repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/890/1/BAB I-V.docx · Web viewSebagai bahan kajian lebih...
Transcript of repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/890/1/BAB I-V.docx · Web viewSebagai bahan kajian lebih...
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber daya
perikanan, ikan mempunyai kandungan gizi yang tinggi, mudah didapat dan
harganya terjangkau. Ikan nila gift (Oreochromis niloticus) pada saat ini banyak
dibudidayakan. Ikan nila merupakan jenis ikan yang mudah di pelihara diair
tawar, relatif tahan terhadap perubahan lingkungan, pertumbuhannya cepat, dan
tahan terhadap serangan penyakit (Arie,2007).
Untuk meningkatkan produksi budidaya ikan nila gift (Oreochromis
niloticus) dapat dilakukan dengan beberapa cara diantaranya memberikan pakan
dengan kandunngan nutrien dan energi yang sesuai dengan dibutuh kan oleh ikan,
terdiri dari protein, karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral. Penyediaan pakan
membutuhkan komponen biaya yang sangat besar yakni 40%-60% dari
keseluruhan biaya operasional. Oleh karna itu pemilihan bahan-bahan sumber
pakan perlu dipertimbangkan untuk menghasilkan pakan yang bergizi tinggi
dengan biaya yang lebih murah (Arie, 2007).
Pakan buatan adalah pakan yang dibuat dengan formulasi tertentu, bahan
baku pakan buatan dibedakan menjadi bahan baku hewani dan nabati, dalam
pembutan pakan sangat dianjurkan untuk mengunakan campuran dari kedua
sumber bahan baku tersebut agar komposisi zat gizi yang terkandung menjadi
lebih lengkap. Pada dasarnya sumber utama pakan bagi ikan budidaya berasal dari
pakan alami dan pakan buatan, karna jumlah pakan alami yang tersedia diperairan
2
sangat terbatas dan kurang memadai. Maka perlu diberikan pakan buatan
yang sesuai dengan kebutuhan ikan (Affianto dan Linawati, 2005).
Bahan baku utama yang digunakan dalam pembutan pakan berupa tepung
limbah ikan yang dihasilkan dari jeroan bagian dari isi perut ikan yang memiliki
nilai kandungan protein yang tinggi. Protein merupakan nutrien yang paling
penting sebagai bahan pembentuk jaringan tubuh dalam proses pertumbuhan,
jumlah dan kualitas protein pakan akan mempengaruhi pertumbuhan. Apabila
protein dalam pakan kurang maka protein dalam jaringan tubuh akan dimanfaat
kan untuk mempertahankan jaringan yang lebih penting (Halver, 2000).
Berdasarkan latar belakang di atas, maka perlu dilakukan penelitian untuk
mengetahui laju pertumbuhan ikan nila gift (Oreochromis niloticus) dengan
mengunakan bahan dasar tepung limbah ikan.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasar kan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka dapat di
rumuskan permasalahan sebagai berikiut :
1. Bagaimana pengaruh formulasi pakan buatan yang terdiri dari 3 jenis formulasi
pakan terhadap pertumbuhan benih ikan nila gift (Oreochromis niloticus).
2. Untuk melihat formulasi pakan buatan yang optimal untuk meningkatkan
pertumbuhan benih ikan nila gift (Oreochromis niloticus).
1.3. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pengaruh berbagai formulasi pakan buatan terhadap
pertumbuhan benih ikan nila gift (Oreochromis niloticus).
2. Untuk mengetahui kandungan protein yang optimal terhadap pertumbuhan
benih ikan nila gift (Oreochromis niloticus).
3
1.4. Manfaat Penelitian
1. Memberi informasi dalam upaya meningkatkan pemanfaatan tepung limbah
ikan sehingga bisa menjadi bahan baku pakan ikan yang mengandung nilai
protein yang tinggi.
2. Sebagai bahan kajian lebih lanjut dalam pengembangan usaha budidaya serta
melengkapi referensi untuk peneliti selanjutnya.
1.5. Hipotesis
Pemberian pakan buatan dari formulasi tepung limbah ikan dapat
meningkatkan pertumbuhan benih ikan nila gift (Oreochromis niloticus).
.
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Biologi Ikan Nila Gift
Ikan nila gift mempunyai nama ilmiah Oreochromis niloticus dan dalam
bahasa Inggris dikenal sebagai Nile Tilapia. Ikan nila bukanlah ikan asli perairan
Indonesia, melainkan ikan introduksi (ikan yang berasal dari luar Indonesia, tetapi
sudah dibudidayakan di Indonesia). Bibit ikan ini didatangkan ke Indonesia secara
resmi oleh Balai Penelitian Perikanan Air Tawar pada tahun 1969 dari Taiwan ke
Bogor. Setelah melalui masa penelitian dan adaptasi, barulah ikan ini
disebarluaskan kepada petani di seluruh Indonesia (Wiryanta Wahyu, B.T,dkk,
2010).
Ikan nila gift memiliki beberapa kelebihan sebagai spesies kultivan potensil
dibanding nila lokal di antaranya pertumbuhannya 300-400% lebih cepat, lebih
tahan terhadap lingkungan kurang baik, efesiensi pakan yang lebih tinggi. Nila
gift dikembangkan International Center for Living Aquatic Researc Management
(ICLARM) di Filipina melalui Genetic Improvement of Farmed Tilapia Project
(GIFT) dan merupakan hasil persilangan dan seleksi anatara ikan nila dari
Taiwan, Mesir, Thailand, Ghana, Singapura, Israel, Senegal dan Kenya,
Selanjutnya dinyatakan bahwa kelebihan ikan nila gift dibanding dengan ikan nila
lokal adalah nilai jumlah telur lebih banyak 20-30%, pada stadia benih hingga
bobot rata-rata 17,5 g tumbuh lebih cepat 100-200% (Rukyani dan Subagyo,
2001).
5
Pada dasarnya persayaratan hidup antara ikan nila lokal dengan ikan nilai
gift adalah hampir sama. Ikan nilai gift hidup pada kisaran suhu yang lebar 14-
380C, pH 5-11, salinitas 0-29 permil. Ikan ini termasuk omnivor. Makanan pada
stadia larva adalah krustacea kecil dan bentos, dan menyukai Rotifer sp, Monia sp,
dan Dapnia sp setelah mencapai benih. Pada budidaya secara intensif ikan ini
dapat mengkonsumsi pakan buatan berupa pellet pada kadar protein 25% (New,
1987, Arie, 1999, Cholik dkk 2005, Khairuman dan Amri, 2008; Saade, 2009).
Sedangkan menurut Webster dan Lim (2002) dan Nugroho dan Kristanto
(2008), ikan nila dapat menerima pellet berkadar protein 26-28% sebanyak 3-5%
perbobot biomassa dengan frekuensi pemberian pakan 3-5 kali sehari. Jauncey
dan Ross (1982) menyatakan bahwa bahan baku utama yang dapat digunakan
sebagai penyusun pakan buatan tilapia adalah tepung ikan, tepung bulu, tepung
daging, tepung kedelai, tepung kacang tanah, tepung biji kapas dan dedak halus.
2.1.1. Klasifikasi
Menurut (Trewavas, 2009) Klasifikasi lengkap Ikan nila gift (Oreochromis
niloticus) kedalam Filum Chordata, Sub-filum Vertebrata, Kelas Osteichthyes,
Ordo Percomorphi, Sub-ordo Percoidea, Famili Cichlidae, Genus Oreochromis,
Spesies Oreochromis niloticus.
