HUBUNGAN KEPATUHAN BEROBAT DENGAN PERSEPSI PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU SKRIPSI...

72
HUBUNGAN KEPATUHAN BEROBAT DENGAN PERSEPSI PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Hesty Mellissa G.0006199 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

Transcript of HUBUNGAN KEPATUHAN BEROBAT DENGAN PERSEPSI PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU SKRIPSI...

Page 1: HUBUNGAN KEPATUHAN BEROBAT DENGAN PERSEPSI PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU SKRIPSI …/Hubungan... · populasi penderita TB paru dengan teknik pengambilan purposive sampling.

HUBUNGAN KEPATUHAN BEROBAT DENGAN PERSEPSI PENDERITA

TENTANG TUBERKULOSIS PARU

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Hesty Mellissa

G.0006199

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010

Page 2: HUBUNGAN KEPATUHAN BEROBAT DENGAN PERSEPSI PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU SKRIPSI …/Hubungan... · populasi penderita TB paru dengan teknik pengambilan purposive sampling.

PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi dengan judul: Hubungan Kepatuhan Berobat dengan Persepsi

Penderita tentang Tuberkulosis Paru

Hesty Mellissa, G0006199, Tahun 2010

Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi

Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada Hari , Tanggal 2010

Pembimbing Utama

Reviono, dr., Sp. P

NIP. 196510302003121001

(.................................)

Pembimbing Pendamping

Rahman, dr.

NIP. 194704171973101001

(.................................)

Penguji Utama

Yusup Subagio Sutanto, dr,, Sp. P

NIP. 195703151983121002 (.................................)

Anggota Penguji

Made Setiamika, dr.,Sp. THT-KL(K)

NIP. 195507271983121002

(.................................)

Surakarta, ..........................

Ketua Tim Skripsi

Sri Wahjono, dr., M.Kes

NIP. 19540824 197310 1001

Dekan FK UNS

Prof. Dr. A.A. Subijanto, dr., MS

NIP. 19481107 197310 1003

Page 3: HUBUNGAN KEPATUHAN BEROBAT DENGAN PERSEPSI PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU SKRIPSI …/Hubungan... · populasi penderita TB paru dengan teknik pengambilan purposive sampling.

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah

diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi dan

sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulis atau

diterbitkan oleh orang lain kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan

disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, 11 Mei 2010

Hesty Mellissa

NIM.G0006199

Page 4: HUBUNGAN KEPATUHAN BEROBAT DENGAN PERSEPSI PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU SKRIPSI …/Hubungan... · populasi penderita TB paru dengan teknik pengambilan purposive sampling.

ABSTRAK

Hesty Mellissa, G0006199, 2006. Hubungan Kepatuhan Berobat dengan Persepsi

Penderita tentang Tuberkulosis Paru, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas

Maret, Surakarta.

Tujuan : Penyakit Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang masih tetap

merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Indonesia

menempati urutan ketiga setelah India dan China dalam menyumbang TB di dunia.

Tingginya jumlah tersebut berkaitan dengan masalah penanggulangan TB yang

sangat kompleks. Masalah yang paling utama yaitu rendahnya tingkat kepatuhan

penderita terhadap pengobatan padahal kepatuhan merupakan determinan utama

untuk menentukan keberhasilan pengobatan TB. Ketidakpatuhan terhadap

pengobatan merupakan suatu hal yang sangat problematis karena melibatkan begitu

banyak faktor yang mempengaruhinya seperti kondisi psikologis, persepsi, motivasi,

dan sebagainya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara

kepatuhan berobat dengan persepsi penderita tentang tuberkulosis paru.

Metode : Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan

pendekatan cross sectional. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2010 di

RSUD Moewardi Surakarta, dengan jumlah sampel 41 orang, yang diambil dari

populasi penderita TB paru dengan teknik pengambilan purposive sampling. Variabel

kepatuhan dan persepsi menggunakan skala nominal yang akan dihitung dengan uji

chi-square menggunakan Statistic Product and Service Solution (SPSS).

Hasil : Data yang diperoleh dari hasil penelitian diatas dianalisis dengan uji chi-

square dengan tingkat signifikansi 0,05 dan derajat kebebasan 1. Diperoleh harga p

value sebesar 0,877. Oleh karena p>0,05 maka Ho diterima dan Hı ditolak yang

artinya tidak terdapat hubungan antara kepatuhan berobat dengan persepsi penderita

tentang tuberkulosis paru.

Simpulan : Penelitian ini menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara kepatuhan

berobat dengan persepsi penderita tentang tuberkulosis paru.

Kata Kunci : Kepatuhan berobat – persepsi penderita – tuberkulosis paru

Page 5: HUBUNGAN KEPATUHAN BEROBAT DENGAN PERSEPSI PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU SKRIPSI …/Hubungan... · populasi penderita TB paru dengan teknik pengambilan purposive sampling.

ABSTRACT

Hesty Mellissa, G0006199, 2006. Relationship between Treatment Compliance with

Patient Perceptions of Pulmonary Tuberculosis, Faculty of medical, Sebelas Maret

University, Surakarta.

Purposes : Tuberculosis is a contagius infectious disease that still remains a public

health problem in the world, including Indonesia. Indonesia took the third position

after India and China in contributing TB patients to the world. The high number of

TB population is related to the problem of TB control which is very complex. The

main problem of the complexity is the low level of patient’s adherence to treatment

whereas adherence is the main determinant that contribute to the successful of TB

treatment. Non-adherence to the treatment is very problematic because it involves so

many factors that affects it, such as psychological conditions, perceptions,

motivations, and so forth. This study aimed to analyzed the relationship between

treatment compliance with patient perceptions of pulmonary tuberculosis.

Method : This study was an observasional analytic study with cross sectional

approach. This research was conducted in March 2010 at Surakarta Moewardi

District Hospital (RSUD Moewardi Surakarta), with 41 people for sample, taken

from the population of pulmonary tuberculosis patients using the purposive sampling

technique. The adherence and perception variable using a nominal scale that counted

by chi-square using Statistic Product and Service Solution (SPSS).

Result : Data that obtained from the above results were analyzed with chi-square test

with 0,05 significance level and 1 degree of freedom. The result retrieved the price of

p value was 0,877. Therefore, p value > 0,05, Ho received and Hı rejected which

means that there was no correlation between patient perceptions and the treatment

compliance of pulmonary tuberculosis.

Conclusion : This research concluded that there was no relationship between

treatment compliance with patient perceptions of pulmonary tuberculosis.

Keywords : Treatment compliance – patient perceptions – pulmonary tuberculosis

Page 6: HUBUNGAN KEPATUHAN BEROBAT DENGAN PERSEPSI PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU SKRIPSI …/Hubungan... · populasi penderita TB paru dengan teknik pengambilan purposive sampling.

PRAKATA

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penyusunan

laporan skripsi dengan judul “Hubungan Kepatuhan Berobat dengan Persepsi

Penderita tentang Tuberkulosis Paru”.

Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu persyaratan

dalam memperoleh gelar sarjana kedokteran. Dalam penyusunan skipsi ini penulis

telah mendapatkan banyak bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, maka pada

kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Allah SWT yang telah memberikan semua nikmat, petunjuk, kesehatan,

kesabaran dankekuatan dalam penyusunan skripsi ini;

2. Yth. Prof. Dr. A. A. Subijanto ,dr., MS, selaku Dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan kesempatan kepada penulis

untuk menyusun skripsi ini;

3. Yth. Sri Wahjono ,dr., MKes, selaku Ketua Tim Skripsi yang telah memberikan

kesempatan dalam penyusunan skripsi ini;

4. Yth. Reviono, dr., Sp. P dan Rahman selaku pembimbing yang telah banyak

membimbing dalam penyusunan skripsi ini sampai selesai;

5. Yth. Yusup Subagio Sutanto ,dr., Sp.P dan Made Setiamika ,dr., Sp.THT-KL(K)

selaku penguji yang telah menguji dan memberi masukan dalam penulisan

skripsi ini;

6. Seluruh staf dan pihak yang membantu penelitian skripsi di Poli Paru RSUD

Moewardi Surakarta.

7. Ayahanda dan Ibunda tercinta yang telah mengulurkan kasih sayang, mewariskan

ketegaran dan kesabaran serta menerbitkan harapan di sanubari dalam meraih

asa;

8. Seluruh keluarga yang telah memberi dukungan kepada penulis ;

9. Semua sahabatku yang selalu dalam kebersamaan, berbalut ikhlas terpaut dalam

senyum dan lara;

10. Seluruh pihak yang telah membantu selesainya penyusunan skripsi ini yang tidak

dapat disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangannya,

karena keterbatasan kemampuan penulis. Untuk itu penulis sangat mengharapkan

kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun demi penyempurnaan

penyusunan skripsi ini.

Surakarta, 11 Mei 2010

Hesty Mellissa

Page 7: HUBUNGAN KEPATUHAN BEROBAT DENGAN PERSEPSI PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU SKRIPSI …/Hubungan... · populasi penderita TB paru dengan teknik pengambilan purposive sampling.

DAFTAR ISI

Halaman

PRAKATA .......................................................................................................... vi

DAFTAR ISI ....................................................................................................... vii

DAFTAR TABEL ............................................................................................... viii

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... ix

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ x

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ ..1

A. Latar Belakang Masalah ................................................................. ..1

B. Rumusan Masalah .......................................................................... ..3

C. Tujuan Penelitian ........................................................................... ..3

D. Manfaat Penelitian ......................................................................... ..4

BAB II LANDASAN TEORI ........................................................................... ..5

A. Tinjauan Pustaka ............................................................................ ..5

1. Kepatuhan ................................................................................ ..5

2. Persepsi .................................................................................... ..8

3. Hubungan Kepatuhan dengan Persepsi .................................... 17

4. Tuberkulosis Paru .................................................................... 19

5. Hubungan Kepatuhan dengan Tuberkulosis Paru .................... 36

B. Kerangka Pemikiran ....................................................................... 38

C. Hipotesis ......................................................................................... 38

BAB III METODOLOGI PENELITIAN .......................................................... 39

A. Jenis Penelitian ............................................................................... 39

B. Lokasi Penelitian ............................................................................ 39

C. Subjek Penelitian ............................................................................ 39

D. Teknik Sampling ............................................................................ 40

E. Desain Penelitian ............................................................................ 41

F. Identifikasi Variabel Penelitian ...................................................... 42

G. Definisi Operasional Variabel ........................................................ 42

H. Sumber Data ................................................................................... 45

I. Teknik Analisis Data ...................................................................... 45

BAB IV HASIL PENELITIAN ......................................................................... 46

BAB V PEMBAHASAN .................................................................................. 51

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 57

A. Simpulan ........................................................................................ 57

B. Saran ............................................................................................... 58

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 59

LAMPIRAN

Page 8: HUBUNGAN KEPATUHAN BEROBAT DENGAN PERSEPSI PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU SKRIPSI …/Hubungan... · populasi penderita TB paru dengan teknik pengambilan purposive sampling.

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur..……..... 47

Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin.... 48

Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pendidikan Responden…... 48

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Responden Merasakan

sakit........................................................................................... 49

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Lama

Menjalani Pengobatan .............................................................. 49

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Persepsi Responden............. 50

Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kepatuhan

Berobat....................................................................................... 50

Tabel 4.8 Tabulasi Silang Hasil Penelitian................................................. 51

Page 9: HUBUNGAN KEPATUHAN BEROBAT DENGAN PERSEPSI PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU SKRIPSI …/Hubungan... · populasi penderita TB paru dengan teknik pengambilan purposive sampling.

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian

Lampiran 2. Surat Permohonan Kesediaan Menjadi Responden

Lampiran 3. Surat Persetujuan Kesediaan Menjadi Responden

Lampiran 4. Kuesioner Penelitian

Lampiran 5. Jadwal Kegiatan Skripsi

Lampiran 6. Data Responden Penelitian

Lampiran 7. Tabel Penghitungan Persepsi

Lampiran 8. Hasil Analisis Data dengan Statistical Product and Service Solution

(SPSS) 16.00 for windows

Lampiran 9. Ethical Clearance

Page 10: HUBUNGAN KEPATUHAN BEROBAT DENGAN PERSEPSI PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU SKRIPSI …/Hubungan... · populasi penderita TB paru dengan teknik pengambilan purposive sampling.

