Identifikasi Bakteri Gram Negatif Dari Swap Penderita Ispa Di Rumah Sakit Provinsi Nusa Tenggara...

34

Click here to load reader

Transcript of Identifikasi Bakteri Gram Negatif Dari Swap Penderita Ispa Di Rumah Sakit Provinsi Nusa Tenggara...

Page 1: Identifikasi Bakteri Gram Negatif Dari Swap Penderita Ispa Di Rumah Sakit Provinsi Nusa Tenggara Barat

PROPOSAL PRAKTIKUM KERJA LAPANGAN (PKL)

IDENTIFIKASI BAKTERI GRAM NEGATIF DARI SWAP TENGGOROK

PENDERITA INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) DI RUMAH

SAKIT UMUM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

DISUSUN OLEH

MARIANIM

G1A008028

UNIVERSITAS MATARAM

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

PROGRAM STUDI BIOLOGI

JULI, 2011

Page 2: Identifikasi Bakteri Gram Negatif Dari Swap Penderita Ispa Di Rumah Sakit Provinsi Nusa Tenggara Barat

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah karena berkat Rahmat dan

KaruniaNYA, penulis dapat menyelesaikan proposal Praktikum Kerja Lapangan

(PKL) yang berjudul “Identifikasi Bakteri Gram Negatif Dari Swap

Tenggorok Penderita ISPA di Rumah Sakit Umum Provinsi NTB” ini tepat

pada waktunya. Tidak lupa pula penulis mengucapkan terimakasih atas dukungan

semua pihak yang telah ikut andil dalam penyelesaian proposal ini, baik itu

berupa tenaga, pikiran, maupun materi.

Penulis menyadari bahwa proposal ini masih banyak kekurangan, untuk

itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dalam rangka

penyempurnaannya. Akhir kata semoga proposal ini dapat memberikan

sumbangan bagi dunia ilmu pengetahuan secara luas.

Mataram, 08 Juli 2011

Penulis

Page 3: Identifikasi Bakteri Gram Negatif Dari Swap Penderita Ispa Di Rumah Sakit Provinsi Nusa Tenggara Barat

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit infeksi masih merupakan penyakit utama di banyak negara

berkembang, termasuk Indonesia. Jenis penyakit infeksi di Indonesia yang

banyak diderita oleh masyarakat adalah infeksi saluran pernapasan akut (ISPA)

baik infeksi saluran pernapasan atas maupun bagian bawah (Gitowato& Ani,

2007), penyakit ini memiliki angka kejadian yang tinggi terutama pada anak

balita. ISPA mengakibatkan sekitar 20% - 30% kematian anak Balita (Depkes RI,

2000). Survey Kesehatan Nasional (SURKESNAS, 2001) menunjukkan bahwa

PMR Bayi akibat ISPA adalah sebesar 23,9 % di Jawa Bali, 15, 8 % di sumatera,

42, 6 % di Kawasan Timur Indonesis. Sementara itu, PMR balita akibat ISPA

adalah sebesar 16, 7 % di Jawa-bali, 29, 4 % di Sumatera dan 30, 3 % di Kawasan

timur Indonesia (Mairusnita, 2007). ISPA juga merupakan salah satu penyebab

utama kunjungan pasien pada sarana kesehatan. Sebanyak 40% - 60% kunjungan

berobat di Puskesmas dan 15% - 30% kunjungan berobat di bagian rawat jalan

dan rawat inap rumah sakit disebabkan oleh ISPA (Dirjen P2ML, 2000).

Infeksi pernafasan menjadi penyebab kematian umum terbanyak kedua

dengan proporsi 12,7%. Tingginya prevalensi infeksi saluran pernafasan akut

(ISPA) serta dampak yang ditimbulkannya membawa akibat pada tingginya

konsumsi obat bebas (seperti antiinfluenza, obat batuk, multivitamin) dan

antibiotika. Dalam kenyataannya, antibiotika banyak diresepkan untuk mengatasi

infeksi ini. Peresepan antibiotika yang berlebihan tersebut terdapat pada infeksi

saluran pernafasan khususnya infeksi saluran pernafasan atas akut, meskipun

sebagian besar penyebab dari penyakit ini adalah virus. Salah satu penyebabnya

adalah ekspektasi yang berlebihan para klinisi terhadap antibiotika terutama untuk

mencegah infeksi sekunder yang disebabkan oleh bakteri, yang sebetulnya tidak

bisa dicegah. Dampak dari semua ini adalah meningkatnya resistensi bakteri

maupun peningkatan efek samping yang tidak diinginkan (Ismayati, 2010).

Mikroorganisme yang paling sering menyebabkan ISPA adalah bakteri dan

bahkan ada menyebut sampai 90%, sedangkan virus dan jamur jarang. Berbagai

Page 4: Identifikasi Bakteri Gram Negatif Dari Swap Penderita Ispa Di Rumah Sakit Provinsi Nusa Tenggara Barat

bakteri penyebab ISPA adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophilus

influenzae,Staphylococcus sp, Klebsiella pneumoniae, Mycoplasma pneumoniae,

Branhamella, Pseudomonas, Escherichia, dan Proteus (Tanjung, 199 ; Gitawati

& Ani, 2007).

Pengobatan pada penderita penyakit ISPA perlu mendapat perhatian karena

beberapa penelitian menunjukkan bahwa antibiotik sering diberikan

pada pasien. Dengan dosis dan jenis antibiotik yang pemberiannya

berdasarkan diagnosa sementara sehingga jenis antibiotik yang

diberikan tidak sesuai dengan jenis mikroorganisme ( khususnya

bakteri ) penyebab penyakit. Hal tersebut dapat meningkatkan

resistensi antibiotik. Jika resistensi antibiotik tidak terdeteksi dan

tetap bersifat patogen maka akan terjadi penyakit yang merupakan

ulangan dan menjadi sulit disembuhkan (Suryawati, 2008).

