II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · plasma dihasilkan oleh hati. Albumin menyusun...

12
II. TINJAUAN PUSTAKA 1. Flu Burung dan Virus H5N1 Dalam beberapa tahun terakhir ini perhatian dunia kesehatan terpusat kepada semakin merebaknya penularan avian influenza A (H5N1), karena dengan meningkatnya kasus infeksi H5N1 yang menyebabkan kematian pada manusia sangat dikhawatirkan dapat berkembang menjadi wabah pandemi yang berbahaya bagi umat manusia di muka bumi ini. Sejak lebih dari satu abad yang lalu, beberapa subtipe dari virus influenza A telah menjadi wabah penyakit pada manusia. Berbagai variasi mutasi subtipe virus influenza A yang menyerang manusia dan telah menyebabkan pandemi, sehingga tidak mengherankan jika kewaspadaan global terhadap wabah pandemi flu burung mendapatkan perhatian yang serius. Virus influenza merupakan virus RNA termasuk dalam famili Orthomyxoviridae. Asam nukleat virus ini beruntai tunggal, terdiri dari 8 segmen gen yang mengkode sekitar 11 jenis protein. Virus influenza mempunyai selubung atau simpai yang terdiri atas kompleks protein dan karbohidrat. Virus ini mempunyai tonjolan (spikes) yang digunakan untuk melekat pada reseptor yang spesifik pada sel-sel hospesnya pada saat menginfeksi sel. Terdapat 2 jenis spikes, yaitu yang mengandung hemaglutinin (HA) dan yang mengandung neuraminidase (NA), yang terletak dibagian terluar dari virion (Horimoto & Kawaoka 2001). Menurut Maksum (2006), virus influenza mempunyai 4 jenis antigen yang terdiri atas protein nukleokapsid (NP), Hemaglutinin (HA), Neuraminidase (NA), dan protein matriks (MP). Berdasarkan jenis antigen NP dan MP, virus influenza digolongkan dalam virus influenza A, B, dan C. Virus influenza A sangat penting dalam bidang kesehatan karena sangat patogen baik bagi manusia, maupun binatang yang menyebabkan angka kesakitan dan kematian yang tinggi di seluruh dunia. Virus Influenza A ini dapat menyebabkan pandemi karena mudahnya mereka bermutasi, baik berupa antigen drift ataupun antigenic shift sehingga membentuk varian baru yang lebih patogen. Infeksi virus H5N1 dimulai ketika virus memasuki sel hospes setelah terjadi perlekatan spikes virion dengan reseptor spesifik yang ada di permukaan

Transcript of II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · plasma dihasilkan oleh hati. Albumin menyusun...

II. TINJAUAN PUSTAKA

1. Flu Burung dan Virus H5N1

Dalam beberapa tahun terakhir ini perhatian dunia kesehatan terpusat

kepada semakin merebaknya penularan avian influenza A (H5N1), karena dengan

meningkatnya kasus infeksi H5N1 yang menyebabkan kematian pada manusia

sangat dikhawatirkan dapat berkembang menjadi wabah pandemi yang berbahaya

bagi umat manusia di muka bumi ini. Sejak lebih dari satu abad yang lalu,

beberapa subtipe dari virus influenza A telah menjadi wabah penyakit pada

manusia. Berbagai variasi mutasi subtipe virus influenza A yang menyerang

manusia dan telah menyebabkan pandemi, sehingga tidak mengherankan jika

kewaspadaan global terhadap wabah pandemi flu burung mendapatkan perhatian

yang serius.

Virus influenza merupakan virus RNA termasuk dalam famili

Orthomyxoviridae. Asam nukleat virus ini beruntai tunggal, terdiri dari 8 segmen

gen yang mengkode sekitar 11 jenis protein. Virus influenza mempunyai selubung

atau simpai yang terdiri atas kompleks protein dan karbohidrat. Virus ini

mempunyai tonjolan (spikes) yang digunakan untuk melekat pada reseptor yang

spesifik pada sel-sel hospesnya pada saat menginfeksi sel. Terdapat 2 jenis spikes,

yaitu yang mengandung hemaglutinin (HA) dan yang mengandung neuraminidase

(NA), yang terletak dibagian terluar dari virion (Horimoto & Kawaoka 2001).

