II. TINJAUAN PUSTAKA A. Diabetes Melituseprints.mercubuana-yogya.ac.id/1233/2/BAB II.pdf ·...

21
4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Diabetes Melitus Diabetes Melitus (DM) merupakan kelainan metabolik yang paling umum dengan perkiraan prevalensi seluruh dunia antara 1-5 % (Susztak dkk., 2006). Secara global, jumlah penderita DM terus meningkat. Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2003, memperkirakan 135 juta orang dari seluruh dunia terkena DM pada tahun 1995 dan diperkirakan pada tahun 2025 sebanyak 300 juta orang akan terkenan DM. Menurut Roglic dkk., (2005) setiap 10 kematian orang yang berusia produktif yaitu antara usia 3564 tahun di dunia, setidaknya satu orang disebabkan oleh diabetes. Saat ini lebih dari 2,5 % atau 5,5 juta penduduk Indonesia menderita diabetes. Bahkan di kota-kota besar di Indonesia prevalensi diabetes mencapai lebih dari 12 % (Soegondo dkk, 2004). Jumlah orang yang mengalami obesitas atau kegemukan di dunia mencapai 5 % dari jumlah penduduknya (Krawczyk, 2000). Diabetes Melitus (DM) tebagi dalam dua jenis yaitu, DM tipe 1 dan DM tipe 2. DM tipe 1 disebabkan oleh proses autoimun dimana sistem pertahan tubuh menghancurkan sel beta pankreatik yang menghasilkan hormon insulin. Puncak insiden DM tipe 1 adalah pada masa pubertas dan diperlukan injeksi insulin harian untuk mencukupi kebutuhan hormon insulin pada tubuh penderitanya. DM tipe 2 erat kaitannya dengan obesitas, dimana terjadi defisiensi insulin dan resistensi insulin. Jenis diabetes ini terjadi pada masa dewasa dan merupakan penyebab epidemi diabetes di dunia (Brown, 2008 dalam Ngaisyah, 2010). Kadar glukosa normal darah

Transcript of II. TINJAUAN PUSTAKA A. Diabetes Melituseprints.mercubuana-yogya.ac.id/1233/2/BAB II.pdf ·...

  • 4

    II. TINJAUAN PUSTAKA

    A. Diabetes Melitus

    Diabetes Melitus (DM) merupakan kelainan metabolik yang paling umum

    dengan perkiraan prevalensi seluruh dunia antara 1-5 % (Susztak dkk., 2006). Secara

    global, jumlah penderita DM terus meningkat. Menurut World Health Organization

    (WHO) tahun 2003, memperkirakan 135 juta orang dari seluruh dunia terkena DM

    pada tahun 1995 dan diperkirakan pada tahun 2025 sebanyak 300 juta orang akan

    terkenan DM. Menurut Roglic dkk., (2005) setiap 10 kematian orang yang berusia

    produktif yaitu antara usia 35–64 tahun di dunia, setidaknya satu orang disebabkan

    oleh diabetes. Saat ini lebih dari 2,5 % atau 5,5 juta penduduk Indonesia menderita

    diabetes. Bahkan di kota-kota besar di Indonesia prevalensi diabetes mencapai lebih

    dari 12 % (Soegondo dkk, 2004). Jumlah orang yang mengalami obesitas atau

    kegemukan di dunia mencapai 5 % dari jumlah penduduknya (Krawczyk, 2000).

    Diabetes Melitus (DM) tebagi dalam dua jenis yaitu, DM tipe 1 dan DM tipe 2.

    DM tipe 1 disebabkan oleh proses autoimun dimana sistem pertahan tubuh

    menghancurkan sel beta pankreatik yang menghasilkan hormon insulin. Puncak

    insiden DM tipe 1 adalah pada masa pubertas dan diperlukan injeksi insulin harian

    untuk mencukupi kebutuhan hormon insulin pada tubuh penderitanya. DM tipe 2 erat

    kaitannya dengan obesitas, dimana terjadi defisiensi insulin dan resistensi insulin.

