IMAH PANGGUNG SEBAGAI IDE-GAGASAN WISATA RUMAH …

11
e-isssn : 2655- 0865 Email : [email protected] Online: https://ranahresearch.com. 78 IMAH PANGGUNG SEBAGAI IDE-GAGASAN WISATA RUMAH MITIGASI BENCANA DI KAMPUNG CIEUNTEUNG KAB. BANDUNG Nuryanto 1 , Syamsul Alam Paturusi 2 , Ngakan Ketut Acwin Dwijendra 3 , I Made Adhika 4 1) Universitas Pendidikan Indonesia, Indonesia 2,3,4) Universitas Udayana, Indonesia KATA KUNCI ABSTRAK Unik, Panggung, Model, Wisata, Mitigasi, Bencana Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia sejak era Presiden Susilo Yodhoyono sampai Presiden Joko Widodo gencar merealisasikan program desa wisata di seluruh Nusantara. Program ini banyak melahirkan desa-desa wisata dengan mengangkat lokalitas masing-masing daerahnya. Diantara banyak jenis wisata yang ditawarkan, peneliti menawarkan ide-gagasan berbeda berupa wisata mitigasi bencana yang belum sepenuhnya diketahui dan populer dikalangan masyarakat. Hal inilah yang melatarbelakangi dilakukannya penelitian tentang imah panggung sebagai ide-gagasan wisata rumah mitigasi bencana di Kampung Cieunteung Kab. Bandung, Jawa Barat. Tujuan penelitian ini untuk membuat rumah ramah banjir sebagai wisata berbasis mitigasi bencana banjir di Kampung Cieunteung. Metode penelitian menggunakan deskriptif-kualitatif dengan studi kasus. Penelitian ini menghasilkan dua hal penting: (1) Konsep imah panggung dengan tinggi kolong 150-175 cm mampu memberikan kenyamanan saat banjir; (2) Tipologi atap yang khas, proses perakitan yang relatif mudah, dan terkesan ringan menjadikan biaya rumah mampu dijangkau seluruh lapisan masyarakat. Sebagai kesimpulan, bahwa imah panggung sebagai model wisata bangunan mitigasi bencana banjir sangat cocok diterapkan di Kampung Cieunteung, karena sangat unik. KORESPONDEN No. Telepon: Mobilephone: +628157151243 E-mail: [email protected], [email protected], [email protected], [email protected] PENDAHULUAN Jawa Barat atau yang sering disebut Tatar Sunda adalah satu dari sekian banyak wilayah di Nusantara yang sering dilanda banjir. Nurulliah (2020) dalam harian umum Pikiran Rakyat (10/02/2020) mencatat bahwa di awal tahun 2020 provinsi dengan penduduk terbesar kedua setelah Jakarta itu menduduki urutan kedua bencana terbanyak di Indonesia. Kurniawan et al. (2013) dalam BNPB menyebutkan seluruh wilayah di Jawa Barat berada pada kategori risiko tinggi dengan skor 102 sampai dengan 250, dan Cianjur berada pada urutan pertama nasional (skor 250). Selain itu, selama tahun 2020 Jawa Barat dominasi bencana hidrometeorologi, seperti banjir, banjir bandang, dan angin kencang yang terjadi di beberapa daerah seperti: Bandung, Sukabumi, Bogor, dan Cianjur. Kondisi geografis Jawa Barat yang banyak dilintasi sungai-sungai besar, seperti Citarum, Cisangkuy, Cisanggarung, dan Cisadane sangat berpotensi terjadinya banjir akibat volume air yang berlebihan atau karena perilaku buruk masyarakat yang membuang sampah ke sungai. Musim penghujan sekitar bulan September

Transcript of IMAH PANGGUNG SEBAGAI IDE-GAGASAN WISATA RUMAH …

Page 1: IMAH PANGGUNG SEBAGAI IDE-GAGASAN WISATA RUMAH …

e-isssn : 2655- 0865

Email : [email protected] Online: https://ranahresearch.com.

78

IMAH PANGGUNG SEBAGAI IDE-GAGASAN WISATA RUMAH

MITIGASI BENCANA DI KAMPUNG CIEUNTEUNG KAB. BANDUNG

Nuryanto 1, Syamsul Alam Paturusi2, Ngakan Ketut Acwin Dwijendra3, I Made Adhika4

1)Universitas Pendidikan Indonesia, Indonesia 2,3,4) Universitas Udayana, Indonesia

