yang melalui koana dengan

kavum nasi.Orofaring merupkana lanjutan anterior yang melalui fauces, atau

ismus dari orofaring. 3

Esofagus merupakan sebuah saluran berupa tabung otot yang

menghubungkan dan menyalurkan makanan dari rongga mulut ke lambung.

Dari perjalanannya dari faring menuju gaster, esofagus melalui tiga

kompartemen dan dibagi berdasarkan kompartemen tersebut, yaitu leher (pars

servikalis), sepanjang 5 cm dan berjalan di antara trakea dan kolumna

vertebralis, dada (pars thorakalis), setinggi manubrium sterni berada di

mediastinum posterior, mulai di belakang lengkung aorta dan bronkus cabang

utama kiri, lalu membelok ke kanan bawah di samping kanan depan aorta

4

Page 5: Impaksi Bolus Makanan

thorakalis bawah, dan abdomen (pars abdominalis), masuk ke rongga perut

melalui hiatus esofagus dari diafragma dan berakhir di kardia lambung,

panjang berkisar 2-4 cm.2,3

Pada orang dewasa, panjang esofagus apabila diukur dari incivus

superior ke otot krikofaringeus sekitar 15-20 cm, ke arkus aorta 20-25 cm, ke

vena pulmonalis inferior 30-35 cm, dan ke kardioesofagus joint kurang lebih

40-45 cm.Pada anak, panjang esofagus saat lahir bervariasi, antara 8-10 cm dan

ukuran sekitar 19 cm pada usia 15 tahun.2

Bagian servikal dari esofagus memiliki panjang 5-6 cm, setinggi

vertebra servikalis VI sampai vertebra thorakalis Ianterior melekat dengan

trakea (tracheoesophageal party wall), anterolateral tertutup oleh kelenjar

thyroid, sisi dextra/sinistra dipersarafi oleh nervus recurren laryngeus, posterior

berbatasan dengan hypopharynx, terdapat locus minoris resistensae, yaitu

dinding yang tidak tertutup oleh musculus constrictor pharyngeus inferior, dan

pada bagian lateral ada carotid sheats beserta isinya.2,3

Bagian thorakal dari esofagus, panjang 16-18 cm, setinggi vertebra

thorakalis IX-X, berada di mediastinum superior antara trakea dan kolumna

vertebralis, dalam rongga thoraks disilang oleh arkus aorta setinggi vertebra

thorakalis IV dan bronkus utama sinistra setinggi vertebra thorakalis V, dan

arteri pulmonalis dextra menyilang di bawah bifurcatio trachealis, dan pada

bagian distal antara dinding posterior esofagus dan ventral corpus vertebralis

terdapat ductus thoracicus, vena azygos, arteri dan vena intercostalis.Sedang

pada bagian abdominal dari esofagus terdapat pars diaphragmatica sepanjang

1-1,5 cm, setinggi vertebra thorakalis X, terdapat pars abdominalis sepanjang

2-3 cm, bergabung dengan cardia gaster disebut gastroesophageal junction.2,3

Esofagus mempunyai tiga daerah normal penyempitan yang sering

menyebabkan benda asing tersangkut di esofagus.Penyempitan pertama adalah

disebabkan oleh muskulus krikofaringeal, dimana pertemuan antara serat otot

striata dan otot polos menyebabkan daya propulsif melemah.Daerah

penyempitan kedua disebabkan oleh persilangan cabang utama bronkus kiri

5

Page 6: Impaksi Bolus Makanan

dan arkus aorta. Penyempitan yang ketiga disebabkan oleh mekanisme sfingter

gastroesofageal.3

Gambar 3. Anatomi8

Vaskularisasi dari esofagus berasal dari beberapa cabang arteri dan

vena. Arteri yang memperdarahi pada bagian servikal berjalan dari arteri

thyroidea inferior, bagian thorakal berjalan dari aorta thorakal desendens, arteri

