6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Muara Sungai Muara sungai ...

14
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Muara Sungai Muara sungai adalah bagian hilir dari sungai yang berhubungan dengan laut. Permasalahan di muara sungai dapat ditinjau dibagian mulut sungai (river mouth) dan estuari. Mulut sungai adalah bagian paling hilir dari muara sungai yang langsung bertemu dengan laut, sedangkan estuari adalah bagian dari sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut. Pengaruh pasang surut terhadap sirkulasi aliran (kecepatan, debit, profil muka air, intrusi air asin) di estuari dapat sampai jauh ke hulu sungai, tergantung pada tinggi pasang surut, debit sungai dan karakteristik estuari (tampang aliran, kekasaran dinding, dan sebagainya). Muara sungai berfungsi sebagai pengeluaran/ pembuangan debit sungai terutama pada waktu banjir ke arah laut. Karena letaknya yang di ujung hilir, maka debit aliran di muara adalah lebih besar dibanding pada penampang sungai disebelah hulu. Selain itu, muara sungai juga harus melewatkan debit yang ditimbulkan oleh pasang surut yang bisa lebih besar dari debit sungai. Sesuai dengan fungsinya tersebut, muara sungai harus cukup lebar dan dalam. Permasalahan yang sering dijumpai adalah banyaknya endapan di muara sungai sehingga tampang alirannya kecil, yang dapat mengganggu pembuangan debit sungai ke laut. Ketidaklancaran pembuangan tersebut dapat mengakibatkan banjir didaerah sebelah hulu muara (Triadmodjo, 1999). Universitas Sumatera Utara

Transcript of 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Muara Sungai Muara sungai ...

Page 1: 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Muara Sungai Muara sungai ...

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Muara Sungai

Muara sungai adalah bagian hilir dari sungai yang berhubungan dengan

laut. Permasalahan di muara sungai dapat ditinjau dibagian mulut sungai (river

mouth) dan estuari. Mulut sungai adalah bagian paling hilir dari muara sungai

yang langsung bertemu dengan laut, sedangkan estuari adalah bagian dari sungai

yang dipengaruhi oleh pasang surut. Pengaruh pasang surut terhadap sirkulasi

aliran (kecepatan, debit, profil muka air, intrusi air asin) di estuari dapat sampai

jauh ke hulu sungai, tergantung pada tinggi pasang surut, debit sungai dan

karakteristik estuari (tampang aliran, kekasaran dinding, dan sebagainya).

Muara sungai berfungsi sebagai pengeluaran/ pembuangan debit sungai

terutama pada waktu banjir ke arah laut. Karena letaknya yang di ujung hilir,

maka debit aliran di muara adalah lebih besar dibanding pada penampang sungai

disebelah hulu. Selain itu, muara sungai juga harus melewatkan debit yang

ditimbulkan oleh pasang surut yang bisa lebih besar dari debit sungai. Sesuai

dengan fungsinya tersebut, muara sungai harus cukup lebar dan dalam.

Permasalahan yang sering dijumpai adalah banyaknya endapan di muara sungai

sehingga tampang alirannya kecil, yang dapat mengganggu pembuangan debit

sungai ke laut. Ketidaklancaran pembuangan tersebut dapat mengakibatkan banjir

didaerah sebelah hulu muara (Triadmodjo, 1999).

Universitas Sumatera Utara

Page 2: 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Muara Sungai Muara sungai ...

7

2.1.1 Jenis-Jenis Muara Sungai

Muara sungai dapat dibedakan menjadi tiga kelompok berdasarkan faktor

dominan yang mempengaruhinya. Ketiga faktor tersebut adalah gelombang, debit

sungai, dan pasang surut (Nur Yuwono dalam Triadmodjo 1999). Ketiga faktor

tersebut akan berperan secara bersamaan dalam suatu muara, hanya saja salah satu

yang akan mendominasi.