    Jenis diabetes ini terjadi pada masa dewasa dan merupakan penyebab epidemi

    diabetes di dunia (Brown, 2008 dalam Ngaisyah, 2010). Kadar glukosa normal darah

  • 5

    kapiler pada waktu puasa tidak melebihi 120 mg/dl dan 2 jam sesudah makan kurang

    dari 200 mg/dl (WHO, 1985). Untuk mengatasi masalah diabetes tersebut diperlukan

    manajemen untuk menjaga level gula darah dalam kondisi normal. Salah satu cara

    mengontrol kadar gula dalam darah adalah dengan mengkonsumsi makanan yang

    memiliki indeks glisemik rendah. Menurut Cummings dan Stephen (2007), indeks

    glisemik adalah klasifikasi fisiologis makanan yang mengandung karbohidrat yang

    didasarkan pada sejauh mana makanan tersebut meningkatkan konsentrasi glukosa

    darah setelah makan (postprandial) dibandingkan dengan karbohidrat acuan dengan

    jumlah yang setara. Pangan yang menaikkan kadar glukosa darah dengan cepat,

    memiliki indeks glisemik tinggi. Sebaliknya, pangan yang menaikkan kadar glukosa

    darah dengan lambat, kandungan indeks glisemiknya rendah. Konsep indeks glisemik

    disusun untuk semua orang yaitu orang yang sehat, penderita obesitas, penderita

    diabetes dan atlet (Rimbawan dan Siagian, 2004). Menurut Waspadji (2003), nilai

    indeks glisemik dikategorikan menjadi tiga kelompok yaitu pangan IG rendah dengan

    rentang IG 70.

    Penderita diabetes mengalami defisiensi magnesium (Dong dkk, 2011) dan

    defisiensi kromium (Anderson, 2008). Magnesium merupakan salah satu mikro-

    mineral yang memegang peranan penting pada hemostasis glukosa dan kerja insulin.

    Deplesit magnesium intraseluler dapat menyebabkan defek fungsi tirosin kinase pada

    reseptor insulin dan berhubungan dengan penurunan kemampuan insulin untuk

    menstimulasi ambilan glukosa pada jaringan yang sensitif insulin. Hal tersebut dapat

  • 6

    mengakibatkan terjadinya resistensi insulin, dan bila terjadi terus menerus dan kronis

    dapat menyebabkan terjadinya diabetes melitus serta berkembangnya kompikasi

    makro dan mikrovaskular diabetes melitus (Sales dan Pedrosa, 2006). Kromium

    memiliki peran dalam metaboilisme karbohidrat dan lipid dalam tubuh. Kromium

    bekerja sama dengan insulin dalam memudahkan masuknya glukosa ke dalam sel.

    Kekurangan kromium dalam tubuh dapat menyebabkan gangguan toleransi terhadap

    glukosa, walaupun konsentrasi insulin normal. Terapi nutrisi kromium (dalam bentuk

    kromium pikolinat yang paling mudah diserap) yang dilakukan di Amerika dalam

    bentuk tablet dengan dosis 200 µg/hr untuk orang dewasa sehat dan 400-1000 µg/hr

    untuk penderita diabetes melitus terbukti memberikan dampak fisiologis antara lain

    meningkatkan daya kerja insulin, menormalkan gula darah dan meningkatkan

    kolesterol HDL (Atmosukarto dan Rahmawati, 2004).

    B. Beras Parboiled

    Prinsip beras parboiled adalah memperoleh biji yang patinya sudah

    tergelatinisasi sebelum digiling. Dalam suatu sistem klasik terdapat tiga tahap proses

    beras parboiled yaitu : perendaman (steeping in water), pengukusan (steaming), dan

    pengeringan (drying). Pemakaian air dan panas mengakibatkan terjadinya modifikasi

    sifat fisik, kimia, fisiko-kimia, biokimia, estetika dan organoleptik (Tjiptadi dan

    Nasution, 1985 dalam Septriani, 2011). Sedangkan menurut Ali dan Ojha (1976)

    dalam Arauillo, (1976) prinsip dasar dari proses parboiled padi adalah pembersihan

    (cleaning), perendaman (soaking), pengukusan (steaming) dan pengeringan (drying).

  • 7

    Selain keempat tahap tersebut, penggilingan (milling) juga tahap yang sangant

    penting dalam menghasilkan beras parboiled.

    Keuntungan dari parboiling dapat menekan kerusakan, kehilangan protein,

    vitamin dan mineral seminimal mungkin dan lebih resisten terhadap serangan

    serangga selama penyimpanan karena bersifat keras, sedangkan kelemahannya adalah

    memerlukan pemasakan yang lama dibandingkan dengan beras biasa dan prosesnya

    memerlukan biaya yang lebih tinggi (Arauillo, 1976).

    Menurut Widowati dkk. (2008), peningkatan nilai gizi pada beras parboiled

    disebabkan oleh proses difusi dan panas yang melekatkan vitamin-vitamin dan nutrisi

    lainnya dalam endosperma. Beras parboiled memiliki kandungan vitamin B dan

    mineral (terutama Na, K, Ca, Mg) yang lebih tinggi dibandingkan beras giling biasa.

    Kandungan minyak dan protein sedikit lebih rendah, sehingga beras lebih tahan lama

    untuk disimpan. Proses parboiled dapat meningkatkan kandugan serat pangan total

    antara 50-80 %, sedangkan daya cerna pati in vitro menurun 30-50 % dan indeks

    glisemik menurun 16-32 %. Pada Tabel 1 dapat dilihat terjadinya perubahan zat gizi

    pada proses parboiled.

