repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1101/1/BAB I-V.docx · Web viewDari segi sarana dan...
Transcript of repository.utu.ac.idrepository.utu.ac.id/1101/1/BAB I-V.docx · Web viewDari segi sarana dan...
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kehamilan merupakan suatu proses yang dialami oleh wanita di seluruh
dunia. Masa kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin, lamanya
hamil normal adalah 280 hari ( 40 minggu atau 9 bulan 7 hari) dihitung dari hari
pertama haid terakhir. Kehamilan dibagi dalam 3 triwulan yaitu triwulan pertama
dimulai dari konsepsi sampai 3 bulan, triwulan kedua dimulai dari 4 bulan sampai
6 bulan, triwulan ketiga dari bulan 7 sampai 9 bulan (Prawirohardjo, 2006).
Antenatal Care (ANC)/Asuhan antenatal adalah suatu program yang
terencana berupa observasi, edukasi dan penanganan medik pada ibu hamil, untuk
memperoleh suatu proses kehamilan dan persalinan yang aman dan memuaskan.
Kunjungan ANC sebaiknya dilakukan sekurang-kurangnya 4 kali selama
kehamilan yaitu K1 sampai dengan K4 (Rosfanty, 2010).
Menurut WHO tahun 2015 Angka Kematian Ibu (AKI) di negara-negara Asia
Tenggara seperti Malaysia (40/100.000 kelahiran hidup), Brunei Darussalam
(23/100.000 KH), Vietnam (54/100.000 KH), serta Singapore (10/100.000 KH).
Dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara, Angka kematian ibu (AKI)
di indonesia masih cukup tinggi yaitu (126/100.000 KH) (WHO, 2015).
Angka kematian ibu melahirkan di Indonesia saat ini tergolong masih cukup
tinggi dibandingkan negara-negara lain, padahal Angka Kematian Ibu (AKI) dan
angka kematian bayi (AKB) menjadi salah satu indikator penting dalam
2
menentukan derajat kesehatan masyarakat. Berdasarkan Survei Demografi dan
Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, angka kematian ibu (yang berkaitan
dengan kehamilan, persalinan, dan nifas) sebesar 359 per 100.000 kelahiran
hidup. Angka ini masihcukup tinggi apalagi jika dibandingkan dengan negara-
negara tetangga (Kemenkes, 2014).
Pemeriksaan kehamilan (antenatal care) merupakan kunjungan kesehatan
yang diberikan kepada ibu selama hamil yang sesuai dengan pedoman pelayanan
antenatal care yang ditentukan. Kunjungan antenatal care merupakan kunjungan
ibu hamil ke bidan atau ke dokter sedini mungkin semenjak ia merasa dirinya
hamil untuk mendapatkan pelayanan/asuhan antenatal. Pada setiap kunjungan
pemeriksaan ibu hamil (antenatal care) petugas mengumpulkan dan menganalisis
data mengenai kondisi ibu melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk
mendapatkan diagnosis kehamilan intra uterin, serta ada tidaknya masalah atau
komplikasi (Depkes RI, 2009).
Pelayanan kesehatan ibu hamil diwujudkan melalui pemberian pelayanan
antenatal sekurang-kurangnya 4 kali selama masa kehamilan, dengan distribusi
waktu minimal 1 kali pada trimester pertama (usia kehamilan 0-12 minggu),
minimal 1 kali pada trimester kedua (usia kehamilan 12-24 minggu), dan minimal
2 kali pada trimester ketiga (usia kehamilan 24 minggu - lahir). Standar waktu
pelayanan tersebut dianjurkan untuk menjamin perlindungan terhadap ibu hamil
dan janin, berupa deteksi dini faktor risiko, pencegahan dan penanganan dini
komplikasi kehamilan (Profil Kesehatan Indonesia, 2013).
3
Capaian pelayanan kesehatan ibu hamil dapat dinilai dengan menggunakan
indikator Cakupan K1 dan K4. Cakupan K1 adalah jumlah ibu hamil yang telah
memperoleh pelayanan antenatal care pertama kali oleh tenaga kesehatan,
dibandingkan jumlah sasaran ibu hamil di satu wilayah kerja pada kurun waktu
satu tahun. Sedangkan Cakupan K4 adalah jumlah ibu hamil yang telah
memperoleh pelayanan antenatal care sesuai dengan standar paling sedikit 4 kali
sesuai jadwal yang dianjurkan, dibandingkan jumlah sasaran ibu hamil di satu
wilayah kerja pada kurun waktu satu tahun. Indikator tersebut memperlihatkan
akses pelayanan kesehatan terhadap ibu hamil dan tingkat kepatuhan ibu hamil
dalam memeriksakan kehamilannya ke tenaga kesehatan ( Profil Kesehatan
Indonesia, 2013).
Berbagai program dan kegiatan telah dilaksanakan oleh Kementerian
Kesehatan untuk semakin mendekatkan akses pelayanan kesehatan yang
berkualitas kepada masyarakat hingga ke pelosok desa, termasuk untuk
meningkatkan cakupan pelayanan antenatal. Dari segi sarana dan fasilitas
pelayanan kesehatan, hingga bulan Desember 2013, tercatat terdapat 9.655
Puskesmas di seluruh Indonesia. Dengan demikian rasio Puskesmas terhadap
30.000 penduduk sudah melampaui rasio ideal 1:30.000 penduduk. Sampai
dengan tahun 2013, tercatat terdapat 54.731 Poskesdes yang beroperasi dan
280.225 Posyandu di Indonesia ( Kemenkes, 2013).
Data Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013 menunjukkan bahwa cakupan
K4 di Indonesia pada tahun 2011 sebesar 88,27% dan mengalami peningkatan
pada tahun 2012 menjadi 90,18% sedangkan pada tahun 2013 mengalami
4
penurunan kembali menjadi 86,85% padahal Kementerian Kesehatan RI
memberikan target cakupan K4 sebesar 90%. Penurunan angka cakupan K4 di
Indonesia akan meningkatkan resiko kenaikan Angka Kematian Ibu (AKI) dan
Angka Kematian Bayi ( AKB) ( Kemenkes, 2014).
Berdasarkan hasil penelitian Pongsi Bidang (2013) menunjukkan bahwa dari 8
variabel yang diteliti terdapat 3 variabel yang berhubungan dengan kunjungan
antenatal care yaitu pengetahuan, sikap, dan ketersediaan transportasi. Perilaku
antenatal care penting untuk mengetahui dampak kesehatan bayi dan si ibu
sendiri, sementara faktanya masih banyak ibu-ibu yang menganggapkehamilan
sebagai hal yang biasa, alamiah dan kodrati, mereka merasa tidak
perlumemeriksakan kehamilannya secara rutin ke bidan atau tenaga kesehatan
sehingga menyebabkan tidak terdeteksinya faktor resiko tinggi yang mungkin
dialami oleh mereka (Maas, 2004).
Menurut Agnes (2005) bahwa dukungan suami merupakan hal yang tidak
dapat diabaikan dalam perubahan perilaku ibu hamil. Suami perlu memberikan
penjelasan dan pengajaran pada ibu untuk memeriksa kehamilan minimal 4 kali
selama kehamilan. Dukungan suami akan memberikan kontribusi yang besar
dalam tercapainya kunjungan K4 dan meminimalkan resiko yang terjadi selama
kehamilan dan persalinan.
Dukungan dari petugas puskesmas juga merupakan salah satu faktor penting
dalam perilaku kesehatan misalnya kunjungan K4. Apabila seorang ibu telah
mendapat penjelasan tentang pemeriksaan kehamilan yang benar dari petugas
kesehatan maka ibu tersebut pasti mencoba menerapkannya, akan tetapi karena
5
lingkungannya belum ada yang menerapkan, maka ibu tersebut menjadi asing dan
bukan tidak mungkin ibu tidak mau melakukan ke petugas kesehatan untuk
memeriksa kehamilannya.
Rendahnya cakupan K4 di Indonesia tidak terlepas dari rendahnya cakupan
K4 di 21 provinsi dengan cakupan kurang dari 90% yang menjadi target
Kementerian Kesehatan RI. Salah satu provinsi yang memiliki cakupan K4
terendah ke 10 di Indonesia pada tahun 2013 yaitu Provinsi Aceh dengan cakupan
K4 hanya sebesar 81,75% sedangkan cakupan K1 di Provinsi Aceh yaitu 84 %.
( Kemenkes, 2014).
Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat
didapatkan cakupan Indikator pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak dua tahun
terakhir yaitu cakupan K1 tahun 2014 85,40% dan cakupan K1 tahun 2015
sebesar 88,0%, hal ini menggambarkan bahwa akses ibu hamil sudah baik, artinya
sudah banyak ibu hamil yang terjangkau oleh pelayanan kesehatan walaupun
belum mencapai target yaitu 95%. Sedangkan untuk cakupan K4 tahun 2014
78,69%, dan cakupan K4 pada tahun 2015 sebesar 81,0%. Hal ini juga
menggambarkan bahwa sudah ada kenaikan persentase K4 namun belum juga
mencapai target 95% (Dinkes Aceh Barat, 2016).
Berdasarkan Survei pendahuluan pada tanggal 12 Mei 2016 di UPTD
Puskesmas PIR Batee Puteh didapatkan bahwa cakupan K1 pada tahun 2015 yaitu
sebesar 78,0 % dan cakupan ini belum mencapai target yang ditetapkan yaitu
100%. Sedangkan cakupan K4 yaitu sebesar 62,0 % belum mencapai target yang
ditetapkan yaitu 100% (Puskesmas PIR Batee Puteh, 2016).
6
Hasil wawancara awal yang telah dilakukan oleh peneliti dengan 10 orang ibu
hamil diperoleh bahwa dari 10 orang ibu hamil yang diwanwancarai oleh peneliti
terdapat 6 orang ibu yang tidak melakukan pemeriksaan kehamilan secara lengkap
dengan rincian sebanyak 4 orang yang tidak pernah sekalipun melakukan
pemeriksaan kehamilan, sebanyak 2 orang pernah memeriksakan kehamilan akan
tetapi hanya sebanyak 1 kali, hal ini terjadi karena alasan kehamilan adalah hal
biasa yang akan dihadapi oleh setiap wanita sehingga tidak perlu dilakukan
pemeriksaan khusus, dan suami juga tidak mendukung untuk melakukan
pemeriksaan kehamilan sejak awal karena melihat ibu dalam kondisi sehat. Ibu-
ibu hamil tersebut belum mengetahui tanda-tanda bahaya pada kehamilan dan
tanda-tanda persalinan serta kurangnya informasi yang diperoleh sehingga ibu-ibu
tersebut tidak mengetahui waktu yang seharusnya untuk memeriksakan
kehamilannya ke tenaga kesehatan. Terdapat 4 orang ibu hamil yang dilakukan
wawancara menyatakan melakukan pemeriksaan kehamilan dengan lengkap
(melakukan kunjungan K-1 dan K-4) selama kehamilannya karena suami dan
keluarga yang terus mengingatkan ibu untuk melakukan pemeriksaan kehamilan
secara rutin dan tenaga kesehatan yang terus mengingatkan ibu dan keluarga
untuk melakukan pemeriksaan kesehatan.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan sebelumnya, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah “Faktor-faktor yang mempengaruhi
Kunjungan Antenatal Care (ANC) pada Ibu Hamil di UPTD Puskesmas PIR
Batee Puteh Kecamatan Woyla Barat Kabupaten Aceh Barat”.
7
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi Kunjungan Antenatal Care
(ANC) pada Ibu Hamil di UPTD Puskesmas PIR Batee Puteh Kecamatan Woyla
Barat Kabupaten Aceh Barat.
1.3.2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dalam penelitian ini adalah untuk :
1. Mengetahui pengaruh Pengetahuan Ibu terhadap Kunjungan Antenatal Care
(ANC) di UPTD Puskesmas PIR Batee Puteh Kecamatan Woyla Barat
Kabupaten Aceh Barat.
2. Mengetahui pengaruh Sikap Ibu terhadap Kunjungan Antenatal Care (ANC)
di UPTD Puskesmas PIR Batee Puteh Kecamatan Woyla Barat Kabupaten
Aceh Barat.
3. Mengetahui pengaruh Dukungan Suami terhadap Kunjungan Antenatal Care
(ANC) di UPTD Puskesmas PIR Batee Puteh Kecamatan Woyla Barat
Kabupaten Aceh Barat.
4. Mengetahui pengaruh Keterpaparan Media terhadap Kunjungan Antenatal
Care (ANC) di UPTD Puskesmas PIR Batee Puteh Kecamatan Woyla Barat
Kabupaten Aceh Barat.
8
1.4. Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Hα : Ada pengaruh antara faktor Pengetahuan terhadap Kunjungan Antenatal
Care (ANC) di UPTD Puskesmas PIR Batee Puteh Kecamatan Woyla Barat
Kabupaten Aceh Barat.
2. Hα : Ada pengaruh antara faktor Sikap terhadap Kunjungan Antenatal Care
(ANC) di UPTD Puskesmas PIR Batee Puteh Kecamatan Woyla Barat
Kabupaten Aceh Barat.
3. Hα : Ada pengaruh antara faktor Dukungan Suami terhadap Kunjungan
Antenatal Care (ANC) di UPTD Puskesmas PIR Batee Puteh Kecamatan
Woyla Barat Kabupaten Aceh Barat.
4. Hα : Ada pengaruh antara faktor Keterpaparan Media terhadap Kunjungan
Antenatal Care (ANC) di UPTD Puskesmas PIR Batee Puteh Kecamatan
Woyla Barat Kabupaten Aceh Barat.
1.5. Manfaat Penelitian
Penelitian ini mempunyai manfaat sebagai berikut:
1.5.1. Manfaat Praktis
1. Bagi masyarakat
Penelitian ini dapat memberikan informasi dini kepada ibu-ibu hamil tentang
pentingnya melakukan kunjungan pemeriksaan kehamilan.
2. Bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat
Sebagai bahan dan sumber referensi mengenai capaian pelayanan kesehatan
ibu hamil tentang rendahnya cakupan K1 dan K4 dan penelitian selanjutnya.
9
1.5.2. Manfaat Teoritis
1. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat , hasil penelitian dapat menjadi
bahan informasi untuk meningkatkan penyuluhan tentang pentingnya
melakukan kunjungan pemeriksaan lengkap bagi ibu hamil.
2. Bagi UPTD Puskesmas PIR Batee Puteh dapat digunakan sebagai informasi
masukan dalam meningkatkan pelayanan khususnya pada program kegiatan
peningkatan dan pengawasan mengenai kunjungan ibu hamil dalam
memeriksakan kehamilannya.
3. Bagi peneliti untuk menambah wawasan dalam mengembangkan diri pada
ilmu kesehatan masyarakat dan untuk meningkatkan kemampuan menulis dan
juga melakukan penelitian.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Antenatal Care
Pemeriksaan antenatal care (ANC) adalah pemeriksaan kehamilan untuk
mengoptimalkan kesehatan mental dan fisik ibu hamil. Sehingga mampu
menghadapi persalinan, kala nifas, persiapan pemberi ASI dan kembalinya
kesehatan reproduksi secara wajar (Manuaba, 2008). Kunjungan antenatal care
(ANC) adalah kunjungan ibu hamil ke bidan atau dokter sedini mungkin semenjak
ia merasa dirinya hamil untuk mendapatkan pelayanan asuhan antenatal.