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Bagan proses pembentukan persepsi oleh Yusmar, 1999

Page 11: HUBUNGAN KEPATUHAN BEROBAT DENGAN PERSEPSI PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU SKRIPSI …/Hubungan... · populasi penderita TB paru dengan teknik pengambilan purposive sampling.

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Penyakit tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang masih

tetap merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia

(WHO, 2003). Tuberkulosis menjadi masalah dunia karena Mycobacterium

Tuberculosis telah menginfeksi lebih dari sepertiga penduduk dunia, sehingga

WHO mencanangkan kagawatdaruratan global penyakit TB. Dari laporan WHO

tercatat 2 juta penduduk dunia mati karena penyakit TB tiap tahunnya (Anwar,

2003). Hal ini dikarenakan, hanya 68 persen dari penderita TB yang bisa

terdeteksi dan hanya 87 persen di antaranya bisa disembuhkan. Sisanya menjadi

sumber penularan. Satu orang dapat menulari 10-15 orang. Dan 75 persen dari

kasus TB ini terjadi di usia produktif 15-49 tahun (Bahar, 2001).

World Health Organization (WHO) dalam Annual Report on Global TB

Control 2003 menyatakan terdapat 22 negara dikategorikan sebagai high-burden

countries terhadap TB. Indonesia termasuk peringkat ketiga setelah India dan

China dalam menyumbang TB di dunia (WHO, 2003). Pada tahun 1999 WHO

memperkirakan terdapat 583.000 kasus baru TB di Indonesia dengan kematian

sekitar 140.000 (Anwar, 2003). Penyakit TB ini menduduki ranking ketiga

1

Page 12: HUBUNGAN KEPATUHAN BEROBAT DENGAN PERSEPSI PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU SKRIPSI …/Hubungan... · populasi penderita TB paru dengan teknik pengambilan purposive sampling.

sebagai penyebab kematian di Indonesia (9,4% dari total kematian) setelah

penyakit sistem sirkulasi dan sistem pernafasan (Depkes RI, 2007).

Menurut WHO, estimasi insidence rate untuk pemeriksaan dahak

didapatkan basil tahan asam (BTA) positif adalah 115 per 100.000 (WHO,

2003). Sedangkan di Indonesia sendiri, berdasarkan hasil survei prevalensi

tuberkulosis tahun 2004 menunjukan bahwa angka prevalensi tuberkulosis Basil

Tahan Asam (BTA) positif secara nasional adalah 110 per 100.000 penduduk

(Depkes RI, 2007).

Tingginya jumlah tersebut tentunya berkaitan erat dengan masalah

penanggulangan tuberkulosis yang sangat kompleks. Masalah antara lain

disebabkan jumlah penderitanya yang banyak dan penyebarannya yang mudah,

tetapi masalah terpenting yang sering timbul adalah tingkat kepatuhan penderita

terhadap pengobatan yang rendah. Hal ini berhubungan dengan lamanya waktu

pengobatan yang sedikitnya memakan waktu enam bulan. Pada TB kepatuhan

dihubungkan dengan minum obat dan kontrol teratur untuk perawatan pasien

TB. Sementara biasanya setelah makan obat selama dua bulan, pasien malas

meneruskan pengobatan karena merasa sembuh dan tidak merasakan gejala lagi.

Padahal kalau pengobatan berhenti di tengah jalan, maka bukan saja

penyakitnya tidak sembuh dengan tuntas, tetapi juga menyebabkan bakteri TB

menjadi kebal terhadap obat yang digunakan (Messwati dan Rahmawati, 2008).

Pada satu uji klinis menyebutkan kira-kira 50% partisipan pasien TB

termasuk kelompok yang tidak patuh (Cohen dan Durham, 1995). Kepatuhan

Page 13: HUBUNGAN KEPATUHAN BEROBAT DENGAN PERSEPSI PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU SKRIPSI …/Hubungan... · populasi penderita TB paru dengan teknik pengambilan purposive sampling.

memang merupakan satu hal yang problematis, karena melibatkan begitu

banyak faktor yang ikut mempengaruhi ketidakpatuhan pasien. Salah satu faktor

yang mempengaruhi patuh atau tidaknya pasien dalam menjalani pengobatan

adalah persepsi pasien tentang penyakit yang sedang dideritanya.

Ketidakberhasilan pengobatan banyak disebabkan oleh persepsi yang salah dari

masyarakat, khususnya penderita TB itu sendiri. Masih terdapat anggapan

bahwa penyakit tuberkulosis adalah penyakit yang tidak dapat disembuhkan,

sehingga mereka malas untuk datang ke rumah sakit dan sering tidak patuh

dalam menjalani pengobatan (Patmawati, 2002).

Berdasarkan hal yang tersebut di atas, penulis ingin meneliti apakah ada

pengaruh persepsi penderita tentang tuberkulosis paru terhadap kepatuhan

berobat di RSUD dr.Moewardi Surakarta.

B. Perumusan Masalah

Atas dasar latar belakang masalah tersebut di atas, rumusan masalah

secara umum dalam penelitian ini adalah “Adakah hubungan antara kepatuhan

berobat dengan persepsi penderita tentang tuberkulosis paru ?”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui adanya hubungan antara

kepatuhan berobat dengan persepsi penderita tentang tuberkulosis paru.

Page 14: HUBUNGAN KEPATUHAN BEROBAT DENGAN PERSEPSI PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU SKRIPSI …/Hubungan... · populasi penderita TB paru dengan teknik pengambilan purposive sampling.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memiliki dua manfaat, yaitu :

1. Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian ini dapat digunakan bagi peneliti selanjutnya

sebagai landasan untuk meneliti aspek lain tentang kepatuhan

berobat pada pasien TB paru.

b. Dapat memberikan masukan tentang hubungan persepsi pasien TB

paru tentang penyakitnya dengan kepatuhan berobat berupa saran

dan harapan yang luas bagi peningkatan dan pengobatan di RS

dr.Moewardi.

c. Dapat memberikan kontribusi dan informasi terhadap upaya

mengurangi kasus tuberkulosis bagi masyarakat.

2. Manfaat Aplikatif

Diharapkan dengan mengetahui adanya pengaruh persepsi penderita

tentang penyakit tuberkulosis paru yang diidapnya terhadap kepatuhan

berobat dapat berguna bagi semua pihak untuk memberikan perhatian

lebih pada pasien TB dengan tingkat kepatuhan yang rendah sehingga

kejadian putus obat dapat berkurang dan dapat dijadikan bahan

pertimbangan dalam pengambilan kebijakan program penanggulangan TB

agar lebih efektif dan efisien.

Page 15: HUBUNGAN KEPATUHAN BEROBAT DENGAN PERSEPSI PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU SKRIPSI …/Hubungan... · populasi penderita TB paru dengan teknik pengambilan purposive sampling.

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Kepatuhan

a. Definisi

Kepatuhan, yang juga dikenal sebagai ketaatan, dalam

pengobatan adalah derajat dimana pasien mengikuti anjuran klinis

dari dokter yang mengobatinya (Kaplan dan Sadock, 1997).

Kepatuhan berobat adalah suatu tindakan atau perbuatan untuk

bersedia melaksanakan aturan pengambilan obat sesuai dengan

jadwal yang ditetapkan. Kepatuhan penderita dilandasi oleh

kesadaran akan resiko kesehatan pribadi, mau dan mampu

melaksanakan kegiatan-kegiatan untuk mengurangi bahaya

kesehatan. Kepatuhan penderita terhadap pengobatan secara teratur

merupakan faktor utama keberhasilan pengobatan. Kepatuhan

pengobatan diukur dari kesesuaiannya dengan aturan yang

ditetapkan dengan pengobatan lengkap sampai selesai dalam jangka

waktu enam bulan (Yessica, 2004). Pengobatan tuberkulosis paru

membutuhkan kesabaran dan pengertian penderita. Karena lamanya

jangka waktu pengobatan penyakit ini, sangat dibutuhkan cara-cara

5

Page 16: HUBUNGAN KEPATUHAN BEROBAT DENGAN PERSEPSI PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU SKRIPSI …/Hubungan... · populasi penderita TB paru dengan teknik pengambilan purposive sampling.

yang baik untuk menimbulkan motivasi di pihak penderita untuk

berobat dengan teratur. Sering sekali kegagalan terjadi karena

penderita tidak mau mengikuti program pengobatan yang dirasakan

membosankan (Fordiastiko, 1995). Akan tetapi sulit untuk

memprediksi penderita mana yang mempunyai tingkat kepatuhan

yang bagus dan yang tidak meminum obatnya (Soedarsono, 2002).

Kebanyakan studi mengaitkan ketidakpatuhan dengan cara

pengobatan yang tidak benar, misalnya tidak minum cukup obat,

minum obat tambahan tanpa resep dokter dan sebagainya (Smet,

1994).

Buckalew dan Sallis menyatakan bahwa dari 750 juta resep

baru yang dikeluarkan tiap tahun, ternyata hampir 520 jutanya

menunjukkan ketidakpatuhan pasien dalam memenuhi apa yang

tercantum dalam resep (Taylor, 1995). Padahal ketidakpatuhan

minum obat merupakan penyebab utama meningkatnya kuman

resisten obat. Keadaan ini menyebabkan penderita menjadi sumber

penularan ke sekitarnya dengan kuman resisten obat. Kegagalan

pengendalian TB akibat ketidakpatuhan penderita berdampak

terhadap kegagalan pemberantasan TB paru (Amryl, 2002).

Page 17: HUBUNGAN KEPATUHAN BEROBAT DENGAN PERSEPSI PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU SKRIPSI …/Hubungan... · populasi penderita TB paru dengan teknik pengambilan purposive sampling.

b. Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Kepatuhan

Hal paling penting yang mempengaruhi kepatuhan adalah

keputusan pasien untuk mau melaksanakan pengobatan dengan

benar. Sadar akan resiko penyakitnya dan keyakinan pada

keberhasilan terapi yang diberikan akan meningkatkan kepatuhan

pasien ke tingkat yang lebih baik (Sarafino, 1990).

Beberapa faktor yang berhubungan kepatuhan yaitu :

1) Faktor Obat

a) Lama pengobatan

b) Cara pemberian obat

c) Kompleksiti regimen pengobatan

d) Efek samping obat

2) Faktor Penderita

a) Usia

b) Persepsi tentang penyakitnya

c) Motivasi

d) Keterbatasan

e) Efikasi yang diterima penderita

3) Faktor Ekonomi

4) Hubungan Dokter-Pasien (Amryl, 2002)

Page 18: HUBUNGAN KEPATUHAN BEROBAT DENGAN PERSEPSI PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU SKRIPSI …/Hubungan... · populasi penderita TB paru dengan teknik pengambilan purposive sampling.

2. Persepsi

a. Definisi Persepsi

Secara etimologis persepsi atau dalam bahasa inggris disebut

Perception berasal dari bahasa latin perseptio, dan parcipere yang

artinya menerima atau mengambil. Dalam arti sempit persepsi

adalah penglihatan bagaimana seseorang memandang sesuatu.

Sedangkan secara umum, persepsi dapat dijelaskan sebagai proses

ketika seseorang menjadi sadar akan banyaknya stimulus yang

mempengaruhi indra seseorang (Sobur, 2003).

Berdasarkan Sarlito dalam Widodo (2004) persepsi merupakan

bentuk opini dari setiap orang. Pengertian persepsi adalah proses

pencarian informasi untuk dipahami. Alat untuk memperoleh

informasi tersebut adalah penginderaan yaitu penglihatan,

pendengaran, peraba, penciuman, dan perasa.

Berbagai pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa persepsi

adalah proses organisasi, interpretasi obyek yang diamati dan

dievaluasi sebagai suatu yang bermakna bagi diri seseorang juga

merupakan pandangan yang bersifat pribadi. Persepsi dapat muncul

dengan bantuan alat indra baik melalui indera pendengar,

penglihatan, peraba, penciuman, dan perasa. Persepsi juga muncul

karena dorongan pengetahuan yang diperkuat pengalaman dan

pengalaman dan pengamatan yang dilakukan oleh seseorang.

Page 19: HUBUNGAN KEPATUHAN BEROBAT DENGAN PERSEPSI PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU SKRIPSI …/Hubungan... · populasi penderita TB paru dengan teknik pengambilan purposive sampling.