    C. Fortifikasi Magnesium dan Kromium

    Kandungan mineral dalam beras parboiled terutama magnesium dan kromium

    dapat ditingkatkan dengan perlakuan fortifikasi. Fortifikasi adalah sebuah upaya yang

    sengaja dilakukan untuk menambahkan mikronutrien yang penting yaitu vitamin dan

  • 8

    Tabel 1. Kandungan zat gizi beras (100 gram) hasil berbagai pengolahan.

    Jenis Beras Air

    (g)

    Energi

    (kkal)

    Protein

    (g)

    Lemak

    (g)

    Karbohidrat

    (g)

    Beras pecah kulit 13

    335 7.4 1.9 76.2

    Beras setengah giling 13

    353 7.6 1.1 78.3

    Beras giling 13

    360 6.8 0.7 78.9

    Beras parboiled 12

    364 6.8 0.6 80.1

    Sumber : Damardjati (1988) dalam Akhyar (2009)

    mineral ke dalam makanan, sehingga dapat meningkatkan kualitas nutrisi dari

    pasokan makanan dan bermanfaat bagi kesehatan masyarakat dengan resiko yang

    minimal untuk kesehatan (WHO, 2006). Kandungan mineral dalam beras parboiled

    per 100 g beras menurut USDA (2016) disajikan pada Tabel 2.

    Tabel 2. Kandungan mineral dalam beras parboiled per 100 g beras

    Mineral Kadar Kebutuhan

    Kalsium (Ca) 71 mg 1100 mg

    Iron (Fe) 0,74 mg 13 mg

    Magnesium (Mg) 27 mg 350 mg

    Kromium (Cr) 0,7 µg 35 µg

    Fosfor (P) 153 mg 700 mg

    Potasium (K) 174 mg 4700 mg

    Sodium (Na) 2 µg 150 µg

    Seng (Zn) 1,02 mg 13 mg

    Sumber : USDA (2016)

    Fortifikasi pangan umumnya digunakan untuk mengatasi masalah gizi mikro

    pada jangka menengah dan panjang. Tujuan utama adalah untuk meningkatkan

    tingkat konsumsi dari zat gizi yang ditambahkan untuk meningkatkan status gizi

    populasi. Peran pokok dari fortifikasi pangan adalah pencegahan defisiensi, dengan

    demikian menghindari terjadinya gangguan yang membawa kepada penderitaan

  • 9

    manusia dan kerugian sosio ekonomis. Namun demikian, fortifikasi pangan juga

    digunakan untuk menghapus dan mengendalikan defisiensi zat gizi dan gangguan

    yang diakibatkannya (Darlan, 2012). Menurut Prihananto, (2004) ada beberapa hal

    yang harus diperhatkan dalam fortifikasi pangan yaitu:

    1. Pangan merupakan makanan yang sering dan banyak dikonsumsi penduduk

    termasuk penduduk miskin,

    2. Pangan hasil fortifikasi, sifat organoleptiknya tidak berubah dari sifat

    aslinya,

    3. Pangan yang difortifikasi aman untuk dikonsumsi dan ada jaminan terhadap

    kemungkinan efek samping negatif,

    4. Pangan yang difortifikasi, diproduksi dan diolah oleh produsen yang

    terbatas jumlahnya,

    5. Tersedia teknologi fortifikasi sesuai dengan pangan pembawa dan fortifikan

    yang digunakan,

    6. Harus ada sistem monitoring yang tegas terhadap pabrik-pabrik fortifikasi,

    7. Ada kerjasama yang nyata antara pihak pemerintah, non-pemerintah dan

    swasta,

    8. Perlu mekanisme untuk melakukan evaluasi perkembangan fortifikasi,

    9. Pangan hasil fortifikasi, harganya tetap terjangkau oleh kelompok target,

    10. Dari sisi konsumen diyakini tidak akan terjadi konsumsi berlebihan.

    Fortifikasi mineral dalam suatu produk pangan harus mempertimbangkan saran

    asupan harian atau Recommended Daily Allowance (RDA) dari mineral tersebut,

  • 10

    karena jika berlebih akan menimbulkan efek toksik terhadap tubuh manusia yang

    mengkonsomsinya. Magnesium dapat memiliki efek toksis yaitu diawali dengan

    penurunan tekanan darah yang berlangsung sejalan dengan hipermegnesemia, hal ini

    akan menghambat aliran kalsium dan aksi vasokonstriksi dari epinefrin dan

    angiotensin II (Rude dkk., 1989). Efek selanjutnya adalah kelesuan, kebingungan dan

    gangguan fungsi ginjal yang mungkin berhubungan dengan hipotensi. Pada tahap

    akhir terjadi complete heart block dan cardiac arrest saat kadarnya mencapai 15

    mEq/L (Shils, 1999).

