repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/32064/3/BAB II_ref_Sidang1.doc · Web viewSistem...

50
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Sampah Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat (Undang- undang No. 18 Tahun 2008). Sampah yang dikelola berdasarkan Undang- Undang No 18 Tahun 2008 pasal 2 terdiri atas : 1. Sampah rumah tangga berasal dari kegiatan sehari- hari dalam rumah tangga, tidak termasuk tinja dan sampah spesifik. 2. Sampah sejenis sampah rumah tangga berasal dari kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum, dan/atau fasilitas lainnya. 3. Sampah spesifik meliputi: a. sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun; b. sampah yang mengandung limbah bahan berbahaya dan beracun; c. sampah yang timbul akibat bencana; d. puing bongkaran bangunan; e. sampah yang secara teknologi belum dapat diolah; dan/atau f. sampah yang timbul secara tidak periodik. II - 1

Transcript of repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/32064/3/BAB II_ref_Sidang1.doc · Web viewSistem...

Page 1: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/32064/3/BAB II_ref_Sidang1.doc · Web viewSistem pengolahan sampah yang dapat dikembangkan pada skala komunal adalah pengomposan open

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Sampah

Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam

yang berbentuk padat (Undang-undang No. 18 Tahun 2008). Sampah yang

dikelola berdasarkan Undang- Undang No 18 Tahun 2008 pasal 2 terdiri atas :

1. Sampah rumah tangga berasal dari kegiatan sehari-hari dalam rumah

tangga, tidak termasuk tinja dan sampah spesifik.

2. Sampah sejenis sampah rumah tangga berasal dari kawasan komersial,

kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum,

dan/atau fasilitas lainnya.

3. Sampah spesifik meliputi:

a. sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun;

b. sampah yang mengandung limbah bahan berbahaya dan beracun;

c. sampah yang timbul akibat bencana;

d. puing bongkaran bangunan;

e. sampah yang secara teknologi belum dapat diolah; dan/atau

f. sampah yang timbul secara tidak periodik.

Sampah adalah sesuatu yang tidak dapat digunakan lagi, tidak terpakai,

tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang, yang berasal dari kegiatan manusia

dan tidak terjadi dengan sendirinya (Kusnoputranto, 1993). Sampah adalah sisa-

sisa bahan yang mengalami perlakuan, baik karena telah diambil bagian

utamanya atau karena pengolahan, atau karena sudah tidak ada manfaatnya, yang

ditinjau dari segi sosial ekonomi tidak ada harganya dan dari segi lingkungan

dapat menyebabkan pencemaran atau gangguan kelestarian (Hadiwiyoto, 1989).

Menurut SNI 19-2454-2002 sampah adalah limbah yang terdiri dari zat organik

dan zat anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak

membahayakan lingkungan dan melindungi investasi pembangunan. Sampah

perkotaan adalah sampah yang timbul di kota (tidak termasuk sampah yang

berbahaya dan beracun).

II - 1

Page 2: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/32064/3/BAB II_ref_Sidang1.doc · Web viewSistem pengolahan sampah yang dapat dikembangkan pada skala komunal adalah pengomposan open

II - 2

2.2 Penggolongan Jenis Sampah

Penggolongan jenis sampah berdasarkan Damanhuri, E. Dan Padmi, T.

Di industri, jenis sampah atau yang dianggap sejenis sampah, dikelompokkan

berdasarkan sumbernya seperti :

Permukiman : biasanya berupa rumah atau apartemen. Jenis sampah yang

ditimbulkan antara lain sisa makanan, kertas, kardus, plastik, tekstil, kulit,

sampah kebun, kayu, kaca, logam, barang bekas rumah tangga, limbah

berbahaya dan beracun, dan sebagainya.

Daerah Komersial : yang meliputi pertokoan, rumah makan, pasar,

perkantoran, hotel, dan lain-lain. Jenis sampah yang ditimbulkan antara lain

kertas, kardus, plastik, kayu, sisa makanan, kaca, logam, limbah berbahaya

dan beracun, dan sebagainya.

Institusi : yaitu sekolah, rumah sakit, penjara, pusat pemerintahan, dan lain-

lain. Jenis sampah yang ditimbulkan sama dengan jenis sampah pada daerah

komersil.

Kontruksi dan pembongkaran bangunan : meliputi pembuatan kontruksi

baru, perbaikan jalan, dan lain-lain. Jenis sampah yang ditimbulkan antara

lain kayu, baja, beton, debu, dan lain-lain.

Fasilitas umum : seperti penyapuan jalan, taman, pantai, tempat rekreasi, dan

lain-lain. Jenis sampah yang ditimbulkan antara lain rubbish, sampah taman,

ranting, daun, dan sebagainya.

Pengolahan limbah domestik seperti instalasi pengolahan air minum,

instalasi pengolahan air buangan, dan insinerator. Jenis sampah yang

ditimbulkan antara lain lumpur hasil pengolahan, debu, dan sebagainya.

Kawasan industri : Jenis sampah yang ditimbulkan antara lain sisa proses

produksi, buangan non industri, dan sebagainya.

Pertanian : Jenis sampah yang dihasilkan antara lain sisa makanan busuk,

sisa pertanian.

Penggolongan tersebut diatas lebih lanjut dapat dikelompokkan

berdasarkan cara penanganan dan pengolahannya, :

Komponen mudah membusuk (putrescible) : sampah rumah tangga, sayuran,

buah-buahan, kotoran binatang, bangkai dan lain-lain.

Page 3: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/32064/3/BAB II_ref_Sidang1.doc · Web viewSistem pengolahan sampah yang dapat dikembangkan pada skala komunal adalah pengomposan open

II - 3

Komponen bervolume besar dan mudah terbakar (bulky combustible) : kayu,

kertas, kain plastik, karet, kulit, dan lain-lain.

Komponen bervolume besar dan sulit terbakar (bulky noncombustible) :

logam, mineral, dan lain-lain.

Komponen bervolume kecil dan mudah terbakar (small combustible).

Komponen bervolume kecil dan sulit terbakar (small noncombustible).

Wadah bekas : botol, drum, dan lain-lain.

Tabung bertekanan/gas.

Serbuk dan abu : organik (pestisida dan sebagainya), logam metalik, non

metalik, bahan amunisi, dan sebagainya.

Lumpur, baik organik maupun non organik.

Puing bangunan.

Kendaraan tak terpakai.

Sampah radioaktif.

Pembagian yang lain sampah dari negara industri antara lain berupa:

Sampah organik mudah busuk (garbage) : sampah sisa dapur, sisa makanan,

sampah sisa sayur, dan kulit buah-buahan.

Sampah organik tak membusuk (rubbish) : mudah terbakar (combustible)

seperti kertas, karton, plastik, dsb dan tidak mudah terbakar (non-

combustible) seperti logam, kaleng, gelas.

Sampah sisa abu pembakaran penghangat rumah (ashes).

Sampah bangkai binatang (dead animal) : bangkai tikus, ikan, anjing, dan

binatang ternak.

Sampah sapuan jalan (street sweeping) : sisa-sisa pembungkus dan sisa

makanan, kertas, daun.

Sampah buangan sisa kontruksi (demolition waste) dsb.

Berdasarkan sifat-sifat biologis dan kimianya, sampah dapat digolongkan

sebagai berikut :

Sampah yang dapat membusuk (garbage), seperti sisa makanan, daun,

sampah kebun, sampah pasar, sampah pertanian, dan lain-lain

Sampah yang tidak membusuk (refuse), seperti plastic, kertas, karet, gelas

logam, kaca dan sebagainya.

Page 4: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/32064/3/BAB II_ref_Sidang1.doc · Web viewSistem pengolahan sampah yang dapat dikembangkan pada skala komunal adalah pengomposan open

II - 4

Sampah yang berupa debu dan abu

Sampah yang mengandung zat-zat kimia atau zat fisis yang berbahaya.

