HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

140
HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA PADA BALITA DI KELURAHAN CIPUTAT KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2013 SKRIPSI Diajukan sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) Dosen Pembimbing : OLEH : RAHMAYATUL FILLACANO 109101000054 PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2013 M/ 1435 H

Transcript of HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

Page 1: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH

TERHADAP ISPA PADA BALITA DI KELURAHAN CIPUTAT

KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2013

SKRIPSI

Diajukan sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)

Dosen Pembimbing :

OLEH :

RAHMAYATUL FILLACANO

109101000054

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2013 M/ 1435 H

Page 2: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi denganjudul

PERSEPSI ORANG TUA TENTANG PERILAKU CARING PERAWAT PADAPELAKSANAAN AST]HAN I(EPERAWATAN

DI RUANG RAWAT INAP ANAK RSUD SERANG TAHUN 2011

Telah disetujui dan diperiksa oleh pernbimbing skripsi

Program Studi llmu Keperawatan

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarla

DISUSLIN OLEH:

AI ROSIDAH

1 07 1 04000286

Pembimbing IIPerlbimbing I

@,1Ns. Yanti Rivantini.M.Kep-.Sp. Kep.An

N I P: 1 96507 0619 89032002 NIP : 1 9790520200901 l0l2

PROGRAM STTIDI ILMU KEPERAWATAN

F'AKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1433 W20t2

Ns. Waras Budi Utomo.S.Ke

Page 3: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

PENGESAHAN SIDANG SKRIPSI

Skripsi denganjudul

PERSEPSI ORANG TUA TEI\TANG PERILAKU CARING PERAWATPADA PELAKSANAAN ASUHAN KEPERAWATAN

DI RUANG RAWAT INAP ANAK RSUD SERANG TAHUN 2011

Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan dihadapan Tim Penguji Skripsi

Ai RosidahNrM 107104000286

Jakarta,Mei2012

Penguji I

@.1Ns. Yanti Riyantini.M.Kep.Sp. Kep.An

NIP. 196507 061989032002

Pengrrji III

Irma Nurbaeti.M.Kep.Sp.MatNIP. 19700s01 1996012001

NIP. 19790s

Page 4: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini; saya :

Nama :Ai Rosidah

NIM : 107104000286

Program studi : Ilmu Keperawatan

Tahun Akademik :2007

Menyatakan bahwa saya tidak melakukan plagiat dalam penulisan skripsi yang

berjudul:

PERSEPSI ORANG TUA TENTANG PERILAKU CARING

PERAWAT PADA PELAKSANAAN ASUHAN KEPERAWATAN DI

RUANG RAWAT INAP ANAK RSUD SERANG TAHUN 2011

Apabila suatu saat terbukti saya melakukan tindakan plagiat, maka saya akan

menerima sangsi yang telah ditetapkan.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benamya.

Page 5: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama / Name : Rahmayatul Fillacano

Alamat/ Address : Serdang Street No.15 RT 01/12 Duren

Sawit East Jakarta

Telepon/ Phone : 081288692690

E-mail : [email protected]

Jenis Kelamin / Gender : Perempuan/Female

Tanggal Kelahiran / Date of Birth : Palembang, 21 September 1992

Status Marital / Marital Status : Sendiri/Single

Warga Negara / Nationality : Indonesia

Agama / Religion : Islam /Moslem

2009 – 2013

Environmental Health, Public Health, State Islamic University (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta

2006 – 2009

High School 100,Cipinang, East Jakarta

2003 – 2006

Junior High School 202 , Pondok Bambu East Jakarta

1997 – 2003

Elementary School 10 ,Duren Sawit East Jakarta

Training Integrated Management Systems ISO 9001:2008, ISO

14001:2004&OHSAS 18001:2007 (2012)

Page 6: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

iv

1. Practical Work at PT.CPI (Chevron Pacific Indonesia) on Departement

of Health Environmental and Safety (HES), Minas,Riau 2013.

2. Job Orientation at PT.YAMA ENGINEERING Oil and Gas Services

Company as Departement HSE, BSD 2012

3. Field Trip to PT. Chevron Gheothermal Indonesia at Garut 2012

4. Field Trip to Chevron Pacific Indonesia at Balikpapan 2012

5. Field Trip to Pertamina Balikpapan,2012

6. Work at PT.Melia Sehat Sejahtera, Jakarta (until now)

7. Field Learning Experience at Puskesmas Pondok Aren Kabupaten

Tangerang Selatan (2012).

Seminar :

1. Seminar Nasional “Menuju Indonesia Bebas Kaki gajah dan Sosialisasi

Flu Burung”, BEM Jurusan Kesehatan Masyarakat UIN Srarif

Hidayatullah Jakarta, 2009

2. Seminar Profesi Gizi “Regulasi Keamanan Pangan Minuman Isotonik

di Indonesia”, Auditorium FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011

3. Seminar Profesi K3 “Sudah Amankah Anda Berkendara?”, Auditorium

FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011

4. Seminar Profesi Kesehatan Lingkungan “Ecodriving”, Auditorium FKIK

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,2012

Organization :

1. Corporate Social Responsibility (CSR)” Kemitraan antara PT. YAMA

Engineering dengan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta, 2012

2. Member of Environmental Health Student Association (ENVIHSA)

Indonesia, UIN 2009-2013

3. OSIS in Junior High School as Public Relation 2006

Page 7: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

iv

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI JAKARTA

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN

Skripsi, 1 Desember 2013

Rahmayatul Fillacano, NIM : 109101000054

Hubungan Lingkungan Dalam Rumah Terhadap ISPA Pada Balita Di

Kelurahan Ciputat, Kota Tangerang Selatan Tahun 2013

( xv+88 hal+15 tabel+ 2 Bagan+6 Lampiran)

ABSTRAK

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan penyakit yang sering

dialami oleh balita dengan gejala seperti batuk, pilek dan panas selama 2 minggu

terakhir. Berdasarkan Data Dinkes Tangsel 2012 ISPA menempati urutan pertama

dari 10 penyakit yang lain. ISPA pada balita paling banyak diderita di Puskesmas

Ciputat. ISPA bisa diakibatkan oleh faktor internal/lingkungan dalam rumah yang

meliputi faktor individu balita, lingkungan fisik rumah, faktor perilaku, faktor sosial-

demografi.

Penelitian ini bersifat analitik dengan pendekatan Cross Sectional. Adapun

tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan lingkungan dalam

rumah terhadap ISPA pada balita. Variabel bebas/independen dalam penelitian ini

adalah status gizi, pemberian asi, ventilasi, kepadatan hunian, kelembaban, kebiasaan

merokok dan pendidikan orang tua sedangkan variabel terikat /dependen adalah ISPA

pada balita di Kelurahan Ciputat. Penelitian dilakukan pada bulan September 2013.

Sampel pada penelitian ini sebanyak 88 sampel dengan responden ibu balita.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa sebesar 51,5% atau sebanyak 45

balita mengalami ISPA dan 43 balita 48,9% tidak mengalami ISPA. Selanjutnya

berdasarkan hasil analisis bivariat diketahui bahwa terdapat tiga variabel independen

yang berhubungan terhadap ISPA pada balita di Kelurahan Ciputat, yaitu kepadatan

hunian dengan nilai p=0,029, ventilasi dengan nilai p=0,019 , dan pendidikan orang

tua dengan nilai p=0,019. Sedangkan variabel yang tidak berhubungan yaitu status

gizi, kebiasaan merokok, kelembabab, dan pemberian Asi Ekslusif.

Page 8: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

iv

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES

DEPARTMENT OF PUBLIC HEALTH

MAJOR OF ENVIRONMENTAL HEALTH

Undergratuated Thesis, 17 December 2013

Rahmayatul Fillacano, NIM : 109101000054

Association Between Domestic Environment and Acute Respiratory Infections

(ARI) Among Children Under the Age of Five In Ciputat Subdistrict, South

Tangerang City, Year 2013

(xv+88 pages+15 Tables+2 Charts+6 Attachments)

ABSTRACT

Acute Respiratory Infections (ARI) is a disease that often suffered by children

under the age of five with symptoms such as cough, cold and heat that last throughout

the fortnight. Based on Tangsel Health Agency Data year 2012, ARI was the lead

cases out of ten other diseases that found in Tangsel, and those cases mostly found in

Ciputat health-care center. ARI could be caused by many factors in the environment

that surrounded the child under five, thus environment known as a micro

environment, which include the child-individual factor, physical factor, behavior

factor, and socio demographic factor.

This research was a descriptive analytic with Cross Sectional approach. This

study sought to examine the association between domestic environment and Acute

Respiratory Infections (ARI) among children under five. Dependent variable in this

study was an ARI among children under five in Ciputat subdistrict, whereas the

independent variable were nutritional status, humidity, exclusive breast-feeding,

smooking behavior, ventilation, occupant density, and parents education level. This

research being held in September 2013 with total sample of 88 children under five

with their parents as a respondent.

The results showed that 51.5% or approximately 45 children under five suffered

an ARI, while the other 43 child (48,9%) were not. Furthermore, bivariate analysis

showed that there are 3 independent variables that were positively associated with

Acute Respiratory Infections (ARI) that were found among children under the age of

five in Ciputat subdistrict. Those variables are occupant density (p = 0,029),

ventilation (p = 0,019), and parents education level (p = 0,019). In contrast, variables

such as nutritional status, smoking behavior, humidity, and exclusive breast-feeding

were negatively associated with ARI.

Page 9: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

v

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat serta

ridho-Nya saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Tidak lupa shalawat serta salam

kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman kegelapan ke

zaman yang terang saat ini. Penulisan skripsi ini dilakukan sebagai syarat untuk

mendapat gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Saya menyadari

bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak sangatlah sulit bagi saya

untuk dapat menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima

kasih kepada :

1. Kedua Orang Tua saya yang selalu memberikan doa dan motivasi dalam

menyelesaikan skripsi ini serta kepada Kakak dan Adik saya yang smemacu saya

sehingga memberikan semangat untuk menyelesaikan skripsi.

2. Bapak Arif Sumantri sebagai Penanggung Jawab Peminatan Kesehatan

Lingkungan yang selalu memberikan saran serta dukungan kepada jamaah

kesehatan lingkungan untuk segera menyelesaikan skripsi tepat pada waktunya

beserta Dosen yang telah memberikan ilmu kepada penulis selama proses belajar

dikampus serta kepada seluruh karyawan di lingkungan civitas akademika

Fakultas Kesehatan Masyarakat.

Page 10: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

vi

3. Bapak Kepala Suku Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan yang telah

memberikan izin untuk mengambil data dan izin penelitian.

4. Ibu Ela Laelasari SKM,M.Kes selaku dosen pembimbing utama yang telah

membimbing saya selama proses penyelesaian skripsi.

5. Ibu Dewi Utami Iriani, SKM, MKM, Phd selaku pembimbing kedua, yang telah

memberikan masukan yang berharga dalam penyelesaian dan penyempurnaan

penulisan skripsi ini.

6. Kepala Puskesmas Kelurahan Ciputat beserta staf atas bantuan dan kesempatan

yang diberikan kepada penulis untuk melakukan penelitian di wilayah kerjanya.

7. Kepada Bapak Lurah Ciputat yang telah memberikan bantuan serta fasilitas untuk

menunjang menyelesaikan skripsi ini.

8. Kepada seluruh ibu balita sebagai responden dalam penelitian ini yang telah

membantu mengisi kuisioner sebagai data penting untuk menunjang

menyelesaikan skripsi ini.

9. Kepada teman-teman Kesehatan Lingkungan khususnya angkatan 2009 atas

kerjasama, dukungan, support dalam membantu menyelesaikan penulisan skripsi

ini serta 4 sahabat sekaligus teman seperjuangan mulai dari semester awal hingga

akhir kepada Rahmi Hidayati, Roya Selaras Cita, Srikandi Fajarini, Ardilla

Wasiah atas kebersamaan kita selama di bangku kuliah.

10. Kepada Herisma Yanti yang membantu dan menemani saat pengambilan data di

lapangan.

Page 11: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

vii

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Penulis

berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi masyarakat dan penelitian selanjutnya

yang ingin mengkaji lebih dalam mengenai topik tersebut. Semoga Allah SWT

memberikan kemuliaan dan kelancaran serta kemampuan berpikir untuk mengejar

masa depan yang lebih cerah bagi kita semua. Amin

Ciputat, September 2013

Penulis

Page 12: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

viii

DAFTAR ISI

Abstrak ................................................................................................................................. i

Abstract................................................................................................................................. ii

Riwayat Hidup ..................................................................................................................... iii

Kata Pengantar .................................................................................................................... v

Daftar Isi............................................................................................................................... viii

Daftar Tabel......................................................................................................................... xiii

Daftar Lampiran................................................................................................................... xiv

Daftar Bagan........................................................................................................................ xv

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang........................................................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................... 5

1.3 Pertanyaan Penelitian................................................................................................ 6

1.4 Tujuan Penelitian......................................................................................................

1.4.1 Tujuan Umun...................................................................................................

1.4.2 Tujuan Khusus.................................................................................................

7

7

7

1.5 Manfaat Penelitian....................................................................................................

1.5.1 Bagi Ilmu Pengetahuan....................................................................................

1.5.2 Bagi Puskesmas...............................................................................................

1.5.3 Bagi Peneliti.....................................................................................................

8

8

8

8

1.6 Ruang Lingkup Penelitian........................................................................................ 1 9

Page 13: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

ix

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Infeksi Saluran Pernafasan Akut................................................................................

2.1.1 Pengertian ISPA................................................................................................

2.1.2 Etiologi ISPA....................................................................................................

2.1.3 Klasifikasi ISPA................................................................................................

2.1.4 Cara Penularan ISPA.........................................................................................

2.1.5 Gejala ISPA.......................................................................................................

2.1.6 Cara Pencegahan ISPA.....................................................................................

11

11

12

13

14

14

17

2.2 Paradigma Kejadian ISPA pada Balita......................................................................

2.2.1 Pengertian Balita...............................................................................................

2.2.2 ISPA pada Balita...............................................................................................

2.2.3 Paradigma Kesehatan Masyarakat....................................................................

2.2.4 Paradigma ISPA Menurut World Bank, Depkes RI dan Riskesdas................

17

17

17

18

19

2.3 Faktor-Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi ISPA.............................................

2.3.1 Faktor Lingkungan Fisik Rumah......................................................................

2.3.2 Faktor Sosial-Ekonomi......................................................................................

2.3.3 Faktor Individu/Balita.......................................................................................

2.3.4 Faktor Perilaku..................................................................................................

20

20

26

28

34

2.3 Kerangka Teori........................................................................................................... 39

Page 14: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

x

BAB III

KERANGKA KONSEP & DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep.................................................................................................. 41

3.2 Definisi Operasional............................................................................................. 42

3.3 Hipotesis................................................................................................................ 44

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian........................................................................................................... 45

4.2

4.3

Populasi dan Sampel.................................................................................................

4.2.1 Populasi............................................................................................................

4.2.2 Sampel..............................................................................................................

Pengambilan Sampel................................................................................................

45

45

46

48

4.4 Jenis Data.................................................................................................................. 48

4.5 Lokasi dan Waktu Penelitian...................................................................................... 49

4.6 Pengumpulan Data.................................................................................................... 49

4.7 Pengolahan Data......................................................................................................... 49

4.8 Analisa Data ............................................................................................................... 51

BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1 Gambaran Umum Kelurahan Ciputat....................................................................... 52

5.2 Hasil Analisis Univariat............................................................................................. 53

5.2.1 Gambaran Kejadian ISPA.............................................................................. 53

5.2.2 Gambaran Status Gizi Balita.......................................................................... 53

5.2.3 Gambaran Status Imunisasi............................................................................54

5.2.4 Gambaran Pemberian Asi Ekslusif................................................................ 55

5.2.5 Gambaran Kelembaban Kamar Tidur............................................................ 55

Page 15: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

xi

5.2.6 Gambaran Ventilasi....................................................................................... 56

5.2.7 Gambaran Kepadatan Hunian........................................................................ 56

5.2.8 Gambaran Kebiasaan Merokok.....................................................................57

5.2.9 Gambaran Pendidikan Orang Tua.................................................................. 58

5.2.10 Gambaran Penggunaan Bahan Bakar.............................................................58

5.2.11 Gambaran Penggunaan Obat Nyamuk Bakar............................................... 59

5.3 Analisis Bivariat

5.3.1 Hubungan Status Gizi Terhadap ISPA pada Balita.........................................60

5.3.2 Hubungan Pemberian Asi Ekslusif Terhadap ISPA pada Balita................... 61

5.3.3 Hubungan Ventilasi Terhadap ISPA pada Balita............................................62

5.3.4 Hubungan Kelembaban Dalam Kamar Terhadap ISPA pada Balita............ 63

5.3.5 Hubungan Kepadatan Hunian terhadap ISPA pada Balita..............................64

5.3.6 Hubungan Kebiasaan Merokok terhadap ISPA pada Balita.......................... 65

5.3.7 Hubungan Pendidikan Orang Tua terhadap ISPA pada Balita..................... 66

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Keterbatasan Penelitian.............................................................................................. 68

6.2 Gambaran Variabel Dependen................................................................................... 68

6.3 Analisis Bivariat.........................................................................................................70

6.3.1 Hubungan Status Gizi terhadap ISPA pada Balita......................................... 70

6.3.2 Hubungan Pemberian Asi Ekslusif Terhadap ISPA pada Balita................... 72

6.3.3 Hubungan Ventilasi Terhadap ISPA pada Balita........................................... 74

6.3.4 Hubungan Kepadatan Hunian Terhadap ISPA pada Balita.......................... 76

6.3.5 Hubungan Kelembaban Terhadap ISPA pada Balita.................................... 78

6.3.6 Hubungan Kebiasaan Merokok terhadap ISPA pada Balita.......................... 80

6.3.7 Hubungan Pendidikan Orang Tua terhadap ISPA pada Balita..................... 82

Page 16: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

xii

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan............................................................................................................... 85

7.2 Saran......................................................................................................................... 87

Page 17: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

xiii

DAFTAR TABEL

No Judul Tabel Hal

5.1 Distribusi ISPA Pada Balita Di Kelurahan Ciputat............................... 53

5.2 Distribusi Status Gizi............................................................................. 54

5.3 Distribusi Status Imunisasi..................................................................... 54

5.4 Distribusi Asi Ekslusif........................................................................... 55

5.5 Distribusi Kelembaban........................................................................... 55

5.6 Distribusi Ventilasi................................................................................ 56

5.7 Distribusi Kepadatan Hunian Rumah.................................................... 57

5.8 Distribusi Kebiasaan Merokok Penghuni Rumah.................................. 57

5.9 Distribusi Pendidikan Orang Tua........................................................... 58

5.10 Distribusi Penggunaan Bahan Bakar...................................................... 59

5.11 Distribusi Penggunaan Obat Nyamuk Bakar......................................... 59

5.12 Hubungan Status Gizi Terhadap ISPA Pada Balita............................... 60

5.13 Hubungan Pemberian Asi Ekslusif Terhadap ISPA Pada Balita........... 61

5.14 Hubungan Ventilasi Rumah Terhadap ISPA Pada Balita...................... 62

5.15 Hubungan Kelembaban Terhadap ISPA Pada Balita ............................ 63

5.16 Hubungan Kepadatan Hunian Terhadap ISPA pada Balita................. 64

5.17 Hubungan Kebiasaan Merokok Penghuni Rumah Tua Terhadap ISPA

pada Balita..............................................................................................

65

5.18 Hubungan Pendidikan Orang Tua Terhadap ISPA pada Balita............. 66

Page 18: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Izin Penelitian

Lampiran 2 Kuisioner

Lampiran 3 Hasil Uji Statistik

Lampiran 4 Dokumentasi Lapangan

Lampiran 5 Surat Keterangan

Lampiran 6 Peraturan Rumah Sehat

Page 19: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

xv

DAFTAR BAGAN

Judul Bagan Hal

2.1 Kerangka Teori................................................................................

3.1 Kerangka Konsep............................................................................

39

41

Page 20: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut WHO, setiap tahun diperkirakan terdapat sekitar 200 ribu kematian

akibat pencemaran udara yang menimpa daerah perkotaan, dimana 93% kasus terjadi

di negara-negara berkembang (WHO, 2003). Kontribusi terbesar pencemaran udara

berasal dari alat transportasi yang cenderung terus meningkat sejak tahun 2000

(BPS, 2003). Pada program lingkungan PBB, tahun 2002 tercatat beban pencemaran

udara dari sumber bergerak di DKI Jakarta untuk cemaran debu sebesar 15.977,3

ton/tahun. Akibat pencemaran tersebut, munculah berbagai macam penyakit salah

satunya Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Pengertian ISPA adalah infeksi

saluran pernapasan akut yang berlangsung sampai 14 hari yang terjadi didalam organ

mulai dari hidung sampai gelembung paru (Depkes, 2007).

Di negara dengan pendapatan perkapita rendah dan menengah hampir empat

juta orang meninggal akibat ISPA setiap tahun terutama pada bayi, balita dan orang

lanjut usia (Lindawaty, 2010). ISPA merupakan salah satu penyebab utama rawat

jalan dan rawat inap di fasilitas pelayanan kesehatan terutama pada bagian perawatan

anak (WHO, 2008). Di Indonesia proporsi kematian yang disebabkan oleh ISPA

mencakup 20%-30% dari seluruh kematian anak balita (Depkes, 2002). Survei

mortalitas yang dilakukan oleh sub Direktorat ISPA tahun 2005 menempatkan ISPA

Page 21: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

2

(Pneumonia) sebagai penyebab kematian terbesar di Indonesia dengan persentase

22,30% dari seluruh kematian balita (Anonim, 2007). Prevalensi berdasarkan jenis

kelamin antara anak laki-laki dan perempuan relatif sama (Depkes RI, 2008). Hasil

Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2001 memperlihatkan

prevalensi ISPA pada anak usia <1 tahun sebesar 38,7% dan pada anak usia 1-4tahun

sebesar 42,2% (SDKI, 2007 dalam Gertrudis, 2010).

ISPA terjadi di seluruh provinsi dan kota di Indonesia, salah satunya di Provinsi

Banten. Berdasarkan hasil laporan bulanan penyakit dari seluruh puskesmas selama

tahun 2011 tercatat jumlah kasus ISPA sebanyak 37.186 dari 131.860 jumlah balita

dan bayi (Dinkes, 2011). ISPA masuk dalam urutan 10 besar dari 30 besar penyakit

yang paling sering diderita masyarakat dengan jumlah kasus ISPA paling tinggi

berada pada wilayah kerja Pukesmas Ciputat yakni mencapai 2336 kasus ISPA dari

5.874 balita (Dinkes, 2012). Data Laporan Bulanan Puskesmas Ciputat pada tahun

2012 sesuai golongan umur, hampir sekitar 16%-25% dari masing-masing jumlah

kasus yang ada setiap bulan diderita pada umur 1-5 tahun.

