iii - penerbitbuku.id...Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi...
Transcript of iii - penerbitbuku.id...Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi...
i
ii
iii
Sanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-undang No.28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 1. Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara
Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).
2. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
3. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
4. Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentauk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling
lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
iv
dr. Edmond Rukmana Wikanta, M.Si.Med., SpB(K)Onk., FINACS., FICS.
&
DR. dr. Kusmiyati Tjahjono, MKes
v
PEMBERIAN ASAM LEMAK TRANS
MENINGKATKAN KADAR OSTEOKALSIN DARAH
PENELITIAN EKSPERIMENTAL LABORATORIK Copyright©2020, dr. Edmond Rukmana Wikanta, M.Si.Med., SpB(K)Onk., FINACS., FICS. & DR. dr. Kusmiyati Tjahjono, MKes. Diterbitkan pertama kali oleh CV Amerta Media Hak cipta dilindungi oleh undang-undang All Rights Reserved Hak penerbitan pada Penerbit Amerta Media Dilarang mengutip atau memperbayak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa seizin tertulis dari Penerbit Anggota IKAPI Cetakan Pertama: Mei 2020
15 cm x 23 cm
ISBN: 978-623-93687-1-5
Penulis :
dr. Edmond Rukmana Wikanta, M.Si.Med., SpB(K)Onk., FINACS., FICS. &
DR. dr. Kusmiyati Tjahjono, MKes.
Editor : Aan Herdiana, M.Sos
Tegar Roli A., M.Sos
Desain Cover : Adji Azizurrachman
Tata Letak : M. Rifki Fathur Rizqi, S.Sos
Diterbitkan Oleh :
CV. Amerta Media
NIB. 0220002381476
NP. 202003-1708-4520-1345-639
Email : [email protected]
Website: www.penerbitbuku.id
Whatsapp : 081-356-3333-24
Isi di luar tanggung jawab penerbit Amerta Media
Perpustakaan Nasional: Katalog dalam Terbitan (KdT) PEMBERIAN ASAM LEMAK TRANS MENINGKATKAN KADAR OSTEOKALSIN DARAH PENELITIAN EKSPERIMENTAL LABORATORIK dr. Edmond Rukmana Wikanta, M.Si.Med., SpB(K)Onk., FINACS., FICS. & DR. dr. Kusmiyati Tjahjono, MKes. Editor - Aan Herdiana, Tegar Roli A Cet.1 – Penerbit Amerta Media, M
vi
vii
Tiap hari banyak dari sebagian orang mengkonsumsi
makanan yang tanpa sadar banyak mengandung asam lemak
trans dan bila dikonsumsi secara terus menerus diduga akan
membuat dampak buruk pada tubuh. Penelitian yang diusung
ini melihat adanya dampak pemberian asam lemak trans yang
dapat mempengaruhi kadar osteokalsin dalam darah.
Studi tentang osteokalsin terus dikembangkan untuk
mengetahui kondisi tulang secara laboratoris. Peningkatan
osteokalsin dalam darah menunjukkan adanya kondisi tulang
yang menuju pada terganggunya metabolism tulang sampai
pada kerapuhan tulang.
Asam lemak trans terutama dalam dosis tinggi akan
dapat mempengaruhi metabolisme yang kemudian
meningkatkan kadar osteokalsin dalam darah.
Mei 2020
Penulis
viii
ix
Cover .....................................................................................................i
Halaman Judul ...................................................................................iv
Kata Pengantar ..................................................................................vii
Daftar Isi ...............................................................................................ix
Daftar Tabel .........................................................................................xi
Daftar Gambar ....................................................................................xiii
Daftar Singkatan ................................................................................xv
BAB I Pendahuluan ...........................................................................1
BAB 2 Asam Lemak Trans ...............................................................7
BAB 3 Asam Lemak Trans dan Metabolisme .............................13
BAB 4 Tulang .......................................................................................19
BAB 5 Nitric Oxide (NO) ....................................................................27
BAB 6 Osteokalsin .............................................................................29
BAB 7 Kerangka Teori, Konsep,dan
Hipotesis Penelitian .............................................................37
BAB 8 Metode Penelitian .................................................................41
BAB 9 Hasil Penelitian ......................................................................53
BAB 10 Penutup ..................................................................................63
Tentang Penulis .................................................................................65
Daftar Pustaka ...................................................................................67
x
xi
Tabel 1. Orisinalitas penelitian .......................................................5
Tabel 2. Komposisi Pakan Tikus Kelompok Kontrol .................50
Tabel 3. Komposisi Pakan Hewan Coba ......................................51
Tabel 4. Definisi Operasional ..........................................................54
Tabel 5. Rerata kadar NO .................................................................59
Tabel 6. Rerata kadar osteokalsin ................................................61
xii
xiii
Gambar 1. Struktur Kimia Asam Lemak
Konfigurasi Cis dan Trans ...............................................................9
Gambar 2. Konfigurasi Molekuler Asam lemak Trans
dan Cis ..................................................................................................10
Gambar 3. Struktur Tulang Normal dengan Sistem Havers ..20
Gambar 4 . Fungsi Diferensiasi Sel-sel Embrionik
dan Generasi Sel-sel Jaringan ......................................................21
Gambar 5. Sel Tulang ........................................................................23
Gambar 6. Regulasi Fungsi dan Diferensiasi Sel Tulang.........24
Gambar 7. Proses Remodeling Tulang .........................................26
Gambar 8. Marker Biokimia pada Metabolisme Tulang ..........31
Gambar 9.Struktur Osteokalsin.....................................................32
Gambar 10.Metabolisme Osteokalsin ..........................................34
Gambar 11.Sirkulasi Osteokalsin ...................................................36
Gambar 12.Kerangka Teori .............................................................42
Gambar 13.Kerangka Konsep ........................................................42
Gambar 14.Rancangan Penelitian ................................................45
Gambar 15.Alur Penelitian ..............................................................49
Gambar 16.Perubahan kadar NO ...................................................58
Gambar 17.Perubahan kadar osteokalsin ..................................60
xiv
xv
eNOS = Endothelial nitric oxide sinthase
FDA = Food and drug administration
iNOS = Inducible nitric oxide synthase
IL1B = Interleukin 1B
IL-1 = Interleukin 1
IL-6 = Interleukin 6
IL-10 = Interleukin 10
NF; kB = Nuclear factor-kB
NO = Nitric oxide
nNOS = neuronal nitric oxide synthase
RANK = Reseptor activator of nuclear factor kappa beta
RANKL = Reseptor activator of nuclear factor kappa beta
ligand
RNA = Ribonucleic acid
RNS = Reactive nitrogen spesies
ROS = Reactive oxygen species
TNF = Tumor necrosis factor
0
1
A. Latar Belakang
Para ahli tulang Indonesia sepakat bahwa dengan
meningkatnya harapan hidup rakyat Indonesia penyakit
kerapuhan tulang akan sering dijumpai. Sejak tahun 1990 sampai
2025 diprediksi akan terjadi kenaikan jumlah penduduk
Indonesia mencapai 41,4% dan osteoporosis selalu menyertai
usia lanjut baik perempuan maupun laki-laki, meskipun
diupayakan pengobatan untuk mengatasi osteoporosis yang
sudah terlambat dan upaya pencegahan dengan mempertahankan
massa tulang sepanjang hidup jauh lebih dianjurkan (Baziad,
2003; Djokomoeljanto R, 2003).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa fast food banyak
dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Fast food tidak saja
mengandung tinggi kalori, tinggi lemak, namun juga
mengandung asam lemak trans. Asam lemak trans di masyarakat
Indonesia sehari- hari, terutama didapat dari fast food, produk
roti, margarin, makanan gorengan dan dalam jumlah kecil berasal
dari produk susu, dan daging (Raisz, 2005; Sartika, 2007).
Di Indonesia asam lemak trans dipasaran dijumpai dalam
bentuk mentega putih atau yang biasa disebut shortening.
Produknya bervariasi dari yang sangat lunak sampai sangat keras.
Mentega putih biasanya digunakan oleh industri pangan,
terutama pada pembuatan biskuit. Keistimewaan asam lemak
trans yaitu dapat membuat makanan terasa enak di lidah, tidak
mudah leleh, terasa krispi (renyah), gurih dan sedap.
2
Asupan asam lemak trans di Indonesia tampaknya belum
pernah diteliti, namun dengan mengetahui kandungan rata- rata
dari jenis makanan yang dikonsumsi terutama bahan makanan
yang digoreng, maka dapat diperkirakan bahwa asupan asam
lemak trans mungkin termasuk tinggi. Hal ini karena orang
Indonesia banyak mengonsumsi makanan gorengan pada hampir
semua lapisan masyarakat dan termasuk margarin pada
masyarakat menengah atas. Asupan asam lemak trans di
Indonesia dapat ditentukan setelah terlebih dahulu diketahui
kadar asam lemak trans dalam makanan yang dikonsumsi
(Sartika, 2007).
Asam lemak jenuh dahulu dianggap sebagai jenis lemak
yang memberikan efek buruk terhadap kesehatan, namun
sekarang ternyata asam lemak trans sangat menarik perhatian
karena berpengaruh lebih buruk terhadap kesehatan dibanding
asam lemak jenuh (Mauger, 2003; US Departemen of Health and
Human Services, 2003). Studi observasional dan randomized trial
menunjukkan bahwa pada umumnya asupan asam lemak trans
meningkatkan inflamasi sistemik pada manusia sehat.
Metabolisme asam lemak trans di dalam tubuh dapat
menimbulkan stres oksidatif (Chatgilialoglu, 2006; Griendling,
2003; Gong, 2003). Sebenarnya sel yang sehat, selalu dalam
keadaan stabil, namun rentan terhadap stimulus buruk yang
berpengaruh terhadap sel, dan dapat berakibat kerusakan sel yang
fatal, sekresi insulin dan yang paling berperan dalam
patofisioliginya adalah dapat merusak sel (McCord, 2003).
Dua jenis sel utama yang bertanggungjawab untuk
pembentukan tulang adalah osteoklas, yang menyerap tulang, dan
osteoblas, yang membentuk tulang baru. Remodeling tulang
diatur oleh beberapa hormon sistemik, seperti hormon paratiroid
(PTH), 1,25 dihydroxyvitamin D3, hormon seks dan kalsitonin,
serta oleh faktor lokal seperti NO, prostaglandin, faktor
pertumbuhan, dan sitokin. Target molekular dari aksi NO pada
sel tulang belum dipastikan. Awalnya diperkirakan NO
3
mempunyai efek inhibit pada osteoklas yang dimediasi oleh
mekanisme cGMP independent (Szmitko, 2003; Rob J., 2001).
Peningkatan kadar osteokalsin semakin tinggi risiko
fraktur. Akan tetapi hal tersebut mempunyai variabilitas yang
berbeda-beda, dan belum ada data-data yang akurat untuk
penggunaan osteokalsin apabila dibandingkan dengan
pemeriksaan densitas tulang (BMD) pada osteoporosis (Ganero,
2004). Tes laboratorik dapat berperan sebagai tes saring,
pemantauan pengobatan, dan penentuan penyebab osteoporosis.
Salah satu petanda proses membentuk tulang adalah osteokalsin
atau bone-GLA (g-carboxyglutamil acid)-protein (BGP), yang
merupakan protein non kolagen dalam matriks tulang, yang
disintesis oleh osteoblas, dan disekresi ke dalam cairan jaringan
penyokong utama tulang. Fragmen osteokalsin juga akan
dilepaskan ke dalam peredaran darah dan dapat diukur kadarnya.
Dalam aliran darah terdapat bentuk osteokalsin utuh dan NMID-
fragment. Oleh karena itu pemeriksaan osteokalsin merupakan
parameter yang baik untuk menentukan gangguan metabolisme
tulang dalam hal pembentukan tulang dan turnover tulang, dan
dapat digunakan untuk memprediksi kecepatan penurunan
densitas massa tulang dan keberhasilan pengobatan (Ott SM.,
1999; Allison, 2000; Kaniawati, 2003; Hammett, 2004; Filip RS,
2004).
Mengingat latar belakang tersebut penelitian ini akan
mengukur NO yang merupakan mediator pada proses
penghambatan remodeling akibat pemberian tinggi asam lemak
trans, yang kemudian dapat meningkatkan kadar osteokalsin.
Penelitian ini dilakukan selama 8 minggu, mengacu pada
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Dorfman et al. (2009),
dimana sudah dapat dilihat gangguan metabolik.
