Hukum Isbal

50
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berpakaian merupakan ciri khas manusia yang membedakan dengan makhluk lainnya. Mode-modenya pun banyak ragamnya yang disesuaikan dengan latar belakang lingkungan, pendidikan dan budaya yang dianutnya. Islam telah mengatur etika berpakaian secara sempurna, sehingga tentu saja seorang muslim dan muslimah harus senantiasa menataati aturan Allah dan Rasulnya dengan penuh kesadaran agar tidak terpengaruh dengan budaya- budaya luar yang akan merusak akhlak manusia. Setiap bangsa kadang mempunyai ciri khas untuk menentukan mode pakaiannya. Model pakaian seperti jas, kemeja, jaket, kaos, sarung, celana dan yang lainya adalah boleh. Demikian juga warna pakaian atau jenis kainya baik itu dari wool, katun, atau yang lainya tidak terdapat larangan dalam Islam. Berikut 1

description

Karya Tulis Ilmiah

Transcript of Hukum Isbal

Page 1: Hukum Isbal

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Berpakaian merupakan ciri khas manusia yang membedakan dengan

makhluk lainnya. Mode-modenya pun banyak ragamnya yang disesuaikan dengan

latar belakang lingkungan, pendidikan dan budaya yang dianutnya. Islam telah

mengatur etika berpakaian secara sempurna, sehingga tentu saja seorang muslim

dan muslimah harus senantiasa menataati aturan Allah dan Rasulnya dengan

penuh kesadaran agar tidak terpengaruh dengan budaya-budaya luar yang akan

merusak akhlak manusia.

Setiap bangsa kadang mempunyai ciri khas untuk menentukan mode

pakaiannya. Model pakaian seperti jas, kemeja, jaket, kaos, sarung, celana dan

yang lainya adalah boleh. Demikian juga warna pakaian atau jenis kainya baik itu

dari wool, katun, atau yang lainya tidak terdapat larangan dalam Islam. Berikut

kaidahnya adalah “Asal dalam pakaian adalah boleh, maka tidak haram pakaian

apapun kecuali apa yang diharamkan oleh Allah dan Rasulnya.” (Taudhih

Ahkam, 7:314). Adapun fungsi pakaian adalah penutup aurat, seperti halnya

koteka untuk orang Irian, ada juga sebagai hiasan dan pakaian taqwa.

Islam menganjurkan kita memakai pakaian yang bagus, rapi dan terpuji. At-

Tirmidzi telah meriwayatkan; Rasulullah bersabda; “Sesesungguhnya Allah itu

baik, menyukai kebaikan, Allah itu bersih, menyukai kebersihan, Allah itu mulia,

menyukai kemuliaan dan Allah itu dermawan, menyukai kedermawanan, maka

1

Page 2: Hukum Isbal

bersihkanlah halaman rumahmu dan janganlah menyerupai orang yahudi.”

Maka berpakaian yang bagus tidak termasuk sombong tetapi akan menampilkan

nikmat Allah yang diberikan kepada kita, juga kita dituntut harus menjauhi

kesamaan dengan orang Yahudi.

Disisi lain Islam telah melarang agar tidak berlebih-lebihan dalam

berpakaian. Allah berfirman;

�ه� �ن إ ر�ف�وا �س� �ت و�ال �وا ب ر� و�اش� �وا �ل و�ك ج�د� م�س� �ل� ك ع�ند� �م� �ك �ت ز�ين خ�ذ�وا ء�اد�م� �ي �ن �اب ي

ر�ف�ين� } �م�س� ال �ح�ب- �ي {31ال

Artinya; “Hai anak Adam! pakailah pakaianmu yang indah disetiap

memasuki mesjid, makan dan minumlah dan janganlah berlebihan.

Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebihan.” (QS. Al-A’raf:31)

Ayat diatas melarang makan, minum dan berpakaian dengan berlebih-lebihan.

Berlebih-lebihan disebut juga dengan Israf . Ada macam-macam Israf yaitu:

1. Israf Iqtishadi, yaitu berlebih-lebihan dilihat dari sisi ekonomi.

2. Israf Urfi, yaitu berlebih-lebihan dari sisi adat atau kebiasaan yang wajar.

3. Israf Syar’i, yaitu berlebih-lebihan menurut ukuran agama.

Selain itu Islam juga telah melarang sombong dalam berpakaian, sabda

Rasulullah dari Abdullah bin Mas’ud r.a beliau bersabda; “Tidak akan masuk

surga orang yang dalam hatinya ada setitik kesombongan. Berkata seseorang;

Sesungguhnya seseorang suka memakai pakaian dan sandal yang indah. Nabi

bersabda; Sesungguhnya Allah itu Maha Indah dan menyukai keindahan.

Kesombongan itu mengingkari kebenaran dan menghina orang lain.” (H.R.

Muslim)

2

Page 3: Hukum Isbal

Hadits ini menunjukan bahwa mencintai pakaian yang bagus atau sepatu

yang bagus tidak termasuk sombong. Sombong ialah menolak kebenaran dan

menghina seseorang. Sombong juga diartikan dengan; Khulaya’a adalah rasa

sombong atau angkuh yang timbul dari rasa memiliki kelebihan atau

keistimewaan dalam diri seseorang yang ingin dilihat atau diperhatikan

orang lain.”

Dengan demikian, berarti ada sombong yang menolak kebenaran dan

menghina orang, ada juga sombong dengan pengertian angkuh dan merasa

lebih dari orang lain. Faktor penyebab sombong diantaranya adalah berdasarkan

hadits Rasulullah SAW dari ‘Abdullah bin Umar beliau bersabda; “Allah tidak

akan melihat dihari kiamat kepada orang yang mengulurkan pakaiannya dengan

sombong.” (H.R. Mutaffaq ‘Alaihi)

Hadits ini menunjukan bahwa mengulurkan lebih dari mata kaki untuk dijaman

Nabi Muhammad SAW termasuk ciri-ciri orang yang sombong, sedangkan

dimasa sekarang bisa saja sombong karena memakai yang dibawah lutut sedikit

atau biasa disebut sontog. Memang penyebab sombong itu banyak, bisa saja

sombong karena modenya, kainnya, warnanya, penampilannya atau yang lainya.

Maka ciri kesombongan dalam berpakaian bisa saja berubah sesuai jamannya.

Dalam hal ini Allah melarang dengan firman-Nya:

ح0ا م�ر� ر�ض�� �أل ا ف�ي �م�ش� �ت ....و�ال

Artinya; “Janganlah kamu berjalan dimuka bumi ini dengan sombong…”

(QS. Al-Isra: 37)

3

Page 4: Hukum Isbal

Ayat ini menunjukan jangan berlaku sombong dengan penampilan, seperti dalam

gaya jalan kakinya yang menunjukan rasa gagah atau sombong.

Mengulurkan pakaian melebihi dua mata kaki itu disebut Isbal. Sekelompok

orang yang menamakan dirinya ‘Salafi’ mengklaim bahwa Isbal hukumnya

haram. Bila dilihat kepada realita yang ada dimasyarakat, hanya ‘Salafiyyah’ saja

yang mengharamkan Isbal, sampai-sampai hal ini telah menimbulkan

pertentangan anatara beberapa kelompok masyarakat. Dari fenomena diatas

penulis merasa tertarik meneliti bagaimana sebenarnya hukum Isbal yang telah

menjadi pertentangan berbagai kelompok masyarakat. Dalam tugas karya tulis ini

penulis memilih judul tentang “Hukum Isbal Menurut Al-Qur’an dan As-

Sunnah”.