2.1.2. Marfologi
Secara sepintas, ikan nila gift dan lokal agak sulit di bedakan, baik warna
maupun organ tubuh, terutama sewaktu benih. Perbedaan akan muncul kalau
kualitas nila lokal sudah menurun. Namun demikian perbedaan dapat diketahui
kalau dilihat lebih dekat. Dilihat dari samping tubuh ikan nila gift memanjang,
dengan perbandingan panjang dan tinggi 2:1, sementara perbandingan tinggi dan
6
lebar tubuh 4:1, ini menunjukkan ikan nila gift lebih tebal, berbeda dengan nila
lokal yang tubuhnya lebih memanjang karna memiliki perbandingan panjang dan
tinggi 2,5:1. Ketebalan tubuhnya memiliki perbandingan tinggi dan lebar 3:1
sehingga lebih tipis (Arie, 2007).
Tanda lainnya yang dapat dilihat dari ikan nila gift adalah warna tubuhnya
hitam dan agak keputihan. Sirip punggung memanjang mulai dari bagian atas
tutup insang sampai bagian atas sirip ekor. bagian bawah tutup insang berwna
putih. Sisik ikan nila gift besar, kasar dan tersusun rapi. Sepertiga sisik bagian
belakang menutupi sisik bagian depan tubuhnya. Garis linear lateralis yang
terputus-putus antara bagian atas dan bawahnya. linear lateralis bagian atas
memanjang mulai dari tutup insang hingga belakang sirip punggung, sementera
linear lateralis bagian bawah memanjang mulai dari bawah sirip punggung
hingga pangkal sirip ekor. Kepala relatif kecil dengan mulut berada di ujung
kepala mata ikan nila gift (Arie, 2007).
2.1.3. Jenis-Jenis Strain Ikan Nila
Semenjak pertama kali ikan nila datang pada tahun 1969 ke Indonesia,
sudah banyak mengalami perkembangan, khususnya dalam perbaikan genetis
yang dilakukan oleh Balai Penelitian Perikanan Air Tawar (BPPAT).
Berikut beberapa strain ikan nila yang cukup dikenal dan digemari, baik
oleh petani maupun konsumen.
a. Nila Gift (Genetic Improvement of Farmed Tilapias).
Dikembangkan oleh International Center for Living Aquatic Research
Management (ICLARM) pada tahun 1987 dengan dukungan dari Asian
Development Bank dan Unites Nations Development Programe (UNDP). Strain
7
ini merupakan hasil seleksi dan persilangan ikan nila dari Kenya, Israel, Senegal,
Ghana, Singapura, Thailand, Mesir, dan Taiwan.
a. Nila Best (Bogor Enhanced Strain Tilapias).
b. Nila Gesit (Genetically Supermale Indonesian Tilapias).
c. Nila Jica (Japan for International Cooperation Agency).
d. Nila hitam
2.1.4. Habitat Ikan Nila Gift
Habitat artinya lingkungan hidup tertentu sebagai tempat tumbuhan atau
hewan hidup dan berkembang biak (Suyanto, S.R., 2009). Ikan nila memiliki
eurihaline yang menyebabkan ikan nila dapat hidup di dataran rendah yang berair
tawar hingga perairan bersalinitas, sehingga pembudidayaan nya sangat mudah.
Salinitas adalah tingkat keasinan atau kadar garam terlarut dalam air. Nila dapat
hidup di lingkungan air tawar, air payau, dan air asin. Kadar garam air yang
disukai antara 0 – 35 permil (Watanabe, 1989). Nila dapat tumbuh dan
berkembang dengan baik pada lingkungan perairan dengan alkalinitas rendah atau
netral. Nilai Ph ikan nila berkisar antara 6 – 8,5. Namun pertumbuhan optimalnya
terjadi pada pH 7 – 8. Batas pH yang mematikan adalah 11 (Carman Odang,
dkk.,2010).
Suhu atau temperatur air sangat berpengaruh terhadap metabolisme dan
pertumbuhan organisme serta mempengaruhi jumlah pakan yang dikonsumsi
organisme perairan. Suhu kolam atau perairan yang masih bisa ditolirir ikan nila
adalah 15–37oC. Suhu optimum untuk pertumbuhan nila adalah 25-300C, Oleh
karenaitu, ikan nila cocok dipelihara di dataran rendah sampai agak tinggi hingga
ketinggian 800 meter di atas permukaan laut. Sedangkan untuk pemijahan, suhu
8
ideal untuk bisa menghasilkan telur dan larva adalah 22–370c (Wiryanta, B.T.W.
dkk, 2010).
2.2. Pakan
Setiap mahluk hidup, termasuk ikan membutuhkan energi untuk
mempertahankan kelangsungan hidup dan kelestarian lingkungannya. Sumber
utama energi bagi ikan berasal dari makanan sebab ikan tidak mampu
memamfaatkan energi matahari secara langsung seperti yang yang dilakukan oleh
tanaman. Pertumbuhan didefinisikan sebagai pertumbuhan ukuran baik bobot
maupun panjang dalam satu periode waktu tertentu (Effendi, 1979).
Sedangkan menurut Fujaya (2004), pertumbuhan adalah pertambahan
ukuran baik panjang maupun berat. Pertumbuhan dipengaruhi oleh faktor genetik,
hormon, dan lingkungan. Faktor lingkungan yang paling penting adalah zat hara.
Pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal yang meliputi
genetik dan kondisi fisiologis ikan serta faktor eksternal yang berhubungan
dengan lingkungan. Faktor eksternal tersebut yaitu komposisi kualitas kimia dan
fisika air, bahan buangan metabolik, ketersediaan pakan, dan penyakit (Hepper
dan Prugnin, 1984).adapun bahan baku yang digunakan dalam pembuatan pakan
adalah :
2.2.1. Tepung Limbah Ikan
Tepung limbah ikan berasal dari sisa atau buangan yang tidak dikomsumsi
oleh manusia, atau sisa pengolahan industri makanan ikan, sehingga kandungan
nutrisinya beragam, tapi pada umumnya berkisar antara 60-70%. Tepung limbah
ikan merupakan pemasok lisyn dan metionin yang baik, dimana hal ini tidak
terdapat pada kebanyakan bahan baku nabati, mineral kalsium dan fosfornya pun
9
sangat tinggi, dan karena berbagai keungulan inilah maka harga tepung ikan
menjadi mahal (Sahwan, 2004).
Tabel 2. Kandungan Nutrisi Pada Tepung Limbah Ikan
No Komponen Kandungan1. Protein kasar 60-70%2. Serat kasar 1,0%3. Kalsium 5,0%4. Fosfor 3,0%
Sumber : Revisi Pakan dan Udang (Sahwan, 2004)
2.2.2. Tepung Kedelai
Kacang kedelai adalah salah satu tanaman polong-polongan yang menjadi
bahan dasar banyak makanan timur jauh seperti kecap, tahu, dan tempe. Kedelai
yang dibudidayakan terdiri dari dua spesies : kedelai putih dan kedelai hitam yang
merupakan tanaman asli daerah subtropis seperti tiongkok dan jepang selatan
(Djariah, 1989).
Tepung kedelai merupakan sumber asam amino terbaik dari semua bahan
nabati dan kaya akan protein (35-45%) untuk memenuhi kebutuhan asam amino
esensial bagi ikan dan kaya akan asam amino lysyn, tetapi miskin akan asam
amino methionin. kedelai merupakan tanaman dengan kadar protein tinggi
sehingga tanamannya digunakan sebagai pupuk hijau dan pakan ternak.
