III KERANGKA PEMIKIRAN -...

17
III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Usahatani Ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Dikatakan efektif bila petani atau produsen dapat mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki (yang dikuasai) sebaik-baiknya. Sedangkan dikatakan efisien bila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran ( output) yang melebihi masukan (input) (Soekartawi et al. 1985). Menurut Mosher (1968) diacu dalam Mubyarto (1994), usahatani adalah suatu tempat atau bagian dari permukaan bumi, dimana pertanian diselenggarakan oleh seorang petani tertentu apakah ia seorang pemilik, penyakap atau manajer yang digaji. Usahatani dapat dipandang sebagai suatu cara hidup (a way of life) atau sebagai bagian dari perusahaan ( farm business). Tujuan setiap petani dalam menjalankan usahataninya berbeda-beda. Apabila dorongannya untuk memenuhi kebutuhan keluarga baik melalui atau tanpa melalui peredaran uang disebut subsistence farm sedangkan apabila dorongannya untuk mencari keuntungan disebut commercial farm (Hernanto 1996). Sedangkan menurut Soekartawi dkk (1985), tujuan usahatani terbagi dua, memaksimumkan keuntungan dan meminimumkan biaya. Menurut Hernanto (1996), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan usahatani, yaitu faktor-faktor pada usahatani itu sendiri (internal) dan faktor-faktor di luar usahatani (eksternal). Adapun faktor internal antara lain : (1) petani pengelola; (2) tanah usahatani, (3) tenaga kerja, (4) modal, (5) tingkat teknologi, (6) jumlah keluarga, dan (7) kemampuan petani dalam mengaplikasikan penerimaan keluarga. Sedangkan faktor eksternal yang berpengaruh pada keberhasilan usahatani yaitu : (1) tersedianya sarana transportasi dan komunikasi, (2) aspek-aspek yang menyangkut pemasaran hasil dan bahan usahatani (harga hasil, harga saprodi, dan lain-lain), (3) fasilitas kredit, dan (4) sarana penyuluhan bagi petani.

Transcript of III KERANGKA PEMIKIRAN -...

23

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1. Konsep Usahatani

Ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang

mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan

memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Dikatakan efektif bila

petani atau produsen dapat mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki (yang

dikuasai) sebaik-baiknya. Sedangkan dikatakan efisien bila pemanfaatan

sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran (output) yang melebihi masukan

(input) (Soekartawi et al. 1985). Menurut Mosher (1968) diacu dalam Mubyarto

(1994), usahatani adalah suatu tempat atau bagian dari permukaan bumi, dimana

pertanian diselenggarakan oleh seorang petani tertentu apakah ia seorang pemilik,

penyakap atau manajer yang digaji. Usahatani dapat dipandang sebagai suatu cara

hidup (a way of life) atau sebagai bagian dari perusahaan (farm business).

Tujuan setiap petani dalam menjalankan usahataninya berbeda-beda.

Apabila dorongannya untuk memenuhi kebutuhan keluarga baik melalui atau

tanpa melalui peredaran uang disebut subsistence farm sedangkan apabila

dorongannya untuk mencari keuntungan disebut commercial farm (Hernanto

1996). Sedangkan menurut Soekartawi dkk (1985), tujuan usahatani terbagi dua,

memaksimumkan keuntungan dan meminimumkan biaya.

Menurut Hernanto (1996), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi

keberhasilan usahatani, yaitu faktor-faktor pada usahatani itu sendiri (internal) dan

faktor-faktor di luar usahatani (eksternal). Adapun faktor internal antara lain : (1)

petani pengelola; (2) tanah usahatani, (3) tenaga kerja, (4) modal, (5) tingkat

teknologi, (6) jumlah keluarga, dan (7) kemampuan petani dalam mengaplikasikan

penerimaan keluarga. Sedangkan faktor eksternal yang berpengaruh pada

keberhasilan usahatani yaitu : (1) tersedianya sarana transportasi dan komunikasi,

(2) aspek-aspek yang menyangkut pemasaran hasil dan bahan usahatani (harga

hasil, harga saprodi, dan lain-lain), (3) fasilitas kredit, dan (4) sarana penyuluhan

bagi petani.

24

Hernanto (1996), menyatakan terdapat empat unsur pokok yang selalu ada

dalam usahatani dan disebut sebagai faktor-faktor produksi yaitu :

1) Tanah

Tanah merupakan faktor produksi yang relatif langka dibandingkan faktor

produksi usahatani lainnya dan distribusi penguasaan di masyarakat tidak merata.

