IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI...

138
Dialog Vol. 38, No.1, Juni 2015 1 TOPIK G A Z I S A L O O M* ) A. PENDAHULUAN Keterlibatan seseorang dalam kelompok dan aksi teror dikaji secara mendalam dari perspektif ilmu psikologi oleh para peneliti dan akademisi di bidang psikologi. Terjadi perdebatan panjang tentang apakah para teroris adalah kaum abnormal yang mengalami psikopati atau justru sebaliknya, kumpulan orang-orang normal yang melakukan tindakan dengan penuh kesadaran dan perhitungan. Misalnya, Lasch (1979), Cryton (1983), Haynal et.al (1983), dan Pearlstein (1991) menganut pandangan bahwa teroris itu tidak normal dan mengidap gangguan. Sedangkan peneliti mutakhir seperti Moghaddam (2009) dan Kruglanski dkk (2011) berpandangan bahwa para teroris adalah kaum normal dan rasional 1 . *Gazi Saloom: Dosen Fakultas Psikologi UIN Jakarta. Fakultas Psikologi UIN Jakarta, Jl. Kertamukti 5 Cirendeu, Jakarta Selatan 15419. Email: [email protected]. **Naskah diterima Februari 2015, direvisi April 2015, disetujui untuk diterbitkan Mei 2015. ABSTRAK Artikel ini menggambarkan bahwa para teroris setidaknya di Indonesia adalah kumpulan orang normal yang memiliki pikiran yang sehat dan memiliki tujuan jangka panjang untuk menegakkan sistem pemerintahan Islam yang berdasarkan ajaran Al-Qur’an dan Hadis. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan pengumpulan data yang dilakukan melalui wawancara, telaah dokumen, dan informasi media tentang teroris dan terorisme. Satu orang mantan teroris yang pernah terlibat dalam kasus Bom Bali 1 dipilih untuk menjadi responden penelitian. Data yang diperoleh dari hasil wawancara mendalam dan telaah dokumen dianalisa dengan teori identitas sosial dan teori kognisi sosial mengenai ideologisasi jihad. Artikel ini menyimpulkan bahwa proses perubahan orang biasa menjadi teroris sangat berkaitan dengan ideologisasi jihad dan pencarian identitas. KATA KUNCI: Psikopat, Gangguan Mental, Normal, Islam ABSTRACT This article articulates that the terrorists in Indonesia are basically a group of normal people who have sound minds and a long-term goal to establish an Islamic government system based on the teachings of the Quran and Hadith. This study employed qualitative approach by acquiring the data through interviews, document analysis and media information covering terrorists and terrorism. A former terrorist involved in Bali bombing I served as the research informant. Data from in-depth interviews and document analysis were analyzed by utilizing social identity and social cognition theory about ideology of jihad. The article concludes that the changing process from the ordinary people into the terrorist strongly relates to jihad ideology and search for identity. KEY WORDS: Psychopath, Mental Disorder, Normal, Islam IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI KUALITATIF TERORIS DI INDONESIA 1 Lihat, Fathalli M. Moghaddam, “The staircase to terrorism: A psychological exploration.” (American Psychologist, 2005): 161-169. Lihat Juga Arie W. Kruglanski, Michele J. Gelfand, dan

Transcript of IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI...

Page 1: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

Dialog Vol. 38, No.1, Juni 2015 1

TOPIK

G A Z I S A L O O M*)

A. PENDAHULUANKeterlibatan seseorang dalam kelompok dan

aksi teror dikaji secara mendalam dari perspektifilmu psikologi oleh para peneliti dan akademisidi bidang psikologi. Terjadi perdebatan panjangtentang apakah para teroris adalah kaumabnormal yang mengalami psikopati atau justrusebaliknya, kumpulan orang-orang normal yang

melakukan tindakan dengan penuh kesadarandan perhitungan. Misalnya, Lasch (1979), Cryton(1983), Haynal et.al (1983), dan Pearlstein (1991)menganut pandangan bahwa teroris itu tidaknormal dan mengidap gangguan. Sedangkanpeneliti mutakhir seperti Moghaddam (2009) danKruglanski dkk (2011) berpandangan bahwa parateroris adalah kaum normal dan rasional1.

*Gazi Saloom: Dosen Fakultas Psikologi UIN Jakarta.Fakultas Psikologi UIN Jakarta, Jl. Kertamukti 5 Cirendeu, JakartaSelatan 15419. Email: [email protected].

**Naskah diterima Februari 2015, direvisi April 2015, disetujuiuntuk diterbitkan Mei 2015.

ABSTRAKArtikel ini menggambarkan bahwa para teroris setidaknya di Indonesia adalah kumpulan orang

normal yang memiliki pikiran yang sehat dan memiliki tujuan jangka panjang untuk menegakkansistem pemerintahan Islam yang berdasarkan ajaran Al-Qur’an dan Hadis. Penelitian inimenggunakan pendekatan kualitatif dengan pengumpulan data yang dilakukan melalui wawancara,telaah dokumen, dan informasi media tentang teroris dan terorisme. Satu orang mantan terorisyang pernah terlibat dalam kasus Bom Bali 1 dipilih untuk menjadi responden penelitian. Data yangdiperoleh dari hasil wawancara mendalam dan telaah dokumen dianalisa dengan teori identitassosial dan teori kognisi sosial mengenai ideologisasi jihad. Artikel ini menyimpulkan bahwa prosesperubahan orang biasa menjadi teroris sangat berkaitan dengan ideologisasi jihad dan pencarianidentitas.

KATA KUNCI:Psikopat, Gangguan Mental, Normal, Islam

ABSTRACTThis article articulates that the terrorists in Indonesia are basically a group of normal people who have sound

minds and a long-term goal to establish an Islamic government system based on the teachings of the Quran andHadith. This study employed qualitative approach by acquiring the data through interviews, document analysisand media information covering terrorists and terrorism. A former terrorist involved in Bali bombing I served as theresearch informant. Data from in-depth interviews and document analysis were analyzed by utilizing social identityand social cognition theory about ideology of jihad. The article concludes that the changing process from theordinary people into the terrorist strongly relates to jihad ideology and search for identity.

KEY WORDS:Psychopath, Mental Disorder, Normal, Islam

IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASIJIHAD: STUDI KUALITATIF TERORIS DI INDONESIA

1 Lihat, Fathalli M. Moghaddam, “The staircase to terrorism:A psychological exploration.” (American Psychologist, 2005):161-169. Lihat Juga Arie W. Kruglanski, Michele J. Gelfand, dan

Page 2: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

2 Identifikasi Kolektif dan Ideologisasi ...

Artikel ini memihak pandangan kedua yaitubahwa para teroris adalah orang-orang normalyang melakukan tindakan dan aksi merekadengan penuh kesadaran dan didorong oleh cita-cita dan ideologi untuk menegakkan sistempemerintahan yang berbasis Islam. Bagaimanasesungguhnya psikologi terutama psikologisosial melihat persoalan terorisme ini?

Penelitian psikologi terorisme memiliki akarsejarah yang cukup panjang: mulai daripendekatan psikoanalisis, pendekatan narsisme,sampai dengan pendekatan tipologi. Pendekatan-pendekatan ini lebih menekankan padapandangan bahwa teroris adalah kumpulanmanusia abnormal dan mengalami gangguanpsikologis, terutama psikopati2. Dalam bahasayang umum, psikopati sering disebut denganistilah orang gila. Dengan kata lain, para terorisadalah kumpulan orang-orang gila.Pertanyaannya, benarkah para teroris adalahkumpulan orang gila?

Salah satu tokoh penting dalam bidangpsikologi, Sigmund Freud menyebutkan bahwadi tengah realitas sosial terdapat sejumlah orangyang sejak masa kanak-kanak memilikikecenderungan destruktif, sikap anti sosial, dananti budaya. Jumlah mereka terbilang cukupbanyak di tengah-tengah masyarakat. Dalam halini, ada dua rumusan penting tentang terorismedalam pandangan Freud, yaitu: Pertama, motifterorisme bersifat ketidaksadaran dan bersumberdari permusuhan terhadap orang tua, dalam halini, bapak. Kedua, terorisme adalah produk darikekerasan yang dialami seseorang di masa kanak-kanak dan pola asuh yang salah3.

Feur (1966) yang mengusung teori konflikgenerasi (conflict of generations theory) sangatdipengaruhi oleh gagasan-gagasan Freud. TeoriFeur didasarkan atas penafsiran Kaum Freudiantentang terorisme sebagai suatu reaksi psikologis

anak terhadap ayahnya. Dalam berbagai literaturpsikologi terutama literatur psikoanalisis, haltersebut berkaitan dengan fenomena kegenerasianyang berakar pada “Kompleks Oedipus”, dankarenanya sangat erat kaitannya dengan dunialaki-laki atau dunia yang didominasimaskulinitas.4

Masih dari kalangan generasi pertamailmuwan di bidang psikologi, Cryton (1983)mengemukakan terdapat banyak tokoh yangberusaha memahami dan menjelaskan terorismedalam kerangka konseptual psikodinamika yangmemberikan perhatian khusus kepada traitnarsisisme sebagai suatu faktor yang menentukandan mendorong perilaku terorisme padaseseorang. Menurut Cryton, ada dua dinamikautama narsisistik, yaitu perasaan yang berlebihanterhadap diri sendiri dan imago bapak yang ideal.Kemungkinan adanya hubungan antaranarsisisme dan terorisme pertama kalidikembangkan oleh Morf pada tahun 1970-an,dan selanjutkan didiskusikan secara serius olehbeberapa tokoh psikologi terorisme seperti Lasch(1979), Cryton (1983), Haynal et.al (1983), danPearlstein (1991). Mereka adalah para ilmuwandan peneliti yang menganggap bahwa parateroris adalah kumpulan orang-orang yangmengalami psikopati atau setidaknya secara klinismengidap gangguan abnormalitas5.

Namun harus dikatakan bahwa rumusanpendekatan narsisisme tidak banyak memberikanpengaruh terhadap penelitian psikologi terorismekontemporer. Penyebab utama dari hal itu adalahkarena tidak banyak data atau fakta empirik yangmendukung hipotesis atau asumsi psikopati dangangguan mental pada para teroris seperti yangdikembangkan oleh psikoanalisis termasukpendekatan narsisisme6.

Dengan demikian, sampai pada titik ini, parapeneliti di bidang psikologi terorisme, termasuk

Rohan Gunaratna, “Aspects of deradicalisation.” Dalam TerroristRehabilitation and Counter Terrorism: New Approaches to CounterTerrorism, oleh Rohan Gunaratna, Jolene Jerard dan LawrenceRubin ( New York: Routledge, 2011) , 135-145.

2 Randy Borum, Psychology of terrorism (Florida: Universityof Florida Press, 2008), 15-40; lihat juga John Horgan,. “Individualdisengagement: a psychological analysis.” Dalam LeavingTerrorist Behind: Individual and Collective Disengagement, olehTore Bjorgo dan John Horgan (New York: Routledge, 2009),17-29.

3 Randy Borum, Psychology of terrorism (Florida: Universityof Florida Press, 2008), 15-40; lihat juga Fathalli M. Moghaddam,

“The staircase to terrorism: A psychological exploration.”American Psychologist, 2005: 161-169.

4Randy Borum, Psychology of terrorism (Florida: Universityof Florida Press, 2008), 15-40.

5 John Horgan, “Individual disengagement: a psychologicalanalysis.” Dalam Leaving Terrorist Behind: Individual and CollectiveDisengagement, oleh Tore Bjorgo dan John Horgan (New York:Routledge, 2009), 17-29.

6 Randy Borum, Psychology of terrorism (Florida: Universityof Florida Press, 2008), 15-40; lihat juga John Horgan, “Individualdisengagement: a psychological analysis.” Dalam LeavingTerrorist Behind: Individual and Collective Disengagement, oleh

Page 3: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

Dialog Vol. 38, No.1, Juni 2015 3

penulis menolak keras dugaan bahwa para terorisadalah kumpulan orang gila yang tidak warasatau dalam bahasa psikologi disebut psikopat.Hal itu karena kesimpulan tersebut tidakdidukung oleh temuan empirik di lapangan.

Perkembangan berikutnya, bersandar padaasumsi tentang keragaman motivasi terorisme,Frederick Hecker, seorang psikiater,mengemukakan gagasan tentang tipologipsikologis kaum teroris. Dia mengemukakanbahwa ada tiga tipologi teroris, yaitu tipologikrusader (teroris yang diilhami oleh suatu cita-cita yang tinggi), tipologi penjahat (orang yangmelakukan terorisme untuk tujuan personal),dan tipologi gila (orang yang melakukan aksiterorisme karena dimotivasi oleh keyakinan danpersepsi yang salah akibat gangguan mental).7

Tokoh lain yang mengenalkan tipologiteroris adalah Jerrold Post (1984). Menurutnya,ada dua pola perilaku teroris, yaitu: Pertama, tipeanarkis-ideolog. Individu-individu yang menjaditeroris diasumsikan berasal dari keluarga yangmengalami disfungsi psikologi yang serius,misalnya mereka adalah korban kekerasan dalamrumah tangga atau korban pola asuh yang salahsehingga membuat mereka bersikap memusuhiorang tua. Ideologi ekstrim yang mereka anutmerupakan pengganti dari sikap pemberontakandan permusuhan terhadap otoritas “negara”yaitu dengan cara melakukan tindakankekerasan dan permusuhan terhadap “negara”dari ayah mereka. Dalam bahasa psikoanalisa inikerapkali disebut dengan istilah mekanismepertahanan diri displacement. Kedua, tipenasionalis-seksesionis. Tipe ini tidak disebabkanoleh permusuhan terhadap ayah tetapidisebabkan oleh kesetiaan terhadap sang ayah.Sikap ekstrimisnya bermotif balas dendamterhadap kesalahan-kesalahan atau dosa-dosayang dilakukan negara terhadap orang tua.Intinya, mereka melakukan tindak kekerasan danpemberontakan terhadap masyarakat luar karena

setia terhadap sang ayah8. Pendekatan tipologidan frofiling teroris dianggap gagal karena tidakmendapatkan pembenaran secara empirik daritemuan-temuan lapangan.9

Dugaan-dugaan yang menyebutkan bahwapara teroris adalah kumpulan orang gila ataukumpulan orang yang mengalami psikopati ataukumpulan orang yang tidak rasional tidak bisadibenarkan.10 Kesimpulan yang sama dalamkaitannya dengan teroris di Indonesiadikemukakan oleh beberapa peneliti terorismeseperti Sarlito Wirawan Sarwono, Hamdi Mulukdan Mirra Noor Milla. Tulisan ini hendakmenegaskan bahwa keterlibatan seseorang dalamkelompok dan aksi teror adalah pilihan sadaryang digerakkan oleh kesadaran akan identitaskolektif dan ideologi tertentu.11

Tulisan ini difokuskan untuk membuktikanbahwa motivasi terorisme adalah identitas sosialdan narasi ideologi yang mengalami dinamika danproses yang panjang, baik secara psikologismaupun sosiologis.

Perumusan MasalahKeterlibatan seseorang dalam terorisme

bukan semata-mata karena satu faktor, misalnyafaktor kepribadian, tetapi lebih merupakaninteraksi antara berbagai faktor yang melingkupiseorang teroris. Para peneliti psikologi terorismekontemporer bersepakat bahwa penjelasanabnormalitas atau tipologi teroris tidak lagishahih dalam menjelaskan fenomena keterlibatanseseorang dalam terorisme karena temuan di

Tore Bjorgo dan John Horgan (New York: Routledge, 2009),17-29 serta Fathalli M. Moghaddam, “The staircase to terrorism:A psychological exploration.” (American Psychologist, 2005):161-169.

7 William H. Reid, “Controlling political terrorism: Practicality,not psychology.” Dalam The Psychology of Terrorism: PublicUnderstanding, oleh Chris E. Stout (Westport CT: PraegerPublisher, 2002), 1-8. Lihat juga Randy Borum, Psychology ofterrorism (Florida: University of Florida Press, 2008), 15-40.

8 Randy Borum, Psychology of terrorism (Florida: Universityof Florida Press, 2008), 15-40.

9Graeme C.S. Steven, dan Rohan Gunaratna, Counterterrorism:A reference handbook (California: ABC-CLIO, Inc, 2004), 6. Lihatjuga Horgan, John. “Individual disengagement: a psychologicalanalysis.” Dalam Leaving Terrorist Behind: Individual and CollectiveDisengagement, oleh Tore Bjorgo dan John Horgan (New York:Routledge, 2009), 5.

10Graeme C.S. Steven dan Rohan Gunaratna, Counterterrorism:A reference handbook (California: ABC-CLIO, Inc, 2004), 6.

11Graeme C.S Steven dan Rohan Gunaratna, Counterterrorism:A reference handbook. (California: ABC-CLIO, Inc, 2004), 6. Lihatjuga Smelser, Neil J., dan Faith Mitchel, Terrorism: Perspectivesfrom the behavioral and social sciences (Washington DC: TheNational Academic Press, 2002). Hal ini juga disebutkan olehHamdi Muluk, “Teroris kambuh?” Majalah Gatra, 2 September2009, 106. Lihat juga Mirra Noor Milla, Faturochman, danDjamaludin Ancok, “The impact of leader–follower interactionson the radicalization of terrorists: A case study of the Balibombers.” Asian Journal of Social Psychology, 2012: 1-9 DOI:10.1111/ajsp.12007. Lihat juga Sarlito Wirawan Sarwono,Terorisme di Indonesia (Jakarta: Alvabet & Lakip, 2012), 1-30.

Page 4: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

4 Identifikasi Kolektif dan Ideologisasi ...

lapangan tidak mendukung teori ini. Ada faktorlain yang lebih tepat menjelaskan keterlibatandalam terorisme yaitu gabungan berbagai faktoryang berkaitan dengan pribadi teroris dan hal-hal lain di luar pribadinya atau yang biasa disebutdengan faktor lingkungan atau faktor eksternaldi luar masalah personal. Dalam penelitian ini,faktor identitas dan ideologisasi jihad, secarakhusus akan dikaji sebagai faktor penyebabketerlibatan dalam gerakan dan aksi teror. Olehkarenanya, masalah penelitian atau pertanyaanpenelitian yang hendak dijawab adalah:Bagaimana identitas sosial dan ideologisasi jihadmempengaruhi proses radikalisasi danketerlibatan seseorang dalam aksi teror diIndonesia?

Tujuan dan KegunaanPenelitian ini bertujuan untuk mengkaji

pengaruh identitas sosial dan ideologisasi jihadterhadap keterlibatan seseorang dalam duniateror, sedangkan kegunaannya adalah untukmengembangkan kajian psikologi tentangkekerasan politik dan terorisme serta untukmemberikan penjelasan yang lebih bersifatpsikologis tentang aksi teror di Indonesia.

B. KERANGKA TEORIIdentitas Sosial, Radikalisasi dan Keterlibatandalam Teror

Perspektif identitas sosial banyak digunakansebagai pisau analisa untuk melihat berbagaipersoalan psikologi sosial,12 termasuk prosesradikalisasi dan keterlibatan dalam kelompok danaksi teror. Pendekatan identitas sosial bersandarpada asumsi-asumsi yang berkaitan dengan sifatmanusia dan masyarakat dan hubungan timbal-balik di antara keduanya. Perspektif identitasmenyebutkan bahwa: “Society comprises socialcategories which stand in power and status relations toone another. Kategori sosial merujuk kepadapengertian yang membagi manusia berdasarkankebangsaan (Indonesia/Belanda), ras (Arab/Yahudi), kelas (pekerja/kapitalis), pekerjaan(dokter/tukang las), jenis kelamin (pria/wanita),agama (Hindu/Muslim) dan lain-lain. Pentinguntuk diingat dalam konteks ini adalah bahwa

identitas tidak muncul dalam ruang hampa atauruang isolasi. Suatu kategori akan muncul jikadipertentangkan dengan kategori yang lain.Sebagai contoh, kategori sosial “Muslim” tidakakan bermakna apa-apa kecuali jika dikontraskandengan kategori “Non Muslim” atau kategorisosial “Beriman” tidak akan bermakna apa-apakecuali setelah dikontraskan dengan kategorisosial “kafir” .13

Ada 4 mekanisme psikologis yang mendasariSocial Identity Theory (SIT) yaitu kategorisasi sosial,perbandingan sosial, identifikasi sosial dandistingsi kelompok yang positif. Pertama,kategorisasi sosial adalah proses kognitif di manaobjek, peristiwa dan manusia diklasifikasikanmenjadi beberapa kategori. Denganmelakukannya maka kita cenderung mencarikesamaan pada kelompok sendiri dan mencariperbedaan pada kelompok lain. Kedua,perbandingan sosial adalah kecenderunganmembandingkan antara kelompok sendiri dengankelompok lain. Kita cenderung menjauhkan diridari kelompok yang tidak memiliki keyakinan danide yang sama serta mengambil keyakinan yanglebih banyak dari diri kita dan kelompok kita.Ketiga, identifikasi sosial yaitu bagian dari konsepdiri individu yang bersumber daripengetahuannya mengenai keanggotaannyadalam suatu kelompok sosial. Pelekatan emosi dankognisi yang sangat kuat terhadap kelompoksangat mempengaruhi seseorang dalammemandang dirinya dan orang lain. Keempat,distingsi positif adalah kecenderungan untukmenunjukkan bahwa kelompok sendiri lebih baikdibandingkan kelompok lain. Mekanismedilakukan melalui etnosentrisme, ingroupfavoritism, berpikir streotipe, dan konformitasterhadap norma kelompok . 14

Dalam konteks proses radikalisasi sertaketerlibatan dalam kelompok dan aksis teror,perasaan terluka karena anggota atau bagian dari

12 Rupert Brown, “Social identity theory: Past achievements,current problems and future challenges.” European Journal ofSocial Psychology, 30: 6, 2000: 745-778.

13 Michael A. Hogg dan Dominic Abrams, SocialIdentifications: A Social Psychology of Intergroup Relations and GroupProcesses (London: Routledge, 1998), 1-30. Lihat juga Jenkins,Richard, Social identity: Key Ideas (New York: Routledge, 2008),1-10.

14 Taylor, Donald M., dan Fathali M. Moghaddam, Theories ofIntergroup Relations: International Social Psychological Perspectives(Westport: Praeger Publisher, 1994), 3-20. Lihat juga Hogg,Michael A., dan Dominic Abrams, Social Identifications: A SocialPsychology of Intergroup Relations and Group Processes (London:Routledge, 1998), 10-50.

Page 5: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

Dialog Vol. 38, No.1, Juni 2015 5

ingroup disakiti atau tersakiti dapat memicuperasaan solidaritas seseorang untuk bersikapradikal dan mengambil keputusan untuk terlibatdalam aksi balas dendam sebagai ekspresikeberpihakan kepada identitas dan marwahkelompok yang dipersepsikan terancam.15 Dalamsejumlah kasus teroris Islam, seringkaliidentifikasi yang kuat sebagai bagian dari umatIslam dan internalisasi nilai dan ajaran agamayang memperkuat proses dan mekanismeidentifikasi seringkali menjadi faktor pentingketerlibatan seseorang dalam dunia teror.

Ideologisasi Jihad dan Pembenaran TerorJihad sebagai salah satu ajaran penting dalam

Islam, seringkali dipersepsi sebagai salah satusumber inspirasi kekerasan dan perusakan massalyang dilakukan oleh kelompok teroris berbajuIslam. Dalam hal ini, Amin Abdullahsebagaimana dikutip Zulkifli Mubaraq menolakkeras pandangan tersebut karena dalampandangannya hampir semua ajaran agamatermasuk ajaran Islam mendorong parapengikutnya untuk mencegah kekerasan danmenghindari cara-cara kekerasan dalammemperjuangkan keyakinan dan cita-citakelompok.16

Namun, kenyataan menunjukkan bahwasegelintir orang yang tergabung dalamkelompok-kelompok gerakan bawah tanahmenggunakan ajaran jihad sebagai landasanuntuk melakukan aksi teror dan kekerasanpadahal jihad sendiri tidak dimaksudkan untuktujuan yang demikian. Pada titik inilah jihadmengalami proses ideologisasi untuk kepentinganpolitik melawan negara dan kekuatan lain yangdipandang merugikan umat Islam17.

Studi yang dilakukan Milla dkkmenunjukkan bahwa interaksi pemimpin-pengikut berpengaruh besar terhadap prosesideologisasi jihad di mana dalam hal ini parapemuka kelompok teroris menggunakan

penafsiran khusus terhadap ajaran jihad dalammelihat persoalan umat Islam dan bagaimanamenyelesaikannya.18 Ideologisasi jihad terjadikarena cara pandang pemimpin kelompok yangmelihat adanya ketidakadilan dan perlakuantidak jujur terhadap umat Islam di sejumlahnegara Muslim. Pada konteks ini, keyakinanterhadap dunia yang tidak adil atau belief in unjustworld berkombinasi dengan ingroup favoritism(kecenderunga mengutamakan kelompok sendiri)menjadi faktor penting sejumlah orang tertentuuntuk cenderung melakukan ideologisasiterhadap konsep jihad. Pandangan tersebutkemudian didesiminasikan ke para pengikutsehingga melahirkan aksi teror dan kekerasan atasnama agama.19

Walaupun ideologi bukanlah faktor utamayang mendorong seseorang bergabung ke dalamkelompok teror tetapi ideologi merupakan bahanbakar utama yang membakar semangat dangairah anggota kelompok radikal untukmelakukan aksi teror dan kekerasan denganmengatasnamakan agama.20

Jadi, ideologisasi jihad patutdipertimbangkan sebagai faktor penentuketerlibatan seseorang dalam aksi teror diIndonesia.

Penelitian ini hendak melihat bagaimanapengaruh identifikasi dan keanggotaan seseorangdalam kelompok besar serta proses ideologisasijihad terhadap radikalisasi dan keterlibatan dalamaksi teror. Faktor penyebab pertama akan dilihatdengan menggunakan pendekatan teori identitassosial, sedangkan faktor penyebab kedua akandilihat dari perspektif psikologi kognitif terutamaterkait ideologisasi jihad yaitu cara seseorangmemaknai ajaran jihad dan penerapannya dalammemperjuangkan cita-cita kelompok.

15Mirra Noor Milla, Mengapa memilih jalan teror: Analisapsikologis pelaku teror (Yogyakarta: Gajah Mada University Press,2010), 5-20.

16Zulkifli Mubaraq, Doktrin Jihâd Dalam Perspektif Pelaku BomBali (Surabaya: Disertasi PPS IAIN Sunan Ampel, tidakditerbitkan, 2010), 1-10.

17Mirra Noor Milla, Faturochman, dan Djamaludin Ancok,“The impact of leader–follower interactions on the radicalizationof terrorists: A case study of the Bali bombers.” Asian Journal ofSocial Psychology, 2012: 1-9 DOI: 10.1111/ajsp.12007.

18Mirra Noor Milla, Faturochman, dan Djamaludin Ancok.“The impact of leader–follower interactions on the radicalizationof terrorists: A case study of the Bali bombers.” Asian Journal ofSocial Psychology, 2012: 1-9 DOI: 10.1111/ajsp.12007.

19Robert Loo, “Belief in a just world: support for independentjust world and unjust world dimensions.” Personality andIndividual Differences 33 , 2002: 703-711. Lihat pula Mirra NoorMilla, Faturochman, dan Djamaludin Ancok. “The impact ofleader–follower interactions on the radicalization of terrorists:A case study of the Bali bombers.” Asian Journal of SocialPsychology, 2012: 1-9 DOI: 10.1111/ajsp.12007.

20Marc Sagemen, Understanding terror network (Philadelphia:University of Pennsylvania Press, 2004), 1-12.

Page 6: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

6 Identifikasi Kolektif dan Ideologisasi ...

C. METODE PENELITIANWaktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan sejak Bulan Juli 2012sampai Desember 2012 yang dilakukan di Jakartadan Pekanbaru. Pertimbangan memilih keduakota ini karena beberapa mantan narapidanateroris dan narapidana teroris yang masihdipenjara bisa diakses langsung dengan bantuansejumlah pihak terkait.

Cara Pengumpulan DataPengumpulan data dilakukan melalui

wawancara langsung kepada para teroris yangtelah dipilih untuk menjadi subjek penelitian,telaah dokumen terutama buku biografi terorisdan catatan-catatan yang dibuat para teroris, dantelaah literatur tentang terorisme terutama dariperspektif psikologi, sosiologi dan agama. Datawawancara diperoleh melalui tatap mukalangsung dengan 5 orang narapidana teroris ataumantan narapidana teroris yang terlibat dalamkasus Bom Bali 1 dan Bom Mariot. Berdasarkanpertimbangan tertentu maka satu orang dari limateroris dan mantan teroris yang berhasildiwawancarai dijadikan responden utamapenelitian. Sedangkan data di luar wawancaradiperoleh melalui telaah dokumen terkait danrekaman video atau rekaman berita tentangterorisme yang diperoleh melalui mediaaudiovisual dan internet terutama youtube.com.

Metode Analisis DataAnalisa dilakukan dengan metode kualitatif

yaitu mencari kategori dan konsep dari data-datapenting yang diperoleh melalui wawancara dantelaah dokumen berisi pernyataan dan pikiranpara pelaku teror yang menjadi subjek penelitian.Kategori dan konsep tersebut kemudian dianalisadengan menggunakan Teori Identitas Sosial (TIS)dan Pendekatan Psikologi Kognitif terutama teorikognisi sosial terkait ideologisasi jihad.

D. TEMUAN DAN PEMBAHASANSebagaimana disebutkan di atas, penelitian

ini akan melihat keterlibatan dalam terorisme dariperspektif Teori Identitas Sosial dan Ideologi Jihad.Mekanisme psikologis yang akan dijadikansebagai pijakan untuk menganalisa fenomenabergabungnya seseorang ke dalam kelompokteroris dikenal sebagai isi utama dari TeoriIdentitas Sosial, yaitu kategorisasi sosial,

perbandingan sosial, identifikasi sosial dandistingsi kelompok yang positif. Sedangkanuntuk ideologi jihad akan dilihat dari sisi prosesideologisasi jihad yang dilakukan pimpinankelompok serta bagaimana pengikut memahamiatau mempersepsi ideologi jihad tersebut danbagaimana kemudian ideologisasi jihad tersebutmenggerakkan seluruh energi fisik dan psikisseseorang untuk melakukan aksi teror.

Identitas Sosial dan Keterlibatan DalamTerorisme

Keterlibatan dalam kelompok teror dimulaidari proses radikalisasi seseorang dalam beragamadan relasi agama dengan bidang-bidang yanglain. Tetapi proses radikalisasi beragama yangdialami seseorang dimulai dari mekanismepsikologis tertentu yang membentuk identitasseseorang, baik personal maupun sosial.Mekanisme pertama adalah kategorisasi sosialyaitu kecenderungan mengelompokkan diri danorang lain dalam kelompok-kelompok yangberbeda dan saling bertentangan. Dalam kasusterorisme, seorang radikal yang bergabung dalamkelompok teror cenderung mengelompokkan diridalam kelompok yang dipandang mampumeningkatkan self-esteem dan status yang lebihtinggi dan terhormat sebagaimana terungkapdari pernyataan Id, salah seorang pelaku Bom BaliJilid 1. Dalam hal ini, menjadi bagian darikelompok mujahid yang berjihad di jalan Allahmampu membangun perasaan berharga danstatus yang tinggi. Id menyatakan pikirannyaketika ditanya kenapa ia memasuki kelompokteror.

“Ceritanya panjang... Tetapi mungkinurutan-urutannya dimulai dari permohonan dandoa saya kepada Allah selama lebih kurang 10tahun sejak saya memasuki Pondok PesantrenAl-Mukmin Ngruki Solo pada tahun 1989. Sayaselalu berdoa dan meminta kepada Allah semogasaya diberi kesempatan bergabung di dalambarisan para mujahidin. Keinginan bergabungke dalam barisan mujahidin telah lama munculsemenjak saya belajar di Pondok Pesantren Al-Mukmin Ngruki Solo. Keinginan tersebutterwujud pada tahun 1999.”(Wawancara personaldi Pekanbaru, Oktober 2012)

Menjadi bagian penting dalam kelompokmujahidin (orang-orang yang memperjuangkantegaknya Islam) adalah keinginan dan harapan

Page 7: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

Dialog Vol. 38, No.1, Juni 2015 7

orang-orang tertentu untuk meraih martabatyang tinggi dalam beragama. Dalam pandangansubjek penelitian, jihad adalah bentuk ibadahtertinggi yang sangat diridhai Allah, olehkarenanya, menjadi bagian dari kaum yangberjihad di jalan Allah dengan sendirinya akanmeningkatkan self-esteem di mata manusia danpengharapan di sisi Allah. Bagi sebagiantersangka teroris di Indonesia, dianggap sebagaiteroris atau mujahidin sama saja karena yangpaling penting bagi mereka adalah bagaimanamemperjuangkan Islam dan umat Islam agartidak diremehkan dan dilecehkan oleh orang-orang kafir. Dalam perspektif Teori IdentitasSosial, kategorisasi semacam ini sesungguhnyamerupakan mekanisme peneguhan diri dankelompok sendiri sebagai kelompok yang benardan pada saat yang sama sebagai bentukanpenegasan bahwa kelompok lain adalahkelompok negatif yang harus dilawan dandiberantas.21

Mekanisme kedua, dilanjutkan denganperbandingan sosial. Dalam perspektif TeoriIdentitas Sosial, kategorisasi sosial akan semakintajam dan jelas ketika seseorang melakukanperbandingan antara kelompoknya sendiridengan kelompok lain yang berbeda secaradiametral. Perbandingan ini diperlukan sebagaijustifikasi bagi dirinya untuk bertindak yangsepadan dengan kelompok lain yang berlawanandengan kelompoknya.22 Biasanya, perbandingandengan kelompok lain lebih bersifat prasangka,misalnya sebagaimana terungkap dari pernyataanId ketika ditanya tentang kenapa harusbergabung ke dalam kelompok teroris.

“Ya akhi, mereka kelompok salibis sedangmelakukan konsolidasi dan i’dad (persiapan) untukmenyerang dan menghabiskan kita. Kenapa kita tidakmelakukan hal yang sama? Jika kita tidak melakukanhal yang sama maka habislah kita umat Islam. Lihatsaja, di Ambon dan Poso, kita dihabisi mereka. Itulahsalah satu alasan kenapa saya ingin bergabung denganpara mujahid”(Wawancara personal di Pekanbaru,Oktober 2012)

Dalam perspektif Teori Identitas Sosial,mekanisme perbandingan sosial ini pada kasuskonflik tertentu, terutama konflik dalam settingantarkelompok, membuka ruang balas dendamagar pengalaman negatif yang dialami ingroup(kelompok sendiri) juga dialami oleh outgroup(kelompok lawan). Perbandingan sosial dengankelompok lawan secara psikologis mendorongseseorang untuk berkompetisi dengan anggotakelompok lain agar terjadi kesetaraan dan keadilandalam pengertian yang luas .23

Mekanisme ketiga, identifikasi kelompokyang sangat kuat juga terjadi pada pelaku teror.Identifikasi yang kuat diindikasikan dengankekaguman terhadap kelompok sendiri danpemimpin kelompok, sebagaimana terungkap daripernyataan Id.

“Saya bangga dengan keputusan saya bergabungdalam kelompok mujahidin walaupun kami dipandangsebagai teroris oleh orang lain. Biarkan merekamemandang apa saja kepada kami, walaupun sangatnegatif, karena kami yakin bahwa apa yang kamilakukan ini atas kehendak dan restu Allah. Anda tahuya akhi, dalam lingkaran para mujahid ini, sayamenemukan orang-orang yang hebat dan ikhlas dalamberjuang. Mereka konsisten dengan apa yang merekaucapkan.” (Wawancara personal di Pekanbaru, Oktober2012)

Mekanisme keempat, distingsi ingroup yangpositif. Mekanisme ini memunculkan mekanismepsikologis yang disebut dengan istilah ingroupfavoritism and outgroup derogation yaitukecenderungan menganggap kelompok sendirilebih baik dibandingkan kelompok lain dan padasaat yang sama menganggap kelompok lain lebihburuk dibandingkan kelompok sendiri. Victoroffmenjelaskan bahwa kesan positif adalah harapandan keinginan yang dicapai oleh semua orang,baik dalam konteks sebagai pribadi maupunsebagai anggota kelompok. Dalam hal ini, faktorekonomi atau akses ke sumber daya ekonomimampu membentuk kesan positif baik seseorang,baik dalam kapasitas sebagai pribadi maupunsebagai anggota kelompok. Inilah salah satu

21Henry Tajfel dan John C. Turner, “The social identity theoryof intergroup behavior.” Dalam Psychology of Intergroup Relations,oleh Stephen Worchel dan William G. Austin, 7-24 (Illinois:Nelson-Hall Inc, 1986).

22 Henry Tajfel dan John C. Turner, “The social identity theoryof intergroup behavior.” Dalam Psychology of Intergroup Relations,oleh Stephen Worchel dan William G. Austin (Illinois: Nelson-Hall Inc, 1986), 7-24.

23Hayagreeva Rao, Gerald F. Davis, dan Andrew Ward,“Embeddedness, social identity and mobility: Why firms leavethe Nasdaq and join the New York Stock Exchange.”Administrative Science Quarterly, Vol. 45 No. 2 Juni , 2000: 268-292. Lihat juga Kumar Ramakrishna, Radical pathways:understanding Muslim radicalization in Indonesia (Connecticut:Praeger Security International, 2009).

Page 8: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

8 Identifikasi Kolektif dan Ideologisasi ...

pembentuk kesan positif yang menjadi ciri khaskelompok.24 Relevan dengan hal ini, seorangnarasumber mantan teroris yang penuliswawancarai mengatakan demikian:

“Ya akhi, saya menemukan makna persaudaraansejati ketika bergabung dengan ikhwan-ikhwan mujahid.Kami itu ibarat satu tubuh, ketika yang satu sakit makayang lain juga merasakan sakit yang sama. Kamimerasa satu fikrah dan satu semangat untuk membelasaudara-saudara seiman yang tertindas di berbagaitempat di Indonesia maupun di luar Indonesia. Kesulitanapapun termasuk kesulitan keuangan kami atasibersama-sama. Pokoknya saya betul-betul merasakannilai persahabatan di kelompok saya.” (Wawancarapersonal di Pekanbaru, Oktober 2012)

Ideologisasi Jihad dan TerorPara ahli seperti Sagemen dan Horgan

sepakat bahwa terorisme bermula dari prosesradikalisasi terutama dalam beragama danpemikiran keagamaan, walaupun radikalisasitidak niscaya akan mendorong seseorang menjaditeroris. Sebab, selain radikalisasi terdapat faktorlain yang bersifat multifaktor yang mendorongketerlibatan seseorang dalam teror. Kendatidemikian, ideologisasi jihad patut diduga sebagaifaktor yang mendorong keterlibatan individu dankelompok dalam aksi teror.25

Ideologisasi jihad akan menjadi determinanpenting dalam proses pengambilan keputusanbergabung dalam kelompok teror atau keputusanuntuk terlibat dalam aksi teror manakala adainteraksi yang intesif antara pemimpin kelompokteror dan individu calon anggota atau anggotakelompok.26

Data lapangan yang diperoleh melaluiwawancara dan telaah dokumen memperkuatasumsi bahwa proses ideologisasi jihadmengawali proses radikalisasi pemikiran dan aksiteror pada para teroris pelaku Bom Bali.Wawancara yang dilakukan peneliti dengan Id,

salah seorang pelaku Bom Bali, yang kinibermukim di Pekanbaru menunjukkan hal itu.

“Ya akhi, jihad itu adalah ajaran paling tinggidalam Islam. Tidak ada gunanya anda berislam jikabelum pernah melakukan jihad nyata. Jihad dalam artiperang fi sabilillah atau bergabung dalam kelompokmujahid adalah ajaran utama yang diajarkanRasulullah. Saya tidak percaya kepada orang-orangyang mengatakan bahwa jihad fi sabilillah untuk saatsekarang ini tidak relevan. Mungkin kalau dikatakanbahwa Indonesia bukan medan jihad, bisa saya terima,tetapi bukan berarti jihad bukan waktunya. Jihad bisadi mana saja, di Afganistan, misalnya.” (Wawancarapersonal di Pekanbaru, Oktober 2012)

Penempatan jihad sebagai bentuk ibadahyang paling tinggi dalam Islam merupakan isuperdebatan yang cukup hangat di kalangan umatIslam. Pertama, dari sisi kebahasaan danperistilahan, jihad bagi sebagian besar umat Islamtidak selalu bermakna perang, apalagi melakukanteror. Makna jihad diperluas ke hal-hal di luarperang seperti berjihad untuk memberantaskebodohan dan kemiskinan di kalangan umatIslam. Kedua, bagi sebagian besar umat Islam,jihad yang paling utama bukan berperangmelawan musuh tetapi berperang melawan hawanafsu. Tentu saja, kedua argumen tersebut ditolakhabis oleh narasumber penelitian. Bagi mereka,jihad apalagi jihad fisabilillah harus difahami dandimaknai sebagai perang melawan musuh-musuhIslam. Ujung dari semua proses ideologisasi jihadadalah bagaimana konsep perjuangan tersebutmampu menggerakkan anggota untuk berjuangdengan segalanya demi menerapkan sistempemerintahan berbasis syariah Islam di Indonesia.

Berikut ini digambarkan bagaimana prosesidentifikasi kolektif dan ideologisasi jihadmendorong seseorang bergabung ke dalamjaringan teror.

Gambar 1

Kelemahan penelitian. Salah satu kelemahan

24Phillips, Peter J, dan Gabriela Pohl, “Terrorism, identity,psychology and defence economics.” International ResearchJournal of Finance and Economics, Issue 77, 2011: 102-113.

25Marc Sagemen, Understanding terror network (Philadelphia:University of Pennsylvania Press, 2004). Lihat juga Horgan,John. “Disengagement from terrorism.” Journal of Personalityand Social Psychology, 2011: 56.

26Mirra Noor Milla, Faturochman, dan Djamaludin Ancok,“The impact of leader–follower interactions on the radicalizationof terrorists: A case study of the Bali bombers.” Asian Journal ofSocial Psychology, 2012: 1-9 DOI: 10.1111/ajsp.12007.

Page 9: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

Dialog Vol. 38, No.1, Juni 2015 9

penelitian berbasis pendekatan psikologi adalahkecenderungan melihat hal-hal yang bersifatmikro, psikis dan personal dan mengabaikan hal-hal yang bersifat makro dan struktural. Hal inijuga berlaku dengan penelitian ini, yaitu abaiuntuk menyentuh masalah-masalah yang bersifatstruktural seperti perubahan sosial-politik-budaya sebagai konteks peristiwa. Faktamemperlihatkan bahwa respon psikologis terorisseperti proses identifikasi kelompok atau prosesideologisasi jihad tidak terjadi dalam ruanghampa. Ada konteks situasi atau perubahansosial-politik-budaya pada tingkat global danlokal yang mempengaruhi semua proses danmekanisme psikologis yang terjadi pada manusia,termasuk pada kaum teroris atau mantan teroris.

E. PENUTUPKesimpulan

Penelitian ini menyimpulkan bahwa faktoridentitas sosial dan ideologi merupakandeterminan penting keterlibatan seseorang dalamdunia teror di Indonesia. Penguatan identitasyang tidak disertai dengan perluasan wawasandan pengetahuan tentang keislaman terutamatentang pemahaman jihad dan dakwah dalamIslam, akan mendorong seseorang untukbergabung dalam kelompok teror atau terlibatdalam berbagai aksi teror yang merusak berbagaisendi kehidupan berbangsa dan bernegara.[]

Page 10: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

10 Identifikasi Kolektif dan Ideologisasi ...

D A F TA R P U S TA K A

Ardila, Ruben. “The psychology of the terrorism:Behavioral perspectives.” Dalam ThePsychology of Terrorism: A PublicUnderstanding, oleh Chris E. Stout, 9-16.Westport CT: Praeger Publisher, 2002.

Borum, Randy. Psychology of terrorism. Florida:University of Florida Press, 2008.

Brown, Rupert. “Social identity theory: Pastachievements, current problems and futurechallenges.” European Journal of SocialPsychology, 30: 6, 2000: 745-778.

Crenshaw, Martha. “The causes of terrorism.”Comparative Politics, Vol. 13 No. 4 (July 1981).retrieved 12/3/2012, 1981: 379-399.

Furnham, Adrian. “Belief in a just world: researchprogress over the past decade.” Personalityand Individual Differences 34 , 2003: 795–817.

Hafez, Mohammed M. “Rationality, culture, andstructure in the making of suicide bombers:Preliminary theoritical sythesis andillustrative case study.” Studies in Conflict andTerrorism, (29), 2003: 165-185.

Hogg, Michael A., dan Dominic Abrams. SocialIdentifications: A Social Psychology of IntergroupRelations and Group Processes. London:Routledge, 1998.

Horgan, John. “Disengagement from terrorism.”Journal of Personality and Social Psychology,2011: 56.

Horgan, John. “Individual disengagement: apsychological analysis.” Dalam LeavingTerrorist Behind: Individual and CollectiveDisengagement, oleh Tore Bjorgo dan JohnHorgan, 17-29. New York: Routledge, 2009.

Jenkins, Richard. Social identity: Key Ideas. NewYork: Routledge, 2008.

Kruglanski, Arie W., Michele J. Gelfand, danRohan Gunaratna. “Aspects ofderadicalisation.” Dalam TerroristRehabilitation and Counter Terrorism: NewApproaches to Counter Terrorism, oleh RohanGunaratna, Jolene Jerard dan LawrenceRubin, 135-145. New York: Routledge, 2011.

Lankford, Adam. “Do suicide terrorist exhibitclinically suicidal risk factors? A review ofinitial evidence and call for future research.”Aggression and Violent Behavior 15, 2010: 334-340.

Loo, Robert. “Belief in a just world: support forindependent just world and unjust worlddimensions.” Personality and IndividualDifferences 33 , 2002: 703-711.

Milla, Mirra Noor. Mengapa memilih jalan teror:Analisa psikologis pelaku teror. Yogyakarta:Gajah Mada University Press, 2010.

Milla, Mirra Noor, Faturochman, dan DjamaludinAncok. “The impact of leader–followerinteractions on the radicalization ofterrorists: A case study of the Bali bombers.”Asian Journal of Social Psychology, 2012: 1-9DOI: 10.1111/ajsp.12007.

Moghaddam, Fathali M. From the terrorists’ point ofview: what they experience and why they come todestroy. London: Praeger SecurityInternational , 2006.

Moghaddam, Fathalli M. “The staircase toterrorism: A psychological exploration.”American Psychologist, 2005: 161-169.

Mubaraq, Zulfi. Doktrin Jihad dalam PerspektifPelaku Bom Bali. Surabaya: Disertasi PPSIAIN Sunan Ampel, tidak diterbitkan.,2010.

Muluk, Hamdi. “Teroris kambuh?” Majalah Gatra,2 September 2009: 106.

Phillips, Peter J, dan Gabriela Pohl. “Terrorism,identity,psychology and defenceeconomics.” International Research Journal ofFinance and Economics, Issue 77, 2011: 102-113.

Post, Jerold. “Addressing the causes of terrorism:Psychology.” The International Summit onDemocracy, Terrorism, and Security. Madrid:Club De Madrid, 2005. 7-12.

Post, Jerrold M. “The key role of psychologicaloperations in countering terrorism.” DalamCountering Terrorism and Insurgency in the 21stCentury: International Perspectives, Volume 1-3,

Page 11: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

Dialog Vol. 38, No.1, Juni 2015 11

oleh James J.F.Forest, 380-396. Westport:Praeger Security International, 2007.

Post, Jerrold M., Ehud Sprinzak, dan Laurita M.Denny. “The terrorist in their own words:interview with 35 incarcarated MiddleEastern terrorists.” Dalam The Psyhcologyof Terrorism: Classic and Contemporary Insight,oleh Jeff Victoroff dan Arie W. Kruglanski,109-118. New York: Psychology Press, 2009.

Ramakrishna, Kumar. Radical pathways:understanding Muslim radicalization in Indonesia.Connecticut: Praeger SecurityInternational, 2009.

Rao, Hayagreeva, Gerald F. Davis, dan AndrewWard. “Embeddedness, social identity andmobility: Why firms leave the Nasdaq andjoin the New York Stock Exchange.”Administrative Science Quarterly, Vol. 45 No. 2Juni , 2000: 268-292.

Reid, William H. “Controlling political terrorism:Practicality, not psychology.” Dalam ThePsychology of Terrorism: Public Understanding,oleh Chris E. Stout, 1-8. Westport CT:Praeger Publisher, 2002.

Sagemen, Marc. Understanding terror network.Philadelphia, Pennsylvania: University ofPennsylvania Press, 2004.

Sarwono, Sarlito Wirawan. Terorisme di Indonesia.Jakarta: Alvabet & Lakip, 2012.

Savage, Sara, dan Jose Light. “Mappingfundamentalism: the psychology of religionas sub-discipline in the understanding ofreligioulsy motivated violence.” Archieve ForThe Psychology of Religion (30), 2008: 75-91.

Silke, Andrew. “Cheshire-cat logic: the recurringtheme of terrorist abnormality inpsychological research.” Dalam ThePsychology of Terrorism: Clasic andContemporary Insight, oleh Jeff Victoroff danArie W. Kruglanski, 95-108. New York:Psyhcology Press, 2009.

Smelser, Neil J., dan Faith Mitchel. Terrorism:Perspectives from the behavioral and socialsciences. Washington DC: The NationalAcademic Press, 2002.

Steven, Graeme C.S., dan Rohan Gunaratna.

Counterterrorism: A reference handbook.California: ABC-CLIO, Inc, 2004.

Tajfel, Henry, dan John C. Turner. “The socialidentity theory of intergroup behavior.”Dalam Psychology of Intergroup Relations, olehStephen Worchel dan William G. Austin,7-24. Illinois: Nelson-Hall Inc, 1986.

Taylor, Donald M., dan Fathali M. Moghaddam.Theories of Intergroup Relations: InternationalSocial Psychological Perspectives. Westport:Praeger Publisher, 1994.

Taylor, Max. “Is terrorism a groupphenomenon?” Aggression and ViolentBehavior, 2010: 15, 121-129.

Page 12: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

12 Wisata Religi di Bali ...

Page 13: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

Dialog Vol. 38, No.1, Juni 2015 13

TOPIK

WISATA RELIGI DI BALI: GELIAT USAHAPENGEMBANGAN PARIWISATA ISLAM

M U H A M A D M U R T A D H O*)

ABSTRAKWisata religi menjadi salah satu alternatif yang menarik dalam rangka revitalisasi agama dalam

kehidupan masyarakat modern di satu sisi, dan di sisi lain dalam rangka peningkatan kesejahteraan(ekonomi) masyarakat. Bali merupakan salah satu obyek wisata kelas dunia yang ada di Indonesia.Julukan Bali sebagai pulau dewata menunjukkan Bali sebagai pulau religius. Penelitian ini inginmencoba menggali potensi wisata agama di Bali dari kelompok-kelompok keagamaan di luar Hindu.Mengambil kasus pada potensi pariwisata Islam di Bali, penelitian ini menemukan adanya beberapapotensi wisata keagamaan non Hindu di Pulau Bali dan adanya permintaan wisatawan terhadaplayanan wisata yang ramah terhadap pemeluk agama non Hindu seperti kebutuhan makanan halaldan ketersedian fasilitas ibadah yang memadai.

KATA KUNCI:Wisata Religi, Pulau Dewata, Obyek Wisata Islam

ABSTRACTReligious tourism serves as an attractive choice in revitalizing religious faith among people in the modern

society and an economic improvement for the local society. Bali as one of world-class tourist attractions in Indonesiahas been known as the land of god that indicates its religiousness. This study attempts to explore the potential ofreligious tourism in Bali from the perspectives of non –Hindu people. Focusing on the potentials of Islamic tourismin Bali, this study finds out that there is a high potential for non-Hindu tourism in Bali and that there is a demandfor non-Hindu-friendly tourism including the availability of halal foods and decent praying facilities.

.KEY WORDS:

Religious Tourism, Land of God, Islamic Tourism

A. PENDAHULUANPulau Bali telah menjadi magnet tersendiri

di bumi Indonesia yang mampu mengundangwisatawan mancanegara untuk hadir ke pulauitu. Keunikan yang dimiliki oleh Pulau Balimenjadi daya tarik yang luar biasa. Sebuahkeunikan yang terdiri dari kombinasi antarakeindahan alam, pantai, budaya, dan agama telah

membangun konstruksi budaya sedemikian rupasehingga Bali mendapat julukan sebagai pulaudewata. Bahkan setelah pembuatan FilmHolywood berjudul “Eat, Pray, Love” yangdibintangi Julia Roberts dan aktor Javier Bardemdengan sebagian besar mengambil konteks Bali,menjadikan Bali semakin mengambil hatimasyarakat dunia dan Bali diuntungkan denganmomentum ini untuk mempromosikan dirisebagai pulau cinta. Kehadiran film daripengarang novel Elizabeth Gilbert itu telahmenjadikan Bali sebagai tempat yang semakindikenal dunia. Peristiwa ini sama seperti dampak

*) Peneliti Puslitbang Pendidikan Agama dan KeagamaanBadan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI. Jln. M.H.Thamrin 6 Jakarta. Email: [email protected]

**Naskah diterima Februari 2015, direvisi April 2015, disetujuiuntuk diterbitkan Mei 2015

Page 14: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

14 Wisata Religi di Bali ...

film Lord of The Rings bagi masyarakat SelandiaBaru (New Zealand), sebagai tempat latar film itudibuat. Serta merta kunjungan turis ke negaratersebut meningkat tajam.

Kasus Bali menjadi fenomena menarik,bagaimana peran agama mampu menghadirkansuasana tertentu yang mempunyai daya tarikestetis tertentu. Kasus agama itu terjadi justrupada sebuah agama Hindu, sebuah agamaminoritas di negeri mayoritas pemeluk agamaIslam di Indonesia. Kemampuan masyarakatHindu Bali menjadikan agama sebagai spiritmenjaga keseimbangan alam melalui sistemSubaknya, dan juga keanekaragaman budaya dantradisi Hindu telah melahirkan pesona tersendiribagi Bali seperti eksistensi Banjar, hari raya Nyepi,upacara Odalan, umbul-umbul dari Janur (daunkelapa muda) yang menghiasi setiap sudutdaerah di Bali menjadikan pulau itu menjaditempat yang lengkap dan indah dan menyimpankenangan tersendiri bagi semua orang yangpernah datang ke tempat ini.

Pengembangan wisata di Bali, diharapkantidak saja dinikmati oleh umat Hindu di Bali,tetapi juga komunitas agama non-Hindu diPulau itu. Kemampuan mengembangkan potensiwisata semua agama akan memantapkan Balisebagai pulau religius (sebutan lain Pulaudewata). Kalau keadaan itu bisa diwujudkan,maka potensi wisata agama non Hindu tidak lagidipahami sebagai sebuah sesuatu yangkontraproduktif dengan dunia pariwisata di Bali.Keberadaan khazanah agama lain tidak lagidipahami sebuah ancaman sehingga perlu lahirsikap curiga dan aksi sepihak yang justru tidakmenguntungkan dari sisi pariwisata di Bali.

Dari harapan seperti itu, wisata agama di Balitidak saja disediakan oleh komunitas agamaHindu semata, melainkan juga diikuti oleh pegiatpariwisata dari komunitas agama lain sepertiIslam, Kristen, Protestan di Bali. Pengembanganwisata religi berbagai agama bisa dimanfaatkanuntuk mengenalkan agama masing-masing danmenunjukkan sikap toleransi masyarakat yangbisa diwujudkan di Bali. Dengan banyaknyawisatawan baik dari mancanegara maupundomestik, di Bali dapat dikenalkan budaya agamayang membangun hubungan simbiosismutualisme atau hubungan yang salingmenguntungkan bagi model relasi keagamaanyang terkemas dalam tema wisata agama. Dari

sini pula dapat ditarik positioning agama yang pasdalam menjawab bagaimana posisi agama dalamdunia pariwisata (tourisme).

Dalam konteks pariwisata di Bali yangdisemangati kultur agama Hindu, penelitian inimerumuskan masalah bagaimana potensikhazanah non-Hindu (Islam) di Bali bisa danmampu menjadi unsur pendukungpengembangan wisata di Bali. Jawaban daripenelitian ini akan menghasilkan modelpengembangan wisata agama yang bisadireplikasi di daerah lain. Kehadiran agama selainHindu dalam turut mengembangkan pariwisatadi Bali diharapkan menjadi perspektif baru yangtidak lagi menganggap agama lain sebagaiancaman tersendiri bagi eksistensi Hindu, namunjustru sebaliknya dipahami sebagai unsur yangmelengkapi dalam memperkuat Bali sebagai pulaureligius di satu sisi, dan di sisi lain sebagai tujuanwisata kelas dunia.

Penelitian ini dilakukan dalam rangkamembaca potensi wisata religi di Pulau Bali,khususnya potensi yang bisa dilakukan olehkomunitas non Hindu di Bali. Penelitiandilakukan dengan pendekatan kualitatif.Pengumpulan data dilakukan dengan caramelacak dalam data kepustakaan, website dansurvei di lokasi. Pelacakan data kepustakaandiperlukan untuk memetakan secara menyeluruhpotensi wisata Islam yang pernah diangkat olehpenulis lain. Dalam tahapan ini dibantupelacakan data melalui internet. Selanjutnyasurvei dilakukan untuk mengonfirmasikenyatuan faktual yang ada di lapangan, sertamencari keterangan tambahan yang diperlukandalam kajian ini. Beberapa informasi yang terkaitdengan potensi wisata Islam dikumpulkan untukmendapatkan informasi yang lengkap.Pengumpulan data dilakukan secara snowball,yaitu dari satu informasi digabungkan denganinformasi lain yang terkait. Sumber informasididapatkan dari wawancara dengan informan-informan yang berhasil dihubungi pengkaji,informasi internet, brosur-brosur atau tulisanmengenai wisata di Bali.

Selanjutnya data yang terkumpul dianalisissecara deskriptif. Analisis dilakukan secarakonstruktif untuk menggambarkan fenomenakeberadaan usaha pengembangan wisata agamaini. Analisis meliputi aspek historisitas Bali sebagaipulau wisata, kategori terhadap beberapa obyek

Page 15: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

Dialog Vol. 38, No.1, Juni 2015 15

1 Parwata, Yb. “Konsep Wisata Religi Menurut AgamaHindu,” www.kemenag. go.id/file Akses 4 Jan 2014

2 Ketut Sutama. “Pariwisata Spiritual di Bali dari PerspektifStakeholders Pariwisata.” Jurnal Perhotelan dan Pariwisata,Desember 2013, Vol.3 No.2 hal.9

atau potensi wisata Islam dan terakhir analisispermasalahan terkait peluang dan tantanganyang dihadapi dalam mengembangkan wisataIslam di Bali.

Secara konseptual, ada beberapa istilah yangberkaitan dengan wisata religi seperti wisataspiritual. Dengan medan garap yang sama dikalangan muslim sekarang muncul istilahpariwisata Islami dan istilah wisata syariah.Istilah wisata religi dicoba didefinisikan salahsatunya oleh Parwata, seorang PengurusParisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) diJakarta. Menurutnya, dalam Agama Hindu adabeberapa istilah yang berkesesuaian denganwisata diantaranya istilah Tirta Yatra, DharmaYatra, Vita Sagara. Tirtha Yatra atau perjalanan suci,merupakan suatu kegiatan keagamaan untukmeningkatkan kehidupan spiritual (kerohanian)dengan cara mengunjungi tempat tempat sucikemudian melakukan persembahyangan,melakukan meditasi dan japa. Dharma Yatra,perjalanan suci bagi rohaniwan untukmembabarkan ajaran dharma ketempat tempatyang dianggap suci, Vita Sagara melakukanperjalanan suci dalam bentuk mengarungi lautan/samudra.1

Konsep Wisata Religi sering dicampuradukkan dengan definisi wisata spiritual.Meminjam pemetaan teoritis oleh Ketut Sutama,2

di kalangan para akademisi terdapat dikotomiantara wisata spiritual (spiritual tourism) dan wisatareligi (relegious tourism) dan masih terbuka lebaruntuk diperdebatkan. “Religious tourism is far frombeing a simple concept. A simple quest for religion andtravel on a search engine would reveal that there areseveral terms used in the literature to define travel toreligious sites: pilgrimage, religious tourism or faithtourism. In a few studies these terms are used very looselyand often interchangeably” (Sharpley and Sundaram,2005:163).

Egresi dkk (2012) lebih cenderung menyebutpilgrimage dan religious tourism daripada spritual danreligious tourism. Mereka juga menyatakan bahwapengertian pilgrimage dan religious tourism seringdikaburkan. Hal ini terjadi karena tidak menutup

kemungkinan wisatawan memiliki motivasiganda, berziarah sekaligus berwisata atauberwisata sambil berziarah. Sementarapandangan yang lebih jelas diberikan olehSharpley dan Sundaram (2005), mengutip Heelas,Hay dan Socha yang menyatakan bahwakesadaran spiritual merupakan hal yang alamidan bersifat universal pada diri manusia, tidakterikat oleh agama apa pun. Malah seseorangdapat dikatakan memahami dan memilikipengalaman spiritual walaupun ia tidak memelukatau meyakini sebuah agama tertentu.

Rogers (2002) menyatakan spiritualitasmerupakan jalan kembali ke dasar pluralitasbentuk agama yang menjadi dasar rasional bagikeberagamaan tanpa batas pada jalan seseorangdi dunia. Spiritualitas adalah hal alami danuniversal dan oleh karenanya tidak dapat hanyadikaitkan dengan budaya agama tertentu.Berkemenn 2006 (dalam Herntre dan Pechlaner,2011) menyatakan bahwa secara umumpariwisata spiritual berarti segala bentukperjalanan wisata yang menyangkut perjalananpisik dan spiritual. Interaksi antara tubuh (body)dan pikiran (mind) juga mendapat penekanan dariBramer (2009) yang menyatakan bahwaspiritualitas adalah pencarian untukmempersatukan kepala (head), hati (heart), danbadan (body) yang dapat dicapai melaluipergerakan badan pisik menyatu ke alam semesta(physical movement in nature).

Wisata spiritual adalah wisata mencaripengalaman spiritual yang tidak memandangagama, sedangkan wisata religi terkait denganperintah agama. Seorang pemeluk Islam yangpergi haji, ia bisa dikatakan berwisata religisekaligus spiritual. Akan tetapi, kalau iamengunjungi Pura Besakih misalnya, bisa jadiia hanya berekreasi, atau mungkin juga mencaripengalaman spiritual, pengalaman batin yangtidak langsung terkait dengan doktrin agamayang dianutnya, melainkan tentang hubunganantara Yang Maha Pencipta dan ciptaan-Nya.Jadi, wisata religi termasuk juga wisata spiritual,namun wisata spiritual belum tentu wisata religi.3

Pitana (2012) menyatakan bahwa sebenarnyawisata spiritual telah hadir di bumi sejak berabad-

3 http://venuemagz.com/September-2012. Akses 11 Januari2015

Page 16: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

16 Wisata Religi di Bali ...

4 http://www.eturbonews.com/30411/Bali -rapidly-becoming-popular-spiritual-tourism - destination) Akses 11 Januari2015

5 A. Faidlal Rahman, Konsep Pariwisata Islami dalam “ The2nd Association of Indonesian Tourism Tertiary EducationInstitutions (AITEI) “ di Malaysia, 23 Mei 2013.

abad lalu. Wisatawan spiritual (spiritual tourists)berwisata ke suatu tempat untuk mencarikedamaian dan keharmonisan (peace and harmony),dan mereka kebanyakan orang yangberpendidikan, peduli pada budaya, peduli padaalam dan lingkungan, dan tidak mengganggusiapa pun. Lebih lanjut Pitana menyatakanbahwa wisata spiritual di Bali merupakangabungan antara budaya dan aspek keagamaan.Wisatawan yang datang ke Bali untuk tujuanspiritual berpengaruh positif bagi Bali. Merekake Bali tidak mencari “sun, sea, sand and sex”,melainkan mencari kedamaian batin.4

Dari perspektif Islam, Faidlal Rahman secarakhusus mengeksplorasi wisata religi ini dengankonsep pariwisata Islami. Menurutnya, konseppariwisata Islami merupakan konsep yang masihbaru. Pariwisata Islami melibatkan kegiatan,pengalaman atau kesenangan dalam bentukperjalanan sesuai dengan konsep Islam dan bisadilakukan melalui sejarah, seni, kebudayaan,warisan, cara hidup, dan ekonomi. Untukmewujudkan tujuan pariwisata Islami ada limahal yang harus diupayakan, meliputi sumberdaya manusianya, promosi, infrastuktur,kerjasama, dan lembaganya.5

Kajian ini dalam posisi ingin melihat potensidan praktek wisata religi di luar khazanah Hindudi Bali. Kajian diarahkan pada potensi yang adadalam khazanah Islam di Bali. Itu artinya, dalamkonteks kajian ini awalnya sebenarnya tidakdimaksudkan untuk memilih salah satu definisitersebut, bahkan dalam beberapa hal cenderungingin menganggap sama potensi kedua definisitersebut dalam perpektif sebagai potensi wisataatas nama keagamaan. Namun karena definisiterlanjur diperdebatkan, maka untuk kajian inimemulai dangan memetakan dari dimensi wisatareligi.

Karena itu, untuk membaca potensi wisatareligi non-Hindu di Bali, dalam hal ini wisataIslam, diajukan pertanyaan-pertanyaan berikut:Apa dan bagaimana permasalahan yang dihadapidalam usaha merintis wisata religi Islam dalam

lingkup masyarakat Hindu di sana. Bisakahwisata agama non Hindu dapat berkembang diBali ? Bagaimana peran pemerintah dan apa yangbisa dilakukan oleh pelaku usaha wisata religinon Hindu di Bali ?

B. SEKILAS SEJARAH PERADABAN BALIKeberhasilan daerah Bali menjadi tujuan

kelas dunia tidak bisa dipisahkan darikeberhasilan masyarakat Bali yang mayoritasHindu. Secara langsung dan tidak langsung,ajaran Hindu di Bali telah mengantarkan pulauini memiliki khazanah yang mampumenghadirkan obyek wisata pulau ini menjadieksotik.

Sejarah peradaban Hindu diperkirakandimulai pada 100 SM. Kebudayaan Bali mendapatpengaruh kuat dari kebudayaan India yangprosesnya semakin cepat setelah abad ke-1 Masehi.Nama Bali Dwipa (pulau Bali) mulai ditemukandi berbagai prasasti, di antaranya PrasastiBlanjong yang dikeluarkan oleh Sri KesariWarmadewa pada 913 M yang menyebutkan kataWalidwipa. Diperkirakan sekitar masa inilahsistem irigasi subak untuk penanaman padi mulaidikembangkan. Beberapa tradisi keagamaan danbudaya juga mulai berkembang pada masa itu.Semasa Kerajaan Majapahit (1293–1500 M) yangberpusat di pulau Jawa yang menganut agamautama Hindu dan pernah menguasai maritim dinusantara ini, pernah mendirikan kerajaanbawahan di Bali pada sekitar tahun 1343 M.

Dalam konteks nusantara, kebesaran Hindukemudian menyusut seiring dengan kedatanganIslam yang berhasil mendirikan kerajaan-kerajaanIslam di berbagai wilayah. Banyak umat Hindudi berbagai daerah yang beralih ke Islam. Pusatperadaban Hindu yang tadinya di Majapahit,terpaksa runtuh dan dan pusat Hindu bergeserke Bali. Banyak bangsawan, pendeta, artis danmasyarakat Hindu lainnya yang ketika itumenyingkir dari Pulau Jawa ke Bali. Konsentrasisumber daya Hindu inilah yang menyebabkanBali berhasil mempertahankan diri dan mengemasBali menjadi daerah yang eksotik dan banyak senibudaya nya yang bercorak tradisi besar yangmenunjukkan besarnya peradaban Hindu dinusantara masa lalu.

Cornelis de Houtman dari Belanda pada 1597merupakan orang Eropa pertama yangmenemukan Bali. Meski sebelumnya sebuah kapal

Page 17: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

Dialog Vol. 38, No.1, Juni 2015 17

6 Keunikan dari gereja ini ialah bangunan gereja yangmemadukan arsitektur ghotik dengan Bali. Meskipun gereja inisudah berusia lumayan senja, namun kondisi dan keadaan didalamgedungnya masih terlihat terawat. Di pintu masuknya, terdapatseperti gapura yang pada umumnya tugu tersebut biasa terdapatdi sebuah pura atau perumahan masyarakat Bali pada umumnya.Halaman Gereja Palasari yang banyak ditumbuhi pohon cemaradengan beberapa pembatas halaman gedung gereja yang terdapatsedikit ukir ukiran Bali.

Portugis pernah terdampar dekat tanjung Bukit,Jimbaran, pada 1585. VOC mulai melaksanakanpenjajahannya di tanah Bali, rakyat Bali melawan.Namun karena teknologi perang yang terbatas,kekuasaan di Bali berhasil sedikit demi sedikitdiambil alih kolonial. Semenjak 1840-an, belandamengambil alih wilayah utara dan mulaimengincar daerah selatan. Dengan mengadu-domba berbagai penguasa Bali yang saling tidakmempercayai satu sama lain. Belanda melakukanserangan besar lewat laut dan darat terhadapdaerah Sanur dan disusul dengan daerahDenpasar. Pihak Bali yang kalah dalam jumlahmaupun persenjataan tidak ingin mengalamimalu karena menyerah, sehingga menyebabkanterjadinya perang sampai titik darah penghabisanatau perang puputan yang melibatkan seluruhrakyat baik pria maupun wanita termasukrajanya. Diperkirakan sebanyak 4.000 orangtewas dalam peristiwa tersebut, meskipun Belandatelah memerintahkan mereka untuk menyerah.Selanjutnya, para gubernur Belanda yangmemerintah hanya sedikit saja memberikanpengaruhnya di pulau ini, sehingga pengendalianlokal terhadap agama dan budaya umumnyatidak berubah.

Penduduk Bali pada tahun 2014 berdasarkansensus terbaru pada Januari 2014 berjumlahkurang lebih 4 juta jiwa. Mayoritas beragamaHindu dengan prosentase 84,5%. Disusul Islamsebagai agama terbesar kedua dengan prosentasepemeluk sebanyak 13 %. Selanjutnya Protestandan Katolik sebanyak 1,7% dan Buddha sebanyak0,5%. Partisipasi umat non Hindu dalampembangunan Bali adalah sebuah gagasan dansemangat yang sesuai dengan cita-cita falsafahkita berbangsa, Pancasila.

Dengan latar belakang agama Hindu, obyekwisata agama di Bali kebanyakan merupakankhazanah agama Hindu seperti Pura Besakihyang Pura terbesar di Indonesia, bahkan kononterbesar di Asia. Selain pura Besakih terdapat Hariraya Nyepi yang diwujudkan dalam tradisi dimana semua lampu seluruh kota di Balidimatikan dan tidak ada aktifitas duniawi yangdijalankan, Hari Raya galungan dan ratusan purayang tersebar di seluruh Pulau Bali. Banyaknyapura ini menyebabkan Bali memperoleh sebutannegeri para dewa, karena di sana para dewabanyak disembah oleh umat manusia.