Berdasarkan kasus di atas, maka perlu dilakukan identifikasi jenis

bakteri apa saja yang terdapat dalam sampel penderita ISPA

sehingga dengan mengetahui jenis bakteri penyebabnya maka

resiko terjadinya resistensi antibiotik pada pasien dapat diperkecil

dan pasien bisa mendapatkan jenis antibiotik sesuai dengan jenis

bakteri yang menginfeksinya.

Di antara bakteri - bakteri tersebut merupakan bakteri gram positif dan bakteri

gram negatif. Untuk mengetahui jenis bakteri gram negatif yang menginfeksi

penderita ISPA maka pada Praktikum Kerja lapang ( PKL) ini akan dilakukan

isolasi dan identifikasi bakteri gram negatif dari usapan tenggorok penderita

ISPA di Rumah Sakit Umum (RSU) Provinsi NTB.

1.2 Tujuan

Untuk isolasi dan identifikasi bakteri gram negatif dari apusan pada penderita

infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) di Rumah Sakit Umum Provinsi NTB.

1.3 Manfaat

Dapat mengidentifikasi bakteri gram negatif dari apusan pada penderita

infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) di rumah sakit Umum provinsi NTB.

Page 5: Identifikasi Bakteri Gram Negatif Dari Swap Penderita Ispa Di Rumah Sakit Provinsi Nusa Tenggara Barat

BAB II

TINJAUN PUSTAKA

2.1 Definisi ISPA

ISPA merupakan singkatan dari infeksi saluran pernafasan akut, istilah ini

diadaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infections

(ARI). Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari.

Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk

beberapa penyakit yang dapat digolongkan ke dalam ISPA proses ini

berlangsung lebih dari 14 hari ( Mairusnita, 2007). ISPA terbagi menjadi dua,

yaitu infeksi saluran pernafasan atas dan infeksi saluran pernafasan bawah.

Infeksi saluran pernafasan atas adalah suatu istilah yang digunakan untuk

menyatakan suatu penyakit yang sering terjadi di saluran pernafasan atas,

nasal mucosa–oropharynx. Penyakit ini juga biasa disebut pilek, acute

rhinitis, acute nasopharyngitis, acute rhinosinusitis (Ismayati, 2010),

sedangkan menurut Khaidirmuhaj (2008), ISPA adalah penyakit infeksi

saluran pernafasan atas yang meliputi infeksi mulai dari rongga hidung sampai

dengan epiglottis dan laring seperti demam, batuk, pilek, infeksi telinga (otitis

media), dan radang tenggorokan (faringitis).

2.2 Klasifikasi ISPA

Klasifikasi ISPA dapat dikelompokkan berdasarkan golongannya dan

golongannya umur yaitu :

a. Menurut Anonim (2008) ISPA berdasarkan golongannya :

1) Pneumonia yaitu proses infeksi akut yang mengenai jaringan

paruparu (alveoli).

2) Bukan pneumonia meliputi batuk pilek biasa (common cold),

radang tenggorokan (pharyngitis), tonsilitis dan infeksi telinga (otitis

media).

Page 6: Identifikasi Bakteri Gram Negatif Dari Swap Penderita Ispa Di Rumah Sakit Provinsi Nusa Tenggara Barat

b. Menurut Khaidirmuhaj (2008), ISPA dapat dikelompokkan berdasarkan

golongan umur yaitu:

1) Untuk anak usia 2-59 bulan :

a) Bukan pneumonia bila frekuensi pernafasan kurang

dari 50 kali permenit untuk usia 2-11 bulan dan kurang dari 40 kali

permenit untuk usia 12-59 bulan, serta tidak ada tarikan pada

dinding dada.

b) Pneumonia yaitu ditandai dengan nafas cepat

(frekuensi pernafasan sama atau lebih dari 50 kali permenit untuk

usia 2-11 bulan dan frekuensi pernafasan sama atau lebih dari 40

kali permenit untuk usia 12-59 bulan), serta tidak ada tarikan pada

dinding dada.

c) Pneumonia berat yaitu adanya batuk dan nafas cepat

(fastbreathing) dan tarikan dinding pada bagian bawah ke arah

dalam (servere chest indrawing).

2) Untuk anak usia kurang dari dua bulan :

a) Bukan pneumonia yaitu frekuensi pernafasan

kurang dari 60 kali permenit dan tidak ada tarikan dinding dada.

b) Pneumonia berat yaitu frekuensi pernafasan sama

atau lebih dari 60 kali permenit (fast breathing) atau adanya

tarikan dinding dada tanpa nafas cepat.

Pneumonia merupakan infeksi di ujung bronkhiol dan alveoli yang dapat

disebabkan oleh berbagai patogen seperti bakteri, jamur, virus dan parasit.

Pneumonia menjadi penyebab kematian tertinggi pada balita dan bayi serta

menjadi penyebab penyakit umum terbanyak (Depkes RI, 2001).

Tanda serta gejala yang lazim dijumpai pada pneumonia adalah demam,

tachypnea, takikardia, batuk yang produktif, serta perubahan sputum baik dari

jumlah maupun karakteristiknya. Selain itu pasien akan merasa nyeri dada

seperti ditusuk pisau, inspirasi yang tertinggal pada pengamatan naik-turunnya

dada sebelah kanan pada saat bernafas. Mikroorganisme penyebab pneumonia

meliputi: bakteri, virus, mycoplasma, chlamydia dan jamur. Pneumonia

Page 7: Identifikasi Bakteri Gram Negatif Dari Swap Penderita Ispa Di Rumah Sakit Provinsi Nusa Tenggara Barat

karena virus banyak dijumpai pada pasien immunocompromised, bayi dan

anak. Virus-virus yang menginfeksi adalah virus saluran napas seperti RSV,

Influenza type A, parainfluenza, adenovirus (Glover &reed, 2001).

