ﺽﺮﻗ ﺽﺮﻘﻟﺍlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/19/jtptiain-gdl-s1-2006... ·...

36
13 BAB II KETENTUAN UMUM TENTANG QARDH A. Pengertian Tentang Qardh Secara etimologi kata utang berasal dari bahasa arab yakni ﻗﺮﺽyang dalam bahasa Indonesia lebih sering diartikan sebagai pinjaman ataupun utang. Kata ﺍﻟﻘﺮﺽtersebut dapat diartikan sebagai harta yang diberikan kepada orang lain yang mengakibatkan adanya pembayaran dikarenakan adanya penggunaan harta tersebut. Menururut Sayid Bakri al-Dimyati dalam I’anatuth- Ath-Thalibin, pengertian utang-piutang menurut bahasa adalah: ﺍﻟﻘﺮﺽ ﻠﻐﺔ ا ﻟﻘﻄﻊ1 Artinya: “ Al-Qardhu secara bahasa berarti “putus ”. Sedangkan menurut istilah, Sayid Bakri al-Dimyati mengatakan bahwa yang dimaksud dengan Qardh ialah: ﺘﻤﻠﻴ ﻣﺜﻠﻪ ﻳﺮﺩ ﺍﻥ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺸﻴﺊ2 Artinya :” Memberikan suatu hak milik yang nantinya harus dikembalikan dalam keadaan yang sama ”. Menurut istilah sebagaimana diungkapkan oleh Sayyid Sabiq bahwa Qardh adalah harta yang diberikan seseorang pemberi pinjaman kepada orang yang dipinjami untuk kemudian dia memberikannya setelah mampu. 3 1 Sayid Bakri Al-Dimyati, I’anath al-Thalibin , Juz III, Bandung: Al-Maarif, tt, hlm. 48. 2 Ibid, hlm. 50. 3 Sayyid Sabiq, Fiqh al Sunnah III , Beirut: Dar Al kutub Al Araby, tt, hlm. 144.

Transcript of ﺽﺮﻗ ﺽﺮﻘﻟﺍlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/19/jtptiain-gdl-s1-2006... ·...

Page 1: ﺽﺮﻗ ﺽﺮﻘﻟﺍlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/19/jtptiain-gdl-s1-2006... · 14 Dalam literatur Fiqh klasik, Qardh memiliki kategori dalam akad ta’awuni atau

13

BAB II

KETENTUAN UMUM TENTANG QARDH

A. Pengertian Tentang Qardh

Secara etimologi kata utang berasal dari bahasa arab yakni قرض yang

dalam bahasa Indonesia lebih sering diartikan sebagai pinjaman ataupun

utang. Kata tersebut dapat diartikan sebagai harta yang diberikan القرض

kepada orang lain yang mengakibatkan adanya pembayaran dikarenakan

adanya penggunaan harta tersebut.

Menururut Sayid Bakri al-Dimyati dalam I’anatuth- Ath-Thalibin,

pengertian utang-piutang menurut bahasa adalah:

1لقطعا لغةالقرض

Artinya: “Al-Qardhu secara bahasa berarti “putus”.

Sedangkan menurut istilah, Sayid Bakri al-Dimyati mengatakan bahwa

yang dimaksud dengan Qardh ialah:

2ك الشيئ على ان يرد مثلهتملي

Artinya :”Memberikan suatu hak milik yang nantinya harus dikembalikan dalam keadaan yang sama”.

Menurut istilah sebagaimana diungkapkan oleh Sayyid Sabiq bahwa

Qardh adalah harta yang diberikan seseorang pemberi pinjaman kepada orang

yang dipinjami untuk kemudian dia memberikannya setelah mampu.3

1 Sayid Bakri Al-Dimyati, I’anath al-Thalibin, Juz III, Bandung: Al-Maarif, tt,

hlm. 48. 2Ibid, hlm. 50. 3 Sayyid Sabiq, Fiqh al Sunnah III, Beirut: Dar Al kutub Al Araby, tt, hlm. 144.

Page 2: ﺽﺮﻗ ﺽﺮﻘﻟﺍlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/19/jtptiain-gdl-s1-2006... · 14 Dalam literatur Fiqh klasik, Qardh memiliki kategori dalam akad ta’awuni atau

14

Dalam literatur Fiqh klasik, Qardh memiliki kategori dalam akad

ta’awuni atau saling membantu dan bukan transaksi komersil.4 Qardh menurut

istilah merupakan suatu perjanjian sesuatu kepada orang lain dalam bentuk

pinjaman yang akan dibayar dengan nilai yang sama.5 Dalam transaksi ini

lebih cenderung berupa akad uang karena memiliki nilai.

Dalam pengertian lain Qardh diartikan sebagai sesuatu yang diberikan

dari harta yang terukur yang dapat ditagih atau dituntut atau akad yang

dikhususkan yang dikembalikan pada saat membayar harta yang terukur

kepada orang lain agar dikembalikan sepertinya.6

Kalau dikaji lebih mendalam sebenarnya pengertian Qardh (utang-

piutang) sama pengertianya dengan perjanjian pinjam-meminjam yang

terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, pada pasal 1754

terdapat ketentuan yang berbunyi sebagai berikut:

“Pinjam-meminjam adalah suatu perjanjian dengan pihak yang memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang menghabis karena pemakaian, dengan syarat pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula”.7 Kalau diperhatikan antara pengertian Qardh dan Ariyah adalah hampir

sama, tapi apakah benar demikian? Menurut Moh. Anwar Ariyah adalah

meminjamkan sesuatu kepada orang lain dengan ketentuan wajib

4 Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah, Yogyakarta: Ekonisia,

2003, hlm. 70. 5 Sudarsono, Pokok-pokok Hukum Islam, Jakarta: Reneka Cipta, 2001, hlm. 417. 6 Tim Penembangan Perbankan Syari’ah Institut Bankir Indonesia, Jakarta:

Djambatan, 2001, hlm. 217. 7 Chairuman Pasaribu dan Sahrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian Dalam Islam,

Jakarta: Sinar Grafika, 1994, hlm. 136.

Page 3: ﺽﺮﻗ ﺽﺮﻘﻟﺍlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/19/jtptiain-gdl-s1-2006... · 14 Dalam literatur Fiqh klasik, Qardh memiliki kategori dalam akad ta’awuni atau

15

mengembalikannya lagi barang itu kepada pemiliknya. Jadi perbedaan antara

Qardh dengan Ariyah adalah:

a. Kalau Qardh adalah: mengutang barang yang statusnya menjadi hak dan

milik yang berhutang yang harus dikembalikan atau dibayar dengan

barang yang serupa, seperti: meminjam uang.

b. Sedang kalau Ariyah, hanyalah pemberian penggunaan (manfaat) barang

saja, seperti meminjam sepada motor dan itu untuk dikembalikan lagi.8

Oleh karena itu dapatlah diambil suatu pengertian bahwa antara Qardh

dan Ariyah terdapat perbedaan yang jelas yaitu, pada Qardh barang itu

menjadi milik si peminjam untuk diambil manfaatnya dan ia wajib

mengembalikan barang serupa dengan apa yang dipinjam. Seperti seseorang

meminjam pasta gigi untuk digunakan menggosok gigi pada saat itu, dilain

waktu ia wajib mengembalikan barang berupa pasta gigi yang lain. Sedangkan

dalam Ariyah, si peminjam hanya dapat memiliki manfaatnya saja. Artinya

barang yang dipinjam hanya diambil manfaatnya saja dan harus

mengembalikan kepada pemiliknya. Seperti sesorang meminjam sepeda untuk

diambil manfaatnya, setelah ia mengambil manfaat maka sepeda itu harus

dikembalikan kepada pemiliknya. Dan lain persoalan jika barang tersebut

hilang, maka bagi yang meminjam harus mengganti.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian Qardh

adalah suatu akad perjanjian tentang sesuatu hal yang merupakan pinjaman,

8 Moh. Anwar, Fiqh Islam, Muamalah, Munakahat, Faroid dan Jinayah (Hukum

Perdata Islam), Bandung: T. Al-Maarif, tt. hlm. 75.

Page 4: ﺽﺮﻗ ﺽﺮﻘﻟﺍlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/19/jtptiain-gdl-s1-2006... · 14 Dalam literatur Fiqh klasik, Qardh memiliki kategori dalam akad ta’awuni atau

16

yang nantinya akan dibayar baik secara berangsur-angsur maupun secara

langsung dengan nilai atau aturan yang sama pula.