Pelayanan antenatal care yaitu untuk mencegah adanya komplikasi obstetri bila
mungkin dan memastikan bahwa komplikasi dideteksi sedini mungkin serta
ditangani secara memadai (Yeyeh, 2009).
Menurut WHO (2010), Antental Care adalah pengawasan sebelum persalinan
terutama ditujukan pada pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim.
Pemeriksaan kehamilan atau ANC merupakan pemeriksaan ibu hamil baik fisik
dan mental serta menyelamatkan ibu dan anak dalam kehamilan, persalinan dan
masa nifas, sehingga keadaan mereka post partum sehat dan normal, tidak hanya
fisik tetapi juga mental. Pelayanan antenatal terintegrasi merupakan integrasi
pelayanan antenatal care rutin dengan beberapa program lain yang sasarannya
pada ibu hamil, sesuai prioritas Departemen Kesehatanyang diperlukan guna
meningkatkan kualitas pelayanan antenatal care (Yeyeh, 2009).
11
Program-program yang di integrasikan dalam pelayanan antenatal care
meliputi : Maternal Neonatal Tetanus Elimination (MNTE), Antisipasi Defisiensi
Gizi dalam Kehamilan (Andika), Pencengahan dan pengobatan IMS/ISR dalam
Kehamilan (PIDK), Eliminasi Sifilis Kongenital (ESK) dan Frambusia,
pencengahan dan penularan HIV dari ibu ke Bayi (PMTCT), Pencengahan
Malaria dalam Kehamilan (PMDK), Penatalaksanaan TB dalam kehamilan (TB-
ANC) dan kusta, Pencengahan Kecacingan dalam Kehamilan (PKDK),
Penangulangan Ganguan Intelegensia pada Kehamilan (PAGIN) (Depkes RI,
2009).
Menurut Prawirohardjo (2005) Antenatal care (ANC) juga merupakan salah
satu upaya pencegahan awal dari faktor risiko kehamilan. Menurut World Health
Organization (WHO) Antenatal care untuk mendeteksi dini terjadinya risiko
tinggi terhadap kehamilan dan persalinan juga dapat menurunkan angka kematian
ibu dan memantau keadaan janin. Idealnya bila tiap wanita hamil mau
memeriksakan kehamilannya, bertujuan untuk mendeteksi kelainan-kelainan yang
mungkin ada atau akan timbul pada kehamilan tersebut cepat diketahui, dan
segera dapat di atasi sebelum berpengaruh tidak baik terhadap kehamilan tersebut
dengan melakukan pemeriksaan Antenatal care.
Apabila ibu hamil tidak melakukan pemeriksaan kehamilan, maka tidak akan
diketahui apakah kehamilannya berjalan dengan baik atau mengalami keadaan
risiko tinggi dan komplikasi obstetri yang dapat membahayakan kehidupan ibu
dan janinnya. Dan dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi
(Saifuddin, 2002).
12
Kunjungan Antenatal Care (ANC) adalah kontak ibu hamil dengan pemberi
perawatan atau asuhan dalam hal mengkaji kesehatan dan kesejahteraan bayi serta
kesempatan untuk memperoleh informasi dan memberi informasi bagi ibu dan
petugas kesehatan (Henderson, 2006). Pada setiap kunjungan Antenatal Care
(ANC), petugas mengumpulkan dan menganalisis data mengenai kondisi ibu
melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk mendapatkan diagnosis kehamilan
intrauterine, serta ada tidaknya masalah atau komplikasi dan memastikan bahwa
komplikasi dideteksi sedini mungkin serta ditangani secara memadai (Saifuddin
dalam Padila, 2014).
2.1.1 Tujuan Antenatal Care
Ada beberapa tujuan antenatal care menurut (Kusmiyati,et al.,2008) yaitu
mempromosikan dan menjaga kesehatan fisik dan mental ibu dan bayi dengan
memberikan pendidikan gizi, kebersihan diri dan proses kelahiran bayi,
mendeteksi dan menatalaksanakan komplikasi medis, bedah ataupun
obstetriselama kehamilan, mengembangkan persiapan persalinan serta rencana
kesiagaan menghadapi komplikasi, membantu menyiapkan ibu untuk menyusui
dengan sukses, menjalankan puerperium normal, dan merawat anak secara fisik,
psikologi dan sosial.
Menurut Fitrihanda (2012), fungsi antenatal adalah sebagai berikut :
a. Promosi kesehatan selama kehamilan melalui sarana dan aktifitas pendidikan.
b. Melakukan screning, identifikasi wanita dengan kehamilan risiko tinggi dan
merujuk bila perlu.
13
c. Memantau kesehatan selama hamil dengan usaha mendeteksi dan menangani
masalah yang terjadi.
Tujuan utama antenatal care adalah untuk menfasilitasi hasil yang sehat dan
positif bagi ibu maupun bayinya dengan membina hubungan saling percaya
dengan ibu, mendeteksi komplikasi-komplikasi yang dapat mengancam jiwa,
mempersiapkan kelahiran, dan memberikan pendidikan. Antenatal care penting
untuk menjamin agarproses alamiah tetap berjalan selama kehamilan (Marmi,
2011).
Menurut Jaringan Nasional Pelatihan Klinik Kesehatan Reproduksi/
Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (JNPKKR/POGI) tahun 2002,
tujuan dari ANC meliputi :
a. Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan tumbuh
kembang bayi
b. Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental, dan sosial ibu
dan bayi
c. Mengenali secara dini adanya ketidaknormalan atau komplikasi yang mungkin
terjadi selama hamil, termasuk riwayat penyakit secara umum, kebidanan dan
pembedahan.
d. Mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat, ibu
maupun bayinya dengan trauma seminimal mungkin.
e. Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan pemberian ASI
Eksklusif
14
f. Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi agar
dapat tumbuh kembang secara normal.
g. Mengurangi bayi lahir prematur, kelahiran mati, kematian neonatal, dan
mempersiapkan kesehatan yang optimal bagi janin (Rukiyah dan Yulianti,
2014).
Asuhan antenatal penting untuk menjamin agar proses alamiah tetap berjalan
normal selama kehamilan. Kehamilan dapat berkembang menjadi masalah atau
komplikasi setiap saat. Kehamilan bisa saja membawa resiko bagi ibu. World
Health Organization (WHO) memperkirakan sekitar 15% dari seluruh wanita
hamil akan berkembang menjadi komplikasi yang berkaitan dengan kehamilannya
serta dapat mengancam jiwanya. Dari 5.600.000 wanita hamil di Indonesia,
sejumlah besar akan mengalami suatu komplikasi atau masalah yang bisa menjadi
fatal (Hani, Kusbandiyah, Marjati, dan Yulifah, 2011).
Mengacu pada penjelasan di atas, bagi ibu hamil dan suami/keluarga dapat
mengubah pola berpikir yang hanya datang ke dokter jika ada permasalahan
dengan kehamilannya. Karena dengan pemeriksaan kehamilan yang teratur,
diharapkan proses persalinan dapat berjalan dengan lancar dan selamat, dan yang
lebih penting adalah kondisi bayi yang dilahirkan juga sehat, begitu pula dengan
ibunya.
2.1.2 Kebijakan Program Pelayanan ANC
Kebijakan Departemen Kesehatan dalam upaya mempercepat penurunan
Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) pada dasarnya
mengacu kepada intervensi strategis “Empat Pilar Safe Motherhood” yaitu
15
meliputi : Keluarga Berencana, Antenatal care, Persalinan Bersih dan Aman, dan
Pelayanan Obstetri Essensial. Pendekatan pelayanan obstetrik dan neonatal
kepada setiap ibu hamil ini sesuai dengan pendekatan Making Pregnancy Safer
(MPS), yang mempunyai 3 (tiga) pesan kunci yaitu :
a. Setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih.
b. Setiap komplikasi obstetrik dan neonatal mendapat pelayanan yang adekuat.
c. Setiap perempuan dalam usia subur mempunyai akses pencegahan dan
penatalaksanaan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi
keguguran.
Kebijakan program pelayanan antenatal menetapkan frekuensi kunjungan
antenatal care sebaiknya minimal 4 (empat) kali selama kehamilan, dengan
ketentuan sebagai berikut (Kemenkes RI, 2012) : .
a. Minimal satu kali pada trimester pertama (K1) hingga usia kehamilan 12
minggu.
Kontak pertama harus dilakukan sedini mungkin pada trimester pertama
sebaiknya sebelum minggu ke 8, tujuannya :
1. Penapisan dan pengobatan anemia
2. Perencanaan persalinan
3. Pengenalan komplikasi akibat kehamilan dan pengobatannya
b. Minimal satu kali pada trimester kedua (K2), 13 - 24 minggu, tujuannya :
1. Pengenalan komplikasi akibat kehamilan dan pengobatannya
2. Penapisan pre-eklamsia, gemelli, infeksi alat reproduksi dan saluran
perkemihan
16
3. Mengulang perencanaan persalinan
c. Minimal dua kali pada trimester ketiga (K3 dan K4) > 24 minggu sampai
dengan minggu ke 36 dan sampai kelahiran. Kunjungan antenatal care bisa
lebih dari 4 kali sesuai kebutuhan/indikasi dan jika ada keluhan, penyakit atau
gangguan kehamilan, tujuannya :
1. Sama seperti kegiatan kunjungan II dan III
2. Mengenali adanya kelainan letak dan presentasi
3. Memantapkan rencana persalinan
4. Mengenali tanda-tanda persalinan (Rukiyah dan Yulianti, 2014).
2.1.3 Standar pelayanan Antenatal Care
Menurut Clinical Practice Guidelines yang dikutip oleh Nurmawati
(2010)Standar adalah keadaan ideal atau tingkat pencapaian tertinggi dan
sempurna sebagai batas penerimaan minimal. Standar pelayanan kebidanan dapat
digunakan untuk menentukan kompetensi yang diperlukan oleh bidan dalam
menjalankan prakteksehari-hari.
Menurut Kemenkes RI (2011), pemeriksaan antenatal dilakukan
denganstandar pelayanan antenatal dimulai dengan :
a. Ukur tinggi badan
b. Timbang berat badan dan Lingkar Lengan Atas (LILA)
c. Ukur Tekanan Darah
d. Ukur Tinggi Fundus Uteri (TFU)
e. Imunisasi Tetanus Toxoid (TT)
f. Pemberian Tablet besi (fe)
17
g. Tanya/Temu wicara
Menurut Dewi dan Sunarsih (2011) terdapat enam standar dalam pelayanan
asuhan antenatal. Standar tersebut merupakan bagian dari lingkup standar
pelayanan kebidanan:
Standar 1 : Identifikasi ibu hamil
Bidan melakukan kunjungan rumah dan berinteraksi dengan masyarakatsecara
berkala untuk memberikan penyuluhan dan memotivasi ibu, suami,dan anggota
keluarganya agar mendorong ibu untuk memeriksakankehamilannya sejak dini
secara teratur.
Standar 2 : Pemeriksaan dan Pemantauan Antenatal
Bidan memberikan sedikitnya 4 kali pelayanan antenatal. Pemeriksaan meliputi
anamnesis, perkembangan janin, mengenal kehamilan resiko tinggi, imunisasi,
nasihat, dan penyuluhan kesehatan.
Standar 3 : Palpasi Abdominal
Bidan melakukan palpasi untuk memperkirakan usia kehamilan, memeriksa
posisi, bagian terendah janin, dan masuknya kepala janin ke dalam rongga
panggul untuk mencari kelainan.
Standar 4 : Pengelolaan Anemia pada Kehamilan
Bidan melakukan tindakan pencegahan, penemuan, penanganan, dan/atau rujukan
semua kasus anemia pada kehamilan.
18
Standar 5 : Pengelolaan Dini Hipertensi pada Kehamilan
Bidan menemukan secara dini setiap kenaikan tekanan darah pada kehamilan,
mengenali tanda dan gejala preeklamsia lainnya, mengambil tindakan yang tepat,
dan merujuknya.
Standar 6 : Persiapan Persalinan
Bidan memberikan saran yang tepat kepada ibu hamil, suami, dan keluarganya
pada trimester ketiga untuk memastikan bahwa persiapan persalinan bersih dan
aman, serta suasana yang menyenangkan.
Pelayanan antenatal disebut lengkap apabila dilakukan oleh tenaga kesehatan
serta memenuhi standar tersebut.
2.1.4 Jadwal pemeriksaan Antenatal Care
Kunjungan ibu hamil adalah kontak antara ibu hamil dan petugas kesehatan
yang memberikan pelayanan antenatal care standar untuk mendapatkan
pemeriksaan kehamilan. Istilah kunjungan tidak mengandung arti bahwa selalu
ibu hamil yang datang ke fasilitas pelayanan, tetapi dapat sebaliknya, yaitu ibu
hamil yang dikunjungi petugas kesehatan di rumahnya atau di Posyandu (Depkes
RI,2007).
Kunjungan baru ibu hamil (K1) adalah kontak ibu hamil yang pertama kali
dengan petugas kesehatan untuk mendapatkan pemeriksaan kehamilan standar,
dalam pengelolaan program KIA disepakati bahwa kunjungan ibu hamil yang
keempat (K4) adalah kontak ibu hamil yang keempat atau lebih dengan petugas
kesehatan untuk mendapatkan pemeriksaan kehamilan, dengan distribusi kontak
sebagai berikut :
19
1) Minimal 1 kali pada trimester I
2) Minimal 1 kali pada trimester II dan
3) Minimal 2 kali pada trimester III (Depkes RI,2007).
2.1.5 Tempat pelayanan Antenatal Care
Pelayanan antenatal care bisa didapatkan di Rumah Sakit, Puskesmas, Bidan
Praktek Swasta, Dokter Praktek Swasta, Posyandu. Pelayanan antenatal care
hanya diberikan oleh tenaga kesehatan dan bukan dukun bayi (Meilani, et al.,
2009).
2.1.6 Hal-hal yang dilakukan pada pemeriksaan Antenatal Care(ANC)
1. Trimester I dan II
Setiap bulan sekali diambil data tentang laboratorium,
pemeriksaanultrasonografi, nasehat diet : empat sehat lima sempurna, protein
½ gr/kg BB atau satu telur/hari, observasi yang dapat mempengaruhi
kehamilan, komplikasi kehamilan, rencana : pengobatan penyakitnya,
menghindari terjadinya komplikasi kehamilan, imunisasi tetanus pertama.
2. Trimester III
Setiap dua minggu-seminggu sampai ada tanda kelahiran tiba, evaluasi
data laboratorium untuk melihat hasil pengobatan, diet empat sehat lima
sempurna, pemeriksaan ultrasonografi, imunisasi tetanus II, observasi :
penyakit yang menyertai kehamilan, komplikasi hamil trimester ketiga,
berbagai kelainan kehamilan trimester III, rencana pengobatan, nasehat dan
petunjuk tentang: tanda inpartu, kemana harus datang untuk melahirkan
(Manuaba, 2001).
