i .. .. ·v·;-axJdigilib.uin-suka.ac.id/15074/1/BAB I, V, DAFTAR PUSTAKA.pdf · PERNY ATAAN...

78
,, ' .. INKLUSIVISME AGAMA ISMA'IL RAJI AL-FARUQI (1921-1986) Oleh: Sangkot Sirait NIM.: 983107/S3 ''' 'c•,, _., .. •"-'""''>••---·,..,...------ ! ., •. 1 •• j ,·: j; ) \ ., .1 ' ' ·.·.:. oooao/30. H I ·v·;-axJ . ·. . .. .... i .. .. --·-1 __ _, ... - .................- ........ ....... __ . ..J DISERTASI . I Diajukan Kepada Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga untuk Memenuhi Syarat Guna Mencapai Gelar Doktor dalam Ilmu Agama Islam YOGYAKARTA 2006

Transcript of i .. .. ·v·;-axJdigilib.uin-suka.ac.id/15074/1/BAB I, V, DAFTAR PUSTAKA.pdf · PERNY ATAAN...

,, '

..

INKLUSIVISME AGAMA ISMA'IL RAJI AL-FARUQI (1921-1986)

Oleh: Sangkot Sirait

NIM.: 983107 /S3

''' 'c•,, _., .. ,.-•~ •"-'""''>••---·,..,...------! ., •. 1 •• ~ j ,·: '« j; ) ~ \ ., .1

' '

·.·.:. oooao/30. H I ·v·;-axJ . ·. . .. .... -~< i .. ~ .. ~e>-~J-· --·-1 __ _, ... - ................. - ........ ··-···~--.---·-· ....... __ . ..J

DISERTASI

. I

Diajukan Kepada Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga untuk Memenuhi Syarat Guna Mencapai Gelar Doktor

dalam Ilmu Agama Islam

YOGYAKARTA 2006

PERNY ATAAN KEASLIAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nam a NIM. Program

: Drs. Sangkot Sirait, M. Ag : 983107 : Doktor (S3)

menyatakan bahwa disertasi ini secara keseluruhan adalah hasil penelitian/karya saya

sendiri, kecuali pada bagian-bagian yang dirujuk sumbemya.

11

Y ogyakarta, 1 Juni 2006 Saya yang menyatakan,

s. Sangkot Sirait. M. Ag . . : 983107

.. I& . ~;/)

Pro motor

Pro motor

Dl'.l'/\RTEMEN /\GAMA

t:Nl\'ERSl"l'AS ISi.AM NEGERI Sl'NAN KAUJAGA

PROGRAM PASCASAIUANA

Prof. Dr. H. Machasin, M.A.

Dr. H. Djam'annuri, M.A.

v

C:\l>.11:i\SJ\no1:1 Jin:is'.Tl>k nf

.. NOTADINAS

Assalamu 'alaikum wr. wb.

Kepada Yth. Direktur Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Disampaikan dengan honnat, setelah melakukan koreksi dan penilaian terhadap naskah disertasi berjudul:

"INKLUSIVISME AGAMA ISMA'IL RAH AL-FARUQI (1921-1986)"

yang ditulis oleh:

Nama NIM Program

: Drs. Sangkot Sirait, M. Ag : 983107/S3 : Dok.tor

sebagaimana yang disarankart dalam Ujian Pendahuluan (Tertutup) pada tanggal 15 Oktober 2005, saya berpendapat bahwa disertasi tersebut sudah dapat diajukan ke Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta untuk diujikan datam Ujian Terbuka Promosi Dok.tor (S3) datam rangka memperoleh gelar Doktor datam bidang Ilmu Agama Islam.

Wassalamu 'alaikum wr. wb.

vi

NOTADlNAS

Assalamu 'alaikum wr. wb.

Kepada Yth. Direktur Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Disampaikan dengan hormat, setelah melakukan koreksi dan penilaian terhadap naskah disertasi berjudul :

"lNKLUSIVISME AGAMA ISMA'IL RAJI AL-FARUQI (1921-1986)"

yang ditulis oleh:

Nama NIM Program

: Drs. Sangkot Sirait, M. Ag : 983107/S3 : Doktor

sebagaimana yang disarankan dalam Ujian Pendahuluan (T ertutup) pada tanggal 15 Oktober 2005, saya berpendapat bal1wa disertasi tersebut sudah dapat diajukan ke Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Y ogyakarta untuk . diujikan dalam Ujian Terbuka Promosi Doktor (S3) dalam rangka memperoleh gelar Doktor dalam bidang Ilmu Agama Islam.

Wassalamu 'alaikum wr. wb.

Yogyakarta, ~ J- 3- 06 Promotor.

VII

. "'

NOTADINAS

Assalamu 'alaikum wr. wb.

Kepada Yth. Direktur Program Pascasarjana UIN Sllllan Kalijaga Yogyakarta

Disampaikan dengan honnat, setelah melakukan koreksi dan penilaian terhadap naskah disertasi berjudul :

"INKLUSIVISME AGAMA ISMA'IL RAJI AL-FARUQI (1921-1986)"

yang ditulis oleh:

Nama NIM Program

: Drs. Sangkot Sirait, M. Ag : 983107/SJ : Doktor

sebagaimana yang disarankan dalarn Ujian Pendahuluan (T ertutup) pada tanggal 15 Oktober 2005, saya berpendapat bahwa disertasi tersebut sudah dapat diajukan ke Prograrii Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta lllltuk diujikan dalarn Ujian Terbuka Promosi Doktor (S3) dalarn rangka memperoleh gelar Doktor dalarn bidang Ilmu Agarna Islam.

Wassalamu 'alaikum wr. wb.

Y ogyakarta, 2.!}' - 3 - 2 00 G Promotor,

~ Dr. !'! Djam'annuri, M.A .

Vlll

..

' "

NOTADINAS

Assalamu 'alaikum wr. wb. .

Kepada Yth. Direktur Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Disampaikan dengan honnat, setelah melakukan koreksi dan penilaian terhadap naskah disertasi berjudul :

"INKLUSIVISME AGAMA ISMA'IL RAJI AL-FARUQI (1921-1986)"

yang ditulis oleh:

Nama NIM Program

: Ors. Sangkot Sirait, M. Ag : 983107/S3 : Doktor

sebagaimana yang disarankan dalam Ujian Pendahuluan (Tertutup) pada tanggal 15 Oktober 2005, saya berpendapat bahwa disertasi tersebut sudah dapat diajukan ke Program Pascasarjana UIN Sunan Kali.iaga Y ogyakarta untuk diujikan dalam Ujian Terbuka Promosi Doktor (S3) dalam rangka memperoleh gelar Doktor dalam bidang

Ilmu Agama Islam.

Wassalamu 'alaikum wr. wb.

IX

Yogyakarta, 7- 3 - 2 t} () 6 Anggota P · ai,

. H. Abd. Munir Mui khan, S. U.

..

, .

NOTADINAS

Assalamu 'alaikum wr. wb.

Kepada Yth. Direktur Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Disampaikan dengan horrnat, setelah melakukan koreksi dan penilaian terhadap naskah disertas1 berjudul :

'"INKLUSIVISME AGAMA ISMA'IL RAJl AL-FARUQI (1921-1986)"

yang ditulis oleh:

Nama NIM Program

: Drs. Sangkot Sirait, M. Ag : 983107/S3 : Doktor

sebagaimana yang disarankan dalam Ujian Pendahuluan (T ertutup) pada tanggal 15 Oktober 2005, saya berpendapat bal1wa disertasi tersebut sudah dapat diajukan ke Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Y ogyakarta untuk diujikan dalam Ujian Terbuka Promosi Doktor (S3) dalam rangka memperoleh gelar Doktor dalam bidang Ilmu Agama Islam.

Wassalamu 'alaikum wr. wb.

x

Yogyakarta, 20 - 3- .20t:>6 Penilai,

Prof. Dr. H. Burhanuddin Daja

..

NOTADINAS

Assalamu 'alaikum wr. wb.

Kepada Yth. Direktur Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Disampaikan dengan honnat, setelah melakukan koreksi dan penilaian terhadap naskah disertasi berjudul :

. "INKLUSIVISME AGAMA ISMA'IL RAJI AL-FARUQI (1921-1986)"

yang ditulis oleh:

Nama NIM Program

: Drs. Sangkot Sirait, M. Ag : 983107/S3 : Doktor

sebagaimana yang disarankan dalam Ujian Pendahuluan (Tertutup) pada tanggal 15 Oktober 2005,. saya berpendapat bahwa disertasi tersebut sudah dapat diajukan ke Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Y ogyakarta untuk diujikan dalam Ujian Terbuka Promosi Doktor (S3) dalam rangka memperoleh gelar Doktor dalam bidang Ilmu Agama Islam.

Wassalamu 'alaikum wr. wb.

6- I~ 2otJG

XI

ABSTRAK

Masalah pokok dalam penelitian ini ialah ketika al-Faruqi, sebagai tokoh yang inklusif di bidang keagamaan, justeru menonjolkan konsep kesatuan yang berakar dari tauhid yang menurutnya sebagai sebuah prinsip penerimaan Tuhan sebagai tempat akhir dan mutlak:, sebagai satu-satunya yang disembah. Ia mengatak:an kehidupan bukan sebagai satu sisi peristiwa yang berjalan sendiri-sendiri, tetapi merupak:an satu kesatuan yang utuh. Ia mengklaim bahwa kehidupan yang satu dan yang utuh itu tidak: lain kecuali Islam.

Penelitian ini, secara garis besar, bertujuan untuk melihat dua hal: Pertama, apa mak:na inklusif dalam keberagamaan menurut pandangan al-Faruqi, serta bagaimana meletakkan klaim kebenaran sebuah agama (Islam), tetapi juga tidak: menjadi penghalang untuk menerima kebenaran pemahaman agama lain. Kedua, mencoba untuk menemukan karak:ter inklusivisme agama al-Faruqi setelah dijelaskan dengan kerangka tiga tahapan budaya (mitis, ontologis dan fungsional).

Dalam penelitian ini pemikiran al-Faruqi dijelaskan dengan teori tiga tahapan budaya van Peursen tersebut mengingat struktur fundamental pemikiran al-Faruqi adalah wahyu, sejarah dan kemanusiaan. Tiga aspek tersebut tidak: hanya dilihat sebagai sistem, tetapi juga dilihat dari perspektif perkembangan pemikiran. Alasan pendekatan ini adalah, di samping tiga aspek tersebut memiliki makna yang hampir serupa dengan mak:na mitis, ontologis dan fungsional dalam pandangan tiga tahap budaya, juga disebabkan inklusivisme al-Faruqi yang berak:ar dari wahyu, sejarah dan humanisme dapat dipahami lebih baik setelah dijelaskan dengan jalan berpikir tersebut. Metode pengumpulan data yang digunak:an dalam penelitian ini adalah pembacaan yang komprehensip terhadap karya-karya al-Faruqi, terutama yang terkait dengan pandangannya terhadap agama-agama selain Islam. Selanjutnya, pada penganalisaan data, paradigma yang digunak:an adalah melihat dan menjelaskan data tersebut sebagai sebuah gerak perk:embangan pemikiran al-Faruqi, bukan sebagai konsep yang mengandung kontradiksi antara satu dengan lainnya.

· Adapun hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah penjelasan bahwa fenomena inklusivisme mempunyai relevansi dengan alat-alat analisa tokoh-tokoh agama, yaitu klaim agama yang menunjukkan fungsi sosialnya secara maksimal ak:an bisa menerima kebenaaran pemahaman tradisi lain. Sebaliknya, klaim agama yang tidak: menunjukkan fungsi sosialnya secara mak:simal ak:an rawan terhadap gangguan sosial. Kemudian setelah gagasan inklusivisme agama al-Faruqi dijelaskan dengan kerangka teori tiga tahapan budaya, maka dapat dimengerti bahwa sikap keberagamaan seseorang dapat mengalami perkembangan dari eksklusif ke inklusif selanjutnya humanistik. Jadi, kategori sikap keberagamaan itu dapat dirumuskan menjadi eksklusif, inklusif selanjutnya hmnanistik. Dalam pandangan al-Faruqi, Islam memang dipandang sebagai satu-satunya altematif terbaik. Akan tetapi terma Islam di sini tidak: semata dimak:nai dengan sebuah agama formal, ak:an tetapi Islam yang lebih dimak:nai dengan budaya dan kemanusiaan serta Islam yang sudah terbukti menunjukkan fungsi sosialnya.

Xll

' .

Demikian pula, kritik al-Faruqi terhadap agama lain, terutama agama Kristen, dapat mengandung pengertian bahwa agama tersebut tidak bisa menunjukkan fungsi sosialnya waktu itu, terutama unmk melindungi dan membela kaum Muslimin Palestina dan daerah-daerah Muslim lainnnya dari dominasi kepentingan politik Barat. Bahkan sebaliknya, penganut Kristen tersebut dipandang sebagai kelompok yang bekerja sama dengan Barat unmk menghancurkan masa depan kaum Muslimin lewat proyek-proyek besar, seperti kolonialisme, misionarisme, orientalisme dan pelayanan kepada masyarakat (rumah sakit, peternakan, perkantoran dan sebagainya).

Xlll

..

" A

PEDOMAN TRANSLITERASI

Transliterasi Arab-Latin yang digunakan dalam penulisan Disertasi ini adalah

transliterasi model L.C. (Library of Congress) dengan beberapa modifikasi.

A

B.

Transliterasi model L.C.

b y dh ..l t .b I J

t u r .... .) ? .l; m= ('

th <.!:l c t n LJ z .)

. gh t w J ~ s ()'I _,

I]. sh .. f u h 6 c ()'I

kh c ~ U4 ..

q "' ~

d ..l 4 <.>"=' k ~ y t.S .. .

Pendek a . 1 u ' Panjang \ . .....

f.S\ _jl a - 1 u _, ... Diftong

. _ji ay f.S\ . aw .. '

Modifikasi untuk tulisan berbahasa Indonesia

1. Nama orang ditulis biasa dan diindonesiakan tanpa transliterasi. Contoh:

2.

Musa bukan Musa, dicetak biasa, bukan italic.

lstilah asing yang belum masuk ke dalam bahasa Indonesia ditulis seperti

aslinya dan dicetak miring. Sedangkan istilah asing yang sudah populer dan

masuk ke dalam bahasa Indonesia, ditulis biasa, tanpa transliterasi.

3. Judul buku ditulis seperti aslinya dan dicetak miring. Sedangkan judul tesis,

artikel dan skripsi tidak dicetak miring tetapi ditulis di antara dua tanda petik.

XIV

...

• 4

"

. >

. ..

KA TA PENGANTAR

Pertama sekali, penulis mengucapkan syukur all]amdulillah atas selesainya

penulisan disertasi yang berudul : INKLUSIVISME AGAMA ISMA'IL RAJI AL-

FARUQI (1921-1986) ini. Proses penulisan disertasi ini telah melibatkan banyak

pihak dalam memberikan bimbingan, kritik maupun saran pemikiran. Oleh karena itu,

dalam kesempatan ini secara khusus penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. H. Machasin, M.A selaku Promotor I yang telah bersedia meluangkan

waktu untuk memberikan bimbingan dan arahan selama dalam proses penulisan

disertasi ini.

2. Dr. H. Djam'annuri, M.A yang telah banyak memberikan kritik, arahan dimulai

sejak penyusunan proposal hingga menjadi Promotor II penulisan disertasi ini.

3. Prof. Dr. H. Abd. Munir Mulkhan, S.U., Prof. Dr. H. Burhanuddin Daja dan Dr.

Nasikun, selaku Anggota Penilai yang telah memberikan beberapa kritik dan

masukan berharga dalam Ujian Pendahuluan (Tertutup).

4. Rektor dan Dekan Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga

Yogyakarta yang telah memberikan bantuan dana dan kesempatan 'uzlah ke UIN

Syahid, Jakarta dalam rangka menyelesaikan penulisan disertasi ini.

5. Direktur Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta beserta seluruh staf dan

karyawan yang terlibat dalam memperlancar administrasi yang terkait dengan

penulisan disertasi ini, terutama mereka yang bertugas di perpustakaan .

xv

. .

6. Teman-teman yang telah banyak memberikan sumbangan pemikiran, dan terakhir,

tidak: kalah pentingnya, isteri dan anak-anak kami yang setiap saat memberikan

dorongan dan bantuan rnoril dalam penulisan ini. Semoga Allah swt. rnernberikan

pahala yang berlimpah atas semua pihak di atas. Amin.

Penulis,

XVI

.. •

. . •

. •

DAFTARISI

HALAMAN JUDUL I PERNYATAAN KEASLIAN 11 PENGESAHAN REKTOR lll DEWANPENGUJT IV PENGESAHAN PROMOTOR v NOTADINAS VI ABSTRAK Xll PEDOMAN TRANSLITERASI XIV KATA PENGANTAR xv DAFTARISI XVll

BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah 1 B. Pennasalahan 12 C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 13 D. Hasil-hasil Penelitian Terdahulu 15 E. Kerangka Teoritik 19 . F. Metodologi Penelitian 30 • G. Sistematika Pembahasan 32

BAB II METODOLOGI PEMIKIRAN AL-FARUQI 37 A Sejarah Kehidupan al-Faruqi 37 B. Setting Sosial Keagamaan 43 C. Kerangka Dasar Pemikiran al-Faruqi 57

1. Taullld 57 2. Rasionalisme 66 3. Toleransi 69 4. Arabisme 70 5. Tradisi Ilmu Perbandingan Agama 80

BAB ill AGAMA-AGAMA LAIN DALAM PANDANGAN AL-FARUQI A Relasi Agama-agama dalam Wahyu dan Sejarah 85 B. Status Agama-agama Non-Islam dalam Wahyu 95

1. Agama Yahudi dan Kristen (Nasrani) 104 2. Agama-agama Selain Y ahudi dan Kristen 108

C. Agama-agama Non-Islam dalam Sejarah 110 1. Sebelum Masa Nabi Muhammad 110 2. Masa Nabi Muhammad dan Sesudahnya 115

a. Umat Y ahudi 118 . b. Umat Kristen 121 .

XV!l

·/ .