B. Dasar Hukum Qardh

Dalam masalah utang-piutang, Islam telah mengatur bahwa memberi

utang adalah sunnah hukumnya, bahkan menjadi wajib bagi orang yang

terlantar atau orang yang sangat membutuhkan. Memang tidak diragukan lagi

bahwa hal itu merupakan suatu perbuatan yang sangat besar faedahnya,

terhadap masyarakat, sebagaimana dalam kaidah ushul fiqh disebutkan:

االصل ف ىا الم رل لوجو بArtinya: ” Perintah pada asalnya menunjukkan wajib”.9 Dari kaidah ushuliyah diatas, maka dapatlah ditarik suatu kesimpulan

bahwa tolong menolong tersebut sangat dibutuhkan dalam hal kebaikan.

tolong-menolong adalah perintah Allah maka tolong-menolong dalam

pandangan kaidah diatas ialah menjadi wajib.

Selain itu Qardh sebagai suatu akad yang dibolehkan, merupakan

sesuatu yang harus diyakini dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari kita

khususnya dalam hal muamalah, sebagaimana yang dijelaskan Allah bahwa

kita agar meminjamkan sesuatu bagi “agama Allah.”10 Selaras dengan

meminjamkan kepada Allah kita juga diseru untuk “meminjamkan kepada

manusia.” sebagai bagian dari hidup bermasyarakat (civil society).11

9 A. Hanafi, Ushul Fiqh, Jakarta: Wijaya, 1980, hlm.31 10 Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: Gema Insani

Press, Cet. ke-1, 2001, hlm. 131 11 Syafi’i Antonio, op. cit., hlm. 132.

Page 5: ﺽﺮﻗ ﺽﺮﻘﻟﺍlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/19/jtptiain-gdl-s1-2006... · 14 Dalam literatur Fiqh klasik, Qardh memiliki kategori dalam akad ta’awuni atau

17

Adapun yang menjadi dasar hukumnya pelaksanaan akad Qardh

adalah sebagai berikut:

a. Al-Qur’an

12يأيها الذين امنوا إذا تداينتم بدين إلى أجل مسمى فاكتبواه Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah

tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menulisnya. (QS. al-Baqarah: 282)

Sebenarnya tidak ada ayat Al-Qur’an yang menerangkan secara

Eksplisit yang menjelaskan tentang utang-piutang, akan tetapi ayat ini

dapat dijadikan sebagai dasar bagi kebolehan utang-piutang, asalkan pada

setiap transaksi yang kita laksanakan, kita disarankan untuk mencatat

setiap transaksi yang dilakukan. Karena banyak faidah yang didapat

manakala dalam setiap transaksi ada laporannya. Sebab, manusia tidaklah

ada yang sempurna dan mampu menghapal semua kegiatan yang

dilaksanakannya.

Selaras dengan ayat tentang utang-piutang, Allah juga

mewajibkan agar kita saling tolong-menolong sebagaimana yang di

jelaskan dalam ayat yang berbunyi:

Allah berfirman:

13 والعدوان اإلثماونوا على تع والوتعاونوا على البر والتقوى

Artinya : Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. (Qs.al- Maidah: 2)

12 Al-Qur’an dan Terjemahannya,Yayasan Penterjemah/Pentafsir Al-Quran, Jakarta:

PT Intermasa, 1992, hlm. 70. 13 Al-Qur’an dan Terjemahannya, op. cit., hlm. 157.

Page 6: ﺽﺮﻗ ﺽﺮﻘﻟﺍlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/19/jtptiain-gdl-s1-2006... · 14 Dalam literatur Fiqh klasik, Qardh memiliki kategori dalam akad ta’awuni atau

18

Dalam ayat tersebut Allah dengan tegas menganjurkan agar kita,

sesama manusia saling tolong-menolong. Tolong-menolong disini tidak

memandang apakah dia termasuk golongan kelas atas ataupun rakyat

jelata. Karena (kalau diibaratkan) manusia adalah mahluk yang tidak

mungkin ada yang sempurna antara satu dengan yang lainya. Oleh karena

itu kita tidak boleh sombong dengan apa yang kita mimiliki, walau sekecil

apapun kita pasti butuh bantuan seseorang.

Dan dalam ayat tersebut Allah mengecam kita untuk tolong

menolong dalam hal perbuatan dosa dan tercela, karena perbuatan tersebut

termasuk dalam kategori perbuatan yang dibenci oleh Allah.

b. Al-hadist

Rasulullah SAW bersabda:

ما من مسلم يعرض : عن ابن مسعود ان النىب صلى اهللا عليه وسلم قال 14 )رواه ابن جمه (مسلما قرضا مرتني اال كان كصدقتها مرة

Artinya: “Dari Ibnu Mas’ud: bahwa sesungguhnya Nabi Muhammad SAW telah bersabda: Seorang muslim yang memberikan pinjaman kepada orang muslim yang lain dua kali, melainkan pinjaman itu (berkedudukan) seperti sedekah sekali” (Riwayat Ibnu Majah).

14 al-khafidh Abi Abdillah Muhammad bin Yazid Al-Qozwin, Sunan Ibnu Majah, Juz

11, Bairut: Darul Fikr, tt, hlm. 812.

Page 7: ﺽﺮﻗ ﺽﺮﻘﻟﺍlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/19/jtptiain-gdl-s1-2006... · 14 Dalam literatur Fiqh klasik, Qardh memiliki kategori dalam akad ta’awuni atau

19

وسلم رايت ليلة أسرى ىب عن انس بن مالك قال رسول هللا صلى اهللا عليه رامثاهلا والقرض بثمانية عشر فقلت بعشالصدقة : على باب اجلنة مكتوبا

ألن السائل يسأل وعنده : ياجربيل مابال القرض افضل من الصدقة؟ قال 15 )رواه ابن جمه(واملستقرض ال يستقرض إال من حاجة

Artinya: “Anas bin Malik berkata bahwa Rasulullah berkata, “Aku melihat pada waktu malam di Isra’kan, pada pintu surga tertulis: Sedekah dibalas sepuluh kali lipat dan Qaradh delapan belas kali lipat. Aku bertanya, ‘Wahai jibril mengapa Qaradh lebih utama dari sedekah. Ia menjawab’ “karena peminta sesuatu itu punya, sedangkan yang meminjam dia tidak akan meminjam kecuali karena keperluan”(Hadits riwayat Ibnu Majah).

Berdasarkan hadits diatas, Islam memberikan perhatian yang

sangat besar terhadap masalah Qardh tersebut, sehingga Allah berjanji

akan membalas perbuatannya delapan belas kali lipat di aherat. Sebab

manusia diciptakan dimuka buni ini sebagai khalifah dan diberi amanat

untuk mengelola bumi yang kemudian hasilnya akan dipertanggung-

jawabkan kepada-Nya.

Karena itu kita sebagai manusia yang diberikan keterbatasan.sudah

seharusnya hidup saling membantu terutama dalam masalah kebaikan dan

kebajikan sebagaimana di jelaskan bahwa seorang muslim yang

mengutangi muslim lain dua kali, sama dengan orang yang bersedekah,

betapa agungnya ajaran tersebut, padahal barang yang diutangkan itu akan

dikembalikan oleh si peminjam.

Semua orang yang melakukan utang–piutang sudah tentu mereka

tidak akan berutang jika mereka masih mampu, bentuk pinjaman yang kita

15 Ibid.

Page 8: ﺽﺮﻗ ﺽﺮﻘﻟﺍlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/19/jtptiain-gdl-s1-2006... · 14 Dalam literatur Fiqh klasik, Qardh memiliki kategori dalam akad ta’awuni atau

20

berikan sudah tentu merupakan kebahagian bagi mereka yang memang

benar-benar membutuhkan dan merupakan sesuatu yang sangat terpuji.

c. Ijma16

Mengenai Qardh para ulama17 telah sepakat bahwa Qardh boleh

dilakukan. Yang menjadi dasar adalah tabiat manusia yang tidak akan dan

tidak bisa hidup tanpa pertolongan atau bantuan saudara mereka. Dan hal

tersebut merupakan hal yang alamiah dan sudah dikodratkan oleh Allah.18

Sebab di dunia ini tidak ada manusia yang sempurna, tetapi selalu

merasakan susah ataupun senang, tawa ataupun tangis yang satu dengan

yang lainya saling beriringan. Oleh karena itu sudah barang tentu kita

butuh bantuan orang lain untuk mewujutkan apa yang kita inginkan.

C. Rukun dan Syarat Qardh

Sebagai suatu kegiatan muamalah yang disunatkan dalam Islam Qardh

memiliki syarat dan rukun yang harus dipenuhi oleh kedua belah pihak, baik

peminjam maupun yang di pinjami agar akad tersebut bisa dikatakan syah dan

sesuai dengan apa yang dituntunkan oleh syari’ah Islam

16 Ijma diartikan sebagai berkumpulnya ulama shahabat itu untuk memusyawarahkan

dan menetapkan suatu hukum atas perintah kepala Negara dan membulatkan suara dan pendirian, terhadap suatu hukum, Lihat Teungku Muhammmad Hasbi Asha Shiddieqy dalam bukunya Pengantar Hukum Islam hlm. 187.