20
2.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi ibu hamil dalam melakukan
kunjungan Antenatal Care (ANC)
Menurut Lawrance Green yang dikutip oleh Notoatmodjo (2010), sebuah
perilaku kesehatan timbul karena dipengruhi oleh tiga faktor yaitu:
1. Faktor Pendukung (Predisposing Factors), faktor ini digunakan untuk
menggambarkan fakta bahwa setiap individu mempunyai kecendrungan
menggunakan pelayanan kesehatan yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan
oleh karena adanya ciri-ciri individu yang digolongkan ke dalam ciri-ciri:
a. Demografi (umur, jenis kelamin, status perkawinan, jumlah anggota
keluarga)
b. Struktur sosial (tingkat pendidikan, jumlah pendapatan pekerjaan, ras,
kesukuan, tempat tinggal)
c. Sikap, keyakinan, pesepsi, pandangan individu terhadap pelayanan
kesehatan.
2. Faktor Pemungkin (Enabling Factors) adalah faktor anteseden terhdap perilaku
yang memungkinkan suatu motivasi atau aspirasi terlaksana. Termasuk di
dalam faktor pemungkin adalah keterampilan dan sumber daya pribadi atau
komuniti, seperti tersedianya pelayanan kesehatan, keterjangkauan, kebijakan,
peraturan perundangan.
3. Faktor Penguat (Reinforcing Factors), adalah konsekuensi dari perilaku yang
ditentukan apakah pelaku menerima unpan balik yang positif atau negatif dan
mendapatkan dukungan sosial setelah perilaku dilakukan. Faktor penguat
mencakup :dukungan sosial dari tenaga kesehatan. Menurut House (dalam
21
Smet Bart, 1999) bentuk dukungan sosial tenaga kesehatan di klasifikasikan
menjadi empat jenis yaitu: dukungan informasi, dukungan penilaian,
dukungan instrument dan dukungan emosional.
2.2.1 Faktor Pendukung
1. Umur
Pembagian umur pada suatu penelitian dapat berdasarkan tingkat kedewasaan
yaitu antar usia 15 tahun sampai 49 tahun, dimana berada pada tahap dewasa,
dengan kata lain batas antara dewasa muda dengan dewasa tua yaitu sekitar 32
tahun. Semakin tua umur seseorang maka proses-proses perkembangan mentalnya
bertambah baik, akan tetapi pada umur tertentu, bertambahnya proses
perkembangan mental ini tidak secepat seperti ketika berumur belasan tahun. Hal
ini juga sesuai dengan pernyataan Verner dan Davison di dalam Notoatmodjo
(2010) bahwa dengan bertambah usia maka akan mengurangi kemampuan untuk
melihat, mendengar yang akan mempengaruhi dirinya dalam mendapatkan
pengetahuan.
Usia <20 tahun dan >35 tahun meningkatkan risiko komplikasi obstetri juga
peningkatan kesakitan dan kematian perinatal. Pada kehamilan >35 tahun juga
berpengaruh untuk terjadi abnormalitas persalinan. Umur meningkatkan angka
kematian maternal (Cuningham et al., 2005). Penelitian Matthews et al (2001),
mayoritas perempuan dalam usia tiga puluhan melakukan pemeriksaan kehamilan
awal dan lebih sering daripada remaja dan wanita yang lebih tua. Penelitian juga
menunjukkan bahwa perempuan di bawah 35 tahun lebih sering melakukan
kunjungan ke klinik untuk meyakinkan bahwa bayi mereka tumbuh, sedangkan
22
wanita yang lebih tua yang tidak mengalami masalah, tidak peduli mereka
menganggap hal tersebut hal biasa.
2. Pendidikan
Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk
memengaruhi orang lain baik individu,kelompok atau masyarakat sehingga
melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan. Pendidikan kesehatan
adalah aplikasi atau penerapan pendidikan didalam bidang kesehata
(Notoatmojo,2010).
Pendidikan merupakan salah satu unsur penting yang dapat memengaruhi
keadaan keluarga karena dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi diharapkan
pengetahuan atau informasi tentang pemanfaatan pelayanan kesehatan akan lebih
baik. Pengetahuan kesehatan akan berpengaruh kepada perilaku seseorang sebagai
hasil jangka menengah dari pendidikan yang diperoleh. Perilaku kesehatan akan
berpengaruh pada meningkatnya indikator kesehatan masyarakat sebagai hasil
dari pendidikan kesehatan.
Menurut UU RI No. 20 tahun 2003, ditinjau dari sudut tingkatannya, jalur
pendidikan sekolah terdiri dari:
a) Pendidikan Dasar
Yaitu pendidikan yang memberikan pengetahuan dan keterampilan yang
menumbuhkan sikap dasar yang diperlukan masyarakat serta mempersiapkan
pendidik untuk mengikuti pendidikan menengah, yang merupakan bekal dasar
bagi perkembangan kehidupan baik untuk pribadi maupun masyarakat. Oleh
23
karena itu, bagi setiap warga Negara harus disediakan kesempatan untuk
memperoleh pendidikan dasar (Hasbullah, 2001).
Pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah
(MI) atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan
Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan bentuk lain yang sederajat (Depdiknas, 2003).
b) Pendidikan Menengah
Yaitu pendidikan untuk mempersiapkan peserta didik menjadi anggota
masyarakat yang memiliki kemampuan mengadakan hubungan timbal balik
dengan lingkungan, sosial budaya, alam sekitar dan dapat mengembangkan
kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja atau pendidikan tinggi (Hasbullah,
2001). Pendidikan menengah meliputi: Sekolah Menengah Umum (SMU) dan
kejuruan serta Madrasah Aliyah (Depdiknas,2003).
c) Pendidikan Tinggi
Mempersiapkan peserta didik untuk menjadi anggota masyarakat yang
memiliki tingkat kemampuan tinggi bersifat akademik atau professional sehingga
dapat menerapkan, mengembangkan, menciptakan ilmu pengetahuan dan seni
dalam pembangunan nasional dan kesejahteraan manusia (Hasbullah, 2001).
Pendidikan tinggi meliputi : akademi, institut, sekolah tinggi dan universitas
(Depdiknas, 2003). Di Indonesia, tingkat pendidikan mempengaruhi perilaku dan
menghasilkan banyak perubahan di segala bidang, termasuk pengetahuan
masyarakat dibidang kesehatan (Notoatmodjo, 2003).
Agar intervensi atau upaya tersebut efektif, faktor predisposisi ini mencakup
pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, sistem yang dianut
24
masyarakat, tingkat pendidikan dan tingkat sosial ekonomi. Ketidakmengertian
ibu dan keluarga terhadap pentingnya pemeriksaan kehamilan berdampak pada
ibu hamil tidak memeriksakan kehamilannya pada petugas kesehatan ( Depkes
RI,2008 ).
Selanjutnya Widyastuti, dkk (2010) mengatakan pendidikan yang tinggi di
pandang perlu bagi kaum wanita, karena dengan tingkat pendidikan yang tinggi
mereka dapat meningkatkan taraf hidup,mampu membuat keputusan menyangkut
masalah kesehatan mereka sendiri. Semakin tinggi pendidikan seorang
wanita,maka semakin mampu mandiri dalam mengambil keputusan menyangkut
diri mereka sendiri. Berdasarkan hasil penelitian Widyastuti, dkk (2010)
mengatakan bahwa ada hubungan pendidikan dengan pemeriksaan kehamilan.
3. Paritas
Paritas merupakan jumlah anak yang pernah dilahirkan hidup, yaitu kondisi
yang menggambarkan kelahiran sekelompok atau beberapa kelompok wanita
selama masa reproduksi (BkkbN, 2011).
Ditinjau dari tingkatannya, paritas dikelompokkan menjadi 3, yaitu : paritas
rendah meliputi nulipara yaitu wanita yang belum pernah melahirkan sama sekali,
atau wanita yang belum pernah melahirkan bayi hidup, dan primara yaitu wanita
yang pernah melahirkan hanya sekali. Paritas sedang meliputi multipara yang
digolongkan pada wanita hamil dan bersalin dua sampai empat kali. Paritas tinggi
atau grande multipara adalah ibu hamil dan melahirkan 5 kali atau lebih (Ying,
2010).
25
Menurut Wiknjosastro (2005), paritas 2-3 merupakan paritas paling aman
ditinjau dari sudut kematian maternal. Paritas 1 dan paritas tinggi (lebih dari 3)
mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi. Hal ini di akibatkan oleh
vaskularisasi yang berkurang ataupun perubahan atrofi pada desidua akibat
persalinan yang lampau sehingga dapat mengakibatkan terjadinya plasenta previa.
Ibu yang pernah melahirkan mempunyai pengalaman tentang antenatal care
(ANC) sehingga dari pengalaman yang terdahulu kembali dilakukan untuk
menjaga kesehatan kehamilannya (Depkes RI,2008).
Interval kehamilan yang terlalu rapat memang mengundang risiko bagi para
wanita. Penelitian terbaru menyatakan, ibu yang hamil lagi dalam waktu setahun
setelah melahirkan berisiko menyebabkan autisme pada calon anak mereka
kelak.Kehamilan berturut-turut membuat ibu bisa berbahaya. Para ilmuwan dari
New York AS menyebutkan, wanita butuh waktu untuk pulih dari kehamilan.
Selain itu, kehamilan yang terjadi dalam jangka waktu pendek akan menyebabkan
anak-anak yang dilahirkan rentan mengalami kekurangan gizi. Dalam hal ini perlu
memperhatikan interval kehamilan karena jarak kehamilan yang terlalu rapat
mengundang risiko bagi para wanita. Jadi sebaiknya apabila ibu hamil dengan
interval kehamilan yang rapat sebaiknya rutin memeriksakan kehamilannya.
Mempunyai anak lebih dari 4 orang akan meningkatkan risiko terhadap ibu
dan bayinya. Lebih-lebih kalau jarak antara kehamilan lebih dari 2 tahun, maka
ibu akan lemah akibat dari seringnya hamil, melahirkan dan menyusui. Sehingga
sering mengakibatkan berbagai masalah seperti ibu menderita anemia, kurang
gizi, dan bahkan sering pendarahan setelah melahirkan yang membahayakan
26
nyawa ibu.risiko melahirkan bayi cacat dan berat badan lahir rendah (BBLR) juga
meningkat setelah 4 kali kehamilan dan setelah usia ibu 35 tahun.
Selanjutnya Swenson et al.,(2006) berpendapat, wanita dengan paritas tinggi
cenderung kurang melakukan perawatan kehamilan, ibu paritas tinggi lebih
percaya diri tentang kehamilannya dan merasa kurang perlu untuk melakukan
perawatan kehamilan dan merupakan penghalang untuk menggunakan pelayanan
ANC (Overbosch et al, 2004). Berdasarkan hasil penelitian Widyastuti , dkk
(2010) mengatakan bahwa ada hubungan paritas dengan pemeriksaan kehamilan.
4. Pendapatan Keluarga
Pendapatan yaitu seluruh penerimaan baik berupa uang maupun barang baik
dari pihak lain maupun dari hasil sendiri. Jadi yang dimaksud pendapatan adalah
suatu tingkat penghasilan yang di peroleh dari pekerjaan pokok dan pekerjaan
sampingan dari orangtua dan anggota keluarga lainnya.
Penghasilan keluarga merupakan faktor pemungkin bagi seseorang untuk
memanfaatkan pelayanan kesehatan. Penghasilan keluarga juga menentukan status
sosial ekonomi keluarga tersebut. Sosial ekonomi merupakan gambaran tingkat
kehidupan seseorang dalam masyarakat yang di tentukan dengan variable
pendapatan , pendidikan dan pekerjaan , karena ini dapat mempengaruhi aspek
kahidupan termasuk pemeliharaan kesehatan (Notoatmodjo, 2010)
Pendapatan juga mempunyai kontribusi besar dalam pemanfaatan pelayanan
kesehatan. Bagi ibu-ibu yang mempunyai biaya akan lebih leluasa untuk
memanfaatkan pelayanan kesehatan, sebaliknya ibu-ibu yang kurang mempunyai
biaya akan kurang leluasa untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan. Berdasarkan
27
hasil penelitian (Ulina, 2004) mengatakan bahwa ada hubungan pendapatan
dengan pemeriksaan kehamilan.
Menurut WHO dalam (Notoatmodjo, 2010) faktor ekonomi juga berpengaruh
terhadap seseorang dalam upaya deteksi dini komplikasi kehamilan status
ekonomi keluarga juga berperan bagi seseorang dalam bertindak termasuk
tindakan yang berhubungan dengan kesehatan dan pemeriksaan kehamilannya.
Hasil penelitian Simanjuntak (2009) menunjukkan bahwa ada yang bermakna
antara penghasilan dengan kunjungan antenatal care K4 ,dimana OR sebesar 2,42
yang berarti ibu yang berpenghasilan tinggi cenderung melakukan kunjungan
antenatal care sesuai standar 2,42 kali dibandingkan dengan ibu yang
berpenghasilan rendah.
5. Pengetahuan
Pengetahuan seseorang ibu tentang kehamilan sangat diperlukan untuk
menjalani proses kehamilannya. Banyak sumber informasi yang dapat di peroleh
ibu untuk meningkatkan pengetahuan tentang kehamilannya, seperti dari petugas
kesehatan (bidan,dokter) saat menjalani pemeriksaan dengan melakukan tanya
jawab (konseling), maupun dari media massa yaitu informasi yang diperoleh dari
media elektronik (televisi) maupun media cetak (majalah, tabloid, koran, poster
dan lain-lain). Pada umumnya, jika pengetahuan ibu sudah baik maka akan
memamfaatkan sarana pelayanan kesehatan.
Akan tetapi seseorang yang mempunyai latar belakang pengetahuan yang baik
dan bertempat tinggal dekat dengan sarana kesehatan, bisa saja belum pernah
memanfaatkan sarana kesehatan. Ada juga ibu yang tidak mau memanfaatkan
28
sarana pelayanan kesehatan karena kurang pengetahuan yang baik tentang fasilitas
kesehatan yang ada, tetapi karena sesuatu hal maka ibu tersebut akan
menggunakan fasilitas kesehatan tersebut.
Misalnya ketika seorang ibu hamil terpaksa minta bantuan dokter /bidan
karena mengalami pendarahan yang pada awalnya melakukan pemeriksaan di
dukun bayi, tetapi karena pelayanan yang di berikan dokter (bidan) cukup baik
maka ibu hamil tersebut akan memanfaatkan sarana kesehatan yang sudah ada.
Pentingnya aspek pengetahuan dalam pemanfaatan antenatal care (ANC) dapat di
lihat dari pendapat Choli (2014) yang menyatakan bahwa pemanfaatan antenatal
care (ANC) perlu di lakukan upaya peningkatan kesehatan ibu saat kehamilan dan
melahirkan. Ketidakmengertian ibu dan keluarga terhadap pentingnya
pemeriksaan kehamilan berdampak pada ibu hamil tidak memeriksakan
kehamilannya pada petugas kesehatan.
Berdasarkan penelitian Surtama (2013) mengatakan bahwa pengetahuan
mempunyai hubungan dengan pemeriksaan kehamilan. Pengetahuan merupakan
domain dari perilaku. Semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang, maka
perilaku akan lebih bersifat langgeng. Dengan kata lain ibu yang tahu dan paham
tentang jumlah anak yang ideal , maka ibu akan berperilaku sesuai dengan apa
yang ia ketahui (Friedeman, 2005). Pengetahuan yang dimiliki ibu tentang
pelayanan antenatal care (ANC) dan pentingnya pemeriksaan kehamilan
berdampak pada ibu hamil akan memeriksakan kehamilannya pada petugas
kesehatan (Depkes RI,2008).