KATA KUNCI A B S T R A K

Unik, Panggung, Model, Wisata,

Mitigasi, Bencana

Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik

Indonesia sejak era Presiden Susilo Yodhoyono sampai

Presiden Joko Widodo gencar merealisasikan program desa

wisata di seluruh Nusantara. Program ini banyak

melahirkan desa-desa wisata dengan mengangkat lokalitas

masing-masing daerahnya. Diantara banyak jenis wisata

yang ditawarkan, peneliti menawarkan ide-gagasan berbeda

berupa wisata mitigasi bencana yang belum sepenuhnya

diketahui dan populer dikalangan masyarakat. Hal inilah

yang melatarbelakangi dilakukannya penelitian tentang imah panggung sebagai ide-gagasan wisata rumah mitigasi

bencana di Kampung Cieunteung Kab. Bandung, Jawa

Barat. Tujuan penelitian ini untuk membuat rumah ramah

banjir sebagai wisata berbasis mitigasi bencana banjir di

Kampung Cieunteung. Metode penelitian menggunakan

deskriptif-kualitatif dengan studi kasus. Penelitian ini

menghasilkan dua hal penting: (1) Konsep imah panggung

dengan tinggi kolong 150-175 cm mampu memberikan

kenyamanan saat banjir; (2) Tipologi atap yang khas, proses

perakitan yang relatif mudah, dan terkesan ringan

menjadikan biaya rumah mampu dijangkau seluruh lapisan

masyarakat. Sebagai kesimpulan, bahwa imah panggung sebagai model wisata bangunan mitigasi bencana banjir

sangat cocok diterapkan di Kampung Cieunteung, karena

sangat unik.

KORESPONDEN

No. Telepon:

Mobilephone: +628157151243

E-mail:

[email protected],

[email protected],

[email protected],

[email protected]

PENDAHULUAN

Jawa Barat atau yang sering disebut Tatar Sunda adalah satu dari sekian banyak wilayah

di Nusantara yang sering dilanda banjir. Nurulliah (2020) dalam harian umum Pikiran Rakyat

(10/02/2020) mencatat bahwa di awal tahun 2020 provinsi dengan penduduk terbesar kedua

setelah Jakarta itu menduduki urutan kedua bencana terbanyak di Indonesia. Kurniawan et al.

(2013) dalam BNPB menyebutkan seluruh wilayah di Jawa Barat berada pada kategori risiko

tinggi dengan skor 102 sampai dengan 250, dan Cianjur berada pada urutan pertama nasional

(skor 250). Selain itu, selama tahun 2020 Jawa Barat dominasi bencana hidrometeorologi,

seperti banjir, banjir bandang, dan angin kencang yang terjadi di beberapa daerah seperti:

Bandung, Sukabumi, Bogor, dan Cianjur. Kondisi geografis Jawa Barat yang banyak dilintasi

sungai-sungai besar, seperti Citarum, Cisangkuy, Cisanggarung, dan Cisadane sangat

berpotensi terjadinya banjir akibat volume air yang berlebihan atau karena perilaku buruk

masyarakat yang membuang sampah ke sungai. Musim penghujan sekitar bulan September

Page 2: IMAH PANGGUNG SEBAGAI IDE-GAGASAN WISATA RUMAH …

Ranah Research : Journal of Multidicsiplinary Research and Development

Volume 3, Issue 2, Februari 2021

79

hingga akhir Februari mengakibatkan permukaan air sungai semakin naik, tidak terkontrol, dan

masuk ke permukiman penduduk di sekitar sungai karena saluran air tersumbat atau sistem

drainase yang tidak baik, akhirnya banjir besar. Air hujan yang berlimpah seharusnya menjadi

berkah bagi kehidupan manusia untuk kebutuhan hidup dan kehidupannya. Kenyataannya tidak

demikian, bagi beberapa wilayah di Jawa Barat yang menjadi langganan banjir, air hujan yang

melimpah justru menjadi masalah, karena sungai yang idealnya mampu menampung volume

air dan mengalirkannya hingga ke hilir ternyata menjadi pasang (Nuryanto et al., 2020).

Perilaku manusia yang tidak memperhatikan lingkungan, membuang sampah sembarangan,

dan mendirikan bangunan di tepi sungai tanpa memperhatikan garis sempadan sungai (GSS)

atau right of way (ROW) menjadi masalah besar terjadinya banjir (Rosyidie, 2013).

Kampung Cieunteung di Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung, Jawa Barat

dipilih sebagai lokus dan fokus penelitian dengan pertimbangan daerah ini menjadi terdampak

dan paling parah akibat banjir dalam setiap tahunnya. Fokus dan lokus penelitian berada di RT

01 RW 28 dengan luas area ± 5 Ha, jumlah kepala keluarga 332 KK dan jumlah penduduk ±

780 jiwa. Posisi kampung ini berada tepat disisi aliran anak sungai Citarum dengan rumah-

rumah yang sangat padat. Kampung Cieunteung atau Babakan Mekarsari memiliki batas

sebelah Barat dengan jalan Siliwangi, sebelah Timur berbatasan dengan gang Cikarees, sebelah