. •

. .

c. Pengikut Agama Lain

D. Dakwah Islam dan Fllllgsinya 1. Karakter Dakwah Islam 2. Dakwah Bukan Paksaan 3. Dakwah Bukan Bentuk Psikotropika 4. Dakwah Sebagai Ecumenical Par Excellence 5. Dakwah Bukan Dogma 6. Dakwah Sebagai Anamnesis

125

127 136 141 144 145 150 153

BAB IV INKLUSIVISME AGAMA AL-FARUQI DITINJAU DARI HUKUM TIGA TAHAP KEBUDAYAAN 159

A Makua Inklusivisme Agama al-Faruqi 159 B. Inklusif atas Dasar W ahyu 162 C. Inldusif atas Dasar Sejarah 166 D. Inklusif atas Dasar Humanisme 170

1. Agama Humanitas dan Harmoni Sosial 185 a. Kolonialisme 195 b. Problem Misionari 198 c. Orientalisme 204

2. PerspektifFllllgsional tentang Keberagamaan 209 3. Penataan Sosial Umat Beragama 211 4. Dialog Agama dan Makua Kebenaran dalam Masyarakat 216 5. Dialog Agama dan Wilayah Kerja sama 229

E. Agama: Antara yang Mutlak dan Nishi 232 F. Inklusivisme Agama al-Faruqi: Pluralisme de Facto 235

BAB V PENUTUP A Simpulan B. Saran

DAFT AR PUSTAKA LAMPIRAN AYAT-AYAT CURRICULUM VITAE

XVlll

244 247

249 258

" •

••

• •

. . • • •

~· ......

. .

BABI

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Diskursus keagamaan yang terkait dengan inklusivisme agama 1 hingga

sekarang, mempakan topik yang masih aktual clan relevan. Hal ini disebabkan masing-

masing agama punya hak klaim inklusif atas dasar normativitas dan historisitas agama

bersangkutan. Dalam Islam, inklusivisme agama ini banyak dijelaskan oleh berbagai

penulis dan para ahli berdasarkan wahyu clan sejarah. Akan tetapi dua aspek tersebut

selalu terkesan dikhotomis. Sejarah hanya dipanclang sebagai pendukung atas wahyu,

sehingga kurang berfimgsi sebagai realitas yang bisa dijadikan 'ibrah bagi seseorang

penganut sebuah agama.

Demikin pula, para penulis jarang berusaha melihat struktur pemikiran wahyu

clan sejarah sebagai sebuah gambaran atau simbolisasi perkembangan budaya berpikir

dari penganut sebuah agama. Demikian halnya para ahli agama tidak banyak melihat

bahwa tingkatan kebudayaan manusia bisa dijadikan sarana untuk menjelaskan

1Yang dimaksud inklusivisme dalam disertasi ini adalah paham keterbukaan seorang Muslim dalam melihat status dan posisi agarna-agama lain Status di sini lebih terkait dengan pemyataan kitab suci itu sendiri terhadap agama selain Islam, sedangkan posisi dimalmai dala.rn kontel<.s kesej~ara.'1 dalam realitas kesejarahan Kemudian, inklusif di sini dipahami dalam konteks hubungan antara masing­masing penganut agama, belum sampai pada pengertian teologi kesatuan agama-agama menurut perspektif "teologi inklusif yang wiiversal". Artinya, dalam bahasa lain, konsep-konsep yang ditawarkan al-Faruqi sangat kental dan sepenuhnya berangkat dari idiom-idiom Islam, dan betat bersifat wiiversal apabila dilihat dari sudut epistemologi agama-agama Untuk menjadi suatu Jfl>Iogi inklusif yang universal" tidak ada cara lain kecuali menunjukkan adanya ide-ide yang sama dalam idiom-idiom agama-agama atau tradisi-tradisi religius lain. Ini hampir tidak ditemukan dalam pemikiran al-Faruqi. Hal ini dapat dimaklumi karena berbagai konsep yang ditulis al-Faruqi selalu diperuntukkan bagi pembaca Islam di Barat, yang tidak saja rasional tetapi juga cenderung melihat Islam dan para penganutnya sebagai "lawan tanding".

2

fenomena inklusivisme (keterbukaan melihat agama lain) atau juga memmjukkan

bahwa fenomena inklusif dalam keberagamaan adalah sebuah model budaya berpikir.

Di samping itu, langkanya uraian tentang inklusivisme agama memiliki

relevansi dengan alat-alat analisa tokoh-tokoh agama dan mencoba menjawab

pertanyaan mengenai cara pengolahan data keagamaan Islam (inklusivisme agama)

dalam pengaruh ilmu lain (filsafat budaya). Pertanyaan yang muncul di sini adalah

perkembangan pemahaman keagamaan seperti apakah yang dapat dipahami dari

gagasan inklusivisme agama al-Faruqi tersebut.2

Hubungan antara agama dan masyarakat dalam beberapa studi dipahami

sebaga.i hubungan antara analisis normatif dan deskripsi faktual, antara das Sein (yang

senyatanya) dan das Solien (yang semestinya), atau juga antara analisis tekstual dan

data faktual. Setiap aspek pertama dari masing-masing pasangan tersebut merupakan

aktualitas yang berbeda dengan keinginan, sedangkan aspek yang kedua merupakan

hal yang diinginkan.

Dari sekian banyak agama yang diturunkan Tub.an ke bumi memang ditemukan

sedikit ajaran yang terkesan mengajarkan kepada pemeluknya untuk melakukan

kekerasan, 3 tetapi tidak serta merta mengajarkan kebencian dan saling bermusuhan

sebab agama-agama itu juga mengajarkan kepada umatnya untuk hidup kasih sayang,

2Salah satu karya terbaik untuk melihat sikap keberagamaan (eksklusif, inklusif, pluralis) sebagai bentuk tahapan-tahapan perkembangan pemahaman keagamaan ada1ah autobiografi singkat Paul F. Knitter yang ditulisnya di bagian awal karyanya One Earth Many Religions: Multifaiths, Dialogue & Global Responsibility. Buku ini diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Nico A Likumahuwa dengan judul Satu Bumi Banyak Agama: Dialog Multi-Agama dan Tanggung ~ Global (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004). .

3 Ayat-ayat al-Qur'an yang disebut sebagai targhib dan tarhlb dalam ~ tafsir bisa dikategorikan ke dalam perspektif ini.

3

saling melindungi, menghargai dan menghonnati. Hanya saJa, dalam kenyataannya,

terlepas dari pengaruh positif suatu agama, justeru kekerasan dan saling bermusuhan

itulah yang banyak ditemukan.4

Kondisi yang tidak menguntungkan itu, pada umumnya, lebih didominasi oleh

sikap keberagaman yang eksklusif dari pemeluk masing-masing agama yang kemudian

berkembang menjadi sikap salah paham dan diperburuk lagi oleh kepentingan-

kepentingan lain. Sikap seperti ini cenderung melihat agama-agama sebagai terkotak-

kotak dan membatasi diri untuk melihat tradisi agama lain. 5

Hal demikian berbeda dengan sikap keberagamaan yang lain, seperti yang

dikenal dengan sikap keberagamaan pluralis,6 yang betul-betul mengakui dan

4Di Bosnia umat Ortodoks, Katolik clan Islam saling membunuh. Di Irlandia Utara, umat

Katolik dan umat Protestan saling bermusuhan. Di Timur Tengah, tiga agama besar (Y ahudi, Kristen dan Islam), saling menggunakan bahasa kekerasan. Di Sudan, senjata adalah alat komunikasi antara umat Islam dan Kristen. Di Kashmir, pengikut agama Hindu clan umat Muhammad sating bersitegang. Di Sri Langka, kaum Buddha clan kelompok Hindu bercakar-cakaran. Di Armenia-Azerbaijan, umat Kristen dan umat Islam saling berlomba untuk berkuasa dengan cara destruktif Lihat Alwi Shihab, Islam Inldusif (Bandung: Mizan, 1998, hal. 90). Di Indonesia, hubungan antara umat Islam dan Kristen sampai batas­batas tertentu mengalami ganjalan akibat terjadinya konflik di beberapa tempat tahun belakangan ini Kerusuhan bemuansa agama telah sering terjadi di Indonesia dalam empat dasawarsa terakhir. Lihat Abd A'la, "Rekonsiliasi dan Kerjasama'' dalam Pluralitas Agama, Kerukunan dalam Keragaman (Jakarta: Kompas, 2001), hal. 24.

5 Ada berbagai sikap keberagamaan yang nampak ketika seseorang berhadapan dengan kelompok agama lain yang berbeda dengan agamanya sendiri. Ninian Smart mengelompokkan respon orang beragama terhadap orang lain agama (the religious other) ke dalam 5 (lima) kategori, yaitu: a) eksklusivisme absolut dimana kebenaran hanya ada dalam tradisi agamanya sendiri, b) relativisme absolut, yang melihat berbagai sistem kepercayaan agama 1idak dapat dibandingkan satu sama lainnya karena orang harus menjadi "orang dalam" yang mengerti kebenaran masing-masing agama, c) inklusivisme hegemonistik, yang mencoba melihat ada kebenaran yang terdapat pada agama lain, akan tetapi ada prioritas terhadap agamanya sendiri, d) pluralisme realistik yaitu pandangan bahwa semua agama merupakan jalan yang berbeda-beda atau merupakan berbagai versi dari - kebenaran yang sama, clan e) pluralisme regulatit: yaitu paham bahwa sementara berbagai agama '!il!iJiki kepercayaan masing-masing, mereka mengalami suatu evolusi historis dan perkembangan ke· · suatu kebenaran yang sama, hanya saja kebenaran itu belum terdefenisikan. Lihat Ninian S · i luralism" dalam Donald W. Musser dan Joseph L. Price, A New Handbook of Christian 1heology · Nashville Abingdong Press, 1992), hal. 362.

6Tokoh utama yang paling impresif mengemukakan paradigma pluralis ini adalah John Harwood Hicks dalam karyanya God and Universe of Faiths (Oxford: One World Publications, 1993).

~

4

menghonnati kekhasan masing-masing agama Berbagai usaha ke arah itu telah banyak

dilakukan para ahli di bidang agama. Misalnya ketika mereka berpikir untuk mencari

substansi setiap agama dan akhirnya akan memunculkan apa yang disebut Frithjof

Schuon sebagai kesatuan transenden agama-agama (The Transcendent Unity of

Religions).1 Hanya saja, upaya seperti ini, meskipun telah menggiring ke arah

diskursus keagamaan yang bercorak pluralis, masih menimbulkan masalah, karena

hanya berada dan bisa dipahami pada level esoteris, 8 atau esensiaf. Pendekatan

perenial seperti ini, dalam hubungannya dengan pluralitas agama, cenderung

mengabaikan pendekatan historis dan llllgkapan teks (kitab suci), sebab yang

ditekankan di sini adalah bagaimana seorang yang beragama bisa melihat kebenaran

primordial pada agama dan kesatuan agama pada dataran esoterisnya.

Dalam kaitannya dengan masyarakat beragama secara formal, kondisi tersebut

memiliki problem epistemologis tertentu, yaitu bahwa kitab suci sebagai sumber

pokok dalam menetapkan keputusan atau kebenaran bisa terabaikan. Bila ditarik lebih

jauh, seperti masyarakat Indonesia, pendekatan perenial seperti di atas barangkali bisa

dicema oleh sebagian masyarakat saja karena pendekatan formalistik (kitab suci) atau

sejarah tampaknya masih mendapat tempat yang lebih luas. 10

7Ini sekaligus merupakan judul karya Frithjof Schuon, The Transendent Unity of Religions (Wheaton, Dionis: The Philosophical Publishing House, 1984).

8Walter H. Capps, Religious Studies, The Making of a Discipline (Minneapolis: Fortress Press, 1995), ha!. 305.

9/bid, ha!. 304. 10 Anthony H. Jolms menulis bahwa pemikiran masyarakat Muslim Indonesia, pada umumnya,

masih cenderung berpegang pada legitimasi teks, elaborasi yang kompleks dari teosopi sinkretis, serapan berbagai kepercayaan yang masuk dalam memahami Islam, paham eklektif para intelektual, bahkan kombinasi dari semua itu. Lihat Anthony H. John."Indonesian, Islam and Cultural Pluralism" dalam John. L. Esposito, Islam in Asia, Religion, Politics & Society (New York: Oxford University Press, 1997), hal. 203. Rita Smith Kipp dan Susan Rodger dalam pengantamya menulis "berbagai bentuk

;

5

Untuk mengatasi keadaan demiki~ paling tidak, sikap yang semestinya

diambil adalah sikap keberagamaan inklusif. Inklusif artinya terbuka, dalam

pengertian bahwa satu agama adalah benar, tetapi agama-agama lain juga memiliki

jalannya sendiri untuk ambil bagian di dalam kebenaran agama yang satu itu. 11

Pandangan yang sangat ekspresif dari paradigma inklusif ini, misalnya, terlihat

pada dokumen Konsili Vatikan II (1965), bahwa Gereja Katolik mulai mengakui

adanya kebenaran di luar Gereja Katolik sendiri. Karl Rabner adalah seorang teolog

terkemuka yang menyatakan pandangan ini. Ia mengatakan orang-orang non-Kristiani

(Kristen Anonim) juga akan selamat, sejauh mereka hidup dalam ketulusan hati

terhadap Tuhan karena karya Tuhan pun ada pada mereka. Ini disebut teologi

inklusivisme karena membiarkan agama-agama lain berbagi dengan kebenaran agama

sendiri. Dalam perspektif Kristiani, Kristus tetap merupakan norma dan ukuran

keben~ jalan menuju keselamatan tetapi orang tidak perlu secara eksplisit menjadi

Kristen. 12 Rahner mengembangkan teori ini lebih jauh dengan mengatakan "orang-

orang yang tak tersentuh oleh agama sekalipun akan terselamatkan oleh kasih

Tuhan".13

keyakinan dapat ditemukan dalarn masyarakat Indonesia., antara lain yang cendenmg kepada kekuatan spritual yang penuh dengan variasi, kekuatan kosmik dan supranatural. Lihat Rita Smi1h Kipp & Susan Rodger, Indonesian Religions in Transision (Tucson: The University of Arizon Press, 1982), hal. 3.

11Haryatmoko, "Paradigma Hubungan Antar Agama: Pluralisme De Jure dan Kritik Ideologi" dalarn Amin Abdullah dkk. ed., Antnlogi Studi Islam Teori & Metodologi (Yogyakarta: DIP PTA IAIN Sunan Kalijaga Press, 2000), hal 36.

12Djam'annuri, "Persepsi Elit Awam terhadap Hubungan Antaragama" dalam M. Amin Abdullah dkk. ed., Anto/ogi Islam Teori & Metodologi (Yogyakarta: DIP PTA IAIN Sunan Kalijaga., 2000), hal. 63.

13Michael Walsh, ed, "Karl Rabner" dalam Dictionary of Christian Biography (London & New York: Lontinuum, 2001 ), hal. 996.

6

Dalam Islam, tokoh yang bisa dimasukkan ke dalam pemikiran inklusif ini,

antara lain, adalah Isma'il Raji al-Faruqi. Dalam berbagai karyanya, al-Faruqi, yang

oleh John L. Esposito 14 disebut sebagai jembatan dua dunia, yakni Islam dan Barat

dalam konteks agama clan budaya, mengatakan bahwa kehormatan yang diberikan

Islam kepada agama Y ahudi dan Kristen, para pendirinya, kitab sucinya dan para

penganut keduanya bukanlah sekedar basa-basi, tetapi merupakan pengakuan terhadap

kebenaran kedua agama tersebut. Islam memandang agama-agama ini bukan dalam

"kerangka asing" yang hams dihargai penuh toleransi, tetapi berada di atas sikap

bahwa keduanya merupakan agama dari Tuhan.15

Dalam tulisan mengenai dakwah Islam, al-Faruqi menyatakan bahwa hubungan

antara Muslim dengan non-Muslim adalah sebagai hubungan domestik sebuah

keluarga. Orang Muslim yang datang kepada orang-orang non-Muslim akan

mengatakan: "kita adalah satu, kita adalah satu keluarga di hadapan Allah dan Allah

memberikan kepadamu kebenaran tidak saja yang ada dalam dirimu, tetapi juga di

dalam tradisimu."16 Hanya saja muncul konflik karena masing-masing penganut agama

memanclang satu dengan lainnya penuh kecurigaan clan salah paham.

14Jobn. L. Esposito, ed., 1he Oiford Encyclopedia of The Modem Islamic World, vol. 2 (New York: Oxford University Press, 1995), hal. 3.

15Isma'il Raji al-Faruqi, "The Role of Islam in Global Inter-Religious Dependence" dalam Ataullah Siddiqui. Islam and Other Faiths (Horndon USA The International Institute of Islamic Thought, 1998), hal 74. Juga Al-Faruqi, 1he Cultural Atlas of Islam (New York: Macmillan, 1986), hal. 190.

16 Al-Faruqi, "On the Nature of Islamic Da'wah" dalam International Review of Mission, Vol. LXV, No. 260, October, 1976, hal. 385.

7

Oleh karena itu, menurut al-Faruqi, perlu diadakan dialog yang baik tmtuk

menghilangkan prasangka clan kesalahpahaman itu. 17 Kesalahpahaman di sini

kelihatannya lebih bersifat teologis yang kemudian diperbmuk dengan faktor-faktor

asing lainnya. Jadi, usaha apapun yang akan dilakukan untuk mengakomodir pluralitas

itu hingga menjadi sebuah kekuatan, sulit diwujudkan dengan baik, selama panclangan-

panclangan negatif tersebut belum terselesaikan. Di sinilah proses dialog yang lebih

mendalam dan penuh keakraban diperlukan.18

Secara keseluruhan, inklusivisme agarna yang dibangun oleh al-Faruqi

terinspirasi dari tiga aspek, yaitu: wahyu, sejarah clan kemanusiaan (humanisme ). Yang

pertarna cenderung doktrinal-tekstual, atau umumnya lebih bersifat mitis, 19 sedangkan

yang kedua lebih bersifat metafisik2° ( ontologis ), yang ketiga dalam pengertian etik.

Wahyu disebut mitis karena paradigma atau struktur berpikir memahami keduanya

hampir sarna. Kendati demikian, keduanya punya makna yang berbeda, akan tetapi,

17 Al-Faruqi, Christian Ethics (Montreal: MacGill University Press, 1967), hal. 10. Lihat juga al-Faruqi, "Islam and Christianity: Diatribe or Dialogue" dalam Jurnal of &umenical Stusies, volume 5, No. I (Winter 1968), hal. 45.

