Hukum menjama’ shalat ashar dengan jum’at

31
Bima Prastya Handawi Kelas : XII IPS Produced by LIMIT 15 2015 Fathul Kutub Ibnul Qoyyim Putra Yogyakarta

Transcript of Hukum menjama’ shalat ashar dengan jum’at

Page 1: Hukum  menjama’  shalat ashar  dengan  jum’at

Bima Prastya Handawi Kelas : XII IPS

Produced by LIMIT 152015

Fathul KutubIbnul Qoyyim Putra

Yogyakarta

Page 2: Hukum  menjama’  shalat ashar  dengan  jum’at

HUKUM MENJAMA’

SHALAT ASHAR DENGAN JUM’AT

Page 3: Hukum  menjama’  shalat ashar  dengan  jum’at

POKOK PEMBAHASANPengertian jama’Apa dalil dari menjama’ shalat?

Perbedaan ulama dalam menyikapi jama’ Ashar dan Jum’at?

Kesimpulan

Page 4: Hukum  menjama’  shalat ashar  dengan  jum’at

PENGERTIAN JAMA’ Menjama’ shalat adalah mengumpulkan dua shalat dalam satu waktu

dengan  alasan-alasan tertentu yang diperbolehkan oleh syara’/syariat.Adapun pasangan shalat yang bisa dijama’ adalah salat Zuhur

dengan Ashar atau shalat Maghrib dengan Isya. Salat jama’ dibedakan menjadi dua tipe yakni:

Jama’ taqdim : penggabungan pelaksanaan dua salat dalam satu waktu dengan cara memajukan salat yang belum masuk waktu ke dalam salat yang telah masuk waktunya (seperti penggabungan pelaksanaan salat Asar dengan salat Zuhur pada waktu salat Zuhur atau pelaksanaan salat Isya dengan salat Magrib pada waktu salat Magrib).

Jama’ ta’khir : penggabungan pelaksanaan dua salat dalam satu waktu dengan cara mengundurkan salat yang sudah masuk waktu ke dalam waktu salat yang berikutnya (seperti penggabungan pelaksanaan salat Zuhur dengan salat Asar pada waktu salat Asar, atau pelaksanaan salat Magrib dengan salat Isya pada waktu salat Isya).

Page 5: Hukum  menjama’  shalat ashar  dengan  jum’at

Dalil jama’ – عليه الله صلى Aه@ الل BولBس Fر FانF ك FالFق Lك@ مFال Pن@ ب Fس@ Fن أ PنFع@لFى – إ FرPهXالظ FرAخF أ BسPم Aالش Fز@يغF ت PنF أ FلP قFب FلFحF ت Pار @ذFا إ وسلم FلP قFب BسPم Aالش اغFت@ Fز Pن@ فFإ ، FهBمFا Pن Fي ب FعFمFجFف Fل FزF ن AمB ث ، PعFصPر@ ال وFقPت@

Fك@ب Fر AمB ث FرPهXالظ صFلAى Fح@لF ت PرF ي PنF أArtinya: “Dari Anas ra. Berkata, “Adalah Rasulullah saw apabila berpergian sebelum tergelincir matahari (sebelum masuk waktu zuhur) maka rasulullah menjama’ shalat zhuhur pada shalat ashar (Jama’ Ta’khir). Namun, apabila beliau berpergian setelah tergelincir matahari (setelah masuk waktu zhuhur) maka beliau mengerjakan shalat zhuhur terlebih dahulu lalu berangkat.” (H.R Bukhari  nomor 1060 dan Muslim nomor 704).

Page 6: Hukum  menjama’  shalat ashar  dengan  jum’at

Dari Abdullah bin Abbas radhiallahu anhuma dia berkata:

ع& – –  ي)جم) وسلم عليه الله صلى الله7 ول& س& ر) ك)ان)ظ)هر7 ع)ل)ى ك)ان) 7ذ)ا إ و)الع)صر7 الظEهر7 الة7 ص) ب)ين)

اء7 و)الع7ش) الم)غر7ب7 ب)ين) ع& ي)جم) و) ،Pير س)

“Rasulullah shallallahu alaihi wasallam biasa menjamak antara zuhur dan ashar jika sedang dalam perjalanan. Beliau juga menjamak antara maghrib dan isya.” (HR. Al-Bukhari no. 1107)

