ii -...
Transcript of ii -...
i
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberi kekuatan sehingga buku Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Sayuran ini dapat diterbitkan. Dengan penerbitan buku ini akan menambah wawasan petani dan penyuluh sebagai pelaku agribisnis sayuran di tingkat hulu untuk mewujudkan usaha menuju produk sayuran yang bermutu dengan proses produksi yang efisien.
Buku ini dilengkapi dengan pengenalan dan cara pengendalian hama dan penyakit utama pada beberapa tanaman sayuran sehingga petani dapat mengendalikan hama penyakit yang menyerang sayuran dengan 5 tepat (tepat sasaran, tepat produk, tepat dosis, tepat waktu dan tepat cara).
Diharapkan buku ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak untuk mengadvokasi para petani sayuran dalam menyediakan sayuran bermutu bagi konsumen sayuran khususnya di kegiatan Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (MKRPL) di Lampung.
Bandar Lampung, Oktober 2012
Dewi Rumbaina Mustikawati
iii
iv
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR………………………………………… 1
DAFTAR ISI…………………………………………………… 2
PENDAHULUAN……………………………………………. 3
HAMA-HAMA PENTING SAYUR-SAYURAN……….. 3
A. Kutu Daun (Aphis gossypii Glover)……………. 3
B. Thrips (Thrips parvispinus Karny)…………… 5
C. Lalat Buah (Bactrocera sp.)……………………... 8
D. Lalat Buah (Bactrocera sp.)…………………….. 10
E. Ulat Buah (Helicoverpa spp.)…………………… 12
PENYAKIT-PENYAKIT PENTING
SAYUR-SAYURAN……………………………………….. 14
A. Antraknose ……………………………………………………. 14
B. Bercak Daun…………………………………………. 16
C. Layu Bakteri …………………………………………. 17
D. Busuk Buah ………………………………………….. 18
BAHAN BACAAN………………………………............ 19
1
I. PENDAHULUAN
Salah satu masalah dalam membudidayakan tanaman
khususnya sayuran, adalah adanya serangan organisme
pengganggu tanaman (OPT) yaitu serangan hama dan
penyakit. Beberapa jenis hama potensial yang sering
ditemukan pada tanaman sayuran adalah hama perusak
daun (ulat grayak, ulat jengkal dan ulat penggorok daun)
serta hama perusak buah yaitu lalat buah dan ulat buah.
Beberapa jenis penyakit pada tanaman sayuran disebabkan
oleh jamur dan bakteri.
Langkah pengendalian hanya bisa dilakukan bila para
petani mengenal dengan baik gejala serangan atau
penyakit yang ditimbulkan masing-masing organisme
penyebabnya. Budidaya tanaman tumbuhan seperti
sayuran daun, bunga, buah maupun umbi memerlukan
pengamatan yang cermat. Dengan begitu, serangan hama
maupun organisme penyebab penyakit dapat segera
dikendalikan.
2
II. HAMA-HAMA PENTING SAYUR-SAYURAN
II.1 Kutu Daun (Aphis gossypii Glover)
Gambar 1. Kelompok Aphis sp. pada daun
Biologi:
Kutu Aphis berukuran 0,8 mm. Distribusinya berupa
kosmopolit. Perkembangannya secara parthenogenesis
(tanpa kawin dulu). Hama ini berbentuk seperti pear,
warnanya bervariasi dari hijau muda sampai hitam dan
kuning. Mempunyai kornikel pada bagian ujung abdomen.
3
Imago dapat hidup selama 28 hari. Satu ekor imago betina
dapat menghasilkan 2-35 nimfa/hari. Siklus hidup dari
nimfa sampai imago 5-7 hari. Selama satu tahun dapat
menghasilkan 16-47 generasi.
Tanaman yang diserang/inang:
Hama bersifat polifag, artinya dapat menyerang
banyak tanaman baik tanaman perkebunan, tanaman
pangan dan sayuran. Pada tanaman sayuran seperti
asparagus, mentimun, terung, tomat, cabai, bayam,
papaya, semangka, kacang panjang, katuk, selada dll.