interkostalis, dan arteri cabang bronkial, dan bagian abdominal berjalan dari

cabang-cabang arteri gastrika sinistra dan kadang-kadang arteri frenikusinferior

6

Page 7: Impaksi Bolus Makanan

yang langsung dari aorta abdominalis. Sedangkan vena yang memperdarahi

bagian servikal dialirkan ke dalam vena tiroid inferior, bagian thorakal

dialirkan ke dalam vena azygos dan hemiazygos, dan bagian abdominal

dialirkan ke dalam vena gastrika sinistra.3

Persarafan esofagus terdiri dari saraf parasimpatis yang berasal dari

nervus vagus yang menimbulkan vasokonstriksi, kontraksi sfingter, dan

relaksasi dinding muskular, dan saraf simpatis dari serabut-serabut ganglia

simpatis servikalis inferior, nervus thorakal dan splangnikus yang dapat

meningkatkan sekresi kelenjar dan aktivitas peristaltik.2,3

IV. FISIOLOGI

Proses menelan merupakan proses yang kompleks. Setiap unsur yang

berperan dalam proses menelan harus bekerja secara terintegrasi dan

berkesinambungan. Keberhasilan mekanisme menelan ini tergantung dari

beberapa faktor, yaitu :4

a) ukuran bolus makanan

b) diameter lumen esofagus yang dilalui bolus

c) kontraksi peristaltik esofagus

d) fungsi sfingter esofagus bagian atas dan bagian bawah

e) kerja otot-otot rongga mulut dan lidah

Integrasi fungsional yang sempurna akan terjadi bila sistem

neuromuskular mulai dari susunan saraf pusat, batang otak, persarafan sensorik

dinding faring dan uvula, persarafan ekstrinsik esofagus, serta persarafan

intrinsik otot-otot esofagus bekerja dengan baik, sehingga aktivitas motorik

berjalan lancar. Kerusakan pada pusat menelan dapat menyebabkan kegagalan

aktivitas komponen orofaring, otot lurik esofagus, dan sfingter esofagus bagian

atas.Oleh karena otot lurik esofagus dan sfingter esofagus bagian atas juga

mendapat persarafan dari inti motor nervus vagus, maka aktivitas peristaltik

esofagus masih tampak pada kelainan di otak.Relaksasi sfingter esofagus

bagian bawah terjadi akibat peregangan langsung dinding esofagus.Dalam

proses menelan akan terjadi hal-hal seperti berikut :2,4

7

Page 8: Impaksi Bolus Makanan

1) pembentukan bolus makanan dengan ukuran konsistensi yang baik

2) upaya sfingter mencegah terhamburnya bolus ini dalam fase-fase menelan

3) mempercepat masuknya bolus makanan ke dalam faring pada saat respirasi

4) mencegah masuknya makanan dan minuman ke dalam nasofaring dan

laring

5) kerjasama yang baik dari otot-otot di rongga mulut untuk mendorong bolus

makanan ke arah lambung

6) usaha untuk membersihkan kembali esofagus

Proses menelan dapat dibagi dalam 3 fase, yakni fase oral, fase

faringeal, dan fase esofageal.

1. Fase oral terjadi secara sadar. Makanan yang telah dikunyah dan

bercampur dengan liur akan membentuk bolus makanan. Bolus ini

bergerak dari rongga mulut melalui dorsum lidah akibat kontraksi otot

intrinsik lidah.2 Kontraksi m. levator veli palatini mengakibatkan rongga

pada lekukan dorsum lidah diperluas, palatum mole terangkat dan bagian

atas dinding posterior faring (Passavant’s ridge) akan terangkat pula.

Bolus terdorong ke posterior karena lidah terangkat ke atas. Bersamaan

dengan ini terjadi penutupan nasofaring sebagai akibat kontraksi m. levator

veli palatini. Selanjutnya terjadi kontraksi m. palatoglossus yang

menyebabkan ismus fausium tertutup, diikuti oleh kontraksi m.

palatofaring, sehingga bolus makanan tidak akan berbalik ke rongga

mulut.2,4

2. Fase faringeal terjadi secara refleks pada akhir fase oral, yaitu

perpindahan bolus makanan dari faring ke esofagus. Faring dan laring

bergerak ke atas oleh kontraksi m. stilofaring, m. salfingofaring, m.

tirohioid, dan m. palatofaring.Aditus laring tertutup oleh epiglottis,

sedangkan ketiga sfingter laring, yaitu plika ariepiglotika, plika

ventikularis, dan plika vokalis tertutup karena kontraksi m. ariepiglotika

dan m. aritenoid obliges. Bersamaan dengan ini terjadi juga penghentian

aliran udara ke laring karena refleks yang menghambat pernapasan,

8

Page 9: Impaksi Bolus Makanan

sehingga bolus makanan tidak akan masuk ke dalam saluran napas.