Menurut Maksum (2006), virus influenza mempunyai 4 jenis antigen yang

terdiri atas protein nukleokapsid (NP), Hemaglutinin (HA), Neuraminidase (NA),

dan protein matriks (MP). Berdasarkan jenis antigen NP dan MP, virus influenza

digolongkan dalam virus influenza A, B, dan C. Virus influenza A sangat penting

dalam bidang kesehatan karena sangat patogen baik bagi manusia, maupun

binatang yang menyebabkan angka kesakitan dan kematian yang tinggi di seluruh

dunia. Virus Influenza A ini dapat menyebabkan pandemi karena mudahnya

mereka bermutasi, baik berupa antigen drift ataupun antigenic shift sehingga

membentuk varian baru yang lebih patogen.

Infeksi virus H5N1 dimulai ketika virus memasuki sel hospes setelah

terjadi perlekatan spikes virion dengan reseptor spesifik yang ada di permukaan

sel hospesnya. Virion akan menyusup ke sitoplasma sel dan akan

mengintegrasikan materi genetiknya di dalam inti sel hospesnya, dan dengan

menggunakan mesin genetik dari sel hospesnya, virus dapat bereplikasi

membentuk virion-virion baru, dan virion-virion ini dapat menginfeksi kembali

sel-sel disekitarnya. Dari beberapa hasil pemeriksaan terhadap spesimen klinik

yang diambil dari penderita ternyata avian influenza H5N1 dapat bereplikasi di

dalam sel nasofaring, dan di dalam sel gastrointestinal (Maksum 2006).

Masa inkubasi virus avian influenza A (H5N1) sekitar 2- 4 hari setelah

terinfeksi (Yue et al. 1998), namun berdasarkan hasil laporan terbaru masa

inkubasinya bisa mencapai antara 4-8 hari (Chotpitayasunondh et al. 2005).

Sebagian besar pasien memperlihatkan gejala awal berupa demam tinggi

(biasanya lebih dari 38o C) dan gejala flu serta kelainan pada saluran pernafasan..

Gejala lain yang dapat timbul adalah diare, muntah, sakit perut, sakit pada dada,

hipotensi, dan juga dapat terjadi perdarahan dari hidung dan gusi. Gejala sesak

nafas mulai terjadi setelah 1 minggu berikutnya.

Dewasa ini terdapat 4 jenis obat antiviral untuk pengobatan ataupun

pencegahan terhadap influenza, yaitu amantadine, rimantadine, zanamivir, dan

oseltamivir (tamiflu). Mekanisme kerja amantadine dan rimantadine adalah

menghambat replikasi virus. Namun demikian kedua obat ini sudah tidak mampu

untuk membunuh virus H5N1 yang saat ini beredar luas (Beigel et al.2005).

2. Sirih Merah

Indonesia merupakan negara yang kaya akan berbagai jenis tumbuhan.

Tumbuhan tersebut dapat memberikan manfaat pada berbagai bidang antara lain

bidang pertanian, perkebunan, kehutanan, industri, bahan dasar obat-obatan dan

sebagainya. Tumbuhan yang digunakan sebagai obat dikenal dengan nama obat

tradisional. Sampai saat ini obat tradisional dan tumbuhan masih banyak

digunakan oleh masyarakat. Oleh karenanya hal itu perlu dilestarikan, karena obat

tradisional harganya relatif lebih murah dibandingkan dengan obat sintesis, serta

bahan-bahannya pun mudah didapat (Wijayakusuma 2000).

Salah satu tumbuhan yang digunakan oleh masyarakat sebagai obat

tradisional adalah sirih merah (Piper betle L.var Rubrum). Tanaman sirih merah

berasal dari Amerika Tengah, tetapi saat ini dianggap sebagai tanaman asli, karena

multikhasiat mengatasi beragam penyakit (Duryatmo 2006).

Tanaman sirih merah (Piper crocatum) termasuk dalam famili Piperaceae,

tumbuh merambat dengan bentuk daun menyerupai hati dan bertangkai, yang

tumbuh berselang-seling dari batangnya, serta penampakan daun yang berwarna

merah keperakan dan mengkilap. Secara empiris sirih merah dapat

menyembuhkan berbagai jenis penyakit seperti diabetes militus, hepatitis, batu

ginjal, menurunkan kadar kolesterol, mencegah stroke, asam urat, hipertensi,

radang prostat, radang mata, keputihan, maag, kelelahan, nyeri sendi dan untuk

memperhalus kulit. Potensi sirih merah sebagai tanaman obat multi fungsi sangat

besar sehingga perlu ditingkatkan dalam penggunaannya sebagai bahan obat

moderen. Adapun kedudukan tanaman sirih merah menurut Dasuki (1994) dalam

sistematik (taksonomi) tumbuhan diklasifikasikan sebagai berikut :

Gambar.1 Sirih Merah (Piper crocatum) (Sumber: Manoi 2007).

