Hukum Adat Yg Seperti Apa Yg Sesuai Dengan Pasal 3 Dan 5 Uupa

download Hukum Adat Yg Seperti Apa Yg Sesuai Dengan Pasal 3 Dan 5 Uupa

of 5

Transcript of Hukum Adat Yg Seperti Apa Yg Sesuai Dengan Pasal 3 Dan 5 Uupa

PRIMA ANNISA WIDIASTUTI 110110090116 KELAS B PAGI HUKUM AGRARIA

Jumat, 8 Oktober 2010

Hukum Adat yang Sesuai dengan yang Dimaksud Pasal 3 dan 5 UUPA atau Hukum Tanah Nasional

Membicarakan hukum tanah nasional, kita terlebih dahulu mengetahui apa hukum adat itu karena hukum tanah nasional tak lain dan tak bukan bersumber dari hukum adat Indonesia. Oleh karena itu, Hukum adat adalah keseluruhan aturan tingkah laku yang berlaku bagi bumiputera dan timur asing yang mempunyai upaya pemaksa dan sanksi tidak dikodifikasikan yang tidak tertentu susunannya secara sistematis, menurut Cornelius Van Vollenhoven. Selain itu ada juga menurut Soepomo yang pendapatnya sekaligus menjadi dasar psikologis dan sosiologis hukum adat, Hukum adat adalah hukum yang tidak tertulis dalam peraturan tingkah legislatif meliputi peraturan-peraturan hidup yang meskipun tidak ditetapkan oleh yang berwajib toh ditaati dan didukung oleh rakyat berdasarkan atas keyakinan bahwa semua peraturan tersebut mempunyai kekuatan hukum. Hukum tanah adalah keseluruhan kaidah hukum dari pergaulan hidup antar manusia yang berkenaan dengan pemanfaatan tanah. Di Indonesia hubungan manusia dan tanah sangat erat karena : 1. Tanah satu-satunya benda kekayaan yang meskipun mengalami keadaan yang bagaimanapun juga, masih bersifat tetap keadaannya bahkan terkadang menjadi lebih menguntungkan. 2. Merupakan tempat tinggal persekutuan 3. Memberikan penghidupan pada persekutuan 4. Merupakan tempat dimana para warga persekutuan ang meninggal dunia dikebumikan 5. Merupakan tempat mahluk gaib melindungi persekutuan

Hukum tanah ada hukum tanah statis dan hukum tanah dinamis, Hukum tanah statis berkaitan dengan hak persekutuan bersama dan hak ulayat sedangkan hukum tanah dinamis berkenaan dengan transaksi-transaksi yang dilakukan atas tanah. Menurut Van Vollenhoven, hak ulayat adalah hak dari persekutuan untuk menggunakan dengan bebas tanah yang masih merupakan hutan belukar di dalam lingkungan wilayahnya demi kepentingan persekutuan hukum itu sendiri beserta anggotanya atau untuk orang asing akan tetapi dengan izin dan harus selalu rekognisi dan retribusi. Van Vollenhoven membagi-bagi daerah Indonesia menjadi 19 lingkaran hukum adat yang dianalisa berdasarkan : 1. Tempat menenmukan hukum adat lingkungan hukum adat masing-masing 2. Ruang lingkup lingkungan hukum adat ang bersangkutan 3. Bentuk-bentuk masyarakat hukum adat 4. Tentang pribadi 5. Pemerintahan, peradilan dan pengaturan 6. Hukum adat masyarakat, termasuk didalamnya hukum tanah adat Dari banyaknya keanekaragaman hukum adat yang tersebar di Indonesia, Kita harus mengetahui hukum adat yang sesuai dengan Undang-undang pokok agraria pasal 3 dan pasal 5 yang merupakan dasar hukum tanah nasional yang berlaku di Indonesia. Hukum tanah nasional adalah hukum tanah yang baru yang bersifat nasional baik dari tujuan, konsepsi, asas-asas, sistem, dan isinya. Hukum tanah nasional dibuat berdasarkan hukum adat agar sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia karena hukum adat adalah hukum asli Indonesia. Kesederhanaan terbentuk dengan menghapuskan dualisme dan memilih hukum adat sebagai dasar hukum tanah nasional. Seiring perkembangan dan kemajuan zaman baik dalam hal perekonomian rakyat maupun nasional sehingga bertambah juga keperluan rakyat tersebut terhadap tanah dalam menjalankan kegiatan-kegiatan ekonomi tersebut. Maka dirasakan perlunya adanya jaminan kepastian hukum dan hak di bidang pertanahan. Hal yang paling penting adalah hukum tanah nasional harus sesuai dengan kepentingan rakyat artinya rakyat banyak, rakyat Indonesia bukan hanya orang-seorangan ataupun golongsegolongan apalagi rakyat asing. Selain itu, hukum tanah nasional juga harus dapat menampung

dan menyelesaikan persoalan-persoalan masa yang akan datang serta harus mewujudkan penjelmaan dari pancasila. Sebagaimana dasar hukum utama hukum tanah nasional, yaitu pasal 33 UUD 1945 terutama ayat ke-3, Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Hukum tanah nasional di Indonesia tertuang dalam undang-undang pokok agraria ( UUPA) yang disusun dan dilengkapi oleh hukum adat tentang tanah. Hukum tanah tersebut terutama diatur dalam pasal 3 dan pasal 5 UUPA. Pasal 3 UUPA: Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam pasal 1 dan 2, pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang serupa dari masyarakat-masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasar atas persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan undang-undang dan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi. Pasal 5 UUPA : Hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta dengan peraturan-peraturan yang tercantum dalam undang-undang ini dan dengan peraturan perundang-undangan lainnya, segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama. Pasal 3 UUPA, hak ulayat diakui oleh UUPA dengan disertai 2 syarat yaitu eksistensinya dan menganai pelaksanaannya, hak ulayat diakui sepanjang menurut kenyataannya masih ada. Di daerah dimana hak , itu tidak ada lagi, tidak akan dihidupkan kembali. Di daerah-daerah dimana hak ulayat itu tidak pernah ada, tidak akan dilahirkan lagi hak ulayat. Hal itu disebabkan karena pengalaman yang menunjukkan ada kalanya hak ulayat pelaksanaannya oleh kepala adat menghambat dan merintangi usaha-usaha besar pemerintah serta mengahambat pembanguan daerah itu sendiri. Hak ulayat pelaksanaannya harus sesuai dan tidak boleh bertentangan dengan kepentingan yang lebih luas (penjelasan umum UUPA II/3).

