ii - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37295/1/RISKI... ·...

82

Transcript of ii - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37295/1/RISKI... ·...

Page 1: ii - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37295/1/RISKI... · masing-masing perlakuan terdiri atas 5 tikus. Kelompok 1 adalah tikus yan. g diberikan
Page 2: ii - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37295/1/RISKI... · masing-masing perlakuan terdiri atas 5 tikus. Kelompok 1 adalah tikus yan. g diberikan

ii

Page 3: ii - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37295/1/RISKI... · masing-masing perlakuan terdiri atas 5 tikus. Kelompok 1 adalah tikus yan. g diberikan

iii

Page 4: ii - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37295/1/RISKI... · masing-masing perlakuan terdiri atas 5 tikus. Kelompok 1 adalah tikus yan. g diberikan

iv

Page 5: ii - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37295/1/RISKI... · masing-masing perlakuan terdiri atas 5 tikus. Kelompok 1 adalah tikus yan. g diberikan

v

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan

hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian ini dengan baik.

Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW

beserta keluarga dan sahabatnya.

Untuk menyelesaikan penelitian ini saya mendapat bantuan dan bimbingan

dari berbagai pihak. Oleh karena itu, saya mengucapkan banyak terimakasih

kepada:

1. Prof. Dr. H. Arief Sumantri, M.Kes. selaku dekan fakultas kedokteran dan ilmu

kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

2. dr.Achmad Zaky, M.epid, Sp.OT selaku kepala program studi pendidikan

DOKTER FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, serta seluruh dosen di

program studi ini yang selalu membimbing serta memberikan ilmu kepada saya

selama menjlani masa pendidikan di program studi pendidikan DOKTER FKIK

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Ibu Rr. Ayu Fitri Hapasari M.biomed. dan dr. Dyah Ayu Woro M. Biomed.

Selaku dosen pembimbing yang telah membantu, menyediakan waktu, Tenaga,

dan pikiran untuk membimbing saya dari awal hingga akhir penelitian ini.

4. Kedua orang tercinta, Gani Ginting . S.T dan Nurbaiti, S.Kep, NERS yang

selalu memberikan semangat , motivasi, dan cinta kasihnya sepanjang hidup

saya. Juga adik dan kakak saya, Reka Anindia Mulyanur dan Fergi Medisa G

yang senantiasa membuat saya bersemangat dalam menjalani pendidikan di

Program Studi Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah.

5. Ibu Nurlaeley Mida Rachmawati, S.si, M. Biomed., Ph. D selaku penanggung

jawab (PJ) Animal house. Ibu Silvia Fitrina, M.Biomed selaku penanggung

jawab laboratorium parasit yang telah memberikan izin atas pengunaan

laboratorium dalam penelitian ini.

Page 6: ii - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37295/1/RISKI... · masing-masing perlakuan terdiri atas 5 tikus. Kelompok 1 adalah tikus yan. g diberikan

vi

6. Isna Akmalia selaku teman seperjuangan PSPD 2013 yang turut memberi

motivasi dan semangatnya dalam menjalankan Riset ini.

7. Teman-teman seperjuangan saya yaitu kelompok Binahong Jaya, Wildana aqilla

D, Raissa Pramudya W, Alfi Alfina dan Fadli F dan seluruh laboran yang

terlibat, antara lain: Mba Novi, Mba Din yang telah membantu dalam proses

penelitian ini.

8. Teman-teman rumah Mediterania, yang telah membantu dalam berjalannya

penelitian ini

9. Teman – teman PSPD 2012, 2013, 2014 yang selalu memberikan dukungan

kepada saya.

10. Bapak-bapak satpam dan OB FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

senantiasa meminjamkan kunci laboratorium hewan dan dengan sabar

menunggu kami sampai kami selesai memakai laboratorium.

Saya menyadari bahwa laporan penilitian ini masih banyak kekurangan.

Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua

pihak agar laporan penelitian ini dapat menjadi lebih baik.

Demikian laporan penelitian ini saya tulis. Semoga dapat bermanfaat bagi

para pembaca umumnya dan bagi penulis pada khususnya.

Wassalamu’alaikum wr.wb

Ciputat, 12 Oktober 2016

Peneliti

Page 7: ii - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37295/1/RISKI... · masing-masing perlakuan terdiri atas 5 tikus. Kelompok 1 adalah tikus yan. g diberikan

vii

ABSTRAK

Riski Bastanta Ginting. Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter. Efek

Pemberian Ekstrak Daun Binahong (Anrederacordifolia (Tenore) Steenis)

Terhadap Jumlah Sel Radang Pada Luka Bakar Derajat Ii Tikus Sprague

Dawley. 2016

Pendahuluan: Daun Binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis) sering

digunakan untuk penyembuhan luka. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

pengaruh salep dan oral ekstrak daun Binahong (Anrederacordifolia (Tenore)

Steenis) terhadap jumlah sel radang pada luka bakar derajat II dan untuk

mengetahui perbedaan efektifitas ekstrak daun Binahong yang diberikan secara oral

maupun topikal. Metode: Penelitian ini menggunakan desain eksperimental. Subjek

penelitian adalah tikus strain Sprague dawley dengan jumlah 25 ekor. Tikus ini

dibagi menjadi 5 kelompok perlakuan masing-masing perlakuan terdiri atas 5 tikus.

Kelompok 1 adalah tikus yang diberikan salep ekstrak daun Binahong dengan

konsentrasi 40%. Kelompok 2 adalah tikus yang diberikan ekstrak daun Binahong

sediaan oral. Kelompok 3 adalah tikus yang diberikan salep ekstrak daun Binahong

konsentrasi 40% dan ekstrak daun Binahong sediaan oral. Kelompok 4 adalah tikus

yang diberikan kontrol positif berupa krim silver sulfadiazine kelompok 5 adalah

tikus yang diberikan kontrol negatif berupa adeps lane dan Vaseline album tanpa

campuran ekstrak daun Binahong. Tikus diberikan luka bakar selama 30 detik

menggunakan plat besi dan pada hari ke enam terapi dihentikan. Hasil: Hasil

penelitian menunjukkan bahwa kelompok negatif P5 memiliki jumlah sel radang

paling banyak di antara kemlopok perlakuan yang lain. Sementara kelompok

dengan perlakuan salep Binahong mendapatkan jumlah sel radang yang paling

rendah. Kesimpulan: ekstrak Binahong memiliki pengaruh terhadap jumlah sel

radang pada luka bakar tikus derajat II

Kata Kunci: Binahong (Anredera cordifolia (Tenore)Steenis), luka bakar, sel

radang, Tikus

ABSTRACT

Riski Bastanta Ginting. Medical profession and education study program. The

Effect Of Giving Binahong Leaf Extract (Anredera Cordifolia (Tenore)

Steenis) On The Number Of Inflammatory Cell In Burn Injury Second

Degree Sprague Dawley Rat. 2016

Introduction: Binahong leaf (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis) can be used to

improve wound healing activity. The aims of this research were to study the

effectivity of Binahong leaf (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis) in ointment and

oral treatment to the number of inflammation cell in burn wound second degree.

and to know the difference effectivity of Binahong leaf extract in topical and oral

treatment. Methods: This research using experimental desigm. The subject of

research is the Sprague dawley rat strain with the number of 25 head. Rats were

Page 8: ii - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37295/1/RISKI... · masing-masing perlakuan terdiri atas 5 tikus. Kelompok 1 adalah tikus yan. g diberikan

viii

divided into five treatment group and of each treatment consisted about 5 rats.

Group 1 was treated rats with ointment of Binahong leaf extract with concentration

of 40%. Group 2 was treated rats with Binahong extract oral preparation. Group 3 is

treated rats with ointment leaf extract concentration 40% and Binahong extract oral

preparation. Group 4 was a positif control rats that were administered in the form of

silver sulfadiazine. Group 5 was negatif control rats that were administered in the

form of adeps lanae and Vaseline album without Binahong extract. Rats given burn

30 seconds using an iron plate and sixth day therapy was dismissed. Result: the

results showed that the negatif control group P5 has a number of inflammatory cell

were most numerous and among other treatment. And the lowest number of

inflammatory cell was in P1 the ointment with extract of Binahong. Conclusion:

Binahong extract have influence on the number of inflammatory cell in rats with

second degree burns.

Keyword: Binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis), burn injury,

inflammatory cell, rat

Page 9: ii - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37295/1/RISKI... · masing-masing perlakuan terdiri atas 5 tikus. Kelompok 1 adalah tikus yan. g diberikan

ix

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN .................................................................................... ii

LEMBAR PERSETUJUAN................................................................................... iii

LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... iv

KATA PENGANTAR ............................................................................................. v

ABSTRAK ................................................................................................................ vii

DAFTAR ISI ............................................................................................................ ix

DAFTAR TABEL .................................................................................................... xii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... xiii

DAFTAR GRAFIK ................................................................................................. xiv

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... xv

BAB 1 PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................... 3

1.3 Hipotesis .............................................................................................................. 3

1.4 Tujuan Penelitian ................................................................................................ 3

1.4.1 Tujuan Umum ............................................................................................ 3

1.4.2 Tujuan Khusus ........................................................................................... 4

1.5 Manfaat Penelitian .............................................................................................. 4

1.5.1 Bagi Peneliti .............................................................................................. 4

1.5.2 Bagi Institusi ............................................................................................. 4

1.5.3 Bagi Kelimuan .......................................................................................... 4

1.5.4 Bagi Sosial ................................................................................................ 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 6

2.1 Landasan Teori ........................................................................................... 6

2.1.1 Tanaman Binahong ........................................................................... 6

2.1.1.1 Klasifikasi botani tanaman ini menurut Badan POM RI ... 6

2.1.1.2 Kandungan zat aktif dari Binahong..................................... 7

2.1.2 Kulit.................................................................................................... 8

2.1.2.1 Definisi Kulit ........................................................................ 8

2.1.2.2 Fungsi Kulit .......................................................................... 8

2.1.2.3 lapisan kulit ........................................................................... 9

2.1.3 Penyebab Luka Bakar ...................................................................... 12

2.1.4 Klasifikasi Berdasarkan Derajat dan Kedalaman Luka Bakar ...... 12

2.1.5 Proses Penyembuhan Luka .............................................................. 14

Page 10: ii - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37295/1/RISKI... · masing-masing perlakuan terdiri atas 5 tikus. Kelompok 1 adalah tikus yan. g diberikan

x

2.1.5.1 Macam-Macam Luka .......................................................... 14

2.1.5.2 Fase Penyembuhan Luka .................................................... 15

2.1.6 Tujuan Pengobatan Luka Bakar ....................................................... 18

2.1.7 Penanganan Luka Bakar .................................................................. 20

2.1.8 Pertolongan Pertama Pada Luka Bakar .......................................... 24

2.1.9 Initial Treatment Wound Care ........................................................ 25

2.1.10 Treatment Wound Care ................................................................... 25

2.1.11 Antibiotik Topikal Silver Sulfadiazine .......................................... 26

2.1.12 Pemberian Obat Secara Oral .......................................................... 28

2.1.12.1 Proses Ekskresi Obat ....................................................... 30

2.1.13 Pemberian Obat Secara Topikal ..................................................... 30

2.1.14 Vehikulum ....................................................................................... 32

2.1.14.1 Klasifikasi Vehikulum ..................................................... 32

2.1.15 Salep ................................................................................................ 32

2.1.16 Pengertian Ekstrak ......................................................................... 32

2.1.17 Ekstraksi .......................................................................................... 33

2.1.17.1 Maserasi ........................................................................... 34

2.1.18 Metode Freeze Dry .......................................................................... 34

2.2 Kerangka Teori .................................................................................................... 35

2.3 Kerangka Konsep ................................................................................................ 36

2.4 Definisi Operasional .......................................................................................... 37

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ............................................................... 38

3.1 Desain Penelitian ................................................................................................. 38

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................................ 38

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ......................................................................... 38

3.3.1 Besar Sampel ............................................................................................ 38

3.3.2 Kriteria Inklusi .......................................................................................... 39

3.3.3 Kriteria Eksklusi ....................................................................................... 39

3.3.4 Pembagian Kelompok sampel ................................................................. 39

3.4 Alat dan Bahan Penelitian ................................................................................. 40

3.4.1 Alat Penelitian .................................................................................................. 40

3.4.2 Bahan Penelitian......................................................................................... 40

3.5 Adaptasi dan Pemeliharaan hewan sampel........................................................ 41

3.6 Pembuatan Konsentrasi Ekstrak ......................................................................... 41

3.7 Perlakuan luka pada tikus ................................................................................... 42

3.8 Cara Pemberian Salep Ekstrak dan Ekstrak Oral Daun Binahong................... 42

3.9 Pengambilan Jaringan ......................................................................................... 42

Page 11: ii - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37295/1/RISKI... · masing-masing perlakuan terdiri atas 5 tikus. Kelompok 1 adalah tikus yan. g diberikan

xi

3.10 Pembuatan sediaan histopatologi ..................................................................... 43

3.11 Pengamatan histopatologi ................................................................................. 45

3.12 Manajemen analisis data sel radang............................................................... 45

3.13 Alur kerja penelitian ......................................................................................... 46

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................. 47

4.1 Jumlah Sel Radang ............................................................................................. 47

4.2 Pembahasan ........................................................................................................ 50

4.3 Keterbatasan Penelitian ..................................................................................... 52

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 53

5.1 Kesimpulan .......................................................................................................... 53

5.2 Saran .................................................................................................................... 53

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 54

LAMPIRAN ............................................................................................................. 57

Page 12: ii - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37295/1/RISKI... · masing-masing perlakuan terdiri atas 5 tikus. Kelompok 1 adalah tikus yan. g diberikan

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Definisi Operasional ................................................................................. 35

Tabel 4.1 Rerata Jumlah Sel Radang ....................................................................... 47

Tabel 4.2 Hasil Analisis ............................................................................................ 49

Page 13: ii - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37295/1/RISKI... · masing-masing perlakuan terdiri atas 5 tikus. Kelompok 1 adalah tikus yan. g diberikan

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Daun Binahong ..................................................................................... 7

Gambar 2.2 Lapisan-Lapisan Kulit .......................................................................... 9

Gambar 2.3 Lapisan Epidermis ................................................................................ 9

Gambar 2.4 Luka Bakar Derajat II Parsial .............................................................. 13

Gambar 2.5 Rule of Nine ........................................................................................... 22

Gambar 2.6 Lund Browder Chart............................................................................. 23

Gambar 2.7 Oral administration of drug .................................................................. 28

Gambar 2.8 Skema Ilustratif Mekanisme terjadinya Pengeringan Beku ............... 34

Gambar 4.1 Gambaran histopatologi luka bakar pada tikus .................................. 47

Gambar 4.2 Gambaran mikroskopik jumlah sel radang ........................................ 48