29
6. Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap
suatu stimulus atau objek. Sikap tidak langsung dilihat tetapi hanya dapat
ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata
menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang
dalam kehidupan sehari-hari adalah merupakan reaksi yang bersifat emosional
terhadap stimulus sosial (Notoatmodjo, 2010 ).
Menurut Mar’at (1985) bahwa sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi
terhadap obyek di lingkungan tertentu sebagai bentuk penghayatan terhadap
obyek tersebut. LaPierra (1934) dalam Azwar (2012) mengungkapkan sikap
sebagai suatu pola perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk
menyesuaikan diri dalam situasi sosial atau secara sederhana sikap merupakan
sebuah respons terhadap stumuli sosial yang telah dikondisikan.
Secara umum sikap dapat dirumuskan sebagai kecenderungan untuk merespon
(secara positif atau negatif) terhadap orang, objek atau situasi tertentu. Sikap
mengandung suatu penelitian emosional/afektif (senang, benci, sedih dan
sebagainya). Selain bersifat positif dan negatif, sikap memiliki tingkat kedalaman
yang berbeda-beda (sangat benci, agak benci, dan sebagainya). Sikap itu tidaklah
sama dengan perilaku dan perilaku tidaklah selalu mencerminkan sikap seseorang.
Sebab sering kali terjadi bahwa seseorang dapat berubah dengan memperlihatkan
tindakan yang bertentangan dengan sikapnya. Sikap sesorang dapat berubah
dengan diperolehnya tambahan informasi tentang objek tersebut melalui persuasi
serta tekanan dari kelompok sosialnya.
30
Hasil penelitian Situmeang (2010) menunjukkan bahwa sikap ibu hamil
berhubungan dengan tindakan ibu hamil dalam melakukan pemanfaatan antenatal
care di Kelurahan Pasir Bidang Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah.
Hal ini juga sejalan dengan pendapat Dever dalam Ulina (2004) dan Kalangie
dalam Hotma (2007) yang menempatkan sikap pada faktor konsumen yang akan
memengaruhi individu dalam memanfaatkan pelayanan antenatal.
2.2.2. Faktor Pemungkin
1. Lokasi Pelayanan Kesehatan
Faktor yang mendorong dalam kunjungan K-4 adalah lokasi fasilitas
kesehatan yang meliputi 1). Sarana dan prasarana kesehatan 2). Kemudahan
dalam mencapai sarana kesehatan tersebut. Sarana dan prasarana kesehatan
meliputi seberapa banyak fasilitas-fasilitas kesehatan, konseling maupun pusat-
pusat informasi bagi individu/masyarakat. Kemudahan bagaimana kemudahan
untuk mencapai sarana kesehatan tersebut termasuk biaya, waktu atau lama
pengobatan, dan juga hambatan budaya seperti malu mengalami penyakit tertentu
jika diketahui masyarakat (Notoatmodjo, 2010).
Lokasi yang mudah dijangkau dan tersedianya fasilitas yang memadai akan
memberi kemudahan bagi ibu hamil untuk memeriksakan kehamilannya dan bisa
melaksanakan antenatal care sehingga jika terdapat kedaan gawat darurat dapat
segera ditangani. Berdasarkan peneliti (Yeyeh, 2009) mengatakan bahwa lokasi
pelayanan kesehatan mempunyai hubungan dengan pemeriksaan kehamilan.
Lokasi adalah ruang sela (panjang atau jauh) antara dua benda atau tempat
yaitu jarak antara rumah dengan tempat pelayanan ANC. Keterjangkauan
31
masyarakat termasuk lokasi akan fasilitas kesehatan akan mempengaruhi
pemilihan pelayanan kesehatan. Jarak merupakan komponen kedua yang
memungkinkan seseorang untul memanfaatkan pelayanan pengobatan.
Menurut peneliti Elfi Rahmawati (2008) faktor Geografis dan keberadaan
sarana pelayanan kesehatan akan sangat mempengaruhi hasil pelayanan kesehatan
kepada masyarakat. Pelayanan kesehatan yang mudah dijangkau baik dari segi
pembiayaan manapun dari segi lokasi akan lebih banyak dikunjungi oleh
masyarakat khususnya masyarakat ekonomi lemah/miskin. Biaya dan lokasi juga
sering berkaitan sebagai bahan pertimbangan seseorang dalam mengakses
pelayanan.
Studi lain mencatat bahwa 84 % wanita di pedesaan Tanzania memutuskan
untuk melahirkan di rumah karena masalah transportasi dan jarak (Mrisho et al
2007). Mpembeni et al (2007) menemukan bahwa wanita yang tinggal kurang dari
5 km dari fasilitas kesehatan lebih mungkin untuk merujuk ke fasilitas kesehatan
dari pada mereka yang tinggal lebih dari 5 km.
Akses ke fasilitas sangat berkaitan erat dengan keterlambatan pertama, kedua,
dan ketiga dimana sosial ekonomi yang rendah mengakibatkan wanita maupun
keluarganya tidak dapat mencapai askes ke pelayanan kesehatan terkait dengan
biaya transportasi, ketiadaan biaya juga mengakibatkan ibu dan keluarganya sulit
untuk mendapatkan askes terhadap layanan yang berkualitas (Cham et al, 2008 ).
2. Ketersediaan Tenaga Kesehatan
Menurut Kemenkes (2010) bahwa dalam menganalisis indek pembangunan
kesehatan masyarkat dapat dilihat jumlah sarana kesehatan dan jumlah tenaga
32
kesehatan. Untuk ketenagaan dilakukan penghitungan rasio bidan per desa
sebanyak 3 orang. Pada kenyataannya masih banyak dilihat tenaga kesehatan
seperti bidan yang memiliki wilayah kerja di suatu desa namun pada
kenyataannya tidak berada didesa yang ditentukan.
Penelitian Syahrianti (2011) menunjukkan bahwa bidan sebagai tenaga
kesehatan yang memberikan pelayanan antenatal care ternyata tidak berada di
tempat fasilitas kesehtaan yang ditentukan sehingga berdampak terhadap cakupan
kunjungan ibu hamil (K4) yang tidak sesuai target yang ditentukan. Hasil
penelitian Ayuningtyas (2008) menunjukkan bahwa ketersediaan tenaga kesehatan
berhubungan dengan penatalaksanaan ANC di Kota Tasikmalaya, sebagian besar
Bidan Puskesmas di Kota Tasikmalaya ternyata merasa senang untuk mengabdi
dan menghabiskan karier mereka di tempat sekarangmereka bekerja,merasa
memiliki dan berat untuk meninggalkan tempat bekerja dikarenakan mereka
merasa kesulitan untuk mendapatkan tempat bekerja yang lebih baik dari
sebelumnya. Hasil penelitianNalisanti (2012) menyatakan bahwa angka kematian
ibu itu bisa lebih tinggi antara lain disebabkan jika distribusi tenaga medis tidak
merata dan minimnya sarana kesehatan, terutama transportasi untuk menjangkau
warga khususnya di daerah terpencil.
2.2.3 Faktor Penguat
1. Dukungan Suami
Faktor pendukung dalam kunjungan antenatal care selain dari petugas
puskesmas adalah dukungan suami dan keluarga. Dukungan suami dan keluarga
merupakan hal yang tidak dapat diabaikan dalam perilaku ibu hamil. Contohnya
33
suami/keluarga perlu memberikan penjelasan dan mengajarkan pada ibu untuk
memeriksa kehamilan minimal 4 kali selama kehamilan. Dukungan seperti itu
memberi kontibusi yang benar dalam tercapainya kunjungan K-4 dan
meminimalkan risiko yang terjadi selama kehamilan dan persalinan
(Notoatmodjo,2010).
Memeriksa kehamilan sejak dini dalam hal ini suami dapat mendukung
istrinya agar mendapatkan pelayanan antenatal care yang baik,
menyediakantransportasi atau dana untuk biaya konsultasi, sehingga suami dapat
belajar mengenai gejala dan tanda-tanda komplikasi kehamilan. Kematian ibu
dapat di cegah bila suami dapat mengenal komplikasi-komplikasi potensial dan
selalu siaga untuk mencari pertolongan bila hal itu terjadi (Beni, 2008).
Suami seseorang yang terdekat dengan istri, suami dianggap paling
memahami kebutuhan istri. Saat hamil seorang wanita mengalami perubahan baik
fisik maupun mental. Suami sebaiknya memahami perubahan ini dan dapat lebih
bersabar. Suami diharapkan tidak terlalu cemas agar tidak mempengaruhi kondisi
emosi istri. Berdasarkan penelitian (Mansur, 2009), mengatakan bahwa ada
hubungan dukungan suami dengan pemeriksaan kehamilan. Dalam penelitiannya
mengatakan bahwa dengan dukungan suami yang baik membuat ibu hamil
melakukan pemeriksaan kehamilan.
Menurut suami dapat membantu merencanakan kelahiran oleh tenaga bidan
terlatih dan menyiapkan dana untuk persiapan biaya kelahiran.suami juga dapat
menyusun waktu yang tepat untuk menyediakan transfortasi dan bahan-bahan
yang diperlukan.
34
Salah satu peran suami dalam menurunkan angka kematian ibu adalah suami
dapat memastikan persalinan istrinya di tolong oleh tenaga kesehatan terlatih dan
dapat berjalan dengan aman. Untuk itu suami perlu diberikan pengetahuan
mengenai persiapan persalinan yang meliputi komponen pembuatan rencana
persalinan (tempat, menjaga keluarganya yang lain) dan membuat rencana siapa
pembuatan keputusan utama jika terjadi kegawat daruratan dan siapa pembuat bila
pembuat keputusan utama tidak ada (Admin, 2008).
Faktor yang memperkuat perubahan perilaku seseorang dikarenakan adanya
sikap dan perilaku yang lain seperti sikap suami, orangtua, tokoh masyarakat, atau
petugas kesehatan. Perilaku individu sangat besar pengaruhnya terhadap
kesehatan, perilaku yang positif akan menunjang atau meningkatkan derajat
kesehatan (Fitrihanda,2012).
2. Sikap Petugas Kesehatan
Menurut Depkes RI (2009), tenaga kesehatan adalah setiap orang yang
mengabdikan diri dan kesehatan serta memiliki pengetahuan dan keterampilan
melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan
kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Dukungan petugas kesehatan
merupakan dukungan sosial dalam bentuk dukungan informasi, dimana perasaan
subjek bahwa lingkungan (petugas kesehatan) memberikan informasi yang jelas
mengenai hal-hal yang berhubungan dengan kehamilan.
Sikap dari petugas puskesmas merupakan salah satu faktor penting dalam
perilaku kesehatan. Contoh dalam kasus kunjungan K-4, apabila seorang ibu telah
mendapat penjelasan tentang memeriksa kehamilan yang benar dari petugas
35
puskesmas dan mencoba menerapkannya, akan tetapi karena lingkungannya
belum ada yang menerapkan, maka ibu tersebut menjadi asing dan bukan tidak
mungkin ibu tidak mau melakukan kunjungan ke petugas kesehatan untuk
memeriksa kehamilannya (Notoatmodjo,2010).
Berdasarkan hasil penelitian Supriyanto (2008), bahwa ada hubungan
dukungan petugas kesehatan dengan pemeriksaan kehamilan, dimana nilai p value
(0,011). Menurut Supriyanto bahwa pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah
penggunaan pelayanan yang telah diterima pada tempat atau pemberi pelayanan
kesehatan.sedangkan pelayanan kesehatan sendiri adalah setiap upaya yang
diselenggarakan secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara
dan meningkatkan derajat kesehatan, mencegah dan mengobati penyakit
sertamemulihkan kesehatan perorangan, kelompok, keluarga, dan ataupun
masyarakat (Azwar, 2008). Pemanfaatan pelayanan kesehatan dan seberapa jauh
efektivitas pelayanan tersebut.
Hubungan antara keinginan sehat dan permintaan akan pelayanan kesehatan
hanya kelihatannya saja sederhanan, tetapi sebenarnya sangat kompleks.
Penyebab utama adalah karena pesoalan kesejangan informasi. Adanya keinginan
sehat menjadi konsumsi perawatan kesehatan melibatkan berbagai informasi,
yaitu aspek yang menyangkut kesehatan tersebut. Dari informasi inilah
masyarakat kemudian terpengaruh untuk melakukan permintaan dan penggunaan
(Utilisasi) terhadap suatu pelayanan kesehatan.
36
3. Keterpaparan Media
Keterpaparan media dapat dinyatakan dengan media sebagai sumber informasi
tentang kunjungan K-4 yang diterima oleh masyarakat khususnya ibu hamil.
Sumber informasi merupakan asal atau sumber pesan yang disampaikan tentang
sesuatu.
Sumber informasi yang diperoleh ibu suhubungan dengan informasi tentang
kunjungan K-4 berasal dari petugas kesehatan maupun melalui media massa.
Informasi yang diperoleh melalui petugas kesehatan dapat berupa penyuluhan-
penyuluhan kesehatan. Sedangkan informasi yang diperoleh dai media berasal
dari media elektronik (radio, televisi,VCD), sedangkan media cetak berupa
brosur-brosur, buku-buku, majalah, koran, dan lain-lain (Notoatmodjo, 2010).
Berdasarkan penelitian Yeyeh (2009) mengatakan bahwa ada hubungan
keterpaparan informasi dengan pemeriksaan kehamilan.
Menurut Sukmadinata (2007), melalui berbagai media, baik cetak maupun
elektronik, berbagai informasi dapat diterima oleh masyarakat seperti halnya
antenatal care, sehingga seorang yang lebih sering terpapar media masa (TV,
Radio, Majalah, Pamflet, dan lain-lain) akan memperoleh informasi lebih banyak
jika dibandingkan dengan orang yang tidak pernah terpapar informasi media. Hal
ini berarti paparan media massa mempengaruhi tingkat pengetahuan yang dimiliki
oleh seseorang.
37
2.3. Kerangka Teori
Menurut Lawrance Green yang dikutip oleh Notoatmodjo (2010), sebuah
perilaku kesehatan timbul karena dipengruhi oleh tiga faktor yaitu:
1. Faktor Pendukung (Predisposing Factors), faktor ini digunakan untuk
menggambarkan fakta bahwa setiap individu mempunyai kecendrungan
menggunakan pelayannan kesehatan yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan
oleh karena adanya ciri-ciri individu yang digolongkan ke dalam ciri-ciri:
a. Demografi (umur, jenis kelamin, status perkawinan, jumlah anggota
keluarga)
b. Struktur sosial (tingkat pendidikan, pengetahuan, jumlah pendapatan
pekerjaan, ras, kesukuan, tempat tinggal)
c. Sikap, keyakinan, persepsi, pandangan individu terhadap pelayanan
kesehatan.
2. Faktor Pemungkin (Enabling Factors) adalah faktor anteseden terhadap
perilaku yang memungkinkan suatu motivasi atau aspirasi terlaksana.
