Hubungan Kualitas Tidur Dengan Dismenore Primer REVISI

14
HUBUNGAN KUALITAS TIDUR DENGAN DISMENORE PRIMER PADA REMAJA PUTRI DI SMA MUHAMMADIYAH 1 BANJARMASIN SKRIPSI OLEH YOHANNA NPM 11075 A S1

description

nk

Transcript of Hubungan Kualitas Tidur Dengan Dismenore Primer REVISI

HUBUNGAN KUALITAS TIDUR DENGAN DISMENORE PRIMER PADA REMAJA PUTRI DI SMA MUHAMMADIYAH 1 BANJARMASIN

SKRIPSI

OLEHYOHANNANPM 11075 A S1

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH BANJARMASINPROGRAM STUDI S1 KEPERAWATANBANJARMASIN, 2015HUBUNGAN KUALITAS TIDUR DENGAN DISMENORE PRIMERPADA REMAJA PUTRI DI SMA MUHAMMADIYAH 1BANJARMASIN

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu SyaratKelulusanPada Program Studi S.1 Keperawatan

OLEHYOHANNANPM 11075 A S1

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH BANJARMASINPROGRAM STUDI S.1 KEPERAWATANBANJARMASIN, 2015BAB 1PENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangTidur merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan penurunan kesadaran, berkurangnya aktivitas pada otot rangka dan penurunan metabolisme (Harkreader, Hogan, & Thobaben, 2007). Potter dan Perry (2005) mendefinisikan tidur sebagai waktu dimana terjadinya penurunan status kesadaran yang terjadi pada periode waktu tertentu, terjadi secara berulang, dan merupakan proses fisiologis tubuh yang normal. Tidur adalah kebutuhan dasar manusia, yang merupakan proses biologi universal yang biasa terjadi pada setiap orang, dikarakteristikkan dengan aktivitas fisik yang minimal, tingkat kesadaran yang bervariasi, perubahan proses fisiologis tubuh, dan penurunan respons terhadap stimulus eksternal (Kozier, Erb, Berman, & Snyder 2004).

Kualitas tidur menurut American Psychiatric Association dalam Wavy (2008), didefinisikan sebagai suatu fenomena kompleks yang melibatkan beberapa dimensi. Kualitas tidur meliputi aspekkuantitatif dan kualitatif tidur seperti lama waktu tidur, frekuensiter bangun ketika malam, waktu yang diperlukan untuk bisa tertidur, kebugaran yang dirasakan ketika bangun pagi, serta aspek subjektifseperti kedalaman dan kepulasan tidur (Harvey et al., 2008;Lautenbacher S. Dan Kundermann, 2007). Kualitas tidur penting bagi setiap orang terhadap tidur bersifat subjektifitas, yang hanya dapat dinilai berdasarkan indikator kondisi tubuh saat bangun tidur (Mukhlidah, 2011).

Kualitas tidur yang baik akan ditandai dengan tidur yang tenang, merasa segar pada pagi hari dan merasa semangat untuk melakukan aktivitas (Craven & Hirnle, 2000). Busyee et al., (1989) melakukan penelitian tentang pengukuran kualitas dan pola tidur dengan menggunakan The Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI), PSQI membedakan antara tidur yang baik dan tidur yang buruk dengan pemeriksaan 7 komponen: latensi tidur, durasi tidur, kualitas tidur, efisiensi kebiasaan tidur, gangguan tidur, penggunaan obat tidur dan gangguan fungsi tubuh di siang hari (Kunert & Kolkhorst, 2007).

Menurut Brick et al. (2010), kualitas tidur pada sebagian siswa relatif lebih buruk dibandingkan dengan orang dewasa normal yang sehat. Hal ini dikarenakan tuntutan akademik dan stres yang dialami selama menjalankan studinya. Kualitas tidur yang buruk dihubungkan dengan proses terjadinya nyeri (Lautenbacher dan Kundermann, 2007). Ketika tubuh tidak mendapatkan waktu istirahat yang cukup atau memiliki kualitas tidur yang buruk (tidak terlelap atau tidak cukup bermimpi), tubuh akan menjadi lebih rentan terhadap nyeri karena kurang tidur menyebabkan tubuh tidak mampu memperbaharui fungsi neurotransmeter penekan rasa nyeri (Michael,2010). Kurang tidur dapat menurunkan hormon serotonin didalam tubuh yang berakibat nilai ambang sakit menjadi lebih rendah, sehingga tubuh menjadi lebih sensitif terhadap rangsangan sakit ketika terjadinya menstruasi (Syamsir dan Iwan,2007)

Masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia yang sangat penting. Pada masa ini banyak sekali kejadian hidup dan perubahan yang akan terjadi pada diri seorang remaja yang akan menentukan kualitas hidupnya di masa dewasa. Masa remaja merupakan suatu masa peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang berjalan antar umur 12-21 tahun dan ditandai dengan adanya perubahan aspek fisik, psikis dan psikosoial. Perubahan paling awal muncul pada masa ini yaitu perkembangan secara biologis (Dewi, 2012).

