II Tinjauan Pustaka Teh

18
II. TINJAUAN PUSTAKA II.1 Teh (Camellia sinensis) II.1.1 Definisi Teh Tanaman teh (Camellia sinensis) berasal dari negeri Cina. Tanaman ini ditemukan secara tidak sengaja oleh Kaisar Shen Nung (2737 SM). Tahun 780 M, seorang cendikiawan bernama Lu Yu membukukan temuan-temuannya tentang manfaat dan kegunaan teh ke dalam sebuah literatur berjudul Cha Cing (Teh Classic of Tea). Teh umumnya tumbuh di daerah yang beriklim tropis dengan ketinggian antara 200-2000 mdpl, dengan suhu cuaca antara 14-25 0C. Tinggi tanaman dapat mencapai 9 meter untuk teh Cina dan teh Jawa, sedangkan untuk teh jenis Assamica dapat mencapai 12-20 meter. Namun untuk mempermudah pemetikan daun-daun teh sehingga mendapatkan pucuk daun muda yang baik, maka pohon teh selalu dijaga pertumbuhannya (dipangkas) sampai 1 meter8. Tanaman teh (Camellia sinensis L. var. assamica) diklasifikasikan sebagai berikut (Tuminah, 2004): Devisi : Spermatophyte (tumbuhan biji)

description

segala macam tentang teh

Transcript of II Tinjauan Pustaka Teh

Page 1: II Tinjauan Pustaka Teh

II. TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Teh (Camellia sinensis)

II.1.1 Definisi Teh

Tanaman teh (Camellia sinensis) berasal dari negeri Cina. Tanaman ini

ditemukan secara tidak sengaja oleh Kaisar Shen Nung (2737 SM). Tahun 780 M,

seorang cendikiawan bernama Lu Yu membukukan temuan-temuannya tentang

manfaat dan kegunaan teh ke dalam sebuah literatur berjudul Cha Cing (Teh

Classic of Tea). Teh umumnya tumbuh di daerah yang beriklim tropis dengan

ketinggian antara 200-2000 mdpl, dengan suhu cuaca antara 14-25 0C. Tinggi

tanaman dapat mencapai 9 meter untuk teh Cina dan teh Jawa, sedangkan untuk

teh jenis Assamica dapat mencapai 12-20 meter. Namun untuk mempermudah

pemetikan daun-daun teh sehingga mendapatkan pucuk daun muda yang baik,

maka pohon teh selalu dijaga pertumbuhannya (dipangkas) sampai 1 meter8.

Tanaman teh (Camellia sinensis L. var. assamica) diklasifikasikan sebagai

berikut (Tuminah, 2004):

Devisi : Spermatophyte (tumbuhan biji)

Sub divisi : Angiospermae (tumbuhan biji terbuka)

Kelas : Dicotylydoneae (tumbuhan biji belah)

Sub kelas : Dialypetalae

Ordo (bangsa) : Guttiferales (Clusiales)

Famili (suku) : Camelliaceae (Tehaceae)

Genus (marga) : Camellia

Spesies (jenis) : Camellia sinensis

Varietas : Assamica

Page 2: II Tinjauan Pustaka Teh

Gambar 2.1 Tanaman Teh (Anonymous, 2008)

Secara umum, teh dibagi menjadi tiga kelompok utama berdasarkan cara

pengolahannya, yaitu :

a. Black Tea ( Teh Hitam )

Adalah jenis Teh yang dalam pengolahannya, melalui proses fermentasi

secara penuh.

b. Oolong Tea ( Teh Oolong )

Adalah jenis Teh yang dalam pengolahannya hanya melalui setengah

proses fermentasi.

c. Green Tea ( Teh Hijau )

Adalah Jenis Teh yang dalam pengolahannya tidak melalui proses

fermentasi.

II.1.2 Komposisi Kimia Daun Teh Hijau

Secara umum teh hijau, teh hitam dan teh oolong berasal dari jenis

tanaman teh yang sama yakni Camelia sinensis, namun ada perbedaan yang cukup

berarti dalam kandungan polifenolnya karena perbedaan cara pengolahan.

Kandungan polifenol, senyawa antioksidan yang kemudian diyakini berkhasiat

bagi kesehatan, tertinggi diperoleh pada teh hijau, kemudian oolong, lalu disusul

teh hitam.