A. Muara yang Didominasi Gelombang Laut

Gelombang laut yang besar dapat menyebabkan transportasi sedimen dari

laut menuju muara dan menyebabkan endapan. Apabila debit sungai kecil

kecepatan arus tidak mampu mengerosi endapan tersebut sehingga muara sungai

benar-benar akan tertutupi sedimen. Permasalahan akan timbul pada musim hujan,

dimana debit banjir dari daerah aliran sungai tidak dengan lancar dapat dialirkan

menuju laut. Akibatnya, banjir dapat terjadi di daerah sebelah hulu muara baik itu

permukiman ataupun persawahan. Jika debit sungai sepanjang tahun cukup besar,

kecepatan arus dapat mengerosi endapan tersebut, sehingga mulut sungai selalu

terbuka.

B. Muara yang Didominasi Debit Sungai

Muara dengan jenis ini terjadi pada sungai yang debit sepanjang tahunnya

cukup besar sedangkan gelombang lautnya relatif lebih kecil. Sungai dengan debit

besar tentunya membawa angkutan sedimen yang lebih besar dari hulunya. Ketika

sampai pada muara, sedimen yang terendap merupakan sedimen dengan suspensi

partikel yang sangat kecil, yaitu dalam beberap mikron. Sifat-sifat sedimen ini

lebih tergantung pada gaya-gaya permukaan dari pada gaya berat, yang berupa

gaya tarik-menarik dan tolak menolak. Mulai salinitas air sekitar 1 sampai 3 o/oo,

Universitas Sumatera Utara

Page 3: 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Muara Sungai Muara sungai ...

8

gaya tolak menolak antara partikel berkurang dan partikel-partikel tersebut akan

bergabung membentuk flokon dengan diameter jauh lebih besar dari partikel

individu (Triatmodjo, 1999). Bersatunya partikel tersebut juga dibarengi

kecepatan endap yang meningkat tajam.

Pada saat terjadi surut, sedimen akan terdorong ke muara dan terdorong ke

laut. Selama periode titik balik dimana kecepatan aliran kecil, sebagian suspensi

mengendap. Saat berikutnya dimana air mulai pasang, kecepatan aliran bertambah

besar dan sebagian suspensi dari laut masuk kembali ke sungai bertemu dengan

sedimen yang berasal dari hulu. Dialur sungai, terutama pada waktu air surut

kecepatan aliran besar, sehingga sebagian sedimen yang telah diendapkan tererosi

kembali. Tetapi didepan muara dimana aliran telah menyebar, kecepatan aliran

lebih kecil sehingga tidak mampu mengerosi semua sedimen yang telah

diedapkan. Dengan demikian dalam satu siklus pasang surut jumlah sedimen

yang mengendap jauh lebih banyak dari yang tererosi, sehingga terjadi

pengendapan didepan mulut sungai. Proses tersebut terjadi terus-menerus

sehingga muara sungai akan maju ke arah laut membentuk delta.

C. Muara yang Didominasi Pasang Surut

Pada muara yang mengalami pasang yang cukup tinggi, air laut akan

masuk ke sungai dengan volume yang cukup besar. Air tersebut akan

berakumulasi dengan air dari hulu sungai. Pada waktu surut, volume air yang

sangat besar itu mengalir keluar dalam periode waktu tertentu yang tergantung

pada tipe pasang surut. Dengan demikian, kecepatan arus selama air surut tersebut

besar dan cukup potensial untuk membentuk muara sungai. Muara sungai ini

berbentuk seperti lonceng.

Universitas Sumatera Utara

Page 4: 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Muara Sungai Muara sungai ...

9

2.2 Estuari

Estuari dibentuk oleh kenaikan air laut yang dipengaruhi oleh glasiasiasi

atau umur es (Woodroffe dalam Hardisty, 2007), dan interaksi nonlinear dari

pasang, arus, garam, air, dan sedimen (Hardisty, 2007). Sirkulasi aliran diestuari

dipengaruhi oleh sifat-sifat morfologi estuari, pasang surut dan debit aliran dari

hulu (debit sungai). Sirkulasi aliran tersebut meliputi penjalaran gelombang

pasang surut, pencampuran antara air tawar dan air asin, gerak sedimen, polutan

(biologi, kimiawi dan fisis) dan sebagainya.

