IBEF: Volume 1 , Nomor 1 , Desember (2020), h. 66-82

17
IBEF Journal Vol. 1 No. 1, Desember 2020 66 IBEF: Islamic Banking, Economic and Financial Journal Volume 1 , Nomor 1 , Desember (2020), h. 66-82 PENERAPAN PEMBIAYAAN MURABAHAH DALAM PERBANKAN SYARIAH Muhlis [email protected] Jurusan Perbankan Syariah UIN Alauddin Makassar Abstrak: Akad Murabahah menjadi salah satu produk yang paling populer dan saat ini begitu diminati dan memiliki jumlah yang besar dalam bentuk penyaluran di bank syariah. Metodologi ini penulis menggunakan metode library research. Tujuan dari penulisan ini untuk mendalami penerapan pembiayaan murabahah pada pelaksanaan bank syariah. Hasil penelitian menujukkan bahwa pembiayaan bank syariah dengan akad murabahah adalah produk utama bank, lebih dari 80 persen dari transaksi keuangan yang menggunakan murabahah. Untuk menjalankan usaha tersebut dengan menggunakan akad pembiayaan murabahah saat ini, masih begitu banyak menuai permasalahan yang kontroversial. Sehingga dalam hal ini, perlu kiranya pihak-pihak terkait untuk memperketat pengawasan terutama mengenai pelaksanaan pembiayaan murabahah, pelaksanaan aturan syariah yang telah jelas mengenai akad murabahah tersebut menjadi suatu rujukan bagaimana praktik yang semestinya. Kata Kunci: Penerapan, Pembiayaan Murabahah, Bank Syariah I. Pendahuluan Suatu kegiatan usaha dalam pandangan Islam dengan kode etika memelihara kejernihan aturan Ilahi dari pelanggaran, keserakahan, sehingga membuat suatu usaha menjadi alat penghubung yang membentuk masyarakat saling membantu membentuk kasih sayang satu sama lain, sehingga makin memperkokoh ukhuwah islamiah. Allah menghalalkan yang baik-baik kepada para hambaNya dan mengharamkan bagi mereka yang buruk-buruk. Seorang usahawan muslim tentu saja tidak bisa keluar dari bingkai aturan ini, meskipun ada tampak keuntungan dan hal yang menarik serta menggiurkan baginya. Seorang usahawan muslim tidak seharusnya tergelincir hanya karena mengejar keuntungan sehingga membuatnya berlari dari yang dihalalkan oleh Allah dan mengejar yang diharamkan oleh Allah. Padahal segala yang dihalalkan dapat menjadi kompensasi

Transcript of IBEF: Volume 1 , Nomor 1 , Desember (2020), h. 66-82

IBEF Journal Vol. 1 No. 1, Desember 2020

66

IBEF: Islamic Banking, Economic and Financial Journal

Volume 1 , Nomor 1 , Desember (2020), h. 66-82

PENERAPAN PEMBIAYAAN MURABAHAH DALAM

PERBANKAN SYARIAH

Muhlis

[email protected]

Jurusan Perbankan Syariah UIN Alauddin Makassar

Abstrak: Akad Murabahah menjadi salah satu produk yang paling populer dan saat ini begitu diminati dan memiliki jumlah yang besar dalam bentuk penyaluran

di bank syariah. Metodologi ini penulis menggunakan metode library research. Tujuan dari penulisan ini untuk mendalami penerapan pembiayaan murabahah

pada pelaksanaan bank syariah. Hasil penelitian menujukkan bahwa pembiayaan bank syariah dengan akad murabahah adalah produk utama bank, lebih dari 80

persen dari transaksi keuangan yang menggunakan murabahah. Untuk menjalankan usaha tersebut dengan menggunakan akad pembiayaan murabahah

saat ini, masih begitu banyak menuai permasalahan yang kontroversial. Sehingga dalam hal ini, perlu kiranya pihak-pihak terkait untuk memperketat pengawasan

terutama mengenai pelaksanaan pembiayaan murabahah, pelaksanaan aturan syariah yang telah jelas mengenai akad murabahah tersebut menjadi suatu rujukan

bagaimana praktik yang semestinya.

Kata Kunci: Penerapan, Pembiayaan Murabahah, Bank Syariah

I. Pendahuluan

Suatu kegiatan usaha dalam pandangan Islam dengan kode etika memelihara

kejernihan aturan Ilahi dari pelanggaran, keserakahan, sehingga membuat suatu usaha menjadi alat penghubung yang membentuk masyarakat saling membantu

membentuk kasih sayang satu sama lain, sehingga makin memperkokoh ukhuwah islamiah.

Allah menghalalkan yang baik-baik kepada para hambaNya dan mengharamkan bagi mereka yang buruk-buruk. Seorang usahawan muslim tentu

saja tidak bisa keluar dari bingkai aturan ini, meskipun ada tampak keuntungan dan hal yang menarik serta menggiurkan baginya. Seorang usahawan muslim

tidak seharusnya tergelincir hanya karena mengejar keuntungan sehingga membuatnya berlari dari yang dihalalkan oleh Allah dan mengejar yang

diharamkan oleh Allah. Padahal segala yang dihalalkan dapat menjadi kompensasi

IBEF Journal Vol. 1 No. 1, Desember 2020

67

yang baik dan penuh berkah. Segala yang disyariatkan oleh Allah dapat dapat

menggantikan apapun yang diharamkan oleh Allah. 1

Umat Islam yang ingin melepaskan diri dari persoalan riba telah mendapat

jawaban dengan lahirnya Bank Syari’ah di indonesia pada sekitar tahun 90an atau tepatnya setelah ada peraturan pemerintah No.72 tahun 1992, direvisi dengan UU

No.10 tahun 1998.2 Undang-undang tersebut mengatur secara rinci mengenai landasan hukum serta jenis-jenis usaha yang dapat dioperasikan dan

diimplementasikan oleh bank syariah. Bank Syari’ah mempunyai lima konsep dasar operasional yang terdiri dari:3

1. Sistem simpanan murni (Al-Wadi’ah)

2. Sistem bagi hasil (Mudharabah dan Musyarakah)

3. Sistem jual beli dengan margin keuntungan (Murabahah)

4. Sistem sewa (Al-Ijarah)

5. Sistem jasa (Fee)

Salah satu pembiayaan yang mendapat respon positif dari masyarakat sejak

lahirnya bank syariah sampai sekarang adalah pembiayaan Murabahah yang telah banyak dioperasionalkan oleh Bank Syariah.