Oleh karena itu, tanah memiliki sifat-sifat khusus yaitu : (1) luasnya relatif tetap

atau dianggap tetap; (2) tidak dapat dipindah-pindahkan; (3) dapat

dipindahtangankan atau diperjualbelikan; (4) tidak ada penyusutan (tahan lama);

dan (5) bunga atas lahan dipengaruhi oleh produktivitas lahan. Tanah yang

dimiliki petani atau yang dikelola dapat diperoleh dengan cara membuka lahan

sendiri, membeli, menyewa, bagi hasil (menyakap), pemberian negara, warisan

atau wakaf. Terdapat hubungan antara tanah dengan pengolahnya yang dinamakan

dengan status tanah. Status tanah ini akan memberikan kontribusi bagi

pengolahnya. Beberapa status tanah yang dikenal yaitu, tanah milik atau tanah hak

milik, tanah sewa, tanah sakap, tanah gadai, dan tanah pinjaman.

2) Tenaga Kerja

Tenaga kerja dalam usahatani ada tiga jenis yaitu tenaga kerja manusia,

tenaga kerja ternak dan tenaga kerja mekanik. Tenaga kerja manusia dapat

mengerjakan semua jenis pekerjaan usahatani berdasarkan tingkat

kemampuannya. Tenaga kerja manusia dibedakan menjadi tenaga kerja pria,

wanita dan anak-anak. Tenaga kerja manusia dipengaruhi oleh umur, pendidikan,

keterampilan, pengalaman, tingkat kecukupan, tingkat kesehatan, dan faktor alam

seperti iklim dan kondisi lahan usahatani. Untuk mengukur tenaga kerja, satuan

ukuran yang umum digunakan yaitu jumlah jam dan hari kerja total. Ukuran ini

menghitung keseluruhan pencurahan kerja mulai dari persiapan hingga

pemanenan dengan menggunakan inventarisasi jam kerja (1 hari = 7 jam kerja)

lalu dijadikan kerja total (HK total). Dalam teknis perhitungan, dapat dipakai

konversi tenaga kerja dengan cara membandingkan tenaga pria sebagai ukuran

baku, yaitu : 1 pria = 1 hari kerja pria (HKP); 1 wanita = 0,7 HKP; 1 ternak = 2

HKP dan 1 anak = 0,5 HKP. Tenaga kerja dapat diperoleh dari dalam maupun luar

kelurga.

25

3) Modal

Modal merupakan barang atau uang yang bersama-sama dengan faktor

produksi lain dan tenaga kerja serta manajemen menghasilkan barang-barang baru

yaitu produksi pertanian. Menurut sifatnya, modal dibedakan menjadi dua yakni

modal tetap yang meliputi tanah bangunan dan modal tidak tetap yang meliputi

alat-alat, bahan, uang tunai, piutang di bank, tanaman, ternak, ikan di kolam.

Modal dalam usahatani digunakan untuk membeli sarana produksi serta

pengeluaran selama kegiatan usahatani berlangsung. Sumber modal diperoleh dari

milik sendiri, pinjaman atau kredit (kredit bank, pelepas uang/keluarga/tetangga),

hadiah, warisan, usaha lain ataupun kontrak sewa. Modal usahatani dapat berupa

biaya investasi, biaya operasional, biaya pemeliharaan, dan biaya pengelolaan.

Ada beberapa ukuran yang dapat digunakan untuk menilai keuangan dan jalannya

usahatani, ukuran-ukuran itu antara lain dalam bentuk ratio atau perbandingan

seperti current ratio (kemampuan bayar dari modal), intermidiet ratio, net capital

ratio, debt equity ratio, dan lain-lain.

4) Manajemen

Manajemen usahatani adalah kemampuan petani untuk menentukan,

mengorganisir, dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi dengan sebaik-

baiknya sehingga mampu memberikan produksi pertanian sebagaimana yang

diharapkan. Ukuran dari keberhasilan pengelolaan itu adalah produktivitas dari

setiap faktor maupun produktivitas dari usahanya. Untuk dapat menjadi pengelola

yang berhasil, maka pemahaman terhadap prinsip teknik dan prinsip ekonomis

menjadi syarat bagi seorang pengelola. Pengenalan dan pemahaman prinsip teknik

meliputi : (1) perilaku cabang usaha yang diputuskan; (2) perkembangan

teknologi; (3) tingkat teknologi yang dikuasai; (4) daya dukung faktor yang

dikuasai; (5) cara budidaya dan alternatif cara lain berdasarkan pengalaman orang

lain. Sedangkan, prinsip ekonomis antara lain : (1) penentuan perkembangan

harga; (2) kombinasi cabang usaha; (3) pemasaran hasil; (4) pembiayaan

usahatani; (5) penggolongan modal dan pendapatan; dan (5) ukuran-ukuran

keberhasilan yang lazim.

26

Soeharjo (1978), diacu dalam Hernanto (1996) mengklasifikasikan

usahatani tanaman pangan menurut pola, tipe, corak dan bentuk. Berikut

penjelasan mengenai pengklasifikasian tersebut :

1) Pola usahatani

Klasifikasi usahatani menurut pola digolongkan berdasarkan jenis lahannya

yaitu pola usahatani lahan basah dan pola usahatani lahan kering.