Tidak ketinggalan, Katholik juga mempunyai

obyek wisata yang banyak dikunjungi pemelukKatholik yang kebetulan hadir di Bali sepertigereja Palasari. Menyesuaikan dengan kontekHindu, Katholik mempunyai gereja denganwarna kultur Bali. Gereja ini dibangun sejaktahun 1940-an oleh Pater Simon Buis yangmembuka sebuah hutan Pala yang kemudiandiberi nama tempat itu dengan sebutan Palasari(sekarang disebut dengan Palasari Lama).Disinilah Pater Simon membangun sebuah desayang memiliki Mode Dorf yang berbudaya Balinamun tetap bernuansa Katholik yang kental.Lantas, pada tahun 1955, sebuah bukit dikawasan ini diratakan dan dibangunlah sebuahgereja yang kokoh, yang memiliki arsitekturperpaduan antara Belanda dan Bali. Gereja inipunkemudian diberi nama Gereja Palasari dandiresmikan oleh Pastor Simon Bois. Dan pastorinilah yang kemudian mengenalkan agamaKatholik kepada masyarakat Bali secara luasuntuk yang pertama kalinya.6

Bagaimana dengan potensi obyek wisataIslam yang ada di Bali ? Ternyata pengkajimenemukan banyak sekali obyek wisata agamaIslam di Bali. Obyek-obyek yang sering menjadiobyek kunjungan dalam konteks Islam dapatdisebutkan antara lain makam-makam keramatpara tokoh Islam awal di Bali, kampung-kampung Islam yang terdapat di hampir semuakabupaten di Bali, masjid-masjid yang unik dansebagian bersejarah karena merupakan masjidpaling awal didirikan di Bali. Lebih lengkapsedikit gambaran untuk masing-masing lokasi dibahas pada sub bab berikut.

Obyek Wisata Muslim di BaliMenyusuri potensi wisata Islam di Bali,

pengkaji menemukan banyak potensi obyekwisata berlatar belakang agama Islam. Obyek-obyek wisata Islam di Bali itu dapat dikategorikandalam 3 kelompok besar, yaitu: 1) obyek wisataberupa makam-makam keramat para tokoh Islam

Page 18: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

18 Wisata Religi di Bali ...

7 Berikut makam-makam Keramat di Bali yang disebut WaliPitu: 1) Pangeran Mas Sepuh alias Raden Amangkuningrat; 2)Habib Umar Maulana Yusuf; 3). Habib Ali Bin Abu Bakar BinUmar Bin Abu Bakar Al Khamid; 4) Habib Ali Bin Zaenal AbidinAl Idrus; 5) Syeh Maulana yusuf Al Magribi; 6) Habib Ali BinUmar Bafaqih; 7) Syeh Abdul Qodir Muhammad lihat Kisah WaliPitu dari Bali oleh Umi Kalsum nasional.news.viva.co.id/news/read/239218-kisah-wali-pitu-dari-Bali Akses 11 Januari 2015

8 Makam Keramat Siti Khotijah dan Pangeran SosrodiningratDi Denpasar Bali. http://achmad-suchaimi-sememi.blogspot.com/2013/07/mjib-24-makam-keramat-siti-khotijah-dan.html akses 11 Januari 2015

di Bali, 2) obyek wisata berupa kampung-kampung Islam, dan 3) obyek wisata beruparumah ibadah unik dan bersejarah.Pengelompokkan ini belum memasukkanbeberapa potensi wisata Islam seperti lembagapendidikan Islam seperti pesantren dan madrasahyang sebenarnya tak kalah potensial bagi obyekwisatawan muslim yang berkunjung di Bali.

Makam Keramat IslamDimulai dari obyek wisata Islam berupa

makam keramat tokoh Islam, ada beberapamakam Islam di Bali. Terkait keberadaan beberapaobyek wisata makam keramat di Bali, yangmenjadi legenda adalah keberadaan Wali Pitu(Wali Yang Tujuh). Sebutan Wali Pitu di Balidianalogikan dengan keberadaan wali sanga diJawa. Berbeda dengan di Jawa, Wali Pitu di Balihanya julukan kepada tujuh orang perintis Islamdi Bali yang satu sama lain barangkali tidakpernah ketemu karena hidup di zaman yangberbeda.7 Beberapa makam keramat yang telahmenjadi tujuan ziarah, yang sebagiannyaanggota Wali Pitu, antara lain meliputi:

1. Makam Keramat Pangeran Sepuh, PantaiSeseh.Pantai Seseh terletak di Desa Munggu,

Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung. Jaraktempuh ke lokasi ini lebih kurang 15 km dari kotaDenpasar. Makam ini adalah makam RadenAmangkuningrat. Dia adalah anak Raja MengwiI (Raja di Bali 1690-1722 M) yang menikah denganputeri Blambangan. Dia tidak dibesarkan dilingkungan istana kraton di Bali, namundibesarkan ibunya di Blambangan, suatu ketikabertanya pada ibunya siapa gerangan ayahnya.Setelah memaksa akhirnya berkatalah ibunyabahwa dia adalah Putra raja Mengwi I di Bali.Berangkat sang anak ke Bali, namun di sanaterjadi salah paham antara anak dan ayah.Kembali lah sang anak ke Blambangan. Namundi tengah jalan, ia dikeroyok orang. Suatu

kesempatan, Raden Amangkuningrat menarikkerisnya dan keajaiban terjadi, semua lawanmenjadi lumpuh seketika. Selanjutnya, di akhirhayatnya, sosok raden ini dimakamkan di PantaiSeseh.

2. Makam Keramat Siti Khodijah di Pamecutan.Nama aslinya Ratu Ayu Anak Agung Rai.

Makam ini berada di kota Denpasar. Dia dipercayasebagai orang pertama dari keturunan keluargadalam keraton di Bali yang masuk Islam. Diaadalah putri Raja Pemecutan Cokorda III yangbergelar Bathara Sakti yang memerintah sekitartahun 1653 M (Menurut sumber lain, memerintahtahun 1697 dan wafat tahun 1813 M).8 Ada duaversi cerita masuknya Ratu Ayu ke Islam. Versipertama, dia masuk Islam karena menikah denganSosrodiningrat (Senopati dari Mataram) setelahberhasil membantu Raja Pamecutanmemenangkan peperangan. Versi kedua, diadiperistri Cakraningrat dari Madura yang berhasilmenyembuhkan puteri raja. Raja membuatsayembara, siapa yang mampu mengobati puteriraja maka dia akan dinikahkan dengan puteritersebut. Ketika hidup di lingkungan keraton,suatu saat terjadi kesalahpahaman antara SitiKhodijah dengan para punggawa. Parapunggawa dihebohkan adanya leak (makhlukJahat) yang masuk istana. Maka semuapunggawa berusaha memburunya danmemergoki puteri Khodijah sedang salat malamdan disangkanya sedang melakukan ritual yangmenghadirkan Leak. Maka tanpa ragu-raguseorang punggawa menombak punggung puterikhadijah dan mati seketika.

3. Makam Pangeran Sosrodiningrat di UbungDenpasar.Dia adalah Suami dari Adik Raja Pamecutan,

Siti Khodijah Pamecutan. PangeranSosrodiningrat adalah orang dari Mataram yangkebetulan lewat Kerajaan Pamecutan yang semulabertujuan ingin pergi ke Ampenan PulauLombok. Karena Kerajaan Pamecutan sedangperang dengan kerajaan lain, maka PangeranSosrodiningrat dikira mata-mata. Maka

Page 19: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

Dialog Vol. 38, No.1, Juni 2015 19

ditangkaplah pangeran itu dan dihadapkankepada raja. Karena salah tangkap, makaPangeran Sosrodiningrat ditawari untukmembantu Kerajaan Pamecutan mengalahkanmusuh. Kalau perang berhasil dimenangkan,Pangeran Sosrodiningrat akan dinikahkandengan adik raja. Tawaran itu diterima, danakhirnya perang berhasil dimenangkan, danPangeran menikah dengan keluarga kerajaandan akhirnya bisa mengajak istrinya masukIslam. Setelah masuk Islam, Sang istri bergantinama menjadi Siti Khodijah dan merupakanorang pertama dari keluarga keraton yang masukIslam.

4. Makam Habib Umar bin Yusuf Al-Maghribidi Bukit BedugulMakam ini berada di Desa Bungaya Kangin,

Kecamatan Bebandem, Karangasem. Nasab HabibUmar diyakini bersambung sampai RasulullahSAW. Untuk mencapai lokasi makam, parapeziarah harus mendaki bukit yang cukup tinggi.Mereka harus sangat hati-hati, karena anaktangganya masih asli dari tanah, tanpa pagar ataupegangan tangan.

5. Makam Habib Ali bin Abu bakar al Hamid diKusumba KlungkungDia adalah guru besar Raja Klungkung,

Dhalem I Dewa Agung Jambe. Ia mengajar bahasaMelayu kepada Raja Dhalem I Dewa Agung Jambedari Kerajaan Klungkung. Sang rajamenghadiahkan seekor kuda kepadanya sebagaikendaraan dari kediamannya di Kusamba menujuIstana Klungkung. Suatu hari, pulang mengajardi istana, ia diserang oleh kawanan perampok.Ia wafat dengan puluhan luka di tubuhnya.Jenazahnya dimakamkan di ujung baratpekuburan Desa Kusamba. Malam hari selepaspenguburan, terjadi keajaiban. Dari atas makammenyemburlah kobaran api, membubung keangkasa, memburu kawanan perampok yangmembunuh Sang Habib. Akhirnya semuakawanan perampok itu tewas terbakar.

6. Makam Maulana Yusuf al Baghdadi alMaghribi Karangasem.Tepatnya di desa Bungaya, Bebandhem,

Karangasem, Bali. Dia adalah perintis Islam diKarangasem. dimakamkan tidak jauh dari makamHabib Ali bin Zainal Al-Idrus. Di atas makam

tersusun batu bata merah tanpa semen yang takterawat dan tampak sangat tua. Keistimewaanmakam ini terletak ketika makam itu justruselamat dari amukan Gunung Agung yangmeletus dengan dahsyat pada 1963. Sejak saat ituorang mempercayai bahwa orang yangdimakamkan di sana adalah orang keramat.

7. Makam Keramat Syeikh Abdul QadirMuhammad di TemukusLokasinya di Temukus Banjar, Bulelang,

Singaraja Bali. Nama asli syekh ini adalah TheKwan Lie. Penduduk menyebutnya sebagaiKeramat Karang Rupit. Semasa remaja, ia adalahmurid Sunan Gunung Jati, Cirebon, Jawa Barat.Para peziarah, baik muslim maupun Hindu,biasanya banyak berkunjung pada hari Rabuterakhir (Rebu Wekasan) bulan Shafar. Uniknya,masing-masing mengelar upacara menurutkeyakinan masing-masing.

8. Makam Ali Bin Umar Bafaqih di LoloanJembranaIa hidup antara (1890-1997). Ia adalah seorang

habib yang mengembangkan Islam di KampungIslam Loloan Jembrana Bali. Ia dikenal sebagaiseorang ulama dan terkadang dimasukkan dalamhitungan ulama ke delapan dari “Wali Pitu” yangada di Bali. Makamnya di Jembrana banyakdidatangi para peziarah yang hadir dari berbagaidaerah. Di Loloan Habib Ali mendirikanpesantren Syamsul huda pada tahun 1935. Daripesantren ini, Ia telah melahirkan banyak ulama& da’i. Santri-santrinya berasal dari berbagaidaerah di tanah air. Faktor inilah yang didugamenjadi sebab makamnya ramai dikunjungi parapeziarah.9

Kampung-kampung IslamSelain makam keramat, terdapat obyek wisata

Islam di Bali berupa beberapa kampung Islamyang mulai dikunjungi wisatawan luar daerah.Mengenai jumlah kampung Islam di Bali,menurut Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI)Denpasar - Bali, KH. Mustofa al-Amin, saat inidi Bali terdapat 59 kampung muslim.10 Beberapa

9 Kisah Wali Pitu dari Bali oleh Umi Kalsumnasional.news.viva.co.id/news/read/239218-kisah-wali-pitu-dari-Bali Akses 11 Januari 2015

10 Cita-cita Tokoh Islam Bali: Insya Allah, Bali Menjadi JendelaIslam Dunia. http:// wakafalazhar.com/blog/post/view/id/40/title/akses 4 Jan 2015

Page 20: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

20 Wisata Religi di Bali ...

kampung diantaranya berisi orang-orang asli Baliyang telah memeluk agama Islam. Dari sejumlahkampung muslim yang ada di Bali, beberapadiantaranya yang sering disebut Kampung-kampung Islam utama yang banyak dikunjungiwisatawan meliputi: Kampung Saren JawaBudakeling Karangasem, Kampung Gelgel diKlungkung, Kampung Kepaon dan Serangan diDenpasar, Kampung Pegayaman di Buleleng, danKampung Loloan di Jembrana.

I Made Pageh dkk menyebutkan bahwaterbentuknya kampung-kampung Islam di Balidilatarbelakangi oleh beberapa sebab seperti: 1)motif dagang orang Islam sehingga bermukim didaerah pelabuhan-pelabuhan kuno di pinggirpantai (Pelabuhan dan Batugambir), yangkemudian ada yang berubah profesi menjadipetani tinggal ke pedalaman. (2) tinggal dipedalaman karena memang di-enclaves-kan olehraja di daerah khusus. (3) Ikatan patron-kliendikukuhkan dengan perkawinan lintas agama(Kepaon Badung berasal dari Serangan) (4) faktoruntuk pertahanan kerajaan dalam memperkuatpasukannya, dijadikan benteng penyebeh puri,penasihat raja dalam perdagangan, sebagaipenerjemah bahasa arab dalam kontak dagang(Islam Gelgel, Angantiga, Kepaon, Loloan) (5)kejayaan dan kemenangan raja menghadiahitanah tempat permukiman khusus sebagai entitasmenyejarah, dan diberikan pemerintahan sendirisesuai dengan sifat etniknya.11

1. Kampung Gelgel di Klungkung.Kampung ini dipercaya merupakan tempat

awal agama Islam memasuki daerah ini yang saatitu menjadi pusat kekuasaan Bali. Pada abad ke-15, datanglah 40 orang Islam atau wali dari‘Mekah’ (diduga merupakan sebutan untukDemak) yang memasuki wilayah Gelgel. Merekatinggal berdampingan dengan masyarakat Baliyang memeluk Hindu. Awalnya, mereka hanyatinggal berdampingan saja, namun lamakelamaan ada masyarakat lokal yang tertarikkepada Islam. Memang benar bahwa komunitasini pernah mengajak Raja Gelgel untuk masuk

Islam. Tetapi ajakan mereka belum diterima olehraja. Awalnya, untuk sementara waktu merekatinggal di sekitar daerah sungai. Karena kondisilingkungan yang tidak layak dan mengenaskan,beberapa orang meninggal dan beberapa diantaranya ada yang sakit. Melihat keberadaankelompok muslim yang mengenaskan ini, RajaGelgel menjadi simpati dan memberi merekatempat bermukim di Gelgel. Saat tinggal di Gelgel,akhirnya mereka mendapatkan pengikut darikalangan rakyat. Kini, di Gelgel terdapat 800orang pemeluk agama Islam.

2. Kampung Saren Jawa Karangasem.Mayoritas pemeluk Islam di Karangasem

merupakan pendatang dari Lombok Timur (SukuSasak). Di Amlapura, penempatan kampungIslam dan Hindu dibuat berselang-seling disekitar puri. Tujuannya adalah selain sebagaigaris pertahanan, juga agar masyarakatmembaur. Masyarakat Sasak yang tinggal diKarangasem, kini telah membaur denganmasyarakat Bali. Banyak orang Sasak yang telahmenggunakan Bahasa Bali. Memang sebagianbesar dari mereka sudah tidak fasih berbicaramenggunakan Bahasa Sasak, tetapi masihmengerti artinya. Adapula yang masih aktifmenggunakan bahasanya, yakni mereka yangtinggal di Karanglongko. Salah satu bentukakulturasi budaya antara masyarakat Sasak Islamdan Bali adalah Cepung (macapatan) dengan temaumumnya yang mengandung pesan moral agarmenjadi manusia yang baik sesuai syariat Islam.

3. Kampung Pegayaman.Kampung ini terletak di Sukasada, Buleleng,

merupakan pusat terbesar agama Islam. Nenekmoyang masyarakat yang tinggal di desa inimerupakan pendatang dari Jawa dan Bugis.Konon, dahulu, orang-orang Mataram Islammenuju Bali dengan membawa keris gayam. Jugabanyak pohon Gayam di sekeliling desa, sehinggatempat itu disebut Pegayaman. Di Pegayamanmemiliki situasi yang sedikit berbeda dengansituasi di tempat-tempat lain di Bali. Tidak adaatribut keagamaan maupun tempat ibadah Hindubaik Pura Puseh, Pura Kelod, maupun PuraDalem. Sebaliknya, justru terdapat masjid. Yangterbesar di Pegayaman bernama Masjid Jami’Safinatussalam. Selain bangunan fisik berupamasjid, terdapat pula peninggalan berupa Al-

11 I Made Pageh Dkk. Analisis Faktor Integratif Nyama Bali-Nyama Selam, Untuk Menyusun Buku Panduan KerukunanMasyarakat Di Era Otonomi Daerah. Jurnal Ilmu Sosial DanHumaniora. Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja. Vol. 2,No. 2, Oktober 2013

Page 21: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

Dialog Vol. 38, No.1, Juni 2015 21

Qur’an yang ditulis tangan, juga pola pendidikanyang mengajarkan Islam pada anak-anak mereka.

4. Kampung Loloan Jembrana.Kampung ini dirintis oleh Syarif Abdullah

bin Yahya Al-Qodri (Syarif Abdullah), Sebuahkampung yang menjadi pusat berkembangnyaIslam di Bali. Ia berasal dari Pontianak. Ayahnyaadalah seorang Ulama Arab termasyur yangmenikah dengan ibunda Raja di Matan. Iabersama anak buahnya berkelana sampai diLoloan-Jembrana karena berbeda pandangandengan Sultan Pontianak Syarif Abdurrahmanyang mau tunduk kepada pemerintah Belanda.Karena memberontak kepada Belanda, SyarifAbdullah memutuskan untuk pindah ke daerah-yang belum dikuasai oleh pengaruh Belanda.

Rombongan Syarif Abdullah berlayar hinggasampai di Nusa Tenggara Barat dan terus ke baratsampai di Air Kuning-Jembrana pada tahun 1799.Ketika di Bali, Syarif Abdullah disambut denganbaik oleh penduduk yang sudah lama tinggal disana yang berasal dari suku Bugis bernama HajiShihabuddin. Syarif Abdullah diantarmenghadap kepada Raja Jembrana Anak AgungPutu Seloka. Setelah menghadap raja, SyarifAbdullah diizinkan menetap di Jembrana dandiberikan tempat bermukim di kiri dan kananSungai Ijo Gading seluas 80 ha dengan syaratSyarif Abdullah bersedia melakukan kerjasamadan membantu Kerajaan Jembrana dalammenghadapi musuh-musuhnya.12 Di LoloanJembrana inilah kelak madrasah pertama danpesantren pertama di Bali lahir.

Selain empat kampung di atas, hampir disemua kabupaten di Bali ada kampungmuslimnya, kecuali Kabupaten Badung yangsecara eksplisit belum mempunyai KampungIslam. Ada data yang memasukkan Kepaonterdapat di Kabupaten Badung, tetapi setelah sayakonfirmasi dengan informan di Bali, ternyataKampung Kepaon masuk ke wilayah KotaDenpasar.13 Kampung-kampung Islam di berbagaikabupaten di Bali Seperti Kampung Sudihati(Kintamani) di Kabupaten Bangli, Kampung Jawa

di Kabupaten Gianyar, Kampung Candi Kuningdi Kabupaten Tabanan, Kampung Kepaon di KotaDenpasar.

C. MASJID-MASJID UNIK/BERSEJARAH.Selain makam keramat Islam dan Kampung-

kampung Islam di Bali, Tujuan wisata Islamberikutnya yang bisa dikunjungi adalah masjid-masjid unik atau bersejarah di Bali. Dari sisisejarah, Masjid Nurul Huda di Gelgel Klungkungdipercaya sebagai masjid pertama di Pulau Bali,berdiri pada abad 13. Dari sisi keunikan, MasjidAl hikmah Kertalangu Denpasar merupakanmasjid yang mencoba menggabungkan antaraspirit Islam dengan budaya Bali. Berikutgambaran ringkas beberapa rumah ibadah unikatau bersejarah antara lain:

1. Masjid Nurul Huda di Gelgel.Masjid ini terletak di Kabupaten Klungkung.

Masjid ini merupakan masjid tertua di Bali beradadi Gelgel dengan arsitektur khas Demak. DariDenpasar, perjalanan menuju masjid tertua diPulau Dewata ini memakan waktu sekitar satujam. Masjid Nurul Huda berdiri megah di tengah-tengah perkampungan Gelgel yang berpenduduk280 keluarga. Di halaman masjid, terdapat sebuahmenara tua tegak menjulang setinggi 17 meter.Masjid Nurul Huda berdiri pada akhir abad ke-13. Saat itu, Bali dikuasai raja Kerajaan Gelgelyang bernama Ketut Dalem Klesir. Usaimenghadiri pertemuan raja-raja nusantara diMajapahit pada akhir abad ke-13, Raja Gelgelkembali pulang ke Bali dengan dikawal 40prajurit Majapahit. Setibanya di Klungkung,pengawal dari Kerajaan Majapahit yang sebagiansudah memeluk Islam kemudian menetap diGelgel. Mereka lalu menyebarkan agama Islamatas seizin Raja Gelgel.14

2. Masjid Jami’ Singaraja.Masyarakat Islam di Singaraja didominasi

oleh pendatang Bugis. Di kampung parapendatang asal Makassar ini terdapat masjid Jami’yang memiliki arsitektur unik gabungan antaraBali, Cina, dan Arab. Sejarah masjid ini tak bisadilepaskan dari peran Raja Buleleng A.A. Ngurah

12 I Made Sumarja, Syarif Abdullah Bin Yahya Al Qodri (SyarifAbdullah ) Tokoh Pendiri Kampung Loloan Jembrana 1799 –1858 Http://F85edonk. Blogspot.Com /2013 /01/Syarif-Abdullah-Bin-Yahya-Al-Qodri.Html Akses 31 Oktober 2014

13 Wawancara dengan Mashudi, Penduduk Kampung KepaonDenpasar Bali pada tanggal 13 Januari 2015

14Nurul Huda, Masjid Tertua di Bali. http://www.beritaBali.com/index. php/page/berita /klk/detail /2013/07/10/Nurul-Huda-Masjid-Tertua-di-Bali /akses 11 Januari 2015

Page 22: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

22 Wisata Religi di Bali ...

Ketut Jelantik Polong (putra A.A. Panji Sakti, rajaBuleleng I) yang beragama Hindu. Pintu kayuberukir warna hijau di gerbang masjid pada fotodi atas merupakan pemberian beliau ketika masjidtersebut pertama kali dibangun. Masjid inididirikan pada tahun 1846 M pada masapemerintahan Raja Buleleng A.A. Ngurah KetutJelantik Polong (putra A.A. Panji Sakti, rajaBuleleng I). Beliau seorang penganut agamaHindu Bali, maka pengaturan pelaksanaan danke-pengurusannya diserahkan kepadasaudaranya yang beragama Islam bernama A.A.Ngurah Ketut Jelantik Tjelagie dan AbdullahMaskati. Masjid Agung Jami’ Singaraja inimenjadi salah satu saksi bisu begitu indahnyatoleransi beragama di Pulau Dewata sejak pertamakali Islam masuk ke Pulau Bali hingga detik ini.Masjid Agung Jamik Singaraja hingga kini masihmenyimpan kitab Al-Qur’an tulisan tangan A.A.Ngurah Ketut Jelantik Tjelagie dan sampaisekarang masih ada keturunannya dan tetapmenggunakan nama Gusti walaupun memelukagama Islam.

3. Masjid Jami’ Safinatussalam di Pegayaman.Kisah masuknya agama Islam di Pegayaman,

diabadikan menjadi nama masjid, yaitu MasjidJami Safinatussalam. Masjid Jami Safinatussalammerupakan masjid tertua di Pegayaman.Keberadaan masjid ini diperkirakan sudah adasejak awal berdirinya Desa Pegayaman.“Safinatussalam berarti perahu keselamatan.Alasan diberi nama Safinatussalam karenadatangnya menggunakan perahu dari Jawa,sampai dengan selamat di Bali.15

4. Masjid Al-Hikmah di Kertalangu Denpasar.Masjid Al-Hikmah adalah satu-satunya di

Kota Denpasar yang plural dan multikulturtampil dengan sosok Arsitektur Tradisi Bali (ATB).Masjid Al-Hikmah di Kertalangu dibangun padatahun 1978 menjadi sebuah tanda sekaligussimbol bagaimana dua kebudayaan menjadi satudalam sebuah teks arsitektur yang menyiratkanpenghormatan, kebersamaan dalam bingkaikeindahan. Diplomasi kebudayaan melalui tandadan simbol arsitektur menjadi bukti kerukunandan kedamaian bagi masyarakat Kota Denpasar

yang plural dan multi kultural.16

5. Masjid Agung Ibnu Batutah di Nusa Dua.Berdiri dengan megah di pelataran bukit

Kampial Nusa Dua, Masjid Ibnu Batutah berdiriberdampingan dengan empat sarana ibadah umatberagama lain, yakni Pura Jagat Natha bagi umatHindu, Vihara Budina Ghuna untuk umatBuddha, dan Gereja Bunda Maria Segala Bangsauntuk umat Katolik serta Gereja Kristen BukitDoa untuk umat Protestan. Lokasi ini dikenaldengan nama kompleks peribadatan PujaMandala di Nusa Dua, Bali. Berawal darikeinginan umat Islam untuk mendirikan masjiddi Nusa Dua. Namun, karena izin sulitdidapatkan dengan alasan tidak memenuhi syaratpendirian bangunan ibadah yang harusmempunyai 500 KK, akhirnya keinginan itubelum dapat dilaksanakan. Pihak MUI bersamaYayasan Ibnu Batutah kemudian datang keJakarta untuk meminta persetujuan. Akhirnya,ada inisiatif dari Menteri Pariwisata Pos danTelekomunikasi, yang saat itu dijabat oleh JoopAve, untuk membangun tempat ibadah kelimaagama di Indonesia itu dalam satu kompleks. Ideini didapat atas dasar keinginan presidenSoeharto yang menginginkan adanya tempatibadah kelima agama yang berdiri di satu tempat.Pihak PT. BTDC lalu menghibahkan bantuanberupa tanah untuk membangun kelima tempatibadah tersebut. Tanah itu dibagi sama besar danluasnya. Selanjutnya, untuk pendirianbangunan diserahkan sepenuhnya kepada umatmasing-masing agama, dengan aturan pendirianbangunan tersebut harus sama tingginya.17

Kalau dibuat matriks, maka obyek wisataIslam di Bali dari bahasan di atas dan sumber-sumber lain yang membahas tentang obyekkunjungan wisatawan ke Bali yang berhasilpenulis dapatkan, dilihat dari lokasinya dapatdisebutkan sebagai berikut:

Potensi Obyek Wisata Islam di Bali 18

15 Sejarah Warga Islam di Desa Pegayaman, Bali http://ulinulin.com/news/sejarah-warga-Islam-di-desa-pegayaman-Bali/page/2 akses 11 Januari 2015

16 Putu Rumawan Salain, Arsitektur Tradisional Bali Pada MasjidAl Hikmah Di Kertalangu, Denpasar. (Tesis). Bali: UniversitasUdayana, 2011

17 Masjid Agung Ibu Batutah; Sebuah Simbol Kerukunan TempatIbadah Dari Nusa Dua Bali. http://Bali muslim.com/masjid-simbol-kerukunan/masjid-ibnu-batutah

18 Disusun berdasarkan beberapa sumber yang berhasildikumpulkan penulis, pada sel-sel yang kosong dimungkinkanmasih ada obyek wisata Islam yang lain.

Page 23: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

Dialog Vol. 38, No.1, Juni 2015 23

Bali Halal Tour: Ikhtiar Biro PerjalananWisata Islam

Melihat potensi wisata Islam di Bali,menggerakkan beberapa pelaku wisata untukmenggagas layanan wisata Islami. Berangkat daripemikiran diantara wisatawan yangmengunjungi Bali banyak sekali dari umatMuslim yang hadir, maka muncul ide untukmembuat sebuah terobosan sebagian pelakuusaha untuk membuka layanan biro perjalananwisata yang memenuhi kebutuhan wisatawanmuslim. Fakta bahwa dari jumlah wisatawanyang singgah di Bali tidak seluruhnya merasanyaman dengan jasa wisata yang ditawarkan.Bagi wisatawan muslim terkadang ada yangmasih ragu terhadap kehalalan infrastrukturpendukung wisata di Bali, seperti makanan yangdisajikan restoran maupun mengenai lokasimasjid. Maklum, mayoritas penduduk Baliberagama Hindu.

Beberapa layanan jasa terkait wisata agamaIslam di Bali mulai bermunculan seperti layananSopir Islam, Guide Muslim, Travel dan hotel yangmemperhatikan kepentingan muslim semuanyamengatasnamakan wisata yang halal bagi orang

muslim. Kalau kita telusuri melalui situsgoogle.com maka akan kita lihat beberapa lamanyang menyediakan layanan wisata halal iniseperti Sopir Muslim Bali dan Bali Halal Tour.Kelompok layanan Sopir Bali Muslim adalahsebuah layanan yang menyediakan mobilsekaligus sopir yang siap menjadi guide selamaperjalanan; demikian juga Bali Halal Tour, sebuahbiro travel yang menggarap wisatawan muslimuntuk mengunjungi obyek-obyek wisata religiIslam di Bali. Sebagai obyek kajian ini, studi kasusakan kita arahkan pada keberadaan sebuah birolayanan yaitu Bali Halal Tour.

Bali Halal Tour mempunyai kantor diGedung PELNI lantai 2, JL. Raya Kuta 299, Kuta,Badung Bali. Didirikan di awal 2010 olehDandan Syamsuddin dan Firman Hadian. Biroini dibentuk sebagai sarana untuk menambahjaringan, sedangkan usaha utamanya adalahusaha di luar travel agent. Manager OperasionalBali Halal Tour, Firman Hadian, denganperkembangan usaha di bidang ini melihatadanya peluang ladang amal dalam membukabiro perjalanan wisata halal.

Latar belakang pendirian Bali halal Tour inididasarkan pada kenyataan banyak wisatawanmuslim yang datang ke Bali sering ragu denganmakanan yang ada di Bali. Pendiri Bali Halal toursering melihat banyak sekali wisatawan muslimasing atau domestik (terlihat dari penampilannyayang berhijab untuk wanitanya) ketika merekamengikuti program tur dari beberapa travel agenkonvensional di Bali, pada saat mereka makansiang atau malam, mereka diajak makan di tempatyang sangat diragukan kehalalannya. Seiringwaktu ternyata banyak wisatawan diluar sanayang masih ragu datang ke Bali karena faktor kenon musliman-nya, objek wisata yang tidakIslami dan masalah makanan halal di Bali.

Bali Halal Tour pun akhirnya menjadi salahsatu dari sedikit biro perjalanan di Bali yangmenjadi pionir wisata halal di pulau dewata.Firman berpendapat wisata halal adalah konsepberwisata yang mengedepankan halal sebagaipanduan atau pegangan dalam aspek pendukungyang bersangkutan dengan wisata itu sendiri. Iamemaparkan beberapa faktor pendukung dalamwisata halal tersebut antara lain transportasi,akomodasi dan konsumsi. Saat ini yang masihmenjadi concern dari para wisatawan menurut parapendiri ini adalah faktor kehalalan konsumsi atau

Page 24: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

24 Wisata Religi di Bali ...

makanannya, sebab untuk akomodasi dantransportasi nantinya akan lebih ke konsepsyariahnya.

Dari deskripsi layanan wisata Islam di Balisebagaimana yang termuat dalam http://mysharing.co, tantangan yang dihadapi dalammengembangkan wisata Islam ini menurutpengelola Bali Halal Tour adalah masalahperijinan. “...birokrasi yang begitu berbelitkadang membuat kami pelaku wisata di lapanganagak sedikit terhambat,” tukas Firman, pengelolaBali hal Tour. Selain itu, tantangan terbesar lainnya bagi pengembangan wisata Islam adalahinfrastruktur pendukung wisata halal yangsangat terbatas, terutama dari segi makanannya.Hampir 95 persen hotel, restauran dan warungmakan di Bali tidak bersertifikasi halal, baik yangdimiliki oleh muslim ataupun non muslim. “Carakami mensiasatinya ya kami maksimalkan yangsisa 5 persen, sambil perlahan kita mulai bersamalembaga yang berwenang seperti LembagaPengkajian Pangan Obat-obatan dan KosmetikaMajelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) untukmendorong dan mensosialisasikan sertifikasi halalutamanya kepada pengusaha muslim yangbergerak di bidang restoran dan hotel,” ungkapFirman. Ia pun mengharapkan seiring denganbesarnya animo wisatawan muslim yang datangke Bali, pengusaha non muslim ikutmensertifikasi halal usahanya di masamendatang. 19

Untuk pengembangan lebih lanjut,dukungan perbankan syariah kepada industriwisata Indonesia juga sangat diperlukan.“Apapun yang berhubungan dukungan untukkemajuan bisnis syariah saya rasa sangatdiperlukan, termasuk dukungan materi,khususnya untuk kami perusahaan kecil yangingin berkembang. Karena ke depannya tidakhanya secara khusus di Bali, secara nasionalpengembangan bisnis syariah perlu di-back upoleh lembaga keuangan yang syariah pula,”papar Firman.

Secara umum pelayanan Bali Halal Tourtidak berbeda signifikan dibandingkan denganperusahaan lainnya, seperti Inbound dan OutboundTour, MICE, Rent Car, Team Building dan lain-lain. Yang membedakan Bali Halal Tour dengan

biro perjalanan lainnya adalah semua programdi atas tadi dikemas menjadi wisata halal.Pengelola Bali Halal Tour ingin memperlihatkanBali dari sisi yang lainnya, bukan hanya Balisebagai tempat mayoritas peninggalan nonmuslimnya (Hindu), tapi juga memperlihatkanbagaimana Islam menjadi bagian penting dalamsejarah perkembangan Bali, dengan adanyamesjid-mesjid lama yang tersebar di seluruh Bali,kampung-kampung muslim yang juga adasampai ke pelosok-pelosok pedalaman Bali,peninggalan bersejarah seperti Al-Qur’an kunodan lainnya. Ke depannya, Bali Halal Tour jugaberencana menggarap Muslim WeddingOrganizer. Itulah optimisme yang dimiliki salahsatu pelaku yang menyediakan jasa layananwisata Islam di Bali.

Saat ini perkembangan wisata halal diIndonesia masih kalah dengan Malaysia. Namundi tengah potensi wisata halal Indonesia yangbegitu besar karena mayoritas pendudukIndonesia adalah muslim, Malaysia-lah negaradi Asia Tenggara yang menjadi tujuan utamawisatawan beragama muslim, khususnya yangdatang dari Timur Tengah. Mengapa? Karena,bagi para wisatawan muslim, Malaysia lebihterjamin dan lebih mudah mendapatkan segalasesuatu yg halal dan syar’i.

Sejauh ini animo wisatawan terhadap BaliHalal Tour pun cukup berkembang. Wisatawanberdatangan mayoritas dari Malaysia, Singapura,Timur tengah, Eropa dan selebihnya wisatawanlokal.

D. MENGEMBANGKAN WISATA AGAMA,MEMPERKUAT BALI SEBAGAI PULAURELIGIUS

Predikat Pulau Bali sebagai pulau dewataperlu dipertahankan. Karena predikat pulaudewata hampir sama dengan predikat pulaureligius. Artinya kata ‘dewata’ mempunyaikonotasi keagamaan, sehingga menyebut pulaudewata searti dengan menyebut pulau religius.Agama, khususnya Hindu, menjadi pilar utamamenjaga keseimbangan pembangunan di PulauBali. Menjaga religiusitas Bali akhirnya tidak sajamenjadi kewajiban umat Hindu, tetapi semuapemeluk agama di Pulau Bali. Dengan demikianperlu kerjasama dan kesepahaman yang mampumenjaga Bali sebagai tujuan wisata yang dijiwaisemangat keagamaan.

19 Mengintip Biro Perjalanan Wisata Halal Di Bali. http://mysharing. co/ Akses 1 Jan 2015

Page 25: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

Dialog Vol. 38, No.1, Juni 2015 25

Untuk menjaga Bali tetap dalam suasanareligius diperlukan bersatunya umat antar agamayang terdapat di pulau seribu dewa ini. Hadirnyabeberapa di luar Hindu di Bali telah memberiwarna tersendiri terhadap nilai-nilai pluralitasyang dianut oleh masyarakat. Keberadaan nilai-nilai Hindu yang mampu mengagungkan agamadan menjaga hubungan antar agama menjadinilai plus sendiri yang perlu dilestarikan.

Kerukunan antar umat Hindu dan non-Hindu sudah terjalin sedemikian rupa. Pemelukmasing-masing agama terbiasa untuk salingmengunjungi setiap ada hari raya. Misalnyauntuk upacara kematian, umat Islammengunjungi umat Hindu yang mengadakanNgaben. Sebaliknya, umat Hindu punmelakukan ta’ziah bila terhadap umat Islam yangmeninggal. Umat Islam akan berkunjung kerumah umat Hindu yang merayakan Galunganatau Sarawati. Sementara umat Hindu akanberkunjung ke rumah umat Islam bila sedangmerayakan Idul Fitri.

Selain bentuk-bentuk kerukunan antaragama tersebut, terdapat akulturasi danpelestarian budaya antara Bali dan Islam. Salahsatunya adalah terdapat tradisi penamaan anakyang konon berasaal dari wasiat dari nenekmoyang yang menyatakan bahwa anak harusdinamai sesuai tradisi Bali, yaitu: Anak pertamadinamai Wayan, Putu, Gede, atau Ni Luh; Anakkedua dinamai Made, Kadek, atau Nengah; Anakketiga dinamai Komang atau Nyoman; Anakkeempat dinamai Ketut; lalu hitungan Kembalike awal lagi pada anak kelima dan seterusnya.Dari warna adat lokal itu, muncul kemudiannama-nama anak di lingkungan muslim sepertiWayan Abdul Rahman, Komang IbrahimRamadhan, atau Gede Muslimin Dzikrullah.Nama-nama seperti itu muncul dari pandangansekalipun seorang etnis Bali memeluk AgamaIslam, ia tetaplah bagian dari Suku Bali. Sehinggadianggap memiliki tanggungJawab moral-kultural terhadap etnisnya.20

Selain penggunaan nama, kesenian danbudaya Islam yang muncul pun berwajah

budaya Bali. Misalnya kesenian Burda (kesenianasal Irak yang diakulturasikan dengankebudayaan Bali). Kesenian ini masukPegayaman pada tahun 1887. Kesenian inidilakukan dengan menyanyi menggunakanrebana. Pelakunya 10-15 orang laki-laki tanpaperempuan. Tetapi, menggunakan pakaian adatBali yang digunakan seperti akanbersembahyang ke pura, lengkap dengan udengdan lancingan sebagai bentuk akulturasi,walaupun Burda yang sebenarnya tentu tidakmenggunakan pakaian ini. Kesenian inidilakukan pada pukul 10 malam sampai hampirsubuh. Tujuan dari kesenian ini adalah untukmensyi’arkan Islam.

Demikian juga fenomena yang hampir samamuncul dalam kesenian hadrah. Kesenian inimasuk pada jaman penjajahan Belanda danmengandung nilai beladiri. Bentuk dari kesenianini adalah permainan rebana dan menyanyikanlagu puji-pujian pada Allah Subhanahu WaTa’ala dan Rasul-Nya. Nuansa Bali muncul dalambentuk puji-pujian yang dikombinasikan dengangerakan tari.

Keberhasilan masyarakat Bali dalam menjagareligiusitas pulau ini hingga menjadi daerah yangberkarakter dan dipuji dunia, bukan pekerjaanyang gampang. Banyak ujian yang telah dihadapimasyarakat Bali untuk menjadi daerah Pulaureligius, seperti kejadian Bom Bali 2002 dikawasan pariwisata Pantai Kuta, menyebabkansebanyak 202 orang tewas dan 209 orang lainnyacedera. Kejadian itu tentu saja menyakitkan,sementara pelakunya mengaku muslim. Banyakorang Islam di Indonesia menyesalkan kejadianitu, bahkan mengutuknya. Sebagian orang Balimungkin ada yang menyalahkan orangIslam.Peristiwa ini sempat menghempaskanekonomi dan pariwisata Bali. Kejadian ini sepertimembuka luka lama bahwa Islam menjadiancaman bagi eksistensi budaya Hindu Bali.Namun larut dengan trauma seperti itu justruakan memerosokkan Bali ke lubang yang lebihdalam lagi.

Trauma sejarah bahwa Hindu di Bali adalahpertahanan terakhir orang Hindu di Indonesiadari perkembangan Islam yang sengajadihembuskan baik sengaja atau tidak untukmemelihara kepercayaan diri orang Hindu untukbertahan. Pemahaman seperti itu barangkali pasuntuk melihat persaingan agama ketika bangsa

20 Akulturasi penyusunan nama anak ini banyak terjadi diKampung Pegayaman. I Made Pageh Dkk. Analisis FaktorIntegratif Nyama Bali -Nyama Selam, Untuk Menyusun BukuPanduan Kerukunan Masyarakat Di Era Otonomi Daerah. JurnalIlmu Sosial Dan Humaniora. Universitas Pendidikan GaneshaSingaraja. Vol. 2, No. 2, Oktober 2013

Page 26: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

26 Wisata Religi di Bali ...

Indonesia belum merumuskan filsafat hidupbersama, yakni sebelum Indonesia merdeka.Dengan disepakatinya pancasila sebagaipandangan hidup bersama setelah Indonesiamerdeka, kekhawatiran semacam itu hendaknyamulai ditinggalkan dengan mengedepankan sikapsaling mengakui dan menghormati antara agamasatu dengan agama lain.

Bom Bali 2002 sempat menjadikan Bali beradadi titik nol dalam pariwisata dan butuh waktu10 tahun lebih untuk mengembalikan potensiwisata di Bali. Kejadian itu, suka atau tidak suka,menjadi bahan evaluasi untuk mengembangkanwisata di Bali selanjutnya. Sikap salingmenyalahkan justru akan membuat bibit yangtidak baik dalam hubungan antar agama.Sebaliknya, hubungan antar agama barangkaliperlu dilibatkan dalam pengembangan pariwisatadi Bali.

Wisata religi antar agama nampak belumbanyak dikembangkan di Bali. Ada kesan bahwapotensi wisata di luar Hindu belum dibina secaramaksimal. Beberapa atribut atau simbolkeagamaan masih terkesan kurang santun danmengesankan ada persaingan terselubung yangtidak sehat. Simbol-simbol seperti “warungmuslim” terdapat di banyak tempat. Kata-kata ituseperti simbol yang mengesankan adanyaperlawanan dari dalam masyarakat. Alangkahindahnya kalau simbol semacam itu digantidengan kata seperti “halal food” atau stikersertifikasi halal dari Majelis Ulama Indonesia(MUI)

Mempertahankan keberhasilan wisata di Bali,mempertahankan karisma pulau dewata dalambahasa lain pulau religius menjadi kebutuhanbersama bangsa Indonesia. Bukankah semuaorang mengakui prestasi Bali sebagai tempat yangpaling dikenal di Indonesia telah menjadikankekuatan Indonesia untuk menjadi bangsa yangbermartabat dan disegani baik secara regionalmaupun internasional.

Paket wisata bernuansa keagamaan yangdiwacanakan dalam bentuk wisata spiritual diBali sedang populer dan mulai dikembangkan dikalangan pelaku pariwisata di Bali. Potensi Baliuntuk dikembangkan menjadi destinasi wisataspiritual sangat besar. Pitana (2012) menyebutkansejauh ini baru sekitar 5 persen dari jumlah totalturis asing di Bali yang berwisata dengan tujuanmemperoleh pengalaman spiritual (Pitana;

Sudibya, 2012)Wisatawan muslim tentu akan menyambut

positif apabila pemerintah Bali lebih membukaruang untuk pengembangan wisata agama di Balitidak sebatas obyek wisata Hindu tetapi jugaobyek wisata agama lain. Rencana pemerintahIndonesia yang ingin membuka peluangpengembangkan wisata syariah di Indonesiadiharapkan tidak menjadi sesuatu yang kontraproduktif bagi pelestarian Bali sebagai pulaureligius. Peluang komodifikasi wisata halal di Balimemang ada. Tinggal kita tungguimplementasinya seperti apa, mungkinpengembangan wisata Islam di daerah lain akanlebih mudah bila dibandingkan dengan di daerahBali. Namun seandainya gagasan itu jugaberhasil dikembangkan di Bali, pasti akan lebih“wah” bila dibandingkan di daerah lain.

E. PENUTUPDari kajian tentang potensi wisata Islam di

Bali ini bisa disimpulkan bahwa prospekpengembangan wisata Islam di Bali sangat besarsekali mengingat jumlah pengunjung Muslim diPulau Bali dari penduduk Indonesia sangat besarsetiap tahunnya. Usaha pengembangan wisataIslam di Bali belakangan menunjukkanmenggeliat hal ini dibuktikan kenyataan beberapahal berikut: 1) terdapat banyak sekali obyekwisata Islam di Bali, baik yang sudahterindentifikasi maupun yang belum; 2) beberapaobyek wisata Islam yang banyak dikunjungi diBali dapat dikategorikan antara lain: makamkeramat Islam, kampung-kampung Islam, masjidunik/bersejarah dan lembaga pendidikan Islam(lainnya); 3) mulai muncul lembaga /biro/layananjasa yang mulai mengidentifikasikan diri sebagailayanan jasa di bidang wisata Islam di Balidibuktikan dengan adanya promosi melaluiwebsite internet.

Prospek pengembangan wisata Islam di Balitidak akan menjadi semakin maju apabilapermasalahan-permasalahan yang dihadapi parapengelola layanan wisata Islam tidak dijembatani.Beberapa permasalahan yang dikeluhkanbeberapa jasa layanan wisata Islam di Bali antaralain: 1) masalah perizinan usaha lembaga jasalayanan wisata Islam. Perizinan yang rumitsering dikeluhkan para pengelola layanan wisataIslam di Bali; 2) infrastruktur wisata Islam yangtersedia masih sangat terbatas seperti ketersediaan

Page 27: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

Dialog Vol. 38, No.1, Juni 2015 27

makanan yang tersertifikasi halal, tersedianyatempat-tempat untuk melakukan ibadah sholatdi tempat-tempat strategis di Bali.

Penelitian ini merekomendasikan: 1)perlunya peningkatan komunikasi kepada pihak-pihak yang berwenang di Bali terkait potensiwisata religi Islam di Bali sekaligus mengikiskekhawatiran masyarakat dan pemerintah Baliyang Mayoritas Hindu bahwa wisata Islam diBali tidak akan mengancam keberadaan wisataHindu. Masing-masing bertujuan untukmenghadirkan lebih banyak wisatawan ke PulauBali ; 2) para pelaku layanan wisata Islam perlumelakukan sosialisasi yang santun terkaitpengembangan wisata Islam di Bali. Beberapa

D A F TA R P U S TA K A

Amanda Destianty Poetri Asmara. MakamKeramat Karang Rupit Syeikh Abdul QadirMuhammad (The Kwan Lie) di DesaTemukus Labuan Aji Banjar, Buleleng Bali(Perspektif Sejarah dan PengembangannyaSebagai Objek Wisata Spiritual). JurnalIlmiah Ilmu Sosial. Universitas PendidikanGanesha Singaraja Vol 11, No. 1 (2012)

Egresi, Istvan., Bayram, B. dan Kara, F. (2012).“Tourism at Religious Site: A Case fromMardin, Turkey”. The Journal of GeographicaTimisiensis. Vol. 21 No. 1

Parwata, Yb. Konsep Wisata Religi MenurutAgama Hindu, www.kemenag. go.id/fileAkses 4 jan 2014

Ketut Sutama. “Pariwisata Spiritual di Bali dariPerspektif Stakeholders Pariwisata.” JurnalPerhotelan dan Pariwisata, Desember 2013,Vol.3 No.2

Putu Rumawan Salain, Arsitektur TradisionalBali Pada Masjid Al Hikmah Di Kertalangu,Denpasar. (Tesis). Bali: UniversitasUdayana, 2011

I Made Pageh Dkk. Analisis Faktor IntegratifNyama Bali -Nyama Selam, UntukMenyusun Buku Panduan KerukunanMasyarakat Di Era Otonomi Daerah. Jurnal

Ilmu Sosial Dan Humaniora. UniversitasPendidikan Ganesha Singaraja. Vol. 2, No.2, Oktober 2013

I Made Sumarja, Syarif Abdullah Bin Yahya AlQodri (Syarif Abdullah ) Tokoh PendiriKampung Loloan Jembrana 1799 – 1858Http://F85edonk. Blogspot.Com /2013 /01/Syarif-Abdullah-Bin-Yahya-Al-Qodri.HtmlAkses 31 Oktober 2014

Pitana, I Gde. (2012). “Keynote Speaker SeminarSpiritual Tourism”, 28 Juli 2012, Bali HaiRoom Inna Grand Bali Beach Hotel, SanurBali. Diunduh pada 26 Agustus 2013 darihttp://bali.antaranews.com/berita/25650/s p i r i t u a l - t o u r i s m - m e n u j u - w i s a t a -berkualitas.

Rogers, C.J. (2002). “Secular Spiritual Tourism”(Unpublished doctoral dissertation).Central Queenland University. Diunduhpada 14 Juni 2013 dari http://www.iipt.org/africa2007/PDFs/CatherineJRogers.pdf .

Sharpley, R. dan Sundaram, Priya. (2005)“Tourism: a Sacred journey?, the Case ofAshram, India”. International Journal ofTourism Research, Vol. 7

Rahman, A. Faidlal, konsep Pariwisata Islamidalam 2nd Association of Indonesian

simbol yang terkesan anarkis dan berpotensimenimbulkan kecemburuan atau konflikseyogyanya dihindari; 3) lembaga-lembaga Islamdi Bali perlu menyediakan jasa sertifikasi halaluntuk warung-warung makan yangdiperuntukkan untuk wisatawan muslim danperlu memperhalus pelabelan dari warung Islammenjadi “halal food” atau logo halal dari MUI; 4)lebih diperbanyak dan dilengkapi infrastrukturwisata Islam seperti tersedianya tempat-tempatibadah yang memadai; 5) memanfaatkan tempat-tempat ibadah muslim sebagai pusat informasiwisata Islam di Bali. []

Page 28: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

28 Wisata Religi di Bali ...

Tourism Tertiary Education Institutions(AITEI) di Malaysia, 23 Mei 2013.

Umi Kalsum. Kisah Wali Pitu dari Balinasional.news.viva.co.id /news/read/239218-kisah-wali-pitu-dari-Bali Akses 11 Januari 2015

Naskah

Bali Rapidly Becoming Popular Spiritual TourismDestination (http://www.eturbonews.com/30411/ Akses 4 jan 2015

Cita-cita Tokoh Islam Bali: Insya Allah, BaliMenjadi Jendela Islam Dunia. http://wakafalazhar.com/blog/post/view/id/40/title/ akses 4 Jan 2015

Masjid Agung Ibu Batutah; Sebuah SimbolKerukunan Tempat Ibadah Dari Nusa Dua Bali.http://Bali muslim.com/masjid-simbol-kerukunan/masjid-ibnu-batutah

Mengintip Biro Perjalanan Wisata Halal Di Bali.http://mysharing. co/ Akses 1 Jan 2015

Makam Keramat Siti Khotijah Dan PangeranSosrodiningrat Di Denpasar Bali. http://achmad-suchaimi-sememi.blogspot.com/2013/07/mjib-24-makam -keramat-siti-khotijah-dan.html akses 11 Januari 2015

Nurul Huda, Masjid Tertua di Bali. http://www.beritaBali.com/index. php/page/berita/klk/detail/2013/07/10/Nurul-Huda-Masjid-Tertua-di-Bali /akses 11 Januari 2015

Sejarah Warga Islam di Desa Pegayaman, Balihttp://ulinulin.com /news/ sejarah-warga-Islam-di-desa-pegayaman-Bali /page/2

Informan

Firman, Pengelola Bali Halal Tour

Hadi Purwanto, Kepala KUA Kab Karangasem

I Ketut Wardana, Dosen IHDN Denpasar

Mashudi, Penduduk Kampung Kepaon DenpasarBali

Parwata, Sekretaris Parisada Hindu DharmaIndonesia (PHDI) Pusat

Page 29: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

Dialog Vol. 38, No.1, Juni 2015 29

A. PENDAHULUANIndonesia negara penduduknya sangat

ABSTRAKPenelitian ini dilakukan untuk mengetahui aspek eksistensi pemeluk agama Sikh di Jabodetabek.

Pentingnya kajian ini dilakukan oleh Puslitbang Kehidupan Keagamaan dalam rangka tersedianyadata dan informasi pelayanan pemerintah terhadap segenap umat beragama yang dipeluk oleh sedikitmasyarakat Indonesia, seperti agama Sikh. Aspek eksistensi yang dilihat mengenai sejarah singkat,pokok ajaran, ritual, lembaga, dan interaksi sosial. Penelitian kualitatif dengan menggunakan teoriperspektif post kolonial, subaltern dari Gayatri C Spivak. Secara teologis pemeluk agama Sikh percayaterhadap monoteisme yang disebut Waheguru dan pendirinya Guru Nanank (1469–1539). Kitabsucinya Guru Granth Sahib. Kuil Sikh disebut Gurdwara atau “gerbang menuju Guru”. Kehadiranpenganut agama Sikh ke Indonesia berasal dari Amritsar, Punjab, India, (sekarang masuk wilayahPakistan) masuk melewati Aceh, Sumatera Utara dan Jakarta. Pemeluk agama Sikh masuk pembinaanDitjen Bimas Hindu. Mereka belum mempunyai wadah/organisasi secara nasional yang menaungiseluruh umat Sikh di Indonesia. Keberadaan pemeluk agama Sikh di Jabodetabek sampai saat inimasih subaltern.

KATA KUNCI:Eksistensi, Subaltern, Pelayanan Pemerintah, Sikh

ABSTRACTThis study investigates the existence aspect of Sikh followers in Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang

and Bekasi) regions. It aims to provide data and information regarding the government services to all religiouscommunities including minorities, such as Sikh. The existence aspects under study include the short history, thebasic teachings, rituals, institutions, and social interaction. This study utilizes qualitative research using post-colonial and subaltern perspective from Gayatri C Spivak’s view. Theologically, Sikh believes in monotheism thatwas mentioned by Waheguru and Guru Nanank (1469-1539). Sikh has a holy book named Guru Granth Sahib.Sikh temple is called Gurdwara or the “gateway to the Guru”. Sikh followers came to Indonesia from Amritsar,Punjab, India, (now Pakistan territory) through Aceh, North Sumatra and Jakarta. Sikh followers are managedunder the Hindu Guidance Directorate. They do not have a national organization that accommodates Sikh communityin Indonesia. It can be concluded that the existence of the Sikh in Jabodetabek area is somewhat subaltern.

KEY WORDS:Existence, Subaltern, Government Services, Sikh

majemuk dilihat dari suku, budaya, dan agama.Beberapa agama besar dunia hidup danberkembang berdampingan dengan agama-agamalokal. Negara menjunjung tinggi hak asasimanusia, kebebasan beragama, dalam memberikanperlindungan terhadap semua pemeluk agamadalam mengamalkan dan menjalankan keyakinan

** Peneliti Muda pada Puslitbang Kehidupan KeagamaanBadan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI Jln. M.H.Thamrin 6 Jakarta. Email: [email protected]

**Naskah diterima Februari 2015, direvisi April 2015, disetujuiuntuk diterbitkan Mei 2015

TOPIK

Z A I N A L A B I D I N*

EKSISTENSI AGAMA SIKH DI JABODETABEK

Page 30: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

30 Eksistensi Agama Sikh...

dan ajaran agamanya. Hal ini sebagaimana diaturdalam Undang Undang Dasar 1945 Pasal 29 ayat(2) disebutkan bahwa Negara menjaminkemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memelukagamanya masing-masing dan untuk beribadatmenurut agamanya dan kepercayaannya itu.Dalam pengaturan hak asasi manusia (HAM) diIndonesia berlandaskan pada UUD 1945 Pasal28E ayat (1)disebutkan bahwa setiap orang bebasmemeluk agama dan beribadat menurutagamanya, memilih pendidikan dan pengajaran,memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan,memilih tinggal di wilayah negara danmeninggalkannya, serta berhak kembali.

Berdasarkan Penetapan Presiden RI Nomor1 Tahun 1965 tentang PencegahanPenyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama,dalam Penjelasan II antara lain disebutkan:

Pasal 1. Dengan kata-kata “Dimuka Umum”dimaksudkan apa yang diartikan dengan kata itudalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana.Agama-agama yang dipeluk oleh pendudukIndonesia ialah Islam, Kristen, Katolik, Hindu,Buddha dan Kong Hu Tju (Confusius).

Hal ini dapat dibuktikan dalam sejarahperkembangan agama-agama di Indonesia.Karena 6 macam agama ini adalah agama-agamayang dipeluk hampir seluruh pendudukIndonesia, maka kecuali mereka mendapatjaminan seperti yang diberikan oleh Pasal 29 ayat(2) UUD juga mereka mendapat bantuan-bantuandan perlindungan seperti yang diberikan olehpasal ini.

Ini tidak berarti bahwa agama-agama lain,misalnya: Yahudi, Zarazustrian, Shinto, Thaoismdilarang di Indonesia. Mereka mendapat jaminanpenuh seperti yang diberikan oleh Pasal 29 ayat(2) dan mereka dibiarkan apa adanya, asal tidakmelanggar ketentuan-ketentuan yang terdapatdalam peraturan ini atau peraturan perundanganlain.

Dengan menggunakan penjelasan yangdimuat dalam Penetapan Presiden ini, maka,agama diluar yang 6 agama yang banyak dipelukpenduduk Indonesia juga mendapat jaminan darinegara termasuk agama Sikh. Berdasarkan faktabahwa agama Sikh merupakan salah satu daribanyak agama yang hidup dan berkembang dibeberapa negara, dan juga di Indonesia.

Hasil penelitian ini diharapkan dapatmemberikan data dan informasi faktual mengenai

keberadaan agama Sikh, sehingga dapatberkontribusi pada upaya pemerintah dalammemberikan pelayanan dan jaminan kepadaseluruh pemeluk agama dalam menjalankankeyakinan dan ibadahnya. Disamping itu,diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagiKementerian Agama RI, dimana posisi penganutagama-agama diluar 6 agama dalam menyusunRUU Kehidupan Keagamaan.

Studi mengenai eksistensi agama Sikh diIndonesia belum banyak dilakukan oleh parasarjana, sepanjang penelusuran yang dilakukanbelum ditemukan hasil penelitian dan buku yangberkaitan dengan keberadaan agama Sikh diIndonesia. Penelitian ini di lakukan di komunitasagama Sikh di Jabodetabek.

Perumusan Masalah dan Tujuan PenelitianBerdasarkan latar belakang di atas, dapat

disusun beberapa pertanyaan penelitian, yakni:Bagaimana eksistensi keberadaan agama Sikh(yang meliputi sejarah, pokok-pokok keyakinandan ajaran, kelompok pengikutnya, sertapersebarannya) di Jabodetabek?; Bagaimanaperan negara dalam hal pemberian pelayananyang ada kaitannya dengan hak-hak sipil sebagaikewarganegaraannya?; dan Bagaimana relasisosial pengikut agama Sikh dengan masyarakatdi Jabodetabek?

Tujuan dan kegunaan dari hasil penelitianini diharapkan dapat digunakan sebagai bahandalam menyusun kebijakan terkait denganpelayanan terhadap pemeluk agama Sikh.Penelitian ini penting dilakukan sesuai tugas danfungsi Puslitbang Kehidupan Keagamaan adalahuntuk menyediakan data dan informasi terkaitdengan kajian faham, aliran dan gerakankeagaman di Indonesia, penelitianterkait agamaSikh selama ini belum pernah dilakukan.Kebijakan dimaksud dalam upaya pemerintahmemberikan ruang bagi penganut agama Sikhdan pelayanan terhadap pemeluknya dimananegara tetap dapat memberikan hak-hak sipil bagipemeluk agama Sikh.

Studi KepustakaanSikhisme berasal dari kata Sikh, yang diambil

dari kata dasar Sisya dalam bahasa Sanskrit, yangbermakna “murid” atau “pelajar”, atau siksa yangberarti “arahan”, yang terkandung adanyaajaran agama Hindu dan Islam. Sikhisme adalah

Page 31: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

Dialog Vol. 38, No.1, Juni 2015 31

agama yang percaya akan satu Tuhan yang yangdisebut Waheguru. Pendirinya adalah Guru Nanak(1469–1539), yang dilahirkan sebagai Nanak Devdi Nankana Sahib, sekitar 40 kilometer dariLahore. Menurut cerita, Guru Nanak yangdilahirkan dari keluarga Hindu, mendapatwahyu setelah mandi pagi di Tahun 1499, ketikaberusia 30 tahun. Kemudian Ia melakukanperjalanan keliling negeri sebagai pengkhotbahSikhisme, untuk menyebarkan kepercayaannyaakan satu Tuhan. Guru Nanak tidak mengakuiperbedaan kasta dan dengan demikian agamanyamenjadi menarik bagi mereka yang berkastarendah. Persamaan derajat antar manusiaditegaskan dengan menyamakan nama depanantara wanita dan pria. Ajaran Guru Nanak danSembilan Guru lainnya tercatat dalam kitab suciSikh “Guru Granth Sahib”. Kuil Sikh disebutGurdwara atau “gerbang menuju Guru”. Setiaporang dari semua agama dan budaya bolehmakan bersama dua kali sehari di kuil (DyanKostermans: www.aw.de/…agama….sikh/a16151).

Dalam penelitian ini, agar tidak terjadi salahpengertian terhadap makna yang terkandungdalam judul penelitian atau data yang akandikumpulkan maka perlu dibuat batasan. Secaraetimologis, kata eksistensi berasal dari bahasaLatin existere, dari ex artinya keluar, dan sitereartinya membuat berdiri. Artinya apa yang ada,apa yang memiliki aktualitas, apa yang dialami.Konsep ini menekankan bahwa sesuatu itu ada.Dalam kamus Bahasa Indonesia, eksistensi berartihal berada atau keberadaan. Arti ini memiliki 3unsur utama. Eksistensi dalam artian yangkhusus bukanlah hanya keberadaan kita yangsekarang ini, melainkan sebuah usaha yangmenjadikan kita ada dan eksis. Eksistensibukanlah didapatkan dengan pasif, namuneksistensi diraih dengan usaha positif. (AbdulHalim Wicaksono, Imtaq.com, catatanku, 23Februari 2013). Suatu agama diangap eksis kalaudia mempunyai aktivitas, dan keberadaannyatidak dipermasalahkan oleh masyarakat maupunpemerintah (tidak mengalami hambatan).

Pelayanan merupakan kegiatan utama padaorang yang bergerak di bidang jasa, baik ituorang yang bersifat komersial ataupun yangbersifat non komersial. Dalam pelaksanaannyaterdapat perbedaan antara pelayanan yangdilakukan oleh pihak swasta dengan apa yang

dilaksanakan oleh pemerintah. Dapatdisimpulkan bahwa pelayanan publik adalahsegala bentuk jasa pelayanan baik dalam bentukbarang publik maupun jasa publik yang padaprinsipnya menjadi tanggung jawab dandilaksanakan oleh instansi pemerintah di Pusat,di daerah, dan di lingkungan Badan Usaha MilikDaerah, dalam rangka pelaksanaan ketentuanperaturan perundang-undangan (FebriGalih:2012, eprint.uny.ac.id. Bab 2, KajianPustaka). Pelayanan yang dimaksud dalampenelitian ini adalah pelayanan publik yangbersifat administrasi, yang diberikan olehpemerintah terhadap penganut agama Sikh, yangberkaitan dengan KTP, akte kelahiran, akteperkawinan, dan pendidikan keagamaan.

Keragaman tentang definisi agama, ada yangbersifat positif, ada pula yang bersifat negatif.Tetapi untuk kepentingan penelitian ini makaagama yang dimaksud adalah: “sistem keyakinanyang dianut dan diwujudkan dalam tindakanoleh suatu kelompok atau masyarakat dalammenginterpreatsikan dan memberi responterhadap apa yang dirasakan dan diyakini sebagaisesuatu yang suci dan ghaib” (AbdurrahmanMas’ud, 2009).

Keberadaan pemeluk agama Sikh dapatdilihat sebagai subaltern. Konsep subaltern dalamkajian post kolonial disebut sebuah komunitasyang hadir di ruang publik tetapi tidak pernahdiakui. Konsep ini pertama kali diperkenalkanoleh Rajanit Guha, sejarawan India yang menolaksejarah India dihistorisasi dengan gaya kolonialdan mengeluarkan peran masyarakat kelas bawahIndia. Padahal, mereka komunitas terbesar darisejarah itu. Konsep ini kemudian diperluas olehseorang feminis postkolonial, Gayatri C Spivak,dalam tulisannnya Can Subaltern Speaks: Speculationon Widow Sacrifice (1985), yang memasukkan parajanda miskin dalam kasta Hindu India sebagaisubaltern. Dalam tradisi India kelas menengahbawah, para janda dianggap memiliki sikap muliajika bunuh diri dan mengikuti kematiansuaminya daripada hidup dengan terusmenanggung derita. Dalam perspektifpostkolonial, subaltern dianggap komunitas yangeksis di ruang publik, tetapi bukan saja tidakdiperhatikan, tapi juga tidak pernah dianggappenting. Puslitbang Kehidupan Keagamaan,Badan Litbang dan Diklat, Kementerian AgamaRI yang salah satu kajiannya mengenai paham

Page 32: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

32 Eksistensi Agama Sikh...

aliran dan gerakan keagamaan selama ini belumpernah meneliti terkait dengan ekistensi agamaSikh di Indonesia.

Metode PenelitianPenelitian ini menggunakan penelitian

kualitatif, pendekatan penelitian ini dipilih karenaobyek yang dikaji tidak dapat digeneralisir danbersifat kasuistik. Penelitian dengan pendekatankualitatif, pendekatan ini dilakukan untukmemahami fenomena keberadaan pemeluk agamaSikh, dimana peneliti menggali informasisedalam-dalamnya tentang keberadaan agamatersebut. Juga digambarkan realitas sosialnya,sehingga data data yang dipaparkan betul-betulmerupakan serangkaian fenomena dan kenyataanyang memiliki hubungan langsung dengankeberadaan agama Sikh. Dengan melakukanwawancara kepada sejumlah informan pimpinanagama Sikh{antara lain: (a) Dalwindar Singh,pendeta Guru Nanak Sikh Tempel, TanjungPriok, Jakarta; (b) Mandjid Singh, pengurusGurdwara Dharma Kalsa, Cileduk. KotaTangerang; (c) Balwant Singh, pengurusGurdwara Guru Nanak Sikh Tempel, Ciputat,Kota Tangerang Selatan; (d) Karnel SinghRhandawa/Pak Tony, anggota Gurdwara GuruNanak Sikh Tempel, Ciputat, Kota TangerangSelatan; dan (e) Manohar Singh, pengurusGurdwara Dharma Kalsa, Cileduk. KotaTangerang}, serta Gusti Made Mudana (PembimasAgama Hindu, Kanwil Kemenag Provinsi DKIJakarta. Sedangkan observasi dilakukan olehpeneliti dengan mengikuti peribadatan diGurdwara. Pengumpulan data dan informasi kelokasi penelitian dilakukan pada tanggal 14 s.d25 Mei 2014.

B. HASIL DAN PEMBAHASANPeranan umat beragama penting dalam

mewujudkan kehidupan berbangsa danbernegara di Indonesia. Dimana penganut agamaHindu di DKI Jakarta jumlahnya sangat sedikit,dimana umat Agama Sikh selama ini termasukdalam pembinaan Direktorat Jenderal BimbinganMasyarakat Hindu.

Studi ini menfokuskan pada agama Sikh,yang menjadi pembinaan Ditjen Bimas Hindu.Ada berbagai aliran/sekte di dalam agama Hindudan umatnya di sekitar Jakarta diantaranya adalahsebagai berikut:

1. Pemeluk agama Hindu Bali di Jakartaberjumlah 4.623 orang yang berdomisili:Jakarta Utara 741 orang, Jakarta Pusat 269orang, Jakarta Timur 1.755 orang dan JakartaSelatan 1.401 orang, serta Jakarta Barat 357orang. Masing-masing terbagi menjadi tempek(rukun tetangga) dan banjar (rukun warga).

2. Berbagai rumah ibadat agama Hindu disekitar Jakarta adalah:

a. Pura/Hindu Bali memiliki 13 pura.b. Gurdwara 4 buah: Pasar Baru, Tanjung Priok,

Ciputat, dan Ciledug.c. Mandir/Hindu Sindhi 3 buah: (1) Siwa Mandir

Tempel, Jl. Pluit Barat Raya 46, Penjaringan,Muara Karang, Jakarta Utara. Telp. 6616617;(2) Dewi Mandhir Tempel, Jl. Angkasa I/29Kemayoran, Jakarta Pusat; (3) Shanti MandirTempel, Jl. Pecenongan, Jakarta Pusat.

d. Masih ada lagi 13 rumah ibadat dalam agamaHindu diluar Pura diantaranya adalah: (1)Cikung Bio di Jl. Mazda 53, RT.13/RW.09,Penjaringan Jakarta Utara (Sahroni/Kie PoSeng, Telp. 6611901, HP. 08121075628 danRuslan HP. 08158971797); (2) Kuil SriAnandpur Darbar/Kuil Sadhu VaswaniCentre, Jl. Danau Indah Blok E3 No. 17Jakarta Utara;(3) Jai Kali Maa Mandhir Jl.Agung Barat 13 Blok B35, Sunter Podomoro,Telp. 65307017; (4) Ganeshya Pooja, Jl. Kran INo. 8 Kemayoran Jakarta Pusat, Telp. 4241795.

Sejarah Perkembangan Agama SikhImigran asal India telah berhubungan

dengan bumi nusantara sejak awal tahun Masehi.Melalui orang-orang India oleh orang elit lokalIndonesia, maka berkembang agama Hindu dandan Buddha di Indonesia. Dua bentuk kerajaanyang kental pengaruh India adalah Sriwijaya danMajapahit. Sehingga penulis A. Manimenganggap bahwa orang Asia Selatankhususnya Tamil, telah berimigrasi ke Indonesia,sekurangnya sejak pendudukan Belanda atasIndonesia. Orang India dari hasil studi yangdilakukan pada tahun 1977, tersebar hampirdiseluruh provinsi di Indonesia yang palingbanyak di Sumatera Utara 2.799 orang yangmayoritas berasal dari suku Tamil dan kelompokSikh (Diringkas dari http://jendelaperistiwa.blogspot.com/2013/01/sejarah-orang-india-di-indonesia-dari.html) [diunduh 4Juni 2014 pada pukul 11.58WIB].