4
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan belum jelasnya keterkaitan maupun
patofisiologi pengaruh asupan tinggi asam lemak trans terhadap
kadar osteokalsin, maka rumusan masalah penelitian ini adalah
apakah pemberian tinggi asam lemak trans dapat meningkatkan
kadar osteokalsin darah melalui agen stres oksidatif NO pada
tikus Sprague Dawley.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini terbagi atas dua hal, yaitu tujuan
umum dan tujuan khusus. Tujuan umum penelitian ini untuk
membuktikan bahwa pemberian tinggi asam lemak trans
meningkatkan kadar NO dan kadar osteokalsin darah tikus
Sprague Dawley. Sedangkan tujuan khususnya adalah
1. Membuktikan bahwa pemberian tinggi asam lemak trans
meningkatkan kadar NO.
2. Membuktikan bahwa pemberian tinggi asam lemak trans
meningkatkan kadar osteokalsin darah.
3. Membuktikan adanya hubungan peningkatan kadar NO
dengan kadar Osteokalsin darah setelah pemberian tinggi
asam lemak trans.
D. Manfaat hasil penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini, pertama
untuk pengembangkan ilmu pengetahuan adalah memberikan
sumbangan pemikiran tentang efek asam lemak trans terhadap
kadar osteokalsin darah dan memberikan informasi pengaruh
asam lemak trans terhadap kadar NO. Kedua, pelayanan
kesehatan masyarakat yaitu: memberikan informasi tentang
konsumsi makanan mengandung asam lemak trans terhadap
terjadinya peningkatan kadar osteokalsin darah, dapat sebagai
bahan kajian penelitian lebih lanjut sehingga dapat diaplikasikan
pada manusia.
5
E. Orisinalitas Penelitian
Penelitian mengenai efek asam lemak trans terhadap
kadar osteokalsin melalui pengaruh mediator NO belum pernah
diteliti.
Tabel 1
Orisinalitas penelitian
No Peneliti,
judul Tahun Desain Subyek
Variabel bebas
Variabel tergantung
Hasil
1 Umer Saleem. et al, Serum Osteocalcin is associated with Measures of insulin resistance, adipokine levels, and
2010 Regresi
multiva
riabel
Pasien
rawat
jalan
Serum
Osteoca
lcin
Resistensi
insulin, Level
adipokin,
sindrom
metabolik
Serum
osteokalsin
berhubungan
dengan
resistensi
insulin,
adipokin,
sindrom
metabolik
2 R.J. van’t Hof, et al Reqruirement of the incucible nitric oxide synthase pathway for IL-1 induced osteoclastic bone resorption
2000 Prospec
tive
cohort
study
Tikus Nitrit
okside
Il-1 Jalur iNOS
penting dalam
resorpsi
tulang melalui
IL-1 dan
mengaktivasi
prekusor
osteoklas
3 Hong Zheng., et al RANKL Stimulates Inducible Nitric-oxide synthase Expression and Nitric Oxide production in developing osteoclats
2006 Experim
ental
Laborat
ories
Kultur
Sel
Tulang
RANKL Nitirc Oxide,
IFN
IFN diinduksi
oleh RANKL
dan
merangsang
iNOS eskpresi
dan pelepasan
NO
4 Md Mizanur Rahman, et al.
2006 Experim
ental
Tikus Asam
linoleicte
Apoptosis sel
tulang
Asam linoleic
terkonjugasi
6
Conjungated linoleic acid inhibits osteoclast differentiation of RAW 267.7 cells by modulating RANKL
Laborat
ories
rkonjuga
si
menghambat
osteoklastoge
nesis
5 Robert J., et al. Cytokine Induced Nitric Oxide Inhibits Bone Resorption by inducing apoptosis of osteoclast
1997 Ekspresi
mental
Tikus Kultur
Sel
IFN, IL-1,
TNF- α NO
Memberikan
pengaruh
kuat terhadap
osteoklas-
osteoblast
pada
penghambata
n resorpsi
tulang
7
Asam lemak trans, merupakan golongan asam lemak tak
jenuh. Asam lemak tidak jenuh dapat mengandung satu ikatan
rangkap atau lebih. Asam lemak tak jenuh dikelompokkan dalam
tiga jenis; yaitu asam lemak tak jenuh tunggal (monounsaturated
fatty acids) dengan satu ikatan rangkap, asam lemak tak jenuh jamak
(polyunsaturated fatty acids) mempunyai lebih dari satu ikatan
rangkap, dan asam lemak trans (trans fatty acids) (Roberts, 2000).
Sebagai contoh adalah asam oleat mengandung satu ikatan rangkap,
asam linoleat mempunyai dua ikatan rangkap, sedangkan asam
linolenat mempunyai tiga ikatan rangkap, asam elaidat adalah asam
lemak trans, yang merupakan isomer non alami dari asam oleat.
Adanya ikatan rangkap tersebut memungkinkan terjadinya
isomer geometrik yang bergantung pada orientasi atom atau gugus
disekeliling sumbu ikatan rangkap, jika rantai asil berada pada sisi
yang sama, senyawa tersebut adalah tipe cis. Bentuk atau konfigurasi
cis memiliki dua bagian rantai karbon yang cenderung berhadapan
satu sama lain, sedangkan bentuk trans memiliki dua bagian dari
rantai karbon yang hampir linier. Asam- lemak tak jenuh rantai
panjang yang terdapat di alam hampir semuanya memiliki
konfigurasi cis, di mana molekulnya tertekuk 120 derajat pada ikatan
rangkapnya. Pada temperatur rendah, rantai karbon pada asam
lemak tak jenuh membentuk suatu pola zig-zag bila diekstensikan.
Pada temperatur yang lebih tinggi, sebagian ikatan mengadakan
rotasi sehingga terjadi pemendekan rantai. Sifat- sifat yang demikian
inilah yang menyebabkan asam lemak trans memiliki konfigurasi dan
sifat yang hampir menyerupai asam- asam lemak jenuh. Jadi asam
8
oleat mempunyai konfigurasi cis, yang berbentuk seperti huruf L,
sedangkan asam elaidat adalah tipe trans, berbentuk lurus pada
ikatan rangkap transnya, dan merupakan isomer non alami dari asam
oleat. Asam lemak di dalam minyak terdapat dalam bentuk isomer
cis dan trans (Mozaffarian, 2006; Bensadoun, 2003).
Peningkatan jumlah ikatan rangkap cis dalam asam lemak
menghasilkan sejumlah konfigurasi molekul khusus, misalnya asam
arakhidonat, dengan 4 ikatan rangkap cis, bisa mempunyai bentuk
terpilin atau bentuk U. Bentuk ini mempunyai makna penting pada
bungkus (packing) molekul dalam membran atau pada posisi yang
ditempati oleh asam lemak di dalam molekul yang lebih kompleks
seperti fosfolipid. Adanya ikatan rangkap trans akan mengubah
hubungan spasial ini dan menyebabkan asam lemak tak jenuh
tersebut mempunyai sifat khas. Salah satu sifat yang penting adalah
bahwa ikatan rangkap tersebut relatif rentan terhadap perubahan-
perubahan kimia, antara lain oksidasi, polimerisasi dan reaksi- reaksi
lainnya, oleh sebab itu, asam lemak tak jenuh akan lebih mudah
mengalami perubahan fisik dan kimia selama proses pengolahan
dibanding asam lemak jenuh. Ikatan ganda pada asam lemak tak
jenuh mudah bereaksi dengan oksigen ( mudah teroksidasi ),
sehingga mudah menjadi tengik (rancid). Proses ini dikenal sebagai
kerusakan bahan yang mengandung lemak yang penyebabnya adalah
reaksi oksidasi terhadap asam lemak tak jenuh. Atas dasar tersebut ,
maka asam lemak tidak jenuh sering direaksikan dengan hidrogen
untuk menghilangkan ketidak- jenuhannya, dan reaksi inilah yang
sering disebut sebagai reaksi penjenuhan atau reaksi hidrogenasi.
Proses hidrogenasi akan merubah minyak sayur menjadi
lemak yang semisolid seperti margarin. Di bidang industri ,
sebenarnya proses hidrogenasi parsial selain untuk membuat minyak
menjadi semisolid, juga bertujuan untuk mencegah agar minyak
sayur tidak cepat menjadi rusak, lebih stabil, lebih tahan terhadap
pengaruh oksidasi dibanding asam lemak bentuk cis dan menambah
cita rasa. Asam lemak trans di dalam makanan berlemak dapat
meningkat jumlahnya terutama dalam margarin karena proses
pengolahan seperti proses hidrogenasi, atau karena pemanasan
9
dengan temperatur tinggi (Mozaffarian, 2006; Bensadoun, 2003;
Brehm, 2003).
Asam-asam lemak trans bukan merupakan produk alami,
namun asam lemak trans dijumpai dalam jaringan- jaringan individu
yang mengkonsumsi makanan normal. Sedikit kontribusi tambahan
berasal dari konsumsi lemak ruminansia yang mengandung asam
lemak trans; asam lemak ini timbul sebagai hasil kerja
mikroorganisme yang ada didalam usus hewan pemamah biak
(Brehm, 2003). Berbagai macam asam lemak trans terdapat di dalam
makanan, dan yang paling banyak dijumpai adalah isomer 18:1 (Inis
SM, 2001).
Gambar 1.
Struktur kimia asam lemak konfigurasi cis dan trans
Gambar 2.
Konfigurasi mulokuler asam lemak trans dan cis
10
Perkembangan Asam Lemak Trans
Pada tahun 1903, dengan alasan–alasan tersebut, maka
mentega digantikan dengan margarin yang dibuat dari minyak nabati
yang berbentuk cair menjadi bentuk setengah padat dengan tehnik
hidrogenasi. Pertama kali ditemukan, keberadaan asam lemak trans
dalam margarin dianggap menguntungkan karena mempunyai titik
lebur yang lebih tinggi yang sama dengan titik lebur asam lemak
jenuh, dan bentuknya setengah padat sehingga sesuai dengan
kebutuhan (O’Brien 1998). Bila dibandingkan dengan asam lemak
tak jenuh bentuk cis, bentuk trans lebih stabil dan lebih tahan
terhadap proses oksidasi (Brehm, 2003; O’Brien 1998; Martin 1998).
Namun ternyata hasil penelitian pada tahun 1998 menunjukkan
bahwa asam lemak trans dapat meningkatkan risiko PJK (Judd,
1994).Tidak hanya melalui proses hidrogenasi , asam lemak trans
dapat juga terbentuk pada waktu pengolahan minyak (refinery) dan
juga pada proses menggoreng (deep frying), asam lemak trans juga
terdapat pada produk ruminansia dalam jumlah kecil. Perubahan
konfigurasi asam lemak cis menjadi trans mulai terbentuk pada
temperatur 1800C dan semakin meningkat sebanding dengan
naiknya temperatur.
Produk biskuit, donat dan produk lain yang menggunakan
lemak pelembut (shortening) juga merupakan sumber asam lemak
trans di dalam makanan sehari-hari (Sebedio, 1996). Makanan cepat
saji yang digoreng, produk roti, snack kemasan, margarin dan
crackers ( hidrogeneted margarin mengandung 15- 40% asam lemak
trans ) merupakan sumber utama asam lemak trans (Bhagavan,
2002). Di dalam mentega mengandung 2- 5% asam lemak trans,
penelitian lain menyebutkan bahwa di dalam margarin mengandung
> 60% asam lemak trans. Asam lemak trans tidak terdapat dalam
minyak babi, minyak canola, minyak kedelai, minyak zaitun, maupun
minyak jagung (Inis SM, 2001).
US Dietary Guidelines Advisory Committee, 2005
merekomendasikan bahwa konsumsi asam lemak trans bagi setiap
individu adalah di bawah 1% dari total energi. Apabila seseorang
11
mengonsumsi kue donat, maka estimasi kandungan asam lemak
transnya 3,2 gram, bila ditambah satu kemasan kentang goreng (
french fries ) yang mengandung 6,8 gram asam lemak trans, berarti
dalam satu hari orang tersebut mengonsumsi 5% dari total energi
(Wardlaw, 2004).