Debit sungai dan perubahan musimnya adalah salah satu dari parameter

penting dalam sirkulasi di estuari. Debit sungai tergantung pada karakteristik

hidrologi dan daerah aliran sungai. Daerah aliran sungai yang baik (hutan yang

masih terjaga) memberikan debit aliran yang relatif konstan sepanjang tahun.

Sedang jika kondisinya jelek variasi debit antara musim basah dan kering sangat

besar. Hidrograf diujung hulu estuari merupakan fungsi waktu dengan arah aliran

selalu ke hilir (menuju ke laut). Pada musim hujan debit aliran besar sementara

pada musim kemarau kecil. Pada umumnya debit sungai jauh lebih kecil dari pada

debit yang ditimbulkan oleh pengaruh pasang surut. Pengaruh debit aliran lebih

dominan bagian hulu estuari disbanding dengan bagian hilir. Pada waktu banjir

debit sungai mendorong polutan (garam, sedimen dan sebagainya) ke laut

sehingga batas intrusi air asin dan kekeruhan terdorong lebih ke hilir sedang pada

debit kecil polutan bergerak lebih ke hulu.

Universitas Sumatera Utara

Page 5: 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Muara Sungai Muara sungai ...

10

Menurut Hardisty, 2007 ada lima tahapan dalam proses pembentukan

estuari yaitu:

1. Bathimetri: sebuah mulut sungai digenangi oleh air laut ketika air laut

mengalami kenaikan sesudah kebangkitan periode glasial berdasarkan

tiga bentuk dimensi.

2. Pasang: laut mengalami pasang surut. Pada saat pasang, air laut mengalir

kedalam mulut sungai membuat estuari mengandung garam, sedangkan

pada saat surut air kembali ke laut membuat kadar garam menjadi

berkurang.

3. Arus: aliran masuk, aliran keluar dan pencampuran dari air laut dengan air

daratan menghasilkan air baru dan arus pasang didalam estuari.

4. Temperatur dan salinitas: perpindahan panas arus pasang dan garam

didalam estuari beraasal dari proses adveksi dan difusi.

5. Partikel/ sedimen: partikel padat juga tererosi, terbawa, dan terdeposisi

menyebabkan bathimetri berubah dan memberikan pengaruh pada pasang

surut, arus, dan proses pengangkutan.

2.2.1 Bathimetri

Bathimetri adalah bentuk/ peta tiga dimensi dari suatu kawasan estuari.

Estuari merupakan kawasan bagian muara yang umunya digunakan untuk

kegiatan pelayaran dan perkapalan yang selalu di tinjau secara rutin dan

berkesinambungan. Peta bathimetri menggambarkan serta memaparkan

komponen-komponen pokok estuari seperti kedalaman, lebar dan peta kontur.

Universitas Sumatera Utara

Page 6: 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Muara Sungai Muara sungai ...

11

A. Lebar dan Kedalaman sebagai Fungsi Jarak

Seorang ilmuan Inggris bernama Prandle (1986) menyatakan bahwa lebar

dan kedalaman sebuah estuari dapat ditentukan dengan melakukan pendekatan

fungsi terhadap jarak.

(

)

……………………...………(2.1)

dan

(

)

………………………..……(2.2)

dimana

= lebar estuari dititik x (m)

= lebar estuari tepat dimulut muara (m)

= kedalaman estuari dititik x (m)

= kedalaman estuari di titik x (m)

x = jarak titik dari mulut muara (m)

λ = dimensi horizontal dari panjang kawasan estuari (m)

m & n = koefisien dari percobaan Prandel (1986)

Tabel 2.1: Koefisien estuari Prandle.