Disamping yang berasal dari industri atau pabrik-pabrik, sampah jenis ini

banyak pula dihasilkan dari kegiatan kota termasuk dari rumah tangga.

2.3 Komposisi dan Karakteristik Sampah

Pengelompokan yang sering dilakukan adalah berdasarkan komposisinya,

misalnya dinyatakan sebagai % berat (biasanya berat basah) atau % volume

(basah) dari kertas, kayu, kulit, karet, plastik, logam, kaca, kain, makanan dan

lain-lain.

Tabel 2.1 Komposisi Sampah Kota Bandung Berdasarkan Sumber (% Berat

Sampah) 1988.

Komposisi Pasar Pertokoan Sapuan TPS TPA

Sampah Basah 86,36 67,03 42,23 82,76 87,78

Daun-daun 1,25 0,05 29,30 3,76 -

Kertas 5,77 0,05 18,16 4,94 4,60

Tekstil 0,45 17,38 0,19 1,03 0,76

Karet 0,14 2,89 - 0,07 0,35

Plastik 5,67 - 8,16 4,85 4,71

Kulit - 11,96 - 0,06 0,10

Kayu - 0,29 - 0,43 1,13

Kaca 0,19 0,29 - 0,28 0,10

Logam 0,09 0,10 - 0,19 0,12

Lain-lain 0,08 0,01 1,96 1,16 1,35

Sumber : Damanhuri, 2004

Selain komposisi, maka karakteristik lain yang biasa ditampilkan dalam

penanganan sampah adalah karakteristik fisika dan kimia. Karakteristik tersebut

sangat bervariasi, tergantung pada komponen-komponen sampah. Kekhasan

sampah dari berbagai tempat/daerah serta jenisnya yang berbeda-beda

memungkinkan sifat-sifat yang berbeda pula. Sampah kota di Negara-negara

Page 5: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/32064/3/BAB II_ref_Sidang1.doc · Web viewSistem pengolahan sampah yang dapat dikembangkan pada skala komunal adalah pengomposan open

II - 5

yang sedang berkembang akan berbeda susunannya dengan sampah kota di

negara-negara maju. Karakteristik sampah dapat dikelompokkan menurut sifat-

sifatnya, seperti:

Karakteristik fisika: yang paling penting adalah densitas, kadar air, kadar

volatile, kadar abu, nilai kalor, distribusi ukuran

Karateristik kimia: khususnya yang menggambarkan susunan kimia sampah

tersebut yang terdiri dari unsur C, N, O, P, H, S dsb.

Tabel 2.2 Karakteristik Sampah Kota Bandung 1988

Parameter Persentase

Kelembaban (% berat basah) 64,27

pH 6,27

Materi Organik (% berat basah) 44,70

Karbon (% berat kering) 44,70

Nitrogen (% berat kering) 1,56

Posfor (% berat kering) 0,241

Kadar Abu (% berat kering) 23,09

Nilai Kalor (kkal/kg) 1197

Sumber : Damanhuri, 2004

2.4 Pengelolaan Sampah

Pengelolaan sampah menurut undang-undang No 18 Tahun 2008 adalah

kegiatan sistematis, menyeluruh dan berkesinambungan yang meliputi

pengurangan dan penanganan sampah. Pengurangan sampah berdasarkan pasal

20 undang-undang No 18 Tahun 2008 meliputi kegiatan pembatasan timbulan

sampah, pendaur ulang sampah dan pemanfataan kembali sampah. Sedangkan

penanganan sampah berdasarkan pasal 22 undang-undang No 18 Tahun 2008

meliputi:

Pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai

dengan jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah,

Page 6: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/32064/3/BAB II_ref_Sidang1.doc · Web viewSistem pengolahan sampah yang dapat dikembangkan pada skala komunal adalah pengomposan open

II - 6

Pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah dari

sumber sampah ke tempat penampungan sementara atau tempat

pengolahan sampah terpadu,

Pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau

dari tempat penampungan sampah sementara atau dari tempat

pengolahan sampah terpadu menuju ke tempat pemrosesan akhir,

Pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi, dan

jumlah sampah,

Pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah dan/atau

residu hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman.

2.4.1 Pola Pengelolaan Sampah Kota

Teknik operasional pengelolaan sampah perkotaan terdiri dari kegiatan

pewadahan sampai dengan pembuangan akhir sampah bersifat terpadu dengan

melakukan pemilahan sejak dari sumbernya dapat dilihat pada Gambar 2.1 (SNI

19-2454-2002).

Gambar 2.1 Paradigma Lama Teknik Operasional Pengelolaan Sampah Kota

Sumber : SNI 19-2454-2002

PEMINDAHAN

TIMBULAN SAMPAH

PEMILAHAN, PEWADAHAN DAN PENGOLAHAN DI SUMBER

PENGUMPULAN

PENGANGKUTAN

PEMILAHAN, DAN PENGOLAHAN

PEMBUANGAN AKHIR

Page 7: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/32064/3/BAB II_ref_Sidang1.doc · Web viewSistem pengolahan sampah yang dapat dikembangkan pada skala komunal adalah pengomposan open

II - 7

Teknik operasional pengelolaan sampah kota seperti gambar di atas ini

dikenal sebagai pola penanganan sampah wadah – kumpul – angkut – buang.

Pola ini menyebabkan masalah dari segi beban transportasi dan penumpukan di

TPA. Oleh karena itu perlu adanya perubahan paradigma teknik operasional

pengelolaan sampah kota yang dapat meminimalkan masalah yang terjadi. Salah

satu pola penanganan yang dewasa ini banyak diwacanakan adalah pendauran

ulang sampah dan pemanfaatan kembali sampah yang dikenal dengan 3R (Dinas

tata Ruang dan Permukiman Provinsi Jawa Barat, 2008). 3R adalah kependekan

dari reduce, reuse, dan recycle. Idiom tersebut kemudian dialihbahasakan ke

dalam Bahasa Indonesia menjadi kurangi sampah, guna ulang sampah, dan daur

ulang sampah. 3R merupakan prinsip utama dalam pengelolaan sampah

berwawasan lingkungan (environmental friendly) (www.menlh.go.id).

Prinsip pertama reduce adalah segala aktivitas yang mampu mengurangi segala

sesuatu yang dapat menimbulkan sampah, misalnya:

Ketika berbelanja membawa kantong/keranjang dari rumah, tidak

memakai kantong plastik (kresek) yang dibeli/disediakan.

Mengurangi konsumsi makanan dan minuman berkemasan plastik,

kaleng, atau styreofoam.

Prinsip kedua reuse adalah kegiatan penggunaan kembali sampah yang layak

pakai untuk fungsi yang sama atau fungsi yang lain, misalnya:

Menggunakan secara berulang botol plastik bekas minuman atau

digunakan kembali sebagai wadah minyak goreng.

Modifikasi ban bekas menjadi kursi atau pot bunga.

Prinsip ketiga recycle adalah kegiatan mengolah sampah untuk dijadikan produk

baru, misalnya:

Mengolah sampah kertas menjadi kertas daur ulang/kertas seni/campuran

pabrik kertas.

Mengolah sampah plastik kresek menjadi kantong kresek lagi atau produk

plastik lower grade lainnya.

Mengolah sampah organik menjadi kompos.

Kegiatan 3R dimulai dari sumber sampah, dan dilakukan secara sistematis dalam

alur perjalanan sampah dari sumber sampah menuju ke TPA. Reduksi (R1)

Page 8: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/32064/3/BAB II_ref_Sidang1.doc · Web viewSistem pengolahan sampah yang dapat dikembangkan pada skala komunal adalah pengomposan open

II - 8

sampah merupakan upaya yang dilakukan baik oleh produsen maupun konsumen,

dengan tujuan utama agar terbentuknya sampah semaksimal mungkin dihindari

atau diminimalkan. Kegiatan R2 dan R3 dilakukan pada setiap level dalam

perjalanan sampah menuju pemerosesan akhir (Damanhuri, Ismaria, dan Padmi,

2006).