12
13
Bentuk atau konfigurasi trans memiliki dua bagian dari
rantai karbon yang cenderung berhadapan satu sama lain yang
hampir linier. Sifat- sifat inilah yang menyebabkan asam lemak trans
memiliki konfigurasi dan sifat yang hampir menyerupai asam lemak
jenuh. Dalam jumlah besar, asam lemak trans dapat berpengaruh
terhadap metabolisme asam lemak tak jenuh lainnya ( misalnya asam
linoleat dan asam linolenat ) dengan cara kompetisi dalam
memperebutkan enzim 6-denaturase yang ada dalam retikulum
endoplasma dan berpengaruh terhadap proses- proses seperti
trombogenesis, menghambat sebagian konversi asam linoleat
menjadi arakidonat, sehingga menghambat produksi eikosanoit oleh
jaringan. Asam lemak trans dapat menyebabkan kurangnya
kemampuan penghambatan terhadap terjadinya agregasi platelet
dibanding asam lemak cis. Dalam keadaan normal subsrat yang lebih
disukai oleh enzim 6-denaturase tersebut adalah jenis asam linoleat
dibandingkan dengan asam lemak trans. Hal ini menjamin
tercukupinya suplai asam lemak dalam membentuk membran sel
dan eikosanoit. Enzim tersebut menambah ikatan rangkap pada
posisi 6 dari asam lemak golongan n-3, n-6 dan n-9 yang berarti asam
lemak tersebut akan berkompetisi untuk mendapatkan sisi aktif
enzim. Tetapi bila asam lemak trans terdapat dalam kadar yang tinggi
dan pada saat bersamaan konsumsi asam linoleat rendah, maka asam
lemak trans akan menjadi substrat alternatif dalam menghasilkan
asam lemak tak jenuh jamak berantai panjang (20:4), dengan satu
ikatan rangkap trans) yang tidak mampu menjadi prekursor
14
eikosanoid dan dapat mengantagonisasi metabolisme asam lemak
esensial.
Enzim lipase pankreas sama cepatnya dalam menghidrolisis
asam lemak trans maupun asam lemak cis. Beberapa asam lemak
dengan ikatan rangkap ganda yang letaknya dekat dengan karboksil
(posisi 3 dan 6) dihidrolisis lebih lambat, jika dilihat dari bentuk
molekul asam lemak trans yang lurus, seperti halnya asam lemak
jenuh, enzim yang akan mengarahkan asam lemak ke posisi 1 dan 3
memperlakukan asam lemak trans seolah- olah adalah asam lemak
jenuh. Pada saat proses absorpsi, asam lemak trans cenderung
diubah menjadi triasilgliserol yang kemudian di bawa ke jaringan dan
berada pada jaringan adiposa, selain tersebut asam lemak trans
biasanya ditemukan dalam fosfolipid pada jaringan lain seperti
jantung, hati dan otak. Hal ini tergantung pada jenis konfigurasi dan
letak ikatan rangkapnya, serta ada/tidaknya asam linoleat dalam diet.
Pada umumnya absorpsi asam lemak trans ke dalam jaringan
sebanding dengan jumlah asam lemak trans diet, tetapi di sisi lain
terdapat bukti bahwa asam lemak trans yang dapat diserap maksimal
sebesar 6-9%, berapapun konsentrasi asam lemak trans tergantung
pada keberadaan unsur pokok lainnya dalam diet. Keberadaan asam
lemak esensial dalam diet, walaupun dalam kadar minimal,
cenderung menurunkan akumulasi asam lemak trans dalam jaringan.
Selain itu, metabolisme asam lemak tubuh merupakan proses yang
dinamis, tingkat inkorporasi asam lemak trans ke dalam kolesterol
ester cukup rendah (sekitar 15- 20%) dan hal ini yang masih
meragukan pengaruh negatif dari asam lemak trans.
Asam Lemak Trans dan Metabolisme Lipid
Hasil penelitian pada dekade terakhir menunjukkan bahwa
keberadaan asam lemak trans di dalam makanan menimbulkan
dampak negatif terhadap kesehatan yaitu memicu terjadinya
penyakit jantung koroner yang tidak dapat diabaikan. Penelitian
menunjukkan pengaruh asam lemak trans lebih buruk daripada efek
negatif asam lemak jenuh dan kolesterol (Oomen et al, 2001). Studi
menunjukkan bahwa konsumsi asam lemak trans menyebabkan
15
peningkatan kadar kolesterol LDL, menurunkan kadar kolesterol
HDL, yang merupakan penyebab utama terjadinya defek pada
pembuluh darah (Beynen & Katan, 1989; Dietschy, 1998),
sedangkan asam lemak jenuh tidak berpengaruh terhadap
penurunan kadar HDL (Chandrasekharan, 2000; Subbaiah, 1998.),
asam lemak trans juga meningkatkan rasio kolesterol LDL terhadap
kolesterol HDL, yang merupakan prediktor kuat terhadap risiko
terjadinya penyakit kardiovaskuler (Turpeinen, 1998).
Menurut Institue of Shortening and Edible Oils (ISEO)
menyebutkan bahwa konsumsi asam lemak trans dalam jumlah tak
berlebihan tidak menimbulkan efek negatif terhadap kesehatan,
peneliti lain menyatakan konsumsi asam lemak trans sebesar 1-3%
sudah dapat memunculkan serangan jantung bagi usia dewasa
(Nicolosi et al., 2001). Oleh karenanya kandungan asam lemak
dalam produk pangan perlu dipertimbangkan sebagai bagian yang
perlu disampaikan pada masyarakat melalui pencantuman label
kemasan. Kandungan asam lemak trans dikatakan rendah bila
kandungannya kurang atau sama dengan 5%, dan zero trans bila
kandungannya 1-2%. Asupan asam lemak trans selama kehamilan
diduga juga mengganggu metabolisme asam lemak esensial sehingga
berpengaruh terhadap perkembangan janin (Wardlaw, 2004).
Pengaruh asam lemak trans sangat tergantung pada kadar
asupan; kadar yang tinggi lebih dari 6% energi total jelas berbahaya,
namun kadar yang rendah di bawah 2% sampai kadar 4,5% energi
total tidak berbahaya bila dikonsumsi bersamaan dengan asam
lemak tak jenuh ganda, tetapi pengaruh positif dari asam lemak tak
jenuh akan ditiadakan oleh adanya asam lemak trans di dalam
makanan, hal ini karena asam lemak trans menghambat biosintesis
asam arakhidonat yang sangat dibutuhkan dalam pembentukan
membran sel dan pertumbuhan jaringan. Oleh karenanya asupan
tinggi asam lemak trans bagi anak- anak terutama dari margarin tidak
dianjurkan (Judd, 1994).
16
Asam Lemak Trans dan Proses Inflamasi
Asam lemak trans berpengaruh terhadap terjadinya
inflamasi sistemik pada membran sel endotel, melalui jalur spesifik.
Asam lemak trans juga memodulasi proses inflamasi melalui jalur
spesifik membran sel endotel dan jalur signaling fosfolipid membran
makrofag. Efek proinflamatori dari intake asam lemak trans dapat
meningkatkan resistensi insulin, kegagalan fungsi sel endotel,
peningkatan oksidasi lipid, dan menurunkan aktivitas jaringan
plasminogen post prandial (Muller, 2001).
Penelitian pada hewan coba, menyebutkan bahwa
pemberian diet dengan kandungan asam lemak trans 10%
berdampak terhadap penatalaksanaan metabolisme nutrien di hati,
jaringan adiposa, otot skelet dan menginduksi resistensi insulin
(Isbagio, 2005). Metabolisme asam lemak trans di dalam tubuh dapat
menimbulkan stres oksidatif. Sel yang sehat, sebenarnya selalu dalam
keadaan stabil, namun rentan terhadap stimulus buruk yang
berpengaruh terhadap sel, sehingga dapat berakibat terjadinya
kerusakan sel yang fatal.
Stres oksidatif menyebabkan stimulus untuk terjadinya
respons inflamasi pada endotel pembuluh darah, gangguan
metabolisme, seperti uptake glukosa pada otot maupun jaringan
adiposa, penurunan sekresi insulin. Patofisiologi stres oksifatif yang
paling berperan adalah dapat merusak sel sehingga menyebabkan
disfungsi endotel, sampai pada akhirnya menimbulkan penyakit
vaskuler diantaranya aterosklerosis, diabetes, hipertensi dll. Stres
oksidatif secara signifikan memberi kontribusi pada berbagai
penyakit yang berhubungan dengan gangguan aliran darah
sementara dan pembentukan energi (Szmitko, 2003; Gong, 2003;
McCord, 2003). Reactive Oxygen Species (ROS) berperan penting
pada keadaan fisiologis maupun pathologis vaskuler, ROS secara
intraseluler diproduksi dalam jumlah sedikit, maka ROS bekerja
sebagai second massengers, modulator jalur biokimia untuk
memediasi berbagai repons seperti pertumbuhan sel- sel otot polos
pembuluh darah. Namun bila ROS diproduksi dalam jumlah besar,
17
maka ROS dapat merusak DNA, bersifat toksik, dan dapat
menyebabkan apoptosis. Penanda inflamasi dapat memberikan
informasi mengenai perkembangan penyakit kardiovaskuler serta
menyediakan target baru untuk terapi (Szmitko, 2003).
18
19
A. Struktur Tulang
Tulang dikenal ada dua tipe secara garis besar yaitu tulang
trabekular (berongga=spongy=concelous) dan tulang korteks
(kompak). Bagian luar kedua tulang disebut korteks yang
merupakan tulang padat dan bagian dalam adalah tulang
trabekular yang tersusun seperti bunga karang (Buckwalter, 1995;
Riis, 1996).
Secara makroskopis tulang dibedakan menjadi tulang
woven dan tulang berlapis lamellar. Tulang woven adalah bentuk
tulang yang paling awal pada embrio dan selama
pertumbuhannya terdiri dari jaringan kolagen berbentuk ireguler.
Setelah dewasa tulang woven diganti oleh tulang berlapis yang
terdiri dari tulang korteks dan trabekulas (Lane, 2001; Rachman,
2006).
20
Gambar 3.
Struktur Tulang Normal dengan Sistem Havers
Sumber: (Compsto, 2001)
Kalsium yang tinggi sangat dibutuhkan tulang untuk
berkembang dan kematangan hormon estrogen pada wanita dan
kematangan hormon testosteron pada laki-laki masa puberta,
tulang akan mengalami proses remodeling diikuti pengaruh
anabolik dan prekursor estrogen. Keterlambatan dan kegagalan
pembetukan gonad (sindroma Turner, sindroma klinefekter),
faktor nutrisi, dan aktifitas fisik berat terutama saat puber
sebelum menarche yang biasanya dialami oleh atlit dapat sebagai
faktor yang menyebabkan tidak tercapai puncak massa tulang dan
ancaman terjadinya osteoporosis dini (Rachman, 2006).
B. Komposisi Tulang
Pembentukan tulang diawali dengan munculnya sel-sel
tulang yang berasal dari stem sel tulang yang berkembang
menjadi mesoderm progenitor kemudian membentuk jalur
mesenkim (preosteoblas, osteoblas, osteosit, dan bone lining
cells) dan jalur hemopoetik (preosteoklas, osteoklas). Terdapat
beberapa pendapat ahli dalam mendefinisikan stem sel tersebut,
pendapat yang berpandangan unspesified dan undifferentiated
cells yang berfungsi memperbaharui sel-sel tubuh termasuk
21
didalamnya sel-sel darah, kulit, intestinal, dan seterusnya.
Pembentukannya diawali oosit teraktifasi, menjadi zigot
membelah berbentuk blastokis yang berisi DNA donor
(Compston, 2001; Morgan et al., 2001; Rosenberg, 2005;
Hoffbrand, 1996).
Gambar 4.
Fungsi diferensiasi sel-sel embrionik dan generasi sel-sel jaringan
Sumber:Compston (2001)
C. Sel Tulang
1. Osteoblas
Jalur sel mesenkim stroma sumsum tulang merupakan
awal munculnya osteoblast. Osteoblas memproduksi osteoid
atau matriks tulang. Bentuk dari osteoblast dapat bulat, oval,
atau polihedral, dan posisinya terpisah dari matriks yang telah
mengalami mineralisasi. Osteoblas bertugas untuk
mensintesis dan mensekresi matriks organik tulang, mengatur
perubahan elektrolit cairan ekstraselular pada proses
mineralisasi. Terdapat bagian dalam osteoblast, yaitu
retikulum endoplasmik, membran golgi dan mitokondria.
Proses pematangan osteoblas memerlukan beberapa faktor,
yaitu fibroblast growth factor (FGF), bone morphogenic
proteins (BMPs), core binding factor-1 (CBFA-1) dan
osteoblast spesific cis acting element (OSE-2). Osteoblast
memiliki reseptor estrogen, sitokin, paratiroid hormon (PTH),
insulin derivated growth factor (IGF), dan vitamin D3.
