HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PETUGAS...
Transcript of HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PETUGAS...
1
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PETUGAS KESEHATAN TENTANG
TUBERKULOSIS DENGAN PERANAN PETUGAS KESEHATAN
DALAM PENEMUAN SUSPEK TUBERKULOSIS
DI PUSKESMAS KARTASURA
Skripsi
Disusun oleh :
MARYANI
NIM : ST13049
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2015
2
LEMBAR PENGESAHAN
Yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul :
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PETUGAS KESEHATAN TENTANG
TUBERKULOSIS DENGAN PERANAN PETUGAS KESEHATAN
DALAM PENEMUAN SUSPEK TUBERKULOSIS
DI PUSKESMAS KARTASURA
Oleh :
MARYANI
NIM. ST13049
Telah dipertahankan di depan penguji pada tanggal 8 Agustus 2015 dan
dinyatakan telah memenuhi syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Keperawatan
Pembimbing Utama, Pembimbing Pendamping,
Anita Istiningtyas, S.Kep.,Ns.,M.Kep. Sunardi, SKM, M.Kes
NIK. 201087055 NIK. 201073060
Penguji,
Wahyu Rima Agustin, S.Kep. Ns., M.Kep
NIK. 201279102
Surakarta, 8 Agustus 2015
Ketua Program Studi S-1 Keperawatan
Wahyu Rima Agustin, S.Kep.,Ns.,M.Kep
NIK. 201279102
3
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini saya:
Nama : Maryani
NIM : ST13049
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar
akademik (Sarjana), baik di Stikes Kusuma Husada Surakarta maupun
perguruan tinggi lain.
2. Skripsi ini murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri, tanpa
bantuan pihak lain, kecuali Tim Pembimbing dan masukan Tim Penguji.
3. Dalam skripsi ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau
dipublikasikan orang lain , kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan
sebagai acuan dalam naskah dengan nama pengarang dan dicantumkan
dalam daftar pustaka
4. Pernyataan ini saya buat sesungguhnya dan apabila kemudian hari terdapat
penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia
menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh
karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di
perguruan tinggi ini.
Surakarta, 24 Januari 2015
Yang membuat pernyataan,
(Maryani)
NIM. ST13049
iii
4
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayahnya, sehingga penulis dapat mengerjakan skripsi dengan judul “Hubungan
Tingkat Pengetahuan Petugas Kesehatan dengan Peranan Petugas dalam
Penemuan Suspek TBC Puskesmas Kartasura”. Penulis menyadari sepenuhnya
bahwa penelitian ini jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan penelitian ini.
Selama penyusunan penelitian ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan
dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih
kepada
1. Dra. Agnes Sri Hartanti, M.Si, selaku Ketua Stikes Kusuma Husada Surakarta
2. Anita Istiningtyas S.KepNs. M.Kep, selaku Pembimbing Utama yang telah
memberikan masukan dan dorongan dalam penyusunan penelitian ini.
3. Sunardi SKM. M.Kes, selaku Pembimbing Pendamping yang telah
memberikan masukan dan dorongan dalam penyusunan penelitian ini.
4. drg. Anik Arifah selaku Plt. Kepala Puskesmas Kartasura yang telah
memberikan ijin waktu dan tempat kepeda peneliti untuk melakukan penelitian
5. Civitas Akademik Progdi S1 Keperawatan yang telah membantu dalam proses
penelitian ini.
6. Responden penelitian yang bersedia meluangkan waktu sehingga skripsi ini
dapat terselesaikan.
7. Suami dan anakku yang telah memberikan dukungan dan motivasi , serta kasih
sayang yang tiada terkira dalam setiap langkah kaki penulis.
iv
5
Akhirnya penulis berharap, semoga skripsi ini dapat bermanfaat. Penulis
senatiasa mengharapkan atas saran dan masukan yang bersifat membangun demi
kesempurnaan proposal skripsi ini.
Surakarta, Juli 2015
Penulis
v
6
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ ii
SURAT PERNYATAAN............................................................................... iii
KATA PENGANTAR ................................................................................... iv
DAFTAR ISI .................................................................................................. vi
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... ix
DAFTAR TABEL .......................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xi
ABSTRAK .................................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ........................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................ 5
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................ 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Landasan Teori ................................................................................... 8
1.1.1 Pengetahuan .............................................................................. 7
1.1.2 PenyakitTuberkulosis (TBC) .................................................... 12
1.1.3 Penemuan Suspek ..................................................................... 25
1.2 Keaslian Penelitian ............................................................................ 28
1.3 Kerangka Teori ................................................................................... 29
vi
7
1.4 Kerangka Konsep .............................................................................. 29
1.5 Hipotesis ............................................................................................. 29
BAB III METODE PENELITIAN
1.1. Jenis Penelitian................................................................................. 31
1.2. Subyek Penelitian............................................................................ 32
1.3. Waktu dan Tempat Penelitian .......................................................... 32
1.4. Variabel Penelitian, Definisi Operasional dan Skala Pengukuran ... 33
1.5. Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data ................................... 35
1.6. Uji Validitas dan Reliabilitas ........................................................... 36
1.7. Teknik Pengolahan dan Analisa Data .............................................. 39
1.8. Langkah-Langkah Penelitian ........................................................... 42
1.9. Etika penelitian ................................................................................ 43
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian .................................................... 33
4.2 Karakteristik Responden ....................................................................... 43
4.3 Tingkat Pengetahuan Petugas K esehatan ............................................ 43
4.4 Peranan Petugas Kesehatan .................................................................. 55
4.5 Hubungan Pengetahuan Petugas dengan Peranan ................................ 55
BAB V PEMBAHASAN
5.1 Karakteristik Responden ....................................................................... 51
5.2 Tingkat Pengetahuan Petugas K esehatan ............................................ 54
5.3 Peranan Petugas Kesehatan .................................................................. 55
5.4 Hubungan Pengetahuan Petugas dengan Peranan ................................ 55
vii
8
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan .......................................................................................... 58
6.2 Saran .................................................................................................... 59
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
viii
9
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Gambar Judul Gambar Halaman
2.1 Kerangka Teori...................................................................................... 26
2.2 Kerangka Konsep ................................................................................... 26
ix
10
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel Judul Tabel Halaman
2.1 Keaslian penelitian ................................................................................. 28
2.2 Definisi Operasional .............................................................................. 34
3.1 Karakteristik Responden berdasar Umur ............................................... 44
3.2 Karakteristik Responden berdasar Jenis Kelamin .................................. 44
3.3 Karakteristik Responden berdasarMenurut pendidikan .......................... 45
3.4 Pengetahuan petugas kesehatan tentang penyakit tuberkulosis .............. 46
3.5 Peranan petugas kesehatan dalam penemuan suspek TBC ..................... 46
3.6 Analisa hubungan tingkat pengetahuan dan peranan .............................. 47
x
11
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Permohonan Studi Pendahuluan Penelitian
Lampiran 2 Surat Ijin Studi Pendahuluan Penelitian
Lampiran 3 Surat Permohonan Uji Validitas dan Reliabilitas
Lampiran 4 Surat Ijin Uji Validitas dan Reliabilitas
Lampiran 5 Surat Permohonan Ijin Penelitian
Lampiran 6 Surat Ijin Penelitian
Lampiran 7 Surat Permohonan Ijin Menjadi Responden Penelitian
Lampiran 8 Surat Pernyataan Kesediaan Menjadi Responden
Lampiran 9 Kuesioner Penelitian
Lampiran 10 Penjelasan Penelitian
Lampiran 11 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas
Lampiran 12 Rekapan Data Penelitian
Lampiran 13 Hasil Uji Spearman
Lampiran 14 Lembar Konsultasi Bimbingan
Lampiran 15 Jadwal Penelitian
xi
12
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2015
Maryani
Hubungan Tingkat Pengetahuan Petugas Kesehatan tentang Tuberkulosis
dengan Peranan Petugas Kesehatan dalam Penemuan Suspek Tuberkulosis
di Puskesmas Kartasura
Abstrak
Peneliti melakukan survei pendahuluan di Puskesmas Kartasura terhadap
10 petugas kesehatan puskesmas Kartasura dan didapatkan hasil bahwa 8 tenaga
kesehatan dapat menjelaskan pengertian TBC dengan tepat dan 2 petugas
kesehatan tidak dapat menjelaskan pengertian TBC dengan tepat, 6 petugas
kesehatan dapat menyebutkan tanda-tanda penyakit TBC dengan tepat dan 4
petugas kesehatan tidak dapat menyebutkan tanda-tanda penyakit TBC dengan
tepat, 8 petugas kesehatan mengatakan tidak mengetahui program pengendalian
TBC dan hanya 2 petugas kesehatan puskesmas Kartasura yang mengetahui
program pengendalian TBC.
Mengetahui hubungan tingkat pengetahuan petugas kesehatan tentang
penyakit tuberkulosis (TBC) dengan peranan dalam penemuan suspek TBC di
wilayah kerja puskesmas Kartasura.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian analitik. Pengambilan sampel
penelitian ini menggunakan teknik total sampling. Jumlah sampel 50 orang.
Tingkat pengetahuan petugas kesehatan tentang penyakit tuberkulosis
(TBC) di wilayah kerja puskesmas Kartasura sebagian besar responden berada
pada tingkat pengetahuan baik yaitu sebanyak 35 responden (70%). Peranan
petugas kesehatan dalam penemuan suspek TBC di wilayah kerja puskesmas
Kartasura sebagian besar responden mempunyai peranan kurang yaitu sebanyak
23 responden (46%).
Ada hubungan tingkat pengetahuanpetugaskesehatantentang penyakit
tuberkulosis (TBC) dengan peranan dalam penemuan suspek TBC di wilayah
kerja puskesmas Kartasura.
Kata Kunci : Hubungan,tingkat pengetahuan, peranan
DaftarPustaka: 60 (2000-2013)
xii
13
BACHELOR PROGRAM IN NURSING SCIENCE
KUSUMA HUSADA HEALTH SCIENCE COLLEGE OF SURAKARTA
2015
Maryani
Correlation between Health workers’ Knowledge Level of Tuberculosis and
Their Role in the Invention of Tuberculosis Suspect at Community Health
Center of Kartasura
ABSTRACT
The researcher conducted a preliminary survey on 10 Health workers of
Community Health Center of Kartasura, and the result of the survey shows that:
(1) 8 health workers could explain the definition of TB correctly and 2 health
workers could not explain the definition of TB correctly; (2) 6 health workers
could mention the symptoms of TB correctly and 4 health workers could not
mention the symptoms of TB correctly; and (3) 8 health workers did not know the
TB control program and only 2 health workers of Community Health Center of
Kartasura knew the TB control program.
The objective of this research is to investigate the correlation between the
health workers’ knowledge level of Tuberculosis (TB) and their role in the
invention of TB suspect at the working region of Community Health Center of
Kartasura.
This research used the analytical method. Its samples consisted of 50
persons and were taken by using the total sampling technique.
The result of research shows that 35 respondents (70%) had good
knowledge of tuberculosis decease, and 23 respondents (46%) lacked of role in
the invention of TB suspect. Thus, there was a correlation between health
workers’ knowledge level of tuberculosis decease and their role in the invention
of TB suspect at the working region of Community Health Center of Kartasura
Keywords: Correlation, knowledge level, roles
Reference: 60 (2000-2013)
xiii
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penyakit tuberkulosis atau yang dikenal dengan singkatan TBC
adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri mycobacterium
tuberculosis, biasanya menyerang pada paru-paru (disebutkan sebagai TB
Paru). Beberapa kasus tuberkulosis menyerang pada organ lain (Zulkani,
2011). Sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi mycobacterium
tuberculosis. Tahun 2007, di seluruh dunia diperkirakan ada 9,2 juta pasien
TBC baru dan 1,7 juta kematian akibat TBC. Negara-negara berkembang
kematian TBC merupakan 25% dari seluruh kematian yang sebenarnya
dapat dicegah. Diperkirakan 95% kasus TBC dan 98% kematian akibat
TBC di dunia terjadi pada negara-negara berkembang. Kematian wanita
karena TBC lebih banyak daripada kematian wanita karena kehamilan,
persalinan dan nifas (Kemenkes, 2012).
