Wendy Manajemen Aset Irigasi Daerah Irigasi Antirogo

30
MANAJEMEN ASET DAERAH IRIGASI SALURAN SEKUNDER ANTIROGO KABUPATEN JEMBER diajukan untuk memenuhi tugas matakuliah Irigasi dan Pengelolaan Sumber Daya Air (IPSDA) LAPORAN Oleh : Wendy Dreifyana M 111710201009/ TEP A JURUSAN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

description

TESIS

Transcript of Wendy Manajemen Aset Irigasi Daerah Irigasi Antirogo

Page 1: Wendy Manajemen Aset Irigasi Daerah Irigasi Antirogo

MANAJEMEN ASET DAERAH IRIGASI SALURAN SEKUNDER ANTIROGO KABUPATEN JEMBER

diajukan untuk memenuhi tugas matakuliah Irigasi dan Pengelolaan Sumber Daya Air (IPSDA)

LAPORAN

Oleh :

Wendy Dreifyana M

111710201009/ TEP A

JURUSAN TEKNIK PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS JEMBER

2014

BAB 1. PENDAHULUAN

Page 2: Wendy Manajemen Aset Irigasi Daerah Irigasi Antirogo

1.1 Latar belakang

Air merupakan kebutuhan yang pada awalnya banyak ditemui di maritim seperti

Indonesia namun seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk kebutuhan air

semakin meningkat sehingga jumlah air tidak sebanding dengan banyaknya

kebutuhan yang menggunakan air. Oleh karena itu pemerataan pengelolaan air

sangat di butuhkan karena kebutuhan air tidak hanya berguna untuk kebutuhan

pertanian namun juga kebutuhan rumah tangga. Salah satu solusi pemerataan

pembagian air adalah dengan cara irigasi. Irigasi diselenggarakan dengan tujuan

mewujudkan kemanfaatan air yang menyeluruh, terpadu, dan berwawasan

lingkungan, serta untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya

petani.

Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 77 Tahun 2007, Irigasi berfungsi

mempertahankan dan meningkatkan produktivitas lahan untuk mencapai hasil

pertanian yang optimal tanpa mengabaikan kepentingan lainnya. Pengelolaan

irigasi juga merupakan implementasi dari Rencana Pembangunan Jangka Nasional

(RPJN) 2015-2025 karena Indonesia memiliki modal dasar berupa kekayaan alam

yang melimpah. Untuk menjamin terselenggaranya pengelolaan irigasi yang

efisien dan efektif serta dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada

masyarakat petani, pengelolaan irigasi dilaksanakan dengan mengoptimalkan

pemanfaatan air permukaan dan air bawah tanah secara terpadu dengan

memperhatikan aset irigasi dengan mengaplikasikan manajemen aset.Manajemen

aset irigasi adalah kegiatan inventarisasi, audit, perencanaan, pemanfaatan,

pengamanan aset irigasi, dan evaluasi.

1.2 Tujuan

1. Untuk mengetahui potensi daerah irigasi tentang jaringan irigasi,

sungai, bangunan dan petak.

2. Untuk mengetahui rata-rata FPR dan tata tanam.

3. Untuk mengetahui grafik debit, kebutuhan air, dan neraca air.

1.3 Lokasi

Page 3: Wendy Manajemen Aset Irigasi Daerah Irigasi Antirogo

UPTD Sumbersari, DI Antirogo, Kabupaten Jember. Terletak pada

daerah tropis. Angka temperatur berkisar antara 23ºC -. 31ºC, dengan

musim kemarau terjadi pada bulan Mei sampai bulan Agustus. Dan

sumber daya lahan berupa padi, polowijo dan tembakau.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Page 4: Wendy Manajemen Aset Irigasi Daerah Irigasi Antirogo

2.1 Irigasi di Indonesia

Indonesia memilki UU No. 7/2004 tentang Sumberdaya Air, dan PP No.

20/2006 tentang Irigasi yang seharusnya tidak mengulang pendekatan

pembangunan sebagaimana yang terjadi pada era Orde Baru, dimana pemerintah

sangat mendominasi perencanaan dan pelaksanaan pembangunan. Berdasarkan PP

(Peraturan Pemerintah) tentang irigasi Bab 1 Ketentuan Umum Pasal 1 ayat 3,

Irigasi adalah usaha penyediaan dan pengaturan air untuk menunjang pertanian,

yang jenisnya meliputi irigasi air permukaan, irigasi air bawah tanah, irigasi

pompa, dan irigasi tambak. Berdasarkan PP (Peraturan Pemerintah) tentang irigasi

Bab 1 Ketentuan Umum Pasal 1 ayat 4, Daerah irigasi adalah kesatuan wilayah

yang mendapat air dari satu jaringan irigasi.

