II. KONSEP, TEORI DAN METODOLOGI AA. Pendahuluan · Dari arah pertaruhan inilah peta kerangka pikir...

38
II. KONSEP, TEORI DAN METODOLOGI A. Pendahuluan Diskursus dipahami sebagai tatanan kerangka pikir yang mengonstruksi realitas sosial dalam sebuah konteks tertentu – dalam hal ini kebijakan usaha kehutanan lestari. Pada saat situasi hutan dipandang tidak lestari – yang indikasinya begitu kuat muncul dalam diskursus seputar deforestasi dan degradasi hutan, maka pertaruhan mengarah pada substansi dan proses konstruksi kebijakan serta interaksi sosial yang telah terjadi, sekaligus aliran pemikiran yang dominan disebaliknya. Dari arah pertaruhan inilah peta kerangka pikir dibalik kebijakan usaha kehutanan serta tali temalinya dengan ”kualitas” kebijakan dan kinerja usaha kehutanan itu sendiri coba dipahami dan dianalisis dalam penelitian ini dengan berpegang pada konsep dan teori sebagaimana dijabarkan dalam beberapa sub-bab berikut ini. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang mengeksplorasi diskursus yang telah berkembang dibalik proses konstruksi kebijakan usaha kehutanan di hutan alam produksi di Luar Jawa. Esensi penelitian ini, antara lain menggali dan mengomunikasikan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan usaha kehutanan yang telah ada (ex-post). Kecenderungan diskursus para pemangku kepentingan usaha kehutanan dieksplorasi melalui pendekatan analisis kebijakan, khususnya pendekatan antropologi yang fokus pada narasi kebijakan dan diskursus. Dari serangkaian kecenderungan narasi kebijakan dan diskursus dapat sekaligus diamati kecenderungan aliran pemikiran para pihak pemangku kepentingan yang terlibat dalam proses konstruksi kebijakan. B. Kebijakan dan Analisis Diskursus 1. Kebijakan: Definisi dan Pengertian Dalam IDS (2002) digambarkan betapa kata ”kebijakan” yang dikenal begitu saja secara luas ternyata tidak mudah untuk dikenali. Layaknya atas keberadaan seekor gajah, kita tahu saat melihatnya dan tidaklah mudah bagaimana kemudian mendefinisikannya. Digambarkan pula, dengan sederet testimoni, bahwa seorang pembuat kebijakan sekalipun tidak serta merta A D so le le le le le le le le le le le le le le l le le l le le le le l l le le le le l le le le le le l l l l l l l l le le l le le e l l le le l l k k k k k k k k k k k k k k k k k k k k k k k k p p p p p p p p p p p p p p p p p p p p p p p p in i i i i d d d d d d d d d d d d d d d d d d d d d d d d d d d d d d d u u u u u u u u u u u u u u u u u u u u u u u u u u u u u u u u u u u u u u u u u u u u u u u u u u u u u u u u u u u u u u u u u u u u u u u d d d d d d d d d d d d d d d d d d d d d d d d d d d d d d d d d d d su s s s s m m m m m k k k k k k i i i i i in i i i i i i i i i i i i i i i i i i i i i i i i i d d p p k p p p p p p p p p p p p p p p p p p p p p p p p p p p p p p p p p p p p p p p p p p p p p p p p k k k k k k k k k k k k k k k k k k k k k k B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B B

Transcript of II. KONSEP, TEORI DAN METODOLOGI AA. Pendahuluan · Dari arah pertaruhan inilah peta kerangka pikir...

Page 1: II. KONSEP, TEORI DAN METODOLOGI AA. Pendahuluan · Dari arah pertaruhan inilah peta kerangka pikir dibalik ... sebagai kepercayaan tentang kebenaran yang masuk akal ... konsep-konsep

II. KONSEP, TEORI DAN METODOLOGI

A. Pendahuluan

Diskursus dipahami sebagai tatanan kerangka pikir yang mengonstruksi realitas

sosial dalam sebuah konteks tertentu – dalam hal ini kebijakan usaha kehutanan

lestari. Pada saat situasi hutan dipandang tidak lestari – yang indikasinya begitu

kuat muncul dalam diskursus seputar deforestasi dan degradasi hutan, maka

pertaruhan mengarah pada substansi dan proses konstruksi kebijakan serta

interaksi sosial yang telah terjadi, sekaligus aliran pemikiran yang dominan

disebaliknya. Dari arah pertaruhan inilah peta kerangka pikir dibalik kebijakan

usaha kehutanan serta tali temalinya dengan ”kualitas” kebijakan dan kinerja

usaha kehutanan itu sendiri coba dipahami dan dianalisis dalam penelitian ini

dengan berpegang pada konsep dan teori sebagaimana dijabarkan dalam beberapa

sub-bab berikut ini. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang

mengeksplorasi diskursus yang telah berkembang dibalik proses konstruksi

kebijakan usaha kehutanan di hutan alam produksi di Luar Jawa. Esensi penelitian

ini, antara lain menggali dan mengomunikasikan pengetahuan yang relevan

dengan kebijakan usaha kehutanan yang telah ada (ex-post). Kecenderungan

diskursus para pemangku kepentingan usaha kehutanan dieksplorasi melalui

pendekatan analisis kebijakan, khususnya pendekatan antropologi yang fokus

pada narasi kebijakan dan diskursus. Dari serangkaian kecenderungan narasi

kebijakan dan diskursus dapat sekaligus diamati kecenderungan aliran pemikiran

para pihak pemangku kepentingan yang terlibat dalam proses konstruksi

kebijakan.

B. Kebijakan dan Analisis Diskursus

1. Kebijakan: Definisi dan Pengertian

Dalam IDS (2002) digambarkan betapa kata ”kebijakan” yang dikenal begitu

saja secara luas ternyata tidak mudah untuk dikenali. Layaknya atas

keberadaan seekor gajah, kita tahu saat melihatnya dan tidaklah mudah

bagaimana kemudian mendefinisikannya. Digambarkan pula, dengan sederet

testimoni, bahwa seorang pembuat kebijakan sekalipun tidak serta merta

A

D

so

lelelelelelelelelelelelelelellelellelelelelllelelelellelelelelelllllllllelelleleelllelell

kkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkk

pppppppppppppppppppppppppp

iniiii

ddddddddddddddddddddddddddddddd

uuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu

uuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu

dddddddddddddddddddddddddddddddddddddd

sussss

mmmmm

kkkkkk

iiiiiiniiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii

d

d

p

p

k

ppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppp

kkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkk

BBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBB

Page 2: II. KONSEP, TEORI DAN METODOLOGI AA. Pendahuluan · Dari arah pertaruhan inilah peta kerangka pikir dibalik ... sebagai kepercayaan tentang kebenaran yang masuk akal ... konsep-konsep

14

menjadi kemudian mudah untuk memahami dan mendefinisikan kata

”kebijakan”. Observasi IDS (2002) ini berkaitan secara kuat dan lekat dengan

sebuah perkembangan kerangka kerja terkait proses kebijakan. Kerja

observasi ini antara lain menemukan adanya hubungan teori antara ilmu

pengetahuan (science), keahlian (expertise) dan kebijakan, kepentingan

politik, partisipasi publik dan jaringan aktor. Hal disebut terakhir ini

memberikan pemahaman bahwa ”kebijakan” adalah proses jalin-menjalinnya

dan interkoneksi berbagai hal tadi. Ini setara dengan landasan Sfeir-Younis

(1991) saat menawarkan kerangka pemikiran keduanya ”the forest second”.

Dalam pemahaman Dunn (2000) analisis kebijakan dipandang sebagai

aktivitas intelektual menciptakan pengetahuan tentang dan dalam proses

pembuatan kebijakan. Hal ini dicapai melalui analisis sebab, akibat, dan

kinerja kebijakan dan program. Penekanan pada unsur ”tentang” dan ”dalam”

mengandung pengertian terkait penggunaan dan pemanfaatan pengetahuan

dalam proses pembuatan kebijakan. Pengetahuan sendiri dipahami Dunn

(2000) sebagai kepercayaan tentang kebenaran yang masuk akal (plausibel)

ketimbang kepastian. Dalam pemahaman demikian probabilitas statistik,

misalnya, diposisikan Dunn sebagai pendukung dalam menegakan klaim

pengetahuan yang plausibel.

Masih menurut Dunn (2000), analisis kebijakan mengombinasikan dan

meneransformasikan substansi dan metode beberapa disiplin (sosial, politik,

dll), dan lebih jauh lagi menghasilkan informasi yang relevan dengan

kebijakan yang digunakan untuk mengatasi masalah-masalah publik tertentu.

Tujuan analisis kebijakan melebar melampaui produksi ”fakta”, yakni

memproduksi juga informasi mengenai nilai dan serangkaian tindakan yang

dipilih. Dengan begitu, analisis kebijakan juga meliputi evaluasi dan

rekomendasi kebijakan. Sebagai ilmu terapan, analisis kebijakan diposisikan

untuk menghasilkan informasi dan argumen-argumen yang masuk akal

mengenai tiga macam pertanyaan terkait nilai, fakta dan tindakan tadi. Nilai,

berkaitan dengan pertanyaan apakah pencapaiannya merupakan tolok ukur

utama dalam melihat apakah masalah telah teratasi. Fakta, apakah

keberadaannya dapat mengatasi dan meningkatkan pencapaian nilai-nilai.

141414144144144144441441444444414414444444144444144144444141441444144141444444444144144144444444414444444441444444444444114144144114414411444444444444414441411441444444144444144444

men

”ke

seb

obs

pen

popopopopoppopopopopopopopopopopopopopopopopopopoopopoppooopoopoppopopopopoppopopopoppopoppoppooopppopooppopppopopppp lilililillllllllllllllllllllllllllllllllllllllllillll

mememememmemmeeeemememememememememeeemmememememeeemememmmememmeemememeememmmeememmmeeemmemmeemmmeem

dadadadaadadadadaaadadaaaaadaadaaaadadadaaaaaaaaadaadadaadadaaaaaadaaaaaadadaaaadadaaaaddaaaadaaaaaaaadaaaaaaannnnn

(1(1(111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111111119999999999999999

akakakkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkakkkkkkkkkkkkkkkkkkakkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkttttttittttttttttttttttttttttttttttttttttttt

pepepepeeeeeeeepepeeeeepepeeeeeeeepepeeeeepepeeeeeeeeeeeeeeeeeeepepeeepeeeeeeepepepeeeeeeeeeeeepeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeemmmm

kikikkikikiikikikikkikikikikiikiikkiiikikikiikikkikikikkikikkikikikkiikikkikiiiikkkkiiikiiiiiikikiiiikiiik nennnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnn

memememememememememmmememeeemmmememememememememememememmemememmmmemmmemeemmmmeememmeeeeememeeeeememmmememmmmemmemmmeen

dadadaddadadaaaadaadadadadaaadadaddadadadadaaaadadaadaadadadaaaadaaddadadadaadaaaadaaadaadaaaadaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaadadaaadaaaaaaaallalllllllllllllllll

(2(2222222222222222222222222222222222222222222222222222222222222222222222222222222222220000000000000000000000000000000000000000000000000

kekekekekekekekekkekeekekkekekekekekekekekekeekekeekekekeeekeekekeeeekekeekekekekeekkeeekekeekkkkeeekeekeeeeeeeeeekekekkkekeeetittttttttttttttttttttttttttt

mis

pen

men

dll)

kekekkkekekkkekekkkekkekekeeebbbbbbbbbbbbbbbbbbbbb

TuTuTuTuTuTuTuTuTuTTuTuTuTuTuTuTuTuTTuTuTuTuTuTuTuTuTuTuTuTuTuTuTTuTTTuTuTuTuTuTTuTTuTuTTTuuuTuTuuuTTTTuTuTTTTuTTuuTuTTuuTT jjj

mememmememememememememememememeememeemememememmmeememmemememmeemmememmememmmmememmmmmmemmmmmmmmeemmmmmmmm m

dididididididididididddidididididididididididididididiidididdiiiidddidddiiiididdidiididididididiiddiiiiiiid pippippppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppp

rererererrerererererererereeeerereeererereeeeeeeeeeeeeeeeeeeeekkkkkkkokkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkk

unununuuununununununuuununnuuununuuunuuuuuununnuuuuuunuuuunuunuuuuuuuuuuuuuuuunu tutt

mememmmmmemmmemeememmmemmmmmemeemememmmememmmmemmmmmmmmemmmemmmmmmmmmmmmmmmmmmeeemmen

bebebebebebebebebebebebebebebebebebebebbebebebebebebebebebebebebbebeebbebebbbebbeebebbeebbbeebebbeeebbbbberkrrrkrrrrrrrr

ututuututututuutututuutuututuuututuutuutuuuutuuuuuuutuuuuuttutuuuuuuuuutttamamamaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaam

kekekekekkekekekekeekekekekekekekekekekekeekeekkekkekeekekeekekeekeekekekeekeekekkekeekekkkeekekeekekekkkekk bbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbb

Page 3: II. KONSEP, TEORI DAN METODOLOGI AA. Pendahuluan · Dari arah pertaruhan inilah peta kerangka pikir dibalik ... sebagai kepercayaan tentang kebenaran yang masuk akal ... konsep-konsep

15

Sementara tindakan, apakah penerapannya menghasilkan pencapaian nilai-

nilai.

Untuk menghasilkan itu semua, Dunn (2000) mengenalkan tiga

pendekatan, yakni: empiris, valuatif dan normatif yang dapat digunakan salah

satu, dua atau seluruhnya. Pendekatan empiris, fokus pada penjelasan sebab-

akibat dari suatu kebijakan publik tertentu. Pertanyaannya bersifat faktual (=

apakah sesuatu ada?) dan informasi yang dihasilkan bersifat deskripsi.

Pendekatan valuatif menekankan pada penentuan bobot kebijakan.

Pertanyaannya berkaitan dengan nilai (= Berapa?) dan tipe informasi yang

diperoleh bersifat valuasi. Pendekatan normatif fokus pada rekomendasi

serangkaian tindakan di masa depan yang dapat menyelesasikan masalah

publik. Pertanyaanya, tindakan apa yang harus dilakukan dan tipe informasi

yang dihasilkan bersifat preskripsi (resep pengobatan). [see THH 671-

PSL*.*]

2. Bentuk Analisis Kebijakan

Bentuk-bentuk analisis kebijakan dikelompokkan Dunn (2000) kedalam tiga

kelompok besar: retrospektif (Ex-post), prospektif (Ex-ante) dan integratif.

Restropektif fokus pada ”apa yang terjadi” dan ”perbedaan” (gap) apa yang

dibuat. Prospektif lebih kepada ”apa yang akan terjadi” dan ”apa yang harus

dilakukan”. Integratif merupakan kombinasi keduanya yang fokus pada

penciptaan dan transformasi informasi sebelum dan sesudah tindakan

kebijakan dieksekusi. Selain itu, Dunn (2000) meyakini analisis retrospektif

mengutamakan hasil-hasil aksi, yang dapat menawarkan kerangka baru dalam

memahami proses pembuatan kebijakan, memberi tantangan perumusan

masalah, membalik berbagai mitos sosial dan bahkan membentuk opini

publik.

Sementara itu, Sutton (1999) mengenalkan analisis proses kebijakan

dengan sebuah argumen kunci. Dikatakan, bahwa pembuatan kebijakan

”model linier” sekalipun banyak digunakan, tidaklah cukup. Model linear

diakui berciri analisis pilihan yang objektif dan adanya pemisahan antara

kebijakan dengan implementasi. Sebaliknya, kebijakan dan implementasinya

Page 4: II. KONSEP, TEORI DAN METODOLOGI AA. Pendahuluan · Dari arah pertaruhan inilah peta kerangka pikir dibalik ... sebagai kepercayaan tentang kebenaran yang masuk akal ... konsep-konsep

16

merupakan kekacau-balauan dari serangkaian tujuan-tujuan dan kejadian. Itu,

masih menurut Sutton (1999) merupakan hal terbaik atas pemahaman

kebijakan dan implementasinya. Dengan argumen ini ia ingin menegaskan

bahwa kombinasi berbagai konsep dan alat dari berbagai disiplin dapat

digunakan untuk meletakan beberapa tatanan kepada kekacau-balauan

kejadian tadi. Kombinasi ini mencakup narasi kebijakan, komunitas kebijakan,

analisis diskursus, teori regimes, pengelolaan perubahan (management of

change) dan peran dari birokrat jalanan dalam implementasi kebijakan.

”Model linear” disebut Sutton dengan beberapa nama, seperti mainstream,

common-sense, rational model, dan sering dipandang secara luas sebagai cara

pembuatan kebijakan. Model ini menggariskan pembuatan kebijakan sebagai

proses linear pemecahan masalah yang rasional, berimbang, objektif dan

analitis. Dalam model demikian, keputusan dibuat dalam serangkaian tahap

yang berurut mulai dari identifikasi masalah atau isu, dan berakhir dengan

sekumpulan kegiatan untuk memecahkan atau berurusan dengan masalah itu

(Gambar 1).

Gambar 1. Proses pembuatan kebijakan Model Linear (Sutton, 1999)

Dibalik model linier ini Sutton (1999) beranggapan bahwa para pembuat

kebijakan mendekati isu secara rasional untuk setiap tahapan logis dari proses,

dan mempertimbangkan keseluruhan informasi yang relevan. Anggapan

lainnya, bila kebijakan tidak berhasil mencapai tujuanya, kesalahan sering kali

tidak dialamatkan kepada (kualitas) kebijakan itu sendiri, melainkan kepada

kegagalan dalam pelaksanaannya (Juma and Clarke 1995 dalam Sutton, 1999).

1616161661661661666616616666616616616666666166666166166661616616661661616666666661661661666666666166666666616666666666661161661661166166111666666666666166616116166666616666661666666

mer

mas

keb

bah

digu

kekekekekekekekekekekekekekekekekekekkekekekekekekkekekekekkekekekekekkeeeekeekekkeekekkekkkkekkeeekkekkkkeekkekk jajajajajjjjajjajajajjajajjjjjajajjjajjajjjjjajjajjjjjjjajjjjajjjjjjajajjjjjjj

anananananannnnnnannnnnaannnnnaannnnnannnannnnnannnnnaanaannnannnaaaaaaaaaaaaaa

chchhhhchhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhaaaaa

cocococoooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooommmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmm

pepepeeepepeeepeeeeeepeeeeeeeeeeeeeeeepeeeeepeeeeepeepeeeepepeeeepeeeeeeeeeeeeeeeepeeeeeepepemmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmm

prprprprrrrrrrrprprrrrrprprrrrrrrrprprrrrrprprrrrrrrrrrrrrrrrrrrprprrrrprrrrrrrprprprrrrrrrrrrprrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrroooooooooooooooo

anannnnnananannnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnannnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnaaaaaaaaaaaa

yayayayayayayayayaayayaaaaaaayyayaaaayaaaayayayaayyaaayyaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaayaaaayaaayaaaaayyaayayaayay nnnnnnnnnnnnnnnnn

seseeeeeeeeeeeeseeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeekkukkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkk

(G(GGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGa

kekkekkkkekekekekekekekeekekekeekekekekekekkkekeekkkkekeekkkkkkkkekeekkkkekekekkekkkkekkkkekebbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbb

dadadadadadadadadadadadaadadadadaadadadadadaadadadadadadadaadadadadadadadadaaadadddadaddaddadadadaaaaadaddddddaaddaaddddadadaaadaadannnn

lalalaalaaaaaaalaalalalalalalalalalaalalaaaaaalallaaaaalalalaaaalaaaaaaalllal innininnnnnininininnnnninnnnnnninnnninn

titititittttitittititttitttititttittttitt dadaddaddadaddadadaddddadadaddddaddaddddddaddddddddadadaddddddddaddddadaadddadadada

kekekekekekkekekekekekekekekekekekekekekekekekekekekekeekekekkekeekkekkekkekekkkekekekkekekkekekekkekekkekekkekkeeekekeekeekkeeggg

Page 5: II. KONSEP, TEORI DAN METODOLOGI AA. Pendahuluan · Dari arah pertaruhan inilah peta kerangka pikir dibalik ... sebagai kepercayaan tentang kebenaran yang masuk akal ... konsep-konsep

17

Kegagalan ini lalu sering dikaitkan, misalnya, kepada kurangnya kemauan

politik, miskinnya kerja manajemen, dan kekurangan sumberdaya. Dalam

pengamatan Sutton (1999) ada banyak bukti yang menegaskan bahwa model

linear semacam ini jauh dari realitas. Keyakinan ini berangkat dari telaahnya,

bagaimana ilmu politik, sosiologi, antropologi, hubungan internasional dan

pengelolaan bisnis memengaruhi pembuatan kebijakan dan coba membangun

sebuah gambaran yang lebih besar dari proses pembuatan kebijakan. Diyakini

Sutton (1999), bahwa antropologi – seperti halnya juga ilmu politik dan

sosiologi, berfokus pada diskursus pembangunan.

Selanjutnya, Sutton (1999) merinci bahwa dengan pendekatan

antropologi, diskursus pembangunan menjadi tema penting. Disitu

”diskursus” diposisikan lebih kepada sebuah ansambel berbagai ide, konsep

dan kategori yang melalui itu semua pemahaman akan sebuah fenomena

dibangun. Dalam posisi demikian, diskursus menetapkan sejumlah masalah,

membedakan beberapa aspek dari situasi dan mengesampingkan yang lain.

