iii SWT, karena berkat rahmat dan petunjukNYA yang telah ...

67

Transcript of iii SWT, karena berkat rahmat dan petunjukNYA yang telah ...

Page 1: iii SWT, karena berkat rahmat dan petunjukNYA yang telah ...
Page 2: iii SWT, karena berkat rahmat dan petunjukNYA yang telah ...
Page 3: iii SWT, karena berkat rahmat dan petunjukNYA yang telah ...

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur yang tak terhingga senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah

SWT, karena berkat rahmat dan petunjukNYA yang telah memberikan hamba akal

dan pikiran sehingga tugas akhir ini dapat terselesaikan dengan baik.

Salam dan salawat, senantiasa kita curahkan kepada junjungan nabi besar

kita Muhammad SAW sebagai uswatun hasanah dalam segala aspek kehidupan kita

di permukaan bumi ini.

Tugas Akhir ini disusun merupakan salah satu persyaratan akademik

yang harus ditempuh dalam rangka menyelesaikan program studi pada

Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar.

Adapun judul tugas akhir ini adalah “Studi Perencanaan Hidroulis

Bendung Gerak Tempe Kabupaten Wajo Sulawesi Selatan “

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini tentu masih banyak

terdapat kekurangan-kekurangan yang disebabkan oleh keterbatasan ilmu dan

referensi yang kami peroleh, sehingga dengan keikhlasan dan kerendahan hati

kami mengharapkan masukan-masukan yang bersifat konstruktif demi lebih

sempurnanya tulisan ini.

Proposal ini dapat terwujud berkat adanya bantuan, arahan dan

bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan segala ketulusan dan

kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang

setinggi-tingginya kepada Prof. Dr. Ir. H. Lawalenna Samang, M.Sc., M. Eng.

selaku pembimbing I dan Bapak Ir. H. Abd. Rakhim Nanda, MT. selaku

Page 4: iii SWT, karena berkat rahmat dan petunjukNYA yang telah ...

iv

pembimbing II, yang telah banyak meluangkan waktunya, memberikan

bimbingan dan pengarahan sehingga terwujudnya tugas akhir ini.

Ucapan terima kasih pula kepada :

1. Bapak Dr. Irwan Akib, Mpd. sebagai Rektor Universitas Muhammadiyah

Makassar.

2. Bapak Hamzah Al Imran, ST.,MT. sebagai Dekan Fakultas Teknik

Universitas Muhammadiyah Makassar.

3. Bapak Muh. Syafaat S. Kuba, ST. sebagai Ketua Jurusan Teknik Sipil

Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar.

4. Bapak dan ibu dosen serta para staf pegawai pada Fakultas Teknik atas segala

waktunya yang telah mendidik dan melayani penulis selama mengikuti proses

belajar mengajar di Universitas Muhammadiyah Makassar.

5. Ayahanda, Ibunda serta saudara-saudaraku tercinta yang telah ikhlas

memberikan dukungan, kasih saying, do’a serta pengorbanan yang tak

terhingga.

6. Rekan-rekan mahasiswa dan mahasiswi Fakultas Teknik, terkhusus

Saudaraku Angkatan 2009 yang dengan keakraban dan persaudaraannya

banyak membantu dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

Semoga semua pihak tersebut di atasmendapat pahala yang berlipat ganda

di sisi Allah SWT dan skripsi yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi penulis,

rekan-rekan, masyarakat serta bangsa dan Negara. Amin.

Makassar, April 2015

Penulis

Page 5: iii SWT, karena berkat rahmat dan petunjukNYA yang telah ...

v

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................ i

HALAMAN PERSETUJUAN JUDUL .................................................... ii

KATA PENGANTAR ............................................................................ iii

DAFTAR ISI ......................................................................................... v

DAFTAR GAMBAR ............................................................................... vii

DAFTAR TABEL ................................................................................... viii

DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN................................................... ix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ...................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................. 3

C. Batasan Masalah .................................................................. 3

D. Maksud Dan Tujuan .............................................................. 3

E. Sistematika Penulisan ........................................................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Bendung ................................................................................ 6

1. Pengertian Bendung .......................................................... 6

2. Klasifikasi Bendung ........................................................... 7

3. Bagian-Bagian Bendung .................................................... 9

4. Pemilihan Lokasi Bendung ................................................ 9

5. Syarat-Syarat Konstruksi Bendung .................................... 11

B. Analisa Hidrologi ................................................................... 11

Page 6: iii SWT, karena berkat rahmat dan petunjukNYA yang telah ...

vi

1. Pengertian Hidrologi .......................................................... 11

2. Curah Hujan Wilayah ......................................................... 12

3. Curah Hujan Rencana ....................................................... 15

4. Uji Keselarasan Distribusi .................................................. 21

C. Intensitas Curah Hujan .......................................................... 23

D. Debit Banjir Rencana ............................................................ 25

E. PMF (Probable Maximum Flood) ........................................... 31

F. Perencanaan Bendung Gerak ............................................... 32

1. Umum ................................................................................ 32

2. komponen Utama Bendung ............................................... 32

3. Perencanaan Hidroulis Bendung gerak ............................. 34

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ...................................... 52

B. Tempat Dan Waktu Penelitian ............................................... 53

C. Prosedur Penelitian ............................................................... 53

D. Persiapan Penelitian ............................................................. 54

E. Teknik Pengumpulan Data .................................................... 54

F. Analisa Data .......................................................................... 55

DAFTAR PUSTAKA

Page 7: iii SWT, karena berkat rahmat dan petunjukNYA yang telah ...

viii

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Harga-Harga Koefisien Konstruksi. 35

2. Harga-Harga Minimum Angka Rembesan Lane (CL). 51

Page 8: iii SWT, karena berkat rahmat dan petunjukNYA yang telah ...

vii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Hidrograf satuan sintetik gama I. 25

2. Sketsa penempatan WF. 26

3. Sketsa penempatan RUA. 27

4. Lebar Efektif Bendung. 34

5. Kondisi Aliran di Atas Mercu Bendung. 37

6. Hubungan Kedalaman Air Hulu dan Hilir. 38

7. Kolam Olak Tipe USBR I. 41

8. Kolam Olak Tipe USBR II. 42

9. Kolam Olak Tipe USBR IV. 42

10. Kolam Olak Tipe Vlugter. 43

11. Kolam Olak Tipe Bak Tenggelam. 44

12. Macam-Macam Tipe Pintu Bendung Gerak. 47

13. Gambar Aliran Diatas Mercu Pintu. 47

14. Gambar Aliran Undersluice Untuk Menstabilkan

Muka Air Akibat Overflow. 48

15. Lokasi Penelitian. 52

16. Bendung Gerak Tempe. 53

Page 9: iii SWT, karena berkat rahmat dan petunjukNYA yang telah ...

1

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebutuhan utama akan air baik dalam segi pertanian maupun untuk air

bersih merupakan masalah utama dalam lingkungan masyarakat saat ini.

Tetapi dengan cuaca serta iklim yang berubah-ubah seiring dengan

pemanasan global menyebabkan ketersediaan air menjadi hal yang sangat

diutamakan, sehingga dibutuhkan beberapa bangunan hidrolik air baik

berupa bendung, waduk, serta bangunan-bangunan pelengkap bendung.

Bendung adalah suatu bangunan yang di buat dari pasangan batu kali,

bronjong, atau beton, yang terletak melintang pada sebuah sungai, yang

berfungsi untuk meninggikan muka air agar dapat di alirkan ke tempat-tempat

yang memerlukan. Tentu saja bangunan ini dapat digunakan pula untuk

keperluan lain selain irigasi, seperti untuk keperluan air minum, pembangkit

listrik atau untuk penggelontoran suatu kota.

Bendung gerak tempe merupakan bendung yang terletak di tiga

kabupaten, yaitu : Sidrap, Soppeng, dan Wajo. Selama musim kering dimana

ketinggian muka air danau kurang dari +6 m akan terbagi menjadi 3 danau

yaitu : Danau Tempe, Danau Sidenreng dan Danau Buaya, yang terhubung

melalui beberapa alur. Dari sebelah utara Danau Tempe mendapat masukan

air dari sungai Bila ( CA 1,610 km² ), dari sebelah barat mendapat masukan

air dari beberapa sungai termasuk sungai Batu-Batu, Bilokka, Panincong,

Lawo, dll ( CA 927 km² ), dan dari sebelah selatan mengalir sungai Walanae (

Page 10: iii SWT, karena berkat rahmat dan petunjukNYA yang telah ...

2

3,170 km² ). Alur pengeluaran dari Danau Tempe hanyalah melalui sungai

Cenranae. Dasar danau Tempe yang paling rendah mempunyai elevasi +3

m, pada musim hujan yaitu dari bulan Mei sampai Agustus biasanya tinggi

muka air danau naik mencapai elevasi +7 m sampai +9 m, dan luasan

permukaan airnya biasa mencapai 28,000 ha sampai 43,000 ha. Adapun

fungsi dari Bendung Gerak yakni untuk mengatur ketinggian muka air danau.

Pada musim kemarau, bendung gerak dioperasikan untuk mengatur muka air

sungai Cenranae sehingga kebutuhan air dihilir terpenuhi, dan

mempertahankan muka air Danau Tempe pada elevasi +5.0 m, sehingga

kegiatan ekonomi masyarakat dibidang perikanan, pertanian,

perhubungan/navigasi sungai bisa berjalan. Pada musim penghujan pintu

bendung dibuka total.