Page 3: II Tinjauan Pustaka Teh

Daun teh hijau memiliki kandungan 15-30% senyawa polifenol. Teh hijau

diolah melalui inaktivasi enzim polifenol oksidase yang terdapat di dalam daun

teh tanpa mengalami proses fermentasi. Perbedaan dari proses pengolahan teh

tersebut berpengaruh pada kandungan polifenolnya.

Vakuola dalam sel daun teh mengandung zat-zat yang larut dalam air,

seperti katekin, kafein, aneka asam amino, dan berbagai gula. Enzim pengoksida

terdapat dalam sitoplasma yaitu polifenol oksidasi, klorofil, dan karoten

(Alamsyah, 2006). Daun teh mengandung 30-40 % polifenol yang sebagian besar

dikenal sebagai katekin. Komposisi daun teh terkenal sangat kompleks. Lebih dari

400 komponen kimiawi telah diidentifikasi terkandung dalam daun teh. Jumlah

komponen kimiawi ini berbeda-beda tergantung pada tanah, iklim, dan usia daun

teh ketika dipetik (Alamsyah, 2006). Komposisi aktif utama yang terkandung

dalam daun teh adalah kafein, tanin, tehophylline, tehobromine, lemak, saponin,

minyak esensial, katekin, karotin, vitamin C, A, B1, B2, B12 dan P, fluorite, zat

besi, magnesium, kalsium, strontium, tembaga, nikel, seng, dan fosfor. Semakin

tua daun teh semakin banyak mengandung tanin (Fulder, 2004).

Page 4: II Tinjauan Pustaka Teh

Tabel 1. Komposisi Kimia Daun The Hijau

No

.

Komponen Kimia % (b/b) Berat Kering

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

Kafein

(-) Epikatekin

(-) Epikatekin galat

(-) Epigalokatekin

(-) Epigalokatekingalat

Flavonol

Teanin

Asam glutamate

Asam Aspartate

Arginin

Asam amino lain

Gula

Bahan yang dapat mengendapkan alcohol

Kalium

7.43

1,98

5,20

8,42

20,29

2,32

4,70

0,50

0,50

0,74

0,74

6,68

12,13

3,96

Sumber: Tuminah 2004

II.1.3 Senyawa Aktif dalam Daun Teh Hijau

Teh hijau adalah jenis teh yang dibuat dengan cara menginaktivasi enzim

oksidase dan fenolase yang ada dalam pucuk daun teh segar (Hartoyo, 2003).

Proses pengolahan teh hijau melalui beberapa tahapan yaitu pemanasan,

penggulungan, pengeringan. Menurut Hartoyo (2003) proses pemanasan ini

bertujuan untuk menginaktifkan enzim katekol oksidase. Dengan inaktifnya

Page 5: II Tinjauan Pustaka Teh

enzim tersebut maka tanin yang terdapat dalam daun teh akan tetap utuh dan

tersimpan dalam jaringan tanaman sehingga dengan demikian kadar tanin dalam

teh hijau akan tetap tinggi. Pemanasan diartikan sebagai pelayuan daun dengan

cara penguapan maupun penyangraian.

Jenis polifenol dalam tanaman pada umumnya adalah asam fenolat,

flavonoid, dan tannin (Astawan, 2008). Ada sekitar 4000 jenis polifenol yang

masuk ke dalam grup flavonoid (Seeram dan Nair, 2002).

Flavonoid merupakan hasil metabolit sekunder tanaman yang secara luas

terdistribusikan dalam tanaman. Pengelompokan flavonoid dibedakan berdasarkan

cincin heterosiklik-oksigen tambahan dan gugus hidroksil yang tersebar menurut

pola yang berlainan pada rantai C3 (Robinson, 1995). Flavonoid dapat

digolongkan menjadi enam kelas, yaitu flavon, flavanon, isoflavon, flavonol,

flavanol, dan antosianin. Kelas utama flavonoid yang ditemukan di dalam teh

adalah flavanol dan flavonol.