Karena berbagai diskursus yang dominan menata cara-cara mengelompokkan

orang dan mendefinisikan masalah, ia memiliki akibat-akibat serius yang

bersifat materi dalam proses pembuatan kebijakan. Pendekatan antropologi

juga bekerja menganalisis bahasa dan berbagai pernyataan dalam diskusi-

diskusi kebijakan. Hal ini, sebagaimana dikemukakan Apthorpe (1986 –

dalam Sutton, 1999 dan dalam Shore dan Wright,1997) melepas cara-cara

dimana kebijakan (mengalami) depolitisasi dan derasionalisasi, serta

menjauhkan tanggung jawab dari para pembuat kebijakan dari berbagai

keputusan yang dibuatnya.

3. Diskursus dan Narasi Kebijakan

Dalam menjelaskan pengaruh diskursus atas proses kebijakan, Sutton (1999)

menggambarkan bahwa diskursus berfungsi menyederhanakan masalah-

masalah pembangunan yang rumit. Diskursus difungsikan menyampaikan

kepedulian beberapa kelompok atas kelompok yang lain. Kepedulian yang

dominan dengan dukungan diskursus memastikan isu yang menjadi

kepedulian, dimana kebijakannya dibuat, memberikan kerangka dimana

Page 6: II. KONSEP, TEORI DAN METODOLOGI AA. Pendahuluan · Dari arah pertaruhan inilah peta kerangka pikir dibalik ... sebagai kepercayaan tentang kebenaran yang masuk akal ... konsep-konsep

18

berbagai alternatif dipertimbangkan, memengaruhi opsi yang dipilih dan

dampaknya pada proses implementasi. Yang kemudian menjadi kepedulian

utama adalah, apa yang ditanyakan Shore dan Wright (1997), yakni siapa yang

memiliki ”kekuatan untuk menentukan”: kerja diskursus-diskursus dominan

melalui penyusunan kerangka acuan (TOR) dengan tidak membolehkan atau

mengesampingkan pilihan-pilihan lain. Pengaruh diskursus yang begitu

melekat pada proses kebijakan itu disarikan Grilo (1997 – dalam Sutton,

1999), yakni ”diskursus mengidentifikasi, membicarakan dan memikirkan

cara-cara yang tepat dan legitimate tentang melakukan pembangunan”.

Sutton (1999) juga memperlihatkan perbedaan antara diskursus dan narasi

pembangunan. Disebutkan, bahwa berbagai konsep dari diskursus dan narasi

pembangunan berbeda, meskipun keduanya memberikan implikasi sebuah

dominasi dari proses pembangunan oleh kepedulian/interest tertentu untuk

mengekslusi yang lain. Diskursus merupakan konsep yang lebih luas daripada

narasi. Diskursus berhubungan dengan cara berpikir, nilai-nilai dan berbagai

pendekatan fundamental akan berbagai isu, sementara narasi lebih kepada satu

masalah pembangunan tertentu yang lebih spesifik.

Teori diskursus telah pula dikenalkan dalam analisis kebijakan kehutanan.

Ini terkait kerja Arts dan Buizer (2009) yang berangkat dari pendekatan

kelembagaan-diskursif, dengan menganalisis pengembangan-pengembangan

kebijakan kehutanan global sejak awal 1980an. Pilihan atas kasus ini

dibuatnya atas pertimbangan-pertimbangan substantif dan pragmatis. Secara

pragmatis, kasus ini merupakan pilihannya, karena salah satu dari mereka

telah berkecimpung dibidang kehutanan bertahun-tahun lamanya, termasuk

turut dalam berbagai negosiasi kebijakan kehutanan yang dialaminya di

Parlemen Eropa dalam akhir 1990an. Secara subtantif, dan lebih penting, bagi

mereka kasus ini melahirkan materi empiris penting untuk mempelajari klaim-

klaim paham diskursif-kelembagaan.

Menurut Arts dan Buizer (2009) berbagai diskursus baru - termasuk

pemahaman-pemahaman baru yang melekat pada konsep-konsep lama - telah

benar-benar muncul di lapangan pada tiga dekade terakhir, yakni

keanekaragaman hayati, pengelolaan hutan lestari, dan tata-kelola swasta.

18181818818818818888188188888188188188888881888818818818188188818181888888888188188188888888881888888888188888888888811818818118188811188888888888188818118188888188888188888888

berb

dam

utam

mem

mel

mememememememememememememememememememememememememememememememememememmmememmmememememeemmemeemmememmememememmmememeeemmemmeemem nnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnn

mememememmemmeeeemememememememememeeemmememememeeemememmmememmeemememeememmmeememmmeeemmemmeemmmeel

191919999999999999999999999999999999999999999999999999999999999999999999999999999999999

cacacaaaaaaaaaaaaaacaaaaaacaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaarrarrr

pepepeeepepepeeepeeeeeepeeeeeeeeeeeeeeeepeeeeeeeeepeepeeeepepeeeepeeeeeeeeeeeeeeepeeeeeepepemmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmm

pepepepeeeeeeeepepeeeeepepeeeeeeeepepeeeeepepeeeeeeeeeeeeeeeeeeepepeeepeeeeeeepepepeeeeeeeeeeeepeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeemmmm

doddododooodododdoodododododoododododododoododododododdododooddoooodooooddooooodododododoooooooooooodoooodooooommmmm

memememememememememmmememeeemmmememememememememememememmemememmmmemmmemeemmmmeememmeeeeememeeeeememmmememmmmemmemmmeen

nananannaananaananaaaaaananaaaaanananaaananaaaaananaaaananaaanaannaaaanaaaaaaaaanaaaaaanaaaaanaaaanaanaaaaanaanaaaaaaarrrrrrrarrrr

pepepeeeepeeeepeepeepeeeeeeeeeeepeepepeeeeeeeeeeeeeeeeeeeepeeepepeeeeeepeeeeeeeepeeeeeepeeepeeeeepeeeeeeeeennnnnnnnnnnnnnnnnn

mamamamamamamamamamaammammamamammamammamammamamamamamammaamammaaammammammaaamammamamaamaaaaaammaamammamaaammmammaaammmaas

Ini

kele

keb

dibu

prprprpprppprprpprprpprprprprprprppppppppp agaagaaaaaaaaaaaaaaaaaa

tetetetteteteteteteteteteteteteteteteteteteteteteetetetttettetteeteteteeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeelllllalallllllllllllllllllllllllllllllllallllllllllllllll

tutututututututuuutututuuututututuutututututututuutututututuutututuutuutututututututtutuutuuttuuuutuuuuuuuuuurrurrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrr

PaPaPaPaPaPaPaPaPaPaPaPaPaPaPaPaPaPaPaPaPaaPaPaPaPaPaaaPaPaPaaPPaPaPPaPPaPPaaPaaPaPaaaaaaaaaaaaaaPaaPaPaaaaaaaaaaP rrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrr

mememememeemmemememeeememememeemememememememememeemmmmeemeeemememmememememmemeeeeeeeeeeer

klklklklklkklkklklklklkkklkklklkllklkklkklkkklkkklklklklklkklkkkkkkkklkkkkkkkkkkkkkkkkkkkklk aaiaaaaaaaaaaaaaaaa

pepepepepeppeppepeepepeppepepepepepepepepepeppepepepepppeepeeeepepppepeeepepepeepppeeeepppepepeeeeeppppppppppppp mmmmmmmmmmmmmmmmmm

bebebbbebebebebbebbbebbebbbbbbebbbbbbbbbbebbebbbbbbbbbebbbebebbbbbbeeeeebbbbbbbbbbennnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnn

kekekekekkekekekekeekekekekekekekekekekekeekeekkekkekeekekeekekeekeekekekeekeekekkekeekekkkeekekeekekekkkekk aaa

Page 7: II. KONSEP, TEORI DAN METODOLOGI AA. Pendahuluan · Dari arah pertaruhan inilah peta kerangka pikir dibalik ... sebagai kepercayaan tentang kebenaran yang masuk akal ... konsep-konsep

19

Kelembagaan diskursif merupakan salah satu penerapan analisis diskursus

dari empat pendekatan yang disebutkan Arts dan Buizer (2009), yakni (1)

diskursus sebagai komunikasi, (2) diskursus sebagai teks, (3) diskursus

sebagai kerangka atau ”frame” dan (4) diskursus sebagai praktek-praktek

sosial. Kelembagaan diskursif merupakan pengembangan yang dilakukan

Arts dan Buizer (2009) dari macam diskursus keempat, yakni praktek-praktek

sosial. Dalam pengembangan itu mereka menetapkan setidaknya dua asumsi.

Asumsi pertama, berbagai dinamika kelembagaan berasal dari kemunculan

ide-ide, konsep-konsep dan narasi baru dalam masyarakat, yang kemudian

terlembagakan dalam praktek-praktek sosial sehingga berdampak sosial.

Asumsi kedua, ide-ide, konsep-konsep dan narasi yang terlembagakan secara

kuat dalam praktek sosial dianggap relevan sekali dalam memahami

bagaimana berbagai perubahan kelembagaan terjadi.

4. Diskursus dan Bahasa

Pendekatan antropologi juga melihat penggunaan bahasa dalam proses

kebijakan itu, sebagaimana telah ditegaskan Sutton (1999). Hal ini disebut

“analisis diskursus” tetapi merujuk dalam pengertian diskursus yang berbeda,

yakni lebih kepada pengertian percakapan, dialog, bahasa dan pidato

sebagaimana juga disebutkan Hawitt (2009). Dari sini berkembang

pemahaman Sutton (1999) terkait pemberian label atas kelompok-kelompok

(the labelling of groups), pengerangkaan isu yang akan diatasi (the framing

issue to be tackled), pembuatan solusi-solusi kebijakan (agar) tampak jelas

dan tak perlu dipertanyakan (making policy solutions seem obvious and

unquestionable), dan mende-politisasi berbagai keputusan kebijakan

(depoliticising policy decisions).

Pelabelan atas kelompok dicontohkan dari perencanaan pembangunan

yang membuat secara berulang label-label ”kelompok sasaran”, seperti

”miskin pedesaan”, ”petani” atau ”miskin lahan” yang disebut secara

berlebihan tapi saat yang bersamaan kurang terdeskripsikan (Wood 1985

dalam Anthrope dan Gasper 1996 – dalam Sutton, 1995). Pelabelan semacam

itu memperdaya berbagai kelompok, menyepelekan kerumitan pandangan

Page 8: II. KONSEP, TEORI DAN METODOLOGI AA. Pendahuluan · Dari arah pertaruhan inilah peta kerangka pikir dibalik ... sebagai kepercayaan tentang kebenaran yang masuk akal ... konsep-konsep

20

mereka, rentang kepedulian yang mereka wakili dan keragaman pengalaman

mereka.

Terkait pengkerangkaan, Gasper (1996 – dalam Sutton, 1999)

menyarankan bahwa ”bingkai” digunakan untuk mengaitkan cara

pendefinisian masalah-masalah kebijakan, yang menganalisis secara khusus

pertimbangan apa yang dicakup dan tidak dicakup. Hajer (1993 - dalam

Apthorpe dan Gasper 1996 – dalam Sutton, 1999) menyarankan bahwa

pengkerangkaan bekerja untuk membedakan beberapa aspek dari sebuah

situasi daripada yang lainnya. Dalam hal ini Apthrope dan Gasper (1996 –

dalam Sutton, 1999) menegaskan, bahwa analisis diskursus kebijakan harus

menguji pengkerangkaan masalah yang akan ditangani dan hubungannya

dengan penyiapan jawaban-jawaban yang ditawarkan.

Dalam hal pembuatan solusi kebijakan, Apthrope (1996 – dalam Sutton,

1999) menarik aspek penting lain dari penggunaan bahasa dalam pembuatan

kebijakan. Ia menganalisis berbagai dokumen kebijakan tertulis dan

menekankan cara kebijakan di tuliskan terkait kegiatan pemecahan masalah

agar diperoleh sejumlah langkah pemecahan yang jelas. Digambarkan dimana

dokumen menata secara jelas apa-apa yang “yang tak terelakan harus

dilakukan”, apa-apa “sebagai alasan” dan tidak dapat dinegosiasikan atau

untuk ditawar-tawar. Kebijakan yang mengklaim untuk dicontoh dalam

beberapa cara ”terwakili dalam bahasa yang dipilih terutama untuk menarik

dan membujuk salah satunya. Hal ini biasanya tidak mengundang atau

menerima bantahan, terutama ketika sikap moral tertinggi yang diambil,

melainkan oleh setiap trik dan kiasan, yang cirinya bersifat tidak dapat

dibantah” (Apthorpe dan Gasper 1996 – dalam Sutton, 1999)

5. Analisis Diskursus dan Kerangka Pikir

Dalam pengamatan Hawitt (2009) policy-discourse-ina-plus ak.doc, sebagaimana

juga dijelaskan Arts dan Buizer (2009) ada banyak aliran dari analisis

diskursus yang mencakup beragam pendekatan metodologis. Menurutnya,

beberapa analis yang meneliti bidang-bidang kebijakan publik telah

mengembangkan mode-mode pelaksanaan analisis diskursus yang diinspirasi

202020202020202002000020020000202002002000200002000002002002002020020200200202000000000200200200000000020000000002000000000020022020220200222200220022202000200000000200020220200000020000002000202200

mer

mer

men

pen

pepepeppeppepepepepepepepeppepepepepepepepepeppeeeepeepeppepepepepepepeppepeppepppeppepeeepppepeppppeepppeppppp rtrtrrtrrrrrrrrtrrrrrrrrrrtrrrtrrrrrrrrrrtrrtrrrrrrtrrrtrrrrrrtr

ApApApApAApAAppppApApApApApApApApApAppAApApApAppAppApApApApAApApAAppApApAppApApAAppAppAApApppAAppApAppAAAAppppppppppppt

pepepepepeeepepeepeepepeeeeeeeepeeeeeeeeeeeeepeeeeeepeeeeeeeeeeeeeeeeeepeeepeeepeeeeeeeeeeeeeeep nnnnn

sisisiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiittututttttuttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttt

dadadadadadaaaadadadaaaadadadadaaadaddadaaaaaaaaaaaadaaaddaaaaaadaaddaaaaaaaaaaaaaaaaaaallllallllllllllllllllllllllllllllllllllllllll

mememememmemememeememmmememememeememememememeeemememeeememmemememememememememmememememmeeememmeemeememeemememmmmememmeemmeemeeeemmmmemmmmemmmemeen

dededeeeeedededeededededededeededededeededdeeeedeeeedeeeeeddedeededeededeeddedeeedeeeeeeeeeedeeedeeeededeeeedeeeeeeeeeeeeeeeeeeedeeeennnn

199999199999999991999999999999999999999999999999999999999999999999999999999999999999999999999999999

kekekkekekekeekeeekekkeekekeekekekekeekekkekeekeekeekekkekekekkekeeeeeeekeeeekekeekekekeeeeekeeeekeeeeeeeeekeekkeeeekeeeeeeekeeeeeebbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbb

mememememememememeemememememmmemmemememmemememmeememememememmmmmememmemmmememmemmmemememmemememmmemememmmmmmmmmmmememmmememmeen

agagggaggagaggagagggggggagagaggagggagaggagaggggggggggggggggggggagagagggaggggaggggggggaggaaggaagagagggagagaggggagagggaggggggggggggggggaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa

dok

dila

untu

beb

dan

memememmemeemmemmemememmeememmememeeennnn

memememememememememmemememeemmmeememememeeemmemmeememememeememememmmeeemmmmememeemmmemmmmmmmmmmmememmmmmmmm l

didididiidididididdididdiddididididididididiididididididddidiiiidididdidiidididididididdiddididdiddddiddididdidididdidibbbbbbbbabbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbb

5.555.5.5.55.555555555555555.555.55.5555.555555555555555555.555555555.555555555.

DaDaDaDaDaDDaDaDaDaDDDaDDaDDaDDDaDDDDaDaDaDDaDDaDaDaDDaDDDaDDaDDDDDDDaDDDDDDDDDDDDDDDDDaD l

jujujujujujujujuuuujuujujuuuujujujuujujuujujujuuuuuuuujuujujjujujjuujuuuuuuuuuuuuuuuggggagggggggggggggggggggggggg

dididididididididididdididiidididididididididididdididididididididiiddddidididiididiiddididiiididdididdiddiiiididddddddddiddddisksssssssksssssskssssskssssssssksssssksskk

bebebbbebebebebbebbbebbebbbbbbebbbbbbbbbbebbebbbbbbbbbebbbebebbbbbbeeeeebbbbbbbbbbebbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbb

mememememememememeeememememememememememememememmmememememememmmmmemmemmeemmemmmemmmmmmmmmmmmmmm n

Page 9: II. KONSEP, TEORI DAN METODOLOGI AA. Pendahuluan · Dari arah pertaruhan inilah peta kerangka pikir dibalik ... sebagai kepercayaan tentang kebenaran yang masuk akal ... konsep-konsep

21

oleh ide-ide Foucault tentang diskursus dan kekuasaan, sebagai sebuah jalan

untuk memahami berbagai dinamika proses-proses politik. Ia lalu secara

ringkas melacak berbagai pendekatan yang berbeda yang telah dilakukan para

analisis kebijakan publik yang terinspirasi Foucault, menata sifat-sifat bahwa

berbagai pendekatan itu memiliki poin-point penting dan perbedaan secara

umum. Selain itu ia juga mengeksplor atau menggali berbagai implikasi dari

penerapan analisis diskursus atas proyek-proyek penelitian dalam bidang studi

kebijakan pedesaan, untuk menggambarkan bagaimana berbagai pandangan

baru dapat diperoleh melalui sebuah pendekatan analisis diskursus.

Sutton (1999) memastikan bahwa analisis diskursus diposisikan penting

dalam pendekatan antropologi, sosiologi dan politik. Disebutkan, analisis

diskursus merupakan upaya untuk memahami, memecah dan mendekonstruksi

diskursus sehingga perspektif yang diangkat kedalam proses pembangunan

dapat dipahami. Analisis diskursus bantu mencari pendekatan alternatif dalam

penyelesaian masalah kebijakan. Apthorpe (1986 – dalam Sutton, 1999)

misalnya, menyebutkan ’selalu saja ada alternatif pilihan lain, dimana

beberapa diantaranya mungkin tetap dipertimbangkan lagi, bahkan dari

beberapa hal lain yang telah ditolak sebelumnya karena alasan tertentu. Jadi

mendekonstruksi diskursus untuk tujuan yang konstruktif. Ada juga upaya

ambisius untuk menganalisis evolusi historis diskursus, sebagaimana

dikatakan Escobar (1995 – dalam Sutton, 1999) antara lain dengan

menguraikan struktur sosial mereka, dan mencurahkan berbagai ide yang

mereka wakili.

Lebih lanjut Sutton (1999) mengerangka pengertian analisis diskursus

kedalam dua keadaan. Pertama, saat yang dimaksudkan adalah cara berpikir

dan cara berargumentasi yang melibatkan aktivitas politik penamaan dan

pengkelasan, maka analisis diskursus coba mengeksplisitkan nilai-nilai dan

idelologi-ideologi yang muncul secara implisit dalam diskursus. Kedua, bila

yang dirujuk adalah dialog, bahasa, dan percakapan, maka analisis diskursus

berhubungan dengan analisis bahasa yang digunakan dalam pembuatan

kebijakan; misalnya penggunaan pelabelan dalam berbagai diskusi kebijakan,

Page 10: II. KONSEP, TEORI DAN METODOLOGI AA. Pendahuluan · Dari arah pertaruhan inilah peta kerangka pikir dibalik ... sebagai kepercayaan tentang kebenaran yang masuk akal ... konsep-konsep

22

seperti telah disebutkan di atas, yakni ”petani”, ”miskin desa”, atau ”miskin

tanah”.

Sementara Hawitt (2009) menjelaskan secara historis, bahwa tradisi

analisis diskursus telah ber-evolusi yang bersandar pada berbagai teori sosial,

seperti Laclau, Mouffe, Bourdieu dan Foucault. Menurutnya, dan juga

dijelaskan Arts dan Buizer (2009) gagasan Foucault tentang diskursus telah

digunakan oleh para analis dari berbagai disiplin ilmu. Selanjutnya ia

menjelaskan, bawa Analisis Diskursus Kritis (CDA) yang dikembangkan oleh

Fairclough (1995) dan lainnya (misalnya van Dijk, 1997) dalam tradisi

analisis diskursus linguistik, diskursus dipahami dari teks dan

komunikasi/berbicara, dengan pemahaman bahwa diskursus dibentuk oleh

praktek-praktek dan interaksi sosial.

C. Diskursus Kelestarian

1. Akar Diskursus

Konsep dan istilah kelestarian berangkat dari berkembangnya diskursus

”pembangunan berkelanjutan” (PB) sebagaimana dicatat oleh Kaivo-oja et al

(Tanpa Tahun – sustainability-advanced-analyisis.pdf). Akar dari diskursus

PB sebagai isu yang dikenali secara mendunia adalah pengembangan hasil

dari konferensi pertama PBB tentang ”Manusia dan Lingkungan” di

Stockholm pada 1972 dan dari beberapa studi-studi awal yang begitu

berpengaruh (lihat misalnya Carlson 1962, SCEP 1970, Meadows et al 1972).