Termasuk di dalam faktor pemungkin adalah keterampilan dan sumber daya
pribadi atau komuniti, seperti tersedianya pelayanan kesehatan,
keterjangkauan, kebijakan, peraturan perundangan.
3. Faktor Penguat (Reinforcing Factors), adalah konsekuensi dari perilaku yang
ditentukan apakah pelaku menerima umpan balik yang positif atau negatif dan
mendapatkan dukungan sosial setelah perilaku dilakukan. Faktor penguat
mencakup :dukungan sosial dari tenaga kesehatan. Menurut House (dalam
Smet Bart, 1999) bentuk dukungan sosial tenaga kesehatan di klasifikasikan
38
menjadi empat jenis yaitu: dukungan informasi, dukungan penilaian,
dukungan instrument dan dukungan emosional.
Berdasarkan pada uraian teori dan hasil-hasil penelitian pada bab sebelumnya,
maka dapat disusun suatu kerangka teori penelitian sebagai berikut :
Faktor Pendukung:
1. Umur2. Pendidikan3. Paritas4. Pengetahuan 5. Sikap
Faktor Pemungkin :1. Lokasi Pelayanan Kesehatan2. Keberadaan tenaga kesehatan
Gambar 2.2 Kerangka Teori Penelitian
Kunjungan Antenatal
Care
Faktor Penguat :
1. Dukungan suami2. Sikap petugas kesehatan3. Keterpaparan media
39
2.4. Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan pada uraian teori dan hasil-hasil penelitian pada bab sebelumnya,
maka dapat disusun suatu kerangka konsep penelitian sebagai berikut :
Variabel Independen Variabel Dependen
Pengetahuan
Sikap
Keterpaparan Media
Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian
Kunjungan
Antenatal CareDukungan suami
40
BAB III
METODE PENELITIAN
1.1. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini bersifat Analitik Kuantitatif dengan pendekatan Cross
Sectional. Pendekatan ini dimaksudkan untuk melihat pengaruh antara variabel
independen dengan variabel dependen, yaitu untuk mengetahui tentang Faktor
yang mempengaruhi Kunjungan Pemeriksaan Antenatal Care pada Ibu Hamil di
Wilayah Kerja UPTD PIR Batee Puteh Kecamatan Woyla Barat Kabupaten Aceh
Barat (Notoatmodjo, 2010).
1.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian adalah di UPTD Puskesmas PIR Batee Puteh Kecamatan
Woyla Barat Kabupaten Aceh Barat. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 01 - 10
September 2016.
1.3. Populasi dan Sampel
1.3.1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti
tersebut (Notoadmodjo, 2010). Populasi penelitian adalah seluruh ibu hamil yang
41
berdomisili di wilayah Kecamatan Woyla Barat Kabupaten Aceh Barat berjumlah
190 ibu hamil.
1.3.2. Sampel
Sampel adalah sebagian diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan
dianggap mewakili seluruh populasi (Notoadmodjo, 2010).
Pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan menggunakan rumus Slovin
(Notoatmodjo, 2010), sebagai berikut:
n= N1+N (d2 )
Keterangan :
N : Jumlah Populasi
n : Jumah Sampel
d : Tingkat kepercayaan (ketepatan yang diinginkan) sebesar 10% (0,1)
n= N1+N (d2 )
n= 1901+190 (0 , 12 )
n= 1901+190 (0,01 )
n= 1901+1,91
n= 1902,91
n=65,29
42
Jadi jumlah sampel dalam penelitian ini dibulatkan menjadi 65 orang.
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik
proportional stratified sampling adalah pengambilan sampel dilakukan
berdasarkan pertimbangan antara jumlah anggota populasi berdasarkan masing-
masing strata / kelas (Notoatmodjo, 2010)
ni = ¿N
x N
Keterangan :
ni : Jumlah sampel menurut lokasi
n : Jumlah sampel dalam keseluruhan
Ni : Jumlah populasi menurut lokasi
N : Jumlah populasi keseluruhan
No Gampong Jumlah Populasi Jumlah sampel
1 Alu Kemuning 14 52 PIR Batee Puteh 17 63 Lhok Male 4 14 Pasi Malee 4 15 Ule Pasi Ara 4 16 Lubok Pasi Ara 8 37 Lueng Baroe 8 38 Plekueng 4 19 Pasi Jeut 7 310 Monpasong 13 511 Alue Perman 12 412 Cot Lagan 12 413 Kulam Kaju 5 214 Karak 15 515 Pasi Manyang 4 116 Ulee Pulo 7 317 Blang Cot Rubek 4 118 Cot Rambong 6 219 Blang Luah 12 420 Ie Sayang 5 221 Alue Lhop 7 3
43
22 Sp Temarom 2 123 Napai 10 324 Blang Cot Mameh 4 1
Total 190 65
Agar karakteristik sampel tidak menyimpang dari populasinya, maka
sebelum dilakukan pengambilan sampel maka peneliti perlu menentukan kriteria
inklusi maupun kriteria eksklusi.
Kriteria Inklusi :
1. Ibu hamil yang tinggal di wilayah Kerja Puskesmas PIR Batee Puteh.
2. Ibu hamil yang usia kehamilan 1-36 minggu.
3. Sehat Jasmani dan Rohani.
4. Bersedia diwawancarai.
Kriteria Eksklusi :
1. Ibu hamil yang bukan tinggal di wilayah Kerja Puskesmas PIR Batee Puteh.
2. Ibu hamil yang usia kehamilan lebih dari 36 minggu atau melahirkan.
3. Ibu hamil yang tidak sehat jasmani dan rohani.
4. Tidak bersedia diwawancarai.
1.4. Metode Pengumpulan Data
1.4.1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber data.
Pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara dengan pedoman
pengisian kuesioner yang dilakukan secara langsung oleh peneliti terhadap sampel
penelitian.
1.4.2. Data Sekunder
44
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan
Kabupaten Aceh Barat dan Puskesmas PIR Batee Puteh Kecamatan Woyla Barat
Kabupaten Aceh Barat dan berbagai literatur atau buku-buku yang berkaitan
dengan Kunjungan Pemeriksaan Antenatal Care.
1.5. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang diamati
dari sesuatu yang didefinisikan (Notoatmodjo, 2010).
Tabel 2.1 Definisi Operasional
No Variabel Definisi Alat Ukur Kategori Skala
Variabel Independen
1. Pengetahuan Segala sesuatu yang diketahui oleh ibu hamil tentang pemeriksaan kehamilan (Antenatal Care)
Kuisioner Skor untuk jawaban SS = 5Skor untuk jawaban S = 4Skor untuk jawaban N = 3Skor untuk jawaban TS = 2Skor untuk jawaban STS= 1
Selanjutnya akan diperoleh skor kepercayaan dengan cara menjumlahkan nilai dari masing-masing pertanyaan.1. Baik 2. Kurang baik
Data yang diperoleh distribusi normal, maka mean akan digunakan untuk menjadi ukuran pusat yang tepat. Mean=18
Interval
2. Sikap Pandangan atau tanggapan dari ibu hamil dalam melakukan pemeriksaan kehamilan dinyatakan
Kuisioner Skor untuk jawaban SS =5Skor untuk jawaban S =4Skor untuk jawaban N =3Skor untuk jawaban TS =2Skor untuk jawaban STS =1
Selanjutnya akan diperoleh skor kepercayaan dengan cara
Interval
45
dengan sangat setuju, setuju, tidak setuju dan sangat tidak setuju
menjumlahkan nilai dari masing-masing pertanyaan.1. Baik 2. Kurang Baik
Data yang diperoleh distribusi tidak normal, maka median akan digunakan untuk menjadi ukuran pusat yang tepat. Median=15 tepat.
3. Dukungan Suami
Bantuan yang berasal dari suami kepada ibu hamil dalam melakukan pemeriksaan kehamilam minimal 4 kali selama kehamil
Kuisioner Skor untuk jawaban SS =5Skor untuk jawaban S =4Skor untuk jawaban N =3Skor untuk jawaban TS =2Skor untuk jawaban STS =1
Selanjutnya akan diperoleh skor kepercayaan dengan cara menjumlahkan nilai dari masing-masing pertanyaan.1. Mendukung 2. Tidak mendukung
Data yang diperoleh distribusi normal, maka mean akan digunakan untuk menjadi ukuran pusat yang tepat. Mean= 10
Interval
3. Keterpaparan Media
Informasi yang didapatkan responden tentang kunjungan antenatal care dari petugas kesehatan
Kuisioner Skor untuk jawaban SS =5Skor untuk jawaban S =4Skor untuk jawaban N =3Skor untuk jawaban TS =2Skor untuk jawaban STS =1
Selanjutnya akan diperoleh skor kepercayaan dengan cara menjumlahkan nilai dari masing-masing pertanyaan.1. Terpapar 2. Tidak terpapar
Data yang diperoleh distribusi tidak normal, maka median akan digunakan untuk menjadi ukuran pusat yang tepat. Median=2
Interval
46
Variabel Dependen
Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala
1. Kunjungan ANC Jumlah kunjungan ANC sesuai dengan usia kehamilan yang dilakukan oleh ibu hamil
Buku
KIA/KMS
1. Berkunjung 2. Tidak Berkunjung
Interval
1.6. Aspek pengukuran
1) Pengetahuan
a. Untuk pengetahuan baik jika nilai skor responden > mean.
b. Untuk pengetahuan kurang baik jika nilai skor responden ≤ mean2) Sikap
a. Untuk sikap baik jika nilai skor responden > median b. Untuk sikap kurang baik jika nilai skor responden ≤ median
3) Dukungan Suami
a. Untuk Dukungan Suami mendukung jika nilai skor responden > mean
b. Untuk Dukungan Suami tidak mendukug jika nilai skor responden ≤ mean
4) Keterpaparan Media
a. Untuk Keterpaparan Media terpapar baik jika nilai responden > median
b. Untuk Keterpaparan Media tidak terpapar jika nilai responden ≤ median
5) Kunjungan Antenatal Care
a. Berkunjung jika nilai responden ≥ mean
b. Tidak berkunjung jika nilai responden < mean
1.7. Pengolahan Data
Menurut Notoatmodjo (2010) setelah data terkumpul melalui kuisioner
maka dapat dilakukan pengolahan data melalui beberapa tahapan sebagai berikut:
a. Seleksi Data (Editing)
47
Untuk memastikan apakah data telah terisi semua oleh responden untuk dapat
dibaca secara relevan. Dimana peneliti akan melakukan penelitian terhadap
data yang diperoleh dan diteliti apakah terdapat kekeliruan atau tidak dalam
penelitian.
b. Pemberian Kode (Coding)
Setelah dilakukan editing, selanjutnya peneliti memberikan kode tertentu pada
tiap-tiap data sehingga memudahkan dalam melakukan analisis data.
c. Pemberian Skor (Scoring)
Pemberian skor dimana setiap jawaban yang sangat setuju skor 4 dan yang
sangat tidak setuju skor 0, hasil jawaban responden yang telah diberikan
pembobotan dijumlahkan dan dibandingkan dengan jumlah skor kemudian
dipersentasikan dengan jumlah dikali 100%. Kuesioner atau angket yang
digunakan dalam penelitian ini menggunakan pertanyaan terbuk dengan
alternatif yang telah ditentukan.
d. Transfering
Data yang telah diberi kode disusun secara berurutan sesuai dengan klasifikasi
data.
e. Tabel (Tabulating)
Data yang telah dikumpulkan dimasukkan dalam tabel distribusi frekuensi.
1.8. Teknik Analisis Data
1.8.1. Uji Normalitas Data
48
Uji normalitas adalah untuk melihat apakah nilai residual terdistribusi
normal atau tidak. Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi variabel terikat dan variabel bebas keduanya mempunyai distribusi normal.
Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi atau data normal atau
mendekati normal.
1.8.2. Analisis Univariat
Data yang telah dikumpulkan dianalisis dengan kuantitatif yaitu memba
has kembali apa yang diperoleh dari lapangan serta kaitannya dengan tujuan.
Penelitian ini dapat diolah dalam bentuk tabulasi dengan mencantumkan frekuensi
dalam persentase jawaban. Proses analisis data meliputi kegiatan-kegiatan
pengorganisasian data dan pembahasan agar ke depan penelitian ini dapat
menjawab secara sistematis seluruh masalah yang diteliti.
Menurut Arikunto (2007), rumus yang dipergunakan dalam pengolahan
data ini adalah sebagai berikut:
P = FN x 100%
Dimana:
P = Persentase
F = Frekuensi
N = Jumlah sampel
100% = Bilangan konstanta
1.8.3. Analisis Korelasi
Analisis korelasi dapat digunakan untuk mengadakan uraian tentang
derajat hubungan linier antar satu variabel dengan variabel lain. Korelasi sering
49
digunakan bersama dengan regresi untuk menjelaskan variasi variabel dependen
dapat digunakan untuk mengukur derajat hubungan antara dua variabel melalui
koefisien determinasi dan koefisien korelasi ( Budiarto, 2001).
Koefisien determinasi digunakan untuk mengukur kekuatan hubungan
antara variabel independen dengan variabel dependen. Karena titik-titik koordinat
yang membentuk garis regresi berasal dari sampel maka disebut koefisien
determinasi sampel.
1.8.4. Analisis Regresi Linear Sederhana
Analisis Regresi Linier Sederhana suatu analisis untuk mengetahui tingkat
hubungan antara dua variabel atau lebih yaitu x variabel bebas dan y variabel
terikat. Dari analisis regresi dapat diketahui bentuk hubungan antara dua variabel.
Gambaran tentang hubungan antara dua variabel dapat diketahui melalui titik-titik
koordinat yang terdapat pada diagram pencar. Hubungan tersebut dapat berupa
garis lurus (linier) atau garis lengkung (kurva linier) (Budiarto,2001).
Kedua bentuk hubungan tersebut dapat berupa garis regresi positif atau
negatif. Dikatakan regresi positif bila perubahan yang terjadi pada variabel
independen diikuti oleh perubahan dengan arah yang sama pada variabel
dependen sehingga garis yang dihasilkan bergerak dari kiri bawah ke kanan atas.
Sebaliknya, bila perubahan pada variabel independen diikuti oleh variabel
dependen dengan arah yang berlawanan disebut regresi negatif sehingga garis
yang dihasilkan bergerak dari kiri atas ke kanan bawah.
Hubungan yang terjadi antara dua variabel dapat pula ditinjau dari sifat
hubungannya, yaitu hubungan langsung atau tidak langsung. Dikatakan hubungan
50
langsung apabila perubahan variabel independen secara langsung diikuti oleh
perubahan variabel dependen. Dikatakan hubungan tidak langsung apabila
perubahan yang terjadi pada variabel independen tidak secara langsung
mengakibatkan perubahan pada variabel dependen (Budiarto,2001).
51
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum
4.1.1 Keadaan geografis lokasi penelitian
UPTD Puskesmas PIR Batee Puteh merupakan Puskesmas yang berada di
wilayah Kecamatan Woyla Barat. Luas wilayah 107,7km2 dengan jumlah wilayah
kerjanya meliputi 24 gampong dengan dua kemukiman. Kualitas sumber daya
manusia sangat terkait dengan kondisi kesehatan masyarakat. Sarana dan
prasarana kesehatan yang dimiliki Kecamatan Woyla Barat sampai dengan tahun
2015 berupa 1 Puskesmas Induk, 3 Puskesmas Pembantu, 2 Puskesmas Keliling, 8
Poskesdes dan 24 Posyandu.