2.3 Etiologi

Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan kelompok penyakit yamg

komplek dan heterogen, yang disebabkan oleh berbagai etiologi. Etiologi

ISPA terdiri dari 300 lebih jenis virus, bakteri, dan riketsia. Virus penyebab

ISPA antar lain golongan Miksovirus (termasuk di dalamnya virus influensa,

virus para-influensa), Adenovirus, Koronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma,

Herpesvirus. Bakteri penyebab ISPA antara lain Streptococcus hemoliticus,

Staphylococcus, Pneumococcus, Hemofilus influenza, Bordetella pertusis, dan

Corynebacterium diffteria. Ricketsia penyebab ISPA adalah Koksiela burnetti.

Jamur penyebab ISPA adalah Kokiodoides imitis, Histoplasma kapsulatum,

Blastomises dermatidis, Aspergillus fikomycetes (Oktaviani, 2009; Mairusnita,

2007). Etiologi dari sebagian besar penyakit jalan napas bagian atas ini ialah

virus dan tidak dibutuhkan terapi antibiotik. Faringitis oleh kuman

Streptococcus jarang ditemukan pada balita. Bila ditemukan harus diobati

dengan antibiotik penisilin, semua radang telinga akut harus mendapat

antibiotik (Anonim, 2009).

2.4 Penularan

Salah satu penularan ISPA adalah melalui udara yang tercemar dan masuk ke

dalam tubuh melalui saluran pernapasan. selain itu ISPA dapat juga terjadi

karena transmisi organisme melalui AC (air conditioner). Adanya bibit

penyakit di udara umumnya berbentuk aerosol yakni suatu suspensi yang

melayang di udara. Penyebaran infeksi melalui aerosol dapat terjadi pada

waktu batuk dan bersin-bersin. Penularan dapat juga melalui kontak langsung/

tidak langsung dari benda yang telah tercemari jasad renik ( hand to hand

transmition ), dan melalui droplet yang dapat menjadi jalan masuk bagi virus.

Penularan faringitis terjadi melalui droplet, kuman menginfiltrasi lapisan

epitel, jika epitel terkikis maka jaringan limfoid superficial bereaksi sehingga

terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear.

Page 8: Identifikasi Bakteri Gram Negatif Dari Swap Penderita Ispa Di Rumah Sakit Provinsi Nusa Tenggara Barat

Pada sinusitis, saat terjadi ISPA melalui virus, hidung akan mengeluarkan

ingus yang dapat menghasilkan superinfeksi bakteri, sehingga dapat

menyebabkan bakteri-bakteri patogen masuk ke dalam rongga-rongga sinus

(Alsagaff, 2000 ; WHO, 2008).

BAB III

METODE

3.1 Waktu dan tempat

Isolasi dan identifikasi akan dilakukan pada bulan Juli 2011 selama dua

minggu di Laboratorium Mikrobiologi Unit Riset Biomedik, Rumah

Sakit Umum Provinsi NTB di Mataram .

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah masker,

sarung tangan, cawan petri, pembakar bunsen, spatula, inkubator, ose,

mikropipet, erlenmeyer, hot plate, tabung reaksi, rak tabung, kaca benda,

kaca penutup, gelas ukur, magneticstirrer, laminar air flow, beaker glass,

water bath, spreader, autoclave, hot plate, inkubator , timbangan

analitik, tissue, yellow tip, mikropipet, kertas pembungkus, lemari

pendingin, kertas label, penggaris dan spidol.

3.2.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari media

isolasi serta media uji karakterisasi.

Media Isolasi : Bahan-bahan yang dibutuhkan antara lain media pertumbuhan

bakteri berupa media Nutrient Agar (NA) padat sebagai pelarut dibutuhkan

aquades. Selain itu, dibutuhkan NaCl fisiologis steril 0.9% dan alkohol 70%.

Media Subkultur: menggunakan media diferensial, yaitu Todd-Lewitt Broth,

Blood Agar Plate (BAP), dan McKonkey.

Media Uji Biokimia : Bahan-bahan yang digunakan untuk medium uji urease,

hidrolisis pati dan kasein, uji katalase, uji fermentasi karbohidrat (manitol,

maltosa, glukosa, sukrosa, laktosa, arabinosa, rafinosa, dulsitol, inositol, ramnosa,

adonitol), uji sitrat, uji oksidase, uji Voges-Proskauer, uji Methyl Red, uji Indol,

Page 9: Identifikasi Bakteri Gram Negatif Dari Swap Penderita Ispa Di Rumah Sakit Provinsi Nusa Tenggara Barat

uji aerobisitas, uji motilitas, uji pertumbuhan pada NaCl 10%, uji pertumbuhan

pada suhu 50 0C dan uji resistensi antibiotic . Selain itu, dibutuhkan pula

wrapping, aluminium foil, tissue, korek api,dan kapas swab.

3.4 Cara Kerja

3.4.1 Pembuatan Media PertumbuhanMedia NA ditimbang dan dilarutkan dengan 1 liter aquades steril

di dalam erlenmeyer. Setelah itu, dipanaskan diatas hot plate dan

diaduk rata menggunakan magnetic stirrer. Dengan menggunakan

kertas pH Universal indikator, pH medium diukur hingga

mencapai 7. Kemudian media di sterilisasi menggunakan

autoclave pada suhu 1210C tekanan 2 atm selama 30 menit.

Selanjutnya pada keadan hangat-hangat kuku sekitar 500C,

media dituang ke cawan steril dan dibiarkan memadat. Hal yang

sama dilakukan pada media lainnya.

3.4.2 Sterilisasi Alat dan Media. Semua alat, media petumbuhan, media uji biokimia, media uji

fisiologis, aquades dan NaCl fisiologis yang akan digunakan

disterilisasi terlebih dahulu menggunakan autoclave pada suhu

1210C tekanan 2 atm selama 30 menit. Sterilisasi dilakukan

untuk membunuh semua mikroorganisme hidup yang terdapat

pada alat dan media yang akan digunakan.