Konsep PB itu sendiri pertama kali menjadi terkenal dalam dokumen World

Conservation Strategy yang diterbitkan the World Conservation Union pada

1980 (IUCN 1980). PB dibahas dan dielaborasi secara menyeluruh oleh

Komisi Lingkungan dan Pembangunan PBB pada 1987 dalam sebuah laporan

yang disebut ”Our Common Future” (WCED, 1987).

Tisdel dan Roy (1996PR-GOVERNANCE-SFM.PDF) dalam menjelaskan

hubungan tata-kelola dan property rights (PR) menegaskan bahwa kedua hal

yang dijelaskan itu saling terkait erat (closely intertwined) dan memengaruhi

pemanfaatan sumberdaya alam yang berkelanjutan. Dalam pemahaman

mereka, para ekonom telah cukup lama menyadari pentingnya kedua hal itu

2222222222222222222222222222222222222222222222222222222222222222222222222222222222222222222222222222222222222222222222222222222222222222222222222222222222222222222222222222222222222222222222222

sep

tana

ana

sep

dididididididididididiiididididididididididididididididddididdiddiddididdididididdididddddiddiiidididdddiddd jejejejejejejjjejjejejejejejejejjejejejejejejejejejejejjjeejejejejejeejeejeejejejjjejejeejejjej

didididdiiddiiddiiiiiididididdiiddiiiiiiiiiididiiididiiiddiiiiiidddiiiguggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggg

mememememememmmemmmmemememememememememmememmemmemeemememememmmmmememmemmmemememememmmeemmemeemmmmmmmemmemeeememmmmmm n

FaFaFaFaFaaaaFaFaFaFaaFaFFFaaaFaFaFaFaFFFaFaFaFaFFFaaaaFaaFaaFaaaFFaFaaaaaaaFaaFaFaFaaaaaFFFFaaaairii

ananannnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa

kokookoooookokoooookookoookookookokokoooookookookokooooookooooooookoookoooookokoooookookookoookoooookoookooookokommmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmm

prprprprrrrrrprprrprprprrrprprrrrprrrrrrrrprrprrrrprrrrprrrrrrprprrprrrrrrrrprprrrrrrrrrrrprprrrrrrrrrrrrrrprrprrrrrraaaaa

C. DiDiDDiDiiDiDiiDiiDiDiDiDiDiiiDiDiDiDiDiDiDiDiDiiDiDiDiDiiDiDiDiiDiDiiiDiDiiDDiiiiiDiDiiDiiiiiDDiDiDDiDDDiDiDiDiDiiDDiiiDiDiiiiDDiiiiDiDDDiDDDDiD ssss

1.1...1............1.............................

KoKoKoKKoKoKoKoKoKoKoKoKoKoKoKKoKoKoKoKoKKoKoKoKoKoKoKoKoKoKoKoKooKKoKoKoKoKKKKoKoKKKKKoKoKKKoKKKoKKoKKoKoKoKoKoKoKKoKKKKKKoKKKoKKoooKoKoKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKoKKKoK n

”p”p”p”p”””””””””””””””””””””””” eee

(Ta

PB

dari

Sto

berp

KoKoKoKKoKoKoKKoKoKKoKoKoKooKoKoKoKoKoKoKoKoKoKoKKoKoKKKoKoKoKoKoKoKoKoKoKKoKoKKooooKKoKoKooKoKooKooKKoKoooKooKoKoKKonnn

CoCoCoCoCoCoCoCoCoCoCoCoCoCoCoCoCCoCoCoCoCoCoCoCoCoCCCCoCoCoCoCCoCoCoCCCoCoCoCoCCCCCCCCCoCCCCCCoCoCoCoCCoCCoCoCoCCCCooCCCoCoooCCoCon

1919199191919191919919191919191199191919199191919919199999199991991191999199919191999919999999999999999888

KoKoKKoKoKoKKoKoKKoKoKoKoKoKoKKoKoKoKoKoKKoKoKKoKoKKoKKoKoKoKoKKKoKoKKoKoKKoKKKKoKoKoKKoKKKKKKoKoKKKKKoKKKKKKoKKoom

yayayayayayayayayayayayaayayayayayayayayyayaayayayyayyayaaaayayayayayayyayayyayayaaayayayayaaaayaaayaayyaayyyyyyy nnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnn

huhuhuhuhuhuhuhhuhhhuhuhuhuhuhuhhuhuhuhuhuhuhuhhhhhuhhhhuhuhuuhhhhuhuuhuuuuhuuuuuuuuuuuuuuuuuubbb

yayayyyayyyyayyyy nnnnnnnnnn

pepepeppepeeeeppepepepepepeeepepepeepepeepepepepepeeepeepepepeeeeeeeeeeeeeeeeeeepp mmm

mememememmmememememememememememememmmmmmmmememememememmmmemmmmemmeemeemmemmmmeemeeeeeememmmmmemmmmemmmmer

Page 11: II. KONSEP, TEORI DAN METODOLOGI AA. Pendahuluan · Dari arah pertaruhan inilah peta kerangka pikir dibalik ... sebagai kepercayaan tentang kebenaran yang masuk akal ... konsep-konsep

23

untuk memastikan pemanfaatan sumberdaya alam yang berkelanjutan dan

kesejahteraan ekonomi.

Dalam ilustrasinya Tisdel et al (1996) menekankan bahwa Adam Smith

jelas-jelas meyakini bahwa kedua hal dimaksud (PR dan tata-kelola)

merupakan langkah awal untuk menjamin kesejahteraan ekonomi negara.

Disebutkan, bahwa sekalipun istilah PB tidak begitu populer di zaman Adam

Smith, tidak diragukan bahwa dia dan para kawanan ekonom ternama

dimasanya, peduli dengan cara mencapai pembangunan dan keberlanjutan

dari capaian pembangunan itu.

Tisdel et al (1996) mengambil contoh keterkaitan kerja-kerja David

Ricardo, Karl Marx dan Stuart Mill. Marx, katanya, peduli atas keberlanjutan

sistem pasar kapitalis, sementara Ricardo dan Mill peduli pada cara

mengaitkan pertumbuhan penduduk dengan ketersediaan sumberdaya lahan

yang terbatas yang akan membatasai pertumbuhan ekonomi. Ricardo dan Mill

bahkan peduli bahwa pertumbuhan ekonomi mungkin tidak akan berlanjut

sehingga sistem ekonomi akhirnya akan sampai pada keseimbangan dimana

mayoritas populasi hidup pada tingkat subsisten. Dalam keyakinan Tisdel,

kebanyakan ekonom, kecuali Marx, berasumsi bahwa sistem private property

rights (pada gilirannya) akan berlaku; tanpa (perlu) secara khusus menelaah

pengaruh property rights atas kegiatan ekonomi.

Etos atau jiwa PB, menurut Kaivo-oja et al (tt), telah disepakati dan

mendapat konfirmasi berbagai negara pada Konferensi Dunia tentang

Lingkungan dan Pembangunan PBB (UN, 1993) di Rio de Janeiro pada 1992.

PB diekspresikan secara garis besar sebagai sebuah etos dalam sebuah laporan

yang disebut Brundtland Report, yakni bahwa ”manusia memiliki kemampuan

untuk menjamin bahwa pemenuhan kebutuhannya saat ini tidak mengancam

kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya sendiri”

(WCED, 1987). Dari diskursus selanjutnya, pengertian PB dikonstruksi dalam

tiga dimensi: ekonomi, lingkungan dan sosial-budaya. Dalam dimensi

lingkungan, PB merujuk pada adaptasi perekonomian dan teknologi atas

kendala-kendala dan tantangan lingkungan. Dimensi sosial merujuk pada

perlunya memberi perhatian pada penciptaan kesejahteraan bagi keadilan

Page 12: II. KONSEP, TEORI DAN METODOLOGI AA. Pendahuluan · Dari arah pertaruhan inilah peta kerangka pikir dibalik ... sebagai kepercayaan tentang kebenaran yang masuk akal ... konsep-konsep

24

sosial dan solidaritas global daripada kepada isu profit para pemegang saham.

Berbagai kebijakan PB, dengan begitu, dipandang harus memberikan prioritas

bagi mereka yang miskin, dan untuk mencapai keadilan yang lebih baik, baik

dalam generasi (intra-generational equity) maupun antar generasi (inter-

generational equity).

Kaivo-oja et al (tt) lalu merinci etos PB kedalam empat pilihan utama,

yakni (1) Memerangi kemiskinan, beragam kerugian dan kondisi ekonomi

yang tidak seimbang, terutama di negara berkembang; (2) Menghentikan

pengurasan sumberdaya dan kerusakan lingkungan dan menerima kelestarian

sumberdaya alam dan lingkungan sebagai sebuah standar kualitas dalam

urusan manusia dan kemanusiaan, (3) Mengamankan bagi generasi mendatang

kesempatan yang sama dalam hal kesejahteraan dan kebebasan memilih

sebagaimana kita nikmati, (4) PB adalah sebuah proses interaksi dalam tiga

dimensi yang memberikan sebuah masa depan manusia yang adil dan setara

secara sosial, lestari secara lingkungan maupun ekonomi serta secara politik

dan cultural bebas dan inovatif.

Dalam sebuah dunia yang serba terbatas, seperti yang kita miliki, dimana

populasi manusia diduga dua kali lipat sementara kehilangan dan kerusakan

modal alam dalam kondisi (terus) meningkat, menurut Kaivo-oja et al (tt)

tantangannya kemudian adalah tingkatan akumulasi pengetahuan. Bila berada

dalam keadaaan tidak sinkron dengan masing-masing sumberdaya lainnya,

sungguh akan menjadi kendala bagi upaya memenuhi berbagai kebutuhan

dasar bagi semua, baik secara periodik maupun spasial. Pada dasarnya,

berangkat dari opsi-opsi utama pada etos di atas, (kehidupan) manusia

merupakan sebuah evolusi bersama alam dalam menuju masyarakat global

yang berkelanjutan berdasar pengembangan kearifan dan pengembangan

pengetahuannya; atau sebuah fragmentasi persaingan dari masyarakat dan

meruntuhkan sistem pendukung kehidupan – bahkan dalam kasus terburuknya

– menghilangkan peradaban. Pilihannya terutama adalah persoalan etika dan

24242424242424244244442442444424442442444244442444442442442444242442424424424244444444424424424444444442444444444244444444442442242422424422224422442242444424444444424442422442444444244444244424224

sosi

Ber

bag

dala

gen

yayayayayayaayayaayaayayaayayayaaaayaayaayaayaaaayaaayaaaaaayaaaaaaaaaaaaaaaaaayaaayyaaayaaaayaaaaayaaaaaaay kkkkk

yayayayayayaaaaayayaaaaaayayyaaaaaaaaaaaaaaaayaayaaaaayyayaaaaayaaaaayyayaaayaaayyy nn

pepepepeepeeeeepeeeeepepeeeeeeepeepeeeeppeeeeepeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeepppp nnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnn

sususuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuummmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmm

urururuurrrrrurrurrururrrurururrrrrrrrurrrrrurururrrrrururrrrrrrrrrrrurururrrurrrurrrruururrrrrrrrrrurrrurrrrrurrrrrrrrrurrrrrrrrruuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu

kekekkekekekekekekekkekekekekekeekekkeeekekekekkekekekkekekkekekekkekekekekeeeeeeekkeekkkeeekeeeeeeeeeekekeeeeeeeessssssss

seseeseeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeebbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbb

didididdididiiiiidiididiididididdididididiiidididiidiididdidididdididiiiiidiidiidiidiiiiiiiiiiiiiiiidiiididiiid mmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmm

seseeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeecccccccacccccccccccccccccccccccccc

dadadadadadaadaadadaadadadaadaaadaadadaddadadadadadadaadaadadaaadadaadaadaaaaadadadadadaaaadadaaddaaaadaaadaaaadaaaaaaadadadadaaaaadad nnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnn

pop

mod

tant

dadaddddadddddadadddadaddadalalalalllllllllllllllll

sususususususususususussususususuussususususssusuusususuususususuussuususuuusuusuuuuuuuuususussuuuuuuuuuuuuuunnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnn

dadadadadadadadaddadaddadaddadadadadadadadadadadaddadadaadaddadadadaddadadadadadaddaddadadaadaadadddaddaadaaddadaaadaaddadass

bebebebebebebebebbbbebebebebeebebebebebebeebebebbebeebebeeebbebbebbebbeeeeebeeeeeeeeeeeeeeeeeeeebeeeebeb rararrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrr

memememememeemmemememeeememememeemememememememememeemmmmeememeemememmememmememmemeeeeemeeeeeer

yayayayyayayayayayayayyayayaayayyayayyyayyyyyyayayayyyyyayayyayyyyayyyayyyayyyyayyyyyyayyannn

pepepppeppepppeepepeppeppepppeepppepepepppeppppppeppppepppppppppepppeppepppppeeeppepp nnnn

memememememmmememememememememememmememmememeememmememememememememmemememmmemmemmmeemmmmemmmmmememeeemmmmmmmmmmmemem rr

– –––––––––––––––––––––– mmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmm

Page 13: II. KONSEP, TEORI DAN METODOLOGI AA. Pendahuluan · Dari arah pertaruhan inilah peta kerangka pikir dibalik ... sebagai kepercayaan tentang kebenaran yang masuk akal ... konsep-konsep

25

sosial budaya, dan di tempat kedua, barulah persoalan yang bersifat teknis dan

ekonomis (Malaska, 1971, 1972).

2. Pendekatan Pembangunan Berkelanjutan (PB)

Kaivo-oja et al (tt) menganggap pengembangan PB sebagai sebuah arah

perubahan dan ini penting untuk dapat memonitor bila sebuah arah

pembangunan yang tepat telah ditemukan dan dipelihara. Dari banyak pustaka

ia menghimpun sejumlah pendekatan PB, seperti – beberapa yang paling

penting – dikemukakan berikut ini.

Pendekatan Hick. Pendekatan ini berangkat dari keyakinan bahwa teori

pertumbuhan neoklasik telah menyatu dalam kendala-kendala sumberdaya

alam dalam doktrin ekonomi (Hicks 1946, Page 1977, Solow 1974 dan

Hartwick 1977). Menurut pendekatan ini ide tentang kemajuan atau

keberhasilan dinyatakan sebagai konsumsi barang (dan sumberdaya alam)

yang tidak menurun dari waktu ke waktu (non-declining consumption).

Pendekatan ini dapat dianggap sebagai sebuah penajaman metafor dari PB,

menggantikan konsep PB yang dikendala oleh pertumbuhan (Cassier 1946,

1985). Akibatnya dari kepedulian pokoknya ini PB dinyatakan lebih sebagai

efisiensi antar-generasi daripada kesempatan yang setara (equal opportunity).

Menurut pendekatan ini, konsumsi yang tidak-menurun menurut waktu

mungkin saja terjadi, bahkan untuk sebuah kasus perekonomian yang hanya

memanfaatkan sumberdaya tak dapat pulih (misal minyak) dalam proses-

proses ekonominya. Hartwick (1977) memperlihatkan bahwa sejauh sediaan

modal (stock of capital) tidak menurun menurut waktu, konsumsi yang tidak-

menurun adalah mungkin. Dalam term teori, sediaan modal dapat dibuat

konstan dengan menginvestasikan ulang semua hasil dari ekstraksi

sumberdaya alam yang tidak dapat pulih kedalam modal buatan manusia

(Hotelling 1931, Kasanen 1982). Mengikuti aturan ini, karena sediaan minyak

(salah satu modal alam) berkurang, maka sediaan modal-manusia dibangun

untuk menggantikannya. Hasil ini sangat penting untuk membangun ide baru

dari ekonomi PB. Pendekatan ini didasarkan pada asumsi yang kuat tentang

dimungkinkannya substitusi antara modal alam dan modal manusia.

Page 14: II. KONSEP, TEORI DAN METODOLOGI AA. Pendahuluan · Dari arah pertaruhan inilah peta kerangka pikir dibalik ... sebagai kepercayaan tentang kebenaran yang masuk akal ... konsep-konsep

26

Pendekatan London. Ini pendekatan berbeda yang menurut Kaivo-oja et

al (tt) dikerangka untuk memecahkan masalah keterbatasan manfaat dari

substitusi ke kelestarian antara modal alam (Kn) dan modal buatan manusia

(Km) (Pearce et al 1990, Klaases and Opschor 1991, Pearce and Turner 1990).

Menurut aliran ini beberapa substitusi adalah mungkin antara beberapa elemen

dari Kn dan Km, sementara berbagai elemen lainnya dari Kn memberikan

hanya jasa-jasa yang tidak dapat disubstitusi bagi perekonomian. Sebagai

contoh, ada beberapa spesies tertentu yang harus dilindungi (Turner 1993).

Pertanyaan strategis yang penting disini adalah: berapa banyak Kn harus

dilindungi? Tiga kemungkinannya: (1) keseluruhannya pada level yang ada,

(2) level itu konsisten dengan memelihara elemen-elemen kritis dari Kn, atau

(3) jumlah tertentu di antaranya. Problem penting dari pendekatan ini adalah

keharusan berasumsi bahwa kita dapat mengukur nilai dari Kn kapan saja.

Dalam prakteknya, sulit juga untuk mengukur elemen-elemen berbeda dari Kn

dalam satuan fisik dan moneter. Dengan bantuan analisis aliran materi,

beberapa aspek dari Kn telah dianalisis. Van Pelt (1993) telah

mengidentifikasi masalah lain terkait konsep sediaan modal alam yang tetap.

Ada beberapa pertanyaan terkait agregasi spasial: diantara area geografis

mana kita harus pertahankan sediaan konstan? Satu solusinya adalah bekerja

dengan data agregasi yang tidak begitu banyak dan lakukan analisis beragam

elemen Kn secara terpisah. Namun masalah lain muncul saat tingkat

perubahan intrinsik alam diperhitungkan. Pengaruh manusia harus diukur atas

tingkat alami perubahan. Alam berubah dari waktu ke waktu. Setidaknya

dalam beberapa kasus berbagai laju perubahan ini penting bagi kehidupan

yang terus menerus, karena hidup beradaptasi dan bergantung pada alam.

Dengan menganggap bahwa persoalan agregasi dari modal alam dapat

dipecahkan sedemikian rupa, pendekatan ini mengusulkan aturan bagaimana

mencegah deplesi modal alam dibawah beberapa poin dari tingkat tetap yang

disyaratkan. Aturan ini berdasarkan pada diskonto nilai moneter dari dampak

atau dukungan lingkungan, apakah bersifat biaya, atau manfaat. Dengan

begitu, keseluruhan PB direduksi menjadi sekedar ekonomi dan

perekonomian; kelestariannya sendiri tetap tak terpecahkan.