Dalam penelitian ini, yang akan diteliti adalah persepsi

penderita TB terhadap penyakitnya. Yang akan ditanyakan pada

penderita TB adalah pandangan pasien seputar penyakit TB, seperti

penyebab TB, gejala/ tanda-tanda penyakit TB, apakah TB itu

penyakit menular, apakah TB itu penyakit keturunan, bagaimana

cara penularan dan pencegahan penularan TB, apakah penyakit TB

itu dapat disembuhkan, apakah dapat menyebabkan kematian,

apakah penyakit musiman, atau pertanyaan yang membahas

pandangan terhadap pengobatan seperti jangka waktu pengobatan,

adakah hubungan kepatuhan berobat dengan kesembuhan, apakah

pasien boleh berhenti minum obat sebelum dinyatakan sembuh dan

pertanyaan seputar obat yang diminumnya. Dan dapat ditambahkan

pertanyaan yang bersifat sosial untuk mengetahui pandangan atau

persepsi pasien tersebut dari segi sosial, misalnya apakah pasien

tersebut merasa terkucil dari masyarakat karena penyakitnya atau

tidak, bagaimana dukungan dari keluarga, atau pun pertanyaan

seputar pekerjaan.

b. Proses terjadinya persepsi

Proses terjadinya persepsi ada enam tahapan (Sobur, 2003) :

1) Proses penerimaan rangsang.

Proses pertama dalam persepsi ialah menerima

rangsangan atau data dari berbagai sumber melalui panca indra.

Page 20: HUBUNGAN KEPATUHAN BEROBAT DENGAN PERSEPSI PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU SKRIPSI …/Hubungan... · populasi penderita TB paru dengan teknik pengambilan purposive sampling.

2) Proses menyeleksi rangsangan

Setelah diterima, rangsangan atau data diseleksi. Dua

faktor yang menentukan seleksi rangsangan adalah faktor

intern dan faktor ekstern.

a) Faktor intern

Yaitu faktor-faktor yang berkaitan dengan diri sendiri

(1) Kebutuhan psikologis : Pengaruh persepsi terhadap

kebutuhan psikologis akan menyebabkan seolah-

olah ia melihat sesuatu yang telah ia persepsikan di

alam nyata walaupun sebenarnya tidak ada.

(2) Latar belakang keluarga : Latar belakang keluarga

seseorang akan mempengaruhi bagaimana

persepsinya berdasarkan apa yang telah ia ketahui.

(3) Pengalaman : Pengalaman yang baik atau pun

buruk akan mempengaruhi persepsinya pada

sesuatu hal berdasarkan pengalamannya.

(4) Kepribadian : Orang biasanya lebih nyaman bergaul

dengan orang yang berkepribadian sama.

(5) Sikap dan kepercayaan umum : Sikap dan

kepercayaan umum yang dimiliki seseorang akab

menyebabkan ia lebih memperhatikan hal tersebut

dibandingkan orang lain.

Page 21: HUBUNGAN KEPATUHAN BEROBAT DENGAN PERSEPSI PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU SKRIPSI …/Hubungan... · populasi penderita TB paru dengan teknik pengambilan purposive sampling.

(6) Penerimaan diri : Seseorang yang lebih ikhlas

menerima dirinya lebih cepat menyerap sesuatu

dibandingkan dengan orang yang kurang ikhlas

menerima realitas dirinya

b) Faktor ekstern

(1) Intensitas : Semakin tinggi tingkat intensitas maka

akan semakin banyak mendapatkan tanggapan

(2) Ukuran : Sesuatu yang lebih besar lebih menarik

perhatian

(3) Kontras : hal yang lain dari biasanya akan lebih

menarik dibandingkan dengan biasanya.

(4) Gerakan : hal yang bergerak lebih menarik

perhatian dari hal yang diam

(5) Ulangan : biasanya hal-hal yang berulang dapat

menarik perhatian

(6) Keakraban dan sesuatu yang baru

3) Proses pengorganisasian

Tiga dimensi utama dalam pengorganisasian ransangan, yakni

pengelompokkan, bentuk timbul dan latar, dan lemantapan

persepsi.

Page 22: HUBUNGAN KEPATUHAN BEROBAT DENGAN PERSEPSI PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU SKRIPSI …/Hubungan... · populasi penderita TB paru dengan teknik pengambilan purposive sampling.

4) Proses penafsiran : Penafsiran dilakukan melalui proses analisa

dengan memberikan arti pada berbagai data dan informasi yang

diterima.

5) Proses pengecekan : Melakukan pengecekan untuk memastikan

hasil penafsiran benar atau salah. Pengecekan dilakukan secara

kontinu.

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi (Widodo, 2004)

1) Perhatian, biasanya seseorang tidak menangkap seluruh

rangkaian yang ada disekitarnya sekaligus, tetapi hanya

memfokuskan pada satu obyek saja.

2) Set, yaitu harapan seseorang akan rangkaian yang mungkin

timbul.

3) Kebutuhan-kebutuhan seseorang yang sifatnya sesaat atau

menetap.

4) Sistem nilai yang berlaku dalam suatu masyarakat berpengaruh

pula pada persepsi.

5) Ciri kepribadian yang beda.

6) Gangguan kejiwaan yang dapat menimbulkan kesalahan

persepsi.

Page 23: HUBUNGAN KEPATUHAN BEROBAT DENGAN PERSEPSI PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU SKRIPSI …/Hubungan... · populasi penderita TB paru dengan teknik pengambilan purposive sampling.

d. Proses kognitif dalam persepsi

Sistem persepsi tidak menerima masukan secara pasif tapi

berupaya untuk mencari penghayatan yang paling sesuai dengan data

sensorik. Dalam beberapa situasi, hanya terdapat satu penafsiran data

sensorik yang masuk akal dan pencarian terhadap penghayatan yang

cepat, berlangsung begitu cepat secara otomatik sehingga hal itu

tidak disadari (Rita, 1999).

Yusmar (1999) berpendapat bahwa persepsi dipengaruhi oleh

lingkungan. Lima tingkatan analisis pada masyarakat dan

hubungannya dengan lingkungan :

1) Merasa cinta dengan lingkungannya

2) Orientasi spasial dalam lingkungannya

3) Menkategorikan serta mengelompokkan fenomena lingkungan

4) Mensistematikkan ciri-ciri lingkungan dalam hubungan sebab

akibat

5) Memanipulasi lingkungan

Page 24: HUBUNGAN KEPATUHAN BEROBAT DENGAN PERSEPSI PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU SKRIPSI …/Hubungan... · populasi penderita TB paru dengan teknik pengambilan purposive sampling.

e. Kepribadian

Definisi kepribadian secara umum diartikan sebagai

karakteristik psiklogis seseorang yang menentukan pola perilakunya

Feist (2002) di bukunya Theories of Personality menjelaskan bahwa

secara spesifik kepribadian terdiri dari sifat-sifat atau disposisi-

disposisi yang mengakibatkan perbedaan individu dalam perilaku.

Kepribadian juga merupakan organisasi dinamis sistem psikofisik

dalam diri individu yang menentukan karakteristik perilaku dan

pikirannya.

Kepribadian dapat tumbuh sebagaimana digambarkan dalam

teori-teori kepribadian yang berorientasi pada pertumbuhan.Salah

satunya menggambarkan pertumbuhan kepribadian secara bertahap,

yaitu teori Hierarki kebutuhan Maslow. Menurut Maslow, ada

dasarnya manusia terdorong untuk mengaktualisasi diri. Kepribadian

orang yang telah mengaktualisasi diri. Kepribadian orang yang telah

menaktualisasi diri. Berkembang sangat khas, lengkap denagn

spriritualitas yang juga berkembang (Feist, 2002).

Menurut spenger berdasarkan kuat lemahnya nialai-nilai dalam

diri seseorang, R.spenger membagi watak/kepribadian manusia

menjadi 6 tipe, yaitu :

1) Manusia teori : orang-orang ini berpendapat ilmu

pengetahuan paling penting

Page 25: HUBUNGAN KEPATUHAN BEROBAT DENGAN PERSEPSI PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU SKRIPSI …/Hubungan... · populasi penderita TB paru dengan teknik pengambilan purposive sampling.

2) Manusia ekonomi : nilai-nilai sosial paling mempengaruhi

jiwanya

3) Manusia politik : nilai yang terpenting bagi orang ini ialh

politik

4) Manusia seni : jiwa orang ini selalu dipengaruhi oleh

nilai-nilai kesenian

5) Manusia saleh : orang ini pecinta nilai-nilai agama

Mengukur kepribadian

Cara mengukur meneyelidiki kepribadian ada bermacam-

macam antara lain :

1) Observasi

Menilai kepribadian dengan observasi yaitu dengan cara

mengamati/memperhatikan langsung tingkah laku serta

kegiatan yang dilakukan oleh yang bersangkutan terutama

sikapnya, caranya, bicara, kerja, dan juga hasilnya.

2) Wawancara (interview)

Menilai kepribadian dengan wawancara, berarti

mengadakan tatap muka dan berbicara dari hati ke hati dengan

orang yang dinilai.

Page 26: HUBUNGAN KEPATUHAN BEROBAT DENGAN PERSEPSI PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU SKRIPSI …/Hubungan... · populasi penderita TB paru dengan teknik pengambilan purposive sampling.

3) Inventory

Inventory adalah sejenis kuesioner (pertanyaan tertulis)

yang harus dijawab leh responden secara ringkas, biasanya

mengisi kolom jawaban dengan tanda cek.

4) Teknik proyektif

Cara lain mengukur atau menilai kepribadian dengan

menggunakan teknik proyektif. Anak atau orang yang dinilai

akan memproyeksikan pribadinya melalui gambar atau hal-hal

lain yang dilakukannya.

5) Biografi dan Autobiografi

Riwayat hidup yang ditulis orang lain (biografi) dan

ditulis sendiri (autobiografi) dapat juga digunakan untuk

menilai kepribadian.

6) Catatan harian

Catatan harian seseorang berisikan kegiatan-kegiatan

yang akan dilakukan sehari-hari, dapat juag dianalisis dan

dijadikan bahan penelitian kepribadian seorang (Feist, 2002).

f. Pengalaman

Definisi pengalaman adalah konsep umum yang berisi

pengetahuan dan ketrampilan dalam pengamatan suatu hal atau suatu

kegiatan yang diperoleh dengan cara yang sulit atau melalui

Page 27: HUBUNGAN KEPATUHAN BEROBAT DENGAN PERSEPSI PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU SKRIPSI …/Hubungan... · populasi penderita TB paru dengan teknik pengambilan purposive sampling.

penyelidikan. Macam-macam pengalaman mencakup pengalaman

secara fisik, mental, emosi,dan spiritual (Wikipedia, 2008).

g. Skema pembentukan persepsi

Gambar 1. Bagan proses pembentukan persepsi oleh Yusmar, 1999

3. Hubungan Kepatuhan Dengan Persepsi

Berdasarkan data terakhir yang didapat ada 583.000 penderita setiap

tahunnya, setiap satu penderita tuberkulosis positif dapat menularkan pada

10-15 orang penduduk setiap tahun. Keberhasilan pengobatan tuberkulosis

di Indonesia hingga saat ini baru sekitar 10-20% (Patmawati, 2002).

Bergantung pada pengalaman, agama,

norma, nilai.

= permanent memory atau mental

representation

respon selection interpretation respon

Clouse (pelengkap)

Page 28: HUBUNGAN KEPATUHAN BEROBAT DENGAN PERSEPSI PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU SKRIPSI …/Hubungan... · populasi penderita TB paru dengan teknik pengambilan purposive sampling.

Persepsi masyarakat, khususnya penderita merupakan salah satu

faktor penting dalam keberhasilan pengobatan TB. Ketidakberhasilan

pengobatan selama ini diduga karena ada persaan malu saat menderita

penyakit tuberkulosis, sehingga mereka malas ke Rumah Sakit dan ada

anggapan bahwa penyakit Tuberkulosis tidak dapat disembuhkan. Persepsi

penderita tentang tuberkulosis yang tidak dapat disembuhkan ini dapat

menurunkan tingkat kepatuhan dalam menjalani pengobatan. Padahal

kepatuhan pengobatan memegang peranan penting dalanm keberhasilan

pengobatan TB (Patmawati, 2002).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Amirah Novaliani

(2003), menyebutkan bahwa persepsi masyarakat tentang TB paru masih

bervariasi. Namun, masih banyak diantara mereka (sekitar 48%) yang

belum memiliki persepsi yang tepat, antara lain mengenai gejala,

penyebab, cara pencegahan, pengobatan dan penularan penyakit

tuberkulosis.

