Ilmu Dan Teknologi Bahan Kristalin
-
Upload
ken-aditya-pratama -
Category
Documents
-
view
27 -
download
3
Transcript of Ilmu Dan Teknologi Bahan Kristalin
[Date][Time]
[Locations][Street Address][City, ST ZIP Code]
[Web address]
Kristal atau hablur adalah suatu padatan yang atom, molekul, atau ion penyusunnya terkemas secara teratur dan polanya berulang melebar secara tiga dimensi. Secara umum, zat cair membentuk kristal ketika mengalami proses pemadatan. Pada kondisi ideal, hasilnya bisa berupa kristal tunggal, yang semua atom-atom dalam padatannya "terpasang" pada kisi atau struktur kristal yang sama, tapi, secara umum, kebanyakan kristal terbentuk secara simultan sehingga menghasilkan padatan polikristalin. Misalnya, kebanyakan logam yang kita temui sehari-hari merupakan polikristal.Struktur kristal mana yang akan terbentuk dari suatu cairan tergantung pada kimia cairannya sendiri, kondisi ketika terjadi pemadatan, dan tekanan ambien. Proses terbentuknya struktur kristalin dikenal sebagai kristalisasi.
Meski proses pendinginan sering menghasilkan bahan kristalin, dalam keadaan tertentu cairannya bisa membeku dalam bentuk non-kristalin. Dalam banyak kasus, ini terjadi karena pendinginan yang terlalu cepat sehingga atom-atomnya tidak dapat mencapai lokasi kisinya. Suatu bahan non-kristalin biasa disebut bahan amorf atau seperti gelas. Terkadang bahan seperti ini juga disebut sebagai padatan amorf, meskipun ada perbedaan jelas antara padatan dan gelas. Proses pembentukan gelas tidak melepaskan kalor lebur jenis (Bahasa Inggris: latent heat of fusion). Karena alasan ini banyak ilmuwan yang menganggap bahan gelas sebagai cairan, bukan padatan. Topik ini kontroversial, silakan lihat gelas untuk pembahasan lebih lanjut. Struktur kristal terjadi pada semua kelas material, dengan semua jenis ikatan kimia. Hampir semua ikatan logam ada pada keadaan polikristalin; logam amorf atau kristal tunggal harus diproduksi secara sintetis, dengan kesulitan besar. Kristal ikatan ion dapat terbentuk saat pemadatan garam, baik dari lelehan cairan maupun kondensasi larutan. Kristal
ikatan kovalen juga sangat umum. Contohnya adalah intan, silika dan grafit. Material polimer umumnya akan membentuk bagian-bagian kristalin, namun panjang molekul-molekulnya biasanya mencegah pengkristalan menyeluruh. Gaya Van der Waals lemah juga dapat berperan dalam struktur kristal. Contohnya, jenis ikatan inilah yang menyatukan lapisan-lapisan berpola heksagonal pada grafit.Kebanyakan material kristalin memiliki berbagai jenis cacat kristalografis. Jenis dan struktur cacat-cacat tersebut dapat berefek besar pada sifat-sifat material tersebut. Galium, logam yang dengan mudah membentuk kristal tunggal berukuran besarMeskipun istilah "kristal" memiliki makna yang sudah ditentukan dalam ilmu material dan fisika zat padat, dalam kehidupan sehari-hari "kristal" merujuk pada benda padat yang menunjukkan bentuk geometri tertentu, dan kerap kali sedap di mata. Berbagai bentuk kristal tersebut dapat ditemukan di alam. Bentuk-bentuk kristal ini bergantung pada jenis ikatan molekuler antara atom-atom untuk menentukan strukturnya, dan juga keadaan terciptanya kristal tersebut. Bunga salju, intan, dan garam dapur adalah contoh-contoh kristal.Beberapa material kristalin mungkin menunjukkan sifat-sifat elektrik khas, seperti efek feroelektrik atau efek piezoelektrik.Kelakuan cahaya dalam kristal dijelaskan dalam optika kristal. Dalam struktur dielektrik periodik serangkaian sifat-sifat optis unik dapat ditemukan seperti yang dijelaskan dalam kristal fotonik. Kristalografi adalah studi ilmiah kristal dan pembentukannya.