Selain di Indonesia keadaan demikian juga terjadi di negara Aljazair bahwa Dari produk pembiayaan bank syariah, murabahah adalah produk utama bank,

lebih dari 80 persen dari transaksi keuangan yang menggunakan murabahah. Ini adalah produk yang disukai untuk pembiayaan domestik dan perdagangan luar

negeri (catatan wawancara). Salam adalah instrumen keuangan yang paling populer kedua, sebagai produk keuangan lainnya yang digunakan 5% dari

transaksi keuangan.4

Meski demikian pelaksanaan pembiayaan di Bank Syariah tentunya masih

mendapat tanggapan dan kritikan dari berbagai kalangan. Setelah berjalan selama puluhan tahun sistem perbankan Islam dengan seluruh produknya secara

keseluruhan belum mendapatkan perhatian yang banyak dari masyarakat. Misalnya di Indonesia, angka statistik yang disampaikan oleh bank Indonesia

menunjukkan bahwa total 12,1 triliun portofolio produk pembiayaan yang diberikan oleh perbankan syariah secara nasional bukan berasal dari produk

mudarabah dan musharakah yang merupakan produk inti dari perbankan syariah, namun sebaliknya justru hampir 80% produk tersebut adalah sumbangan dari

1Adiwarman A. Karim, Fiqih Ekonomi Keuangan Islam cet. ke-2 (Jakarta: Darul Haq,

2008), hlm. 5. 2 M.Thamrin, Liviawati Dan Rita Wiyati, “ Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan

Bank Umum Syari’ah dan Bank Umum Konvensional Serta Pengaruhnya Terhadap Keputusan

Investasi”, Jurnal Vol.3, No.1, Maret 2011, hlm.13. 3 Warkum Sumitro, Asas-Asas Perbankan Islam dan Lembaga-lembaga Terkait, (Jakarta

RajaGrafindo Persada, 1997), hlm. 81. 4 Abdelhafid Benamraoui, (2008),"Islamic banking: the case of Algeria", International

Journal of Islamic and Middle Eastern Finance and Management, Vol. 1 Iss 2, hlm. 113 – 131.

IBEF Journal Vol. 1 No. 1, Desember 2020

68

produk murabahah.5 Sehingga hal ini, jelas akan menimbulkan pertanyaan

mengapa pembiayaan murabahah lebih populer dan lebih disukai oleh nasabah jika dibandingkan oleh produk bank syariah lainnya, seperti mudharabah, wadiah

dan produk lainnya di bank syariah.

Hal ini mengindikasikan bahwa di antara produk-produk bank Islam

tersebut terjadi kesenjangan yang satu dengan yang lainnya. Produk pembiayaan mudarabah dan musharakah seharusnya menjadi produk andalan bank Islam,

tetapi pada kenyataanya produk pembiayaan murabahah yang menempati porsi terbesar dari seluruh bisnis yang dijalankannya. Dari sisi lain, dalam praktiknya

bank Islam terkadang melanggar rambu-rambu syariat dalam berakad.6

Produk pembiayaan murabahah yang lebih banyak digunakan oleh nasabah

dalam perbankan Islam, jika dibandingkan dengan produk yang identik dengan bagi hasil seperti mudharabah dan musyarakah, maka seharusnya pelaksanaan

pembiayaan murabahah harus dilaksanakan sesuai dengan kaidah prinsip keuangan Islam yang betul-betul syar’ih, sehingga dengan demikian dalam

makalah ini akan dijelaskan tentang pelaksanaan pembiayaan murabahah dalam perbankan syariah.

II. Landasan Teori

A. Defenisi Bank Syariah

Kehadiran Lembaga keuangan Islam dalam tiga dekade akhir ini telah menunjukkan, bahwa basis aset institusi islam ini akan terus tumbuh. Hanya

menunggu waktu untuk menujukkan perkembangan tersebut. Baru-baru ini, praktek-praktek ekonomi dan keuangan Islam, termasuk perbankan Islam, telah

memperoleh kemajuan yang signifikan, namun tantangan untuk pembangunan masa depan akan sulit untuk diatasi. Oleh karena itu, berbagai elemen pendukung

harus terus dioptimalkan untuk membantu mempercepat kemajuan masa depan ekonomi Islam.7

Bank Islam atau Bank Syari’ah adalah bank Islam yang biasa disebut sebagai bank tanpa bunga, adalah lembaga keuangan/perbankan yang

operasionalnya dan produknya dikembangkan berlandaskan pada al-Qur’an dan Hadis Nabi SAW atau dengan kata lain, bahwa bank syari’ah adalah lembaga

keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya

disesuaikan dengan prinsip syariat Islam.8

5Muslim H. Kara, Bank Syari’ah di Indonesia Arah Kebijakan Pemerintah terhadap

Perbankan Syari’ah (Yogyakarta: UII Press, 2005), hlm. ix-xix.

6 Syaparuddin, Kritik Abdullah Saeed Terhadap Praktik Pembiayaan Murabahah Pada Bank Islam, ISLAMICA, Vol. 6, 2 Maret 2012, hlm. 375.

7 Mohamed Ali Trabelsi, (2011),"The impact of the financial crisis on the global economy:

can the Islamic financial system help?", The Journal of Risk Finance, Vol. 12 Iss 1, hlm. 9. 8 Muhammad, Manajemen Bank Syari’ah, (Yogyakarta: UPP STIM YKPN, 2011), hlm. 15.