Divisi : Magnoliphyta

Kelas : Liliopsida

Anak kelas : Aracidae

Bangsa : Arecales

Suku : Arecaeceae / palmae

Marga : Piper

Jenis : Piper betle L.Var Rubrum

Tanaman ini memproduksi berbagai macam senyawa kimia untuk tujuan

tertentu, yang disebut dengan metabolit sekunder. Metabolit sekunder tanaman

tersebut merupakan bahan yang tidak esensial untuk kepentingan hidup tanaman

tersebut, tetapi mempunyai fungsi untuk berkompetisi dengan makhluk hidup

lainnya. Metabolit sekunder yang diproduksi tanaman bermacam-macam seperti

alkaloid, terpenoid, isoprenoid, flavonoid, cyanogenik, glukosida,

glukosinolat ,dan protein non asam amino. Menurut Sholikhah (2006), senyawa

fitokimia yang terkandung dalam daun sirih merah yakni alkoloid, saponin, tannin

dan flavonoid, sedangkan menurut Sudewo (2005), dari hasil kromotografi dapat

dilihat bahwa daun sirih merah mengandung flavonoid, polifenolad, tannin dan

minyak atsiri.

Alkaloid adalah kelompok besar senyawa organik alami dalam hampir

semua jenis organisme, berbagai efek farmakologi yang ditimbulkan seperti

antikanker, antiinflamasi dan antimikroba. Alkaloid bersifat basa, di alam berada

sebagai garam dengan asam-asam organik. Adanya sifat basa ini mempermudah

memisahkan ekstrak total alkaloid dari komponen lainnya (Herborne 1987).

Selanjutnya, zat kimia yang terkandung yakni saponin. Saponin

merupakan glikosida yang membentuk basa dalam air. Apabila dihidrolisis

dengan asam akan menghasilkan gula dan spogenin yang sesuai, saponin

merupakan senyawa kimia aktif permukaan yang dapat dideteksi berdasarkan

kemampuannya membentuk busa dan menghemolisis sel darah (Harborne 1987).

Berdasarkan Sholikhah (2006), saponin dapat dipakai sebagai antimikroba

(bakteri / virus).

Zat lainnya yang terkandung pada tanaman sirih merah yakni tannin.

Tannin adalah senyawa fenol yang terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh,

dalam angiospermae terdapat khusus dalam jaringan kayu. Menurut batasannya,

tannin dapat bereaksi dengan protein membentuk kapolismer kuat yang tidak larut

dalam air.

Kemudian zat kimia lainnya yakni flavonoid. Flavonoid adalah kelompok

senyawa fenol yang terbesar ditemukan di alam. Senyawa ini merupakan zat

warna merah, ungu, biru dan sebagian kuning yang ditemukan dalam tumbuhan

(Harbrone 1987). Flavonoid dapat dikasifikasikan menjadi 3 yaitu flavoniod,

isoflavonoid, dan neoflavonoid. Flavonoid merupakan senyawa fenol yang

memiliki gugus –OH. Senyawa polifenol ini adalah antioksidan yang kekuatannya

100 kali lebih efektif dibandingkan vitamin C dan 25 kali lebih efektif

dibandingkan vitamin E.

Zat terakhir yang terkandung di dalam tanaman sirih merah adalah minyak

atsiri. Minyak atsiri pada sirih merah ini berfungsi sebagai antiradang dan

antiseptik. Menurut Achmad dan Fitriani (1999), sejak dahulu orang mengetahui

bahwa bunga, daun dan akar dari berbagai tumbuhan mengandung bahan yang

mudah menguap dan berbau wangi yang disebut minyak atsiri.