Utara berbatasan dengan kolam retensi, sedangkan sebelah Selatan berbatasan dengan

permukiman penduduk (Nuryanto et al., 2019). Selain Cieunteung, terdapat beberapa kampung

yang terdampak akibat banjir seperti Kampung Jambatan, Uwak, Muara, Cigosol, dan Ciputat

di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah. Ketinggian air antara 20-250 cm dengan lama

genangan 1-3 hari merendam sebanyak 5.242 rumah, 8 sekolah, 35 tempat ibadah, dan 9 KK

harus mengungsi. Kerugian dampak akibat banjir tersebut dianggap menurun dari tahun

sebelumnya oleh Pemerintah Provinsi, Kabupaten, dan sebagian masyarakat sejak

dibangunnya kolam retensi (2017-2018) dan dilaksanakannya program Citarum Harum,

meskipun belum sepenuhnya menjadi solusi mengatasi banjir. Masyarakat di sekitar aliran

anak sungai Citarum harus tetap waspada, karena banjir bisa datang tiba-tiba.

Arsitektur imah panggung masyarakat tradisional Sunda menjadi ide-gagasan rumah

ramah banjir yang bentuknya dapat disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat terdampak di

Kampung Cieunteung. Rumah tersebut dapat diusulkan kepada pemerintah Provinsi Jawa

Barat dan Kabupaten Bandung sebagai model rumah yang ramah terhadap banjir. Untuk

program jangka panjang, sistem panggung dapat dikembangkan menjadi model rumah ramah

banjir di seluruh Nusantara sesuai dengan kearifan lokal arsitektur tradisionalnya masing-

masing. Program ini sangat menjanjikan, karena tidak hanya menjadi bangunan yang adaptif

terhadap bencana tetapi juga memiliki potensi wisata mitigasi bencana, sehingga wisatawan

yang berkunjung dapat melihat dan belajar langsung tentang konstruksi, struktur, dan

arsitekturnya. Hal ini sesuai dengan renstranas pemerintah sejak Presiden Susilo Yudhoyono

sampai Presiden Joko Widodo melalui Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif yang

gencar merealisasikan program desa wisata di seluruh Nusantara. Diantara banyak jenis wisata

yang ditawarkan, peneliti menawarkan ide-gagasan berbeda berupa wisata mitigasi bencana

yang belum sepenuhnya diketahui dan populer dikalangan masyarakat. Hal inilah yang

melatarbelakangi dilakukannya penelitian tentang imah panggung sebagai ide-gagasan wisata

rumah mitigasi bencana, khususnya banjir. Penelitian ini bertujuan untuk membuat rumah

ramah banjir sebagai wisata berbasis mitigasi bencana banjir di Kampung Cieunteung. Wisata

Page 3: IMAH PANGGUNG SEBAGAI IDE-GAGASAN WISATA RUMAH …

Ranah Research : Journal of Multidicsiplinary Research and Development

Volume 3, Issue 2, Februari 2021

80

mitigasi bencana ini dapat menjadi media belajar bagi wisatawan untuk melihat dan

mempelajari arsitektur, struktur, dan konstruksi rumahnya secara langsung.

Terminologi banjir menurut Suripin (2004) yaitu suatu keadaan dimana tidak

tertampungnya air dalam saluran pembuang (kali) atau terhambatnya aliran air di dalam saluran

pembuang. Poerwadarminta (1990) menjelaskan istilah banjir memiliki tiga dimensi arti, yaitu

(1) Dimensi kata kerja; Banjir artinya [v] berair banyak dan deras, kadang-kadang meluap (tt

kali dsb); (2) Dimensi kata benda; Banjir adalah [n] air yg banyak dan mengalir deras; air

bah, atau geo yaitu peristiwa terbenamnya daratan (yg biasanya kering) karena volume air yg

meningkat; (3) Dimensi kata sifat; Banjir mengandung arti datang (ada) banyak sekali.

Menurut Schwab et al. (1981) banjir merupakan luapan atau genangan dari sungai atau badan

air lainnya yang diakibatkan oleh curah hujan yang tinggi (berlebihan), salju yang mencair atau

disebabkan adanya gelombang pasang yang membanjiri kebanyakan pada wilayah dataran.

Sedangkan Hewlett (1982) menyebutkan banjir yaitu aliran berupa genangan air yang dapat

berdampak pada kerugian ekonomi, bahkan kehilangan nyawa. Dalam hal ini, aliran air sungai

yang mengalir melebihi batas normal (daya tampung sungai), sehingga aliran air tersebut

melewati tebing sungai dan menggenangi daerah di sekitarnya. Berdasarkan keempat definisi

di atas, maka terminologi banjir diartikan sebagai suatu fenomena alam akibat intensitas hujan

yang tinggi sehingga menyebabkan tempat-tempat penampungan air yang massal seperti

sungai tidak mampu menerima dan menampung volume air yang banyak (berlebihan) yang

disebabkan terganggunya saluran air sehingga naik ke permukaan tanah dan permukiman.