Gambar 2.2 Paradigma Baru Teknik Operasional Pengelolaan Sampah Kota

Sumber : Damanhuri, Ismaria, dan Padmi, 2006

Keterangan : - Pengelolaan sampah B3 rumah tangga dikelola secara khusus sesuai aturan

yang berlaku

- Kegiatan pemilahan dapat pula dilakukan pada kegiatan pengumpulan

pemindahan

- Kegiatan pemilahan dan daur ulang diutamakan di sumber sampah

- R1 : Kegiatan membatasi sampah

- R2 : Kegiatan mengguna-ulang

- R3 : Kegiatan mendaur-ulang

Timbulan Sampah

Pemindahan, Pengangkutan

Pengangkutan

Pembuangan Akhir

Akhir

Pewadahan

Pemilahan

(R1, R2)

(R2, R3)

Sumber Sampah

(R1)Pengumpulan

(R3)

Pengolahan

(R2, R3)

(R2, R3)

Page 9: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/32064/3/BAB II_ref_Sidang1.doc · Web viewSistem pengolahan sampah yang dapat dikembangkan pada skala komunal adalah pengomposan open

II - 9

Pelaksanaan penanganan sampah dengan 3R, yang dimulai dengan pemilahan

sampah, sedapat mungkin dilakukan di tingkat sumber, dan akan berjalan dengan

baik bila masyarakat terlibat dan dilibatkan secara aktif dalam pelaksanaannya.

Kegiatan daur ulang dan resource recovery (pemanfaatan kembali) dapat

mengurangi beban pengumpulan dan pembuangan akhir. Gambar 2.3 berikut

adalah algoritma metode pemilihan pengelolaan sampah (Damanhuri, Ismaria, dan

Padmi, 2006).

Page 10: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/32064/3/BAB II_ref_Sidang1.doc · Web viewSistem pengolahan sampah yang dapat dikembangkan pada skala komunal adalah pengomposan open

II - 10

Gambar 2.3 Algoritma Pemilihan Metode Pengelolaan Persampahan

Sumber : Damanhuri, Ismaria, dan Padmi, 2006

Page 11: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/32064/3/BAB II_ref_Sidang1.doc · Web viewSistem pengolahan sampah yang dapat dikembangkan pada skala komunal adalah pengomposan open

II - 11

Gambar 2.4 di bawah ini merupakan kaitan pembagian komposisi sampah dengan

pola pengelolaan sampah kota. Berdasarkan arus pergerakan sampah sejak dari

sumber hingga menuju ke pemerosesan atau pembuangan akhir, penanganan

sampah dikaitkan dengan upaya R2 dan R3, pengelolaan sampah kota dapat

dibagi dalam 3 kelompok utama (Damanhuri, Ismaria, dan Padmi, 2006):

Penanganan sampah tingkat sumber

Penanganan sampah tingkat kawasan

Penanganan sampah tingkat kota

Ga

mbar 2.4 Kaitan Komposisi Sampah Dengan Pola Pengelolaan

Sumber : Damanhuri, Ismaria, dan Padmi, 2006

Keterangan : UPKDU = Unit Produksi Kompos dan Daur Ulang

A. Penanganan Tingkat Sumber:

Merupakan kegiatan penanganan secara individual yang dilakukan

sendiri oleh penghasil sampah dalam area dimana penghasil sampah

tersebut berada. Penanganan sampah di tingkat sumber sangat

Page 12: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/32064/3/BAB II_ref_Sidang1.doc · Web viewSistem pengolahan sampah yang dapat dikembangkan pada skala komunal adalah pengomposan open

II - 12

dianjurkan dengan 3R, yang diawali dengan pemilahan sampah

berdasarkan jenisnya.

Minimasi sampah (R1) dilakukan sejak sampah belum terbentuk yaitu

dengan menghemat penggunaan bahan, membatasi konsumsi sesuai

kebutuhan, memilih bahan yang mengandung sedikit sampah, dan

sebagainya.

Pemanfaatan sampah dilakukan dengan menggunakan kembali sampah

sesuai fungsinya seperti halnya penggunaan botol minuman atau

kemasan lainnya.

Pengomposan sampah, misalnya dengan composter, diharapkan

diterapkan di sumber (rumah tangga, kantor, sekolah, dll). Bila lahan

memungkinkan, pengomposan dapat dilakukan dengan penimbunan

sampah, dan pengelolaan sampah di tingkat sumber dapat ditingkatkan

dengan gabungan pengelolaan yang bersifat individual maupun

komunal.

B. Penanganan sampah tingkat kawasan :

Merupakan kegiatan penanganan secara komunal untuk melayani

sebagian atau keseluruhan sumber sampah yang ada dalam area dimana

pengelola kawasan berada

Pengelolaan sampah tingkat kawasan harus mendorong peningkatan

upaya minimisasi sampah untuk mengurangi beban pada pengelolaan

tingkat kota, khususnya yang akan diangkut ke TPA

Pengelolaan sampah kawasan harus mampu melayani masyarakat yang

berada dalam daerah pelayanan yang telah ditentukan

Proses pemilahan sampah yang telah dimulai dari sumber, membutuhkan

pengaturan alat pengumpul (misal gerobak) yang terpisah ataupun

penjadwalan pengangkutan, agar sampah yang telah dipisah di tingkat

sumber tersebut akan tetap terpisah berdasarkan jenisnya

Lokasi pengumpulan sementara (TPS) dapat difungsikan sebagai pusat

pengolahan sampah tingkat kawasan, atau sebaliknya, yang berfungsi

untuk pemindahan, daur ulang, atau penanganan sampah lainnya dari

daerah yang bersangkutan.

Page 13: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/32064/3/BAB II_ref_Sidang1.doc · Web viewSistem pengolahan sampah yang dapat dikembangkan pada skala komunal adalah pengomposan open

II - 13

C. Penanganan Sampah Tingkat Kota:

Merupakan penanganan sampah yang dilakukan oleh pengelola

kebersihan kota, baik dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah, atau

dilaksanakan oleh institusi lain yang ditunjuk untuk itu, yang bertugas

untuk melayani sebagian atau seluruh wilayah yang ada dalam kota yang

menjadi tanggung jawabnya.

Prinsip pengolahan dan daur-ulang sampah adalah mengedepankan

pemanfaatan sampah sebagai sumber daya sehingga sampah yang harus

dibuang ke TPA menjadi lebih sedikit

Keberhasilan upaya pengolahan dan daur-ulang sangat tergantung pada

adanya pemilahan sampah mulai dari sumber, pada wadah komunal,

pada sarana pengumpul dan pengangkut, sehingga sampah yang akan

diangkut ke lokasi pengolahan telah terpilah sesuai jenis atau

komposisinya

Walaupun terdapat kemungkinan mendapatkan nilai tambah dari hasil

penjualan produk pengolahan atau daur-ulang, namun dasar pemikiran

pengolahan dan daur-ulang sampah hendaknya didasarkan atas

pendekatan non-profit-center, dan bahwa upaya tersebut bertujuan

untuk mengurangi sampah yang akan diurug di TPA

Sarana di tingkat kawasan atau TPS dapat berfungsi untuk pengumpulan

sampah berkategori B3 dari kegiatan rumah tangga, untuk ditangani

lebih lanjut

Proses pemilahan sampah yang telah dimulai dari sumber, dan telah

dipisahkan di tingkat pengumpulan, membutuhkan kontainer dan

pengaturan alat angkut yang terpisah ataupun penjadwalan

pengangkutan yang berbeda, agar sampah yang telah dipisah di tingkat

sumber dan tingkat kawasan tersebut akan tetap terpisah berdasarkan

jenisnya.

penanganan sampah di TPA hendaknya bertumpu pada beberapa prinsip,

yaitu :

Penanganan sampah di sarana ini hendaknya terpadu.