Persepsi yang salah ini dapat menurunkan tingkat kepatuhan yang

juga akan berdampak pada meningkatnya resistensi obat. Kejadian

resisitensi obat dapat mempersulit keberhasilan pengobatan TB. Maka dari

itu butuh persepsi yang tepat dari penderita tentang penyakit tuberkulosis

yang dideritanya agar dapat membantu memperlancar proses kesembuhan

penderita dan meningkatkan angka keberhasilan pengobatan (Salim,

2001).

Page 29: HUBUNGAN KEPATUHAN BEROBAT DENGAN PERSEPSI PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU SKRIPSI …/Hubungan... · populasi penderita TB paru dengan teknik pengambilan purposive sampling.

4. Tuberkulosis paru

a. Pengertian tuberculosis paru

TB adalah penyakit infeksi menular dan menahun yang

disebabkan oleh kuman Mycobacterium Tuberculosis, kuman

tersebut biasanya masuk kedalam tubuh manusia melalui udara

(pernafasan) kedalam paru-paru, kemudian kuman tersebut

menyebar dari paru-paru ke organ tubuh yang lain melalui

penyebaran darah, kelenjar limfe, saluran pernafasan, penyebaran

langsung ke organ tubuh lain. (Somantri, 2008).

b. Penyebab Tuberkulosis Paru

Penyakit TB disebabkan oleh kuman tahan asam

Mycobacterium Tuberculosis. Mycobacterium Tuberculosis adalah

sejenis kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/um dan

tebal 0,3-0,6 um. Sebagian besar dinding kuman terdiri dari lipid,

kemudian peptidoglikan, arabinnomannan. Lipid inilah yang

membuat kuman lebih tahan terhadap asam sehingga disebut bakteri

tahan asam (BTA) dan juga lebih tahan terhadap gangguan kimia

dan fisis. Kuman dapat hidup pada udara kering maupun keadaan

dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi

karena kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini

kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan penyakit tuberkulosis

Page 30: HUBUNGAN KEPATUHAN BEROBAT DENGAN PERSEPSI PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU SKRIPSI …/Hubungan... · populasi penderita TB paru dengan teknik pengambilan purposive sampling.

menjadi aktif kembali. Di dalam jaringan, kuman hidup sebagai

parasit intraselular yakni sitoplasma dalam makrofag. Makrofag

yang semula memfagositasi malah kemudian disenanginya karena

banyak mengandung lipid. Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat

ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang

tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen pada

bagian apikal paru lebih tinggi dari bagian lain, sehingga bagian

apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis. Jika

kuman terlindung dari panas dan sinar ultraviolet, kuman ini dapat

hidup di luar host selama berbulan-bulan. Temperatur optimum

untuk tumbuh adalah 37 derajat Celcius dan tidak menghasilkan

endotoxin maupun exotoxin.Sifat pertumbuhannya lambat dengan

waktu regenerasi berjam-jam bila dibandingkan kebanyakan dengan

bakteri lain yang hanya membutuhkan waktu dalam hitungan menit

(McNicol et al., 1995).

Page 31: HUBUNGAN KEPATUHAN BEROBAT DENGAN PERSEPSI PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU SKRIPSI …/Hubungan... · populasi penderita TB paru dengan teknik pengambilan purposive sampling.

c. Cara Penularan

Proses terjadinya infeksi oleh Mycobacterium Tuberculosis

biasanya secara inhalasi. Cara penularan penyakit ini sebagian besar

melalui inhalasi dari “Droplet Nucles” yang merupakan partikel 1-10

mikron, dikeluarkan oleh penderita penyakit TB dengan cara batuk-

batuk, bersin, bicara, penderita meludah ke tanah kemudian kuman

tersebar ke udara. Oleh karena itu penyakit ini disebut “Airbone

Infection”. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup ke

dalam saluran pernafasan. Selain melalui inhalasi droplet, kuman

juga dapat masuk melalui kulit walaupun kasusnya jarang (Hisyam,

2000).

Seseorang beresiko terinfeksi bila terjadi kontak erat secara

terus menerus dengan penderita. Akan tetapi sebagian besar dari

orang yang terinfeksi tidak akan terjadi penderita tuberkulosis, hanya

10% dari yang terinfeksi yang akan menjadi penderita tuberkulosis.

Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi

penderita tuberkulosis adalah daya tahan tubuh rendah, diantaranya

karena gizi buruk atau HIV/AIDS disamping faktor pelayanan

kesehatan yang belum memadai (Sulianti, 2007). Selama daya tahan

tubuh kuat dan bakteri yang masuk tidak terlalu banyak beberapa

bakteri dengan sendirinya akan mati oleh sel darah putih.Jutaan

manusia sebenarnya hidup dengan kuman TB tanpa harus menjadi

Page 32: HUBUNGAN KEPATUHAN BEROBAT DENGAN PERSEPSI PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU SKRIPSI …/Hubungan... · populasi penderita TB paru dengan teknik pengambilan purposive sampling.

sakit, namun apabila daya tahan tubuh menurun, seperti pada

penderita HIV, DM, perokok, alkoholik, kanker, dan gagal ginjal

kuman tuberkel dapat bangkit memperbanyak diri dan menyerang

organ tubuh (Selamihardja, 1998).

d. Patogenesis

Ketika kuman Mycobacterium Tuberkulosis mencapai paru,

organisme akan dimakan oleh makrofag dan keduanya akan mati

atau bertahan dan kemudian berkembang (Chessnut dan Prendergast,

2002).

Selama beberapa hari atau minggu, basil tumbuh secara lambat

membelah diri di dalam makrofag. Jika makrofag tersebut pecah

maka monosit di dalam aliran darah akan ditarik menuju tempat

tersebut dan memakan basil-basil yang dikeluarkan oleh makrofag

yang pecah. Pada stadium awal ini infeksi biasanya asimptomatis

(Sutomo et al., 2004).

Dua sampai empat minggu setelah infeksi, terdapat respon dari

tubuh inang terhadap pertumbuhan basil-basil, yaitu respon

kerusakan

jaringan yang diakibatkan oleh reaksi hipersensitivitas tipe

lambat (DTH) dan respon cell mediated immunity (CMI), yang

mengaktifkan makrofag yang mampu membunuh serta memakan

basil tersebut. Dengan pembentukan imunitas spesifik dan

Page 33: HUBUNGAN KEPATUHAN BEROBAT DENGAN PERSEPSI PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU SKRIPSI …/Hubungan... · populasi penderita TB paru dengan teknik pengambilan purposive sampling.

pengumpulan sejumlah besar makrofag yang diaktifkan (actived

makrofag) pada tempat lesi primer maka terbentuklah tuberkel

(Gohn focus). Imunitas spesifik ini kan membatasi makrofag yang

tidak teraktifasi dan membentuk nekrosis perkejuan di mana basil

tidak mudah lagi untuk bermultiplikasi. Meskipun demikian, basil-

basil ini dapat bertahan hidup dalam keadaan tidur (dormant).

Populasi tuberkel (Gohn focus) mungkin stabil dalam periode yang

lama,yaitu beberapa tahun bahkan sepanjang hidup penderita

(Sutomo et al., 2004).

Pada beberapa kasus, respon makrofag yang teraktifasi akan

memburuk dan hanya reaksi DTH-lah yang menghambat

pertumbuhan mikrobakteri, yaitu berupa kerusakan jaringan. Lesi

yang terbentuk cenderung membesar. Pada pusat lesi, materi

perkejuan akan mencair dan untuk pertama kalinya proliferasi ekstra

seluller akan terjadi. Materi perkejuan yang akan mencair ini

mengandung sejumlah besar basil yang akan dialirkan melalui

bronkus dan terbentuklah suatu kavitas. Di kavitas ini, basil dapat

dengan mudah bermultiplikasi dan dapat menyebar melalui saluran

udara dan lingkungan luar melalui sputum yang dibatukkan (Sutomo

et al., 2004).

Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening akan

mencapai aliran darah dalam jumlah kecil, yang kadang-kadang

Page 34: HUBUNGAN KEPATUHAN BEROBAT DENGAN PERSEPSI PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU SKRIPSI …/Hubungan... · populasi penderita TB paru dengan teknik pengambilan purposive sampling.

dapat menimbulkan lesi dari berbagai organ. Jenis penyebaran ini

dikenal sebagai penyebaran limfohematogen, yang biasanya sembuh

sendiri. Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena akut

yang biasanya menyebabkan tuberkulosis milier. Ini terjadi apabila

fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme

masuk ke dalam sistem vaskuler dan tersebar ke organ-organ tubuh

(Price, 1995).

1) Gejala Klinis

Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan,

yaitu gejala respiratorik dan gejala sistemik.

Gejala Respiratorik :

a) Batuk terus-menerus 3 minggu atau lebih

b) Dahak bercampur darah

c) Batuk berdarah

d) Sakit dinding dada

e) Napas pendek

f) Wheezing lokal

g) Sering flu

Gejala respiratorik ini sangat bervariasi,dari mulai tidak

ada gejala sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas

lesi. Kadang penderita terdiagnosis pada saat medical check up.

Bila Bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka

Page 35: HUBUNGAN KEPATUHAN BEROBAT DENGAN PERSEPSI PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU SKRIPSI …/Hubungan... · populasi penderita TB paru dengan teknik pengambilan purposive sampling.

penderita mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama

terjadi karena iritasi bronkus dan selanjutnya batuk diperlukan

untuk membuang dahak keluar.

Gejala sistemik :

a) Berat badan turun

b) Demam dan berkeringat

c) Rasa lelah

d) Hilang nafsu makan (Crofton et al., 2002)

2) Pemeriksaan fisik

a) Keadaan umum : jelas kelihatan sakit, sangat kurus,

pucat, tampak kemerahan.

b) Demam : bermacam-macam jenis, mungkin hanya

kenaikan suhu ringan pada malam hari, suhu

mungkin tinggi atau tidak teratur dan

seringkali tidak ada demam.

c) Nadi : Pada umumnya meningkat seiring dengan demam

d) Jari-jari tabuh : Pada pasien dengan penyakit yang luas

e) Dada : sering kali tidak ada tanda-tanda abnormal.Yang

paling umum adalah krepitasi halus di bagian

atas pada satu atau kedua paru. Suara ini

terdengar khususnya ketika menarik nafas dalam

sesudah batuk.Kemudian mungkin terdapat

Page 36: HUBUNGAN KEPATUHAN BEROBAT DENGAN PERSEPSI PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU SKRIPSI …/Hubungan... · populasi penderita TB paru dengan teknik pengambilan purposive sampling.

perkusi pekak atau pernafasan bronkial pada

bagian atas kedua paru.Kadang-kadang terdapat

wheezing terlokalisasi disebabkan oleh bronkitis

tuberkulosis atau tekena kelenjar limfe pada

bronkus.Pada tuberkulosis kronis dengan banyak

fibrosis, jaringan parut itu mungkin menarik

trakhea atau jantung ke salah satu sisi.Pada

setiap tahapan mungkin terdapat tanda-tanda

fisik akibat cairan pleura (Crofton et al., 2002).

3) Pemeriksaan Laboratorium

Diagnosis tuberkulosis paru pada orang dewasa dapat

ditegakkan dengan ditemukannya BTA(Bakteri Tahan Asam)

pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Hasil

pemeriksaanya dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari

tiga spesimen SPS (dahak sewaktu-pagi-sewaktu) BTA

hasilnya positif.

Bila hanya satu spesimen yang positif perlu diadakan

pemeriksaan lebih lanjut yaitu foto rontgen dada atau

pemeriksaan dahak SPS diulangi.

a) Kalau hasil rontgen mendukung tuberkulosis, maka

penderita didiagnosis sebagai penderita tuberkulosis BTA

positif.

Page 37: HUBUNGAN KEPATUHAN BEROBAT DENGAN PERSEPSI PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU SKRIPSI …/Hubungan... · populasi penderita TB paru dengan teknik pengambilan purposive sampling.

b) Kalau hasil rontgen tidak mendukung tuberkulosis, maka

pemeriksaan dahak SPS diulangi.