Katekin merupakan kelompok terbesar dari komponen daun teh, terutama

kelompok katekin flavanol. Katekin teh masuk ke dalam kelas flavanol (Hartoyo,

2003). Katekin yang utama dalam teh adalah epicatechin (EC), epicatechin gallate

(ECG), epigallocatechin (EGC), dan epigallocatechin gallate (EGCG). Perubahan

aktivitas katekin selalu dihubungkan dengan sifat seduhan teh, yaitu rasa, warna

dan aroma (Hartoyo, 2003). Katekin teh bersifat antimikroba (bakteri dan virus),

antioksidan, antiradiasi, memperkuat pembuluh darah, melancarkan sekresi air

seni, dan menghambat pertumbuhan sel kanker. Katekin merupakan senyawa

tidak berwarna, larut dalam air, serta menyebabkan rasa pahit dan rasa yang tajam

pada seduhan teh (Alamsyah, 2006).

Page 6: II Tinjauan Pustaka Teh

Katekin mudah mengalami kerusakan yang disebabkan oleh pemaparan

oksigen, panas, dan cahaya. Jika katekin teroksidasi, maka EGCG, ECG, EGC,

dan GC akan mengalami epimerisasi menjadi gallocatechin gallate (GCG),

catechin gallate (CG), gallocatechin (GC), dan catechin (C) (Chen et al., 2001).

Jenis flavonoid yang lain adalah flavonol, tetapi jumlahnya lebih sedikit

dibandingkan flavanol. Flavonol yang terdapat di dalam teh adalah quercetin,

myricetin, dan kaempferol. Berbeda dengan katekin, flavonol tidak dipengaruhi

oleh enzim polifenol oksidase (Miean dan Mohamed, 2001).

Kadar total empat katekin dalam teh hijau adalah sekitar 25% atas dasar

berat kering. EGCG adalah katekin teh paling berlimpah yakni menyumbang 65%

dari kandungan katekin total dalam teh hijau (Shahidi et al., 2009). EGCG

diketahui juga memiliki aktivitas antioksidatif sangat kuat. Stabilitas katekin

sangat dipengaruhi oleh pH dan suhu. Menurut penelitian Julian tahun 2011,

semakin tinggi pH dan suhu, maka jumlah katekin pun akan semakin menurun.

Kandungan katekin pada daun teh dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kandungan Katekin dalam 100 g daun teh

Katekin g/100 g daun

Epigalokatekin

Galoketakin

Epikatekin

Katekin

Epigalokatekin galat (EGCG)

Epikatekin galat

2.35

0.37

0.63

0.35

10.55

2.75

Sumber: Suryatno (2003).

Page 7: II Tinjauan Pustaka Teh

Tanin merupakan fenol yang larut dalam air yang merupakan bagian dari

reaksi fenol dan mempunyai kemampuan untuk mengikat alkaloid, gelatin, dan

protein (Bhatia, 1957 diacu dalam Adisewodjo, 1964). Tanin memiliki sifat fisik

yaitu berbentuk serbuk warna putih, kuning sampai kecoklatan dan berubah

menjadi coklat tua bila kena sinar matahari, mempunyai rasa spesifik (sepat).

Tanin adalah suatu senyawa fenol aktif pada penyamakan kulit dan penyebab rasa

sepet, sebagai senyawa fenol maka tanin memiliki sifat-sifat menyerupai alkohol

yang salah satunya adalah bersifat antiseptik.

Secara kimia, tanin dibagi menjadi dua golongan yaitu tanin terhidrolisis

dan tanin terkondensasi (Hagerman, 2002). Tanin yang dapat dihidrolisis akan

menghasilkan senyawa seperti asam galat, asam elegat, atau asam-asam lainnya.

Sedangkan tanin terkondensasi merupakan tanin yang terjadi karena proses

kondensasi flavonol (Hagerman, 2002). Tanin pada teh merupakan tanin yang

tidak dapat dihidrolisa atau tanin terkondensasi. Tanin tersebut mempunyai sifat

larut dalam air, alkohol, gliserin, aseton, tidak larut dalam eter, benzen, berasa

sepat, berwarna kuning, amorf, ringan dan tidak berbau (Rangari, 2007). Di dalam

air, tanin tersebut akan berbentuk koloid. Apabila airnya diuapkan maka akan

tinggal bubuk yang berwarna merah kecoklatan. Tanin terkondensasi sering

disebut proantosianidin yang merupakan polimer katekin dan epikatekin

(Hedqvist, 2004).