Page 7: Hukum  menjama’  shalat ashar  dengan  jum’at

Dari Muadz bin Jabal radhiallahu anhu dia berkata:

7ذ)ا إ ت)ب&وك) ة7 و) Tغ)ز ف7ي ك)ان) لYم) و)س) ع)ل)يTه7 اللYه& لYى ص) اللYه7 ول) س& ر) Yأ)ن Tإ7ن و) ر7 Tع)صTال و) ر7 TهEالظ ب)يTن) ع) م) ج) ل) ت)ح7 Tي)ر Tأ)ن بTل) ق) مTس& Yالش Tاغ)ت ز)ر7 Tع)صTل7ل ي)نTز7ل) تYى ح) ر) TهEالظ ر) Yأ)خ مTس& Yالش ت)ز7يغ) Tأ)ن بTل) ق) Tل ت)ح7 Tي)رع) م) ج) ل) ت)ح7 Tي)ر Tأ)ن بTل) ق) مTس& Yالش Tغ)اب)ت Tإ7ن ذ)ل7ك) ثTل& م7 غTر7ب7 الTم) و)ف7ير) Yأ)خ مTس& Yالش ت)غ7يب) Tأ)ن بTل) ق) Tل ت)ح7 Tي)ر Tإ7ن و) اء7 الTع7ش) و) غTر7ب7 الTم) ب)يTن)

ا م) ب)يTن)ه& ع) م) ج) Yث&م اء7 ل7لTع7ش) ي)نTز7ل) تYى ح) غTر7ب) الTم)

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pada perang Tabuk, ketika matahari telah tergelincir sebelum beliau berangkat, maka beliau menjamak antara shalat zuhur dan ashar (jamak taqdim). Dan jika beliau berangkat sebelum matahari tergelincir, maka beliau mengundurkan shalat zuhur sehingga beliau singgah untuk shalat Ashar (lalu mengerjakan keduanya dengan jamak ta`khir). Demikian pula ketika shalat maghrib, apabila matahari terbenam sebelum beliau berangkat, maka beliau menjamak antara maghrib dan isya (dengan jamak taqdim), dan jika beliau berangkat sebelum matahari terbenam maka beliau mengakhirkan shalat maghrib hingga beliau singgah pada untuk shalat isya, kemudian beliau menjamak keduanya (dengan jamak ta`khir).” (HR. Abu Daud no. 1220, At-Tirmizi no. 553, dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Al-Misykah no. 1344)

Page 8: Hukum  menjama’  shalat ashar  dengan  jum’at

Tentang hukum menjama’ shalat Ashar dengan Jum’at, para ulama berbeda pendapatPendapat pertama, Boleh menjama’ shalat

Jum’at dengan Ashar. Ini adalah pendapat Syafi’iyah.

Syafi’iyah berpendapat boleh menjama’ shalat Jum’at dengan Ashar dengan jama’ taqdim sebagaimana bolehnya menjama’ antara shalat Zhuhur dan Ashar, dan menolak jama’ ta’khir karena shalat Jum’at tidak boleh diakhirkan dari waktunya.

Page 9: Hukum  menjama’  shalat ashar  dengan  jum’at

Adapun untuk lebih jelasnya..

Cek di MS Word yukk…

Page 10: Hukum  menjama’  shalat ashar  dengan  jum’at

Pendapat kedua, Menjama’ shalat Jum’at dengan Ashar tidak boleh secara muthlak, ini adalah pendapat Hanabilah.

Mereka berhujah dengan beberapa dalil, di antaranya :Tidak ada dalil yang menerangkan hal tersebut, padahal asal ibadah

adalah dilarang kecuali bila ada dalilnya;Tidak ada qiyas di dalam ibadah, maka shalat Jum’at tidak bisa

diqiyaskan dengan shalat Zhuhur;Shalat Jum’at adalah shalat mustaqillah, shalat yang berdiri sendiri, di

mana hukum-hukumnya sangat berbeda dengan shalat Zhuhur sehingga tidak mungkin keduanya disamakan.

Terjadinya hujan yang mengandung masyaqqah pada masa Nabi, di mana beliau tidak menjama’ shalat Ashar dengan Jum’at sebagaimana di dalam kisah arab badui yang disebutkan oleh Al-Bukhari dalam shahihnya di mana pada hari Jum’at itu badui tersebut berdiri dan meminta agar Nabi berdoa meminta hujan, lalu Nabi berdoa, dan hujan pun turun.