2) Tipe usahatani

Tipe usahatani menunjukkan klasifikasi tanaman yang didasarkan kepada

macam dan atau cara penyusunan tanaman yang diusahakan seperti misalnya

usahatani padi, usahatani palawija, usahatani campuran, usahatani khusus,

usahatani tidak khusus, usahatani tanaman ganda dan lain-lain.

3) Corak usahatani

Corak usahatani dimaksudkan sebagai tingkatan dari hasil pengelolaan

usahatani yang ditentukan oleh berbagai ukuran.

4) Bentuk usahatani

Bentuk atau struktur usahatani menunjukkan bagaimana suatu komoditi

diusahakan. Cara pengusahaan itu dapat secara khusus, tidak khusus dan

campuran. Menurut Hernanto (1996), terdapat beberapa istilah dalam usahatani

campuran, antara lain :

a) Pergiliran tanaman (crop rotation)

Usaha ini menunjukkan adanya dua atau lebih tanaman yang

diusahakan pada lahan yang sama tetapi dalam masa yang berbeda.

Misalnya tanaman A pada musim pertama kemudian tanaman B pada

musim berikutnya.

b) Tumpangsari (intercropping)

Tumpangsari yaitu adanya dua atau lebih tanaman yang diusahakan

dalam masa yang sama. Misal tanaman C dan D diusahakan sekaligus.

Pilihan pergiliran tanaman dan tumpangsari karena kesadaran petani yang

berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan, utamanya bagi petani tradisional. Alasan

lain yaitu karena risiko, yang besar kemungkinan akan terjadi baik itu disebabkan

oleh alam maupun oleh pasar terutama harga produk maupun sarana.

27

3.1.2. Konsep Fungsi Produksi

Menurut Soekartawi (1994), fungsi produksi adalah hubungan fisik antara

variabel yang dijelaskan (Y) dan variabel yang menjelaskan (X). Variabel yang

dijelaskan biasanya berupa input seperti tanah, pupuk, tenaga kerja, modal, iklim

dan sebagainya yang mempengaruhi besar kecilnya produksi yang diperoleh.

Misalnya Y adalah produksi dan Xi adalah masukan i, maka besar-kecilnya Y juga

tergantung dari besar-kecilnya X1, X2, X3, …, Xm yang digunakan. Hubungan Y

dan X secara aljabar dapat ditulis sebagai berikut :

Y = f (X1, X2, X3, …, Xm)

Dimana :

Y = Produksi atau output

X1, X2, X3, …, Xm = Input

Produksi yang dihasilkan dapat diduga dengan mengetahui jumlah

masukan/input yang digunakan. Selanjutnya fungsi produksi dapat dimanfaatkan

untuk menentukan kombinasi input yang terbaik terhadap suatu proses produksi.

Namun demikian, hal tersebut tidak mudah untuk dilakukan mengingat informasi

yang diperoleh dari analisis fungsi produksi tidak sempurna. Soekartawi (1994)

menjelaskan penyebab terdapatnya kesulitan dalam menentukan kombinasi input

yang terbaik tersebut antara lain karena :

1) Adanya faktor ketidaktentuan mengenai cuaca, hama dan penyakit tanaman.

2) Data yang dipakai untuk melakukan pendugaan fungsi produksi mungkin

tidak benar.

3) Pendugaan fungsi produksi hanya dapat diartikan sebagai gambaran rata-rata

suatu pengamatan.

4) Data harga dan biaya yang diluangkan (opportunity cost) mungkin tidak

dapat diketahui secara pasti.

5) Setiap petani dan usahataninya mempunyai sifat yang khusus.

Persyaratan yang diperlukan untuk mendapatkan fungsi produksi yang

baik adalah : (1) terjadi hubungan yang logis dan benar antara variabel yang

dijelaskan dengan variabel yang menjelaskan; dan (2) parameter statistik dari

parameter yang diduga memenuhi persyaratan untuk dapat disebut parameter yang

mempunyai derajat ketelitian yang tinggi.

28

Fungsi produksi melukiskan hubungan antara konsep Produk Rata-rata

(PR) dengan Produk Marjinal (PM) yang disebut dengan kurva Produk Total (PT)

(Soekartawi 1994). PR didefinisikan sebagai perbandingan antara PT per jumlah

input atau menunjukkan kuantitas output produk yang dihasilkan.

PR =

Dimana :

PR = Produk Rata-rata

Y = Output

X = Input

PM adalah tambahan satu satuan input (X) yang dapat menyebabkan

penambahan atau pengurangan satu satuan output (Y).