IBEF Journal Vol. 1 No. 1, Desember 2020

69

Prinsip syariat Islam yang bersumber dari hukum Islam di dalamnya

memuat cakupan yang berkaitan pula dengan urusan muamalat. Terminologi cakupan hukum Islam menunjukkan sebuah lembaga untuk bisa menentukan

pemberlakuan hukum Islam. Muamalat (Transaksi perdagangan Islam) adalah cabang dari hukum Islam. Hal ni termasuk transaksi komersial seperti

perdagangan, perbankan, pembiayaan dan takaful (asuransi Islam), Perbankan Islam salah satu cabang dari Hukum Islam dan dengan demikian pemahaman yang

jelas adalah bahwa Negara dapat memberlakukan hukum untuk penentuan cabang Hukum Islam.9

Bank syariah berbeda dari bank konvensional dalam model pembiayaan . Kontrak bagi hasil dengan risiko dan ekuitas (Mudarabah dan musyarakah) yang

terkait dengan berbagai risiko investasi yang merupakan konsekuensi dari informasi asimetri menyebabkan moral hazard dan adverse selection. Sehingga

seharusnya beberapa implikasi kebijakan utama bank syariah harus diatur dalam cara yang tidak hanya terlibat dalam pembiayaan perdagangan terkait jangka

pendek tetapi juga membantu modal jangka panjang untuk pertumbuhan ekonomi.10

B. Pembiayaan Murabahah

Menurut Undang-undang perbankan No.10 tahun 1998, pembiayaan

adalah penyediaan uang/tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan

pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang/tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan bagi hasil.

Pembiayaan adalah pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan. Dari kedua pengertian tersebut dapat diambil

kesimpulan bahwa pembiayaan adalah pendanaan yang diberikan oleh satu pihak (bank) kepada pihak lain (investor/nasabah) untuk mendukung investasi yang

direncanakan dan dengan kesepakatan bahwa pihak yang dibiayai akan mengembalikan dana tersebut dengan imbalan atau bagi hasil.11

Pembiayaan murabahah adalah salah satu prinsip jual beli yang dijalankan bank syariah tanpa mengenal riba dalam kegiatan penyaluran dana kepada

nasabah atau yang sering disebut dengan pembiayaan. Akad murabahah adalah jual-beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati

antara pihak bank dan nasabah. Dalam murabahah penjual menyebutkan harga pembelian barang kepada pembeli kemudian ia mensyaratkan atas laba dalam

9 Ruzian Markom, dkk., Adjudication of Islamic banking and finance cases in the civil

courts of Malaysia, Eur J Hukum Econ (2013), hlm. 3. 10 Anjum Siddiqui, (2008), "kontrak Keuangan, risiko dan kinerja perbankan syariah",

Manajerial Keuangan, Vol. 34 Iss 10, hlm. 692. 11Aditya Satriawan, “Analisis Profitabilitas Dari Pembiayaan Mudharabah, Musyarakah,

Dan Murabahah Pada Bank Umum Syariah Di Indonesia Periode 2005-2010”, Media Riset

Akuntansi, Auditing & Informasi, Vol. 12, No. 1, April 2012, hlm. 7.

IBEF Journal Vol. 1 No. 1, Desember 2020

70

jumlah tertentu.12 Secara sederhana, jual-beli murabahah berarti suatu penjualan

barang seharga barang tersebut (harga pokok) ditambah dengan keuntungan yang disepakati.13

Lebih lanjut pelaksanaan akad ini, seperti seorang membeli barang kemudian menjualnya kembali dengan keuntungan tertentu, berapa besar

keuntungan tersebut dapat dinyatakan dalam nominal rupiah tertentu atau dalam persentase dari harga pembeliannya, misalnya 10% atau 20%.14 Sebuah jurnal

internasional yang dikutip menyebutkan bahwa:

It is a particular type of sale, compatible with Shari’ah. Murabahah is one

of three types of fiduciary sale (bayu-al-amanah). The seller expressly mentions the cost he has incurred on the commodities for sale, then sells it

to another person by adding some profit or mark-up thereon which is known to the buyer. Sale murabahah includes an “honest declaration of cost.”It is

one of the most popular modes used by banks in Islamic countries as an alternative to loans with interests.15

Penelitian jurnal ini menjelaskan bahwa konsep akad murabahah adalah jenis tertentu dari penjualan, yang kompatibel dengan syariah. Murabahah adalah

salah satu dari tiga jenis penjualan fidusia (bayu-al-amanah). Penjual secara jelas menyebutkan biaya komoditas untuk barang yang dijual, kemudian menjualnya ke

orang lain dengan menambahkan beberapa keuntungan atau mark-up sesuai dengan yang disepakati pembeli. Murabahah mencakup "kerjasama yang jujur

mengenai biaya." Ini adalah salah satu mode yang paling populer digunakan oleh bank-bank di Negara-negara Islam sebagai alternatif untuk pinjaman.

Jadi singkatnya, murabahah adalah akad jual-beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh

penjual dan pembeli. Akad ini merupakan salah satu bentuk natural certainty contracts, karena dalam murabahah ditentukan berapa keuntungan yang ingin

diperoleh.

Manusia dalam melakukan aktivitas dan usahanya selalu berinteraksi

dengan sesamanya. Saling membantu, tolong menolong, termasuk dalam hal muamalah, sehingga Islam sebagai agama sempurna untuk memberikan tuntunan

terhadap manusia agar mendapatkan maslahah dari usaha tersebut, bukan hanya keuntungan semata.

12Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, cet. ke-2 (Yogyakarta:

Ekonisia, 2004), hlm.62. 13Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, cet. ke-7 (Jakarta:

PT.Raja Grafindo Persada, 2010), hlm. 113. 14 Ibid. 15Saïda Daly, Mohamed Frikha, “Islamic Finance: Basic Principles and Contributions in

Financing Economic”, Springer Science+Business Media New York 2014, hlm. 9.

IBEF Journal Vol. 1 No. 1, Desember 2020

71

C. Syarat dan Rukun Murabahah

Syarat jual beli murabahah, antara lain:16

a. Penjual memberi tahu biaya modal kepada nasabah.

b. Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan.

c. Kontrak harus bebas dari riba.

d. Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang sesudah pembelian.

e. Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara utang.