Penyakit tuberkulosis merupakan masalah utama kesehatan
masyarakat karena jumlah penderita terus bertambah seiring munculnya
epidemi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Accuired Immune
Deficiency Sydrome (AIDS) di dunia. Laporan penyakit tuberkulosis dunia
menyebutkan bahwa Indonesia masih ditempatkan sebagai penyumbang
terbesar tuberkulosis nomor 3 di dunia setelah India dan China yaitu
294.731 kasus pada tahun 2009. Data keberhasilan pengobatan tuberkulosis
1
2
setiap tahun mengalami peningkatan mulai pada tahun 2003 sampai pada
tahun 2008. Tahun 2003 keberhasilan pengobatan mencapai 87% sampai
pada tahun 2008 keberhasilan sudah mencapai 91% (WHO (2010) dalam
Firdaus (2012).
Menurut Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), menempatkan
tuberkulosis sebagai penyebab kematian ketiga setelah penyakit
kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan pada semua kelompok usia
dan nomor satu dari golongan penyakit infeksi. Hasil survey prevalensi TBC
di Indonesia tahun 2004 menunjukkan bahwa angka insiden TB BTA positif
secara nasional 110 per 100.000 penduduk. Wilayah Jawa angka insiden
TBC adalah 110 per 100.000 penduduk. Hasil survey yang sama
(Kemenkes, 2012). Penyakit tuberkulosis dapat disembuhkan dengan
pengobatan secara rutin dan teratur. Keberhasilan pengobatan tuberkulosis
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain yaitu faktor status gizi, faktor
imunitas, faktor lingkungan, faktor sarana dan prasarana (Ahmadi (2005)
dalam Firdaus (2012).
Mulai tahun anggaran 1994/1995 pemerintah melaksanakan Program
Pemberantasan Tuberkulosis (P2TB) dengan strategi DOTS (Directly
Observed Treathment Shortcourse). Strategi ini terdapat tiga hal penting
yang perlu diperhatikan, yaitu mendeteksi pasien, melakukan pengobatan,
dan melakukan pengawasan langsung. Seorang petugas di fasilitas
pelayanan kesehatan dalam melaksanakan tugasnya seharusnya mempunyai
pengetahuan tentang tuberkulosis, program pengendalian TBC, serta hal-
3
hal lain yang mendukung terselenggaranya pelayanan pengendalian TBC
supaya tujuan dari program pemberantasan tuberkulosis (P2TB) dapat
tercapai, dengan ditemukan dan disembuhkan pasien TB BTA positif
(menular), secara bermakna akan dapat menurunkan penularan, angka
kesakitan dan angka kematian akibat TB di masyarakat. Kesempatan
penemuan pasien TB akan hilang kalau petugas kesehatan tidak mempunyai
pengetahuan yang baik sehingga tidak melakukan anamnese dengan baik
dan benar serta tidak melakukan pemeriksaan dahak (Kemenkes, 2012).
Hasil penelitian Maryun (2006) tentang beberapa faktor yang berhubungan
dengan kinerja petugas program TB Paru terhadap cakupan penemuan kasus
baru BTA (+) di Kota Tasikmalaya tahun 2006, didapatkan hasil bahwa ada
hubungan yang kuat antara pengetahuan dengan kinerja petugas/peranan
pengelola program TB puskesmas terhadap cakupan penemuan kasus baru
BTA (+). Responden yang mempunyai pengetahuan kurang dan kinerja
kurang yaitu sebesar 66,7%, responden yang mempunyai pengetahuan
sedang dan kinerja kurang yaitu sebesar 0,00%, dan responden yang
mempunyai pengetahuan baik dan kinerja kurang yaitu sebesar 4,8%. Hasil
penelitian ini sesuai dengan pendapat Ilyas yang menyatakan pengetahuan
merupakan faktor dominan yang sangat penting untuk terbentuknya
tindakan seseorang.
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah menyebutkan bahwa, angka
penemuan kasus (Case Detection Rate) Provinsi Jawa Tengah adalah
sebesar 58,45% belum mencapai target yaitu 100%. Angka kesembuhan
4
(Cure Rate) dengan target 90% Provinsi Jawa Tengah baru mencapai
82,90% (Suwandi, 2014).Cakupan penemuan kasus TB Paru di Kabupaten
Sukoharjo tahun 2012 baru mencapai 28,9%. Capaian ini masih sangat
rendah bila dibandingkan targetprogram pengendalian TB Paru. Hal ini juga
terlihat dari target suspek yang harusdi temukan sebesar 8773, ternyata
hanya ditemukan 2539 suspek (Dinkes Kab. Sukoharjo, 2012).
Hasil penelitian tentang pengaruh karakteristik, pengetahuan dan
sikap petugas pemegang program TB paru puskesmas terhadap penemuan
suspek TB di kabupaten Blora terhadap 56 responden didapatkan hasil
bahwa tingkat pengetahuan petugas kesehatan di kabupaten Blora, tingkat
pengetahuan baik sebanyak 30 orang (58%), tingkat pengetahuan sedang 19
orang (36%) dan tingkat pengetahuan kurang 3 orang (6%). Ada hubungan
yang bermakna antara pengetahuan responden dengan praktik penemuan
suspek TB Paru. Tingkat pengetahuan petugas kesehatan tentang TB Paru
mempengaruhi peranan dalam penemuan suspek TB. Petugas dengan
tingkat pengetahuan baik akan lebih berperan dalam penemuan suspek TB.
Kesempatan penemuan pasien TB akan hilang kalau petugas kesehatan tidak
mempuanyai pengetahuan yang baik sehingga tidak melakukan anamnese
dengan baik dan benar serta tidak melakukan pemeriksaan dahak
(Widjanarko dkk, 2006)
Pada tanggal 25 November 2014 peneliti melakukan survei
pendahuluan di Puskesmas Kartasura terhadap 10 petugas kesehatan
puskesmas Kartasura dan didapatkan hasil bahwa 8 tenaga kesehatan dapat
5
menjelaskan pengertian TBC dengan tepat dan 2 petugas kesehatan tidak
dapat menjelaskan pengertian TBC dengan tepat, 6 petugas kesehatan dapat
menyebutkan tanda-tanda penyakit TBC dengan tepat dan 4 petugas
kesehatan tidak dapat menyebutkan tanda-tanda penyakit TBC dengan
tepat, 8 petugas kesehatan mengatakan tidak mengetahui program
pengendalian TBC dan hanya 2 petugas kesehatan puskesmas Kartasura
yang mengetahui program pengendalian TBC.
Berdasarkan survei yang dilakukan di wilayah kerja puskesmas
Kartasura pada bulan November tahun 2014 didapatkan hasil bahwa dari
pencapaian target penemuan suspek TBC berada di bawah target. Target
penemuan suspek TB di puskesmas Kartasura sebanyak 730 pertahun tetapi
suspek yang ditemukan sebanyak 318 (43%). Kecamatan Kartasura terdapat
12 desa dan hanya 2 desa yang mencapai target penemuan suspek TBC yaitu
desa Ngemplak dan Kertonatan, 10 desa lainnya belum memenuhi target
penemuan suspek TBC yaitu desa Pucangan target pencapaian penemuan
suspek TBC sebanyak 100 adapun suspek yang ditemukan 24 suspek, target
pencapaian penemuan suspek TBC desa Kartasura sebanyak 130 adapun
suspek yang ditemukan sebanyak 58 suspek, desa Ngabean target
pencapaian penemuan suspek TBC sebanyak 40 adapun suspek yang
ditemukan sebanyak 25 suspek, desa Wirogunan target pencapaian
penemuan suspek TBC sebanyak 40 ditemukan 12 suspek, Makamhaji
target pencapaian penemuan suspek TBC sebanyak 130 suspek adapun
suspek yang ditemukan 20 suspek, desa Gumpang target pencapaian
6
penemuan suspek TBC sebanyak 80 suspek adapun suspek yang ditemukan
sebanyak 11 suspek, desa Ngadirejo target pencapaian penemuan suspek
TBC sebanyak 80 adapun suspek yang ditemukan sebanyak 14 suspek, desa
Pabelan target pencapaian penemuan suspek TBC sebanyak 50 ditemukan
suspek sebanyak 43, desa Gonilan target pencapaian penemuan suspek TBC
sebanyak 50 didapatkan suspek sebanyak 9, desa Singapuran target
pencapaian penemuan suspek TBC sebanyak 50 adapun suspek yang
ditemukan sebanyak 16.
1.2 Rumusan Masalah
Tingkat pengetahuan petugas kesehatan tentang TB Paru
mempengaruhi peranan dalam penemuan suspek TB. Petugas dengan tingkat
pengetahuan baik akan lebih berperan dalam penemuan suspek TB.
Kesempatan penemuan pasien TB akan hilang kalau petugas kesehatan tidak
mempuanyai pengetahuan yang baik sehingga tidak melakukan anamnese
dengan baik dan benar serta tidak melakukan pemeriksaan dahak maka
rumusan masalah pada penelitian ini adalah “Adakah Hubungan Tingkat
Pengetahuan Petugas Kesehatan tentang Penyakit Tuberkulosis (TBC)
dengan Peranan dalam Penemuan Suspek TBC di wilayah Kerja Puskesmas
Kartasura.”
7
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah:
Mengetahui hubungan tingkat pengetahuan petugas kesehatan tentang
penyakit tuberkulosis (TBC) dengan peranan dalam penemuan suspek
TBC di wilayah kerja puskesmas Kartasura.
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui karakteristik umur, jenis kelamin dan tingkat
pendidikan petugas kesehatan di wilayah kerja puskesmas
Kartasura.
2. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan petugas kesehatan tentang
penyakit tuberkulosis (TBC) di wilayah kerja puskesmas Kartasura.
3. Mengidentifikasi peranan petugas kesehatan dalam penemuan
suspek TBC di wilayah kerja puskesmas Kartasura.
4. Menganalisis hubungan tingkat pengetahuan petugas kesehatan
tentang penyakit tuberkulosis (TBC) dengan peranan dalam
penemuan suspek TBC di wilayah kerja puskesmas Kartasura.
8
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah :
1.4.1 Bagi Puskesmas Kartasura
Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi bagi puskesmas
Kartasura untuk meningkatkan kualitas program pelayanan kesehatan
khususnya program dalam pelayanan penyakit tuberkulosis.
1.4.2 Bagi Petugas kesehatan
Untuk meningkatkan peranan petugas kesehatan khususnya dalam
menangani penemuan suspek tuberkulosis.
1.4.3 Bagi Institusi Pendidikan
Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi yang berguna
dalam menambah wawasan dan pengetahuan hubungan tingkat
pengetahuan petugas kesehatan tentang penyakit tuberkulosis (TBC)
dengan peranan dalam penemuan suspek TBC di wilayah kerja
puskesmas Kartasura.
1.4.4 Bagi Peneliti
Meningkatkan pengetahuan peneliti berkaitan dengan proses dalam
melakukan penelitian dan menambah pengetahuan peneliti tentang
hubungan tingkat pengetahuan petugas kesehatan tentang penyakit
tuberkulosis (TBC) dengan peranan dalam penemuan suspek TBC di
wilayah kerja puskesmas Kartasura.