2.1.1 Jaringan Irigasi

Jaringan irigasi adalah satu kesatuan saluran dan bangunan yang

diperlukan untuk pengaturan air irigasi, mulai dari penyediaan,

pengambilan, pembagian, pemberian dan penggunaannya. Secara hirarki

jaringan irigasi dibagi menjadi jaringan utama dan jaringan tersier.

Jaringan utama meliputi bangunan, saluran primer dan saluran sekunder.

Gambar 2.1.1 Tabel Klasifikasi Jaringan Irigasi

2.1.2 Bangunan Irigasi

Page 5: Wendy Manajemen Aset Irigasi Daerah Irigasi Antirogo

Keberadaan bangunan ingasi diperlukan untuk menunjang

pengambilan dan pengaturan air irigasi Beberapa jenis bangunan irigasi

yang sering dijurnpai dalam praktek irigasi antara lain (1) bangunan

utama, (2) bangunan pembawa, (3) bangunan bagi, (4) bangunan sadap,

(5) bangunanm pengatur muka air, (6) bangunan pernbuang dan penguras

serta (7) bangunan pelengkap.

2.1.3 Aset Irigasi

Aset irigasi terdiri atas dua jenis, yaitu:

1. Aset jaringan Irigasi, secara fungsional dapat dirinci menjadi :

a. Jaringan pembawa merupakan jaringan yang berfungsi untuk

membawa air dari sumber ke sawah-sawah; dan

b. Jaringan pembuang atau drainase merupakan jaringan yang

berfungsi untuk membuang kelebihan air dari sawah-sawah ke

sungai.

2. Masing-masing aset jaringan terbagi menjadi dua komponen, yaitu:

a. Komponen sipil yang mayoritas terdiri atas bahan bangunan

pasangan batu dan atau beton; dan

b. Komponen Mekanikal Elektrikal (ME) yang terdiri atas pintu-

pintu air dan alat pengangkatnya.

3. Aset pendukung pengelolaan aset irigasi terdiri atas:

a. Kelembagaan;

b. Sumber Daya Manusia (SDM);

c. Bangunan Gedung;

d. Peralatan OP; dan

e. Lahan.

2.2 Tata Tanam

Page 6: Wendy Manajemen Aset Irigasi Daerah Irigasi Antirogo

Pola dan Tata Tanam perlu diatur karena dilatar belakangi oleh

ketersediaan air yang terbatas untuk memenuhi kebutuhan seluruh aspek

kehidupan manusia. Selain itu, pengalaman telah menunjukkan bahwa

dengan pengaturan pola dan tata tanam mampu meningkatkan

produktivitas pertanian yang lebih baik, khususnya produktivitas padi.

Pada sidang kali ini disepakati pola tanam di tahun 2013 adalah padi-

padi-palawija. Adapun tata tanam diatur lebih rinci dengan penjadwalan

pembagian dan pemberian air dilakukan oleh Dinas Pekerjaan Umum

dengan mempertimbangkan ketersediaan air.

2.2.1 Rencana Tata Tanam

1. Faktor Rencana Tata Tanam

a. Faktor Sumberdaya alam

1) Ketersediaan air irigasi (debit andalan);

2) kebutuhan air; dan

3) kesesuaian lahan terhadap jenis tanaman;.

b. Faktor Lingkungan

1) Keinginan dan kebiasaan petani;

2) kebijaksanaan pemerintah;

3) iklim dan hama;

4) hasil dan biaya usahatani

2. Prosedur Tata Tanam

a. Tahap persiapan RTTG dan RTTD

Tahap evaluasi ketersediaan air irigasi dan pelaksanaan irigasi yang

dilaksanakan.

b. Waktu pelaksanaan

Mei dekade II sampai dengan Mei Dekade III

2.2.2 Rencana Pembagian Air dan Prosedur Pembagian Air

1. Rencana Pembagian Air

a. secara terus-menerus dilakukan selama 24 jam kepada semua

saluran apabila debit tersedia: Qactual> 70 % Qkebutuhan

Page 7: Wendy Manajemen Aset Irigasi Daerah Irigasi Antirogo

b. secara giliran Pemberian air giliran dilakukan dengan

memberikan air ke saluran secara bergantian

1) Giliran Tersier apabila debit tersedia

Qactual = 50 % - 70 % Qkebutuhan

2) Giliran Sekunder, bila debit tersedia

Qactual = 25 % - 50 % Qkebutuhan

atau, Disesuaikan dengan keadaan/ kebiasaan setempat yang sudah

berjalan dengan baik selama ini.