Pemanfaatan utama kedelai adalah dari biji, biji kadelai kaya akan protein dan
lemak serta beberapa bahan gizi penting lain, misalnya fitamin dan lesitin
(Khairuman, 2002).
2.2.3. Tepung Jagung
Jagung merupakan bahan baku potensial jika dimanfaatkan dalam bentuk
jagung ragi, ada tiga jenis jagung sebagai bahan makanan ikan, yakni jagung
kuning, jagung agak merah, dan jagung putih. Jagung yang digunakan untuk
10
makanan ikan harus dalam bentuk jagung giling yang halus agar memudahkan
percampuran sehingga komposisi makanan ikan dapat diaduk merata. Pengunaan
jagung yang terlalu banyak dalam komposisi makanan ikan tidak baik, karna
dapat menyebabkan kandungan protein rendah, jagung mengandung protein
berkisar 8-10% (Murtidjo, 2000).
2.2.4. Dedak Halus
Dedak merupakan limbah proses pengolahan gabah, dan tidak dikomsumsi
manusia, sehingga tidak bersaing dalam pengunaannya, dedak mengandung
bagian luar beras yang tidak terbawa, tetapi tercampur pula dengan bagian
penutup beras itu, hal ini mempengaruhi tinggi rendahnya kandungan serat kasar
dedak, berikut tabel kandungan nutrisi dedak.
Tabel 3. Kandungan Nutrisi Dedak
No Nutrisi Kuantitas1. Bahan kering 91,0%2. Protein kasar 13,5%3. Lemak kasar 0,6%4. Serat kasar 13,0%5. Energi metabolis 1890,0 kal/kg6. Calcium 0,1%7. Total fosfor 1,7%
Sumber : Murtidjo, (2000)
Kandungan serat kasar dedak 13,6% atau 6 kali lebih besar dari pada
jagung kuning, sehingga dedak tidak dapat digunakan berlebihan. karna
kuantitasnya tidak mencukupi kebutuhan ikan, demikian juga dengan vitamin dan
mineral (Murtidjo, 2000).
2.2.5. Tepung Kanji (Binder)
Agar bahan baku yang ada dalam pakan dapat bersatu menjadi campuran
yang homogen maka diperlukan zat perekat sebagai pengikat antar komponen
11
pengunaanya cukup dengan 10%. dengan demikian, maka pakan tidak mudah
hancur terurai kembali ketika dimasukkan kedalam air. Bahan yang dapat
digunakan sebagai perekat yaitu, tepung sagu, tepung kanji, dan tepung terigu.
Bahan yang dijadikan perekat tersebut juga dapat berfungsi sebagai sumber
berbagai zat makanan (Khadijah dkk, 2004).
2.2.6. Vitamin
Vitamin diperlukan dalam jumlah yang relatif sedikit pengunaanya cukup
1-2% saja, terutama untuk menjaga kesehatan dan pertumbuhan tubuh ikan,
ditinjau dari sifat-sifat fisiknya, vitamin dapat dibagi ke dalam dua golongan yaitu
vitamin yang larut dalam air dan vitamin yang larut dalam lemak. Vitamin yang
larut dalam air antara lain tiamin (vitamin B), ribovlavin (vitamin B2), biotin, dan
kobalamin (vitamin B12). Sedang kan vitamin yang larut dalam lemak yaitu retinol
(vitamin A), kolekalsiferol (vitamin D), alfa tokoferol (vitamin E ), dan menadion
(vitamin K). (Sahwan, 2004).
2.3. Kebutuhan Nutrisi Pada Ikan
Seperti halnya hewan lain, ikan pun membutuhkan zat gizi tertentu untuk
kehidupannya, yaitu untuk menghasilkan tenaga, menggantikan sel-sel yang rusak
dan untuk tumbuh. Zat gizi yang dibutuhkan adalah protein, lemak, karbohidrat,
vitamin, mineral, dan air (Linawati, 2005).
2.3.1. Protein
Berbeda dengan tumbuhan, ikan tidak mampu mensintesis protein, asam
amino dari senyawa nitrogen anorganik. Oleh karena itu, kehadiran protein dalam
makanan (pakan) ikan mutlak diperlukan. Ikan membutuhkan lebih banyak
protein dibandingkan dengan mamalia. Kebutuhan protein (%) pada ikan tinggi,
12
tetapi kebutuhan absolute (g/kg penambahan berat badan) rendah. Alasan lain
adalah protein digunakan sebagai sumber energi utama. Ikan membutuhkan
protein berkisar antara 20 – 60% dari berat total makanan, namun kebutuhan
optimalnya hanya 30 – 36%. Bila terdapat kelebihan protein dalam pakan akan
menghambat laju pertumbuhan karena sebagian protein akan dimetabolisme
menjadi protein baru dan sisanya akan diubah menjadi energi.
Protein hewani memiliki kualitas lebih baik dibandingkan dengan protein
nabati. Hal ini disebabkan kandungan asam amino pada protein hewani lebih
lengkap daripada protein nabati. Selain itu, protein nabati selalu dibungkus oleh
lapisan selulosa. sehingga agak sulit atau lambat bagi ikan untuk mencernanya.
Kualitas protein sangat tergantung pada kemudahannya dicerna dan nilai
biologisnya. Kedua faktor tersebut sangat ditentukan oleh jumlah dan jenis asam
amino yang menyusunnya. Semakin lengkap kandungan asam aminonya, kualitas
protein semakin baik (Webster dan Lim, 2002).
Adapun fungsi protein dalam tubuh ikan adalah:
a. Merupakan sumber energi bagi ikan, terutama apabila komponen lemak dan
karbohidrat yang terdapat di dalam pakan ikan tidak mampu memenuhi
kebutuhan energi.
b. Berperan dalam pertumbuhan maupun pembentukan jaringan tubuh.
c. Berperan dalam perbaikan jaringan tubuh yang rusak danantibody .
e. Turut berperan dalam pembentukan gamet.
2.3.2. Lemak
Menurur Takeuchi (2002), Lemak adalah senyawa organik yang
mengandung unsur karbon (C), hidrogen (H), dan oksigen (O) sebagai unsur
13
utama. Beberapa diantaranya ada yang mengandung nitrogen (N) atau fosfor (P).
Lemak memberikan lebih kurang 2,25 kali lebih banyak energi dari pada
karbohidrat jika mengalami metabolisme karena lemak mengandung hidrogen
lebih tinggi dari pada oksigen. Hampir semua lemak yang terdapat dalam
makanan ikan dapat dicerna, tetapi membutuhkan banyak waktu untuk pencernaan
dalam pakan maupun daging ikan, lemak umumnya terdapat dalam bentuk
trigliserida, fosfolipida, dalam pembentukan membranese penyimpanan asam
lemak pada beberapa zooplankton.
Selain berfungsi sebagai sumber energi, lemak juga mempunyai beberapa
fungsi tambahan sebagai berikut:
a. Merupakan sumber vitamin A, D, E, dan K yang larut dalam lemak.
b. Merupakan komponen organ-organ utama dalam bentuk fosfolipid.
c. Mengatur daya apung tubuh ikan di dalam air.
d. Menghemat penggunaan protein sebagai sumber energi.
g. Membentuk sterol, yaitu asam lemak berantai panjang.
h. Melindungi organ-organ vital di dalam tubuh ikan.
i. Menentukan cita rasa dan sifat daging ikan selama penyimpanan.