Tingginya angka kejadian ISPA di Kelurahan Ciputat bisa disebabkan oleh

tingginya pencemaran udara di luar rumah balita yang bersumber dari hasil

pembakaran, dan transportasi yang dapat menghasilkan debu (Total Suspended

Particulat (TSP)). Diketahui pada penelitian oleh BPLH Tangerang Selatan pada

tanggal 5 Juni 2012 terdapat kadar TSP di Ciputat melebihi ambang batas yakni

268,64 µg/m³ dari ambang batas yang ditetapkan sebesar 230 µg/m³ (BPLHD, 2012).

Page 22: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

3

Hasil penelitian yang dilakukan Lindawaty (2010) menyatakan bahwa nilai TSP

tinggi menyebabkan tingginya jumlah kasus ISPA.

Namun, bila dilihat dari aktivitas balita yang lebih sering melakukan kegiatan

didalam rumah bersama orang tua/anggota keluarga, ISPA yang terjadi pada balita

bisa disebabkan oleh lingkungan dalam rumah balita yang tidak memenuhi syarat

(Lindawaty, 2010). Faktor-faktor lingkungan rumah yang dapat mempengaruhi ISPA

yaitu faktor lingkungan fisik rumah, faktor perilaku, faktor individu, faktor sosial-

ekonomi (Depkes, 2004). Faktor lingkungan fisik rumah salah satunya yaitu ventilasi

rumah. Berdasarkan peraturan No. 1077/MENKES/PER/V/2011, setiap rumah wajib

memiliki ventilasi minimum 10% dari luas rumah untuk memenuhi persyaratan

rumah sehat. Pada penelitian Lindawaty (2010) ventilasi rumah yang tidak memenuhi

syarat akan menyebabkan ISPA pada balita dengan resiko 3,07 kali lebih besar

dibanding dengan ventilasi rumah yang memenuhi syarat.

Selain itu, variabel dari faktor perilaku seperti yaitu kebiasaan merokok.

Kebiasaan merokok anggota keluarga menjadikan balita sebagai perokok pasif yang

selalu terpapar asap rokok. Menurut penelitian Citra (2012) mengemukakan bahwa

perokok pasiflah yang mengalami resiko kesakitan lebih besar dari perokok aktif.

Rumah yang penghuni/anggota keluarga mempunyai kebiasaan merokok berpeluang

meningkatkan kejadian ISPA sebesar 7,83 kali dibandingkan dengan rumah balita

yang penghuninya tidak merokok didalam rumah.

Page 23: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

4

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di Kelurahan Ciputat masih

banyak ibu yang ketika balita mengalami gejala ISPA tidak langsung membawa ke

Puskesmas dengan alasan bahwa gejala tersebut sering dialami anak dan akan hilang

dengan sendirinya. Hal ini menunjukkan bahwa kurangnya pengetahuan ibu

mengenai penyakit ISPA serta bagaimana tindakan pencegahan serta penanggulangan

yang seharusnya dilakukan. Pengetahuan seseorang terkait pendidikan yang

diselesaikan oleh orang tua balita. Pada penelitian yang dilakukan oleh Suptiaptini

(2007) menyatakan bahwa ada hubungan antara pendidikan yang berkaitan dengan

pengetahuan ibu terhadap ISPA pada balita.

Berdasarkan uraian diatas, penyebab terjadinya ISPA bukan hanya berasal dari

lingkungan luar rumah dengan melihat kadar TSP dimasing-masing lokasi penelitian

yang dinginkan. Namun harus diperhatikan apakah ada penyebab dari lingkungan

dalam rumah yang meliputi faktor lingkungan fisik rumah, sosial, faktor balita, dan

faktor perilaku dalam lingkup kecil yang paling dekat dengan balita setiap hari yang

berpotensi menyebabkan balita terkena ISPA. Hal ini supaya program pencegahan

yang ingin dilakukan diawali dari lingkup kecil menuju pencegahan yang bersifat

lebih luas terhadap penyebab munculnya ISPA. Oleh karena itu, dalam studi ini

peneliti ingin mengetahui apakah ada hubungan antara pengaruh lingkungan dalam

rumah (faktor lingkungan fisik rumah, sosial, faktor balita, faktor perilaku) terhadap

ISPA pada balita di Kelurahan Ciputat, Kota Tangerang Selatan.

Page 24: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

5

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan hasil laporan bulanan penyakit dari seluruh puskesmas selama

tahun 2011 tercatat jumlah kasus ISPA sebanyak 37.186 dari 131.860 jumlah balita

dan bayi (Dinkes, 2011). ISPA masuk dalam urutan 10 besar dari 30 besar penyakit

yang paling sering diderita masyarakat dengan jumlah kasus ISPA paling tinggi

berada pada wilayah kerja Pukesmas Ciputat yakni mencapai 2336 kasus ISPA dari

5.874 balita (Dinkes, 2012). Tingginya angka kejadian ISPA di Kelurahan Ciputat

mungkin bisa disebabkan oleh faktor lingkungan luar rumah seperti tingginya kadar

debu (Total Suspended Particulat (TSP)) akibat polusi udara. Namun mungkin bisa

disebabkan oleh faktor lingkungan dalam rumah dimana balita lebih banyak

menghabiskan aktivitas didalam rumah. Faktor-faktor lingkungan rumah yang dapat

mempengaruhi ISPA yaitu faktor lingkungan fisik rumah, faktor perilaku, faktor

individu, faktor sosial-ekonomi (Depkes, 2004).

Berdasarkan uraian diatas, peneliti ingin mengetahui apakah ada hubungan

faktor lingkungan dalam rumah terhadap kejadian ISPA pada balita di Kelurahan

Ciputat yang meliputi faktor perilaku, faktor lingkungan dalam rumah, faktor

individu balita, dan faktor sosial demograf..

1.3 Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran faktor lingkungan fisik rumah balita (ventilasi,

kelembapan, kepadatan hunian) di Kelurahan Ciputat, Kota Tangerang Selatan

tahun 2013.

Page 25: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

6

2. Bagaimana gambaran faktor individu balita (status gizi, dan Asi Ekslusif) di

Kelurahan Ciputat, Kota Tangerang Selatan tahun 2013.

3. Bagaimana gambaran faktor perilaku orang tua balita (kebiasaan merokok) di

Kelurahan Ciputat, Kota Tangerang Selatan tahun 2013.

4. Bagaimana gambaran faktor sosial-demograf orang tua balita (pendidikan orang

tua) di Kelurahan Ciputat, Kota Tangerang Selatan tahun 2013.

5. Apakah ada hubungan antara faktor lingkungan fisik rumah (ventilasi,

kelembapan, kepadatan hunian) terhadap ISPA pada Balita di Kelurahan

Ciputat, Kota Tangerang Selatan tahun 2013.

6. Apakah ada hubungan faktor individu balita (asi ekslusif, status gizi) terhadap

ISPA pada Balita di Kelurahan Ciputat, Kota Tangerang Selatan tahun 2013.

7. Apakah ada hubungan faktor perilaku orang tua ( kebiasaan merokok) terhadap

ISPA pada balita di Kelurahan Ciputat, Kota Tangerang Selatan tahun 2013.

8. Apakah ada hubungan faktor sosial orang tua (pendidikan orang tua) terhadap

ISPA pada balita di Kelurahan Ciputat, Kota Tangerang Selatan tahun 2013.

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Mengetahui hubungan lingkungan dalam rumah terhadap ISPA pada Balita di

Kelurahan Ciputat,Kota Tangerang Selatan tahun 2013.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui gambaran balita terhadap kejadian ISPA di Kelurahan Ciputat,

Kota Tangerang Selatan tahun 2013.

Page 26: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

7

2. Mengetahui gambaran faktor lingkungan fisik rumah balita (ventilasi,

kelembapan, kepadatan hunian) di Kelurahan Ciputat, Kota Tangerang

Selatan tahun 2013.

3. Mengetahui gambaran faktor individu (status gizi dan pemberian ASI) di

Kelurahan Ciputat, Kota Tangerang Selatan tahun 2013.

4. Mengetahui gambaran faktor perilaku orang tua (kebiasaan merokok) di

Kelurahan Ciputat, Kota Tangerang Selatan tahun 2013.

5. Mengetahui gambaran faktor sosial orang tua balita (pendidikan orang tua) di

Kelurahan Ciputat, Kota Tangerang Selatan tahun 2013.

6. Mengetahui hubungan faktor lingkungan fisik rumah (ventilasi, kelembapan,

dan kepadatan hunian) terhadap ISPA pada balita di Kelurahan Ciputat, Kota

Tangerang Selatan tahun 2013.

7. Mengetahui hubungan faktor individu balita (status gizi, pemberian ASI

eksklusif) terhadap kejadian ISPA di Kelurahan Ciputat, Kota Tangerang

Selatan tahun 2013.

8. Mengetahui hubungan faktor perilaku orang tua (kebiasaan merokok) terhadap

kejadian ISPA pada balita di Kelurahan Ciputat, Kota Tangerang Selatan

tahun 2013.

9. Mengetahui hubungan faktor sosial (pendidikan orang tua) terhadap ISPA

pada Balita di Kelurahan Ciputat, Kota Tangerang Selatan tahun 2013.

Page 27: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

8

1.5 Manfaat Peneliti

1.5.1 Bagi Ilmu Pengetahuan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang

hubungan lingkungan dalam rumah terhadap ISPA pada balita khususnya

di Kelurahan Ciputat Kota Tangerang Selatan.

Penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi yang ingin melakukan penelitian

serupa ditempat lain,ataupun sebagai dasar untuk melakukan penelitian

yang lebih rinci mengenai masalah yang sama di wilayah yang sama atau

diwilayah lain.

1.5.2 Bagi Puskesmas

Bahan masukan dalam perencanaan program pengendalian ISPA pada

Balita bagi pengelola program ISPA di Kota Tangerang Selatan,khususnya

Puskesmas di Kelurahan Ciputat.

Memberikan informasi kepada keluarga tentang hubungan lingkungan

dalam rumah sebagai faktor resiko gangguan saluran pernafasan pada anak

balita,sehingga setiap keluarga bisa berpartisi dalam pencegahan ISPA

pada anak balita.

1.5.3 Bagi Peneliti

Menjadi bahan proses belajar bagi peneliti, menambah pengalaman serta

dapat menambah pengetahuan dan wawasan mengenai faktor fisik rumah

Page 28: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

9

yang dapat mempengaruhi kejadian ISPA pada Balita di Kelurahan Ciputat,

Kota Tangerang Selatan tahun 2013.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

Studi ini termasuk dalam ruang lingkup kesehatan masyarakat peminatan

kesehatan lingkungan. Penelitian dilakukan di Kelurahan Ciputat, Kota Tangerang

Selatan tahun 2013 pada bulan September 2013 yang bertujuan untuk mengetahui

hubungan lingkungan dalam rumah terhadap ISPA pada Balita di Kelurahan Ciputat,

Kota Tangerang Selatan. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan

menggunakan pendekatan cross sectional. Variabel dalam penelitian ini yaitu

variabel dependen yaitu ISPA dan variabel independen yaitu faktor individu (status

gizi dan pemberian ASI eksklusif), faktor lingkungan fisik rumah (ventilasi,

kepadatan hunian, kelembapan), faktor perilaku (kebiasaan merokok),dan faktor

sosial-demograf (pendidikan orang tua). Data yang digunakan yaitu dengan

mengumpulkan data primer melalui wawancara dengan kuisioner serta pengukuran.

Pengolahan data menggunakan Microsoft Excel dan SPSS.

Page 29: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)

2.1.1 Pengertian ISPA

ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernafasan Akut yang

diadaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infection

(ARI)(Depkes RI, 2000). Menurut Depkes RI, 2007 ISPA adalah infeksi saluran

pernapasan akut akibat masuknya kuman/mikroorganisme kedalam tubuh yang

berlangsung sampai 14 hari dengan keluhan batuk disertai pilek, sesak nafas dengan

atau tanpa demam. ISPA dibedakan menjadi dua yaitu saluran pernafasan bagian atas

seperti rhinitis,fharingitis, dan otitis serta saluran pernafasan bagian bawah seperti

laryngitis, bronchitis, bronchiolitis dan pneumonia (WHO, 2009).

Menurut Depkes RI, 2005 Infeksi saluran pernapasan akut mempunyai

pengertian sebagai berikut :

1. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme kedalam tubuh manusia

dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.

2. Saluran Pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta

adneksnya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura.

Page 30: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

12

3. Infeksi Akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14

hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa

penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat berlangsung

lebih dari 14 hari.

Perbedaan ISPA dengan Pneumonia yaitu ditandai apabila balita penderita

ISPA menderita batuk-pilek yang tidak menunjukan gejala frekuensi sesak nafas dan

tidak menunjukkan adanya penarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (Depkes

RI, 2000). Penyakit ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak, karena

sistem pertahan tubuh anak masih rendah. Kejadian penyakit batuk pilek pada balita

di Indonesia diperkirakan 3 sampai 6 kali pertahun, yang berarti seorang balita rata-

rata mendapat serangan batuk pilek sebanyak 3 sampai 6 kali setahun (Geturdis,

2010). Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan seperti

batuk pilek dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotic, namun demikian

anak akan menderita pneumonia bila infeksi paru ini tidak diobati dengan antibiotic

dan dapat mengakibatkan kematian (Depkes RI, 2000).

2.1.2 Etiologi ISPA

Etiologi ISPA terdiri atas bakteri, virus dan ricketsia. Penyebab ISPA dapat

berupa bakteri maupun virus. Bakteri penyebabnya antara lain dari genus

Streptokokus, Stafilokokus, Pneumokokus, Hemofilus, Bordotella dan

Korinebakterium. Virus penyebabnya antara lain golongan Miksovirus, Adenovirus,

Koronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma, dan Herpesvirus. Sekitar 90-95% penyakit

Page 31: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

13

ISPA disebabkan oleh virus (Depkes R.I, 2008b). Keanekargaman penyebab ISPA

tergantung dari umur, kondisi tubuh dan kondisi lingkungan. Di Amerika Serikat

anak yang berumur 1 bulan hingga 6 tahun penyebab terbesarya adalah Streptococus

pneumonia dan heamapilus influenza serotype B. Sedangkan khusus anak 4 bulan

hingga 2 tahun kejadian ISPA antara 60-70% disebabkan oleh bakteri (Wattimena,

2004). Penyakit ISPA khususnya penumonia masih merupakan penyakit utama

penyebab kesakitan dan kematian bayi dan balita. Keadaan ini berkaitan erat dengan

berbagai kondisi yang melatar belakanginya seperti malnutrisi juga kondisi

lingkungan baik polusi di dalam rumah berupa asap maupun debu dan sebagainya

(Depkes R.I, 2006).

2.1.3 Klasifikasi ISPA

A. Klasifikasi Penyakit ISPA dibedakan menjadi 2 kelompok umur 2 bulan dan

kelompok umur 2 hingga 5 tahun (Depkes RI, 2000) yakni :

1. Kelompok umur 2 bulan terdiri atas 2 jenis yaitu :

a. Pneumonia Berat, bila batuk disertai nafas cepat (>60kali/menit) dengan

atau tanpa tarikan dada bagian bawah ke dalam yang kuat. Disamping itu

ada beberapa tanda klinis yang dapat dikelompokan sebagai tanda bahaya

seperti kurang mampu minum, kejang, kesadaran menurun, stridor,

wheezing dan demam.

Page 32: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

14

b. Bukan pneumonia, bila batuk pilek tanpa disertai nafas cepat

(<60kali/menit) dan tanpa tarikan dinding dada bagian bawah kedalam.

2. Kelompok umur 2 bulan-5tahun, terdiri dari 3 jenis yaitu :

a. Pneumonia berat, jika batuk disertai nafas sesak yaitu adanya tarikan

dinding dada bagian bawah ke dalam pada waktu anak menarik nafas.

b. Pneumonia biasa, batuk dengan tanda-tanda tidak ada tarikan dinding dada

bagian ke dalam, namun disertai nafas cepat (>50kali/menit untuk umur 2-

12 bulan, dan >40kali/menit untuk umur 12 bulan sampai 5 tahun).

c. Bukan Pneumonia, batuk pilek biasa dan tidak ditemukan tarikan dinding

dada bagian bawah ke dalam dan tidak ada nafas cepat.

2.1.4 Cara Penularan ISPA

ISPA dapat terjadi karena transmisi organisme melalui AC, droplet dan melalui

tangan yang dapat menjadi jalan masuk bagi virus. Penularan faringitis terjadi melalui

droplet, kuman menginfiltrasi lapisan epitel, jika epitel terkikis maka jaringan limfoid

superficial bereaksi sehingga terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit

polimorfonuklear. Pada sinusitis, saat terjadi ISPA melalui virus, hidung akan

mengeluarkan ingus yang dapat menghasilkan superfinfeksi bakteri, sehingga dapat

menyebabkan bakteri patogen masuk kedalam rongga-rongga sinus (WHO, 2008).

2.1.5. Gejala ISPA

Penyakit ISPA adalah penyakit yang timbul karena menurunnya sistem

kekebalan atau daya tahan tubuh, misalnya karena kelelahan atau stres. Bakteri dan

Page 33: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

15

virus penyebab ISPA di udara bebas akan masuk dan menempel pada saluran

pernafasan bagian atas, yaitu tenggorokan dan hidung. Pada stadium awal, gejalanya

berupa rasa panas, kering dan gatal dalam hidung, yang kemudian diikuti bersin terus

menerus, hidung tersumbat dengan ingus encer serta demam dan nyeri kepala.

Permukaan mukosa hidung tampak merah dan membengkak. Akhirnya terjadi

peradangan yang disertai demam, pembengkakan pada jaringan tertentu hingga

berwarna kemerahan, rasa nyeri dan gangguan fungsi karena bakteri dan virus di

daerah tersebut maka kemungkinan peradangan menjadi parah semakin besar dan

cepat. Infeksi dapat menjalar ke paru-paru, dan menyebabkan sesak atau pernafasan

terhambat, oksigen yang dihirup berkurang. Infeksi lebih lanjut membuat sekret

menjadi kental dan sumbatan di hidung bertambah. Bila tidak terdapat komplikasi,

gejalanya akan berkurang sesudah 3-5 hari.

Penyakit pada saluran pernafasan mempunyai gejala yang berbeda yang pada

dasarnya ditimbulkan oleh iritasi, kegagalan mucociliary transport, sekresi lendir

yang berlebihan dan penyempitan saluran pernafasan. Tidak semua penelitian dan

kegiatan program memakai gejala gangguan pernafasan yang sama. Misalnya untuk

menentukan infeksi saluran pernafasan, menurut WHO (2008) menganjurkan

pengamatan terhadap gejala-gejala, kesulitan bernafas, radang tenggorok, pilek dan

penyakit pada telinga dengan atau tanpa disertai demam. Efek pencemaran terhadap

saluran pernafasan memakai gejala-gejala penyakit pernafasan yang meliputi radang

tenggorokan, rinitis, bunyi mengi dan sesak nafas.

Page 34: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

16

Dalam hal efek debu terhadap saluran pernafasan telah terbukti bahwa kadar

debu berasosiasi dengan insidens gejala penyakit pernafasan terutama gejala batuk.

Di dalam saluran pernafasan, debu yang mengendap menyebabkan oedema mukosa

dinding saluran pernafasan sehingga terjadi penyempitan saluran.

Menurut Mudehir (2002), faktor yang mendasari timbulnya gejala penyakit

pernafasan :

1. Batuk

Timbulnya gejala batuk karena iritasi partikulat adalah jika terjadi rangsangan

pada bagian-bagian peka saluran pernafasan, misalnya trakeobronkial, sehingga

timbul sekresi berlebih dalam saluran pernafasan. Batuk timbul sebagai reaksi refleks

saluran pernafasan terhadap iritasi pada mukosa saluran pernafasan dalam bentuk

pengeluaran udara (dan lendir) secara mendadak disertai bunyi khas.

2. Dahak

Dahak terbentuk secara berlebihan dari kelenjar lendir (mucus glands) dan sel

goblet oleh adanya stimuli, misalnya yang berasal dari gas, partikulat, alergen dan

mikroorganisme infeksius. Karena proses inflamasi, di samping dahak dalam saluran

pernafasan juga terbentuk cairan eksudat berasal dari bagian jaringan yang

berdegenerasi.

3. Sesak nafas

Sesak nafas atau kesulitan bernafas disebabkan oleh aliran udara dalam saluran

pernafasan karena penyempitan. Penyempitan dapat terjadi karena saluran pernafasan

Page 35: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

17

menguncup, oedema atau karena sekret yang menghalangi arus udara. Sesak nafas

dapat ditentukan dengan menghitung pernafasan dalam satu menit.

4. Bunyi mengi

Bunyi mengi merupakan salah satu tanda penyakit pernafasan yang turut

diobservasikan dalam penanganan infeksi akut saluran pernafasan.

2.1.6 Cara Pencegahan ISPA

Banyak hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit ISPA

diantaranya (Depkes RI, 2008b):

1. Menghindarkan diri dari penderita ISPA

2. Hindari asap, debu dan bahan lain yang menganggu pernafasan

3. Imunisasi lengkap pada balita di Posyandu.

4. Membersihkan rumah dan lingkungan tempat tinggal.

5. Rumah harus mendapatkan udara bersih dan sinar matahari yang cukup serta

memiliki lubang angin dan jendela.

6. Menutup mulut dan hidung saat batuk.

7. Tidak meludah sembarangan.

2.2 Paradigma Kejadian ISPA pada Balita

2.2.1 Pengertian Balita

Balita adalah anak berusia dibawah umur lima tahun yang sedang mengalami

masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat. Pertumbuhan perkembangan balita

Page 36: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

18

dipengaruhi oleh kesehatan yang baik, status gizi yang baik, lingkungan yang sehat,

serta keluarga (termasuk pengasuh) yang baik dalam merawat balita (Depkes RI,

2008).