    1. Magnesium

    Magnesium merupakan elemen kedelapan terbanyak yang terdapat di

    lapisan bumi dan di alam dapat ditemukan berikatan dengan mineral lainnya

    dalam mineral deposit, contohnya sebagai magnesite (magnesium karbonat

    [MgCO3]) dan dolomite CaMg(CO3)2. Magnesium memiliki konfigurasi elektron

    [Ne] 3s2, massa atom 24,3050 g/mol, titik lebur 650

    oC dan titik didih 1107

    oC

    (Andriansyah, 2013)

    Total magnesium dalam tubuh manusia adalah ~20 mmol/kg dari jaringan

    tanpa lemak. Dengan kata lain, total magnesium rata-rata orang dewasa dengan

    berat badan 70 kg dan 20 % lemak adalah ~1000 sampai 1120 mmol atau ~24 g

    (Jahnen-Dechent dan Ketteler, 2012). Manusia perlu mengkonsumsi magnesium

    secara berkala untuk menghindari defisiensi magnesium. Institute of Medicine

    menganjurkan 310-360 mg untuk wanita dewasa dan 400-420 mg untuk pria

    dewasa. Beberapa literatur merekomendasikan asupan harian yang lebih rendah

  • 11

    yaitu 350 mg untuk pria dan 280-300 mg magnesium untuk wanita (355 mg

    selama masa kehamilan dan menyusui) (Jahnen-Dechent dan Ketteler, 2012).

    Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75

    Tahun 2013 Tentang Angka Kecukupan Gizi Yang Dianjurkan Bagi Bangsa

    Indonesia, asupan magnesium untuk anak usia 1-9 tahun berkisar antara 60-120

    mg/hr, laki-laki usia 10-18 tahun berkisar antara 120-200 mg/hr dan laki-laki usia

    18 sampai usia di atas 80 tahun adalah 350 mg/hr. Sedangkan untuk perempuan

    usia 10-29 tahun berkisar antara 155-310 mg/hr, perempuan usia 30 sampai usia

    di atas 80 tahun adalah 320 mg/hr. Untuk ibu hamil membutuhkan tambahan

    asupan magnesium sesuai usia kandungannya. Usia kandungan trimester 1

    sampai trimester 3 membutuhkan tambahan 40 mg/hr.

    Magnesium merupakan mineral penting yang menstimulasi hormon insulin

    dalam menyerap glukosa dalam darah Sehingga defisiensi mineral-mineral

    tersebut dapat memicu penyakit diabetes melitus. Menurut Takaya dkk., (2004),

    magnesium merupakan mikromineral yang memiliki peranan penting dalam

    menstimulasi hormon insulin yang bekerja untuk menyerap glukosa dalam darah.

    Magnesium sangat penting sebagai kofaktor pada semua reaksi trasnfer ATP. Hal

    tersebut mengindikasikan bahwa Mg memiliki peranan sangat penting dalam

    phosphorilasi reseptor insulin, dimana suatu deplesi Mg interseluler dapat

    menyebabkan defek fungsi tirosi kinase pada resepor insulin dan berhubungan

    dengan penurunan kemmpuan insulin untuk menstimulasi ambilan glukosa pada

    jaringan yang sensitif insulin.

  • 12

    2. Kromium

    Kromium merupakan logam transisi yang mempunyai konfigurasi elektron

    [Ar] 4s1

    3d5

    (Manahan, 1992), kromium memiliki nomor aton 24 dan massa atom

    relatif 51,996 gram/mol, titik didih 2665oC, titik leleh 1875

    oC dan jari-jari atom

    128 pm (Sugiyarto, 2003). Kromium tidak larut dalam air dan asam nitrat, tetapi

    larut dalam asam sulfat encer dan asam klorida. Kromium juga tidak dapat

    bercampur dengan basa, halogen, peroksida dan logam (Vogel, 1985).

    Kromium memiliki peran dalam metabolisme karbohidrat dan lipid dalam

    tubuh. Kromium bekerja sama dengan insulin dalam memudahkan masuknya

    glukosa ke dalam sel. Kekurangan kromium dalam tubuh dapat menyebabkan

    gangguan toleransi terhadap glukosa, walaupun konsentrasi insulin normal.

    Terapi nutrisi kromium (dalam bentuk kromium pikolinat yang paling mudah

    diserap) yang dilakukan di Amerika dalam bentuk tablet dengan dosis 200 µg/hr

    untuk orang dewasa dan 400-1000 µg/hr untuk penderita diabetes melitus

    terbukti memberikan dampak fisiologis antara lain meningkatkan daya kerja

    insulin, menormalkan gula darah dan meningkatkan kolesterol HDL

    (Atmosukarto dan Rahmawati, 2004).