262626262626262662666626626666262662662666266662666662662662662626626266266262666666666266266266666666626666666662666666666626622626226266222266226622262666266666666266626226266666626666662666262266

al (

sub

(Km

Me

dadadadadadadadadadadadadadadadadadadadadadadadadadadaadaddadadaddadadadadadadadaddadadadadaaddaddaddaadadadddadaaadd ririrrirrrrrrrrirrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrirrrrrrrrrrrrrrrr

hahahahahaahhaaaahhaaaaaahaaaaahahaaaaaaaaahaaahahahaahhaaaaaaaahaahhhaaaannnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnn

cococoooooooooooooooooooocooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooonnnnn

PePePePePeeeePePePePeePePPPeeePePePePePPPePePePePPPeeeePeePeePeeePPePeeeeeeePeePePePeeeeePPPPeeeerr

didididididiiiddididididiidiiidddiiiidiiiiddiiiididddiiiiiiiiiiiiiiiiiillillillllllllllllllillllllllllllllllllllllllllllllllllllllll

(22(22222222222222222222222222222222222222222222222222222222222222222222222222222222)))))))))) ))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))

(33(3333333333333333333333333333333333333333333333333333333333333333333333333333333333333))) ))))))))))))))))))))))))))))))))))))))

kekekkekekekekekekekkekekekekekeekekkeeekekekekkekekekkekekkekekekkekekekekeeeeeeekkeekkkeeekeeeeeeeeeekekeeeeeeeehhhhhhhhhhhhhhhh

DaDaDaDaDaDaDaDaDDaDaDaDaaDaaDaDDaDaDaDaDaaDaDDDaDDDaDaDDDaDDaDaDaDaDDDaDaDaDDaDaDaDaDaDDaaaaDDaDDaDDDDaDaaDaaDaaaaaaaaDaaaDaDaaDDDaDDaDDDal

dadadaddadadaaaadaadadadadaaadadaddadadadadaaaadadaadaadadadaaaadaaddadadadaadaaaadaaadaadaaaadaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaadadaaadaaaaaaaallalllllllllllllllll

bebeeebebeeeebebeeeeeeeebebebeeebeeebeebebeeeeeebeebeeeeeeeeeeeeeeeeeeeebebeeeeeeeeebeeeeebeeeeeeebeeeeeeeeebbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbb

memememememememememeemmemmemememmememmememmememememememmeememmeeemmemmemmeeememmememeemeeeeeemmeememmemeeemmmemmeeemmmeen

Ada

man

den

elem

peru

tittttitttitttitittittitittingngngngggngnggnggngnggngngngnggnggggg

dadadadadadadadadadadadadadaddadadaddadadadadadadaddddaadaadadadadadadadaddadadadadadadadaddaadaddadadadadaadaaadaadaadddddadaadaalall

yayayayayayayayayayayayayayayayaayayaayayayayayyyaayayyayayayyaayayayayyayayayayyayayyaaayayayayyaayayaayayayayyyayaay nnnnn

didididididiidididddidididdididdidididididiididdddidiiiiiidiididipppepppeppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppp

memememmmmemmemememmmemeemmmememmmemmmmmmmememmmmmmemmmmmmemmmmmmmmmmmmmmmmem n

diddddididdidddddiiddddiddididididididddddddddddddddddiddddddddddddddddddddddddddiid ssssysssssssssssssssss

atatatatatatataatatatatatatatatatatatatatataatattatatatatattatatattataatataatattataatttattataattttaaataaaaaaaaaaaa auaaaaaauauauauaaaauaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaauuuauuauuu

bebebbbebebebebbebbbebbebbbbbbebbbbbbbbbbebbebbbbbbbbbebbbebebbbbbbeeeeebbbbbbbbbbeggggggggggggggggggggggggggggggg

pepepepepepepepeepepeepepepeeepepepepeeeepepepepepepepeepepepepepepeepeeeepeppepeppeeepppeepeppeppepppppppppppp rerrr

Page 15: II. KONSEP, TEORI DAN METODOLOGI AA. Pendahuluan · Dari arah pertaruhan inilah peta kerangka pikir dibalik ... sebagai kepercayaan tentang kebenaran yang masuk akal ... konsep-konsep

27

Pearce dan Aktinson (1995) terus mencoba mengembangkan berbagai

indikator dan ukuran PB. Definisi yang diterima begitu luas, dalam pengakuan

Pearce dan Atkinson (Kaivo-oja et al, tt) adalah pembangunan ekonomi dan

sosial per kapita dari waktu ke waktu. Masalahnya, apakah hal itu diukur

secara sempit (misal PDB per kapita) atau secara luas (dalam bentuk

kesejahteraan ekonomi seperti IPM, kesehatan dan pendidikan dsb). Saat ini

kebanyakan peneliti akan lebih suka memilih kriteria yang lebih luas sebagai

ukuran yang dianggap relevan. Dalam hal ini Pearce dan Atkinson

menambahkan hal penting lain untuk kelestarian, yakni bahwa modal suatu

negara seharusnya tidak menurun/berkurang dari waktu ke waktu. Konsep

modal yang digunakan mereka sangat luas, termasuk modal fisik, modal

manusia dan modal alam. Keluasan konsep modal ini, menurut Pearce dan

Atkinson (1995) pernah dikenalkan Orio Giarini, yang disebutnya sebagai

”warisan”, dalam sebuah laporan kepada Club of Rome pada 1978. Aturan

terkait apa yang disebut Pearce dan Atkinson sebagai sediaan modal alam

yang tetap, memiliki dua varian: aturan terkait kuat dan lemahnya kelestarian.

Lemahnya kelestarian terjadi saat sediaan modal total – fisik, manusia,

dan alam – tidak berkurang dari waktu ke waktu. Sebuah perekonomian

adalah lestari saat tabungannya melebihi depresiasi dari modal alam dan

modal manusianya. Dalam varian ini, pembangunan lestari bahkan bila satu

komponen (misal modal alam) menurun, yang membuat sediaan modal total

tidak berkurang. Agar ini menjadi kriteria yang berguna, maka penting bahwa

elemen yang berbeda dari sediaan modal dapat saling menggantikan.

Misalnya, bila sebuah kehilangan satu ekosistem tertentu mampu

dikompensasi oleh sebuah peningkatan dalam pengetahuan manusia.

Artinya, berbagai kehilangan ekonomi dan lingkungan terkait ekosistem tadi

lebih dari sekedar setimpal oleh manfaat dalam (peningkatan) modal manusia,

sejauh stabilitas dan kelenturan sistem secara keseluruhan tidak tertekan

dalam proses substitusi.

Varian kedua, kelestarian yang kuat, mengupayakan modal lingkungan

(atau modal alam) sebagai tempat khusus. PB dicapai, dalam pengertian yang

kuat, bila secara khusus sediaan modal lingkungan negara tidak menurun.

Page 16: II. KONSEP, TEORI DAN METODOLOGI AA. Pendahuluan · Dari arah pertaruhan inilah peta kerangka pikir dibalik ... sebagai kepercayaan tentang kebenaran yang masuk akal ... konsep-konsep

28

Pearce dan Atkinson (1995) mengemukakan bahwa seseorang mungkin saja

memodifikasi ketentuan ini. Beberapa bagian dari sediaan modal agaknya

menjadi begitu penting, yakni menyediakan jasa-jasa lingkungan yang tak

ternilai dan tidak tergantikan bagi kegiatan ekonomi. Bila diistilahkan sebagai

modal alam yang kritis, lalu versi modifikasi dari versi PB yang kuat

mengharuskan bahwa pembangunan tidak mengakibatkan sediaan modal alam

yang kritis menurun menurut waktu. Pearce dan Atkinson menilai

pandangannya atas kelestarian dengan data beberapa negara, dan memaparkan

bahwa Finlandia adalah sebuah perekonomian yang lestari dalam pemahaman

yang lemah, tidak kuat (Pearce dan Atkinson 1995)

3. Kelestarian Hutan dan Pengelolaan Hutan Lestari

MacCleery1 [sustainability-forest-definition.doc] menegaskan bahwa banyak usaha

yang telah dan sedang ditempuh untuk mendefinisikan kelestarian hutan atau

pengelolaan hutan lestari. Ia yakin, bahwa pengelolaan hutan lestari

merupakan sub-set dari PB. Menurutnya, ada setidaknya lima hal penting

dalam upaya pendefinisian – baik kelestarian (ekosistem) hutan, maupun

pengelolaan hutan lestari: (1) perlu contoh nyata penerapannya, (2) perlu

memahami peran dari nilai-nilai kemanusiaan, (3) perlu pendekatan-

pendekatan yang berorientasi kemanusiaan, (4) perlu pertimbangan skala

ekonomi dan sosial, dan (5) paham akan ”self sustaining”. Dalam refleksinya

MacCleery merinci posisi pentingnya kelima poin dimaksud sebagaimana

disarikan berikut ini.

Definisi ”kelestarian” dan aksioma ekosistem itu dibincangkan lebih di

tataran akademis, daripada aplikasinya di dunia nyata. Sebaliknya, definisi

perlu disertai dengan teladan-teladan yang nyata sehingga dapat dirasakan

bahwa sebuah ekosistem (hutan) memenuhi atau menyimpang dari ide

kelestarian. Sebagai misal, akankah sebuah ekosistem hutan di suatu tempat

yang ditebang secara berlebih dan dibakar pada akhir abad 19, tetapi

kemudian pulih, disebut lestari berdasar sebuah definisi tertentu? Apakah

1 Doug MacCleery saat melakukan refleksi atas artikel Dave Iverson dan Zane Cornett “A Definition of Sustainability for Ecosystem Management”. (http://forestry.about.com/gi/o.htm?zi=1/ - tulisan lepas, diakses 8 November 2010)

2828282828282828828888288288882828828828882888828888288288282882828828282888888888288288288888888882888888888288888888882882282822828222282288822282828882888888288828228288888288888288882822888

Pea

mem

men

tern

mod

mememememememememememememememememememememememememememememememememememmmememmmememememeemmemeemmememmememememmmememeeemmemmeemem nnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnn

yayayayaaaayayaaaayaayayaaaaaayayaaaaayayaaaaayayaayaaaaayaaaayayaayyaaayaaaayyyy nnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnn

papapapapaaapapaapaapapaaaaaaaapaaaaaaaaaaaaapaaaaaapaaaaaaaaaaaaaaaaaapaaapaaapaaaaaaaaaaaaaaaap nnnnn

bababababaaaababaaaababaaaaababababaabaaaaaaaabaabaaaaaaaaaaaaaaabaabaaaaabaaaaaahhh

yayayayaaayayayaaaayayaaaayaaaayayaaaayaayyayayaayayaaaaayyayaaaaaayaaaaaaaaaaaaaaaaaaayyyyyyyy nnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnn

3.3.333333333.33333.33333.33333333.333.3.....

MaMaMaMMaMaMMaMaMaMaMMMMMaMMMMMMMMMMMaMMMaMMaMMMMaMaMMMMMMMaMMMMMMMMMMMMMMaMMMMMMMMMMaMMMMMaMMMMMMaMMMMMMMM

yayayayayayayayayaayayaaaaaaayyayaaaayaaaayayayaayyaaayyaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaayaaaayaaayaaaaayyaayayaayay nnnnnnnnnnnnnnnnn

pepepeeeeeeeeepepepeeeepepepeeepepeeeeeepeeeeepeeeepeepeeeeeeeeeeeeeeepeeeeeepeeeeeeeeeeeeeeeepeepeeeeeeennnnnnnnnnn

mememememememememeemememememmmemmemememmemememmeememememememmmmmememmemmmememmemmmemememmemememmmemememmmmmmmmmmmememmmememmeer

dadadadadadaadaadadaadadadaadaaadaadadaddadadadadadadaadaaadadaaadadaadadadaaaaadadadadadaaaadaddaaddaaaadaaadaaaadaaaaaaadadadadaaaaadad lallllllllllllllllllllll

pen

mem

pen

eko

Ma

dididdddidddddiddddididdd sasasasasaasssssaasssasss

tatatatatatatataaatatataaatataatattatatatatattattatatatataataattattatatttttataatttaaataaaaaaaaatttttttatatttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttt

pepepepeepepepepepepeepepeepepepepepepepepeeeepepepeeepepepeepeeeepepeeeeeepeeeepepepeeepeppeeeepepeeppp rlrrlrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrr

bababaaaaabababaaababbbbababababababbabaaabaababaaaaaabbaaababaababaaaaaaaaaaabaaaaaaahhhhhh

kekekekekekkekekekekekekkkekkkekekekkkkekekekekkekkekekekekekkekekkekkkkkkekkkkkkkkkkkkkkkkkkeek lell

yayayyyayyayyyaaayayayyayyayyyaaayayayyayayayyayyayyyyayayyyayyyayyyyyyayyyayyayyyyyyaaayyayy nnnn

kekekekekekekekekekkekekekekekekekekekekkekekekekekekkekekekekkekekkkekeekkekekkkekkeekekkeekkkeekekkeeekkkkkemmmmmmmmmmmmmmmmmm

1 Dooouuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuug ggg g g g ggg ggggggggggggggggggggggg MMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMSustaaaiaiaiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiinananannnnananananananaanananananannananaannnanaanaanannananaaaaaanaaaaaaaanannnnnannnaanabbb8 Nooovevevevvvveveveveveveveeveveeveevevevveveeveeeevvevevevvvvevveveeeeeeeevvvvvevevembmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmm

Page 17: II. KONSEP, TEORI DAN METODOLOGI AA. Pendahuluan · Dari arah pertaruhan inilah peta kerangka pikir dibalik ... sebagai kepercayaan tentang kebenaran yang masuk akal ... konsep-konsep

29

ekosistem (hutan), karenanya, memiliki integritas? Lalu, bagaimana dengan

hutan-hutan di Skandinavia yang telah dikelola manusia setidaknya selama

enam ratus tahun yang lalu? Tentu saja, kegiatan manusia telah menghabiskan

keseluruhan atau kebanyakan suksesi hutan dan telah membuang berbagai

sifat spesies dari hutan alam – sebuah kehilangan komponen kekompleksan

ekosistem hutan. Namun, dari pandangan lain, berbagai hutan itu telah

memperoleh kembali aspek-aspek kompleksitas ekosistemnya yang

sebelumnya hilang tadi, sebagaimana dibuktikan oleh pulihnya populasi

banyak spesies hidupan liar dan berkembangnya komponen-komponen hutan

yang matang. Dalam banyak pandangan, hutan-hutan semacam itu tampak

lestari bagi tujuan pengelolaan yang mereka lakukan saat ini, dan juga

memiliki kapasitas untuk dikelola untuk tujuan-tujuan lainnya di masa depan,

bila memang diperlukan. Pertanyaan MacCleery kemudian, bagaimana ini

semua dipertimbangkan dalam sebuah definisi ”kelestarian hutan”?

Banyak upaya pendefinisian kelestarian berfokus sebagian besar pada

konsep-konsep dan kriteria biologis. Diskursus kesehatan ekosistem dan

keanekaan hayati biasanya dituangkan dalam jargon para ahli biologi, ahli

lingkungan dan para profesional sumberdaya alam. Yang biasanya tidak

terekspresikan adalah sekumpulan nilai sosial dan budaya penting yang justru

mereka jadikan dasar. Manusia kadang lupa bahwa ekosistem (hutan) itu

bebas nilai – mereka ada apa adanya. Kelestarian hutan dan kesehatan

ekosistem keseluruhannya merupakan konstruksi manusia. Adalah manusia

yang mendefinisikannya dan menganggapnya bernilai itu. Sementara alam

menyediakan konteks biologi dan fisik, adalah manusia yang kemudian

memutuskan apa yang harus dicari agar lestari dan dengan biaya berapa.

Namun, tidak semua manusia memberikan nilai yang sama baik kepada hutan

maupun keanekaan hayati. Lihat saja posisi Amerika dan negara maju lainnya

yang hari ini mempertanyakan kondisi hutan hujan tropis di negara

berkembang seperti Brazil dimana hutan-hutan itu berada. Saat ini muncul

sebuah diskursus intelektual yang menghebat yang sedang berlangsung antara

mereka yang mengadvokasi apa yang disebutnya pendekatan-pendekatan

”biocentric” kepada para pengambil keputusan, sebagai lawan atas

Page 18: II. KONSEP, TEORI DAN METODOLOGI AA. Pendahuluan · Dari arah pertaruhan inilah peta kerangka pikir dibalik ... sebagai kepercayaan tentang kebenaran yang masuk akal ... konsep-konsep

30

pendekatan-pendekatan ”anthropogenic”. Sebagai sebuah polemik ini

menarik, karena menurut MacCleery dalam banyak hal ini serupa dengan

diskursus pilosofis yang terjadi pada abad pertengahan, tentang berapa

malaikat dapat menari di atas sebuah peniti atau lencana. Artinya, harus ada

kekuatan untuk memutuskan apakah kita menjadi bagian atau terpisah dari

dunia nyata. Sebuah pendefinisian kelestarian hutan perlu menimbang ini

semua.

Terkait pendekatan yang berorientasi kemanusiaan, ada satu pendapat

Renh sebagai alternatif. Melalui bukunya, ia sebetulnya menjawab ”Our

Common Future” yang disiapkan World Commission on Environment dan

Development pada 1987 (biasanya disebut ”Brundtland Report”) yang

mendefinisikan PB sebagai ”memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa

mengorbankan kemampuan generasi yang akan datang untuk memenuhi

kebutuhannya”. Dalam pencermatan MacCleery, Renh setidaknya mendaftar

tiga definisi ”kelestarian”, yakni (1) ”pembangunan dengan pertumbuhan yang

tidak melewati jauh kapasitas daya dukung lingkungan”, (2) sebuah kondisi

kesejahteraan per kapita lintas generasi yang tidak menurun, (3) jumlah

konsumsi yang dapat berlanjut tanpa batas, tanpa merusak sediaan alam –

termasuk sediaan modal alam. Dalam pandangan MacCleery ketiga usulan

Renh ini, mencerminkan keterkaitan dengan kemanusiaan yang lebih kuat,

daripada definisi yang ditawarkan ”Brundtland Report”. Bagi MacCleery yang

penting dalam upaya pendefinisian kelestarian adalah bagaimana

mempertemukan sisi alam dan sisi kemanusiaan dalam sebuah rumusan

persamaan.

Hari-hari ini sering ditunjukkan bahwa ekosistem (hutan) harus dipelajari

pada skala atau tingkatan yang berbeda – dari tingkat situs, ke bentang darat,

ke tingkat regional, nasional dan global. Namun, bagi MacCleery yang perlu

juga menjadi diskursus adalah fakta bahwa saat ini berbagai perekonomian

dan masyarakat manusia berkait juga dengan berbagai skala. Berbagai

keterkaitan itu memiliki beragam konsekwensi lingkungan yang juga harus

dipertimbangkan dalam menilai kelestarian hutan. MacCleery lalu

mencontohkan kebijakan pengurangan pemanenan kayu di Pacific Barat Laut

3030303030303030030000300300000300300300000003000003003003003030030003003030000000003003003000000000300000000030000000000003303033030033003003330000000000003000303303000000300000030003033030

pen

men

disk

mal

kek

dududududududududududududududududududududududududududuududdudududdududududududududdududududuudduddudduudududdduduuudd nnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnn

seseeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeseeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeemmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmm

ReReReReReReReReReReReRReRRRReRRRRReRReReRRReReReRRReRReRRReReRRReReRReReReReReReRRRReReRReReRReReRReeRRRReReRReeeeRRRRRReeeen

CoCoCoCCoCooCoCoCoCoCoCoCoCoCoCoCoCoCoCoCoCoCoCoCoCoCooooCooooCoCoCoCoCooooCCoCCoCoCoCoCCoCoCCoooooooCCoCoooCCCoom

DeDeeDeDeDeDeDeDeDeDeDeDeDeDeDeDeDeDeDeDeDeDeDeDeeDeDeDDeDeeDeDDDeeeDeeeDeeDeDeDeDeeDDeeDeDeDeeeeDDeeDeeDeDeeDeeDDDeDeDDeDeeeeeDDeDeDDeDeev

memememmmemememememememememmeemememmmemmmmmmememmmemememememmmemmmmmmemmmmmeemememmmmmemmemmemmmemmmmeemmeememmmemmmmemmmmmmmmmmmmmmeem n

mememmememememememememeememmememmmemememememeeeeememmmmeemeememmmmmememeemmmemeememmmememen

kekekekekekeeeekekekkekekeekeekeeekeeekekeeekeeeekkeekekeeeeeekeekekeeeeeekeekekekeeekeeeeeeeekeeeeekekekekeebbbbbbbbbbbbbbbbbbb

tiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiggggggggggggagggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggg

tiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiidaddddddadddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddd

kekekekekekekekekkekeekekkekekekekekekekekekeekekeekekekeeekeekekeeeekekeekekekekeekkeeekekeekkkkeeekeekeeeeeeeeeekekekkkekeeesssssssssssssssss

kon

term

Ren

dari

pen

memememmemeemmemmmememmeememmememeememmmmmmmmmmmmm

pepepepepepepepepeepepepepeppeppepeppepepepepepepepepepepepepepeepepepepepeeepppepeeepeppepepepeeppepepeppepeppeepeeppppppppppp rrsr

papapapaapapapapapapaapapaapapapapapapapapapaapaaapapapapaaapapapaaaaapaaaaaaapaapapaapaaapaaaaapaaapaapappp ddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddd

kekekeeeeekekekeeekekkkkekekekekekekkekeekeekekeeeeeekkeeekekeekekeeeeeeeeeekeeeeeeee t

jujujujuuuujujuujujujujujujuuuuujujujujujuuujujjujuujujuuuuujuuuujuuuuujuujuuujuuuggggggaggggggggggggggggggggggggg

daddddadadadadaddddadddadaddadadadadadadadddadadddddddadaddddddadadddddddddddddddddddddddaaaad nnn

kekekekekekekekekekkekekekekekekekekekekkekekekekekekkekekekekkekekkkekeekkekekkkekkeekekkeekkkeekekkeeekkkkkettetettttttttttttttt

didddidididddididdiddddiddidddiddidddidddddiddiddddddddiddddddddddiiiiidddddddipepepppppppppppppppppppppppppppppppppp

mememememememememeeememememememememememememememmmememememememmmmmemmemmeemmemmmemmmmmmmmmmmmmmm n

Page 19: II. KONSEP, TEORI DAN METODOLOGI AA. Pendahuluan · Dari arah pertaruhan inilah peta kerangka pikir dibalik ... sebagai kepercayaan tentang kebenaran yang masuk akal ... konsep-konsep

31

untuk melindungi populasi burung hantu (spotted owl) yang pada akhirnya

tidak menghilangkan dampak dari pemanenan kayu. Kebijakan ini hanyalah

memindahkan burung itu ke ekosistem lain. Sementara, kebijakan ini juga

menyebabkan meningkatnya harga konsumer untuk produk-produk kayu dan

meningkatnya konsumsi barang pengganti kayu, seperti rangka baja, yang

membutuhkan lebih banyak energi untuk memproduksinya daripada kayu,

sehingga mengeluarkan lebih banyak CO2 ke atmosfir. Kita dengar banyak

retorika akhir-akhir ini tentang perlunya berpikir secara holistik – bahwa

segala sesuatu itu terkoneksi. Dengungnya adalah ”think globally act locally”.

Dalam pemahaman MacCleery dengungan ini menerap secara bersamaan baik

kepada aliran dagang dan ekonomi maupun kepada ekosistem alam. Namun

yang kita lihat adalah banyak orang bertindak secara lokal dan mengabaikan

hal-hal yang sifatnya global. Banyak dari retorika saat ini terkait pengelolaan

ekosistem pada hutan alam tertelan akibat ide ini. Kita sebenarnya

mengabaikan implikasi-implikasi atas lingkungan yang berhubungan dengan

pengelolaan hutan alam. Itu tentu bukanlah pengelolaan ekosistem (hutan)

yang seharusnya. Kecuali dan sampai konsep tentang kelestarian benar-benar

meliputi dimensi-dimensi kemanusiaan global dan nasional ini, maka apapun

definisi kelestarian pastilah ”terbatas” dan ”sempit”.

