repository.uinjkt.ac.id · HUBUNGAN SANITASI DASAR DENGAN KELUHAN DIARE PADA BALITA DI PERMUKIMAN...
Transcript of repository.uinjkt.ac.id · HUBUNGAN SANITASI DASAR DENGAN KELUHAN DIARE PADA BALITA DI PERMUKIMAN...
HUBUNGAN SANITASI DASAR DENGAN KELUHAN DIARE PADA
BALITA DI PERMUKIMAN PESISIR KAMPUNG BLOK EMPANG MUARA
ANGKE TAHUN 2017
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
LUTHFI ROFIANA
1113101000103
PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2017
i
ii
iii
iv
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN
Skripsi, Desember 2017
LUTHFI ROFIANA
Hubungan Sanitasi Dasar Dengan Keluhan Diare Pada Balita di
Permukiman Pesisir Kampung Blok Empang Muara Angke Tahun 2017
(xvi + 94 halaman, 2 bagan, 1 gambar, 16 tabel , 3 lampiran)
ABSTRAK
Sanitasi dasar adalah sanitasi minimum yang diperlukan untuk
menyediakan lingkungan sehat dan pengawasan berbagai faktor lingkungan yang
mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Ruang lingkup sanitasi dasar
meliputi sarana air bersih, jamban sehat, pengelolaan saluran pembuangan air
limbah dan sarana pembuangan sampah. Masyarakat yang tinggal di daerah
sanitasi buruk dapat menyebabkan penyakit diare.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara sanitasi dasar
dengan keluhan diare pada balita di permukiman pesisir Kampung Blok Empang
Muara Angke. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan
kuantitatif. Desain penelitian ini menggunakan cross sectional dengan sampel
sebanyak 102 balita.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa proporsi keluhan diare pada balita
sebanyak 42,2%. Sarana air bersih 100% memenuhi syarat, kepemilikan jamban
sehat yang tidak memenuhi syarat sebanyak 41,2%, sarana pembuangan air
limbah yang tidak memenuhi syarat sebanyak 82,4% dan sarana pembuangan
sampah yang tidak memenuhi syarat sebanyak 94,1%. Sanitasi dasar yang
berhubungan secara signifikan dengan kejadian diare adalah sarana pembuangan
sampah, sedangkan jamban sehat dan saluran pembuangan air limbah tidak
terdapat hubungan yang signifikan dengan keluhan diare pada balita. Hubungan
sarana air bersih dengan keluhan diare pada penelitian ini tidak dapat dianalisis
secara statistik karena data homogen.
Perlu adanya peningkatan sarana pengelolaan sampah rumah tangga
dengan pengadaan tempat pengelolaan sampah di setiap gang/kelompok. Peran
serta Dinas Kesehatan dan Puskesmas untuk memberikan informasi mengenai
pentingnya sanitasi dasar dan dampak terhadap kesehatan.
Kata Kunci: Sanitasi Dasar, diare, balita
Daftar Bacaan : 66 (1949-2016)
v
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
DEPARTEMENT OF PUBLIC HEALTH
AJOR OF ENVIRONMENTAL HEALTH
Under Graduate Thesis, Desember 2017
LUTHFI ROFIANA, NIM 1113101000103
Relationship of Basic Sanitation and symtoms of Diarrhea In Children under
five years in Coastal Settlements Kampung Empang Muara Angke 2017
(xvi + 94 pages, 2 charts, 1 picture, 16 tables , 3 attachments)
ABSTRACT
Basic sanitation is the minimum sanitation needed to provide a healthy
environment and supervision of various environmental factors that affect public
health status. The scope of basic sanitation includes clean water facilities, health
latrines, sewerage and waste disposal facilities. Communities living in poor
sanitary areas can cause diarrhea diseases.
This study aims to determine the relationship between basic sanitation
with diarrhea complaints in children in the coastal settlements of Kampung Blok
Empang Muara Angke. This research is descriptive study with quantitative
approach. The design of this study using cross sectional with a sample of 102
children under five years.
The results of this study indicate that the proportion of diarrhea
complaints in children under five years as much as 42.2%. one hundred percent
clean water facilities are eligible, unqualified health latrine ownership (41,2%),
unqualified waste water disposal facilities (82.4%) and inadequate waste disposal
facilities (94.1%). The basic sanitation that is significantly related to the incidence
of diarrhea is a waste disposal facility, whereas healthy latrines and sewerage are
not significantly associated with diarrhea complaints in children under five years.
The relationship of clean water facilities with diarrhea complaints can not be
analyzed statistically because the data is homogeneous
It is necessary to increase sanitation facilities especially in household
waste management facilities with the provision of waste management sites in each
neighborhood association or alley. The role of Public Health Office and
Community Health Center to provide information on the importance of basic
sanitation and health impacts.
Keywords: Basic Sanitation, diarrhea, children under five years
Reading List: 66 (1949-2016)
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Data Pribadi
Nama Lengkap : Luthfi Rofiana
Tempat, Tanggal Lahir : Magelang, 02 Februari 1995
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alama : Karangsari 001/013 Kel. Tanggulrejo Kec.
Tempuran Magelang, 56161
Email : [email protected]
No.Hp : 085743073050
Riwayat Pendidikan
2001-2007 SDN Tanggulrejo 01 Magelang
2007 – 2010 MTs Sunan Pandanaran Yogyakarta
2010-2013 MA Sunan Pandanaran Yogyakarta
2013-2017 Program Studi Kesehatan Masyarakat Peminatan
Kesehatan Lingkungan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
Pengalaman Organisasi
2014 Sekretaris II CSSMoRA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2014 Staf Ahli Departemen Pengembangan Ekonomi BEM FKIK
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2015 Sekretaris I CSSMoRA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2015 Staf Ahli Bidang Pengabdian Masyarakat DEMA FKIK
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2015 Koordinator Skill and Knowledge Greenpeace Youth
Indonesia
vii
2016 Koordinator Pengabdian Masyarakat ENVIHSA UIN
Jakarta
2016-2017 Research Officer Plastic Debris Greenpeace Youth
Indonesia
Pengalaman Praktik Kerja
2016 Pengalaman Belajar Lapangan di Puskesmas Kecamatan Cisauk,
Kota Tangerang
2017 Praktik kerja di bagian Enviromental Compliance di PT. Prasadha
Pamunah Limbah Industri
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kekuatan
kepada penulis dalam penulisan skripsi yang berjudul “Hubungan Sanitasi Dasar
Dengan Keluhan Diare Pada Balita di Permukiman Pesisir Kampung Blok
Empang Muara Angke Tahun 2017”. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi
salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada:
1. Kementerian Agama selaku pemberi beasiswa kepada penulis sehingga
penulis dapat menempuh pendidikan perkuliahan hingga menjadi sarjana
2. Kedua Orang tua Bapak Muhajir dan Ibu Lilik Sholichah, Kakak tercinta
Laily Rochmania dan Santi Mulyawati yang telah memberikan dukungan
penuh, motivasi serta do‟a yang terus menerus untuk penulis
3. Ibu Dewi Utami Iriani, Ph.D selaku pembimbing skripsi yang telah
memberikan arahan dan membimbing penulis dalam penyusunan skripsi
hingga terselesaikan dengan baik
4. Bapak Prof. Dr. H. Arif Sumantri, S.KM, M.Kes selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5. Ibu Dr. Ela Laelasari, M.Kes dan Ibu Siti Rahma Lubis, M.KKK selaku
penguji yang telah memberikan saran untuk perbaikan penyusunan laporan
skripsi
ix
6. Pihak Puskesmas Kelurahan Pluit dan ibu-ibu Kader Posyandu Kerang
Hijau yang telah memberikan izin penelitian dan membantu dalam
pengambilan data penelitian
7. Dzul Faridah, Khadziyatul, Sonia Nur Anggraeni, Ririn Novitasari yang
telah membantu pengambilan data dan memberikan motivasi kepada
penulis selama penyusunan skripsi
8. Teman-teman CSSMoRA UIN Jakarta, Kesehatan Masyarakat 2013 dan
ENVIHSA 5 yang telah memberikan motivasi kepada penulis
Penulis menyadari bahwa skripsi ini sangat jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dalam penyusunan
skripsi ini sehingga penulis dapat memperbaiki. Semoga skripsi ini dapat
bermanfaat. Amiin
Jakarta, November 2018
Luthfi Rofiana
x
DAFTAR ISI
PERNYATAAN PERSETUJUAN ....................................... Error! Bookmark not defined.
ABSTRAK ............................................................................................................................. iv
ABSTRACT ............................................................................................................................ v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................................................ vi
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ viii
DAFTAR ISI ........................................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ............................................................................................................... xiii
DAFTAR BAGAN .............................................................................................................. xv
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................. 7
1.3 Pertanyaan Penelitian ............................................................................................. 8
1.4 Tujuan ...................................................................................................................... 9
1.4.1 Tujuan Umum ................................................................................................. 9
1.4.2 Tujuan Khusus ................................................................................................ 9
1.5 Manfaat Penelitian................................................................................................10
1.6 Ruang Lingkup .....................................................................................................11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................12
2.1 Penyakit Diare.......................................................................................................12
2.1.1 Etiologi diare .................................................................................................12
2.1.2 Jenis Diare .....................................................................................................14
2.1.3 Gejala dan akibat diare ................................................................................14
2.2 Sanitasi ...................................................................................................................16
2.2.1 Definisi Sanitasi ............................................................................................16
2.2.2 Sarana Sanitasi Dasar ...................................................................................16
2.2.3 Sarana air bersih ...........................................................................................17
2.2.4 Jamban Rumah Tangga ...............................................................................21
2.2.5 Tempat pembuangan akhir tinja .................................................................25
xi
2.2.6 Sarana pembuangan air limbah ...................................................................27
2.2.7 Sarana pembuangan sampah .......................................................................29
2.3 Faktor Host/Individu ............................................................................................31
2.4 Permukiman Pesisir ..............................................................................................33
2.5 Kerangka Teori .....................................................................................................35
BAB III KERANGKA TEORI DAN DEFINISI OPERASIONAL ..............................38
3.1 Kerangka Konsep .................................................................................................38
3.2 Definisi Operasional ............................................................................................39
3.3 Hipotesis ................................................................................................................41
BAB IV METODE PENELITIAN ....................................................................................42
4.1 Desain Penelitian ..................................................................................................42
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ..............................................................................42
4.3 Populasi dan Sampel ............................................................................................43
4.4 Teknik pengambilan sampel ...............................................................................44
4.5 Pengumpulan Data ...............................................................................................45
4.6 Uji Validitas ..........................................................................................................46
4.7 Pengolahan Data ...................................................................................................46
4.8 Instrumen penelitian .............................................................................................51
4.9 Analisis Data .........................................................................................................51
BAB V HASIL PENELITIAN ...........................................................................................53
5.1 Gambaran Umum Wilayah Penelitian ...............................................................53
5.2 Analisis Univariat .................................................................................................55
5.2.1 Keluhan Diare pada Balita ..........................................................................55
5.2.2 Gambaran Karakteristik Responden ..........................................................56
5.2.3 Sarana Air Bersih .........................................................................................57
5.2.4 Jamban Sehat Rumah Tangga .....................................................................59
5.2.5 Sarana Pembuangan Air Limbah ................................................................62
5.2.6 Sarana Pembuangan Sampah ......................................................................62
5.3 Analisis Bivariat ...................................................................................................63
5.3.1 Hubungan Antara Sanitasi Air Bersih Dengan Keluhan Diare Pada
Balita 64
5.3.2 Hubungan Antara Jamban Sehat dengan Keluhan Diare pada Balita ..64
xii
5.3.3 Hubungan Antara Saluran Pembuangan Air Limbah dengan
Keluhan Diare pada Balita ..........................................................................................65
5.3.4 Hubungan Antara Sarana Pembuangan Sampah dengan Keluhan
Diare pada Balita ..........................................................................................................67
BAB VI PEMBAHASAN .................................................................................................. 69
6.1 Keterbatasan Penelitian .......................................................................................69
6.2 Gambaran Keluhan Diare pada Balita ...............................................................69
6.3 Analisis Hubungan Sarana Air Bersih dengan Keluhan Diare pada Balita ..73
6.4 Analisis Hubungan Jamban Sehat dengan Keluhan Diare pada Balita .........75
6.5 Analisis Hubungan Saluran Pembuangan Air Limbah dengan Keluhan
Diare pada Balita ..............................................................................................................79
6.6 Analisis Hubungan Sarana pembuangan sampah dengan Keluhan Diare
pada Balita .........................................................................................................................82
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ...............................................................................86
7.1 Simpulan ................................................................................................................86
7.2 Saran .......................................................................................................................87
7.2.1 Bagi Instansi Pemerintah .............................................................................87
7.2.2 Bagi masyarakat Kampung Blok Empang ................................................88
7.2.3 Bagi peneliti selanjutnya .............................................................................88
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................................89
LAMPIRAN .........................................................................................................................94
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Tabel Perhitungan Sampel .......................................................................... 44
Tabel 4.2 Tabel Koding Hubungan Sanitasi Dasar dengan Keluhan Diare pada Balita
di Permukiman Pesisir Kampung Blok Empang Muara Angke Tahun 2017 ............. 48
Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Keluhan Diare Pada Balita di
Permukiman Pesisir Kampung Blok Empang Muara Angke Tahun 2017 ................. 55
Tabel 5.2 Distribusi Karakteristik Responden di Permukiman Pesisir Kampung Blok
Empang Muara Angke Tahun 2017 ............................................................................ 56
Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Sarana Air Bersih Di Permukiman
Pesisir Kampung Blok Empang Muara Angke Tahun 2017 ....................................... 58
Tabel 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Sarana Air Bersih Di Permukiman
Pesisir Kampung Blok Empang Muara Angke Tahun 2017 ....................................... 58
Tabel 5.5 Distribusi Responden Berdasarkan Jarak Sumber Air Tanah dengan Septic
Tank di Permukiman Pesisir Kampung Blok Empang Muara Angke Tahun 2017 .... 58
Tabel 5.6 Distribusi Responden Berdasarkan Sumber Air Minum Di Permukiman
Pesisir Kampung Blok Empang Muara Angke Tahun 2017 ....................................... 59
Tabel 5.7 Distribusi Responden Berdasarkan Jamban Sehat di Permukiman Pesisir
Kampung Blok Empang Muara Angke Tahun 2017................................................... 60
Tabel 5.8 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Jamban di Permukiman Pesisir
Kampung Blok Empang Muara Angke Tahun 2017................................................... 60
Tabel 5.9 Distribusi Responden Berdasarkan Ketersediaan Septic Tank di
Permukiman Pesisir Kampung Blok Empang Muara Angke Tahun 2017 ................. 61
xiv
Tabel 5.10 Distribusi Responden Berdasarkan Kebiasaan Buang Air Besar di
Permukiman Pesisir Kampung Blok Empang Muara Angke Tahun 2017 ................. 61
Tabel 5.11 Distribusi Responden Berdasarkan Kondisi Sarana Pembuangan Air
Limbah (SPAL) di Permukiman Pesisir Kampung Blok Empang Muara Angke
Tahun 2017 ................................................................................................................. 62
Tabel 5.12 Distribusi Responden Berdasarkan Sarana Pembuangan Sampah di
Permukiman Pesisir Kampung Blok Empang Muara Angke Tahun 2017 ................. 62
Tabel 5.13 Distribusi Responden Berdasarkan Kebiasaan Pembuangan Sampah di
Permukiman Pesisir Kampung Blok Empang Muara Angke Tahun 2017 ................. 63
Tabel 5.14 Hubungan Antara Jamban Sehat dengan Keluhan Diare pada Balita di
Permukiman Pesisir Kampung Blok Empang Muara Angke Tahun 2017 ................. 64
Tabel 5.15 Hubungan Antara Saluran Pembuangan Air Limbah Dengan Keluhan
Diare Pada Balita Di Permukiman Pesisir Kampung Blok Empang Muara Angke
Tahun 2017 ................................................................................................................. 66
Tabel 5.16 Hubungan Antara Sarana Pembuangan Sampah dengan Keluhan Diare
pada Balita di Permukiman Pesisir Kampung Blok Empang Muara Angke Tahun
2017 ............................................................................................................................. 67
xv
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Kerangka Teori .......................................................................................... 37
Bagan 3.1 Kerangka Konsep ....................................................................................... 38
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 5.1 Peta Kampung Blok Empang Muara Angke Jakarta Utara ..................... 54
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sanitasi dasar merupakan syarat kesehatan lingkungan minimal yang
harus dimiliki oleh setiap keluarga untuk memenuhi keperluan sehari-hari.
Menurut World Health Organization (1992) sanitasi adalah keadaan atau
kondisi yang dapat memengaruhi kesehatan terutama mengenai kotoran
manusia dan infeksi yang secara khusus berkaitan dengan drainase,
pembuangan kotoran dan sampah dari rumah tangga. Sanitasi juga mempunyai
arti pemeliharaan kondisi yang higienis seperti sarana pengelolaan sampah dan
saluran pembuangan air limbah domestik. Sedangkan sanitasi dasar adalah
sanitasi minimum yang diperlukan untuk menyediakan lingkungan sehat yang
memenuhi syarat kesehatan dan menitikberatkan pada pengawasan berbagai
faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat (Azwar,
1995). Ruang lingkup sanitasi dasar rumah tangga meliputi pembuangan
kotoran manusia (jamban), penyediaan air bersih, pengelolaan sampah dan
saluran pembuangan air limbah.
Sanitasi mempunyai peranan penting dalam mewujudan rumah sehat dan
sebagai penunjang untuk mencegah penyakit berbasis lingkungan. Laporan
UNICEF dan WHO tahun 2015 terkait fasilitas sanitasi terdapat 2,4 milyar
manusia di dunia masih menggunakan fasilitas sanitasi yang buruk. Menurut
2
Laporan Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2015 persentase rumah tangga yang
memiliki akses terhadap sanitasi layak adalah sebesar 62,14%. Hasil ini belum
memenuhi target Rencana Strategi Kementrian Kesehatan yaitu sebesar 75%.
Provinsi dengan persentase rumah tangga yang memiliki akses sanitasi layak
tertinggi terdapat di DKI Jakarta sebesar 86,81%, Yogyakarta sebesar 82,54%
sedangkan persentase terendah terdapat pada provinsi Nusa Tenggara Timur
sebesar 23,90%.
Sanitasi berhubungan dengan kesehatan lingkungan yang dapat
mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Dampak dari rendahnya tingkat
cakupan sanitasi dapat menurunkan kualitas lingkungan hidup masyarakat,
tercemarnya sumber air minum bagi masyarakat, meningkatnya penularan
penyakit berbasis lingkungan seperti diare (Kementerian Kesehatan, 2016).
Masyarakat yang tinggal di daerah sanitasi buruk, air dan higienitas yang tidak
mencukupi dapat menyebabkan kematian akibat diare. WHO mengestimasikan
sebesar 1,8 juta kematian setiap tahun akibat penyakit diare. Kematian akibat
diare paling banyak terjadi pada anak usia lima tahun (balita) dengan tingkat
malnutrisi dan kemiskinan yang tinggi (UNICEF, 2012). Berdasarkan laporan
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, period prevalens penyakit diare
di Indonesia mencapai 3,5% dan paling banyak menyerang pada balita.
Penyakit diare diestimasikan berhubungan dengan sarana air bersih, dan
ketersediaan fasilitas sanitasi dasar.
3
Ketersediaan air bersih sangat penting untuk memenuhi kebutuhan sehari-
hari seperti mandi, cuci, kakus, dan untuk dikonsumsi. Sarana air bersih harus
memenuhi persyaratan agar air tidak terkontaminasi. Sarana air bersih yang
memenuhi persyaratan adalah sumber air terlindungi yang mencakup PDAM,
sumur pompa, sumur gali dan mata air terlindungi (Kementerian Kesehatan,
2016). Air yang yang terkontaminasi dapat mengganggu kesehatan masyarakat
seperti diare. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dini et al. (2013)
bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara sarana air bersih dengan
kejadian diare pada balita. Reponden dengan sumber air tidak sehat mempunyai
risiko 3,7 kali mengalami diare dibandingkan responden dengan sumber air
yang sehat.
Diare dapat disebabkan oleh buruknya perilaku buang air besar (BAB)
sembarangan di masyarakat dan penggunaa fasilitas BAB yang belum merata.