Gejala serangan:
Serangan berat biasanya terjadi pada musim
kemarau. Bagian tanaman yang diserang oleh nimfa dan
imago biasanya pucuk tanaman dan daun muda. Daun
yang diserang akan mengkerut, pucuk mengeriting dan
melingkar sehingga pertumbuhan tanaman terhambat atau
tanaman kerdil. Hama ini juga mengeluarkan cairan manis
seperti madu sehingga menarik datangnya semut yang
menyebabkan adanya cendawan jelaga berwarna hitam.
Adanya cendawan pada buah dapat menurunkan kualitas
buah. Aphid juga dapat berperan sebagai vektor virus
penyakit tanaman seperti Papaya Ringspot Virus,
Watermelon Mosaic Virus , Cucumber Mosaic Virus (CMV).
4
Cara Pengendalian:
Pengendalian dapat dilakukan dengan beberapa cara:
a) Mengatur waktu tanam.
b) Pergiliran tanaman.
c) Mengurangi pemupukan N.
d) Penggunaan musuh alami seperti parasitoid
Aphelinus gossypi (Timberlake), Lysiphlebus
testaceipes (Cresson). Predator Coccinella
transversalis dan Cendawan entomopatogen
Neozygites fresenii, Beuferia bassiana.
e) Dengan insektisida kimia yang berbahan aktif antara
lain monokrotophos, profenofos,
methidathion,malathion,phosphamidon dll secara
spot spray pada tunas-tunas yang terserang.
Pengendalian dilakukan segera setelah koloni kutu
terlihat.
f) Dengan insektisida nabati seperti tembakau,
berenuk (Crescentia cujete L.), gadung (Dioscorea
hispida Dennst, daun mindi (Melia azedarah L.),
daun srikaya (Annona squamosa), daun suren
(Toona sureni Merr), buah/daun picung (Pangium
edule).
Pengendalian dengan insektisida baik kimia maupun
nabati dilakukan setelah populasi hama berada atau
di atas ambang kendali, agar pembasmiannya tidak
5
berlebihan dan tepat sasaran. Ambang ekonomi kutu
lebih besar dari 10 % tanaman dijumpai koloni kutu
(setiap koloni sekitar 50 ekor kutu).
Pada semua tanaman sayuran penggunaan
insektisida kimia sebaiknya dihindari, karena
umumnya tanaman sayuran dikonsumsi langsung.
II.2 Thrips (Thrips parvispinus Karny).
Gambar 2. Gejala Thrip pada tanaman cabai dan Imago
Thrip (http://www.google.co.id/)
Biologi:
Distribusinya berupa kosmopolit. Imago berukuran
sangat kecil sekitar 1 mm, berwarna kuning sampai coklat
kehitam-hitaman. Imago yang sudah tua berwarna agak
kehitaman, berbercak- bercak merah atau bergaris-garis.
Imago betina mempunyai 2 pasang sayap yang halus dan
6
berumbai/jumbai seperti sisir bersisi dua. Pada musim
kemarau populasi lebih tinggi dan akan berkurang bila
terjadi hujan lebat. Umur stadium serangga dewasa dapat
mencapai 20 hari.
Telur berbentuk oval/seperti ginjal rata-rata 80 butir
per induk, diletakkan di permukaan bawah daun dalam
jaringan epidhermal tanaman secara tunggal atau
berkelompok, akan menetas setelah 3 – 8 hari.
Nimfa berwarna pucat, keputihan/kekuningan, instar
1 dan 2 aktif dan tidak bersayap. Nimfa yang tidak aktif
(pupa) terbungkus kokon, terdapat di permukaan bawah
daun dan di permukaan tanah sekitar tanaman.
Perkembangan pupa menjadi trips muda meningkat pada
kelembaban relatif rendah dan suhu relatif tinggi. Daur
hidup mulai telur hingga dewasa sekitar 20 hari. Siklus
hidup sekitar 35-40 hari.
Tanaman yang diserang/inang:
Hama ini bersifat polifag dengan tanaman inang
utama selain cabai yaitu bawang merah, bawang daun dan
jenis bawang lainnya, dan tomat. Tanaman inang lain yaitu
tembakau, kopi, ubi jalar, waluh, bayam, kentang, kapas,
tanaman dari famili crusiferae, crotalaria, terung dan
kacang-kacangan tetapi tidak dijumpai pada gulma.