2.2.2 ISPA pada Balita

Balita sering terpajan oleh beberapa jenis polutan dan virus dengan mudah

terutama polutan yang berasal dari dalam rumah karena sekitar 80% balita

menghabiskan waktu didalam rumah. Selain itu, ditambah lagi dengan daya tahan

tubuh yang berbeda setiap balita menyebabkan balita lebih rentan terhadap penyakit

terutama ISPA. Keterpajanan balita terhadap bahaya kesehatan lingkungan terjadi di

beberapa area yang berbeda yakni didalam rumah, lingkungan tetangga, dan

komunitas dilingkungan yang lebih luas . Terdapat dua faktor kesehatan pada balita

(WHO, 2007) yaitu perumahan dan tempat tinggal (seluruh aspek ketersediaan dan

kualitas perumahan, kepadatan hunian, kondisi rumah yang berbahaya dan tidak

aman, kelembapan dan ventilasi yang buruk), dan polusi udara dalam ruangan(

misalnya asap dari pemanasan dan proses memasak, perabotan yang mengeluarkan

asap, asap rokok di lingkungan sekitar dan zat polutan dari luar ruangan yang masuk

ke dalam ruangan).

2.2.3 Paradigma Kesehatan Masyarakat

Konsep hidup sehat menurut H.L Blum (Notoadmojo, 2003) dapat digunakan

untuk mengetahui faktor-faktor kondisi yang dapat memepengaruhi kondisi kesehatan

Page 37: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

19

secara holistik mulai dari kondisi fisik hingga sosial dalam masyarakat. Dalam teori

H.L Blum menjelaskan bahwa untuk menciptakan kondisi sehat diperlukan

harmonisasi dari 4 faktor utama yakni faktor determinan timbulnya masalah

kesehatan yang meliputi faktor perilaku/Gaya Hidup, faktor lingkungan (sosial,

ekonomi, politik, budaya maupun fisik, kimia,, biologi), faktor pelayanan kesehatan

(jenis cakupan dan kualitasnya) dan faktor genetik (keturunan). Keempat faktor

tersebut saling saling berinteraksi dan yang mempengaruhi kesehatan perorangan dan

derajat keseahtan masyarakat. Diantara keempat faktor tersebut faktor perilaku

manusia merupakan faktor determinan yang paling besar dan paling sukar di

tanggulangi dan disusul dengan faktor lingkungan. Hal ini disebabkan karena

lingkungan hidup manusia sangat dipengaruhi oleh perilaku masyarakat.

2.2.4 Paradigma ISPA Menurut World Bank, Depkes RI dan Riskesdas

World Bank dalam Diseases Control Priorities in Developing Countries

menguraikan bahwa kejadian ISPA disebabkan oleh agen biologi yang dapat berupa

virus maupun bakteri. Bakteri yang dapat mengakibatkan ISPA adalah Streptoccous

pneumonia, Mycoplasma pneumonia, dan Chamydia pneumonia sedangkan virus

yang dapat mengakibatkan ISPA antara lain Rhinovirus, RSVs, Parainfluenza, dan

virus influenza (World Bank, 2006).

Menurut Depkes (2002) kejadian ISPA dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor

resiko antara lain pendidikan dan pengetahuan ibu, sosial ekonomi, pelayan kesehatan

Page 38: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

20

BBLR, status gizi buruk, status ASI eksklusif, vitamin A, pemberian makan dini,

mikroorganisme (agent), daya tahan tubuh, kepadatan tempat tinggal dan kondisi fisik

rumah. Kondisi fisik rumah yang dapat menyebabkan ISPA antara lain jenis atap,

jenis lantai, jenis dinding, kepadatan hunian, penggunaan anti nyamuk bakar, jenis

bahan bakar memasak yang digunakan dan perokok di dalam rumah. Sedangkan hasil

data Riskesdas (2007) diperoleh faktor-faktor yang berhubungan signifikan dengan

kejadian ISPA yaitu umur, status gizi, pendidikan ibu, bahan bakar memasak,

perokok dalam rumah, jenis lantai dan polusi udara (debu). Faktor lainya yang dapat

mempengaruhi kejadian ISPA adalah suhu, kelembapan (Mudehir, 2002).

2.3 Faktor-Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi ISPA

Menurut Depkes RI 2004, faktor-faktor terjadinya ISPA secara umum

dipengaruhi oleh 4 faktor yaitu :

2.3.1 Faktor Lingkungan Fisik Rumah

Rumah merupakan kebutuhan primer manusia yang berfungsi sebagai tempat

tinggal untuk berlindung dari bahaya lingkungan luar seperti perubahan iklim dan

makhluk hidup lainnya (Depkes RI, 2000). Rumah yang baik bagi penghuni atau

sebuah keluarga dapat dilihat dengan beberapa kriteria seperti (Safitri, 2010) :

a. Kepadatan Hunian

Penduduk di kota meningkat memicu terjadinya peningkatan pembangunan

sebagai tempat tinggal. Namun terkadang dalam satu rumah yang seharusnya hanya

Page 39: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

21

bisa menampung beberapa orang saja, dipaksakan untuk menampung melebihi

kapasitas rumah. Hal ini mengakibatkan terjadinya kepadatan dalam rumah yang

dimungkinkan dapat mempengaruhi kesehatan penghuni rumah. Menurut keputusan

menteri kesehatan nomor RI No.1077/MENKES/PER/V/2011 tentang persyaratan

rumah dikatakan padat penghuni apabila perbandingan luas lantai seluruh ruangan

dengan jumlah penghuni lebih kecil dari 10m2/org, sedangkan ukuran untuk kamar

tidur diperlukan luas lantai minimum 3m2/org. Pencegahan terjadinya penularan

penyakit (misalnya penyakit pernafasan) jarak antara tepi tempat tidur yang satu

dengan yang lain minimum 90cm dan sebaiknya kamar tidur tidak dihuni lebih dari 2

orang. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan secara bermakna

antara kepadatan hunian dengan terjadinya ISPA seperti penelitian Irianto (2006)

mengatakan bahwa kepadatan hunian berpengaruh pada besarnya kejadian ISPA,

yaitu besarnya anak terkena ISPA adalah 2,27 kali lipat dari rumah yang padat

penghuninya dibandingkan dengan rumah tidak padat penghuninya. Menurut

Achmadi (2008) semakin tingginya kepadatan rumah, maka penularan penyakit

khususnya melalui udara akan semakin cepat.

b. Ventilasi

Ventilasi dalam rumah berfungsi sebagai sirkulasi udara atau pertukaran udara

dalam rumah karena udara yang segar dalam ruangan sangat dibutuhkan manusia.

Ventilasi yang buruk akan menimbulkan gangguan kesehatan pernapasan pada

penghuninya. Penularan penyakit saluran pernapasan disebabkan karena kuman

didalam rumah tidak bisa tertukar dan mengendap sehingga ventilasi diharuskan

Page 40: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

22

memenuhi syarat Menkes RI Nomor RI No.1077/MENKES/PER/V/2011 yakni luas

ventilasi minimal 10% dari luas lantai.

Rumah yang mempunyai ventilasi yang tidak berfungsi dengan baik akan

menghasilkan 3 akibat yaitu kekurangan oksigen, bertambahnya konsentrasi CO2 dan

adanya bahan organik beracun yang mengendap dalam rumah. Menurut hasil

penelitian Lindawaty (2010) mengatakan bahwa terdapat hubungan antara ventilasi

terhadap kejadian ISPA pada balita dan resiko balita mengalami ISPA 3,07 kali lebih

besar pada ventilasi rumah yang tidak memenuhi syarat dibandingkan dengan

ventilasi yang memenuhi syarat. Oleh karena itu, memperoleh udara yang segar

menurut Mudehir (2002) dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu :

1. Ventilasi Alamiah

Ventilasi alamiah adalah masuknya udara kedalam ruangan melalui jendela,

pintu ataupun lubang angin yang sengaja dibuat untuk masuknya udara kedalam

rumah. Ventilasi yang baik dalam suatu ruangan mempunyai persyaratan yaitu :

a. Udara yang masuk melewati ventilasi adalah udara yang bersih/tidak

tercemar oleh asap dapur, pembakaran sampah, kendaraan bermotor, atau

sumber lain disekitar pemukiman.

b. Rumah yang menggunakan lilin, lampu minyak sebagai penerangan

didalam harus memerlukan ventilasi untuk menukar CO2 menjadi O2.

Page 41: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

23

2. Ventilasi Buatan

Ventilasi buatan yaitu sebuah alat yang digunakan didalam rumah untuk

membersihkan udara yang bersifat portable seperti AC, exhauster, kipas angin, air

purifing.

c. Pencahayaan

Pencahayaan matahari sangat penting, karena dapat membunuh bakteri patogen

dalam rumah misalnya bakteri penyebab penyakit ISPA dan TBC. Oleh karena itu,

rumah yang sehat harus mempunyai jalan masuk cahaya yang cukup. Jalan masuk

cahaya (jendela) luasnya sekurang-kurangnya 15% sampai 20% dari luas lantai yang

terdapat di dalam ruangan rumah. Menurut WHO kebutuhan standar minimun cahaya

alami yang memenuhi syarat kesehatan untuk kamar keluarga dan kamar tidur yaitu

60-120 lux.

d. Kelembapan

Kelembapan merupakan presentase kandungan uap air pada atmosfir. Jumlah

uap yang terkandung di udara bervariasi tergantung cuaca dan suhu (Gertrudis, 2010).

Persyaratan kesehatan untuk kelembaban di lingkungan industri adalah berkisar

antara 65% - 95%. Bila kelembaban udara ruang kerja > 95% perlu menggunakan alat

dehumidifier dan bila kelembaban udara ruang kerja < 65% perlu menggunakan

humidifier, misalnya mesin pembentuk aerosol (Keputusan Menteri Kesehatan RI

Nomor 1405/MENKES/SK/XI/2002). Persyaratan kesehatan untuk kelembaban di

Page 42: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

24

rumah adalah berkisar antara 40 - 60% (Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor :

No.1077/MENKES/PER/V/2011). Menurut Mudehir (2002) terdapat hubungan

antara kelembaban dengan kejadian ISPA pada balita. kelembaban dalam rumah

dapat dipengaruhi oleh konstruksi rumah yang tidak baik, ventilasi yang kurang, serta

pencahayaan yang minim. Pada penelitian Lindawaty (2010) resiko antara

kelembapan rumah balita terhadap kejadian ISPA didapatkan bahwa rumah yang

dengan kelembaban tidak memenuhi syarat beresiko 2,98 kali lebih besar bagi balita

terkena ISPA dibanding dengan rumah balita yang memenuhi syarat. Kelembaban

dapat dipengaruhi oleh beberapa hal seperti lingkungan rumah yang tidak memenuhi

syarat atau oleh cuaca. Pada musim hujan kelembaban akan meningkat namun bila

kondisi rumah baik seperti cahaya matahari dapat masuk, tidak terdapat genangan air,

ventilasi udara yang cukup dapat mempertahankan kelembaban dalam rumah

(Lindawaty, 2010)

e. Suhu

Suhu sangat berhubungan dengan kenyamanan dalam ruangan. Suhu rumah

yang tinggi menyebabkan tubuh akan kehilangan garam sehingga akan terjadi kejang

atau kram dan terjadinya perubahan metabolisme dan sirkulasi darah. Suhu dapat

mempengaruhi konsentrasi pencemar udara tergantung pada keadaan cuaca tertentu.

Suhu udara dalam rumah dapat berubah jika terjadi beberapa faktor seperti

penggunaan bahan bakar, ventilasi tidak bagus, kepadatan hunian, kondisi

topografi/geografis (Aprinda, 2007). Hasil Penelitian Fanji (2006) yang mengatakan

Page 43: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

25

bahwa rumah dengan suhu tidak memenuhi syarat beresiko 36,49 kali menderita

ISPA dibanding dengan rumah yang suhu udaranya memenuhi syarat.

f. Letak dapur

Dapur berfungsi sebagai tempat terjadinya pembakaran bahan bakar untuk

memasak dan timbul panas, asap, atau debu sehingga dapur mempengaruhi kualitas

udara dalam rumah. Penataan ruangan dalam rumah harus memperhatikan letak posisi

dapur karena jika letak dapur berdekatan dengan ruang istirahat anak/ kamar anak

akan mempengaruhi kesehatan anak. Hal ini sesuai dengan penelitian Citra (2012)

yang menyatakaan bahwa balita yang tinggal didalam rumah dengan letak dapur

menyatu/berada didalam rumah mempunyai resiko menderita pneumonia 5,2 kali

dibandingkan dengan balita dengan letak dapur terpisah. dan diperburuk dengan

ventilasi yang tidak baik akan menyebabkan terjadinya gangguan saluran pernafasan

dan gangguan penglihatan (Lindawaty, 2003).

g. Jenis Lantai

Lantai merupakan media yang sangat baik bagi perkembang biakan bakteri.

Lantai yang baik adalah lantai yang dalam kondisi kering dan tidak lembab dan harus

kedap air sehingga mudah dibersihkan. Jadi lantai seharusnya sudah diplester bahkan

lebih baik lagi jika sudah di beri ubin/keramik. Menurut Ditjen PPM dan PL, 2002

rumah yang mempunyai lantai yang terbuat dari tanah cenderung menimbulkan

lembab, dan pada musim panas lantai menjadi kering sehingga dapat menimbulkan

Page 44: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

26

debu yang berbahaya bagi penghuni rumah. Rumah sehat memiliki lantai yang

terbuat dari marmer, ubin, keramik, sudah diplester semen (Keputusan Menteri

Kesehatan RI Nomor 1077/MENKES/PER/V/2011). Sehingga indikator lantai rumah

yang tidak sehat mempunyai lantai yang berjenis lainya. Hasil uji statistik pada

penelitian Lindawaty, 2010 menunjukkan bahwa jenis lantai yang tidak memenuhi

syarat beresiko 2,15 kali lebih besar bagi balita terkena ISPA dibanding dengan balita

yang jenis lantainya memenuhi syarat.

h. Jenis Dinding

Dinding berfungsi sebagai pelindung rumah yang terbuat dari berbagai bahan

seperti bambu, triplek, batu bata, dan dari berbagai bahan tersebut yang paling baik

yaitu yang terbuat dari batu bata atau tembok. Dinding yang terbuat dari tembok

bersifat permanen, tidak mudah terbakar dan kedap air. Rumah yang menggunakan

dinding berlapis kayu, bambu akan menyebabkan udara masuk lebih mudah yang

membawa debu-debu ke dalam rumah sehingga dapat membahayakan penghuni

rumah bila terhirup terus-menerus terutama balita. Balita yang jenis dindingnya masih

terbuat dari bahan yang tidak permanen seperti triplek, bambu, batu bata beresiko

1,51 kali lebih besar bagi balita terkena ISPA ( Lindawaty, 2010).

2.3.2 Faktor Sosial-Ekonomi

a. Pendidikan orang tua

Pendidikan ibu berpengaruh terhadap informasi yang diterima mengenai

kesehatan anak. Ibu dengan pendidikan tinggi akan menerima segala informasi

Page 45: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

27

dengan mudah mengenai cara memelihara dan menjaga kesehatan anak serta gizi

yang baik untuk anak. Berdasarkan pengaruh terhadap kesehatan dan prilaku

seseorang peran pendidikan juga berpengaruh terhadap lingkungan, pelayanan

kesehatan dan juga heriditas (Achmadi, 2008).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Citra (2011) dan Suptiaptini (2007)

menyatakan bahwa ada hubungan antara pendidikan yang berkaitan dengan

pengetahuan ibu terhadap ISPA pada balita. Ibu yang berpendidikan rendah (<SMA)

cenderung tidak mengetahui gejala-gejala ISPA yang dialami oleh balita dan

menganggap hal tersebut tidak terlalu berbahaya. Namun, menurut Fitri (2004) tidak

ada hubungan antara pendidikan orang tua dengan kejadian ISPA pada balita. Baik

pendidikan tinggi maupun rendah hampir sama dalam menanggapi dan merespons

serta mengambil tindakan ketika salah satu keluarga mengalami ISPA atau penyakit

lain.

b. Penghasilan orang tua

Penghasilan orang tua mempengaruhi asupan makanan yang diterima dan

pemerikasaan balita ke rumah sakit atau pelayanan kesehatan. Orang tua yang

berpenghasilan rendah cenderung jarang memikirkan mengenai kesehatan karena

biaya yang mahal. Selain itu asupan gizi yang diberikan pada balita tidak sesuai

dengan kebutuhan gizi yang seharusnya didapatkan oleh balita. Hal ini akan

berpengaruh terhadap gizi balita yang cenderung menurun dan imnitas yang tidakk

Page 46: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

28

terbentuk menyebabkan balita mudah terkena penyakit salah satunya penyakit saluran

pernafasan atau ISPA.

2.3.3 Faktor Individu/Balita

a. Umur Balita

Umur yang paling rawan adalah masa balita, oleh karena pada masa itu anak

mudah sakit. Umur bayi kurang dari 1 tahun lebih cenderung mudah terkena ISPA

dibanding dengan balita umur lebih dari 1 tahun (DepKes, 2000). Untuk keperluan

perbandingan maka WHO menganjurkan pembagian umur menurut tingkat

kedewasaan, interval lima tahun dan untuk mempelajari penyakit anak (Notoatmodjo,

2003).

b. Status Gizi Balita

Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi

secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan,

metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan

kehidupan, pertumbuhan, dan fungsi normal dari organ-organ serta menghasilkan

energi. Seorang anak yang kekurangan gizi akan mengakibatkan terjadinya defisiensi

gizi yang merupakan awalan dari gangguan sistem kekebalan tubuh.

Penilaian status gizi dilakukan menggunakan antropometri yakni : berat badan

menurut umur (weight-for-age), panjang badan menurut umur (height-for-age), berat

badan menurut tinggi badan (weight-for-height), lingkar lengan atas kiri (left mid-

upper arm circumference). Masing-masing indikator itu memberikan penjelasan

Page 47: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

29

tentang status gizi bayi dan anak-anak. Indikator protein-Energy Malnutrition (PEM)

yang paling sering dipakai adalah berat badan menurut umur. Nilai rendah angka

indikator berat badan menurut umur mencerminkan terjadinya adaptasi anak terhadap

gangguann gizi jangka panjang dan jangka pendek. Defisit pertumbuhan linier yang

diindikasikan ukuran antropometri tinggi badan menurut umur baru akan terjelma

manakala defisiensi telah berlangsung lama sehingga tidak termanifestasi semasa bayi

(DepKes, 2002). Balita yang mengalami kekurangan gizi akan berpengaruh terhadap

kekuatan daya tahan tubuh dan respons imunologis terhadap penyakit dan keracunan

(Soemirat, 2000). Pada hasil penelitian yang dilakukan Gertrudis, 2010 diperoleh

bahwa balita beresiko 2,5 kali lebih besar mengalami ISPA dengan status gizi kurang

karena daya tahan tubuh akan berbagai virus lemah. Pada keadaan balita mengalami

gizi kurang, balita cenderung mengalami ISPA berat dan seranganya lebih lama (

DepKes RI, 2006). Sebaliknya, menurut penelitian yang dilakukan oleh Muhedir

(2002), dan Irianto (2004) mengatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara status

gizi balita dengan kejadian ISPA. Menurut Almatsler (2003), timbulnya gizi kurang

tidak hanya dikarenakan karena asupan makanan yang kurang, tetapi juga penyakit.

Anak yang mendapatkan cukup makanan tetapi sering menderita sakit, pada akhirnya

dapat menderita gizi kurang. Demikian pula pada anak yang tidak memperoleh cukup

makanan, maka daya tahan tubuhnya akan melemah sehingga mudah terserang

penyakit.

Page 48: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

30

c. Imunisasi Balita

Imunisasi pada balita diberikan untuk menjaga kesehatan balita dimana

cenderung mudah terkena berbagai macam penyakit. Pemberian imunisasi dimulai

sejak lahir hingga umur 5 tahun (Depkes, 2005). Terdapat 2 imunisasi, yaitu

imunisasi aktif adalah dimana tubuh anak sendiri yang membuat zat anti yanhg akan

bertahan selama bertahun-tahun. Dan imunisasi pasif adalah tubuh anak tidak

membuat sendiri zat anti, tetapi didapatkan dari luar tubuh dengan cara penyuntikan

zat anti dari ibunya semasa dalam kandungan (Mudehir, 2002). Pemberian imunisasi

bertujuan untuk mengurangi angka kesakitan dan kematian akibat beberapa penyakit

yakni TBC, Difteri tetanus, Batuk rejan, Poliomelitis, Tifus, Campak, Hepatitis B dan

demam kuning (Nur, 2004). Menurut hasil penelitian Wattiimena (2004) anak yang

imunisasi belum lengkap mempunyai resiko 1,18 kali lebih besar untuk terkena ISPA

dibandingkan dengan anak yang telah di imunisasi campak atau pernah menderita

campak. Dengan imunisasi campak dan imunisasi pertusis (DPT) yang efektif sekitar

11% dan 6% kematian penumonia balita dapat dicegah. Infeksi virus campak pada

saluran pernafasan dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada mukosa. Pada

umumnya komplikasi penyakit campak dapat menyebabkan terjadinya diare kronis

dan pneumonia. Oleh karena itu, berikut beberapa vaksin yang harus dilengkapi bagi

anak untuk menghindari berbagai penyakit yakni :

Page 49: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

31

a) Vaksinasi BCG

Vaksinasi BCG diberikan pada bayi umur 0-12 bulan secara suntikan intrakutan

dengan dosis 0,05 ml. Vaksinasi BCG dinyatakan berhasil apabila terjadi tuberkulin

konversi pada tempat suntikan. Ada tidaknya tuberkulin konversi tergantung pada

potensi vaksin dan dosis yang tepat serta cara penyuntikan yang benar. Kelebihan

dosis dan suntikan yang terlalu dalam akan menyebabkan terjadinya abses ditempat

suntikan. Untuk menjaga potensinya, vaksin BCG harus disimpan pada suhu 20C

(Depkes RI, 2005).

b) Vaksinasi DPT

Kekebalan terhadap penyakit difteri, pertusis dan tetanus adalah dengan

pemberian vaksin yang terdiri dari toksoid difteri dan toksoid tetanus yang telah

dimurnikan ditambah dengan bakteri bortella pertusis yang telah dimatikan. Dosis

penyuntikan 0,5 ml diberikan secara subkutan atau intramuscular pada bayi yang

berumur 2-12 bulan sebanyak 3 kali dengan interval 4 minggu. Reaksi spesifik yang

timbul setelah penyuntikan tidak ada. Gejala biasanya demam ringan dan reaksi lokal

tempat penyuntikan. Bila ada reaksi yang berlebihan seperti suhu yang terlalu tinggi,

kejang, kesadaran menurun, menangis yang berkepanjangan lebih dari 3 jam,

hendaknya pemberian vaksin DPT diganti dengan DT. (Depkes RI, 2005).

