II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem Irigasi Menurut Prastowo (2002), pemberian air pada irigasi tetes...

12
3 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem Irigasi Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan sistem irigasi antara lain ketersediaan air, tipe tanah, topografi lahan dan jenis tanaman. Pemilihan sistem irigasi berdasarkan factor-faktor di atas bertujuan untuk menghasilkan pemakaian air oleh tanaman yang paling efisien (Kalsim, 2002). Secara umum sistem irigasi dapat dibedakan atas : 1. Sistem Irigasi Bertekanan Sistem irigasi bertekanan dibedakan menjadi dua yaitu irigasi curah dan irigasi tetes. Pada metoda irigasi curah, air irigasi diberikan dengan cara menyemprotkan air ke udara dan menjatuhkannya di sekitar tanaman seperti hujan. Penyemprotan dibuat dengan mengalirkan air bertekanan melalui orifice kecil atau nozzle. Tekanan biasanya didapatkan dengan pemompaan. Untuk mendapatkan penyebaran air yang seragam diperlukan pemilihan ukuran nozzle, tekanan operasional, jarak sprinkler dan laju infiltrasi tanah yang sesuai (Kalsim, 2002). Beberapa keuntungan irigasi curah antara lain: a) Efisiensi pemakaian air cukup tinggi b) Dapat digunakan untuk lahan dengan topografi bergelombang dan kedalaman tanah (solum) yang dangkal, tanpa diperlukan perataan lahan (land grading). c) Cocok untuk tanah berpasir di mana laju infiltrasi biasanya cukup tinggi. d) Aliran permukaan dapat dihindari sehingga memperkecil kemungkinan terjadinya erosi. e) Pemupukan terlarut, herbisida dan fungisida dapat dilakukan bersama-sama dengan air irigasi. f) Biaya tenaga kerja untuk operasi biasanya lebih kecil daripada irigasi permukaan g) Dengan tidak diperlukannya saluran terbuka, maka tidak banyak lahan yang tidak dapat ditanami h) Tidak mengganggu operasi alat dan mesin pertanian.

Transcript of II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem Irigasi Menurut Prastowo (2002), pemberian air pada irigasi tetes...

Page 1: II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem Irigasi Menurut Prastowo (2002), pemberian air pada irigasi tetes dilakukan dengan menggunakan alat aplikasi (applicator, emission device) yang dapat

3

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Sistem Irigasi

Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan sistem irigasi antara lain

ketersediaan air, tipe tanah, topografi lahan dan jenis tanaman. Pemilihan sistem

irigasi berdasarkan factor-faktor di atas bertujuan untuk menghasilkan pemakaian

air oleh tanaman yang paling efisien (Kalsim, 2002).

Secara umum sistem irigasi dapat dibedakan atas :

1. Sistem Irigasi Bertekanan

Sistem irigasi bertekanan dibedakan menjadi dua yaitu irigasi curah dan

irigasi tetes. Pada metoda irigasi curah, air irigasi diberikan dengan cara

menyemprotkan air ke udara dan menjatuhkannya di sekitar tanaman seperti

hujan. Penyemprotan dibuat dengan mengalirkan air bertekanan melalui orifice

kecil atau nozzle. Tekanan biasanya didapatkan dengan pemompaan. Untuk

mendapatkan penyebaran air yang seragam diperlukan pemilihan ukuran nozzle,

tekanan operasional, jarak sprinkler dan laju infiltrasi tanah yang sesuai (Kalsim,

2002).

Beberapa keuntungan irigasi curah antara lain:

a) Efisiensi pemakaian air cukup tinggi

b) Dapat digunakan untuk lahan dengan topografi bergelombang dan kedalaman

tanah (solum) yang dangkal, tanpa diperlukan perataan lahan (land grading).

c) Cocok untuk tanah berpasir di mana laju infiltrasi biasanya cukup tinggi.

d) Aliran permukaan dapat dihindari sehingga memperkecil kemungkinan

terjadinya erosi.

e) Pemupukan terlarut, herbisida dan fungisida dapat dilakukan bersama-sama

dengan air irigasi.

f) Biaya tenaga kerja untuk operasi biasanya lebih kecil daripada irigasi

permukaan

g) Dengan tidak diperlukannya saluran terbuka, maka tidak banyak lahan yang

tidak dapat ditanami

h) Tidak mengganggu operasi alat dan mesin pertanian.