Page 14: ii - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37295/1/RISKI... · masing-masing perlakuan terdiri atas 5 tikus. Kelompok 1 adalah tikus yan. g diberikan

xiv

DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.1 Rerata Jumlah Sel Radang ...................................................................... 49

Page 15: ii - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37295/1/RISKI... · masing-masing perlakuan terdiri atas 5 tikus. Kelompok 1 adalah tikus yan. g diberikan

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil Determinasi /Identifikasi Bahan Uji .......................................... 57

Lampiran 2 Hasil Ekstraksi Bahan Uji .................................................................... 58

Lampiran 3 Surat Keterangan Tikus Sehat .............................................................. 59

Lampiran 4 Gambar Proses Penelitian ..................................................................... 60

Lampiran 5 Hasil Uji Statistik .................................................................................. 62

Lampiran 6 Riwayat Hidup Penulis ......................................................................... 64

Page 16: ii - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37295/1/RISKI... · masing-masing perlakuan terdiri atas 5 tikus. Kelompok 1 adalah tikus yan. g diberikan

xvi

Page 17: ii - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37295/1/RISKI... · masing-masing perlakuan terdiri atas 5 tikus. Kelompok 1 adalah tikus yan. g diberikan

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh api atau oleh penyebab lain

misalnya pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik, maupun bahan kimia serta

radiasi.1

Menurut WHO (2016) terdapat sekitar 265000 kematian tiap tahunnya dan

sebanyak 96% kejadian fatal akibat luka bakar terjadi di negara ekonomi kelas

bawah hingga menegah. Dari kejadian tersebut banyak yang hidup dengan

kecacatan seumur hidup dan mengalami gangguan fungsi sosial.2

Menurut Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS 2013) prevalensi cedera

(jatuh, luka bakar, KDRT) secara nasional adalah 8,2%, prevalensi tertinggi

ditemukan di Sulawesi Selatan 12,8% dan terendah di Jambi 4,5%3

Sementara prevalensi cedera luka bakar di Indonesia adalah 0,7% dengan

provinsi Papua menjadi yang tertinggi yaitu 2,0% dan Kalimantan Timur menjadi

yang terendah yaitu 0%. Menurut usia prevalensi tertinggi yaitu pada usia 1-4

tahun sebesar 1,5%.3

Luka bakar dapat menyebabkan beberapa komplikasi baik infeksi maupun

non infeksi antara lain: Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS), Chronic

Obstructive Pulmonary Disease (COPD), pulmonary emboli, heart failure, syok

hipovolemia dan multi organ failure.4

Luka bakar memiliki klasifikasi berdasarkan kedalaman luka dan luas luka

antara lain: luka bakar derajat I yang meliputi bagian superfisial atau epidermis

Luka bakar derajat II meliputi epidermis dan dermis juga ditemukan adanya

blister (bula), dan luka bakar derajat III yang meliputi seluruh dermis. Salah satu

yang mempengaruhi mortalitas luka bakar yaitu > 70% Total Body Surface Area

(TBSA).5

Page 18: ii - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37295/1/RISKI... · masing-masing perlakuan terdiri atas 5 tikus. Kelompok 1 adalah tikus yan. g diberikan

2

Krim Silversulfadiazin merupakan antibiotik rujukan yang diberlakukan

oleh WHO untuk penaganan luka bakar. Namun sekarang banyak ditemui bakteri-

bakteri yang resisten terhadap pengunaan silversulfadiazine seperti S. aureus,

Enterococcus spp dan Providensia stuartii.2,7

Tak dapat dipungkiri juga bahwa kecenderungan menggunakan tanaman

tradisional sebagai obat dikalangan masyarakat Indonesia terutama di pedesaan

masih tinggi. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya akses dan biaya

untuk pengobatan modern yang relatif lebih mahal dan sulit dijangkau oleh

mereka.8

Salah satu tanaman yang digunakan untuk pengobatan adalah daun

Binahong (Anredera cordifolia (Ten) Steenis). Daun Binahong merupakan

tanaman yang memiliki nama genus Anredera dan tergolog family Basellaceae

(Walters 1989 dalam Rahmawati dkk 2012). Daun Binahong adalah tanaman obat

dari daratan tiongkok yang dikenal dengan nama asli Dheng Sac Chi sedangkan di

dunia internasional dikenal dengan nama Heartleaf Madeiravine. Sementara di

Indonesia tanaman ini dikenal sebagai gondola yang sering digunakan sebagai

gapura yang melingkar diatas jalan taman. Tanaman merambat ini perlu

dikembangkan dan diteliti lebih jauh terutama untuk mengungkapkan khasiat dari

bahan aktif yang dikandungnya. Berbagai pengalaman yang ditemui di

masyarakat bahwa pengunaan daun Binahong dapat dimanfaatkan dalam proses

penyembuhan penyakit berat.9

Daun Binahong mengandung beberapa zat seperti asam askorbat, asam

oleanolik dan saponin. Asam akorbat dapat mempercepat penyembuhan luka.

Asama oleanolik mempunyai khasiat untuk mengurangi rasa nyeri pada luka

bakar (Rohmawati, 2007). Sementara saponin mempunyai efek sebagai

pembentukan kolagen tipe I yang berperan dalam penyembuhan luka.10

Pengobatan tradisional menggunakan tanaman telah berkembang diantara

pengobatan modern saat ini karena besarnya potensi kesembuhan dan beban

keuangan yang lebih ringan. Salah satu tanaman yang memiliki khasiat dalam

mengobati luka bakar derajat II adalah daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten)

Steenis).10

Page 19: ii - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37295/1/RISKI... · masing-masing perlakuan terdiri atas 5 tikus. Kelompok 1 adalah tikus yan. g diberikan

3

Cara pengunaan daun Binahong sebagai salah satu pengobatan luka bakar

masih sangat sederhana yaitu daun Binahong ditumbuk sampai halus kemudian di

balurkan pada kulit yang terkena luka bakar (Webb &Harrington, 2005)10

Berdasarkan hal diatas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

pemberian salep dan ekstrak oral daun Binahong terhadap Jumlah sel radang pada

luka bakar tikus Sprague dawley. Penelitian ini meliputi uji histopatologi jumlah

sel radang pada luka bakar tikus Sprague dawley yang diberikan ekstrak daun

Binahong dalam bentuk salep dengan konsentarsi 40% dan oral 100mg/kgbb/hari

dengan lama paparan luka bakar 30 detik dengan plat besi.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah pemberian ekstrak daun Binahong (Anredera cordifolisa (Ten)

Steenis) berpengaruh pada jumlah sel radang pada luka bakar derajat II tikus

Sprague dawley dengan lama paparan luka bakar 30 detik dengan plat besi.

1.3 Hipotesis

Ekstrak daun Binahong (Anredera cordifolisa (Ten) Steenis) dapat

menurunakan jumlah sel radang pada luka bakar derajat II tikus Sprague dawley

dengan lama paparan 30 detik dengan plat besi.

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Mengetahui pengaruh ekstrak daun Binahong (Anredera cordifolia (Tenore)

Stennis) terhadap jumlah sel radang pada luka bakar tikus Sprague dawley.

Page 20: ii - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37295/1/RISKI... · masing-masing perlakuan terdiri atas 5 tikus. Kelompok 1 adalah tikus yan. g diberikan

4

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui pengaruh ekstrak Binahong terhadap jumlah sel radang

pada luka bakar derajat II tikus Sprague dawley yang diberikan salep

ekstrak Binahong 40%.

2. Mengetahui pengaruh ekstrak Binahong terhadap jumlah sel radang

pada luka bakar derajat II tikus Sprague dawley yang diberikan oral

ekstrak Binahong dengan dosis 100mg/kgbb/hari

3. Mengetahui pengaruh ekstrak Binahong terhadap jumlah sel radang

pada luka bakar derajat II tikus Sprague dawley yang diberikan salep

ekstrak Binahong 40% dan ekstrak oral ekstrak Binahong dengan

dosis 100 mg/kgbb/hari.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi Peneliti:

Sebagai salah satu prasyarat kelulusan dalam menyelesaikan program sarjana

kedokteran

Sebagai pengalaman melakukan penelitian histopatologi

Peneliti mengetahui pengaruh pemberian salep, oral dan kombinasi salep dan

oral ekstrak Binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Stennis) terhadap jumlah

dari sel radang pada luka bakar tikus Sprague dawley.

1.5.2 Bagi Institusi

Penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai pengaruh pemberian

salep, oral dan kombinasi oral dan salep ekstrak daun Binahong (Anredera

cordifolia (Tenore) Stennis) terhadap jumlah sel radang pada luka bakar tikus

Sprague dawley

1.5.3 Bagi Keilmuan

Dapat dijadikan bahan refrensi bagi peneliti yang tertarik melakukan

penelitian histopatologi.

Page 21: ii - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37295/1/RISKI... · masing-masing perlakuan terdiri atas 5 tikus. Kelompok 1 adalah tikus yan. g diberikan

5

1.5.4 Bagi sosial

Menambah pengetahuan masyarakat tentang manfaat daun Binahong yang

berfungsi sebagai obat herbal untuk kesehatan

Dapat dikembangkan menjadi obat herbal dalam bentuk sediaan salep dalam

penyembuhan luka bakar.

Page 22: ii - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37295/1/RISKI... · masing-masing perlakuan terdiri atas 5 tikus. Kelompok 1 adalah tikus yan. g diberikan

6

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Tanaman Binahong

Daun Binahong atau (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis) adalah

tumbuhan yang berasal dari Brazil, Bolivia, Paraguay dan Uruguay. Sifatnya

berupa tumbuhan menjalar, berumur panjang, bisa mencapai panjang lebih dari 6

m. Batang lunak silindris, saling membelit, berwarna merah, bagian dalam solid,

permukaan halus, kadang membentuk semacam umbi yang melekat di ketiak daun

dengan bentuk tak beraturan dan bertekstur kasar. Daun tunggal, bertangkai

sangat pendek, tersusun berseling, berwarna hijau, bentuk jantung , panjang 5-10

cm, lebar 3-7 cm, helaian daun tupis lemas, ujung runcing, pangkal berlekuk, tepi

rata,permukaan licin, bisa dimakan. Bunga majemuk berbentuk tandan, bertangkai

panjang, muncul di ketiak daun, mahkota berwarna krem keputih-putihan

berjumalh 5 helai tidak berlekatan, panjang mahkota 0,5-1cm, berbau harum.

Akar berbentuk rimpang, berdaging lunak.11

Keberadaan tanaman ini di Indonesia cukup baik karena pengaruh dari

iklim tropis. Tanaman ini memiliki pertumbuhan hingga ketinggian 4-5 meter.

Temperatur yang cocok untuk tanaman ini berkisar antara 10-300C dengan

kelembaban yang ideal 70-80%.Tanaman ini tumbuh baik pada tanah yang

lembab, humus cukup, jumlah air dan udara yang baik.Tanaman ini tumbuh pada

awal tahun dan pertengahan tahun yaitu pada bulan Januari dan Juli.11

2.1.1.1 Klasifikasi Botani menurut Badan POM RI11

Sinonim: Boussingaultia gracilis miers

Boussingaultia cordifolia

Boussingaultia basselloides

Klasifikasi:

Divisi : Spermatophyte

Sub divisi : Angiosperma

Page 23: ii - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37295/1/RISKI... · masing-masing perlakuan terdiri atas 5 tikus. Kelompok 1 adalah tikus yan. g diberikan

7

Kelas : Dicotyledone

Bangsa : Caryophyllales

Marga : Anredera

Jenis : Anredera cordifolia( Ten.) Steenis

Nama Umum : Binahong

Gambar 2.1 Daun Binahong

(sumber: Dokumentasi dari Badan POM RI, 2008)

2.1.1.2 Kandungan Zat Aktif Dari Binahong

Daun Binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis) adalah tanaman

obat yang sudah tumbuh mulai dari beberapa tahun yang lalu. Banyak zat aktif

yang terkandung dalam ekstrak Daun Binahong yaitu: Saponin, Alakloid,

Polyphenol, Flavonoid, dan berbagai macam mono atau polisakarida (L-

arabinose, D-galaktose, L-rhamnose) (Rachmawati, 2008). Flavonoid yang

dihasilkan dari daun Binahong berasal dari daun, batang , umbi dan bunga.

Flavonoid mempunyai efek sebagai anti mikroba (Antibiotik) dengan kemampuan

spektrum luas.12

Selain itu pada daun dari pohon Binahong mempunyai zat aktif sebagai

antioksidan. Zat aktif itu ialah asam akorbat dan senyawa fenol. Senyawa fenol

Page 24: ii - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37295/1/RISKI... · masing-masing perlakuan terdiri atas 5 tikus. Kelompok 1 adalah tikus yan. g diberikan

8

selain sebagai antioksidan ternyata dapat sebagai anti bakterisidal broad spektrum

dan banyak bersifat inhibisi dan digunakan dalam penyakit menular seksual.12

Daun Binahong juga mengandung asam oleanolic yang bersifat sebagai anti-

inflammasi yang dapat mengurangi rasa nyeri pada luka bakar. Asam oleanolic

mengandung triterpenoid dan bagian dari umbi pohon Binahong mengandung

protein (Ancordin) sebagai immunostimulan untuk menstimulasi pembentukan

antibodi . Protein Ancordin dapat merangsang pertumbuhan nitrit oxide (NO)

yang berfungsi untuk vasodilatasi pembuluh darah sehingga aliran darah ke

daerah luka membaik.12

2.1.2 Kulit

2.1.2.1 Definisi kulit

Kulit adalah organ terbesar pada tubuh manusia, dengan berat sekitar 5 Kg

dan luas 2 m2

bila di asumsikan pada seseorang dengan berat badan 70 kg. Bila

diamati dengan lebih teliti, terdapat variasi kulit sesuai dengan area tubuh. Kulit

yang tidak berambut disebut kulit glabrosa, ditemukan pada telapak tangan dan

telapak kaki. Pada kedua lokasi tersebut kulit memiliki relief yang jelas

dipermukaanya yang disebut dermatoglyphics13,14

2.1.2.2 Fungsi kulit

Kulit menjalankan berbagai tugas dan memelihara kesehatan manusia secara

utuh yang meliputi fungsi yaitu14

:

1. Perlindungan fisik (terhadap gaya mekanik, sinar ultra violet, bahan

kimia).