17 Ulama merupakan orang yang ahli atau memiliki pengetahuan ilmu agama

Islam dan ilmu pengetahuan yang dengan pengetahuannya tersebut memiliki rasa takwa, takut dan tunduk kepada Allah SWT. Lihat Enskopedi Hukum Islam, jilid 6, hlm. 1840.

18Syafi’i Antonio, op. cit., hlm. 132-133.

Page 9: ﺽﺮﻗ ﺽﺮﻘﻟﺍlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/19/jtptiain-gdl-s1-2006... · 14 Dalam literatur Fiqh klasik, Qardh memiliki kategori dalam akad ta’awuni atau

21

Hal-hal yang dapat menjadikan sahnya suatu utang-piutang itu adalah

apabila utang-piutang itu telah memenuhi rukun dan syarat-syarat yang telah

ditetapkan sebagai berikut:

a. Adanya Sighat Aqad

Yang dimaksud dengan sighat akad adalah: dengan cara bagaimana

ijab dan qabul yang merupakan rukun aqad dinyatakan.19

Ijab adalah: pernyataan pihak perantara mengenai isi perikatan yang

diinginkan. Sedangkan qabul adalah: pernyataan pihak kedua untuk

menerimanya.20 Misalnya dalam aqad utang-piutang, ada yang namanya pihak

pertama dan pihak kedua. Pihak pertama mengatakan :”Aku pinjam uangmu

sekian rupiah.” dan pihak kedua menjawab :”Aku pinjamkan uang sekian

rupiah kepadamu.’’ Oleh karena itu ijab dan qabul dapat dipahami atau dapat

mengantarkan kepada maksud kedua belah pihak untuk mencapai apa yang

mereka kehendaki. Ijab dan qabul itu diadakan dengan maksud untuk

menunjukkkan adanya sukarela timbal-balik terhadap perikatan yang

dilakukan kepada kedua belah pihak yang bersangkutan.21

Sighat aqad dapat dilakukan dengan cara lisan, tulisan atau isyarat

yang memberi pengertian dengan jelas tentang adanya ijab qabul. Juga dapat

memberikan pengertian dengan jelas tentang adanya ijab dan qabul.

19 Abu Sura’i, Abdul Hadi, Bunga Bank Dalam Islam, Surabaya: PT Al- Ikhlas,

t.t, hlm. 125. 20 Ahmad Azhar Basyir, Azas Hukum Muamalah, Yogyakarta: PN. Fakultas

Hukum Universitas Islam Indonesia, 1999, hlm. 42. 21Ibid.,hlm. 44.

Page 10: ﺽﺮﻗ ﺽﺮﻘﻟﺍlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/19/jtptiain-gdl-s1-2006... · 14 Dalam literatur Fiqh klasik, Qardh memiliki kategori dalam akad ta’awuni atau

22

Agar terhindar dari kesalahpahaman atau salah pengertian yang dapat

mengakibatkan perselisihan diantara mereka maka dari itu dalam sighat akad

juga diperlukan tiga persyaratan pokok:

1) Harus terang pengertiannya.

2) Antara ijab dan qabul harus bersesuian.

3) Harus menggambarkan kesanggupan kemauan dari pihak yang

bersangkutan.22

Menurut pendapat beberapa ulama yang mewajibkan sighat itu ada

beberapa syarat:

a) Ijab dan qabul harus dinyatakan oleh orang yang sekurang-kurangnya

telah mencapai umur tamyis yang menyadari dan mengetahui isi

perkataan yang diucapkan sehingga ucapan itu benar-benar

menyatakan keinginan hatinya. Dengan kata lain, ijab dan qabul harus

keluar dari orang-orang yang cakap melakukan tindakan hukum.

b) Ijab dan qabul harus tertuju pada suatu obyek akad.

c) Ijab dan qabul harus berhubungan langsung dalam suatu majelis,

apabila dua belah pihak sama-sama hadir atau sekurang-kurangnya

dalam majelis diketahui ada ijab dan qabul oleh pihak yang tidak

hadir. Hal yang akhir ini terjadi misalnya ijab dinyatakan kepada

pihak ketiga dalam ketidak hadirannya. Pihak kedua tentang adanya

ijab qabul itu, berarti bahwa ijab qabul itu disebut dalam majelis akad

22 TM. Hasbi Ash Shiddiqeqy, Pengantar fIqh Muamalah, Jakarta: Bulan Bintang,

1984, hlm. 24.

Page 11: ﺽﺮﻗ ﺽﺮﻘﻟﺍlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/19/jtptiain-gdl-s1-2006... · 14 Dalam literatur Fiqh klasik, Qardh memiliki kategori dalam akad ta’awuni atau

23

juga, dengan akibat bahwa pihak kedua kemudian menyatakan

menerima (qabul) maka akad dipandang telah terjadi.23

b. Adanya Aqid

Aqid adalah orang yang menjalankan aqad. Dengan demikian yang

terlibat dalam utang-piutang disini tidak lain kecuali debitur dan kreditur. Hal

ini dapat dilihat pada waktu transaksi utang-piutang dilaksanakan dan pada

saat itu juga ijab dan qabul baru terujut dengan adanya aqid atau orang yang

bersangkutan.

Oleh karena itu perjanjian utang-piutang hanya dipandang sah apabila

dilakukan oleh orang yang berhak, membelanjakan hak miliknya dengan

syarat baligh dan berakal sehat.24

Dalam melakukan aqad utang-piutang diperlukan adanya

kesanggupan untuk bertanggung jawab untuk melaksanakan hak dan

kewajibannya, maka orang yang melakukan utang-piutang, disamping harus

memiliki syarat baligh dan berakal sehat juga harus ditambah dengan atas

kehendak sendiri dan pemboros.25

c. Adanya Ma’qud Alaihi.

Ma’qud alaih, yaitu obyek atau barang yang dihutangkan, oleh karena

itu dalam utang-piutang harus ada barangnya yang menjadi sasarannya dalam

perutangan.

23 Ahmad Azhar Basyir, Asas-Asas Hukum Muamalah, Yogyakarta: UII Press,

1998, hlm. 43.

24 Ahmad Azhar Basyir, Hukum Islam Tentang Utang-Piutang Dan Gadai, Bandung: PT. Al-Maarif, 1993, hlm.38.

25 R. Abdul Djamali, Hukum Islam Asas-Asas Hukum Islam I, Hukum Islam II,

Jakarta: Mandar Maju, 1992, hlm. 158.

Page 12: ﺽﺮﻗ ﺽﺮﻘﻟﺍlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/19/jtptiain-gdl-s1-2006... · 14 Dalam literatur Fiqh klasik, Qardh memiliki kategori dalam akad ta’awuni atau

24

Perjanjian utang-piutang baru terlaksana setelah pihak pertama

menyerahkan piutangnya kepada pihak kedua, dan pihak kedua telah

menerimanya dengan akibat apabila harta piutang rusak atau hilang setelah

perjanjian terjadi tetapi belum dapat diterima oleh pihak kedua, maka

resikonya ditanggung oleh pihak pertama sendiri.26

Melihat syarat-syarat tersebut, yang perlu diperhatikan bahwa dalam

membayar utang dengan baik adalah membayarnya. Lebih baik daripada saat

dia utang. Dan aturan dalam Islam apabila ada kelebihan atas kehendak yang

berpiutang atau telah menjadi perjanjian waktu akad maka perbuatan semacam

ini tidak diperlukan.

D. Manfaat Dalam Qardh

Dari semua aturan yang telah dijelaskan dimuka mengenai pelaksanaan

Qardh tadi sudah tentu banyak manfaat yang dapat diperoleh dari pelaksanaan

tersebut. Sebab banyak unsur-unsur kemanusiaan yang terkandung

didalamnya.

Allah juga mengingatkan bahwa orang-orang yang berkelebihan harta

adalah amanat sekaligus ujian. Karena memperbanyak harta tanpa

memperhatikan orang-orang secara ekonomi dan sosial tak beruntung tidak

akan membawa kemuliaan di dunia maupun di aherat dan tidak mempunyai

nilai hakiki dimata Tuhan.27

26 Ahmad Azhar Basyir, op. cit. hlm. 59. 27 Abdullah Saeed, Menyoal Bank Syari’ah Kritik Atas Interpretasi Bunga Bank Kaum

Revivalis, Jakarta: Paramadina, 2004, hlm. 134.

Page 13: ﺽﺮﻗ ﺽﺮﻘﻟﺍlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/19/jtptiain-gdl-s1-2006... · 14 Dalam literatur Fiqh klasik, Qardh memiliki kategori dalam akad ta’awuni atau

25

Adapun manfaat yang dapat diambil dari Qardh adalah sebagai

berikut:

1. Memungkinkan seseorang dalam kesulitan yang sangat mendesak

untuk mendapatkan talangan jangka pendek.