Berdasarkan data Riskesdas tahun 2013, diketahui bahwa rumah tangga di
Indonesia menggunakan fasilitas buang air besar milik sendiri sebesar 76,2%,
milik bersama 6,7% dan fasilitas umum 4,2%. Meskipun sebagian besar rumah
tangga memiliki fasilitas BAB, masih terdapat rumah tangga yang tidak
memiliki fasilitas BAB sehingga melakukan BAB sembarangan yaitu sebesar
12,9%. Padahal salah satu target dari Sustainable Development Goals (SDGs)
adalah eliminasi perilaku BAB sembarangan (Kementerian Kesehatan, 2015).
Eliminasi perilaku dari BAB sembarangan menjadi prioritas untuk
4
meningkatkan kesehatan, gizi dan produktivitas masyarakat di negara
berkembang.
Sampah dan pengelolaan sampah mempunyai peranan penting dalam
tercapainya lingkungan yang bersih dan tercapainya sanitasi masyarakat.
Pengelolaan sampah yang baik yaitu dengan menggunakan 3R yaitu reuse,
reduce dan recycle. Sampah dan pengelolaan sampah di Indonesia umumnya
dikelola dengan cara dibakar (50,1%) dan hanya 24,9% rumah tangga yang
pengelolaan sampahnya diangkut oleh petugas. Cara lain pengelolaan sampah
rumah tangga dengan cara ditimbun dalam tanah (3,9%), dibuat kompos
(0,9%), dibuang ke kali/parit/laut (10,4%) dan dibuang sembaarangan (9,7%)
(Riskesdas 2013). Pengelolaan sampah kini menjadi masalah yang kian
mendesak, sebab apabila tidak dilakukan penanganan yang baik dapat
mengakibatkan terjadinya pencemaran lingkungan seperti pencemaran air,
tanah dan udara serta dapat menganggu kesehatan masyarakat. Timbulan
sampah akan mengundang binatang pembawa penyakit seperti tikus dan lalat
yang dapat berpotensi terjangkit penyakit pes, tifus, diare (Santosa, 2008;
Hermawati, 2015).
Terdapat kesenjangan antara ketersediaan sarana sanitasi perkotaan dan
pedesaan. Berdasarkan laporan UNICEF dan WHO (2015) sekitar 82%
masyarakat urban telah menggunakan fasilitas sanitasi yang memadai,
sedangkan masyarakat pedesaan yang menggunakan fasilitas sanitasi sekitar
51%. Perbedaan pencapaian fasilitas sanitasi masyarakat urban lebih tinggi di
5
bandingkan dengan masyarakat rural. Namun, masyarakat urban atau perkotaan
yang berada di pinggiran kota masih terdapat fasilitas sanitasi yang tidak
memadai dan berada pada kondisi kumuh. Daerah kumuh perkotaan, sanitasi
yang tidak memadai, praktik kebersihan buruk, kepadatan penduduk yang
berlebihan serta air yang terkontaminasi dapat menciptakan kondisi pemukiman
yang tidak sehat (UNICEF, 2012).
Pertumbuhan penduduk di perkotaan yang tidak seimbang dengan
ketersediaan lahan untuk tempat tinggal mengakibatkan banyak masyarakat
yang tinggal pesisir laut atau pantai. Hampir sekitar 60% jumlah penduduk di
kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Semarang, Semarang, Medan
menyebar ke daerah pesisir (Imroatus et al, 2015). Banyaknya masyarakat yang
tinggal di pesisir pantai/laut dan keadaan lingkungan sekitar tidak diperhatikan
sehingga mengakibatkan munculnya permukiman kumuh dipesisir laut.
Salah satu permukiman pesisir kota Jakarta yang digunakan sebagai
pemukiman adalah Kampung Blok Empang Muara Angke di Jakarta Utara
yang terletak di pesisir Teluk Jakarta. Kondisi sanitasi dasar masyarakat
Kampung Blok Empang Muara Angke masih tergolong kurang memadai dari
segi sarana air bersih, jamban, sarana pengelolaan sampah dan sarana
pengolahan air limbah.
Hasil observasi serta wawancara peneliti dengan Kepala Kampung Blok
Empang Muara Angke menenerangkan bahwa sarana air bersih yang digunakan
6
masyarakat setempat adalah air sumur dalam dan PAM (Penyediaan Air Minum).
Sumber air yang berasal dari sumur dalam digunakan secara berkelompok yaitu
satu sumur digunakan untuk 30 rumah. Rumah yang jauh dari sumur
menggunakan air PAM. Air PAM tersebut belum menggunakan sistem
perpipaan sehingga distribusinya menggunakan jasa tukang air keliling dengan
memungut biaya per rumah. Biaya yang dikeluarkan untuk 1 jerigen air sebesar
Rp 2.000 dan rata-rata mayarakat membeli air 6-10 jerigen per hari. Air sumur
tersebut hanya digunakan untuk keperluan mandi, cuci dan kakus, sedangkan
untuk keperluan memasak menggunakan air PAM dan air isi ulang.
Fasilitas BAB masyarakat Kampung Blok Empang menggunakan jamban
keluarga dan MCK (Mandi, Cuci, Kakus) umum yang digunakan secara bersama-
sama. Namun masih terdapat masyarakat yang BAB di pinggir laut.
Kepemilikan sarana pengolahan air limbah domestik belum semua rumah
mempunyai drainase. Berdasarkan hasil observasi masih terdapat air limbah
domestik yang menggenang di sekitar halaman rumah.
Sarana pengelolaan sampah di Kampung Blok Empang tidak terdapat
fasilitas tempat penampungan sampah sementara di setiap gang/kelompok, tidak
terdapat gerobak pengangkut sampah dan tidak terdapat pengangkutan sampah
oleh petugas kebersihan. Masih terdapat masyarakat yang membakar sampah,
menimbun sampah untuk penambahan daratan (reklamasi) serta membuang
sampah ke laut.
7
Kondisi sanitasi dasar yang kurang memadai dapat mngakibatkan
penyakit berbasis lingkungan seperti diare. Berdasarkan data dari Profil
Puskesmas Kelurahan Pluit tahun 2016, diare menduduki peringkat kedua
(6,3%), setelah ISPA (68%), disusul dengan penyakit kulit infeksi (5,3%) dan
penyakit kulit alergi (5,1%). Berdasarkan Rekap 10 penyakit terbesar di
Puskesmas Kelurahan Pluit dari bulan Januari sampai Juni 2017, penyakit diare
menduduki peringkat ketiga yaitu dengan jumlah 481 kasus (6,9%). Penyakit
diare mengalami peningkatan dari tahun 2016 sampai Juni 2017. Kasus diare
terbanyak terjadi pada balita usia 1-4 tahun sebesar 173 kasus (35,9%).
Berdasarkan hasil studi pendahuluan dan uraian tersebut, peneliti tertarik
untuk mengkaji sanitasi dasar dan keluhan penyakit diaredipemukiman pesisir di
Kampung Blok Empang Muara Angke Jakarta Utara.
1.2 Rumusan Masalah
Sanitasi dasar merupakan syarat kesehatan lingkungan minimal yang
harus dimiliki oleh setiap keluarga untuk memenuhi keperluan sehari-hari.
Ruang lingkup sanitasi meliputi sarana air bersih, jamban rumah tangga,
sarana pembuangan air limbah dan sarana pengelolaan sampah. Pemenuhan
syarat sanitasi dasar dapat mencegah penyakit berbasis lingkungan seperti
diare.
Menurut Laporan Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2015 presentasi
rumah tangga yang memiliki akses terhadap sanitasi layak sebesar 62,14%.
8
Hasil ini belum memenuhi target Renstra Kementrian Kesehatan yaitu 75%
(Kementerian Kesehatan, 2016). Kondisi sanitasi dasar rumah tangga di
Indonesia pada beberapa daerah masih rendah salah satunya pada pemukiman
pesisir. Pemukiman pesisir di kota Jakarta salah satunya adalah Kampung
Blok Empang Muara Angke yang terletak di pesisir teluk Jakarta. Kampung
Blok Empang Muara Angke termasuk dalam pemukiman padat penduduk
dengan kondisi sanitasi dasar masih tergolong rendah dari segi sarana air
bersih, jamban, sarana pengelolaan sampah dan sarana pengolahan air limbah.
Berdasarkan permasalahan tersebut, perlunya analisis terkait hubungan
sanitasi dasar dengan keluhan penyakit diare pada balita di permukiman
pesisir Kampung Blok Empang Muara Angke.
1.3 Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran keluhan penyakit diare pada balita di permukiman
pesisir Kampung Blok Empang Muara Angke?
2. Bagaimana gambaran sarana air bersih masyarakat di permukiman pesisir
Kampung Blok Empang Muara Angke?
3. Bagaiamana gambaran jamban rumah sehat di permukiman pesisir
Kampung Blok Empang Muara Angke?
4. Bagaimana gambaran sarana pembuangan air limbah di permukiman pesisir
Kampung Blok Empang Muara Angke?
5. Bagaimana gambaran sarana pembuangan sampah rumah tangga di
permukiman pesisir Kampung Blok Empang Muara Angke?
9
6. Bagaimana hubungan antara sarana air bersih dengan keluhan diare pada di
permukiman pesisir Kampung Blok Empang Muara Angke?
7. Bagaimana hubungan antara jamban rumah tangga keluhan diare pada di
permukiman pesisir Kampung Blok Empang Muara Angke?
8. Bagaimana hubungan antara sarana pembuangan air limbah dengan keluhan
diare pada balita di permukiman pesisir Kampung Blok Empang Muara
Angke?
9. Bagaimana hubungan antara sarana pembuangan sampah dengan keluhan
diare pada balita di permukiman pesisir Kampung Blok Empang Muara
Angke?
1.4 Tujuan
1.4.1 Tujuan Umum
Mengetahui hubungan sanitasi dasar dengan keluhan diare pada balita
di permukiman pesisir Kampung Blok Empang Muara Angke.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui gambaran keluhan penyakit diare pada balita di
permukiman pesisir Kampung Blok Empang Muara Angke
2. Mengetahui gambaran sarana air bersih masyarakat di permukiman
pesisir Kampung Blok Empang Muara Angke
3. Mengetahui gambaran jamban rumah tangga di permukiman pesisir
Kampung Blok Empang Muara Angke
10
4. Mengetahui gambaran sarana pembuangan air limbah di permukiman
pesisir Kampung Blok Empang Muara Angke
5. Mengetahui gambaran sarana pembuangan sampah rumah tangga di
permukiman pesisir Kampung Blok Empang Muara Angke
6. Mengetahui hubungan sarana air bersih dengan keluhan diare pada
balita di permukiman pesisir Kampung Blok Empang Muara Angke
7. Mengetahui hubungan jamban rumah tangga dengan keluhan diare pada
balita di permukiman pesisir Kampung Blok Empang Muara Angke
8. Mengetahui hubungan sarana pembuangan air limbah dengan keluhan
diare pada balita di permukiman pesisir Kampung Blok Empang Muara
Angke
9. Mengetahui hubungan sarana pembuangan sampah dengan keluhan
diare pada balita di permukiman pesisir Kampung Blok Empang Muara
Angke
1.5 Manfaat Penelitian
a. Bagi Peneliti
Sebagai pengembangan, pemahaman dan aplikasi terkait sanitasi dasar
di pemukiman pesisir laut
b. Bagi Masyarakat
Masyarakat dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai sumber
informasi mengenai sanitasi dasar dan dampak terhadap penyakit salah
satunya adalah keluhan diare
11
c. Bagi Dinas Kesehatan Jakarta Utara dan Puskesmas Keluraha Pluit
Sebagai bahan penilaian terkait gambaran sanitasi dasar permukiman
pesisir Kampung Blok Empang Muara Angke dan besar risiko balita
terkena diare sehingga dapat dilakukan intervensi yang tepat.
d. Bagi Penelitian selanjutnya
Penelitian ini dapat menjadi bahan referensi untuk dilakukan
penelitian lebih anjut mengenai sanitasi dasar maupun factor lingkungan
lain yang mempengaruhi keluhan diare pada balita.
1.6 Ruang Lingkup
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan sanitasi dasar dan
keluhan penyakit diare pada balita di pemukiman pesisir Kampung Blok
Empang Jakarta Utara. Desain yang digunakan adalah studi cross sectional.
Populasi dalam penelitian ini adalah balita yang bertempat tinggal di Kampung
Blok Empang, Jakarta Utara. Jumlah sampel pada penelitian ini sebesar 102
sampel.Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus-September 2017.
Penelitian ini dilakukan berdasarkan data primer dan data sekunder. Data
primer diperoleh dari wawancara kepada Ibu Balita terkait sarana air bersih,
jamban, sarana pengolahan air limbah dan sarana pengelolaan sampah.
Sedangkan data sekunder berupa jumlah balita di Kampung Blok Empang yang
bersumber dari Puskesmas Kelurahan Pluit.
12
2 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penyakit Diare
Menurut Kementerian Kesehatan (2014) dalam Pedoman Tata Laksana
Diare, penyakit diare merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan
perubahan bentuk dan konsistensi tinja yang lembek sampai mencair serta
bertambahnya frekuensi buang air besar 3 kali sehari atau lebih. Penyakit
diare banyak terjadi pada anak berusia 0-4 tahun.
Penyebab utama diare adalah infeksi bateri atau virus. Jalur utama
masuk melalui feses manusia atau binatang, makanan, air dan kontak penjamu
dengan manusia. Kondisi lingkungan yang menjadi habitat atau penjamu
patogen tersebut menjadi risiko utama penyakit diare. Sanitasi, kebersihan
rumah tangga yang buruk, kurangnya air aman dan pajanan sampah padat
dapat mengakibatkan penyakit diare (World Health Organization, 2008).
2.1.1 Etiologi diare
Menurut Kapoor dan Barnes penyebab diare disebabkan oleh virus,
bakteri dan protozoa. Pada kelompok virus yang meyebabkan diare antara lain
Rotavirus, Small Round Structur Virus (SRSV), Adenovirus. Kelompok
bakteri antara lain E.coli, Campylobacter spp, Salmonella spp, Shigella spp,
Vibrio cholera. Kelompok protozoa antara lain Giardia lambia, Entamoeba
hystolityca, Cryptosporidium parvum.
13
Faktor penyebab diare lainnya yaitu malabsorpsi (Widjaja, 2002) dan
faktor makanan. Malabsorbsi pada bayi terjadi karena kepekaan terhadap
Lactoglobulis dalam susu formula. Diare malabsorbsi menyebabkan
terganggunya pertumbuhan bayi. Faktor makanan yang mengakibatkan diare
adalah makanan yang terkontaminasi, tercemar, basi, beracun dan kurang
matang dalam memasak.
Penyakit diare 75% ditularkan oleh kuman seperti bakteri dan virus
(Widoyono, 2008). Penularan penyakit diare melalui orofekal dengan
mekanisme sebagai berikut:
1. Melalui air yang merupakan media penularan utama. Diare dapat
terjadi bila seseorang menggunakan air minum yang sudah
tercemar, baik tercemar dari sumbernya, tercemar selam perjalanan
sampai ke rumah-rumah (distribusi) atau saat disimpan di dalam
rumah. Pencemaran di rumah terjadi bila tempat penyimpanan
tidak tertutup atau bagian tangan yang tercemar menyentuh air
pada saat mengambil air dari tempat penyimpanan.
2. Melalui tinja yang terinfeksi. Tinja yang sudah terinfeksi
mengandung virus dan bakteri dalam jumlah yang besar. Bila tinja
tersebut dihinggapi binatang dan kemudian binatang tersebut
hinggap dimakanan, maka makanan itu dapat menularkan diare ke
orang lain yang memakan makanan tersebut.
14
2.1.2 Jenis Diare
Menurut Widjaja (2002), diare dibagi menjadi dua yaitu diare akut dan diare
kronik.
- Diare akut
Diare akut adalah diare yang terjadi sewaktu-waktu kurang dari 7 hari
(Kementerian Kesehatan RI, 2014). Penyebab diare akut antara lain
gangguan bakteri yang masuk ke dalam sistem pencernaan dan
berkembang biak didalam usus.
- Diare kronis
Diare kronis merupakan diare yang terjadi berkepanjangan lebih dari 2
minggu dan kejadiannya lebih komplek. Faktor yang menyebabkan diare
kronik adalah malabsorbsi kelori dan lemak serta gangguan bakteri,
parasit pada anak.
2.1.3 Gejala dan akibat diare
Menurut Widjaja (2002) dan Widoyono (2008), gejala diare pada
anak adalah sebagai berikut :
1. Balita buang air besar 3 kali sehari atau lebih
2. Tinja bayi encer atau lembek, berlendir atau berdarah
3. Warna tinja kehijauan akibat bercampur dengan empedu
4. Muntah sebelum atau sesudah diare
5. Demam, dapat mendahului atau tidak mendahuli gejala diare
6. Hipoglikemi, yaitu penurunan kadar gula darah
15
7. Gejala dehidrasi, yaitu mata cekung, ketegangan kulit menurun,
apatis bahkan gelisah.
Diare yang tidak segera ditangani dapat mengakibatkan dehidrasi dan
gangguan pertumbuhan. Dehidrasi pada anak dapat mengakibatkan kematian
akibat kekurangan cairan dalam tubuh. Dehidrasi dibagi menjadi 3 yaitu
dehidrasi ringan, dehidrasi sedang dan dehidrasi berat. Dehidrasi ringan jika
cairan dalam tubuh hilang 5%, dehidrasi sedang jika kehilangan cairan sebesar
10% sedangkan dehidrasi berat jika kehilangan cairan lebih dari 10%. Pada
dehidrasi berat, volume darah menurun, denyut nadi dan jantung bertambah
cepat tetapi melemah, tekanan darah menurun, penderita lemah, kesadaran
menurun.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Dini, Machmud and
Rasyid, 2013) faktor-faktor yang berhubungan dengan diare antara lain sarana
air bersih, jamban ruma tangga, sarana pembuangan air limbah dan sarana
pengelolaan sampah. Hasil penelitian lain bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara sanitasi sarana air bersih, jamban keluarga pengolahan sampah
dengan keluhan diare serta tidak terdapat hubungan antara sarana pengolahan
air limbah dengan keluhan kesehatan diare (Angeline, Marsaulina and Naria,
2012)
16
2.2 Sanitasi
2.2.1 Definisi Sanitasi
Sanitasi merupakan suatu usaha pencegahan penyakit yang
menitikberatkan kegiatan pada usaha kesehatan lingkungan hidup manusia
(Widya wati dan Yuliarsih dalam Lestari, 2015). Sedangkan menurut World
Health Organization (1992), Sanitasi adalah keadaan atau kondisi yang dapat
mempengaruhi kesehatan, terutama mengenai kotoran manusia dan infeksi
yang secara khusus berkaitan dengan drainase, pembuangan kotoran dan
sampah dari rumah tangga.
2.2.2 Sarana Sanitasi Dasar
Sanitasi dasar merupakan syarat kesehatan lingkungan minimal yang
harus dimiliki oleh setiap keluarga. Sanitasi dasar menurut Azwar (1995)
sanitasi dasar adalah sanitasi minimum yang diperlukan untuk menyediakan
lingkungan sehat yang memenuhi syarat kesehatan dan menitikberatkan pada
pengawasan berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat
kesehatan masyarakat. Ruang lingkup sanitasi dasar meliputi sarana air bersih,
ketersediaan jamban, sarana pembuangan air limbah dan sarana pengelolaan
sampah. Sanitasi merupakan elemen yang penting untuk menunjang kesehatan
masyarakat. Buruknya kondisi sanitasi akan berdampak negative pada aspek
kehidupan mulai dari turunnya kualitas lingkungan gidup masyarakat,
tercemarnya sumber air minum bagi masyarakat, meningkatnya jumlah
kejadian diare dan penyakit lainnya (Kementerian Kesehatan, 2016)
17
2.2.3 Sarana air bersih
Air merupakan komponen lingkungan hidup yang sangat
penting bagi kelangsungan hidup manusia. Air digunakan untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti untuk minum, masak,
mandi, mencuci (Notoatmodjo, 2011). Air bersih merupakan air yang
digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memnuhi
syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak
(Kementerian Kesehatan, 2010). Sedangkan air minum adalah air
yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung
diminum.
Sumber air berasal dari air hujan, air permukaan dan air tanah.