PM =

Dimana :

PM = Produk Marjinal

dy = Perubahan output

dx = Perubahan input

Persentase perubahan output sebagai akibat dari persentase perubahan

input dapat dinyatakan dengan elastisitas produksi (Ep). Besarnya elastisitas

bergantung pada besar kecilnya PM suatu input.

Ep =

=

.

Hubungan antara PT, PR, PM dan Ep dapat digambarkan dalam kurva pada

Gambar 3. Kurva tersebut menunjukkan tiga daerah produksi dalam suatu fungsi

produksi yaitu peningkatan PR, penurunan PR ketika PM positif, dan penurunan

PR ketika PM negatif. Daerah-daerah tersebut mewakili daerah I, II, dan III, yaitu

suatu daerah yang menunjukkan elastisitas produksi yang besarnya berbeda-beda

(Soekartawi 1994).

Daerah I terletak diantara 0 dan X2 dengan nilai elastisitas yang lebih dari

satu (Ep > 1), terjadi ketika PM lebih besar dari PR yang berarti bahwa setiap

penambahan faktor produksi sebesar satu satuan, akan menyebabkan penambahan

produksi yang lebih besar dari satu satuan. Pada kondisi ini keuntungan

maksimum belum tercapai karena produksi masih dapat diperbesar dengan

penambahan faktor produksi. Daerah I disebut daerah irrasional atau inefisien.

29

Daerah II terletak antara X2 dan X3 dengan nilai elastisitas produksi yang

berkisar antara nol dan satu (0 < Ep < 1), terjadi ketika PM lebih kecil dari PR

yang berarti bahwa setiap penambahan input sebesar satu satuan akan

meningkatkan produksi paling besar satu satuan dan paling kecil nol satuan. Pada

tingkat tertentu dari penggunaan faktor-faktor produksi di daerah ini akan

memberikan keuntungan maksimum. Hal ini menunjukkan penggunaan faktor

produksi lebih optimal sehingga daerah ini disebut daerah rasional atau efisien.

Daerah III merupakan daerah dengan nilai elastisitas yang lebih kecil dari

satu (Ep < 1), terjadi ketika PM bernilai negatif yang berarti bahwa setiap

penambahan satu satuan input akan menyebabkan penurunan produksi. Pada

daerah ini PT dan PR dalam keadaan menurun. Dalam situasi ini upaya

penambahan faktor produksi tetap akan merugikan petani, sehingga di daerah ini

sudah tidak efisien atau disebut daerah irrasional.

Gambar 3. Kurva Fungsi Produksi Sumber : Soekartawi (1994)

Input

Output

Input X1 X2 X3

Output

Total Produk (TP)

Produk Rata-rata (PR)

Produk Marjinal (PM)

I II III

30

3.1.3. Konsep Fungsi Produksi Stochastic Frontier

Fungsi produksi stochastic frontier adalah fungsi produksi yang dipakai

untuk mengukur bagaimana fungsi produksi sebenarnya terhadap posisi

frontiernya (Soekartawi 1994). Fungsi produksi adalah hubungan fisik antara

faktor produksi dan produksi, maka fungsi produksi frontier adalah hubungan fisik

faktor-produksi dan produksi pada frontier yang posisinya terletak pada garis

isokuan yang merupakan garis tempat titik-titk yang menunjukkan titik kombinasi

penggunaan masukan produksi yang optimal (Soekartawi 1994).

Aigner et al. (1997) dan Broeck dan Meeusen (1997), diacu dalam Coelli

et al. (1998), menyatakan bahwa dalam model fungsi produksi stochastic frontier

terdapat penambahan random error, vi, serta non negatif variabel acak, ui, yang

secara matematis dapat ditulis sebagai berikut :

yi = xiβ + vi - ui i = 1, 2, 3, …., N

Dimana :

yi = Produksi yang dihasilkan petani pada waktu ke-t

xi = Vektor masukan yang digunakan petani pada waktu ke-t

β = Vektor parameter yang akan diestimasi

vi = Variabel acak yang berkaitan dengan faktor eksternal (iklim, hama)

sebarannya simetris dan menyebar normal (vi ~ N (0, σv2))

ui = Variabel acak non negatif yang diasumsikan mempengaruhi tingkat

inefisiensi teknis dan berkaitan dengan faktor internal dengan

sebaran bersifat setengah normal (ui ~ │N (0, σv2) │)

Random error, vi, dihitung untuk mengukur error dan faktor random lain

seperti efek cuaca, kesalahan, keberuntungan, dan lain-lain, di dalam nilai variabel

output, yang secara bersamaan dengan efek kombinasi dari variabel input yang

tidak terdefinisi dalam suatu fungsi produksi. Aigner et al. (1997), diacu dalam

Coelli et al. (1998), vis merupakan variabel normal acak yang terdistribusi secara

bebas dan identik (independent and identically distributed, i.i.d) dengan rataan nol

dan ragamnya konstan, σv2, variabel bebas, uis, diasumsikan sebagai i.i.d

eksponensial atau variabel acak setengah normal. Variabel ui berfungsi untuk

menangkap inefisiensi teknis.