2.3.3. Karbohidrat
Karbohidart dalam makanan ikan tidak begitu penting. Namun, tidak
berarti karbohidrat tidak diperlukan dalam penyusunan makanan ikan. Sebab,
karbohidrat tetap memegang peranan funsional maupun struktural dalam tubuh
ikan. Secara umum, semua kebutuhan ikan dapat terpenuhi dari protein dan lemak
dari makanan yang dikonsumsi.
14
Meskipun tampaknya karbohidrat tidak dibutuhkan oleh ikan, namun
sebaiknya pakan buatan dilengkapi dengan karbohidrat sebagai sumber energi dan
untuk menghemat penggunaan protein. Tidak tersedianya karbohidrat dan lemak
dalam pakan buatan akan menyebabkan proses metabolisme dan penggunaan
protein tidak efisien. Diduga bahwa 0,23 g karbohidrat per 100 g pakan dapat
menghemat 0,05 g protein (Murtidjo, 2001).
2.3.4. Vitamin
Vitamin adalah senyawa organik yang esensial bagi pertumbuhan,
walaupun dalam jumlah yang relatif kecil. Vitamin berperan sangat penting untuk
menjaga agar proses-proses yang terjadi di dalam tubuh ikan tetap berlangsung
dengan baik. Oleh karena itu vitamin harus selalu didatangkan melalui pakan
sebab tubuh ikan tidak mampu membuatnya. Kandungan vitamin di dalam pakan
buatan tergantung dari bahan baku yang digunakan dan bahan yang ditambahkan.
Penambahan vitamin ke dalam pakan buatan umumnya dilakukan dengan
menggunakan vitamin-mix (premix). Kebutuhan ikan akan vitamin dipengaruhi
oleh ukuran, umur, laju pertumbuhan, stress lingkungan, dan hubungan antara
nutrien (Lovell, 2001).
Kegunaan vitamin dalam tubuh ikan sangat bermacam-macam anatara lain:
a. Membantu protein dalam memperbaiki dan membentuk sel baru.
b. Mempertahankan fungsi berbagai jaringan tubuh sebagaimana mestinya.
c. Turut berperan dalam pembentukan senyawa-senyawa tertentu di dalam tubuh.
15
2.3.5. Mineral
Menurut Affianto dan Linawati (2005), Mineral merupakan elemen
anorganik yang dibutuhkan oleh ikan dalam pembentukan jaringan dan berbagai
fungsi metabolisme dan osmoregulasi. Jumlah mineral yang dibutuhkan oleh ikan
sangat sedikit tetapi mempunyai fungsi yang sangat penting. Fungsi utama
mineral adalah:
1. Berperan dalam proses pembentukan rangka, pernapasan, dan metabolisme.
2. Mengatur keseimbangan asam basa dan proses osmosis antara cairan tubuh dan
lingkungannya (terutama Na, K, Ca, dan Cl).
3. Berperan dalam proses pembekuan darah dan pembentukan haemoglobin
(terutama Fe, Cu, dan Co).
4. Berperan penting dalam proses metabolisme (terutama Cl, Mg, dan P).
2.4. Kualitas Air
Air merupakan media bagi kehidupan ikan, dimana didalamnya terdapat
bahan kimia terlarut dalam bentuk partikel. Kualitas air merupakan faktor yang
sangat penting dan mempengaruhi usaha budidaya. Jika kualitas air baik maka
produksi pertumbuhan dan kelulushidupan ikan akan baik pula (Syafriadiman,
2005). Adapun kualitas air yang harus diperhatikan yaitu :
2.4.1. Suhu
Suhu air merupakan derajat panas air yang dinyatakan dalam suatu panas
derajat celcius (0c), suhu perairan sangat penting bagi kehidupan ikan karna
mempengaruhi metabolisme dan pertumbuhan (Wardoyo, 1999).
Perubahan suhu secara tiba-tiba dapat menyebabkan ikan stres dan
menimbulkan kematian, Nila merupakan jenis ikan yang tinggi toleransinya
16
terhadap perubahan suhu. Suhu optimal untuk pertumbuhan dan perkembangan
ikan berada pada kisaran 25-30oc. Suhu mematikan dibawah 60c atau diatas 420c
(Murtidjo, 2000).
2.4.2. Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman adalah suatu ukuran dari konsentrasi ion H yang
menunjukkan suasana air tersebut apakah dalam keadaan asam atau basa, pH
perairan yang baik untuk budidaya ikan adalah 6,50-8,50 ppm. Secara alamiah,
pH perairan dipengaruhi oleh konsentrasi karbondioksida dan senyawa yang
bersifat asam. Pada siang hari fitoplanton mengkomsumsi karbondioksida dalam
proses berfotosintesis yang menghasilkan oksigen dalam air. Sementara pada
malam hari fitoplankton dan tanamam air mengkomsumsi oksigen dalam proses
respirasi yang menghasilkan karbondioksida (Afrianto dan Linawati, 2005).
2.4.3. Dissovel Oxigen ( DO )
Oksigen terlarut merupakan salah satu parameter penting dalam analisis
kualitas air. Nilai DO yang biasanya di ukur dalam bentuk konsentrasi ini
menunjuk kan jumlah oksigen (O2) yang tersedia dalam suatu badan air. Semakin
besar nilai DO pada air, mengindikasikan air tersebut memiliki kualitas yang
bagus. Sebaliknya jika nilai DO rendah, dapat diketahui bahwa air tersebut telah
tercemar. Pengukuran DO juga bertujuan melihat sejauh mana badan air mampu
menampung biota air seperti ikan dan mikroorganisme (SNI, 1999).
17
III. METODELOGI PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April Sampai Mei 2013 yang
bertempat di laboratorium perikanan dan ilmu kelautan Universitas Teuku Umar
Meulaboh. Sedangkan analisa proksimatnya dilakukan di labolatorium makanan
ternak fakultas Pertanian jurusan Peternakan Unsyiah, Banda Aceh.
3.2. Bahan dan Alat
3.2.1. Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam pengolahan pakan buatan adalah: benih ikan
nila gift dengan berat tubuh 2 gr/ekor, tepung limbah ikan, tepung jagung, tepung
kedelai, tepung kanji, dedak dan vitamin.
3.2.2. Alat Penelitian
Adapun peralatan yang digunakan dalam penelitian adalah: Timbangan
analitik, Thermometer, pH pen, Mesin pencetak pellet, Kamera, Alat tulis,
Baskom, Tangguk, Saringan, dan Akuarium.
3.3. Metode penelitian
3.3.1. Rancangan Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen.
metode esperimen adalah suatu penelitian yang didalamnya ditemukan minimal
satu variabel yang dimanipulasi untuk mempelajari hubungan sebab akibat. Oleh
karna itu, penelitian eksperimen erat kaitannya dalam menguji suatu hipotesis
dalam rangka mencari pengaruh, hubungan, maupun perbedaan perubahan
terhadap kelompok yang dikenakan perlakuan. Rancangan percobaan yang akan
18
digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 3
ulangan sehingga terdapat 9 unit percobaan.