Page 50: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

32

c) Vaksinasi Polio

Untuk kekebalan terhadap poliomyelitis diberikan 2 tetes vaksin polio oral yang

mengandung virus polio tipe 1, 2 dan 3 dari suku Sabin. Vaksin yang diberikan

melalui mulut pada bayi umur 2-12 bulan sebanyak 4 kali dengan jarak waktu

pemberian 4 minggu (Depkes RI, 2005)

d) Vaksinasi Campak

Vaksin yang diberikan berisi virus campak yang sudah dilemahkan dan dalam

bentuk bubuk kering atau freeseried yang harus dilarutkan dengan bahan pelarut yang

telah tersedia sebelum digunakan. Suntikan ini diberikan secara subkutan dengan

dosis 0,5 ml pada anak umur 9-12 bulan. Dinegara berkembang imunisasi campak

dianjurkan diberikan lebih awal dengan maksud memberikan kekebalan sedini

mungkin, sebelum terkena infeksi virus campak secara alami. Pemberian imunisasi

lebih awal rupanya terbentur oleh adanya zat anti kebal bawaan yang berasal dari ibu

(maternal antibodi), ternyata dapat menghambat terbentuknya zat kebal campak

dalam tubuh anak, sehingga imunisasi ulangan masih diberikan 4-6 bulan kemudian.

Maka untuk Indonesia vaksin campak diberikan mulai anak berumur 9 bulan (Depkes

RI, 2005).

Berdasarkan beberapa penelitian yang dillakukan oleh Lindawaty (2010) dalam

melihat hubungan faktor individu (status gizi dan status imunisasi) menunjukkan

Page 51: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

33

adanya hubungan bermakna antara status gizi dengan kejadian ISPA pada Balita

dimana balita dengan status gizi kurang mempunyai resiko 2,5 kali untuk mengalami

kejadian ISPA dibanding dengan status gizi baik. Hal ini sejalan dengan penelitian

yang dilakukan Mudehir (2002), Wattimena (2002), Kristina (2011) bahwa ada

hubungan status gizi terhadap ISPA pada balita. Balita yang mempunyai status gizi

yang kurang mudah terserang oleh bakteri, virus yang masuk melalui saluran

pernafasan dan menyebabkan gangguan pernafasan pada balita salah satunya ISPA.

d. Pemberian ASI

ASI merupakan makanan utama bagi bayi yang bersifat alamiah. ASI

mengandung bebagai zat gizi yang dibutuhkan dalam proses perkembangan dan

pertumbuhan bayi serta mengandung antibodi yang dapat membantu bayi

membangun sistem kekebalan tubuh terhadap berbagai macam sumber penyakit.

Manfaat yang dapat diberikan dari pemberian ASI eksklusif pada bayi yaitu dapat

melindungi bayi dari penyakit diare, infeksi pernafasan, kegemukan, infeksi kandung

kemih, infeksi telinga dan lainya (Sinaga, 2012).

ASI mengandung Immunoglobulin yang dapat mencegah bayi dari penyakit

infeksi dan mengandung rangkaian asam lemak tak jenuh yang sangat penting bagi

pertumbuhan dan perkembangan anak. Selain praktis, ASI juga mudah dicerna, bersih

dan aman bagi bayi. Pada penelitian Rahayu, 2011 terdapat hubungan antara bayi

yang tidak mendapatkan ASI eksklusif dengan kejadian ISPA pada balita. Hasil studi

yang menunjukkan bahwa ASI merupakan faktor protektif terhadap kejadian ISPA

Page 52: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

34

yaitu pada penelitian Sinaga (2012) yang mengatakan bahwa ASI memiliki daya

protektif terhadap kejadian ISPA pada bayi umur 0-4 bulan.

2.3.4 Faktor Perilaku

Pencemaran udara dalam rumah terjadi akibat adanya polutan dalam rumah

yang konsentrasinya dapat beresiko menimbulkan gangguan kesehatan penghuni

rumah (DepKes RI, 2011). Pencemaran udara dalam rumah terjadi akibat prilaku

penghuni rumah yang tidak sehat. Faktor perilaku dalam pencegahan dan

penanggulangan penyakit ISPA pada bayi dan balita lebih efektif dilakukan oleh

keluarga baik yang dilakukan oleh ibu atau keluarga yang tinggal dalam satu rumah.

Keluarga sangat mempengaruhi munculnya penyakit didalam rumah. Bila salah satu

keluarga mengalami gangguan kesehatan yang bersifat menular maka akan

mempengaruhi anggota keluarga lainya.

Peran keluarga sangat penting dalam menangani ISPA karena penyakit ISPA

termasuk dalam penyakit yang sering diderita sehari-hari didalam keluarga/

masyarakat. Hal ini menjadi fokus perhatian keluarga karena penyakit ISPA sangat

sering diderita oleh balita, sehingga ibu balita dan anggota keluarga uang sebagian

besar dekat dengan balita harus mengetahui gejala-gejala balita terkena ISPA. Dalam

penanganan ISPA tingkat keluarga keseluruhanya dapat dogolongkan menjadi 3(tiga)

kategori yaitu perawatan oleh ibu balita, tindakan yang segera dan pengamatan

tentang perkembangan penyakit balita, pencarian pertolongan pada pelayanan

kesehatan. Sebagian besar keluarga tidak mengetahui dari kebiasaan yang sering

Page 53: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

35

dilakukan dapat menimbulkan pencemaran udara dalam rumah dan berpengaruh

terhadao kesehatan balita seperti :

a. Kebiasaan merokok

Merokok merupakan kebiasaan yang sering dilakukan oleh penghuni rumah

terutama oleh bapak-bapak. Cenderung bapak-bapak merokok didalam rumah sambil

istirahat seperti menonton tv, membaca koran dan sebagainya. Asap rokok yang

dikeluarkan adalah gas beracun dari hasil pembakaran produk tembakau yang biasa

mengandung Poliyclinic Aromatic Hydrocarbons (PAHs) yang berbahaya bagi

kesehatan (DepKes RI, 2011). Asap rokok yang di keluarkan oleh seorang perokok

mengandung bahan toksik yang berbahaya dan akan menimbulkan penyakit serta

menambah resiko kesakitan dari bahan toksik tersebut (Kusnoputranto, 2000). Dari

hasil penelitian Citra (2012) mengemukakan bahwa perokok pasiflah yang

mengalami resiko lebih besar daripada perokok aktif. Anak-anak yang keluarganya

terdapat perokok lebih rentan terkena penyakit gangguan pernafasan dibanding

dengan anak-anak yang bukan keluarga perokok. Pada hasil uji statistik penelitian

Lindawaty (2010) menyatakan bahwa balita yang tinggal bersama penguni yang

merokok beresiko 2,04 kali lebih besar terkena ISPA dibanding dengan balita yang

tidak terdapat penghuni rumah yang merokok. Oleh karena itu untuk melindungi

bayi/anak-anak dari asap rokok perlu diusahakan untuk tidak merokok didalam

rumah, atau menyediakan tempat khusus bagi keluarga yang merokok supaya asap

tidak tersebar ke ruangan lain didalam rumah.

Page 54: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

36

Asap rokok dari seseorang yang merokok dalam rumah, tidak saja merupakan

bahan pencemaran dalam ruang yang serius melainkan juga akan menyebabkan

kesakitan dari toksik yang lain dan anak-anak yang terpapar asap rokok dapat

menimbulkan gangguan pernapasan terutama memperberat timbulnya Infeksi Saluran

Pernapaasan Akut dan gangguan paru-paru pada waktu dewasa nanti ( Avrianto,

2006). Menurut penelitian Wattimena (2004) bahwa rumah yang penghuninya

mempunyai kebiasaan merokok di dalam rumah berpeluang meningkatkan kejadian

ISPA pada balita 7,83 kali dibandingkan dengan rumah balita yang penghuninya

tidak merokok.

b. Bahan bakar memasak

Di zaman yang semakin berkembang , bahan bakar memasak beraneka ragam

mulai dari penggunaan minyak tanah, gas, atau listrik. Saat ini penggunaan kayu

sudah sangat jarang ditemukan di kota-kota besar di Indonesia. Masyarakat yang

masih menggunakan bahan bakar selain gas cenderung takut dikarenakan ledakan gas

yang sering terjadi sehingga memilih bahan bakar yang aman seperti minyak tanah

dan kayu bakar bagi pedesaan. Namun akibat penggunaan bahan bakar tersebut, dapat

menyebabkan resiko terjadinya pencemaran udara hasil pembakaran didalam rumah.

Keadaan tersebut diperburuk dengan tidak adanya ventilasi dalam rumah sehingga

asap sisa pembakaran atau debu yang dihasilkan tidak keluar melainkan mengendap

didalam rumah (DepkKes RI, 2011). Partikel debu yang dihasilkan dari pembakaran

tersebut mengandung unsur-unsur kimia, seperti timbal, besi, mangan, arsen,

Page 55: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

37

cadmium dimana jika terhirup atau masuk langsung ke pernafasan dapat menempel

diparu-paru. Paparan partikel dengan kadar yang tinggi akan menimbulkan edema

pada trachea, bronchus, dan bronchiolus.

Hasil Cahya (2011) menyatakan bahwa pencemaran udara akibat penggunaan

bahan bakar dimungkinkan berperan walaupun kecil. Rumah dengan bahan bakar

minyak tanah memberikan kesempatan 3,8 kali lebih besar balita terkena ISPA

dibandingkan dengan bahan bakar gas.

c. Penggunaan obat nyamuk.

Pengendalian dan pemberantasan nyamuk dalam rumah sebagaian masyarakat

cenderung menggunakan obat nyamuk yang terbuat dari bahan insektisida yang

disemprot dan obat nyamuk bakar. Semakin maraknya merk-merk obat penghilang

nyamuk didalam rumah untuk mengusir vektor nyamuk. Terpengaruhnya masyarakat

dengan berbagai merk obat nyamuk membuat konsumsi akan obat nyamuk hampir

disetiap rumah warga. Walaupun tujuan dari obat nyamuk tersebut baik, namun

terdapat dampak yang harus diperhatikan oleh penguni rumah. Obat nyamuk

mengandung bahan-bahan kimia yang sulit terurai dalam waktu cepat. Jika obat

nyamuk itu mengendap setiap hari di bantal-atau tempat tidur manusia dan terhirup

akan berdampak pada gangguan kesehatan baik bersifat kronik ataupun akut.

Sehingga perlu diperhatikan intensitas penggunaan obat nyamuk tersebut.

Page 56: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

38

Hasil Penelitian Safwan (2003) yang menyatakan bahwa balita yang tingga

didalam rumah yang menggunakan bahan bakar minyak tanah atau kayu berpeluang

menderita ISPA sebanyak 2,235 kali lebih tinggi dibanding dengan balita yang

tinggal didalam rumah yang menggunakan bahan bakar gas. Selain itu,menurut

Wattimena (2004) mengatakan bahwa ada hubungan antara kebiasaan merokok dalam

rumah terhadap ISPA pada balita. Rumah yang penghuninya mempunyai kebiasaan

merokok dalam rumah berpeluang meningkatkan kejadian ISPA pada balita sebsar

7,83 kali dibandingkan dengan rumah balita yang penghuninya tidak merokok

didalam rumah.

Page 57: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

39

2.4 Kerangka Teori

Bagan 2.1

Kerangka Teori

Sumber : Modifikasi Hendrik L.Blum dalam Notoatmodjo (2003); Depkes RI,

(2004); World Bank (2006) dan peneliti lain.

Faktor Lingkungan

a. Rumah :

Kepadatan Hunian

Ventilasi udara

Pencahayaan rumah

Kelembapan

Suhu dalam ruang

Letak dapur

Lantai rumah

Dinding rumah

b. Sosial-Ekonomi

a. Pendidikan orang tua

b. Pekerjaan orang tua

Faktor Perilaku :

a. Kebiasaan merokok

b. Bahan bakar masak

c. Penggunaan obat nyamuk.

Faktor Individu Balita :

a. Umur Balita

b. Status Gizi Balita

c. Imunisasi Balita

d. Pemberian ASI

INFEKSI SALURAN

PERNAFASAN AKUT(ISPA)

Page 58: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

40

BAB III

KERANGAKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL

DAN HIPOTESIS

.3.1 KERANGKA KONSEP

Berdasarkan kerangka teori yang ada, dalam studi ini peneliti ingin melihat hubungan

faktor pelayanan kesehatan/individu balita, lingkungan fisik rumah, faktor perilaku dan faktor

sosial terhadap ISPA pada balita. Berdasarkan teori H.L Blum derajat kesehatan sesorang

dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni pelayanan kesehatan genetik, lingkungan dan perilaku.

Variabel yang diambil dari keempat faktor tersebut adalah variabel yang paling berhubungan

atau signifikan yang dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya yakni status gizi, pemberian

ASI ekslusif menurut Mudehir (2002); kepadatan hunian, kelembapan ,ventilasi menurut Cahya

(2011) ; kebiasaan merokok berhubungan dengan polusi udara dalam rumah menurut Avrianto

(2006); kemudian pendidikan orang tua terkait pengetahuan yang didapat megenai penyakit

ISPA dan cara penanggualnganya penyakit pada anak. Oleh karena itu, peneliti mengambil

beberapa variabel independen tersebut berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang

menunjukkan bahwa ada hubungan masing-masing variabel dengan kejadian ISPA pada balita.

Page 59: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

41

Bagan 3.1

Kerangka Konsep

ISPA

Faktor Lingkungan dalam

Rumah :

Kepadatan Hunian

Rumah

Ventilasi rumah

Kelembaban udara

Faktor individu balita :

Status gizi

Pemberian ASI

eksklusif

Faktor Perilaku :

Kebiasaan merokok

Faktor Sosial:

Pendidikan orang tua

Page 60: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

42

3.2 DEFINISI OPERASIONAL

Variabel Dependen

No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Skala Ukur Kategori

1. ISPA pada

Balita

Balita yang mengalami gangguan

penyakit infeks saluran pernafasan

akut atas pada anak berusia 1-5 tahun

(Depkes RI, 2007)

wawancara kuisioner Ordinal 0= Mengalami ISPA

1=Tidak Mengalami ISPA

Variabel Independen

1. Kelembaban Persentase kandungan uap air udara

dalam ruangan tempat balita tidur

(Keputusan Menteri Kesehatan RI

Nomor : 829/Menkes/SK/VII/1999)

Pengu-

kuran

Hygrometer Ordinal 0=Tidak memenuhi syarat (TMS), jika

kelembaban dalam ruang kelas <40%atau

>60% (DepKes RI, 2011)

1=Memenuhi syarat (MS), jika

kelembaban dalam ruang kelas 40-60%

(Permenkes RI

No.1077/MENKES/PER/V/2011)

2. Kepadatan

hunian rumah

Perbandingan luas lantai rumah(m2

)

dengan jumlah orang penghuni

rumah. (Kepmenkes,1999)

Pengu-

kuran dan

wawancara

Kuisioner dan

rollmeter

Ordinal 0=Tidak memenuhi syarat(TMS)

(10m2/orang)

1=Memenuhi syarat(MS) (.>10m2

/orang)

Page 61: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

43

3. Ventilasi Perbandingan luas lantai kamar

dengan luas jendela dan lubang angin

kamar balita dan lubang angin yang

dapat menghubungkan udara dalam

rumah dengan udara luar di ruangan

tidur balita .(Kepmenkes,1999).

Observasi

dan

pengukuran

rollmeter Ordinal 0=Tidak memenuhi syarat (TMS), jika

luas ventilasi<10% dari luas lantai

1=Memenuhi syarat (MS), jika luas

ventilasi≥10% dari luas lantai

4 Status Gizi Keadaan gizi anak balita saat

dilakukan penelitian diukur

berdasarkanBB/U.

(1995/MENKES/SK/XII/2010)

Wawancar,

pengukuran

Timbangan

dan daftar

pertanyaan

Ordinal 0= Gizi Kurang(-3,0 SD s/d -2SD)

1= Gizi Baik (-2,0 SD s/d +3SD)

5. Kebiasaan

merokok

Ada atau tidaknya anggota keluarga

yang merokok didalam rumah.

Wawancara Daftar

pertanyaan

Ordinal O= Ada

1= Tidak

6. Pendidikan

orang tua

Pendidikan formal yang sudah

diselesaikan orang tua.

Wawancara Daftar

pertanyaan

Ordinal 0=Rendah ( Tidak Sekolah, Tamat SD,

SMP, SMA)

1=Tinggi ( Tamat D3, Sarjana)

7. Pemberian Asi

Ekslusif

Pemberian Asi yang dilakukan oleh

ibu selama kurun waktu 6 bulan

tanpa disertai makanan tambahan.

Wawancara Daftar

pertanyaan

Ordinal 0= Tidak ( kurang dari 6 bulan)

1= Ya (6 bulan atau lebih)

Page 62: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

44

3.3 HIPOTESIS

1. Ada hubungan antara ventilasi terhadap ISPA di Kelurahan Ciputat, Kota

Tangerang Selatan tahun 2013.

2. Ada hubungan antara kepadatan hunian terhadap ISPA pada balita di

Kelurahan Ciputat Kota Tangerang Selatan tahun 2013..

3. Ada hubungan antara kelembaban terhadap ISPA pada balita di Kelurahan

Ciputat Kota Tangerang Selatan tahun 2013.

4. Ada hubungan status gizi terhadap ISPA pada balita di Kelurahan Ciputat

Kota Tangerang Selatan tahun 2013.

5. Ada hubungan pemberian ASI ekslusif terhadap ISPA pada balita di

Kelurahan Ciputat Kota Tangerang Selatan tahunn 2013.

6. Ada hubungan kebiasaan merokok terhadap ISPA pada balita di Kelurahan

Ciputat Kota Tangerang Selatan tahun 2013.

7. Ada hubungan pendidikan orang tua terhadap ISPA pada balita di Kelurahan

Ciputat Kota Tangerang Selatan tahun 2013.

Page 63: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

45

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Metode penelitian yang digunakan yaitu survei analitik atau penelitian yang

mencoba menggali bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan itu terjadi.

Kemudian melakukan analisis dinamika korelasi antara fenomena/ faktor resiko

dengan efek atau akibat dari adanya faktor resiko. Faktor resiko adalah faktor-faktor

yang mengakibatkan terjadinya efek (pengaruh). Dalam penelitian ini, faktor resiko

yang disebut sebagai variabel independen meliputi kebiasaan merokok, status gizi,

pemberian asi ekslusif dan status imunisasi, kepadatan hunian, ventilasi rumah,

kelembapan dan pendidikan orang tua. Penelitian ini menggunakan pendekatan Cross

Sectional yaitu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor

resiko dan efek dengan observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat/

point time (Notoatmodjo, 2010).

4.2 Populasi dan Sampel

4.2.1 Populasi

Populasi pada studi ini adalah semua balita dengan umur 1-5 tahun yang

berada di kelurahan Ciputat periode bulan Agustus tahun 2013 dengan responden ibu

balita.

Page 64: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

46

4.2.2 Sampel

Sampel pada penelitian ini adalah anak balita yang berumur 1-5 tahun yang

melakukan pemeriksaan ke Posyandu bulan terakhir yakni Juli/Agustus yang ada

dikelurahan Ciputat. Perhitungan jumlah sampel balita yang akan diambil diperoleh

dengan rumus besar sampel menurut Lemeshow (1997) dengan menggunakan rumus

uji hipotesis beda dua proporsi, yaitu :

Keterangan :

n : Jumlah sampel minimal yang diperlukan

P1 : Proporsi variabel kebiasaan merokok didalam rumah balita yang

mengalami ISPA sebesar 61% ( Irianto, 2006)

P2 : Proporsi variabel kebiasaan tidak merokok didalam rumah balita

yang mengalami ISPA sebesar 34,6% (Irianto, 2006)

P : Rata-rata proporsi

Z1-α/2 : Derajat kemaknaan α pada dua sisi (two tail) yaitu sebesar 5%=1,96

Z1-β : Kekuatan uji 1-β yaitu sebesar 80%=0,84

Tabel 4.2.3 Hasil Perhitungan Sampel

Variabel P1 P2 α (%) β (%) N

Kelembapan

P1: Tidak Memenuhi Syarat

P2: Memenuhi Syarat

0,778 0,271 5 80 12

10 9

1 19

Page 65: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

47

(Fidiani,2006) 5 90 16

10 12

1 24

Status Gizi

P1: Gizi Kurang

P2: Gizi Baik

(Wattimena,2004)

0,821 0,435 5 80 18

10 13

1 30

5 90 38

10 19

1 25

Ventilasi

P1: Tidak Memenuhi Syarat

P2:Memenuhi Syarat

(Wattimena,2004)

0,714 0,353 5 80 23

10 17

1 37

5 90 31

10 24

1 48

Kebiasaan Merokok

P1: Ada

P2:Tidak Ada

(Irianto,2006)

0,602 0,341 5 80 44

10 32

1 71

5 90 60

10 46

1 91

Berdasarkan hasil perhitungan sampel pada tabel diatas, jumlah sampel yang

akan diambil adalah yang paling besar yakni 44 orang (P1: kebiasaan merokok

didalam rumah balita yang mengalami ISPA dan P2: Proporsi kebiasaan tidak

merokok didalam rumah balita yang mengalami ISPA) pada α : 5% dan β : 80%).

Dari hasil tersebut kemudian dilakukan perhitungan sampel minimal dengan

menggunakan perbandingan dari hasil Lindawaty, 2003 yaitu hasil dari responden

yang tidak mengalami ISPA sebesar 49,7% :

44 =

N =

N = 88 balita

Page 66: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

48

Jadi total keseluruhan sampel yang akan diambil yaitu 88 balita di seluruh

kelurahan Ciputat.

4.2 Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan di Kelurahan Ciputat dengan data Posyandu di

masing-masing RW terhadap responden ibu balita dengan tahapan sbb :

1. Jumlah balita (populasi balita) diambil dari 13 RW dengan data posyandu

di Kelurahan Ciputat.

2. Balita tercatat melakukan pemeriksaan di Posyandu terakhir pada bulan

Agustus 2013.

3. Sampel diambil dengan membagi jumlah populasi dengan jumlah sampel

untuk mendapatkan interval sampel. Interval yang didapat yakni 6. Jadi

dihitung dari no.1 populasi sampai no.6 dijadikan nomor sampel 1

seterusnya dilakukan sampai nomor urut sampel 88.