Konstruksi Bendung gerak yang menjadi objek penelitian, sebelum

dibangun tentu telah dianalisa perhitungan hidrologi dan analisa hidrolika

untuk pengoperasian pintu pada bendung gerak, perencanaan hidrolis

bendung dan stabilitas. Dengan demikian diharapkan dapat diperoleh desain

konstruksi yang aman dari segi hidrolik secara menyeluruh sebagaimana

hasil desain terdahulu. Sehingga judul yang kami tulis adalah “STUDI

PERENCANAAN HIDRAULIS BENDUNG GERAK TEMPE KABUPATEN

WAJO SULAWESI SELATAN “

Page 11: iii SWT, karena berkat rahmat dan petunjukNYA yang telah ...

3

B. Rumusan Masalah

Masalah yang kami angkat dalam tulisan ini adalah :

1. Bagaimana menganalisis perencanaan bendung gerak tempe.?

C. Batasan Masalah

Sebagaimana judul tulisan ini “STUDI PERENCANAAN HIDRAULIS

BENDUNG GERAK TEMPE KABUPATEN WAJO SULAWESI SELATAN “

maka penulisan ini meliputi lingkup pembahasan pada perencanaan Bendung

Gerak Tempe. Adapun batasan masalah dalam penulisan ini yang terkait

dalam perencanaan suatu bendung meliputi :

a. Analisis hidrologi untuk perencanaan hidraulis bendung gerak.

b. Bagaimana menganalisis perencanaan bendung gerak.

D. Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan penulisan ini adalah :

Untuk meninjau hasil perencanaan Bendung gerak tempe yang berada

di Kabupaten Wajo Sulawesi Selatan.

Sedangkan tujuan penulisan ini adalah :

a. Untuk melakukan analisa Hidrologi pada perencanaan hidraulis bendung

gerak.

b. Untuk melakukan studi tentang perencanaan bendung gerak berdasarkan

perinsip perencanaan desain terdahulu.

Page 12: iii SWT, karena berkat rahmat dan petunjukNYA yang telah ...

4

E. Sistematika penulisan

Sistematika penulisan merupakan gambaran umum dari keseluruhan

penulisan secara sistematis diuraikan sebagai berikut :

Bab I PENDAHULUAN

Pada bab ini menjelaskan tentang latar belakang, alasan pemilihan

judul, rumusan masalah, maksud dan tujuan penulisan, batasan

masalah serta sistematika penulisan.

Bab II TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini Membahas tentang pengertian bendung, analisa hidrologi

yang meliputi analisa distribusi curah hujan wilayah, analisa frekuensi

curah hujan rencana, analisa debit banjir rencana, kemudian

dilanjutkan dengan analisa perencanaan bendung yang meliputi tata

letak bendung dan perlengkapannya, kelengkapan bendung, analisa

hidrolis bendung, perencanaan hidro mekanik yang meliputi pintu

bendung, peredam energi dan analisis stabilitas bendung.

Bab III METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini menguraikan kondisi daerah perencanaan dan data yang

mendukung dalam perencanaan.

Bab IV ANALISA DAN HASIL PEMBAHASAN

Pada bab ini menjelaskan tentang analisa hidrologi, desain hidrolis

bendung, desain bangunan penangkap sedimen dan analisis stabilitas

bendung.

Page 13: iii SWT, karena berkat rahmat dan petunjukNYA yang telah ...

5

Bab V PENUTUP

Bab ini merupakan penutup yang berisi tentang kesimpulan dari hasil

penelitian ini, serta saran-saran dari penulis yang berkaitan dengan

faktor pendukung dan faktor penghambat yang dialami selama

penelitian berlangsung, sehingga diharapkan penelitian ini berguna

untuk seluruh mahasiswa Fakultas Teknik Universitas muhammadiyah

Makassar.

Page 14: iii SWT, karena berkat rahmat dan petunjukNYA yang telah ...

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Bendung

1. Pengertian Bendung

Bendung adalah bangunan melintang sungai yang berfungsi

meninggikan muka air sungai agar bisa di sadap. Bendung merupakan salah

satu dari bagian bangunan utama. Bangunan utama adalah bangunan air

(hydraulic structure) yang terdiri dari bagian-bagian yakni, bendung (weir

structure), bangunan pengelak (deversion structure), bangunan pengambilan

(intake structure), dan bangunan kantong lumpur (sediment trapstructure).

Berdasarkan Standar Nasional Indonesia 03-2401-1991 tentang

pedoman perencanaan hidrologi dan hidraulik untuk bangunan di sungai

adalah bangunan ini dapat didesain dan dibangun sebagai bangunan tetap,

bendung gerak, atau kombinasinya, dan harus dapat berfungsi

mengendalikan aliran dan angkutan muatan di sungai sedemikian sehingga

dengan menaikkan muka airnya, air dapat dimanfaatkan secara efisien

sesuai dengan kebutuhannya.

Sedangkan menurut Standar Perencanaan Irigasi KP 02 Bangunan

Utama, bendung adalah bangunan pelimpah melintang sungai yang

memberikan tinggi muka air minimum kepada bangunan pengambilan untuk

keperluan irigasi. Dari kedua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa

Page 15: iii SWT, karena berkat rahmat dan petunjukNYA yang telah ...

7

bendung adalah suatu bangunan air yang melintang sungai yang dibuat

untuk meninggikan muka air minimum untuk berbagai keperluan.

Fungsi utama dari bendung adalah untuk meninggikan elevasi muka

air dari sungai yang dibendung sehingga air bisa disadap dan dialirkan ke

saluran lewat bangunan pengambilan (intake structure), dan untuk

mengendalikan aliran, angkutan sedimen dan geometri sungai sehingga air

dapat dimanfaatkan secara aman, efisien dan optimal, (Mawardi Dan

Memet,2010).

2. Klasifikasi Bendung

Klasifikasi bendung berdasarkan sifatnya, fungsinya dan berdasarkan

tipe strukturnya, (Mawardi Dan Memet, 2010).

Ditinjau dari segi sifatnya bendung dapat pula dibedakan :

a. Bendung permanen seperti bendung pasangan batu, beton dan

kombinasi beton dan pasangan batu.

b. Bendung semi permanen seperti bendung bronjong, cerucuk kayu dan

sebagainya.

c. Bendung darurat, yang dibuat oleh masyarakat pedesaan seperti

bendung tumpukan batu dan sebagainya.

Bendung berdasarkan fungsinya dapat diklasifikasikan menjadi :

a. Bendung pembagi banjir

Bendung ini dibangun di percabangan sungai untuk mengatur muka air

sungai, sehingga terjadi pemisahan antara debit banjir dan debit rendah

sesuai dengan kapasitasnya.

Page 16: iii SWT, karena berkat rahmat dan petunjukNYA yang telah ...

8

b. Bendung penyadap

Bendung ini digunakan sebagai penyadap aliran sungai untuk berbagai

keperluan seperti untuk irigasi, air baku dan sebagainya.

c. Bendung penahan pasang

Bendung ini dibangun di bagian sungai yang dipengaruhi pasang surut air

laut antara lain untuk mencegah masuknya air asin.

Berdasarkan tipe strukturnya bendung dapat dibedakan atas :

a. Bendung tetap

Bendung tetap yaitu bendung yang terdiri dari ambang tetap, sehingga

muka air banjir tidak dapat di atur elevasinya. Pada umumnya dibangun

pada ruas sungai di hulu dan di tengah.

b. Bendung gerak.

Bendung ini dapat dipergunakan untuk mengatur tinggi dan debit air

sungai dengan pembukaan pintu-pintu yang terdapat pada bendung tersebut.

c. Bendung kombinasi

Bendung ini berfungsi ganda, yaitu sebagai bendung tetap maupun

sebagai bendung gerak.

d. Bendung kembang kempis (karet).

Bendung ini memiliki fungsi yang sama dengan bendung karet yang

mana berfungsi untuk mengatur tinggi muka air, pada musim kemarau,

bendung karet dapat dikembangkan sehingga air yang masih berlebih di awal

musim kemarau dapat ditampung, sedangkan pada musim hujan, bendung

karet dikempiskan untuk menghindari muka air banjir.

Page 17: iii SWT, karena berkat rahmat dan petunjukNYA yang telah ...

9

3. Bagian – Bagian Bendung

Adapun Bagian-bagian dari Bendung menurut Mawardi Dan Memet, 2010 :

a. Tubuh bendung antara lain terdiri dari ambang tetap dan mercu bendung

dengan bangunan peredam energinya.

b. Bangunan intake antara lain terdiri dari lantai/ambang dasar, pintu,

dinding banjir, pilar penempatan pintu, saringan sampah, jembatan

pelayan, rumah pintu dan perlengkapan lainnya.

c. Bangunan pembilas dengan undersluice atau tanpa undersluice, pilar

penempatan pintu, pintu bilas, jembatan pelayan, rumah pintu, saringan

batu dan perlengkapan lainnya.

d. Bangunan pelengkap lain yang harus ada pada bendung antara lain yaitu

tembok pangkal, sayap bendung, lantai udik dan dinding tirai, pengarah

arus tanggul banjir dan tanggul penutup atau tanpa tanggul, penangkap

sedimen atau tanpa penangkap sedimen, tangga, penduga muka air dan

sebagainya.

4. Pemilihan Lokasi Bendung

Menurut Mawardi Dan Memet, 2010 penentuan lokasi bendung dipilih atas

pertimbangan beberapa sudut pandang yaitu:

a. Keadaan Topografi

1. Dalam hal ini semua rencana daerah irigasi dapat terairi, sehingga

harus dilihat elevasi sawah tertinggi yang akan diairi.

2. Bila elevasi sawah tertinggi yang akan diairi telah diketahui maka

elevasi mercu bendung dapat ditetapkan.

Page 18: iii SWT, karena berkat rahmat dan petunjukNYA yang telah ...