3. Hati

3.1 Anatomi dan Histologi Hati

Hati adalah organ tubuh terbesar dan merupakan kelenjar terbesar. Hati

terletak di bagian kanan atas dari rongga abdominal tepat di bawah difragma dan

terbagi dalam empat lobus, dikelilingi oleh suatu kapsul jaringan penyambung

yang mengandung sejumlah serat elastis. Ayam memiliki hati yang terletak

diantara saluran pencernaan dan organ jantung. Ginjal mempunyai lembaran

permukaan dari jaringan penyambung (kapsul Glisson), tertutup oleh suatu tunika

serosa yang tidak lengkap, yang berasal dari peritoneum. Pada tempat dimana

pembuluh-pembuluh utama aferens dan eferens dan saluran empedu eferens

memasuki dan meninggalkan hati (porta hepatis), kapsulnya mengelilingi

pembuluh-pembuluhnya dan mengikuti mereka sampai ke dalam organnya, untuk

membentuk suatu kerangka jaringan penyambung yang membagi kumpulan

hepatosit ke dalam bentuk lobulus (Junqueira et al. 1998)

Hati berkembang sebagai pertumbuhan dari dinding usus yang terletak

dalam jalan vitellina dan vena umbelikula. Ruang antara pembuluh-pembuluh

darahnya terbongkar menjadi sejumlah besar sinusoida-sinusoida kecil yang

mempunyai dinding yang sangat permeabel. Suplai darah sangat kompeks, dan

pemahaman susunan dan distribusinya adalah penting untuk dapat menilai secara

tepat bagaimana hati berfungsi. Terdapat dua sel yang berkaitan dengan fungsi

dari hati, yakni sel parenkim (hepatosit) yang membentuk plat-plat tipis atau

lembaran-lembaran yang terpisah oleh sinuisoida-sinuisoida, dan sel

retikuloendotel yang fagositis, yang membentuk selaput-selaput sinuisoida

tersebut. Sedangkan menurut Darmawan (1979), dalam hati terdapat tiga jenis

jaringan yang penting yaitu sel parenkim hati, susunan pembuluh darah dan

susunan saluran empedu.

Hepatosit merupakan sel yang terlibat dalam berbagai fungsi, diantaranya

dalam sintesa berbagai komponen sekresi empedu, penyerapan dan penimbunan

zat-zat makanan, pembuangan obat-obatan, zat-zat racun, serta senyawa-senyawa

yang terbentuk secara alami seperti hormon, dan dalam sintesa serta pelepasan

beberapa protein darah seperti albumin, pengangkutan globulin, dan protein-

protein yang membekukan darah. Sedangkan sel-sel fagosit terlibat dalam

penyaringan darah sewaktu melaui sinusoida. Sel- sel ini mempunyai peranan

penting dalam memelihara respons pertahanan tubuh yang normal terhadap infeksi.

Meskipun peranan hati dalam menjebak bakteri yang lolos ke dalam aliran darah

dari saluran usus, tetap merupakan perselisihan pendapat, namun penurunan

kapasitas fagositis karena penyakit hati, dapat mengakibatkan pengurangan daya-

tahan tubuh terhadap infeksi. Dengan demikian hati merupakan organ yang

kompleks, baik struktural maupun fungsional (Hartono 1992).

Peredaran darah pada hati berasal dari dua sumber yaitu 75% berasal dari

vena portal, dan 25% berasal dari arteri-arteri hati. Vena portal membawa darah

dari usus dan limpa bersama dengan cabang-cabang arteri hapatikus, masuk ke

dalam hati pada porta hepatis ( Gerrit et al.1988).

Gambar 2 Struktur histologi hati normal

Sumber: www.octc.kctcs.edu/gcaplan/anat2/notes/35

Ductus empedu merupakan saluran keluar untuk sekresi empedu, suatu

cairan yang mengandung garam empedu (mempunyai kepentingan dalam

membuat lemak menjadi emulsi dan mempermudah penyerapan lemak dari usus),

serta sejumlah senyawa yang merupakan bentuk eksresi dari produk akhir

metabolisme hemoglobin (bilirubin) dan inaktivasi obat-obatan dan hormon-

hormon (berbagai glukuronida dan sulfat). Semua hepatosit senantiasa

membentuk sejumlah kecil empedu, yang dieksresikan ke dalam kanalikuli

empedu yang terletak antara hepatosit-hepatosit dalam lobulus hati ( Gerrit et

al.1988).