2. Prosedur Pembagian Air

a. Data yang dibutuhkan :

1) debit air yg tersedia;

2) debit rencana di saluran;

3) luas baku sawah yg diairi di masing-masing saluran;

b. Melaksanakan Prosedur Pembagian Air

c. Jika ketersediaan sangat kecil lakukan prosedur giliran

2.3 Aspek Pengelolaan

Untuk meratakan pembagian air, maka di bentuklah pembiayaan

pengelolaan jaringan irigasi yang holistik. Secara umum kebijakan

pengaturan irigasi yang dikeluarkan pemerintah memuat tentang

perlindungan sumberdaya air dan pengaturan pemanfaatannya. Perubahan

fenomenal terlihat dari kebijakan pemerintah terbaru dalam pengelolaan

air irigasi yaitu Inpres No.3/1999 tentang pembaharuan kebijakan

pengelolaan irigasi yang memuat 5 isi pokok sebagai berikut : (1)

Redefinisi tugas dan tanggung jawab lembaga pengelola irigasi, (2)

Pemberdayaan Perkumpulan Petani Pemakai Air, (3) Penyerahan

Pengelolaan Irigasi (PPI) kepada P3A, (4) Pembiayaan operasional dan

pemeliharaan (OP) jaringan irigasi melalui IPAIR, dan (5) keberlanjutan

sistem irigasi. Terlaksananya pembaharuan kebijakan pengelolaan irigasi

ini sangat bergantung pada upaya pemerintah dalam pemberdayaan P3A,

khususnya menyangkut tiga aspek pokok yaitu: (1) penyerahan

Page 8: Wendy Manajemen Aset Irigasi Daerah Irigasi Antirogo

pengelolaan irigasi (PPI), (2) pelaksanaan IPAIR, dan (3) pembiayaan

pengelolaan jaringan irigasi.

2.4 Perencanaan Pengelolaan Aset Irigasi

2.4.1 Pemilihan Tingkat Pelayanan Irigasi

Dalam peraturan menteri ini telah ditentukan bahwa tingkat pelayanan

yang akan diukur adalah kinerja sistem irigasi. Untuk dapat menghitung

kinerja sistem irigasi perlu dihitung kondisi prasarana (kinerja jaringan

irigasi) yang dilakukan dengan beberapa asumsi sebagai berikut:

a. Jaringan Irigasi baru dianggap mempunyai fungsi 100% dengan

masing- masing aset dalam jaringan tersebut berfungsi 100%.

b. Fungsi suatu aset bangunan akan berpengaruh terhadap seluruh luasan

yang dilayani oleh bangunan tersebut (fungsi bendung akan

berpengaruh terhadap seluruh luas jaringan irigasi, sedangkan fungsi

bangunan bagi paling ujung hanya berpengaruh terhadap luasan

dipetak yang dilayaninya)

c. Dalam hal pada suatu saluran terdapat bangunan, maka kondisi dari

fungsi

layanan yang membatasi adalah yang kondisi fungsi layanannya

terkecil (jika salurannya masih 100% tetapi kemudian ada syphon

yang hanya berfungsi 50%, maka fungsi layanan terhadap jaringan

irigasi di hilir syphon tersebut menjadi 50% saja).

2.4.2 Kinerja Aset Jaringan dan Tingkat Pelayanan Irigasi

Kinerja jaringan irigasi dipengaruhi oleh kinerja masing-masing aset

secara individual. Penentuan kinerja individual aset jaringa diekpresikan

sebagai fungsi dari masing-masing aset, yang dalam pedoman ini

dikelompokkan menjadi 4 (empat), yaitu:

a. baik sekali (>90%);

b. baik (antara 70%-90%);

c. sedang (antara 55%-69%); dan

d. buruk (<55%).