Page 2: II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem Irigasi Menurut Prastowo (2002), pemberian air pada irigasi tetes dilakukan dengan menggunakan alat aplikasi (applicator, emission device) yang dapat

4

Menurut Prastowo (2002), pemberian air pada irigasi tetes dilakukan dengan

menggunakan alat aplikasi (applicator, emission device) yang dapat memberikan

air dengan debit yang rendah dan frekuensi yang tinggi (hampir terus-menerus) di

sekitar perakaran tanaman. Tekanan air yang masuk ke alat aplikasi sekitar 1.0 bar

dan dikeluarkan dengan tekanan mendekati nol untuk mendapatkan tetesan yang

terus menerus dan debit yang rendah. Sehingga irigasi tetes diklasifikasikan

sebagai irigasi bertekanan rendah. Pada irigasi tetes, tingkat kelembaban tanah

pada tingkat yang optimum dapat dipertahankan. Sistem irigasi tetes sering

didesain untuk dioperasikan secara harian (minimal 12 jam per hari.)

Irigasi tetes mempunyai kelebihan dibandingkan dengan metoda irigasi

lainnya, yaitu:

a) Meningkatkan nilai guna air

b) Meningkatkan pertumbuhan tanaman dan hasil

c) Meningkatkan efisiensi dan efektifitas pemberian air

d) Menekan resiko penumpukan garam

e) Menekan pertumbuhan gulma

f) Menghemat tenaga kerja

2. Sistem Irigasi Tidak Bertekanan

Sistem irigasi tidak bertekanan merupakan sistem irigasi berdasarkan gaya

gravitasi sehingga air dapat mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang lebih

rendah. Pada irigasi gravitasi, air diberikan secara langsung melalui permukaan

tanah dari suatu saluran atau pipa dimana elevasi muka airnya lebih tinggi dari

elevasi lahan yang akan diairi (sekitar 10-15 cm). Air irigasi mengalir pada

permukaan tanah dari pangkal ke ujung lahan dan meresap ke dalam tanah

membasahi daerah perakaran tanaman (Kalsim, 2002).

Sistem irigasi gravitasi dibagi menjadi tiga yaitu irigasi border, irigasi check

basin dan irigasi alur. Pada irigasi border, dalam petakan lahan dibuat pematang

sejajar sebagai pengendali lapisan aliran air irigasi yang bergerak ke arah

kemiringan lahan. Lahan dibagi menjadi beberapa petakan yang sejajar yang

dipisahkan masing-masing oleh pematang yang rendah. Masing-masing petakan

(border) diberikan air irigasi secara terpisah. Air irigasi menyebar merata

sepanjang kemiringan lahan yang dikendalikan oleh pematang tersebut.

Page 3: II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem Irigasi Menurut Prastowo (2002), pemberian air pada irigasi tetes dilakukan dengan menggunakan alat aplikasi (applicator, emission device) yang dapat

5

Pada irigasi check basin, lahan dibagi menjadi petakan-petakan kecil yang

hampir datar. Pematang sekeliling petakan dibentuk untuk menahan air irigasi

agar tergenang di petakan dan berinfiltrasi. Ukuran basin beragam mulai dari 1 m2

sampai 1 atau 2 ha. Jika lahan dapat didatarkan secara ekonomis, maka bentuk

basin biasanya segi empat. Tetapi jika topografinya bergelombang maka

pematang dibuat mengikuti kontur. Biasanya beda elevasi antar pematang

bervariasi dari 6 - 12 cm untuk tanaman palawija dan 15 - 30 cm untuk tanaman

padi. Ukuran basin tergantung pada debit yang tersedia, ukuran pemilikan lahan

dan karaktersitik infiltrasi. Untuk irigasi buah-buahan biasanya dibuat basin

berbentuk lingkaran atau segi empat pada setiap pohon.

Irigasi alur merupakan sistem pemberian air irigasi dalam bentuk aliran

kecil melalui alur (saluran kecil) yang dibuat di antara baris tanaman. Jarak antar

alur tergantung pada jenis tanaman yang akan ditanam, tekstur tanah, dan tipe alat

atau mesin pertanian yang akan digunakan. Pola pembasahan pada tekstur pasir

cenderung ke arah vertikal, sedangkan pada tekstur liat cenderung ke arah

horizontal. Kedalaman alur (guludan) umumnya antara 0.15 m – 0.4 m, tergantung

pada alat/mesin pembuat alur (Kalsim, 2002).