4.3 Jenis Data

Berdasarkan sumbernya, data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:

1. Data primer adalah data yang dikumpulkan peneliti yang diperoleh secara

langsung dari responden ibu balita berupa kuisioner dengan melakukan

wawancara.

2. Data sekunder yaitu data yang bersumber dari instansi (pihak tertentu) melalui

data Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, Data Puskesmas Ciputat, Data

Kelurahan, Data Posyandu.

Page 67: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

49

4.4 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian akan dilakukan di Kelurahan Ciputat Kota Tangerang Selatan dari

bulan Agustus-September 2013 mulai dari tahap pengumpulan sampai laporan hasil.

4.5 Pengumpulan Data

Pengumpulan data masing-masing variabel dilakukan dengan beberapa cara

yakni:

1. Kelembapan dengan hygrometer.

2. Ratio ventilasi menggunakan rollmeter

3. Kepadatan Hunian rumah dengan meteran dan daftar pertanyaan.

4. Kebiasaan merokok dengan wawancara.

6. Status Gizi balita berdasarkan BB/U

7. Pendidikan dengan kusioner.

8. ISPA dengan kusioner.

4.6 Pengolahan Data

Semua data yang telah terkumpul baik data primer maupun data sekunder akan

diolah melalui tahap-tahap sebagai berikut:

1. Variabel yang sudah dikategorikan sesuai dengan definisi operasional,

diinput kedalam SPSS untuk dilakukan pengolahan data.

2. Variabel dependen dan independen dipindahkan didalam variabel view dan

kemudian pindah ke data view untuk menginput hasil pengkategorikan

(0/1).

Page 68: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

50

3. Setelah semua hasil dimasukan, kemudian lakukan analisis univariat untuk

mengetahui frekuensi masing-masing variabel dengan cara Klik Analyze,

pilih Descriptive Statistics, pilih Frequencies . Kemudian masukan satu

persatu variabel yang akan dilihat kemudian akan muncul di output spss.

4. Setelah melakukan analisis univariat, kemudian lakukan analisis bivariat

dengan uji chi-square untuk melihat hubungan variabel independen dengan

variabel dependen dengan cara Klik Analyze, Pilih Descriptive Statistics,

Pilih Crosstab .Kemudian masukan satu persatu di kolom independen

variabel yang akan dilihat dengan variabel dependen ISPA.

4.7 Analisa Data

1. Analisis Univariat

Analisis univariat digunakan untuk menggambarkan karakteristik masing-

masing variabel dependen dan independen. Mengingat pada penelitian ini

menggunakan data kategorik maka hasil analisis disajikan dalam bentuk tabel

distribusi frekuensi.

2. Analisis Bivariat

Tujuan analisis bivariat dalam penelitian ini adalah untuk melihat hubungan

faktor lingkungan fisik rumah, faktor individu balita, faktor prilaku, faktor sosial

sebagai variabel independen terhadap ISPA pada balita. Uji yang digunakan yaitu

Chi-Square , dengan nilai tingkat kemaknaan adalah 5%.

Apabila nilai p<α maka hasilnya bermakna secara statistik atau terdapat

hubungan antara variabel dependen dengan independen ,sedangkan bila nilai p> α

Page 69: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

51

maka hasilnya tidak bermakna atau tidak terdapat hubungan antara variabel

independen dengan dependen.

Page 70: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

52

BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1 Gambaran Umum Kelurahan Ciputat

Kelurahan Ciputat merupakan salah satu Kelurahan yang berada di Kecamatan

Ciputat Kota Tangerang Selatan. Luas wilayah Kelurahan Ciputat ±183,34 Ha/km2

dengan kondisi geografis penuh dengan pemukiman masyarakat. Adapun batas

wilayah Kelurahan Ciputat adalah sebagai berikut :

Sebelah Utara : Kelurahan Sawah Lama

Sebelah Selatan : Kelurahan Pondok Cabe Ilir

Sebelah Barat : Kelurahan Kedaung & Kelurahan Pamulang Timur

Sebelah Timur : Kelurahan Cempaka Putih/Kelurahan Cipayung

Jumlah Penduduk di Kelurahan Ciputat yang dibagi berdasarkan jenis kelamin

yakni laki-laki sebanyak 9.780 jiwa dan perempuan sebanyak 9.100 jiwa dengan

jumlah total yakni 18.880 jiwa. Jumlah RW dikelurahan Ciputat sebanyak 15RW,

55RT, dan 4.718 KK . Berdasarkan jenis pekerjaan sebagaian besar penduduk di

Kelurahan Ciputat bekerja sebagai karyawan swasta sebanyak 20% , dan buruh

sebanyak 16,6%.

Page 71: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

53

5.2 Hasil Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk mengetahui gambaran frekuensi dari setiap

variabel dependen dan independen pada 88 balita yang berasal dari hasil statistik data

primer di Kelurahan Ciputat tahun 2013 sebagai berikut :

5.2.1 Gambaran Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Balita

Berdasarkan hasil yang diperoleh menunjukan presentase ISPA pada balita di

kelurahan Ciputat sebagai berikut :

Tabel 5.1

Distribusi ISPA pada Balita di Kelurahan Ciputat tahun 2013

Balita Frekuensi Presentase

Mengalami ISPA 45 51,1%

Tidak Mengalami ISPA 43 48,9%

Jumlah 88 100%

Pada tabel 5.1 didapat presentase balita yang mengalami ISPA sebesar 45 balita

(51,1%) dan 43balita(48,9%) tidak mengalami ISPA.

5.2.2 Gambaran Status Gizi Balita

Berdasarkan hasil yang diperoleh menunjukan presentase status gizi pada

balita di kelurahan Ciputat sebagai berikut :

Page 72: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

54

Tabel 5.2

Distribusi Status Gizi di Kelurahan Ciputat tahun 2013

Status Gizi Frekuensi Presentase

Gizi Kurang 14 15,9%

Gizi Baik 74 84,1%

Jumlah 88 100%

Pada tabel 5.2 didapatkan bahwa sebanyak 14 balita (15,9%) mengalami gizi

kurang dan 74 balita (84,1%) mengalami gizi baik.

5.2.3 Gambaran Status Imunisasi

Hasil pengolahan data status imunisasi pada balita di kelurahan Ciputat

menunjukan presentase sebagai berikut :

Tabel 5.3

Distribusi Status Imunisasi di Kelurahan Ciputat tahun 2013

Status Imunisasi Frekuensi Presentase

Tidak Lengkap 7 8%

Lengkap 81 92%

Jumlah 88 100%

Pada tabel 5.3 didapatkan bahwa 81 balita (92%) sudah mendapatkan

imunisasi dasar lengkap yakni BCG, DPT, Polio, dan campak dan 7 balita (8%)

belum mendapatkan imunisasi lengkap.

Page 73: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

55

5.2.4 Gambaran Asi Eksklusif

Hasil pengolahan data berikut menunjukkan presentase pemberian Asi Eksklusif

pada balita dikelurahan Ciputat sebagai berikut :

Tabel 5.4

Distribusi Pemberian Asi Eksklusif pada Balita di Kelurahan Ciputat

tahun 2013

Asi Ekslusif Frekuensi Presentase

Tidak 69 78,4%

Ya 19 21,6%

Jumlah 88 100%

Berdasarkan tabel 5.4 didapatkan bahwa dari 88 balita, 69 balita (78,4%) tidak

diberikan Asi Eksklusif dan 19 balita (21,6%) diberikan Asi Eksklusif.

5.2.5 Gambaran Kelembaban

Hasil perhitungan statistik menunjukkan presentase kelembaban kamar tidur

balita dikelurahan Ciputat sebagai berikut :

Tabel 5.5

Distribusi Kelembaban kamar tidur Balita di Kelurahan Ciputat

tahun 2013

Kelembaban Frekuensi Presentase

Tidak Memenuhi Syarat 13 14,8%

Memenuhi Syarat 75 85,2%

Jumlah 88 100%

Page 74: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

56

Hasil penelitian pada tabel 5.5 menunjukan bahwa dari 88 kamar balita

dikelurahan Ciputat, 13 kamar balita (14,8%) memiliki kelembaban yang tidak

memenuhi syarat yakni 40% - 70% & 75 balita (85,2%) memiliki kelembaban

memenuhi syarat yakni 40% - 70%.

5.2.6 Gambaran Ventilasi

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, gambaran ventilasi rumah balita

dikelurahan Ciputat sebagai berikut :

Tabel 5.6

Distribusi Ventilasi Rumah Balita di Kelurahan Ciputat tahun 2013

Ventilasi Frekuensi Presentase

Tidak Memenuhi Syarat 51 58%

Memenuhi Syarat 37 42%

Jumlah 88 100%

Hasil uji statistik pada tabel 5.6 diperoleh gambaran sebesar 51 rumah balita

(58%) memiliki ventilasi yang tidak memenuhi syarat (<10% dari luas rumah) dan 37

rumah balita (42%) memiliki ventilasi yang memenuhi syarat yang ditentukan yakni

>10% dari luas tanah.

5.2.7 Gambaran Kepadatan Hunian

Dibawah ini presentase hasil perhitungan variabel kepadatan hunian di

kelurahan Ciputat sebagai berikut :

Page 75: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

57

Tabel 5.7

Distribusi Kepadatan Hunian Rumah Balita di Kelurahan Ciputat

tahun 2013

Kepadatan Hunian Frekuensi Presentase

Tidak Memenuhi Syarat 58 65,9%

Memenuhi Syarat 30 34,1%

Jumlah 88 100%

Pada tabel 5.7 sebanyak 58 rumah balita (65,9%) padat penghuni/tidak

memenuhi syarat yang ditetapkan yakni <10m2/org dan 30 (34,1%) rumah balita

memenuhi syarat kepadatan hunian yakni >10m2/org.

5.2.8 Gambaran Kebiasaan Merokok

Hasil perhitungan yang dilakukan pada variabel kebiasaan merokok penghuni

rumah di kelurahan Ciputat sebagai berikut :

Tabel 5.8

Distribusi Kebiasaan Merokok Penghuni Rumah di Kelurahan Ciputat

tahun 2013

Kebiasaan Merokok Frekuensi Presentase

Ada 54 61,8%

Tidak Ada 34 38,6%

Jumlah 88 100%

Page 76: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

58

Pada tabel 5.8 terlihat sebanyak 54 rumah balita (61,4%) terdapat penghuni

rumah yang merokok dan 34 rumah balita (38,6%) tidak terdapat penghuni rumah

yang merokok.

5.2.9 Gambaran Pendidikan Orang Tua

Dari hasil uji statistik yang dilakukan pada variabel pendidikan orang tua balita

di Kelurahan Ciputat sebagai berikut :

Tabel 5.9

Distribusi Pendidikan Orang Tua Balita di Kelurahan Ciputat tahun 2013

Pendidikan Orang Tua Frekuensi Presentase

Rendah 47 53,4%

Tinggi 41 46,6%

Jumlah 88 100%

Tabel 5.9 menunjukan sebanyak 47 orang tua balita (53,4%) berpendidikan

rendah (tidak sekolah, tamat SD, dan SMP) dan 41 orang tua balita (46,6%)

berpendidikan tinggi (lulus SMA, D3, S1).

5.2.10 Gambaran Penggunaan Bahan Bakar

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada variabel penggunaan bahan

bakar dirumah balita didapat data sebagai berikut :

Page 77: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

59

Tabel 5.10

Distribusi Penggunaan Bahan Bakar dalam rumah Balita di Kelurahan Ciputat

tahun 2013

Bahan Bakar Frekuensi Persentase

Kayu/Minyak Tanah 4 4,5%

Gas 84 95,5%

Jumlah 88 100%

Didapat hasil perhitungan sampel pada tabel 5.10 diperoleh data sebanyak 4

rumah (4,5%) ibu balita masih menggunakan minyak tanah dan 84 rumah (95,5%)

sudah menggunakan gas untuk memasak

5.2.11 Gambaran Penggunaan Obat Nyamuk Bakar

Dibawah ini hasil persentase yang dilakukan pada variabel penggunaan obat

nyamuk bakar di rumah balita sebagai berikut :

Tabel 5.11

Distribusi Penggunaan Obat Nyamuk Bakar di Kelurahan Ciputat tahun 2013

Bahan Bakar Frekuensi Per sentase

Menggunakan 9 10,2%

Tidak Menggunakan 79 89,8%

Jumlah 88 100%

Pada tabel 5.11 diperoleh sebanyak 9 rumah (10,2%) rumah balita

menggunakan obat nyamuk bakar setiap hari dan 79 rumah (89,8%) tidak

menggunakan obat nyamuk bakar.

Page 78: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

60

5.3 Hasil Analisis Bivariat

Analisis bivariat bertujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel

independen (status gizi, pemberian asi eksklusif, ventilasi, kelembabab, kepadatan

hunian, kebiasaan merokok, pendidikan orang tua) dan variabel dependen (ISPA

pada Balita) dengan menggunakan uji chi square. Hasil hubungan variabel

independen dan variabel dependen pada penelitian ini dapat dilihat sebagai berikut :

5.3.1 Hubungan Status Gizi terhadap ISPA pada Balita

Hasil analisis hubungan antara status gizi terhadap ISPA pada balita di

Kelurahan Ciputat tahun 2013sebagai berikut :

Tabel 5.12

Analisis Hubungan antara Status Gizi terhadap ISPA pada Balita di Kelurahan

Ciputat Tahun 2013

Status Gizi

Balita

Total p-value OR Mengalami

ISPA

Tidak Mengalami

ISPA

N % N % N %

0,121

0,3 (0,09-1,1)

Gizi Kurang 4 28,6 10 71,4 14 100

Gizi Baik 41 55,4 33 44,6 74 100

Jumlah 45 51,1 43 48,9 88 100

Page 79: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

61

Pada Tabel 5.12 didapat hasil hubungan antara status gizi terhadap ISPA pada

balita yaitu sebanyak 4 dari 14 (28,6%) balita gizi kurang mengalami ISPA serta 33

dari 74 (44,6%) balita dengan gizi baik tidak mengalami. Berdasarkan hasil uji chi

square diperoleh nilai p= 0,121 (p-value >0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa

tidak ada hubungan bermakna antara status gizi terhadap ISPA pada balita di

Kelurahan Ciputat tahun 2013. Dari hasil analisis diperoleh pula nilai OR sebesar 0,3

(95%CI : 0,09-1,1) yang berarti bahwa balita dengan status gizi kurang mempunyai

peluang 0,3 kali untuk mengalami ISPA dibanding balita gizi baik.

5.3.2 Hubungan Pemberian Asi Eksklusif terhadap ISPA pada Balita

Hasil analisis hubungan antara pemberian asi eksklusif terhadap ISPA pada

balita di Kelurahan Ciputat tahun 2013sebagai berikut :

Tabel 5.13

Analisis Hubungan Pemberian Asi Eksklusif Terhadap ISPA pada Balita

di Kelurahan Ciputat Tahun 2013

Pemberian

Asi

Eksklusif

Balita

Total p-value OR Mengalami ISPA Tidak Mengalami

ISPA

N % N % N %

0,251 2,1(0,7-5,9)

Tidak 38 55,1 31 44,9 69 100

Ya 7 36,8 12 63,2 19 100

Jumlah 51,1 48,9 43 48,9 88 100

Page 80: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

62

Berdasarkan tabel 5.13 menunjukkan hasill analisis hubungan antara pemberian

asi eksklusif terhadap ISPA pada balita sebanyak 38 dari 69 balita (55,1%) yang

tidak diberikan asi ekslusif mengalami ISPA dan sebanyak 12 dari 19 (63,2%) balita

yang diberikan asi ekslusif tidak mengalami ISPA. Berdasarkan hasil uji chi square

diperoleh nilai p = 0,251 (p-value>0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada

hubungan bermakna antara pemberian asi ekslusif terhadap ISPA pada balita di

Kelurahan Ciputat tahun 2013. Dari hasil analisis diperoleh pula OR sebesar 2,1

(95%CI : 0,7-5,9) yang berarti bahwa balita yang tidak diberikan ASI Eksklusif

beresiko 2,1 kali lebih besar mengalami ISPA..

5.3.3 Hubungan Ventilasi terhadap ISPA pada Balita

Hasil statistik hubungan antara ventilasi terhadap ISPA pada balita di

Kelurahan Ciputat tahun 2013 sebagai berikut :

Tabel 5.14

Analisis Hubungan Ventilasi Rumah Terhadap ISPA pada Balita

di Kelurahan Ciputat Tahun 2013

Ventilasi

Balita

Total

p-value

OR Mengalami ISPA Tidak

Mengalami ISPA

N % N % N %

TMS 32 62,7 19 37,3 51 100

0,019 3 (1,2-7,5) MS 13 35,1 24 18,1 37 100

Jumlah 45 51,1 43 48,9 88 100

Page 81: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

63

Pada tabel 5.14 menunjukkan hubungan antara ventilasi rumah terhadap ISPA

pada balita yaitu sebanyak 32 dari 51 (62,7%) ventilasi rumah yang tidak memenuhi

syarat dan balita mengalami ISPA. Sedangkan sebanyak 24 dari 37 (18,1%) ventilasi

rumah memenuhi syarat dan balita tidak mengalami ISPA. Berdasarkan hasil uji chi

square diperoleh nilai p = 0,019 (p-value <0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa

ada hubungan bermakna antara ventilasi rumah terhadap ISPA pada balita di

Kelurahan Ciputat tahun 2013. Dari hasil analisis diperoleh pula OR sebesar 3

(95%CI : 1,1-7,2) yang berarti bahwa balita dengan ventilasi rumah tidak memenuhi

syarat beresiko 3 kali mengalami ISPA.

5.3.4 Hubungan Kelembaban Dalam Kamar Terhadap ISPA pada Balita

Hasil analisis hubungan antara kelembaban terhadap ISPA pada balita di

Kelurahan Ciputat tahun 2013sebagai berikut :

Tabel 5.15

Analisis Hubungan Kelembaban Dalam Kamar Terhadap ISPA pada Balita di

Kelurahan Ciputat Tahun 2013

Kelembaban

Balita

Total p-value OR Mengalami ISPA Tidak

Mengalami ISPA

N % N % N %

0,49 0,5 (0,1-1,8)

TMS 5 38,5 8 61,5 13 100

MS 40 53,3 35 46,7 75 100

Jumlah 45 51,1 43 48,9 88 100

Page 82: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

64

Tabel 5.15 menunjukkan hubungan kelembaban kamar terhadap ISPA pada

balita yaitu sebanyak 5 dari 43 (38,5%) kelembaban kamar balita yang tidak

memenuhi syarat (TMS) dan balita mengalami ISPA. Sedangkan, sebanyak 35 dari

45(46,7%) kamar balita dengan kelembaban kamar memenuhi syarat (MS) balita

tidak mengalami ISPA. Hasil uji chi square diperoleh nilai p = 0,49 (p-value >0,05)

sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara kelembaban

kamar terhadap ISPA pada balita di Kelurahan Ciputat tahun 2013. Dari hasil analisis

ini pula diperoleh nilai OR sebesar 0,5 ( 95%CI : 0,3-1,9) yang berarti bahwa kamar

balita dengan kelemaban tidak memenuhi syarat beresiko 0,5 kali lebih besar

mengalami ISPA.

5.3.5 Hubungan Kepadatan Hunian terhadap ISPA pada Balita

Hasil analisis hubungan antara kepadatan hunian terhadap ISPA pada balita di

Kelurahan Ciputat tahun 2013sebagai berikut :

Tabel 5.16

Analisis Hubungan Kepadatan Hunian Rumah Terhadap ISPA pada Balita

di Kelurahan Ciputat Tahun 2013

Kepadatan

Hunian

Balita

Total p-value OR Mengalami ISPA Tidak

Mengalami ISPA

N % N % N %

0,029 3 (1,2-7,6)

TMS 35 60,3 23 39,7 58 100

MS 10 33,3 20 66,7 30 100

Jumlah 45 51,1 43 48,9 88 100

Page 83: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

65

Tabel 5.16 menunjukkan hubungan kepadatan hunian terhadap ISPA pada

balita yaitu sebanyak 35 dari 58 (60,3%) rumah balita memiliki kepadatan hunian

tidak memenuhi syarat (TMS) dan balita mengalami ISPA. Sedangkan, sebanyak 10

dari 30(33,3%) rumah balita dengan kepadatan hunian memenuhi syarat (MS) balita

tidak mengalami ISPA. Hasil uji chi square diperoleh nilai p = 0,029 sehingga dapat

disimpulkan bahwa ada hubungan bermakna antara kepadatan hunian terhadap ISPA

pada balita di Kelurahan Ciputat tahun 2013. Dari hasil analisis ini pula diperoleh

nilai OR sebesar 3,0 ( 95%CI : 1,2-7,6) yang berarti bahwa kamar balita dengan

kepadatan hunian tidak memenuhi syarat beresiko 3 kali lebih besar mengalami

ISPA.

5.3.6 Hubungan Kebiasaan Merokok terhadap ISPA pada Balita

Hasil analisis hubungan antara kebiasaan merokok terhadap ISPA pada balita di

Kelurahan Ciputat tahun 2013sebagai berikut

Tabel 5.17

Analisis Hubungan Kebiasaan Merokok Penghuni Rumah Terhadap ISPA pada

Balita di Kelurahan Ciputat Tahun 2013

Kebiasaan

Merokok

Balita

Total p-value OR Mengalami ISPA Tidak Mengalami

ISPA

N % N % N %

0,409

1,7 (0,7-4)

Ya 30 55,6 24 26,4 51 100

Tidak 15 44,1 19 55,9 37 100

Jumlah 45 51,5 43 48,9 88 100

Page 84: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

66

Tabel 5.17 menunjukkan hasil analisis hubungan antara kebiasaan merokok

penghuni rumah terhadap ISPA pada balita diperoleh sebanyak 30 dari 51 (55,6%)

rumah dengan penghuni yang merokok dan balita mengalami ISPA. Sementara itu,

sebanyak 19 dari 37 (55,9%) penghuni rumah yang tidak merokok dan balita tidak

mengalami ISPA. Hasil uji chi square diperoleh nilai p = 0,409 (p-value >0,05)

sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara kebiasaan

merokok penghuni rumah terhadap ISPA pada balita di Kelurahan Ciputat tahun

2013. Dari hasil analisis didapat nilai OR sebesar 1,7 ( 95%CI : 0,7-4) yang berarti

bahwa balita yang tinggal dengan penghuni yang merokok beresiko 1,7 kali

mengalami ISPA.