Page 9: Wendy Manajemen Aset Irigasi Daerah Irigasi Antirogo

Penentuan kinerja individual aset jaringan dapat dinilai oleh petugas

operasi dan pemeliharaan jaringan yang berpengalaman. Dari kondisi

dan fungsi masing-masing aset tersebut dapat dihitung kinerja aset

jaringan irigasi yang merupakan salah satu unsur untuk menghitung

kinerja sistem

irigasi.

2.4.3 Karakteristik Aset Jaringan Irigasi

1) Kondisi dan Fungsi

Setelah suatu aset irigasi selasai dibangun terjadilah proses

kerusakan yang semakin lama semakin banyak sehingga dapat

disebut kondisi merupakan fungsi umurnya. Demikian pula halnya

dengan fungsi suatu aset, namun tidak selalu penurunan kondisi

paralel dengan penurunan fungsi. Kondisi fisik jaringan irigasi

dinilai berdasarkan tingkat kerusakan dibandingkan dengan kondisi

awal. Fungsi fisik jaringan irigasi dinilai berdasarkan kemampuan

mengalirkan air dibandingkan dengan kapasitas rencana.

2) Area Layanan

Setiap aset jaringan mempunyai area layanan, yaitu luas persawahan

yang mendapatkan air melalui aset jaringan yang bersangkutan.

Suatu bendung mempunyai area layanan seluruh luas DI, bangunan

sadap mempunyai area layanan seluas petak tersier yang

mendapatkan air dari sadap yang bersangkutan.Area layanan ini

hanya dikenakan pada aset yang mempunyai fungsi ikut

mengatur/membagi aliran air.

Page 10: Wendy Manajemen Aset Irigasi Daerah Irigasi Antirogo

BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Praktikum Irigasi dan Pengelolaan Sumber Daya Air dengan pokok bahasan

Manajemen Aset Irigasi dilakukan pada :

hari dan tanggal : Rabu, 4 Desember 2013

Senin, 9 Desember 2013

Sabtu, 14 Desember 2013

pukul : 06.00 WIB – selesai

tempat : DI Antirogo kabupaten Jember dan laboratorium TPKL

Workshop Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian

Universitas Jember

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

a. Komputer dengan aplikasi Microsoft Office, MapInfow, Map

Source dan Google Earth

b. GPS

c. camera digital

d. rollmeter

e. ring sampel

f. alat tulis

3.2.2 Bahan

a. peta daerah irigasi Antirogo

b. data tanaman, data hujan, data debit dan data pembagian air

c. sampel tanah tiap petak (BA1, BA2, BA3, BA4 & BA5)

Page 11: Wendy Manajemen Aset Irigasi Daerah Irigasi Antirogo

3.3 Prosedur Pelaksanaan

Page 12: Wendy Manajemen Aset Irigasi Daerah Irigasi Antirogo

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Potensi Kondisi Sumberdaya Lahan

4.1.1 Peta Daerah Irigasi

Gambar 4.1 Peta Daerah Irigasi

Dari gambar digitasi Peta Daerah Irigasi Antirogo diatas, diketahui luas

daerah irigasi total adalah 115,1 Ha dengan luas masing-masing petak sebagai

berikut : BA1 Ki (petak 1), BA2 Ki (petak 2) luasnya berturut-turut adalah 22,9

Ha; 39,7 Ha. BA3 Ki (petak 3), BA4 Ki (petak 4) dan BA5 (petak 5) sebelah kiri

berturut-turut adalah 12,2 Ha; 16,6 Ha; dan 12,1 Ha. Luasan lahan untuk BA3 Ka

(petak 3), BA4 Ka (petak 4) sebelah kanan berturut-turut adalah 7,1 Ha; 2,1 Ha.

Sedangkan BA5 Te (petak 5) luasnya 2,6 Ha. Data tersebut berbeda dengan data

yang diperoleh dari dinas pengairan yaitu 144 Ha. Pada BA1 Ki (petak 1), BA2 Ki

(petak 2) luasnya berturut-turut adalah 42 Ha; 45 Ha. Untuk luasan pada BA3 Ki

(petak 3), BA4 Ki (petak 4) dan BA5 (petak 5) sebelah kiri berturut-turut adalah

15 Ha; 12 Ha; dan 19 Ha. Luasan lahan untuk BA3 Ka (petak 3), BA4 Ka (petak

4) sebelah kanan berturut-turut adalah 9 Ha; 5 Ha. Sedangkan BA5 Te (petak 5)