Gejala serangan:
7
Cara makan thrip yaitu menusuk dan menghisap
cairan tanaman. Gejala pada tanaman bawang yaitu
sepanjang daun terlihat noktah-noktah yang berwarna
putih mengkilat dan bila gejala ini telah komplikasi dengan
penyakit akan berwarna coklat.
Pada tanaman cabai gejala thrips hampir mirip
dengan gejala pada tanaman terung dan kentang, gejala
awal daun bertatto dan berwarna keperakan mengkilat,
kemudian pada serangan lanjut daun akan berwarna coklat,
hingga proses metabolisme akan terganggu. Selanjutnya
pada cabai daun akan menjadi keriting atau keriput.
Serangan berat pada tanaman cabai dan terung,
daun, pucuk serta tunas menggulung ke dalam dan timbul
benjolan seperti tumor dan pertumbuhan tanaman
terhambat, kerdil bahkan pucuk mati. Mula-mula daun yang
terserang memperlihatkan gejala noda berwarna keperakan
yang tidak beraturan, akibat adanya luka dari cara makan
serangga tersebut. Setelah beberapa waktu, noda
keperakan tersebut berubah menjadi cokelat tembaga.
Daun-daun mengeriting keatas jika terjadi komplikasi
dengan vieus. Secara tidak langsung: trips merupakan
vektor penyakit virus mosaik dan virus keriting.
Cara Pengendalian:
Pengendalian dapat dilakukan dengan beberapa cara:
1. Pengendalian secara fisik:
8
a) Penggunaan mulsa plastik perak maupun plastik
transparan biasa. Secara prinsip, penggunaan
mulsa ini mampu untuk mengurangi tingkat
serangan thrips.
b) Penggunaan perangkap rekat, dengan
kecenderungan warna kuning.
c) Dengan penanaman tanaman penghalang
misalnya tanaman jagung.
2. Pengendalian secara hayati:
a) Penggunaan mikroorganisme yaitu Beauveria
bassiana dan Verticillium lecani.
Gambar 3. Cara Beuveria sp. menyerang thrips (http://www.google.co.id/)
b) Penggunaan pestisida alami yaitu campuran
AGONAL 8:6:6 (bahan nimba/Azadirachta :
Andropogon : sereh wangi/Alpinia galangal).
9
c) Penggunaan predator seperti Coccinella
transversallis (Gambar 4).
Gambar 4. Predator thrips Coccinella transversallis (http://www.google.co.id/)
3. Pengendalian secara kimia.
Yang dimaksud dengan pengendalian cara
kimia adalah bahan yang digunakan sebagai
pengendali merupakan senyawa kimia yang bersifat
sintetis termasuk insektisida sintetis. Beberapa jenis
bahan agrokimia sintetik yang dapat digunakan
untuk pengendalian thrips adalah jenis :
- Sintetik pirethroid
- Fosfat organik yang lunak
- Insektisida IGR (insect growth regulator)
- Jenis mercaptodimethur
- Jenis thripstick
10
Kisaran konsentrasi formulasi yang digunakan
adalah 0.10%-0.20%, tergantung pada tingkat serangan
yang ditimbulkan thrips. Pedoman pengendalian secara
kimia dilakukan berdasarkan nilai ambang kendali thrips,
artinya baru dilakukan aplikasi insektisida bilamana nilai
kerusakan total 15% atau kerusakan kanopi tanaman 10-
15%.
II.3 Lalat Buah (Bactrocera sp.)
Gambar 5. Imago lalat buah (http://www.google.co.id/)
Lalat buah (Bactrocera sp.) adalah hama yang
banyak menyerang buah-buahan dan sayuran,
termasuk tanaman cabai.
Biologi:
Lalat buah dewasa ukurannya sedang dan berwarna
kuning dan sayapnya datar. Pada tepi ujung sayap ada
bercak-bercak coklat kekuningan. Abdomennya ada
11
pita-pita hitam, sedangkan thoraxnya ada bercak-
bercak kekuningan. Ovipositornya terdiri dari tiga ruas
dengan bahan seperti tanduk yang keras.
Jumlah telur sekitar 100-120 butir. Setelah 2-3 hari,
telur akan menetas dan menjadi berenga (belatung).