18Al-Faruqi, ed, Trialogue of the Abrahamic Faiths (USA: The International Institute of Islamic Thought, 1991), hal. 3.

19Mitis dalarn penafsiran modern tidak terkait dengan benar atau salah, tetapi sebagai insight (pemahaman) puitis tentang realitas. Lihat Lorens Bagus, Kamus Filsefat (Jakarta: PI Gramedia Pustaka Utama, 2000), hal. 659.

200ntologis/metafisik di sini, dengan mengikuti Nicolai Hartman, adalah sesuatu yang bukan tidak dapat diketahui. Jadi metafisika dapat diartikan sebagai studi kritis terbadap asumsi-asumsi (praduga-praduga, keyakinan-keyakinan dasar) yang mendasari, yang digunakaa oleh sistem-sistem pengetahuan kita dalam pernyataannya tentang apa yang nyata. Atau seperti yang ~n John sebagi kerangka pikir yang mencoba secara intensif melakukan penjelasan terhadap n+s dan apa yang nampak secara sungguh-sungguh dalarn realitas. Lihat Johns R Burr dan Milton ~dinged, Philosophy and Contemporary Issues (New Jersey: Prentice Hall, 1972), hal. 534.

8

seperti dinyatakan ArkolDl, aspek mitis ditemukan dalam al-Qur' an, yakni pada

struktur bahasanya. Jadi keduanya sama-sama bisa dikontekstualisasikan.21

Aspek sejarah di sini disebut ontologis karena konsep sejarah yang

dikembangkan al-Faruqi, khususnya dalam bidang hubungan antara agama, cenderung

kepada sejarah sakral yang menekankan logika berpikir. Kebenaran dalam konsep

sejarah sakral hanya didasarkan kepada analisa dan hubungan logik antara satu kasus

dengan lainnya, bukan empris. Di samping itu, tak pemah ada turunan atau gambar-

cenninan yang mumi dari masa lampau; gambaran sejarah tak dapat identik dengan

masa lampau. Dalam masa lampau tertentu terdapat pelbagai gambaran, tetapi tak satu

pun gambaran itu merupakan gambaran yang sebenarnya dari masa lampau. Gambaran

senyatanya yang objektif tak pernah tercapai, ia tidak lebih dari konstruksi jiwa. 22

Bahkan bagi penganut idealisme, sejarah dikatakan sebagai akal pikiran yang

menyatakan dirinya di dalam waktu.23 Akan tetapi model berpikir al-Faruqi yang

dilihat sebagai perkembangan itu tidak diurutkan sebagai anak tangga yang berikutnya

lebih tinggi daripada yang lainnya, melainkan ditegaskan bahwa tiga tahap itu masing-

masing mengandung unsur-unsur tahap lainnya.

Kategori ini relevan atas tiga tahap model kebudayaan yang disampaikan van

Peursen dari mitis, ontologis dan fungsional. 24 Di sini, pemaknaan tiga istilah tersebut

tidak dijadikan sebagai sarana penjelas perkembangan masyarakat secara umum,

21Mohammed Arkoun, Nalar Islam dan Nalar Modern: Berbagai Tantangan dan Jalan Baru, terj. Rahayu S. Hidayat (Jakarta: INIS, 1993), hal. 251clan261.

22Sartono Kartodircljo, Ungkapan-ungkapan Filsafat Sejarah Barat 4- Timur Penjelasan Berdasarkan Kesadaran Sejarah (Jakarta: Pf Gramedia, 1986), hal. 6. ·

T31bid. 24C.A van Peursen, Strategi Kebudayaan, terj. Dick Hartoko, cetakan kelima (Jakarta: BPK

Gunung Mulia, 1985), hal. 18.

-.

9

tetapi perkembangan model pemikiran individual. Al-Faruqi sendiri sebagai seorang

tokoh dari kalangan Muslim, yang dalam pemikiran keagamaannya, sangat

menekankan hmnanitas sebagai dasar hubungan antara penganut agama. Jadi inklusif di

sini lebih bersifat fungsional.

Ungkapan Tuhan yang menyebutkan bahwa ada berbagai macam agama dan

kepercayaan yang diturunkan Tuhan sebagai karya-Nya dan sebagai kehendak-Nya,

hams dijunjung tinggi oleh masing-masing umat penganut suatu agama. Hal yang

demikian, juga akan berimplikasi agar penganut agama tertentu harus menghormati

penganut agama lain. Adapun aspek kedua adalah sejarah dalam pengertian,

inklusivitas yang dibuktikan dengan logika kesejarahan, 25 sebagai relevansi dan

koherensi apa yang diucapkan Tuhan lewat wahyu.26

Dalam perspektif wahyu, al-Faruqi mengatakan bahwa setiap Muslim melihat

al-Qur'an sebagai inti keagamaannya dan memandangnya sebagai perkataan Tuhan in

verbatim.21 Al-Faruqi mengutip ayat-ayat al-Qur'an surat al-Baqarah, ayat 140 yang

berisi sanggahan terhadap orang-orang Y ahudi dan Nasrani yang mengatakan bahwa

Ibrahim, Isma'il, Ishaq, Ya'qub dan keturunannya adalah penganut agama Yahudi dan

25Untuk menjelaskan pembuktian hubungan antara penganut agama dalam sejarah, al-Faruqi lebih banyak menggunakan logika pengetahuan sejarah daripada bahan-bahan historis dari kekuatan sejarah itu sendiri. Pembagian ini sebenamya ada seandainya kita berpijak kepada pembedaan antara filsafat sejarah formal dengan filsafat sejarah material dari Troelsch sebagaimana yang dikutip Joachim Wach. Lihat Joachim Wach, "Perkembangan dan Metode Studi Agama'' dalam Metodologi Studi Agama, terj. Ahmad Norma Permata (Y ogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000), hal. 279-280.

~wat teori koherensinya, ia mengatakan bahwa semua kebenanaran yang diwahyukan Tuhan harus sesuai dengan pengalaman keagamaan manusia Jika Tuhan sumber wahyu, maka perintah-Nya tidak mungkin berlawanan satu dengan lainnya dan sistem kebenaran agama yang didirikan harus memiliki korrespondensi dengan realitas. Lihat Al-Faruqi, Christian Ethic, a Historical and Systematic Analisys of/ts Dominantldeas (Hague:Djambatan, 1962), hal. 14.

27 Al-Faruqi, "The Role", hal. 73.

10

Nasrani; Ali 'Imran 84 yang menerangkan keberimanan kepada kitab yang diturunkan

kepada Ibrahim, Isma' il, Ishaq, Ya' qub clan apa yang ditunmkan kepada Musa, 'Isa

clan para nabi lainnya; Ali 'Imr3n 2-4 yang menlllljukkan lllltuk mengimani kitab

Taurat clan Injil. Kemudian, Ali 'lmran 67 yang menjelaskan Ibriihlrn bukanlah Yahudi

clan Nasrani, tetapi adalah seorang ~an1f yang tidak menyekutukan Tuhan, Ali 'Imran

64 yang berisi seruan kepada ahl-1-K.itab untuk mengikuti kaUmatlDl sawii' clan tidak

menyekutukan Tuhan, an-Nisa' 163 yang berisi bahwa Tuhan mewahyukan kepada

Muhammad sebagaimana yang diwahyukan kepada Nuh, Ibrahim, Isma'il, Ishaq,

Ya'qub, 'Isa, Ayyub, Yllllus, Harun, Sulaiman, dan Daud khusus kitab Zabur, al­

Mfildah 69, 82, al-Anbiya' 71-94 yang panjang lebar menyampaikan tentang kesamaan

para nab~ kesalehan clan kesabaran mereka, clan di akhir ayat itu disampaikan bahwa

semua pada dasamya merupak:an umat yang satu clan kepada Tuhanlah semua

menyembah.

Dari perspektif sejarah, al-Faruqi melihat kedekatan antara Islam dan tradisi

Kristen (Nasrani) maupun Yahudi, bahwa masing-masing berasal dari kelompok

Semit. Sebuah fak:ta yang tidak bisa diingkari bahwa Islam adalah pengembangan

dari Y ahudi clan Nasrani. Akan tetap~ harus diingat bahwa Y ahudi clan Nasrani adalah

kelanjutan dari tradisi agama Semit atau mereka adalah para penggerak: dalam

pengembangan kesadaran semitik yang bisa ditemukan pada orang-orang Sumeria,

Babilonia, kaum nabi Nuh, Ibrahim dan agama-agama mosaik lain yang dipanclang

muncul lebih awal. Kemudian muncul para pengikut Y ahudi clan Nasrani, clan yang

--

11

paling belakangan adalah Islam. 28 Dalam konteks serupa ia juga, lewat hasil

penelitiannya, mengatakan bahwa Islam telah mendeklarasikan dirinya sebagai sebuah

agama yang identik dengan agama-agama wahyu sebelumnya (Yahudi dan Nasrani).29

Bagi al-Faruqi, karena wahyu dan. sejarah dipandang satu, sebagai implikasi dari

konsep unitasnya, maka sejarah (fenomena keberagamaan yang betvariasi) ini tidak

lebih dari ketetapan Tub.an sebagaimana yang disampaikan dalam wahyuNya, serta

tidak mengandung pertentangan di dalamnya.

Demikianlah, aspek korespondensi dalam pemahaman al-Faruqi, yakni adanya

kesesuaian wahyu ( teologis) dengan sejarah atau fakta keberagaman begitu nampak

sekali, kendatipun realitas luar yang diasumsikan bersesuaian (koresponden) dengan

wahyu yang memiliki kebenaran mutlak itu, bersifat partikular. Memang, model

pemahaman al-Faruqi seperti itu cenderung tidak mendatangkan pengetahuan apa-apa

tentang entitas-entitas partikular. Dalam pengertian lain, fenomena keragaman agama

yang diasumsikan bersesuaian dengan pemyataan wahyu itu begitu sulit dijelaskan,

terutama mengenai konflik yang terjadi antara agama-agama yang hingga sekarang

berkelanjutan. Akan tetapi jelas bahwa, doktrin wahyu dan realitas kesejarahan tentang

pentingnya mengakui eksistensi agama lain, merupakan sumber inspirasi bagi al-Faruqi

dan sekaligus memposisikannya sebagai seorang inklusif. 30

28 Al-Faruqi & DE. Sopher, Historical Atlas of The Religions of the World (New York: Macmillan, 1974), hal. 238.

'29lbid., hal. 140. :iooengan mengikuti kategori Ninian Smart, inklusivisme al-Faruqi temasuk ke dalam kategori

inklusivisme hegemonisitik, sebab di sini terdapat pengakuan terhadap agama Y ahudi clan Nasrani sebagai agama wahyu clan dalam hukum Islam kelompok non-Muslim cliberi suatu otonomi parsial di dalam keseluruhan sistem Islam.

-.

12

B. Permasalaban

Kebenaran agama yang dianut oleh seseorang (believer) menuntutnya untuk

mematuhi ajaran itu sendiri, tetapi lalu seorang penganut agama tadi melihat ada

kebenaran di luar agama yang dianut. Dengan kata lain, seseorang dituntut untuk

mengukuhkan keimanannya sendiri, tetapi di pihak lain, secara nalar ia juga dapat

melihat ada kebenaran di luar yang dikukuhkan tadi. Jadi, masalah yang muncul di sini

ialah bagaimana klaim kebenaran agama sendiri tidak menjadi penghalang untuk

mengakui kebenaran ajaran lain.

Al-Faruqi juga mendengungkan konsep unitas (kesatuan) yang berakar dari

tauhid yang menurutnya sebagai sebuah prinsip penerimaan Tuhan sebagai tempat

akhir clan mutlak, sebagai satu-satunya yang disembah. Ia mengatakan kehidupan

bukan sebagai satu sisi peristiwa yang berjalan sendiri-sendiri, tetapi merupakan satu

kesatuan yang utuh. Dengan demikian, kehidupan punya bentuk yang satu, yaitu

Islam.31 Bahkan, ketika al-Faruqi berbicara tentang tradisi Nabi Ibrahim yang dikenal

dengan }Janlf, ia mengatakan Islam adalah serupa dengan franlf dan didukung

dengan pernyataan otoritatif al-Qur' an bahwa Ibrahim sebagai 1Janlf32 Al-Faruqi

percaya bahwa setiap individu pada dasarnya sudah memiliki agama, clan agama itu

adalah Islam. 33 Tugas utama manusia adalah berusaha untuk memahami lebih jauh

Islam sebagai }Janlf hingga terlepas dari penafsiran-penafsiran yang penuh

31 Al-Faruqi, The Cultural Atlas, hal. 77. 32/bid., hal. 61. 33Muhammad Shafiq, "Trilogue of Abrahamic Faiths Guidelines for Jewish, Christian and

Muslim Dialogue: Analysis of Views of Isma'il Raji al-Faruqi" dalam Hanuiard /slamicus, vol. XV. No. 1 (Karachi: Hamdard Fondation, t.t.), hal. 61.

13

kepent:ingan. Masalah yang mllllcul di sini adalah jikalau agama hanya satu dan

kehidupan merupakan satu kesatuan yang utuh, mengapa ada banyak tradisi agama

yang satu dengan lainnya bertentangan. Untuk menemukan jawab dari masalah tersebut

ada beberapa pertanyaan yang diajukan di sini, yaitu:

1. Apa konsep inklusivisme agama yang dimaksudkan al-Faruqi?

2. Mengapa al-Faruqi, dalam konsep inklusifuya, justeru mengatakan Islam

sebagai agama yang identik dengan tradisi han1f dan satu-satunya

kebenaran?

3. Bagaimana implikasi konsep itu terhadap diskursus pluralitas agama?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Penelitian ini, secara umum, bertujuan untuk mengetahui bagaimana klaim

kebenaran satu agama tertentu tidak menjadi penghalang untuk menerima klaim

kebenaran penganut agama lain. Sedangkan tujuan khususnya adalah: 1) Untuk

mengetahui apa konsep inklusivisme yang dimaksudkan al-Faruqi sendiri. 2) Untuk

mengetahui bagaimana Islam yang dipahami al-Faruqi ketika ia menyebut bahwa

"kebenaran yang satu atau }Janlf adalah Islam, bahkan mengatakan Islam merupakan

satu-satunya kebenaran". 3) Lewat penelitian ini, juga akan dapat diketahui bagaimana

sebuah misi dilakukan, apa fungsi misi agama itu dan bagaimana sebuah dialog agama

dilakukan. Dari pemahaman ini, kemudian pemikiran al-Faruqi (khususnya tentang

inklusivisme agama) bisa dipetakan lebih ja~ sehingga dengan drlnikian akan dapat

dijelaskan dimana posisi dan corak inklusivisme agamanya dalam diskursus "sikap

penganut agama terhadap orang yang lain agama" (the religfous others).

-.

14

Adaptm kegunaan penelitian ini adalah memberikan penjelasan bahwa

fenomena inklusivisme mempunyai relevansi dengan alat-alat analisa tokoh-tokoh

agama, di samping memberikan penjelasan tentang perkembangan pemahaman

keagamaan yang dapat dimengerti dari gagasan inklusivisme agama al.,Faruqi setelah ia

dijelaskan dengan teori berkembangan budaya. Dengan demikian, kontribusi yang

diperoleh dari penelitian ini, antara lain, sebuah penjelasan yang bennanfaat bagi para

tokoh-tokoh agama, yakni, klaim kebenaran agama yang tidak memmjukkan fungsi

sosialnya secara maksimal akan rawan terhadap gangguan sosial, seperti kebencian dan

permusuhan antara masing~ing penganut agama.

Dari segi praktisnya, penelitian ini memberikan sumbangan bagaimana

idealnya suatu fenomena keragaman agama bisa dijadikan sebagai sebuah kekuatan,

yang bukan hanya diujud.kan dalam kerja sama praktis, tetapi juga mengarah kepada

apa yang disebut sebagai lahirnya keimanan universal. Toleransi atau keruktman yang

mtmcul bukan hasil sebuah ikatan yang diciptakan oleh kekuatan tertentu, tetapi

didasarkan kepada keimanan bersama. Keimanan di sini tidak semata diartikan

teologis, tetapi lebih terkait dengan kerja sama antara masing-masing pemeluk agama

mrtuk saling menghargai dan bekerja sama atas dasar kemanusiaan (humanisme ).

Dengan menerapkan konsep inklusivisme agama al-Faruqi, ada man:fa'at yang

diperoleh, antara lain: seorang penganut agama bisa menghindarkan diri dari sikap

eksklusif, terutama dalam perilaku beragama, yang sering berakibat lahirnya

pemahaman kebenaran ttmggal. Kemudian dengan menerapkan hal demikian,

pemahaman kita terhadap Islam, dalam hubungannya dengan agama lain, akan menjadi

lebih dinamis.

15

Penelitian ini juga akan berimplikasi pada pergeseran paradigma inklusivisme

al-Faruqi, sebagai sikap semata, menjadi inklusivisme sebagai bentuk perkembangan

pemikiran keagamaan. Pergeseran ini tidak hanya berguna untuk melihat tradisi

pemikiran Islam secara kritis, tetapi bermanfaat untuk memahami bagaimana

mengaplikasikan dan menarik relevansi disiplin lain ke dalam diskursus keislaman saat

ini. Dengan cara ini, corak inklusivisme agama yang terekspresi dari pemahaman

wahyu dan sejarah yang berjalan sendiri-sendiri dapat dihindarkan, sehingga antara

yang satu dan lainnya saling mengisi dan saling mengkritisi.

D. Hasil-basil Penelitian Terdahulu

Penelitian terhadap gagasan atau pemikiran al-Faruqi, khususnya di Indonesia,

sudah banyak dilakukan, terutama pada isu-isu besar al-Faruqi tentang Islamisasi ilmu

pengetahuan yang banyak terkait dengan para sarjana Muslim yang memperoleh

pendidikan Barat. Islamisasi ilmu pengetahuan tersebut pada umumnya lebih terkait

kepada isu-isu problem pendidikan Islam. Hanya saja yang berhubungan dengan kajian

studi agama-agama, dapat dikatakan masih minim.

Di antara penelitian yang sudah dilakukan, khususnya di bidang studi agama,

adalah dua skripsi di Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan K.alijaga, yang ditulis oleh

Mustholih dengan judul "Konsep Ummat Menurut Isma'il Raji al-Faruqi" (1989) dan

Kusmeitin dengan judul "Tauhid Menurut Pandangan Isma'il Raji al-Faruqi" (1987).