Puskesmas PIR Batee Puteh berbatasan dengan sebelah utara Kecamatan
Samatiga, sebelah selatan Kecamatan Teunom Kabupaten Aceh Jaya, sebelah
barat Kecamatan Woyla, dan sebelah timur Kecamatan Arongan Lambalek.
4.1.2 Demografi/ Kependudukan
Jumlah penduduk yang besar merupakan modal pembangunan, dan juga
merupakan beban dalam pembangunan, karenanya pembangunan diarahkan
kepada peningkatan kualitas sumber daya manusia. Puskesmas PIR Batee Puteh
diharapkan dapat memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu diwilayah kerja
sebanyak 7.462 jiwa yang terbagi menjadi 2.003 KK, dengan tingkat kepadatan
penduduk mencapai 69,2 jiwa/ Km2.
52
Persebaran penduduk di Kecamatan Woyla Barat untuk masing-masing desa
tidak merata, desa dengan jumlah penduduk terbanyak adalah desa Karak, yaitu
dihuni oleh 615 jiwa dengan luas desa 20 Km2, sedangkan desa dengan jumlah
penduduk paling sedikit adalah desa Peleukung dengan jumlah penduduk 151
jiwa dengan luas desa 10 Km2. Kemudian untuk desa terluas adalah Alue
Keumuneng dengan luas desa 20 Km2 yang dihuni oleh 595 jiwa, sedangkan desa
dengan luas daerah paling kecil adalah Desa Leubok Pasi Ara dengan luas daerah
desa 0,8 Km2 yang dihuni oleh 362 jiwa. Sedangkan desa dengan kepadatan paling
padat adalah desa Pasi Mali.
4.2 Hasil Penelitian
4.2.1 Uji normalitas Data
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi,
variabel terikat dan variabel bebas keduanya memiliki distribusi normal atau
tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau
mendekati normal. Untuk mengetahui data berdistribusi normal menggunakan
nilai skewness dan standar error, bila nilai skewness dibagi standar error
menghasilkan angka ≤ 2, maka distribusinya normal.
Tabel 4.1 Uji Normalitas Variabel
Variabel independen Nilai mean/skewness
Statistik Standar error
Pengetahuan Mean 18,1538
Skewness 0,287 0,297
53
Sikap Median 15,0000
Skewness 0,718 0,297
Dukungan Suami Mean 10,3385
Skewness -0,591 0,297
Keterpaparan Media Median 2.0000
Skewness 0,727 0,297
Tabel 4.1 Hasil perbandingan skewness dan standar error didapatkan:
pengetahuan 0,287/0,297=0,966, sikap 0,718/0,297=2,417, dukungan suami -
0,591/0,297,=-1,989, Keterpaparan Media 0,727/0,297=2,447. Variabel sikap dan
Keterpaparan media didapatkan hasil di atas 2, maka variabel tersebut
berdistribusi tidak normal. Untuk variabel Pengetahuan dan dukungan suami
didapatkan hasilnya masih di bawah 2, maka variabel tersebut hasilnya
berdistribusi normal.
4.2.2 Persentase Variabel Pengetahuan
1. Pengetahuan responden tentang kunjungan Antenatal Care
Tabel 4.2 Pengetahuan responden tentang Antenatal Care
No Pengetahuan SS S N TS STS1 Waktu pemeriksaan
kehamilan pada trimester pertama adalah pada usia kehamilan 0-13 minggu
4 (6,2%)
24 (36,9%)
9 (13,9%)
24 (36,9%)
4(6,2%)
2. Waktu pemeriksaan kehamilan pada trimester kedua adalah pada usia kehamilan 14-27 minggu
4 (6,2%)
15 (23,1%)
12 (18,5%)
27 (41,5%)
7(10,8%)
3 Waktu pemeriksaan kehamilan pada trimester ketiga adalah pada usia
1 (1,5%)
15 (23,1%)
13 (20,0%)
28 (43,1%)
8 (12,3%)
54
kehamilan 28-35 minggu4 Pada kehamilan usia 15-28
minggu harus dilakukan pemeriksaan kehamilan minimal sebanyak 2 kali
3 (4,6%)
12 (18,5%)
7 (10,8%)
36 (55,4%)
7 (10,8%)
5 Sebaiknya pemeriksaan kehamilan/Antenatal Care dilakukan 4 kali selama masa kehamilan
5 (7,7%)
17 (26,2%)
13 (20,0%)
22 (33,8%)
8 (12,3%)
6 Orang yang melakukan pemeriksaan kehamilan pada ibu hamil sebaiknya Dokter/bidan.
4 (6,2%)
21 (32,3%)
11 (16,9%)
24 (36,9%)
5(7,7%)
7 Keuntungan yang bisa didapatkan dari pemeriksaan kehamilan yaitu menjaga fisik dan mental ibu dengan bayi.
4 (6,2%)
19 (29,2%)
10 (15,4%)
26 (40.0%)
6(9,2%)
8 Tujuan dari pemeriksaan kehamilan yaitu mengenal dan menangani penyakit yang menyertai kehamilan, persalinan dan nifas.
2 (3,1%)
19 (29,2%)
14 (21,5%)
23 (35,4%)
7 (10,8%)
9 Tempat pemeriksaan kehamilan sebaiknya di Klinik dokter/bidan atau puskesmas.
3 (4,6%)
20 (30,8%)
9 (13,8%)
28 (43,1%)
5(7,7%)
10 Manfaat yang bisa didapatkan ibu dari pemeriksaan kehamilan antara lain agar ibu dan bayi sehat selama kehamilan dan persalinan
5 (7,7%)
27 (41,5%)
11 (16,9%)
17 (26,2%)
5(7,7%)
Sumber :Data Primer (diolah) Tahun 2016.
Tabel 4.2 menunjukkan mayoritas kesetujuan responden tertinggi pada manfaat
yang bisa didapatkan ibu dari pemeriksaan kehamilan antara lain agar ibu dan
bayi sehat selama kehamilan dan persalinan 49,2 % dan untuk kesetujuan
responden yang terendah pada kehamilan usia 15-28 minggu harus dilakukan
pemeriksaan kehamilan minimal sebanyak 2 kali sebanyak 77 % responden yang
55
tidak setuju. Berdasarkan hasil penelitian dari jawaban kuesioner tersebut
didapatkan bahwa rendahnya pengetahuan ibu hamil tentang kunjungan antenatal
care sehingga menyebabkan kurangnya kesadaran untuk melakukan kunjungan
antenatal care ke tempat pelayanan asuhan antenatal.
2. Sikap responden tentang Kunjungan Antenatal Care
Tabel 4.3 Sikap responden tentang Antenatal Care
No Sikap SS S N TS STS
1 Ibu hamil perlu memeriksakan kehamilan walaupun tidak ada keluhan.
2 (3,1%)
12 (18,5%)
9(13,8%)
24 (36,9%)
18 (27,7%)
2 Memeriksakan kehamilan mempunyai manfaat bagi kesehatan ibu.
4 (6,2%)
11 (16,9%)
16 (24,6%)
26 (40,0%)
8 (12,3%)
3 Memeriksakan kehamilan mempunyai manfaat bagi kesehatan anak.
2 (3,1%)
10 (15,4%)
26 (40,0%)
23 (35,4%)
4(6,2%)
4 Pemeriksaan kehamilan harus dilakukan kepada tenaga kesehatan
2 (3,1%)
13 (20,0%)
20(30,8%)
26 (40,0%)
4(6,2%)
5 Dapat dipastikan tanpa periksa kehamilan ibu tetap melahirkan bayi sehat.
1 (1,5%)
9 (13,8%)
12(18,5%)
26 (40,0%)
17 (26,2%)
6 Penyakit yang timbul pada waktu hamil akan sembuh sendiri tanpa pergi ke tenaga kesehatan.
2 (3,1%)
11 (16,9%)
9 (13,8%)
34 (52,3%)
9 (13,8%)
7 Pada usia kehamilan 0-13 minggu harus melakukan pemeriksaan kehamilan minimal sebanyak 1 kali.
1 (1,5%)
21 (32,3%)
13
(20,0%)30
(46,2%)22
(23,2%)
8 Pada usia kehamilan 14-27 minggu harus melakukan pemeriksaan kehamilan minimal sebanyak 2 kali.
3 (4,6%)
10 (15,4%)
12(18,5%)
35 (53,8%)
5 (7,7%)
9 Pada usia kehamilan 28-
56
35 minggu harus melakukan pemeriksaan kehamilan minimal sebanyak 4 kali.
1 (1,5%)
11 (16,9%)
12(18,5%)
36 (55,4%)
5(7,7%)
10 Pemeriksaan kehamilan ke bidan sebaiknya minimal dilakukan 4 kali.
2 (3,1%)
16 (24,6%)
12(18,5%)
26 (40,0%)
9 (13,8%)
Sumber :Data Primer (diolah) Tahun 2016.
Tabel 4.3 menunjukkan mayoritas kesetujuan responden tertinggi pada usia
kehamilan 0-13 minggu harus melakukan pemeriksaan kehamilan minimal
sebanyak 1 kali sebanyak 33,8 % dan untuk kesetujuan responden yang terendah
pada dapat dipastikan tanpa periksa kehamilan ibu tetap melahirkan bayi sehat
sebanyak 84,7 % responden yang tidak setuju. Berdasarkan hasil penelitian dari
jawaban kuesioner tersebut didapatkan bahwa ibu hamil bersikap kurang peduli
terhadap kunjungan antenatal care dan beranggapan bahwa pemeriksaan
kehamilan tidak perlu rutin untuk dilakukan sehingga menyebabkan kurangnya
kesadaran untuk melakukan kunjungan antenatal care guna mendapatkan
pelayanan asuhan antenatal care.
3. Dukungan Suami responden tentang Antenatal Care
Tabel 4.4 Dukungan Suami responden tentang Antenatal Care
No Tindakan SS S N TS STS
1 Suami ibu menyarankan ibu untuk selalu melakukan pemeriksaan kehamilan secara rutin setiap bulannya.
3(4,6%)
28 (43,1%)
16 (24,6%)
12 (18,5%)
6(9,2%)
2 Suami ibu selalu menyemangati (memotivasi dan 5 27 15 10 8
57
mendorong) ibu agar terus melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin setiap bulannya.
(7,7%) (41,5%) (23,1%) (15,4%) (12,3%)
3 Keluarga ibu memberikan informasi tentang pemeriksaan kehamilan.
1(1,5%)
27 (41,5%)
19 (29,2%)
10 (15,4%)
8 (12,3%)
4 Suami ibu menawarkan bantuan kepada ibu untuk melakukan pemeriksaan kehamilan.
1(1,5%)
18 (27,7%)
19 (29,2%)
21 (32,3%)
6(9,2%)
5 Suami ibu selalu siap mendampingi ibu ketika ingin melakukan pemeriksaan kehamilan.
30(46,2%)
21 (32,3%)
9 (13,8%)
5(7,7%)
9 (13,8%)
Sumber :Data Primer (diolah) Tahun 2016.
Tabel 4.4 menunjukkan mayoritas kesetujuan responden tertinggi pada suami ibu
selalu siap mendampingi ibu ketika ingin melakukan pemeriksaan kehamilan
sebanyak 78,5 % dan untuk kesetujuan responden yang terendah pada suami ibu
menawarkan bantuan kepada ibu untuk melakukan pemeriksaan kehamilan
sebanyak 70,7 % responden yang tidak setuju. Berdasarkan hasil penelitian dari
jawaban kuesioner tersebut didapatkan bahwa rendahnya kesadaran suami dalam
menawarkan bantuan untuk melakukan pemeriksaan kehamilan istrinya sehingga
menyebabkan kurangnya kesadaran untuk melakukan kunjungan antenatal care.
4. Keterpaparan Media responden tentang Kunjungan Antenatal Care
58
Tabel 4.5 Keterpaparan Media responden tentang Kunjungan Antenatal Care
No Sanitasi Lingkungan SS S N TS STS
1 Ibu mendapatkan informasi tentang pemeriksaan kehamilan dari media cetak (brosur, buku, majalah, koran, dan lain-lain).
6 (9,2%)
13 (20,0%)
7 (10,8%)
24 (36,9%)
15 (23,1%)
2 Ibu mendapatkan informasi tentang pemeriksaan kehamilan dari media elektronik( radio, televisi, VCD, dan lain-lain).
7 (10,8%)
5 (7,7%)
10(15,4%)
17 (26,2%)
26 (40,0%)
Sumber :Data Primer (diolah) Tahun 2016.
Tabel 4.5 menunjukkan mayoritas kesetujuan responden tertinggi pada ibu
mendapatkan informasi tentang pemeriksaan kehamilan dari media cetak (brosur,
buku, majalah, koran, dan lain-lain) sebanyak 29,2 % dan untuk kesetujuan
responden yang terendah pada ibu mendapatkan informasi tentang pemeriksaan
kehamilan dari media elektronik ( radio, televisi, VCD, dan lain-lain) sebanyak
81,6 % responden yang tidak setuju. Berdasarkan hasil penelitian dari jawaban
kuesioner tersebut didapatkan bahwa kurangnya memanfaat media yang ada
misalnya televisi untuk mendapatkan informasi tentang antenatal care.
4.2.3 Karakteristik Responden1. Umur Responden
Hasil perhitungan frekuensi dan persentase berdasarkan umur responden
dapat dilihat pada tabel 4.6 berikut dibawah ini :
59
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur Dengan Kunjungan Antenatal Care di Wilayah Kerja Puskesmas PIR Batee Puteh Kabupaten Aceh Barat
Variabel Mean SD Minimal-maksimal
95% CI
Umur 28,52 5,34 17 – 40 27,20 – 29,85Tabel 4.6 Menunjukkan rata-rata umur ibu hamil adalah 28,52 tahun (95% CI:
27,20 – 29,85), dengan standar deviasi 5,34 tahun. Umur termuda 17 tahun dan
umur tertua 40 tahun. Dari hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95%
diyakini bahwa rata-rata umur ibu adalah diantara 27,20 sampai dengan 29,85
tahun.
2. Pendidikan Responden
Hasil perhitungan frekuensi dan persentase berdasarkan Pendidikan
responden dapat dilihat pada tabel 4.7 berikut dibawah ini :
Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan Dengan Kunjungan Antenatal Care di Wilayah Kerja Puskesmas PIR Batee Puteh Kabupaten Aceh Barat
No Pendidikan Responden Frekuensi (n) Presentase (%)
1 SD-SMP 14 21,5
2 SMA/MA 35 53,8
3 Perguruan Tinggi 16 24,6
total 65 100
Sumber : Data Primer (diolah) Tahun 2016.
Tabel 4.7 Menunjukkan dari 65 responden yang memiliki pendidikan SD-SMP
sebanyak 14 responden (21,5%), responden yang memiliki pendidikan SMA/MA
60
sebanyak 35 responden (53,8%) dan responden yang memiliki pendidikan tinggi
sebanyak 16 responden (24,6%).
