II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kacang Merah -...

9
4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kacang Merah Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah atau kacang jogo ini mempunyai nama ilmiah yang sama dengan kacang buncis, yaitu Phaseolus vulgaris L. Biji kacang merah berbentuk bulat agak panjang, berwarna merah atau merah berbintik-bintik putih. Kacang merah banyak ditanam di Indonesia. Varietas kacang merah yang beredar di pasaran jumlahnya sangat banyak dan beraneka ragam (Rahmat, 2009). Gambar 1. Kacang Merah (Phaseolus vulgaris L.) Menurut Rahmat (2009), kedudukan kacang merah dalam tatanama (sistematika) adalah sebagai berikut : Kingdom : Plant Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiosspermae Kelas : Dicotyledonae Sub kelas : Calyciflorae

Transcript of II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kacang Merah -...

Page 1: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kacang Merah - …erepo.unud.ac.id/11201/3/d5f65f91a8a2b1e4fbd9281527945262.pdf · 7 Dwinaningsih (2010), penyimpangan pada tempe diantaranya adalah tempe

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kacang Merah

Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah

atau kacang jogo ini mempunyai nama ilmiah yang sama dengan kacang buncis,

yaitu Phaseolus vulgaris L. Biji kacang merah berbentuk bulat agak panjang,

berwarna merah atau merah berbintik-bintik putih. Kacang merah banyak ditanam

di Indonesia. Varietas kacang merah yang beredar di pasaran jumlahnya sangat

banyak dan beraneka ragam (Rahmat, 2009).

Gambar 1. Kacang Merah (Phaseolus vulgaris L.)

Menurut Rahmat (2009), kedudukan kacang merah dalam tatanama

(sistematika) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plant

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiosspermae

Kelas : Dicotyledonae

Sub kelas : Calyciflorae

Page 2: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kacang Merah - …erepo.unud.ac.id/11201/3/d5f65f91a8a2b1e4fbd9281527945262.pdf · 7 Dwinaningsih (2010), penyimpangan pada tempe diantaranya adalah tempe

5

Ordo : Rosales (Leguminales)

Famili : Leguminosae (Papilionaceae)

Sub famili : Papilionoideae

Genus : Phaseolus

Spesies : Phaseolus vulgaris L.

Menurut Salunkhe et al (1985), vitamin B yang terdapat pada kacang

merah terdiri dari thiamin 0,88 mg/100g, riboflavin 0,14 mg/100g dan niasin 2,2

mg/100g. Kacang merah juga mempunyai susunan asam amino essensial yang

lengkap. Asam amino pembatas pada protein kacang merah adalah metionin dan

sistein dengan kandungan relatif rendah yaitu 10,56 dan 8,46 mg/100g, namun

protein kacang-kacangan biasanya mengandung lisin yang banyak. Menurut

Sukami (1979), kacang-kacangan selain sebagai sumber protein juga sebagai

sumber mineral. Daftar kandungan gizi pada kacang merah kering dapat dilihat

pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi gizi kcang merah kering per 100 g

No. Komposisi Gizi Jumlah

1. Energi (kkal) 314

2. Protein (g) 22,1

3. Lemak (g) 1,1

4. Karbohidrat (g) 56,2

5. Kalsium (mg) 502

6. Fosfor (mg) 429

7. Zat Besi (mg) 10,3

8. Vitamin B1 (mg) 0,4

9. Serat pangan *)

(g) 4 *)

Sumber : *)

Nufri dalam Ningrum, 2012

Kacang merah kering adalah sumber karbohidrat kompleks, serat makanan

(fiber), vitamin B (terutama asam folat dan vitamin B6), fosfor, mangaan, besi,

thiamin, dan protein. Setiap 100 gram kacang merah kering yang telah direbus

dapat menyediakan 9 gram protein atau 17 persen dari angka kecukupan protein

Page 3: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kacang Merah - …erepo.unud.ac.id/11201/3/d5f65f91a8a2b1e4fbd9281527945262.pdf · 7 Dwinaningsih (2010), penyimpangan pada tempe diantaranya adalah tempe

6

harian. Kandungan protein dan profil asam amino dalam 100 gram kacang merah

(kidney bean) dari yang terbanyak adalah lisin (1323 mg), asam aspartat (1049

mg), leusin (693 mg), asam glutamat (595 mg), arginin (537 mg), serin (472 mg),

phenilalanin (469 mg), valin (454 mg), isoleusin (383 mg), proline (368 mg),

treonin (365 mg), alanin (364 mg), glisin (339 mg), metionin (10,56 mg) dan

sistein (8,46 mg) (Kay, 1979).