Mustholih, dengan merujuk kepada al-Faruqi, membahas tentang konsep universalisme

al-Faruqi yang mengatakan bahwa masalah um.at bukan hanya persoalan kelahiran,

geografis maupllll bahasa, tapi juga bagaikan bangsa-bangsa yang disatukan dengan

16

suatu ideologi yang kuat. Umat sebagai persaudaraan keagamaan dan moral, dan ini

sangat terkait dengan semangat patriotisme dan saling menghargai.

Sedang Kusmeitin menyampaikan prinsip tauhid al-Faruqi yang berlandaskan:

tidak ada Tuhan selain Allah telah berimplikasi kepada empat aspek yang lain, yaitu;

iman, sebab awal dan tujuan akhir, kekuatan untuk menlllldukkan alam dan tanggung

jawab. Lima llll.sur yang saling terkait ini, menurutnya, merupakan kebenaran yang

tidak perlu dibuktikan lagi.

Pada tahun 2003, Mas Media Pinem menulis "'Estetika Islam (Studi atas

Perrrilciran Isma'il Raji al-Faruqi)". Dalam tesis yang ditulis di Pascasarjana IAIN

Sunan Kalijaga tersebut, Pinem menulis dasar-dasar pemikiran al-Faruqi, yang

kemudian menariknya ke wilayah konsep estetika al-Faruqi semata, dan tidak sampai

menyentuh wilayah diskursus hubungan antara agama.

Adapllll yang terkait langsung dengan studi agama adalah seperti tulisan

Muhammad Syafiq yang dimuat dalam jmnal Hamdard Jslamicus, volume XV, No. 1,

Karachi berjudul "Trilogue of Abrahamic Faiths Guide Lines Jewish, Christian and

Muslim Dialogue: Analysis of Views of Isma'il Raji Al-Faruqi". Dalam tulisan ini

Syafiq melihat al-Faruqi sebagai seorang tokoh yang memiliki spesialisasi di bidang

filsafat agama dan seorang yang brillian dalam bidang dialog antara agama dan menjadi

juru bicara agama-agama bukan hanya di bagian Amerika Utara tetapi seluruh dunia.

Secara kritis, ia mengkaji tentang hubungan antara agama lewat etika yang al-Faruqi

menyebutnya dengan "supremely ethical endeavor". Dalam hubungannya dengan

dialog terhadap agama lain, al-Faruqi menyebut dirinya sebagai "citizen of the religio­

world commmrity" dan mengatakan dialog adalah tanggung jawab semua agama.

--

17

Kapan saja al-Famqi ditanya tentang perbedaan mendasar antara Islam dan agama lain

seperti Buddha, jawabnya adalah perbedaan tercipta karena mereka telah memalsukan

(falsified) wahyu yang dibawa para nabi.

John L. Esposito juga telah menulis sebuah karya tentang kehidupan dan

prestasi al-Famqi dengan judul: "Isma'il Ragi al-Famqi: Muslim Scholar-Activist"

dalam Yvonne Yazbeck Haddad (ed). The Muslims of America yang diterbitkan oleh

Oxford University Press, New York 1991.

Kemudian tulisan Fadlullah Wilmot yang diterjemahkan Rasyid H. Lubis

dalam Harian Panji Masyarakat, No. 510, Tahun XXVIII, 21 Juli 1986 berjudul:

"Mengenang Isma'il al-Famqi Tokoh Toleransi dan Perdamaian". Di sini ia melihat

bagaimana al-Famqi memulai dengan pandangan bahwa seluruh tradisi agama

bersumber dari Tuhan. Sikap agama Islam adalah menguji seberapa jauh tradisi agama

sesuai dengan ad-dfnu-1-fi._trah dan bagaimana sebuah agama telah menyimpang dari

aslinya. Dalam tulisan itu dikatakan bahwa al-Famqi adalah salah satu dari sekian

ban.yak korban keganasan Zionis Israel, tetapi al-Famqi tetap menekankan bahwa

Islam tidak menentang Y ahudi, bahkan menghonnatinya sebagai agama Tuhan dan

kitab Taurat sebagai kitab suci yang turun dari Tuhan yang sama pula. Sampai

wafatnya, ia tetap berdiri tegak pada pendiriannya bahwa negara zionis hams dibongkar

dan korban-korban terorisme zionis dan bangsa Palestina, hams dihindarkan. Dalam

tulisan tersebut, Wilmot juga ban.yak berbicara tentang pemikiran al-Famqi tentang

kebebasan untuk mengkaji ulang teks-teks keagamaan secara kritis, bahaya suatu

negara yang memaksakan hukum hams seragam dan pengaruh negatif neo­

kolonialisme pada dunia Islam. Di bagian akhir dari tulisan itu disampaikan pandangan

..

18

al-Faruqi tentang dogmatisme, detenninisme dan hak-hak kamn Muslimin di negara

intemasional.

Di samping itu, F. Peter Ford, Jr menulis dengan judul "Isma'il al-Faruqi on

Muslim-Christian Dialogue: an Analysis from a Christian Perspective" dalam Islam

Christian-Muslim Relations, volume 4, No. 1, Juni 1993 yang diterbitkan oleh CSIC

England. Dalam tulisan ini Peter Ford antara lain membicarakan tentang prinsip dasar

dialog antara Muslim-Kristen menurut perspektif al-Faruqi, yakni dengan terlebih

dahulu memusatkan perhatian kepada eksistensi dua agama tersebut secara objektif,

kemudian mencoba pula menemukan kesamaan agama tersebut dalam wilayah

praktisnya. Peter Ford juga menjelaskan kritik orang-orang Kristen terhadap pemikiran

al-Faruqi, khususnya dalam konsep arabisme yang terkesan eksklusi:( rasial dan

nasionalistik. Padahal, semula al-Faruqi mengatakan arabisme merupakan konsep yang

dapat mewadahi semua perbedaan, khususnya dalam aspek berbagai macam tradisi

keagamaan.

Dari aspek moral, Tafsir, Zainul Ari:fin dan Komarudin menulis sebuah buku

berjudul Moralitas Al-Qur'an dan Tantangan Modemitas (I'elaah Atas Pemikiran

Fazlur Rahman, al-Ghazali dan lsma 'ii Raji al-Farnqi), diterbitkan oleh Gama Media

Semarang, tahun 2002. Dalam karya ini antara lain dibicarakan pola pemikiran al­

Faruqi yang pada awalnya condong kepada bayani, tetapi setelah ia mempelajari

banyak filsafat, terutama filsafat agama, pola pemikiran ini berubah menjadi burhani.

Ditambah lagi ketika al-Faruqi begitu intens dalam studi perbandingan agama maka ia

dipandang sebagai seorang tokoh inklusif di bidang pemikiran keagamaan. Menurut

penulis buku ini, teori-teori yang disampaikan al-Faruqi sering dimulai dari mengutip

'•

19

ayat-ayat al-Qur' an dan kemudian memberi argumentasi filosofis dan sejarah tmtuk

memperteguh teorinya itu.

Dalam berbagai tulisan di atas, hampir semua melihat bagaimana al-Faruqi

menyampaikan pesan-pesan agama yang erat kaitannya dengan diskursus plmalitas

dalam wilayah normatifuya atau dalam bentuk ideal, tanpa melihat bahwa al-Faruqi

mencoba memberikan legitimasi masing-masing teks itu dengan aspek historis dan

etiknya.

Di samping itu, kebanyakan dari mereka melihat sebagai produk saja, tanpa

menjelaskan bahwa model berpikir yang ada merupakan satu bentuk perkembangan

pemikiran keagamaan al-Faruqi sendiri. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hal-hal

tersebut secara jelas. Oleh karena itu, ada perbedaan dengan berbagai karya di atas, dan

lebih dari itu, penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan konsep yang

disampaikan al-Faruqi sendiri.

E. Kerangka Teoretik

1. Makna Inklusif dalam Keberagamaan

Makna inklusif di sini, tergambar lewat apa yang pemah dikatakan Kalr Rahner:

''jika seseorang ingin mendapatkan keselamatan dari Tuban secara sungguh-sungguh,

maka seseorang tidak dapat mengabaikan penyelamatan yang diusahakan para

pemeluk agama lain". 34 Kasih Tuhan dan dunia bukan dua dimensi dalam kehidupan

tersendiri, tetapi kasih Tuban ada dalam dunia dan bukan hanya semata sebagai

34Karl Rabner, "Christianity and the Non-Christian Religions" dalam Theological Investigation 5 (1966), hal. 122.

-.

20

tambahan luar. Wilayahnya tidak hanya terbatas pada gereja. Pendirian ini mengandllllg

pengertian bahwa seluruh umat manusia tidak terselamatkan, jika terlepas dari agama

masing-masing mereka. 35

Penganut inklusivisme pada dasarnya juga berpegang pada keyakinan

sebagaimana dipahami Rabner, bahwa pada mulanya tidak ada keselamatan di luar

agama yang dianutnya. Tetapi, karena penganut sebuah agama tertentu juga

menyadari betul bahwa orang-orang di luar agamanya mengklaim sebagai penyembah

Tuhan dan berusaha mendapatkan keselamatan, maka orang tersebut hams

memandang orang lain yang ada di luar agam~ya sebagai anggota jama'ah (keluarga)

dari agamanya sendiri, baik melalui tradisi serupa atau dalam bentuk lainnya. 36

Jadi, apa yang disebut dengan kecenderungan untuk melakukan kebajikan,

hidup secara benar, menjlllljllllg tinggi nilai-nilai kemanusiaan adalah merupakan

prinsip dasar paham inklusif. Dengan prinsip-prinsip itu pulalah seseorang mempllllyai

hubllllgan yang erat dengan Tuhan. Tuhan dipandang sebagai Zat yang memenuhi apa

yang diinginkan manusia. Bahkan, seorang ateis yang hidup sesuai dengan nilai

kemanusiaan, seperti berbuat kebajikan dan kebenaran, dapat dipandang sebagai

seorang beragama tanpa nama (anonymously). 37 Jadi, yang disebut sebagai penganut

inklusif adalah seseorang yang mengklaim bahwa hanya satu agama yang secara

35Dominic Veliath SDB, ''Theology in the Cootext of Religious Pluralism and the Search fur a New Spiritwility" cla.lam Bangalore Theological Forum, hal. 16.

36Hendrik M. Vroom, "Do All Religious, Traditions Worship The Same God?" dalam SR Sutherland, ed., Religious Studies, vol 26 (New York: Cambridge University Press, 1990), hal 76.

31 lbid, hal 77.

-.

21

definitif benar, tetapi agama lain juga pllllya kesempatan untuk mendapatkan kebenaran

itu dan mereka juga akan terselamatkan. 38

Sebagai sebuah paradigma, dalam konteks Kristen, inklusivisme berangkat dari

pengakuan keselamatan itu begitu terkait erat dengan karya Kristus untuk seluruh umat

manusia, apa pllll agama dan keyakinannya. Hal ini berarti, orang yang berada di luar

Kristen dimasukkan pula ke dalam wilayah keselamatan Kristen. 39 Dalam perspektif

Hans Kiing, Kristus adalah norma akhir bagi semua agama.40 Dalam konteks agama,

inklusivisme bisa dilihat dari dua model: pertama, inklusif hanya berada dalam aspek

hubungan antara mnat beragama semata; kedua, inklusif dalam aspek teologi kesatuan

agama-agama. Pada umumnya, model pertama lebih didominasi oleh kelompok

beragama formal seperti dalam Abrahamic Religions, sedangkan model kedua lebih

banyak ditemukan pada agama yang banyak melibatkan tradisi filsafat perenial, yaitu

menunjukkan adanya ide-ide yang sama dalam idiom-idiom berbagai agama atau

tradisi-tradisi religius lain.41

Paradigma inklusif ini didasari pula oleh pandangan Hendrik M. Vroom yang

menyatakan setiap manusia yang memeluk agama, akan memiliki pengalaman

transenden (Transzendenzeifahrnng), yang karenanyalah manusia dapat berhubungan

dengan Tuhan. Oleh karena Tuhan jauh dari gambaran pemikiran dan bahasa

manusia, maka seseorang hams menggunakan kiasan dan simbol-simbol untuk

38Roger Trigg, Rationality and Religion (USA: Backwell Publisher, 1998), hal. 58. 19John Hick, A Christian Theology of Religions (Kentucky: Westminster John Knox Press, 195),

hal. 20. ~ihat Paul Knitter, "World Religions and The Finality of Christ: A Critique of Hans Kung's

On Being a Christian" dalam Horizon 5, 1978, hal. 156. 41Budhy Munawar Rachman, Islam Pluralis, Wacana Kesetaraan Kaum Beriman (Jakarta:

Paramadina, 2001), hal 63.

22

1

·. menggambarkan pengalaman transenden itu. Sifat bahasa pengalaman keagamaan

seperti ini menjadikan lahirnya dua kemungkinan: pertama, mereka yang memberikan

gambaran berbeda tentang transenden itu bisa saja menunjukkan pengalaman serupa,

kedua, setiap orang bisa juga mengalami pegalaman yang berbeda, ini disebabkan

tidak ada pengaJaman yang serupa tentang Tuhan.42

Bila yang demikian merupakan karakteristik gambaran seseorang terhadap

Tuhan, maka di sini setiap penganut agama, sesunggubnya tidak pemah berhenti

untuk membenahi kebenaran agama yang ia anut sebagai sebuah pemahaman. Di

sinilah antara lain diperlukan perjumpaan dan dialog antara masing-masing pemeluk

agama. Demikianlah, semua agama memiliki dua dimensi, yaitu esensi dan aksidensi

yang bersifat kesejarahan. Secara teoritis, inklusivisme agama bisa terwujud dengan . .

baik, bila dalam diri seorang beragama terdapat keseimbangan untuk menatap wilayah

esensi dan aksidensi agama yang dipeluknya.

Jika inklusivisme ini sangat terkait dengan bentuk atau model berpikir, maka

inklusif juga pada dasarnya merupakan suatu jenjang atau tahapan dalam bentuk

pemikiran manusia. Artinya, karakter untuk bisa menerima pandangan orang lain yang

berbeda sangat terkait dengan cara berpikir yang lebih maju atau cara berpikir yang

sudah mengalami perkembangan. Semua bentuk nalar yang terkait dengan diskursus

keagamaan diwarnai oleh tahap perkembangan pemikiran manusia. Tan.pa tahap

berkembangan pemikiran manusia, tidak mungkin ada yang disebut berpikir eksklusif,

inklusif atau plmal dalam bidang kehidupan.

42Hendrik. M. Vroom, "Do All Religious", hal. 76.

·.

. .

23

2. Inklusif sebagai Bentuk Perkembangan Sikap Keberagamaan

Sebagai bentuk sikap keberagamaan, inklusivisme secara umum dapat

dipandang sebagai sebuah produk budaya masyarakat dari perkembangan pemikiran

yang sederhana (eksklusif) kepada yang lebih tinggi (inklusif). Agak sulit

membayangkan betapa seseorang langsung berpikir inklusif, k:hususnya di bidang

keagamaan, tanpa terlebih dahulu, dimulai dari berpikir eksklusif. 43 Berpikir inklusif

merupakan tahapan yang lebih tinggi dan diperoleh sebagai basil dari berbagai faktor,

yang disebut sebagai agent of changes dalam sebuah perubahan.44

T etapi di pihak lain, inklusif sebagai sikap dalam beragama seseorang,

sebenarnya bisa lahir atas dasar perintah agama. Dalam Islam misalnya, secara

tekstual, banyak ditemukan ayat-ayat yang menuntut seorang beragama untuk

menghormati penganut tradisi lain. Di samping itu, sikap inklusif ini juga dapat

didasarkan atas kenyataan sejarah para pembawa dan pembela agama Islam

sebelumnya mengharuskan para umat belakangan melakukan hal serupa sebagai

pri1aku kebajikan yang harus ditiru. Bahkan seperti halnya al-Faruqi, menghormati

komunitas masyarakat beragama tertentu justeru bukan hanya terinspirasi dari anjuran

wahyu dan gambaran sejarah masa lalu, tetapi juga karena yang demikian merupakan

43Kategori ini adalah mengikuti pembagian paradigma teologi agama-agama yang dikemukakan Alan Race, yaitu eksklusif, inklusif dan pluralis. Hal ini di luar kategorisasi Gavin D'Costa (seorang inklusif) yang menempatkan pluralisme di tempat pertama sebagai paradigma yang paling tidak memadai dan harus banyak dikritik. Lihat Gavin D'Costa, Theology and Religious Pluralism: The Challenge of Other Religions (Oxford: Basil Blackwell, 1986)

44 Ada beberapa hal yang disebut sebagai agent of changes, sepllti pendidikan, lingkungan, kultur, kekuatan politik dan hubllllgan sosial. Secara akademis, tradisi fil9'k ~at dikatakan sebagai disiplin yang mendominasi perubahan dalam pemikiran, tidak terkecuali pemikiral -amaan.

24

·. tuntutan kemanusiaan universal. Artinya, setiap individu mempunyat hak untuk

dihormati dan dilindungi.

Dalam penelitian 1m, tiga pendekatan itu dijelaskan sebagai bentuk

perkembangan sikap keberagamaan al-Faruqi da1am hubungannya dengan penganut

agama lain. Karena hat yang demikian dipandang sebagai bentuk taliapan, maka

relevan bila yang demikian dijelaskan dengan model kebudayaan bertaliap tiga, yang

dikemukakan van Peursen, yakni mitis, ontologis dan fungsional, sehingga makna

inklusif al-Faruqi tersebut dapat dipahami secara tepat.

3. Sikap Keberagamaan sebagai Ekspresi Budaya

Sikap masyarakat dalam beragama pada dasarnya merupakan cerminan dari

tingkat kebudayaan yang dimilik:inya, di samping kadar keilmuan agama itu sendiri. Di

dalam masyarakat pluralistik, khususnya da1am bidang agama, sering ditemukan

golongan masyarakat maupun individu yang tidak sama kemampuan dan kecepatannya

untuk menyesuaikan diri serta memanfaatkan kesempatan-kesempatan barn yang ada.

Demikian pula kemampuan untuk dapat membela diri terhadap aspek negatifuya.

Dalam konteks ini, dapat dilihat bahwa bersikap da1am agama sebenamya tidak

lebih dari siasat seseorang dalam upaya menempatkan diri di tengah komunitas lain.

Jadi, bersikap di sini dipandang sebagai proses pelajaran yang terus-menerus sifatnya.