2. Perlindungan imunologik

3. Ekskresi

4. Pengindera

5. Pengatur suhu tubuh

6. Pembentukan vitamin D

7. Kosmetis

Page 25: ii - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37295/1/RISKI... · masing-masing perlakuan terdiri atas 5 tikus. Kelompok 1 adalah tikus yan. g diberikan

9

2.1.2.3 Lapisan kulit15

Gambar 2.2 Lapisan-Lapisan Kulit

Sumber: Junqueira Histologi ed 12 Tahun 2012

A. LapisanEpidermis15

Gambar 2.3 lapisan epidermis

Sumber: Junqueira Histologi ed 12 Tahun 2012

Page 26: ii - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37295/1/RISKI... · masing-masing perlakuan terdiri atas 5 tikus. Kelompok 1 adalah tikus yan. g diberikan

10

Stratum basalis atau stratum germinativum14

Stratum basal atau disebut juga lapisan basal adalah lapisan paling dalam

dari epidermis. Terdiri dari tall columnar cell secara konstan melakukan

pembelahan sel dan membentuk keratinosit baru yang gunanya untk mengganti

keratinosit yang sudah hilang pada stratum korneum. Proses ini berlangsung

selama kurang lebih 27 hari.

Stratum spinosum14

Keratinosit stratum spinosum memiliki bentuk polygonal, berukuran lebih

besar daripada keratinosit stratum basal, pada stratum spinosum dan granulosum

terdapat sel Langerhans (SL), sel dendritik yang merupakan sel penyaji antigen,

antigen yang menerobos sawar kulit akan difagosit dan diproses oleh sel

langerhans, untuk kemudian dibawa dan disajikan kepada limfosit untuk dikenali,

dengan demikian sel Langerhans berperan penting dalam pertahanan imunologi

manusia.

Stratum granulosum14,15

Terdiri atas 3-5 lapisan sel polygonal gepeng yang mengalami diferensiasi

terminal. Sitoplasmanya berisikan massa basofilik yang dinamakan granul

keratoihialin.struktur tersebut tidak berikatan dengan membrane dan terdiri atas

massa filaggrin dan protein lain yang berhubungan dengan keratin tonofibril dan

menguhubungkannya dengan struktur sitoplasma besar pada proses keratinisiasi.

Elanjutnya dalam lapisan ini akan di temukan granul lamella yang dibentuk oleh

berbagai lipid.lapisan selubung lipid ini menjadi sawar epidermis dar kehilangan

air dari kulit. Granul lamella yang berisi lipid bersama-sama dengan keratinisasi

akan membentuk sawar terhadap benda asing.

Stratum lusidum13,14

Lapisan ini terdapat pada kulit tebal, biasanya terdapat pada telapak kaki

dan tangan. Lapisan ini berisi sel-sel yang sudah mati sehingga sel kehilangan

nukleusnya dan terlihat transparan. Fungsi lapisan ini adalah sebagai barrier dan

lapisan water proof atau tahan air.

Page 27: ii - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37295/1/RISKI... · masing-masing perlakuan terdiri atas 5 tikus. Kelompok 1 adalah tikus yan. g diberikan

11

Stratum korneum13,14

Stratum korneum terdiri dari keratinosit (flat squamosal cell)yang

mengandung protein yaitu keratin. Lapisan yang tebal berfungsi untuk menahan

penguapan air dan infeksi dari bakteri. Ketebalan dari lapisan ini dapat terjadi di

lokasi-lokasi teretentu contohnya seperti di telapak tangan dan kaki karena kedua

organ tersebut yang paling terlebih dahulu kontak dengan dunia luar sehingga

rentan untuk terjadinya luka. Stratum ini biasanya di regenerasi dengan suplai

dari stratum basal. Stratum korneum terdiri dari 15- 20 lapisan.14

B. Dermo – Epidermal junction13

Dermo – Epidermal junction adalah batas antara epidermis dan dermis.

C. Dermis13,14

Suatu lapisan jaringan ikat yang mengandung banyak serat elastin (untuk

peregangan) dan serat kolagen (untuk kekuatan), serta banyak terdapat pembuluh

darah dan ujung saraf khusus. Serabut kolagen dan serabut elastik memberikan

kulit kekuatan dan elastisnya. Keduanya tertanam pada matriks yang disebut

ground substance yang terdiri dari proteoglikans dan glikosaminoglikan.

Pembuluh darah dermis tidak saja memasok darah untuk dermis dan epidermis

tetapi juga berperan pada pengaturan suhu tubuh. Pada dermis juga terdapat

ujung-ujung perifer serat saraf aferen untuk mendeteksi adanya tekanan,

suhu,nyeri, dan input somatosensorik yang lain. Sementara ujung saraf eferen

mengatur besar pembuluh darah, ereksi rambut dan sekresi kelenjar eksokrin

kulit(kelenjar keringat dan kelenjar sebasea serta folikel rambut). Begitu juga

fibrobals makrofag dan sel mast rutin ditemukan dalam dermis.25

D. Hipodermis13,14

Kulit merekat pada jaringan dibawahnya(otot atau tulang) melalui

hypodermis yang juga dikenal sebagai jaringan subkutis.Suatu jaringan ikat

longgar sebagian besar sel lemak berada pada hypodermis endapan lemak di

seluruh tubuh ini secara kolektif disebut sebagai jaringan adipose.

Page 28: ii - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37295/1/RISKI... · masing-masing perlakuan terdiri atas 5 tikus. Kelompok 1 adalah tikus yan. g diberikan

12

2.1.3 Penyebab luka bakar1,16

Luka bakar dapat disebabkan oleh karena berbagai hal , diantaranya adalah

luka bakar suhu tinggi(thermal burn): gas, cairan , bahan padat.

A. Luka bakar (thermal burn)

Biasanya di sebakan oleh air panas (scald) jilatan api ke tubuh (flash),

kobaran api di tubuh(flame), dan akibat terpapar atau kontak dengan objek-objek

panas lainnya(logam panas dan lain-lain)

B. Luka Bakar Bahan Kimia (chemical burn)

Luka bakar kimia biasanya disebabkan oleh asam kuat atau alkali yang biasa

di gunakan dalam bidang industri militer ataupun bahan pembersih yang sering

digunakan untuk keperluan rumah tangga.

C. Luka Bakar Sengatan Listrik ( electrical burn)

Listrik menyebabkan kerusakan yang dibedakan karena arus, api dan

ledakan. Aliran listrik menjalar di sepanjang bagian tubuh yang memiliki

resistensi paling rendah. Kerusakan terutama pada pembuluh darah, khususnya

tunikagangguan intima sehingga menyebabkan gangguan sirkulasi ke distal

D. Luka Bakar Radiasi (radiasi injury)

Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber radioaktif.

Tipe injury disebabkan oleh pengunaan radioaktif untuk keperluan teurapetik

dalam kedokteran dan industri. Akibat terpapar sinar matahari yang terlalu lama

juga dapat menyebabkan luka bakar radiasi.

2.1.4 Klasifikasi Berdasarkan Derajat dan Kedalaman Luka

Bakar1,16

Luka bakar dapat digolongkan mejadi beberapa derajat termasuk di bagi

berdasarkan derajat ketebalan dan kedalaman.

1. Luka Bakar Derajat Iatau Luka Bakar Superficial

Luka bakar derajat I adalah luka bakar yang mengenai epidermis sehingga

menghasilkan reaksi inflamasi yang sederhana, biasanya disebabkan oleh kulit

yang terkena oleh paparan sinar matahari(radiasi) atau berkontak dengan baramg-

barang yang panas, cairan atau bunga api. Luka bakar derajat pertama dapat

Page 29: ii - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37295/1/RISKI... · masing-masing perlakuan terdiri atas 5 tikus. Kelompok 1 adalah tikus yan. g diberikan

13

sembuh dalam waktu 1 minggu dengan tidak menyebabkan perubahan yang

permanen pada warna kulit, teksture dan ketebalan.

2. Luka Bakar Derajat IIatau Luka Bakar Parsial

Gambar 2.4 luka bakar derajat II parsial

sumber : ATLS manual student course. 2009

Luka bakar derahat II adalah luka bakar yang tidak hanya mengenai

epidermis tetapi juga bagian dermis, luka bakar mengakibatkan kerusakan pada

elemen-elemen kulit.

Luka bakar derajat II di bagi dalam 2 kelompok :

1. Luka bakar derajat 2 superficial: adalah luka bakar yang membutuhkan waktu

kurang dari 3 minggu untuk sembuh

2. Luka bakar derajat 2 deep burn: adalah luka bakar yang membutuhkan waktu

lebih dari 3 minggu untuk penyembuhan dan biasanya terbentuk hypertropic

scar.

3. Luka Bakar Derajat 3 atau Luka Bakar Keseluruhan

Luka bakar derajat III adalah luka bakar yang menghancurkan mulai dari

elemen epidermis, dermis, dan bagian subkutan bahkan lebih dalam sampai ke

folikel-folikel rambut, akibat proses penghancuran yang amat luas dan dalam,

luka bakar derajat 3 tidak bisa kembali seperti semula kecuali melalui proses

grafting.

Page 30: ii - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37295/1/RISKI... · masing-masing perlakuan terdiri atas 5 tikus. Kelompok 1 adalah tikus yan. g diberikan

14

2.1.5 Proses penyembuhan luka

2.1.5.1 Macam macam luka17

Luka dapat di klasifikasikan dalam beberapa kriteria , waktu adalah salah

satu faktor terpenting dalam kasus menangani luka dan memperbaikinya. Maka

dari itu luka dapat dikategorikan menjadi akut, kronik tergantung mengenai waktu

luka tersebut.

1. Acute Wound ( Luka Akut)

Luka yang dapat sembuh melalui jalur normal seiring waktu sesuai dengan

jalur normal (Healing Pathway). Dengan hasil akhir adalah kembalinya fungsi

kulit sesuai fisiologi dan anatominya. Luka akut biasanya sembuh pada waktu 5-

10 hari. Penyebab luka akut dikarenakan trauma atau prosedur operasi

2. Chronic Wound ( Luka Kronik)

Luka yang gagal sembuh melalui proses normal dan tidak dapat sembuh

sesuai waktunya. Proses penyembuhannya tidak komplit dan terganggu karena

beberapa faktor. Contoh: Luka terlalu lama dalam fase hemostasis, inflamasi,

proliferasi dan juga remodeling. Faktor yang dapat mencetuskan nya biasanya

adalah luka terkena infeksi , hipoksia, nekrosis, eksudat yang terlalu banyak dan

lain-lain. Karen hal-hal tersebut meghasilkan hasil akhir yang kurang baik bagi

fungsional maupun anatomi dari kulit tersebut . Luka kronik biasanya disebabkan

oleh insufisiensi vena dan arteri, vaskulitis dan luka bakar.

3. Complicated Wound ( Lukadengan Komplikasi)

Luka dengankomplikasi adalah luka yang spesial karena merupakan

kombinasi dari infeksi dan luka pada jaringan. Manifestasi dari keadaan ini

tergantung berdasarkan mikroorganisme yang menginfeksi, frekunsi dan jumlah

ynag sudah samapai ke aliran darah. Ada lima tanda khas dari infeksi :

1. Kemerahan ( redness)

2. Panas ( Heat)

3. Nyeri ( Pain)

4. Bengkak ( edema)

5. Penurunan fungsi (Functio laesa)

Page 31: ii - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37295/1/RISKI... · masing-masing perlakuan terdiri atas 5 tikus. Kelompok 1 adalah tikus yan. g diberikan

15

2.1.5.2 Fase Penyembuhan Luka17,18

Penyembuhan luka dapat terjadi dimana saja di bagian tubuh. Fase – fase

penyembuhan ini terbagi menjadi beberapa fase yaitu:

Fase Koagulasi dan Haemostasis

Secepatnya setelah terjadi luka, koagulasi dan haemostasis akan mengambil

tempatnya sendiri-sendiri pada luka. Fungsi keduanya adalah untuk menghindari

terjadinya perdarahan lebih lanjut. Kedua mekanisme tersebut akan melindungi

pembuluh darah dan menjaganya untuk tetap utuh (intact) sehingga fungsi-fungsi

organ yang penting tetap terjaga perfusinya walau terjadi luka. Pada saat

pembuluh darah terluka atau terjadi cedera (defect) maka pembuluh darah

mempunyai kekuatannya sendiri dalam beberapa menit untuk melakukan

kontraksi sampai dalam keadaan hipoksia dan asidosis pada dinding pembuluh

darah sehinga terjadi dimana kondisi pasif relaksasi sehingga perdarahan akan

kembali terjadi. Pada saat terjadinya luka maka darah akan keluar ke tempat

terjadinya luka. Komponen dari darah dan keping darah (Platelet) akan berkontak

dengan kolagen dan matriks ekstrselluler yang terpajan dari pembuluh darah yang

rusak. Dari hasil kontak tersebut akan memicu disekresikannya faktor – faktor

pembekuan darah dari platelet dan pembentukan bekuan darah. Bekuan darah ini

terdiri dari fibronectin, fibrin, vitonectin, dan thrombospondin. Bekuan darah ini

penting bukan hanya untuk mencegah perdarahan melainkan untuk pembentukan

matriks untuk migrasi dari sel – sel inflamasi. 18,19

Sitoplasma dari sel platelet mengandung α- granul yang terdiri dari growth

factor dan sitokin seperti :Platelet derived growth factor ( PDGF), Transforming

growth factor – β ( TGF- β), Epidermal growth factor (EGF) dan Insulin – like

growth factor.12

Molekul-molekul ini penting untuk terjadinya migrasi sel-sel

radang seperti: neutrofil dan selanjutnya makrofag. Sel-sel endotel dan fibroblas.

Keping darah (Platelet) juga mengandung protein vasoactive (memperlebar

pembuluh darah). Sehingga meningkatkan permeabilitas vaskular dan memicu

terjadinya ekstravasasi cairan sehingga bermanifestasi sebagai bengkak (edema)

pada jaringan luka. Beberapa hasil dari metabolisme asam arakidonat juga

dilepaskan ke jaringan luka dan menjadi molekul yang poten untuk terjadinya

inflamasi.18,19

Page 32: ii - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37295/1/RISKI... · masing-masing perlakuan terdiri atas 5 tikus. Kelompok 1 adalah tikus yan. g diberikan

16

Fase Inflamasi

Fungsi dari fase ini adalah untuk mencegah invasi dari mikroorganisme

yang akan menginfeksi pada luka, fase inflamasi ini akan membuat barier imun

sehingga luka tidak terinfeksi. Fase inflamasi di bagi menjadi 2 fase yaitu early

inflammation phase dan late inflammation phase.18

Early Inflammation Phase

Fase ini berlangsung selama 24-36 jam setelah terjadinya luka. Fungsi dari

fase ini sangat banyak yaitu mengaktifkan sistem komplemen, memulai terjadinya

infiltrasi oleh neutrofil yang fungsi utamanya adalah untuk mencegah terjadinya

infeksi pada luka dengan cara memfagosit dan menghancurkan bakteri pada

daerah luka. Migrasi dari neutrofil ke daerah luka di bantu oleh agen-agen

kemoattraktanseperti, TGF-β, C3a, C5a, formylmethionyl peptides yang

diproduksi oleh platelet dan bakteri. Kerja dari neutrofil semakin lama semakin

berkurang (Gradually changes) seiring dengan banyaknya bakteri yang sudah di

hilangkan dari jaringan luka. Neutrofil juga harus di eliminasi atau dihilangkan

dari luka tujuannya adalah agar luka dapat memasuki fase penyembuhan

berikutnya .18

Late Inflammatory Phase

Terjadi dalam kurun waktu 48-72 jam setelah cedera terjadi. Kali ini

makrofag terlihat pada luka dan siap untuk melakukan proses fagosit, sebenarnya

makrofag adalah monosit(Mono nuclear), namun apabila monosit sudah sampai

ke jaringan yang luka maka disebut makrofag. Karena adanya kemoattraktan

seperti PDGF, TGF-beta, Leukotrien B4, dan platelet faktor IV, elastin dan

collagen breakdown product menyebabkan makrofag memiliki umur lebih

panjang di banding neutrofil dan dapat bekerja pada PH rendah. Berkurangnya

monosit dan makrofag pada jaringan luka menandakan terjadinya gangguan pada

proses penyembuhan luka. Pemanjangan waktu proliferasi fibroblas dan

penundaan terjadinya angiogenesis sehingga terjadilah penyembuhan luka yang

kurang baik.18

Page 33: ii - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37295/1/RISKI... · masing-masing perlakuan terdiri atas 5 tikus. Kelompok 1 adalah tikus yan. g diberikan

17

Setelah 72 jam akan terjadi infiltrasi jaringan luka oleh limfosit. IL-1

mempunyai peran yang sangat penting untuk terjadinya regulasi dari kolagen yang

nantinya dibutuhkan untuk fase remodeling.