3. Paritas
Hasil perhitungan frekuensi dan persentase berdasarkan Paritas responden
dapat dilihat pada tabel 4.8 berikut dibawah ini :
Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Paritas dengan Kunjungan Antenatal Care di wilayah kerja Puskesmas PIR Batee Puteh Kabupaten Aceh Barat
No Paritas Frekuensi (n) Presentase (%)
1 < 1 orang anak 35 53,823
2 – 4 orang anak> 5 orang
300
46,20
Total
65 100
Sumber : Data Primer (diolah) Tahun 2016.
Tabel 4.8 Menunjukkan dari 65 responden yang memiliki paritas < 1 orang anak
sebanyak 35 responden (53,8%) dan yang memiliki paritas 2-4 orang anak
sebanyak 30 responden (46,2%).
4.2.3 Analisis Univariat
1. Pengetahuan
Hasil perhitungan frekuensi dan persentase dari variabel independent
(pengetahuan) dapat dilihat pada tabel 4.9 berikut dibawah ini :
61
Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan Dengan Kunjungan Antenatal Care di Wilayah Kerja Puskesmas PIR Batee Puteh Kabupaten Aceh Barat
No Pengetahuan Frekuensi (n) Presentase (%)
1 Baik 28 43,1
2 Kurang baik 37 56,9
Total 65 100
Sumber :Data Primer (diolah) Tahun 2016.
Tabel 4.9 menunjukkan 65 responden yang memiliki pengetahuan baik sebanyak
28 responden (43,1%), dan responden yang memiliki pengetahuan kurang baik
sebanyak 37 responden (56,9%).
2. Sikap
Hasil perhitungan frekuensi dan persentase dari variabel independent (sikap)
dapat dilihat pada tabel 4.10 berikut dibawah ini :
Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sikap Dengan Kunjungan Antenatal Care Di Wilayah Kerja Puskesmas PIR Batee Puteh Kabupaten Aceh Barat
No Sikap Frekuensi (n) Presentase (%)
1 Baik 28 43,1
2 Kurang 37 56,9
Total 65 100
Sumber :Data Primer (diolah) Tahun 2016.
Tabel 4.10 Menunjukkan dari 65 responden yang memiliki sikap baik sebanyak
28 responden (43,1%), dan responden yang memiliki sikap kurang baik sebanyak
37 responden (56,9%).
62
3. Dukungan Suami
Hasil perhitungan frekuensi dan persentase dari variabel independent
(dukungan suami) dapat dilihat pada tabel 4.11 berikut dibawah ini :
Tabel 4.11 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Dukungan Suami Dengan Kunjungan Antenatal Care Di Wilayah Kerja Puskesmas PIR Batee Puteh Kabupaten Aceh Barat
No Dukungan Suami Frekuensi (n) Presentase (%)1 Mendukung 33 50,82 Tidak Mendukung 32 49,2
Total 65 100Sumber :Data Primer (diolah) Tahun 2016.
Tabel 4.11 Menunjukkan dari 65 responden yang memiliki dukungan suami
mendukung sebanyak 33 responden (50,8%), dan responden yang memiliki
dukungan suami tidak mendukung sebanyak 32 responden ( 49,2%).
4. Keterpaparan Media
Hasil perhitungan frekuensi dan persentase dari variabel independent
(Keterpaparan Media) dapat dilihat pada tabel 4.12 berikut dibawah ini :
Tabel 4.12 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Keterpaparan Media Dengan Kunjungan Antenatal Care Di Wilayah Kerja Puskesmas PIR Batee Puteh Kabupaten Aceh Barat
No Keterpaparan Media Frekuensi (n) Presentase (%)
1 Terpapar 27 41,5
2 Tidak terpapar 38 58,5
Total 65 100Sumber :Data Primer (diolah) Tahun 2016.
63
Tabel 4.12 Menunjukkan dari 65 responden yang memiliki keterpaparan media
terpapar sebanyak 27 responden (41,5%), dan responden yang memiliki
keterpaparan media tidak terpapar sebanyak 38 responden (58,5%).
5. Kunjungan Antenatal Care
Hasil perhitungan frekuensi dan persentase dari variabel dependent
(Kunjungan Antenatal Care) dapat dilihat pada tabel 4.13 berikut dibawah ini :
Tabel 4.13 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kunjungan Antenatal Care Di Wilayah Kerja Puskesmas PIR Batee Puteh Kabupaten Aceh Barat
No Kunjungan ANC Frekuensi (n) Presentase (%)1 Bekunjung 23 35,4
2 Tidak Berkunjung 42 64,6
Total 65 100Sumber :Data Primer (diolah) Tahun 2016.
Tabel 4.13 Menunjukkan dari 65 responden yang berkunjung sebanyak 23
responden (35,4%), dan responden yang tidak berkunjung sebanyak 42 responden
(64,6%).
4.2.4 Analisis Korelasi
64
Tabel 4.14 Analisis Korelasi
Correlations
kategori pengetahuan
Kategori Sikap
kategori dukungan
suami
Kategori Keterpaparan Media
Kategori Kunjunga
n ANCkategori pengetahuan
Pearson Correlation
1 .122 -.013 .023 .396**
Sig. (2-tailed)
.334 .916 .854 .001
N 65 65 65 65 65Kategori Sikap
Pearson Correlation
.122 1 .173 -.040 .461**
Sig. (2-tailed)
.334 .168 .753 .000
N 65 65 65 65 65kategori dukungan suami
Pearson Correlation
-.013 .173 1 .330** .214
Sig. (2-tailed)
.916 .168 .007 .087
N 65 65 65 65 65Kategori Keterpaparan Media
Pearson Correlation
.023 -.040 .330** 1 .225
Sig. (2-tailed)
.854 .753 .007 .072
N 65 65 65 65 65Kategori Kunjungan ANC
Pearson Correlation
.396** .461** .214 .225 1
Sig. (2-tailed)
.001 .000 .087 .072
N 65 65 65 65 65**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Tampilan analisis korelasi berupa matrik antar variabel yang dikorelasi,
informasi yang muncul terdapat tiga baris, baris pertama berisi niliai korelasi (r),
baris kedua menampilkan nilai p (pvalue), dan baris ketiga menampilkan N
(jumlah data). Pada hasil di atas di peroleh bahwa:
a. Nilai r untuk variabel pengetahuan = 0,396 dan nilai p = 0,001 kesimpulan
65
dari hasil tersebut adalah ada hubungan antara pengetahuan dengan kunjungan
antenatal care menunjukkan hubungan yang kuat dan berpola positif artinya
semakin baik pengetahuan responden tentang kunjungan antenatal care maka
semakin sedikit peluang responden untuk tidak berkunjung. Hasil uji statistik
di dapatkan hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan kunjungan
antenatal care (p= 0,001 ).
b. Nilai r untuk variabel sikap = 0,461 dan nilai p = 0,000 kesimpulan dari hasil
tersebut adalah ada hubungan antara sikap dengan kunjungan antenatal care
menunjukkan hubungan yang kuat dan berpola positif artinya semakin baik
sikap responden tentang kunjungan antenatal care maka semakin mudah untuk
menerima dan mendapatkan informasi tentang kunjungan antenatal care maka
semakin sedikit peluang responden untuk tidak berkunjung. Hasil uji statistik
di dapatkan hubungan yang signifikan antara sikap dengan kunjungan
antenatal care (p= 0,000).
c. Nilai r untuk variabel Dukungan Suami = 0,214 dan nilai p = 0,087 kesimpulan
dari hasil tersebut adalah ada hubungan antara dukungan suami dengan
kunjungan antenatal care menunjukkan hubungan yang kuat dan berpola
positif artinya semakin baik dukungan suami responden tentang kunjungan
antenatal care maka semakin sedikit peluang responden untuk tidak
berkunjung. Hasil uji statistik di dapatkan hubungan yang signifikan antara
dukungan suami dengan kunjungan antenatal care (p= 0,087).
d. Nilai r untuk variabel Keterpaparan Media = 0,225 dan nilai p = 0,072
kesimpulan dari hasil tersebut adalah ada hubungan antara keterpaparan media
66
dengan kunjungan antenatal care menunjukkan adanya hubungan yang kuat
dan berpola positif artinya semakin baik keterpaparan media responden tentang
kunjungan antenatal care maka semakin mudah untuk menerima dan
mendapatkan informasi tentang kunjungan antenatal care maka semakin
sedikit peluang responden untuk tidak berkunjung. Hasil uji statistik di
dapatkan hubungan yang signifikan keterpaparan media dengan kunjungan
antenatal care (p= 0,072 ).
4.2.5 Analisis Regresi Linier Sederhana
Tabel 4.15 Analisis Regresi Pengetahuan Dengan Kunjungan Antenatal Care
Variabel R2 B
Pengetahuan 0,157 0,382
Sumber :Data Primer (diolah) Tahun 2016.
Berdasarkan koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengetahui
seberapa besar pengaruh variabel yang diteliti (pengetahuan) sebagai variabel
independent dengan kunjungan antenatal care sebagai variabel dependent. Secara
parsial variabel independent (pengetahuan) berpengaruh terhadap variabel
dependent (kunjungan antenatal care) adalah sebesar 15,7 % dan nilai b= 0,38
berarti bahwa resiko tidak berkunjung akan berkurang 0,38 % bila pengetahuan
bertambah satu.
Tabel 4.16 Analisis Regresi Sikap Dengan Kunjungan Antenatal Care
Variabel R2 B
Sikap 0,212 0,445
Sumber :Data Primer (diolah) Tahun 2016.
67
Berdasarkan koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengetahui
seberapa besar pengaruh variabel yang diteliti (sikap) sebagai variabel
independent dengan kunjungan antenatal care sebagai variabel dependent. Secara
parsial variabel independent (sikap) berpengaruh terhadap variabel dependent.
(kunjungan antenatal care) adalah sebesar 21,2 % dan nilai b= 0,44 berarti bahwa
resiko tidak berkunjung akan berkurang 0,44 % bila sikap bertambah satu.
Tabel 4.17 Analisis Regresi Dukungan Suami Dengan Kunjungan Antenatal
Care
Variabel R2 B
Dukungan Suami 0,046 0,205
Sumber :Data Primer (diolah) Tahun 2016.
Berdasarkan koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengetahui
seberapa besar pengaruh variabel yang diteliti (dukungan suami) sebagai variabel
independent dengan kunjungan antenatal care sebagai variabel dependent. Secara
parsial variabel independent (dukungan suami) berpengaruh terhadap variabel
dependent (kunjungan antenatal care) adalah sebesar 04,6 % dan nilai b= 0,20
berarti bahwa resiko tidak berkunjung akan berkurang 0,20 % bila dukungan
suami bertambah satu.
Tabel 4.18 Analisis Regresi Keterpaparan Media Dengan Kunjungan
Antenatal Care
Variabel R2 B
Keterpaparan Media 0,051 0,218
Sumber :Data Primer (diolah) Tahun 2016.
68
Berdasarkan koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengetahui
seberapa besar pengaruh variabel yang diteliti (Keterpaparan media) sebagai
variabel independent dengan kunjungan antenatal care sebagai variabel
dependent. Secara parsial variabel independent (keterpaparan media) berpengaruh
terhadap variabel dependent (kunjungan antenatal care) adalah sebesar 05,1 %
dan nilai b= 0,21 berarti bahwa resiko tidak berkunjung akan berkurang 0,21 %
bila keterpararan media bertambah satu.
4.3 Pembahasan
Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi kunjungan Antenatal Care di wilayah kerja Puskesmas PIR Batee
Puteh Kabupaten Aceh Barat. Variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah
variabel independent yaitu variabel pengetahuan, sikap, dukungan suami dan
keterpaparan media dan variabel dependent yaitu dengan kunjungan Antenatal
Care.
4.3.1 Pengaruh Pengetahuan Terhadap Kunjungan Antenatal Care
Berdasarkan hasil univariat diketahui bahwa dari 65 responden yang
memiliki pengetahuan baik sebanyak 28 responden (43,1%), dan responden yang
memiliki pengetahuan kurang baik sebanyak 37 responden (56,9%). Sedangkan
hasil uji normalitas diketahui bahwa pengetahuan berdistribusi normal, dan hasil
korelasi nilai r untuk variabel pengetahuan = 0,396 dan nilai p = 0,001 kesimpulan
dari hasil tersebut adalah ada hubungan antara pengetahuan dengan kunjungan
antenatal care menunjukkan hubungan yang kuat dan berpola positif. Berdasarkan
69
koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh
variabel yang diteliti (pengetahuan) sebagai variabel independent dengan
kunjungan antenatal care sebagai variabel dependent. Secara parsial variabel
independent (pengetahuan) berpengaruh terhadap variabel dependent. (kunjungan
antenatal care) adalah sebesar 15,7 % dan nilai b=0,38 berarti bahwa resiko untuk
tidak berkunjung akan berkurang 0,38 % bila pengetahuan bertambah satu artinya
semakin baik pengetahuan responden tentang kunjungan ANC maka semakin
sedikit peluang responden untuk tidak melakukan kunjungan antenatal care.
Berdasarkan pengamatan peneliti di lapangan pengetahuan berpengaruh
dengan kunjungan antenatal care karena responden yang mengetahui bahwa
keuntungan dari pentingnya melakukan kunjungan pemeriksaan kehamilan ke
tempat dan petugas kesehatan untuk mendapatkan pelayanan asuhan antenatal
guna menjaga kesehatan fisik ibu dan bayi pada saat kehamilan. Sedangkan
responden yang tidak mengetahui bahwa pemeriksaan kehamilan sangat penting
bagi kesehatan ibu dan bayi memiliki perilaku kurang baik sehingga memiliki
peluang yang lebih besar untuk tidak melakukan kunjungan asuhan antenatal
care.
Menurut Fitriani (2011) pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini
terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Pernginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan diperoleh
melalui mata dan telinga.
70
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Tanpa pengetahuan seseorang
tidak mempunyai dasar untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan
terhadap masalahyang dihadapi. Pengetahuan merupakan proses kognitif dari
seseorang atau individu untuk memberikan arti terhadap lingkungan, sehingga
masing-masing individu memberikan arti sendiri-sendiri terhadap stimuli yang
diterima walaupun stimuli itu sama. Apabila perilaku melalui proses yang didasari
pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif maka perilaku tersebut akan
bertahan lama (long lasting) daripada perilaku yang tidak didasarri pengetahuan
(Notoatmodjo, 2012).
Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian manurung (2015) didapatkan
hasil analisis hubungan antara pengetahuan dengan kunjungan antenatal care dari
hasil uji statistik chi-square didapat nilai p = 0,002, artinya terdapat hubungan
yang signifikan antara pengetahuan dengan kunjungan antenatal care di wilayah
kerja Puskesmas Padangmatinggi, adapun ibu dengan pengetahuan baik
mempunyai tingkat kunjungan ANC lebih baik daripada ibu dengan pengetahuan
kurang.