B. Rumusan Masalah

Untuk lebih menspesifikan permasalahan yang akan dibahas, maka penulis

merumuskan masalah pada:

1. Apa definisi Isbal?

2. Apa dasar dalil diharamkanya Isbal?

3. Bagaimana hukum Isbal menurut Al-Qur’an dan As- Sunnah?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan penulisan karya tulis ini adalah untuk:

1. Mengetahui pengertian Isbal.

2. Mengetahui dasar dalil diharamkannya Isbal.

4

Page 5: Hukum Isbal

3. Mengetahui hukum Isbal menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Adapun manfaatnya adalah secara teoritis penulisan ini diharapkan dapat

bermanfaat bagi pengembangan ilmu mendidik, agama dan memperkaya

kepustakaan.

Sedangkan secara praktis penulisan ini dapat membantu masyarakat untuk

mendapat kejelasan tentang bagaimana sebenarnya hukum Isbal dan agar para da’i

dan mubalighah mendapatkan masukan bahan-bahan untuk disampaikan kepada

masyarakat luas mengenai kasus pertentangan tentang Isbal.

D. Metode Penulisan

Penulisan karya tulis ini menggunakan metode kepustakaan, yaitu metode

yang menggunakan sumber-sumber data yang akan digali berupa naskah-naskah

tertulis apakah berbentuk dokumen, koran, majalah, arsip surat, buku dan teks-

teks lainya.

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan karya tulis yang akan disusun terdiri atas:

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

D. Metode Penulisan

E. Sistematika Penulisan

5

Page 6: Hukum Isbal

BAB II LANDASAN TEORITIS

A. Pengertian Isbal secara Umum

B. Kritaeria Isbal

BAB III ANALISIS HUKUM ISBAL MENURUT AL-QUR’AN DAN AS-

SUNNAH

A. Pendapat-pendapat dharamkannya Isbal

B. Hukum Isbal Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

B. Saran

6

Page 7: Hukum Isbal

BAB II

LANDASAN TEORITIS

A. Pengertian Isbal Secara Umum

Pakaian merupakan salah satu nikmat yang besar diantara nikmat-nikmat

Allah. Disamping sebagai penutup aurat, melindungi tubuh, pakaianpun berfungsi

sebagai yang menambah keelokan dan kecantikan. Dengan pakaian Allah

mengingatkan manusia agar mengagungkan nikmat-nikmat-Nya serta menjaga

diri dari keburukan.

Agar manusia terhindar dari keburukan dalam berpakaian, Allah telah

menentapkan peraturan yang jelas dan terperinci melalui sunah Rasul-Nya. Salah

satu masalah itu menyangkut Isbal.

1. Pengertian Isbal menurut bahasa

Isbal adalah bentuk masdar dari asbala-yusbilu. Secara wadh’i

(pembentukan lafal), kata asbala diambil dari as-bal. Kata Majduddin al-Mubarok

bin Muhammad (w. 660 H) atau yang lebih popular dengan sebutan Ibnu Atsir;

As-sabal artinya at-tsiyab al-musbalah (baju yang diturunkan), seperti kata ar-

Rasa (bermakna dikirim/dilepas) dan kata an-Nasyar (bermakna yang

disyiarkan/dipancarkan). Dikatakan as-sabal adalah jenis baju paling tebal dan

yang dibuat dari kapas rami (nama pohon). Berdasarkan penjelasan ini, maka

secara wadh’i kata isbal memiliki makna khusus, yakni memakai as-sabal

memakai baju yang diturunkan”

7

Page 8: Hukum Isbal

Pada perkembangan selanjutnya, pertkembangan kata isbal secara bahasa

dimaknai lebih umum yaitu menurunkan dan memanjangkan. Maka seseorang

dikatakan mengisbalkan bajunya apabila ia memanjangkan pakaian dan

melabuhkannya ke tanah.

Penjelasan di atas menunjukan suatu perbuatan dikategorikan isbal secara

bahasa dan pelakunya disebut musbil apabila memanjangkan pakaian

melabuhkannya hingga tanah, tapi jika pakaian itu semata-mata hanya menutup

mata kaki, tanpa berlabuh ke tanah tidak dapat disebut isbal secara bahasa. Selain

itu, analisa bahasa tidak menjadikan motif, misalnya karena sombong, sebagai

unsur kategori isbal.

2. Pengertian Isbal Menurut Istilah

Secara istilah isbal memiliki kriteria khusus. Kalimat isbal al-izar atau isbal ats-tsaub artinya menurunkan/melabuhkan izar (pakaian sejenis jubah) atau baju sampai ke tanah ketika berjalan karena sombong. Syekh Ahmad bin Muhammad bin Ziyyad (w.340 H) atau Ibnul ‘Arabi berkata; Al-Musbil itu ialah orang yang memanjangkan baju dan melabuhkannya hingga tanah apabila berjalan dan ia melakukannnya tiada lain karena sombong dan berlaga menonjolkan diri. (Lisan al-‘Arab, XI:319; Taj al-Arus Min Jawahir al-Qamus, XXIX:162; an-Nihayah fi Gharib al-Hadits, II:846.)

Pernyataan Ibnul ‘Arobi ini dikukuhkan kembali oleh para ulama yang

hidup pada generasi selanjutnya, antara lain:

a. Ibn al-Atsir (w. 660 H) dalam an-nihayah fi gharibil hadits, II:846.

b. Abu Zakarya Yahya bin Syarf (w. 676 H) atau Imam an-Nawawi dalam

Syarh Shahih Muslim, II:116.

c. Imam Abdurrahman bin Abu Bakar (w. 911 H) atau Imam as-Suyuthi

dalam Hasyiah ‘ala Sunan Ibnu Majah, I:160.

d. Muhammad Ali bin Muhammad al-Bakri as-Shadiqi (w. 1057 H) berkata;

8

Page 9: Hukum Isbal

Al-Musbil dengan sighah fa’il, dari kata isbal. Artinya menurunkan

pakaiannya lagi menarik/menyeretnya karena sombong. Maka musbil

dikhususkan dengan makna itu”. (Dalil al-Falihin, VI:78).

e. Muhammad Syams al- Haq Abadi (w. 1310 H) berkata; Al-Isbal itu ialah

memanjangkan dan melabuhkannya ke tanah apabila berjalan karena

sombong. (‘Aun al Ma’bud Syarh Sunan Abu Daud, II:240)

f. Syekh Ibrahim al-Yazini (w. 1847 H) berkata; Dikatakan; fulan lewat

dalam keadaan isbal, (maknanya) apabila memanjangkan pakaian,

melabuhkannya ke tanah, berjalan dalam keadaan sombong dan berlaga

menonjolkan diri. (Nuz’ah ar-Raid wa Syir’ah al-Warid fi al-Mutaradif wa

al-Mutawarid, hal 82).

B. Kriteria Isbal

Dalam menjelaskan masalah ini Nabi SAW menggunakan beberapa ungkapan

berbeda. Dilihat dari aspek ini dapat diklasifikasikan menjadi tiga bentuk:

1. Ungkapan isbal dengan derivatnya (musbil, isbal, dan asbala)

Dari Abu Dzar Rasulullah SAW bersabda; “Tiga orang yang tidak akan diajak bicara, tidak akan diperhatkan, tidak akan disucikan oleh Allah pada hari kiamat, dan mendapat siksa yang pedih” Kata Abu Dzar Rasulullah mengucapkannnya sebanyak tiga kali; “Siapa mereka yang mendapat siksa yang pedih dan mnerugi itu wahai Rasullullah?” Rasul menjawab; “Orang yang berisbal, yang mengungkit-ngungkit pemberian dan yang menawarkan dagangannya dengan sumpah palsu.” (H.R Muslim, Shahih Muslim, 1:102;)Imam Ahmad juga meriwayatkam dengan redaksi; “Sesungguhnya Allah tidak

akan memperhatikan al-musbil pada hari kiamat.” (H.R Ahmad)

Dalam riwayat diatas, Nabi menggunakan ungkapan al-Musbil atau musbil

al-izar tanpa menjelaskan maksud al-musbil itu. Sedangkan dalam riwayat lain,

9

Page 10: Hukum Isbal

maksud al-musbil itu dijelaskan oleh Nabi sendiri; “Sesungguhnya Allah tidak

akan melihat orang yang menyeret sarungnya karena sombong pada hari

kiamat.” (Shahih Muslim, III:1653, No. 2087)

Dalam riwayat Bukhori dengan redaksi; “Allah tidak akan memperhatikan orang

yang menyeret sarungnya karena sombong pada hari kiamat.”