Page 14: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/32064/3/BAB II_ref_Sidang1.doc · Web viewSistem pengolahan sampah yang dapat dikembangkan pada skala komunal adalah pengomposan open

II - 14

Bahan yang masih bernilai ekonomis hendaknya diupayakan untuk

didaur-ulang sebelum dilakukan upaya terakhir dengan

pengurugan sampah ke dalam tanah.

Pada lokasi ini dapat dioperasikan beberapa jenis pengolahan sampah,

seperti pengomposan, biogasifikasi, ataupun insinerasi bila memenuhi

syarat

Sarana ini berfungsi pula sebagai tempat penyimpanan sementara bahan

berbahaya yang terkumpul dari kegiatan kota, untuk diangkut ke lokasi

pemerosesan yang sesuai.

2.4.2 Upaya Reduksi Sampah (R-1)

Terdapat berbagai tingkat fungsi pengemasan (Damanhuri, Ismaria, dan Padmi,

2006), yaitu :

Produk yang tanpa pengemas sama sekali

Pengemas level-1 : pengemas yang kontak langsung dengan produk

Pengemas level-2 : pengemas suplementar dari primary packaging

Pengemas level-3 : pengemas yang dibutuhkan untuk pengiriman

Beberapa pengemas dapat dipakai berulang-ulang, seperti botol minuman.

Di samping mendorong produsen untuk mencari bentuk pengemas yang lebih

ramah lingkungan, perlu adanya peran dan tanggung jawab produsen dalam

internalisasi biaya lingkungan dalam biaya produksi, termasuk tanggung jawab

untuk menerima pengemas (atau limbah B3 seperti batu batere) yang telah

digunakan oleh konsumen, sebagai Extended Producer Responsibility (EPR).

Dibutuhkan peraturan perundang-undangan yang mengatur kegiatan yang

mengatur penyelesaian yang bersifat lintas sektoral ini.

Bahan buangan berbentuk padat, seperti kertas, logam, plastik adalah bahan yang

biasa didaur-ulang. Bahan ini bisa saja didaur-pakai secara langsung atau harus

mengalami proses terlebih dahulu untuk menjadi bahan baku baru. Bahan

buangan ini banyak dijumpai, biasanya merupakan bahan pengemas produk.

Upaya mereduksi sampah akan menimbulkan manfaat jangka panjang seperti :

Mengurangi biaya pengelolaan dan investasi

Mengurangi potensi pencemaran air dan tanah

Page 15: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/32064/3/BAB II_ref_Sidang1.doc · Web viewSistem pengolahan sampah yang dapat dikembangkan pada skala komunal adalah pengomposan open

II - 15

Memperpanjang usia TPA

Mengurangi kebutuhan sarana sistem kebersihan

Menghemat pemakaian sumber daya alam.

2.4.3 Upaya Mengguna Ulang dan Daur Ulang (R2 Dan R3)

Dalam Penanganan Sampah Kota

Guna menentukan potensi daur-ulang, dibutuhkan adanya survei tentang

persentase sampah pada masing-masing sumber, dan pada masing-masing tingkat

penanganan sampah, sehingga dapat dibuat neraca alur sampah mulai dari sumber

sampai ke tempat pemerosesan akhir (TPA). Contoh neraca persentase sampah

dari mulai sumber sampai ke TPA adalah seperti terlihat dalam Gambar 2.5 di

bawah ini, sedang Gambar 2.6 merupakan skema contoh produk hasil pemilahan

(Damanhuri, Ismaria, dan Padmi, 2006).

Gambar 2.5 Contoh Neraca Persentase Sampah Mulai Sumber Sampai Ke TPA

Sumber : Damanhuri, Ismaria, dan Padmi,2006

Page 16: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/32064/3/BAB II_ref_Sidang1.doc · Web viewSistem pengolahan sampah yang dapat dikembangkan pada skala komunal adalah pengomposan open

II - 16

Gambar 2.6 Skema Contoh Produk Hasil Pemilahan

Sumber : Damanhuri, Ismaria, dan Padmi, 2006

2.4.4 Unit Pengolahan Sampah Skala Komunal

Unit pengolahan sampah skala komunal adalah unit pengolahan sampah

rumah tangga (organik saja atau organik dengan non organik) yang dikelola oleh

masyarakat dengan atau tanpa bantuan pemerintah meliputi 1-3 rukun warga

(RW) yang berada di suatu lingkungan permukiman atau komplek perumahan.

Kapasitas olah unit skala komunal biasanya tidak lebih dari 5 m3/hari

Kriteria pemilihan lokasi pengolahan sampah skala komunal :

1. Menemukan dan mengembangkan kegiatan 3R di permukiman atau

perumahan yang sudah berjalan.

2. Prioritaskan memilih lokasi dimana masyarakatnya telah diberi

pelatihan/penyuluhan pengelolaan sampah dengan 3R.

3. Lokasi potensial adalah di TPS komplek perumahan.

Sistem pengolahan sampah yang dapat dikembangkan pada skala komunal

adalah pengomposan open windrow atau menggunakan tong composter untuk

sampah organik. Sementara untuk non organik dengan pemilahan, pengepakan

dan penjualan atau dapat ditambah kegiatan pembuatan barang-barang kerajinan

dengan bahan baku dari sampah. Rencana pembangunan unit pengolah sampah

Page 17: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/32064/3/BAB II_ref_Sidang1.doc · Web viewSistem pengolahan sampah yang dapat dikembangkan pada skala komunal adalah pengomposan open

II - 17

skala komunal sebaiknya diintegrasikan dengan unit pengolah sampah skala

kawasan terdekat, sehingga unit skala komunal dapat menjadi supporting unit

skala kawasan, khususnya penyedia bahan baku kompos atau bahan baku plastik

dan kaleng untuk dicacah dan di-press (www.menlh.go.id).

2.4.5 Unit Pengolahan Sampah Skala Kawasan

Unit pengolahan skala kawasan adalah satu sistem pengolahan sampah

kota, baik organik maupun non organik, yang dikelola oleh pemerintah atau

kerjasama pemerintah dengan masyarakat atau dunia usaha yang ditempatkan di

beberapa kawasan perkotaan seperti: permukiman yang dilayani lebih dari satu

TPS/TD, kompleks perumahan, kawasan sekitar pasar tradisional, kawasan

perdagangan, kawasan industri, kawasan pendidikan/sosial atau di lokasi TPA

sebagai pilihan terakhir

Kriteria pemilihan lokasi unit pengolahan sampah skala kawasan :

1. Sedekat mungkin dengan sumber timbulan sampah

2. Diusahakan ditempatkan di TPS/Transfer Depo atau di kawasan yang

menghasilkan sampah cukup banyak seperti pasar tradisional, kawasan

perdagangan .

3. Lokasi yang dipilih diupayakan menyebar secara merata di seluruh wilayah

kota.

4. Terdapat lahan siap bangun seluas minimal :

- 250 m2 untuk kapasitas 36 m3/hari.

- 750 m2 untuk kapasitas 60 m3/hari.

5. Status lahan yang digunakan diusahakan milik pemerintah daerah setmpat.

6. Lahan TPA sebagai pilihan terakhir.

Kapasitas olah unit pengolahan skala kawasan adalah sekurang-kurangnya 30 m3

sampah per hari disesuaikan dengan jumlah timbulan sampah kota, target jumlah

sampah yang akan diolah, ketersediaan lahan, kemampuan anggaran dan

sumberdaya lainnya serta peran serta masyarakat dan dunia usaha

(www.menlh.go.id).

Page 18: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/32064/3/BAB II_ref_Sidang1.doc · Web viewSistem pengolahan sampah yang dapat dikembangkan pada skala komunal adalah pengomposan open

II - 18

2.5 Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat

Community Based Solid Waste Management (CBSWM) atau dialih bahasakan

menjadi Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat adalah sistem penanganan

sampah yang direncanakan, disusun, dioperasikan, dikelola dan dimiliki oleh

masyarakat. Tujuannya adalah kemandirian masyarakat dalam mempertahankan

kebersihan lingkungan melalui pengelolaan sampah yang ramah lingkungan

(www.esp.or.id).