10

3. Dari kedua hal diatas, lokasi bendung dilihat dari topografi dapat

diseleksi.

b. Keadaan Hidrologi.

1. Faktor-faktor hidrologinya, karena menentukan lebar dan panjang

bendung serta tinggi bendung tergantung pada debit rencana.

2. Faktor yang diperhitungkan, yaitu masalah banjir rencana,

perhitungan debit rencana, curah hujan efektif, distribusi curah hujan,

unit hidrograf, dan banjir di site atau bendung.

1. Kondisi Topografi.

a. Ketinggian bendung tidak terlalu tinggi.

b. Trase saluran induk terletak di tempat yang baik.

2. Kondisi Hidrologi dan Morfologi.

a. Pola aliran sungai meliputi kecepatan dan arahnya pada waktu debit

banjir.

b. Kedalaman dan lebar muka air pada waktu debit banjir.

c. Tinggi muka air pada debit banjir rencana.

d. Potensi dan distribusi angkutan sedimen.

3. Kondisi Tanah Pondasi

Bendung harus ditempatkan di lokasi dimana tanah pondasinya cukup

baik sehingga bangunan akan stabil. Faktor lain yang harus

dipertimbangkan pula yaitu potensi kegempaan dan potensi gerusan

karena arus dan sebagainya.

Page 19: iii SWT, karena berkat rahmat dan petunjukNYA yang telah ...

11

4. Biaya pelaksanaan

Biaya pelaksanaan bangunan bendung juga menjadi salah satu faktor

penentuan pemilihan lokasi pembangunan bendung. Dari beberapa

alternatif lokasi ditinjau pula dari segi biaya yang paling murah dan

pelaksanaan yang tidak terlalu sulit.

5. Syarat – Syarat Konstruksi Bendung.

Menurut Mawardi Dan Memet, 2010 Syarat bendung harus memenuhi

beberapa faktor yaitu :

a. Bendung harus stabil dan mampu menahan tekanan air pada waktu

banjir.

b. Pembuatan bendung harus memperhitungkan kekuatan daya dukung

tanah di bawahnya.

c. Bendung harus dapat menahan bocoran (seepage) yang disebabkan oleh

aliran air sungai dan aliran air yang meresap ke dalam tanah.

d. Tinggi ambang bendung harus dapat memenuhi tinggi muka air minimum

yang diperlukan untuk seluruh daerah irigasi.

e. Bentuk peluap harus diperhitungkan, sehingga air dapat membawa pasir,

kerikil dan batu-batu dari sebelah hulu dan tidak menimbulkan kerusakan

pada tubuh bendung, (Mawardi Dan Memet, 2010).

B. Analisis Hidrologi

1. Pengertian Hidrologi

Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik

mengenai terjadinya, peredaran dan penyebaranya, sifat-sifatnya dan

Page 20: iii SWT, karena berkat rahmat dan petunjukNYA yang telah ...

12

hubungan dengan lingkungannya terutama dengan makhluk hidup. Ini

meliputi berbagai bentuk air, yang menyangkut perubahan-perubahannya

antara keadaan cair, padat dan gas dalam atmosfer, di atas dan di bawah

permukaan tanah. Di dalamnya tercakup pula air laut yang merupakan

sumber dan penyimpanan air yang mengaktifkan penghidupan di planet bumi

ini.

Syarat-syarat yang diperlukannya adalah data-data hasil pengamatan

dalam semua aspek presipitasi, limpasan (runoff), debit sungai, infiltrasi,

perkolasi, evaporasi dan lain-lain. Dengan data-data tersebut dan ditunjang

oleh pengalaman-pengalaman dalam banyak ilmu yang berkaitan dengan

hidrologi, maka seorang ahli hidrologi akan dapat memberikan penyelesaian

dalam persoalan yang menyangkut keperluan dan penggunaan air dalam

hubungannya dengan perencanaan teknis bangunan-bangunan air.

2. Curah Hujan Wilayah

Curah hujan yang diperlukan untuk penyusunan suatu rancangan

pemanfaatan air dan rancangan pengendalian banjir adalah curah hujan rata-

rata di seluruh daerah yang bersangkutan, bukan curah hujan pada titik

tertentu. Curah hujan ini disebut curah hujan wilayah atau daerah dan

dinyatakan dalam millimeter. Curah hujan daerah ini harus diperkirakan dari

beberapa titik pengamatan curah hujan. Metode perhitungan curah hujan

areal dari pengamatan curah hujan di beberapa titik adalah sebagai berikut:

(Loebis, 1987).

Page 21: iii SWT, karena berkat rahmat dan petunjukNYA yang telah ...

13

1. Metode Thiessen

Metode ini memperhitungkan bobot dari masing-masing stasiun yang

mewakili luasan di sekitarnya. Pada suatu luasan di dalam DAS dianggap

bahwa hujan adalah sama dengan yang terjadi pada stasiun yang terdekat,

sehingga hujan yang tercatat pada suatu stasiun mewakili luasan tersebut.

Metode ini digunakan apabila penyebaran stasiun hujan di daerah yang

ditinjau tidak merata, pada metode ini stasiun hujan minimal yang digunakan

untuk perhitungan adalah tiga stasiun hujan. Hitungan curah hujan rata-rata

dilakukan dengan memperhitungkan daerah pengaruh dari tiap stasiun.

Metode poligon Thiessen banyak digunakan untuk menghitung hujan

rata-rata kawasan. Poligon Thiessen adalah tetap untuk suatu jaringan

stasiun hujan tertentu. Apabila terdapat perubahan jaringan stasiun hujan

seperti pemindahan atau penambahan stasiun, maka harus dibuat lagi

poligon yang baru, (Triatmodjo, 2008).

Curah hujan daerah itu dapat dihitung dengan persamaan berikut,

(Sosrodarsono dan Takeda, 1993)

= 1 1 + 2 2 + 3 3 +⋯+1 + 2 +⋯+= 1 1 + 2 2 +⋯ += 1 1 + 2 2 + ……………………………………….. (2.1)

Dimana :

R = Curah hujan daerah

R1,R2,…..Rn = Curah hujan di tiap titik pengamatan dan n

Page 22: iii SWT, karena berkat rahmat dan petunjukNYA yang telah ...

14

adalah jumlah titik Pengamatan

A1,A2,…..An = Bagian daerah yang mewakili tiap titip

Pengamatan

W1,W2,…Wn =AAn

AA

AA .......,,2,1

2. Metode Isohyet

Isohyet adalah garis yang menghubungkan titik-titik dengan

kedalaman hujan yang sama. Pada metode isohyet, dianggap bahwa hujan

pada suatu daerah di antara dua garis isohyet adalah merata dan sama

dengan nilai rata-rata dari kedua garis isohyet tertentu, (Triatmodjo, 2008).

Adapun rumus yang digunakan pada metode Isohyet manurut

(Sosrodarsono dan Takeda, 1993).

R = (A1R1+A2R2+AnRn) / (A1+A2+An) .............................. (2.2)

Dimana :

R = Curah Hujan Rata-rata Daerah (mm)

R1, R2,..Rn = Curah Hujan di tiap titik pengamatan dan n adalah

jumlah titik-titik pengamatan (mm)

A1, A2,….An = Luas Daerah antara ishoyet (Km²)

Metode Isohyet merupakan cara paling teliti untuk menghitung

kedalaman hujan rata-rata di suatu daerah, pada metode ini stasiun hujan

harus banyak dan tersebar merata, metode isohyet membutuhkan pekerjaan

dan perhatian yang lebih banyak dibanding dua metode lainnya.

Page 23: iii SWT, karena berkat rahmat dan petunjukNYA yang telah ...

15

3. Metode Rata-Rata Aljabar

Metode ini paling sederhana, pengukuran yang dilakukan di beberapa

stasiun dalam waktu yang bersamaan dijumlahkan dan kemudian dibagi

jumlah stasiun. Stasiun hujan yang digunakan dalam hitungan adalah yang

berada dalam DAS, tetapi stasiun di luar DAS tangkapan yang masih

berdekatan juga bisa diperhitungkan. Metode Rata-Rata Aljabar memberikan

hasil yang baik apabila :

a. Stasiun hujan tersebar secara merata di DAS.

b. Distribusi hujan relatif merata pada saluran DAS.

(Triatmodjo, 2008).

Cara ini adalah perhitungan rata-rata secara aljabar curah hujan di

dalam dan disekitar daerah yang bersangkutan (Sosrodarsono dan Takeda,

1993). = ( 1 + 2 +⋯+ )……………………………………….. (2.3)

Dimana :

R = Curah hujan daerah (mm)

N = Jumlah titik-titik (pos-pos) pegamatan

R1,R2,..,Rn = Curah hujan ditiap pegamatan

3. Curah Hujan Rencana

Perhitungan curah hujan rencana digunakan untuk meramal besarnya

hujan dengan periode ulang tertentu. Berdasarkan curah hujan rencana

tersebut kemudian dicari intensitas hujan yang digunakan untuk mencari debit

banjir rencana.

Page 24: iii SWT, karena berkat rahmat dan petunjukNYA yang telah ...

16

Dalam ilmu statistik dikenal beberapa macam distribusi frekuensi dan

empat jenis distribusi yang banyak digunakan dalam bidang hidrologi, yaitu

distribusi Normal, distribusi Log-Normal, distribusi Log-Person III , dan

distribusi Gumbel. Sebelum menghitung curah hujan wilayah dengan

distribusi yang ada dilakukan terlebih dahulu pengukungan dispersi untuk

mendapatkan parameter-parameter yang digunakan dalam perhitungan curah

hujan rencana.