Macam-macam kristallogam ionik molekular kovalen
Li 38 LiF 246,7 Ar 1,56 C(intan) 170
Ca 42 NaCl 186,2 Xe 3,02 Si 105
Al 77 AgCl 216 Cl 4,88 SiO2 433
Fe 99 Zn 964 CO2 6,03
W 200 CH4 1,96
Nilai yang tercantum di atas adalah energi yang diperlukan untuk memecah kristal menjadi partikel penyusunnya (atom, ion, atau molekul (dalam kkal mol-1))
a. Kristal logamKisi kristal logam terdiri atas atom logam yang terikat dengan ikatan logam. Elektron valensi dalam atom logam mudah dikeluarkan (karena energi ionisasinya yang kecil) menghasilkan kation. Bila dua atom logam saling mendekat, orbital atom terluarnya akan tumpang tindih membentuk orbital molekul. Bila atom ketiga mendekati kedua atom tersebut, interaksi antar orbitalnya terjadi dan orbital molekul baru terbentuk. Jadi, sejumlah besar orbital molekul akan terbentuk oleh sejumlah besar atom logam, dan orbital molekul yang dihasilkan akan tersebar di tiga dimensi. Karena orbital atom bertumpangtindih berulang-ulang, elektron-elektron di kulit terluar setiap atom akan dipengaruhi oleh banyak atom lain. Elektron semacam ini tidak harus dimiliki oleh atom tertentu, tetapi akan bergerak bebas dalam kisi yang dibentuk oleh atom-atom ini. Jadi, elektron-elektron ini disebut dengan elektron bebas.Sifat-sifat logam yang bemanfaat seperti kedapat-tempa-annya, hantaran listrik dan panas serta kilap logam dapat dihubungkan dengan sifat ikatan logam. Misalnya, logam dapat mempertahankan strukturnya bahkan bila ada deformasi. Hal ini karena ada interaksi yang kuat di berbagai arah antara atom (ion) dan elektron bebas di sekitarnya
Logam akan terdeformasi bila gaya yang kuat diberikan, tetapi logam tidak akan putus. Sifat ini karena interaksi
yang kuat antara ion logam dan elektron bebas.
Tingginya hantaran panas logam dapat juga dijelaskan dengan elektron bebas ini. Bila salah satu ujung
logam dipanaskan, energi kinetik elektron sekitar ujung itu akan meningkat. Peningkatan energi kinetik dengan
cepat ditransfer ke elektron bebas. Hantaran listrik dijelaskan dengan cara yang sama. Bila beda tegangan
diberikan pada kedua ujung logam, elektron akan mengalir ke arah muatan yang positif.
Kilap logam diakibatkan oleh sejumlah besar orbital molekul kristal logam. Karena sedemikian banyak
orbital molekul, celah energi antara tingkat-tingkat energi itu sangat kecil. Bila permukaan logam disinari,
elektron akan mengabsorbsi energi sinar tersebut dan tereksitasi. Akibatnya, rentang panjang gelombang
cahaya yang diserap sangat lebar. Bila elektron yang tereksitasi melepaskan energi yang diterimanya dan
kembali ke keadaan dasar, cahaya dengan rentang panjang gelombang yang lebar akan dipancarkan, yang akan
kita amati sebagai kilap logam.
b. Kristal ionik
Kristal ionik semacam natrium khlorida (NaCl) dibentuk oleh gaya tarik antara ion bermuatan positif dan negatif. Kristal ionik biasanya memiliki titik leleh tinggo dan
hantaran listrik yang rendah. Namun, dalam larutan atau dalam lelehannya, kristal ionik terdisosiasi menjadi ion-ion yang memiliki hantaran listrik. Biasanya diasumsikan bahwa terbentuk ikatan antara kation dan anion. Dalam kristal ion natrium khlorida, ion natrium dan khlorida diikat oleh ikatan ion. Berlawanan dengan ikatan kovalen, ikatan ion tidak memiliki arah khusus, dan akibatnya, ion natrium akan berinteraksi dengan semua ion khlorida dalam kristal, walaupun intensitas interaksi beragam. Demikian juga, ion khlorida akan berinteraksi dengan semua ion natrium dalam kristal.