Secara prinsip jika, jika syarat dalam a, b, atau e tidak terpenuhi, pembeli memiliki pilihan:

a) Melanjutkan pembelian seperti apa adanya.

b) Kembali kepada penjual dan menyatakan ketidak setujuan atas barang

yang dijual.

c) Membatalkan kontrak.

Adapun rukun Murabahah antara lain:

1. Penjual yaitu pihak yang membeli barang dari pemasok dianalogikan bank.

2. Pembeli yaitu orang yang butuh/membeli barang dianalogikan nasabah.

3. Barang yang akan diperjualbelikan dan harga.

4. Akad.

D. Landasan Hukum Murabahah

Muamalah yang menyangkut antar manusia tentang aspek ekonomi, politik dan sosial. Untuk kegiatan muamalah yang menyangkut aspek ekonomi seperti

jual beli, simpan pinjam, hutang piutang, usaha bersama dan lain sebagainya. Beberapa bentuk-bentuk jual beli yang telah dibahas oleh para ulama dalam fiqh

muamalah Islamiyah terbilang sangat banyak. Walaupaun demikian, perkembangan sistem jual beli dengan akad murabahah menjadi salah satu jenis

jual beli yang telah banyak dikembangkan sebagai sandaran pokok dalam pembiayaan modal kerja dan investasi dalam Islam. Landasan tentang Murabahah

antara lain:

a. Al Qur’an

Landasan syariah dibolehkannya murabahah dalam Al Qur’an diantaranya, yaitu:

16 Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syari’ah; Dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema

Insani, 2001), hlm. 102

IBEF Journal Vol. 1 No. 1, Desember 2020

72

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan

harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan

janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”.

(QS. An-Nisa ayat 29)

Pembiayaan perbankan Islam harus tersedia untuk meningkatkan

kesempatan kerja dan kesejahteraan ekonomi sesuai dengan nilai-nilai Islam. Disamping itu, pembiayaan yang disalurkan juga merupakan salah

satu pendapatan bank syariah. Besarnya laba atau profit tentu berhubungan dengan besarnya pembiayaan yang disalurkan serta menunjukkan tingkat

keberhasilan bank syariah dalam melakukan kegiatan usahanya.17

b. Hadist Rasulullah SAW

Dari Abu Sa’id Al-Khudri bawa Rasulullah SAWbersabda,”Sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan suka sama suka”. (HR. Baihaqi dan Ibnu

Majah dan dinilai shahih oleh Ibnu Hibban).

Merujuk kepada penjelasan hadist tersebut merupakan dalil atas keabsahan

jual beli secara umum. Penjelasan hadits ini memberikan prasyarat bahwa dalam pelaksanaan akad murabahah harus dilakukan dengan adanya

kerelaan masing-masing pihak yang terkait ketika melakukan transaksi tersebut. Segala ketentuan yang yang terdapat dalam jual beli murabahah,

seperti penentuan harga jual, margin yang diinginkan, mekanisme pembayaran dan lainnya, harus terdapat persetujuan dan kerelaan antara

pihak nasabah dan bank, tidak bisa ditentukan secara sepihak.18

c. Fatwa Dewan Syariah

Produk perbankan syariah berdasarkan akad jual beli murabahah sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia

No.04/DSN-MUI/IV/2000 tentang murabahah, bahwa dalam rangka membantu masyarakat guna melangsungkan dan meningkatkan

kesejahteraan dan berbagai kegiatan, bank syariah perlu memiliki fasilitas murabahah bagi yang memerlukannya, yang menjual suatu barang dengan

17 Aditya Satriawan, Zainul Arifin, “ Analisis Profitabilitas....., hlm. 5.

18 Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2010)

hlm.107.

IBEF Journal Vol. 1 No. 1, Desember 2020

73

menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli mebayarnya dengan

harga yang lebih sebagai laba.19

III. Metotodologi

Untuk bagian ini metodolgi ini penulis menggunakan metode library

research atau juga disebut literature research. Berkaitan dengan penggunaan data yang digunakan bersumber dari bahan dan intisari bacaan buku, artikel, jurnal,

maupun karya ilmiah lainnya yang memiliki relevansi dengan kebutuhan untuk melakukan riset ini, terutama yang terkait dengan penerapan pembiayaan

murabahah dalam perbankan syariah.

IV. Pembahasan

A. Struktur Pelaksanaan Murabahah

Untuk aktivitas bisnis di sektor riil lainnya menuntut keahlian yang sfesifik

yang dapat dimiliki oelh bangkir ataupun tidak. Tetapi, dengan demikian tidak mungkinlah bagi bank untuk melatih stafnya untuk pengetahuan dan keahlian

mengenai perdagangan, pemasaran dan aktivitas sektor riil lainnya yang dibutuhkan dalam prakti perbankan islami. Salah satu solusi yang dapat

digunakan adalah bank dapat mendirikan perusahaan yang bertujuan sfesifik untuk menjalankan aktivitas perdagangan (dan Penyewaan) serta staf dengan

keahlian spesialisasi yang relevan dapat dipercaya dengan penguasaan keahlian pekerjaan perdagangan atas barang-barang sehingga memenuhi sifat dasar Syariah

atas murabahah. Pilihan-pilihan untuk melakukan akad murabahah dalam pelaksanaanya secara singkat penjelasannnya,antara lain:

B. Perdagangan Langsung dengan Pengelolaan Bank

Usaha perdagangan langsung oleh para pejabat bank adalah pilihan yang

paling ideal mengingat pemenuhan sifat dasar murabahah, etap melibatkan bankir dalam bisnis perdagangan ritel dapat menuntun ke permasalahan manajerial dan

membuka peluang yang besar untuk korupsi. Permasalahan ini dapat diselesaikan melalui pengenalan kontrol internal yang efektif.

Tidak adanya kontrol yang demikian, struktur ini hanya dapat digunakan dalam kasus aset bernialai tinggi atau barang yang sfesifik dengan merek dagang

dalam jumlah besar untuk disimpan serta dijual ke nasabahnya dengan berbasiskan biaya orisinal ditambah keuntungan.