2. Adanya misi sosial yang sangat tinggi selain misi komersil.

3. Dan dengan adanya misi sosial tersebut akan meningkatkan citra baik

antara peminjam dan yang meminjami.28

Akan tetapi menurut hemat penulis, manfaat yang paling vital adanya

utang-piutang tersebut adalah Ukhuwah dalam hal tolong-menolong yang

berujung pada kebaikan yang diridhoi oleh Allah SWT. Sebagai sebuah

tuntunan agama yang membawa manusia untuk saling mengasihi antara satu

dengan yang lainya.

Selain itu dengan adanya Qardh tersebut kita sebagai umat manusia,

tidak akan merasakan hidup sendiri karena masih ada yang mau memberikan

bantuan dan pertolongan pada saat kita sedang kesusahan dan memerlukan

uluran tangan untuk sedikit meringankan beban yang mungkin kita tangggung

sendiri.

E. Pengertian, Dasar Hukum, Syarat dan Rukun Wadiah

1. Pengertian Wadiah

Secara etimologi. (bahasa) wadiah berasal dari kata :

29ه ودع الشيئ مبعىن ترك

28 Syafi’i Antonio, op.cit., hlm. 134. 29 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Jilid XIII, Alih Bahasa, Kamaluddin, A. Marzuki,

Bandung: Pustaka, 1993, hlm. 72.

Page 14: ﺽﺮﻗ ﺽﺮﻘﻟﺍlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/19/jtptiain-gdl-s1-2006... · 14 Dalam literatur Fiqh klasik, Qardh memiliki kategori dalam akad ta’awuni atau

26

Artinya : Meninggalkan sesuatu.

Sedangkan menurut Sayyid Sabiq bahwasanya wadiah diartikan

sebagai berikut;

الشيئ الذى يدعه اال نسان عند غريه املخفوظ له بالو ديعه ال سميو 30نه يتر كه عند املو دع

Artinya: “Dinamai sesuatu yang ditinggalkan seseorang pada orang lain untuk dijaga dengan sebutan wadiah lantaran ia meningalkan pada orang yang menerima hadiah”.

Wadiah secara etimologi adalah “meninggalkan” adapun

pengertianya adalah “sesuatu yang ditinggalkan seseorang pada orang lain

untuk dijaga”31 Dan dalam Bahasa Indonesia di sebut sebagai “titipan”.

Ada dua macam difinisi wadiah yang dikemukakan oleh ulama fiqh:

a. Ulama mazhab Hanafi mendefinisikanya:

تسليط الغري على خفط ماله سرحيا او داللة Artinya: “Mengikut sertakan orang lain dalam memilihara harta,

baik dengan ungkapan yang jelas maupun melalui syarat.

b. Mazhab Syafi’i, Maliki dan Hambali (jumhur ulama) mendefinisikan:

وصتوكيل ىف حفط مملوك على وجه خمص

Artinya: “Mewakilkan orang lain untuk memelihara harta tertentu dengan cara tertentu”.32

30 Sayyid Sabiq, log. cit. 31 Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian Dalam Islam,

Jakarta: Sinar Grafika, 1994, hlm. 69. 32 M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam (Fiqh Muamalah), Jakarta:

PT. Raja Grafindo Persada, 2003, hlm. 246.

Page 15: ﺽﺮﻗ ﺽﺮﻘﻟﺍlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/19/jtptiain-gdl-s1-2006... · 14 Dalam literatur Fiqh klasik, Qardh memiliki kategori dalam akad ta’awuni atau

27

Berangkat dari berbagai difinisi diatas dapat ditarik pengertian

bahwa, menitipkan sesuatu kepada orang lain berdasarkan amanat atau

kepercayaan agar dijaga sebaik-baiknya dan dipelihara semestinya.

Dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa wadiah merupakan titipan

yang dititipkan kepada seseorang untuk di jaga dan dipelihara dan bisa

diambil kapan saja bila si pemilik menghendaki mengambil.

Akan tetapi dalam aktifitas perekonomian modern, si penerima

simpanan takkan meng-idle-kan aset tersebut, tetapi mempergunakanya

dalam aktifitas perekonomiaan tertentu. karena ia harus meminta ijin

terlebih dahulu dari si pemberi titipan untuk kemudian mempergunakan

hartanya tersebut dengan catatan ia menjamin akan mengembalikan aset

tersebut secara utuh. Dengan demikian, itu bukan lagi yad al- amanah,

tetapi yad al-dhamanah (tangan penanggung) yang bertanggung jawab

atas segala kehilangan atau kerusakan yang terjadi pada barang tersebut.33

Selain itu dalam dunia perbankan sekarang ini, banyak cara yang

digunakan untuk menarik nasabah misalnya dengan memberikan insentif

berupa bunga, bonus atau yang lainya. Akan tetapi kita boleh mengambil

bonus sebab antara bonus dengan bunga itu berbeda. Sedang masalah

bunga masih menjadi kontroversi antara yang menghukuminya haram

ataupun boleh

Sebagaimana sabda Rasulallah SAW yang berbunyi:

33 Syafi’i Antonio, op. cit., hlm. 86-87.

Page 16: ﺽﺮﻗ ﺽﺮﻘﻟﺍlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/19/jtptiain-gdl-s1-2006... · 14 Dalam literatur Fiqh klasik, Qardh memiliki kategori dalam akad ta’awuni atau

28

سنا خريا من يعن اىب هريرة قال استقرض رسول اهللا ص م سنا و اعط )ى صح ذرواه امحد والترم(سنة وقال حياركم سنكم قضاء

Artinya: “Dari Abu Hurairah RA. Ia berkata bahwa Rasulallah SAW pernah pinjam onta, kemudian ia membayar onta yang lebih gemuk (baik) daripada onta yang dipinjam, lalu ia bersabda: sebaik-baik antara kamu ialah yang lebih baik didalam membayar pinjaman.” (HR. Ahmad, Tirmidzi, yang mengesahkan)

Dan dari hadis tersebut, dapatlah diambil suatu kesimpulan bahwa

dalam hal pinjam-meminjam apabila dalam mengembalikan barang itu

lebih baik, lebih bagus dan itu dilakukan oleh peminjam itu sendiri tanpa

paksaan atau atas karana keinginan sendiri maka itu diperbolehkan, akan

tetapi jika dalam pinjam-meminjam itu terjadi kesepakatan dengan cuma

mengambil keuntungan dari salah satu pihak, maka yang seperti hal

tersebut dilarang.

2. Dasar Hukum Wadiah

Adapun yang menjadi dasar hukum wadiah ini dapat disandarkan

pada ketentuan hukum yang terdapat dalam Al-Qur’an dalam surat An-

Nisa: 58 yang berbunyi:

34إن الله يأمركم أن تؤدوا األمانات إلى أهلها Artinya: "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat

kepada orang yang berhak menerimanya”. (An-Nisa: 2)

Dari ketentuan yang dikemukan diatas jelas terlihat bahwa

perjanjian penitipan barang tersebut diperbolehkan dengan perkataan lain

bahwa menitipkan dan menerima barang titipan adalah “ jais” atau “boleh”

34 Al-Qur’an dan Terjemahannya, op.cit., hlm. 114.

Page 17: ﺽﺮﻗ ﺽﺮﻘﻟﺍlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/19/jtptiain-gdl-s1-2006... · 14 Dalam literatur Fiqh klasik, Qardh memiliki kategori dalam akad ta’awuni atau

29

3. Rukun Dan Syarat Wadiah

Hal yang menjadikan sahnya suatu akad wadiah adalah apabila

akad wadiah terpenuhi rukun dan syarat-syaratnya. Di dalam masalah

wadiah tentang rukun wadiah para ulama fiqh masih berbeda pendapat

tentang rukun wadiah. Walaupun secara subtansial eksistensi dari rukun

yang dikemukan itu adalah sama maksudnya.

Menurut ulama Mazhab Hanafi, bahwa rukun wadiah hanya satu

saja, yaitu ijab dan kabul (serah terima) dikarenakan jati diri dari wadiah

menurut mazhab Hanafiyah adalah akad itu sendiri.35

Sedangkan menurut Ahmad Ibnu Umar Al-Syathory bahwa rukun

wadiah itu ada empat yaitu: barang titipan, shighat, orang yang dititipi,

dan orang yang menitipkan. 36

Sedangkan jumhur ulama mengatakan bahwa rukun wadiah itu

adalah ada tiga macam:

a. Orang Yang Berakad

b. Barang Titipan

c. Sighat Ijab Qabul37

Sedangkan syarat-syarat yang berkaitan dengan beberapa rukun

tersebut adalah:

1) Orang yang Berakad

35 Abdurrahman Al-jaziri, Kitab Fiqh Ala-Mazdahib Al-Arbaah, Juz III, Al-

Maktabah Al-Tijariyah Al-Kubra, hlm. 249. 36 Ahmad Ibnu Umar Al-Syathory, Al-Yaqut Al- Nafis, Beirut: Dar Al-Tsaqofah

Al-Islamiah, t.tt, hlm. 127. 37 Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi, op.cit., hlm. 722.