5.3.7 Hubungan Pendidikan Orang Tua terhadap ISPA pada Balita

Hasil analisis hubungan antara pendidikan orang tua terhadap ISPA pada balita

di Kelurahan Ciputat tahun 2013sebagai berikut :

Tabel 5.18

Analisis Hubungan Pendidikan Orang Tua Terhadap ISPA pada Balita di

Kelurahan Ciputat Tahun 2013

Pendidikan

Orang Tua

Balita

Total p-value OR Mengalami ISPA Tidak Mengalami

ISPA

N % N % N %

0,019 3 (1,2-7,3)

Rendah 26 65 14 35 40 100

Tinggi 19 39,6 29 60,4 48 100

Jumlah 45 51,1 43 48,9 88 100

Page 85: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

67

Pada tabel 5.18 menunjukkan hasil analisis hubungan antara pendidikan orang

tua terhadap ISPA pada balita yaitu sebanyak 26 dari 40 (65%) orang tua balita

dengan status pendidikan rendah dan balita mengalami ISPA. Sedangkan sebanyak

29 dari 48 ibu balita (60,4%) dengan pendidikan tinggi, balita tidak mengalami ISPA.

Berdasarkan hasil uji chi square diperoleh nilai p = 0,019 (p-value <0,05) sehingga

dapat disimpulkan bahwa ada hubungan bermakna antara pendidikan orang tua

terhadap ISPA pada balita di Kelurahan Ciputat tahun 2013. Dari hasil analisis

didapat nilai OR sebesar 2,8 ( 95%CI : 1,2-7,3) yang berarti bahwa balita dengan

pendidikan orang tua rendah beresiko 3 kali balita mengalami ISPA.

Page 86: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

68

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Keterbatasan Penelitian

1. Desain yang digunakan yaitu studi cross sectional dimana semua variabel

yang diteliti diambil dalam satu waktu yang sama mengingat jadwal posyandu

yang hanya terjadi dalam 1 minggu 1 kali.

2. Penentuan Balita terkena ISPA hanya dengan pengisian kusioner pada

responden/tidak diteliti penyebab ISPA pada masing-masing balita karena

tidak memungkinkan dari segi biaya untuk menelusuri lebih jauh tentang

frekunsi kejadian, lamanya sakit atau dengan diagnosis dokter.

3. Kemungkinan terjadi bias dalam pengukuran terkait luas rumah dimana

sebagian besar responden tidak memiliki rumah pribadi sehingga tidak

mengetahui ukuran luas rumah.

4. Faktor individu balita (pemberian asi ekslusif) hanya berdasarkan daya

ingat responden kemungkinan terjadi missing memory.

6.2 Gambaran Variabel Dependen

Pada penelitian ini, balita dikatakan mengalami ISPA dan tidak mengalami

ISPA berdasarkan adanya tanda dan gejala seperti pilek, batuk-batuk, demam, dan

sukar bernafas yang terjadi dalam kurun waktu 2 minggu terakhir yang terjadi dari

Page 87: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

69

mulai rongga hidung sampai gelembung paru yang bersifat akut (Depkes, 2007).

Dari hasil penelitian terhadap 88 anak balita di Kelurahan Ciputat didapatkan hasil

angka kejadian ISPA yaitu sebesar 51,1% mengalami ISPA dan 48,9% tidak

mengalami ISPA. ISPA bisa diakibatkan oleh virus maupun akibat polusi udara.

Ciputat merupakan daerah yang paling sering dilalui oleh kendaraan karena

sebagai jalur penghubung antara Jawa Barat dan Jakarta (Salman, 2012) sehingga

dimungkinkan nilai total partikulat semakin tinggi dan terjadi pencemaran udara.

Hal ini didukung oleh penelitian BPLHD Tangerang Selatan pada tanggal 5 Juni

2012 terdapat Total Suspended Partikulat (TSP) melebihi ambang batas yakni

268,64 µg/Nm³dari ambang batas yang ditetapkan sebesar 230 µg/Nm³. Menurut

penelitian Triska (2005) menyebutkan bahwa anak-anak dan wanita didaerah

urban lebih sering terpapar polusi dari industri dan kendaraan bermotor yang

dihubungkan dengan gangguan pernafasan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh

Hamidi (2002) menyatakan bahwa kadar debu yang masuk kedalam rumah dan

melebihi 70µg/Nm³ dapat menyebabkan bayi dan balita yang tinggal didalamnya

mengalami gangguan pernapasan 3,13 kali dibandingkan dengan kadar debu

rumah yang memnuhi syarat. Namun, tidak dipungkiri bahwa ISPA bisa terjadi

akibat penularan virus dari penderita ke balita yang lain. Hasil observasi

dilapangan, letak rumah terlalu berhimpitan baik kesamping maupun kedepan

sehingga kemungkinan besar virus penyebab ISPA pada penderita menyebar lebih

cepat ke balita yang lain.

Page 88: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

70

6.3 Analisis Bivariat

6.3.1 Hubungan Status Gizi terhadap ISPA pada Balita

Pada penelitian ini status gizi balita ditetapkan berdasarkan perbandingan

berat badan menurut umur (BB/U) yang mengacu pada keputusan

MENKES/SK/XII/2010. Balita dikatakan gizi baik apabila nilai perbandingan

antara BB dan umur yaitu SD 2 dan apabila nilai SD -2 maka dikatakan status gizi

kurang. Menurut Soemirat (2000) kekurangan gizi akan berpengaruh terhadap

kekuatan daya tahan tubuh dan respons imunoligis terhadap penyakit dan

keracunan.

Pada tabel 5.2 didapat bahwa dari 88 balita, 14 balita (15,9%) memiliki status

gizi kurang dan 74 balita (84,1%) berstatus gizi baik. Menurut Almatsler (2003)

timbulnya gizi kurang tidak hanya dikarenakan karena asupan makanan yang

kurang, tetapi juga penyakit. Anak yang mendapatkan cukup makanan tetapi

sering menderita sakit, pada akhirnya dapat menderita gizi kurang. Demikian pula

pada anak yang tidak memperoleh cukup makanan, maka daya tahan tubuhnya

akan melemah sehingga mudah terserang penyakit.

Berdasarkan hasil uji chi square pada penelitian ini disimpulkan bahwa tidak

ada hubungan yang bermakna antara status gizi terhadap kejadian ISPA pada

balita dengan nilai p= 0,121 (p>0,05). Balita dengan gizi kurang beresiko 0,3 kali

mengalami ISPA dibanding dengan balita gizi baik . Hal ini sejalan dengan

Page 89: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

71

penelitian menurut Muhedir (2002), Irianto (2004), dan Citra (2010) yang

mengatakan bahwa tidak ada hubungan antara status gizi balita dengan kejadian

ISPA. Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Geturdis (2010)

dimana terdapat hubungan antara status gizi balita terhadap kejadian ISPA dimana

balita yang gizi kurang beresiko 2,5 kali lebih besar mengalami ISPA karena daya

tahan tubuh lemah terhadap serangan virus.

Tidak adanya hubungan antara status gizi balita terhadap kejadian ISPA bisa

saja terjadi karena ISPA tidak hanya disebabkan oleh gizi kurang atau gizi buruk

dari balitanya, melainkan oleh banyak faktor salah satunya faktor lingkungan.

Menurut konsep HL Blum dalam Notoatmodjo 2003 menyatakan bahwa faktor

lingkungan merupakan faktor terbesar mempengaruhi kesehatan manusia.

Walaupun status gizi balita dalam kondisi baik, dimungkinkan balita terkena ISPA

akibat lingkungan rumah yang tidak memenuhi syarat.

Dari 88 balita pada penelitian ini ternyata hanya ada 14 balita yang

mempunyai gizi kurang. Walaupun persentase kecil, tetap perlu di lakukan upaya-

upaya perbaikan status gizi balita karena perbaikan gizi masyarakat harus dimulai

dari perbaikan gizi pada masa bayi dan balita (Notoatmodjo, 2007) seperti :

a. Penyuluhan dari instansi kesehatan mengenai makanan-makanan yang

mengandung gizi baik dengan harga yang tidak terlalu mahal tapi

Page 90: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

72

mempunyai nilau asupan gizi yang tinggi sehingga tidak memberatkan ibu

balita.

b. Pemberitahuan akibat-akibat yang akan disebabkan jika balita tidak

mempunyai status gizi yang baik sehingga diharapkan menimbulkan rasa

takut dan kesadaran akan pentingnya makanan yang sehat.

c. Selain makanan, anak-anak perlu diberikan suplemen atau vitamin untuk

melengkapi kebutuhan gizi yang kurang.

6.3.2 Hubungan Pemberian Asi terhadap ISPA pada Balita

ASI merupakan makanan utama bagi bayi yang bersifat alamiah. ASI

mengandung berbagai zat gizi yang dibutuhkan dalam proses perkembangan dan

pertumbuhan bayi serta mengandung antibodi yang dapat membantu bayi

membangun sistem kekebalan tubuh terhadap berbagai macam sumber penyakit.

Manfaat yang dapat diberikan dari pemberian ASI eksklusif pada bayi yaitu dapat

melindungi bayi dari penyakit diare, infeksi pernafasan, kegemukan, infeksi

kandung kemih, infeksi telinga dan lainya (Sinaga, 2012).

Hasil penelitiaan pada tabel 5.4 menunjukkan bahwa balita yang tidak

diberikan ASI ekslusif sebanyak 69 (78,4%) dan yang tidak diberikan ASI

eksklusif sebanyak 19 balita (21,6%) . Berdasarkan hasil observasi dilapangan

besarnya balita yang tidak diberikan ASI ekslusif disebabkan beberapa hal yakni

bekerja, tidak bisa mengeluarkan ASI, serta beberapa ibu masih mengikuti

Page 91: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

73

kepercayaan lama dengan langsung memberikan makanan selain ASI pada saat

umur 0-6 bulan.

Hasil uji chi square diperoleh nilai p = 0,251 (p-value>0,05) sehingga

disimpulkan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara pemberian asi ekslusif

terhadap ISPA pada balita di Kelurahan Ciputat tahun 2013. Balita yang diberikan

ASI Eksklusif beresiko mengalami ISPA 2,1 kali lebih besar dibanding yang

diberikan asi ekslusif. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Citra (2010) bahwa

tidak ada hubungan antara pemberian ASI Eksklusif terhadap kejadian ISPA pada

balita. Namun jika pada bayi kemunginan terdapat hubungan antara ISPA dengan

bayi seperti pada penelitian Rahayu (2011).

Walaupun pada penelitian ini tidak terdapat hubungan yang bermakna antara

pemberian Asi Ekslusif terhadap kejadian ISPA di kelurahan Ciputat, tetap perlu

dilakukan upaya-upaya untuk mengatasi besarnya jumlah balita yang tidak

diberikan Asi Ekslusif supaya mencegah berbagai penyakit lain yang mungkin

timbul selain ISPA. Upaya-upaya yang dilakukan diantara lain :

a. Sosialisasi perlunya pemberian Asi Ekslusif demi ketahanan tubuh

seorang anak terhadap ancaman berbagai macam penyakit.

b. Alternatif bagi ibu yang bekerja agar tetap bisa memberikan Asi

Ekslusif.

c. Pengetahuan mengenai fungsi Asi Ekslusif terhadap anak serta

melibatkan suami untuk mengingatkan ibu memberikan asi kepada

bayi.

Page 92: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

74

6.3.3 Hubungan Ventilasi terhadap ISPA pada Balita

Ventilasi dalam rumah berfungsi sebagai sirkulasi udara atau pertukaran

udara dalam rumah karena udara yang segar dalam ruangan sangat dibutuhkan

manusia. Ventilasi yang buruk akan menimbulkan gangguan kesehatan

pernapasan pada penghuninya. Penularan penyakit saluran pernapasan disebabkan

karena kuman didalam rumah tidak bisa tertukar dan mengendap sehingga

ventilasi diharuskan memenuhi syarat Menkes RI Nomor RI

No.1077/MENKES/PER/V/2011 yakni luas ventilasi minimal 10% dari luas lantai.

Hasil gambaran ventilasi rumah pada tabel 5.6 di kelurahan Ciputat

menunjukkan bahwa 51 rumah balita (58%) memiliki ventilasi yang tidak

memenuhi syarat (<10% dari luas rumah) dan 37 rumah balita (42%) memiliki

ventilasi yang memenuhi syarat yang ditentukan yakni >10% dari luas tanah.

Berdasarkan hasil obervasi, jarak antara rumah satu dengan yang lain sangat

berhimpitan dan cenderung ventilasi rumah hanya berada di bagian depan saja

karena bagian samping sudah tertutup tembok bangunan rumah lain.

Hasil uji chi square diperoleh nilai p= 0,019 (p<0,05) sehingga dapat di

simpulkan bahwa ada hubungan bermakna antara ventilasi rumah terhadap ISPA

dan di dapat bahwa rumah yang memiliki ventilasi tidak memenuhi syarat bersiko

3 kali lebih besar balita terkena ISPA di banding dengan rumah dengan ventilasi

memenuhi syarat. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Lindawaty (2010) yang

Page 93: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

75

menyatakan ada hubungan antara ventilasi dengan kejadian ISPA pada balita.

Balita yang tinggal di rumah dengan ventilasi tidak memenuhi syarat beresiko

sebesar 3,07 kali mengalami ISPA dibanding balita yang tinggal dirumah dengan

ventilasi memenuhi syarat (Lindawaty, 2003 ).

Ventilasi yang baik dapat membebaskan udara ruangan dari bakteri patogen

karena dengan adanya ventilasi, udara bertukar secara terus menerus. Ventilasi

rumah yang tidak memenuhi syarat dapat dijadikan indikator bahwa kurangnya

pemahaman mengenai rumah sehat dengan ventilasi yang sesuai ketentuan yakni

minimal 10% dari luas rumah. Ventilasi berfungsi untuk memberikan memberikan

udara segar dan sehat bagi balita dan penghuninya. Berdasarkan hasil observasi

dilapangan menunjukkan bahwa setiap rumah memiliki ventilasi namun sebagian

rumah menutup ventilasi sepanjang hari sehingga kemunginan sirkulasi udara

dalam rumah tidak baik.

Selain itu, sebagian besar ventilasi selalu ditutupi gorden sehingga cahaya

matahari sulit masuk kedalam rumah. Rumah yang sedikit cahaya matahari masuk

dan udara yang tidak bagus akan menyebabkan ruangan menjadi lembab. Ruangan

yang lembab merupakan tempat berkembangnya mikroorganisme penyebab

penyakit. Akibat ventilasi yang tidak berfungsi dengan baik, menyebabkan

pencemaran udara semakin meningkat karena polusi udara dan berbagai

mikroorganisme penyebab penyakit dalam rumah tidak dapat keluar sehingga akan

Page 94: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

76

membahayakan penghuni rumah terutama balita yang rentan terhadap penyakit

yang disebabkan mikroorganisme.

Untuk menekan angka kejadian ISPA pada balita akibat ventilasi rumah

yang tidak difungsikan dengan baik, maka perlu dilakukan program penyuluhan

kepada masyarakat pentingnya memiliki ventilasi minimal 10% dari luas lantai.

Bagi masyarakat perlu diberi himbauan agar tidak menutup ventilasi dengan kain

dan tidak menutup terus-menerus supaya terjadi pertukaran udara.

6.3.4 Hubungan Kepadatan Hunian terhadap ISPA pada Balita

Persyaratan kepadatan hunian untuk rumah sehat tercantum dalam

persyaratan kesehatan perumahan RI No.1077/MENKES/PER/V/2011 . Rumah

dikatakan padat/ tidak memenuhi syarat apabila luas rumah dibagi jumlah

penghuni adalah <10m2. Pada tabel 5.16 didapat jumlah rumah yang padat

penghuni dengan balita mengalami ISPA sebanyak 35 balita (60,3%) dan rumah

dengan kepadatan hunian memenuhi syarat dengan balita tidak mengalami ISPA

sebanyak 20 balita (66,7%). Hasil uji chi square menunjukkan bahwa ada

hubungan antara kepadatan hunian terhadap kejadian ISPA pada balita dengan

nilai p=0,029 dimana balita yang tinggal dengan kepadatan hunian tidak

memenuhi syarat beresiko 3 kali mengalami ISPA. Penelitian ini sejalan dengan

Irianto (2006) bahwa ada hubungan kepadatan hunian terhadap ISPA pada balita.

Balita yang tinggal dengan rumah padat penghuni berisko 2,27 kali dibandingkan

dengan kepadatan hunian yang memenuhi syarat.

Page 95: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

77

Hasil observasi di lapangan menunjukkan sebanyak 51 rumah dengan tingkat

kepadatan hunian tidak memenuhi syarat diakibatkan karena luas rumah tidak

sesuai dengan jumlah penghuni yang tinggal. Terdapat rumah yang terdiri dari

beberapa kepala keluarga, dan terdapat pula warga yang bahkan menempati 1

rumah dengan 8-12 orang. Alasan beberapa warga tetap tinggal satu rumah karena

keterbatasan penghasilan sehingga belum mampu untuk menyewa rumah sendiri.

Menurut Achmadi (2008) semakin tingginya kepadatan rumah, maka

penularan penyakit khususnya melalui udara akan semakin cepat. Rumah yang

padat penghuni akan menyebabkan sirkulasi udara tidak baik, pertukaran oksigen

kurang sempurna dan diperburuk apabila ventilasi rumah tidak memenuhi syarat.

Hal ini sangat berbahaya apabila ada anggota keluarga yang menderita gangguan

pernafasaan yang disebabkan oleh virus, akan cepat menyerang anggota keluarga

lain akibat menghirup udara yang sama dan sudah tercemar. Semakin padat

penghuni dalam rumah maka akan semakin mudah penularan penyakit pada balita

terutama penyakit yang diakibatkan oleh pencemaran udara seperti gangguan

pernafasan atau ISPA.

6.3.5 Hubungan Kelembaban terhadap ISPA pada Balita

Pengukuran kelembaban kamar balita menggunakan alat hygrometer dengan

berlandaskan pada peraturan RI No.1077/MENKES/PER/V/2011 mengenai

persyaratan kelembaban rumah yaitu 40-60% Rh. Rumah dengan kelembaban

yang terlalu tinggi maupun rendah merupakan kondisi dimana mikroorganisme

Page 96: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

78

dapat tumbuh. Menurut Mudehir (2002) kelembaban dalam rumah dapat di

pengaruhi oleh konstruksi rumah yang tidak baik, ventilasi yang kurang, serta

pencahayaan yang minim.

Pada penelitian ini didapat hasil pengukuran kelembaban didalam kamar

balita yang tidak memenuhi syarat dan menyebabkan ISPA sebanyak 5 (38,5%)

dan kamar balita dengan kelembaban yang memenuhi syarat dan tidak mengalami

ISPA sebanyak 46,7%. Berdasarkan hasil uji chi-square didapatkan bahwa nilai

p=0,49 yang artinya tidak ada hubungan bermakna antara kelembaban kamar

terhadap ISPA pada balita di Kelurahan Ciputat. Penelitian ini sejalan dengan

Lindawaty (2010) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara kelembaban

dengan kejadian ISPA pada balita namun beresiko 2,98 kali lebih besar balita

mengalami ISPA dengan tinggal dikelembaban yang tidak memenuhi syarat.

Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Mudehir (2002) dimana terdapat

hubungan antara kelembaban dengan kejadian ISPA pada balita.

Kelembaban dapat dipengaruhi oleh beberapa hal seperti lingkungan rumah

yang tidak memenuhi syarat atau oleh cuaca. Pada musim hujan kelembaban akan

meningkat namun bila kondisi rumah baik seperti cahaya matahari dapat masuk,

tidak terdapat genangan air, ventilasi udara yang cukup dapat mempertahankan

kelembaban dalam rumah (Lindawaty, 2010).

Page 97: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

79

Hasil observasi di lapangan, sebagian besar kamar balita tidak tertutup pintu,

hanya bersekatan dengan ruang tamu dan warga tidak banyak menggunakan AC di

dalam kamar sehingga kelembaban ruangan tidak terlalu rendah dan tidak terlalu

tinggi. ISPA pada balita di kelurahan Ciputat mungkin bisa disebabkan oleh faktor

lain seperti mungkin dari penularan penghuni kamar yang sedang mengalami ISPA

dan tidur satu ruangan dengan balita.

Walaupun tingkat kelembaban yang tidak memenuhi syarat rendah, tetap

perlu diadakan upaya penyehatan kelembaban ruang tidur balita seperti yang

tercantum pada peraturan RI No.1077/MENKES/PER/V/2011 yang meliputi :

1) Bila kelembaban udara kurang dari 40%, maka dapat di lakukan upaya

penyehatan antara lain :

a) Menggunakan alat untuk meningkatkan kelembaban seperti humidifier

(alat pengatur kelembaban udara)

b) Membuka jendela rumah

c) Menambah jumlah dan luas jendela rumah

d) Memodifikasi fisik bangunan (meningkatkan pencahayaan,sirkulasi

udara)

2) Bila kelembaban udara lebih dari 60%, maka dapat dilakukan upaya penyehatan

antara lain :

a) Memasang genteng kaca

b) Menggunakan alat untuk menurunkan kelembaban seperti

Page 98: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

80

humidifier (alat pengatur kelembaban udara)

6.3.6 Hubungan Kebiasaan Merokok terhadap ISPA pada Balita

Asap rokok yang di keluarkan oleh seorang perokok mengandung bahan

toksik yang berbahaya dan akan menimbulkan penyakit serta menambah resiko

kesakitan dari bahan toksik tersebut (Kusnoputranto, 2000). Hasil penelitian pada

tabel 5.8 yang dilakukan di kelurahan Ciputat menunjukkan sebagian besar balita

54 (61,8%) tinggal didalam rumah dengan penghuni merokok dan 34 (38,6%)

tidak tinggal dengan penghuni yang merokok. Tingginya jumlah balita yang

tinggal bersama penghuni rumah yang merokok dimungkinkan bahwa sebagian

besar balita sering terpapar dan menghirup bahan toksik yang berbahaya untuk

kesehatan.

Asap rokok adalah sebuah campuran asap yang di keluarkan dari hasil

pembakaran tembakau yang mengandung Polyclinic Aromatic Hydrocarbons

(PAHs) dan berbahaya bagi kesehatan (Depkes, 2011). Manusia yang menghirup

asap rokok bisa disebut perokok pasif dan berisiko lebih besar pada kesehatan. Hal

ini sesuai dengan penelitian Citra (2012) bahwa perokok pasif yang lebih rentan

terkena penyakit gangguan pernafasan dibanding dengan perokok aktif .

