Ilmu Usaha Tani Word[1]

211
ILMU USAHA TANI Ken Suratiyah

description

usahatani

Transcript of Ilmu Usaha Tani Word[1]

Page 1: Ilmu Usaha Tani Word[1]

ILMU

USAHA TANI

Ken Suratiyah

Page 2: Ilmu Usaha Tani Word[1]

DAFTAR ISI

PRAKATA

KATA PENGANTAR

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Pengertian Pertanian

B. Definisi Ilmu Usahatani

C. Sejarah dan Perkembangan Usahatani

D. Usahatani Keluarga dan Perusahaan Pertanian

E. Klasifikasi Usahatani

BAB 2 FAKTOR ALAM DALAM USAHATANI

A. Faktor Iklim

B. Faktor Tanah

C. Kemajuan Teknologi Mengatasi Faktor Alam

BAB 3 TENAGA KERJA DALAM USAHATANI

A. Karakteristik Tenaga Kerja dalam Usahatani

B. Peran Petani

C. Tenaga Kerja Keluarga dan Luar Keluarga

D. Kebutuhan dan Distribusi Tenaga Kerja

BAB 4 MODAL DAN PERALATAN DALAM USAHATANI

A. Pengertian Modal

B. Pembagian Modal

C. Konsekuensi Modal dan Peralatan

BAB 5 MANAJEMEN SEBAGAI FAKTOR PRODUKSI

TIDAK LANGSUNG (INTANGIBLE)

BAB 6 PRINSIP EKONOMI DAN APLIKASINYA

A. Prinsip Ekonomi

B. Faktor-Product Relationship

C. Faktor-Faktor Relationship

D. Product-Product Relationship

E. Time Relationship

Page 3: Ilmu Usaha Tani Word[1]

BAB 7 BIAYA DAN PENDAPATAN DALAM USAHATANI

A. Fungsi Biaya

i. Pendekatan Analisis Biaya dan

Pendapatan

B. Cara Memperhitungkan Pendapatan

i. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Biaya dan Pendapatan

BAB 8 PERENCANAAN

A. Perencanaan Menyeluruh (Whole-Fram Planing)

B. Perencanaan Usahatani

C. Anggaran Kegiatan

D. Anggaran Penggunaan Sumberdaya

E. Anggaran Usahatani

F. Anggaran Parsial (Partial Budgets)

BAB 9 EVALUASI USAHATANI

A. Biaya, Pendapatan, dan Kelayakan Usaha

B. Contoh Kasus dan Perhitungan

DAFTAR PUSTAKA

Page 4: Ilmu Usaha Tani Word[1]

PRAKATA

Seorang sarjana pertanian dituntut untuk menguasai ilmu manajemen dan ilmu ekonomi

terapan yang bisa dipakai sebagai alat analisis. Sebagai seorang manajer, sarjana pertanian

akan selalu dihadapkan pada berbagai permasahan, dia harus bisa membuat alternative dan

pada akhirnya harus bisa mengakmbil keputusan dengan berbagai pertimbangan ekonomi.

Oleh karena itu setiap mahasiswa pertanian selain dibekali ilmu teknik bercocok tanam

dengan segala aspeknya, juga dibekali ilmu usahatani untuk perencanaan dan pengambilan

keputusan.

Buku ini disusun dalam rangka membantu mahasiswa fakultas pertanian memahami

ilmu usahatani. Oleh karena itu, buku ini disusun dengan sangat sederhana, muda

dimengerti, dan dilengkapi dengan berbagai contoh yang praktis dan mudah dipahami.

Buku ini diterbitkan atas dorongan Prof. Dr. Ir. Sri Widodo, M.Sc. Yang tidak bosan-

bosannya membangkitkan semangat penulis, Noviarina Purnami Putri yang selalu

menemani penulis di lantai empat dan membantu mengedit naskah. Untuk itu, penulis

mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

Pada penerbitan yang pertama ini, walaupun sudah dengan hati-hati dan cermat,

penulis merasa masih banyak sekali kekurangan. Oleh karena itu, saran dan pendapat pada

pembaca sangat penulis harapkan untuk perbaikan dan penyempurnaan di waktu yang akan

datang.

Yogyakarta, Agustus 2006

Penulis

Page 5: Ilmu Usaha Tani Word[1]

KATA PENGANTAR

Buku Ilmu Usahatani yang ditulis oleh saudara Ken Suratiyah ini merupakan buku yang

sangat berarti bagi berbagai pihak, baik bagi mahasiswa fakultas pertanian semua jurusan,

lebih-lebih jurusan sosial ekonomi pertanian, mahasiswa peternakan, perikanan, ekonomi

pembangunan, maupun orang yang tertarik untuk mengerti petani dan masalah

pembangunan pertanian. Ilmu Ekonomi Pertanian sendiri dimulai dari Ilmu Usahatani yang

mempelajari bagaimana petani mengambil keputusan tentang jenis usaha dan jumlah input

yang digunakan, yang akhirnya berkembang bukan hanya sampai penjualan, pembelian,

penawaran, melainkan sampai pada ekonomi sumberdaya pertanian, perdagangan

internasional, hasil pertanian, pembangunan, dan kebijakan pertanian.

Buku ini akan menambah bahan pustaka dalam Ilmu Usahatani di antara buku lain

yang jumlahnya tidak banyak, baik dalam Bahasa Indonesia maupun Bahasa Asing, yang

merupakan buku ajar (Text book). Dalam Bahasa Inggris biasanya disebut Farm

management, ada yang menerjemahkan dengan pengelolaan usahatani atau manajemen

usahatani. Sementara usahatani sebagai terjemahan dari farm, yaitu bidang bagian

permukaan bumi yang diusahakan manusia dengan tumbuhan dan hewan untuk dapat

menghasilkan produksi yang dapat memenuhi kebutuhan manusia.

Ada beberapa konsep yang tidak selalu sama dengan ilmu ekonomi perusahaan pada

umumnya. Hal ini disebabkan oleh adanya ciri khas usahatani sebagai unit usaha produksi

pertanian yaitu unit usaha produksi pertanian di dunia ini sebagai besar merupakan

usahatani keluarga (family farm) yang sangat bervariasi dalam hal luas lahan usaha,

teknologi, tingkat komersialisasi dan subsistensi, tingkat full-time farming dan part-time

farming dan bahkan tujuannya.

Umumnya di Asia, usahatani keluarga kecil-kecil, sedangkan di Eropa, Amerika,

Australia usahatani keluargaa sangat luas. Usahatani kecil di Negara kurang berkembang

sebagian masih bersifat subsisten atau semi subsisten dengan teknologi tradisional.

Meskipun dalam perkembangannya revolusi hijau memasukkan teknologi hemat lahan dan

menuju lebih komersial dengan kegiatan off-farm lebih banyak. Tujuan usahatani keluarga

kecil-kecil, subsisten, tradisional seiring dikatakan bukan memaksimumkan keuntungan

atau memaksimumkan pendapatan, melainkan meminimumkan risiko.

Page 6: Ilmu Usaha Tani Word[1]

Di samping bentuk usahatani keluarga, ada unit usaha produksi pertanian yang

berbentuk perusahaan besar, usaha kelompok (group farming) dan hacienda dengan tuan

tanahnya. Bentuk ini jumlahnya di dunia tidak banyak. Perusahaan perkebunan

dimasukkan oleh penjajah Belanda ke Indonesia untuk investor Eropa. Bentuk ini sampai

sekarang masih ada tentu saja dengan tujuan lain, dan berkembang menjadi bentuk

kemitraan dengan usahatani keluarga. group farming bukan hanya monopoli Negara

sosialis dengan common-nya, melainkan juga ada di Negara lain dengan bentuk yang

berbeda, masih mengakui adanya hak milik petani perseorangan, seperti Kibutz di Israel,

Ejido di Mexico, kelompok tani, dan sebagainya.

Analisis pendapatan petani pada usahatani keluarga dengan tanpa memperhitungkan

biaya tenaga kerja keluarga dan biaya modal milik keluarga sering tidak mudah dimengerti

oleh pakar ekonomi. Memang hal ini hanya berlaku pada Negara yang belum berkembang

dengan kesembapatan kerha dan investasi di luar pertanian yang masih sangat terbatas

(opportunity cost sama dengan nol). Sementara di Negara maju, tenaga kerja keluarga dan

modal milik keluargaa tetap diperhitungkan sebagai biata dalam menghitung pendapatan

usahatani (farm income) kecuali tenaga petani dan istri.

Bagaimanapun juga saya sangat menghargai buku ini. Buku adalah karya yang

mulia, yang tidak dapat dinilai hanya dengan uang. Banyak dosen, bahkan professor yang

tidak pernah menerbitkan buku. Tentu saja, saya tetap mengharapkan buku ini bukan buku

terakhir dari sauadara Ken Suratiyah, akan masih ada buku-buku berikutnya yang

dihasilkan sebagai suimbangsih kepada dunia ilmu pengetahuan dan masyarakat.

Yogyakarta, Agustus 2006

Prof. Dr. Ir. Sri Widodo, Msc.

Guru Besar Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada.

Page 7: Ilmu Usaha Tani Word[1]

BAB 1

PENDAHULUAN

Tulisan-tulisan tentang pertanian sudah dikenal sebelum tahun Masehi. Penggalian

tanah di daerah Nippur dekat Bagdad yang dikerjakan pada tahun 1950 menemukan tulisan

yang memuat petunjuk-petunjuk tentaang pertanian di atas batu dalam huruf yang pertama

dikenal manusia dan diperkirakan berasal dari tahun 1700 Sebelum Masehi. Sebelumnya

juga telah dikenal beberapa penulis di bidang pertanian seperti Hesiodus (abad ke-8

Sebelum Masehi), Mago (abad ke-2 Sebelum Masehi), Virligius, serta beberapa penulis di

Zaman Romawi. Tulisan-tulisan ilmiah sehingga tiak satu pun dari mereka yang dapat

disebut sebagai Bapak ilmu pertanian. Baru dengan munculnya tulisan Von Der Golz yang

berjudul “Handbuch der Landwirtschaftlichenb Betriebslehre” tahun 1885-1912 dapat

dikatakan lahirlah ilmu pengelolaan usahatani.

Ilmu ekonomi pertanian dan ilmu pengelolaan usahatani terus berkembng di Jerman.

Perkembangan itu menjalar ke mana-mana, di antaranya ke Belanda. Di Belanda ilmu

tersebut dikembangkan oleh S. Koenen, seorang guru besar ilmu ekonomi pertanian pada

Perguruan Tinggi Pertanian di Wageningen. Pengetahuan usahatani di Indonesia sendiri

baru dimulai sesudah tahun 1911, yaitu dengan didirikannya Afdeeling Landbouw di

Departemen Landbow, Nijverheid dab Handel.

Pertanian sebagai sumber kehidupan manusia dapat dipelajari dari berbagai sudut

antara lain, sudut teknis, teknologis, biologis, sosiologism paedagogis, ekonomis, yuridis,

dan politis. Namun, ada kalanya hasil pembahasan dari berbagai macam sudut pandang

tersebut berlawanan satu sama lain, misalnya politik harga hasil bumi (beras) yang tinggi

lebih banyak mendatangkan keuntungan kepada produsen daripada konsumen, produksi,

kotor (bruto) yang tinggi lebih banyak menguntungkan masyarakat daripada produsen

(petani) sedangkan produsen lebih tergolong dengan hasil bersih (netto) yang tinggi. Ilmu

usahatani yang diuraikan di sini adalah suatu pengetahuan yang mempelajari aspek-aspek

ekonomi usaha pertanian dengan kaca mata seorang petani atau suatu badan (organisasi)

yang mengelola (Tohir, 1983).

Page 8: Ilmu Usaha Tani Word[1]

A. Pengertian Pertanian

Sebagian orang mengartikan pertanian sebagai kegiatan manusia dalam membuka

lahan dan menanaminya dengan berbagai jenis tanaman yang termasuk tanaman

semusim maupun tanaman tahunan dan tanaman pangan maupun non-pangan serta

digunakan untuk memelihara ternak maupun ikan. Pengertian tersebut sangat sederhana

karena tidak dilengkapi dengan berbagai tujuan dan alasan mengapa lahan dibuka dan

diusahakan oleh manusia.

Apabila pertanian dianggap sebagai sumber kehidupan dan lapangan kerja maka

sebaiknya diperjelas arti pertanian itu sendiri. Pertanian dapat mengandung dua arti

yaitu (1) dalam arti sempit atau sehari-hari diartikan sebagai kegiatan bercocok tanam

dan (2) dalam arti luas diartikan sebagai kegiatan yang menyangkut proses produksi

menghasilkan bahan-bahan kebutuhan manusia yang dapat berasal dari tumbuhan

maupun hewan yang disertai dengan usaha untuk memperbaharui, memperbanyak

(reproduksi) dan mempertimbangkan faktor ekonomis.

Pertanian tersebut merupakan kegiatan yang dilakukan oleh manusia pada suatu

lahan tertentu, dalam hubungan tertentu antara manusia dengan lahannya yang disertai

berbagai pertimbangan tertentu pula. Ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang

berhubungan dengan kegiatan manusia dalam melakukan pertanian disebut Ilmu

Usahatani.

B. Definisi Ilmu Usahatani

Ilmu usaha tani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seorang mengusahakan

dan mengkoordinir faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam sekitarnya sebagai

modal sehingga memberikan manfaat yang sebaik-baiknya. Sebagai ilmu pengetahuan,

ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara petani menentukan,

mengorganisasikan, dan mengkoordinasikan penggunaan faktor-faktor produksi

seefektif dan seefisien mungkin sehingga usaha tersebut memberikan pendapatan

semaksimal mungkin. Ada banyak definisi ilmu usahatani yang diberikan. Berikut ini

beberapa definisi menurut beberapa pakar.

Page 9: Ilmu Usaha Tani Word[1]

1. Menurut Daniel

Ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara petani

mengkombinasikan dan mengoperasikan berbagai faktor produksi seperti lahan,

tenaga, dan modal sebagai dasar bagaimana petani memilih jenis dan besarnya

cabang usahatani berupa tanaman atau ternak sehingga memberikan hasil maksimal

dan kontinyu.

2. Menurut Efferson

Ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara

mengorganisasikan dan mengoperasikan unit usahatani dipandang dari sudut

egisiensi dan pendapatan yang kontinyu.

3. Menurut Vink (1984)

Ilmu usahatani merupakan ilmu terapan yang membahas atau mempelajari

norma-norma yang digunakan untuk mengatur usaha tani agar memperoleh

pendapatan yang setingginya.

4. Menurut Prawirokusumo (1990)

Ilmu usahatani merupakan ilmu terapan yng membahas atau mempelajari

bagaimana membuat atau menggunakan sumberdaya secara efisien pada suatu

usaha pertanian, peternakan, atau perikanan. Selain itu, juga dapat diartikan sebagai

ilmu yang mempelajari bagaimana membuat dan melaksanakan keputusan pada

usaha pertanian, peternakan, atau perikanan untuk mencapai tujuan yang telah

disepakati oleh petani/peternakan tersebut.

Dari berbagai definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan melalui

produksi pertanian yang terlebih maka diharapkan memperoleh pendapatan tinggi.

dengan demikian, harus dimulai dengan perencanaan untuk menentukan dan

mengkoordinasikan penggunaan faktor-faktor produksi pada waktu yang akan

datang secara efisien sehingga dapat diperoleh pendapatan yang maksimal. Dari

definisi tersebut juga terlihat ada pertimbangan ekomis pertimbangan teknis.

Page 10: Ilmu Usaha Tani Word[1]

C. Sejarah dan Perkembangan Usahatani

1. Sejarah Usahatani

Sejarah pertanian dimulai dari adanya pembagian tugas antara laki-laki dan

perempuan. Perempuan menerima kodrat untuk melahirkan sekaligus bertugas

memelihara anak-anak, sedangkan laki-laki melakukan kegiatan berburu. Oleh

karena kodratnya dan tugasnya memelihara anak-anak yang dilahirkan maka

perempuan secara langsung menyediakan makanan. Kegiatan menyediakan

makanan dimulai dengan mengumpulkan berbagai tanaman, umbi-umbian, dan

memlihara ternak sehingga akhirnya mengenal berbagai jenis tanaman pangan yang

dibutuhkan untuk keberlangsungan hidup. Kegiatan tersebut yang sekarang ini

dikenal dengan sistem bercocok tanaman (Suratiyah, 1983 : 18-19). Dalam sejarah

juga tercatat bahwa perempuan yang membuat berbagai alat untuk menunjang

kehidupan dan kesehatannya sendiri sehingga perempuanlah yang menciptakan

tikar, periuk, tembikar, serta menemukan berbagai tanaman obat dan meramunya

begitu juga dengan memintal serta untuk pakaian. Dengan demikian, perempuan

juga dinyatakan pembangun kultur pertama (Suratiyah, 1983 : 20).

Berdasarkan kegiatan perempuan tersebut maka terciptalah mata pencaharian

pertanian. Pada dasarnya mata pencaharian dalam masyarakat dapat digolongkan

dalam 5 tahap secara berurutan sebagai berikut :

a. Pengumpulan, yaitu kegiatan manusia untuk memenuhi kebutuhannya dengan

mengumpulkan apa yang dihasilkan oleh alam berupa hasil hutan, binatang,

mineral dan laut, serta sungai. Pada taraf ini manusia belum berusaha untuk

meningkatkan kuantitas, hanya mengumpulkan sesuai dengan kebutuhan saja.

Tentu saja makin banyak jumlah anggota keluarganya makin banyak pula

jumlah yang harus dikumpulkan.

b. Pertanian, yaitu kegiatan manusia untuk mengembangbiakan (reproduction)

tumbuhan dan hewan dengan maksud agar lebih baik seperti tahan hama atau

penyakit. Dalam pertanian ada 2 sistem yaitu (1) sistem pertanian ladang

dengan faktor produksi utamanya hanya alam, selalu berpindah-pindah mencari

lahan subur dan (2) sistem pertanian menetap dengan faktor produksinya selain

alam mengikutsertakan modal dan tenaga. Pada sistem ke 2 ini sudah ada usaha

Page 11: Ilmu Usaha Tani Word[1]

untuk menjaga dan mengembalikan kesuburan tanah dengan cara pemupukan,

pembuatan tanggul, terasering, dan pengolahan tanah yang baik.

c. Perindustrian, yaitu kegiatan manusia mengubah bentuk hasil pertanian

sehingga dapat memenuhi kebutuhan manusia dengan lebih baik. Kegiatan ini

ada beberapa tingkatan, dari yang sederhana yang dilakukan dengan tangan,

dengan mesin, serta yang semuanya serba otomatis. Berdasarkan skala

usahanya, dapat berupa industri kecil termasuk industri rumah tangga, industri

menengah, dan industri besar.

d. Perdagangan, yaitu kegiatan manusia untuk mengubah tempat, waktu, serta

pemilihan hasil pengumpulan, pertanian, dan perindustrian supaya hasil tersebut

lebih baik. kegiatan ini mempertemukan petani sebagai produsen dan pembeli

(konsumen) sehingga dalam kegiatan ini meliputi sortasi, penyimpanan,

pengangkutan, pengepakan, dan sebagainya.

e. Jasa-jasa lain, yaitu kegiatan-kegiatan manusia untuk memperlancar jalannya

kegiatan terdahulu.

2. Perkembangan Usahatani

Ilmu usahatani mulai dikembangkan di Amerika sekitar tahun 1987 oleh

I.P. Robert kemudian oleh Andrew Boss dan Hails pada tahun 1895.Gelpke pda

tahun 1875. Ia mempelajari usahatani untuk kepentingan pemungutan pajak yang

harus dibayar oleh petani. Kemudian dikembangkan oleh berbagai ahli disertai

dengan penelitian-penelitiannya.

Menurut Tohir (1983) berdasarkan tujuan dan prinsip sosial ekonomi,

perkembangan usahatani digolongkan dalam 3 golongan sebagai berikut :

a. Usahatani yang memiliki ciri-ciri ekonomis kapitalis misalnya perusahaan

pertanian/perkebunan di Indonesia yang berbadan hukum. Dalam hal ini

pengelolaan perusahaan terpisah dengan pengelolaan rumah tangga. Orientasi

usaha pada komoditas yang dipasarkan untuk memperoleh keuntungan yang

sebesar-besarnya.

b. Usahatani yang memiliki dasar ekonomis-sosialistis-komunitas, misalnya

Sovchos dan Kolchos yang ada di Rusia. Usahatani golongan ini menganggap

tenaga kerja manusia sebagai faktor yang terpenting, mampu memberikan nilai

Page 12: Ilmu Usaha Tani Word[1]

lebih sehingga tenaga klerja dihargai dengan sangat istimewa. Tujuan utamanya

adalah memproduksi hasil bumi untuk keperluan masyarakat banyak dan diatur

secara sentral menurut rencana pemerintah.

c. Usahatani yang memiliki ciri-ciri ekonomis seperti yang diuraikan oleh A.

Tschajanov yaitu family farming yang berkembang dari subsistence farming

commercial farming.

Pada dasarnya usahatani berkembang terus dari awal hanya bertujuan

menghasilkan bahan pangan untuk kebutuhan keluarga sehingga hanya merupakan

usahatani-swasembada atau subsitence. Oleh karena sistem pengelolaan yang lebih

baik maka dihasilkan produk berlebih dan dapat dipasarkan sehingga bercorak

usahatani-swasembada keuangan. Pada akhirnya karena berorientasi pada pasar

maka menjadi usahatani-niaga.

Usahatani pada mulannya hanya mengelola tanaman pangan kemudian

berkembang meliputi berbagai komoditi sehingga bukan usahatani murni tetapi

menjadi usaha tani campuran (mixed farming).

D. Usahatani Keluarga dan Perusahaan Pertanian

Usahatani campuran (mixed farming) meliputi berbagai macam komoditas, antara

lain tanaman pangan, hortikultura (sayuran, buah-buahan, tanaman hias), tanaman

perkebunan, perikanan, dan peternakan.

1. Usaha yang bersifat tradisional, yaitu petani/peternakan kecil yang mempunyai 1-2

ekor ternak ruminansia besar, kecil bahkan ayam kampung. Usaha ini hanya

bersifat sambilan dan untuk saving saja.

2. Usaha backyard, yaitu petani/peternakan ayam ras, sapi perah, ikan. Tujuan usaha

selain memenuhi kebutuhan juga untuk dijual oleh karena itu memakai input

teknologi, manajemen, dan pakan yang rasional. Dalam perkembangannya

ditunjang dengan sistem PIR.

3. Usaha komersial, yaitu petani/peternakan yang telah benar-benar menerapkan

prinsip-prinsip ekonomi, profit oriented, dan efisiensi. Usaha ini meliputi usaha

pembibitan, usaha pakan ternak, usaha penggemukan dan lain-lain.

Page 13: Ilmu Usaha Tani Word[1]

Secara garis besar ada dua bentuk usahatani yang telah dikenal yaitu usahatani

keluarga (family farming) dan perusahaan pertanian (plantation, estate, enterprise).

Pada umumnya yang dimaksud dengan usahatani adalah usaha keluarga sedangkan

yang lain adalah perusahaan pertanian. Perbedaan pokok antara usahatani keluarga dan

perusahaan pertanian terletak pada 8 hal, yakni sebagai berikut :

1. Tujuan Akhir

Tujuan akhir usahatani keluarga adalah pendapatan keluarga petani (family

farm income) yang terdiri atas laba, upah tenaga keluarga dan bunga modal sendiri.

Pendapatan yang dimaksud adalah selisih antara nilai produksi dikurangi dengan

biaya yang betul-betul dikeluarkan oleh petani. Laba, upah tnaga keluarga, dan

bunga modal sendiri dianggap satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan lagi.

Sementara perusahaan pertanian tujuan akhirnya adalah keuntungan atau laba yang

sebesar-besarnya, yaitu selisih antara nilai hasil produksi dikurangi dengan biaya.

Tabel I.I Perbedaan Dalam Angka Antara Usahatani Keluarga dan Perusahaan Pertanian

Subyek UsahataniPerusahaan Pertanian

1. Luas usaha 1 ha 1 ha2. Produksi 50 ku 50 ku 3. Nilai Produksi Rp. 6.250.000 Rp. 6.250.0004. Biaya

a. Sarana produksib. Sewa tanahc. PBB/pajak d. Lain-laine. Tenaga kerja 1.500 JKO

500 JKO tenaga keluarga 1.000 JKO tenaga luar

Rp.Rp.Rp.Rp.Rp.Rp.Rp.

500.000-150.000100.000--1.500.000

Rp.Rp.Rp.Rp.Rp.Rp.Rp.

500.0001.000.000-100.000--2.250.000

Jumlah biaya Rp. 2.250.000 Rp. 3.850.0005. Pendapatan petani Rp. 4.000.000 Rp. -6. Keuntungan Rp. - Rp. 2.400.000

Catatan : 1) PBB/pajak di bayar pemilik tanah

2) Belum diperhitungkan bunga modal

Berdasarkan hal tersebut akibatnya petani tidak akan berhenti berusaha selama

pendapatan petani masih positif. Sebaliknya, perusahaan pertanian segera akan

tutup apabila harga hasil merosot. Sebagai contoh jika harga hasil Rp. 70.000/ku.

Dengan demikian, pendapatan petani adalah sebesar Rp. 3.500.000 – Rp. 2.250.000

Page 14: Ilmu Usaha Tani Word[1]

= Rp. 1.250.000 dan perusahaan pertanian akan rugi sebesar Rp. 3.500.000 –

Rp. 3.850.000 = - Rp. 350.000.

2. Bentuk Hukum

Usahatani keluarga tidak berbadan hukum. Sedangkan perusahaan pertanian

pada umumnya mempunyai badan hukum, misalnya PT. Firma, dan CV.

3. Luas Usaha

Usahatani keluarga pada umumnya berlahan sempit yang biasanya disebut

petani gurem karena penggunaan lahan kurang dari 0,5 ha. Menurut sensus

pertanian tahun 2003 jumlah petani gurem di Jawa Tengah sebanyak 74,9%

sedangkan di Indonesia sebanyak 56,5%. Berikut contoh luas lahan yang dimiliki

para petani di daerah Bantul hasil penelitian Suratiyah (2003). Tercatat untuk

berbagai komoditas dengan luas lahan yang berbeda-beda. Rata-rata luas untuk

padi untuk padi sawah 0,36 ha, kedelai 0,11 ha, dan jagung seluas 0,21 ha.

Perusahaan pertanian pada umumnya berlahan luas karena orientasinya pada

efisiensi dan keuntungan.

4. Jumlah Modal

Usahatani keluarga mempunyai modal persatuan luas lebih kecil dibandingkan

dengan perusahaan pertanian.

5. Jumlah Tenaga Yang Dicurahkan

Jumlah tenaga yang dicurahkan persatuan luas usahatani keluarga lebih besar

daripada perusahaan pertanian.

6. Unsur Usahatani

Yang membedakan unsur usahatani keluarga dengan perusahaan pertanian

terletak pada tenaga luar yang dibayar. Pada usahatani keluarga melibatkan petani

dan keluarga serta tenaga luar, sedangkan perusahaan pertanian hanya tenaga luar

yang dibayar. Unsur lainnya tanah dan alam sekitarnya serta modal merupakan

unsur yang dimiliki, baik usahatani keluarga maupun pertanian.

Page 15: Ilmu Usaha Tani Word[1]

7. Sifat Usaha

Usahatani keluarga pada umumnya bersifat subsistence, komersial, maupun

semi komersial (trasisi dari subsistence ke komersial). Sementara perusahaan

pertanian selalu bersifat komersial, artinya selalu mengejar keuntungan dengan

dengan memperhatikan kualitas maupun kuantitas produknya.

8. Pemanfaatan Terhadap Hasil-Hasil Pertanian

Perusahaan pertanian selalu berusaha untuk memanfaatkan hasil-hasil pertanian

yang mutakhir, bahkan tidak segan-segan membiayai penelitian demi kemajuan

usahanya. Perusahaan pertanian biasanya mempunyai bagian penelitian dan

pengembangan (Research and Development) yang berfungsi untuk mencari dan

menemukan terobosan-terobosan baru baik dari segi tehnik bercocok tanam,

pengolahan hasil, maupun pemasarannya. Sementara usahatani keluarga karena

keterbatasan modal, peralatan, dan human capital maka terobosan-terobosan baru

tergantung pada hasil penelitian dan pengembangan pemerintah melalui

Departemen Pertanian dengan Balai-Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi

serta tenaga-tenaga penyuluh. Petani menerapkan hasil-hasil penelitian tersebut

setelah mengamati dan mengikuti demonstrasi plot (demplot) serta upaya-upaya

sosialisasi yang dilakukan pemerintah lainnya.

E. Klasifikasi Usahatani

Klasifikasi usahatani terjadi karena adanya perbedaan faktor fisik , ekonomis dan

faktor lain-lain. Faktor fisik antara lain iklim, topografi, ketinggian di atas permukaan

air laut, dan jenis tanah. Adanya faktor fisik menyebabkan adanya tempat-tempat

tertentu yang hanya mengusahakan tanaman tertentu pula karena pada dasarnya

masing-masing jenis tanaman selalu membutuhkan syarat-syarat yang tertentu pula.

Faktor ekonomis antara lain permintaan pasar, pembiayaan, modal yang tersedia, dan

risiko yang dihadapi, akan membatasi petani dalam berusahatani. Faktor lainnya antara

lain hama penyakit, sosiologis, pilihan pribadi, dan sebagainya akan menentukan dan

membatasi usahatani.

Ketiga faktor tersebut dalam prakteknya akan saling kait mengait sehingga

menghasilkan suatu hasil tertentu. Misalnya ada suatu daerah yang cocok untuk

Page 16: Ilmu Usaha Tani Word[1]

komoditas tertentu berdasarkan faktor fisiknya dan berdasarkan faktor ekonominya

mempunyai harga pasaran yang bagus tinggi, namun petani tidak mau mengusahakan

komoditi tertentu tersebut. Di sini ada alasan-alasan yang bersifat sosiologis terhadap

suatu komoditas tersebut misalnya “tahu” jika menanam komoditas tersebut.

Hal-hal yang saling terkait ini menentukan jenis usahatani. Untuk meningkatkan

usahatani maka faktor-faktor yang menonjol atau berpengaruh perlu mendapat

perhatian. Hal ini agar upaya perbaikan yang dilakukan sesuai dengan target dan hasil

yang ingin dicapai.

Klasifikasi usahatani dapat dibedakan menurut corak dan sifat, organisasi, pola,

serta tipe usahatani.

1. Corak dan Sifat

Menurut corak dan sifat dibagi menjadi dua, yakni komersial dan subsistence.

usahatani komersial telah memperhatikan kualitas serta kuantitas produk sedangkan

usahatani subsistence hanya memenuhi kebutuhan sendiri.

2. Organisasi

Menurut organisasinya, usahatani dibagi menjadi 3 yakni, individual, kolektif

dan kooperatif.

a. Usaha individual ialah usahatani yang seluruh proses dikerjakan oleh petani

sendiri beserta keluarganya mulai dari perencanaan, mengolah tanah, hingga

pemasaran ditentukan sendiri.

b. Usaha kolektif ialah usahatani yang seluruh proses produksinya dikerjakan

bersama oleh suatu kelompok kemudian hasilnya dibagi dalam bentuk natura

maupun keuntungan. Contoh usaha kolektif yang pernah ada di Indonesia yaitu

Tebu Rakyat Intensifikasi (TKI).

c. Usaha kooperatif ialah usahatani yang tiap prosesnya dikerjakan secara

individual, hanya pada beberapa kegiatan yang dianggap penting dikerjakan

oleh kelompok, misalnya pembelian saprodi, pemberantasan hama, pemasaran

hasil, dan pembuatan saluran. Contoh usahatani kooperatif yaitu PIR (Perkebun

Inti Rakyat). PIR merupakan bentuk kerjasama antara perkebunan rakyat

dengan perkebunan besar.