Seringnya penggunaan kata ”self-organizing” dalam merujuk ke

ekosistem, disengaja ataupun tidak telah meningkatkan keseluruhan rentang

berbagai citra dan konsep kelestarian. Misalnya pandangan Clemential atas

alam sebagai ”superorganism”, yakni ide tentang bagaimana alam mencapai

satu keseimbangan bentuk tetapnya, yang imbang dengan ”klimaks”

kelompok tanaman (self-sustaining dan self-replicating), menjadi ”tujuan”

akhir dan norma dari ”nature’s grand design”. Dalam dosis tertentu, bahkan

ekosistem yang begitu rusak sekalipun akan memiliki beberapa dimensi yang

dapat disebut sebagai self-organization. Pertanyaan MacCreely lalu,

bagaimana seseorang menentukan kapan sesuatu telah menjadi tidak lestari?

Lagi, ini kembali ke berbagai tujuan dan nilai-nilai kemanusiaan terkait

tentang apa yang ingin dilestarikan dari waktu ke waktu. Apakah motivasi kita

mencerahkan kepedulian sendiri (self-interest), atau satu perasaan bahwa

Page 20: II. KONSEP, TEORI DAN METODOLOGI AA. Pendahuluan · Dari arah pertaruhan inilah peta kerangka pikir dibalik ... sebagai kepercayaan tentang kebenaran yang masuk akal ... konsep-konsep

32

semua bentuk kehidupan memiliki hak untuk hadir, kita lah yang menentukan

apa yang akan kita cari agar lestari (self sustaining).

Untuk mendefinisikan ”kelestarian” secara abstrak agaknya hampir

mustahil. Satu dekade lebih lalu Marion Clawson bertanya, ”Hutan untuk

siapa dan untuk apa?”. Berbagai pertanyaan yang sama seperti itu juga penting

dalam mendefinisikan kelestarian. Sebelum seseorang dapat mendefinisikan,

maka ia haruslah bertanya, ”Kelestarian, untuk siapa dan untuk apa?” Begitu

pertanyaan itu diangkat, maka tugas menjadi lebih bisa dikelola (manageable),

meskipun masih tetap rumit. McCleery curiga bahwa sementara berbagai

pertanyaan itu masih relevan hari ini, jawaban kita sekarang mungkin berbeda

dengan jawaban saat Clawson pertama kali bertanya. Dan memang belum atau

tidak ada konsensus pula untuk itu.

Apa mungkin untuk mengembangkan berbagai strategi rasional untuk

kelestarian hutan yang melampaui banyak dekade, atau bahkan abad, ketika

konsep-konsep kemanusiaan tentang apa yang ingin dilestarikan begitu

bersifat ilusi? Kapan pertumbuhan populasi perkotaan begitu terpisah dari

pengetahuan tentang apa yang melestarikan mereka secara ekonomi, dan

akibat-akibat lingkungan dari pilihan konsumsi mereka? Dan kapan pula dunia

ini begitu rumit? Terkait berbagai pertanyaan ini, MacCleery sampai pada tiga

poin kesimpulan:

Pertama, memahami masa lalu dan memahami bagaimana sampai pada

hari ini. Kini begitu banyak pikiran kolektif yang tidak beres pada saat

memahami sejarah manusia dan alam dari ekosistem dan peran dalam

melestarikan komunitas manusia.

Kedua, kuasai data dan informasi yang lebih baik, melalui riset dan

inventarisasi hutan, untuk menilai dimana kita hari ini dan untuk membantu

kita mengerti akan implikasi-implikasi biologi dan sosial dari berbagai

pendekatan alternatif kepada kelestarian hutan pada beragam tingkatan.

Ketiga, fleksibel tentang masa depan dengan tetap merespon informasi

baru – sering disebut sebagai ”adaptive management” dengan paradigma

pengelolaan ekosistem. Namun, harus diwaspadi, yang paling rawan disini

adalah merubah ide manusia tentang nilai dan tujuan kelestarian – apa yang

32323232323232322322223223222223223223222222232222232232223232232223232322222222232232232222222222322222222232222222222223323233232332322233323222222222223222323322322222232222232222323323

sem

apa

mus

siap

dadadadadadadadadadadadadadadadadadadadadadadadadadadaadaddadadaddadadadadadadadaddadadadadaaddaddaddaadadadddadaaadd lalallalallllllllallllallalalllalllallllllllllallllllllalllallla

mamamamammammaaaamamamamamamamamamaaammamamamamaaamamammmamammaamamamaamammmaamammmaaammammaammmaak

pepepepepeeepepeepeepepeeeeeeeepeeeeeeeeeeeeepeeeeeepeeeeeeeeeeeeeeeeeepeeepeeepeeeeeeeeeeeeeeep rtrrrr

memememmmemmmmmemeemememeememmmmmemmemeemmmmmmmmemmemmmemmmemmmemmeememmemmmmmmmmeees

pepepepeepeeeeepeeeeepepeeeeeeepeepeeeeppeeeeepeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeepppp rrrrrtrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrr

dededeededeedeeeeedeeeeeeeedeedeedededeededeeeededdedeedededeeeeeeeeeeeeeedeeeddeeeeeededeeeedeeedeeeeeennnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnn

tiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiddddddddddaddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddd

kekekekekeekeekeekekekkekekeekeekeeekeekekekeeekeeeekkekekekekeeekekekeekekeeekeekekkekkkeeekekeeeeeeekeeeeeekkkelelllllllll

kokokkokokokookoookokkookokookokokokookokkokooookookokookookkokokookkokoooookooookokookokoooookoookoooooooookookkooookoooooookoooooonnnnn

bebeeebebeeeebebeeeeeeeebebebeeebeeebeebebeeeeeebeebeeeeeeeeeeeeeeeeeeeebebeeeeeeeeebeeeeebeeeeeeebeeeeeeeeerrrrsrrrrrrrrrrrrr

pepepeeepepeepepeepeeepepeeppepepepepepepeepepepepeepeepeeeeeppepepeeepeepeepeeeeeeeeeeeepepeppeepppepeepeeppeeppp nnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnn

akib

ini b

poin

hari

mmmmmmmmmmmmmmmmmmmemememeeeeeeeeeeeeeee

memememememememememmemememeemmmeememememeeemmemmeememememeememememmmeeemmmmememeemmmemmmmmmmmmmmememmmmmmm l

ininininininnninnnnininininnnniinininnnnnininnninnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnvvvvvevevvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvv

kikikiiiiikikikikikkkikikikikkikkkikikkikiiikikiikikiikiiiiiiikikitatattattttttttttttatttttatttttttatattattttttttttttattttttttt

pepepeppepepepepepepeppepepepeppepepppeppppppepepppppepeppeppppepppepppeppppepppppppeeppennn

babababababababababababababababababababbabababababababababababababbaabbababbbabbaabababaabbbaababbaaabbbbbarrururrrrrrrrrrrrrrr

pepepppepeppepppepepepepeppppepepppepeppepepppepppppepeepepeppppppppeeeepp nnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnn

adadadadadadadadadadadaddadadadadadadadadadadadddddadaddaddadddadddadadaddddadddadaadadaadddaaaddaaaaa aaaaaa

Page 21: II. KONSEP, TEORI DAN METODOLOGI AA. Pendahuluan · Dari arah pertaruhan inilah peta kerangka pikir dibalik ... sebagai kepercayaan tentang kebenaran yang masuk akal ... konsep-konsep

33

dilestarikan. Mengkonstruksi konsensus sosial global tentang nilai/tujuan ini

merupakan satu tantangan besar tersendiri.

Sementara itu Ruitenbeeck dan Cartier (1998) menggiring kelestarian

hutan pada pemahaman beberapa poin penting, yakni (a) rasional bukan

sekedar efisiensi ekonomi, menuju keadilan dan kelestarian ekonomi; (b) tetap

menimbang kebijakan ekonomi dan kelembagaan yang memengaruhi tegakan

– pada saat fokus pada tegakan dan pohon; (c) memerhatikan betul sediaan

dan aset sumberdaya hutan (d) siap atas hal-hal tak terduga dan

mengupayakan pencegahan dalam pengelolaan hutan; dan (e) rancangan

kelestarian tetap sederhana untuk memudahkan penilaian dan penyesuaian.

Secara ringkas poin-poin ini menegaskan bahwa kelestarian harus diletakkan

dalam dimensi-dimesi efisiensi dan keadilan dengan mengkalkulasi hal-hal

diluar ”kotak” kehutanan, khususnya terkait isu-isu kebijakan dan

kelembagaan.

Dalam pandangan Coase (1960) efisiensi ekonomi adalah efisiensi dari

sebuah alokasi ekonomi dengan kehadiran eksternalitas, dimana eksternalitas

dapat dipertukarkan saat tidak ada biaya transaksi (zero transaction cost).

Maka menurutnya, proses tawar menawar yang berlangsung dalam kondisi

demikian akan menuju pada hasil yang efisien, terlepas bagaimana tatanan

awal dari property rights. Artinya, proses internalisasi eksternalitas perlu

aturan langsung, misal berupa pajak. Namun demikian, ia menegaskan bahwa

sampai disini kelestarian hutan baru memenuhi unsur distribusi pendapatan

optimal, belum mencakup sifat intrinsik atau karakterik inherent SDH dan

kesempurnaan property rights.

Karakteristik inherent dalam pandangan Schmid (1987) mencakup:

penggunaan yang tidak kompatibel (incompatible use), skala ekonomi

(economies of scale), dampak bersama (joint-impacts), biaya transaksi

(transaction costs), kelebihan (surpluses), dan fluktuasi pasokan-permintaan

(fluctuating supply and demand) - sifat situasional, persoalan fisik dan biologi

yang melekat pada barang, bervariasi akibat perubahan teknologi. Dengan

kata lain ia menekankan perlunya menimbang ”situasi” dari sisi atribut barang

yang berpengaruh signifikan – ia menyebutnya sebagai ”sumber

Page 22: II. KONSEP, TEORI DAN METODOLOGI AA. Pendahuluan · Dari arah pertaruhan inilah peta kerangka pikir dibalik ... sebagai kepercayaan tentang kebenaran yang masuk akal ... konsep-konsep

34

interdependensi”. Dalam kalkulasinya, biaya transaksi tinggi, cenderung tidak

lestari. Dengan begitu, pengendalian sumber interdependensi penting untuk

menekan biaya transaksi, sekaligus mencapai kelestarian.

Sejalan dengan Coase (1960), Libecap (1999) menguatkan bahwa

masyarakat dan tatanannya perlu property rights untuk mengontrol akses dan

aliran manfaat sumberdaya, terutama untuk menghindari hilangnya

sumberdaya tersebut. Menurutnya, tanpa property rights sumberdaya akan

terhambur dalam persaingan kontrol, dan kegiatan-kegiatan yang bersifat

pemangsaan serta menekankan pada pemanfaatan jangka pendek. Dengan

begitu, property rights penting bagi pencapapaian kelestarian, karena di

dalamnya diatur hubungan perilaku yang memiliki sanksi antara para agen

ekonomi dalam mengatur akses dan pemanfaatan sumberdaya.

4. Kondisi Pemungkin bagi Kelestarian Hutan: Sintesis Teoretik

Dari mulai uraian akar diskursus kelestarian sampai konsep kelestarian

sebagaimana diuraikan di atas secara teoretik dapat dikerangka sebuah kondisi

pemungkin bagi kelestarian sumberdaya hutan. Kondisi ini dapat dikerangka

kedalam (1) penetapan tujuan, (2) pemosisian para pihak, termasuk (3)

kejelasan siapa berbuat apa, (4) apa yang diatur, bagaimana hal tersebut

masing-masing diatur, (5) bagaimana kinerja ditetapkan, serta (6) bagaimana

kinerja dicapai.

Sebagai sub-set dari PB, menurut MacCleery (tt), kelestarian sumberdaya

hutan memikul tujuan ganda: (1) ekonomi pembangunan, khususnya

memerangi kemiskinan, (2) lingkungan, terutama menghentikan pengurasan

sumberdaya alam dan lingkungan, (3) keadilan-kesejahteraan lintas generasi,

dengan memastikan berlangsungnya (4) proses-proses interaksi tiga dimensi:

sosial-ekonomi-lingkungan.

Tujuan ganda di atas menegaskan pengutamaan orientasi kepentingan

publik atas nama pembangunan hutan dan kehutanan yang sekaligus menuntut

pembagian peran, fungsi dan tugas – bahkan posisi – para pihak pemangku

kepentingan. Hal ini menjadi titik berangkat bagaimana bangunan hubungan

para pihak dikonstruksi. Orientasi kepentingan publik yang begitu dominan,

343434343434343443444434434444434434434444444344444344344344434344344434434344444444434434434444444443444444444344444444444433434334344334434433344444444444443444343344344444434444443444343343

inte

lest

men

mas

alalalalalalalalalalalllalalalalllalalalalalalaaalalalalaalalaalalalalalalalalalaaaaalaaalllalalaaaalaliriririririririiriiriririririririririririririririririririiriririrrririrrrrrrirririririririrririr

susuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuusuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuummmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmm

teeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeerhrrrrhrhrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrr

pepepepeeeeeeeeeeeeeepeppeeeeeeeeeeeeeeeepeeeeeeepepeeeeepeeeeepeeeepeeep mm

bebeebebeeeeeebeeeeeebebeeebbeeebebeeeeeebeeeebeeeebeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeggggggggggggggggggggggggggggggggggggg

dadadaadadaadaaaaaaadaaaaaaaadaadadadaadadadadaaaadaaadaddaadaaadadaaaaaaadaaaaadaaadadaaaaaaaaadaaadaaaaaallllllalllllllllllllllllllllllllllllllllllll

ekekekkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkooo

4.4.....4......4...4...4.....................

DaDaDDDaDaDaaDaDaDaDaDaDaaDaDaDaDaDaDaDaDaDDaDDaDaDaDaaDDaDaDaDaDaDDaDDDaDDaDaDDaaDaDaaaDaDDDDaDaDaDaaDaDaDDaDaaDaaDDDaDDDaaDDDaaDDDaDaaaar

seseseeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeebbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbb

pepepeeepepeepepeepeeepepeeppepepepepepepeepepepepeepeepeeeeeppepepeeepeepeepeeeeeeeeeeeepepeppeepppepeepeeppeeppp mmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmm

ked

keje

mas

kine

huhuhhhuhhhhhhhhuhhhuhutattattttttttttttttttttt

memememememememememmemememeemmmeememememeeemmemmeememememeememememmmeeemmmmememeemmmemmmmmmmmmmmememmmmmmmm m

susususususususuususususususususususussususususuusussuuussuususussuuussususususuussusuussuuuuuuususuuuuuuuuummmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmm

dededededededededededddededededededededededdededededeedededdeeedddedddeedddeddededededededdeeeeeeeeeeeeeeeeeeed nnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnn

sososososoosososososososososoososooosooosssoosososososoooooooosooooooosooooosssissssssssss

pupupppuppupppuuupupuppuppupppuuupupuppupupuppuppuppppupupppupppuppppuppupppuppupppppuuuuppupp bbb

pepepepepeppeppepeepepeppepepepepepepepepepeppepepepepppeepeeeepepppepeeepepepeepppeeeepppepepeeeeeppppppppppppp mmmmmmmmmmmm

kekekkkekekekekkekkkekkekkkkkkekkkkkkkkkkekkekkkkkkkkkekkkekekkkkkkeeeeekkkkkkkkkkepppppppppppppppppppppppppppppp

papapapapapapapapaapapapaapapapapaaapapapapaaaapapapapapapapaapapapapapaapaaaappapappaaapppaapappappappppppppppp rarrr

Page 23: II. KONSEP, TEORI DAN METODOLOGI AA. Pendahuluan · Dari arah pertaruhan inilah peta kerangka pikir dibalik ... sebagai kepercayaan tentang kebenaran yang masuk akal ... konsep-konsep

35

menuntut peran pemerintah untuk lebih konsentrasi sebagai regulator bagi

komponen pemangku kepentingan hutan lainnya, memastikan hubungan antar

komponen pemangku kepentingan dan hubungan mereka dengan sumber daya

hutan itu sendiri dengan melibatkan keseluruhan para pihak pemangku

kepentingan potential (potential benefeciaries). Lalu, bagaimana wujud

agenda yang berkaitan dengan penghentian kerusakan sumberdaya alam dan

lingkungan serta keadilan-kesejahteraan lintas generasi ditetapkan, menjadi

kondisi pemungkin yang juga penting bagi pencapaian kelestarian.

Tuntutan pembagian peran, fungsi dan bahkan posisi para pemangku

kepentingan pada hakekatnya adalah gambaran pentingnya upaya pemenuhan

dua hal sekaligus, yakni (1) kejelasan dan ketegasan property rights, dan (2)

dipertimbangkannya karakteristik inherent SDH dalam menata orientasi

kepentingan publik dan menekan biaya transaksi. Bila dicermati, kedua hal ini

pun merupakan upaya untuk mencapai efisiensi dan sekaligus keadilan antar

generasi, dua dimensi kemana sejatinya kelestarian harus diletakkan.

Uraian bagaimana kelestarian dan pencapaiannya harus dimaknai baik

secara filosofis maupun operasional, sebagaimana dijabarkan di atas, pada

dasarnya mengerucut pada perlunya para pihak pemangku kepentingan

memastikan kerangka pemikiran sebagaimana telah ditawarkan Sfeir-Younis

(1991) antara ”the forest first” atau ”the forest second”.

Rincian sintesis teoretik ini selanjutnya dapat dilihat pada Lampiran 1.

D. Metodologi

1. Kerangka Pendekatan

Berangkat dari uraian kerangka konsep dan teori di atas, penelitian ini

mengadopsi bentuk analisis kebijakan retrospektif (ex-post) Dunn (2000) yang

fokus pada apa hasil-hasil aksi yang (telah) terjadi (empiris) dan kesenjangan

(gap) yang ada – yang secara keseluruhan menggambarkan kualitas sebuah

kebijakan dalam konteks tertentu (valuatif). Dengan adopsi ini, hasil analisis

juga berupaya menawarkan kerangka baru, terutama terkait pembaruan aliran

kerangka pemikiran dalam proses pembaruan pembuatan kebijakan dan

perumusan masalah (normatif).

D

Page 24: II. KONSEP, TEORI DAN METODOLOGI AA. Pendahuluan · Dari arah pertaruhan inilah peta kerangka pikir dibalik ... sebagai kepercayaan tentang kebenaran yang masuk akal ... konsep-konsep

36

Asumsinya adalah, sebagaimana yang dikerangka Sutton (1999), bahwa

pembuatan kebijakan, terutama implementasinya tidaklah linear, dan

sebaliknya merupakan ”kekacau-balauan” (chaotic) dari serangkaian tujuan

dan kejadian. Ia menganggap itulah sisi terbaik dalam memahami apapun

kebijakan dan implementasinya. Sejalan dengan pengadopsian asumsi ini,

penelitian ini menganggap bahwa (1) para pembuat kebijakan mendekati isu

tidak selalu secara rasional untuk setiap tahapan pembuatan kebijakan, (2)

tidak selalu mempertimbangkan keseluruhan informasi yang relevan, sehingga

(3) bila kebijakan tidak mencapai tujuannya, kesalahan harus dialamatkan

kepada kualitas kebijakan dan tidak hanya kepada kegagalan dalam

pelaksanaannya seperti disinyalir Juma and Clarke (1995, dalam Sutton,

1999).

Sebagai konsekwensi dari pengadopsian asumsi di atas, penelitian ini coba

menerapkan analisis diskursus, sebagai salah satu bentuk penerapan multi-

konsep dan multi-disiplin yang tepat dalam mengurai ”kekacau-balauan” atau

”ketidak-linieran” sebagaimana telah disarankan Sutton (1999). Keyakinan

Sutton ini berangkat dari telaahnya, betapa ilmu politik, sosiologi,

antropologi, hubungan internasional dan pengelolaan bisnis memengaruhi

proses pembuatan kebijakan dan coba membangun sebuah gambaran yang

lebih besar dari proses pembuatan kebijakan. Sutton (1999) yakin, bahwa

antropologi – seperti halnya juga ilmu politik dan sosiologi, berfokus pada

diskursus pembangunan. Diskursus sendiri dipahami Sutton berfungsi

menyederhanakan masalah-masalah pembangunan yang rumit. Sebagai

konsep kedudukan diskursus lebih luas daripada narasi, karena ia berhubungan

dengan cara berpikir, nilai-nilai dan berbagai pendekatan fundamental tentang

berbagai isu; sementara, narasi lebih kepada satu masalah pembangunan

tertentu yang lebih spesifik. Grilo (1997 – dalam Sutton, 1999), sampai pada

posisi bahwa ”diskursus (itu) mengidentifikasi, membicarakan dan

memikirkan cara-cara yang tepat dan legitimate tentang melakukan

pembangunan”.

