TINJAUAN PUSTAKA Minuman Teh dari Tanaman Camellia … · Pektin adalah kompleks makromolekul yang...
Transcript of TINJAUAN PUSTAKA Minuman Teh dari Tanaman Camellia … · Pektin adalah kompleks makromolekul yang...
5
TINJAUAN PUSTAKA
Minuman Teh dari Tanaman Camellia sinensis L.
Teh adalah suatu minuman yang diseduh dari daun muda (pucuk daun)
tanaman Camellia sinensis L. Tanaman ini dijumpai di lebih dari 30 negara.
Secara botanis terdapat 2 jenis teh yaitu Camellia sinensis var. sinensis dan
Camellia sinensis var. assamica (Gambar 1). C.sinensis var. sinensis ditandai
dengan ciri-ciri tumbuhnya lambat, jarak cabang dengan tanah sangat dekat,
daunnya kecil, pendek, ujungnya agak tumpul dan berwarna hijau muda.
C. sinensis var. assamica mempunyai ciri-ciri tumbuh cepat, cabang agak jauh
dari permukaan tanah, daunnya lebar, panjang dan ujungnya runcing serta
berwarna hijau mengkilat, memiliki struktur batang yang lebih kokoh dan kuat
(Andrianis 2009).
Gambar 1 Tanaman teh varietas sinensis (kiri) dan assamica (kanan).
Varietas tanaman teh yang banyak ditanam di Indonesia yaitu C. sinensis
var. assamica (PPTK 2011). Taksonomi dari tanaman teh adalah sebagai berikut.
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Sub kelas : Dialypetalae
Ordo : Guttiferales (Clusiales)
Familia : Camelliaceae (Theaceae)
Genus : Camellia
Spesies : Camellia sinensis
Varietas : assamica, sinensis (Tjitrosoepomo 1989)
6
Beberapa jenis produk teh dihasilkan melalui berbagai cara pengolahan.
Daun teh akan segera layu dan mengalami oksidasi jika tidak segera dikeringkan
setelah dipetik. Proses pengeringan membuat daun menjadi berwarna gelap,
karena terjadi pemecahan klorofil dan terlepasnya unsur tanin. Proses selanjutnya
berupa pemanasan basah dengan uap panas agar kandungan air pada daun
menguap dan proses oksidasi bisa dihentikan pada tahap yang sudah ditentukan.
Pengolahan teh tidak menggunakan ragi tetapi terjadi secara alami. Pengolahan
teh yang tidak tepat dapat menyebabkan teh ditumbuhi jamur yang mengakibatkan
terjadinya proses fermentasi. Teh yang sudah mengalami fermentasi dengan jamur
harus dibuang, karena mengandung unsur racun dan bersifat karsinogenik
(Harold & Graham 1992).
Berdasarkan cara pengolahannya, teh dapat dikelompokkan menjadi tiga
yaitu teh fermentasi (teh hitam), teh semi fermentasi (teh oolong dan teh
pouchong) serta teh tanpa fermentasi (teh hijau). Secara umum, pengolahan teh
dengan fermentasi dapat dikategorikan dalam dua sistem, yaitu sistem ortodoks
dan sistem baru. Sistem baru dalam pengolahan teh dibagi menjadi dua yaitu CTC
(Crushing-Tearing-Curling) dan LTP (Lowrie Tea Processor). Meski sistem yang
digunakan berbeda, secara prinsip proses pengolahannya tidaklah jauh berbeda.
Daun dilayukan dan kemudian digulung dengan alat pemutar OTR (Open Top
Roller), kemudian dihamparkan ke udara agar teroksidasi. Daun kemudian
dikeringkan dengan udara panas, dan dihasilkan teh hitam (Andrianis 2009).
Berdasarkan potensi aktivitas kesehatan yang paling baik, teh hijau lebih
baik dibandingkan dengan jenis lainnya. Pada teh hijau, katekin yang merupakan
komponen bioaktif yang terdapat di daun tetap dipertahankan jumlahnya dengan
menginaktivasi enzim polifenol oksidase baik melalui pelayuan ataupun
pemanasan tanpa proses fermentasi. Pada proses ini katekin dioksidasi menjadi
senyawa orthokuinon, bisflavanol, theaflavin dan thearubigin. Pengolahan teh
hijau di Indonesia menganut serangkaian proses fisik dan mekanis tanpa atau
sedikit mengalami proses fermentasi terhadap daun teh melalui sistem
panning/sangrai. Posisi teh oolong berada diantara teh hijau dan teh hitam
sehingga teh ini lazim disebut sebagai teh semi oksidasi. Proses oksimatis pada
7
teh ini hanya berlangsung sebentar dan cepat sebelum dan sesudah penggulungan
(Andrianis 2009).