―Berenga‖ tersebut akan membuat terowongan di dalam
buah dan memakan dagingnya selama lebih kurang 2
minggu. ―Berenga‖ yang telah dewasa meninggalkan buah
dan jatuh di atas tanah, kemudian membuat terowongan 2-
5 cm dan menjadi pupa. Lama masa pupa 7-8 hari. Total
daur hidupnya antara 23-34 hari, tergantung keadaan
udara. Dalam satu tahun lalat ini menghasilkan 8-10
generasi.
Tanaman yang diserang/inang:
Tanaman yang biasa diserang lalat buah adalah
tomat, cabai, pepaya, mentimun, paria, nangka, belimbing,
melon, lengkeng dll.
Gejala serangan:
Lalat betina dengan ovipositornya menusuk buah dan
meletakkan telurnya dalam lapisan epidermis. Pada waktu
menetas, larvanya akan memakan daging buah hingga
warna buah menjadi jelek dan tidak dapat dimakan.
Biasanya serangan lalat ini diikuti hama lain. Telur kadang
diletakkan tidak hanya di dalam buah, tetapi juga pada
12
bunga dan batang. Batang yang terserang akan menjadi
bisul, sedangkan buahnya akan menjadi kecil dan berwarna
kuning.
Gejala serangan pada tanaman cabai, kulit buahnya
menjadi hitam mengeras, busuk, buah gugur sebelum
waktunya sehingga mengurangi kuantitas dan kualitas hasil
produksinya.
Cara Pengendalian:
Pengendalian lalat buah dapat dilakukan dengan beberapa
cara:
1) Dengan botol/kotak perangkap yang di dalamnya
diletakkan bahan pemikat.
Pengendalian lalat buah (Bactrocera sp.) dapat dilakukan
dengan menggunakan atraktan/perangkap menggunakan
daun selasih. Daun selasih memiliki beberapa kandungan
yang dapat memikat lalat buah dari aroma yang
dikeluarkan. Daun selasih 10—20 helai diremas-remas atau
dicincang dengan pisau 2-3 cm, selanjutnya dibungkus kain
strimin dimasukkan ke alat perangkap. Alat perangkap bisa
menggunakan botol plastik yang diberi air kira-kira
sepertiga isi botol.
2) Secara Biologi
Memanfaatkan musuh alami yaitu parasitoid dan predator.
Semut merupakan predator lalat buah.
3) Cara Mekanis.
13
Mengumpulkan buah yang busuk atau sudah terserang
kemudian dibenamkan ke dalam tanah atau dibakar.
4) Pengasapan.
Tujuan pengasapan adalah untuk mengusir lalat buah dari
kebun. Pengasapan dilakukan disekitar pohon dengan
membakar serasah atau jerami sampai menjadi bara yang
cukup besar, kemudian bara dimatikan. Pengasapan selama
13 jam dapat mematikan lalat buah yang tidak sempat
menghindar.
II.4 Ulat grayak (Spodoptera sp.)
Gambar 6. Ulat grayak instar 1
Gambar 7. Ulat grayak instar 3 atau 4
14
Biologi:
Serangga dewasa berupa ngengat berwarna abu-abu.
Telur berbentuk hampir bulat dengan bagian dasar melekat
pada daun (kadang-kadang tersusun dua lapis), berwarna
coklat kekuningan, diletakkan berkelompok masing-masing
25−500 butir. Telur diletakkan pada bagian daun atau
bagian tanaman lainnya, baik pada tanaman inang maupun
bukan inang. Bentuk telur bervariasi. Kelompok telur
tertutup bulu seperti beludru yang berasal dari bulu-bulu
tubuh bagian ujung ngengat betina, berwarna kuning
kecoklatan.
Larva mempunyai warna yang bervariasi memiliki
kalung (bulan sabit) berwarna hitam pada segmen
abdomen. Ulat yang baru menetas berwarna hijau muda,
hidup berkelompok. Pada siang hari larva hidup di dalam
tanah atau tempat yang lembab dan menyerang tanaman
pada malam hari atau saat intensitas cahaya matahari yang
rendah.