C. Bank Membeli Melalui Pihak Ketiga

Satu pilihan diantaranya adalah bagi bank untuk membeli barang melalui

pihak agen ketiga untuk mempertahankan persediaan atau membeli berdasarkan permintaan nasabah atas kegiatan akad murabahah. Struktur murabahah ini lebih

besar kemungkinannya untuk memenuhi tuntutan syariah atas pengambilan

19 Abdu Ghofur Anshori, “Payung Hukum Perbankan Syariah : UU di Bidang Perbankan,

Fatwa, MUI, dan Peraturan Bank Indonesia” (Penerbit: UII Press Yogyakarta, 2007), hlm. 81.

IBEF Journal Vol. 1 No. 1, Desember 2020

74

kepunyaan dan risiko komersial oleh bank untuk periode antara pembelian aset

dari pemasok dan penjualaannya kepada nasabah secara murabah.20

Setelah pembelian dari pemasok bank berkewajiban jika suatu hal terjadi

pada barang tersebut hingga penyerahan aset kepada nasabah murabahah. Nasabah tidak dapat menjamin risiko transportasi barang karena keamanan barang

tersebut adalah tanggung jawab pemilik, yakni bank. Bank dapat mengurangi risiko ini dengan menentukan penyerahannya dilakukan digudangnya.

D. Murabahah Melalui Nasabah sebagai Wakil

Struktur perdagangan melalui nasabah sebagai wakil bank adalah cara yang

paling aman bagi bank untuk risiko-risiko yang berbasiskan komoditas dan permasalahan-permasalahan terkait. Akan tetapi, perjanjian yang demikian ini

kemungkinan besar dapat menjadikan transaksi murabahah sebagai pintu belakang, dan karenanya, diperlukan perhatian lebihlebih untuk menjaganya agar

sesuai dengan syariah. Tuntunan yang paling utama adalah barang berada dalam kepemilikan bank dan risikonya ditanggung pula oleh bank. Selain itu, nasabah

juga harus menjelaskan perihal statusnya sebagai wakil bank.21

Jika dalam murabahah bank tidak membeli dan memiliki barang serta hanya

melakukan pembayaran untuk barang apapun yang dibeli dan diterima secara langsung oleh nasabah dari pemasok/vendor, hal ini merupakan pengiriman

sejumlah uang atas nasabah, yang akan menjadi pinjaman baginya dan keuntungan atas jumlah tersebut hanya akan menjadi bunga. Karena bank Islami

pada umumnya menggunakan struktur ini, kita akan membahasnya secara terperinci.22

E. Pencegahan Risiko dalam Kegiatan Murabahah

Untuk pelaksanaan Murabahah, bank Islami harus menghadapi tambahan

risiko aset, risiko fidusia yang lebih besar, dan risiko kesesuaian Syariah. Untuk mengurangi risiko legal, perlu perhatian besar dalam peyelesaian dokumentasi

dari beragam kontrak (akad) di bawah bimbingan departemen yang resmi.

Ketaatan pada standar syariah AAOIFI memungkinkan bank sesuai dengan

syariah. berkenaan dengan hal ini, peran Dewan Pengawas Syariah/Penasihat Syariah sangatlah penting dalam menerapkan kontrol internal yang tepat untuk

kesesuaian dengan syariah. kesalahan pengaturan waktu dalam dokumentasi akan menuntun pada kerugian pendapatan. Oleh sebab itu, bank Islam harus

memperkuat kontrol syariah internal dan departemen manajemen risikonya.23

F. Metode Perhitungan Pembiayaan Murabahah

Harga pembiayaan murabahah adalah harga beli bank ditambah dengan keuntungan yang diharapkan, atau seting disebut dengan margin yang telah

20 Menurut standar AAOIFI, dalam buku Muhammad Ayyub, Understanding Islamic

Finance: A-Z Keuangan Syariah, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2009), hlm. 346. 21 Ibid., hlm. 347 22 Ibid., hlm. 348 23 Ibid., hlm. 366.

IBEF Journal Vol. 1 No. 1, Desember 2020

75

disepakati oleh nasabah. Dalam menetapkan margin murabahah, bank syari’ah

akan memperhitungkan beberapa variable yang mempengaruhi tingkat harga. Penetapan harga ini, selain diharapkan bisa memberikan keuntungan bagi bank

syari’ah juga diharapkan bisa menjadi daya saing dalam industri perbankan.

Secara garis besar, perhitungan pembayaran angsuran dalam pembiayaan

murabahah bisa dilakukan dua metode, yaitu:

a. Metode Anuitas atau Efektif

Melalui metode anuitas atau efektif, maka pembayaran angsuran margin akan turun tiap bulannya sedangkan angsuran pokok akan naik tiap

bulannya sampai jangka waktu yang telah ditentukan. Rumus yang dipakai untuk menghitung angsuran selama nilai pembiayaan dalam metode efektif

adalah:

Pokok X Margin / 12 ((1 + Margin / 12)n)

( 1 + Margin / 12)n-1

Keterangan:

Pokok: Merupakan besarnya harga pokok objek yang dibiayai sebelum

ditambah margin.

Margin: Tingkat keuntungan yang ingin dicapai (expected return).

n : Jumlah periode angsuran.

Dengan demikian maka angsuran margin pada periode ke-n dapat

diperhitungkan dengan rumus:

Sisa pokok pada periode ke-n X Margin

12

Setelah angsuran margin pada periode ke-n didapatkan, maka angsuran pokok juga dapat diketahui dengan rumus:

Angsuran Per bulan – Angsuran margin pada periode ke-n

b. Metode Flat

Penggunaan metode flat maka pembayaran angsuran pembiayaan

yang terditi dari angsuran pokok dan margin akan selalu sama tiap bulannya sampai dengan jangka waktu pembiayaan. Rumus yang dipakai

dalam mtode flat adalah:

Pokok + ( Pokok X Margin )

N

IBEF Journal Vol. 1 No. 1, Desember 2020

76

Keterangan:

Pokok: Merupakan besarnya harga pokok objek yang dibiayai sebelum ditambah margin

Margin: Tingkat keuntungan yang ingin dicapai (expected return)

N :Jumlah periode angsuran.