1.4.5 Bagi Penelitian Selanjutnya
Sebagai bahan acuan/referensi untuk penelitian selanjutnya.
9
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Pengetahuan
2.1.1.1 Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil pengindraan manusia, atau hasil
tahu seseorang terhadap obyek melalui indra yang dimilikinya (mata,
telinga dansebagainya). Pengindraan menghasilkan pengetahuan sangat
dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap obyek.
Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indra
pendengaran dan, indera penglihatan Notoatmodjo (2010). Kamus
Besar Bahasa Indonesia (2001) pengetahuan diartikan sebagai segala
sesuatu yang dicakup dalam domain kognitif. Melihat kedua pendapat
tersebut maka peneliti menyimpulkan bahwa pengetahuan merupakan
hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap obyek
melalui indra yang dimilikinya yang dicakup dalam domain kognitif.
2.1.1.2 Tingkat Pengetahuan
Tingkat pengetahuan dikategorikan menjadi tiga kategori.
Adapun tiga kategori tersebut tersebut adalah:
1) Pengetahuan baik jika skor 76 %-100%
2) Pengetahuan cukup jika skor 56%-75%
9
10
3) Pengetahuan kurang jika skor < 56% (Arikunto (2006) dalam
Wawan dan Dewi (2011)).
Ketiga kategori tingkat pengetahuan menurut Arikunto dalam
Wawan dan Dewi tersebut digunakan untuk menganalisis hasil tingkat
pengetahuan responden. Acuan dalam penyusunan kuisioner tentang
pengetahuan, peneliti menggunakan 6 tingkat pengetahuan
Notoatmodjo (2010). Adapun 6 tingkat pengetahuan tersebut adalah :
1) Tahu ( Know )
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Tahu merupakan tingkatan pengetahuan yang paling
rendah karena tingkatan ini hanya mengingat kembali (recall)
terhadap suatu spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau
rangsangan yang telah diterima.
2) Memahami ( Comprehension )
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan
secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat
menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
3) Aplikasi (Aplication )
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).
11
4) Analisis ( Analysis )
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu obyek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam
suatu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
5) Sintesis ( Synthesis )
Sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru
dari formulasi-formulasi yang ada.
6) Evaluasi ( Evaluation )
Evaluasi berkaitan dengan kamampuan untuk malakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu meteri atau objek, penilaian itu
berdasarkan suatu kriteriayang ditentukan sendiri atau
menggunakan kriteria-kriteria yang sudah ada.
2.2.1.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan
seseorang terdapat 5 faktor. Adapun faktor-faktor tersebut adalah
sebagai berikut adalah:
a) Pendidikan
Merupakan upaya untuk memberikan pengetahuan sehingga terjadi
perubahan.
b) Pengalaman
Sesuatu yang pernah dialami seseorang akan menambah
pengetahuan tentang sesuatu yang bersifat nonformal.
12
c) Informasi
Orang yang memiliki sumber informasi yang lebih banyak akan
memiliki pengetahuan yang lebih luas pula. Salah satu sumber
informasi yang berperan penting bagi pengetahuan adalah media
masa.
d) Lingkungan budaya
Dalam hal ini faktor keturunan dan bagaimana orang tua mendidik
sejak kecil mendasari pengetahuan yang dimiliki oleh remaja dalam
berfikir selama jenjang hidupnya.
e) Sosial ekonomi
Tingkat sosial ekonomi yang rendah menyebabkan keterbatasan
biaya untuk menempuh pendidikan, sehingga pengetahuannya pun
rendah (Notoatmodjo (2007) dalam Bakti (2010)).
2.1.2 Penyakit Tuberkulosis (TBC)
2.1.2.2 Definisi Tuberkulosis
Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi menular yang
disebabkanolehbasil Mycobacterium tuberculosis dengan gejala yang
sangat bervariasi (Mansjoer, 2010). Penyakit tuberkulosis sudah ada
sejak ribuan tahun sebelum masehi. Penyakit tuberkulosis sudah ada
sejak zaman Mesir Kuno yang dibuktikan dengan penemuan pada mumi
dan penyakit ini sudah ada kitab pengobatan Cina “ pen tsao” sekitar
5000 tahun yang lalu. Pada tahun 1882 Ilmuwan Robert Koch berhasil
13
menemukan kuman tuberkulosis yang merupakan penyebab penyakit
tuberkulosis. Kuman ini berbentuk batang (basil) yang dikenal dengan
nama mycobacterium tuberculosis (Widoyono, 2008).
Sebagian besar kuman TB menyerang paru(TB paru), tetapi
dapat menyerang berbagai organ atau jaringan tubuh. Tuberkulosis
paru merupakan bentuk yang paling banyak dan paling penting.
Meningkatnya kasus HIV/AIDS dari tahun ke tahun diperkirakan kasus
TBC menjadi bertambah (remeerging disease) (Widoyono, 2008).
Mycobacterium tuberculosis menyebabkan penyakit TBC dan
merupakan patogen manusia yang sangat penting (Jawets et al., 2008).
Kuman ini non motil, non spora, dan tidak berkapsul (Palomina et al.,
2007). Berbentuk batang, bersifat aerob, mudah mati pada air mendidih
(5 menit pada suhu 80oC, dan 20 menit pada suhu 60
o C), dan mudah
mati apabila terkena sinar ultraviolet (Alsagaf dan Mukti, 2008).
Sebagian besar dinding kuman terdiri atas lipid, kemudian
peptidoglikan dan arabinomannan. Lipid inilah yang membuat kuman
lebih tahan terhadap asam (asam alkohol) sehingga disebut bakteri
tahan asam (BTA) dan juga lebih tahan terhadap gangguan
kimia dan fisis (Sudoyo, 2006). Dapat tahan hidup diudara kering
maupun dalam keadaan dingin, atau dapat hidup bertahun-tahun dalam
lemari es. Ini dapat terjadi apabila kuman berada dalam sifat dormant
(tidur). Sifat dormant ini kuman tuberkulosis suatu saat dimana keadaan
14
memungkinkan untuk berkembang, kuman ini dapat bangkit kembali
(Hiswani, 2004).
2.2.2.2 Etiologi
Penyebab penyakit tuberkulosis adalah mycobacterium
tuberculosisdan mycobacterium bovis. Kuman tersebut mempunyai
ukuran 0.5-4 mikron x 0.3-0.6 mikron dengan bentuk batang tipis, lurus
atau agak bengkok, bergranuler atau tidak mempunyai selubung, tetapi
mempunyai lapisan luar tebal yang terdiri dari lipoid (terutama asam
mikolat). Bakteri TBC mempunyai sifat istimewa yaitu dapat bertahan
terhadap pencucian warna dengan asam dan alkohol, sehingga disebut
basil tahan asam (BTA), serta tahan terhadap zat kimia dan fisik.
Kuman tuberkulosis juga tahan dalam keadaan kering dan dingin,
bersifat dorman dan anaerob. Bakteri TBC mati pada pemanasan 1000C
selama 5-10 menit atau pemanasan 600C selama 30 menit, dan dengan
alkohol 70-95% selama 15-24 detik. Bakteri ini tahan selama 1-2 jam di
udara terutama ditempat yang gelap dan lembab (dapat berbulan-bulan),
tetapi tidak tahan tahan terhadap sinar dan aliran udara (Widoyono,
2008).
2.3.2.2 Cara Penularan
TBC ditularkan melalui udara (melalui percikan dahak penderita
TBC). Penderita TB batuk,bersin,berbicaraataumeludah, mereka
memercikkan kumanTBC atau bacilli ke udara. Droplet yang infeksius
dapat bertahan dalam beberapa jam sampai beberapa hari sampai
15
akhirnya ditiup angin. Infeksi terjadi bila jika seseorang menghirup
droplet yang mengandung kuman TBC dan akhirnya sampai di alveoli.
Respon imun terbentuk 2-10 minggu setelah terinfeksi. Sejumlah
kuman akan tetap dorman bertahun-tahun yang disebut infeksi laten
(Kemenkes, 2012). Ketika penderita batuk,bersin, atau berbicara saat
berhadapan dengan orang lain , basil tuberkulosis tersembur dan dan
terhisap dan terhisap pada paru orang sehat masa inkubasinya selama 3-
6 bulan (Widoyono, 2008). Kuman TBC masuk ke dalam tubuh
manusia melalui pernafasan, kuman TBC tersebut dapat menyebar dari
paru ke bagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah sistem
saluran limfe, saluran nafas, atau penyebaran langsung kebagian-bagian
tubuh lainnya (Kemenkes, 2012).
Resiko terinfeksi berhubungan dengan lama dan kualitas
paparan dengan sumber infeksi dan tidak berhubungan dengan faktor
genetik dan faktor penjamu lainnya. Resiko tertinggi berkembangnya
penyakit pada yaitu pada anak berusia di bawah 3 tahun, resiko rendah
pada masa kanak-kanak dan meningkat lagi pada masa ramaja,dewasa
muda dan usia lanjut. Bakteri masuk ke dalam tubuh manusia melalui
saluran pernafasan dan bisa menyebar ke bagian tubuh lain melalui
peredaran darah, pembuluh limfe atau langsung menyebar ke organ
terdekatnya. Setiap satu BTA (Basil Tahan Asam) positifdapat
menularkansekurang-kurangnyakepada 10-15 orang lain, sehingga
kemungkinan setiap kontak untuk menularkan TBC adalah 17%. Hasil
16
studi lainnya melaporkan bahwa kontak terdekat (misal keluarga
serumah) akan dua kali lebih beresiko dibanding kontak biasa (tidak
serumah) (Widoyono, 2008).
Seorang penderita dengan BTA positif yang derajat positinya
tinggi berpotensi menularkan penyakit ini. Penderita dengan BTA
negatif dianggap tidak menularkan. Angka resiko penularan infeksiTBC
di Amerika Serikatadalah 10/10.000 populasi. Angka ini sebesar 1-3%
yang berarti diantara 100 penduduk terdapat 1-3 warga Indonesia yang
akan terinfeksi TBC. Setengah dari mereka BTA-nya akan positif
(0,5%) (Widoyono, 2008).
2.4.2.2 Gejala dan tanda tuberculosis
Penderita tuberkulosis dapat dikenali melalui tanda dan gejala.
Seseorang ditetapkan sebagai tersangka penderita tuberkulosis paru
apabila ditemukan gejala klinis utama (cardinal simptom) pada diri si
penderita. Adapun gejala utama pada tersangka TBC adalah batuk
berdahak selama 2- 3 minggu atau lebih, batuk dapat diikuti dengan
gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak
nafas,nyeri dada, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan
menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik,
demam meriang lebih dari satu bulan (Widoyono, 2008). Strategi
yang baru directlyobserved treatment shortcourse (DOTS) gejala
utamanya adalah batuk berdahak dan atau terus menerus selama tiga
minggu atau lebih. Berdasar keluhan tersebut, seseorang dapat
17
ditetapkan sebagai tersangka. Gejala lainnya adalah gejala tambahan.
Dahak penderita harusdiperiksa dengan pemeriksaan mikroskopis
(Widoyono, 2008).
2.5.2.2 Diagnosis Tuberculosis (TBC)
Menegakkan diagnosa penyakit tuberkulosis dilakukan
pemeriksaan laboratorium untuk menemukan BTA positif. Pemeriksaan
lainnya dilakukan dengan pemeriksaan kultur bakteri, tetapi hasilnya
lama dan biya mahal. Metode pemeriksaan dahak sewaktu-pagi-
sewaktu (SPS) dengan pemeriksaan mikroskopis mebutuhkan kurang
lebih 5 ml dahak dan biasanya menggunakan pewarnaan panas dengan
metode Ziehl Neelsen (ZN) atau pewarnaan dingin Kinyoun-Gabbet
menurut Tan Thiam Hok. Hasil dari dua pemeriksaan didapatkan BTA
positif, maka pasien dinyatakan positif mengidap tuberkulosis paru
(Widoyono, 2008).