Page 33: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

Dialog Vol. 38, No.1, Juni 2015 33

Orang India yang tinggal di Jakarta (berasaldari komunitas Sindhi dan Sikh) sebanyak 928orang (jumlah mempresentasikan orang Indiayang mengaku berkewarganegaraan India).Namun pada tahun 1978 pemerintah memberikesempatan kepada seluruh WNA untuk menjadiWNI, tanpa biaya dan tidak perlu naturalisasi,sehingga warga keturunan yang sudah turun-temurun di Indonesia menjadi WNI. Menurut A.Mani jumlah etnis India di Indonesia berdasarkansensus tahun 2000, menyebutkan jumlahnya34.685 jiwa, sekitar 22.047 (64%) tinggal di Sumut,sementara di Jakarta 3.632 (11%) saja. Manimelanjutkan aktivitas ekonomi India banyakdibidang ekonomi, kelompok Sindhidistereotipkan sebagai pembisnis tekstil, danorang Sikh bisnis peralatan olah raga.Selanjutnya Mani juga menyampaikan bahwakelompok Sikh di Jakarta banyak berasal dariMedan, rata-rata pekerja wirausaha/pekerjaansendiri dan menguasai bahasa Inggris.

Secara sosial interaksi kelompok Sindhi danSikh di Jakarta berpusat di Gurdwara Sikh PasarBaru, dimana kelompok Sindhi di Jakartajumlahnya lebih banyak, namun lebih berpatronpada Gurdwara Sikh Pasar Baru yang dikendalikan kelompok Sikh. Menurut Manisebelum kedatangan kalangan Sikh dari Medansudah terdapat 2 gurdwara di Jakarta, yaitu yangtertua di Tanjung Priok dan Pasar Baru. Padaperkembanganya Balwant Singh mendonasikantanahnya guna membangun gurdwara dikawasan Ciputat, serta Santok Singh dan MajorKumar mendirikan gurdwara di daerah Ciledug,Kota Tangerang, yang saling berkompetisi(Diringkas dari http://jendelaperistiwa.blogspot.com/2013/01/sejarah-orang-india-di-indonesia-dari.html) [diunduh 4Juni 2014 pada pukul 11.58WIB].

Penganut Sikh di Indonesia merupakanketurunan India, dimana 98% sudah kelahiranIndonesia. Sejak dahulu banyak warga Sikh,keturunan Punjabi yang berprofesi sebagianbesar sebagai pedagang tinggal di daerah TanjungPriok, Jakarta Utara. Karena kebutuhan untukmelaksanakan ibadah sesuai dengankeyakinannya dalam memeluk agama Sikh, makapertama kali mendirikan rumah ibadat dandiresmikan penggunaanya pada tahun 1925berada di Jl. Jepara 4 Tanjung Priok.

Organisasi/Majelis Agama SikhGurdwara/tempat ibadah agama Sikh di

Jabodetabek terdapat 4 buah, yaitu:a. Guru Nanak Sikh Tempel, Jl. Melur IV/8,

Kelurahan Rawa Badak, Tanjung Priok,Jakarta Utara. Telp. 4304045, 43913927.

Pertama kali mendirikan rumah ibadatdan diresmikan penggunaanya pada tahun1925 berada di Jl. Jepara 4 Tanjung Priok dimana para pendiri sebanyak 38 orang terdapatdalam prasasti. Pada tahun 1997 olehpemerintah lokasi gurdwara Jl. Jepara 4Tanjung Priok digunakan untukpengembangan Terminal Peti KemasPelabuhan Tanjung Priok, sehingga padatahun 1998 direlokasi pindah ke Jl. Melur IV/8 Tanjung Priok, Jakarta Utara, dengan nama“Guru Nanak Sikh Tempel”. Luas bangunan1.500m2 dan luas tanah 2.000m2. Relokasipemindahan rumah ibadat mendapatpenghormatan penggunaannya diresmikanoleh Menteri Agama RI, Prof. Drs. H. A. MalikFadjar, M.Sc pada taggal 14 April 1999.

b. Sikh Gurdwara Mission, Jl. Pasar Baru TimurNo. 10, Jakarta Pusat. Telp. 3457550.

c. Gurdwara Guru Nanak Sikh Tempel, Jl.Merpati 103, RT/RW 02/03 Kel. KampungSawah, Ciputat Kota Tangerang Selatan. Telp.74634688.

Gurdwara Yayasan Sosial Guru Nanaksebelumnya beraktivitas di Jl. Johari No. 2Tanah Kusir, Jakarta Selatan, dekat denganrumah almarhum Nurcholis Madjid yangmana beliau menyetujui, tetapi lingkungantidak memberi izin. Karena tidak mendapatizin warga lingkungan, penganut Sikh padatahun 1992 menghadap Walikota JakartaSelatan, keputusannya memberi peringatansupaya kegiatan di Jl. Johari No. 2 dalamwaktu 2x24 jam harus ditutup. Balwant Singpada tahun 1993 membeli tanah di KampungSawah seluas 6.000m2, dimana saat ini luasbangunan rumah ibadat dan untuk kegiatansekolah minggu seluas 2.000m2.

d. Gurdwara Dharma Khalsa, Jl. Wanamulya 29RT.01/RW.03, Kel. Karang Mulya, Cileduk,Kota Tangerang. Telp 28883099;[email protected] Dharma Khalsa luas tanah

2.000m2 dan luas bangunan 600m2. Pada awalmulanya 21 Juli 2005 bangunan induk berupa

Page 34: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

34 Eksistensi Agama Sikh...

wisma, dan sejak tahun 2005 wisma tersebutmulai digunakan untuk kegiatan ibadah. Namunpada waktu dilakukan penelitian lapangan bulanMei 2014 sedang bermasalah setelah adapenolakan dari warga masyarakat yangmenuntut penutupan gurdwara. Hal inibersamaan dengan pengajuan Izin PendirianBangunan (IMB) Rumah Ibadat diajukanpengurus ke Kankemenag dan FKUB KotaTangerang pada 19 Desember 2013. PersyaratanIMB menurut pengurus sebenarnya sudahdipenuhi seluruhnya (akte tanah, persyaratanpersetujuan warga lingkungan sesuai PBMTahun 2006 dimana masa berlaku KTP dianggapmati, NPWP, persyaratan perizinan yayasan dariKementerian Hukum dan HAM, rekomendasidari PHDI, nomer rekening yayasan, danstruktur kepengurusan).

Umat Sikh di Indonesia pada dasarnyabelum mempunyai wadah/organisasi secara resmiuntuk menaungi umat Sikh yang ada di seluruhIndonesia. Saat ini yang ada adalah pengurus SikhNaojawan Sabha Indonesia (SNSI), dimana masing-masing gurdwara membentuk pegurus SNSI.Tugas pengurus SNSI antara lain adalah:mengadakan pembinaan muda-mudi Sikh,memberdayakan Punjabi School di seluruhgurdwara, aksi sosial dan mengadakanpertemuan “samolau” seluruh umat Sikh.Masakerja giani/pendeta yang menjadi pengurus SNSIseperti pengalaman Giani Dalwindar Singh diTanjung Priok tidak dibatasi selama masihmenjalankan tugas. Untuk kepengurusan dalammengelola gurdwara dibentuk yayasan yangmelibatkan para sesepuh/pendiri pada masing-masing gurdwara.

Gurdwara juga digunakan kegiatan ibadaholeh umat Hindu yang berasal dari Kota Shindi,India tempat kelahiran Guru Nanak (sekarangmenjadi provinsi bagian dari Negara Pakistan)yang disebut Shindi Family dan beragama Hindu,namun mengakui ajaran yang dibawa oleh GuruNanak. Umat Hindu itu mengakui kebenaranajaran Guru Nanak dan ikut datang beribadahke gurdwara. Demikian juga masing-masinggurdwara menyelenggarakan sekolah mingguuntuk murid sekolah dan mahasiswa bersamaankegiatan beribadah bagi seluruh umat Sikh.Pokok-pokok Ajaran Agama Sikh

Umat Sikh menyakini bahwa Tuhan itu esa/satu, maha besar, pengasih, pemurah,

penyayang, tidak berbentuk namun bisadirasakan dari karunia dan ciptaanya. Dalamtradisi Sikh Guru mengandung arti penerang(englightener). Guru (bahasa Sansekerta) yangartinya seseorang yang membimbing darikegelapan menjadi terang (dari yang ngak tahumenjadi tahu). Sikh artinya murid-murid dariguru yang belajar untuk bisa menjadi manusiayang baik yang diinginkan Tuhan. Ajaran agamaSikh yang sederhana menjadikan tidak banyaksyarat/proses untuk masuk menjadipenganutnya, hanya dengan membaca mulmantar(mantra-mantra), serta meninggalkan perbuatanyang dilarang seperti merokok dan minumankeras.

Ada 10 guru dalam agama Sikh, yaitu: (1)Guru Nanak, yang menurut keyakinan tidakwafat tetapi seperti kembali kepada Tuhan, kalauwafat tidak ada jejak dikubur atau dibakar. GuruNanak berubah wujud menjadi guru-guruberikutnya, rohnya berganti badan ataureinkarnasi; (2) Guru Anggad Dev Ji; (3) GuruAmerdas; (4) Guru Ramdas; (5) Guru Arjun Ji(anak ke-3 dari Guru Ramdas); (6) GuruHargoben (anak tunggal dari Guru Arjun); (7)Guru Hararay (anak ke-3 dari Guru Hargoben);(8) Guru Harkrisan (anak Guru Hararay); (9)Guru Tigh Bahadur (anak Guru Hargoben); dan(10) Guru Gobind Singh (anak Guru TighBahadur), yang mentahbiskan/menetapkan,bahwa yang menjadi guru setelah kematiannyaadalah kitab suci; serta (11) Berbentuk kitab sucidisebut “Sri Guru Granth Sahib”dalam bahasa/huruf Guru Mukhi (Sansekerta, Farsi, Punjabi,Indi, Urdu, dll). Prinsip utama tulisan para Guruadalah Keesaan Tuhan, sumber aslinya adalahhymne-hymne Guru Nanak. Granth Sahibmemberikan ajaran tentang bagaimanamemperoleh kebahagiaan abadi dan perpaduankekal dengan Sang Pencipta.

Kitab Suci Sri Guru Granth Sahib berjumlah1.430 halaman merupakan guru hidup, danmenjadi starting point dalam berkeyakinan bagipenganut agama Sikh, merupakan 1 buku yangpertama dan terakhir. Kitab Suci menggunakanbahasa Guru Mukhi, dimana umat Sikh diIndonesia sulit untuk memahami bahasanya.Disebutkan dalam kitab suci tersebut, bahwaGuru Nanak mensabdakan bahwa God Is One-EkOnkar (Tuhan adalah Esa/Satu). Dalam kitab sucidisebutkan bahwa Tuhan hanya satu dan Tuhan

Page 35: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

Dialog Vol. 38, No.1, Juni 2015 35

tidak berwujud (seperti angin tidak berwujudtetapi ada). Kitab Suci terdiri dari 31 raag (bagian),yang cara membacanya harus dinyanyikan/dilantunkan sesuai dengan waktu, misalkan adajudul-judul lagu yang hanya dinyayikan padawaktu pagi hari saja.

Ajaran guru ke-5 (Guru Arjun Ji) ada ayatyang menyebutkan,”semua adalah sahabat saya dansaya tidak bermusuhan dengan siapapun”, jugadikatakan bahwa,”saya bukan baik tapi tidak adayang buruk”. Mantra awal dari kitab suci adalah:a. Ek Onkar, Tuhan adalah esa/satu;b. Satnaam, namanya benar;c. Karta Park, pencipta segalanya;d. Nirpour, tidak mengenal rasa takut/tanpa rasa

takut;e. Nirwair, tanpa musuh;f. Akal murad, tidak lahir maupun wafat;g. Ajuni Saephan, tidak terjadi dengan sendirinya;h. Gur Phersad, dapat dipahami melalui rahmat

(guru).Menurut buku saku,”Mengapa Saya Seorang

(Penganut) Sikh (Why Am I A Sikh)”, bahwa adabeberapa hal yang menjadi dasar kehidupanseorang Sikh mencakup beberapa larangan keras(banjar kurait) yang ditetapkan Guru Ji, yaitu:a. Kaisa dhi Be adhbee (gunting rambut);b. Kootha khana (menyantap daging sembelihan

dengan bacaan doa agama lain);c. Sura, Bhang, Tembako dhi warto (alkohol,

narkoba, dan tembakau);d. Pan Istri Sang (berzina).

Juga diwajibkan lima hal dikenakan (dimiliki)seorang Sikh, ada 5 hal sebagai pagar pelindungseorang Sikh, yaitu:a. Kes (rambut);b. Kangga (sisir besi murni menjaga kerapihan

rambut);c. Karha (stainless/gelang besi murni-bukan

baja);d. Kirpan (pedang kecil, juga sarb loh-besi

murni);e. Kashairaa (penutup aurat).

Namun demikian dalam perkembanganwaktu tidak seluruh umat Sikh mampu untukmemenuhi kewajibannya, maka sangattergantung dengan kemampuan masing-masingumat.

Setiap orang laki-laki yang masuk kegurdwara harus menggunakan tutup kepala/sorban/kashairaa. Dimana umat Sikh tidak ada

kewajiban untuk melaksanakan puasa. Daswan/derma umat Sikh sebesar 10% dari penghasilan/pendapatan bersih dihitung dalam 1 tahun, yangdiperuntukkan bagi orang miskin, panti asuhandan rumah ibadat/gurdwara. Juga diperbolehkanmenikah lebih dari 1 isteri jika isteri meninggalatau sakit menahun.Pembabtisan dan pemberiannama baru (nan karan amret) diberi nama denganmengambil huruf pertama dari kitab yang dibukadi halaman tengah sebelah kiri paling atas,misalkan huruf pertama K (Kalwant, Kudip,Kiren), kalau huruf pertama M (Mandjit,Manpreet).

Dalam agama Sikh tidak ada ajaran untukmenyiarkan agama kepada orang selain pemelukSikh. Tidak ada metode untuk menarik/dakwahdalam penyebaran agama, para penganutbiasanya berasal keturunan India dan adanyaperkawinan. Namun demikian karena dalamwaktu yang lama masuknya orang Sikh keIndonesia, sudah terjadi akulturasi dan beberapaorang juga terjadi perkawinan campuran denganpenduduk asli Indonesia.

Giani diperbolehkan memberikanpencerahan atau tuntunan kerohanian kepadainternal umat Sikh, pelayanan kepada umatnyadalam berbagai bentuk kunjungan/pelayanankeluarga untuk memberikan bimbingan doaterutama dalam upacara daur hidup manusiadiantaranya:a. Anggota keluarga mengalami sakit, maka

memerlukan bimbingan doa;b. Kelahiran, dibacakan sabda-sabda 8 halaman

pertama dari kitab suci. Selanjutnya diberi air(amrid pani), berupa air gula yangdiminumkan ke bayi sedikit-sedikit dandiambilkan sabda untuk memberikan nama;

c. Pindah rumah/menempati rumah baru,ceramah dan doa;

d. Pernikahan, dirumah yang punya hajatdengan disaksikan sanak keluarga, dengandibacakan 4 sabda guru dalam kitab suci(anade karec). Prosesi pernikahan dilaksanakandi gurdwara;

e. Kematian, dibacakan doa diberi kain kafan,dan pada hari itu atau paling lambat hari ke2 sudah harus dikremasi di Jabodetabek adalahdi daerah Cilincing. Keyakinan terkait hariakhir (bukan surga dan neraka), tetapi yangdipercayai adalah adanya reinkarnasi yangberbuat baik nanti akan mendapatkan

Page 36: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

36 Eksistensi Agama Sikh...

imbalan.

Upacara KeagamaanPertama, Harian, dalam bentuk kegiatan

dilaksanakan setiap hari di gurdwar. Ibadah pagipukul 05.00WIB (buka kitab) dan ibadah malampukul 19.00WIB (tutup kitab). Namun bagi yangtidak mampu banyak yang melaksanakan ibadahdi rumah masing-masing.

Kedua, Mingguan, dilaksanakan setiap hariMinggu antara pukul 08.00-10.00 WIB, dan kalauada keluarga yang mempuyai hajat bisa sampaipukul12.00 WIB. Ibadah mingguan lainnyamasing-masing gurdwara melaksanakan ibadahberjamaah misalnya di Tanjung Priok setiap hariKamis malam.

Ketiga, Bulanan dan tahunan, di gurdwarahampir setiap bulan ada 1 kali (sangran) padabulan purnama sembahyang dilaksanakan padapagi hari, demikian juga pada perhitungan setiapbulan antara tanggal 13-17 ada perayaan agama.Juga untuk memperingati ulang tahun gurdwaraatau hari kelahiran atau kematian dari 10 guruSikh. Dari 10 guru agama Sikh, guru ke-5 danke-9 diperingati sebagai hari pengorbanan, danyang lainnya masing-masing diperingati padahari kelahirannya.

Keempat, Hari raya keagamaan, diantaranyaada 3 yaitu: (1) pada tanggal 12, 13 dan 14 Aprilmemperingati upacara hari jadi/ulang tahun/panen raya (Vaisakhi) yang puncaknya padatanggal 14 April dilakukan doa, menyanyikanlagu-lagu pujian dan ceramah kehidupan; (2) padabulan November setiap tahun pada tanggal yangtidak tetap dilakukan peringatan kelahiran gurupertama (gurpurb); dan (3) setiap 1 Septembermemperingati kitab Sri Guru Granth Sahib.

Aktivitas KeagamaanPengguna Gurdwara Tanjung Priok

khususnya umat Sikh yang tinggal di sekitarTanjung Priok sebanyak 10 KK, dimana jamaahlain berasal dari daerah Sunter, Kelapa Gading,Kemayoran, dan Cempaka Putih. Jamaahnyapada hari Minggu rata-rata sebanyak 100-200orang tergantung yang mengundang (keluargayang punya hajat), dan juga penyelenggaraansekolah Minggu. Pada hari Kamis, 22 Mei 2014bersamaan peneliti wawancara kegiatan ibadahyang berlangsung pukul 19.00 s.d 20.15 WIB,diikuti oleh 18 jamaah (laki-laki=10, perempuan

4, dan 2 giani/pendeta).Untuk dapat menjalankan aktivitasnya umat

Sikh yang sudah lebih 500 tahun di Indonesia,antara lain adalah: mempunyai wadah/tempat(gurdwara) untuk berkumpul; mempunyai rasatanggungjawab untuk meneruskan ajaran paraguru; dan bisa beradaptasi berbaur denganmasyarakat menikah dan berketurunan; sertatidak pernah menarik penganut agama lainuntuk mengikuti ajaran agama Sikh. Disampingitu negara Indonesia berdasarkan Pancasila danUUD 1945, dimana warganya harus beragamadapat saling menghormati dengan agama lain.

Interaksi dan Relasi SosialPengalaman hidup umat Sikh dengan

masyarakat pada umumnya sangat bervariasimulai bertetangga/bermasyarakat, sekolah danbekerja, diantaranya adalah sebagai berikut:1. Manjid Singh, 62 tahun, menjadi pemain Hoki

nasional pada tahun 1970’an, dan pernahmenjadi pelatih lari jarak jauh dan atletik diMedan. Pindah dari Medan ke Jakarta padatahun 1987 pada awalnya menjadi gurubahasa Inggris di Jakarta Barat dan sekarangmendirikan kursus bahasa Inggris sendiri,dimana muridnya berasal dari semuapenganut agama dari lingkungan tetangga.

2. Karnel Singh Rhandawa, 46 tahun, pernahmenjadi pengurus Guru Nanak Sikh Tempel,Jl. Merpati 103, Kel. Kampung Sawah, CiputatKota Tangerang Selatan, selama 6 tahun.Mengenyam pendidikan di sekolah SD, SMP,dan SMA di Kab. Sekolah Persatuan AmalBhakti, Yayasan Islam, Deli Serdang.Pengalaman bersekolah di sekolah Islam wajibmengikuti pelajaran agama Islam, namuntidak mengikuti praktek. Teman yangberagama lain pada waktu SD sebanyak 1murid (Hindu), SMP sebanyak 3 murid(Hindu), dan SMA sebanyak 10 murid (Hindudan Kristen). Tahun 1988, mulai mencarikehidupan di Jakarta dengan membukakursus bahasa Inggris untuk murid SD, SMPdan SMA di daerah Cengkareng. Beristerikanketurunan Bapak India (kelahiranLoksumawe tahun 1908) dan Ibu Batak Karo.Karmel mempunyai 2 anak puteri, pada waktusekolah TK, SMP dan SMA sekolah di YayasanKatolik Seravin, dan SMA di Bintang Kejora,mengambil mata pelajaran/nilai pelajaran

Page 37: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

Dialog Vol. 38, No.1, Juni 2015 37

agama di sekolah Minggu agama Sikh digurdwara.Hubungan antara pengurus gurdwara”Guru

Nanak Sikh Tempel” Tanjung Priok dengan tokohagama/masyarakat dapat terjalin dengan baik,walaupun penganut Sikh yang tinggal dilingkungan gurdwara hanya 1 keluarga.Lingkungan gurdwara di Jl. Melur IV/8 TanjungPriok masyarakat multikultur kurang dari 100mdari gurdwara berdiri Gereja Masehi Injili SangiheTalaut, Jl. Melur IV/5 Tajung Priok, Jakarta Utaradan Masjid Jami’ Ar-Rohman, Jl. Seroja 42, RawaBadak, Koja, Jakarta Utara. Karyawangurdwara”Guru Nanak Sikh Tempel”, sebanyak 7orang semuanya muslim, terdiri dari 5 orangpetugas kebersihan (berasal dari Banjarnegarabekerja sejak tahun 2001) dan 2 orang juru masakberasal dari Jakarta. Peraturan di lingkungangurdwara bahwa semua yang memasukinyawajib menggunakan tutup kepala termasuk parapetugas kebersihan dan dilarang (merokok,minuman keras, membawa hewan, makanan daribinatang/hewan).

Menurut I Gusti Made Muranda (PembimasHindu Kanwil Kementerian Agama DKI Jakarta),untuk melakukan pembinaan ke sekte agamaHindu yang berasal dari India banyak menemuikesulitan, karena masing-masing Dewa(Anoman, Sugriwa, Rama) cara pemujaannyaberbeda. Pembimas memberikan pelayanan/menghadiri acara keagamaan (perkawinan, haribesar keagamaan, ulang tahun gurdwara/kuil/mandhir). Demikian juga pengurus gurdwaradatang ke Kanwil Kementerian Agama, biasanyaterkait soal perizinan (yayasan, undanganpencatatan perkawinan, surat-surat izin gianiasal India). Pelayanan yang diberikan PembimasHindu antara lain adalah menjadi saksi dalampengambilan sumpah WNA India yangmengajukan menjadi WNI.

Pelayanan Hak-hak Sipil Sebagai WargaNegara

Menurut Balwant Singh pemerintahIndonesia dalam kebijakan terkait denganpelayanan keagamaan tidak bertindakdiskriminatif, umat Sikh mempunyai kebebasanberibadah, berbicara dan berdemokrasi. UmatSikh tetap dibantu/difasilitasi oleh PHDI maupunDirjen Bimas Hindu, dan aparat KementerianAgama RI. Bahwa umat Sikh sebagian besar

sebagai pedagang (bisnis) kurang memahamiperaturan, juga kurang memahami terkaithubungannya dengan pemerintah. Misalkanuntuk penyediaan Giani/Pendeta yang harusdidatangkan dari India harus mengurusperizinan ke Dirjen Bimas Hindu, KanwilKemenag Banten dan Kankemenag TangerangSelatan semua bisa berjalan lancar tidak adakesulitan. Masyarakat lingkungan di KampungSawah, Kec. Ciputat tidak pernah mempersulit,terkait keberadaan gurdwara.

Pendidikan untuk murid-murid yang sedangsekolah di SD, SMP, dan SMA terkait denganmata pelajaran agama tidak ada masalah nilainyaakan diperoleh dari rumah ibadat/gurdwara(pada bimbingan sekolah Minggu). Demikianjuga yang sedang menempuh kuliah, biasanyamasing-masing kampus mempunyai kebijakanuntuk mata kuliah agama, khususnya agamaminoritas.

Menurut Manohar, terkait dengankehidupan berbangsa da bernegara wargaketurunan India di Indonesia melalui beberapasituasi politik yang terus berubah. Misalkan padamasa Orla tahun 1960an pernah wargaketurunan tidak diperbolehkan untuk berdagangmaka seluruh uang yang dimiliki dikirimkan keIndia. Pada masa Orba tahun 1978 seluruh WNAdiberi kesempatan untuk menjadi WNI tanpanaturalisasi, semua gratis tanpa biaya. Dimanakakek-neneknya dulu karena situasi perang etnisdan penjajahan di India pada akhir tahun 1.800an,maka banyak warga India yang eksodus keluardari negaranya dengan menggunakan kapal yangpada awalya sampai Indonesia berlabuh di daerahAceh dan menyebar ke Sumut. Pada tahun 1930berdiri sekolah warga Sikh di Medan dengannama Kalsa English School dan pada tahun 1932sudah mendapatkan akreditasi dari CambrigeUniversity. Kalsa English School pada tahun 1952dikunjungi oleh PM Jawahal Nehru dan tahun1969 dikunjungi oleh PM Indira Gandi.

C. PENUTUPKesimpulan1. Kehadiran penganut agama Sikh yang berasal

dari Amritsar, Punjab, India, (sekarangmasuk wilayah Pakistan) masuk ke Indonesiamelewati Aceh, Sumut dan Jakarta dariberbagai sumber tertulis sulit ditemukan.

Page 38: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

38 Eksistensi Agama Sikh...

Bukti yang ditemukan di Jakarta adalahberdirinya gurdwara/rumah ibadat berada diJl. Jepara 4 Tanjung Priok Jakarta (sekarangmenjadi Terminal Peti Kemas) yangdiresmikan penggunaanya pada tahun 1925.

2. Pokok ajaran agama Sikh setelah 10 gurunyawafat adalah berupa kitab suci disebut “SriGuru Granth Sahib” yang ditulis dalam bahasa/huruf Guru Mukhi. Prinsip utama tulisanpara guru adalah Keesaan Tuhan. GuruNanak mengsabdakan bahwa God Is One-EkOnkar- Tuhan adalah Esa/Satu). Kitab Suciterdiri dari 31 raag (bagian), yang terdiri dari1.430 halaman merupakan guru hidup.Granth Sahib memberikan ajaran tentangbagaimana memperoleh kebahagiaan abadidan perpaduan kekal dengan Sang Pencipta.

3. Pemeluk agama Sikh di Indonesia walaupunpemeluknya sangat sedikit turut berkiprahdalam masyarakat multikultur dalam tatakehidupan berbangsa dan bernegara. Jumlahpenganutnya tersebar di Jabodetabek kuranglebih 1.000 orang, dimana tidak ada sumberdata yang pasti. Di Jabodetabek terdapat 4gurdwara yang antar pengurus danjamaahnya terjalin komunikasi dankerjasama, sehingga dalam kegiatan salahsatu gurdwara maka semua umatterkonsentrasi beribadah di gurdwaratersebut. Seluruh jamaah setiap selesaimelakukan ibadat diakhiri dengan makanbersama (guru ka langgar), dengan menu-menuvegetarian. Terkait dengan penyiaran agamahampir tidak ada tujuan untuk menambahjumlah umat kenyataan yang ada hampirsemua penganut agama Sikh berasal dariketurunan India. Namun sebagian sudahterakulturasi dan beberapa sudah terjadiperkawinan campuran dengan penduduk asliIndonesia.

4. Pelayanan terhadap penganut agama Sikhsampai saat ini masih menjadi tugas DitjenBimas Hindu, Kementerian Agama RI, sebagaiminoritas umat Sikh pada umumnya dapatdi terima oleh masyarakat. Dimana sebagaiminoritas umat Sikh sampai saat ini merasapemerintah sudah melayani hak-hak sipilnyadalam hidup berbangsa dan bernegara.Sementara proses perizinan IMB rumah ibadatGurdwara Dharma Khalsa, Jl. Wanamulya 29RT 01/RW 03, Kel. Karang Mulya, Cileduk,

Kota Tangerang sedang diajukan pada 19Desember 2013, warga masyarakat memprotesmenuntut adanya penutupan gurdwara.Pengalaman dari beberapa penganut agamaSikh selama ini bisa bermasyarakat, sekolah,bekerja/berdagang, berprofesi/berprestasi sertaberibadah dengan tidak ada rintangan/masalah yang berarti. Pada tahun 1980’an diMedan pernah KTP dalam kolom agama bolehdiisi dengan agama Sikh, namun saat iniseluruh penganut Sikh di KTP masuk kolomagama Hindu.

5. Pemeluk agama Sikh belum mempunyaiwadah/organisasi yang menaungi seluruhumat di Indonesia. Saat ini yang ada adalahpengurus Sikh Naojawan Sabha Indonesia(SNSI), dimana masing-masing gurdwaramembentuk pengurus SNSI.

Rekomendasi1. Pemeluk agama Sikh yang ajarannya dibawa

dari leluhurnya di Punjab bisa hidupberdampingan di masyarakat, namundemikian pemerintah wajib melindungi hak-hak sipil pemeluk agama Sikh yang umatnyaminoritas. Untuk mengetahui sejarahmasuknya agama Sikh ke Indonesia, makaperlu adanya penelitian sejarah yang lebihmendalam.Umat Sikh di Indonesia harus adayang memulai menulis sejarah denganmenelusuri silsilah keturunan masing-masingkeluarga, dan juga menulis dalam bentukbuku/kitab dalam bahasa Indonesia terkaitdengan ajaran dan peribadatan agama Sikh.

2. Pemeluk agama Sikh perlu membentukwadah/organisasi yang menaungi seluruhumat Sikh di Indonesia, dengan beberapatahapan antara lain dengan para tokohbertemu dan bermusyawarah, sehingga dapatmenampung dan menyalurkan aspirasipenganutnya. Walaupun saat dilakukanpenelitian masing-masing gurdwara sudahterbentuk Sikh Naojawan Sabha Indonesia(SNSI)namun belum berfungsi, dandibutuhkan pembentukan organisasikepengurusan/kepemimpinan secaranasional.

3. Untuk menghindari sifat yang eksklusif baikpengurus yayasan/gurdwara maupun giani/pendeta, harus terus berupaya menggunakankesempatan berinteraksi/berdialog secara lebih

Page 39: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

Dialog Vol. 38, No.1, Juni 2015 39

luas dengan pemuka agama dan pemelukagama lain termasuk dengan pemerintah(khususnya dengan Pembimas Agama HinduKanwil Kementerian Agama DKI Jakarta).Dengan demikian kerukunan umat beragamasecara internal Sikh maupun secara eksternaldengan para pemeluk agama lain dapatterealisasi.

Menyangkut pengajuan izin IMBpendirian rumah ibadat Gurdwara DharmaKhalsa, harus dimusyawarahkan olehinternal umat Sikh untuk mencari solusinya.Dalam memberi rekomendasi tertulis IMBpendirian rumah ibadat yang sudah

memenuhi persyaratan administratif danpersyaratan teknis bangunan gedung FKUBdan Kankemenag Kota Tangerang harusberpedoman pada PBM Menag dan MendagriNomor 9 dan 8 Tahun 2006 tentang PedomanPelaksanaan Tugas Kepala Daerah/WakilKepala Daerah dalam PemeliharaanKerukunan Umat Beragama, dan PendirianRumah Ibadat.[]

D A F TA R P U S TA K A

Afif, HM.Kehidupan Umat Hindu di Jakarta (StudiTentang Persepsi Umat Hindu TerhadapKekerasan). Jakarta: Balai Litbang AgamaJakarta, 2006.

Agus, Bustanuddin. Agama Dalam KehidupanManusia: Pengantar Antropologi Agama.Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006.

Budiman, Hikmat. Hak Minoritas: DilemaMultikulturalisme di Indonesia. Jakarta:Interseksi Foundation, 2005.

Budiman, Hikmat (ed). Hak Minoritas: Ethnos,Demos, dan Batas-batas Multikulturalisme.Jakarta: Interseksi Foundation, 2010.

Hakim Choor Singh, Agama Sikh,- Brosur.

http://jendelaperistiwa.blogspot.com/2013/01/sejarah-orang-india-di-indonesia- dari.html(diunduh 4 Juni 2014 pada pukul 11.58WIB)

Mas’ud, Abdurrahman. “Menyikapi KeberadaanAliran Sempalan”. Dalam Dialog JurnalPenelitian dan Kajian Keagamaan, No 32,2009.

Noorsalim, Mashudi, M. Nurkhoiron, Ridwan al-Makassary (ed). Hak Minoritas,Multikulturalisme dan Dilema Negara Bangsa.

Jakarta: Interseksi Foundation, 2007.

Puslitbang Kehidupan Keagamaan, BadanLitbang dan Diklat, Kementerian AgamaRI, Jakarta. Kompilasi Kebijakan dan PeraturanPerundang-undangan Kerukunan UmatBeragama. Edisi Kesebelas, 2012.

Parekh, Bikhu. Rethinking Multiculturalism: CulturalDiversity and Political Theory. London:Macmillan, 2000.

Rumadi dkk. Islam, Konstitusi dan Hak AsasiManusia: Problematika Hak KebebasanBeragama dan Berkeyakinan di Indonesia.Jakarta: the WAHID Institute, 2009.

Saidi, Anas (Ed.), Abdul Aziz dkk. MenekukAgama, Membangun Tahta (Kebijakan AgamaOrde Baru), Cet. 1. Jakarta: Desantara, 2004.

Suaedy, Ahmad dkk. Politisasi Agama dan Konflik

Page 40: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

40 Eksistensi Agama Sikh...

Page 41: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

Dialog Vol. 38, No.1, Juni 2015 41

TOPIK

MODAL SOSIAL PELAKU DALAIL KHAIRAT

A B D U L J A L I L*

ABSTRAKKajian ini membahas tentang Modal Sosial para pelaku Dala’il Khairat di pesantren Darul Falah

K.H Ahmad Basyir Kudus. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seperti apa modal sosial yangdimiliki pengamal Dala’il Khairat untuk meraih kesuksesan di bidang ekonomi. Metode penelitianyang digunakan adalah kualitatif. Penelitian dilakukan di Pesantren Darul Falah Jekulo Kudus.Selain itu juga para pengamal di luar pesantren yang umumnya sudah berumah tangga danmengembangkan usaha bisnisnya, baik di Jawa Tengah, Yogyakarta, maupun Kuningan Jawa Barat.Metode pengumpulan data dilakukan melalui observasi partisipasi, wawancara mendalam, dandokumentasi. Sumber data dikumpulkan dari informan yang meliputi mujiz Dala’il Khairat, parapengurus pesantren, para santri, tokoh masyarakat, dan para alumni pengamal dala’il khairat. Kajianmengenai aktivitas ekonomi para pengamal Dala’il Khairat menunjukkan bahwa Modal Sosial yangdimiliki para pengamal seperti adanya jaringan sosial sebelum dan setelah mengamalkan, adanyakerjasama dalam melakukan usaha, serta yang terpenting adalah kepercayaan atau trust mampumendorong kesuksesan dalam melakukan usaha atau bisnis, usaha-usaha dalam mencapai kesuksesanekonomi melalui pengembangan potensi masing-masing pengamal. Modal Sosial para pengamal Dala’ilKahirat telah menjadi faktor penyebab berkembangya komersialisasi di kalangan para pengamal yangmemiliki usaha dan telah membantu proses pencapaian keberhasilan dibidang ekonomi.

KATA KUNCI:Modal Sosial, Dala’il Khairat, Aktivitas ekonomi, dan Pengamal.

ABSTRACTThis study discusses the Social Capital of Dala’il Khairat actors at school Darul Falah school by Kiai

Ahmad Bashir Kudus. This study aims to determine how donators’ social capital of Dala’il Khairat definedsuccess in economic field. The donators are the alumni who live outside the pesantren and develop business venturesin some areas such as: Central Java, Yogyakarta, and Kuningan, West Java. By applying qualitative research thisstudy was conducted in Pesantren Darul Falah Jekulo, Kudus, Central Java. Data were collected through participatoryobservation, interview, and documentation. The informants include mujiz Dala’il Khairat, school administrates,the students, community leaders, and alumni donators of Dala’il Khairat. It finds out that donators’ socialcapitals, such as the existence of social networks before and after donation, their business cooperation, and thetrust, encouraged the pesantren economic success donators’ potential development. These social capitals have becomea determining factor of developing commercialization among the donators who run their business and at the sametime have helped the success in the economic field of the pesantren.

KEY WORDS:Social Capital, Dala’il Khairat, Economic Activity, and Performer.

* Universitas Halu Oleo Kendari, Kampus Hijau Bumi Tridharma Anduonahu Kendari Sulawesi Tenggara Fax (0401) 390006,Telp. (0401) 394061, [email protected]

**Naskah diterima Januari 2015, direvisi April 2015, disetujui untuk diterbitkan Mei 2015

Page 42: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

42 Modal Sosial Pelaku Dalail Khairat ...

A. PENDAHULUANDalâ’il Khairât merupakan antologi rumusan-

rumusan salawat nabi yang diamalkan dalampraktek keseharian beragama. Dalâ’il ini berasaldari buku yang disusun oleh Syaikh Sulaimanal-Jazuli dari Maroko. Kehadiran Dalâ’il ini dapatdijumpai pada beberapa pesantren, seperti:Pesantren “PETA” di daerah Tulungagung, JawaTimur; Pesantren “API” di Kecamatan Tegalrejo,Kabupaten Magelang, Jawa Tengah; danPesantren “FUTUHIYAH” di KecamatanMranggen, Kabupaten Demak, Jawa Tengah.Termasuk di Pesantren Darul Falah Kudus JawaTengah. Dalam penelitian ini, Dalâ’il Khairât yangdimaksud dibatasi pada Dalâ’il Khairât yang telahdisusun kembali oleh Ahmad Basyir, selaku mujizatau pemberi ijazah dan sekaligus sebagaipengasuh pondok pesantren Darul Falah didaerah Jekulo, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah,yang diberikan kepada para santri ataumasyarakat yang menginginkan amalan Dalâ’ilKhairât.

Pembacaan Dalâ’il Khairât sebenarnyamerupakan salah satu tata cara ibadahkeagamaan yang telah menjadi tradisi padamasyarakat Arab. Fenomena ini dapat dilihat daripernyataan Husein yang ketika masa mudanyapernah mengecam ayahnya saat membaca Dalâ’ilKhairât. Kecaman itu terlontar, sebab pembacaantersebut dianggap hanya membuang waktu.1Halsenada juga dijelaskan oleh Feillard terkaitdengan tradisi kaum salaf yang berkembang dinegeri-negeri Arab, baik di Mekkah maupunMadinah yang senantiasa dilakukan masyarakatIslam tradisionalis Indonesia yaitu berupapembacaan Dalâ’il Khairât.2

Substansi amalan Dalâ’il Khairât padadasarnya adalah memberikan bimbingan kepadaseorang pengamal, agar bisa mencapai sebuahkualitas yang lebih baik ketika mendekatkan dirikepada Tuhan. Hal ini sebenarnya juga dapatdisebut sebagai bentuk aktifitas tasawuf atausebuah pengalaman keberagamaan bagi parapengamalnya. Menurut James, ada empatkarakter yang membatasi tasawuf. Pertama,sesuatu yang lebih mengutamakan aspek-aspek

perasaan atau feeling, sehingga sulit dideskripsikansecara ilmiah. Kedua, dalam kondisi neurotik,3 parasufi meyakini bahwa dirinya menggapai alamhakikat, sehingga mereka memperolehpengetahuan ilham. Ketiga, kondisi puncak yangdiperoleh bersifat sementara dan mudah sirna.Keempat, apa yang diperoleh merupakan anugerahyang tidak dapat diusahakan, sebab pengalamanmistik menggantungkan diri pada kekuatansupernatural yang menguasainya.4

Berdasarkan latar belakang di atas, makadapat dirumuskan masalah sebagai berikut:Bagaimanakah Modal Sosial yang dimiliki olehpara pengamal Dala’il Khairat? Penelitian inibertujuan untuk mengetahui seperti apa modalsosial yang dimiliki pengamal Dala’il Khairatuntuk meraih kesuksesan di bidang ekonomi.

KajianLiteraturSalah satu fungsi dan peran agama dalam

kaitannya dengan pola perilaku ekonomi,umumnya mengacu pada konsep Weber tentangetika protestan dalam kaitannya dengankemunculan kapitalisme modern. MenurutWeber, kehadiran semangat kapitalismemerupakan aspek sentral modern yang telahmenggantikan tradisionalisme dalam kehidupanekonomi. Konsep semangat yang ditawarkanWeber dalam kaitannya dengan semangatkapitalisme mengacu pada suatu jenis tindakansosial yang melibatkan pengejaran keuntunganmaksimum dengan perhitungan rasional.5

Weber juga menjelaskan bahwa manusiamemiliki minat-minat ideal dan material, sehinggaaspek tertentu dalam etika Protestan merupakanperangsang kuat dalam menumbuhkan sistemekonomi kapitalis. Etika protestan memberitekanan pada usaha-usaha: menghindarikemalasan, menekankan kerajinan, keteraturandalam bekerja, kedisiplinan, dan semangat tinggiuntuk melaksanakan tugas dalam semua sendikehidupan, khususnya dalam aspek pekerjaandan kegiatan ekonomi.6

3Para psikolog menganggap neurotic terjadi pada seorangsufi ketika ia mencapai puncak spiritualnya. Dalam kamus ilmiahpopuler diartikan sebagai obat penyakit saraf (Partanto dan Al-Barry, 1994:521)

4 William, James, The Varieties of Religious Experience (NewYork: The New America Library, 1974), hal. 19.

5Max Weber, Etika Protestan dan Spirit Kapitalisme, Penerj.TW Utomo & Yusuf Priya Sudiarja. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2006), hal. 108.

6...Ibid., 105-115.

1 Thaha Husein, Al-Ayyam(Kairo: Darul Ma’arif,Jilid II, Tanpatahun), hal. 123.

2 Andre, Feillard, NU Vis-a-vis Negara: Pencarian Isi, Bentuk,dan Makna. Terj. Lesmana, (Yogyakarta: LKiS, 1999), hal. 11

Page 43: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

Dialog Vol. 38, No.1, Juni 2015 43

Terkait dengan adanya kemungkinanpengaruh agama terhadap etos kerja, menurutSairin,7 peningkatan ekonomi masyarakat dapatdilakukan dengan mengambil nilai kerja kerasdari agama. Setiap agama yang dianut olehmasyarakat, tentu mengajarkan kepadapenganutnya untuk bekerja keras dalam hidup.Oleh karena itu, setiap masyarakat dankebudayaan mempunyai etos yang berbeda-beda,termasuk dalam hubungannya dengan etos kerja.Bagi Sairin,8 ada tiga kriteria orientasi sosialbudaya masyarakat. Pertama, kerja sebagaikegiatan mencari nafkah semata agar dapat survive.Kedua, kerja sebagai alat untuk mencapai statussosial tertentu, dan ketiga, merupakan upayamencapai hasil yang lebih baik.

Dalam penelitian Castle (1982), denganbukunya Tingkah Laku Agama, Politik dan Ekonomidi Jawa: Industri Rokok Kudus, dijelaskan bahwakelas menengah santri, tidak lain didominasi olehpara pengusaha yang tangguh. Sebagian besardari mereka ini adalah para santri puritan. Merekadikenal sangat hemat, sederhana dalamberpakaian, serta cenderung bertingkah laku danmenilai segala sesuatu secara sempit dalamkerangka uang. Menurutnya, para pengusahakelas menengah di Kudus berhasil menciptakanindustri. Mereka berhasil menanggulangiserangkaian gejolak dan tantangan dalam kondisiperubahan ekonomi dan politik, sebaliknyamereka gagal dalam mengembangkan organisasiekonomi yang lebih kompleks, tidak lebih darisekedar perusahaan keluarga (Castle, 1982:60).Dari Castle maupun Geertz, dalam hal ini dapatdisimpulkan adanya daya dorong puritanismeIslam terhadap kewiraswastaan.

Abdullah (1994) dalam disertasinya TheMuslim Businessmen of Jatinom: Religious Reform andEconomic Modernization in a Javanese Town,mengemukakan bahwa pengusaha muslim diJatinom merupakan pengusaha yang suksesterlibat dalam perekonomian modern, bahkanmereka mampu menggantikan posisi ekonomiCina. Melalui pengelompokan berdasarkanagama, para pedagang muslim Jatinom telahmenjadi kekuatan besar sehingga tekanan-tekanan dan gangguan dari luar yang dirasa

dapat menghancurkan eksistensi ekonominya,benar-benar dapat diatasi. Menurut Abdullah,meskipun agama berperan penting dalampembaharuan pemikiran yang mengarah padaperilaku ekonomi pedagang, namun ketaatanagama bukan satu-satunya faktor yang berperanpenting dalam keberhasilan kaum pedagangmuslim di Jatinom.

Mu’tasim dan Mulkhan (1998) dalampenelitiannya yang bertajuk “Bisnis Kaum Sufi-Studi Tarekat dalam Masyarakat Industri”menjelaskan tentang tarekat Sadzliliyah yangdipraktikkan secara berbeda dari sumber aslinyaoleh pengikut-pengikutnya. Hal ini disebabkanoleh kondisi materiil, sosial, ekonomi, politik, dansistem budaya yang ada. Lebih lanjut, dijelaskanbahwa kehidupan pengikut tarekat ini tidakhanya dipengaruhi oleh ajaran formalketarekatannya, tetapi juga oleh sistem budayamasyarakat tempat mereka hidup. Yang menarikdari buku ini adalah bahwa para pengikutnyaternyata aktif dalam kegiatan ekonomi modern.Mereka menggunakan waktu di siang hari untukmelakukan kegiatan ekonomi. Selain itukelompok ini juga menempatkan diri pada posisioposisional terhadap pemerintah yang berkuasa.

Tulisan yang secara spesifik membahashubungan Dalail Khairat terhadap perilakuekonomi para pengamalnya, sampai sekarangbelum pernah dijumpai. Penelitian tentang Dala’ilKhairat dan Pengamalan Keberagamaan yangdilakukan Arikhah menunjukan bahwa setelahmenjalani amalan, seseorang bisa memperolehpengalaman spiritual. Cukup disayangkanpenelitian ini belum menyinggung aspek sosial-budaya, dan hanya terbatas pada aspek spritual.Untuk selanjutnya, tulisan ini mencobamenghubungkan keterkaitan antara Modal Sosialpengamal dalai’il Khairot dengan keberhasilandalam usaha.

Sementara terkait dengan konsep teori yangdigunakan untuk menjelaskan kesuksesan usahapara pelaku amalan dalail khairat adalah ModalSosial. Nilai-nilai kemasyarakatan atau modalsosial merupakan istilah yang sering digunakandalam ilmu sosial untuk menggambarkankapasitas sosial untuk memenuhi kebutuhanhidup dan memelihara integrasi sosial.Kemampuan itu didefinisikan dalam banyakaspek. Secara sederhana, Modal Sosial adalahserangkaian nilai-nilai atau norma-norma

7Sjafri Sairin, Perubahan Sosial Masyarakat Indonesia PerspektifAntropologi ( Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2002), hal. 328.

8..Ibid, hal. 319-322.

Page 44: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

44 Modal Sosial Pelaku Dalail Khairat ...

informal yang dimiliki bersama diantara anggotasuatu kelompok masyarakat yangmemungkinkan terjadinya kerjasama diantaramereka.

Metode PenelitianPenelitian ini dilakukan di tiga wilayah yang

merupakan kehidupan sehari-hari parapengamal, yakni di Daerah Istimewa Yogyakarta,Semarang Jawa Tengah, dan Kuningan, JawaBarat. Penelitian ini berlangsung selama tigabulan yaitu dari bulan April sampai dengan bulanJuni 2007. Dua bulan pertama, digunakan diPesantren Darul Falah Kudus dan bulan ketigaatau Juni 2007, digunakan di luar pesantren yangmasih memiliki transmisi amalan dala’il khairatdengan mujiz Ahmad Basyir.

Data dalam penelitian ini terdiri dari: dataprimer dan data sekunder. Data primer; diperolehmelalui observasi, wawancara, dan dokumentasi,sedangkan data sekunder diperoleh melalui studipustaka yaitu dengan memanfaatkan bukuberbahasa Arab karya Syaikh Sulaiman al-Jazuliyang telah ditashih kembali oleh Ahmad Basyirselaku Mujiz. Buku ini dipilih karena merupakanbuku wajib yang selalu dimiliki setiap calonpengamal yang hendak memulai amalan dala’ilkhairat.

B. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANKegiatan Ekonomi Pengamal Dala’il Khairat

Ketiga informan berikut ini merupakananggota komunitas pengamal Dala’il Khairat yangmasih satu transmisi dengan Ahmad Basyir.Ketiganya dipilih karena diantara para pengamal9

Dala’il Khairat, merekalah yang banyakmemberikan kontribusi dalam setiap pertemuanpara pengamal yang diadakan setiap satu tahun

sekali. Kegiatan ini diadakan tepatnya padatanggal 16 Rabiul Awal tahun hijriyah, dipesantren Darul Falah Kudus, Jawa Tengah.Kegiatan ini sekaligus merupakan peringatankelahiran nabi Muhammad SAW yangseharusnya diperingati setiap tanggal 12 hijriyahbulan Rabiul Awal, sesuai dengan tanggalkelahiranya.

1. Asroma. Awal Mengenal Amalan

Asrom adalah seorang pengusaha mebelyang lahir di Jepara pada tanggal 3 November1957. Asrom memulai amalan dala’il selama tigatahun, diawali sejak tahun 1975 sampai tahun1977. Asrom lebih dikenal sebagai pengusahamebel dari pada karir politiknya di DPD. Sejakkecil orang tua Asrom sudah menanamkan jiwakewirausahaan dan kemandirian. Setiap pulangsekolah, Asrom kecil seringkali disuruh pergi kesawah untuk menunggu kuli, ikut membantumenimbang padi hasil panenan, dan jugamembayar kuli atau buruh panen. Wajar jika dikemudian hari, Asrom lebih tertarik untukmenjadi pengusaha daripada menjadi pegawainegeri.

Setelah tamat sekolah dasar, pada tahun 1971Asrom merantau ke Kudus. Selain sekolah,Asrom juga menjadi santri di salah satu pesantrendi Kudus. Bagi kaum rasionalis, jalan spiritualseseorang mungkin tidak berarti, tapi dalamtradisi berpikir seorang santri, pengalamanspiritual menjadi hal yang sangat berarti. Padatahun 1975 terdapat peristiwa spiritual yangdiakui Asrom menjadi penentu jalan hidupnya.

“…Waktu itu saya dibilangin Kyai saya,kamu punya dua pilihan, pinter atau kaya.Kedua-duanya nggak bisa berbarengan, lalu sayadisuruh puasa tiga tahun kecuali hari tasrek.Namanya puasa dala’il yang saya lakoni mulai1975 hingga 1977,” 10

Setelah mendapatkan keyakinan hatinya,Asrom merantau ke Yogyakarta. Sebelumberangkat, Asrom selalu teringat nasehat Kyainyaketika masih menjadi santri: “Kalau kembali ke

ruang), Heris Paryono sebagai pejabat / wakil bupati kudusperiode 2003-2008), Sudarsono (pengusaha mebel tinggal diKudus), Basuni (pengusaha dari Pecangaan Jepara sekaliguspejabat Depag Jawa Tengah).

10Asrom (wawancara 7 April 2007.

9Dari para pengamal yang banyak memberikan kontribusimateri dalam kemajuan dan perkembangan pesantren Darul Falah,terutama ketika haul mu’allif Dala’il Khairat sekaligus sebagaimedia pertemuan antara mujiz dengan santri atau pengamal Dala’ilKhairat, yang biasanya dilakukan pada pagi hari antara jam 10.00-13.00 WIB setiap tanggal 16 Rabiul Awal tahun hijriyah. Merekaadalah Ali Musta’in (pemilik Jamiyyah Dala’il Khairat GroboganJawa Tengah), M. Ihasanudin (pemilik rumah makan “BarokahAgung” yang terkenal di Secang Magelang Jawa Tengah),Martoyo (Pedagang konveksi tinggal di Jekulo Kudus JawaTengah), Syaerozi (pengusaha property sekaligus Kyai mudaterkenal di Bareng Kudus), Maksum (Direktur lembagapendidikan Banat Kudus, terkenal memiliki siswa yang luar biasa,karena setiap kelas dengan kapasitas 30 siswa untuk masing-amsing level, sampai 6 ruang. Misalnya kelas satu samapai 6

Page 45: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

Dialog Vol. 38, No.1, Juni 2015 45

daerahmu, jadilah seperti macan. Sebab macan datangke kota kan tau semua, tapi kalau kambing kan nggaktau”. Asrom memutuskan untuk malanjutkanpendidikannya di UGM.b. Implementasi Amalan Dala’il Khairat

Dalam mengamalkan Dala’il khairat, Asrommelakukan hal yang serupa seperti pengamal padaumumnya. Setiap malam, Asrom berusaha sahuruntuk kemudian menjalankan puasa pada siangharinya dan berbuka pada waktunya. Ciri khasAsrom yang membedakannya dengan pengamallain adalah Asrom sering tidak berbuka padawaktu maghrib. Asrom sering berbuka dan sahurpada waktu yang bersamaan yakni sekitar jam22.00 WIB malam hari. Pada saat yang bersamaanini, Asrom baru makan nasi untuk berbukasekaligus sebagai sahur untuk siang harinya.

Pengamalan dala’il Asrom ini dijalani selamadua tahun dalam komunitas pesantren dan satutahun di luar pesantren. Hal ini dilakukan karenapada saat itu, orang tua Asrom tidakmenyarankannya untuk menuntut ilmu selainilmu agama. Asrom sendiri memiliki keyakinanbahwa menuntut ilmu di luar ilmu agama sangatpenting. Akhirnya atas saran pak Akhmad dariTayu, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, di depanorang tuanya, Asrom diperbolehkan untukmencari ilmu di luar Pendidikan Guru Agama(PGA).

Hal lain yang menarik dari Asrom adalahdalam mengamalkan dala’il, Asrom selaluberusaha mengamalkan wirid-wirid atau ibadahyang menurut anjuran para Kyai merupakanwasilah untuk dipermudah rizki. Asrommenjadikan ibadah salat Dhuha sebagai ibadahyang wajib dan ini sudah dijalaninya sejak tahun1995 seperti disampaikannya berikut ini:

“Saya selalu berusaha bahkan saya wajibkanpada diri saya untuk melaksanakan salat dhuha.Umumnya saya laksanakan sebelum keluarrumah atau kantor, kira-kira jam 07.00 WIB, barusetelah itu mempersiapkan dan membantu anak-anak saya untuk berangkat sekolah”.11

Dala’il yang diwirid ketika masih dipesantren, biasanya diselesaikan Asrom dalamdua kali khatam. Namun setelah menjalanikehidupan rumah tangga dan terbentur dengankesibukannya sebagai anggota DPD sekaligussebagai pengusaha, Asrom tidak lagi melakukan

wirid seperti ketika dia masih tinggal dilingkungan pesantren Kudus. Meskipundemikian, setiap kali memiliki kepentingan, Asromtetap setia membaca salawat dala’il dalam satumajlis. Semua ini dilakukannya dengan harapanapa yang menjadi hajatnya bisa terkabulkan.c. Dinamika Usaha Pengamal Dala’il Khairat

Selain dikenal sebagai politikus, Asrom jugadikenal sebagai pengusaha yang cukup sukses.Usahanya bermula dari berjualan es lilin ketikamasih kecil, menjadi loper koran ketika kuliah,sampai akhirnya menjadi pengusaha mebel.Asrom mengaku bahwa dalam setiap usaha yangdijalaninya ini, ia kerap menemui beragamrintangan dan hambatan. Setiap dua tahunmenjalani usahanya dengan lancar, seringkali duatahun berikutnya berjalan tersendat. Hal serupaini sempat terjadi pada tahun 2006 dan 2007.Asrom menyebutnya sebagai sebuah kegagalan.

Usaha furniture, pada awalnya usaha inisangat prospektif dan berkembang dengan stabildi Yogyakarta, bahkan dapat dikatakan sebagaiawal kebangkitan perekonomian Asrom. Justrukarena berharap ingin mendapatkan penghasilanyang lebih, cabang baru yang dibuka di Jakartapada tahun 1996, ternyata kurangmenguntungkan. Setelah dipelajari dandievaluasi, keputusan untuk membuka cabangbaru ini ternyata kurang tepat. Yang lebih baikjustru dengan memperbanyak jaringan. Selaindapat mempergunakan orang pribumi sebagaitenaga kerjanya, usaha semacam ini juga tidakdikategorikan sebagai perdagangan monopoli.Pada saat terjadi gempa tanggal 26 Mei tahun2006, sebagian besar perusahaan Asrom jugaterkena dampaknya, terutama yang berada diJalan Parang Tritis. Usahanya yang semulaberupa warung makan “wong kampung”,sekarang berganti menjadi tempat jual-belimaterial.

2. Luthfi Suharnotoa. Awal Mengenal Amalan

Suharnoto tidak menjelaskan secara spesifiksejak kapan ia memulai amalan dala’il. Semuanyaberawal ketika Suharnoto merasa seakan-akanhidup dalam kegelapan. Semua ini terjadi dalamhidup yang menurutnya penuh kemaksiatankarena tinggal di lingkungan pemuda-pemudayang kurang baik akhlaknya. Ketika masihtinggal di Semarang, Suharnoto kerapkali terlibat11Wawancara Asrom Asram (6 Juni 2007)

Page 46: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

46 Modal Sosial Pelaku Dalail Khairat ...

konflik brutal dengan pemuda-pemudatetangganya. Tentu tidak hanya itu, Suharnotojuga seringkali minum, main perempuan, bahkanmembunuh pun sama sekali bukan hal yangditakutinya. Melalui cerita temannya, Suharnototiba-tiba merasa mendapat petunjuk Allah.Akhirnya Suharnoto memutuskan untukmeminta ijazah dan amalan dala’il dari AhmadBasyir, di daerah Kudus, Jawa Tengah.

Setelah mendapatkan ijin untukmengamalkan, Suharnoto selalu membaca ataumewirid salawat dala’il tersebut sesuai tuntunanyang ada. Dampak dari semua amalannya inimulai dirasakannya ketika Suharnoto bekerja dipelabuhan. Saat bekerja di pelabuhan inilah,Suharnoto merasa karirnya selalu naik.Suharnoto mendapat tawaran jabatan mulai darisebagai manager sampai akhirnya sebagaidirektur. Meskipun jabatan tersebut secara materimenguntungkan, Suharnoto justru memutuskanuntuk pindah bekerja di Bank PembangunanDaerah (BPD) Semarang dan Bank PerkreditanRakyat (BPR) Semarang. Setelah diterima di banktersebut, tidak lama kemudian Suharnotodipercaya sebagai manager. Dalam perjalanankepemimpinannya, Suharnoto sempat mengalamimasalah yang luar biasa berupa kredit macetbesar-besaran yang tidak bisadipertanggungjawabkan di depan atasannya.Suharnoto akhirnya sempat dimasukkan kepenjara. Kehidupan di penjara memberikanpengalaman yang menarik bagi Suharnoto.Selama berada di penjara, Suharnoto selalumenjadi imam dalam salat dan do’a. Dalam setiappermintaan kepada yang maha kuasa, Suharnotoselalu memakai bahasa yang mudah dipahamijama’ah atau makmumnya yakni menggunakanbahasa jawa atau bahasa Indonesia. Padaakhirnya, Suharnoto kerap diminta menjadiimam dalam setiap aktivitas ibadah.

“...Ketika saya memiliki hajat atau keperluan,agar keinginan saya terkabulkan, saya baca wiriddala’il dalam satu majelis”.12

Meski permintaannya sering dikabulkan,Suharnoto tetap membiasakan bacaan salawatnariyah. Menurutnya, salawatnariyah dipahamisebagai bacaan untuk mempercepat hajatdikabulkan, apalagi jika dibaca dalam satu majlis

sebanyak 4444 kali selama 41 hari. Setelah semuaberhasil, Suharnoto juga melakukan tasyakurandengan membaca sejarah dari Syaikh Abdul QadirJaelani berupa kitab Manaqib. Dalam kitab ini,dijelaskan: “kalau kamu didalam mempunyai hajatapapun dan setelah berhasil, kemudian membaca sejarahriwayat saya (Syaikh Abdul Qadir Jaelani), makaakan saya tambahkan.”b. Implementasi Amalan Dala’il Khairat

Dalam mengamalkan dala’il, selain berpuasaselama tiga tahun, Suharnoto juga membaca wiridsesuai tuntunan yang ada dalam kitab dala’il.Misalnya jika memulai wirid pada hari Senin,maka akan berakhir pada hari Ahad atau Minggu.Selain pada waktu-waktu tertentu, ketika adalelang atau tender, dala’il akan diwirid bersama30 jamaa’ah karyawannya dalam satu majlis.Tujuannya tentu saja agar lelang atau tendertersebut dapat dimenangkan. Dalam menjalaniamalan selama tiga tahun, rintangan dan cobaandatang silih berganti. Cobaan ini tidak hanyadatang dari dalam diri pengamal, tetapi jugakeluarganya. Pada tahun pertama amalan,Suharnoto mengalami kecelakaan yang kemudiandisusul oleh kedua orang tuanya yang hampirbunuh diri karena mengalami stres. Setelahdikonsultasikan ke mbah Ahmad Basyir, diamengatakan:

“ ..Memang itu sebuah cobaan, luput nyowomu,yo nyowo wong tuamu. Kalau ujian iki iso lulus, oposing dadi panjalukmu, insyaalah di sembadani Allah(Dalam mengamalkan dala’il, kalau pengamal masihselamat dalam menghadapi rintangan, biasanya orangtuanya juga akan diberi cobaan, tetapi jika ujian inibisa dilalui, maka semua permintaan insyaallah akandi kabulkan”.

Pada tahun kedua, Suharnoto mengalamipenyakit thypus. Cobaan ini bisa dilalui dengansangat mudah dan penuh kesabaran. Pada tahunketiga sebagai detik-detik akhirnya amalan,Suharnoto bersama keluarganya mengalamikecelakaan. Meski mobil rusak total, namunsemua penumpangnya diberi keselamatan. Semuacobaan masih bisa dilalui, tanpa membatalkanpuasa dala’il, apa lagi wiridnya. Artinya dalampuasa dala’il ini, setiap hari harus dilakukan dantidak boleh ada yang dibatalkan dalam setahunkecuali hari-hari yang diharamkan.

Setelah selesai mengamalkan dala’il selamatiga tahun berturut-turut, Suharnoto masihmembiasakan wiridnya. Karena sering membaca12 Wawancara Suharnoto (Juni 2007)

Page 47: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

Dialog Vol. 38, No.1, Juni 2015 47

dan mendalami do’a-do’a, maka setiap kaliSuharnoto berangan-angan untuk memilikisesuatu, biasanya dalam jangka waktu satuminggu semua permintaannya kepada Yang MahaKuasa akan dikabulkan.c. Dinamika Usaha Pengamal Dala’il Khairat

Suharnoto termasuk sosok yang dekatdengan dunia seni. Hal ini disebabkan duniausahanya yang lebih terkait dengan entertainmen,termasuk diantaranya: event organizer, property, danproductionhouse. Semua usahanya berada dalamwadah Cakrawala Production yang berdiri padatahun 1989 dan bergerak di bidang rental soundsystem. Pada tahun 1994 sampai tahun 2001,Cakrawala Production telah dipercaya untukmengisi berbagai acara di arena hiburan diSemarang Jawa Tengah atau biasa disebut denganPRPP. Tepat pada tahun 1996, nama CakrawalaProduction berubah menjadi production house danpada tahun inilah mulai Go Internasional.

Usaha yang dijalani Suharnoto, padakenyataannya tidak selalu berjalan mulus danstabil. Artinya dengan sumber daya manusiayang berjumlah 30 orang karyawan, Suharnototidak selalu melibatkan kesemuanya dalam setiapevent. Hal ini dilakukan karena penyelenggaraanevent tertentu belum cukup membiayai hargaproduksi. Oleh karena itu CV. Cakrawalaproduction sekarang ini sedang melakukanpenataan manajemen yang diantaranya dilakukandengan mencoba menawarkan terobosan-terobosan pada masing-masing daerah yangmemiliki potensi untuk dipublikasikan melaluimedia. Usaha ini dimulai dari pembuatan standdan perangkat-perangkatnya untuk kemudiandisosialisasikan ke daerah-daerah melaluipameran atau expo potensi daerah. Selain itukerjasama antar sponshorsip juga selaludigalakkan, misalnya dalam promosi potensidaerah bagi pemerintah tertentu.

3. M. Uci Noor Mukhsina. Awal Mengenal Amalan

Berawal dari sebuah kebingungan, Uci yangsaat itu baru saja menyelesaikan pendidikansantrinya di bidang Tafsir, pulang ke daerahasalnya. Pasca studinya ini, Uci tidak memilikirencana sama sekali untuk dilakukan. Uci sadar,tidak mungkin bisa bekerja di pemerintahankarena ia tidak memiliki ijazah. Uci merasa bahwailmu pesantren yang dimilikinya juga masih

sangat kurang. Pilihan untuk menikah punrasanya tidak mungkin diambil, karena Uci yangmeskipun sudah berumur 31 tahun, belum punyacukup biaya.

Akhirya Uci memutuskan untuk mencariseseorang yang alim, amil, serta memilikikeilmuan yang kuat. Uci menemukan informasitentang seorang Kyai yang barokahi denganmemberikan amalan dala’il di Kabupaten DemakJawa Tengah. Sesampainya di Demak, Ucidisarankan oleh seorang temannya untuk mintaijazah kepada Kyai H. Ahmad Basyir di Kudus,Jawa Tengah. Dari temannya inilah, Ucimemperoleh informasi bahwa Kyai ini juga biasamemberi amalan serupa, namun dibarengidengan aktifitas ibadah puasa layaknya puasaramadan bagi muslim. Sesampainya di Kudus,barulah Uci menerima amalan berupa dala’ilQur’an yakni puasa satu tahun berikut wiridsetiap harinya yaitu mengkhatamkan ataumenyelesaikan minimal satu juz dalam seharisemalam berikut dibarengi do’a-do’anya. Dala’ilini biasa diterima atau disampaikan bagi pemuladalam menjalani amalan sebelum Dala’il Khairatatau puasa tiga tahun dengan wirid salawat nabi.Uci memulai amalan dala’il qur’an tepatnya padatahun 1998. Baru pada tahun 1999-2001, Ucimemulai amalan Dala’il Khairat.b. Implementasi Amalan Dala’il Khairat

Dalam pelaksanaan amalan, Uci selaluberusaha mengamalkan dan melakukan wiridsesuai tuntunan yang ada dalam kitab dala’il.Baginya dengan menjalankan puasa, selainibadah juga berarti berusaha bangun untuksahur sebagai bekal kekuatan di siang hari. Setiapjam 03.30 dianjurkan untuk sahur dan ibadahmalam, namun Uci lebih memilih untuk bangunlebih awal pada jam 02.00 dan melakukan salatmalam serta memohon kepada Tuhan agar semuahajat dipermudah. Ternyata tirakat yangdilakukannya berhasil, permintaan yang dijalaniselama kurang dari dua tahun, dapat terkabulseperti disampaikannya berikut ini:

“Saya selalu bangun jam 02.00 untukmelaksanakan ibadah malam dan di dalamnyasaya menjerit atau memohon dan menangiskepada Allah atas semua hajat-hajatku. Walhasilsetelah berjalan dua tahun dala’il saya, tiba-tibaada orang datang untuk mewakafkan tanahnyaseluas 300 bata atau satu bata sama dengan 14meter persegi untuk dibangunkan sebuah

Page 48: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

48 Modal Sosial Pelaku Dalail Khairat ...

masjid”.13

Seiring perkembangan waktu, semakinbanyak santri yang menuntut ilmu. Sakingbanyaknya, tidak mungkin para santri tidur dimasjid. Akhirnya pewakaf tadi mewakafkan lagitanahnya untuk dibangun pesantren. Awalnyaberupa bangunan tiga lokal, tetapi karena jumlahsiswa didiknya semakin bertambah akhirnyaditambahkanlah enam lokal lantai satu dan enamlokal lantai dua untuk pendidikan umum. Dalamperjalanan waktu, salawat dala’il dan bacaan atauwirid-wirid yang bermuara padadipermudahkannya rizki seperti surat Waqiah,surat al-Mulk, dan surat Yasin, senantiasa selaludiamalkan oleh Uci. Uci menuturkan bahwa apayang dialami ini benar-benar diluarperencanaannya. Dengan selalu memohonkepada-Nya selama tiga tahun berturut-turut,Uci selalu diberi kemudahan dalam menjalanihidup.

Tentu semuanya memerlukan monitoringdan evaluasi, sehingga Uci akhirnya harusmembuat laporan berkala setiap enam bulan sekalikepada para donatur yang berpartisipasi dalampengelolaan pesantren dan sekolah.c. Dinamika Usaha Pengamal Dala’il Khairat

Usaha yang dijalani Uci ada empat bentukyaitu: (1) pendidikan, baik yang di pesantrenMiftahul Huda atau khusus agama maupunpengelolaan pendidikan yang bekerjasamadengan umum; (2) penggilingan gabah; dan (3)travel Jakarta-Kunigan; dan (4) pembuatan rotiyang dikelola dirumahnya sendiri.

Dalam melakukan terobosan baru dalamusaha, Uci biasanya aktif mendatangi setiap evenatau expo tertentu yang dapat memberikansemangat baru dan inovasi dalam berusaha,meskipun terkadang sangat jauh dari latarbelakang keilmuan yang dimilikinya bahkantidak ada sama sekali keterkaitan dengan apa yangselama ini dijalaninya. Uci berupayamengimplementasi semua ide yang diperolehnyadalam setiap even tersebut. Jika sama sekali tidakmampu, Uci tidak segan-segan meminta oranglain untuk menyelesaikannya, meskipun usianyajauh lebih muda. Baginya pekerjaan tersebutdapat dikerjakan teman atau siapapun yangmemiliki keahlian. Hal ini semata-mata dilakukanagar usahanya dapat berjalan, sehingga

operasional kebutuhan pesantren danpendidikan, termasuk memberikan kesejahteraanpara santri dan insentif para guru pendidiknya,dapat dipenuhi pada waktunya.

C. KESIMPULANModal Sosial

Modal Sosial merupakan modal yangdihasilkan dari jaringan sosial atau dariketertarikan seorang individu dengan individu-individu lainnya. Kapital sosial atau yang lebihdikenal dengan sebutan modal sosial dewasa initelah menjadi topik menarik untuk dikaji, terlebihlagi kajian ini dikolaborasikan dengan konseppembangunan, mengingat dalam beberapa kasussebelumnya, pembangunan dilaksanakan tanpamemainkan peran modal sosial, maka yang terjadiadalah kelambanan dalam perjalanannya.Berbicara soal Modal Sosial, para sarjana ekonomitelah lama berbicara, khususnya soal modalekonomi atau modal finansial yang diartikansebagai sejumlah uang yang dapat dipergunakanuntuk membeli atau sejumlah uang yangdihimpun atau ditabung untuk investasi di masayang akan datang.

Modal Sosial mestinya dikaitkan dengankomunitas, dimana Modal Sosial tersebut diekspresikan bahkan dari komunitas sendiriterlihat kuat atau lemahnya Modal Sosialdimainkan, mengingat Modal Sosial dapatdiartikan sebagai kemampuan masyarakat untukbekerjasama demi mencapai tujuannya bersamadi dalam suatu kelompok masyarakat.