Selanjutnya bolus makanan akan meluncur ke arah esofagus, karena

valekula dan sinus piriformis sudah dalam keadaan lurus.2,4

3. Fase esofageal ialah fase perpindahan bolus makanan dari esofagus ke

lambung. Dalam keadaan istirahat, introitus esofagus selalu terututup.

Dengan adanya rangsangan bolus makanan pada akhir fase faringeal, maka

terjadi relaksasi m. krikofaring, sehingga introitus esofagus terbuka dan

bolus makanan masuk ke dalam esofagus. Setelah bolus makanan lewat,

maka sfingter akan berkontraksi lebih kuat, melebihi tonus introitus

esofagus pada waktu istirahat, sehingga makanan tidak akan kembali ke

faring. Dengan demikian refluks dapat dihindari. Gerak bolus makanan di

esofagus bagian atas masih dipengaruhi oleh kontraksi m. konstriktor

faring inferior pada akhir fase faringeal. Selanjutnya bolus makanan akan

didorong ke distal oleh gerakan peristaltik esofagus. Dalam keadaan

istirahat, sfingter esofagus bagian bawah selalu tertutup dengan tekanan

rata-rata 8 mmHg lebih dari tekanan di dalam lambung, sehingga tidak

akan terjadi regurgitasi isi lambung. Pada akhir fase esofageal, sfingter ini

akan terbuka secara refleks ketika dimulainya peristaltik esofagus servikal

untuk mendorong bolus makanan ke distal. Selanjutnya setelah bolus

makanan lewat maka sfingter ini akan menutup kembali.2,3,4

Gambar 4. Fisiologi menelan2

Ujung lidah terangkat ke bagian anterior palatum durum, bolus

9

Page 10: Impaksi Bolus Makanan

makanan terdorong ke posterior, dan palatum mole terdorong ke atas dan

posterior. Ujung lidah makin luas menekan palatum durum, lidah mendorong

bolus makanan ke posterior, palatum mole terangkat ke atas dan menutup

nasofaring. Bolus makanan sampai ke valekula, os hioid dan laring terangkat

ke atas dan ke depan, ujung epiglotis terdorong ke belakang dan ke bawah.

Epiglotis tertekan ke bawah dan melindungi aditus laring dari masuknya bolus

makanan ke laring.Palatum mole turun ke bawah mendekati pangkal lidah,

nasofaring tertutup, rongga mulut tertutup akibat kontraksi muskulus

konstriktor faring superior, relaksasi mucus krikofaring. Vestibulum laring

tertutup akibat kontraksi plika ariepiglotika dan plika ventrikularis. Bolus

makanan sampai di valekula dan menekan ke bawah menyebabkan m.

krikofaring relaksasi dan bolus turun ke esofagus, timbul gelombang peristaltik

esofagus. Epiglotis terangkat ke atas kembali, os hioid dan laring turun kembali

ke tempatnya, nasofaring terbuka kembali.Seluruh organ di rongga faring

kembali ke posisi semula, gelombang peristaltik mendorong bolus makanan

masuk ke esofagus.2,4

V. EPIDEMIOLOGI

Impaksi bolus makanan di esofagus lebih sering terlihat pada orang tua dan

paling sering terkait dengan penyakit esofagus yang reflux-related dan

dismotilitas esofagus. Walaupun EoE dikatakan jarang menyebabkan impaksi

bolus makanan, studi terbaru menunjukkan bahwa EoE semakin sering menjadi

penyebabab impaksi bolus makanan, dengan 14 dari 29 pasien yang dibiopsi

mempunyai eosinofilik esofagitis. Data epidemiologi tentang impaksi bolus

makanan pada beberapa dekade yang lalu dan hubungannya dengan eosinofilik

esofagitis masih terbatas.6

VI. ETIOLOGI & PATOGENESIS

10

Page 11: Impaksi Bolus Makanan

Impaksi bolus makanan seringnya disertai dengan beberapa komponen

yang mendasari keadaan patologi, berupa mekanik atau fungsional. Dalam hal

mekanik, striktur atau penyempitan esofagus yang paling banyak disebabkan

oleh cincin Schatzki, striktur peptic, atau terjadinya eosinophilic esophagitis.