3.4.3 Preparasi Sampel

Sampel swab dari pasien positif ISPA dan Pneumonia

dikumpulkan dan ditambahkan 3 ml larutan NaCl fisiologis steril

ke dalam tabung reaksi steril.

3.4.4 Isolasi Bakteri

Sampel diencerkan dengan 100 ml larutan NaCl fisiologis dengan

pengenceran bertingkat (10-1-10-5) . Dari masing-masing pengenceran 10-1,10-3

dan 10-5 diambil masing-masing sebanyak 0,1 ml, pengenceran tersebut

disebar pada media NA (Spread plate) kemudian diinkubasi pada suhu 37 0C

selama 24 jam. Setelah itu, koloni yang tumbuh pada cawan petri disubkultur

Page 10: Identifikasi Bakteri Gram Negatif Dari Swap Penderita Ispa Di Rumah Sakit Provinsi Nusa Tenggara Barat

pada cawan lain. Setelah itu dilakukan pengamatan bentuk koloni dan

morfologi sel. Pengamatan morfologi sel dilakukan dengan pengecatan Gram.

Koloni dengan bentuk sel yang sama diberi kode yang berbeda.

3.4.5 Pemurnian Isolat

Masing-masing koloni berbeda yang tumbuh setelah inkubasi disubkultur

dengan metode goresan pada media diferensial yaitu BAP, Todd-Lewitt Agar,

dan McKonkey di cawan petri kemudian diamati bentuk selnya di bawah

mikroskop. Dari koloni murni kemudian dibuat preparat pengecatan gram dan

endospora untuk sel.

3.4.5 Karakterisasi Isolat

Karakterisasi yang dilakukan terdiri dari pengamatan morfologi koloni,

pengamatan morfologi sel, uji biokimia, uji fisiologi dan uji resistensi

terhadap antibiotik.

3.4.5.1 Pengamatan Morfologi KoloniPengamatan morfologi koloni (bentuk, warna, tepi dan elevasi)

dilakukkan dengan terlebih dahulu menumbuhkan isolat bakteri

yang diperoleh dari media miring ke media di cawan petri

kemudian diinkubasi pada suhu 370C selama 24-48 jam.

3.4.5.2 Pengamatan Morfologi Sel

Pengamatan morfologi sel dilakukan dengan pewarnaan Gram

dan pewarnaan endospora.

3.4.5.2.1 Pewarnaan gram

Disiapkan preparat sampel dalam bentuk suspensi diatas kaca objek dan

dikeringkan dengan mengangin-anginkan atau meletakkannya dekat api.

Setelah itu lalukan di atas api sebnayak 3x. Ditetesi preparat tersebut dengan

zat warna Karbol Gentian Violet. Diamkan selama 30 detik. Buang zat warna

berlebih Tambahkan zat pematek Lugol (Iodium : Kalium Iodium : Aquades =

1 : 2 : 300), selama 30 detik. Kemudian cuci dengan air Bilas preparat dengan

alkohol 96% selama 2 detik hingga zat warna larut kemudian bilas dengan

akuades. Tetesi preparat dengan pewarna kedua ( safranin). Diamkan selama

30 detik. Buang kelebihan zat warna. Bilas dengan akuades Keringkan

preparat dan diatasnya diberi satu tetes minyak imersi untuk menghindarkan

Page 11: Identifikasi Bakteri Gram Negatif Dari Swap Penderita Ispa Di Rumah Sakit Provinsi Nusa Tenggara Barat

perbedaan indek bias. Amati di bawah mikroskop Catat hasil pengamatan.

Bakteri gram positif berwarna ungu dan bakteri negatif berwarna merah.

3.4.5.2.2 Pewarnaan endosporaSebanyak 1 tetes larutan garam fisiologis steril diletakkan di

atas kaca objek. Koloni bakteri diambil dari media NA miring lalu

digoreskan pada media NA pada cawan petri kemudian

diinkubasi pada suhu 370C selama 24-48 jam. Setelah inkubasi,

sebanyak satu ose koloni diambil secara aseptik dan diletakkan

di atas tetesan larutan garam fisiologis steril pada kaca objek.

Kemudian dibuat preparat hapusan secara merata dan

dikeringkan di atas api. Malachite green 5% dituang pada preparat

hapusan dan dipanaskan selama 5 menit. Kemudian preparat

didinginkan dan dibilas dengan air mengalir. Larutan safranin

diteteskan dan dibiarkan selama 1 menit lalu di bilas dengan air

mengalir. Setelah kering diamati di bawah mikroskop cahaya

dengan minyak imersi Sel vegetatif berwarna merah sedangkan

spora berwarna hijau (Sharmin and Rahman, 2007).

3.4.5.3 Uji Biokimia

Beberapa uji biokimia yang dilakukan adalah uji hidrolisis urea,

uji pembentukan asam sulfida (H2S), uji katalase, uji fermentasi

gula, uji sitrat, uji oksidase, uji Voges-Proskauer, dan uji Methyl

Red.

3.4.5.1 Uji Hidrolisis Urea

Uji ini dilakukan untuk mengetahui adanya enzim urease yang

menguraikan urea menjadi ammonium dan CO2. Isolat bakteri

diinokulasikan ke media urea agar dan diinkubasi pada

temperatur 370C selama 24-48 jam. Reaksi positif ditandai

dengan perubahan warna media dari orange menjadi merah

muda (Lay, 1994 dan Awais et al, 2007). Pembuatan media urea

agar terlampir.

3.4.5.2 Uji pembentukan asam sulfida (H2S)

Page 12: Identifikasi Bakteri Gram Negatif Dari Swap Penderita Ispa Di Rumah Sakit Provinsi Nusa Tenggara Barat

Uji ini dilakukan untuk mengetahui adanya enzim desulfurase pada

isolat bakteri yang ditemukan. Pembentukan H2S oleh mikroba

menunjukkan adanya penguraian asam amino yang

mengandung sulfur. Isolat bakteri diinokulasikan ke media TSIA

dan diinkubasi pada temperatur 370C selama 24-48 jam. Reaksi

positif ditandai dengan perubahan warna media dari merah

menjadi merah bata (Lay, 1994 dan Awais et al, 2007). Komposisi

media dan cara pembuatan terlampir.