Fase proliferasi

Setelah fase hemostasis telah tercapai dan fase inflamasi telah mengambil

perannya masing- masing. Maka luka akan masuk ke fase perbaikan. Fase

proliferasi di mulai pada hari ke 3 setelah luka dan dapat bertahan sampai 2

minggu. Ditandai dengan adanya migrasi dari fibroblas dan terjadinya

penumpukan dari matriks ekstraseluler yang baru. Apabila dilihat secara

makroskopik maka jaringan ini terlihat seperti jaringan granulasi.

Migrasi dari fibroblas pada fase ini di perantarai oleh TGF-β dan PDGF

yang di sekresikan oleh sel – sel radang. Fibroblas terlihat pada hari ke -3 setelah

terjadinya luka. pada saat sel fibroblas melakukan proliferasi akan menghasilkan

matriks ekstraseluller hialuronat, fibronektin, proteoglikan, prokolagen tipe I dan

III.Setelah 1 minggu matriks ekstraseluller sudah terbentuk sehingga dapat dengan

baik memfasilitasi migrasi sel yang dibutuhkan untuk perbaikan luka. pada saat

ini juga fibroblas berubah menjadi miofibroblas yang mempunyai pseudopodia

yang akitif dan akan menempel dengan fibronektin dan kolagen pada matriks

ekstraseluler. Penempelan ini akan membetuk wound contraction (kontraksi luka)

yang akan menutup luas luka. setelah selesai, nantinya fibroblas yang tidak

terpakai akan dieliminasi secara apoptosis.Pembentukan kolagen amat sangat

penting. Kolagen dibentuk dari fibroblas. Kolagen megambil peran pentung

sebagai penguat dari berbagai jaringan terutama pada jaringan luka yang

memasuki fase proliferasi. Kolagen sebagai bahan dasar dari pembetukan matriks

pada luka. Pada jaringan granulasi jaringan megekspresikan sekitar 40% dari

kolagen tipe 3. Pembentukan pembuluh darah baru juga tak kalah penting pada fae

ini. FGF, Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) , PDGF, Angiogenin,

TGF-α dan TGF-β. Tentunya ada juga yang mengatur atau mengontrol

pembentukan pembuluh darah yaitu faktor- faktor penginhibisi seperti angiostatin

dan sterol.18,19

Page 34: ii - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37295/1/RISKI... · masing-masing perlakuan terdiri atas 5 tikus. Kelompok 1 adalah tikus yan. g diberikan

18

.Fase maturasi

Fase terakhir pada proses penyembuhan adalah proses maturasi. Pada fase

ini terjadi remodeling dari jaringan granulasi, pembentukan epitel-epitel baru dan

pembentukan scar. Fase ini dapat berlangsung 1 sampai 2 tahun. Fase maturasi ini

di kontrol oleh sistem sintesis dan degradasi. Karena pembentukan matriks

ekstraselluler yang sudah matang maka serat kolagen meningkatkan pembentukan

asam hialuronat dan menyebabkan degradasi dari fibronektin. Kekuatan dari luka

meningkat secara progresif perlahan – lahan. Serat kolagen mengakibatkan

jaringan yang mengalami luka 80 % lebih kuat dibandingkan dengan jaringan

yang sehat.

Sintesis dan penghancuran dari kolagen sejalan dengan matangnya matriks

ekstraseluller untuk mencapai keseimbangan. Terjadi sekitar 3 minggu setelah

luka. enzim matrixmetalloprotease yang disekresikan oleh neutrofil, makrofag

dan fibroblast pada luka berfungsi untuk mendegradasi kolagen.

Setelah luka mengalami penyembuhan kadar fibroblas dan makrofag akan

hilang dikarenakan apoptosis. Maka hasil akhir dari penyembuhan luka ialah

terbentuknya scar. Penurunan jumlah sel- sel radang dan pembuluh darah dan

luka semakin kuat

Ada 2 macam scar yaitu scar atropik dan scar hipertropik. Scar atropik

terjadi apabila banyak kolagen yang di degradasi sehingga menyebabkan

penurunan kekuatan dari scar. Sementar scar hipertropik atau keloid terjadi

karena degradasi kolagen tak berjalan dengan baik dan deposisi kolagen yang

meningkat.18,19

Sel Radang18

Respon radang atau inflammasi memiliki banyak pemain yaitu sel dan protein

plasma dalam sirkulasi dan matriks ekstraselluler. Sel dalam sirkulasi salah satu

contohnya adalah leukosit PMN (Polimorfonuklear) yang berasal dari sum-sum

tulang (neutrofil, eosinophil,basophil,limfosit dan monosit serta trombosit).

Sementara sel jaringan yang berperan dalam proses inflamasi adalah sel mast,

makrofag serta fibroblas yang menyintesis matriks ekstraseluller dan dapat

berproliferasi untuk mengisi luka.

Page 35: ii - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37295/1/RISKI... · masing-masing perlakuan terdiri atas 5 tikus. Kelompok 1 adalah tikus yan. g diberikan

19

Neutrofil, monosit, eosinfpil dan limfosit menggunakan molekul yang

berbeda untuk melakukan proses rolling dan adhesi. Jenis leukosit yang direkrut

tergantung pada sifat rangsang yang menyerang dan usia dari peradangan. Untuk

itu maka inflamasi dibagi menjadi dua waktu dan sel radang yang berbeda dalam

waktu-waktu tersebut.

Sel Radang Pada Inflamasi akut

Inflamasi akut dengan waktu 6-24 jam akan di dominasi sel radang neutrofil

dan akan digantikan oleh monosit pada 24-48 jam berikutnya. Usia neutrofil agak

pendek karena neutrofil akan mengalami apoptosis dalam 24-48 jam setelah

keluar dari aliran darah. Sementara monosit pada dasarnya bertahan hidup lebih

lama dan dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama sebagai makrofag. Fungsi

dari neutrofil pada jaringan yang mengalami peradangan adalah sebagai

fagositosis dan degranulasi. Dengan fagositosis maka neutrofil akan mendegradasi

bakteri yang ada dalam jaringan yang mengalami peradangan. Selain itu neutrofil

juga akan mensekresikan berbagai macam sitokin yang berfungsi untuk merekrut

fibroblas.18

Sel Radang Pada Inflamasi Kronik

inflamasi kronik dapat di anggap sebagai inflamasi yang memanjang

(berminggu-minggu hingga berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun). Sel ranag

pada fase ini banyak di dominasi oleh makrofag. Sel radang makrofag merupakan

sel radang yang berasal dari monosit dalam sirkulasi setelah bermigrasi dari aliran

darah. Makrofag normalnya tersebar difus pad ebagian besar jaringan ikat.

Makrofag yang telah teraktivasi akan memiliki kekuatan fagosit yang lebih besar

disbanding neutrofil. Dengan pewarnaan HE standar sel ini tampak besar, pipih,

dan berwarna mrah muda. Terkadang menyerupai sel skuamosa. Selain efek

fagositnya makrofag juga akan mesekresikan mediator yang akan memicu

terjadinya pertumbuhan fibroblas.18

Page 36: ii - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37295/1/RISKI... · masing-masing perlakuan terdiri atas 5 tikus. Kelompok 1 adalah tikus yan. g diberikan

20

2.1.6 Tujuan Pengobatan Luka Bakar6,19

Menghindari kerusakan pada kulit lebih lanjut

Menghambat dan mencegah masuknya bakteri ke dalam jaringan yang

mengalami luka seminimal mungkin

Menjaga pembentukan sel epitel dan jaringan granulasi yang terbentuk pada

kulit yang mengalami luka bakar

Mempercepat proses penyembuhan dan memperkuat jaringan yang mengalami

luka bakar.

2.1.7 Penanganan Luka Bakar16

Luka bakar dapat menyebabkan kematian jika tidak ditangani dengan baik.

Pasien luka bakar sama prioritasnya dengan pasien trauma sehingga perlu

dilakukan pengananan baik secara primer maupun sekunder (lanjutan). Pada

penaganan luka bakar perlu dilakukan penilaian terhadap hal-hal berikut16

:

1. Jalan Nafas (Airway)

Luka bakar dapat menyebabkan edema yang luas. Terutama paling bahaya

apabila terjadi pada saluran nafas atas. Faktor-faktor yang memperberat terjadinya

obstruksi saluran nafas atas adalah: luas dan dalamnya luka bakar, terdapat luka

bakar di leher dan wajah, trauma inhalasi, dan terdapat luka bakar pada bagian

rongga mulut. Tanda luka bakar pada bagian wajah dan mulut paling berbahaya

dan paling berisiko menyebabkan penurunan fungsi saluran nafas.

Cara mengetahui terjadinya trauma inhalasi :

Luka bakar pada wajah atau leher

Terdapat carbon (arang) pada mulut dan ata hidung mengeluarkan sputum

bercampur carbon

Terjadi proses inflammasi akut pada orofaring dan disertai eritema

Terdapat gangguan suara seperti suara serak atau parau

Ada riwayat terkurung dalam lokasi kebakaran

Terksplosi/ terpapar dengan luka bakar mengenai kepala dan badan

Karboksihemoglobin lebih tinggi 10% pada pasien yang terpapar dengan api

Page 37: ii - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37295/1/RISKI... · masing-masing perlakuan terdiri atas 5 tikus. Kelompok 1 adalah tikus yan. g diberikan

21

Tanda- tanda diatas merupakan tanda dari trauma inhalasi dan butuh segera

penaganan berupa intubasi.

1. Pernapasan (Breathing)16

Hipoksia sangat erat hubungannya dengan trauma inhalasi. Inadekuat

ventilasi dikarenakan chest burn atau cedera pada dada. Suplemen oksigen dengan

atau tanpa intubasi harus segera diberikan. Pasien dengan kadar CO <20%

biasanya tanpa gejala. Cherry red skin adalah tanda-tanda keracunan CO.

pemeriksaan X-ray dan AGD (Analisa Gas Darah) perlu dilakukan untuk

mengevaluasi keadaan fungsional paru.16

2. Sirkulasi (circulation)

Luka bakar dapat menyebabkan shock hypovolemic. Maka dari itu resusitasi

cairan harus segera diterapkan. Pemeriksaan tekanan darah sulit dilakukan pada

psein dengan trauma luka bakar. Tetapi monitoring dari produksi urin per jam

dapat mengevaluasi sirkulasi pasien. Karena itu pemasangan kateter harus segera

dilakukan. Pasien dengan derjat luka bakar fulll atau deep thickness burn di

resusitasi dengan cairan ringer laktat 2-4 ml/ Kgbb X TBSA dalam 24 jam

pertama. Setenag dari volume dimasukan dalam 8 jam pertama dan sisanya

dimasukan dalam 16 jam berikutnya. Lakukan resusitasi sampai urin target sekitar

0.5ml/Kgbb/jam. Apabila urin rate > 0.5 ml/Kgbb/jam maka IV line cairan harus

diturunkan16

.

Beberapa Cara Menhitung TBSA (Total Body Surface Area) untuk

Menghitung Volume Cairan

Page 38: ii - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37295/1/RISKI... · masing-masing perlakuan terdiri atas 5 tikus. Kelompok 1 adalah tikus yan. g diberikan

22

Gambar 2.5 rule of nine

Sumber: ATLS book student course manual 2009

Rule of Nine Wallace

Penghitungan dengan metode ini sangat baik, cepat untuk menghitung luas

permukaan tubuh yang terkena luka bakar dengan skala medium samapi besar.

Tubuh dibagi bagi menjadi area –area dengan skala 9%. Dan total tubuh yang

terkena luka bakar dapat dihitung. Metode ini kurang efektif untuk luka bakar

pada anak kecil.16,20,21

Page 39: ii - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37295/1/RISKI... · masing-masing perlakuan terdiri atas 5 tikus. Kelompok 1 adalah tikus yan. g diberikan

23

Gambar 2.6 Lund Browder Chart

Sumber: Initial management of major burn

Lund and Browder chart

Metode ini apabila dipakai secara benar maka merupakan metode yang

paling akurat. Metode ini menggunakan seluruh variasi dari bentuk tubuh dan

menggunkan umur. Maka metode ini sangat baik untuk dipakai pada

anak.Morbiditas dan mortalitas luka bakar bergantung pada luas permukaan luka

bakar. 21

4. Kecacatan (Dissability)16

Nilai pasien apakah ada kecacatan atau tidak.

5. Paparan (Exposure

Presentase area luka bakar pada pasien

Setelah semua paten. Maka berlanjut ke tahap berikutnya yaitu secondary survey22

1. Physical examination 16

Untuk mengakuratkan treatment untuk pasien, mengukur seberapa parah

luka bakar, menilai cedera dari pasien

Page 40: ii - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37295/1/RISKI... · masing-masing perlakuan terdiri atas 5 tikus. Kelompok 1 adalah tikus yan. g diberikan

24

2. Pemeriksaan penunjang16

CBC (complete blood count), cross match , AGD, HbCO, serum glukosa,

elektrolit, dan pemeriksaan kehamilan. Pemeriksaan X-ray dibutuhkan pada

pasien dngan intubasi.

3. Pemeriksaan vaskular perifer

Untuk mengetahui apakah pada pasien terdapat sindroma kompartemen.

Tekanan kompartemen > 30 mmhg dapat menyebabkan nekrosis pada otot.

4. Pemasakan Gastric Tube.

Pemasangan gastric tube dibutuhkan pada pasien luka bakar untuk

menghindari bila pasien muntah dan nantinya menyebabkan aspirasi.