1. Pengukuran Dispersi

Suatu kenyataan bahwa tidak semua variat dari suatu variable

hidrologi terletak atau sama dengan nilai rata-ratanya, kemungkinan ada nilai

variat yang lebih besar atau lebih kecil dari pada nilai rata-ratanya. Besarnya

derajat dari sebaran variat disekitar nilai rata-ratanya disebut dengan variasi (

variation ) atau disperse ( dispersion ) dari pada suatu data sembarang

variable hidrologi. Cara mengukur besarnya variasi atau dispersi disebut

pengukuran dispersi, pengukuran dispersi meliputi standar deviasi, koefisien

kemencengan, koefisian variasi, dan pengukuran kurtosis.

(Soewarno, 1995).

a. = ∑ = ( − ) 0.5̇ ............................................... (2.4)

n-1

dimana :

S : Standar deviasi

Xi : Titik tengah tiap interval kelas (mm)

Xrt : Rata – rata hitungan (mm)

n : Jumlah kelas

Page 25: iii SWT, karena berkat rahmat dan petunjukNYA yang telah ...

17

b. = ............................................................... (2.5)

dimana :

Cv : Koefisien variasi

S : Standar deviasi

Xrt : Rata – rata hitungan (mm)

c. = ∑ ( )( )( ) ³ ............................................... (2.6)

dimana :

Cs : Koefisien kemencengan

S : Standar deviasi

Xi : Titik tengah tiap interval kelas (mm)

Xrt : Rata – rata hitungan (mm)

n : Jumlah kelas

d. = ²∑ .{ ( ) }( )( )( ) .................................... (2.7)

dimana :

Ck : Koefisien kurtosis

S : Standar deviasi

Xi : Titik tengah tiap interval kelas (mm)

Xrt : Rata – rata hitungan (mm)

n : Jumlah kelas

Page 26: iii SWT, karena berkat rahmat dan petunjukNYA yang telah ...

18

2. Metode Gumbel

Rumus rumus yang digunakan untuk menentukan curah hujan rencana

menurut metode gumbel adalah sebagai berikut := + . ............................................................ (2.8)

dimana :

Xi : Hujan rencana dengan periode ulang T tahun (mm)

Xrt : Nilai tengah sampel (mm)

s : Standar deviasi sampel

k : Factor frekuensi

(Soemarto, 1999).

3. Metode Log Person III

Pada situasi tertentu, walaupun data yang diperkitakan mengikuti

distribusi sudah dikonversi kedalam bentuk logarotmis, ternyata kedekatan

antara data dan teori tidak cukup kuat menyimpulkan pemakaian distribusi

Log-Normal, (Suripin, 2004).

Person telah mengembangkan serangkaian fungsi probabilitas yang

dapat dipakai untuk hampir semua distribusi probabilitas empiris. Tidak

seperti konsep yang melatar belakangi pemakaian distribusi Log-Normal

untuk banjir puncak, maka distribusi probabilitas ini hampir tidak berbasis

teori, distribusi ini masih tetap dipakai karena fleksibilitasnya, (Suripin, 2004).

Ada tiga parameter penting dalam Log-Person III, yaitu harga rata-rata,

simpangan baku, dan koefisien kemencengan. Yang menarik, jika koefisien

kemencengan sama dengan nol, distribusi kembali ke distribusi Log-Normal.

Page 27: iii SWT, karena berkat rahmat dan petunjukNYA yang telah ...

19

Berikut ini langkah-langkah penggunaan distribusi Log-Person III

menurut Suripin, 2004 :

a. Ubah data ke dalam bentuk logaritmis dari X menjadi Log Xb. Hitung harga rata – rata :

Log = ∑ . ...................................................... (2.9)

dimana :

Xi : Titik tengah tiap interval kelas (mm)

Xrt : rata-rata hitungan (mm)

n : Jumlah kelas

c. Hitung harga simpangan baku :

S = ∑ . ( − )² 0.5̇ ...................................... (2.10)

n-1

dimana :

S : Standar deviasi

Xi : Titik tengah tiap interval kelas (mm)

Xrt : rata – rata hitungan (mm)

n : Jumlah kelas

d. Hitung koefisien kemencengan ( ) := ∑ ( )( )( ) ³ ................................ (2.11)

dimana :

: Koefisien kemencengan

Page 28: iii SWT, karena berkat rahmat dan petunjukNYA yang telah ...

20

S : Standar deviasi

Xi : Titik tengah tiap interval kelas (mm)

Xrt : rata – rata hitungan (mm)

n : Jumlah kelas

e. Hitung logaritma hujan atau banjir dengan periode ulang T := + . ....................................................... (2.12)

dimana :

S : Standar deviasi

Xi : Titik tengah tiap interval kelas (mm)

Xrt : rata – rata hitungan (mm)

k : variable standar ( standarized variable ), tergantung

4. Metode Log-Normal

Rumus yang digunakan dalam perhitungan dengan metode ini

menurut Soewarno, 1995 adalah sebagai berikut :

= + . .................................................................. (2.13)

dimana :

Xi : Besarnya curah hujan yang mungkin terjadi pada periode ulang

X Tahun (mm).

S : Standar deviasi data hujan maksimum tahunan.

Xrt : Curah hujan rata – rata (mm).

K : Nilai karakteristik dari distribusi Log-Normal, yang nilainya

tergantung dari koefisien variasi.

Page 29: iii SWT, karena berkat rahmat dan petunjukNYA yang telah ...

21

4. Uji Keselarasan Distribusi

Uji keselarasan dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya

perbedaan yang nyata antara besarnya debit maksimum tahunan hasil

pengamatan lapangan dengan hasil perhitungan. Uji keselarasan dapat

dilaksanakan dengan uji chi-kuadrat dan smirnov-kolmogorov, (Soewarno,

1991).

a. Uji Chi – Kuadrat

Uji Chi – Kuadrat menggunakan rumus sebagai berikut :X = ( )²............................................................... (2.14)

dimana :X : Harga chi-kuadrat terhitung.

Oi : Jumlah nilai pengamatan pada sub kelompok ke-1.

Ei : Jumlah nilai teoritis pada sub kelompok ke-1.

N : Jumlah data.

(Suripin, 2004).

Suatu distribusi dikatakan selaras jika nilai X hitung < dari X kritis.

Nilai X kritis dapat dilihat di tabel 2-6. Dari hasil pengamatan yang didapat

dicari penyimpanannya dengan chi-kuadrat kritis paling kecil. Untuk suatu

nilai nyata tertentu yang sering diambil adalah 5 %. Derajat kebebasan ini

secara umum dihitung dengan rumus sebagai berikut :

DK = K – (α + 1) .................................................................... (2.15)

Page 30: iii SWT, karena berkat rahmat dan petunjukNYA yang telah ...

22

K = 1 + 3.322 log=dimana :

DK : Derajat kebebasan.

K : Jumlah kelas.

α : Banyaknya keterikatan (banyaknya parameter), untuk uji chi-

kuadrat adalah 2.

N : Jumlah data.

Ni : Nilai yang diharapkan.

(Triatmodjo, 2008).

b. Uji Smirnov – Kolmogorov

Uji keselarasan Smirnov-Kolmogorov, sering juga disebut juga uji

keselarasan (non parametric test), karena pengujiannya tidak menggunakan

fungsi distribusi tertentu. Prosedur pelaksanaannya adalah sebagai berikut :

Rumus yang dipakai :

Urutkan dari besar ke kecil atau sebaliknya dan tentukan besarnya

nilai masing-masing peluang dari hasil penggambaran grafis data

(persamaan distribusinya), menurut Suripin, 2004.= ( )= ( )= ( )= ( )

Page 31: iii SWT, karena berkat rahmat dan petunjukNYA yang telah ...

23

Periode ulang untuk perhitungan debit minimum tidak menyatakan

suatu nilai sama atau lebih dari besaran tertentu, akan tetapi menyatakan

suatu nilai sama atau kurang dari besaran tertentu. Oleh karena itu apabila :

P =[ X ≥ ( + k.2 ) ] – α ......................................................... (2.16)

P =[ X ≤ ( + k.3 ) ] = 1 – α ................................................... (2.17)

Rumus – rumus yang dipakai untuk menghitung D (selisih terbesarnya

antara peluang pengamatan dengan peluang teoritis) adalah sebagai berikut :

P(X)= m/(n+1) ........................................................................... (2.18)

P(X<)= 1-P(X) ........................................................................... (2.19)

P’(X) = m/(n-1) .......................................................................... (2.20)

P’(X<)= 1-P’(X) ......................................................................... (2.21)

D = maksimum |P’(X<)-P(X<)| .................................................. (2.22)

(Soewarno, 1995).

C. Intensitas Curah Hujan.

Untuk menentukan debit banjir rencana (design flood), perlu

didapatkan harga suatu intensitas curah hujan. Intensitas curah hujan adalah

ketinggian curah hujan yang terjadi pada suatu kurun waktu di mana air

tersebut berkonsentrasi. Analisa intensitas curah hujan ini dapat diproses dari

data curah hujan yang telah terjadi pada masa lampau, (Loebis, 1987).

Untuk menghitung intensitas curah hujan, dapat digunakan beberapa

macam metode, antara lain metode Dr.Mononobe, metode Talbot dan

metode Tadashi Tanimoto.

Page 32: iii SWT, karena berkat rahmat dan petunjukNYA yang telah ...

24

1. Metode Dr. Mononobe.

Digunakan untuk menghitung intensitas curah hujan apabila yang

tersedia adalah data curah hujan harian, (Loebis, 1987).

2. Metode Talbot.

Digunakan apabila data curah hujan yang tersedia adalah data curah

hujan jangka pendek, (Loebis, 1987).