Model yang dinyatakan dalam persamaan di atas disebut sebagai fungsi

produksi stochastic frontier karena nilai output dibatasi oleh variabel acak

(stochastic) yaitu nilai harapan dari xiβ + vi atau exp (xiβ + vi). Random error bisa

31

bernilai positif dan negatif dan begitu juga output stochastic frontier bervariasi

sekitar bagian tertentu dari model frontier, exp (xiβ).

Struktur dasar model stochastic frontier digambarkan seperti Gambar 4.

Sumbu x mewakili input sedangkan sumbu y mewakili output. Komponen

deterministik dari model frontier, Y = exp (xiβ), digambarkan dengan asumsi

bahwa berlaku hukum diminishing return to scale. Penjelasan Gambar 4 adalah

terdapat dua petani yaitu petani i dan petani j. Petani i menggunakan input sebesar

xi dan menghasilkan output yi. Nilai dari output stochastic frontier adalah yi,

melampaui nilai fungsi produksi yaitu f(xi;β). Hal ini dapat terjadi karena aktivitas

produksi petani i dipengaruhi oleh kondisi yang menguntungkan dimana variabel

vi bernilai positif.

Gambar 4. Fungsi Produksi Stochastic Frontier Sumber : Coelli, Rao, Battase (1998)

Sementara itu, petani ke-j menggunakan input sebesar xj dan memproduksi

yj berada di bawah fungsi produksi karena aktivitas produksi petani j dipengaruhi

oleh kondisi yang tidak menguntungkan dimana vj bernilai negatif. Output

stochastic frontier tidak dapat diamati karena nilai random error tidak teramati.

Bagian deterministik dari model stochastic frontier terlihat diantara output

stochastic frontier. Output yang diamati dapat menjadi lebih besar dari bagian

y

yi

yi

xi xi x

X

X

X

X

Fungsi produksi,

y = exp (xβ)

Frontier output (yj*),

exp (xjβ + vj), jika vj < 0

Frontier output (yi*),

exp (xjβ + vj), jika vi > 0

Input

Output

32

deterministik dari frontier apabila random error yang sesuai lebih besar dari efek

inefisiensinya (misalnya yi > exp (xjβ) jika vj > uj) (Coelli et al. 1998).

Model stochastic frontier juga memiliki kelemahan. Kritikan utama

terhadap model ini adalah secara umum tidak ada sebuah pengakuan terhadap

bentuk penyebaran yang pasti dari variabel-variabel ui. Bentuk distribusi setengah

normal dan eksponensial adalah bentuk distribusi yang selama ini dipilih. Akan

tetapi, menurut Coelli et al. (1998) kedua bentuk distribusi ini cenderung bernilai

nol sehingga kemungkinan besar efek efisiensi yang dicari juga mendekati nol.

Sejumlah peneliti menanggapi kritikan ini dengan membuat bentuk

penyebarannya yang lebih umum seperti terpotong normal (truncated-normal)

dan dua parameter gamma untuk menangkap efek inefisiensi teknis. Kedua

distribusi tersebut memiliki bentuk distribusi yang lebih luas.

Model pemotongan terhadap penyebaran normal lebih mudah

dibandingkan model gamma. Penyebaran pemotongan normal adalah generalisasi

dari penyebaran setengah normal. Penyebaran ini diperoleh dari pemotongan pada

nilai nol dari penyebaran normal dengan nilai harapan variasinya µ dan σ2. Jika

nilai µ adalah nol maka distribusinya adalah setengah normal.

3.1.4. Konsep Efisiensi dan Inefisiensi

Soekartawi (1994), tujuan dari produksi tidak hanya melihat seberapa

besar output yang dihasilkan melainkan juga efisien dari sisi penggunaan input

untuk memaksimumkan keuntungan. Seorang pengusaha atau petani akan selalu

berfikir bagaimana mengalokasikan sarana produksi (input) yang dimiliki

seefisien mungkin untuk memperoleh produksi yang maksimal. Dalam ilmu

ekonomi cara berfikir demikian sering disebut dengan pendekatan

memaksimumkan keuntungan atau profit maximization.

Di lain pihak, manakala petani dihadapkan pada keterbatasan biaya dalam

melaksanakan usahataninya, maka mereka juga tetap mencoba meningkatkan

keuntungan tersebut dengan kendala biaya usahatani yang dimilikinya dalam

jumlah terbatas. Pendekatan seperti ini dikenal dengan istilah meminimumkan

biaya atau cost minimization, yaitu tindakan untuk memperoleh keuntungan yang

lebih besar dengan menekan biaya produksi sekecil-kecilnya (Soekartawi 1994).