Tabel 5. Rancangan Acak Lengkap (RAL)
Adapun perlakuan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
P1 : Pengunaan tepung limbah ikan 40%
P2 : pengunaan tepung limbah ikan 50%
P3 : pengunaan tepung limbah ikan 60%
C : pakan kontrol (pellet komersil)
3.4. Prosedur Penelitian
3.4.1. pemilihan Bahan Baku
Sebelum pengolahan pakan buatan terlebih dahulu melihat bobot masing-
masing bahan baku yang digunakan untuk kegiatan pembuatan pakan.
3.4.2. Pembuatan Pakan
pengolahan pakan buatan mengunakan tepung limbah ikan, tepung
kedelai, tepung jagung, dedak, tepung kanji dan vitamin. Adapun prosedur
pembuatan pakan adalah limbah ikan dibersihkan, kemudian di rebus selama lebih
kurang 15 menit kemudian dijemur hingga kering, begitu juga dengan kacang
kedelai, kemudian ditumbuk hingga menjadi tepung halus yang siap untuk
digunakan.
Ulangan Perlakuan KontrolP1 P2 P3
1.2.3.
P11P12P13
P21P22P23
P31P32P33
K1K2K3
19
3.4.3. Campuran Bahan Baku Halus
Menurut (Murtidjo, 2001) dari semua bahan baku yang sudah dihaluskan
untuk pembuatan pakan ikan dalam bentuk pellet secara terapan memerlukan
perlakuan dengan formulasi yang telah ditentukan. Bahan-bahan yang sudah
dihalus kan kemudian diaduk hingga merata secara sempurna, setelah itu dikukus
(dimasak dengan penguapan panas) hingga merata, pada bahan makanan yang
mengandung zat tepung terjadi pemerasan zat tepung dan langsung menjadi
perekat. Jika penguapan sudah merata makanan ditekan dan digiling dengan alat
pencetak, sehingga keluar bentuk memanjang kemudian dipotong dengan ukuran
yang sudah ditentukan, setelah dipotong-potong makanan bentuk pellet yang
masih basah dapat di jemur pada panas matahari.
3.4.4. Persiapan Wadah
Wadah yang digunakan adalah akuarium berukuran 40 x 60 x 60 cm
dipasang aerasi dan diisi air dengan ketinggian 15 cm.
3.4.5. Pemeliharaan Benih
Akuarium yang digunakan sebanyak 12 unit yang berukuran 40 x 60 x 60
cm, masing-masing akuarium dimasukkan Benih Ikan Nila sebanyak 14 ekor,
kemudian ikan diberi pakan sesuai dengan perlakuan 3 kali sehari, dan setiap 10
hari sekali dilakukan penimbangan. Pemeliharaan dilakukan selama 1 bulan,
Adapun Formulasi pakan buatan yang akan dicoba dalam penelitian ini dapat
dilihat pada tabel dibawah ini :
20
Tabel 4. Formulasi pakan yang digunakan dengan kandungan protein (25%) terhadap beberapa komponen pakan ikan buatan.
Ket :
P1 = tepung limbah ikan 40 %
P2 = tepung limbah ikan 50 %
P3 = tepung limbah ikan 60 %
C = kontrol (pellet komersil)
3.4.6. Ikan dan Pakan Uji
Ikan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Benih Ikan Nila gift,
yang diperoleh dari Balai Benih Ikan (BBI) Beutong, Kec. Senagan Timur, Kab.
Nagan raya. Adapun pakan yang diberikan berupa pakan yang diramu sendiri
dalam bentuk pellet sebanyak 10% dari bobot biomassa, dengan pemberian pakan
tiga kali sehari pukul 08.00, 13.00 dan 17.00 Wib.
3.4.7. parameter Uji
a. Laju Pertumbuhan Spesifik
Menurut Zonneveld et al, (1991) laju pertumbuhan spesifik diukur dengan
memakai rumus :
LPS= LnWt−LnW 0t
X 100 %
No Bahan-Bahan P1 40 % P2 50 % P3 60%
1. Tepung Limbah Ikan 12% 16% 19%2. Tepung kedelai 19% 16% 12%3. Tepung Jagung 28% 28% 28%4. Dedak 28% 28% 28%5. Tepung Kanji (binder) 10% 10% 10%6. Vitamin 2% 2% 2%
21
dimana :
LPS : Laju pertumbuhan spesifik (%)
Wt : Bobot biomassa ikan pada akhir penelitian = grm
W0 : Bobot biomassa ikan pada awal penelitian = grm
t : Lama penelitian (hari)
b. Efesiensi Pakan
Jumlah pakan yang diberikan selama penelitian serta berat ikan pada awal
dan akhir penelitian diperoleh informasi tentang efesiensi pakan dengan
menggunakan rumus menurut Watanabe (1988).
EP=(Wt+Wd )−Wo
Fx 100%
Dimana:
EP = Efisiensi Pakan
Wt = Biomassa akhir = grm
Wd = Biomassa total ikan mati = grm
Wo = Biomassa pakan selama pemeliharaan = grm
F = Jumlah Pakan selama pemeliharaan = grm
c. Feed Convertion Rasio (FCR)
Menurut watanabe (1988) untuk mengetahui bobot ikan yang dihasilkan
dan jumlah pakan yang diberikan selama penelitian dapat diukur dengan
mengunakan rumus:
FCR= F(Wt+Wd )−Wo
Dimana:
FCR= Konfersi Pakan
Wt = Biomassa akhir = grm
Wd = Biomassa total ikan mati = grm
22
Wo = Biomassa pakan selama pemeliharaan = grm
F = Jumlah Pakan selama pemeliharaan = grm
d. Tingkat Kelulus hidupan
kelangsungan hidup ikan pada awal dan akhir penelitian memberikan
informasi tingkat kelulushidup ikan. Menurut Zairin (2002) nilai tersebut dapat
dihitung dengan rumus:
SR= NtNo
x100 %
Dimana :
SR = kelulusan hidupan (%)
Nt = jumlah benih yang hidup pada akhir penelitian (ekor)
No= jumlah benih yang hidup pada awal penelitian (ekor)
e. Kualitas Air
Air merupakan media bagi kehidupan ikan, dimana didalamnya terdapat
bahan kimia terlarut dalam bentuk partikel. Kualitas air merupakan faktor yang
sangat penting dan mempengaruhi usaha budidaya. Jika kualitas air baik maka
baik produksi pertumbuhan dan kelulushidupan ikan akan naik pula. parameter
kualitas air yang diukur adalah Suhu, pH, DO, pengukuran ini dilakukan pada
awal dan akhir penelitian.
3.5. Analisa Data
Data yang diperoleh selama penelitian (SGR, EP, FCR, SR)
dikelompokkan dan ditabulasikan dalam bentuk tabel, selanjutnya dianalisis
dengan uji statistis F (ANOVA), jika uji statistic menunjukkan perbedaan nyata
dimana P<0,05 maka dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) sesuai
petunjuk (Sudjana,1991).
23
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1. Pertumbuhan
Data rata-rata laju pertumbuhan spesifik, efisiensi pakan, konfersi pakan
dan tingkat kelulushidupan benih ikan nila gift (Oreochromis niloticus) yang
diberi pakan dengan formulasi yang berbeda selama penelitian dapat dilihat pada
tabel 6 dibawah ini:
Tabel 6. Data laju pertumbuhan spesifik (LPS, efisiensi pakan (EP), konfersi pakan (FCR), dan Sintasan (SR) selama penelitian.