3. Metode Tadashi Tanimoto.

Tadashi Tanimoto mengembangkan distribusi hujan jam-jaman yang

dapat digunakan di Pulau Jawa, (Triatmodjo, 2008).

Dalam perhitungan metode yang digunakan adalah metode

Dr.Mononobe karena data curah hujan yang dipakai adalah data curah hujan

harian. Rumus yang digunakan untuk metode ini adalah :

= ∗ . / ............................................................. (2.23)

dimana :

r : Intensitas curah hujan (mm/jam).

: Curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm)

t : Lamanya curah hujan (jam).

(Loebis, 1987).

Page 33: iii SWT, karena berkat rahmat dan petunjukNYA yang telah ...

25

D. Debit Banjir Rencana.

1. Hidrograf Satuan Sintetik Gama I

Hidrograf satuan sintetik Gama I dikembangkan oleh Sri Harto(1993,

2000) berdasar prilaku hidrologi 30 DAS di Pulau Jawa. Meskipun diturunkan

dari data DAS di Pulau Jawa, ternyata hidrograf satuan sintetik gama I juga

berfungsi baik untuk berbagai daerah yang lain di Indonesia, (Triatmodjo,

2008).

HSS Gama I terdiri dari tiga bagian pokok yaitu sisi naik (rising limb),

puncak (crest) dan sisi turun/resesi (recession limb). Gambar 2.1 menunjukan

HSS Gama I, dalam gambar tersebut tampak ada patahan dalam sisi resesi.

Hal ini disebabkan sisi resesi mengikuti persamaan eksponensial yang tidak

memungkinkan debit sama dengan nol. Meskipun pengaruhnya sangat kecil

namun harus diperhitungkan bahwa volume hidrograf satuan harus tetap

satu.

Gambar 2.1. Hidrograf Satuan Sintetik Gama I. (Triatmodjo, 2008).

Page 34: iii SWT, karena berkat rahmat dan petunjukNYA yang telah ...

26

HSS Gama I terdiri dari empat variabel pokok, yaitu waktu naik (time of

rise-TR), debit puncak ( ), waktu dasar (TB), dan sisi resesi yang ditentukan

oleh nilai koefisien tampungan (K), (Triatmodjo, 2008).

a. Waktu Mencapai Puncak

= 0,43 . 3 + 1,06665. + 1.2775 .............................. (2.24)

Dimana :

TR : Waktu naik (jam).

L : Panjang sungai (km).

SF : Faktor sumber yaitu perbandingan antara jumlah semua

panjang sungai tingkat I dengan jumlah semua panjang

sungai semua tingkat

(Triatmodjo, 2008).

Gambar 2.2. Sketsa Penempatan WF. (Triatmodjo, 2008).

Page 35: iii SWT, karena berkat rahmat dan petunjukNYA yang telah ...

27

Gambar 2-1. Sketsa Penetapan WF

Gambar 2.3. Sketsa Penempatan RUA. (Triatmodjo, 2008).

= Lebar DTA pada 0,75 L. ................................................ (2.25)

= Lebar DTA pada 0,25 L. ................................................ (2.26)= ................................................................................ (2.27)

SIM = Faktor simetri ditetapkan sebagai hasil kali antara faktor lebar

(WF) dengan luas relatif DTA sebelah hulu (RUA).

SIM = WF * RUA .................................................................... (2.28)

(Triatmodjo, 2008).

b. Debit Puncak= 0,1836 . , . , . , ................................. (2.29)

Dimana :

: Debit puncak (m³/det).

JN : Jumlah pertemuan sungai.

Page 36: iii SWT, karena berkat rahmat dan petunjukNYA yang telah ...

28

A : Luas DTA (km²).

: Waktu naik (jam).

(Triatmodjo, 2008).

c. Waktu Dasar.= 27,4132 . , . , . , . , ............. (2.30)

Dimana :

: Waktu dasar (jam).

S : Landai sungai rata-rata = . ( ) . ( )( ) ......... (2.31)

SN : Frekuensi sumber yaitu perbandingan antara jumlah segmen

sungai-sungai tingkat 1 dengan jumlah segmen sungai semua

tingkat.

RUA : Perbandingan antara luas DTA yang diukur di hulu garis yang

ditarik tegak lurus garis hubung antara stasiun pengukuran

dengan titik yang paling dekat dengan titik berat DTA melewati

titik tersebut dengan luas DTA total.

RUA = ............................................................................. (2.32)

(Triatmodjo, 2008).

d. Indeks.

Ф = 10,4903 – 3,859x10 . A² + 1,6986x10 [ ] 4 .................... (2.33)

Dimana :

Ф : Indeks infiltrasi (mm/jam).

Page 37: iii SWT, karena berkat rahmat dan petunjukNYA yang telah ...

29

A : Luas DTA (km²).

SN : Frekuensi sumber yaitu perbandingan antara jumlah segmen

sungai-sungai tingkat 1 dengan jumlah segmen sungai semua

tingkat.

(Triatmodjo, 2008).

e. Aliran Dasar

Qb = 0,4751 . , . , ..................................................... (2.34)

Dimana :

Qb : Aliran dasar (m³/det).

D : Kerapatan jaringan kuras (drainage density) atau indeks kerapatan

sungai yaitu perbandingan jumlah panjang sungai semua tingkat

dibagi dengan luas DTA.

(Triatmodjo, 2008).

f. Waktu Konsentrasi

= ( , ) . , .................................................................... (2.35)

Dimana :

: Waktu konsentrasi (jam).

L : Panjang saluran utama (km).

S : Kemiringan rata – rata saluran utama.

(Triatmodjo, 2008).

g. Faktor Tampungan

k = 0,5617 . , . , . , . , ........................ (2.36)

Page 38: iii SWT, karena berkat rahmat dan petunjukNYA yang telah ...

30

Dimana :

k : Koefisien tampungan.

A : Luas DTA (km²).

S : Landai sungai rata-rata.

SF : Faktor sumber yaitu perbandingan antara jumlah semua panjang

sungai tingkat 1 dengan jumlah semua panjang sungai semua

tingkat.

D : Kerapatan jaringan kuras (drainage density) atau indeks kerapatan

sungai yaitu perbandingan jumlah panjang sungai semua tingkat

dibagi dengan luas DTA.

(Triatmodjo, 2008).

h. Debit yang diukur dalam jam ke-t sesudah debit puncak dalam.= . ............................................................................. (2.37)

Dimana :

: Debit yang diukur dalam jam ke-t sesudah debit puncak dalam

(m³/det).

: Debit puncak dalam (m³/det).

t : Waktu yang diukur dari saat terjadinya debit puncak (jam).

k : Koefisien tampungan.

(Triatmodjo, 2008).

i. Hidrograf Satuan Sintetik Gama I

Analisa hidrograf banjir untuk kala ulang dapat dihitung dengan

persamaan sebagai berikut :

Page 39: iii SWT, karena berkat rahmat dan petunjukNYA yang telah ...

31

= . + . + ……. + . ( ) + ....... (2.38)

Dimana :

: debit banjir rencana untuk periode ulang T tahun.

: Ordinat unit HSS Gama I.

: Hujan efektif pada jam ke i.

: Aliran dasar (base flow).

(Triatmodjo, 2008).

E. PMF (Probable Maximum Flood)

Pada waktu terjadi curah hujan terbesar (curah hujan maksimal) akan

terjadi debit banjir terbesar (debit banjir maksimum) di suatu daerah aliran

sungai tertentu. Jadi dengan menghitung kemungkinan terjadinya curah hujan

terbesar PMP (probable Maximum Precipitation) dapat dihitung besarnya

kemungkinan debit banjir terbesar pula. Secara teoritis dalam perhitungan

PMF didapat dari perhitungan curah hujan maksimum yang menggunakan

metode PMP dikalikan perhitungan debit banjir dengan metode analisa

hidrograf satuan sintetik (HSS), dalam perhitungan HSS digunakan metode

HSS Gamma I, (Soemarto, 1995).

PMF = PMP x HSS ............................................................... (2.39)

Dimana :

PMF = Probable Maximum Flood (banjir maksimum yang mungkin

terjadi) (m³/det).

PMP = Probable Maximum Precipitation (curah hujan maksimum yang

mungkin terjadi) (mm).

Page 40: iii SWT, karena berkat rahmat dan petunjukNYA yang telah ...

32

HSS = Hidrograf satuan sintetik (m³/det).

(Soemarto, 1995).

Besarnya hujan maksimum boleh jadi atau PMP (probable Maximum

Precipitation) dihitung dengan metode Statistik Hershfield. (Soemarto, 1995).

F. Perencanaan Bendung Gerak.

1. Umum.

Konstruksi bending gerak memiliki fungsi untuk mengatur muka air

sungai Cenranae sehingga kebutuhan air dihilir dapat terpenuhi, dan

memperhatikan muka air danau Tempe pada elevasi +5.0 m, sehingga

kegiatan ekonomi masyarakat dibidang perikanan, pertanian, perhubungan

/navigasi sungai bias berjalan.

2. Komponen Utama Bendung.

Menurut Mawardi Dan Memet, 2010 komponen-komponen utama dari

bendung dapat diurai sebagai berikut :

a. Tubuh Bendung.

Antara lain terdiri dari ambang tetap dan mercu bendung dengan

bangunan peredam energinya. Terletak kurang lebih tegak lurus arah aliran

sungai saat banjir dan sedang. Maksudnya agar arah aliran utama menuju

bending dan yang keluar dari bendung terbagi merata, sehingga tidak

menimbulkan pusaran-pusaran aliran di udik bangunan pembilas dan intake.

Page 41: iii SWT, karena berkat rahmat dan petunjukNYA yang telah ...

33

b. Bangunan Pengambilan (Intake).

