III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ...eprints.umm.ac.id/52956/4/BAB...
Transcript of III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ...eprints.umm.ac.id/52956/4/BAB...
17
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Januari sampai dengan Juli 2019
di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan dan Laboratorium Biologi Universitas
Muhammadiyah Malang serta Balai Penelitian Kacang dan Umbi-Umbian
(BALITKABI).
3.2 Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Cabinet Dryer,
timbangan analitik Pioneer Ohaus PA413, Micrometer Scrup, Hot Plate Stirrer
HSO707S2, Spectrophotometer UV Visible tipe UV-1800, Texture Analyzer EZ
Test tipe EZ-SX, cetakan ukuran 20 x 20 x 3cm, gelas water vapor transmission
rate/WVTR, oven (WTC Binder 7200Oven (WTC Binder 7200 tipe E53 no.
89749), Scanning Microscope Electron Tabletop SEM Hitachi TM-3000 desikator,
batang pengaduk, stopwatch, desikator, kuvet, petridish, gelas ukur, beaker glass,
erlenmeyer, pipet volume, cawan porselen pisau, blender, kaca, plastik PP,
saringan, gunting dan penggaris.
Bahan yang digunakan untuk pembuatan edible film yaitu biji buah nangka
varietas nangka bilulang dengan tingkat kematangan optimal yang dibeli dari
pedagang buah nangka di Kota Malang, Carboxymethyl Cellulose (CMC) food
grade, gliserol teknis, aquades, silika gel dan NaCl.
3.3 Rancangan Penelitian
Penelitian ini hanya memiliki satu tahapan, yaitu tahapan pembuatan
edible film. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK)
18
Faktorial dengan dua faktor. Faktor pertama adalah konsentrasi CMC (C) dan faktor
kedua yaitu konsentrasi gliserol (G). Data yang diperoleh dianalisis secara statistik
menggunakan Analysis of Variance (ANOVA) dan dilanjutkan uji Duncan dengan
taraf nyata 5% (α=0,05) pada software SPSS 25. Adapun kombinasi perlakuan
dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 3.
Faktor 1: Konsentrasi Carboxymethyl Cellulose (C)
C1 : 1% (b/b pati)
C2 : 2,5% (b/b pati)
C3 : 5% (b/b pati)
Faktor 2: Konsentrasi Gliserol (G)
G1 : 0,5% (v/v)
G2 : 1% (v/v)
G3 : 1,5% (v/v)
Tabel 3. Kombinasi Perlakuan
C/G G1 G2 G3
C1 C1G1 C1G2 C1G3
C2 C2G1 C2G2 C2G3
C3 C3G1 C3G2 C3G3
Perlakuan :
C1G1 = 1% (b/b pati) CMC + 0,5% (v/v) Gliserol
C1G2 = 2,5% (b/b pati) CMC + 1% (v/v) Gliserol
C1G3 = 5% (b/b pati) CMC + 1,5% (v/v) Gliserol
C2G1 = 1% (b/b pati) CMC + 0,5% (v/v) Gliserol
C2G2 = 2,5% (b/b pati) CMC + 1% (v/v) Gliserol
19
C2G3 = 5% (b/b pati) CMC + 1,5% (v/v) Gliserol
C3G1 = 1% (b/b pati) CMC + 0,5% (v/v) Gliserol
C3G2 = 2,5% (b/b pati) CMC + 1% (v/v) Gliserol
C3G3 = 5% (b/b pati) CMC + 1,5% (v/v) Gliserol
3.4 Pelaksanaan Penelitian
Langkah pertama adalah ekstraksi pati biji nangka dengan cara
pengupasan biji nangka dari kulit ari, kemudian dicuci, kemudian biji nangka
dihaluskan menggunakan blender dan ditambahkan air dengan perbandingan 1:2,
kemudian disaring, lalu diendapkan selama 24 jam. Hasil endapan berupa padatan
dikeringkan menggunakan Cabinet Dryer pada suhu 65℃ selama 20 jam. Pati yang
sudah kering kemudian dihaluskan menggunakan blender. Pati diayak
menggunakan ayakan, maka jadilah pati biji nangka. Proses selengkapnya disajikan
pada Gambar 9.