Muara Panjang

(km)

n m Muara Panjang

(km)

n m

Fraser 135 -0,7 0,7 Miramichi 55 2,7 0

Rotterdam 99 0 0 Bay of Fundy 635 1,5 1,0

Hudson 248 0,7 0,4 Thames 95 2,3 0,7

Potomac 184 1,0 0,4 Bristol Channel 623 1,7 1,2

Delaware 214 2,1 0,3 St Lawrence 418 1,5 1,9

Universitas Sumatera Utara

Page 7: 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Muara Sungai Muara sungai ...

12

B. Lebar dan Kedalaman sebagai Fungsi Eksponensial Jarak

Dyer (1986) mencatat bahwa banyak estuari yang menunjukkan sebuah

fungsi eksponensial antara jarak, kedalaman, dan area cross section dengan jarak

dari hulunya. Dengan cara yang sama Prandle (1986) menggantikan persamaan

2.1 dan 2.2 menjadi.

………………...……………(2.3)

dan

……………...………………(2.4)

dimana

= lebar estuari dititik x (m)

= lebar estuari tepat dimulut muara (m)

= kedalaman estuari di titik x (m)

= kedalaman estuari tepat dimulut muara (m)

x = jarak titik dari mulut muara (m)

sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh wright et al. (1973).

..……………..………………(2.5)

dan

……………..……...…………(2.6)

dimana

L = panjang estuari (m)

a = koefisien lebar muara

b = koefisien kedalaman muara

Universitas Sumatera Utara

Page 8: 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Muara Sungai Muara sungai ...

13

2.2.2 Pasang Surut

Pasang surut adalah fluktuasi muka air laut karena adanya gaya tarik

benda-benda dilangit, terutama matahari dan bulan terhadap massa air laut di

bumi. Meskipun massa bulan jauh lebih kecil dari massa matahari, tetapi karena

jaraknya terhadap bumi jauh lebih dekat, maka pengaruh gaya tarik bulan

terhadap bumi lebih besar daripada pengaruh gaya tarik matahari. Gaya tarik

bulan yang mempengaruhi pasang surut adalah 2,2 kali lebih besar daripada gaya

tarik matahari (Triadmodjo, 1999).

A. Tipe Pasang Surut

Perbedaan lokasi menyebabkan adanya perbedaan pasang surut diberbagai

daerah. Ada yang mengalami satu hingga dua kali pasang surut dalam sehari. Pada

umumnya pasang surut di berbagai daerah dapat dibedakan dalam empat tipe,

yaitu pasang surut harian tunggal (diurnal tide), harian ganda (semidiurnal tide)

dan dua jenis campuran.

1. Pasang Harian Ganda (semidiurnal tide)

Dalam satu hari terjadi dua kali air pasang dan dua kali air surut dengan

tinggi yang hampir sama dan pasang surut terjadi secara berurutan dan teratur.

Periode pasang surut rata-rata adalah 12 jam 24 menit.

2. Pasang Harian Tunggal (diurnal tide)

Dalam satu kali terjadi satu kali air pasang dan satu kali air surut. Periode

pasang surut rata-rata adalah 24 jam 50 menit.

Universitas Sumatera Utara

Page 9: 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Muara Sungai Muara sungai ...

14

3. Pasang Surut Campuran Condong ke Harian Ganda (mixed tide prevailing

semidiurnal)

Dalam satu hari terjadi dua kali air pasang dan dua kali air surut, tetapi

tinggi periodenya berbeda.

4. Pasang Surut Campuran Condong ke Harian Tunggal (mixed tide prevailing

diurnal)

Dalam satu hari terjadi satu kali air pasang dan satu kali air surut, tetapi

terkadang dalam sementara waktu terjadi dua kali pasang dan dua kali surut

dengan tinggi dan periode yang sangat berbeda.

Perbedaan dari ketiga tipe tersebut akan ditunjukkan di gambar 2.1.