Menurut Kodoatie dan Sugiyanto (2001) banjir dapat diakibatkan oleh berbagai faktor. Secara

umum, faktor tersebut dikelompokkan ke dalam dua penyebab, yaitu: (1) Akibat kondisi alam

atau karena sebab-sebab alami; (2) Akibat perilaku manusia atau karena perbuatan merusak

lingkungan. Di Kampung Cieunteung, banjir diakibatkan oleh perilaku masyarakatnya yang

membuang sampah ke sungai dan ke selokan.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif-kualitatif dengan pendekatan case study

(studi kasus). Metode ini dilakukan melalui prosedur 3M, yaitu: mendeskripsikan,

menggambarkan, dan menceritakan dalam bentuk tulisan (tertulis) berdasarkan hasil survey

atau observasi lapangan mengenai situasi daerah yang berpotensi bencana banjir sekaligus

rencana pengembangan sebagai daerah wisata berbasis mitigasi bencana (tourism base on

disaster mitigation). Untuk mengamati rumah yang diteliti dilakukan dengan cara observing

physical traces, melalui tiga cara: product use, adaption for use, dan display self and public

message (Ziesel, 1978).

Lokasi penelitian di Kampung Cieunteung yang posisinya berada pada bantaran anak

sungai Citarum, Baleendah, Kab. Bandung Provinsi Jawa Barat. Alasan memilih kampung

tersebut adalah karena: (1) Wilayah paling rawan banjir di Kec. Baleendah; (2) Berdampingan

dengan aliran anak sungai Citarum; (3) Zona merah dalam daftar BNPBD Kab. Bandung dan

Provinsi Jawa Barat; dan (4) Tidak memiliki garis sempadan sungai (GSS). Sampel penelitian

berupa rumah-rumah terdampak banjir yang dipilih berdasarkan bobot tingkat kerusakannya

(ringan, sedang, berat) di RT 01 RW 28 sebanyak 12 rumah. Penelitian dilakukan selama lima

bulan, dari Mei sampai dengan September 2019. Instrumen penelitian menggunakan teknik

wawancara (terstruktur/tidak terstruktur), observasi lapangan (survey), dan dokumentasi

Page 4: IMAH PANGGUNG SEBAGAI IDE-GAGASAN WISATA RUMAH …

Ranah Research : Journal of Multidicsiplinary Research and Development

Volume 3, Issue 2, Februari 2021

81

(foto/sketsa). Prosedur penelitian dibagi ke dalam dua bagian: (1) Metode kepustakaan melalui

penelusuran teori-teori yang relevan tentang banjir dan arsitektur tradisional Sunda; (2) Metode

lapangan dengan cara mengamati rumah-rumah terdampak banjir pada 12 sampel untuk

dianalisis dan dibahas dengan teori.

Kajian khusus imah panggung Sunda dilakukan di Kampung Naga (Tasikmalaya)

sebagai studi banding arsitektur rumahnya. Studi banding ini sangat penting untuk mengetahui

kearifan lokal arsitektur tradisional Sunda berupa: (1) Site plan (bentuk tapak/tata ruang)

kampung; (2) Bentuk imah panggung sebagai karakteristik rumah masyarakat Sunda; (3)

Organisasi ruang (denah rumah); (4) Komponen pondasi, lantai, dan dinding; (5) Model-model

atap yang digunakan; (6) Struktur dan konstruksi, termasuk sistem kekuatannya; (7) Material

atau bahan yang digunakan; (8) Proses membangun; (9) Tradisi adat yang masih dipakai; dan

(10) Perilaku masyarakatnya dalam memelihara lingkungan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Filosofi dan Prinsip dasar Rumah Ramah Banjir

Filosofi rumah ramah banjir dapat diperoleh dari makna istilah “ramah”.

Poerwadarminta (1990), menyebutkan bahwa istilah “ramah” (kata sifat) artinya baik hati,

menarik budi bahasanya, manis tutur kata dan sifatnya, suka bergaul, bersahabat, dan hangat.

Dari pengertian tersebut, maka yang paling tepat untuk memberikan penjelasan pengertian

“ramah” dalam konteks banjir adalah bersahabat. Dalam Bahasa Inggris, bersahabat disebut

dengan istilah friendly; “able to understand and follow and not damage”, artinya mampu

memahami dan mengikuti serta tidak merusak (Echols dan Shadily, 2014). Filosofi “friendly”

adalah rumah yang didesain secara khusus, mampu menjadi sahabat, mampu memahami

kebutuhan penghuni, serta tidak merusak lingkungan. Rumah ramah banjir memiliki fungsi

ganda, pada saat musim hujan penghuni beraktivitas di lantai atas, sedangkan pada saat musim

kemarau penghuni dapat melakukan kegiatan di lantai atas dan bawah (Nuryanto et al., 2019).