5. Nakotik, Analgesik dan sedatif

Diberikan kepda pasien setelah penanganan dari syok hipovolemik dan

hipoksia terlebih dahulu. Narkotik, analgetik dan sedatif harus diberikan dalam

jumlah dosis yang kecil dan melalui jalur intra vena. Pemberian narkotik,

analgetik dan sedative ini bertujuan untuk menahan rasa nyeri pada pasien luka

bakar.16

6. Teatanus

Pemberian imunisasi tetanus sangat penting diberikan pada pasien luka

bakar.

2.1.8 Pertolongan Pertama pada Luka Bakar5

Apabila pasien datang tanpa diberikan pertolongan pertama terlebih dahulu,

maka alirkan luka bakar dengn air dingin yang mengalir unutk mengurangi

perluasan kerusakan luka bakar.

Jika area luka bakar tidak terlalu luas, alirkan dengan air dingin sekitar 30

menit untuk mengurangi rasa nyeri dan edema

Page 41: ii - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37295/1/RISKI... · masing-masing perlakuan terdiri atas 5 tikus. Kelompok 1 adalah tikus yan. g diberikan

25

Apabila luas luka bakar terlalu luas, setelah di alirkan air dingin segera

bungkus pasien dengan kain yang bersih untuk encegah pengeluaran panas

dan mencegah hipotermia.

Pada 6 jam pertama luka bakar adalah fase kritis : rujuk segera pasien dengan

luka bakar yang parah ke rumah sakit.

2.1.9Initial Treatment Wound Care 5

A. Luka bakar harus steril

B. Pemberian profilaksis tetanus

C. Bersihkan semua bulla dengan debridement. Keuali pada luka bakar kecil.

Debridement pada semua jringan nekrosis yang menepel

D. Setelah di- debridement bersihkan luka bakar dengan larutan 0.25% (2.5

g/liter) chlorhexidine, 0.1% ( 1g/litre) larutan cimetidine, atau antiseptic lain

dengan bahan dasar air.

E. Tidak diperbolehkan menggunakan larutan yang mengandung alcohol

F. Penggosokan secara hati-hati dapat menyebabkan pelepasan jaringan nekrotik.

Dan berikan lapisan tipis krim antibiotik ( silversulfadiazine)

G. Balutkan kain kasa pada luka. Gunakan kain kasa kering yang tebal untuk

mencegah terjadinya kebocoran pada lapisan luar.

2.1.10 Treatment Wound Care 5

a) Ganti balutan kasa setiap hari (2 kali sehari bila mungkin). Atau seering

mungkin untuk mencegah terjadinya rembesan cairan. Ketika mengganti kain,

bersihkan juga jaringan yang lepas pada luka

b) Inspeksi pada luka. Apakah terjadi perubahan warna atau hemorargik yang

menandakan terjadinya infeksi.

c) Demam bukan merupakan tanda pasti, bias saja demam terus ada sampai pada

saat luka tertutup

d) Apabila terdapat selulitis mengindikasikan adanya infeksi

e) Berikan antibiotic sistemik apabila terinfeksi Streptococcus hemolyticus

Page 42: ii - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37295/1/RISKI... · masing-masing perlakuan terdiri atas 5 tikus. Kelompok 1 adalah tikus yan. g diberikan

26

f) Infeksi dari pseudomonas akan menyebabkan septicemia dan kematian . atasi

dengan pemberian aminoglikosida.

g) Berikan antibiotik topikal setiap hari. Pilihan antibiotic topikal nya adalah

sebagai berikut:

- Nitrat silver (0.5% aqueous), paling murah , dapat diberikan di kassa oklusif

tetapi tidak dapat penetrasi ke jaringan parut. Dapat menurunkan kadar

elektrolit.

- Silver sulfadiazine (1% miscible ointment) dapat di aplikasikan pada kasa

tipis, memiliki daya penetrasi ke jaringan parut yang terbatas dan

menyebabkan neutropenia

- Mafenidin acetate (11% miscible ointment), digunakan tanpa ada balutan kasa.

Dapat menembus jaringan parut tetapi menyebabkan asidosis.

2.1.11 Antibiotik Topikal Silver Sulfadiazine

Silver sulfudiazine merupakan antibiotik topikal pilihan untuk luka bakar.

Dan pada saat percobaan klinis nya 1% cream dapat dengan baik mengontrol

infeksi. Walaupun dalam beberapa laporan kasus bahwa silversulfadiazin gagal

untuk mengontrol infeksi dikarenakan terdapat resistensi.7,20

Silver sulfadiazine adalah campuran logam dan antibacterial yang dapat

memerangi jamur, dermatophyta dan mikroorganisme lainnya. Sulfadiazine

memiliki efek bakteriostatik dengan mekanisme kerja pada membrane sel

mikroorganisme. Sementara silver sebagai logam berfungsi sebagai dressing

(penutup) dan mengurangi rasa nyeri. Silver sebagai logam sebetulnya amat susah

di serap oleh bakteri, tetapi silver dapat terionisasi menjadi silver yang lebih aktif

oleh sekeresi mediator dari luka dan dapat berikatan pada membrane sel dan

protein dari bakteri. Silver bekerja dengan mekanisme menginhibisi replikasi dari

bakteri dengan berikatan pada DNA bakteri. Silver sebagai dressing dapat

mengontrol eksudat.7

Pegunaan silversulfadiazine ini memiliki beberapa kontra indikasi yaitu:

Pasien dengan hipersensitif terhadap silver sulfadiazine

Page 43: ii - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37295/1/RISKI... · masing-masing perlakuan terdiri atas 5 tikus. Kelompok 1 adalah tikus yan. g diberikan

27

Sulfonamide dapat meningkatkan resiko kernickterus pada bayi sehingga tidak

diperkenankan untuk dipakai ibu hamil pada trimester III.

Tidak diperkenankan untuk bayi umur 2 bulan.

Silver sulfadiazine juga memiliki beberapa efek samping obat seperti:

Agranulositosis, Aplastic anemia

Thrombositopenia

Leukopenia

Hemolytic anemia

Dermatologi allergic

SJS ( Steve Johnson Syndrome)

TEN (Toxic Epidermal Necrosis)

Hepatitis

Page 44: ii - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37295/1/RISKI... · masing-masing perlakuan terdiri atas 5 tikus. Kelompok 1 adalah tikus yan. g diberikan

28

2.1.12 Pemberian Obat Secara Oral

Gambar 2.7 oral administration of drug

Sumber: colour athlas of pathology thieme (2000)

Absorbsi23

Kebanyakan obat yang dikonsumsi secara oral harus diabsorbsi

menggunakan passive diffusion. Rata- rata penyerapan obat tergantung pada

konsentrasi obat saat melewati gradien barrier. Menurut hukum Ficks obat dapat

di absorbsi secara pasif melalui lemak dan air. Difusi dengan lemak terjadi pada

obat-obatan yang larut dengan lemak. Sementara yang larut air dapat berdifusi

melalui aquaporin pada membrane sel. Tetapi ada juga beberapa obat yang di

Page 45: ii - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37295/1/RISKI... · masing-masing perlakuan terdiri atas 5 tikus. Kelompok 1 adalah tikus yan. g diberikan

29

absorbsi secara aktif yang berarti melawan gradien dan membuthkan ATP untuk

prosesnya.16

Proses Distribusi Obat

Obat akan di distribusikan ke jaringan yang membutuhkan melalui sirkulasi

darah. Obat-obatan yang larut lemak dapat berdifusi secara pasif dari membran ke

sel.

Faktor- faktor yang mempengaruhi distribusi obat:

1. Perfusi Darah ke Organ Tersebut

Perfusi darah ke berbagai organ sangat bervariasi, obat sangat cepat di

distribusikan ke temapt- tempat yang mendapatkan perfusi tinggi sepert: hati,

jantung, dan ginjal. Sementara itu obat sangat rendah sekali di distribusikan ke

organ- organ yang mendapatkan sedikit perfusi seperti otot, kulit , tulang dan sel

lemak.22

2. Protein Plasma Pengikat Obat

Hampir semua oabt terikat pada protein plasma. Terutama albumin. Adapun

substansi yang lain adalah lipoprotein, glikoprotein, dan βglobulin. Kekuatan

ikatan antara protein dan obat tergantung dari afinitas dari obat berikatan dengan

protein dengan besaran < 10% sampai > 99% dari konsentrasi plasma. Sementara

obat-obatan yang tidak terikat pada albumin akan masuk ke intersistial sel. Pada

umumnya obat-obatan yang bersifat asam akan berikatan dengan albumin dan

obat yang bersifat basa kan berikatan dengan glikoprotein dan β globulin.

Protein untuk mengikat obat adalah suatu substansi yang mudah larut. Obat

yang sudah berikatan dengan protein plasma bias saja digantikan oleh obat lain

tergantung dari afinitas obat itu masing-masing.22

Obat yang sudah di serap oleh usus akan mencapai hati melalui vena porta

dn memasuki sirkulasi sistemik. Fase pertama dari biotransformai meliputi

Oxidative

Hydrolytic

Reductive reaction

Page 46: ii - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37295/1/RISKI... · masing-masing perlakuan terdiri atas 5 tikus. Kelompok 1 adalah tikus yan. g diberikan

30

Fase oksidatif ialah fase dimana obat di metbolisme oleh suatu enzim yang

terisolasi dalam mikrosom hati yaitu microsomal cythocrome P450. Banyak dari

obat yang di katalisis dengan enzim CYP1,CYP2, dan CYP3. Perbedaan dari jenis

CYP ini dikarenakan gene duplication. Banyak obat yang cara kerjanya adalah

dengan menginhibisi ataupun menginduksi dari CYP.

Sementara proses hidrolitik seperti contoh senyawa ester dan amida yang

melalui proses hidrolisis oleh beberapa enzim seperti kolinesterase dan plasma

esterase lainnya.

Fase reduktif jarang terjadi. Seperti contoh obat vasodilator Nitroglicerin

yang melalui fase reduktif hidrolisis oleh gluthatione organic nitrat

reductase.Pada fase biotransformasi yang kedua molekul dari obat-obatan

mengalami konjugasi dengan substansi endogen seperti asetat, glukoronat, sulfat

atau glycine dan enzim konjugsi yang terdapat pada hepar. Terjadinya konjugasi

pada obat – obatan tersebut menjadikan obat dapat terlarut dalam air (water

soluble metabolit) yang dengan mudah dapat disekresikan. Biasanya obat-obatan

yang sudah mengalami konjugasi metabolitnya sudah mengalami inaktifasi.

2.1.12.1 Proses Ekskresi Obat

Kebanyakan obat yang sudah di metabolisme diekskresikan melalui urin.

Pada ginjal obat-obat tersebut melalui proses filtrasi oleh glomerulus, active

tubular secretion, dan passive tubular reabsorption. Selain melalui ginjal

terdapat juga ekskresi obat melalui siklus bilier dan enetrohepatik. Obat-obatan

yang terkonjugasi dengan glukoronat dapat meningkatkan pengeluaran obat

melalui siklus bilier. Setelah kandung empedu mengosongkan isinya ke usus, ada

beberapa fraksi obat yang masih di reabsorbsi ke sirkulasi kembali dan di

kemalikan ke hati kembali. Fenomena ini dinamakan enterohepatic cycling.23

2.1.13 Pemberian Obat secara Topikal23,24

Terapi topikal di definisikan sebagai aplikasi obat dengan formula tertentu

pada kulit yang bertujuan mengobati penyakit kulit atau penyakit sistemik yang

bermanifestasi kepada kulit. Terapi topikal telah lama digunakan pada berbagai

Page 47: ii - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37295/1/RISKI... · masing-masing perlakuan terdiri atas 5 tikus. Kelompok 1 adalah tikus yan. g diberikan

31

kebudayaan kuno menggunakan sejenis rumput papyrus yang dicampur dengan

minyak binatang untuk mengobati alopesia.

Terapi topikal merupakan metode yang nyaman, namun keberhasilannya

bergantung dengan pemahaman kita mengenai fungsi sawar kulit. Keuntungan

utamanya ialah dapat memintas jalur metabolisme pertama di hati. Terapi topikal

juga dapat menghindari risiko dan ketidaknyamanan seperti terapi yang deiberikan

secara intravena, serta berbagai hal yang mempengaruhi penyerapan obat pada

terapi peroral24

Meskipun demikian, pengobatan topikal juga memiliki beberapa kelemahan

misalnya menimbulkan iritasi dan alergi (dermatitis kontak), permeabilitas

beberapa obat melalui kulit yang relatif rendah sehingga tak semua obat dapat

diberikan secara topikal dan terjadinya denaturasi obat oleh enzim pada kulit.

Pengetahuan mengenai farmakokinetik pada kulit sangat diperlukan dalam

keberhasilan suatu pengobatan topikal. Farmakokinetik obat topikal

menggambarkan perubahan konsentrasi obat setelah aplikasinya pada permukaan

kulit, perjalanannya menembus sawar kulit dan jaringan dibawahnya, dan

distribusinnya ke dalam sirkulasi sistemik. Beberapa jenisnya seperti berikut:

Difusi kedalam Stratum Korneum23,24

Bahan aktif yang terlepas dari vehikulumnya akan berinteraksi dengan

permukaan kulit/ stratum korneum. Bahan aktif yang sudah berkontak

dengan stratum korneum akan segera berdifusi ke dalam stratum korneum.

Difusi tersebut dimungkinkan karena adanya gradien konsentrasi. Difusi

bahan aktif terutama berlangsung pada folikel rambut ( jalur transfolikular)

1. Jalur Transfolikular

Bahan aktif yang masuk kedalam folikel rambut aakn berdifusi kedalam

sebum yang terdapat dalam folikel rambut

2. Jalur transkorenal

Hingga saat ini penyerapan obat interselular (Melalui celah kornesoit)

menjadi jalur utama penyerapan obat transkorneal.

Epidermis dan Dermis

Difusi bahan aktif melalui kedua jalur diatas pada akhirnya nanti akan

mencapai epidermis hingga sampai ke dermis. Dengan adanya pembuluh darah

Page 48: ii - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37295/1/RISKI... · masing-masing perlakuan terdiri atas 5 tikus. Kelompok 1 adalah tikus yan. g diberikan

32

pada dermis, bahan aktif yang mencapai lapisan dermis kemudian akan diresorpsi

oleh system sirkulasi.