3.2 Fisiologi Hati

Hati adalah kelenjar terbesar dalam tubuh. Menurut Junquiera et al. (1998),

hati adalah organ tempat nutrien diserap dari saluran cerna, diolah dan disimpan

untuk dipakai oleh bagian tubuh yang lain, oleh karena itu hati menjadi perantara

antara sistem pencernaan dan darah. Hati memiliki berbagai fungsi dibandingkan

organ lain dalam tubuh. Fungsi utama hati yaitu metabolisme karbohidrat,

metabolisme lipid, metabolisme protein, penyimpanan glikogen, vitamin A, D dan

B12, zat besi dan darah, peyaringan darah, detosifikasi dan sekresi empedu. Fungsi

metabolisme karbohidrat dilakukan dengan mengubah glukosa darah menjadi

glikogen dan lemak, produksi glukosa dari glikogen hati dan molekul lain (asam

amino, asam laktat) melalui proses glukoneogenesis, juga mnesekresikan glikosa

ke dalam darah. Metabolisme lipid pada hati terjadi melalui sintesis trigliserida

dan kolesterol, eksresi kolesterol ke dalam empedu serta produksi badan keton

dari asam lemak yang akan dieksresikan ke dalam darah dalam jumlah besar

selama kelaparan atau dalam keadaan puasa.

Menurut Guyton dan Hall (1997), fungsi hati yang paling penting dalam

metabolisme protein adalah deaminasi asam amino, pembentukan ureum untuk

mengeluarkan amonia dalam cairan tubuh, pembentukan protein plasma, dan

interkonversi diantara asam amino yang berbeda, demikian juga dengan ikatan

penting lainnya untuk proses metabolisme tubuh. Albumin plasma dan globulin

plasma dihasilkan oleh hati. Albumin menyusun sekitarn70 % total protein plasma.

Globulin memiliki berbagai fungsi, termasuk diantaranya adalah transport

koleterol dan trigliserida, transport hormon steroid dan tiroid, inhibisi aktivitas

tripsin dan pembekuan darah. Hati juga memproduksi faktor pembekuan darah

yaitu faktor I (fibrinogen), II (protombin), III, V, VII, IX dan XI, serta dikenal

dengan angiotensinogen.

Daya regenerasi hati besar sekali. Pada hati normal diketahui bahwa

lobektomi sebanyak 70 % pada hati mengakibatkan proliferasi sel-sel hati yang

sangat giat, sehingga dalam waktu 2-3 minggu bagian hati yang hilang dapat

diganti kembali. Pengaturan regenerasi hati yang cepat ini masih belum diketahui

secara jelas, namun faktor pertumbuhan hepatosit (hepatocyte growt factor, HGF)

sepertinya merupakan faktor yang paling penting untuk menyebabkan pembelahan

dan pertumbuhan sel hati (Guyton dan Hall 2006).

3.3 Intosikasi Hati

Hati merupakan organ terbesar dan secara metabolisme paling kompleks di

dalam tubuh. Organ ini terlibat dalam metabolisme zat makanan serta sebagian

besar obat dan toksikan. Jenis zat yang belakangan ini biasanya dapat mengalami

detosifikasi, tetapi banyak toksikan dapat dibioaktifkan dan menjadi lebih toksik.

Toksikan dapat menyebabkan berbagai jenis efek toksik pada berbagai organel

dalam sel hati, mengakibatkan berbagai kerusakan hati (Lu 1995). Sebagian besar

toksikan memasuki tubuh melalui sistem gastrointestinal, dan setelah diserap,

toksikan dibawa oleh vena porta ke hati (Lu 1995). Beberapa kerusakan hati

diantaranya adalah :

a) Degenerasi

Degenerasi adalah perubahan-perubahan morfologik akibat jejas-jejas

yang non fatal dan perubahan-perubahan tersebut masih dapat pulih

(reversible), tetapi apabila berjalan lama dan derajatnya berlebih, akhirnya

mengakibatkan kematian sel (nekrosis). Degenerasi terjadi akibat jejas sel,

setelah itu timbul perubahan metabolisme. Pada pemeriksaan, luas degenerasi

lebih penting dari jenis degenerasi. Macam atau jenis degenerasi antara lain

degenerasi lemak, degenerasi hidrofilik, degenerasi “feathery”, degenerasi

hialin dan penimbunan glikogen.