Tentu kemunculan Modal Sosial berbedadengan modal manusia, apalagi jikadibandingkan dengan modal ekonomi. ModalSosial sedikit banyak memiliki dua pandanganyang menjelaskan kemunculannya. Hal ini olehBourdieu dan Wacquant,14 adalah sumber dayaaktual atau maya yang berkumpul pada seorangindividu atau kelompok karena memiliki jaringantahan lama berupa hubungan timbal balikperkenalan dan pengakuan yang sedikit banyakterlembagakan. Bourdieu mengembangkanModal Sosial dari upaya menciptakan antropologibudaya reproduksi sosial. Studinya tentangsuku-suku di Al-Jazair selama tahun 1960-an,Bourdieu menggambarkan perkembangan

13Wawancara M. Uci Moch Sanusi Noor (9 Juni 2007)14Field, John, Modal Sosial ( Yogyakarta: Kreasi Wacana,

2010), hlm. 13

Page 49: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

Dialog Vol. 38, No.1, Juni 2015 49

dinamis struktur nilai dan cara berpikir untukmembentuk apa yang disebutnya sebagai habitusyang menjadi jembatan antara agensi subyektifdengan posisi obyektif. Ketika mengembangkangagasannya tentang habitus, Bourdieumenegaskan bahwa kelompok mampumenggunakan simbol-simbol budaya sebagaitanda pembeda yang menandai dan membangunposisi mereka dalam struktur sosial. Bourdieujuga mempertegas pandangannya denganmembuat metafora modal budaya yangmemperlihatkan cara kerja kelompok untukmemanfaatkan fakta bahwa beberapa jenis selerabudaya menikmati lebih banyak status dari padajenis selera budaya lainnya.

Jaringan SosialModal Sosial berupa jaringan sosial yang

kuat antar pelaku ekonomi yang bergerakdibanding perdagangan. Para penjual melakukankaderisasi dari lingkungan keluarganya sendiri.Jaringan sosial terbentuk tidak karena keluargatetapi juga ada kepentingan ekonomi.

Jaringan adalah sekelompok agen-agenindividu yang berbagi norma-norma atau nilai-nilai informal melampaui nilai-nilai atau norma-norma yang penting untuk transaksi untukmenciptakan modal sosial. Jaringan dipahamisebagai pola ikatan yang menghubungkan antarindividu atau ikatan yang ada disekitar individuserta jaringan merupakan hubungan moralkepercayaan. Adapun jenis-jenis dari modal sosialberdasarkan dari jaringan yang membentuknya,ada dua macam tipe. Pertama, bonding social capital,yaitu modal sosial yang dibentuk lewat jaringanyang anggotanya sangat akrab satu sama lain.Putman menyebut bonding ties (ikatan yanganggotanya homogen). Keterhubungan antaranggota, bisa dikarenakan persamaan usia,agama, jenis kelamin, etnis atau perasaan senasib;Kedua, bridging social capital, modal yang inidibentuk lewat jaringan yang anggotanyaberbeda, dan sangat sedikit kesamaan diantaramereka. Menurut Putman, jaringan tersebutdiberi nama bridging ties. Biasanya hubungandiantara anggota jaringan adalah hubunganyang tidak sejajar, sebagai contoh: hubunganburuh dan majikan, hubungan murid dan guru.Dalam jaringan sosial, baik bonding social capitalmaupun bridging social capital terdapat kepercayaan,kerjasama, dan timbal balik.

KerjasamaKerjasama merupakan salah satu komponen

penting dalam modal sosial. Kerjasama lahirkarena adanya kepentingan, prinsip, dan nilaiyang sama serta di arahkan untuk mencapaitujuan bersama. Aktor akan bekerjasama jikamemandang aktor lain bukanlah ancaman darikepentingannya, tetapi dia justru melihat aktorlain adalah kawan yang akan membantu meraihtujuan. Aktor juga akan berfikir bahwa kerjasamadapat menghasilkan output yang lebih besardibandingkan jika mereka saling berkompetisiatau berkonflik.

Dalam bekerjasama juga dibutuhkan adanyakomponen pendukung lainnya, diantaranya;kepercayaan, timbal balik. Kepercayaan akanmemungkinkan orang lain untuk melakukankerjasama, begitu pula sebaliknya,ketidakpercayaan akan menghambat terjadinyakerjasama.

Trust/KepercayaanKepercayaan dibangun melalui interaksi yang

berlangsung dalam waktu yang cukup lama,namun derajat kelamaannya berbeda antara satuorang dengan orang lain. Dalam interaksitersebut, orang harus berbuat dan bertingkahlaku seperti yang diinginkan atau yangdiharapkan orang lain sehingga kepercayaandapat tumbuh. Kepercayaan dapat tumbuhdiantara individu dengan kelompok manapunantara kelompok dengan kelompok lain.[]

Page 50: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

50 Modal Sosial Pelaku Dalail Khairat ...

D A F TA R P U S TA K A

Abdullah, Irwan. The Muslim Businessmen ofJatinom: Religious Reform and EconomicModernization in a Central Javanese Town.Disertasi Ph.D University of Amsterdam,1994.

Field, John. 2010. Modal Sosial. Yogyakarta: KreasiWacana.

Geertz, Clifford. Penjaja dan Raja Perubahan Sosialdan Modernisasi Ekonomi di Dua Kota Indonesia,Jakarta: P.T Gramedia, 1977.

Husein, Thaha. Al-Ayyam, Jilid II, Kairo: DarulMa’arif, Tt.

Feillard, Andre. NU Vis-a-vis Negara: Pencarian Isi,Bentuk, dan Makna. Terj. Lesmana,Yogyakarta: LkiS, 1999.

Partanto, Pius A& Al-Barry, M. Dahlan. KamusIlmiah Populer, Surabaya: Arkola, 1994.

Sairin, Sjafri. Perubahan Sosial Masyarakat IndonesiaPerspektif Antropologi, Yogyakarta:PustakaPelajar, 2002.

Weber, Max. Etika Protestan dan Spirit Kapitalisme,Penerj. TW Utomo & Yusuf Priya Sudiarja.Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006.

William, James. The Varieties of Religious Experience,New York: The New America Library, 1974.

Interview:

1.Wawancara dengn Hafidz Asrom pada 7 April2007

2.Wawancara dengan Suharnoto Juni 2007

3.Wawancara M.Uci Moch Sanusi Noor 9 Juni2007.

Page 51: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

Dialog Vol. 38, No.1, Juni 2015 51

A. PENDAHULUANSecara filosofis, Demokrasi adalah istilah

yang memiliki makna yang bersifat universal,sebagai sebuah konsep yang berkembang menjadiideologi dan dimaksudkan untuk menghindaribahkan menghadapi perilaku kesewenang-wenangan yang cenderung menguat pada sistempemerintahan yang otoriter dan diskriminatif,namun demikian, dalam prakteknya terdapat

perbedaan-perbedaan yang cukup mencolokantara praktek demokrasi di satu negara dengannegara yang lain. Dari perbedaan yang kerap kalimuncul dalam implementasinya sebagai sebuahsistem politik, demokrasi tetap menjunjung tingginilai nya yang paling tinggi yaitu jaminan akanadanya Hak Azasi Manusia (HAM) dimanadidalamnya mengandung prinsip-prinsippersamaan, dihormatinya nilai-nilaikemanusiaan, penghargaan kepada hak-hak sipildan kebebasan, serta dihargainya pluralitas dankompetisi yang fair.

TOPIK

KONTRIBUSI NU SEBAGAI ORGANISASI CIVILSOCIETY DALAM DEMOKRATISASI

S U R Y A N I*)

*) Dosen FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Jl. Kertamukti5 Cirendeu, Jakarta Selatan 15419. Email: [email protected]

**Naskah diterima Maret 2015, direvisi April 2015, disetujuiuntuk diterbitkan Mei 2015

ABSTRAKTulisan ini ingin menggambarkan bagaimana dinamika politik Nahdatul Ulama (NU) sebagai

bagian dari masyarakat sipil di Indonesia dalam konstelasi politik nasional. NU adalah contohkongkrit kekuatan masyarakat dalam bentuk civil society yang keberadaan dan eksistensinya patutdiberikan perhatian. Sebagai sebuah komunitas muslim terbesar di Indonesia, NU dicatat sebagipihak yang lebih awal bersentuhan dan menguatkan konsep civil society di Indonesia, dibandingkandengan komunitas muslim modernis yang diwakili oleh kalangan Muhammadiyah, alumni HMI,atau tokoh muslim lain alumni dari Masyumi, para aktivis dan intelektual NU lebih dahulumemainkan peranannya dalam pengembangan wacana civil society sejak masa kemerdekaan sampaisekarang.

KATA KUNCI:Demokratisasi, Civil Society, Ruang Publik, Nahdliyyin

ABSTRACTThis paper illustrates how the political dynamics of Nahdlatul Ulama (NU) as a part of civil society in

Indonesia in the national political constellation. NU is a concrete example of the people power in the form of civilsociety whose existence should be noted. As the largest Muslim community in Indonesia, NU was recorded as theentity who contacted and reinforced the concept of civil society in Indonesia earlier than other Muslim modernistcommunities. NU activists and intellectuals play an earlier role in developing the discourse of civil society since theindependence to now compared to Muhammadiyah, HMI alumni, or other Muslim leaders alumni from Masyumi.

KEY WORDS:Democratization, Civil Society, Public Sphere, Nahdliyyin

Page 52: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

52 Kontribusi NU Sebagai Organisasi ...

Pada prakteknya demokrasi tidak bisadijalankan secara maksimal tanpa adanyakekuatan penyeimbang atau check and balancessebagai kekuatan kontrol terhadap praktekpemerintahan. Hal tersebut bisa diwujudkandalam beberapa bentuk, seperti oposisi yangterlembaga dalam partai politik yang kalah dalampemilu, institusi sosial non goverment atauLembaga Swadaya Masyarakat (LSM), atau jugakekuatan masyarakat yang terstruktur danmemiliki kekuatan pengaruh yang signifikandalam mekanisme pengambilan keputusan dankontrol atau pengawasan kebijakan publik.

Minimalnya kontrol sosial atas kekuasaanmemberikan potensi yang besar bagi terjadinyapenyalahgunaan kekuasaan dan tindakotoritarianaisme yang menyalahi nilai-nilaidemokrasi. Seharusnya masyarakat dalamkonteks komunitas politik dan sebagai bagianterpenting dalam proses demokrasi memiliki peranyang maksimal sebagai kekuatan kontrol, tidakhanya untuk mengawasi kerja negara, tetapi jugauntuk meminimalisir konflik sosial politik yangkerap kali muncul baik yang bersifat vertikalantara masyarakat dengan negara, maupun yangbersifat horizontal yang terjadi antaramasyarakat.

Kekuatan masyarakat sebagai penyeimbangdalam demokrasi dikuatkan dengan munculnyakonsep civil society atau masyarakat sipil ataumasyarakat madani yang dianggap efektif dancompatibel sebagai bagian terpenting dari kekuatandemokrasi.

Sejak dikenalkan oleh Anwar Ibrahim(waktu itu sebagai wakil perdana menteriMalaysia), konsep civil society dalam konteksIslam Indonesia lebih lekat pada istilahmasyarakat madani, walaupun secara historis,konsep masyarakat madani tidak memiliki dasarfilosofis yang kuat dan cenderung kontraproduktif dengan sejarah pemaknaan civil societysebagai akar konsepnya yang justru memilikikronologi sejarah dari tradisi Eropa non Islamdan cenderung bersifat sekularistik. MenurutIbrahim, masyarakat madani merupakan sistemsosial yang subur berdasarkan prinsip moralyang menjamin keseimbangan antara kebebasanIndividu dengan kestabilan masyarakat. Ciri khasyang melekat pada konsep masyarakat madaniadalah kemajemukan budaya (multicultural),hubungan timbal balik (reprocity), dan sikap saling

menghargai dan memahami (toleransi) denganmenggunakan prinsip-prinsip moral, keadilan,kesamaan, musyawarah, dan demokrasi.1

Secara historis, Konsep civil society lahir padamasa Cicero (106-43 S.M) dan tumbuh sertaberkembang menjadi sebuah konsep masyarakatdi daratan Eropa sekitar abad ke-17 M dalamkonteks dan kondisi masyarakat yang mulaimelepaskan diri dari dominasi agamawan danpara raja yang berkuasa atas dasar legitimasiagama. Agama saat itu mulai tersekularisasidalam arti wewenang dan legitimasi kekuasaanmulai dilepaskan dari tangan agamawan. DiEropa itu pula tumbuh ide demokrasi yangdiawali dengan Revolusi Perancis (1789) dantumbuh pula sistem ekonomi kapitalisme yangliberalistik. AS Hikam mengatakan bahwa civilsociety sebagai gagasan adalah anak kandungfilsafat Pencerahan (Enlightenment) yang meretasjalan bagi munculnya sekularisme sebagaiweltanschaung yang menggantikan agama, dansistem politik demokrasi sebagai pengganti sistemmonarkhi.2

Dengan demikian, civil society sebenarnyamengandung sifat sekularistik, yang telahmengesampingkan peran agama dari segala aspekkehidupan. Dan tentu saja civil society tidak dapatdilepaskan dari kesatuan organiknya dengankonsep-konsep Barat lainnya, seperti demokrasi,liberalisme, kapitalisme, rasionalisme, danindividualisme. Maka menjadi kontradiktif,tatkala banyak pemikir Islam menafsirkan konsepcivil society dengan merujuk kepada masyarakatMadinah pada masa Rasulullah SAW, yang jelastidak mengenal dan tidak pernah menerapkansekulerisme, liberalisme, demokrasi, rasionalisme,dan ide-ide Barat lainnya.

Beberapa kelompok kelompok ormas Islamyang bisa dikategorikan sebagai bagian dari civilsociety di Indonesia seperti NU, Muhammadiyah,HMI, PMII, IMM, IPNU, PII, dan lain-lainmemiliki kontribusi yang cukup penting baik bagiperjalanan sejarah politik Indonesia sejak masapra kemerdekaan sampai pada proses beberapakali terjadinya peralihan kekuasaan dan juga

1 A. Ubaedillah dan Abdul Rozak, Demokrasi, Hak AzasiManusia dan Masyarakat Madani (Jakarta: ICCE UIN Jakarta,2010), 176.

2 Muhammad A.S. Hikam, Demokrasi dan Civil Society(Jakarta: LP3ES, 1999), 2.

Page 53: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

Dialog Vol. 38, No.1, Juni 2015 53

sekaligus menjadi organisasi-organisasi penguatproses demokratisasi di Indonesia.

Dengan metode deskriptif, berdasarkan studiliteratur yang sudah dilakukan tulisan ini akanmenjelaskan bagaimana dinamika politik NUsebagai sebuah kekuatan Civil Society danbagaimana kontribusinya dalam prosesdemokratisasi di Indonesia. Paradigma yangdigunakan adalah dengan menelaah sejarah NUmulai dari berdiri, proses dinamika organisasiyang terbangun dan beberapa catatan tentang apasaja yang sudah dilakukan oleh NU dalampercaturan politik di Indonesia. Tulisan ini di tulisberdasarkan teknis penulisan yang tertera dalampanduan penulisan jurnal yang sudah ditetapkanoleh redaksi Jurnal Dialog yang merujuk padateknik penulisan model Chicago.

PermasalahanNahdatul Ulama (NU) adalah sebuah

organisasi keagamaan yang pernah menjadipartai politik dan memiliki peran yang cukupsignifikan dalam perkembangan politik Indonesiapaska kolonialisme, lalu mengalami reorganiasidengan kebijakan kembali ke khittah 1926 yangsecara otomatis memutus hubungan formal NUdengan PPP sebagai wadah politik Islam di eraOrde Baru, Hal ini memberikan konsekwensi logiskepada NU untuk mencari format lain danalternatif model gerakan dalam menunjukkaneksistensinya sebagai organisasi besar umat Islamdi Indonesia.3 Kembali ke Khittah 1926 tidakmematikan peran politik NU, hanyamenggesernya dari peran struktural menjadiperan kultural dalam format organisasikemasyarakatan yang lebih jelas program-program sosialnya, walaupun secara individual,para aktivis NU masih banyak yang menyebardi berbagai macam organisasi politik, partaipolitik berbasiskan Islam, partai politik yangberideologi nasionalis, duduk di antara jajaraneksekutif, menjadi anggota legislatif, dan lain-lain.Namun mereka tidak berpolitik dengan membawabendera NU, namun bergerak secara personalnamun membawa semangat NU baik secarareligius maupun secara politis. Model gerakanselanjutnya yang di pilih NU adalah dengan

menjadi organisasi sosial keagamaan biasanamun dengan program program penguatanmasyarakat yang dikenal sebagai organisasi civilsociety yang oleh NU disebut dengan istilahmasyarakat sipil.

Karena itu perlu dikaji lebih dalam,bagaimana peran NU sebagai kelompok civil societyIslam Indonesia dalam hal ini Nahdatul Ulamadan apa kontribusinya bagi proses demokratisasiyang sedang berlangsung di Indonesia?

Kiranya pertanyaan tersebut bisa menjadistarting point untuk bisa menelusuri lebih dalamkontribusi Islam Indonesia yang kali ini diwakilioleh eksistensi NU secara lebih luas dalam kontekskehidupan politik di Indonesia denganmenggunakan paradigma civil society.

Kerangka KonsepSecara etimologis, civil society berasal dari

istilah Latin, civilis societas, mula-mula dipakaioleh Cicero (106-43 S.M), seorang orator danpujangga Roma. Beliau memberikan defenisi yangmengacu kepada gejala budaya perorangan danmasyarakat. Masyarakat sipil disebutnya sebagaisebuah masyarakat politik (political society) yangmemiliki kode hukum sebagai dasar pengaturanhidup. Adanya hukum yang mengatur pergaulanantar individu menandai keberadaban suatu jenismasyarakat tersendiri. Masyarakat seperti itu dizaman dahulu adalah masyarakat yang tinggaldi kota. Dalam kehidupan kota penghuninyatelah menundukkan hidupnya di bawah satu danlain bentuk hukum sipil (civil law) sebagai dasardan yang mengatur kehidupan bersama. Bahkanbisa pula dikatakan bahwa proses pembentukanmasyarakat sipil itulah yang sesungguhnyamembentuk masyarakat kota.

Pemaknaan civil society sebagai sebuah konsepmasyarakat politik mengalami beberapa fasetahapan perkembangan, yaitu:

Fase pertama: Aristoteles (384-322 SM)memandang civil society sebagai sistem kenegaraandan bahkan identik dengan negara itu sendiri,konsep ini difahami sebagai koinonia politike yaitusebuah komunitas politik tempat warga dapatterlibat langsung dalam berbagai percaturanekonomi-politik dan pengambilan keputusan.Aristoteles menggunakan istilah ini untukmenggambarkan sebuah masyarakat politik yangmemiliki kedudukan yang sama di depan hukumyang menjadi bagian dari etos atau seperangkat

3 Bahtiar Effendy, Repolitisasi Islam: Pernahkah Islam BerhentiBerpolitik?( Bandung: Mizan, 2000), 177.

Page 54: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

54 Kontribusi NU Sebagai Organisasi ...

nilai yang disepakati tidak hanya berkaitandengan prosedur politik, tetapi juga sebagaisubstansi dasar kebijakan dari berbagai bentukinteraksi di antara warga negara.4

Masih pada fase ini, pemikiran Aristotelesdilanjutkan oleh pemikiran Marcus TulliusCicero (106-43 SM) yang menggunakan istilahsocietes civilies yang dimaknai sebagai komunitasyang mendominasi komunitas lain. Konsep inilebih dekat pada istilah city state atau negara kotayang didalamnya terdapat konsep civility ataukewargaan dan urbanity atau budaya kota.5

Selanjutnya istilah political society diambil dandihidupkan lagi oleh Thomas Hobbes (1588-1679M), John Locke (1632-1704) dan Rousseau (1712-1778) untuk mengungkapkan pemikirannyamengenai masyarakat dan politik. Lockeumpamanya, mendefinisikan masyarakat sipilsebagai “masyarakat politik” (political society).Masyarakat politik itu sendiri, adalah merupakanhasil dari suatu perjanjian kemasyarakatan (socialcontract), suatu konsep yang dikemukakan olehRousseau, seorang filsuf sosial Prancis abad ke-18.

Fase kedua: pada tahun 1767konsep civilsociety dikembangkan oleh Adam Ferguson yangdisesuaikan dengan konteks sosial politik diSkotlandia. Pengaruh revolusi industri danberkembangnya kapitalisme yang secara empirismemunculkan ketimpangan sosial di tengahmasyarakat membuat Ferguson mengidentikkanwacana civil society ini dengan menguatkan faktoretika didalamnya.6 Ketimpangan sosial yang adabagi Ferguson adalah sebuah fenomena yangharus dihilangkan dan hal itu bisa dilakukandengan semangat solidaritas sosial dan sentimenmoral yang sebenarnya secara alamiah sudahdimiliki oleh masyarakat dan bisa digunakan jugasebagai alat untuk menghalangi munculnyakembali despotisme dalam bentuknya yang lainyaitu yang sudah berkolaborasi dengankepentingan kapitalisme. Dalam hal ini Fergusonmelihat konsep civil society sebagai wadah bagimasyarakat untuk menjalankan tanggung jawabsosialnya.

Fase ketiga: muncul pemikiran ThomasPaine pada tahun 1762 yang memaknai wacana

civil society sebagai antitesis negara.7 Bagi Paine,peran negara harus dibatasi karena kalau tidak,maka negara hanya akan memberikan kehidupanpolitik yang buruk bagi masyarakat, negaraadalah wujud dari kekuasaan yang diberikanoleh masyarakat yang menginginkan jaminankesejahteraan. Pada konteks ini, civil society harusmenjadi kekuatan besar yang mampumengontrol negara agar tidak masuk dalampraktek otoritarianisme dan despotisme.

Fase keempat: Pembedaan antara masyarakatsipil dan negara timbul dari pandangan Hegel(1770-1831), pemikir Jerman yang banyakmenarik perhatian, yang ditentang dan sekaligusdiikuti oleh Karl Marx (1818 – 1883) dan AntonioGramsci (1891 – 1837)8. Ketiga tokoh diatasmemandang civil society sebagai elemen ideologiskelas dominan.

Seperti Locke dan Rousseau, Hegel melihatmasyarakat sipil sebagai wilayah kehidupanorang-orang yang telah meninggalkan kesatuankeluarga dan masuk ke dalam kehidupanekonomi yang kompetitif. Ini adalah arena,dimana kebutuhan-kebutuhan tertentu ataukhusus dan berbagai kepentingan peroranganbersaing, yang menyebabkan perpecahan-perpecahan, sehingga masyarakat sipil itumengandung potensi besar untukmenghancurkan dirinya. Tapi di sini, masyarakatsipil bukanlah dimaknai sebagai masyarakatpolitik. Yang dipandang sebagai masyarakatpolitik adalah negara. Oleh Hegel, masyarakatsipil dihadapkan dengan negara. Agaknya, dariteori Hegel inilah dikenal dikotomi antara negaradan masyarakat (state and society). Hegel lebihlanjut menjelaskan bahwa dalam struktur sosial,civil society memiliki tiga entitas sosial, yaitu:keluarga, masyarakat sipil, dan negara. Keluargaadalah ruang sosialisasi pribadi dari anggotamasyarakat yang harmonis, masyarakat sipilmerupakan lokasi atau tempat berlangsungnyaberbagai macam bentuk kegiatan pribadi dansosial, sedangkan negara merupakan representasidari ide universal yang bertugas melindungikepentingan publik dan memiliki hak untukmelakukan intervensi terhadap masyarakatnya.9

Karl Marx memandang Civil Society dalam

4 A. Ubaidillah, Ibid., 178.5 Ibid.6 Ibid.

7 Ibid., 179.8 Ibid.9 Ibid.

Page 55: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

Dialog Vol. 38, No.1, Juni 2015 55

konteks hubungan produksi kapitalis sebagaikelompok borjuis. Bahkan lebih jauh menurutMarx, untuk membebaskan manusia daripenindasan kelas pemilik modal, dan terciptanyamasyarakat tanpa kelas civil society harusdilenyapkan. Antonio Gramsci justrumemandang civil society tidak dalam porsiantagonisme kelas sosial, namun lebih pada sisiideologis yaitu pada basis superstruktur yangberdampingan dengan negara dan menyebutnyadengan political society. Konsep ini juga dimaknaisebagai tempat perebutan posisi hegemoni diluarkekuatan negara dengan menggunakankonsensus dalam masyarakat.10 Proses hegemonitersebut bergantung pada peran kelompok-kelompok intelektual dalam masyarakat baikyang masuk dalam kategori intelektual organikmaupun intelektual tradisional.

Fase kelima: Rumusan konsep civil societyyang agak maju dibuat oleh Alexis de Tocqueville(1805 – 1859) setelah melakukan penelitianlapangan yang hasilnya dimuat dalam karyanya“Democracy in America” yang terinspirasi olehMontesquieu. Ia berpendapat bahwa asosiasi-asosiasi volunter berguna untuk menjadiperantara aspirasi masyarakat dengan parapengambil kebijakan, dan civil society berfungsisebagai penyeimbang kekuatan negara.11

Masyrakat sipil bagi Tocqueville bersifat otonomdan memiliki kapasitas politik yang cukup tinggiyang membuatnya mampu menjadi penyeimbangpraktek despotisme yang dilakukan negara,konsep ini juga bisa menjadi reflective force ataukekuatan kritis untuk mengurangi frekuensikonflik dalam masyarakat sebagai akibat darimodernisasi.12

Di Indonesia, konsep civil society yangdiidentikkan dengan konsep masyarakat madanidiadopsi oleh Dawam Rahardjo denganmemadukan pemikiran civil society sepertidijelaskan oleh Tecqueville dengan pemikiranJurgen Habbermas dan Hannah Arrendt tentangfree public sphere atau ruang publik yang bebas.13

Pemikiran ini menjelaskan bahwa dengan adanyaruang publik yang bebas, maka setiap individudapat dan berhak melakukan kegiatan secara

bebas dalam menyampaikan pendapat, berserikat,berkumpul, serta berekspresi merespons kerjanegara dan pemerintahan yang perlu dikritisi danjuga didukung.

Muhammad AS Hikam sebagai salah seorangpemikir yang mengupas pemaknaan civil societydiIndonesia, dengan merujuk pada Tocquivillemenyatakan bahwa civil society adalah wilayah-wilayah kehidupan sosial yang terorganisir danbercirikan antara lain: kesukarelaan sosial(Voluntary), keswasembadaan (Self Generating), dankeswadayaan (Self-Supporting), kemandiriantinggi berhadapan dengan negara danketerikatan tinggi dengan norma-norma ataunilai-nilai hukum yang diikuti warganya.14

Secara sederhana dapat digambarkan unsur-unsur civil society yang meliputi:1. Adanya kehidupan pribadi yang bebas tetapi

tidak sewenang-wenang terhadap suatukelompok masyarakat lainnya.

2. Dalam kehidupan bermasyarakat kebebasanindividual tidak terkekang khususnyaberkaitan dengan hak asasi perorangan.

3. Proses itu berjalan diikat dengan aturan-aturan yang luwes tetapi tegas.

4. Tidak terjadi pemaksaan dan keterikatan yangberlebihan tetapi kesejajaran, persamaandalam hak-hak dan kewajiban asasi.

5. Menyangkut aspek sosial ekonomi politik.6. Negara sebagai manager, mediator dan

pelayan yang terkendali.

B. BIOGRAFI SOSIAL-POLITIK NAHDATULULAMA (NU)

Nahdatul Ulama atau NU didirikan padatahun 1926 di Surabaya Jawa Timur sebagaisebuah hasil dari istikharah para pendirinya yaituKH. Khalil Bangkalan dan KH. Hasyim Asyariyang kemudian memberikan restu kepadamuridnya KH. Abdul Wahab Hasbullah untukmendirikan organisasi kemasyarakatankeagamaan atau jamiyyah ijtimaiyyah diiniyyah yangdiberi nama Nahdatul Ulama atau lebih dikenaldengan istilah NU.15

Diawali dengan pembentukan komite Hijazyang bermaksud mengirimkan utusan untukmenghadiri Muktamar Islam di Mekkah tahun

10 Ibid., 180.11 Ibid.12 Ibid.,181.13 Ibid.

14 Muhammad A.S. Hikam, Demokrasi dan Civil Society, 3.15 Choirul Anam, Pertumbuhan dan Perkembangan Nahdatul

Ulama (Surabaya: Duta Akasara Mulia, 2010), 66.

Page 56: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

56 Kontribusi NU Sebagai Organisasi ...

1926, selanjutnya komite ini berubah menjadiormas Islam dengan nama Nahdatul Ulamaseperti yang diusulkan oleh KH. Mas Alwi binAbdul Azis. Kepengurusan NU pertama dipegangoleh KH. Hasyim Asyari sebagai Rais AkbarSyuriyyah, lalu H. Hasan Gipo sebagai ketuaTanfidziyyah dan KH. Abdul Wahab Hasbullahsebagai Katib Syuriyyah.16 Pola organisasi yangdibentuk adalah dengan membagi kepengurusanpada dua lembaga yaitu lembaga syuriyyah yangberanggotakan para kyai senior yang memegangkebijakan organisasi dan lembaga tanfidziyyahyang berfungsi sebagai badan pelaksanaorganisasi yang berisikan tokoh-tokoh ulamayang lebih muda dari berbagai unsur darikeluarga Nahdatul Ulama.

Pada tanggal 21-23 September 1926,dilaksanakan Muktamar NU yang pertama diSurabaya dan menghasilkan beberapa keputusanpenting yang merespons persoalan sosialkemasyarakatan dan keagamaan namun lebihdifokuskan pada pembahasan pokok-pokokkeagamaan tentang penetapan rujukan ulamaNU pada empat mazhab imam-imam besar Islam.Pada tanggal 9- 11 Oktober 1927 dilakukanMuktamar kedua di Surabaya materi-materitentang persoalan sosial menjadi fokus utamapembahasan, seputar masalah muamalah sepertijual beli, gadai, riba, pakaian muslim, dan lainlain. Selanjutnya di bentuk lajnah an-Nasihin yangterdiri dari KH. Hasyim Asyari, KH. BisriSyamsuri, KH. Raden Asnawi, KH. Ma’shum, KH.Mas Alwi, KH. Musta’in, KH. Abdul WahabHasbullah, KH. Abdul Halim, dan UstadAbdullah Ubaid. 17 yang direkomendasikan untukmelakukan sosialisasi kepada masyarakat luastentang keberadaan NU yang kemudian berlanjutpada pendirian cabang-cabang NU di beberapakota.

Pada muktamar muktamar selanjutnya NUmulai dikenal lebih luas dan mendapat simpatiserta dukungan dari banyak kalangan umatIslam, hingga pada tahun 1937 sebagai penguatanorganisasi dan bentuk kepedulian terhadappersoalan dan kebutuhan umat NU membentuklembaga wakaf yang diberi nama badan waqfiyyahNU, selanjutnya didirikan koperasi dengan namaSyirkah Mua’awanah. Dalam bidang pendidikan

NU mendirikan beberapa pesantren danmadrasah, yang kemudian urusan pendidikandipegang oleh lembaga Ma’arif NU sebagairekomendasi dari Muktamar ke-13 di Banten pada11-16 Juni 1938. Pada 18-21 september 1937, NUikut membidani berdirinya MIAI atau al-Majlisal-Islami al-A’la Indonesia bersama beberapa tokohdari organisasi Islam lain seperti KH. AhmadDahlan, KH. Mas Mansur, dan W Wondoanisemowalau NU baru menjadi anggota resminya padatahun 1939.18

Sebagai sebuah organisasi besar yangmemayungi hampir 50 persen masyarakat muslimIndonesia, dan lahir di tengah kondisi politikzaman penjajahan, NU tidak bisa melepaskan diridari tuntutan penguatan organisasi di bidangpolitik. Akar keagamaan dan pengelolaanorganisasi yang dilakukan secara religius menjadipijakan yang kuat bagi NU untuk memasukidunia politik dengan tetap memegang identitaskeislaman sebagai ideologi. Setelah bergabungdengan MIAI yang selanjutnya bermetarfosamenjadi Masyumi (Majlis Syura MusliminIndonesia) pada 1943, dengan pengawasan yangketat dari pemerintahan Jepang, NU merubahstrategi politiknya dengan lebih bersikapakomodatif diplomatis kepada pemerintahanJepang, salah satu indikatornya adalah denganmasuknya KH. Wahid Hasyim menjadi anggotalembaga legislatif Jepang yang bernama Chuo SangIn. Hal ini dimaksudkan agar NU dan koleganyaMuhammadiyah mendapat ruang yang lebihlonggar untuk bisa melaksanakan kegiatan-kegiatan organisasi dan tidak terlalu diawasisecara ketat oleh Jepang.19Politik akomodatif yangdilakukan NU memberikan peluang yang cukupbesar bagi perkembangan organisasi, pada tahun1944, didirikan Jawa Hokokai sebagai lembaga yangmengakomodir masyarakat yang dipersiapkanuntuk menjadi tentara terutama dari kalanganpesantren. Lembaga ini dilatih oleh tentara Jepangdan digunakan untuk menghadapi perang AsiaTimur Raya. Pada kelanjutannya KH. WahidHasyim memunculkan ide pembentukkan laskarHizbullah dan Sabilillah untuk menjadi bagianpenting dari perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Dalam bidang keagamaan, NU berkontribusipada Shumubu atau Kantor Urusan Agama dan

16 Ibid., 67.17 Ibid., 80.

18 Ibid., 107.19 Ibid., 117.

Page 57: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

Dialog Vol. 38, No.1, Juni 2015 57

berhasil membentuk shumuka yaitu KantorUrusan Agama Daerah di sekitar wilayah Jawadan Madura. Dalam konstelasi politik nasional,NU menjadi bagian penting dalam BPUPKI(Badan Penyelidik Usaha Persiapan KemerdekaanIndonesia) dan menjadi bagian dari kelompok 9yang menginisiasi piagam Jakarta yangkemudian berubah menjadi Pancasila.

Pada periode setelah kemerdekaan, sebagaibagian dari Masyumi yang merupakankonsorsium besar organisasi-organisasi besarIslam Indonesia, NU menjadi bagian yang cukuppenting, terutama setelah dilakukannyaMuktamar Ummat Islam pada 7-8 November 1945yang memutuskan Masyumi akan berpartisipasidalam upaya state building politik Indonesia danbertransformasi menjadi partai Masyumi yangdisiapkan untuk mengambil bagian dan posisidalam kontestasi politik dalam pemilihan umum.Namun pada akhir April 1952 berdasarkan padarekomendasi Muktamar ke 19 di Palembang pada28 April – 1 mei 1952, NU menyatakan keluar dariMasyumi dan mendirikan Partai NU, hal inidisebabkan munculnya persoalan dan konflikinternal didalam Masyumi yang berkaitan denganeksistensi NU yang merupakan kekuatan massaterbesar dalam Masyumi namum mengalamiketidaksetaraan dalam distribusi kekuasaan danwewenang di internal Masyumi.

Pada pertengahan 1952, NU bersama PSIIdan PERTI membentuk Liga Muslimin Indonesiayang mengusung komitmen bahwa kebahagiaannegara dan umat manusia bisa tercapai apabilasegala potensi umat dikerahkan denganbersendikan hukum dan peraturan Allahsebagaimana dicontohkan oleh Nabi MuhammadSAW.20 Federasi tersebut dibentuk untukmembangun konsolidasi umat muslim Indonesiadalam menghadapi Pemilihan umum tahun 1955.Konsolidasi ini membuahkan hasil danmengantarkan NU sebagai pemenang ketigasetelah Masyumi dan PNI, dengan perolehansuara sebanyak 6. 955.141 dan memberikan 45kursi di parlemen, sedangkan di jajaran eksekutif,NU mendapatkan 5 posisi menteri.

Selanjutnya pertarungan NU pada ranahpolitik dengan identitas sebagai partai NUmengalami pasang surut dan dilema yang cukup

pelik. NU yang berawal sebagai organisasikeagamaan disibukan dengan carut marut petapolitik kekuasaan yang terjadi, tarik menarikkepentingan politik antara partai politik baikyang sama-sama menggunakan Islam sebagaiideologi ataupun dengan partai politik lain yangmemiliki ideologi berbeda seperti PNI dan PKI.Muktamar NU yang biasanya diwarnai dengandiskusi tentang persoalan keagamaan beralihmenjadi diskusi politik, hal ini tampak padaMuktamar ke 20 di Medan pada Desember 1956.Sepak terjang NU dalam dunia politik praktislebih dikokohkan oleh Presiden Soekarno padapenyusunan kabinet Djuanda, dimana beberapatokoh NU ditunjuk sebagai bagian pentingkabinet yang dibentuk Soekarno sebagaiimplikasi beralihnya kekuasaan dari parlementerke presidensial.21

Dalam merespon gerakan PKI, NUmelakukan koordinasi dan konsolidasi yangcukup baik dengan beberapa organisasi Islam lainseperti HMI, PMII, Anshor, Muhammadiyah,beberapa organisasi Kristen dan Katolikmembentuk Komando Aksi PenggayanganGestapu atau KAP GESTAPU yang dikomandoioleh HM Subchan Z.22 PKI dan ideologi Nasakomyang diusung Soekarno akhirnya runtuh yangdilanjutkan dengan bergantinya kepemimpinannasional dari presiden Soekarno ke PresidenSoeharto yang identik dengan Orde Baru.

Politik Orde Baru dan Kembalinya NU keKhittah 1926

Pada masa Orde Baru, Partai NU termasukmenjadi salah satu partai yang di fusikan ke dalamPartai Persatuan Pembangunan (PPP), kondisiini secara otomatis membuat NU kembali kepadabentuk awalnya yaitu sebagai orgasisasikemasyarakatan keagamaan atau Jam’iyyahIjtimaiyyah Diiniyyah yang berkonsentrasi padapersoalan-persoalan dan kegiatan sosial,pendidikan, dan dakwah Islam.

Pada tahun 1983 di Muktamar Situbondobergulir ide tentang NU kembali kepada Khittah1926 dan agar NU menutup rantai poltik praktisdi kancah politik nasional yang dirasa sudah

20 Ibid., 199.

21 B.J. Boland, Pergumulan Islam di Indonesia 1945 – 1972(Jakarta: Grafiti Press, terjemahan Safroedin Bahar, 1985), 92.

22 Choirul Anam, Pertumbuhan dan Perkembangan NU, 244.

Page 58: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

58 Kontribusi NU Sebagai Organisasi ...

tidak efektif lagi sebagai wadah gerakan bagiupaya menjalankan visi dan misi NU.Sebenarnya isu ini bukanlah isu baru dalam elitekepengurusan NU, namun baru disahkan pada1983 karena pengaruh yang besar dari KH.Ahmad Shiddiq dan KH. Abdurrahman Wahid.23

Secara organisasi, keputusan kembali keKhittah 1926 adalah langkah politik NU yangcerdik, terutama untuk memberikan peringatankepada PPP yang dianggap tidak proporsionalmemperlakukan NU sebagai organisasi Islamterbesar selain hanya untuk memanfaatkan NUsecara elektoral karena basis massa yangdimilikinya yang banyak.24 Secara tidak langsungstrategi ini memberikan ruang kepada para aktivisNU untuk mengembangkan kekuatan-kekuatanpolitiknya di tempat lain yang maumengakomodisi kepentingan politik mereka. NUseperti memurnikan kembali nilai-nilai sosialkeagamaan yang pada awalnya menjadi dasarpendirian NU.

Pada masa reformasi, walau tetap berpegangpada prinsip khittah 1926, NU secara artikulatifmengembangkan sayapnya memasuki beberapakelompok organisasi politik (partai politik)namun tetap tidak maenggunakan identitas NUsebagai background nya. Banyak tanggapan danopini publik yang muncul dalam menilai perilakupolitik NU pada masa reformasi ini, ada yangmenanggapinya dengan positif dan banyak jugayang menilainya secara negatif. Namun satu halyang tidak bisa diingkari, kembalinya NUkedalam politik praktis walaupun hal ini tetapdisanggah oleh PB NU, menunjukkan bahwa NUtidak bisa dipisahkan dari diversifikasi maknapolitik bagi warga NU. Walau terkesanmunculnya ambiguitas dalam NU secaraorganisasi, NU tidak pernah membatasiwarganya untuk masuk dalam wilayah politikpraktis, namun nilai-nilai gerakan sosialkemasyarakatan yang digagas olehAbdurrahaman Wahid atau Gus Dur yangdiamini sebagai wacana masyarakat sipil tetapmenempatkan NU sebagai organiasi Islamtradisional yang konsisten memperjuangkankepentingan masyarakat sipil dan menjadiorganisasi kritis saat berhadapan dengan

kebijakan pemerintah yang tidak berpihak padarakyat.

NU dalam Konteks Civil Society danDemokratisasi di Indonesia

Dalam konteks Islam Indonesia, masyarakatmuslim yang nota benenya merupakan mayoritasdi Indonesia memegang peranan yang pentingdalam eksistensi civil society sebagai kekuatan sosialpolitik. Potensi ummat Islam Indonesia baik secarakuantitas maupun kualitas merupakan pondasidasar dalam penguatan civil society.

NU adalah contoh kongkrit kekuatanmasyarakat dalam bentuk civil society yangkeberadaan dan eksistensinya patut diberikanperhatian. Sebagai sebuah komunitas muslimterbesar di Indonesia, NU dicatat sebagi pihakyang lebih awal bersentuhan dan menguatkankonsep civil society di Indonesia. Seperti dikatakanoleh Greg Barton sebagaimana di kutip olehHendro Prasetyo, bahwa dibandingkan dengankomunitas muslim modernis yang diwakili olehkalangan Muhammadiyah, alumni HMI, atautokoh muslim lain alumni dari Masyumi, paraaktivis dan intelektual NU lebih dahulumemainkan peranannya dalam pengembanganwacana civil society, setidaknya untuk dua dasawarsa terakhir.25

Kalangan intelektual NU menggunakanistilah civil society dengan menerjemahkannyasebagai “masyarakat sipil” dan bukan masyarakatmadani seperti yang sering digunakan oleh paramodernis. Mengutip yang dikatakan oleh ASHikam, bila menerjemahkan civil society kedalammasyarakat madani yang apabila ditelusuri akarsejarahnya merujuk pada fenomena masyarakatmadinah pada zaman Rasulullah MuhammadSAW, maka akan memunculkan kekhawatiranakan menjadikan wacana civil society yangditerjemahkan menjadi masyarakat madanimenjadi salah satu wacana menjadikan Islamsebagai visi alternatif bagi konsepbernegara.26Bagi NU, Civil Society bukanlah konsep

23 Bahtiar Effendy, Repolitisasi Islam, 179.24 Ibid., 178.

25 Hendro Prasetyo, Ali Munhanif, dkk., Islam dan CivilSociety: Pandangan Muslim Indonesia (Jakarta: PT Gramedia danPPIM UIN Jakarta, 2002), 106.

26 AS. Hikam, “Nahdatul Ulama, Civil Society, dan ProyekPencerahan”, dalam kata pengantar Ahmad Baso, Civil Societyversus Masyarakat Madani; Arkeologi Pemikiran Civil Society dalamIslam Indonesia (Bandung: Pustaka Hidayah dan LAKPESDAMNU, 1999), 9-14.

Page 59: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

Dialog Vol. 38, No.1, Juni 2015 59

alternatif sistem politik, apalagi upaya untukmelakukan Islamisasi, walau gerakan masyarakatsipil yang dilakukan oleh NU bertujuan untukmengintegrasikan nilai-nilai Islam dalamkehidupan masyarakat dan menjadikan Islamsebagai salah satu nilai bagi gerakan perlawananterhadap negara yang otoriter. Di tegaskan olehHikam bahwa Islam di Indonesia itu bersifatkomplementer, karena itulah penggunaan maknamasyarakat sipil membuka peluang kerjasamadengan kelompok yang lain yang memilikiagenda serupa yaitu pemberdayaan masyarakatmelawan otoritarianisme yang dilakukanpemerintah.27

Walau tidak menerjemahkan civil societydengan pemahaman masyarakat madani, Hikamtidak menafikkan peran agama dalammenumbuhkan civil society di Indonesia,menurutnya, agama telah memainkan peran besardalam merangsang aksi-aksi sosial dan politikuntuk melawan kekuasaan politik dan ideologiyang dominan yang tidak berpihak pada rakyat.Gerakan sosial yang dilakukan oleh agamamemang cenderung kurang terorganisir danbelum memiliki program yang konkrit, namunperan agama sebagai kekuatan dengan basismassa yang besar bisa menjadi pendorong bagidilakukannya perlawanan sosial dan politik.28Penggunaan istilah masyarakat sipil dikaitkandengan pengalaman politik NU dalam panggungpolitik di Indonesia dan upaya NU untukmerumuskan identitas dan visi masyarakat NUtentang model gerakan sosial yang harusdilakukan terutama untuk berhadapan dengankuatnya dominasi negara. Istilah masyarakat sipiljuga digunakan sebagai penguatan artikulasipolitik NU yang berusaha menjadi otonom darinegara dan memposisikan diri sebagai counterhegemony terhadap besarnya dominasi negara,Identitas NU sebagai masyarakat sipil menguatpada masa Orde Baru yang kurang memberikankesempatan kepada NU dalam pentas politiknasional secara praktis, yang berakibat padaterpingirkannya aktivitas politik para tokoh NUterutama pada akhir tahun 1980-an.29

Komitmen NU untuk berperan aktif di luarorbit pemerintahan pada masa Orde Baru tidakhanya dilatar belakangi oleh perlakuandiskriminatif yang diterima, tetapi juga karenaNU sebagai organisasi besar ummat Islam merasasudah memiliki modal sosial yang cukup danmampu dengan percaya diri menempatkan posisisebagai check and balances dalam pemerintahan,walaupun tetap saja Orde Baru menganggapnyasebelah mata.

Menurut Hendro Prasetyo, setidaknya adadua hal penting yang bisa menjadi dasarterbentuknya modal sosial NU untuk menjadibagian dari civil society, yaitu:30

a. Kembalinya NU ke Khittah 1926 padaMukhtamar Situbondo tahun 1984, dimanakomitmen awal didirikannya NU adalah sebagaiorganisasi sosial keagamaan yang bergerak padabidang – bidang sosial, agama, pendidikan danberorientasi pada kesejahteraan ummat.Keinginan untuk kembali kepada khittah 1926merupakan wujud dari reorientasi sosial politikNU setelah sekian lama terlibat aktif dalam politikpraktis sebagai sebuah partai politik pada era1950-an sampai masuk dalam fusi PPP di era OrdeBaru. NU secara signifikan merubah haluangerakan dari politik praktis ke arah gerakan sosialbudaya yang berorientasi pada pemberdayaanmasyarakat. Keputusan kembali ke Khittah 1926memberikan dua keuntungan yang strategis bagiNU, pertama; mengembalikan fungsi ulama NUdalam kepemimpinan organisasi, kedua;melepaskan NU dari keterkaitannya dengan partaipolitik atau organisasi politik manapun yangakan membuat NU leluasa bergerak danmenjalankan program-program sosialkemasyarakatannya.

b. Munculnya generasi-generasi mudaterpelajar NU yang disebut sebagai generasikedua yang tidak hanya terkonsentrasi dipesantren-perantren (seperti generasi pertama)tetapi juga sudah terintegrasi dengan duniapendidikan modern dan mampu memunculkanide-ide tentang pengembangan wacanamasyarakat sipil pada sekitar tahun 1990-an.Generasi kedua ini akrab dengan gagasan-gagasan baru dalam teori-teori ilmu sosial danaktif dalam organisasi-organisasi sosial27 Ahmad Baso, Civil Society dan Masyarakat Madani

(Bandung: Pustaka Hidayah dan LAKPESDAM NU, 1999), 184.28 AS. Hikam, Demokrasi dan Civil Society (Jakarta: LP3ES,

1999), 143.29 Hendro Prasetyo, Ibid., 108. 30 Ibid., 109.

Page 60: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

60 Kontribusi NU Sebagai Organisasi ...

kemasyarakatan baik yang di payungi NUmaupun LSM lain yang memiliki agenda serupa,yaitu mengembangkan wacana masyarakat sipildan menjadikannya alat untuk bisa menjadipenyeimbang pemerintahan.

Muktamar Situbondo tahun 1984 tidakhanya menghasilkan kesepakatan kembali keKhittah 1926 yang pada proses dialognyamengalami perdebatan yang cukup panjangmelibatkan dua kepentingan besar antarakelompok yang ingin tetap NU berada dalampolitik praktis dan kelompok yang secara kritismelihat misi-misi awal NU yang terabaikan danharus segera dilakukan revitalisasi agar ummattidak terbengkalai. Muktamar ini jugamemutuskan KH. Abdurrahman Wahid sebagaiketua umum Pengurus Besar NU lewatpenunjukkan oleh panitia ahl al ahalli wa al Aqdisebagai kelompok ulama senior yang memilikiotoritas untuk memutuskan. Abdurrahmanwahid atau Gus Dur adalah tokoh NU yangdikenal sebagai intelektual muslim dan aktif dibeberapa LSM (LP3ES, LSP, LBH, dan lain-lain)dan memiliki komitmen tinggi pada gerakan-gerakan intelektual dan pemberdayaanmasyarakat. Dipilihnya Gus Dur sebagai ketuaPB NU diharapkan dapat menguatkan NUsebagai organisasi non pemerintah yang memilikikomitmen pada misi pengembangan masyarakatdan diharapkan mampu mengubah paradigmaNU dari perjuangan politik ke perjuangan sosial-ekonomi. Pada Muktamar–muktamar selanjutnya(Muktamar Krapyak 1989, Muktamar Cipasung1994), Gus Dur kembali terpilih walau melawancalon-calon yang ditawarkan Orde Baru.31

Gus Dur mampu membawa NU kembalibersinar sebagai organisasi Nahdliyyin yangmempelopori terbentuknya wacana masyarakatsipil, NU banyak memberikan kontribusi idetentang pembangunan yang berpihak padamasyarakat kecil, bahkan Gus Dur mampumemberi motivasi kepada para intelektual NUuntuk menjadi generasi yang kritis berhadapandengan pemerintah yang represif dan aktifmenjadi generasi yang gigih memperjuangkandemokrasi lewat kegiatan-kegiatan pemberdayaanmasyarakat.32Gus Dur tidak sendiri dalammemperjuangkan wacana masyarakat sipil dan

upaya menjadikan NU sebagai kekuatan sosialkritis pro demokrasi, disekilingnya banyakintelektual muda NU yang memiliki visi dan misiyang serupa untuk mengembangkan NU, merekaadalah para pemikir muda yang telah menempuhpendidikan tinggi di dalam maupun di luar negeriyang berasal dari keluarga NU. Walaupunberlatar belakang keluarga Islam tradisionalis,mereka sudah berkecimpung di berbagaiorganisasi sosial yang mengembangkan wacanakemasyarakatan sebagai basis gerakan, seperti :PMII, HMI, fatayat, Anshor, LP3ES, LSP, LBH,Bina Desa dan banyak organisasi lain. Diatarapara intelektual NU yang cukup berkompetenadalah: M. Ichwan Syam, Slamet Effendy Yusuf,Arief Mudatsir Mandan, Masdar F. Mas’udi,Enceng Sobirin Nadjid, Lies Mustafsiroh Marcus,Muhammad AS Hikam, Fajrul Falakh, MasykuriAbdillah, Ulil Abshar Abadalla, Ahmad Baso, danpara intelektual muda NU lain.

Beberapa kegiatan pelatihan pengembanganmasyarakat dilakukan yang melibatkan paraintelektual muda NU diantara kegiatan yangdilakukan:1. Program kegiatan pendidikan keterampilan

dalam rangka mempersiapkan tenaga relawandi pesantren-pesantren. Kegiatan inibertujuan untuk menjadikan pesantrensebagai patner pembangunan bagimasyarakat desa dengan mensosialisasikandan penggunaan teknologi tepat guna,peningkatan hasil kerajinan, manajemenpemasaran, dan akumulasi modal usaha.33

2. Program pendidikan keterampilan bagi guru-guru dan pimpinan pesantren tentangpemberdayaan masyarakat yang berpusat diPondok pesantren Pabelan, Jawa Tengah danPondok Pesantren Darul Falakh Bogor.Kegiatan ini melibatkan pihak pesantren baikyang berafiliasi NU atau bukan denganperiode pelatihan selama 1 tahun dan mukimdidalam pesantren dengan kurikulumkegiatan keterampilan umum, pertanian danirigasi, bahasa, keorganisasian, advokasimasyarakat dengan kurikulum yangberperspektif soial, politik dan ekonomi.34

Wacana mengenai penguatan masyarakatsipil merupakan agenda organisasi yang

31 Ibid., 119.32 Ibid.

33 Ibid., 125.34 Ibid., 126.

Page 61: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

Dialog Vol. 38, No.1, Juni 2015 61

dijalankan oleh Gus Dur secara sistematis, dariberbagai macam kegiatan yang dilakukan bersamapara intelektual muda NU, yang menggabungkanatau mengintegrasikan dua perspektif yaituperspektif agama secara tradisional dan perseptifsosial secara modern memunculkan penguatangenerasi NU yang mampu menempatkan posisiNU tidak hanya sebagai organisasi Islamtradisional, namun juga sebagai kekuataan sosialpendamping masyarakat menuju kesejahteraanbaik secara ekonomi maupun politik danmemperjuangkan kehidupan bernegara yangdemokratis.

Gus Dur menunjukkan keseriusannya dalamupaya menguatkan masyarakat sipil di Indonesiatidak hanya melalui wacana dan kegiatan-kegiatan yang dibatasi oleh segmentasimasyarakat NU, tetapi lebih luas melibatkanseluruh komponen masyarakat bahkan yangmulti etnis sekalipun, terbukti dengan hubunganyang dibangunnya dengan sangat baik denganbeberapa tokoh lintas agama, organisasi antaretnis dan kelompok-kelompok kepentingan yangsama sama membangun wacana civil society,seperti dikatakannya bahwa keharusan bagigerakan-gerakan Islam di Indonesia untukmenyadari perlunya membentuk format barudalam memperjuangkan kepentingan bersama(bangsa) yang melintasi batas-batas agama dankepentingan sekterianisme dalam menghadapidominasi negara, yaitu suatu perjuangan yanglebih mementingkan masyarakat itu sendiri,bukan bergantung pada negara saja.35

Dengan mengutip Pidato Gus Dur dalamacara PMII, Hendro Prasetyo mengemukakanbahwa eksistensi lembaga keagamaan menjadibagian dari civil society adalah sebuah kebutuhanmendesak bagi negara yang sedang dalam transisidemokratisasi di Indoneisa. Lebih lanjut Gus Durmenyatakan bahwa organisasi- organisasikeagamaan Islam di Indonesia bisa menjadirepresentasi dari gerakan masyarakat sipil, sejauhgerakannya diarahkan pada perjuangan untukmemperoleh tempat dan posisi masyarakat dalamkonteks kehidupan berbangsa dan masihmemiliki fungsi kemasyarakatan dalam upayamemperkokoh posisi masyarakat.36

Sikap kritis, pluralis dan demokratis yang

ditunjukkan Gus Dur mampu memberikanmotivasi yang tinggi kepada para intelektual NUuntuk terus mengeluarkan pemikiran-pemikiranalternatif kritis dan segar dalam meresponkejenuhan masyarakat menghadapipemerintahan yang otoriter. Ide-ide briliant paraaktivis NU memasuki wilayah kajian masyarakatsipil yang berorientasi pada pembangunan,diantaranya ada Masdar F. Masudi yangmelakukan kajian ulang penafsiran fungsi zakatlewat bukunya Agama Keadilan Risalah ZakatPajak yang mengungkapkan bahwapendayagunaan zakat bisa dijadikan sebagai alatdemokratisasi dan mekanisme kontrol terhadapkekuasaan negara.37 Ada pula AS. Hikam, seorangintelektual NU yang mengembangkan wacanacivil society dalam banyak tulisannya seperti“Perlawanan sosial dari civil society terhadapideologi dominan negara”, “Demokrasi dan CivilSociety”, “Ruang Politik yang Terbuka”, “WahanaBagi Proses Demokrasi”, dan tulisan tulisan laintentang wacana civil society yang dikaitkan dengandemokrasi, masyarakat, dan etika bernegara.

Pada lingkup organisasi, didirikan sebuahkelompok studi yang dikelola oleh para aktivisNU dari Yogyakarta yang diberi nama LembagaKajian Islam dan Sosial (LKiS), yang sudahmenerbitkan beberapa buku yang berkaitandengan Islam dan civil society, diantaranya bukuNU, Gus Dur dan civil society yang membahastentang keterkaitan antara NU dan Wacana civilsociety yang di gagas Gus Dur di lingkungan NU.38

Dalam buku itu juga dibahas bagaimana corporateculture yang dibangun NU sebagai organisasitradisional Islam yang berintegrasi denganpemikiran-pemikiran dan mengadopsi ide-idemodern dalam kehidupan masyarakat.

Dalam peta politik nasional, kehadiran paratokoh dan kader NU cukup memberikankontribusi pada dinamika demokratisasi diIndonesia, hampir disetiap lembaga tinggi negaradapat ditemukan para kader NU yang menempatiposisi-posisi strategis, baik itu di Eksekutif,Legislatif, maupun Yudikatif. NU sebagai bagiandari civil society memiliki banyak peran terhadap proses demokratisasi di Indonesia. Secarahistoris, sejak zaman pra kemerdekaan, masa OrdeLama, masa Orde Baru, hingga memasuki era

35 Abdurrahman Wahid, “Intelektual di TengahEksklusivisme”, dalam Prisma, No. 3 XX, 1991.

36 Hendro Prasetyo, 139.37 Ibid., 131.38 Ibid., 143.

Page 62: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

62 Kontribusi NU Sebagai Organisasi ...

Reformasi. Pendekatan yang dilakukan NU dalammenyikapi situasi politik bertujuan untukmenerima asas-asas demokrasi sebagai sebuahkomitmen, karena secara prinsipil nilai-nilai yangdiperjuangkan oleh NU sejalan dengan konsepdasar demokrasi.

Demokrasi meniscayakan terciptanya sikapsaling menghargai di tengah pluralitasmasyarakat Indonesia. Memandang hal ini, makaNU juga memiliki prinsip-prinsip yangmendukung terhadap pluralisme, atau yangdisebut dengan tasamuh (toleran). Artinyabersikap toleran terhadap perbedaan pandangan,baik dalam masalah keagamaan teruma hal-halyang bersifat furu’ atau yang menjadi masalahkhilafiyah maupun dalam masalah yangberhubungan dengan kemasyarakatan dankebudayaan. Disamping itu, NU jugamengedepankan aspek Tawasut danI’tidal.39Tawasut artinya tengah, sedangkani’tidal artinya tegak. Sikap tawasuth dani’tidal maksudnya adalah sikap tengah yangberintikan kepada prinsip hidup yangmenjunjung tinggi keharusan berlaku adil danlurus di tengah-tengah kehidupanbersama.40Dengan sikap dasar ini, maka NU akanselalu menjadi kelompok panutan yang bersikapdan bertindak lurus dan selalu bersikapmembangun serta menghindari segala bentuk pendekatan yang bersifat ekstrim. Prinsip-prinsiptersebut merupakan pengejawantahan dariprinsip kemajemukan manusia dalam Al-Qur’ansebagai bentuk kesadaran akhir pluralitasmasyarakat Indonesia.

Pluralisme dan toleransi sebagaimana yangdijelaskan oleh Hasyim Muzadi adalah bahwaSikap akomodatif yang lahir dan adanyakesadaran untuk menghargai perbedaan ataukeanekaragaman budaya merupakan salah satulandasan kokoh bagi pola pikir, sikap, danperilaku yang lebih sensitif terhadap nilai-nilaikemanusiaan. Dengan demikian, orang tidakharus diperlakukan secara manusiawi hanyalantaran beragama Islam atau sebaliknya terhadappemeluk agama lain, tetapi lebih didasari

pemahaman bahwa nilai kemanusiaan memangmenjadi milik setiap orang.41Sikap hidupdemikian merupakan realisasi dari pandangandemokratis, toleran, dan pluralistik. Prinsipselanjutnya yang dikembangkan oleh NU dansejalan dengan prinsip demokrasi adalahpersamaan (Al-musawah) dan keadilan (al-‘adalah). Bahkan keadilan merupakan nilai islamyang paling fundamental dalam kehidupan. Olehkarena itu prinsip keadilan harus dilakukan dalampengertian secara komprehensif antara lain dalampenegakan hukum (law enforcement), danpersamaan semua orang di hadapan hukum(equality before law) .

C. KESIMPULANSebagai istilah yang modern, civil society sudah

menjadi wacana yang secara inklusif masukdalam ruh organisasi-organisasi sosialmasyarakat di Indonesia, termasuk jugaorganisasi-organisasi keagamaan. NU sebagaiwadah para nahdliyyin dalam mengekspresikandan menunjukkan eksistensi kegiatan sosialkeagamaannya mengambil peran yang sangatpenting pada perkembangan wacana civil societydi Indonesia.Walaupun pernah mengalamipasang surut dan transformasi orientasiorganisasinya, NU dengan konsep kembali keKhittah 1926 mampu memposisikan diri sebagaikelompok agama yang bergerak memperjuangkankepentingan masyarakat tidak hanya padalingkup agama, tetapi juga memasuki wilayah-wilayah sosial poitik yang bergerak secarakultural dan substantif. Dengan mengusungpemaknaan civil society sebagai masyarakat sipilyang kontra posisi dengan negara dan beradadiluar subordinat negara, NU secara leluasamampu menjadi bagian kritis dalam menyikapiperilaku politik negara terutama pada masa OrdeBaru.

Wacana masyarakat sipil yang muncul dikalangan NU mendapat respon yang positif danantusias diantara aktivis NU baik yang senior(para kyai NU) maupun yang masuk dalamkategori intelektual muda NU disebabkan karenaadanya kegelisahan sosial yang muncul akibatperlakuan diskriminatif pemerintah dan beberapakekalahan politis NU pada tingkat nasional.

39M.Masyhur Amin, NU dan Ijtihad Politik Kenegaraannya(Yogyakarta: AlAmin Press, 1996), .86-88.

40Mohamad Shodik, Gejolak Santri Kota: Aktivitas Muda NUMerambah Jalan Lain (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2000), 98.

41Hasyim Muzadi, Nahdlatul Ulama di Tengah AgendaPersoalan Bangsa (Jakarta: Logos, 1999), 61.

Page 63: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

Dialog Vol. 38, No.1, Juni 2015 63

Marjinalisasi yang di lakukan Orde Baru adalahbahan bakar yang efektif untuk menyulutkebangkitan intelektualitas dan daya kritis NUyang sempat mati suri pada masa Orde Lamaketika NU menemukan eksistensinya dalamkancah politik praktis dengan menjadi partaipolitik.

Selanjutnya demokratisasi yang bergaungpasca Orde Baru menjadi wadah yang efektifbekerjanya NU sebagai kelompok civil societymenunjang berjalannya demokratisasi. Walau diklaim sebagai wadah asal sebuah partai politikyaitu partai Kebangkitan Bangsa (PKB), NU tidaksecara formal menyatakan diri sebagai bagian dariparpol tersebut. NU tetap mempertegas dirisebagai organisasi keagamaan dengan ummatIslam sebagai basis massanya dan tetap denganorientasi Islam tradisional yang bergerak secarakultural.

Demokrasi juga dianggap sebagai pilihanyang logis ketika menghadapi realitas masyarakatIndonesia yang sangat plural. Prinsip-prinsiptersebut terejawantahkan dalam doktrin teologis,seperti sikap Tasamuh, Tawasuth, I’tidal yangmenjadi prinsip utama dalam berorganisasi danmengantarkan pada terciptanya sebuahkesamaan hak dan kewajiban di antaramasyarakat Indonesia dan diharapkan akanmampu menciptakan keadilan bagi seluruhrakyat Indonesia.

Tokoh tokoh NU yang ada dalam banyakpartai politik di Indonesia berpolitik secaraindividual, bukan dengan menggunakan namaNU sebagai organisasi yang mengusungnya. Halini menjadi nilai sendiri bagi NU dalammendukung proses demokratisasi di Indonesia,secara perlahan namun pasti, NU makinmenunjukkan identitasnya sebagai bagianpenting dari percaturan politik Indonesia, walautidak secara langsung menjadi bagian daripemerintahan, namun nilai-nilai ke Islaman khasIndonesia yang diusungnya terintegrasi jelasdalam kegiatan politik yang dilakukan olehkader-kadernya baik didalam partai politik,legislatif, eksekutif, maupun di organisasi lainyang dimotori oleh para intelektual NU.[]

Page 64: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

64 Kontribusi NU Sebagai Organisasi ...

D A F TA R P U S TA K A

Anam, Choirul. Pertumbuhan dan PerkembanganNahdatul Ulama. Surabaya: Duta AkasaraMulia, 2010.

Baso, Ahmad. Civil Society dan Masyarakat Madani.Bandung: Pustaka Hidayah danLAKPESDAM NU, 1999.

Boland, B.J. Pergumulan Islam di Indonesia 1945 –1972. Jakarta: Grafiti Press, terjemahanSafroedin Bahar, 1985.

Effendy, Bahtiar. Repolitisasi Islam: Pernahkah IslamBerhenti Berpolitik?. Bandung: Mizan, 2000.

Hikam, A.S., Muhammad. Demokrasi dan CivilSociety. Jakarta LP3ES, 1999.

............... “Nahdatul Ulama, Civil Society, danProyek Pencerahan”. Dalam katapengantar Ahmad Baso, Civil Society versusmasyarakat Madani; Arkeologi Pemikiran CivilSociety dalam Islam Indonesia (Bandung:Pustaka Hidayah dan LAKPESDAM NU,1999).

Muzadi, Hasyim i. Nahdlatul Ulama di Tengah AgendaPersoalan Bangsa . Jakarta: Logos, 1999.

M. Masyhur Amin. NU dan Ijtihad PolitikKenegaraannya. Yogyakarta, Al Amin Press,1996.

Muhammad Shodik, Mohamad. Gejolak SantriKota: Aktivitas Muda NU Merambah JalanLain. Yogyakarta: Tiara Wacana, 2000.

Prasetyo, Hendro, Ali Munhanif, dkk. Islam danCivil Society: Pandangan Muslim Indonesia.Jakarta: PT Gramedia dan PPIM UINJakarta, 2002.

Rahardjo, M. Dawam. Masyarakat Madani: Agama,Kelas Menengah dan Perubahan Sosial. Jakarta:LP3ES, 1999.

Ubaedillah A. dan Abdul Rozak. Demokrasi, HakAzasi Manusia dan Masyarakat Madani.Jakarta: ICCE UIN Jakarta, 2010.

Wahid, Abdurrahman. “Intelektual di TengahEksklusivisme”. Dalam Prisma, No. 3 XX,1991.

Page 65: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

Dialog Vol. 38, No.1, Juni 2015 65

TOPIKINTERPRETATIVE UNDERSTANDING TERHADAP

MAKNA SIMBOL AL-FATIHAH DALAM AMALIAHTASHARRAFUL FATIHAH PADA MASYARAKAT

BANTUL, YOGYAKARTAI M A M M U H L I S & F A T H O R R A H M A N*)

ABSTRAKKegiatan Tasharruful Fatihah merupakan salah satu ritual keagamaan (amaliah) yang tumbuh

berkembang di lingkungan warga Nahdliyin (NU), di Kabupaten Bantul sebagai sarana pengabdian,penyembahan, dan penghormatan kepada Allah SWT. Amaliah ini menjadikan Al-Fatihah sebagaibacaan utama. Prosesi ritual keagamaan tersebut dipandang sebagai simbolisme dengan meyakinibahwa apa yang dilakukannya hanyalah sebuah cara kerja lain untuk sampai kepada yang MahaKuasa. Rangkaian ritual tersebut menjadi salah satu sumber penyemangat lahirnya gerakan beribadahkepada Allah SWT.

Kajian ini menghasilkan rekomendasi bahwa kegiatan amaliah Tasharruful Fatihah yang dimotoripara tokoh Nahdlatul Ulama adalah sebagai upaya mendialektikan antara Islam dan budaya lokaldalam satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan, meskipun antara keduanya terdapat dasar-dasarprinsip lain yang membedakan sumber ajaran keislaman dengan sumber tradisi kemasyarakatan.

KATA KUNCI:Tasharraful Fatihah, Amaliyah, Bantul, Interpretative Understanding

ABSTRACTTasharruful Fatihah is one of religious rituals growing in Nahdatul Ulama (NU) surroundings at Bantul

regency as a means of devotion, worship, and reverence to Allah the Almighty. This ritual recites al-Fatihah as theprimary reading. This ritual procession is barely seen as a symbol of belief that it is a different method to be closerto the Almighty. The series of this ritual becomes one encouraging source for a worship movement towards Allah.

This study recommends that Tasharruful Fatihah initiated by some NU leaders is an attempt of dialoguingIslam with the local culture as an inseparable unity. Nevertheless, there are fundamental differences in the sourceof Islamic teachings versus the source of social traditions.

KEY WORDS:Tasharruful Fatihah, rituals, Bantul, Interpretative Understanding

*) Imam Muhlis: Alumnus Magister Ilmu Hukum Univ. GadjahMada, e-mail: [email protected]; Fathorrahman: [Dosen Fak.Syari’ah & Hukum UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta], e-mail:[email protected]

**Naskah diterima Maret 2015, direvisi April 2015, disetujuiuntuk diterbitkan Mei 2015

A. PENDAHLUANAl-Fatihah berasal dari kata fataha-yaftahu-

fathah yang berati pembukaan dan dapat pulaberati kemenangan. Dinamai demikian karena

dilihat dari segi posisinya surat Al-Fatihah beradapada bagian awal yang mendahlului surat-suratlain di dalam Al-Qur’an.1 Surah ini terdiri daritujuh ayat dan menurut mayoritas ulamaditurunkan di Mekah, meskipun ada sebagianyang mengatakan diturunkan di Madinah.

1 Abuddin Nata, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2009), hlm. 14.

Page 66: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

66 Interpretatif Understanding ...

2 Imam al-Qurthubi, al-Jami’ Li Ahkamil Qur’an, (Kairo:Maktabah Taufiqiyyah, t.th., Juz I), hlm. 122.

3 M. Quraish Shihah, Tafsir al aMisbah, Juz I, (Jakarta: LenteraHati, 2008), hlm. 78.

4 Muhammad bin Bahadur bin Abdullah az-Zarkasyi, Al-Burhan fi Ulum al-Qur’an, (Beirut: Dar al-Ma’rifah, 1391 H, juz1), hlm. 206.

5 Imam Fakhruddin ar-Razi, at-Tafsir al-Kabir, (Kairo:Maktabah Taufiqiyyah, t.th., Juz I), hlm. 180.

6 Munawar Abdul Fatah, Tradisi Orang-orang NU,(Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2011), hlm. 316-317.

Sementara yang lain, berpendapat bahwa suratini diturunkan dua kali, setengahnya diturunkandi Mekah ketika turun perintah salat, dansetengahnya lagi diturunkan di Medinah ketikaturun perintah pengalihan kiblat darimenghadap Baitul Maqdis menjadi ke arahMasjidil Haram.2

Secara teologis, surat Al-Fatihah menjadipenanda bacaan Ilahiyah yang diyakini sebagaidoktrin emanasi oleh setiap ummat Islam. Al-Fatihah pada potongan pertama ayat-ayatnyamengandung ajaran tauhid yang utama,sehingga Al-Fatihah tampak fokus pada keEsaanAllah dan hak-Nya untuk disembah denganpenuh ketulusan oleh seluruh makhluk-Nya.