Sikap keberagamaan ini sebenarnya muncul sebagai hasil pemahaman seseorang

terhadap ajaran agama (wahyu) maupun sejarah berdasarkan sittem nilai budaya yang

ia anut. Jadi tingkat kebudayaan masyarakat maupun individu .... t menentukan atas

sikap atau ekspresi keberagamaan.

·.

' .

25

C.A. van Peursen menyajikan suatu model kebudayaan yang bertahap tiga.

Tahap mitologis, ontologis dan fungsional. 45 Yang dimaksudkan dengan tahap mitis

ialah sikap manusia yang merasakan dirinya terkepoog oleh kekuatan-kekuatan gaib

sekitamya maupoo kekuasaan yang disebut dewa-dewa. Yang dimaksud dengan tahap

ontologis ialah sikap manusia yang tidak lagi hidup dalam kepoogan kekuasaan mitis,

melainkan secara bebas ingin meneliti segala hal ikhwal. Sedangkan tahap ketiga

adalah fimgsional, yakni sikap dalam pikiran yang melihat pentingnya relasi-relasi barn

serta kebertautan yang barn terhadap segala sesuatu dalam lingkungannya.

Istilah mitis dalam pemikiran van Peursen berbeda dengan wahyu. Para

penganut rasionalis tidak jarang memandang rendah terhadap kebudayaan mitis,

dipandang sebagai tahap pra-logis, bahkan dianggap tidak ilmiah. Tetapi, menurut

Peursen, pandangan itu tidak tepat karena sekalipun bentuk kebudayaannya dan cara

pemanfatan barang-barang la1n dari dunia kita, namoo dalam mitospun kita

menyaksikan bagaimana manusia menyusun suatu strategi, mengatur hubungan antara

daya-daya kekuatan alam dan manusia. 46 Dengan hal senada, Arkoun, seperti yang

ditulis Ruslani, menyatakan mitos tidak dianggap sebagai pra-rasional atau anti

rasional yang mesti ditinggalkan manusia modern, melainkan dihargai sebagai suatu

yang positif. Ia tidak menentang mitos, ia menentang penyelewengan mitos dalam apa

45 Konsep ini lahir dari analisis Peursen sendiri terbadap perkembangan budaya masyarakat secara umum. Secara filosofis, ia mengatakan sering terjadi pemisahan bahasa logis clan bahasa deskriptif di satu pihak clan bahasa evaluatif dan tanggung jawab etis di pihak lain. Lihat. C.A van Peursen, Falda, Nilai, Peristiwa tentang Hubungan antara I/mu Pengetahuan dan Etika, terj. A Sonny Keraf (Jakarta: Pf Gramedia, 1990), hal. 29. Filosofi dasarnya adalah empiril. Sesuatu yang fungsional menunut van Peursen tentu empirik, bahkan harus pragmatic. Dan itulah y:i• akui, karena ia setuju dengan John Dewey. Penolakannya terhadap positivisme Auguste Comte, c!iµflttam tingkat kesadaran pada Comte hirarkhis, sementara baginya tidak.

46C.A van Peursen, Strategi, hal. 36.

--

f

26

yang disebutnya ideologi, pemistikan dan pemitologian. Arkoun mengatakan mitos

berfimgsi menjelaskan, menunjukkan, mendirikan bagi kesadaran kolektif kelompok

yang mengukur suatu proses tindakan bersejarah yang barn dalam suatu kisah

pembentukan. Seperti Juga kisah-kisah dalam al-Kitab, wacana al-Qur'an

menggambarkan tingkatan mitis itu; tindakan sosial-historis dari kelompok yang

dipimpin oleh Muhammad disertai suatu wacana bersusunan mitis dalam al-Qur'an.47

Adapun yang disebut wahyu, khususnya dalam pandangan al-Faruqi, ialah

berupakan kitab yang diturunkan Tuhan sebagai sarana Tub.an bicara kepada manusia

dan diterima penuh keimanan tanpa sedikit pun mengandung keraguan. Antara mitos

dan wahyu berbeda sama sekali. Persamaan mitos dengan wahyu hanya ditemukan

dalam paradigma berpikir yang digunakan oleh pembacanya, yakni ketika menjelaskan

realitas lewat kekuatan yang bersifat spiritual. Ungkapan-ungkapan yang dipakai tidak

membutuhkan verifikasi secara empiris. Budi manusia tidak bekerja hanya atas dasar

konsep-konsep abstrak saja, tetapi membutubkan bahasa simbolis-imajinatif untuk

menemukan dan mengungkapkan kebenaran mengenai keberadaan kita.48 Dalam

konteks ini tampaknya Mircea Eliade49 memandang mitos sebagai 'cerita benar' dan

cerita itu mengandung nilai yang sakral dan signifikan bagi yang mempercayainya.

Jadi konsep mitis, dalam arti yang lebih luas, digunakan untuk menjelaskan wahyu al-

Faruqi, khususnya, dalam pembicaraan pluralitas agama.

47Ruslani, Masyaraka.t Kitab dan Dialog Antaragama, Studi atas Pemikiran Moflammed Arkoun (Y ogyakarta: Y ayasan Bentang Buda.ya, 2000), hal. 139.

411Gerald O'Collins, Kamus Teologi (Yogyakarta: Kanisius, 19CJ5), hal. 202. 49Lihat Mircea Eliade dan Joseph M. Kitagawa, ed., The History of Religions Essays in

Methodology (Chicago: The University of Chicago Press, 1959)

--

' .

27

Demikian pula, istilah ontologis dalam pemikiran van Peursen berbeda ketika

terma 1Ill diaplikasikan kepada pemikiran keagamaan, khususnya al-Faruqi. Dalam

pemikiran keagamaan, istilah ontologis selalu dipahami sebagai ontologi tradisional

(metafisik)5°, yakni sesuatu yang masih bersifat adikodrati kendati pun di sini sudah sah

unruk diperbincangkan. Sejarah hubungan antara umat beragama, yang dalam

penelitian ini dikategorikan sebagai sejarah sakral, bisa dimasukkan ke dalam kerangka

berpikir ontologis/metafisik tersebut. Di sini seseorang sudah mencari strategi guna

menemukan hubungan yang tepat antara dirinya. dengan kekuatan-kekuatan lain.

Dalam pikiran ini seseorang sudah mengambil jarak terhadap sesuatu yang

mengitarinya. Di sini ia berusaha memperoleh pengertian mengenai kekuatan yang

menggerakkan sejarah. Hanya saja dalam perbuatan-perbuatan praktis, renungan-

renungan teoritis mengenai sejarah (yang nampak) dan yang tidak nampak muncul

secara bersama.

Sikap mitis dan renungan ontologis banyak pertautannya, tetapi cara

pendekatannya berbeda. Dalam sikap mitis seseorang mengambil bagian (partisipasi)

dalam daya yang meresapi alam; dalam perenungan ontologis sudah ada jarak ( distansi)

terhadap segala sesuatu yang mengitarinya, clan lewat demikian dapat dibuktikan

adanya sesuatu kekuasaan yang lebih tinggi. Pergeseran-pergesean itu juga dapat

dilihat dalam pemikiran keagamaan al-Faruqi, khususnya dalam menempatkan agama

lain. Dalam banyak aspek, alam pikiran ontologis sangat religius sifatnya, tetapi

konflik-konflik timbul juga, apa lagi dalam masa transisi. 51 Dalam tahap ini bukan lagi

5°C.A van Peursen, Strategi, hal. 60. 51Ibid., bl. 63

·.

28

kekuatan magis yang men.en~ melainkan analisis pikir l.llltuk menemukan hakikat

sehingga ditemukan adanya tingkatan atau urutan dari yang "ada". Dapat dibedakan di

sini "ada' natural dan ''ada" supranatmal, antara ontologi yang menggambarkan

struktur 'ada' yang alamiah dan metafisika yang mencitrakan struktur 'ada' yang

supranatural.

Konsep sejarah hubungan antar agama yang terdapat dalam pemikiran al-Faruqi

dapat dijelaskan lewat perspektif ini. Sejarah sebagai perwujudan apa yang dikatakan

Tuhan lewat wahyu. Sejarah clan wahyu tidak terpisah. Sejarah bertitik tolak dari

kenyataan yang tersedia, yang telah ditemukan sebagai data. T etapi sejarah di sini tidak

selalu menampakkan diri, tetapi harus diyakini sebagai benar. Oleh karena itu, al­

Faruqi tidak akan banyak bertanya mengapa ada sejarah, sebab ini sudah kreasi Tuhan

sebagai koresponclensi dari apa yang diucapkannya. Tampaknya ia tidak

mempertanyakan kosmogoni-kosmogoni mitis ten.tang sejarah. Oleh sebab itu, konsep

penciptaan sejarah tidak ditemukan pada al-Faruqi. Memang, dipandang secara

metafisik, masalah penciptaan sejarah berkedudukan sangat sekl.lllder, selama diambil

sebagi awal munculnya. Cuma orang harus bisa mengambil pelajaran dari sejarah itu.

Oleh karena itu, sesuai dengan metode ontologi, sejarah bagi al-Faruqi berada di atara

dua kutub, yaitu antara pengalaman akan kenyataan konkret clan pra-konsepsi yang

paling umum. Dalam refleksi ontologis kedua kutub itu saling menjelaskan. Atas dasar

pengalaman tentang kenyataan akan semakin disadari dan dieksplitasikan arti dan

hakikat wahyu. T etapi sebaliknya pra-konsepsi ten.tang cakrawala wahyu akan

semakin menyoroti pengalaman konkret (sejarah).

29

•. Tingkat ketiga dari model budaya itu disebut fungsional. Kata 'fungsi' selalu

menunjuk kepada pengaruh terhadap sesuatu yang lain. Apa yang dinamakan

fungsional tidak berdiri sendiri, tetapi justru dalam suatu hubungan tertentu

memperoleh arti dan maknanya. 52 Inklusif dimaknai bukan hanya menyadari bahwa

orang lain juga mendapat kebenaran, kemudian membiarkan mereka bertindak sesuai

dengan apa yang mereka inginkan, tetapi juga inklusif sekaligus mengarahkan sikap ke

arah yang lebih positif untuk orang lain.

Menurut Rocher, kata fungsi merupakan sekumpulan kegiatan yang ditujukan

ke arah pemecahan kebutuhan tertentu atau kebutuhan sistem. 53 Dengan menggunakan

definisi ini, Parson mengatakan ada 4 ( empat) fungsi penting diperlukan semua sistem,

yakni: adaptation, goal attainment, integration dan latency. Bila dihubungkan dengan

agama sebagai sebuah sistem, maka fungsi adaptation di sini memberikan pengertian

f bahwa sistem keberagamaan harus bisa menanggulangi situasi eksternal yang gawat.

Beragama harus menyesuaikan diri dengan lingkungan dan menyesuaikan lingkungan

dengan kebutuhannya. Sebagai goal attainment, suatu sistem hubungan keberagamaan

hams mendefinisikan dan mencapai tujuan utamanya. Sebagai integration, sistem

keberagamaan hams mengatur antara hubungan bagian-bagian yang menjadi

komponennya. Sebagai latency (pemeliharaan pola) sistem agama hams

memperlengkapi, memelihara dan memperbaiki, baik motivasi individual maupun pola-

pola kultural itu sendiri.

52/bid., hal. 85. 53Guy Rocher, Talcon Parson and American Sociology (New York: ~ and Noble, 1975),

hal. 40.

. .

30

Istilah fungsional dalam paham Perseun khusus dipenmtukkan bagi kebudayaan

mod~ karena sifat kebudayaan tersebut menonjolkan diri. Hal ini penting karena

target yang ingin dicapai Perseun ialah agar masyarakat modem sadar mengenai

kebudayaannya seh:ingga terbuka kemungkinan-kemungkinan barn bagi suatu policy

kebudayaan. Aspek fungsional dalam inklusivisme agama al-Farnqi tampak dalam

ajaran moralnya, karena dengan menempatkan kembali posisi masing-masing agama

akan terbuka kemungkinan barn dalam menata ulang h:ubungan antara agama yang

semakin h:ari semakin menampakkan ketidakh:annonisannya. Jadi, arti inklusif

dipandang menurut peran dan fungsi yang dimainkan dalam keseluruhan yang saling

bertautan.

Dalam alam mitis, hubungan antara manusia dan dunia digambarkan sebagai

saling meresapi dan partisipasi. Dalam dunia ontologis dijumpai distansi dan usaha

mencari pengertian. Dalam alam pikiran fungsional tampak bagaimana seseorang

menunjukkan relas~ kebertautan antara yang satu dengan yang lain. Van Peursen

mengatakan tahap-tahap ini jangan dipandang secara historis semata-mata. Tahap-

tahap tersebut justru memperlih:atkan sesuatu yang terkandung dalam setiap

kebudayaan. Dalam setiap tingkat dapat dipandang sebagai suatu rencana tertentu,

suatu policy atau kebijakan tertentu.

F. Metodologi Penelitian

Metodologi di sini mengandung pengertian langkah-langkah dalam menetapkan

sumber data, teknik pengumpulan data, serta analisa data'·. Sumber data dalam

penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu sumber data primer dan sekunder. Data primer

31

adalah karya-karya al-Faruqi, baik buku-buku maupun tulisannya yang lain, khususnya

menyangkut studi agama. Sum.her data sekunder adalah berbagai karya orang/penulis

lain mengenai al-Faruqi.

Metode ini dapat juga dibagi menurut pengolahan data yang dikumpulkan yakni

deskriptif dan analitik. Dengan cara deskripsi dimaksudkan, bahwa ajaran al-Faruqi

sebagai warisan yang tertuang dalam karyanya, terutama yang berkaitan dengan

inklusivisme, dilukiskan dan diuraikan kembali sebagaimana adanya dengan maksud

untuk memahami jalan dan perkembangan pikiran atau makna yang terkandung dalam

ajaran tersebut. Metode deskriptif di sini berfungsi untuk melakukan, bukan hanya

pemaparan data apa adanya, tetapi juga membuat klasifikasi dan kategorisasi dengan

mengelompokkan menjadi data yang bisa dimasukkan kepada wahyu, sejarah dan

humanisme (Islam).

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah ragam analisis penelitian

kualitatif, yakni suatu bentuk yang bertumpu pada titik tolak hermeneutik. 54 Arti

hermeneutik yang dimaksudkan di sini adalah analisis yang mengarah pada

interpretasi penuh atas fakta pemikiran dan pandangan al-Faruqi tentang inklusivisme

agama. Metode ini digunakan dengan tetap memperhatikan normativitas konsep ini,

sehingga dimungkinkan tidak akan kehilangan orisinalitasnya. Dalam penelitian ini

diharapkan pula pemaknaan konsep al-Faruqi tidak terjebak pada produk jadi

melainkan mencakup peristiwa lain, seperti kondisi situasi sosial kultural dan makna

etiknya. Dengan cara tadi akan terpenuhi prinsip koherensi int• yang menghimpun

54H Sutopo, Pengantar Penelitian Kualitatif (Surakarta: Pusat Penelitian Universita Sebelas Maret, t.t. ), hal. 2.

32

•. tmSur-tnISur struktural secara konsisten, sehingga benar-benar merupakan hubungan

internal yang menjamin pemaknaan atau pemahaman yang benar.55 Dengan demikian,

analisis data penelitian ini juga akan sampai pada data ontologis dan epistemologis

serta pemikiran logis yang menjadi dasar bangllllan pemikiran al-Faruqi.

G. Sistematika Pembahasan

Bab I disertasi ini berisikan tentang latar belakang masalah dan masalah yang

akan diteliti. Dalam bah ini juga disampaikan tentang tujuan dan kegllllaall penelitian

beserta teori yang digllllakan. Pembahasan ini juga berisikan teori tiga tahapan

perkembangan pemikiran atau budaya manusia. Hal ini perlu disampaikan untuk

melihat dan menemukan relevansi teori ini dijadikan sebagai alat untuk menjelaskan

perkembangan pemikiran al-Faruqi. serta bagaimana proses penelitian ini dilakukan.

Bab II berisi sejarah kehidupan al-Faruqi, yang meliputi kondisi sosial

keagamaan, biografi intelektual dan dasar-dasar metodologi pemikirannya. Hal ini

penting, karena dengan mengetahui keadaan tersebut bisa dipahami lebih jelas pokok-

pokok pikirannya, terutama mengenai pandangannya terhadap agama lain. Dalam bah

ini akan disampaikan konsep arabisme al-Faruqi, dan akan terlihat bahwa baginya,

arabism dan Islam saling terkait, bahkan sama. Akan tetapi masih mlIDgkin untuk

mengenali dua fase besar atau tingk:atan dalam kehidupan dan pemikirannya. Pada

masa fase pertama, arabisme adalah tema yang paling dominan dalam wacananya. Fase

kedua, Islam menjadi titik sentral setelah ia mengambil peran lebih, khususnya ketika

55 Anton Balcker dan Achmad Charis Zubair, Metod<JIJJgi Penelitian Filstefi;tt (Y ogyakarta: Kanisius, 1990), hal. 45.

. . 33

lebih ban.yak berperan sebagai cendikiawan aktivis Islam clan akademisi secara

nasional maupun intemasional. Tulisan-tulisan al-Faruqi terdahulu menempatkan isu

arabisme dalam wilayah yang terbatas, akan tetapi pada tulisan berikutnya, ia

mengatakan bahwa arabisme bukan hanya terbatas bagi orang-orang Arab, akan tetapi

mereka yang tidak memakai bahasa Arab sekalipun, hingga kepada penduduk dunia

yang sampai kepada mereka ide-ide tentang Arab. Al-Faruqi mendiskusikan konsep

arabisme berdasarkan referensinya atas tiga agama monoteistik dengan paradigma

Timur Tengah. Ia mengembangkan teori tersebut berdasarkan wilayah-wilayah

geografis agama-agama tersebut (Abrahamic Religions).