Jaringan Irigasi

Jaringan irigasi dibagi dalam jaringan irigasi utama dan jaringan irigasi

tersier. Jaringan irigasi utama yaitu bagian dari jaringan irigasi yang terdiri dari

bangunan utama (tubuh bendung, bangunan pembilas, pintu pengambilan,

bangunan pengelak dan peredam energi, kantong lumpur, tanggul banjir,

bangunan pengatur muka air, rumah jaga dan bangunan pelengkap lainnya),

saluran primer, saluran sekunder, bangunan bagi, bangunan sadap, saluran

pembuangan dan bangunan pelengkap (tanggul, talang, sipon, jembatan, gorong –

gorong, jembatan, dan tangga cuci). Jaringan irigasi tersier merupakan jaringan

irigasi yang terdiri dari bangunan bagi tersier, saluran tersier dan kuarter, saluran

pembuang, boks tersier dan kuarter, serta bangunan pelengkap lain yang terdapat

di petak tersier (Kartasapoetra, 1994).

a. Bendung yaitu bangunan yang melintang di palung sungai yang berfungsi

untuk menaikkan muka air sungai untuk dialirkan ke lokasi yang

memerlukan.

Page 4: II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem Irigasi Menurut Prastowo (2002), pemberian air pada irigasi tetes dilakukan dengan menggunakan alat aplikasi (applicator, emission device) yang dapat

6

b. Saluran primer yaitu saluran yang berfungsi membawa air dari bangunan bagi

pada saluran primer sampai bangunan bagi terakhir.

c. Saluran sekunder yaitu saluran yang berfungsi untuk membawa air dari

bangunan bagi pada saluran sekunder sampai bangunan bagi tersier

d. Saluran tersier yaitu saluran yang berfungsi untuk mengairi satu petak tersier

yang mengambil air dari saluran sekunder atau saluran primer.

Efisiensi Irigasi

Secara kuantitatif efisiensi irigasi suatu jaringan irigasi sangat kurang

diketahui dan merupakan parameter yang sukar diukur. Kehilangan air irigasi

pada tanaman padi berhubungan dengan : (a) kehilangan air di saluran primer,

sekunder dan tersier melalui rembesan, evaporasi, pengambilan air tanpa izin, (b)

kehilangan akibat pengoperasian termasuk pemberian air yang berlebihan

(Kalsim, 2002).

1. Efisiensi pemakaian air (EPA)

Efisiensi pemakaian air (application efficiency) di sawah adalah

perbandingan jumlah air irigasi yang diperlukan tanaman (Vn) dengan jumlah air

yang sampai ke suatu inlet jalur atau petakan sawah (Vsw). Jumlah air irigasi

yang diperlukan tanaman disebut dengan V netto adalah jumlah air yang

diperlukan tanaman (W) dikurangi dengan hujan efektif (He). Untuk padi sawah

nilai W adalah perjumlahan dari nilai ET, perkolasi, dan genangan.

Vn = ET + g + p − h (1)

EPA = 𝑉𝑛

𝑉𝑠𝑤 × 100% (2)

di mana : Vn = jumlah air irigasi yang diperlukan tanaman (m3)

Vsw = jumlah air yang sampai petakan sawah (m3)

ET = evapotranspirasi (mm/hari)

EPA = efisiensi pemakaian air (%)

2. Efisiensi penyaluran

Kehilangan air di saluran dapat diukur dengan beberapa metoda. Salah satu

metoda adalah inflow-outflow atau teknik keseimbangan air pada suatu ruas

saluran. Hal ini dapat dilakukan dengan mengukur debit inflow pada pangkal

Page 5: II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem Irigasi Menurut Prastowo (2002), pemberian air pada irigasi tetes dilakukan dengan menggunakan alat aplikasi (applicator, emission device) yang dapat

7

saluran dan debit outflow pada ujung saluran. Efisiensi penyaluran air dinyatakan

dengan persamaan:

Ec = Debit di pangkal −debit di ujun g

debit di pangkal x 100% (3)

dengan : Ec = efisiensi penyaluran (%)

Untuk mendapatkan efisiensi distribusi yang wajar, jaringan tersier harus

dirancang dengan baik, dan mudah dioperasikan oleh petani (Kalsim, 2002).