Antara lain terdiri dari lantai/ambang dasar, pintu, dinding banjir, pilar

penempatan pintu, saringan sampah, jembatan pelayan, rumah pintu dan

perlengkapan lainnya. Bangunan ini terletak tegak lurus (90⁰) atau menyudut

(45⁰-60⁰) terhadap sumbu bangunan bilas. Diupayakan berada di tikungan

luar aliran sungai, sehingga dapat mengurangi sedimen yang akan masuk ke

intake.

c. Bangunan Penguras/Pembilas.

Antara lain terdiri dari indersluice atau tanpa indersluice, pilar

penempatan pintu, saringan sampah, pintu bilas, jembatan pelayan, rumah

pintu, saringan batu dan perlengkapan lainnya. Terletak berdampingan dan

satu kesatuan dengan intake, di sisi bentang sungai dan bagian luar tembok

pangkal bending, dan bersama-sama dengan intake, dan tembok pangkal

udik yang diletakkan sedemikian rupa dapat membentuk suatu tikungan luar

aliran (coidal flow). Aliran ini akan melemparkan angkutan sedimen kearah

luar intake/bangunan pembilas menuju tubuh bendung, sehingga akan

mengurangi jumlah angkutan sedimen dasar masuk ke intake.

d. Bangunan Pelengkap.

Antara lain terdiri dari tembok pangkal, sayap bendung, lantai udik dan

dinding tirai, pengarah arus tanggul banjir dan tanggul penutup atau tanpa

tanggul, penangkap sedimen atau tanpa penangkap sedimen, tangga,

penduga muka air dan sebagainya.

Page 42: iii SWT, karena berkat rahmat dan petunjukNYA yang telah ...

34

3. Perencanaan Hidrolis Bendung Gerak.

a. Bentang Bendung.

Yaitu jarak antara pankal-pangkalnya (abutment), harus sama dengan

atau tidak lebih dari 1,2 kali lebar rata-rata sungai pada bagian yang stabil.

Adapun persamaanya sebagai berikut :

Be = B – 2 ( n . Kp + Ka ) ................................................... (2.40)

Di mana :

N = Jumlah pilar.

Kp = Koefisien konstruksi pilar.

Ka = Koefisien konstruksi pangkal bending.

= Tinggi energy (m).

B = Lebar mercu yang sebenarnya.

Be = Lebar efektif mercu.

Gambar 2.4. Lebar Efektif Bendung. (KP 02).

Page 43: iii SWT, karena berkat rahmat dan petunjukNYA yang telah ...

35

Tabel 2.1. Harga-Harga Koefisien Konstruksi.

Uraian Kp

Untuk pilar berujung segi empat dengan sudut – sudut yang

dibulatkan pada jari – jari yang hampir sama dengan 0,1 dari

tebal pilar.

0,02

Untuk pilar berujung bulat 0,01

Untuk pilar berujung runcing 0

Ka

Untuk pangkal tembok segi empat dengan tembok hulu pada 90⁰

ke arah aliran0,02

Untuk pangkal tembok bulat dengan tembok hulu pada 90⁰ ke

arah aliran dengan 0,5 > r > 0,150,10

Untuk pangkal tembok bulat di mana r > 0,5 dan tembok hulu

tidak lebih dari 45⁰ ke arah aliran0

( Sumber, Kp 02 Standar Perencanaan Irigasi )

b. Lantai Depan.

Perhitungan panjang lantai depan dilakukan dengan cara seperti

berikut:

1. Panjang rayapan (creep lenght) harus cukup panjang untuk memperkecil

aliran bawah (see page).

2. Tentukan dengan cara perkiraan awal bentuk fundasi bendung dan

panjang lantai udik.

Page 44: iii SWT, karena berkat rahmat dan petunjukNYA yang telah ...

36

3. Hitung panjang lantai udik yang dibutuhkan

4. Jika panjang lantai udik hasil perhitungan lebih panjang daripada yang

dibutuhkan maka hasil perhitungan sudah memadai.

5. Jika diperoleh sebaiknya maka ulangi perhitungan.

Rumus-rumus yang digunakan := − ................................................................... (2.41)= ∆∆ =

= −Dimana :

= Panjang lantai depan (m)

= Panjang rayapan total (m)

= Panjang rayapan yang ada (m)

C = Koefisien rayapan Blight (C = 12)

L = Panjang rayapan (m)∆ = kehilangan tekanan

= Panjang rayapan vertikal (m)

= Panjang rayapan horizontal (m)

c. Peredam Energi.

Aliran di atas mercu bendung dapat menunjukkan berbagai perilaku di

sebelah hilir bendung, akibat kedalaman air yang ada. Adapun kemungkinan-

kemungkinan yang terjadi dari pola aliran di atas bendung akan ditunjukan

Page 45: iii SWT, karena berkat rahmat dan petunjukNYA yang telah ...

37

oleh gambar 2.5 yang terdiri dari, gambar 2.5A menunjukkan aliran

tenggelam, yang menimbulkan gangguan di permukaan berupa timbulnya

gelombang, gambar 2.5B menunjukkan keadaan loncatan tenggelam

diakibatkan oleh keadaan air di hilir besar, gambar 2.5C menunjukkan

keadaan loncat air, di mana kedalaman air di hilir sama dengan kedalaman

konjungsi loncat air, gambar 2.5D terjadi apabila kedalaman air di hilir kurang

dari kedalaman konjungsi, sehingga loncatan akan bergerak ke hilir. Semua

tahap ini biasa terjadi di hilir bendung yang dibangun di sungai. Kasus D

keadaan yang tidak boleh terjadi, karena loncatan air akan menghempas

bagian sungai yang tidak terlindungi dan menyebabkan penggerusan yang

luas.

Gambar 2.5. Kondisi Aliran di Atas Mercu Bendung.

Cara menentukan debit untuk peredaman energi, semua debit dicek

dengan muka air di hilir. Apabila terjadi degradasi dibuat perhitungan dengan

muka air hilir terendah yang mungkin terjadi degradasi. Cara mengecek

degradasi adalah sebagai berikut :

Page 46: iii SWT, karena berkat rahmat dan petunjukNYA yang telah ...

38

1. Bendung dibangun pada sudetan.

2. Sungai alluvial dan bahan tanah yang dilalui rawan terhadap erosi.

3. Terdapat waduk di hulu bangunan.

d. Kolam Olak.

Tipe kolam olak yang akan direncanakan disebelah hilir bangunan

tergantung pada energi masuk, yang dinyatakan dengan bilangan Froude,

dan pada bahan konstruksi kolam olak.

Gambar 2.6. Hubungan Kedalaman Air Hulu dan Hilir.

Rumus : = [−1 + 1 + 8 ]= 2 [−1 + 1 + 8 ]

Di mana : Fr = √ .Di mana : = Kedalaman air di atas ambang ujung (m).

= Kedalaman air di awal loncat air (m).

= Bilangan Froude.

Page 47: iii SWT, karena berkat rahmat dan petunjukNYA yang telah ...

39

= Kecepatan awal loncatan (m/dt).

= Percepatan gravitasi (9,8 m/dt²).

Berdasarkan bilangan froude, dapat dibuat pengelompokkan-

pengelompokkan dalam perencanaan kolam olak sebagai berikut :

1. Untuk Fru < 1,7 tidak diperlukan kolam olak pada saluran tanah, bagian

hilir harus dilindungi dari bahaya erosi dan saluran pasangan batu atau

beton tidak memerlukan perlindungan khusus.

2. Jika 2,5 < Fru < 4,5 maka akan timbul situasi paling sulit dalam memilih

kolam olak yang tepat.

3. Jika 2,5 < Fru < 4,5 maka akan timbul situasi yang palig sulit dalam

memilih kolam olak yang tepat. Loncatan air tidak terbentuk dengan baik,

dan menimbulkan gelombang sampai jarak yang jauh di saluran. Cara

mengatasinya adalah mengusahakan agar kolam olak dengan froude ini

mampu menimbulkan olakan (turbulensi) yang tinggi dengan blok

halangnya atau menambah intensitas pusaran dengan pemasangan blok

depan kolam.

4. Jika Fr 4,5 merupakan kolam yang paling ekonomis karena kolam ini

pendek. Dengan loncatan air sama, tangga di bagian ujungnya akan jauh

lebih panjang dan mungkin harus digunakan dengan pasangan batu.

Terlepas dari kondisi hidrolis, bilangan froude dan kedalaman air hilir,

berdasarkan kondisi dasar sungai dan tipe sedimen, maka kolam olak bisa

ditentukan sebagai berikut :

Page 48: iii SWT, karena berkat rahmat dan petunjukNYA yang telah ...

40

a. Bendung di sungai yang mengangkut bongkah atau batu-batu besar

dengan dasar relatif tahan gerusan, biasanya cocok dengan kolam

olak tipe bak tenggelam (sub merged bucket).

b. Bendung di sungai yang mengangkut batu-batu besar, tetapi sungai itu

mengandung bahan alluvial, dengan dasar tahan gerusan, akan

menggunakan kolam loncat air tanpa blok-blok halang atau tipe bak

tenggelam.

c. Bendung di sungai yang hanya mengangkut bahan-bahan sedimen

halus dapat direncanakan dengan kolam loncat air yang diperpendek

dengan menggunakan blok-blok halang.

Adapun tipe-tipe dari kolam olak yakni sebagai berikut :

1. Kolam Olak Tipe USBR.

Beberapa kolam olak tipe ini telah dikembangkan oleh USBR. Pinggir

dari tipe ini adalah vertikal dan pada umumnya mempunyai lantai yang

panjang, blok-blok dan ambang hilir biasa maupun ambang hilir bergigi.