Beberapa nasabah mungkin ingin membayar lebih awal dibandingkan tanggal jatuh tempo dan meminta potongan untuk

pembayaran lebih awal seperti halnya dalam perbankan konvensional. Namun, mayoritas ulama kontemporer tidak memperbolehkan

pengurangan untuk pembayaran lebih awal dalam kegiatan murabahah oleh bank. Persoalan kontroversial yang muncul mengenai ketentuan

pembayaran yaitu apakah boleh mengurangi jumlah utang jika pembayaran dilakukan di awal. namun peraturan standar syariah AAOIFI

memperbolehkan.24 Harus dipahami bahwa kegiatan seperti ini hendaknya tidak dibiasakan dan jika pun terjadi hendaknya tidak ditetapkan di awal

dan memang merupakan kebijaksanaan dari bank syariah tersebut.

Murabahah sebagai suatu jenis pembiayaan yang termasuk dalam kategori penjualan dengan pembayaran tunda. Meskipun tidak didasarkan

pada teks al-Quran dan Sunnah, namun dalam kajian fiqh Islam jenis transaksi ini dapat dibenarkan. Bank-bank Islam telah menggunakan

kontrak murabahah dalam kativitas pembiayaan mereka dimana barang-barang dilibatkan dan bank telah memperluas cakupan dan tingkat

penggunaannya.

Pembiayaan murabahah dan dengan penetapan harga yang lebih

tinggi jelas menunjukkan bahwa ada nilai waktu dalam pembiayaan berbasis murabahah yang mendorong, meski secara tidak langsung, kepada

pengakuan nilai waktu pada uang. Bentuk khusus kontrak keuangan yang sedang dikembangkan untuk menggantikan sistem bunga dan transaksi

keuangan adalah mekanisme bagi hasil merupakan core product bagi bisnis syariah sebab bisnis syariah secara eklisit melarang penerapan

tingkat bunga pada semua transaksi keuangannya bentuk bisnis yang berdasarkan syariah dapat dikembangkan dengan mengacu pada konsep

syariah yaitu murabahah.

Murabahah sebagai sebuah kegiatan kerjasama ekonomi antara dua

pihak mempunyai bebrapa ketentuan yang harus dipenuhi dalam rangka meningkat jalinan kerja sama dimana bank membiayai pembelian yang

diperlukan nasabah dengan sistem pembayaran ditangguhkan. Pembiayaan murabahah ini mirif dengan kredit modal kerja pada bank konvensional,

karena itu jangka waktu pembiayaan tidak lebih dari satu tahun dan

24 Ibid., hlm. 364.

IBEF Journal Vol. 1 No. 1, Desember 2020

77

seringnya untuk pembiayaan yang bersifat konsumtif seperti rumah, tanah,

toko, mobil, motor dan sebagainya

Untuk pelaksanaan muamalah hendaknya untuk selalu berpegang teguh

terhadap prinsip-prinsip keuangan Islam, agar tidak terjerumus ke dalam perbuatan dosa.

Sabina Cerimagic dalam penelitiannya menyebutkan:

“Essentially, the thorough process on which Islamic law provides for those

engaging in financial transactions tends to discourage any possibility of a breach. In the same manner, it also indicates that there is always a

presumption of good faith in every transaction. More than that, the principles surrounding Islam requires its believers to adhere to deep-seated

moral values which are intimated in the verses of the Qur’an (Benthall, 1999). These are normally called the taqwa. Basically, the taqwa is used to

collectively describe the respect of an individual to the moral principles triggered by faith and belief in God. Thus, every international organisation

that seeks to make legal transactions with Islamic companies has to make sure that the terms of the contract display good faith. This is done by

making sure that the terms of the contract are fair and at the end of transactions, no party exceeds the other in terms of the acquired benefits in

the transaction”.25

Dijelaskannya bahwa pada dasarnya, proses menyeluruh dalam hukum Islam

memberikan larangan untuk terlibat dalam transaksi keuangan yang cenderung

kemungkinan akan melakukan pelanggaran. Pada bagian yang sama, juga

menunjukkan selalu ada praduga itikad baik dalam setiap transaksi. Lebih dari itu,

prinsip-prinsip tentang Islam mewajibkan umatnya untuk mematuhi nilai-nilai

moral yang mendalam yang disyaratkan dalam Ayat Al-Quran. Ini disebut taqwa,

pada dasarnya, taqwa yang digunakan secara keseluruhan menggambarkan rasa

hormat dari seorang individu untuk prinsip-prinsip moral yang dipicu oleh iman

dan kepercayaan kepada Tuhan. Dengan demikian, setiap organisasi yang besar

bertujuan untuk membuat hukum transaksi dalam Islam harus memastikan bahwa

syarat-syarat kontrak menampilkan itikad baik. Hal ini dilakukan dengan

memastikan bahwa syarat-syarat kontrak yang adil dan pada akhirnya transaksi

tidak ada pihak lain yang dirugikan manfaatnya dalam transaksi.

Atas dasar peraturan yang berkaitan dengan murabahah baik yang

bersumber dari Fatwa DSN maupun PBI, perbankan syariah melaksanakan

pembiayaan murabahah. Namun demikian, dalam praktiknya tidak ada

keseragaman model penerapan pembiayaan murabahah karena beberapa faktor

yang melatarbelakanginya. Ada beberapa tipe penerapan murabahah dalam

25 Sabina Cerimagic, (2010),"The effects of Islamic law on business practices", Education,

Business and Society: Contemporary Middle Eastern Issues, Vol. 3 Iss 1 pp. 43.