Bila ketiga spesimen dahak hasilnya negatif, diberikan

antibiotik spektrum luas (misalnya Kotrimoksasol atau

amoksisilin) selama 1-2 minggu. Bila tidak ada perubahan,

namun gejala klinis tetap mencurigakan tuberkulosis, ulangi

pemeriksaan dahak SPS.

a) Kalau hasil SPS positif, didiagnosis sebagai penderita

tuberkulosis BTA positif.

b) Kalau hasil SPS tetap negatif, lakukan pemeriksaan foto

rontgen dada, untuk mendukung diagnosis tuberkulosis.

c) Bila hasil rontgen mendukung tuberkulosis, sebagai

penderita tuberkulosis BTA positif.

d) Bila hasil rontgen tidak mendukung tuberkulosis,

penderita tersebut bukan tuberkulosis.

Pada UPK (Unit Pelayanan Kesehatan) yang tidak

memiliki fasilitas rontgen, maka penderita dapat dirujuk untuk

foto rontgen dada (Depkes RI, 2007).

4) Pemeriksaan Radiologis

Gambaran radiologis pada tuberkulosis paru dapat

terlihat dalam berbagai bentuk. Secara klasik, gambaran

tuberkulosis yang aktif adalah gambaran infiltrat dan kavitas

Page 38: HUBUNGAN KEPATUHAN BEROBAT DENGAN PERSEPSI PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU SKRIPSI …/Hubungan... · populasi penderita TB paru dengan teknik pengambilan purposive sampling.

serta gambaran tidak aktif ditunjukkan oleh adanya fibrosis dan

klasifikasi (Aditama, 1997).

5) Pemeriksaan penunjang

a) Pemeriksaan darah

b) Pemeriksaan lain, seperti PCR, light producing

Mycobacteriophage (Thabrani, et al., 2003).

6) Uji Tuberkulin

Pemeriksaan ini sangat berarti dalam usaha mendeteksi

infeksi TB dengan prevalensi infeksi tuberkulosis rendah. Uji

ini akan mempunyai makna apabila didapatkan konversi dari

uji yang dilakukan sebelumnya atau apabila kepositifan dari uji

yang didapat besar sekali (Thabrani et al., 2003).

7) Klasifikasi tuberkulosis :

WHO 1991 berdasarkan terapi membagi tuberkulosis

dalam 4 kategori, yakni :

a) Kategori 1, ditujukan terhadap :

(1) Kasus baru dengan sputum positif

(2) Kasus baru pasien tuberkulosis berat dengan

sputum negatif atau punya penyakit TB ekstra

pulmoner

Page 39: HUBUNGAN KEPATUHAN BEROBAT DENGAN PERSEPSI PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU SKRIPSI …/Hubungan... · populasi penderita TB paru dengan teknik pengambilan purposive sampling.

b) Kategori 2, ditujukan terhadap :

(1) Kasus kambuh

(2) Kasus gagal dengan BTA positif

c) Kategori 3, ditujukan terhadap :

(1) Kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang

tidak luas

(2) Kasus tuberkulosis ekstrapulmoner selain

kategori 1

d) Kategori 4, ditujukan terhadap :

Tuberkulosis kronik (Bahar, 2001)

e. Pengobatan TB

1) Tujuan Pengobatan

Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien,

mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan

rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman

terhadap OAT (Obat Anti Tuberkulosis) (Depkes RI, 2007).

2) Jenis OAT

Obat utama terdiri dari :

a) Isoniazid (H)

b) Rifampisin (R)

c) Pirazinamide (Z)

Page 40: HUBUNGAN KEPATUHAN BEROBAT DENGAN PERSEPSI PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU SKRIPSI …/Hubungan... · populasi penderita TB paru dengan teknik pengambilan purposive sampling.

d) Streptomicyn (S)

e) Ethambutol (E)

Jenis obat tambahan adalah :

a) Kanamisin

b) Kuinolon

c) Derifat Rifampisin

d) INH (Depkes RI, 2007)

3) Paduan OAT di Indonesia

WHO dan IUATLD (International Union Against

Tuberculosis and Lung Disease) merekomendasikan paduan

OAT standar, yaitu:

a) Kategori 1:

(1) 2HRZE/4H3R3

(2) 2HRZE/4HR

(3) 2HRZE/6HE

b) Kategori 2:

(1) 2HRZES/HRZE/5H3R3E3

(2) 2HRZES/HRZE/5HRE

c) Kategori 3:

(1) 2HRZ/4H3R3

(2) 2HRZ/4HR

(3) 2HRZ/6HE

Page 41: HUBUNGAN KEPATUHAN BEROBAT DENGAN PERSEPSI PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU SKRIPSI …/Hubungan... · populasi penderita TB paru dengan teknik pengambilan purposive sampling.

Program Nasional Penanggulangan TBC di Indonesia

menggunakan paduan OAT:

a) Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3

b) Kategori 2 : 2HRZES/HRZE/5H3R3E3

c) Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3

Di samping ketiga kategori ini, disediakan paduan obat

sisipan (HRZE). Paduan OAT ini disediakan dalam bentuk

paket kombipak, dengan tujuan untuk memudahkan pemberian

obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan

sampai selesai. Satu (1) paket untuk satu (1) penderita dalam

satu (1) masa pengobatan.

a) Kategori 1 (2HRZE/4H3R3)

Tahap intensif terdiri dari Isoniasid (H), Rifampisin

(R), Pirasinamid (Z) dan Etambutol (E). obat-obat

tersebut diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZE).

Kemudian diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri

dari Isoniasid (H), Rifampisin (R), diberikan tiga kali

dalam seminggu selama 4 bulan (4H3R3).

Obat ini diberikan untuk:

(1) Penderita baru TBC paru BTA positif

(2) Penderita TBC paru BTA positif rontgen positif

yang “sakit berat”

Page 42: HUBUNGAN KEPATUHAN BEROBAT DENGAN PERSEPSI PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU SKRIPSI …/Hubungan... · populasi penderita TB paru dengan teknik pengambilan purposive sampling.

(3) Penderita TBC ekstra paru berat.

b) Kategori 2 ( 2HRZES/HRZE/5H3R3E3)

Tahap intensif diberikan selama 3 bulan, yang

terdiri dari 2 bulan dengan Isoniasid (H), Rifampisin (R),

Pirasinamid (Z) dan Etambutol (E) dan suntikan

streptomisin setiap hari di UPK. Dilanjutkan 1 bulan

dengan Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirasinamid (Z)

dan Etambutol (E) setiap hari. Setelah itu diteruskan

dengan tahap lanjutan selama 5 bulan dengan HRE yang

diberikan tiga kali dalam seminggu. Perlu diperhatikan

bahwa suntikan streptomisin diberikan setelah penderita

selesai menelan obat.

Obat ini diberikan untuk:

(1) Penderita kambuh (relaps)

(2) Penderita gagal (failure)

(3) Penderita dengan pengobatan setelah lalai (after

default).

c) Kategori 3 (2HRZ/4H3R3)

Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap

hari selama 2 bulan (2HRZ), diteruskan dengan tahap

lanjutan terdiri dari HR selama 4 bulan diberikan 3 kali

seminggu (4H3R3).

Page 43: HUBUNGAN KEPATUHAN BEROBAT DENGAN PERSEPSI PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU SKRIPSI …/Hubungan... · populasi penderita TB paru dengan teknik pengambilan purposive sampling.

Obat ini diberikan untuk:

(1) Penderita baru BTA positif dan rontgen positif sakit

ringan

(2) Penderita ekstra paru ringan, yaitu TBC kelenjar

limfe (limfadenitis), pleuritis

(3) eksudativa unilateral, TBC kulit, TBC tulang

(kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar

adrenal.

OAT sisipan (HRZE)

Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru

BTA positif dengan kategori 1 atau penderita BTA positif

pengobatan ulang dengan kategori 2, hasil pemeriksaan dahak

masih BTA positif, diberikan obat sisipan (HRZE) setiap hari

selama 1 bulan (Depkes RI, 2007).

4) Prinsip Pengobatan

Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip-

prinsip sebagai berikut:

a) OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa

jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai

dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT

tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis

Page 44: HUBUNGAN KEPATUHAN BEROBAT DENGAN PERSEPSI PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU SKRIPSI …/Hubungan... · populasi penderita TB paru dengan teknik pengambilan purposive sampling.

Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat

dianjurkan.

b) Untuk menjamin kepatuhan pasian menelan obat,

dilakukan pengawasan langsung (DOT= Directly

Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan

Obat (PMO).

c) Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap

intensif dan lanjutan.

Tahap awal (Intensif):

(1) Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat

setiap hari dan perlu diawasi secara langsung

untuk mencegah terjadinya resistensi obat.

(2) Bila pengobatan tahap intensif tersebut

diberikan secara tepat, biasanya pasien menular

menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2

minggu.

(3) Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi

BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.

Tahap lanjutan:

(1) Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat

lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang

lama.

Page 45: HUBUNGAN KEPATUHAN BEROBAT DENGAN PERSEPSI PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU SKRIPSI …/Hubungan... · populasi penderita TB paru dengan teknik pengambilan purposive sampling.

(2) Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman

persisten sehingga mencegah terjadinya

kekambuhan (Depkes RI, 2007).

5) Pemantauan dan Hasil Pengobatan TB

Pemantauan kemajuan hasil pengobatan pada orang

dewasa dilaksanakan dengan pemeriksaan ulang dahak secara

mikroskopis. Pemeriksaan dahak secara mikroskopis lebih baik

dibandingkan dengan pemeriksaan radiologis dalam memantau

kemajuan pengobatan. Untuk memantau kemajuan pengobatan

dilakukan pemeriksaan spesimen sebanyak dua kali (sewaktu

dan pagi). Hasil pemeriksaan dinyatakan negatif bila ke 2

spesimen tersebut negatif. Bila salah satu spesimen positif atau

keduanya positif, hasil pemeriksaan ulang dahak tersebut

dinyatakan positif (Depkes RI, 2007).

6) Komplikasi

Sering terjadi pada penderita TB stadium Lanjut :

a) Hemoptisis berat akibat perdarahan pada saluran nafas

bawah

b) Kolaps dari lobus karena retraksi bronchial

c) Bronkiectasi dan fibrosis pada paru

d) Pneumothorax spontan, kolaps spontan dan kerusakan

jaringan paru

Page 46: HUBUNGAN KEPATUHAN BEROBAT DENGAN PERSEPSI PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU SKRIPSI …/Hubungan... · populasi penderita TB paru dengan teknik pengambilan purposive sampling.

e) Penyebaran infeksi ke organ lain

f) Insufisiensi kardiopulmonal

Pada kasus TB tanpa pengobatan setelah 5 tahun, 50%

akan meninggal, 25% sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh

yang tinggi dan 25% sebagai kasus kronik yang tetap menular

(Depkes RI, 2007).

5. Hubungan kepatuhan dengan tuberkulosis paru

Kesembuhan TB dipengaruhi beberapa faktor termasuk dipenuhinya

perawatan yang adekuat, infrastruktur pelayanan kesehatan, dan kepatuhan

pasien berobat (Cohen dan Durham, 1995). Kepatuhan berobat berperan

penting terhadap kesembuhan penyakit tuberkulosis. Pada umumnya

kegagalan pengobatan TB terjadi disebabkan terapi yang terputus karena

pasien merasa sudah sembuh. Masalah yang sering timbul adalah lamanya

waktu pengobatan. Obat untuk TB harus dimakan sedikitnya enam bulan.

Sementara biasanya setelah makan obat selama dua bulan, pasien malas

meneruskan pengobatan karena merasa sembuh dan tidak merasakan gejala

lagi. Padahal kalau pengobatan berhenti di tengah jalan, maka bukan saja

penyakitnya tidak sembuh dengan tuntas, tetapi juga menyebabkan bakteri TB

menjadi kebal terhadap obat yang digunakan (Messwati dan Rahmawati,

2008).

Strategi untuk menjamin kesembuhan penderita yaitu penggunaan

panduan obat anti tuberkulosis jangka pendek dan penerapan pengawasan

Page 47: HUBUNGAN KEPATUHAN BEROBAT DENGAN PERSEPSI PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU SKRIPSI …/Hubungan... · populasi penderita TB paru dengan teknik pengambilan purposive sampling.

menelan obat atau Directly Observed Treatment Short Course (DOTS)

(Senewe, 2002). Sistem DOTS dianggap sebagai pendekatan terbaik untuk

menanggulangi TB dan meliputi lima komponen yaitu perlunya ada komitmen

politik penentu kebijakan, dignosis mikroskopik yang baik, pemberian obat

yang baik dan diawasi secara baik pula, jaminan ketersediaan obat serta

pencatatan dan pelaporan yang akurat (Aditama, 2000). Mengingat

pentingnya kepatuhan dalam upaya mencapai kesembuhan bagi pasien TB

maka diperlukan strategi dan pendekatan yang baik untuk menjamin

terlaksananya program pengobatan TB secara lengkap, antara lain :

a. Memperbaiki kualitas interaksi antara petugas medis dengan

pasien.

b. Meningkatkan kepatuhan melalui edukasi terhadap pasien.

c. Perbaikan sarana kesehatan (Cohen dan Durham, 1995).