Program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan
dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain
seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan
sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya
(DepKes, 2006). Dalam mendiagnosis TBC tidak diperbelehkan hanya
berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu
memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering
terjadi overdiagnosis. Gambaran kelainan radiologik paru tidak selalu
menunjukkan aktifitas penyakit (DepKes, 2007).
18
2.6.2.2 Pengobatan tuberculosis
Setelah diagnosa ditegakkan, petugas pengelola TB segera
menyiapkan 1 paket OAT (Obat Anti Tuberkulosis) untuk 1 pasien
sesuai dengan kategori pengobatan. Pengobatan pada penderita
tuberkulosis dewasa dibagi menjadi beberapa kategori:
1. Kategori-1 (2HRZE/4H3R3)
Tahap intensif terdiri dari Isoniazid (H), Rifampisin (R),
Pirazinamid (Z) dan Ethambutol (E). Obat-obat tersebut diberikan
setiap hari selama 2 bulan (2HRZE). Kemudian diteruskan dengan
tahap lanjutan yang terdiri dari Isoniazid (H) dan Rifampisin (R),
diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan (4H3R3). Obat
ini diberikan untuk :
a. Penderita baru TB Paru BTA positif
b. Penderita TB Paru BTA negatif Rontgen Positif yang
“sakit berat”.
c. Penderita TB Ekstra Paru Berat
2. Kategori-2 (2HRZES/HRZE/5H3R3E3)
Tahap intensif diberikan selama 3 bulan. Dua bulan pertama dengan
Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), Ethambutol (E)
dan suntikan streptomisin setiap hari di unit pelayanan kesehatan
dilanjutkan 1 bulan dengan Isoniazid (H), Rifampisin (R),
Pirazinamid (Z) dan Ethambutol (E) setiap hari, setelah itu
diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5 bulan dengan HRE yang
19
diberikantigakalidalamseminggu.Perludiperhatikanbahwa
suntikanstreptomisin diberikan setelah penderita selesaiminum obat.
Obat ini diberikan untuk :
a. Penderita kambuh (relaps)
b. Penderita gagal (failure )
c. Penderita dengan pengobatan setelah lalai (after default)
3. OAT Sisipan
Akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif dengan
kategori 1 atau penderita BTA positif pengobatan ulang dengan
kategori 2, hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif, diberikan
obat sisipan (HRZE) setiap hari selama 28 hari.
4. Kategori-Anak (2HRZ/4(HR)
Panduan OAT ini diberikan untuk pasien TB anak . Pengobatan TB
anak dalam waktu 6 bulan yang diberikan setiap hari, baik pada
tahap awal maupun lanjutan, dosis obat harus disesuaikan dengan
berat badan anak (Kemenkes, 2012).
2.7.2.2 Evaluasi Pengobatan
Evaluasi pengobatan ada 5 macam evaluasi yaitu
1. Evaluasi Klinis
a. Pasien dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan
pertama, pengobatan selanjutnya setiap 1 bulan.
b. Evaluasi: respon pengobatan dan ada tidaknya efek
samping obat serta ada tidaknya komplikasi penyakit.
20
c. Evaluasi klinis meliputi keluhan, berat badan,
pemeriksaan fisik.
2. Evaluasi Bakteriologis (0-2-6/9 bulan pengobatan)
a. Tujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak.
b. Pemeriksaan dan evaluasi pemeriksaan mikroskopis yaitu
Sebelum pengobatan dimulai, setelah 2 bulan pengobatan
(setelah fase intensif) dan pada akhir pengobatan.
c. Bila ada fasilitas biakan, dilakukan pemeriksaan biakan dan uji
resistensi.
3. Evaluasi radiologi (0-2-6/9 bulan pengobatan)
Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan pada :
a. Sebelum pengobatan
b. Setelah 2 bulan pengobatan (kecuali pada kasus yang juga
dipikirkan kemungkinan keganasan dapat dilakukan 1 bulan
pengobatan) .
c. Pada akhir pengobatan.
4. Evaluasi efek samping secara klinis
Evaluasi klinis dicurigai terdapat efek samping, maka
dilakukanpemeriksaan laboratorium untuk memastikannya dan
penanganan efek samping obat sesuai pedoman.
5. Evaluasi keteraturan berobat
Yang tidak kalah pentingnya adalah evaluasi keteraturan
berobat dan diminum/tidaknya obat tersebut.Ketidakteraturan
21
berobat akan menyebabkan timbulnya masalah resistensi. (PDPI
(2006) dalam Puri 2012).
2.8.2.2 Program DOTS di Indonesia
Penyebab penyakit tuberkulosis adalah mycobacterium
tuberculosis dan mycobacterium bovis. Kuman tersebut mempunyai
ukuran 0.5-4 mikron x 0.3-0.6 mikron dengan bentuk batang tipis, lurus
atau agak bengkok, bergranuler atau tidak mempunyai selubung, tetapi
mempunyai lapisan luar tebal yang terdiri dari lipoid (terutama asam
mikolat). Bakteri TBC mempunyai sifat istimewa yaitu dapat bertahan
terhadap pencucian warna dengan asam dan alkohol, sehingga disebut
basil tahan asam (BTA), serta tahan terhadap zat kimia dan fisik.
Kuman tuberkulosis juga tahan dalam keadaan kering dan dingin,
bersifat dorman dan anaerob (Widoyono, 2008).
DOTS(Directly Observed Treatment Shortcourse) adalah
untuk strategi yang dilaksanakan pada pelayanan kesehatan dasar di
dunia untuk mendeteksi dan menyembuhkan pasien TB.Strategi ini
terdiri dari lima komponen, yaitu :
1. Komitmen politis
Komitmen politis adalah suatu komitmen mulai dari pengambil
keputusan termasuk dalam hal keberlangsungan pendanaan, para
pelaksana di fasilitas pelayanan kesehatan dalam pengendalian
program TB serta komitmen pasien dalam menyelesaikan
pengobatan TB sampai sembuh.
22
2. Pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya,
dilaksanakan dengan mikroskopis langsung. Diagnosis TB Paru pada
orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya dengan ditemukan
kuman TB (BTA/Basil Tahan Asam).
3. Pemberian OAT dengan Pengawas Menelan Obat (PMO)
Pengobatan OAT jangan pendek yang tersandar bagi semua kasus
TB dengan tatalaksana kasus yang tepat, dengan pengawasan
langsung menelan obat.
4. Jaminan ketersediaan OAT yang bermutu.
Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang disediakan pemerintah untuk
pengendalian TB diberikan secara cuma-cuma dan dikelola dengan
manajemen logistik yang efektif demi menjamin ketersediaannya.
5. Sistem pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian
terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja program secara
keseluruhan (Kemenkes, 2012).
Mulai tahun 1995 program pengendalian TB mengadopsi
strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse) yang
direkomendasikan oleh WHO. Strategi DOTS telah dibuktikan dengan
berbagai uji coba lapangan dapat memberikan angka kesembuhan yang
tinggi. Bank dunia menyattakan strategi DOTS merupakan strategi
kesehatan yang paling cost effektive. Satu studi cost benefit yang
dilakukan WHO di Indonesia menggambarkan bahwa setiap satu dolar
23
yang digunakan untuk membiayai program nasional pengendalian TB,
akan menghemat sebesar 55 dollar selama 20 tahun (Kemenkes, 2012).
Sejak DOTS diterapkan secara intensif terjadi penurunan
angka kesakitan TB menular yaitu padatahun 2001 sebesar 122
per 100.000 penduduk dan pada tahun 2005 menjadi 107 per 100.000
penduduk. Hasil yang dicapai Indonesia dalam menanggulangi TB
hingga saat ini telah meningkat. Angka penemuan kasus TB
menular ditemukan pada tahun 2004 sebesar 128.981 orang (54%)
meningkat menjadi 156.508 orang (67%) pada tahun2005.
Keberhasilan pengobatan TB dari 86,7% pada kelompok penderita
yang ditemukan pada tahun 2003 meningkat menjadi 88,8% pada tahun
2004 (DepKes, 2004). Penguatan strategi DOTS dan pengembangannya
ditujukan terhadap peningkatan mutu pelayanan, kemudahan akses
untuk penemuan dan pengobatan sehingga mampu memutuskan
rantai penularan dan mencegah terjadinya MDR-TB (DepKes, 2007).
2.9.2.2 Pengawas Menelan Obat (PMO)
Pengawas menelan obat (PMO) adalah seseorang yang membantu
pemantauan pasien selama masa pengobatan hingga sembuh. Pasien
memerlukan pemantauan secara ketat dan rutin untuk melihat reaksi
terhadap obat yang diberikan dan untuk mengetahui efek samping
pengobatan. Kepatuhan yang tinggi dalam pengobatan diperlukan
seorang PMO untuk memantau pengobatan dan mengingatkan
pemeriksaan yang dilakukan (Kemenkes, 2012). Pengawas menelan
24
obat (PMO) adalah seseorang yang ditunjuk dan dipercaya untuk
mengawasi dan memantau penderita dalam meminum obat secara
teratur dan tutas, PMO bisa berasal dari keluarga, tetangga, kader, tokoh
masyarakat atau petugas kesehatan (Krisnawati (2010) dalam Novita
(2012)). Melihat kedua pendapat tersebut maka peneliti menyimpulkan
bahwa pengawas menelan obat (PMO) adalah seseorang yang
membantu pemantauan pasien selama masa pengobatan hingga sembuh,
PMO bisa berasal dari keluarga, tetangga, kader, tokoh masyarakat atau
petugas kesehatan. Adapun peran PMO adalah sebagai berikut:
a. Memastikan pasien menelan obat sesuai aturan sejak awal hingga
sembuh
b. Mendampingi pasien pada saat kunjungan ke puskesmas dan
memberikan dukungan moral kepada pasien agar dapat menjalani
pengobatan secara lengkap dan teratur.
c. Mengingatkan pasien datang ke puskesmas untuk mendapatkan
pengobatan.
d. Menemukan dan mengenali gejala-gejala efek samping obat dan
menghubungi unit pelayanan kesehatan,
e. Memberikan penyuluhan kepada pasien atau orang yang tinggal
serumah tentang penyakit kusta (Kemenkes, 2012).
25
1.1.3 Penemuan Suspek
2.1.2.2 Definisi Penemuan pasien/suspek
Penemuan pasien/suspek adalah kegiatan yang terdiri dari
penjaringan suspek, diagnosa TB dan penentuan tipe pasien. Penemuan
pasien/suspek merupakan kegiatan utama dalam program pengendalian
tuberkulosis (P2TB) dengan prioritas menemukan pasien TB yang BTA
positif. Pasien TB BTA positif (menular) yang ditemukan dan
disembuhkan secara bermakna akan dapat menurunkan penularan, angka
kesakitan dan angka kematian akibat TB di masyarakat. Kesempatan
penemuan pasien TB akan hilang kalau petugas kesehatan tidak
melakukan anamnese dengan baik dan benar serta tidak melakukan
pemeriksaan dahak. Strategi penemuan pasien TB adalah secara pasien
dan promosi aktif (Kemenkes, 2012).
