Hubungan Komunikasi Tenaga Kesehatan
Transcript of Hubungan Komunikasi Tenaga Kesehatan
Catatan: Ni sedikit materinya, qta sendirimi yang perbaiki, soalnya bnyak ku kerja jg.
A. HUBUNGAN KOMUNIKASI TENAGA KESEHATAN (BIDAN) TENAGA IBU HAMIL
Salah satu syarat yang paling penting dalam pelayanan kesehatan adalah pelayanan yang bermutu. Suatu pelayanan dikatakan bermutu apabila memberikan kepuasan kepada pasien. Kepuasan pasien dalam menerima pelayanan kesehatan mencakup beberapa dimensi, salah satu diantaranya adalah kelancaran komunikasi antara petugas kesehatan (termasuk bidan) dengan pasien. Hal ini berarti pelayanan kesehatan bukan hanya pengobatan secara medis saja melainkan juga berorientasi pada komunikasi karena komunikasi sangat penting dan berguna bagi pasien (Resnani, 2002).
Menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2003 sebesar 307 per 100.000 kelahiran hidup. Di Jawa Tengah Angka Kematian Ibu pada tahun 2005 berdasarkan hasil Survei Kesehatan Daerah sebesar 252 per 100.000 kelahiran hidup (Dinkes, 2005).
Salah satu pilar Safe Motherhood adalah pelayanan antenatal untuk mencegah adanya komplikasi obstetric bila mungkin dan ditangani secara memadai. Salah atu tenaga kesehatan yang mempunyai peranan penting dalam peningkatan mutu pelayanan kebidanan adalah bidan. Pelayanan yang diberikan bidan salah satunya adalah Antenatal Care yang bermutu (Prawirohardjo, 2002).
Setiap wanita hamil menghadapi resiko komplikasi yang bisa mengancam jiwanya. Oleh karena itu, setiap wanita hamil memerlukan sedikitnya empat kali kunjungan selama periode antenatal yaitu satu kali kunjungan selama trimester I dan II, dan dua kali kunjungan pada trimester III. Pada setiap kunjungan antenatal tersebut, perlu didapatkan informasi penting (Saefudin, 2002).
Apabila ibu hamil melakukan perawatan kehamilan secara teratur maka akan mendapatkan keuntungan yaitu mendapatkan informasi penting dan mengetahui keadaan janin dengan lebih jelas, dan akan mengetahui kondisi fisiknya, riwayat kehamilannya, perkiraan persalinan, tanda bahaya pada kehamilan, petunjuk agar ibu dan bayinya sehat, serta tanda-tanda persalinan (Depkes RI).
Komunikasi baik antara bidan dengan ibu hamil sangat mempengaruhi kepuasan ibu hamil dalam mendapat pelayanan oleh bidan. Sehingga dapat diperoleh rasa saling percaya antara bidan dan pasien. Hal ini dapat dilakukan dengan cara setelah melakukan perawatan kehamilan, bidan mendengarkan dengan penuh perhatian apabila ada keluhan dari penderita menanggapi dengan baik apabila ada pertanyaan (Saefudin, 2002).
Dalam memantau program kesehatan ibu, dewasa ini digunakan indikator cakupan yaitu cakupan K1,cakupan K4, dan cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan dan cakupan kunjungan neonatal atau nifas. Untuk itu sejak tahun 1990-an digunakan alat pantau berupa PWS KIA (Pemantau Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak), yang mengikuti program kesehatan ibu dapat diperoleh setiap tahun dari semua populasi (profil,2004).
Secara nasional cakupan K1 adalah 84,11% dan cakupan K4 adalah 65,75%. Sedangkan cakupan K1 di Semarang tahun 2005 adalah 99,3% dan cakupan K4 adalah 89,32%. Setelah melakukan survey pendahuluan di RB Buah Hati Kedungmundu Semarang pada bulan maret 2007 didapatkan cakupan K1 41,7% dan cakupan K4 45%, pada bulan april 2007 cakupan K1 43,3% dan cakupan K4 46,7%, sedangkan pada bulan mei cakupan K1 33,3% dan cakupan K4 51,7%. Berdasarkan uraian diatas banyak faktor yang mempengaruhi tingkat kepuasan pasien. Salah satunya adalah komunikasi bidan dalam memberikan pelayanan ANC ada kemungkinan berhubungan dengan tingkat kepuasan ibu hamil dalam mendapatkan pelayanan ANC. Dari studi pendahuluan di RB Buah Hati Semarang diperoleh hasil bahwa kunjungan ibu hamil mengalami kenaikan dan penurunan pada tiap bulannya yang kemungkinan ada kaitannya dengan tingkat kepuasan pasien terhadap komunikasi bidan dalam memberikan pelayanan.
Penelitian Hubungan Teknik Komunikasi Persuasif Bidan Kepada Pasien Dengan Peningkatan Kunjungan Ibu Hamil Ke Posyandu,perlu dilakukan mengingat minimnya pemahaman masyarakat tentang peran bidan dan Posyandu dalam meningkatkan kualitas kesehatan. Ketidaktahuan dari masyarakat tentang pentingnya fungsi seorang bidan untuk membantu dari persalinan sampai dengan proses melahirkan dan menyusui. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan proses komunikasi yang ada antara bidan desa dengan masyarakat, khususnya ibu hamil. Serta untuk mengetahui teknik-teknik komunikasi persuasif yang baik dan tepat, sehingga dapat meningkatkan kualitas kunjungan ibu hamil ke Posyandu. Hal ini sangat perlu diketahui karena pesan merupakan suatu masalah yang bisa mempengaruhi orang lain. Pesan dalam penelitian ini merupakan pesan-pesan kesehatan yang disampaikan oleh bidan kepada pasiennya. Diharapkan dengan pesan tersebut pasien bisa berubah perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Antara lain yaitu dengan seringnya kunjungan pasien ke posyandu Penelitian yang dilakukan dengan metode eksplanasi ini dilakukan terhadap 20 orang pasien Bidan Erna di Posyandu Sukarame, Desa Pasar Natar, yang rutin mengikuti kunjungan setiap tanggal 7 setiap bulannya.
Dari hasil penelitian bahwa adanya korelasi antara variabel "pesan" yaitu dengan "perubahan sikap" menunjukkan angka sebesar 0,687. Angka tersebut menunjukkan adanya korelasi yang kuat dan searah. Artinya, jika variabel pesan besar maka variabel perubahan besar. Sedangkan, besarnya sumbangan atau peran variabel pesan terhadap perubahan sikap ialah sebesar 47,19%.
Beberapa hal yang disarankan dalam penelitian ini adalah
(1) diharapkan pemerintah lebih responsif terhadap ketersediaan Posyandu dan Bidan Desa yang berkaitan dengan kesehatan ibu dan anak, sehingga perlu iii adanya tanggapan yang lebih cepat dari pemerintah terhadap hal tersebut
(2) Selain itu; dengan menggunakan teknik komunikasi persuasif yang tepat sesuai dengan perkembangan masyarakat setempat antara bidan kepada pasien diharapkan dapat meningkatkan kunjungan ibu hamil ke Posyandu.
(3) Perlu adanya peran yang lebih aktif lagi dari Bidan Desa sehingga keberadaan Puskesmas dapat berfungsi dengan semestinya.
B. HUBUNGAN PERSEPSI DENGAN KEPATUHAN ANTENATAL CARE
Keadaan dan masalah kesehatan ibu dan anak saat ini dapat dicerminkan dari berbagai hal seperti
derajat kesehatan ibu masih rawan, hal ini ditandai oleh tingginya dan lambatnya penurunan angka
kematian ibu (AKI), yaitu sebesar 421 (SKRT 1992) menjadi 390 (SKRT 1994) per 100.000
kelahiran hidup. Angka tersebut masih 3–6 kali lebih tinggi dibandingkan dengan AKI di negara
ASEAN lainnya, atau 30 kali negara maju. Penyebab utama kematian ibu masih tetap trias
pendarahan sebesar 40%, infeksi sebesar 30%, dan eklampsia sebesar 20%.
Penyebab umum tingginya angka kematian ibu diatas adalah faktor keadaan kesehatan dan gizi ibu,
selain itu juga disebabkan penangganan kehamilan ibu dan kelahiran bayi yang kurang memadai,
khususnya daerah pedesaan. Sebagian besar kematian ini sebenarnya dapat dicegah melalui
pelayanan Antenatal yang mampu mendeteksi dan menangani kasus resiko tinggi yang memadai,
pertolongan persalinan bersih dan aman, serta pelayanan rujukan kebidanan yang terjangkau saat
diperlukan (Depkes, 1995a). Dimasa sekarang tuntutan masyarakat akan mutu pelayanan
meningkat, sehingga sebagai pelayan masyarakat dalam bidang kesehatan dituntut bukan saja
kemampuan teknis media petugas tetapi juga kemampuan manajemennya. Perbaikan manajemen
pelayanan kesehatan dan mutu pelayanan kesehatan akan meningkatkan pemerataan kesehatan dan
akan meningkatkan mutu sumber daya manusia. Pemerataan dan peningkatan mutu pelayanan dititik
beratkan kepada pelayanan kesehatan dasar dengan upaya terpadu yang diselenggarakan melalui
puskesmas, puskesmas pembantu, bidan desa dan balai pengobatan lainnya serta pelayanan rujukan
melalui rumah sakit (Depkes, 1995a). Kecamatan Semarang Barat mempunyai 16 kelurahan dengan
jumlah penduduk 431.125 jiwa, kepadatan penduduk 7.696 jiwa per km2. Upaya pelayanan
kesehatan di Kecamatan Semarang Barat dilaksanakan melalui sarana kesehatan milik pemerintah
yang terdiri dari Puskesmas 5 buah dan puseksamas pembantu sebanyak 3 buah dan jumlah
posyandu 126 buah. Tenaga kesehatan pemerintah terdiri dari 5 dokter, sedang jumlah bidan
sebanyak 12. Hasil kegiatan pelayanan KIA Kecamatan Semarang Barat sudah baik, terbukti dengan
cakupan K1 dan K4 tahun 2000–2002 sudah memenuhi target nasional yaitu K1:90% dan K4:80%
dibandingkan dengan cakupan K1 dan K4 Kota Semarang yang belum mencapai target nasional.
Demikian juga dengan persalinan oleh tenaga kesehatan sudah memenuhi target nasional 80%, tetapi
angka kematian ibu di kecamatan tersebut tahun 2000–2002 masih tinggi sebesar 103,6/100.000
kelahiran dibanding dengan angka kematian ibu di Kota Semarang sebanyak 33,4/100.000 kelahiran
meskipun masih dibawah Angka Kematian Ibu Nasional (Dinkes Kota Semarang, 2002).
Manajemen pelayanan KIA di Kecamatan Semarang Barat masih belum baik, misalnya kegiatan
perencanaan masih menunggu keputusan dari tingkat atas, pengorganisasian belum tepat,
penyusunan personalia juga belum sesuai kebutuhan, pengarahan belum dilakukan secara,
pengawasan masih sebatas dilaksanakan tetapi umpan baliknya belum ada. Pelayanan ANC di
Kecamatan Semarang Barat sudah dapat memcapai target tetapi dalam pelaksanaannya masih belum
sempurna atau belum sesuai protap yang ada. Adanya Kematian ibu di Kecamatan Semarang barat
lebih tinggi dari Kota Semarang, maka bagaimanakah gambaran manajemen pelayanan KIA dan
kualitas ANC di Puskesmas se Kecamatan Semarang Barat? Tujuan umum penelitian ini adalah
mengetahui pelaksanaan Manajemen Pelayanan KIA dan Kualitas Pelayanan ANC di Puskesmas. S
edangkan tujuan khusus adalah mengetahui kepatuhan terhadap standar ANC di Puskesmas;
mengetahui perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan dalam Manajemen
Pelayanan KIA di Puskesmas.
a. Gambaran pelayanan ANC
Kemampuan bidan dalam melaksanakan ANC masih kurang dan belum patuh pada standar
serta fasilitas belum lengkap maka kualitas pelayanan ANC belum sesuai yang diharapkan
oleh yang membutuhkan. Pendapat Crosby (1994) yang menyatakan bahwa kualitas
adalah kepatuhan terhadap standar yang ditetapkan (Azwar,1995) dan faktor–faktor yang
mempengaruhi perbedaan kepatuhan terhadap standar adalah kemampuan, fasilitas atau
peralatan serta prosedur yang tak jelas, menurut Katz J dan Green (1992). Hasil penilaian
tersebut dapat memberi gambaran bahwa pemahaman responden terhadap tujuan dan
pentingnya prosedur tetap bagi peningkatan kualitas pelayanan dan dalam meningkatkan
efektifitas suatu system pelayanan belum baik sehingga timbul kecenderungan untuk tidak
mentaati semua item (Utarini dkk, 1999). Kecenderungan ini tentunya berpengaruh
terhadap kualitas pelayanan yang diberikan oleh responden karena semakin dipatuhi
pedoman atau prosedur tetap semakin baik pencapaian standar pelayanannya (Azwar, 1996).
Perawatan antenatal harus dimulai segera setelah kehamilan dikonfirmasi. Seorang wanita sehat
dengan kehamilan tanpa komplikasi harus memiliki antenatal check-up satu bulan sekali sampai 32
minggu kehamilan, kemudian dua kali sebulan sampai 36 minggu kehamilan dan mingguan dalam 4
minggu terakhir kehamilan.
Kunjungan pertama akan mencakup penilaian rinci dari kesehatan wanita, scan ultrasound untuk
memeriksa kehamilan dan tes darah untuk memeriksa golongan darah wanita itu dan setiap kondisi
yang berpotensi mempengaruhi bayi seperti Thalassaemia, Hepatitis B, Sifilis, Human
Immunodeficiency Virus (HIV), dll
Kunjungan berikutnya akan mencakup penilaian kesejahteraan berat badan wanita itu,, tekanan darah,
tes urin (untuk gula dan protein) dan pertumbuhan janin. Pengujian tambahan dan scan USG dapat
ditawarkan tergantung pada kondisi klinis dari wanita dan / atau janin.
Menurut SKDI 2005 diperoleh data angka kematian Ibu (AKI) di Indonesia saat melahirkan
tercatat 307 per 100.000 kelahiran hidup. Penyebab langsung yang berkaitan dengan
kematian ibu adalah komplikasi pada kehamilan, persalinan dan nifas yang tidak tertangani
dengan baik dan tepat waktu. Untuk meminimalisir hal tersebut, maka pemeriksaan
kehamilan atauantenatal care sangat dibutuhkan. Di sisi lain, tercapainya target antenatal
care tidak lepas dari peran ibu hamil itu sendiri. Pengetahuan ibu hamil mengenai antenatal
carediharapkan akan mendorong ibu hamil untuk lebih patuh dalam melakukan pemeriksaan
kehamilan.
Diketahuinya hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang antenatal care dengan
kepatuhan ibu hamil dalam melakukan antenatal care di wilayah kerja Puskesmas Pleret,
Bantul.
Penelitian dengan metode deskriptif analitik. Menggunakan pendekatan waktu cross
sectional. Subjek penelitian adalah ibu hamil yang memeriksakan kehamilan di wilayah kerja
Puskesmas Pleret, Bantul. Teknik pengambilan sampel menggunakan total sampling. Alat
ukur yang digunakan adalah kuesioner. Uji statistik menggunakan rumus Kendall’s Tau.
Menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan ibu tentang antenatal
care dengan kepatuhan ibu hamil dalam melakukan antenatal care di wilayah kerja
Puskesmas Pleret, Bantul yang dibuktikan dengan hasil uji hipotesis dengan rumus Kendall’s
Tau diketahui bahwa koefisien korelasi yang dihasilkan sebesar 0,402 pada signifikansi 0,023
dimana signifikansi tersebut lebih kecil dari 5% (sig. p 0,023<0,05).
Terdapat hubungan yang positif dan sangat bermakna sebesar 0,402 atau 40,2% antara
tingkat pengetahuan ibu tentangantenatal care dengan kepatuhan ibu hamil dalam
melakukanantenatal care di wilayah kerja Puskesmas Pleret, Bantul.
C. HUBUNGAN KECEMASAN DENGAN KEPATUHAN ANTENATAL CARE
Kekurangan istirahat dan tidur yang berlangsung lama dapat berdampak pada kondisi
keesokan harinya. Respon psikologis yang menyertai tindakan pembedahan pada pasien pre
operasi adalah kecemasan dan ketakutan. Kecemasan dan emosi tidak stabil mempengaruhi
kemampuan tidur seseorang.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara tingkat kecemasan dengan
pola pemenuhan kebutuhan tidur pasien pre operasi. Jenis penelitian ini adalah penelitian
non-eksperimen metode deskriptif korelasi dengan pendekatan cross sectional. Populasi
dalam penelitian ini semua pasien dalam perawatan pre operasi di bangsal Melati RSD
Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta. Jumlah sampel yang didapat sebesar 35 responden
dengan menggunakan teknik purposive sampling. Variabel bebas dalam penelitian adalah
tingkat kecemasan dan variabel terikat pola pemenuhan kebutuhan tidur pasien pre operasi.
Cara pengumpulan data dengan kuesioner yang terdiri atas 18 pertanyaan tertutup untuk
tingkat kecemasan dan 16 pertanyaan untuk pola pemenuhan kebutuhan tidur. Data yang
didapat dianalisa dengan Kendall Thau.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 62,86% responden berada dalam tingkat
kecemasan sedang dan sebanyak 54,28% responden pola kebutuhan tidurnya kurang. Ada
hubungan yang signifikan antara tingkat kecemasan dengan pola pemenuhan kebutuhan tidur
sebesar 0,313 atau 31,3% dengan signifikansi 0,020 (sig.p<0,05).
Antenatal Care
Antenatal Care adalah pemeriksaan kehamilan untuk mengoptimalkan kesehatan mental dan
fisik ibu hamil, sehingga mampu menghadapi persalinan, kala nifas, persiapan memberikan
ASI dan kembalinya kesehatan reproduksi secara wajar (Manuaba, 1998).
Tujuan khusus Antenatal Care menurut Manuaba (1998) adalah :
a. Mengenal dan menangani sedini mungkin penyulit yang terdapat saat kehamilan, saat
persalinan, dan kala nifas
b. Mengenal dan menangani penyakit yang menyertai hamil, persalinan, dan kala nifas
c. Memberikan nasehat dan petunjuk yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan, kala
nifas, laktasi, dan aspek keluarga berencana
d. Menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu dan perinatal Memperhatikan batasan dan
tujuan Antenatal Care, maka jadwal pemeriksaan menurut Manuaba (1998) adalah sebagai
berikut :
a. Pemeriksaan pertama
Pemeriksaan pertama dilakukan segera setelah diketahui terlambat haid
b. Pemeriksaan ulang
1) Setiap bulan sampai umur kehamilan 6-7 bulan
2) Setiap 2 minggu sampai kehamilan berumur 8 bulan
3) Setiap 1 minggu sejak umur hamil 8 bulan sampai terjadi persalinan
c. Pemeriksaan khusus bila terdapat keluhan-keluhan lain .
Dalam Asuhan Antenatal meliputi : memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan
kesehatan ibu dan tumbuh kembang bayi, mengenali secara dini adanya ketidaknormalan atau
komplikasi yang mungkin terjadi selama kehamilan (termasuk riwayat penyakit secara
umum, kebidanan dan pembedahan), mental dan social, ibu dan bayi (Sayfudin, 2002).
Keteraturan antenatal care dapat ditunjukkan melalui frekuensi kunjungan, ternyata hal ini
menjadi masalah karena tidak semua ibu hamil memeriksakan kehamilannya secara rutin
terutama ibu hamil normal sehingga kelainan yang timbul dalam kehamilan tidak dapat
terdeteksi sedini mungkin. Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab mengapa ibu hamil
kurang termotivasi dalam melakukan Antenatal care yaitu kesibukan, tingkat sosial ekonomi
yang rendah, dukungan suami yang kurang, kurangnya kemudahan untuk pelayanan
maternal, asuhan medik yang kurang baik, kurangnya tenaga terlatih dan obat-obatan
penyelamat jiwa (Prawirohardjo, 2002). Ibu hamil dalam masa kehamilannya menimbulkan
reaksi yang berbeda, hal ini tergantung dari sifat masing-masing individu yang berdasarkan
pengalaman, pendidikan dan tingkat kedewasaan meskipun sebagian besar wanita dalam
menghadapi kehamilan merasakan ketakutan, kecemasan yang disebabkan oleh banyak faktor
terutama pada ibu primigravida dan primipara, hal tersebut mendorong ibu primigravida dan
primipara untuk lebih patuh dalam melaksanakan antenatal care. Kepatuhan dalam Antenatal
Care meliputi kontrol teratur, dengan kontrol teratur diharapkan dapat dideteksi lebih dini
keadaan-keadaan yang mengandung resiko kehamilan dan atau persalinan, baik bagi ibu
maupun janin (Hamilton, 1995). Ibu hamil dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan
Antenatal minimal 4 kali, yaitu pada setiap trimester, sedangkan trimester akhir sebanyak dua
kali. Pemeriksaan Antenatal Care menurut Indiarti (2008) adalah berikut :
a) Penimbangan Berat Badan
b) b) Periksa Tekanan Darah
c) b) Periksa Tekanan Darah
d) d) Periksa Detak Jantung Janin
e) e) Periksa Dalam
f) f) Periksa Perut
g) g) Tinggi Badan
h) h) Periksa Kaki dan Tangan
i) i) Imunisasi