2.2. Tempe

Tempe adalah makanan yang dibuat dari fermentasi terhadap biji kedelai

atau beberapa bahan lain yang menggunakan beberapa jenis kapang Rhizopus sp.

Struktur padatan kompak dan warna putih pada tempe disebabkan adanya miselia

jamur yang tumbuh pada permukaan bahan baku. Tempe mempunyai ciri-ciri

berwarna putih, tekstur kompak, dan flavor yang spesifik.

Proses pengolahan tempe meliputi tahap pencucian, perebusan,

perendaman, pengulitan, pengukusan, penirisan dan pendinginan, inokulasi,

pengemasan, lalu fermentasi selama 2-3 hari. Perendaman mengakibatkan ukuran

biji menjadi lebih besar dan struktur kulit mengalami perubahan sehingga lebih

mudah dikupas. Perebusan dan pengukusan selain melunakkan biji dimaksudkan

untuk membunuh bakteri kontaminan dan mengurangi zat anti gizi. Penirisan dan

pendinginan bertujuan mengurangi kadar air dalam biji dan menurunkan suhu biji

sampai sesuai dengan kondisi pertumbuhan jamur (Purwadaksi, 2007).

Proses pembuatan tempe melibatkan tiga faktor pendukung, yaitu bahan

baku yang dipakai, mikroorganisme (kapang tempe), dan keadaan lingkungan

tumbuh (suhu, pH, dan kelembaban). Menurut Hidayat (2008) dalam

Page 4: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kacang Merah - …erepo.unud.ac.id/11201/3/d5f65f91a8a2b1e4fbd9281527945262.pdf · 7 Dwinaningsih (2010), penyimpangan pada tempe diantaranya adalah tempe

7

Dwinaningsih (2010), penyimpangan pada tempe diantaranya adalah tempe tetap

basah, jamur tumbuh kurang baik, tempe berbau busuk, ada bercak hitam di

permukaan tempe, dan jamur hanya tumbuh baik di salah satu tempat.

2.3. Fermentasi Tempe

Fermentasi secara umum adalah suatu perubahan kimia pada substrat

organik melalui aktivitas enzim mikroba dan dalam suatu hal dapat terjadi tanpa

adanya sel-sel hidup, proses dapat berlangsung secara aerob dan anaerob. Proses

fermentasi tempe, kapang yang tumbuh pada bahan pangan akan menghidrolisis

senyawa-senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana yang mudah dicerna

oleh tubuh.

Menurut Hidayat (2009), proses fermentasi tempe dapat dibedakan atas

tiga fase, yaitu :

a. Fase pertumbuhan cepat (0-30 jam fermentasi) terjadi peningkatan jumlah

asam lemak bebas, peningkatan suhu, pertumbuhan kapang yang cepat

terlihat dengan terbentuknya miselia pada permukaan biji yang semakin

banyak sehingga menunjukkan massa yang lebih kompak.

b. Fase transisi (30-50 jam fermentasi) merupakan fase optimal fermentasi

tempe dan siap untuk dipasarkan. Pada fase ini terjadi penurunan suhu dan

jumlah asam lemak yang dibebaskan, pertumbuhan jamur hampir tetap

atau bertambah sedikit, flavor spesifik tempe optimal, dan tekstur lebih

kompak.

Page 5: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kacang Merah - …erepo.unud.ac.id/11201/3/d5f65f91a8a2b1e4fbd9281527945262.pdf · 7 Dwinaningsih (2010), penyimpangan pada tempe diantaranya adalah tempe

8

c. Fase pembusukan atau fermentasi lanjut (50-90 jam fermentasi) terjadi

peningkatan jumlah bakteri dan jumlah asam lemak bebas, pertumbuhan

jamur menurun dan pada kadar air tertentu pertumbuhan jamur terhenti,

terjadi perubahan flavor karena penguraian protein lanjut sehingga

terbentuk amonia.