Gambar 2.1: Tipe pasang surut (Triadmodjo, 1999)

B. Kurva Pasang Surut

Tinggi pasang surut adalah jarak vertikal antara air tinggi (puncak air

pasang) dan air terendah (lembah air surut) yang berurutan. Periode pasang surut

adalah waktu yang diperlukan dari posisi muka air pada muka air rerata ke posisi

Universitas Sumatera Utara

Page 10: 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Muara Sungai Muara sungai ...

15

yang sama berikutnya. Periode dimana muka air naik disebut pasang, sedang pada

saat air turun disebut surut. Variasi muka air menimbulkan arus yang disebut

dengan arus pasang surut, yang mengangkut massa air dalam jumlah sangat besar.

Arus pasang terjadi pada waktu periode pasang dan arus surut terjadi pada periode

air surut. Titik balik (slack) adalah saat dimana arus berbalik antara arus pasang

dan arus surut. Titik balik ini bisa terjadi pada saat muka air tertinggi dan muka

air terendah. Pada saat tersebut kecepatan arus adalah nol.

Gambar 2.2: Kurva pasang surut

C. Pembangkit Pasang Surut

Berdasarkan hukum Newton tentang gravitasi terdapat hubungan gaya

tarik-menarik antara bumi, bulan dan matahari. Hal ini menyebabkan bumi bulan

menjadi satu sistem kesatuan yang berotasi bersama-sama terhadap sumbu

perputaran bersama (common axis of revolution). Sumbu ini terletak pada jarak

2.900 km dari pusat bumi. Dengan adanya perputaran tersebut maka terjadi gaya

sentrifugal (Fc) dengan arah keluar/ menjauhi sumbu perputaran bersama. Selain

itu, setiap lokasi dibumi juga mengalami gravitasi (Fg). Pada sumbu bumi gaya

Universitas Sumatera Utara

Page 11: 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Muara Sungai Muara sungai ...

16

gravitasi dan sentrifugal adalah seimbang. Air (laut) yang berada pada sisi bumi

yang terjauh dari bulan akan mengalami gaya sentrifugal yang lebih besar dari

gaya gravitasi bulan, (Fc > Fg). Sehingga resultannya keluar dan permukaan air

tertarik keluar, sedangkan pada belahan bumi yang terdekat dengan bulan, Fg > Fc

resultannya juga keluar (ke arah bulan) dan permukaan air tertarik kearah bulan.

Oleh karena itu, permukaan air berubah menjadi bentuk ellipsoida. Keadaan

serupa juga terjadi pada sistem bumi-matahari. Dengan demikian pasang surut

yang terjadi adalah gabungan dari pengaruh gaya tarik bulan dan matahari.

Gambar 2.3: Gaya pembangkit pasang surut

Pemaparan tersebut dengan asumsi bahwa bumi dikelilingi oleh laut secara

merata. Pada kenyataannya dipermukaan bumi terdapat pulau-pulau dan benua-

benua. Selain itu dasar laut juga tidak rata, karena adanya palung yang dalam,

perairan dangkal, selat, teluk, gunung bawah laut dan sebagainya. Hal ini

menyebabkan terjadinya penyimpangan-penyimpangan dari kondisi yang ideal

Universitas Sumatera Utara

Page 12: 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Muara Sungai Muara sungai ...

17

dan dapat menimbulkan ciri-ciri pasang surut yang berbeda dari satu lokasi ke

lokasi lainnya. Selain itu, kedudukan bulan dan matahari juga selalu berubah

terhadap bumi, sehingga tinggi pasang surut tidak konstan dalam satu periode

panjang (satu bulan).