Dalam ranah interpretasi Al-Qur’an, suratAl-Fatihah sering dianggap sebagai mukaddimahAl-Qur’an yang dapat memberikan benang merahajaran Al-Qur’an. Surat ini dinamakan Al-fatihah(pembuka) karena secara tekstual ia memangmerupakan surat yang membuka atau mengawaliAl-Qur’an. Selain Al-Fatihah, surat ini jugadinamakan oleh mayoritas ulama dengan UmmulKitab (induk kitab).3 Surat ini memang bukansurat yang pertama kali diturunkan, karena suratyang pertama kali diturunkan adalah surat Al-Alaq.4

Sementara dalam konteks pengamalan suratAl-Fatihah, masing-masing ummat Islam jugaberbeda-beda. Sebagian ada yang sekadarmeyakininya sebagai tanda bacaan pembuka Al-Qur’an semata yang tidak mempunyai pengaruhapapun bagi dirinya, sedangkan sebagian yanglain meyakini bahwa Al-Fatihah sebagai doktrinspiritualitas, yang bila membaca surat Al-Fatihahakan merasakan suasana batin yang berbeda darisebelumnya, bahkan ada yang meyakini bahwasurat Al-Fatihah sebagai obat, baik obat jasmanimaupun rohani. Imam Fakhruddin ar-Razi dalamMafatihul Ghaib-nya juga berpendapat bahwasurat Al-Fatihah dapat meringankan seseorangdari siksa kelak di akhir zaman.5

Surat Al-Fatihah ini menjadi sebuah bacaanyang mengandung banyak arti dan tujuan. Iabisa berbentuk obat—secara spiritual—jika dibacauntuk permohonan kesembuhan penyakit, atauia bisa juga berbentuk keselamatan yangdibacakan untuk dirinya agar terhindar darisegala macam malapetaka, bahkan ia pun bisaberbentuk perantara pahala (washilah al-tsawbi)yang dibacakan bagi orang mati dalam sebuahacara tahlilan.

Dalam konteks sosiologis, surat Al-Fatihahmenjadi makna simbol keagamaan yangdiarahkan kepada konteks tertentu sesuai denganmaksud dan tujuannya. Tidak heran jika banyakkalangan yang menggunakan Al-Fatihah sebagaisarana penghubung (washilah) antara apa yangdiinginkan dengan sesuatu yang terwujud. Bagikalangan masyarakat Nahdliyin (NU), misalnya,yang terbiasa dengan kegiatan amaliah,—selalumenjadikan Al-Fatihah sebagai sumber energiyang mampu menyibak tabir ketidak-terbatasanmelalui jargon washilah yang dilekatkan kepadafigur-figur tertentu yang dianggap asketis,6 danmereka menjadikan Al-Fatihah sebagai amalanutama dalam setiap rangkaian amaliahnya.

Di lingkungan warga Nahdliyyin (NU),salah satu amaliah yang menjadikan Al-Fatihahsebagai bacaan utama tersebut adalah TasharrafulFatihah yang telah berlangsung sejak 19 tahunsilam di Desa Wonokromo, Kabupaten Bantul,Yogyakarta, yang diikuti oleh ribuan jama’ah dandiselenggarakan setiap malam Kamis, di bawahpimpinan KH. Abdul Khaliq Syifa. Kegiatanamaliah ini banyak menggunakan Al-Fatihahsebagai prosesi ritual dengan serangkaianpembacaan yang diperuntukkan bagi pribadiseseorang yang hadir, diperuntukkan bagi oranglain yang masih hidup, dan diperuntukkan bagiorang lain yang sudah meninggal dunia.

Kegiatan Tasharraful Fatihah tersebutmerupakan salah satu ritual keagamaan (amaliah)dalam kehidupan masyarakat Bantul yangdilakukan dalam rangka pengabdian,penyembahan, dan penghormatan kepada AllahSWT., yang diimani dan ditegaskan dalamrumusan washilah guna mendekatkan suasanaemosional antara yang mati dengan yang hidup,antara yang sehat dengan yang sakit, antara yang

Page 67: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

Dialog Vol. 38, No.1, Juni 2015 67

7 Cara demikian banyak dilakukan oleh para pendahulu yangmenyemburkan air kepada benda-benda tertentu yang diyakinibisa menjadi sarana penolak balak. Cara ini diyakini sebagai saranatransfer energi positif kepada air yang bila diminum akanmemberikan dampak psikologis yang lebih baik. Terkait denganperubahan sifat air ini, bisa dibaca dari hasil penelitian orangJepang yang dikenal sebagai the power of water.

8 Paul Tillich, Teologi Kebudayaan: Tendensi, Aplikasi,Komparasi, Terj. (Yogyakarta: Ircisod, 2002), hlm. 63. Lihat juga,Markus Hildebrandt Rambe, “Penuntun Simbol-simbol IbadahKristen: Sebuah Ensiklopedi Dasar”, Jurnal STT Intim, MakassarEdisi Khusus 2004, hlm. 24.

miskin dengan yang kaya, antara yang susahdengan yang bahagia, dan antara siapapun yangmengalami berbagai macam situasi, serta didoakanmelalui rangkaian bacaan Al-Fatihah.

Amaliah Tasharraful Fatihah ini tidak hanyamengusung skema ajaran keislaman yangmengacu kepada ketentuan Sunnah Rasul.Namun amaliah ini mengkolaborasikan antaraajaran keislaman dan tradisi yang sarat denganritus kebiasaan masyarakat terdahulu. Hal inibisa dilihat dari prosesi acara yang dilingkupioleh tahapan pembacaan Al-Fatihah sebanyak 41kali yang dibagi dalam tiga fragmen, pertama, Al-Fatihah untuk para leluhur, kedua, Al-Fatihahuntuk orang lain, baik yang sedang mengalamigangguan kesehatan, kesusahan, duka cita, danlain sebagainya. Ketiga, Al-Fatihah untuk dirinyayang menginginkan kebahagiaan hidup baik didunia maupun di akhirat kelak. Selanjutnya,setelah pembacaan Al-Fatihah selesai, makamasing-masing jama’ah larut dari suasanaemanasi yang meniupkan nafasnya ke dalamsebotol air yang dibawa oleh para jama’ah.7

Prosesi ritual seperti itu bagi sebagiankalangan dianggap terlalu melebih-lebihkansebuah ajaran keislaman, bahkan tidak jarangbeberapa kalangan yang tidak sepakat denganprosesi tersebut dan menganggap sebagai praktekbid’ah yang sesat (bid’ah sayyi’ah). Kalangan yangtidak sependapat dengan prosesi tersebutmenggunakan cara pandang literalistik dalammemahami sebuah ajaran keagamaan. Sementarasebagian kalangan berpendapat bahwa ritualkeagamaan yang menyertai prosesi tradisi yangmenggunakan cara pandang simbolisme denganmeyakini bahwa apa yang dilakukannyahanyalah sebuah cara kerja lain untuk sampaikepada yang Maha Kuasa—dalam bahasa PaulTillich, disebut The Ultimate Concern.8

Oleh karena itu, tulisan ini mencoba untukmengetahui fenomena keberagamaan suatu

masyarakat di Kabupaten Bantul Yogyakartayang banyak mengkolaborasikan antara ajarankeislaman dengan tradisi lokal. Setidaknya,sebuah prosesi ritual yang melingkupi amaliahTasharraful Fatihah melalui tiga gradasi pemetaanbacaan al-Fatihah ke dalam tiga fragmen di atas,bisa dipahami sebagai rangkaian simbolik yangmenegaskan makna tersendiri yang tidak bisadipahami melalui cara pandang literalistik, apalagiamaliah Tasharraful Fatihah, lebih banyakmenggunakan bacaan Al-Fatihah sebagai saranautama dalam amaliah untuk mampu menarikperhatian ribuan orang yang rela hadir setiapmalam Kamis.

B. INTERPRETATIVE UNDERSTANDING: SEBUAHKERANGKA TEORI

Dalam pendekatan sosiologi, terdapat tigaparadigma yang melingkupi dasar pemikiran,yaitu fakta sosial, definisi sosial, dan perilakusosial.9 Dari ketiga paradigma ini, yang palingtepat sebagai kerangka teoritik untukmenjelaskan kegiatan amaliah Tasharraful al-Fatihah ini adalah teori definisi sosial yangdikembangkan oleh Max Weber. Teori inimengarahkan sebuah paradigma untukmemahami tindakan sosial antar hubungansosial, di mana “tindakan yang penuh arti” ituditafsirkan untuk sampai pada penjelasan kausal.Untuk mempelajari tindakan sosial, Webermenganjurkan metode analitiknya melaluipenafsiran dan pemahaman (interpretativeunderstanding).10

Metode interpretative understanding berfungsiuntuk menangkap makna maupun pesan yangterkandung di balik teks maupun konteks. Dalamkonteks ini, Talcott Parson mengatakan bahwasetiap orang mempunyai keterbatasan untukmengetahui makna sebuah perilaku seseorangbila dikaitkan dengan lingkungan sekitar yanghanya mendeskripsikan urutan kejadianlahiriah.11 Padahal, masing-masing individumempunyai landasan motivasional yang beragamdalam mengarahkan dan mengerahkan

9 George Ritzer, Sosiologi Ilmu Pengetahuan BerparadigmaGanda, terj. (Jakarta: Rajawali Pers, 2002).

10 K.J, Veeger Realitas Sosial: Refleksi Filsafat Sosial AtasHubungan Individu-Masyarakat dalam Cakrawala SejarahSosiologi, (Jakarta: Gramedia, 1993), hlm. 176-180.

11 Talcott Parson, The Structure of Social Action, (The FreePress, Paperback Edition, 1968), hlm. 583.

Page 68: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

68 Interpretatif Understanding ...

perilakunya.Interpretatif understanding sangat urgen sebagai

landasan teoritik untuk menjelaskan sebuahobyek kajian secara komprehensif yang tidaksekadar mempelajari relasi-relasi lahiriah sematabagi realitas sosial, tetapi juga menjabarkanperilaku seseorang yang bisa dipahami dari dalam,bersifat historis, dan selalu mempunyaihubungan dengan kebudayaan.12 Namundemikian, teori yang dikembangkan oleh MaxWeber ini tidak bermaksud untuk larut dalamdunia subyektivisme an sich maupun penelusurankesesuaian makna perilaku seseorang yang totalseratus persen, tetapi melalui teori ini Weberbermaksud mengembangkan pendekatansosiologi yang bisa menduduki posisi antarakedua kutub ekstrem.13 Secara epistemologis,aliran sosiologis ini juga dikembangkan bertitiktolak dari kenyataan historis dan mengarahkepada pembentukan konsep-konsep, lalubertolak dari konsep-konsep kembali kepadakenyataan historis.14

Secara taksonomis, teori interpretatifunderstanding disusun dalam dua langkah untukmempersatukan unsur-unsur eksistensial batiniyahberupa arti maksud dengan unsur-unsurrelasional yang bersifat lahiriah. Pertama, seorangsosiolog harus memahami arti yang oleh pelakudiberi kepada kelakuannya. Dalam posisi ini,seseorang harus bisa menyingkap arti darimaksud suatu kelakuan seseorang, supaya oranglain bisa memahami apa yang menjadi kehendakseseorang tersebut.

Kedua, pengertian atau pemahaman yangtelah diperoleh, perlu diterjemahkan ke dalamkonsep-konsep. Dalam kaitan ini, konsep bukanmerupakan foto copy dari realitas, melainkan suatuabstraksi dan konstruksi oleh pikiran, karena

realitas yang dihadapi manusia tidak pernahdikenal dalam keseluruhannya. Apa yang dikenalselalu bergantung dari segi pandangan ataupertanyaan yang diajukan. Maka, ilmupengetahuan yang hadir pada suatu saatbergantung kepada reproduksi pandangan dancara pandang seseorang terhadap persoalan yangdihadapinya.15

Kedua langkah yang menjadi penyanggateori interpretatif understanding tersebut, tidakberhenti dengan menafsirkan arti subyektif—perikelakuan menjadi langkah pertama—danmemahaminya melalui tipe-tipe ideal—menjadilangkah kedua,—namun Weber hendakmerumuskan pula keterangan kausal,16 antarakedua langkah tersebut yang menyingkap relasisebab-akibat yang terungkap dalam proposisi-proposisi. Maka, menurut Weber, sosiologi yangpatut dikembangkan sebagai epistemologi ilmusosial tidak hanya mempermasalahkan apa yangsebenarnya terjadi, tetapi juga mengungkapmengapa hal itu terjadi.17 Karena itu, definisisosiologi yang terbangun dalam pemikiran Weberadalah ilmu pengetahuan yang bertujuan untukmemahami kelakukan sosial melaluipenafsirannya.

Posisi teori interpretative understanding yangdapat memainkan peran penting sebagaipengatur perikelakuan sosial juga meliputi cara

15 Dalam hal ini, Max Weber membuat klasifikasi tipe ideal kedalam tiga kategori sebagai representasi rumusan konsep, yaitupertama, tipe ideal yang hendak menyusun kembali suatufenomina historis dan partikuler dalam keseluruhannyaberdasarkan ciri-ciri yang dianggap relevan. Kedua, menyangkutbagian-bagian yang membentuk kategori pertama. Seperti yangberkaitan dengan tiga tipe wewenang yaitu, kharismatik,tradisional, dan rasional. Ketiga, memuat konstruksi-konstruksikonseptual yang merasionalisir salah satu tipe kelakuan tertentu,seperti free enterprise. Lebih jelas dapat dibaca, Doyle Paul Johnson,Teori Sosiologi Klasik dan Modern (Jakarta: Gramedia, 1994), hlm.217-218.

16 Namun demikian, relasi-relasi kausal dalam sosiologi tidakbersifat deterministis seperti halnya ilmu alam. Karena sosiologitidiak pernah bisa meramalkan dengan kepastian 100% sebuahperistiwa yang akan terjadi. Dalam hal ini, bersifat umum, analisis-analisis sosiologi dapat menghasilakn suatu probabilitas yangkurang lebih besar. Selain itu, sosiologi dapat menyingkap hal-hal yang mungkin sekali akan terjadi. Dan seluruh pemikirankausal Max Weber diungkapkan dalam kata “probabilitas”. Lebihjelas dapat dibaca, K.J, Veeger Realitas Sosial...hlm. 186-187.

17 Orientasi pemikiran Sosiologi Max Weber yang demikiantelah termanifestasikan dalam salah satu karya monumentalnya,The Protestan Ethic and Spirit Capitalism. Dalam buku ini, Webermenjelaskan suatu sinnzusammenhang antara semangat yangmendasari kapitalisme dan etik Kalvin yang meresapi sebagianumat Protestan pada suatu tahap dalam sejarah. Baca, K.J, VeegerRealitas Sosial...hlm.186.

12 K.J, Veeger Realitas Sosial....hlm. 177.13 Hal ini serupa dengan pengalaman Max Weber yang lain

ketika berupaya meredam perseteruan dan persitegangan antarbidang ilmu, yaitu ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu humaniora yangsama-sama bersikukuh dengan pendirian disiplin tunggalnyamelalui metode ideografik satu sisi dan nomotetik di sisi yanglain. Lalu, Weber menggulirkan proyek kompromisasi untukmembawa kedua kutub metode tersebut ke dalam satu atap (tobring nomothetic and ideographic under one roof) sebagai solusiuntuk meredam pertentangan keduanya. Lebih jelasnya, dapatdibaca dalam Heru Nugroho, “Pengilmiahan dan AmbiguisitasSosiologi”, dalam Yulia Sugandhi, Rekonstruksi Sosiologi HumanisMenuju Praksis (Yogyakarta: Pustaka pelajar kerjasam CCSS,2002), hlm. x-xx.

14 K.J, Veeger Realitas Sosial...hal. 178.

Page 69: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

Dialog Vol. 38, No.1, Juni 2015 69

pandang (world view) seseorang terhadapperikelakuan sosial yang akan dipahami sebagainorma yang diyakini dan diterima oleh pranatasosial. Sehingga, apakah seseorangmenginginkan sebuah struktur sosial yang bisamemberikan kebaikan di satu sisi, dan keburukandi sisi lain bagi kehidupannya,—bergantungkepada cara dia memainkan model penafsirannyadalam memahami perilaku sosial itu sendiri.

Teori interpretative understanding yang menjadipoint of view pemikiran sosiologi Max Weber lebihbanyak menaruh perhatian kepada sebuah prosesyang berlangsung dalam individu-indvidu,meskipun dia tidak melupakan hasil terakhir dariperbuatan. Sementara pemikiran sosiologi EmileDurkheim lebih memfokuskan kepada hasil darisebuah proses, seperti pranata, meskipun juga diatidak melupakan komponen individual didalamnya.18

Dalam terminologi lain, interpretatifunderstanding disebut pula sebagai Verstehen.19 Termaini merupakan metode analitik untuk memahamifenomena sosial yang berkaitan dengan sifatrealitas sosial,20 melalui tindakan rasionalisasiterhadap perubahan sosial dan untukmengkarakterisasi persoalan-persoalan yangterjadi dalam masyarakat modern.21 Selain itu,verstehen juga dapat digunakan untuk memahamisifat manusia dalam mengekspresikan nilai-nilaitertentu dalam hidupnya dan pranata sosialnya.22

Di samping itu, interpretatif understanding atauVerstehen menjadi sarana untuk memahami relasisosial yang diekspresikan dalam kontak antarakedua belah pihak dan mencoba memahamimaksud yang tersirat di antara keduanya. Secarategas, Weber menyatakan bahwa dalam sebuahinteraksi, bukanlah struktur-struktur sosial atauperanan-peranan sosial yang pertama-tamamenghubungkan orang dan menentukan isicorak kelakuan mereka, melainkan arti danmaksud yang dikenakan orang kepada kelakuanmereka.23

Dalam hal ini, Max Weber membatasi

interpretative understanding pada niat subyektifaktor,24 ketika terlibat dalam pergumulanperikelakuan sosial, relasi sosial, dan interaksisosial. Bahkan pranata sosial yang mengatursebuah norma dan konsep-konsep tentangpranata tersebut—di level paling bawah maupunlevel paling atas—tidak lepas dari anatomisubyektivisme yang memproduksi tindakan.25

Pada posisi ini, Weber menempatkan individusebagai batas teratas dan pembawa tingkah lakuyang bermakna.26

Oleh karena itu, secara epistemologis teoriinterpretative understanding dikategorikan sebagaisosiologi interpretatif yang selalu mendekatkancara pandang sosialnya dengan menggunakanpemahaman dan penafsiran untuk melakukanrekonstruksi makna di balik kejadian atauperistiwa yang menghasilkan struktur-strukturdan bentukan sosial.27 Melalui teori ini, makakegiatan amaliah Tasharraful Fatihah dapatdianalisis guna mencermati lebih jauh tentangsignifikansi dan fungsi kegiatan amaliah ini yangdilaksanakan secara kolektif dan mempertemukansituasi diri dan kondisi sosial yang cukupberagam.

C. KHASIAT DI BALIK TUJUH AYAT SURATAL-FATIHAH

Allah SWT. tidaklah menciptakan sesuatudengan sia-sia, tanpa makna dan rahasia. Tidakada satupun hal yang Allah SWT ciptakan atauyang Allah SWT susun kecuali terkandungmakna dan rahasia di baliknya, termasuk salahsatunya adalah surat Al-Fatihah. Banyak rahasiayang terkandung dalam surat Al-Fatihah ini,mulai dari segi jumlah ayatnya, susunannya,sampai isi kandungannya. Semua rahasia inidicoba untuk digali dan dipelajari oleh paraulama.

Paling tidak, ada beberapa keutamaan suratAl-Fatihah, pertama: membaca surat Al-Fatihah adalah salah satu rukun dalam salat.Dengan demikian, ia pun selalu dibaca dalamsetiap salat. Hal ini berdasarkan sabda NabiMuhammad SAW:

18 Ibid., hlm. 194.19 Pip Jones, Pengantar Teori-Teori Sosial: Dari Fungsionalisme

Hingga Post-Modernisme, (Jakarta: Obor, 2010), hlm. 114.20 Ralph Schroeder, Max Weber: Tentang Hegemoni Sistem

Kepercayaan, terj. (Yogyakarta: Kanisius, 2002), hlm. 3-4.21 Ibid., hlm. 5.22 Ibid., hlm. 6.23 K.J, Veeger Realitas Sosial...hlm. 175.

24 Max Weber, Sosiologi, terj, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2009), hlm. 69.

25 Pip Jones, Pengantar Teori-Teori Sosial..... hlm. 114.26 Ibid., hlm. 65-66.27 Ibid., hlm. 115.

Page 70: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

70 Interpretatif Understanding ...

Tidak ada salat bagi orang yang tidak membacaSurah Al-Fatihah (H.R. Ibnu Hibban).28

Keutamaan kedua adalah bahwa Al-Fatihahmerupakan surat paling agung dalam Al-Qur’an.Hal ini berdasarkan sabda Nabi MuhammadSAW:

Dari Abu Sa’id bin al-Mu’alla, ia berkata, Sayasedang salat, lantas Nabi SAW memanggilku, dan akutidak menyahut panggilan beliau. (Usai salat), aku punmenemui beliau dan berkata, “Ya, Rasulullah, sayasedang salat.” Beliau lalu bersabda, “Bukankan Allahberfirman: [Hai orang-orang yang beriman, penuhilahseruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyerukamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepadakamu (QS. Al-Anfal: 24)?”] Kemudian, beliau kembalibersabda, “Maukah kau kuajari sebuah surat yangpaling agung dalam Al-Quran sebelum kamu keluardari masjid nanti?” Maka beliau pun berjalan sembarimenggandeng tanganku. Tatkala kami sudah hampirkeluar masjid, aku pun berkata, “Wahai Rasulullah,Anda tadi telah bersabda, ‘Aku akan mengajarimusebuah surat paling agung dalam Al Quran?’” Makabeliau bersabda, “(Surat itu adalah) AlhamdulillaahiRabbil ‘alamiin (surat Al Fatihah), itulah As Sab’ulMatsaani (tujuh ayat yang sering diulang-ulang dalamsalat) serta Al Quran Al ‘Azhim yang dikaruniakankepadaku”.29

Keutamaan ketiga adalah bahwa Al-Fatihahmerupakan surat sebagai do’a penyembuhpenyakit (rukyah). Hal ini berdasarkan sabda NabiMuhammad SAW:

Dari Abu Said al-Khudri r.a. ia berkata, “Ketikakami melakukan perjalanan jauh, lalu kami singgah disebuah perkampungan. Lalu tiba-tiba datang seorangbudak perempuan sambil berkata, tetua kampung kamisedang sakit, apakah di antara kalian ada yang bisa ?Lalu salah seorang di antara kami bangkit dansebelumnya ia tidak memiliki pengalaman mengobati.Ia lalu membacakan baca’an ruqyah padanya hinggatetua kampung tersebut sembuh. (sebagai hadiah) iadiberikan 30 kambing dan kami juga dijamu dengansusu segar. Ketika ia kembali, kami bilang kepadanya,kamu memang bisa meruqyah atau pernah meruqyah

? dia bilang : saya tidak mengobatinya kecuali denganbacaan ruqyah surah al-Fatihah. Kami sarankanpadanya agar tidak menceritakan hal ini atau nanti kitatanyakan saja masalah ini kepada Rasulullah Saw.Tatkala kami tiba di Madinah, kami menyampaikanhal itu kepada beliau. Lalu beliau berkata, “Siapa yangmengajarinya bahwa al-Fatihah adalah bagian daribacaan ruqyah. Kalau begitu, bagi-bagi saja hadiahnya.Jangan lupa untuk saya.30

Mengenai surat Al-Fatihah yang dapatmenyembuhkan berbagai penyakit, ada beberapapendapat di dalam kalangan para Ulama besarIslam. Pokok perbedaan pendapat itu berkisarpada hadits yang tersebut di atas ini dan beberapaayat Al-Qur’an di bawah ini:

“Hai manusia, sesungguhnya telah datangkepadamu pelajaran dari Tuhanmu, dan penawar(obat) bagi penyakit yg ada di dalam dada, dansebagai penyejuk dan rahmat bagi orang orangyang beriman”.31

“Dan Kami turunkan dari Al-Qur’an sesuatuyangg jadi obat dan rahmat bagi orang-orang yangberiman, dan bagi orang-orang yang zhalim tetaplahmerugi”.32

“Katakanlah, Al-Qur’an itu sebagai petunjuk danpenawar (obat) bagi yang beriman”.33

Oleh karena itu, ayat-ayat dan hadits yangtersebut di atas ini, semua ulama sepakat bahwaAl-Qur’an itu dapat menjadi obat. Tetapi obatapa? Mereka berlainan pendapat. Ada di antaramereka mengatakan sebagai obat dari penyakit-penyakit batin (rohani) saja, tidak dapat menjadiobat dari penyakit-penyakit jasmani. TetapiUlama yang lain mengatakan, bisa menjadi obatbagi penyakit-penyakit rohani dan sekaligusjasmani.34

Itulah faidah surah Al-Fatiah sebagai bagiandari aya-ayat Al-Qur’an sebagai karya yangsangat orisinil yang bermakna sebagai petunjukbagi umat manusia.35 Di dalamnya tidak ada

28 Muhammad bin Hibban bin Ahmad Abu Hatim, Shahih IbnHibban, juz 5, (Beirut: Muassasah ar-Risalah, 1993), hlm. 81.

29 Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin al-Mughirah al-Ja’fi al-Bukhari, Al-Jami’ al-Musnad ash-Shahih al-Mukhtashar, juz 12, (Beirut: Dar ath-Thauq an-Najah, 1422 H),hlm. 450.

30 HR. Bukhari.31 QS. Yunus : 57.32 QS. Al-Isra : 72.33 QS. Fusshilat : 44.34 Fakhruddin Ar-Razi, Mafatih al-Ghaib, juz I, (Beirut: Dar al-

Kutub al-Ilmiyyah, 2000), hlm. 17.35 Fazlur Rahman, Tema Pokok Al-Qur’an, (Bandung: Pustaka

Miza, 1983), hlm. 1.

Page 71: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

Dialog Vol. 38, No.1, Juni 2015 71

keraguan sama sekali, tidak mengada-ada, sertatiada kebohongan. Gaya bahasanya sangat khasdan memukau, tiada bandingannya dan sangatberbeda dengan syair-syair, tulisan-tulisan atauapapun yang merupakan hasil buatan dan karyacipta dari manusia, jin, malaikat, hewan maupuntumbuhan.

Tasharraful Fatihah: Sebagai Bentuk KegiatanAmaliah

Kegiatan amaliah Tasharraful al-Fatihahmerupakan bagian dari ritual keagamaan dalamkehidupan masyarakat beragama di KebupatenBantul Yogyakarta yang dilakukan dalam rangkapengabdian, penyembahan, dan penghormatankepada Allah SWT. yang diimani sembariditegaskan dalam rumusan washilah gunamendekatkan suasana emosional antara yangmati dengan yang hidup, antara yang sakitdengan yang sehat, antara yang miskin denganyang kaya, antara yang susah dengan yangbahagia, dan antara siapapun yang mengalamiberbagai situasi yang kurang baik didoakanmelalui rangkaian bacaan Al-Fatihah.

Kegiatan ini telah berlangsung sejak 19 tahunyang lalu di desa Wonokromo, Kab. Bantul yangdiikuti oleh ribuan jama’ah dan diselenggarakansetiap malam Kamis, di bawah pimpinan KH.Abdul Khaliq Syifa, bahkan pada waktu tertentu,di malam Kamis, kegiatan Tasharraful Fatihah inidiikuti kurang lebih 10.000 jama’ah yang terdiridari berbagai lapisan masyarakat di Yogyakarta,yang dengan tulus dan ikhlas mengikutiserangkaian acara dalam Tasharraful Fatihah secaraistiqomah. Salah satu warga Bantul bernama ibuJumiati memberi kesaksian bahwa ia merasakankepuasan spiritual melalui kegiatan TasharrafulFatihah, bahkan banyak juga para jama’ah lainyang memberikan kesan-kesan yang samadengan maksud dan tujuan yang beragam.36

Keterangan dan kesaksian yang disampaikanpara jama’ah yang rutin mengikuti kegiatanTasharraful Fatihah ini ingin meneguhkan bahwakegiatan amaliah yang berlangsung secara berkalaini sangat memberikan manfaat bagikeberlangsungan hidupnya, baik secara materiilmaupun immaterial. Meskipun menurut sudutpandang lain, bahwa penggapaian kebahagiaan

di dunia yang dilakukan dengan cara mereka—menghadiri kegiatan Tasharraful Fatihah inimencerminkan diskontinyuitas antara prosesyang dilakukan dengan tujuan yang hendakdicapai, karena persoalan dunia bisa dicapaimelalui kerja rasionalitas. Namun, bila merujukterhadap analisa Max Weber, bahwa dalammelaksanakan proses dan menggapai tujuan,terdapat banya cara yang bisa dilakukan gunameneguhkan identitas seseorang untukmemperoleh apa yang diinginkan.37

Analisa secara sosiologis sebagaimanadipaparkan oleh Max Weber, ingin menegaskanbahwa sesungguhnya dalam kehidupan manusiatidak hanya dipenuhi oleh cara-cara rasionaluntuk menggapai tujuan yang rasional. Karena,setiap orang mempunyai keyakinan yangberbeda-beda dalam menterjemahkan sebuahkebahagiaan dan keselamatan yang menjadi cita-cita mulia setiap orang. Maka, tindakan kreatifuntuk memahami bangunan ajaran yang ada didalam agama Islam bisa dilakukan melaluikegiatan amaliah sebagai sarana untuk mencapaikeinginan untuk hidup bahagia dan selamat.Meskipun, bagi sekelompok orang tertentu masihmenganggapnya sebagai tindakan yang terlalu“mengada-ada” dan tidak berdasar kepadasumber yang shahih.

Meskipun demikian, jika merujuk kepadabeberapa pengalaman orang-orang yangmeyakini bahwa kegiatan amaliah bisamemberikan dampak kebahagiaan, dan karenaitu, orang-orang yang meyakininya akan tetapmengikuti berbagai kegiatan amaliah, sepertiTasharraful Fatihah, sebagai salah satu saranasekaligus pedoman yang bisa membimbingkepada jalan yang bisa memberikan kebahagiaanyang diridlai Allah SWT.

Dalam kaitan ini, kebahagiaan yang dialamioleh pengikut amaliah Tasharraful Fatihahmerupakan salah satu dampak psikologis—yangmemberikan nilai ajaran moral—yang dapatmengendalikan perilakunya terhadap antarsesama, sekaligus dampak sosiologis—yangmemberikan nilai ajaran sosial—yang bisamenyadarkan pentingnya akan jalinan interaksi

37 Heru Nugroho, “Rasionalisasi dan Pemudaran PesonaDunia”, Pengantar dalam Ralph Schroeder, Max Weber tentangHegemoni Sistem Kepercayaan, terj. (Yogyakarta: Kanisius, 2002),hlm. ix.36 Wawancara pada tanggal 23/11/2011.

Page 72: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

72 Interpretatif Understanding ...

sosial yang sehat dalam kehidupanbermasyarakat.

Hal ini sejalan dengan analisa sosiologis MaxWeber tentang sistem kepercayaan dan carapandang terhadap ritualisme, bahwa kegiatanamaliah Tasharraful Fatihah menjadi cara pandangbagi jama’ah NU yang bisa memberikankebahagiaan. Karena itu, kegiatan TasharrafulFatihah, yang sudah berlangsung sejak 19 tahunyang lalu dan hingga saat ini masih digemari olehribuan masyarakat Bantul sebagai salah satukegiataan keagamaan yang bisa mencerahkankondisi bathiniyah-nya. Manfaat teologis yangdidapat dari kegiatan amaliah Tasharraful Fatihahberupa ketenangan bathiniyah yangmenunjukkan, bahwa amaliah ini menjadi salahsatu bagian penting yang turut berkontribusibagi peningkatan penghambaan manusia kepadaAllah SWT., dan sarana ibadah untukmeningkatkan ketaqwaannya kepada Allah SWT.

Sementara dampak sosiologis yang diperolehdari kegiatan amaliah Tasharraful Fatihah, bisamempererat hubungan horizonatal antara satujama’ah dengan jama’ah lainnya yangmempunyai beragam profesi tanpa memilah jenisprofesi tertentu untuk membangun solidaritassosial yang lebih akrab, karena dalam kegiatanamaliah ini, semua orang yang hadir mempunyaimaksud dan tujuan yang sama, yaitu menjalinhubungan sosial yang baik antara satu denganyang lain. Nuansa religiusitas yang memadukanantara aspek teologis dan aspek sosilogis inimemberikan kontribusi penting bagi tumbuhnyasolidaritas sosial yang genuine, tanpa disekati olehperbedaan profesi, status, maupun identitaslainnya.

Kesadaran untuk berperilaku lebih baikmelalui refleksi ajaran-ajaran keislaman yangdisampaikan di dalam kegiatan amaliah danberlangsung secara interaktif antara satu denganyang lain, bisa dipahami sebagai rangkaiandialektis yang saling bersinergi—meminjamanalisa sosiolog, Peter L Berger—antara proseseksternalisasi, obyektivasi, dan internalisasi.38

Dengan kata lain, eksternalisasi merupakan mediakehendak secara kolektif untuk menentukan carapeningkatan beribadah dalam bentuk amaliah.Dan cara kehendak yang sudah disepakati dan

diwujudkan dalam rangkaian kegiatan amaliahsecara berkelanjutan menjadi kesadaran obyektifbahwa kegiatan amaliah menjadi keniscayaanteologis yang dipahami sebagai konstruksi ajarankeislaman yang baru.

D.PERAN NU DALAMMENGAKTUALISASIKAN AMALIAHTASHARRAFUL FATIHAH

Sebuah kegiatan keagamaan baik yangbersumber dari kerangka ajaran keislaman ataubersumber dari tradisi kemasyarakatan maupunbersumber dari kolaborasi antara ajarankeislaman dan tradisi kemasyarakatan sepertiyang terjadi pada kegiatan amaliah TasharrafulFatihah ini, bisa berlangsung secara konstan biladigerakkan oleh kekuatan personal yang memilikikapasitas dan kapabilitas yang dapat dipercayasebagai motor penggerak kegiatan tersebut.Sehingga mengikutinya meyakini bahwakegiatan keagamaan tersebut bisa menjadi solusialternatif bagi pengembangan dirinya.

Keberlangsungan kegiatan keagamaan secaraistiqomah serta memberikan nuansa ukhrawi dalamsetiap rangkaian acaranya bisa menjadi perhatianutama yang ditetapkan sebagai kebiasaan baru.Bahkan, masyarakat yang mengikutinya tidaksegan-segan menganggap kegiatan amaliahtersebut sebagai jalan kebenaran yang dapatmemuaskan unsur batiniyah-nya, karena muatanreligiusitas yang dihadirkan dalam kegiatanamaliah tersebut dapat mempengaruhi unsurintrinsik dari dalam hatinya. Pada titik inilah,masyarakat yang akan hadir setiap waktupelaksanaan kegiataan amaliah tidak akandiselimuti oleh keraguan terhadap fungsi teologisatas kegiatan amaliah tersebut, apalagi dalamkegiatan ini menyiratkan fungsi lain yangbernuansa sosial yang dapat mengeratkanemosionalitas keummatan dan kemanusiaan bagipengikutnya.

Dalam konteks ini, daya akseptabilitasmasyarakat kepada kegiatan amaliah Tasharrafulal-Fatihah, yang sudah berlangsung selama 19tahun dan mampu dihadiri oleh 5.000 hingga10.000 jama’ah mencerminkan kuatnyakepercayaan mereka terhadap kegiatan amaliahini. Meskipun, bila diukur dengan aspek duniawiyang lebih menonjolkan sisi materialitas maupunlainnya, kegiataan amaliah semacam Tasharrafulal-Fatihah tidak memberikan ruang transaksional

38 Peter L Berger, Langit Suci: Agama Sebagai Realitas Sosial,terj. Hartono, (Jakarta: LP3ES, 1991), hlm. 4-5.

Page 73: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

Dialog Vol. 38, No.1, Juni 2015 73

yang bisa menjembatani kepentinganpengikutnya dengan keuntungan yang ingindiperoleh. Tetapi nihilnya, ruang transaksionalyang berbau materialitas ini tidak menghambatkomitmen mereka yang selalu hadir dalamkegiatan Tasharraful Fatihah yang berlangsungsetiap malam Kamis.

Kondisi demikian mengundang pertanyaanmendasar bagi peneliti, mengapa kegiatan amaliahseperti Tasharraful Fatihah yang berlangsungsetiap malam Kamis ini tetap eksis di tengahgencarnya serangan modernitas yang banyakmenawarkan nilai-nilai materialitas yang serbakalkulasi dan transaksi? Dan bahkan, kegiatanamaliah ini tidak surut oleh gencarnya kelompok-kelompok lain yang selalu melabelisasi kegiatanamaliah seperti Tasharraful Fatihah ini sebagaikegiatan ibadah yang sarat dengan bid’ah.

Menguatnya respon masyarakat Bantulterhadap kegiatan amaliah Tasharraful Fatihahyang rutin berlangsung setiap minggu, tidaklepas dari keterlibatan peran ulama NU yangsecara rajin, ikhlas, dan sepenuh hati menjalankankegiatan amaliah ini. Sehingga, apa yangdilakukan oleh ulama NU berimbas kuat kepadaorang lain yang sama-sama membangunkepedulian yang sama terhadap kegiatan amaliahini. Dalam perkembangan selanjutanya, kegiatanini tidak sekadar dipahami sebagai nilai ibadahyang bersifat vertikal semata—sesuatu yangmenghubungkan manusia dengan Allah SWT,—namun turut dipahami sebagai nilai sosial yangbersifat horizontal—sesuatu yangmenghubungkan manusia dengan manusialainnya.

Kerangka ajaran keislaman yangdisampaikan dalam kegiatan amaliah TasharrafulFatihah ini secara tidak langsung dapatmemberikan pengaruh bagi tegaknya sebuaheksistensi nilai-nilai keislaman di tengah-tengahmasyarakat yang sedang dilingkupi olehperadaban modern. Amaliah ini mengandungjuga unsur kearifan lokalitas—yang menjadi intidari tradisi kemasyarakatan—yang banyakmengajarkan pentingnya penghargaan terhadaparwah leluhur melalui panjatan doa, menghargairitualitas yang bertujuan untuk kesembuhanorang sakit, maupun siraman rohani yangdiperuntukkan bagi orang yang sedang dilandakesusahan, sehingga banyak jama’ah yangmenganggap kegiatan amaliah Tasharraful Fatihah

sebagai sarana re-charging dan sarana refleksisekaligus evaluasi atas segala tindak-tanduknya.

Hadirnya kegiatan amaliah TasharrafulFatihah di Wonokromo, Kab. Bantul yangmenyuguhkan suasana sakralitas namunmemberikan dimensi sosial dalam rangkaianritusnya, tidak terlepas dari keberadaan Kyai Abd.Khaliq Syifa. Keterlibatan ulama NU tersebutsecara konsisten mengayomi masyarakat Bantulmelalui kegiatan amaliah Tasharraful al-Fatihah,39

menjadi pusat perhatian yang sangatmengesankan tersendiri di hati para hadirinketika bacaan Al-Fatihah mengawali serangkaianamaliah dan beranjak kepada wejangan yangdisampaikan dalam tempo waktu 15 menit sebagaipenutup dari kegiatan amaliah tersebut.

Pelaksanaan amaliah Tasharraful Fatihah yanghanya menghabiskan waktu 1 jam, dari jam 20:00– 21:00 WIB, memberikan serapan makna yangmendalam di hati para hadirin. Selain waktukegiatan yang tidak terlalu padat, permulaanpelaksanaan acara yang tepat waktu, responmasyarakat yang hadir berduyun-duyunmenunjukkan kesan simpatik terhadap kegiatanamaliah ini, meskipun jarak tempuh yang dijalanioleh sebagian hadirin sangat jauh dari tempattinggal, tidak menyurutkan mereka untukmenghadiri Tasharraful Fatihah, bahkan parahadirin yang tiba yang di lokasi acara TasharrafulFatihah, dengan ikhlas menunggu 15 - 30 menitsebelum dimulainya acara.

Gambaran suasana para jama’ah yang hadirdalam kegiatan amaliah Tasharraful Fatihahtersebut, menunjukkan kesadaran masyarakatterhadap penghayatan terhadap pentingnyasebuah ibadah dalam bentuk ritual, meskipunformat acara kegiatan amaliahnya memasukkanunsur tradisi yang diwariskan oleh para leluhur,terutama yang berhubungan dengan “ngalapbarokah” Allah yang dipersonifikasi melaluiwujud lain seperti air yang dibawa oleh parahadirin, mengirim Al-Fatihah untuk ulama,syuhada, dan para salafus shaleh lainnya—yangcara-cara demikian—dipercaya bisa memberikankekuatan batiniyah dalam menghadapi tantanganhidup.

39 Bahkan, beliau juga terlibat aktif di sejumlah kegiatanamaliah lainnya yang diselenggarakan di Kab. Bantul. Dan Bantulmenjadi salah Kabupaten terdepan di Yogyakarta yang kommitdengan pelaksanaan kegiatan amaliah ini.

Page 74: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

74 Interpretatif Understanding ...

Amaliah Tasharraful Fatihah yangmemasukkan unsur kebiasaan masyarakat yangsudah menjadi tradisi secara turun-temurun kedalam kegiatan pengajian yang bermuatan syiarkeislaman, seperti Tasharraful Fatihah, sudahbarang tentu tidak menafikan keesaan dankekuasaan Allah SWT. sebagai Tuhan yang hanyasatu-satunya patut disembah. Kegiatan amaliahini tidak pula mengajarkan kesyirikan yang bisamengesampingkan keberadaan Allah SWT.sebagai satu-satunya unsur Dzat yang tidak bisadipersandingkan dengan kekuatan apapun.

Nilai-nilai transformatif yang sangatmenonjol di dalam ajaran Tasharraful Fatihah iniadalah sebagai salah satu dinamika amaliah yangbanyak dilakukan oleh komunitas NU, denganmaksud dan tujuan untuk mengembangkanwacana fikih baru yang berafiliasi kepadakhazanah lokalitas. Sebuah wacana fikih lokalitasyang disertai dengan rumusan pengetahuan yangdapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.Rumusan ini—dalam babak-babak berikutnya—diapresiasi dan diadaptasi oleh intelektual NUsebagai kerangka pemikiran hukum Islam yangprogresif yang pro terhadap kearifan lokal (lokalwisdom). Salah satu contoh adalah lahirnyagagasan pribumisasi Islam yang diprakarsai olehpemikir besar seperti KH. Abdurrahman Wahid.40

Oleh karena itu, berangkat dari kegetirankemajuan zaman yang sudah beranjak ke serbamodernan ini, maka kegiatan amaliah TasharrafulFatihah bisa menjadi oase di tengah samuderakekeringan yang banyak dialami oleh masing-masing individu termasuk orang yang hidup didesa, pesisir, kampung maupun ranah pinggiranlainnya. Dalam hal ini, kehadiran figur ulama NUyang senantiasa tulus mendampingi masyarakatdengan kegiataan keagamaan bisa menjadi potretbakti sosial terbarukan di tengah kuatnyakeengganan masyarakat untuk terlibat aktifdalam acara pengajian maupun amaliah dalamruang publik.

Kegiatan amaliah yang banyak dipeloporioleh ulama NU meniscayakan sebuah seruanrevitalisasi ajaran keislaman yang bisamenghargai nilai-nilai kearifan lokal yang

dahulu pernah menjadi sarana penyebaran agamaIslam.41 Tentunya, yang dilakukan oleh ulamaNU bisa dikategorisasikan sebagai—meminjamistilah Ali Shari’ati—agent of social change—yangmemberikan pengetahuan keislaman yang arifdan bijaksana mencermati setiap kebiasaan lamayang ingin dipertahankan dan setiap kehendakperubahan yang mau diambil untuk sesuatuyang lebih baik.42

Melalui tata kelola pemahaman keislamanyang arif, ulama NU di Kab. Bantul banyakmengajarkan pesan-pesan sosial kepadajama’ahnya dengan melansir ajaran-ajaran Islamyang terkandung di dalam ayat-ayat Al-Qur’an.Bahkan, banyak motivasi sosial yang diberikandalam kegiatan amaliah Tasharraful Fatihah yangbernuansa integrasi inter-personal,43 integrasisosial,44 dan integrasi kultural.45 Dengan harapan,nilai-nilai tersebut bisa dihayati sebagai salah satupedoman untuk memperbaiki diri danlingkungan—disadari atau tidak—telahmengalami degradasi moral yang secara perlahanmulai mengikis karakter keummatan dankebangsaan.

Bermula dari pesan-pesan luhur yang selaludisampaikan dalam kegiatan amaliah Tasharrafulal-Fatihah dapat dianggap sebagai salah satukontribusi besar yang positif bagi tumbuh-kembangnya peradaban manusia sejati—sebagaimana yang dicita-citakan oleh agama,masyarakat dan negara di masa depan, sehinggaummat Islam bisa menjadi motor penggerakperubahan di setiap level kehidupannya dansekaligus menjadi bagian individu yang selalubermanfaat bagi kemasalahatan kehidupanmanusia secara umum.

40 Abdurrahman Wahid, Pribumisasi Islam, dalam MuntahaAzhari dan Abdul Mun’im Saleh, (ed), Islam Indonesia MenatapMasa Depan, (Jakarta: P3M, 1989), hlm. 82.

41 Sebagaimana yang dilakukan oleh Waling Songo. Diantaranya Sunan Kalijaga dan Sunan Bonang yang memadukanunsur tradisi Jawa ke dalam pelaksanaan ajaran Islam. Lihat, WijiSaksono, Mengislamkan Tanah Jawa: Telaah Atas Metode DakwahWalisongo, (Jakarta: Mizan, 1999), hlm. 28.

42 Hal ini terkandung dalam sebuah adagium yang berbunyi“al muhafadlah ‘ala qodim al shaleh wal akhdzu bil jaded al aslah”.

43 Seperti menjalin hubungan yang baik antara satu denganyang lain melalui cara komunikasi yang santun, ramah, elegan,dan asertif, meskipun berhadapn dengan situasi konfliktual.

44 Seperti cara bersosialisasi yang rukun antara satu kelompokdengan kelompok yang lain tanpa mengedepankan perasaanlebih menonjolkan dirinya dan melemahkan orang lain ketikaberhadapan dengan perbedaan.

45 Seperti menghargai nilai-nilai budaya dan kebiasaan yangterdapat dalam suatu suku yang memiliki latar belakang bahasa,gender, dan nilai kemasyarakatan yang melekat pada unsuretnisitasnya.

Page 75: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

Dialog Vol. 38, No.1, Juni 2015 75

E. TASHARRAFUL FATIHAH DAN FIKIHLOKAL: SEBUAH TAWARAN TEORITIK DALAMKAJIAN FIKIH

Hukum Islam (Islamic Law) adalah ketentuanIlahiyah yang memuat berbagai aturan perintahdan larangan menuju kemasalahatan yangbersumber dari Al-Qur’an dan hadits. Untukmemahami berbagai ketentuan yang diatur didalam Al-Qur ’an dan hadits diperlukanmetodologi fiqhiyah (Islamic Jurisprudence) untukmenjelaskan berbagai latar belakang normatif dansosiologis lahirnya aturan-aturan tersebut.Supaya maksud dan tujuan dari segala sesuatuyang diperintah dan dilarang dapat dipahami olehumat manusia sebagai asas manfaat yang dapatmenunjang bagi lahirnya kehidupan yang lebihbaik.

Fakta ini dapat dicermati dari teori-teoripenafsiran seperti asbabun nuzul, asbabul wurud,nasakh-mansukh, dan lain sebagainya yangmenjelaskan keterkaitan historis antara turunnyaayat maupun hadits dengan realitas sosial yangterjadi saat itu, di mana unsur Arabisme yangmenjadi landasan kultural turunnya ayat-ayatAl-Qur’an dan hadits berpengaruh kuat bagikonfigurasi ajaran Islam. Namun yangmenimbulkan pertanyaan krusial dalam kurunwaktu berikutnya, seperti saat ini, misalnya,apakah unsur Arabisme tersebut patut menjadisatu-satunya cara pandang yang harus diikutidan dilaksanakan dalam kehidupan ummat Islam,meskipun ayat-ayat dan hadits yang sarat dengannuansa kultus Arab—terbukti nyata—bertentangan dengan tradisi lokal yang ada dilingkungannya?.

Kondisi inilah yang menjadi basis konflikbagi banyak kalangan dan antar kelompokummat Islam dalam memahami bangunanhukum Islam yang semata-mata disandarkankepada Al-Qur’an dan hadits. Padahal, paraulama terdahulu, seperti Imam Mazhab, telahmemberikan contoh penetapan hukum Islamyang juga mengacu kepada kebiasaan masyarakatsetempat. Bahkan, pernah suatu ketika, agar kitabAl-Muwaththa’, yang ditulis oleh Imam Malikdiminta untuk dijadikan sebagai sumber hukumpositif yang akan diberlakukan di seluruhwilayah Islam oleh Abu Ja’far al-Manshur(khalifah Abbasiyah), namun permintaantersebut ditolak oleh Imam Malik dengan alasanbahwa setiap masyarakat memiliki tradisinya

sendiri dan berhak atas pelaksanaan tradisinyasebagai sumber penerapan hukum Islam.46

Dalam konteks ini, sesungguhnya di setiapdaerah telah terjadi akulturasi timbal-balik antaraajaran Islam dan budaya lokal yang shahih untukmenjadi sumber penetapan hukum Islam. Islamsebagai agama yang universal akan melintasibatas-batas ruang dan waktu dengan berbagaicorak tradisi lokal yang berbeda-beda, atau dalamkaidah ushul fiqh diyatakan bahwa:

“tidak dapat pungkiri bahwa perubahan hukumkarena perubahan zaman47.

Dengan demikian, apa yang menjadikebiasaan sebuah masyarakat perlu diakomodasidengan bijaksana supaya ajaran Islam dapatdihayati dengan baik sekaligus menjadi way oflife yang dapat mengatur cara berperilakumasyarakat.

Oleh karena itu, kegiatan amaliah yangmenjadi tradisi lokal khas Indonesia, tidaksepatutnya dipertentangan dengan cara pandangIslam Arabistik, meskipun secara historis kegiatanamaliah ini tidak pernah dilakukan oleh NabiMahammad SAW. Namun, jika dimunculkanpertanyaan andaian yang kritis, “seandainya Al-Qur ’an yang diturunkan kepada NabiMuhammad di Indonesia maka segala unsurdogmatik yang termuat dalam ayat-ayatnya akandipengaruhi oleh tradisi ke-indonesiaan, bahkanhadis-hadis yang mencerminkan segala perkataandan perilaku Nabi-pun, tidak akan lepas darikarakteristik keindonesiaan pula.”

Dengan demikian, sesungguhnya perilakukeberagamaan NU yang berbasis kepada tradisilokal yang selalu memprakarsai lahirnya kegiatanamaliah tidak dapat dikatakan sebagai modelkeberagamaan yang menyimpang dari ajaranislam (bid’ah). Karena kegiatan amaliah tersebutmenjadi filter kebudayaan yang berfungsi untukmembangkitkan semangat sosial-keislamanmasyarakat di tengah kuatnya arus modernisasidan globalisai. Apalagi, arus ini banyakmenawarkan cara pandang hedonistik, vulgaristik,dan selebrisistik sebagai pra-syarat menjadimanusia yang “maju”.

Pentingnya kegiatan amaliah sebagai filter

46 Husein Muhammad, Spritualitas Kemanusiaan Perspektif IslamPesantren, (Yogyakarta: Pustaka Rihlah, 2006), hlm. 159.

47 Subhi Mahmasani, Falsafah at-Tasyri’ fi Al- Islam, (Beirut:Dar al ’Ilmi li al- Malayin, 1961), hlm. 201.

Page 76: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

76 Interpretatif Understanding ...

kebudayaan dalam era yang serba modern,48

sebagaimana yang telah dilakukan oleh NU diKabupaten Bantul, perlu penyikapan akademiksecara lebih intens untuk mengetengahkanberbagai upaya rekonstruksi fikih baru yangdapat mengakomodasi persentuhan antaratuntunan Islam dan tradisi lokal yang berbasiskepada kegiatan amaliah, seperti TasharrafulFatihah. Karena, secara asasi fikih merupakansekumpulan hukum yang mengatur hubunganmanusia dengan Allah SWT., serta hubungannyadengan sesama makhluk. Maka, sebagai salahsatu pedoman Islam yang dapat mengendalikanseluruh perilaku manusia, dibutuhkan kerangkateoritis yang bisa mensinergikan antara ketentuannormatif dengan kebutuhan sosiologis dalammenjadikan tradisi sebagai pertimbanganmendasar dalam menentukan sebuah produkhukum Islam. Apalagi, cara penyikapan demikianpernah dilakukan oleh para ulama terdahulumelalui rumusan teoretiknya seperti, ‘urf, ‘adah,dan ijma’ ulama yang mendasarkan ketentuanhukumnya kepada khazanah lokalitasnya.

Upaya rekonstruksi fikih baru melaluikegiatan amaliahnya—menjadi kontribusiberharga bagi pengkayaan kajian fiqhiyah (tsarwahal-fiqhiyah) di tengah kuatnya arus modernisasiyang menitikberatkan fokus kajiannya kepadaajaran-ajaran praktis, seperti amaliah yangmemadukan antara tuntunan ajaran keislamandan tuntutan tradisi kemasyarakatan. Meskipun,dalam perkembangannya, cara demikian banyakmelahirkan konfrontasi ideologis yangmelibatkan sesama kelompok Islam. Kelompoklain yang tidak setuju dengan cara rekonstruksifiqhiyah yang dilakukan oleh NU—melaluiaktualisasi kegiatan amaliah yang memadukanantara tuntunan ajaran Islam dengan tuntutanpenghargaan tradisi kemasyarakatan—lebihmemilih untuk mempertahankan cara pandangyang bersifat normatif semata.

Dalam hal ini, apa yang dilakukan oleh NUmelalui serangkaian kegiatan amaliah TasharrafulFatihah menjadi salah satu bagian penting yangmerepresentasikan nilai-nilai kebaikan. Karenaitu, kegiatan amaliah yang mengkolaborasikannilai-nilai ajaran keislaman dengan tradisikemasyarakatan—ini bisa menjadi salah satu

landasan epistemologis untuk merekonstruksifikih baru yang berbasis kepada kebiasaan (‘adah)masyarakat yang ditegaskan ke dalam konsepfikih lokal.49 Epistemologi fikih lokal yangberlandaskan kepada khazanah lokalitas dapatmenjadi salah satu kontribusi pemikiran dalambidang hukum Islam yang dapat diproyeksikansebagai langkah pengembangan kajian fiqhiyahyang cukup luas. Namun hal ini bergantungkepada respon pemikir selanjutnya yangmempunyai kepedulian yang sama bagipengembangan kajian fiqhiyah yang berbasiskepada khazanah lokalitas. Tujuannya adalah,supaya fikih lokal menjadi kajian akademik yangbergerak secara dialektis sekaligus berinteraksidengan ruang publik yang lebih luas.

Langkah ini diperlukan, agar fikih lokalmemperoleh perhatian yang berimbang di antaraepistemologi fikih yang lain. Sehingga, fikih lokalmengalami pengembangan kajian yangberkelanjutan (continues improvement) dandirekonstruksi sebagai kontribusi pemikiran yanginovatif. Cara dan metode seperti itulah, makasebuah pengetahuan akan mengalamiperkembangan yang cukup pesat dan dapatdikonsumsi oleh publik sebagai salah satukhazanah pemikiran. Terlebih, pengetahuan yangberkaitan dengan fikih lokal ini mempunyaitanggung jawab moral bagi pelestarian tradisikemasyarakatan yang berpadu dengan nilai-nilaiajaran keislaman itu sendiri.

Melalui kesadaran akademis ini juga, makakegiatan amaliah seperti Tasharraful Fatihah akanmenjadi salah satu ritus penting yang dapatmembangkitkan kesadaran dan semangat umatIslam untuk berlomba-lomba dalam kebaikan dankemaslahatan. Dan ketika berhadapan berbagaicara pandang kontradiktif tentang kegiatanamaliah tersebut, maka secara normatif danempiris, fikih lokal dapat menjelaskan signifikansidan fungsi amaliah bagi peradaban manusiamodern. Fungsi fikih lokal menjadi salah satupengetahuan hukum Islam kontemporer yangmempunyai kesadaran praksis—selain kesadaranteoretik-akademik—yang bisa dirumuskan danditindaklanjuti secara empiris berdasarkankebutuhan pengelolaan ritualitas dan spritualitasumat Islam itu sendiri.

48 Fahmi Hamdi, “Fiqh dan Tradisi Lokal”, Banjarmasin Post,Jumat, 27 Mei 2011.

49 Sahal Mahfud, Nuansa Fiqh Sosial, (Yogyakarta: LKiS,2004), hlm. xxiii-iiii.

Page 77: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

Dialog Vol. 38, No.1, Juni 2015 77

Dalam kaitan ini, maka ritualitas danspiritualitas selalu disadari sebagai faktorelementer bagi umat Islam untuk senantiasamendekatkan dirinya kepada Allah SWT.sekaligus menjadi faktor penentu bagipenenangan jiwanya di tengah karut-marutpersoalan duniawi. Dan tidak heran jikakemudian dalam momen mujahadah danistighotsah, banyak orang yang berpartisipasimeskipun harus meninggalkan kepentingan lainyang lebih bermanfaat secara material. Karena,kepuasan jiwa hanya dapat diperoleh melalui rituskeagamaan yang berbaur dengan tradisikemasyarakatan, seperti mujahadah, istighotash,serta pengamalan Tasharraful Fatihah secaraberkelanjutan, seperti yang dilakukanmasyarakat Kabupaten Bantul, Yogyakarta.

F. KESIMPULANBerdasarkan penjelasan bab-bab terdahulu

dapat diambil beberapa kesimpulan untukmenegaskan hasil penelitian melalui tahapankesimpulan sebagaimana berikut ini:1. Al-Fatihah yang dibaca sebanyak 41 kali dalam

kegiatan Tasharraful Fatihah di KabupatenBantul mempunyai dimensi yang salingberkaitan dengan apa yang mereka yakini.Pertama, sebagai penanda (signifikasi)terhadap keyakinan mereka bahwa Al-Fatihahsebagai sumber energi yang mampumenyibak tabir ketidak-terbatasan melaluijargon washilah yang dilekatkan kepada figur-figur tertentu yang dianggap asketis. Kedua,sebagai legitimasi terhadap apa yang merekainginkan. Dalam hal ini, terbersit keyakinanyang menjadi pedoman dalam mencapaikeinginan mereka, bahwa dengan membacaAl-Fatihah dapat memberi ketenanganbathiniyah, sehingga mereka dapat mencapaikeinginan tersebut. Ketiga, Al-Fatihah sebagaitransformer dominan terhadap semangatyang diyakini menjadi salah satu jalanlempang yang bisa berwujud semacam energibaru yang selalu diyakini bahwa denganmembaca Al-Fatihah, maka segala urusandapat dengan mudah dicapai. Inilah dimensiAl-Fatihah pada wilayah makna simbolik yangmengemuka dalam kegiatan TasharrafulFatihah di kalangan masyarakat DesaWonokromo, Kabupaten Bantul, Yogyakarta.

2. Model penerapan hukum Islam berdasarkan

tradisi yang berkembang di kalanganmasyarakat Bantul dilakukan melaluikegiatan amaliah Tasharraful Fatihah. Animomassif yang berkelanjutan ini tidak terlepasdari kuatnya kesadaran teologis dankesadaran sosiologis yang dirasakan oleh tiapjama’ah yang menjadi titik balik kesadaranbaru dalam siklus kehidupannya. Karena,kegiatan amaliah Tasharraful Fatihah yangmemadukan antara nilai-nilai ajarankeislaman dengan tradisi kemasyarakatanmenjadi kegiatan ritual keagamaan yangmengekspresikan aspek spiritualitas secarakolektif. Dengan kata lain, manfaat teologisyang diperoleh dari kegiatan amaliah ini jugamenyiratkan manfaat sosiologis yang dapatmengeratkan hubungan persaudaraan antarasesama, sehingga kegiatan amaliah inimemberikan nuansa hubungan vertikal danhorizontal secara sinergis. Oleh karenanya,kegiatan amaliah yang berlangsung setiapmalam Kamis tersebut tidak surut olehterpaan kontradiksi yang selalumenstigmatisasi kegiatan ini sebagai bentukajaran yang sarat dengan bid’ah. Bahkan,terpaan tersebut justu menambah energisoliditas gerakan kolektif untukmeningkatkan cara beribadah mereka melaluikegiatan amaliah Tasharraful Fatihah.[]

Page 78: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

78 Interpretatif Understanding ...

D A F TA R P U S TA K A

Abu Abdullah Muhammad bin Ismail binIbrahim bin al-Mughirah al-Ja’fi al-Bukhari, Al-Jami’ al-Musnad ash-Shahih al-Mukhtashar, juz 12, Beirut: Dar ath-Thauqan-Najah, 1422 H.

Abuddin Nata, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan, Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2009.

Doyle Paul Johnson, Teori Sosiologi Klasik danModern Jakarta: Gramedia, 1994.

Fahmi Hamdi, “Fiqh dan Tradisi Lokal”,Banjarmasin Post, Jumat, 27 Mei 2011.

Fakhruddin Ar-Razi, Mafatih al-Ghaib, juz I,Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2000.

Fazlur Rahman, Tema Pokok Al-Qur’an, Bandung:Pustaka Miza, 1983.

George Ritzer, Sosiologi Ilmu PengetahuanBerparadigma Ganda, terj, Jakarta: RajawaliPers, 2002.

Husein Muhammad, Spritualitas KemanusiaanPerspektif Islam Pesantren, Yogyakarta:Pustaka Rihlah, 2006.

Imam al-Qurthubi, al-Jami’ Li Ahkamil Qur’an,Kairo: Maktabah Taufiqiyyah, t.th., Juz I.

Imam Fakhruddin ar-Razi, at-Tafsir al-Kabir,Kairo: Maktabah Taufiqiyyah, t.th., Juz I.

K.J, Veeger Realitas Sosial: Refleksi Filsafat Sosial AtasHubungan Individu-Masyarakat dalamCakrawala Sejarah Sosiologi, Jakarta:Gramedia, 1993.

Munawar Abdul Fatah, Tradisi Orang-orang NU,Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2011.

Muhammad bin Bahadur bin Abdullah az-Zarkasyi, Al-Burhan fi Ulum Al-Qur’an,Beirut: Dar al-Ma’rifah, 1391.

Muhammad bin Hibban bin Ahmad Abu Hatim,Shahih Ibn Hibban, juz 5, Beirut: Muassasahar-Risalah, 1993.

Muntaha Azhari dan Abdul Mun’im Saleh, (ed),Islam Indonesia Menatap Masa Depan, Jakarta:P3M, 1989.

Markus Hildebrandt Rambe, “Penuntun Simbol-simbol Ibadah Kristen: Sebuah EnsiklopediDasar”, Jurnal STT Intim, Makassar EdisiKhusus 2004.

M. Quraish Shihah, Tafsir al aMisbah, Juz I,Jakarta: Lentera Hati, 2008.

Max Weber, Sosiologi, terj, Yogyakarta: PustakaPelajar, 2009.

Paul Tillich, Teologi Kebudayaan: Tendensi, Aplikasi,Komparasi, Terj. Yogyakarta: Ircisod, 2002.

Peter L Berger, Langit Suci: Agama Sebagai RealitasSosial, terj, Jakarta: LP3ES, 1991.

Pip Jones, Pengantar Teori-Teori Sosial: DariFungsionalisme Hingga Post-Modernisme,Jakarta: Obor, 2010.

Ralph Schroeder, Max Weber tentang HegemoniSistem Kepercayaan, terj, Yogyakarta:Kanisius, 2002.

Sahal Mahfud, Nuansa Fiqh Sosial, Yogyakarta:LKiS, 2004.

Subhi Mahmasani, Falsafah at-Tasyri’ fi Al- Islam,Beirut: Dar al ’Ilmi li al- Malayin, 1961.

Talcott Parson, The Structure of Social Action, TheFree Press, Paperback Edition, 1968.

Wiji Saksono, Mengislamkan Tanah Jawa: TelaahAtas Metode Dakwah Walisongo, Jakarta:Mizan, 1999.

Yulia Sugandhi, Rekonstruksi Sosiologi HumanisMenuju Praksis, Yogyakarta: Pustaka pelajarkerjasam CCSS, 2002.

Page 79: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

Dialog Vol. 38, No.1, Juni 2015 79

ABSTRAKUIN Syarif Hidayatullah Jakarta adalah lembaga pendidikan yang merepresentasikan Islam

sebagai nilai, agama, ideologi, ritual, dan simbol. Dengan karakter ini, sejatinya partai politik Islammendapat simpati yang sangat tinggi. Dengan jumlah mahasiswa kurang lebih 25.000, 1000 dosendan karyawan, seharusnya UIN menjadi basis massa yang empuk bagi partai politik Islam. Tulisanini membuka fakta lain yang memecahkan asumsi bahwa komunitas Islam adalah sumber suarapotensial bagi partai-partai politik Islam. Walaupun tetap diterima sebagai salah satu partai alternatifyang cukup dipertimbangkan, partai politik Islam ternyata tidak mendapat tempat yang cukuppenting bagi civitas akademika UIN Syarif Hidayatullah. Tingkat penerimaan mahasiswa UIN SyarifHidayatullah Jakarta ditandai dengan hubungan relasional antara mahasiswa dan partai politikIslam. Dari 450 responden sebanyak 230 atau 51,1% responden menyatakan dirinya bukan bagiandari partai politik Islam, artinya hanya 48,9% mahasiswa yang merasa bagian dari partai politikIslam. Status mahasiswa yang terdaftar dalam partai politik Islam hanya 140 responden dari total450 responden. Sebanyak 58% mahasiswa menyatakan tidak terdaftar dalam partai politik Islam,artinya hanya 42% mahasiswa yang terdaftar dalam keanggotaan dalam partai politik Islam.

KATA KUNCI:Partai Politik Islam, Perilaku Politik, Mahasiswa

ABSTRACTUIN Syarif Hidayatullah Jakarta is an institution representing Islam as values, religion, ideology, rituals,

and symbols. With these characters, Islamic political parties gain a high sympathy in this institution. Havingapproximately 25,000 students, 1000 academic and administrative staffs, UIN should have been a mass basisfor Islamic political parties. Despite the assumption that Islamic community is a potential vote raiser for Islamicpolitical parties, the parties were not significantly considered by the UIN Jakarta academicians. This study focuseson the students’ acceptance on political parties by their party affiliations. 450 respondents were questioned on thismatter and 51,1% of them stated that they are not affiliated or a part of Islamic political parties (while the 48,9%stated that they are). Only 42% of respondents (140 students) are affiliated to Islamic parties, while 58% are not.

KEY WORDS:Islamic Political Party, Political Behavior, Students

TOPIK

PENERIMAAN PARTAI POLITIK ISLAM DI PTAIN:STUDI ATAS PERILAKU POLITIK MAHASISWA DI UIN

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

C U C U N U R H A Y A T I & H A M K A H A S A N*)

*) Cucu Nurhayati (Dosen FISIP UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta) dan Hamka Hasan (Dosen Dirasat Islamiyah UIN SyarifHidayatullah, Jakarta). Jl. Kertamukti 5 Cirendeu, Jakarta Selatan 15419. Email: ([email protected]);([email protected].

**Naskah diterima Januari 2015, direvisi April 2015, disetujui untuk diterbitkan Mei 2015.

Page 80: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

80 Penerimaan Partai Politik Islam ...

A. PENDAHULUANPeran Islam dalam perkembangan politik di

Indonesia dewasa ini turut menuntun arahpolitik negara Indonesia. Maraknya kehidupanpolitik Islam ini menunjukkan suatu fenomenayang dapat diberi label repolitisasi Islam. PolitikIslam adalah aktivitas politik sebagian umat Islamyang menjadikan Islam sebagai acuan nilai danbasis solidaritas berkelompok.

Pada tahapan tertentu, peta politik Indonesiasulit dilepas dari pertarungan kelompok Islamversus nasionalis. Polarisasi Islam-nasionalis inibiasanya merujuk pada politik aliran yangditeorisasi Clifford Geerts pada 1950 an. Inti dariteori ini adalah adanya kesamaan ideologis yangditransformasikan ke dalam pola integrasi sosialyang komprehensif mengikuti asumsi politikaliran, kelompok abangan yang diidentifikasisebagai penganut muslim kurang taat cenderungmemilih partai nasionalis, sedangkan kelompoksantri dipercaya akan menyalurkan suaranyapada partai Islam. Warga NU lebih nyamanmencoblos partai yang dekat dengan NU.Sebaliknya, pendukung Muhammadiyah danorganisasi modernis lain cenderung memilihpartai yang berlatar belakang Islam modernis.

Faktanya, perolehan partai Islam padapemilu 1999 dan 2004 mengalami penurunan jikadibandingkan pemilu 1955. Gabungan partaiIslam pada pemilu 1955 sebesar 43,7%, sedangkantotal suara partai-partai nasionalis sebanyak51,7%. Pada pemilu 1999, total suara partai Islam(PKB, PPP, PAN, PK, PKNU) anjlok menjadi36,8%. Pada pemilu 2004 lalu, suara partai Islamnaik menjadi 38,1%. Perlu dicatat, total suara inimasih memasukkan PAN dan PKB. Jika PAN danPKB dikeluarkan dari partai Islam, suara partaiIslam lebih sedikit.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta adalahlembaga pendidikan yang merepresentasikanIslam sebagai nilai, agama, ideologi, ritual, dansimbol. Dengan karakter ini, sejatinya partaipolitik Islam mendapat simpati yang sangattinggi. Dengan jumlah mahasiswa kurang lebih25.000, 1000 dosen dan karyawan, seharusnyaUIN menjadi basis massa yang empuk bagi partaipolitik Islam. Kajian ini menjadi penting untukmemetakan politik Islam di kalangan mahasiswayang merupakan penerus bagi keberlanjutanpartai politik di masa yang akan datang. Jangansampai ada klaim bahwa mayoritas pemeluk

Islam menjadi asumsi kemenangan terhadappartai Islam tanpa melihat situasi dan kondisiinternal masyarakat muslim. Selain itu, kajian inibermanfaat untuk menyusun strategi dalammemunculkan wajah partai Islam yangdiinginkan oleh masyarakat muslim generasimuda. Terlahirnya gerakan pembaharuanberawal dari kaum intelektual yang terdidik danmempunyai rasa memiliki yang tinggi terhadapagamanya. Maka, dengan demikian, penelitian inimenjadi penting dan bermanfaat dalam rangkamemberikan masukan bagi eksistensi parpol Islamdi kalangan mahasiswa sebagai agent of socialchange.

Tulisan ini diarahkan untuk mengkajipenerimaan partai politik Islam di lingkunganmahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,apakah sesuai dengan fakta seperti pada pemilu1999 dan 2004 atau mengukuhkan asumsi bahwaUIN Syarif Hidayatullah Jakarta menjadi ladangyang subur bagi tumbuh dan berkembangnyapartai politik Islam. Permasalahan yang diajukandalam penelitian ini adalah:1. Sejauh mana tingkat penerimaan partai

politik Islam di lingkungan mahasiswa UINSyarif Hidayatullah Jakarta?