Hasil uji chi square pada penelitian ini menunjukkan tidak adanya

hubungan bermakna antara kebiasaan merokok penghuni rumah terhadap kejadian

ISPA pada balita dengan nilai p=0,409 (p>0,05). Namun, diketahui bahwa balita

yang tinggal di rumah dengan penghuni merokok mempunyai resiko 1,7 kali

Page 99: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

81

mengalami ISPA dibanding balita yang tinggal di rumah tanpa penghuni merokok.

Hasil penelitian ini sejalan dengan Budiaman (2008) yang menyatakan bahwa

tidak ada hubungan yang bermakna antara responden yang rumahnya ada yang

merokok dengan kejadian penyakit gangguan saluran pernafasan balita. Penelitian

ini berbeda dengan Lindawaty (2010 ) yang menyatakan bahwa balita yang tinggal

bersama penguni yang merokok beresiko 2,04 kali lebih besar terkena ISPA

dibanding dengan balita yang tidak terdapat penghuni rumah yang merokok.

Pada penelitian ini tidak menujukkan hubungan antara kebiasaan merokok

dengan kejadian ISPA pada balita. Hal ini dimungkinkan karena wawancara

dilakukan hanya menanyakan ada atau tidak penghuni yang merokok tanpa

menanyakan lebih spesifik tentang kebiasaan merokok di dalam atau di luar rumah

pada perokok serta seberapa banyak jumlah rokok yang di habiskan dalam sehari.

Semakin banyak jumlah rokok yang di konsumsi perokok yang merokok di dalam

rumah kemungkinan besar balita terpapar asap rokok lebih banyak sehingga

menimbulkan gangguan pernafasan pada balita. Walaupun tidak terdapat

hubungan yang bermakna, menurut penelitian Wattimena (2004) bahwa rumah

yang penghuninya mempunyai kebiasaan merokok di dalam rumah berpeluang

meningkatkan kejadian ISPA pada balita 7,83 kali dibandingkan dengan rumah

balita yang penghuninya tidak merokok dalam rumah. Begitu pula dengan

penelitian-penelitian sebelumnya yang mengatakan bahwa resiko penghuni

Page 100: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

82

perokok terhadap kejadian ISPA pada balita lebih besar sehingga perlu di lakukan

upaya-upaya untuk mengurangi pencemaran asap rokok sebagai berikut :

a. Penyuluhan mengenai bahaya merokok kepada keluarga balita untuk

meningkatkan kesadaran penghuni dalam pentingya menjaga

kebersihan udara yang terhirup di dalam rumah.

b. Memberikan pengetahuan mengenai ISPA serta sebab-sebab

penularan yang dimungkinkan salah satunya disebabkan oleh asap

rokok dalam rumah.

c. Menganjurkan untuk tidak merokok di dalam rumah.

6.3.8 Hubungan Pendidikan Orang Tua terhadap ISPA pada Balita

Pada penelitian ini tingkat pendidikan ibu dibagi dalam 2 kategori yakni

pendidikan rendah (tidak sekolah, tamat SD, tamat SMP) dan tinggi (SMA, D3,

S1). Distribusi tingkat pendidikan ibu berdasarkan tabel 5.9 sebanyak 40 ibu yang

termasuk dalam kategori pendidikan rendah atau setengah dari jumlah sampel

yang ada. Hasil pernyataan ibu-ibu yang tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih

tinggi mulai dari sudah ingin menikah, tidak mempunyai biaya sehingga dituntut

untuk mencari kerja setelah wajib belajar 9 tahun.

Hasil uji statistik pada tabel 5.18 didapat sebanyak 26 ibu (65%) yang

berpendidikan rendah memiliki balita yang mengalami ISPA dan berpendidikan

tinggi dan memiliki balita yang mengalami ISPA sebanyak 19 ibu (39,6%).

Page 101: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

83

Berdasarkan uji chi-square diperoleh nilai p=0,019 sehingga disimpulkan bahwa

terdapat hubungan bermakna antara pendidikan orang tua terhadap ISPA pada

balita di kelurahan Ciputat. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan

Citra (2012) dan Suptiaptini (2007), menunjukkan adanya hubungan antara

pendidikan ibu dengan kejadian ISPA pada balita. Ibu yang berpendidikan rendah

mempunyai resiko untuk menderita ISPA lebih besar dibandingkan dengan ibu

balita yang berpendidikan tinggi. Namun hal ini bertolak belakang dengan

penelitian Fitri (2004) dimana tidak ada hubungan antara pendidikan orang tua

dengan kejadian ISPA pada balita.

Pendidikan ikut menentukan atau mempengaruhi mudah tidaknya seseorang

menerima pengetahuan, semakin tinggi pendidikan masyarakat maka diharapkan

penerimaan pengetahuan akan semakin mudah sehingga diharapkan dapat

merubah perilaku seseorang. Berdasarkan pengaruh terhadap kesehatan dan

perilaku seseorang peran pendidikan juga berpengaruh terhadap lingkungan,

pelayanan kesehatan dan juga heriditas (Achmadi, 2008). Perananan tenaga

kesehatan dalam memberikan pendidikan kesehatan khususnya ISPA dengan

tujuan agar ibu yang tidak tahu menjadi tahu bagaimana tanda-tanda gejala ISPA

serta kegiatan pencegahan dan penanggulanganya bagi balita dan anggota

keluarga.

Hasil observasi dilapangan membuktikan bahwa pendidikan dapat

mempengaruhi tindakan ibu dalam menanggulangi penyakit. Ibu dengan

Page 102: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

84

pendidikan rendah cenderung hanya membiarkan balita yang mengalami tanda-

tanda ISPA seperti batuk, pilek atau gejala ISPA sebagai penyakit biasa dan akan

hilang dengan sendirinya. Selain itu, ibu berasumsi bahwa penyebab balita terkena

ISPA akibat sering makan permen, atau es yang menyebabkan batuk-batuk pada

anak. Tidak ada tindak lanjut terhadap ISPA yang diderita oleh balita. Sementara

itu, ibu yang termasuk dalam kategori pendidikan tinggi lebih sedikit peduli

terhadap balitanya. Ibu langsung mengambil tindakan dengan memberikan obat

penurun panas/batuk pilek pada balita saat mengalami gejala ISPA.

Pentingnya pendidikan bagi ibu atau anggota keluarga yang lain mengenai

gejala penyakit, dan cara penanggulangannya sangat dibutuhkan bagi balita

dimana lebih rentan terhadap penyakit. Jika ibu memiliki pengetahuan tinggi,

diharapkan balita yang mengalami ISPA atau gejalanya dapat segera di lakukan

tindakan penanggulangan. Balita dengan pendidikan orang tua lebih rendah

beresiko sebesar 2,8 kali balita terkena ISPA sehingga perlu diupayakan tindakan

untuk menambah pengetahuan mengenai penyakit oleh tenaga kesehatan yang

diharapkan dapat memberikan perlindungan yang lebih pada balita dengan

tindakan yang tepat dan cepat.

Page 103: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

85

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Hasil penelitian yang dilakukan pada 88 balita di Kelurahan Ciputat tahun

2013 didapatkan kesimpulan sebagai berikut :

1. Gambaran balita terhadap kejadian ISPA pada kurun waktu 2 minggu pada

88 sampel di kelurahan Ciputat yaitu sebanyak 45 balita (51,5%) mengalami

ISPA dan 43balita (48,9%) tidak mengalami ISPA.

2. Gambaran faktor lingkungan fisik rumah balita meliputi :

2.1 Ventilasi rumah dari 88 sampel balita di kelurahan Ciputat yaitu 51

rumah balita (58%) memiliki ventilasi yang tidak memenuhi syarat (<10%

dari luas rumah) dan 37 rumah balita (36,4%) memiliki ventilasi

memenuhi syarat yang ditentukan yakni >10% dari luas rumah.

2.2 Kelembaban kamar tidur balita pada 88 sampel yaitu 13 kamar balita

(14,8%) memiliki kelembaban tidak memenuhi syarat yakni <40% s/d

>60% dan 75 kamar balita (85,2%) memiliki kelembaban memenuhi

syarat yakni 40% - 60%.

2.3 Kepadatan hunian dalam rumah terhadap 88 sampel balita di kelurahan

Ciputat yaitu 58 rumah balita (65,9%) padat penghuni/tidak memenuhi

Page 104: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

86

syarat yang ditetapkan yakni <10m2/org dan 30 (34,1%) rumah balita

memnuhi syarat kepadatan hunian yakni >10m2/org.

3. Gambaran faktor individu meliputi :

3.1 Status gizi balita dari 88 sampel di kelurahan Ciputat yaitu 14 balita

(15,9%) mengalami gizi kurang dan 74 balita (84,1%) mengalami gizi

baik.

3.2 Pemberian Asi Eksklusif dari 88 sampel di kelurahan Ciputat yaitu 69

balita (78,4%) tidak diberikan Asi Eksklusif dan 19 balita (21,6%)

diberikan Asi Eksklusif.

4. Gambaran faktor perilaku orang tua yaitu kebiasaan merokok penghuni rumah

didapat hasil dari 88 sampel di kelurahan Ciputat yaitu 54 rumah balita

(61,8%) terdapat penghuni yang merokok dan 34 rumah balita (38,6%) tidak

terdapat perokok.

5. Gambaran faktor sosial seperti pendidikan orang tua yaitu sebesar 47 orang

tua balita (46,6%) berpendidikan rendah atau tidak sekolah, tamat SD, dan

SMP dan 41 orang tua balita (46,6%) berpendidikan tinggi atau lulus SMA,

D3, S1.

6. Faktor lingkungan fisik yang berhubungan terhadap kejadian ISPA pada balita

di kelurahan Ciputat yaitu ventilasi dan kepadatan hunian dengan nilai

p<0,05. Kelembaban memiliki nilai p>0,05 sehingga tidak terdapat hubungan

terhadap ISPA pada balita.

Page 105: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

87

7. Tidak terdapat hubungan antara faktor individu balita : status gizi dan

pemberian asi ekslusif (nilai p>0,05) terhadap kejadian ISPA pada balita di

Kelurahan Ciputat tahun 2013.

8. Tidak terdapat hubungan antara faktor perilaku orang tua : kebiasaan merokok

(nilai p<0,05) terhadap ISPA pada balita di Kelurahan Ciputat tahun 2013.

9. Terdapat hubungan antara faktor sosial : pendidikan orang tua (nilai p<0,05)

terhadap ISPA pada balita di Kelurahan Ciputat tahun 2013.

7.2 Saran

1. Masyarakat dapat mengetahui bahaya merokok terhadap kesehatan pada balita

sehingga dapat mengurangi atau berhenti untuk merokok.

2. Masyarakat mengetahui pentingnya memiliki ventilasi 10% dari luar rumah dan

tetap selalu membuka ventilasi sebagai tempat pertukaran sirkulasi udara.

3. Masyarakat dapat lebih memperhatikan tanda-tanda atau gejala ISPA pada balita

dan segera memanfaatkan pelayanan kesehatan yang tersedia.

4. Puskesmas bekerja sama dengan kader di harapkan dapat memberikan penyuluhan

rutin mengenai penyakit dan menjelaskan bagaimana kegiatan penanggulanganya.

5. Bagi peneliti lain dapat melakukan penelitian lebih mendalam dengan

menggunakan bantuan tenaga medis untuk mendiagnosis lebih dalam sebab penyakit

ISPA.

Page 106: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

88

6.Penelitian ini di harapkan dapat digunakan sebagai referensi bagi peneliti lain untuk

melakukan penelitian selanjutnya yang lebih dalam dengan sampel yang lebih besar.

7. Pemerintah daerah dapat lebih memperhatikan lingkungan tempat tinggal warga

atau di harapkan dapat membantu dan memperbaiki rumah yang layak tinggal dengan

kententuan peraturan mengenai rumah sehat.

Page 107: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

Daftar Pustaka

Achmadi, Umar Fahmi, 2008. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah.Universitas

Indonesia Press. Jakarta

Anonim, 2007. Profil Kesehatan di Indonesia. Depkes RI,Jakarta.

Aprinda D.S,Soedjajadi K, 2007. Hubungan Tingkat Kesehatan Rumah. Dengan

Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut .Jurnal Kesehatan Lingkungan,

VOL.3, NO.2, JANUARI 2007: 139 – 150.

Avrianto,Fanji , 2011 . Analisis Kadar Partulate Matter 10(PM10) di Udara dan

Keluhan Gangguan Pernafasan Pada Masyarakat yang Tinggal di Sepanjang

Jalan Raya Kelurahan Lalang Kecamatan Sunggal Medan.Skripsi Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatra Utara Medan.

Badan Pusat Statistik, 2003. Statistik Lingkungan Hidup Indonesia 2002, PT Relindo

Jaya, Jakarta.

BPLH, 2012. Pengukuran Kadar TSP di Wilayah Kota Tangerang Selatan. Tangsel

Citra,Putri, 2012. Hubungan Lingkungan Dalam Rumah Dengan Kejadian ISPA

Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Atang Jungket Kecamatan Bies

Kabupaten Aceh Tengah Tahun 2012.Skripsi.FKM UI.Depok.

Depkes RI, 2000. Pedoman Program Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran

Pernafasan Akut. Direktorat PPM & PL. Jakarta

Depkes. RI, 2004. Pedoman pemberantasanpenyakit infeksi saluran pernafasan akut

untuk penanggulangan pneumonia pada balita . Jakarta.

Depkes RI, 2005. Rencana Kerja Jangka Menengah Nasional Penanggulangan

Pneumonia Balita Tahun 2005-2009.

Depkes RI, 2005. Pedoman Penyelenggaraan Pemberian Imunisasi.Jakarta

Depkes RI, 2006. Pedoman Pengendalian Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut

Untuk Penanggulangan Pneumonia pada Balita. Jakarta.

Depkes RI. 2007.Pengertian ISPA, http. www. Google. Com 26 Mei 2013.

Page 108: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

Depkes RI, 2008. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar.Riskesdas Indonesia tahun

2007.

Depkes RI, 2008b. Surveilans Penyakit dan Masalah Kesehatan Berbasis

Masyarakat. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan

Lingkungan.

Depkes RI, 2011.Kualitas Udara dalam Rumah terhadap ISPA pada Balita.Jakarta:

Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.

Dinkes Kota Tangerang Selatan, 2010. Profil Kesehatan Kota Tangerang Selatan

Tangerang Selatan.

Dinkes Kota Tangerang Selatan, 2011. Profil Kesehatan Kota Tangerang

Selatan.Tangerang Selatan.

Dinkes Kota Tangerang Selatan, 2012. Profil Kesehatan Kota Tangerang

Selatan.Tangerang Selatan.

Ditjen PPM dan PLP, 2002. Modul Pelatihan ISPA untuk Petugas. Jakarta :

Departemen Kesehatan RI.

Fitri, Widya,2004.Faktor Resiko yang Berhubungan dengan kejadian ISPA Pada

Balita Di Propinsi Riau tahun 2004.Tesis FKM UI.Depok

Gertrudis T, 2010.Hubungan Antara Kadar Partikulat(PM10) Udara Rumah Tinggal

Dengan Kejadian ISPA Pada Balita Di Sekitar Pabrik Semen PT

Indocement,Citeurep,tahun 2010.Tesis Fakultas Kesehatan Masyarakat

UI.Depok.

Haryanto,B, 2007. Blood-Lead Monitoring Exposure to Leaded-Gasoline among

School Children in Jakarta,Inonesia 2005. Jurnal Kesehatan Masyarakat

Nasional,Volume 1,No.4, Fakultas Kesehatan Masyarakat,UI,Depok

Hamidi. (2002). Pajanan Debu Dengan Kejadian Gangguan Pernapasan Studi

Terhadap Bayi dan Balita Pada Pemukiman di Jalan Transportasi Batubara,

Kecamatan Mataram Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan,Tesis, FKM UI,

Depok.

Page 109: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

Irianto,Bambang, 2006.Hubungan Faktor Lingkungan Rumah Dan Karakteristik

Balita Dengan Kejadian Penyakit ISPA Pada Balita Di Wilayah Kecamatan

Lemahwungkuk Kota Cirebon. Program Pascasarjana FKM UI.Depok.

Keman,S,2005. Kesehatan Perumahan dan Lingkungan Pemukiman;Bagian

Kesehatan Lingkungan,Vol.2 No.1 : 29-42.

KepMen No.1077/MENKES/PER/V/2011. Persyaratan Rumah Sehat. Jakarta

Kristina, 2011.Hubungan Faktor Kondisi Fisik Rumah dengan Kejadian ISPA pada

Balita Di Wilayah Puskesmas Pabuaran Tumpeng Kota Tangerang tahun

2011.Skripsi.FKM UI.Depok.

Lindawaty, 2010. Partikulat(PM 10 Udara Rumah Tinggal Yang Memepengaruhi

Kejadian ISPA pada Balita(Penelitian diKecamatan Mampang

Prapatan,Jakarata Selatan tahun2009-2010).Tesis Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Indonesia.Depok.

Mudehir, 2002. Hubungan faktor-faktor lingkungan rumah dengan kejadian penyakit

ISPA pada Anak balita di Kecamatan Jambi Selatan tahun 2002. Tesis. FKM UI.

Depok.

Nur,Hidayat,2004.Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Infeksi

Saluran Pernafasan Akut(ISPA) Pada Balita Di kelurahan Pasienan Tigo

Kecamatan Koto Tengah Kota Padang.Skripsi.FKM UNSU.Sumatera Barat.

Notoatmodjo,S, 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat.Jakarta:PT.Rineka Cipta.2003.

Notoatmodjo, S,2010.Metodologi Penelitian Kesehatan.Jakarta:PT.Rineka Cipta,

2010.

Puskesmas Ciputat, 2012. Laporan Tahunan Puskesmas Ciputat 2012.Tangerang

Selatan.

Permenkes RI No.1077/MENKES/PER/V/2011.Pedoman Penyehatan Udara Dalam

Rumah.Jakarta.2011

Riset Kesehatan Dasar. 2007. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan

Kesehatan, Departemen Kesehatan, Republik Indonesia.

Page 110: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

Safitri,Aprinda Dwi dan Ismail,Sofyan, 2010. Hubungan Tingkat Kesehatan Rumah

Dengan Kejadian ISPA Anak Balita DI Desa Labuhan Kecamatan Labuhan

Badas Kabupaten Sumbawa. Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol.3,No.2,Januari

2007:139-150.

Safwan, 2003. Lingkungan Fisik Rumah dan Sumber Pencemar dalam Rumah

sebagai faktor resiko kejadian ISPA pada anak Balita. Tesis. FKM UI. Depok.

Sinaga, Epi Ria Kristina, 2012. Kualitas Lingkungan Fisik Rumah dengan Kejadian

ISPA pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Warakas Kecamatan

Tanjung Priok Jakarta Utara 2011.Skripsi FKM UI.Depok.

Soemirat,SJ,2000.Mortality and Morbidity as Related to Air Polution. A Paper.

University of Minnesota.

Supriaptini, 2007. Faktor-Faktor pencemaran udara dalam rumah yang berhubungan

dengan kejadian ispa pada balita di indonesia.Dalam jurnal ekologi

kesehatan,vol.9,2 Juni 2010.

Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia, 2007. Penyakit anak. Jakarta:Badan

Pusat Statistik.

Triska S.N. dan Lilis S, 2005. Hubungan Sanitasi Rumah dengan Kejadian ISPA

Jurnal Kesehatan Lingkungan, VOL. 2, NO.1, 50 JULI 2005 : 43 – 52.

Wattimena,C.S, 2004. Faktor Lingkungan Rumah yang Mempengaruhi Hubungan

Kadar PM10 dengan kejadian ISPA pada Balita di wilayah Puskesmas Curug

Kabupaten Tangerang tahun 2004. Tesis.FKM UI. Depok.

World Bank, 2006. Diseases Control Priorities in Developing Countries.

WHO, 1997. Health and Environment in Sustainable Development Five Years after

the Earth Summit. WHO, Geneva.

WHO, 2003. Health Aspects of Air Pollution,WHO Regional Office for Europe.

WHO. 2007. Pencegahan & pengendalianInfeksi Saluran Pernafasan Akut

(ISPA)yang cenderung menjadi epidemic &pandemic di fasilitas pelayanan

kesehatan. Diperoleh tanggal 5 April 2013. http://www. Who.or.id

Page 111: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

WHO, 2008.Pencegahan dan Pengendalian ISPA di Fasilitas Pelayanan Kesehatan.

Diakses : 21 Januari 2013.

WHO, 2008. Infection Prevention and Control of Epidemic and Pandemic-

Prone Acute Respiratory Diseases In Health Care, WHO Interim Guidelines,

June 2007, WHO/HSE/EPR/2008.2.

WHO, 2009. Acute Respiratory Infection, Initiative for V accine Reasearch(IVR).

Rahayu,Yuyu,Sri, 2011. Kejadian ISPA Pada Balita Ditinjau Dari Pengetahuan

Ibu,Karakteristik Balita,Sumber Pencemar Dalam Ruang dan Lingkungan Fisik

Rumah Di Wilayah Kerja Puskesmas DTP Cibeber Kabupaten Lebak Propinsi

Banten Tahun 2011.Skripsi.FKM UI.Depok

Page 112: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

LAMPIRAN FOTO

Foto Saat Wawancara dan Pengukuran Tinggi Badan

Foto Pengukuran Kelembaban

Page 113: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

Foto Pengukuran Ventilasi dan Kondisi Rumah

Page 114: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...
Page 115: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...
Page 116: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

SAVE OUTFILE='D:\DOKUMEN MAYA NITIP\SKRIPSI\Draft Skripsi Maya\SPSS\spss.sav' /COMPRESSED.

FREQUENCIES VARIABLES=statusgizi

  /STATISTICS=STDDEV MINIMUM MAXIMUM MEAN MEDIAN

  /ORDER=ANALYSIS.

Frequencies

[DataSet1] D:\DOKUMEN MAYA NITIP\SKRIPSI\Draft Skripsi Maya\SPSS\spss.sav

Valid

Missing

Mean

Median

Std. Deviation

Minimum

Maximum

N

1

0

.368

1.00

.84

0

88

Statistics

statusgizi

Cumulative PercentValid PercentPercentFrequency

gizi kurang

gizi baik

Total

Valid

100.0100.088

100.084.184.174

15.915.915.914

statusgizi

FREQUENCIES VARIABLES=KejadianISPA

  /STATISTICS=STDDEV MINIMUM MAXIMUM MEAN MEDIAN

  /ORDER=ANALYSIS.