Tabel 1 Senyawa bioaktif penyusun daun teh
Kandungan ( %) Berat kering Kontribusi
Polifenol Total 25 – 30 Sepat
Flavanols
Epigallocatechingallate 8 – 12
Epicatechingallate 3 – 6
Epigallocatechin 3 – 6
Epicatechin 1 – 3
Catechin 1 – 2
Gallocatechin 3 – 4
Flavonols and flavonolglikosida 3 – 4
Leucoanthocyanins 2 – 3
Asam Polyphenol dandepsida 3 – 4
Kafein 3 - 4 Briskness
Theobromin 0.2
Theophyllin 0.5
Asam Amino 4 – 5 Brothyness
Asam Organik 0.5 – 0.6
Monosakarida 4 – 5
Polisakarida 14 - 22
Selulosa dan Hemiselulosa 4 – 7
Pektin 5 – 6
Lignin 5 – 6
Protein 14 – 17
Lipid 3 – 5
Klorofil dan pigmen lain 0.5 - 0.6 Warna
Ash (minerals) 5 – 6
Volatiles 0.01 – 0.02 Aroma
(Xiamen FML Exp&Imp Co. Ltd. 2001)
Daun teh memiliki senyawa bioaktif yang kompleks (Tabel 1) salah satunya
adalah polifenol. Pada teh hijau kandungan polifenolnya sebesar 36 persen.
8
Katekin merupakan senyawa dominan dari polifenol teh hijau dan terdiri atas
epikatekin (EC), epikatekin galat (ECG), epigalokatekin (EGC), epigalokatekin
galat (EGCG) (Gambar 2) (Harold & Graham 1992; Angayarkanni et al. 2002;
Wang 2002; Wang et al. 2008).
Epikatekin Epigalokatekin
Epikatekin galat Epigalokatekin galat
Gambar 2 Struktur epikatekin, epigalokatekin, epikatekin galat, dan
Epigallokatekin galat (Kashyap et al. 2001; Jayani et al. 2005).
Selain katekin yang merupakan senyawa flavonoid, teh juga mengandung
senyawa flavonol seperti kuersetin, kaempferol, dan mirisetin. Sekitar 2-3%
bagian teh yang larut dalam air merupakan senyawa flavonol (Harold & Graham
1992). Senyawa flavonoid dapat meningkatkan asam askorbat pada beberapa
proses metabolisme, menurunkan kadar kolesterol total dan LDL, serta efektif
mencegah virus influenza A dan B dalam masa kontak yang pendek. Pemberian
ekstrak teh hijau pada mencit yang menderita tumor kulit ternyata secara
substansial dapat memperkecil ukuran tumor meskipun belum dapat menurunkan
jumlahnya, bersifat anti karsinogenik terhadap hewan dan manusia termasuk
wanita post menopause dimana flavonoid dapat bersifat estrogenik (Tuminah
2004). Seduhan teh 10x dosis manusia (0,54 g/200 g bb/hari) dapat menurunkan
total kolesterol dan LDL tikus putih yang diberi diet kuning telur dan sukrosa
(Dirgantara 1994), bahkan dengan dosis teh 25x dosis manusia (1,35 g/200 g
9
bb/hari) menunjukkan efek hipoglikemik pada tikus putih setelah 30 dan 60 menit
perlakuan (Sutarmaji 1994).
Senyawa utama yang dikandung teh adalah katekin, yaitu suatu turunan
tanin terkondensasi yang juga dikenal sebagai senyawa polifenol karena
banyaknya gugus fungsional hidroksil yang dimilikinya. Selain itu, teh juga
mengandung kafein yang bersama-sama dengan katekin teh akan membentuk rasa
yang menyegarkan. Beberapa vitamin yang dikandung teh di antaranya ialah
vitamin C, vitamin B, dan vitamin A yang diduga akan menurun kadarnya akibat
pengolahan, namun masih dapat dimanfaatkan oleh peminumnya. Beberapa jenis
mineral juga terkandung dalam teh, terutama fluorida yang dapat memperkuat
struktur gigi (Harold & Graham 1992).