Page 17: Ilmu Usaha Tani Word[1]

3. Pola

Menurut polanya, usahatani dibagi menjadi 3, yakni khusus, tidak khusus, dan

campuran.

a. Usahatani khusus ialah usahatani yang hanya mengusahakan satu cabang

usahatani saja, misalnya usahatani peternakan, dan usahatani tanaman pangan.

b. Usahatani tidak khusus ialah usahatani yang mengusahakan beberapa cabang

usaha bersama-sama, tetapi dengan batas yang tegas.

c. Usahatani campuran ialah usahatani yang mengusahakan beberapa cabang

secara bersama-sama dalam sebidang lahan tanpa batas yang tegas, contohnya

tumpang sari dan mina padi.

4. Tipe

Menurut tipenya, usahatani dibagi menjadi beberapa macam berdasarkan

komoditas yang diusahakan, misalnya usahatani ayam, usahatani kambing, dan

usahatani jagung. Tiap jenis ternak dan tanaman dapat merupakan tipe usahatani.

Page 18: Ilmu Usaha Tani Word[1]

BAB 2

FAKTOR ALAM DALAM USAHATANI

Faktor-faktor yang bekerja dalam usahatani adalah faktor alam, tenaga, dan modal.

Alam merupakan faktor yang sangat menentukan usahatani. Sampai dengan tingkat

tertentu manusia telah berhasil mempengaruhi faktor alam. Namun demikian, pada batas

selebihnya faktor alam adalah penentu dan merupakan sesuatu yang harus diterima apa

adanya.

Yang termasuk faktor alam dapat dibedakan menjadi dua, yakni faktor tanah dan

lingkungan alam sekitarnya. Faktor tanah misalnya jenis tanah dan kesuburan. Faktor alam

sekitar yakni iklim yang berkaitan dengan ketersediaan air, suhu, dan lainnya sebagainya.

Alam mempunyai berbagai sifat yang harus diketahui karena usaha pertanian adalah usaha

yang sangat pekat terhadap pengaruh alam.

A. Faktor Iklim

Iklim sangat menentukan komoditas yang akan diusahakan, baik tanaman maupun

ternak. Komoditas yang diusahakan harus cocok dengan iklim setempat agar

produktivitasnya tinggi dan memberikan manfaat yang lebih baik bagi manusia. Iklim

juga berpengaruh pada cara mengusahakan serta teknologi yang cocok dengan iklim

tersebut.

Kenyataan menunjukkan bahwa iklim di Indonesia khususnya keadaan hujan

(air dan pengairan) mempunyai pengaruh pada jenis tanaman, teknik bercocok tanam,

kuantitas dan kualitas produk, pola pengiliran tanaman, jenis hama penyakit, dan

sebagainya (Tohir, 1982).

B. Faktor Tanah

Tanah sebagai faktor alam juga sangat menentukan. Ada tanah pasir yang sangat

porous, ada tanah kuarsa yang berbutir halus, tanah liat yang susah penggarapannya

pada waktu kering karena keras, ada tanah yang gembur dan subur sehingga sangat

menguntungkan. Pada tanah yang ringan tenaga kerja dapat dimanfaatkan secara lebih

baik. Sebaliknya, pada tanah yang berat, penggarapannya dapat dilakukan lebih berat

pula.

Page 19: Ilmu Usaha Tani Word[1]

Tanah merupakan faktor produksi yang penting karena tanah merupakan tempat

tumbuhnya tanaman, ternak, dan ushatani keseluruhannya. Tentu saja faktor tanag tidak

terlepas dari pengaruh alam sekitarnya yaitu sinar matahari, curah hujan, angin, dan

sebagainya.

Tanah mempunyai sifat istimewa antara lain bukan merupakan barang produksi,

tidak dapat diperbanyak, dan tidak dapat dipindah-pindah. Oleh karena itu, tanah dalam

usahatani mempunyai nilai terbesar. Peranan tanah sebagai faktor produksi dipengaruhi

oleh beberapa hal sebagai berikut :

1. Hubungan tanah dan manusia

Hubungan tanah dan manusia dapat dibedakan dalam tiga tingkat dari yang

terkuat sampai yang terlemah yaitu hak milik, hak sewa dan hak bagi hasil (sakap).

Perbedaan hubungan tersebut akan berpengaruh pada kesenangan petani dalam

meningkatkan produksi, memperbaiki kesuburan tanah, dan intensifikasi.

2. Letak Tanah

Letak tanah usahatani pada umumnya tidak mengelompok dalam satu tempat,

tetapi terpencar dalam beberapa lokasi. Sebagai contoh, seorang petani dengan luas

garapan 1 ha terdiri atas 0,3 ha di sebelah barat desa, 0, 4 ha di sebelah timur desa,

0, 2 di selatan desa, dan 0,1 di utara desa. Keadaan seperti itu lazim disebut

fragmentasi. Fragmentasi biasanya akan menimbulkan persoalan-persoalan dalam

usahatani karena beberapa hal berikut :

a. Menimbulkan pemborosan waktu dan tenaga sehingga biaya produksi lebih

tinggi.

b. Menimbulkan kesulitan dalam pengawasan sehingga produksi tidak setinggi

pencapaian yang diharapkan. Luas mutlak yang dapat ditanami lebih kecil

karena banyaknya galengan.

c. Kemungkinan percekcokan antar petani lebih besar karena lebih banyak

tetangga lahannya.

Page 20: Ilmu Usaha Tani Word[1]

Fragmentasi tersebut terjadi antara lain karena sistem jual beli tanag yang

hanya sebagian-sebagian saja, karena penjualan tanag bagi petani merupakan

alternatif terakhir. Selain itu, adalah sistem warisan, perkawinan, landreform, dan

kondolidasi. Demikian juga karena adanya proyek-proyek pembangunan sehingga

bagi tanah-tanah pertanian yang terkena proyek kemungkinan mendapat ganti di

tempat lain.

3. Intensifikasi

Semakin banyak modal dan tenaga yang dicurahkan pada tanah maka semakin

intensif. Dengan demikian, akan memberikan hasil yang tinggi pula. Intensifikasi

atau peningkatan produksi per kesatuan luas tanah dilakukan apabila lahan atau

tanah untuk usahatani sudah sangat sulit untuk diperluas, misalnya tanah-tanah

pertanian yang ada di Pulau Jawa.

4. Tingkat Kesuburan Tanah

Tanah yang subur, baik fisik maupun kimiawi, lebih menguntungkan dalam

usahatani. Kesuburan tanag secara fisik dan kimiawi dapat diperbaiki melalui

pengolahan yang baik, rotasi tanam yang tepat, pemupukan, pembuatan teras, dan

sebagainya.

5. Luas Lahan

Dipandang dari sudut efisiensi, semakin luas lahan yang diusahakan maka

semakin tinggi produksi dan pendapatan per kesatuan luasnya. Pengukuran luas

usahatani dapat diukur dengan berdasarkan hal-hal sebagai berikut :

a. Luas total lahan adalah jumlah seluruh tanah yang ada dalam usahatani

termasuk sawah, tegal, pekarangan, jalan saluran, dan sebagainya.

b. Termasuk pertanahan adalah jumlah seluruh tanah yang dapat

ditanami/diusahakan.

c. Luas tanaman adalah jumlah luas tanaman yang ada pada suatu saat.

Page 21: Ilmu Usaha Tani Word[1]

6. Lokasi Lahan

Lokasi lahan usahatani menentukan kelancaran pemasaran. Lokasi yang jauh

dari sarana dan prasarana transportasi dapat memperburuk usahatani tersebut dari

aspek ekonomi.

7. Fasilitas-Fasilitas

Keberadaan fasilitas-fasilitas lain berupa pengairan dan dranase sangat

membantu dalam pertumbuhan tanaman sehingga meningkatkan produkksi.

C. Kemajuan Teknologi Mengatasi Faktor Alam

Dengan kemajuan teknologi dan keuletan, keadaan tanah apapun dapat diatasi.

Beberapa contoh usahatani yang dilakukan dengan memanfaatkan kemajuan teknologi

yang ditemukan secara umum dapat menyediakan lahan-lahan yang mempunyai

kondisi ekstrim misalnya tanah pasiran, lahan gembur, dan pantai pasang surut menjadi

lahan-lahan pertanian yang subur untuk digunakan sebagai usahatani. Demikian juga

teknologi untuk menemukan jenis-jenis tanaman dengan karakteristik yang diinginkan

yang dapat ditanam di berbagai jenis tanah atau di berbagai iklim atau kondisi

lingkungan.

Berikut adalah beberapa contoh kasus keberhasilan usahatani dengan kemajuan

teknologi. Lahan pasiran pantai selatan Daerah Istimewa Yogyakarta (Bantul dan

Kulon Progo) telah berhasil dimanfaatkan untuk usahatani terpadu antara hortikultura

dan tenak yang prospeknya sangat bagus. Adanya beberapa jenis tanaman yang

menajdi metropolitan, artinya dimana pun dapat diusahakan dengan baik tanpa

keterbatasan faktor alam berupa iklim. Tanaman tersebut antara lain kubis, tembakau,

dan jenis-jenis hortikultura yang lain, dapat diusahakan di lahan pantai maupun di

pegunungan walaupun tetap dengan beberapa keterbatasan. Penanaman padi pasang

surut telah berkembang di daerah Kalimantan Selatan dan Sumatera, penanaman padi

disesuaikan dengan iarama naik turunnya air di sungai-sungai yang besar. Demikian

pula usaha pertanian di lahan gambut yang tingkat keasamannya sangat tinggi, telah

dapat dipecahkan dengan ditemukannya varietas yang toleran terhadap keasaman dan

cara bercocok tanam dibarengi dengan sistem garap tanah tertentu untuk mengurangi

keasaman.

Page 22: Ilmu Usaha Tani Word[1]

BAB 3

TENAGA KERJA DALAM USAHATANI

Tenaga kerja adalah salah satu unsur penentu, terutama bagi usaha tani yang sangat

tergantung musim. Kelangkaan tenaga kerja berakibat mundurnya penanaman sehingga

berpengaruh pada pertumbuhan tanaman, produktivitasm dan kualitas produk.

Tenaga kerja merupakan faktor penting dalam usahatani keluarga (family farms),

khususnya tenaga kerja petani beserta anggota keluarganya. Rumah tangga tani yang

umumnya sangat terbatas kemampuannya dari segi modal, peranan tenaga kerja keluarga

sangat menentukan. Jika masih dapat diselesaikan oleh tenaga kerja keluarga sendiri maka

tidak perlu mengupah tenaga luar, yang berarti menghemat biaya.

Baik pada usahatani keluarga maupun perusahaan pertanian peranan tenaga kerja

belum sepenuhnya dapat diatasi dengan teknologi yang menghemat tenaga (teknologi

mekanis). Hal ini dikarenakan selain mahal, juga ada hal-hal tertentu yang memang tenaga

kerja tidak dapat digantikan.

A. Karakteristik Tenaga Kerja Dalam Usahatani

Tenaga kerja dalam usahatani memiliki karakteristik yang sangat berbeda dengan

tenaga kerja dalam usaha bidang lain yang bukan pertanian. Karakteristik tenaga kerja

bidang usahatani menurut Tohir (1983) adalah sebagai berikut :

1. Keperluan akan tenaga dalam bidang usahatani tidak kontinyu dan tidak merata.

2. Penyerapan tenaga kerja dalam usahatani sangat berbatas.

3. Tidak mudah distandarkan, dirasionalkan, dan dispesialisasikan.

4. Beraneka ragam coraknya dan kadang kala tidak dapat dipisahkan satu sama lain.

Karakteristik seperti yang dikemukakan oleh Tohir (1983) akan memerlukan

sistem-sistem manejerial tertentu yang harus dipahami sebagai usaha peningkatan

usahatani itu sendiri. Selama ini khususnya di Indonesia, sistem manajerial usahatani

bisanya masih sangat sederhana.

Page 23: Ilmu Usaha Tani Word[1]

B. Peran Petani

Tenaga kerja usahatani keluarga bisanya terdiri atas petani beserta keluarga dan

tenaga luar yang kesemuanya berperan dalam usahatani.

Menurut Mosher (1968) petani berperan sebagai manajer, juru tani dan manusia

biasa yang hidup dalam masyarakat. Petani sebagai manajer akan berhadapan dengan

berbagai alternatif yang harus diputuskan mana yang harus dipilih untuk diusahakan.

Petani harus menentukan jenis tanaman atau ternak yang akan diusahakan, menentukan

cara-cara berproduksi, menentukan cara-cara pembelian sarana produksi, menghadapi

persoalan tentang biaya, mengusahakan permodalan, dan sebagainya. Untuk itu,

diperlukan keterampilan, pendidikan, dan pengalaman yang akan berpengaruh dalam

proses pengambilan keputusan.

Dalam kenyataannya, untuk memilih usaha yang akan dilakukan, terdapat

kompromi antara bapak dan ibu tani. Hal tersebut penting dalam penyuluhan. Jika ingin

yang disuluhkan dapat segera mengena maka pendekatannya adalah kepada keduanya,

yaitu bapak dan ibu taninya.

Petani sebagai juru tani harus dapat mengatur, melaksanakan, dan mengawasinya

kegiatan usahataninya, baik secara teknis maupun ekonomis. Di samping itu,

tersedianya sarana produksi dan peralatan akan menunjang keberhasilan petani sebagai

juru tani.

Petani sebagai anggota masyarakat yang hidup dalam suatu ikatan keluarga akan

selalu berusaha memenuhi kebutuhan keluarganya. Di samping itu, petani juga harus

berusaha memenuhi kebutuhan masyarakat atas diri dan keluarganya. Besar kecilnya

kebutuhan bantuan terhadap masyarakat sekelilingnya tergantung pada teknologi yang

digunakan dan sifat masyarakat setempat. Dalam praktiknya, peranan-peranan tersebut

saling kait mengait, tetapi paasti ada salah satu yang menonjol. sebagai contoh, pada

suatu daerah tidak terdapat jenis komoditas a, b, c, padahal sebetulnya sangat cocok

dengan iklim dan jenis daerah tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa peranan petani

sebagai manajer sangat lemah, tetapi peranan petani sebagai anggota masyarakatlah

yang menonjol.

Page 24: Ilmu Usaha Tani Word[1]

C. Tenaga Kerja Keluarga Dan Luar Keluarga

Peranan anggota keluarga yang lain adalah sebagai tenaga kerja di samping juga

tenaga luar yang diupah. Banyak sedikitnya tenaga kerja yang dibutuhkan dalam

usahatani berbeda-beda, tergantung jenis tanaman yang diusahakan. Banyak sedikitnya

tenaga luar yang dipergunakan tergantung pada dana yang tersedia untuk membiayai

tenaga luar tersebut.

Ada beberapa hal yang membedakan antara tenaga kerja keluarga dan tenaga luar

antara lain adalah komposisi menurut umur, jenis kelamin, kualitas dan kegiatan kerja

(prestasi kerja). Kegiatan kerja tenaga luar sangat dipengaruhi sistem upah, lamanya

waktu kerja, kehidupan sehari-hari, kecakapan, dan umur tenaga kerja.

1. Sistem Upah

Sistem upah dibedakan menjadi 3 yaitu upah borongan, upah waktu, dan upah

premi. Masing-masing sistem tersebut akan mempengaruhi prestasi seorang tenaga

luar.

a. Upah borongan adalah upah yang diberikan sesuai dengan perjanjian antara

pemberi kerja dengan pekerjaa tanpa memperhatikan lamanya waktu kerja.

Upah borongan ini cenderung membuat para pekerja untuk secepatnya

menyelesaikan pekerjaannya agar segera dapat mengerjakan pekerjaan

borongan lainnya. Contohnya borongan menggarap lahan sawah sebesar

Rp. 150.000 per petak sawah.

b. Upah waktu adalah upah yang diberikan berdasarkan lamanya waktu kerja.

Sistem upah waktu kerja ini cenderung membuat pekerja untuk memperlama

waktu kerja ini cenderung membuat pekerja untuk memperlama waktu kerja

dengan harapan mendapat upah yang semakin banyak. Contohnya, upah pekerja

untuk menggarap lahan sawan sebesar Rp. 25.000/HKO. Jika dia bekerja

selama lima hari maka upah yang diterima sebesar Rp. 125.000.

c. Upah premi adalah upah yang diberikan dengan memperhatikan produktivitas

dan prestasi pekerja. Sebagai contoh, dalam satu hari pekerja diharuskan

menyelesaikan 10 unit pekerjaan. Jika dia bisa menyelesaikan lebih dari 10 unit

maka dia akan mendapat upah tambahan. Sistem upah premi cenderung

meningkatkan produktivitas pekerja.

Page 25: Ilmu Usaha Tani Word[1]

2. Lamanya Waktu Kerjaa

Lama waktu kerja seseoraang dipengaruhi oleh seseorang tersebut. Seseorang

yang tidak dalam keadaan cacat atau sakit secara normal mempunyai kemampuan

untuk pekerja. Selain itu, juga dipengaruhi oleh keadaan iklim suatu tempat

tertentu. Misalnya wilayah tropis seperti Indonesia, untuk melakukan aktivitas

lapangan seperti petani tidak dapat bertahan lama karena cuaca yang panas.

3. Kehidupan Sehari-Hari

Kehidupan sehari-hari seorang tenaga kerja dapat dilihat pada keadaan

makanan/menu dan gizi, perumahan, kesehatan, serta keadaan lingkungannya. Jika

keadaannya jelek dan tidak memenuhi syarat maka akan berpengaruh negatif

terhadap kinerjanya.

4. Kecakapan

Kecakapan seseorang menentukan kinerja seseorang. Seseorang yang lebih

cakap tentu saja prestasinya lebih tinggi bila dibandingkan dengan yang kurang

cakap. Kecakapan ditentukan oleh pendidikan, pengetahuan dan pengalaman.

5. Umur Tenaga Kerja

Umur seseorang menentukan prestasi kerja atau kinerja orang tersebut.

Semakin berat pekerjaan secara fisik maka semakin tua tenaga kerja akan semakin

turun pula prestasinya. Namun, dalam hal tanggung jawab semakin tua umur tenaga

kerja tidak akan berpengaruh karenaa justru semakin berpengalaman. Sementara

untuk tenaga kerja keluarga karena tidak diupah, tingginya prestasi kerja

dipengaruhi oleh yang paling utama yaitu besarnya kebutuhan keluarga di samping

faktor-faktor yang lain.

Menurut Tscajanov diacu dalam Hadisapuetro (1973) besarnya prestasi kerja

tenaga kerluarga dipengaruhi oleh perbandingan antara besarnya konsumen

(pemakai) dalam keluarga dengan tenaga kerja yang tersedia. Hal tersebut dapat

ditunjukkan dalam formula sebagai berikut :

K = K = Kegiatan / prestasi kerjaP = Konsumen / Pemakai T = Tenaga kerja

Page 26: Ilmu Usaha Tani Word[1]

Jika semakin tinggi P (kebutuhan keluarga) dengan T (tenaga kerja) tetap maka

keluarga tersebut harus bekerja lebih lama (K naik). Dalam kenyataannya (seperti

terlihat dalam Tabel 3.1) dengan adanya tambahan tenaga kerja keluarga, jumlah

jam kerja yang dicurahkan untuk bekerja tenaga kerja keluarga, jumlah jam kerja

yang dicurahkan untuk bekerja justru menunjukkan penurunan (kolom 5).

Kecenderungan ini disebabkan.

Tabel 3.1 Hubungan Antara Jumlah Konsumen, Tenaga Kerja, Dengan Kegiatan

Kerja Keluarga Petani.

NoUmur (th)

P T KLamanya bekerja

(jam/hari/tenaga)

Lamanya bekerja (jam/hari/keluarga

(1) (2) (3) (4) (5) (6)1 0 2 2 1 3 62 3 3 2 1,50 4,5 93 6 4 2 2 6 124 9 5 2 2,50 7,5 155 12 6 2 3 9 186 15 7 2 3,50 10,5 217 18 7 3 2,30 7 218 21 7 4 1,75 5,25 219 24 7 5 1,40 4,2 2110 27 7 6 1,16 3 2111 30 7 7 1 3 21

Sumber : Tscajanov dalam Hadisapoetro (1973)

Keterangan : P = Pemakai/konsumen dalam suatu keluarga

T = Tenaga kerja dalam suatu keluarga

K = Kegiatan/prestasi kerja

Umur = Umur perkawinan suatu keluarga

Keputusan keluarga untuk bekerja, ditentukan oleh besarnya kebutuhan keluarga

(kolom 6). Begitu jumlah kebutuhan terpenuhi (ekuivalen 21 jam/hari), meskipun

dalam keluarga terjadi pertambahan persediaan tenaga kerja (pada saat umur

perkawinan 15 tahun), jumlah tenaga per keluarga yang dicurahkan untuk bekerja,

besarnya tetap.

K =

Page 27: Ilmu Usaha Tani Word[1]

Dipandang dari segi kebijaksanaan maka dengan mendorong naik kebutuhan

keluarga diharapkan petani akan bersedia untuk bekerja lebih lama sehingga tidak

saja pendapatan keluarga kana meningkat tetapi juga produksi secara keseluruhan

akan naik.

Kebutuhan keluarga ekuivalen dengan 21 jam/hari/keluarga. Jika telah

terpenuhi maka lamanya kegiatan kerjaa akan menurun. Tambahan tenaga kerja

keluargaa seharusnya disalurkan untuk intensifikasi maupun kegiatan-kegiatan yang

tidak berkaitan dengan pertanian (off farm activities) bila lahan usahataninya

terbatas. dengan demikian, total pendapatan yang diperoleh keluarga akan lebih

tinggi dari pada keadaan semula. Pada kenyataan yang terjadi di Indonesia, para

petani tidak mempertahankan jam kerja per tenaga per hari padahal sebetulnya

mampu lebih dari itu. Dengan demikian maka timbul adanya pengangguran yang

tidak kentara (disqused unemployment).

D. Kebutuhan dan Distribusi Tenaga Kerja

Kebutuhan tenaga kerja dapat diketahui dengan cara menghitung setiap kegiatan

masing-masing komoditas yang diusahakan, kemudian dijumlah untuk seluruh

usahatani. Kebutuhan tenaga kerja berdasarkan jumlah tenaga kerja keluarga yang

tersedia dibandingkan dengan kebutuhannya. Berdasarkan perhitungan maka jika

terjadi kekurangan maka untuk memenuhinya dapat berasal dari tenaga luar

keluarganya.

Satuan yang sering dipakai dalam perhitungan kebutuhan tenaga kerja adalah man

days atau HKO (hari kerja orang) dan JKO (jam kerja orang). Pemakaian HKO ada

kelemahannya karena masing-masing daerah berlainan (1 HKO di daerah B belum

tentu sama dengan 1 HKO di daerah A) bila dihitung jam kerjanya. Sering kali

dijumpai upah borongan yang sulit dihitung, baik HKO maupun JKOnya.

Banyaknya tenaga kerja yang diperlukan untuk mengusahakan satu jenis

komoditas per satuan luas dinamakan Intensitas Tenaga Kerja. Intensitas Tenaga Kerja

tergantung pada tingkat teknologi yang digunakan tujuan dan sifat usahataninya,

topografi dan tanah, serta jenis komoditas yang diusahakan.

Page 28: Ilmu Usaha Tani Word[1]

1. Tingkat Teknologi Yang Digunakan

Dengan penerapan teknologi biologis dan kemis, umumnya lebih banyak

dibutuhkan tenaga kerja untuk pemakaian bibit unggul disertai dengan pemupukan

dan pemberantasan hama penyakit. Sementara penerapan teknologi mekanis,

umumnya justru bisa menghemat tenaga kerja. Hal ini dikarenakan pemakaian

mesin-mesin, traktor, dan sebagainya.

2. Tujuan dan Sifat Usahataninya

Untuk usahatani komersial yang sudah memperhatikan kualitas dan kuantitas

dari segi ekonomis, akan membutuhkan tenaga yang lebih banyak dari pada

usahatani subsitence.

3. Topografi dan Tanah

Pengolahan tanah pada daerah datar dengan jenis tanag ringan akan

memerlukan tenaga yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan pengolahan tanah

di daerah miring dengan jenis tanah berat.

4. Jenis Komoditas yang diusahakan

Jenis komoditas yang menentukan jumlah tenaga kerja. Pada umumnya

tanaman semusim lebih banyak membutuhkan tenaga kerja daripada tanaman

tahunan.

Distribusi tenaga kerja per tahun dalam usahatani tidak merata karena sangat

tergantung pada musim. Terutama untuk tanaman padi, pada saat-saat tertentu,

misalnya saat pengolahan tanah dan pada saat tanam, dibutuhkan tenaga yang

sangat banyak sehingga sering kali tidak dapat diselesaikan sendiri oleh tenaga

kerja keluarga. Sebaliknya, pada waktu pemeliharaan hanya membutuhkan sedikit

tenaga kerja. Kadang kala tenaga keluarga tidak dibutuhkan lagi. Grafik distribusi

tenaga kerja terhadap volume kerja (kegiatan) dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Dari Gambar 3.1 dapat dilihat bahwa pada saat-saat tertentu jumlah tenaga

kerja keluarga yang tersedia tidak dapat menyelesaikan pekerjaan. Sebaliknya, di

lain waktu justru terjadi pengangguran, artinya tenaga kerja

Page 29: Ilmu Usaha Tani Word[1]

Keterangan : I dan II potensi tenaga keluarga

= pengangguran = kekurangan

Gambar 3.1. Distribusi tenaga kerja

keluarga yang tersedia tidak dapat dimanfaatkan sepenuhnya karena memang tidak

ada pekerjaan yang sepadan dalam usahataninya sehingga timbul pengangguran

musiman. Pengangguran musiman tersebut dapat diatasi antara lain dengan cara

sebagai berikut :

a. Cropping system. Sistem ini dapat meningkatkan intensitas penggunaan tanah

dan menyerap tenaga lebih banyak (dengan penumbuhan tanaman-tanaman

campuran, misalnya tumpang sari dan mina padi).

b. Menggunakan teknologi yang lebih banyak memerlukan tenaga (teknologi

kimiawi, teknologi biologis).

c. Diversifikasi vertikal, melaksanakan sendiri semua proses dari proses produksi,

pembrosesan hasil, dan pemasaran hasil.

d. Off-farm activities (buruh, padat karyaa, industri kecil, dan rumah tangga).

e. Transmigrasi yang terarah pada diversifikasi tanaman pangan. Jika tetap pada

pola tanam sebelum transmigrasi maka masalah lama akan muncul kembali.

Volume Kegiatan

Bulan

I

II

Page 30: Ilmu Usaha Tani Word[1]

5. Efisiense Tenaga Kerja

Efisiensi tenaga kerja atau sering disebut produktivitas tenaga kerja dapat

diukur dengan memperhatikan jumlah produksi, penerimaan perhari, dan luas lahan

atau luas usaha.

a. Memperhatikan produksi

Produktivitas dapat dihitung berdasarkan formula sebagai berikut :

Produktivitas =

Berikut adalah contoh-contoh penghitung produktivitas

1. Jumlah produksi : 40 ku/ha

Jumlah tenaga : 500 JKO/ha

Produktivitas =

2. Jumlah produksi 30 ku/ha

Jumlah tenaga 250 JKO dengan bantuan mesin/traktor

Produktivitas =

Berdasarkan perhitungan tersebut dapat dilihat bahwa dengan adanya

bantuan mesin (traktor) dapat meningkatkan efisiensi tenaga kerja. Selain itu,

tanpa memperhatikan alat apa yang dipergunakan tetapi yang dilihat hanya

jumlah tenaga kerja yang dicuraahkan dapat juga diperhitungkan hanya jam

tenaga kerja keluarga saja misalnya, dari 250 JKO tersebut terdiri atas 200

tenaga keluarga sendiri dan 50 JKO tenaga kerja luar maka dapat

diperhitungkan produktivitas tenaga kerja keluarga sebesar :

Produktivitas tenaga kerja keluargaa = = 15 kg/JKO

b. Memperhatikan penerimaan per hari kerja

Penerimaan per hari kerja dapat dihitung dengan formula sebagai berikut :

Penerimaan per hari kerja =

Page 31: Ilmu Usaha Tani Word[1]

Contoh-contoh perhitungan penerimaan per hari kerja sebagai berikut :

1. Jumlah produksi = 30 ku/ha

Harga produk = Rp. 300.000/ku

Upah = Rp. 20.000/HKO

Jumlah tenaga = 200 HKO/ha

Penerimaan = = Rp. 45.000/HKO

2. Jumlah produksi 40 ku/ha

Harga produk = Rp. 300.000/ku

Upah = Rp. 20.000/HKO

Jumlah tenaga = 400 HKO/ha

Penerimaan = = Rp 30.000/HKO

Dari contoh tersebut, 1 lebih efisien dari 2. Namun, jika hanya dilihat dari

produksinya saja, 2 lebih tinggi.

c. Memperhatikan luas usaha/lahan

Efisiensi tenaga kerja dapat juga dihitung dengan formula sebagai berikut :

Efisiensi tenaga kerja =

Misalnya dalam 1 ha dicurahkan 1.080 HKO dalam waktu 1 tahun maka :

= 3 HKO/hari/ha

6. Efisiensi Teknis, Efisiensi Perusahaan, dan efisiensi kemanusiaan

Page 32: Ilmu Usaha Tani Word[1]

Selain efisiensi tenaga kerja, efisiensi teknis (technical efficiency), efisiensi

perusahaan (business efficiency), dan efisiensi kemanusia (human efficience), juga

dapat diperhitungkan dengan cara membandingkan tambahan produksi yang akan

diperoleh akibat dari tambahan faktor produksi yang diberikan untuk

menghasilkan.

a. Efisiensi Teknis

Efisiensi teknis adalah mengukur besarnya produksi yang dapat dicapai atas

tingkat faktor produksi tertentu. Sebagai contoh, penggunaan pupuk urea di

lahan sawah dengan di lahan tegal (lahan kering) sebagai berikut.

1.

2.

Tambahan 1 ku pupuk urea di lahan sawah akan memberikan tambahan

produksi 10 ku padi, sedangkan di lahan tegal 5 ku padi. Dari angka tersebut

secara teknis, penggunaan pupuk urea lebih efisien pada lahan sawah dari pada

lahan tegal.

b. Efisiensi Perusahaan

Efisiensi perusahaan adalah mengukur besarnya nilai produksi yang dapat

dicapai atas nilai faktor tertentu. Sebagai contoh adalah penggunaan pupuk urea

46% N dan pupuk ZA 20% N. Jika untuk memberikan tambahan hasil 10 ku

padi di lahan sawah diperlukan 1 ku pupuk urea atau 2,25 ku pupuk ZA (atas

dasar kandungan N-nya). Harga pupuk urea Rp. 110.000/ku, pupuk ZA

Rp. 110.000/ku, dan harga padi Rp. 135.000/ku maka :

Page 33: Ilmu Usaha Tani Word[1]

Dari segi perusahaan, pupuk urea lebih efisien karena setiap tambahan

Rp I akan diperoleh tambahan produksi Rp. 12, 27 sedang ZA hanya

memberikan tambahan sebesar Rp. 5,45 saja.

c. Efisiensi Kemanusiaan (human efficiency)

Efisiensi kemanusiaan sulit diukur karena tambahan produksi yang dicapai

diukur dengan kepuasan seseorang. Oleh karena itu, bisanya dijadi business

efficiency agar dapat diukur. Suatu faktor produksi dapat diukur dengan rupiah,

tetapi hasilnya sulit diukur karena merupakan kepuasan seseorang.