Bab III, berisi produk pemikiran al-Faruqi mengenai status dan posisi agama

lain, yang ditinjau dari aspek wahyu dan sejarah. Dalam pembicaraan selanjutnya,

akan dilihat berbagai persepsi dan pendekatannya dalam memahami agama-agama

lain. Di satu sisi, pendekatan al-Faruqi terhadap agama lain adalah pendekatan yang

melihat status dan posisi agama lain menurut wahyu dan cenderung dengan paradigma

mitis, sedangkan di sisi yang lain, adalah dengan ban.yak terlibat dalam sejarah

berbagai kepercayaan dan agama. Dari aspek wahyu, akan ditemui bahwa al-Faruqi

ban.yak mengutip ayat yang terkait dengan diskursus hubungan antara agama,

kemudian menghubungkannya dengan kenyataan melalui penalaran akal. Dari aspek

sejarah, ia memulai penelitiannya tentang era pra-agama Ibrahim di wilayah

Mesopotamia dan kebudayaan orang-orang Mesir. Dalam tulisan-tulisannya, Al-Faruqi

sangat tertarik untuk mendiskusikan wilayah tersebut beserta penduduknya, sebagai

latar belakang studinya terhadap Y ahudi dan Kristen, yang dilihatnya begitu

memainkan peranan yang cukup pen.ting untuk menentukan norma-norma sosial dan

-.

34

budaya, di sampmg kedatangan Islam untuk menggantikan posts1 agam-agama

tersebut. Dalam bah ini juga disampaikan tentang dasar-dasar hubungan agama yang

disebut dengan tradisi l]anlf Terma l]anlf adalah terma yang banyak muncul dalam

karya-karya al-Faruqi. Konsep ini merupakan konsep yang memainkan peranan penting

dalam sejarah keagamaan al-Faruqi. Dia mengatakan, yang disebut orang-orang

penganut }Janlf adalah setiap orang yang mendukung tradisi Ibrahim dari kalangan

Arab, yang belakangan berkembang menjadi semua suku bangsa Arab, bahkan hingga

masyarakat dunia yang menemukan kesadaran Arab. Mereka cinta pengetahuan dan

mempersiapkan diri mereka, secara etik, berbeda dengan lainnya. Lawannya adalah

shirk, ritual pagan. Orang-orang yang memiliki kepercayaan dan praktek-praktek ritual

yang berbeda atau pagan, disebut sebagai hampari menurut bahasa Aramaik, yang

artinya terpisah. Sebelum kedatangan Nabi Muhammad, ada tiga generasi yang

menempatkan kembali monoteisme Ibrahim pada wilayah Arab, yaitu: Nabi Hud,

Salih dan Shu'aib di Hadramaut dan Hijaz. Dalam bah ini pula akan disampaikan

mengenai hubungan antara pemeluk agama pada masa Nabi Muhammad dan

sesudahnya. Di bagian akhir bah ini juga dibahas tentang dakwah Islam dan fungsinya

bagi kaum Muslimin sendiri.

Bab IV berisikan pembahasan mengenai inklusivisme agama al-Faruqi ditinjau

dari hukum kebudayaan yang meliputi: makna inklusivisme agama al-Faruqi, inklusif

atas dasar wahyu, inklusif atas dasar sejarah dan humanisme. Pada bab ini juga dibahas

mengenai agama humanitas dan harmoni sosial, penataan sosial umat beragama,

--

35

perspektif fimgsional tentang masyarakat, dialog agama, dialog dan wilayah kerja sama

dan inklusivisme al-Faruqi sebagai pluralisme de facto.

Pada bah V, disampaikan simpulan yang dipandang sebagai tesis terhadap

problem penelitian sebelumnya dan diakhiri dengan saran, yaitu berupa rekomendasi

yang dianggap penting dalam penelitian selanjutnya serta saran dalam konteks

hubungan antarumat beragama.

'/

'f

A. Simpulan

BABV

PENUTUP

Setelah meneliti dan menganalisa berbagai pandangan al-Faruqi tentang status

dan posisi agama-agama non-Islam serta hubtmgan agama-agama tersebut dengan

Islam, di bawah ini disampaikan simpulan sebagai berikut :

1. Inklusivisme agama dalam pandangan al-Faruqi adalah keterbukaan terhadap

memahami agama-agama lain dengan tetap mempertahankan k:laim kebenaran

agama, dan serempak menempatkannya sebagai kebenaran fimgsional. Artinya,

klaim kebenaran agama itu sangat penting. Klaim itu tidak menjadi penghalang

tmtuk menerima kebenaran pemahaman penganut agama lain selama klaim itu bukan

hanya mengarah kepada apa yang diyakini semata, tetapi juga tampak dalam realitas

kehidupan serta menlllljukkan fimgsinya dalam dataran sosial. Dengan kata lain,

klaim kebenaran agama yang lebih menonjolkan fungsinya, merupakan bentuk

klaim yang tidak menjadi penghalang (inklusit) tmtuk menerima kebenaran tadisi

lain. Jika tidak demikian, klaim kebenaran agama justeru mempersempit ruang gerak

agama itu sendiri. Demikian pula, kebenaran pemahaman agama lain bisa diterima

selama pemahaman keagamaan itu menampakkan diri dalam dataran sosial dan

mentmjukkan fungsinya secara baik pula. Jika tidak demikian, seseorang hanya

dianjurkan untuk menerima dan mengakui sesuatu yang tidak nyata di luar

agamanya sendiri. D~ mtmculnya perpecahan dan pertikaian dalam

245

masyarakat beragama, antara lain, disebabkan agama tidak secara maksimal

menunjukkan fungsi sosialnya untuk kepentingan masyarakat secara umum.

2. Penekanan al-Faruqi kepada Islam, baik itu sebagai satu-satunya agama yang diikuti

atau sebagai pandangan hidup, karena Islam di sini sudah dikaitkan dengan etika

dan nilai kemanusiaan yang konkret. Nonna-norma Islam sudah dijelaskan dengan

kerangka etik, seperti humanisme. Karena menurutnya Islam identik dengan

kemanusiaan, maka logis bila disimpulkan, bahwa Islam satu-satunya pilihan. Hal

ini lebih diteguhkan lagi setelah melihat fakta agama lain waktu itu, terutama

Kristen ketika masih di bawah dominasi Barnt, tidak menunjukkan fungsinya

sebagai sarana memecahkan problem kemanusiaan secara keseluruhan. Jadi, klaim

kebenaran Islam dalam pandangan al-Faruqi adalah klaim kebenaran Islam yang

sudah terbukti menunjukkan fungsinya. Jadi, inklusivisme agama al-Faruqi di sini

lebih terkait dengan masalah hubungan antara penganut agama pada dataran sosial,

bukan hubungan dalam perspektif teologi agama-agama. Oleh karena itu, sikap

yang dituntut dari seorang Muslim adalah merasa mudah dan rileks ketika hidup

berdampingan dengan penganut agama lain. Memang, pada masa awal, pemahaman

keagamaan al-Faruqi begitu radikal, terutama ketika ia membaca Islam dengan

paradigma Arab, bahkan mensejajark:an keduanya. T etapi pada berkembangan

berikut, al-Faruqi telah membedakan dan memisahkan antara Islam dengan Arab

dengan mencoba menjelaskan Islam melalui pendekatan rasional dan terma-terma

Barnt. Islam yang pada awalnya dipahami sebagai konsep teologis eksklusif,

berubah menjadi Islam yang lebih dimaknai sebagai sesuatu yang tekait dengan

budaya (inklusif).

246

3. Inklusivisme agama al-Faruqi memberikan implikasi kepada mllllculnya pemahaman

keagamaan yang tidak statis, humanistik dengan tetap berdiri di atas keyakinan

teologi masing-masing. Jadi sikap keberagamaan al-Faruqi yang dapat diposisikan

dalam kategori inklusivisme hegemonistik, dengan meminjam istilah Ninian Smart,

berada pada posisi inklusivisme humanistik, yakni keterbukaan melihat agama lain

berdasarkan bahwa manusia itu pada dasarnya sejajar. Inklusif di sini berdampingan

dengan tanggung jawab lllltuk menempatkan agama berfungsi dalam kehidupan

nyata. Inklusivisme agama al-Faruqi juga akan berimplikasi terhadap diskursus

pluralisme agama, terutama yang terkait dengan status dan posisi agama lain, misi

dan dialog keagamaan. Dari status, bahwa satu agama tertentu tidak dipandang lebih

tinggi dari lainnya, dan posisi masing-masing sejajar dengan hak dan kewajiban

serupa dari pemeluknya, terutama dalam bidang sosial. Dari aspek misi agama,

bahwa ia tidak lagi berisikan promosi kebenaran satu agama tertentu atas lainnya,

akan tetapi misi lebih berisik:an melihat kembali akar tradisi kesejarahan agama

tersebut, baik lewat llllgkapan-llllgkapan kitab suci maupun sejarah masing-masing

agama. Misi tidak lagi berfungsi untuk mengaj ak orang lain agar menerima

keyakinan penganut agama tertentu, tetapi misi di sini lebih difungsikan sebagai

sarana untuk menjelaskan kesalahpahaman orang lain terhadap agama tertentu. Hal

ini berlaku untuk Islam, dan juga bagi penganut agama lain. Kesalahpahaman bisa

dalam bentuk teologis maupun prasangka-prasangka yang lain. Dari aspek dialog,

bahwa ia tidak jauh berbeda dengan prinsip misi, yakni menghilangkan

kesalahpahaman ditambah dengan dialog yang terkait dengan fungsi sosial agama

diturunkan Tuhan.

• 247

Karena konsep inklusivisme agama al-Faruqi di atas dipandang sebagai sebuah

perkembangan yang satu tidak lebih tinggi dari yang lain, hal tersebut berarti bahwa

baik itu wahyu, sejarah dan etika merupakan tiga aspek yang inter-connective clan

inter-corrective, saling terkait clan saling mengkritik.

B. Saran

Inklusivisme agama al-Faruqi, dapat dipanclang sebagai ink:lusif yang lebih

menitikberatkan arti fungsional agama. Perkembangam pemikiran keagamaan

seseorang tidak mungkin terjadi, tanpa agent of changes dalam diri seseorang. Agent of

changes yang paling dominan adalah pendidikan, di samping faktor lain. Artinya,

dalam model perkembangan pemikiran al-Faruqi diliputi dua transformasi dasar yang

komplek, yang masing-masing berpusat pada pendidikan, sebagai sebuah cultural

innovation.

Pemahaman realitas dengan menggunakan st:rukttrr berpikir mitis, tidak

selamanya membuat seseorang menjadi eksklusif, terutama pembacaan teks (wahyu)

hanyalah sebuah penerjemahan clan pemaknaan. Yang terpenting adalah bagaimana

seseorang memahami clan menyadari, bahwa ia sedang berada di sebuah roang publik.

Eksklusivisme tidak lebih berbahaya dari otoritarianisme. Munculnya kesadaran seperti

ini dalam diri seorang yang memeluk clan mendalami agama dapat melahirkan suatu

harapan ke arah yang lebih positif dalam sikap keberagamaan itu sendiri.

Karena yang memiliki otoritas di biclang keagamaan adalah para da'i

(misionari) clan guru-guru agama pada pendidikan dasar, maka perlu melibatkan

kelompok ini dalam diskursus keagamaan yang lebih luas. Hampir sering ditemukan,

r

248

bahwa dialog-dialog keagamaan berskala Nasional clan Internasional hanya dihadiri

oleh para ilmuan (akademisi). Sedikit sekali, atau tidak sama sekali yang dihadiri oleh

para da' i maupwi guru-guru agama. Bila dua komwiitas tersebut tidak tersentuh oleh

agent of changes, seperti yang disampaikan di atas, maka akan sulit ditemukan

hubwigan harmonis dalam masyarakat multi-agama secara maksimal.

Yang terakhir, dalam penelitian ini masih ada sisi-sisi yang belum dikaji secara

mendalam mengenai pemikiran al-Faruqi, antara lain mengenai bagaimana proses

kedatangan satu agama sebagai penerus risalah agama sebelumnya, bahkan

menggantikannya. Demikian juga, bagaimana konsep kebebasan beragama atau

toleransi agama al-Faruqi bila dilihat bukan atas dasar wahyu clan iman, tetapi atas

dasar hukum kodrat clan rasio. Oleh karena itu, di sini disampaikan perlu kiranya wituk

~neliti masalah di atas wituk mendapatkan gambaran pemikiran al-Faruqi yang lebih

komprehensip dalam kaitannya dengan diskursus hubwigan antaragama, yang hingga

saat ini menjadi topik yang aktual dan menarik.

\

I

DAFTAR PUSTAKA

A. Karya-karya al-Faruqi.

'Urubah and Religion: A Study of the Fundamental Ideas of Arabism and of Islam as its Highest Moment of Consciousness, Amsterdam: Djambatan,1962.

"History of Religion: Its Nature and Significance for Christian Education and The Muslim-Christian Dialogue" dalam Numen, volume XII, 1965.

Christian Ethics, a Historical and Systematic Analisys of Its Dominant Ideas, Montreal: McGill University Press,1967.

"Islam and Christianty: Diatribe or Dialogue" dalam Journal of Ecumenical Studies, volume 5, No. 1, Winter, 1968.

The Great Asian Religious, New York: Macmillan,1969.

"Islam" dalam The Great Asian Religions, Wing-tsit Chan dkk. (eds.), London: Macmillan, 1969.

"On The Nature of Islamic Da'wah" dalam International Review of Mission, volume LXV, No. 260, October 1976.

"The Essence of Religious Experience in Islam" dalam Numen, volume XX, Fasc. 3, 1973.

Historical Atlas of The Religions of The World, New York: MacMillan, 1974.

"The Muslim-Christian Dialogue: A Constructionist View" dalam Islam and The Modem Age Society, New Delhi: New Wave Printing Press, 1977.

"Islam and Other Faiths: The World's Need For Human Universalism" dalam The Chellenge of Islam, Altaf Gauhar, (ed.), London: Islamic Council of Europe 1978.

"Rights of Non-Muslim Under Islam: Social and Cultural Aspects" dalam Journal of Institute of Muslim Minority Affairs, volmne I, No. 1, 1979.

"The Role of Islam in Global Inter-Religious Defendence" dalam Islam and Other Faiths, Ataullah Siddiqui (ed.), Herndon USA: The International Institute of Islamic Thought, 1980.

250

"Divine Transendence and Its Expression" dalam The Global Congress of the World's Religions, Henry. 0. Thompson (ed.), Washington DC: The Global Congress of the World's Religions, Inc., 1980.

Islam and Culture, Kuala Lmnpur: ABIM., 1980.

"Da'wah in The West: Promise and Trial'', makalah pada International Conference of the 15th Century Hijrah di Kuala Lumpur, Malaysia, 1981.

"Common Bases Between The Two Religions in Regard of Convictions and Points of Agreement in the Spheres of Life" dalam Seminar of The Islamic Christian Dialogue, Tripoli: Popular Office of Foreign Relations, 1981.

"On The Nature of Islamic Da'wah" dalam Christian Mission and Islamic Da 'wah, Ahmad Von Denffer & Emilio Castro (eds.), London: The Islamic Foundation, 1982.

Tauhid, Its Implication for Thought and Life, USA: The International Institute of Islamic Thoughts, 1982.

"Islam and Zionism" dalam Voice of Resurgent Islam, John L. Esposito (ed.), Oxford: University Press, 1983.

The Hijrah: The Necessity of its lqamat or Vergegenwartigung, Kuala Lmnpur: Muslim Youth Movement of Malaysia, 1983.

The Cultural Atlas of Islam, New York: Macmillan, 1986.

"Islam and Christianity: Problems and Perspective" dalam The World in the Third World, James P. Cotter (ed.), Washington-Cleveland: Corpus Books, 1986.

Trialogue of the Abrahamic Faiths, USA: The International Institute of Islamic Thought, 1991.

Toward Islamic English, USA: International Institute of Islamic Thought, 1995.

B. Karya tentang al-Faro.qi

Esposito, John L.: "Isma'il Ragi al-Faruqi: Muslim Scholar-Activist" dalam The Muslims of America, Yvonne Yazbeck Haddad (ed.), New York: Oxford University Press, 1991.

Ford, F. Peter, Jr: "Isma'il al-Faruqi on Muslim-Christian Dialogue: an Analysis from a Christian Perspective" dalam Islam Christian-Muslim Relations, volume 4, No. 1, England: CSIC, Juni 1993 .

251

Mustholih, Konsep Ummat Menurut Isma'il Raji al-Faroqi, Skripsi pada Fakultas Ushuluddin, IAIN Sunan Kalijaga, 1989.

Kusmeitin, Tauhid Menurut Pandangan Isma'il Raji al-Farnqi, Skripsi pada Fakultas Ushuluddin, IAIN Sunan Kalijaga, 1987.

Mas Media Pinero, Estetika Islam (Studi atas Pemikiran Isma'il Raji al-Faruqi, Tesis pada Pascasarjana IAIN Sunan Kalijaga, Y ogyakarta, 2003

Tafsir dkk., Moralitas Al-Qur'an dan Tantangan Modernitas (J'elaah Atas Pemikiran Fazlur Rahman, al-Ghazali dan Isma'il Raji al-Faruqi), Semarang: Gama Media, 2002.

Quraishi, M. Tariq, lsma 'ii al-Faruqi: An Enduring Legacy, Plainfield, fudiana: The Muslim Student Association, 1987.

Siddiqui, Mtmnmnil H., "Isma'il al-Faruqi's Methodology in Comparative Religion" dalam Islamic Horizon, Indianapolis: The Islamic Society of North America, 1986.

Wilmot, Fadlullah, "Mengenang Isma'il al-Faruqi Tokoh Toleransi dan Perdamaian" dalam Panji Masyarakat, terjemahan, No. 510, Tahun XXVIIl, 21, 1986.

C. Karya Penunjang:

Achmad, Nur, Pluralitas Agama, Kerukunan dalam Keragaman, Jakarta: Kompas, 2001.

Ahmed, Akbar S., Living Islam, From Samarkand to Stornoway, New York: Fact on File fuc., 1994.

Arian, Asher, Politics in Israel: The Second Generation, New Jersey: Chatham House Publisher, 1989.

Armstrong, Karen, A History of God: The 4000-Year Quest of Judaism, Christianity and Islam, New York: Ballantine Books, 1993.

Asasuddin, Umar, "Perjuangan Kemerdekaan Palestina" dalam al-Jami 'ah, Majalah Ilmu Pengtahuan Agama Islam, No. 51. Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga, 1992.

Ayoub, Mahmoud Muta.fa, Mengurai Konjlik Muslim Kristen dalam Perspektif Islam, terj. Ali Noer Zaman, Yogyakarta: Fajar Pustaka Barn, 2001.