luasnya 9 Ha

Perbedaan perolehan data antara digitasi peta melalui map infow dengan

data yang diperoleh dari dinas pengairan kemungkinan dikarenakan beberapa

faktor antara lain kesalahan pada proses digitasi saat input data. Perbedaan data

juga dapat dikarenakan periode atau jangka waktu antara waktu praktikum dengan

data terakhir yang diperoleh jauh karena bisa jadi saat periode waktu tersebut

Page 13: Wendy Manajemen Aset Irigasi Daerah Irigasi Antirogo

lahan pada DI Antirogo mengalami alih fungsi seperti pembangunan sejumlah

rumah warga di sepanjang saluran pembawa BA4 menuju BA 5.

4.1.2 Tekstur Tanah

Petak

Tersier

Lua

s Tekstur Perkolasi

A.1 Ki 42 Liat Berdebu (Silty Clay) 1,50 mm/hari

A. 2 Ki 45 Liat Berdebu (Silty Clay) 1,50 mm/hari

A. 3 Ki 15Lempung Liat Berdebu (Silty

Clay Loam)2,70 mm/hari

A. 3 Ka 9 Liat Berdebu (Silty Clay) 1,50 mm/hari

A. 4 Ki 12 Liat Berdebu (Silty Clay) 1,50 mm/hari

A. 4 Ka 5Lempung Liat Berdebu (Silty

Clay Loam)2,70 mm/hari

A. 5 Te 9Lempung Liat Berdebu (Silty

Clay Loam)mm/hari

A. 5 Ki 19Lempung Liat Berdebu (Silty

Clay Loam)2,70 mm/hari

Jumlah 156

Tipe tekstur tanah pada DI Antirogo diketahui dengan metode hand

feeling. Diambil beberapa sampel tanah pada bagian petak tersier dengan

menggunakan ring sample. Tekstur tanah yang terdapat pada wilayah DI Antirogo

adalah liat berdebu dan lempung liat berdebu dengan nilai perkolasi berturut-turut

senilai 1,5 dan 2,7 mm/ hari.

Tekstur dan jenis tanah merupakan salah satu faktor yang berpengaruh

terhadap kebutuhan air tanaman. Dari jenis tanah atau tekstur tanah tersebut pula

dapat diketahui bagaimana cara pengolahan tanahnya, cara pemberian air dan

tanaman apa yang cocok untuk ditanam pada daerah tersebut. Berdasarkan tekstur

tanah yang sudah diketahui, tanaman yang cocok ditanam pada DI Antirogo

adalah jenis palawija dan padi.

Page 14: Wendy Manajemen Aset Irigasi Daerah Irigasi Antirogo

4.1.3 Kebutuhan Air Irigasi

Pada peroide pertama kebutuhan air DI Antirogo mengalami fluktuasi

karena pada bulan Februari mengalami penurunan namun mengalami

kenaikan kembali hingga bulan April. Begitu seterusnya hingga makin

menurun di bulan Oktober. Pada periode kedua, kebutuhan air irigasi

semakin bertambah, sama halnya dengan kebutuhan air pada periode

ketiga . Penggunaan air irigasi terbanyak adalah pada bulan April, Juli dan

Agustus. Penyediaan air irigasi ditetapkan dalam PP No. 20 Tahun 2006

tentang irigasi, khususnya Pasal 36 yaitu :

“Air irigasi ditujukan untuk mendukung produktivitas lahan dalam rangka

meningkatkan produksi pertanian yang maksimal, diberikan dalam batas

tertentu untuk pemenuhan kebutuhan lainnya”.

Untuk memperoleh hasil yang optimal, pemberian air harus sesuai dengan

jumlah dan waktu yang diperlukan tanaman. Kebutuhan air irigasi (NFR)

didekati dengan metode Water Balance dengan parameter :

1. Kebutuhan air untuk tanaman (ETc)

2. Kebutuhan air akibat perkolasi dan rembesan (P)

3. Kebutuhan air untuk pergantian lapisan air (WLR)

4. Kebutuhan air untuk penyiapan lahan (PL)

5. Curah hujan efektif (Ref)

Jan feb mar apr mei jun jul ags sep okt nov des0

50100150200250300350

Periode 1Periode 2Periode 3

Bulan

Debi

t (lt/

dtk)