Didalam urutan prioritas, umumnya air tanah merupakan urutan
pertama (Machfoedz, 2004). Air tanah berasal dari air hujan yang
mengalami perkolasi atau penyerapan ke dalam tanah dan mengalami
proses filtrasi secara alamiah. Proses filtrasi alamiah ini membuat air
tanah menjadi lebih baik dan lebih murni dibandingkan dengan air
permukaan (Sumantri, 2013).
Sumber air bersih memiliki peranan penting dalam penyebaran
beberapa penyakit menular salah satunya adalah diare yang
ditularkan melalui fecal oral. Diare disebabkan oleh bakteri E.coli
yang dapat masuk ke dalam air dengan capa pasa saat hujan turun, air
membawa limbah dari kotoran hewan maupu manusia kemudian
18
meresap ke dalam tanah melalui pori-pori tanah atau mengalir dalam
sumber air (Langit, 2016).
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 39 Tahun 2016
tentang Pedoman Penyelenggaraan Pogram Indonesia Sehat dengan
Pendekatan Keluarga, sarana air bersih yang memenuhi persyaratan
adalah sumber air bersih ang terlindungi yang mencakup PDAM,
sumur pompa, sumur gali dan mata air terlindungi (Kementerian
Kesehatan RI, 2016).
Sarana air bersih merupakan sarana yang dapat menghasilkan
sumber air bersih seperti sumur gali, sumur dalam, penampungan air
hujan, sistem perpipaan.
a. Sumur dangkal
Sumur dangkal merupakan pengambilan sumber mata air di
dalam tanah dengan kedalaman sekitar 5-15 meter.
Diperkirakan sampai kedalaman 3 meter tanah dan belum
dipastikan aman dikonsumsi karena masih mengandung
kuman-kuman akibat kontaminasi kotoran dari permukaan
tanah yang masih ada. Dan dinding sumur sebaiknya dibuat
lapisan dari semen untuk menghindari pencemaran air tanah.
b. Sumur dalam
Sumur dalam berasal dari air tanah yang kedalamannya
lebih dari 15 meter. Sebagian besar air sumur dalam sudah
cukup sehat untuk dijadikan air minum (Notoatmodjo, 2011).
19
Pada daerah pesisir sumur gali biasanya mencapai kedalaman
lebih dari 50 meter untuk menghasilkan air bersih. Hal ini
dikarenakan air tanah di pesisir pantai/laut terjadi intrusi air
laut sehingga air tanah bersifat payau.
c. PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum)
PDAM adalah badan usaha milik pemerintah yang
mencakup usaha dalam pengelolaan air minum untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. PDAM biasanya
menggunakan sistem perpiaan untuk mendistribusikan air
bersih kepada masyarakat.Sistem perpiaan air bersih digunakan
untuk menyalurkan air bersih dengan jarak sumber air dengan
pemukiman warga sangat jauh. Sistem perpiaan memudahkan
masyarakat memperoleh air bersih.
d. Mata air terlindungi
Mata air terlindungi merupakan sumber air yang
berasal dari permukaan tanah dimana air timbul dengan
sendirinya. Digolongkan menjadi sumber mata air terlindungi
juka sumber air bersih yang digunakan berasal hanya dari mata
air tanpa sistem perpipaan atau pompa dan tanpa melalui
proses penyaringan/pengolahan dimana penduduk harus pergi
ke sumber mata air tersebut untuk mendapatkan air bersih
(Yayasan Cipta Sarana Mandiri, 2013).
20
e. Penampungan air hujan
Air hujan dapat ditampung kemudian dijadikan air
minum. Biasanya air hujan ditampung melalui paralon yang
disambung ke wadah air hujan. Karena kondisi paralon dan
wadah hujan sering terkena debu dari lingkungan sekitar
rumah, maka air hujan harus dilakukan penyaringan.
Penampung air hujan apabila tidak rutin dibersihkan dan
dikuras dapat menjadi sarang perkembangbiakan nyamuk dan
dapt menyebabkan penyakit demam berdarah.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Imroatus, et.al
(2014) pada pemukiman pesisir Maluku dengan jumlah sampel
123 KK, terdapat 88 KK (71,5%) tidak memiliki sumur gali
dan 35 KK (28,5%) memiliki sumur gali. Sedangkan
penelitian yang dilakukan oleh Lestari tahun 2015 jumlah
sampel 55 rumah tentang sanitasi dasar bahwa penggunaan
sarana air bersih 100% menggunakan sumur dangkal.
Penelitian yang dilakukan oleh (Tauso dan Azizah, 2013)
bahwa terdapat hubungan antara sarana air bersih denga
kejadian diare pada balita di Desa Bena Nusa Tenggara Timur.
Hasil penelitian Tauso dan Azizah senada dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Nugraheni (2012) bahwa
21
terdapat hubungan antara sumber air dengan kejadian diare
p=0,009 di Kecamatan Semarang Utara Kota Semarang.
2.2.4 Jamban Rumah Tangga
2.2.4.1 Ketersediaan jamban
Jamban merupakan suatu bangunan yang digunakan untuk
tempat membuang dan mengumpulkan kotoran manusia yang
biasanya disebut dengan kakus atau wc dengan atau tanpa kloset dan
dilengkapi dengan sarana penampungan kotoran/tinja sehingga tidak
menajadi penyebab atau penyebar penyakit dan mengotori
lingkungan rumah (Kementerian Kesehatan RI, 2016). Tinja
merupakan sumber penyebaran penyakit seperti diare, disentri,
kolera, kecacingan, Schistosomiasis dan penyakit pencernaan lainnya.
Upaya pencegahan kontaminasi tinja terhadap lingkungan dapat
dilakukan dengan pengelolaan pembuangan kotoran manusia dengan
baik yaitu dengan menggunakan jamban sehat. Persyaratan jamban
sehat sebagai berikut :
1. Tidak mengotori permukaan tanah disekeliling jamban
2. Tidak mengotori air permukaan di sekitarnya
3. Tidak mengotori air tanah sekitarnya
4. Tidak terjangkau oleh serangga terutama lalat dan kecoa
5. Tidak menimbulkan bau
6. Mudah digunakan dan dipelihara
22
7. Desain sederhana
8. Dapat diterima oleh pemakainya
9. Bangunan jamban tertutup untuk melindungi dari panas
dan hujan serta binatang, terlindung dari pandangan orang
(privacy)
10. Bangunan jamban mempunyai lantai yang kuat, tempat
berpijak kuat
Ketersediaan jamban sehat adalah kepemilikan jamban
berbentuk leher angsa oleh sebuah keluarga. Jika dalam satu rumah
terdiri dari beberapa keluarga dan menggunakan jamban leher angsa
yang sama, maka dikatakan seluruh keluarga tersebut dinyatakan
memiliki jamban keluarga. Jamban komunal (umum) tidak termasuk
dalam ketersediaan jamban keluarga karena biasanya digunakan oleh
beberapa keluarga yang tidak tinggal pada rumah yang sama
(Kementerian Kesehatan RI, 2016)
Ketersediaan jamban berperan penting dalam perilaku buang
air besar masyarakat. Penelitian yang dilakukan di Pulau Lae-Lae pada
tahun 2013 dengan jumlah sampel 75, reponden yang memiliki jamban
sebesar 35 rumah (4,7%), sedangkan responden yang tidak memiliki
jamban sebesar 40 rumah (53,3%) (Irfhamiah, et al, 2013). Penelitian
lain yang serupa dilakukan di Pesisir Pantai Dusun Talang Kabupaten
Seram Barat, responden yang memiliki jamban sebesar 12,2% lebih
23
sedikit dibandingkan dengan responden yang tidak memiliki jamban
87,8% (Imroatus, et al, 2015)
Masih banyak terdapat masyarakat yang BAB disembarang
tempat atau BAB di tempat terbuka karena tidak tersedianya jamban di
rumah maupun jamban umum. Menurut Laporan Progress on
Sanitation and Drinking Watertahun 2015, tujuh dari 10 orang tanpa
fasilitas jamban masih melakukan BAB ditempat terbuka.
Berdasarkan Laporan WHO dan UNICEF (2015) dalam
(Komarulzaman, et al, 2016) Indonesia menduduki peringkat ke 2
dalam jumlah masyarakat yang masih buang air besar sembarangan
yaitu sebesar 54 juta. Setiap tahun sekitar 136.000 sampai 190.000
balita meningga akibat terserang penyakit diare di Indonesia. MDGs
mempunyai target untuk mengeliminasi BAB sembarangan.
Masyarakat yang masih melakukan BAB di tempat terbuka
biasanya memanfaatkan sungai, danau, dan pinggir laut untuk
dijadikan tempat pembuangan tinja. Perilaku BAB sembarangan atau
BAB ditempat terbuka mempunyai risiko terhadap pencemaran
lingkungan dan gangguan kesehatan.
2.2.4.2 Jenis jamban
Jenis jamban yang digunakan untuk membuang tinja terdapat
beberapa jenis antara lain :
24
1. Jamban leher angsa
Jamban leher angsa merupakan salah satu jenis jamban
saniter dengan bentuk kloset (tempat jongkok) yang digunakan
menggunakan sistem water sea. Ciri-ciri jamban leher angsa
sistem water seal adalah adanya genangan air pada lubang
kloset yang berfungsi untuk menahan bau atau mencegah
masuknya serangga (Kementerian Kesehatan RI, 2016).
Jamban ini dilengkapi dengan bak penampung kotoran yang
kedap air (septic tank) dan sumur resapan. Air limbah yang
dihasilkan dari jamban akan dilairkan ke septic tank agar tidak
merembes ke air tanah (Asmadi and Suharno, 2012). Jamban
leher angsa adalah jenis jamban yang sering digunakan oleh
mansyarakat Indonesia.
2. Jamban cemplung
Jamban cemplung merupakan jenis jamban yang sering
digunakan di daerah pedesaan dan daerah yang sulit dalam
pengadaan air bersih. Kontruksi jamban cemplung sangat
sederhana yaitu dengan cara menggali tanah sebagai lubang
penampungan, lalu diperkuat dengan bahan penguat misalnya
anyaman bambu (Asmadi dan Suharno, 2012). Biasanya
desainnya kurang sempurna seperti tanpa rumah jamban dan
tidak terdapat atap. Hal ini dapat menimbulkan bau dan
25
serangga mudah masuk. Ketika hujan akan terpenuhi dengan
air, sehingga jamban tidak dapat dipakai (Notoatmodjo, 2011).
Bila tinja dibuang pada jamban cemplung, maka
mikroorganisme dapat masuk ke dalam tanah vertical paling
dlam 3 meter (Machfoedz, 2004).
3. Jamban empang
Jamban empang merupakan jenis jamban yang
dibangun diatas empang. Kolam/empang terdapat ikan-ikan
yang secara sengaja dipelihara untuk memakan tinja yang
dibuang secara langsung. Biasanya ikan-ikan tersebut
dibudidaya dan sebagian akan dikonsumsi oleh masyarakat.
Jamban jenis ini masih banyak terdapat didaerah pedesaan
terutama didaerah budidaya ikan.
Penelitian yang dilakukan oleh lestari tahun 2015
bahwa jenis/model tempat pembuangan tinja menggunakan
leher angsa sebesar 53 responden (96%) sedangkan responden
yang menggunkan jenis cemplung sebesar 2 responden (4%).
2.2.5 Tempat pembuangan akhir tinja
Septic tank merupakan salah satu cara pengolahan limbah cair
domestik seperti tinja dan air seni yang paling sederhana. Sistem septic tank
menggunakan bak kedap air yang berfungsi sebagai penampungan limbah
kotoran manusia (tinja dan urine) (Kementerian Kesehatan RI, 2014). Septic
26
tank menggunakan proses perombakan limbah cair secara anaerobic yang
dilengkapi dengan fasilitas resapan efluen. Septic tank berfungsi untuk
mencegah pencemaran air tanah disekitarnya. Jarak septic tank dengan
sumber air minimal 10 meter (Departemen Kesehatan RI, 1999).
Menurut Wardhana (2001) dalam (Angeline, et al, 2012) bahwa
rendahnya penggunaan jamban yang sehat kan berpengaruh terhadap
tingginya angka kesakitan diare. Penyebaran kuman secara bakterologis di
sekitar jaman dikarenakan jamban yang tidak memenuhi syarat kesehatan
sehingga kemungkinan adanya mata rantai penularan penyakit dari tinja dan
berkembangbiak. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Cronin et al.,
2016) bahwa terdapat hubungan antara pembuangan feses balita di jamban
dengan kejadian diare (p = 0,0001).
Buang air besar sembarangan mempunyai risiko untuk terkena
penyakit diare. Kementerian Kesehatan telah melakukan himbauan mengenai
stop buang air besar sembarangan yang tercantum pada Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 3 Tahun 2014 tentang Sanitasi Total Berbasis Mayarakat.
Stop Buang Air Besar Sembarangan adalah kondisi ketika individu dalam
suatu komunitas tidak lagi melakukan perilaku buang air besar sembarangan
yang berpotensi menyebarkan penyakit. Stop buang air besar sembarangan
dapat diwujudkan melalui kegiatan membudayakan perilaku buang air besar
sehat yang dapat memutuskan alur kontaminasi kotoran manusia sebagai
27
sumber penyakit secara berkelanjutan dan menyediakan serta memelihara
sarana buang air besar yang memenuhi standar dan persyaratan kesehatan.
Perilaku buang air besar yang sehat menggunakan fasilitas sanitasi
yang saniter berupa jamban sehat. Jamban sehat yaitu jamban leher angsa
yang dilengkapi dengan septic tank. Jamban sehat efektif untuk memutus
mata rantai penularan penyakit. Jamban sehat harus dibangun, dimiliki dan
digunakan oleh keluarga dengan penempatan yang mudah dijangkau oleh
penghuni rumah (Kementerian Kesehatan RI, 2014)
2.2.6 Sarana pembuangan air limbah
Air limbah merupakan sisa dari suatu usaha dan atau kegiatan yang
berwujud cair. Air limbah dapat berasal dari kegiatan industri dan rumah
tangga (domestik). Air limbah domestik adalah hasil buangan dari
peumahan, bangunan perdagangan, perkantoran dan sarana sejenisnya
(Asmadi dan Suharno, 2012). Menurut Hammer 1977 dalam Asmadi, 2012
volme limbah cair dari perumahan bervariasi mulai dari 200 liter sampai 400
liter per orang per hari. Air limbah rumah tangga terdiri dari 3 macam yaitu
tinja (tinja), air seni dan grey water. Grey Water merupakan air bekas cucian
dapur, mesin cuci dan kamar mandi. Campuran tinja dan urin disebut dengan
extreta. Extreta tersebut mengandung mikroba dan pathogen yang dapat
berpotensi menyebarkan penyakit melalui kontaminasi air. Air limbah
domestik harus dilakukan pengolahan agar tidak mencemari lingkungan
sekitarnya.
28
Pengolahan air limbah dapat dilakukan secara alami maupun dengan
bantuan peralatan. Pengolahan air secara alami biasanya menggunakan
kolam stabilisasi. Kolam stabilisasi direkomendasikan digunakan pada
daerah tropis dan Negara berkembang karena biaya yang diperlukan untuk
membuat kolam stabilisasi relatif murah tetapi mebutuhkan waktu yang
cukup lama. Kolam stabilisasi yang umum digunakan adalah kolam an-
aerobic, kolam fakultatif dan kolam matrasi. Kolam anaerobic biasanya
digunakan untuk mengolah air limbah dengan kandungan bahan organik
yang sangat pekat, sedangkan kolam maturasi biasanya digunakan untuk
memusnahkan mikroorganisme patogen dalam air.
Penanganan pembuangan air limbah rumah tangga dapat
dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yaitu (PAMSIMAS, 2009) :
1. Cara setempat, yaitu jika satu atau beberapa rumah tangga
membuang air limbah/kotoran manusia pada suatu bangunan
pengolahan yang terletak dekat dengan rumah mereka, umumnya
berupa cubluk atau tangki septic tabk dan untuk air limbah dapur
(dapur, cuci, mandi) dibuang ke saluran pembuang air limbah
2. Cara terpusat, yaitu pembuangan seluruh air limbah rumah tangga
(air limba jamban dan air limbah) dari rumah tangga uatu lingungan
permukiman (RW, desa) yang dialirkan melalui sistem saluran (riool,
pipa) menuju tempat pengolahan akhir (instalasi pengolahan air
limbah).
29
Penelitian yang dilakukan oleh Dini et.al (2013) bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara saluran pembuagan air
limbah rumah tangga dengan kejadian diare (p=0,003) dengan nilai
OR=6 yang bermakna responden dengan SPAL yang tidak memenuhi
syarat memiliki risiko 6 kali terkena diare.
2.2.7 Sarana pembuangan sampah
Sampah merupakan sisa kegiatan sehari-hari manusia dan proses alam
yang berbentuk padat. Menurut Environment Protection Agency (2009)
diartikan sebagai sesuatu yang tidak digunakan kembali, tidak terpakai, tidak
disenangi atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari manusia dan tidak
terjadi dengan sendirinya. Menurut Undang-Undang Nomor 18 tahun 2008
sampah merupakan sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam
yang berbentuk padat. Pengertian sampah yang lain menurut Machfoedz
(2004), sampah merupakan segala sesuatu yang oleh pemiliknya dianggap
tidak berguna lagi dan harus di buang. Secara garis besar dapat disimpulkan
bahwa sampah merupakan hasil buangan yang berasal dari manusia, yang
sudah tidak digunakan kembali, dan sudah dianggap tidak berguna lagi dan
dibuang.
Sampah yang dihasilkan oleh manusia akan membusuk karena
aktivitas mikroorganisme di alam, sehingga sampah sering menimbulkan bau
tidak sedap sehingga sampah harus dilakukan pengelolaan sampah yang baik.
Pengelolaan sampah merupakan kegiatan yang sistematis, menyeluruh dan
30
berkesimbungan. Penyelenggaraan pengelolaan sampah meliputi pengurangan
dan penanganan sampah. Pengurangan sampah yaitu dengan melakukan 3 R
(Reduce, Reuse, Recycle) sedangkan penanganan sampah pemilahan,
pengumpulan sampah ke Tempat Penampungan Sementara (TPS) dan
pengangkutan dari TPS ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA).
Setiap individu diwajibkan mempunyai sarana atau tempat pewadahan
sampah agar tidak menimbulkan bau dan mencemari lingkungan sekitarnya.
Syarat pewadahan individu menurut Dirjen Pekerjaan Umum Nomor 03
Tahun 2013 sebagai berikut :
1. Kedap air dan udara
2. Mudah dibersihkan
3. Ringan dan mudah diangkat
4. Memiliki tutup
5. Volume pewadahan dapat digunakan ulang
Pengelolaan sampah di Indonesia umumnya mengelola sampah
dengan cara dibakar (50,1%) dan hanya 24,9 persen rumah tangga yang
pengelolaan sampahnya diangkut oleh petugas.Cara lain pengelolaan sampah
rumah tangga dengan cara ditimbun dalam tanah (3,9%), dibuat kompos
(0,9%), dibuang ke kali/parit/laut (10,4%) dan dibuang sembaarangan (9,7%)
(Kementerian Kesehatan, 2013)
Sampah yang dibakar dapat menyebabkan polusi udara disekitarnya
sehingga pembakaran sampah tidak dianjurkan untuk dilakukan oleh
masyarakat. Presentase sampah yang dibaka masih tinggi dibandingkan
31
dengan sampah yang diangkut ke TPA. Hal ini dikarenakan masih belum
terpenuhinya akses dan pemerataan dalam pengangkutan sampah di berbagai
daerah. Sampah yang sering diangkut oleh petugas berlokasi di perkotaan.
Sampah masyarakat pedesaan jarang dilakukan penganggkutan sampah
sehingga masyarakat pedesaan memilih untuk membakar sampahnya.
Sampah yang dibuang sembarangan dan dibuang ke laut/sungai
berpotensi menyebabkan pencemaran lingkungan dan banjir. Sampah-sampah
tersebut akan memenuhi aliran air dan dapat menyebabkan mampet di saluran.
Sehingga rawan terjadi banjir.
Penelitian yang dilakukan di Pulau Lae-Lae pada tahun 2013,
pengelolan sampah yang dilakukan oleh responden terbanyak adalah dengan
cara di bakar 40% dan dibuang ke laut 42,7% (Irfhamiah et al, 2013).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Dini et al ,2013) bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara pengelolaan sampah dengan kejadian diare
balita p=0,043 (p<0,05) dan nilai OR=3,3 CI (1,2-9,4) berarti responden
dengan pengelolaan sampah yang buruk mempunyai risiko 3,3 kali
mengalami kejadian diare dibandingkan responden dengan pengelolaan
sampah yang baik.