Dengan berbagai pertimbangan di atas, penelitian ini menerapkan analisis

diskursus dengan ciri pendekatan antropologi dengan fokus pada Kebijakan

3636363636363636636666366366666366366366666663666663663663663636636663663636666666663663663666666666366666666636666666666663363633636633663663336666666666663666363363666666366666636663633636

pem

seb

dan

keb

pepepeppeppepepepepepepepeppepepepepepepepepeppeeeepeepeppepepepepepepeppepeppepppeppepeeepppepeppppeepppeppppp nnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnn

tiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiidadadaddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddd

tiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiidadddddaddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddddd

(3(3(3333333333333333333333333333333333333333333333333333333333333333333333333333333333333)) ))))))))))))))))))))))))))))))))))

kekekekekekekeekeekekekkeeeekekekekekkkkekeekekekeeekeekkekekeekeekeekekeeeeeeeekeeeeeeeeeeeeppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppp

pepepeeepepeeepeeeeeepeeeeeeeeeeeeeeeepeeeeepeeeeepeepeeeepepeeeepeeeeeeeeeeeeeeeepeeeeeepepellllllalllllllllllllllllllllllllllllllllllll

191919999999999999999999999999999999999999999999999999999999999999999999999999999999999999999999999999999999

memememememememememmmememeeemmmememememememememememememmemememmmmemmmemeemmmmeememmeeeeememeeeeememmmememmmmemmemmmeen

kokokkokokokookoookokkookokookokokokookokkokooookookokookookkokokookkokoooookooookokookokoooookoookoooooooookookkooookoooooookoooooonnnnn

”k”kkkk”kkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkeeeeeeeeeeeeeee

SuSuSuSuSuSuuSuSuuSuSuSSuSuSuSuSuSuuSuSuSuSuuuSuuuSuSuSuuuSuSuuSuSuSuSuuuuuuSuSuSuSuSuuuuSuSSuuSSuuuuuSuuuSuuuuSuuuuuuuuSuuuuSuSuSuSuuuSuS tttt

antr

pro

lebi

antr

disk

memememmemeemmemmemememmeememmememeeennnn

kokokokokokokokokokokokkokokokokokkokokokokokkkokokokokokokokokokokokoookokokkokokkokokokokokooookokokokkoookkokookkookkkokookok nnn

dededededededededdededdeddedededededededededededdededeededdededededdedededededededdeddededeedeededddeddeedeeddedeeedeeddedennnnn

bebebebebebebebebbbbebebebebeebebebebebebeebebebbebeebebeeebbebbebbebbeeeeebeeeeeeeeeeeeeeeeeeeebeeeebeb rbrrbrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrr

tetetettetttttetetetetettteeeetettteeeteeeeeertrtrrtrrrrrrrrrrrtrrrrrtrrrrrrrrtrtrrtrtrrrrrrrrrrrrrrtrrrrrrrr

popopoppopopopopopopoppopopoopoppopopppoppppppopopopppppopoppoppppopppopppoppppoppppppopposss

mememmmmmemmmemeememmmmmmmmemeemememmmememmmmemmmmmmmmemmmemmmmmmmmmmmmmmmmmmeeemmem

pepepepepeppeppepeepepeppepepepepepepepepepeppepepepepppeepeeeepepppepeeepepepeepppeeeepppepepeeeeeppppppppppppp mmmmmmmmmmmm

didididdididdididdididididididididididididdiddidididididiidiiidididiiidididddididdiiidddiidddddd skskskskskkskkksskskskssskkssksssksksssskksssssssssss

Page 25: II. KONSEP, TEORI DAN METODOLOGI AA. Pendahuluan · Dari arah pertaruhan inilah peta kerangka pikir dibalik ... sebagai kepercayaan tentang kebenaran yang masuk akal ... konsep-konsep

37

Usaha Kehutanan di Hutan Alam Produksi di Luar Jawa. Pilihan ini lebih

berlatar pertimbangan pragmatis dan substantif. Pragmatis, karena peneliti

merasa telah cukup lama berkecimpung dalam dunia kehutanan, termasuk

berpartisipasi secara intens dan praktis dalam beberapa proses konstruksi

kebijakan kehutanan2. Pertimbangan substantif lebih karena peneliti

menganggap penting untuk dapat menghasilkan materi dan argumen empiris

penting dalam mempelajari kerangka pikir dari klaim-klaim ”capaian” usaha

kehutanan dibalik diskursus yang berkembang. Fokus pada kerangka pikir

lebih didorong karena pertimbangan bahwa kekeliruan kerangka pikir (akan)

berakibat lebih fatal dari sekedar kerusakan sumbedaya alam itu sendiri.

Penelitian ini sejalan dengan kerja Arts and Buizer (2009) yang

menganalisis kebijakan kehutanan global sejak 1980an. Menurutnya,

pengelolaan hutan lestari merupakan salah satu diskursus baru yang muncul di

tataran global dalam tiga dekade terakhir, selain diskursus keanekaragaman

hayati dan tata-kelola swasta. Namun, tidak seperti mereka, penelitian ini

lebih banyak pada pilihan diskursus sebagai teks (texts). Disebut ”lebih

banyak”, karena dalam beberapa hal analisis diskursus juga berlaku pula pada

komunikasi empiris, kerangka (frame) dan praktek sosial, mengingat teks itu

sendiri pada hakekatnya – ditarik dari penjelasan Arts and Buizer (2009) –

tidak kepas dari sebuah konteks tertentu, yang dapat saja bersumber dari

proses komunikasi empiris yang terjadi (communications), kerangka

keyakinan (frame) maupun praktek-praktek sosial yang berkembang (social

practices). Dengan komunikasi empiris demikian, analisis diskursus dalam

penelitian ini pada dasarnya merujuk pula pendekatan analisis diskursus kritis

yang diusung Fairclough dan juga van Dijk sebagaimana disebut Hawitt

(2009) dan Arts and Buizer (2009). Dalam praktek sosial yang sama, selain

kerangka pikir, coba dipahami pula relasi kekuasaan dibalik diskursus, yang

tidak lain, merupakan ide-ide Foucault tentang diskursus dengan kekuasaan

sebagaimana dimaksud Hawitt (2009) dan Arts and Buizer (2009) dan juga

2 Antara lain berkontribusi – melalui Forum Komunikasi Kehutanan Masyarakat (FKKM) – dalam penyiapan naskah akademik dalam rangka pembuatan draft naskah “tandingan” bagi draft UU Kehutanan, yang kini menjadi UU 41/1999 tentang Kehutanan; berkontribusi aktif dalam pembahasan terkait kebijakan levy and grant dan land grant college dengan para Staf Ahli Menteri Kehutanan; dan juga dalam pembahasan LOI bidang kehutanan, terkait lelang HPH, provisi sumberdaya hutan, dan dana jaminan kinerja (performance bonds).

222 AAakaaaaattetetetttttttttttttttttppapppppppppppppppppppppsussssss

Page 26: II. KONSEP, TEORI DAN METODOLOGI AA. Pendahuluan · Dari arah pertaruhan inilah peta kerangka pikir dibalik ... sebagai kepercayaan tentang kebenaran yang masuk akal ... konsep-konsep

38

Mills (1997). Selain relasi kekuasaan Foucault, dari diskursus yang sama coba

dipelajari pula sejauh mana hadirnya dominasi atau bahkan hegemoni dalam

pemikiran Gramsci sebagaimana dimaksud Rosengarten (www.

Marxist.com)3

Dalam penelitian ini kerangka teoretik kelestarian sebagaimana telah

diuraikan di atas – dan rinciannya dapat dilihat pada Lampiran 1 – digunakan

sebagai alat bantu dalam menakar dan memahami diskursus yang telah terjadi

terkait arah, tujuan dan orientasi kelestarian hutan dan kebijakan usaha

kehutanan. Gambar 2 menujukkan kerangka pendekatan ini secara skematis.

Gambar 2 Kerangka Pendekatan

2. Bahan Empiris: Dokumen, Wawancara, dan On-Line Pooling

Bahan empiris untuk penelitian ini terdiri dari dokumen tertulis, dokumen

hasil wawancara mendalam dan hasil on-line polling sebagai pengayaan dan

sekaligus verifikasi. Dokumen tertulis, terdiri dari peraturan perundangan,

peraturan turunannya dan beberapa dokumen terkait lainnya yang

keseluruhannya mengatur dan atau memiliki keterkaitan substantive dan

3 Disebutkan Rosengerten, bahwa beragam tafsir atas teori hegemoni Gramsci. Namun, teori itu merupakan sebuah teori politik paling penting abad XX yang diangkat Gramsci (1891-1937). Gramsci dipandang sebagai pemikir politik terpenting setelah Marx. Teori ini dibangun atas anggapan pentingnya pikiran atau ide, karena kekuatan fisik belaka dalam kontrol sosial politik tidaklah cukup. Gramsci memosisikan hegemoni sebagai satu bentuk supremasi satu kelompok atau beberapa kelompok atas kelompok lainnya. Agar yang dikuasai mematuhi penguasa, yang dikuasai tidak hanya harus merasa mempunyai dan menginternalisasi nilai-nilai serta norma penguasa, namun lebih dari itu mereka juga harus memberi persetujuan atas subordinasi mereka. Inilah yang dimaksud Gramsci dengan “hegemoni”. Dengan begitu, hegemoni pada hakekatnya adalah upaya untuk menggiring orang agar menilai dan memandang problematika sosial-politik-ekomomi dengan kerangka yang ditentukan (Gramsci, 1976 dalam www.Marxist.com). (lihat juga www.averroespress.net ).

38383838383838388388883883888883883883888888838888388388383883888383838888888883883883888888888838888888883888888888888338383383833838883338388888888883888383383888883888883888838338388

Mil

dipe

pem

Ma

dididididididididididiiididididididididididididididididddididdiddiddididdididididdididddddiddiiidididdddiddd uuuuuruuurururuuuuuuuuuuruuurururuuuuuuruuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuruuuu

seseeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeseeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeebbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbb

teeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeerkrrrrkrkrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrr

kekekekekeeeekekekekeekekkekeeekekekekekkkekekekekkkeeeekeekeekeeekkekeeeeeeeeekeekekekeeeeekkkekeeeeehhh

2.

BaBaBaBaBBBaBBaBaBBaBaBaBaBaBaBaBaBaBaBaBBaBaBaBaBaBBaBaBaBaBBaaBBaaaaBBaahhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh

hahahahahhahahahahahhahahahahahahahahahhahahahahahahahahahahhhahahaahahahahahahahahhahahaahahhhahahaahahahhahaahhhhaahhhhhahhhaahaahahhhaah sss

seseseseseseseseeseseseseeseeseseessesesssesesesesseeseeeeeeeeeekkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkk

pepepepepepepeepepepepepepepepepepepeppeepepepepeppepepepeppepepepepppeppppepepeppepeppepppeeepepepepepeppppepppepeppppp rarr

kekekekekekeekekeekekekekekekekekekekekekekekekekeeekekeekekkekeekeekekkekeekekekkeekkeeeek ssssssssssssssssssssssssssssssssss

3 Dissebbbbbbbbbbbebbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbebbbbbbbbbbbbbutkutkututkkkkutkutkutkututkkktkkktktktkkktkutkutttttkutttuttututuutttpolitiiik pk pk pk pk pk pk pkk pk pk kkk pkkkk kkkkk pkk pkk pk pk ppppppaliaalaaaaaaaaaaaaaaaasetelaaah Mh MMh Mh Mh Mh Mh Mh Mh Mh Mh Mh Mh Mh MMh MMh Mh MMMMMh Mh MMMMh Mh Mh MMhh Mh MMh Mh Mh MMh Mh Mh MMMMh Mh MMh Mh Mh MMh Mh Mh MMh Mh Masosiall popopopopopopopopopoppopopppppppopppppppoppopppppp lililililitlillilillitlillillililiiiliiiiiliiiiikelommmpmpppppppppppppppppppppppppppppppppppppppokokkoooookkkokok okokok okokk mempppunuunununununpunuunuuuununuupunuuununuuuunuuunuuunuunnnnunuuunuunu yayayayayayyyaayyyaayyyaaayyyyyyperseeetttujuujuuujuuujujuuujuujuujuujuujuujuujuuuuujuujuuujuujuujuujuujujujuuujuuujuujuujuuujuuuuuuuuuuuuuujj anaahakekkkakakaaaaaaaaaaaaaaaatnytnytnyttnytnytnynyytnynynynyytnytnynytnynnytnytnyytnytnyytnynytnynynyyytnyynytnytnyytnyynynynnnntnnnnyyaadengaaanannnnnnnnnnnnnnnnnnnnn ke ke kkkk kkk kke kkkkkkkkeke kkkkk k kkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkk r

Page 27: II. KONSEP, TEORI DAN METODOLOGI AA. Pendahuluan · Dari arah pertaruhan inilah peta kerangka pikir dibalik ... sebagai kepercayaan tentang kebenaran yang masuk akal ... konsep-konsep

39

historis dengan kebijakan usaha kehutanan, termasuk di dalamnya sejumlah

dokumen surat perjanjian kehutanan (forestry agreement) dan dokumen surat

keputusan pemberian hak pengusahaan hutan (HPH) dan IUPHHK-HA.

Dokumen tertulis lainnya mencakup dokumen yang bukan merupakan

peraturan perundangan, namun mengandung diskursus penting dan unsur

historis yang relevan dengan dan memengaruhi isu kebijakan usaha

kehutanan. Bahan empiris ini diperoleh dari berbagai sumber, terutama dari

jajaran Kementerian Kehutanan, dan dipilah dalam kurun sebelum dan

sesudah 1998 sebagaimana tampak pada Tabel 1.

Tabel 1. Bahan Empiris yang digunakan dalam analisis

Bahan Empiris Sebelum 1998 Sesudah 1998 Dokumen Peraturan Perundangan

UU No. 5/67; PP 22/67; PP 21/70 (jo PP 18/75) Forestry Agreement (FA); SK HPH

UU 41/99 PP 6/99; PP 34/2002 jo PP 6/2007 jo PP 3/2008, SK IUPHHK

Hasil wawancara berupa pandangan langsung para informan atau narasumber

kunci yang mewakili kelompok-kelompok utama para pemangku kepentingan

dengan usaha kehutanan, yakni kelompok birokrat, akademisi, praktisi usaha

kehutanan, dan masyarakat sipil atau lembaga swadaya masyarakat. Dalam

wawancara diangkat sejumlah pertanyaan kritis yang disintesa dari hasil

telaah dokumentasi tertulis yang dituangkan dalam beberapa pointer

pertanyaan terbuka4 untuk menggali pandangan umum terkait relasi atas hutan

alam, usaha kehutanan, kelestarian dan kebijakan usaha kehutanan.

Wawancara pendahuluan dilaksanakan dalam Agustus-September 2010 di

Jakarta, Sarolangun (Jambi), Pontianak, Sintang dan Putussibau (Kalimantan

Barat). Wawancara pendahuluan fokus pada menghimpun masukan awal yang

menguatkan penentuan kunci kebijakan (key policy milestone) terutama dari

birokrat, praktisi usaha kehutanan dan beberapa konfirmasi dari masyarakat

sipil yang ditemui. Wawancara lanjutan/mendalam dilaksanakan dalam kurun

Februari-Mei 2011 di Jakarta, Bogor, Sarolangun (Jambi), dan Samarinda

4 Untuk beberapa kasus, pertanyaan diselipkan dalam perbincangan lain yang topiknya memiliki keterkaitan dan relevansi yang erat, misal pada saat dilakukan FLEGT-SP assessment sewaktu peneliti bekerja sebagai konsultan paruh waktu pada AGRECO G.E.I.E, Brussel; atau saat melakukan beberapa diskusi terfokus sewaktu peneliti menjadi research coordinator pada APSI Project, yang merupakan riset kolaborasi antara CSIRO-AUSAID-WB-Bappenas.

44444444444444444444444 UyyayyyyyyyyyyyyAAAAAAAAAAAAApppapppppppppppppppppppppp

Page 28: II. KONSEP, TEORI DAN METODOLOGI AA. Pendahuluan · Dari arah pertaruhan inilah peta kerangka pikir dibalik ... sebagai kepercayaan tentang kebenaran yang masuk akal ... konsep-konsep

40

(Kalimantan Timur) dengan menghimpun pandangan langsung dari para

pemangku kepentingan5 dengan dipandu pertanyaan sesuai kelompok isu:

Hutan Alam Produksi Luar Jawa, Usaha Kehutanan, Kelestarian dan

Pengelolaan Hutan Alam produksi, dan Kebijakan Usaha Kehutanan

(Lampiran 2).

Hasil on-line polling6 yang dilaksanakan via jaringan internet

diperlakukan sebagai upaya menguatkan dan memperkaya argumen empiris

sekaligus verifikasi untuk mengonfirmasi kebenaran, koherensi dan

konsistensi terkait upaya implementasi kebijakan usaha kehutanan. On-line

polling dilaksanakan dengan memanfaatkan Google-Form7 yang

dilangsungkan dan ditebar di empat mailing-list sekaligus8 selama sebulan

penuh, dimulai 1 April 2011 dan ditutup 30 April 2011 jam 00.00. Daftar

pertanyaan on-line polling merupakan versi singkat dari daftar pertanyaan

yang digunakan dalam wawancara mendalam dengan kelompok isu yang

sama. Screen shot dari format on-line polling dapat dilihat pada Lampiran 3.

Berikut adalah tipologi para peserta on-line polling (Tabel 2) dan narasumber

wawancara mendalam (Tabel 3)

Tabel 2. Tipologi Peserta Internet On-line Polling

Kelompok Stakeholders % Pengalaman (Th) % Domisili (2) %Masyarakat Sipil/NGO 38,10 1-5 4,76 Medan 9,52 Birokrat 19,05 6-10 14,29 Bandarlampung 4,76 Akademisi 9,52 11-20 33,33 Jakarta 9,52 Praktisi Usaha Kehutanan 9,42 21-30 38,10 Bogor 33,33 Campuran(1) 14,28 31 dan lebih 9,52 Yogyakarta 4,76

Samarinda 4,76 Pangkalan Bun 9,52 Seattle, WA 4,76 Hongkong 4,76 Landskrona,Swedia 4,76 Baton Rouge, LA 4,76

Catatan: (1) mengindikasikan diri lebih dari satu komponen stakeholders (2) saat pengisian polling Kyoto, JP 4,76

5 Karena alasan ketidak sesuaian waktu untuk temua muka, beberapa wawancara dilakukan via skype, yahoo-messenger, dan adapula via email. Daftar narasumber disajikan pada bagian lain.6 Berupa informasi dan bukti fisik yang digali secara provokatif pro-active dari responden lain, termasuk yang di daerah/lapangan 7 Thanks to Google: https://spreadsheets.google.com/viewform?formkey=dGlqT2hSSXc2cGhkSTVoWVVxd0RDanc6MQ8 Komunitas rimbawan ([email protected] ), komunitas tenurial hutan ([email protected]) , kelompok kerja keuangan kehutanan dan pencucian uang ([email protected]), serta komunitas alumni kehutanan IPB ([email protected]). Pemilihan keempat mailing list ini lebih didasarkan pada pengamatan dan keyakinan peneliti, bahwa keempatnya merupakan “kolam pengetahuan dan pengalaman” baik dari sisi empiris, praktis, historis, maupun akademis terkait isu kehutanan umumnya, dan usaha kehutanan khususnya.