Pektin dan Pektinase
Pektin adalah kompleks makromolekul yang ditemukan pada tanaman
tingkat tinggi. Pektin ikut menyusun dinding sel primer tanaman dan juga sebagai
komponen utama dari lamella tengah (Pedrolli et al. 2009). Didalam sel, pektin
berupa kalsium pektat dan magnesium pektat dengan jumlah 0,5-4,0% dari berat
segar daun. Berbeda dengan protein, lemak dan asam nukleat yang memiliki berat
melokul tetap, pektin memiliki berat molekul yang berbeda-beda tergantung
sumbernya. Berat molekul pektin bervariasi (Tabel 2) dari 25 kDa hingga 360
kDa
Tabel 2 Berat molekul pektin dari substrat yang berbeda (Jayani et al. 2005)
Sumber Berat molekul (kDa)
Apel dan Lemon
Pir dan Prune
Jeruk
Gula bit
200-360
25-35
40-50
40-50
Pektin terdiri atas rantai utama asam galakturonat dengan ikatan
α-1,4 glikosidik. Rantai samping dari pektin terdiri atas rhamnosa, arabinosa,
galaktosa, dan xilosa (Kashyap et al. 2001). Gabungan pektin, lignin dan
hemiselulosa pada tanaman tingkat tinggi memberikan struktur yang kuat dan
10
kokoh. Selain itu, pektin juga berperan dalam pematangan buah. Secara alami
pektin banyak dijumpai pada buah-buahan, sayuran, dan teh (Tabel 3).
Tabel 3 Komposisi pektin dari sayuran dan buah-buahan (Jayani et al. 2005)
Sayuran/ buah-buahan Jenis sampel Pektin (%)
Apel
Pisang
Peach
Strawberi
Ceri
Wortel
Jeruk
Kentang
Tomat
Gula bit
Segar
Segar
Segar
Segar
Segar
Kering
Kering
Kering
Kering
Kering
0,5–1,6
0,7–1,2
0,1–0,9
0,6–0,7
0,2–0,5
6,9–18,6
12,4–28,0
1,8–3,3
2,4–4,6
10,0–30,0
Menurut Kashyap et al. (2001); Jayani et al. (2005) tipe modifikasi rantai
penyusun utama asam galakturonat pada pektin terbagi 4 yaitu:
1. Protopektin: merupakan substrat pektin tidak larut air yang ditemukan
pada jaringan tanaman. Pada kondisi hidrolisis terbatas akan menghasilkan
pektin atau asam pektat.
2. Asam pektat: merupakan polimer galakturonan yang larut air dan
mengandung gugus metoksil.
3. Asam pektinat: merupakan rantai poligalakturonan dengan kandungan
galakturonat metilasi kurang dari 75% serta dapat membentuk gel jika
bereaksi dengan gula atau asam.
4. Pektin: merupakan rantai poligalakturonan dengan komposisi 75% gugus
karboksil pada galakturonat teresterifikasi dengan metanol. Tipe ini
memberikan rigiditas terhadap dinding sel tanaman ketika berikatan dengan
selulosa karena membentuk ikatan yang tidak larut air seperti halnya
protopektin.
11
Tiga komponen utama penyusun kelompok pektin polisakarida yaitu
homogalakturonan (HG), rhamnogalakturonan I (RGI), dan rhamnogakturonan II
(RG II). Ketiganya dibedakan berdasarkan keberadaan asam D-galakturonat
penyusunnya (Gambar 3).
Gambar 3 Struktur dasar molekul pektin (Pedrolli et al. 2009)
Homogalakturonan adalah polimer tunggal yang dibentuk oleh asam
D-galakturonat yang dapat dimetilasi atau diesterifikasi. Rhamnogalakturonan I
adalah molekul yang terdiri atas pengulangan asam rhamnose-galakturonat
disakarida. Selain itu, homogalakturonan juga tersusun atas rantai samping
galaktosa, arabinosa, dan xilosa. Rhamnogalakturonan II adalah rantai
homogalakturonan dengan rantai samping kompleks yang melekat pada rantai
utama asam galakturonat (Pedrolli et al. 2009).