Parameter Uji P1 P2 P3 Kontrol
SGR (% Bt/Hari) 2,99 2,90 2,71 3,11
EP (%) 43,40 38,58 33,03 47,79
FCR (%) 2,30 2,60 3,04 2,09
SR (%) 66,67 69,05 59,52 73,81
Ket :
P1 : Tepung limbah ikan 40 %P2 : Tepung limbah ikan 50 %P3 : Tepung limbah ikan 60 %Kontrol : pelet komersil
1. Laju Pertumbuhan Spesifik
24
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa pertumbuhan spesifik
(SGR) tertinggi diperoleh pada perlakuan 1 dengan formulasi pakan tepung
limbah ikan dengan persentase 40% hingga mencapai 2,99%, diikuti perlakuan 2
dengan persentase 50% tepung limbah ikan sebesar 2,90%, dan yang terendah
pada perlakuan 3 dengan persentase 60% tepung limbah ikan pertumbuhannya
sebesar 2,71%. Sedangkan pada kontrol pertumbuhan diperoleh lebih tinggi
daripada semua perlakuan yaitu sebesar 3,11%.
2. Efisiensi Pakan
Efisiensi pakan dapat diartikan sebagai kemampuan ikan untuk dapat
memanfaatkan pakan yang diberikan sehingga dapat tumbuh dan berkembang
dengan baik. jumlah pemberian pakan terbanyak dapat dilihat pada tabel diatas
yaitu terdapat pada perlakuan 1 sebesar 43,40%, diikuti oleh perlakuan 2 yaitu
sebesar 38,58%, dan yang terkecil pada perlakuan 3 yaitu 33,03%. sedangkan
pada pakan kontrol diperoleh lebih tinggi sebesar 47,79%.
3. Food Convertion Rasio (FCR)
Hasil perhitungan FCR yang dilakukan terlihat bahwa pada perlakuan 3
memiliki nilai FCR tertinggi sebesar 3,04%, kemudian disusul dengan perlakuan 2
sebesar 2,60%, dan yang terendah pada perlakuan 1 yaitu 2,30%, namun pada
pakan kontrol nilai FCR lebih rendah dibandingkan dengan semua perlakuan yaitu
2,09%.
4. Kelulushidupan
Berdasarkan tabel 6 diatas dapat dilihat bahwa persentase tingkat
kelangsungan hidup benih ikan nila gift antar perlakuan selama penelitian
tertinggi diperoleh pada perlakuan 2 yaitu 69,05%, kemudian diikuti perlakuan 1
25
sebesar 66,67%, sedangkan nilai yang terendah diperoleh pada perlakuan 3 yaitu
59,52%. pada kontrol nilai tingkat kelangsungan hidup diperoleh cukup tinggi
yaitu sebesar 73,81%.
5. Kualitas Air
Faktor lain yang mempunyai peranan sangat besar dalam menunjang
kelangsungan dan pertumbuhan ikan dalam penelitian ini adalah kualitas air.
Kualitas air yang diukur adalah suhu, oksigen terlarut (DO), dan derajat keasaman
(pH). Hasil pengukuran kualitas air selama penelitian dapat dilihat pada tabel 7
dibawah ini :
Tabel 7. Nilai Parameter Kualitas Air selama Penelitian
Kualitas Air Awal Akhir
Suhu (0C) 26 - 27 26 – 28
pH (ppm) 7,2- 7,3 7 – 7,4DO (mg/l) 5 5 – 6,3
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa kualitas air selama penelitian
tidak mengalami perubahan yang begitu berarti, sehingga ikan masih mampu
menyesuaikan diri dengan lingkungan.
4.2. Pembahasan
4.2.1. Laju Pertumbuhan Spesifik (SGR)
Laju pertumbuhan bobot ikan selama pemeliharaan dalam pemberian
pakan dengan formulasi tepung limbah ikan pada setiap perlakuan menunjukkan
hasil yang berbeda. Hasil pertumbuhan spesifik (SGR) tertinggi yaitu pada
perlakuan 1 dengan presentase (tepung limbah ikan 40%) mencapai 2,99%, diikuti
26
dengan perlakuan 2 (tepung limbah ikan 50%) pertumbuhan mencapai 2,90%,
sedangkan untuk laju pertumbuhan yang terendah terdapat pada perlakuan 3
(tepung limbah ikan 60%) yaitu sebesar 2,71%. (Lampiran 2). grafik laju
pertumbuhan harian dapat dilihat pada gambar 1 dibawah ini :
P1=40 P2=50 P3=60 Kontrol2.50
2.60
2.70
2.80
2.90
3.00
3.10
3.20
2.99
2.90
2.71
3.11
Pakan Tepung Limbah Ikan (%)
Laju
Per
tum
buha
n Sp
esifi
k (%
Bt/
Har
i)
Gambar 1. Grafik Nilai Laju Pertumbuhan Harian (SGR)
Tinggi rendahnya tingkat pertumbuhan spesifik benih ikan nila diduga
karena asam amino tepung limbah ikan dengan tepung kedelai saling melengkapi
sehingga polanya lebih dekat dengan kebutuhan ikan. Menurut lovell (1989)
bahwa pertumbuhan atau pembentukan jaringan tubuh paling besar dipengaruhi
oleh keseimbangan protein dan energi dalam pakan sehingga gizi yang diperoleh
untuk tumbuh selama pemeliharaan relatif cukup. Perbedaan pertumbuhan bobot
tersebut diduga karna adanya perbedaan nutrisi dari pakan tersebut. Nutrisi adalah
bahan baku yang dibutuhkan demi kelangsungan hidup suatu organisme,
digunakan oleh sel-sel tubuh untuk pembentukan bagian tubuh dan energi (Batu,
1982). Rendah nya pertumbuhan pada perlakuan P3 (tepung limbah ikan 60%),
karena mengandung nilai protein dalam bahan pakan yang tinggi, sehingga dapat
menyebabkan ikan cepat kenyang sehingga konsumsinya rendah.
27
Hasil uji statistik ANOVA menunjukkan bahwa pemberian pakan dengan
persentase tepung limbah ikan yang berbeda (40%, 50%, dan 60%) tidak
berpengaruh nyata (F Hitung < F Tabel) terhadap laju pertumbuhan spesifik
(lampiran 3).
Menurut hoer et al. (1979) peningkatan kandungan protein dalam pakan
berakibat terlalu banyak kerja yang dilakukan oleh tubuh untuk pembentukan
glukosa dari asam-asam amino dengan meningkatkan efek panas dinamik khusus
sehingga ada energi yang dihamburkan dan tidak digunakan untuk pertumbuhan.
Selain dari itu pertumbuhan spesifik juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan
kondisi air sehingga tiap perlakuan ada perbedaan pertumbuhan. Sesuai dengan
pernyataan huet (1971) dalam susanti (2003) menyatakan bahwa pertumbuhan
ikan dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal merupakan
faktor yang berkaitan dengan lingkungan tempat hidup ikan yang meliputi sifat
fisika dan kimia air, ruang gerak dan ketersediaan makanan dari segi kualitas dan
kuantitas. Sedangkan faktor internal merupakan faktor yang berhubungan dengan
ikan itu sendiri seperti umur dan sifat genetik ikan yang meliputi keturunan,
kemampuan untuk memanfaatkan makanan dan ketahanan terhadap penyakit.