Di Jawa, faktor tanah merupakan pembatas. Oleh karena itu, orang selalu

berusaha seefisien mungkin dalam menggunakan tanah. Di daerah yang padat

penduduknya, peluang pekerjaan di luar usahatani terbatas dan upah buruh

rendah sehingga meskipun sudah efisien, tetapi pendapatan pertenaga kerja

tetap kecil. Keadaannya tentu akan berbeda hika di daerah yang tidak terbatas

dan upah buruh tinggi maka pendapatan per tenaga kerja menjadi tinggi.

Dengan demikian, penilaian efisiensi tenaga kerja perlu diperhatikan karena

kadang-kadang kita terjebak oleh keadaan tersebut. Petani cenderung

mengusahakan tanahnya secara ekstensifikasi, kemudian tenaga kerja keluarga

yang tersedia dicurahkan di luar usahataninya. Sebenarnya yang penting adalah

pendapatan kombinasi antara ekstensifikasi dalam usahatani dan kerja luar

usahatani lebih besar daripada jika hanya intensifikasi saja dalam usahataninya.

Berikut ini contoh perhitungan efisiensi suatu usahatani

- Tersedia 1.000 HKO tenaga keluarga

- Lahan 1 hektar

- Harga produksi = Rp. 1.350/kg

- Upah = Rp. 20.000/HKO

Perhitungannya dapat dilihat pada Tabel 3.2

Tabel 3.2 Perhitungan Efisiensi

No UsahataniLuar

Usahatani

1

800 HKO

@ Rp

Page 34: Ilmu Usaha Tani Word[1]

20.000

2

400 HKO

@ Rp

20.000

3

Rata-rata = Rp 6.750/HKO

0 HKO

@ Rp

20.000

Dengan melihat contoh Tabel 3.2, jika kurang hati-hati maka akan mengatakan

keadaan 3 adalah yang terbaik karena 1.000 HKO dapat bekerja semua dalam

usahataninya tanpa adanya pengangguran dan produksinya tinggi. Hal ini betul jika

pekerjaan di luar usahatani tidak ada dan tidak ada kemungkinan lain lagi. Namun,

bila pekerjaan di luar usahatani baik maka akan terbalik, yaitu keadaan 1 adalah

yang terbaik dipandang dari sudut keluarga petani. Dipandang dari segi

peningkatan produksi, tetap keadaan 3 yang terbaik karena produksi 50 ku per ha

adalah yang tertinggi. yang dicari adalah keadaan ideal, yaitu dengan teknologi

baru, 2000 HKO tenaga kerja keluarga dapat mencapai 50 ku dan kelebihan tenaga

800 HKO dapat bekerja di luar usahatani sehingga pendapatan gabungannya akan

tinggi pula.

7. Curahan tenaga kerja

Dengan tenaga kerja pada usahatani sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor,

yakni (1) faktor alam yang meliputi curah hujan, iklim, kesuburan, jenis tanah dan

topografi, (2) faktor jenis lahan yang meliputi sawah, tegal, dan pekarangan, serta

(3) luas, letak, dan penyebarannya. faktor-Faktor tersebut menyebabkan adanya

perbedaan kesibukan tenaga kerja, misalnya yang terjadi pada usahatani lahan

kering yang benar-benar hanya mengandalkan air hujan maka petani akan sangat

sibuk hanya pada musim hujan. Sebaliknya, pada musim kemarau akan mempunyai

waktu luang sangat banyak karena lahannya tidak dapat ditanami (lahannya bero).

Page 35: Ilmu Usaha Tani Word[1]

Pada lahan sawah beririgasi, petani akan sibuk sepanjang tahun karena air bukan

merupakan kendala bagi usahataninya.

Dengan keadaan-keadaan tersebut maka petani harus dapat memanfaatkan

tenaga kerja keluarga sebaik-baiknya. Di saat sibuk petani mengutamakan tenaga

kerja keluarga sedangkan di saat yang lain petani harus dapat mencari peluang di

luar (off-farm activities) agar pendapatannya tetap terjaga. Di samping itu,

kebijakan pemerintah dalam aktivitas pertanian juga sangat menentukan curahan

tenaga kerja dalam usahatani. Suratiyah (1994) dari penelitiannya di DiY dan Bali

mengungkapkan bahwa saat tertentu dan kelebihan tenaga kerja atau terjadi

pengangguran pada saat yang lain. Khusus bagi tenaga kerja wanita maka kebijakan

tanam serempak menghilangkan kesempatan berburuh pada lahan tetangga, yang

berarti tidak ada pendapatan dari berburuh.

8. Arti Intensif dan Ekstensif

Menurut Tohir (1983) dalam usahatani sering ditemui istilah intensif dan

ekstensif yang tidak mudah untuk menentukan perbedaannya karena tiak memiliki

sifat yang mutlak. Usahatani dikatakan intensif jika banyak menggunakan tenaga

kerja dan atau modal per satuan luas. Kata “banyak” inilah yang sukar ditentukan.

Oleh karena itu, dapat dilihat dari tiap tanaman. Contoh usahatani intensif adalah

jika seseorang petani menggarap tanah sesuai dengan kebutuhan sampai siap untuk

ditanami jagung, menggunakan pupuk awal, bibit unggul, melakukan penyiangan

dan pemupukan periodic. Tiga setengah bulan kemudian, petani tersebut pan dan

diperoleh hasil 12 ku per satuan luas.

Suatu usahatani dikatakan ekstensif jika usahatani tersebut tidak banyak

menggunakan tenaga kerja dan atau modal per satuan luas. Sebagai contoh

usahatani ekstensif adlaah jika seseorang menggarap tanah ala kadarnya, lalu

menebar bibit, biji-bijian (jagung). Setelah itu, lahan dibiarkan saja. Tiga setengah

bulan kemudian, petani tersebut dayang untuk memanen dan diperoleh hasil 2 ku

per satuan luas.

Dari contoh tersebut jelas terlihat bahwa karena pengusahannya intensif, yaitu

dengan menggunakan tenaga dan modal yang lebih banyak maka diperoleh hasil

yang lebih banyak pula. dari segi penggunaan tenaga kerja dapat dipaparkan

beberapa contoh komoditas yang intensif atau yang ekstensif seperti pada tabel 3.3.

Page 36: Ilmu Usaha Tani Word[1]

Tabel 3.3 Usahatani Ekstensif dan Usahatani Intensif

NoPengolahan

Tanah

Pemeliharaan

TanamanKomoditas

1 Ekstensif Ekstensif Karet rakyat

2 Ekstensif Intensif Tembakau di lading

3 Intensif Ekstensif Kelapa di perusahaan

4 Intensif Intensif Tembakau di sawah

5 Intensif Intensif Padi di sawah

6 Intensif Intensif Hortikultura, bawang merah

Sumber : Tohir (1983) diolah

Pengertian intensif dan ekstensif tidak ada hubungannya dengan perluasan

lahan karena dengan memperluas lahan maka seseorang dapat mengusahakannya

secara intensif maupun ekstensif. Jika akan membicarakan penambahan areal atau

perluasan lahan maka istilah yang tepat adalah ekspanding. Usahatani di Indonesia

pada umumnya dari segi tenaga kerja bukan merupakan usahatani keluarga yang

murni, betapapun kecilnya usahatani tersebut, pasti menggunakan tenaga kerja luar

keluarga. Bahkan, kadang kala pada usahatani padi sawah penggunaan tenaga kerja

luar lebih besar dari tenaga kerja keluarga. Hal ini disebabkan oleh terbatasnya

waktu, misalnya pada kegiatan tanam, penyiangan, dan panen.

Suratiyah et al. (2003) dalam penelitiannya di Kabupaten Bantul memperoleh

data yang teradji dalam tabel 3.4

Tabel 3.4 Terata Proporsi Jumlah Curahan Tenaga Kerja di Kabupaten Bantul Tahun 2003.

No UsahataniCurahan Tenaga Kerja

Keluarga (%) Luar Keluarga (%)

1 Kedelai 69,69 30,31

2 Padi sawah 43,09 56,91

3 Kacang tanah 59,18 40,82

4 Tumpangsari cabai merah dengan

bawang merah*)48,80 51,20

Page 37: Ilmu Usaha Tani Word[1]

5 Jagung 79,10, 20,89

6 Tembakau 77,21 22,79

7 Bawang merah*) 40,52 59,48

Catatan :*) sampai panen saja, pascapanen borongan, dan semuanya menggunaan

tenaga kerja luar

Penggunaan tenaga kerja luar akan menyangkut biaya upah. Pada kasus-kasus

petani tertentu yang sangat terbatas kemampuannya membayar tunai, tenaga kerja

luar biasanya diupah natura berupa sebagian hasil (bawon) atau upah tenaga.

Artinya, petani saling membalas kerja sesuai dengan perjanjian masing-masing.

Penggunaan tenaga kerja luar sangat tergantung pada luas usahatani

pendapatan keluarga petani (termasuk dari luar usahatani), dan jumlah tenaga kerja

dalam keluarga. Semakin luas usahatani, semakin besar pendapatan sehingga

semakin besar kemampuan petani untuk membayar tenaga luar, tetapi semakin

besar jumlah tenaga kerja keluarga semakin kecil penggunaan tenaga kerja

keluarga.

BAB 4

MODAL DAN PERALATAN DALAM USAHATANI

Modal adalah syarat mutlak berlangsungnya suatu usaha, demikian pula dengan

usahatani. Menurut Vink, benda-benda (termasuk tanah) yang dapat mendatangkan

pendapatan dianggap sebagai modal. Namun, tidak demikian halnya dengan Koens yang

menganggap bahwa hanya uang tunai saja yang dianggap sebagai modal usahatani.

Penggolongan modal ini akan semakin rancu jika yang dibicarakan adalah usahatani

keluarga. Dalam usahatani keluarga cenderung memisahkan faktor tanag dari alat-alat

produksi yang lain. Hal ini dikarenakan belum ada pemisahan yang jelas antara modal

usaha dan modal pribadi. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat dalam beberapa uraian berikut.

A. Pengertian Modal

Tanah sertaa alam sekitarnya dan tenaga kerja adalah faktor produksi asli,

sedangkan modal dan peralatan merupakan subtitusi faktor produksi tanah dan tenaga

Page 38: Ilmu Usaha Tani Word[1]

kerja. Dengan modal dan peralatan maka penggunaan tanah dan tenaga kerja juga dapat

dihemat. Oleh karena itu, modal dapat dibagi menjadi dua, yaitu land saving capital

dan labour saving capital.

Modal dikatakan land saving capital jika dengan modal tersebut dapat menghemat

penggunaan lahan, tetapi produksi dapat dilipatgandakan tanpa harus memperluas

areal. Contohnya pemakaian pupuk, bibit unggul, pestisida, dan intensifikasi. Modal

dikatakan labour saving capital jika dengan modal tersebut dapat menghemat

penggunaan tenaga kerja. Contohnya pemakaian traktor untuk membajak, mesing

penggiling padi (Rice milling unit/RMU) untuk memproses padi menjadi beras,

pemakaian thresher untuk penggabahan, dan sebagainya.

Dalam arti ekonomi perusahaan, modal adalah barang ekonomi yang dapat

dipergunakan untuk memproduksi kembali atau modal adalah barang ekonomi yang

dapat dipergunakan untuk mempertahankan atau meningkatkan pendapatan. Menurut

Tohir (1983) berdasarkan pengertian tersebut maka tanah bukan termasuk faktor

produksi modal, tetapi masuk dalam faktor alam yang memiliki nilai modal dengan

berbagai pertimbangan sebagai berikut.

1. Tanah adalah karunia alam, bukan benda yang diproduksi oleh manusia.

2. Tanah tidak mudah (tidak dapat) diperbanyak.

3. Tanah tidak dapat musnah atau dimusnahkan sehingga tidak ada penyusutan atas

tanah.

4. Tanah tidak dapat dipindah-pindahkan.

5. Tanah selalu terikat dengan iklim.

6. Tanah adalah sumber untuk memproduksi barang-barang ekonomi.

Pengertian tanah bukan modal atau modal sebenarnya lebih difokuskan pada

perhitungan biaya usahatani. Jika tanah dihitung sebagai modal maka bunga atas tanah

dimasukkan dalam perhitungan biaya usahatani. Namun demikian, dalam usahatani

keluarga, pengeluaran bunga tanag tidak kelihatan karena termasuk dalam pendapatan

usahatani. Bunga tanah baru kelihatan jika akan diperhitungkan secara ekonomis, yaitu

sebesar sewa tanah pada umumnya. Bunga tanah tersebut diperhitungkan jika ingin

mencari keuntungan usahatani, bukan pendapatan usahatani.

Page 39: Ilmu Usaha Tani Word[1]

B. Pembagian Modal

Modal dapat dikelompokkan berdasarkan sifat, kegunaan, waktu, dan fungsi.

1. Sifat

Selain atas dasar sifatnya yaitu yang menghemat lahan (land saving capital)

dan menghemat tenaga kerja (labour saving capital), ada juga yang justru menyerap

tenaga kerja lebih banyak (misalnya jika menggunakan teknologi kimiawi, biologis,

panca usaha), tetapi dan pula yang mempertinggi efisiensi (misalnya mengcangkul

dan membajak jika menggunakan traktor biaya yang dikeluarkan Rp. 300.000,

sedangkan menggunakan tenaga manusia atau hewan biaya yang di keluarkan

Rp. 450.000).

2. Kegunaan

Atas dasar kegunaannya, modal dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu moal

aktif dan modal pasif. Modal aktif adalah modal yang secara langsung maupun

tidak langsung dapat meningkatkan produksi (misalnya pupuk dan bibit unggul,

sedangkan tidak langsung misalnya terasering). Modal pasif adalah modal yang

digunakan hanya untuk sekadar mempertahankan produk (misalnya penggunaan

bungkus, karung, kantung plastik, dan gudang).

3. Waktu

Atas dasar waktu pemberian manfaatnya, modal dapat dibagi menjadi dua

golongan, yaitu modal produktif dan modal prospektif. Modal dikatakan produktif

jika langsung dapat meningkatkan produksi (misalnya pupuk dan bibit unggul).

Modal dikatakan prospektif jika dapat meningkatkan produksi, tetapi baru akan

dirasakan pada jangka waktu lama (misalnya investasi dan terasering).

4. Fungsi

Atas dasar fungsinya, modal dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu modal

tetap (fixed assets) dan modal tidak tetap atau modal lancar (current assets). Modal

tetap adalah modal yang dapat dipergunakan dalam berkali-kali proses produksi.

Modal tetap ada yang bergerak atau mudah dipindahkan, ada yang hidup maupun

mati (misalnya cangkul, sabit, ternak), sedangkan yang tidak dapat dipindahkan

juga ada yang hidup maupun mati (misalnya bangunan, tanaman keras). Modal

Page 40: Ilmu Usaha Tani Word[1]

tidak tetap adalah modal yang hanya dapat digunakan dalam satu kali proses

produksi saja (misalnya pupuk dan bibit unggul untuk tanaman semusim).

C. Konsekuensi Modal dan Peralatan

1. Jenis Konsekuensi

Pembagian modal atas dasar fungsinya sangat penting sehubungan dengan

pembebanan modal dalam memperhitungkan biaya usahatani. Modal berdasarkan

fungsinya dibagi dalam modal tidak tetap dan modal tetap. Modal tidak tetap hanya

dipakai dalam satu kali proses produksi maka keseluruhan nilai modal tidak tetap

dibebankan dalam proses produksi yang bersangkutan. Sementara modal tetap perlu

diperhitungkan dahulu karena tidak semua nilai modal tetap dibebankan pada

proses produksi.

Penggunaan modal tetap pada umumnya menyangkut lima konsekensi biaya,

yaitu biaya bunga modal, penyusutan, asuransi pemeliharaan, dan komplementer.

Contoh jenis dan bentuk konsekuensi modal tetap dapat dilihat pada tabel 4.1

Tabel 4.1 Konsekuensi Penggunaan Traktor Untuk Membajak Tanah Sawah

Subyek Jenis Bentuk

Penggunaan traktor untuk

membajak tanah sawah

1. Bunga modal 1. Sewa traktor

2. Penyusutan 2. Penyusutan

3. Asuransi 3. Asuransi

4. Pemeliharaan 4. Servis atau beli onderdil

5. Komplementer 5. BBM, honor operator

2. Cara Menghitung Penyusutan

Untuk memperhitungkan penyusunan pada dasarnya bertitik tolak pada harga

perolehan (cost) sampai dengan modal tersebut dapat memberikan manfaat. Ada

empat macam cara untuk memperhitungkan nilai penyusutan sebagai berikut.

a. Garis lurus (straight-line method)

Page 41: Ilmu Usaha Tani Word[1]

Cost = Rp 100.000

Umur ekonomis = 5 tahun

Nilai sisa = Rp 5.000

Penyusutan per tahun =

= Rp 19.000/tahun

b. Unit performance

Cost = Rp 100.000

Performance = 6.000 jam

Nilai sisa = Rp 25.000

Penyusunan per jam =

= Rp 12, 50/jam

Dalam satu kali proses produksi misalnya 300 jam maka biaya penyusunan

pada proses produksi yang bersangkutan 300 x Rp 12,50 = Rp 3.750

c. Decresing (sum of the year degits)

Cost = Rp 100.000

Nilai sisa = Rp 25.000

Umur = 5 tahun

Jumlah digit = 5 + 4 + 3 + 2 + 1 = 15

Penyusutan :

Tahun 1 = x (Rp 100.000 – Rp 25.000) = Rp 25.000

Tahun 2 = x (Rp 100.000 – Rp 25.000) = Rp 20.000

Page 42: Ilmu Usaha Tani Word[1]

Tahun 3 = x (Rp 100.000 – Rp 25.000) = Rp 15.000

Tahun 4 = x (Rp 100.000 – Rp 25.000) = Rp 10.000

Tahun 5 = x (Rp 100.000 – Rp 25.000) = Rp 5. 000 (+)

Jumlah = Rp 75.000

d. Declining Balance

Rumus : 1 -

C = cost

S = nilai sisa

n = umur

Cost = Rp 100.000

Nilai sisa = Rp 25.000

Umur = 5 tahun

Perhitungannya sebagai berikut.

1 - x 100% = 24,2142 %

Penyusutan :

Tahun 1 = 24,2142% x Rp 100.000 = Rp 24.214

Tahun 2 = 24,2142% x Rp 100.000 – Rp. 24.214

= 24,2142% x Rp 75.7866 = Rp 18.351

Page 43: Ilmu Usaha Tani Word[1]

Tahun 3 = 24,2142% x (Rp 75.786 – Rp 18.351)

= 24,2142% x Rp 57.435 = Rp 13.907

Tahun 4 = 24,2142% x (Rp 57.435 – Rp 13.907)

= 24,2142% x Rp 43.528 = Rp 10.540

Tahun 5 = 24,2142% x (Rp 43.528 – Rp 10.540)

= 24,2142% x Rp 32.988 = Rp 7.988 (+)

Jumlah = Rp 75.000

3. Alat-alat pertanian sebagai modal tetap

Berbagai alat-alat yang bisa digunakan dalam usahatani dapat merupakan

modal tetap. Alat-alat tersebut adalah traktor, bajak, cangkul termasuk di dalamnya

adalah ternak yang digunakan untuk menjalankan usahatani dan lain-lain.

a. Traktor, truk, dan lain-lain

Kelima konsekuensi penggunaan modal tetap diperhitungkan semuanya.

Komplementer diperhitungkan karena traktor tersebut dapat memberikan

manfaat jika ada pengemudi dan bahan bakarnya.

b. Bajak, sabit, cangkul dan lain-lain

Untuk alat-alat tersebut hanya diperhitungkan penyusutannya, biasanya

penyusutan oleh petani tidak disimpan dalam bentuk uangl tetapi dalam bentuk

ternak, berupa kambing atau ternak lain dengan maksud apabila bajak rusak dan

tidak dapat dimanfaatkan lagi, kambing tersebut dijual untuk membeli bajak

baru.

c. Ternak sapi

Dalam memperhitungkan ternak harus dipisahkan apakah ternak tersebut

sebagai tenaga kerja atau sebagai modal peternakan. Jika ternak sebagai tenaga

kerja, penyusutan tidak diperhitungkan karena pada dasarnya semakin besar

ternak semakin tinggi harganya karena adanya pertumbuhan. Dengan

demikian, yang perlu diperhitungan hanyalah bunga, pemeliharaan, dan

komplementer. Namun. Apabila ternak adalah ternak perah (diternakan) maka

perlu diperhitungkan pula penyusutan, komplementer, bunga, dan asuransi.

Penyusutan dapat diperhitungkan mulai dari saat sapi dibeli sampai beranak

Page 44: Ilmu Usaha Tani Word[1]

yang pertama kali hingga sapi tua yang sudah tidak ekonomis lagi, yaitu seperti

berikut.

Penyusutan : = Rp/tahun

Oleh karena digunakan metode garis lurus sehingga diperoleh nilai tahunnya

sama.

4. Tanaman sebagai modal tetap

Sebelum dipungut hasilnya, tanaman semusim merupakan modal tetap tanaman

padi selama masih di lapangan merupakan modal tetap, tetapi jika dipanen maka

kehilangan sifatnya sebagai modal tetap. Dengan demikian sistem “ijon”

merupakan penjualan modal tetap.

Tanaman keras merupakan modal tetap karena nilainya terus-menerus ada

sampai dengan nilai ekonomisnya. Sebagai contoh, tanaman karet penyusutan

diperhitungkan dari biaya yang dikeluarkan untuk mengusahakan dari permulaan

biaya sampai dengan menghasilkan yang pertama kali. Contohnya sebagai berikut.

- Biaya bibit Rp 1.000.000

- Biaya pengolahan tanah Rp 10.000.000

- Pemeliharaan 6 tahun Rp 20.000.000

- Biaya lain-lain Rp 20.000.000 (+)

Jumlah Rp 51.000.000

Jumlah biaya sampai menghasilkan yang pertama kali ( 6 tahun) adalah

sebesar Rp 51.000.000.

Umur ekonomis karet = 25 tahun

Nilai sisa (kayu bakar) = Rp 1.000.000

Penyusutan per tahun = = Rp 2.000.000

Page 45: Ilmu Usaha Tani Word[1]

Oleh karena menggunakan metode garis lurus maka akan diperoleh nilai yang

sama tiap tahunnya. Sementara biaya-biaya sesudah menghasilkan akan

diperhitungkan sebagai biaya operasional dan dibebankan pada masing-masing

proses produksi atau tahun yang bersangkutan.

5. Uang tunai sebagai modal

Uang tunai dipergunakan untuk membiayai pembelian sarana produksi,

pengeluaran-pengeluaran untuk pihak ketiga (pajak, selamatan), pengolahan tanah

dengan tenaga luar dan penggunaan modal tetap. Besar kecilnya kebutuhan uang

tunai sebagai modal tidak sama tetapi tergantung pada lingkungan usahatani. Suatu

daerah tertentu, pembayaran dengan uang tunai sebagai modal besar. Jadi, besar

kecilnya kebutuhan uang tunai sebagai modal sangat tergantung lingkungan serta

kebiasaan-kebiasaan yang ada di sekitar usahataninya.

6. Tanah sebagai modal tetap

Tanah tiak ada penyusutan karena pada prinsipnya tanah dapat dipergunakan

dalam jangka waktu yang tidak terbatas, tidak akan rusak jika dipelihara dengan

baik. Bahkan, jika pemeliharaannya baik, kesuburan tanah meningkat. Pada

umumnya tanah juga tidak diasuransikan, tetapi yang diasuransikan adalah

tanamannya. Demikian juga biaya komplementer tanah tidak ada. Pada umumnya

tanah, hanya ada biaya bunga dan pemeliharaan. Untuk memperhitungkan biaya

pemeliharaan tanah sulit karena tidak mudah membedakan pemeliharaan untuk

tanah atau untuk tanamannya. Ada perbedaan antara pemeliharaan tanaman dan

pemeliharaan tanah. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2. Perbedaan Pemeliharaan Tanah Dan Pemeliharaan Tanaman

Pemeliharaan Tanaman Pemeliharaan Tanah

1. Pemupukan 1. Pembuatan teras

2. Penyiapan 2. Pembuatan tanggul/tabukan

3. Selokan irigasi/drainasi 3. Meratakan tanah miring

4. pengolahan tanah -

Page 46: Ilmu Usaha Tani Word[1]

7. Bangunan sebagai modal tetap

Pada umumnya biaya penyusutan, asuransi, bunga, dan pemeliharaan bangunan

diperhitungkan karena pada dasarnya bangunan memberikan manfaat pada jangka

waktu tertentu saja. Untuk memberikan manfaat perlu dipelihara dan dalam

hubungannya dengan risiko perlu diasuransikan, meskipun tidak semua bangunan

dapat diasuransikan.

Page 47: Ilmu Usaha Tani Word[1]

BAB 5

MANAJEMEN SEBAGAI FAKTOR

PRODUKSI TIDAK LANGSUNG (INTAGIBLE)

Faktor produksi usahatani pada dasarnya adalah tanah dan alam sekitarnya, tenaga

kerja, modal, serta peralatan. Namun demikian, ada beberapa pendapat yang memasukan

manajemen sebagai faktor produksi keempat walaupun tidak langsung. Manajemen

sebenarnya melekat pada tenaga kerja. Petani sebagai manajer atau peran petani sebagai

manajer meliputi empat aktivitas sebagai berikut.

1. Aktivitas teknis

a. Memutuskan akan memproduksi apa dan bagaimana caranya

b. Memanfaatkan lahan.

c. Membuat gambaran tentang teknologi dan peralatan yang akan digunakan serta

implikasinya pada penggunaan tenaga kerja.

d. Menentukan skala

2. Aktifitas komersial

a. Menghitung berapa dan apa saja input yang dibutuhkan baik yang telah dipunyai

maupun yang akan dicari.

b. Menentukan kapan, dari mana, dan berapa jumlah input yang diperoleh.

c. Meramalkan penggunaan input dan produksi yang akan diperoleh.

d. Menentukan pemasaran hasil, kepada siapa, dimana, kapan, dan kualitas produksi

atau hasil.

3. Aktivitas finansial

a. Mendapatkan dana dari sendiri, dari pinjaman kredit bank atau kredit yang lain.

b. Menggunakan dana untuk memperoleh pendapatan dan keuntungan (jangka

panjang).

c. Meramalkan kebutuhan dana untuk jangka panjang yang akan datang (investasi

untuk penggantian alat-alat atau perluasan usaha).

Page 48: Ilmu Usaha Tani Word[1]

4. Aktivitas akuntansi

a. Membuat catatan tentang semua transaksi baik bisnis maupun pajak

b. Membuat laporan

c. Menyimpan data tentang usahanya.

Berdasarkan aktivitas tersebut, jelas petaani sebagai manajer dituntut mempunyai

pengetahuan, pengalaman dan keterampilan yang memadai, agar dapat menyiapkan dan

memilih alternatif usaha yang terbaik.

Manajemen yang melekat pada tenaga kerja akan sangat menentukan bagaimana

kinerjanya dalam menjalankan usahatani. Dengan manajemen yang berbeda meskipun

segala input sama akan diperoleh hasil yang berbeda meskipun segala input sama akan

diperoleh hasil yang berbeda. Dengan kata lain, kebersihan usahatani sangat tergantung

pada upaya dan kemampuan manajer. Oleh karena manajemen adalah suatu seni (art) maka

sulit untuk mengkuantifikasi atau mengukurnya.

Orburn dkk. (1978) menyatakan bahwa manajemen terdiri atas tiga hal yang saling

berkaitan, yaitu manajemen sebagai prosedur. Jika manajemen sebagai suatu pekerjaan

maka petani harus dapat menjabarkan dan merealisasikan idea tau buah pikirannya dalam

mengelola usahataninya sehingga berhasil seperti yang dia inginkan. Untuk itu, petani

harus melalui semua fungsi-fungsi manajemen sebagai proses yang meliputi perencanaan,

pengorganisasian, pengawasan, komunikasi, dan sebagainya. Dengan demikian, segala

kegiatan dalam usahataninya terarah pada satu tujuan yang paling menguntungkan bagi

petani.

Manajemen sebagai sumber daya juga sangat penting karena sangat menentukan

keberhasilan suatu usaha. Sebagai contoh, dua orang petani dengan luas lahan dan kondisi

yang sama, pada saat yang sama dapat diperoleh hasil yang berbeda. Hal ini karena

ditentukan oleh pengelolaan yang berbeda. Manajemen atau pengolaan yang baik dan

benar akan memberikan hasil yang lebih baik pula. Dengan demikian, manajemen dapat

dikatakan sebagai faktor produksi yang tidak kentara atau tidak dapat diperhitungkan

dengan pasti (the intangible part of production).

Jumlah produksi dan keberhasilan suatu usahatni tergantung pada siapa

pengelolanya. Seseorang dengan kreativitas tinggi akan lebih mampu mengelola usahatani

dengan baik. Dengan kata lain, manajemen sebagai sumber daya sangat dipengaruhi oleh

Page 49: Ilmu Usaha Tani Word[1]

“Human capital” mengelola usahatani tersebut yang pada akhirnya akan menentukan

keberhasilan suatu usahatani.

Walaupun sangat sulit untuk diukur bahkan dikuantifikasikan, tetapi Orburn dkk.

(1978) berusaha menunjukkan bahwa masing-masing pengelola usahatani mempunyai seni

(art) dan pengetahuan serta keterampilan sendiri-sendiri dalam mengelola usahataninya.

Gambaran hasil perbedaan pengolahan oleh manajer terhadap output atau hasil dapat

dilihat pada Gambar 5.1. Gambar tersebut menunjukan bahwa kemampuan dalam

memikirkan permasalahan yang berbeda, pengambilan keputusan yang berbeda, dan

tindakan yang berbeda akan menghasilkan produksi yang berbeda pula, meskipun faktor

produksi yang lain sama. Hal ini jelas bahwa manajemen yang baik dan tepat mampu

meningkatkan produksi.

Produksi

(Rp)

Gambar 5.1. Perbedaan produksi akibat dari perbedaan pengelolaan (faktor produksi yang lain sama)

Pemahaman prosedur manajemen sangat penting bagi petani terutama dalam hal

pemecahan masalah. Petani sebagai manajer harus benar-benar menguasai masalah yang

timbul dalam usahataninya. Untuk mengetahui dan memecahkan masalah tersebut, ada

beberapa tahapan yang harus dilalui seorang petani sebagai manajer. Pertama, harus

benar-benar tahu apa akar permasalahannya dan bukan hanya gejala atau kenampakan

sesaat saja. Kedua, petani harus mengumpulkan data dan fakta yang ada. Ketiga petani

harus mampu mengevaluasi dan menemukan alternative pemecahan masalah. Keempat,

sebagai manajer, seorang petani harus mampu mengambil keputusan untuk bertindak

mengatasi permasalahan yang timbul tersebut.

Page 50: Ilmu Usaha Tani Word[1]

Kebersihan usahatani dimulai dari awal yaitu penentuan tujuan dan harapan yang

diinginkan karena segala kegiatan harus mengarah pada tujuan-tujuan tersebut. Namun

demikian, sering kali petani karena kesibukannya tidak menganggap penting penentuan

tujuan. Mereka Menganggap mengelola usahatani adalah kewajiban dan pekerjaan

sehari-hari yang dari dulu hingga saat ini hanya begitu-begitu saja, berubah dan tanpa

tujuan yang pasti. Dengan demikian, untuk mengukur keberhasilan di kemudian hari akan

mengalami kesulitan. Padahal, jika tujuannya jelas maka dapat mengarahkan dan

mengambil keputusan dengan segala kegiatan usahataninya.