    Rekomendasi asupan bagi orang dewasa sebesar 25-35 µg/hr. Defisiensi

    mineral tersebut menyebabkan kadar gula darah tinggi (Smolin dan Grosvenor,

    2007). Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75

    Tahun 2013 Tentang Angka Kecukupan Gizi Yang Dianjurkan Bagi Bangsa

    Indonesia, asupan kromium untuk anak usia 1-9 tahun berkisar antara 11-20

  • 13

    µg/hr, laki-laki usia 10-15 berkisar antara 25-30 µg/hr, laki-laki usia 16-49

    adalah 35 µg/hr dan laki-laki usia 50 sampai usia diatas 80 tahun adalah 30

    µg/hr. Sedangkan untuk perempuan usia 10-18 tahun berkisar antara 21-24 µg/hr,

    perempuan usia 19-49 adalah 25 µg/hr dan perempuan usia 50 sampai usia diatas

    80 tahun adalah 20 µg/hr. Perempuan yang mengandung membutuhkan

    tambahan asupan sesuai usia kehamilannya, ibu hamil usia kandungan trimester 1

    sampai trimester 3 membutuhkan tambahan 5 µg/hr dan usia menyusui 6 bulan

    pertama hingga 6 bulan kedua membutuhkan tambahan 20 µg/hr.

    Kelebihan mineral kromium dapat memberikan efek toksik bagi tubuh

    manusia. Selain digolongkan sebagai logam essensial, kromium juga

    digolongkan dalam kelompok logam berat dengan sifat sangat beracun dan dalam

    kelompok senyawa yang beracun dan dalam senyawa yang karsinogen terhadap

    manusia. Keracunan oleh kromium menyebabkan gangguan kesehatan yang tidak

    pulih dalam waktu singkat (Sutamihardja, 2002).

    D. Padi Varietas Ciherang

    Padi Ciherang merupakan kelompok padi sawah varietas unggul hasil beberapa

    kali persilangan, yaitu IR18349-53-1-3-1-3/ IR19661-131-3-1-3/ IR64. Padi Ciherang

    memiliki karakteristik umur tanamannya cukup singkat yaitu 116 hingga 125 hari,

    bentuk tanaman tegak, tingginya mencapai 107 hingga 115 cm, menghasilkan anakan

    produktif 14 hingga 17 batang, warna kaki hijau, warna batang hijau, warna daun

    hijau, posisi daun tegak, bentuk gabah panjang ramping, warna gabah kuning bersih,

  • 14

    tekstur nasi pulen, bobot 1000 butir 27 hingga 28 g, rata-rata produksi 5 hingga 8.5

    ton/ha (Hermanto, 2006). Berdasarkan SNI 01-0224-1987 mengenai gabah, standar

    mutu, persyaratan mutu gabah dibedakan menjadi persyaratan kualitatif, persyaratan

    kuantitatif dan persyaratan fakultif. Persyaratan kualitatif diantaranya bebas hama dan

    penyakit; bebas bau busuk, asam atau bau-bau lainnya; bebas dari bahan kimia seperti

    sisa-sisa pupuk, insektisida, fungisida dan bahan kimia lainnya; dan gabah tidak

    boleh panas. Persyaratan kuantitatif gabah dapat dilihat pada Tabel 3. Persyaratan

    fakultif merupakan persyarata mutu yang dapat dipakai atau tidak dalam

    pertimbangan menentukan tingkat mutu diantaranya bentuk gabah (gabah langsing,

    gabah lonjong dan gabah bulat), varietas padi, berat biji, rendemen giling dan butir

    retak.

    Tabel 3. Persyaratan kuantitatif gabah

    No.

    Urut Komponen Mutu

    Kualitas

    I II III

    1) Kadar air (% maksimum) 14,0 14,0 14,0

    2) Gabah hampa (% maksimum) 1,0 2,0 3,0

    3) Butir rusak + Butir kuning

    (% maksimum) 2,0 5,0 7,0

    4) Butir mengapur + Gabah muda

    (% maksimum) 1,0 5,0 10,0

    5) Butir merah (% maksimum) 1,0 2,0 4,0

    6) Benda asing (% maksimum) - 0,5 1,0

    7) Gabah varietas lain (%

    maksimum) 2,0 5,0 10,0

    Sumber : Standar Nasional Indonesia (2008)

    Berdasarkan kadar amilosanya beras dikelompokkan menjadi beras

    beramilosa rendah (10-20%), beramilosa sedang (20-25%), dan beramiosa tinggi (25-

  • 15

    33%) (Allidawati dan Bambang, 1989). Beras varietas Ciherang memiliki kandungan

    amilosa sebesar 23,2% dan konsistensi gel 77,5 mm termasuk beras beramilosa

    sedang. Beras beramilosa sedang umumnya mempunyai tekstur nasi pulen yang

    digemari oleh konsumen pada umumnya (Damardjati, 1995).