22
Osteoblas saling berhubungan melalui gap junction.
Osteoblas yang menetap pada permukaan tulang dinamakan
bone lining cells/resting osteoblast yang berbentuk pipih
(Morgan et al., 2001; Rosenberg, 2005).
2. Osteoklas
Osteoklas berasal dari jalur hemopoetik yang pada
jalur ini juga mengeluarkan makrofag dan monosit. Sel ini
berpindah dari sumsum tulang lewat sirkulasi atau migrasi
direk. Sel prekursor osteoklas terdapat pada sumsum tulang
dan sirkulasi darah. Sel ini ditemukan pada permukaan tulang
yang mengalami resorpsi dan kemudian membentuk
cekungan yang dikenal sebagai lakuna Howship (Drajad,
2002). Osteoklas bekerja merusak matriks tulang, melekat
pada permukaan tulang, memisahkan sel dengan matriks,
menurunkan pH 7 menjadi pH 4. Proses yang menjadi asam
ini akan dapat melarutkan mineral dan merusak matriks sel
sehingga protease keluar. Osteoklas memiliki reseptor yaitu
RANK-ligand (RANK-L) untuk maturasi sel dan mengalami
apoptosis (Compston, 2001; Morgan et al., 2001; Van Essen,
2007).
23
Gambar 5.
Sel Tulang (ob:Osteoblas; oc:Osteoklas) Sumber:Rosenberg (2005)
3. Osteosit
Jumlah osteosit 90% dari sel tulang. Osteosit muncul
saat akhir proses mineralisasi pada osteoblast yang akan
tersimpan pada matriks tulang. Osteosit mempunyai satu inti,
jumlah organela bervariasi dan sel ini menjangkau permukaan
luar dan dalam tulang, membuat tulang menjadi sensitif
terhadap tekanan, mengontrol pergerakan ion serta
mineralisasi tulang (Compston, 2001; Canalis, 2005).
Osteosit berasal dari osteoblas yang pada akhir proses
mineralisasi terhimpit oleh ekstraselular matriks. Osteosit
merupakan sel yang sensitif terhadap tekanan mekanik
osteosit merupakan sel yang sensitif terhadap tekanan
mekanik, berperan dalam pemeliharaan massa dan struktur
tulang, terlihat gambar 6 ??? (Compston, 2001; Morgan et al.,
2001; Soeatmadji, 2002).
24
Gambar 6.
Regulasi Fungsi dan Diferensiasi Sel Tulang (Sumber:RobJ,et al,
2001)
4. Remodeling
Tulang woven akan berubah menjadi tulang berlapis
(lamellar), dilanjutkan proses remodeling ata pembentukan
kembali dengan terus mengalami resorpsi, pembentukan dan
mineralisasi. Tujuan dari proses pembentukan kembali tulang
atau remodeling adalah untuk memperbaiki kerusakan tulang,
mencegah proses ketuaan atau aging dan akumulasi tulang tua.
Proses ini diatur oleh sel osteoblas dan osteoklas yang
tersusun dalam struktur yang disebut “bone remodeling unit“
(BRU). BRU merupakan suatu struktur temporer yang unik
aktif saat modeling dan remodeling. Struktur BRU terdiri dari
osteoklas didepan oleh osteoblas, dibelakang dan ditengah-
tengah terdapat kapiler, jaringan syaraf dan jaringan ikat.
Panjang BRU 1-2 mm dengan lebar 0,24 mm bekerja
memahat tulang, meresorpsi tulang dan membentuk tulang
baru. Pada orang dewasa sehat diperkirakan 1 juta BRU aktif
bekerja sedangkan 2-3 juta BRU dalam keadaan non aktif.
25
BRU bekerja pada tulang kortikal maupun trabekular
(Rachman, 2006; Compston, 2001; Canalis, 2005).
BRU bergerak melewati permukaan pada tulang
trabekula. Osteoklas akan memahat dan menggali tulang.
Osteoblas bekerja menutup bekas galian tadi kemudian
mengganti sel-sel yang rusak dan membentuk tulang baru.
Proses untuk penyerapan tulang akan terjadi dalam tiga
minggu dan proses pembentukan tulang membutuhkan waktu
lebih lama sekitar tiga bulan. Masa hidup BRU enam sampai
sembilan bulan, lebih lama dari masa hidup osteoblas yaitu
tiga bulan dan masa hidup osteoklas dua minggu sehingga
diperlukan persediaan banyak sel osteoblas yang dibentuk
oleh sel mesenkim dan osteoklas (Rachman, 2006; Compston,
2001; Eder et al, 2003).
Tahapan siklus remodeling tulang sebagai berikut
(Compston, 2001) :
a. Quiescence, yaitu fase tenang, permukaan tulang sebelum
terjadi resorpsi.
b. Activation, dimulai saat osteoklas teraktivasi dan taksis
(pergerakan dan arah perpindahan dipengaruhi oleh arah
datangnya rangsangan) ke permukaan tulang.
c. Resorption, dimana osteoklas berada pada permukaan
tulang. Osteoklas akan mengikis permukaan tulang
melarutkan mineral, matriks tulang, membuat lubang
(resorption pit) dan selanjutnya tertarik dalam resorption
pit.
d. Bone formation, dimana osteoblas akan membentuk
tulang baru dengan memproduksi matrika tulang osteoid.
e. Mineralization, dimana permukaan tulang telah ditutupi
dengan sel-sel pelapis oleh proses modeling dan
remodeling.
26
Gambar 7. Proses RemodelingTulang
(Sumber:Compston, 2001)
D. Manfaat Pemeriksaan Remodeling Tulang
Proses remodeling tulang secara garis besar dengan
ditentukan aktivitas dari dua hal yang saling berlawanan anatara
osteoblas dan osteoklas menjadikan dasar untuk perkembangan
ilmu dan teknologi dalam usaha peningkatan pemahaman yang
lebih mendalam tentang metabolisme tulang yang kemudian akan
menggali faktor-faktor yang terlibat dalam proses tersebut
(Compston, 2001). Teknologi terkini telah mampu untuk menera
keberadaan alkalifosfatase yang hanya diproduksi osteoblas dan
dikenal sebagai Bone spesific alkaline phosphatase (BAP), serta
osteokalsin (Cantor, 2005).
27
Nitric Oxide (NO) adalah endothelial- derived relaxing
factor (EDRF) yang disintesis dan dilepaskan oleh sel endotel,
berfungsi sebagai vasodilator kuat, dan pelepasannya dirangsang
oleh bradikinan. NO dalam jumlah kecil dikeluarkan secara alami
oleh pembuluh darah untuk kontraksi (Soeatmadji, 2002; Morgan et
al., 2001).
Nitric Oxide Synthase
Nitric oxide synthase (NOS) merupakan isoenzim di dalam
tubuh, dan terdapat dalam 3 jenis , yaitu endothelial NO synthase
(eNOS), neuronal NO synthase (nNOS), dan inducible NO
synthase (iNOS).
1. Enzim eNOS, merupakan enzim yang mempunyai sifat
dependen terhadap Ca2+, enzim ini dijumpai pada berbagai
jenis sel dan bertanggung jawab dalam produksi sebagian besar
NO pada pembuluh darah yang sehat dan dilepas secara
kontinyu oleh sel endotel arteri maupun vena dan trombosit.
eNOS gen pengkodenya terdapat dalam kromosom 7q35-36,
pertama kali diidentifikasi di sel.
2. nNOS merupakan bentuk khusus dari eNOS yang berfungsi
pada sistem saraf. nNOS dijumpai pada kromosom 12q24.2, di
mana aktifitasnya tergantung pada peningkatan kadar Ca2+,
ditemukan pertama kali pada neuron.
3. iNos, merupakan suatu bentuk enzim yang dapat diinduksi,
dapat ditemukan dan dilepas oleh miosit, makrofag, dan sel
endotel pembuluh darah kecil yang diaktifkan serta dapat
28
diinduksi oleh stimulus imunologis oleh sitokin dan
endotoksin. iNOS dijumpai pada gen 17 cen-q12, aktifitasnya
tidak tergantung kadar Ca2+
Nitric oxide disintesis oleh sel endotel dari L- arginin dan
oksigen molekular. Aliran darah dan tekanan pada endotel yang
disebabkan oleh aliran darah menginduksi sintesis NO melalui
fosforilasi nitric oxide synthase (NOS). Nitric oxide synthase
mengkatalisis reaksi dengan mengkonversi L- arginine menjadi
citruline dan NO serta memerlukan bantuan calmodulin dan
pteridin tetrahydrobopterin (BH4) sebagai kofaktor.
Peran Metabolik
Nitric oxide synthase ( NOS ) dibentuk oleh dua unit
katalitik berbeda sebgai C-terminal reductase domain dan N-
terminal oxygenase domain. NOS bekerjasama dengan BH4 dalam
jumlah cukup mensintesis NO dan pada peningkatan stress
oksidatif, mengakibatkan produksi pentoksinitrit. Resultan NO
menginduksi guanilat siklase untuk sintesis cGMP dari cGTP.
cGMP memfasilitasi hiperpolarisasi sel akibat aktivasi kanal K+.
Reaksi ini mengakibatkan inhibisi kalsium dan menghasilkan
vasodilatsi sistem kardiovaskuler. Sel endotel memproduksi NO
sebagai vasodilator pembuluh darah, inhibitor trombosit dan
menghambat migrasi serta proliferasi sel otot polos. Waktu paruh
NO di dalam jaringan sangat singkat ( sekitar 3-4 detik ), maka
pemeriksaan NO secara langsung tidak mudah dilakukan oleh
karena itu pemeriksaan dilakukan dengan cara tidak langsung
dengan menggunakan reagen Griess.
29
Pemeriksaan enzim atau matriks protein yang diproduksi
oleh osteoblas/bone formation atau osteoklas/bone resorption
dapat digunakan untuk mengetahui turnover (remodeling tulang).
Osteokalsin adalah suatu protein Gla g-carboxyglutamic acid, adalah
petanda (marker) dari formasi tulang yang merupakan suatu vitamin
K dan vitamin D-dependent-protein yang diproduksi osteoblas
(Allison, 2000; Cantor, 2005).
Gambar 8.
Marker Biokimia pada Metabolisme Tulan
Sumber: Allison (2000)
Struktur Osteokalsin
Osteokalsin adalah sebuah polipeptida-49residue (5-8 kDa)
dimana banyak terdapat pada berbagai spesies. Pada manusia gen
osteokalsin terdapat pada kromosom 1 (Iq25-q31) dan diregulasi
30
pada level transkripsi oleh 1,25-dihydroxy vitamin D3 (Allison,
2000; Cantor, 2005).
Gambar 9.
Struktur Osteokalsin
Sumber:Ivaska (2005)
Osteokalsin disensitisasi sebagai 11 kDa preproosteocalcin dari
98 residu. Molekul ini terdiri dari 3 bagian, yaitu :
1. 23-residue-signale peptide: dipecah selama proses translasi
2. 26-residu-propeptide: merupakan target protein untuk ᵞ
carboxylation
31
3. 49-residue-mature protein: terdiri dari 2 anti-parallel α-ihelical
domains residu 16-25 dan 30-41) dihubungkan oleh rantai β-turn
(residu 26-29), dimana juga terdapat 2 rantai β-turns dan struktur
β-sheet pada C-terminal-end, struktur ini distabilkan oleh Cys23-
Cys29 disulphide bond (Allison, 2000; Cantor, 2005).
Proses γ Carboxylation Pada Osteokalsin
Osteokalsin adalah tiga dari salah satu dari vitamin K-
protein dependen yang diproduksi oleh osteoblas, disamping
protein lainnya yaitu matriks protein Gla dan protein S. Vitamin K
atau phylloquinone (suatu vitamin larut lemak yang lebih diketahui
berhubungan dengan kaskade koagulasi) adalah sebuah co-factor
esensial untuk post-translational γ carboxylation dari osteokalsin.
Selama carboxylation terjadi, proses grup kedua carboxyl bertambah
dan menjadi spesifik glutamil residu (glu) pada posisi 17,18, dan 24
pada bentukan residu γ carboxylation. Modifikasi ini berguna
nantinya untuk perubahan formasi, kestabilan rantai α-helical-
protein dan memberikan efek afinitas yang besar untuk kalsium dan
hidroksiapatit (Allison, 2000; Cantor, 2005).