33

Soekartawi (1994), mengartikan efisiensi sebagai upaya penggunaan input

sekecil-kecilnya untuk mendapatkan produksi yang sebesar-besarnya. Efisiensi

merupakan perbandingan antara output dan input yang digunakan dalam proses

produksi. Daniel (2004), menjelaskan bahwa terdapat berbagai konsep efisiensi

yaitu efisiensi teknis (technical efficiency), efisiensi harga (price/allocative

efficiency) dan efisiensi ekonomis (economic efficiency). Efisiensi teknis akan

tercapai apabila petani mampu mengalokasikan faktor produksi sedemikian rupa

sehingga hasil yang tinggi dapat dicapai. Efisiensi harga dapat tercapai jika petani

dapat memperoleh keuntungan yang besar dari usahataninya. Misalnya karena

pengaruh harga, maka petani tersebut dapat dikatakan mengalokasikan faktor

produksinya secara efisiensi harga. Cara seperti ini dapat ditempuh misalnya

dengan membeli faktor produksi pada harga yang murah, menjual hasil pada

harga yang relatif tinggi. Selanjutnya, apabila petani meningkatkan hasilnya

dengan menekan harga faktor produksi, dan menjual hasilnya dengan harga yang

tinggi, maka petani tersebut telah melakukan efisiensi teknis dan efisiensi harga

secara bersamaan. Situasi yang demikian disebut dengan istilah efisiensi ekonomi.

Farrel (1957), diacu dalam Coelli et al. (1998) mengemukakan bahwa

efisiensi sebuah usahatani terdiri dari dua konsep yaitu : (1) efisiensi teknis

(technical efficiency/TE), yang menggambarkan kemampuan suatu usahatani

untuk memaksimalkan output dari sejumlah penggunaan input tertentu, dan (2)

efisiensi alokatif (allocative efficiency/AE), menggambarkan kemampuan suatu

usahatani dalam menggunakan input dengan proporsi yang optimal untuk

mencapai keuntungan maksimum yang dicapai pada saat nilai produk marjinal

setiap faktor produksi yang diberikan sama dengan biaya marjinalnya. Kedua

pengukuran efisiensi ini bila digabungkan menghasilkan ukuran efisiensi ekonomi

(economic efficiency).

Efisiensi secara umum didekati dari dua sisi pendekatan yaitu pendekatan

alokasi penggunaan input dan alokasi output yang dihasilkan. Pendekatan dari sisi

input membutuhkan ketersediaan harga input dan kurva isoquant yang

menunjukkan kombinasi input yang digunakan untuk menghasilkan output secara

maksimal. Pendekatan dari sisi output merupakan pendekatan yang digunakan

34

untuk melihat sejauh mana jumlah output secara proporsional dapat ditingkatkan

tanpa merubah jumlah input yang digunakan.

Gambar 5 merupakan gambar kondisi pendekatan berorientasi input,

isoquant yang menunjukkan kondisi yang efisien penuh (fully efficient) yang

digambarkan oleh kurva SS’. Jika suatu usahatani menggunakan input sejumlah P

untuk memproduksi 1 unit output, maka nilai inefisiensi teknis dicerminkan oleh

jarak QP. Pada ruas garis QP jumlah input yang digunakan dapat dikurangi tanpa

harus mengurangi jumlah output yang dihasilkan.

Keterangan :

P = Input

Q = Efisiensi teknis dan inefisiensi alokatif

Q’ = Efisiensi teknis dan efisiensi alokatif AA’ = Kurva rasio harga input

SS’ = Isoquant fully efficient

Gambar 5. Efisiensi Teknis dan Alokatif (Orientasi Input) Sumber : Collie et al. (1998)

Metode pendekatan yang didasarkan pada orientasi output (Gambar 5)

dengan menggunakan kurva kemungkinan produki ZZ’, sementara titik A

menunjukkan petani berada dalam kondisi inefisien. Pada gambar yang sama, ruas

garis AB menggambarkan kondisi yang inefisien secara teknis dengan

ditunjukkan adanya tambahan output tanpa membutuhkan input tambahan. Secara

matematis, pendekatan output rasio efisiensi teknis ditulis sebagai berikut :

TE0 = 0A/0B

S

P

Q

Q’

S’

A’

R

A

0

x1/q

x2/q

35

Notasi 0 digunakan untuk menunjukkan nilai efisiensi teknis dengan pendekatan

orientasi input. Dengan adanya informasi harga output yang digambarkan oleh

garis isorevenue DD’, maka efisiensi alokatif ditulis sebagai berikut :

AE0 = 0B/0C

Sedangkan kondisi efisien secara ekonomis yaitu :

EE0 = TE0 x AE0 = (0A/0B) x (0B/0C) = 0A/0C

Rasio dari ketiga nilai efisiensi tersebut berkisar antara 0 dan 1.