2.3 Faktor Host/Individu
a. ASI Eksklusif
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 33 tahun 2012 tentang
Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif, ASI ekslufif merupakan ASI yang
32
diberikan kepada bayi sejak dilahirkan selama 6 bulan tanpa
menambahkan/atau mengganti dengan makanan atau minuman lain.
Pemberian ASI eksklusif dapat mencegah penyakit yang ditularkan melalui
fekal oral seperti diare.
ASI mempunyai manfaat preventi secara imunologik dengan adanya
antibody dan zat-zat lain yang dikandungnya. ASI turut memberikn
perlindungan terhadap penyakit diare. pemberian ASI pada balita yang baru
lahir memberikan daya lindung 4 kali lebih besar terhadap penyakit diare
dibandingkan pemberian ASI disertai dengan susu formula. Flora normal
usus bayi yang disusui mencegah tumbuhnya bakteri penyebab penyakit
diare (Kementerian Kesehatan RI, 2014a)
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Karti T et al, (2010) bahwa
balita yang mengkonsumsi susu formula selama 6 bulan di awal kelahiran
memiliki risiko terkena diare sebesar 1,95 kali dibandingakn dengan balita
yang mengkonsumsi ASI eksklusif.
b. Status Gizi
Status gizi dapat mempengaruhi ketahanan tubuh balita. Keadaan
status gizi kurang dan malnutrisi pada anak dapat meningkatkan risiko
terkena penyakit infeksi karena daya tahan tubuh yang menurun (Almatsier,
2004). Salah satu jenis penyakit infeksi yang mudah menyerang balita dengan
status gizi kurang/malnutrisi adalah diare (Brown, 2003).
33
Berdasarkan penelitian Sampul et al. (2015) yang dilakukan di Rumah
Sakit Kondou bahwa terdapat hubungan antara diare dengan kejadian
malnutrisi pada balita (p=0,000). Sedangakan hasil penelitian Rosari, et.al
(2013) yang dilakukan di Kota Padang dengan jumlah sampel sebanyak 145
dan menggunakan metode cross sectional, bahwa tidak terdapat hubungan
antara diare dengan status gizi balita (p=0,742). Hasil penelitian senada
dengan penelitian yang dilakukan oleh Fatimah (2016) bahwa tidak ada
hubungan antara status gizi dengan kejadian diare pada balita.
c. Personal Higiene
Personal hygiene merupakan kebersihan dan perawatan diri yang
benar untuk mencegah terjangkit penyakit . salah satu praktik personal
hygiene adalah mencuci tangan dengan sabun. Mencuci tangan menggunakan
sabun dapat menjadi pembersih atau desinfektan dari uman yang melekat di
tangan setelah buang air besar dan dapat mencegah terjangkit penyakit diare.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sudasman (2014)terdapat
hubungan antara kebiasaan mencuci tangan sebelum makan dengan riwayat
penyakit diare. Cuci tangan sebelum makan juga menjadi faktor proteksi
terhadap kejadian diare pada balita.
2.4 Permukiman Pesisir
Menurut Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, wilayah pesisir adalah daerah
34
peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di
darat dan dipengaruhi oleh perubahan di darat dan dilaut. Sedangkan menurut
Supriharyono (2007) permukiman pesisir merupakan wilayah pertemuan
antara daratan dan lautan. Wilayah pesisir bagian darat meliputi bagian
hingga daratan baik kering maupun terendam air yang masih dipengaruhi oleh
sifat laut seperti pasang surut air laut, angin laut dan perembesan air asin.
Sedangkan bagian ke arah laut, wilayah pesisir pesisir mencakup bagian laut
yang masih dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di darat seperti
sedimentasi dan aliran air tawar, yang disebabkan karena kegiatan manusia di
darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran.
Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan
dan Kawasan Permukiman, kawasan permukiman adalah bagian dari
lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan
maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau
lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan
penghidupan. Jadi dapat disimpulkan permukiman pesisir merupakan kawasan
tempat tinggal atau lingkungan hunian yang berada di tepi laut/teluk.
Biasanya masyarakat yang tinggal di pesisir dominan memiliki mata
pencaharian sebagai nelayan sehingga wilayah tersebut dapat dikatakan
sebagai wilayah permukiman nelayan.
Di Indonesia terdiri atas beribu pulau besar dan pulau kecil. Sebagian
besar penduduk Indonesia tinggal di Pulau Jawa (64%) sedangkan sisanya
35
tersebar di wilayah daratan Indonesia. Banyak masyarakat yang memilih
tinggal di perkotaan di Pulau Jawa. Pertumbuhan penduduk di perkotaan yang
tidak seimbang dengan ketersediaan lahan untuk tempat tinggal
mengakibatkan banyak masyarakat yang tinggal pesisir laut/pantai. Hampir
sekitar 60% jumlah penduduk di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya,
Semarang, Semarang, Medan menyebar ke daerah pesisir (Imroatus et al,
2015).
Kampung Blok Empang Muara angke merupakan salah satu
permukiman pesisir Teluk Jakarta. Mayoritas penduduk Muara Angke bekerja
menjadi nelayan sehingga sering disebut dengan kampung nelayan. Kampung
Blok Empang terdiri dari 10 kelompok yang dipimpin ole ketua kelompok
nelayan.
2.5 Kerangka Teori
Kerangka teori pada penelitian ini menggunakan pendekatan teori segitiga
epidemiologi (Gordon, 1949). Teori segitiga epidemiologi dapat menjelaskan
proses interaksi antara faktor-faktor yang berperan pada penyakit infeksi yang
terdiri dari Host, Agent, dan Environment. Pada kerangka teori penelitian ini
faktor Host (penjamu) yang berpengaruh terhadap keluhan diare pada balita
adalah ASI eksklusif, personal hygiene dan status gizi. Faktor agent
merupakan penyebab suatu penyakit. Pada kasus penyakit diare pada balita
agen penyebab penyakit berupa bakteri, virus, parasit dan cacing. Faktor
environment (lingkungan) pada kerangka teori penelitian ini adalah sanitasi
36
dasar. Pada sarana sanitasi dasar, dapat ditinjau dari sarana air bersih, jamban
sehat, saluran pembuangan air limbah dan sarana tempat pembuangan sampah
(Kementerian Kesehatan RI, 2016).
37
Bagan 2.1 Kerangka Teori
Sumber : (Karti T, Srivanichakom and J, 2010), Soemirat (2011), UNICEF (2012),
Sudasman (2014), Kementerian Kesehatan RI (2016)
38
3 BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep
Kerangka konsep pada penelitian ini mengacu teori HAE yang fokus pada
faktor lingkungan. Diketahui bahwa faktor lingkungan penyebab terjadinya
keluhan diare pada balita adalah sanitasi dasar yang meliputi sarana air bersih,
jamban sehat, sarana pembuangan air limbah, sarana penmbuangan sampah dan
keadaan balita serta keluhan penyakit diare pada balita.
Kerangka konsep terdiri dari variabel terikat (dependen) dan variabel
bebas (independen). Pada penelitian ini yang menjadi variabe independen
adalah sarana air bersih, jamban sehat, sarana pembuangan air limbah, sarana
pengelolaan sampah. Sedangkan variabel dependen yaitu keluhan diare pada
balita. Faktor agen penyebab penyakit diare dan faktor Faktor host (penjamu)
yang meliputi ASI ekslusif, status gizi balita,personal higiene tidak di teliti
dikarenakan penelitian ini fokus pada faktor lingkungan.
Sanitasi Dasar
1. Sarana air bersih
2. jamban sehat keluarga
3. Sarana pembuangan air limbah
4. Sarana pembuangan sampah
Keluhan Penyakit
Diare
Bagan 3.1 Kerangka Konsep
39
3.2 Definisi Operasional
No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Ukur
1 Keluhan penyakit
diare
Keluhan penyakit diare
yang dirasakan balita usia
0-59 bulan meliputi buang
air besar lebih dari 3 kali
sehari, dengan tinja yang
encer pada 3 bulan terakhir
Kuesioner Wawancara 1. Diare,
2. Tidak Diare
Ordinal
2 Sarana air bersih Sarana air bersih yang
digunakan oleh keluarga
responden dengan
persyaratan berupa; jenis
sumber air terlindung yaitu
PDAM, sumur gali,sumur
pompa dan mata air
terlindungi
Lembar
observasi,
kuesioner
Pengisian
lembar
observasi,
wawancara
,
1. Tidak Memenuhi Syarat
2. Memenuhi Syarat
(Kementerian Kesehatan
RI, 2016)
Ordinal
3 Jamban sehat Tersedia fasilitas BAB
berupa jamban jenis leher
angsa dilengkapi dengan
septic tank di rumah
responden
Observasi Lembar
observasi
1. Tidak tersedia jamban
sehat
2. Tersedia jamban sehat
(Kementerian Kesehatan
RI, 2016)
Ordinal
40
No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Ukur
4 Sarana Pembuangan
Air Limbah
Kondisi saluran
pembuangan air limbah
rumah tangga yang berasal
dari air buangan kamar
mandi, cuci dan aktivitas
dapur dengan saluran
tertutup
Kuesioner
dan lembar
observasi
Wawancara
dan lembar
observasi
1. Tidak memenuhi syarat
(jika tidak tersedia
saluran air limbah dan
saluran terbuka)
2. Memenuhi syarat (jika
tersedia saluran air
limbah dan saluran
tertutup)
(Kementerian Kesehatan
RI, 2014)
Ordinal
5 Sarana pembuangan
Sampah
Tempat pembuangan
sampah dalam rumah
berupa pembuangan
tertutup, kedap air, dapat
digunakan kembali
Kuesioner
dan lembar
observasi
Wawancara
dan lembar
observasi
1. Tidak memenuhi syarat
(jika tempat sampah tidak
kedap air, terbuka, tidak
dapat digunakan kembali.
2. Memenuhi syarat (jika
tempat sampah kedap air,
tertutup, dapat digunakan
kembali.
(PERMENPU Nomor 3,
2013)
Ordinal
41
3.3 Hipotesis
1. Ada hubungan antara sarana air bersih dengan keluhan penyakit diare
pada balita di Kampung Blok Empang Muara Angke
2. Ada hubungan antara jamban rumah tangga dengan keluhan penyakit
diare pada balita di Kampung Blok Empang Muara Angke
3. Ada hubungan antara sarana pembuangan air limbah dengan keluhan
penyakit diare pada balita di Kampung Blok Empang Muara Angke
4. Ada hubungan antara sarana pengelolaan sampah dengan keluhan
penyakit diare pada balita di Kampung Blok Empang Muara Angke
42
4 BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian dengan pendekatan deskriptif
mengenai hubungan sanitasi dasar dan keluhan penyakit diare pada balita di
Kampung Blok Empang Muara Angke. Desain penelitian ini dengan studi
cross sectional yaitu penelitian yang dilakukan pengumpulan data dalam satu
waktu.
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di pemukiman pesisir Blok Empang Muara
Angke Jakarta Utara dikarenakan wilyahnya merupakan salah satu
pemukiman pesisir Teluk Jakarta dengan kondisi kumuh serta kepemilikan
sanitasi dasar masih tergolong kurang memadai. Permukiman pesisir
dipengaruhi oleh sifat laut seperti pasang surut air laut, angin laut dan
perembesan air asin. Hal tersebut dapat mempengaruhi keadaan sanitasi dasar
di permukiman pesisir seperti sarana air bersih, jamban, saluran pembuagan
air limbah dan tempat pengelolaan sampah. Air pasang laut dapat mencapai ke
permukiman warga sehingga sering terjadi genangan air dan memperburuk
keadaan santasi. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai
September 2017.
43
4.3 Populasi dan Sampel
a. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh balita yang berusia 0-59
bulan yang tinggal di Blok Empang Muara Angke Jakarta Utara. Berdasarkan
data Puskesmas Kelurahan Pluit, jumlah populasi pada penelitian ini adalah
156 balita.
b. Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang dijadikan sebagai objek
penelitian. Sampel pada penelitian ini adalah balita berusia 0-59 bulan yang
bertempat tinggal di Blok Empang Muara Angke. Jumlah sampel pada
penelitian ini dihitung menggunakan perhitungan :
√ ) √ ) ))
)
Keterangan :
n : Jumlah sampel
: nilai Z dari derajat kemaknaan (CI) 95% atau = 0.05 yaitu 1,96
: nilai Z pada kekuatan uji (power) 1- = 80% yaitu 0.84
: proporsi
: Proporsi
:
44
Tabel 4.1 Tabel Perhitungan Sampel
Variabel P1 P2 P n n x 2 Sumber
Sarana air bersih 0,7 0,4 0,22 14 28 (Ferllando dan
Asfawi, 2014)
Jamban rumah
tangga
0,487 0,23
9
0,726 46 92 Kusumaningrum,20
11
Sarana
pembuangan air
limbah
0,65 0,05 0,35 9 18 (Rohim, et.al, 2014)
Sarana
pengelolaan
sampah
0,67 0,03 0,35 7 14 (Rohim, et.al, 2014)
Berdasarkan perhitungan diatas diketahui bahwa sampel penelitian
minimal yang harus diambil adalah 92 sampel. Sampel tersebut termasuk dalam
jumlah sampel minimal sehingga perlu dtambahkan jumlah sampel dengan 10%
total sampel. Jadi didapatkan jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 102
sampel.
4.4 Teknik pengambilan sampel
Teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah purposive
sampling. Purposive sampling merupakan teknik pengambilan sampel dengan
mempertimbangkan kriteria tertentu yang bertujuan agar data yang diperoleh
representatif (Sugiyono, 2012). Berdasarkan kondisi lokasi penelitian dengan
pemukiman padat penduduk, tidak terdapat data balita yang lengkap dengan
45
alamat rumah dan tidak terdapat data rumah sehingga peneliti memilih teknik
tersebut.
Pemilihan sampel dilakukan berdasarkan tujuan dan kriteria yang telah
ditentukan. Adapun pemilihan sampel peneliti berdasarkan kriteria inklusi
dan ekslusi adalah sebagai berikut :
Kriteria inklusi :
1. Rumah yang terdapat balita berumur 0-59 bulan
2. Responden penelitian adalah ibu atau pengasuh balita
3. Bertempat tinggal di Kampung Blok Empang Muara Angke
4. Bersedia menjadi responden penelitian
Sedangkan kriteria ekslusi dalam penelitian ini adalah
1. Rumah yang tidak terdapat balita berumur 0-59 bulan
2. Menolak untuk dijadikan responden
4.5 Pengumpulan Data
a. Sumber data
Sumber data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan
sekunder.
1. Data sekunder berupa jumlah balita Kampung Blok Empang Muara Angke
tahun 2017 yang bersumber dari Puskesmas Keluraha Pluit
2. Data primer yaitu pengumpulan data secara langsung oleh peneliti meliputi
data sarana air bersih, jamban rumah tangga, sarana pembuangan air
46
limbah, sarana pembuangan sampah dan keluhan diare pada balita.
Pengambilan data primer dilakukan dengan cara observasi dan wawancara
menggunakan kuesioner.
4.6 Uji Validitas
Uji validitas merupakan derajat ketepatan antara objek penelitian
dengan data yang dapat dilaporkan oleh peneliti (Lapau, 2012). Uji validitas
pada penelitian ini menggunakan validitas muka/validitas bentuk pertanyaan
(face validity) yaitu keabsahan susunan kalimat atau kata-kata dalam
soal/pertanyaan sehingga jelas pengertiannya dan tidak menimbulkn tafsiran
lain. Apabila pertanyaan dalam kuisioner telah dianggap relevan, masuk akal
atau beralasan, tidak ambigu dan jelas maka kuisioner tersebut dikatakan telah
valid (Swarjana, 2016). Validitas pada penelitian ini dilakukan pada Kampung
Blok Eceng Muara Angke yang terletak dekat dengan lokasi penelitian.
Jumlah responden dalam uji validitas penelitian ini sebanyak 20 responden.
Uji validitas dilakukan dengan memberi pertanyaann dari kuisioner kepada
responden dan apabila responden dapat menjawab dengan benar, mudah dan
tidak mengalami kebingungan maka dinyatakan lulus uji validitas muka (face
validity)
4.7 Pengolahan Data
Pada penelitian ini peneliti menggunakan tahap-tahap pengolahan data
sebagai berikut :
47
1. Menyunting data (editing)
Menyunting data dilakukan untuk meminimalkan kesalahan dalam
pengolahan data dan memastikan kelengkapan data. Proses editing
mencakup pengecekan kembali jawaban responden dan kelengkapan
jawaban responden. Penyuntingan dilakukan di lapangan. Hal ini
dilakukan untuk mencegah terjadinya missing data.
2. Mengkode data (coding)
Data coding adalah kegiatan mengklarifikasikan dan memberi kode
untuk masing-masing jawaban pada kuesioner yang akan diisi oleh
responden. Coding bertujuan untuk mempermudah peneliti untuk analisis
data
48
Tabel 4.2 Tabel Koding Hubungan Sanitasi Dasar dengan Keluhan Diare pada Balita di Permukiman Pesisir
Kampung Blok Empang Muara Angke Tahun 2017
No Variabel Nomor
Pertanyaan
Nilai Label Keterangan
1 Keluhan Diare
(diare)
B1
B2
B3
1. Ya
2. Tidak
1. Ya
2. Tidak
1. Ya
2. Tidak
Balita mengalami diare 3 bulan
terakhir
BAB dengan tinja encer
BAB 3 kali atau lebih dalam
sehari
Balita mengalami keluhan
diare dengan jawaban
responden
B1 = ya
B2 = ya
B3 = ya
2 Sarana Air
Bersih
(SAB)
CI 1. Sumur
dangkal
2. Sumur
dalam
3. PDAM
4. Mata air
terlindungi
5. Sungai
6. Lainnya…
Sarana air bersih yang
digunakan untuk mandi cuci
kakus
Sarana air bersih
memenuhi syarat dengan
jawaban responden 1-4
3 Jamban Sehat
(Jamban_sehat)
D1
D3
1. Tidak
Tersedia
2. Tersedia
1. Rumah
2. MCK umum
Tersedia jamban di rumah
Tempat buang air besar
Keluarga mempunyai
jamban sehat dengan
jawaban responden
D1 = tersedia
D3 = Rumah
E1 = Tersedia
49
No Variabel Nomor
Pertanyaan
Nilai Label Keterangan
E1
Lembar
observasi
3. Empang/Laut
4. Lainnya…
1. Tidak
tersedia
2. Tersedia
1. Leher angsa
2. Cubluk
3. Jamban
empang
Tersedia septic tank di rumah
Jenis jamban
Observasi = Leher angsa
4 Sarana
Pembuangan Air
Limbah
(SPAL)
E2
E3
Lembar
Observasi
1. Ya
2. Tidak
1. Dibuang ke
resapan
tanah
2. Dibuag ke
selokan
terbuka
3. Dibuang ke
selokan
tertutup
1. Tidak ada,
sehingga
Memiliki SPAL di rumah
Membuang air bekas
cucia/mandi
Sarana pembuangan air limbah
Sarana pembuangan air
limbah yang memenuhi
syarat dengan jawaban
responden
E2 = Ya
E3= Dibuang diselokan
tertutup
Observasi=Ada, dialirkan
ke selokan tertutup
50
No Variabel Nomor
Pertanyaan
Nilai Label Keterangan
tergenang
tidak teratur
di halaman
rumah
2. Ada, di
resapkan ke
tanah
3. Ada, dialirkan
ke selokan
terbuka
4. Ada, dialirkan
ke selokan
tertutup
5 Sarana
Pembuangan
Sampah
(sampah)
F1
F2
F3
F4
1. Ya
2. Tidak
1. Ya
2. Tidak
1. Ya
2. Tidak
1. Ya
2. Tidak
Tempat sampah di rumah
Tempat sampah bahan kedap
air
Tempat sampah tertutup
Tempat sampah dapat
digunakan kembli
Sarana pembuangan
sampah yang memenuhi
syarat dengan jawaban
responden
F1 = Ya
F2 = Ya
F3 = Ya
F4 = Ya
51
3. Memasukkan data (entry data)
Setelah coding dan data terkumpul, selanjutnya data dimasukkan
kedalam software pengolahan data seperti SPSS.