Di samping tidak jelas tujuannya, pada umumnya petani tidak menguasai

permasalahan atau kondisi yang dia hadapi sehingga merasa kebingungan jika terjadai

perubahan kondisi. Sebagai akibatnya, petani tidak dapat meraih atau menangkap peluang

yang ada. Kemampuan mendeteksi permasalahan utama yang harus diperhatikan utama

yang harus diperhatikan terlebih dahulu dan mana permasalahan sampingan, masih sangat

rendah. Keadaan ini sangat berhubungan dengan managerial skills atau human capitals

yang rendah sehingga sering kali petani dikatakan ketinggalan. Dengan kata lain, untuk

meraih keberhasilan usahatani sangat ditentukan oleh pengambilan keputusan yang

berdasar pada tujuan-tujuan usahatani, permasalahan serta kondisi yang jelas, fakta dan

data yang aktual, serta analisis yang tepat dan akurat. Kemampuan, pengetahuan

keterampilan, dan pengalaman petani yang memadai sangat diperlukan dan sangat

menentukan kebersihan usahataninya.

Page 51: Ilmu Usaha Tani Word[1]

BAB 6

PRINSIP EKONOMI DAN APLIKASINYA

Menurut Mosher (1968) petani bertindak sebagai manajer juru tani dan anggota

masyarakat biasa. Petani dihadapkan pada beberapa alternatif, harus memutuskan alternatif

yang akan dipilih, melaksanakan pilihannya, dan bertanggung jawab terhadap hasil yang

diperoleh.

Untuk membantu membuat keputusan yang tepat, petani petani dapat melakukannya

dengan berbagai cara. Misalnya sebagai berikut :

1. Secara intuisi yaitu berdasarkan pada keyakinan dan perasaan sendiri.

2. Secara memohon bantuan kepada kekuatan gaib. Contohnya bila kesulitan air, akan

sebahyang meminta hujan.

3. Secara memohon bantuan kekuatan duniawi. Contohnya memohon bantuan kepada

dukun.

4. Secara akal sehat yaitu berdasarkan diri pada pengetahuan dan kemampuan sendiri

yang menurut pendapatnya merupakan keputusan yang paling tepat tanpa

mendengarkan pendapat orang lain.

5. Secara logika murni, yaitu dengan kemampuan sendiri membuat beberapa alternatif,

lalu menimbang-nimbang dan akhirnya mengambil satu yang paling tepat dan sesuai.

6. Secara metode ilmiah, yaitu menurut prosedur dan sistematis seperti berikut :

a. Mencari hakekat masalahnya.

b. Mengumpulkan data dan fakta yang relevan.

c. Mengolah dan menganalisis.

d. Menemukan cara pemecahan yang terbaik.

e. Menentukan cara pemecahan yang terbaik.

f. Memperoleh hipotesis, dicoba, dievaluasi, kemudian diputuskan apakah cara

pemecahan tersebut dapat dilaksanakan atau tidak.

Page 52: Ilmu Usaha Tani Word[1]

Kesulitan-kesulitan dalam mengambil keputusan dikarenakan beberapa hal seperti

berikut :

1. Kurang pengetahuan mengenai perubahan harga baik harga faktor produksi maupun

produksinya.

2. Kurang pengetahuan mengenai teknologi mutakhir, misalnya dosis, cara pemberian,

dan kapan harus dilaksanakan.

3. Kurang pengetahuan mengenai pemasaran misalnya waktu, cara penjualan, di mana

harus dijual grading, dan angkutan.

4. Kurang pengetahuan mengenai :

a. Pembiayaan : jangka pendek atau operasional, seperti adanya kredit KUT (Kredit

Usaha Tani).

b. Jangka panjang, misalnya bagaimana mencari bantuan untuk peremajaan tanaman

keras, kurang pengetahuan mengenai pengelolaan hasil dan pendapatan, serta

5. Kurang pengetahuan mengenai :

a. Factor-product relationship

b. Factor-factor relationship

c. Product-factor relationship

d. Time relationship

Petani harus selalu mencari informasi yang bersifat teknis maupun ekonomis supaya

petani dapat memanfaatkan segala kesempatan yang ada. Di samping bimbingan yang

diarahkan agar alternatif-alternatif yang dipilih secara teknis dapat dilaksanakan dan secara

ekonomis paling menguntungkan.

A. Prinsip Ekonomi

Dalam proses produksi terkandung hubungan antara tingkat penggunaan

faktor-faktor produksi dengan produk atau hasil akan diperoleh. Hal ini disebut dengan

hubungan antara input dengan output. Di samping itu dalam menghasilkan suatu

produk dapat pula dipengaruhi oleh produk yang lain, bahkan untuk menghasilkan

produk tertentu dapat digunakan input yang satu maupun input yang lain.

Pengetahuan tentang ilmu ekonomi dapat memberikan dasar untuk perencanaan

usahatani dan pemilihan alternatif usaha. Konsep marjinalitas dapat menjelaskan

besarnya perubahan akibat perubahan satu satuan faktor tertentu sehingga konsep ini

Page 53: Ilmu Usaha Tani Word[1]

banyak digunakan. Prinsip-prinsip ekonomi tersebut dapat diterapkan secara luas sebab

dapat menjelaskan hubungan-hubungan (relationship) yang dapat menyelesaikan

masalah mengenai berbagai upaya perbaikan usahatani dan profitabilitas.

B. Faktor-Product Relationship

Factor-product relationship menerangkan hubungan antara produksi dan satu

faktor produksi variabel yang disebut sebagai fungsi produksi. Gambar 6.1

menggambarkan fungsi produksi hubungan antara satu output dan satu input. Dari

fungsi ini dapat digambarkan pula marginal product (MP) dan Average product (AP).

Yang disebut MP adalah tambahan produksi per satuan tambahan input, sedangkan AP

adalah produksi persatuan input.

Gambar 6.1 Hubungan antara faktor produksi x dengan jumlah produksi y

Elastisitas produksi adalah perbandingan perubahan produksi dan perubahan input

secara relatif :

∑p = = =

Page 54: Ilmu Usaha Tani Word[1]

Fungsi produksi ini biasanya dibagi dalam tiga tahap atau tiga daerah yaitu daerah

I (stage I) di sebelah kiri titik AP maximum, daerah II (stage II) antara AP maximum

dan MP=0, dan III di sebelah kanan MP = 0 (MP > 0). Daerah I dan III disebut daerah

tidak rasional, karena hanya manajer (petani) yang tidak rasional akan beroperasi pada

tingkat ini.

Hubungan antara suatu faktor produksi (variabel) dengan produksi yang

dihasilkan dapat berbentuk :

1. Kenaikan produksi (output) tetap (constant returns), Jika penambahan satu satuan

faktor produksi (input) menyebabkan kenaikan hasil yang tetap.

2. Kenaikan output bertambah (increasing returns), jika penambahan satu satuan

input menyebabkan kenaikan hasil yang senantiasa bertambah.

3. Kenaikan output berkurang (decreasing), jika penambahan satu satuan input

menyebabkan kenaikan hasil yang senantiasa berkurang.

4. Kombinasi dari kenaikan output bertambah dan kenaikan input berkurang.

Pada umumnya dalam proses produksi pertanian, hubungan antara faktor produksi

(input) dengan produksi (output) mempunyai bentuk kombinasi antara kenaikan hasil

bertambah dan kenaikan hasil berkurang. Mula-mula mengikuti bentuk kenaikan hasil

bertambah kemudian mengikuti bentuk kenaikan hasil berkurang atau mengikuti “the

law of diminishing return”. Oleh karena itu, pada umumnya kalau kita menambah satu

macam faktor produksi terus menerus hasil akan naik tetapi kenaikannya makin lama

makin kecil.

Untuk mengetahui berapa tingkat penggunaan suatu faktor produksi optimal yang

sebaiknya dilaksanakan petani diperlukan penelitian dan percoban yang bersifat teknis

kemudian dianalisis secara ekonomis dengan tujuan titik optimum. Tidak optimum atau

titik rentabilitas adalah suatu keadaan yang memberikan keuntungan tertinggi. Titik

tersebut dicapai pada saat produk marjinal sama dengan perbandingan harga faktor

produksi.

Produk marjinal adalah tambahan hasil per satuan tambahan faktor produksi. Nilai

hasil marjinal adalah tambahan penerimaan per satuan tambahan faktor produksi.

Berikut adalah contoh menghitung titik optimum.

Page 55: Ilmu Usaha Tani Word[1]

1. Contoh antara y (produksi) dan x (faktor produksi)

diketahui : harga y (py) = Rp 10.000/unit

harga x (px) = Rp 7.000/unit

Maka titik optimum pemakaian faktor produksi x adalah sekitar 3,5-4 unit

2. Berdasarkan data berikut.

X

(unit)

Y

(unit)

x

(unit)

y

(unit)y/x

Nilai y/x

(Rp)

0 20

0,5 30 0,5 10 20 200.000

1 35 0,5 5 10 100.000

1,5 38 0,5 3 6 60.000

2 40 0,5 2 4 40.000

2,5 41 0,5 1 2 20.000

3 41,7 0,5 0,7 1,4 14.000

3,5 42,2 0,5 0,5 1 10.000

4 42,5 0,5 0,3 0,6 6.000

4,5 42,7 0,5 0,2 0,4 4.000

5 42,8 0,5 0,1 0,2 2.000

titik optimum :

y/x = = = 0,7

Nilai y/x = Px = Rp = Rp 7.000

3. Hubungan antara y (hasil) dan x (faktor produksi)

Diketahui : Py = Rp 25/unit; Px = Rp 200/unit

Titik optimum dicapai pada saat pemakaian faktor produksi x sekitar 2,5-3 unit.

Page 56: Ilmu Usaha Tani Word[1]

4. Berdasarkan data berikut.

Tabel 6.2. Hubungan Faktor Produksi (X) Dengan Produksi (Y)

X

(unit)

Y

(unit)

x

(unit)

y

(unit)y/x

Nilai y/x

(Rp)

0 0

0,5 11 0,5 11 22 5500

1 24 0,5 13 26 650

1,5 38 0,5 14 28 700

2 49 0,5 11 22 550

2,5 58 0,5 9 18 450

3 61 0,5 3 6 150

3,5 59 0,5 -2 -4 -100

4 55 0,5 -1 -8 -200

titik optimum :

y/x = = = 8

Nilai y/x = harga x Rp = Rp 200

Titik optimum akan berubah jika ada perubahan harga, baik harga faktor

produksi maupun harga produknya.

Sebagai contoh :

I II

py = Rp 5.000/kg Py = Rp 5.000/kg

px = Rp 80/kg Px = Rp 160/kg

Maka pada keadaan I titik optimum pada saat pemakaian x ± 200 kg/hektar.

Sementara keadaan II setelah ada perubahan harga x, titik optimum dicapai pada

saat pemakaian x ± 150 kg/hektar.

Page 57: Ilmu Usaha Tani Word[1]

5. Berdasarkan data berikut.

Tabel 6.3 Hubungan Faktor Produksi (X) Dengan Produksi (Y)

X

(unit)

Y

(unit)

x

(unit)

y

(unit)y/x

Nilai y/x

(Rp)

0 30

50 35 50 5 0,1 500

100 38 50 3 0,06 300

150 40 50 2 0,04 200

200 41 50 1 0,02 100

250 41 50 0 0 0

300 40 50 -1 -0,02 -100

350 38 50 -2 -0,04 -200

I. Titik optimum :

y/x = = = 0,016

Nilai y/x = harga x Rp = Rp 80

II. Titik optimum :

y/x = = = 0,032

Nilai y/x = harga x = Rp 160

Dari contoh tersebut jelas bahwa apabila harga x naik sedangkan harga hasil y

tetap, maka pemakaian x sebaiknya dikurangi agar diperoleh keuntungan yang tertinggi

walaupun produksinya tidak tertinggi. Dari contoh tersebut juga dapat ditarik

kesimpulan bahwa yang perlu dikejar adalah keuntungan maksimum bukan produksi

maksimum.

Page 58: Ilmu Usaha Tani Word[1]

C. Factor-Factor Relationship

Hubungan faktor-faktor (factor-factor relationship) adalah hubungan antara faktor

produksi yang satu dengan faktor produksi yang lainnya. Untuk memperoleh suatu

produksi petani dapat menggunakan bermacam-macam faktor produksi dalam berbagai

kombinasinya. Dari berbagai kombinasi tersebut harus dipilih kombinasi yang akan

memberikan keuntungan tertinggi.

Hubungan antara faktor produksi satu dengan yang lainnya bila ditinjauh dari segi

daya subtitusinya dapat dibagi menjadi tiga golongan, yakni :

1. Hubungan dengan daya subtitusi tetap, yakni bila penambahan faktor produksi

yang satu akan menyebabkan pengurangan faktor produksi yang lain dalam jumlah

yang tetap dan jumlah produk yang dihasilkan tidak berubah.

2. Hubungan komplementer, yaitu apabila pemakaian faktor produksi yang satu

lebih besar dari seharusnya tidak akan mempengaruhi produk yang dihasilkan.

3. Hubungan dengan daya subtitusi berkurang, yakni bila salah satu faktor

produksi dapat mensubtitusi faktor produksi yang lainnya, tetapi jumlah yang dapat

disubtitusi tersebut semakin lama menjadi semakin kecil.

Hubungan antara satu macam output dengan banyak input digambarkan dengan

isoquant (Gambar 6.2) yang merupakan garis untuk tingkat produksi tertentu pada

berbagai kombinasi input x1 dan x2. Besarnya sudut kemiringan isoquant

menggambarkan besarnya daya subtitusi x1 terhadap x2 untuk memproduksi tingkat

produksi yang sama disebut Marginal Rate of technical substitution (MRTS).

Page 59: Ilmu Usaha Tani Word[1]

Gambar 6.2. Kurva Isoquant

Titik optimum tercapai apabila MRTS ini sama dengan perbandingan harga faktor

produksi.

MRTS = =

Sebagai contoh adalah antara tenaga ternak dan traktor dalam pengolahan tanah.

Dengan produk yang telah tertentu petani harus memiliki kombinasi pemakaian faktor

produksi yang akan memberikan keuntungan tertinggi kombinasi optimum tersebut

dicapai bila :

x2. Px2 = x1.Px1

x2 = daya subtitusi x1 terhadap x2

x1

= = perbandingan harga x1 terhadap harga x2

Contoh Kasus :

Untuk memperoleh y sebesar 20 unit digunakan faktor produksi x1 dan x2 dalam

berbagai kombinasi. Bila diketahui harga x1 = Px1 = Rp 100/unit dan harga x2 = Px2

= Rp 400/unit, pada saat pemakaian x1 dan x2 berapa dicapai kombinasi optimum?

Yaitu pada pemakaian :

x1 antara 75 – 100 unit

x2 antara 67 – 62 unit

Tabel 6.4 Hubungan Faktor Produksi (X1) Dengan Faktor Produksi (X2)

x1

(unit)

x1

(unit)

x2

(unit)

x2

(unit)x2/x1

Y

(unit)

0 100

25 25 85 15 0,6 20

Page 60: Ilmu Usaha Tani Word[1]

50 25 75 10 0,4 20

75 25 67 8 0,32 20

100 25 62 5 0,2 20

125 25 59 3 0,12 20

150 25 58 1 0,04 20

Pada umumnya faktor-faktor produksi yang harganya tinggi akan memberikan

hasil yang tinggi dan sebaliknya yang harganya rendah akan memberikan hasil yang

rendah pula. Masalahnya bagaimana kalau faktor produksi yang bermutu tinggi

tersebut harganya naik sehingga sulit dijangkau oleh petani. Apakah dapat dibenarkan

jika diganti dengan faktor produksi lainnya, walaupun tidak setinggi faktor produksi

semula? Yang perlu di ingat adalah hukum subtitusi bahwa “subtitusi harus dihentikan

pada saat kerugian teknis akibat barang subtitusi tersebut menghilangkan keuntungan

yang diperoleh karena harganya yang lebih rendah”, jadi pertimbangannya juga

ekonomis.

Sebagai contoh :

1. Makanan ayam jenis A kualitasnya tinggi, jika diberikan akan menyebabkan

pertumbuhan yang baik, jumlah telur yang dihasilkan 25 butir per bulan per ayam.

2. Makanan ayam jenis B kualitasnya rendahnya jika diberikan pada ayam akan

memberikan telur 12 butir per bulan per ayam

Jika makanan jenis A naik harganya dari Rp 7.500/ayam/bulan menjadi Rp

10.000/ayam/bulan dan makanan jenis B harganya Rp 5.000/ayam/bulan, tindakan apa

yang harus dilakukan petani agar keuntungan maksimum? Dari beberapa kombinasi

yang ada, ternyata kombinasi ½ A + ½ B yang paling baik, memberikan keuntungan

Rp 3.000/ayam/bulan. Jika dilihat memang ada penurunan biaya per ayam per bulan.

Yang perlu diperhatikan adalah selama pengurangan pendapatan lebih kecil dari pada

pengurangan biaya maka subtitusi masih dapat dilakukan.

Data tersaji sebagai berikut :

Page 61: Ilmu Usaha Tani Word[1]

Tabel 6.5 Kombinasi Faktor Produksi A Dengan Faktor Produksi B

Kombinasi

Faktor

Produksi

Biaya Per

Ayam Per

Bulan

Hasil Telur Per

Ayam Per Bulan

Pendapatan

Kotor Per

Ayam Per

Bulan

Keuntungan

Per Ayam

Per BulanButir Nilai

A Rp 7.500 25 Rp 12.500 Rp 12.500 Rp 5.000

A Rp 10.000 25 Rp 12.500 Rp 12.500 Rp 2.500

¾ A + ¼ B Rp 8.750 23 Rp 11.500 Rp 11.500 Rp 2.700

½ A + ½ B Rp 7.500 21 Rp 10.500 Rp 10.500 Rp 3.000

¼ A + ¾ B Rp 6.250 17 Rp 8.500 Rp 8.500 Rp 2.250

B Rp 5.000 12 Rp 6.000 Rp 6.000 Rp 1.000

D. Product-Product Relationship

Product-product relationship adalah hubungan antara produksi yang satu dengan

produksi yang lainnya. Dalam praktiknya suatu usaha sering menghasilkan lebih dari

satu macam produk, sebagai contoh usaha peternakan menghasilkan daging dan susu,

pertanian menghasilkan padi, jagung, kacang tanah, dan sebagainya. Faktor produksi

yang dipergunakan untuk menghasilkan produksi-produksi tersebut antara lain modal.

Sebagai contoh, sebagian digunakan untuk produksi daging, sebagian lainnya untuk

produksi susu atau mentega, demikian juga tanah dan tenaga kerja.

Jika faktor produksi yang sama dipergunakan untuk menghasilkan dua macam

produk maka dapat dituliskan dalam bentuk fungsi.

y1 = f (x1/x2, x3,……..xn)

y2 = f (x1/x2, x3,……..xn)

y1 dan y2 merupakan kedua macam produk yang dihasilkan x1 adalah faktor produksi

variabel yang dipakai. Faktor produksi x2, x3,….xn dianggap tetap pemakaiannya

Page 62: Ilmu Usaha Tani Word[1]

ditetapkan pada suatu tingkat tertentu. Dengan demikian, kedua macam produk

merupakan fungsi satu sama lain yaitu y1 = f (y2) atau y2 = f (y1). Hal ini berarti bahwa

jumlah y1 yang dihasilkan tergantung pada jumlah y2 yang dihasilkan demikian pula

sebaliknya.

Sebagai persoalan adalah faktor produksi lahan seluas 1 ha dapat ditanami jagung

dan kacang tanah jika dikehendaki produksi jagung lebih banyak maka luas tanag yang

ditanami jagung diperluas sehingga yang untuk kacang tanah menjadi lebih sempit.

Ada beberapa kemungkinan hubungan antar produk yaitu sebagai berikut :

1. Join products, yaitu hubungan antara dua macam produk yang selalu dihasilkan

bersama-sama, misalnya kapas dan bijinya, domba dan woolnya, daging babi dan

lemaknya. Antara kedua produk tersebut tiak terdapat daya desak. Dalam batas

tertentu sejumlah produk pertama selalu diikuti oleh produk kedua yang telah

tertentu jumlahnya. Dalam praktiknya hal seperti ini dianggap sebagai satu produk

saja hingga pengambilan keputusan didasarkan atas anggapan tersebut.

2. Complementary product, yaitu apabila kenaikan produk yang satu diikuti oleh

kenaikan produk lainnya dengan pemakaian unsur produksi tertentu, sehingga daya

desak y1 terhadap y2 selalu bertanda positif.

Sebagai contoh dalam pertanian pergiliran tanaman biji-bijian dan tanaman

leguminosa tetapi haruslah diingat bahwa sifat komplementer tersebut baru akan

terlihat dalam jangka waktu beberapa tahun. Dalam jangka waktu satu periode

produksi, biji-bijian dan leguminosa merupakan produk bersaing yaitu kenaikan

produk yang satu diikuti oleh penurunan yang lain. Pada hubungan komplementer

ini tiak ada persoalan tentang kombinasi optimum kedua produk tersebut. Gambar

6.3 menggambar hubungan komplementer.

Page 63: Ilmu Usaha Tani Word[1]

3. Supplementary products, yaitu kenaikan produk yang satu tidak terpengaruh sama

sekali pada produk kedua. Dengan demikian, daya desak y1 terhadap y2 selalu sama

dengan nol. Hubungan ini timbul karena ada unsur-unsur tetap yang senantiasa

memberikan jasanya untuk menghasilkan y1 tetapi tidak terpakai habis, sehingga

dalam waktu tang bersamaan unsur tersebut dapat untuk menghasilkan y2 tanpa

mengganggu proses produksi y1 tetapi tidak terpakai habis, sehingga dalam waktu

yang bersamaan unsur tersebut dapat untuk menghasilkan y2 tanpa mengganggu

proses produksi y1 sama sekali. Sebagai contoh, traktor dapat memberikan jasanya

sepanjang waktu, pada saat-saat tertentu dipakai untuk mengolah tanah pada proses

produksi jagung dan di waktu yang lain untuk proses produksi lainnya tanpa

mengganggu produksi jagung. Contoh yang lain adalah dalam penggunaan tenaga

kerja keluarga dalam usaha ternak, misalnya, sampai pada tingkat tertentu tidak

mempengaruhi produksi usahatani padi sawah. Berikut adalah grafik yang

menunjukkan hubungan suplementer. (Gambar 6.4)

4. Competitive products, yaitu kenaikan produk yang satu selalu diikuti oleh

penurunan produk yang lain. Hubungan antara banyaknya produksi dengan suatu

macam faktor produksi digambarkan dengan produkct transformation curva

(gambar 6.5) yang merupakan kemungkinan kombinasi produksi y1 dan y2 tertentu.

Besarnya sudut kemiringan product transformasi curve menggambarkan besarnya

daya transformasi y1 terhadap y2 dengan menggunakan sejumlah input yang sama,

disebut marginal rate of product transformation (MRPT).

Page 64: Ilmu Usaha Tani Word[1]

Dalam competitive product ini, daya desak y1 terhadap y2 selalu bertanda negatif.

Hal ini disebabkan adanya beberapa kemungkinan, yakni produk bersaing dengan daya

desak tetap yaitu besarnya y2/y1 pada tiap kombinasi y1 dan y2 selalu tetap. Sebagai

contoh adalah dua varietas tanaman biji-bijian yang sama (padi dan jagung) :

a. Produk bersaing dengan daya desak yang harga mutlaknya semakin mengecil yaitu

besarnya :

makin kecil

b. Produk bersaing dengan daya desak yang harga mutlaknya semakin membesar

yaitu besarnya :

makin kecil

Jika seorang pengusaha mengusahakan dua produk atau lebih maka yang dihadapi

adalah bagaimana cara mengombinasikan produk-produk yang dihasilkan agar tercapai

keuntungan yang maksimum. Keuntungan akan maksimum jika :

=

Persoalan kombinasi optimum tersebut hanya ada pada hubungan bersaing dengan

daya desak yang harga mutlaknya semakin besar. Pendapatan maksimum akan tercapai

dengan hanya mengusahakan satu macam produk saja. Pada produk bersama tidak ada

persoalan kombinasi optimum, pada jangka waktu pendek tertentu dihasilkan dalam

perbandingan tertentu pula. Pada produk komplementer tidak ada persoalan kombinasi

optimum karena selama keadaan komplementer masih berlangsung, produk yang satu

masih terus dapat ditambah dan secara otomatis diikuti oleh penambahan produk

kedua.

Page 65: Ilmu Usaha Tani Word[1]

Pada produk suplementer tidak ada persoalan kombinasi optimum karena selama

keadaan suplementer masih berlangsung, produk yang satu masih terus dapat ditambah

dan tidak akan mempengaruhi produk kedua. Pada produk bersaing dengan daya desak

tetap tidak ada persoalan kombinasi optimum. Jika diinginkan pendapatan maksimum,

akan hanya ada satu produk yang harus dihasilkan, tergantung pada biaya produksi dan

harga masing-masing varietas tersebut. Titik optimum jika MRPT sama dengan

perbandingan harga masing-masing produksi.

MRPT =

Pada gambar 6.5 digambarkan hubungan dua macam produksi yang bersifat

kompetitif dalam arti kenaikan produksi yang satu akan diikuti penurunan produksi

yang lain. Pada hubungan yang bersifat kompetitif maka daya desaknya akan bertanda

negatif. Sebagai contoh, seorang pengusaha mempunyai 30 unit faktor produksi x

untuk menghasilkan y1 (produk 1) dan y2 (produk 2). Pengusaha tersebut dapat

mengombinasikan pemakaian 30 unit tersebut dalam berbagai kombinasi. Tiap-tiap

kombinasi faktor produksi tersebut akan menghasilkan kombinasi y1 dan y2 yang

berbeda-beda. Faktor produksi tersebut dapat juga hanya untuk menghasilkan y1 saja

atau y2 saja atau kombinasi keduanya. Hasil bagi dinamakan daya desak (rate of

product transformation) y1 terhadap y2. Daya desak mempunyai tanda negatif

menunjukkan bahwa salah satu produk (y1) ditambah maka produk lainnya (y2) harus

dikorbankan.

Sebagai contoh :

1. Jika diketahui faktor produksi sebesar 30 unit dapat untuk menghasilkan y1, y2 atau

y2 harga y1 = Py1 = Rp 105/unit dan hargaa y2 = Py2 = Rp 60/unit maka keuntungan

maksimum pada :

= = 1,75

yaitu kombinasi halil y1 antara 42-50 unit dan y2 antara 66-52 unit.

Data tersaji sebagai berikut :

Tabel 6.6 Hubungan Produksi Y1 dengan Produksi Y2

Page 66: Ilmu Usaha Tani Word[1]

Faktor Produksi x Yang Dipakai (unit)

Produksi Yang Dihasilkan (unit)

Daya Desak

Untuk y1 Untuk y2 y1 y2

0 30 0 83 -0,17

5 25 18 80 -0,38

10 20 31 75 -0,82

15 15 42 66 -1,75

20 10 50 52 -4,40

25 5 55 30 -10,00

30 0 58 0

2. Seorang peternakan mempunyai modal tertentu yaitu kelipatan dari Rp. 10.000.000.

Pada waktu yang sama ada tiga macam pilihan yaitu modal tersebut ditambahkan

pada peternakan ayam, babi, atau sapi. Yang perlu dipikirkan adalah mencari

konbinasi yang akan memberikan hasil paling tinggi.

Data tersaji sebagai berikut.

Tabel 6.7 Hubungan Produksi Y1 Dengan Produksi Y2

No

Modal

(Rp

000)

Tambahan Pendapatan Rp 000Hasil

Rp 000Usaha

Babi

Usaha

Ayam

Usaha

SapiSaran Sebaiknya pada

1 10.000 13.000 15.000 14.000 Ayam 10.000.000 15.000

2 20.000 26.000 27.500 25.000 Ayam + sapi 10.000.000 + 10.000.000 29.000

3 30.000 38.000 38.400 35.000 Babi + Ayam + Sapi

10.000.000 + 10.000.000 + 10.000.000

42.000

4 40.000 50.000 49.300 46.500 Babi + Ayam + Sapi

20.000.000 + 10.000.000 + 10.000.000

55.000

Dari contoh tersebut dapat dicari kombinasi yang paling menguntungkan sesuai

dengan modal yang tersedia pada peternak tadi.

E. Time Relationship

Page 67: Ilmu Usaha Tani Word[1]

Yang dimaksud deengan time relationship adalah hubungan antara waktu dengan

faktor produksi maupun dengan produksinya. Contohnya hubungan waktu dengan

penggunaan pupuk. Oleh karena adanya dosis per kesatuan luas, maka kapan diberikan

dan berapa kali pemberian akan berpengaruh pada jumlah produk yang dihasilkan.

Dengan demikian, rekonmendasi, pemupukan pasti lengkap meliputi dosis, cara

pemberian, saat pemberian, dan frekuensi pemberian dengan harapan apabila tepat

dapat diperoleh manfaat yang maksimal.

Contoh lain hubungan waktu dan produksi misalnya dengan pengaturan dan

teknologi maka sudah dapat direncanakan kapan panen agar petani memperoleh

keuntungan yang tinggi. Dengan membagi lahan/blok-blok pertanaman maka petani

dapat panen sepanjang tahun dan menghindari panen raya yang biasanya merugikan

petani. Misalnya, produk apel dan nanas yang dapat panen sepanjang tahun.

Di samping pengaturan kapan tanam, panen, dan sebagainya, yang tidak kalah

penting adalah kapan hasil dijual, di mana, kepada siapa, berapa bagian, juga akan

mementukan pendapatan petani. Petani biasanya menjual hasil pada saat panen raya

sehingga harga rendah, pendapatan rendah pula. Dengan cara menyimpan dahulu,

menunggu harga baik akan diperoleh pendapatan yang lebih tinggi pula. Namun

demikian, permasalahannya adalah kebutuhan akan uang tunai yang sangat mendesak

menyebabkan petani menjual saat panen dan bahkan dengan cara “ijon” atau “tebasan”.

Tabel 6.8 menggambarkan hubungan antara waktu dan harga hasil usahatani

Tabel 6.8 Hubungan Antara Waktu dan Tempat Dengan Harga Hasil Usahatani

No Tempat Penjualan

Harga (Rp/kg)

Waktu

Panen1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu Dst…

1 Pasar Desa 800 900 1.000 1.100 ……..

2 Pasar Kecamatan 850 950 1.050 1.150 ……..

3 Pasar Kabupaten 900 1.000 1.100 1.200 ……..

Permasalahan seperti contoh tersebut sebenarnya dapat diatasi dengan cara kerja

sama membentuk kelompok, Koperasi Unit Desa (KUD) atau bekerja sama dengan

lembaga lain. Caranya petani menunjukkan produksinya sebagai jaminan maka petani

Page 68: Ilmu Usaha Tani Word[1]

akan memperoleh pinjaman uang tunai saat itu juga. Titipan-titipan petani pada

lembaga-lembaga tersebut dikelola, menunggu saat tepat (harga baik) baru dijual. Hasil

penjualan dikurangi dengan pengembalian pinjaman petani, biaya kerusakan dan

penyusutan produksi, biaya bunga dan administrasi, lalu sisanya diberikan kepada

petani. Dengan demikian, petani memperoleh tambahan pendapatan dan teratasi

masalah keuangan saat petani membutuhkan.

Mekanisme tersebut sudah banyak ditangani oleh KUD namun permasalahannya

sangat kompleks mengingat bahwa.