Dari riwayat hadits diatas jelaslah bahwa arti al-musbil itu ialah man jarra

azrahu bathran (orang yang menyeret kainnya karena sombong). Selain

menjelaskan sebab keharamannya yakni bathran (orang yang menyeret kainnya

karena sombong).

Dengan demikian al-musbil berarti orang yang menurunkan/melabuhkan

sarung atau baju sampai tanah karena berjalan karena sombong. Sehubungan

dengan itu, Ibn al-Atsir menegaskan; “Dan sungguh kata isbal disebut berulang

kali didalam hadits dan semuanya bermakna demikian. (An-Nihayah fi Gharib al-

Hadits, II:846)

Hal ini menunjukan bahwa ungkapan isbal atau musbil itu menunjukan

sifat yang sombong, yaitu cara cara berpakaian seperti ini merupakan perbuatan

orang Arab Jahiliyyah sebagai simbol keangkuhan orang takabur dalam berjalan

yang disebut Al-Khulaya’a, dan hal itu tidak akan terjadi kecuali dengan

menyeret/menarik azr diatas tanah. Nabi ditanya oleh Abu Jura Jabir bin Sulem

tentang isbal izar; “Wahai Rasulullah, anda menyebut al-izar, maka terkadang

seseorang itu didalam keadaan pincang atau terdapat sesuatu yang

disembunyikannya. Beliau menjawab: tidak mengapa sampai tengah betis atau

hingga mata kaki.”

10

Page 11: Hukum Isbal

Lalu Nabi menjelaskan latar belakang anjuran itu dengan menggambarkan peristiwa masa lalu; “Sesungguhnya seorang laki-laki diantara kaum sebelum kamu memakai dua burdah (kain bergaris untuk diselimutkan, maka ia berjalan dengan gaya sombong pada dua burdah itu, maka Allah telah melihat dari singgasananya dari atas lalu ia benci kepadanya. Maka ia memerintah bumi, lalu bumi membinasakannya, lalu tenggelamlah ia kedalam bumi. Hati-hatilah kamu terhadap batas-batas Allah” (Abu Daud, an-Nasa’i, I:21). Kata Imam at-Thabari nama laki-laki itu adalah al-Haizan dari Arab Persia. Ada juga yang menyebut namanya Qarun. (Fath al-Bari, 1:329).

Nabi menganjurkan untuk menurunkan pakaian hingga setengah betis itu

mata kaki itu tidak terpelihara dari sikap takabur orang-orang terdahulu. Dengan

demikian yang menjadi subtansi larangan/anjuran adalah terpelihara dari sikap

takabur bukan semata-mata melabuhkan pakaiannya. Tapi bagi orang-orang

tertentu yang dikenal oleh Nabi terpelihara dari sikap takabur, Nabi tidak

menganjurkan demikian, bahkan memberi pernyataan tegas bahwa larangan itu

berkaitan dengan kesombongan, sebagimana Abu Bakar ketika sarungnya melorot

dan beliau senantiasa menariknya ke atas lalu Rasulullah beresabda; “Kamu

bukanlah orang yang sombong” (H.R Jama’ah). Dari pernyataan ini sudah jelas

bahwa yang dinafikan Nabi adalah tidak sombongnya, bukan tidak sengaja

isbalnya.

2. Ungkapan isbal dengan derivatnya jar, yajurru atau wath’ia.

Berbeda dengan penggunaan isbal atau musbil, ketika Nabi menyebut

ungkapan jarra atau yajuru atau wathi’a. Sebagaiman dapat dibaca pada haidts-

hadits sebagi berikut:“Barang siapa menyeret/menarik pakaiannya dengan

maksud sombong, sesungguhnya Allah tidak akan memperlihatkkannya pada hari

kiamat”. (H.R Ahmad, Musnad Imam Ahmad, II:45).

11

Page 12: Hukum Isbal

Dalam riwayat lain dengan redaksi; “Sesungguhnya orang yang menyeret

pakaiannya karena sombong, Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat. (H.R

Muslim)

Dari hadits-hadits diatas dapat penulis simpulkan bahwa hadits-hadits

dengan ungkapan jarra atau yajurru atau wathi’a beserta batasan baik khulaya’a

maupun bathran, merupakan tafsir (penjelas) hadits-hadits dengan ungkapan

isbal atau musbil.

Dengan demikian, apabila kita sepakat untuk ittiba’ (mengikuti) kepada

para pakar bahasa dan hadits di atas tentang pemaknaan isbal secara istilah, maka

persoalannya menjadi jelas, yaitu tidak ada hadits tentang isbal yang benar-benar

mutlak (bebas) dari qayyid (batasan), yakni motif sopmbong sebagai sebab.

3. Ungkapan isbal tanpa ungkapan khusus.

a. Tanpa disertai kalimat sebelum dan sesudah.

Izzar yang dibawah mata kaki (tempatnya) di neraka. (H.R

Bukhari)

b. Disertai kalimat sebelum dan sesudahnya

Batas sarung seorang mukmin sampai pertengahan betis, dan

dibolehkan diatas mata kaki, dan yang dibawah mata kaki tempatnya

didalam neraka, dan barang siapa menyeret sarungnya dengan

sombong. Allah tidak akan melihatnmya pada hari kiamat. (H.R Abu

Daud).

12

Page 13: Hukum Isbal

Dalam memahami hadits-hadits ini perlu disepakati kembali apakah

perilaku yang diungkap dalam hadis ini akan dimaknai isbal atau tidak? Dengan

perkataan lain, hadits ini sebagai tafsir hadits-hadits dengan ungkapan

isbal/musbil atau bukan? Bila disepakati sebagai tafsir isbal, maka hadis-hadis

diatas tidak dapat dikategorikan sebagai hadits mutlak. Namun bila diposisikan

bukan sebagai tafsir, maka tidak mengherankan bila dikategorikann sebagai hadits

mutlak.

Hal ini penting ditegaskan karena terjadinya perbedaan sikap dalam

masalah ini justru akibat dari perbedaan dalam memahami dan memposisikan

hadits-hadits tersebut.

13

Page 14: Hukum Isbal

BAB III

ANALISIS HUKUM ISBAL MENURUT AL-QUR’AN DAN ASS-

SUNNAH

A. Pendapat-pendapat diharamkannya Isbal

Hadits-hadits mengenai larangan isbal mencapai derajat mutawatir secara

makna, baik di dalam kitab-kitab shahih, sunan, musnad maupun yang lainnya.

Adapun hadits-hadits itu secara garis besar dapat dibagi menjadi dua kategori.