B. Kebutuhan Air Irigasi

1. Evapotranspirasi

Evapotranspirasi tanaman dapat diketahui dengan cara pengukuran dan

pendugaan. Metoda pendugaan evapotranspirasi acuan (ETo) dapat digunakan

apabila data iklim di daerah tersebut tersedia. Berbagai metoda pendugaan ETo

menurut FAO adalah: Thornthwaite, Blaney dan Criddle, Radiasi, Panci

evaporasi dan Penman-Monteith. FAO merekomendasikan metoda Penman-

Monteith untuk digunakan jika data iklim tersedia (suhu rerata udara harian, jam

penyinaran rerata harian, kelembaban relatif rerata harian, dan kecepatan angin

rerata harian). Selain itu diperlukan juga data letak geografi dan elevasi lahan di

atas permukaan laut. Evapotranspirasi tanaman acuan (reference crop

evapotranspiration, ETo) didefinisikan sebagai evapotranspirasi dari tanaman

rumput berdaun hijau, tinggi sekitar 15 cm, tumbuh sehat, cukup air, dan

menutupi tanah dengan sempurna (Kalsim, 2002).

Menurut Doorenbos dan Pruitt (1977), evapotrasnpirasi tanaman untuk

tanaman tertentu dihitung dengan persamaan:

ETc = kc x ETo (4)

Dimana : ETc : evapotranspirasi tanaman tertentu (mm/hari)

ETo : evapotranspirasi tanaman acuan (mm/hari)

kc : koefisien tanaman yang tergantung pada jenis dan periode

pertumbuhan tanaman.

Nilai koefisien tanaman untuk tanaman padi disarankan menggunakan data

dari FAO karena nilai kc padi dari beberapa literatur di Indonesia umumnya

Page 6: II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem Irigasi Menurut Prastowo (2002), pemberian air pada irigasi tetes dilakukan dengan menggunakan alat aplikasi (applicator, emission device) yang dapat

8

menggunakan pendugaan evapotranspirasi tanaman acuan dengan metoda yang

berlainan. Koefisien tanaman padi yang disarankan oleh Departemen Pekerjaan

Umum dan FAO tercantum pada Tabel 1.

Tabel 1. Koefisien tanaman padi (Kc)

Waktu (hst) Varietas Unggul Baru Varietas Lokal

Selama penyiapan Lahan 1.20 1.20

15 1.20 1.20

30 1.27 1.20

45 1.33 1.32

60 1.30 1.40

75 1.30 1.35

90 0 1.24

105 1.12

120 0

Sumber : FAO, 1998

hst : hari setelah tanam

2. Kebutuhan Air Tanaman

Kebutuhan air untuk tanaman padi dihitung mulai dari pengolahan tanah

sampai panen.

a. Periode Pengolahan Tanah

Keperluan air selama pengolahan tanah mencakup keperluan untuk

menjenuhkan tanah dan untuk lapisan genangan yang diperlukan segera setelah

tanam (Kalsim, 2002). Persamaan yang dapat digunakan untuk menduga

keperluan air pada waktu pengolahan tanah adalah :

S = [S(a) - S(b)] x N x d x 10-4

+ Fl + Fd (5)

di mana :

S : keperluan air pengolahan lahan (mm)

S(a) : lengas tanah sesudah pelumpuran (%)

S(b) : lengas tanah sebelum pelumpuran (%)

N : porositas tanah (%)

d : kedalaman lapisan tanah yang dilumpurkan (mm)

Fl : kehilangan air selama pelumpuran (mm)

Fd : tinggi genangan di petakan sawah setelah tanam (mm).

Page 7: II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem Irigasi Menurut Prastowo (2002), pemberian air pada irigasi tetes dilakukan dengan menggunakan alat aplikasi (applicator, emission device) yang dapat

9

b. Periode persemaian

Areal persemaian umumnya antara 2-10% dari areal tanam. Lama

pertumbuhan antara 20-25 hari. Jumlah keperluan air di persemaian kurang lebih

sama dengan penyiapan lahan, sehingga keperluan air untuk persemaian biasanya

disatukan dengan keperluan air untuk pengolahan tanah (Kalsim, 2002).