Page 11: Hukum  menjama’  shalat ashar  dengan  jum’at

Pendapat Imam Syafi'i tentang Qiyas (Analogi)

Imam Syafi'i berkata tidak ada Qiyas (analogi) dalam urusan Ibadah.

Dan berkata imam Ahmad :

Aku pernah bertanya kepada Imam Syafi'i tentang Qiyas, maka beliau menjawab ketika

darurat...

Page 12: Hukum  menjama’  shalat ashar  dengan  jum’at

Qiyas adalah dasar hukum yang ke-4 dalam Islam setelah al-Qur'an, Sunnah, dan Ijma' -dapat dipergunakan hujjah dalam agama, dan dapat dipakai atau dipergunakan hanya dalam urusan adat, muamalat, dan keduniyaan yang MEMANG TIDAK ADA nash-nya dalam al-Qur'an dan/atau dalam Sunnah dan Ijma' yang muktabar.

Qiyas TIDAK sekali - kali DAPAT DIPAKAI atau DIPERGUNAKAN UNTUK URUSAN IBADAH, AQIDAH, dan KEAGAMAAN. karena urusan agama (Ibadah dan Aqidah) adalah Tauqifiah -harus didasarkan atas nash yang sharih (terang) dari kitabullah (al-Qur'an) dan/atau dari Sunnah. Ibadah yang dilakukan dengan jalan Qiyas adalah bid'ah hukumnya, yang membawa kesesatan bagi orang yang mengerjakannya.

Imam Ibnu Katsir Rahimahullah berkata :

Dalam masalah peribadatan hanya terbatas pada dalil (Nash - nash) dan tidak boleh dipalingkan dengan berbagai macam Qiyas dan Ro'yu (pikiran). (Kitab Tafsir Ibnu Katsir Juz IV hlm. 272)

Page 13: Hukum  menjama’  shalat ashar  dengan  jum’at

Menurut Syaikh Ibnu Utsaimin, bahwa seorang musafir di mana (kewajiban) shalat Jum’at gugur darinya, maka ini benar; seorang musafir tidak terkena kewajiban shalat Jum’at, bahkan shalat Jum’at-nya tidak sah bila dia shalat Jum’at dalam safarnya. Karena Nabi tidak mendirikan shalat Jum’at dalam safarnya. Maka siapa yang mendirikan shalat Jum’at dalam safarnya, ia telah menyelisihi petunjuk Nabi, sehingga amalannya tertolak

berdasarkan sabda Nabi ; FسP Fي ل | عFمFال Fم@لFع PنFمد~ Fر FوBهFف Fا ن BرPم

F أ Pه@ Fي عFل

“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan ajaran kami, maka amalan tersebut tertolak.” (HR. Muslim no. 1718).

Page 14: Hukum  menjama’  shalat ashar  dengan  jum’at

Penjelasan ringkas:Di antara kemudahan yang Allah Ta’ala berikan kepada para

hamba adalah Dia mensyariatkan kepada mereka untuk menjamak shalat dalam keadaan safar. Hal itu karena musafir -biasanya- mendapatkan kesulitan dan kerepotan kalau mereka harus singgah ke sebuah tempat untuk mengerjakan setiap shalat pada waktunya masing-masing. Karenanya, boleh bagi musafir untuk menjamak shalat maghrib dan isya pada waktu salah satu dari keduanya (taqdim atau ta`khir) dan demikian pula antara shalat zuhur dan ashar. Jamak ini boleh dia lakukan selama dia masih berstatus sebagai musafir, baik sedang dalam perjalanan maupun dia singgah di sebuah tempat. Semua ini berdasarkan dalil-dalil yang tersebut di atas.

Page 15: Hukum  menjama’  shalat ashar  dengan  jum’at

Jika dalil-dalil diatas hanya membolehkan menjama’ sholat Zuhur & Ashar atau Maghrib & Isya.

Lalu bagaimana hukum menjama’ Ashar & Jum’at????