Dengan demikian terdapat 5 (lima) prinsip utama yang menjadi dasar

pengembangan Sistem Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat (Dinas Tata

Ruang dan Permukiman Provinsi Jawa Barat, 2008) yaitu:

1. Prinsip Keterlibatan Warga ; dimana suatu CBSWM harus direncanakan,

dikembangkan, dioperasikan, dan diawasi dengan melibatkan setiap warga

yang memiliki hak dan kewajiban setara.

2. Prinsip Kemandirian ; dimana suatu CBSWM harus dikelola secara mandiri

sesuai dengan kemampuan sumber daya menerus yang dapat dimanfaatkan

oleh kelompok warga.

3. Prinsip Efisiensi ; dimana suatu CBSWM harus dikelola seefisien mungkin

dengan biaya yang minimal dan penggunaan sumber daya yang optimal

untuk memperoleh manfaat yang maksimal.

4. Prinsip Pelestarian Lingkungan ; dimana suatu CBSWM harus mampu

a. menciptakan lingkungan pemukiman yang bersih dari sampah.

b. melakukan upaya pemanfaatan sampah (waste recovery) seoptimal

mungkin, dan

c. mencegah dampak buruk lain yang dapat terjadi dari kegiatan pengelolaan

sampahnya.

5. Prinsip Keterpaduan ; dimana suatu CBSWM harus memiliki elemen sistem

yang terpadu dengan sistem pengelolaan luar-wilayah yang dikelola oleh

instansi kebersihan milik pemerintah setempat.

Page 19: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/32064/3/BAB II_ref_Sidang1.doc · Web viewSistem pengolahan sampah yang dapat dikembangkan pada skala komunal adalah pengomposan open

II - 19

Gambar 2.7 Sistem Atau Model Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat

Sumber : www.esp.or.id

Mengacu kepada ke-5 prinsip di atas, suatu wilayah yang menerapkan pola

CBSWM (Community Based Solid Waste Management) harus memenuhi

beberapa persyaratan aspek teknis, sosial-budaya, lingkungan, ekonomi,

kelembagaan, dan peraturan, (Dinas Tata Ruang dan Permukiman Provinsi Jawa

Barat, 2008) sebagai berikut:

Kejelasan batasan wilayah.

Wilayah CBSWM harus memiliki batas-batas yang jelas sesuai dengan

kesepakatan warga. Wilayah layanan sebaiknya ditentukan dengan batasan

wilayah yang umum dikenal misalnya RT, RW, maupun desa atau lebih luas

dari itu.

Peran Serta Masyarakat

Peran serta masyarakat di dalam pengelolaan sampah dapat didefinisikan

sebagai suatu proses pelibatan seluruh stakeholder dalam menentukan arah,

menjalankan proses dan mencapai tujuan bersama.

Seluruh kelompok stakeholder harus selalu dilibatkan dalam proses

perencanaan, pengoperasian, penentuan anggaran, perolehan dana

operasional, penilaian kinerja, penentuan struktur organisasi pengelola, dan

Page 20: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/32064/3/BAB II_ref_Sidang1.doc · Web viewSistem pengolahan sampah yang dapat dikembangkan pada skala komunal adalah pengomposan open

II - 20

lainnya. Mekanisme keterlibatan stakeholder harus diatur dengan jelas dan

dipahami semua pihak.

Strategi pengelolaan sampah yang terpadu;

Strategi yang dimiliki oleh suatu CBSWM harus menguraikan secara rinci

dan kuantitatif tentang pola tindakan terhadap berbagai jenis sampah yang

timbul, mulai dari upaya pewadahannya sampai ke upaya penampungan atau

pemusnahannya. Termasuk ke dalam strategi pengelolaan sampah ini adalah

keterkaitan antara sistem CBSWM dengan sistem kebersihan yang dijalankan

oleh instansi kebersihan pemerintah. Sesuai prinsip sebelumnya, penentuan

strategi ini harus dilakukan melalui proses pelibatan warga (participatory

process) dan konsultasi dengan pemerintah.

Upaya pemanfaatan sampah yang optimal;

CBSWM harus mengoptimalkan upaya pemanfaatan sampah untuk

mendukung;

a. upaya pelestarian lingkungan,

b. pemanfaatan produk sampah,

c. perolehan dana operasional, dan

d. pengurangan beban kerja instansi pengelola kebersihan pemerintah.

Tanpa adanya upaya tersebut, makna keberadaan CBSWM akan tidak

berarti. Minimal CBSWM harus mempertimbangkan adanya tindakan

pengkomposan terhadap sampah layak-kompos (compostable) dan tindakan

penjualan sampah layak-daur (recyclable). Optimasi pemanfaatan sampah

akan didukung oleh rencana pemilahan, penyiapan, proses produksi,

penyaluran produknya, dan mekanisma jual-belinya.

Sarana persampahan yang memadai;

Sarana yang dimiliki CBSWM harus mampu mendukung keberlangsungan

strategi pengelolaan sampah terpadu. Sarana yang dibutuhkan antara lain

adalah a) wadah sampah (yang mendukung upaya pemilahan sampah pada

sumbernya), b) gerobak pengumpul sampah, c) depo penampungan

sementara, d) fasilitas pengkomposan, e) fasilitas penyiapan bahan layak

daur ulang. dan f) fasilitas penampungan sementara.

Minimalisasi dampak lingkungan;

Page 21: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/32064/3/BAB II_ref_Sidang1.doc · Web viewSistem pengolahan sampah yang dapat dikembangkan pada skala komunal adalah pengomposan open

II - 21

Sarana dan pola kerja yang digunakan dalam suatu CBSWM tidak boleh

menimbulkan dampak lingkungan lain yang ternyata lebih berbahaya dari

dampak sampah itu sendiri.

Kejelasan organisasi pengelola sampah;

Kehadiran organisasi baik formal maupun non formal yang memegang

kendali kegiatan CBSWM, harus difasilitasi oleh pihak insiator. Hal ini

menjadi penting untuk keberlajutan CBSWM ketika inisiator tidak lagi

mendampingi masyarakat.

Sedapat mungkin, organisasi dibetuk atas kebutuhan warga, dan

berangotakan warga setempat.

Optimasi sumber pendanaan sendiri;

CBSWM harus memiliki sumber pendanaan yang jelas untuk memenuhi

biaya operasi dan biaya pengembangannya. CBSWM harus dapat

mengandalkan sumber dananya sendiri, seperti iuran warga, penjualan

produk pemanfaatan sampah, kontribusi pihak lain yang diupayakan sendiri.

Bantuan pendanaan dari pemerintah sebaiknya diberikan sesuai dengan

manfaat keberadaan CBSWM terhadap sistem persampahan yang dikelola

pemerintah.

Mekanisma pertanggungjawaban dan peningkatan kinerja;

CBSWM harus memiliki mekanisma pertanggungjawaban yang jelas, baik

terhadap kinerja administrasi, kinerja teknis, maupun kinerja keuangan.

Mekanisma pertanggungjawaban harus didukung dengan sistem penilaian

yang konsisten agar mempermudah proses pembandingan kinerjanya secara

periodik.

Integrasi CBSWM dalam Sistem Pengelolaan Sampah Kota;

Kehadiran CBSWM harus terintegrasi dengan sistem pengelolaan sampah

kota. Pengakuan CBSWM sebagai bagian dari Sistem Pengelolaan yang

dijalankan oleh Pemerintah adalah penting. Tanpa itu, eksistensi CBSWM

akan selalu menjadi pertanyaan berbagai pihak yang meragukan kemampuan

masyarakat.

Persyaratan di atas dalam pelaksanaan pengembangan suatu CBSWM, akan

sangat bervariasi tergantung dari karakteristik tiap wilayah CBSWM itu sendiri.