1. Petani sangat banyak, produksinya dalam jumlah kecil-kecil sehingga tiak efisien

administasinya;

2. Mutunya sangat bervariasi sehingga susah dalam menentukan harga;

3. Saat panen yang tidak bersamaan sehingga harus siap setiap waktu;

4. Dibutuhkan modal/uang tunai yang sangat besar dan siap setiap waktu.

Petani sebagai manajer dalam pengambilan keputusan harus selalu

mempertimbangkan bahwa alternatif yang diperoleh :

1. Secara teknis memungkinkan, artinya bahwa segala sarana dan prasarana dapat

diadakan. Misal, memilih tanam tembakau maka bibitnya harus ada, varietasnya

cocok, iklimnya cocok dan peralatannya tersedia,

2. Secara sosial memungkinkan, artinya bahwa lingkungan masyarakat dapat

menerima dan tidak di larang pemerintah. Misalnya, memilih tanam ganja yang

untungnya tinggi jelas tidak mungkin, mengusahakan ternak babi di lingkungan

masyarakat muslim juga jelas tidak mungkin.

3. Secara ekonomi menguntungkan, artinya bahwa akan memberikan

manfaat/menguntungkan jika nilai tambahan faktor produksi yang diberikan lebih

kecil dari nilai tambahan produksi yang diperoleh akibat dari penambahan faktor

produksi tersebut (x - y). Sebagai contoh, usahatani tembakai di Kabupaten

Bantul seluas 0,1 ha (Suratiyah, 2003). Contoh analisis yang dilakukan petani

dengan data sebagai berikut (Tabel 6.9).

Tabel 6.9 Analisis Usahatani Tembakau Di Kabupaten Bantul Tahun 2003

No UraianTanpa Pupuk

OrganikDengan Pupuk

OrganikSelisih

1 a. Produksi (kg) 400,55 613,57 213,02

Page 69: Ilmu Usaha Tani Word[1]

b. Harga (Rp/kg)c. Nilai produksi (Rp)

1.533,33614.175,33

1.533,33940.809,09

-249.967,26

2 Biaya : a. Benih (Rp) b. Pupuk Kimiawi (Rp) c. Pupuk organik (Rp) d. Pestisida (Rp)e. Tenaga kerja luar (Rp)f. Lain-lain (Rp) Total biaya (Rp)

53.333,64250.650

-7.742,73

94.6645,4517.531,82

423.903,64

53.333,64150.641,63255.486,82

7.742,7394.645,4517.531,82

579.381,82 155.478,183 Pendapatan (Rp) 190.271,69 361427,27 171.155,584 Output input ratio 1,448 1,6235 Incremental B/C ratio (IBC) - - 1,607

Contoh tersebut menunjukkan penambahan faktor produksi (x) sebesar Rp

155.478 lebih kecil dari tambahan produksi (y) sebesar Rp 249.967 nilai

incremental B/C = = 1,607 atau lebih besar dari satu.

Dengan kata lain, penggunaan pupuk organic pada pertanaman tembakau lebih

menguntungkan daripada tidak menggunakan pupuk organik.

Page 70: Ilmu Usaha Tani Word[1]

BAB 7

BIAYA DAN PENDAPATAN DALAM USAHATANI

Petani sebagai pelaksana mengharap produksi yang lebih besar lagi agar memperoleh

pendapatan yang besar pula. Untuk itu, petani menggunakan tenaga, modal dan sarana

produksinya sebagai umpan untuk mendapatkan produksi yang diharapkan. Ada kalanya

produksi yang diperoleh justru lebih kecil dan sebaliknya ada kalanya produksi yang

diperoleh lebih besar.

Suatu usahatani dikatakan berhasil apabila usahatani tersebut dapat memenuhi

kewajiban membayar bunga modal, alat-alat yang digunakan upah tenaga luar serta sarana

produksi yang lain termasuk kewajiban terhadap pihak ketiga dan dapat menjaga

kelestarian usahanya.

A. Fungsi Biaya

Fungsi biaya menggambar hubungan antara besarnya biaya dengan tingkat

produksi (Gambar 7.1.a) yang digambarkan dengan garis TC (total cost).

Biaya (C) dapat dibedakan menjadi biaya tetap (FC = fixed cost), yaitu biaya

yang besarnya tidak dipengaruhi besarnya produksi (y), dan biaya variabel (VC =

variable cost) yaitu biaya yang besarnya dipengaruhi oleh besarnya produksi. Seperti

pada fungsi produksi, pada biaya ini dikenal konsep biaya marjinal (MC = Marjinal

cost) yaitu perubahan biaya per kesatuan perubahan produksi, dan biaya rata-rata

(AC = averge cost) yaitu biata per kesatuan produksi (Gambar 7.1.b). Di samping itu

dikenal pula istilah biaya variabel marjinal (MVC = marjinal variable cost) yang akan

sama dengan MC, biaya tetap marjinal (MFC = marginal fixed cost) yang sama dengan

nol, rata-rata biaya variabel (AVC = average variable cost) dan rata-rata biaya tetap

Page 71: Ilmu Usaha Tani Word[1]

(AFC = average fixed cost) (Gambar 7.1.b). Keuntungan terbesar dicapai pada saat MC

sama dengan harga produksi (titik A pada gambar 7.1.b) dengan asumsi pasar adalah

pasar persaingan sempurna.

Berikut adalah contoh biaya usahatani di Kabupaten Bantul pada tahun 2003.

Tabel 7.1 Biaya Usahatani Tahun 2003 di Kabupaten Bantul Dengan Luas Lahan 0, I HA

No KomoditiProduksi

(kg)

Biaya (Rp)

Biaya

Tetap

(FC)

Rata-

Rata

(AFC)

Biaya

Variabel

(VC)

Rata-

Rata

(AVC)

Total

Biaya

(TC)

1 Padi Sawah (MK

I)

639,26 33,333 52,39 366.100 636,33 399.433

2 Jagung 201,55 7,550 37,46 160.770 379,86 168.320

3 Kedelai 91,47 15.013 164,13 66.473 660,64 81.486

4 Kacang tanah 395,52 39.706 100,39 553.019 776,78 592.725

5 Bawang merah 802,91 170,633 212,51 1.390.303 1.154,40 1.560.936

B. Pendekatan Analisis Biaya dan Pendapatan

Pendekatan menghitung biaya dan pendapatan dalam usahatani dapat digunakan

tiga macam pendekatan yaitu pendekatan nominal (nominal approach), pendekatan

nilai yang akan datang (future value approach), dan pendekatan nilai sekarang (present

value approach),

1. Pendekatan nominal

Pendekatan nominal tanpa menghitungkan nilai uang menurut waktu (time

value of money) tetapi yang dipakai adalah harga yang berlaku, sehingga dapat

langsung dihitung jumlah pengeluaran dan jumlah penerimaan dalam suatu periode

proses produksi. Formula menghitung pendapatan nominal adalah sebagai berikut.

Penerimaan – Biaya Total = Pendapatan Penerimaan = Py.Y Py = Harga produksi (Rp./kg) Y = Jumlah produksi (kg) Biaya total = Biaya tetap + biaya variabel (TC) = (FC) + (VC)

Page 72: Ilmu Usaha Tani Word[1]

Tabel 7.2 adalah contoh kasus usahatani dalam menghitung pendapatan

nominal. Usahatani kacang tanah seluas 0,1 ha dalam satu musim tanam (4 bulan),

biaya-biaya yang dikeluarkan, dan penerimaan tersaji sebagai berikut.

Tabel 7.2 Biaya, Penerimaan, Dan Pendapatan Satu Periode Usahatani Kacang

Tanah Di Kabupaten Bantul 0,I Hektar

No UraianBulan (Rp)

1 2 3 4 Total

1 Pengeluaran 290.725 75.000 75.000 152.000 592.725

2 Penerimaan - - - - 1.300.830

3 Pendapatan - - - - 708.105

Dari Tabel 7.2 dapat dihitung biaya dan pendapatan usahatani tanpa

memperghitungkan nilai waktu uang (time value of money). Pendekatan nominal

menganggap nilai uang kapan pun dikeluarkan atau diterima sama.

Pendekatan nominal sangat sederhana dan mudah tetapi mengandung

kelemahan, jika pada kenyataannya petani memanfaatkan modal luar berupa

pinjaman atau kredit maka atas pinjaman tersebut pasti dikenakan bunga. Untuk

mengatasi kelemahan tersebut dapat digunakan pendekatan yang memperhatikan

nilai uang yaitu future value approach dan present value approach. Jika dipakai

nilai uang atau time value of money maka besarnya tingkat bunga akan berpengaruh

pada nilai uang terkait dengan waktu contoh perhitungannya adalah sebagai

berikut :

a. Metode present value

PV = Po = Pt gunakan discounting tables

b. Metode furure value

FV = (1 + i)t Pt = Po (1 + i)t gunakan coumpounding tables

Page 73: Ilmu Usaha Tani Word[1]

Dari rumus tersebut dapat dilihat ketiga perbedaan sebagai berikut :

Nominal (Harga yang berlaku)

Future Value (Nilai yang akan datang)

Present Valus (Nilai sekarang)

(i + 0%)

(1 + 0)0 = 10

1 + 0)1 = 11

1 + 0)2 = 12

1 + 0)3 = 13

dst

(1 + i)t

(1 + 0)0 = 11 + 0)1 = 1,011 + 0)2 = 1,021 + 0)3 = 1,03

Dst

10,990,980,97dst

2. Pendekatan Future value

Pendekatan ini memperhitungkan semua pengeluaran dalam proses produksi di

bawa ke nanti pada saat panen atau saat akhir proses produksi sebagai berikut.

Bulan ke

Sebagai contoh, usahatani kacang tanah di Kabupaten Bantul (Tabel 7.2)

dengan bunga 1% dan 2% (lihat coumponding tables).

Dengan bunga 1% a. Pengeluaran :

Bulan 1 : Rp 290.725 x 1,03 = Rp 394.446Bulan 2 : Rp 75.000 x 1,02 = Rp 76.500Bulan 3 : Rp 75.000 x 1,01 = Rp 75.750Bulan 4 : Rp 75.000 x 1,00 = Rp 75.000

b. Penerimaan : Bulan 4 : Rp 1.300.831 x 1,00 = Rp 1.300.830

c. Pendapatan : Bulan 4 : Penerimaan – Biaya = Rp 697.133

Page 74: Ilmu Usaha Tani Word[1]

Dengan bunga 2% a. Pengeluaran :

Bulan 1 : Rp 290.725 x 1,082 = Rp 314.564Bulan 2 : Rp 75.000 x 1,061 = Rp 79.575Bulan 3 : Rp 75.000 x 1,040 = Rp 78.000Bulan 4 : Rp 152.000 x 1,020 = Rp 155.040 + Total bulan 4 = Rp 627.179

b. Penerimaan Bulan 4 : Rp 1.326.846

c. Pendapatan : Bulan 4 : penerimaan – pengeluaran = Rp 699.667

Dari contoh tersebut terlihat bahwa tingkat bunga sangat berpengaruh pada

besarnya biaya dan pendapatan yang diperhitungkan.

3. Pendekatan present value

Pendekatan ini memperhitungkan semua pengeluaran dan penerimaan dalam

proses produksi di bawah ke saat awal atau sekarang saat dimulainya proses

produksi. Contoh perhitungannya sebagai berikut.

Bulan

Sebagai contoh usahatani kacang tanah di Kabupaten Bantul (Tabel 7.2)

dengan bunga 2% (lihat discounting tables).

a. Pengeluaran : Bulan 1 : Rp 290.725 x 0,98 = Rp 284.910Bulan 2 : Rp 75.000 x 0,961 = Rp 72.075Bulan 3 : Rp 75.000 x 0,942 = Rp 70.650Bulan 4 : Rp 152.000 x 0,923 = Rp 140.296 + Total bulan 4 = Rp 567.931

Page 75: Ilmu Usaha Tani Word[1]

b. Penerimaan Bulan 4 : Rp 1.300.830 x 0,923 = Rp 1.200.666

c. Pendapatan : Sekarang : Penerimaan – Pengeluaran = Rp 632.734

Dari ketiga pendekatan tersebut dapat dipilih pendekatan yang akan dipakai

dalam menghitung biaya dan pendapatan usahatani. Pendekatan nominal memang

sederhana dan mudah, tetapi mengabaikan nilai waktu uang. Bagi usahatani yang

menggunakan modal sendiri, pendekatan nominal tidak bermasalah karena pada

dasarnya memang tidak memperhitungkan bunga modal sendiri, tetapi bagi

usahatani yang menggunakan modal luar (kredit usahatani dan kredit yang lain)

nilai waktu uang sangat penting karena uang sekarang mempuyai kelebihan dapat

menghasilkan bunga. Kesemuanya itu dipakai sebagai bahan pertimbangan dalam

penggunaan modal.

C. Cara Memperhitungkan Pendapatan

Menurut Hadisapoetro (1973) untuk memperhitungkan biaya dan pendapatan

dalam usahatani diperlukan beberapa pengertian sebagai berikut.

1. Pendapatan kotor atau penerimaan

Adalah seluruh pendapatan yang diperoleh dari usahatani selama satu periode

diperhitungkan dari hasil penjualan atau penaksiran kembali (Rp).

Pendapatan kotor = Jumlah produksi x Harga per kesatuan (Y) x (Py)

a. Biaya alat-alat luar

Merupakan semua korbanan yang dipergunakan untuk menghasilkan

pendapatan kotor kecuali upah tenaga keluarga, bunga seluruh aktiva yang

dipergunakan dan biaya untuk kegiatan si pengusaha sendiri (Rp). Biaya=biaya

saprodi + biaya tenaga kerja luar + biaya lain-lain yang berupa pajak (PBB),

iuran air, selamatan, penyusutan alat-alat.

b. Biaya mengusahakan

Merupakan biaya alat-alat luar ditambah upah tenaga keluarga sendiri

diperhitungkan berdasar upah pada umumnya (Rp).

Page 76: Ilmu Usaha Tani Word[1]

c. Biaya menghasilkan

Merupakan biaya mengusahakan ditambahkan bunga dari aktiva yang

dipergunakan dalam usahatani.

d. Pendapatan bersih

Adalah selisih dari pendapatan kotor dengan biaya mengusahakan. (Rp)

e. Pendapatan petani

Meliputi upah tenaga keluarga sendiri, upah petani sebagai manajer, bunga

modal sendiri, dan keuntungan. Atau pendapatan kotor dikurangi biaya alat-alat

luar dan bunga modal luar (Rp).

f. Pendapatan tenaga keluarga

Merupakan selisih dari pendapatan petani dikurangi dengan bunga modal sendiri

(Rp/jam kerja orang).

g. Keuntungan atau kerugian petani

Merupakan selisih dari pendapatan petani dikurangi dengan upah keluarga dan

bunga modal sendiri (Rp).

Berikut adalah contoh usahatani seorang petani dari sawahnya 0,1 ha

menghasilkan padi sawah dan kacang tanah, dari pekarangannya menghasilkan

kelapa, buah-buahan, ayam dan telur ayam kampung, serta ikan. Modal

usahataninya berasal dari kredit bank dengan bunga 12% per tahun. Perhitungan

biaya dan pendapatan tahun 2005 dapat dilihat pada tabel 7.3.

Tabel 7.3. Perhitungan Biaya Dan Pendapatan Tahun 2005

No Keterangan Nilai (Rp)1. Modal investasi :

a. Tanah (0,1 ha sawah + 0,18 pekarangan)b. Bangunan c. Alat-alat Jumlah

10.000.0009.000.000

2. Penerimaan : a. Hasil penjualan :

1. Gabah (MH + MK I)2. Kacang tanah (MK II)

1.393.6701.727.096

Page 77: Ilmu Usaha Tani Word[1]

3. Hijauan (rendeng) 4. Telur 5. Ayam 6. Ikan 7. Tanaman tahunan

Jumlah b. Dipergunakan sendiri :

1. Gabah 2. Telur 3. Ayam 4. Ikan 5. Tanaman tahunan

Jumlah c. Kenaikan nilai investasi tanah Total penerimaan, pendapatan kotor (a+b+c)

188.760158.400132.000654.652

465.000100.000100.000150.000

1.000.000(I) 10.886.798

3 Biaya alat-alat luar : a. Benih, bibitb. Pestisida c. Pupukd. Makanan ikan e. Perbaikan alat-alat f. Upah tenaga kerja luarg. Lain-lain (iuran air, selamatan, PBB, penyusutan) Jumlah

189.68043.145

703.060268.20020.550

713.160

4 Bunga kredit 12% x Rp 2.044.830 (III) + 245.3805 Biaya menghasilkan (IV) 2.290.2106 Pendapatan petani (I-II-III) (V) 8.596.5887 Bunga investasi, bunga modal sendiri 12% x

Rp 20.000.000(VI 240.000

8 Pendapatan tenaga kerja keluarga (V-VI) (VII) 8.356.5889 Jumlah tenaga kerja keluarga yang dicurahkan 468

HKO Pendapatan per HKO :

= 17.865/HKO

17.865/HKO

Dari Tabel 7.3 tersebut dapat dihitung keuntungan atau kerugian petani

dengan hasil sebagai berikut :

a. Petani menderita kerugian jika upag buruh yang berlaku pada saat itu lebih dari

Rp 17.685/HKO.

b. Petani memperoleh keuntungan jika upag buruh yang berlaku kurang dari

Rp 17.685/HKO.

Page 78: Ilmu Usaha Tani Word[1]

Contoh perhitungan keuntungan dan kerugian petani

a. Jika upah buruh Rp 15.000/HKO

Keuntungan petani = Pendapatan petani – Upah tenaga kerja keluarga

- Bunga modal sendiri

Keuntungan petani = Rp 8.596.588 – (468 x Rp 15.000) – Rp 240.000

= Rp 1.336.588

b. Jika upah buruh Rp 20.000/HKO

Kerugian petani = Rp 8.596.588 – (468 x Rp 20.000) – Rp 240.000

= Rp 1.003.412

Usahatani keluarga (family farms) bertujuan akhir pendapatan petani, sehingga

apabila pendapatan masih positif maka usahatani masih berjalan terus. Hal ini

disebabkan petani petani tidak mungkin mogok kerja. Petani pada umumnya sulit

memasuki dunia kerja yang serba teratur waktunya dan diperintah oleh orang lain.

Bagaimana pun petani adalah tuan lahan garapannya, tidak dapat dan tidak terbiasa

diperintah maupun diatur pihak lain.

Inilah uniknya perhitungan dengan memakai pendekatan pendapatan petani

karena sepanjang semua normal pendapatan petani pasti positif sehingga dapat dan

mudah diterima. Sebaliknya, jika pendekatan keuntungan maka belum tentu positif

(rugi), meskipun demikian kenyataannya usahatani tetap jalan terus.

D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Biaya dan Pendapatan

Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya biaya dan pendapatan sangatlah

kompleks. Namun demikian, faktor tersebut dapat dibagi ke dalam dua golongan

sebagai berikut.

1. Faktor Internal dan eksternal

Dari Gambar 7.2 terlihat bahwa faktor internal maupun faktor eksternal akan

bersama-sama mempengaruhi biaya dan pendapatan usahatani. Ditinjau dari segi

umur, semakin tua akan semakin berpengaruh biaya dan pendapatan usahatani.

Ditinjau dari segi umur, semakin tua akan semakin berpengalaman sehingga

semakin menurun kemampuan fisiknya sehingga semakin memerlukan bantuan

tenaga kerja, baik dalam keluarga maupun dari luar keluarga. Pendidikan, terutama

Page 79: Ilmu Usaha Tani Word[1]

pendidikan non-formal, misalnya kursus kelompok tani, penyuluhan, demplot, stui

banding, dan pertemuan selapanan (35 hari sekali di Jawa) akan membuka

cakrawala petani, menambah keterampilan dan pengalaman petani dalam

mengelola usahataninya. Hal ini sangat diperlukan mengingat sebagian besar petani

berpendidikan formal rendah.

Gambar 7.2. Faktor internal dan eksternal

Jumlah tenaga kerja dalam keluarga akan berpengaruhi langsung pada biaya.

Semakin banyak menggunakan tenaga kerja keluargaa maka semakin sedikit biasa

yang dikeluarkan untuk mengupah tenaga kerja luar keluarga. Namun demikian,

tidak semua hal berlaku seperti ini. Ada pekerjaan atau kegiatan tertentu mengejar

waktu sehubungan dengan iklim maka harus meminta bantuan tenaga kerja luar

yang berarti haru mengeluarkan biaya.

Petani lahan sempit dengan tenaga kerja keluarga yang tersedia, dapat

menyelesaikan pekerjaan usahataninya tanpa menggunakan tenaga kerja luar yang

diupah. Dengan demikian, biaya per usahatani menjadi rendah. Namun jika lahan

garapan lebih luas belum tentu tenaga kerja keluarga mampu mengerjakan semua.

Hal ini dikarenakan adanya faktor-faktor musim dan tanam serempak sehingga

Faktor internal

Umur petani Pendidikan, pengetahuan,

Pengalaman, dan keterampilanJumlah tenaga kerja keluarga

Luas lahan

Modal

Faktor eksternal

InputKetersediaan Harga

Output Permintaan Harga

Usahatani

Biaya dan Pendapatan

Page 80: Ilmu Usaha Tani Word[1]

segala kegiatan usahatani harus dapat diselesaikan tepat waktu dengan tenaga kerja

luar. Biaya usahatani menjadi lebih tinggi karena harus memanfaatkan tenaga kerja

luar yang ndiupah.

Modal yang tersedia berhubungan langsung dengan peran petani sebagai

manajer dan juru tani dalam mengelola usahataninya. Jenis komoditas yang akan

diusahakan tergantung modal karena ada komoditas yang padat modal sehingga

memerlukan biaya yang cukup tinggi untuk mengusahakannya. Demikian pula

seberapa besar tingkat penggunaan faktor produksi tergantung pada modal yang

tersedia, Sebagai juru tani harus tahu persis banyaknya masing-masing faktor

produksi yang diperlukan. Oleh karena biasanya petani sebagai manajer tidak dapat

menyediakan dana maka terpaksa penggunaan faktor produksi tidak sesuai dengan

ketentuan yang seharusnya. Akibatnya, produktivitas rendah dan pendapatan juga

rendah.

Faktor eksternal dari segi faktor produksi (input) terbagi dalam dua hal, yaitu

ketersediaan dan harga. Lain halnya dengan faktor internal yang pada umumnya

dapat diatasi petani. Faktor ketersediaan dan harga faktor produksi benar-benar

tidak dapat dikuasai oleh petani sebagai individu berapapun dana tersedia. Namun,

jika faaktor produksi berupa pupuk tidak tersedia atau langkah di pasaran maka

petani akan mengurangi penggunaan faktor produksi. Demikian pula jika harga

pupuk sangat tinggi bahkan tidak terjangkau. Semuanya itu pasti berpengaruh pada

biaya, produktivitas, dan pendapatan dari usahatani.

Demikian juga dari segi produksi (output). Jika permintaan akan produksi

tinggi maka harga di tingkat petani tinggi pula sehingga dengan biaya yang sama

petani akan memperoleh pendapatan yang tinggi pula. Sebaliknya, jika petani telah

berhasil meningkatkan produksi, tetapi harga turun maka pendapatan petani akan

turun pula. Dari Gambar 7.2 tersebut jelas bahwa secara bersama-sama faktor

internal dengan faktor eketernal akan berpengaruh pada biaya dan pendapatan

usahatani.

2. Faktor Manajemen

Di samping faktor internal dan eksternaal maka manajemen juga sangat

menentukan. Dengan faktor internal tertentu maka petani harus dapat

Page 81: Ilmu Usaha Tani Word[1]

mengantisipasi faktor eksternal yang selalu berubah-ubah dan tidak sepenuhnya

dapat dikuasai. Petani sebagai manajer harus dapat mengambil keputusan dengan

berbagai pertimbangan ekonomis sehingga diperoleh hasil yang memberikan

pendapatan yang optimal. Sebagai juru tani harus dapat melaksanakan usahataninya

dengan sebaik-baiknya, yaitu penggunaan faktor produksi dan tenaga kerja secara

efisien sehingga akan diperoleh manfaat yang setinggi-tingginya.

Dalam pelaksanaannya sangat diperlukan berbagai informasi tentang

kombinasi faktor produksi dan informasi harga baik hargaa faktor produksi maupun

produk. Dengan bekal informasi tersebut petani dapat segera mengantisipasi

perubahan yang ada agar tidak salah pilih dan merugi.

Page 82: Ilmu Usaha Tani Word[1]

BAB 8

PERENCANAAN

Suatu usahatani sebagai bisnis menjadi lebih efisien dan menguntungkan sering

kali disebabkan oleh perubahan-perubahan yang dilaksanakan dalam rangka

pengembangan usahatani. Sukses usahatani sebagai bisnis adalah buah dari kehati-hatian

dan ketelitian dalam perencanaan, pengambilan keputusan, serta pelaksanaan pada

saat yang tepat.

Beberapa teknik perencanaan akan datang disertai dengan pertimbangan atas

hasil-hasil di masa lalu. Beberapa catatan dan analisa masa lalu tentang keberhasilan

atau kegagalan merupakan informasi yang sangat penting untuk perencanaan

usahatani modifikasi dan perubahan agar usahatani yang akan datang jauh lebih

baik.

A. Perencanaan Menyeluruh (Whole-Farm Planning)

Perencanaan menyeluruh sangat memperhatikan keseluruhan sumber daya

yang dimiliki dan yang akan dipakai dalam usahatani. Tujuan perencanaan

menyeluruh antara lain sebagai berikut.

1. Identifikasi keuntungan tertinggi yang ingin dicapai sesuai dengan tujuan

usahatani.

2. Identifikasi sumberdaya yang akan dipergunakan meliputi lahan, tenaga kerja,

modal, dan peralatan.

3. \Identifikasi kendala-kendala yang dihadapi dan kemungkinan upaya untuk

mengatasi di waktu yang akan datang.

4. Estimasi kebutuhan dan pencarian modal.

5. Estimasi biaya dan pendapatan

6. Estimasi arus uang tunai (Cash flow)

Sukses usahatani sangat tergantung pada petani sebagai manajer dalam mengelola

usahataninya. Oleh karena itu, diperlukan beberapa hal berikut.

1. Pengetahuan dan kemampuan mendeteksi kapan menambah modal dan bagaimana

menggunakannya dengan baik.

Page 83: Ilmu Usaha Tani Word[1]

2. Pengetahuan tentang berapa biaya bunga yang harus dibayar apabila menarik

modal dan luar misalnya kredit bank.

3. Pengetahuan tentang kapan harus membayar bunga dan mengangsur pinjaman dari

luar (kredit bank) agar kontinuitas usahatani tidak terganggu.

Perencanaan menyeluruh ini dilengkapi dengan sistem evaluasi yang dapat secara

cepat dan mudah mengukur kinerja dan efisiensi usahatani.

B. Perencanaan Usahatani

Definisi perencanaan usahatani adalah proses pengambilan keputusan

tentang segala sesuatu yang akan dilakukan dalam usahatani yang akan datang

dan rencana-rencana usahatani berupa pernyataan tertulis yang memuat sesuatu

yang akan dikerjakan pada periode waktu tertentu untuk tujuan tertentu pula

sehubungan dengan usahataninya.

Dengan perencanaan usahatani maka manfaat yang dapat diambil oleh petani

adalah a) diperoleh petunjuk tentang apa yang akan dilakukan, b) penyimpangan

dan kesalahan dapat dikurangi, c) ada jaminan untuk mendekati kebenaran, d)

sebagai alat evaluasi, serta e) kontinuitas usahatani terjamin. Sementara

perencanaan usahatani mempunyai kriteria-kriteria yang baik jika sesuai berikut

ini.

1. Rasional, yaitu sesuai dengan situasi yang nyata, misalnya untuk meningkatkan

produktivitas diperlukan pupuk urea pada pertanaman padi sawah sehingga tingkat

produksi tersebut benar-benar dicapai.

2. Fleksibel, yaitu disesuaikan dengan situasi, misalnya untuk peningkatan

produktivitas padi tersebut ternyata pupuk urea yang dibutuhkan tidak ada maka

dapat diganti dengan pupuk ZA, tetapi tentu dengan dosis yang berbeda karena

kandungan N pada urea dan ZA berbeda. Pada urea kandungan N mencapai 46%,

sedangkan pada ZA hanya 20%/

3. Dapat dinilai dan dengan cepat diambil tindakan yang tepat.

4. Menjamin kontinuitas usahatani.

Ada 3 cara menyusun suatu perencanaan usahatani, yakni 1) predetermined,

suatu perencanaan usahatani yang disusun dan ditentukan oleh pemerintah (instansi

yang terkait) karena memang ada tujuan tertentu pemerintah sehingga merupakan

Page 84: Ilmu Usaha Tani Word[1]

kebutuhan pemerintah, 2) self-determined plan, yaitu suatu perencanaan usahatani

yang disusun dan ditentukan sendiri oleh petani sesuai dengan keinginan dan menjadi

kebutuhan petani sendiri, serta 3) joint plan, yaitu suatu perencanaan usahatani yang

disusun dan ditentukan oleh petani dengan pemerintah dalam hal ini instansi yang

berwenang bersama dengan petani. Sebagai contoh tanam serempak. Cara tanam

serempak direncanakan bersama antara para kelompok tani (para petani) dengan

dinas pertanian (PPL), dinas pekerjaan umum (pengaiaran), koperasi

(penyediaan pupuk), perbankan (penyediaan modal), dan pemerintah desa

(menyangkut areal yang luas).

Cara tanam serempak ini merupakan kepentingan bersama karena dengan cara

tersebut siklus hama penyakit dapat dikendalikan sehingga kontinuitas produksi

dan ketahanan pangan dapat terjamin. Petani juga memperoleh bimbingan

penerapan teknologi yang sama, produktivitas tinggi, dan pendapatan petani juga

meningkat.

Perencanaan yang bersifat kerja sama dengan lembaga pemerintah

memerlukan berbagai pembicaraan. Pembicaraan terarah akan membantu petani

dalam perencanaan usahatani sehingga diperlukan beberapa catatan penting untuk

pembiraan bersama. Beberapa hal yang penting dalam pembicaraan tersebut

sebagai berikut.

1. Varitas yang akan ditanam, sehubungan dengan produktivitas dan

ketahanannya terhadap hama penyakit.

2. Kapan tanam dan kapan panen sehubungan dengan penyediaan irigasi

3. Pupuk apa, berapa, dan kapan digunakan sehubungan dengan penyediaan

pupuk agar petani tidak mengalami kesulitan.

4. Berapa dan dari mana modal yang diperlukan sehubungan dengan kesiapan

pihak perbankan dalam merealisasi kredit usahatani.

Dalam pelaksanaan sehari-hari petani dapat menyusun rencana

usahataninya secara berkelompok dengan bimbingan PPL (petugas penyuluh

pertanian) atau petugas yang secara periodic berkunjung kelompok tani. PPL

tersebut harus selalu siap membawa informasi tentang program-program

pemerintah, tentang teknologi baru, dan siap mendampingi petani dalam

pelaksanaan usahataninya.

Page 85: Ilmu Usaha Tani Word[1]

C. Anggaran Kegiatan

Anggaran kegiatan adalah pernyataan mengenai sifat-sifat teknis dan

ekonomis suatu kegiatan yang disajikan dalam suatu bentuk sehingga

memungkinkan perencanaan dapat dikerjakan. Komponen anggaran kegiatan

tersebut sebagai berikut.