3.4.5.3 Uji Katalase

Isolat bakteri digoreskan di atas gelas benda lalu larutan hidrogen

peroksida (H2O2) 3% diteteskan di atasnya. Reaksi positif

ditunjukkan dengan terbentuknya gelembung gas. Uji ini

dilakukan untuk mengetahui adanya enzim katalase yang

mengkatalisasi H2O2 menjadi air dan O2 pada isolat bakteri yang

ditemukan. H2O2 bersifat toksik terhadap sel karena

menginaktivasi enzim dalam sel (Lay, 1994). Komposisi media

dan cara pembuatan terlampir.

3.4.5.4 Uji fermentasi gula

Kemampuan isolat bakteri yang ditemukan dalam

memfermentasikan berbagai jenis gula menjadi berbagai macam

zat, seperti alkohol, asam dan gas dilakukan dengan cara

menginokulasi isolat bakteri ke masing-masing media gula

(glukosa, maltosa, sukrosa, laktosa, manitol, inositol, dulcitol,

ramnosa, rafinosa, adonitol, dan arabinosa) lalu diinkubasi

selama 24-48 jam pada temperatur 370C. Reaksi positif ditandai

dengan terjadinya perubahan warna media dari ungu menjadi

kuning (Lay, 1994 dan Awais et al, 2007). Komposisi media dan

cara pembuatan terlampir.

3.4.5.5 Uji sitrat

Uji sitrat dilakukan untuk melihat kemampuan isolat bakteri

yang ditemukan dalam menggunakan sitrat sebagai satu-

satunya sumber karbon dan energi. Isolat bakteri diinokulasikan

Page 13: Identifikasi Bakteri Gram Negatif Dari Swap Penderita Ispa Di Rumah Sakit Provinsi Nusa Tenggara Barat

ke media Simon’s citrate agar dan diinkubasi pada temperatur 370C

selama 24-48 jam (Lay, 1994 dan Awais et al, 2007). Komposisi

media dan cara pembuatan terlampir.

3.4.5.6 Uji Oksidase

Uji oksidase dilakukan untuk menentukan adanya oksidase

sitokrom pada bakteri yang diujikan. Satu ose isolat bakteri

digoreskan pada kertas stick oksidase. Reaksi positif ditandai

dengan perubahan kertas stick oksidase menjadi warna ungu

sedangkan bereaksi negatif jika tidak tejadi perubahan

3.4.5.7 Uji Voges-Proskauer

Uji ini dilakukan untuk mengetahui adanya fermentasi senyawa

2,3 butanadiol. Isolat bakteri diinokulasikan ke media MR-VP dan

diinkubasi pada temperatur 370C selama 24-48 jam. Setelah

inkubasi, ditambahkan 15 tetes reagen A (5% α-naftol dalam

alkohol) dan 10 tetes reagen B (40% KOH). Setelah itu dikocok

dan didiamkan selama 10-30 menit. Reaksi positif ditandai

dengan perubahan warna media dari kuning menjadi merah

(Lay, 1994 dan Awais et al, 2007). Komposisi media dan cara

pembuatan terlampir.

3.4.5.8 Uji Methyl Red

Uji Methyl Red dilakukan untuk menentukan adanya fermentasi

asam campuran dengan cara menginokulasikan isolat bakteri ke

media MR-VP dan diinkubasi pada temperatur 370C selama 24-

48 jam. Setelah inkubasi, ditambahkan 5 tetes reagen methyl

red. Setelah itu dikocok dan didiamkan selama 10-30 menit.

Reaksi positif ditandai dengan perubahan warna media dari

kuning menjadi merah (Lay,1994 dan Awais et al, 2007).

Komposisi media dan cara pembuatan terlampir.

3.4.5.9 Uji Hidrolisis Pati

Page 14: Identifikasi Bakteri Gram Negatif Dari Swap Penderita Ispa Di Rumah Sakit Provinsi Nusa Tenggara Barat

Uji pati dilakukan untuk mengetahui apakah isolat ini dapat

menghidrolisis pati karena pati dapat diuraikan menjadi maltosa

dan glukosa. Medium uji hidrolisis pati dituangkan ke dalam

cawan petri steril, didiamkan beberapa saat. Diambil satu ose

isolat, lalu dengan metode gores diinokulasikan pada medium

kemudian diinkubasi pada suhu 370C selama 24-48 jam. Isolat

yang telah tumbuh diteteskan iodin di atasnya kemudian

perhatikan zona yang terbetuk. Uji menunjukkan hasil negatif

apabila tidak terdapat zona bening disekitar medium. Hasil

positif ditandai dengan terlihatnya zona bening disekitar medium

uji (Lay, 1994 dan Awais et al, 2007). Komposisi media dan cara

pembuatan terlampir.

3.4.5.10 Uji Hidrolisis Kasein

Uji kasein dilakukan untuk mengetahui apakah isolat ini dapat

menggunakan protein dalam susu karena protein dalam kasein

dapat digunakan oleh isolat sebagai sumber karbon dan energi.

Medium uji hidrolisis kasein dituangkan kedalam cawan petri

steril, didiamkan beberapa saat. Diambil satu ose Isolat, lalu

dengan metode gores diinokulasikan pada medium kemudian

diinkubasi pada suhu 370C selama 24-48 jam. Uji menunjukkan

hasil negatif apabila tidak terdapat zona bening disekitar

medium. Hasil positif ditandai dengan terlihatnya zona bening

disekitar medium uji .(Lay, 1994 dan Awais et al, 2007).

Komposisi media dan cara pembuatan terlampir.