Page 18: ﺽﺮﻗ ﺽﺮﻘﻟﺍlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/19/jtptiain-gdl-s1-2006... · 14 Dalam literatur Fiqh klasik, Qardh memiliki kategori dalam akad ta’awuni atau

30

Menurut mazhab Hanafi, orang yang berakad harus berakal.

Anak kecil yang tidak berakal (mumayyiz) yang telah diizinkan oleh

walinya, boleh melakukan akad wadiah.

Sedangkan menurut Jumhur Ulama, orang yang melakukan

akad wadiah diisyaratkan baligh, berakal dan cerdas (dapat bertindak

hukum) karena akad wadiah banyak mengandung risiko penipuan. 38

Baik yang menitipkan maupun yang menerima titipan adalah

orang adalah orang yang sah menurut hukum mengadakan transaksi

muamalah secara umum.39 Atau dalam kata lain keduanya syah

melakukan pekerjaan itu.40 Sehingga yang dimaksud dalam

persyaratan ini adalah mempunyai hak secara sempurna.

2) Barang titipan

Barang titipan harus jelas dan dapat dipegang dan dikuasai,

maksudnya, barang titipan itu dan dikuasai untuk dipelihara. Selain itu

barang yang dititipkan harus mempunyai nilai walaupun barangnya

najis seperti anjing yang bermanfaat. Dan barangnya dapat diserah

terimakan.41

3) Shighat Ijab Qabul

Berarti penitipan barang itu harus diucapkan penyerahan dari

penitip dan ucapan penerima dari pihak penerima titipan.42

38 Ibid. 39 Ibid, hlm. 127. 40 Ibid. 41 Abdurrahman Al-jaziri, op.cit., hlm. 249. 42 Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi, op.cit., hlm. 722.

Page 19: ﺽﺮﻗ ﺽﺮﻘﻟﺍlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/19/jtptiain-gdl-s1-2006... · 14 Dalam literatur Fiqh klasik, Qardh memiliki kategori dalam akad ta’awuni atau

31

Dalam ijab qabul diisyaratkan mengucapkan akad baik secara

shorih (jelas) ataupun kinayah. Didalam kinayah diwajibkan adanya

niat untuk wadiah. Dengan kata lain disebutkan dalam kamus istilah

fiqh didalam masalah aqad cukup adanya keduanya menunjukkan

saling mempercayai.43

F. Aspek Riba Dalam Sistem Ekonomi Islam

1. Pengertian Riba

Menurut bahasa yang dimaksud dengan riba memiliki beberapa

pengertian, yaitu:

a. Bertambah ) ةدالزيا ), karena salah satu perbuatan riba adalah

meminta tambahan dari sesuatu yang dihutangkan.

b. Berkembang, berbunga (النام), karena salah satu perbuatan riba

adalah membungakan harta uang atau yang lainnya yang

dipinjamkan kepada orang lain.

c. Berlebihan atau menggelembung,44 kata-kata ini berasal dari

firman Allah:

45اهتزت وربت وأنبتت من كل زوج بهيج Artinya: “Hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan

berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah” (Q.S. al-Haj: 5).

43 M.Abdul Mujieb, Mabrur Tholhah, Syafi’i, Kamus Istilah Fiqh, Jakarta: PT

Pustaka Firdaus, tt, 1994, hlm. 410. 44 Hendi Suhendi, op. cit., hlm. 57. 45 Hendi Suhendi, op. cit., hlm. 57.

Page 20: ﺽﺮﻗ ﺽﺮﻘﻟﺍlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/19/jtptiain-gdl-s1-2006... · 14 Dalam literatur Fiqh klasik, Qardh memiliki kategori dalam akad ta’awuni atau

32

Sedangkan menurut istilah riba adalah berarti pengambilan

tambahan dari harta pokok atau modal secara batil.46 Menurut Badr ad –

Din al-Ayni mengatakan bahwa prinsip utama riba adalah penambahan.

Sedangkan menurut syariah, riba berarti penambahan atas harta pokok

tanpa adanya transaksi bisnis riil.47

Menurut Abdurrahman al-Jaziri, yang dimaksud dengan riba

adalah akad yang terjadi dengan penukaran tertetu, tidak diketahui sama

atau tidak menurut aturan syara’ atau terlambat salah satunya. Lain halnya

menurut Syaikh Muhammad Abduh berpendapat bahwa yang dimaksud

dengan riba adalah penambahan-penambahan yang diisyaratkan oleh

orang yang memiliki harta kepada orang yang meminjam hartanya

(uangnya), karena pengunduran janji pembayaran oleh peminjam dari

waktu yang telah ditetapkan.48

Menurut Sayyid Sabiq dalam kitab Fiqh Sunnah yang dimaksud

riba adalah tambahan atas modal baik penambahan itu sedikit atau

banyak.49

Dalam Ensklopedi Indonesia ada disebutkan bahwa riba menurut

syari’ah adalah setiap peminjaman uang yang menghasilkan bunga yang

46 Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: Gema Insani Press,

Cet.ke1, 2001, hlm. 37. 47 Syafi’i Antonio, op. cit., hlm. 38. 48 Hendi Suhendi, op. cit., hlm. 58. 49 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah 12, Bandung: Al- Maarif, 1987, hlm. 125.

Page 21: ﺽﺮﻗ ﺽﺮﻘﻟﺍlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/19/jtptiain-gdl-s1-2006... · 14 Dalam literatur Fiqh klasik, Qardh memiliki kategori dalam akad ta’awuni atau

33

berlipat-ganda maka riba artinya memungut bunga uang yang berlebih-

lebihan.50

Secara leksikal, bunga sebagai terjemahan dari kata interest.

Secara istilah sebagaimana diungkapkan dalam suatu kamus dinyatakan,

bahwa intersest is a charge for a financial loan, usually a percentage of

the amount loenad. Bunga adalah tanggungan pada pinjaman uang, yang

biasanya dinyatakan dengan persentase dari uang yang dipinjamkan.51

2. Sebab-Sebab Haramnya Riba

Adapun sebab diharamknnya riba adalah bermacam-macam. Baik

yang dijelaskan dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasul serta Ijma para

ulama. Bahkan bisa dikatakan bahwa haramnya riba sudah menjadi

aksioma dalam ajaran Islam.52

Pengamalan riba mengakibatkan orang menjadi rakus, bakhil,

terlampau cermat dan memikirkan diri sendiri. Melahirkan perasaan benci,

marah, permusuhan dan dengki dalam diri orang-orang yang terpaksa

membayar riba. Oleh karena itu, Allah membenci dan melarang riba dan

menghalalkan sedekah.53

a. Al-Qur’an:

50 Karnaen A. Perwataatmadja, Muhammad Syafi’i Antonio, Apa dan Bagaimana

Bank Islam, Yogyakarta: Dana Bhakti wakaf, 1992, hlm. 10-11. 51 Muhammad, Manajemen Bank Syari’ah, Yogyakarta: UPP AMP YKPN, tt, hlm.

35. 52 Abdullah Al-Mushlih dan Shalah Al-Muslih, Bunga Bank Haram (Mensikapi Fatwa

MUI Menuntaskan Kegamangan Umat), Jakarta: Darul Haq, 2003, hlm. 2. 53 Muhammad, op.cit., hlm. 35.