1. Batasan kegiatan apa yang diproduksi dan bagaimana memproduksi

2. Daftar kebutuhan sumberdaya per unit kegiatan

3. Kuantifikasi hubungan antar kegiatan, misalnya kebutuhan pengembalian.

4. Daftar kendala yang bukan sumberdaya, misalnya pemasaran.

5. Daftar biaya tetap.

6. Pernyataan jumlah produk yang dihasilan dan taksiran harga.

Berikut adalah contoh anggaran kegiatan suatu usaha tani. (Kotak 8.1)

Kotak 8.1 Anggaran Kegiatan Ubi Jalar

1. DefinisiNama lokal : Kumala Nama ilmiah : Ipoemoea batatasDitanam sebagai makanan pokok dengan teknologi tradisional

2. Musim tanam a. Saat menanam antara Maret dan Oktober, tapi dapat ditanam sepanjang tahun b. Umur : 4 sampai 7 bulan sesuai iklim tapi umumnya 5 bulan.c. Daya simpan dalam tanah, panen dapat ditunda sampai 2 bulan tanpa penyusutan hasil

yang berarti. 3. Syarat Pergiliran :

a. Urutan tanam : ditanam setelah ubi rambat atau talas atau sebagai tanaman pertama setelah bero pada lahan subur. Umumnya ditanam berturut-turut pada lahan yang sama.

b. Tumpang sari : dapat ditanam bersama-sama dengan tanaman pisang.c. Kesuburan tanah : kandungan nitrogen yang tinggi menyebabkan pertumbuhan

vegetatif berlebihan sehingga produksi ubi rendah4. Penanaman :

a. Jarak tanam : ditanam kira-kira 1 m x 1 mb. Bahan tanaman : tumbuh dari potongan batang (stolon) ± 30 cm, 3 atau 4 batang tiap

lubang. Lahan 0,05 ha cukup menyediakan bibit untuk 1 ha5. Masukan lain :

Pupuk tidak digunakan, penyemprotan dianjurkan untuk kumpang penggerek batang.6. Kebutuhan kerja (JKO/ha) :

a. Menyiapkan bahan tanaman 60b. Menanam 100c. Membuat bukit dan lubang 100d. Menyiangi

1 bulan setelah tanam 752 bulan setelah tanam 553 bulan setelah tanam 35

e. Panen 7. Produksi

Rata-rata 12,5 ton/ha ubi basah 8. Kandungan gizi

Mengandung 4,2 MJ/kg, bagian yang dapat dimakan 1,5% protein, 15% bahan sisa9. Tata Niaga :

Harga jual bersih di tingkat lokal Rp 5.675/ku (tahun 1974)

Page 86: Ilmu Usaha Tani Word[1]

*) Catatan : Harga jual di tingkat petani di DIY tahun 2004 adalah Rp 900.00/kg atau Rp 90.000.00/ku

D. Anggaran Penggunaan Sumberdaya

Sumberdaya dalam usahatani terdiri atas sumberdaya alam yaitu tanah beserta

sekitarnya dan sumberdaya manusia yaitu tenaga kerja. Suatu usahatani akan sukses

jika segala kegiatan yang akan dilakukan disusun dalam suatu rencana (Proses

perencanaan). Perencanaan tersebut meliputi pula perencanaan tersebut meliputi

anggaran penggunaan sumberdaya. Kriteria kelayakan suatu rencana ditinjau dari

segi teknis dan ekonomis sebagai berikut.

1. Lahan dan Rotasi

Anggaran penggunaan sumberdaya dapat diterapkan jika memenuhi beberapa

hal berikut.

a. Lahan yang dibutuhkan tidak lebih luas dari lahan yang dikuasai oleh

petani.

b. Jenis tanaman yang ditanam sesuai dengan jenis tanah dan kesuburan

tanah atau lahan.

c. Perencanaan mencakup :

1. Penentuan luas per kegiatan

2. Penentuan jadwal tanam dan lamanya pertumbuhan

3. Urutan tanaman

Contoh 1.

Luas (ha)

Feb-Mart April-Mei Juni-Juli Agst-Sept Okt-Nov Des-Jan Th

0,25 <<<<<<<<<<<<<<<<

<<<<<<<<<<<<<<

<<<<<<<<<<<<

<<<<<<<<<<<<<<<<<<

<<<<<<<<<<<<<<

///////////////////////////

I

0,25 //////////////////////////////////

/////////////////////////////

………………..………………..

…………….…………….

…………………………

…………..…………..

II

0,25 …………………………

………….………….

xxxxxxxxxxxxxx

xxxxxxxxxxxxxxxxxxxx

xxxxxxxxxxxxxxxx

xxxxxxxxxxxxxxxx

III

0,25 BERO IV

< : Ubi rambat (1) …. : Talas

// : Ubi rambat (2) x : Ubi jalar/ubi rambat (3)

Gambar 8.1. Rotasi tanaman tanpa sela

Page 87: Ilmu Usaha Tani Word[1]

Lahan seluas 0,25 ha dapat ditanami berbagai komoditas misalnya ubi rambat

dan talas. Dari contoh 1 tersebut terlihat bahwa selama satu siklus (4 tahun) ubi

rambat dapat ditanam 3 kali musim tanam dan talas satu kali musim tanam dengan

rotasi tanaman seperti yang tampak pada Gambar 8.2.

Contoh 2

Luas (ha)

Feb-Mart April-Mei Juni-Juli Agst-Sept Okt-Nov Des-Jan Th

0,25 <<<<<<<<<<<<<<<<

<<<<<<<<<<<<<<

<<<<<<<<<<<<

<<<<<<<<<<<<<<<<<<

<<<<<<<<<<<<<<

///////////////////////////

I

0,25 //////////////////////////////////

/////////////////////////////

//////////////////…………….

///////////////////…………….

]]]]]]]]]]]]]]……………

]]]]]]]]]]]]]…………..

II

0,25 ]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]

]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]]

xxxxxxxxxxxxxx

xxxxxxxxxxxxxxxxxxxx

xxxxxxxxxxxxxxxx

xxxxxxxxxxxxxxxx

III

0,25 BERO IV

< : Ubi rambat (1) …. : Talas

// : Ubi rambat (2) x : Ubi jalar/ubi rambat (3)

Gambar 8.2. Rotasi tanaman dengan tanaman sela

Ada sedikit perbedaan pada contoh 2 dengan contoh 1. Pada contoh 2 terdapat

tanaman talas yang digunakan sebagai tanaman sela, sedangkan untuk rotasinya

lebih dipilih ubi rambat dan ubi kayu dengan perputaran seperti yang tersaji pada

gambar 8.2. Dari contoh 1 dan 2 tersebut terlihat bahwa penggunaan lahan

dapat dilakukan sedemikian rupa sehingga lebih intensif. Selain itu, rotasi

tanaman perlu juga dilakukan untuk menghindari serangan hama dan

penurunan tingkat kesuburan tanah karena tanaman yang berbeda sudah

pasti memerlukan unsure hara yang berbeda pula. Dengan perputaran

tanaman diharapkan tanah diberi kesempatan untuk mengembalikan unsure

hara tertentu yang hilang pada saat musim tanam sebelumnya.

Contoh 3.

900 m2

BuncisSelada keriting Buncis

Baby corn Tomat bandung

450 m2 Baby Corn Tomat bandung Buncis

Page 88: Ilmu Usaha Tani Word[1]

900 m2 Sawi Sawi Kapri

Gambar 8.3. Rotasi tanaman dengan tanaman sela

Pada Gambar 8.3. Dapat terlihat bahwa jika petani dengan 3 petak lahan

pertanian yang masing-masing seluas 900 m2, 450 m2, dan 900 m2 dapat mengatur

rotasi tanaman dan menggunakan lahannya sedemikian rupa sehingga bisa

memperoleh pendapatan yang optimal. Perhitungan produksi dan pendapatan

tersaji pada Tabel 8.1.

Tabel 8.1. Produksi Dan Pendapatan Per Komoditi Sayuran

UraianTanaman

BuncisBaby Corn

Selada Keriting

Tomat Bandung

Kapri Sawi Total

Luas tanam (m2) 1800 900 450 900 900 1800 6750Produksi (kg/m2) 1,3 1,6 11 7 1,1 3,4 -Produksi total 2340 1440 4950 6300 990 6120 -Harga (Rp/kg) 3600 2000 1500 1400 3000 1000 -Nilai produksi 8.424.000 7.425.000 7.425.000 8.820.000 2.970.000 6.120.000 41.589.000Biaya variabel a. Benih b. Pupuk c. Pestisida d. Lain-lain

1.296.0001.350.0002.700.000

486.000

180.000585.000225.000135.000

19 8.000 567.000

162.000 378.000

180.0001.170.0002.160.0002.178.000

612.000450.000288.000162.000

200.000414.000150.000400.000

2.666.0004.536.0005.685.0003.739.000

Total 5.832.000 1.125.000 1.305.000 5.688.00 1.512.000 1.164.000 14.226.000Pendapatan kotor 2.592.000 1.755.000 6.120.000 3.132.000 1.458.000 4.956.000 27.363.000Biaya tetap a. Sewa lahan @ Rp. 400/m2

b. Tenaga luar 126 HKO @ Rp. 25.000.00c. Penyusutan, perbaikan alat-alat, dan bungat bank Total Biaya Tetap

Pendapatan usahatani

2.700.0003.150.000

900.0006.750.000

20.613.000*) Keterangan : 1. Diambil dari Brown (1979)

2. Diolah dan disesuaikan

2. Tenaga kerja

Disamping penggunaan lahan dan rotasi tanaman, perlu direncanakan pula

penggunaan tenaga kerja, apakah tenaga kerja keluarga yang tersedia bisa

memenuhi kebutuhan. Jika tenaga kerja yang dibutuhkan lebih besar dari

potensi tenaga kerja keluarga yang tersedia maka petani harus

menganggarkan seberapa besar kebutuhan tenaga kerja luar keluarga yang

Page 89: Ilmu Usaha Tani Word[1]

diperlukan. Hal ini akan mempengaruhi perhitungan biaya usahatani karena

tenaga kerja luar harus diberi upah.

Tabel 8.2. Merupakan contoh anggaran penggunaan sumberdaya tenaga kerja

untuk berbagai macam komoditas antara lain padi sawah, kedelai,

Tabel 8.2 Rata-Rata Jumlah Curahan Tenaga Kerja Per Usaha Tani Dan Per 0,1 Hektar Petani Padi Sawah, Kedelai, Kacang Tanah, Tembakau, Dan Jagung Di Kabupaten Bantul Tahun 2003

Uraian

Komoditas

Padi Kedelai Kacang Tanah Jagung Tembakau

HKO % HKO % HKO % HKO % HKO %

Pembibitan (DK) 0,067 0,31 - - - - - - - -Pengolahan tanah a. Dalam keluargab. Luar keluarga

0,067

2,9330,3113,71

--

--

1,1382,933

4,6711,58

2,1520,933

12,345,35

6,2822,790

9,258,55

Penanaman a. Dalam keluargab. Luar keluarga

0,0225,411

0,1025,30

0,5731,918

5,0116,79

2,6063,250

10,2912,83

1,4190,295

8,141,69

3,1642,173

9,706,66

Pemupukan a. Dalam keluargab. Luar keluarga

0,3770,455

1,762,13

0,3360,000

2,940,00

0,8890,016

3,510,06

0,8480,033

4,860,19

1,7990,564

5,521,73

Pemeliharaan a. Dalam keluargab. Luar keluarga

2,7860,244

13,031,14

--

--

4,1262,794

--

--

--

--

--

Penyiangan a. Dalam keluargab. Luar keluarga

--

--

1,9000,409

16,633,58

--

--

3,0570,986

17,535,65

5,0091,390

15,35

4,26

Pengairan a. Dalam keluargab. Luar keluarga

--

--

0,8550,000

7,480,00

--

16,2811,03

0,2430,000

1,390,00

5,1550,000

15,80

0,00Pengd. Hama & Penya. Dalam keluargab. Luar keluarga

0,0440,000

0,210,00

0,0270,000

0,240,00

0,7450,000

2,940,00

0,0570,000

0,330,00

0,4360,054

1,340,17

Panen a. Dalam keluargab. Luar keluarga

0,5663,108

2,6514,53

1,6270,891

14,247,8

2,3781,094

9,394,32

2,100,91

12,055,05

3,4640,464

10,62

1,42Pasca Panena. Dalam keluargab. Luar keluarga

5,2840,022

24,710,10

2,6450,245

23,152,15

3,2111,817

12,687,17

3,9190,486

22,472,79

--

--

Total Tenaga Kerja a. Dalam keluarga 9,22 43,09 7,963 69,69 14,984 59,18 13,795 79,10 25,19 77,2

Page 90: Ilmu Usaha Tani Word[1]

b. Luar keluarga12,18 56,91 3,463 30,31 10,334 40,82 3,643 20,89 7,436 1

22,79

Sumber : Suratiyah dkk (2003)

kacang tanah, jagung, dan tembakau. Dari berbagai macam komoditas tersebut

tampak bahwa komoditas padi meskipun jumlah tenaga kerja yang

dicurahkan tidak terlalu besar, tetapi proporsi penggunaan sumber daya

tenaga kerja luar keluarga jauh lebih besar bila dibandingkan dengan komoditas

lainnya. Hal ini antara lain disebabkan oleh sifat usahatani pada yang sangat

tergantung dengan campur tangan manusia. Curahan tenaga terbanyak terutama

pada saat pengolahan tanah, penanaman, dan panen. Dalam usahatani padi,

ketiga kegiatan tersebut harus dilakukan dalam waktu yang bersamaan. Jika tidak

maka hasilnya tidak akan seperti yang diharapkan.

E. Anggaran Usahatani

Anggaran usahatani sederhana dan mudah dimengerti sehingga dapat segera

ditindak lanjuti. Yang perlu diperhatikan dalam menyusun anggaran usahatani antara

lain sebagai berikut.

1. Tujuan : untuk melihat konsekuensi suatu rencana yang diusulkan.

2. Ukuran : penghasilan bersih dan arus uang tunai.

3. Kriteria : Pendapatan kotor, pengeluaran tetap, dan penghasilan bersih.

Ada empat cara dalam menyusun anggaran usahatani, yaitu mengarah pada

usahatani yang lebih intensif atau mengarah pada usahatani yang kurang intensif.

Empat cara tersebut sebagai berikut.

1. Mengubah kegiatan yang telah ada sehingga pendapatan kotor meningkat

tetapi pengeluaran tetap tidak meningkat.

2. Mengubah kegiatan yang telah ada sehingga pendapatan kotor meningkat,

tetapi pengeluaran tetap juga meningkat asal peningkatan pengeluaran tetap

lebih kecil dari peningkatan pendapatan kotor.

3. Mengalokasikan sumberdaya yang ada sehingga pengeluaran tetap turun

tetapi pendapatan kotor tetap.

4. Mengalokasikan kembali sumberdaya yang ada sehingga pengeluaran tetap

turun tetapi pendapatan kotor total juga turun, asal penurunan pendapatan

kotor lebih kecil dari penurunan pengeluaran tetap.

Page 91: Ilmu Usaha Tani Word[1]

Dari keempat cara tersebut, cara pertama dan kedua mengarah ke lebih

intensif, sedangkan cara ketiga dan keempat mengarah ke kurang intensif.

Tabel 8.3 merupakan contoh cara ke kedua, yaitu pendapatan kotor naik dan

pengeluaran naik, yang berarti mengarah pada lebih intensif. Alternatif A tidak

menggunakan pupuk kandang sehingga produksi hanya 225 kg per 0,1 ha. Sementara

alternate B menggunakan pupuk kandang sehingga produksi meningkat menjadi 396

kg, tetapi konsekuensinya biaya meningkat dari Rp 353.225 menjadi Rp 592.725.

Namun demikian, alternative B lebih baik karena peningkatan biaya Rp 239.500 lebih

kecil dari peningkatan penerimaannya sehingga bila dihitung IB/C atau Incremental

B/C rationya adalah 2,345 > 1. Dengan kata lain rencana B dapat dilaksanakan.

Tabel 8.3. Usahatakan Kacang Tanah 0,1 Ha Di Kabupaten Bantul Tahun 2003

No KeteranganAlternatif B (Rencana B)

Alternatif A (Biasa)

Selisih

1 Pendapatan Kotor a. Produksi (kg)b. Harga (Rp/kg)c. Nilai Produksi (Rp)

3963.285

1.300.820

2253.285

739.1252 Pengeluaran tetap :

a. Benih (Rp)b. Pupuk kimiawi (Rp)c. Pupuk kandang (Rp)d. Pestisida (Rp)e. Tenaga luar (Rp)f. Tenaga mesin (Rp)g. Lain-lain (Rp)Total (Rp)

102.40047.000

292.50025.00050.00036.00039.825

592.725

102.400100.000

-25.00050.00036.00039.825

353.225 239.5003 Penghasilan bersih (Rp) 708.105 385900 240.0804 Output-input ratio 2,1955 I B/C 2,345

Sumber : Suratiyah dkk 2003 – data terolah

F. Anggaran Parsial (Partial Budgets)

Analisis masing-masing cabang usahatani akan sangat bermanfaat dan membantu

perencanaan anggaran. Hal ini menunjukkan secara jelas berapa kontribusi pendapatan

dari masing-masing cabang usahatani pada pendapatan total usahatani secara

keseluruhan. Dengan analisis tersebut petani sebagai manajer dapat mengambil

Page 92: Ilmu Usaha Tani Word[1]

keputusan untuk memilih cabang usahatani mana yang perlu dikembangkan, dikurangi

atau bahkan tidak diusahakan lagi agar tidak menderitakan kerugian.

Anggaran parsial sangat sederhana, mudah dimengerti, mudah penyusunannya,

biasa digunakan untuk melihat keuntungan dengan sedikit perubahan yang dilakukan,

serta tidak memerlukan informasi yang tidak dipengaruhi oleh perubahan yang sedang

diamati. Ada beberapa macam anggaran parsial antara lain 1) anggaran keuntungan

parsial, 2) anggaran marjin kotor, 3) anggaran arus uang tunai parsial, dan 4) anggaran

parametrik.

Secara umum anggaran parsial mempertimbangkan empat komponen sebagai

berikut.

1. Tambahan pengeluaran atau pengeluaran baru.

2. Penerimaan yang hilang.

3. Pengeluaran yang dihemat atau tidak jadi dikeluarkan.

4. Penerimaan tambahan atau penerimaan baru.

Selisih antara (1+2) dengan (3+4) menunjukkan apakah perubahan yang

direncanakan menguntungkan. Jika (3+4) lebih kecil dari (1+2) maka perubahan yang

direncanakan akan meningkatkan pendapatan usahatani sehingga layak untuk

diterapkan.

Anggaran parsial juga untuk mempertimbangkan apakah perlu penggunaan

input baru, menambah cabang usahatani baru, cara baru, dan sebagainya.

1. Anggaran Keuntungan Parsial

Anggaran keuntungan parsial digunakan untuk melihat suatu perubahan

metode produksi dengan kriteria keuntungan atau penghasilan bersih. Untuk

hal-hal tertentu yang tidak dapat diukur dengan keuntungan rupiah, dicatat sebagai

bahan pertibangan. Berikut ini beberapa contoh anggaran parsial yang dibuat

untuk usahatani.

1) Seorang petani ingin membeli mesin perontok gabah untuk menghemat

tenaga dan alat tersebut dapat disewakan. Untuk itu, dibuat anggaran parsial

sebagai berikut (Kotak 8.2).

Page 93: Ilmu Usaha Tani Word[1]

Kotak 8.2. Anggaran Parsial Pembelian Mesin perontok Gabah Seharga Rp

900.000

No Keterangan Jumlah1. Perubahan yang dilihat = pembelian mesin perontok

gabah untuk menghemat tenaga dan dapat disewakan 2. Tanggal/tahun = 5 Januari 20063. Kerugian :

a. Biaya tambahan : 1. Penyusutan 1/10 x Rp 900.0002. Bunga Bank 5% x Rp 900.0003. Perawatan

b. Penghasilan yang hilang c. Kerugian total

Rp.90.000Rp.45.000

--

Rp.135.0004 Keuntungan :

a. Biaya yang dihemat : 1. Sewa tenaga 7 HKO @ Rp 14.0002. Alat disewakan 33 HKO @ Rp 14.000

b. Keuntungan total

RP.98.000Rp.462.000Rp.560.000

5. Keuntungan tambahan Rp 560.000-Rp 135.000 RP.425.0006. Pertimbangan :

a. Meningkatkan ketetapan waktu kerjab. Mengurangi resiko keterlambatan perontokan gabah

karena tenaga kerja langkac. Memerlukan pinjaman Rp 900.000d. Petani harus menambah jam kerja

7. Catatan : a. Perhitungan per musim tanam (setahun 2 musim dan

alat/mesin dipakai 10 musim tanam) b. Bunga Bank 5% per musim atau 10% per tahun

2) Usaha peternakan “Mahesa” merencanakan menambah 50 ekor bibit sapi yang

nantinya dapat beranak 46 ekor pedet, tapi harus merubah sebagian lahan

sayuran 2 ha untuk lahan hijauan, akibatnya hasil sayuran 2 ha untuk lahan

hijauan, akibatnya hasil sayuran Rp 96.000.000 tidak ada lagi. Anggaran

keuntungan parsial terlihat pada Kotak 8.3

Page 94: Ilmu Usaha Tani Word[1]

Kotak 8.3. Anggaran Keuntungan Parsial Perusahaan Peternakan

3) Seorang petani ingin mengubah pola tanam dari padi-padi kedelai menjadi

padi-padi-kacang tanah. Untuk itu, dibuat anggaran dengan data seperti yang

ada di Kotak 8.4

2. Anggaran Marjin Kotor

Penyusunan anggaran marjin kotor sangat mudah dan sederhana sehingga

mudah diterapkan. Anggaran marjin kotor ini mempunyai kelemahan antara lain.

1. Keuntungan dapat meningkat dengan cara memperluas cabang usahatani yang

memberikan marjin batas tinggi per kesatuan luas atau dengan cara mengurangi

yang memberikan marjin batas rendah.

2. Anggaran mutlak yang linear terhadap biaya variabel dan pendapatan kotor

Tambahan Biaya (Rp 000) Tambahan Pendapatan (Rp 000)Biaya tetap :1. Bunga pinjaman 2. Penyusutan 3. Pajak Biaya variabel : 1. Obat-obatan 2. Makanan tambahan 3. Hijauan 4. Alat-alat 5. Perawatan

18.0003.0001.000

2.0007.500

12.0003.000

15.000

6 sapi betina culling 23 sapi muda jantan 17 sapi muda betina

21.000

67.280

42.840

Berkurangnya Pendapatan Berkurangnya Biaya (Rp 000)

Produksi sayuran 96.000 1. Pupuk 2. Bibit3. Herbisida4. Mesin

15.0004.0003.0007.000

Total tambahan biaya dan berkurangnya pendapatan per tahun

Total tambahan pendapatan dan berkurangnya biaya per tahun = 160.120

Perubahan bersih = 26.200 (positif) per tahun menguntungkan

Page 95: Ilmu Usaha Tani Word[1]

Kotak 8.4. Contoh Anggaran Parsial Untuk Perubahan Perencanaan

Sumber : Suratiyah dkk (2003)

Kedua anggaran tersebut belum tentu benar mengingat semakin luas usahatani

maka biaya tetap pada batas tertentu juga akan naik. Di samping itu, serangan hama

Perubahan : Rotasi padi-padi-kedelai padi-padi-kacang tanah pada lahan seluas 0,5

Tanggal/tahun : Desember 2003

Kerugian :

Biaya kacang tanah (sarana produksi) :

Bibit = Rp 511.545

Pupuk kimiawi = Rp 235.000

Pupuk organik = Rp 1.461.575

Pestisida = Rp 1.282.825 (+)

Jumlah = Rp 2.337.210

Biaya kacang tanah (tenaga kerja luar)

Tenaga kerja = Rp 254.200

Tenaga mesin/traktor = Rp 179.695 (+)

Jumlah = Rp 433.895

Penghasilan yang bilang dari

kedelai 457 x @ Rp 2.358/kg = Rp 1.089.945 (+)

Kerugian total = Rp 3.861.050

Keuntungan :

Biaya kedelai (sarana produksi)

Bibit = Rp 14.000

Pupuk kimiawi = Rp 70.000

Pupuk organik = Rp 7.100

Pestisida = Rp 3.900 (+)

Jumlah = Rp 95.500

Biaya kedelai (tenaga kerja luar)

Tenaga kerja = Rp 203.700

Tenaga mesin/traktor = Rp 36.675 (+)

Jumlah = Rp 240.375

Penghasilan tambahan kacang tanah

1.978 kg @ Rp. 3.290.00 = Rp 6.507.6200 (+)

Keuntungan tambahan = Rp 6.843.495 (-)

Keuntungan tambahan = Rp 2.982.445

Pertimbangan :

Tambahan tenaga kerja keluarga 35 HKO pria

Modal/biaya tinggi

Page 96: Ilmu Usaha Tani Word[1]

dan penyakit tidak hanya pada pertambahan lahan, tetapi juga pada lahan semula

sehingga tidak linear. Berikut adalah contoh usahatani dengan anggaran marjin

kotor.

Seorang petani ingin merubah pola tanam dari padi-padi-kedelai menjadi

padi-padi-kacang tanah maka dibuat anggaran seperti yang terlihat pada

Kotak 8.5.

Kotak 8.5. Anggaran Marjin Kotor Untuk Perencanaan Perubahan Pola Tanam

(0,5 Ha)

Sumber : Suratiyah dkk (2003)

3. Anggaran arus uang tunai parsial

Anggaran arus uang tunai digunakan untuk melihat perubahan arus uang tunai

akibat dari perubahan yang diusulkan. Tujuannya untuk melihat kelayakan suatu

usulan yang mencakup beberapa tahun (jangka panjang). Contoh seorang petani

ingin membeli mesin perontok gabah untuk menghemat tenaga dan disewakan,

dibuat anggaran seperti yang tersaji pada kotak 8.6.

Untuk kedelai (tanpa perubahan biaya tetap) :

Pendapatan kotor = Rp 1.089.945

Biaya variabel :

Bibit/benih = Rp 14.000

Pupuk kimiawi = Rp 70.000

Pupuk organik = Rp 7.100

Pestisida = Rp 3.900

Sewa mesin/traktor = Rp 36.675 (+) Jumlah = Rp 131.675 (-) Marjin Kotor = Rp 958.270

Pertimbangan :

Periode tumbuh 110 hari

Tenaga kerja yang digunakan ± 60 HKO

Untuk kacang tanah (tanpa perubahan biaya tetap) :

Pendapatan kotor

Biaya variabel

Bibit/benih = Rp 511.545

Pupuk kimiawi = Rp 235.000

Pupuk organik = Rp 1.461.000

Pestisida = Rp 1.282.825

Sewa mesin/traktor = Rp 179.695 (+) Jumlah = Rp 3.670.065 (-) Marjin kotor = Rp 2.837.555

Pertimbangan :

Periode tumbuh 125 hari

Tenaga kerja yang digunakan ± 126 HKO

Page 97: Ilmu Usaha Tani Word[1]

Kotak 8.6 Anggaran Arus Uang Tunai Pembelian Mesin Perontok Gabah Untuk 10

Musim Tanam (5 Tahun

UraianTahun

0 1 2 3 4 5A. Kerugian

1. Biaya tambahan a. Harga mesin

perontok b. Perawatan

2. Penerimaan yang hilang

3. Jumlah kerugian

900.000

--

900.000

-

75.000

75.000

75.000-

75.000

75.000-

75.000

75.000-

75.000

75.000-

75.000B. Keuntungan

1. Penghematan sewa tenaga

2. Penghasilan tambahan

3. Keuntungan

-

-

-900.000

196.000

1.120.000

1.316.000

196.000

1.120.000

1. 316.000

196.000

1.120.000

1.316.000

196.000

1.120.000

1.316.000

196.000

1.120.000

1.316.000C. Tambahan arus uang

tunai-900.000 1.241.000 1.141.000 1.241.000 1.241.000 1.241.000

D. Discount factor (10%) 1 0,909 0,826 0,751 0,683 0,621E. Nilai sekarang -900.000 1.128.069 1.025.066 931.991 847.603 770.661F. Nilai sekarang Netto

(NPV) -900.000 + 4.703.390 = 3.803.390

Catatan : Bunga bank 10% per tahun penghemat tenaga Rp 98.000/musim disewakan Rp 560.000/musim

4. Anggaran Parametrik

Anggaran parametrik disusun atas dasar ramalan tentang berbagai

macam ketidakpastian dan harga yang akan datang, menggunakan nilai

tengah, nilai sebarang peluang, koefisien, dan sebagainya. Anggaran ini

memperhatikan ketidakpastian. Sesuatu yang tidak pasti dinyatakan sebagai

koefisien. Jika yang tidak pasti hanya satu (satu koefisien) disebut dengan break-

even budgeting, sedangkan jika yang tidak pasti lebih dari satu disebut parametric

budgeting.

a. Break-even budgeting (anggaran impas)

Dalam hal ini anggaran disusun untuk menetapkan nilai koefisien yang

telah ditetapkan sehingga keuntungan sama dengan kerugian atau impas.

Kelebihan anggaran ini adalah a) dapat melihat dengan mudah apakah

suatu rencana menguntungkan, b) perencana dengan cepat dapat

merekomendasi, dan c) dapat melihat apakah bermanfaat. Sebagai contoh,

Page 98: Ilmu Usaha Tani Word[1]

seorang petani ingin membeli mesin perontok gabah untuk menghemat tenaga

dan sekaligus dapat disewakan. Berikut adalah contoh pembuatan anggaran

untuk petani tersebut (Kotak 8.7).

Kotak 8.7. Anggaran Impas Pembelian Mesin Perontoh Gabah

Tanggal : 5 Januari 2006Catatan 1) h = banyaknya hari kerja disewakan

2) perhitungan per musim tanam Pengeluaran (Rp) Keuntungan (Rp)

1. Penyusutan (I/10) 90.0002. Bunga (5%) 45.0003. Perawatan (7+h) @ 1875

= 13.125+1.875h4. Penerimaan yang hilangJumlah pengeluaran = 184.125 + 1875h

1. Pengeluaran dihemat : Menyewa tenaga 7 HKO @ 14.000 98.000

2. Penghasilan tambahan disewakan h hari @ 14.000 14.000h

Jumlah 98.000 + 14.000hTambahan keuntungan : (98.000 + 14.000h) – (184.125 + 1.875h) = 0 12.125h = 50.125 h = 4,13 hari

b. Parametric budgeting (anggaran parametric)

Anggaran parametric disusun karena ketidakpastian lebih dari satu.

Adapun contoh pembuatan anggaran dapat dilihat pada Kotak 8.8.

Kotak 8.8. Anggaran Parametrik Pembelian Mesin Prontok Gabah

Tanggal : 5 Januari 2006Catatan 1) h = banyaknya hari kerja disewakan

2) t = umur ekonomis3) f = Perawatan per hari kerja4) Perhitungan per musm tanam

Pengeluaran (Rp) Keuntungan (Rp) 1. Biaya tanbahan

a. Penyusutan (I/10) 900.000/tb. Bunga (5%) 45.000c. Perawatan (7+h) @ f f (7+h)

2. Penerimaan yang hilang - 3. Jumlah = 900.000/t + 45.000 + f (7+h)

1. Pengeluaran dihemat : Menyewa tenaga 7 HKO @ 14.000 98.000

2. Penghasilan tambahan disewakan h hari @ 14.000 14.000h

3. Jumlah 98.000 + 14.000hTambahan keuntungan : (98.000 + 14.000h) – (900.000/t + 45.000 + f(7+h) = 0

53.000 + 14.000 h – 900.000/t – 7f – fh = 0 53.000 = 900.000/t + 7f – (14.000 – f)h

Pemberian nilai dan arti koefisien h, t, f merupakan suatu keputusan

tersendiri. Beragam alternative dalam memberikan nilai h, t, dan merupakan

beberapa alternatif perencanaan

5. Anggaran Interprise

Page 99: Ilmu Usaha Tani Word[1]

Anggaran Interprise adalah anggaran yang dapat digunakan untuk

memperkirakan pengeluaran dan pendapatan suatu cabang usahatani per

kesatuan produksi atau per unit. Berikut adalah contoh-contoh usahatani dengan

anggaran interprise.

