Hukum Sgd3

11
A. Aspek Hukum Aborsi Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dan ayat (3) yang tidak bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung jawab serta bertentangan dengan norma agama dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Berdasarkan ketentuan UU Kesehatan tersebut jika kita kaitkan dengan aborsi KTD akibat perkosaan, maka dapat menyimpulkan: Pertama, secara umum paraktik aborsi dilarang; Kedua, larangan terhadap praktik dikecualikan pada beberapa keadaan, kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan. Selain itu tindakan medis terhadap aborsi KTD akibat perkosaan hanya dapat dilakukan apabila: (1) setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang; (2) dilakukan sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis; (3) oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri;

description

h

Transcript of Hukum Sgd3

Page 1: Hukum Sgd3

A. Aspek Hukum Aborsi

Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dan ayat (3) yang tidak

bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung jawab serta bertentangan dengan

norma agama dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan ketentuan UU Kesehatan tersebut jika kita kaitkan dengan

aborsi KTD akibat perkosaan, maka dapat menyimpulkan: Pertama, secara

umum paraktik aborsi dilarang; Kedua, larangan terhadap praktik dikecualikan

pada beberapa keadaan, kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan

trauma psikologis bagi korban perkosaan. Selain itu tindakan medis terhadap

aborsi KTD akibat perkosaan hanya dapat dilakukan apabila:

(1) setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan

diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh

konselor yang kompeten dan berwenang;

(2) dilakukan sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung

dari hari pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan

medis;

(3) oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan

kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh

menteri;

(4) dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan; dan

(5) penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang

ditetapkan oleh Menteri.

Kesimpulannya, bahwa UU Kesehatan memperbolehkan praktik aborsi

terhadap kehamilan akibat perkosaan dengan persyaratan dilakukan oleh

tenaga yang kompeten, dan memenuhi ketentuan agama dan perundang-

undangan yang berlaku.

Sedangkan peraturan tentang sanksi terhadap para pelaku abortus

illegal dijelaskan secara rinci dalam KUHP , sebagai berikut :

a) Wanita yang sengaja menggugurkan kandungan atau menyruh

orang lain melakukannya (KUHP pasal 346, hukuman

maksimum 4 tahun).

Page 2: Hukum Sgd3

b) Seseorang yang menggugurkan kandungan wanita tanpa seizinnya

(KUHP pasal 347, hukuman maksimum 12 tahun; dan bila

wanita tersebut meninggal, hukuman maksimum 15 tahun)

c) Seseorang yang menggugurkan kandungan wanita dengan seizing

wanita tersebut. (KUHP pasal 348, hukuman maksimum 5 tahun

6 bulan; dan bila wanita tersebut meninggal, maksimum 7

tahun).

d) Dokter, bidan, atau juru obat yang melakukan kejahatan di atas

(KUHP pasal 349, hukuman ditambah dengan sepertiganya dan

pencabutan hak pekerjaannya).

e) Barangsiapa mempertunjukkan alat/cara menggugurkan

kandungan kepada anak dibawah usia 17 tahun/dibawa umur

(KUHP pasal 283, hukuman maksimum 9 bulan).

f) Barangsiapa menganjurkan/merawat/memberi obat kepada

seseorang wanita dengan memberi harapan agar gugur

kandungannya (KUHP pasal 299, hukuman maksimum 4 tahun).

(Hanafiah, M. Jusuf,1999)

Page 3: Hukum Sgd3

B. Aspek Hukum Transplantasi Organ

Dari segi hukum, transplantasi organ,jaringan dan sel tubuh dipandang

sebagai suatu hal yang mulia dalam upaya menyehatkan dan mensejahterakan

manusia,walaupun ini adalah suatu perbuatan yang melawan hukum pdana

yaitu tindak pidana penganiayaan, tetapi mendapat pengecualian hukuman,

maka perbuatan tersebut tidak lagi diancam pidana, dan dapat dibenarkan.