Ulat erkepompong di dalam tanah, membentuk pupa
tanpa rumah pupa (kokon), berwarna coklat kemerahan
dengan panjang sekitar 1,60 cm. Siklus hidup berkisar
antara 30−60 hari (lama stadium telur 2−4 hari). Stadium
larva terdiri atas 5 instar yang berlangsung selama 20−46
hari. Lama stadium pupa 8−11 hari. Seekor ngengat betina
dapat meletakkan 2.000−3.000 telur.
15
Tanaman yang diserang/inang:
Tanaman yang biasa diserang ulat grayak adalah
cabai, kubis, padi, jagung, tomat, tebu, buncis, jeruk,
tembakau, bawang merah, terung, kentang,
kacangkacangan (kedelai, kacang tanah), kangkung,
bayam, pisang, dan tanaman hias. Ulat grayak juga
menyerang berbagai gulma, seperti Limnocharis sp.,
Passiflora foetida, Ageratum sp., Cleome sp.,
Clibadium sp., dan Trema sp.
Gejala serangan:
Larva yang masih muda merusak daun dengan
meninggalkan sisa-sisa epidermis bagian atas (transparan)
dan tulang daun. Larva instar lanjut merusak tulang daun
dan kadang-kadang menyerang polong. Biasanya larva
berada di permukaan bawah daun dan menyerang secara
serentak dan berkelompok. Serangan berat menyebabkan
tanaman gundul karena daun dan buah habis dimakan ulat.
Serangan berat pada umumnya terjadi pada musim
kemarau, dan menyebabkan defoliasi daun yang sangat
berat.
Cara Pengendalian:
Pengendalian ulat grayak dapat dilakukan dengan beberapa
cara:
1) Secara fisik dan mekanik: Pengurangan populasi
hama dapat dilakukan dengan mengambil kelompok
16
telur, membunuh larva dan imago atau mencabut
tanaman yang sakit.
2) Penggunaan agens hayati: Pemanfaatan musuh
alami seperti predator dan parasitoid.
3) Penggunaan insektisida nabati: Serbuk biji Nimba
efektif mengendalikan ulat grayak.
II.5 Ulat Buah (Helicoverpa spp.)
Gambar 8. Imago dan ulat buah (Helicoverpa spp.)
(http://www.google.co.id/)
Biologi:
Telur berbentuk hampir bulat dan datar, pada
bagian bawahnya berwarna bening dan berubah menjadi
kuning-keputihan lalu menjadi coklat gelap sebelum
menetas. Ukuran telur bervariasi antara 0.4-0.55 mm. Telur
diletakkan pada malam hari tepatnya akhir malam dan
umumnya sesudah pukul 21.00 WIB. Pada beberapa
tanaman, telur diletakkan satu per satu pada bagian bawah
17
daun sepanjang tulang daun. Lama stadia telur bergantung
pada kondisi suhu, pada suhu 18-28 0C telur H. armigera
dapat menetas dalam kurun waktu 10-18 hari setelah
peletakan telur, akan tetapi bila suhu rata-rata mencapai
270C, penetasan dapat berlangsung lebih cepat yakni
antara 3-4 hari setelah peletakan telur.
Larva yang baru menetas berwarna kekuning-
kuningan dengan garis longitudinal berwarna kuning
orange. Kepala, torak, anal dan kaki berwarna coklat. Larva
yang tumbuh sempurna berukuran panjang 3,5-4,4 cm
dengan warna tubuh secara menyeluruh hijau pucat
dengan garis patah pada sisi badanya dan membujur lurus
pada bagian atas.
Panjang pupa adalah antara 14-18 mm, pupa
berwarna kekuning-kuningan, kemudian akan berubah
menjadi kuning-kecoklatan dan berwarna coklat menjelang
pupa akan berubah menjadi serangga dewasa. Pupa yang
jantan secara morfologis berbeda dari yang betina, yakni
ditandai dengan adanya celah segitiga pada ruas abdomen
terakhir (untuk pupa betina) dan adanya celah membulat
pada yang jantan. Kepompong dibentuk di dalam tanah,
lama masa kepompong 12-14 hari. Stadia larva bervariasi
antara 15 - 21 hari.