Keterangan : ZZ’ = Kurva Kemungkinan Produksi

DD’ = Isorevenue

Gambar 6. Efisiensi Teknis dan Alokatif (Orientasi Output) Sumber : Collie et al. (1998)

Model inefisiensi teknis yang digunakan dalam penelitian ini merujuk

pada model Coelli et al. (1998). Untuk mengukur inefisiensi teknis digunakan

variabel ui yang diasumsikan bebas dan distribusinya terpotong normal dengan N

(µ, σ2). Penentuan nilai parameter distribusi (µ) efek inefisiensi teknis digunakan

rumus sebagai berikut :

µ = δ0 + Zitδ + wit

dimana Zit adalah variabel penjelas yang merupakan vektor dengan ukuran (1 x

M) yang nilainnya konstan, δ adalah parameter skalar yang dicari nilainya dengan

ukuran (1 x M).

Z’ 0

q2/x1

q1/x1

C

B

D’

B’

Z

D

36

3.1.5. Konsep Pendapatan Usahatani

Ukuran penampilan usahatani yaitu ukuran pendapatan dan keuntungan

usahatani dinyatakan dalam beberapa istilah, antara lain (Soekartawi 1985) :

1) Pendapatan kotor usahatani (gross farm income) adalah nilai produk total

usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak

dijual. Jangka waktu pembukuan umumnya setahun, dan mencakup semua

produk yang : (1) djual; (2) dikonsumsi rumah tangga petani; (3) digunakan

dalam usahatani untuk bibit atau makanan ternak; (4) digunakan untuk

pembayaran; dan (5) disimpan atau ada di gudang pada akhir tahun.

Pendapatan kotor usahatani mencakup pendapatan kotor tunai dan

pendapatan kotor tidak tunai.

2) Penerimaan tunai usahatani adalah nilai uang yang diterima dari penjualan

pokok usahatani dan tidak mencakup yang berbentuk benda.

3) Penerimaan tidak tunai adalah penerimaan usahatani yang bukan dalam

bentuk uang seperti hasil panen yang dikonsumsi rumah tangga petani,

digunakan dalam usahatani untuk bibit atau makanan ternak, digunakan

untuk pembayaran, disimpan atau ada di gudang pada akhir tahun dan

menerima pembayaran dalam bentuk benda.

4) Pendapatan tunai usahatani (farm net cash flow) adalah selisih antara

penerimaan tunai usahatani dan pengeluaran tunai usahatani dan merupakan

ukuran kemampuan usahatani untuk menghasilkan uang tunai.

5) Pengeluaran total usahatani (total farm expenses) adalah nilai semua

masukan (input) yang habis terpakai atau dikeluarkan di dalam produksi.

Pengeluaran total usahatani mencakup pengeluaran tunai dan pengeluaran

tidak tunai.

6) Pengeluaran tunai usahatani (farm payment) adalah jumlah uang yang

dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani. Nilai kerja yang

dibayar dengan benda tidak termasuk pengeluaran tunai.

7) Pengeluaran tidak tunai (diperhitungkan) adalah nilai semua input yang

digunakan untuk usahatani bukan dalam bentuk uang misalnya nilai barang

atau jasa yang untuk keperluan usahatani yang dibayar dengan benda atau

kredit.

37

8) Pendapatan bersih usahatani (net farm income) adalah selisih pendapatan

kotor usahatani dan pengeluaran total usahatani. Pendapatan bersih

usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dari

penggunaan faktor-faktor produksi.

3.1.6. Analisis Penerimaan Atas Biaya (R/C rasio)

Menurut Soekartawi (2002), penampilan usahatani juga dapat dinyatakan

oleh analisis R/C rasio. Analisis R/C rasio atau return cost ratio adalah

perbandingan (nisbah) antara penerimaan dan biaya. Rasio penerimaan atas biaya

juga menunjukkan berapa besarnya penerimaan yang akan diperoleh dari setiap

rupiah yang dikeluarkan dalam produksi usahatani. Rasio penerimaan atas biaya

produksi dapat digunakan untuk mengukur tingkat keuntungan relatif kegiatan

usahatani, artinya dari angka rasio penerimaan atas biaya tersebut dapat diketahui

apakah suatu usahatani menguntungkan atau tidak.

Analisis R/C rasio dibagi menjadi dua yaitu analisis R/C rasio

menggunakan data pengeluaran/biaya produksi yang secara rill dikeluarkan oleh

petani (R/C rasio atas biaya tunai) dan analisis R/C rasio yang memperhitungkan

nilai tenaga kerja keluarga, serta bibit yang disiapkan sendiri dan sebagiannya

sebagai biaya diperhitungkan (R/C rasio atas biaya total).