Page 16: Hukum  menjama’  shalat ashar  dengan  jum’at

Hukum jama’ shalat bagi musafirTidak ada satupun dalil yang memerintahkan

jamak shalat bagi musafir, yang ada hanyalah nukilan ada perbuatan Nabi shallallahu alaihi wasallam. Karenannya, hukum jamak shalat bagi musafir adalah sunnah dan tidak sampai dalam derajat wajib, berbeda halnya dengan qashar shalat yang hukumnya wajib bagi musafir.

Page 17: Hukum  menjama’  shalat ashar  dengan  jum’at

Sehubungan dengan pembahasan di atas kami katakan: Tidak disunnahkan bagi musafir untuk mengerjakan shalat jumat, akan tetapi dia disyariatkan untuk hanya mengerjakan shalat zuhur lalu menjamaknya dengan ashar -jika dia ingin-.Dalil dalam masalah ini adalah tidak adanya satupun dalil yang menunjukkan kalau Nabi dan para sahabat beliau mengerjakan shalat jumat dalam keadaan safar. Di antarnya adalah hadits Jabir bin Abdillah radhiallahu anhuma yang panjang dalam riwayat Muslim no. 1218 tentang sifat haji Nabi shallallahu alaihi wasallam, sementara para ulama menyebutkan bahwa hari arafah pada tahun itu jatuh pada hari jumat. Jabir berkata setelah menyebutkan isi khutbah beliau di Arafah, “Kemudian Bilal mengumandangkan azan kemudian iqamah kemudian beliau mengerjakan shalat zuhur. Kemudian iqamah kembali dikumandangkan lalu beliau shalat ashar, dan beliau tidak melakukan shalat sunnah satu rakaat pun di antara keduanya.”

Page 18: Hukum  menjama’  shalat ashar  dengan  jum’at

Dari shalat yang Rasuluulah SAW, lakukan di Arafah pada hari jumat di atas berbeda bukanlah shalat jumat, karena ditinjau dari empat perkara:

1) Jabir menamakannya sebagai shalat zuhur dan bukan shalat jumat.

2)Azan di sini dikumandangkan setelah khutbah, sementara pada shalat jumat, azan dikumandangkan sebelum khutbah.

3)Hadits Jabir di atas hanya menyebutkan sekali khutbah, sementara shalat jumat memiliki dua khutbah.

4)Tidak dinukil bacaan beliau pada kedua rakaat tersebut, padahal Jabir menukil bacaan beliau pada shalat sunnah tawaf. Ini menunjukkan shalat yang beliau lakukan saat itu adalah shalat sirriah. Maka shalat ini tentunya bukanlah shalat jumat karena shalat jumat adalah shalat jahriah.Sejumlah ulama seperti Ibnu Abdil Barr dalam Al-Istidzkar (5/76), Shiddiq Hasan Khan dalam Ar-Raudhah, dan selainnya menukil kesepakatan ulama akan tidak adanya shalat jumat bagi musafir. Hanya saja nukilan ijma’ ini kurang detail karena Ibnu Hazm rahimahullah berpendapat tetap wajibnya jumat bagi musafir. Karenanya ini hanya merupakan pendapat mayoritas ulama, dan inilah pendapat yang kuat insya Allah.

Page 19: Hukum  menjama’  shalat ashar  dengan  jum’at

Jika musafir shalat jumat, apakah shalatnya sah?????

Tatkala Nabi shallallah alaihi wasallam tidak pernah shalat jumat dalam keadaan safar, maka sudah bisa dipastikan bahwa amalan mengerjakan shalat jumat dalam keadaan safar adalah salah dan menyelisihi tuntunan beliau, serta pelakunya telah terjatuh ke dalam dosa penyelisihan kepada Ar-Rasul shallallahu alaihi wasallam. Hanya saja, apakah shalat jumatnya dan khutbahnya -jika dia adalah khatib- sah atau batal? Wallahu a’lam, pendapat yang lebih dekat kepada kebenaran adalah pendapat mayoritas ulama yang menyatakan sahnya shalat jumat serta khutbahnya walaupun dia berdosa. Sebagaimana halnya jika ada seorang musafir yang shalat itmam (4 rakaat), maka shalatnya sah akan tetapi dia berdosa karena menambah 2 rakaat dimana Nabi shallallahu alaihi wasallam tidak pernah menambahnya dalam safar.