IBEF Journal Vol. 1 No. 1, Desember 2020

78

praktik perbankan syariah yang kesemuanya dapat dibagi menjadi tiga kategori

besar, yaitu:

1) Tipe Pertama penerapan murabahah adalah tipe konsisten terhadap fiqih

muamalah. Dalam tipe ini bank membeli dahulu barang yang akan dibeli

oleh nasabah setelah ada perjanjian sebelumnya. Setelah barang dibeli atas

nama bank kemudian dijual ke nasabah dengan harga perolehan ditambah

margin keuntungan sesuai kesepakatan. Pembelian dapat dilakukan secara

tunai (cash), atau tangguh baik berupa angsuran atau sekaligus pada

waktu tertentu. Pada umumnya nasabah membayar secara tangguh. Untuk

lebih jelasnya

2) Tipe Kedua mirip dengan tipe yang pertama, tapi perpindahan kepemilikan

langsung dari supplier kepada nasabah, sedangkan pembayaran dilakukan

bank langsung kepada penjual pertama/supplier. Nasabah selaku pembeli

akhir menerima barang setelah sebelumnya melakukan perjanjian

murabahah dengan bank. Pembelian dapat dilakukan secara tunai (cash),

atau tangguh baik berupa angsuran atau sekaligus pada waktu tertentu.

Pada umumnya nasabah membayar secara tangguh. Transaksi ini lebih

dekat dengan murabahah yang asli, tapi rawan dari masalah legal. Dalam

beberapa kasus ditemukan adanya klaim nasabah bahwa mereka tidak

berhutang kepada bank, tapi kepada pihak ketiga yang mengirimkan

barang. Meskipun nasabah telah menandatangani perjanjian murabahah

dengan bank, perjanjian ini kurang memiliki kekuatan hukum karena tidak

ada tanda bukti bahwa nasabah menerima uang dari bank sebagai bukti

pinjaman/hutang. Untuk mengindari kejadian seperti itu maka ketika bank

syariah dan nasabah telah menyetujui untuk melakukan transaksi

murabahah maka bank akan mentransfer pembayaran barang ke rekening

nasabah (numpang lewat) kemudian didebet dengan persetujuan nasabah

untuk ditranfer ke rekening supplier. Dengan cara seperti ini maka ada

bukti bahwa dana pernah ditranfer ke rekening nasabah. Namun demikian,

dari perspektif syariah model murabahah seperti ini tetap saja berpeluang

melanggar ketentuan syariah jika pihak bank sebagai pembeli pertama

tidak pernah menerima barang (qabdh) atas namanya tetapi langsung atas

nama nasabah. Karena dalam prinsip syariah akad jual beli murabahah

harus dilakukan setelah barang, secara prinsip, menjadi milik bank .

3) Tipe Ketiga ini yang paling banyak dipraktekkan oleh bank syariah. Bank

melakukan perjajian murabahah dengan nasabah, dan pada saat yang sama

mewakilkan (akad wakalah) kepada nasabah untuk membeli sendiri barang

yang akan dibelinya. Dana lalu dikredit ke rekening nasabah dan nasabah

menandatangi tanda terima uang. Tanda terima uang ini menjadi dasar

bagi bank untuk menghindari klaim bahwa nasabah tidak berhutang

IBEF Journal Vol. 1 No. 1, Desember 2020

79

kepada bank karena tidak menerima uang sebagai sarana pinjaman. Tipe

kedua ini bisa menyalahi ketentuan syariah jika bank mewakilkan kepada

nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, sementara akad jual beli

murabahah telah dilakukan sebelum barang, secara prinsip, menjadi milik

bank.26

Berbagai tipe praktek jual beli murabahah di atas dilatar belakangi motivasi

yang bermacam-macam. Ada kalanya untuk lebih menyederhanakan prosedur

sehingga bank tidak perlu repot-repot membeli barang yang dibutuhkan nasabah

tetapi cukup dengan menunjuk atau menghubungi supplier agar menyediakan

barang dan langsung mengirimkan ke nasabah sekaligus dengan atas nama

nassabah (Tipe II). Atau dengan cara bank langsung memberikan uang ke nasabah

kemudian nasabah membeli sendiri barang yang dibutuhkan dengan melaporkan

nota pembelian kepada pihak bank (tipe III). Kedua cara tersebut sering dilakukan

perbankan syariah untuk menghindari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dua

kali yang dinilai akan mengurangi nilai kompetitif produk bank syariah

dibandingkan bank konvensional yang dikecualikan dari PPN. Ini terjadi karena

dalam jual beli murabahah tipe I, di mana bank terlebih dahulu akan membelikan

barang yang dibutuhkan nasabah atas nama bank baru kemudian dijual ke nasabah

secara murabahah maka akan terjadi perpindahan kepemilikan dua kali, yaitu dari

supplair ke bank dan dari bank ke nasabah. Melalui Peraturan Bank Indonesia

(PBI) nomor 9/19/PBI/2007 jo Surat Edaran BI No. 10/14/DPbS tanggal 17 Maret

2008 yang menghapus keberlakuan PBI Nomor 7/46/PBI/2005 tentang Akad

penghimpunan dan Penyaluran dana Bank Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha

Berdasarkan Prinsip Syariah, pelaksanaan pembiayaan murabahah semakin

menempatkan bank syariah semata-mata lembaga intermediary yang bertindak

sebagai penyedia dana bukan pelaku jual beli murabahah. Hal ini ditegaskan

dalam teks Surat Edaran BI No. 10/14/DPbS pada point III.3, bahwa ” Bank

bertindak sebagai pihak penyedia dana dalam rangka membelikan barang terkait

dengan kegiatan transaksi Murabahah dengan nasabah sebagai pihak pembeli

barang ”. Di lihat dari teks surat edaran ini, jelas ada upaya Bank Indonesia untuk

menegaskan bahwa transaksi perbankan syariah yang didasarkan pada prinsip jual

beli murabahah tetap merupakan pembiayaan sebagaimana transaksi lainnya yang

menggunakan akad mudharabah, musyarakah, salam, istishna, ijarah, dan ijarah

muntahiya bit tamlik.

26 Cecep Maskanul Hakim, Belajar`Mudah Ekonomi Islam: Catatan Kritis terhadap

Dinamika Perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia, Jakarta, Shuhuf, Cet I, 2010

IBEF Journal Vol. 1 No. 1, Desember 2020

80

V. Penutup

A. Kesimpulan

Produk Murabahah menjadi salah satu produk yang paling populer dan saat

ini begitu diminati dan memiliki jumlah yang besar dalam bentuk penyaluran di bank syariah sesuai dengan penjelasan di atas. Sehingga dengan demikian peluang

dan minat dari masyarakat untuk mengambil akad pembiayaan murabahah tersebut menjadikan prospek dari usaha produk murabahah setiap bank syariah di

berbagai belahan dunia berlomba-lomba untuk mengembangkan akad murabahah ke dalam berbagai produknya.