4.2.2. Efisiensi pakan
Efisiensi pakan merupakan jumlah pakan yang masuk dalam sistem
pencernaan ikan untuk melangsungkan metabolisme dalam tubuh dan
dimanfaatkan untuk pertumbuhan, Semakin tinggi nilai efisiensi pakan maka akan
semakin optimal dalam meningkatkan pertumbuhan (Efendi,1987), Efisiensi
pakan yang tertinggi terdapat pada perlakuan 1 (tepung limbah ikan 40%) berkisar
43,40%, kemudian diikuti perlakuan 2 (tepung limbah ikan 50%) sebesar 38,58%,
28
sedangkan efisiensi pakan yang terendah terdapat pada perlakuan 3 (tepung
limbah ikan 60%) yaitu sebesar 33, 03%. (Lampiran 4).
Hasil analisis sidik ragam (ANOVA), Menunjukkan bahwa pemberian
jenis pakan dengan formulasi tepung limbah ikan yang berbeda (40%, 50%, dan
60%) menunjukkan hasil yang berbeda sangat nyata terhadap Efesiensi Pakan
dimana (F hitung > F tabel), Maka dilanjutkan dengan uji analisa lanjut (BNT)
beda nyata terkecil (Lampiran 5). Nilai efisiensi pakan dapat dilihat pada gambar
3 dibawah ini :
P1=40 P2=50 P3=60 kontrol0
10
20
30
40
50
60
43,4038,58
33,03
47,79
Pakan tepung limbah ikan (%)
Efisi
ensi
Pak
an (
%)
Gambar 2. Grafik Efisiensi pakan (EP)
Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa rata-rata efisiensi pemberian pakan
meningkat, namun menurun pada pakan yang mengandung (tepung limbah ikan
60%), hal ini diduga karena kelabihan protein dalam bahan pakan sehingga tidak
digunakan untuk pertumbuhan tetapi akan dibuang dalam bentuk amonia (Lan dan
Pan, 1993). Semakin tinggi tingkat protein pakan perlakuan menghasilkan
efisiensi pemberian pakan yang nyata lebih rendah, karena komposisi bahan
penyusun pakan seperti karbohidrat menjadi lebih sedikit, sehingga dapat
menyebabkan rendahnya proporsi energi non-protein. Menurut buwono (2000),
rendahnya energi non-protein pada tingkat protein yang lebih tinggi
29
memungkinkan katabolisme protein menjadi semakin besar karena katabolisme
protein membutuhkan energi yang lebih besar (30%) dalam proses penyerapanya
dibandingkan karbohidrat yang hanya 5%.
4.2.3. Food Convertion Rasio (FCR)
Rasio konversi pakan merupakan perbandingan antara jumlah pakan yang
dikonsumsi dengan pertambahan berat badan yang dihasilkan (Haetami, 2006),
Rasio konversi pakan yang tertinggi terdapat pada perlakuan 3 (tepung limbah
ikan 60%) sebesar 3,04%, diikuti perlakuan 2 (tepung limbah ikan 50%) sebesar
2,60%, sedangkan untuk Perlakuan1(tepung limbah ikan 40%) nilai konversi
pakan sebesar 2,30%, dan pada kontrol memiliki nilai konversi pakan yang paling
rendah (Lampiran 6).
Berdasarkan hasil uji statistik dengan mengunakan Analisa Variasi
(ANOVA) menunjukkan bahwa pemberian pakan dengan formulasi tepung
limbah ikan yang berbeda (40%, 50%, dan 60%) memberikan pengaruh yang
sangat nyata terhadap rasio konversi pakan (FCR) dimana (F Hitung > F Tabel)
(Lampiran 7). Maka dilanjutkan dengan uji analisa lanjut (BNT) beda nyata
terkecil (0,41) (Lampiran 8). Semakin tinggi rasio konversi pakan menunjukkan
bahwa perlakuan yang diberikan semakin tidak efektif dan efisien. Grafik rasio
konversi pakan dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
30
P1=40 P2=50 P3=60 kontrol0
0.51
1.52
2.53
3.5
2,302,60
3,04
2,09
Pakan Tepung Limbah Ikan (%)
FCR
(%)
Gambar 3. Grafik Konversi Pakan (FCR)
Lovell (1989) mengatakan bahwa tinggi rendahnya konversi pakan
ditentukan oleh beberapa faktor, terutama kualitas dan kuantitas pakan, jenis dan
ukuran ikan serta kualitas air. Perbedaan nilai FCR dari tiap perlakuan
memperlihatkan perbedaan kualitas pakan yang digunakan. Pakan yang banyak
mengandung protein akan menjadi salah satu pemacu pertumbuhan ikan. Keadaan
lingkungan, kualitas dan kuantitas pakan serta kondisi ikan itu sendiri
mempengaruhi pertumbuhan ikan, dan memiliki kaitan dengan tinggi rendahnya
konversi pakan yang dihasilkan (niagara, 1994). Semakin rendah nilai konversi
pakan, semakin sedikit yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 kg daging ikan,
artinya semakin efisiensi pakan tersebut diubah menjadi daging (Effendi, 1979).
4.2.4. Kelulushidupan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sintasan pakan benih ikan nila gift
yang dipelihara selama 30 hari dengan pemberian pakan dari formulasi tepung
limbah ikan menghasilkan nilai yang tertinggi pada perlakuan 2 dengan persentase
(tepung limbah ikan 50%) sehingga mencapai 69,05%, diikuti dengan P1
persentase (tepung limbah ikan 40%) sebesar 66,67%, sedangkan yang terendah
terdapat pada perlakuan P3 persentase (tepung limbah ikan 60%) yaitu mencapai
31
59,52%, untuk pakan kontrol sendiri tingkat kelulushidupan lebih tinggi berkisar
73,81% (Lampiran 9).
Hasil uji statistik ANOVA menunjukkan bahwa pemberian pakan dengan
formulasi tepung limbah ikan yang berbeda (40%, 50%, dan 60%) tidak
memberikan pengaruh nyata terhadap tingkat kelangsungan hidup benih ikan nila
gift (F hitung < F tabel) (lampiran 10). grafik nilai tingkat kelangsungan hidup
ikan nila gift dapat dilihat pada gambar 2 dibawah ini:
P1=40 P2=50 P3=60 kontrol0.00
10.0020.0030.0040.0050.0060.0070.0080.00
66.67 69.0559.52
73.81
Pakan Tepung Limbah Ikan (%)
Kel
ulus
Hid
upan
(%)
Gambar 4. Grafik Tingkat Kelangsungan Hidup Ikan (SR)
Namun dari data hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh dalam
pemberian pakan dengan persentase tepung limbah ikan yang berbeda sehingga
pada masing-masing perlakuan terdapat nilai sintasan yang berbeda pula. hal ini
diduga karena ikan mengalami sedikit stres dengan adanya penimbangan berat
setiap 10 hari sekali dalam pemeliharan. Effendi (1997) menyatakan bahwa
derajat kelangsungan hidup dipengaruhi oleh faktor biotik yaitu persaingan
makanan, umur, kepadatan, dan penangganan manusia. selain dari itu
Kelangsungan hidup juga dipengaruhi oleh kualitas air, kebutuhan pakan, dan
32
lingkungan, Pada stdia benih merupakan tahapan yang masih kritis dalam siklus
hidup ikan (Effendi, 2004).
Pemberian pakan yang sesuai dengan kebutuhan gizi serta bukaan mulut
dari benih ikan uji akan menyebabkan kestabilan kualitas sintasan benih ikan akan
lebih bagus, hal ini sesuai dengan pernyataan supriyadi dkk, (2008) dalam kitri
(2010) menyatakan bahwa ikan juga cenderung memilih pakan alami yang
berukuran kecil, mudah ditangkap, dan pergerakan dari pakan tersebut ikan
tertarik untuk memangsa pakan.