Sintesis dan Katabolisme Osteokalsin
Osteokalsin diketahui dan diterima sebagai produk spesifik
dari osteoblas. Setelah diproduksi, sebagian akan bergabung pada
matriks tulang dan sebagian akan beredar pada sistim sirkulasi. Saat
ini disamping hal tersebut terdapat beberapa laporan, dimana terjadi
ekspresi osteokalsin mRNA pada megakariosit dan adiposit, akan
tetapi perlu dicatat bahwa ekspresi ini dilaporkan secara in vitro,
bukan in vivo (Allison, 2000; Ivaska, 2005).
Skema gambar, menggambarkan biosintesis dan
metabolisme osteokalsin serum yang dapat diambil dari komponen
plasma atau marker serum dari formasi tulang. Sintesa osteokalsin
secara spesifik diproduksi sebagian besar oleh osteoblas dan sedikit
oleh odontoblas. Secara umum seperti protein lainnya, osteokalsin
mempunyai sinyal yang mengarahkan dirinya kedalam retikulum
32
endoplasma untuk memberikan pro-osteokalsin (terdiri dari 26
aminoacid propeptide N-terminal) kepada rantai 49-residue
osteokalsin (Allison, 2000).
Gambar 10.
Metabolisme Osteokalsin
(Sumber:Allison, 2000)
Sebelum sekresi dari osteoblas, residu glutamic –acid diproses
karboksilasi oleh vit-K-dependen enzyme menjadi bentukan g-
carboxyglutamic acid (Gla) dimana osteokalsin manusia terdiri dari
maksimal tiga Gla residu per molekul, kemudian terjadi pemecahan
propeptida dan sekresi jumlah besar native-osteocalcin yang
berguna untuk meningkatkan mineral matriks, proses inidibantu
oleh calcium-binding properties of Gla residue. Maka terjadilah
under-carboxylated molekul, yang sepertinya mengakibatkan
tidak terbentuk-nya matriks dengan proporsi yang baik. Sebagian
besar immunoasay untuk osteokalsin mengenal native dan non-
carboxylated molecule dan hal ini dapat mengganggu interpretasi
pada gambar. Beberapa usaha dilakukan untuk mendeteksi serum
33
osteocalcon-carboxylation dengan penggunaan hidroksi apatit
binding in vitro (Allison, 2000; Ivaska, 2005).
Gambar 11.
Sirkulasi Osteokalsin
(Sumber:Ivaska, 2005)
Fungsi sebenarnya dari osteokalsin belum diketahui secara
pasti, tetapi pada penelitian Ducy dan kawan-kawan didapatkan
“osteocalcin knockout“ pada tikus, dimana digambarkan bahwa
terdapat abnormalitas fenotipe pada umur 6 bulan, seiring dengan
peningkatan marker formasi tulang. Hal ini diduga bahwa
osteokalsin mungkin berhubungan dalam regulasi fungsi osteoblas.
Sebagian besar osteokalsin disekresi oleh osteoblas yang dideposit
pada matriks tulang ekstraseluler, serum osteokalsin mewakili fraksi
dari total osteokalsin yang tidak diabsorbsi oleh hidroksi apatit
(Allison, 2000).
Serum osteokalsin mempunyai waktu paruh pendek dan
terhidrolisis dalam ginjal dan hepar. Dalam sirkulasinya osteokalsin
mempunyai 2 fragmen yaitu: C-terminal–fragment (dapat dipecah
34
dengan mudah) dan N-terminal mid-fragment yang lebih stabil dan
kuat. Hal ini dikarenakan residu 19-20 dan 43-44 sulit dihidrolisis.
Dan diduga bahwa arginyl-arginyl residu yang terdapat pada posisi
19-20 terproteksi dari proteolisis karena hubungan mereka dengan
Gla-helix atau proteksi ini berasal daripada highly negatively charged
ᵞcarboxyglutamyl residues pada posisi 17,21, dan 24, sedangkan pada
posisi 43 dan 44 lebih labil berhubungan dengan C-terminal β-sheet.
Garnero dan kawan-kawan menggunakan antibodi monoklonal
untuk mengidentifikasi sirkulasi fragmen pada individu sehat dan
pasien dengan penyakit metabolik tulang. Dengan hasil terdapat
sangat banyak bentukan imunoreaktif dari molekul yang intact dan
N-terminal mid-fragment baik pada individu yang normal ataupun
osteoporotik. Dalam sirkulasi dalam bentuk intak-osteokalsin dan
N-term mid-osteokalsin serta fragmen-fragmennya, sedangkan
untuk metabolisme terdapat terutama pada tulang, kemudian hati,
ginjal, paru dan sirkulasi tubuh seperti tampak pada gambar. Sebagai
tambahan mereka juga menemukan peningkatan N-terminal
midfragmen pada pasien penyakti Pagets dan pasien gagal ginjal
kronik (Allison, 2000; Ivaska, 2005).
Perbedaan penyakit yang berhubungan dengan metabolisme
tulang sangat berhubungan dengan penentuan karakteristik dari
bentukan imunoreaktif daripada osteokalsin. Deteksi intak atau
fragmen osteokalsin cukup penting untuk kepentingan laboratorium
dimana diperiksa dengan Commercial Assay (Incstar, CIS ELSA-
osteo-nat (1-49), CIS ELSA-osteo (1-43), Nichols (1-49, 1-43), yang
dikenal saaat ini. Assay ini hanya mendeteksi intak osteokalsin yang
sensitif terhadap pemeriksaan degradasi pemeriksaan degradasi in
vitro (Allison, 2000).
35
Agen Terapetik yang Berefek pada Kadar Osteokalsin
Beberapa agen yang berefek pada kadar osteokalsin:
1. 1,25-dihydroxyvitamin D3 dapat menstimulasi
produksi osteokalsin
2. Calcitriol stimulation test 2 Ug/d-7 days (Duda,dkk)
dapat mengakibatkan responsiveness osteoblas
3. Glukokortikoid dapat menurunkan serum osteokalsin
(mulai hari pertama pemberian terapi)
4. Adrenal insufisiensi menunjukkan yang osteokalsin
rendah
5. Terapi antikonvulsan dapat meningkatkan konsentrasi
osteokalsin karena peningkatan turn over tulang, dapat
terjadi osteopenia
6. Penggunaan heparin mengakibatkan penurunan
sirkulasi osteokalsin
7. Penggunaa warfarin (coumarins) tidak semua dapat
mengalami penurunan sirkulasi osteokalsin.
Dikarenakan proses undercarboxylation osteokalsin
dimana terjadi rendahnya serum vit K1
(phylloquinone) dan vit K2 (the menaquinonei)
berhubungan dengan fragilitas tulang dan peningkatan
risiko fraktur. Osteokalsin merupakan sebuah protein
vit-k-dependent dapat dipengaruhi keadaan tertentu
yaitu modifikasi atau perubahan vit k-dependent-
carboxylate (Allison, 2000).
36
Hubungan Asam Lemak Trans, Kadar Nitrit Oksida dan
Kadar Osteokalsin.
Asam lemak trans dosis tinggi menyebabkan kenaikan dari
NO dan mempengaruhi proses inflamasi. Proses inflamasi akan
mengaktifkan TNF-α dan IL-6 untuk merangsang
osteoklastogenesis. NO dapat meningkat jika terjadi peningkatan
peroksidasi lipid. Kadar NO dapat mempengaruhi kadar IL-1 yang
meningkatkan aktivitas RANKL yang menyebabkan peningkatan
osteoklastogenesis (Rachman, 2006; Compston, 2001).
Osteoklastogenesis yang meningkat akan meningkatkan dan
mempercepat proses resorpsi tulang oleh osteoklas. Osteokalsin
yang dihasilkan oleh osteoblas akan meningkat dalam darah akibat
proses coupling, merupakan proses berlawanan dari osteoklas.
Osteokalsin yang dihasilkan osteoblas dan gagalnya osteokalsin
dalam mengendalikan osteoklas diperkirakan menjadi penyebab
kerapuhan tulang (Allison, 2000; Van Essen, 2007).
37
Kerangka Teori
Ada beberapa yang menunjukkan bahwa NO memiliki efek
bifasik pada resorpsi tulang osteoklastik. Konsentrasi rendah NO
potensial menunjukkan IL-1 penginduksi resorpsi tulang,
berdasarkan pengamatan, NOS inhibitor menghambat IL-1
penginduksi resorpsi tulang in vitro. Produksi konstitutif NO dalam
osteoklas penting pada fungsi osteoklas yang normal. Konsentrasi
NO yang tinggi membantu IL-1 untuk mengaktifkan RANKL
untuk osteoklastogenesis (Riis, 1996; Rachman, 2006).
Proses inflamasi akan mengaktifkan TNF-α dan IL-6 dalam
proses osteoklastogenesis. Osteoklastogenesis akan mengaktifkan
reaksi coupling, dimana akan resorpsi tulang oleh osteoklas, dan
selanjutnya osteoblas akan berproloferasi serta menghasilkan
osteokalsin yang dapat ditemui dalam darah (Allison, 2000; Van
Essen, 2007).
38
Gambar 12. Kerangka Teori
Kerangka Konsep
Gambar 13.
Kerangka Konsep
Keterangan : * variabel perancu dikendalikan .
39
Hipotesis Penelitian
1. Hipotesis Mayor
Pemberian dosis tinggi asam lemak trans meningkatkan kadar
NO dan kadar Osteokalsin darah.
2. Hipotesis Minor
a. Pemberian dosis tinggi asam lemak trans meningkatkan
kadar NO pada tikus Sprague Dawley
b. Pemberian dosis tinggi asam lemak trans meningkatkan
kadar osteokalsin darah tikus Sprague Dawley.
c. Terdapat korelasi antara peningkatan kadar NO dan kadar
osteokalsin darah tikus Sprague Dawley setelah pemberian
dosis tinggi asam lemak trans.
40
41
Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental
laboratorik, dengan Randomized Pre & Post –test control group
design (Soekidjo, 2010)58. Randomisasi sederhana dilakukan
dengan menggunakan komputer. Tujuan penggunaan desain
tersebut adalah untuk membandingkan dua kelompok atau lebih
dengan cara randomisasi, dan pengujian dilakukan sebelum dan
sesudah perlakuan untuk masing- masing kelompok. Perlakuan yang
digunakan adalah pemberian asam lemak trans dalam bentuk
margarin pada tikus dengan keluaran ( outcame ) adalah perbedaan
perubahan kadar NO dan kadar osteokalsin. Desain penelitian
tersaji pada gambar di bawah ini.
Gambar 14.
Rancangan Penelitian
Keterangan :
R = randomisasi ( 2 kelompok )
K1 = kelompok 1, tikus diberi pakan pelet/ standar dan
42
minum ad libitum, sebagai kontrol
K2 = kelompok 2, tikus diberi pakan standar, dan tinggi
asam lemak trans sebagai perlakuan
Pengamatan/observasi
O1,3 = pengukuran data awal penelitian terhadap kadar NO dan
osteokalsin.
O2,4 = pengukuran data akhir penelitian terhadap kadar NO
dan osteokalsin.
Pengendalian validitas
1. Usia
2. Berat badan
3. Varietas tikus/ genetik
4. Jenis kelamin.
Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini terdiri 2 jenis variabel yaitu: variabel
terikat ( dependent variable ) dan variabel bebas (independent
variable), dan masing- masing adalah sebagai berikut:
1. Variabel bebas: pemberian asam lemak trans dosis tinggi
2. Variabel terikat adalah:
3. Kadar No
4. Kadar Osteokalsin
Populasi dan besar sampel
Populasi
Sampel adalah tikus Sprague dawley jantan berusia 8
minggu, berat badan 200-250 gram, diperoleh dari Laboratorium
Unit Pengembangan Hewan Pecobaan (UPHP) Universitas Gajah
Mada, Yogyakarta. Justifikasi penggunaan hewan tikus Sprague
dawley. karena tikus merupakan animal models untuk studi
perubahan fungsi, struktur dan perubahan biokimia sitokin ROS
(NO) (Isbagio, 2005).
43
Besar Sampel
Penelitian dilakukan terhadap 2 kelompok, tikus Sprague
dawley, terdiri dari kelompok 1 yaitu kelompok kontrol, diberi
pakan standar , kelompok 2 yaitu kelompok perlakuan, diberi pakan
standard dan asam lemak trans dosis tinggi.
Tiap kelompok terdiri dari 10 ekor tikus, sehingga
didapatkan total sampel adalah 20 ekor tikus Sprague Dawley yang
sebelumnya telah dikelompokkan secara acak dalam 2 kelompok.
Perhitungan jumlah sampel mengacu pada rumus Federer.