Dalam hal gangguan motalitas, kelainan difus motoric esofagus atau spasme

esofagus dapat menyebabkan impaksi bolus makanan transien.1

Beberapa presentasi klasik dari impakasi bolus makanan yakni “the

steakhouse syndrome” atau “backyard barbeque syndrome”. Impaksi bolus

makanan dapat mengenai pasien yang memakan daging dan umumnya ketika

pasien tidak mengunyah makanan dengan benar. Hal ini dapat disebabkan oleh

keadaan gigi yang kurang baik, penggunaan gigi palsu, pengguna alcohol, atau

kecenderungan untuk makan dengan waktu yang cepat. Makanan yang paling

sering yang menyebabkan terjadinya impaksi seperti daging sapi, daging ayam,

dan sayuran yang setengah masak.1

Impaksi bolus makanan banyak disebabkan oleh cincin Schatzki, yang

merupakan cincin dari mukosa yang berada di esofagus bagian bawah,

sehingga terjadi penyumbatan pada esofagus yang disebabkan oleh cincin

tersebut.Penyebab paling banyak pada obstruksi bolus makanan pada esofagus

yakni eosinophilic esophagitis, yakni peradangan pada mukosa yang tidak

diketahui penyebabnya. Terjadinya perubahan pada mukosa akibat peradangan

dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya impaksi, termasuk adanya cincin

Schatzki dan penyempitan lumen.1,6

EOSINOPHILIC ESOPHAGITIS

Eosinophilic esophagitis (EoE) telah digambarkan pada tahun 1970

tetapi hanya baru-baru ini mendapat pengakuan sebagai diagnosis yang

signifikan pada populasi orang dewasa. EoE telah ditemukan di seluruh

dunia, dengan pengecualian Afrika dan, meskipun prevalensi kondisi ini

rendah (0.4-0,7%), tampaknya ia akan meningkat. Kelompok pasien

menunjukkan dominasi laki-laki (70 %) dan clustering keluarga telah

dicatatkan dalam beberapa studi. EoE jelas ada hubungan dengan atopi,

11

Page 12: Impaksi Bolus Makanan

dan banyak pasien memiliki riwayat pribadi dan keluarga dengn kondisi

atopik, termasuk asma, rinitis alergi bermusiman dan/atau eczema. Bisa

dikonseptualisasikan sebagai Asma kerongkongan.11

Tidak ada keraguan bahwa alergi memiliki peran kunci dalam

pathogenesis penyakit ini. Hal ini dibuktikan secara klinis oleh uji coba

dari praktek pediatrik:anak diberi makan dengan makanan yang benar-

benar tanpa alergen makanan, memiliki resolusi hampir 100 % dari

penyakit. Bukti pendukung juga berasal dari penggunaan hewan model

EoE, yang diinduksi dengan mengekspos tikus terhadap alergen. EoE

dimediasi oleh sitokin, termasuk interleukin (IL-)5, IL-13 dan eotaxin. IL-

5 dan eotaksin dirilis dalam menanggapi alergen makanan merangsang

infiltrasi eosinofil. Seiring waktu, beberapa perubahan terjadi, termasuk

hiperplasia sel basal, perpanjangan pasak rete, hipertrofi otot polos

dan/atau hiperplasia dan lamina propria dan/atau subepitel fibrosis. Ini

akhirnya menyebabkan remodelling esofagus yang merupakan faktor

utama yang berkontribusi terhadap disfagia makanan padat.11

ACHALASIA

Akalasia primer adalah kondisi idiopatik melibatkan pleksus

myenteric dari esofagus, sedangkan akalasia sekunder disebabkan oleh

kondisi lain yang mendasarinya, paling umum tumor ganas yang

melibatkan gastroesophageal junction (terutama karsinoma kardia

lambung). Akalasia primer adalah ditandai dengan tidak adanya peristaltik

primer dalam kerongkongan dan tidak lengkap relaksasi sfingter esofagus

distal, yang dimanifestasikan pada studi barium sebagai penyempitan

meruncing (beaklike) dari esofagus distal yang berdekatan dengan

gastroesophageal junction. Pada kasus lanjut, esofagus dapat dilatasi

secara massif dan berliku-liku pada bagian distal (eg, "sigmoid" esofagus).