Page 22: ﺽﺮﻗ ﺽﺮﻘﻟﺍlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/19/jtptiain-gdl-s1-2006... · 14 Dalam literatur Fiqh klasik, Qardh memiliki kategori dalam akad ta’awuni atau

34

Dalam Al-Qur’an Allah banyak sekali menjelaskan tentang

penjelasan diharamkanya riba, firman Allah:

54وأحل الله البيع وحرم الربا Artinya: “Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”

(Al-Baqarah: 275)

فة واعضافا معبا أضأكلوا الروا ال تنآم ا الذينها أيي لكملع قوا اللهات 55تفلحون

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta riba secara berlipat-ganda dan takutlah kepada Allah mudah-mudahan kamu menang” (Ali Imran: 130)

قوا اللهوا اتنآم ا الذينها أيي مننيؤم متبا إن كنالر من قيا بوا مذر56 و Artinya: “Allah menghapuskan berkah harta riba dan

menyuburkan harta shadaqah” (Al-Baqarah: 278)

57وما آتيتم من ربا ليربو في أموال الناس فال يربو عند الله Artinya: “Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan, agar

dia menambah pada harta manusia, maka riba itu tidak akan menambah disisi Alllah” (Al-Rum: 39)

b. Al-Sunnah:

Demikian pula tentang pengharaman riba dalam hadist Nabi

banyak sekali dijelaskan sebagaimana Rasulallah bersabda:

ي انيب : حدثنا عبد الرمحن بن أىب بكرة عن أبيه رضى اهللا عنهم قال بسواء بالذهب إالسواء الفضة بالفضة والذهب وسلم عن عليه صلى

54 Al-Qur’an dan Terjemahannya, op.cit., hlm. 69. 55 Ibid., hlm. 97. 56 Ibid., hlm. 69. 57 Ibid., hlm. 69.

Page 23: ﺽﺮﻗ ﺽﺮﻘﻟﺍlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/19/jtptiain-gdl-s1-2006... · 14 Dalam literatur Fiqh klasik, Qardh memiliki kategori dalam akad ta’awuni atau

35

ثئنا والفضة بالذهب كيف ثئنا بالفضة كيف وأمرنا أن نبتاع الذهب 58)رواه حبارى(

Artinya: “Diriwayatkan oleh Abdurrahman bin Abu bakar bahwa

ayahnya berkata “Rasulullah SAW. Melarang penjualan emas dengan emas dan perak dengan perak kecuali sama beratnya, dan membolehkan kita menjual emas dengan perak dan begitu juga sebaliknya sesuai dengan kehendak kita.”

صلى اهللا عليه وسلم الذهب عن أيب سعيد اخلدر قال رسول اهللابالذهب والفضة بالفضة والرب بالرب والشعري بالشعري والتمر بالتمر وامللح بامللح مثال مبثل يدا بيد فمن زاد أو استزاد فقد أريب األحد واملعطى فيه

59)رواه مسلم (سواء

Artinya: “Diriwayatkan oleh Abu Said al-Khudri bahwa Rasulallah SAW. Bersabda, “Emas hendaklah dibayar dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, tepung demgan tepung, kurma dengan kurma, garam dengan garam, bayaran harus dari tangan (cach). Barang siapa memberi tambahan atau meminta tambahan, sesungguhnya dia telah berurusan dengan riba, penerima atau pemberi sama-sama bersalah.” (Riwayat Muslim)

لعن رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم اكل الربا ومؤكله : عن جابرن قال 60)رواه مسلم (وكاتبه وشاهديه وقال هم سواء

Artinya: “Jabir berkata bahwa Rasulallah SAW. Mengutuk orang

yang menerima riba, orang yang membayarnya, dan orang yang mencatatnya, dan dua orang saksinya, kemudian beliau bersabda, “mereka semua sama.” (HR. Muslim)

58 Abdullah Muhammmad bin Ismail, Matan Al-Bukhari, Juz II, Bairut: Darul Fikr, tt,

hlm. 21. 59 Muslim, Shahih Muslim, Juz III, Bairut: Darul Qutub Ilmiyah, tt, hlm .1211. 60 Shahih Muslim, Juz III, op. cit., hlm. 1219.

Page 24: ﺽﺮﻗ ﺽﺮﻘﻟﺍlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/19/jtptiain-gdl-s1-2006... · 14 Dalam literatur Fiqh klasik, Qardh memiliki kategori dalam akad ta’awuni atau

36

c. Ijma:

Kaum muslimin seluruhnya telah bersepakat (Ijma) bahwa

hukum dasar dari riba adalah haram, terutama sekali riba pinjaman

atau utang. Bahkan mereka telah berkonsensus dalam hal itu dalam

setiap masa dan tempat. Memang ada perbedaan dari bentuk

aplikasinya, apakah riba atau tidak dari segi praktisnya.61

3. Macam-Macam Riba

Adapun beberapa macam riba dalam Hukum Islam itu dibagi

dalam tiga kategori yaitu:

a. Riba Fadhli: Adalah berlebihan salah satu dari dua pertukaran yang

diperjual belikan, bila yang diperjual belikan sejenis, berlebih

timbanganya pada barang-barang yang ditimbang berlebih takaranya

pada barang-barang yang ditakar dan berlebihan ukurannya pada

barang-barang yang diukur.62

b. Riba Qardhi: Adalah suatu manfaat atau tingkat kelebihan yang

diisyaratkan terhadap yang berutang (muktaidh).63 Dalam arti lain,

bahwa beban bunga (tambahan) dibebankan kepada yang berutang,

yang didalamnya ada unsur eksploitasi.

Riba Qardh, bunga atas pinjaman, membebankan atas pinjaman

karena berlalunya waktu (pinjaman berbunga) dan hal ini sering kali

disebut sebagai riba nasiah (bunga karena menunggu)

61 Abdullah Al-Mushlih dan Shalah Al-Muslih, op.cit., hlm. 6. 62 Hendi Suhendi, op. cit., hlm. 61. 63 Karnaen A. Perwataatmadja, Muhammad Syafi’i Antonio, op. cit, hlm. 11.

Page 25: ﺽﺮﻗ ﺽﺮﻘﻟﺍlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/19/jtptiain-gdl-s1-2006... · 14 Dalam literatur Fiqh klasik, Qardh memiliki kategori dalam akad ta’awuni atau

37

c. Riba Nasiah: Adalah kelebihan atas piutang yang diberikan orang

yang berutang kepada pemilik modal ketika waktu yang disepakati

jatuh tempo. Apabila waktu jatuh tempo sudah tiba, ternyata orang

yang berutang sudah tiba, ternyata orang yang berutang tidak sanggup

membayar utang dan kelebihannya, maka waktunya bisa diperpanjang

dan jumlah utang bertambah pula. 64

Dan dapatlah disimpulkan bahwa hal-hal yang dapat

menimbulkan riba itu adalah ada tiga macam:

1) Sama nilainya (tamsul).

2) Sama ukurannya menurut syara,’ baik timbangannya,

takarannya maupun ukurannya.

3) Sama-sama tunai (taqabuth) di majelis akad.65

4. Beberapa Pendapat Mengenai Bunga

Bunga telah banyak menimbulkan pro dan kontra dikalangan

umat Islam, khususnya di Indonesia. Ada bermacam–macam pendapat

tentang bunga, penulis membaginya menjadi dua yakni, antara yang

sependapat dan tidak sependapat dengan adanya bunga. Serta argumen

yang diberikan sebagai dasar bagi pelaksanaan di lapangan.

a. Bunga Boleh

Berikut akan disampaikan beberap pendapat dan tanggapan yang

menganggap bahwa bunga tidak sama dengan riba. Diantara

64 Muhammad, op. cit. hlm. 42. 65 Hendi Suhendi, op. cit., hlm. 63.

Page 26: ﺽﺮﻗ ﺽﺮﻘﻟﺍlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/19/jtptiain-gdl-s1-2006... · 14 Dalam literatur Fiqh klasik, Qardh memiliki kategori dalam akad ta’awuni atau

38

tanggapan tersebut adalah sebagaimana dikemukakan oleh para ulama.

Dengan alasan yang sudah barang tentu punya dasar tersendiri yang

dapat dicerna akal dan terdapat dalam aturan yang tidak menyimpang

dari aturan syari’ah diantaranya:

1) Berlipat-ganda.

Ada pendapat yang membenarkan pengambilan bunga,

dengan alasan bahwa kita boleh melakukanya jika tidak berlipat-

ganda,66 dan mengambilnya secara dholim. Ini didasarkan pada

surat Ali Imran ayat 130 yang artinya: “Hai orang-orang yang

beriman, janganlah kamu memakan harta riba secara berlipat-

ganda dan takutlah kepada Allah mudah-mudahan kamu menang”.

Dalam ayat tersebut Allah menjelaskan secara jelas bahwa

riba yang di ambil dengan berlebih-lebihan atau berlipat-ganda

adalah dilarang dan tidak dibenarkan dalam Islam. Sedangkan

tidak ada aturan bagi kita untuk mengambil bunga yang tidak

berlipat-ganda.