4.3.2 Pengaruh Sikap Terhadap Kunjungan Antenatal Care
Berdasarkan hasil univariat diketahui bahwa dari 65 responden yang
memiliki sikap baik sebanyak 28 responden (43,1%), dan responden yang
memiliki sikap kurang baik sebanyak 37 responden (56,9%). Sedangkan hasil uji
normalitas diketahui bahwa sikap berdistribusi tidak normal, dan hasil korelasi
nilai r untuk variabel sikap = 0,396 dan nilai p = 0,001 kesimpulan dari hasil
71
tersebut adalah ada hubungan antara sikap dengan terjadinya kunjungan ANC
menunjukkan hubungan yang kuat dan berpola positif. Berdasarkan koefisien
determinasi (R2) digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel
yang diteliti (sikap) sebagai variabel independent dengan kunjungan ANC sebagai
variabel dependent. Secara parsial variabel independent (sikap) berpengaruh
terhadap variabel dependent. (kunjungan ANC) adalah sebesar 21,2 % dan nilai
b=0,31 berarti bahwa resiko untuk tidak melakukan kunjungan ANC akan
berkurang 0,44 % bila sikap bertambah satu. Artinya semakin baik sikap
responden tentang kunjungan ANC maka semakin mudah untuk menerima dan
mendapatkan informasi kunjungan ANC maka semakin sedikit peluang
responden untuk tidak melakukan kunjugan antenatal care.
Berdasarkan pengamatan peneliti di lapangan sikap berpengaruh dengan
kunjungan antenatal care karena responden yang memiliki sikap yang baik sudah
bersifat terbuka dan telah tampak dalam kehidupan nyata sehingga tercermin
dalam tindakan mereka lakukan secara lebih baik sesuai dengan sikap positif
mereka terhadap upaya untuk melakukan kunjungan antenatal care itu sendiri.
Sedangkan responden yang memiliki sikap yang kurang baik lebih cenderung
memilih untuk tidak melakukan kunjungan antenatal ke tempat pelayanan
antenatal maupun tenaga kesehatan karena menganggap penyakit yang timbul
pada saat kehamilan akan sembuh sendiri tanpa harus pergi ke tenaga kesehatan.
Dari Azwar dalam Kholid (2012) menyatakan sikap merupakan kesiapan
untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara tertentu, bentuk reaksinya
72
dengan positif dan negatif sikap meliputi rasa suka dan tidak suka, mendekati dan
menghindari situasi, benda, orang, kelompok, dan kebijaksanaan sosial.
Sikap merupakan reaksi atau respon tertutup seseorang terhadap stimulus
atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi, sikap
merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan pelaksanaan motif
tertentu ( newcomb dalam notoatmodjo, 2012).
Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Syamsiah (2013) didapatkan
hasil analisis hubungan antara sikap dengan kunjungan antenatal care diperoleh
nilai signifikan (p) sebesar 0,008 < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa ada
hubungan yang bermakna antara sikap dengan kunjungan antenatal care.
Diperoleh nilai ods ratio (OR) sebesar 8,750 yang artinya orang yang memiliki
sikap baik memiliki peluang 8 kali untuk melakukan kunjungan antenatal care
dibandingkan dengan yang memiliki pengetahuan sikap kurang baik.
4.3.3 Pengaruh Dukungan Suami Terhadap Kunjungan Antenatal Care
Berdasarkan hasil univariat diketahui bahwa dari 65 responden yang
memiliki dukungan suami mendukung sebanyak 33 responden (50,8%), dan
responden yang memiliki dukungan suami tidak mendukung sebanyak 32
responden ( 49,2%). Sedangkan hasil uji normalitas diketahui bahwa sikap
berdistribusi normal, dan hasil korelasi nilai r untuk variabel sikap = 0,214 dan
nilai p = 0,087 kesimpulan dari hasil tersebut adalah ada hubungan antara
dukungan suami dengan kunjungan ANC menunjukkan hubungan yang kuat dan
berpola positif. Berdasarkan koefisien determinasi (R2) digunakan untuk
mengetahui seberapa besar pengaruh variabel yang diteliti (dukungan suami)
73
sebagai variabel independent dengan kunjungan ANC sebagai variabel dependent.
Secara parsial variabel independent (dukungan suami) berpengaruh terhadap
variabel dependent (kunjungan antenatal care) adalah sebesar 04,6 % dan nilai b=
0,20 berarti bahwa resiko tidak berkunjung akan berkurang 0,20 % bila dukungan
suami bertambah satu. Artinya semakin baik dukungan suami responden tentang
kunjungan ANC maka semakin sedikit peluang responden untuk tidak melakukan
kunjugan antenatal care.
Berdasarkan pengamatan peneliti di lapangan dukungan suami berpengaruh
dengan kunjungan antenatal care karena responden yang ingin melakukan
kunjungan antenatal selalu disarankan, disemangati dan suami responden pun siap
mendampingi saat responden ingin berkunjung ke tempat pelayanan asuhan
antenatal. Sedangkan responden yang tidak mendapatkan dorongan dari suaminya
dan tidak didampingi cenderung memilih tidak melakukan kunjungan antenatal
care.
Dukungan suami dan keluarga merupakan hal yang tidak dapat diabaikan
dalam perilaku ibu hamil. Contohnya suami/keluarga perlu memberikan
penjelasan dan mengajarkan pada ibu untuk memeriksakan kehamilan minimal 4
kali selama kehamilan. Dukungan seperti itu memberi kontibusi yang benar dalam
tercapainya kunjungan K-4 dan meminimalkan risiko yang terjadi selama
kehamilan dan persalinan (Notoatmodjo,2010).
Memeriksa kehamilan sejak dini dalam hal ini suami dapat mendukung
istrinya agar mendapatkan pelayanan antenatal care yang baik,
menyediakantransportasi atau dana untuk biaya konsultasi, sehingga suami dapat
74
belajar mengenai gejala dan tanda-tanda komplikasi kehamilan. Kematian ibu
dapat di cegah bila suami dapat mengenal komplikasi-komplikasi potensial dan
selalu siaga untuk mencari pertolongan bila hal itu terjadi (Beni, 2008).
Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian Husna (2015) didapatkan
hasil analisis hubungan antara dukungan suami dengan kunjungan antenatal care
di peroleh hasil uji statistik chi-square didapat nilai p = 0,000 > 0,05, artinya ada
hubungan yang signifikan antara dukungan suami dengan kunjungan antenatal
care di Rumah Bersalin Hadijah Medan.
4.3.4 Pengaruh Keterpaparan Media Terhadap Kunjungan Antenatal Care.
Berdasarkan hasil univariat diketahui bahwa dari 65 responden yang
memiliki keterpaparan media terpapar sebanyak 27 responden (41,5%), dan
responden yang memiliki keterpaparan media tidak terpapar sebanyak 38
responden (58,5%). Sedangkan hasil uji normalitas diketahui bahwa keterpaparan
media berdistribusi tidak normal, nilai r untuk variabel keterpaparan media =
0,225 dan nilai p = 0,072 kesimpulan dari hasil tersebut adalah ada hubungan
antara keterpaparan media dengan kunjungan antenatal care. Berdasarkan
koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh
variabel yang diteliti (dukungan suami) sebagai variabel independent dengan
kunjungan antenatal care sebagai variabel dependent. Secara parsial variabel
independent (keterpaparan media) berpengaruh terhadap variabel dependent
(kunjungan antenatal care) adalah sebesar 05,1 % dan nilai b= 0,21 berarti bahwa
resiko tidak berkunjung akan berkurang 0,21 % bila keterpararan media
bertambah satu. Artinya semakin baik keterpaparan media responden tentang
75
kunjungan ANC maka semakin sedikit peluang responden untuk tidak melakukan
kunjugan antenatal care.
Berdasarkan pengamatan peneliti di lapangan keterpaparan media
berpengaruh dengan kunjungan antenatal care karena responden yang sering
terpapar dengan media (televisi,buku,brosur dan lain-lain) akan mendapatkan
informasi tentang pemeriksaan kehamilan. Sedangkan responden yang kurang
mendapatkan informasi dari media cenderung tidak mengetahui tentang
pemeriksaan kehamilan sehingga memiliki peluang untuk tidak melakukan
kunjungan antenatal care.
Melalui berbagai media, baik cetak maupun elektronik, berbagai informasi
dapat diterima oleh masyarakat seperti halnya antenatal care, sehingga seorang
yang lebih sering terpapar media masa (TV, Radio, Majalah, Pamflet, dan lain-
lain) akan memperoleh informasi lebih banyak jika dibandingkan dengan orang
yang tidak pernah terpapar informasi media. Hal ini berarti paparan media massa
mempengaruhi tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang ( Sukmadinata,
2007).
Penelitian ini didukung oleh hasil penelitian Armayani (2013) pada uji
fisher exact tes p adalah 0,001 > α =0,05 maka hipotesis nol ditolak dimana ada
hubungan antara keterpaparan media dengan kunjugan antenatal care pada ibu
hamil yang dirawat di Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar.
76
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Adanya pengaruh yang signifikan antara faktor pengetahuan dengan kunjungan
Antenatal Care.
2. Adanya pengaruh yang signifikan antara faktor sikap dengan kunjungan
Antenatal Care.
3. Adanya pengaruh yang signifikan antara faktor dukungan suami dengan
kunjungan Antenatal Care.
4. Adanya pengaruh yang signifikan antara faktor keterpaparan media dengan
kunjungan Antenatal Care.
5.2. Saran
1. Diharapkan kepada Puskesmas PIR Batee Puteh agar rutin memberikan
sosialisasi kepada ibu hamil tentang pentingnya melakukan kunjungan
pemeriksaan kehamilan guna mendapatkan pelayanan asuhan antenatal
sehingga ibu hamil dapat berkunjung ke tempat pelayanan kesehatan.
77
2. Diharapkan kepada Dinas Kesehatan Aceh Barat khususnya pada bagian KIA
agar dapat mensosialisasikan masalah kesehatan kepada masyarakat terkait
dengan kunjungan pemeriksaan kehamilan.
3. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan agar dapat melakukan penelitian yang
sama dengan variabel yang lebih luas lagi dan dengan pengolahan data yang
berbeda sehingga menambah wawasan para mahasiswa lainnya tentang
kunjungan Antenatal Care.
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, A. 2012. Pengantar Administrasi Kesehatan, Edisi Ketiga, Jakarta: Yayasan Penerbit IDI
Budiarto, Eko. 2001. Biostatistika untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat, Jakarta : Buku Kedokteran EGC
Choli, 2014. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta. Depkes.
Depkes RI. 2007. Standar Pelayanan Kebidanan, Jakarta.
2008. Panduan Pelayanan Antenatal, Jakarta.
2009. Standar Pelayanan Kebidanan. Jakarta. Departemen Kesehatan.
Friedman. 2005.Keperawatan Keluarga, Jakarta : EGC.
Fitrihanda, 2012. Hubungan Umur, Tingkat Pendidikan, Paritas, Pendapatan, Jarak Rumah dan Tingkat Pengetahuan dengan Frekuensi ANC. Unimus. Skripsi.
Green, L. 1980. Health Education Planning, A Diagnostic Approach. The John Hopkins University, Myfield Publishing Co.
Hani, U. Kusbandiyah, J., Marjati., Yulifah, R. 2011. Asuhan Kebidanan pada Kehamilan Fisiologis, Jakarta: Salemba Medika.
78
Hotma, 2007. Pengaruh pengaruh Karakteristik Ibu terhadap Pemanfaatan Penolong Persalinan di Wilayah Kerja Puskesmas Sunggal Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2007. Skripsi FKM USU. Medan.
Hasbullah, 2001. Dasar-dasar ilmu pendidikan. Jakarta : PT.Rajagravindo Persada
Kusmiati, Wahyuningsih. Sujiyatini. 2010. Perawatan Ibu Hamil, Yogyakarta: Fitramaya.
Kemenkes RI. 2011. Buku Kesehatan Ibu dan Anak. Kementerian Kesehatan, Jakarta.
2013. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2012. Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan. Jakarta.
2014. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan. Jakarta.
Manuaba, Ida Bagus Gde. 2001. Kapita Selekta Pelaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi & Keluarga Berencana. Jakarta : EGC
Marmi. 2011. Asuhan Kebidanan pada masa Antenatal. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Maas LT. 2004. Kesehatan Ibu dan Anak Persepsi Budaya dan Dampak Kesehatannya.http://www.pkmsobo.banyuwangikab.go.id/index.php?option=co_rokdownloads&view=file&itemed=16&id=29:kesehatanibu-dananakdlm-persepsi-budaya-dan-dampak-kesehatannya. Diakses 16 maret 2016
Manuaba. 2007. Pengantar kuliah obstetri. Jakarta : EGC
Meilani, niken dkk. 2009. Kebidanan Komunitas. Yogyakarta : Fitramaya
Manurung, M. 2015. Faktor yang Berhubungan dengan Kunjungan Antenatal Care pada Ibu Hamil di Puskesmas Padang Matinggi Kecamatan Pdang Sidimpuan Selatan Kota Padang Sidimpuan Tahun 2015. Tesis. Medan : USU
Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : PT.Rineka Cipta
2010. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Rineka Cipta, Jakarta.
79
2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
Nalisanti. Febri. 2012. Gambaran Pelaksanaan Pelayanan ANC (Antenatal Care) oleh Bidan di Wilayah Kerja Puskesmas Baitussalam Kabupaten Aceh Besar. KTI.
Nurmawati. 2010. Mutu Pelayanan Kebidanan. Tim, Jakarta.
Prawirohardjo, Sarwono, 2006. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Jakarta : YBP – SP.
Rosfanty. 2010. Pentingnya Antenatal Care (ANC).http://www.who.int/gho/maternal-health/ert/index.html2010. Diakses 18 maret 2016.
Rukiyah, A.Y dan Yulianti, L. 2014. Asuhan Kebidanan Berdasarkan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Trans Info Media.
_____________________________ 2009. Asuhan kebidanan I (kehamilan). Jakarta : Trans Info Media
Simanjuntak, 2009. Hubungan Anemia pada Ibu Hamil dengan Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di Badan Pengelola Rumah Sakit Umum (BPRSU) Rantau Prapat Kabupaten Labuhan Batu Tahun 2008. Skripsi. USU.
Situmeang, Riris. 2010. Pengaruh Faktor Predisposisi, Pemungkin dan Kebutuhan terhadap Pemanfaatan Pelayanan Antenatal oleh Ibu di Kelurahan Pasir Bidang Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2010. Skripsi. USU.
Syahrianti, 2011. Analisis Faktor Determinan Bidan terhadap Cakupan Kunjungan Ibu Hamil (K4) Studi pada Bidan di Puskesmas Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2011. Tesis. UNDIP. Semarang.
Sukmadinata, 2007. Informasi dan Pengetahuan. Jakarta : Bina Rupa Aksara.
Saifuddin AB. dkk. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.
Supriyarto. 1998.Pemanfaatan ANC, Jakarta.
80
Syamsiah, Purtikasari. 2013. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kunjungan Antenatal Care Pada Ibu Hamil di Puskesmas Kecamatan Kembangan Jakarta Barat Tahun 2013 . Jurnal. Jakarta
Ulina, Endang. 2004. Pengaruh Karakteristik Ibu Hamil terhadap Pemanfaatan Pelayanan Antenatal K4 di Kelurahan Tanjung Jati Puskesmas Sambil Rejo Kabupaten Langkat Tahun2004. Skripsi. USU.
Widyastuti, dkk. 2010. Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta : Fitramaya
Wiknjosastro, H. 2005. Ilmu kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
WHO, 2016. World Health Statistics 2015. WHO.