1. Larangan bersifat mutlaq (tidak dibatasi oleh sebab)

ار� : �ز� اإل م�ن� �ن� �ي �ع�ب �ك ال م�ن� ف�ل� س�� أ م�ا ق�ال� ص �ي� �ب الن ع�ن� �ه� ع�ن الله� ض�ي� ر� ة� �ر� ي ه�ر� �ي� ب

� أ ع�ن�

�ار� الن ف�ف�ي

Dari Abi Hurairah ra Nabi SAW berdabda; “yang di bwah mata kaki tempatnya

di neraka (H.R Bukhori)

ع�ن� �خ�د�ر�ي� ال �د� ع�ي س� �ا �ب أ �ل�ت� أ س� ق�ال� �ه� �ن أ �ه� �ي ب� أ ع�ن� ح�من� الر� �د� ع�ب �ن� ب �ء� �ع�ال ال ع�ن�

�م�ؤ�م�ن� ال ة� ر� �ز� إ �ق�و�ل� ي ص الله� و�ل� س� ر� م�ع�ت� س� �م� �ع�ل ب ك� �ر� ب خ�� أ �ا �ن أ ف�ق�ال� ار� �ز� اإل

م�ن� ف�ل� س�� أ م�ا �ن� �ي �ع�ب �ك ال �ن� �ي و�ب �ه� �ن �ي ب �م�ا ف�ي �ه� �ي ع�ل �اح� ن ج� � ال �ه� اق�ي س� �ص�اف� �ن أ �ى �ل إ

. ا �ط�ر0 ب ه� ار� �ز� إ ج�ر� م�ن� �ل�ى إ �ام�ة� �ق�ي ال �و�م� ي الله� �ظ�ر� �ن ي � ال �ار� الن ف�ف�ي �ك� ذل

Artinya: Dari Al-‘Ala bin Abdurrahman, dari Ayahnya, sesungguhnya ia berkata, “Aku bertanya kepada Abu Said tentang sarung.” Maka ia menjawab, “Aku akan khabarkan kepadamu berdasarkan ilmu, aku mendengar Rasul saw. bersabda, ‘Batas sarung seorang mukmin sampai pertengahan betis, dan dibolehkan antara mata kaki dan tengah bitis, dan yang di bawah mata kaki tempatnya di neraka, dan siapa yang menyeret sarungnya karena kesombongan, Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat. (H.r. Malik, Al-Muwatha, II:914)

14

Page 15: Hukum Isbal

Berdasarkan hadits-hadits diatas, pakaian yang berada dibawah mata kaki

akan mendapat dosa besar, Rasulullah memerintahkan agar memakai pakaian

batasannya adalah sampai pertengahan betis jika lebih dari itu maka hukumnya

adalah haram.

2. Larangan bersifat muqayyad (dibatasi oleh sebab)

عليه الله صلى الله� و�ل� س� ر� �ت� �ي �ت أ ق�ال� �م�ي� ي �ه�ج� ال � �م �ي ل س� �ن� ب �ر� اب ج� ع�ن�

�ن�... ... و�إ �ة� �ل ي �م�خ� ال م�ن� ار� �ز� اإل �ال� ب �س� إ �ن� ف�إ ار� �ز� اإل �ال� ب �س� و�إ �اك� �ي و�إ ق�ال� وسلم

�ة� �ل ي �م�خ� ال �ح�ب- ي � ال الله�

Artinya: Dari Jabir bin Sulaim Al-Hujaimi, ia berkata, “Aku mendatangi

Rasulullah saw Beliau bersabda, ‘...dan jauhilah olehmu melabuhkan pakaian,

karena melabuhkan pakaian itu termasuk sombong. Dan sesungguhnya Allah

tidak menyukai kesombongan’”. (H.r.Abu Daud)

Pada hadis lain Nabi saw. bersabda:

. �ام�ة� �ق�ي ال �و�م� ي �ه� �ي �ل إ �ظ�ر� �ن ي � ال الله� �ن� ف�إ �ة� �ل ي �م�خ� ال � �ال إ �ك� �ذل ب �د� �ر�ي ي � ال ه� ار� �ز� إ ج�ر� م�ن�

Artinya: Barang siapa melabuhkan pakaian dengan maksud sombong,

sesungguhnya Allah tidak akan memperhatikannya pada hari kiamat. (H.r.

Ahmad, Musnad Imam Ahmad, II:45.)

Keterangan ini diperkuat oleh riwayat Ibnu Umar sebagai berikut:

�ء� �ال ي �خ� ال م�ن� �ه� �اب �ي ث �ج�ر- ي �ذ�ي� ال �ن� إ ق�ال� وسلم عليه الله صلى الله� و�ل� س� ر� �ن� أ

�ام�ة� �ق�ي ال �و�م� ي �ه� �ي �ل إ الله� �ظ�ر� �ن ي � .ال

15

Page 16: Hukum Isbal

Artinya; Sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya orang

yang melabuhkan pakaiannya karena sombong, Allah tidak akan melihatnya pada

hari kiamat”. (H.r. Muslim) menggunakan redaksi

المعجم – �ام�ة� �ق�ي ال �و�م� ي �ه� �ي �ل إ الله� �ظ�ر� �ن ي �م� ل �ا �ي الد-ن ف�ي �ء� �ال ي �خ� ال م�ن� �ه� �و�ب ث ج�ر� م�ن�

–130 :2الكبير

الكبير - المعجم �ه� �ي �ل إ الله� �ظ�ر� �ن ي �م� ل �ة� �ل ي �م�خ� ال م�ن� �ه� �و�ب ث ج�ر� -39 :2و�م�ن�

Dari uraian di atas, dapat kita ketahui bahwa dalil-dalil yang bersifat

mutlaq dan muqayyad dalam masalah isbal ini berbeda sebab dan hukumnya.

Sebab yang pertama adalah isbal secara mutlaq, sedang yang kedua adalah isbal

dengan sombong. Di samping itu, hukumnya juga berbeda, yang pertama

hukumnya ancaman neraka, yang kedua hukumannya adalah ancaman bahwa

Allah swt. tidak akan melihatnya pada hari kiamat, tidak akan berbicara

dengannya, tidak akan mensucikannya, dan dia mendapatkan siksaan yang pedih.

Berdasarkan kaidah ushul fiqih:

� �م �ح�ك و�ال �ب� ب الس� ف�ي �ف�ق� ات �ذ�ا إ و�اج�ب] �د� �م�ق�ي ال ع�ل�ى �م�ط�ل�ق� ال ح�م�ل�

Maka dalam hal ini kaidah mutlaq tidak dapat dipahami secara muqayyad tidak dapat dipergunakan. Syekh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin berkata, “Sesungguhnya melabuhkan sarung dengan niat sombong hukumnya adalah Allah swt. tidak akan melihatnya pada hari kiamat, tidak akan berbicara dengannya, tidak akan mensucikannya dan dia mendapatkan siksaan yang pedih.”

Jadi apabila tidak diniatkan sombong maka hukumnya adalah yang di

bawah mata kaki akan disiksa dengan neraka, karena Nabi saw. bersabda:

: ع�ذ�اب] �ه�م� و�ل �ه�م� �ي ك �ز� ي � و�ال �ه�م� �ي �ل إ �ظ�ر� �ن ي � و�ال �ام�ة� �ق�ي ال �و�م� ي الله� �م�ه�م� �ل �ك ي � ال �ة] �ث �ال ث

�اذ�ب� �ك ال �ح�ل�ف� �ال ب �ه� �ع�ت ل س� �ف�ق� �م�ن و�ال �ان� �م�ن و�ال �ل� ب �م�س� �ل أ

16

Page 17: Hukum Isbal

Artinya; Tiga orang yang Allah tidak mau berbicara dengan mereka dan tidak mau melihat pada hari kiamat kelak dan tidak akan membersihkan diri mereka (dari dosa). Bahkan bagi mereka disediakan azab yang pedih. Yaitu orang yang melabuhkan pakaian, orang yang mengungkit-ungkit pemberian, dan orang menawarkan dagangannya dengan sumpah palsu.Dan beliau bersabda:

�ام�ة� �ق�ي ال �و�م� ي �ه� �ي �ل إ الله� �ظ�ر� �ن ي �م� ل �ء� �ال ي خ� �ه� �و�ب ث ج�ر� م�ن�

Artinya; Barangsiapa melabuhkan pakaian dengan sombong, Allah tidak

akan melihatnya pada hari kiamat. Sementara hukuman bagi orang yang tidak

berniat sombong disebutkan di dalah Shahih Bukhari dari Abu Hurairah bahwa

Nabi saw. bersabda:

�ار� الن ف�ف�ي ار� �ز� اإل م�ن� �ن� �ي �ع�ب �ك ال م�ن� ف�ل� س�� أ م�ا

Artinya; Yang dibawah mata kaki (tempatnya) di neraka.