    Widowati dkk., (2008) melaporkan bahwa IG nasi dari beras berkadar amilosa

    tinggi cenderung lebih rendah (48,7-86,5) dibanding dengan beras berkadar amilosa

    rendah (91,0 - 129,9). Hasil penelitian menunjukkan beras varietas Ciherang

    mempunyai nilai indeks glisemik rendah (54,5) sehingga sesuai untuk dikonsumsi

    oleh penderita diabetes.

    E. Atribut Mutu Fisik Beras

    Sifat-sifat fisik dan kimia beras dan nasi sangat menentukan kualitas dari beras

    dan nasi. Sifat beras yang digunakan sebagai kriteria mutu tanak dan pengolahan

    beras adalah kadar amilosa, uji alkalie spreading value untuk menduga suhu

    gelatinisasi, kapasitas penyerapan air pada suhu 70oC (Damardjati dan Purwani,

    1991).

    1. Ukuran dan bentuk beras

    Ukuran dan bentuk beras parboiled berpengaruh terhadap mutu beras.

    Berdasarkan ukuran panjang biji, beras dikelompokkan ke dalam beras sangat

    panjang, panjang, sedang, dan pendek. Bentuk beras dikelompokkan

    berdasarkan rasio ukuran panjang (P)/lebar (L) beras dibedakan menjadi beras

  • 16

    berbentuk lonjong, sedang, agak bulat, dan bulat. Klasifikasi beras berdasarkan

    ukuran panjang dan bentuknya ditampilkan secara lengkap pada Tabel 4.

    Tabel 4. Standar beras berdasarkan panjang dan bentuk biji

    Ukuran Beras giling Beras pecah kulit

    Panjang (mm)

    Sangat panjang (extra long)

    ≥7,00

    >7,50

    Panjang (long)

    Sedang (medium)

    Pendek (short)

    Bentuk (rasio panjang/lebar)

    6,00-6,99

    5,00-5,99

  • 17

    tingkat peneriman adalah warna beras. Beras giling yang diperoleh dari proses

    penyosohan berwarna putih karena terbebas dari bagian dedaknya yang

    berwarna coklat, makin tinggi derajat penyosohan yang dilakukan maka akan

    makin putih warna beras giling yang dihasilkan (Koswara, 2009). Perlakuan

    lama perendaman dan penambahan kromium mempengaruhi warna beras

    parboiled fortifikasi kromium. Semakin lama waktu perendaman gabah beras

    yang dihasilkan semakin gelap ini dikarenakan terjadinya karamelisasi gula

    pada proses dilakukannya perendaman. Selama tahapan tersebut dapat

    berlangsung efek Maillard-browning (pencoklatan), yaitu berlangsungnya

    reaksi antara gula dan asam-asam amino.

    4. Cooking time

    Cooking time merupakan parameter yang digunakan untuk mengukur

    waktu penanakan beras menjadi nasi. Lamanya waktu penanakan tergantung

    pada sifat beras dan banyaknya air yang digunakan. Lama penanakan

    berkorelasi positif dengan kadar protein dari suhu gelatinisasi (IRRI, 1964

    dalam Hubeis, 1984). Menurut Cagampang dkk., (1973), mengatakan bahwa

    beras dengan protein tinggi (>8%) atau bersuhu gelatinisasi tinggi (>74%)

    memerlukan air lebih banyak dan waktu penanakan yang lebih lama dari yang

    bernilai sebaliknya.

    5. Elongation

    Elongation merpupakan perubahan panjang antar butir nasi setelah

    dilakukan penanakan dibagi dengan panjang nasi sebelum dilakukan

  • 18

    penanakan. Menurut Darmadjati, (1991) nisbah pemanjangan biji selama

    penanakan dari beberapa beras yang berasal dari Indonesia berkisar antara 1,3-

    1,7.

    Penyebab pemanjangan nasi beberapa varietas padi belum diketahui.

    Menurut Juliano, (1979) penyebab terjadinya pemanjangan nasi diduga akibat

    pecahnya dinding sel endosperma beras yang mengakibatkan nasi memanjang

    tetapi tidak melebar. Varietas yang mempunyai kemampuan memanjang,

    memiliki suhu gelatinisasi rendah (

  • 19

    7. Hardness

    Tekstur merupakan sifat sensoris bahan pangan yang berhubungan

    dengan indera peraba dan perasa yang dapat diukur secara obyektif dengan alat

    mekanik yang dinyatakan dalam satuan unit dasar massa maupun gaya

    (Kramer, 1973). Sifat-sifat nasi sangat dipengaruhi oleh kadar amilosanya (pera

    dan pulen), misalnya beras susu (pulen) mempunyai sifat sangat mengkilat,

    tekstur lunak dan agak basah, sangat lengket atau kerapuhan antara butir cukup

    tinggi sehingga kurang menyerap air dan kurang mengembang (Del Mundo,

    1979).