2.4. Penepungan

Penepungan merupakan suatu proses penghancuran bahan padatan kering

untuk mengubah ukuran bahan semula menjadi ukuran yang lebih kecil dan

seragam. Secara umum terdapat dua jenis metode penepungan yang sering

diterapkan dalam produksi tepung serealia yaitu metode basah dan metode kering.

Pada metode basah dilakukan perendaman bahan terlebih dahulu sebelum

ditepungkan sedangkan metode kering tidak dilakukan perendaman (Suardi et al.,

2002).

Pembuatan tepung kacang merah dan tepung tempe kacang merah

memiliki beberapa tujuan, yaitu memanfaatkan potensi kacang merah di

Indonesia, lebih mudah diolah atau diproses menjadi produk pangan yang

memiliki nilai ekonomi tinggi, lebih mudah dalam penyimpanan, dan

memperpanjang masa simpan.

Page 6: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kacang Merah - …erepo.unud.ac.id/11201/3/d5f65f91a8a2b1e4fbd9281527945262.pdf · 7 Dwinaningsih (2010), penyimpangan pada tempe diantaranya adalah tempe

9

2.5. Sifat Fisik, Kimia, dan Fungsional

2.5.1 Sifat Fisik

a. Densitas Kamba

Densitas kamba (bulk density) adalah perbandingan bobot bahan dengan

volume yang ditempatinya, termasuk ruang kosong di antara butiran bahan

(Syarief dan Irawati,1988). Densitas kamba menunjukkan ukuran partikel, partikel

dengan ukuran lebih kecil akan membentuk massa dengan kerapatan lebih besar

akibat pengurangan rongga-rongga antar partikel. Tepung yang memiliki densitas

kamba yang besar akan lebih efektif dan efisien dalam menempati suatu ruang.

Hal ini dapat berperan penting dalam perencanaan gudang penyimpanan, volume

alat pengolahan ataupun sarana transportasinya (Janathan, 2007).

b. Warna

Warna merupakan salah satu atribut penampilan pada suatu produk yang

seringkali menentukan tingkat penerimaan konsumen terhadap produk tersebut

secara keseluruhan. Suatu bahan yang dinilai bergizi, enak, dan teksturnya sangat

baik tidak akan dimakan apabila memiliki warna yang tidak menarik untuk

dipandang dan memberi kesan menyimpang dari warna yang seharusnya

(Winarno, 2004).

Salah satu alat yang dapat digunakan untuk uji warna adalah colorimeter.

Dalam uji colorimeter terdapat 3 parameter yaitu L, a, dan b dimana L mempunyai

interval antara 0 – 100 untuk warna kecerahan, a mempunyai interval untuk warna

hijau hingga merah dan b untuk interval biru hingga kuning.Pada parameter L

apabila semakin positif (+), warna semakin cerah. Parameter a apabila semakin

Page 7: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kacang Merah - …erepo.unud.ac.id/11201/3/d5f65f91a8a2b1e4fbd9281527945262.pdf · 7 Dwinaningsih (2010), penyimpangan pada tempe diantaranya adalah tempe

10

negatif (-), warna semakin hijau dan positif (+) warna semakin merah. Parameter

b semakin negatif (-), warna semakin biru dan semakin positif (+), warna akan

semakin kuning. Dalam sistem pembacaan colorimeter akan keluar 4 digit dimana

4 digit tersebut dibagi 100 untuk hasil kuantitatifnya.

2.5.2 Sifat Kimia

Dalam tahap-tahap proses pengolahan, reaksi kimia pada bahan pangan

menyebabkan terjadinya perubahan, baik perubahan yang diharapkan maupun

perubahan yang tidak diharapkan. Proses pengolahan dengan suhu tinggi dapat

mengakibatkan peningkatan nilai gizi bahan pangan (misalnya karena terjadinya

destruksi senyawa anti-nutrisi, terjadinya denaturasi molekul, sehingga

meningkatkan daya cerna dan ketersediaan zat gizi). Akan tetapi proses

pengolahan dengan suhu tinggi bila tidak terkontrol akan menurunkan nilai gizi

bahan pangan (misalnya terjadi reaksi antar molekul nutrien, hancurnya nutrien

yang tidak tahan panas, atau terbentuknya molekul kompleks yang tidak dapat

diuraikan atau dicerna oleh enzim tubuh) (Muchtadi, 1989).