Angka penjaringan suspek TB adalah jumlah suspek yang
diperiksa dahaknya diantara 100.000 penduduk pada suatu wilayah
tertentu dalam 1 tahun. Angka ini digunakan untuk mengetahui upaya
penemuan pasien dalam suatu wilayah tertentu, dengan memperhatikan
kecenderungan dari waktu ke waktu (triwulan/tahun). Jumlah suspek
yang diperiksa didapatkan dari daftar suspekdan laporan penemuan dan
pengobatan pasien TB (Kemenkes, 2012).
Suspek/tersangka penderita TB adalah seorang yang
kemungkinan menderita TB, yang mengalami gejala batuk berdahak
selama 2-3 minggu atau lebih dan dapat diikuti gejala tambahan seperti
26
batuk bercampur darah, batuk darah, sesak nafas,nafsu makan menurun,
penurunan berat badan, malaise, berkeringat di malam hari walaupun
tanpa melakukan kegiatan fisik,demam meriang lebih dari satu bulan.
Gejala gejala tersebut sesak nafas diatas dapat dijumpai pula pada
penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis, bronchitis kronis, asma,
kanker paru dan lain-lain.Mengingat, seperti bronkiektasis, bronchitis
kronis, asma, kankerparu dan lain-lain. Mengingat prevalensi TB di
Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke UPK
dengan gejala tersebut diatas, dianggap sebagai seorang tersangka
(suspek) pasien TB dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara
mikroskopis langsung (Kemenkes 2012).
2.2.2.2 Peranan Petugas Kesehatan
Peran adalah suatu perilaku yang merefleksikan tujuan dan nilai
pada situasi tertentu yang bersifat homogen dan diharapkan dapat
secara normatif dari seorang coupon dalam situasi tertentu. Coupon
peran adalah seseorang yang memegang peran suatu posisi dalam
struktur sosial (Firdaus, 2012).
Peranan petugas kesehatan dalam program pemberantasan
tuberkulosis adalah mendeteksi pasien, melakukan pengobatan,
melakukan pengawasan langsung dan mencegah orang lain terinfeksi
(Kemenkes, 2012). Petugas kesehatan merupakan ujung tombak dalam
penemuan, pengobatan dan evaluasi penderita maupun pelaksana
administrasi program di puskesmas. Tanpa penemuan suspek maka
27
program pemberantasan TB paru dari penemuan sampai pengobatan
tidak akan berhasil, sehingga penemuan suspek baru oleh petugas
kesehatan sangat menentukan keberhasilan program (Widayat, 2005).
2.3.2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi peranan petugas kesehatan.
Peran adalah suatu perilaku yang merefleksikan tujuan dan nilai
pada situasi tertentu yang bersifat homogen dan diharapkan dapat
secara normatif dari seorang coupon dalam situasi tertentu (Firdaus,
2012). Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi peranan petugas
kesehatan dalam penemuan suspek adalah pengetahuan, sikap, tingkat
pendidikan, pelatihan, masa kerja/pengalaman, kebudayaan dan adanya
supervisi wasor (Widayat, 2005).
28
2.2 Keaslian Penelitian
Tabel 2.1 Keaslian penelitian
No Nama
Peneliti
(th)
Judul
Penelitian
Metode Penelitian Sampel Hasil
1 Wahyudi,
Eko
(2010)
Hubungan
Pengetahuan,
Sikap dan
Motivasi
Kader
dengan
Penemuan
Suspek
Tuberkulosis
Paru di
Puskesmas
Sanankulon
Metode penelitian
ini menggunakan
korelasional dengan
menggunakan
pendekatan cross
sectional
Teknik
proportional
random
sampling.
Hasil penelitian
terdapat hubungan
yang positif dan
signifikan antara
pengetahuan, sikap
dan motivasi kader
dengan penemuan
suspek Tuberkulosis
Paru di Puskesmas
Sanankulon, baik
secara simultan
maupun parsial.
2 Puri,
Nomi
Anindita
(2010)
Hubungan
Kinerja
Pengawas
Minum Obat
(PMO)
dengan
Kesembuhan
Pasien TB
Paru Kasus
Baru Strategi
DOTS
Deskriptif analitik
dengan pendekatan
Cross Sectional
Teknik
purposive
sampling
Data yang terkumpul
dianalisa dengan
rumus chi square. Dari
penelitan didapatkan
OR = 4.2, χ2 hitung
4.6, dan p = 0.029.
Taraf signifikansi 0,05
dan derajat kebebasan
1. Secara statistik
dapat disimpulkan
bahwa terdapat
hubungan yang kuat
dan bermakna antara
kinerja PMO dengan
kesembuhan TB paru
kasus baru strategi
DOTS.
29
2.3 Kerangka Teori
Faktor-faktor yang mempengaruhi peran petugas kesehatan
Gambar 2.1 Kerangka Teori menurut Kemenkes (2012)
dimodifikasi oleh Maryani
2.4 Kerangka Konsep Penelitian
Variabel bebas Variabel terikat
Gambar 2.2 Kerangka konsep
2.5 Hipotesis Penelitian
1. Ho: tidak ada hubungan tingkat pengetahuan petugas kesehatan tentang
penyakit TBC dengan peranan dalam penemuan suspek TBC di wilayah
kerja Puskesmas Kartasura.
Tingkat
pengetahuan
petugas
kesehatan
tentang penyakit
TBC
Peranan petugas
kesehatan dalam
penemuan suspek
TBC di wilayah
kerja puskesmas
Kartasura
Penemuan suspek TB
Peranan petugas kesehatan :
Mendeteksi pasien
Melakukan pengobatan,
Melakukan pengawasan langsung
Mencegah orang lain terinfeksi
Pengetahuan
Umur
Jenis kelamin
Tingkat pendidikan
Masa kerja
Pelatihan
Sikap
Adanya supervisi wasor
30
2. Ha: ada hubungan tingkat pengetahuan petugas kesehatan tentang penyakit
TBC dengan peranan dalam penemuan suspek TBC di wilayah kerja
puskesmas Kartasura.
31
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Desain Penelitian.
Penelitianini menggunakan jenis penelitian analitik. Penelitian analitik
adalah penelitian yang tidak hanya mendiskripsikan saja tetapisudah
menganalisis hubungan antar variabel. Pada penelitian ini menganalisis
hubungan antar variabel yaitu tingkat pengetahuan petugas kesehatan tentang
penyakit tuberkulosis (TBC) dengan peranan dalam penemuan suspek TBC di
wilayah kerja puskesmas Kartasura (Saryono, 2010).
Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional. Penelitiancross
sectionaladalah suatu penelitian yang mempelajari hubungan antara faktor
resiko (independent) dengan faktor efek (dependent) dimana melakukan
observasi/pengukuran variabel sekali dan sekaliguspada waktu yang sama.
Arti dari “sekali dan sekaligus” tidak berarti semua responden diukur dan
diamati pada saat yang bersamaan, tetapi artinya dalam penelitian cross
sectionalsetiap responden hanya diobservasi satu kali saja dan pengukuran
variabel responden dilakukan pada saat pengamatan/pengukuran tersebut,
kemudian peneliti tidak melakukan tindak lanjut (Riyanto, 2010). Pada
penelitian ini, dalam sekali waktu peneliti menyebarkan kuesioner pada
petugas kesehatan puskesmas Kartasura.
31
32
3.2 Populasi dan Sampel
Populasi adalah suatu wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau
subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan
oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono,
2010).Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh petugas kesehatandi
wilayah kerja puskesmas Kartasurayaitu sejumlah 50 orang.
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto,
2010). Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian petugas kesehatan yang
ada di wilayah kerja puskesmas Kartasura. Pengambilan sampel penelitian ini
menggunakan teknik total sampling. Total sampling adalah teknik penentuan
sampel jika semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. Adapun
sampel yang pada penelitian ini berjumlah 50 responden (Saryono dan
Setiawan (2010)), adapun rinciannya dokter 7 orang, perawat 18 orang, dan
bidan 25 orang.
3.3 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja puskesmas Kartasura
pada bulan Februari - Juli 2015.
3.4 Variabel Penelitian, Definisi Operasional dan Skala Pengukuran
Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja
yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi
33
tentang hal tersebut kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2010).
Adapun variabel dalam penelitian ini adalah:
1. Variabel Independen (variabel bebas)
Variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi atau menjadi
sebab perubahan atau timbulnya variabel dependen (Sugiyono, 2010).
Variabel independen yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tingkat
pengetahuan petugas kesehatan tentang penyakit TBC.
2. Variabel Dependen (variabel terikat)
Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat
karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2010). Variabel dependen di sini
adalah peranan petugas kesehatan dalam penemuan suspek TBC di
wilayah kerja puskesmas Kartasura.
34
No Variabel Definisi
Operasional
Skala Parameter
1.
Tingkat
pengetahuan
petugas
kesehatan
tentang
penyakit TBC
Hasiltahu
seseorang
petugas
kesehatan
terhadap
penyakit TBC
dicakup dalam
domain kognitif.
Ordinal
Pengetahuan baik jika skor 15-20
Pengetahuan cukup jika skor 11-15
Pengetahuan kurang jika skor <
11
(Arikunto (2006) dalam Wawan
dan Dewi (2011))
2. Peranan
petugas
kesehatan
dalam
penemuan
suspek TBC di
wilayah kerja
puskesmas
Kartasura
Perilaku yang
merefleksikan
tujuan dan
nilai pada
situasi tertentu
yang bersifat
homogen dan
diharapkan
dapat secara
normatif dari
seorang
petugas
kesehatan.
Ordinal
Peranan kurang= skor <7
Peranan cukup = skor 7-11
Peranan baik = skor >11
3.5 Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data
3.7.1 Alat Penelitian
Instrumentpenelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh
peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan
hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap dan, sistematis sehingga
lebih mudah diolah(Arikunto, 2010). Alat pengumpulan data yang digunakan
pada saat penelitian adalah sebagai berikut:
1. Instrumen yang digunakan untuk mengukur tentang tingkat pengetahuan
petugas kesehatan tentang penyakit TBC adalah kuisioner. Peneliti
membuat kuisioner penelitian sendiri, adapun kisi-kisinya adalah sebagai
berikut:
35
No Sub variabel No Item Jumlah item
Favorauble Unfavorable
1. Definisi TBC 1 2 2
2. Program Pengendalian
TBC
3,4,5,6, 7,8 6
3. Etiologi TBC 9,10 2
4. Cara penularan TBC 11,12,13 3
5. Gejala dan diagnosis
TBC
14,16,17,18 15 5
6 Pengobatan TBC 19 20 2
Jumlah 15 5 20
2. Instrumen yang digunakan untuk mengukur peranan petugas kesehatan
dalam penemuan suspek TBC di wilayah kerja puskesmas Kartasura
adalah kuesioner.Penelitimembuat kuisioner penelitian sendiri, adapun
kisi-kisinya adalah sebagai berikut:
No Sub variabel No Item Jumlah
item Favorauble Unfavorable
1. Mendeteksi pasien 1,2 3 3
2. Melakukan pengobatan 4,5,8,9 6,7 6
3. Melakukan pengawasan
langsung
10,11,12 3
4. Mencegah orang lain
terinfeksi
13,14,15 16 4
Jumlah 12 4 16
3.7.2 Cara Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik
membagikan kuesioner dalam bentuk angket tertutup yang sifatnya
terstruktur dan terpimpin, sehingga pertanyaan yang diajukan pada
36
responden sama dan terarah dan tidak terjadi bias pada responden.
Kuesioner dibagikan kepada petugas kesehatan kemudian menjelaskan
maksud pertanyaan dan memberi kesempatan pada petugas kesehatan
untuk bertanya tentang hal-hal yang tidak dimengerti.