3.4.5.11 Uji Indol

Uji indol dilakukan untuk mengetahui adanya enzim triptofanase

pada isolat bakteri uji. Enzim ini mengkatalisasikan penguraian

gugus indol dari triptofan. Triptofan merupakan komponen asam

amino yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi

oleh mikroba (Lay, 1994). Isolat bakteri diinokulasikan ke media

tryptone water dan diinkubasi pada temperatur 370C selama 24-48

jam. Setelah inkubasi, ditambahkan 0.5 ml reagen kovacs.

Page 15: Identifikasi Bakteri Gram Negatif Dari Swap Penderita Ispa Di Rumah Sakit Provinsi Nusa Tenggara Barat

Setelah itu didiamkan selama 10 – 30 menit. Reaksi positif

ditandai dengan terbentuknya cincin merah di permukaan

medium (Bangun, 1989 dan Awais et al, 2007). Komposisi media

dan cara pembuatan terlampir.

3.4.5.4 Uji Fisiologi

Uji fisiologi yang dilakukan antara lain uji aerobisitas, uji

motilitas, uji pertumbuhan pada NaCl 10 % dan 50 0C.

3.4.5.4.1 Uji Aerobisitas

Uji ini untuk mengetahui kebutuhan bakteri akan adanya oksigen

atau tanpa adanya oksigen. Sebanyak satu ose koloni bakteri

diambil dari media NA miring lalu diinokulasi ke media NA yang

bersuhu 50 0C. Setelah itu tabung dikocok dengan baik dan

dibiarkan membeku lalu diinkubasikan pada temperatur 30 0C

selama 24 jam. Setelah inkubasi, letak pertumbuhan bakteri

diamati. Bakteri aerob tumbuh di lapisan permukaan, bakteri

anaerob tumbuh di lapisan bawah, sedangkan bakteri anaerob

fakultatif tumbuh menyebar dalam tabung (Lay, 1994).

Komposisi media dan cara pembuatan terlampir.

3.4.5.4.2 Uji Motilitas

Uji ini untuk mengetahui sifat bakteri motil atau non motil. Isolat

bakteri diinokulasikan pada tabung media NA semisolid secara

tusukan. Bakteri bersifat motil bila pertumbuhannya menyebar

dari bekas tusukan ke seluruh media (Lay, 1994). Komposisi

media dan cara pembuatan terlampir.

3.4.5.4.3. Uji Pertumbuhan pada NaCl 10%

Uji ini untuk mengetahui pengaruh tekanan osmotik pada bakteri

yana diujikan terhadap medium NA yang ditambahkan NaCl.

Sebanyak satu ose koloni bakteri diambil dari media NA miring

lalu diinokulasi pada media NA yang mengandung NaCl 10%.

Setelah itu, diinkubasi pada suhu 370C selama 24-48 jam (Lay,

1994). Komposisi media dan cara pembuatan terlampir.

3.4.5.4.4 Uji Pertumbuhan pada Suhu 50 0C

Page 16: Identifikasi Bakteri Gram Negatif Dari Swap Penderita Ispa Di Rumah Sakit Provinsi Nusa Tenggara Barat

Uji ini untuk mengetahui pengaruh suhu pada pertumbuhan

bakteri karena pengaruh suhu mempengaruhi pertumbuhan

bakteri, jika sesuai dengan suhu pertumbuhannya bakteri dapat

tumbuh dengan cepat sedangkan jika tidak sesuai

pertumbuhannya bakteri dapat tumbuh menjadi lambat atau

tidak ada pertumbuhan. Sebanyak satu ose koloni bakteri

diambil dari media NA miring lalu diinokulasikan pada media NA.

Setelah itu, diinkubasi pada suhu 500C. Setelah itu,

diinkubasikan pada suhu 370C selama 24-48 jam (Lay, 1994).

Komposisi media dan cara pembuatan terlampir.

3.4.5.5 Uji Resistensi Terhadap Antibiotik

Uji resistensi terhadap antibiotik dilakukan dengan metode

Kirby-Bauer atau metode kertas cakram. Sebanyak 1 ose

Inokulum diambil dari stok, kemudian dimasukkan dalam NaCl

fisiologis dan kerapatan suspensi diukur berdasarkan parameter

suspensi Mc Farland 0,5 unit dengan jumlah bakteri 150 x 106/mL.

Setelah itu kapas swab steril dimasukkan dalam suspensi,

ditekan dan diputar pada dinding tabung untuk mencegah

kelebihan air pada kapas tersebut, lalu dioleskan secara merata

pada permukaan medium Nutrien Agar (NA) untuk mendapatkan

pertumbuhan bakteri yang seragam. Selanjutnya didiamkan

beberapa saat sampai permukaan agar mengering. Disk

antibiotik Nalidixid Acid (30 μg), Chloramphenicol (30 μg), Streptomycin

(30 μg), yang berdiameter 6 mm diambil dengan pipet steril dan

diletakkan pada medium Nutrien Agar (NA) yang telah digoreskan

dan diinkubasi selama 24-48 jam pada suhu 300C. Menentukan

standar resistensi, sensitifitas dan intermediet menggunakan

standar zona hambat dari ”Antimicrobial disc susceptibility tests the

National Comitte for Clinical Laboratory Standards, 940 West Valley Road,

USA”.

3.4.6 Identifikasi Isolat

Page 17: Identifikasi Bakteri Gram Negatif Dari Swap Penderita Ispa Di Rumah Sakit Provinsi Nusa Tenggara Barat

Identifikasi Bacillus dilakukan dengan menggunakan metode

profile matching menggunakan Bergey’s Manual of Systemetic Bacteriology,

Ninth Edition (Sneath et al, 1986) yaitu dengan membandingkan

karakter isolat yang diperoleh dengan karakter bakteri yang ada

pada Bergey’s Manual of Systemetic Bacteriology, Ninth Edition.

DAFTAR PUSTAKA

Alsagaff, H. ,Mukti, A., 2002. Dasar Dasar Ilmu Penyakit Paru. Airlangga

University Press. Surabaya.