Susunan ion dalam kristal ion yang paling stabil adalah susunan dengan jumlah kontak antara partikel bermuatan berlawanan terbesar, atau dengan kata lain, bilangan koordinasinya terbesar. Namun, ukuran kation berbeda dengan ukuran anion, dan akibatnya, ada kecenderungan anion yang lebih besar akan tersusun terjejal, dan kation yang lebih kecil akan berada di celah antar anion.
Dalam kasus natrium khlorida, anion khlorida (jari-jari 0,181 nm) akan membentuk susunan kisi berpusat muka dengan jarak antar atom yang agak panjang sehingga
kation natrium yang lebih kecil (0,098 nm) dapat dengan mudah diakomodasi dalam ruangannya . Setiap ion natrium dikelilingi oleh enam ion khlorida (bilangan koordinasi = 6). Demikian juga, setiap ion khlorida dikelilingi oleh enam ion natrium (bilangan koordinasi = 6)
Masing-masing ion dikelilingi oleh enam ion yang muatannya berlawanan.
Struktur ini bukan struktur terjejal.
Dalam cesium khlorida, ion cesium yang lebih besar (0,168nm) dari ion natrium dikelilingi oleh 8 ion khlorida membentuk koordinasi 8:8. Ion cesium maupun khlorida seolah secara independen membentuk kisi kubus sederhana, dan satu ion cesium terletak di pusat kubus yang dibentuk oleh 8 ion klorida.
Jelas bahwa struktur kristal garam bergantung pada rasio ukuran kation dan
anion. Bila rasio (jarijari kation)/(jari-jari anion) (rC/rA) lebih kecil dari nilai rasio di
natrium khlorida, bilangan koordinasinya akan lebih kecil dari enam. Dalam zink
sulfida, ion zink dikelilingi hanya oleh empat ion sulfida. Masalah ini dirangkumkan
di tabel
Rasio jari-jari kation rC dan anion rA dan bilangan koordinasi.
Rasio jari-jari
rC/rA
Bilangan koordinasi contoh
0,225-0,414 4 ZnS
0,414-0,732 6 Sebagian besar halida
logam alkali
>0,732 8 CsCl, CsBr, CsI
c. Kristal Molekular
Kristal dengan molekul terikat oleh gaya antarmolekul semacam gaya van
der Waals disebut dengan kristal molekul. Kristal yang didiskusikan selama ini
tersusun atas suatu jenis ikatan kimia antara atom atau ion. Namun, kristal dapat
terbentuk, tanpa bantuan ikatan, tetapi dengan interaksi lemah antar molekulnya.
Bahkan gas mulia mengkristal pada temperatur sangat rendah. Argon mengkristal
dengan gaya van der Waaks, dan titik lelehnya -189,2°C. Padatan argon
berstruktur kubus terjejal.
Molekul diatomik semacam iodin tidak dapat dianggap berbentuk bola.
Walaupun tersusun teratur di kristal, arah molekulnya bergantian). Namun, karena
strukturnya yang sederhana, permukaan kristalnya teratur. Ini alasannya mengapa
kristal iodin memiliki kilap.
Struktur kristal iodin.
Strukturnya berupa kisi ortorombik berpusat muka.
Molekul di pusat setiap muka ditandai dengan warna lebih gelap. Pola
penyusunan kristal senyawa organik dengan struktur yang lebih rumit telah
diselidiki dengan analisis kristalografi sinar-X. Bentuk setiap molekulnya dalam
banyak kasus mirip atau secara esensi identik dengan bentuknya dalam fasa gas
atau dalam larutan.
d. Kristal Kovalen
Banyak kristal memiliki struktur mirip molekul-raksasa atau mirip polimer.