Beliau tidak membatasi hal itu dengan kesombongan, dan sangat keliru

bila membatasinya dengan kesombongan, berdasarkan hadis terdahulu, karena

Abu Said Al-Khudri berkata, “Rasulullah saw. bersabda,

م�ا �ن� �ي �ع�ب �ك ال �ن� �ي و�ب �ه� �ن �ي ب �م�ا ف�ي �ه� �ي ع�ل �اح� ن ج� � ال �ه� اق�ي س� �ص�اف� �ن أ �ى �ل إ �م�ؤ�م�ن� ال ة� ر� �ز� إ

ا �ط�ر0 ب ه� ار� �ز� إ ج�ر� م�ن� �ل�ى إ �ام�ة� �ق�ي ال �و�م� ي الله� �ظ�ر� �ن ي � �ار�ال الن ف�ف�ي �ك� ذل م�ن� ف�ل� س�� أ

Artinya; Batas sarung seorang mukmin sampai pertengahan betis, dan

dibolehkan kedua di atas mata kaki, dan yang dibawah mata kaki tempatnya di

dalam neraka, dan barangsiapa menyeret sarungnya dengan sombong, Allah

tidak akan melihatnya pada hari kiamat. (H.r. Malik, Abu Daud, An-Nasai, Ibnu

Majah, dan lainnya.)

Nabi saw. menyebutkan dua masalah dalam satu hadits, dan beliau

menerangkan perbedaan hukum antara keduanya karena adanya perbedaan sanksi,

17

Page 18: Hukum Isbal

sehingga kedua masalah itu berbeda bentuk perbuatannya dan berbeda status

hukum dan sanksinya.

Berdasarkan keterangan-keterangan di atas, pihak pertama berpendapat

bahwa isbal termasuk dosa besar apabila disertai dengan kesombongan, namun

jika tidak disertai kesombongan termasuk perbuatan haram. Diriwayatkan oleh

sekelompok ahli hadits dari kalangan sahabat seperti ; Ibnu Abbas, Ibnu Umar,

Ibnu Mas’ud, Abu Hurairah, Anas bin Malik, Abu Dzar, Aisyah,dan yang lainnya.

Semuanya menjelaskan larangan yang begitu jelas, yakni larangan pengharaman.

Sebab di dalamnya terdapat ancaman neraka bagi pelakunya, padahal setiap dosa

yang diancam dengan neraka atau kemarahan Allah atau yang semisalnya maka

yang demikian ini adalah haram dan termasuk dosa besar. Keharaman isbal dapat

dilihat dari berbagai sisi:

a. Menyalahi sunah

b. Melanggar larangan

c. Berlebih-lebihan

d. Kesombongan

e. Menyerupai (pakaian) wanita

f. Menyengaja agar pakaian terkena najis dan kotoran serta terinjaknya

pakaian oleh kaki

g. Besarnya pengaruh isbal terhadap jiwa pelakunya terhadap Allah swt.

secara zhahir

h. Yang paling dahsyat adalah berarti dia menghantarkan dirinya untuk

mendapatkan azab ancaman yang berat di dunia dan akhirat.

18

Page 19: Hukum Isbal

Kemudian larangan isbal hanya untuk laki-laki berdasarkan ijma’ kaum

muslimin. Dan termasuk dosa besar apabila disertai dengan kesombongan, namun

jika tidak disertai kesombongan ia termasuk perbuatan haram yang tercela

menurut pendapat paling shahih dari dua pendapat para ulama. Karena telah

dijelaskan oleh Nabi saw. bahwa sekedar berbuat isbal maka yang demikian ini

sudah menunjukkan kesombongan, sebagaimana diriwayatkan dari Ibnu Umar

secara marfu:

المخيلة من اإلزار جر فإن اإلزار وجر واياك

Artinya; Hati-hatilah kamu dari mengulurkan sarung sebab mengulurkan

sarung termasuk kesombongan (Riwayat Ibnu Muni’ di dalam Musnad-Nya).

Pada riwayat yang lain:

المخيلة من فإنه واإلسبال وإياك

Artinya; Hati-hatilah kamu dari isbal sebab hal itu merupakan

kesombongan. (Riwayat Imam Ahmad di dalam Musnadnya)

Dari dua hadits di atas bisa diketahui secara zhahir bahwasannya sekedar

mengulurkan baju melebih dua mata kaki sudah menunjukan kesombongan

walaupun si pelaku tidak bermaksud berbuat demikian. Seandainya larangan

terbatas bagi yang melakukan karena kesombongan, maka larangannya tidak

mungkin bersifat umum, dan kaum muslimin tidak dilarang isbal secara mutlak,

sebab kesombongan adalah amalan hati. Tetapi kenyataannya pengingkaran

terhadap pelaku isbal tanpa melihat apakah pelakunya bermaksud sombong atau

tidak. Sebagaimana Rasulullah mengingkari Ibnu Umar dan sahabat lainnya dan

memerintahkan mereka agar menaikkan sarung sampai pertengahan betis.

19

Page 20: Hukum Isbal

Oleh karenanya isbal dilarang secara mutlak bagi laki-laki, sebab di

dalamnya terkandung kesombongan walaupun tidak bermaksud untuk itu. Dan

pelakunya berarti mengerjakan perbuatan haram dan menampakannya yang

berarti menghantarkan dirinya kepada ancaman yang keras. Akan tetapi ada

beberapa keadaan yang dikecualikan dari penjelasan di atas, yaitu:

a. Mereka yang tidak bermaksud untuk isbal, disebabkan karena lupa atau

karena terburu-buru, kaget, gemetar tatkala marah atau melorot namun senantiasa

menariknya ke atas . Sebagaimana kisah Abu Bakar r.a. ketika sarungnya melorot

dan beliau senantiasa menariknya ke atas serta tidak bermaksud isbal apalagi

untuk kesombongan. Oleh karenanya Rasulullah saw. bersabda kepada beliau:

خيالء يفعله ممن ليست

Artinya; Kamu bukanlah orang yang berbuat karena sombong.

b. Untuk suatu kebutuhan tertentu, sebagaimana seseorang isbal

disebabkan adanya penyakit pada kedua kakinya dan semisalnya. Yang demikian

sama halnya dengan orang yang memakai sutra karena gatal-gatal pada kulitnya

atau membuka aurat untuk berobat atau juga kesombongan di dalam peperangan

dan sebagainya.

c. Pengecualian bagi wanita, bagi mereka Nabi saw. memberikan

kemudahan untuk mengulurkan ujung baju mereka sepanjang sejengkal disukai

untuk menutup dua kaki yang padanya termasuk aurat wanita. Jika masih

tersingkap juga maka diulurkan sepanjang satu hasta boleh semuanya berdasarkan

ijma’. Sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Daud r.a.;

“Dari Shafiyah binti Abi Ubaidah bahwa Ummu Salamah istri Nabi saw. bertanya kepada Rasulullah saw. tatkala beliau menyebutkan tentang sarung:

20

Page 21: Hukum Isbal

“Bagaimana dengan wanita wahai Rasulullah?”, beliau menjawab:”Ulurkan sampai satu jengkal.”Ummu Salamah berkata:”Kalau begitu akan tersingkap kaki darinya”, kemudian beliau bersabda:”kalau begitu ulurkan satu hasta dan jangan ditambah lagi.”(diriwayatkan juga oleh Imam Malik di dalam al-Muwatha)

Imam Nawawi berkata di dalam Syarah Shahih Muslim Juzz 4 hal 795; “Para ulama telah ijma tentang bolehnya isbal bagi wanita berdasarkan hadits shahih dari Nabi tentang izin bagi mereka untuk mengulurkan ekor-ekor baju mereka sepanjang satu hasta.