Langkah kedua adalah pembuatan edible film. Pembuatan edible film
diawali dengan penyiapan aquades 200 mL, kemudian penambahan pati biji nangka
sebanyak 6 gram, kemudian dipanaskan di hot plate stirrer hingga mencapai ±60℃,
kemudian penambahan CMC sesuai perlakuan (1% (b/b pati), 2,5% (b/b pati) dan
5% (b/b pati)) sambil diaduk, setelah homogen, suhu ditingkatkan sampai 80℃ dan
ditambahkan gliserol sesuai perlakuan (0,5% (v/v), 1% (v/v) dan 1,5% (v/v)), lalu
dicetak pada loyang yang telah dilapisi plastik dan kaca. Dikeringkan pada cabinet
dryer dengan suhu kurang lebih 50℃ selama 24 jam. Proses selengkapnya disajikan
pada Gambar 10.
20
(Suharyanta, 1994)
Ditambah air dengan perbandingan 2:1
Diblender sampai halus
Disaring
Filtrat diendapkan selama 12 jam
Endapan dikeringkan menggunakan Cabinet
Dryer pada suhu 65℃ selama 20 jam
Diayak dengan ukuran 40 Mesh
Dihaluskan menggunakan blender
Pati Biji Nangka
Biji Nangka
Analisa :
Kadar Pati
Kadar Amilosa
Kadar Air
Gambar 9. Diagram Alir Pembuatan Pati Biji Nangka
Air
Ampas
Dibersihkan Air kotor Air bersih
Dikupas Kulit
21
(Hasanah, 2016)
Pati Biji Nangka 6 gram +
aquades 100 mL
Dipanaskan pada suhu 60℃ dan
pengadukan
CMC (1%, 2,5% dan 5% b/b
pati) + aquades 100 mL
Setelah homogen, suhu ditingkatkan sampai 80℃
Adonan edible film dituang kedalam
loyang yang dilapisis plat kaca
Adonan dikeringkan dengan cabinet
dryer pada suhu 50℃ selama 24 jam
Edible film yang telah kering didinginkan
dengan mendiamkan ±15 menit
Edible Film
Analisa :
Ketebalan Edible Film
Kemuluran
Kekuatan Tarik
WVTR
Transparansi
Kelarutan dalam air
Tingkat Degradabilitas Edible Film
Struktur Permukaan Edible Film
Gliserol (0,5%, 1%
dan 1,5% v/v)
Gambar 10. Diagram Alir Pembuatan Edible Film
22
4.5 Analisis Bahan Baku
3.5.1 Kadar Pati Metode Hidrolisis Asam (AOAC, 1984) Dilanjutkan dengan
Metode Nelson Somogyi (Sudarmadji dkk., 1984)
Pati ditimbang sebersar 3 g dicuci dengan menggunakan 30 ml etanol 80%
secara maserasi selama 15 menit untuk menghilangkan gula-gula sederhana pada
suhu kamar. Suspensi disaring, kemudian residu dicuci dengan aquades sampai
volume filtrat mencapai 250 mL. Residu kertas saring dicuci 5 kali dengan 10 ml
eter untuk menghilangkan lemak. Sampel selanjutnya dibiarkan untuk menguapkan
eter, kemudian dicuci lagi dengan 150 ml alkohol 10% untuk membebaskan lebih
lanjut karbohidrat yang terlarut. Residu pada kertas saring kemudian dikeringkan
dengan menggunakan oven pada suhu 50℃ selama 3-4 jam. Sampel yang telah
bebas lemak dan gula sederhana ini selanjutnya digunakan dalam analisis pati.