2. Faktor apa sajakah yang mempengaruhipenerimaan partai politik Islam di lingkunganUIN Syarif Hidayatullah Jakarta?penelitian ini memiliki 2 sub tujuan, pertama,

untuk melihat dan menganalisis secara langsungperilaku politik mahasiswa UIN SyarifHidayatullah, terutama tingkat partisipasi politikdan pembagian tipologi politik mahasiswa. Kedua,untuk memetakan penerimaan atau penolakanmahasiswa UIN Syarif Hidayatullah ataskeberadaan partai-partai politik Islam diIndonesia.

Kajian literaturAda beberapa penelitian yang dapat

menjelaskan relevansi antara Islam politik danperilaku politik umat Islam Indonesia. Pertama,Studi R. William Liddle dan Saiful Mujani yangmenyimpulkan politik aliran telah pudar. TesisLiddle dan Mujani ini didasarkan pada survei1999 yang menyebutkan bahwa mayoritaspemilih PDI Perjuangan (63%) dalam pemilu 1999adalah santri.

Kedua, studi Dwight Y. King yangmenyimpulkan bahwa politik aliran masih viable

Page 81: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

Dialog Vol. 38, No.1, Juni 2015 81

pada tingkat grassroot. Dengan data hasil pemilu1955 dan 1999, King menyatakan bahwa partaiIslam dan Golkar mendapatkan suara di daerah-daerah yang pada tahun 1955 merupakankekuatan utama partai-partai santri (misalnyaMasyumi, NU). Sementara partai nasionalis,seperti PDI Perjuangan mendapatkan dukungandi daerah-daerah yang pada tahun 1955merupakan lumbung suara partai abangan(misalnya PNI dan PKI). Jika studi King benar,perlu redefinisi politik aliran bahwa parametermenjalankan shalat dan ritual lainnya tak lagiakurat untuk membedakan afiliasi politik Islamdan nasionalis. Juga, pertanyaan semisal “ApakahAnda sering, cukup, atau tidak pernahmenjalankan shalat” termasuk kategori sociallydesirable. Kalau politik aliran berlaku, seharusnyasuara partai Islam melonjak pada pemilu 1999 dan2004 karena, sebagaimana dalam survei Liddledan Mujani (1999), tingkat ketaatan umat IslamIndonesia dalam menjalankan ibadah semakintinggi (Burhanuddin: 2013).

Ketiga, penelitian yang dilakukan olehNurhakim (2005), yaitu tentang PemaknaanAgama dalam Partai Politik dalam Konteks Reformasi:Studi Perbandingan PPP, PKB, dan PAN. Penelitianini dilakukan pada 2005 dimuat dalam JurnalHumanity, September 2005. Nurhakimmenggunakan metode kualitatif untuk mengkajilebih dalam mengenai penggunaan simbol-simbolagama untuk menguatkan identitas partai Islam,baik dengan perspektif ideologis maupun basismassa konstituen. Dari 3 partai Islam yangdijadikan obyek penelitan, kesimpulannyamenunjukkan bahwa muncul 3 persepsi daripenggunaan Islam sebagai identitas politik, yaituPPP memaknai Islam sebagai alat pemersatubangsa dan motivator pembangunan dan posisiagama diintegrasikan ke dalam politik, sedangkanPKB memaknai Islam sebagai motivatorkebangkitan bangsa secara universal dan posisiagama terspesialkan dari politik keduanyadipisahkan tetapi masih terkoneksi secarakultural. Adapun PAN lebih menekankan padaoperasionalisasi nilai-nilai Islam sebagai amanatyang harus diwujudkan dalam konteks nasionaldan memposisikan agama terpisah dari politiknamun nilai-nilai agama diinternalisasikan kedalam diri pelaku politik kemudiandiobjektivikasikan ke dalam politik praktis dalamprogram-program partai.

Keempat, penelitian yang dilakukan HamidFahmy Zarkasyi (2013) dalam jurnal IslamiaRepublika pada 2014 yang meneliti tentangeksistensi partai politik Islam Indonesia sejakmasa Orde Baru sampai masa Reformasi. Tesisawal yang dibangun dalam penelitian ini adalahterjadinya titik balik depolitisasi Islam Orde Barudimana terjadi kebangkitan gairah politik Islamdan menegasikan jargon terkenal yangdikemukakan oleh Cak Nur bahwa Islam Yes,Partai Islam No. Peneliti ini menemukan fenomenayang terjadi pada masa reformasi adalah Islam Yesdan Partai Islam Juga Yes, namun perkembanganyang terjadi tampak fakta di lapanganmenunjukkan bahwa umat Islam belum bisamenerima sepenuhnya eksistensi partai politikIslam. Hal ini ditunjukkan oleh fakta bahwa pada3 pemilihan umum pada masa reformasi,perolehan suara partai politik Islam tidakmenunjukkan angka yang signifikan. Hal inibagi peneliti menunjukkan respon yang tidakpositif dari umat Islam terhadap keberadaanpartai Islam. Dan memunculkan jargon Islam No,Partai Islam Juga No. Dengan menggunakanreferensi dari Dale F. Eicklman dan James Piscatoridalam Muslim Politics Fahmi Zarkasyi menarikkesimpulan bahwa partai Islam perlu lebih kuatmenggunakan simbol-simbol agama. Sepertiyang dikemukakan al-Maududi dan Sayyid Qutb,penguatan simbol dengan menunjukkanpemahaman dan pengamalan Islam secara lebihkonsisten. Penguatan simbol oleh partai politikIslam dilakukan secara struktural maupunperilaku yang ditunjukkan oleh elite partai.

Berdasarkan beberapa kajian sebelumnya,maka kajian tentang penerimaan partai politikIslam di kalangan mahasiswa UIN menjadimenarik untuk melihat penerimaan parpol Islamdalam komunitas pemilih muslim dan merupakangenerasi penerus keberlanjutan masyarakatmuslim. Di dalam masyarakat, individuberperilaku dan berinteraksi, sebagian dariperilaku dan interaksi dapat dilihat dari perilakupolitik yang berhubungan dengan proses politik.Sebagian lainnya berupa perilaku ekonomi,keluarga, agama, dan budaya. Sebagai contoh,yang termasuk ke dalam kategori ekonomi, yaitukegiatan yang menghasilkan barang dan jasa,menjual dan membeli barang dan jasa,mengkonsumsi barang dan jasa, menukar,menanam, dan menspekulasikan modal. Namun,

Page 82: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

82 Penerimaan Partai Politik Islam ...

hendaklah diketahui pula tidak semua individuataupun kelompok masyarakat mengerjakankegiatan politik (Ramlan Surbakti, 1992).

Perilaku politik dimaknai sebagai sebuahkegiatan yang berkaitan langsung dengan prosespembuatan dan pelaksanaan keputusan politik,interaksi antar pemerintah dan masyarakat, antarlembaga pemerintah dan antar kelompok danindividu dalam rangka pembuatan, pelaksanaan,dan penegakan keputusan politik (RamlanSurbakti, 1992). Beberapa faktor yangmempengaruhi perilaku politik adalah, pertama;lingkungan sosial politik tidak langsung sepertisistem politik, sistem sosial, sistem budaya, sistemekonomi, budaya dan media massa. Kedua,lingkungan sosial politik langsung yangmempengaruhi dalam bentuk pribadi, sepertikeluarga, agama, sekolah, kelompok pergaulan.Ketiga, struktur kepribadian yang tercermindalam sikap individu. Keempat, faktor sosial politiklangsung, berupa situasi atau keadaan yanglangsung mempengaruhi ketika kegitan politikakan dilakukan seperti faktor cuaca, kondisikeluarga, ancaman, propaganda, dan lain-lain(Ramlan Surbakti, 1992).

Ada tiga macam pendekatan atau dasarpemikiran yang berusaha menerangkan perilakupemilu. Ketiganya tidak sepenuhnya berbeda, dandalam beberapa hal ketiganya bahkan salingmembangun/mendasari serta memiliki urutankronologis yang jelas. Pendekatan tersebutadalah, pendekatan sosiologis, pendekatanpsikologis, dan pendekatan pilihan rasional ataurational-choice (Dieter Roth 2009). Penjelasannyasebagai berikut:a. Pendekatan Sosiologis

Pendekatan sosiologis menentukan perilakumemilih pada para pemilih, terutama kelas sosial,agama, dan kelompok etnik/ kedaerahan/ bahasa.Subkultur tertentu memiliki kondisi sosialtertentu yang pada akhirnya bermuara padaperilaku tertentu ( Mujani, Saiful. R. WilliamLiddle., dan Kuskrido Ambardi, 2012). Kondisiyang sama antar anggota subkultur terjadi karenasepanjang hidup mereka dipengarui lingkunganfisik dan sosio kultural yang relatif sama.

Menurut Paul F. Lazarsfeld, manusia terikatdi dalam berbagai lingkaran sosial, contohnyakeluarga, lingkaran rekan-rekan, tempat kerjadan sebagainya. Seorang pemilih hidup dalamkonteks tertentu: status ekonominya, agamanya,

tempat tinggalnya, pekerjaannya, dan usianyauntuk mendefinisikan lingkaran sosial yangmempengaruhi keputusan para pemilih. Setiaplingkaran sosial memiliki normanya tersendiri,kepatuhan terhadap norma-norma tersebutmenghasilkan integrasi. Namun konteks initurut mengontrol perilaku individu dengan caramemberikan tekanan agar individu tersebutmenyesuaikan diri, sebab pada dasarnya setiaporang ingin hidup dengan tentram, tanpabersitegang dengan lingkungan sosialnya (PaulF. Lazarsfeld, Bernard Berelson, Hazel Gaudet,1968).

b. Pendekatan PsikologisPendekatan psikologis berusaha untuk

menerangkan faktor-faktor apa saja yangmempengaruhi keputusan pemilih jangka pendekatau keputusan yang diambil dalam waktu yangsingkat. Hal ini berusaha menjelaskan melaluitrias determinan dengan melihat sosialisasinyadalam menentukan perilaku politik pemilih,bukan karakteristik sosiologisnya. Jadipendekatan psikologis menekankan pada tigaaspek, yaitu identifikasi partai, orientasi, dan isuorientasi kandidat (Dieter Roth, 2009). Sementaraitu faktor-faktor lainnya yang sudah ada terlebihdahulu (seperti misalnya keanggotaan dalamkelompok sosial tertentu) dianggap memberipengaruh langsung terhadap perilaku pemilih.

Identifikasi dalam sebuah partai tentubiasanya tidak harus dengan keanggotaan yangformil/resmi seorang individu dalam sebuahpartai. Oleh karena itu, keanggotaan partai secarapsikologis juga disebut dengan orientasi partaiyang efektif, sebuah efek yang sama sekali tidakmenggunakan istilah “keanggotaan”. Identifikasipartai seringkali diwariskan orang tua kepadaanak-anak mereka (Angus Campbell, Philip E.Converse, Warren E. Miller, Donal E. Stokes,1960).

Seiring dengan bertambahnya usia,identifikasi partai menjadi semakin stabil danintensif. Identifikasi partai merupakan orientasiyang permanen, yang tidak berubah dari pemiluke pemilu. Tapi kalau seseorang mengalamiperubahan pribadi yang besar (misalnyamenikah, pindah profesi atau tempat tinggal) atausituasi politik yang luar biasa (seperti krisisekonomi atau perang), maka identifikasi partaiini dapat berubah (Angus Campbell, Philip E.

Page 83: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

Dialog Vol. 38, No.1, Juni 2015 83

Converse, Warren E. Miller, Donal E. Stokes,1960).

Pendekatan psikologis membedakan antarakekuatan, arah dan intensitas orientasi, baikdalam orientasi isu maupun orientasi kandidat.Isu-isu khusus hanya dapat mempengaruhiperilaku pemilih individu apabila memenuhi tigapersyaratan dasar: isu tersebut harus dapatditangkap oleh pemilih, isu tersebut dianggappenting oleh pemilih, pada akhirnya pemilihharus mampu menggolongkan posisi pribadinya(baik secara positif atau negatif) terhadap konseppemecahan permasalahan yang ditawarkan olehsekurang-kurangnya satu partai (AngusCampbell, Philip E. Converse, Warren E. Miller,Donal E. Stokes, 1960).

c. Pendekatan Pilihan Rasional (Rational-Choice)Pendekatan teoritis mengenai perilaku

pemilih yang rasional terletak pada perhitunganbiaya dan manfaat (cost and benefit). Daripendekatan pilihan rasional, yang menentukandalam sebuah pemilu bukanlah adanyaketergantungan terhadap ikatan sosial strukturalatau ikatan partai yang kuat, melainkan hasilpenilaian rasional dari warga yang baik.

Sebenarnya pendekatan pilihan rasionaldiadopsi dari ilmu ekonomi. Karena di dalam ilmuekonomi menekankan modal sekecil-kecilnyauntuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Hal ini senada dengan perilaku politikyaitu seseorang memutuskan memilih kandidattertentu setelah mempertimbangkan untungruginya sejauh mana program-program yangdisodorkan oleh kandidat tersebut akanmenguntungkan dirinya, atau sebaliknya malahmerugikan. Para pemilih akan cenderung memilihkandidat yang kerugiannya paling minim. Dalamkonteks pendekatan semacam ini, sikap danpilihan politik tokoh-tokoh populer tidak selaludiikuti oleh para pengikutnya kalau ternyatasecara rasional tidak menguntungkan. Beberapaindikator yang biasa dipakai oleh para pemilihuntuk menilai seorang kandidat khususnya bagipejabat yang hendak mencalonkan kembali, diantaranya kualitas, kompetensi, dan integritaskandidat.

Metode penelitianPenelitian ini menggunakan metode

kuantitatif untuk mengetahui opini mahasiswa

tentang penerimaan partai Islam. Pengambilansampel menggunakan teknik clustered sampling,dilakukan pada Juni-November 2014. Setiapfakultas diambil secara merata sebanyak 40 orangkemudian diklasifikasikan berdasarkan fakultasuntuk memudahkan klasifikasi penerimaan antarfakultas. Dari 12 fakultas yang ada di UIN jumlahtotal kuesioner adalah 480, namun setelah prosesclear data, yang dapat diolah hanya 450 kuesioner.Penelitian ini menggunakan analisis distribusifrekuensi, yaitu sebuah analisis yang dirumuskandari kumpulan data yang telah dipresentasikanberdasarkan jumlah responden terhadap setiapvariabel dalam kuesioner/ angket. Pengolahandata dengan SPSS menggunakan analisis chisquare.

Penelitian ini menggunakan instrumenpenelitian berupa angket atau kuesioner yangterdiri dari 4 variabel yaitu, pemahaman, relasi,perilaku dan penerimaan. Terdiri dari 20kuesioner dengan nilai reliabilitas 0.879 dengantingkat validitas 0.6 menggunakan skala likertdengan kategori setuju, sangat setuju, tidak setujudan sangat tidak setuju.

B. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN1. Pemahaman terhadap Partai Politik Islam

Pemahaman mahasiswa mengenai partaipolitik Islam cukup beragam. Dalam penelitianini ditawarkan beberapa pemahaman terhadappartai politik Islam di antaranya yaitu; sebagaipartai peserta pemilihan umum, partai politikyang memiliki basis massa beragama Islam, partaipolitik yang menjadikan Islam sebagai azas danprogram formal, partai politik yang didirikanoleh tokoh-tokoh Islam, partai politik yangmengembangkan ajaran Islam, partai politik yangmenggunakan simbol-simbol Islam danorganisasi tempat berkumpulnya para politikusberagama Islam.

Berdasarkan data hasil survei mengenaipemahaman tentang partai politik Islam dikalangan mahasiswa UIN, sebagian besar merekamemahami partai politik Islam sebagai partaipolitik yang didirikan oleh tokoh-tokoh Islam.Dari 450 mahasiswa UIN termasuk pasca sarjana,sebanyak 63,6 % memahami bahwa partai politikIslam adalah partai berbasis agama Islam.Pemahaman mahasiswa terhadap partai politikIslam bisa dilihat sebagaimana tabel di bawah ini:

Page 84: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

84 Penerimaan Partai Politik Islam ...

Tabel 1Pemahaman Mahasiswa terhadap Partai

Politik Islam

Sumber: Hasil Penelitian Penulis, Oktober 2013

Secara garis besar, partai Islam yangdidirikan tokoh-tokoh umat Islam dapatdiklasifikasikan ke dalam dua kelompok besar.Pertama, partai yang menjadikan Islam sebagaiasas dan program formal. Kedua, partai yangmementingkan pengembangan nilai-nilai Islamdaripada simbol-simbol Islam. Penerapan nilai-nilai keislaman dan penggunaan simbolkeislaman meskipun menjadi atribut dalampembentukan partai Islam namun kedua hal initidak menjadi jaminan eksistensi pengukuranelektabilitas partai Islam dalam percaturan politikdi Indonesia.

Secara definitif, sebagaimana disampaikanEffendy (1998), partai Islam merupakan partaipolitik yang mengedepankan Islam sebagai azasdan ideologi politiknya yang memperjuangkankepentingan masyarakat yang sesuai dengankepentingan politik Islam. Dijadikannya Islamsebagai azas dan ideologi dalam pendirian sebuahpartai politik tentunya mempunyai kaitan yangerat dengan tokoh yang akan mendirikan partaitersebut. Dengan demikian, maka hal ini bisadijadikan pemahaman bahwa partai Islam sangatberhubungan dengan pemikiran tokoh-tokohIslam yang mempunyai kepentingan politiksecara kolektif bagi terbentuknya sebuah partaiyang berideologi dan berazaskan Islam.

Keberadaan partai politik Islam di Indonesiasecara kuantitas cukup memberikan pilihandalam penyelenggaraan pemilihan umum.Meskipun adanya keragaman pendapat mengenaikuantitas partai, secara lebih jauh partai Islambisa dianalisis dengan memberikan dua kategori.

Dari asas partai, PPP, PBB dan PKS bisa disebutpartai Islam karena asas dan ideologinya adalahIslam. Ketiganya memposisikan Islam bukansemata-mata konstruksi teologi, tetapi jugamenyediakan perangkat sosial politik yang takmemisahkan agama dan negara (Monshipuri,1998; Roy, 1993). Berbeda dengan PAN dan PKBtak bisa disebut Islamis karena keduanya lebihmenitikberatkan pada nilai-nilai universal Islamdan tak punya agenda menghidupkan PiagamJakarta (Burhanuddin, 2013). Namun demikian,bagi PKB dan PAN, identitas keislaman bisa jelasterlihat dari mayoritas anggota dan organisasimassa yang mewadahi dan menjadi latar belakangdidirikannya partai politik, seperti PAN yangtidak bisa dipisahkan secara historis dariMuhammadiyah ditambah para pendiri PANyang memang terdiri dari para petinggiMuhammadiyah. Hal yang sama terjadi padaPKB yang dibidani oleh para petinggi PBNUyang membuat PKB tidak bisa melepaskanidentitas ke-NU-annya secara institusional. 2. Simbol Islam dan Hubungan Relasional

Simbol-simbol Islam sebagai ciri yangmembedakan antara partai Islam dan non partaiIslam menjadi penting dalam memahami partaiIslam. Dari 460 responden sebanyak 261 orangatau 58 % setuju yang dimaksud partai Islamadalah partai yang menggunakan simbol-simbolIslam.

Hal ini menunjukkan, simbol sebagai sebuahatribut menjadi hal yang memperkuat identitasIslam dalam sebuah partai politik, tidak hanyauntuk memperjelas tujuan tetapi juga bisamenjadi alat sosialisasi dan komunikasi denganmassa simpatisan dan masyarakat secara lebihluas lagi.

Tabel 2Pendapat Mahasiswa tentang Penggunaan

Simbol Islam

Sumber: Hasil Penelitian Penulis, Oktober 2013

Page 85: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

Dialog Vol. 38, No.1, Juni 2015 85

Penggunaan simbol Islam, selain sebagaidaya tarik, juga diharapkan akan mempermudahruang gerak dan memperkuat eksistensi partaiIslam dalam bersaing dengan partai-partai politiklain yang tidak menggunakan Islam sebagaiidentitas partai. Lebih lanjut, bagi mahasiswaUIN Syarif Hidayatullah Jakarta, partai politikIslam yang menggunakan nilai-nilai Islam atauatribut Islam bukanlah satu-satunya hal yangpaling penting, namun yang harus dikedepankanadalah implementasi nilai-nilai Islam bukanhanya pada penerapan simbol-simbol semata.Penggunaan jargon Islam dan simbol Islamdianggap hanya akan melecehkan Islam apabilatidak ada implementasinya dalam praktek politikdan tidak tercermin dalam perilaku politik parapengurus partai dan kebijakan partai yangdikeluarkan, baik yang berhubungan langsungmaupun tidak dengan kepentingan masyarakatsecara luas. Berikut beberapa pendapat yangdikemukakan oleh mahasiswa:

Tabel 3Partai Politik Islam vs Simbol Islam

Berdasarkan data survei, hubunganrelasional yang dibangun antara partai politikIslam dengan mahasiswa UIN SyarifHidayatullah tidak signifikan.

Tabel 4Data Hubungan Relasional Sebagai Bagian

Parpol Islam

Sumber: Hasil Penelitian Penulis, Oktober 2013

Dari tabel di atas nampak dari 450 respondensebanyak 230 atau 51,1% responden menyatakandirinya tidak merasa sebagai bagian dari partaipolitik Islam. Pernyataan ini tentunya akanmembawa implikasi pada penerimaan partaipolitik Islam di kalangan mahasiswa UIN SyarifHidayatullah Jakarta karena mereka tidak merasamemiliki partai politik Islam. Status mahasiswayang terdaftar dalam partai politik Islam hanya140 responden dari total 450 responden. Angkatertinggi ada pada 261 atau 58% mahasiswa yangmenyatakan tidak terdaftar dalam partai politikIslam.

Hubungan relasional yang ditandai denganketerlibatan secara aktif, baik sebagai anggotamaupun simpatisan dalam partai politik Islam,memberikan indikator yang sangat kuat atasditerima ataupun tidak diterimanya partai Islamsebagai sebuah lembaga politik yang diharapkanbisa memberikan perubahan atas kondisimasyarakat secara signifikan.

Tabel 5Data Mahasiswa yang Terdaftar Dalam

Partai Politik Islam

Sumber: Hasil Penelitian Penulis, Oktober 2013

Namun demikian, secara teoritis, hubunganrelasional dengan partai politik tidak selaluditandai dengan keanggotaan seorang individudalam partai politik. Secara psikologis, perilakupemilih bisa dianalisis dengan menekankan padatiga aspek, yaitu identifikasi partai, orientasi, danisu orientasi kandidat (Dieter Roth, 2009).Identifikasi partai (party identification) digunakanuntuk mengukur jumlah faktor kecenderungan,baik secara pribadi maupun politik yang relevanbagi seorang individu. Keanggotaan partai secarapsikologis juga disebut dengan orientasi partaiyang efektif, sebuah efek yang sama sekali tidakmenggunakan istilah “keanggotaan”. Identifikasi

Page 86: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

86 Penerimaan Partai Politik Islam ...

partai seringkali diwariskan orang tua kepadaanak-anak mereka (Angus Campbell, Philip E.Converse, Warren E. Miller, Donal E. Stokes,1960).

Identifikasi partai biasanya tidak berubahdari pemilu ke pemilu. Tapi kalau seseorangmengalami perubahan status yang besar(misalnya menikah, pindah profesi atau tempattinggal) atau terjadi perubahan situasi politikyang luar biasa (seperti krisis ekonomi atauperang), maka identifikasi partai ini dapat berubah(Angus Campbell, Philip E. Converse, Warren E.Miller, Donal E. Stokes, 1960).

Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah yangrata-rata adalah pemilih pemula,menggantungkan identitas kepartaian merekapada pengaruh masukan informasi dan bacaanatas perilaku partai politik yang menjadi pesertapemilu, rasa memiliki yang belum tumbuh danberkembang yang ditandai dengan kesadaranpolitik secara aktif mendaftarkan diri ataumelibatkan diri dalam partai politik masih harusmelalui proses yang panjang.

Minimnya sosialisasi yang dilakukan partaipolitik Islam dan informasi negatif serta faktapolitik yang berlangsung dalam kancah politiknasional menjadi faktor yang menghambattumbuh dan berkembangnya kesadaran politiktersebut. Ini adalah pekerjaan rumah yang cukupsulit bagi partai politik Islam, padahal seharusnyapemilih pemula bisa menjadi ladang suara yangcukup menjanjikan dalam pemilu, apalagimengingat UIN Syarif Hidayatullah adalah basisIslam yang cukup besar dan seluruhmahasiswanya sudah memiliki hak pilih dalampemilihan umum.3. Peluang Partai Politik Islam vs Partisipasi

MahasiswaPeluang keberhasilan parpol Islam pada

pemilihan umum 2014 tahun lalu, berkaitandengan hubungan relasional yang dibangun olehmahasiswa dengan partai politik Islam, yang jugadipengaruhi oleh situasi politik nasional.Berdasarkan data, bahkan ada beberapa jawabanyang cenderung pesimis.

Tabel 6Asumsi Mahasiswa terhadap Keberhasilan

Parpol Islam

Beberapa pernyataan di atas mengenaipeluang keberhasilan partai politik Islam dikalangan mahasiswa PTAIN terutama UINterbukti pada hasil pemilu 2014. Berdasarkan hasilsurvei partisipasi politik mahasiswa UIN dalamkegiatan partai politik atau keterlibatan merekadalam pemilihan kepala daerah, legislatif danpresiden bisa dilihat dalam tabel di bawah ini:

Tabel 7Partisipasi Mahasiswa dalam Partai Politik

Islam

Sumber: Hasil Penelitian Penulis, Oktober 2013

Apabila faktor-faktor kecenderungan (sepertipengalaman pribadi atau orientasi politik)diumpamakan sebagai suatu aliran yangdituangkan melewati sebuah corong, hal inimenjelaskan bagaimana mahasiswa UIN SyarifHidayatullah menjadi pemilih dalam pemilihanumum tanpa melihat identifikasi pribadinyasebagai mahasiswa Islam, tapi lebih pada pilihan-pilihan rasional yang melihat partai politik Islamsecara lebih obyektif. Dan mereka tidakmengidentifikasi diri mereka secara formil menjadibagian dari keanggotaan partai politik Islamtertentu.4. Realitas Partai Politik Islam di Kalangan

Mahasiswa UINPenerimaan partai politik Islam di kalangan

mahasiswa UIN Jakarta berdasarkan enam kriteriayang ditawarkan, angkanya cukup bervariasi.

Page 87: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

Dialog Vol. 38, No.1, Juni 2015 87

Angka tertinggi ada pada kemampuanberinteraksi partai politik Islam sebanyak 72%dan 52,9% mahasiswa lebih menyukai parpolIslam dibanding parpol nasionalis.

Tabel 8Penerimaan Mahasiswa terhadap Partai

Politik Islam

Sumber: Hasil Penelitian Penulis, Oktober 2013

Dari pendekatan pilihan rasional, yangmenentukan dalam sebuah pemilu bukanlahadanya ketergantungan terhadap ikatan sosialstruktural atau ikatan partai yang kuat,melainkan hasil penilaian rasional dari wargayang baik. Dalam hal ini, mahasiswa UIN SyarifHidayatullah menjadi bagian dari pemilihrasional, karena faktor sosiologis dan psikologispemilih tidak lebih dominan dalam menentukanperilaku pemilih. Pilihan rasional mahasiswaditunjukkan dengan motivasi mereka bilamemilih partai politik Islam lebih dipengaruhioleh komitmen yang dimiliki partai politik Islamsebagai partai politik yang memiliki kemampuanberinteraksi yang lebih baik dari partai-partai lain(72 %) dan bahwa partai politik Islam adalahpartai politik yang memiliki pengaruh terhadapkebijakan publik (63,7 %)

Kemampuan berinteraksi merupakan modalyang bisa diandalkan bagi partai politik apa pun.Kemampuan ini bisa dijadikan sebagai saranasosialisasi program kerja parpol Islam untukmengambil hati masyarakat. Meskipun adabeberapa stereotip negatif terhadap partai Islamkarena beberapa kasus yang melibatkan beberapaorang petinggi di partai politik Islam, namundengan adanya interaksi dan komunikasi yangbaik bisa meyakinkan publik bahwa akan adanyaperbaikan dan masih banyak kebijakan partaiyang bisa dijadikan komitmen dan kontrak sosial

antara pemilih dan partai politik.Secara rasional, seorang pemilih akan

memutuskan memilih kandidat tertentu setelahmempertimbangkan sejauh mana program-program yang disodorkan oleh kandidat tersebutakan menguntungkan dirinya, atau sebaliknyamalah merugikan. Para pemilih akan cenderungmemilih kandidat yang kerugiannya palingminim dengan menetapkan pilihannya secararetrospektif, yaitu dengan menilai apakah kinerjapartai yang menjalankan pemerintahan padaperiode legislatif terakhir sudah baik bagi dirinyasendiri dan bagi negara, atau justru sebaliknya.Penilaian ini juga dipengaruhi penilaian terhadappemerintah di masa lampau. Apabila hasilpenilaian kinerja pemerintah yang berkuasa (jugabila dibandingkan dengan pendahulunya) positif,maka mereka akan dipilih kembali. Apabila hasilpenilaiannya negatif, maka pemerintahantersebut tidak akan dipilih kembali. Beberapaindikator yang biasa dipakai para pemilih untukmenilai seorang kandidat khususnya bagi pejabatyang hendak mencalonkan kembali, di antaranyakualitas, kompetensi, dan integritas kandidat.

Ada dua sisi dilematis ketika berbicara tokohdalam partai politik Islam. Pertama, ketokohanpartai politik Islam menjadi pemahaman yangutama di kalangan mahasiswa UIN SyarifHidayatullah Jakarta. Mahasiswa memahamibahwa partai politik Islam didirikan oleh paratokoh Islam. Kedua, menurunnya kuantitaspemilih parpol Islam dipengaruhi adanya faktorperilaku dari para tokoh yang kurangmemberikan referensi yang baik; bahkancenderung mengecewakan publik. Ada beberapakritikan yang ditujukan kepada elit partai politikIslam yang dianggap tidak bisa menerapkan nilai-nilai keislaman. Beberapa kritikan tersebut diantaranya yaitu:

Tabel 9Asumsi Mahasiswa terhadap Perilaku

Tokoh Parpol Islam

Page 88: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

88 Penerimaan Partai Politik Islam ...

Beberapa pendapat tersebut, setidaknyamenjadi kritik membangun bagi kemajuan partaipolitik Islam di masa yang akan datang. Sebagaipartai yang mengusung Islam sebagai ideologidan azasnya, maka sudah selayaknya perilaku elitpolitik Islam dapat mengimplementasikan nilai-nilai keislaman dalam kehidupannya. Hal iniharus diperhatikan secara lebih serius, karenaketokohan dalam lingkup partai politik Islammempunyai nilai kharismatik tertentu dikalangan para pengikutnya.

Beberapa harapan yang disampaikanresponden terhadap partai Islam lebih padaimplementasi nilai-nilai Islam. Beberapa harapanyang disampaikan responden bisa menjadimasukan positif supaya partai politik Islam terusmembenahi diri. Sebagaimana disampaikanbeberapa responden sebagai berikut:

Tabel 10Harapan Mahasiswa terhadap Parpol Islam

5. Partai Politik Islam, Penerimaan danPerbedaanBerdasarkan hasil uji statistik dengan

menggunakan chi square nilai p-Value (0,003) < á(0,05) dengan demikian Ha diterima. Dari hasilanalisis ini bisa disimpulkan partai politik Islamdi kalangan mahasiswa UIN diterima.

Namun, setelah ditelusuri lebih lanjutdengan membuat variabel baru penerimaanmahasiswa terhadap parpol Islam dalam kategoritinggi dan rendah, penerimaan mahasiswa UINterhadap partai politik Islam ternyata sangatrendah.

Tabel 11Penerimaan Partai Politik Berdasarkan

Fakultas

Sumber: Hasil Penelitian Penulis, Oktober 2013Untuk melihat apakah ada perbedaan

penerimaan partai politik Islam di kalanganmahasiswa UIN berdasarkan fakultas, digunakantest SPSS kruskall wallis dengan hasil sebagaiberikut

P value (0,001) < dari á (0,05), dengandemikian, Ha diterima yaitu terdapat perbedaandalam penerimaan partai politik Islam antarfakultas. Namun, meskipun tingkatpenerimaannya berbeda tapi tetap pada titikrendah.

Test Statistics a,b

Penerimaan

Chi- Square 30.68

Df 11

Asymp. Sig. .001

a. Kruskal Wallis

b. Grouping Variable:

Page 89: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

Dialog Vol. 38, No.1, Juni 2015 89

C. KESIMPULANPartai politik Islam sebagai partai politik yang

bisa diidentifikasi sebagai partai politik yangmembawa bendera Islam sebagai alat politikmengandalkan segmen massa kaum muslimsebagai sumber suara, baik yang tersebar secarakolektif (dalam organisasi-organisasi keislaman,atau lembaga-lembaga Islam dan kolektivitasmasyarakat yang mayoritas Islam) maupunsumber suara yang bersifat individual. Partaipolitik Islam seharusnya mampu memberikanharapan yang besar bagi perubahan yangdiinginkan masyarakat mayoritas muslim danmewujudkan harapan itu dalam bentukkeberpihakan pada masyarakat dalam setiappembuatan kebijakan berkaitan dengankepentingan masyarakat secara umum.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagailembaga pendidikan tinggi yang berbasis muslimdengan 6 Fakultas Agama, 5 Fakultas Umum dansatu program Pasca Sarjana, kurang lebih terdiridari 10.000 orang mahasiswa yang hampirseluruhnya beragama Islam, menjadi sasaranladang suara yang cukup menjanjikan bagipartai-partai politik Islam, tentunya denganmengandalkan jargon Islam dan simbol-simbolIslam yang diusung, baik dengan kemasan biasamaupun dengan metode dan retorika modern.

Penelitian ini membuka fakta lain yangmemecahkan asumsi bahwa komunitas Islamadalah sumber suara potensial bagi partai-partaipolitik Islam. Walaupun tetap diterima sebagaisalah satu partai alternatif yang cukupdipertimbangkan, partai politik Islam ternyatatidak mendapat tempat yang cukup penting bagicivitas akademika UIN Syarif Hidayatullah.Tingkat penerimaan mahasiswa UIN SyarifHidayatullah Jakarta ditandai dengan hubunganrelasional antara mahasiswa dan partai politikIslam. Dari 450 responden sebanyak 230 atau51,1% responden menyatakan dirinya bukanbagian dari partai politik Islam, artinya hanya48,9% mahasiswa yang merasa bagian dari partaipolitik Islam. Status mahasiswa yang terdaftardalam partai politik Islam hanya 140 respondendari total 450 responden. Angka tertinggi adapada 261 atau 58% mahasiswa yang menyatakantidak setuju terdaftar dalam partai politik Islam,artinya hanya 42% mahasiswa yang menyetujuidirinya terdaftar dalam keanggotaan dalam partaipolitik Islam.

Banyak faktor yang mempengaruhipenerimaan mahasiswa atas partai politik Islamwalau hanya berkisar 48,9% dari seluruhresponden mahasiswa. Di antara faktor-faktoryang mempengaruhi penerimaan mahasiswa ataspartai politik Islam adalah: kemampuanberinteraksi partai politik Islam (2,80%), partaipolitik Islam dianggap memiliki pengaruhterhadap kebijakan publik (2,72%), kualitas tokohpolitik Islam yang masih dianggap baik (2,67%),mampu mengakomodir kepentingan masyarakat(2,56%), memiliki program kerja yang lebih bagus(2,38%). Secara keseluruhan, faktor-faktor yangmempengaruhi penerimaan mahasiswa atas partaipolitik Islam memberikan indikator pola perilakupemilih mahasiswa UIN Syarif Hidayatullahadalah perilaku dengan karakter rasional, melihatpartai politik secara proporsional rasional dantidak mengedepankan faktor psikologis maupunfaktor sosiologis seperti yang menjadi ciri khaskebanyakan pemilih tradisional. Hal inimenunjukkan bagaimana faktor demografi massamemberikan pengaruh yang cukup signifikandalam menentukan perilaku pemilih, mengingatmahasiswa adalah bagian dari kelompokintelektual yang berpendidikan. Hal itu pula yangmemberikan pengaruh besar terhadap prosentasepenerimaan partai politik Islam di kalanganmahasiswa, karena kekecewaan yang cukup besartercermin dari beberapa jawaban merekamerespons kondisi dan fenomena partai politikIslam yang makin hari makin memprihatinkan.[]

Page 90: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

90 Penerimaan Partai Politik Islam ...

D A F TA R P U S TA K A

Almond, Gabriel A. dan Verba, Sidney. BudayaPolitik: Tingkah Laku Politik dan Demokrasi diLima Negara. Jakarta: Bina Aksara, 1984.

Budiardjo, Miriam. Dasar-Dasar Ilmu Politik.Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005.

Campbell, Angus/ Geral Gurin/ Warren E. Miller.The Voter Decides. Evan-ston, 1954.

Effendy, Bahtiar. Islam dan Negara: TransformasiGagasan dan Praktik Politik Islam di Indonesia.Jakarta: Paramadina, 2009.

Hasan, L. Sahar dkk (Ed). Memilih Partai Islam:Visi,Misi dan Persepsi. Jakarta: Gema Insani Press,1998.

Indriantoro, Nur, & Supomo, Bambang.Metodologi Penelitian Bisnis. Yogyakarta: Fak.Ekonomi UGM, 2004

James Q. Wilson. “New Politics, New Ellites, OldPublics”, dalam Marc K. Landy dan MartinA. Levin, The New Politics of Public Policy.London: The Johns Hopkins UniversityPress, 1995.

Kavanagh, Dennis. “Political Science and PoliticalBehavior”, dalam FS Swartono, dan RamlanSurbakti. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: PTGramedia Widiasarana, 1992.

Key, Valdimer O. The Responsible Electorate.Rationality in Presidential Voting 1936-1960,Cambridge, 1966.

Kazhim, Musa dan Hamzah, Alfian. 5 Partai dalamTimbangan: Analisis dan Propsek. Bandung:Pustaka Hidayah, 1999.

Lazarsfeld, Paul F, Bernard Berelson, HazelGaudet. The People’s Choice. How The VoterMakes Up His Mind in a Presidential Campaign.New York, 1968.

Michael Rush dan Philip Althof. Pengantar SosiologiPolitik. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000.

Mujani, Saiful, R. William Liddle., dan KuskridoAmbardi. KUASA RAKYAT: Analisa TentangPerilaku Memilih dalam Pemilihan Legislatif danPresiden Indonesia Pasca-Orde Baru. Jakarta:Mizan Media Utama (MMU), 2012.

Muhtadi, Burhanuddin. Perang Bintang 2014.Jakarta: Noura, 2013.

Maliki, Zainuddin. Agama Rakyat Agama Penguasa,Konstruksi tentang Realitas Agama danDemokrasi. Yogyakarta: Galang Press, 2000.

Huntington, P. Samuel dan Nelson, M. Joan M.Partisipasi Politik Di Negara Berkembang.Jakarta: Rineke Cipta, 1990.

Noer, Deliar. Partai Islam di Pentas Nasional.Jakarta: Grafitipers, 1987.

Ordeshook, Peter C. “The Emerging Disciplineof Political Economy”, dalam James E. Alfdan Kenneth A. Shelpse, Perspective onPositive Political Economy. Melbourne:Cambridge University Press, 1990.

Ridha, Abu. Karakteristik Politik Islam. Bandung:Syamil Cipta Media, 2004.

Romli, Lili. Islam Yes Partai Islam Yes; SejarahPerkembangan Partai-Partai Islam di Indonesia.Jakarta: Pustaka Pelajar, 2006.

Roth, Dieter. Studi Pemilu Empiris: Sumber, Teori-teori, Instrumen dan Metode. Friedrich-Naumann-Stiftung dan LSI. Jakarta, 2009.

Salim, Arskal. Partai Islam dan Relasi Agama-Negara. Jakarta: Pusat Penelitian IAINJakarta.

Syamsuddin, Din. Islam dan Politik Era Orde Baru.Jakarta: Logos, 2001.

Sadjali, Munawir. Islam dan Tata Negara; Ajaran,Sejarah, dan Pemikiran. Jakarta: UII Press,1999.

Surbakti, Ramlan. Memahami Ilmu Politik. Jakarta:PT.Grasindo, 1992.

————, “Political Parties: A New Typology”,Party Politics, Vol 9 No, 2, 2003.

Salim, Abdul Muin. Fikih Siyasah, KonsepsiKekuasaan Politik dalam Al-Quran. Jakarta:Rajawali Press, 1994.

Salaim Alim al-Bahansawi. Wawasan Sistem PolitikIslam. Alih Bahasa Mustolah Maufur.Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 1995.

Page 91: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

Dialog Vol. 38, No.1, Juni 2015 91

Suryabrata, Sumadi. Metotologi Penelitian. Jakarta:Rajawali Press, 2003.

Surwandono. Pemikiran Politik Islam. Yogyakarta:LPII UMY, 2001.

Tim Litbang Kompas Partai-Partai PolitikIndonesia:Idiologi dan Program 2004-2009.

Wahid, Abdurrahman, dkk. Mengapa partai islamKalah? Jakarta: alvabet, 1999.

Page 92: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

92 Penerimaan Partai Politik Islam ...

Page 93: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

Dialog Vol. 38, No.1, Juni 2015 93

TOPIK

KOLABORASI KULTUR DAN KONSEP AL-‘URFDALAM MEMBANGUN FIKIH MAZHAB INDONESIA

S A I F U D I N Z U H R I*)

ABSTRAKFikih Indonesia atau fikih mazhab Indonesia menjadi unik karena menyandarkan negara atau

kultur negara sebagai warna fikih. Faktor kultur yang beraneka ragam serta jumlah populasi umatIslam yang mencapai 80 % dari sekitar 235 juta menjadikan fikih yang bercorak Indonesia patutdiperhitungkan dalam kancah pemikiran fikih di dunia Islam. Berbagai inovasi fikih dihasilkan ataskolaborasi hukum-hukum fikih dengan kultur Indonesia. Pengembangan fikih mazhab Indonesiaterlihat jelas pada kitab Sabilul Muhtadin karya Muhammad Arsyad al-Banjari (1710-1812 M) yangberlanjut hingga kini di tangan Gus Dur, Ali Yafie, dan lain-lain. Kolaborasi yang harmonis adatistiadat yang berkembang di Indonesia dengan kedatangan Islam sebagai agama mayoritas menjadisinergi yang positif dan progresif dalam mengembangkan fikih Indonesia.

KATA KUNCI:Fikih Indonesia, Masyarakat Madani, Budaya, ‘Urf

ABSTRACTThe Indonesian fiqh schools in Indonesia become unique as it relies on the national cultures as the colors of

fiqh. Diverse cultural factors and the vast number of Muslim population around 80% out of 235 millions of thepopulation account for the Indonesian fiqh to be considered among the Islamic fiqh schools. Some fiqh innovationswere produced due to legal collaboration between fiqh legal and Indonesian culture. The development of fiqhschools has been clearly demonstrated in the Sabilul Muhtadin book, a work of Muhammad Arsyad al-Banjari(1710-1812 AD), which continues today in the hands of Gus Dur, Ali Yafie, and others. Harmonious collaborationbetween Indonesian customs and Islam becomes a positive and progressive synergy in developing.

KEY WORDS:Indonesian jurisprudence, civil society, culture, ‘urf

*) Dosen UIN Jakarta dpk. Institut PTIQ Jakarta. Email:[email protected] Alamat rumah: Griya Pamulang 2 B 1/ 11Pamulang Tangerang Selatan. HP. 081380366843

**Naskah diterima Februari 2015, direvisi April 2015, disetujuiuntuk diterbitkan Mei 2015

A. PENDAHULUANIndonesia adalah negara dengan mayoritas

penduduk muslim terbesar di dunia. Jumlahpenduduk muslim yang besar ini tersebar diberbagai wilayah yang berbeda secara demografidan kultur. Dari Sabang sampai Merauke menjadiistilah yang populer untuk menggambarkan

betapa luas wilayah Indonesia yang diisi olehberbagai suku dan budaya yang berbeda. Jumlahpenduduk Indonesia menurut data statistik BadanPusat Statistik Nasional (BPS) pada tahun 2010adalah 237.641.326.1 Dari data tersebut Indonesiamenempati urutan ke-4 negara dengan pendudukterbesar di dunia, setelah Cina, Amerika Serikat,

1 Data Badan Pusat Statistik Nasional. Sementara dalam datapada bulan Maret 2014 mencapai 253.609.643 jiwa sebagaimanadata yang dipublikasi dalam http://finance.detik.com/read/2014/03/06/134053/2517461/4/.

Page 94: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

94 Kolaborasi Kultur dan Konsep ...

dan Rusia. Dari jumlah populasi penduduktersebut umat Islam menempati 87,18%.2 Dengandemikian maka penduduk muslim di Indonesiamelampaui puluhan negara-negara muslimlainnya.

Dengan keragaman kultur, budaya, danagama yang ada di Indonesia, maka bangsaIndonesia dapat dikategorikan sebagai bangsayang majemuk.3 Yang menarik adalah negara inidapat menjaga kerukunan dalam kehidupansosial masyarakat. Jika dibandingkan dengannegara-negara di Timur Tengah misalnya, makaIndonesia dapat dikategorikan sebagai negarayang sangat aman. Sehingga, meski tidak dapatdikatakan nihil dari gesekan, namun secaraumum, masyarakat yang multikultural dalamnegara ini dapat hidup damai berdampingan.Disebut tidak nihil gesekan, karena tercatatbeberapa kali terjadi ‘bentrok’ antar masyarakatyang terlihat dilandasi oleh perbedaan ideologi.4

Demikian juga dengan bentrok antar suku, sepertiyang pernah terjadi antara suku Dayak diKalimantan dengan suku Madura yangbermukim di sana.5

Penulis melihat bahwa setidaknya terdapat2 (dua) faktor utama yang melanggengkankerukunan pada masyarakat plural danmultikultural Indonesia yaitu; hegemonikomunitas muslim dan hegemoni kulturmasyarakat Jawa. Boleh jadi kesimpulan inidiperdebatkan, namun kenyataan

memperlihatkan bahwa corak keislaman yangditampakkan oleh penganut agama Islam diIndonesia adalah corak keagamaan yangmoderat, tidak ekstrim ke kiri maupun ekstrimke kanan. Pengaruh mazhab Sunni Syafi’i6 yangmendominasi ideologi keislaman masyarakatIndonesia, menjadikan kehidupan keagamaancenderung moderat.

Sedangkan hegemoni masyarakat suku Jawa,Sunda, Madura, dan Bali, mencapai populasi 62%7

yang tersebar di hampir seluruh kepulauanIndonesia. Mayoritas masyarakat Indonesiabermukim di Pulau Jawa yaitu mencapai 57,5 %.8

Hal ini turut andil dalam menjadikan budayaJawa seperti gotong royong, tepo seliro,kesopanan dan kesantunan menjadi warnadominan di negara Indonesia. Ini tidak menafikanfaktor suku-suku lain yang juga memberikontribusi positif dalam membentuk hubunganyang harmonis di antara berbagai suku bangsayang berdiam di Indonesia. Ini juga tentu tidakterlepas dari ideologi negara yang disepakatibersama seluruh masyarakat Indonesia, yangtelah dicanangkan oleh pendiri negara ini dengandasar Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika.

B. AKAR BUDAYA NUSANTARA DANKEDATANGAN ISLAM

Budaya Nusantara, sebagaimana jugabangsa-bangsa lain di dunia dipengaruhi olehkepercayaan animisme dan dinamisme ataupaganisme. Kepercayaan ini mengandaikanadanya jiwa/roh atau kekuatan pada benda-bendaatau binatang. Hal ini mirip dengan zamanjahiliyah sebelum kedatangan Islam di Jazirah

2 http://id.wikipedia.org/wiki/Agama_di_Indonesia.3 Dalam hal ini, Pierre L. Van den Berghe menyebutkan ciri

dasar dari sebuah masyarakat majemuk, yaitu: 1) terdapatsegmentasi kepada bentuk kelompok-kelompok dengansubkebudayaan yang berbeda-beda, 2) struktur sosial yangterdistribusi ke bagian-bagian yang bersifat nonkomplementer,3) konsensus atas nilai-nilai yang bersifat mendasar tidakberkembang, 4) rentan mengalami konflik di antara kelompokmasyarakat yang ada, 5) integrasi sosial harus bersifat dipaksaserta terjadi ketergantungan di bidang ekonomi, dan 6) dominasipolitik satu kelompok atas kelompok yang lain. Sebagaimanadikutip oleh Nasikhun, Sistem Sosial Indonesia (Jakarta: RajawaliPress, 2006), 39-40.

4 Misalnya, bentrok antara warga Cikeusik Pandeglang Bantendengan Jemaat Ahmadiyah pada 6 Februari 2011. Demikian jugabentrok antara warga dengan kelompok Syi’ah di SampangMadura pada 26 Agustus 2012.

5 Konflik antara kelompok etnik Dayak dan Madura sudahterjadi berulang kali yakni pada tahun 1968, 1969, dan 1986.Kemudian meledak kembali pada 1999 dengan menelan korbanyang cukup banyak, di samping banyak pula yang harus menjadipengungsi. Selengkapnya baca Ruslikan, “Konflik Dayak-Madura di Kalimantan Tengah: Melacak Akar Masalah danTawaran Solusi” dalam JURNAL MASYARAKAT KEBUDAYAANDAN POLITIK, Volume 14, Nomor 4:1-12, tahun 2001.

6 Mazhab Syaf’i adalah konstruksi pemikiran fikih dan ushulfiqh Imam Syafi’i. Nama lengkapnya adalah Muhammad bin IdrisAs-Syafi’i, lahir tahun 150 H di Gaza. Imam Syafi’imenggabungkan 2 mazhab besar pada waktu itu; mazhab ImamMalik yang menguatkan hujjah di bidang hadis-hadis Nabi(mazhab al-hadis), dan mazhab Imam Abu Hanifah yang kuat dibidang pemikiran dan logika (mazhab ahl al-ra’yi). LihatMuhammad Abu Zahrah, Imam Syafii, Biografi dan Pemikirannyadalam Masalah Akidah, Politik dan Fiqih ( Jakarta: PenerbitLentera, 2007), 23.

7 Data Badan Pusat Statistik Nasional. Terutama masyarakatsuku Jawa. Suku ini terkenal sebagai pekerja keras dan banyakberpindah ke wilayah-wilayah lain yang lebih prospektif dari sisiekonomi. Selain karena program transmigrasi yang digagas olehPemerintah, juga dengan insiatif sendiri. Sehingga hampir disetiap wilayah terdapat orang Jawa dengan profesi yang populersebagai pedagang bakso dan jamu.

8 Data Badan Pusat Statistik Nasional. Suku Jawa diidentikkandengan berbagai sikap yang baik seperti sopan santun, menjagaetika berbicara.

Page 95: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

Dialog Vol. 38, No.1, Juni 2015 95

Arab dengan agama paganisme yaknipenyembahan terhadap berhala-berhala yangmereka anut.

Hindu dan Budha kemudian datang danmempengaruhi masyarakat Nusantara dengansistem religi dan politiknya yang dikuatkan dalambentuk kerajaan. Agama Hindu dan Budhakemudian berkembang jauh dan memilikipengaruh dalam masyarakat, baik di tingkatpemerintahan, maupun pada rakyat biasa.Namun pengaruh ini tidak merata di seluruhwilayah Nusantara. Dengan demikian makaIslam datang ke wilayah Nusantara yang telahmemiliki berbagai suku bangsa, sistem sosial danbudaya yang sudah berkembang.

Pulau Jawa adalah wilayah yang palingbanyak menerima pengaruh Hindu dan Budha,terutama di wilayah pedalaman. Sementara diwilayah pesisir dan daerah lain seperti Sumateradan Sulawesi hanya menerima pengaruh yangsedikit. 9

Karakter utama dari budaya Hindu-Budhaadalah mistik panteistik yang kuat. Karakter inikemudian bercampur dengan paham animismedan dinamisme sebelumnya. Perpaduan karakterinilah yang kemudian menjadi basis kulturmasyarakat Nusantara sebelum kedatanganIslam. Dalam budaya dan paham yang berbasispada kepercayaan mistis ini, sikap yang menonjoldari penduduk Nusantara, terutama di PulauJawa adalah sikap menurut, merunduk, sikap‘nrimo’, dan kepasrahan.

Beberapa budaya ‘tabu’, selamatan,persembahan sesaji (sesajen) misalnya jugatumbuh dan berkembang di masa-masa awal diwilayah ini. Sebagai contoh, calon pengantinmenjelang hari pernikahannya harus dipingit.Kematian diperingati dari hari ketiga, ketujuh,keempatpuluh, keseratus, dan haulnya (tiaptahun). Terdapat doa-doa saat akan menanampadi, upacara panen, sesajen, dan seterusnya.Bahkan, hingga kini, meski Islam sudah datang,banyak di antara kebiasaan itu yang masihberlangsung.

Islam datang ke Nusantara di masa awalsekitar abad 7-8 Masehi, bermula dari pelabuhandan daerah pesisir. Di kedua daerah ini, Islamrelatif lebih mudah berkembang karena pengaruh

animisme-dinamisme dan Hindu-Budha tidakterlalu kuat.

Di wilayah pedalaman yang relatif lebihkental unsur pemahaman dan kepercayaan masalalu, para penganjur dan pengajar Islam(muballig) menggunakan strategi seni dantasawuf. Di bidang seni, para muballigmenggunakan media seni wayang yang kala itusangat digemari oleh masyarakat. Pendekatantasawuf yang juga digunakan oleh paramuballig ternyata lebih efektif. Ini karena ajarantasawuf yang dekat dengan mistik lebih mudahmasuk dalam kepercayaan masyarakat yang kalaitu sangat gandrung dengan mistisisme yangdipengaruh asketisme Hindu-Budha dansinkretisme budaya lokal.

Di sini, tarekat-tarekat sufi yang berkembangcenderung memberi ruang dan toleransi kepadapemikiran dan praktek tradisional sebagai strategi,meski dalam beberapa hal masih bertentangandengan utilitarianisme Islam itu sendiri.10

Persoalan memberi ruang dan toleransi bagi adatistiadat yang telah berkembang sebelumnyakemudian menjadi peluang bagi usahamengembangkan fikih di Indonesia.

Dengan demikian, Indonesia yangmerepresentasi sebagian besar wilayah Nusantaratelah memiliki struktur budaya atau kultur yangberagam. Kultur ini telah ada dan mengakar padamasyarakat dengan karakter ‘ketimuran’ yangkuat sebelum kedatangan Islam. Pada saatkemerdekaan diproklamirkan pada 17 Agustus1945, disepakati secara bersama-samamempertahankan keragaman kultur yang adauntuk dapat harmoni di bawah naunganPancasila sebagai ideologi bersama.

Rasa kebersamaan antar suku bangsa diikatoleh sebuah konsep nusantara yang terdiri darikawasan pulau-pulau di Semenanjung Malakadan memanjang ke Timur hingga Merauke,Papua. Meski kemudian negara Indonesia yangresmi didirikan saat proklamasi kemerdekaantidak seluas wilayah Nusantara, akan tetapikebersamaan dan rasa serumpun masihberpengaruh dalam budaya, terutama hubungandengan negara-negara di Asia Tenggara.Peradaban di Asia Tenggara ini, oleh Badri Yatimdisebut dengan Arab Melayu.11 Ini terlihat dari

10 Musyrifah Sunanto, 13.11 Transformasi kebudayaan lokal kepada kebudayaan Islam

dimungkinkan karena Islam, selain menekankan keimanan yang

9 Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Indonesia (Jakarta: RajawaliPress, 2005), 3.

Page 96: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

96 Kolaborasi Kultur dan Konsep ...

berbagai peninggalan sisa-sisa peradaban yangditorehkan oleh kerajaan-kerajaan yang pernahberkuasa di Nusantara, semisal kerajaanMajapahit, Sriwijaya, Samudra Pasai, Mataram,dan sebagainya. Hampir-hampir tidak terdengaradanya perbudakan atau penindasankemanusiaan di sebagian besar wilayahNusantara, kecuali ketika penjajah Eropaberkuasa dan mengeksplorasi berbagai kekayaanalam di Indonesia.

Kekuatan Kultur dalam Konsep al-‘UrfAl-Qur ’an turun dan berdialog dengan

masyarakat yang tidak kosong dari adat istiadatdan pola pikir. Karena itu, terdapat beberapakebiasaan masyarakat yang bersesuaian denganAl-Qur ’an sehingga mendapat pujian dandilestarikan sekaligus dilegalkan sebagai ajaranIslam. Sementara itu, ada pula beberapa sikap danpola fikir yang bertentangan dengan Al-Qur’ansehingga diluruskan. Dan, dalam perjalanansejarah, ternyata Al-Qur’an mampu mengubahpola fikir, sikap, dan tingkah laku, baik individumaupun masyarakat. 12

Berbicara hubungan antara kultur denganfikih dapat dilihat dari dua hal. Pertama, corakdan warna fikih yang masuk ke dalam masyarakatIndonesia yang sebelumnya telah memiliki sistemkultur budaya yang eksis. Kedua, kultur dasaryang sudah ada di dalam masyarakat ketikaajaran Islam datang.

Dalam konteks fikih Islam, terdapat sebuahkaidah yang menegaskan supremasi dankekuatan kultur dalam perkembangan fikih.Kaidah tersebut berbunyi: “al-‘adatumuhakkamah” (adat istiadat dapat dijadikanhukum). Al-‘aadah seakar dengan kata al-‘audatau al-mu’awadah yang berarti sesuatu berulang-ulang.13 Adat berarti sesuatu yang terpendamdalam diri seseorang yang kemudianmendorongnya untuk melakukannya secara

benar juga mementingkan tingkah laku dan pengamalan yangbaik dalam berbagai aspek kehidupan. Ajaran Islam yang tidakmengenal perbedaan derajat dan kasta serta sangat menjunjungtoleransi diterima dengan sangat baik oleh masyarakat Melayudan Hindu-Jawa. Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam diIndonesia (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2005), 20-2.

12 Umar Shihab, Kontekstualitas al-Qur’an, Kajian Tematik AtasAyat-ayat Hukum dalam al-Qur’an (Jakarta: Penamadani, 2004),96.

13Jaih Mubarok, Kaidah Fiqh (Sejarah dan Kaidah-kaidah Asasi)(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), 153.

berulang-ulang dalam kondisi sadar dan berpikirsehat. Istilah lain yang semakna dengan al-‘aadahadalah ‘urf. ‘Urf kemudian berkembang menjadikata ma’ruf yang berarti sesuatu hal yang sudahbiasa dan dianggap baik oleh orang-orang lain.

Kedua istilah ini; adat dan ‘urf, mensyaratkanadanya perulangan-perulangan yang dilandasioleh kesadaran pelaku dan kesadaran pihak lainyang melihat, mengalami, dan merespon(mengikuti) sehingga menjadi sebuah‘kesepakatan bersama’.14 Kesepakatan ini yangkemudian menjadi adat istiadat, yang diakui dandilaksanakan, meski beberapa pihak dalamkelompok itu tidak setuju, dengan syarat jumlahmereka yang tidak menyetujui kesepakatan itutidak signifikan.

Kaidah ini menjadi kuat karena banyak sekaliterm dalam Al-Qur’an yang menyebutkan al-ma’ruf sebagai target amaliyah dalam mencapaisebuah keimanan yang sempurna.15 Terdapatbeberapa pengertian mengenai al-ma’ruf. Al-Ashfahani mendefinisikan ma’ruf sebagai sebutanuntuk setiap perbuatan yang dapat diketahuinilai-nilai kebaikannya, baik menurut agamamaupun akal.16 Ibnu Manzhur dengan mengutippandangan mufassir menyebutkan definisi ma’rufadalah setiap kebaikan yang dikenal oleh jiwa,yang menjadikan jiwa tersebut suka dan tenangdengannya.17

Adat maupun ‘urf yang dimaksud di sinitentunya adalah hal-hal yang bermanfaat dantidak bertentangan dengan syara’. Jadi tidaktermasuk dalam kategori adat atau ‘urf yang dapatdijadikan landasan hukum hal-hal yangbertentangan dengan syara’ seperti membuatkerusakan, kedurhakaan dan tidak adafaedahnya sama sekali. Misalnya: mu’amalahdengan riba, judi, saling menipu, dan sebagainya.Meskipun perbuatan-perbuatan itu telah menjadikebiasaan dan bahkan mungkin sudah tidak

14 A. Djazuli, Kaidah-kaidah Fikih (Kaidah-kaidah HukumIslam dalam Menyelesaikan Masalah-masalah yang Praktis)(Jakarta: Kencana, 2007), 80.

15 Misalnya dalam QS. Ali Imran: 104, yang artinya: “danhendaklah ada di antara kalian yang mengajak kepada kebaikan,menyeru kepada al-ma’ruf dan melarang kepada kemunkaran, danmerekalah orang-orang yang beruntung.”

16 Raghib al-Ashfahani, Al-Mufradat fi Gharib al-Qur’an(Beirut: Dar al-Qalam, 1412 H), Juz 1, 561.

17 Ibn Manzhur, Lisan al-‘Arab (Beirut: Dar al-Shadir, 1414H), Juz 9, 240.

Page 97: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

Dialog Vol. 38, No.1, Juni 2015 97

dirasa lagi keburukannya.18 Sedangkan kebiasaanyang bermanfaat dan tidak bertentangan dengansyara dalam mu’amalah seperti dalam jual beli, sewa menyewa, kerja sama pemilik sawah denganpenggarap dan sebagainya. Dalam kasus-kasusseperti di atas seandainya terjadi perselisihandiantara mereka, maka penyelesaiannya harusdikembalikan pada adat kebiasaan atau ‘urf yangberlaku.

Dalam hubungannya dengan kaidah ini paraahli mengatakan:

“semua yang datang dari syara’, secara mutlak,tidak ada ketentuannya dalam agama dan tidak adadalam bahasa, maka dikembalikan kepada urf’.19

Terdapat hadis lain yang menggambarkanbetapa pandangan umum atau mayoritas dalamsebuah masyarakat adalah pandangan yangdirestui oleh agama. Sebagaimana hadis yangdiriwayatkan dari Ibn Mas’ud:

“Apa yang dipandang baik oleh orang-orang Islammaka baik pula di sisi Allah, dan apa saja yangdipandang buruk oleh orang Islam maka menurut Allahpun digolongkan sebagai perkara yang buruk” 20

Sebuah hadis Nabi saw., yang menunjukkanbahwa budaya atau adat istiadat baik yang sudahada perlu dipertahankan. Ketika Nabi SAWdatang di Madinah, mereka (penduduk Madinah)telah biasa memberi uang panjar (uang muka)pada buah-buahan untuk waktu satu tahun ataudua tahun. Maka saat itu Nabi bersabda:“Barangsiapa yang memberi uang panjar padabuah-buahan, maka berikanlah uang panjar itupada takaran yang tertentu, timbangan yangtertentu dan waktu yang tertentu.”21

C. PERKEMBANGAN FIKIH MAZHABINDONESIA: DARI INKLUSIFISME HINGGAMASYARAKAT MADANI

Istilah fikih mazhab Indonesia bermaknawarna dan karakteristik pemikiran dan

pengamalan fikih bagi masyarakat muslim diIndonesia. Jadi, kata mazhab di sini tidak semaknadengan kata “mazhab” yang disandangkan padamazhab fikih pada umumnya semisal mazhabSyafi’i, mazhab Maliki, mazhab Hanafi, danmazhab Hanbali. Mazhab dalam pengertianterakhir ini adalah kesatuan paham dantatalaksana pengamalan fikih yang disusun secarasistematis oleh para pendiri (imam) mazhabtersebut. Karena itu, istilah pengembangan fikihmazhab Indonesia adalah upaya mengembangkansebuah paham atau pemikiran fikih yang dapatmenghasilkan rumusan teknis pengamalan fikihdengan mengedepankan keserasian fikih Islamdengan akar kultur masyarakat Indonesia.

Upaya pengembangan fikih mazhabIndonesia sejatinya bermula dari pengirimandelegasi Nusantara untuk belajar agama Islam diMekkah dan Madinah. Upaya ini adalah buahdari hubungan baik antara kesultanan Islam diIndonesia dengan pemerintahan Islam DinastiUtsmani.22 Tercatat ulama-ulama sepertiNuruddin ar-Raniry, Abdus Shamad al-Palimbani, Muhammad Arsyad al-Banjary, AbdulRahman al-Batawi, Abdul Wahhab al-Bugisi, danlain-lain dikirim oleh para sultan untuk belajarIslam di Haramayn. Sekembalinya para alimulama Indonesia yang belajar ke Mekkah danMadinah ke Indonesia, mereka membawa dasar-dasar ilmu pengembangan Islam untukditerapkan di Indonesia.

Terkait dengan pengembangan fikih diIndonesia, Muhammad Arsyad al-Banjari, salahsatu dari ulama tersebut merupakan ahli fikih.Al-Banjari menulis kitab “Sabilul Muhtadin”sebuah kitab fikih yang –meskipun kental denganmazhab Syafi’i- sarat dengan warna lokal,terutama yang terkait dengan persoalan keislamandan dinamika adat budaya di Kalimantan.23

18 Kebiasaan atau adat istiadat seperti ini disebut dengan ‘UrfYang Fasid. ‘Urf yang fasid adalah lawan dari yang shahih, yaitual-‘urf yang jelas-jelas menyalahi teks syariah dan kaidah-kaidahnya. Di masa Rasulullah SAW, ‘urf seperti ini misalnyakebiasaan buruk seperti berzina, berjudi, minum khamar, makanriba dan sejenisnya. Para ulama sepakat untuk mengharamkan‘urf seperti ini, dan mengenyahkannya dari kehidupan kita.

19 Sudirman Abbas, Qawa’id Fiqhiyah (Jakarta: UIN Press,2003), 35.

20 HR. Ahmad, Bazar, Thabrani dalam Kitab Al-Kabiir.21 Hadis riwayat Muslim.

22 Azyumardi Azra secara lengkap menggambarkan hubunganbaik yang terjalin antara raja-raja Islam di Nusantara denganKhilafah Dinasti Utsmani yang juga sekaligus sebagai Khadimal-Haramayn (Pelayan dua Kota Suci/Makkah dan Madinah). Diantara kesultanan itu adalah Kesultanan Aceh, Kesultanan Bantendan Kesultanan Mataram, Kesultanan Palembang, dan PenguasaMakassar. Buah dari hubungan baik ini adalah pengamanan jalurperdagangan dan ekspedisi dari Nusantara ke Jazirah Arab darigangguan tentara Eropa terutama Portugis. Lihat AzyumardiAzra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan NusantaraAbad XVII dan XVII (Bandung: Mizan, 1998), 53-54.

23 Lebih lanjut mengenai sosok Muhammad Arsyad al-Banjaridapat dilihat pada Azyumardi Azra, 252-254.

Page 98: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

98 Kolaborasi Kultur dan Konsep ...

Mengenai kitab Sabilul Muhtadin ini, NajibKailani mengomentari mengenai bab zakat,sebagai ‘gagasan brilian dan melampauizamannya’. Syekh Arsyad al-Banjari melihatbahwa zakat untuk fakir miskin yang tidakmemiliki keahlian berdagang, sebaiknya berupalahan produktif yang hasilnya dapat memenuhikebutuhan mustahik hingga mampu, ataudiwariskan kepada keluarganya hingga mampupula. Hasil yang melebihi dari kebutuhanmustahik tersebut kemudian diberikan manfaatnyauntuk mustahik lainnya secara berketerusan.24

Perkembangan fikih di Indonesia pascakemerdekaan terlihat dinamis dengan upayatokoh muslim sebagai representasi masyarakatmuslim untuk melaksanakan syariat Islam danmenformalkannya dalam dasar negara. DokumenPiagam Jakarta menjadi saksi atas tingginyakesadaran serta animo masyarakat muslimIndonesia untuk menjadikan Islam sebagai warnautama peri kehidupan negara Indonesia. Namunusaha untuk memasukkan kata “dengankewajiban menjalankan syariat Islam bagipemeluk-pemeluknya” tidak berhasil menjadi silapertama Pancasila, dan diganti dengan“Ketuhanan Yang Maha Esa”. Setidaknya inimencerminkan sebuah kesadaran bagi tokoh-tokoh muslim –yang tentunya mewakili aspirasimasyarakat muslim Indonesia.

Patut dicatat bahwa kaum nasionalis yangwaktu itu turut menolak memformalisasi Islamke dalam dasar negara memiliki pertimbanganyang tidak emosional. Sebab dengan membiarkanstatement yang umum dan interpretif akanmenjadikan dinamika keberagamaan di Indonesiamenjadi kondusif. Selain itu, akan hilang rasaketerasingan bagi kelompok tertentu yaknimereka yang tidak memeluk Islam di Indonesia.

Tampaknya, “perjuangan” untukmemformalisasi ajaran Islam setelah kegagalanPiagam Jakarta, tetap berlanjut. Hal ini terlihatdengan disahkannya Undang-UndangPerkawinan yang mensyaratkan perkawinanharus sesuai dengan ajaran agama, Undang-Undang Pendidikan yang mewajibkan pelajaranagama di sekolah, Undang Undang Waqaf, danUndang Undang Zakat.25

Akan tetapi, kesemua undang-undang danperaturan yang terkait dengan penerapan ajaranIslam di Indonesia telah “disesuaikan” dengankultur bangsa Indonesia sendiri. Teks-teks sucikeagamaan yang sepintas mengisyaratkanpenolakan terhadap agama lain sudah mulaidilakukan penafsiran ulang. Perdebatan panjangmengenai inklusifisme keagamaan telahmendapatkan perhatian serius dari paracendekiawan muslim Indonesia semisal AlwiShihab.

Interpretasi inklusifisme Islam di Indonesiamenyandarkan pokok pikiran kepada lahirnyapiagam Madinah yang di dalamnya sarat denganajaran-ajaran kemanusiaan di masa Rasulullah.Hal ini kemudian diperkuat dan disemangati olehkenyataan bahwa Islam adalah sebuah agamayang menjunjung tinggi hak asasi manusia.Sebuah kebetulan lagi adalah karena Islamditurunkan dalam suatu komunitas yangheterogen yang memiliki kemiripan denganIndonesia 26.

Model masyarakat di zaman Rasulullah inikemudian oleh para ahli dijadikan sebagaiprototipe sebuah masyarakat madani. Al-Qur’anmenyebutkan 2 bentuk masyarakat pada masaNabi. Pertama, masyarakat badui yang nomaden.Kedua, masyaraka madani, yang telah menetapdi wilayah tertentu.27 Dalam istilah kekinian,sebuah masyarakat dengan kultur yang sudahtertata rapi akan mencapai sebuah model yangdisebut masyarakat madani atau biasa disebutdengan istilah civil society.