(k-1) (n-1 )≥15
k- jumlah kelompok
n= jumlah sampel pada tiap kelompok
Sampel pada penelitian ini dibagi menjadi 2 kelompok, maka
jumlah sampel masing-masing kelompok adalah
( 2-1 ) ( n-1 ) ≥ 15
1 ( n-1 ) ≥ 15
1n -1 ≥ 15
2n ≥ 16
n ≥ 8
Penelitian ini menggunakan 10 ekor tikus dalam 1
kelompok, jumlah sampel keseluruhan adalah 20 ekor tikus.
44
Kriteria sampel
Kriteria inklusi:
1. Berat badan tikus normal : 200- 250 gram pada usia 8 minggu
2. Kondisi sehat, aktif bergerak dan tidak ada kelainan anatomi
3. Selama pra perlakuan tidak mengalami penurunan berat badan,
sehingga berat badan total tetap.
Kriteria eksklusi:
1. Tikus mengalami diare selama penelitian yang ditandai dengan
feses tidak berbentuk.
2. Perubahan berat badan selama adaptasi > 10%
Alur Penelitian
Gambar 15.
Alur Penelitian
45
Alat dan Bahan
Alat
Alat – alat yang diperlukan dalam penelitian meliputi:
1. Alat/ sarana untuk pemeliharaan hewan coba
2. Alat pengambilan darah mikrohematokrit
3. Seperangkat alat pengukur kadar osteokalsin darah
4. Alat- alat untuk pemeriksaan kadar NO beserta
perlengkapannya
Bahan
1. Ransum pakan untuk hewan coba isokalori.
Pakan untuk kelompok kontrol dipakai pakan tikus
4050 kalori yang telah diukur besar kalori dengan Bom
Kalorimetri, dengan komposisi pada tabel 2.
Tabel 2
Komposisi pakan tikus kelompok kontrol
Produk Gram K. Cal
Casein 200 800
L-Cytine 3 12
Minyak jagung 72,8 291,2
Dextrin 100 400
Sukrosa 172,8 691,2
Selulosa 50 0
Minyak kedelai 25 225
Lemak babi 177,5 1597,5
Mineral mix 10 0
Calcium phosphat 13 0
Calcium carbonat 5,5 0
Potasium citrat 16,5 0
Vitamin mix 10 40
Choline bitartrate 2 0
Pewarna 0,05 0
Total 858,15 4057
Produk gram% k.cal%
46
Protein 24 20
Karbohidrat 41 35
Lemak 24 45
Total 100
k.cal/gr 4.7 100
2. Asam lemak trans 10% dari energi total dalam pelet tikus dari
produk research diet NJ Amerika pada tabel 3.
Tabel 3
Komposisi Pakan Hewan Coba
D11102102 High Trans Fat Rodent Diets (45 kcal% Fat)
10kcal% Trans Fat Product D11102102
gm% kcal%
Protein 24 20
Carbohydrate 41 35
Fat 24 45
Total 100
Kcal/gm 4.7
Ingredient gm kcal
Casein, 80 Mesh 200 800
L-Cystine 3 12
Corn Starch 72.8 291.2
Maltodextrin 10 100 400
Sucrose 172.8 691.2
Cellulose, BW200 50 0
Soybean Oil 25 225
Lard 8.65 77.85
Primex 168.85 1519.65
Mineral Mix, S10026
10 0
DiCalcium Phosphate
13 0
Calcium Carbonate 5.5 0
47
Potasium Citrate, 1 H2O
16.5 0
Vitamin Mix, V10001
10 40
Choline Bitartrate 2 0
FD&C Yellow Dye #5
0 0
FD&C Red Dye #40
0.025 0
FD&C Blue Dye #1 0.025 0
Total 858.15 4057
Research Diets Inc. 10/21/2011 D11102102.for.xls
3. Spesimen untuk pemeriksaan kadar osteokalsin adalah serum
hewan coba
4. Reagen untuk pemeriksaan kadar Osteokalsin dengan Elecsys
N-Mid Osteocalcin
5. Spesimen untuk pemeriksaan kadar NO adalah serum
6. Reagen buffer, reagen Nitrit standar, reagen Griess I dan II
Pemeliharaan Hewan Coba
Untuk menjaga kesehatan hewan coba, maka tikus
dipelihara sebagai berikut :
1. Tikus ditempatkan di dalam kandang individual dalam ruangan
dengan ventilasi baik , mendapat kan penerangan yang
memadai, ( 12jam siklus gelap/terang ), dan dilakukan aklitimasi
untuk menyesuaikan terhadap iklim dan lingkungan
2. Suhu ruangan berkisar antara 28- 320C
3. Kandang dibersihkan tiap hari
4. Makanan diberikan berupa pelet beserta minum ad libitum
setiap hari.
48
Analisis Serum Hewan Coba
Pengujian kadar NO
Pengukuran disfungsi endotel bisa dilakukan secara
langsung ataupun tidak langsung. Metode pengukuran nitric oxide
secara langsung misalnya dengan Electron Spin Resonance ( ESR )
sedangkan metode secara tidak langsung seperti pengukuran kadar
nitrit dan nitrat dengan metode reaksi Griess. Reaksi Griess
merupakan pemeriksaan NO dengan cara tidak langsung secara
konversi enzimatik dari nitrat menjadi nitrit, oleh enzim nitrat
reduktase, dilanjutkan dengan deteksi kolorimetri dari nitrit sebagai
suatu produk azo dye berwarna dari raksi Griess yang mengabsorpsi
cahaya tampak 540 nm.
Nilai rujukan :
Kadar NO orang normal berkisar 32± 4,9 umol/L ( rata- rata ±
simpang baku. (Assay Design Nitric Oxide Assay Kit).
Pengujian kadar Osteokalsin
Osteokalsin seperti (Otc) diketahui adalah suatu protein Gla
g-carboxyglutamic acid , adalah petanda (marker) dari formasi
tulang, adalah suatu vitamin K dan vitamin D-dependent-protein
yang diproduksi oleh osteoblas (Allison, 2000). Tes osteokalsin
serum menggunakan metode Elecsys N-MID Osteocalsin Assay
dengan prinsip sandwich [dua antibodi monoclonal yang spesifik
terhadap kelompok penanda antigen (epitop)] di N-MIDfragment
dan N-terminal fragment} memberikan hasil dalam satuan ng/mL
(Allison, 2000; Kaniawati, 2003; Soekidjo, 2010).
Stabilitas serum dan plasma heparin adalah 8 jam pada 15-
25 derajat celcius, 3 hari pada 2-8 derajat celcius dan 3 bulan pada -
20 derajat celcius serta tidak beku ulang. Sedangkan stabilitas plasma
EDTA adalah dua hari pada 15-25 derajat celcius, 3 hari pada 2-8
49
derajat celcius dan 3 bulan pada -20 derajat celcius serta tidak beku
ulang (Kaniawati, 2003).
Alat : Elecsys-Roche,
Bahan : Serum 20 μL dan reagen N-MID, Osteocalcin No.
Lot. 169091
Definisi Operasional
Tabel 4.
Definisi operasional
No variabel Definisi operasional satuan skala
1 Asam lemak trans(variabel bebas)
adalah asam lemak trans yang berasal dari margarine MDL SR buatan Australia dengan kandungan asam lemak trans 0,5 gram/ 100 gram, untuk dosis tinggi yang diberikan adalah 0,015 gram /hari
mg/hari Nominal Diberi=1 Tidak Diberi=2
2 Kadar NO (variabel Tergantung)
Adalah kadar NO total dalam serum yang diperoleh dari pengukuran kadar nitrit dan nitrat sebagai produk stabil dari NO dengan menggunakan metode kolorimetrik non enzimatik.
µM rasio
3 Kadar osteokalsin darah (variabel tergantung)
suatu adalah protein Gla g- carboxyglutamic acid , adalah petanda(marker) dari formasi tulang, adalah suatu vitamin K dan vitamin D-dependent- protein yang diproduksi oleh osteoblas.
ng/mL rasio
50
Pengolahan dan Analisis data
Data primer yang diperoleh dikumpulkan dan ditabulasi
untuk analisis lebih lanjut. Pada analisis berikutnya dilakukan uji
normalitas data untuk melihat sebaran distribusi data, jika data
berdistribusi normal maka akan dilakukan uji parametrik. Sedangkan
bila data tidak berdistribusi normal akan dilakukan transformasi data
dengan menggunakan uji delta, namun bila data masih belum
normal, maka dilakukan uji non parametrik.
Analisis data menggunakan perangkat lunak SPSS (Statistical
Package for the Social Sciene) 15 for Windows. Analisis data untuk
uji beda dilakukan dengan t’test (N) atau Man Whitney bila tidak
normal. Hubungan antara kadar NO dengan kadar osteokalsin
dilakukan dengan uji korelasi Pearson (bila distribusi N) atau
Spearman bila distribusi tidak normal.
51
Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Unit Penelitian
Hewan Percobaan (UPHP) Universitas Gajah Mada ( UGM ) untuk
pemeliharan hewan coba. Pelet pakan hewan coba dibuat di PAU
UGM. Pemeriksaan serum darah dikerjakan oleh Laboratorium
Prodia. Penelitian ini in vivo yang dilaksanakan selama kurang lebih
9 minggu.
Ethical Clearance
Pelaksanaan penelitian ini membutuhkan ethical clearance
yang diperoleh dari komisi Etik Penelitian Kesehatan dan
Kedokteran Universitas Diponegoro.
52
53
Perlakuan dilakukan selama 8-minggu dengan jumlah
sample tetap 20 tikus, dilakukan pengambilan darah, tidak ada tikus
yang mengalami diare atau menunjukkan gejala tidak sehat sehingga
tidak perlu dilakukan eksklusi, selanjutnya diperiksa kadar NO dan
osteokalsin. Total tikus yang dianalisis adalah 20 ekor sesuai jumlah
awal.
Kadar NO
K1 minggu ke-8 tidak meningkat, K2 terjadi peningkatan
bermakna pada minggu ke-8.
54
Gambar 16
Perubahan kadar NO serum (g/mL) tikus SD dari minggu ke-0
dan minggu ke-8, K1 (n=10) dan K2 (n=10)
Rerata kadar NO dan perubahan kadar NO serum saat
awal penelitian dan minggu ke-8 pada kelompok kontrol dan
perlakuan ditampilkan pada Tabel 5.
55
Tabel 5
Rerata kadar NO serum dan perubahan () kadar NO tikus SD
yang dinilai pada awal penelitian dan 8-minggu pada kontrol
(n=10) dan perlakuan (n=10).
Kelompok p
Waktu Pengukuran
Kontrol Perlakuan
Rerata±SB; Rerata±SB;
0 minggu 2,4 ± 0,00; 2,4 ± 0,00; 0,000
8 minggu 2,44 ± 0,13; 9,52 ± 3,84; 0,000
0 dengan 8minggu
0,04 ± 0,13; 7,12 ± 3,84; 0,000
Hasil uji statistik menunjukkan kadar NO tikus SD antara
kontrol dan perlakuan pada minggu ke-0 tidak berbeda bermakna
(p>0,05). Kelompok kontrol dan perlakuan pada 8 minggu setelah
perlakuan berbeda bermakna (p<0,05). Kelompok kontrol antara 0-
8-minggu tidak berbeda bermakna (p>0,05). Kelompok perlakuan
antara 0- 8-minggu berbeda bermakna (p<0,05). Kadar NO serum
pada minggu ke-8 pada kelompok perlakuan lebih tinggi secara
bermakna dibanding kelompok kontrol (p<0,05).
56
Kadar Osteokalsin
Kelompok control minggu ke-8 tidak meningkat, kelompok
perlakuan terjadi peningkatan bermakna pada minggu ke-8.
Gambar 17.
Perubahan kadar osteokalsin serum (ng/mL) tikus SD dari minggu
ke-0 dan minggu ke-8, kelompok kontrol (n=10) dan kelompok
perlakuan (n=10)
Rerata kadar osteokalsin dan perubahan kadar osteokalsin
serum saat awal penelitian dan minggu ke-8 pada kelompok control
dan perlakuan ditampilkan pada Tabel 6.
57
Tabel 6.
Rerata kadar NO serum dan perubahan () kadar NO tikus SD
yang dinilai pada awal penelitian dan 8-minggu pada kelompok
kontrol (n=10) dan kelompok perlakuan (n=10).