44040404040404040040000400440000404004004004000004040000400400404040404004000400404040000004000400400400000000040000000040000000000004404044040044440044004444040040000000044000404404000000400000040400404400

(Ka

pem

Hut

Pen

(La

didididdiiddiiddiiiiiididididdiiddiiiiiiiiiididiiididiiiddiiiiiidddiiipepppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppp

seseseeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeekkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkk

kokokokokooookokokokookokkokoookokokokokkkokokokokkkooookookookoookkokoooooooookookokokoooookkkokooooonn

popopooopopopoooooopooooooopooooopopoooppoooooopopopooopooooooooooooooooooooooooopppp lllllllllllll

dididiiidididiidiiiiiiiiidiidiididiidididdiidiididididiiiiiiiiiiiidiididdiiiiiddiiidiiiidiiiilllllallllllllalllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllll

pepepepeeeeeeeepepeeeeepepeeeeeeeepepeeeeepepeeeeeeeeeeeeeeeeeeepepeeepeeeeeeepepepeeeeeeeeeeeepeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeennnn

pepepeeepeepepepeeepepepeeeeeeeeeepeeepeeeepepeeeepeeeeeeeeeeeeeeepepepeeeeeepeeeeerrtrrrrrrrrrrrrrr

yayayayayayayayayaayayaaaaaaayyayaaaayaaaayayayaayyaaayyaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaayaaaayaaayaaaaayyaayayaayay nnnnnnnnnnnnnnnnn

sasaaaaaaaaaaaasaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaammmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmm

BeBeBeBeBBeBeBeeeBeBeBeBeBBBeBeBeBeeBeBeBeBeBBBeBeBeBeBeBeBBeBeBeBeeBeBeBBBBeBBeBeeeBeBBBeBeBeeeeeeeBeBBeBeBeBeBeBeeBeeBBBeBeBeBeBeBeeeer

wawawawawawawawawawaawawawawawawawwawawwawawwawawawawawawaawawwaaawwawwawwaaawawaawawaaaawaaaaaaawawaawawwawaaawwwawwaaawwawawaw

Tab

KelooompMasssyaraBiroookrat AkaaademPrakkktisi UCammmpppppura

Cataaaaatatatatttatatatattatatatatatatatatatatatatatataaaaaaaataaaaattaaatttaaataaaaaaaaan:nnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnn(1) mmmemeemememememememeeememememeemememeeemeeememeemeeeemeemeeeeememeeeeeeengngngngngngngngngngngngnngngnngngngngnngngnnnnngngngnngnnnnngngngnngngnggggi(2) ssaaaaaaaaaaaaasaaaaaaaaaasaaaaaaaaaaaaaaatatttatatatattaattattattttattttttatataatataa p p pp pp p pppp pppppppp

5 Karrenaeenaeenaeenaeeeennaeeenaennaenaenaeeenaenae aaaaa a aaaaaaaaaaaaa aa aaaaaaaaa dan aaadddddddddddddddddddddddddddddddddddddapuapuuapuapuaapuaaaaapuappapuaaaaapuapuapapuapapuuapuaaaaapua uaaapuuuaaaapuuaaaaaa lll6 Berruupupuppupppppppupppuppuppa aaaa a ia a ia a a a aa a a a aa a aaaaaaaa aa ndaeraaahhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh/la/la/la/la/l/la/la/la//la/la/l/la/la/la/la/la/l/la/la/la/ll/la/la/la/la/la/lala/la/l/l/la//lal/la/l//la////lal/lala/lala/la//llaa/laa/llala/lal/ a/lalala/l papppppppppppp7 Thaaanknknkkkknknknnkknknkknnknknknknkknknnnknkknks ttts tttts ttttts ttttts ttts ts ttts tttts tttooooooooo8 Komumumumuumuuuuumuuumumuumumumumuumummumumumumummmummumumuuuumumumuuuummmumummm nititittniiiiiniiiinininiiiininiitiiiiniiiniiiilandttenenennnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnureureureureureuuureuuureureeureureuureureuuureeeureureureureeuu eeuuureemembberberberererereererrreereerereereeeeee s@ssssssss@ssssss@sssssssssssssssssssssssssskeemmmpapapapapaaaapapaaaapaaaaaaaapaaaaaaapaapaaappaaaapppp tt tt mt mt mt mt mt mt mtt mt mt mtt mmt mt mt mt mtt tt ttttttttttt ttttpengeeetettttttttttttttttttttahuahuahuahuaaahahahahahahahhhahahuahuahahahahhahhahahhhhhahuahahahuhahhhhuhahhhhhhuhhuahahahaahhahahhaahhaaahaahhaahhuadan uuussssssssssahahaahahaahaahaahaahaahaahahahaahhhaahaaahahaahahahhhahaahahahaahahaahahahaahaaaahaahaahhahahhhaaahahahhahaahaahhhahaa k

Page 29: II. KONSEP, TEORI DAN METODOLOGI AA. Pendahuluan · Dari arah pertaruhan inilah peta kerangka pikir dibalik ... sebagai kepercayaan tentang kebenaran yang masuk akal ... konsep-konsep

41

Tabel 3. Tipologi para Narasumber yang diwawancarai

Komponen Stakeholders Posisi saat diwawancarai Catatan Birokrat Mantan Menteri Kehutanan Era sebelum dan setelah

1998, masing-masing satu orang

Staf Ahli Menteri Kehutanan Bidang Ekonomi dan Perdagangan Internasional

Mantan Ditjen BPK, Dephut

Staf Ahli Menteri Kehutanan Bidang Hubungan antar Lembaga

Mantan Staf Ahli Menteri Bidang lain

Staf Ahli Menteri Kehutanan Bidang Revitalisasi Industri Kehutanan

Mantan Ditjen Planologi, Dephut

Staf Khusus Menteri Kehutanan Mantan Sekjen Dephut Peneliti Senior Bidang Kebijakan Kehutanan, Litbang Dephut

Mantan Staf Ahli Menteri Kehutanan Bidang Ekonomi

Direktur Perencanaan Kawasan Hutan, Ditjen Planologi, Dephut Kasubdit Penataan Ruang Kawasan Hutan Wil II, Ditjen Planologi, Dephut Direktur Bina Rencana Pemanfaatan dan Usaha Kawasan; Ditjen BUK Kasi Sarpras KHM pada Dinas Kehutanan Kab. Sarolangun, Jambi

Masyarakat Sipil/NGO Direktur Eksekutif (Executive Director)

NGO nasional (2) dan NGO Internasional Indonesia Program (1)

Specialist Pada Donor International Project

Akademisi Dosen Fakultas Kehutanan (Jawa dan Luar Jawa)

Dua orang Profesor, satu orang mantan dosen bergelar Master

Praktisi Usaha Kehutanan Manager Camp di Unit Management

UM di Kalimantan Timur - anggota APHI

Manager Perencanaan di Unit Management

UM di Kalimantan Timur (1) dan Kalimantan Barat (1) - keduanya anggota APHI

Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusahaan Hutan Indonesia (APHI)

Deputi Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusahaan Hutan Indonesia (APHI)

Catatan: Contoh Transkrip Wawancara dapat dilihat pada Lampiran 15.

3. Metoda dan Prosedur Analisis Diskursus

Dari bahan empiris yang telah terhimpun (Tabel 1) ditetapkan sejumlah bahan

tertulis, terutama produk peraturan perundangan yang menjadi dasar hukum

usaha kehutanan, sebagai kunci kebijakan (key policy milestone) atau sebagai

representasi output dari proses kebijakan usaha kehutanan saat itu (ex-post)

KB

MMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMM

A

P

Page 30: II. KONSEP, TEORI DAN METODOLOGI AA. Pendahuluan · Dari arah pertaruhan inilah peta kerangka pikir dibalik ... sebagai kepercayaan tentang kebenaran yang masuk akal ... konsep-konsep

42

masing-masing untuk sebelum dan setelah 1998. Sedangkan data dan

informasi terkait dengan kondisi, situasi dan kinerja usaha kehutanan

dirangkum, disintesa dan diposisikan sebagai representasi output dari

implementasi kunci kebijakan itu dan kebijakan turunannya dan atau

penopangnya.

Terhadap keseluruhan dokumen kunci kebijakan dilakukan telaah

dokumen. Sebagai upaya klarifikasi atas hasil dan proses telaah dokumen ini

dilakukan pula wawancara mendalam dengan para pihak pemangku

kepentingan. Selain wawancara mendalam, untuk penguatan dan pengayaan

argumen empiris, dilakukan pula online polling melalui internet. Sementara

itu terhadap data dan informasi usaha kehutanan dilakukan pula sintesis untuk

memotret (snapshot) sejauh mana kinerja usaha kehutanan selama kedua

periode. Potret atau snapshot ini digunakan antara lain dalam menakar

seberapa senjang (gap) antara realitas yang terpotret dengan tatanan kebijakan

usaha kehutanan sebagaimana tertuang dalam dokumen kunci kebijakan.

Aspek kelestarian, termasuk di dalamnya pemosisian hutan alam produksi

digunakan sebagai penapis dalam menakar kesenjangan dimaksud. Secara

skematik tahapan ini sebagaimana disajikan dalam Gambar 3.

Gambar 3. Prosedur Analisis Diskursus

442424242424242422422224224422224222422422422222424222242242242424242242224242424222222422242242242222222222422222222422222222222244242442424444244222444242422242222224422242442242222224222242422242442

mas

info

dira

imp

pen

dodododdoooddoooododooooooododdoddooddoooooooodooooodoooodoooododooooddoooooooododdoooookkkkkkkkkkkkkkk

didididiididididiididiiiiididiiiidididiiiiiiiidiididiididiiiiiidiiiiiidiididiidddiiidiiiiiiidiiiiiiilallalllllllllllllllllllllllllllllllllll

kekekekekeeeekekekekeekekkekeeekekekekekkkekekekekkkeeeekeekeekeeekkekeeeeeeeeekeekekekeeeeekkkekeeeeeppp

arararrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrgugggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggg

itttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttu u u uuu uuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu uuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu

memememmmemememememememememmeemememmmemmmmmmememmmemememememmmemmmmmmemmmmmeemememmmmmemmemmemmmemmmmeemmeememmmemmmmemmmmmmmmmmmmmmeem m

pepepeeepeepepepeeepepepeeeeeeeeeepeeepeeeepepeeeepeeeeeeeeeeeeeeepepepeeeeeepeeeeerirrrrrrrrrrrrrrr

seseeseeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeebbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbb

usususussusussususssususssusususssususssssususssssususssussuusssssussssssssssussssssusssssussssussusssssussusssssssaaaaaaaaa

AsAsAsAsAAsAsAsAssAsAsAsAsAAAsAsAsAsAsAsAsAsAAAAsAsAsAsAAsAsAAsAsAAsAssAsAsAAAAsAAsAssAsAsAAAAAsAsAsssssAsAAAsAsAAsAsAAsAAAAAAAAAsAsAsAsAsAssssp

dididididdiidiidididididiidiiiidiidididididididiidiiiiididiididiiidiididiiiiidididiididdiddididiiidididdddidddidiiidd gugggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggggg

ske

Page 31: II. KONSEP, TEORI DAN METODOLOGI AA. Pendahuluan · Dari arah pertaruhan inilah peta kerangka pikir dibalik ... sebagai kepercayaan tentang kebenaran yang masuk akal ... konsep-konsep

43

Analisis diskursus berupa analisis isi dan narasi dilakukan saat melakukan

telaah dokumen tertulis maupun hasil percakapan atau wawancara dan hasil

polling. Telaah dokumen diawali melalui penyiapan ikhtisar9 disusul dengan

analisis isi dan narasi. Analisis isi merujuk pada Holsti (1969) berupa

penarikan inferensia atau simpul atau pokok-pokok pikiran. Dalam analisis isi

ini, dilakukan pengkodean (coding) dan kategorisasi untuk masing-masing

setiap paragraph dari bahan hasil ihtisar, khususnya untuk teks dokumen

kebijakan, kedalam empat dimensi Bolman and Deal (1991)10. Hasil akhir

pengkodean dapat memberikan gambaran, bahwa dari sisi dimensi

keorganisasian, kebijakan usaha kehutanan ada di dimensi mana: rational,

human, politics, atau symbolic. Dalam pengkodean digunakan kata kunci yang

diadopsi dari Bolman and Deal (1991) sebagaimana tercantum pada Lampiran

4. Hasil pengkodean sebagaimana dapat dilihat pada Lampiran 5. Contoh

hasil analisis isi dapat dilihat pada Lampiran 6.

Analisis narasi merujuk Bernard (2000) dan Denzin (1989), yakni mencari

dan menetapkan pola-pola pokok dalam narasi. Menurut Graffin (1993 dalam

Liang dan Lin, 2008) narasi adalah sebuah bangunan analisis yang

menghimpun berbagai kejadian atau fenomena yang dirangkum kedalam

deskripsi singkat. Kerangka teoretik kelestarian digunakan sebagai takaran

utama dalam melakukan berbagai analisis ini. Contoh hasil analisis narasi

dapat dilihat pada Lampiran 7.

Untuk melihat kecenderungan diskursus dan peta kerangka pikir para

pihak, dari hasil analisis isi dan narasi di atas dilakukan pula transformasi dan

pemetaan hasil kedalam beberapa ilustrasi grafis-kuantitatif, termasuk dalam

9 Dalam membaca, menyarikan dan mensintesa bahan-bahan empiris, peneliti juga menggunakan antara lain Sistim Ikhtisar Dokumen Bahasa Indonesia (SIDoBI) ver 2009 yang merupakan on-line static sofware yang telah dikembangkan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Jakarta, Indonesia. Untuk pengkodean dan pengkategorian bahan-bahan empiris, terutama hanya beberapa yang berbahasa inggris, digunakan software N-Vivo Ver 2002 buatan QSR International Pty Ltd, Melbourne, Australia. 10 Keempat dimensi itu adalah rasional (rational), kemanusiaan (human), politik (political), dan simbolik (symbolic).Dijelaskan, bahwa dalam dimensi rasional, organisasi digerakan oleh berbagai strategi, dan peran manajemen adalah mensejajarkan berbagai strategi dan struktur dengan lingkungan eksternal. Dalam dimensi manusia, isu sentralnya bagaimana menggabungkan berbagai kebutuhan manusia dengan rasionalitas keorganisasian. Dari dimensi politik,kesenjangan kepentingan dan kelangkaan sumberdaya terpaksa membalikkan politik organisasi. Simbol memainkan peran penting dalam pengalaman manusia. Dalam domain rasional, poin kehidupan itu adalah pilihan. Namun, hidup dalam berbagai organisasi antara lain hanyalah terkait pengambilan keputusan (March/Olsen 1976 dalam Bolman and Deal, 1984). Pembuatan keputusan sering sebagai arena untuk berbagai aksi simbolik. Dengan keempat dimensi ini Bolman and Deal (1984) memastikan ciri sebuah organisasi dalam menjalankan dan menegakan aturan main: seperti apa keseimbangannya dan kira-kira lebih cenderung ke dimensi yang mana.

9999999999999999999999999999999999999999999999999 D DDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDPePPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPemeemeeeePtPPPPPPPPPPPPP101 DDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDmmmmmmmmmmbbbbbabbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbkkekekkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkpepepeppppppppppppppppppppppppppbebebbbbbbbbbbbbbbbbbb1911DDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDkekkkkkkkkkkk

Page 32: II. KONSEP, TEORI DAN METODOLOGI AA. Pendahuluan · Dari arah pertaruhan inilah peta kerangka pikir dibalik ... sebagai kepercayaan tentang kebenaran yang masuk akal ... konsep-konsep

44

bentuk kuadran dengan absis dan ordinat yang ditarik fenomena atau pokok-

pokok pikiran yang mencuat dalam isi dan narasi. Diadopsi pula kuadran

Alvesson and Karreman (2000) yang dalam penelitian ini dinamai frame B.

Alvesson and Karreman (2000) menggunakan dua dimensi (absis dan ordinat)

dengan empat kuadran11.

Untuk melihat kualitas kebijakan usaha kehutanan dan efektifitas

pelaksanaannya, khusus dianalisis Dokumen Renstra Direktorat Jenderal Bina

Produksi Kehutanan (kini Bina Usaha Kehutanan, BUK) 2005-2009 melalui

pendekatan Birkland (2001) yang menekankan aspek proses perancangan

kebijakan sebagai akumulasi tiga arus, yani politik, masalah publik dan

kebijakan itu sendiri (Gambar 4). Dengan ketiga arus ini Birkland (2001)

mengkerangka hubungan tujuan, model sebab-akibat, instrumen, target dan

implementasi kebijakan, masing-masing dengan sejumlah pertanyaan (Tabel

4). Dengan berbagai pertanyaan ini hasil analisis diskursus yang sama –

selain dipetakan kerangka pikirnya – ditelaah lebih lanjut untuk mendapatkan

gambaran kualitas kebijakan usaha kehutanan dan efektivitas pelaksanaannya.

Dari hasil telaah ini ditarik sejumlah rekomendasi terkait langkah dan agenda

pembaruan kebijakan usaha kehutanan.

Gambar 4 Proses konstruksi kebijakan (Birkland, 2001)

11 Dimensi pertama (absis) menggambarkan hubungan antara diskursus dengan makna yang merentang dari kondisi rontok (collapsed) di ekstrim kiri – dinamai pula sebagai titik discourse determination, sampai tak ada hubungan sama sekali (unrelated) di ekstreem kanan, titik ini dinamai discourse autonomy. Diantara dua ekstrim ini terdapat dua titik lain segaris yang posisinya proporsional, yakni terkait erat (tightly coupled) di bagian kiri dan terkait longgar (loosely coupled)dikanannya. Dimensi kedua (ordinat) menggambarkan lawas diskursus yang merentang dari diskursus mikro (micro discourse) di ekstrim atas dikenal dengan sebutan kepedulian-jangka pendek (close-range interest) dengan konteks situasional dan lokal (local situational contexts) sampai diskursus mega (mega discourse) di ekstrim bawah disebut sebagai kepedulian jangka-panjang (long-run interest) dengan konteks sistem-makro (macro-system contexts). Diantara kedua ekstrim ini ada dua titik segaris lain yang letaknya proporsional, yakni grand dan meso discourse.

4444444444444444444444444444444444444444444444444444444444444444444444444444444444444444444444444444444444444444444444444444444444444444444444444444444444444444444444444444444444444444444444444444444444444

ben

pok

Alv

Alv

den

pepepepeeepeeeeeeepeeeeepeeeeeepeeeeepeeeeeeeepeeeepeepeeepeeeppp lalllllllllllllllllllllllllllllll

PrPrPrPrPrPrPrPrrrrrrPrrrrrPrrPrPrrrPrrrrPrPrrPPrrrrrPrPrrrrrrrrrrrPrrPrrPrrrrrrrrPrrrrrPrrPrrrrrrrrrrrooooo

pepepepeeeeeeeeeeeeeepeppeeeeeeeeeeeeeeeepeeeeeeepepeeeeepeeeeepeeeepeeep nn

kekekekekekekeekeekekekkeeeekekekekekkkkekeekekekeeekeekkekekeekeekeekekeeeeeeeekeeeeeeeeeeeebbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbb

kekeekekeeeekekekeekeekeekeekekeekeekekekeeeekekeekekekkeekeeeekeeeeeeeekeekeeeekekeeeeekekeekeekeeeeekeeekekeekekebbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbb

memememmmemememememememememmeemememmmemmmmmmememmmemememememmmemmmmmmemmmmmeemememmmmmemmemmemmmemmmmeemmeememmmemmmmemmmmmmmmmmmmmmeem n

immmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmpppp

4)4))))4))))4)4)4)4)))4)))))))))))4)))))))))))4)))))44)))))))))4)))))))))))))))4444))4))))4))))44))))))). . . ....................

seseeeeeeeeeeeeseeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeellallllllllllllllllllllllllllllllllllll

gagagagagaagagaaaaaagaaaagagagaaaagagaaaaaaaaaaaagaaaaaaaaaaagaaaaaaaagaaagaagaaaaaaaaaaaaagaaagaaaaaaagag mmmmmmmmmmmmmmmmmm

DaDaDDaDaDaDaDDaDaDaDaDaDaDaDDDaDaDaDaDaDaDDaDaDaDaDDaDaDaDaDaDaDaDaaDDaDaDaDaDDaDaDaDaDaDaDaDDaaDaDaDDaDDaaDaaDaaaaaaaaaaDaDaDaaaDDDaaDDaaar

pem

11 Dimmmenmenmenmennmenmenmennnmenmenmenmennnmennnmenennmm nnnnnnnnnmennnnnnnnnnssissss(collaaapapppppappppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppsedsesedsedssedsesessesesesesesesesessedsesesesesesesesesesesesssseseseseseseesseeseesseseseseseseseses )dd(unreeelalalaaaaaaaaaaaaaaaaaaaateddtedt ddddtedddddtedtedddddtedddteddteddteddddteddd)))ddddyang ppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppposiosiosiosioosiosiosiosiosiiiosioooosiiiiosiosiosiosiosiosiosiiiio iiosiiiiooooooosiosio sssdikannnaaaaaaaaaaaaaaaaannynnynnynnnynnynnynnynnynnnnnnnnnnynnynnynnnnynnnnnynnynnynnnyyyynnynnyn yyynnynnnnnnn ynnynnnnyyaadiscooouuuuuuuuuuuuuuuurseseerseerserserserseeeerseeseeeeeserseseeseeeersrssssssserseeeeeesee) )situasssionionionionononiononnniononononioionnnionioniononononnononnnonnonnnonnonononnoononnnoonnonoonoo aaaalalalalaalaaaallallllaaaaaaakepeddduduuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuulialialllilialialialialialiaiialialialialialillilililiailialiaaiialialiialiaiaiaiiiialiaaaiaaaaliallilliailiiil alliaai nekstriiim im im im im im im imm im im iim im im im im im im im im im iiim im im im iim iiimmm immm imm imm immmm iim nnninnnnnnnnnnnnnnnnnnn

Page 33: II. KONSEP, TEORI DAN METODOLOGI AA. Pendahuluan · Dari arah pertaruhan inilah peta kerangka pikir dibalik ... sebagai kepercayaan tentang kebenaran yang masuk akal ... konsep-konsep

45

Tabel 4. Kerangka Kebijakan (diadopsi dari Birkland, 2001)

Komponen Penjelasan (Pertanyaan yang perlu diangkat) Tujuankebijakan

Apa tujuan kebijakan: menghilangkan masalah? Sekedar mengurangi, tidak menghilangkan? Atau mengatasi masalah agar tidak menjadi lebih buruk?

Modelsebab-akibat

Seperti apa model ini? Apakah kita tahu bila yang dilakukan X, akan dihasilkan Y? Bagaimana kita tahu ini, bagaimana bisa tahu?

Instrumen kebijakan

Instrumen apa (saja) yang digunakan agar kebijakan bisa dijalankan? Apakah instumen itu cukup mendorong? Apakah instrumen berupa insentif, persuasif atau sekedar informasi? Perlu upaya peningkatan kapasitas?

Sasarankebijakan

Perilaku siapa yang diharapkan berubah? Adakah sasaran langsung dan tak langsung? Apakah pilihan rancangan berdasarkan konstruksi sosial dari populasi sasaran?

Implementasi kebijakan

Bagaimana kebijakan dilaksanakan? Siapa yang akan menata sistem implementasinya? Apakah akan top-down atau bottom up? Mengapa?