Pembagian kuisioner dilakukan dalam waktu satu minggu dan
didampingi peneliti, adapun responden bidan dilakukan ketika pertemuan
bidan di puskesmas, responden perawat dilakukan ketika pertemuan
perawat dan responden dokter dillakukan pengambilan data dengan cara
mendatangi dokter satu persatu.
3.6 Uji Validitas dan Reliabilitas
3.7.1 Uji Validitas
Validitasadalah derajad ketepatan antara data yang terjadi pada
penelitian dengan daya yang dapat dilaporkan oleh peneliti (Sugiyono,
2010), disebutkan bahwa. Penentuan valid atau tidaknya suatu item
yang digunakan, peneliti menggunakan uji validitas item yaitu Pearson
Product Moment.
Adapun rumus Pearson Product Moment adalah sebagai berikut :
r( )( )
( ){ } ( ){ }2222 yynxxn
yxxynix
S-SS-S
SS-S=
Keterangan:
r = koefisien korelasi
x = skor obyek pada item
y = skor total
xy = skor pertanyaan
37
n = banyaknya subyek
Item pernyataan dikatakan valid apabila:
a. Jika r hitung lebih besar sama dengan r tabel (uji 2 sisi dengan sig.
0,05) maka butir pertanyaan dinyatakan valid.
b. Jika r hitung kurang dari r tabel (uji 2 sisi dengan sig. 0,05) maka
butir pertanyaan dinyatakan tidak valid.
r tabel dalam penelitian ini adalah 0, 444. Uji validitas pada
item pertanyaan kuisioner dilakukan pada responden yang memiliki
karakteristik yang sama dengan sampel penelitian. Uji validitas pada
item pertanyaan kuesioner tingkat pengetahuan petugas kesehatan
tentang peyakit tuberkulosis dan kuesioner peranan petugas
kesehatan dalam penemuan suspek akan dilakukan pada responden
yang memiliki karakteristik yang sama dengan sampel penelitian. Uji
validitas pada item pertanyaan akan dilakukan pada bulan Febuari
2015, pada 20 petugas kesehatan puskesmas Baki. Supaya diperoleh
distribusi nilai hasil yang mendekati normal, maka sebaiknya jumlah
responden untuk uji coba paling sedikit 20 orang (Notoatmodjo,
2010).
Hasil uji validitas pada kuisioner pengetahuan petugas
kesehatan tentang penyakit TBC didapatkan bahwa item soal no
10,13,22,24 dan 25 dinyatakan tidak valid karena nilai r hitung lebih
kecil dari nilai r tabel dengan taraf signifikasi 5% (0,396).
Selanjutnya item pertanyaan yang tidak valid tidak diikutsertakan
38
dalam item pertanyaan dalam kuesioner karena indikator sudah
terwakili pada item pertanyaan yang telah valid, sehingga dalam
penyusunan kuisioner penelitian menggunakan kisi-kisi untuk
mengukur pengetahuan petugas kesehatan tentang penyakit TBC
dengan jumlah pertanyaan sebanyak 20 item pertanyaan. Sedangkan
uji validitas pada peranan petugas kesehatan dalam penemuan
suspek TBC di wilayah kerja puskesmas Kartasura didapatkan hasil
bahwa semua item soal valid.
3.7.2 Uji reliabilitas
Uji reliabilitas adalah uji yang digunakan untuk derajad konsistensi
dan stabilitas data. Penguji reliabilitas ini menggunakan Alfa Cronbach
(Sugiyono, 2012).
Rumus Alfa Cronbach adalah sebagai berikut:
( ) ïþ
ïýü
ïî
ïíì
-= å
2
2
i -1 1
rt
i
S
S
k
k
Keterangan :
k = Means kudrat subjek
å 2
iS = Means kuadrat kesalahan
2
tS = Varians total
Harga hitungr , selanjutnya digunakan untuk memutuskan instrumen
reliabel atau tidak, harga tersebut dikonsultasikan dengan harga
tabelr (Sugiyono, 2010). r tabel dalam penelitian ini adalah 0,6. Semakin
tinggi koefisien korelasi berarti konsistensi antara dua tes tersebut
39
dikatakan semakin reliabel. Apabila dua tes dianggap paralel
menghasilkan skor yang satu sama lain berkorelasi rendah, maka
dikatakan hasil tes tersebut tidak tinggi.
Hasil uji validitas dan reliabilitas kuisioner tentang tingkat
pengetahuan petugas kesehatan tentang penyakit tuberkulosis (TBC)
terhadap 25 item pertanyaan didapatkan hasil bahwa item soal no
10,13,22,24 dan 25 dinyatakan tidak reliabel karena nilai r hitung lebih
kecil dari nilai r tabel dengan taraf signifikasi 5% (0,6).Dari hasil uji
reliabilitas yang telah dilakukan, maka kuesionerpengetahuan petugas
kesehatan tentang penyakit TBC dinyatakan reliabel. Hasil uji validitas
dan reliabilitas dapat dilihat pada lampiran, sedangkan hasil uji validitas
dan reliabilitas kuisioner tentang peranan dalam penemuan suspek TBC
di wilayah kerja puskesmas Kartasura didapatkan hasil bahwa kuisioner
dinyatakan reliabel.
3.7 Tehnik Pengolahan dan Analisis Data
3.7.1 Pengolahan data
Sebelum melakukan analisis data, data diolah untuk memudahkan
dalam analisis data sehingga data tersebut menjadi sumber informasi.
Data-data hasil jawaban dalam penelitian ini diolah dengan langkah-
langkah sebagai berikut :
40
a. Editing
Memastikan kembali bahwa tiap-tiap kuesioner apakah sudah dijawab
lengkap.
b. Coding
Memberikan kode-kode angka pada alat penelitian untuk memudahkan
dalam analisa data. Adapun variabel yang akan diberi kode adalah:
1) Tingkat pengetahuan petugas kesehatan tentang penyakit
tuberkulosis. Adapun kode yang diberikan pada variabel tingkat
pengetahuan petugas kesehatan tentang penyakit tuberkulosis
adalah:
a) Pengetahuan kurang (1)
b) Pengetahuan cukup(2)
c) Pengetahuan baik(3)
2) Peranan petugas kesehatan dalam penemuan suspek. Adapun kode
yang diberikan pada variabel peranan petugas kesehatan dalam
penemuan suspek.
a) Peranan kurang (1)
b) Peranan cukup (2)
c) Peranan baik (3)
c. Tabulating
Setelah semua data selesai di edit dan dilakukan pengkodean,
selanjutnya dilakukan tabulasi data (memasukkan data) agar
41
dapat dianalisis. Tabulasi data dilakukan dengan memasukkan
data ke dalam program komputer.
3.7.2 Analisis Data
Adapun analisis yang digunakan adalah:
a. Analisis Univariat
Analisis univariat adalah analisis yang dilakukan untuk
melihat distribusi frekuensi baik dari varibel independen maupun
variabel dependen. Analisa univariat dilakukan terhadap tiap variabel
dalam penelitian.Analisa ini hanya menyederhanakan atau meringkas
kumpulan data hasil pengukuran sedemikian rupa sehingga kumpulan
data menjadi informasi yang berguna (Notoatmojo,2010). Adapun
analisis univariatyang digunakan dalam penelitian ini adalah
distribusi frekuensi.Dari hasil observasi dilakukan analisis dengan
menggunakan tabel distribusi frekuensi yang akan disajikan dalam
bentuk diagram dan grafik. Adapun rumus distribusi frekuensi
menurut Machfoedz (2009) adalah sebagai berikut:
P = n
x × 100 %
Keterangan :
P = prosentase
x = jumlah seluruh jawaban yang benar dari seluruh responden
n = jumlah item pertanyaan × jumlah responden
42
2 Analisisbivariat adalah analisis yang digunakan untuk melihat
hubungan antara variable bebas dan variable terikat.
Analisis bivariat adalah analisis yang digunakan untuk mengetahui
hubungan antara dua variable yaitu tingkat pengetahuan petugas
kesehatan tentang penyakit TBC dengan peranan petugas kesehatan
dalam penemuan suspek TBC di wilayah kerja puskesmas Kartasura.
Uji yang digunakan untuk menentukan Ho diterima atau ditolak
adalah, uji korelasi spearman (rs). Adapun rumus uji korelasi
spearman menurut Siregar (2012) adalah sebagai berikut:
Keterangan:
p = nilai korelasi spearman
d =selisih antara X dan Y
n = jumlah pasangan data
Interpretasi hasil uji :
Jika p value ≤ 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti
ada hubungan antara tingkat pengetahuan petugas kesehatan tentang
penyakit TBC dengan peranan petugas kesehatan dalam penemuan
suspek TBC di wilayah kerja puskesmas Kartasura.
Jika p value > 0,05 maka Ho diterima dan Ha ditolak yang berarti
tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan petugas kesehatan
tentang penyakit TBC dengan peranan petugas kesehatan dalam
penemuan suspek TBC di wilayah kerja puskesmas Kartasura
(Saryono dan Setiawan (2010)).
43
3.8 Langkah-langkah Penelitian
Jalannya penelitian ini dibedakan menjadi 3 tahap yaitu:
1. Tahap Persiapan
a. Melakukan pengajuan judul penelitian dan konsultasi bimbingan
b. Melakukan survei pendahuluan, studi pustaka, menyusun proposal
penelitian, melakukan uji validitas dan reliabilitas instrumen.
2. Tahap Pelaksanaan
a. Menetapkan waktu untuk pengambilan data.
b. Menetapkan tempat untuk pengambilan data.
c. Membagikan kuisioner untuk diisi oleh responden dalam waktu
satu minggu dan didampingi peneliti.
d. Setelah angket diisi oleh responden, angket dikumpulkan bersama-
sama oleh peneliti.
3. Tahap Akhir
a. Melakukan pengolahan
b. Melakukan analisa data
c. Melakukan penyajian hasil penelitian
d. Menyusun laporan hasil penelitian
3.9 Etika Penelitian
Etika penelitian adalah etika yang mencakup norma untuk berperilaku,
memisahkan apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang seharusnya tidak
boleh dilakukan. Oleh karena itu yang perlu diperhatikan dalam penelitian ini
berkaitan dengan etika keperawatan
44
1. Informed consent
Merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden
penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Informed consent
diberikan sebelum penelitian penelitian dilakukan dengan memberikan
lembar persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan informed consent
agar subjek mengerti maksud, tujuan dan mengetahui dampaknya.
2. Anonimity (tanpa nama)
Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan
jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak
mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya
menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil yang akan
disajikan.
3. Confidentiality (kerahasiaan)
Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan
kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah
lainnya. Semuainformasiyang telahdikumpulkandijamin kerahasiaannya
oleh peneliti.Hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada
hasil penelitian.
45
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Penelitian dengan judul “Hubungan Tingkat Pengetahuan Petugas
Kesehatan tentang Penyakit Tuberkulosis (TBC) dengan Peranan dalam
Penemuan Suspek TBC di Wilayah Kerja Puskesmas Kartasura”
dilaksanakan di wilayah kerja puskesmas Kartasura pada Desember 2014 -
Mei 2015. Puskesmas Kartasura beralamat di jalan Jendral Sudirman,
Pucangan, Kartasura, Sukoharjo. Wilayah kerja puskesmas Kartasura
membawahi 12 desa. Pengambilan sampel dalam penelitian ini
menggunakan teknik total sampling. Adapun jumlah sampel dalam
penelitian ini berjumlah 50 responden.
4.2 Karakteristik responden
Karakteristik responden dalam penelitian ini meliputi umur, jenis
kelamin dan tingkat pendidikan petugas kesehatan di wilayah kerja
puskesmas Kartasura. Adapun karakteristik responden yang meliputi
umur,jenis kelamin dan tingkat pendidikan adalah sebagai berikut.
a. Karakteristik responden berdasar umur
Karakteristik responden berdasarkan umur dari 50 responden dapat
dilihat pada tabel 3 di bawah ini.