Anonim, 2008. Pemberantasan Penyakit ISPA untuk Penanggulangan Pneumonia

pada Balita. [online]. http://putraprabu.wordpress.com. [ 8 Juli 2011].

Anonim. 2009. ISPA : Infeksi Saluran Pernafasan Akut. [online].

http://www .klinikita .co.id/index.php. [ 8 Juli 2011].

Awais, M., A. A. Shah, A. Hamed, F. Hasan.2007. Isolation Identification And

Optimization of Bacitracin Produced by Bacillus sp. Department of

Microbiology, Faculty Of Biological Sciences Quaid-I-Azam

University,Islamabad. Pakistan

Departemen Kesehatan RI. 2001. Profil Kesehatan Indonesia.

Depkes RI. 2000. Informasi tentang ISPA pada Anak Balita. Jakarta: Pusat

Penyuluhan Kesehatan Masyarakat.

Dirjen P2ML. 2000. Modul Pelatihan ISPA Untuk Petugas . Jakarta.

Gitawati, R., Ani, I. 2007. Pola Sensitivitas Kuman dari Isolat Hasil Usap

Tenggorok Penderita Tonsilo-Faringitis Akut di Puskesmas Jakarta Pusat

terhadap Beberapa Antimikroba Betalaktam. Cermin Dunia Kedokteran

No. 155 : 73-74

Page 18: Identifikasi Bakteri Gram Negatif Dari Swap Penderita Ispa Di Rumah Sakit Provinsi Nusa Tenggara Barat

Glover Mark, Reed Michael. 2001. Lower Respiratory Tract Infections.

Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach.5th ed.:1849-67.

Ismayati, S.N. 2010. Evaluasi antibiotik pada pasien infeksi saluran Pernafasan

atas dewasa di instalasi rawat Jalan rsud dr. Moewardi surakarta Tahun

2008. [skripsi]. Surakarta : Universitas Muhammadiyah

Khaidirmuhaj, 2008. Pengertian ISPA dan Pneumonia. [online].

http://khaidirmuhaj.blogspot.com/. [ 8 juli 2011].

Lay, B. W., 1994. Analisis Mikroba di Laboratorium. PT Raja Grafido Persada,

Jakarta.

Mairusnita. 2007. Karakteristik Penderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (Ispa)

Pada Balita Yang Berobat Ke Badan Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit

Umum Daerah (Bpkrsud) Kota Langsa Tahun 2006. [ Skripsi ]. Sumatera

Utara : Universitas sumatera utara

Oktaviani, V.A. 2009. Hubungan Antara Sanitasi Fisik Rumah Dengan Kejadian

Infeksi Saluran Pernafasan Atas (Ispa) Pada Balita Di Desa Cepogo

Kecamatan Cepogo Kabupaten Boyolali. [Skripsi]. Surakarta : Universitas

muhammadiyah Surakarta.

Sharmin, F and M Rahman. 2007. Isolation and Chatacterization of Protease

Producing Bacillus Strain FS-1. [online]. http://ocw.unu.edu/international-

network-onwater-environment-and-health/unu-inweh-course-1 . [ 7 Juli

2011].

Sneath, P. H. A., N. S Mair, M. E Sharpe, and J. G. Holt (eds). 1986. Bergey’s Manual of Systematic Bacteriology. Volume 2. William and Wilkins. Baltimore.

Suryawati, E.P. 2008. Gambaran Penggunaan Antibiotik Pada Anak Penderita

Infeksi Saluran Pernafasan Atas (Ispa) Di Instalasi Rawat Jalan Rsud

Kabupaten Cilacap Periode Januari – Juni 2006. [ Skripsi ]. Surakarta :

Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Tanjung, A. 1993. Branhamella catarrhalis Kuman Patogen Baru Penyebab

Infeksi Saluran Nafas Bawah. Cermin Dunia Kedokteran No. 84 : 24.

Page 19: Identifikasi Bakteri Gram Negatif Dari Swap Penderita Ispa Di Rumah Sakit Provinsi Nusa Tenggara Barat

LAMPIRAN

1. Pembuatan Nutrient Agar padat

Bahan :

Ekstrak daging 3 gram

Peptone 5 gram

Agar 15 gram

Aqades steril 1 liter

pH akhir 6, 8

Cara pembuatan :

Semua bahan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer kemudian ditambahkan

dengan 1 liter aquades. Larutan diaduk dengan magnetic stirrer dan

dipanaskan di atas hot plate hingga mendidih. Kemudian disterilkan dalam

autoclave selama 30 menit pada temperatur 121 0C tekanan 1 atm. Setelah itu

didiamkan hingga suhu hangat kuku baru dituang ke dalam plate steril.

2. Pembuatan Nutrient Agar semisolid

Bahan :

Ekstrak daging 3 gram

Peptone 5 gram

Agar 7,5 gram

Aquades steril 1 liter

pH akhir 6, 8

Cara pembuatan :

Page 20: Identifikasi Bakteri Gram Negatif Dari Swap Penderita Ispa Di Rumah Sakit Provinsi Nusa Tenggara Barat

Semua bahan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer kemudian ditambahkan

dengan 1 liter aquades. Larutan diaduk dengan magnetic stirrer dan

dipanaskan di atas hot plate hingga mendidih. Setelah itu, masing-masing

sebanyak 9 ml media dituang ke dalam tabung. Kemudian disterilkan dalam

autoclave selama 30 menit pada temperatur 121 0C tekanan 1 atm.

3. Pembuatan Nutrient Broth

Bahan :

Ekstrak daging 3 gram

Peptone 5 gram

Aquades steril 1 liter

pH akhir 6, 8

Cara pembuatan :

Semua bahan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer kemudian ditambahkan

dengan 1 liter aquades. Larutan diaduk dengan magnetic stirrer dan

dipanaskan di atas hot plate hingga mendidih. Kemudian disterilkan dalam

autoclave selama 30 menit pada temperatur 121 0C tekanan 1 atm.