4. Membersihkan data (cleaning data)
Data yang telah di masukkan kedalam SPSS lalu diperiksa kembali
untuk memastikan tidak ada data yang salah sehingga data siap untuk
dianalisis
4.8 Instrumen penelitian
Penelitian ini menggunakan instrumen berupa kuesioner. Lembar
kuesionerdan lembar observasi. Lembar kuisioner berisi pertanyaan mengenai
sanitasi dasar dan keluhan penyakit diare. Kuesioner yang digunakan
merupakan hasil modifikasi dari Pedoman Penyelenggaraan Program
Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (2016) dan penelitian
sebelumnya yaitu (Sudasman, 2014) dan (Cita, 2014). Sedangkan lembar
observasi terdiri dari kategori dan keadaan sanitasi dasar responden.
4.9 Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara deskriptif
menggunakan analisis univariat dan analisis bivariat. Analisis univariat
digunakan untuk mendiskripsikan setiap variabel yang diteliti dan dapat
52
dilihat pada gambaran distribusi dari variabel sarana air bersih, jamban rumah
tangga, sarana pembuangan air limbah dan sarana pembuangan sampah.
Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara sanitasi
dasar yang terdiri dari sarana air bersih, jamban rumah tangga, sarana
pembuangan air limbah dan sarana pembuangan sampah dengan keluhan
penyakit diare di Kampung Blok Empang Muara Angke. Analisis bivariat
menggunakan uji Chi-Square yaitu analisi terkait variabel dependen dan
independen termasuk data kategorik. Hasil analisis dapat menggambarkan
hubungan yang signifikan antara variabel dependen dan independen
menggunakan pvalue dengan nilai α = 5%. Analisis bivariat dapat
menghasilkan nilai keeratan antar variabel dengan nilai Odd Ratio (O
53
5 BAB V
HASIL
5.1 Gambaran Umum Wilayah Penelitian
Penelitian ini dilakukan di permukiman pesisir Kampung Blok
Empang Muara Angke. Secara administrasi Kampung Blok Empang terletak
di Kelurahan Pluit Kecamatan Penjaringan Kota Administrasi Jakarta Utara.
Kampung Blok Empang sering disebut sebagai kampung nelayan karena
selain letaknya di pesisir Teluk Jakarta sebagin besar penduduknya bekerja
sebagai nelayan. Hampir sebagian besar masyarakat bertempat tinggal
dipermukiman informal. Hal ini diawali dengan adanya urbanisasi yang
terjadi di Muara Angke dan keterbatasan lahan untuk permukiman. Sehingga
masyarakat membangun pemukiman secara swadaya dibagian tepi pantai.
Pada tahun 1977, kawasan Muara Angke diresmikan oleh Bapak
Sadikin selau Gubernur DKI Jakarta (Suwitno, 2016). Sampai saat ini
pembagian wilayah masih menggunakan sistem kelompok yang terdiri dari 10
kelompok. Setiap kelompok dipimpin oleh ketua kelompok. Peta wilayah
Kampung Blok Empang Muara Angke dapat dilihat pada gambar 5.1
54
Sumber : Puskesmas Kelurahan Pluit, 2016
Gambar 5.1 Peta Kampung Blok Empang Muara Angke Jakarta Utara
Sebagian besar masyarakat membuat rumah sebagai tempat tinggal
diatas empang dengan dilakukan penimbunan terlebih dahulu dengan
model rumah panggung. Di sekitar bantaran kali Angke juga terdapat
bangunan rumah non-permanen yang dihuni oleh masyarakat pendatang.
Bangunan rumah tersebut sederhana dan mudah diterjang banjir saat
terjadi luapan air kali Angke dan banjir rob dari Teluk Jakarta.
Terdapat fasilitas umum di Muara Angke yaitu satu Puskesmas
Kelurahan Pluit, Pasar dan sarana pendidikan. Akses kendaraan menuju
Muara Angke dan Kampung Blok Empang dapat menggunakan Trans
Jakarta, angkutan umum, dan odong-odong (kendaraan roda 3).
55
5.2 Analisis Univariat
Hasil analisis univariat pada penelitian menjabarkan dari variabel
independen dan variable dependen. Variabel dependen pada penelitian ini
adalah keluhan diare pada balita. Sedangkan variabel independen terdiri
dari sarana air bersih, jamban sehat, sarana pembuangan air limbah dan
sarana pembuangan sampah. Hasil penelitian dapat dilihat pada uraian
tabel sebagai berikut
5.2.1 Keluhan Diare pada Balita
Keluhan diare pada balita merupakan variabel dependen
pada penelitian ini. Keluhan diare diukur menggunakan kuisioner
dengan pertanyaan terkait gejala diare yaitu buang air besar encer
dengan frekuensi lebih dari 3 kali dalam sehari dalam kurun waktu
3 bulan terakhir.
Hasil analisis univariat keluhan diare pada balita dibagi
menjadi 2 kategori yaitu diare dan tidak diare dengan hasil yang
dapat dilihat pada tabel 5.1
Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Keluhan
Diare Pada Balita di Permukiman Pesisir Kampung Blok
Empang Muara Angke Tahun 2017
Keluhan Diare Jumlah (n) Persentase (%)
Diare 43 42,2
Tidak Diare 59 57,8
Jumlah 102 100
56
Berdasarkan tabel 5.1 diketahui bahwa responden yang
memiliki keluhan diare (42,2%) lebih sedikit dibandingkan dengan
responden yang tidak memiliki keluhan diare (57,8)
5.2.2 Gambaran Karakteristik Responden
Karakteristik responden pada penelitian ini ditinjau dari
segi usia, tingkat pendidikan, jenis pekerjan dan tingkat
pendapatan. Gambaran karakterisktik responden dapat dilihat pada
tabel 5.2
Tabel 5.2 Distribusi Karakteristik Responden di Permukiman
Pesisir Kampung Blok Empang Muara Angke Tahun 2017
Karakteristik Responden Jumlah (n) Persentase (%)
Usia
Kurang dari 20 Tahun 15 14,7
21-30 Tahun 40 39,2
31-40 Tahun 39 38,2
Lebih dari 40 Tahun 8 7,8
Total 102 100
Tingkat Pendidikan
SD 54 52,9
SMP 33 32,4
SMA 15 14,7
Total 102 100
Pekerjaan
Nelayan 36 35,3
Wiraswasta 22 21,6
Buruh 22 21,6
Karyawan 18 17,6
Lainnya 4 3,9
Total 102 100
Tingkat Pendapatan
Rendah (<1.000.000) 27 26,5
Sedang (1.000.000 –
3.000.000) 57 55,9
Tinggi (>3.000.000) 18 17,6
Total 102 100
57
Responden pada penelitian ini adalah ibu atau pengasuh
balita usia 0-59 bulan. Berdasarkan hasil tabel 5.2 usia responden
paling banyak adalah usia 31-40 tahun (39,2%). Sebagian besar
tingkat pendidikan responden adalah SD (52,9%). Jenis pekerjaan
pada penelitian ini adalah pekerjaan dari kepala keluarga dengan
perolehan hasil paling banyak responden bekerja sebagai nelayan
(35,3%). Sedangkan pendapatan pada penelitian ini dibagi menjadi
3 yaitu rendah (kurang dari 1.000.000), sedang (1.000.000-
3.000.000) dan tinggi (lebih dari 3.000.000) sehingga dapat
diketahui sebagian besar tingkat pendapatan responden adalah
sedang (55,9%).
5.2.3 Sarana Air Bersih
Pemenuhan persyaratan sarana air bersih berdasarkan jenis
sumber air yang terlindungi meliputi sumber air dari PDAM,
sumur gali, sumur pompa dan mata air terlindungi (Kemenkes RI,
2016). Variabel sarana air bersih dikategorikan menjadi dua yaitu
memenuhi syarat dan tidak memenuhi syarat. Hasil pengambilan
data primer terkait variabel sarana air bersih dapat dilihat pada
tabel 5.3 sampai tabel 5.6
58
Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Sarana
Air Bersih Di Permukiman Pesisir Kampung Blok Empang
Muara Angke Tahun 2017
Sarana Air Bersih Jumlah (n) Persentase (%)
Tidak Memenuhi Syarat 0 0
Memenuhi Syarat 102 100
Jumlah 102 100
Sarana air bersih yang memenuhi syarat berdasarkan
Pedoman Keluarga Indonesia Sehat adalah penggunaan sumber air
dari sumber air yang terlindungi yaitu sumber air dari PDAM,
sumur gali, sumur pompa dan mata air terlindungi (Kemenkes RI,
2016). Berdasarkan tabel 5.3 dapat diketahui sarana air bersih
semua memenuhi syarat (100%).
Tabel 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis
Sarana Air Bersih Di Permukiman Pesisir Kampung Blok
Empang Muara Angke Tahun 2017
Jenis Sarana Air Bersih Jumlah (n) Persentase (%)
Sumur Dangkal 9 8,8
Sumur Dalam 15 14,7
PDAM 78 76,5
Jumlah 102 100
Berdasarkan tabel 5.4, dapat diketahui bahwa jenis sarana
air bersih yang digunakan oleh responden paling banyak adalah
PDAM (76,5%).
Tabel 5.5 Distribusi Responden Berdasarkan Jarak
Sumber Air Tanah dengan Septic Tank di Permukiman Pesisir
Kampung Blok Empang Muara Angke Tahun 2017
Jarak Sumber Air Tanah
dengan septic tank
Jumlah (n) Persentase (%)
Tidak memenuhi syarat 19 79,2
Memenuhi syarat 5 20,8
59
Jumlah 24 100
Berdasarkan tabel 5.5 diketahui bahwa persentase jarak
sarana air bersih dengan septic tank yang tidak memenuhi syarat
lebih banyak dibandingkan dengan yang memenuhi syarat.
Sumber air minum yang digunakan oleh responden dapat
dilihat pada tabel 5.6
Tabel 5.6 Distribusi Responden Berdasarkan Sumber
Air Minum Di Permukiman Pesisir Kampung Blok Empang
Muara Angke Tahun 2017
Sumber Air Minum Jumlah (n) Persentase (n)
Air PDAM 2 2,0
Air Sumur 4 3,9
Air Isi Ulang 93 91,2
Air Minum Dalam Kemasan 3 2,9
Jumlah 102 100
Berdasarkan tabel 5.6 dapat diketahui bahwa sebagian
sumber air minum respoden diperoleh dari air isi ulang (91,2%),
sedangkan sumber air minum yang paling sedikit digunakan oleh
responden yaitu sumber air dari PDAM (2%).
5.2.4 Jamban Sehat Rumah Tangga
Variabel jamban rumah sehat rumah tangga pada penelitian
ini dikategorikan menjadi dua yaitu memenuhi syarat dan tidak
memenuhi syarat. Kriteria jamban sehat pada penelitian
berdasarkan Pedoman Indonesia Sehat (2016) dengan kriteria yang
memenuhi syarat adalah tersedianya jamban leher angsa dirumah
responden dan dilengkapi dengan septic tank sebagai tempat
60
pembuangan tinja. Hasil analisis univariat dapat dilihat pada tabel
5.7 sebagai berikut
Tabel 5.7 Distribusi Responden Berdasarkan Jamban
Sehat di Permukiman Pesisir Kampung Blok Empang Muara
Angke Tahun 2017
Jamban Sehat Jumlah (n) Persentase (%)
Tidak Memenuhi Syarat 42 41,2
Memenuhi Syarat 60 58,8
Jumlah 102 100
Berdasarkan tabel 5.7 dapat diketahui bahwa sebagian besar
jamban di permukiman pesisisr Kampung Blok Empang termasuk
dalam kategori memenuhi syarat yaitu sebesar 58,8%.
Jenis jamban yang digunakan oleh responden dapat dilihat
pada tabel 5.8 sebagai berikut
Tabel 5.8 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis
Jamban di Permukiman Pesisir Kampung Blok Empang
Muara Angke Tahun 2017
Jenis Jamban Jumlah (n) Persentase (n)
Jamban Empang 23 22,5
Cubluk 1 1,0
Leher Angsa 78 76,5
Jumlah 102 100
Berdasarkan tabel 5.8 jenis jamban yang paling banyak
digunakan responden adalah jamban leher angsa sebesar 76,5%.
Sedangkan jenis jamban yang paling sedikit digunakan responden
adalah cubluk.
61
Tabel 5.9 Distribusi Responden Berdasarkan
Ketersediaan Septic Tank di Permukiman Pesisir Kampung
Blok Empang Muara Angke Tahun 2017
Ketersediaan Septic Tank Jumlah (n) Persentase (%)
Tidak Tersedia 42 41,2
Tersedia 60 58,8
Jumlah 102 100
Berdasarkan tabel 5.9 dapat dilihat bahwa ketersediaan
septic tank lebih banyak dibandingkan dengan tidak tersedia septic
tank.
Kebiasaan buang air besar responden dapat dilihat pada
tabel 5.10 sebagai berikut
Tabel 5.10 Distribusi Responden Berdasarkan
Kebiasaan Buang Air Besar di Permukiman Pesisir Kampung
Blok Empang Muara Angke Tahun 2017
Kebiasaan BAB Jumlah (n) Persentase (%)
Rumah 67 65,7
MCK Umum 12 11,8
Laut/empang 23 22,5
Jumlah 102 100
Berdasarkan tabel 5.10 diketahui bahwa persentase
kebiasaan BAB responden terbanyak adalah di rumah, namun
masih ada 22,5% responden yang melakukan buang air besar
sembarangan di laut/empang.
62
5.2.5 Sarana Pembuangan Air Limbah
Sarana pembuangan air limbah dikategorikan menjadi dua yaitu
memenuhi syarat dan tidak memenuhi syarat. Pemenuhan syarat sarana
pebuangan air limbah ditinjau dari tersedianya saluran pembuanagn air
limbah dengan saluran tertutup. Hasil analisis univariat dapat dilihat pada
tabel 5.11
Tabel 5.11 Distribusi Responden Berdasarkan Kondisi Sarana
Pembuangan Air Limbah (SPAL) di Permukiman Pesisir Kampung
Blok Empang Muara Angke Tahun 2017
SPAL Jumlah (n) Persentase (%)
Tidak Memenuhi Syarat 84 82,4
Memenuhi Syarat 18 17,6
Jumlah 102 100
Berdasarkan tabel 5.11 dapat diketahui bahwa kondisi saluran
pembuangan air limbah yang memenuhi syarat lebih banyak dibandingkan
dengan saluran pembuangan air limbah yang tidak memenuhi syarat.
5.2.6 Sarana Pembuangan Sampah
Variabel sarana pembuangan sampah dikategorikan menjadi dua
yaitu memenuhi syarat dan tidak memenuhi syarat. Kriteria saranan
pembuangan sampah yang memenuhi syarat yaitu tempat pembuangan
yang kedap air, tertutup, dapat digunakan kembali. Adapun hasil analisis
univariat dari sarana pembuangan sampah dapat dilihat pada tabel 5.12
Tabel 5.12 Distribusi Responden Berdasarkan Sarana
Pembuangan Sampah di Permukiman Pesisir Kampung Blok
Empang Muara Angke Tahun 2017
Sarana Pembuangan Sampah Jumlah (n) Persentase (%)
63
Tidak Memenuhi Syarat 96 94,1
Memenuhi Syarat 6 5,9
Jumlah 102 100
Berdasarkan tabel 5.12 dapat diketahui bahwa sarana pembuangan
sampah yang memenuhi syarat lebih besar dibandingkan dengan sarana
pembuangan sampah yang tidak memenuhi syarat
Kebiasaan pembuangan sampah responden dapat dilihat pada tabel
5.13 sebagai berikut
Tabel 5.13 Distribusi Responden Berdasarkan Kebiasaan
Pembuangan Sampah di Permukiman Pesisir Kampung Blok
Empang Muara Angke Tahun 2017
Kebiasaan Pembuangan Sampah Jumlah
(n)
Persentase (%)
Dibakar 12 11,8
Dibuang ke TPS 55 53,9
Dibuang ke pekarangan rumah 7 6,9
Dibuang ke laut/empang 28 27,5
Jumlah 102 100
Berdasarkan tabel 5.13 diketahui bahwa sebagian besar kebiasaan
responden dalam mengelola sampah yaitu dibuang ke TPS (53,9%),
persentase terbesar pembuangan sampah adalah di buang ke TPS. Selain itu
masih terdapat responden yang membakar sampah (11,8%)
5.3 Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara
variabel dependen dan independen. Pada penelitian ini menggunakan uji
chi-square dikarenakan variabel dependen dan independen merupakan
data kategorik.
64
5.3.1 Hubungan Antara Sanitasi Air Bersih Dengan Keluhan Diare
Pada Balita
Analisis bivariat sarana air bersih dengan keluhan diare
pada balita diperoleh dengan menggunakan uji chi-square untuk
melihat nilai OR. Sarana air bersih dikategorikan menjadi 2 yaitu
memenuhi syarat dan tidak memenuhi syarat. Kategori sarana air
bersih yang memenuhi syarat berdasarkan Pedoman Kelurga
Indonesia Sehat adalah penggunaan sumber air dari sumber air
yang terlindungi yaitu sumber air dari PDAM, sumur gali, sumur
pompa dan mata air terlindungi (Kementerian Kesehatan RI, 2016)
Berdasarkan tabel 5.3 dapat diketahui sarana air bersih
semua memenuhi syarat (100%) dan termasuk homogen sehingga
tidak dapat dilakukan analisis bivariat.
5.3.2 Hubungan Antara Jamban Sehat dengan Keluhan Diare pada
Balita
Analisis hubungan antara jamban sehat dengan keluhan
diare diperoleh dengan menggunakan uji chi-square untuk melihat
nilai OR. Jamban sehat dibagi menjadi 2 yaitu memenuhi syarat
dan tidak memenuhi syarat. Adapun hasil uji yang diperoleh dapat
dilihat pada tabel 5.14
Tabel 5.14 Hubungan Antara Jamban Sehat dengan Keluhan
Diare pada Balita di Permukiman Pesisir Kampung Blok
Empang Muara Angke Tahun 2017
Jamban
Sehat
Diare
Total
OR CI
95%
P-
value Ya Tidak
65
N % N % n %
Tidak
Memenuhi
Syarat
20 47,6 22 52,4 42 100
1,461
(0,308-
1,519)
0,417
Memenuhi
Syarat
23 38,3 37 61,7 60 100
Jumlah 43 42,2 59 57,8 102 100
Berdasarkan hasil analisis dalam tabel 5.14 diketahui dari
42 responden yang tidak memiliki jamban sehat, sebanyak 20
balita (47,6%) mengalami keluhan diare. Sedangkan dari 60
responden yang memiliki jamban sehat, sebanyak 23 balita
(38,3%) mengalami keluhan diare. Berdasarkan uji Chi-Square
dengan α=5% diketahui bahwa nilai pvalue 0,417. Hal ini
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara
jamban sehat dengan keluhan diare pada balita. Nilai OR pada
penelitian ini dihasilkan 1,461 (95% CI: 0,308-1,519). Hal ini
menunjukkan bahwa jamban sehat yang tidak memenuhi syarat
berisiko 1,461 mengalami keluhan diare dibandingkan dengan
jamban yang memenuhi syarat.
5.3.3 Hubungan Antara Saluran Pembuangan Air Limbah dengan
Keluhan Diare pada Balita
Analisis hubungan antara salurn pembuangan air limbah
dengan keluhan diare diperoleh dengan menggunakan uji chi-
square untuk melihat nilai OR. Jamban sehat dibagi menjadi 2
yaitu memenuhi syarat dan tidak memenuhi syarat. Adapun hasil
uji yang diperoleh dapat dilihat pada tabel 5.15
66
Tabel 5.15 Hubungan Antara Saluran Pembuangan Air
Limbah Dengan Keluhan Diare Pada Balita Di Permukiman
Pesisir Kampung Blok Empang Muara Angke Tahun 2017
Saluran
Pembuangan
Air Limbah
Diare
Total
OR CI
95%
P-
value Ya Tidak
N % n % n %
Tidak
Memenuhi
Syarat
37 44 47 56 84 100
1,574
(0,540-
4,592)
0,444
Memenuhi
Syarat
6 33,3 12 66,7 18 100
Jumlah 43 42,2 59 57,8 102 100
Berdasarkan hasil analisis dalam tabel 5.15 diketahui dari
84 responden dengan saluan pembuangan air limbah tidak
memenuhi syarat, sebanyak 37 balita (44%) mengalami keluhan
diare. Sedangkan dari 18 responden yang memiliki saluran
pembuangan air limbah yang memenuhi syarat, sebanyak 6 balita
(33,3%) mengalami keluhan diare. Berdasarkan uji Chi-Square
dengan α=5% diketahui bahwa nilai pvalue 0,444. Hal ini
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara
saluran pembuangan air limbah dengan keluhan diare pada balita.