Azra, Azyumardi, "Isma'il Faruqi: Dari Arabisme ke Khilafatisme" dalam Panji Masyarakat, No. 550, Tun. xxx. Jakarta, 10 September 1963.

252

Bearman, P.J.,The Encyclopaedia of/slam, volwne X. Leiden: BrilL 2000.

Ballin, Archie, J., The World Living Religions; "Humanism". New York: Dell Publishing Co. Inc., 1964.

Bakker, Anton dan Achmad Charis Zubair, Metodologi Penelitian Filsqfat, Y ogyakarta: Kanisius, 1990.

Basyar, M. Hamdan, "Politik Israel Terhadap Palestina" dalam Jumal I/mu Politik, No. 12. Jakarta: Assosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI) LIPI & PT Gramedia Pustaka Utama, 1993.

-----------------------, "Kiprah Parlemen Israel" dalam Jumal Ilmu Politik, edisi 11, Jakarta: Assosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI) dan LIPI & PT Gramedia Pustaka Utama, 1992.

Blumberg, Abraham S, Auguste Comte in Retrospect, An Introduction in The New Edition of The Positive Philosophy, New York: AMN Press Inc., 1974.

Boerwinkel, Feitse, Inclusief denken (Belfrkir Inklusij): Zaman Lain Menghendaki Pemikiran Lain, terj. (tanpa nama penerjemah), Jakarta: t.p., 1973.

Boisard, Marcel A, Humanisme dalam Islam, terj. H.M. Rasjidi, Jakarta: Bulan Bintang, 1980.

Burr, Johns R. and Milton Goldinged, Philosophy and Contemporary Issues, New Jersey: Prentice Hall, 1972.

Capps, Walter H., Religious Studies, the Making of Discipline, Manniapolis: Portress Press, 1995.

Capra, Frithjo( Menyatu dengan Semesta Menyingkap Batas Antara Sains dan Spritualitas, terj. Saut Pasaribu, Y ogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 1999.

Cartan, Henry, Palestine, The Arab-Israel Search for Justice, London: Longmans, 1969.

Charlesworth, Max, Science, Non-Science & Pseudo-Science, Australia: Deakin University Press, 1982.

Comte, Auguste, Cours de Philosophie Positive, tome premiere et deuxiem. Paris: Librairie Garnier Freres, 1926.

---------, A General View of Positivism, terjemahan dari Discours sur /'ensemble du Positivisme. Iowa: Brown Reprints, 1971.

-------------------, The Positive Philosophy, terj. Harriet Martineau, New York: AMS Press, 1974.

253

Copleston, Frederick S.J., A History of Philosophy, volume ill clan IX. London: Search Press, 1963.

Courbage, Youssef and Philippe Fargues, Christians and Jews Under Islam, London: I.B. Tauris Publisher, 2001.

Coward, Harold, Pluralism, Challenge to World Religions, New York: Orbis Books, 1985.

Cyprian, St., 1-81, terj. Rose Bernard Doma. The Fathers of the Church, jilid ke-51. Washington DC. : The Catholic University of America Press, 1964.

Daya, Burhanuddin, "Dakwah, Misi, Zending clan Dialog Antar Agama di Indonesia" dalam Agama dan Masyarakat, Burhanuddin dkk. (eds.), Yogyakarta: IAIN Suka Press, 1993.

Djam'annuri, "Dari Al-Biruni (973-1051 M.) Hingga Beberapa Model Tulisan Kaum Muslimin Abad XX Tentang Agama-Agama Lain" dalam Agama dan Masyarakat, Burhanuddin Daya dkk. (eds.), Yogyakarta: IAIN Suka Press, 1993.

--------, "Persepsi Elit Awam Terhadap Hubungan Antaragama" dalam Antologi Islam, M. Amin Abdullah dkk., (eds.), Yogyakarta: DIP PTA IAIN Sunan Kalijaga, 2000.

Effendi, Djohan dkk, "Dialog Antarumat Beragama" dalam Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, Tau:fik Abdullah dkk. (eds.), Jakarta: PT Ikhtiar Baru Van Hoeve, 2002.

Elazer, Denial J. and Janet Aviad, "Religion and Politics in Israel" dalam Religion and Politics in the Middle East, Michael Curtis (ed.), Colorado: Westview Press, 1981.

Esack, Farid, Qur 'an, Liberation & Pluralism, An Islamic Perspective of Interreligious Solidarity against Oppression, Oxford: Oneworld Publications, 1997.

Esposito John. L. (ed.), The Oxford Encyclopedia of The Modem Islamic World, vol. 2., New York: Oxford University Press, 1995.

-------------------, Islam in Asia, Religion, Politics & Society, New York: Oxford University Press, 1997.

--------, and John 0. Voll, Makers of Contemporary Islam, USA: Oxford University Press, 2001.

Gadamer, Hans-George, Truth and Method, New York: The Seabury Press, 1975.

Garaudy, Roger, Zionisme Sebuah Gerakan Keagamaan dan Politik, terjemahan,. Jakarta: Gema Insani Press, 1980.

George & Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modem, terjemahan, cet. I. Jakarta: Kencana, 2003.

254

Gerner, Deborah J.,One Land, Two Peoples: The Conflict over Palestine, Colorado: Westview Press, 1991.

Gilson, Etienne, Tuhan di Mata para Filosuf, terj. Silvester Goridus Sukur, Bandung: Miz.an,2004.

Goddard, Hugh, Christians & Muslims: From Double Standards to Mutual Understanding, London: Nottingham University, 1995.

Gould, Carol C. 'Beyond Causality in The Social Sciences: Reciprocity as a Model of Non-Exploitative Social Relation" dalam Epistemology, Methodology, and The Social Sciences, Robert S. Cohen and Marx W. Wartofsky (eds.), London: D. Reidel Publishing Company, 1983.

Grose, George B. & Benjamin J., Hubbard (ed.), Tiga Agama Satu Tuhan Sebuah Dialog, terj. Santi Indra Astuti, Bandung: Miz.an, 1999.

Gutting, Garry (ed.), Paradigms and Revolutions, Notre Dame: University of Notre Dame Press, 1980.

Halliday, M.A.K. &Ruqiya Hasan, Bahasa, Konteks dan Teks, Aspek-Aspek Bahasa Dalam Pandangan Semiotik Sosial, terj. Asruddin Barori Tou, Yogyakarta: UGM., 1994.

~ Hassan, Agama, Kekerasan dan Islam Kontemporer, terj. Ahmad Najib. Yogyakarta: Jendela Grafika, 2001.

-------------------, Hermeneutic, Liberation and Revolution, Heliopolis: Dar Kebaa Bookshop, t.t.

---------, Religious Dialogue&Revolution, Essay on Judaism, Christianity & Islam, Cairo: Anglo Egyptian Bookshop, 1997.

Hardiman F. Budi, Melampaui Positivisme dan Modemitas. Diskursus Filosofis tentang Metode Ilmiah dan Problem Modemitas, Yogyakarta: Kanisius, 2002.

Haryatmoko, "Paradigma Hubungan Antar Agama: Pluralisme De Jure dan Kritik Ideologi" dalam Antologi Studi Islam Teori & Metodologi, Amin Abdullah dkk. (ed.), Y ogyakarta: Sunan Kalijaga Press, 2000.

Hick, John Harwood, A Christian Theology of Religions, Kentucky: Westminster John Knox Press, 1995.

-------------.God and Universe of Faiths. Oxford: One World Publications, 1993.

Hidayat, Komaruddin dan Muhammad Wahyu Nafis, Agama Masa Depan Perspektif Filsafat Ferennial, Jakarta: Paramadina, 1995.

Hodgson, Marshall G.S., Rethinking World History Essays on Europe, Islam, and World History, New York: Syndicate Press, 1993.

255

Hourani, George F ., Reason and Tradition in Islamic Ethics, Cambridge: Cambridge University Press, 1985.

Hurka, Thomas, "Monism, Pluralism and Rational Regret" dalam Ethics, no. 3, vol. 106, edisi April, Chicago: The University Chicago Press, 1996.

Juliawan, B. Hari, "Kerangka Multikulturalisme" dalam Harian Kompas, Selasa, 28 September, 2004.

Kartodirdjo, Sartono, Ungkapan-ungkapan Filsafat Sejarah Barat dan Timur Penjelasan Berdasarkan Kesadaran Sejarah, Jakarta: PT Gramedia, 1986.

Kneller, George F., Movements of Thought in Modem Education, United State: John Wiley& Sons, Inc., 1984.

Knitter, Paul F., "World Religions and The Finality of Christ: A Critique of Hans Kung's On Being a Christian" dalam Horizon 5, 1978.

--------, Satu Bumi Banyak Agama Dialog Multi-Agama dan Tanggung Jawab Global, terj. Nico A. Likumahuwa, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004.

K. Prent, c.m. dk:k., Kamus Latin-Indonesia. Semarang: Yayasan Kanisius, 1969.

Kiing, Hans, "Christianity and World Religions: "The Dialogue with Islam as One Moder' dalam The Muslim World, vol. LXXVII, No. 2, April, 1997.

Kuper, Adam and Jessica Kuper (ed.), "Comte, Auguste (1798-1857)" dalam The Social Sciences Encyclopedia, London and New York: Routledge, t.t.

Kymlicka, Will, States, Nation and Culture, Canada: Van Gorcum, 1997.

Lewis, Bemad, Culture in Conflict, Christian, Muslim and Jews, New York: Oxford University Press, 1995.

Lewis Charlton T. dk:k., A Latin Dictionary, Oxford: The Clarendon Press, 1955.

Martel, Martin V. "Talcott Parson" dalam Encyclopedia of The Social Sciences Biographical Supplement, volume 18. New York: The Macmillan Company & The Free Press, 1968.

Martin, Richard C., "Islam and Religious Studies" dalam Approaches to Islam in Religious Studies, Tucson: The Univerity of Arizona Press, 1985.

Meuleman, Johan Hendrik, "Pergolakan Pemikiran Keagamaan" dalam Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, Taufik Abdullah dkk., Jakarta: PT Ikhtiar Barn Van Hoeve, 2002.

Moltmann, Jfugen, "Theology in Transition-To What" dalam Hans Kling, Paradigm Change in Theology, Edinburgh: T &T Clark Ltd, 1989.

Musser, Donald W. and Joseph L. Price, A New Handbook of Christian Theology, Nashville Abingdong Press, 1992.

Nasr, Seyyed Hossein, "Respon to Hans Kmig's Paper on Christian-Muslim Dialogue" dalam The Muslim World, vol. LXXXVII, No. 2, 1997.

256

Noer Zaman, Ali (ed.),Agama UntukManusia. Yogyakarta: PustakaPelajar, 2000.

Nottingham, Elizabeth K., Agama dan Masyarakat, terj. Abdul Muis Naharong, Jakarta: Rajawali Press, 1994.

Parekh, Bhikku, Rethinking Multiculturalism, Cultural Diversity and Political Theory, Massachusetts: Harvard University Press, 2002.

Race, Alan, Christian and Religious Pluralism: Patterns in the Christian Theology of Religions, London: SCM Press, 1983.

Rachman, Budhy Munawar, Islam Pluralis, Wacana Kesetaraaan Kaum Beriman, Jakarta: Paramadina, 2001.

Rahner, Karl, "Christianity and The Non-Christian Religions" dalam Theological Investigation 5, 1966.

Richardson, Alan & John Bowden, A New Dictionary of Christian Theology, London: SCM Press Ltd., 1985.

Ritzer, George & Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modem, terj. Alimandan, Jakarta: Prenada Mulia, 2004.

Rocher, Guy, Talcott Parson and American Sociology, New York: Barnes and Noble, 1975.

Roger, Mary F., "Theory-What? Why? How?" dalam Multicultural Experiences, Multicultural Theories, Mary F. Rogers (ed.), New York: McGraw Hill, 1996.

Schuan, Frithjof, The Transcendent Unity of Religions, Wheaton, Dionis: The Philosophical Publishing House, 1984.

---------, "Unity among Religions and Temperamental Casts dalam Religious Studies, The Making of a Discipline, Walter H. Capps. Minneapolis: Fortress Press, 1995.

Schumann, Olaf H., Menghadapi Tantangan Memperjuangkan Kerokunan, Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia, 2004.

Shihab, Alwi, Islam Inklusif, Bandung: Mizan, 1998.

Siddiqui, Ataullah (ed.), Islam and Other Faiths, Homdon USA: The International Institute of Islamic Thought, 1998.

Silles, David L. Koning (ed.), International Encyclopedia of the Social Sciences, vol. 3, New York: The Macmillan Company & The Free Press, 1968.

Smart, Ninian, "Pluralism" dalam A New Handbook of Christian Theology, Donald W. Musser and Joseph L., Price Nashville Abingdong Press, 1992.

Smith, Rita Kipp&Susan Rodger, Indonesian Religions in Transision, Tucson: The University of Arizon Press, 1982.

257

Steenbrink, Karel A, "Muslim and the Christian Other: Nasara in Qur' ruric Radings" dalam Mission is a Must, lntercultural Theology and The Mission of the Church, Frans Wijsen and Feter Nissen, Amsterdam: Rodopi, 2001.

Suriasumantri, Jujun S., "Penelitian Ilmiah, Kefilsafatan dan Keagamaan: Mencari Paradigma Kebersamaan" dalam Tradisi Baru Penelitian Agama Islam Tinjauan Antardisiplin Ilmu. Mastuhu dkk:. (eds.), Jakarta: Pusjarlit & Penerbit Nusa, 1998.

Suseno, Fanz Magtris, "Manusia dan Kemanusiaan Dalam Perspektif Agama" dalam Masa Depan Kemanusiaan, Said Tuhuleley dkk:. (eds.), Yogyak:arta: Jendela, 2003.

Sutherland, SR. (ed.), Religious Studies, vol. 26, New Y otk: Cambridge University Press, 1990.

Syahrur, Muhammad, "Teks Ketuhanan dan Pluralisme dalam Masyarakat Muslim" dalam Hermeneutika Alqur'an, Syahiron Syamsuddin dkk:., Yogyakarta: Islamika, 2003.

Trigg, Roger, Rationality and Religion, USA: Backwell Publisher, 1998.

van Peursen, C.A., Strategi Kebudayaan, terj. Dick Hartoko, Jakarta: BPK GlID.ung Mulia&Kanisius, 197 6.

-----------------------, Fak:ta, Nilai, Peristiwa tentang Hubungan antara Ilmu Pengetahuan dan Etika, terj. A Sonny Keraf, Jakarta: PT Gramedia, 1990.

--------,"Gereja sebagai kata kerja' dalam Seri Pustaka Kuntara, terj. Y ogyak:arta: Panitia Pelayanan Mahasiswa, 197 4.

Veliath, Dominic SDB, "Theology in the Context of Religious Pluralism and the Search for a New Spirituality" dalam Bangalore Theological Forum, t.t.

Waardenburg, Jacques, "World Religions as seen in the Light of Islam" dalam Islam: Past Influence and Present Challenge, A Welch and P. Cachia (eds.), Edinburgh: Edinburgh University Press, 1979.

Wach, Joachim, "Petkembangan dan Metode Studi Agama" dalam Metodologi Studi Agama, terj. Ahmad Norma Permata, Y ogyakarta: Pustak:a Pelajar, 2000.

Walsh, Michael (ed.), "Karl Rahner" dalam Dictionary of Christian Biograpyh. London & New York: Lontinuum, 2001.

Watt, W. Montgomery, Islam and Christianity Today A Contribution to Dialogue, Routledge and Kegan Paul, 1983.

Zaid, Nasr Hamid Abu, Tekstualitas Al-Qur'an, Kritik terhadap Ulumul Qur'an, terj. Khoiron Nahdliyyin, Yogyak:arta: LKiS, 2001.

257

..

,. ..

258

Lampiran ayat-ayat al-Qur'an

Surat Al-Baqarah: .. ,.. / / /} / } / - ' ,, ,..;, ) / ~ / ;, j .. / ' j / / '

Jl J\; ~ :r'.ii.J !.I~(?~~~~\~ ~ ~ S- ~~I l,lt; u.~ ,f~°SI J ~~ Jl ~'%11 ~j J\; ~r, ,,, / / ,. / / / /' / / / / / ,.. #/ / / /

,,, ',.. :- ,,.:,,, // // )))/ /// //

;;_~JJl J, ;~~\\"Oji> ';{rl 0: ~(\.:J ~~~~ ~ J J \j..(.fi J_;~') l)j. \;f \Jl\:;J ~I"·'~ °S ~ ~ -'1 / ',.. ,.., IJ ' / // \ J ;;;; ,, ,.. ,,., j /;;;; /

~ "< Oi, ? ~ illf, ~ rt:abl °S J:)I ;J~~ ~\ ,Will~ if~ .;.~\kl~~;;.:, ;;10-~)I~ .-" / / / / / / /// / / ,.. /

,.,,,, / ,..,, ;, -'1 ;, ,.. .;, J;, ") / ;, j / ,.. ;, > ,.. / / ) ,,,. .;. / ,, it'\"•'<. :t\;,I '" ·1 1:t;,1 ·-r la 'I'. ·11·, 1·/1 "''1\' / .. , 'I''" \.,.I''\'/ \'~ ~1~ .. 1·· 'I ~ o~ o:1....., r-' ~I if-' 41.1 r I ('""' • ..r t.S.J'...,AJ-' :1y 'J'I) »~l'J '-'J"") '-'~~ ~~;' ~"'.: u: .».'4' r

j / / )

~ \i..•, ~ ~ J~ 1.i1I.;1.i1

Surat Al-'lmran:

j ' ..: / ~ '1 / ,,. ~ J ,..; / ,.. j ,.. L,.. ;, 0 j

• :JI '-' ' 11 ~'\ ' 1 • I ,£. ' 1- ~I' -; ~. , ' .,. ',,. ' \ ' '' •• ·· ' 1 ' - ~. • :I\' ' ' ' , ' • \'" 1 v• ' 11' ' ·" ~ Y J. "'• J 41.1 "(A., 7 "' ,:f'".J rr- ~ CJ:'. '-'.Y" J (""'.J if ~'J ~.J (f"'Y ~.J "'.J »~J'.1 '-'J"'!.J ,.. ,.. ,.. ,.. ~ ,,. ,,., ,,. ,,. ,,. / ,..