Page 22: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/32064/3/BAB II_ref_Sidang1.doc · Web viewSistem pengolahan sampah yang dapat dikembangkan pada skala komunal adalah pengomposan open

II - 22

2.6 Pola Pemilahan

Kunci keberhasilan program kebersihan dan pengelolaan sampah terletak pada

pemilahan. Tanpa pemilahan, pengolahan sampah menjadi sulit, mahal dan

beresiko tinggi mencemari lingkungan dan membahayakan kesehatan

(www.esp.or.id).

Pemilahan adalah memisahkan antara jenis sampah yang satu dengan jenis yang

lainnya. Minimal pemilahan menjadi dua jenis: sampah organik dan non organik.

Sebab sampah organik yang menginap satu hari saja sudah dapat menimbulkan

bau, namun tidak demikian halnya dengan sampah non organik (www.esp.or.id).

Berbagai bentuk dan bahan wadah pemilahan dapat digunakan. Setiap pilihan

memiliki kelebihan dan kekurangan. Prinsipnya: disesuaikan dengan kondisi

lingkungan dan kemampuan masyarakat yang akan memilah. Umumnya

pemilahan di lokasi yang telah melakukan program pengelolaan sampah adalah

sebagai berikut (www.esp.or.id) :

Gambar 2.8 Diagram Pewadahan Sampah Untuk Mempermudah Pemilahan.

Sumber : www.esp.or.id

Page 23: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/32064/3/BAB II_ref_Sidang1.doc · Web viewSistem pengolahan sampah yang dapat dikembangkan pada skala komunal adalah pengomposan open

II - 23

Pemilahan sampah non organik yang dapat didaur ulang kemudian di tindak

lanjuti untuk dijual agar dapat mendatangkan keuntungan ekonomi.

Gambar 2.9 Urutan Dari Kiri Ke Kanan Pengumpulan Sampah Non-Organik

Untuk Dijual

Sumber : www.esp.or.id

Model 1: Pemilahan Oleh Rumah Tangga

Pemilahan paling baik dilakukan mulai dari sumbernya, yaitu rumah

tangga. Setiap anggota keluarga baik ayah, ibu, anak dan anggota keluarga

lainnya memiliki tanggung jawab yang sama dalam pemilahan di rumah

tangga (www.esp.or.id).

Model 2: Pemilahan Oleh Petugas (Tingkat Komunal)

Jika pemilahan di rumah sulit dan perlu waktu lama untuk diterapkan,

sedangkan di wilayah RT atau RW tersedia area yang cukup luas, maka

model yang kedua ini cocok diterapkan (www.esp.or.id).

2.7 Pola Pengumpulan Pertama (Dari Rumah Ke TPS)

Pengumpulan pertama umumnya didukung oleh prasarana yang terdiri dari

pewadahan dan gerobak pengangkut. Bentuk, ukuran dan bahan prasarana

pendukung ini sangat bervariasi. Prinsipnya, pewadahan sampah yang

ditempatkan di area terbuka harus dilengkapi dengan penutup agar air hujan tidak

masuk. Tong atau bak sampah juga perlu mempertimbangkan kemudahan bagi

petugas sampah untuk mengeluarkan sampah dan memindahkannya ke dalam

gerobak sampah (www.esp.or.id).

2.8 Pola Penanganan Sampah di TPS

Penanganan sampah di TPS (Tempat Pembuangan Sementara) adalah

kewenangan pemerintah daerah. Namun agar sistem pengelolaan sampah di

Page 24: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/32064/3/BAB II_ref_Sidang1.doc · Web viewSistem pengolahan sampah yang dapat dikembangkan pada skala komunal adalah pengomposan open

II - 24

masyarakat dapat bersinergi dengan sistem lanjutannya, pengetahuan tentang

penanganan sampah di TPS sangat penting (www.esp.or.id).

Gambar 2.10 Penanganan sampah di rumah, TPS, dan TPA.

Sumber : www.esp.or.id

Keterangan:1. Sampah dihasilkan dari rumah

2. Tukang sampah mengumpulkan sampah di gerobak

3. Tukang sampah memindahkan sampah dari gerobak ke TPS

4. Sampah dipindahkan dari TPS ke truk oleh petugas pengangkut truk Dinas

Kebersihan

5. Sampah dari truk ditimbun di TPA

Masalah teknis yang sering timbul di TPS umumnya disebabkan oleh:

Ketidaksesuaian kapasitas TPS dengan jumlah sampah yang masuk,

sehingga banyak sampah yang tidak tertampung dan berceceran.

Jadwal pengangkutan ke TPA yang tidak lancar, sehingga sampah

terkadang harus ’menginap’ di TPS.

2.9 Pola Pengolahan

Pengolahan sampah adalah upaya yang sangat penting untuk mengurangi

volume sampah dan mengubah sampah menjadi material yang tidak berbahaya.

Pengolahan dapat dilakukan di sumber, di TPS, maupun di TPA. Prinsipnya

adalah dilakukan setelah pemilahan sampah dan sebelum penimbunan akhir,

sehingga sering juga disebut pengolahan antara (www.esp.or.id).

Page 25: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/32064/3/BAB II_ref_Sidang1.doc · Web viewSistem pengolahan sampah yang dapat dikembangkan pada skala komunal adalah pengomposan open

II - 25

Pencacahan: pengolahan fisik dengan memotong/mengurangi ukuran

sampah agar lebih mudah diolah, misalnya untuk proses pengomposan

rumah tangga

Pemadatan: pengolahan fisik dengan menambah densitas (kepadatan)

sampah agar volumenya berkurang, terutama untuk menghemat

penggunaan truk untuk pengangkutan sampah ke TPA.

Pengomposan/komposting: pengolahan sampah organik melalui

pembusukan (proses biologis) yang terkendali. Hasil yang diperoleh

disebut kompos.

Daur ulang sampah non organik: pengolahan fisik dan kimia untuk

mengubah sampah non organik menjadi material baru yang dapat

dimanfaatkan kembali. Contoh: melelehkan plastik dan mencacahnya

menjadi bijih plastik, membuat bubur kertas untuk menjadikan kertas

daur ulang, dan membuat kerajinan atau hasta karya.

Pembakaran: pengolahan fisik dengan membakar sampah pada

temperatur tinggi (diatas 1000 derajat celcius). Pembakaran atau

insinerasi sangat mahal dan perlu teknologi tinggi agar tidak berbahaya

bagi lingkungan dan kesehatan manusia. Karena itu, insinerasi tidak

cocok untuk tingkat RT atau RW, yang jumlah sampahnya masih

dibawah 120 ton per hari.

2.9.1Komposting

Komposting adalah upaya mengolah sampah organik melalui proses

pembusukan yang terkontrol atau terkendali. Produk utama komposting adalah

kebersihan lingkungan, karena jumlah sampah organik yang dibuang ke TPA

menjadi berkurang. Adapun kompos sebagai produk komposting adalah hasil

tambahan atau bonus yang dapat kita gunakan untuk tanaman sendiri ataupun

untuk dijual. Proses perubahan sampah organik menjadi kompos merupakan

proses metabolisme alami dengan bantuan makhluk hidup. Untuk itu, ada

beberapa faktor yang wajib dipenuhi (www.esp.or.id).

Page 26: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/32064/3/BAB II_ref_Sidang1.doc · Web viewSistem pengolahan sampah yang dapat dikembangkan pada skala komunal adalah pengomposan open

II - 26

Gambar 2.11 Faktor yang Mempengaruhi Proses Pembuatan Kompos

Sumber : www.esp.or.id

a. Mikroorganisme atau mikroba

Mikroorganisme atau mikroba yaitu makhluk hidup berukuran mikro

(sangat kecil) yang hanya dapat dilihat melalui mikroskop, misalnya

bakteri dan jamur. Mikroba inilah yang ’memakan’ sampah dan hasil

pencernaannya adalah kompos. Semakin banyak jumlah mikroba maka

semakin baik proses komposting. Mikroba ini dapat diperoleh dari

kompos yang sudah jadi ataupun dari lapisan atas tanah yang gembur

(humus).

b. Udara

Komposting adalah proses yang bersifat aerob (membutuhkan udara).