Tanaman yang diserang/inang:
Cabai, tomat, brokoli, sawi, anggur, alpukat kedelai,
kacang tanah, jagung
18
Gejala Serangan:
Ulat Buah Helicoverpa spp HSN ini dulunya dikenal
dengan nama Ulat Buah Heliothis spp. Bersifat polifag,
menyerang buah dengan cara menggigit dan
melubanginya, sehingga bentuk buah tidak normal, dan
mudah terserang penyakit busuk buah.
Pada tanaman cabai ulat buah ini biasanya akan
menyerang cabai mulai cabai masih berwarna hijau hingga
pada saat cabai masak. Ulat menyerang cabai dengan cara
mengebor dan masuk ke dalam buah cabai (Gambar 9).
Akibat serangan ulat ini cabai menjadi rusak sehingga tidak
bisa dijual ke pasar.
Pada buah tomat, ulat ini masuk kedalam buah
dengan cara melubangi buah, setelah itu memakan bagian
dalam buah. Kerusakan yang ditimbulkannya pada buah
tomat cukup berat, yaitu buah yang terserang akan rusak,
lama-lama rontok dan menjadi busuk basah setelah
penyakit sekunder ikut masuk dalam buah.
19
Gambar 9. Serangan Helicoverpa spp. pada cabai dan tomat
Pengendalian Ulat Buah Helicoverpa spp. dengan
beberapa cara, antara lain :
1. Secara kultur teknis, dengan cara menanam tanaman
pada lahan yang sebelumnya bukan ditanami dengan
tanaman cabai atau tomat.
2. Secara mekanis. Ulat buah dapat dikendalikan dengan
cara mengumpulkan buah-buahan yang terserang ulat
dan memusnahkanya dengan cara menguburnya di
dalam tanah atau di bakar.
3. Secara sanitasi, dengan cara membersihkan gulma atau
rerumputan di sekitar pertanaman. Gulma atau
rerumputan merupakan tempat hidup bagi ulat, dengan
pembersihan gulma berarti akan menekan populasi ulat.
4. Secara kimiawi. Pengendalian ulat buah dilakukan
dengan cara penyemprotan dengan bahan kimia
20
pestisida secara bijak sesuai dengan anjuran setempat.
Pestisida yang biasa dipakai adalah pestisida berbahan
aktif enamektin benzoat 5% dan lamda sihalotrin 25 g/l.
Sebelum mengaplikasikan pestisida ini alangkah baiknya
berkonsultasi terlebih dulu dengan petugas teknis,
penyuluh pertanian atau pengamat OPT yang terdekat.
Penyemprotan pestisida ini sebaiknya dilakukan
pada malam hari, sebab ulat buah Helicoverpa ini biasanya
aktif pada malam hari. Untuk menambah daya rekatnya,
saat penyemprotan pestisida dapat ditambah dengan
perekat perata dengan dosis sesuai anjuran atau label
sehingga penyemprotan pestisida menjadi lebih efektif.
Bahan perekat perata untuk pestisida sudah banyak dijual
di pasar. Sebaiknya untuk mengendalikan ulat buah
Helicoverpa ini dilakukan secara terpadu dengan
menggabungkan berapa teknik pengendalian hama yang
memungkinkan. Keberhasilan teknik pengendalian ini sejak
awal akan dapat mengurangi serangan ulat buah
Helicoverpa ini. Ambang kendali Helicoverpa jika
ditemukan 2 ekor ulat per rumpun/batang saat umur
tanaman lebih dari 45 HST.
21
III. PENYAKIT-PENYAKIT PENTING SAYUR-
SAYURAN
III.1 Antraknose
Penyakit antraknosa disebabkan oleh Cendawan
Colletotrichum sp.
Gambar 10. Buah cabai terserang Antraknosa
(http://asamgaling.blogspot.com)
Tanaman yang diserang/inang:
Cabai, Tomat, kentang, terong, papaya, mangga,
semangka, alpukat, oyong dll.
Gejala:
Gejala bercak-bercak melekuk dan bulat pada buah
lalu membesar berwarna coklat dengan titik-titik hitam.
Pada cabai biasanya gejala serangan penyakit antraknosa
atau patek pada buah ditandai buah busuk berwarna
kuning-coklat seperti terkena sengatan matahari diikuti oleh
busuk basah yang terkadang ada jelaganya berwarna
hitam. Sedangkan pada biji dapat menimbulkan kegagalan
22
berkecambah atau bila telah menjadi kecambah dapat
menimbulkan rebah kecambah. Pada tanaman dewasa
dapat menimbulkan mati pucuk, infeksi lanjut ke bagian
lebih bawah yaitu daun dan batang yang menimbulkan
busuk kering warna cokelat kehitam-hitaman.