45
46
Tabel 3.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden berdasar Umur
di wilayah kerja puskesmas Kartasura.
No Umur Frekuensi Prosentase (%)
1 25-30 tahun 7 14
2 30-35 tahun 16 32
3 35-40 tahun 15 30
4 41-45 tahun 5 10
5 45-50 tahun 5 10
6 >50tahun 2 4
Jumlah 50 100
Sumber data primer Mei 2014
Berdasarkan tabel 3.1 di atas, sesuai karakteristik responden
berdasarkan umur dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden
berada pada umur 30-35 tahun sebanyak 16 responden (32%).
b. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin
Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin dari 50 responden
dapat dilihat pada tabel 4 di bawah ini.
Tabel 3.2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Menurut Jenis
Kelamin di wilayah kerja puskesmas Kartasura.
No Pengetahuan Jumlah responden Presentase
(%)
1 Laki-laki 9 18
2 Perempuan 41 82
Total 50 100
Sumber data primer bulan April 2015
Berdasarkan tabel 3.2 di atas, sesuai karakteristik responden
berdasarkan jenis kelamin dapat disimpulkan bahwa sebagian besar
responden berjenis kelamin perempuan sebanyak 41 responden (82%).
47
c. Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan petugas
kesehatan di wilayah kerja puskesmas Kartasura.
Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan petugas
kesehatan dari 50 responden dapat dilihat pada tabel 3.3 di bawah ini.
Tabel 3.3. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Menurut
tingkat pendidikan di wilayah kerja puskesmas Kartasura.
No Pengetahuan Jumlah responden Presentase
(%)
1 SMA/SPK 5 10
2 Diploma 33 66
3 Sarjana 12 24
Total 50 100
data primer bulan April 2015
Berdasarkan tabel 3.3 di atas, sesuai karakteristik responden
berdasarkan tingkat pendidikan dapat disimpulkan bahwa sebagian
besar responden mempunyai jenjang pendidikan diploma sebanyak 33
responden (66%).
d. Karakteristik responden berdasarkan jenis petugas kesehatan di wilayah
kerja puskesmas Kartasura.
Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan petugas
kesehatan dari 50 responden dapat dilihat pada tabel 3.4 di bawah ini.
48
Tabel 3.4. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden menurut jenis
petugas kesehatan di wilayah kerja puskesmas Kartasura.
No Pengetahuan Jumlah responden Presentase
(%)
1 Dokter 8 16
2 Perawat 17 34
3 Bidan 25 50
Total 50 100
data primer bulan April 2015
Berdasarkan tabel 3.4 di atas, sesuai karakteristik responden
berdasarkan jenis petugas kesehatan dapat disimpulkan bahwa sebagian
besar responden adalah bidan sebanyak 25 responden (50%).
4.3 Tingkat pengetahuan petugas kesehatan tentang penyakit tuberkulosis
(TBC) di wilayah kerja puskesmas Kartasura.
Tingkat pengetahuan petugas kesehatan tentang penyakit
tuberkulosis (TBC) di wilayah kerja puskesmas Kartasura dari 50 responden
dapat lihat pada tabel 3.5 di bawah ini.
Tabel 3.5. Pengetahuan petugas kesehatan tentang penyakit
tuberkulosis (TBC) di wilayah kerja puskesmas
Kartasura.
No Pengetahuan Jumlah responden Presentase
(%)
1 Kurang 12 24
2 Cukup 3 6
3 Baik 35 70
Total 50 100
Sumber data primer bulan April 2015
49
Tabel 3.5 menunjukkan tingkat pengetahuan petugas kesehatan
tentang penyakit tuberkulosis (TBC) di wilayah kerja puskesmas Kartasura.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tingkat pengetahuan petugas
kesehatan tentang penyakit tuberkulosis (TBC) di wilayah kerja puskesmas
Kartasura sebagian besar responden berada pada tingkat pengetahuan baik
yaitu sebanyak 35 responden (70%).
4.4 Peranan petugas kesehatan dalam penemuan suspek TBC di wilayah kerja
puskesmas Kartasura.
Peranan petugas kesehatan dalam penemuan suspek TBC di
wilayah kerja puskesmas Kartasura dari 50 responden dapat lihat pada tabel
3.6 di bawah ini.
Tabel 3.5. Peranan petugas kesehatan dalam penemuan suspek
TBC di wilayah kerja puskesmas Kartasura.
No Peranan petugas
kesehatan
Jumlah responden Presentase (%)
1 Kurang 23 46
2 Cukup 12 24
3 Baik 15 30
Total 50 100
Sumber data primer bulan April 2015
Tabel 3.5 menunjukkan peranan petugas kesehatan dalam penemuan
suspek TBC di wilayah kerja puskesmas Kartasura. Dari hasil penelitian
dapat disimpulkan bahwa peranan petugas kesehatan dalam penemuan
suspek TBC di wilayah kerja puskesmas Kartasura sebagian besar
responden mempunyai peranan kurang yaitu sebanyak 23 responden (46%).
50
4.5 Hubungan tingkat pengetahuan petugas kesehatan tentang penyakit
tuberkulosis (TBC) dengan peranan dalam penemuan suspek TBC di
wilayah kerja puskesmas Kartasura.
Analisa yang dilakukan untuk mengetahui jawaban dari hipotesa
penelitian yang diajukan adalah analisis spearman yaitu hubungan tingkat
pengetahuan petugas kesehatan tentang penyakit tuberkulosis (TBC) dengan
peranan dalam penemuan suspek TBC di wilayah kerja puskesmas
Kartasura. Hasil analisis data adalah sebagai berikut.
Tabel 3.7. Analisa hubungan tingkat pengetahuan petugas
kesehatan tentang penyakit tuberkulosis (TBC)
dengan peranan dalam penemuan suspek TBC di
wilayah kerja puskesmas Kartasura.
Variabel Peran p-value rs
Kurang
n %
Cukup
n %
Baik
n %
Tingkat
pengeta-
huan
Kurang 12 52 0 0 0 0 0,00 0,635
Cukup 3 13 0 0 0 0
Baik 8 35 12 100 15 100
Total 23 100 12 100 15 100
Sumber data primer bulan April 2015
Hasil uji spearman diperoleh angka significancy 0.00 (nilai p<0.05) maka
berdasar nilai statistik tersebut dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha
diterima, sehingga ada hubungan tingkat pengetahuan petugas kesehatan
tentang penyakit tuberkulosis (TBC) dengan peranan dalam penemuan
suspek TBC di wilayah kerja puskesmas Kartasura.
51
BAB V
PEMBAHASAN
Berdasarkan penelitian dengan judul “Hubungan Tingkat Pengetahuan
Petugas Kesehatan tentang Penyakit Tuberkulosis (TBC) dengan Peranan
dalam Penemuan Suspek TBC di wilayah Kerja Puskesmas Kartasura”
dilaksanakan di wilayah Kerja Puskesmas Kartasura pada Desember 2014 -
Mei 2015 didapatkan hasil:
5.1 Karakteristik Responden.
Karakteristik responden dalam penelitian ini meliputi umur, jenis
kelamin dan tingkat pendidikan petugas kesehatan di wilayah kerja
puskesmas Kartasura. Adapun ketiga karakteristik responden dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
5.1.1 Karakteristik responden berdasarkan umur responden
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Puskesmas Kartasura
didapatkan hasil bahwa sebagian besar responden berada pada umur 30-
35 tahun sebanyak 16 responden (32%). Menurut Wawan dan Dewi
(2010) disebutkan bahwa, semakin cukup umur, tingkat kematangan dan
kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Hal
senada juga disebutkan oleh Widayat (2006) bahwa perubahan
perilaku/peran dapat disebabkan oleh proses pendewasaan melalui
pengalaman umur, individu yang bersangkutan telah melakukan adaptasi
terhadap lingkungan. Berbeda dengan hasil penelitian Supardi dalam
52
Widayat (2006) bahwa petugas kesehatan yang berumur dewasa tidak
menunjukkan peran penemuan suspek TBC yang lebih baik dibanding
dengaan umur yang lebih muda. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya
sebagian petugas kesehatan yang berumur dewasa (≥ 30 tahun)
melaksanakan praktik baik dan sebagian lagi melaksanakan praktik
sedang. Begitu juga petugas kesehatan yang berumur < 30 tahun sebagian
melaksanakan praktik baik dan sebagian melaksanakan praktik sedang.
Keadaan ini disebabkan karena petugas kesehatan puskesmas di
Kabupaten Blora rata- rata sudah berumur lebih dari 40 tahun sehingga
secara fisiologis terjadi penurunan kemampuan fisik dan mental. Faktor
lain adalah bertambahnya kegiatan dan tanggung jawab keluarga seiring
dengan bertambah umur, akan bertambah pula kebutuhan ekonomi untuk
biaya anaknya yang semakin besar dan kebutuhan rumah tangga lainnya.
5.1.2 Karakteristik reponden berdasarkan jenis kelamin
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di wilayah kerja
puskesmas Kartasura dengan 50 responden didapatkan hasil bahwa
sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan sebanyak 41
responden (82%). Hasil penelitian Widayat (2006) menunjukkah
bahwa tidak ada hubungan antara jenis kelamin responden dengan
peran petugas kesehatan. Hasil penelitian Widayat tidak sesuai dengan
teori Green (1991), dimana jenis kelamin termasuk faktor predisposing
terjadinya perubahan perilaku seseorang. Hal ini menggambarkan
bahwa meskipun jumlah petugas kesehatan laki-laki lebih banyak dari
53
pada perempuan, akan tetapi dalam hal praktik/peran dalam penemuan
suspek TBC tidak jauh berbeda. Petugas kesehatan di puskesmas
sebagian melaksanakan praktik dengan baik sebagian melaksanakan
praktik kurang baik. Begitu juga dengan petugas kesehatan yang
perempuan sebagian melaksanakan praktik baik sebagian melaksanakan
praktik kurang baik. Keadaan tersebut menunjukkan adanya persamaan
kedudukan antara laki-laki dan perempuan. Perempuan mendapatkan
kesempatan untuk memperoleh kedudukan yang sama dengan laki-laki
termasuk dalam peran penemuan suspek penderita TBC. Dengan
demikian baik tidaknya penemuan penemuan suspek TBC tidak ada
kaitannya dengan jenis kelamin.
5.1.3 Karakterisktik responden berdasarkan tingkat pendidikan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di wilayah kerja
puskesmas Kartasura dengan 50 responden didapatkan hasil bahwa
sebagian besar responden mempunyai jenjang pendidikan diploma
sebanyak 33 responden (66%). Menurut Notoatmojo (2010), disebutkan
bahwa tingkat pendidikan mempengaruhi pengetahuan seseorang.
Pendidikan merupakan upaya untuk memberikan pengetahuan sehingga
terjadi perubahan. Semakin tinggi tingkat pendidikannya semakin tinggi
pula tingkat pengetahuannya. Pernyataan ini sesuai dengan Widayat
(2006) dalam penelitiannya yang berjudul “ Pengaruh Karakteristik,
Pengetahuan dan Sikap Petugas Pemegang Program Tuberkulosis Paru
Puskesmas terhadap Penemuan Suspek TB Paru di Kabupaten Blora”
54
bahwa ada hubungan antar pengetahuan dengan praktik/peran petugas
dalam penemuan suspek TBC.