D. Pasang Surut Muara Sungai

Pugh (2004) menggambarkan ramalan pasang surut akibat gaya tarik

matahari (solar) dan gaya tarik bulan (lunar) dalam persamaan:

hS2(t) = AS2 sin(2πt/TS2) ……………………….(2.7)

dan

hM2(t) = AM2 sin(2πt/TM2) ……………………….(2.8)

kedalaman air yang sebenarnya tiap waktu h(t) adalah penjumlahan numerik dari

kedalaman yang sesuai dengan datum, DT.

h(t) = hS2 (t) + hM2 (t) + DT …….......................(2.9)

dimana

h(t) = kedalaman air total pada waktu t (m)

hS2(t), hM2(t) = kedalaman air akibat pengaruh matahari (solar semidiurnal) dan

bulan (lunar semidiurnal) pada waktu t (m)

t = waktu (jam)

AS2, AM2 = amplitudo pasang surut pengaruh matahari dan bulan (m)

2π = sudut rotasi bulan terhadap bumi dan bumi terhadap matahari

TS2, TM2 = periode pasang surut akibat matahari (solar) (12 jam) dan bulan

(lunar) (12,42 jam)

DT = kedalaman air, Wx (m).

Universitas Sumatera Utara

Page 13: 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Muara Sungai Muara sungai ...

18

Saat memasuki muara sungai, air menjadi dangkal dan gelombang pasang

terlihat menjadi asimetri karena memasuki daerah hulu. Penjelasan asimetri

tersebut karena adanya gesekan antara gelombang dengan kedalaman air (Pugh

dalam Hardisty, 2007).

√ ……………………………(2.10)

dimana

c = kecepatan pasang surut (m/det)

g = percepatan gravitasi (9.81m/det2)

h = kedalaman air, Dx (m)

Panjang dari gelombang pasang adalah hasil dari perkalian kecepatan dan

periode pasang surut.

λT = c T …………………………….(2.11)

dimana

λT = panjang dari gelombang pasang (m)

T = periode pasang surut (jam)

Dengan demikian, kecepatan dan panjang gelombang akan berkurang,

karena pasang berpindah dari laut yang dalam ke dalam perairan dangkal.

Hasilnya adalah muara sungai berada pada puncak air yang lebih dalam. kasus

yang sederhana untuk komponen pasut M4, Pugh (2004) menunjukkan bahwa

komponen pasut M4 termasuk ke dalam kategori overtide, yaitu komponen pasut

yang lajunya 2 kali laju komponen M2. overtide adalah sebuah komponen pasut

harmonik (arus pasut) dimana lajunya merupakan perkalian eksak dari laju suatu

komponen dasar pasut yang dibangkitkan dari gaya pembangkit pasang surut.

Universitas Sumatera Utara

Page 14: 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Muara Sungai Muara sungai ...

19

Biasanya overtide ini muncul atau dominan di perairan dangkal dan bentuk

amplitudonya.

AM4 =

√ ………………………(2.12)

dimana

AM4 = amplitudo seperempat pasut diurnal (lunar quarter diurnal) (m)

x = jarak titik dari mulut muara (m)

TM4 = periode pasut lunar quarter diurnal (6.21 jam)

Dengan demikian, Amplitudo M4 akan bertambah seiring bertambahnya

jarak disepanjang saluran. Amplitudo dari quarter-diurnal juga bertambah jika

kedalaman saluran tersebut kecil, dan sebagai luas dari komponen semidiurnal.

Oleh karena itu, ketinggian pasang surut komponen M4 adalah :

hM4(t) = AM4 sin(2πt/TM4) …………………. (2.13)

dimana

hM4(t) = kedalaman air akibat pengaruh pembangkit pasang surut, seperampat

pasut diurnal ( lunar quarter-diurnal ) pada waktu t (m)

Kedalaman air yang sebenarnya adalah penggabungan dari kedalaman

pada lunar semidiurnal, solar semidiurnal dan lunar quarter-diurnal pada waktu t

dan dikalkulasikan dengan kedalaman datum, seperti persamaan berikut :

h(t) = hS2(t) + hM2(t) +hM4(t) + DT

= AS2 sin(

) + AM2 sin(

) +

√ sin(

) + DT ....(2.14)

Universitas Sumatera Utara