Peraturan tranplantasi organ termuat dalam :

1. Pasal 33 dan 34 UU No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan

a. Pasal 33

(1). Dalam penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dapat

dilakukan transplantasi organ dan atau jaringan tubuh , transfusi

darah , implant obat dan atau alat kesehatan, serta bedah pastik

dan rekonstruksi,

(2). Transplantasi organ dan atau jaringan tubuh serta transfusi darah

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan hanya untuk

tujuan kemanusiaan dan dilarang untuk tujuan komersial.

b. Pasal 34

(1). Transplantasi organ dan atau jaringan tubuh hanya dapat dilakukan

oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan

untuk itu dan dilakukan di sarana kesehatan tertentu.

(2). Pengambilan organ dan atau jaringan tubuh dari seorang donor

harus memperhatikan kesehatan donor yang bersangkutan dan ada

persetujuan ahli waris atau keluarganya.

(3). Ketentuan mengenai syarat dan tata cara penyelenggaraan

transplantasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)

ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

2. PP No. 18 Tahun 1981

Dalam PP No.18 tahun 1981 tentana bedah mayat klinis, bedah mayat

anatomis dan transplantasi alat serta jaringan tubuh manusia tercantum

pasal tentang transplantasi sebagai berikut:

Page 4: Hukum Sgd3

Pasal 1

(c). Alat tubuh manusia adalah kumpulan jaringan-jaringa tubuh yang

dibentuk oleh beberapa jenis sel dan mempunyai bentuk serta faal

(fungsi) tertentu untuk tubuh tersebut.

(d). Jaringan adalah kumpulan sel-sel yang mmempunyai bentuk dan faal

(fungsi) yang sama dan tertentu.

(e). Transplantasi adalah rangkaian tindakan kedokteran untuk

pemindahan dan atau jaringan tubuh manusia yang berasal dari

tubuh orang lain dalam rangka pengobatan untuk menggantikan

alat dan atau jaringan tubuh ynag tidak berfungsi dengan baik.

(f). Donor adalah orang yang menyumbangkan alat atau jaringan

tubuhnya kepada orang lain untuk keperluan kesehatan.

(g). Meninggal dunia adalah keadaan insani yang diyakini oleh ahli

kedokteran yang berwenang bahwa fungsi otak,pernafasan,dan atau

denyut jantung seseorang telah berhenti.

Ayat g mengenai definisi meninggal dunia kurang jelas,maka IDI dalam

seminar nasionalnya mencetuskan fatwa tentang masalah mati yaitu bahwa

seseorang dikatakan mati bila fungsi spontan pernafasan da jantung telah

berhenti secara pasti atau irreversible,atau terbukti telah terjadi kematian

batang otak.

Pasal 10

Transplantasi organ dan jaringan tubuh manusia dilaukan dengan

memperhatikan ketentuan yaitu persetujuan harus tertulis penderita atau

keluarga terdekat setelah penderita meninggal dunia.

Pasal 11

(1). Transplantasi organ dan jaringan tubuh hanya boleh dilakukan oleh

dokter yang ditunjuk oleh mentri kesehatan.

(2). Transplantasi alat dan jaringan tubuh manusia tidak boleh dilakukan

oleh dokter yang merawat atau mengobati donor yang bersangkutan.

Page 5: Hukum Sgd3

Pasal 12

Penentuan saat mati ditentukan oleh 2 orang dokter yang tudak ada

sangkut paut medik dengan dokter yang melakukan transplantasi.

Pasal 13

Persetujuan tertulis sebagaimana dimaksudkan yaitu dibuat diatas kertas

materai dengan 2 (dua) orang saksi.

Pasal 14

Pengambilan alat atau jaringan tubuh manusia untuk keperluan

transplantasi atau bank mata dari korban kecelakaan yang meninggal

dunia, dilakukan dengan persetujuan tertulis dengan keluarga terdekat.

Pasal 15

(1). Sebelum persetujuan tentang transplantasi alat dan jaringan tubuh

manusia diberikan oleh donor hidup, calon donor yang bersangkutan

terlebih dahulu diberitahu oleh dokter yang merawatnya, termasuk dokter

konsultan mengenai operasi, akibat-akibatya, dan kemungkinan -

kemungkinan yang terjadi.

(2). Dokter sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus yakin benar,

bahwa calon donor yang bersangkutan telah meyadari sepenuhnya arti dari

pemberitahuan tersebut.