,.. IJ • :: ,.. ,.. - ~ IJ ,. IJ ,.. ,. ,.. f''

~ \",. ~~r, iGJI J;t 4'_~;; \:! \;~ ~~ ~~\ ~ S; ~ "(,. ~\ ,.. ,.. ,.. ,.. ,,. ,.. /

j I )- / } ),; ) / // :: ) 0 :: , ...... j j / I ,.. /

:tc ;., <I I:.; ••• ' \;.. ~~ ·-i~ 1. io 1. ~. 1:~- SA;i ,,M; . ~I 1 ~"r ii 'i\ .;..1.-1~ ' I~ · ~ · -\;,; J .... ~I 1~i1; r: ,~ r -, ~ , " r--' ~ r ~ ,, . ~ : .r.;;" '»' , ; ., ~~: ~ ~ 1-,,. , ..r- •

0:~(1.; 1~: ~~~( ~ ~-~i q:;~~~~(~ ~ii}i> ~~~~~1r;~~~:r.5 ~;.~ ~ f'' J , :: ... ,.. J , } J :: } ,.. :: "' ,.. ,.. 0

r_,;21 ~\ ~ ~~ ;.\~ ~ .f.il~ iA }i> ~_µ\ J! .f.ir, \j_:(. ~~fj ~\ I~~\ 2t~ ~~l ~81 J~i ~~ ~ iV' ';{?\ ,..,, ' ,,. J' , ,.. • J ,,. / ' , :: , ,.. • ? ' ,.. ' ,,. ,, ,,.

\j_;b ~~\ ~ ~ 1;:,ai1 J;t ..tlfu .J;!. j;; if ~ '<' }i> ~~f, iGJI JJ14[~;; l:i \;~ ~~ ~~\ ~ .5; ~ "< }i> ... ,,. ,,. ,,. ,,. ,,. ,, ... ,,. ,. ,,. ,.,,, ) J J,. ,.. ,,.

~ t' r~!J) )j-1.ir; ~~ ~1~ (.' 1.i1 .::.~~ ? ,. ,,. ,,. ,.. ,.. ,,.

I ,..\ / ,. \ ,.. JI I I .0 - :: ,. I J,; :: ,,,,, I \ ,.

:-1~' er .ill\~?~,~~~~;;,~ ~ ~, ~·~~ ~ ~ ~~ ~~' 1;_,1 ~~, x.11; rY,:.,.~1 ~, ~ ~~, ~ ,,. ~ , ,.. ', ? ,. ,,, , ' ,.::,,_ J ,. , ,. ,.. ,.. ',, ~ ,,

1.i1 \JJl.; ~1.)i ~ ~ ~i Q "'.!.I~ i 1.i1 ~l ~ ~1 M ~;~a Jl \J\;; ~~1 ~1~ J ~ ,, ,. ,. ,. ,,,. ,. ,.,. ,.. ,. ?- ,, ,. ,. ,. ,.

' ' } ,.. ,... ,. ,. ...... ,. ,. .t.,. \ ,, ') ~ J ,,,. : ,.. ,..

~~~f, ~..Fj i:;i;..:.~ ~\::.~~~~.fa Jf'l.:J ~ Jf'l.:J ~~ ~(.J ~ii..'~ t~ \;'~I 1,1_;; \jy _;? / , ,..,,. , , ,. ... / ,.. J ,., ,,. J ,L,_..

ht,.~~ ~:I rY,:.,.~\ ~ ~ J_, ~Ai.., ~ ~ ~ ~ »i ;; i:;-; °S ~~ if ~r, ~ ._;..,,;. ~_,11.:J ,.. ,. ,,. ,.. ).....-.. ,,. ,.. ? ,. ,,.,. ,. ,.. ,,. ,,.

,, , J ,, ,.. J ... ' ,.. ' ,,. " ....;. J J ,. ' ,.. '

~~\ ~ ~9.J ili~ ~}, ~\ j-~ ~_,;:i~ ~jt ..tlfu ~}-I ;;1 ';;> t£' ~Ao }i> Cf/'\;J\ 0- lf.~1 J ,.. ,. ,. ,. ,. ,. ,.. ,. ,. ,. ,.. ,. '} ,..,,. ,. ,.. ,.. ,.

::: .-/ ) JI J .-/ J ,/,. ,. f- • - ,. J ,.. I ,,..,,. I ::: ,.. ,,.

~F ~ ~1 ~tr. illl .:.~r. ~ ~t; ...::1 ~~1 ~1:;. ~r,:., ~ ~ '' · )> ~~1 ~_;s>IJ ~_µ1 ~ (.' ~ 0~ ,. ,. ,,. ,.. ,. ,. ,.. ,. ,. ,.. ,..

,. ,.. ,. , e , ,.. ::: ,.. ' ::1 ,,. J' ,,. ' ., • ' ,..

~ Wi}i> ~~l~~~~IJ, IJ0.(.1~4fi.f.i1 ';.jQ .f.il !J~Jrt~fll.J,~~L!~~\~~Y, ~ '''<''

259

Surat An-Nisa': ..... _ ..... ,.. -=-- ..... :: J, ,. ,,. :: ~ ,.. :: :: J \ ,. :. ,. ;.

J\~' l\:S°' ;:;u1~· It\.! \'\'.O).. 9.,b..' 0 .ill\ ~r. b' 0 ~ "•( '· ', ,,, .ill,,,' '.:.l'.....I ' .•• \;. '.' ' \ '." •• ~ ••• ~ • "t T • ~'-".· 'J • ~'-".· CZ'-' .:r- ~.J "-"':.JI If" _:. ,:.,-> .:t.J ,.. ,.. ,. ,.. ,. ,.. ,.. ,. ,.. ,. ,. ,. ,,. ,..

,. ,.. } J, ' ' J / ,.. ' ,.._ ' ,. J

:{,r, ~r.~ ~1:r.; ;).{,~ ~;_, ~_,_r_, ~Jo~~r, ~_;; "~r, Jf-Cr, ~~l J1¥--~IJ ·~if ~r,.,._; ,, ,, ,,,,,, ,,,~

l /,.. JO/ ,..\ }:; ;. J } ,.. ,; 0 } { :: ,..,.. ,, / I /

. ~ • ~ \j I ,-/. . r. . I I ··1 . \ ·<i:r '<\ ';. , ,../.I 1 • I , ··11 v'- , • .• ,,. . ' '11 . I" • I',,. 'I . I' • , .! ' f ).. 1· '· r./ ..ii I), 'J.f"" 1)1.J ..ii ~ I) ('"' :J.J r""":"' if'°'.'~ 'J'.J J..N ~.J .Ml.J tJ".J1 d"'.J V'JLo....I '-'"' .-11.J "<( i 'j" ~.) ,. ,.. ,. / ,.. ,.. ,,. ,.. ,.. ,.. ,.. ,, ,. ,.. ,, ,. ,. ,.. ,.._ ' ,.. J --;...... "" ,.. ,.._ ,,.,_,:: ~,.. '1 ,.. "'' ,. 1.:.Cr. , o JI~· r • " . ~.· :1r · JI~' 1\:S" ;:;u1~· 1t..t: w' ).. I' , ~ · 1 ~ (. · ·~1 · ~ - r u1 1J. .!J ~'J'.• • • n ~ ,J' ~'J~ • • ~ •• • ~ "{ T ~ • ..ii I) .J tJ"J r./ '.J V'J ,. ,. ,. ,.. ,.. ,,.,.. ,.. ,..,. ~ ,,. / ,.. ,.. ,. ,. ,.. ,..

,.. J ,,,.. ,.. ,.. ' ,; ,.. ,.. ,.. ,,. J .J. /' } ,,.

'i, ~2 J, \,I.; ~~~I ~i~ ~'if, GJ'.j :{,\, ~I~ ~I:}'.;;:,_{,~ ~J_, ~J.r_, ~ ~~~r, ~_;; "~~ ,;0 ,} ,- / } }H ,..,,. } -" ,.... } / } 4 :: 0 :: ,r } ,,..

i;:.1 4.'SC 1,1;.-'i, ~;, ill~ i;.u ~ti» r; Jf ~l:ili :.::(, il11 J..?-J r; '.J.' ~ ~' q ~' ~l k1 JS- 1,1;; ,..,,. ,. ,,. ,.. ,,. ,.. ,.. ,.. ,.. ,.. ,. / ,..

,..,.. ' ' ::,, ,.. ,.. } ,.. ,.. } J,.. ,, :: } ::

~ W', ~~~~~~~IJ,~~r,61J,~~~~~)~~~\J~~il11 ~~~ ~ Surat al-Anbiya':

,.. ,,. 0 ,,. ,,. - ' ,; ;_ ~ / ;. O ,; ,; C OJ ,.. ,.. O ,-

'1" \ ·\i'.:...11\~i.'.,,\I''''\1•'1'.'"•"•\''IY'' .!a<1.~,.v',11·1' .''1'.\("l°'<1~" ,,,,, 1'1\"1\' 1:::'" r";' ~r.'"" "'= ~: ¥"-''J ·;-~ UJ.li! ~ r-~-' " ... .,, ~l) .., ·~~,I)~ ~ ~_;. ~_, ~~;.ai ~ .r: if' / )/ / _;' ,.

( V'f )!> Q:'~\;;. 8 \;~ :~\~~~~I

Surat al-Maidah: ) / / ,,. / ,,., ' ) ' ::

~ ;-. ? ;:i;~ ~ 'i, ~ ~~ % 1;J,t... ~ !~1 ~r, ~\ ~r~:;. ->JWIJ ;;.~~r, ~~ J.~IJ \j:.r~ J.~1 ~

Surat al-Fatir: ,.. 'A ,,. ,,,,."i-'

4{ 'l'i., ~j.; ~ ~ ~i-..:1,; jlJ ~j.;J ~ ~~ !.IB:...~\ ti ,.. / "? ,.. ,.. / ,. / / /

Surat an Nahl: "'0 ,.. ,,. :: ,.. :: / ,, ,. / ) :: ,. .... , ~? ,. ,4 .. , ' ,..,,.

Jo~'il J ~ ~I ~ .::..Z,..; ~ .ill\ .f» ; ~ ~~\kl\ ~r, .ill\ If¥\ ~I 'i;.j .._:1 .§' J ~ ~ , ,,. ,.. ,.. / ,.. ,,. ,. ? ,._,..

,..,,. / :: ' ',.' '., ,. } ""'-' ,.. / ,,.. ~ ~ ~j 01 ~ ~ :;~ ~'~ ;:.:..;.,i1 ~_;:ir, ~~ ~j ~ Jl ~I ~ fi, ~~I;.;;\;;.~(~ lf)'b\;

,- //,-,J',.. /////,;'I';' H /

260

Surat al-Hijr: / // J 0 ,,.,,. J ,,. /

~ ".\ ~ J.»:'G.. ~ ~ l.f".JJ .:t .._;,, ~ ~_;.,, I~~ .a,, ,,. 40 / ,,. ,,. ,,. 40 ,;

Surat at Taubah:

~ Surat al-Hadid:

Surat al-' Ankabut:

~ i.V jt ~~~\ ~~-\;o,~i~ ~\;~~~If~~~~~~~~~\ r>~\. ~}~ ~~\ ~(i) ~~ ,,. ,,. J ,,. ,,. J ,,. / " ,.. / {. :: )) .... ,.. ' :; / :: c ,,. ~ ,,. / ) fr

~:;; ~r, ~~~ ~~~A! J!r, q~ J? Ii?~ tr. 11h ~ ~ ~?\ ~~ ~ ~ ~~~!~~I ~i 11:~~ ~i.iY,~

Surat asy-Syura: J / J .._,,, ) } '1 ) / ;. {. ,.. '1 ,,. ,._ ~) ;. ;;;,.,.. -t- / / / / /

~ ~\;.$.\~ ~J, ~ ~I~ J~~ ~~r, ;'~ ~ ~I J_jl ~ ~r~ JJ f~~I c-~ ~~\ \£ ~r, ~\, ~~ ~ / )\ ) / / ,,. J) ;.

~ \0 '~'~~ ~~~'M ~~~~\:$.1

AL-Hajj:

~ ~ :_; f js.11~~i;Ai1~~~11 ~ ~p ~;r, ~;;.:lr, .£,wr, ~tzir, ~u. ~;r, ~r. ~11 ~ ?- ,,. ~ ,,, ,,. ,,. ,,. ,,. ,,. ,,. ,,.,,. ,,. ,,, ,,.

,, } ,,. ,, / :: ,, I'/ ,,. .. /

~i.". ~ ~;;-;1&:;~~rH~£:M;~j~~ ~ w

Surat al-Isra': ~ ,,. : :: / {. ~ // / t :;,,, :;,,. ~ / :;,,, / ,,.

~ \0, ~;.;.;~~~~~ lk'l;J}-l~t,~r,~!i ~~~?~.;:_,~-i,4~?Jµ.1 i"

261

Surat al-Fushshilat:

Surat Muhammad: ,,, ~) ~ ,..1 }1 ,,. / ' ,,, ,,. ,,.. ,.. ,,, L \ } ,..,,, ' ,..

(I"~ , ~W,\ ~ \'..;;ill\ ~~ j j~\ ~~I::~~ ~)I I,;~ ~I~ j-~~ IJ_))'J.~1 ~

Surat al-Ahzab: ~ )/ / ' ' / 0/ " ' " ~/ ' " ' / / // t' ' '

(v'(, 'i~ i;_,u;.~t>'~1~1:..)11 ~ ~~IJ ~~1;;~J~f,J>~'if,.:of,~l~~t:'i1 ~); t) / ,, / ,, //,, ,, ,,

Surat al-An'am: i..\..w~ - 1.1 11 ·1 ··11• L.,,,~ ~C'··,;1'· cit:' ~, .. ~r -161'1~ ~, ,, ,_.-:, :1

• • ~ l.J""11 v. iJ,J r..i » i.S· ..r '°' l' 11! .r- .Y 'J • d'.; ., .,;.i., r If ;JP:J ~J r..I· .. .. .. ,,,,,, / / ,.. ,, ,,. / # ( n', J"rJ.1.:r-~t>'\.._, ~~l.i'.l

A. Identitas

Nam a

Tempat!f gl Lahir

NIP.

Pangkat /Gol.

Pekerjaan

Alamat Rumah

Alamat Kantor

NamaAyah

Namalbu

Namalstri

Nama Anak ke-1

Ponorogo).

Nama Anak ke-2

B. Pendidikan

CURRICULUM VITAE

: Sangkot Sirait

: Asahan, 1-12-1959

: 150254037

: Pembina, Lektor Kepala (lV /a)

: Dosen Tetap Fakultas Tarbiyah UIN Suka. Yoygykarta.

: Dusun Jagalan, Rt. 512, Tegaltirto, Berbah, Sleman, Yoyakarta.

: Jl. Laksda Adisucipto, Telp. 513056, Yogyakarta

: Abdul Manan Sirait ( alm.)

: Halimah Siagian (alm.)

: Enik Sulistyowati

: Arbi Mulya Sirait ( santri Pondok Modem Darussalam Gontor

: Aliza Padwa Sirait (siswa SDIT Luqman al Hakim, Yogyakarta.

SDN Sei Pasir Darat, Tanjung Balai Asahan, 1971.

Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren Mustafawiyah Purba Barn, Tapanuli Selatan

1977.

Madrasah Aliyah Pondok Pesantren Mustafawiyah Purba Barn, Tapanuli Selatan 1980.

Sarjana Muda (B.A.) Fakultas Dakwah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 1986.

SI (Drs) Fakultas Dakwah IAIN Sunana Kalijaga Yogyakarta, 1989.

S2 (M. Ag) Program Pascasarjana IAIN Sunan Kalijaga Y ogyakarta, 1997.

--

"

C. Riwayat Pekerjaan

Bekerja sebagai Dosen Tetap Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga hingga sekarang,

dengan jenjang pengalaman kerja sebagai berikut:

1. Calon Pegawai Negeri Sipil, tanggal 11 Agustus 1992.

2.

3.

4.

5.

6.

PNS Penata Muda (III/a) /Asisten Ahli Madya, 1 Oktober 1996.

Penata Muda TK. I (III/b )/ Asisten Ahli, 1-10 1996.

Penata (III/c)/Lektor Muda, 1998.

Penata Tk. I (III/d) /Lektor Madya 2001.

Pembina (IV/a) /Lektor Kepala 2004 sampai sekarang (2006).

D. Karya Tulis

"Dakwah Islam Masjid Al-Amin, Gowongan Kidul, Yogyakarta" (Risalah)

"Tradisi Ruwahan di Masyarakat Jawa di Sidomulyo Magelang" (Skripsi). ' "Takdir Dalam PerspektifTeologi Islam (Studi Pemilciran Ibn Taimiyah)" (Tesis)

"Mukjizat Dalam Tafsir al-Manar". Jumal Studi Ilmu-Ilmu Al-Quran dan Hadis, Fakultas

Ushuluddin IAIN, 2002.

''Dialog Agama Dalam Pandangan Isma'il Raji al-Faruqi" Sosio Religia Jurnal Ilmu

Agama dan Ilmu Sosial, Fak. Syari'ah IAIN Suka, 2002.

"Perubahan Paradigma Pengabdian Kepada Masyarakat di IAIN Sunan Kalijaga

Yogyakarta", Jumal Aplikasi Ilmu-Ilmu Agama, PPM IAIN Sunan Kalijaga, 2003.

"Persangan Global dan Pendidikan Tinggi Islam'', Jumal I/mu Pendidikan Islam,

Fakultas Tarbiyah IAIN Suka, 2002.

"Monoteisme daan Dialog Agama", Visi Islam Jumal Ilmu-Ilmu Keislaman YPI. Al­

Rahmah, 2002.

"Ilmu Kalam: Sebuah Kritik Epistemologi", Visi Islam, YPI Al-Rahmah, 2004.

"Positivisme dalam Pendidikan'', Hermenia, Jurnal Kajian Islam Interdisipliner, Progran

Pascasarjana IAIN Sunan Kalijaga Y ogyakarta, 2004.

"Dakwah Islam di Era Pluralisme Agama ('felaah atas Pemilciran al-Faruqi)'', Jumal

Filsafat dan Pemikiran Islam Rejleksi, Fakultas Ushuluddin, Jurusan AF, IAIN Sunan

Kalijaga, Yogyakarta, 2005.

,

"Landasan Nonnatif Pendidikan Agama Islam Multikultural'', Jumal Jlmu Pendidikan

Islam, Fakultas Tarbiyah, UIN Sunan Kalijaga, 2005.

Yogyakarta, 6 Januari 2006

Sangkot Sirait