4.2.5. Kualitas Air
Air berperan sangat penting sebagai media hidup bagi ikan, maka dalam
budidaya perairan, kualitas air atau media hidup bagi ikan mutlah diperhatikan
demi menjaga kehidupan yang sesuai bagi ikan budidaya. Hasil pengukuran suhu
selama penelitian adalah 26-28oC, pada kisaran suhu tersebut benih ikan nila gift
dapat hidup dengan baik nafsu makanya tinggi. Santoso (1996) menyatakan
bahwa suhu optimum untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan ikan nila
sebesar 25-30oC. Suhu mempengaruhi aktifitas metabolisme organisme, karena itu
penyebaran organisme baik di lautan maupun di perairan tawar dibatasi oleh suhu
perairan tersebut. Laju pertumbuhan meningkat sejalan dengan kenaikan suhu,
dapat menekan kehidupan hewan budidaya bahkan menyebabkan kematian bila
peningkatan suhu ekstri (Gufran, 2007).
Berdasarkan data kualitas air dapat diketahui bahwa pH selama penelitian
berkisar antara 7-7,4, pH air selama masa penelitian ini masih dalam kisaran
optimum untuk pemeliharaan ikan, dari pH tersebut dapat diketahui bahwa pakan
33
buatan yang diberikan tidak memberikan pengaruh buruk terhadap kualitas air.
lovell (1989) menyatakan bahwa ikan nila mampu mentoler pH air antara 5-11.
Derajat keasaman (pH) merupakan salah satu indikator kualitas
lingkungan air. Air yang mendekati basa dapat lebih cepat mendorong proses
pembongkaran bahan anorganik menjadi garam mineral seperti amonia, nitrat dan
phosfat (Soeseno, 1983).
Kandungan oksigen terlarut (DO) selama penelitian berkisar antara 5-6,3
mg/L. boyd (1990) memberikan kisaran oksigen yang baik bagi kehidupan ikan
nila yaitu lebih dari 5 mg/L. Oksigen (O2) adalah salah satu jenis gas terlarut
dalam air dengan jumlah yang sangat banyak, yaitu menempati urutan kedua
setelah nitrogen. Namun jika dilihat dari segi kepentingan untuk kegiatan
budidaya ikan, oksigen menempati urutan teratas. Organisme perairan
membutuhkan oksigen guna pembakaran makanan untuk menghasilkan aktifitas,
berenang, pertumbuhan, reproduksi dan sebaliknya (kordi, 2007).
34
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksakan maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. Pemberian Pakan dengan persentase Tepung Limbah Ikan (40%, 50%, dan
60%) tidak memberikan pengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan
spesifik dan sintasan, tetapi berpengaruh nyata terhadap efesiensi pakan
(EP) dan Rasio Konversi Pakan (FCR).
2. Penggunaan tepung limbah ikan (40%) kedalam pakan pada perlakuan 1
menunjukkan hasil tertinggi dibandingkan perlakuan 2 dan 3 (50% dan
60%) tepung limbah ikan, dimana pada perlakuan 1 Laju Pertumbuhan
Spesifik sebesar 2,99%, Sintasan 66,67%, Efesiensi Pakan 43,40%, dan
Konversi Pakan 2,30%.
5.2. Saran
35
Perlu adanya penelitian lanjutan tentang pemberian pakan dengan
formulasi tepung limbah ikan yang berbeda terhadap ikan jenis lainya.
DAFTAR PUSTAKA
Afrianto dan Linawati, 2005. Membut Pakan Air Tawar. Penerbit Kanisus. Jokjakarta 68 hal.
Ahmad Mujiman, 2004. Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi dan Mikrobiologi. Edisi Kedua. Gadjah Mada University Press. Jakarta. 381 hal.
Boyd, 1990. Penuntun praktikum pengetahuan bahan gizi pakan. Fakultas ilmu kelautan universitas riau. Pekanbaru
Buwono, 2005. Pembenihan dan pembesaran ikan. Penerbit kanisius. Yogyakarta
Batu, 1982. Analisis formulasi pakan. Pekanbaru. Universitas bogor
Carman Odang, dkk, 2010. Budidaya Ikan Air Tawar. Knisus.
Djarijah, 1989. Pemanfaatan Tepung Kedelai Sebagai peganti tepung ikan dalam pakan ikan. Pekan Baru. 59 halaman
.Effendi, 2004. Metodologi Biologi Perikanan. Yayasan Sri Dwi. Bogor. 112 hal.
Fujaya, 2004. Pakan Apung Air Tawar. Medan.
Hutomo, 2007. Pengaruh Kadar Protein Yang Berbeda Dengan Rasio Energi Protein. Jogkjakarta. Universitas gajah mada
36
Haetami, 2010. Fisiologi ikan. Pusat antar universitas ilmu hayati. Institut pertanian bogor
Khairuman, 2002. Pengaruh pakan dengan kadar protein berbeda terhadap efesiensi Pakan. Program pasca sarjana. Institut Pertanian Bogor. 54 hal.
Khadijah dkk, 2004. Komposisi nutrisi beberapa bahan baku lokal Dan nilai kebutuhan protein. Jurnal penelitian perikanan indonesia. 45-52.
Kitri, w. 2010. Pengaruh pemberian pakan alami yang berbeda terhadap sintasan dan pertumbuhan benih ikan palmas (polyterus senegeruscuvier, 1892). Universitas indonesia. Depok
Kordi, gufron. M, H. Baso tancung, A.2007. pengelolaan kualitas air dalam budidaya perairan. Rineka. Jakarta
Khairuman dan Amri, 2008; Saade, 2009.“Pellet Sebagai Makanan Ikan”, Sinar Tani, Jakarta.
Lovell, 2001. Nutrient and Feeding of Fish. Van Nostrand Reindhold. New York.
Murtijdo, 1998. Pedoman meramu pakan ikan. Penebar Swadaya. Jakarta.
Niagara, 1994. Desain dan analisis eksperimen. Edisi kedua. Tarsito. Bandung
Suyanto, S,R, 2009. Pemijahan Ikan – Ikan Tropis. Fakultas perikanan Universitas Brawijaya. Malang.
SNI, 1992. Komposisi Pakan dan Mutu Tepung Limbah Ikan. http/comunity. Um.ac.id.
Sahwan, 2004. Pakan Ikan dan Udang : Formulasi, Pembuatan, Analisis Ekonomi. Penebar Swadaya.
Sudjana, 1991. Desain dan analisis Eksperimen. Edisi II. Tarsito. Bandung. 412 hal.
Susanti, D. 2003. Pengaruh pemberian pakan yang berbeda terhadap kualitas air, kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan mas di keramba jaring apung. Institut pertanian bogor (IPB). Bogor
Soeseno, 1983. Pengaruh pemupukan lanjutan terhadap sintasan laju
pertumbuhan Benih ikan nila pada pendederan pertama. Yayasan pustaka nusatama. Yogyakarta
Santoso, 1996. Makanan ikan. Direktorat jenderal perikanan. Departemen
37
Watanabe, T. 1989. Fish Nutrition and Mariculture. Departemen of Aquatic Bioscient. Tokyo University of Fisheries. Jica, 233 pp.
Wardoyo, 1999. Peranan Kualitas Air. Yayasan pustaka nusatama. Bandung.