Enzim adalah katalis biologi yang dapat mempercepat reaksi namun tidak
berubah hingga akhir reaksi. Salah satu mekanisme kerja enzim adalah dengan
memecah substrat menjadi satu atau beberapa produk. Substrat untuk suatu enzim
bersifat spesifik. Kerja enzim dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, pH dan
kofaktor (Campbell et al. 2000).
12
Pektinase adalah enzim yang mempunyai kemampuan merombak substrat
pektin melalui reaksi depolimerisasi (hidrolase dan liase) dan reaksi diesterifikasi
(esterease). Enzim ini tergabung dalam kelompok hidrolase yang banyak dijumpai
pada tanaman dan mikroorganisme (Glazer & Nikaido 2007).
Menurut Pedrolli et al. (2009) berdasarkan titik pemotongannya maka
pektinase dibagi kedalam 3 kelompok yaitu pektin esterase, poligalakturonase
dan pektin liase (Gambar 4). Pembagian berdasarkan mekanisme aksi dijelaskan
lebih lengkap pada Tabel 4 (Jayani et al. 2005).
Gambar 4 Tipe pektinase berdasarkan mekanisme pemotongan pektin (Pedrolli
et al. 2009)
Keterangan: (a) R = H untuk PG (Poligalakturonase) dan CH3 untuk PMG
(Polimetilgalakturonase) (b) PE (Pektin Esterase) (c) R = H untuk
PGL (Pektat Liase) dan CH3 untuk PL (Pektin Liase).
13
Pektin esterase terbagi menjadi pektin metil esterase dan pektin asetil
esterase. Poligalakturonase terbagi menjadi polimetilgalakturonase dan
poligalakturonase. Pektin liase terbagi menjadi pektat liase dan pektin liase.
Pektin metil esterase mengkatalis esterifikasi grup metoksil sehingga
menghasilkan asam pektat dan metanol. Pektin asetil esterase menghidrolisis
asetil ester membentuk asam pektat dan asetat. Polimetilgalakturonase memotong
ikatan α-1,4-glikosidik membentuk 6-metil-D-galakturonat. Poligalakturonase
menghidrolisis ikatan α-1,4-glikosidik membentuk D-galakturonat. Pektat liase
memotong ikatan glikosidik dari asam poligalakturonat membentuk 4,5-D-
galakturonat melalui reaksi transeliminasi. Pektin liase memotong ikatan
glikosidik dari pektin terutama pektin teresterifikasi tinggi membentuk metil
oligogalakturonat (Pedrolli et al. 2009).
Tabel 4 Klasifikasi enzim pektinolitik (Jayani et al. 2005)
Enzim Tipe aksi Titik
aksi
Substrat Produk
Pektin metil esterase
Protopektinase
Endopoligalakturonase
Eksopoligalakturonase
Oligogalakturonat
hidrolase
Endopolimetil
galakturonase
Eksopolimetil
galakturonase
Endopoligalakturonase
liase
Eksopoligalakturonase
liase
hidrolisis
hidrolisis
hidrolisis
hidrolisis
hidrolisis
hidrolisis
hidrolisis
trans-
eliminasi
trans-
eliminasi
random
random
random
terminal
terminal
random
terminal
random
terminal
pektin
protopektin
As. pektat
As. pektat
trigalakturonat
pektin
esterifikasi
pektin
esterifikasi
asam pektat
asam pektat
asam pektat,
metanol
pektin
oligogalakturonat
monogalakturonat
monogalakturonat
oligometil
galakturonat
oligogalakturonat
oligogalakturonat
tak jenuh
digalakturonat tak
jenuh
14
Pektinase berperan dalam proses ekstensi dinding sel tanaman, melunakkan
jaringan tanaman pada proses pemasakan dan penyimpanan, juga berperan dalam
degradasi material-material tanaman yang telah membusuk sehingga membantu
menjaga keseimbangan ekologi (Jayani et al. 2005). Enzim pektinase yang
diproduksi dari mikroorganisme memenuhi 25% dari total produksi enzim yang
digunakan untuk industri makanan. Pektinase yang digunakan bersumber dari
fungi diantaranya ialah Aspergillus niger (Naidu & Panda 1998; Jayani et al.