Prinsip dasar rumah ramah banjir sampai saat ini belum ada yang baku. Sebagai dasar

pemahaman dapat menggunakan terminologi bangunan ekologis yang maknanya sangat dekat

dengan “ramah banjir”. Menurut Frick dan Suskiyatno (2007), terdapat enam prinsip dasar

bangunan ekologis, yaitu mampu: (1) Menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan setempat;

(2) Menyesuaikan dan mengirit sumber energi alam yang tidak dapat diperbaharui serta

penggunaan energi; (3) Merawat potensi sumber daya alam sekitar, seperti udara, tanah, dan

air; (4) Menyedikitkan ketergantungan terhadap sistem pusat energi (listrik, air) serta limbah

(air limbah, sampah); (5) Memproduksi secara mandiri kebutuhan sehari-hari bagi

penghuninya; (6) Mengelola secara baik sumber daya alam sekitar wilayah perencanaan untuk

sistem bangunan, baik yang berhubungan dengan bahan maupun utilitas bangunan (sumber

energi, penyediaan air). Berdasarkan pendapat Frick di atas, maka inti rumah ramah banjir

adalah “ecological”, artinya sangat dekat dengan lingkungan sekitar.

Page 5: IMAH PANGGUNG SEBAGAI IDE-GAGASAN WISATA RUMAH …

Ranah Research : Journal of Multidicsiplinary Research and Development

Volume 3, Issue 2, Februari 2021

82

2. Cieunteung sebagai kampung ‘Langganan Banjir”

Kampung Cieunteung merupakan salah satu permukiman terpadat di Kecamatan

Baleendah (gbr. 1). Massa bangunan di kampung tersebut berderet sangat rapat hampir tidak

berjarak. Rumah-rumah dihubungkan melalui jalan kecil, bahkan berupa lorong atau gang yang

jaraknya 1-1.2 meter. Kondisi tersebut berpengaruh terhadap kenyamanan dan keamanan,

khususnya evakuasi saat terjadi banjir. Berdasarkan wawancara dengan ketua RT 01 dan RW

28, banjir besar di Kec. Baleendah terjadi mulai tahun 1986 sampai 2019 dengan intensitas

ketinggian air rata-rata 2 meter dengan lama genangan ± 2 minggu. Jumlah penduduk di

kecamatan tersebut 1.908 jiwa/km2 dengan total penduduk 3.142.198 jiwa dan luas wilayah

580,2 Ha. Tahun 2018-2020 banjir masih terjadi dengan intensitas ketinggian dan lama

genangan variatif. Meskipun telah dibuatkan kolam retensi, luapan air anak sungai Citarum

tetap masuk permukiman penduduk (gbr. 2-3).

Sumber: Nuryanto, 2019

Gambar 1: Lokasi penelitian di Kampung Cieunteung Kecamatan Baleendah Kabupaten

Bandung

Sumber: Nuryanto, 2019

Gambar 2: Persitiwa banjir di Kampung Cieunteung tahun 2005-2009

Page 6: IMAH PANGGUNG SEBAGAI IDE-GAGASAN WISATA RUMAH …

Ranah Research : Journal of Multidicsiplinary Research and Development

Volume 3, Issue 2, Februari 2021

83

Sumber: Nuryanto, 2019

Foto 3: Peristiwa banjir di Kampung Cieunteung tahun 2010-2017 dan kondisi kolam retensi

tahun 2018-2020

3. Studi Banding Arsitektur Tradisional Masyarakat Sunda

a. Imah panggung di Kampung Naga-Tasikmalaya

Lokasi Kampung Naga berada di Desa Neglasari Kec. Salawu, Kab. Tasikmalaya,

Provinsi Jawa Barat. Rumah diharuskan berbentuk panggung (gbr. 4-5), yaitu rumah berkolong

dengan tinggi ± 35-50 cm dari muka tanah. Masyarakat Kampung Naga berpandangan, imah

panggung berhubungan erat dengan kosmologi alam semesta; (1) Ambu Handap (alam bawah)

diwujudkan berupa umpak sebagai pondasi; (2) Ambu Tengah (alam tengah) dimanifestasikan

kedalam bentuk dinding dan lantai; (3) Ambu Luhur (alam atas) diterapkan pada atap. Posisi

imah panggung diantara alam atas dan bawah (netral). Mereka meyakini bahwa imah panggung

sebagai inti keseimbangan kekuatan ketiga alam tersebut. Peristiwa gempa tahun 2009 (7.8 SR)

tidak berpengaruh terhadap kekuatan rumah, karena harmoni dan seimbang dengan alam.