E. Limitasi dan Validasi

Harus diakui secara jujur, bahwa riset kualitatif sekaligus dengan pendekatan

diskursus ini adalah baru bagi peneliti yang sejauh ini lebih banyak bergerak

dan bekerja dengan pendekatan yang lebih banyak positivistik-normatif.

Lompatan perubahan dalam aliran berpikir ini dan sekaligus dalam cara

mendefinisikan dan mendekati persoalan memang menjadi sangat berat.

Dengan kondisi demikian, peneliti menyadari penuh bahwa riset ini tidak

steril dari berbagai keterbatasan (limitation). Beberapa keterbatasan ini

mencakup antara lain tapi mungkin tidak terbatas pada hal-hal (a) cakupan isu

yang menjadi entry riset ini, yang begitu luas, sehingga sekalipun

metodologinya dapat dibangun memadai, namun saat (b) penentuan metoda

analisisnya mendapat kesulitan yang tidak ringan; sehingga sebagai jalan

keluar, (c) beberapa metoda yang dirujuk tidak sepenuhnya diikuti secara

kaku, mengingat pelaksanaannya pun akhirnya harus kompromi dengan

ketersediaan, reliabilitas dan kelengkapan, validitas bahan-bahan empiris

resmi yang ontentik dan – tentu saja – waktu yang tersedia.

Namun, dengan berbagai keterbatasan di atas penulis telah berupaya untuk

tidak tidak mengorbankan validitas hasil riset kualitatif ini. Bahwa tingkat

EEEE

Page 34: II. KONSEP, TEORI DAN METODOLOGI AA. Pendahuluan · Dari arah pertaruhan inilah peta kerangka pikir dibalik ... sebagai kepercayaan tentang kebenaran yang masuk akal ... konsep-konsep

46

validitas masih belum optimal, dapat diterima, karena proses validasi memang

belum dilakukan optimal. Misalnya, beberapa temuan awal tidak semua

dikonfirmasi langsung dan konfirmasi ulang yang dilakukan beberapa tidak

kembali kepada informan yang sama, tetapi kepada informan dari kelompok

dan kualifikasi yang sama. Secara keseluruhan, validasi juga dilakukan

terhadap hasil polling dengan pemetaan satu-satu sesuai kelompok para

pemangku kepentingan yang teridentifikasi. Proses validasi ini tentu tidak

sekuat bila metodanya diikuti secara kaku, misal dengan menggunakan

koefisien Cohen’s Kaffa, yakni satu atribut statistik untuk ukuran kualitatif12.

Dengan keterbatasan itu pula, peneliti memosisikan hasil riset kualitatif ini

bukan hal final, tetapi analog dengan sebuah sketsa lukisan di sebuah kanvas

yang cukup besar yang sudah mulai tampak gambar besarnya, namun perlu

penyempurnaan di tingkat mikro. Harapannya, tentu para peneliti berikutnya

di masa datang dapat masuk dengan topik di tingkat mikro untuk

menggenapkan sketsa dimaksud. Sebagai gambaran, berikut peta jalan (road

map) awal yang mungkin dapat ditempuh dengan beberapa topik penelitian

lanjutan untuk menggenapi sketsa makro di atas. (Tabel 5).

Tabel 5. Peta Jalan (Road-map) Awal untuk Penelitian Kualitatif Lanjutan Topik Riset Opsi Metoda Harapan atas hasil riset ini

Kelestarian Posisi Hutan Alam

Kebijakan Usaha Kehutanan

Diskursus dan atau Diskursus analisi kritis dan atau teori hegemoni

Konfirmasi sekaligus penguatan secara detail kehadiran dominasi dan hegemoni kekuasaan

Sebagai gambaran, dalam Tabel 6 dapat dilihat beberapa riset kualitatif

dengan pendekatan antara lain dengan berbagai analisis diskursus seputar

kehutanan dan sumberdaya alam dan lingkungan yang telah dilaksanakan di

manca-negara yang beberapa diantaranya diacu dalam riset ini.

12 Smeeton (1985) dalam www.wikipedia.com diunduh 6 Maret 2010.

44646464646464646646666466446666464664664664666664646666466466464646464664666466464646666664666466466466666666646666666646666666666664464644646644446644664444646646666666644666464464666666466666646466464466

vali

belu

diko

kem

dan

teteeteteteteteteteeteeeteteteteteteteteteteteteteteteteteteteeeeteteeeteetetteteeteteteeeetettteeetetett rhrhrhrhrhrhrhrhrrhrhrhrhrhrhrhrhrhrhrhrhrhrhrhrhrhrhrhrrrrhrhrhrhrhrhrhrhrhhrrhrrhhrhrhrrhrhrhrhhrhrh

pepepepeeepeeeeeeepeeeeepeeeeeepeeeeepeeeeeeeepeeeepeepeeepeeeppp mmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmm

seseseeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeekukkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkk

kokokokokooookokokokookokkokoookokokokokkkokokokokkkooookookookoookkokoooooooookookokokoooookkkokoooooee

bubuuuuuuububuuuuuuuuuuuuuububuuububuuuuuubuuuuububuuuuuuuuuuuuuuuuuubuubuuubuuuuuuuuuuuuuuuuuuubuuuuuuubuubuukkkkkkkkkkkkkkkkk

yayayayayaaaaayaayayayayaaayayayayaaaaaaayaaaaayayayaaaaayayaaaaaaaaaaaayayayayayaaayaaaayayayaaaaaaaaaaaayaaayaaaaayaaaaayaaaayaaaaaaaaannnn

pepepeeepeepepepeeepepepeeeeeeeeeepeeepeeeepepeeeepeeeeeeeeeeeeeeepepepeeeeeepeeeeennnnnnnnnnnnnnnn

dididididididididiididididididiiiididiiidiidididididiiiiiiiiddidiiidiidiidiiiiiidiididiiididiiiiiiidiidi

mememmmmemememememeememememememememeeeememememmmmmmmmemmmemmmememmememememmmemmmmmemmmmmmmeemmmmememmemememmmmmmmmeememmmmmm n

mamammamamamamamamaaamaamamamamamamamaaaamammamamamamamammmamamamamamamamamaaamammammmmmmmmmaamammammamamaamamamamaaammmap

laaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaanjnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnn

KePo

Ke

dedededededededdeddedededededededededededededddeddddedddededededededededeededdeeedddeeddedeeeededeededeeeeeeennnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnn

kekekekekkekekekekekeekekeekekekekkkekekekekkkekekeekekkekekekekkekkekekkekekkekekekkkekeekkkkkkkekeekekkeekkekkeeeehhhhh

mamammmamamammmammmmamamamammmmmammmmamammmmmmmmamammamaammamaammammamammmmmammmmmmm n

12 Smmmeeteeteeteeteeteeteteeteteteeteeteteeteeteteteteeteeteeettetetetetttttttteeteeettttettttete onoooooooooooooooooooooooooooooooooooooo

Page 35: II. KONSEP, TEORI DAN METODOLOGI AA. Pendahuluan · Dari arah pertaruhan inilah peta kerangka pikir dibalik ... sebagai kepercayaan tentang kebenaran yang masuk akal ... konsep-konsep

47

Tabel 6. Beberapa Perkembangan Riset Kualitatif Mancanegara

Sumber, Judul, Penerbit Metoda Sinopsis singkat Reda (2004) Discourse Analysis on the Ethiopian Government’s National Action Program to Combat Desertification. Linkoping Universitet, Sweden

Analisis Diskursus dengan berbagai rujukan, termasuk MichelFoucault

Dianalisis diskursus dibalik kebijakan yang tertuang dalam rencana aksi pemerintah Etiopia dalam memerangi proses penggurunan.

White (2002) A Discourse Analysis of Stakeholders’s understanding of Science in Salmon Recovery Policy. Virginia Polytechnic Institute & State University.

Analisis diskursus konstruktivitist

Dianalisis pemahaman akan pengetahuan ilmiah yang diekspresikan dalam diskursus formal kebijakan pemulihan ikan salmon di Pasific Barat Laut

Rova (2001) When Regulation Fails: Vendace Fishery in the Gulf of Bothnia. Marine Policy Vol. 25: 323-333

Analisis Diskursus

Dianalisis hubungan tiga hal sekaligus: karakteristik sumberdaya, kondisi sosial para pihak pemangku kepentingan dengan ikan vendace (Coregonus albula L) di Teluk Bothnia untuk memperoleh gambaran penataan kelembagaan yang diperlukan.13

Arts and Buizer (2009) Forests, discourse, institutions: A discursive-institutional analysis of global forest governance. Forest Policy and Economics. Vol. 11 (2009): 340-347

Analisis Diskursif-Kelembagaan

Dianalisis bagaimana dan seberapa jauh proses-proses tatakelola dapat dipahami lebih baik melalui analisis diskursus dan antar-muka dari ilmu pengetahuan-kebijakan. Berfokus hanya pada diskursus, tapi dilakukan dari perspektif kelembagaan.

Blaikie dan Sussan (2001) Understanding Policy Processes: Livelihood-Policy Relationships in South Asia. Working Paper 2. Departemen for International Development, UK.

Analisis kebijakan dan analisis proses kebijakan

Memahami proses kebijakan, analisis proses kebijakan dan memahami cara-cara dimana pengaruh berbagai kebijakan pembangunan di Asia Selatan atas mata pencaharian si miskin. Lebih merupakan tinjauan atas pendekatan-pendekatan analisis kebijakan.

Hewitt (2009) Discourse Analysis and Public Policy Research. Paper Series No. 24. Center for Rural Economy Discussion. Newcastle University,

Analisis Diskursus sebagai instrumen dari analisis kebijakan

Riset ini coba melacak berbagai perbedaan pendekatan dalam analisis diskursus yang telah dilakukan para analis kebijakan yang terinspirasi Foucault, seting dari sifat pendekatan pendekatan serta hal terpenting dari perbedaan itu dan menarik implikasi dari penerapan analisis diskursus pada proyek-proyek riset kebijakan pedesaan.

13 Telaah konseptual penulis atas makalah ini dapat di lihat pada Jurnal Manajemen Hutan Tropika, Volume XIV No. 1 April 2008 113111 AAAAAAAAAAAAAAAAA

Page 36: II. KONSEP, TEORI DAN METODOLOGI AA. Pendahuluan · Dari arah pertaruhan inilah peta kerangka pikir dibalik ... sebagai kepercayaan tentang kebenaran yang masuk akal ... konsep-konsep

48

Tabel 6. (Lanjutan) Sumber, Judul, Penerbit Metoda Sinopsis singkat Guzman (tanpa tahun) Focusing on Forest Not the Trees: A Critical Review of Knowledge and Learning Concepts. Griffit Business School, Griffith University. Australia.

Analisis diskursus kritis

Telaah kritis atas pengetahuan dan konsep pembelajaran. Yang ditelaah adalah aspek penting dari asumsi pilosofis yang menonjol seputar isu kekuasaan dan sifat ilmu pengetahuan. Hutan dan kayu, digunakan sekedar analogi dalam telaah.

Wittmer and Birner (2005) Between Conservation, Eco-populism, and Developmentalism: Discourse in Biodiversity in Thailand and Indonesia. CGIAR Systemwide Program on Collective Action and Property Rights, IFRI, Washington DC, USA

Diskursus analisis terkait konsep sistem nilai, story line dan koalisi

Riset ini mengkaji peran diskursus dalam kaitan konflik seputar kegiatan konservasi di negara-negara tropis. Riset fokus pada pertanyaan kunci apakah dan seberapa jauh komunitas lokal dibolehkan hidup dan memanfaatkan sumberdaya di dalam areal yang dilindungi. Kasus: Taman Nasional Lore Lindu, Sulawesi (Indonesia) dan Kehutanan Masyarakat di Areal dilindungi (Thailand)

Philips et al (2004) Discourse and Institution. Academy of Management Review 2004 Vol.29 No. 4: 635-652

Analisis Diskursus

Menelaah proses kelembagaan melalui diskursus dan kebahasaaan dengan pertimbangan bahwa bahasa penting bagi proses pelembagaan; pelembagaan terjadi karena aktor berinteraksi dan dapat menerima definisi bersama tentang realitas yang semuanya berlangsung melalui proses-proses berbahasa dalam mendefinisikan dan mengkonstruksi realitas.

F. Ringkasan

Merujuk pada sekumpulan konsep dan teori seputar kebijakan, analisis

kebijakan, diskursus dan diskursus kelestarian hutan lestari, kerangka

metodologi penelitian ini dirumuskan. Dari konsep dan diskursus kelestarian,

telah pula disintesis kerangka teoretik kelestarian, termasuk di dalamya

pemosisian hutan alam – sebagai instrumen penakar dalam keseluruhan

analisis diskursus yang dilakukan.

Peneliti mengadopsi bentuk analisis kebijakan retrospektif (ex-post) yang

fokus pada apa hasil-hasil aksi yang (telah) terjadi (empiris) dan kesenjangan

(gap) yang ada untuk menggambarkan kualitas sebuah kebijakan dalam

konteks tertentu (valuatif) dan sekaligus menawarkan kerangka pembaruan

termasuk aliran pemikiran dalam proses pembaruan pembuatan kebijakan.

Asumsinya, pembuatan kebijakan terutama implementasinya tidaklah linear,

448484848484848488488884884488884848848848848888848488848848848448488488848484848888884888488488488888888884888888884888888888888448484484844448448884444848488488888844888484484888884888884848884844888

SuGuFoTreKnCoSchAuAuAuAuAuAuAAuAuAuAAAAuAuAAAuAuAuAuAAuAuAuAAuAAuAAAuAAAAAAAAAAAAuuuAAuuAAuAAuuAAuWiWWiWWiWWWiWWiWiWiWiWWWiWiWWiWWWWiWWWWWiWiWiWWiWWWWWWWiWWWWWWWiWWWWiWiWWWWWWWWWWWWWWWWWBeBeBeBBBBBBBBBeBBBBBBBBBBBBeBeBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBBpopopppppppopoppopoppppopoppopopopppopoppoooppoppppopopooppopopppopppppppoppppppppppppppppppppppppppppppppppppppp pDeDeDDDDDDDDDDeDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDiDDDDDDDiDDiDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDD sThThTThTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTCGCGCGCGCGCGCCCCCCCCCCCCCGCCGCCCCCCCCCCCCCCCCCCCCCCCCCCCCCCCGGGCCCCCCCCCCCCCCCCCPrPrPrPPPrPPPrPPPPPPrPrPrPrPPPPPPrPrPrPrPrPPPPPPPPrPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPrrrPPrroAcAcAcAcAAAAcAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAIFIFIFIFFIFIFIFIFIFIIFIIFFFFIFIIFIIFIFIFIFIFFFIFIIFIFIFIFFIFIFFIFIFIFIIFIFIFIIFFFFFIIIIFFFFFFFIFFFFFFFFIFFFIIFRPhPhPhPhPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPPDiDiDDiDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDDD sAcAcAAAAcAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAReReRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRReRRRReRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRR6363636366666363663663663666666636366666366336663663636366636666663363366363666366666666666666666666666666666666666666666666666 5

F. Rin

Me

keb

met

teteteteteteteteteteteteteteeteeeeteteeteeeeeteteeeteteteeeteeteteeeteeeteeeelalalalalalalalalalaalalalaalalallalaalalalalaaalaalalaalaalalalaaaaallaalllaalaa

peppepepppepepepepepepepepepepepepepepeppepepepepeepepepepepepeppepepepeepepeppepepeppeepeepeppeppepepeeppeeppepepepepepeppepeepppppp mmm

ananananananaanananaannnananananananannnananannnannnnnnaannnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnaaa

fofofofofofofofofofofffofofffofofoffofofofofffoffofofoffofffofofoofofooooofofofofoooffofofofoooffooooofooofofookkkkukkkkkkkkkukkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkk

(((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((ggagagagagagaaagaaaagagagaagagaagaagggggggg ppppp(((((((((((

kokokkkokokokokkokokokokokkokkokkokkkokkkokokkokokokokokokookookkkkokokooookokookkoooooooooooooooonn

tetettttttttttttttttettttermmrmmmmmrmmm

AsAsAsAAsAssAsAsAsAsAsAsAsAsAsAsAAsAsAsAAsAAsAAsAsAsAAAAsssAAsAsssAsssAssssAssAAsAsAAAAAsAsAsAsAsAssssssssu

Page 37: II. KONSEP, TEORI DAN METODOLOGI AA. Pendahuluan · Dari arah pertaruhan inilah peta kerangka pikir dibalik ... sebagai kepercayaan tentang kebenaran yang masuk akal ... konsep-konsep

49

dan sebaliknya merupakan ”kekacau-balauan” (chaotic) dari serangkaian

tujuan dan kejadian.

Dengan asumsi tersebut, penelitian ini coba menerapkan analisis

diskursus, sebagai salah satu bentuk penerapan multi-konsep dan multi-

disiplin yang dianggap tepat untuk mengurai kondisi chaotic. Diskursus

berfungsi menyederhanakan masalah-masalah yang rumit; berhubungan

dengan cara berpikir, dengan nilai-nilai dan dengan berbagai pendekatan

fundamental tentang berbagai isu. Diskursus juga merupakan upaya

mengidentifikasi, membicarakan dan memikirkan cara-cara yang tepat dan

legitimate tentang melakukan pembangunan. Analisis diskursus dalam

penelitian ini berciri pendekatan antropologi dengan fokus pada Kebijakan

Usaha Kehutanan di Hutan Alam Produksi di Luar Jawa. Pertimbangannya

lebih ke pragmatisme dan substantif. Pragmatis, karena peneliti merasa telah

cukup lama berkecimpung dalam dunia kehutanan; substantif lebih karena

peneliti menganggap penting untuk dapat menghasilkan materi dan argumen

empiris penting terkait kerangka pikir dari klaim-klaim ”capaian” usaha

kehutanan dibalik diskursus yang berkembang, sekaligus untuk menjawab

pertanyaan penelitian sebagaimana telah dikemukakan pada Bab I. Memilih

kerangka pikir lebih didorong karena pertimbangan bahwa kekeliruan

kerangka pikir (akan) berakibat lebih fatal dari sekedar kerusakan sumbedaya

alam itu sendiri.

Analisis diskursus dilakukan saat melakukan telaah dokumen tertulis

maupun hasil percakapan atau wawancara dan hasil polling. Telaah dokumen

diawali melalui penyiapan ikhtisar disusul dengan analisis isi dan narasi.

Untuk melihat kecenderungan diskursus dan peta kerangka pikir para pihak,

dilakukan transformasi dan pemetaan hasil kedalam beberapa ilustrasi grafis-

kuantitatif, termasuk dalam bentuk kuadran dengan absis dan ordinat yang

ditarik dari fenomena atau pokok-pokok pikiran yang mencuat dalam isi dan

narasi.

Kualitas kebijakan usaha kehutanan dan efektifitas pelaksanaannya dilihat

melalui pendekatan proses perancangan kebijakan sebagai akumulasi tiga

arus, yani politik, masalah publik dan kebijakan itu sendiri. Ketiga arus ini

Page 38: II. KONSEP, TEORI DAN METODOLOGI AA. Pendahuluan · Dari arah pertaruhan inilah peta kerangka pikir dibalik ... sebagai kepercayaan tentang kebenaran yang masuk akal ... konsep-konsep

50

mengkerangka hubungan tujuan, model sebab-akibat, instrumen, target dan

implementasi kebijakan, masing-masing dengan sejumlah pertanyaan.

Hasilnya digunakan untuk mendapatkan gambaran kualitas kebijakan usaha

kehutanan dan efektivitas pelaksanaannya. Untuk hal ini secara khusus

dianalisis Dokumen Renstra Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan

(kini Bina Usaha Kehutanan, BUK) 2005-2009.

Disadari sepenuhnya, bahwa riset ini merupakan hal baru bagi peneliti dan

karenanya tidak mungkin steril dari berbagai keterbatasan. Namun begitu,

peneliti telah berupaya untuk tetap menjaga validitas hasil riset dimaksud dan

memosisikan hasil riset ini sebagai temuan pendahuluan. Peneliti menawarkan

semacam road-map untuk kelanjutan riset ini disertai gambaran

perkembangan riset serupa di mancanegara.

505050500505050050000500500000500500500000005000005005005005050050005005050000000005005005000000000500000000050000000000005505055050055500500555050005000000005000505505000000500000050005055050

men

imp

Has

keh

dian

(k(k(k(k(kk(k(k(k(k(kkk(k(k(k(k(k(k(k(kkk(k(k(k(k(k(kk(k(k(k(kkk(k(k(k(k(kk(k(k(k(k(k(kk((k((k(k(k(kkkk((kkkkk(k(((( ininininininiinininininininininiiniinininiininininiiiininininniiniinnniiniinininininninnin

kakakakakakakakaaaaaakaaaaakaakakaaaakaaaakakaakkaaaakakakaaaaaaaakaaaakaakaakaaaaaaaakaaaaakaakaaaaaaaaaaarerrrr

pepepepeeeeeeeeeeeeeepeppeeeeeeeeeeeeeeeepeeeeeeepepeeeeepeeeeepeeeepeeep nn

memememememememememeeemmememmmememememmememememeemmemmeeemmmemeeeemmemeemememememeemememmememeemmeemmmmmemem m

seseseeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeemmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmm

pepepepeeeeeeeepepeeeeepepeeeeeeeepepeeeeepepeeeeeeeeeeeeeeeeeeepepeeepeeeeeeepepepeeeeeeeeeeeepeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeerkrrr