BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dismenorerepository.poltekkes-tjk.ac.id/494/4/BAB II.pdf · BAB II...

22
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dismenore 1. Pengertian Dismenore Dismenore atau menstruasi yang menimbulkan nyeri merupakan salah satu masalah ginekologi yang paling umum dialami wanita dari berbagai tingkat usia (Bobak, 2005). Dismenore adalah kondisi medis yang terjadi sewaktu haid/menstruasi yang dapat mengganggu aktifitas dan memerlukan pengobatan yang ditandai dengan nyeri di perut maupun panggul (Mohamad Judha, 2012). Dismenore adalah nyeri yang biasanya dengan rasa kram dan terpusat di abdomen bawah. Keluhan nyeri haid dapat terjadi bervariasi mulai dari yang ringan sampai berat. Nyeri haid sampai menyebabkan perempuan tersebut ke dokter atau mengobati dengan obat anti nyeri ( Sarwono, 2014). 2. Klasifikasi Dismenore Dismenore dapat digolongkan berdasarkan jenis nyeri dan ada tidaknya kelainan atau sebab yang dapat diamati. Berdasarkan jenis nyeri adalah: a. Dismenore primer Dismenore primer terjadi sesudah 12 bulan atau lebih pasca menarke (menstruasi yang pertama kali). Hal itu karena siklus menstruasi pada bulan-bulan pertama setelah menarke biasanya bersifat anovulatoir yang tidak disertai nyeri. Rasa nyeri timbul sebelum atau bersama-sama dengan menstruasi dan berlangsung untuk beberapa jam, walaupun pada beberapa kasus dapat berlangsung sampai beberapa hari. Sifat nyeri adalah kejang yang berjangkit,

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dismenorerepository.poltekkes-tjk.ac.id/494/4/BAB II.pdf · BAB II...

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Dismenore

1. Pengertian Dismenore

Dismenore atau menstruasi yang menimbulkan nyeri merupakan salah satu

masalah ginekologi yang paling umum dialami wanita dari berbagai tingkat usia

(Bobak, 2005). Dismenore adalah kondisi medis yang terjadi sewaktu

haid/menstruasi yang dapat mengganggu aktifitas dan memerlukan pengobatan

yang ditandai dengan nyeri di perut maupun panggul (Mohamad Judha, 2012).

Dismenore adalah nyeri yang biasanya dengan rasa kram dan terpusat di abdomen

bawah. Keluhan nyeri haid dapat terjadi bervariasi mulai dari yang ringan sampai

berat. Nyeri haid sampai menyebabkan perempuan tersebut ke dokter atau

mengobati dengan obat anti nyeri ( Sarwono, 2014).

2. Klasifikasi Dismenore

Dismenore dapat digolongkan berdasarkan jenis nyeri dan ada tidaknya

kelainan atau sebab yang dapat diamati. Berdasarkan jenis nyeri adalah:

a. Dismenore primer

Dismenore primer terjadi sesudah 12 bulan atau lebih pasca menarke

(menstruasi yang pertama kali). Hal itu karena siklus menstruasi pada bulan-bulan

pertama setelah menarke biasanya bersifat anovulatoir yang tidak disertai nyeri.

Rasa nyeri timbul sebelum atau bersama-sama dengan menstruasi dan

berlangsung untuk beberapa jam, walaupun pada beberapa kasus dapat

berlangsung sampai beberapa hari. Sifat nyeri adalah kejang yang berjangkit,

biasanya terbatas di perut bawah, tetapi dapat merambat ke daerah pinggang dan

paha. Nyeri dapat disertai mual, muntah, sakit kepala, dan diare. Menstruasi yang

menimbulkan rasa nyeri pada remaja sebagian besar disebabkan oleh dismenore

primer (Mohamad Judha, 2012:48 ).

b. Dimenore sekunder

Dismenore sekunder berhubungan dengan kelainan kongenital atau

kelainan organik di pelvis yang terjadi pada masa remaja. Rasa nyeri yang timbul

disebabkan karena adanya kelainan pelvis, misalnya endometritis, mioma uteri

(tumor jinak kandungan), stenosis serviks, dan malposisi uterus. Dismenore yang

tidak dapat dikaitkan dengan suatu gangguan tertentu biasanya dimulai sebelum

usia 20 tahun, tetapi jarang terjadi pada tahun-tahun pertama setelah menarke.

Dismenore merupakan nyeri bersifat kolik dan dianggap disebabkan oleh

kontraksi uterus oleh progesteron yang dilepaskan saat pelepasan endometrium.

Nyeri yang hebat dapat menyebar dari panggul ke punggung dan paha, sering kali

disertai mual pada sebagian perempuan (Mohamad Judha, 2012:50).

3. Etiologi Dismenore

Menurut Mohamad Judha (2012), beberapa faktor berikut ini memegang

peranan penting sebagai penyebab dismenore primer, antara lain:

a. Faktor kejiwaan

Gadis remaja yang secara emosional tidak stabil, apalagi jika mereka tidak

mendapat penerangan yang baik tentang proses menstruasi, mudah mengalami

dismenore primer. Faktor ini bersama dismenore merupakan kandidat terbesar

penyebab gangguan insomia.

b. Faktor konstitusi

Faktor ini erat hubungannya dengan faktor kejiwaan yang dapat juga

menurunkan ketahanan terhadap nyeri. Faktor-faktor ini adalah anemia, penyakit

menahun, atau sebagainya.

c. Faktor leher rahim

Salah satu teori yang paling tua untuk menerangkan dismenore primer

adalah stenosis kanalis servikalis. Sekarang hal tersebut tidak lagi dianggap

sebagai faktor penting sebagai penyebab dismenore primer, karena banyak

perempuan menderita dismenore tanpa stenosis servikalis dan tanpa uterus dalam

hiperantefleksi, begitu juga sebaliknya. Mioma submukosum bertangkai atau

polip endometrium dapat meyebabkan dismenore karena otot-otot uterus

berkontraksi kuat untuk mengeluarkan kelainan tersebut.

d. Faktor endokrin

Umumnya ada anggapan bahwa kejang yang tejadi pada dismenore primer

disebabkan oleh kontraksi uterus yang berlebihan. Hal itu disebabkan karena

endometrium dalam fase sekresi (fase pramenstruasi) memproduksi prostaglandin

F2 alfa yang menyebabkan kontraksi otot polos. Jika jumlah prostaglandin F2 alfa

berlebih dilepaskan dalam peredaran darah, maka selain dismenore, dijumpai pula

efek umum seperti diare, nausea (mual), dan muntah.

4. Tanda dan Gejala Dismenore

Menurut (Mohamad Judha, 2012) tanda dan gejala dismenore adalah:

a. Kram yang nyeri dan hebat selama haid.

b. Dismenore primer timbul berulang secara teratur sejak pertama kali

haid.

c. Dismenore sekunder jika terjadi setelah bertahun-tahun mengalami

siklus haid.

d. Rasa kram dan nyeri yang menusuk ini terasa di perut bagian bawah,

punggung bawah, dan paha.

e. Kadang-kadang disertai mual/muntah, diare.

f. Berkeringat banyak, badan terasa lemah.

5. Faktor Resiko Dismenore Primer

a. Usia saat menstruasi pertama kurang dari 12 tahun

b. Belum pernah melahirkan anak

c. Haid memanjang atau dalam waktu yang lama

d. Merokok

e. Riwayat keluarga positif terkena penyakit

f. Kegemukan (Anurogo dan Ari Wulandari, 2011)

6. Patofisiologi Dismenore Primer

Dismenore primer adalah rasa nyeri yang terjadi selama masa menstruasi

dan selalu berhubungan dengan siklus ovulasi. Hal ini disebabkan oleh kontraksi

dari miometrium yang diinduksi oleh prostaglandin tanpa adanya kelainan

patologis pelvis. Pada remaja dengan dismenore primer akan dijumpai

peningkatan produksi prostaglandin oleh endometrium. Pelepasan prostaglandin

terbanyak selama menstruasi didapati pada 48 jam pertama dan berhubungan

dengan beratnya gejala yang terjadi.

Beberapa faktor risiko yang berhubungan dengan beratnya gejala

dismenore adalah usia yang lebih muda saat terjadinya menarche, periode

menstruasi yang lebih lama, banyaknya darah yang keluar selama menstruasi,

perokok, riwayat keluarga dengan dismenore. Obesitas dan penggunaan alkohol

juga dihubungkan dengan terjadinya dismenore primer. Prostaglandin F2α

(PGF2α) adalah perantara yang paling berperan dalam terjadinya dismenore

primer. Prostaglandin ini merupakan stimulan kontraksi miometrium. Peningkatan

PGF2α dalam endometrium diikuti dengan penurunan progesteron pada fase luteal

membuat membran lisosomal menjadi tidak stabil sehingga melepaskan enzim

lisosomal. Pelepasan enzim ini menyebabkan pelepasan enzim phospholipase A2

yang berperan pada konversi fosfolipid menjadi asam arakidonat. Selanjutnya

menjadi PGF2α dan prostaglandin E2 (PGE2) melalui siklus endoperoxidase

dengan perantara prostaglandin G2 (PGG2) dan prostaglandin H2 (PGH2).

Peningkatan kadar prostaglandin ini mengakibatkan peningkatan tonus

miometrium dan kontraksi uterus yang berlebihan sehingga menyebabkan nyeri

pada saat menstruasi (Alfrianne , 2008).

7. Penatalaksanaan Dismenore

Menurut Mohamad Judha (2012), penanganan yang dapat dilaksanakan

untuk pasien dismenore adalah:

a. Penjelasan dan nasihat

Perlu dijelaskan kepada penderita bahwa dismenore adalah gangguan yang

tidak berbahaya untuk kesehatan. Penjelasan dapat dilakukan dengan diskusi

mengenai pola hidup, pekerjaan, kegiatan, dan lingkungan penderita.

Kemungkinan salah informasi mengenai haid atau adanya hal-hal tabu atau

tahayul mengenai haid dapat dibicarakan. Nasihat mengenai makanan sehat,

istirahat yang cukup, dan olahraga dapat membantu. Kadang-kadang diperlukan

psikoterapi.

b. Pemberian obat analgetik

Dewasa ini banyak beredar obat-obatan analgesik yang dapat diberikan

sebagai terapi simptomatik. Jika rasa nyeri berat, diperlukan istirahat di tempat

tidur dan kompres panas pada perut bawah untuk mengurangi keluhan. Obat

analgesik yang sering diberikan adalah kombinasi aspirin, fanasetin, dan kafein.

Obat-obat paten yang beredar di pasaran antara lain novalgin, ponstan, acet-

aminophen.

c. Terapi hormonal

Tujuan terapi hormonal adalah menekan ovulasi. Tindakan ini bersifat

sementara dengan maksud membuktikan bahwa gangguan yang terjadi benar-

benar dismenore primer, atau jika diperlukan untuk membantu penderita untuk

melaksanakan pekerjaan penting pada waktu haid tanpa gangguan. Tujuan ini

dapat dicapai dengan pemberian salah satu jenis pil kombinasi kontrasepsi.

d. Terapi alternative

Terapi alternative dapat dilakukan dengan kompres handuk panas atau

botol air panas pada perut atau punggung bawah. Mandi air hangat juga bisa

membantu.

Beberapa wanita mencapai keringanan melalui olahraga, yang tidak hanya

mengurangi stress dan orgasme juga dapat membantu dengan mengurangi

tegangan pada otot-otot pelvis sehingga membawa kekenduran dan rasa nyaman.

Beberapa posisi yoga dapat dipercaya dapat menghilangkan menstruasi.

Salah satunya peregangan otot perut (abdominal stretching) dengan salah satu

cara seperti kucing, yang meliputi berada pada posisi merangkak kemudian secara

perlahan menaikkan punggung anda keatas setinggi-tingginya.

B. Nyeri

1. Definisi nyeri

Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak

menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual dan potensial. Nyeri adalah

alasan utama seseorang untuk mencari bantuan perawatan kesehatan (Mohamad

Judha, 2012).

Menurut Potter & Perry (2005) nyeri adalah segala sesuatu yang dikatakan

seseorang tentang nyeri tersebut dan terjadi kapan saja ketika seorang mengatakan

bahwa ia meras nyeri.

Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan yang tidak menyenangkan.

Sifatnya sangat subyektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam

hal skala atau tingkatannya dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan

atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya.

a. Mr. Coffery (1979) mendefinisikan nyeri sebagai suatu keadaan yang

mempengaruhi seseorang yang keberadaan nyeri dapat diketahui hanya jika

orang tersebut pernah mengalaminya.

b. Wolf Weifsel Feurst (1974) mengatakan nyeri merupakan suatu perasaan

menderita secara fisik dan mental atau perasaan yang bisa menimbulkan

ketegangan.

c. Artur C. Curtono (1983) mengatakan bahwa nyeri merupakan suatu

mekanisme bagi tubuh, timbul ketika jaringan sedang dirusak sehingga

individu tersebut bereaksi untuk menghilangkan rangsangan nyeri.

d. Secara umum, nyeri diartikan sebagai suatu keadaan yang tidak

menyenangkan akibat terjadinya rangsangan fisik maupun dari serabut saraf

dalam tubuh ke otak dan diikuti oleh reaksi fisik, fisiologis, maupun

emosional (Hidayat, 2009).

2. Fisiologi Nyeri

Munculnya nyeri sangat berkaitan erat dengan reseptor dan adanya

rangsangan. Reseptor nyeri yang dimaksud adalah nociceptor, merupakan ujung-

ujung saraf sangat bebas yang memiliki sedikit mielin yang tersebar pada kulit

dari mukosa, khususnya pada visera, persendian, dinding arteri, hati, dan kantong

empedu. Reseptor nyeri dapat memberikan respons akibat adanya stimulasi atau

rangsangan. Stimulasi tersebut dapat berupa kimiawi, termal, listrik, atau mekanis.

Stimulasi oleh zat kimiawi diantaranya seperti histamin, bradikinin, prostaglandin,

dan macam-macam asam seperti adanya asam lambung yang meningkat pada

gastritis atau stimulasi yang dilepas apabila terdapat kerusakan pada jaringan.

Selanjutnya, stimulasi yang diterima oleh reseptor tersebut ditransmisikan

berupa implus-implus nyeri ke sumsum tulang belakang oleh dua jenis serabut,

yaitu serabut A (delta) yang bermielin rapat dan serabut lamban (serabut C).

Implus-implus yang ditransmisikan oleh serabut delta A mempunyai sifat inhibitor

yang ditransmisikan ke serabut C. Serabut-serabut aferen masuk ke spinal melalui

akar dosal (dorsal roof) serta sinaps pada dorsal horn. Dorsal horn tersebut terdiri

atas beberapa lapisan atau lamina yang saling bertautan.

Di antara lapisan dua dan tiga membentuk substantia gelantinosa yang

merupakan saluran utama implus. Kemudian, implus nyeri menyeberangi sumsum

tulang belakang pada interneuron dan bersambung ke jalur spinothalamus dan

spinoreticular tract (SRT) yang membawa informasi mengenai sifat dan lokasi

nyeri. Dari proses transmisi terdapat dua jalur mekanisme terjadinya nyeri, yaitu

jalur opiate dan jalur nonopiate. Jalur opiate ditandai oleh pertemuan reseptor

pada otak yang terdiri atas jalur spinal desendens dari talamus, yang melalui otak

tengah dan medula, ke tanduk dorsal sumsum tulang belakang yang berkonduksi

dengan nociceptor implus supresif. Serotonin merupakan neurotransmiter dalam

implus supresif. Sistem supresif lebih mengaktifkan stimulasi nociceptor yang

ditransmisikan oleh serabut A. Jalur nonopiate merupakan jalur desenden yang

tidak memberikan respons terhadap naloxone yang kurang banyak diketahui

mekanismenya ( Hidayat, 2009).

3. Klasifikasi nyeri

Menurut Mohamad Judha (2012), berdasarkan lama waktu terjadinya

inilah maka nyeri dibagi menjadi dua yaitu:

a. Nyeri Akut

Nyeri akut sebagian terbesar, disebabkan oleh penyakit, radang, atau injuri

jaringan. Nyeri jenis ini biasanya datang tiba-tiba, sebagai contoh setelah trauma

atau pembedahan dan mungkin menyertai kecemasan atau distres emosional.

Nyeri akut mengindikasikan bahwa kerusakan atau cedera sudah terjadi. Nyeri

akut biasanya berkurang sejalan dengan terjadinya penyembuhan. Nyeri ini

umumnya terjadi kurang dari 6 bulan. Penyebab nyeri yang paling sering adalah

tindakan diagnosa dan pengobatan. Dalam beberapa kejadian jarang menjadi

kronis.

b. Nyeri Kronik

Nyeri kronik secara luas dipercaya menggambarkan penyakitnya. Nyeri ini

konstan dan intermiten yang menetap sepanjang suatu periode waktu. Nyeri

kronik sulit untuk menentukan. Nyeri ini dapat menjadi lebih berat yang

dipengaruhi oleh lingkungan dan faktor kejiwaan. Nyeri kronik dapat berlangsung

lebih lama (lebih dari 6 bulan) dibandingkan dengan nyeri akut dan resisten

terhadap pengobatan. Nyeri ini dapat dan sering menyebabkan masalah yang berat

bagi pasien.

4. Penilaian nyeri

a. Visual Analog Scale ( VAS )

Visual Analog Scale merupakan skala nyeri yang berbentuk garis harus

yang mewakili nyeri yang terus menerus dan pendeskripsi verbal pada setiap

ujungnya. VAS adalah pengukuran keparahan nyeri yang lebih sensitif karena

klien dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian dari pada dipaksa memilih

satu kata atau satu angka (Potter, 2005).

Tidak nyeri Nyeri sangat hebat

Gambar. 1

Skala Analog Visual

b. Numeral Ratting Scale ( NRS)

Suatu alat ukur yang meminta pasien untuk menilai rasa nyerinya sesuai

dengan level nyeri pada skala numeral dari 0-10 atau 0-100. Angka 0 berarti no

pain dan 10 atau 100 berarti severe pain (nyeri hebat). NRS lebih digunakan

sebagai alat pendeskripsi kata. Skala paling efektif digunakan saat mengkaji nyeri

sebelum dan setelah teraupetik ( Potter & Perry, 2005 ).

Gambar. 2

Numeral Ratting Scale

c. Verbal Rating Scale (VRS)

Alat ukur yang menggunakan kata sifat untuk menggambarkan level nyeri

yang berbeda, range dari no pain sampai (nyeri hebat). VRS dinilai dengan

memberikan angka pada setiap kata sifat sesuai dengan nyeri. Contoh, dengan

menggunakan skala 5-point yaitu none (tidak ada nyeri) dengan score 0 mild

(kurang nyeri) dengan score 1, moderate (nyeri sedang) dengan score 2, severe

(nyeri keras) dengan skor 3 very severe (nyeri yang sangat keras) dengan skor 4.

Keterbatasan VRS adalah adanya ketidakmampuan pasien untuk

menghubungkan kata sifat yang cocok untuk level nyerinya, dan ketidakmampuan

pasien yang buta huruf untuk memahami kata sifat yang digunakan ( Potter &

Perry, 2005 ).

Gambar. 3

Verbal Ratting Scale (VRS)

d. Faces Pain Scale-Revised

Terdiri dari 6 gambar skala wajah kartun yang bertingkat dari wajah yang

tersenyum untuk tidak ada nyeri sampai wajah yang berlinang air mata untuk

nyeri paling buruk. Skala wajah ini mempunyai kelebihan yaitu anak dapat

menunjukkan sendiri rasa nyeri dialaminya sesuai dengan gambar yang telah ada

dan membuat usaha mendeskripsikan nyeri menjadi lebih sederhana (Potter &

Perry, 2005).

Gambar. 4

Faces Pain Scale-Revised (FPS)

Keterangan:

0 = Tidak Nyeri

1 = Sedikit Nyeri

2 = Sedikit Lebih Nyeri

3 = Lebih Nyeri

4 = Sangat Nyeri

5 = Nyeri Tak Tertahankan/Nyeri Sangat Hebat

C. Stretching

1. Definisi Stretching

Stretching adalah aktivitas fisik yang paling sederhana. Stretching

merupakan suatu kegiatan untuk memelihara dan mengembangkan fleksibilitas

atau kelenturan (Senior, 2008).

Abdominal stretching merupakan suatu peregangan otot terutama pada

perut yang dilakukan 10 menit. Latihan ini dirancang untuk meningkatkan

kekuatan otot, daya tahan, dan fleksibilitas otot, sehingga diharapkan dapat

menurunkan nyeri haid (dismenore) pada remaja.

2. Manfaat Stretching

Menurut Putra (2012), manfaat stretching antara lain:

a. Meningkatkan kebugaran fisik seorang atlet

b. Mengoptimalkan daya tangkap, latihan dan penampilan atlet pada

berbagai bentuk gerakan yang terlatih.

c. Meningkatkan mental dan relaksasi fisik.

d. Meningkatkan perkembangan kesadaran tubuh.

e. Mengurangi resiko keseleo sendi dan cedera otot (kram).

f. Mengurangi resiko cedera punggung.

g. Mengurangi rasa nyeri otot dan ketegangan otot.

h. Mengurangi rasa sakit pada saat nyeri haid (dismenore) bagi remaja.

3. Teknik Abdominal Stretching

Langkah – langkah abdominal stretching sebagai berikut:

a. Cat stretch

Posisi awal: tangan dan lutut di lantai

1) Punggung dilengkungkan, perut digerakkan ke arah lantai

senyaman mungkin. Tegakkan dagu dan mata melihat lantai. Tahan

selama 10 detik sambil dihitung dengan bersuara, lalu relaks.

2) Kemudian punggung digerakkan ke atas dan kepala menunduk ke

lantai. Tahan selama 10 detik sambil dihitung dengan bersuara, lalu

relaks.

3) Duduk diatas tumit, rentangkan lengan ke depan sejauh mungkin.

Tahan selama 20 detik sambil dihitung dengan bersuara, lalu

relaks. Lakukan sebanyak 3 kali

b. Lower Trunk Rotation

Posisi awal: berbaring terlentang, lutut ditekuk, kaki di lantai, kedua

lengan dibentangkan keluar.

1) Putar perlahan lutut ke kanan sedekat mungkin dengan lantai.

Pertahankan bahu tetap di lantai. Tahan selama 20 detik sambil

dihitung dengan bersuara.

2) Putar perlahan kembali lutut ke kiri sedekat mungkin dengan

lantai. Pertahankan bahu tetap di lantai. Tahan selama 20 detik

sambil dihitung dengan bersuara, kemudian kembali ke posisi

awal. Lakukan sebanyak 3 kali

c. Buttock/Hip Stretch

Posisi awal: berbaring terlentang, lutut ditekuk.

1) Letakkan bagian luar pergelangan kaki kanan pada paha kiri diatas

lutut.

2) Pegang bagian belakang paha dan tarik ke arah dada senyaman

mungkin. Tahan selama 20 detik sambil dihitung dengan bersuara,

kemudian kembali ke posisi awal dan relaks. Lakukan sebanyak 3

kali.

d. Abdominal strengthening: Curl Up

Posisi awal: berbaring terlentang, lutut di tekut, kaki di lantai, tangan

di bawah kepala.

1) Lengkungkan punggung dari lantai dan dorong ke arah langit-

langit. Tahan selama 20 detik sambil dihitung dengan bersuara.

2) Ratakan punggung sejajar lantai dengan mengencangkan otot-otot

perut dan bokong.

3) Lengkungkan sebagian tubuh bagian atas ke arah lutut, tahan

selama 20 detik. Lakukan sebanyak 3 kali

e. Lower Abdominal Strengthening

Posisi awal: berbaring terlentang, lutut ditekuk, lengan dibentangkan

sebagian keluar.

1) Letakkan bola antara tumit dan bokong. Ratakan punggung bawah

ke lantai dengan mengencangkan otot-otot perut dan bokong.

2) Perlahan tarik kedua lutut ke arah dada sambil menarik tumit dan

bola, kencangkan otot bokong. Jangan melengkungkan punggung.

Lakukan sebanyak 15 kali

f. The Bridge Position

Posisi awal: berbaring terlentang, lutut ditekuk, kaki dan siku di lantai,

lengan dibentangkan sebagian keluar.

1) Ratakan punggung di lantai dengan mengencangkan otot-otot perut

dan bokong.

2) Angkat pinggul dan punggung bawah untuk membentuk garis lurus

dari lutut ke dada.

3) Tahan selama 20 detik sambil dihitung dengan bersuara, kemudian

perlahan kembali ke posisi awal dan relaks.

4) Lakukan sebanyak 3 kali

Gambar gerakan abdominal stretching terdapat di lampiran.

4. Pengaruh Abdominal Stretching

Gerakan-gerakan olahraga dapat memperlancar aliran darah, menurunkan

kadar lemak tubuh, mencegah penyakit dan juga dapat menghasilkan hormon

endorphin atau hormon penenang alami yang diproduksi oleh tubuh kita. Latihan

fisik yang teratur secara dapat menangani beberapa masalah seperti manajemen

stress, gangguan reproduktif, gangguan makan, obesitas, serta penyakit lainnya (

Varney, 2007).

Olahraga merupakan salah satu teknik relaksasi yang dapat digunakan

untuk mengurangi nyeri karena saat melakukan olahraga/senam, otak dan susunan

saraf tulang belakang akan menghasilkan endorphin, hormon yang berfungsi

sebagai obat penenang alami dan menimbulkan rasa nyaman ( Puteri, 2016 ).

Salah satu cara untuk menurunkan intensitas nyeri menstruasi adalah

dengan melakukan peregangan otot perut (abdominal stretching). Latihan

peregangan otot perut membantu meningkatkan perfusi darah ke uterus dan

merileksasikan otot-otot uterus, sehingga tidak terjadi metabolisme anaerob yang

akan menghasilkan asam laktat. Oleh karena asam laktat tidak terbentuk, impuls

nyeri yang diterima serabut syaraf tipe C tidak adekuat. Sehingga tidak

adekuatnya implus nyeri yang diterima serabut nyeri tipe C, substansi P tidak

disekresikan dan pintu gerbang substansia gelatinosa (SG Gate) menjadi tidak

terbuka sehingga tidak terjadi penurunan informasi intensitas nyeri akan

dipersepsikan di korteks serebri (Anderson, 2010).

Menurut penelitian Laili (2012) pada remaja putri SMAN 2 Jember senam

yang dilakukan secara rutin dapat meningkatkan jumlah dan ukuran pembuluh

darah, yang menyalurkan darah ke seluruh tubuh termasuk organ reproduksi

sehingga aliran darah menjadi lancar dan hal tersebut dapat menurunkan gejala

dismenore. Meningkatkan volume darah yang mengalir ke seluruh tubuh termasuk

organ reproduksi, hal tersebut dapat memperlancar pasokan oksigen ke pembuluh

darah yang mengalami vasokontriksi, sehingga nyeri haid dapat berkurang. Yang

mendapatkan sebelum melakukan terapi senam dismenore rata-rata skala nyeri

5,8 setelah dilakukan terapi senam dismenore menjadi rata-rata skala nyeri 3,67.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Hasnah dkk (2017) di

Makassar. Hasil penelitian secara kuantitatif dengan menggunakan uji statistik

Wilcoxon Test diperoleh p= 0,004 atau p<0,05 maka terapi abdominal stretching

dengan semangka efektif terhadap penurunan intensitas nyeri haid pada

mahasiswa di Makassar.

Hasil penelitian ini yang dilakukan oleh Weny Windastiwi dkk, (2017) di

Wonoboyo. Hasil penelitian menunjukkan bahwa p-value 0,000 dan nilai z= 4,689

artinya ada pengaruh abdominal stretching terhadap intensitas nyeri dismenorea.

Hasil penelitian dari Noor Hidayah dkk, (2017) di Jepara dengan hasil uji

analisis menggunakan Wilcoxon test diketahui p sebesar 0,002< 0,05. Artinya ada

perbedaan yang signifikan terhadap tingkat nyeri dismenore sebelum dan sesudah

diberikannya tindakan abdominal stretching sehingga dapat disimpulkan ada

pengaruh abdominal stretching terhadap penurunan nyeri haid di MA Hasyim

Asyari Bangsri Jepara.

Streching atau gerakan yang dilakukan dapat melemaskan ketegangan otot

sehingga dapat merelaksasi untuk mengurangi sensasi nyeri yang ditimbulkan saat

dismenore. Menurut penelitian Yumnannisak (2018), menyatakan remaja dengan

dismenore akan mengalami kram otot terutama pada abdomen bawah yang

bersifat siklik disebabkan kontraksi yang kuat dan lama pada dinding uterus

sehingga terjadi kelelahan otot maka diperlukan streching untuk menghilangkan

kram pada otot tersebut.