Dalam kristal seperti ini semua atom penyusunnya (tidak harus satu jenis) secara
berulang saling terikat dengan ikatan kovelen sedemikian sehingga gugusan yang
dihasilkan nampak dengan mata telanjang. Intan adalah contoh khas jenis kristal
seperti ini, dan kekerasannya berasal dari jaringan kuat yang terbentuk oleh ikatan
kovalen orbital atom karbon hibrida sp3 (Gambar 8.12). Intan stabil sampai
3500°C, dan pada temperatur ini atau di atasnya intan akan menyublim.
Kristal semacam silikon karbida (SiC)n atau boron nitrida (BN)n memiliki
struktur yang mirip dengan intan. Contoh yang sangat terkenal juga adalah silikon
dioksida (kuarsa; SiO2) (Gambar 8.13). Silikon adalah tetravalen, seperti karbon,
dan mengikat empat atom oksigen membentuk tetrahedron. Setiap atom oksigen
terikat pada atom silikon lain. Titik leleh kuarsa adalah 1700 °C.Struktur kristal
intan
Sudut ∠C-C-C adalah sudut tetrahedral, dan setiap
atom karbon dikelilingi oleh empat atom karbon lain.
Struktur kristal silikon dioksida
Bila atom oksigen diabaikan, atom silikon akan membentuk struktur mirip intan.
Atom oksigen berada di antara atom-atom silikon.
e. Kristal cair
Kristal memiliki titik leleh yang tetap, dengan kata laun, kristal akan
mempertahankan temperatur dari awal hingga akhir proses pelelehan. Sebaliknya,
titik leleh zat amorf berada di nilai temperatur yang lebar, dan temperatur selama
proses pelelehan akan bervariasi.
Terdapat beberapa padatan yang berubah menjadi fasa cairan buram pada
temperatur tetap tertentu yang disebut temperatur transisi sebelum zat tersebut
akhirnya meleleh. Fasa cair ini memiliki sifat khas cairan seperti fluiditas dan
tegangan permukaan. Namun, dalam fasa cair, molekul-molekul pada derajat
tertentu mempertahankan susunan teratur dan sifat optik cairan ini agak dekat
dengan sifat optik kristal. Material seperti ini disebut dengan kristal cair. Molekul
yang dapat menjadi kristal cair memiliki fitur struktur umum, yakni molekul-
molekul ini memiliki satuan struktural planar semacam cincin benzen. Di Gambar,
ditunjukkan beberapa contoh ristal cair.
Beberapa contoh kristal cair
Dalam kristal-kristal cair ini, dua cincin benzen membentuk rangka planar.
Terdapat tiga jenis kristal cair: smektik, nematik, dan kholesterik.
Hubungan struktural antara kristal padat-smektik, nematik dan kholesterik secara skematik ditunjukkan di
Kristal cair digunakan secara luas untuk tujuan praktis semacam layar TV atau jam tangan.
Keteraturan dalam kristal cair. Keteraturan adalm kristal adalah tiga dimensi. Dalam kristal cair smektik dapat dikatakan keteraturannya di dua dimensi, dan di nematik satu dimensi. T adalah temperatur transisi.
STRUKTUR KRISTAL
Struktur Kristal
Kristal merupakan susunan atom-atom yang teratur dalam ruang tiga dimensi. Keteraturan
susunan tersebut terjadi karena kondisi geometris yang harus memenuhi adanya ikatan atom yang
berarah dan susunan yang rapat. Walaupun tidak mudah untuk menyatakan bagaimana atom tersusun
dalam padatan, namun ada hal-hal yang
diharapkan menjadi faktor penting yang menentukan terbentuknya polihedra koordinasi susunan atom-
atom.