c. Pertumbuhan vegetatif

Periode ini merupakan periode berikutnya setelah tanam (transplanting)

yang mencakup (a) tahap pemulihan dan pertumbuhan akar yaitu 0-10 hari setelah

tanam (hst), (b) tahap pertumbuhan anakan maksimum yaitu 10-50 hst dan (c)

pertunasan efektif dan pertunasan tidak efektif yaitu 35-45 hst. Selama periode ini

akan terjadi pertumbuhan jumlah anakan. Segera setelah tanam, kelembaban yang

cukup diperlukan untuk perkembangan akar-akar baru. Kekeringan yang terjadi

pada periode ini akan menyebabkan pertumbuhan yang kurang baik dan

menghambat pertumbuhan anakan sehingga mengakibatkan penurunan hasil. Pada

tahap berikutnya setelah tahap pertumbuhan akar, diperlukan genangan yang

dangkal selama periode vegetatif ini. Beberapa kali pengeringan (drainase)

membantu pertumbuhan anakan dan juga merangsang perkembangan akar untuk

berpenetrasi ke lapisan tanah bagian bawah. Selain itu drainase juga membantu

menghambat pertumbuhan anakan tak-efektif (non-effective tillers) (Kalsim,

2002).

d. Periode reproduktif (generatif)

Periode ini mengikuti periode anakan maksimum dan mencakup tahap

perkembangan awal malai (panicle primordia) yaitu 40-50 hst, masa bunting pada

umur 50-60 hst dan pembentukan bunga pada umur 60-80 hst. Situasi ini dicirikan

dengan pembentukan dan pertumbuhan malai. Pada sebagian besar dari periode

ini tanaman membutuhkan banyak air. Kekeringan yang terjadi pada periode ini

akan menyebabkan beberapa kerusakan yang disebabkan oleh terganggunya

pembentukan malai maupun pembungaan yang berakibat pada pengurangan hasil

panen (Kalsim, 2002).

Page 8: II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem Irigasi Menurut Prastowo (2002), pemberian air pada irigasi tetes dilakukan dengan menggunakan alat aplikasi (applicator, emission device) yang dapat

10

e. Periode pamatangan (ripening atau fruiting)

Selama periode pematangan diperlukan sedikit air dan secara berangsur-

angsur sampai sama sekali tidak diperlukan air sesudah periode matang kuning

(yellow ripe). Selama periode ini drainase perlu dilakukan, akan tetapi

pengeringan yang telalu awal akan mengakibatkan bertambahnya gabah hampa

dan beras pecah (broken kernel), sedangkan pengeringan yang terlambat

mengakibatkan tanaman rebah. Kekurangan air selama periode pematangan

menyebabkan pengurangan hasil panen. Dengan demikian perencanaan program

irigasi di areal yang jumlah air irigasinya terbatas untuk menggenangi sawah pada

seluruh periode, prioritas harus diberikan untuk memberikan air irigasi selama

periode pertumbuhan akar dan seluruh periode pertumbuhan reproduktif (Kalsim,

2002).

3. CROPWAT

Berdasarkan User Guide CROPWAT for Windows (ver. 4.2.0013) (FAO,

1998), program ini dapat digunakan untuk menghitung :

a. Evapotranspirasi Tanaman Acuan (Reference Crop Evapotranspiration)

b. Kebutuhan Air Tanaman (Crop Water Requirement)

c. Kebutuhan Air Irigasi (Irrigation Water Requirement)

d. Penjadwalan Air Irigasi (Irrigation Scheduling)

Data – data yang diperlukan untuk perhitungan kebutuhan air tanaman

dengan menggunakan CROPWAT adalah data iklim berupa suhu udara,

kelembaban relatif (RH), kecepatan angin, lama penyinaran matahari dan

evapotranspirasi serta data hujan bulanan.

Menu utama program software CROPWAT diantaranya :

a. Perhitungan ETo dengan Metode Penman-Monteith

Berdasarkan User Guide CROPWAT for Windows (ver. 4.2.0013) (FAO,

1998), data yang diperlukan untuk menghitung ETo dengan metode Penman-

Monteith yaitu : nama stasiun, altitude (elevasi m dpl), koordinat lintang, bujur,

data iklim rata-rata harian setiap bulan (Januari-Desember), suhu udara (0C),

kelembaban relatif (RH) (%), kecepatan angin (m/det atau km/hari), lama

penyinaran matahari (% atau jam/hari).