Demikian juga Imam Asy-Syaukani di dalam Nailul Authar juz II :114

tentang ijma kaum muslimin atas bolehnya isbal bagi wanita. Juga al-Hafidz Ibnu

Hajar al-Asqalni di dalam Fathul Bari juz X:259 dari Qadhi Iyadh tentang ijma

atas larangan isabal adalah bagilaki-laki bukan wanita.

Berdasarkan hadits diatas maka timbul pertanyaan, dari mana pengukuran

sejengkal atau sehasta untuk penambahan ujung baju wanita? Secara dzahir hadits

pengukuran dimulai dari pertegahan dua betis karena Ummu Salamah

berkata:”Jika begitu akan tersingkap kaki mereka (para wanita)”, Kemudian Nabi

saw. memberikan kemudahan bagi mereka dengan penambahan satu hasta.

Sedangkan pendapat al-Qari’i menyatakan bahwa ukurannya yang disebut di

dalam hadits, yakni sarung orang mukmin sampai batas setengan betis.

Ibnu Ruslan pun menyatakan di dalam Aunul Ma’bud:”Yang nampak adalah bahwasannya yang dimaksud dengan sejengkal dan sehasta adalah ukuran yang ditambahkan pada gamis laki-laki, tidak ditambahkan dari tanah. Maka kesimpulannya bahwa bagi laki-laki ada dua keadaan:

a. Keadaan yang disukai, yakni memendekkan sarung sampai batas setengah

betis

b. Keadaan yang dibolehkan, yakni sampai batas mata kaki.

Begitu pula bagi wanita ada dua keadaan:

21

Page 22: Hukum Isbal

a. Keadaan yang disukai, yakni ditambahkan sejengkal dari keadaan yang

dibolehkan bagi laki-laki.

b. Keadaan yang dibolehkans, ditambahkan sepanjang satu hasta.

Yang menguatkan pendapat ini adalah hadits yang diriwayatkan oleh

Thabrani di dalam al-Ausath daru Mu’yamar dari Humaid dari Anas bahwa Nabi

saw. memberikan ukuran satu jengkal bagi Fatiamh kemudian beliau bersabda;

”Ini adalah ekor baju wanita.” Dan di dalam riwayat Abu Ya’la; ”Sejengkal dari

ekor bajunya, sejengkal atau dua jengkal”, dan beliau bersabda:”Jangan kalian

tambah dari itu.”

Pengukuran ekor baju bagi para wanita untuk menutupi kaki mereka sudah

dikenal oleh wanita-wanita Arab, seperti di dalam syair:

الذبول جر المحصنات وعلى علينا والقتال كتبالقتل

Kewajiban membunuh dan berperang atas kami (laki-laki)

Sedangkan mengulurkan ekor-ekor baju wajib atas para wanita. Karena

ujung baju wanita sampai menyentuh tanah dan kemungkinan terkena najis, maka

syariat memberikan kemudahan, yaitu apabila terkena najis maka tanah setelahnya

akan mensucikan dengan sendirinya dan tidak membatalkan wudlunya.

B. Hukum Isbal Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah

Urusan pakaian pada asalnya adalah masalah keduniaan yang hukumnya

mubah (boleh-boleh saja). Oleh karena itu, tentang model pakaian diserahkan

kepada manusia untuk mengurusnya dengan tidak melanggar batas-batas yang

22

Page 23: Hukum Isbal

telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya, yaitu menutup aurat dengan tidak

berlebihan, baik karena israf maupun karena takabur.

Untuk menetapkan dilanggar atau tidaknya batasan-batasan tersebut perlu

pengkajian secara mendalam terhadap keterangan-keterangan yang rajih (kuat,

jelas, dan tepat). Janganlah menolak hadits yang sudah pasti kesahihanya dan

jelas pula maksudnya karena tidak sejalan dengan pendapat kita yang sudah ada,

sehingga kita tidak menuduh berbuat dosa kepada orang lain yang sesungguhnya

tidak berdosa.

Hadits-hadits tentang menurunkan pakaian di bawah mata kaki secara garis

besar terbagi kepada dua macam, yakni bersifat mutlaq (tidak dibatasi oleh sebab)

dan bersifat muqayyad (dibatasi oleh sebab). Kemudian dilihat dari segi ungkapan

bahasa, matan hadits-hadits tersebut menggunakan tiga ungkapan, yaitu al-isbal

(melabuhkan pakaian di bawah mata kaki), al-jarr (melabuhkan pakaian sampai

menyapu tanah) dan al-wath’u (melabuhkan pakaian sampai terinjak). Rassulullah

bersabda;

�ا ي ه�م� م�ن� و�ا ر� و�خ�س� �و�ا اب خ� ذ�ر �و� ب� أ ق�ال� ار� م�ر� �ث� �ال ث ص الله� و�ل� س� ر� ق�ال� [

�ي� : ب� أ �ع�ن� �اذ�ب �ك ال �ح�ل�ف� �ال ب �ه� �ع�ت ل س� �ف�ق� �م�ن و�ال �ان� �م�ن و�ال �ل� ب �م�س� �ل أ ق�ال� الله� و�ل� س� ر�

: � و�ال �ه�م� �ي �ل إ �ظ�ر� �ن ي � و�ال �ام�ة� �ق�ي ال �و�م� ي الله� �م�ه�م� �ل �ك ي � ال �ة] �ث �ال ث ق�ال� ص �ي� �ب الن ع�ن� ذ�ر

�ه�م� و�ل �ه�م� �ي ك �ز� ي

Artinya; Nabi saw bersabda, “Tiga golongan orang yang oleh Allah tidak akan diajak bicara, tidak akan diperhatikan, tidak akan disucikan oleh Allah pada hari kiamat, dan mereka mendapat siksa yang pedih” Kata Abu Dzar, “Rasulullah mengucapkannya sebanyak tiga kali” Abu Dzar bertanya, “Siapa mereka yang celaka dan merugi itu wahai Rasulullah?” Rasul menjawab, “Orang yang melabuhkan pakaian, yang mengungkit-ungkit pemberian, dan menawarkan dagangannya dengan sumpah palsu.” (H.RMuslim, Shahih Muslim I:102)

23

Page 24: Hukum Isbal

ص الله� و�ل� س� ر� �ص�ر� �ب أ �ق�و�ل� ي �د� ر�ي الش� م�ع� س� �ه� �ن أ � ع�اص�م �ن� ب �ع�ق�و�ب� ي ع�ن�

الله� ... �ق� و�ات ك� ار� �ز� إ ف�ع� �ر� إ ف�ق�ال� ه� ار� �ز� إ �ج�ر- ي 0 ج�ال ر�

Artinya; Dari Yakub bin Ashim, bahwasanya ia mendengar asy-Syarid

berkata,“Rasulullah saw melihat seorang laki-laki sedang bersarung yang

menyapu tanah menarik sarungnya. Maka beliau bersabda, "Angkatlah sarungmu

itu dan bertaqwalah kepada Allah” (H.R Muslim)

0 ج�ال ر� ص الله� و�ل� س� ر� �ص�ر� �ب أ �ق�و�ل� ي �د� ر�ي الش� م�ع� س� �ه� �ن أ � ع�اص�م �ن� ب �ع�ق�و�ب� ي ع�ن�

الله� ... �ق� و�ات ك� ار� �ز� إ ف�ع� �ر� إ ف�ق�ال� ه� ار� �ز� إ �ج�ر- ي

Artinya; Dari Yakub bin Ashim, bahwasanya ia mendengar asy-Syarid

berkata,“Rasulullah saw melihat seorang laki-laki sedang bersarung yang

menyapu tanah menarik sarungnya. Maka beliau bersabda, “Angkatlah sarungmu

itu dan bertaqwalah kepada Allah” (H.R Ahmad)

Hadits-hadits tersebut seluruhnya mutlaq, yaitu tanpa di-taqyid (dibatasi)

dengan khuyala’a dan bathr (sombong), pokoknya isbal (melabuhkan pakaian di

bawah mata kaki) dan jarr (menggusur pakaian menyapu tanah) adalah terlarang

dan diancam dengan neraka. Selanjutnya kita perhatikan hadits-hadits yang

muqayyad dengan taqyid (pembatas) khuyala’a dan bathr (sombong)’

a. Dengan ungkapan jarr

. �ام�ة� �ق�ي ال �و�م� ي �ه� �ي �ل إ �ظ�ر� �ن ي � ال الله� �ن� ف�إ �ة� �ل ي �م�خ� ال � �ال إ �ك� �ذل ب �د� �ر�ي ي � ال ه� ار� �ز� إ ج�ر� م�ن�

Artinya; “Barangsiapa melabuhkan pakaian dengan maksud sombong,

sesungguhnya Allah tidak akan memperhatikannya pada hari kiamat” (H.R

Ahmad)

24

Page 25: Hukum Isbal

Keterangan ini diperkuat oleh riwayat Ibnu Umar sebagai berikut:

�ه� أ �ي �ل إ الله� �ظ�ر� �ن ي � ال �ء� �ال ي �خ� ال م�ن� �ه� �اب �ي ث �ج�ر- ي �ذ�ي� ال �ن� إ ق�ال� ص الله� و�ل� س� ر� �ن�

. �ام�ة� �ق�ي ال �و�م� ي

Artinya; “Sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda, ‘Sesungguhnya orang

yang melabuhkan pakaiannya karena sombong, Allah tidak akan melihatnya pada

hari kiamat.’” (H.R. Muslim, Al-Baihaqi, Ahmad, Ibnu Majah)

Maka sudah sudah jelas jika melabuhkan pakaian dilakukan karena ada

maksud kesombongan Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat dan akan

mendapat dosa yang besar.

b. Dengan ungkapan isbal

: . �ء� �ال ي خ� �ه� �ت ص�ال ف�ى ه� ار� �ز� إ �ل� ب س�� أ م�ن� ق�ال� ص �ي� �ب الن ع�ن� ع�ود� م�س� �ن� اب ع�ن�

� ام �ح�ر� ال و� ح�ل ف�ى الله� م�ن� �س� �ي .ف�ل

Artinya; Dari Ibnu Masud, dari Nabi saw. beliau bersabda, “Siapa yang

melabuhkan sarungnya dalam salat karena sombong, maka ia di hadapan Allah

seperti orang yang tidak mengenal halal dan haram”. (Abu Daud) Dalam hadits

lain dengan redaksi;

: . �ص� �ق�م�ي و�ال ار� �ز� �إل ا ف�ى �ال� ب �س� اإل ق�ال� ص �ي� �ب الن ع�ن� �ه�� �ي ب� أ ع�ن� � �م ال س� ع�ن�

�ام�ة� �ق�ي ال �و�م� ي �ه� �ي �ل إ �ظ�ر� �ن ي �م� ل �ء� �ال ي خ� 0ا �ئ ي ش� �ه�ا م�ن ج�ر� م�ن� �ع�م�ام�ة� و�ال

Artinya; Dari Salim, dari ayahnya, dari Nabi saw. beliau bersabda, “Isbal

pada kain, gamis, dan imamah itu ialah orang yang menggusur suatu bagian dari

pakaian tersebut karena sombong, Allah tidak akan memandangnya pada hari

kiamat”. (H.R Abu Daud, An-Nasa’i)

25

Page 26: Hukum Isbal

وسلم عليه الله صلى الله� و�ل� س� ر� �ت� �ي �ت أ ق�ال� �م�ي� ي �ه�ج� ال � �م �ي ل س� �ن� ب �ر� اب ج� ع�ن�

:� ال الله� �ن� و�إ �ة� �ل ي �م�خ� ال م�ن� ار� �ز� اإل �ال� ب �س� إ �ن� ف�إ ار� �ز� اإل �ال� ب �س� و�إ �اك� �ي و�إ ق�ال�

�ة� �ل ي �م�خ� ال �ح�ب- ي

Artinya; Dari Jabir bin Sulaim Al-Hujaimi, ia berkata, “Aku mendatangi

Rasulullah saw Beliau bersabda, ‘...dan jauhilah olehmu melabuhkan pakaian,

karena melabuhkan pakaian itu termasuk sombong. Dan sesungguhnya Allah

tidak menyukai kesombongan.” (H.R Al-Baihaqi, Abu Daud)

Berdasarkan hadits-hadits di atas penulis dapat menyimpulkan, bahwa

isbal pada kain, gamis dan imamah yang menggusur suatu pakaian tersebut atas

dasar sombong, maka ia tiudak akan mendapat pertolongan dari Allah karena

Allah tidak menyukai kesombongan.

c. Dengan ungkapan wath’u

: �ار� الن ف�ى �ه� و�ط�ئ �ء� �ال ي خ� ار�ه� �ز� إ ع�لى� و�ط�ئ� م�ن� ق�ال� ص �ي�� �ب الن ع�ن� �ب� �ي ه�ب .ع�ن�

Artinya; Dari Hubaib r.a., ia mengatakan dari Nabi saw., beliau telah

bersabda, ”Barangsiapa menginjak kainnya karena sombong, maka kain itu akan

menginjaknya di neraka”. (H.R Ahmad)

Maka seseorang yang pakaiannya sampai terinjak kainnya dikarenakan ada

unsure kesombongan diibaratkan dia menginjakkan kakinya di neraka,

Keterangan-keterangan di atas menegaskan bahwa yang dimaksud dengan

isbal itu sama maknanya dengan wath’u dan jarr. Hanya yang menjadi persoalan,

apakah hadits-hadits secara mutlaq di atas dapat dipahami secara muqayyad?

Pihak pertama berpendapat bahwa dalil mutlaq dalam masalah ini tidak dapat

dipahami secara muqayyad, karena berbeda sebab dan hukumnya. Sebab yang

26

Page 27: Hukum Isbal

pertama adalah isbal secara mutlak, sedang yang kedua adalah isbal karena

sombong.

Seandainya isbal secara mutlak dijadikan sebab bagi hadis-hadis mutlaq di

atas, maka Nabi sendiri termasuk yang diancam oleh neraka, karena pakaian

beliau pun menyapu tanah ketika terjadi gerhana matahari demikian pula Abu

Bakar. Apakah dapat dinyatakan bahwa Abu Bakar adalah calon neraka karena ia

melakukan isbal tidak dengan sombong? Dan mengapa Rasulullah tidak

memerintahkan Abu Bakar agar menaikkan pakaiannya? Dapatkah kita

mengatakan bahwa Rasulullah membiarkan Abu Bakar masuk neraka? Tentunya

apa yang diperbuat oleh Rasulullah tidaklah termasuk perbuatan yang terkena

ancaman.

Oleh sebab itu, Ibnu Hajar berkata, “Dan di dalam hadits-hadits ini

(diterangkan) bahwa isbal (melabuhkan) kain karena sombong adalah termasuk

dosa besar. Adapun yang bukan karena sombong maka zhahirnya hadits-hadits

tersebut mengharamkannya pula. Namun kemutlakan ini harus ditetapkan

pengertiannya berdasarkan hadits yang sudah di-taqyid dengan khuyala’a (karena

sombong) yang diancam oleh Rasulullah saw. berdasarkan kesepakatan para

ulama. Maka isbal itu tidaklah haram apabila terlepas dari khuyala’a”. Imam Asy-

Syaukani juga menerangkan, “Maka ancaman yang tersebut pada bab ini tertuju

kepada yang mengerjakannya karena sombong”. (Nailul Authar, II:118.)