Pengendalian Penyakit Antraknosa atau Patek:
1. Melakukan prendaman biji dalam air panas (sekitar
55 derajat Celcius) selama 30 menit atau perlakuan
dengan fungisida sistemik yaitu golongan triazole
dan pyrimidin (0.05-0.1%) sebelum ditanam atau
menggunakan agen hayati.
2. Penyiraman fungisida atau agen hayati yang tepat
pada umur 5 hari sebelum pindah tanam.
3. Memusnahkan bagian tanaman yang terinfeksi,
namun perlu diperhatikan saat melakukan
pemusnahan, tangan yang telah menyentuh
(sebaiknya diusahakan tidak menyentuh) luka pada
tanaman, tidak menyentuh tanaman/buah yang
sehat, dan sebaiknya dilakukan menjelang pulang
sehingga kita tidak terlalu banyak bersinggungan
dengan tanaman/buah yang masih sehat.
4. Penggiliran (rotasi) tanaman dengan tanaman lain
yang bukan famili solanaceae (terong, tomat dll)
atau tanaman inang lainnya misalnya, papaya,
karena berdasarkan penelitian IPB patogen
23
antraknosa pada pepaya dapat menyerang cabai
pada pertanaman.
5. Penggunaan fungisida fenarimol, triazole,
klorotalonil, dll. khususnya pada periode
pematangan buah dan terutama saat curah hujan
cukup tinggi. Fungisida diberikan secara bergilir
untuk satu penyemprotan dengan penyemprotan
berikutnya, baik yang menggunakan fungisida
sistemik atau kontak atau bisa juga gabungan
keduanya.
6. Penggunaan mulsa hitam perak, karena dengan
menggunakan mulsa hitam perak sinar matahari
dapat dipantulkan pada bagian bawah permukaan
daun/tanaman sehingga kelembaban tidak begitu
tinggi.
7. Menggunakan jarak tanam yang lebar yaitu sekitar
65-70 cm (lebih baik yang 70 cm) dan ditanam
secara zig-zag ini bertujuan untuk mengurangi
kelembaban dan sirkulasi udara cukup lancar karena
jarak antar tanaman semakin lebar, keuntungan lain
buah akan tumbuh lebih besar.
8. Jangan gunakan pupuk nitrogen (N) terlalu tinggi,
misal pupuk Urea, Za, ataupun pupuk daun dengan
kandungan N yang tinggi.
9. Penyiangan gulma atau rumput-rumputan agar
kelembaban berkurang dan tanaman semakin sehat.
24
10. Jangan menanam cabai dekat dengan tanaman
cabai yang sudah terkena lebih dahulu oleh
antraknosa, ataupun tanaman inang lain yang telah
terinfeksi.
11. Pengelolaan drainase yang baik di musim
penghujan.
Agen hayati yang sering digunakan dalam
pengendalian antraknosa adalah Actinoplanes sp,
Alcaligenes sp, Agrobacterium Amorphospongarium sp,
athrobacter sp dan lain-lain. Biasanya diperoleh di balai
perlindungan tanaman Kementerian Pertanian. Namun
perlu diperhatikan bila kita menggunakan agen hayati
sebaiknya kita tidak menggunakan pestisida kimia, karena
akan menyebabkan kematian pada agen hayati tersebut.
III.2 Bercak Daun
Penyebab : jamur Cercospora sp, Alternaria solani,
Botrytis cinerea .
Gambar 11. Gejala bercak daun pada cabai dan papaya
(http://asamgaling.blogspot.com)
25
Tanaman yang diserang/inang :
Kacang panjang, cabai, terong, kapri, kubis, paria,
petsai, saledri, wortel dan lain-lain.
Gejala:
Pada daun terdapat bercak bulat menyerupai mata
katak, dengan pusat putih keabu-abuan dan tepi kecoklatan
atau hitam pada daun. Pada serangan berat, gejala dapat
terjadi pada batang, tangkai daun dan bunga.