1) Anggaran interprise untuk usahatani sapi perah yang menghasilkan 11

liter susu perhari per ekor dapat dilihat pada Kotak 8.9

Kotak 8.9 Anggaran Interprise Sapi Perah Per Ekor Per Hari

1. Pendapatan kotor (Rp) - 11 liter @ Rp 2.200

2. Biaya variabel (Rp) : a. Pakan b. Tenaga kerjac. Obat-obatan d. Biaya sapi kering e. Lain-lain

Jumlah 3. Biaya tetap (Rp) :

a. Penyusutan sapib. Penyusutan kandang c. Penyusutan alat

Jumlah 4. Total biaya (Rp)5. Pendapatan (Rp)

24.200

7.9002.000

6002.400

30013.200

2.300300700

3.30016.5007.700

Catatan : Pendapatan = Rp 7.700/ekor/hari

Berikut adalah analisis anggarannya untuk memperkirakan apakah akan

menguntungkan atau tidak

Penyusutan :

Sapi Rp 828.000/tahun

Kandang Rp 108.000/tahun

Peralatan Rp 252.000/tahun

Perhitungan : BEP Penjualan =

BEP produk = x 1 liter

BEP harga =

Page 100: Ilmu Usaha Tani Word[1]

Keterangan : P = harga per liter susu = Rp 2.200

AVC = biaya variabel per liter = Rp 1.200

FC = biaya tetap = Rp 3.300

TC = total biaya = Rp 16.500

Y = Produksi = 11 liter

BEP produk = x 1 liter = 3,3 liter per hari

BEP penjualan = = Rp 7.260 per hari

BEP harga = Rp 1.500 per liter

Dari perhitungan tersebut dapat dilihat bahwa yang direncanakan jauh di

atas BEP sehingga bila rencana tersebut diaplikasikan pasti menguntungkan.

2) Anggaran Interprise untuk usahatani ayam pedaging yang periode produksinya 20 hari.

Datanya tersaji dalam Kotak 8.10.

Kotak 8.10 Anggaran Interprise 1.000 Ekor Ayam Pedaging Per Periode Produksi

1. Berat hidup (kg/ekor)2. Mortalitas 3% yang hidup 97%3. Bonus DOC 20% total ayam 4. Total Produksi (kg) : 97% x 1,6 x 1020 5. Harga (Rp/kg) 6. Pendapatan kotor 7. Biaya tetap :

a. Penyusutan kandang b. Penyusutan peralatan c. Penyusutan lain-lain

Jumlah 8. Biaya variabel

a. Starter 1.500 kg @ Rp 2.500b. Finisher 1.400 kg @ Rp 2.250c. DOC 1000 ekor @ Rp 2.000d. Obat + vaksin e. Vitamin

1,6-

1.0201.583,04

8.00012.664.320

100.00025.00025.000

150.000

3.750.0003.150.0002.000.000

75.00025.000

Page 101: Ilmu Usaha Tani Word[1]

f. Sekam g. Bahan bakar

Jumlah 9. Total biaya

30.000200.000

9.230.0009.380.000

Perhitungan : BEP Penjualan =

BEP produk = x 1 kg

BEP harga =

FC = biaya tetap = Rp 150.000/periode

AVC = biaya variabel per kg = = Rp 5.830/kg

p = harga per kg = Rp 8.000

Y = total produksi = 1.583,04 kg

BEP produk = x 1 kg = 69,12 kg/periode

BEP penjualan = = Rp 553.505/periode

BEP harga = = Rp 5.925/kg

Dari perhitungan tersebut jelas bahwa rencana usahatani ayam pedaging

dapat dilaksanakan karena penjualan, harga, dan produksinya berada di atas

BEP.

Page 102: Ilmu Usaha Tani Word[1]

BAB 9

EVALUASI USAHATANI

Pada Bab 7 telah dibahas suatu usahatani dikatakan berhasil apabila usahatani tersebut

dapat memenuhi kewajiban membayar bunga modal, alat-alat luar yang digunakan,

upah tenaga kerja luar serta sarana produksi yang lain dan termasuk kewajiban

pada pihak ketiga. Untuk menilai keberhasilan, diperlukan evaluasi terutama dari

sudut pandang ekonomi antara lain biaya dan pendapatan, kelayakan usaha, dan

analisis BEP.

Dalam melakukan evaluasi banyak istilah-istilah yang harus dipahami. Istilah-istilah

tersebut sebagai berikut.

1. Produksi total (Y) yaitu jumlah produksi per usahatani dengan satuan kg.

2. Harga produksi (P) yaitu harga produksi per unit dengan satuan Rp/kg.

3. Penerimaan atau nilai produksi (R atau S) yaitu jumlah produksi dikalikan harga

produksi dengan satuan Rp.

4. Biaya variabel (VC) yaitu biaya yang digunakan untuk membeli atau menyediakan

bahan baku yang habis dalam satu kali produksi. Dalam tulisan ini yang

dimasukan dalam biaya variabel antara lain biaya sarana produksi dan tenaga

kerja luar per usahatani dengan satuan Rp.

5. Biaya variabel per unit (AVC) yaitu total biaya variabel dibagi total produksi dengan

satuan (Rp/kg).

6. Biaya tetap (FC) yaitu biasa sewa lahan, pajak lahan, biaya bunga, penyusutan per

usahatani dengan satuan Rp.

7. Biaya total (TC atau C) yaitu jumlah biaya variabel dan biaya tetap per usahatani

dengan satuan Rp.

8. Pendapatan petani (I) yaitu selisih antara penerimaan dengan total biaya per

usahatani dengan satuan Rp.

9. Keuntungan (π) yaitu pendapatan dikurangi upah tenaga kerja keluarga (w) dan

bunga modal sendiri per usahatani dengan satuan Rp.

10. Total tenaga kerja yang dicurahkan yaitu jumlah tenaga kerja keluarga ditambah

dengan jumlah tenaga kerja luar keluarga per usahatani dengan satuan HKO.

Page 103: Ilmu Usaha Tani Word[1]

11. Produktivitas tenaga kerja yaitu perbandingan antara penerimaan dengan total

tenaga kerja yang dicurahkan per usahatani dengan satuan Rp/HKO.

12. R/C ratio yaitu perbandingan antara penerimaan dengan total biaya per usahatani.

13. π/C ratio atau produktivitas modal yaitu perbandingan antara keuntungan dengan total

biaya per usahatani.

14. Sewa lahan yaitu nilai pendapatan yang diterima petani jika petani menyewakan lahan

tersebut dan tidak mengelolanya sendiri dengan satuan Rp.

A. Biaya, Pendapatan, dan Kelayakan Usaha

Dalam mengevaluasi, semua faktor produksi diperhitungkan sebagai biaya seperti

halnya dalam Bab 7, demikian pula pendapatan. sementara evaluasi kelayakan usaha

berdasarkan beberapa kategori. suatu usahatani dikatakan layak jika memenuhi

persyaratan sebagai berikut:

1. R / C > 1

2. π / C > Bunga bank yang berlaku

3. Produktifitas tenaga kerja (Rp/HKO) lebih besar dari tingkat upah yang berlaku

4. Pendapatan (Rp.) > sewa lahan (Rp) per satuan waktu atau musim tanam

5. Produksi (kg) > BEP Produksi (Kg)

6. Penerimaan (Rp) > BEP Penerimaan (Rp)

7. Harga (Rp/kg) > BEP harga (Rp/Kg)

8. Jika terjadi penurunan harga produksi maupun peningkatan harga faktor produksi

sampai batas tertentu tidak menyebabkan kerugian.

B. CONTOH KASUS DAN PERHITUNGAN

Dalam contoh kasus berikut data diperoleh dari hasil penelitian penulis di

Kabupaten Bantul pada tahun 2003. Angka yang diperoleh merupakan angka rata-rata

dari beberapa responden penelitian.

1. Analisis usahatani padi sawah (MH) di Bantul per 0,099 ha, tahun 2003

a. Biaya dan Pendapatan

1. Penerimaan

a. Produksi total 450 kg

b. Harga Rp. 4.500/Kg

Page 104: Ilmu Usaha Tani Word[1]

c. Penerimaan Rp. ..........

2. Biaya

a) Biaya variabel

1. Benih Rp 18.625

2. Pupuk kimiawi Rp 71.705

3. Pupuk organik Rp 16.000

4. Pestisida Rp 3.655

5. Tenaga kerja luar Rp 170.495

Jumlah Rp 280.480

Biaya variabel per unit Rp 6.164/kg

b) Biaya tetap

2 Unit traktor Rp 200.000

3. Total biaya Rp 310.480

4. Pendapatan Petani Rp (259.702)

5. Keuntungan

a. Upah tenaga kerja keluarga/org Rp 8.000

b. Total tenaga yang dicurahkan 20 HKO

c. Nilai sewa lahan Rp 294.120

d. Keuntungan Rp 35.517

Dari hasil perhitungan tersebut tampak bahwa pendapatan petani sangat

rendah. Hal ini antara lain disebabkan oleh luas tanam yang hanya 0,09 ha.

Dengan luasan tersebut sulit untuk diupayakan peningkatan pendapatan

petani. Dalam menghitung pendapatan petani tersebut, tenaga kerja petani

belum/tidak dimasukkan sebagai komponen biaya. Namun demikian, jika

tenaga kerja petani beserta keluarganya dimasukkan, yaitu sebesar

Rp 129.115 maka hasilnya masih positif.

b. ANALISIS BEP

Meliputi BEP dalam penerimaan (Rp), BEP kuantitas produksi (kg), dan

BEP harga (Rp/kg) menghasilkan perhitungan sebagai berikut.

Page 105: Ilmu Usaha Tani Word[1]

1) BEP penerimaan (Rp) =

=

= Rp 73.242

2) BEP produksi (kg) = =

=

= Rp 73.424

3) BEP harga (Rp./kg) =

= = Rp 730/kg

Dari perhitungan tersebut tampak bahwa usahatani padi sawah (MH)

mengalami break even atau tidak untung dan tidak rugi jika penerimaan

yang diperoleh petani sebesar Rp 73.242 per musim per usahatani produksi

65,65 kg per musim, atau harga jual sebesar Rp 730/kg.

Dengan analisis BEP ini petani dapat merencanakan segala sesuatunya

karena sebagai berikut.

1) Dapat dihitung berapa produksi (kg) maupun penerimaan (Rp) yang

harus dicapai agar petani memperoleh keuntungan Rp x atau

keuntungan margin X %

2) Dapat dihitung berapa harga jual (Rp/kg) agar petani untung Rp X di

atas total biaya produksi atau untuk X% dari total biaya produksi yang

telah dikeluarkan petani.

Contoh perhitungannya :

Page 106: Ilmu Usaha Tani Word[1]

1a. Jika petani menginginkan laba atau keuntungan Rp 100.000 per

usahatani per musim maka :

Penerimaan (S) = =

=

= Rp 317.385 atau sebesar 285 kg

1b. Jika petani menginginkan laba marjin sebesar 20% per musim maka

Penerimaan (S) =

=

= = Rp 143.130 atau sebesar 128 kg

2a. Jika petani menginginkan keuntungan sebesar Rp 100.000 di atas total

biaya produksi per musim tanam maka :

Harga (Rp/kg) = = Rp 965/kg

2b Jika petani menginginkan keuntungan 20% dari total biaya produksi

per musim produksi per musim tanam maka :

keuntungan 20% dari total biaya : 20% x Rp 310.480 = Rp 62.100

Harga (Rp/kg) = = Rp 876/kg

Hal ini berarti :

1) Dengan kemampuan berproduksi atau produktivitas di tingkat petani

dan harga yang berlaku di tingkat petani, maka petani dapat

Page 107: Ilmu Usaha Tani Word[1]

merencanakan produksi sesuai dengan keuntungan yang diinginkan

sebagai berikut.

a. Jika ingin keuntungan Rp 100.000 maka produksi minimal yang

harus dicapai sebesar 285 kg per usahatani.

b. Jika ingin keuntungan marjin sebesar 20% maka produksi minimal

yang harus dicapai sebesar 128 kg per usahatani.

2) Dengan total biaya produksi di tingkat petani maka petani dapat

merencanakan harga jual agar petani tidak mengalami kerugian sebagai

berikut :

a. Jika petani menginginkan keuntungan Rp 100.000 di atas total

biaya produksi maka harga jual petani minimal Rp 965/kg.

b. Jika petani menginginkan keuntungan 20% di atas total biaya

produksi maka harga jual di tingkat petani minimal Rp 876/kg.

c. ANALISIS PERUBAHAN HARGA

Untuk analisis ini fokusnya hanya pada harga produk. Hal ini karena

pada umumnya harga faktor produksi lebih stabil dibandingkan dengan

harga produknya. Dengan kata lain, biaya relatif stabil sedangkan besarnya

penerimaan berfluktuasi mengikuti fluktuasi harga produk. Hasil

perhitunganya sebagai berikut.

1) Harga produk (P) saat penelitian = Rp 1.116/kg

2) Harga produk (P) saat BEP = Rp 730/kg

3) Harga saat BEP adalah sebesar 65,38% dari harga riil saat penelitian

Ini berarti bahwa jika terjadi penurunan harga melebihi 34,62% maka

petani menderita kerugian. Sebagai contoh :

1) Harga turun 25% sehingga menjadi Rp 837/kg maka :

- Penerimaan 425,5 kg x Rp 837/kg = Rp 356.144

- Biaya produksi total = Rp 310.480 (-)

Masih untung sebesar = Rp 45.664

2) Harga turun 35% sehingga menjadi Rp 725/kg maka :

- Penerimaan 425,5 kg x Rp 725/kg = Rp 308.658

- Biaya produksi total = Rp 310.480 (-)

- Petani rugi sebesar = Rp 1.822

Page 108: Ilmu Usaha Tani Word[1]

Dari perhitungan tersebut jelas bahwa jika penurunan produk tidak

melebihi 34,62% maka petani tidak mengalami kerugian. Angka 34,62 ini

merupakan titik batas yang harus diperhatikan untuk melindungi petani

sebagai produsen padi sawah. Berbagai institusi yang berwenang dan

mempunyai perhatian khusus bagi petani dapat segera bertindak jika ada

kecenderungan penurunan harga mendekati 34,62% tersebut.

d. ANALISIS KELAYAKAN

Dalam analisis kelayakan usahatani padi sawah (MH) ini digunakan

beberapa kriteria yaitu R/C ratio, produktivitas modal (π/C),

produktivitas tenaga kerja, dan ukuran nilai sewa lahan. Suatu

usahatani padi sawah dikatakan layak jika

1) R/C ratio > 1

2) π/C > bunga bank yang berlaku

3) Produktivitas tenaga kerja > tingkat upah yang berlaaku

4) Pendapatan > sewa lahan.

Perhitungannya sebagai berikut :

1) R/C ratio = = 1,530 > 1 layak

2) π/C ratio = = 11,43% > 8% layak

3) Produktivitas tenaga kerja = = Rp 24.669/HKO

Rp 24.669/HKO > Rp 15.400/HKO layak

4) Pendapatan petaani = Rp 164.632 < Rp 294.120 tidak layak

Dari kriteria tersebut maka usahatani padi sawah layak untuk

diusahakan dan dikembangkan meskipun dari ukuran sewa lahan usahatani

padi sawah tidak layak dikembangkan karena nilai sewa lahan yang lebih

besar dari pendapatan petani.

Page 109: Ilmu Usaha Tani Word[1]

2. ANALISIS USAHATANI PADI SAWAH (MK I) DI BANTUL PER 0,09

HA, TAHUN 2003

a. BIAYA DAN PENDAPATAN

1. Penerimaan

a) Produksi total 575.33 kg

b) Harga Rp 1.165/kg

c) Penerimaan Rp 670.450

2. Biaya

a) Biaya variabel

1) Benih Rp 18.625

2) Pupuk kimiawi Rp 71.965

3) Pupuk organik Rp 16.000

4) Pestisida Rp 3.665

5) Tenaga kerja luar Rp 220.245

Jumlah Rp 329.490

Biaya variabel per unit Rp 573

b) Biaya Tetap Rp 30.000

3. Total Biaya Rp 359.490

4. Pendapatan Petani Rp 310.960

5. Keuntungan

a) Upah tenaga kerja keluarga Rp 129.115

b) Total tenaga yang dicurahkan 19,26 HKO

c) Nilai sewa lahan Rp 294.120

d) Keuntungan Rp 181.845

Dari hasil perhitungan tersebut Nampak bahwa pendapatan petani

sangat rendah, hal ini karena luas tanam hanya 0,09 ha. Luasan ini

merupakan kendala utama untuk pengembangan lebih lanjut.

Dalam menghitung pendapatan petani tersebut, tenaga kerja petani

belum/tidak dimasukkan sebagai komponen biaya. Namun demikian, jika

Page 110: Ilmu Usaha Tani Word[1]

tenaga kerja petani beserta keluarganya dimasukkan, yaitu sebesar Rp

129.115 maka hasilnya masih positif.

b. ANALISIS BEP

Analisis BEP meliputi BEP dalam penerimaan (Rp), BEP kuantitas

produksi (kg) dan BEP harga (Rp/kg).

1. BEP penerimaan (Rp) = =

=

= Rp 59.055

2. BEP produksi (kg) = =

=

= 50,65 kg

3. BEP harga (Rp/kg) =

= = Rp 625/kg

Dari perhitungan tersebut tampak bahwa usahatani padi sawah (MK I)

mengalami break even atau tidak untuk dan tidak rugi jika penerimaan yang

diperoleh petani sebesar Rp 50.055 per musim per usahatani, produksi 50,65

kg.

Dengan analisis BEP ini petani dapat merencanakan segala

sesuatunya karena sebagai berikut.

Page 111: Ilmu Usaha Tani Word[1]

1) Dapat dihitung berapa produksi (kg) maupun penerimaan (Rp)

yang harus dicapai agar petani memperoleh keuangan Rp x atau

keuntungan margin sebesar x%.

2) Dapat dihitung beberapa harga jual (Rp/kg) agar petani untung Rp

x di atas total biaya produksi atau untuk x % dari total biaya

produksi yang telah dikeluarkan petani.

Contoh perhitungan :

1a. Jika petani menginginkan laba atau keuntungan Rp 100.000 per

usahatani per musim maka :

Penerimaan (S) = =

=

= Rp 255.627 atau sebesar 219,42 kg

1b. Jika petani menginginkan laba marjin sebesar 20% per musim maka

Penerimaan (S) =

=

= = Rp 97.228 atau sebesar 84 kg

2a. Jika petani menginginkan keuntungan sebesar Rp 100.000 di atas total

biaya produksi permusim tanam maka :

Page 112: Ilmu Usaha Tani Word[1]

Harga (Rp/kg) = = Rp 799/kg

2b. Jika petani menginginkan keuntungan 20% dari total biaya produksi per

musim tanam maka :

Harga (Rp/kg) = = Rp 750/kg

Hal ini berarti :

1) Dengan kemampuan berproduksi atau produktivitas di tingkat petani dan

harga yang berlaku di tingkat petani, maka petani dapat merencanakan

produksi sesuai denga keuntungan yang diinginkan sebagai berikut :

a. Jika ingin keuntungan Rp 100.000 maka produksi minimal yang

harus dicapai sebesar 219,42 kg per usahatani.

b. Jika ingin keuntungan marjin sebesar 20% maka produksi minimal

yang harus dicapai sebesar 84 kg per usahatani.

2) Dengan total biaya produksi di tingkat petani, maka petani dapat

merencanakan harga jual agar petani tidak mengalami kerugian sebagai

berikut.

a. Jika petani menginginkan keuntungan Rp 100.000 di atas total biaya

produksi maka harga jual petani minimal Rp 799 kg.

b. Jika petani menginginkan keuntungan 20% di atas total biaya

produksi maka harga jual di tingkat minimal Rp 750/kg.

c. ANALISIS PERUBAHAN HARGA

Untuk analisis ini ditekankan pada harga produksi karena pada

umumnya harga faktor produksi lebih stabil dibandingkan dengan

harga produknya. Dengan kata lain, biaya produksi relatif stabil

sedangkan besarnya penerimaan berfluktuasi mengikuti harga produk. Hasil

perhitungannya adalah sebagai berikut.

1) Harga produk (P) saat penelitian = Rp 1.165/kg

2) Harga produk (P) saat BEP = Rp 625/kg

3) Harga saat BEP adalah sebesar 53,63% dari harga riil saat penelitian.

Page 113: Ilmu Usaha Tani Word[1]

Ini berarti bahwa jika terjadi penurunan harga melebihi 46,37% maka

petani menderita kerugian. Sebagai contoh :

1) Harga turun 25% sehingga menjadi Rp 838/kg maka :

- Penerimaan 575,33 kg x Rp 838/kg = Rp 502.695

- Biaya produksi total = Rp 359.490 (-)

Masih untung sebesar = Rp 143.205

2) Harga turun 50% sehingga menjadi Rp 583/kg maka :

- Penerimaan 575,33 kg x Rp 583/kg = Rp 335.130

- Biaya produksi total = Rp 359.490 (-)

Petani rugi sebesar = Rp 24.360

Dari perhitungan tersebut jelas bahwa jika penurunan harga produk

tidak melebihi 46,37% mka petani tidak mengalami kerugian. Angka

46,37% ini merupakan titik batas yang harus diperhatikan untuk melindungi

petani sebagai produsen jadi sawah. Berbagai institusi yang berwenang dan

mempunyai perhatian khusus bagi petani dapat segera bertindak jika ada

kecenderungan penurunan harga mendekati 46,37 tersebut.

d. Analisis Kelayakan

Dalam analisis kelayakan usahatani padi sawah (MH) ini digunakan

beberapa kriteria yaitu : R/C ratio, produktivitas modal (π/C), produktivitas

tenaga kerja, dan ukuran nilai sewa lahan. Suatu usahatani padi sawah

dikatakan layak jika :

1) R/C ratio > 1.

2) π/C > bunga bank yang berlaku.

3) Produktivitas tenaga kerja > tingkat upah yang berlaku

4) Pendapatan> sewa lahan.

Perhitungannya sebagai berikut.

1) R/C ratio = = 1,865 > 1 layak

Page 114: Ilmu Usaha Tani Word[1]

2) π/C ratio = = 50,58% > 8% layak

3) Produktivitas tenaga kerja = = Rp 34.811/HKO

Rp 24.669/HKO > Rp 15.400/HKO layak

4) Pendapatan petaani = Rp 310.960 < Rp 294.120 layak

Dari kriteria tersebut maka usahatani padi sawah layak untuk

diusahakan dan dikembangkan.

3. Analisis usahatani kedelai (MK II) di Bantul per 0, 11 ha, tahun 2003

a. Biaya dan pendapatan

1. Penerimaan

a) Produksi total 100,62 kg

b) Harga Rp 2.383/kg

c) Penerimaan Rp 239.810

2. Biaya

a) Biaya variabel

1. Benih Rp 3.083

2. Pupuk kimiawi Rp 15.512

3. Pupuk organik Rp 789

4. Pestisida Rp 856

5. Tenaga kerja luar Rp 44.810

6. Tenaga mesin Rp 8.070

Jumlah Rp 73.120

Biaya variabel per unit Rp 727

b) Biaya tetap Rp 16.514

3. Total biaya Rp 89.634

4. Pendapatan petani Rp 150.000

Page 115: Ilmu Usaha Tani Word[1]

5. Keuntungan

a. Upah tenaga kerja keluarga Rp 103.026

b. Total tenaga yang dicurahkan 12,57 HKO

c. Nilai sewa lahan Rp 294.120

d. Keuntungan Rp 47.150

Dari hasil perhitungan tersebut Nampak bahwa pendapatan petani

kedelai sangat rendah. Hal ini disebabkan lahan yang sempit dan

produktivitas yang masih rendah yaitu sekitar 9,147 ku/ha walaupun

pendapatan petani rendah. Namun, jika tenaga kerja keluarga sendiri

dimasukkan sebagai komponen biaya sebesar Rp 103.026 maka pendapatan

petani masih tetap positif.

b. Analisis BEP

Analisis BEP meliputi BEP dalam penerimaan (Rp), BEP kuantitas

produksi (kg), dan BEP harga (Rp/kg).

1. BEP penerimaan (Rp) = =

=

= Rp 23.762

2. BEP produksi (kg) = =

=

= 9,97 kg

3. BEP harga (Rp/kg) =

= = Rp 891/kg

Page 116: Ilmu Usaha Tani Word[1]

Dari perhitungan tersebut tampak bahwa petani kedelai tidak untung

dan tidak rugi jika penerimaan yang diperoleh sebesar Rp 23.762 per musim

per usahatani, produksi 9,97 kg per musim atau harga jual sebesar

Rp 891/kg.

Dengan analisis BEP ini petani dapat merencanakan segala

sesuatunya karena sebagai berikut.

1. Dapat dihitung berapa produksi (kg) maupun penerimaan (Rp) yang

harus dicapai agar petani memperoleh keuntungan Rp X atau

keuntungan marjin sebesar X%.

2. Dapat dihitung berapa harga jual (Rp/kg) agar petani untung Rp x di atas

total biaya produksi atau untung x% dari total biaya produksi yang telah

dikeluarkan petani.

Contoh perhitungan :

1a. Jika petani menginginkan laba atau keuntungan Rp 100.000 per

usahatani per musim maka :

Penerimaan (S) = =

=

= Rp 167.624 atau sebesar 70,33 kg

1b. Jika petani menginginkan laba marjin sebesar 20% per musim maka

Penerimaan (S) =

=

= = Rp 33.356 atau sebesar 14 kg

Page 117: Ilmu Usaha Tani Word[1]

2a. Jika petani menginginkan keuntungan sebesar Rp 100.000 di atas total

biaya produksi permusim tanam maka :

Harga (Rp/kg) = = Rp 1.885/kg

2b. Jika petani menginginkan keuntungan 20% dari total biaya produksi per

musim tanam maka :

Keuntungan 20% dari total biaya = 20% x Rp 89.634 = Rp 17.927

Harga (Rp/kg) = = Rp 1.069/kg

Hal ini berarti :

1) Dengan kemampuan berproduksi atau produktivitas di tingkat petani dan

harga yang berlaku di tingkat petani, maka petani dapat merencanakan

produksi sesuai denga keuntungan yang diinginkan sebagai berikut :

a. Jika ingin keuntungan Rp 100.000 maka produksi minimal yang

harus dicapai sebesar 70,33 kg per usahatani.

b. Jika ingin keuntungan marjin sebesar 20% maka produksi minimal

yang harus dicapai sebesar 14 kg per usahatani.

2) Dengan total biaya produksi di tingkat petani, maka petani dapat

merencanakan harga jual agar petani tidak mengalami kerugian sebagai

berikut.

a. Jika petani menginginkan keuntungan Rp 100.000 di atas total biaya

produksi maka harga jual petani minimal Rp 1.885/ kg.

b. Jika petani menginginkan keuntungan 20% di atas total biaya

produksi maka harga jual di tingkat minimal Rp 1.069/kg.

c. Analisis Perubahan Harga

Untuk analisis ini ditekankan pada harga produksi karena pada

umumnya harga faktor produksi lebih stabil dibandingkan dengan harga

produknya. Dengan kata lain, biaya produksi relatif stabil sedangkan

besarnya penerimaan berfluktuasi mengikuti harga produk. Hasil

perhitungannya adalah sebagai berikut.

Page 118: Ilmu Usaha Tani Word[1]

1) Harga produk (P) saat penelitian = Rp 2.383/kg

2) Harga produk (P) saat BEP = Rp 891/kg

3) Harga saat BEP adalah sebesar 53,63% dari harga riil saat penelitian.

Ini berarti bahwa jika terjadi penurunan harga melebihi 46,37% maka

petani menderita kerugian. Sebagai contoh :

1) Harga turun 25% sehingga menjadi Rp 1.788/kg maka :

- Penerimaan 100,62 kg x Rp 1.788/kg = Rp 179.858

- Biaya produksi total = Rp 89.634 (-)

Masih untung sebesar = Rp 90.224

2) Harga turun 65% sehingga menjadi Rp 834/kg maka :

- Penerimaan 100,62 kg x Rp 834/kg = Rp 83.933

- Biaya produksi total = Rp 89.634 (-)

Petani rugi sebesar = Rp 4.298

Dari perhitungan tersebut jelas bahwa jika penurunan harga produk

tidak melebihi 62,62% mka petani tidak mengalami kerugian. Angka

62,62% ini merupakan titik batas yang harus diperhatikan untuk melindungi

petani sebagai produsen jadi sawah. Berbagai institusi yang berwenang dan

mempunyai perhatian khusus bagi petani dapat segera bertindak jika ada

kecenderungan penurunan harga mendekati 62,62 tersebut.

d. Analisis Kelayakan

Untuk menganalisis usahatani kedelai digunakan beberapa kriteria

yaitu : R/C ratio, produktivitas modal (π/C), produktivitas tenaga kerja, dan

ukuran nilai sewa lahan. Suatu usahatani padi sawah dikatakan layak jika :

1) R/C ratio > 1.

2) π/C > bunga bank yang berlaku.

3) Produktivitas tenaga kerja > tingkat upah yang berlaku

4) Pendapatan> sewa lahan.

Perhitungannya sebagai berikut.

1) R/C ratio = = 2,675 > 1 layak

Page 119: Ilmu Usaha Tani Word[1]

2) π/C ratio = = 52,60% > 8% layak

3) Produktivitas tenaga kerja = = Rp 19.078/HKO

Rp 19.078/HKO > Rp 15.400/HKO layak

4) Pendapatan petaani = Rp 150.176 < Rp 294.120 tidak layak

Dari kriteria tersebut maka usahatani padi sawah layak untuk

diusahakan dan dikembangkan meskipun dari ukuran sewa lahan usahatani

kedelai tidak layak dikembangkan karena nilai sewa lahan yang lebih besar

dari pendapatan petani.

4. Analisis Usahatani kacang tanah di Bantul per 0,18 ha, Tahun 2003

a. Biaya dan pendapatan

1. Penerimaan

a) Produksi total 711.937 kg

b) Harga Rp 3.289/kg

c) Penerimaan Rp 2.341.492

2. Biaya

a) Biaya variabel

1) Benih Rp 184.155

2) Pupuk kimiawi Rp 84.965

3) Pupuk organik Rp 526.167

4) Pestisida Rp 44.217

5) Tenaga kerja luar Rp 91.511

Jumlah Rp 995.434

Biaya variabel per unit Rp 1.398

b) Biaya Tetap Rp 71.471

3. Total Biaya Rp 1.066.905

4. Pendapatan Petani Rp 1.274.589

5. Keuntungan

a) Upah tenaga kerja keluarga Rp 126.922

Page 120: Ilmu Usaha Tani Word[1]

b) Total tenaga yang dicurahkan 45,57 HKO

c) Nilai sewa lahan Rp 287.000

d) Keuntungan Rp 1.111.667

6. Nilai “rendeng” (hijauan)

Dari hasil perhitungan tersebut Nampak bahwa pendapatan petani

kacang tanah cukup besar. Hal ini disebabkan produktivitas yang tinggi

yaitu sekitar 3.955 kg/ha dan harga jual di tingkat petani yang cukup tinggi.

Dengan demikian, jika tenaga kerja keluarga sendiri sebesar Rp 126.920

dimasukkan sebagai komponen biaya produksi maka pendapatan petani

tetap positif.

b. Analisis BEP

Analisis BEP meliputi BEP dalam penerimaan (Rp), BEP kuantitas

produksi (kg) dan BEP harga (Rp/kg).