Berdasarkan pandangan Abduh dan Ridha serta Ibnu

Qayyim, Abd al- Razzaq Sanhuri, yang merupakan pakar hukum

Islam berkebangsaan Mesir, menegaskan bahwa bunga yang

dilarang adalah yang berlipat-ganda sebagaimana yang dijelaskan

pada Q.S.3: 130. Keterangan ini berdasarkan bukti faktual dalam

66 Wahab Afif, Pengantar Fiqh Muamalah: Mengenal Sistem Ekonomi Islam, Banten:

Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Banten, hlm. 73

Page 27: ﺽﺮﻗ ﺽﺮﻘﻟﺍlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/19/jtptiain-gdl-s1-2006... · 14 Dalam literatur Fiqh klasik, Qardh memiliki kategori dalam akad ta’awuni atau

39

praktek riba pada masa Pra-Islam dan juga implikasi yang

ditimbulkanya.67

A.Hasan Bangil, yang merupakan guru besar Persatuan

Islam (persis) dan mempunyai pemikiran yang progresif

mengemukan, bahwa bunga dan riba pada hakikatnya sama yaitu

tambahan pinjaman atas uang, yang dikenal dengan riba nasiah

dan tambahan atas barang yang disebut riba fadl. Yang

membedakan keduanya adalah sifat bunganya yang berlipat-

ganda, tanpa batas. Menurut A. Hasan tidak semua riba itu

dilarang, jika riba itu diartikan sebagai tambahan atas utang, lebih

dari yang pokok yang tidak mengandung unsur berlipat-ganda

maka ia dibolehkan. Namun bila tambahan itu mengandung unsur

eksploitasi atau berlipat-ganda, ia kategorikan dalam perbuatan

riba yang dilarang oleh agama.68

Argumen yang dikemukan oleh A.Hasan didasarkan pada

Surat Ali-Imran (3): 130 yang menjelaskan riba adalah perbuatan

yang bersifat eksplotatif, ad’afan muda’afan. Dengan demikian,

lanjut A. Hasan bahwa riba yang diharamkan adalah riba yang

mengandung salah satu dari tiga unsur berikut: menggandung

paksaan, tambahan yang tak ada batasnya, atau berlipat-ganda dan

67 Abdullah Saeed, Bank Islam Dan Bunga, (Studi Kritik Interpretasi Kontemporer

Tentang Riba dan Bunga), Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet ke-2, 2004, hlm.76. 68 Muslim H.Kara, Bank Syari’ah di Indonesia: Analisis Kebijakan Pemerintah

Indonesia, Yogyakarta: UII Press, Cet. ke-1, 2005, hlm. 53.

Page 28: ﺽﺮﻗ ﺽﺮﻘﻟﺍlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/19/jtptiain-gdl-s1-2006... · 14 Dalam literatur Fiqh klasik, Qardh memiliki kategori dalam akad ta’awuni atau

40

terdapat syarat yang memberatkan, seperti bunga yang terlalu

tinggi.69

Sedangkan yang digunakan di Bank maupun koperasi

bunga yang diberikan adalah kecil. Dan itupun tidak mencapai

pengambilan yang masuk dalam katagori dholim. apalagi seperti di

koperasi bunga tersebut akan kembali kepada anggota lagi.

Adapun mengenai masalah koperasi simpan-pinjam yang dibahas

dalam Muktamar Majelis Tarjih Muhammadiyah Malang (1889)

keputusnya: koperasi simpan-pinjam hukumnya adalah mubah

karena tambahan pembayaran pada koperasi simpan-pinjam bukan

termasuk riba.70 Dan sebagai tambahan pembayaran atau jasa yang

di berikan oleh peminjam kepada koperasi simpan-pinjam

bukanlah riba. Akan tetapi dalam pelaksanaanya, perlu mengingat

beberapa hal, diantaranya, hendaknya tambahan pembayaran (jasa)

tidak melampau laju implasi.71

Selain itu melihat dari lembaganya bahwa bank maupun

koperasi merupakan lembaga institusi yang resmi. Dan dibolehkan

mengambil bunga. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Kasman

Singodimedjo, bahwa pembungaan uang yang dilakukan secara

tidak resmi atau renteinir dikategorikan sebagai riba sedangkan

69 Ibid 70 Syafi’i Antonio, op. cit, hlm. 62. 71 Ibid., hlm. 62.

Page 29: ﺽﺮﻗ ﺽﺮﻘﻟﺍlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/19/jtptiain-gdl-s1-2006... · 14 Dalam literatur Fiqh klasik, Qardh memiliki kategori dalam akad ta’awuni atau

41

pembungaan uang yang dilakukan pemerintah melalui lembaga

perbankan tidak termasuk dalam kategori riba.72

2) Pinjaman Konsumtif

Pengkajian ini didasarkan pada keyakinan bahwa riba yang

diharamkan adalah pinjaman konsumtif, orang kaya memanfatkan

kebutuhan orang miskin. Dan hal ini terjadi pada zaman zahiliyah.

Namun untuk utang atau pinjaman produktif, yakni memiliki

target untuk mencari keuntungan menambah jumlah kekayaan

seperti halnya kebanyakan pinjaman Bank dimasa modern ini,

maka dapat dipastikan bahwa hukumnya boleh, berdasarkan

perbuatan kondisi dan karena hilangnya unsur pemanfaatan

keterdesakan pihak lain dan unsur menyulitkan.73

Beberapa Modernis, seperti Doulabi, seorang politisi

kontemporer Syiria, membedakan antara pinjaman produktif dan

pinjaman konsumtif. Bunga pinjaman produktif adalah boleh

sedangkan pinjaman konsumtif tidak boleh. Ini dikaitkan dalam

penjelasan dalam Al-Qur’an terkait dengan konteks meringankan

penderitaan para fakir miskin yang terbelenggu beban utang. Atas

dasar tersebut larangan riba dalam Al-Qur’an berkaitan dengan

pinjaman konsumtif.74

72 Muslim H.Kara, op. cit, hlm. 82-83. 73 Abdullah Al-Mushlih dan Shalah Al-Muslih, op. cit., hlm. 42. 74 Abdullah Saeed, op cit., hlm. 78-79.

Page 30: ﺽﺮﻗ ﺽﺮﻘﻟﺍlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/19/jtptiain-gdl-s1-2006... · 14 Dalam literatur Fiqh klasik, Qardh memiliki kategori dalam akad ta’awuni atau

42

Dalam hal ini Lajnah Bahshul Masail tentang masalah

bank ditetapkan pada sidang Bandar lampung (1992)

berkesimpulan bahwa: antara menghukuminya haram, boleh dan

syubhat. Pendapat yang membolehkan juga dengan beberapa

variasi keadaan antara lain sebagai berikut:

a) Bunga konsumsi sama dengan riba, hukumnya haram bunga

produksi tidak sama dengan riba, hukumnya halal.

b) Bunga yang diperoleh dari tabungan giro tidak sama dengan

riba, hukumnya halal.

c) Bunga yang diterima dari deposito yang disimpan di Bank,

hukumnya boleh.

d) Bunga Bank tidak haram kalau Bank itu menetapkan tarif

bunganya terlebih dahulu.75

Sementara itu tokoh koperasi Indonesia dan juga ia

merupakan mantan Wakil Presiden Republik Indonesia

Mohammad. Hatta, dalam bukunya yang berjudul “Islam dan

Rente” dengan jelas membedakan bunga dan riba. Bagi Hatta, riba

adalah kelebihan dari pinjaman yang bersifat konsumtif sedangkan

bunga adalah balas jasa atas pinjaman yang digunakan untuk

kepentingan yang bersifat produktif. Riba diharamkan karena

dalam perbuatan tersebut akan menyebabkan kesengsaraan orang

sedang mengalami kesulitan sedangkan rente sebagai sebuah

75 Syafi’i Antonio, op.cit.,hlm. 63-64.

Page 31: ﺽﺮﻗ ﺽﺮﻘﻟﺍlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/19/jtptiain-gdl-s1-2006... · 14 Dalam literatur Fiqh klasik, Qardh memiliki kategori dalam akad ta’awuni atau

43

kegiatan pinjaman yang produktif akan membantu pencapaian

ekonomi. Dengan adanya pinjaman produktif itu seseorang dapat

meningkatkan taraf ekonomi keluarganya.76

Munawir Syadzali juga mengatakan bahwa bunga Bank

halal dengan alasan bahwa Bank dalam usaha dan fungsinya

adalah sebagai penyimpan dan penyaluran uang, dan apabila ada

yang meminjam diisyaratkan tidak untuk kebutuhan konsumtif

akan tetapi digunakan untuk usaha.77

3) Bunga Itu Adalah Imbalan Dari Biaya Operasional Dan Biaya Lain

Bahwa tidak dapat disangkal bahwa untuk menjalankan

usahanya, Bank maupun koperasi sudah barang tentu menyewa

gedung, membayar gaji karyawan, mengeluarkan biaya

penyimpanan file dan arsif. Melihat realitas semacam ini, tidaklah

salah jika pihak Bank mengambil bunga dalam proses peminjaman

untuk menutupi biaya tersebut.78

Pendapat atau fatwa yang dikeluarkan oleh Imam Akbar

Shekh Mahmud Syaltut adalah ”pinjaman berbunga dibolehkan

bila sangat dibutuhkan.”79 Fatwa ini muncul takkala beliau ditanya

tentang kredit yang berbunga dan kredit yang berbunga dan kredit

suatu negara dari negara lain atau perorangan.80

76 Muslim H.Kara, op. cit, hlm. 82. 77 Munawir Sadzali, Ijtihad Kemanusian, Jakarta: Paramadina, 1997, hlm. 65. 78 Abdullah Al-Mushlih dan Shalah Al-Muslih, op.cit., hlm. 44. 79 Muhammad, op.cit. hlm. 54. 80 Ibid.