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

Penelitian ini didasari dengan melihat fakta bahwa seiring meningkatnya

jumlah penduduk kebutuhan bawang merah juga semakin meningkat. Hal tersebut

dikarenakan bawang merah dibutuhkan oleh hampir semua kalangan masyarakat

sebagai bumbu masakan atau obat tradisional. Selain itu, sifat bawang merah yang

merupakan tanaman rempah-rempah yang tidak bersubstitusi mengakibatkan tidak

bisa digantikan oleh komoditas lain. Berkembangnya industri olahan bawang

merah serta pengembangan pasar ekspor mengakibatkan permintaan bawang

merah meningkat.

Kecamatan Argapura merupakan kecamatan penyumbang produksi

bawang merah terbesar di Kabupaten Majalengka. Akan tetapi, tingkat

produktivitas bawang merah di Kecamatan Argapura masih rendah dibandingkan

38

kecamatan-kecamatan lainnya. Salah satu sentra produksi bawang merah di

Kecamatan Argapura terdapat di Desa Sukasari Kaler.

Rendahnya produktivitas yang terjadi di lokasi penelitian diduga terjadi

karena penggunaan faktor-faktor produksi yang belum efisien. Selain itu, teknik

budidaya dan penggunaan faktor-faktor produksi antara satu petani dengan petani

lainnya pun berbeda. Adanya perbedaan tersebut diduga akan berpengaruh

terhadap produksi bawang merah yang dihasilkan. Petani yang dalam teknik

budidayanya mampu mengelola penggunaan faktor-faktor produksi (input) untuk

mencapai hasil produksi (output) yang maksimum, maka dapat dikatakan efisien.

Permasalahan lain yang dihadapi petani yaitu harga pupuk yang tinggi

karena adanya kebijakan pemerintah untuk mengurangi subsidi pupuk. Harga

pupuk yang tinggi mengakibatkan biaya produksi usahatani semakin tinggi,

sehingga dapat berakibat terhadap pendapatan petani apalagi tanpa diimbangi

dengan harga produk yang dihasilkan.

Selain itu, penggunaan varietas bibit di daerah penelitian juga diduga dapat

mempengaruhi tingkat pendapatan usahatani bawang merah. Terdapat dua jenis

varietas bibit yang digunakan di Desa Sukasari Kaler yaitu varietas Sumenep dan

varietas Balikaret. Kedua varietas ini memiliki karakteristik yang cukup berbeda

dari sisi harga. Harga bawang merah varietas Sumenep biasanya lebih tinggi

dibandingkan harga bawang merah varietas Balikaret. Selain itu, produktivitas

kedua varietas ini pun berbeda.

Produktivitas yang rendah yang terjadi akibat penggunaan faktor-faktor

produksi yang belum efisien diduga dapat berpengaruh terhadap tingkat efisiensi

teknis petani, sedangkan biaya pupuk yang tinggi akibat adanya kenaikan harga

dan penggunaan varietas yang berbeda diduga akan berpengaruh terhadap

pendapatan yang akan diperoleh petani. Hal tersebut mengakibatkan petani harus

berusaha untuk mengefisienkan kegiatan usahatani bawang merah yang dilakukan.

Berdasarkan fakta-fakta tersebut, maka perlu dilakukan analisis efisiensi

teknis bawang merah untuk mengetahui efisiensi teknis petani dan analisis

usahatani untuk mengetahui tingkat pendapatan usahatani, sehingga dapat

memberikan rekomendasi bagi petani dalam melakukan kegiatan usahatani secara

efisien. Kerangka pemikiran operasional penelitian dapat dilihat pada Gambar 7.

39

Gambar 7. Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Efisiensi Teknis dan

Pendapatan Usahatani Bawang Merah di Desa Sukasari Kaler

Rendahnya produktivitas.

Penggunaan faktor produksi

diduga belum efisien.

Analisis Efisiensi Teknis

Efisiensi usahatani

Faktor-faktor yang

Mempengaruhi Produksi

Frontier : Lahan, Tenaga Kerja,

Bibit, Pupuk N, Pupuk P, Pupuk

K, Pestisida Cair, Pestisida

Padat, dan Pupuk Kandang

Faktor-faktor yang

Mempengaruhi Inefisiensi

Usahatani : Umur, Pengalaman,

Pendidikan Formal,

Penyuluhan, Status

Kepemilikan Lahan dan Jenis

Bibit

Analisis Pendapatan Usahatani

Keragaan usahatani

Pendapatan usahatani

Rekomendasi Usahatani Bawang Merah yang Efisien secara Teknis

Output Produksi Input Produksi

Efisiensi Teknis Pendapatan Usahatani

Kebijakan pemerintah mengenai

Harga Eceran Tertinggi (HET)

pupuk.

Jenis varietas yang digunakan.

Analisis Pendapatan Usahatani