Sebanyak 1 g sampel dimasukkan ke dalam tabung ulir 50 ml dan ditambahkan 5
ml HCl 25%. Hidrolisis selama 2 jam dalam air mendidih, sampel didinginkan dan
dinetralkan dengan NaOH 40% kemudian diencerkan sampai 500 ml, kemudian
disaring. Kadar glukosa ditentukan dengan metode nelson-somogyi untuk
menentukan kadar pati dengan rumus sebagai berikut:
Kadar Pati (%) = BM Pati (m x 162)
BM Gula (m x 180) x kadar gula
3.5.2 Kadar Amilosa (AOAC, 1995)
Pati sebanyak 100 mg dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml kemudian
diberi 1 ml etanol 95% dan 9 ml NaOH 1N. Larutan kemudian dibiarkan selama 23
jam pada suhu kamar atau dipanaskan dalam penangas air bersuhu 100°C selma 10
menit, dan didinginkan selama 1 jam. Larutan kemudian diencerkan dengan
aquades menjadi 1000 ml yang berisi 60 ml air. Larutan dalam labu ukur
23
ditambahkan 1 ml asam asetat 1 M dan 2 ml I2 25 dan diencerkan sampai volume
100 ml. Larutan dikocok dan didiamkan selama 20 menit, lalu diukur absorbansinya
pada panjang gelombang 620 nm. Kadar amilosa dihitung dengan rumus sebagai
berikut:
Kadar Amilosa (%) = A620 x fk x 100 x 100%
100−k . a
Fk = 1
abs 1 ppm x
1000 x 20
10000000
Keterangan:
A620 = Absorbansi pada panjang gelombang 620 nm
Fk = Faktor Konversi
k.a = Kadar Air
1000 dan 20 = Faktor Pengenceran
3.5.3 Kadar Air (AOAC, 1984)
Botol timbang dipanaskan selama 15 menit dalam oven kemudian diangkat
dan didinginkan dalam desikator. Botol lalu ditimbang dan dicatat beratnya sebagai
botol timbang kosong. Bahan timbang sebanyak 2 g lalu dikeringkan dalam oven
dengan suhu 100-105°C selama 3-5 jam. Sampel bahan diangkat dan didinginkan
didalam desikator. Sampel kemudian dicatat beratnya sebagai berat akhir. Kadar
dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Kadar Air (%) = Berat awal−Berat akhir
Berat akhir 100%
3.6 Parameter Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik-karakteristik
edible film berbasis pati biji nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk.) yang
ditambahkan CMC dan gliserol. Karakteristik yang akan dianalisa yaitu ketebalan
24
edible film, elongasi (elongation at break), kuat tarik (tensile strength), laju
transimisi uap air (water vapor transmission rate/WVTR), transparansi edible film,
kelarutan dalam air dan struktur permukaan edible film.
3.6.1 Ketebalan Edible Film
Pengukuran ketebalan film menggunakan mikrometer dengan ketelitian
0,001 mm. Nilai ketebalan yang didapat merupakan rataan dari pengukuran pada 5
tempat yang berbeda (Bourtoom, 2008).
3.6.2 Kemuluran (Elongation at Break)
Menurut Bourtoom (2008), sampel edible film yang akan diuji potong
dengan ukuran 6 cm x 2 cm kemudian dikaitkan pada penjepit/pengait yang ada
pada alat texture analyzer dengan luasan edible film yang dijepit 1,5 cm dikedua
sisi panjangnya. Kemuluran dihitung dengan rumus sebagai berikut:
E = 100 x (d_after – d_before)/d_after
Keterangan:
d = Jarak antara penjepit pemegang sampel menjelang (before) atau sesudah (after)
sampel ditarik hingga putus.
3.6.3 Kekuatan Tarik (Tensile Strength)
Pengukuran kekuatan tarik dan kemuluran dilakukan dengan cara
memotong sampel edible film yang akan diuji dengan ukuran 6 cm x 2 cm. Edible
film dikaitkan secara horizontal pada penjepit/pengait yang ada pada alat texture
analyzer dengan luasan edible film yang dijepit 1,5 cm dikedua sisi panjangnya.
Nilai kekuatan tarik maksimal film diukur pada saat film menjelang putus
(Bourtoom, 2008).
25
Kuat Tarik = F
A
Keterangan:
F = Gaya kuat tarik (N)
A = Luas penampang (nm2)
3.6.4 Laju Transmisi Uap air (Water Vapor Transmission Rate/WVTR)
Cawan berisi 2 g silika gel ditutup dengan edible film yang akan diuji.