Pelaksanaan hak ulayat secara mutlak dengan seakan-akan tanah wilayahnya itu hanya diperuntukkan bagi anggota masyarakat hukum adat itu sendiri dinilai bertentangan dengan UUPA pasal 1 dan 2. Namun, tidak berarti pemerintah dan peraturan tidak melindungi masyarakat-masyarakat hukum adat dan para warga yang masih mempertahankan hak ulayat. Perlindungan itu diwujudkan contohnya dengan mewajibkan pengusaha yang ingin memanfaatkan hutan harus mendapatkan persetujuan dari menteri pertanian, memeberikan ganti rugi kepada pemegang hak atas tanah tersebut jika dikuasai penduduk atau masyarakat hukum adat. Pembangunan hukum tanah nasional harus dilakukan dalam bentuk penuangan normanorma hukum adat dalam peraturan-peraturan perundang-undangan menjadi hukum yang tertulis, selama peraturan belum ada, maka norma-norma hukum adat yang ada di daerah itu tetap berlaku penuh. Hukum adat berfungsi sebagai sumber utama dalam mengambil bahan-bahan yang diperlukan sedangkan hukum tanah positif, norma-norma hukum adat berfungsi sebagai hukum yang melengkapi. Konsepsi hukum tanah nasional adalah konsepsi hukum adat yaitu komunalistik religious, yang memungkinkan penguasaan tanah secara individual, dengan hak-hak atas tanah yang bersifat pribadi, sekaligus mengandung unsur kebersamaan. Sejak kelahiran UUPA, yang sudah ada tetapi belum lengkap sehingga norma-norma hukum adat berfungsi sebagai pelengkapnya (pasal 56 dan 58). Dalam Pasal 5 UUPA dinyatakan Hukum tanah nasional adalah hukum adat. Pernyataan itu menunjukkan fungsi hukum adat sebagai sumber utama pembangunan hukum tanah nasional. Jadi, di saat ada permasalahan tentang pertanahan namun belum diatur di dalam UUPA maka sebagaimana yang terdapat dalam pasal 56 menunjuk kepada ketentuan hukum adat setempat yaitu ketentuan hukum adat daerah setempat akan berlaku di daerah bersangkutan pada waktu terjadinya kasus yang akan diselesaikan atau pada waktu diperlukan untuk menyelesaikannya. Tetapi dalam penggunaan hukum adat dalam penyelesaian sebuah kasus dengan syarat norma hukum tersebut yang berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan UUPA pasal 56 DAN 58 begitu juga pasal 5 yang memberikan syarat lebih rinci yaitu tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan Negara yang berdasarkan atas persatuan bangsa,

dengan sosialisme Indonesia serta peraturan-peraturan yang tercantum dalam UUPA dan dengan peraturan perundang-undangan lainnya. Hal itu disebabkan perkembangan hukum adat tidak terbebas dari pengaruh-pengaruh luar, yaitu pemikiran-pemikiran masyarakat barat yang individualistik-liberal dan pengaruh masyarakat feudal yang tidak sesuai dengan asas-asas tata susunan dan semangat masyarakat Pancasila. Maka, norma-norma hukum adat yang akan digunakan harus di saneer (dibersihkan) dari unsur-unsur asing hingga menjadi murni kembali. Namun, memanglah tidak mudah penerapan saneer tersebut karena yang pertama berwenang membersihkan adalah penguasa legislative sedangkan dalam penyelesaian sengketa di pengadilan tertumpu pada kearifan para hakim. Hukum adat tidak selalu dipakai dalam pengertian yang sama, contohnya C. Van Vollenhoven menyebutkan adanya hukum adat golongan pribumi dan hukum adat golongan timur asing. Tetapi UUPA dan penjelasan umum III/1, menghubungkan hukum adat sebagai dasar hukum tanah nasional itu, dengan sebagian terbesar rakyat Indonesia sehingga jelas bahwa Hukum adat yang sesuai dijadikan dasr hukum tanah nasional tersebut bukanlah hukum adatnya golongan timur asing menurut van Vollenhoven tetapi hukum adat tersebut adalah hukum aslinya golongan pribumi. Maka UUPA dengan hukum adat adalah hukum aslinya golongan rakyat pribumi, yang merupakan hukum yang hidup dalam bentuk tidak tertulis dan mengandung unsurunsur nasional asli, yaitu sifat kemasyrakatan dan kekeluargaan yang berasaskan keseimbangan serta diliputi Suasana keagamaan. Jadi, kita dapat mengetahui melalui pasal 3 dan 5 UUPA, hukum adat yang sesuai yang digunakan dalam hukum tanah nasional adalah hukum adat yang merupakan hukum aslinya golongan pribumi yang ada dalam daerah bersangkutan yang sudah melalui proses saneer (pembersihan) untuk membersihkan dari unsur-unsur asing yang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan Negara dan nilai persatuan bangsa, sosialisme Indonesia, peraturan perundang-undangan dengan mengindahkan unsur-unsur keagamaan.