Pasal 16

Donor atau keluarga donor yang meninggal dunia tidak berhak dalam

kompensasi material apapun sebagai imbalan transplantasi.

Pasal 17

Dilarang memperjual belikan alat atau jaringan tubuh manusia.

Pasal 18

Dilarang mengirim dan menerima alat dan jaringan tubuh manusia dan

semua bentuk ke dan dari luar negeri.

Page 6: Hukum Sgd3

Pasal - pasal tentang transplantasi dalam PP No. 18 tahun 1981, pada hakekatnya

telah mencakup aspek etik, mengenai larangan memperjual belikan alat atau jaringan

tubuh untuk tujuan transplantasi atau meminta kompensasi material.

Yang perlu diperhatikan dalam tindakan transplantasi adalah penentuan saat mati

seseorang akan diambil organnya, yang dilakukan oleh (2) orang doter yang tidak ada

sangkut paut medik dengan dokter yang melakukan transplantasi, ini erat kaitannya

dengan keberhasilan transplantasi, karena bertambah segar organ tersebut bertambah

baik hasilnya.tetapi jangan sampai terjadi penyimpangan karena pasien yang akan

diambil organnya harus benar-benar meninggal dan penentuan saat meninggal

dilakukan dengan pemeriksaan elektroensefalografi dan dinyatakan meninggal jika

terdapat kematian batang otak dan sudah pasti tidak terjadi pernafasan dan denyut

jantung secara spontan. Pemeriksaan dilakukan oleh para dokter lain bukan dokter

transplantasi agar hasilnya lebih objektif.

- UU No 36 thn 2009 pasal 64, 65, 67, 123, 192

C. Aspek Hukum Inseminasi Buatan

PEDOMAN PELAYANAN BAYI TABUNG

1) Pelayanan Teknologi Buatan hanya dapat dilakukan dengan sel telur dan

sperma suami-isteri yang bersangkutan.

2) Pelayanan Reproduksi Buatan merupakan bagian dari pelayanan infertilitas,

sehingga kerangka pelayanannya merupakan bagian dari pengelolaan

pelayanan infertilitas secara keseluruhan.

3) Embrio yang dapat dipindahkan satu waktu ke dalam rahim isteri tidak lebih

dari tiga; boleh dipindahkan empat embrio pada keadaan:

a) rumah sakit memiliki 3 tingkat perawatan intensif bayi baru lahir.

b) pasangan suami-isteri sebelumnya sudah mengalami sekurang-kurangnya

dua kali prosedur teknologi reproduksi yang gagal, atau

c) isteri berumur lebih dari 35 tahun.

4) Dilarang melakukan surogasi dalam bentuk apapun.

5) Dilarang melakukan jual beli embrio, ova dan spermatozoa.

6) Dilarang menghasilkan embrio manusia semata-mata untuk penelitian.

Penelitian atau sejenisnya terhadap embrio manusia hanya dilakukan kalau tujuan

penelitiannya telah dirumuskan dengan sangat jelas.

Page 7: Hukum Sgd3

7) Dilarang melakukan penelitian terhadap atau dengan menggunakan embrio

manusia yang berumur lebih dari 14 hari sejak tanggal fertilisasi.

8) Sel telur manusia yang dibuahi dengan spermatozoa manusia tidak boleh dibiak

in-vitro lebih dari 14 hari (tidak termasuk hari-hari penyimpanan dalam suhu yang

sangat rendah/ simpan beku).

9) Dilarang melakukan penelitian atau eksperimentasi terhadap atau dengan

menggunakan embrio, ova dan atau spermatozoa manusia tanpa izin khusus dari

siapa sel telur atau spermatozoa itu iperoleh.

10) Dilarang melakukan fertilisasi trans-spesies kecuali apabila fertilisasi trans-

spesies itu diakui sebagai cara untuk mengatasi atau mendiagnosis infertilitas pada

manusia. Setiap hybrid yang terjadi akibat fertilisasi trans-spesies harus segera

diakhiri pertumbuhannya pada tahap 2 sel.

- UU No 36 tahun 2009 pasal 127

- Permenkes No 39/Menkes/SK/I/2010