4. Pembuatan Starch Agar (Pati Agar)

Bahan :

Ekstrak daging 3 gram

Peptone 5 gram

Aquades steril 1 liter

Agar 15 gram

pH akhir 7,2

Cara pembuatan :

Semua bahan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer kemudian ditambahkan

dengan 1 liter aquades. Setelah itu disterilkan dalam autoclave selama 30

menit pada temperatur 121 0C tekanan 1 atm. Kemudian didiamkan hingga

suhu hangat kuku lalu dituang ke dalam plate steril.

5. Pembuatan Media Urea Agar

Bahan :

Peptone 1 gram

Dextrose 1 gram

Page 21: Identifikasi Bakteri Gram Negatif Dari Swap Penderita Ispa Di Rumah Sakit Provinsi Nusa Tenggara Barat

Sodium chloride 5 gram

Disodium phosphate 1,2 gram

Potassium dihydrogen phosphate 0,8 gram

Phenol red 0,012 gram

Aquades steril 1 liter

Agar 15 gram

pH akhir 6,8

Cara pembuatan :

Sebanyak 2,4 gram bahan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer kemudian

ditambahkan dengan 95 ml aquades. Setelah itu disterilkan dalam autoclave

selama 30 menit pada temperatur 121 0C tekanan 1 atm. Kemudian didiamkan

hingga suhu hangat kuku lalu ditambahkan dengan 5 ml larutan 40% urea

steril. Setelah itu dicampur dengan baik lalu dituang dalam tabung steril

kemudian diletakkan miring dan dibiarkan membeku.

6. Pembuatan Triple Sugar Iron Agar.

Bahan :

Peptone 20 gram

Laktosa 5 gram

Sukrosa 10 gram

Glukosa 1 gram

Feroamoniumsulphate 0, 2 gram

Natriumtiosulphate 0, 2 gram

Fenol red 25 gram

NaCl 5 gram

Agar 15 gram

Aquades steril 1 liter

pH akhir 7, 3

Cara pembuatan :

Semua bahan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer kemudian ditambahkan 1

liter aquades lalu dituangkan ke dalam tabung. Kemudian disterilkan dalam

autoclave selama 30 menit pada temperatur 121 0C tekanan 1 atm. Kemudian

tabung yang berisi media diletakkan miring dan dibiarkan membeku.

Page 22: Identifikasi Bakteri Gram Negatif Dari Swap Penderita Ispa Di Rumah Sakit Provinsi Nusa Tenggara Barat

7. Pembuatan media Gula-gula

Bahan :

Peptone (OXOID, Bacteriologycal Peptone) 10 gram

Gula-gula: Glukosa 0,2 gram

Laktosa 0,2 gram

Sukrosa 0,2 gram

Maltosa 0,2 gram

Manitol 0,2 gram

Rafinosa 0,2 gram

Ribosa 0,2 gram

Dulcitol 0,2 gram

Adonitol 0,2 gram

Manosa 0,2 gram

Arabinosa 0,2 gram

NaCl 2 gram

Bromthymol blue 40 % 1 ml

Cara pembuatan :

Gula-gula, peptone dan NaCl dilarutkan dalam 100 ml aquades, setelah itu,

larutan ditetesi dengan 1 ml Bromthymol blue 40% lalu dituangkan ke dalam

tabung. Kemudian disterilkan dalam autoclave selama 30 menit pada

temperature 121 0C tekanan 1 atm.

8. Pembuatan Nitrate Broth

Bahan :

Ekstrak daging 3 gram

Peptone 5 gram

Potassium nitrate 1 gram

Aquades steril 1 liter

pH akhir 7

Cara pembuatan :

Semua bahan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer kemudian ditambahkan

dengan 1 liter aquades lalu dituangkan ke dalam tabung. Setelah itu

Page 23: Identifikasi Bakteri Gram Negatif Dari Swap Penderita Ispa Di Rumah Sakit Provinsi Nusa Tenggara Barat

disterilkan dalam autoclave selama 30 menit pada temperatur 121 0C tekanan

1 atm.

9. Pembuatan Media MR-VP

Bahan :

Peptone 7 gram

Dextrose 5 gram

Dipotassium phosphate 5 gram

Aquades steril 1 liter

pH akhir 6, 9

Cara pembuatan :

Semua bahan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer kemudian ditambahkan 1

liter aquades lalu dituangkan ke dalam tabung. Kemudian disterilkan dalam

autoclave selama 30 menit pada temperatur 121 0C tekanan 1 atm.

10. Pembuatan Simon’s Citrate Agar

Bahan :

Magnesium sulfate 0, 2 gram

Ammonium dihydrogen phosphate 1 gram

Dipotassium phosphate 1 gram

Sodium citrate 2 gram

Sodium chloride 5 gram

Agar 15 gram

Bromthymol blue 0, 08 gram

Aquades steril 1 liter

pH akhir 6, 8

Cara pembuatan :

Semua bahan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer kemudian ditambahkan 1

liter aquades lalu dituangkan ke dalam tabung. Setelah larut ditetesi dengan

Bromthymol blue. Kemudian disterilkan dalam autoclave selama 30 menit

Page 24: Identifikasi Bakteri Gram Negatif Dari Swap Penderita Ispa Di Rumah Sakit Provinsi Nusa Tenggara Barat

pada temperatur 121 0C tekanan 1 atm. Kemudian tabung yang berisi media

diletakkan miring dan dibiarkan membeku.

11. Pembuatan Media Tryptone Water

Bahan :

Tryptone 10 gram

Sodium chloride 5 gram

Aquades steril 1 liter

pH akhir 7,5

Cara pembuatan :

Semua bahan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer kemudian ditambahkan 1

liter aquades lalu dituangkan ke dalam tabung. Kemudian disterilkan dalam

autoclave selama 30 menit pada temperatur 121 0C tekanan 1 atm.