Kata madani seakar kata dengan madinah yangsering diartikan sebagai “kota”. Kata ini jugaberasal dari akar kata yang sama denganmadaniyyah atau tamaddun yang berarti peradaban.Secara harfiah madinah berarti “tempatperadaban”, atau suatu lingkungan hidup yangberadab, sopan, dan tidak liar. Kata lain yangsemakna adalah al-hadarah. Kata yang terakhirini menunjuk kepada pengertian “pola hidupmenetap di suatu tempat”. Pengertian tersebuterat kaitannya dengan ‘tsaqafah’ yang berartikebudayaan atau peradaban. Antonim dari kataini adalah ‘badaawah’, atau badwi/badui. Kata

24 Lihat Republika Online di www.republika.co.id/berita/shortlink/69382.

25 M. Dawam Rahardjo, Merayakan Kemajemukan, Kebebasan,dan Kebngsaan (Jakarta: Kencana, 2010), 119.

26 Nabi mengganti nama Kota Yatsrib menjadi Madinah. Karenanama yang pertama mengisyaratkan makna penaklukan ataupenjajahan, maka Nabi menggantinya menjadi Madinah.

27 M. Dawam Rahardjo, Masyarakat Madani: Agama, KelasMenengah dan Perubahan Sosial (Jakarta: LP3S, 1999), 123.

Page 99: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

Dialog Vol. 38, No.1, Juni 2015 99

yang terakhir ini mengandung makna polakehidupan berpindah-pindah (nomad), sebuahkehidupan yang terkesan primitif, seperti polakehidupan padang pasir atau suku pedalamanyang tidak terpengaruh dengan budaya luar. 28

Kultur yang ada pada masyarakat yangberadab, atau masyarakat madani menandakansebuah pola hidup yang teratur, logis,berkeadilan, tenggang rasa, dan salingmenghargai antar sesama anggota masyarakat.Akan tetapi, term madani tidaklah menafikansecara total dan menyeluruh peran anggotamasyarakat di sebuah pedesaan. Karena patronyang digunakan dalam terminologi madaniadalah pola pikir dan pola hidup. Dalam sebuahmasyarakat pedesaan yang mayoritasmasyarakatnya telah mengenyam pendidikanyang memadai serta mempraktekkan sebuah lakuyang teratur sebagaimana dicirikan dalam sebuahmasyarakat madani, maka pedesaan tersebut jugadapat disebut sebagai wilayah masyarakatmadani.

Dalam konteks Indonesia yang merupakannegara demokratis, terlihat jelas kesebandinganantara prinsip-prinsip demokrasi yang menjaditulang punggung masyarakat madani denganpokok-pokok ajaran Islam. Kesesuaian konsepIslam dengan konsep masyarakat madani sangatterlihat pada pilar-pilar sosial masyarakat muslimitu sendiri.29 Ini karena sistem peradaban Islamyang universal juga bersesuaian dengan watakbasyariyyah manusia. Sehingga hampir seluruhhal-hal yang terkait dengan prinsip-prinsipkemanusiaan terakomodir dalam Islam denganistilah “fitrah”.30

Tidak terfomalisasinya hukum Islam secaraumum, meski beberapa hukum Islam sepertipernikahan telah diformalkan dengah UU No. 1Tahun 1970, justru memberi peluang besar bagiberkembangnya fikih di negeri ini. Tercatat tokoh-tokoh fikih nasional telah memberikan demikianbanyak kontribusi pemikiran dalampengembangan fikih dalam warna keindonesiaan.Hasbi as-Shiddiqi misalnya, pada tahun 1948telah menggagas sebuah fikih mazhab Indonesia.

Menurut Hasbi, hukum Islam harus mempumemberi jawaban atas persoalan-persoalan baruyang timbul dalam masyarakat Indonesia.Menurutnya, sudah waktunya muncul fikihalternatif yang berwarna Indonesia karenamerespon persoalan-persoalan yang timbul diIndonesia.

Hasbi meyakini bahwa ‘urf atau adatkebiasaan yang telah menjadi kultur dalamkehidupan bangsa Indonesia merupakan acuandalam membuat format hukum Islam yang barudi Indonesia. Sebab Islam datang tidak untukmenghapus kebudayaan dan kultur yang telahada. Islam datang untuk meluruskan dan bahkanmengembangkan potensi kultur yang ada, sejauhitu tidak nyata-nyata bertentangan denganpokok-pokok agama Islam. 31

Selain Hasbi as-Shiddiqi, terdapat tokohnasional lainnya yang memelopori munculnyafikih Indonesia. Tokoh-tokoh seperti Hazairin, AliYafie, termasuk Gus Dur, tidak bisadikesampingkan peran mereka dalam pencetusanfikih Indonesia. Dua ormas terbesar di Indonesia;Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah terlihatvulgar dalam memperlihatkan corak fikih alaIndonesia. Isu-isu kontemporer seperti nikahmassal, aborsi bagi korban perkosaan, danbeberapa kasus waris mengambil corak ijtihadtersendiri khas Indonesia.

Hazairin adalah tokoh lain yang mencobamenjadikan ciri khas kultur Indonesia sebagaipertimbangan dalam melahirkan hukum-hukumfikih. Menurut Hazairin, fikih Islam yangberkembang di Hijaz, Timur Tengah, banyakterpengaruh oleh faktor budaya setempat. Karenaitu, seharusnya budaya Indonesia juga memberiandil dalam pengembangan hukum Islam untukwilayah Indonesia.

28 Lihat Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban(Jakarta: Yayasan Paramadina, 1992), 312-313.

29 Lihat Bahtiar Effendy, “Wawasan al-Qur ’anTentangMasyarakat Madani: Menuju Terbentuknya Negera-Bangsa yangModern,” Jurnal Pemikiran Islam Paramadina, Vol. I No. 2, 1999.

Istilah ‘khairu ummah’ disinyalir sebagai ciri khas masyarakatmuslim dalam al-Qur’an adalah masyarakat yang tercakup dalampengertian ini. Beberapa ciri masyarakat madani terlihat padasejumlah ayat dan hadis sebagai berikut:

1. Kesamaan tujuan (QS. al-Baqarah/2: 148).2. Ada aturan-aturan yang disepakati (QS. Yunus/10: 99)

(QS. al-Maidah/5: 48)3. Tidak ada pemaksaan ideologi QS. al-Baqarah/2: 256.4. Toleransi. Ibn Abbas menuturkan bahwa Nabi saw.

ditanya, “Agama mana yang paling dicintai Allah?”. Nabimenjawab, “semangat kebenaran yang toleran (al-hanafiyyah as-samhah).

30Muhammad Ahmad Khalafallah, Masyarakat Muslim Ideal(Tafsir Ayat-Ayat Sosial) (Yogyakarta: Insan Madani, 2008), 6.

31Mahsun Fua’d, Hukum Islam Indonesia, dari NalarPartisipatoris hingga Emansipatoris (Yogyakarta: Lkis, 2005), 68.

Page 100: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

100 Kolaborasi Kultur dan Konsep ...

Ali Yafie, seorang tokoh kharismatik dariNahdlatul Ulama menggagas fikih sosial. Sesuaidengan namanya, pemikiran fikih yang digagasAli Yafie mengedapankan aspek adat istiadat dankemasyarakatan di Indonesia sebagaipertimbangan dalam menetapkan hukum-hukumfikih di Indonesia.32

Fikih mazhab Indonesia yang digagas olehpara tokoh tersebut di atas memperlihatkanupaya kolaborasi yang harmonis antara adatistiadat dan budaya ‘timur’ yang berkembang diIndonesia sebelum kedatangan Islam. Gagasan inidiharapkan menjadi sinergi yang positif danprogresif untuk menginspirasi para pemikir danintelektual muslim di negara-negara lain.Kekhususan syariat Islam yang shalihun li kulizaman wa makan (sesuai di setiap tempat danwaktu) dan kemudian mengejawantah dalamhukum-hukum fikih memiliki prospek yangcerah di Indonesia. Dan meskipun terdapat tidaksedikit dalam ajaran-ajaran dan hukum-hukumfikih yang terlihat ‘kejam’ seperti potong tangan,qisash, rajam, dan sebagainya. Namun fikih diIndonesia berupaya mengambil opsi hukum yanglain, yang lebih berkesesuaian dengan budayadan kultur Indonesia. Sikap dan pengamalanfikih seperti ini kemudian oleh para tokoh fikih(fuqaha) tidak ditolak dan dianggap sebagaiwarna tersendiri bagi fikih di Indonesia.

D. PENUTUPKeberadaan fikih dengan corak Indonesia

atau fikih mazhab Indonesia mengupayakansebuah sistem hukum fikih yang selaras dengankondisi masyarakat. Keberadaan fikih alaIndonesia ini –meski masih dalam tahappengembangan- diharapkan menjadi inspirasibagi para cendekiawan Islam untuk terusmenggali semangat umum syariat Islam untukdi-combine dengan akar budaya masyarakatIndonesia.

Tujuan mulia dari usaha pengembanganfikih mazhab Indonesia ini adalah sebuahmasyarakat sipil yang kuat, yang tetapmendasarkan aktifitas dan paham keagamaannyasesuai dengan prinsip-prinsip dan jiwa syariatIslam, tanpa harus terlepas dari akar kulturnyasendiri. Usaha ini juga dapat menjadi proteksi atasbeberapa pemikiran baru atau lama, yangmungkin berupaya memengaruhi konstruk fikihdi Indonesia, namun dengan menegasikan aspekbudaya masyarakat yang sudah mapan.[]

32 Ali Yafie, Menggagas Fikih Sosial (Bandung: Mizan, 2000).

Page 101: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

Dialog Vol. 38, No.1, Juni 2015 101

D A F TA R P U S TA K A

Abbas, Sudirman. Qawa’id Fiqhiyah. UIN Press,2003.

al-Ashfahani, Raghib. Al-Mufradat fi Gharib Al-Qur’an. Beirut: Dar al-Qalam, 1412 H), Juz1.

Ahmad Khalafallah, Muhammad. MasyarakatMuslim Ideal (Tafsir Ayat-Ayat Sosial).Yogyakarta: Insan Madani, 2008.

Abu Zahrah, Muhammad. Imam Syafii, Biografidan Pemikirannya dalam Masalah Akidah,Politik dan Fiqih. Jakarta: Penerbit Lentera,2007.

al-Madani, Abdurrahman Hasan Hanbalah. al-Akhlaq al-Islaamiyah wa Ususuha.Damaskus: Dar el-Qalam,1987.

Badan Pusat Statistik Nasional

Djazuli, A. Kaidah-kaidah Fikih (Kaidah-kaidahHukum Islam dalam Menyelesaikan Masalah-masalah yang Praktis. Jakarta: Kencana,2007.

Effendy, Bahtiar, “Wawasan Al-Qur’an TentangMasyarakat Madani: Menuju TerbentuknyaNegara-Bangsa yang Modern,” JurnalPemikiran Islam Paramadina, Vol. I No. 2,1999.

Fua’d, Mahsun. Hukum Islam Indonesia, dari NalarPartisipatoris hingga Emansipatoris.Yogyakarta: Lkis, 2005.

Hude, Darwis. Cakrawala Ilmu dalam Al-Qur’an.Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002.

http://finance.detik.com/read/2014/03/06/134053/2517461/4/negara-dengan-penduduk-terbanyak-di-dunia-ri-masuk-4-besar.

http://id.wikipedia.org/wiki/Agama_di_Indonesia

h t t p : / / i d . w i k i p e d i a . o r g / w i k i /Suku_bangsa_di_Indonesia

Ilyas, Yunahar. Kuliah Aqidah Islam.Yogyakarta:LPPI UMY, 2000.

Manshur, Abdul ‘Azhim. al-Akhlaq wa qawaa’idal-Suluk fi al-Islam. Majlis al-A’la li al-Syu’unal-Islamiyah.

Manzhur, Ibn. Lisan al-‘Arab. Beirut: Dar al-Shadir, 1414 H, Juz 9.

Mubarok, Jaih. Kaidah Fiqh (Sejarah dan Kaidah-kaidah Asasi). Jakarta: PT Raja GrafindoPersada, 2002.

Madjid, Nurcholish. Islam Doktrin dan Peradaban.Jakarta: Yayasan Paramadina, 1992.

Nasikhun. Sistem Sosial Indonesia. Jakarta: RajawaliPress, 2006.

Rahardjo, M. Dawam. Masyarakat Madani: Agama,Kelas Menengah dan Perubahan Sosial. Jakarta:LP3S, 1999.

——————————, Merayakan Kemajemukan,Kebebasan, dan Kebangsaan. ( Jakarta:Kencana, 2010.

Ruslikan, “Konflik Dayak-Madura di KalimantanTengah: Melacak Akar Masalah danTawaran Solusi” dalam JURNALMASYARAKAT KEBUDAYAAN DANPOLITIK, Volume 14, Nomor 4:1-12, tahun2001.

Sunanto, Musyrifah. Sejarah Peradaban Islam diIndonesia. Jakarta: RajaGrafindo Persada,2005.

Shihab, Umar. Kontekstualitas Al-Qur’an, KajianTematik Atas Ayat-ayat Hukum dalam Al-Qur’an. Jakarta: Penamadani, 2004.

Yafie, Ali. Menggagas Fikih Sosial. Bandung: Mizan,2000.

Page 102: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

102 Kolaborasi Kultur dan Konsep ...

Page 103: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

Dialog Vol. 38, No.1, Juni 2015 103

TOPIK

STRATEGI PENINGKATAN MUTU RINTISANMADRASAH UNGGUL: STUDI KASUS DI MADRASAH

TSANAWIYAH NEGERI YOGYAKARTA IE R L I N A F A R I D A*

A. PENDAHULUANMadrasah merupakan lembaga pendidikan

Islam yang muncul sejak masa klasik Islam.Madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam telahmuncul dan berkembang seiring dengan masuk

dan berkembangnya Islam di Indonesia. Budayalembaga pendidikan Islam tersebut bersentuhandengan pesantren (setting Indonesia) danmodernisasi pendidikan sekolah modern Belandadan kebangkitan Muslim reformis secara bersama-sama mendorong berbagai perubahan lembaga-lembaga pendidikan Islam. Tidak ragu lagi,pencapaian pendidikan madrasah (MI, MTs, MA)dalam empat dasawarsa terakhir sangatfenomenal. Pencapaian paling utama dari segi

*) Peneliti Puslitbang Pendidikan Agama dan KeagamaanBadan Litbang dan Diklat Kementerian Agama. Jln.M.H. Thamrin6 Jakarta. Email: [email protected]

**Naskah diterima Maret 2015, direvisi April 2015, disetujuiuntuk diterbitkan Mei 2015

ABSTRAKKehadiran madrasah unggulan ikut mewarnai eksistensi madrasah di tanah air di kancah era

modernisasi dan globalisasi saat ini. Keberadaan MTsN Yogyakarta I yang merupakan sekolah rintisanunggulan Kementerian Agama patut diacungi jempol karena madrasah ini menjadi salah satuindikator sekolah yang baik dan berpotensi untuk menjadi unggulan berdasarkan penilaianKementerian Agama Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Madrasah ini mampu mengakomodirkepentingan masyarakat agar tertarik untuk mengamanahkan putra-putrinya di sekolah ini karenaterdapat keunggulan pada pendidikan agama dan penanaman kebiasaan yang islami. Beragam strategidilakukan oleh madrasah ini untuk mewujudkan madrasah unggul, mulai dari peningkatan mutusumber daya manusia tenaga pendidik, kualitas pelayanan, budaya organisasi, sarana prasarana,inovasi kurikulum, dan pembelajaran, khususnya pengembangan kelas unggulan untukmewujudkan keunggulannya.

KATA KUNCI:Strategi, Peningkatan Mutu, Madrasah Unggul

ABSTRACTThe presence of exemplary madrasa colors the existence of madrassas in Indonesia in the midst of modernized

and globalized era. The existence of MTsN Yogyakarta I as a featured pilot school by the Ministry of ReligiousAffairs is admirable due to its quality as an excellent school based on the assessment of the MoRA YogyakartaProvince. This madrasa is able to accommodate the parents’ need to send their children to an excellent religiouseducation and an excellent Islamic custom habituation. Various strategies have been undertaken by this madrasato achieve a superior madrasa, such as: improving the quality educators, service quality, organizational culture,infrastructure, curriculum innovation and learning, especially the development of superior class to realize its excellence.

KEY WORDS:Strategy, Quality Improvement, Exemplary Madrasa

Page 104: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

104 Strategi Peningkatan Mutu Rintisan ...

hukum adalah pengakuan negara melaluiUndang-Undang terhadap madrasah—melaluiUndang-Undang Sistem Pendidikan NasionalNomor 2 Tahun 1989 dan Undang-UndangSistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun2003. Dengan Undang-Undang ini, berarti secaralegal formal madrasah tidak lagi marjinal danterasing dari pendidikan nasional, karena regulasiini telah memposisikan madrasah menjadisubsistem pendidikan nasional. Hal ini sejalandengan komitmen global dalam upayapeningkatan pemerataan akses pendidikan. Aksespendidikan yang bermutu merupakan hakfundamental setiap warga negara yang tidakdibatasi oleh status sosial, status ekonomi, suku,etnis, agama, dan gender, sebagaimanadiamanatkan dalam Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 dan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang SistemPendidikan Nasional.

Pendidikan di madrasah (sudah banyakcontoh baik negeri maupun swasta) dalamperjalanan sejarahnya terbukti dengan kerjakerasnya mampu memperkuat daya saing danmutu pendidikan madrasah di kancah pendidikannasional. Model-model kelembagaan dansubstansi pembelajaran madrasah bermunculansecara beragam merespon modernisasi.Perkembangan madrasah tersebut memberikanindikasi bahwa lembaga pendidikan Islam telahmengalami transformasi dan modernisasi sejalandengan perubahan sosial, ekonomi, politik,budaya, dan globalisasi. Akan tetapi tantanganyang dihadapi madrasah semakin kompleks danberat, karena dunia madrasah juga dituntutuntuk memberikan konstribusi bagi kemoderenandan tendensi globalisasi. Oleh karena itumadrasah wajib meningkatkan mutunya untukmencapai keunggulan.

Dalam upaya meningkatkan mutupendidikan di madrasah, Kementerian Agama RItelah melakukan langkah-langkahpengembangan pendidikan melalui tiga pilar,yaitu; 1) perluasan akses dan pemerataanpendidikan, 2) peningkatan mutu, relevansi, dandaya saing pendidikan, 3) penguatan tata keloladan pencitraan publik. Kementerian Agama jugamengembangkan program Madrasah AliyahProgram Khusus (MAPK), Madrasah Model,Madrasah Unggulan, Madrasah Terpadu, dansebagainya.

Karenanya, saat ini tidak sedikit masyarakatIndonesia yang lebih mempercayai lembagapendidikan madrasah daripada sekolah umum.Hal ini dikarenakan madrasah mempunyaikeunggulan plus, yaitu kekuatan di pendidikanagama Islam yang menjadi berbeda dengansekolah umum. Apalagi jika mengingat siswaMTs adalah siswa usia masih remaja yang sangatmembutuhkan bimbingan pendidikan agama darilingkungan sekolah, rumah, dan keluarganya.

Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Yogyakartamerupakan rintisan Madrasah Tsanawiyahunggulan di Daerah Istimewa Yogyakarta.Berbeda dengan wilayah lain di Indonesia yangsudah punya Madrasah Tsanawiyah model atauunggulan, madrasah ini merupakan cikal bakalMadrasah Tsanawiyah Negeri pertama yang akandijadikan unggulan untuk tingkat MadrasahTsanawiyah di wilayah ini. Maksud darimadrasah rintisan unggulan yaitu madrasah initerpilih sebagai rintisan MTs unggulanberdasarkan Surat Keputusan Kepala KantorKementerian Agama Wilayah Daerah IstimewaYogyakarta berdasarkan sejumlah indikator yaitumemiliki keunggulan sekolah plus keunggulanpesantren. Di satu sisi madrasah ini memilikikualitas sebagai sekolah umum, di sisi lain, iamenjadi tempat untuk membangun kepribadianIslami pada siswa didiknya. Oleh sebab itupenting untuk diketahui seperti apa strategi yangdigunakan oleh madrasah ini untukmeningkatkan mutu lembaganya, mengingatmadrasah unggulan belum banyak di Indonesiasehingga pengalaman proses madrasah ini bisamenjadi inspirasi bagi MTs lain di Indonesia yangmayoritas kualitasnya masih kalah ungguldengan sekolah umum. Penelitian eksplorasi inidilakukan pada tahun 2014.

Rumusan Masalah1. Bagaimana strategi MTsN Yogyakarta I

sebagai rintisan madrasah unggulan negeridi Daerah Istimewa Yogyakarta dalammeningkatkan mutu pendidikannya?

2. Apakekuatan, kelemahan, maupun peluangyang mempengaruhi peningkatan mutumadrasah?

Tujuan1. Untuk mendapatkan data dan informasi

terkait strategi MTsN Yogyakarta I dalam

Page 105: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

Dialog Vol. 38, No.1, Juni 2015 105

mengelola peningkatan mutu pendidikannya.2. Untuk menganalisis kekuatan, kelemahan,

peluangmaupun tantangan yangmempengaruhi peningkatan mutu madrasahdengan analisis SWOT.

KebermanfaatanHasil penelitian ini diharapkan dapat

bermanfaat bagi:1. MTsN Yogyakarta I sebagai bahan refleksi dan

masukan untuk meningkatkan mutupendidikannya.

2. Madrasah secara umum, sebagai bahanmasukan, inspirasi, ataupun spirit untukmemperbaiki mutu madrasah.

3. Puslitbang Pendidikan Agama danKeagamaan, sebagai bahan untuk menyusunkonsep pengembangan madrasah unggulanmaupun peningkatan mutu madrasah.

4. Kementerian Agama RI, khususnyaDirektorat Pendidikan Islam sebagai bahanmasukan dalam menyusun kebijakan untukmeningkatkan mutu madrasah.

B. KERANGKA KONSEPStrategi

Mintzberg dan Waters (2003) menyatakanbahwa strategi adalah pola umum tentangkeputusan atau tindakan. Sedangkan Sudjana(2001) menyitir apa yang diungkapkan olehHardy, Langley, dan Rose bahwa strategi adalahrencana atau kehendak yang mendahului danmengendalikan suatu kegiatan.

Dari pengertian di atas bisa disimpulkanbahwa strategi adalah pola yang dengan sengajadirencanakan dan ditetapkan untuk melakukansuatu kegiatan. Adapun strategi yang dimaksuddalam tulisan ini meliputi segala sesuatu yangdirencanakan dan dilakukan oleh MTsNYogyakarta I dalam rangka untuk meningkatkanmutu pendidikannya.

MutuUndang-Undang Republik Indonesia Nomor

20 Tahun 2003 menimbang bahwa SistemPendidikan Nasional harus menjaminpemerataan kesempatan pendidikan, peningkatanmutu dan relevansi serta efisiensi manajemenpendidikan untuk menghadapi tantangan sesuaidengan tuntutan perubahan kehidupan lokal,nasional dan global sehingga perlu dilakukan

pembaharuan pendidikan secara terencana,terserap dan berkesinambungan.

Perihal penjaminan mutu lembagapendidikan juga tertuang dalam PeraturanPemerintah RI Nomor 19 Tahun 2005 pada BabXV, dimana setiap satuan pendidikan jalur formalmaupun jalur non formal wajib melakukanpenjaminan mutu pendidikan, penjaminan mututersebut bertujuan untuk memenuhi ataumelampaui Standar Nasional Pendidikan(Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005,Standar Nasional Pendidikan).

Mutu adalah kecocokan penggunaan produk(fitness for use) untuk memenuhi kebutuhanpelanggan (Joseph M. Juran 1993). MenurutSallis, mutu adalah upaya untuk memenuhikebutuhan pelanggan, masih dalam buku yangsama Edward mengartikan mutu sebagaikeunggulan (excellence) dengan alasan cocokdengan tujuan. Definisi lain mengatakan “qualityis often defined in term outcome to match a costumersatisfaction”. Dalam konteks mutu sekolah,kepuasan orang tua, masyarakat, pihak terkait(stakeholder) terhadap lulusan yang berkualitasdan pelayanan sekolah yang baik merupakan katakunci sekolah yang diandalkan (Syafaruddin2008).

Dari berbagai uraian di atas bisa disimpulkanbahwa yang dimaksud mutu ialah nilai moralterkait kualitas dengan kriteria persyaratanuntuk memenuhi kebutuhan dan kepuasanpelanggan. Jadi dalam hal ini madrasahmempunyai konsep kualitas yang digunakanuntuk memenuhi spesifikasi tertentu danmemuaskan pelanggan sesuai dengankebutuhannya.

Madrasah UnggulDalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia dijelaskan bahwa yang dimaksuddengan unggul adalah lebih tinggi, pandai, kuat,dan sebagainya daripada yang lain; terbaik;terutama. Sedangkan Keunggulan artinyakeadaan unggul; kecakapan, kebaikan dansebagainya yang lebih dari pada yang lain (PeterSalim dan Yenny Salim : 1991).

Secara ontologis, sekolah unggul dalamperspektif Departemen Pendidikan Nasionaladalah sekolah yang dikembangkan untukmencapai keunggulan dalamkeluaran (output) pendidikannya. Untuk

Page 106: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

106 Strategi Peningkatan Mutu Rintisan ...

mencapai keunggulan tersebut maka masukan(input), proses pendidikan, guru dan tenagakependidikan, manajemen, layanan pendidikan,dan sarana penunjangnya harus diarahkanuntuk menunjang tercapainya tujuan tersebut(Muhammad : 2009).

Dengan demikian sekolah/madrasahunggulan dapat didefinisikan sebagai sekolahyang dikembangkan dan dikelola sebaik-baiknyadengan mengarahkan semua komponennyauntuk mencapai hasil lulusan yang lebih baik dancakap daripada lulusan sekolah lainnya.

Sedangkan menurut Siti Nurhayatikeunggulan madrasah bisa dikategorikan dalamkeunggulan komparatif dan kompetitif. Dalamkonteks lembaga pendidikan, keunggulankomparatif menekankan pada keunggulankaitannya dengan sumber daya yang disediakan,dimiliki tanpa perlu adanya suatu upaya.Sedangkan keunggulan kompetitif adalahkeunggulan yang timbul karena ada suatu upayayang dilakukan untukmencapainya. Keunggulan kompetitif terkaitdengan daya saing suatu produk yang relatifmapan sehingga mampu memasuki pasar tertentudengan tingkat harga dan kualitas sesuaikebutuhan penggunanya. Produk yang memilikikeunggulan kompetitif biasanya didukung olehpelayanan memadai sehingga memiliki daya saingdibandingkan dengan produk yang berasal darisumber lain. Keunggulan komparatifmenekankan pada keunggulan kaitannya dengansumber daya yang disediakan. Sedangkankeuntungan kompetitif bersandar padapenguasaan IPTEK dan informasi. Atas dasarpemahaman tersebut, yang dimaksud dengan‘keunggulan/excellence’ pada istilah ‘center forexcellence’ adalah jenis keunggulan kompetitif,yaitu keunggulan yang diraih melalui suatuusaha. Maka yang dimaksud madrasah ungguladalah lembaga pendidikan Islam yang memilikikomponen unggul, yang tercermin pada sumberdaya manusia (pendidik, tenaga kependidikan,dan siswa), sarana prasarana, serta fasilitaspendukung lainnya untuk menghasilkan lulusanyang mampu menguasai ilmu pengetahuan danteknologi secara terampil, memiliki kekokohanspiritual (iman dan/atau Islam), dan memilikikepribadian akhlak mulia. Dalam konteks iniMTsN Yogyakarta I termasuk dalam kategoriberkeunggulan kompetitif. Oleh karenanya

Kementerian Agama wilayah Daerah IstimewaYogyakarta memilih sekolah ini sebagai rintisanMadrasah Tsanawiyah unggulan.

Bila sekolah mampu mengorientasikan tigakecerdasan tersebut berarti madrasah unggultelah mengakomodasi dan mengarahkan sisikemanusiaan peserta didik agar memilikiintelektualitas, spiritualitas, moralitas, sosialitas,rasa, dan rasionalitas dalam kehidupannya,sehingga output yang dihasilkan akan mampuhidup serasi dan seimbang dengan lingkungankeluarga, anggota masyarakat, alam, dan jugadengan Tuhan.

Menurut Moedjirto, setidaknya dalampraktik dilapangan terdapat tiga tipe madrasahatau sekolah Islam unggulan. Pertama, tipemadrasah atau sekolah Islam berbasis pada anakcerdas. Kedua, tipe madrasah atau sekolah Islamberbasis pada fasilitas. Sekolah Islam ataumadrasah semacam ini cenderung menawarkanfasilitas yang serba lengkap dan memadai untukmenunjang kegiatan pembelajarannya. Ketiga,tipe madrasah atau sekolah Islam berbasis padaiklim belajar. Tipe ini cenderung menekankanpada iklim belajar yang positif di lingkungansekolah/madrasah. Lembaga pendidikan dapatmenerima dan mampu memproses siswa yangmasuk (input) dengan prestasi rendah menjadilulusan (output) yang bermutu tinggi. Tipe ketigaini termasuk agak langka, karena harus bekerjaekstra keras untuk menghasilkan kualitas yangbagus (Agus Maemun dan Agus Zaenul Fitri :2010). Untuk kategori ini MTsN Yogyakarta Itermasuk dalam madrasah unggulan kelompokkedua dan ketiga.

Dari uraian di atas dapat didefinisikan bahwasekolah Islam atau madrasah unggulan adalahlembaga pendidikan Islam yang memilikikomponen unggul, yang tercermin pada sumberdaya manusia (pendidik, tenaga kependidikan,dan siswa), sarana prasarana, dan fasilitaspendukung lainnya untuk menghasilkan lulusanyang mampu menguasai ilmu pengetahuan danteknologi secara terampil, memiliki kekokohanspiritual (iman dan/atau Islam), dan memilikikepribadian akhlak mulia.

Berdasarkan Pasal 2 ayat (2) PP 19 Tahun2005, penjaminan dan pengendalian mutupendidikan dilakukan dalam tiga programterintegrasi, yaitu evaluasi, akreditasi, dansertifikasi. Dengan demikian, akreditasi

Page 107: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

Dialog Vol. 38, No.1, Juni 2015 107

merupakan salah satu program atau kebijakanyang digunakan sebagai strategi penjaminan danpengendalian mutu pendidikan nasional. Dalamkonteks ini, akreditasi merupakan sebuah“mantra” baru yang digunakan sebagai salah satuinstrumen penilaian kelayakan satuanpendidikan dalam menyelenggarakan pendidikandengan mengacu pada 8 (delapan) StandarNasional Pendidikan (SNP), yaitu standar isi,standar kompetensi lulusan, standar proses,standar pendidik dan tenaga kependidikan,standar sarana dan prasarana, standarpengelolaan, standar penilaian, dan standarpembiayaan.

Oleh karena itu, akreditasi mendapatperhatian serius pemerintah, termasukKementerian Agama dalam upaya meningkatkanmutu, daya saing, dan relevansi pendidikan Islam(madrasah) sesuai dengan SNP. Hal inisebagaimana tercantum dalam Rencana StrategikPembangunan Pendidikan Islam 2010-2014 yangmenetapkan bahwa pada tahun 2014 semua MI,MTs, dan MA harus telah diakreditasi oleh BAN-S/M dengan 50% memperoleh peringkatterakreditasi minimal B.

Dari berbagai definisi di atas bisadisimpulkan bahwa madrasah unggul adalahmadrasah yang bisa menunjukkan ciri-ciri ataumemenuhi kriteria keunggulan komparatif dankompetitif, memenuhi akreditasi minimal B(otomatis memenuhi 8 standar SNP), berprestasiakademik maupun non akademik, unggul darisegi input, proses dan output siswa, berbudayaorganisasi unggul, dan lain-lainnya. Dengandemikian madrasah unggulan dapat didefinisikansekolah yang dikembangkan dan dikelola sebaik-baiknya dengan mengarahkan semuakomponennya untuk mencapai hasil lulusanyang lebih baik dan cakap daripada lulusansekolah lainnya.

Oleh karenanya yang dimaksud denganstrategi peningkatan mutu dalam judul penelitianini adalah berbagai upaya yang dilakukan olehMTsN Yogyakarta I untuk meningkatkan mutuagar dari rintisan madrasah unggul berhasilmenjadi madrasah unggulan.

C. METODOLOGIMetode

Metode yang digunakan dalam penelitian iniadalah metode deskriptif kualitatif dengan

pendekatan studi kasus. Penelitian kualitatifadalah jenis penelitian yang menghasilkantemuan yang tidak dapat dicapai melalui prosedurstatistik atau cara-cara pengukuran lainnya(Strauss dan Corbin 1990). Kemudian Glesne danPeshkin menandaskan bahwa dalam penelitiankualitatif peneliti mengumpulkan kata-katamelalui percakapan dengan sejumlah kecil orang,menghimpun berbagai dokumen danmengobservasi perilaku (1992). Penelitian inimembuka peluang lebih besar terjadinyahubungan langsung antara peneliti denganresponden atau sasaran penelitian. Dengandemikian akan lebih mudah memahami fenomenayang dideskripsikan dibandingkan jika istilahtersebut hanya didasarkan pada pandanganpeneliti sendiri (Lincolln dan Guba 1995).

Beberapa pendapat di atas bisa digarisbawahibahwa yang dimaksud penelitian kualitatif adalahprosedur penelitian yang dilakukan melaluikontak langsung antara peneliti dan subyekterutama dengan menggunakan cara observasi,wawancara, studi dokumen sehingga diharapkanakan diperoleh informasi verbal dan non verbalyang diolah tanpa menggunakan pendekatanyang bersifat kuantitatif. Pada penelitian inisubyek perilaku adalah pelaku yang bertugasdalam pengelolaan MTsN Yogyakarta I danpeneliti. Dalam hal ini yang berperan sebagaiinstrumen utama adalah kepala madrasah, tenagapendidik dan kependidikan maupun siswa.

Oleh karena itu, bisa disimpulkan bahwapenelitian kualitatif yang dimaksud dalampenelitian ini dimensinya muncul dalam bentukpengumpulan data dan informasi, berupapernyataan lisan, observasi, dan deskripsi isidokumen yang kemudian diolah menjadi satuhasil penelitian.

Teknik Pengumpulan DataTeknik yang digunakan dalam penelitian ini

adalah pengamatan terlibat, wawancara, dananalisis dokumen (Moleong 2008). Hal inibermaksud agar semakin banyak sumber datayang digunakan untuk memahami permasalahansehingga temuan penelitian akan lebih bermaknadan dipercaya.

Untuk observasi peneliti melakukanpengamatan terlibat secara berkesinambungandengan mengamati pelaksanaan pendidikan dimadrasah untuk memperoleh gambaran umum

Page 108: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

108 Strategi Peningkatan Mutu Rintisan ...

kegiatan proses pengelolaan madrasah.Kemudian wawancara dilakukan dengan kepalamadrasah, kepala tata usaha, wakil-wakil kepalamadrasah, guru mata pelajaran, dan siswadengan cara wawancara personal dan FGD untukmenggali data dan informasi terkait strategipeningkatan mutu madrasah. Pengumpulandokumentasi difokuskan pada hal-hal yangberkaitan dengan pengelolaan madrasah, sepertiprestasi siswa baik akademik maupun nonakademik, program kerja dan tata tertibmadrasah.

Analisis DataData yang diperoleh melalui wawancara,

pengamatan, dan analisis dokumen dicatat dandianalisis. Proses pencatatan dilakukan secarabertahap mulai dari pencatatan awal, yaitumelakukan pencatatan selama pengamatan danwawancara. Kemudian membuat coding sebagaipetunjuk catatan yang diperoleh. Proseduranalisis berikutnya mencakup empat tahapan,yaitu analisis domain, taksonomi, komponensial,dan analisis tema yang dikaji lebih lanjut denganteori yang relevan (Spradley 1990).

TriangulasiTriangulasi adalah proses di dalam penelitian

untuk dapat memantapkan/menguasai temuanpenelitian yang dilakukan dengan metode yangsama, satu sumber yang sama atau satupengamatan yang absah untuk keperluanpengecekan atau sebagai pembanding antara datadokumen, wawancara maupun observasi dalammenganalisisi dan selanjutnya untuk membuatkesimpulan (Michael Quinn Patton 1995).

D. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANGambaran Umum Madrasah

Madrasah Tsanawiyah Negeri Yogyakarta Iberdiri pada 16 Maret 1978. Dasar hukumpendiriannya adalah Surat Keputusan MenteriAgama Nomor 16/16 Maret 1978. MTsNYogyakarta I merupakan pemisahan dari PGAN6 Tahun Yogyakarta. Peserta didik pertama MTsNYogyakarta I adalah para siswa yang pada saatitu berstatus sebagai siswa PGAN 6 TahunYogyakarta kelas I, II, dan III, kemudian beralihstatus menjadi siswa MTsN Yogyakarta I kelas I,II, dan III. Dalam perkembangan selanjutnyaPGAN 6 Tahun Yogyakarta beralih status menjadi

MAN Yogyakarta III.Kepemimpinan MTsN Yogyakarta I dalam

beberapa tahun pertama masih dipegang olehKepala PGAN Yogyakarta. Baru pada 7 September1982, MTsN Yogyakarta I memiliki kepalamadrasah secara definitif. R. Dachri RoeslaniSoenoewinoto, BA adalah Kepala MTsNYogyakarta I yang pertama (7 September 1982 –12 Agustus 1986). Bersama beberapa perintislainnya seperti Hadi Suparto, BA, Drs. Suharto,Drs. Jamhadi, Sukohono, BA, terus berupayamembina dan memajukan MTsN Yogyakarta I.Jumlah kelas atau rombel pada saat itu adasembilan. Tenaga pendidiknya semua berstatusguru PGAN Yogyakarta. Pada periode kepalamadrasah yang kedua, Iskandar, seluruh tenagapendidik sudah berstatus guru MTsN YogyakartaI.

Dalam perjalanan sejarahnya, MTsNYogyakarta I sampai sekarang telah dipimpin olehtujuh kepala madrasah, dimana yang terakhirhingga saat ini masih menjabat sebagai kepalamadrasah, yaitu Drs. H. Abdul Hadi, S.Pd.,M.Pd.I (26 Desember 2013 – sekarang).

Nama MTsN Yogyakarta I semakin dikenaloleh masyarakat luas. Semula, PSB (PenerimaanSiswa Baru) dilaksanakan dengan sistem jemputbola. Akhirnya masyarakat sendiri yang datangke madrasah. Sejalan dengan meningkatnyaanimo masyarakat terhadap MTsN Yogyakarta I,pada tahun 1990-an MTsN Yogyakarta Imenambah jumlah rombel menjadi 12 kelas.Selanjutnya pada tahun pelajaran 2001/2002menjadi 15 kelas. Berkat kerja keras seluruhwarga madrasah, pada Mei 2012 oleh KepalaKantor Kementerian Agama Kabupaten SlemanMTsN Yogyakarta I ditetapkan menjadi MadrasahPercontohan. Selanjutnya pada Desember 2012ditunjuk sebagai Rintisan Madrasah Unggulmelalui Surat Keputusan Kepala KanwilKementerian Agama Daerah Istimewa YogyakartaNomor 6098 Tahun 2012. Setahun kemudianMTsN Yogyakarta I mendapat peringkat 1 padapenilaian Sekolah Adiwiyata Kabupaten Sleman,sehingga berhak mewakili untuk penilaiantingkat DIY.

Secara geografis, letak MTsN Yogyakarta Isangat strategis. Lokasinya dekat dengan jalanraya, Yogyakarta – Semarang, stasiun TVRI, sertaberada di perbatasan wilayah Kabupaten Slemandan Kota Yogyakarta. Hal tersebut menjadikan

Page 109: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

Dialog Vol. 38, No.1, Juni 2015 109

MTsN Yogyakarta I dikenal luas oleh masyarakatdi wilayah Kabupaten Sleman dan KotaYogyakarta.

Kondisi lingkungan dan masyarakat disekitar MTsN Yogyakarta I sangat mendukungdan berkontribusi bagi kemajuan sertaperkembangan madrasah. Lokasinya yang satukomplek dengan MIN Yogyakarta I dan MANYogyakarta III sangat mendukung bagi kerjasama antar madrasah.

Suasana madrasah sangat kondusif untukkegiatan belajar mengajar. Interaksi siswa, guru,dan pegawai antara MIN Yogyakarta I, MTsNYogyakarta I, dan MAN Yogyakarta III sangatbaik. Kerja sama antar ketiga madrasah sangatbaik.

Aktivitas belajar siswa sangat tinggi. Hal inidikarenakan madrasah menerapkan sistem full dayschool. Para siswa belajar di madrasah dari pukul07.00 – 16.00. Suasana kelas yang ada di MTsNYogyakarta I sangat representatif. Luas setiapruang kelas 9 x 8m2. Seluruh kelas dilengkapidengan sarana pembelajaran, termasuk LCDproyektor.

Implementasi Visi dan Misi Madrasah:Mencetak Khalifah Pemakmur Bumi

Sesungguhnya Allah berkehendak manusiaitu menjadi khalifah di bumi agar membawakemanfaatan, kesejahteraan, keselamatan,kedamaian, kemakmuran, dankeberlangsungannya. Namun kenyataannyajustru manusia hanya mengeksploitasi bumiuntuk memenuhi nafsu sesaat tanpa memikirkankeberlangsungannya dan kepentingan makhlukatau manusia yang lain. Padahal Allah telahmemberi petunjuk hidup berupa Al-Qur’an dancontoh manusia teladan utama. Dalam perilakukehidupan masih belum ada keseimbangan antaraalim dan sholeh. Idealnya seorang yang alim ituharusnya sholeh. Namun kenyataanya justrukebanyakan yang alim berperilaku dhalim, yangberperilaku sholeh tapi tidak alim (bodoh). Darikenyataan itulah maka MTsN Yogyakarta Ibermimpi bisa melahirkan generasi-generasi yangalim lagi sholeh melalui pendidikan yangkomprehensif antara pengetahuan ilmiah,illahiah, dan implementasinya dalam bentuk amalnyata. Mimpi tersebut kemudian dituangkanmenjadi visi MTsN Yogyakarta I yaitu “MadrasahIdaman”.

Idaman, yang merupakan akronim intelekdunia akhirat bermanfaat sepanjang jaman. Visiini terinspirasi dari Al-Qur’an surah Al-Qashash77, “Dan carilah apa yang telah dianugerahkanAllah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat,dan janganlah kamu melupakan bahagiaanmudari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah(kepada orang lain) sebagaimana Allah telahberbuat baik kepadamu, dan janganlah kamuberbuat kerusakan di (muka) bumi.Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”.

Sebagai sebuah lembaga pendidikan yangberbasis Islam sedapat mungkin melahirkangenerasi-generasi yang sholeh (utama) dalamsegala bidang kehidupan. Seimbang antarakepentingan hablu minallah dan hablu minanas.Allah mencipta manusia bertugas sebagaikhalifah dilengkapi dengan berbagai fasilitas danperangkat untuk menjalankan tugasnya.Madrasah sebagai lembaga pendidikan yangbertugas mempersiapkan calon-calon kholifahharus menanamkan visi kepada peserta didik.Agar visi mudah diingat maka dibuat menjadisebuah kata yang populer, melekat di hati setiaporang, yaitu IDAMAN.

Intelek dunia artinya menguasai ilmu-ilmuumum yang menjadi bekal dalam bermuamalat.Intelek akhirat artinya menguasai ilmu agamayang bersumber dari Al-Qur’an dan hadis yangmenjadi dasar menjalankan tugas kehidupan.Dengan kesepahaman bahwa kedua bekaltersebut tidak dapat terpisahkan danberkonsekuensi di akhirat nanti, makadiharapkan membuka kesadaran untuk membuatdiri selalu bisa berbuat kebaikan kepada sesama(amal sholeh) sampai badan tidak bisa berbuatapa-apa. Dengan memahami visi tersebut lulusanmadrasah selalu berusaha menjadikan dirinyabermanfaat bagi kebaikan orang lain.

Strategi Peningkatan Mutu MadrasahBerikut ini berbagai strategi yang dilakukan

oleh MTsN Yogyakarta I sebagai rintisanMadrasah Tsanawiyah unggulan untukmeningkatkan mutunya:

Strategi Input SiswaUntuk mengawal ketercapaian visi madrasah

dimulai dari awal penerimaan siswa baru, yaitusyarat menjadi calon siswa madrasah harus

Page 110: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

110 Strategi Peningkatan Mutu Rintisan ...

sudah bisa baca Al-Qur’an, lulus tes psikologi,tes potensi akademik, dan tentunya nilai ujianjuga harus tinggi. Setelah diterima semua siswaharus mengikuti program matrikulasi (bridgingcourse) untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia,Bahasa Inggris, Matematika, dan ilmuPengetahuan Alam.

Strategi Peningkatan Mutu PembelajaranSelanjutnya dalam upaya untuk terus

meningkatkan mutu lulusan, sejak kelas VIIdiadakan tambahan jam belajar untuk matapelajaran Bahasa Inggris, Matematika, dan Fisikabagi siswa yang memerlukan. Setelah di kelas IX,untuk menghadapi Ujian Nasional diberikan jamtambahan belajar untuk semua mata pelajaranyang diujikan sejak semester pertama. Untukmengetahui tingkat ketercapaian prestasidiadakan tes uji coba (try out) sampai sekitar 10kali. Hasil tes uji coba dijadikan bahan untukmengetahui dan menindaklanjuti siswa yangkurang, juga untuk memaksimalkan prestasisiswa yang nilainya tinggi dengan memberipenghargaan.

Disamping itu juga diadakan programpendampingan siswa, dimana satu guru ditugasimendampingi 15 siswa. Tugas guru pendampingadalah memberikan bimbingan, tempat curhat,memantau belajar dan pelaksanaan ibadah siswa,serta mengkomunikasikan dengan orang tuasiswa.

Peningkatan mutu mata pelajaran agamadimulai sejak awal menjadi siswa baru harusmengikuti matrikulasi Baca Tulis Qur’an danpelaksanaan ibadah praktis sehari-hari. Untukmengembangkan bakat minat dalam bidangkeagamaan diadakan tahfidzul Qur’an, seni bacaQur’an, muhadatsah, pidato/ceramah sesudah salatdhuha dan dhuhur oleh siswa.

Strategi Internalisasi Budaya MadrasahBudaya adalah hal yang biasa dijadikan

acuan oleh semua anggotanya danmemungkinkan untuk perubahan semuaanggota organisasi (Diana C. Phesey 1998).Sedangkan Derek Torrington (1991) menyatakanbahwa budaya organisasi adalah karakteristiksemangat dan kepercayaan yang dirasakan adaoleh semua anggota yang dinyatakan dalamwujud tata nilai dan norma berperilaku yangmenyertainya alam kebiasaan-kebiasaan yang

dilakukan mereka. Oleh karenanya bisadikatakan bahwa budaya organisasi adalahsekumpulan nilai yang ada dan diterima olehanggotanya sebagai pedoman, dalam hal ini yangdimaksud organisasi adalah madrasah.

Setelah dibiasakan budaya berilmu danberagama, di MTsN Yogyakarta I jugadikembangkan budaya mengawali belajar dengansalat dhuha, mendengarkan dan menghargaiteman yang sedang menyampaikan ajaran agama(pidato), salat dhuhur berjamaah, membaca Al-Qur’an di masjid, budaya peduli pada lingkunganyang bersih dan indah, hemat listrik, dan hematair. Juga dikembangkan budaya senyum, sapa,salam sesuai dengan moto madrasah “MadrasahRamah dan Menghargai Hak-hak Anak”. Gurudalam mengajar harus bersikap ramah jugamenghargai pendapat, keinginan, kemauan, hak-hak anak untuk menyampaikan aspirasinya.

Strategi Pola PelayananMadrasah adalah perusahaan jasa yang

melayani siswa. Siswa adalah pelanggan luarpertama (primary external customer). Pelangganakan terpuaskan apabila jasa/layanan dirasakanmemuaskan. Menurut Edward Sallis (2003)antara service dengan customer harus terjadihubungan yang baik sehingga memuaskanpelanggan. Oleh karenanya dalam rangkamemberikan pelayanan yang memuaskan strategipelayanan yang digunakan oleh MTsNYogyakarta I adalah pola pelayanan danpembelajaran yang ramah dan menghargai hak-hak anak ternyata berdampak positif terhadapakhlak dan prestasi siswa. Hal ini berimplikasisecara langsung pada animo masyarakat untukmempercayakan pendidikan anaknya di MTsNYogyakarta I. Peningkatan animo masyarakattidak hanya secara kuantitas tetapi juga kualitas,seperti nilai ujian tinggi dan latar belakangpendidikan dan ekonomi orang tua yang lebihbaik.

Tabel 1Nilai Ujian Nasional Siswa

Lulusan madrasah juga semakin banyakyang melanjutkan ke jenjang pendidikan yang

Page 111: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

Dialog Vol. 38, No.1, Juni 2015 111

lebih tinggi (SMA, SMK, MA). Jumlah alumniyang diterima di SMA/SMK favorit semakinmeningkat, seperti diterima di SMAN 8, SMAN2, MA Insan Cendekia, dll.

Demikian juga alumni MTsN Yogyakarta Ijuga tersebar luas dalam berbagai bidang kerjadan professional, berikut diantaranya :

Tabel 2Data Alumni Siswa

Strategi PembiayaanPengembangan madrasah tidak akan lepas

dari pembiayaan. Dana BOS dan DIPApemerintah belum cukup untuk mengembangkanmadrasah, disamping terbentur pada jumlah jugaaturan yang ada. Jalan keluar dari pembiayaanini adalah memperdayakan dana infak darimasyarakat. Dalam pengumpulan dana infak inidilakukan oleh komite madrasah melalui jalurinfak penerimaan siswa baru, infak dariPaguyuban Orang Tua Siswa, infak Jum’at, dansumbangan/hibah dari donatur yang tidakmengikat.

Dana infak tersebut sangat mendukungkegiatan program-program unggul. Banyak danayang diperlukan untuk pelaksanaan penguatanprogram unggul, seperti dana penguatanprogram Sains, Tahfidz, Bahasa, danKewirausahaan. Setiap program diberikan waktu5 jam per minggu. Selain kegiatan in class jugadiperlukan dana untuk kegiatan out of door sepertifield study, kunjungan, out bond, AMT, dan lainsebagainya.

Untuk siswa yang secara ekonomi orang

tuanya kurang beruntung disediakan biaya siswaBSM untuk yang tinggal di wilayah KabupatenSleman dan KMS untuk yang berasal dari KotaYogyakarta. Disamping itu masih ada danasantunan yang berasal dari suka rela bapak/ibuguru. Dana santunan ini terutama untukkonsumsi jajan di madrasah, sepatu dan seragamsiswa.

Strategi Peningkatan Mutu Tenaga PendidikPeningkatan prestasi madrasah tentu tidak

lepas dari penigkatan mutu tenaga pendidik dankependidikannya. Peningkatan tenaga pendidikdimulai dari perubahan paradigma pendidikandan mindset melalui pelatihan ESQ, kajian Al-Qur’an, pengajian rutin triwulan, kajian iftitahpada saat rapat dinas. Semangat iniditindaklanjuti dengan semangat melanjutkanstudy S2. Sampai saat ini dari 35 tenaga pendidikyang ada tingkat pendidikannya 5 orang guruS2, 28 guru S1, dan 2 orang guru D3. Jumlahguru PNS 33 orang dan GTT 2 orang. Jumlahguru yang sudah bersertifikasi 32 orang dan yangbelum 3 orang. Semua guru mengajar sesuaidengan latar belakang keilmuannya masing-masing.

Disamping peningkatan mutu pendidikmelalui jalur kelanjutan studi juga melalui diklat-diklat, baik yang dilakukan sendiri olehmadrasah maupun mengikutsertakan pada diklatyang diselenggarakan Kemenag maupunKemendikbud. Demikian juga mengaktifkankegiatan MGMP, baik tingkat madrasah,kabupaten, maupun provinsi.

Prestasi siswa tidak bisa lepas dari tenagapengajar, maka peningkatan mutu tenagapendidik selalu ditingkatkan. Penguatankemampuan tenaga pendidik dilaksanakanmelalui program kelanjutan studi S2, diklat,MGMP, baik tingkat madrasah, kebupatenmaupun DIY. Berkat bantuan dari DBE,keterampilan guru dalam mengajar semakin baikdan variatif. Untuk meningkatkan kemampuandi bidang IT dilakukan diklat kerjasama denganPenerbit Erlangga dan Perguruan Tinggi AkprindDiklat tentang pendidikan lingkungan yanghijau bekerjasama dengan LSM SIND Yogyakarta.

Meskipun MTsN Yogyakarta I sudahmengalami peningkatan, tetapi belum cukup.Motto para pengelola dan stakeholders bahwamadrasah merupakan lahan untuk beramal soleh

Page 112: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

112 Strategi Peningkatan Mutu Rintisan ...

yang buahnya akan dipetik di yaumul akhir,dijadikan landasan untuk terus berusahamelejitkan prestasi sebagai wujud nyatakesadaran menjalankan ajaran Islam ternyatamampu meningkatkan mutu MTsN ini. Rencanastrategis madrasah dalam pengembangan mutupendidikan adalah merintis madrasah unggul,dengan program unggulan Sains, Tahfidz, Bahasa,dan Enterpreneur (kewirausahaan).

Strategi Ramah LingkunganMadrasahku rumah keduaku. Madrasahku

surgaku. Sebuah ungkapan yang menginspirasiuntuk menciptakan suasana madrasah yangindah, nyaman, aman, lengkap dengan segalakebutuhan belajar siswa. MTsN Yogyakarta Imempunyai moto “Madrasah RamahMengantarkan Siswa Meraih PrestasiTinggi.”Karenanya, desain lingkungan madrasahdibuat indah tetapi bermanfaat sebagai mediapembelajaran sekaligus bernilai ekonomis.Misalnya limbah air wudlu yang melimpahditampung dalam kolam cantik yang airnyadigunakan untuk memelihara ikan. Kelebihan airtidak dibuang percuma tetapi digunakan untukmenyirami tanaman yang ada di sekitarnya.Dengan demikian menjadi media pembelajaranbagi banyak bidang mata pelajaran.

Di samping kolam terdapat masjid danperpustakaan dengan fasilitas wifi internet,semakin membuat suasana akademis, religius, danrekreatif telah membuat siswa betah di madrasahsampai sore hari. Tata kelola madrasah yangdemikian menjadikan semua warga madrasahselalu fresh dan enjoy dalam belajar sehinggaberdampak pada peningkatan prestasi.

Suasana tersebut merupakan salah satudampak positif dari sistem open manajemen,manajemen kolegial, dan transparan akuntable.Sudah menjadi tradisi di MTsN Yogyakarta Ibahwa setiap warga harus ikut ambil peran dalammenyusun dan melaksanakan program kerja.Panitia pelaksana kegiatan dikelompokkanmenjadi 5 kelompok, jadwal kegiatan dibuatdalam satu tahun disertai kelompok panitiapelaksananya. Setelah selesai melakukan kegiatankemudian diadakan RAA (review after action) untukmelihat secara obyektif kekurangan dan kelebihandalam melaksanakan program.

Strategi Peningkatkan Mutu SaranaPrasarana

Untuk meningkatkan kualitas sarana danprasarana dalam rangka menunjang kegiatanbelajar mengajar, disetiap kelas MTsN inidipasang LCD Proyektor lengkap dengan wifiinternet. Untuk sarana olah raga dilengkapidengan lapangan futsal, volley, basket, danpingpong. Pengembangan bakat seni budaya danketerampilan juga dilengkapi dengan ruangketerampilan batik, ruang keterampilan sablon,lab computer, studio music, green house, hidroponik,aquaponik, alat masak. Demikian juga saranapenunjang pembelajaran yang lain, lab IPA,perpustakaan, jaringan internet dengan wifi dapatakses merata di semua area kampus, masjidberdaya tampung 700 orang lengkap dengantempat wudlu berkapasitas 60 kran menjadikanibadah salat dapat dilaksanakan secara berjamaah.

Strategi Pengembangan KurikulumMadrasah

Kurikulum madrasah terdiri dari kurikulumpendidikan nasional untuk mata pelajaran umum(PKn, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris,Matematika, IPA, IPS, Seni Budaya, PendidikanJasmani dan Kesesahatan, Ketrampilan, dan TIK),kurikulum Kemenag untuk mata pelajaran agamaIslam (Qur’an Hadis, Akidah Akhlak, Fikih, SKI)dan Bahasa Arab. Kurikulum muatan lokal DIY(Bahasa Jawa dan Piwulang Agung KeratonNgayogyakarta Hadiningrat), dan kurikulumRintisan Madrasah Unggul (RMU) yangdikembangkan sendiri oleh madrasah, yangmeliputi Sains (Matematika, Fisika, dan Biologi),Tahfidz (minimal 2 Juz), Bahasa (Bahasa Arab danBahasa Inggris), dan Kewirausahaan.Kewirausahaan ini dimaksudkan untukmenumbuhkan spirit berwirausahan siswa.Setiap akhir tahun pelajaran diadakan madrasahexpo dengan menampilkan segala macam usahasiswa. Untuk mendukung acara expo ini orangtua/wali wajib membeli produk siswa sebagaiapresiasi terhadap hasil belajar berwirausahaputranya.

Sistem pembelajaran full day school, dimulaidari pukul 06.45 sampai dengan 16.00. Pukul 06.45sampai dengan 07.15 pembiasaan salat Dhuha danpembacaan hadis oleh siswa. Untuk kegiatanintrakurikuler dimulai pukul 07.15 sampaidengan 014.10. Setelah itu dilanjutkan dengan

Page 113: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

Dialog Vol. 38, No.1, Juni 2015 113

kegiatan ekstra kurikuler sampai dengan pukul16.00.

Kegiatan ekstra kurikuler merupakan saranauntuk menggali dan mengembangkan bakat danminat siswa. Madrasah ini menyediakan banyakkegiatan ekstra kurikuler, ada yang wajib(pramuka), dan ada yang bersifat pilihan. Untukkelas VII wajib mengikuti pramuka dan wajibmemilih minimal satu kegiatan ekstra. Untukkelas VIII wajib mengikuti salah satu kegiatanekstra kurikuler. Kelas IX kegiatanekstrakurikuler dihentikan, waktunyadigunakan untuk les mata pelajaran UjianNasional.

Sistem pembelajaran di MTsN Yogyakarta Itidak hanya bersifat in class, tetapi juga out class,memanfaatkan lingkungan alam. Maka dari itulingkungan madrasah didesain menjadi tempatbelajar dan sekaligus penelitian. Green house, yangdi dalamnya terdapat tanaman hidroponikmerupakan salah satu laboratorium penelitianbiologi, tetapi sekaligus untuk belajar pertanianmodern dan sosial ekonominya. Taman kolam,sebagai tempat menampung limbah air wudlusekaligus untuk beternak ikan, limbah kotoranikan ditampung untuk dijadikan pupuk tanamanhidroponik, dan aquaponik. Ini merupakanmedia pembelajaran siklus saling memanfaatkantanpa merugikan satu dengan yang lain, dandapat diketahui bahwa semua yang dicipta Allahtidak ada yang sia-sia. Demikian juga komposter,biopori, dan tempat-tempat pemilahan sampahmerupakan media pembelajaran pedulilingkungan dan mengetahui betapa besarmanfaat sampah yang sering dianggap tidakberguna.

Strategi Penguatan Kelas UnggulanMadrasah Tsanawiyah Negeri Yogyakarta I

merupakan “rintisan madrasah unggulan.”Karenanya kegiatan pembelajaran para siswadikelompokkan dalam lima kelas yang masing-masing kelas memiliki keunggulan dibidangnyamasing-masing. Dari lima kelas tersebutdikelompokkan menjadi kelas yang memilikikeunggulan akademik, tahfidzul Qur’an, bahasa,dan entrepreneurship. Untuk mendukung berbagaikegiatan tersebut maka para pendidik di MTsNYogyakarta I yang hampir 100% berpendidikansarjana mengembangkan berbagai strategipembelajaran. Kemampuan para guru dalam

mengembangkan berbagai strategi pembelajaranbanyak didukung oleh berbagai kegiatanpelatihan yang diadakan oleh madrasahbekerjasama dengan berbagai lembaga terkait,misalnya UIN, UNY, Pondok Pesantren al-Qodir,Inayatullah dan lembaga lainnya, semisalGanesha Operation dan Anak Jenius Indonesia.Keterbatasan dana yang diterima madrasah darinegara dalam bentuk dana BOS dan DIPA telahmendorong madrasah mengembangkan berbagaikegiatan usaha koperasi siswa, kantin, penjualanbarang bekas, maupun budidaya ikan yangmerupakan upaya untuk memanfaatkan limbahair wudhu.

Strategi Penguatan Pendidikan AgamaMadrasah adalah salah satu pilar bangsa

yang turut membidani lahirnya generasi masadepan yang memiliki keunggulan di bidang ilmupengetahuan dan teknologi serta memilikiketinggian dibidang budi pekerti. Dalam kurunwaktu yang cukup panjang MadrasahTsanawiyah Negeri Yogyakarta I menyadari akantanggung jawab tersebut. Berbagai kegiatanmadrasah bukan saja ditekankan pada kecerdasanyang bersifat kognitif namun juga yang bersifatafektif. Upaya agar peserta didik dapatmenginternalisasikan nilai-nilai luhur yangmereka dapatkan di dalam kelas maka dilakukankegiatan penguatan pendidikan agama dalambentuk pembiasaan salat dhuha, salat dzuhur,salat lail, salat jenazah, pembacaan hadis, BacaTulis al-Qur’an, Tahfidzul Qur’an, PeringatanHari-hari Besar Islam dan kegiatan pesantren dibulan Ramadan. Guna mengembangkankemampuan berbahasa asing bagi para pesertadidik, maka pada setiap hari kamis setelah salatdzuhur para siswa diberi kesempatan untukmenyampaikan kultum (kuliah tujuh menit)dalam bahasa Inggris dan Arab.

Meskipun tidak berlokasi di pinggir jalanutama kota Yogyakarta, nama MTs NegeriYogyakarta I sudah cukup dikenal olehmasyarakat terbukti dengan animo masyarakatyang cukup tinggi untuk memasukkan anak kemadrasah ini. Di usianya yang ke-36, madrasahini semakin menunjukkan eksistensinya untukmenyejajarkan diri dengan sekolah lain di KotaYogyakarta. Madrasah tidak lagi dianggap sebagaisekolah yang ‘far left behind’ atau jauh tertinggaldari sekolah lain. Kelebihan sekolah ini adalah

Page 114: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

114 Strategi Peningkatan Mutu Rintisan ...

kurikulum agama yang lebih banyakdibandingkan sekolah umum. Selain itu, dimadrasah ini terdapat banyak kegiatanpembiasaan ibadah. Oleh karenanya madrasah inimenamakan dirinya sebagai “Madrasah DarulAdzkiya”.

Setiap hari, ada pembiasaan ibadah untukmenguatkan pendidikan agama yang telahmenyatu dengan semua warga madrasah.Sebelum bel masuk berbunyi, seluruh siswa danguru melaksanakan salat dhuha bersama.Bukanlah sesuatu yang mengherankan jika kitamenjumpai siswa-siswi yang sesampainya disekolah segera mengambil air wudlu dan masukke masjid untuk melaksanakan salat dhuha.Bapak-ibu guru tidak perlu lagi ‘mengejar’ siswauntuk meminta mereka salat dhuha.

Para siswa ini dengan khusu’ menjalankansalat dhuha yang kemudian dilanjutkan denganpembacaan hadits oleh salah seorang siswa.Mereka baru meninggalkan masjid ketika belmasuk berbunyi dan masuk ke kelas masing-masing. Di dalam kelas, siswa mengawali jampertama pelajaran dengan membaca tadarus Al-Qur’an bersama-sama.

Ada juga kelas-kelas yang mengikuti tahfidzatau hafalan Al-Quran. Setelah salat dhuhaselesai, sebagian siswa melanjutkan aktivitasdengan menghafal Al-Qur’an bersama gurupembimbing. Program ini bertujuan untukmembekali siswa dan siswi agar ketika lulus darimadrasah, mereka mampu menghafal Al-Qur’an.Madrasah mempunyai visi yang kuat agar parasiswa dan siswi mempunyai motivasi yang kuatuntuk menghafal Al-Qur’an.

Karena ini merupakan program yang baru,maka baru kelas 7D & 7E jurusan tahfidz yangmengikuti program ini. Pada tahun pertama ini,mereka harus menghapal minimal 2 juz: juz 30(‘amma) untuk kelas 7 dan juz 29 untuk kelas 8.Hal ini didasarkan pada aspek kemampuan dankesempatan yang mereka miliki. Ditambah lagi,waktu mereka menyetor hafalannya hanyalahwaktu di sekolah. Banyak memang kendala yangdihadapi selama berlangsungnya program ini.Pertama, selain program tahfidz, mereka jugamengikuti kegiatan pembelajaran reguler danekstrakurikuler. Kedua, MTsN Yogyakarta I belummempunyai boarding school, jadi mereka harusmenghafal di rumah.

Adapun strategi pelaksanaannya adalah

untuk kelas 7E, mereka menghafal di rumah dantiap pagi ba’da salat dhuha sampai menjelangmasuk kelas, mereka menyetorkan hafalan keguru pembimbingnya masing-masing (sorogan).Untuk yang kelas 7D, mereka menghafal tiap haripada jam ke-9. Ada satu hari khusus yaitu hariSabtu untuk tadarus bersama sambil mengecekhafalan-hafalan sebelumnya agar tidak lupa danmasih tetap terjaga. Tepat jam setengah delapanpagi, kegiatan pembelajaran baru dimulai.

Kegiatan pembiasaan yang lain adalahjamaah salat dhuhur secara bersama-sama bagiseluruh warga madrasah. Khusus hari Kamis,selesai salat dhuhur diadakan kultum yang diisioleh siswa secara bergantian denganmenggunakan bahasa Arab, Inggris, Jawamaupun bahasa Indonesia. Latihan pidato empatbahasa ini sudah dilakukan sejak lama di MTsNYogyakarta I dan kini telah menjadi pembiasaanyang baik. Siswa yang maju tidak perlu lagidipilih guru namun mereka sendirilah yangberinisiatif untuk maju berpidato. Untuksementara ini naskah singkat pidato yangberdurasi sekitar 10 sampai 15 menit masihdisiapkan oleh guru walaupun untuk naskahpidato dalam bahasa Indonesia dan Jawa kadangsiswa menyiapkan sendiri naskah tersebut.Kedepan akan dibentuk dewan siswa yangmengurusi kegiatan ini mulai dari pembuatannaskah pidato sampai pelaksanaan acara ini.

Kegiatan ini ternyata sungguh berimbaspositif pada pribadi siswa. Bagi siswa yang majuberpidato, ajang ini dapat digunakan sebagaiajang untuk melatih keberanian dan percaya diri.Siswa-siswa yang mendengarkan temannyaberpidato dibiasakan untuk menghargai oranglain dengan cara duduk tenang mendengarkanpidato. Bagi sekolah, ajang ini digunakan untukmencari siswa berbakat pidato untukmenghadapi lomba pidato empat bahasa yangdiadakan setiap tahunnya. Jadi “sekali dayung,dua, tiga pulau terlampaui.”

Strategi Penguatan Sosial CapitalKegiatan bersifat keagamaan lain yang juga

dilaksanakan di madrasah ini adalah mengajaksiswa untuk takziyah, jika ada warga disekitarmadrasah yang meninggal. Selain bertujuanuntuk menumbuhkan rasa simpati pada sesamayang sedang berduka, juga untuk menunjukkanjiwa sosial kemasyarakatan para siswa dengan

Page 115: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

Dialog Vol. 38, No.1, Juni 2015 115

lingkungan sekitarnya. Kegiatan ini jugasekaligus menjadi ajang pengaplikasianpengetahuan tentang salat jenazah yangdidapatkan siswa dalam situasi yang sebenarnyaagar pengetahuan ini tidak berhenti sebatas teorisaja. Kedepan, MTsN Yogyakarta I berencanamembuat program santri madrasah terjun kemasyarakat. Tugas para siswa atau santri iniadalah mensyiarkan nilai-nilai kebaikan langsungdalam kehidupan nyata di masyarakat. Lebihjauh lagi, diharapkan madrasah menjadi cikalbakal pencetak dai-dai handal pembawa nilaikebaikan dalam masyarakat.

E. ANALISIS SWOTKekuatan, Kelemahan,Peluang, danTantangan Madrasah

Salah satu indikator sekolah yang baik adalahapabila sekolah tersebut mampu mengakomodirsemua kepentingan masyarakat agar masyarakattertarik untuk mengamanahkan putra-putrinyadi sekolah itu. Namun semua itu tidaklahsemudah membalik telapak tangan, mengingatpersaingan antar sekolah untuk merebut pangsapasar sangatlah luar biasa ketatnya. Semuasekolah menawarkan keunggulan-keunggulantertentu untuk menarik perhatian masyarakat.

MTsN Yogyakarta I sebagai institusipendidikan setingkat SMP juga terus berbenahdiri dan melakukan hal yang sama dengansekolah lain untuk semakin menjadi sekolahpilihan masyarakat. Untuk itu, madrasah inisegera berbenah diri dengan cara introspeksi danrefleksi diri. Analisis SWOT digunakan sebagaipanduan untuk mengetahui Strength (kekuatan),Weakness (kelemahan), Oportunity (peluang) danThreat (tantangan/ancaman). Analisis ini akandigunakan untuk acuan madrasah memperbaikidiri. Kekuatan dan peluang yang ada di madrasahini sangat menjanjikan untuk meningkatkankepercayaan masyarakat pada madrasah.

Kapasitas Strength (kekuatan) MTsNYogyakarta I sebenarnya sangat kuat. Motivasiguru dan siswa untuk belajar cukup tinggi.Tingkat kehadiran siswa di sekolah sangat tinggidan hanya sedikit ditemukan kasus siswamembolos sekolah. Dengan keadaan ini, responsiswa adalah mengikuti pelajaran sangat tinggi.Dalam segi pendekatan belajar, gurumenggunakan pendekatan bervariasi agar siswadapat mengembangkan diri sejalan dengan

pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.Kegiatan yang bersifat keagamaan sebagai cirikhas madrasah ini berlangsung secara baik.Dengan demikian, sekolah ini mampumenerapkan iman dan takwa (imtak) secaraseimbang.

Madrasah ini juga dilengkapi denganlaboratorium IPA, TIK, kewirausahaan danbahasa yang cukup memadai termasuk alatpraktik yang dimanfaatkan oleh siswa untukpenunjang pembelajaran tersedia dengan baik.Siswa dapat praktek langsung di laboratoriumsemua teori-teori yang didapat di kelas. Madrasahini di atas kertas memiliki kemampuan-kemampuan bertaraf nasional dan internasionalyang diperlukan untuk memenuhi kebutuhansiswa dalam era global.

Letak geografis madrasah yang agaktersembunyi (di belakang MAN Yogyakarta III)merupakan keuntungan tersendiri bagi madrasahini. Di era merebaknya tawuran antar siswa, letakyang tidak strategis menjadi keuntungantersendiri bagi madrasah ini dari segi keamanan.Kasus-kasus tawuran antar pelajar sangat minimterjadi. Demikian pula dengan kebisinganlingkungan akibat suara kendaraan yang lalulalang atau suara keras dari suatu perayaan tidakterlalu menjadi kendala dalam prosespembelajaran.