D. Kerangka Teori

Menurut Notoatmodjo (2018), kerangka teori penelitian pada dasarnya

dimaksudkan agar para peneliti mempunyai wawasan yang luas sebagai dasar

untuk mengembangkan atau mengidentifikasi variabel-variabel yang akan diteliti

(diamati). Kerangka teori penelitian ini seperti digambarkan pada diagram berikut

ini:

Sumber: Mohamad Judha 2012

Gambar 5.

Kerangka Teori

Dismenore

Faktor penyebab:

1. Faktor kejiwaan

2. Faktor konstitusi

3. Faktor leher rahim

4. Faktor endokrin

Penatalaksanaan Dismenore

1. Penjelasan dan nasihat

a. Makanan sehat

b. Istirahat cukup

c. Olahraga

2. Pemberian obat analgetik

a. Aspirin

b. Fenasetin

3. Terapi hormonal

Pil kombinasi kontrasepsi

4. Terapi alternative

a. Kompres panas

b. Botol air panas di perut

c. Mandi air hangat

d. Olahraga

e. Abdominal stretching

E. Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan atau kaitan

antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya atau antara variabel yang satu

dengan variabel yang lain dari masalah yang ingin diteliti (Notoatmodjo, 2018).

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 6

Kerangka Konsep

F. Hipotesis

Hipotesis adalah hasil suatu penelitian pada hakikatnya suatu jawaban atas

pertanyaan penelitian yang telah dirumuskan dalam perencanaan penelitian. Untuk

mengarahkan kepada hasil penelitian ini maka dalam perencanaan penelitian perlu

dirumuskan jawaban sementara dari penelitian ini (Notoatmodjo, 2018). Hipotesis

penelitian ini adalah ada pengaruh abdominal stretching terhadap penurunan nyeri

haid pada remaja putri di Madrasah Aliyah Negeri 1 Lampung Timur.

G. Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau

ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitan tentang sesuatu

konsep pengertian tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan

ditarik kesimpulannya. Berdasarkan hubungan fungsional antara variabel-variabel

satu dengan yang lainnya, variabel dibedakan menjadi dua yaitu variabel

dependen atau terikat dan variabel independen atau variabel bebas (Notoatmodjo,

Abdominal Stretching Dismenore

2018). Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah dismenore

sedangkan variabel independen yaitu abdominal stretching.

H. Definisi Operasional

Definisi operasional uraian tentang batasan variabel yang dimaksud, atau

tentang apa yang diukur oleh variabel yang bersangkutan. Definisi operasional

variabel yang dapat diukur dengan menggunakan instrumen atau alat ukur, maka

variabel harus diberi batasan. Definisi operasional ini penting dan diperlukan agar

pengukuran variabel atau pengumpulan data (variabel) itu konsisten antara sumber

data (responden) yang satu dengan responden lain. Di samping variabel harus di

definisi operasionalkan juga perlu dijelaskan cara atau metode pengukuran, hasil

ukur atau kategorinya, serta skala pengukuran yang digunakan. Untuk

memudahkan, biasanya definisi operasional itu disajikan dalam bentuk matrix

yang terdiri dari kolom (Notoatmodjo, 2018).

Adapun dalam penelitian ini variabel yang akan didefinisikan secara

operasional dapat dijelaskan sebagai berikut:

Tabel 1.

Definisi Operasional

No Variabel Definisi

Operasional Cara Ukur Alat Ukur

Hasil

Ukur Skala

1. Dismenore Rasa sakit yang

dirasakan wanita

di perut bagian

bawah maupun

panggul pada saat

haid/menstruasi

yang dilakukan

dengan

pengukuran skala

NRS.

Wawancara

dan

Observasi

Kuesioner Skala nyeri

0-10

Rasio

2. Abdominal

stretching

Peregangan otot

perut yang

digunakan untuk

mengatasi nyeri

haid (dismenore)

pada responden

yang sedang

mengalami haid

dilakukan 3 kali

selama 10-15

menit dengan 6

langkah gerakan.

Observasi Check List Dilakukan

Abdominal

Stretching

Nominal