Karena dari perkembangan yang lambat dari gejala, individu yang

terpengaruh biasanya sudah memiliki long standing disfagia ketika mereka

mau berobat.12

12

Page 13: Impaksi Bolus Makanan

Akalasia sekunder juga ditandai oleh tidak ada peristaltik di

esofagus dan penyempitan yang beaklike yang berdekatan

gastroesophageal junction. Akalasia sekunder yang disebabkan oleh

tumor di gastroesophageal junction, bagaimanapun, panjang segmen

menyempit sering lebih besar dari yang di akalasia primer karena

penyebaran tumor ke dalam distal esofagus. Penyempitan segmen

mungkin juga asimetris, nodular, atau ulserasi karena tumor menginfiltrasi

daerah ini. Riwayat klinis juga penting, karena pasien dengan akalasia

primer hampir selalu memiliki long-standing disfagia, sedangkan pasien

dengan akalasia sekunder biasanya lebih tua (di atas usia 60 tahun) dengan

onset disfagia yang baru (kurang dari 6 bulan) dan penurunan berat

badan.12

VII. MANIFESTASI KLINIS

Banyak makanan yang dapat menyebabkan impaksi bolus makanan, namun

yang paling tersering adalah daging sapi, daging babi, dan daging unggas yang

mengarah ke fenomena “steakhouse syndrome”. Orang-orang dengan impaksi

bolus makanan biasanya datang dengan gejala disfagi (sulit menelan), bahkan

seringnya sulit untuk menelan salivanya sendiri yang menyebabkan saliva

berlebihan pada rongga mulut.Keluhan lainnya juga bisa disertai dengan nyeri

dada, nyeri leher, regurgitasi makanan atau odinofagi (nyeri menelan).6

Pasien dengan impaksi bolus makanan pada esofagus juga dapat beresiko untuk

terjadi komplikasi seperti perforasi esofagus dan aspirasi bolus makanan ke

paru-paru.5

VIII. DIAGNOSIS

a) Anamnesis

Diagnosis impaksi bolus makanan jarang menimbulkan masalah karena

kebanyakkan pasien mengetahui jenis makanan yang mereka makan dan

kapan munculnya gejala. Tujuan utama assement awal pada pasien adalah

untuk mengetahui stabilitas pasien, jenis makanan yang dimakan dan

13

Page 14: Impaksi Bolus Makanan

jangka waktu setelah pasien tersebut makan, ada tidaknya komplikasi,

kelainan pada esofagus dan faktor komorbid yang lain.7

Dokter harus menanyakan riwayat disfagia sebelumnya, impaksi makanan,

gastroesophageal reflux disease, abnormalitas struktur esofagus yang

diketahui dan isi makanan. Secara umum, lokasi impaksi makanan yang

pasien keluhkan tidak bisa dipercaya, dan disfagia esofagus sering

dikeluhkan pada bagian proksimal berbanding distal dari lokasi onstruksi.7

b) Pemeriksaan Penunjang

Esofagografi

Barium esofagoram adalah tes diagnostik yang berguna untuk

mengevaluasi kelainan fungsi dan struktural pada esofagus. Pemeriksaan

ini biasanya dilakukan secara multifasik yang terdiri dari upright double-

contrast views dengan densitas suspensi barium yang tinggi, prone single-

contrast dengan suspensi densitas barium yang rendah.12

Gambar 5. Upright LPO spot image from double- contrast esophagography shows normal esophagus with smooth homogeneous appearance en face.