Sumber: Nuryanto, 2019

Gambar 4. Kampung dan imah panggung di Kampung Naga

Page 7: IMAH PANGGUNG SEBAGAI IDE-GAGASAN WISATA RUMAH …

Ranah Research : Journal of Multidicsiplinary Research and Development

Volume 3, Issue 2, Februari 2021

84

Sumber: Nuryanto, 2019

Gambar 5. Imah panggung di Kampung Naga

Secara struktural, imah panggung tersebut memiliki tiga komponen, yaitu: (1) Struktur

bawah sebagai dasar kekuatan berupa lelemahan atau lemah (tanah) dan umpak atau tatapakan

(pondasi); (2) Struktur tengah sebagai komponen isi terdiri dari talupuh (lantai) dan pangadeg

(dinding); (3) Struktur atas menunjukkan komponen pelindung berupa suhunan (atap). Di

Kampung Naga tidak pernah terjadi banjir, meskipun berdampingan dengan sungai Ciwulan

(gbr. 4) yang sering meluap airnya saat hujan deras.

b. Kesimpulan studi banding

Studi banding imah panggung di Kampung Naga menghasilkan beberapa hal penting,

yaitu: (1) Prinsip bangunan panggung dapat dijadikan inspirasi, ide-gagasan, konsep, dan

desain rumah yang ramah terhadap bencana banjir; (2) Potensi alam sekitar yang berlimpah

sebagai material ramah lingkungan; (3) Penggunaan bentuk-bentuk atap khas rumah seperti:

capit gunting, julang ngapak, dan jolopong; (4) Kontur tanah yang tidak datar sebagai

kekayaan tapak yang dapat diadaptasi; (5) Umpak atau tatapakan dari batu dan cadas sebagai

komponen struktur bawah sekaligus dasar kekuatan; (6) Tinggi kolong atau ruang kosong di

bawah lantai diadaptasi sesuai kebutuhan; (7) Klasifikasi ruang yang terdiri dari tiga: Hareup

(depan/teras) berfungsi sebagai muka bangunan; Tengah (ruang tengah) berfungsi sebagai

pusat aktivitas; Pawon (dapur) berfungsi sebagai ruang-ruang pelayanan.

4. Imah Panggung sebagai Ide-Gagasan Wisata Rumah Mitigasi Bencana

a. Ide-gagasan tapak dan garis sempadan sungai

Ide-gagasan tapak dan garis sempadan sungai (GSS) berkaitan dengan pemintakatan

atau zonasi (gbr. 6) meliputi: (1) Pengaturan massa bangunan seperti: rumah, tempat ibadah,

kantor, dan lain-lain harus berada pada radius garis sempadan sungai lebih dari 100 meter dari

tepi sungai; (2) Pengelompokkan fungsi-fungsi bangunan di tata secara teratur agar tidak

bercampur, mulai dari fungsi umum (public area), fungsi pribadi (private area), dan fungsi

pelayanan (service area). Fungsi pelayanan diposisikan paling belakang dengan GSS lebih dari

100 meter, terdiri dari: selokan air, septictank, jamban (toilet), dan lain sebagainya. Fungsi

umum diletakkan paling depan sebagai pintu masuk sekaligus etalase kampung, seperti:

sekolah, tempat ibadah, puskesmas, kantor, dan lain-lain. Sedangkan fungsi pribadi sebagai inti

permukiman berada di tengah-tengah antara fungsi umum dan pelayanan agar lebih terlindung

dari berbagai gangguan; (3) Tapak permukiman dan bangunan harus berada pada kontur lebih

tinggi dibandingkan permukaan air sungai, baik dalam keadaan normal maupun pasang; (4)

Perletakkan massa bangunan harus diberi jarak agar tidak saling berdempetan ± 150-200 cm

agar lebih leluasa beraktivitas.

Page 8: IMAH PANGGUNG SEBAGAI IDE-GAGASAN WISATA RUMAH …

Ranah Research : Journal of Multidicsiplinary Research and Development

Volume 3, Issue 2, Februari 2021

85

Sumber: Nuryanto, 2019

Gambar 6: Tapak Kampung Cieunteung sebagai pengembangan wisata mitigasi bencana

banjir

Aturan GSS telah ditetapkan oleh PP No. 38 tahun 2011 dan Peraturan Menteri

Pekerjaan Umum No. 63 Tahun 1993 sebagai salah satu upaya menghindari banjir dengan

membuat flood plan area pada kawasan terdampak dengan sistem flood proofing berdasarkan

radius banjir dari tepi sungai. Flood proofing didesain berupa penyesuaian tinggi bangunan

dari muka tanah. Tinggi lantai bangunan dari ± 0.00 (muka tanah) genangan air banjir harus

lebih dari 30-50 cm dari ketinggian banjir sebelumnya. Sedangkan menurut Peraturan Menteri

Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat RI No: 28/PRT/M/2015 bahwa GSS = 15 meter untuk

sungai yang dalamnya lebih dari 3-20 meter.

b. Ide-gagasan denah rumah

Ide-gagasan denah (gbr. 7) harus disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat yang

dibagi ke dalam dua lantai: (1) Lantai I (bagian bawah) berfungsi untuk lalu lintas air pada saat

terjadi banjir. Lantai ini juga dapat digunakan untuk berjualan (warung/toko). Kolom atau tiang

diatur sesuai modul ruang dengan ketinggian 350 cm; (2) Lantai II (bagian atas) merupakan

area utama aktivitas, seperti tidur, masak, makan, dan bercengkrama. Lantai ini terdiri dari

kamar tidur, toilet, ruang bersama, dan dapur. Ketinggian lantai antara 350-400 cm, sedangkan

plafonnya terbuka sebagian. Plafon yang terbuka dimanfaatkan untuk mezanine atau lantai split

sebagai area santay. Akses dari lantai pertama ke lantai kedua menggunakan tangga yang dapat

ditutup dan dibuka (folding stairs). Modul ruang menggunakan dimensi 200 cm x 200 cm dan

dibuat tipikal. Pada salah satu sudut modulnya dimanfaatkan untuk verticultur atau tanaman

Page 9: IMAH PANGGUNG SEBAGAI IDE-GAGASAN WISATA RUMAH …

Ranah Research : Journal of Multidicsiplinary Research and Development

Volume 3, Issue 2, Februari 2021

86

pot yang digantung untuk menetralisir udara agar tetap baik. Pada bagian depan sudut kirinya

disediakan lift manual untuk orangtua dan disabilitas yang digerakkan dengan tuas dan bandul.

Sumber: Nuryanto, 2019

Gambar 7: Denah rumah ramah banjir

c. Ide-gagasan tampak dan tipologi atap

Ide-gagasan tampak (gbr. 8) dan tipologi atap rumah mengadopsi arsitektur imah

panggung masyarakat Sunda yang ada di Kampung Naga. Pemilihan bentuk ini karena

arsitektur imah panggung memiliki potensi keindahan atap yang (mungkin) tidak ditemukan

pada arsitektur lain. Nama-mana unik atapnya memberikan karakter khusus pada rumah ramah

banjir sehingga akan menarik perhatian wisatawan. Bentuk dasar tampak adalah persegi empat

(pasagi) agar terlihat presisi dan kokoh, sedangkan tipologi atapnya menggunakan jenis julang

ngapak dengan tambahan sorondoy (tritisan) di kedua sisinya agar lebih luas (leluasa).

Sumber: Nuryanto, 2019

Gambar 8: Tampak depan, samping, dan tipologi atap rumah ramah banjir

d. Ide-gagasan struktur dan konstruksi

Ide-gagasan struktur dan konstruksi (gbr. 9) berhubungan dengan sistem kekuatan dan

penggunaan material. Struktur dan konstruksi rumah disusun berdasarkan umpak (pondasi),

pangadeg (dinding-lantai), dan suhunan (atap). Material bangunan dapat dikombinasikan

dengan fabrikasi, sesuai kemampuan. Sambungan dapat menggunakan material fabrikasi,

seperti: paku, muur baut, atau kombinasi dengan paseuk (pasak) dan beungkeut (ikatan

ijuk/rotan). Di atas umpak diletakkan tiang dari kayu sebagai struktur utama penyangga lantai.

Kolom dihubungkan oleh balok dengan modul 200 x 200 cm, sedangkan dimensinya 20 x 20

cm. Dinding dan lantai rumah disusun oleh rangka kolom dan balok kayu kombinasi bambu

yang dibuat modular. Penutup dinding terbuat dari papan, bambu, multipleks, dan GRC (beton

ringan), sedangkan penutup lantai terbuat dari papan, bambu, plat boundex, dan lain-lain.

Page 10: IMAH PANGGUNG SEBAGAI IDE-GAGASAN WISATA RUMAH …

Ranah Research : Journal of Multidicsiplinary Research and Development

Volume 3, Issue 2, Februari 2021

87

Sumber: Nuryanto, 2019

Gambar 9: Komponen dan rangka kuda-kuda atap rumah ramah banjir

KESIMPULAN

Teknologi canggih yang selama ini menjadi simbol peradaban dunia, termasuk

arsitektur moderen ternyata belum seluruhnya dapat dijadikan solusi rumah yang ramah banjir.

Sebagian masyarakat di perkotaan berpandangan arsitektur moderen (dianggap) lebih kuat dan

hebat, sedangkan arsitektur tradisional (dianggap) jadul dan ketinggalan zaman. Anggapan ini

tidak benar, karena ternyata arsitektur tradisional lebih adaptive dan sustainable dalam

menjawab permasalahan termasuk banjir. Imah panggung dengan sistem kolong menjadi

alternatif solusi yang ramah terhadap banjir. Penelitian ini menjawab permasalahan tentang

imah panggung sebagai ide-gagasan wisata rumah mitigasi bencana di Kampung Cieunteung

Kab. Bandung, Jawa Barat.