1. BEP penerimaan (Rp) = =

=

= Rp 124.341

2. BEP produksi (kg) = =

=

= 37,80 kg

3. BEP harga (Rp/kg) =

Page 121: Ilmu Usaha Tani Word[1]

= = Rp 1.499/kg

Dari perhitungan tersebut tampak bahwa usahatani kacang tanah

mengalami break even atau tidak untuk dan tidak rugi jika penerimaan yang

diperoleh petani sebesar Rp 124.341 per musim per usahatani, produksi

37,80 kg per musim, atau harga jual sebesar Rp 1.499/kg.

Dengan analisis BEP ini petani dapat merencanakan segala sesuatunya

karena sebagai berikut.

1) Dapat dihitung berapa produksi (kg) maupun penerimaan (Rp) yang

harus dicapai agar petani memperoleh keuangan Rp x atau keuntungan

margin sebesar x%.

2) Dapat dihitung beberapa harga jual (Rp/kg) agar petani untung Rp x di

atas total biaya produksi atau untuk x % dari total biaya produksi yang

telah dikeluarkan petani.

Contoh perhitungan :

1a. Jika petani menginginkan laba atau keuntungan Rp 100.000 per

usahatani per musim maka :

Penerimaan (S) = =

=

= Rp 300.826 atau sebesar 91,47 kg

1b. Jika petani menginginkan laba marjin sebesar 20% per musim maka

Penerimaan (S) =

Page 122: Ilmu Usaha Tani Word[1]

=

= = Rp 190.654 atau sebesar 57.97 kg

2a. Jika petani menginginkan keuntungan sebesar Rp 100.000 di atas total

biaya produksi permusim tanam maka :

Harga (Rp/kg) = = Rp 1.639/kg

2b. Jika petani menginginkan keuntungan 20% dari total biaya produksi per

musim tanam maka :

Keuntungan 20% dari biaya = 20% x Rp 1.066.904 = Rp 213.381

Harga (Rp/kg) = = Rp 1.798/kg

Hal ini berarti :

1) Dengan kemampuan berproduksi atau produktivitas di tingkat petani dan

harga yang berlaku di tingkat petani, maka petani dapat merencanakan

produksi sesuai dengan keuntungan yang diinginkan sebagai berikut :

a. Jika ingin keuntungan Rp 100.000 maka produksi minimal yang

harus dicapai sebesar 91,47 kg per usahatani.

b. Jika ingin keuntungan marjin sebesar 20% maka produksi minimal

yang harus dicapai sebesar 57,97 kg per usahatani.

2) Dengan total biaya produksi di tingkat petani, maka petani dapat

merencanakan harga jual agar petani tidak mengalami kerugian sebagai

berikut.

a. Jika petani menginginkan keuntungan Rp 100.000 di atas total biaya

produksi maka harga jual petani minimal Rp 1.639 kg.

b. Jika petani menginginkan keuntungan 20% di atas total biaya

produksi maka harga jual di tingkat minimal Rp 1.798/kg.

Page 123: Ilmu Usaha Tani Word[1]

c. Analisis perubahan harga

Untuk analisis ini ditekankan pada harga produksi karena pada

umumnya harga faktor produksi lebih stabil dibandingkan dengan harga

produknya. Dengan kata lain, biaya produksi relatif stabil sedangkan

besarnya penerimaan berfluktuasi mengikuti harga produk. Hasil

perhitungannya adalah sebagai berikut.

1) Harga produk (P) saat penelitian = Rp 3.289/kg

2) Harga produk (P) saat BEP = Rp 1.499/kg

3) Harga saat BEP adalah sebesar 45,56% dari harga riil saat penelitian.

Ini berarti bahwa jika terjadi penurunan harga melebihi 54,44% maka

petani menderita kerugian. Sebagai contoh :

1) Harga turun 25% sehingga menjadi Rp 2.467/kg maka :

- Penerimaan 711,94 kg x Rp 2.467/kg = Rp 502.695

- Biaya produksi total = Rp 359.490 (-)

Masih untung sebesar = Rp 689.238

2) Harga turun 55% sehingga menjadi Rp 1.480/kg maka :

- Penerimaan 711,94 kg x Rp 1.480/kg = Rp 1.035.671

- Biaya produksi total = Rp 1.066.905 (-)

Petani mengalami kerugian sebesar = Rp 13.234

Dari perhitungan tersebut jelas bahwa jika penurunan harga produk

tidak melebihi 54,44% maka petani tidak mengalami kerugian. Oleh karena

itu, angka 54,44% ini merupakan angka yang tidak boleh terlewati bagi

pihak yang berwenang. Sebaiknya selalu mengamati jika terjadi penurunan

harga dan ada kecenderungan mendekati 54,44% maka harus segera

ditindaklanjuti. Dengan demikian petani dapat aman dari resiko kerugian.

d. Analisis Kelayakan

Dalam analisis kelayakan usahatani kacang tanah ini diperhitungkan

dalam dua macam perhitungan yaitu jika limbah berupa “rending” atau

hijauan makanan ternak tidak dimasukkan sebagai penambah pendapatan

petani.

Page 124: Ilmu Usaha Tani Word[1]

Kriteria yang digunakan dalam analisis kelayakan usahatani kacang

tanah adalah R/C ratio, diproduktivitas modal (π/C), produktivitas tenaga

kerja dan ukuran nilai sewa lahan. Suatu usahatani kacang tanah dikatakan

layak jika :

1) R/C ratio > 1.

2) π/C > bunga bank yang berlaku.

3) Produktivitas tenaga kerja > tingkat upah yang berlaku

4) Pendapatan> sewa lahan.

Perhitungannya sebagai berikut.

- Tanpa “rendeng” (hijauan)

1) R/C ratio = = 2,195 > 1 layak

2) π/C ratio = = 104,20% > 8% layak

3) Produktivitas tenaga kerja = = Rp 51.382/HKO

Rp 51.382/HKO > Rp 10.000/HKO layak

4) Pendapatan petani = Rp 1.274.589 < Rp 287.000 layak

Dari keempat kriteria tersebut, usahatani kacang tanah layak untuk

dikembangkan.

- Dengan “rendeng” (hijauan)

1) R/C ratio = = 2,435 > 1 layak

2) π/C ratio = = 131,09% > 8% layak

3) Produktivitas tenaga kerja = = Rp 57.022/HKO

Rp 57.022/HKO > Rp 10.000/HKO layak

Page 125: Ilmu Usaha Tani Word[1]

4) Pendapatan petani = Rp 1.531.589 < Rp 287.000 layak

5. ANALISIS USAHATANI BAWANG MERAH (MK II) DI BANTUL PER

0, 11 HA, TAHUN 2003

a. Biaya dan pendapatan

1. Penerimaan

a) Produksi total 1.204,36 kg

b) Harga Rp 2.542/kg

c) Penerimaan Rp 3.061.481

2. Biaya

a) Biaya variabel

1) Benih Rp 1.327.167

2) Pupuk kimiawi Rp 238.381

3) Pestisida Rp 135.015

4) Tenaga kerja luar Rp 384.892

Jumlah Rp 2.085.546

Biaya variabel per unit Rp 1.732

b) Biaya tetap Rp 255.950

3. Total biaya Rp 2.341.405

4. Pendapatan petani Rp 720.079

5. Keuntungan

a. Upah tenaga kerja keluarga Rp 189.730

b. Total tenaga yang dicurahkan 88,18 HKO

c. Nilai sewa lahan Rp 283.303

d. Keuntungan Rp 530.349

b. Analisis BEP

Analisis BEP meliputi BEP dalam penerimaan (Rp), BEP kuantitas

produksi (kg), dan BEP harga (Rp/kg).

1. BEP penerimaan (Rp) = =

Page 126: Ilmu Usaha Tani Word[1]

=

= Rp 23.762

2. BEP produksi (kg) = =

=

= 315,83 kg

3. BEP harga (Rp/kg) =

= = Rp 1.944/kg

Dari perhitungan tersebut tampak bahwa petani kedelai tidak untung

dan tidak rugi jika penerimaan yang diperoleh sebesar Rp 802.854 per

musim per usahatani, produksi 315,83 kg per musim atau harga jual sebesar

Rp 1.944/kg.

Dengan analisis BEP ini petani dapat merencanakan segala sesuatunya

karena sebagai berikut.

1. Dapat dihitung berapa produksi (kg) maupun penerimaan (Rp) yang

harus dicapai agar petani memperoleh keuntungan Rp X atau

keuntungan marjin sebesar X%.

2. Dapat dihitung berapa harga jual (Rp/kg) agar petani untung Rp x di atas

total biaya produksi atau untung x% dari total biaya produksi yang telah

dikeluarkan petani.

Contoh perhitungan :

1a. Jika petani menginginkan laba atau keuntungan Rp 100.000 per

usahatani per musim maka :

Penerimaan (S) = =

Page 127: Ilmu Usaha Tani Word[1]

=

= Rp 1.116.499 atau sebesar 439,22 kg

1b. Jika petani menginginkan laba marjin sebesar 20% per musim maka

Penerimaan (S) =

=

= = Rp 2.154.297 atau sebesar 847,48 kg

2a. Jika petani menginginkan keuntungan sebesar Rp 100.000 di atas total

biaya produksi permusim tanam maka :

Harga (Rp/kg) = = Rp 2.027/kg

2b. Jika petani menginginkan keuntungan 20% dari total biaya produksi per

musim tanam maka :

Keuntungan 20% dari total biaya = 20% x Rp 2.341.405 = Rp 468.281

Harga (Rp/kg) = = Rp 2.333/kg

Hal ini berarti :

1) Dengan kemampuan berproduksi atau produktivitas di tingkat petani dan

harga yang berlaku di tingkat petani, maka petani dapat merencanakan

produksi sesuai denga keuntungan yang diinginkan sebagai berikut :

a. Jika ingin keuntungan Rp 100.000 maka produksi minimal yang

harus dicapai sebesar 439,22 kg per usahatani.

b. Jika ingin keuntungan marjin sebesar 20% maka produksi minimal

yang harus dicapai sebesar 847,48 kg per usahatani.

Page 128: Ilmu Usaha Tani Word[1]

2) Dengan total biaya produksi di tingkat petani, maka petani dapat

merencanakan harga jual agar petani tidak mengalami kerugian sebagai

berikut.

a. Jika petani menginginkan keuntungan Rp 100.000 di atas total biaya

produksi maka harga jual petani minimal Rp 2.027/ kg.

b. Jika petani menginginkan keuntungan 20% di atas total biaya

produksi maka harga jual di tingkat minimal Rp 2.333/kg.

c. Analisis Perubahan Harga

Untuk analisis ini ditekankan pada harga produksi karena pada

umumnya harga faktor produksi lebih stabil dibandingkan dengan harga

produknya. Dengan kata lain, biaya produksi relatif stabil sedangkan

besarnya penerimaan berfluktuasi mengikuti harga produk. Hasil

perhitungannya adalah sebagai berikut.

1. Harga produk (P) saat penelitian = Rp 2.542/kg

2. Harga produk (P) saat BEP = Rp 1.944/kg

3. Harga saat BEP adalah sebesar 76,48% dari harga riil saat penelitian.

Ini berarti bahwa jika terjadi penurunan harga melebihi 46,37% maka

petani menderita kerugian. Sebagai contoh :

1) Harga turun 25% sehingga menjadi Rp 2.034/kg maka :

- Penerimaan 1.204,36 kg x Rp 2.034/kg = Rp 2.449.187

- Biaya produksi total = Rp 2.341.405 (-)

Masih untung sebesar = Rp 107.782

2) Harga turun 25% sehingga menjadi Rp 1.907/kg maka :

- Penerimaan 1.204,36 kg x Rp 2.034/kg = Rp 2.296.112

- Biaya produksi total = Rp 2.341.405 (-)

Petani rugi sebesar = Rp 45.293

Dari perhitungan tersebut jelas bahwa jika penurunan harga produk

tidak melebihi 23,52% mka petani tidak mengalami kerugian. Angka

23,52% ini merupakan titik batas yang harus diperhatikan untuk melindungi

petani sebagai produsen jadi sawah. Berbagai institusi yang berwenang dan

Page 129: Ilmu Usaha Tani Word[1]

mempunyai perhatian khusus bagi petani dapat segera bertindak jika ada

kecenderungan penurunan harga mendekati 23,52 tersebut.

d. Analisis Kelayakan

Untuk menganalisis usahatani kedelai digunakan beberapa kriteria

yaitu : R/C ratio, produktivitas modal (π/C), produktivitas tenaga kerja, dan

ukuran nilai sewa lahan. Suatu usahatani padi sawah dikatakan layak jika :

1). R/C ratio > 1.

2). π/C > bunga bank yang berlaku.

3). Produktivitas tenaga kerja > tingkat upah yang berlaku

4). Pendapatan> sewa lahan.

Perhitungannya sebagai berikut.

1. R/C ratio = = 1.307 > 1 layak

2. π/C ratio = = 22,65% > 8% layak

3. Produktivitas tenaga kerja = = Rp 34.718/HKO

Rp 34.718/HKO > Rp 11.200/HKO layak

4. Pendapatan petaani = Rp 720.079 < Rp 238.303 tidak layak

Dari kriteria tersebut maka usahatani bawang merah layak untuk

diusahakan dan dikembangkan.

6. ANALISIS USAHATANI TUMPANG SARI CABAI MERAH DAN

BAWANG MERAH (MT I) DI BANTUL PER 0,12 HA, TAHUN 2003

a. Biaya dan pendapatan

1. Penerimaan

Page 130: Ilmu Usaha Tani Word[1]

1.1 Bawang merah

a. Produksi total 1.381,77 kg

b. Harga Rp 3.911/kg

c. Penerimaan Rp 5.404.255

1.2 Cabai merah 663,84 kg

a. Produksi total Rp 1.136

b. Penerimaan Rp 753.830

c. Penerimaan Rp 6.158.084

Total penerimaan

2. Biaya

2.1 Biaya variabel

a. Benih bawang merah Rp 1.327.167

b. Benih capai merah Rp 22.315

c. Pupuk kimiawi Rp 354.030

d. Pestisida Rp 187.500

e. Tenaga kerja luar Rp 1.306.475

Jumlah Rp 3.728.430

2.2 Biaya tetap Rp 545.835

3. Total biaya Rp 4.274.430

4. Pendapatan petani Rp 1.883.820

5. Keuntungan

a. Upah tenaga kerja keluarga Rp 132.503

b. Total tenaga yang dicurahkan 16,52 HKO

c. Nilai sewa lahan Rp 476.607

d. Keuntungan Rp 1.751.317

Dari hasil perhitungan tersebut terlihat bahwa pendapatan petani dari

usahatani tumpang sari cabai merah dan bawang merah yang tinggi serta

harga jual di tingkat petani yang tinggi pula. Dengan demikian, jika tenaga

kerja keluarga dimasukkan sebagai komponen biaya yaitu sebesar

Rp 132.503 maka pendapatan petani masih positif. Namun demikian,

Page 131: Ilmu Usaha Tani Word[1]

usahatani tumpang sari ini waktunya panjang (April-Oktober) sekitar 7-8

bulan.

b. Analisis BEP

Analisis BEP meliputi BEP untuk usahatani tumpang sari ini adalah

BEP totalitas dengan menganggap dua komoditas tersebut dalam satu

kesatuan usaha.

1. BEP (Rp) totalitas = =

=

= Rp 1.383.612

Sales Mix = Nilai produksi bawang merah : Nilai produksi cabai merah

= 72 : 10

Bawang merah = x Rp 1.383.612 = Rp 1.214.880

= = Rp 310,6/kg

= x Rp 1.383.612 = Rp 168.732

= = 148,60 kg

Dari perhitungan tersebut terlihat bahwa petani tidak untung dan tidak

rugi jika nilai produksi dari usaha tumpang sari mencapai Rp 1.383.612

dengan kombinasi bawang meras sebesar 310,6 kg dan cabai merah

148,6 kg.

c. Analisis perubahan penerimaan

Page 132: Ilmu Usaha Tani Word[1]

Analisis ini ditekankan pada penerimaan biaya produksi relatif stabil

dibandingkan dengan penerimaan akibat dari berfluktuasinya harga

produksi. perhitungannya sebagai berikut.

1. Penerimaan riil adalah = Rp 6.158.084

2. Penerimaan saat BEP adalah = Rp 1.383.612

Penerimaan saat BEP adalah sebesar 22,47% dari penerimaan. Angka

ini merupakan angka batas yang artinya jika penerimaan total turun akibat

dari turunnya harga produk sehingga kurang dari 22,47 maka petani pasti

rugi. Bagi yang berwenang mempunyai perhatian terhadap petani sebaiknya

waspada, jika ada kecenderungan penurunan penerimaan mendekati angka

tersebut harus ditindaklanjuti.

d. Analisis Kelayakan

Untuk menganalisis kelayakan usahatani tumpang sari ini digunakan

beberapa kriteria yaitu : R/C ratio, produktivitas modal (π/C ratio),

produktivitas tenaga kerja, dan sewa lahan. Suatu usahatani dikatakan layak

jika :

1). R/C ratio > 1.

2). π/C > bunga bank yang berlaku.

3). Produktivitas tenaga kerja > tingkat upah yang berlaku

4). Pendapatan> sewa lahan.

7. ANALISIS USAHATANI JAGUNG DI BANTUL PER 0,21 HA, TAHUN

2003

a. Biaya dan pendapatan

1. Penerimaan

a. Produksi total 423,24 kg

b. Harga Rp 968/kg

Page 133: Ilmu Usaha Tani Word[1]

c. Penerimaan Rp 409.696

2. Biaya variabel

a. Benih Rp 6.610

b. Pupuk kimiawi Rp 74.330

c. Pupuk Organik Rp 164.275

d. Pestisida Rp 7.070

e. Tenaga kerja luar Rp 85.330

Jumlah Rp 337.615

Biaya variabel per unit Rp 798

3. Biaya tetap Rp 15.850

4. Total biaya Rp 353.465

5. Pendapatan petani Rp 56.231

6. Keuntungan

a. Upah tenaga kerja keluarga Rp 383.277

b. Total tenaga yang dicurahkan 36,62 HKO

c. Nilai sewa lahan Rp 9.311

d. Keuntungan Rp 327.047

7. Nilai “rendeng” (hijauan) Rp 375.000

b. Analisis BEP

Analisis BEP meliputi BEP dalam penerimaan (Rp), BEP kuantitas

produksi (kg), dan BEP harga (Rp/kg).

1. BEP penerimaan (Rp) = =

=

= Rp 90.108

2. BEP produksi (kg) = =

Page 134: Ilmu Usaha Tani Word[1]

=

= 93,071 kg

3. BEP harga (Rp/kg) =

= = Rp 835/kg

Dari perhitungan tersebut tampak bahwa petani jagung tidak untung dan

tidak rugi jika penerimaan yang diperoleh sebesar Rp 90.108 per musim per

usahatani, produksi 93,071 kg per musim atau harga jual sebesar

Rp 835/kg.

Dengan analisis BEP ini petani dapat merencanakan segala

sesuatunya karena sebagai berikut.

1. Dapat dihitung berapa produksi (kg) maupun penerimaan (Rp) yang

harus dicapai agar petani memperoleh keuntungan Rp X atau

keuntungan marjin sebesar X%.

2. Dapat dihitung berapa harga jual (Rp/kg) agar petani untung Rp x di atas

total biaya produksi atau untung x% dari total biaya produksi yang telah

dikeluarkan petani.

3. Khusus untuk tanaman jagung, perhitungan ini harus memasukkan nilai

hijauan sebesar Rp 375.000 sebagai hasil tambahan.

Contoh perhitungan :

1a. Jika petani menginginkan laba atau keuntungan Rp 100.000 per

usahatani per musim maka :

Penerimaan (S) = =

=

Page 135: Ilmu Usaha Tani Word[1]

= Rp 1203.335 atau sebesar 210,06 kg

1b. Jika petani menginginkan laba marjin sebesar 20% per musim maka

Penerimaan (S) =

=

= = Rp 42.867 atau sebesar 44,28 kg

2a. Jika petani menginginkan keuntungan sebesar Rp 100.000 di atas total

biaya produksi permusim tanam maka :

Harga (Rp/kg) = = Rp 1.071/kg

2b. Jika petani menginginkan keuntungan 20% dari total biaya produksi per

musim tanam maka :

Keuntungan 20% dari total biaya = 20% x Rp 353.465 = Rp 70.693

Harga (Rp/kg) = = Rp 1.002/kg

Hal ini berarti :

1. Dengan kemampuan berproduksi atau produktivitas di tingkat petani dan

harga yang berlaku di tingkat petani, maka petani dapat merencanakan

produksi sesuai denga keuntungan yang diinginkan sebagai berikut :

a. Jika ingin keuntungan Rp 100.000 maka produksi minimal yang

harus dicapai sebesar 210,06 kg per usahatani.

b. Jika ingin keuntungan marjin sebesar 20% maka produksi minimal

yang harus dicapai sebesar 44,28 kg per usahatani.

Page 136: Ilmu Usaha Tani Word[1]

2. Dengan total biaya produksi di tingkat petani, maka petani dapat

merencanakan harga jual agar petani tidak mengalami kerugian sebagai

berikut.

c. Jika petani menginginkan keuntungan Rp 100.000 di atas total biaya

produksi maka harga jual petani minimal Rp 1.07/ kg.

d. Jika petani menginginkan keuntungan 20% di atas total biaya

produksi maka harga jual di tingkat minimal Rp 1.002/kg.

c. Analisis Perubahan Harga

Untuk analisis ini ditekankan pada harga produk, karena pada

umumnya harga faktor produksi lebih stabil dibandingkan dengan harga

produknya. Dengan kata lain, biaya relatif stabil sedangkan penerimaan

berfluktuasi mengikuti harga produk. Hasil perhitungannya adalah sebagai

berikut.

1. Harga produk (P) saat penelitian = Rp 968/kg

2. Harga produk (P) saat BEP = Rp 835/kg

4. Harga saat BEP adalah sebesar 86,27% dari harga riil saat penelitian.

Ini berarti bahwa jika terjadi penurunan harga melebihi 13,73% maka

petani menderita kerugian. Sebagai contoh :

1. Harga turun 10% sehingga menjadi Rp 871/kg maka :

- Penerimaan 423,24 kg x Rp 871/kg = Rp 368.727

- Biaya produksi total = Rp 353.465 (-)

Masih untung sebesar = Rp s15.262

2. Harga turun 15% sehingga menjadi Rp 823/kg maka :

- Penerimaan 423,24 kg x Rp 823/kg = Rp 348.242

- Biaya produksi total = Rp 353.465 (-)

Petani rugi sebesar = Rp 5.223

Dari perhitungan tersebut tampak bahwa jika penurunan harga produk

tidak melebihi 13,73% mka petani tidak mengalami kerugian. Angka

13,73% ini merupakan angka atau angka kritis. Jika terlihat ada

kecenderungan penurunan harga jagung kea rah angka tersebut maka pihak

Page 137: Ilmu Usaha Tani Word[1]

yang berwenang yang mempunyai keberpihakan pada petani sebaiknya

segera bertindak. Dengan demikian, petani aman dari risiko rugi.

d. Analisis Kelayakan

Untuk menganalisis usahatani jagung diperhitungkan dalam dua macam

perhitungan yaitu jika limbah yang berupa hijauan makanan ternak

diperhitungkan sebagai penambah pendapatan petani.

Kriteria yang digunakan dalam analisis kelayakan usahatani jagung

adalah R/C ratio, produktivitas modal (π/C), produktivitas tenaga kerja, dan

ukuran nilai sewa lahan. Suatu usahatani kedelai dikatakan layak jika :

1). R/C ratio > 1.

2). π/C > bunga bank yang berlaku.

3). Produktivitas tenaga kerja > tingkat upah yang berlaku

4). Pendapatan> sewa lahan.

Perhitungannya sebagai berikut.

- Tanpa hijauan (“rendeng”)

1. R/C ratio = = 1.195 > 1 layak

2. π/C ratio tidak dapat diperhitungan karena hasilnya negatif

3. Produktivitas tenaga kerja = = Rp 11.188/HKO

Rp 11.188/HKO > Rp 12.500/HKO tidak layak

4. Pendapatan petani = Rp 56.230 < Rp 9.311 layak*)

*) tidak dapat dijadikan ukuran karena tanah Sultan (Sultan Ground)

tidak disewakan

Dari kriteria tersebut maka usahatani bawang merah layak untuk

diusahakan dan dikembangkan.

- Dengan hijauan

Page 138: Ilmu Usaha Tani Word[1]

1. R/C ratio = = 1.195 > 1 layak

2. π/C = 13,51% > 8% layak

3. Produktivitas tenaga kerja = = Rp 21.428/HKO

Rp 21.428/HKO > Rp 12.500/HKO layak

Dari kriteria tersebut maka usahatani bawang merah layak untuk

diusahakan dan dikembangkan.

8. ANALISIS USAHATANI TEMBAKAU (MK) DI BANTUL PER 0,11 HA,

TAHUN 2003

a. Biaya dan pendapatan

1. Penerimaan

a. Produksi total 674,93 kg

b. Harga Rp 1.533/kg

c. Penerimaan Rp 1.034.890

2. Biaya variabel

a. Benih Rp 58.667

b. Pupuk kimiawi Rp 165.706/kg

c. Pupuk Organik Rp 285.036

d. Pestisida Rp 8.517

e. Tenaga kerja luar Rp 104.110

Jumlah Rp 618.036

Biaya variabel per unit Rp 916

3. Biaya tetap Rp 19.285

4. Total biaya Rp 637.320

5. Pendapatan petani Rp 397.570

6. Keuntungan

a. Upah tenaga kerja keluarga Rp 384.890

Page 139: Ilmu Usaha Tani Word[1]

b. Total tenaga yang dicurahkan 35,89 HKO

c. Nilai sewa lahan Rp 20.950

d. Keuntungan/kerugian Rp 12.680

Dari hasil perhitungan tersebut tampak bahwa pendapatan petani sangat

rendah sebesar Rp 56.231. Hal ini disebabkan oleh sempitnya lahan

sehingga produksinya kecil. Di samping itu, harga produk juga rendah.

Dengan demikian, jika tenaga kerja keluarga dimasukkan sebagai komponen

biaya yaitu sebesar Rp 384.890 maka pendapatan petani hampir negatif.

b. Analisis BEP

Analisis BEP meliputi BEP dalam penerimaan (Rp), BEP kuantitas

produksi (kg), dan BEP harga (Rp/kg).

1. BEP penerimaan (Rp) = =

=

= Rp 47.880

2. BEP produksi (kg) = =

=

= 31,22 kg

3. BEP harga (Rp/kg) =

= = Rp 944/kg

Dari perhitungan tersebut nampak bahwa usahatani tembakau

mengalami break event atau petani tidak untuk dan tidak rugi jika

Page 140: Ilmu Usaha Tani Word[1]

penerimaan yang diperoleh sebesar Rp 47.880 per musim per usahatani,

produksi 31,22 kg per musim atau harga jual sebesar Rp 944/kg.

Dengan analisis BEP ini petani dapat merencanakan segala sesuatunya

karena :

1. Dapat dihitung berapa produksi (kg) maupun penerimaan (Rp) yang

harus dicapai agar petani memperoleh keuntungan Rp X atau

keuntungan marjin sebesar X%.

2. Dapat dihitung berapa harga jual (Rp/kg) agar petani untung Rp x di atas

total biaya produksi atau untung x% dari total biaya produksi yang telah

dikeluarkan petani.

Contoh perhitungan :

1a. Jika petani menginginkan laba atau keuntungan Rp 100.000 per

usahatani per musim maka :

Penerimaan (S) = =

=

= Rp 1203.335 atau sebesar 210,06 kg

1b. Jika petani menginginkan laba marjin sebesar 20% per musim maka

Penerimaan (S) =

=

= = Rp 95.093 atau sebesar 62,02 kg

Page 141: Ilmu Usaha Tani Word[1]

2a. Jika petani menginginkan keuntungan sebesar Rp 100.000 di atas total

biaya produksi permusim tanam maka :

Harga (Rp/kg) = = Rp 1.092/kg

2b. Jika petani menginginkan keuntungan 20% dari total biaya produksi per

musim tanam maka :

Keuntungan 20% dari total biaya = 20% x Rp 637.320 = Rp 127.464

Harga (Rp/kg) = = Rp 1.133/kg

Hal ini berarti :

1. Dengan kemampuan berproduksi atau produktivitas di tingkat petani

dan harga yang berlaku di tingkat petani, maka petani dapat

merencanakan produksi sesuai denga keuntungan yang diinginkan

sebagai berikut :

a. Jika ingin keuntungan Rp 100.000 maka produksi minimal yang

harus dicapai sebesar 193,13 kg per usahatani.

b. Jika ingin keuntungan marjin sebesar 20% maka produksi minimal

yang harus dicapai sebesar 62,02 kg per usahatani.

2. Dengan total biaya produksi di tingkat petani, maka petani dapat

merencanakan harga jual agar petani tidak mengalami kerugian sebagai

berikut.

a. Jika petani menginginkan keuntungan Rp 100.000 di atas total biaya

produksi maka harga jual petani minimal Rp 1.092/ kg.

b. Jika petani menginginkan keuntungan 20% di atas total biaya

produksi maka harga jual di tingkat minimal Rp 1.133/kg.

c. Analisis Perubahan Harga

Untuk analisis ini ditekankan pada harga produk, karena pada

umumnya harga faktor produksi lebih stabil dibandingkan dengan harga

produknya. Dengan kata lain, biaya relatif stabil sedangkan penerimaan

Page 142: Ilmu Usaha Tani Word[1]

berfluktuasi mengikuti harga produk. Hasil perhitungannya adalah sebagai

berikut.

1. Harga produk (P) saat penelitian = Rp 1.533/kg

2. Harga produk (P) saat BEP = Rp 944/kg

3. Harga saat BEP adalah sebesar 61,58% dari harga riil saat penelitian.

Ini berarti bahwa jika terjadi penurunan harga melebihi 38,42% maka

petani menderita kerugian. Sebagai contoh :

1. Harga turun 250% sehingga menjadi Rp 1.150/kg maka :

- Penerimaan 674,93 kg x Rp 1.150/kg = Rp 776.170

- Biaya produksi total = Rp 637.320 (-)

Masih untung sebesar = Rp 138.850

2. Harga turun 40% sehingga menjadi Rp 920/kg maka :

- Penerimaan 674,24 kg x Rp 920/kg = Rp 620.936

- Biaya produksi total = Rp 637.320 (-)

Petani rugi sebesar = Rp 16.384

Dari perhitungan tersebut tampak bahwa jika penurunan harga produk

tidak melebihi 38,42% mka petani tidak mengalami kerugian. Angka

38,42% ini merupakan angka batas atau angka kriti pihak yang berwenang

yang mempunyai perhatian pada petani harus segara bertindak jika ada

kecenderungan harga produk mendekati angka btas tersebut.

d. Analisis Kelayakan

Untuk menghitung kelayakan usahatani tembakai dipakai beberapa

kriteria yaitu : R/C ratio, produktivitas modal (π/C), produktivitas tenaga

kerja, dan ukuran nilai sewa lahan. suatu usahatani kedelai dikatakan layak

jika :

1). R/C ratio > 1.

2). π/C > bunga bank yang berlaku.

3). Produktivitas tenaga kerja > tingkat upah yang berlaku

4). Pendapatan> sewa lahan.

Page 143: Ilmu Usaha Tani Word[1]

Perhitungannya sebagai berikut.

1. R/C ratio = = 2,675 > 1 layak

2. π/C ratio = 1,99% < 8% tidak layak

3. Produktivitas tenaga kerja = = Rp 28.835/HKO

Rp 28.835/HKO > Rp 13.000,00/HKO layak

4. Pendapatan petani > sewa lahan = Rp 397.570 >Rp 20.950 layak

Dari kriteria tersebut maka usahatani tembakai layak untuk

dikembangkan.