Page 48: HUBUNGAN KEPATUHAN BEROBAT DENGAN PERSEPSI PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU SKRIPSI …/Hubungan... · populasi penderita TB paru dengan teknik pengambilan purposive sampling.

B. Kerangka Berpikir

C. Hipotesis

Terdapat hubungan antara kepatuhan berobat dengan persepsi penderita

tentang tuberkulosis paru.

Penderita Tb paru dalam

program pengobatan

Persepsi penderita tentang

penyakit tuberkulosis

(gejala, penyebab, cara

pencegahan, pengobatan,

dan penularan penyakit)

Kemudahan

dalam

melaksanakan

perilaku

kesehatan

Keyakinan

terhadap

intervensi

medis

Tingkat

pendidikan

Perilaku

kepatuhan

Page 49: HUBUNGAN KEPATUHAN BEROBAT DENGAN PERSEPSI PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU SKRIPSI …/Hubungan... · populasi penderita TB paru dengan teknik pengambilan purposive sampling.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan

pendekatan cross sectional.

B. Lokasi penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUD Moewardi Surakarta

C. Subjek Penelitian

Semua pasien TB paru yang datang untuk menjalani pengobatan TB di

RSUD Moewardi Surakarta yang memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut :

1. Kriteria inklusi :

a. Pasien dengan diagnosis pasti TB paru

b. Laki-laki atau Perempuan berusia lebih dari 15 tahun

c. Pasien yang telah menjalani pengobatan, selama minimal 3 bulan

2. Kriteria Eksklusi :

a. Pasien yang menolak berpartisipasi dalam penelitian

b. Pasien dengan penyakit metabolik lain yaitu DM, gangguan fungsi hati

dan gangguan fungsi ginjal.

39

Page 50: HUBUNGAN KEPATUHAN BEROBAT DENGAN PERSEPSI PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU SKRIPSI …/Hubungan... · populasi penderita TB paru dengan teknik pengambilan purposive sampling.

D. Teknik Sampling

Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Purposive

sampling adalah teknik penentuan sample dengan pertimbangan tertentu

(Sugiyono, 2005).

n = zα2

. ρ . q

d2

Keterangan :

n = Jumlah Sampel

zα = tingkat kepercayaan, biasanya 95% dan α = 5%, maka zα = 1,96

ρ = perkiraan prevalensi penyakit yang diteliti atau paparan pada

populasi

q = 1-p

d = tingkat kepercayaan absolut yang diinginkan adalah 10% (Arief,

2003)

n = (1,96)2 x 0,12 x 0,88 = 40,57

(0,1)2

n = 41 orang

Page 51: HUBUNGAN KEPATUHAN BEROBAT DENGAN PERSEPSI PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU SKRIPSI …/Hubungan... · populasi penderita TB paru dengan teknik pengambilan purposive sampling.

E. Desain Penelitian

Penderita Tb Paru

Persepsi Penderita

tentang Tuberkulosis Paru

( Gejala, Penyebab, Cara

pencegahan, Pengobatan ,

dan penularan penyakit )

Baik Buruk

Patuh Tidak

Patuh

Patuh Tidak

Patuh

Page 52: HUBUNGAN KEPATUHAN BEROBAT DENGAN PERSEPSI PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU SKRIPSI …/Hubungan... · populasi penderita TB paru dengan teknik pengambilan purposive sampling.

F. Identifikasi Variabel penelitian

1. Variabel bebas

Persepsi penderita tentang tuberkulosis paru

2. Variabel tergantung

Kepatuhan berobat

3. Variabel luar

Variabel luar terkendali :

a. Kemudahan mencapai pelayanan kesehatan

b. Tingkat Pendidikan

Variabel luar tak terkendali :

Kepercayaan terhadap intervensi medis

G. Definisi Operasional Variabel

1. Variabel bebas : Persepsi penderita tentang tuberkulosis paru

a. Definisi : Bagaimana penderita memandang sesuatu.

Dalam hal ini, pandangan mengenai penyakit

tuberkulosis yang dideritanya (gejala,

penyebab, cara pencegahan, pengobatan, dan

penularan penyakit)

b. Alat ukur : kuesioner

Page 53: HUBUNGAN KEPATUHAN BEROBAT DENGAN PERSEPSI PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU SKRIPSI …/Hubungan... · populasi penderita TB paru dengan teknik pengambilan purposive sampling.

c. Cara pengukuran :

Dengan mengelompokkan sampel menjadi :

1) Persepsi baik : jumlah skor dari jawaban kuesioner lebih

besar atau sama dengan nilai median.

2) Persepsi buruk : jumlah skor dari jawaban kuesioner kurang

dari nilai median.

d. Skala pengukuran : nominal

2. Variabel tergantung : kepatuhan berobat

a. Definisi : adalah kepatuhan pasien TB dalam menjalani

pengobatan di RSUD Moewardi Surakarta.

b. Alat ukur : kuesioner dan catatan harian pada pojok DOTS

RSUD dr. Moewardi Surakarta.

c. Cara pengukuran :

1) Patuh : melaksanakan aturan pengambilan obat sesuai

jadwal yang telah ditentukan.

2) Tidak patuh : Tidak datang mengambil obat 2 minggu

atau lebih dari jadwal yang ditentukan

(Fadul, 2000).

d. Skala data : nominal

Page 54: HUBUNGAN KEPATUHAN BEROBAT DENGAN PERSEPSI PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU SKRIPSI …/Hubungan... · populasi penderita TB paru dengan teknik pengambilan purposive sampling.

3. Variabel Luar

a. Terkendali:

1) Kemudahan dalam mencapai pelayanan kesehatan adalah

kemudahan transportasi dari tempat tinggal pasien ke tempat

pengobatan. Dikendalikan denagn menyeleksi pasien yang

berasal dari eks karesidenan surakarta dan sekitarnya.

2) Tingkat Pendidikan adalah tingkat pendidikan formal yang

diselesaikan oleh pasien. Pendidikan formal adalah pendidikan

yang diselenggarakan di sekolah-sekolah pada umumnya. Jalur

pendidikan ini mempunyai jenjang pendidikan yang jelas, mulai

dari pendidikan dasar yaitu jenjang pendidikan awal selama 9

(sembilan) tahun pertama masa sekolah anak-anak yang

melandasi jenjang pendidikan menengah. Pendidikan menengah

yaitu jenjang pendidikan lanjutan pendidikan dasar, sampai

pendidikan tinggi yaitu jenjang pendidikan setelah pendidikan

menengah yang mencakup program sarjana, magister, doktor,

dan spesialis yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi.

Dikendalikan dengan mengeksklusikan pasien dengan tingkat

pendidikan dibawah Sekolah Dasar.

b. Tak terkendali :

Kepercayaan terhadap intervensi medis

Page 55: HUBUNGAN KEPATUHAN BEROBAT DENGAN PERSEPSI PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU SKRIPSI …/Hubungan... · populasi penderita TB paru dengan teknik pengambilan purposive sampling.

H. Sumber Data

Primer : Kuesioner dan wawancara

I. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil penelitian akan dianalisis dengan teknik

analisis statistik yaitu uji chi square pengolahan data dilakukan menggunakan

program SPSS (Statistical Product and Service Solution) 16,00 for Windows.

Page 56: HUBUNGAN KEPATUHAN BEROBAT DENGAN PERSEPSI PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU SKRIPSI …/Hubungan... · populasi penderita TB paru dengan teknik pengambilan purposive sampling.

BAB IV

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan

cross sectional, dan dilakukan di RSUD Moewardi Surakarta. Sedangkan subjek

penelitian adalah semua pasien TB paru yang datang untuk menjalani pengobatan TB

di RSUD dr Moewardi Surakarta yang memenuhi beberapa kriteria inklusi dan

eksklusi. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Berdasarkan

atas kriteria sampel tersebut dihasilkan sampel sebesar 41 orang.

Dari penelitian yang dilakukan dengan pengambilan data dan pengisian

kuesioner pada semua pasien TB paru yang datang diperoleh hasil sebagai berikut:

A. Ciri-ciri Subjek Penelitian

1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur

Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Umur

Umur Jumlah Persen

16-25 tahun

26-35 tahun

36-45 tahun

46-55 tahun

56-70 tahun

6

4

10

7

14

14,60 %

9,80%

24,40%

17,10%

34,10%

Jumlah 41 100,00%

Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa umur sampel pasien TB di RSUD

Moewardi Surakarta paling banyak adalah umur 56-70 tahun yaitu 14

46

Page 57: HUBUNGAN KEPATUHAN BEROBAT DENGAN PERSEPSI PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU SKRIPSI …/Hubungan... · populasi penderita TB paru dengan teknik pengambilan purposive sampling.

orang (34,10%), umur 36-45 tahun sebanyak 10 orang (24,40%), umur

46-55 tahun sebanyak 7 orang (17,10%), umur 16-25 tahun sebanyak 6

orang (14,60%) dan yang terkecil adalah umur 26-35 tahun sebanyak 4

orang (9,80%).

2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin.

Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah Persen

Laki-laki

Perempuan

24

17

58,50%

41,50%

Jumlah 41 100,00%

Dari tabel 2 dihasilkan jenis kelamin yang terbanyak adalah laki-

laki sebanyak 24 orang (58,50%) dan perempuan sebesar 17 orang

(41,50%).

3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan Responden

Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan

Pendidikan Jumlah Persen

Pendidikan Dasar

Pendidikan Menengah

Pendidikan Tinggi

25

16

0

60,98%

39,02%

0%

Jumlah 41 100,00%

Berdasarkan tabel 3 jumlah responden terbanyak dengan pendidikan

dasar yaitu sebanyak 25 orang (60,98%), sedangkan jumlah responden

Page 58: HUBUNGAN KEPATUHAN BEROBAT DENGAN PERSEPSI PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU SKRIPSI …/Hubungan... · populasi penderita TB paru dengan teknik pengambilan purposive sampling.

yang berpendidikan menengah sebanyak 16 orang (39,02%) dan tidak ada

responden yang berpendidikan tinggi.

4. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Waktu Timbul Gejala pada

Responden

Tabel 4. Distribusi Responden Berdasarkan Waktu Timbul Gejala

Merasakan Sakit Jumlah Persen

< 1 Bulan

> 1 Bulan

3

38

7,30%

92,70%

Jumlah 41 100,00%

Pada tabel 4 menunjukkan bahwa waktu timbul gejala pada

responden < 1 bulan sebanyak 3 orang (7,30%) sedangkan responden >

1 bulan sebanyak 38 orang (92,70%).

5. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Lama Menjalani

Pengobatan.

Tabel 5. Distribusi Responden Berdasarkan Lama Menjalani Pengobatan

Lama Pengobatan Jumlah Persen

< 6 bulan

6-12 bulan

> 1 tahun

1

22

18

2,40%

53,70%

43,90%

Jumlah 41 100,00%

Berdasarkan tabel 5 responden yang menjalankan pengobatan

selama < 6 bulan sebanyak 1 orang (2,40%), selama 6-12 bulan sebesar

22 orang (53,70%) dan > 1 tahun sebanyak 18 orang (43,90%).

Page 59: HUBUNGAN KEPATUHAN BEROBAT DENGAN PERSEPSI PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU SKRIPSI …/Hubungan... · populasi penderita TB paru dengan teknik pengambilan purposive sampling.

6. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Persepsi Responden

Tabel 6. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Persepsi

Persepsi Jumlah Persen

Buruk

Baik

22

19

53,70 %

46,30 %

Jumlah 41 100,00%

Dari tabel 6 diketahui jumlah responden yang mempunyai persepsi

buruk sebanyak 22 orang (53,70%) sedangkan yang mempunyai persepsi

baik sebanyak 19 orang (46,30%).

7. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kepatuhan Berobat

Tabel 7. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kepatuhan Berobat

Kepatuhan Jumlah Persen

Tidak Patuh

Patuh

4

37

9,80%

90,20%

Jumlah 41 100,00%

Dari tabel 7 diketahui jumlah responden yang patuh berobat

sebanyak 37 orang (90,20 %) sedangkan yang tidak patuh berobat

sebanyak 4 orang (9,80 %).

A. Analisis Data

Untuk mengetahui adanya hubungan kepatuhan berobat dengan persepsi

penderita tentang tuberkulosis paru digunakan uji statistik Chi Kuadrat.

Page 60: HUBUNGAN KEPATUHAN BEROBAT DENGAN PERSEPSI PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU SKRIPSI …/Hubungan... · populasi penderita TB paru dengan teknik pengambilan purposive sampling.

Hasil analisa ditunjukkan pada tabel berikut:

Tabel 8. Tabulasi Silang Hasil Penelitian

Kepatuhan

Persepsi

Tidak Patuh Patuh Jumlah

Buruk 2 (4,90%) 20 (48,80%) 22 (53,70%)

Baik 2 (4,90%) 17 (41,50%) 19 (46,30%)

Jumlah 4 (9,80%) 37 (90,20%) 41 (100%)

Dari penelitian diperoleh hasil pada tabulasi silang responden

mempunyai persepsi buruk tidak patuh sebesar 2 orang (4,90%) dan persepsi

buruk dan patuh sebesar 20 orang (48,80%). Sedangkan responden mempunyai

persepsi baik tidak patuh sebesar 2 orang (4,90%) dan yang mempunyai

persepsi baik dan patuh sebanyak 17 orang (41,50%).

Dari perhitungan SPSS diperoleh nilai ² hitung sebesar 0,024 dengan p

value sebesar 0,877, dengan df 1 ² tabel sebesar 3,841. Oleh karena ²hitung

(.024)< ²tabel (3,841) atau p value > 0,05 () maka Ho diterima , sehingga

dapat dinyatakan tidak ada hubungan yang signifikan antara kepatuhan berobat

dengan persepsi penderita tentang tuberkulosis paru.

Page 61: HUBUNGAN KEPATUHAN BEROBAT DENGAN PERSEPSI PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU SKRIPSI …/Hubungan... · populasi penderita TB paru dengan teknik pengambilan purposive sampling.

BAB V

PEMBAHASAN

Penelitian yang dilakukan terhadap 41 sampel penderita TB yang menjalani

pengobatan di RSUD Moewardi Surakarta selama bulan Maret 2010, memberikan

hasil bahwa responden paling banyak berada dalam kelompok usia 56-70 th, yaitu

sebanyak 14 orang. Ini sesuai dengan hasil penelitian Suryanata yaitu umur diatas 40

tahun merupakan faktor resiko paling tinggi terkena Tuberkulosis Paru (Suryanata,

2000). Jika diteliti kembali, pada tabel 1 ada 23 responden atau sekitar 56,09 %

responden yang berada di pada kelompok usia lebih dari 40 th, dan sebanyak 21

responden atau sekitar 51,22 % responden masih terdapat dalam usia produktif.

Diperkirakan 0,3 % dari penduduk indonesia menderita TB Paru dan hampir 75 %

kasus TB menyerang usia produktif. Hal ini berhubungan dengan banyak faktor yaitu

pekerjaan, mobilitas penderita dan penyakit, dan kepatuhan pengobatan (Senewe,

2002). Sehingga dikhawatirkan akan menghilangkan berbagai peluang dalam

pendidikan dan pekerjaan, menurunkan kinerja, membatasi pilihan kerja serta

melemahkan kualitas sumber daya manusia. Hal-hal tersebut menyebabkan

produktivitas kerja menurun dan penghasilan berkurang (Ikhsan, 2003).

Dari tabel 2 memperlihatkan bahwa jenis kelamin responden lebih banyak laki-

laki dibandingkan dengan perempuan. Laki-laki sebanyak 58,50 % dan perempuan

51

Page 62: HUBUNGAN KEPATUHAN BEROBAT DENGAN PERSEPSI PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU SKRIPSI …/Hubungan... · populasi penderita TB paru dengan teknik pengambilan purposive sampling.

sebanyak 41,50 %. Kaum laki-laki dengan mobilitas lebih tinggi dan pekerjaan lebih

berat, menyebabkan risiko terkena TB menjadi lebih besar.

Secara keseluruhan, dari tabel 3 terlihat bahwa tingkat pendidikan responden

paling banyak terdapat di tingkat pendidikan dasar ( 9 tahun ) yaitu sebanyak 25

responden ( 60,98 %) dan selebihnya yaitu sebanyak 16 responden ( 39,02%) berada

di tingkat pendidikan menengah dan tidak ada responden yang berada pada tingkat

pendidikan tinggi. Tapi hal ini tidak berpengaruh banyak dalam menentukan sikap

patuh atau pun tidak patuh berobat dari pasien sendiri. Hal ini dapat disebabkan oleh

banyak faktor lain yang mempengaruhi sikap kepatuhan berobat pasien itu sendiri.

Berdasarkan suatu studi, karakteristik sosial seperti halnya tingkat pendidikan hanya

bersifat memperkuat faktor-faktor utama yang mempengaruhi perilaku kepatuhan

seperti halnya dorongan psikologis atau motivasi (Taylor,1995).

Tabel 4 menunjukkan kurun waktu timbul gejala pada pasien yang

dikelompokkan dalam dua golongan yaitu <1 bulan dan > 1 bulan. Ada sekitar 92,70

% yang telah merasakan timbul gejala selama > 1 bulan dan sekitar 7,30 % yang

merasakan sakit selama <1 bulan. Hal ini bisa saja diakibatkan oleh banyaknya pasien

yang tidak segera berobat begitu gejala penyakit muncul. Kesibukan atau kurangnya

pengetahuan sehingga menyepelekan penyakit yang dideritanya, juga sering menjadi

penyebab menunda pengobatan. Faktor lain yang mendukung penundaan yaitu bisa

juga disebabkan karena perasaan malu dan anggapan bahwa penyakit tidak dapat

disembuhkan. Keadaan ini sangat mengkhawatirkan, karena selama sebelum diobati

seseorang pasien TB merupakan sumber penularan yang berbahaya bagi lingkungan

Page 63: HUBUNGAN KEPATUHAN BEROBAT DENGAN PERSEPSI PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU SKRIPSI …/Hubungan... · populasi penderita TB paru dengan teknik pengambilan purposive sampling.

sekitarnya. Penundaan pengobatan juga mengakibatkan perjalanan penyakit dapat

semakin buruk dan berakhir dengan kematian.

Pada tabel 5, lama pengobatan yang dijalani pasien dikelompokkan berdasarkan

dalam tiga golongan, yaitu <6 bulan, 6-12 bulan, dan >1 tahun. Sebanyak 53,70 %

telah berobat selama 6-12 bulan, 43,90% >1 tahun, dan 2,40 % kurang dari 6 bulan.

Lamanya rentang waktu ini bisa diakibatkan oleh ketidakpatuhan pasien dalam

menjalani pengobatan, perasaan bosan atau putus asa atau pun respon tubuh penderita

yang berbeda-beda pada pengobatan, sehingga akan memperlama proses

penyembuhan. Hal ini bisa sangat merugikan pasien, dipandang dari segi waktu atau

pun dari segi hasil pengobatan sendiri.

Tabel 6 digunakan untuk memperoleh gambaran mengenai persepsi panderita

terhadap penyakitnya. Dari total 41 responden, sebanyak 19 orang (46,30%) yang

mempunyai persepsi baik dan sebanyak 22 orang (53,70%) mempunyai persepsi

buruk terhadap penyakit TB yang dideritanya. Hal ini sesuai dengan penelitian yang

dilakukan oleh Amirah Novaliani (2003), menyebutkan bahwa persepsi masyarakat

tentang TB paru masih bervariasi. Namun masih banyak diantara mereka (sekitar

48%) yang belum memiliki persepsi yang tepat, antara lain mengenai gejala,

penyebab, cara pencegahan pengobatan dan penularan penyakit tuberkulosis.

Menurut Patmawati (2002) persepsi masyarakat, khususnya penderita merupakan

salah satu faktor yang berpengaruh dalam keberhasilan pengobatan TB.

Ketidakberhasilan pengobatan selama ini diduga ada perasaan malu saat menderita

penyakit tuberkulosis, sehingga mereka malas ke Rumah Sakit dan ada anggapan

Page 64: HUBUNGAN KEPATUHAN BEROBAT DENGAN PERSEPSI PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU SKRIPSI …/Hubungan... · populasi penderita TB paru dengan teknik pengambilan purposive sampling.

penyakit tuberkulosis tidak dapat disembuhkan. Persepsi penderita tentang

tuberkulosis yang tidak dapat disembuhkan ini dapat menurunkan tingkat kepatuhan

dalam menjalani pengobatan. Maka dari itu butuh persepsi yang tepat dari penderita

tentang penyakit tuberkulosis yang dideritanya agar dapat membantu memperlancar

proses kesembuhan penderita dan meningkatkan angka keberhasilan pengobatan.

Pada tabel 7 dapat dilihat distribusi frekuensi berdasarkan kepatuhan berobat.

Didapatkan hasil hanya sebanyak 4 orang (9,80 %) tidak patuh dalam menjalani

pengobatan dan sebanyak 37 orang lainnya ( 90,20%) patuh dalam menjalani

pengobatan. Dalam hal ini, didapatkan data yang tidak signifikan antara hubungan

kepatuhan dan persepsi penderita tentang TB paru. Dari hasil analisis data didapatkan

hasil bahwa responden mempunyai persepsi buruk tidak patuh sebesar 2 orang

(4,90%) dan persepsi buruk dan patuh sebesar 20 orang (48,80%). Sedangkan

responden mempunyai persepsi baik tidak patuh sebesar 2 orang (4,90%) dan yang

mempunyai persepsi baik dan patuh sebanyak 17 orang (41,50%).

Uji statistik terhadap hasil penelitian tersebut, yaitu chi-square test dengan

program SPSS 11,00 for windows 2000 diperoleh nilai ² hitung sebesar 0,024

dengan p value sebesar 0,877, dengan df 1 ² tabel sebesar 3,841. Oleh karena

²hitung (.024)< ²tabel (3,841) atau p value > 0,05 () maka Ho diterima dan Hı

ditolak , sehingga dapat dinyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara

kepatuhan berobat dengan persepsi penderita tentang tuberkulosis paru.

Page 65: HUBUNGAN KEPATUHAN BEROBAT DENGAN PERSEPSI PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU SKRIPSI …/Hubungan... · populasi penderita TB paru dengan teknik pengambilan purposive sampling.

Hal ini mungkin disebabkan masalah kepatuhan berobat seorang pasien

melibatkan begitu banyak faktor yang saling berkaitan. Suatu studi meneliti beberapa

determinan yang berpengaruh terhadap kepatuhan berobat, menyebutkan bahwa

faktor yang dianggap berpengaruh kuat adalah kondisi psikologis (seperti tingkat

kepercayaan terhadap pengobatan), symptom dari penyakit, dukungan dari

lingkungan sosial, interaksi dengan praktisi kesehatan dan sistem didalamnya, antara

lain kepuasan pasien terhadap hasil pengobatan, kontinuitas perawatan, pelayanan

yang bersifat personal dan interaksi yang suportif. Semua karakteristik sosial seperti

usia, gender, tingkat pendidikan, dan persepsi penderita tentang penyakitnya bersifat

memperkuat faktor-faktor yang disebutkan sebelumnya (Taylor, 1995).

Contoh yang dapat diambil peneliti untuk mendukung pernyataan Taylor dalam

penelitian ini, adalah pentingnya dukungan dari lingkungan sosial. Dalam hal ini

adalah peranan PMO (Pengawas Menelan Obat) terhadap kepatuhan berobat

penderita. PMO dapat berupa keluarga atau praktisi kesehatan. Dukungan dari kedua

pihak ini sangat menentukan keberhasilan pengobatan seorang penderita TB. Di

dalam Penelitian, peneliti mendapatkan responden yang sama sekali tidak mengetahui

bahwa dia menderita sakit TB paru. Setelah ditelusuri, ternyata istri responden lah

yang mengetahui dan mengurus semua hal yang bersangkutan dengan penyakit

penderita. Responden hanya mengetahui bahwa ia selalu rutin meminum berbagai

macam obat yang diberi dan diawasi penelanannya oleh sang istri, tanpa mengerti

betul tentang penyakit yang dideritanya. Hal ini terbukti dapat sangat mendukung

kepatuhan penderita dalam pengobatan TB.