b) Nekrosis

Nekrosis adalah kematian sel. Nekrosis dapat bersifat fokal (sentral,

petengahan, perifer) atau masif. Biasanya nekrosis bersifat akut (Lu 1995). Ciri

nekrosis ialah tampaknya fragmen atau sel hati nekrotik tanpa pulasan inti atau

tidak tampaknya sel disertai reaksi radang. Kerusakan pembuluh darah gingga

menimbulkan pembendungan eritrosit pada hati merupakan kelainan tingkat

lanjut dari degenerasi dan sifatnya tidak reversibel sebab nekrosis hati

merupakan kerusakan susunan enzim dari sel. Tampak atau tidaknya sisa sel

hati tergantung pada lama dan jenis nekrosis (Hodgson and Levi 2002).

4. Ginjal

4.1 Anatomi dan Histologi Ginjal

Ginjal adalah organ yang menyaring plasma dan unsur-unsur plasma dari

darah, dan kemudian secara selektif menyerap kembali air dan unsur-unsur

berguna dari filtrat, yang akhirnya mengeluarkan kelebihan dan produk buangan

plasma. Secara anatomi, posisi ginjal terletak pada bagian dorsal dari rongga

abdominal pada tiap sisi dari aorta dan vena kava, tepat pada posisi ventral

terhadap beberapa vertebrae lumbal yang pertama. Ginjal dikatakan

retroperitoneal, artinya terletak di luar rongga peritoneal. Ginjal kanan biasanya

terletak lebih kranial daripada yang kiri. Organ ginjal pada ayam memiliki bentuk

yang sedikit lebih memanjang

Secara makroskopis, sebuah ginjal dengan potongan memanjang memberi

dua gambaran dan dua daerah yang cukup jelas. Daerah perifer yang beraspek

gelap disebut korteks, dan selebihnya yang agak cerah disebut medula,yang

berbentuk piramida terbalik. Secara makroskopis, korteks yang gelap tampak

diselang dengan interval tertentu oleh jaringan medula yang berwarna agak cerah,

disebut garis medula (medullary rays). Subtansi korteks di sekitar garis medula

disebut labirin korteks. Medula tampak lebih cerah dan tampak adanya jalur-jalur

yang disebabkan oleh buluh-buluh kemih yang lurus dan pembuluh darahnya

(Hartono 1992). Menurut Nabib (1987), secara histologi ginjal terdiri atas tiga

unsur utama yaitu (1) Glomerulus, yakni suatu gelung pembuluh darah kapiler

yang masuk melalui arteri aferen, (2) Tubuli sebagai parenkim yang bersama

glomerulus membentuk nefron, suatu untit fungsional terkecil ginjal, dan (3)

Interstisium berikut pembuluh-pembuluh darah, limfe dan syaraf.

Darah yang mengalir ke kedua ginjal normalnya sekitar 22% dari curah

jantung. Arteri renalis memasuki ginjal melalui hilum, kemudian bercabang-

cabang secara progresif membentuk arteri interlobaris, artei arkuata, arteri

interlobularis (juga disebut arteri radialis) dan arteri eferen, yang menuju ke

kapiler glomerulus. Ujung distal kapiler pada setiap glomerulus bergabung untuk

kapiler glomerulus. Ujung distal kapiler pada setiap glomerulus bergabung untuk

membentuk arteriol eferen, yang menuju jaringan kapiler kedua, yaitu kapiler

peritubular yang mengelilingi tubulus ginjal (Guyton dan Hall 2006).