Secara ideal, susunan polihedra koordinasi paling stabil adalah yang memungkinkan
terjadinya energi per satuan volume yang minimum. Keadaan tersebut dicapai jika:
(1) kenetralan listrik terpenuhi,
(2) ikatan kovalen yang diskrit dan terarah terpenuhi,
(3) gaya tolak ion-ion menjadi minimal,
(4) susunan atom serapat mungkin.
Kisi Ruang Bravais Dan Susunan Atom Pada Kristal
Kisi ruang (space lattice) adalah susunan titik-titik dalam ruang tiga dimensi dimana setiap titik
memiliki lingkungan yang serupa. Titik dengan lingkungan yangserupa itu disebutsimpul kisi (lattice
points). Simpul kisi dapat disusun hanya dalam 14 susunan yang berbeda, yang disebut kisi-kisi Bravais.
Jika atom-atom dalam kristal membentuk susunan teratur yang berulang maka atom-atom dalam
kristal haruslah tersusun dalam salah satu dari 14 bentuk kisi-kisi tersebut. Perlu dicatat bahwa setiap
simpul kisi bisa ditempati oleh lebih dari satu atom, dan atom atau kelompok atom yang menempati
tiap-tiap simpul kisi haruslah identik dan memiliki orientasi sama sesuai dengan pengertian simpul kisi.
Karena kristal yang sempurna merupakan susunan atom secara teratur dalam kisi ruang, maka susunan
atom tersebut dapat dinyatakan secara lengkap dengan menyatakan posisi atom dalam suatu kesatuan
yang berulang. Kesatuan yang berulang di dalam kisi ruang itu disebut sel unit(unit cell). Jika posisi
atom dalam padatan dapat dinyatakan dalam sel unit ini, maka sel unit itu merupakan sel unit struktur
kristal. Rusuk dari suatu sel unit dalam struktur kristal haruslah merupakan translasi kisi, yaitu vektor
yang menghubungkan dua simpul kisi.
Kristalografi Sistem Kristal
1. Sistem Isometrik
Sistem ini juga disebut sistem kristal regular, atau dikenal pula dengan sistem kristal kubus atau kubik.
Jumlah sumbu kristalnya ada 3 dan saling tegak lurus satu dengan yang lainnya. Dengan perbandingan
panjang yang sama untuk masing-masing sumbunya.
Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Isometrik memiliki axial ratio (perbandingan sumbu a = b = c, yang
artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b dan sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut
kristalografi α = β = γ = 90˚. Hal ini berarti, pada sistem ini, semua sudut kristalnya ( α , β dan γ ) tegak lurus
satu sama lain (90˚).
Gambar 1 Sistem Isometrik
Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem Isometrik memiliki perbandingan
sumbu a : b : c = 1 : 3 : 3. Artinya, pada sumbu a ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis
dengan nilai 3, dan sumbu c juga ditarik garis dengan nilai 3 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Dan
sudut antar sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 30˚ terhadap
sumbu bˉ.
Sistem isometrik dibagi menjadi 5 Kelas :
Tetaoidal Gyroida Diploida Hextetrahedral Hexoctahedral
Beberapa contoh mineral dengan system kristal Isometrik ini adalah gold, pyrite, galena, halite,
Fluorite (Pellant, chris: 1992)
2. Sistem Tetragonal
Sama dengan system Isometrik, sistem kristal ini mempunyai 3 sumbu kristal yang masing-masing saling
tegak lurus. Sumbu a dan b mempunyai satuan panjang sama. Sedangkan sumbu c berlainan, dapat lebih
panjang atau lebih pendek. Tapi pada umumnya lebih panjang.
Pada kondisi sebenarnya, Tetragonal memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a = b ≠ c , yang artinya
panjang sumbu a sama dengan sumbu b tapi tidak sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut
kristalografi α = β = γ = 90˚. Hal ini berarti, pada sistem ini, semua sudut kristalografinya ( α , β dan γ ) tegak
lurus satu sama lain (90˚).