Page 9: II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem Irigasi Menurut Prastowo (2002), pemberian air pada irigasi tetes dilakukan dengan menggunakan alat aplikasi (applicator, emission device) yang dapat

11

b. Crop Water Requirements (CWR)

1) Perhitungan hujan efektif

a) Nilai persentase tertentu dari hujan bulanan (Fixed Percentage): Peff = a. Ptot,

biasanya nilai a = 0.7 – 0.9

b) Dependable rain (hujan andalan) didefinisikan sebagai hujan dengan peluang

terlewati tertentu: Peluang terlewati 80% menggambarkan kondisi tahun

kering, 50% kondisi tahun normal dan 20% kondisi tahun basah. Secara

empirik menurut AGLW/FAO:

Pef = 0.6 * P mean - 10; untuk P mean < 60 mm/bulan

Pef = 0.8 * P mean - 25; untuk P mean > 60 mm/bulan

c) Berdasarkan rumus empirik (locally developed):

Biasanya dikembangkan dengan rumus umum sebagai berikut:

Peff = a Pmean+ b untuk Pmean< Z mm

Peff = c Pmean+ d untuk Pmean> Z mm

Konstanta a, b, c dan d dikembangkan berdasarkan penelitian secara lokal.

Berdasarkan User Guide CROPWAT for Windows (ver. 4.2.0013) (FAO,

1998), hujan bulanan dengan peluang terlewati tertentu (misalnya 75%). Untuk

beberapa daerah sudah mempunyai persamaan linier antara hujan bulanan rata-

rata dengan hujan bulanan dengan peluang terlewati tertentu.

d) USBR:

Pef = P mean x (125 - 0.2 P mean )/125; untuk P mean < 250 mm

Pef = 125 + 0.1 x P mean ; untuk P mean > 250 mm

e) Hujan tidak diperhitungkan

2) Input Crop Data

Data tanaman terdiri dari: nama tanaman; tahap pertumbuhan tanaman (4);

pada setiap tahap pertumbuhan: umur tanaman (hari), koefisien tanaman (kc),

dalam perakaran (m), depletion level (p), response hasil (Ky)

3) Tanggal tanam (planting date)

4) Perhitungan CWR dilakukan setiap 10 harian

Menurut Doorenbos dan Pruitt (1977), perhitungan evapotranspirasi dilihat

pada :

Page 10: II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem Irigasi Menurut Prastowo (2002), pemberian air pada irigasi tetes dilakukan dengan menggunakan alat aplikasi (applicator, emission device) yang dapat

12

(Persamaan 4)

IRReq = ETc - Peff (6)

CWR = IRReq – ETc + Peff (7)

Keterangan :

ETc : evapotranspirasi tanaman (mm/hari)

IRReq : keperluan air irigasi (mm/air)

Peff : hujan efektif (mm/hari)

CWR : crop water requirement (mm/hari)

c. Perhitungan kebutuhan air irigasi untuk padi sawah

Berdasarkan User Guide CROPWAT for Windows (ver. 4.2.0013) (FAO,

1998), perhitungan keperluan air irigasi untuk padi termasuk untuk

evapotranspirasi, perkolasi, penyiapan lahan dan persemaian. Evapotranspirasi

dan perkolasi akan terjadi selama petakan sawah tergenang. Selama persemaian

ETc dan perkolasi terjadi hanya pada sebagian luasan persemaian.

Pada umumnya tinggi genangan air adalah sekitar 50 - 75 mm untuk padi

sawah varietas unggul, sedangkan untuk varietas lokal antara 100 - 120 mm.

Maksimum genangan air pada varietas unggul adalah sekitar 15 cm.

Persamaan yang dapat digunakan untuk menduga keperluan air pada waktu

pengolahan tanah adalah :

S = [S(a) - S(b)] x N x d x 10-4

+ Fl (8)

di mana :

S : keperluan air pengolahan lahan (mm)

S(a) : lengas tanah sesudah pelumpuran (%)

S(b) : lengas tanah sebelum pelumpuran (%)

N : porositas tanah (%)

d : kedalaman lapisan tanah yang dilumpurkan (mm)

Fl : kehilangan air selama pelumpuran (mm)