Gambar.3 Struktur histologi ginjal normal

Sumber : www.octc.kctcs.edu/gcaplan/anat2/notes/35

4.2 Fisiologi Ginjal

Fungsi utama dari ginjal adalah menjernihkan atau membersihkan plasma

darah dari produk akhir metabolisme ketika zat-zat ini berjalan melalui alas

kapiler ginjal. Ginjal juga membuat seimbang komposisi cairan-cairan tubuh

dengan mempertahankan secara selektif atau mengeksresikan banyak zat

penyusun plasma. Sementara itu, menurut Price dan Lorraine (2006), fungsi utama

ginjal dapat dibagi menjadi dua, yaitu fungsi eksresi dan non eskresi. Fungsi

ekresi ginjal adalah (1) mempertahankan osmolalitas plasma, (2) mempertahankan

volume cairan ektraseluler dan tekanan darah, (3) mempertahankan pH plasma,

(4) mempertahankan konsentrasi plasma masing- masing elektrolit individu dalam

rentang normal, (5) mengekresikan produk akhir nitrogen dari metabolisme

protein (terutama urea, asam urat dan kreatinin), dan (6) bekerja sebagai jalur

eskretori untuk sebagian obat. Sedangkan fungsi noneskresi ginjal yaitu

mensintesis dan mengaktifkan hormon, yaitu renin, eritropoetin, 1,25-

dihidroksivitamin D3, protaglandin, insulin, glukagon, parathormon, prolaktin,

hormon pertumbuhan, hormon anti diuretik (ADH), hormon gastrointestinal, serta

degradasi hormon polipeptida.

Kapiler di bagian glomerulus ginjal menyaring antara 10% sampai 30%

plasma, ketika darah mengalir melalui alas kapiler ginjal yang sangat kompleks

(glomeruli) dan ultrafiltrat ini (plasma yang telah dibersihkan dari protein-protein

besar dan zat-zat partkel) masuk ke dalam tubula dari nefron sebagai satuan

fungsional ginjal. Ketika cairan saringan itu mengalir melalui tubula, maka hasil

ikutan metabolisme yang tidak dikehendaki seperti urea, kreatinin, tetap tertahan

dalam tubula, sedangkan zat-zat yang masih diperlukan seperti air, elektrolit,

glukosa, dan asam amino secara selektif dikembalikan pada darah (proses

reabsorpsi). Ketika urine terbentuk, dinding tubula juga mensekresi beberapa zat

ke dalam lumen. Urine yang lengkap terbentuk oleh proses filtrasi dan sekresi,

dan peyesuaian-penyesuaian dilakukan dalam komposisi urine sepanjang jalan

tubula oleh proses resorpsi. Pada ginjal terdapat alat-alat penginderaan

(juxtaglomerular aparatus) untuk membandingkan susunan elektrolit cairan tubuh

dengan kandungan urine, dan penyesuaian terakhir dapat dilakukan untuk

memungkinkan penahanan atau ekskresi elektrolit- elektrolit, seperti natrium,

kalium dan ion-ion klorida atau hidrogen. Oleh karena itu, secara fisiologis ginjal

merupakan suatu organ penting dalam pengaturan asam basa dan keseimbangan

cairan (Guyton dan Hall 2006).

Ginjal melakukan fungsinya yang paling penting dengan menyaring

plasma dan memindahkan zat dari filtrat dengan kecepatan yang bervariasi

tergantung pada kebutuhan tubuh. Akhirnya ginjal “membuang” zat yang tidak

diinginkan dari filtrat dengan mengeksresikan melalui urin, sementara zat yang

dibutuhkan dikembalikan ke dalam darah. Proses pembentukan urin dimulai

dengan filtrasi sejumlah cairan yang hampir bebas rotein dari kapiler glomerulus

ke kapsula Bowman. Kebanyakan zat dalam plasma, kecuali protein, difiltrasi

secara bebas sehingga konsentrasinya pada filtrat glomerulus dalam kapsula

Bowman hampir sama dengan plasma. Ketika cairan yang telah difiltrasi ini

meninggalkan kapsula Bowman dan mengalir melewati tubulus, cairan ini

mengalami perubahan akibat adanya resorpsi air dan zat terlarut spesifik kembali

ke dalam darah atau sekresi zat-zat lain dari kapiler peritubulus ke dalam tubulus

(Guyton dan Hall 2006).

4.3 Intoksikasi Ginjal

Urine merupakan jalur utama eskresi sebagian besar toksikan yang ada di

dalam tubuh. Menurut Lu (1995), akibatnya ginjal mempunyai volume aliran

darah yang tinggi, mengkonsentrasikan toksikan pada filtrat, membawa toksikan

melalui tubulus dan mengaktifkan toksikan tertentu. Karenanya, ginjal merupakan

organ sasaran utama dari efek toksik.

Nefrotoksikan dapat menyebabkan efek buruk pada berbagai bagian ginjal,

yang mengakibatkan berbagai perubahan fungsi. Kerusakan pada ginjal dapat

mengenai glomerulus diantaranya adalah glomerulonefritis, glomerular lipidosis

serta amiloidosis (Jubb et al.1993).