14

Page 15: Impaksi Bolus Makanan

Gambar 6. Schatzki ring. (a) Prone RAO spot image from single-contrast phase of esophagography shows Schatzki ring as smooth, symmetric, ringlike constriction (white arrow) in distal esophagus directly above a hiatal hernia (black arrows). (b) Upright LPO

spot image from double-contrast phase of same examination shows mild narrowing of distal esophagus withoutdemonstration of the ring because of inadequate distention of this

region.

Gambar 7. Upright frontal spot image from double-contrast esophagography shows typical findings of primary achalasia, with dilated aperistaltic esophagus and tapered beaklike narrowing (arrow) of distal esophagus due to incomplete opening of the lower esophageal sphincter. This image was obtained in a middle-aged patient with long-standing dysphagia.

15

Page 16: Impaksi Bolus Makanan

IX. PENATALAKSANAAN

Airway

Manajemen pertama adalah penilaian status ventilasi pasien dan evaluasi

jalan napas.Pasien yang tidak dapat kontrol sekresi beresiko tinggi

mengalami aspirasi dan memerlukan tindakan segera.

Pada beberapa kasus yang melibatkan benda asing di esofagus, intubasi

endotrakeal wajar dilakukan untuk memproteksi jalan napas.8

Timing

Intervensi untuk suatu benda asing tergantung pada umur pasien, kondisi

klinis; ukuran, bentuk, isi dan lokasi anatomis objek tersebut, dan jangka

waktu terjadinya penyumbatan. Penilaian terhadap resiko aspirasi,

obstruksi atatu perforasi menentukan kapan bisa dilakukan

endoskopi.Seperti yang telah dibahaskan sebelumya, pasien yang tidak

bisa mengendalikan sekresi memerlukan intervensi endoskopi yan segera

untuk mengelakkan aspirasi. Kebanyakkan pasien yang terlihat stabil

secara klinis tanpa gejala obstruksi GI high-grade tidak memerlukan

endoskopi urgen karena objek sering terlepas secara spontan. Namun,

impaksi bolus makanan harus dikeluarkan dalam jangka waktu 24 jam

karena keterlambatan mengurangkan keberhasilan dan meningkatkan

resiko komplikasi.8

Glukagon

Pada kasus impaksi bolus makanan, pemberian glucagon 1.0mg intravena

telah terlihat dapat menyebabkan relaksasi esofagus distal, yang

membolehkan bolus untuk bergerak secara spontan sementara terapi

endoskopik dilakukan. Namun, studi yang lain mempersoalkan tahap

efektifitas glucagon, termasuk satu studi kecil yang menunjukkan tidak

ada perbaikan jika dibandingkan dengan placebo. Glukagon secara

umumnya aman dan menjadi terapi pilihan. Penggunaan glucagon

bagaimanapun seharusnya tidak memperlambat pengeluaran imapaksi

makanan secara endoskopik definitif.8

16

Page 17: Impaksi Bolus Makanan

Pasien yang tidak ada tanda-tanda onstruksi high-grade dan tidak

mengalami distress akut bisa bukanlah kasus yang memerlukan penanganan

urgensi karena pasase spontan bolus makanan bisa terjadi dan endoskopi bisa

ditunda sehingga waktu yang telah ditentukan. Namun, intervensi endoskopi

tidak bisa ditunda melebihi 24 jam dari presentasi karena hal ini dapat

meningkatkan1 resiko terjadinya komplikasi. Jika bolus makanan dikeluarkan

lebih cepat maka local pressure-induced jejas mukosa esofagus bisa

diminimalisasi Smith dan Wong menyarankan agar endoskopi non-urgensi

dalam jangka waktu 6 hingga 12jam untuk meningkatkan kebarangkalian

mengeluarkan bolus daging yang utuh, sebelum ia menjadi lembut.7

Alat yang diperlukan adalah endoskopi dengan ukuran yang sesuai,

overtubes, aksesori seperti polypectomy snares, forsep rat-tooth dan aligator,

Roth retrieval net, Dormia basket, dan Magill or Kelly grasping forceps.8

Terdapat dua jenis esofagoskop, yaitu :9

1. Esofagoskop kaku (fiberoptic rigid esophagoscope), digunakan terutama

untuk terapi, seperti mengambil benda asing, mengangkat tumor jinak,

hemostatis, pemberian obat sklerosing untuk varises dan dilatasi stiktur.