Page 15: Wendy Manajemen Aset Irigasi Daerah Irigasi Antirogo

4.1.4 Neraca Air

a. Neraca Air Umum

Grafik neraca air umum diatas menunjukkan hubungan antara tinggi kolom air

dengan periode per bulan serta mengetahui jumlah air tersebut baik kelebihan

(surplus) maupun kekurangan (defisit). Kondisi air yang telah diketahui surplus

dan defisitnya dapat mengantisipasi bencana yang kemungkinan terjadi, serta

dapat juga untuk mendayagunakan air sebaik-baiknya. Bulan defisit terjadi pada

Januari hingga Mei dan surplus pada bulan Juni sampai September.

b. Neraca Air Lahan

0 2 4 6 8 10 12 14-20 -

20 40 60 80

100 120 140 160 180

Neraca Air Lahan

Curah Hujan (CH)ETP adj.ETP adj. x Kc

Periode Bulan

Ting

gi K

olom

Air

DefisitDefisit

Surplus

0 2 4 6 8 10 12 14-20 -

20 40 60 80

100 120 140 160 180

Neraca Air Umum

Curah Hujan (CH)ETP adj.

Periode Bulan

Ting

gi K

olom

Air

(mm

)

Defisit

Surplus

Defisit

Page 16: Wendy Manajemen Aset Irigasi Daerah Irigasi Antirogo

Grafik neraca air lahan diatas menunjukkan hubungan antara tinggi kolom air

dengan periode per bulan serta mengetahui defisit yang menunjukkan bahwa

lahan kelebihan kuota debit air atau surplus yang menunjukkan lahan kekurangan

kuota debit.

4.2 Kinerja Jaringan Irigasi

DI Antirogo merupakan wilayah irigasi yang mengairi wilayah layanan di

Kecamatan Antirogo yang memilki luas sekitar ± 156 Ha. DI Antirigo meupakan

irigasi tipe peluapan bebas dan penggenangan karena memilki bangunan

penangkap, saluran pembagi saluran pemberi, dan peluapan ke dalam petak-petak

lahan beririgasi. Berfungsinya aset yang dimilki DI Antirogo merupakan hal yang

sangat berpengaruh dengan banyaknya jumlah air yang dialirkan pada sepanjang

wilayah layanan, oleh karena itu perbaikan aset yang mengalami kerusakan perlu

dilakukan. Terdapat beberapa kerusakan mulai dari kerusakan kecil hingga rusak

parah hingga aset tidak berfungsi sampai bisa membahayakan jiwa manusia. Pada

manajemen aset, terdapat penilaian pada suatu aset yang rusak sehingga kemudian

dapat di urutkan atau di ranking bagian mana yang menjadi prioritas atau yang di

dahulukan untuk di tangani. Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian di

lapang, kerusakan paling parah yang dialami DI Antirogo adalah pada TMH BA1,

yang sudah tidak berfungsi sama sekali karena sedimentasi. Kemudian rusaknya

saluran pembawasepanjang BA1 merupakan saluran yang paling banyak memilki

kerusakan mulai dari retak memanjang hingga putus sehingga saluran pembawa

BA1 menjadi prioritas kedua yang harus cepat ditangani. Kerusakan parah yang

lain adalah jembatan orang dan talang pada BA2 yang sudah tidak berfungsi sama

sekali. Jembatan orang mengalami kondisi retak memanjang sehingga tidak

mampu untuk dilewati oleh masyarakat karena dapat membahayakan. Sedangkan

talang menjadi tidak berfungsi dan di salah gunakan menjadi jembatan. Ke empat

Page 17: Wendy Manajemen Aset Irigasi Daerah Irigasi Antirogo

aset tersebut dapat dikategrikan rusak berat dan harus mendapat penanganan

berupa penggantian aset

Gambar 4.3 Kerusakan pada DI Antirogo

4.3 Rencana Pengelolaan

Berikut merupakan tabel rangking kerusakan pada DI Antirogo :

No Nomenklatur  Luas (A)

kondisi (K)