Setiap wanita dalam usia subur setiap bulannya akan mendapat menstruasi (haid). Sering haid yang datang disertai dengan rasa nyeri pada daerah perut atau pinggang. Rasa nyeri saat haid atau yang disebut dalam istilah medisnya dengan dismenore, banyak dialami para wanita (Info sehat, 2008) Dismenore merupakan gangguan menstruasi dengan prevalensi terbesar yaitu sekitar 89,5% (Cakir M 2007 dalam Sianipar 2009).

Nyeri haid/dismenore merupakan ketidak seimbangan hormon progesteron dalam darah sehingga mengakibatkan rasa nyeri timbul, faktor psikologis juga ikut berperan terjadinya dismenore pada beberapa wanita (Anna,2009). Nyeri saat haid (dismenore) ada dua bentuk yaitu dismenore primer dan sekunder. Dismenore primer biasa timbul pada hari pertama atau kedua dari menstruasi. Nyerinya bersifat kolik atau kram dan dirasakan pada abdomen bawah. Beberapa faktor yang dikaitkan dengan dismenore primer yaitu prostaglandin uterine yang tinggi, dan faktor emosi/psikologis.belum diketahui dengan jelas bagaimana prostaglandin bisa menyebabkan dismenore tetapi diketahui bahwa wanita dengan dismenore mempunyai prostaglandin yang 4 kali lebih tinggi daripada wanita tanpa dismenore. (Siswandi, 2007).

Wanita yang pernah mengalami dismenore sebanyak 90%. Masalah ini setidaknya mengganggu 50% wanita masa resroduksi dan 60- 85% pada usia remaja, yang mengakibatkan banyaknya absensi pada sekolah maupun kantor. Padaumumnya 50-60% wanita diantaranya memerlukan obat-obatan analgesik untuk mengatasi masalah dismenore ini (Anna,2009). Nyeri haid terjadi pada lebih dari setengah wanita usia reproduksi dengan prevalensi yang beragam. Hampir 2/3 remaja post menarche di Amerika Serikat mengalami nyeri haid dan lebih dari10% dari mereka begitu menderita sehingga tidak bisa masuk sekolah, sehingga nyeri haid merupakan penyebab utama absensi pada remaja wanita (Dito,2008). Menurut penelitian, frekuensi dismenore cukup tinggi hampir 90% wanita mengalami dismenore, 10-15% diantaranya mengalami dismenore berat yang menyebabkan mereka tidak mampu melakukan kegiatan apapun dan ini menurunkan kualitas hidupnya(Anna,2009).

Menurut beberapa laporan internasional prevalensi dismenore sangat tinggi dan setidaknya 50% remaja putri mengalami dismenore sepanjang tahun reproduktif. Studi epidemiologi di Swedia juga melaporkan angka prevalensi nyeri menstruasi sebesar 80% remaja usia 19-21 tahun mengalami nyeri menstruasi, 15% membatasi aktivitas harian ketika menstruasi dan membutuhkan obat-obatan penangkal nyeri, 8-10% tidak mengikuti atau masuk sekolah dan hampir 40% memerlukan pengobatan medis. Keadaan ini disisi pendidikan maupun finansial dan kualitas hidup perempuan tidak baik (Widjanarko,2007). Angka kejadian nyeri menstruasi primer di Indonesia mencapai 54,89. Yang menyebabkan mereka tidak mampu melakukan kegiatan apapun dan ini akan menurunkan kualitas hidup pada individu masing-masing (Proverawati&Misaroh,2009).

Dalam penelitian Haack et al. (2007) terhadap relawan yang sehat, pengurangan tidur hingga 4 jam dapat meningkatkan prostaglandin sebagai mediator nyeri dan bioavaibilitas agen-agen inflamasi seperti Interleukin-6 (IL-6) dan Tumor Necrosis Factor Alpha (TNF) yang merupakan pencetus nyeri yang poten. Selain itu, kualitas tidur yang buruk juga dapat menurunkan kadar serotonin di dalam tubuh. Ketika serotonin berkurang, kecenderungan untuk meningkatnya kecemasan, depresi, dan sensitivitas terhadap nyeri juga meningkat (Mcllwain, 2007).

Studi eksperimental pada relawan yang sehat menunjukkan peningkatan lama waktu tidur dapat mengurangi sensitivitas terhadap nyeri (Smith, 2005; Sauvet et al., 2014; Doghramji, 2012). Walaupun begitu, mekanisme hubungan antara gangguan pada tidur dengan peningkatan sensitivitas terhadap nyeri ini masih belum diketahui secara pasti, sehingga dibutuhkan penelitian yang lebih lanjut (Smith et al., 2005)

Sesuai dengan hubungan mengenai tidur dan nyeri yang telah disebutkan di atas, serta patogenesis dari dismenore primer itu sendiri, penulis menduga kualitas tidur memang berhubungan dengan dismenore primer. Kualitas tidur yang buruk terutama yang terjadi pada kebanyakan siswi SMA Muhammadiyah 1 Banjarmasin dapat meningkatkan sensitivitas terhadap nyeri dengan meningkatkan agen-agen inflamasi dan mediator nyeri, sehingga kemungkinan terjadinya dismenore primer menjadi lebih tinggi.

Studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 19 maret 2015 pada siswa putri di SMA Muhammadiyah 1 Banjarmasin melalui wawancara dan observasi. Dari 10 siswa putri yang ditemui, 6 siswi mengatakan mereka tidur 6 jam pada malam hari dan 4 siswi mengatakan mereka tidur 6 jam pada malam hari. Dari 10 orang siswi, 7 diantaranya mengatakan sering mengalami dismenore saat menstruasi dan 3 sisanya jarang mengalami dismenore primer. Dari 7 siswa putri yang mengalami dismenore primer, 3 diantaranya mengalami nyeri yang hebat saat terjadinya dismenore dan 4 siswi yang mengalami dismenore dengan skala nyeri sedang. Dari 7 siswa putri yang mengalami dismenore primer, 4 diantaranya mengatakan tidur 6 jam sehari pada malam hari dan 3 sisanya mengatakan tidur 6 jam.

Berdasarkan uraian diatas danbelum pernah dilakukanpenelitian sebelumnya mengenai hubungan kualitas tidur dengan dismenore primer pada remaja, khususnya di Kota Banjarmasino. Sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Hubungan Kualitas Tidur Dengan Dismenore Primer di SMA Muhammadiyah 1 Banjarmasin

1.2 Rumusan MasalahBerdasarkan pemaparan diatas maka rumusah masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:Apakah terdapat hubungan antara Kualitas Tidur dengan Dismenore Primer pada remaja di SMA Muhammadiyah 1 Banjarmasin

1.3 Tujuan Penelitian1.3.1 Tujuan UmumUntuk mengetahui hubungan antara Kualitas Tidur dengan Dismenore Primer pada remaja di SMA Muhammadiyah 1 Banjarmasin

1.3.2 Tujuan Khusus1.3.2.1 Mengidentifikasi Kualitas Tidur pada remaja di SMA Muhammadiyah 1 Banjarmasin.1.3.2.2 Mengidentifikasi Dismenore Primer pada remaja di SMA Muhammadiyah 1 Banjarmasin.1.3.2.3 Menganalisis pengaruh Kualitas Tidur dengan Dismenore Primer pada remaja di SMA Muhammadiyah 1 Banjarmasin.

1.4 Manfaat PenelitianManfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:1.4.1 Bagi TeoritisHasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk masukan dalam rangka pengembangan ilmu keperawatan dan penelitian selanjutnya tentang dismenore primer.1.4.2 Bagi PraktisHasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk masukan dalam rangka meningkatkan upaya-upaya pencegahan dismenore primer.1.4.3 Bagi MasyarakatHasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan masyarakat tentang faktor-faktor penyebab dismenore terutama berhubungan dengan kualitas tidur.1.4.4 Bagi penelitiHasil penelitian ini diharapkan dapat memberkan pengetahuan yang berharga bagi peneliti sehingga dapat menerapkan penelitian ilmiah yang diperoleh untuk penelitian dimasa mendatang dan dapat digunakan sebagai informasi awal bagi peneliti selanjutnya yang tertarik meneliti permasalahan yang sama.

1.5 Keaslian Penelitian1.5.1 Penelitian Muhammad Naparin tahun 2014 yang berjudul Hubungan Antara Derajat Dismenore Dengan Motivasi Memeriksa Kepelayanan Kesehatan Pada Siswi SMPN 1 Belawang Kabupaten Barito Kuala. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan derajat dismenore dengan motivasi ke pelayanan kesehatan pada siswi SMPN 1 Belawang Kabupaten Barito Kuala. Jenis penelitian ini adalah Survey Analitik menggunakan Cross Sectional. Populasi dan sampel sebanyak 72 orang yang ditentukan dengan teknik Total Sampling. Analisa Bivariat dengan uji Spearman Rank. Hasil penelitian ini ada hubungan antara derajat dismenore dengan motivasi memeriksa ke pelayanan kesehatan pada siswi SMPN 1 Belawang Kabupaten Barito Kuala, nilai p= 0,01 < 0,05 dan kekuatan hubungan sedang yang ditunjukan pada correlasi coefisien = 0,3891.5.2 Penelitian Dewinta Nurul Fahma tahun 2013 yang berjudul Hubungan Tingkat Kecemasan Dengan Mekanisme Koping Remaja Putri yang Mengalami Dismenore di SMA Negeri 6 Banjarmasin. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan tingkat kecemasan dengan mekanisme koping remaja putri yang mengalami dismenore di SMA Negeri 6 Banjarmasin. Metode penelitian yang digunakan adalah analitik dengan pendekatan Cross Sectional. Teknik sampling yang digunakan adalah Total Sampling sehiingga sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh siswi kwlas XI SMAN 6 Banjarmasin yang mengalami dismenore sebanyak 83 responden. Hasil penelitian dengan uji statistik Spearman Rho didapatkan nilai signifikan p= 0,025 (p