Tenaga pengajar di madrasah ini banyakyang berusia matang sehingga memiliki kinerjayang tinggi. Tingkat kependidikan dari paragurupun sangat menjanjikan karena 80% lulusanS1 dan 20% lulusan S2. Workshop peningkatanmutu guru dan karyawan juga seringdilaksanakan untuk menjaga dan menambahdisiplin semua personal dan kinerja mereka.Tingkat kompetensi guru yang bervariasidimanfaatkan untuk memaksimalkan kegiatanekstrakulikuler di sekolah. Sebagai contoh:kegiatan jurnalistik di madrasah ini telahmenciptakan jurnalis-jurnalis handal yangmampu melahirkan majalah sekolah yang bagusdan kreatif bernama ‘Adzkiya’. Kegiatanekstrakurikuler ini juga bertujuan untukmenampung dan meningkatkan prestasi siswasesuai dengan bakat, minat dan kreativitas.

Opportunity (peluang). Belum banyaksekolah yang mempunyai perpustakaan yangrepresentatif padahal perpustakaan merupakanjantung sekolah. Madrasah ini mempunyai

Page 116: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

116 Strategi Peningkatan Mutu Rintisan ...

D A F TA R P U S TA K A

perpustakaan yang sudah digital dan tertatacukup baik. Rasio jumlah buku selain buku matapelajaran (textbook) di perpustakaan denganjumlah siswa walaupun belum proporsionalnamun sudah mampu memenuhi kebutuhansiswa yang haus akan buku bacaan. Denganperpustakaan sekolah yang baik, sekolah inimampu menjawab keinginan masyarakat yangingin menjadikan putra-putrinya cerdas dalamilmu dan sekaligus berkarakter yang baik.

Sedangkan yang masih menjadi weakness(kelemahan) dan sekaligus threat (tantangan)madrasah ini adalah nilai Ujian Nasional yangsecara rata-rata masih di bawah sekolah umumunggulan di daerah ini. Input siswa mayoritasjustru bukan siswa dengan prestassi tinggi saatdi bangku Sekolah Dasar.

F. KESIMPULANBeragam strategi dilakukan oleh MTsN

Yogyakata I sebagai madrasah rintisan unggulan

di Daerah Istimewa Yogyakarta untukmeningkatkan mutu pendidikannya melaluiberagam cara yaitu mulai dari solusi pembiayaan,mendongkrak mutu tenaga pendidik, pelayanan,sarana prasarana, budaya organisasi, inovasipembelajaran, kurikulum, open manajemen, dankhususnya pengembangan program unggulanyang merupakan potensi kekuatan MTsNYogyakarta I ini dalam merintis madrasahnyaagar menjadi madrasah uggulan.

Sedangkan yang masih menjadi weakness(kelemahan) dan threat (tantangan) madrasah iniadalah nilai Ujian Nasional yang secara rata-ratamasih di bawah sekolah umum unggulan didaerah ini dan input siswa yang mayoritas bukansiswa berprestasi di jenjang sekolah sebelumnya.[]

Bush, Tony and Marrianne Coleman. Leadershipand Strategic Management in Education.Research Center, 2002.

Dalin, Per. School Development: Theories andStrategies. London: Wellington House, 1998.

David J.L. “Syntesis of Research on School-BasedManagement”. Dalam EducationalLeadership, Vol. 46 No. 8 .

Davis, G. Russel. Planning Education for Development:Volume Issue and Problems in The Planning ofEducation in Developing Countries. Cambridge:Massachusetts, 2006.

Diskusi Kelompok dengan Wakil-Wakil KepalaMadrasah di MTsN Yogyakarta I.

Hernsey, Paul and Blanchard Kenneth H.,Management of Organizational Behavior:Utilizing Human Resources, (5th Ed). NewJersey, Englewood Cliffs: Prentice Hall,2008.

Juran, J.M. and Frank M. Gryna (Ed). Juran’sQualit Control Handbook,4th Edition. NewYork: Mc Graw-Hill, 1998.

Koontz Harold, Cyrill O’Donell, and HeinzWeihrich, Management (8th Ed), New York:McGraw-Hill Book Company, 1993.

Lincoln, Y.S. and E.G. Guba. Naturalistic Inquiry.New Delhi: Sage Publication, 2005.

Moleong, L.J. Metodologi Penelitian Kualitatif.Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008.

Nurhadi, Mulijani A. “Peningkatan MutuPendidikan dan Strategi Pembiayaannya”.Makalah disampaikan pada SeminarPeningkatan Kualitas Pendidikan, 2005.

Patton, Michael Quin. Qualitative EvaluationMethod. London: Sage Publicaton, 2000

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005tentang Penetapan Angka Kredit JabatanFungsional Pengawas Sekolah. Semarang:Duta Nusindo, 2006.

Phesey, Diana C. Organizational Culutres: Types andTransformation. London: Routledge, 1993.

Rencana Strategis Pendidikan Islam Tahun 2010-2014.

Page 117: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

Dialog Vol. 38, No.1, Juni 2015 117

Sallis, Edward. Total Qualty in Educaton. London:Philadelphia, 2003.

Strauss, Anseim and Juliet Corbin. Basic ofQualitative Research. California: SagePublication, Inc, 2000.

Syafaruddin. Manajemen Mutu Terpadu dalamPendidikan: Konsep, Strategi dan Aplikasi.Jakarta: Grasindo, 2001.

Torrington, Derek and Hall, Laura. PersonnelManagement: A New Aproach. London:Prentice Hall International (UK) Ltd., 1991.

Undang-Undang Dasar 1945.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentangSistem Pendidikan Nasional.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 TentangSistem Pendidikan Nasional.

Wawancara dengan Kabid Mapenda KementerianAgama Provinsi Daerah IstimewaYogyakarta.

Wawancara dengan Kepala MTsN Yogyakarta I.

Page 118: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

118 Strategi Peningkatan Mutu Rintisan ...

Page 119: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

Dialog Vol. 38, No.1, Juni 2015 119

Buku ini ditulis Eriyanto. Ia lahir di Gresik,12 Oktober 1974. Alumnus Fisipol-IlmuKomunikasi UGM Yogyakarta ini pernah aktif dimajalah Balairung, juga peneliti pada majalahPantau. Eriyanto cukup lama menggelutipenelitian di bidang komunikasi. Tahun 2003–2004, ia dipercaya menjadi Direktur Riset LembagaSurvei Indonesia. Pada periode 2004–2005,Eriyanto menjadi Direktur Riset Lingkaran SurveiIndonesia (LSI). Saat buku ini terbit, ia adalah

BOOK REVIEW

MENGENAL LEBIH DEKAT ANALISIS FRAMING

R I D W A N B U S T A M A M*)

Judul Buku:Analisis Framing: Konstruksi,Ideologi, dan Politik MediaPenulis:EriyantoPenerbit:LKIS Yogyakarta, Oktober 2002,Cetakan PertamaTebal:xxiv + 312 halaman

peneliti senior LSI dan sedang menyelesaikanpendidikan doktoral bidang komunikasi diUniversitas Indonesia. Eriyanto termasuk penelitiyang produktif. Beberapa karyanya antara lain:Metodologi Polling: Memberdayakan SuaraRakyat (Bandung: Rosda Karya, 1999); KekuasaanOtoriter: Studi Atas Pidato Politik Soeharto(Yogyakarta: Insist-Pustaka Pelajar, 2000); AnalisisWacana: Pengantar Analisis Teks Media (Yogyakarta: LKIS, 2001); Analisis Framing:Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media (Yogyakarta:LKIS, 2002); Panduan Menyelengarakan QuickQount (Jakarta: LSI, 2005), dan; Teknik Sampling:Analisis Opini Publik (Yogyakarta: LKIS, 2007).Selain buku, tulisannya juga banyak dimuat diberbagai jurnal dalam maupun luar negeri,misalnya Jurnal Wacana, Jurnal Basis, dan AsianJournalism Review.

Untuk memahami buku ini, pembaca sangatterbantu oleh Pengantar Redaksi, Pengantar dari Dr.Deddy Mulyana, dan Pengantar Penulis sendiri.Menurut redaktur, tulisan ini memiliki“kesejajaran” dengan karya Eriyanto sebelumnya

1 Pernah dipresentasikan pada acara “Review Buku KeagamaanTahap IV (Analisis Framing karya Eriyanto dan Sejarah MalukuKarya Des Alwi),” diselenggarakan Puslitbang Lektur danKhazanah Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kemenag,tanggal 30 Agustus 2012 di Hotel Desa Wisata TMII JakartaTimur.

2 Peneliti Puslitbang Lektur dan Khazanah Keagamaan BadanLitbang dan Diklat Kemenag RI.

Page 120: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

120 Mengenal Lebih Dekat ...

berjudul Analisis Wacan: Pengantar Analisis TeksMedia. Keduanya dapat menjembatani pembacayang mendalami ilmu komunikasi, khususnyajurnalistik. Sementara itu, Deddy Mulyanamenegaskan bahwa meskipun analisis framingdipandang Eriyanto sebagai pendekatankonstruktivis, ia justru menganggapnya sebagaianalisis konstruktivis, sekaligus analisis kritis.Buku ini menawarkan metode yang relatif baruselain metode klasik [positivis]. Paradigmaalternatif yang lebih kritis ini mampu melihatrealitas lain di balik wacana media massa, salahsatunya melalui analisis framing. Untukmemperkaya interpretasi, kita bahkan dapatmemanfaatkan berbagai teori sosiologi, psikologi,antropologi, ilmu politik, teori-teori kritis,hermeneutik dan semiotik, teori-teoripascamodernis (postmodernism), termasuk teori-teori normatif-religius mengenai wacana(komunikasi) yang terkandung dalam kitab suciseperti Perjanjian Lama, Perjanjian Baru, Al-Qur’an, dan Hadis Nabi Saw. Intinya, siapa pundapat membangun dan mengembangkan sebuahkerangka atau model analisis framing.Sebagaimana penelitian interpretif lainnya,analisis framing merupakan suatu seni ataukreativitas. Metode analisis dan kesimpulannyaboleh jadi berbeda meskipun kasusnya sama (hlm.ix-xvii).

Media massa di Indonesia sangat kayadengan wacana, antara lain tentang perubahankonstelasi kekuasaan antara berbagai komponenbangsa, masyarakat, atau komunitas tertentu.Analisis framing cocok digunakam untuk melihatkonteks sosial-budaya suatu wacana, khususnyahubungan antara berita dan ideologi, yaituproses atau mekanisme pemberitaan dalammembangun, mempertahankan, memproduksi,meng-ubah, dan meruntuhkan suatu ideologi.Analisis framing mampu melihat siapamengendalikan siapa dalam suatu strukturkekuasaan, pihak mana yang diuntungkan dandirugikan, siapa si ‘penindas’ dan si ‘tertindas’,siapa yang konstitusional dan yanginkonstitusional, kebijakan publik mana yangharus didukung atau ditolak, dan sebagainya(hlm.xiv-xv).

Eriyanto menggarisbawahi bahwa buku inimembahas analisis framing dan penerapannyadalam analisis isi media. Analisis framing sendiriadalah analisis yang memusatkan perhatian pada

bagaimana media mengemas dan membingkaiberita. Proses itu umumnya dilakukan denganmemilih peristiwa tertentu untuk diberitakan,dan menekankan aspek tertentu dari peristiwalewat bantuan kata, aksentuasi kalimat, gambar,dan perangkat lainnya (hlm.xxi).

Meskipun terkesan terlambat, namun belum“basi” bagi para peneliti di lingkungan BadanLitbang dan Diklat Kementerian Agama untuk“mendalami” kembali buku ini. Model analisisframing memang sudah diperkenalkan parapenggagasnya di “Barat” sekitar penghujung1980-an atau awal 1990-an, akan tetapi model inibaru populer di dunia akademik Indonesia--,terutama bidang ilmu komunikasi danhumaniora. Jika kita menelusuri di berbagaiwebsite, tulisan dan buku mereka selalu dirujukoleh para akademisi yang berminat di bidangkomunikasi untuk menulis skripsi, tesis, maupundisertasi, juga para peneliti dari berbagai lembagailmiah yang menggunakan analisis framing dalammeneliti suatu wacana, termasuk wacanakeagamaan.

Mendiskusikan buku ini dapat diibaratkanseperti pepatah “sambil menyelam minum air”.Untuk memahami analisis framing, pembaca mautidak mau akan digiring untuk mengerti pulaparadigma dan teori yang menjadi pijakannya,juga model analisis terkait yang telahdikembangkan sebelumnya seperti analisis isi,analisis wacana, analisis semiotik, analisiskebijakan redaktur, dan sebagainya. Bukan hanyaitu, “ketajaman” suatu analisis framing juga akansangat bergantung pada penguasaan paraanalisnya atas teori dan model analisispendukung lainnya seperti sosiologi, politik,antropologi, sejarah, filologi, hermeneutik,folklore, termasuk feminisme, dan mencobaperspektif baru lainnya.

BahasanEriyanto membagi tulisannya menjadi 13 bab.

Pada bab pertama, penulis menjelaskan apa ituanalisis framing. Intinya, framing (bingkai) adalahmetode untuk melihat cara bercerita (story telling)media atas berita. Analisis framing digunakanuntuk mengetahui bagaimana realitasdikonstruksi oleh media, yaitu dengan cara danteknik tertentu suatu peristiwa ditekankan danditonjolkan, dihilangkan, luput, atau bahkandisembunyikan dari pemberitaan. Analisis framing

Page 121: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

Dialog Vol. 38, No.1, Juni 2015 121

“menggeser” paradigma penelitian analisis isikuantitatif (content analysis), yang titik tekannyaadalah isi (content) dari suatu pesan/tekskomunikasi. Sementara analisis framing, lebihmenekankan pada pembentukan pesan dari teks,yaitu mengetahui bagaimana realitas (peristiwa,aktor, kelompok, atau apa saja) dibingkai olehmedia, baik melalui proses konstruksi denganmakna tertentu maupun dengan bentukantertentu, misalnya melalui wawancara denganorang tertentu (hlm.3-11). Sebagai suatu metodeanalisis teks yang terbilang masih baru, analisisframing banyak mendapat pengaruh dari teorisosiologi, terutama pemikiran Peter L. Berger danErving Goffman, juga dari teori psikologi yangberhubungan dengan skema dan kognisi. Secaragaris besar, buku ini dapat dipahami melaluiskema berikut ini:

Selanjutnya bab kedua, penulis memaparkanmedia dan berita dilihat dari paradigmakonstruksionis. Konsep konstruksionismemengenai konstruksi sosial atas realitas, terutamamenurut sosiolog interpretatif Peter L. Berger danThomas Luckman. Tesis utamanya adalahmanusia dan masyarakat adalah produk yangdialektis, dinamis, dan plural secara terus-menerus. Pendekatan konstruksionis mempunyaidelapan penilaian mendasar tentang bagaimanamedia, wartawan, dan berita dilihat. Untukmemudahkan, penjelasan kedelapan penilaiankonstruksionis tersebut dapat dibandingkandengan paradigma positivis, sebagaimanailustrasi berikut:

Bab ketiga menjelaskan karakteristikpenelitian konstruksionis. Dalam studikomunikasi, paradigma konstruksionis seringjuga disebut sebagai paradigma produksi danpertukaran makna. Ia sering dilawankan denganparadigma positivis atau paradigma transmisi.Secara sederhana, terdapat tujuh perbedaankarakteristik penelitian berkategori positivisdibandingkan dengan yang berkategorikonstruksionis, sebagai berikut:

Page 122: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

122 Mengenal Lebih Dekat ...

Bab keempat menguraikan tiga hal, yaitu:seleksi isu dan penekanan isu; dimensi Sosiologi-Psikologi; serta framing dan realitas. Ada beberapadefinisi berbeda mengenai framing menurut RobertN.Entman, William A. Gamson, juga ZhongdangPan dan Gerald M. Kosicki. Meskipun berbeda,terdapat dua aspek yang menjadi titik singgungdari definisi para ahli, yaitu: (1) memilih fakta/realitas. Proses pemilihan fakta ini didasarkanpada asumsi bahwa wartawan tidak mungkinmelihat peristiwa tanpa perspektif. Dalam memilihfakta selalu terkandung dua kemungkinan: apayang dipilih (included) dan apa yang dibuang(exluded); (2) menuliskan fakta. Proses iniberhubungan dengan bagaimana fakta yangdipilih itu disajikan kepada khalayak. Suatugagasan diungkapkan dengan kata, kalimat, danproposisi apa, dengan bantuan aksentuasi foto

dan gambar apa, dan sebagainya. Bagaimanaketerkaitan framing dengan realitas? Framing padaakhirnya menentukan bagaimana realitas ituhadir di hadapan pembaca. Apa yang kita tahutentang realitas sosial pada dasarnya tergantungpada bagaimana kita melakukan frame atasperistiwa itu, yang memberikan pemahaman danpemaknaan tertentu atas suatu peristiwa.

Bab kelima menjelaskan skema dan produksiberita serta skema berita itu sendiri. Dalam tarafawal, kita dapat melihat semua proses konstruksidan frame dalam perspektif individu. Artinya,frame dapat kita tempatkan dalam perspektifbagaimana seseorang mengonstruksi pesan.Konsep yang dapat digunakan adalah skema(skemata) antara lain: (1) simplifikasi, kitamenggunakan skema untuk membuat duniayang tampak kompleks dan saling terhubungmenjadi sederhana, dan karenanya dapatdipahami; (2) klasifikasi, skema ini digunakanoleh individu untuk membuat dunia agar tampakbermakna dan dapat dimengerti; (3) generalisasi,yaitu hasil generalisasi dari berbagai klasifikasiyang telah dilakukan; (4) asosiasi, suatu realitastidak dipandang sebagai yang unik dan salingterpisah, melainkan sebagai rangkaian yangsaling terhubungkan dan berkaitan satu denganyang lain.

Bagaimana hubungan skema denganproduksi berita? Secara garis besar, skemadikelompokkan menjadi tiga tingkatan, yaitu: (a)skema sosial. Skema yang paling seringdigunakan ini sering disebut sebagai skrip atauskenario. Kita mengandaikan dunia danrealitasnya seperti layaknya sebuah lakon ataudrama; (b) skema tektual. Skema ini berhubungandengan segi skematis dari teks, yang umumnyadigunakan oleh seseorang ketika melihat danmenafsirkan teks; (c) skema ideologi. Skema initerjadi ketika skema seseorang menggunakanskemanya sendiri untuk melihat dirinya, jugauntuk melihat dan menafsirkan realitas.

Bab keenam menerangkan prosespembentukan berita dan produksi beritadilakukan. Framing bukan hanya berkaitandengan skema individu (wartawan), tetapi jugaberhubungan dengan proses produksi berita,kerangka kerja, dan rutinitas organisasi media.Suatu peristiwa dibingkai atau dipahami dalamkerangka tertentu, bukan semata-matadisebabkan oleh struktur skema wartawan, tetapi

Page 123: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

Dialog Vol. 38, No.1, Juni 2015 123

juga dalam rutinitas kerja, dan institusi mediayang secara langsung atau tidak memengaruhipemaknaan peristiwa.

Bab ketujuh mengupas tiga hal, yaitu: petaideologi, peta ideologi dan konstruksi realitas,serta pendefinisian realitas. Media berperanmendefinisikan bagaimana realitas (peristiwamaupun aktor-aktor sosial) seharusnyadipahami, dan dijelaskan dengan cara tertentukepada khalayak. Dalam kaitannya denganideologi, fungsi utama media adalah sebagaimekanisme integrasi sosial. Media berfungsimenjaga nilai-nilai kelompok, dan mengontrolbagaimana nilai itu dijalankan. Media dapatmendefinisikan nilai dan perilaku yang sesuai ataumenyimpang dari kelompok. Semua nilai danpandangan tersebut bukan sesuatu yangterbentuk begitu saja (nature), melainkandikonstruksi sedemikian rupa oleh mediasehingga membentuk kenyataan apa yang layak,baik, sesuai, dan dipandang menyimpang.Tujuan utama media adalah memberi legitimasipada perilaku atau gagasan tertentu, sekaligusmendelegitimasi perilaku atau gagasan lainnyayang dianggap menyimpang.

Bab kedelapan mengilustrasikan tentangmobilisasi massa dan menggiring khalayak padaingatan tertentu. Salah satu efek framing yangpaling mendasar adalah realitas sosial yangkompleks, penuh dimensi dan tidak beraturandisajikan dalam berita sebagai sesuatu yangsederhana, beraturan, dan memenuhi logikatertentu. Efek framing lainnya yang dapat munculantara lain: (1) mendefinisikan realitas tertentudan melupakan definisi lain atas realitas; (2)menonjolkan aspek tertentu dan mengaburkanaspek lainnya; (3) penyajian sisi tertentu danpenghilangan sisi yang lain; (4) pemilihan faktatertentu dan pengabaian fakta lainnya. Selain itu,efek framing yang lebih massif adalah bahwa iadapat memobilisasi massa untuk tujuan-tujuantertentu, juga dapat menggiring khalayak padaingatan (sindrom) tertentu saja.

Bab selanjutnya mengenalkan model-modelanalisis framing beserta contoh studi kasus terkait.Bab kesembilan mengangkat tokoh MurrayEdelman. Gagasannya tentang framing disarikandari tulisannya, “Contestable Categories andPublic Opinion”, dalam Political Commmunication,Vol.10, No.3, 1993. Menurut Edelman, apa yangkita ketahui tentang realitas atau dunia

tergantung pada bagaimana kita membingkaiatau mengonstruksi (menafsirkan) realitas. Jadi,realitas yang sama bisa jadi menghasilkan realitasberbeda ketika ia dibingkai dengan cara yangberbeda. Edelmen menyejajarkan framing sebagaikategorisasi, yaitu pemakaian perspektif tertentudengan kata-kata tertentu pula, yangmenandakan bagaimana fakta atau realitasdipahami.

Bab kesepuluh mengemukakan pemikiranRobert N. Entman. Konsepnya tentang framingditulis dalam artikel berjudul, “Framing: TowardClarification of a Fractured Paradigm”, dalamJurnal of Communication, Vol. 43, No. 4, 1993, jugatulisan lain yang mempraktikkan konsep itudalam suatu kasus pemberitaan media. Entmanmelihat framing dalam dua dimensi besar, yaituseleksi isu dan penekanan/penonjolan aspek-aspek tertentu dari realitas/isu. Secara garis besar,Entman menerapkan analisis framing terhadapteks berita melalui empat cara, yaitu: (1)pendefinisian masalah [define problems]; (2)memperkirakan masalah atau sumber masalah[diagnose causes]; (3) membuat keputusan moral[make moral judgement]; (4) menekankanpenyelesaian [treatment recommendation].

Bab kesebelas mengangkat sosok William A.Gamson. Gagasan utamanya adalahmenghubungkan wacana media di satu sisidengan pendapat umum di sisi lain. Dalampandangannya, wacana adalah elemen yangpenting untuk memahami dan mengerti pendapatumum yang berkembang atas suatu isu atauperistiwa. Pendapat umum tidak cukup kalauhanya didasarkan pada data survei publik, sebabdata tersebut perlu dihubungkan dandibandingkan dengan cara media mengemas danmenyajikan berita/isu. Gagasan spesifik Gamsontentang frame media ditulisnya bersama AndreModigliani dalam artikel berjudul “MediaDiscourse and Public Opinion on Nuclear Power:A Constructionist Approach”, dalam AmericanJournal of Sociology, Vol.95, No,1, 1989. Framedipandang sebagai cara bercerita (story line) ataugugusan ide-ide yang tersusun sedemikian rupa,dan menghadirkan konstruksi makna dariperistiwa yang berkaitan dengan suatu wacana.

Bab kedua belas mengulas pemikiranZhongdang Pan dan Gerald M. Kosichi. Modelframing ini merupakan salah satu model yangpaling populer dan banyak dirujuk. Pan dan

Page 124: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

124 Mengenal Lebih Dekat ...

Kosichi memperkenalkan model tersebut lewatsuatu artikel berjudul “Framing Analysis: AnApproach to News Discourse”, dalam JournalPolitical Communication, Vol.10., No,1., 1993. Analisisframing dilihat sebagai wacana publik tentangsuatu isu atau kebijakan yang dikonstruksi dandinegosiasikan. Framing didefinisikan sebagaiproses membuat suatu pesan lebih menonjol, danmenempatkan informasi lebih daripada yang lainsehingga khalayak menyetujui pesannya. Dalammodel ini, perangkat framing dibagi dalam empatstruktur besar, yaitu: (1) struktur sintaksis, carawartawan menyusun peristiwa (pernyataan,opini, kutipan, pengamatan atas peristiwa) kedalam bentuk susunan umum berita; (2) strukturskrip, strategi wartawan mengisahkan ataumenceritakan peristiwa ke dalam bentuk berita;(3) struktur tematik, cara wartawanmengungkapkan pandangannya atas peristiwake dalam proposisi, kalimat, atau hubunganantarkalimat yang membentuk teks secarakeseluruhan; (4) struktur retoris, cara wartawanmenekankan arti tertentu ke dalam berita sepertimemakai pilihan kata, idiom, grafik, dan gambaryang dipakai untuk mendukung tulisan danmenekankan arti tertentu kepada pembaca.

Bab ketiga belas menyajikan “intisari” bukusecara keseluruhan. Menurut penulis buku, adaempat model analisis yang diperkenalkannya.Meskipun banyak istilah dan definisi yangdigunakan, keempat model tersebut memilikikesamaan. Paling tidak ada tiga kategori besarelemen framing. Pertama, level makro-struktural.Level ini dapat dilihat sebagai pembingkaiandalam tingkat wacana. Bagaimana peristiwa olehmedia dalam tingkat abstrak yang paling tinggi(wacana). Kedua, level mikro-struktural. Elemenini memusatkan perhatian pada bagian atau sisimana dari peristiwa yang ditonjolkan, dan bagianatau sisi mana yang dilupakan/kecilkan.Pemilihan fakta, angel, dan narasumber adalahbagian dari level ini. Ketiga, elemen retoris. Elemenini memusatkan perhatian pada bagaimana faktaditekankan, di antaranya dengan pemilihan kata,kalimat, retorika, gambar, atau grafik tertentu.

Di mana posisi framing dalam keseluruhanjagat penelitian komunikasi? Framing merupakanperpanjangan dari tradisi penelitian efek media,yaitu yang didasarkan pada asumsi bahwa mediamempunyai pengaruh signifikan, meskipun paraahli masih berdebat tentang sejauh mana tingkat

signifikansi tersebut. Artinya, buku ini secaraumum memperkenalkan analisis framing sebagaistudi teks media. Saat ini framing telahberkembang menjadi teori. Konsep framing bukanhanya terbatas pada alat analisis, melainkan jugaberkembang menjadi teori komunikasi secarakeseluruhan.

TINJAUANMeskipun memiliki beragam cara dan

pendekatan, berbagai model framing di atasmempunyai kesamaan. Hampir setiap tokohnyamembahas tentang bagaimana media membentukkonstruksi atas realitas, kemudian menyajikandan menampilkannya kepada pembaca. MengutipJisuk Woo, paling tidak ada tiga kategori dasarelemen framing. Pertama, level makrostruktural. Level ini dapat dilihat sebagai pembingkaiandalam tingkat wacana. Kedua, levelmikrostruktural. Elemen ini memusatkanperhatian pada bagian/sisi mana suatu peristiwaditonjolkan atau dilupakan/dikecilkan. Ketiga,elemen retoris. Elemen ini memusatkan perhatianpada bagaimana fakta ditekankan. 1

Pada prinsipnya, model framing yangdikemukakan Entman dan Edelman belumdikembangkan secara detail. Memang dalamtingkatan analisisnya mampu menunjukkanbagaimana kata, kalimat, dan gambar dapatdianalisis sebagai bagian integral dalammemahami frame, akan tetapi belum terdapatgambaran mendetail tentang elemen retoristersebut. Dapat dikatakan, model tersebut masihbergerak pada level bagaimana memahamiperistiwa dan pemilihan fakta oleh media.Sementara itu, model Pan dan Kosicki mampumenjelaskan unit analisisnya, yaitu apa sajaelemen retoris yang perlu diperhatikan dalamkerangka framing. Di satu sisi, model Gamsonlebih menekankan pada ‘penandaan’ dalambentuk simbolik, baik lewat kiasan maupunretorika yang secara tidak langsung menggiringperhatian pembaca. Di sisi lain, model Pan danKosicki banyak dipengaruhi pendekatanlinguistik, misalnya pemakaian kata, penulisanstruktur dan bentuk kalimat dibingkai olehmedia dalam menggambarkan suatu peristiwa.

1 http://sinaukomunikasi.wordpress.com/2011/08/20/analisis-bingkai-framing-analysis/, diakses 4 November 2013.

Page 125: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

Dialog Vol. 38, No.1, Juni 2015 125

Tidak dapat dipungkiri bahwa ide tentanganalisis framing digagas pertama kali olehBaterson tahun 1955. Ketika itu, frame dimaknaisebagai struktur konseptual yang mengorganisirpandangan politik, kebijakan, dan wacana yangmenyediakan berbagai kategori standar untukmengapresiasi realitas. Konsep ini kemudiandikembangkan lebih jauh oleh Goffman (1974).Ia menganggap frame sebagai kepingan perilakuyang membimbing individu dalam membacarealitas2. Hanya saja, para penggagas sebelumGoffman ini kurang mendapat penjelasanmemadai dari penulis.

Model-model analisis pesan mediadisistematisasi Eriyanto berdasarkan konsepframing yang dikembangkan Murray Edelman,Robert N. Entman, William A. Gamson, sertaZhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki. Masing-masing model diterapkannya dalam studi kasusanalisis framing “Isu Caleg PDIP Non-Muslim”di tabloid Abadi dan Demokrat, “Isu Aryantigate”di majalah Forum Keadilan dan Panji Masyarakat,“Isu Debat Calon Presiden” di tablod Amanat danDemokrat, dan “Isu Pengalihan Kekuasaan dariSoeharto ke Habibie” di harian Kompas danRepublika. Buku ini merupakan seri kedua darimetode penelitian media yang dikerjakan Eryanto.Hanya saja, buku analisis framing ini terlihat tidak“nyambung” dengan seri pertama AnalisisWacana: Pengantar Analisis Teks Media (2001). Kitatidak dapat melihat kesinambungan metodologisyang para penggagas analisis wacana dengananalisis framing dalam kedua buku tersebut.Berbeda dengan Alex Sobur dan Ibnu Hamad3

yang berhasil menyajikan kedua analisis tersebutsecara “berkesinambungan”.

Menarik dikemukan pandangan Hamad,bahwa framing dipandang sebagai sebuah strategipenyusunan realitas sedemikian rupa sehinggamenghasilkan sebuah wacana (discourse).Dalam media massa, wacana ini paling banyakmengambil bentuk dalam wujud berita. Framingjuga dipakai sebagai salah satu metode untukmemahami “information strategy” dalam sebuahwacana. Sebagai kebalikan dari “strategi

penyusunan realitas”, maka analisis framingberfungsi untuk membongkar muatan wacana4.

Analisis framing sebagai suatu metode analisisisi media memang terbilang “baru”. Analisis initerutama diilhami oleh paradigma kaumkonstruksionis. Dalam kerangka metode analisis,analisis framing dapat dikatakan versi terbaru daripendekatan analisis wacana, khususnya untukmenganalisis teks media yang telah digunakansecara luas, terutama bagi para peminat studi ilmukomunikasi. Dalam ranah ilmu komunikasi,analisis framing kemudian mengedepankanpendekatan atau perspektif multidisipliner untukmenghasilkan analisis teks media yang lebihmendalam, seperti penggunaan analisis sosiologi,politik, sejarah, hermeneutik, feminis, dansebagainya. Selain itu, konsep tentang framingatau frame bukan murni konsep ilmukomunikasi, akan tetapi dipinjam dari teorikognitif dalam psikologi. Artinya, penerapananalisis framing menjadi tidak “memadai”, apabilatidak diperkaya dengan pendekatan, teori, danmodel analisis lainnya. Memang disinilahkelemahan mendasar setiap kajian ilmu-ilmusosial.

Terlepas dari maraknya penerapan analisiswacana maupun analisis framing, kedua bentukanalisis ini sering mendapat kritik tajam karenamenganut pandangan “anything goes” (semuanyabisa masuk). Para pakar sering pula melihatbahwa kedua analisis tersebut dalam banyakkasus, terutama di dunia akademik tidak layakmampu menerapkan model analisisnya secaramemadai. Apalagi model analisa ini tidak memilikiaturan yang tegas tentang kriteria atau batasankualitas tertentu dalam melakukan analisis. Kritikseperti ini telah dikemukakan Charles Antaki,Michael Billig (dkk), t.t., dalam paper merekaberjudul “Discourse Analysis Means DoingAnalysis: A Critique Of Six AnalyticShortcomings”, makalah yang disampaikannyadalam Discourse and Rhetoric Group Departmentof Social Sciences Loughborough University,Loughborough Leicestershire, Inggris.5

Menurut Antaki, terdapat beberapakekurangan atau kelemahan yang sering terjadidalam penulisan analisis wacana (termasukanalisis bingkai), antara lain:

2 Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untukAnalisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing(Bandung : Remaja Rosda Karya, 2001), 161-162.

3 Ibnu Hammad, Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa:Sebuah Studi Critical Discourse Analysis terhadap Berita-BeritaPolitik, 2004 (Jakarta: Granit).

4 Ibid, hlm. 22.5 Charles Antaki, Michael Billig (dkk), t.t., “Discourse

Page 126: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

126 Mengenal Lebih Dekat ...

1. Belum dapat dikatakan analisis wacanamaupun framing, jika hanya meringkas suatutranskrips (under-analysis through summary).Analisis wacana harus menyediakan hasiltranskrip, teks, dan percakapan secaralengkap, sebagai sumber data yang akanditeliti. Para analis dituntut mampumenghasilkan sesuatu gagasan atau ide daritranskrips tersebut.

2. Belum dapat dikatakan analisis wacana atauframing, jika muncul keberpihakan (under-analysis through taking sides). Analisis wacanaharus menghindari menyertakan pandanganmoral, politik, dan pribadi penulisnya.Penelitian yang mengandung bias penulis,baik berupa simpati maupun antipati tidakdapat dikategorikan sebagai analisis wacana.

3. Analisis wacana maupun framing tidakditentukan dari banyaknya jumlah kutipan(under-analysis through over-quotation or isolatedquotation). Kutipan yang terlalu banyak dapatmengurangi porsi pandangan atau komentarpenulis, sedangkan kutipan yang terlalusedikit dapat terkesan hanya sekadarmemperkuat pandangan penulis.

4. Belum dapat dikatakan analisis wacana atauframing, jika menggunakan hasil survei palsu(under-analysis through false survey). Parapengguna analisis wacana harusmenghindari penelitian yang bersifat dangkalkarena tidak menggunakan data secara“utuh”. Demikian pula dengan penggunaankategorisasi, simplifikasi, dan sebagainyauntuk mempermudah kerja analis.

5. Analisis tidak hanya ditentukan daribanyaknya detail yang diungkap (analysis thatconsists in simply spotting features). Memanganalisa wacana maupun framingmenitikberatkan perhatian pada detail atauhal-hal kecil dari ucapan atau teks, namunanalisis yang baik adalah yang selalu bergerakuntuk meyakinkan adanya hubungan timbal-balik antara ucapan/teks umum dengandetailnya.

6. Analisis dipengaruhi upaya identifikasiwacana melingkar dan konstruksi mental (thecircular identification of discourses and mentalconstructs). Secara teoritis dan metodologis,para analis wacana maupun framing harusmenyadari bahwa sikap mental mereka sendirimerupakan konstruksi sosial, baik yang

bersumber dari diri sendiri, perorangan,maupun ideologi pada umumnya.Intinya, seorang peneliti atau penulis belum

dapat dikatakan telah melakukan suatu analisis,jika “tulisan” mereka hanya bersifat meringkas,jika ada unsur keberpihakan, jika hanyamenyajikan sederetan kutipan, atau jika hanyamelihat fitur data mereka dari pembicaraan atauteks yang sudah populer. Seseorang juga belumdapat dikatakan telah melakukan analisis, jikatemuan yang diungkap baru disajikan dalambentuk wacana, konstruksi mental, hasil survei,dan sebagainya. Singkatnya, analisis wacana,analisis framing, analisis semiotik, ataupun analisisyang lainnya baru sampai pada tahap melakukananalisis, belum sampai pada tahapan melakukanserangkaian penelitian secara keseluruhan.

Dibutuhkan kehati-hatian dalammenerapkan analisis framing, terutamamenangani mekanisme kemungkinan balik efekframing. Sedikitnya terdapat tiga efek framing yangharus dihindari, misalnya mendefinisikan realitassecara terbatas; menonjolkan aspek tertentu saja;dan penyajian sisi atau fakta tertentu saja. 6 Kitaakan lebih mudah memahami dan menafsirkanperbedaan efek framing jika ketiga hal tersebutdihindari. Tiga kemungkinan efek framingtersebut harus mendapat penjelasan secaraberimbang, tetapi tidak seharusnya puladiperlakukan sama. Kita dituntut mampumenghindari penjelasan efek framing yang tidakberalasan sehingga memungkinkan pembacamenjadi kebingungan.

Dapat dikatakan bahwa efek framing selalubersandar pada analisis informasi frame, jugasering bersandar pada analisis psikologis proseskognitif yang memicu pewacana.7 Analisisinformasi itu sendiri dipengaruhi pula olehanalisis empiris komunikasi manusia. Pembicaraharus peka terhadap kondisi latar belakang yang

Analysis Means Doing Analysis: A Critique of Six AnalyticShortcomings”, makalah yang disampaikan dalam Discourseand Rhetoric Group Department of Social SciencesLoughborough University, Loughborough Leicestershire,Inggris.

6 Irwin P. Levin (at. al.). “All Frames Are Not Created Equal:A Typology and Critical Analysis of Framing Effects”, dalamORGANIZATIONAL BEHAVIOR AND HUMAN DECISIONPROCESSES Vol. 76, No. 2, November, 1998, 178-179.

7 Shlomi Sher & Craig R. M. Mc. Kenzie. 2009. “Levels ofInformation: A Framing Hierarchy”, dalam G. Keren (Ed.),Perspectives on framing. Psychology Press - Taylor & FrancisGroup. University of California, San Diego, 40-41.

Page 127: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

Dialog Vol. 38, No.1, Juni 2015 127

relevan dalam memilih berbagai alternatif framing.Dalam satu perspektif, intuisi misalnya dapatdipandang sebagai simplifikasi yang lazim. Efekframing dalam lingkungan informasi yangdemikian kompleks dapat dilihat melaluikacamata/ pandangan yang luas, meskipunkontras dengan rasionalitas sehari-hari,sebagaimana kesederhanaan atau kehalusanintuisi manusia itu sendiri.

Dengan demikian, hal ini mengidentifikasiadanya subdimensi yang membingkai penelitianefek media, konseptualisasi frame media, danbingkai penonton di satu sisi, juga adanyavariabel independen atau tergantung di sisi yanglain. Dengan kata lain, kita berurusan denganartefak jika dua peneliti mengklaim temuanpenelitian yang sama, tetapi memiliki kesimpulanyang berbeda, atau ada perbedaan nyata antarahasil penelitian mereka. Di luar proses klasifikasipenelitian itu, framing sebagai teori efek mediamenjadi keharusan sebagai model proses. Jadi,penelitian efek media sedikitnya harus membahasempat hal yang saling berhubungan, yaitu:bangunan bingkai, bingkai pengaturan, prosesframing tingkat individu, dan umpan balik daritingkat framing individu maupun framing media.8 Dengan demikian, keempat kategori tersebutdapat mengatasi masalah yang belumterselesaikan secara sistematis dalam membingkaipenelitian, juga mengintegrasikan berbagaipendekatan atomistik menjadi sebuah teori yangkoheren.

PENUTUPSesuatu yang tidak pernah terbayangkan

sebelumnya, bahwa suatu tulisan tentang analisisframing yang hanya dimuat di dalam jurnal,sebagaimana dilakukan oleh Murray Edelman,Robert N. Entman, William A. Gamson, maupunoleh Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosichi,kemudian berubah menjadi model analisis ataurujukan akademik yang bersifat “mendunia”.Menurut reviewer, model analisis framing ini sangat“fenomenal”, baik di dunia akademik maupun

lembaga ilmiah. Sebagai upaya diversifikasimetodologi penelitian, Badan Litbang dan Diklatdiharapkan dapat pula menerapkan analisisframing dalam penelitian teks keagamaan, baik dibidang kehidupan keagamaan, bidangpendidikan agama dan keagamaan, serta bidanglektur dan khazanah keagamaan, khususnyalektur keagamaan kontemporer.

Saat ini, memang banyak kasus “lekturkontemporer” yang beredar di media massa.Cakupan media yang mewacanakan lekturkeagamaan pun sangat luas, mulai dari mediacetak, elektronik, hingga yang bersifat digitalyang berada di ‘dunia maya’. Metode analisisframing ini diharapkan mampu mengarahkanpenelitian kita ke wilayah yang lebih massif,terutama penelitian lektur keagamaankontemporer yang “berseleweran” di media cetakmaupun elektronik, termasuk yang diproduksike dalam VCD-DVD-LED, produk digital, yang“berseleweran” di internet, dan sebagainya. Kitatidak pernah tahu produk lektur kontemporerapa lagi yang akan muncul selanjutnya, demikianpula dengan metode analisis yang diperlukanuntuk menjelaskannya. Wallahu’alam.

8 Dietram A. Scheufele, “Framing as a Theory of MediaEffects”, dalam Journal of Communication, Winter 1999,International Communication Association, hlm. 118. Lihat juga,Claes H. de Vreese, “News framing: Theory and typology”,dalam Information Desiagne Journal + Document Design (13)1.2005 . John Benjamins Publishing Company, 60.

Page 128: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

128 Mengenal Lebih Dekat ...

D A F TA R P U S TA K A

Antaki, Charles & Billig, Michael (et.al.), t.t.,“Discourse Analysis Means Doing Analysis:A Critique Of Six Analytic Shortcomings”.Makalah disampaikan dalam Discourseand Rhetoric Group Department of SocialSciences Loughborough University,Loughborough Leicestershire, Inggris.[versi online]

A. Gamson , William. “Media Discourse andPublic Opinion on Nuclear Power: AConstructionist Approach” DalamAmerican Journal of Sociology, Vol.95, No,1, 1989[versi online].

Eriyanto. Analisis Wacana, Pengantar Analisis TeksMedia. Yogyakarta: LKiS, 2001.

Eriyanto. Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, danPolitik Media. Yogyakarta: LKiS, 2002.

Edelman, Murray. “Contestable Categories andPublik Opinion”. Dalam PoliticalCommmunication, Vol.10, No.3, 1993 [versionline].

Entman, Robert N. “Framing: TowardClarification of a Fractured Paradigm”Dalam Jurnal of Communication, Vol.43, No.4, 1993 [versi online].

Hammad, Ibnu. Konstruksi Realitas Politik dalamMedia Massa: Sebuah Studi Critical DiscourseAnalysis terhadap Berita-Berita Politik. Jakarta:Granit, 2004.

Levin, Irwin P. (at. al.). “All Frames Are NotCreated Equal: A Typology and CriticalAnalysis of Framing Effects”. DalamORGANIZATIONAL BEHAVIOR ANDHUMAN DECISION PROCESSES Vol. 76,No. 2, November, 1998 [file online].

Pan, Zhongdang dan Gerald M. Kosichi.“Framing Analysis: An Approach to NewsDiscourse”. Dalam Journal PoliticalCommunication, Vol.10., No,1., 1993 [versionline].

Scheufele, Dietram A. “Framing as a Theory ofMedia Effects”, dalam Journal ofCommunication, Winter 1999, InternationalCommunication Association [file online].

Sher, Shlomi & McKenzie, Craig R. M. 2009.“Levels of Information: A FramingHierarchy” . Dalam G. Keren (Ed.).Perspectives on framing. Psychology Press -Taylor & Francis Group. University ofCalifornia, San Diego [versi online].

Sobur, Alex. Analisis Teks Media. Bandung : RemajaRosda Karya, 2004.

Sudibyo, Agus. Politik Media dan PertarunganWacana. Yogyakarta: LKiS, 2001.

Vreese, Claes H. de. “News framing: Theory andtypology” Dalam Information Desiagne Journal+ Document Design (13)1. 2005 . JohnBenjamins Publishing Company [versionline].

Page 129: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

Dialog Vol. 38, No.1, Juni 2015 129

K U M P U L A N A B S T R A K

IDENTIFIKASI KOLEKTIF DANIDEOLOGISASI JIHAD: STUDI

KUALITATIF TERORIS DIINDONESIA

GAZI SALOOM

ABSTRAK:Artikel ini menggambarkan bahwa para

teroris setidaknya di Indonesia adalah kumpulanorang normal yang memiliki pikiran yang sehatdan memiliki tujuan jangka panjang untukmenegakkan sistem pemerintahan Islam yangberdasarkan ajaran Al-Qur ’an dan Hadis.Penelitian ini menggunakan pendekatankualitatif dengan pengumpulan data yangdilakukan melalui wawancara, telaah dokumendan informasi media tentang teroris danterorisme. Satu orang mantan teroris yang pernahterlibat dalam kasus Bom Bali 1 dipilih untukmenjadi responden penelitian. Data yangdiperoleh dari hasil wawancara mendalam dantelaah dokumen dianalisa dengan teori identitassosial dan teori kognisi sosial mengenaiideologisasi jihad. Artikel ini menyimpulkanbahwa proses perubahan orang biasa menjaditeroris sangat berkaitan dengan ideologisasi jihaddan pencarian identitas.

KATA KUNCI:Psikopat, Gangguan Mental, Normal, Islam

ABSTRACT:This article articulates that the terrorists in Indonesia

are basically a group of normal people who have soundminds and a long-term goal to establish an Islamicgovernment system based on the teachings of the Quranand Hadith. This study employed qualitative approachby acquiring the data through interviews, documentanalysis and media information covering terrorists andterrorism. A former terrorist involved in Bali bombing Iserved as the research informant. Data from in-depthinterviews and document analysis were analyzed byutilizing social identity and social cognition theory aboutideology of jihad. The article concludes that the changingprocess from the ordinary people into the terrorist stronglyrelates to jihad ideology and search for identity.

WISATA RELIGI DI BALI: GELIATUSAHA PENGEMBANGAN

PARIWISATA ISLAM

MUHAMAD MURTADHO

ABSTRAKWisata religi menjadi salah satu alternatif

yang menarik dalam rangka revitalisasi agamadalam kehidupan masyarakat modern di satu sisi,dan di sisi lain dalam rangka peningkatankesejahteraan (ekonomi) masyarakat. Balimerupakan salah satu obyek wisata kelas duniayang ada di Indonesia. Julukan Bali sebagai pulaudewata menunjukkan Bali sebagai pulau religius.Penelitian ini ingin mencoba menggali potensiwisata agama di Bali dari kelompok-kelompokkeagamaan di luar Hindu. Mengambil kasus padapotensi pariwisata Islam di Bali, penelitian inimenemukan adanya beberapa potensi wisatakeagamaan non Hindu di Pulau Bali dan adanyapermintaan wisatawan terhadap layanan wisatayang ramah terhadap pemeluk agama non-Hindu, seperti kebutuhan makanan halal danketersedian fasilitas ibadah yang memadai.

KATA KUNCI:Wisata Religi, Pulau Dewata, Obyek Wisata

Islam

ABSTRACTReligious tourism serves as an attractive choice in

revitalizing religious faith among people in the modernsociety and an economic improvement for the local society.Bali as one of world-class tourist attractions in Indonesiahas been known as the land of god that indicates itsreligiousness. This study attempts to explore the potentialof religious tourism in Bali from the perspectives of non–Hindu people. Focusing on the potentials of Islamictourism in Bali, this study finds out that there is a high

KEY WORDS:Psychopath, Mental Disorder, Normal, Islam

Page 130: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

130 Dialog Vol. 38, No.1, Juni 2015

EKSISTENSI AGAMA SIKH DIJABODETABEK

ZAINAL ABIDIN

ABSTRAKPenelitian ini dilakukan untuk mengetahui

aspek eksistensi pemeluk agama Sikh diJabodetabek. Pentingnya kajian ini dilakukanoleh Puslitbang Kehidupan Keagamaan dalamrangka tersedianya data dan informasi pelayananpemerintah terhadap segenap umat beragamayang dipeluk oleh sedikit masyarakat Indonesia,seperti agama Sikh. Aspek eksistensi yang dilihatmengenai sejarah singkat, pokok ajaran, ritual,lembaga, dan interaksi sosial. Penelitian kualitatifdengan menggunakan teori perspektif postkolonial, subaltern dari Gayatri C Spivak. Secarateologis pemeluk agama Sikh percaya terhadapmonoteisme yang disebut Waheguru danpendirinya Guru Nanank (1469–1539). Kitabsucinya Guru Granth Sahib. Kuil Sikh disebutGurdwara atau “gerbang menuju Guru”.Kehadiran penganut agama Sikh ke Indonesiaberasal dari Amritsar, Punjab, India, (sekarangmasuk wilayah Pakistan) masuk melewati Aceh,Sumatera Utara dan Jakarta. Pemeluk agama Sikhmasuk pembinaan Ditjen Bimas Hindu. Merekabelum mempunyai wadah/organisasi secaranasional yang menaungi seluruh umat Sikh diIndonesia. Keberadaan pemeluk agama Sikh diJabodetabek sampai saat ini masih subaltern.

KATA KUNCI:Eksistensi, Subaltern, Pelayanan Pemerintah,

Sikh

ABSTRACTThis study investigates the existence aspect of Sikh

followers in Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok,Tangerang and Bekasi) regions. It aims to provide dataand information regarding the government services to

MODAL SOSIAL PELAKU DALAILKHAIRAT

ABDUL JALIL

ABSTRAKKajian ini membahas tentang Modal Sosial

para pelaku Dala’il Khairat di pesantren DarulFalah K.H Ahmad Basyir Kudus. Penelitian inibertujuan untuk mengetahui seperti apa modalsosial yang dimiliki pengamal Dala’il Khairatuntuk meraih kesuksesan di bidang ekonomi.Metode penelitian yang digunakan adalahkualitatif. Penelitian dilakukan di PesantrenDarul Falah Jekulo Kudus. Selain itu ada jugapara pengamal diluar pesantren yang umumnyasudah berumah tangga dan mengembangkanusaha bisnisnya, baik di Jawa Tengah,Yogyakarta, maupun Kuningan Jawa Barat.Metode pengumpulan data dilakukan melaluiobservasi partisipasi, wawancara mendalam, dandokumentasi. Sumber data dikumpulkan dariinforman yang meliputi mujiz Dala’il Khairat, parapengurus pesantren, para santri, tokohmasyarakat, dan para alumni pengamal Dala’ilKhairat. Kajian mengenai aktivitas ekonomi parapengamal Dala’il Khairat menunjukkan bahwa

all religious communities including minorities, such asSikh. The existence aspects under study include the shorthistory, the basic teachings, rituals, institutions, and socialinteraction. This study utilizes qualitative research usingpost-colonial and subaltern perspective from Gayatri CSpivak’s view. Theologically, Sikh believes in monotheismthat was mentioned by Waheguru and Guru Nanank(1469-1539). Sikh has a holy book named Guru GranthSahib. Sikh temple is called Gurdwara or the “gatewayto the Guru”. Sikh followers came to Indonesia fromAmritsar, Punjab, India, (now Pakistan territory)through Aceh, North Sumatra and Jakarta. Sikhfollowers are managed under the Hindu GuidanceDirectorate. They do not have a national organizationthat accommodates Sikh community in Indonesia. It canbe concluded that the existence of the Sikh in Jabodetabekarea is somewhat subaltern.

KEY WORDS:Existence, Subaltern, Government Services, Sikh

potential for non-Hindu tourism in Bali and that there isa demand for non-Hindu-friendly tourism including theavailability of halal foods and decent praying facilities.

KEY WORDS:Religious tourism, land of god, Islamic tourism

Page 131: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

Dialog Vol. 38, No.1, Juni 2015 131

Modal Sosial yang dimiliki para pengamal sepertiadanya jaringan sosial sebelum dan setelahmengamalkan, adanya kerjasama dalammelakukan usaha, serta yang terpenting adalahkepercayaan atau trust mampu mendorongkesuksesan dalam melakukan usaha atau bisnis,dan usaha-usaha dalam mencapai kesuksesanekonomi melalui pengembangan potensi masing-masing pengamal. Modal Sosial parapengamal Dala’il Khairat telah menjadi faktorpenyebab berkembangya komersialisasi dikalangan para pengamal yang memiliki usahadan telah membantu proses pencapaiankeberhasilan dibidang ekonomi.

KATA KUNCI:Modal Sosial, Dala’il Khairat, Aktivitas

ekonomi, dan Pengamal

ABSTRACTThis study discusses the Social Capital of Dala’il

Khairat actors at school Darul Falah school by KiaiAhmad Bashir Kudus. This study aims to determinehow donators’ social capital of Dala’il Khairat definedsuccess in economic field. The donators are the alumniwho live outside the pesantren and develop businessventures in some areas such as: Central Java,Yogyakarta, and Kuningan, West Java. By applyingqualitative research this study was conducted in PesantrenDarul Falah Jekulo, Kudus, Central Java. Data werecollected through participatory observation, interview, anddocumentation. The informants include mujiz Dala’ilKhairat, school administrates, the students, communityleaders, and alumni donators of Dala’il Khairat. It findsout that donators’ social capitals, such as the existenceof social networks before and after donation, theirbusiness cooperation, and the trust, encouraged thepesantren economic success donators’ potentialdevelopment. These social capitals have become adetermining factor of developing commercializationamong the donators who run their business and at thesame time have helped the success in the economic fieldof the pesantren.

KEY WORDS:Social Capital, Dala’il Khairat, economic activity,

donators

KONTRIBUSI NU SEBAGAIORGANISASI CIVIL SOCIETY DALAM

DEMOKRATISASI

SURYANI

ABSTRAKTulisan ini ingin menggambarkan

bagaimana dinamika politik Nahdatul Ulama(NU) sebagai bagian dari masyarakat sipil diIndonesia dalam konstelasi politik nasional. NUadalah contoh kongkrit kekuatan masyarakatdalam bentuk civil society yang keberadaan daneksistensinya patut diberikan perhatian. Sebagaisebuah komunitas muslim terbesar di Indonesia,NU dicatat sebagi pihak yang lebih awalbersentuhan dan menguatkan konsep civil societydi Indonesia, dibandingkan dengan komunitasmuslim modernis yang diwakili oleh kalanganMuhammadiyah, alumni HMI, atau tokohmuslim lain alumni dari Masyumi, para aktivisdan intelektual NU lebih dahulu memainkanperanannya dalam pengembangan wacana civilsociety sejak masa kemerdekaan sampai sekarang.

KATA KUNCI:Demokratisasi, Civil Society, Ruang Publik,

Nahdliyyin

ABSTRACTThis paper illustrates how the political dynamics

of Nahdlatul Ulama (NU) as a part of civil society inIndonesia in the national political constellation. NU is aconcrete example of the people power in the form of civilsociety whose existence should be noted. As the largestMuslim community in Indonesia, NU was recorded asthe entity who contacted and reinforced the concept ofcivil society in Indonesia earlier than other Muslimmodernist communities. NU activists and intellectualsplay an earlier role in developing the discourse of civilsociety since the independence to now compared toMuhammadiyah, HMI alumni, or other Muslim leadersalumni from Masyumi.

KATA KUNCI:Democratization, Civil Society, Public Sphere,

Nahdliyyin

Page 132: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

132 Dialog Vol. 38, No.1, Juni 2015

PENERIMAAN PARTAI POLITIKISLAM DI PTAIN: STUDI ATAS

PERILAKU POLITIK MAHASISWA DIUIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

CUCU NURHAYATI & HAMKA HASAN

ABSTRAKUIN Syarif Hidayatullah Jakarta adalah

lembaga pendidikan yang merepresentasikanIslam sebagai nilai, agama, ideologi, ritual, dansimbol. Dengan karakter ini, sejatinya partaipolitik Islam mendapat simpati yang sangattinggi. Dengan jumlah mahasiswa kurang lebih25.000, 1000 dosen dan karyawan, seharusnyaUIN menjadi basis massa yang empuk bagi partaipolitik Islam. Tulisan ini membuka fakta lainyang memecahkan asumsi bahwa komunitasIslam adalah sumber suara potensial bagi partai-partai politik Islam. Walaupun tetap diterimasebagai salah satu partai alternatif yang cukupdipertimbangkan, partai politik Islam ternyatatidak mendapat tempat yang cukup penting bagicivitas akademika UIN Syarif Hidayatullah.Tingkat penerimaan mahasiswa UIN SyarifHidayatullah Jakarta ditandai dengan hubunganrelasional antara mahasiswa dan partai politikIslam. Dari 450 responden sebanyak 230 atau51,1% responden menyatakan dirinya bukanbagian dari partai politik Islam, artinya hanya48,9% mahasiswa yang merasa bagian dari partaipolitik Islam. Status mahasiswa yang terdaftardalam partai politik Islam hanya 140 respondendari total 450 responden. Sebanyak 58%mahasiswa menyatakan tidak terdaftar dalampartai politik Islam, artinya hanya 42%mahasiswa yang terdaftar dalam keanggotaandalam partai politik Islam.

INTERPRETATIVEUNDERSTANDING TERHADAPMAKNA SIMBOL AL-FATIHAH

DALAM AMALIAH TASHARRAFULFATIHAH PADA MASYARAKAT

BANTUL, YOGYAKARTA

IMAM MUHLIS & FATHORRAHMAN

ABSTRAKKegiatan Tasharraful Fatihah merupakan salah

satu ritual keagamaan (amaliah) yang tumbuhberkembang di lingkungan warga Nahdliyin(NU), di Kabupaten Bantul sebagai saranapengabdian, penyembahan, dan penghormatankepada Allah SWT. Amaliah ini menjadikan Al-Fatihah sebagai bacaan utama. Prosesi ritualkeagamaan tersebut dipandang sebagaisimbolisme dengan meyakini bahwa apa yangdilakukannya hanyalah sebuah cara kerja lainuntuk sampai kepada Yang Maha Kuasa.Rangkaian ritual tersebut menjadi salah satusumber penyemangat lahirnya gerakan beribadahkepada Allah SWT.

Kajian ini menghasilkan rekomendasi bahwakegiatan amaliah Tasharraful Fatihah yangdimotori para tokoh Nahdlatul Ulama adalahsebagai upaya mendialektikan antara Islam danbudaya lokal dalam satu kesatuan yang tak dapatdipisahkan, meskipun antara keduanya terdapatdasar-dasar prinsip lain yang membedakansumber ajaran keislaman dengan sumber tradisikemasyarakatan.

KATA KUNCI:NU, Tasharraful Fatihah, Amaliya, Bantul,

Interpretative Understanding

ABSTRACTTasharraful Fatihah is one of religious rituals

growing in Nahdatul Ulama (NU) surroundings atBantul regency as a means of devotion, worship, andreverence to Allah the Almighty. This ritual recites al-Fatihah as the primary reading. This ritual processionis barely seen as a symbol of belief that it is a differentmethod to be closer to the Almighty. The series of thisritual becomes one encouraging source for a worshipmovement towards Allah. This study recommends thatTasharraful Fatihah initiated by some NU leaders is anattempt of dialoguing Islam with the local culture as an

inseparable unity. Nevertheless, there are fundamentaldifferences in the source of Islamic teachings versus thesource of social traditions.

KEY WORDS:NU, Tasharraful Fatihah, Amaliya, Bantul,

Interpretative Understanding

Page 133: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

Dialog Vol. 38, No.1, Juni 2015 133

KATA KUNCI:Partai politik Islam, Perilaku Politik,

mahasiswa.

ABSTRACTUIN Syarif Hidayatullah Jakarta is an institution

representing Islam as values, religion, ideology, rituals,and symbols. With these characters, Islamic politicalparties gain a high sympathy in this institution. Havingapproximately 25,000 students, 1000 academic andadministrative staffs, UIN should have been a massbasis for Islamic political parties. Despite the assumptionthat Islamic community is a potential vote raiser forIslamic political parties, the parties were not significantlyconsidered by the UIN Jakarta academicians. This studyfocuses on the students’ acceptance on political partiesby their party affiliations. 450 respondents werequestioned on this matter and 51,1% of them stated thatthey are not affiliated or a part of Islamic political parties(while the 48,9% stated that they are). Only 42% ofrespondents (140 students) are affiliated to Islamicparties, while 58% are not.

KEY WORDS:Islamic Political Party, Political Behavior, Students

harmonis adat istiadat yang berkembang diIndonesia dengan kedatangan Islam sebagaiagama mayoritas menjadi sinergi yang positif danprogresif dalam mengembangkan fikih Indonesia.

KATA KUNCI:Fikih Indonesia, Masyarakat Madani,

Budaya, ‘Urf

ABSTRACTThe Indonesian fiqh schools in Indonesia become

unique as it relies on the national cultures as the colorsof fiqh. Diverse cultural factors and the vast number ofMuslim population around 80% out of 235 millions ofthe population account for the Indonesian fiqh to beconsidered among the Islamic fiqh schools. Some fiqhinnovations were produced due to legal collaborationbetween fiqh legal and Indonesian culture. Thedevelopment of fiqh schools has been clearlydemonstrated in the Sabilul Muhtadin book, a work ofMuhammad Arsyad al-Banjari (1710-1812 AD), whichcontinues today in the hands of Gus Dur, Ali Yafie, andothers. Harmonious collaboration between Indonesiancustoms and Islam becomes a positive and progressivesynergy in developing.

KEY WORDS:Indonesian jurisprudence, civil society, culture, ‘urf

KOLABORASI KULTUR DANKONSEP AL-‘URF DALAM

MEMBANGUN FIKIH MAZHABINDONESIA

SAIFUDIN ZUHRI

ABSTRAKFikih Indonesia atau fikih mazhab Indonesia

menjadi unik karena menyandarkan negara ataukultur negara sebagai warna fikih. Faktor kulturyang beraneka ragam serta jumlah populasi umatIslam yang mencapai 80 % dari sekitar 235 jutamenjadikan fikih yang bercorak Indonesia patutdiperhitungkan dalam kancah pemikiran fikihdi dunia Islam. Berbagai inovasi fikih dihasilkanatas kolaborasi hukum-hukum fikih dengankultur Indonesia. Pengembangan fikih mazhabIndonesia terlihat jelas pada kitab Sabilul Muhtadinkarya Muhammad Arsyad al-Banjari (1710-1812M) yang berlanjut hingga kini di tangan GusDur, Ali Yafie, dan lain-lain. Kolaborasi yang

STRATEGI PENINGKATAN MUTURINTISAN MADRASAH UNGGUL:

STUDI KASUS DI MADRASAHTSANAWIYAH NEGERI

YOGYAKARTA I

ERLINA FARIDA

ABSTRAKKehadiran madrasah unggulan ikut

mewarnai eksistensi madrasah di tanah air dikancah era modernisasi dan globalisasi saat ini.Keberadaan MTsN Yogyakarta I yang merupakansekolah rintisan unggulan Kementerian Agamapatut diacungi jempol karena madrasah inimenjadi salah satu indikator sekolah yang baikdan berpotensi untuk menjadi unggulanberdasarkan penilaian Kementerian AgamaProvinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Madrasahini mampu mengakomodir kepentingan

Page 134: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

134 Dialog Vol. 38, No.1, Juni 2015

masyarakat agar tertarik untuk mengamanahkanputra-putrinya di sekolah ini karena terdapatkeunggulan pada pendidikan agama danpenanaman kebiasaan yang islami. Beragamstrategi dilakukan oleh madrasah ini untukmewujudkan madrasah unggul mulai daripeningkatan mutu sumber daya manusia tenagapendidik, kualitas pelayanan, budaya organisasi,sarana prasarana, inovasi kurikulum danpembelajaran, khususnya pengembangan kelasunggulan untuk mewujudkan keunggulannya.

KATA KUNCI:Strategi, Peningkatan Mutu, Madrasah

Unggul

ABSTRACTThe presence of exemplary madrasa colors the

existence of madrassas in Indonesia in the midst ofmodernized and globalized era. The existence of MTsN1 Yogyakarta as a featured pilot school by the Ministryof Religious Affairs is admirable due to its quality asan excellent school based on the assessment of the MoRA

Yogyakarta Province. This madrasa is able toaccommodate the parents’ need to send their children toan excellent religious education and an excellent Islamiccustom habituation. Various strategies have beenundertaken by this madrasa to achieve a superiormadrasa, such as: improving the quality educators,service quality, organizational culture, infrastructure,curriculum innovation and learning, especially thedevelopment of superior class to realize its excellence.

KEY WORDS:Strategy, quality improvement, exemplary madrasa

Page 135: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

Dialog Vol. 38, No.1, Juni 2015 135

I N D E K S P E N U L I S

A

Abdul JalilUniversitas Halu Oleo Kendari, Kampus Hijau Bumi Tridharma Anduonahu, Kendari, SulawesiTenggara Fax (0401) 390006, Telp. (0401) 394061, [email protected]“MODAL SOSIAL PELAKU DALAIL KHAIRAT”Jurnal Dialog Vol. 38, No.1, Juni 2015. hal: 41-50

CCucu Nurhayati & Hamka Hasan(Dosen FISIP UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta) dan Hamka Hasan (Dosen Dirasat Islamiyah UINSyarif Hidayatullah, Jakarta). Jl. Kertamukti 5 Cirendeu, Jakarta Selatan 15419. Email:([email protected]); ([email protected]“PENERIMAAN PARTAI POLITIK ISLAM DI PTAIN: STUDI ATAS PERILAKU POLITIKMAHASISWA DI UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA”Jurnal Dialog Vol. 38, No.1, Juni 2015. hal: 79-92

EErlina FaridaPeneliti Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat KementerianAgama. Jln.M.H. Thamrin 6 Jakarta. Email: [email protected]“STRATEGI PENINGKATAN MUTU RINTISAN MADRASAH UNGGUL: STUDI KASUS DIMADRASAH TSANAWIYAH NEGERI YOGYAKARTA I”Jurnal Dialog Vol. 38, No.1, Juni 2015. hal: 103-118

GGazi SaloomDosen Fakultas Psikologi UIN Jakarta. Fakultas Psikologi UIN Jakarta, Jl. Kertamukti 5 Cirendeu,Jakarta Selatan 15419. Email: [email protected]“IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI KUALITATIF TERORIS DIINDONESIA ”Jurnal Dialog Vol. 38, No.1, Juni 2015. hal: 1-12

IImam Muhlis & FathorrahmanImam Muhlis: Alumnus Magister Ilmu Hukum Univ. Gadjah Mada, e-mail: [email protected];Fathorrahman: [Dosen Fak. Syari’ah & Hukum UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta], e-mail:[email protected]“INTERPRETATIVE UNDERSTANDING TERHADAP MAKNA SIMBOL AL-FATIHAH DALAMAMALIAH TASHARRAFUL FATIHAH PADA MASYARAKAT BANTUL, YOGYAKARTA”Jurnal Dialog Vol. 37, No.1, Juni 2014. hal: 65-78

MMuhamad MurtadhoPeneliti Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat KementerianAgama RI. Jln. M.H. Thamrin 6 Jakarta. Email: [email protected]“WISATA RELIGI DI BALI: GELIAT USAHA PENGEMBANGAN PARIWISATA ISLAM”Jurnal Dialog Vol. 38, No.1, Juni 2015. hal: 13-28

Page 136: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

136 Dialog Vol. 38, No.1, Juni 2015

RRidwan BustamamPeneliti Puslitbang Lektur dan Khazanah Keagamaan, Badan Litbang dan Diklat KementerianAgama RI. Jl. M.H. Thamin 6 Jakarta.“MENGENAL LEBIH DEKAT ANALISIS FRAMING”Jurnal Dialog Vol. 38, No.1, Juni 2015. hal: 119-128

SSaifudin ZuhriDosen UIN Jakarta dpk. Institut PTIQ Jakarta. Email: [email protected] Alamat rumah: GriyaPamulang 2 B 1/ 11 Pamulang Tangerang Selatan. HP. 081380366843“KOLABORASI KULTUR DAN KONSEP AL-‘URF DALAM MEMBANGUN FIKIH MAZHABINDONESIA”Jurnal Dialog Vol. 38, No.1, Juni 2015. hal: 93-102

SuryaniDosen FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Jl. Kertamukti 5 Cirendeu, Jakarta Selatan 15419.Email: [email protected]“KONTRIBUSI NU SEBAGAI ORGANISASI CIVIL SOCIETY DALAM DEMOKRATISASI”Jurnal Dialog Vol. 38, No.1, Juni 2015. hal: 51-64

ZZainal AbidinPeneliti Muda pada Puslitbang Kehidupan Keagamaan, Badan Litbang dan Diklat KementerianAgama RI Jln. M.H. Thamrin 6 Jakarta. Email: [email protected]“EKSISTENSI AGAMA SIKH DI JABODETABEK”Jurnal Dialog Vol. 38, No.1, Juni 2015. hal: 29-40

Page 137: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

Dialog Vol. 38, No.1, Juni 2015 137

KETENTUAN PENULISAN

1. Naskah yang dimuat dalam jurnal ini berupa pemikiran dan hasil penelitian yangmenyangkut masalah sosial dan keagamaan. Naskah belum pernah dimuat atau diterbitkandi media lain.

2. Naskah tulisan berisi sekitar 15-20 halaman dengan 1,5 (satu setengah) spasi, kertas kuarto(A 4),

3. Abstrak dan kata kunci dibuat dalam dwibahasa (Inggris dan Indonesia),4. Jenis huruf latin untuk penulisan teks adalah Palatino Linotype ukuran 12 dan ukuran

10 untuk catatan kaki,5. Jenis huruf Arab untuk penulisan teks adalah Arabic Transparent atau Traditional Arabic

ukuran 16 untuk teks dan ukuran 12 untuk catatan kaki,6. Penulisan kutipan (footnote) dan bibliografi berpedoman pada Model Chicago

Contoh:

Buku (monograf)Satu bukuFootnote

1. Amanda Collingwood, Metaphysics and the Public (Detroit: Zane Press, 1993), 235-38.

BibliografiCollingwood, Amanda. Metaphysics and the Public. Detroit: Zane Press,

1993.7. Artikel pemikiran memuat judul, nama penulis, alamat instansi, email, abstrak, kata kunci,

dan isi. Isi artikel mempunyai struktur dan sistematika serta persentasenya dari jumlahhalaman sebagai berikut:a. Pendahuluan (10%)b. Isi Pemikiran dan pembahasan serta pengembangan teori/konsep (70%)c. Penutup (20%)

8. Artikel hasil penelitian memuat judul, nama penulis, alamat instansi, email, abstrak, katakunci, dan isi. Isi artikel mempunyai struktur dan sistematika serta presentase jumlahhalaman sebagai berikut:a. Pendahuluan meliputi latar belakang, perumusan masalah, dan tujuan penelitian

(10%)b. Kajian Literatur mencakup kajian teori dan hasil penelitian terdahulu yang relevan

(15%).c. Metode Penelitian yang berisi rancangan/model, sampel dan data, tempat dan waktu,

teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data (10%).d. Hasil Penelitian dan Pembahasan (50%).e. Penutup yang berisi simpulan dan saran (15%).f. Daftar Pustaka

9. Pemuatan atau penolakan naskah akan diberitahukan secara tertulis/email. Naskah yangtidak dimuat tidak akan dikembalikan, kecuali atas permintaan penulis.

Contact Person:Abas Jauhari, M.SosHP: 0856 8512504Naskah diemail ke:[email protected]

Page 138: IDENTIFIKASI KOLEKTIF DAN IDEOLOGISASI JIHAD: STUDI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28415/1/dialog... · yang digerakkan oleh kesadaran akan identitas kolektif

138 Dialog Vol. 38, No.1, Juni 2015