Selain itu juga untuk menilai keadaan bagian proksimal osefagus, yaitu

daerah pharyngoeosophageal junction. Alat ini juga digunakan untuk

menilai kelainan esofagus pada bayi dan anak kecil, serta untuk

mengambil foto kelainan esofagus. Esofagoskop kaku memiliki dua

ukuran. Ukuran 50 cm untuk memeriksa esofagus thorakal dan sfingter

bagian bawah, serta ukuran 20-30 cm untuk memeriksa faring dan

esofagus servikal.9

2. Esofagoskop lentur (fiberoptic flexible esophagoscope), memberikan

kemudahan untuk memeriksa pasien dengan kelainan tulang vetebra,

terutama di daerah servikal dan thorakal. Untuk kelainan esofagus yang

disertai dengan adanya kecurigaan kelainan dilambung, maka

17

Page 18: Impaksi Bolus Makanan

esofagoskop lentur merupakan alat pilihan untuk diagnostik.

Esofagoskop lentur memiliki panjang yang bervariasi mulai dari 100-110

cm dan diameter mulai dari 7,8 sampai 12 mm. Masing-masing alat

tersebut juga dilengkapi dengan suction, air insufflation, dan forsep

biopsi.9

Gambar 7. Alat esofagoskopi

X. KOMPLIKASI

Beberapa komplikasi yang dapat disebabkan oleh benda asing yang

terdapat di esofagus, antara lain :11

Benda asing dapat menimbulkan laserasi mukosa, perdarahan, perforasi

lokal dengan abses leher, ataupun mediastinitis.

Perforasi esofagus dapat menimbulkan selulitis lokal dan fistel

trakeoesofagus.

Gejala dan tanda perforasi esofagus, antara lain emfisema subkutis atau

mediastinum, krepitasi kulit di daerah leher atau dada, pembengkakan

leher, kaku leher, demam, menggigil, gelisah, takikardi, takipnea, nyeri

yang menjalar ke punggung, retrosternal, dan epigastrium. Penjalaran ke

pleura menimbulkan pneumotoraks dan piotoraks.

18

Page 19: Impaksi Bolus Makanan

Bila lama berada di esofagus dapat menimbulkan jaringan granulasi dan

radang periesofagus. Benda asing seperti baterai alkali menimbulkan

toksisitas intrinsik lokal dan sistemik dengan reaksi edema dan inflamasi

lokal.

DAFTAR PUSTAKA

19

Page 20: Impaksi Bolus Makanan

1. Ginsberg GG. Advances In Endoscopy, Food Bolus Impaction. Volume 3.

Hospital of the Universty of Pennsylvania. 2007.

2. Fielding JWL, Hallissey MT. Upper gastrointestinal surgery. London:

Springer; 2005. p. 1-15.

3. Bailey BJ, Johnson JT, Newlands SD. Head and neck surgery -

otolaryngology. 4th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2006.

4. Sherwood L. Fisiologi manusia : dari sel ke sistem. Edisi keenam. Jakarta:

EGC; 2012. p. 641-64

5. http://en.m.wikipedia.org/wiki/Esophageal_food_bolus_obstruction

6. Mahesh VN, Holloway RH, Nguyen NQ. Changing Epidemiology of Food

Bolus Impaction, Is Eosinophilic Esophagitis to Blame? J Gastroenterol

Hepatol. 2013;28(6):963-66.

7. Ko, Hin Hin, et all. Review Of Food Bolus Impaction. J

Gastroenterol.2008;22:805-08.

8. Management of ingested foreign bodies and food impactions.

Gastrointestinal Endoscopy. 2011:1085-91

9. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku ajar ilmu

kesehatan telinga, hidung, tenggorok, keala, dan leher. Edisi keenam. Jakarta:

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007.

10. Water TR, Staecker H. Otolaryngology : basic science and clinical review.

New York: Thieme; 2006. p. 223.

11. Lesson of the month. Clinical Medicine. 2012;12(5):486-88.

12. Levine, Marc S. Review for Residents : Disease of the Esophagus: Diagnosis

With Esophagography.2005;237:414-27.

20