Ruang olak dengan blok-blok dan ambang tidak baik untuk sungai yang

mengangkut batu.

Macam-macam kolam olak tipe USBR sebagai berikut :

a. Kolam olak USBR I, kolam yang terbentuk oleh loncatan hidraulik yang

terjadi pada lantai dasar. Tipe ini biasanya tidak praktis karena

panjang dan dipakai untuk bilangan froude 1 (Fr = 2,5 – 4,5).

Page 49: iii SWT, karena berkat rahmat dan petunjukNYA yang telah ...

41

Gambar 2.7. Kolam Olak Tipe USBR I.

b. Kolam olak USBR II, dikembangkan untuk kolam olak yang banyak

digunakan pada bendungan tinggi, bendungan urug tanah dan

struktur-struktur saluran besar. Kolam olak dilengkapi dengan blok-blok

di ujung hulu dan ambang bergigi di ujung hilir. Panjang kolam olak

dapat diperoleh dari kurva yang dibuat oleh biro tersebut. Kolam olak

USBR II dapat dipakai pada bilangan froude lebih besar atau sama

dengan 4,5 (Fr≥4,5), dengan catatan percepatan V1 16 m/dt untuk

menghindari kavitasi.

Page 50: iii SWT, karena berkat rahmat dan petunjukNYA yang telah ...

42

Gambar 2.8. Kolam Olak Tipe USBR II.

c. Kolam olak tipe USBR III, digunakan pada bangunan drainase kecil

dengan panjang ruang olak :, , , tetapi mempunyai faktor

keamanan yang lebih tinggi. Kolam olak USBR III dapat dipakai untuk

bilangan froude lebih besar atau sama dengan 4,5 (Fr≥4,5), tetapi bila

kecepatan V1 ≥ 16 m/dt.

d. Kolam olak USBR IV, dirancang untuk mengatasi persoalan pada

loncatan hidrolis yang berisolasi. Kolam olak ini hanya dapat

digunakan untuk penampang persegi panjang. Kolam olak USBR IV

dipakai untuk bilangan froude 2,5 sampai 4,5.

Gambar 2.9. Kolam Olak Tipe USBR IV.

2. Kolam Olak Tipe Vlugter.

Kolam ini tidak bisa digunakan pada tinggi air hilir di atas dan di bawah

tinggi muka air yang telah diuji di laboratorium. Penyelidikan ini menunjukkan

bahwa tipe bak tenggelam, yang perencanaannya hampir sama dengan

kolam Vlugter lebih kuat. Karena kolam Vlugter tidak bisa digunakan pada

Page 51: iii SWT, karena berkat rahmat dan petunjukNYA yang telah ...

43

bendung yang debitnya selalu mengalami fluktuasi. Kolam olak untuk

bangunan terjun di saluran irigasi mempunyai batas-batas yang diberikan

untuk z/ℎ 0,5:2,0 dan 1,5 dihubungkan dengan bilangan froude yaitu 1,0:2,8

dan 12,8 bilangan-bilangan froude diambil pada kedalaman z di bawah tinggi

energi hulu, bukan pada lantai kolam untuk kolam loncat air.

Rumus : ℎ =Jika 0,5 < < 2,0 maka t = 2,4 ℎ +0,4 Z

Jika 2,0 < < 15,0 maka t = 3,0 ℎ +0,1 Z

Α = 0,28 ℎD = R = L (ukuran dalam meter)

Gambar 2.10. Kolam Olak Tipe Vlugter.

3. Kolam Olak Bak Tenggelam.

Kolam olak tipe bak tenggelam telah digunakan pada bendung-

bendung rendah dan untuk bilangan-bilangan froude rendah. Kriteria yang

digunakan untuk perencanaan diambil dari bahan-bahan oleh peterka dan

Page 52: iii SWT, karena berkat rahmat dan petunjukNYA yang telah ...

44

hasil-hasil penyelidikan dengan model. Bahan ini diolah untuk menghasilkan

serangkaian perencanaan untuk kolam dengan tinggi energi rendah.

Rumus : ℎ =Dimana : ℎ = Kedalaman air kritis (m).

q = Debit perlebar satuan (m³/dt).

g = Percepatan gravitasi (9,8m/dt²).

Gambar 2.11. Kolam Olak Tipe Bak Tenggelam.

e. Pintu Bendung.

Ada beberapa tipe pintu menurut Standar Perencanaan Irigasi KP-02:

1. Pintu sorong, dipakai dengan tinggi maksimum sampai 3 m dan lebar

tidak lebih dari 3 m. Pintu tipe ini hanya digunakan untuk bukaan kecil, karena

untuk bukaan yang lebih besar alat-alat angkatnya akan terlalu berat untuk

menanggulangi gaya gesekan pada sponeng. Untuk bukaan yang lebih besar

dapat dipakai pintu rol, yang mempunyai keuntungan tambahan karena

dibagian atas terdapat lebih sedikit gesekan, dan pintu dapat diangkat

dengan kabel baja. Ada dua tipe pintu rol yang dapat dipertimbangkan, yaitu

Page 53: iii SWT, karena berkat rahmat dan petunjukNYA yang telah ...

45

pintu stoney dengan roda yang tidak dipasang pada pintu, tetapi pada

kerangka yang terpisah, dan pintu rol biasa yang dipasang langsung pada

pintu.

2. Pintu rangkap (dua pintu), adalah pintu sorong/rol yang terdiri dari dua

pintu, yang tidak saling berhubungan, yang tidak dapat diangkat atau

diturunkan. Oleh sebab itu, pintu-pintu ini dapat mempunyai debit melimpah

(overflowing discharge) dan debit dasar (bottom discharger). Keuntungan dari

pemakaian pintu ini adalah dapat dioperasikan dengan alat angkat yang lebih

ringan. Contoh khas dari tipe ini adalah tipe pintu segmen ganda (hook type

gate). Pintu ini dipakai dengan tinggi sampai 20m dan lebar sampai 50 m.

3. Pintu segmen atau radial, memiliki keuntungan bahwa tidak ada gaya

gesekan yang harus dipertimbangkan. Oleh karena itu, alat-alat angkatnya

bisa dibuat kecil dan ringan. Sudah biasa untuk memberi pintu radial

kemungkinan mengalirkan air melalui puncak pintu, dengan jalan

menurunkan pintu atau memasang katup/tingkap gerak pada puncak pintu.

Debit diatas ini bermanfaat untuk menggelontor benda-benda hanyut di atas

bendung.

4. Dalam memilih dan merencanakan pintu untuk bendung gerak harus

memperhatikan tiga hal penting yaitu:

a). Jastifikasi teknis, sosial dan ekonomi dalam menentukan kombinasi

tinggi tubuh bendung dan tinggi pintu air. Tinggi pembendungan air

sungai dibagi menjadi dua yaitu bagian tiggi pembendungan atas

yang ditahan oleh pintu air. Kombinasi keduanya dibutuhkan oleh

Page 54: iii SWT, karena berkat rahmat dan petunjukNYA yang telah ...

46

pertimbangan teknis, sosial, ekonomi. Tubuh bendung yang tinggi

menyebabkan volume tubuh bendung yang besar, pondasi yang kuat,

kolam olak yang mahal, elevasi muka air banjir dan tanggul penutup

lebih tinggi, kemungkinan timbulnya permasalahan resetlement

penduduk akibat elevasi muka air banjir yang tinggi, relatif biaya

pembangunan tubuh bendung dan kolam olak lebih mahal. Sebagai

kombinasinya pintu air yang rendah menyebabkan volume tubuh

bendung yang kecil, pondasi lebih ringan, kolam olak relatif murah,

elevasi muka air banjir dan tanggul penutup lebih rendah, tidak ada

permasalahan resetlement penduduk akibat elevasi muka air banjir,

relatif biaya pembangunan tubuh bendung dan kolam olak lebih

murah. Sebaliknya kombinasinya pintu air yang tinggi mengakibatkan

pintu berat, diperlukan alat penggerak pintu berkapasitas tinggi, biaya

operasional pintu lebih mahal.

b). Kemudahan dan keamanan operasional pintu.

Pintu yang ringan tetapi memiliki kekuatan cukup sangat diperlukan

agar pintu tidak mudah melendut dan bergetar bila terkena tekanan

dan arus air, sehingga memudahkan pengoperasian dan pintu tidak

cepat rusak.

c). Biaya operasional dan pemeliharaan (O-P) yang rendah.

Pintu yang berat memerlukan pasokan daya listrik besar untuk

mengubah tenaga listrik menjadi tenaga mekanik yang kuat pada

saat mengangkat pintu, dan mengingat mahalnya harga listrik maka

Page 55: iii SWT, karena berkat rahmat dan petunjukNYA yang telah ...

47

akan berdampak pada peningkatan biaya operasional. Disamping itu

pintu yang terlalu besar memerlukan biaya pelumasan dan

pengecetan pintu yang relatif lebih besar.

Gambar 2.12. Macam-Macam Tipe Pintu Bendung Gerak.

f. Prencanaan Pintu/Mercu Pada Bendung Gerak.

Gambar 2.13. Gambar Aliran Diatas Mercu Pintu.

Adapun rumus yang digunakan yakni :

Q = (2/3) C B (2g). . H. .

Page 56: iii SWT, karena berkat rahmat dan petunjukNYA yang telah ...

48

Dimana : Q = Debit yang melewati di atas pintu (m³/s).

B = Lebar 1 Pintu.

C = Koefisien debit.

Pw = Tinggi pintu (m).

H = Tinggi muka air hulu di atas crest (m).

G = Percepatan gravitasi (m/s²).

Gambar 2.14. Gambar Aliran Undersluice Untuk Menstabilkan Muka Air

Akibat Overflow.