2.1.14 Vehikulum

Vehikulum adalah zat inaktif/inert yang digunakan dalam sediaan topikal

sebagai pembawa obat /zat aktif agar dapat berkontak dengan kulit. Meskipun

inaktif aplikasi suatu vehikulum pada kulit dapat memberikan beberapa efek

menguntungkan meliputi efek fisik misalnya efek proteksi, mendinginkan, hidrasi,

megeringkan/mengangkat eksudat, dan lubrikasi24

2.1.14.1 Klasifikasi Vehikulum

Berdasarkan komponen penyusunnya, vehikulum dapat digolongkan dalam

monofasik, bifasik dan trifasik. Yang termasuk vehikulum monofasik diantaranya

adalah bedak, salep, dan cairan. Bedak kocok, pasta dan krim ergolong dalam

vehikulum bifasik. Sementara pasta pendingin termasuk vehikulum trifasik.24

2.1.15 Salep

Salep merupakan sediaan semisolid yang dapat digunakan pada kulit

maupun mukosa. Bahan dasar salep yang digunakan dalam dermatoterapi dibagi

dalam empat kelompok yaitu:24

1. Hidrokarbon

2. Bahan penyerapan

3. Bahan dasar emulsi

4. Bahan yang larut air ( water soluble based)

Salep yang berbahan dasar hidrokarbon memiliki efek sebagai emolien, efek

oklusi dan mampu bertahan paermukaan kulit dalam waktu lama tanpa

mengering.25

2.1.16 Pengertian Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi

senyawa aktif dari simplisia nabati atau hewani dengan menggunakan pelarut

yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut yang diuapkan dan

Page 49: ii - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37295/1/RISKI... · masing-masing perlakuan terdiri atas 5 tikus. Kelompok 1 adalah tikus yan. g diberikan

33

massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian rupa hingga memenuhi

baku yang telah ditetapkan (Depkes RI, 1995) 25

.

Ekstrak dapat dikelompokkan berdasarkan dasar sifatnya yaitu

(voight,1995):

a. Ekstrak encer adalah ekstrak sediaan yang memiliki konsistensi semacam

madu dan dapat dituang

b. Ekstrak kental adalah sediaan yang diliht dalam keadaan dingin dan tidak

dapat dituang. Kandungan airnya sampai 30%. Tingginya kandungan air

menyebabkan ketidakstabilan sediaan obat karena cemaran bakteri

c. Ekstrak kering adalah sediaan yang memiliki konsistensi kering dan mudah

dituang, sebaiknya memiliki kandungan lembab tidak lebih dari 5%

d. Ekstrak cair, ekstrak yang dibuat sedemikiannya sehingga 1 bagian simplisia

sesuai dengan 2 bagian ekstrak cair

2.1.17 Ekstraksi

Ekstraksi adalah suatu metoda operasi yang digunakan dalam proses

pemisahan suatu komponen dari campurannya dengan menggunakan sejumlah

massa bahan (solven) sebagai tenaga pemisah. Apabila komponen yang akan

dipisahkan (solute) berada dalam fase padat, maka proses tersebut dinamakan

pelindihan atau leaching. Proses pemisahan dengan cara ekstraksi terdiri dari tiga

langkah dasar.

1 Proses penyampuran sejumlah massa bahan kedalam larutan yang akan

dipisahkan komponen-komponennya.

2 Proses pembentukan fase seimbang

3 Proses pemisahan kedua fase seimbang

Sebagai tenaga pemisah, solven harus dipilih sedemikian sehingga

kelarutannya terhadap salah satu komponen murninya adalah terbatas atau sama

sekali tidak melarutkan. Karenanya, dalam proses ekstraksi akan terbentuk dua

fase cairan yang saling bersinggungan dan selalu mengadakan kontak. Fase yang

banyak mengandung diluen (zat pembawa) disebut fase rafinat sedangkan fase

yang banyak mengandung solven dinamakan ekstrak.25

Page 50: ii - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37295/1/RISKI... · masing-masing perlakuan terdiri atas 5 tikus. Kelompok 1 adalah tikus yan. g diberikan

34

2.1.17.1 Maserasi

Maserasi merupakan cara penyaringan sederhana. Maserasi dilakukan

dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan solven. Cairan solven akan

menembus didnding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat

aktif, dan zat aktif akan larut. Simplisia yang diekstraksi ditempatkan pada wadah

atau bejana yang bermulut lebar bersama larutan solven yang telah di tetapkan,

bejana kemudian ditutup rapat kemudian dikocok berulang-ulang sehingga

memungkinkan pelarut masuk ke seluruh permukaan dari simplisia ( Ansel,

1989). Rendaman tersebut terlindung dari cahaya langsung untuk mencegah reaksi

katalisi oleh sinar matahari. Waktu maserasi umumnya 5 hari.25

2.1.18 Metode Freeze dry

Pengerinagn beku (freeze drying) merupakan salah satu teknik pengeringan

pangan. Proses pengeringan beku mulai dikembangkan pada saat perang dunia

(PD II), sebagai teknik pemilihan untuk pengawetan plasma darah guna keperluan

darurat di medan perang

Sebagaimana tersirat dari namanya prinsip teknologi pengeringan beku ini

di mulai dengan proses pembekuan pangan, dilanjutkan dengan pengeringan, yaitu

mengeluarkan/memisahkan hamper sebagian besar air dalam bahan melalui

mekanisme sublimasi26

.

Gambar 2.8 Skema ilustratif mekanisme terjadinya pengeringan beku.

Sumber: freeze drying technology

Page 51: ii - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37295/1/RISKI... · masing-masing perlakuan terdiri atas 5 tikus. Kelompok 1 adalah tikus yan. g diberikan

35

(-)

2.2 Kerangka Teori

Daun

Binahong

Saponin

Triterpenoid

Steroidal

hormon

Inhibisi

phospolipase

Inhinbisi

pembentukan

leukotriene dan

prostaglandin

↓kemoatrkatan

sel radang

Asam

oleanat

Inhibisi

COX-2

↓pembentukan

postaglandin

Inhibisi 5-

lipoksigenase

Inhibisi

leukotrien

Tikus

Sprague

dawley

Induksi

besi panas

Kerusakan

jaringan

kulit

Sekresi

faktor

pembekuan

darah

Aktivasi

agregasi

platelet

α-granul

PDGF TGF-β EGF IGF

Migrasi

sel

radang (+)

Page 52: ii - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37295/1/RISKI... · masing-masing perlakuan terdiri atas 5 tikus. Kelompok 1 adalah tikus yan. g diberikan

36

(+)

2.3 Kerangka Konsep

Keterangan :

= variabel dependen

= variabel independen

Tikus

Sprague

dawley

Induksi

besi panas

Kerusakan

jaringan kulit

Sekresi

faktor

pembekuan

darah

Aktivasi

agregasi

platelet

α-granul

PDGF TGF-β EGF IGF

Migrasi

sel radang

↑ Jumlah sel

radang

Daun Binahong

↓ Jumlah sel

radang

Page 53: ii - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37295/1/RISKI... · masing-masing perlakuan terdiri atas 5 tikus. Kelompok 1 adalah tikus yan. g diberikan

37

2.4 Definisi Operasional

Tabel 2.1 Definisi Operasional

NO Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Skala ukur

1. Sel Radang

Sel berbentuk bulat/

pipih

berwarna merah

-Mikroskop

olympus BX41

-Program

Adobe

photoshop 6.0

Jumlah sel

radang

pada

daerah

luka bakar

Numerik

2. Salep ekstrak

daun Binahong

Salep ekstrak daun

Binahong dengan

konsentrasi ekstrak

daun Binahong

sebesar 40%

Timbangan

analitik

Jumlahh

salep

ekstrak

daun

Binahong

kategorik

3. Basis salep Salep yag diberi

vaselin album dan

adeps lanae tanpa

ekstrak daun

Binahong

- - kategorik

4. kontrol positif Salep

silversulfadiazine

- - kategorik

5. Ekstrak oral

Binahong

100mg/kgBB

Ekstrak etanol 96%

daun Binahong

dengan dosis

100mg/kgbb

Timbangan

analitik

Jumlah

ekstrak

oral daun

Binahong

kategorik

Page 54: ii - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37295/1/RISKI... · masing-masing perlakuan terdiri atas 5 tikus. Kelompok 1 adalah tikus yan. g diberikan

38

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan desain penelitian

analitik dengan menggunakan evaluasi histopatologi untuk melihat pengaruh

ekstrak daun binahong terhadap jumlah sel radang pada luka bakar tikus Sprague.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dimulai dengan proses determinasi di lembaga ilmu

pengetahuan Indonesia (LIPI) Bogor, Jawa Barat. Kemudian dilakukan

pembuatan ekstraksi daun Binahong di Balai Penelitian Tanaman Rempah dan

Obat (BALITRO) Bogor, Jawa Barat dan di BATAN Lebak Bulus,Jakarta Selatan

pembuatan salep ekstrak daun Binahong dilakukan di laboratorium Farmakologi

FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Untuk perlakuan terhadap hewan

percobaan dilakukann di Animal House FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Proses pembuatan preparat dilakukan di Laboratorium Cito depok, Jakarta.

Setelah itu dilakukan pengamatan preparat di laboratorium Histologi FKIK UIN

Syarif Hidayatullah, Jakarta, waktu penelitian dilakukan pada bulan Maret 2016.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi penelitian ini adalah tikus strain Sprague dawley yang didapatkan

dari penyedia hewan coba (iRATCo) yang sudah disertakan dengan surat

keterangan sehat dari Rumah Sakit Hewan Fakultas Kedokteran Hewan Institut

Pertanian Bogor (IPB).

3.3.1 Besar Sampel

Pada penelitian ini terdapat 5 kelompok perlakuan. Untuk menentukan besar

sampel yang dibutuhkan pada setiap kelompok perlakuan, digunakan rumus

Faderer:

Page 55: ii - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37295/1/RISKI... · masing-masing perlakuan terdiri atas 5 tikus. Kelompok 1 adalah tikus yan. g diberikan

39

(N-1) (T-1)≥ 1, dengan N= Jumlah sampel dan T= jumlah kelompok

(N-1)(5-1) ≥15

(N-1) (4) ≥15

(N-1) ≥15/4

N-1 ≥3.75

N ≥ 4.75( bulatkan 5)

Berdasarkan perhitungan tersebut maka jumlah sampel minimal yang

diperlukan adalah 5 tikus untuk masing-masing kelompok perlakuan.

3.3.2 Kriteria Inklusi

Tikus Sprague dawley jenis kelamin jantan, kondisi sehat, usia 12 minggu,

berat badan 350-400 gr.

3.3.3 Kriteria Eksklusi

Tikus Sprague dawley yang mengalami bekas luka di daerah dorsal atau

memiliki kelainan kulit lainnya.

3.3.4 Pembagian Kelompok sampel

Terdapat 5 kelompok tikus pada penelitian ini kelompok 1 (P1) adalah tikus

yang diberikan salep ekstrak daun Binahong konsentrasi 40%, Kelompok 2 (P2)

adalah tikus yang diberikan ekstrak daun Binahong dengan dosis 100 mg/kgbb/

hari secara oral 37

, kelompok 3 (P3) adalah tikus yang diberikan salep ekstrak

daun Binahong konsentrasi 40% dan ekstrak daun Binahong dengan dosis 100

mg/kgbb/hari secara oral, kelompok 4 (P4) adalah kelompok K+ yang diberikan

salep silversulfadiazine, selanjutnya Kelompok 5 (P5) K- adalah kelompok yang

diberikan salep mengandung adeps lanae dan Vaseline album tanpa campuran

ekstrak daun Binahong.

Page 56: ii - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37295/1/RISKI... · masing-masing perlakuan terdiri atas 5 tikus. Kelompok 1 adalah tikus yan. g diberikan

40

3.4 Alat dan Bahan Penelitian

3.4.1 Alat Penelitian

1. Kandang Tikus

2. Tempat minum dan makanan tikus

3. Serbuk kayu untuk tikus

4. Sabun dan alat pembersih tikus

5. Head collar yang terbuat dari kertas rontgen

6. Plat besi berukuran 4x2 cm dengan benang kasur

7. Toples untuk anestesi

8. Alat bedah minor dan pisau cukur

9. Gelas dan alat pemanas air

10. Lumpang dan Alu

11. Timbangan Elektronik

12. Sarung tangan

13. Termometer

14. Mikroskop, Komputer dan DVD RW

15. Masker

16. Pot urin

17. Kompor

18. Thermometer

19. Panci

20. Air

21. Sonde

22. Mikroskop Olympus

3.4.2 Bahan Penelitian

1. Ekstrak daun Binahong

2. Adeps lanae

3. Vaseline album

4. Eter

5. Formalin

Page 57: ii - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37295/1/RISKI... · masing-masing perlakuan terdiri atas 5 tikus. Kelompok 1 adalah tikus yan. g diberikan

41

3.5 Adaptasi dan Pemeliharaan Hewan Sampel

Setelah tikus Sprague dawley yang berasal dari penyedia hewan coba

(iRATCo) sampai dikampus FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Tikus ini

dilakukan adaptasi di Animal House selama 7 hari. Tikus ini dipelihara dengan

baik dengan memperhatikan kondisi kandangnya, serta tikus ini diperhatikan juga

pemberian makanan dan minuman yang diberikan secara teratur pada semua

kelompok tikus.

3.6 Pembuatan Konsentrasi Ekstrak

Setelah daun Binahong telah dilakukan proses pembuatan ekstrak di

BALITRO dan BATAN, tahap selanjutnya ekstrak daun Binahong dijadikan salep

dengan cara ditambahkan basis berupa adeps lanae dan vaselin album. Proses

pembuatan ekstrak dilakukan di laboratorium Farmasi, FKIK UIN Syarif

hidayatullah Jakarta. Ekstrak daun Binahong dibuat dengan cara pertama-tama

panaskan lumpang dan alu di dalam oven dengan suhu 500C agar panas dan

meninimalisir adanya mikroorganisme yang menempel pada lumpang dan alu,

kemudian keluarkan lumpang dan alu dari oven, masukan adeps lanae terlebih

dahulu kedalam lumpang kemudian aduk secara perlahan sampai rata. kemudian

tambahkan Vaseline album kemudian aduk secara perlahan sampai rata, kemudian

tambahkan vaselin album kedalam lumpang lalu diaduk secara perlahan dengan

gerakan tangan mengaduk secara konstan sehingga campuran adeps lane dan

Vaseline album homogen. selanjutnya tambahkan ekstrak daun Binahong sesuai

konsentrasi yang dibutuhkan dan diaduk sehingga homogen.

Formula standar menurut Agoes Goeswin (2008) ialah27

R/ Adeps lane 7,5 gr

Vaselin album 42,5 gr

m.f salep 50 gr

Sedian salep yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari atas campuran

adeps lanae dan Vaseline album dengan penambahan konsentrasi daun Binahong

sebesar 40%.