    F. Atribut Mutu Kimia Beras

    Bagian gabah yang dapat dimakan adalah kariopsis yang terdiri dari 75 %

    karbohidrat dan 8 % protein pada kadar air 14 %. Penyusun lainnya adalah lemak,

    serat, dan abu yang terdapat dalam jumlah sedikit. Bagian endosperm atau bagian

    gabah yang diperoleh setelah penggilingan yang kemudian disebut beras giling,

    mengandung 78 % karbohidrat dan 7 % protein (Haryadi, 2006).

    1. Kadar air

    Kadar air menunjukkan jumlah air yang terkandung dalam bahan. Kadar

    air basis basah adalah jumlah air yang terdapat dalam suatu massa bahan basah

    (Singh dan Heldman, 2009). Kadar air beras giling berdasarkan persyaratan

    mutu beras menurut SNI 6128: 2008 adalah sebesar 14%. Menurut Widowati

    dkk., (2009) kandungan air dalam bahan pangan juga ikut menentukan daya

  • 20

    terima, kesegaran dan daya tahan produk. Kadar air yang rendah dapat

    memperpanjang umur simpan beras. Hal tersebut dikarenakan mikroba sulit

    tumbuh pada kondisi kering. Berdasarkan analisis sidik ragam, perlakuan lama

    pengukusan tidak mempengaruhi kadar air akhir beras setelah penggilingan.

    Kadar air dari beras hasil penggilingan dipengaruhi oleh proses pengeringan.

    2. Kadar pati

    Pati merupakan homopolimer dari glukosa dengan ikatan α-glikosidik

    yang terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi yang

    larut air disebut amilosa (polimer linear), sedangkan polimer yang tidak larut

    air disebut amilopektin (polimer bercabang) (Winarno, 1997). Komponen

    utama yang ada dalam beras adalah karbohidrat. Karbohidrat tersebut terdiri

    dari pati sebagian besar dan bagian kecilnya adalah gula, selulosa, hemiselulosa

    dan pentosa. Pati yang ada dalam beras 85-90 % dari berat kering beras,

    pentosa 2,0-2,5 % dan gula 0,6-1,4 % dari berat beras pecah kulit. Oleh karena

    itu sifat-sifat pati merupakan faktor yang dapat menentukan sifat fisikokimia

    dari beras (Haryadi, 2006).

    3. Kadar amilosa

    Berdasarkan kandungan amilosanya, beras dibagi menjadi 3 golongan

    yaitu kandungan amilosa rendah (26%). Beras di Indonesia pada umumnya termasuk ke dalam golongan

    menengah (Juliano, 1976 dalam Haryadi, 2006). Antara tekstur nasi dan kadar

    amilosa terdapat hubungan yang nyata. Beras dengan kadar amilosa rendah

  • 21

    akan menghasilkan nasi yang pulen, lekat, empuk, enak dan mengkilat. Beras

    beramilosa sedang akan menghasilkan nasi yang masih bersifat empuk

    walaupun dibiarkan beberapa jam. Sedangkan beras yang beramilosa tinggi ,

    nasinya keras (pera) dan berderai (Juliano, 1976 dalam Haryadi, 2006).

    4. Kadar protein

    Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur

    karbon, hidrogen, oksigen dan nitrogen yang tidak dimiliki oleh lemak dan

    karbohidrat. Molekul protein mengandung pula fosfor, belerang, dan ada jenis

    protein yang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga. Protein

    berfungsi sebagai pengendalian pertumbuhan dan pemeliharaan sel-sel tubuh,

    pembentukan antibodi dan ikatan-ikatan sesensial tubuh, sebagai media

    perambatan impuls syaraf, mengatur keseimbangan air, memelihara netralitas

    tubuh, mengangkut zat-zat gizi, sumber energi cadangan dan sebagai enzim

    (Winarno, 1992). Beras adalah sumber protein yang baik dengan kandungan

    protein 6,8 g/100 g. Itulah sebabnya, di Indonesia, dalam neraca makanan,

    sumbangan beras terhadap energi dan protein masih sangat tinggi lebih dari

    55%. Seseorang yang makan beras dalam jumlah cukup pasti tidak akan

    kekurangan protein (Suhartiningsih, 2004).

    5. Kadar lemak

    Lemak merupakan gabungan antara gliserol dan asam lemak. Lemak

    dapat berwujud padat maupun cairan yang tergantung dari jenis asam lemak

    yang diikatnya. Lemak padat mengandung asam lemak jenuh, sedangkan lemak

  • 22

    cair (minyak) mengandung asam lemak tidak jenuh. Lemak termasuk ke dalam

    kelompok senyawa lipida, yaitu lemak dan senyawa organik yang mempunyai

    sifat fisika seperti lemak. Sifat fisika lipida, tidak larut dalam air, tetapi larut

    dalam satu atau lebih pelarut organik, memiliki hubungan dengna asam-asam

    lemak atau esternya, mempunyai kemungkinan digunakan oleh makhluk hidup

    (Poedjiadi, 1994). Lemak merupakan sumber energi yang lebih efektif

    dibanding karbohidrat dan protein. Satu gram lemak dapat menghasilkan energi

    sebanyak 9 kal, sedangkan karbohidrat dan protein hanya menghasilkan 4 kal/g

    (Winarno, 1992). Pengaruh lemak terutama muncul setelah gabah atau beras

    disimpan. Kerusakan lemak mengakibatkan penurunan mutu beras (Haryadi,

    2006).