Adapun rumus yang digunakan yakni :

Q = C W B (2gH). .Dimana : Q = Debit yang melewati bukaan pintu (m³/s).

B = Lebar 1 Pintu.

W = Tinggi bukaan pintu (m).

C = Koefisien debit.

H = Tinggi muka air hulu (m).

G = Percepatan gravitasi (m/s²).

Page 57: iii SWT, karena berkat rahmat dan petunjukNYA yang telah ...

49

g. Stabilitas Bendung.

1. Stabilitas Terhadap Daya Dukung Tanah.

Perhitungan daya dukung ini dipakai rumus daya dukung Terzaghi.

Rumus : q = c. + . . + . . . .................................. (2.42)

Di mana : q = Daya dukung keseimbangan (t/m²).

B = Lebar pondasi (m).

D = Kedalaman pondasi (m).

c = Kohesi.

y = Berat isi tanah (t/m³)., , = Faktor daya dukung yang tergantung dari

besarnya sudut geser dalam (Ф).

(Sumber, DPU Pengairan, Standar Perencanaan Irigasi KP-02).

2. Stabilitas Terhadap Guling.

Rumus : = ∑∑ ≥ 1,5 ............................................................ (2.43)

Di mana : = Faktor keamanan.∑ = Besarnya momen tahan (KNm).∑ = Besarnya momen guling (KNm).

(Sumber, Teknik Bendung, Ir. Soedibyo).

3. Stabilitas Terhadap Geser.= +Rumus : = ∑∑ ≥ 1,2 ............................................................ (2.44)

Di mana : = Faktor keamanan.

Page 58: iii SWT, karena berkat rahmat dan petunjukNYA yang telah ...

50

∑ = Besarnya gaya vertikal (KN).∑ = Besarnya gaya horisontal (KN).

(Sumber, DPU Pengairan, Standar Perencanaan Irigasi KP-02).

4. Stabilitas Terhadap Eksentrisitas.

Rumus : e < 1/6 . B ................................................................. (2.45)

= 12 − ( − )Di mana : B = Lebar dasar bendung yang ditinjau (m).

(Sumber, DPU Pengairan, Standar Perencanaan Irigasi KP-02).

5. Stabilitas Terhadap Piping (Erosi Bawah Tanah).

Rumus : CL = ∑ + ∑ .................................................... (2.46)

Di mana : CL = Angka rembesan lane (lihat Tabel 2.3)∑ = Jumlah panjang vertikal (m).∑ = Jumlah panjang horisontal (m).

H = Beda tinggi muka air (m).

Page 59: iii SWT, karena berkat rahmat dan petunjukNYA yang telah ...

51

Tabel 2.2, Harga-Harga Minimum Angka Rembesan Lane (CL).

Uraian Angka Rembesan LanePasir sangat halus atau lanau 8,5Pasir halus 7,0Pasir sedang 6,0Pasir kasar 5,0Krikil halis 4,0Krikil sedang 3,5Krikil kasar termasuk berangkal 3,0Bongkah dengan sedikit berangkal dankerikil 2,5

Lempung lunak 3,0lempung sedang 2,0Lempung keras 1,8Lempung sangat keras 1,6

(Sumber, DPU Pengairan, Standar Perencanaan Irigasi KP-06).

6. Stabilitas Terhadap Gempa.

Rumus : K = α *∑ ................................................................. (2.47)

Di mana : α = Koefisien gempa.

∑G = Berat konstruksi total.

Page 60: iii SWT, karena berkat rahmat dan petunjukNYA yang telah ...

52

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Gambaran umum lokasi penelitian.

Lokasi bendung Gerak Tempe secara administrasi terletak di

Kecamatan Tempe sekitar 7 km dari kota Sengkang Kabupaten Wajo

Propinsi Sulawesi Selatan. Secara geografis danau Tempe berada pada

koordinat 4⁰ 9’ 10.80” S dan 120⁰ 1’ 55.77” E dengan luas area sekitar 14.406

ha. Transportasi menuju lokasi bendung Gerak Tempe dari kota Makassar

menuju Kota Sengkang dapat menggunakan kendaraan roda empat maupun

roda dua selama 5 jam dengan jarak tempuh ± 242 km dengan kondisi jalan

beraspal.

Gambar 3.1, Lokasi Penelitian.

Page 61: iii SWT, karena berkat rahmat dan petunjukNYA yang telah ...

53

Gambar 3.2, Bendung Gerak Tempe.

B. Tempat dan waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Bendung Gerak Tempe Kabupaten Wajo

Provinsi Sulawesi Selatan, dengan masa waktu penelitian selama tiga bulan.

C. Prosedur penelitian

Objek dari penelitian ini adalah Bendung Gerak Tempe Kabupaten

Wajo. Cara pengambilan data dapat dilakukan dengan cara memperoleh data

dari Instansi terkait, atau pengambilan data secara langsung dilapangan.

Adapun langkah - langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:

1. Mengambil data di Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Propinsi

Sulawesi Selatan dan Instansi yang terkait.

2. Data kemudian diolah dengan menggunakan alat satu set komputer.

3. Data perencanaan yang sudah ada di jadikan sebagai bahan

perbandingan dalam perhitungan.

Page 62: iii SWT, karena berkat rahmat dan petunjukNYA yang telah ...

54

4. Bahan dalam penelitian ini itu tidak ada karena menggunakan data yang

sudah ada.

D. Persiapan penelitian

Persiapan dalam penelitian ini tidak ada, karena persiapan untuk

melakukan penelitian yakni pengumpulan data yang mengambil secara

langusung di instansi-instansi terkait mengenai data-data yang di butuhkan

dalam penelitian.

E. Teknik pengumpulan data

1. Data Primer.

Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari

pengamatan dilapangan. Dari pengamatan ini dapat diketahui keadaan

bendung saat ini, lokasi bendung yang akan dibangun.

2. Data Sekunder.

Data Sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung atau

dari catatan-catatan terdahulu. Data ini diperoleh dari instansi-instansi terkait

seperti Dinas Balai Besar Pompengan Wilayah Sungai jeneberang serta

Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air propinsi Sulawesi Selatan dan lain-lain.

Adapun data sekunder yang digunakan antara lain :

a. Peta lokasi pekerjaan, untuk mengetahui lokasi pekerjaan dimana

bendung tersebut dibangun.

b. Peta topografi, untuk menentukan elevasi bangunan sehingga dapat

berfungsi sesuai yang direncanakan.

Page 63: iii SWT, karena berkat rahmat dan petunjukNYA yang telah ...

55

c. Peta situasi, untuk menentukan bentang dan potongan bendung.

d. Data hidrologi, untuk mengetahui karakteristik aliran sungai, debit air

banjir sehingga dapat menentukan dimensi konstruksi.

e. Data tanah, untuk mengetahui sifat-sifat tanah dan menghitung daya

dukung tanah serta kestabilan bangunan.

3. Analisa data

Data yang telah didapat kemudian diolah dan dianalisa sesuai dengan

kebutuhannya. Masing-masing data berbeda dalam pengelolaan dan

analisanya. Dengan pengelolaan dan analisa yang sesuai maka akan

diperoleh variable-variable yang akan digunakan dalam perencanaan

konstruksi.

Page 64: iii SWT, karena berkat rahmat dan petunjukNYA yang telah ...

56

TIDAK

YA

Flow Chart

MULAI

Studi Literatur

Survey Lapangan danPengumpulan Data

SELESAI

AnalisaStabilitasBendung

Desain Struktur

Penggambaran

Kesimpulan

1. Peta Topografi2. Data Geologi3. Data Curah Hujan4. Data Debit5. Mekanika Tanah

Analisa Hidrologi

Perencanaan BendungGerak

Page 65: iii SWT, karena berkat rahmat dan petunjukNYA yang telah ...

ix

DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN

Notasi Definisi dan Keterangan

R Curah hujan daerah

S Standar deviasi

Cv Koefisien variasi

Cs Koefisien kemencengan

Ck Koefisien kurtosis

Xi Hujan rencana dengan periode ulang T tahun

Xrt Hitungan harga rata-rata

X² Harga chi-kuadrat

DK Derajat kebebasan

r Intensitas curah hujan

PMF Probable Maximum Flood

Be Lebar efektif mercu

Ldp Panjang Lantai depan

Q Debit

Q Daya dukung keseimbangan

Sf Faktor keamanan terhadap guling dan geser

K Stabilitas terhadap gempa

Page 66: iii SWT, karena berkat rahmat dan petunjukNYA yang telah ...

57

DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Jendral Departemen Pekerjaan Umum, Standar Pekerjaan Irigasi,

Kriteria Perencanaa 02, Badan Penerbit Departemen Pekerjaan Umum,

Jakarta, 2010.

Loebis Joesron. Ir. M.Eng, Banjir Rencana Untuk Bangunan Air, Badan

Penerbit Pekerjaan Umum, Cetakan Ke-1, Jakarta, 1987.

Soemarto. CD. Ir.B.E.I. Dipl H, Hidrologi Teknik, Usaha Nasional, Surabaya

1999.

Soewarno, Hidrologi Aplikasi Metode Statistik Untuk Analisa Data, Nova,

Bandung, 1995.

Sosrodarsono Suyono. Ir, Takeda Kensaku, Hidrologi Untuk Pengairan, PT.

Pradnya Paramita, Jakarta, 1993.

Suripil, Buku Ajar Hidrolika, Jurusan Teknik Sipil FT Undip, Semarang, 2004.

Triatmodjo Bambang. Prof. Dr. Ir., Hidrologi Terapan, Beta Offset Yogyakarta,

Yogyakarta, 2008.

Page 67: iii SWT, karena berkat rahmat dan petunjukNYA yang telah ...

58