Page 58: ii - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37295/1/RISKI... · masing-masing perlakuan terdiri atas 5 tikus. Kelompok 1 adalah tikus yan. g diberikan

42

Salep Binahong 40% sebanyak 37,5 gram

R/ Ekstrak Binahong 15 gr

Basis salep 22,5 gr

m.f ung 37,5 gr

3.7 Perlakuan Luka pada Tikus

Sebelum melakukan perlakuan pada tikus , rambut disekitar punggung tikus

di cukur menggunakan pisau cukur rambut bermesin dan ditambahkan sedikit

cream penghilang rambut guna mengurangi adanya iritasi yang disebabkan oleh

pisau cukur. Setelah rambut tikus pada bagian punggung sudah tercukur, tahap

selanjutnya tikus akan di anestesi . Selanjutnya anestesi secara inhalasi

menggunakan eter, anestesi dilakukan dalam durasi 5 – 10 detik. Setelah tikus

teranestesi, proses selanjutnya bagian punggung tikus dilakukan pembuatan luka

bakar. Plat besi berukuran 4x2 cm dicelupkan ke dalam air panas dengan suhu

1000C selama 5 menit. Luka bakar dibuat dengan cara menempelkan plat besi

pada bagian punggung tikus selama 30 detik.

3.8 Cara Pemberian Salep Ekstrak dan Ekstrak Oral Daun

Binahong

Setelah dilakukan pembuatan luka bakar pada bagian punggung tikus.

Selanjutnya bagian Punggung tikus di berikan terapi yang di tentukan

pemberiannya pada masing-masing kelompok, pemberian terapi dilakukan 2 kali

untuk salep dan 1 kali sehari untuk terapi oral yang dilakukan pada sore hari.

Pemberian terapi dilakukan dalam durasi 5 hari. Terapi diberikan secara topical

pada bagian punggung tikus dan secara oral melalui mulut.

3.9 Pengambilan Jaringan

Setelah tikus mendapatkan perlakuan berupa pemberian terapi yang berbeda

pada masing-masing kelompok tikus selama 5 hari, selanjutnya tikus di anestesi

secara total dengan cara tikus dimasukan kedalam toples lalu di berikan cairan

eter lalu toples ditutup dengan rapat sehingga tikus akan teranestesi secara total.

Setelah itu tikus dikeluarkan dari dalam toples. Setelah itu bagian kulit tikus yang

Page 59: ii - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37295/1/RISKI... · masing-masing perlakuan terdiri atas 5 tikus. Kelompok 1 adalah tikus yan. g diberikan

43

mengalami perlakuan akan diambil kulitnya dengan cara memisahkan jaringan

kulit yang mengalami perlakuan dengan kulit yang sehat dengann menggunakan

alat bedah minor. Setelah jaringan terambil lalu jaringan kulit dibentangkan di

atas kertas mika tebal lalu di masukan kedalam plastic biohazard yang telah terisi

formalin 10% untuk selanjutnya dilakukan pembuatan sediaan preparat di

laboratorium Cito, Depok.

3.10 Pembuatan Sediaan Histopatologi

Pembuatan sediaan histopatologi dilakukan di Laboratorium Patologi

Anatomi Cito, Depok dengan menggunakan pewarnaan Hematoxylin Eosin (HE).

Pewarnaan HE dilakukan untuk melihat jumlah sel radang. Jaringan yang akan

dibuat sediaan terlebih dahulu direndam di dalam larutan formalin 10% selama 24

jam, proses ini disebut proses fiksasi.

Selanjutnya dilakukan proses dehidrasi, untuk menghilangkan kandungan

air dan larutan fiksasi yang ada di dalam jaringan. Proses ini dilakukan dengan

merendam jaringan secara berseri dalam urutan sebagai berikut :

Etanol 70% selama 2 jam

Etanol 80% selama 2 jam

Etanol 90% selama 2 jam

Etanol absolut selama 2 jam

Etanol absolut selama 2 jam

Xylol selama 2 jam

Xylol selama 2 jam

Setelah proses dehidrasi selesai, selanjutnya dilakukan proses embedding

yaitu dengan merendam jaringan di dalam parafin cair dengan suhu 60⁰C di dalam

tempat cetakan. Posisikan jaringan sedemikian rupa sehingga seluruh bagian

jaringan terendam oleh parafin. Parafin yang merendam jaringan dibiarkan

membeku lalu keluarkan dari cetakan sehingga membentuk blok parafi. Blok

parafin kemudian disimpan dalam suhu -20⁰C sebelum dilakukan pemotongan.

Pemotongan blok parafin dilakukan dengan alat pemotong mekanis yaitu

mikrotom dengan ketebalan 3-4 μm. Irisan blok parafin tersebut kemudian

Page 60: ii - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37295/1/RISKI... · masing-masing perlakuan terdiri atas 5 tikus. Kelompok 1 adalah tikus yan. g diberikan

44

diletakkan di atas permukaan air di dalam waterbath dengan suhu 46⁰C. Irisan

tersebut selanjutnya ditempelkan pada kaca objek yang telah diolesi albumin

kemudian tempatkan kaca objek pada suhu 60⁰C.

Selanjutnya kaca objek yang berisi jaringan dilakukan proses pewarnaan.

Proses pewarnaan dilakukan dengan merendam objek glass dalam larutan secara

berseri dengan urutan sebagai berikut :

Xylol selama 3 menit

Xylol selama 3 menit

Etanol absolut selama 3 menit

Etanol absolut selama 3 menit

Etanol 90% selama 3 menit

Etanol 80% selama 3 menit

Bilas dengan aquades selama 1 menit

Larutan hematoksilin selama 6-7 menit

Bilas dengan aquades selama 1 menit

Alkaline selama 1 menit

Aquades selama 1 menit

Larutan eosin selama 1-5 menit

Bilas dengan aquades selama 1 menit

Etanol 80% sebanyak 10 celupan

Etanol 90% sebanyak 10 celupan

Etanol absolut pertama sebanyak 10 celupan

Etanol absolut kedua selama 1 menit

Xylol selama 3 menit

Xylol selama 3 menit

Xylol selama 3 menit

Kemudian objek glas diangkat dalam keadaan basah kemudian diteteskan

Canada Balsom dan ditutup dengan kaca penutup. Selanjutnya sediaan sudah

dapat diamati pada mikroskop.

Page 61: ii - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37295/1/RISKI... · masing-masing perlakuan terdiri atas 5 tikus. Kelompok 1 adalah tikus yan. g diberikan

45

3.11 Pengamatan Histopatologi

Setelah proses pembuatan preparat telah selesai tahap selanjutnya adalah

pengamatan preparat untuk mengamati tentang jumlah sel radang yang terdapat

pada sediaan preparat. Preparat diamati menggunakan mikroskop Olympus BX41

dengan perbesaran 40 kali lensa objektif dan dilakukan pemotretan 10 lapang

pandang pada setiap preparat. Setelah semua foto sudah dilakukan pemotretan

pada mikroskop, selanjutnya dilakukan penghitungan jumlah komponen yang

ingin dicari.

Setelah sediaan preparat sudah difoto kemudian dilakukan penghitungan

dan pengamatan pada sel radang yang ada pada jaringan luka bakar. Pengamatan

dilakukan menggunakan aplikasi Image J untuk menghitung berapa jumlah sel

radang.

3.12 Manajemen Analisis Data sel Radang

Dalam pengambilan data pada penelitian ini, dilakukan eksperimen

langsungterhadap luka bakar tikus Sprague dawley yang diberikan pemberian

ekstrak daun Binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis). Setelah dilakukan

penghitungan nilai rata-rata dari jumlah sel radang. Kemudian data yang

terkumpul dilakukan pengolahan data dengan menggunakan program SPSS versi

16.0.

Page 62: ii - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37295/1/RISKI... · masing-masing perlakuan terdiri atas 5 tikus. Kelompok 1 adalah tikus yan. g diberikan

46

3.13 Alur kerja penelitian

Persiapan penelitian meliputi

persiapan seluruh alat dan bahan

Determinasi di LIPI, Bogor

Ektraksi daun di balitro bogor

Pembuatan salep ekstrak daun Binahong dengan

konsentrasi 40% dan ekstrak oral dengan dosis

100mg/kgbb

Pemberain terapi pada kelompok tikus

P1(salep ekstrak 40%) P2( ekstrak oral)

P3( salep ekstrak 40% plus oral) P4(k+

dengan silversulfadiazine) P5( k- salep

hanya basis)

Adaptasi tiku selama 7 hari di

animal house

Perlakuan luka bakar 30 detik

dengan plat besi berukuran 4x2 cm

yang sudah dipanaskan dalam air

mendidih 1000C

Di berikan terapi oral 1 kali sehari

dan terapi salep topikal 2 kali sehari

selama 5 hari

Eksisi kulit yang mengalami perlakuan

pada hari ke 6

Kulit tikus dibuat sediaan preparat di

Laboratorium Cito Depok

Pembelian tikus sehat dari

iRATCo

Pembelian daun Binahong di

Desa Cikopo, Bogor Jawa Barat

Tiku di anestesi

menggunakan eter

Pengamatan preparat di laboratorium

Parasitologi FKIK UIN Jakarta

Pengolahan analisis data

Page 63: ii - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37295/1/RISKI... · masing-masing perlakuan terdiri atas 5 tikus. Kelompok 1 adalah tikus yan. g diberikan

47

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Luka bakar dalam penelitian ini di buat denngan cara menempelkan plat

besi yang dipanaskan dengan suhu 95-1000C ke kulit punggung tikus strain

Sprague dawley yang sebelumnya telah dicukur bulunya menggunakan alat cukur

rambut dan di bantu dengan krim penghilang rambut. Plat besi di tempelkan

selama 30 detik, setelah itu kulit di eksisi dan di beri pewarnaan HE. Setelah

dilakukan pengamatan secara histopatologi di dapatkan keerusakan jaringan kulit

hingga mencapai dermis. Sehingga dapat disimpulkan bahwa luka merupakan

derajat II.

Gambar 4.1: gambaran histopatologi pada kulit tikus setelah pajanan plat besi 30 detik.

Terdapat diskontinuitas dan kerusakan dermis (tanda panah)

4.1 Jumlah sel radang

Berikut ini adalah gambaran histopatologi dari jumlah sel radang pada luka

bakar tikus Sprague dawley dengan lama paparan luka bakar selama 30 detik

dengan plat besi. Terlihat sel radang dengan bentuk pipih/bulat dan inti berwarna

merah.

Page 64: ii - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37295/1/RISKI... · masing-masing perlakuan terdiri atas 5 tikus. Kelompok 1 adalah tikus yan. g diberikan

48

Gambar 4.2 gambaran mikroskopik jumlah sel radang pada jaringan luka bakar.

(a)kelompok P1 (Salep); (b)kelompok P2 (oral) (c) kelompok P3 (Salep Oral) (d)

kelompok P4 (Kontrol +) (e)kelompok P5 (Kontrol -) (Tanda panah putih : sel

radang)

A

B. P1 A. P2

D. P3 C. P4

E. P5

Page 65: ii - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37295/1/RISKI... · masing-masing perlakuan terdiri atas 5 tikus. Kelompok 1 adalah tikus yan. g diberikan

49

Pada penelitian ini data dari jumlah sel radang yang di analisis secara

kualtitatif dengan menghitung jumlah sel radang yang berbentuk bulat dan inti

berwarna ungu. penghitungan menggunakan program Image J. dari semua

kelompok penelitian diperoleh data sebagai berikut.

Tabel 4.1 Rerata Jumlah Sel Radang

Kelompok N Rearata jumlah sel radang

P1(salep) 5 15.3

P2(oral) 5 18.6

P3(salep oral) 5 45.46

K+ 5 28.42

K- 5 56.16

Keterangan: N, Jumlah, P1, perlakuan salep, P2, perlakuan obat oral, P3, Perlakuan salep dan

oral, K+, Kontrol positif, K-, kontrol negatif

Grafik 4.1 Rerata jumlah sel radang

Keterangan : P1= Salep konsentrasi daun Binahong sebesar 40%

P2= obat oral dengan dosis 100 mg/kgbb

P3= salep dengan konsentrasi Binahong sebesar 40% dan obat oral

K+= krim silversulfadiazin

K- = basis salep

0

10

20

30

40

50

60

salep oral oral salep positif negatif

Re

arat

a ju

mla

h s

el r

adan

g

Kelompok Penelitian

Grafik Rerata Jumlah Sel Radang

Grafik rerata jumlah selradang

Page 66: ii - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37295/1/RISKI... · masing-masing perlakuan terdiri atas 5 tikus. Kelompok 1 adalah tikus yan. g diberikan

50

4.2 Pembahasan

Dari tabel 4.1 dan grafik 4.1 dapat disimpulkan bahwa jumlah sel radang

pada kulit yang mengalami inflamasi paling tinggi terdapat pada kelompok

Kontrol negatif yaitu sebesar 56,16. Sementara jumlah sel radang pada kelompok

yang di berikan perlakuan salep ekstrak daun Binahong lebih rendah dibanding

dengan kelompok kontrol. Begitupun dengan pemberian ekstrak oral lebih rendah

dibanding dengan pemberian krim silversulfadiazin pada kelompok kontrol

positif. Sementara jumlah sel radang paling rendah pada perlakuan pemberian

ekstrak daun Binahong terdapat pada perlakuan yang diberikan salep ekstrak daun

Binahong dengan konsentrasi 40% (kelompok P1).