    6. Kadar vitamin

    Vitamin adalah zat-zat organik kompleks yang dibutuhkan dalam jumlah

    sangat kecil tetapi penting dalam pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh serta

    agar proses metabolisme dapat berlangsung dengan baik. Vitamin terbagi

    menjadi dua jenis, yaitu vitamin larut lemak yitu vitamin A, D, E dan K dan

    vitamin larut air yaitu vitamin C dan B kompleks. Vitamin B kompleks terdiri

    dari tiamin (vitamin B1), riboflavin (vitamin B2), niasin, asam pantotenat,

    piridoksin (vitamin B6), biotin, folasin dan sianokobalamanin (vitamin B12)

    (Almatsier, 2004). Lapisan katul merupakan lapisan yang paling banyak

    mengandung vitamin B1. Selain itu katul juga mengandung protein, lemak,

    vitamin B2 dan niasin. Endosperm merupakan bagian utama dari butir beras.

  • 23

    Komposisi utamanya adalah pati. Selain pati, endosperm juga mengandung

    protein dalam jumlah cukup banyak, serta selulosa, mineral dan vitamin dalam

    jumlah kecil (Koswara, 2009).

    7. Kadar mineral

    Mineral merupakan bagian dari tubuh dan memegang peranan penting

    dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ,

    maupun fungsi tubuh secara keseluruhan. Selain itu, mineral juga berperan

    dalam berbagai tahap metabolisme, terutama sebagai kofaktor aktivitas enzim-

    enzim. Mineral digolongkan ke dalam mineral makro dan mineral mikro

    Mineral makro merupakan mineral yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah lebih

    dari 100 mg/hr, yang terdiri dari Na, Cl, K, Ca, P, Mg dan S. Sementara itu,

    mineral mikro merupakan mineral yang dibutuhkan kurang dari 100 mg/hr,

    yang terdiri dari Fe, I, Se, Cu, Mn, F, Cr, Mo, As, Ni, Si dan B (Almatsier,

    2004). Sebagian besar bahan makanan (sekitar 95 %) terdiri dari zat organik

    dan air. Sisanya, yaitu sekitar 5 % terdiri dari mineral (Dita, 2007). Dalam 100

    g beras putih giling terkandung 27 mg magnesium dan 0,7 µg kromium.

    Sebagian besar mineral dalam abu beras yang terdiri atas P, Mg, dan K terdapat

    dalam jumlah cukup besar pada abu beras pecah kulit dan beras giling. Di

    samping itu juga terdapat Ca, Cl, Na, Si, dan Fe. Fosfor dan K merupakan

    mineral utama dalam beras pecah kulit, disusul oleh Si dan Mg (Damardjati,

    1988).

  • 24

    G. Uji Kesukaan

    Makanan disenangi jika memberikan kesan nikmat pada indera

    penglihatan, mengenai warna, bentuk dan ketampakan lainnya seperti indera

    pembau, pengecap, peraba di mulut mengenani tekstur dan bila mungkin juga

    indera pendengaran pada saat penyajian dan penyantapannya (Haryadi, 2006).

    Tingkat – tingkat kesukaan ini disebut skala hedonik. Skala hedonik dapat juga

    direntangkan atau dialirkan menurut rentangan skala yang akan dikehendakinya.

    Skala hedonik juga dapat diubah menjadi skala numerik dengan angka mutu

    menurut tingkat kesukaan. Dengan data numerik dapat dilakukan analisis secara

    parametrik (Soekarto, 1985). Rentang skala hedonik berkisar dari sangat buruk

    sampai sangat baik. Jumlah tingkat skala tergantung dari rentangan mutu yang

    diinginkan dan sesisifitas antar skala. Jumlah tingkat skala juga tergantung dari

    rentangan mutu yang diinginkan dari sensifitas antar skala. Prinsip uji mutu

    hedonik ini mencoba suatu produk tanpa membandingkan dengan sampel lain

    (Nuraini, 2013).

    H. Hipotesa

    Perlakuan konsentrasi fortifikan magnesium dan kromium yang ditam-

    bahkan pada proses pembuatan beras parboiled terfortifikasi magnesium dan

    kromium mempengaruhi sifat fisik, kimia dan tingkat kesukaan panelis.