Efek antimikroba didapatkan karena tannin dapat menyebabkan

terbentuknya lapisan pelindung dari koagulasi protein pada mukosa intestinal,

sehingga melindungi vili dari kolonisasi mikroba (Lestari 2009).

Page 8: II Tinjauan Pustaka Teh

Saponin adalah glikosida trirepenoid dan sterol. Saponin merupakan

senyawa yang berasa pahit, berbusa dalam air dan larut dalam air dan alcohol dan

tidak larut dalam eter. saponin dapat menghambat pertumbuhan kanker kolon dan

membantu menjaga kadar kolesterol tetap normal. Saponin tidak bersifat toksik

karena tidak dapat diserap oleh usus.

II.2 UJI ANTIBAKTERI

II.2.1 Antibakteri

Mikroorganisme dapat dihambat atau dibunuh dengan proses fisik atau

bahan kimia. Bahan antimikroba diartikan sebagai bahan yang mengganggu

pertumbuhan dan metabolisme mikroba, sehingga bahan tersebut dapat

menghambat pertumbuhan atau bahkan membunuh mikroba, apabila

mikroorganisme yang dimaksud adalah bakteri, maka antimikroba lebih sering

disebut dengan bahan antibakteri (Pelczar dan Chan, 1986).

Cara kerja bahan antibakteri antara lain dengan merusak dinding sel,

merubah permeabilitas sel, merubah molekul protein dan asam nukleat,

menghambat kerja enzim, serta menghambat sintesis asam nukleat dan protein

(Pelczar dan Chan, 1986).

Kepekaan bakteri terhadap senyawa yang berfungsi sebagai antibiotic

bervariasi. Bakteri gram positif biasanya lebih peka dibandingkan bakteri gram

negatif, meskipun beberapa antibiotik dapat bereaksi atau mempengaruhi hanya

pada bakteri gram negatif, tetapi tidak menutup kemungkinan bakteri gram negatif

Pengujian aktivitas antibakteri adalah teknik untuk mengukur berapa besar

potensi atau konsentrasi suatu senyawa dapat memberikan efek bagi

mikrooganisme (Dart, 1996 dalam Ayu, 2004). Berdasarkan sifat toksisitas

Page 9: II Tinjauan Pustaka Teh

selektifnya, ada antibakteri yang bersifat menghambat pertumbuhan bakteri,

dikenal sebagai aktivitas bakteriostatik, dan ada yang bersifat membunuh bakteri,

dikenal sebagai aktivitas bakterisidal (Ganiswarna, 1995 dalam Ayu, 2004).

Kepekaan bakteri terhadap senyawa yang berfungsi sebagai antibiotic bervariasi.

Bakteri gram positif biasanya lebih peka dibandingkan bakteri gram negatif,

meskipun beberapa antibiotik dapat bereaksi atau mempengaruhi hanya pada

bakteri gram negatif, tetapi tidak menutup kemungkinan bakteri gram negative.

Pengaruh komponen antibakteri terhadap sel bakteri dapat menyebabkan

kerusakan sel yang berlanjut pada kematian. Kerusakan sel yang ditimbulkan

komponen aktibakteri dapat bersifat mikrosidal (kerusakan bersifat tetap) atau

mikrostatik (kerusakan yang dapat pulih kembali). Suatau komponen akan bersifat

mikrosidal atau mikrostatik tergantung pada konsentrasi komponen dan kultur

yang digunakan (Bloomfield 1991).

Penghambatan aktivitas mikroba oleh komponen bioaktif tanaman dapat

disebabkan beebrapa factor, antara lain (1) gangguan pada senyawa penyusun

dinding sel, (2) peningkatan permeabilitas membrane sel yang menyebabkan

kehilangan komponen penyusun sel, (3) menginaktifasi enzim metabolic pada

permukaan sel mikroba atau senyawa tersebut berdifusi ke dalam sel.