Permukaan antara cawan dengan film dilapisi dengan lilin dan bagian luar diikat
dengan isolasi plastik sehingga cawan tertutup rapat. Cawan dimasukkan dalam
desikator berisi NaCl 40%. Desikator ini disimpan pada suhu 25°C. Setiap 24 jam
selama 5 hari cawan ditimbang. Berat cawan kemudian dibuat grafiknya dan
ditentukan perubahan beratnya. Kecepatan perubahan berat film tiap satuan luas
merupakan nilai WVTR (Lindriati dkk., 2007). Rumus perhitungan WVTR adalah
sebagai berikut:
WVTR = m
A x t
Keterangan:
M = massa uap air yang melewati bahan (g)
A = luas area bahan yang dilewati uap air (cm2)
t = waktu (jam)
3.6.5 Transparansi Edible Film
Menurut (Bau et al., 2009) transparansi pada edible film diukur dengan
menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 546 nm. Sebagai kontrol,
26
digunakan plastik pp (polyprophylene) yang memiliki nilai absorbansi sebesar
0,063. Film yang diuji dipotong secukupnya sesuai dengan ukuran kuvet (0,4 cm x
1,8 cm), kemudian dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:
T = A
X
Keterangan:
T = Transparansi
A = Absorbansi
X = Ketebalan (mm)
3.6.6 Kelarutan dalam Air
Kelarutan edible film ditentukan dengan metode yang dijelaskan oleh Cola
et al, (2006). Edible film dipotong dengan ukuran 1x1 cm, ditimbang, direndam
dalam 50 ml aquades. Kemudian edible film direndam selama 24 jam pada suhu
25°C. Berat kering sampel awal dan akhir ditentukan dengan mengeringkan sampel
pada suhu 105°C selama 24 jam.
Kelarutan (%) = 𝑤𝑖−𝑤𝑓
𝑤𝑖 𝑥 100%
Keterangan:
Wi = Berat awal (g)
Wf = Berat akhir (g)
3.6.7 Tingkat Degradabilitas Edible Film
Penentuan tingkat degradabilitas edible film bertujuan untuk mengetahui
seberapa lama edible film dapat terurai. Langkah-langkah yang harus dilakukan
adalah melakukan penanaman sampel edible film yang telah dipotong dengan
27
ukuran 4x1 cm dalam tanah dengan kedalaman ±3 cm dan dilakukan hidrasi untuk
menjaga kelembaban tanah dengan penambahan air sebanyak 100 mL. Dilakukan
pengamatan keesokan harinya dengan mengeluarkan sampel dari tanah untuk
melihat degradabilitasnya. Hal ini dilakukan hari ke hari hingga sampel
terdegradasi atau menyatu dengan tanah secara sempurna (Fahnur, 2017).
3.6.8 Struktur Permukaan Edible Film
Pengamatan struktur permukan edible film bertujuan untuk mengetahui
struktur permukaan edible film, secara sederhana dilakukan dengan menggunakan
Scaning Electron Microscopy (SEM). Edible film kering dipotong persegi dengan
ukuran 1 cm kemudian diamati dengan mikroskop (Anggraeni, 2008).
3.6.9 Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis secara statistik menggunakan Analysis of
Variance (ANOVA) kecuali untuk data tingkat degradabilitas dan struktur
permukaan dianalisis secara deskriptif. Apabila terdapat perbedaan nyata antar
perlakuan, dilanjutkan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) pada taraf nyata
5% (α=0,05) dengan software SPSS 25 (Gaspersz, 1991).
3.6.10 Penetapan Perlakuan Terbaik
Pemilihan perlakuan terbaik didapatkan dengan mempertimbangkan nilai
ketebalan, kemuluran, kuat tarik, WVTR, transparansi dan kelarutan dengan
menggunakan metode indeks efektivitas. Masing-masing parameter diberikan
bobot variabel (BV) dengan angka 0–1. Besar bobot ditentukan berdasarkan tingkat
kepentingan parameter. Semakin tinggi tingkat kepentingan maka semakin tinggi
nilai bobot variabel yang diberikan. Bobot normal (BN) setiap parameter ditentukan
28
dengan cara membagi BV dengan jumlah semua bobot variabel. Nilai efektivitas
(Ne) diperoleh dengan rumus sebagai berikut:
Ne = Nilai Perlakuan (NP)−Nilai Terburuk (NBr)
Nilai Terbaik (NBk)−Nilai Terburuk (NBr)
Nilai hasil (Nh) dari masing-masing parameter ditentukan dari hasil
perkalian antara nilai efektivitas (Ne) dengan bobot normal (BN). Nilai hasil dari
tiap parameter dijumlahkan untuk mengetahui total nilai hasil. Total Nh yang
tertinggi menunjukkan hasil perlakuan terbaik (deGarmo dkk., 1984).