Page 66: HUBUNGAN KEPATUHAN BEROBAT DENGAN PERSEPSI PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU SKRIPSI …/Hubungan... · populasi penderita TB paru dengan teknik pengambilan purposive sampling.

Contoh lain yaitu, responden yang kurang paham tentang gejala, penyebab, cara

pencegahan, pengobatan, dan penularan penyakit (aspek-aspek yang diteliti oleh

peneliti untuk mengukur persepsi) tetapi sangat percaya bahwa ia dapat sembuh juga

menunjukkan tingkat kepatuhan yang baik terhadap pengobatan. Hal ini

membuktikan bahwa kondisi psikologis pasien juga berperan penting terhadap tingkat

kepatuhannya berobat. Disamping keinginan untuk sembuh, dorongan untuk dapat

terus bekerja, membahagiakan keluarga, dan hal lain yang dapat mendukung

psikologis pasien juga ikut andil dalam kepatuhan berobat penderita.

Dua contoh diatas membuktikan bahwa sangat banyak faktor yang

mempengaruhi kepatuhan berobat pasien. Penanganan yang tepat sangat dibutuhkan

untuk tetap menjamin kepatuhan dan kelangsungan pengobatan untuk pemberantasan

TB di Indonesia.

Page 67: HUBUNGAN KEPATUHAN BEROBAT DENGAN PERSEPSI PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU SKRIPSI …/Hubungan... · populasi penderita TB paru dengan teknik pengambilan purposive sampling.

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Penelitian terhadap 41 responden penderita tuberkulosis paru di RSUD dr

Moewardi Surakarta yang menjadi responden tentang hubungan antara

kepatuhan berobat dengan persepsi penderita tentang tuberculosis paru dapat

ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Kepatuhan berobat penderita tuberkulosis paru di RSUD dr Moewardi

Surakarta sebagian besar responden patuh sebesar 90,20%.

2. Persepsi responden tentang penyakit tuberkulosis paru di RSUD dr

Moewardi Surakarta sebagian besar mempunyai persepsi yang buruk

sebesar 53,70%.

3. Pada uji statistik chi-square didapatkan hasil bahwa tidak ada hubungan

kepatuhan berobat dengan persepsi penderita tentang TB Paru.

4. Faktor persepsi penderita mungkin mempengaruhi kepatuhan berobat tetapi

secara statistik tidak bermakna karena masih banyak faktor lain yang ikut

berperan seperti kondisi psikologis, symptom dari penyakit, dukungan dari

lingkungan sosial, interaksi dengan praktisi kesehatan dan sistem di

dalamnya. Semua karakteristik sosial seperti usia, gender, tingkat

57

Page 68: HUBUNGAN KEPATUHAN BEROBAT DENGAN PERSEPSI PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU SKRIPSI …/Hubungan... · populasi penderita TB paru dengan teknik pengambilan purposive sampling.

pendidikan dan persepsi penderita bersifat memperkuat pengaruh faktor-

faktor yang disebutkan sebelumnya.

B. Saran

1. Mengingat pentingnya kepatuhan berobat dalam upaya mencapai

kesembuhan bagi pasien TB maka diperlukan strategi dan pendekatan yang

baik untuk menjamin terlaksananya program pengobatan TB secara

lengkap, misalnya penyempurnaan program DOTS.

2. Memperbaiki kualitas interaksi antara petugas medis dengan pasien dan

keluarga. Diharapkan pihak keluarga juga dapat membantu pelaksanaan

pengobatan, seperti menjadi PMO (Pengawas Menelan Obat), agar dapat

meningkatkan kondisi psikologis dan motivasi pasien untuk menuntaskan

pengobtan yang dijalani.

3. Meningkatkan kepatuhan melalui pemberian pemahaman dan pengetahuan

tentang TB pada pasien. Petugas medis juga berperan penting disini. Hal

ini diharapkan dapat memperbaiki persepsi masyarakat tentang penyakit

TB yang juga dapat memperkuat faktor utama seperti kondisi psikologis

penderita, sehingga dapat mendukung penyelesaian program pengobatan.

4. Penyuluhan dan penyebarluasan informasi mengenai TB Paru dan

pengobatan gratis bagi pasien yang tidak mampu di pusat pengobatan milik

pemerintah juga diperlukan. Agar semua golongan masyarakat khususnya

yang tidak mampu dapat menyelesaikan program pengobatannya.

Page 69: HUBUNGAN KEPATUHAN BEROBAT DENGAN PERSEPSI PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU SKRIPSI …/Hubungan... · populasi penderita TB paru dengan teknik pengambilan purposive sampling.

DAFTAR PUSTAKA

Aditama T.Y. 1997. Tuberkulosis, Diagnosis, Terapi, dan Masalahnya. Jakarta:

Yayasan Penerbitan IDI. pp: 7-8.

Aditama T.Y. 2000. Sepuluh Masalah Tuberkulosis dan Penanggulangannya. Jurnal

Respirologi Indonesia. 30: 8-9.

Amryl Y. 2002. Keberhasilan Directly Observed Therapy (DOT) pada Pengobatan

TB Paru Kasus Baru di BP4 Surakarta. Jakarta, Bagian Pulmonologi dan

Kedokteran Respirasi FK UI. Tesis.

Anwar S.A. 2003. Otda dan Kemitraan Berantas Tuberkulosis.

http://www.suaramerdeka.com/harian/0303/24/kha2.htm (1 Oktober 2009).

Bahar A. 2001. Tuberkulosis, Current Diagnosis and Treatment.

http://www.interna.fk.ui.ac.id (1 Oktober 2009).

Chestnutt M.S. dan Prendergast T.J. 2002. Tuberkulosis Paru. Dalam: Lawrence M.T.

Diagnosis dan Terapi Kedokteran. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Salemba

Medika. p: 117.

Cohen F.L., Durham J.D. 1995. Tuberculosis a Sourcebook for Nursing Practice.

New York: Springer Publishing Company. pp: 33, 34, 207-209, 121-129.

Crofton J., Horne N., Miller F. 2002. Tuberkulosis Klinik. Edisi II. Jakarta: Widya

Medika. p: 102.

Departemen Kesehatan R.I. 2007. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis.

Jakarta : Depkes RI. pp: 3-35.

Fadul M. 2000. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesembuhan Penderita Penyakit

Tuberkulosis Setelah Pengobatan Jangka Pendek (6 Bulan) di Kabupaten

Cumba Timur Propinsi Nusa Tenggara Timur. Yogyakarta, Universitas Gadjah

Mada. Thesis.

Feist J. 2006. Theories of Personality. http://highered.mcgraw-

hill.com/sites/0072969806/student_view0/ (1 Oktober 2009).

Fordiastiko. 1995. Penatalaksanaan TB Paru pada Penderita Diabetes Melitus. Dalam

: Paru. 15 (3) : 108.

59

Page 70: HUBUNGAN KEPATUHAN BEROBAT DENGAN PERSEPSI PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU SKRIPSI …/Hubungan... · populasi penderita TB paru dengan teknik pengambilan purposive sampling.

Hisyam B. 2001. Manfaat Terapi Kortikosteroid pada Tuberkulosis Paru dan Extra

Paru. Berkala Ilmu Kedokteran. 33(2): 121-122.

Ikhsan M. 2003. TB Paru dan Kesempatan Kerja. Farmacia Ethical Digest. II(7) : 23-

27.

Kaplan dan Sadock. 1997. Hubungan Dokter-Pasien dan Teknik Dalam Wawancara.

Sinoposis Psikiatri : Ilmu Pengetahuan Perilaku (Terjemahan). Jakarta:

Binarupa Aksara. pp : 1-20.

McNicol M.W., Campbell I.A., Jenkins P.A. 1995. Clinical Feature and Treatment.

Respiratory Medicine Second Edition. London: WB Saunders Company Ltd.

pp: 310-315.

Messwati E.D. dan Rahmawati E. 2008. Ayo Lawan Tuberkulosis.

http://www.kompas.com/index.php/read/xml/2008/04/18/02153798/ayo.lawan.t

uberkulosis (1 Oktober 2009).

Novaliani A. 2003. Persepsi Masyarakat tentang Tuberkulosis.

http://ojs.lib.unair.ac.id/index.php/JKK/article/view/2531 (1 Oktober 2009).

Patmawati E. 2002. Persepsi Masyarakat Tentang Penularan dan Pengobatan

Penyakit Tuberkulosis di Kelurahan Tlogomas RT 04 RW 09 Kota Malang.

Malang, Universitas Muhammadiyah Malang. Thesis.

Price S.A. 1995. Patofisiologi Edisi IV Jilid 2. Jakarta: EGC. pp: 753-763.

Rita L, Atkinson, dkk. 1999. Pengantar Psikologi. Edisi Delapan. Jilid Dua. Jakarta:

Erlangga.

Salim I. 2001. Hubungan Persepsi Penderita Terhadap Peran Pengawas Menelan

Obat Dengan Kepatuhan Penderita Tb Paru Berobat di Kota Padang Tahun

2001. Jakarta, Universitas Indonesia. Thesis.

Sarafino E.P. 1990. Health Psychology. USA: John Willey & Sons,Inc. pp: 299-305.

Selamihardja N. 1998. Tuberkulosis Datang Lagi. http://www.indomedia.com

(1 Oktober 2009).

Senewe F.L. 2002. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Berobat Penderita

Tuberkulosis Paru di Puskesmas Depok. Buletin Penelitian Kesehatan. 30(1):

32-39.

Page 71: HUBUNGAN KEPATUHAN BEROBAT DENGAN PERSEPSI PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU SKRIPSI …/Hubungan... · populasi penderita TB paru dengan teknik pengambilan purposive sampling.

Smet B. 1994. Psikologi Kesehatan. Jakarta: Grasindo. pp: 350-359.

Sobur A. 2003. Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia.

Soedarsono. 2002. Review Advances in TB Management DOTS Strategy. In :

Symposium Nasional TB Up Date 2002 Global Management of Tuberculosis to

Reach an Indonesiea Health for All in The Year of 2010. Surabaya.

Somantri I. 2008. Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan Pada Pasien

dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.

Sugiyono. 2006. Statiska Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Sulianti. 2007. Tuberkulosis. http://www.infeksi.com (1 Oktober 2009).

Suryanata. 2000. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Penyakit Tuberkulosis

Paru di Kabupaten Timur Tengah Selatan. Jogjakarta, Universitas Gadjah

Mada. Thesis.

Sutomo R.A., Sariningsih, Rita D., Soetikno. 2004. Pencitraan Tuberkulosis Paru

pada Orang Dewasa. Medika. 5: 331-332.

Taylor S.E. 1995. Health Psychology. Singapore: McGraw-Hill Book.Co. pp: 355-

362.

Thabrani Z., Priyanti Z.S., Aditama T.Y., Bernida I. 2003. Diagnosis Tuberkulosis.

Dalam: Naskah Lengkap Pertemuan Ilmiah Khusus PIK X. Makassar: Sub

Bagian Paru FK Unhas. pp: 139-144.

WHO. 2003. What is DOTS. WHO Publications on DOTS.

http://www.who.int/gtb/dots/whatisdots.htm (1 Oktober 2009).

Widodo J. 2004. Hubungan Persepsi Siswa Terhadap Guru Mengajar dengan

Kemampuan Membaca Pemahaman Ditinjau dari Ketrampilan Menulis

Deskripsi Siswa SMP Negeri di Colomadu Karanganyar. Surakarta, UNS.

Thesis. Tidak dipublikasikan.

Wikipedia. 2008. Experience. http://en.wikipedia.org/wiki/experience.

(1 Oktober 2009).

Yessica T. 2004. Hubungan Persepsi dan Pengetahuan Orang Tua Tnetang Penyakit

Tuberkulosis dengan Kepatuhan Pengobatan Tuberkulosis Pada Anak di

Kabupaten Purworejo. Universitas Gadjah Mada. Thesis.

Page 72: HUBUNGAN KEPATUHAN BEROBAT DENGAN PERSEPSI PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU SKRIPSI …/Hubungan... · populasi penderita TB paru dengan teknik pengambilan purposive sampling.

Yusmar Y. 1999. Psikologi Antar Budaya. Bandung: Remaja Rosda Karya.