Selama proses pengolahan tepung kacang merah dan tepung tempe kacang

merah, kadar air menurun sehingga naiknya kadar zat gizi di dalam massa yang

tertinggal. Selama proses pengeringan maupun pemanasan yang terlalu lama dapat

mengakibatkan protein mengalami denaturasi, sedangkan untuk bahan yang

banyak mengandung karbohidrat, pengeringan dan pemanasan dapat

mengakibatkan perubahan warna karena adanya reaksi pencoklatan enzimatis

maupun non enzimatis.

Page 8: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kacang Merah - …erepo.unud.ac.id/11201/3/d5f65f91a8a2b1e4fbd9281527945262.pdf · 7 Dwinaningsih (2010), penyimpangan pada tempe diantaranya adalah tempe

11

2.5.3 Sifat Fungsional

a. Kapasitas Penyerapan Air (KPA)

Kapasitas penyerapan air digunakan untuk mengukur besarnya

kemampuan tepung untuk menyerap air dan ditentukan dengan cara sentrifugasi.

Kapasitas penyerapan air berkaitan dengan komposisi granula dan sifat fisik pati

setelah ditambahkan dengan sejumlah air. Menurut Prabowo (2010), semakin

tinggi protein yang terkandung pada bahan maka kapasitas penyerapan air akan

semakin besar dan semakin rendah kadar proteinnya maka semakin rendah

kapasitas penyerapan airnya. Selain kadar protein, ternyata kadar air dapat

mempengaruhi kapasitas penyerapan air. Kemampuan daya serap air suatu bahan

pangan seperti tepung ternyata dapat berkurang apabila kadar air dalam tepung

terlalu tinggi atau tempat penyimpanan yang lembab ternyata dapat menghambat

daya serap air tepung itu sendiri. Kapasitas penyerapan air juga mempengaruhi

kemudahan dalam menghomogenkan adonan tepung ketika dicampurkan dengan

air.

b. Kapasitas Penyerapan Minyak (KPM)

Kapasitas penyerapan minyak yang rendah diperlukan pada produk-produk

yang diproses dengan penggorengan sehingga tidak menyerap minyak dalam

jumlah yang besar. Kapasitas penyerapan minyak pada tepung terutama berkaitan

dengan kadar lemak dan kadar protein. Kapasitas penyerapan minyak yang

optimum dipengaruhi oleh kemampuan protein yang terkandung dalam tepung

untuk berikatan dengan minyak. Hal tersebut dapat meningkatkan rasa dalam

Page 9: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kacang Merah - …erepo.unud.ac.id/11201/3/d5f65f91a8a2b1e4fbd9281527945262.pdf · 7 Dwinaningsih (2010), penyimpangan pada tempe diantaranya adalah tempe

12

mulut (mouthfeel) ketika tepung sudah diolah menjadi suatu produk (Chandra dan

Shamser, 2013).

c. Swelling Power dan Kelarutan

Kelarutan merupakan berat tepung terlarut dan dapat diukur dengan cara

mengeringkan dan menimbang sejumlah supernatan. Swelling power merupakan

kenaikan volume dan berat maksimum pati selama mengalami pengembangan di

dalam air (Baah, 2009 dalam Anggriawan, 2011).

Peningkatan suhu pada saat proses pengeringan tepung menyebabkan

kemampuan swelling power menurun. Hal ini diduga karena pada pengeringan

suhu tinggi pengurangan air yang cepat menyebabkan susunan molekul dalam

granula pati lebih rapat, sehingga air tidak mudah masuk ke dalam granula pati,

sedangkan peningkatan suhu pada saat tepung diolah dan dicampur dengan air

menyebabkan molekul-molekul air mempunyai energi kinetik yang lebih tinggi

sehingga dengan mudah berpenetrasi ke dalam granula pati (Indrastuti et al, 2012)

Nilai kelarutan menunjukkan indikasi tingkat kemudahan suatu tepung

untuk dapat larut dalam air. Nilai kelarutan yang tinggi mengindikasikan bahwa

tepung lebih mudah larut dalam air dan sebaliknya. Hal ini disebabkan partikel-

partikel yang tidak larut dalam air akan lebih sedikit yang didispersikan. Semakin

tinggi nilai kelarutan, maka tepung yang dihasilkan akan semakin baik karena

akan mempermudah dalam pembuatan produk olahan lainnya (Janathan, 2007).