Berdasarkan User Guide CROPWAT for Windows (ver. 4.2.0013) (FAO,

1998), jumlah keperluan air di persemaian kurang lebih sama dengan penyiapan

lahan. Sehingga keperluan air untuk persemaian biasanya disatukan dengan

Page 11: II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem Irigasi Menurut Prastowo (2002), pemberian air pada irigasi tetes dilakukan dengan menggunakan alat aplikasi (applicator, emission device) yang dapat

13

keperluan air untuk pengolahan tanah. Maka kebutuhan air irigasi dapat dihitung

dengan persamaan :

Keperluan air irigasi = ETc + P + persemaian + pengolahan tanah (9)

di mana :

ETc : evapotranspirasi (mm/hari)

P : perkolasi (mm/hari)

d. Penjadwalan irigasi (Irrigation Scheduling)

Berdasarkan User Guide CROPWAT for Windows (ver. 4.2.0013) (FAO,

1998), program penjadwalan irigasi memberikan kemungkinan untuk:

Mengembangkan dan merancang penjadwalan irigasi yang sesuai dengan

kondisi operasional di lapangan

Evaluasi lapangan dari program irigasi dalam hal efisiensi penggunaan air

irigasi dan hasil produksi

Mensimulasikan program irigasi di lapangan pada kondisi kekurangan air,

tadah hujan, irigasi suplemen dan lain-lain.

C. Ketersediaan Air Irigasi

Kartasapoetra (1994) mengatakan bahwa untuk memenuhi kebutuhan air

irigasi bagi lahan pertanian, debit air dari sumber harus cukup untuk disalurkan ke

areal pertanian. Agar penyaluran air irigasi ke areal pertanian dapat diatur dengan

sebaik–baiknya (dalam arti tidak berlebihan atau dapat dimanfaatkan seefisien

mungkin), maka dalam pelaksanaannya perlu dilakukan pengukuran debit air.

Dengan distribusi yang terkendali dan dengan pengukuran tersebut, maka masalah

kebutuhan air irigasi selalu dapat diatasi tanpa menimbulkan gejolak di

masyarakat petani pemakai air irigasi.

Pengukuran debit dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung.

Dalam pengukuran debit secara langsung, dapat digunakan beberapa alat ukur

seperti pintu Romijn, sekat ukur tipe Cipoletti, sekat ukur tipe Thompson,

parshall flume dan cut throat flume. Cut throat flume adalah alat ukur debit yang

mempunyai bagian yang menyempit (tenggorokan) dengan lebar tertentu. Debit

air diukur berdasarkan mengalirnya air melalui bagian yang menyempit tersebut

dengan bagian dasar yanag direndahkan. Lebar bagian penyempitan mempunyai

Page 12: II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem Irigasi Menurut Prastowo (2002), pemberian air pada irigasi tetes dilakukan dengan menggunakan alat aplikasi (applicator, emission device) yang dapat

14

ukuran yang berbeda–beda, oleh karena itu penggunaan rumus juga disesuaikan

dengan ukuran lebar bagian yang menyempit tersebut. Dalam pelaksanaan

pengukuran debit air irigasi secara langsung dengan alat–alat ukur tersebut

biasanya lebih mudah karena dapat melihat tabel debit air yang tersedia

(Kartasapoetra, 1994).

Kartasapoetra (1994) mengatakan bahwa pengukuran debit secara tidak

langsung dapat menggunakan alat pengukur kecepatan aliran (current meter).

Current meter merupakan alat pengukur kecepatan aliran yang dilengkapi baling–

baling yang digerakkan dengan tenaga baterai dan setiap putaran sumbu akan

menghasilkan bunyi. Kecepatan aliran diperhitungkan dengan jumlah bunyi atau

jumlah putaran setiap waktu. Persamaan yang digunakan untuk current meter

adalah :

V = aN + b (10)

di mana : V = kecepatan aliran (m/s)

N = jumlah putaran per detik

a dan b = koefisien yang diperoleh dari pemeriksaan

Debit aliran dihitung dengan persamaan :

Q = V x A (11)

di mana : Q = debit aliran (m3/detik)

V = kecepatan aliran (m/detik)

A = luas penampang saluran (m2)

Pada lebar penyempitan cut throat flume 30 cm dan panjangnya 90 cm,

maka menggunakan persamaan :

C = KW1.025

(12)

Q = CHan (13)

di mana : C = koefisien aliran bebas

Q = debit (m3/dt)

W = lebar penyempitan (m)

Ha = tinggi muka air (m)

K dan n = koefisien (dari nomogram)