Untuk menjalankan usaha tersebut dengan menggunakan akad pembiayaan murabahah saat ini, masih begitu banyak menuai permasalahan yang

kontroversial. Sehingga dalam hal ini, perlu kiranya Dewan Pengawas Syariah (DSN) untuk memperketat pengawasan terutama mengenai pelaksanaan

pembiayaan murabahah, pelaksanaan aturan syariah yang telah jelas mengenai akad murabahah tersebut menjadi suatu rujukan bagaimana praktik yang

semestinya. Yang menjadikan akad murabahah menjadi begitu diminati baik dari sisi nasabah ataupun karena adanya kejelasan dan kecilnya pencegahan

kemungkinan risiko yang mungkin akan dimunculkan dalam akad pembiayaan murabahah tersebut.

B. Saran

Agar pelaksanaan pembiayaan murabahah bisa memenuhi kriteria secara

syar’i di perbankan syariah, dalam hal ini ada beberapa masukan yang menjadi saran dalam pelaksanaanya, antara lain:

a. Untuk setiap pelaksanaan pembiayaan khususnya pembiayaan murabahah dalam hal ini, selalu berpegang kepada landasan hukum secara syariah,

dan setiap kebijaksanaan yang sifatnya masih kontroversial agar dikonsultasikan, diputuskan atas dasar kebaikan dengan berkonsultasi

dengan Dewan Pengawas Syariah.

b. Semakin memperkuat kontrol Dewan Pengawas Syariah, mengingat

betapa besarnya peranannnya terhadap perbankan syariah baik dari segi internal maupun dari segi manajemen pencegahan risiko.

c. Pelaksanaan pengaplikasian murabahah terutama di Bank Syariah semestinya pelaksananya/SDM adalah orang-orang yang betul-betul

memahami kaidah fiqh, karena meskipun masih mengundang kritik dari berbagai kalangan tetapi begitu pentingnya produk murabahah disebabkan

banyaknya nasabah yang menggunakan akad murabahah khususnya di bank syariah.

DAFTAR PUSTAKA

Al Qur’an Qarim

IBEF Journal Vol. 1 No. 1, Desember 2020

81

Anshori, Abdu Ghofur, 2007, Payung Hukum Perbankan Syariah : UU di Bidang

Perbankan, Fatwa, MUI, dan Peraturan Bank Indonesia, Penerbit: UII Press Yogyakarta.

Antonio, Muhammad Syafi’I, 2001, Bank Syari’ah; Dari Teori ke Praktik, Jakarta: Gema Insani.

Ayub, Muhammad, 2009, Understanding Islamic Finance: A-Z Keuangan Syariah, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Benamraoui, Abdelhafid, 2008, "Islamic banking: the case of Algeria", International Journal of Islamic and Middle Eastern Finance and

Management, Vol. 1 Iss 2, 2008.

Cerimagic, Sabina, 2010, "The effects of Islamic law on business practices",

Education, Business and Society: Contemporary Middle Eastern Issues, Vol. 3 Iss 1, 2010.

Daly, Saïda, Mohamed Frikha, “Islamic Finance: Basic Principles and Contributions in Financing Economic”, Springer Science+Business

Media New York 2014.

Djuwaini, Dimyauddin, 2010, Pengantar Fiqh Muamalah, Yogyakarta: Pustaka

Belajar.

Hakim, Cecep Maskanul, 2010, Belajar`Mudah Ekonomi Islam: Catatan Kritis terhadap

Dinamika Perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia, Jakarta, Shuhuf,

Cet I, 2010

Kara, Muslim H., 2005, Bank Syari’ah di Indonesia Arah Kebijakan Pemerintah

terhadap Perbankan Syari’ah , Yogyakarta: UII Press.

Karim, Adiwarman A., 2008, Fiqih Ekonomi Keuangan Islam, cet. ke-2, Jakarta:

Darul Haq.

Karim, Adiwarman A., 2010, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, cet. ke-7,

Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.

Liviawati, M.Thamrin, Dan Rita Wiyati, 2011, “ Analisis Perbandingan Kinerja

Keuangan Bank Umum Syari’ah dan Bank Umum Konvensional Serta Pengaruhnya Terhadap Keputusan Investasi”, Jurnal Vol.3, No.1,

Maret 2011.

Markom, Ruzian, dkk., 2013, Adjudication of Islamic banking and finance cases

in the civil courts of Malaysia, Eur J Hukum Econ, 2013.

Muhammad, 2011, Manajemen Bank Syari’ah, Yogyakarta: UPP STIM YKPN.

Satriawan, Aditya, Zainul Arifin, 2012, “ Analisis Profitabilitas dari Pembiayaan Mudharabah, Musyarakah, dan Murabahah pada Bank Umum Syariah

di Indonesia Periode 2005-2010, Media riset Akuntansi, Auditing & Informasi, Vol. 12, No. 1, April 2012.

Siddiqui, Anjum, 2008, "kontrak Keuangan, risiko dan kinerja perbankan syariah", Manajerial Keuangan, Vol. 34 Iss 10, 2008.

IBEF Journal Vol. 1 No. 1, Desember 2020

82

Sudarsono, Heri, 1997, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, cet. ke-2,

Yogyakarta: Ekonisia, 2004.Sumitro, Warkum, Asas-Asas Perbankan Islam dan Lembaga-lembaga Terkait, Jakarta RajaGrafindo Persada.

Syaparuddin, 2012, “Kritik Abdullah Saeed Terhadap Praktik Pembiayaan Murabahah Pada Bank Islam”, ISLAMICA, Vol. 6, No. 2, Maret 2012.

Trabelsi, Mohamed Ali, 2011, "The impact of the financial crisis on the global economy: can the Islamic financial system help?", The Journal of Risk

Finance, Vol. 12 Iss 1 pp, 2011.