Page 20: Hukum  menjama’  shalat ashar  dengan  jum’at

DALIL PENGUAT ~د Fر FوBهFف BهP م@ن FسP Fي ل مFا هFذFا Fا مPر@ن

F أ ف@ى FثFدPحF أ PنFم“Barangsiapa membuat suatu perkara baru

dalam agama kami ini yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak.” (HR. Bukhari no. 20 dan Muslim no. 1718). Dalam riwayat lain disebutkan,

~د Fر FوBهFف Fا ن BرPمF أ Pه@ Fي عFل FسP Fي ل | عFمFال Fم@لFع PنFم

“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan ajaran kami, maka amalan tersebut tertolak.” (HR. Muslim no. 1718).

Page 21: Hukum  menjama’  shalat ashar  dengan  jum’at

ة�F Fل ضFال LةFعPد@ ب AلB وFك @دPعFة� ب LةF مBحPدFث AلB ك Aن@ فFإ BمBور@ األ Fات@ وFمBحPدFث PمB Aاك @ي وFإ“Hati-hatilah dengan perkara baru dalam

agama. Karena setiap perkara baru (dalam agama) adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat.” (HR. Abu Daud no. 4607, Tirmidzi no. 2676, An Nasa-i no. 46. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Page 22: Hukum  menjama’  shalat ashar  dengan  jum’at

Perkataan UlamaUlama Syafi’i berkata mengenai kaedah yang

kita kaji saat ini,

فXقFوA Fلت ا FادFة@ Pع@ب Fل ا ف@ي FلPصF PألF ا

“Hukum asal ibadah adalah tawaqquf (diam sampai datang dalil).” Perkataan di atas disebutkan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari (5: 43). Ibnu Hajar adalah di antara ulama besar Syafi’i yang jadi rujukan. Perkataan Ibnu Hajar tersebut menunjukkan bahwa jika tidak ada dalil, maka suatu amalan tidak boleh dilakukan. Itu artinya asal ibadah adalah haram sampai ada dalil yang memerintahkan.

Page 23: Hukum  menjama’  shalat ashar  dengan  jum’at

. Di tempat lain, Ibnu Hajar rahimahullah juga berkata,

ذFخPؤB ي AمFا @ن إ FادFة Pع@ب ال ف@ي AقPر@ير الت AنF أFوPق@يف ت PنFع

“Penetapan ibadah diambil dari tawqif (adanya dalil)” (Fathul Bari, 2: 80).

Page 24: Hukum  menjama’  shalat ashar  dengan  jum’at

Imam Ahmad dan para fuqoha ahli hadits -Imam Syafi’i termasuk di dalamnya- berkata,

@اتFادF Pع@ب ال ف@ي FلPصF Pاأل Aإن

Bق@يفPوA الت“Hukum asal ibadah adalah tawqif

(menunggu sampai adanya dalil)” (Dinukil dari Majmu’ Al Fatawa karya Ibnu Taimiyah, 29: 17)

Page 25: Hukum  menjama’  shalat ashar  dengan  jum’at

Tidak tepat dan terasa aneh jika dalam masalah ibadah, ada yang berujar, “Kan tidak ada dalil yang melarang? Gitu saja kok repot …”. Maka cukup kami sanggah bahwa hadits ‘Aisyah sudah sebagai dalil yang melarang untuk membuat ibadah tanpa tuntunan,

~د Fر FوBهFف Fا ن BرPمF أ Pه@ Fي عFل FسP Fي ل | عFمFال Fم@لFع PنFم

“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan ajaran kami, maka amalan tersebut tertolak.” (HR. Muslim no. 1718).  Hadits ini sudah jelas menunjukkan bahwa kita harus berhenti sampai ada dalil, baru kita boleh melaksanakan suatu ibadah. Jika ada yang membuat suatu ibadah tanpa dalil, maka kita bisa larang dengan hadits ini dan itu sudah cukup tanpa mesti menunggu dalil khusus. Karena perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam itu jaami’ul kalim, maksudnya adalah singkat namun syarat makna. Jadi dengan kalimat pendek saja sudah bisa menolak berbagai amalan tanpa tuntunan, tanpa mesti dirinci satu per satu.

Page 26: Hukum  menjama’  shalat ashar  dengan  jum’at

Sehingga bagi yang melakukan amalan tanpa tuntunan, malah kita tanya, “Mana dalil yang memerintahkan untuk melakukan ibadah tersebut?” Jangan dibalik tanya, “Mana dalil yang mengharamkan?” Jika ia bertanya seperti pertanyaan kedua, ini jelas tidak paham kaedah yang digariskan oleh Al Qur’an dan As Sunnah, juga tidak paham perkataan ulama.