Cara Pengendalian:
Dengan sanitasi, pemupukan berimbang, mencabut
tanaman yang terserang dan menggunakan fungisida
selektif dengan bahan aktif difenoconazol.
III.3 Layu Bakteri
Penyebab : bakteri Pseudomonas solanacearum /
Ralstonia solanacearum. Bisa hidup lama dalam tanah.
Serangan hebat pada temperatur cukup tinggi.
Gambar 12. Layu bakteri pada tanaman cabai
Tanaman yang diserang/inang:
26
Tomat, cabai, kentang, Nilam.
Gejala.
Gejala serangan terjadi kelayuan seluruh tanaman
secara mendadak. Gejala khas, daun menguning dan
menggulung dimulai dari daun tua dan diikuti daun muda.
Gejala daun menguning dimulai dari pinggir daun,
kemudian menyebar ke seluruh helai daun. Tanaman akan
layu, mengering, dan mati.
Cara Pengendalian:
1. Penggunaan bibit yang sehat. Bibit yang sakit
tidak boleh digunakan, karena penggunaan bibit
yang sakit dapat meningkatkan kematian tanaman
lebih dari 30%.
2. Desinfeksi air siraman. Bakteri ini dapat terbawa
oleh air siraman, sehingga sebaiknya air siraman
yang digunakan didesinfeksi dengan Kalium
permanganat lebih kurang 50 gram per 1 m3 air.
3. Pergiliran tanaman. Mengusahakan agar selama
tidak ditanami, lahan tidak ditumbuhi oleh tanaman
yang rentan penyakit ini. Penggunaan tanaman
yang tidak rentan seperti Mimosa invisa cukup
efektif dalam menangani penyakit ini, karena
penanaman Mimosa invisa dalam jangka waktu
tertentu (selama 1 tahun sebelum tanaman pokok),
dapat memaksa bakteri hidup di luar tanaman
27
inang, sehingga bakteri akan mati atau menjadi
lemah. Selain itu Mimosa invisa ini dapat
memperbaiki struktur tanah dan menjadi sumber
nitrogen.
4. Penggarapan tanah. Dengan mengadakan
penggarapan tanah yang baik, tepat dan intensif.
5. Pemupukan berimbang.
IV.4 Busuk Buah
Penyebab : jamur Phytophthora sp., Phomopsis
vexans, Phytium sp.
Tanaman yang diserang/inang: Cabai, Tomat,
Gambar 13. Buah cabai dan tomat terserang Pythopthora spp.
(http://kliniktanaman.blogspot.com/2008/4/)
Gejala :
Serangan adanya bercak- bercak coklat kebasahan
pada buah sehingga buah busuk. Buah mengering dengan
28
cepat dan menjadi mummi. Biji terserang, menjadi coklat
dan keriput.
Cara Pengendalian:
Eradikasi/pemusnahan tanaman terserang Semua
tanaman terserang dibakar untuk menghilangkan sumber
inokulum Phytophthora.
Penutup
BAHAN BACAAN
Pertanian. 2012. Hama dan Penyakit pada tanaman Terung.
http://diary-
monic.blogspot.com/2012/04/hama-dan-
penyakit-pada-tanaman-terung.html. 08-04-
2012.
Dibiyantoro, A.L.H. 1998. Thrips Pada Tanaman Sayuran.
Monograf No. 11. Balai Penelitian Tanaman
Sayuran. Puslitbang Hortikultura. Badan
Litbang Pertanian. 32p.
Gerbang Pertanian. 2011. Tips Jitu Mengendalikan Lalat
Buah (Tephritidae).
http://www.gerbangpertanian.com/2011/11/ti
ps-jitu-mengendalikan-lalat-buah.html.
29
Marwoto dan Suharsono. 2008. Strategi dan Komponen
Teknologi Pengendalian Ulat grayak
(Spodoptera litura Fabricius) Pada Tanaman
Kedelai. Jurnal Litbang Pertanian, 27(4), 2008.
Sequeira, R.V., J.L. Mc. Donald, A.D. Moore, G.A. Wright
and L.C. Wright. 2001. Host Plant Selection by
Helociverpa spp. in Chickpea-Companion
Cropping System. Entomologia Experimentalis
et Applicata 101: 1–7.