Nilai OR pada penelitian ini dihasilkan 1,547 (95% CI: 0,540-
4,592). Hal ini menunjukkan bahwa saluran pembuangan air
limbah yang tidak memenuhi syarat beresiko 1,547 mengalami
keluhan diare dibandingkan dengan saluran pembuangan air limbah
yang memenuhi syarat.
67
5.3.4 Hubungan Antara Sarana Pembuangan Sampah dengan
Keluhan Diare pada Balita
Analisis hubungan antara sarana pembuangan sampah
dengan keluhan diare diperoleh dengan menggunakan uji chi-
square untuk melihat nilai OR. Jamban sehat dibagi menjadi 2
yaitu memenuhi syarat dan tidak memenuhi syarat. Adapun hasil
uji yang diperoleh dapat dilihat pada tabel 5.16
Tabel 5.16 Hubungan Antara Sarana Pembuangan Sampah
dengan Keluhan Diare pada Balita di Permukiman Pesisir
Kampung Blok Empang Muara Angke Tahun 2017
Sarana
Pembuangan
Sampah
Diare Total OR
CI
95%
P-
value Ya Tidak
n % n % n %
Tidak
Memenuhi
Syarat
43 44,8 53 55,2 96 100
-
0,038
- Memenuhi
Syarat
0 0 6 100 6 100
Jumlah 43 44,2 59 57,8 102 100
Berdasarkan hasil analisis dalam tabel 5.16 diketahui dari
96 responden dengan sarana pembuangan sampah tidak memenuhi
syarat, sebanyak 43 balita (44,8%) mengalami keluhan diare.
Sedangkan dari responden yang memiliki sarana pembuangan
sampah yang memenuhi syarat, sebanyak tidak terdapat balita
mengalami keluhan diare. Berdasarkan uji Chi-Square dengan
α=5%. diketahui bahwa nilai pvalue 0,038. Hal ini menunjukkan
bahwa ada hubungan yang signifikan antara sarana pembuangan
sampah dengan keluhan diare pada balita. Nilai OR pada penelitian
68
ini tidak keluar karena terdapat sel crosstabs yang memiliki nilai 0,
sehingga nilai OR tidak dapat dianalisis.
69
6 BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini mempunyai keterbatasan yang dapat berpengaruh terhadap hasil
penelitian. Adapun keterbatasan pada penelitian ini antara lain :
1. Pada penelitian ini, terdapat beberapa variabel dalam kerangka teori yang
tidak diteliti yaitu ASI ekslusif, status gizi dan personal higiene. Alasan
beberapa variabel dalam kerangka teori tidak diteliti karena berfokus pada
faktor lingkungan khususnya terkait sanitasi dasar.
2. Pada variabel sarana air bersih, tidak diteliti kualitas air bersih karena
peneliti fokus terhadap sarana fisiknya saja. Selain itu kualitas air bersih
memerlukan biaya yang besar dalam uji laboratorium.
6.2 Gambaran Keluhan Diare pada Balita
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa dari 102 responden,
terdapat 42,2% balita mengalami keluhan diare dan 57,8% balita tidak
mengalami keluhan diare dalam 3 bulan terakhir. Balita yang mengalami
keluhan diare lebih sedikit dibandingkan dengan balita tidak mengalami
keluhan diare. Penentuan balita mengalami keluhan berdasarkan teori dan
Pedoman Tata Laksana Diare Kementerian Kesehatan (2014) yaitu balita
mengalami buang air besar yang frekuensinya 3 kali atau lebih dalam sehari
70
dengan konsistensi tinja cair. Pada penelitian ini responden yang dipilih
adalah ibu yang mempunyai balita dengan usia 0-59 bulan.
Penyakit diare ditularkan oleh kuman seperti bakteri dan virus. Diare
yang disebabkan oleh infeksi Rotavirus merupakan penyebab diare yang
paling banyak terjadi pada balita. Penularan Rotavirus melalui fecal-oral dan
kontak langsung dengan penderita (person to person). Penularan fecal oral
dapat melaui media makanan atau air yang telah terkontaminasi Rotavirus.
Sedangkan penularan person to person diduga dapat ditularkan melalui
droplet dari penderita (Bernstein, 2009; Hasibuan dan Nasution, 2011).
Menurut Bernstein (2009) tidak ada perbedaan insiden diare rotavirus antara
negara berkembang dengan negara maju. Kondisi sanitasi yang baik tidak
menurunkan risiko penularan virus tersebut. Faktor risiko dari penularan
Rotavirus antara lain pola asuh balita, personal higiene dalam pemberian
makan balita, pemberian ASI ekslusif. Pola asuh balita dan personal hygiene
dalam pemberian makan balita dapat mencegah penularan Rotavirus melalui
fecal oral. Sedangkan pemberian ASI ekslusif dapat meningkatkan imunitas
balita sehingga tidak mudah terkena penyakit.
Diare dapat ditularkan melaui media perantara air yang sudah
terkontaminasi dengan bakteri E.coli. Diare dapat terjadi bila seseorang
menggunakan air minum yang sudah tercemar, baik tercemar dari sumbernya,
tercemar selam perjalanan sampai ke rumah-rumah (distribusi) atau saat
disimpan di dalam rumah. Pencemaran di rumah terjadi bila tempat
71
penyimpanan tidak tertutup atau bagian tangan yang tercemar menyentuh air
pada saat mengambil air dari tempat penyimpanan.
Penularan diare dapat melalui tinja yang terinfeksi. Tinja yang sudah
terinfeksi mengandung virus dan bakteri dalam jumlah yang besar. Bila tinja
tersebut dihinggapi lalat dan kemudian lalat tersebut hinggap dimakanan,
maka makanan itu dapat menularkan diare ke orang lain yang memakan
makanan tersebut.
Menurut (Widoyono, 2008) diare juga dipengaruhi oleh beberapa
faktor antara lain keadaan lingkungan, perilaku masyarakat, pelayanan
kesehatan, gizi, kependudukan, pendidikan dan keadaan sosial. Keadaan
lingkungan dengan sanitasi yang buruk dan kumuh berpotensi menyebabkan
gangguan kesehatan masyarakat. Berdasarkan letak geografis, Kampung Blok
Empang berada di permukiman pesisir Teluk Jakarta (dapat dilihat pada
gambar 5.1). Kampung Blok Empang merupakan salah satu kampung nelayan
yang berada di pesisir Jakarta Utara. Menurut Hadi (2007) dalam Gaffar
(2010) beberapa ciri khas masyarakat nelayan yaitu tinggal berbatasan
langsung dengan pesisir, kondisi sosial ekonomi yang rendah, pendidikan
yang rendah, fasilitas sarana dan prasarana masih kurang, hunian liar dan
kumuh. Daerah pesisir merupakan salah satu daerah yang memiliki banyak
masalah khususnya di bidang kesehatan masyarakat. Pada penelitian tersebut
dijelaskan bahwa salah satu masalah kesehatan masyarakat pesisir yang
ditemui adalah diare (Sumampouw et al., 2015). Sehingga dapat dikatakan
72
permukiman pesisir identik dengan kondisi kumuh dan berpotensi
menyebabkan penyakit seperti diare.
Permukiman kumuh merupakan permukiman yang tidak layak huni
karena ketidakaturan bangunan, tingkat kepadatan yang tinggi dan kualitas
bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat. Kondisi
sarana dan prasarana meliputi penyediaan air bersih/minum, pengelolaan
persampahan, pengelolaan air limbah, drainase lingkungan (Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, 2016). Apabila kondisi sarana dan
prasana tidak memenuhi persyaratan, dapat berpotensi menyebarkan penyakit
berbasis lingkungan seperti diare. Beberapa faktor lain yang berhubungan
dengan diare antara lain kepemilikan sanitasi dasar, sarana air besih, jamban
sehat, saluran pembuangan air limbah dan sarana pembuangan sampah
(Azwar, 1995).
Keadaan sosial ekonomi masyarakat Kampung Blok Empang sebagian
besar berpenghasilan sedang dengan pendapatan 1.000.000-3.000.000 (dapat
dilihat pada tabel 5.2) dengan jenis pekerjaan sebagai nelayan. Menurut
(Martha Wasak, 2012) keadaan ekonomi dapat mempengaruhi kesehatan
keluarga. Hal ini dapat dilihat dari ketidakmampuan ekonomi keluarga untuk
memenuhi kebutuhan gizi keluarga sehingga cenderung memiliki status gizi
kurang yang memudahkan terjangkit penyakit diare. pendapatan keluarga juga
menentukan ketersediaan sarana sanitasi dasar. Pendapatan keluarga yang
baik dapat memenuhi ketersediaan sarana sanitasi dasar yang memenuhi
73
syarat. Pemenuhan sanitasi dasar dapat meminimalisir terjangkitnya suatu
penyakit berbasis lingkungan.
Pada penelitian ini, variabel keluhan diare diukur menggunakan
kuisioner dengan beberapa pertanyaan terkait keluhan diare yang dialami
balita selama 3 bulan terakhir. Peneliti melakukan probing kepada responden
untuk mengingat kembali kejadian 3 bulan terakhir dan menggali informasi
yang lebih akurat sehingga dapat meminimalisir bias informasi.
6.3 Analisis Hubungan Sarana Air Bersih dengan Keluhan Diare pada Balita
Terdapat beberapa penyakit yang dapat ditularkan melalui perantara
air antara lain diare, hepatitis A dan E, penyakit kulit dan infeksi saluran
pencernaan lain, maka penyediaan air bersih baik secara kuantitas dan kualitas
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari untuk menjaga kebersihan
diri dan lingkungan. Penyediaan air bersih dapat menjadi upaya untuk
mencegah penyakit-penyakit tersebut (Kementerian Kesehatan RI, 2014)
Sebagian besar kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui
fecal-oral. Kuman tersebut dapat ditularkan bila masuk ke dalam mulut
melalui minuman, makanan atau benda yang tercemar oleh tinja. Menurut
Kementerian Kesehatan RI (2014) dalam Pedoman Tata Laksana Diare
menunjukkan bahwa masyarakat yang dijangkau oleh penyediaan air bersih
mempunyai risiko menderita diare lebih kecil dibandingkan dengan
masyarakat yang tidak mendapatkan air bersih. Masyarakat dapat mengurangi
74
risiko terhadap serangan diare dengan menggunakan air bersih dan
melindungi air tersebut dari kontaminan mulai dari sumbernya sampai
penyimpanan di rumah.
Pada penelitian ini, kategori sarana air bersih dibagi menjadi dua yaitu
memenuhi syarat dan tidak memenuhi syarat. Persyaratan sarana air bersih
mengacu Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 39 Tahun 2016 tentang
Pedoman Penyelenggaraan Indonesia Sehat dalam Pendekatan Keluarga
bahwa sarana air bersih yang memenuhi persyaratan adalah sumber air bersih
yang terlindungi yang mencakup PDAM, sumur pompa, sumur gali dan mata
air terlindungi (Kementerian Kesehatan RI, 2016). Berdasarkan tabel 5.5,
semua responden telah menggunakan sarana air bersih yang memenuhi syarat
(100%), sehingga analisis bivariat antara sarana air bersih dan keluhan diare
tidak dapat dianalisis secara statistik karena data bersifat homogen.
Sumber air bersih yang terlindungi dapat meminimalisir kontaminasi
terhadap agen penyebab penyakit diare. Kontaminasi dapat terjadi apabila
sumber air telah tercemar oleh tinja manusia dan binatang yang mengandung
bakteri infeksius. Pencemaran tersebut dapat terjadi dari apabila jarak tempat
penampungan tinja manusia dengan sumber air bersih kurang dari 10 meter
(Depkes, 1990). Berdasarkan hasil observasi, jarak sumber air tanah dengan
septic tank yang tidak memenuhi syarat lebih banyak dibandingkan dengan
yang memenuhi syarat. Jarak sumber air tanah dengan septic tank kurang dari
10 meter berisiko terkontaminasi oleh bakteri E.coli.
75
Sumber air minum responden sebagian besar menggunakan air isi
ulang yang diperoleh dari depot air isi ulang. Depot air isi ulang dapat terjadi
kontaminasi dengan E.coli jika sumber air isi ulang tersebut berasal dari air
tanah. Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak Puskesmas Kelurahan Pluit
terdapat pemeriksaan inspeksi sanitasi depot air isi ulang yang dilakukan oleh
Puskesmas Kelurahan Pluit dan ditemukan beberapa depot yang mengandung
E.coli. Hasil penelitian yang dilakukn oleh (Kasim et al, 2014) yang dilakukan
di pesisir Kota Makassar terdapat hubungan antara sumber air baku yang
digunakan depot air isi ulang dengan cemaran E.coli. Air minum yang
dikonsumsi harus bebas dari cemaran E.coli agar tidak menyebabkan
penyebaran penyakit diare. Apabila masyarakat mengonsumsi air isi ulang
sebaiknya dimasak terlebih dahulu untuk mematikan E.coli.
Pada penelitian ini, tidak diteliti kualitas air dari segi mikrobiologi.
Padahal adanya kontaminasi mikrobiologi dalam sumber air dapat berpotensi
mengakibatkan penyakit yang ditularkan oleh air seperti diare (Widoyono,
2008). Saran untuk penelitian selanjutnya untuk mengetahui hubungan sarana
air bersih dengan diare, sebaiknya kualitas air bersih dilakukan pemeriksaan
dengan uji laboratorium kualitas air dari segi mikrobiologi.
6.4 Analisis Hubungan Jamban Sehat dengan Keluhan Diare pada Balita
Jamban merupakan suatu bangunan yang digunakan untuk tempat
membuang dan mengumpulkan kotoran manusia (kakus/wc) dan dilengkapi
dengan sarana penampungan kotoran/tinja sehingga tidak menjadi penyebab
76
atau penyebar penyakit dan mengotori lingkungan permukiman. Sedangkan
jamban sehat merupakan suatu bangunan yang digunakan untuk tempat
membuang dan mengumpulkan kotoran manusia (kakus/jamban) berbentuk
leher angsa dan dilengkapi dengan sarana penampungan tinja/septic tank
sehingga tidak menjadi penyebab atau penyebar penyakit (Kementerian
Kesehatan RI, 2016).
Ketersediaan jamban sehat diduga terdapat hubungan dengan kejadian
diare pada balita di permukiman pesisir Kampung Blok Empang Muara
Angke. Jamban sehat pada penelitian ini diukur dengan beberapa pertanyaan
dan observasi berdasarkan Pedoman Indonesia Sehat (Kementerian
Kesehatan, 2016) yaitu jamban dengan jenis leher angsa dan dilengkapi
dengan septic tank. Berdasarkan uji bivariat diketahui bahwa bahwa tidak ada
hubungan yang signifikan antara jamban sehat dengan keluhan diare pada
balita (p=0,417).
Hasil penelitian ini sejalan dengan Ferllando dan Asfawi (2014)
bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara ketersediaan jamban
dengan dengan kejadian diare (p=0,0504). Penelitian yang dilakukan oleh
Nugraheni (2012) juga senada dengan hasil penelitian ini bahwa tidak terdapat
hubungan antara keberadaan jamban dengan kejadian diare di Semarang Utara
(p=0,195). Pada penelitian Ferllando dan Asfawi (2014), dapat diketahui
bahwa semua responden telah memiliki jamban sehat.
77
Hasil penelitian ini tidak terdapat hubungan antara ketersediaan
jamban sehat dan keluhan diare karena berdasarkan observasi sebagian besar
ketersediaan jamban sehat di rumah responden sudah memenuhi syarat yaitu
menggunakan jamban berbentuk leher angsa dan terdapat septic tank. Jenis
jamban leher angsa merupakan jenis jamban yang dianjurkan dan dapat
mencegah bau busuk dan masuknya binatang (Nugraheni, 2012). Jamban
leher angsa menggunakan slab sebagai lubang dengan sekat air. Slab tersebut
terhubung dengan tempat pembuangan tinja/septic tank. Dengan adanya sekat
air pada leher angsa, tinja dapat disiram menggunakan air untuk mencapai
septic tank. Apabila jamban leher angsa digunakan dan dipelihara dengan
semestinya, sekat air akan mencegah lalat agar tidak dapat mencapai lubang
jamban dan bau tidak dapat keluar dari lubang tersebut (Soeparman and
Suparmin, 2002).
Berdasarkan hasil kuesioner pada tabel 5.10 responden yang tidak
mempunyai jamban dirumah, buang air besar di MCK umum dan jamban
terbuka empang/laut. Responden yang masih buang air besar sembarangan
(BABS) di pinggir laut/empang sebagian besar bertempat tinggal di pinggir
laut. Meskipun sudah tersedia MCK umum, sebagian masyarakat belum
memanfaatkan fasilitas MCK tersebut dan memilih untuk buang air besar di
pinggir laut. Menurut hasil penelitan yang dilakukan oleh Heijnen et al.,
(2015) masyarakat yang tidak memiliki jamban di rumah cenderung
melakukan praktik buang air besar sembarangan.
78
Berdasarkan hasil wawancara bahwa masih terdapat masyarakat yang
buang air besar sembarngan di pinggir laut kurangnya pengetahuan serta
kesadaran masyarakat akan pentingnya buang air besar di jamban. Menurut
hasil penelitian yang dilakukan oleh Lasmi (2004) dalam Gaffar (2010) bahwa
semakin baik pengetahuan tentang jamban maka responden lebih cenderung
untuk menggunakan jamban.
Hasil penelitian ini menunjukkan nilai OR sebesar 1,461 (95% CI:
0,308-1,519) yang menunjukkan bahwa jamban sehat yang tidak memenuhi
syarat berisiko 1,461 mengalami keluhan diare dibandingkan dengan jamban
yang memenuhi syarat. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sudasman
(2014) yang menyatakan bahwa responden dengan kepemilikan jamban yang
tidak sehat memiliki potensi 4,588 kali menyebabkan diare. Hal ini
membuktikan bahwa kepemilikan jamban sehat yang tidak memenuhi syarat
berisiko menyebabkan diare. Jamban sehat dilengkapi dengan tempat
pempuangan tinja/septic tank sehingga dapat mengurangi risiko sumber air
terkontaminasi oleh tinja yang dapat menyebarkan penyakit diare.
Berdasarkan hasil wawancara, tidak ada responden yang
memanfaatkan air laut sebagai sumber air bersih untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari. Sebagian besar responden mengonsumsi air dari PDAM dan
hanya sebagian kecil responden yang mengonsumsi air sumur. Air PDAM
berasal dari mobil tangki air yang selanjutnya didistribusikan kepada
masyarakat melalui jasa tukang pikul air. Berdasarkan hasil observasi,
79
responden menyimpan air PDAM dalam sebuah wadah besar yang diletakkan
di kamar mandi. Sehingga kecil kemungkinan air terkontaminasi oleh tinja.
Sumber air yang dapat terkontaminasi oleh tinja adalah sumber air dari sumur
dangkal dengan kedalaman sumur 0-5 meter.
Upaya penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar dalam
penurunan risiko terhadap penyakit diare. Berdasarkan hasil observasi, masih
terdapat masyarakat yang buang air besar di pinggir laut dan kurangnya
pengetahuan terkait jamban sehat, maka perlu adanya sosialiasi tentang stop
buang air besar sembarangan, pentingnya buang air besar di jamban serta
dampak yang diakibatkan dari buang air besar sembarangan. Keluarga yang
tidak mempunyai jamban dapat memanfaatkan MCK yang telah tersedia.
6.5 Analisis Hubungan Saluran Pembuangan Air Limbah dengan Keluhan
Diare pada Balita
Saluran pembuangan air limbah merupakan saluran yang digunakan
untuk membuang air limbah yang berasal rumah tangga seperti air bekas
cucian, mandi, dan lain sebagainya. Saluran pembuangan air limbah yang
memenuhi syarat adalah saluran yang tertutup agar tidak mencemari sumber air
bersih dan tidak berpotensi menjadi tempat berkembangbiaknya binatang
penyebar penyakit (Kementerian Kesehatan RI, 2014).