Dapat dipahami bahwa secara istilah suatu perbuatan dapat dikategorikan

Isbal dan pelakunnya disebut musbil apabila memenuhi washfun (sifat) sebagai

beikut:

27

Page 28: Hukum Isbal

a. Unsur mode, yaitu memanjangkan pakaian dan melabuhkannya hingga

tanah.

b. Unsur Motif, yaitu karena sombong.

c. Unsur aksi, yaitu idza masya (berjalan).

Karena itu tidak dapat dikategorikan Isbal secara istilah apabila:

a. Melabuhkan pakaian hingga menutup mata kaki/dibawah mata kaki, tanpa

berlabuh ke tanah.

b. Melabuhkan pakaian hingga tanah/lantai ketika berdiri atau tanpa berjalan.

c. Melabuhkan pakaian hingga tanah/lantai dan berjalan dihadapan orang lain

bukan atas dasar kesombongan.

Dengan demikian yang menjadi sebab larangan isbal itu bukan semata-

mata isbalnya, melainkan khuyala’a (sombong) pada saat melakukan isbal, jarr,

atau wath’u. Setelah dituturkan ayat-ayat dan hadis-hadis serta dilengkapi dengan

beberapa keterangan para ahli, maka nyatalah bahwa sombong merupakan sifat

tercela dan isbal, jarr, dan wath’u yang terlarang itu adalah yang berlatar

khuyala’a (sombong).

28

Page 29: Hukum Isbal

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Isbal adalah melabuhkan pakaian melebihi mata kaki.

Sebagian golongan mengharamkan isbal karena banyak hadits yang

menjelaskan larangan isbal. Sebagian golongan lagi menghalalkan

isbal dan mereka juga memiliki argumen mengenai kebolehan isbal.

Kedua pendapat tersebut menggunakan hadits yang sama kuatnya.

Akan tetapi dari jenis hadits-hadits tersebut ada yang mutlaq (bebas)

ada yang muqoyyad (terikat).

Berdasarkan kaidah ushul fiqih tentang mutlaq dan muqoyyad:

29

Page 30: Hukum Isbal

و�اج�ب] �د� �م�ق�ي ال ع�ل�ى �م�ط�ل�ق� ال ح�م�ل�

Artinya; Mengambil makna yang mutlaq harus berdasarkan makna yang

muqoyyad.

Maka penulis dapat menyimpulkan bahwa hukum isbal adalah mubah,

dan haram bila dalam memakainya disertai dengan kesombongan,

berdasarkan dalil-dalil yang bersifat muqoyyad. Seperti salah satu dalil

di bawah ini:

�ه� �ي �ل إ �ظ�ر� �ن ي � ال الله� �ن� ف�إ �ة� �ل ي �م�خ� ال � �ال إ �ك� �ذل ب �د� �ر�ي ي � ال ه� ار� �ز� إ ج�ر� م�ن�

. �ام�ة� �ق�ي ال �و�م� ي

Artinya: Barang siapa melabuhkan pakaian dengan maksud

sombong, sesungguhnya Allah tidak akan memperhatikannya pada

hari kiamat. (H.r. Ahmad, Musnad Imam Ahmad, II:45.)

Maka yang menjadi titik beratnya adalah karena sombongnya, isbal

maupun tidak isbal jika niatnya sombong maka ancamanya adalah api

neraka.

B. Saran

Bagi pihak lain yang akan memperdalam lagi hukum isbal menurut al-

qur’an dan as-sunah ini, mohon perbaikan dan masukan-masukannya apabila

dalam karya tulis ini terdapat kekeliruan.

Sedangkan bagi para pembaca, semoga setelah membaca karya tulis ini

dapat mengetahui hukum isbal yang sebenarnya dan dapat mengantisipasi

30

Page 31: Hukum Isbal

adanya percekcokan antara pihak yang bertentangan dan tentunya dapat

mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.

DAFTAR PUSTAKA

Zakaria, A. 2007. Haramkah Isbal dan Wajibkah Janggut. Garut: Ibnazka Press.

Al-Albani, Muhammad Nashiruddin. 2009. Mukhtasar Shahih Muslim. Rev 1.03.

kampungsunnah.org

As Sidokare, Abu Ahmad.2009. Shahih Bukhari. Pustaka Pribadi.

Jarullah, bin Abdullah. Jenggot Yes, Isbal No. Media Hidayah.

Muhammad Nabih, bin Walid. 2011. Isbal?. Pustaka At-Tibyan

31

Page 32: Hukum Isbal

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Sintia Nurrohmah Awaliah lahir di Sumedang pada

tanggal 13 Maret 1993 anak pertama dari pasangan

serasi Adang Saputra dan Nunung Herlina,

mempunyai tiga orang saudara yaitu Muhammad

Rizki Muzaki, Putri Gaisha Salsabila dan

Muhammad Rafi Nazdif As- Shiddiq. Beralamat di

Dusun Sukalialah rt. 05 rw. 01 Desa Cigendel

Kecamatan pamulihan Kabupaten Sumedang.

Pendidikannya dimulai di TK Cilembu pada tahun 1999, kemudian di SD

Sukalilah dan lulus tahun 2006. Selanjutnya masuk ke Pesantren Persatuan Islam

32

Page 33: Hukum Isbal

92 Majalengka, lulus tahun 2009. Kemudian beliau menempuh pendidikan tingkat

Mu’alimiem di Pesantren Persatuan Islam 40 Sarongge hingga sekarang.

Sejak Tsanawiyyah kelas VII penulis sudah muali aktif di organisasi

sekolah yang bernama UG (Ummahatul Ghad) sebagai staf Publikasi, kemudian

menginjak kelas VII Tsanawiyyah penulis diamanahi sebagai Ketua UG. Ketika

masuk Mu’alimien kelas X penulis kembali menjadi staf UG di Pesantren

Persatuan Islam 40 Sarongge sebagai Qismu Dakwah, angkatan selanjutnya

penulis terpilih menjadi Sekretaris UG. Di samping itu juga Penulis juga menjabat

disalah satu bagian otonom PERSIS yaitu Pemudi sebagai Bidgar Kaderisasi.

Penulis adalah seorang aktifis, beliau kerap kali mengikuti seminar dan

training di berbagai instansi dan tak jarang penulis menjadi peserta terbaik

diantara ratusan peserta lainnya. Dan sekarang penulis sedang berupaya mencapai

salah satu cita-citanya, yaitu menjadi seorang Trainer sekaligus Motivator ulung.

Karena hobinya sejak remaja awal adalah berdiskusi mengenai hal-hal

yang fenomenal, dan sering kali memotivasi seseorang yang telah jatuh hingga

akhirnya ia bangkit dan bersemangat lagi, memotivasi seorang yang kurang

percaya diri menjadi seorang yang pemberani, membantu orang memecahkan

masalah, dan banyak lagi. Selain itu, penulis juga aktif mengisi seminar di

sekolah-sekolah/kampus dan pengajian ibu-ibu di berbagai jama’ah PERSIS

semenjak kelas tiga tsanawiyyah hingga sekarang.

Bagi yang ingin bersilaturrahim dengan penulis, mengundang penulis

sebagai Trainer/Motivator/Inspirator di lembaga; perusahaan/sekolah/komunitas

dan lainnya atau yang sekedar ingin sharing, diskusi. Silahkan hubungi langsung

33

Page 34: Hukum Isbal

Penulis dengan email; [email protected] atau nomor handphone;

089654134483.

34