Gambar 2 Sistem Tetragonal
Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem kristal Tetragonal memiliki
perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada sumbu a ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b
ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c ditarik garis dengan nilai 6 (nilai bukan patokan, hanya
perbandingan). Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+
memiliki nilai 30˚ terhadap sumbu bˉ.
Sistem tetragonal dibagi menjadi 7 kelas:
Piramid Bipiramid Bisfenoid Trapezohedral Ditetragonal Piramid Skalenohedral Ditetragonal Bipiramid
Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Tetragonal ini adalah rutil, autunite, pyrolusite, Leucite,
scapolite (Pellant, Chris: 1992)
3. Sistem Hexagonal
Sistem ini mempunyai 4 sumbu kristal, dimana sumbu c tegak lurus terhadap ketiga sumbu lainnya. Sumbu a,
b, dan d masing-masing membentuk sudut 120˚ terhadap satu sama lain. Sambu a, b, dan d memiliki panjang
sama. Sedangkan panjang c berbeda, dapat lebih panjang atau lebih pendek (umumnya lebih panjang).
Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Hexagonal memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a = b = d ≠ c ,
yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b dan sama dengan sumbu d, tapi tidak sama dengan
sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = 90˚ ; γ = 120˚. Hal ini berarti, pada sistem ini, sudut α
dan β saling tegak lurus dan membentuk sudut 120˚ terhadap sumbu γ.
Gambar 3 Sistem Hexagonal
Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem Hexagonal memiliki perbandingan
sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada sumbu a ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis
dengan nilai 3, dan sumbu c ditarik garis dengan nilai 6 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Dan sudut
antar sumbunya a+^bˉ = 20˚ ; dˉ^b+= 40˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 20˚
terhadap sumbu bˉ dan sumbu dˉ membentuk sudut 40˚ terhadap sumbu b+.
Sistem ini dibagi menjadi 7:
Hexagonal Piramid Hexagonal Bipramid Dihexagonal Piramid Dihexagonal Bipiramid Trigonal Bipiramid Ditrigonal Bipiramid Hexagonal Trapezohedral
Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Hexagonal ini adalah quartz, corundum, hematite, calcite,
dolomite, apatite. (Mondadori, Arlondo. 1977)
4. Sistem Trigonal
Jika kita membaca beberapa referensi luar, sistem ini mempunyai nama lain yaitu Rhombohedral, selain itu
beberapa ahli memasukkan sistem ini kedalam sistem kristal Hexagonal. Demikian pula cara
penggambarannya juga sama. Perbedaannya, bila pada sistem Trigonal setelah terbentuk bidang dasar, yang
terbentuk segienam, kemudian dibentuk segitiga dengan menghubungkan dua titik sudut yang melewati satu
titik sudutnya.
Pada kondisi sebenarnya, Trigonal memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a = b = d ≠ c , yang artinya
panjang sumbu a sama dengan sumbu b dan sama dengan sumbu d, tapi tidak sama dengan sumbu c. Dan
juga memiliki sudut kristalografi α = β = 90˚ ; γ = 120˚. Hal ini berarti, pada sistem ini, sudut α dan β saling
tegak lurus dan membentuk sudut 120˚ terhadap sumbu γ.
Gambar 4 Sistem Trigonal
Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem kristal Trigonal memiliki perbandingan
sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada sumbu a ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis
dengan nilai 3, dan sumbu c ditarik garis dengan nilai 6 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Dan sudut
antar sumbunya a+^bˉ = 20˚ ; dˉ^b+= 40˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 20˚
terhadap sumbu bˉ dan sumbu dˉ membentuk sudut 40˚ terhadap sumbu b+.
Sistem ini dibagi menjadi 5 kelas:
Trigonal piramid
Trigonal Trapezohedral Ditrigonal Piramid Ditrigonal Skalenohedral Rombohedral
Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Trigonal ini adalah tourmalinedan cinabar (Mondadori,
Arlondo. 1977)
5. Sistem Orthorhombik
Sistem ini disebut juga sistem Rhombis dan mempunyai 3 sumbu simetri kristal yang saling tegak lurus satu
dengan yang lainnya. Ketiga sumbu tersebut mempunyai panjang yang berbeda.
Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Orthorhombik memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a ≠ b ≠ c ,
yang artinya panjang sumbu-sumbunya tidak ada yang sama panjang atau berbeda satu sama lain. Dan juga
memiliki sudut kristalografi α = β = γ = 90˚. Hal ini berarti, pada sistem ini, ketiga sudutnya saling tegak lurus
(90˚).
Gambar 5 Sistem Orthorhombik
Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem Orthorhombik memiliki perbandingan
sumbu a : b : c = sembarang. Artinya tidak ada patokan yang akan menjadi ukuran panjang pada sumbu-
sumbunya pada sistem ini. Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu
a+ memiliki nilai 30˚ terhadap sumbu bˉ.
Sistem ini dibagi menjadi 3 kelas:
Bisfenoid Piramid Bipiramid
Beberapa contoh mineral denga sistem kristal Orthorhombik ini adalah stibnite, chrysoberyl, aragonite
dan witherite (Pellant, chris. 1992)
6. Sistem Monoklin
Monoklin artinya hanya mempunyai satu sumbu yang miring dari tiga sumbu yang dimilikinya. Sumbu a tegak
lurus terhadap sumbu n; n tegak lurus terhadap sumbu c, tetapi sumbu c tidak tegak lurus terhadap sumbu a.
Ketiga sumbu tersebut mempunyai panjang yang tidak sama, umumnya sumbu c yang paling panjang dan
sumbu b paling pendek.
Pada kondisi sebenarnya, sistem Monoklin memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a ≠ b ≠ c , yang artinya
panjang sumbu-sumbunya tidak ada yang sama panjang atau berbeda satu sama lain. Dan juga memiliki
sudut kristalografi α = β = 90˚ ≠ γ. Hal ini berarti, pada ancer ini, sudut α dan β saling tegak lurus (90˚),
sedangkan γ tidak tegak lurus (miring).
Gambar 6 Sistem Monoklin
Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem kristal Monoklin memiliki
perbandingan sumbu a : b : c = sembarang. Artinya tidak ada patokan yang akan menjadi ukuran panjang
pada sumbu-sumbunya pada sistem ini. Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa
antara sumbu a+ memiliki nilai 45˚ terhadap sumbu bˉ.
Sistem Monoklin dibagi menjadi 3 kelas:
Sfenoid Doma Prisma
Beberapa contoh mineral dengan ancer kristal Monoklin ini adalah azurite, malachite, colemanite, gypsum,
dan epidot (Pellant, chris. 1992)
7. Sistem Triklin
Sistem ini mempunyai 3 sumbu simetri yang satu dengan yang lainnya tidak saling tegak lurus. Demikian juga
panjang masing-masing sumbu tidak sama.
Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Triklin memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a ≠ b ≠ c , yang
artinya panjang sumbu-sumbunya tidak ada yang sama panjang atau berbeda satu sama lain. Dan juga
memiliki sudut kristalografi α = β ≠ γ ≠ 90˚. Hal ini berarti, pada system ini, sudut α, β dan γ tidak saling
tegak lurus satu dengan yang lainnya.
Gambar 7 Sistem Triklin
Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, Triklin memiliki perbandingan sumbu a : b : c
= sembarang. Artinya tidak ada patokan yang akan menjadi ukuran panjang pada sumbu-sumbunya pada
sistem ini. Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 45˚ ; bˉ^c+= 80˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu
a+ memiliki nilai 45˚ terhadap sumbu bˉ dan bˉ membentuk sudut 80˚ terhadap c+.
Sistem ini dibagi menjadi 2 kelas:
Pedial Pinakoidal
Beberapa contoh mineral dengan ancer kristal Triklin ini adalah albite, anorthite, labradorite,
kaolinite, microcline dan anortoclase (Pellant, chris. 1992)