Berdasarkan uji bivariat menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang
signifikan antara saluran pembuangan air limbah dengan keluhan diare pada
80
balita (p=0,444). Sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Angeline
et.al (2012) bahwa variabel saluran pembangan air limbah tidak memiliki
hubungan yang signifikan terhadap keluhan diare (p=0.05). Berdasarkan hasil
wawancara, bahwa tidak terdapat hubungan antara saluran pembuangan air
limbah dengan keluhan diare pada balita karena sebagian besar responden
menggunakan sumber air PDAM sehingga mencegah sumber air tercemar oleh
air limbah.
Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Rizkiyanto (2015) bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara saluran
pembuangan air limbah dengan kejadian diare pada Balita. Perbedaan hasil ini
bisa disebabkan adanya perbedaan lokasi penelitian yaitu penelitian yang
dilakukan oleh Rizkiyanto (2015) berada di daerah dengan status rawan
banjir. Daerah rawan banjir sering terjadi genangan setelah hujan yang dapat
disebabkan oleh sistem drainase yang kurang baik. Genangan air tersebut
berpotensi menjadi mencemari sumber air di sekitarnya dan menjadi tempat
perkembangbiakan vektor penyakit.
Hasil penelitian ini tidak terdapat hubungan, namun diketahui nilai OR
pada penelitian ini dihasilkan 1,547 (95% CI: 0,540-4,592) menunjukkan
bahwa saluran pembuangan air limbah yang tidak memenuhi syarat berisiko
1,547 balita mengalami keluhan diare dibandingkan dengan saluran
pembuangan air limbah yang memenuhi syarat. Sejalan dengan penelitian lain
yang dilakukan oleh Dini et.al (2013) bahwa diketahui nilai OR sebesar 6,00
81
yang bermakna responden dengan SPAL yang tidak memenuhi syarat memiliki
risiko 6 kali terkena diare. Hal ini membuktikan bahwa SPAL yang tidak
memenuhi syarat berisiko mengalami diare.
Menurut Hidayat (2010) dalam Angeline et.al (2012) kondisi saluran
pembuangan air limbah yang tidak memenuhi syarat dapat memberikan
dampak antara lain dapat menimbulkan genangan, sebagai tempat
perkembangbiakan vektor penyebar penyakit seperti penyakit diare. Dari
aspek estetika dapat menimbulkan bau yang tidak sedap dan pandangan
kurang menyenangkan bagi keluarga maupun masyarakat sekitarnya.
SPAL yang memenuhi syarat adalah saluran yang tertutup dapat
mencegah terbentuknya tempat perkembangbiakan vektor. Menurut
Kusnoputranto (1997) dalam Ikhwan (2012) SPAL yang tertutup harus
dilakukan pemantauan dan dibersihkan secara rutin karena seringkali
tersumbat dan menimbulkan genangan serta banjir saat hujan. Hal ini penting
untuk dicermati agar bangunan SPAL yang dibuat adalah tetap dalam kondisi
tertutup dasar dan didalamnya yang kedap air tetapi penutupnya tidak
permanen agar dapat dibersihkan dan di pantau. Sehingga diharapkan SPAL
aman dan mudah dibersihkan dan sesuai dengan standar kesehatan.
Hasil observasi peneliti di Kampung Blok Empang masih terdapat
genangan air yang berasal dari saluran pembuangan air limbah. Genangan air
tersebut diperparah ketika turun hujan dan air pasang. Menurut penelitian
82
yang dilakukan oleh Suwitno (2016) tentang Nilai Ruang Kawasan Kampung
Nelayan Muara Angke, bahwa jaringan drainase belum terdistribusi secara
merata di seluruh kawasan. Oleh karena itu, genangan air sering terjadi pada
saat turun hujan dan air pasang. Kondisi ini disebabkan karena tersumbatnya
saluran drainase oleh sampah serta kapasitas saluran tidak memenuhi standar.
Berdasarkan observasi, sebagian besar SPAL tidak memenuhi syarat
dan sering terjadi genangan air, maka upaya yang dapat dilakukan adalah
membuatan SPAL yang tertutup dan dilakukan pembersihan rutin agar tidak
terjadi penyumbatan. SPAL yang tersumbat dapat mengakibatkan luapan air
limbah dan mengakibatkan genangan air. Genangan air tersebut dapat
mencemari sumber air dan menjadi media penularan penyakit diare.
6.6 Analisis Hubungan Sarana pembuangan sampah dengan Keluhan Diare
pada Balita
Sarana pembungan sampah adalah tempat pembuangan sampah dalam
rumah responden yang berupa pembuangan tertutup, kedap air, dapat
digunakan kembali (Kementerian Pekerjaan Umum, 2013). Sarana
pembuangan sampah diharapkan tidak menjadi tempat perindukan vektor
yang dapat menyebarkan penyakit seperti diare.
Berdasarkan hasil uji bivariat menunjukkan bahwa ada hubungan yang
signifikan antara sarana pembuangan sampah dengan keluhan diare pada
balita (p=0,038). Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
83
Putra (2016), Angeline et.al (2012) bahwa terdapat hubungan yang signifikan
antara sarana pembuangan sampah dengan kejadian diare. Hal ini
membuktikan bahwa terdapat hubungan antara sarana pembuangan sampah
dengan keluhan diare.
Tempat sampah yang tidak tertutup berpotensi menjadi tempat
perkembangbiakan vektor seperti lalat, tikus dan kecoa. Vektor tersebut dapat
membawa kuman penyakit dan ditularkan kepada manusia melalui makanan.
Penyakit yang dapat ditularkan oleh vektor tersebut salah satunya adalah
diare. Lalat mempunyai habitat di tempat yang kotor seperti sampah, kotoran
hewan dan kotoran manusia. Lalat dapat membawa mikroba dari tempat
sampah kemudian hinggap di makanan sehingga makanan tersebut dapat
terkontaminasi mikroba. Apabila makanan tersebut dimakan dapat
menularkan penyakit seperti diare.
Selain sarana pembuangan sampah, pengelolaan sampah mempunyai
peranan penting untuk mencegah penularan penyakit diare. Pengelolaan
sampah dapat dilakukan dengan cara penyediaan tempat sampah dirumah dan
sampah harus dikumpulkan serta dibuang ke tempat pembuangan sementara
(TPS) setiap hari (Kementerian Kesehatan RI, 2014). Sampah yang sudah
terkumpul di TPS selanjutnya akan diangkut dan diolah pada tempat
pengelolaan akhir sampah.
84
Sistem pengelolaan sampah di Kampung Blok Empang Muara Angke
dilakukan dengan cara mandiri. Masyarakat mengumpulkan sampah di rumah
masing-masing kemudian sampah dibuang ke TPS. TPS tersebut merupakan
satu-satunya tempat untuk menampung sampah dari permukiman, pasar,
pelelangan ikan. Sampah yang telah terkumpul di TPS akan diangkut ke TPA
(tempat pemrosesan akhir) oleh petugas kebersihan setiap pagi hari. Di
Kampung Blok Empang tidak terdapat tempat penampungan sampah
sementara di tiap gang sehingga masyarakat harus membuang sampah
langsung ke TPS pusat yang berada di Kampung Blok Eceng. Jarak kampong
Blok Empang dengan TPS sekitar 500-750 meter.
Berdasarkan hasil pengisian kuisioner terdapat responden yang tidak
membuang sampah di tempat penampungan sementara (TPS). Sebagian
responden membuang sampah di belakang rumah (dapat dilihat pada tabel
5.13). Kondisi pekarangan rumah sebagian besar adalah bekas empang
sehingga masyarakat menggunakan sampah untuk menimbun dan dijadikan
pondasi rumah. Hal ini sering menimbulkan bau yang tidak sedap dan terdapat
lalat dan tikus .
Berdasarkan tabel 5.13, sebagian responden juga masih ada yang
membuang sampah di laut. Responden yang membuang sampah di laut
sebagian besar bertempat tinggal di pinggir laut dan menganggap laut sebagai
tempat sampah yang ideal. Laut yang luas diperkirakan mampu
menghancurkan atau melarutkan sampah yang dibuang ke laut. Sehingga
85
responden terus menerus melakukan membuang sampah di laut. Berdasarkan
hasil wawancara, responden yang membuang sampah di laut dikarenakan
kurangnya pengetahuan tentang pengelolaan sampah. Penelitian yang
dilakukan oleh Ashidiqy (2009) menunjukkan bahwa terdapat hubungan
antara pengetahuan dengan perilaku membuang sampah di tempat terbuka
seperti sungai. Hal ini menunjukkan diperlukan upaya sosialiasi terkait
pengelolaan sampah yang baik dan dampak yang ditimbulkan sampah perlu
dilakukan sebagai menambah pengetahuan masyarakat.
Berdasarkan hasil wawancara, jarak menuju TPS juga menjadi faktor
penyebab masyarakat memilih untuk membuang sampah di laut dan
pekarangan rumah dibandingkan ke TPS. Sampah yang telah dibuang di area
terbuka akan mengakibatkan penumpukkan dan menghasilkan air lindi yang
dapat mencemari air tanah. Selain itu sampah dapat menimbulkan bau serta
berpotensi terbentuknya tempat perkembangbiakan vektor seperti lalat.
Sarana pembuangan sampah harus memenuhi syarat agar tidak
menjadi sarang vektor. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan
menyediakan tempat sampah dan menutup tempat sampah dengan rapat.
Sampah yang telah terkumpul dibuang ke TPS setiap hari agar tidak
menumpuk di rumah. Pembuangan sampah ke TPS dapat dilakukan di setiap
kelompok/gang. Bagi masyarakat yang tinggal di pinggir laut agar tidak
membuang sampah di laut dan membuangnya ke TPS.
86
7 BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai
berikut :
1. Proporsi keluhan diare pada balita di permukiman pesisir Kampung Blok
Empang Muara Angke sebesar 42,2%.
2. Berdasarkan hasil analisis univariat dapat disimpulkan bahwa :
a. Sarana air bersih di permukiman pesisir Kampung Blok Empang Muara
Angke (100%) telah memenuhi syarat.
b. Sebagian besar jamban di permukiman pesisisr Kampung Blok Empang
termasuk dalam kategori memenuhi syarat yaitu sebesar 58,8%.
c. Sebagian besar saluran pembuangan air limbah Kampung Blok Empang
Muara Angke tidak memenuhi syarat sebesar 82,4%.
d. Sebagian besar sarana pembuangan sampah sebagian besar tidak
memenuhi syarat 94,1%.
3. Berdasarkan hasil analisis bivariat dapat disimpulkan bahwa:
a. Hubungan antara sarana air bersih dengan keluhan diare pada balita
tidak dapat dianalisis secara statistic karena data yang dihasilkan
homogen.
87
b. Tidak terdapat hubungan antara jamban sehat dengan keluhan diare
pada balita di permukiman pesisir Kampung Blok Empang Muara
Angke dengan pvalue sebesar 0,417.
c. Tidak terdapat hubungan antara sarana pembuangan air limbah dengan
keluhan diare pada balita di permukiman pesisir Kampung Blok
Empang Muara Angke dengan pvalue sebesar 0,444.
d. Terdapat hubungan antara sarana pembuangan sampah dengan keluhan
diare pada balita di permukiman pesisir Kampung Blok Empang Muara
Angke dengan pvalue sebesar 0,038.
7.2 Saran
7.2.1 Bagi Instansi Pemerintah
a. Sebaiknya Dinas Pekerjaan Umum melakukan perbaikan saluran
pembuangan air limbah rumah tangga dengan pengadaan saluran
pembuangan air limbah tertutup dan terpusat agar dapat dikelola lebih
lanjut.
b. Sebaiknya Dinas Kebersihan dan Dinas Pekerjan Umum meningkatkan
sarana pengelolaan sampah rumah tangga dengan pengadaan tempat
pengelolaan sampah di setiap RT dan sistem pengangkutan sampah dari
TPS ke TPA.
c. Sebaiknya Dinas Kesehatan Jakarta Utara dan Puskesmas Kelurahan
Pluit meningkatkan pengawasan dan inspeksi terhadap sanitasi dasar
dan memberikan informasi/penyuluhan kepada masyarakat Kampung
88
Blok Empang terkait penggunaan jamban sehat, tidak melakukan buang
air besar di laut/empang dan dampak kesehatan yang ditimbulkan akibat
buang air besar sembarangan.
d. Sebaiknya Dinas Kebersihan melakukan pemberdayaan masyarakat
terkait pengelolaan sampah yang baik dan benar seperti bank sampah.
7.2.2 Bagi masyarakat Kampung Blok Empang
a. Masyarakat melakukan pengelolaan sampah dengan cara
mengumpulkan sampah dan dibuang ke TPS, tidak membuang sampah
di laut dan belakang rumah.
b. Masyarakat agar tidak buang air besar di laut/empang dan bagi
masyarakat yang tidak memiliki jamban di rumah sebaiknya
memanfaatkan jamban komunal yang telah tersedia.
7.2.3 Bagi peneliti selanjutnya
Penelitian selanjutnya sebaiknya melakukan penelitian lebih lanjut
terkait kualitas air dari segi mikrobiologi, perilaku masyarakat perilaku cuci
tangan pakai sabun, perilaku membuang tinja balita, pengelolaan air minum
dan makanan rumah tangga.
89
8 DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S. (2004) Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia.
Angeline, Y. L., Marsaulina, I. And Naria, E. (2012) „Hubungan Kondisi Sanitasi
Dasar Dengan Keluhan Kesehatan Diare Serta Kualitas Air Pada Pengguna Air
Sungai Deli Di Kelurahan Sukaraja Kecamatan Medan Maimun Tahun 2012‟,
Pp. 1–8.
Asmadi And Suharno (2012) Dasar-Dasar Teknologi Pengelolaan Air Limbah.
Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Azwar, A. (1995) Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Mutiara Sumber
Widya.
Bernstein, D. I. (2009) „Rotavirus Overview‟, Pediatric Infectious Disease Journal,
28(Suppl. 3), Pp. 50–53. Doi: 10.1097/Inf.0b013e3181967bee.
Brown, K. H. (2003) „Symposium : Nutrition And Infection , Prologue And Progress
Since 1968 Diarrhea And Malnutrition 1‟, Pp. 328–332.
Cita, R. S. (2014) Hubungan Sarana Sanitasi Air Bersih Dan Perilaku Ibu Terhadap
Kejadian Diare Pada Balita 10-59 Bulan Di Wilayah Puskesmas Keranggan
Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun 2013. Uin Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Cronin, A. A. Et Al. (2016) „Association Of Safe Disposal Of Child Feces And
Reported Diarrhea In Indonesia: Need For Stronger Focus On A Neglected
Risk‟, International Journal Of Environmental Research And Public Health,
13(3). Doi: 10.3390/Ijerph13030310.
Departemen Kesehatan Ri (1999) Keputusan Menteri Kesehatan Ri Nomor
829/Menkes/Sk/Vii/1999 Tentang Persyaratan Kesehatan Rumah. Indonesia.
Dini, F., Machmud, R. And Rasyid, R. (2013) „Hubungan Faktor Lingkungan Dengan
Kejadian Diare Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Kambang Kecamatan
Lengayang Kabupaten Pesisir Selatan Tahun 2013‟, Jurnal Fk Unand, 4(2), Pp.
453–461.
Environment Protection Authority Southern Australia (2009) „Waste Definitions‟,
Waste Guidelines, (June), Pp. 1–18. Doi: Epa 842/09.
Fatimah, S. (2016) Hubungan Status Gizi Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di
Posyandu Balita Temu Ireng Rw Ix Sorosutan Yogyakarta. Universitas
‟Aisyiyah Yogyakarta.
Ferllando, H. T. And Asfawi, S. (2014) „Hubungan Antara Sanitasi Lingkungan Dan
Personal Hygiene Ibu Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Wilayah Kerja
Puskesmas Mangkang Tahun 2014‟, Fk Udinus, Pp. 1–13.
90
Gaffar, A. (2010) Respon Masyarakat Terhadap Penyediaan Fasilitas Sanitasi
(Mck) Di Kawasan Permukian Nelayan Kelurahan Takatidung Kabupaten
Polewali Mandar. Universitas Dipenogoro.
Gordon, J. E. (1949) „The Epidemiology Of Accidents.‟, American Journal Of
Public Health, 172(1032), Pp. 613–619. Doi: 10.2105/Ajph.39.4.504.
Hasibuan, B. And Nasution, F. (2011) „Infeksi Rotavirus Pada Anak Usia Di
Bawah Dua Tahun‟, Sari Pediatri, 13(3), Pp. 165–168.
Heijnen, M. Et Al. (2015) „Shared Sanitation Versus Individual Household
Latrines In Urban Slums: A Cross-Sectional Study In Orissa, India‟,
American Journal Of Tropical Medicine And Hygiene, 93(2), Pp. 263–268.
Doi: 10.4269/Ajtmh.14-0812.
Hermawati, W. (2015) „Tinjauan Umum Pengelolaan Sampah Perkotaan‟,
Pengelolaan Dan Pemanfaatan Sampah Di Perkotaan. Plantaxia.
Ikhwan, Z. (2012) Faktor Individu Dan Keadaan Saluran Pembuangan Air
Limbah ( Spal ) Rumah Tangga Dengan Kejadian Diare Di Rt 01 Rw 09
Kelurahan. Poltekes Kemenkes Tanjungpinang.
Imroatus, S., Mulyadi And Maryam, L. (2015) „Gambaran Sarana Sanitasi
Masyarakat Kawasan Pesisir Pantai Dusun Talaga Desa Kairatu Kecamatan
Kairatu Kabupaten Seram Bagian Barat Tahun 2014‟, Higiene, 1 No 2. Doi:
Issn: 2443-1141.
Irfhamiah, M., Birawida, A. B. And Manyullei, S. (2013) „Kondisi Sanitasi Dasae
Pada Masyarakat Pulau Lae-Lae Kecamatan Ujung Pandang Kota
Makassar‟, 38, Pp. 1–12.
Karti T, Srivanichakom And J, C. (2010) „Factors Related To The Occurence Of
Diarrheal Disease Among Under-Five Children In Latipur District Of
Nepal‟, Journal Of Public Health And Development, 8(3).
Kasim, K.P., Setiani, O., Endah, N. (2014) „Faktor-Faktor Yang Berhubungan
Dengan Cemaran Mikroba Dalam Air Minum Isi Ulang Pada Depot Air
Minum Kota Makassar Factors Related To Microbial Contamination In
Drinking Water Refill At Drinking Water Depot Makassar Karakteristik
Depot Air Minum Kondisi B‟, Kesehatan Lingkungan Indonesia, 13(2), Pp.
39–44.
Kementerian Kesehatan (2010) „Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 492/Menkes/Per/Iv/2010‟, Peraturan Mentri Kesehatan Republik
Indonesia, P. Menkes.
Kementerian Kesehatan (2013) Riset Kesehatan Dasar 2013, Badan Penelitian
Dan Pengembangan Kesehatan. Doi: 10.1007/S13398-014-0173-7.2.
Kementerian Kesehatan (2016) Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2015. Jakarta.
Kementerian Kesehatan Ri (2014a) Pedoman Tata Laksana Diare.
Kementerian Kesehatan Ri (2014b) „Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Sanitasi Total Berbasis
Masyarakat‟, Pp. 1–40. Available At:
91
Http://Www.Americanbanker.Com/Issues/179_124/Which-City-Is-The-
Next-Big-Fintech-Hub-New-York-Stakes-Its-Claim-1068345-
1.Html%5cnhttp://Www.Ncbi.Nlm.Nih.Gov/Pubmed/15003161%5cnhttp://
Cid.Oxfordjournals.Org/Lookup/Doi/10.1093/Cid/Cir991%5cnhttp://Www.
Scielo.
Kementerian Kesehatan Ri (2016) „Pedoman Umum Program Indonesia Sehat
Dengan Pendekatan Keluarga‟, Kemenkes Ri, P. 39.
Kementerian Pupr (2016) Peraturan Menteri Pupr Nomor 02/Prt/M/2016 Tentang
Peningkatan Kualitas Terhadap Perumahan Kumuh Dan Permukiman
Kumuh.
Kementrian Kesehatan (2015) Kesehatan Dalam Kerangka Suistanable
Development Goals (Sdgs).
Komarulzaman, A., Smits, J. And De Jong, E. (2016) „Clean Water, Sanitation
And Diarrhoea In Indonesia: Effects Of Household And Community
Factors‟, Global Public Health. Taylor & Francis, 0(0), Pp. 1–15. Doi:
10.1080/17441692.2015.1127985.
Langit, L. S. (2016) „Hubungan Kondisi Sanitasi Dasar Rumah Dengan Kejadian
Diare Pada Balita Di Wlayah Kerja Puskesmas Rembang 2‟, Jurnal
Kesehatan Masyarakat, 4(April), Pp. 160–165.
Lapau, B. (2012) Metode Penelitian Kesehatan: Metode Penulisan Skripsi, Tesisi
Dan Disertasi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Available At:
Https://Books.Google.Co.Id/Books?Id=Srcxdqaaqbaj&Pg=Pa40&Dq=Valid
itas+Muka&Hl=Id&Sa=X&Ved=0ahukewjqj8tdspzxahvpwvqkhwh5dp0q6a
eintad#V=Onepage&Q=Validitas Muka&F=False.
Lestari, P. (2015) Gambaran Tentang Sanitasi Rumah Di Dusun Kebonsari
Kelurahan Kacangan. Stikes Kusuma Huda.
Machfoedz, I. (2004) Menjaga Kesehatan Rumah Dari Berbagai Penyakit.
Yogyakarta: Fitramaya.
Martha Wasak (2012) „Keadaan Sosial-Ekonomi Masyarakat Nelayan Di Desa
Kinabuhutan Kecamatan Likupang Barat. Kabupaten Minahasa Utara,
Sulawesi Utara‟, Pacific Journal, 1 (7)(Dewan Riset Daerah Provinsi
Sulawesi Utara), P. 1399–J3*2. Available At:
Http://Repo.Unsrat.Ac.Id/280/1/Keadaan_Sosial-
Ekonomi_Masyarakat_Nelayan_Dl_Desa_Kinabuhutan_Kecamatan_Likupa
ng_Barat._Kabupaten_Minahasa_Utara%2c_Sulawesi_Utara.Pdf.
Notoatmodjo, S. (2011) Kesehatan Masyrakat: Ilmu Dan Seni. Jakarta: Rineka
Cipta.
Nugraheni, D. (2012) „Hubungan Kondisi Fasilitas Sanitasi Dasar Dan Personal
Hygiene Dengan Kejadian Diare Di Kecamatan Semarang Utara Kota
Semarang‟, Jurnal Kesehatan Masyarakat, 1, Pp. 922–933.
Pamsimas (2009) „Katalog Informasi Pilihan Sarana Sanitasi‟. Departemen
Pekerjaan Umum.
Permenpu Nomor 3 (2013) „Peraturan Mentri Pekerjaan Umum Republik
92
Indonesia Nomor 3/Prt/M/2013 Tentang Penyelenggaraan Prasarana Dan
Sarana Persampahan Dalam Menangani Sampah Rumah Tangga Dan
Sampah Sejenis Rumah Tangga‟, Pp. 1–35.
Presiden Republik Indonesia (2007) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007
Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil. Indonesia.
Presiden Republik Indonesia (2011) Undang Undang Republik Indonesia Nomor
1 Tahun 2011 Tentang Perumahan Dan Kawasan Permukiman, Republik
Indonesia.
Puskesmas Kelurahan Pluit (2016) Profil Kesehatan Puskesmas Kelurahan Pluit
Jakarta Utara. Jakarta Utara.
Putra, A. D. P. (2016) „Hubungan Kondisi Sanitasi Dasar Dan Personal Hygiene
Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Taikmadu
Kabupaten Karanganyar‟, 2501011214, P. 2016.
Rizkiyanto, M. (2015) Pengaruh Ketersediaan Sarna Sanitasi Dan Status Rawan
Banjir Terhadap Kejadian Diare. Universitas Negeri Semarang.
Rosari, A., Rini, E. A. And Masrul (2013) „Hubungan Diare Dengan Status Gizi
Balita Di Kelurahan Lubuk Buaya Kecamatan Koto Tangah Kota Padang‟,
Jurnal Kesehatan Andalas, 2(3), Pp. 111–115.
Sampul, M. P. K., Ismanto, A. Y. And Pondaag, L. (2015) „Hubungan Diare
Dengan Kejadian Malnutrisi Pada Balita Di Irina E Bawah Rsup Prof. Dr.
R. D. Kandou Manado‟, Ejournal Keperawatan, 3(1). Available At:
Unsrat.Ac.Id/Index.Php/Jkp/Article/View/6689.
Santosa, S. (2008) „Dampak Negarif Sampah Terhadap Lingkungan Dan Upaya
Mengatasinya‟.
Soemirat, J. (2011) Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Soeparman And Suparmin (2002) Pembuangan Tinja Dan Limbah Cair. Jakarta:
Egc.
Sudasman, F. H. (2014) Hubungan Kepemilikan Sarana Sanitasi Dasar Rumah
Tangga, Personal Hygiene Ibu Balita Dan Kebiasaan Jajan Terhadap
Riwayat Penyakit Diare Pada Balita Daerah Sepanjang Aliran Sungai
Citarum Di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung
Tahun 2014. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
Sugiyono (2012) Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Sumampouw, O. J. Et Al. (2015) „Eksplorasi Masalah Kesehatan Masyarakat Di
Daerah Pesisir Kota Manado‟, Research Gate, (August).
Sumantri, A. (2013) Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Fajar Interpratama Mandiri.
Supriharyono (2007) Ekosistem Sumber Daya Hayati. Edited By P. Pelajar.
Yogyakarta.
Suwitno, E. (2016) Nilai Ruang Kawasan Kampung Nelayan Muara Angke
Jakarta Utara. Universitas Gadjah Mada.
93
Swarjana, I. K. (2016) Statistik Kesehatan. Yogyakarta: Andi Offset.
Tauso, S. A. And Azizah, R. (2013) „Hubungan Sanitasi Dasar Rumah Dan
Perilaku Ibu Rumah Tangga Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Desa
Bena Nusa Tenggara Timur‟, Jurnal Kesehatan Lingkungan, 7(1), Pp. 1–6.
Unicef (2012) „Air Bersih, Sanitasi & Kebersihan‟, Pp. 1–6.
Unicef And World Health Oranization (2015) Progress On Sanitation And
Drinking Water: 2015 Update And Mdg Assessment. New York.
Widjaja (2002) Mengatasi Diare Dan Keracunan Pada Balita. Jakarta: Kawan
Pustaka.
Widoyono (2008) Penyakit Tropis: Epidemiologi, Penularan, Pencegahan Dan
Pemberantasan. Jakarta: Erlangga.
World Health Organization (1992) A Guide To The Develoment Of On Site
Sanitation. England.
World Health Organization (2008) Indikator Perbaikan Kesehatan Lingkungan
Anak. Edited By E. A. Hardiyanti. Egc.
Yayasan Cipta Sarana Mandiri (2013) „Indonesia - Survei Sumber Daya Dan
Infrastruktur Desa 2008-2009 , Wave 1‟, Pp. 1–293.
LAMPIRAN 1 L
KUESIONER PENELITIAN
HUBUNGAN SANITASI DASAR DENGAN KELUHAN PENYAKIT
DIARE PADA BALITA DI PEMUKIMAN PESISIR DI KAMPUNG BLOK
EMPANG MUARA ANGKE TAHUN 2017
Assalamualaikum Wr.Wb
Perkenalkan saya Luthfi Rofiana, mahasiswa Peminatan Kesehatan
Lingkungan Program Studi Kesehatan Mayarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang sedang
melakukan penelitian mengenai Hubungan Sanitasi Dasar dengan Keluhan
Kesehatan Masyarakat Pemukiman Pesisir Di Kampung Blok Empang Muara
Angke Tahun 2017. Penelitian ini saya lakukan untuk mendapatkan gelar sarjana
Kesehatan Masyarakat.
Oleh sebab itu, kami berharap anda bersedia menjadi responden penelitian
kami dengan menjawab pertanyaan yang ada di kuesioner ini dan dilakukan
observasi. Pada kuesioner ini, terdapat 14 pertanyaan mengenai sarana air bersih,
ketersediaan jamban, kebiasaan Buang Air Besar, sarana pembuangan limbah,
cara pengelolaan sampah. Informasi yang anda berikan akan kami jaga
kerahasiaannya. Jika saudara/i bersedia di mohon untuk menandatangani lembar
persetujuan yang telah disediakan
1. Nama responden : ____________________________
2. Hari/tanggal pengamatan : ____________________________
Dengan ini bersedia menjadi responden pada penelitian ini.,
Responden
(...............................................)
Pemeriksa
(.............................................)
No Responden:
No. Pertanyaan Jawaban Kode
(diisi oleh
peneliti)
KARAKTERISTIK RESPONDEN
A1 Nama Responden
A2 Umur
A3 No Rumah/ Gang
A4 Pendidikan Terakhir Ibu 1. SD
2. SMP
3. SMA
4. PT
[ ]
A5 Pekerjaan Ayah 1. Nelayan
2. Wiraswasta
3. PNS
4. Buruh
5. Lainnya…
[ ]
A6 Pendapatan per bulan 1. Kurang dari 500.000
2. 500.000 – 1.000.000
3. 1.000.000 – 2.000.000
4. 2.000.000 – 3.000.000
5. Lebih dari 3.000.000
KARAKTERISTIK BALITA
A5 Nama Balita
A6 Jenis Kelamin balita 1. Laki-laki
2. Perempuan
[ ]
A7 Umur …. bulan
GEJALA PENYAKIT DIARE
B1 Dalam 3 bulan terakhir,
Apakah balita anda pernah
mengalami diare?
1. Ya
2. Tidak
[ ]
B2 Dalam 3 bulan terahir,
Apakah balita anda
mengalami buang air besar
dengan tinja encer?
1. Ya
2. Tidak
B3 Dalam 3 bulan terahir,
Apakah balita anda
mengalami buang air besar 3
kali atau lebih dalam sehari?
1. Ya
2. Tidak
B4 Apa yang anda lakukan bila
balita anda terkena diare
1. Dibiarkan saja
2. Diobati sendiri
3. Dibawa ke
puskesmas/klinik/bidan
4. Lainnya…..
[ ]
B5 Pada hari keberapa ibu
membawa balita berobat ke
…… hari
SANITASI DASAR
No Pertanyaan Di Isi oleh peneliti
Sarana Air Bersih
C1 Sarana air bersih yang digunakan oleh anda untuk
mandi cuci kakus adalah ….
1. Sumur dangkal
2. Sumur dalam
3. Pengolahan Air Minum (PAM/PDAM)
4. Mata air terlindungi
5. sungai
6. Lainnya….
[ ]
C2 Sumber air minum yang digunakan oleh anda
adalah…
1. Air PAM
2. Air sumur
3. Air isi ulang
4. Air minum dalam kemasan
5. Lainnya….
Jamban Rumah Tangga
D1 Apakah di rumah anda tersedia jamban?
1. Tidak tersedia (Lanjut D3)
2. Tersedia
D2 Berapa jumlah jamban di rumah anda?
1. Satu buah
2. Lebih dari satu buah
D3 Dimana anda biasa buang air besar?
1. Rumah
2. MCK umum
3. Empang/laut
4. Lain-lain …
[ ]
Sarana Pembuangan Air Limbah
E1 Apakah di rumah anda terdapat tempat pembuangan
akhir tinja berupa septic tank?
1. Tidak tersedia
2. Tersedia
[ ]
E2 Apakah anda memiliki SPAL (saluran pembuangan
pelayanan kesehatan?
B6 Berapa lama jarak tempuh
dari rumah menuju ke
pelayanan kesehatan?
…… menit
B7 Apakah ibu mempunyai BPJS
atau asuransi kesehatan lain?
1. Iya
2. Tidak
air limbah) untuk membuang air bekas cucian, mandi
di rumah?
1. Ya
2. Tidak
E3 Bagaimana anda membuang air bekas cucian/mandi?
1. Dibuang ke resapan tanah
2. Dibuang ke selokan terbuka
3. Dibuang ke selokan tertutup
[ ]
Sarana Pengelolaan Sampah
F1 Apakah terdapat tempat penampungan sampah
sementara di rumah?
1. Ya
2. Tidak (lanjut F5)
[ ]
F2 Apakah tempat penampungan sampah sementara di
rumah anda terbuat dari bahan kedap air (bukan
kantong plastik)?
1. Ya
2. Tidak
[ ]
F3 Apakah tempat pembuangan sampah di rumah anda
tertutup?
1. Ya
2. Tidak
[ ]
F4 Apakah tempat penampungan sampah dapat
digunakan tempat sampah kembali?
1. Ya
2. Tidak
[ ]
F5 Bagaimana anda mengelola sampah yang dihasilkan
keluarga?
1. Dibakar
2. Diangkut Ke TPS (Lanjut F6)
3. Dibuang dibelakang rumah
4. Di timbun
5. Dibuang ke laut/empang
[ ]
F6 Setiap berapa hari anda mengangkut sampah ke
TPS?
…… hari
LEMBAR OBSERVASI
Komponen yang di
nilai
Kriteria Keterngan
Sarana air bersih
Jenis sarana air
bersih
1. Sumur dangkal
2. Sumur dalam
3. Penampung air hujan
4. Pengolahan Air Minum
(PAM/PDAM)
5. Lainnya….
Kualitas Fisik Air 1. Berasa (Iya/Tidak)
2. Bau (Iya/Tidak)
3. Berwarna (Iya/Tidak)
Disekitar sarana air
bersih (kurang lebih 1
meter) disemen
1. Iya
2. Tidak
Tersedia septic tank 1. Iya
2. Tidak
Jarak sumber air
dengan septic tank
1. > 10 meter
2. < 10 meter
Jamban 1. Leher angsa
2. Cubluk
3. Jamban empang/laut
Sarana pembuangan
limbah
3. Tidak ada, sehingga tergenang
tidak teratur di halaman rumah
4. Ada, di resapkan ke tanah
5. Ada, dialirkan ke selokan
terbuka
6. Ada, dialirkan ke selokan
tertutup
Terdapat genangan
air di sekitar SPAL
1. Iya
2. Tidak
Sarana Pembuangan
sampah
1. Tidak ada
2. Ada, tapi tidak kedap air dan
tertutup
3. Ada, kedap air dan tidak
tertutup
4. Ada, kedap air dan tertutup
LAMPIRAN 2
HASIL OUT PUT SPSS
Analisis Univariat
Pendidikan
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid SD 54 52.9 52.9 52.9
SMP 33 32.4 32.4 85.3
SMA 15 14.7 14.7 100.0
Total 102 100.0 100.0
Kerja
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Nelayan 36 35.3 35.3 35.3
Wiraswasta 22 21.6 21.6 56.9
Buruh 22 21.6 21.6 78.4
Karyawan 18 17.6 17.6 96.1
Lainnya 4 3.9 3.9 100.0
Total 102 100.0 100.0
Pendapatan
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Rendah 27 26.5 26.5 26.5
Sedang 57 55.9 55.9 82.4
Tinggi 18 17.6 17.6 100.0
Total 102 100.0 100.0
USIA
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Kurang dari
20 15 14.7 14.7 14.7
21-30 40 39.2 39.2 53.9
31-40 39 38.2 38.2 92.2
41-50 7 6.9 6.9 99.0
Lebih dari 50 1 1.0 1.0 100.0
Total 102 100.0 100.0
Diare
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak
Diare 59 57.8 57.8 57.8
Diare 43 42.2 42.2 100.0
Total 102 100.0 100.0
Sarana Air Bersih
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Sumur
Dangkal 9 8.8 8.8 8.8
Sumur Dalam 15 14.7 14.7 23.5
PDAM 78 76.5 76.5 100.0
Total 102 100.0 100.0
jamban_baru_rumah
Frequenc
y Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak Memenuhi
Syarat 42 41.2 41.2 41.2
Memenuhi Syarat 60 58.8 58.8 100.0
Total 102 100.0 100.0
Ketersediaan jamban
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak
Tesedia 33 32.4 32.4 32.4
Tersedia 69 67.6 67.6 100.0
Total 102 100.0 100.0
Tempat BAB
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Rumah 67 65.7 65.7 65.7
MCK Umum 12 11.8 11.8 77.5
Laut/empang 23 22.5 22.5 100.0
Total 102 100.0 100.0
jenis jamban
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Leher Angsa 78 76.5 76.5 76.5
Cubluk
Tertutup 1 1.0 1.0 77.5
Cubluk
Terbuka 23 22.5 22.5 100.0
Total 102 100.0 100.0
Ketersediaan Septic Tank
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak Tersedia Septic
Tank 42 41,2 41,2 41,2
Tersedia Septic Tank 60 58,8 58,8 100.0
Total 102 100.0 100.0
Saluran Pembuangan Air Limbah
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak Memenuhi
Syarat 84 82.4 82.4 82.4
Memenuhi Syarat 18 17.6 17.6 100.0
Total 102 100.0 100.0
Pembuangan sampah
Frequency Percent
Valid
Percent Cumulative Percent
Valid Di Bakar 12 11.8 11.8 11.8
TPS 55 53.9 53.9 65.7
Belakang
rumah 7 6.9 6.9 72.5
Laut/empang 28 27.5 27.5 100.0
Total 102 100.0 100.0
Sarana penampungan Sampah
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak Memenuhi
Syarat 96 94.1 94.1 94.1
Memenuhi Syarat 6 5.9 5.9 100.0
Total 102 100.0 100.0
ANALISIS BIVARIAT
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square .874a 1 .350
Continuity Correctionb .534 1 .465
Likelihood Ratio .872 1 .350
Fisher's Exact Test .417 .232
Linear-by-Linear
Association .865 1 .352
N of Valid Cases 102
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 17.71.
c. Computed only for a 2x2 table
jamban_baru_rumah * Diare Crosstabulation
Diare
Total
Tidak
Diare Diare
jamban_baru
_rumah
Tidak Memenuhi
Syarat
Count 22 20 42
% within
jamban_baru_rumah 52.4% 47.6% 100.0%
Memenuhi Syarat Count 37 23 60
% within
jamban_baru_rumah 61.7% 38.3% 100.0%
Total Count 59 43 102
% within
jamban_baru_rumah 57.8% 42.2% 100.0%
Risk Estimate
Value
95% Confidence
Interval
Lower Upper
Odds Ratio for
jamban_baru_rumah
(Tidak Memenuhi
Syarat / Memenuhi
Syarat)
1.461 .308 1.519
For cohort Diare =
Tidak Diare .849 .598 1.206
For cohort Diare =
Diare 1.242 .791 1.951
N of Valid Cases 102
Saluran Pembuangan Air Limbah * Baru_Diare Crosstabulation
Baru_Diare
Total Diare
Tidak
Diare
Saluran
Pembuangan
Air Limbah
Tidak Memenuhi
Syarat
Count 37 47 84
% within Saluran
Pembuangan Air
Limbah
44.0% 56.0% 100.0%
Memenuhi Syarat Count 6 12 18
% within Saluran
Pembuangan Air
Limbah
33.3% 66.7% 100.0%
Total Count 43 59 102
% within Saluran
Pembuangan Air
Limbah
42.2% 57.8% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig.
(1-sided)
Pearson Chi-Square .698a 1 .404
Continuity Correctionb .328 1 .567
Likelihood Ratio .712 1 .399
Fisher's Exact Test .444 .286
Linear-by-Linear
Association .691 1 .406
N of Valid Cases 102
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7,59.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence
Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Saluran
Pembuangan Air
Limbah (Tidak
Memenuhi Syarat /
Memenuhi Syarat)
1.574 .540 4.592
For cohort Baru_Diare
= Diare 1.321 .659 2.651
For cohort Baru_Diare
= Tidak Diare .839 .575 1.225
N of Valid Cases 102
Sarana Pembuangan Sampah * Diare Crosstabulation
Diare
Total
Tidak
Diare Diare
Tempat
Penampung
Sampah
Sementara
Tidak Memenuhi
Syarat
Count 53 43 96
% within Tempat
Penampung
Sampah Sementara
55.2% 44.8% 100.0%
Memenuhi Syarat Count 6 0 6
% within Tempat
Penampung
Sampah Sementara
100.0% 0.0% 100.0%
Total Count 59 43 102
% within Tempat
Penampung
Sampah Sementara
57.8% 42.2% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 4.646a 1 .031
Continuity Correctionb 2.991 1 .084
Likelihood Ratio 6.841 1 .009
Fisher's Exact Test .038 .033
Linear-by-Linear
Association 4.601 1 .032
N of Valid Cases 102
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,53.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence
Interval
Lower Upper
For cohort Diare =
Tidak Diare .552 .461 .661
N of Valid Cases 102
LAMPIRAN 3