Kesimpulan penelitian ini didasarkan pada analasis data lapangan, diperoleh beberapa

hal penting, bahwa ternyata imah panggung pada arsitektur tradisional Kampung Naga sangat

relevan dijadikan inspirasi ide-gagasan rumah ramah banjir sekaligus sebagai wisata mitigasi

bencana banjir. Keunikan imah panggung terlihat pada empat hal: (1) Kolong dengan

ketinggian yang dapat dimodifikasi; (2) Umpak atau tatapakan sebagai struktur utama yang

membentuk kolong; (3) Sistem kekuatan menggunakan material lokal berupa kayu, bambu,

ijuk, dan rotan atau bahkan dapat dikombinasikan dengan material fabrikasi sesuai selera dan

kemampuan masyarakatnya; (4) Tipologi atap imah panggung yang sangat unik antara lain:

julang ngapak, jolopong, dan capit gunting. Sebagai simpulan akhir, imah panggung tersebut

dapat dijadikan prototype rumah ramah banjir di seluruh wilayah Provinsi Jawa Barat.

Page 11: IMAH PANGGUNG SEBAGAI IDE-GAGASAN WISATA RUMAH …

Ranah Research : Journal of Multidicsiplinary Research and Development

Volume 3, Issue 2, Februari 2021

88

DAFTAR RUJUKAN

Echols, M. J., dan Shadily, H. (Eds.). [2014] Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: PT Gramedia

Pustaka Utama. Jakarta: PT Gramedia, Jakarta.

Frick, H., dan Suskiyatno, B. [2007]: Dasar-dasar Arsitektur Ekologis (Edisi Pertama ed. Vol.

1): Kanisius, Yogyakarta.

Hewlett, J. D. [1982]: Forests and Floods in the Light of Recent Investigation. Paper presented

at the Proceedings of the Canadian Hydrology Symposium-Associate Committee on

Hydrology.

Kodoatie, R. J., dan Sugiyanto. [2001]: Banjir dan Permasalahannya (Edisi Pertama ed.).

Semarang: Pustaka Pelajar, Semarang-Jawa Tengah.

Kurniawan, L., Triutomo, S., Yunus, R., Amri, M. R., dan Hantyanto, A. A. [2013]: Indeks

Risiko Bencana Indonesia (IRBI), Badan Nasional Penganggulangan Bencana (BNPB)

Indonesia (D. Ruswandi Ed. Edisi Pertama ed.). Citeureup, Sentul: Direktorat

Pengurangan Risiko Bencana Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan.

Nurulliah, N. [2020]: Jawa Barat Tempati Urutan Kedua Bencana Terbanyak Awal Tahun

2020. Harian Umum Pikiran Rakyat. Retrieved from https://www.pikiran-

rakyat.com/jawa-barat/pr-01338908/jawa-barat-tempati-urutan-kedua-bencana-

terbanyak-awal-tahun-2020

Nuryanto, Ahdiat, D., dan Surasetja, R. I. [2019]: Kajian Pembangunan Sosial Budaya:

Kearifan Lokal Rumah panggung Arsitektur Sunda sebagai Model Desain Rumah

Ramah Banjir di Jawa Barat (Studi Kasus: Kampung Cieunteung-Baleendah, Kab.

Bandung). Retrieved from Bandung: https://lppm.upi.edu/

Nuryanto, Ahdiat, D., dan Surasetja, R. I. [2020]: Innovation in Modelling of Flood-Friendly

Housing Design with Approaching of Sundanese Traditional Architecture (Case study:

Baleendah Sub-district, Bandung District, West Java-Indonesia). International Journal

of Engineering and Emerging Technology(2), 36-43%V 34.

Poerwadarminta, W. (Ed.) [1990] KBBI (Edisi Kedua ed.). Jakarta: Jakarta.

Rosyidie, A. [2013]: Banjir: Fakta dan Dampaknya, serta Pengaruh dari Perubahan Guna

Lahan. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, Sekolah Arsitektur Perencanaan dan

Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi, Bandung, 24(4), 241-249.

Schwab, G. O., Frevert, R. K., Edminster, T. W., dan Barnes, K. K. [1981]: Soil and Water

Conservation Engineering (First Edition ed.): John Wiley and Sons.

Suripin. [2004]: Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan (Edisi Pertama ed.).

Yogyakarta: Andi Offset, Yogyakarta.

Ziesel, J. [1978]: Inquiry by Design: Tools for Environment-Behaviour Research (I. Altman

dan D. Stokols Eds. First Edition ed.). California: Cambridge University Press,

California.