Selanjutanya dilakukan penghitungan statistik menggunakan metode kruskal

wallis karena distribusi data yang tidak normal atau p <0.05.29

Tabel 4.2 Hasil Analsis

Perlakuan N Mean Rank P Value

Rata-rata sel

radang

Salep 5 5,20 0,001

Oral 5 6,80

Salep oral 5 19,60

Kontrol + 5 12,60

Kontrol - 5 20,80

Keterangan: N, Jumlah, Mean Rank, Rata-rata sel radang

Dari tabel 4.2 diatas diperoleh bahwa nilai P sebesar 0,001 (p<0,005)

menunjukan bahwa minimal terdapat 2 kelompok yang memiliki perbedaan

bermakna. Hal ini bersesuaian dengan artikel yang dituliskan (Singh, 2006)

menunjukan efek antiinflamasi dari saponin. Begitu juga penelitian yang

dilakukan oleh (Rohmawati, 2007) bahwa daun Binahong mengandung asam

oleanolik yang berperan sebagai antiinflamasi.10,12

Kandungan zat saponin pada akar dan daun dari Binahong bersifat steroidal

dalam tubuh. Saponin adalah glikosida steroid dan strukturnya seperti

triterpenoid12. Saponin steroid hormone adalah saponin yang bekerja seperti

steroid hormone dan dapat dikelompokkan berdasarkan reseptor tempat dimana

dia berikatan glikokortikoid, mineralokortikoid, androgen, estrogen dan

Page 67: ii - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37295/1/RISKI... · masing-masing perlakuan terdiri atas 5 tikus. Kelompok 1 adalah tikus yan. g diberikan

51

prostagen. Maka dari itu saponin setelah berikatan dengan reseptornya akan

memberikan efek steroidal 12

. Saponin akan menghambat fosfolipase sehingga

fosfolipid membran sel tidak dirubah menjadi asam arakhidonat dimana asam

arakhidonat nantinya dengan bantuan enzin siklooksigenase akan dirubah menjadi

prostaglandin. Sementara dengan bantuan 5-lipoksigenase asam arakhidonat akan

di rubah menjadi leukotrien (A4,C4,D4,E4) dan dengan bantuan 12-lipoksigenae

asam arakidonat akan diubah menjadi lipoksin. Fungsi dari prostaglandin

leukotrien dan lipoksin adalah sebagai kemokin yang poten untuk merangsang

terjadinya migrasi sel radang ke tempat luka. Karena mekanisme semua kemokin

tersebut di hambat oleh saponin maka disini terlihat efek saponin sebagai efek

antiinflammasi.12,13

Selain dari saponin daun Binahong juga mengandung senyawa aktif

berupa asam oleanat (oleanic acid). Asam oleanat dapat di dapatkan dari daun

pohon Binahong. Asam oleanat bekerja sebagai anti-inflammatori dengan cara

menghambat COX-2 sehigga tidak adanya pembentukan prostaglandin yang

berfungsi sebagai kemoatraktan untuk migrasi sel radang. Selain itu asam oleanat

juga akan menginhibisi 5-lipoksigease sehingga menghambat pembentukan

leukotriene B4 dari asam arakidonat yang berfungsi sebagai kemotaksis juat untuk

sel radang.30

Dalam penelitian ini terdapat 5 kelompok. Dari kelompok P1 (Salep)

didapatkan data bahwa terdapat sel radang dengan jumlah paling rendah

dibanding dengan kelompok lain. Sementara jumlah sel radang tertinggi terdapat

pada P5 (kontrol-). Ini dikarenakan tidak ada nya senyawa aktif baik asam oleanat

dan saponin sebagai agen antiinflamasi. Sementara untuk P2 (oral) medapatkan

jumlah sel radang terendah ke-2. Untuk P3 (salep oral) didapatkan jumlah sel

radang dengan rata-rata tertinggi ke-2. Ini dikarenakan pada saat terjadi proses

luka bakar maka tubuh akan berisiko untuk terpajan radikal bebas. Radikal bebas

akan mengoksidasi apapun namun target yang paling disukai nya adalah sel lemak

sehingga sel lemak akan dioksidasi membentuk lipid peroksidase. Salah satu

produk dari lipid peroksidase yaitu malondialdehyde (MDA) menurut (Arti

parihar, 2008) peningkatan jumlah MDA akan seiring dengan meningkatnya

kerusakaan system reperfusi pada keadaan iskemi.30

Page 68: ii - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37295/1/RISKI... · masing-masing perlakuan terdiri atas 5 tikus. Kelompok 1 adalah tikus yan. g diberikan

52

Zat aktif dari daun Binahong yaitu saponin sukar untuk diserap oleh usus.

Menurut penelitian (Cayen 1979) dengan memberikan saponin steroidal

(Diosgenin) secara oral dengan dosis 3 gram per hari dan hanya ditemukan sekitar

1 μg/mL di dalam serum subjek29

. Menandakan bahwa absorbsi saponin via

tersebut oral buruk. Sementara pada kelompok P3 (K+) dengan pemberian salep

silver sulfadiazine ialah mengacu kepada guideline WHO. Salep silver

sulfadiazine dipilih karena selain dari guidline WHO5,6

, Salep ini juga sebagai anti

bakteri spektrum luas, rendah toksisitas, mudah untuk digunakan, dan minimal

efek nyeri pada saat pemakaian. Dua zat aktif nya yaitu silver nitrat yang

berfungsi untuk menekan replikasi dari bakteri sekaligus sebagai dressing pada

luka dan sodium sulfadiazine sebagai anti bacterial spektru luas. Karena dua zat

aktif ini memungkinkan luka untuk tidak terkena infeksi dan mencegah terjadinya

inflammasi lebih lanjut.4,6

4.3 Keterbatasan Penelitian

1 Pada perlakuan salep ekstrak Binahong dan krim silversulfadiazine kontrol

positif volume yang diberikan tidak sama antar kelompok perlakuan.

2 Terminasi pada tikus tidak pada hari terjadinya inflammasi sehingga

pengamatan pada sel radang kurang adekuat.

Page 69: ii - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37295/1/RISKI... · masing-masing perlakuan terdiri atas 5 tikus. Kelompok 1 adalah tikus yan. g diberikan

53

Page 70: ii - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37295/1/RISKI... · masing-masing perlakuan terdiri atas 5 tikus. Kelompok 1 adalah tikus yan. g diberikan

53

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

3.11 Kesimpulan

1. Terdapat pengaruh pemberian ekstrak daun Binahong (Anredera cordifolia

(Tenore) Steenis) terhadap jumlah sel radang (p value = 0,0001) pada luka

bakar tikus Sprague dawley dengan lama paparan luka bakar 30 detik dengan

plat besi secara bermakna.

2. Pengunaan salep ekstrak Binahong dengan konsentrasi 40% menghasilkan

rata-rata jumlah sel radang paling sedikit dibandingkan dengan kelompok

lainnya.

3.12 Saran

Saran bagi peneliti selanjutnya adalah

1. Diharapkan pada peneltian selanjutnya agar meneliti dosis salep ekstrak

Binahong secara beragam.

2. Diharapkan pada penelitian selanjutnya agar meneliti dosis oral ekstrak

Binahong secara beragam.

3. Diharapkan pada penelitian selanjutnya agar dapat meneliti efek toksisitas dari

ekstrak Binahong.

Page 71: ii - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37295/1/RISKI... · masing-masing perlakuan terdiri atas 5 tikus. Kelompok 1 adalah tikus yan. g diberikan

54

DAFTAR PUSTAKA

1. WHO. Burns (Chapter 4). Adapted from www.firechildren.org pada

tanggal 9 juni 2008.

2. WHO. Burn and prevention and care. Switzerland: Geneva . 2008

3. Badan penelitian dan pengembangan kesehatan Depkes RI. Riset Keshatan

dasar ( Riskesdas 2013). Kementrian Kesehatab Republik Indonesia. 2013.

P101-109

4. Baris C. Systemic response to burn injury. Turkey: Murmara Unversity,

Istanbul. 2004

5. WHO. Management of burn. WHO surgical at the district hospital. Malta:

Interprint Limited.2003

6. Koller J. Topical Treatmet of Partial Thickness Burns By Silver

Sulfadiazine Plus Hyaluronic Acid Compared To Silver Sulfadiazine

Alone. Slovakia: University Hospital Bratis Ruzinov. 2004

7. Yang B, Xudong W, Zhonghua L. Beneficial effect of silver foam dressing

on healing of wounds with ulcer and infection control burn patient. Pak J

med scl 31(6):1334-1339. 2015

8. Isnaini W. Uji aktivitas salep ekstrak daun Binahong (Anredera Cordifolia

(Ten) Steenis) sebagai penyembuh luka bakar pada kulit punggung kelinci.

Surakarta: UMS . 2009

9. www. 2013-2-84204 Tanaman Binahong.pdf diunduh pada tanggal 22

september 2016

10. Persada , AN. The second degree burns healing rate comparison between

topical mashed Binahong (Anredera Cordifolia (Tenore) Steenis).

Lampung. 2014

11. Perpustakaan.pom.go.id/ebook Anredera Cordifolia (Ten.) Steenis

12. Sri murni A. Determination Of Saponin Compounds From Anredera

Cordifolia (Ten.) Steenis to Potential Treatment For Several Disease .

Malysia: Faculty of Chemical and Nature Resources Engineering (Bio-

Process). 2011

Page 72: ii - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37295/1/RISKI... · masing-masing perlakuan terdiri atas 5 tikus. Kelompok 1 adalah tikus yan. g diberikan

55

13. Jones and Bartlett. Chapter 3 basic biology of skin p 29-31. John and

Bartlett publisher.

14. Linuwih S. ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN. Jakarta: Badan

penerbit FKUI. 2015

15. Junqueira. Histology book. 2012. Jakarta; EGC

16. American college of surgeon. Advanced Traumatic Life support sudent

course manual 9th

edition. Chicago: ACS Committee on trauma. 2012

17. Velnar T. The Wound Healing Process : an overview of the cellular and

molecular mechanism. Slovenia: Departement of Neurosurgery University

medical Centre. 2009

18. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku ajar patologi. 7nd

ed, Vol. 1.

Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC , 2007: 189-1.

19. Cherrylan M. An Overview Of The Topical Antimicrobial Agent Used In

The Treatment Of Burn Wound. Philadhelphia: University of Pensylvania

. 2004

20. Emilia C. Outpatient Burns: Prevention And Care. American Family

Physician .2012

21. Shehan H, Reno p. Initial management of a major burn II-assesment and

resuscitation. Clinical review BMJ Vol 329. 2004

22. www. Zxcv.pdf (Pharmakokinetics). Diunduh pada tanggal 27 september

2016

23. Anroop N, Shery J, Bandar A. Basic consideration in the dermatokinetics

of topical formulations. Univerisity of King Faisal Saudi Arabia:

Departement of Pharmaceutical Science Vol 49. 2013

24. Anjas A, Sjaiful F, Tantien N. Vehikulum dalam dermatologi Topikal. FK

UI: Departemen Ilmu kesehatan kulit dan kelamin. Vol 39.No1 (25-35).

2012

25. Istiqomah. Perbandingan Metode Ekstraksi Maserasi dan Sokletasi

terhapap Piperin Buah Cabe Jawa. Ciputat: UIN. 2013

26. Food review Indoneisia. Freeze Drying Technology: For Better Quality

and Flavour of Dried Products. Vol VIII/NO 2. 2013

27. Fachrial P. Uji Efektivitas Salep Ekstrak Etanol Dan Bakau Hitam

(Rhizopora muncronata Lamk) dan Pengajian Terhadap Proses

Page 73: ii - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37295/1/RISKI... · masing-masing perlakuan terdiri atas 5 tikus. Kelompok 1 adalah tikus yan. g diberikan

56

Penyembuhan Luka Punggung Kelinci Yang Diinfeksi Bakteri

Staphylococcus aureus Vol 3 NO 1. 2014

28. Sopiyudin M. Besar Sample Dan Cara Pengambilan Sample. 2010

29. Diandian S. Development of Anti-Inflammatory Agents From The

Aromatic Plants, Origanum spp. And Mentha spp And Analytical Methods

On The Quality Control of Bioactive Phenolic Compounds. New Jersey:

University of New Jersey. 2008

30. Arti P. Oxidative stress and anti-oxidative mobilization in burn injury.

Baltimore: department of surgery.2008

Page 74: ii - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37295/1/RISKI... · masing-masing perlakuan terdiri atas 5 tikus. Kelompok 1 adalah tikus yan. g diberikan

57

LAMPIRAN

lampiran 1

Hasil determinasi /identifikasi bahan uji

Gambar 6.1 Hasil determinasi tanaman

Page 75: ii - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37295/1/RISKI... · masing-masing perlakuan terdiri atas 5 tikus. Kelompok 1 adalah tikus yan. g diberikan

58

Lampiran 2

Hasil Ekstraksi bahan uji

Gambar 6.2 Hasil Ekstraksi Tanaman

Page 76: ii - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37295/1/RISKI... · masing-masing perlakuan terdiri atas 5 tikus. Kelompok 1 adalah tikus yan. g diberikan

59

Lampiran 3

Surat Keterangan Tikus Sehat

Gambar 6.3 surat keteranngan tikus sehat

Page 77: ii - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37295/1/RISKI... · masing-masing perlakuan terdiri atas 5 tikus. Kelompok 1 adalah tikus yan. g diberikan

60

Lampiran 4

Gambar Proses Penelitian

Gambar 6.4 pengelompokkan sampel Gambar 6.5 pencukuran bulu tikus

Gambar 6.6 proses pembuatan besi Gambar 6.7 pembuatan luka bakar

Panas pada sampel

Gambar 6.8 keadaan luka bakar pada sampel Gambar 6.9 pemberian salep

penelitian Ekstrak daun binahong

Page 78: ii - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37295/1/RISKI... · masing-masing perlakuan terdiri atas 5 tikus. Kelompok 1 adalah tikus yan. g diberikan

61

Gambar 6.10 pemberian secara oral ekstrak daun inahong

Gambar 6. 11 proses pebukuran luas luka secara Gambar 6.12 pengambilan jaringan kulit

makroskopik

Gambar 6.13 jaringan kulit di dalam cairan Gambar 6.14 preparat yang sudah jadi

formalin dan siap untuk dibuat preparat

Gambar 6.15 proses pengambilan foto preparat gambar 6.16 foto preparat

Page 79: ii - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37295/1/RISKI... · masing-masing perlakuan terdiri atas 5 tikus. Kelompok 1 adalah tikus yan. g diberikan

62

Lampiran 5

Hasil uji statistik

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

rerata sel radang .159 25 .103 .869 25 .004

a. Lilliefors Significance Correction

Gambar 6.17 tes normalitas SPSS metode Shapiro Wilk

Kruskal-Wallis Test

Ranks

perlakuan N Mean Rank

rerata sel radang salep 5 5.20

oral 5 6.80

salep oral 5 19.60

kontrol+ 5 12.60

kontrol- 5 20.80

Total 25

Test Statisticsa,b

rerata sel radang

Chi-Square 18.816

df 4

Asymp. Sig. .001

a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: perlakuan

Gambar 6.18 Uji Kruskal wallis

Page 80: ii - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37295/1/RISKI... · masing-masing perlakuan terdiri atas 5 tikus. Kelompok 1 adalah tikus yan. g diberikan

63

Mann-Whitney Test

Ranks

perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks

rerata sel radang salep 5 3.00 15.00

salep oral 5 8.00 40.00

Total 10

Test Statisticsb

rerata sel radang

Mann-Whitney U .000

Wilcoxon W 15.000

Z -2.611

Asymp. Sig. (2-tailed) .009

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008a

a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: perlakuan

Gambar 6.19 Uji Mann-whitney test untuk membandingka tiap kelompok.

Page 81: ii - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37295/1/RISKI... · masing-masing perlakuan terdiri atas 5 tikus. Kelompok 1 adalah tikus yan. g diberikan

64

Lampiran 6

Riwayat Hidup Penulis

Identitas

Nama : Riski Bastanta G

Jenis kelamin : Laki-laki

Tempat, Tanggal, Lahir : Tangerang, 07 Oktober 1995

Agama : Islam

e-mail : [email protected]

Riwayat Pendidikan

2001-2003 : TK Aisyah

2003-2009 : SDIT AL-ISTIQOMAH

2009-2011 : SMPN 2 TANGERANG

2011-2013 : SMAN 1 TANGERANG

2013-sekarang : UIN Syarif Hidayatuallah Jakarta

Page 82: ii - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37295/1/RISKI... · masing-masing perlakuan terdiri atas 5 tikus. Kelompok 1 adalah tikus yan. g diberikan

54