Fungsi(F) Kondisi (P) Rangking

1 D. Antirogo Bendung 144 3 4 6,25 8  R. A. 1 Saluran 1 144 1 3 3,727499075 2

2 B. A. 1a Talang 144 3 4 6,25 8

3 B. A. 1bDrain Inlet 144 3 4 6,25 8

4 B. A. 1c TMH 144 1 1 1 1

4 B. A. 1dPelimpah samping 144 3 4 6,25 8

  B.A.1eDrain Inlet 144 4 4 6,6 14

6 B. A. 1f Talang 144 4 4 6,6 14

7 B. A. 1g

Drain Inlet dan Plat Titian 144 3 4 6,25 8

8 B. A. 1Bangunan sadap 144 3 3 4,427499075 3

  R. A. 2   104 3 3 5,209824041 49 B. A. 2a Talang 104 3 4 7,354355068 16

10 B. A. 2b TMH 104 4 4 7,766198951 17

11 B. A. 2cPlat Titian 104 4 4 7,766198951 17

12 B. A. 2Bangunan sadap 104 3 3 5,209824041 4

14 R.A.3   69 3 3 6,396099038 1313 B. A. 3a Plat 69 1 3 5,384857872 6

Page 18: Wendy Manajemen Aset Irigasi Daerah Irigasi Antirogo

Titian

14 B. A. 3bJembatan kendaraan 69 3 4 9,028938981 19

15 B. A. 3c Talang 69 2 3 5,890478455 7

16 B. A. 3Bangunan sadap 69 4 4 9,534559564 20

  R.A.4   45 3 4 11,18033989 21

17 B. A. 4Bangunan sadap 45 4 4 11,80643892 22

  R.A.5   28 3 4 14,17366774 23

18 B. A. 5Bangunan sadap 28 4 4 14,96739313 24

Selebihnya, aset pada DI Antirogo mengalami kerusakan ringan dan

keusakan sedang. Kerusakan ringan seperti retak dan terkelupas terjadi pada

sekitar bendung, drain inlet, plat titian dan bangunan pelimpah samping pada BA1

yang membutuhkan perbaikan sedang dan pemeliharaan berkala. Sedangkan

kategori rusak sedang seperti retak memanjang, lubang dan hilangnya elemen

yang terdapat pada bangunan sadap atau bagi sadap seperti pada TMH BA2,

jembatan kendaraan BA3 dan bangunan sadap BA5. Kerusakan seperti ini

membutuhkan pemeliharaan rutin.

Keusakan yang masuk dalam kategori rusak parah dan tidak berfungsi

antara lain adalah TMH pada saluran BA1 yang sudah tidak berfungsi

dikarenakan sedimentasi sehingga TMH di alih fungsikan menjadi tempat pijakan

para petani saat hilir mudik. Rangking kedua adalah saluran pembawa BA1 yang

memilki banyak tipe kerusakan mulai dari retak memanjang, berlubang,

longsor/roboh hingga putus, sebagian besar kerusakan aset pada saluran pembawa

BA1 ini terdapat pada tanah penyangga sehingga banyak air yang merembes

keluar saluran dan dapat mengurangi debit air pada saluran. Kerusakan

selanjutnya adalah pada talang pada saluran pembawa BA3 yang sudah tidak

berfungsi sama. Kerusakan jens ini memerlukan penanganan berupa penggantian

aset ataupun rehabilitasi berat karena aset rusak parah dan sudah tidak berfungsi

hingga dapat membahayakan eselamat penggunanya dan mengurangi pengunaan

air.

Page 19: Wendy Manajemen Aset Irigasi Daerah Irigasi Antirogo

4.4 Faktor-Faktor Kendala yang Mempengaruhi Penelitian

4.4.1 Faktor Alam

Faktor alam yang menghambat pada praktikum lapang di DI

Antirogo adalah perubahan cuaca yang menyulitkan proses pengambilan

data yang memerlukan peralatan yang mudah rusak bila terkena air

sehingga data yang sudah terkumpul hilang atau rusak.

4.4.2 Faktor human error

Faktor human error dikarenakan kesalahan alat karena praktikkan

belum sepenuhnya dapat menggoperasikan alat. Seperti penggunaan GPS

yang memerlukan ketelitian praktikan saat membaca.

4.4.3 Faktor Kesalahan Alat

Faktor kesalahan alat dikarenakan alat yang digunakan untuk

mengumpulkan data mengalami kerusakan ataupun tidak berfungsi sama

sekali .

Page 20: Wendy Manajemen Aset Irigasi Daerah Irigasi Antirogo

BAB 5. KESIMPULAN

Page 21: Wendy Manajemen Aset Irigasi Daerah Irigasi Antirogo

DAFTAR PUSTAKA