2005), Aspergillus fumigatus (Phutella et al. 2005), Trichoderma viridae
(Kutateladze et al. 2009), Fusarium sp., Penicillum chrysogenum, dan
Trichoderma sp. (Okafor et al. 2010).
Industri makanan dan minuman telah lama memanfaatkan enzim pektinase
dalam proses produksi. Diantaranya adalah dalam industri penjernihan minuman
jus dan anggur, fermentasi teh dan kopi (Kashyap et al. 2001), meningkatkan
mutu dan rendemen jus mangga kuini (Iriani et al. 2005). Pektinase juga banyak
digunakan bersamaan dengan enzim lain seperti dalam industri tekstil untuk
menghilangkan racun dari soda yang digunakan pada proses pencucian kain,
bleaching pada industri kertas, industri makanan hewan peliharaan, serta ekstraksi
minyak (Jayani et al. 2005).
Trichoderma sp.
Trichoderma adalah kelompok kapang yang banyak diisolasi dari tanah,
benda-benda di permukaan tanah seperti serasah, buah-buah busuk, daun layu,
pelapukan kayu dan juga ditemukan berasosiasi dengan akar tanaman berkayu dan
herba membentuk koloni di dalam tanah. Genus ini adalah jenis kapang tanah
yang paling banyak dikulturkan (Harman et al. 2004).
Gambar 5 Visualisasi Trichoderma sp. secara makroskopis (kiri) dan mikroskopis
(kanan).
15
Secara makroskopis, genus ini mempunyai koloni berwarna putih keabuan
dengan permukaan yang halus dan warna konidia hijau keputihan sampai hijau
terang bervariasi tergantung spesies (Gambar 5). Hifa bersekat, dinding licin
dengan ukuran 1,5-12 µm, dan percabangan membentuk sudut siku-siku dengan
percabangan utama (Barnet & Hunter 1972; Samuels 1996).
Taksonomi kapang ini adalah:
Kingdom : Fungi
Divisi : Ascomycota
Subdivisi : Pezizomycotina
Kelas : Sordariomycetes
Ordo : Hypocreales
Famili : Hypocreaceae
Genus : Trichoderma (ISTH 2012)
Genus ini telah lama dikenal sejak tahun 1920-an sebagai agen biokontrol
hayati yang mampu menghambat perkembangan patogen tanaman. Penelitian
tentang peranan kapang ini sebagai agen biokontrol hayati terus berkembang
hingga diketahui mekanismenya dalam menyerang patogen seperti
mikoparasitisme, antibiosis, serta kompetisi ruang dan nutrisi (Chet et al. 2006;
Harman 2006; Sharma et al. 2011). Selain menangkis patogen yang menyerang
tanaman, kapang ini juga mampu meningkatkan resistensi tanaman terhadap
patogen dan meningkatkan kemampuan akar menyerap nutrisi sehingga
pertumbuhan dan perkembangan tanaman juga meningkat (Harman et al. 2004;
Harman 2006; Rahmah 2008).
Trichoderma juga diketahui menghasilkan metabolit sekunder berupa
antibiotik trichodermin, suzukalin, dan alamotisin serta enzim β-1,3-glukonase
dan kitinase yang mampu mendegradasi dinding sel patogen (Nurbailis 2007).
Oleh sebab itu, eksplorasi tentang Trichoderma terus meningkat sehubungan
dengan kemampuannya memproduksi enzim.
Penelitian Kutateladze et al. (2009) yang mengisolasi kapang dari daerah
Tbilisi mendapatkan Trichoderma viridae mampu memproduksi enzim selulase,
16
xilanase dan pektinase. Okafor et al. (2010) juga melaporkan bahwa
Trichoderma sp. yang diproduksi dalam limbah pertanian mampu menghasilkan
enzim pektinase dan selulase.
Informasi pemanfaatan pektinase yang bersumber dari Trichoderma dalam
industri makanan dan minuman masih sangat sedikit namun di bidang industri lain
seperti industri tekstil untuk menghilangkan racun soda akibat proses pencucian,
industri makanan hewan peliharaan, industri kertas dan ekstraksi minyak telah
banyak dilaporkan (Jayani et al. 2005).