5.2 Tingkat pengetahuan petugas kesehatan tentang penyakit tuberkulosis
(TBC) di wilayah kerja puskesmas Kartasura.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Puskesmas Kartasura
didapatkan hasil bahwa tingkat pengetahuan petugas kesehatan tentang
penyakit tuberkulosis (TBC) di wilayah kerja puskesmas Kartasura paling
banyak adalah tingkat pengetahuan baik yaitu sebanyak 35 responden
(70%). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Widayat (2006) dalam
penelitiannya yang berjudul “ Pengaruh Karakteristik, Pengetahuan dan
Sikap Petugas Pemegang Program Tuberkulosis Paru Puskesmas terhadap
Penemuan Suspek TB Paru di Kabupaten Blora” bahwa tingkat
pengetahuan petugas kesehatan paling banyak adalah kategori baik yaitu
86,7%. Notoatmodjo (2007) menyebutkan bahwa tingkat pengetahuan
seseorang dipengaruhi oleh pendidikan, pengalaman, sumber informasi,
lingkungan budaya dan, sosial ekonomi. Menurut penelitian Widayat
(2006), didapatkan hasil bahwa tingkat pengetahuan petugas kesehatan
dipengaruhi oleh pendidikan responden, masa kerja respoden, tingkat
pelatihan petugas kesehatan.
55
5.3 Peranan petugas kesehatan dalam penemuan suspek TBC di wilayah kerja
puskesmas Kartasura.
Dari hasil penelitian didapatkan hasil bahwa peranan petugas
kesehatan dalam penemuan suspek TBC di wilayah kerja puskesmas
Kartasura paling banyak adalah kategori kurang yaitu sebanyak 23
responden (46%). Widayat (2006) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi peranan petugas kesehatan dalam penemuan suspek adalah
pengetahuan, sikap, tingkat pendidikan, pelatihan, masa kerja/pengalaman,
kebudayaan dan adanya supervisi pemegang program tuberkulosis.
Adapun Ja’far (2006) juga menyebutkan bahwa cakupan penemuan suspek
TBC oleh petugas kesehatan di puskesmas dipengaruhi oleh pengetahuan,
pelatihan TBC yang diikuti oleh petugas kesehatan, beban kerja, jarak
pelayanan dan supervisi pemegang program tuberkulosis. Peranan petugas
kesehatan dalam penemuan suspek TBC di wilayah kerja puskesmas
Kartasura paling banyak adalah peranan kurang disebabkan karena
pengalaman petugas kesehatan masih kurang, supervisi masih kurang,
beban kerja yang berat dan wilayah kerja puskesmas kartasura luas.
5.4 Hubungan tingkat pengetahuan petugas kesehatan tentang penyakit
tuberkulosis (TBC) dengan peranan dalam penemuan suspek TBC di
wilayah kerja puskesmas Kartasura.
Hasil analisis didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan antara
tingkat pengetahuan petugas kesehatan tentang penyakit tuberkulosis
(TBC) dengan peranan dalam penemuan suspek TBC di wilayah kerja
56
puskesmas Kartasura. Hasil analisis tersebut sesuai dengan penelitian
Widayat (2006) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh
Karakteristik, Pengetahuan dan Sikap Petugas Pemegang Program
Tuberkulosis Paru Puskesmas terhadap Penemuan Suspek TB Paru di
Kabupaten Blora” bahwa ada hubungan yang signifikan antara
pengetahuan petugas kesehatan dengan praktik/peranan penemuan suspek
TBC. Menurut Notoatmojo pengaruh pengetahuan terhadap praktik/peran
dapat bersifat langsung maupun melalui perantara sikap. Suatu sikap
belum terwujud dalam bentuk praktik. Agar terwujudnya sikap agar
menjadi suatu perbuatan yang nyata (praktik/peran) diperlukan faktor
pendukung atau kondisi yang memungkinkan. Menurut Ja’far (2006) juga
menyebutkan bahwa cakupan penemuan suspek TBC oleh petugas
kesehatan di puskesmas dipengaruhi oleh pengetahuan, pelatihan TBC
yang diikuti oleh petugas kesehatan, beban kerja, jarak pelayanan dan
supervisi pemegang program tuberkulosis.
Tingkat pengetahuan petugas kesehatan tentang penyakit
tuberkulosis (TBC) di wilayah kerja puskesmas Kartasura sebagian besar
responden berada pada tingkat pengetahuan baik yaitu sebanyak 35
responden (70%) sedangkan peranan petugas kesehatan dalam penemuan
suspek TBC di wilayah kerja puskesmas Kartasura sebagian besar
responden mempunyai peranan kurang yaitu sebanyak 23 responden
(46%) disebabkan oleh supervisi pemegang progam tuberkulosis yang
57
masih kurang, beban kerja yang berat dan wilayah kerja puskesmas
kartasura yang luas.
58
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang dilaksanakan di wilayah kerja puskesmas
Kartasura yang dilaksanakan pada bulan Desember 2014 - Mei 2015 tentang
hubungan tingkat pengetahuan petugas kesehatan tentang penyakit
tuberkulosis (TBC) dengan peranan dalam penemuan suspek TBC dapat
ditarik kesimpulan bahwa :
6.1.1 Karakteristik responden berdasarkan umur dapat disimpulkan bahwa
sebagian besar responden berada pada umur 30-35 tahun sebanyak 16
responden (32%), sebagian besar responden berjenis kelamin
perempuan sebanyak 41 responden (82%), sebagian besar responden
mempunyai jenjang pendidikan diploma sebanyak 33 responden
(66%).
6.1.2 Tingkat pengetahuan petugas kesehatan tentang penyakit tuberkulosis
(TBC) di wilayah kerja puskesmas Kartasura sebagian besar
responden berada pada tingkat pengetahuan baik yaitu sebanyak 35
responden (70%).
6.1.3 Peranan petugas kesehatan dalam penemuan suspek TBC di wilayah
kerja puskesmas Kartasura sebagian besar responden mempunyai
peranan kurang yaitu sebanyak 23 responden (46%).
58
59
6.1.4 Ada hubungan tingkat pengetahuan petugas kesehatan tentang
penyakit tuberkulosis (TBC) dengan peranan dalam penemuan suspek
TBC di wilayah kerja puskesmas Kartasura.
6.2 Saran
Dalam penelitian mengenai hubungan tingkat pengetahuan petugas
kesehatan tentang penyakit tuberkulosis (TBC) dengan peranan dalam
penemuan suspek TBC, dapat disimpulkan sebagai berikut :
6.2.1 Bagi petugas kesehatan
Petugas kesehatan yang mempunyai pengetahuan kurang hendaknya
mengikuti pelatihan tentang penyakit TBC dan bagi petugas kesehatan
yang masih berpendidikan SMA/SPK dapat melanjutkan
pendidikannya ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
6.2.2 Bagi puskesmas kartasura
Pihak puskesmas Kartasura hendaknya memberikan reward kepada
petugas kesehatan yang mempunyai peranan baik.
6.2.3 Bagi dinas kesehatan
Pihak dinas kesehatan hendaknya mengadakan pelatihan tentang
penyakit TBC secara periodik supaya semua tenaga kesehatan yang
belum mengikuti pelatihan mendapat kesempatan mengikuti pelatihan
dan dengan metode pelatihan yang variatif supaya peserta yang
mengikuti pelatihan mempunyai peserta lebih tertarik dan petugas
kesehatan dapat menambah pengetahuannya secara maksimal.
60
6.2.4 Penelitian selanjutnya
Penelitian selanjutnya hendaknya mengadakan penelitian dengan
responden yang lebih banyak dan cakupan wilayah kerja yang lebih luas
dari penelitian ini serta dapat mengembanngkan penelitian tentang
faktor lain yang mempengaruhi peranan petugas dalam penemuan
suspek TBC yaitu sikap, tingkat pendidikan, pelatihan, masa kerja,
kebudayaan dan adanya supervivi wasor.
61
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Rineka.
Jakarta.
Darwis dan Sudarwan, D., 2003. Metodelogi Penelitian Kebidanan. EGC. Jakarta.
Dewi dan Wawan. 2010 . Teori & Pengukuran Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku
Manusia. Nuha Medika. Yogyakarta.
Firdaus, K. 2012. “Pengaruh Peranan Pengawas Menelan Obat (PMO) terhadap
Keberhasilan pengobatan TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Baki
Sukoharjo ”. Skripsi. Tidak diterbitkan. Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
Hidayat, A. 2007. Metode Penelitian Kebidanan dan Tekhnik Analisis Data.
Salemba Medika. Jakarta.
Indonesia. Kemenkes Kesehatan R.I. 2012, Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
Tuberkulosis. Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan, Jakarta.
Indonesia. Kemenkes Kesehatan R.I. 2012, Jejaring Program Pengendalian
Tuberkulosis. Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan, Jakarta.
Indonesia. Kemenkes Kesehatan R.I. 2012, Komunikasi, Informasi dan Edukasi
Tuberkulosis. Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan, Jakarta.
Indonesia. Kemenkes Kesehatan R.I. 2012, Monitoring dan Evaluasi Program
Pengendalian Tuberkulosis. Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan, Jakarta.
Indonesia. Kemenkes Kesehatan R.I. 2012, Program Pengendalian Tuberkulosis.
Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan,
Jakarta.
Ja’far. 2007. “Beberapa Faktor yang Berkaitan dengan Cakupan Penemuan
Suspek Tuberkulosis Paru Oleh Petugas Puskesmas di Kabupaten Tanjung
Jabur Timur Provinsi Jambi ”. Skripsi. Tidak diterbitkan.
Machfoed, I. 2009. Metodelogi Penelitian. Fitramaya. Yogyakarta.
62
Mifbakhudin, dkk. 2013. “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kesembuhan
Penyakit Tuberkulosis (TBC) Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Mangkang
Semarang Barat”. Artikel Ilmiah,
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=98549&val=5089
diakses tanggal 7 Januari 2014
Puri, N. 2010. “Hubungan Kinerja Pengawas Minum Obat (PMO) dengan
Kesembuhan Pasien TB Paru Kasus Baru Strategi DOTS”. Skripsi. Tidak
diterbitkan. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.
Notoatmodjo, S. 2007. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. 2007. Metodologi Penelitian Kesehatan (edisi revisi). Jakarta :
Rineka Cipta.
Priyanto, D. 2009. Mandiri Belajar SPSS. Mediakom. Yogyakarta.
Rahmawati, E. & Atikah, P., 2011. Perlaku Hidup Bersih dan Sehat. Nuha
Medika. Yogyakarta.
Salamah dan Suyanto. 2008. Riset Kebidanan Metodelogi dan Aplikasi. Mitra
Cendikia press. Yogyakarta.
Saryono dan Setiawan, A. 2010. Metodelogi Penelitian Kebidanan D III, D IV, S1
dan S2. Muhamedika. Yogyakarta.
Suwandi, dkk. 2014. “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Angka
Kesembuhan dan Angka Penemuan Kasus Tuberkulosis di Kota
Semarang Tahun 2014”. Artikel Ilmiah. Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
http://eprints.dinus.ac.id/6659/1/jurnal_13746.pdf. Diakses tanggal 7
Januari 2014.
Sugiono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R & D. Alfabeta.
Bandung.
Wahyudi, E. 2010. “Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Motivasi Kader dengan
Penemuan Suspek Tuberkulosis Paru di Puskesmas Sanankulon”. Tesis.
Tidak diterbitkan. Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
63
Widayat, E. 2006. “Pengaruh Karakteristik, Pengetahuan dan Sikap Petugas
Pemegang PrograTuberkulosis paru Puskesmas terhadap Penemuan
Suspek TB Paru di Kabupaten Blora”. Tesis. Tidak diterbitkan. Program
Pascasarjana Universitas Diponegoro.
Widoyono. 2008. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan &
Pemberantasan. Erlangga. Semarang