Frequencies

[DataSet1] D:\DOKUMEN MAYA NITIP\SKRIPSI\Draft Skripsi Maya\SPSS\spss.sav

ValidN 88

Statistics

KejadianISPA

Page 117: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

Missing

Mean

Median

Std. Deviation

Minimum

Maximum

N

1

0

.503

.00

.49

0

Statistics

KejadianISPA

Cumulative PercentValid PercentPercentFrequency

Mengalami ISPA

Tidak Mengalami ISPA

Total

Valid

100.0100.088

100.048.948.943

51.151.151.145

KejadianISPA

FREQUENCIES VARIABLES=statusimunisasi

  /STATISTICS=STDDEV MINIMUM MAXIMUM MEAN MEDIAN

  /ORDER=ANALYSIS.

Frequencies

[DataSet1] D:\DOKUMEN MAYA NITIP\SKRIPSI\Draft Skripsi Maya\SPSS\spss.sav

Valid

Missing

Mean

Median

Std. Deviation

Minimum

Maximum

N

1

0

.272

1.00

.92

0

88

Statistics

statusimunisasi

Cumulative PercentValid PercentPercentFrequency

tidak lengkap

lengkap

Total

Valid

100.0100.088

100.092.092.081

8.08.08.07

statusimunisasi

Page 118: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

FREQUENCIES VARIABLES=asieksklusif

  /STATISTICS=STDDEV MINIMUM MAXIMUM MEAN MEDIAN

  /ORDER=ANALYSIS.

Frequencies

[DataSet1] D:\DOKUMEN MAYA NITIP\SKRIPSI\Draft Skripsi Maya\SPSS\spss.sav

Valid

Missing

Mean

Median

Std. Deviation

Minimum

Maximum

N

1

0

.414

.00

.22

0

88

Statistics

asieksklusif

Cumulative PercentValid PercentPercentFrequency

tidak

iya

Total

Valid

100.0100.088

100.021.621.619

78.478.478.469

asieksklusif

FREQUENCIES VARIABLES=kelembaban

  /STATISTICS=STDDEV MINIMUM MAXIMUM MEAN MEDIAN

  /ORDER=ANALYSIS.

Frequencies

[DataSet1] D:\DOKUMEN MAYA NITIP\SKRIPSI\Draft Skripsi Maya\SPSS\spss.sav

Valid

Missing

Mean

Median

N

1.00

.85

0

88

Statistics

kelembaban

Page 119: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

Std. Deviation

Minimum

Maximum 1

0

.357

Statistics

kelembaban

Cumulative PercentValid PercentPercentFrequency

TMS

MS

Total

Valid

100.0100.088

100.085.285.275

14.814.814.813

kelembaban

FREQUENCIES VARIABLES=kebiasaanmerokok

  /STATISTICS=STDDEV MINIMUM MAXIMUM MEAN MEDIAN

  /ORDER=ANALYSIS.

Frequencies

[DataSet1] D:\DOKUMEN MAYA NITIP\SKRIPSI\Draft Skripsi Maya\SPSS\spss.sav

Valid

Missing

Mean

Median

Std. Deviation

Minimum

Maximum

N

1

0

.490

.00

.39

0

88

Statistics

kebiasaanmerokok

Cumulative PercentValid PercentPercentFrequency

Ada

tidak ada

Total

Valid

100.0100.088

100.038.638.634

61.461.461.454

kebiasaanmerokok

FREQUENCIES VARIABLES=obtnymkbakar

  /STATISTICS=STDDEV MINIMUM MAXIMUM MEAN MEDIAN

  /ORDER=ANALYSIS.

Page 120: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

Frequencies

[DataSet1] D:\DOKUMEN MAYA NITIP\SKRIPSI\Draft Skripsi Maya\SPSS\spss.sav

Valid

Missing

Mean

Median

Std. Deviation

Minimum

Maximum

N

1

0

.305

1.00

.90

0

88

Statistics

obtnymkbakar

Cumulative PercentValid PercentPercentFrequency

menggunakan

tidak menggunakan

Total

Valid

100.0100.088

100.089.889.879

10.210.210.29

obtnymkbakar

FREQUENCIES VARIABLES=bhnbakarmemasak

  /STATISTICS=STDDEV MINIMUM MAXIMUM MEAN MEDIAN

  /ORDER=ANALYSIS.

Frequencies

[DataSet1] D:\DOKUMEN MAYA NITIP\SKRIPSI\Draft Skripsi Maya\SPSS\spss.sav

Valid

Missing

Mean

Median

Std. Deviation

Minimum

Maximum

N

1

0

.209

1.00

.95

0

88

Statistics

bhnbakarmemasak

Page 121: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

Cumulative PercentValid PercentPercentFrequency

kayu/minyak tanah

gas

Total

Valid

100.0100.088

100.095.595.584

4.54.54.54

bhnbakarmemasak

FREQUENCIES VARIABLES=ventilasi

  /NTILES=4

  /STATISTICS=STDDEV MINIMUM MAXIMUM MEAN MEDIAN

  /ORDER=ANALYSIS.

Frequencies

[DataSet1] D:\DOKUMEN MAYA NITIP\SKRIPSI\Draft Skripsi Maya\SPSS\spss.sav

Valid

Missing

Mean

Median

Std. Deviation

Minimum

Maximum

25

50

75

N

Percentiles

1.00

.00

.00

1

0

.496

.00

.42

0

88

Statistics

ventilasi

Cumulative PercentValid PercentPercentFrequency

TMS

MS

Total

Valid

100.0100.088

100.042.042.037

58.058.058.051

ventilasi

SAVE OUTFILE='D:\DOKUMEN MAYA NITIP\SKRIPSI\Draft Skripsi Maya\SPSS\spss.sav' /COMPRESSED.

FREQUENCIES VARIABLES=kepadatanhunian

  /NTILES=4

  /STATISTICS=STDDEV MINIMUM MAXIMUM MEAN MEDIAN

  /ORDER=ANALYSIS.

Page 122: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

Frequencies

[DataSet1] D:\DOKUMEN MAYA NITIP\SKRIPSI\Draft Skripsi Maya\SPSS\spss.sav

Valid

Missing

Mean

Median

Std. Deviation

Minimum

Maximum

25

50

75

N

Percentiles

1.00

.00

.00

1

0

.477

.00

.34

0

88

Statistics

kepadatanhunian

Cumulative PercentValid PercentPercentFrequency

TMS

MS

Total

Valid

100.0100.088

100.034.134.130

65.965.965.958

kepadatanhunian

SAVE OUTFILE='D:\DOKUMEN MAYA NITIP\SKRIPSI\Draft Skripsi Maya\SPSS\spss.sav' /COMPRESSED.

FREQUENCIES VARIABLES=pendidikanorgtua

  /NTILES=4

  /STATISTICS=STDDEV MINIMUM MAXIMUM MEAN MEDIAN

  /ORDER=ANALYSIS.

Frequencies

[DataSet1] D:\DOKUMEN MAYA NITIP\SKRIPSI\Draft Skripsi Maya\SPSS\spss.sav

Valid

Missing

N

0

88

Statistics

pendidikanorgtua

Page 123: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

Mean

Median

Std. Deviation

Minimum

Maximum

25

50

75

Percentiles

1.00

.00

.00

1

0

.502

.00

.47

Statistics

pendidikanorgtua

Cumulative PercentValid PercentPercentFrequency

Rendah

tinggi

Total

Valid

100.0100.088

100.046.646.641

53.453.453.447

pendidikanorgtua

GET

  FILE='D:\DOKUMEN MAYA NITIP\SKRIPSI\Draft Skripsi Maya\SKRIPSI MAYA FIX\SPSS\spss.sav'.

DATASET NAME DataSet1 WINDOW=FRONT.

GET

  FILE='D:\DOKUMEN MAYA NITIP\SKRIPSI\Draft Skripsi Maya\SKRIPSI MAYA FIX\SPSS\spss.sav'.

DATASET NAME DataSet1 WINDOW=FRONT.

GET

  FILE='C:\Users\Reni\Desktop\SPSS\spss.sav'.

DATASET NAME DataSet1 WINDOW=FRONT.

Page 124: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

CROSSTABS

  /TABLES=statusgizi BY KejadianISPA

  /FORMAT=AVALUE TABLES

  /STATISTICS=CHISQ RISK

  /CELLS=COUNT EXPECTED ROW

  /COUNT ROUND CELL

  /METHOD=EXACT TIMER(5).

Crosstabs

[DataSet1] D:\DOKUMEN MAYA NITIP\SKRIPSI\Draft Skripsi Maya\SPSS\spss.sav

PercentN PercentN PercentN

TotalMissingValid

Cases

statusgizi * KejadianISPA 100.0%88.0%0100.0%88

Case Processing Summary

Tidak Mengalami

ISPAMengalami

ISPA Total

KejadianISPA

Count

Expected Count

% within statusgizi

Count

Expected Count

% within statusgizi

gizi kurang

gizi baik

Count

Expected Count

% within statusgizi

Total

statusgizi

100.0%48.9%51.1%

88.043.045.0

884345

100.0%44.6%55.4%

74.036.237.8

743341

100.0%71.4%28.6%

14.06.87.2

14104

statusgizi * KejadianISPA Crosstabulation

Page 125: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

Point Probability

Exact Sig. (1-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Asymp. Sig. (2-sided)dfValue

Pearson Chi-Square

Continuity Correction b

Likelihood Ratio

Fisher's Exact Test

Linear-by-Linear AssociationN of Valid Cases 88

.044.060.084.06713.354c

.060.084

.060.084.06213.478

.12112.404

.060.084.06513.393a

Chi-Square Tests

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,84.

b. Computed only for a 2x2 table

c. The standardized statistic is -1,831.

Value UpperLower

95% Confidence Interval

Odds Ratio for statusgizi (gizi kurang / gizi baik)For cohort KejadianISPA = Mengalami ISPAFor cohort KejadianISPA = Tidak Mengalami ISPAN of Valid Cases 88

2.4321.0551.602

1.210.220.516

1.120.093.322

Risk Estimate

GET

  FILE='D:\DOKUMEN MAYA NITIP\SKRIPSI\Draft Skripsi Maya\SPSS\spss.sav'.

DATASET NAME DataSet1 WINDOW=FRONT.

CROSSTABS

  /TABLES=asieksklusif BY KejadianISPA

  /FORMAT=AVALUE TABLES

  /STATISTICS=CHISQ RISK

  /CELLS=COUNT EXPECTED ROW

  /COUNT ROUND CELL

  /METHOD=EXACT TIMER(5).

Crosstabs

[DataSet1] D:\DOKUMEN MAYA NITIP\SKRIPSI\Draft Skripsi Maya\SPSS\spss.sav

Page 126: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

PercentN PercentN PercentN

TotalMissingValid

Cases

asieksklusif * KejadianISPA 100.0%88.0%0100.0%88

Case Processing Summary

Tidak Mengalami

ISPAMengalami

ISPA Total

KejadianISPA

Count

Expected Count

% within asieksklusif

Count

Expected Count

% within asieksklusif

tidak

iya

Count

Expected Count

% within asieksklusif

Total

asieksklusif

100.0%48.9%51.1%

88.043.045.0

884345

100.0%63.2%36.8%

19.09.39.7

19127

100.0%44.9%55.1%

69.033.735.3

693138

asieksklusif * KejadianISPA Crosstabulation

Point Probability

Exact Sig. (1-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Asymp. Sig. (2-sided)dfValue

Pearson Chi-Square

Continuity Correction b

Likelihood Ratio

Fisher's Exact Test

Linear-by-Linear AssociationN of Valid Cases 88

.078.125.199.16211.959c

.125.199

.125.199.15811.997

.25111.319

.125.199.15911.982a

Chi-Square Tests

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9,28.

b. Computed only for a 2x2 table

c. The standardized statistic is 1,400.

Value UpperLower

95% Confidence Interval

Odds Ratio for asieksklusif (tidak / iya)For cohort KejadianISPA = Mengalami ISPAFor cohort KejadianISPA = Tidak Mengalami ISPAN of Valid Cases 88

1.095.462.711

2.796.7991.495

5.980.7382.101

Risk Estimate

CROSSTABS

Page 127: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

  /TABLES=kelembaban BY KejadianISPA

  /FORMAT=AVALUE TABLES

  /STATISTICS=CHISQ RISK

  /CELLS=COUNT EXPECTED ROW

  /COUNT ROUND CELL

  /METHOD=EXACT TIMER(5).

Crosstabs

[DataSet1] D:\DOKUMEN MAYA NITIP\SKRIPSI\Draft Skripsi Maya\SPSS\spss.sav

PercentN PercentN PercentN

TotalMissingValid

Cases

kelembaban * KejadianISPA 100.0%88.0%0100.0%88

Case Processing Summary

Tidak Mengalami

ISPAMengalami

ISPA Total

KejadianISPA

Count

Expected Count

% within kelembaban

Count

Expected Count

% within kelembaban

TMS

MS

Count

Expected Count

% within kelembaban

Total

kelembaban

100.0%48.9%51.1%

88.043.045.0

884345

100.0%46.7%53.3%

75.036.638.4

753540

100.0%61.5%38.5%

13.06.46.6

1385

kelembaban * KejadianISPA Crosstabulation

Point Probability

Exact Sig. (1-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Asymp. Sig. (2-sided)dfValue

Pearson Chi-Square

Continuity Correction b

Likelihood Ratio

Fisher's Exact Test

Linear-by-Linear AssociationN of Valid Cases 88

.148.246.378.3251.970c

.246.378

.246.378.3211.987

.4901.476

.246.378.3221.981a

Chi-Square Tests

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,35.

b. Computed only for a 2x2 table

c. The standardized statistic is -,985.

Page 128: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

Value UpperLower

95% Confidence Interval

Odds Ratio for kelembaban (TMS / MS)For cohort KejadianISPA = Mengalami ISPAFor cohort KejadianISPA = Tidak Mengalami ISPAN of Valid Cases 88

2.159.8051.319

1.481.351.721

1.826.164.547

Risk Estimate

CROSSTABS

  /TABLES=ventilasi BY KejadianISPA

  /FORMAT=AVALUE TABLES

  /STATISTICS=CHISQ RISK

  /CELLS=COUNT EXPECTED ROW

  /COUNT ROUND CELL

  /METHOD=EXACT TIMER(5).

Crosstabs

[DataSet1] D:\DOKUMEN MAYA NITIP\SKRIPSI\Draft Skripsi Maya\SPSS\spss.sav

PercentN PercentN PercentN

TotalMissingValid

Cases

ventilasi * KejadianISPA 100.0%88.0%0100.0%88

Case Processing Summary

Tidak Mengalami

ISPAMengalami

ISPA Total

KejadianISPA

Count

Expected Count

% within ventilasi

Count

Expected Count

% within ventilasi

TMS

MS

Count

Expected Count

% within ventilasi

Total

ventilasi

100.0%48.9%51.1%

88.043.045.0

884345

100.0%64.9%35.1%

37.018.118.9

372413

100.0%37.3%62.7%

51.024.926.1

511932

ventilasi * KejadianISPA Crosstabulation

Page 129: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

Point Probability

Exact Sig. (1-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Asymp. Sig. (2-sided)dfValue

Pearson Chi-Square

Continuity Correction b

Likelihood Ratio

Fisher's Exact Test

Linear-by-Linear AssociationN of Valid Cases 88

.007.009.017.01116.468c

.009.017

.009.017.01016.625

.01915.484

.009.017.01116.542a

Chi-Square Tests

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 18,08.

b. Computed only for a 2x2 table

c. The standardized statistic is 2,543.

Value UpperLower

95% Confidence Interval

Odds Ratio for ventilasi (TMS / MS)For cohort KejadianISPA = Mengalami ISPAFor cohort KejadianISPA = Tidak Mengalami ISPAN of Valid Cases 88

.881.374.574

2.9041.0981.786

7.5111.2873.109

Risk Estimate

CROSSTABS

  /TABLES=kebiasaanmerokok BY KejadianISPA

  /FORMAT=AVALUE TABLES

  /STATISTICS=CHISQ RISK

  /CELLS=COUNT EXPECTED ROW

  /COUNT ROUND CELL

  /METHOD=EXACT TIMER(5).

Crosstabs

[DataSet1] D:\DOKUMEN MAYA NITIP\SKRIPSI\Draft Skripsi Maya\SPSS\spss.sav

PercentN PercentN PercentN

TotalMissingValid

Cases

kebiasaanmerokok * KejadianISPA 100.0%88.0%0100.0%88

Case Processing Summary

Page 130: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

Tidak Mengalami

ISPAMengalami

ISPA Total

KejadianISPA

Count

Expected Count

% within kebiasaanmerokokCount

Expected Count

% within kebiasaanmerokok

Ada

tidak ada

Count

Expected Count

% within kebiasaanmerokok

Total

kebiasaanmerokok

100.0%48.9%51.1%

88.043.045.0

884345

100.0%55.9%44.1%

34.016.617.4

341915

100.0%44.4%55.6%

54.026.427.6

542430

kebiasaanmerokok * KejadianISPA Crosstabulation

Point Probability

Exact Sig. (1-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Asymp. Sig. (2-sided)dfValue

Pearson Chi-Square

Continuity Correction b

Likelihood Ratio

Fisher's Exact Test

Linear-by-Linear AssociationN of Valid Cases 88

.101.204.382.29911.080c

.204.382

.204.382.29611.094

.4091.683

.204.382.29611.092a

Chi-Square Tests

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 16,61.

b. Computed only for a 2x2 table

c. The standardized statistic is 1,039.

Value UpperLower

95% Confidence Interval

Odds Ratio for kebiasaanmerokok (Ada / tidak ada)For cohort KejadianISPA = Mengalami ISPAFor cohort KejadianISPA = Tidak Mengalami ISPAN of Valid Cases 88

1.213.521.795

1.969.8051.259

3.756.6671.583

Risk Estimate

CROSSTABS

  /TABLES=pendidikanorgtua BY KejadianISPA

  /FORMAT=AVALUE TABLES

  /STATISTICS=CHISQ RISK

  /CELLS=COUNT EXPECTED ROW

  /COUNT ROUND CELL

Page 131: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

  /METHOD=EXACT TIMER(5).

Crosstabs

[DataSet1] D:\DOKUMEN MAYA NITIP\SKRIPSI\Draft Skripsi Maya\SPSS\spss.sav

PercentN PercentN PercentN

TotalMissingValid

Cases

pendidikanorgtua * KejadianISPA 100.0%88.0%0100.0%88

Case Processing Summary

Tidak Mengalami

ISPAMengalami

ISPA Total

KejadianISPA

Count

Expected Count

% within pendidikanorgtuaCount

Expected Count

% within pendidikanorgtua

Rendah

tinggi

Count

Expected Count

% within pendidikanorgtua

Total

pendidikanorgtua

100.0%48.9%51.1%

88.043.045.0

884345

100.0%63.4%36.6%

41.020.021.0

412615

100.0%36.2%63.8%

47.023.024.0

471730

pendidikanorgtua * KejadianISPA Crosstabulation

Point Probability

Exact Sig. (1-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Asymp. Sig. (2-sided)dfValue

Pearson Chi-Square

Continuity Correction b

Likelihood Ratio

Fisher's Exact Test

Linear-by-Linear AssociationN of Valid Cases 88

.007.009.018.01116.431c

.009.018

.009.018.01016.585

.01915.460

.009.018.01116.505a

Chi-Square Tests

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 20,03.

b. Computed only for a 2x2 table

c. The standardized statistic is 2,536.

Page 132: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

Value UpperLower

95% Confidence Interval

Odds Ratio for pendidikanorgtua (Rendah / tinggi)For cohort KejadianISPA = Mengalami ISPAFor cohort KejadianISPA = Tidak Mengalami ISPAN of Valid Cases 88

.890.365.570

2.7551.1051.745

7.3051.2813.059

Risk Estimate

CROSSTABS

  /TABLES=kepadatanhunian BY KejadianISPA

  /FORMAT=AVALUE TABLES

  /STATISTICS=CHISQ RISK

  /CELLS=COUNT EXPECTED ROW

  /COUNT ROUND CELL

  /METHOD=EXACT TIMER(5).

Crosstabs

[DataSet1] D:\DOKUMEN MAYA NITIP\SKRIPSI\Draft Skripsi Maya\SPSS\spss.sav

PercentN PercentN PercentN

TotalMissingValid

Cases

kepadatanhunian * KejadianISPA 100.0%88.0%0100.0%88

Case Processing Summary

Tidak Mengalami

ISPAMengalami

ISPA Total

KejadianISPA

Count

Expected Count

% within kepadatanhunianCount

Expected Count

% within kepadatanhunian

TMS

MS

CountTotal

kepadatanhunian

884345

100.0%66.7%33.3%

30.014.715.3

302010

100.0%39.7%60.3%

58.028.329.7

582335

kepadatanhunian * KejadianISPA Crosstabulation

Page 133: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...

Tidak Mengalami

ISPAMengalami

ISPA Total

KejadianISPA

Expected Count

% within kepadatanhunian

Total

100.0%48.9%51.1%

88.043.045.0

kepadatanhunian * KejadianISPA Crosstabulation

Point Probability

Exact Sig. (1-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Asymp. Sig. (2-sided)dfValue

Pearson Chi-Square

Continuity Correction b

Likelihood Ratio

Fisher's Exact Test

Linear-by-Linear AssociationN of Valid Cases 88

.010.014.024.01715.708c

.014.024

.014.024.01615.853

.02914.743

.014.024.01615.774a

Chi-Square Tests

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14,66.

b. Computed only for a 2x2 table

c. The standardized statistic is 2,389.

Value UpperLower

95% Confidence Interval

Odds Ratio for kepadatanhunian (TMS / MS)For cohort KejadianISPA = Mengalami ISPAFor cohort KejadianISPA = Tidak Mengalami ISPAN of Valid Cases 88

.893.396.595

3.1301.0471.810

7.6641.2093.043

Risk Estimate

SAVE OUTFILE='D:\DOKUMEN MAYA NITIP\SKRIPSI\Draft Skripsi Maya\SPSS\spss.sav' /COMPRESSED.

GET

  FILE='D:\DOKUMEN MAYA NITIP\SKRIPSI\Draft Skripsi Maya\SKRIPSI MAYA FIX\SPSS\spss.sav'.

DATASET NAME DataSet1 WINDOW=FRONT.

GET

  FILE='D:\DOKUMEN MAYA NITIP\SKRIPSI\Draft Skripsi Maya\SKRIPSI MAYA FIX\SPSS\spss.sav'.

DATASET NAME DataSet1 WINDOW=FRONT.

Page 134: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...
Page 135: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...
Page 136: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...
Page 137: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...
Page 138: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...
Page 139: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...
Page 140: HUBUNGAN LINGKUNGAN DALAM RUMAH TERHADAP ISPA ...