Kelompok p
Waktu Pengukuran
Kontrol Perlakuan
Rerata±SB; Rerata±SB;
0 minggu 84,17 ± 2,29; 83,86 ± 2,38; 0,770
8 minggu 84,8 ± 2,14; 100,89 ± 9,73; 0,000
0 dengan 8 minggu
0,63 ± 0,53; 15,28 ± 9,14; 0,001
Hasil uji statistik menunjukkan kadar osteokalsin tikus SD
antara kelompok komtrol dan perlakuan pada minggu ke-0 tidak
berbeda bermakna (p>0,05). Kelompok control dan perlakuan pada
8 minggu setelah perlakuan berbeda bermakna (p<0,05). Kelompok
control antara 0-8-minggu tidak berbeda bermakna (p>0,05).
Kelompok perlakuan antara 0- 8-minggu berbeda bermakna
(p<0,05). Kadar osteokalsin serum pada minggu ke-8 kelompok
perlakuan lebih tinggi secara bermakna dibanding kelompok kontrol
(p<0,05).
Korelasi kadar NO serum dengan kadar osteokalsin serum
Pada uji statistik kadar NO serum dengan kadar osteokaslin
serum menggunakan uji Pearson correlation, diperoleh nilai
p=0,002 yang menandakan adanya hubungan yang bermakna.
Koefisien korelasi yang diperoleh adalah 0,848, sehingga terdapat
hubungan positif kuat atau berbanding lurus.
58
Pembahasan
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa kadar NO serum awal
penelitian dari kedua kelompok tak berbeda bermakna. Kadar NO
serum antar kelompok berbeda bermakna. Kadar NO pada
kelompok pakan asam lemak trans 10% pada akhir penelitian
terdapat perbedaan yang bermakna, menunjukkan bahwa
peningkatan kadar NO dipengaruhi oleh pemberian asam lemak
trans. Penelitian terdahulu menyebutkan bahwa keberadaaan asam
lemak trans meningkatkan kadar mediator proinflamasi melalui
meningkatnya adhesi leukosit akibat aktivasi ROS-dependent
nuclear factor-κB yang merupakan gen yang memodulasi terjadinya
stres oksidatif (Oomen et al, 2001; Nicolosi et al., 2001).
Nitric oxide (NO) atau nitrogen monoxide adalah molekul
signaling yang penting dalam sel manusia dan merupakan molekul
massenger penting di dalam sel. NO dalam kadar normal penting
untuk proteksi organ terhadap terjadinya iskhemik organ, di sisi lain
ekspresi NO yang kronis dan berlebih dapat membunuh sel-sel host
yang sehat, terutama selama proses inflamasi kronik dan
berhubungan dengan terjadinya penyakit degeneratif.
Pada konsentrasi yang fisiologis (sekitar 1-100 nM), NO
cenderung bersifat tidak reaktif, dan kebanyakan aksi-aksi
fisiologisnya diperantarai oleh NO yang terikat pada Fe2+ oleh
guanilat siklase, yang menyebabkan aktivasi NO dan menghasilkan
cGMP. NO dapat dikonversikan menjadi banyak derivat, yang
disebut sebagai reactive nitrogen species (RNS). NO dengan
konsentrasi tinggi di dalam sel maupun di dalam membran sel, akan
bereaksi secara langsung dengan oksigen untuk menghasilkan NO2
yang selanjutnya bereaksi dengan NO untuk menghasilkan N2O3,
yang merupakan agen stres oksidatif.
Peningkatan NO dapat mengaktivasi faktor pertumbuhan
IGF-I (Madge, 2001; Muller, 2001). IGF-I berperan pada proses
proliferasi dan diferensiasi osteoblas. IGF-I terdapat pada ekstrak
tulang dari berbagai spesies dan diketahui sebagai salah satu
mitogenik yang jumlahnya cukup banyak baik pada fetus maupun
59
pada tulang dewasa. NO juga mempengaruhi proses pembongkaran
tulang dengan cara menghambat pematangan osteoklas sehingga
bisa menghambat resorpsi tulang, Progenitor osteoblas akan
mensekresikan RANKL yang akan membentuk ikatan yang bersifat
aktif dengan RANK pada sel progenitor osteoklas dan akan
mengakibatkan terjadi pematangan osteoklas sehingga membentuk
osteoklas yang fungsional, dan pada saat yang sama juga akan
disekresikan faktor penghambat osteoklastogenesis yang dikenal
sebagai osteoprotegerin, kemudian akan berikatan dengan RANKL
untuk menghambat osteoklastogenesis (Morgan et al., 2001;
Hoffbrand, 1996).48,50 Peningkatan NO meningkatkan sekresi
osteoprotogerin yang kemudian akan berikatan dengan RANK ligan
untuk kemudian dapat menghambat resorpsi tulang.
Jaringan tulang yang bersifat dinamis karena secara konstan
mengalami pembaharuan yang dikenal dengan proses remodeling.
Proses remodeling tulang merupakan suatu proses yang kompleks
melibatkan resorpsi tulang yang diikuti dengan pembentukan tulang
baru. Remodeling tulang ditujukan untuk pengaturan homeostasis
kalsium, memperbaiki jaringan yang rusak akibat pergerakan fisik,
kerusakan minor karena faktor stress dan pembentukan kerangka
pada masa pertumbuhan (Drajad, 2002; Canalis, 2005; Eder et al,
2003)
Proses remodeling melibatkan osteoklas dan osteoblas.
Osteoblas memiliki fungsi sebagai penghasil matriks orgnaik serta
mengatur proses mineralisasi pembentuk osteoid. Osteoblas
berkembang dari osteoprogenitor yang terdapat dibagian dalam
preiosteum dan sumsum tulang (Drajad, 2002; Van Essen, 2007).
Ketidakseimbangan antara resorpsi dan pembentukan tulang pada
proses remodeling tulang dapat mengakibatkan kepadatan tulang
berkurang sehingga dapat menimbulkan penyakit metabolik
(Canalis, 2005; Eder et al, 2003; Cantor, 2005). Proses diferensiasi
osteoblas merupakan salah saltu faktor penting dalam proses
remodeling tulang.
60
Penelitian ini memberikan gambaran adanya peningkatan
NO yang tinggi dapat mengarah ke efek negatif pada osteoblas.
Osteoblas yang semula membutuhkan NO untuk berdiferensiasi
menjadi osteoit, dengan keadaan yang tinggi memberikan efek
sebaliknya. Osteoblas menghasilkan mediator IL-1, TGF-β, dan IL-
6 yang fungsinya membentuk osteoblas baru. Progenitor osteoblas
akan mensekresikan RANKL yang akan membentuk ikatan yang
bersifat aktif dengan RANK pada sel progenitor osteoklas dan akan
mengakibatkan terjadi pematangan osteoklas sehingga membentuk
osteoklas yang fungsional. Osteoklas membutuhkan berminggu
minggu untuk meresorpsi tulang, sedangkan osteoblas memerlukan
berbulan-bulan untuk membentuk tulang baru (Canalis, 2005;
Ivaska, 2005).
NO yang menstimulasi proses inflamasi jika meningkat akan
diikuti peningkatan IL-6 yang dapat menstimulasi aktivitas
osteoklastik (Canalis, 2005; Soeatmadji, 2002). Fenomena ini adalah
sebuah mekanisme yang diperkirakan untuk suatu penyakit tertentu
yang berciri peningkatan resorpsi tulang. Fenomena yang dapat
terjadi adalah osteoporosis, multiple myeloma, dan arthritis
rheumatoid.
Osteokalsin sebagian besar disekresi oleh osteoblas yang
dideposit pada matriks tulang ekstraseluler, serum osteokalsin
mewakili fraksi dari total osteokalsin yang tidak diabsorbsi oleh
hidroksi apatit (Riis, 1996). Osteokalsin merupakan produk spesifik
dari osteoblas akan bergabung pada matriks tulang dan sebagian
akan beredar pada sistim sirkulasi (Cantatore, 2005). Penelitian ini
didapatkan adanya peningkatan osteokalsin secara bermakna yang
diakibatkan adanya peningkatan osteoblas yang tidak dapat menjadi
matur dan juga osteokalsin tidak dapat bergabung menjadi matriks
tulang, kemudian masuk ke dalam sistim sirkulasi (Taylor, 2002).
Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa osteokalsin menjadi
penanda remodeling tulang yang gagal. Peningkatan resorpsi tulang
oleh osteoklas akan diimbangi dengan peningkatan osteoblas oleh
kemampuan hemostasis tulang. Osteoblas yang tidak dapat menjadi
61
osteosit akan terus tertimbun meskipun usaha untuk menuju
formasi tulang dan mineralisasi masih berjalan (Van’t H, 2001; Neve,
2010).Resorpsi tulang oleh osteoklas berjalan terus seiring
peningkatan status inflamasi akibat tingginya kadar NO, sedangkan
remodeling yang membutuhkan waktu lebih lama sampai berbulan-
bulan akan tertinggal. Osteoblas akan terus bertambah dan
osteokalsin akan terus diproduksi.
Penelitian ini masih terdapat keterbatasan untuk memantau
kadar osteokalsin dalam proses remodeling yang membutuhkan
waktu berbulan-bulan sehingga perlu adanya penelitian yang lebih
lama ataupun dengan sampel yang lebih banyak. Penelitian ini tidak
melihat mikroskopik dari osteoblas, osteoklas, dan osteosit,
sehingga aktifitas maupun jumlah dari sel-sel yang mempengaruhi
metabolism tulang tidak tercakup.
62
63
A. Simpulan
1. Pemberian pakan tinggi Asam Lemak Trans 10% dari energi
total pada tikus SD, meningkatkan kadar NO dan osteokalsin
secara bermakna.
2. Ada hubungan positif kuat dan bermakna antara peningkatan
NO karena pemberian asam lemak trans dosis tinggi dengan
peningkatan osteokalsin.
B. Saran
1. Penelitian mengenai pengaruh asam lemak trans murni tanpa
pemberian asam lemak jenuh.
2. Penelitian mengenai pengamatan mikroskopik sel-sel yang
mempengaruhi metabolisme tulang.
3. Penelitian dengan waktu yang lebih lama dari 8 minggu
dengan melibatkan marker bone resorption.
64
65
lahir pada tanggal 5 Juli 1985 di
Semarang, putera pertama dari Ir.
Deddy Kurniawan Wikanta., MM. dan DR.
dr. Kusmiyati Tjahjono, MKes. Menikah
dengan dr. Inggriani Tjuatja, SpKFR.
Berdomisili di Semarang, Jawa Tengah.
Pendidikan dimulai dari Sekolah Dasar Marsudirini
Regina Pacis Semarang selesai tahun 1996, SLTP PL
Domenico Savio Semarang diselesaikan tahun 1999, SMU
Kolese Loyola Semarang diselesaikan tahun 2002.
Kemudian menyelesaikan kuliah di Fakultas Kedokteran
Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto sebagai
Sarjana Kedokteran (S1) tahun 2006 dan Profesi Dokter
tahun 2009. Melanjutkan Strata dua (S2) Magister Ilmu
Biomedik selesai tahun 2014 dan Pendidikan Dokter
Spesialis Bedah Umum (Sp1) selesai tahun 2016. Selanjutnya
menyelesaikan Pendidikan Dokter Subspesialis Bedah
Onkologi (Sp2) selesai tahun 2019.
Sekarang menjadi dosen Fakultas Kedokteran di
Universitas Diponegoro Semarang dan saat ini bertugas
sebagai Kepala Instalasi Gawat Darurat di Rumah Sakit
Nasional Diponegoro Semarang.
66
lahir
pada tanggal 9 November 1953 di
Banyuwangi. Menikah dengan Ir. Deddy
Kurniawan WIkanta, MM. Mempunyai
putera dr. Edmond Rukmana Wikanta,
M.Si.Med., SpB(K)Onk., FINACS., FICS.
dan dr. Edward Tirtananda Wikanta.
Berdomisili di Semarang, Jawa Tengah.
Lulus dari Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro Semarang tahun 1980. Melanjutkan
Strata dua (S2) Magister Ilmu Biomedik selesai tahun 2000
dan Strata tiga (S3) Program Doktor Ilmu
Kedokteran/Kesehatan selesai tahun 2014.
Sekarang menjadi dosen Fakultas Kedokteran di
Universitas Diponegoro Semarang. Pemenang Pertama
Penulisan Buku Ajar tahun 2003 dan 2011.
67
Allison J L, Hodges S, Eastell R, 2000. Measurement of
osteocalcin in Ann Clin Biochem, Review Article (37): p.
432-46.
Association between Trans Fatty Acids Intake and 10 Year
Risk of Coronary Heart Disease in the Zulphen Elderly
Study: a Prospective Population Based Study. Lancet
2001: 357: 746- 51.