Aliran udara yang kurang baik selama komposting akan menyebabkan

mikroba jenis lain (yang tidak baik untuk komposting) yang lebih

banyak hidup, sehingga timbul bau menyengat dan pembentukan

kompos tidak terjadi. Oleh karena itu, wadah yang berlubang ataupun,

pembalikan dan pengadukan secara teratur sangat penting dalam

komposting.

Page 27: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/32064/3/BAB II_ref_Sidang1.doc · Web viewSistem pengolahan sampah yang dapat dikembangkan pada skala komunal adalah pengomposan open

II - 27

c. Kelembaban

Komposting berlangsung optimal dalam kelembaban antara 50 – 70%.

Jika terlalu lembab maka udara akan terhambat masuk ke dalam materi

organik sehingga bakteri mati karena kekurangan udara. Maka

simpanlah di tempat yang cukup kering. Namun juga jangan terlalu

kering karena mikroba membutuhkan air sebagai media hidupnya. Maka

siram atau percikkan lah air jika terlalu kering.

d. Suhu

Proses penguraian materi organik oleh mikroba menyebabkan suhu yang

cukup tinggi (fase aktif). Suhu akan turun secara bertahap yang

menandakan fase pematangan kompos. Kisaran suhu yang ideal untuk

komposting adalah 45 – 70 derajat celcius.

e. Nutrisi

Seperti manusia, mikroba juga membutuhkan makanan atau nutrisi.

Kandungan karbon dan nitrogen yang ada dalam sampah organik

merupakan sumber makanan mikroba. Perbandingan kedua unsur ini

akan berubah saat komposting berakhir.

f. Faktor lainnya

Faktor lainnya seperti waktu, pH (derajat keasaman), dan ukuran partikel

sampah organik. Rata-rata proses komposting membutuhkan waktu

sekitar 6 - 8 minggu. Variasi waktu tergantung pada jenis sampah

organik dan ada tidaknya unsur tambahan yang mempercepat proses

komposting seperti EM4. Ukuran partikel sampah juga perlu

diperhatikan dalam pengomposan rumah tangga. Kulit pisang dan

sayuran misalnya, perlu dicacah terlebih dahulu sebelum dimasukkan ke

dalam komposter.

Aerob

Aerob adalah kondisi dimana udara atau oksigen hadir dalam suatu reaksi

biologis, misalnya dalam proses komposting. Kondisi sebaliknya disebut

dengan anaerob, yaitu kondisi tanpa udara atau oksigen, misalnya sampah

yang ditimbun di TPA. Kondisi anaerob menyebabkan tumpukan/timbunan

Page 28: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/32064/3/BAB II_ref_Sidang1.doc · Web viewSistem pengolahan sampah yang dapat dikembangkan pada skala komunal adalah pengomposan open

II - 28

sampah organik berbau busuk dan tidak sedap, disebabkan reaksi biologis

yang terjadi. Oleh karena itulah pada proses komposting kondisi anaerob

harus dihindari. Caranya, berikan sirkulasi udara yang baik atau lakukan

proses pembalikan yang teratur.

a. Metoda Pengomposan/Komposting

MODEL 1: SKALA RUMAH TANGGA

Takakura dan modifikasinya Gentong

Doskura Ember Berlubang

Gambar 2.12 Contoh Pengomposan Skala Rumah Tangga

MODEL 2: SKALA KOMUNAL

Drum/tong Bak/Kotak

Page 29: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/32064/3/BAB II_ref_Sidang1.doc · Web viewSistem pengolahan sampah yang dapat dikembangkan pada skala komunal adalah pengomposan open

II - 29

Windrow

Gambar 2.13 Contoh Pengomposan Skala Komunal

Untuk komposting dengan metoda ini, dibutuhkan lahan yang cukup, yaitu

untuk:

Area penerimaan sampah

Area pemilahan dan pencacahan (jika diperlukan, terutama untuk

sampah pertamanan)

Area sampah non organik/lapak

Ruang pengomposan (windrow)

Ruang pengayakan kompos

Gudang kompos

Gudang peralatan

Instalasi pengelolaan lindi (air sampah)

Instalasi pengomposan sebaiknya dilengkapi juga dengan kantor, sebagai ruang

untuk pemantauan, dan dilengkapi juga dengan fasilitas air bersih, toilet dsb.

2.9.2 Daur Ulang Sampah Non-Organik

Daur ulang adalah proses memanfaatkan bahan bekas atau sampah untuk

menghasilkan produk yang dapat digunakan kembali. Daur ulang memiliki

banyak manfaat, diantaranya:

Mengurangi jumlah sampah yang dibuang ke TPA (Tempat Pembuangan

Akhir)

Mengurangi dampak lingkungan yang terjadi akibat menumpuknya

sampah di lingkungan

Page 30: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/32064/3/BAB II_ref_Sidang1.doc · Web viewSistem pengolahan sampah yang dapat dikembangkan pada skala komunal adalah pengomposan open

II - 30

Dapat menambah penghasilan melalui penjualan produk daur ulang yang

dihasilkan

Mengurangi penggunaan bahan alam untuk kebutuhan industri plastik,

kertas, logam, dan lain-lain.

2.9.3 Aneka Kreasi (Hasta Karya) Daur Ulang

Gambar 2.14 Aneka Kreasi (Hasta Karya) Daur Ulang

1. Tas anyaman dari bungkus mi instan

2. Amplop dan kertas surat dari kertas daur ulang

3. Tas anyaman dari aluminium foil

4. Taplak dari sedotan plastik

5. Berbagai produk dari flexible plastic.

Sumber : Dinas Tata Ruang dan Permukiman Provinsi Jawa Barat, 2008

Page 31: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/32064/3/BAB II_ref_Sidang1.doc · Web viewSistem pengolahan sampah yang dapat dikembangkan pada skala komunal adalah pengomposan open

II - 31

Daur Ulang Plastik

Gambar 2.15 Proses daur ulang plastik menjadi bijih plastik dan digunakan

kembali sebagai barang rumah tangga.

Sumber : Dinas Tata Ruang dan Permukiman Provinsi Jawa Barat, 2008

2.10 Definisi Sistem Informasi Geografis

Sistem Informasi Geografis (bahasa Inggris: Geographic Information System

disingkat GIS) adalah sistem informasi khusus yang mengelola data yang

memiliki informasi spasial (bereferensi keruangan). Atau dalam arti yang lebih

sempit, adalah sistem komputer yang memiliki kemampuan untuk membangun,

menyimpan, mengelola dan menampilkan informasi berefrensi geografis,

misalnya data yang diidentifikasi menurut lokasinya, dalam sebuah database.

Para praktisi juga memasukkan orang yang membangun dan mengoperasikannya

dan data sebagai bagian dari sistem ini. Teknologi Sistem Informasi Geografis

dapat digunakan untuk investigasi ilmiah, pengelolaan sumber daya, perencanaan

pembangunan, kartografi dan perencanaan rute. Misalnya, SIG bisa membantu

Page 32: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/32064/3/BAB II_ref_Sidang1.doc · Web viewSistem pengolahan sampah yang dapat dikembangkan pada skala komunal adalah pengomposan open

II - 32

perencana untuk secara cepat menghitung waktu tanggap darurat saat terjadi

bencana alam, atau SIG dapat digunaan untuk mencari lahan basah (wetlands)

yang membutuhkan perlindungan dari polusi (www.wikipedia.org.id).

Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah suatu prosedur manual atau beberapa

set berbasis komputer dari prosedur-prosedur yang digunakan untuk

mengumpulkan atau memanipulasi data geografis. SIG dapat juga diartikan

sebagai himpunan atau kumpulan yang terpadu dari hardware, software, data dan

liveware (orang-orang yang bertanggungjawab dalam merancang,

mengimplemantasikan dan menggunakan SIG). SIG juga merupakan hasil dari

perpaduan disiplin ilmu didalam beberapa proses data spasial. Berdasarkan

pengertian-pengertian diatas, maka Sistem Informasi Geografis (SIG) dapat

berfungsi sebagai: bank data terpadu, yaitu dapat memandu data spasial dan non

spasial dalam suatu basis data terpadu; sistem modeling dan analisi, yaitu dapat

digunakan sebagai sarana evaluasi potensi wilayah dan perencanaan spasial;

sistem pengelolaan yang bereferensi geografis, yaitu untuk mengelola operasianal

dan administrasi lokasi geografis; sebagai sistem pemetaan komputasi, yaitu

sistem yang dapat menyajikan peta sesuai dengan kebutuhan

(www.imamwardany.com).

2.10.1 Sejarah Pengembangan

35000 tahun yang lalu, di dinding gua Lascaux, Perancis, para pemburu Cro-

Magnon menggambar hewan mangsa mereka, juga garis yang dipercaya sebagai

rute migrasi hewan-hewan tersebut. Catatan awal ini sejalan dengan dua elemen

struktur pada sistem informasi gegrafis modern sekarang ini, arsip grafis yang

terhubung ke database atribut. Pada tahun 1700-an teknik survey modern untuk

pemetaan topografis diterapkan, termasuk juga versi awal pemetaan tematis,

misalnya untuk keilmuan atau data sensus (www.wikipedia.org.id).

Awal abad ke-20 memperlihatkan pengembangan "litografi foto" dimana

peta dipisahkan menjadi beberapa lapisan (layer). Perkembangan perangkat keras

komputer yang dipacu oleh penelitian senjata nuklir membawa aplikasi pemetaan

menjadi multifungsi pada awal tahun 1960-an (www.wikipedia.org.id).

Page 33: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/32064/3/BAB II_ref_Sidang1.doc · Web viewSistem pengolahan sampah yang dapat dikembangkan pada skala komunal adalah pengomposan open

II - 33

Tahun 1967 merupakan awal pengembangan SIG yang bisa diterapkan di

Ottawa, Ontario oleh Departemen Energi, Pertambangan dan Sumber Daya.

Dikembangkan oleh Roger Tomlinson, yang kemudian disebut CGIS (Canadian

GIS - SIG Kanada), digunakan untuk menyimpan, menganalisis dan mengolah

data yang dikumpulkan untuk Inventarisasi Tanah Kanada (CLI - Canadian land

Inventory) - sebuah inisiatif untuk mengetahui kemampuan lahan di wilayah

pedesaan Kanada dengan memetakaan berbagai informasi pada tanah, pertanian,

pariwisata, alam bebas, unggas dan penggunaan tanah pada skala 1:250000.

Faktor pemeringkatan klasifikasi juga diterapkan untuk keperluan analisis. CGIS

merupakan sistem pertama di dunia dan hasil dari perbaikan aplikasi pemetaan

yang memiliki kemampuan timpang susun (overlay), penghitungan,

pendijitalan/pemindaian (digitizing/scanning), mendukung sistem koordinat

national yang membentang di atas benua Amerika , memasukkan garis sebagai

arc yang memiliki topologi dan menyimpan atribut dan informasi lokasional pada

berkas terpisah. Pengembangya, seorang geografer bernama Roger Tomlinson

kemudian disebut "Bapak SIG" (www.wikipedia.org.id).

CGIS bertahan sampai tahun 1970-an dan memakan waktu lama untuk

penyempurnaan setelah pengembangan awal, dan tidak bisa bersaing dengan

aplikasi pemetaan komersil yang dikeluarkan beberapa vendor seperti Intergraph.

Perkembangan perangkat keras mikro komputer memacu vendor lain seperti

ESRI, CARIS, MapInfo dan berhasil membuat banyak fitur SIG, menggabung

pendekatan generasi pertama pada pemisahan informasi spasial dan atributnya,

dengan pendekatan generasi kedua pada organisasi data atribut menjadi struktur

database. Perkembangan industri pada tahun 1980-an dan 1990-an memacu lagi

pertumbuhan SIG pada workstation UNIX dan komputer pribadi. Pada akhir abad

ke-20, pertumbuhan yang cepat di berbagai sistem dikonsolidasikan dan

distandarisasikan menjadi platform lebih sedikit, dan para pengguna mulai

mengekspor menampilkan data SIG lewat internet, yang membutuhkan standar

pada format data dan transfer (www.wikipedia.org.id).

Page 34: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/32064/3/BAB II_ref_Sidang1.doc · Web viewSistem pengolahan sampah yang dapat dikembangkan pada skala komunal adalah pengomposan open

II - 34

2.10.2 Konsep Dasar Sistem Informasi Geografis

Pertengahan 1970-an telah dikembangkan sistem-sistem yang secara

khusus dibuat untuk menangani masalah informasi yang bereferansi geografis

dalam berbagai cara dan bentuk (www.imamwardany.com). Masalah-masalah

ini mencakup:

a. Pengorganisasian data dan informasi.

b. Penempatan informasi pada lokasi tertentu.

c. Melakukan komputasi, memberikan ilusi keterhubungan satu sama

lainnya (koneksi), beserta analisa-analisa spasial lainnya.

Sebutan umum untuk sistem-sistem yang menangani masalah-masalah

tersebut adalah Sistem Informasi Geografis. Dalam literatur, Sistem Informasi

Geografis dipandang sebagai hasil perpaduan antara sistem komputer untuk

bidang Kartografi (CAC) atau sistem komputer untuk bidang perancangan (CAD)

dengan teknologi basis data (data base). Pada awalnya, data geografis hanya

disajikan di atas peta dengan menggunakan symbol, garis dan warna. Elemen-

elemen geografis ini dideskripsikan di dalam legendanya misalnya: garis hitam

tebal untuk jalan utama, garis hitam tipis untuk jalan sekunder dan jalan-jalan

yang berikutnya. Selain itu, berbagai data yang di-overlay-kan berdasarkan

sistem koordinat yang sama. Akibatnya sebuah peta menjadi media yang efektif

baik sebagai alat presentasi maupun sebagai bank tempat penyimpanan data

geografis. Tetapi media peta masih mengandung kelemahan atau keterbatasan.

Informasi-informasi yang disimpan, diproses dan dipresentasikan dengan suatu

cara tertentu, dan biasanya untuk tujuan tertentu pula, tidak mudah untuk

merubah presentasi tersebut karena peta selalu menyediakan gambar atau simbol

unsur geografis dengan bentuk yang tetap walaupun diperlukan untuk kebutuhan

yang berbeda (www.imamwardany.com).

2.10.3 Subsistem SIG

Sistem Informasi Geografis dapat diuraikan menjadi beberapa subsistem

sebagai berikut (www.imamwardany.com) :

a. Data Input: Subsistem ini bertugas untuk mengumpulkan data dan

mempersiapkan data spasial dan atribut dari berbagai sumber dan

Page 35: repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/32064/3/BAB II_ref_Sidang1.doc · Web viewSistem pengolahan sampah yang dapat dikembangkan pada skala komunal adalah pengomposan open

II - 35

bertanggung jawab dalam mengkonversi atau mentransfortasikan format-

format data-data aslinya kedalam format yang dapat digunakan oleh SIG.

b. Data output: Subsistem ini menampilkan atau menghasilkan keluaran

seluruh atau sebagian basis data baik dalam bentuk softcopy maupun

bentuk hardcopy seperti: tabel, grafik dan peta.

c. Data Management: Subsistem ini mengorganisasikan baik data spasial

maupun data atribut ke dalam sebuah basis data sedemikian rupa sehingga

mudah dipanggil, di-update dan di-edit.

d. Data Manipulation & Analysis: Subsistem ini menentukan informasi-

informasi yang dapat dihasilkan oleh SIG dan melakukan manipulasi serta

pemodelan data untuk menghasilkan informasi yang diharapkan.

Gambar 2.16 Subsistem-subsistem SIG

Sumber : (www.imamwardany.com)

DataManipulation & Analisis

S I G

DataManageme

nt

DataOutput

DataInput