Page 32: ﺽﺮﻗ ﺽﺮﻘﻟﺍlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/19/jtptiain-gdl-s1-2006... · 14 Dalam literatur Fiqh klasik, Qardh memiliki kategori dalam akad ta’awuni atau

44

Menurut Siddiqi (1983b), seorang penggagas dari teori

perbankan Islam, “salah satu alasan mengapa kebiasaan perbankan

tidak berakar secara mendalam di dalam masyarakat muslim

adalah bunga” selain itu ditambahkan,” bagaimanapun belum bisa

dibenarkan. Perkiraan yang bisa dipercaya dari sejumlah muslim

yang menghindari sistem perbankan karena bunga adalah terdapat

dalam literatur perbankan Islam, meskipun ditegaskan bahwa

sebagian besar masyarakat berada diluar sistem perbankan.81

Tokoh lain yaitu Quraish Shihab (tokoh mufassir

Indonesia) setelah menganalisis banyak hal yang berkaitan dengan

ayat riba mengungkapkan bahwa illat keharaman riba adalah al-

Dzulm (aniaya) sebagaimana yang tersirat dalam surat al-Baqarah

ayat 279 menurutnya bunga/tambahan adalah jenis tambahan yang

diambil dengan cara Dzulm (penindasan dan pemerasan) akan

tetapi apabila dalam surat 3:130 menafsirkan hanya bunga yang

berlipat-ganda yang diharamkan atau yang disebut riba nasiah.82

Selain itu baik bank maupun non Bank merupakan sebuah

institusi yang dalam pelaksanaanya sudah barang tentu dikenakan

biaya operasional yang harus dikeluarkan dan untuk menutup

semua itu. Dan mengenai bunga intitusi yang semacam ini Dewan

Agama Islam Pakistan pada tahun 1964 juga ragu-ragu

81 Abdullah Saeed, op. cit., hlm. 171. 82 Moh. Quraish Shihab, Lentera Hati (Kisah Dan Hikmah Kehidupan) Bandung:

Mizan Media Utama, Cet.xxv, 2002, hlm. 335

Page 33: ﺽﺮﻗ ﺽﺮﻘﻟﺍlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/19/jtptiain-gdl-s1-2006... · 14 Dalam literatur Fiqh klasik, Qardh memiliki kategori dalam akad ta’awuni atau

45

menetapkan pinjaman intitusional termasuk riba sebagaimana

yang tercantum dalam Al-Qur’an. 83

Ini membuktikan bahwa sebuah usaha apapun sekarang ini

pastilah mengenakan biaya operasional untuk menjalankan

usahanya, agar usaha yang dijalankan bisa berjalan dengan

maksimal tanpa adanya keluh-kesah dari pihak pengelola sendiri

dalam hal pengembangan lembaga untuk masa yang akan datang.

Dari sekian banyak tokoh yang membolehkan bunga Bank

adalah halal, dengan alasan bahwa Bank dalam usaha dan

fungsinya adalah sebagai penyimpan dan penyaluran uang. Namun

ada sisi persamaan yang dapat penulis tangkap dari mereka yaitu

bunga Bank tidak haram dan tidak masuk dalam kategori riba, dan

pesan yang ingin disampaikan adalah bahwa dunia perbankan

sangat diperlukan untuk masyarakat karena dengan perbankan

akan sedikit membantu perjalanan ekonomi dan juga negara.

b. Bunga Bank Haram

Banyak pendapat yang tegas menklaim bahwa bunga Bank

adalah haram, serta hampir semua lembaga ke-Islaman melarang

adanya bunga mana didasarkan oleh Al-Qur’an dan As-Sunnah yang

menurut mereka secara tegas melarang bentuk tambahan yang

diberikan dari sebuah transaksi.

83 Ibid., hlm. 81.

Page 34: ﺽﺮﻗ ﺽﺮﻘﻟﺍlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/19/jtptiain-gdl-s1-2006... · 14 Dalam literatur Fiqh klasik, Qardh memiliki kategori dalam akad ta’awuni atau

46

Menurut A.M Saifuddin, bunga identik dengan riba, oleh karena

itu perbuatan membungakan uang adalah haram hukumnya, baik

sedikit maupun banyak tingkat bunganya. Menurutnya: bunga

pinjaman uang, modal dan barang dalam segala bentuk dan

macamnya, baik untuk tujuan produktif atau konsumtif, dengan

tingkat bunga yang tinggi atau rendah, dan dalam jangka waktu yang

panjang maupun pendek adalah termasuk riba.84

Selain itu pendapat senada dikemukan oleh Murasa Sarkanipura,

bahwa keharaman bunga Bank sudah jelas petunjuknya dalam ajaran

agama Islam. Pelarangan bunga juga berdasarkan argumen yang

dikemukan oleh filosof, seperti Socrates dan Aristoteles yang menilai

bahwa “uang dianggap bagaikan ayam betina yang tidak bertelur”.85

Menurut Yusuf Qardhawi yang dituangkan dalam bukunya,

bunga Bank haram. Menurutnya bunga Bank termasuk dalam riba

nasiah.86 Dan dalam bukunya al-Haram fi al-Islam, Yusuf Qardhawi

juga berpendapat bahwa bunga Bank haram karena termasuk termasuk

poroleh yang berlipat-ganda.87

Dan beberapa pendapat lembaga-lembaga Islam yang

menyatakan bunga haram antara lain:

84 Muslim H.Kara, op. cit, hlm. 84. 85 Ibid. hlm. 85. 86 Yusuf Al-Qardhawi, Bunga Bank Haram, Jakarta: Akbar Media Sarana, Cet. ke-1,

2001, hlm 254. 87 Yusuf Al-Qardhawi, Al Halal Wa Al-Haram Fi Al-Islam, Darul Ma’arifah,

1985, hlm. 254.

Page 35: ﺽﺮﻗ ﺽﺮﻘﻟﺍlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/19/jtptiain-gdl-s1-2006... · 14 Dalam literatur Fiqh klasik, Qardh memiliki kategori dalam akad ta’awuni atau

47

1) Lembaga Pengkajian Fiqih muktamarnya kedua di Jeddah 10-16

Rabiuts Tsani 1406 H, atau 22-28 September 1985. Memutuskan

sebagai berikut:

“Setiap keuntungan atau bunga dari utang yang jatuh tempo pembayaran dan pihak yang berutang tidak mampu melunasinya, sebagai konfensasi dari penangguhan waktu pembayaranya, demikian juga dengan keuntungan dan bunga pinjaman dari semenjak awal perjanjian, keduanya adalah bentuk yang diharamkan oleh syariah Islam.”88

2) Keputusan Lembaga Pengkajian Fikih yang berikut dalam

Rabithah Al- Alam Al-Islami menyakan bahwa:

“Seluruh kaum muslimin harus segera meninggalkan apa yng dilarang oleh Alllah seperti menggunkan sistem riba atau memberikan bunga, menolong sistem tersebut dengan cara apapun, sehingga siksa Allah tidak akan menimpa mereka dan merekapun tidak membiarkan diri mereka terancam perang melawan Allah dan Rasul-Nya” .89

3) Keputusan Muktamar Bank Islam II 1403 H/ 1998 M di Kuwait.

“Muktamar menekankan bahwa apa yang disebut dengan Interest menurut Istilah para ekonomi barat dan pengikut pengikut mereka merupakan riba yang diharamkan secara syari’at”.90

4) Sidang Organisasi Konferensi Islam (OKI) bahwa semua peserta

sidang OKI kedua yang berlangsung di Karachi, Pakistan

Desember 1997 telah menyepakati dua hal utama, yaitu sebagai

berikut:

a) Praktik Bank dengan sistem bunga adalah tidak sesui dengan syari’ah Islam.

88 Abdullah Al-Mushlih dan Shalah Al-Muslih, op. cit, hlm. 33. 89 Ibid, hlm. 36. 90 Yusuf Al-Qardhawi, op. cit., hlm. 157.

Page 36: ﺽﺮﻗ ﺽﺮﻘﻟﺍlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/19/jtptiain-gdl-s1-2006... · 14 Dalam literatur Fiqh klasik, Qardh memiliki kategori dalam akad ta’awuni atau

48

b) Perlu segera didirikan Bank-bank syari’ah alternatif yang menjalankan operasinya sesuai dengan prinsif-prinsif syari’ah91.

5) Majelis Tarjih Muhammadiyah (1996)

“Memutuskan Bank dengan sistem bunga hukumnya haram, dan Bank tanpa bunga hukumnya halal.”92

91 Syafi’i Antonio, op.cit., hlm.65. 92 Ibid.,hlm.62.