Baziad A (1), 2003. Menopause dan Andropause. 1st ed.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Bensadoun A. Trans fatty Acids- Health and labeling Issues.
Food an Nutrition. Ask the Nutrition Expert in Food and
Nutrition. Cornell Cooperative Extension. Cornell
University 2003.
Beynen AC, Katan MB. Impact of Dietary Cholesterol and
Fatty Acids on Serum Lipids and Lipoproteins in Man.
Academic Press Limited. Netherlands. 1989:p. 238-
256.
Bhagavan NV. Medical Biochemistry 4th ed. IAP Harcourt
Academic Press. San Diego 2002. p. 388.
Brehm BJ. Trans- Fatty Acids : Coming Soon to Your Food
Labels. In Diet and Nutrition. University of Cincinnaty
2003.
68
Buckwalter JA, Glinicher MJ, Cooper RR, Recher R. Bone
biology. J.Bone Joint Surg.1995; 77(8): p.1256-72.
Canalis E. The Fate of Circulating Osteoblast. N Engl J Med.
2005; (35)2: p. 19.
Cantatore FP, Crivellato E, Nico B, Ribatti D. Osteocalcin is
angiogenic in vivo. Cell Biol Int. 2005; 29:583-85.
Cantor WJ. Early cardiac chathetrization is associated with
lower mortality only among high rusk patient TS and
non TS elevation acut coronary syndromes:
observations from the OPUS- TIMI 16 trial, Am Heart J
149(2);2005:275-83.
Chandalia M, Cabo Chan AV, Sridevi D, Jialal I, Grundy SM,
and Abate N. Elevated plasma high Sensitgivity C-
eacvtive Protein Concentration in Asdia Indians Living
in the United states. The Journal of Clinical
Endocrrinology & Metabolism Vol 88,377- 9.
Chandrasekharan N, Basiron Y 2000. Palm Oil in human
nutrition and health. Planter. 2000: 76(890);299-312.
Chatgilialoglu C, Ferreri C, Lykakis IN, wardman P. Tran-
Fatty acids dan radical stress: What are the real
culprits? J.bmc.2006.50-2.
Compston JE. Sex Steroid and Bone. In: Physiological
reviews. The american physiology society. 2001; p. 419-
46.
Dietschy JM. Dietary Fatty Acids and the Regulation of
Plasma Low Density
69
(Disertasi ). Program Doktor Ilmu Epidemiologi Program
Pasca Sarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia 2007.
Djokomoeljanto R, 2003. Postmenopausal osteoporosis.
Patofisiologi dan dasar pengobatan. Simposium
Osteoporosis Postmenopausal. Semarang: p.1-12.
Dorfman SE, Laurent D, Gounarides JS, Li Xue, Mullarkey TL.,
Rocheford EC.
Drajad RS. Struktur dan fungsi skeleton. In: Kursus dasar
metabolism kalsium dan penyakit tulang. Editors.
Soeatmadji DJokoW, Rudijanto A, Arsana PM.
PERKENI,Malang. 2002;(III): p.1-9.
Eder K, Schleser S, Becker K, Korting R. Conyugated Linoleic
Acids Lower the Release of Eicosanods and Nitric
Oxide from Human Aortic Endothelial cells. J. Nutr.
2003,133:4083-9.
edisi I. Editor: Suherman SK, Tobing S Dohar AL.
Perhimpunan Osteoporosis Indonesia.
Indomedika.2006; p. 1-16.
Filip RS, Zagorski, 2004. Age and BMD-Related Difference in
Biochemical Markers of Bone Metabolism in Rural and
Urban Women from Lublin Region, Poland. Ann Agric
Environ med. (11): p.255-59.
Ganero P, Delmas PD, 2004. Contribution of bone mineral
density and bone turnover markers to the estimation of
risk of osteoporotic fracture in post menopausal
women. Musculoskel Neuron Interact. 4(1): p.50-63.
70
Griendling KK, FitzGerald. Ovidative Stres and
cardiovasculer injuri. Part I: basic mechanism and in
Vivo Monitoring of ROS. Circulation 2003;108:1912-16.
Gong D, Yang R, Munir KM, Horenstein RB, Shuldiner
AR. New Progress in Adipocytokine Research. Curr
Opin in Endo & Diab 2003; 10: 115-21.
Hammett, Stabler CA, 2004. Osteoporosis from
pathophysiology to treatment. In: Washington
American Assosiation for Clinical Chemistry Press.p.
1-86.
Hoffbrand A.V, Pettit J.E. Essential Haematology; alih
bahasa, Iyan Darmawan. Ed.2. EGC Penerbit Buku
Kedokteran. Jakarta. 1996;hal. 180-5.
Inis SM. The Trans Fatty Acid Composition and Content of
Canadian Foods in Child and Family Research Institute
Nutrition Research Program. University of British
Columbia. JADA 2001.
Isbagio H,. 2005. dalam : Panduan Diagnosis dan
Pengelolaan Osteoporosis.
Ivaska K. Osteocalcin. Novel insights into the use of
osteocalcin as a determinant of bone metabolism.
Department of Anatomy, Institute ofBiomedicine,
University of Turku, Turku, Finland, and The National
Graduate School for Musculoskeletal Diseases
(TULES) University of Turku, Finland. Clin Chem:
2005,p.1-113.
Judd JT, Clevidence BA. Muesing RA, Wittes J, Sunkin ME,
Podczasy JJ. Dietary Trans Fatty Acids: Effects on
71
Plasma Lipids and Lipoproteins of Healthy Men and
Women. Am J Clin Nutr. 1994: 59:861-68.
Kaniawati, M., Moeliandari, F, 2003, Penanda Biokimia untuk
Osteoporosis. Forum Diagnosticum Prodia
Diagnostics Educational Services. No 1: hal. 1–18.
Lane NE. Lebih lengkap tentang osteoporosis rapuh tulang
1st ed. Jakarta: RajaGrafindo Persada. 2001.
Lipoprotein Cholesterol Concentrations. American Society
for Nutritional Sciences.
Madge LA. Pober JS. TNF signaling in vasculer endothelial
cells. Exp Mol Pathol 2001;70:317-25.
Martin JC, Nour M, Lavillonniere F, Sebedio JL. Effect of Fatty
Acid Positional Distribution and Triacylglycerol
Composition on Lipid By- Products Formation During
Heat Treatment : II. Trans Isomers, J Am Oil Chem Soc.
1998: 75 (9): 1073-78.
Mauger JF, Lichtenstein AH, Ausman LM, Jalbert SM,
Jauhiainen M, Ehnholm C et al. Effect of different forms
of dietary hydrogenated fats on LDL particle size. Am J
Clin Nutr 2003: 78;370-5.
McCord JM. Oxidative Stress and Aging; Advances in basic
Science, Diagnostics and Intervention, Vol.II. Cutler
RG, Rodriguez H. Singapore: World Scientific. 2003.
p.883-5.
McCord JM. Oxidative Stress and Aging; Advances in basic
Science, Diagnostics and Intervention, Vol.II. Cutler
72
RG, Rodriguez H. Singapore: World Scientific. 2003.
p.883-5.
Metabolic Implication of Dietary Trans- fatty Acids. Obesity
journal org.2009;17,6:1200-07.
Morgan SL, Saag KG, Julian BA, Blair H. Osteopenic bone
disease. Arthritis and allied condition 14th ed. Editors:
Koopman WJ. Philadelphia. Lippincott Williams and
Wilkins. (122).2001; p. 2449-97.
Mozaffarian D, Katan MB, Ascherio A, Stampfer M, Willett
WC. Trans Fatty Acids and Cardiovasculer Disease. N
Engl J Med 2006;354:1601-13.
Muller H. SeljeflotI. Solvoii K. Pedersen JL. Partially
hydrogeneted soybean oil reduces posprandial t- PA
activity compared with palm oil. Atherosclerosis
2001:155:467-76.
Murray, RK, Granner DK, Mayes PA, Rodwell VW. Biokimia
Harper Edisi 25. EGC. 2005.
Neve A., Corrado A., Paolo F. Osteoblast physiology in
normal and pathological conditions. Cell Tissue Res.
Springer-Verlag. 2010.
Nicolosi RJ, Wilson TS, Lawton C, Handelman GJ. Dietary
Effects on Cardiovascular Disease Risk Factors:
Beyond Saturated Fatty Acids and Cholesterol. J Am
Coll Nutr 2001; 20: 5,4128-427.
O’Brien RD. Fats and Oils Processing for Aplications.
Technomic. Lancaster. 1998 p. 81- 95.
73
Oomen CM, Ocke MC, Feskens EJM, Kok FJ, van Erp- Baart
MAJ, Kok FJ, et al.
Ott SM., 1999. Osteoporosis and Osteomalacia in Principles
of Geriatric Medicine and Gerontology. 4th Ed., New
York, Mc. Graw Hill: p. 1057–83.
Pengurus Besar Ikatan Rematologi Indonesia (IRA): hal. 1-
31.
Perkins EG, Srickson. Deep Frying; Chemistry, Nutrition, and
Practical Applications, AOCS Press. Campaign,
Illinois.1996 p 181-209.
Rachman IA. Osteoporosis primer (Post menopause
osteoporosis). In: Osteoporosis.
Raisz LG, 2005. Pathogenesis of osteoporosis concepts,
conflicts and prospects. J.Clin Invest; 115 (12): p. 3318-
25.
Riis BJ. The role of bone turnover in pathophysiology of
osteoporosis. Br J Obstet Gynecol. 1996;103 (13): p. 9-15.
Rob J. Van’t Hof, Stuart H. Ralston. Nitric Oxide and Bone.
Blackwell Science Ltd. Immunology 2001; 103:255-261.
Roberts WL, sedrick R, Moulton L, Spencer A, Rifai N,
Evaluation of Four Automated high- Sensitivity C-
Reactive protein methods; Implications for Clinical and
epidemiological applications. Clinical chemistry
2000;46/4:461-8.
Rosenberg AE. Bones, joints and soft tissue tumors. In:
Kumar V, Abbas AK, Fausto N, editors. Robbins and
74
Contran Pathologic Basic of Disease 8th ed.
Philadelphia: Elseiver Saunders. 2005;(26) ; p. 1273-83.
Sartika RAD. Pengaruh Asupan Asam Lemak Trans
terhadap Profil Lipid Darah
Sebedio JL, Chardigny JM. Physiological Effects of Trans and
Cyclic Fatty Acids, In
Soeatmadji Djoko W. Kendali hormonal metabolisme
calsium dan skeletal. In: Kursus dasar metabolisme
kalsium dan penyakit tulang. Editors. Soeatmadji
Djoko W, Rudijanto A, Arsana PM. PERKENI, Malang.
2002;(IV)1-17.
Soekidjo N. Metode Penelitian Eksperimen. Dalam Metode
Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. 2010: 50-9.
Subbaiah PV, Subramanian VS, and Liu M. Trans
Unsaturated Fatty Acids Inhibit Lecithin: Cholesterol
Acyltransferase and Alter its Positional Pecifity. J Lipid
Res. 1998. 39: 1438- 47.
Szmitko PE, wang CH, Weisel RD, de Almeida JR, Anderson
TJ, Verma S. New Markers of Inflamation and
Endothelial Cell Activation: Part I. Circulation 2003;
108:1917-23.
Taylor A.F. Osteoblastic glutamate receptor function
regulates bone formation and resorption. J
Musculoskel Neuron Interact. 2002; 2(3):285-90.
The Journal of Nutrition.1998;128;2:444S-8S.
75
Turpeinen AM, Wubert J, Aro A, Lorenz R, Mutanen M. Similar
Effects of Diets Rich in Stearic Acid or trans- Fatty
Acids on Platelet Function and Stearic Acid or Trans-
Fatty Acids on Platelet Function and Endothelial
Prostacyclin Production in Humans.. Aterioscler.
Thromb Vasc Biol. 1998;18:316-322.
US Departemen of Health and Human Services, Food and
Drug Administration 2003.
Van Essen HW, Holzmann PJ, Blankenstein MA, Lips P,
Bravenboer N,2007. Effect of Raloxifene Treatment on
Osteocyte Apoptosis in Post Menopausal Women.
Calsif Tissue Int.(81): p. 183-90.
Van’t H., Ralston S. Nitric oxide and bone. Immunology
2001;103:255-261.
Wardlaw GM, Hampl JS, DiSilvestro RA. Lipids in
Perspectives in Nutrition. 6th ed. Mc Graw Hill Boston
2004: 177- 210.
76