Kerusakan bakteri merupakan hasil interaksi senyawa antibakteri dengan

bagian tertentu pada sel bakteri (Gilbert 1984). Interaksi senyawa antibakteri

tersebut dapat menyebabkan sejumlah perubahan atau kerusakan pada sel bakteri

yang berpengaruh pada pola inaktivasi bakteri. Pada dosis yang tidak mematikan

bakteri akan mengalami luka, terjadi sejumlah perubahan dan kerusakan struktur

sel bakteri yang akhirnya dapat mempengaruhi fungsi metabolism sel, pada

Page 10: II Tinjauan Pustaka Teh

kerusakan yang parah akan menyebabkan kematian. Bentuk dan besarnya

perubahan atau kerusakan yang parah akan menyebabkan kematian. Bentuk dan

besarnya perubahan atau kerusakan struktur sel dipengaruhi oleh jenis senyawa

antibakteri, jenis bakteri, dan konsentrasi yang digunakan.

II.2.2 Eschericia coli

Eschericia coli atau biasa disingkat E. coli, adalah salah satu jenis spesies

utama bakteri gram negative. Bakteri gram negative adalah bakteri yang tidak

mempertahankan zat warna Kristal violet sewaktu proses pewarnaan gram

sehingga akan berwarna merah bila diamati dengan mikroskop.

Pada umumnya, bakteri yang ditemukan oleh Tehodore Esherich pada

tahun 1885 ini dapat ditemukan dalam usus manusia. Kebanyakan Ecoli tidak

berbahaya, tetapi beberapa dapat mengakibatkan keracunan makanan yang serius

pada manusia yaitu diare berdarah.

E. coli merupakan bakteri fakultatif anaerob, kemoorganotropik,

mempunyai tipe metabolism fermentasi dan respirasi. Pertumbuhan baik pada

suhu optimal 37o C. secara garis besar klasifikasi bakteri E. coli berasal dari Filum

Proteobacteria Kelas Gamma Proteobacteria, Ordo Enterobacteriales, Familia

Enterobacteriaceae, Genus Eschericia, Spesies Eschericia coli. Secara morfologi

E. coli berbentuk batang pendek, gemuk, gram negative.

Bakteri E. coli sebenernya sangat mudah dijumpai pada tempat kotor dan

biasanya bakteri ini terdapat pula pada kotoran makhluk hidup tak terkecuali

kotoran manusia. Untuk air kotor yang telah terkontaminasi dan tidak bersih

seperti air kotor akibat pencemaran air limbah domestic dan industry, biasanya

juga memiliki kandungan bakteri E. coli.

Page 11: II Tinjauan Pustaka Teh

Penyakit yang mungkin akan muncul akibat dari adanya bakteri ini adalah

jenis-jenis penyakit yang dapar menular dengan mudah dari satu orang ke orang

lain seperti muntaber, dan mual-mual.

2.2.3 Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus (S. aureus) adalah bakteri gram positif yang

menghasilkan pigmen kuning, bersifat aerob fakultatif, tidak menghasilkan spora

dan tidak motil, umumnya tumbuh berpasangan maupun berkelompok, dengan

diameter sekitar 0,8-1,0 µm. S. aureus tumbuh dengan optimum pada suhu 37oC

dengan waktu pembelahan 0,47 jam. S. aureus merupakan mikroflora normal

manusia. Bakteri ini biasanya terdapat pada saluran pernapasan atas dan kulit.

Keberadaan S. aureus pada saluran pernapasan atas dan kulit pada individu jarang

menyebabkan penyakit, individu sehat biasanya hanya berperan sebagai karier.

Infeksi serius akan terjadi ketika resistensi inang melemah karena adanya

perubahan hormon; adanya penyakit, luka, atau perlakuan menggunakan steroid

atau obat lain yang memengaruhi imunitas sehingga terjadi pelemahan inang.

Infeksi S. aureus diasosiasikan dengan beberapa kondisi patologi,

diantaranya bisul, jerawat, pneumonia, meningitis, dan arthritits[1]. Sebagian

besar penyakit yang disebabkan oleh bakteri ini memproduksi nanah, oleh karena

itu bakteri ini disebut piogenik[1]. S. aureus juga menghasilkan katalase, yaitu

enzim yang mengkonversi H2O2 menjadi H2O dan O2, dan koagulase, enzim

yang menyebabkan fibrin berkoagulasi dan menggumpal[1]. Koagulase

diasosiasikan dengan patogenitas karena penggumpalan fibrin yang disebabkan

oleh enzim ini terakumulasi di sekitar bakteri sehingga agen pelindung inang

kesulitan mencapai bakteri dan fagositosis terhambat