Kaedah yang kita kaji saat ini menunjukkan bagaimana Islam betul-betul menjaga syari’at, tidak dirusak oleh kejahilan dan kebid’ahan.

Hanya Allah yang memberikan petunjuk ke jalan penuh hidayah.

Page 27: Hukum  menjama’  shalat ashar  dengan  jum’at

KESIMPULANDari pemaparan dua pendapat di atas, bisa

disimpulkan bahwa hujah pendapat  kedua lebih kuat daripada pendapat pertama. Maka, sebagai bentuk kehati-hatian, dan keluar dari perbedaan pendapat di atas, sebaiknya seorang musafir yang ikut melaksanakan shalat Jum’at tidak menjama’nya dengan shalat Ashar. Karena shalat Jum’at memiliki hukum-hukum yang berbeda dengan Zhuhur; ia tidak bisa diqiyaskan, dan tidak ada satu riwayat pun bahwa Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam pernah menjama’ shalat Jum’at dengan Ashar.

Page 28: Hukum  menjama’  shalat ashar  dengan  jum’at

Namun, bagaimana pun juga, perlu diketahui bahwa shalat Jum’at itu tidak wajib bagi musafir. dan dia boleh menggantinya dengan shalat Zhuhur. Bila kondisinya demikian, bisa safarnya memenuhi syarat boleh menjama’, maka dia bisa menjama’ antara shalat Zhuhur –karena tidak ikut shalat Jum’at- dengan shalat Ashar. Tentu bila ia terbebani bila harus shalat Ashar tepat pada waktunya. Bila tidak terbebani, dan dia mampu shalat Ashar tepat waktu, maka tentunya mengerjakan shalat Ashar tepat pada waktunya itu lebih utama, dan tidak perlu dijama’. Wallahu A’lam bish Shawab.

 

Page 29: Hukum  menjama’  shalat ashar  dengan  jum’at

Hal ini berdasarkan hadits Nabi Shallallahu alaihi wa sallam,

: Pه@ Fي عFل BهA الل صFلAى Aه@ الل BولBس Fر FالFق FالFق ، FرFمBع Pن@ اب عFن@جBمBعFة� : Lاف@ر FسBم عFلFى FسP Fي ل FمA ل FسFو.

   “Seorang musafir tidak berkewajiban melaksanakan shalat Jum’at.”   (HR. Ath-Thabrani nomor 818) [Abul Qasim Sulaiman bin Ahmad Ath-Thabrani, Al-Mu’jamul Ausath, Tahqiq : Thariq bin Iwadhullah bin Muhammad dan Abdul Muhsin bin Ibrahim Al-Husaini, 1415 H, Darul Haramain-Kairo, Juz I, hal. 249] dan hadits Nabi bahwa ada lima orang yang tidak terkena kewajiban shalat Jum’at, yaitu wanita, musafir, hamba sahaya, anak kecil dan orang pedalaman. (HR. Ath-Thabrani nomor 202, ibid, juz I, hal. 72).  Ini dikuatkan dengan pendapatnya para ulama’, di antaranya Ibnul Mundzir. Katanya, “Dan termasuk dalil yang menunjukkan gugurnya kewajiban shalat Jum’at bagi musafir adalah bahwasannya Nabi Shallallaahu alaihi wa sallam dalam safar-safarnya tentu pernah melewati hari Jum’at. Akan tetapi tidak sampai pada kita beliau Shallallaahu alaihi wa sallam mengerjakan shalat Jum’at dalam keadaan safar. Bahkan, telah shahih dari beliau mengerjakan shalat Dhuhur di ‘Arafah yang saat itu bertepatan dengan hari Jum’at. Maka, itu merupakan petunjuk dari perbuatan beliau Shallallaahu alaihi wa sallam bahwa tidak ada kewajiban shalat Jum’at bagi musafir”  (Ibnul Mundzir, Al-Ausath li-Ibnil Mundzir, juz V, hal. 325. (Maktabah Syamilah).

Page 30: Hukum  menjama’  shalat ashar  dengan  jum’at
Page 31: Hukum  menjama’  shalat ashar  dengan  jum’at